BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Desa Singapadu Desa Singapadu memiliki luas 345,93 ha dan secara topografi merupakan dataran rendah dengan curah hujan sedang. Luas wilayah Desa Singapadu dibagibagi menjadi area pemukiman seluas 53,19 ha, persawahan dengan luas 115,7 ha, perkebunan 1,53 ha dan penggunaan lain-lain yang mencakup fasilitas umum seperti area untuk pura, kuburan, jalan, lapangan, dan peruntukan umum lainnya seluas 4,47 ha. Desa Singapadu memiliki enam banjar, yaitu: Banjar Dinas Apuan, Banjar Dinas Seseh, Banjar Dinas Mukti, Banjar Dinas Kebon, Banjar Dinas Sengguan dan Banjar Dinas Bungsu. Sebagian besar penduduk di Desa Singapadu bekerja sehari-hari sebagai petani (RPJM.DES., ). Petani secara tidak langsung akan bertemu dengan ular di lingkungan persawahan dan saluran irigasi, karena sawah merupakan salah satu habitat yang baik untuk ular. Tiga petani digigit ular berbisa di Banjar Dinas Apuan selama bulan September 2013, jenis ular yang menggigit adalah ular hijau ekor merah atau ular mati ekor (Sutisna, kom.pri., 2013). Desa Singapadu juga memiliki daerah yang dijadikan kebun binatang atau lembaga konservasi. Lembaga konservasi tersebut yaitu Bali Bird Park, Rimba Reptile Park dan Bali Zoo. Ketiga lembaga konservasi tersebut terletak di tepi sungai dan area persawahan yang merupakan habitat yang baik untuk ular. Lembaga 4

2 konservasi Bali Bird Park adalah salah satu lembaga yang khusus memelihara satwa burung. Burung merupakan mangsa utama dari kelompok ular. Tikus dan hewan pengerat lainnya secara tidak langsung akan masuk ke area lembaga konservasi untuk mencari sisa makanan burung dan membangun sarang untuk berkembangbiak (Obs. Pri.). Banyaknya jumlah burung dan hewan pengerat dapat menarik ular untuk mencari mangsa di area lembaga konservasi. Rimba Reptile Park merupakan lembaga konservasi yang khusus memelihara satwa reptil. Kemungkinan beberapa spesies ular atau anak-anak ular hasil breeding ada yang lepas dari kandangnya dan hidup disekitar area lembaga konservasi. Masyarakat Desa Singapadu masih cukup banyak yang memanfaatkan sungai untuk tempat persembahyangan, mandi, mencuci, dan memancing. Beberapa spesies ular arboreal dan terestrial memanfaatkan lingkungan sungai sebagai sumber air, tempat membuat sarang, tempat beristirahat/sembunyi dan tempat berburu mangsa. 2.2 Habitat Ular Ular merupakan kelompok hewan yang memiliki tingkat adaptasi tinggi. Ular dapat ditemukan di seluruh benua dan pulau-pulau kecil di Bumi kecuali Antartika dan New Zeland. Ular tersebar di daerah-daerah basah/lembab, hutan tropis, hutan beriklim sedang, gurun pasir, padang rumput, persawahan, laut, pegunungan, daerah pemukiman dan daerah pinggiran pemukiman (O shea and Halliday, 2001). Beberapa spesies ular yang ditemukan di area persawahan seperti jenis ular sawah/indo-chinese rat snake (Ptyas korros). Ular koros aktif mencari makan pada

3 siang hari, terutama memangsa tikus, kodok, katak dan kadal. Ular koros dapat dijumpai di daerah-daerah pertanian, perkebunan, pemukiman dan hutan muson (Cox et al., 1998; Ahsan and Shayla, 2001; McKay, 2006). Ular jali belang/banded rat snake (Ptyas mucosa) dapat ditemukan di habitat persawahan. Ular jali belang tidak berbahaya dan tidak berbisa, ular ini memangsa burung, kodok, katak dan tikus. Ular jali belang memiliki panjang tubuh mencapai 3,7 m dengan tubuh berbentuk bulat silindris serta gerakan yang cepat ketika berburu dan menghindari predator (Boeadi et al., 1998; Cox et al., 1998; McKay, 2006; Rajesh et al., 2013). Ular berbisa lemah yang dapat ditemukan di pepohonan (arboreal) di area perkebunan/pertanian dan dipinggir sungai adalah dari jenis ular pucuk/green vine snake (Ahaetulla prasina). Ular pucuk aktif pada siang hari memangsa kadal, kodok, katak, burung, dan ularular kecil lainnya, sedangkan pada malam hari ular ini beristirahat di atas pohon dengan melingkarkan tubuhnya pada ranting pohon (Cox et al., 1998; McKay, 2006). Kemampuan adaptasi ular yang tinggi tidak selalu diimbangi dengan peningkatan populasi individu yang konstan. Hal ini diakibatkan karena lebih banyak masyarakat memilih untuk membunuh ular atau mengganggu sarang ular yang ditemukan di area pemukiman. Beberapa spesies ular ada yang jumlahnya melimpah, tetapi banyak spesies jumlahnya semakin menurun sehingga perlu dilindungi dengan cara konservasi ex-situ ataupun in-situ. Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) adalah dokumen yang dapat digunakan sebagai acuan untuk mengetahui spesies ular endemik Indonesia yang

4 dilindungi. Spesies ular di Indonesia yang masuk ke dalam dokumen CITES adalah ular sanca bodo/burmese python (Python molurus-bivitatus), ular sanca hijau/green tree python (Chondropython viridis) dan ular sanca timor (Python timorensis). 2.3 Klasifikasi Ular Klasifikasi ular dalam taksonomi menurut O Shea (1996) dengan contoh dari beberapa genus dan spesiesnya adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Subordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Reptilia : Squamata : Serpentes : Typhlopidae, Pythonidae, Colubridae, Elapidae, Viperidae : Ramphotyphlops, Python, Ptyas, Naja, Trimeresurus : Ramphotyphlops braminus, Python reticulatus, Ptyas korros, Naja sputatrix, Trimeresurus insularis. Ular memiliki sisik seperti kadal dan sama-sama digolongkan ke dalam Kelas Reptilia bersisik Ordo: Squamata. Ular dibedakan dari reptil lainnya karena semua ular tidak memiliki kaki sebagai alat pergerakan. Perbedaan ular dengan kadal adalah kadal pada umumnya berkaki, walaupun beberapa spesies kakinya mereduksi seperti pada amphisbaenians atau worm lizards. Kadal memiliki lubang telinga dan kelopak mata yang dapat dibuka dan ditutup. Ular merupakan salah satu reptil yang paling

5 sukses berkembang di dunia. Ular semakin jarang ditemukan di tempat-tempat yang dingin, seperti di puncak-puncak gunung, Irlandia, Selandia baru dan daerah daerah kutub (Taylor and O Shea, 2004). Beberapa contoh ular dengan berbagai cirinya seperti dijelaskan berikut ini. Ular koros berukuran sedang dan agak ramping, biasanya berwarna coklat dengan warna sisik berpinggiran hitam. Bagian ventral tubuhnya berwarna putih atau agak kekuning-kuningan, memiliki mata yang besar dengan pupil yang bulat. Sisiknya halus dan sedikit berlunas, dalam 15 baris di bagian tengah tubuhnya. Terdapat 187 sisik ventral, 146 pasang sisik subkaudal, 7 sisik bibir atas dengan sisik anus terbelah. Ular ini tidak memiliki bisa, sehingga tidak berbahaya bagi manusia (Cox et al., 1998; McKay, 2006). Ular jali belang memiliki bentuk tubuh dan warna yang hampir sama dengan ular koros. Ular jali belang berukuran besar dan dapat mencapai panjang hingga 3,7 m dengan diameter badan 5 10 cm. Ular jali belang berwarna coklat dengan garisgaris tebal berwarna hitam dari perut sampai ekor. Sisik-sisik pada bibir berpinggiran hitam dan seringkali terdapat garis-garis tebal berwarna agak kuning dari kepala sampai perut, terutama pada ular muda. Sisik-sisik dari perut sampai ekor kadangkadang berpinggiran hitam. Tubuh bagian ventral agak kuning atau putih dengan 17 sisik halus pada bagian dorsal tengah tubuh. Terdapat 213 sisik ventral, 146 pasang sisik subkaudal dan 9 sisik bibir atas dengan sisik anus terbelah (McKay, 2006). Ular pucuk memiliki tubuh ramping dan panjang, tubuh berwarna hijau dengan garis-garis

6 putih yang putus-putus. Ular pucuk memiliki 15 baris sisik halus di bagian tengah tubuh, jumlah sisik ventral 189, sisik subkaudal 141, sisik bibir atas 8 dan sisik anus terbelah. Panjang total rata-rata adalah 1,3 m dan ukuran maksimal dapat mencapai 2 m. Memiliki bisa lemah dan tidak berbahaya bagi manusia (Cox et al., 1998; McKay, 2006). Ular membunuh mangsanya dengan kekuatan lilitan seperti yang dilakukan oleh ular Python dan beberapa spesies ular membunuh mangsanya dengan bisa yang dimiliki. Tidak semua ular berbisa dapat membunuh manusia dengan bisanya. Ularular yang berbisa kebanyakan termasuk famili Colubridae, tetapi pada umumnya memiliki kekuatan bisa yang lemah. Ular-ular yang berbisa kuat di Indonesia termasuk ke dalam famili Elapidae seperti ular king cobra (Ophiophagus hannah), ular sendok (Naja sputatrix), ular weling (Bungarus candidus) dan ular cabai kecil (Calliophis intestinalis). Ular berbisa mematikan yang termasuk dalam famili Hydrophiidae adalah kelompok ular laut seperti ular laut berbibir kuning/yellowlipped sea krait (Laticauda colubrina). Kelompok ular berbisa mematikan lainnya yang hidup terestrial adalah dari famili Viperidae seperti ular tanah (Calloselasma rhodostoma) dan ular bidudak (Daboia siamensis). Ular berbisa kuat yang arboreal adalah ular mati ekor (Trimeresurus insularis) (Cox et al., 1998; Das, 2012; Marlon, 2014).

7 2.4 Identifikasi Ular Identifikasi ular dilakukan dengan cara mengidentifikasi ciri-ciri morfologi, seperti bentuk tubuh, pola warna tubuh, panjang total tubuh, dan bentuk kepala. Setelah mengamati ciri-ciri morfologi ular, dilanjutkan dengan mengamati ciri-ciri morfometri seperti menghitung panjang tubuh ular dan ciri meristik atau penghitungan jumlah susunan sisik labial atas (supralabial) dan labial bawah (infralabial), jumlah sisik dorsal tengah, jumlah sisik ventral, jumlah sisik subkaudal dan tipe taring (Gambar 1) (Cox et al., 1998; McKay, 2006). a b c d Sisik ventral Sisik anal terbelah Sisik subkaudal tunggal Pasang sisik subkaudal Gambar 1. a. susunan sisik kepala bagian atas, b. susunan sisik supralabial dan infralabial, c. cara menghitung sisik dorsal tengah tubuh, d. sisik anal dan subkaudal (McKay, 2006; Lang and Vogel, 2005)

8 Sub-ordo Serpentes terdiri dari beberapa famili ular yang dapat ditemukan di daerah tropis (Indonesia), misalnya dari famili Typhlopidae, Pythonidae, Colubridae, Elapidae dan Viperidae (McKay, 2006) Famili Typhlopidae Typhlopidae adalah famili dari anggota spesies ular kawat/ular buta (blind snake) yang berukuran kecil (12 cm 18 cm) dan bentuknya seperti cacing tanah. Tubuhnya berwarna hitam, abu-abu kehitaman, kecoklatan atau abu-abu kebiruan, umumnya lebih gelap di bagian dorsal dan lebih terang di bagian ventral. Ular kawat memiliki ekor pendek dengan ujung ekor meruncing seperti duri. Matanya tersembunyi dan hanya terlihat seperti bintik gelap samar-samar di balik sisik kepala. Sisik-sisik yang menutupi bagian tengah tubuh tersusun dari 20 deret sisik yang halus dengan bentuk sama baik di bagian dorsal maupun ventral (McKay, 2006; Das, 2012). Ular kawat ini mirip dengan cacing tanah, baik ukuran tubuh maupun perilakunya. Ular kawat dapat ditemukan di bawah peralatan rumah tangga, di balik pot-pot tanaman di halaman rumah, di bawah batu, di bawah serasah daun, dan kayukayu busuk. Jika diamati dengan seksama, spesies ini terlihat memiliki sisik yang berkilau dan kulit tidak berlendir. Mulut ular kawat sangat kecil, memangsa telurtelur semut, rayap dan berbagai serangga kecil lainnya. Ular kawat hidup di bawah tanah (fossorial), ukurannya yang kecil dan kemampuan reproduksi dengan cara

9 partenogenesis sangat membantu dalam penyebaran jenis ular ini. Populasi ular kawat dapat terbentuk dari satu spesimen ular yang terbawa dalam tanah pada pot tanaman (Kamosawa and Ota, 1996) Famili Pythonidae Keseluruhan anggota dari familia Pythonidae merupakan ular yang tidak berbisa. Pythonidae dibedakan dari Boidae karena adanya gigi di bagian premaxilla, seperti tungkai kecil di bagian paling depan dan tengah dari rahang atas. Pythonidae umumnya lebih banyak hidup di daerah hutan hujan tropis dan merupakan ular terpanjang di dunia yang mampu mencapai ukuran panjang 10 m seperti misalnya ular sanca batik (Python reticulatus). Ular sanca memiliki lebih dari 30 sisik pada lingkar tubuh tengahnya. Python membunuh mangsanya dengan cara membelitkan tubuhnya yang berotot hingga mangsanya mati kehabisan nafas (Ario, 2010; Das, 2012). Beberapa spesies menunjukkan adanya tulang pelvis dan tungkai belakang (vestigial) seperti taji di kanan dan kiri kloaka. Taji ini lebih besar pada yang jantan dan berguna untuk merangsang pasangannya pada saat kopulasi. Ular python betina bertelur sampai 100 butir dan betinanya mengerami telur tersebut dengan cara melingkari tumpukan telur tersebut selama 90 hari. Cara Python bertelur dan merawat telurnya membedakannya dengan spesies ular famili Boidae (Boa). Familia ini terdiri dari tiga genus (Python, Morelia, dan Aspidites) dengan lebih dari 30 spesies, habitatnya meliputi Afrika dan Indo-australia. Ular famili Pythonidae

10 memiliki tipe gigi aglypha, dimana hampir seluruh giginya teratur dengan jumlah yang banyak (Zug, 1993; Lang and Vogel, 2005) Famili Colubridae Ciri famili Colubridae yang dapat membedakannya dengan famili lain adalah sisik ventralnya berkembang dengan baik, melebar sesuai dengan lebar perut. Kepala pada umumnya berbentuk oval dengan sisik-sisik yang tersusun secara sistematis dan memiliki ekor silindris meruncing. Panjang tubuh Colubridae bervariasi setiap spesiesnya, antara 1 3,5 m. Jumlah sisik lingkar tengahnya kurang dari 30. Famili ini merupakan keluarga ular terbesar di dunia, meliputi hampir 2/3 dari spesies ular di dunia. Kebanyakan anggota famili Colubridae tidak berbisa dengan tipe gigi aglypha. Colubridae yang memiliki bisa biasanya memiliki tipe gigi opistoglypha (tipe gigi berbisa lemah). Gigi taring opistoglypha kecil dan susah dibedakan dengan gigi-gigi lainnya dan terletak infralabial bagian tengah/belakang. Colubridae terdiri dari 320 genus dengan jumlah spesies lebih dari dan tersebar luas di seluruh dunia (Pough et al., 1998; Fry et al., 2009). McKay (2006) mengatakan bahwa beberapa spesies anggota dari famili Colubridae di Bali memiliki bisa lemah (tidak berbahaya bagi manusia). Ular dari famili Colubridae yang memiliki bisa lemah di Bali adalah: ular pucuk/greend vine snake (Ahaetulla prasina), ular blidah/dog-toothed cat snake (Boiga cynodon), ular tambak/dog-faced water snake (Cerberus rynchops), ular pohon surga/paradise tree

11 snake (Chrysopelea paradisi), dan ular sampi/spotted keelback (Rhabdophis chrysargos). Ular dari famili Colubridae yang berbisa memiliki tipe gigi opistoglypha dengan jenis bisa hemotoksin. Jika tergigit ular ini, dalam waktu singkat mungkin tidak akan beresiko terkena racunya, karena ular dengan gigi opistoglypha harus memasukkan lebih dalam taringnya agar dapat menyuntikkan bisa yang lebih banyak. Ular bergigi opistoglypha masih tergolong berbisa lemah, dengan efek yang ditimbulkan hanya pembengkakan sekitar area gigitan (Fry et al., 2009) Famili Elapidae Merupakan famili yang spesiesnya kebanyakan ular berbisa mematikan dan banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Panjang tubuh Elapidae bervariasi, mulai dari 30 cm 600 cm. Sisik lingkar tubuh tengahnya antara sisik. Famili Elapidae terdiri dari 62 genus dengan 280 spesies, dibagi menjadi dua subfamili yaitu Elapinae dan Hydrophiinae. Pupil mata membulat karena kebanyakan merupakan hewan diurnal. Famili ini dapat mencapai ukuran panjang 6 m yaitu dari spesies king cobra (Ophiophagus hannah) dan biasanya ovipar namun adapula yang ovovivipar. Khusus pada spesies ular sendok (Naja sputatrix), memiliki kemampuan untuk menyemprotkan bisanya sejauh 2 m dan tepat mengenai mata musuh atau predatornya (Pough et al., 1998). Famili Elapidae adalah ular yang paling berbahaya karena sangat agresif. Ular ini memiliki gigi taring tipe proteroglypha yang terletak di bagian depan

12 infralabial dengan bisa neurotoksin. Selain bisa neurotoksin, ular kobra dan ular laut juga memiliki tipe bisa hemotoksin dan kardiotoksin (Ario, 2010). Tipe gigi proteroglypha kaku tidak dapat digerakkan dan dibagian depan taring terdapat lubang saluran yang berfungsi untuk menyemprotkan bisa seperti pada Spitting cobra. Ular bertipe gigi seperti ini tergolong sangat mematikan meskipun ukuran taringnya tidak sepanjang taring solenoglypha yang dimiliki oleh ular viper, namun kemampuan menyuntikkan bisanya sangat kuat. Penelitian sebelumnya di Australia menyatakan bahwa spesies ular dari famili Elapidae adalah spesies ular berbisa terkuat dengan jumlah terbanyak hingga 90 spesies (57,7%) dari 156 spesies ular terestrial yang terdapat di benua Australia (Wilson and Swan, 2003; Williams et al., 2006) Famili Viperidae Ular-ular dari familia ini memiliki gigi taring tipe solenoglypha dengan jenis bisa hemotoksin (Ario, 2010). Tipe gigi ini sangat spesial dari tipe gigi ular lainnya. Sepasang taring panjang yang terdapat di bagian depan infralabial dapat dilipat dan disembunyikan ke bagian atas rahang. Taringnya tidak hanya berfungsi sebagai penyuntik bisa, sepasang taring ini dapat digunakan untuk membantu mendorong mangsanya masuk ke dalam perut. Famili ini kebanyakan merupakan ular yang hidup di gurun, namun ada pula yang hidup di daerah tropis, tersebar hampir di seluruh dunia kecuali di Antartika, Australia, Selandia Baru, Irlandia, Madagaskar, Hawai, berbagai pulau kecil lainnya dan Artik. Sisik biasanya termodifikasi menjadi

13 lapisan tanduk tebal dengan pergerakan menyamping. Viperidae memiliki facial pit yang berfungsi sebagai thermosensor/sensor panas. Kebanyakan anggota familinya merupakan hewan yang ovovivipar dan beberapa ada yang ovipar. Sub-famili yang ada di Indonesia adalah Crotalinae yang terdiri dari 18 genus dan 151 spesies (Pough et al., 1998) Kandungan Bisa Ular Bali memiliki spesies ular yang berbisa kuat atau mematikan dan berbisa lemah atau tidak berbahaya bagi manusia (Tabel 2.1). Bisa ular merupakan hasil sekresi khusus kelenjar mulut yang menyerupai kelenjar saliva. Setiap spesies ular menghasilkan komponen dan kandungan bahan toksik atau non toksik yang berbeda - beda. Salah satu contoh ular yang terkenal memiliki bisa kuat dan berbahaya bagi manusia adalah ular kobra. Jenis bisa ular kobra (Elapidae) adalah neurotoksin dan sedikit hemotoksin. Gejala yang diakibatkan oleh gigitannya yaitu pembengkakan, pendarahan, fibrinolitik dan kerusakan jaringan pada lokasi gigitan. Bisa ular sebagaian besar adalah protein, kandungan protein dalam bisa ular disebut Thrombin Like Enzyme karena mempengaruhi proses pembekuan darah. Thrombine like enzyme ini termasuk protease serin dan metaloprotease yang menyerupai trombin dalam fungsinya mempengaruhi pembekuan benang-benang fibrinogen (Selistre and Giglio, 1987; Chanhome et al., 2003). Susunan kimia dari bisa ular sangat kompleks sekitar 90% tersusun atas protein yang sebagian besar adalah enzim, serta mengandung polipeptida. Enzim

14 utama bisa ular antara lain proteolitik, hialurinidase, asam amino oksidase, kolinesterase, fosfolipase A, ribonuklease, deoksiribonuklease, fosfomonoeterase, fosfodiesterase, nukleotidase, ATPase dan DPNase. Dalam kandungan bisa ular juga terdapat logam yaitu: magnesium (Mg), zink (Zn) dan mangan (Mn) dengan konsentrasi yang bervariasi. Logam-logam ini sangat mempengaruhi kerja enzim, misalnya ion kalsium merupakan komponen penting untuk mempertahankan struktur tersier proteinase yang mempengaruhi aktivitas pendarahan (Brown, 1973; Fry, 1999). Tabel 2.1 Ular-ular berbisa di Bali, kandungan bisa dan kekuatan bisa (McKay, 2006). No Famili Spesies Nama lokal Kandungan Bisa Kekuatan Bisa 1 Elapidae Ophiophagus hannah King Kobra Neurotoksin Mematikan Naja sputatrix Ular Sendok Neurotoksin & Mematikan Hemotoksin Bungarus candidus Ular Weling Neurotoksin Mematikan 2 Viperidae Trimeresurus insularis Ular mati ekor Hemotoksin Mematikan 3 Colubridae Ahaetulla prasina Ular pucuk Hemotoksin Lemah Boiga cynodon Ular blidah Hemotoksin Lemah Hemotoksin adalah kandungan racun yang menyerang sistem sirkulasi darah, dalam kandungan racun hemotoksin terdapat enzim pemecah protein (proteolytic). Racun hemotoksin mengakibatkan sel-sel darah akan rusak dan terjadi penggumpalan darah. Reaksi racun sangat cepat seiring dengan pembengkakan di daerah sekitar luka gigitan, beberapa menit setelah gigitan korban akan sangat kesakitan dan terasa panas di area gigitan. Racun yang bersifat hemotoksin akan mengakibatkan gejala

15 hemolisis. Hemolisis adalah rusaknya jaringan darah akibat lepasnya hemoglobin dari setoma eritrosit (sel darah merah). Enzim penyebab hemolisis adalah enzim lipase seperti fosfolipase. Enzim fosfolipase ditemukan pada semua bisa ular dalam beberapa bentuk dan variasi. Pada bisa ular famili Elapidae dan Viperidae ditemukan 4 jenis fosfolipase, yaitu A 1, (lesitinase A 2 ), C dan D yang diklasifikasikan berdasarkan bagian mana dari ikatan ester 3-sn fosfogliserida yang di hidrolisis (Fry, 1999; Fry et al., 2012).

BAB I PENDAHULUAN. terdapatnya kantung-kantung habitat alami yang jarang dikunjungi/terjamah

BAB I PENDAHULUAN. terdapatnya kantung-kantung habitat alami yang jarang dikunjungi/terjamah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Bali masih banyak memiliki binatang yang hidup liar karena terdapatnya kantung-kantung habitat alami yang jarang dikunjungi/terjamah manusia. Hutan tropis yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Informasi Geografis 2.1.1. Pengertian dan Konsep Dasar Prahasta (2001) menyebutkan bahwa pengembangan sistem-sistem khusus yang dibuat untuk menangani masalah informasi

Lebih terperinci

JENIS JENIS ULAR (SERPENTES)YANG DITEMUKAN DI DESA SINGAPADU KABUPATEN GIANYAR - BALI

JENIS JENIS ULAR (SERPENTES)YANG DITEMUKAN DI DESA SINGAPADU KABUPATEN GIANYAR - BALI TESIS JENIS JENIS ULAR (SERPENTES)YANG DITEMUKAN DI DESA SINGAPADU KABUPATEN GIANYAR - BALI I GEDE AGUS PRADANA PUTRA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 1 TESIS JENIS JENIS ULAR (SERPENTES)YANG

Lebih terperinci

Penatalaksanaan Keracunan akibat Gigitan Ular Berbisa

Penatalaksanaan Keracunan akibat Gigitan Ular Berbisa 1 Penatalaksanaan Keracunan akibat Gigitan Ular Berbisa Ular Berbisa di Indonesia Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara yang menghambat respons pada sistem biologis

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN SPESIES ULAR DI DESA PERING, KECAMATAN BLAHBATUH, KABUPATEN GIANYAR, BALI

KEANEKARAGAMAN SPESIES ULAR DI DESA PERING, KECAMATAN BLAHBATUH, KABUPATEN GIANYAR, BALI JURNAL BIOLOGI UDAYANA Keanekaragaman 21 (1) : 7 - Spesies 11 Ular di Desa Pering, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Bali [I Gede Made Arius Hady ISSN Budiada, : 1410-5292 dkk.] KEANEKARAGAMAN SPESIES

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN ANALISA. Data yang di peroleh dalam membuat proyek Tugas akhir ini di peroleh dari

BAB 2 DATA DAN ANALISA. Data yang di peroleh dalam membuat proyek Tugas akhir ini di peroleh dari BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1. Sumber Data Data yang di peroleh dalam membuat proyek Tugas akhir ini di peroleh dari berbagai sumber, antara lain : 1. internet, buku teori, dan literatur. 2. Pasar barito,

Lebih terperinci

ABSTRAK. INVENTARISASI JENIS ULAR DI DESA KELILING BENTENG ILIR KECAMATAN SUNGAI TABUK KABUPATEN BANJAR Oleh : Chandra Wiguna, Dharmono, Kaspul

ABSTRAK. INVENTARISASI JENIS ULAR DI DESA KELILING BENTENG ILIR KECAMATAN SUNGAI TABUK KABUPATEN BANJAR Oleh : Chandra Wiguna, Dharmono, Kaspul 33 ABSTRAK INVENTARISASI JENIS ULAR DI DESA KELILING BENTENG ILIR KECAMATAN SUNGAI TABUK KABUPATEN BANJAR Oleh : Chandra Wiguna, Dharmono, Kaspul Hampir di seluruh permukaan bumi, dapat ditemukan beragam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

Amfibi mempunyai ciri ciri sebagai berikut :

Amfibi mempunyai ciri ciri sebagai berikut : Amfibi merupakan kelompok hewan dengan fase hidup berlangsung di air dan di darat.,yang merupakan kelompok vertebrata yang pertama keluar dari kehidupan alam air. Amfibi mempunyai ciri ciri sebagai berikut

Lebih terperinci

Pengertian. Kemampuan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan

Pengertian. Kemampuan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan Adaptasi Pengertian Kemampuan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan Adaptasi dibedakan menjadi 3 jenis 1. Adaptasi Morfologi Proses adaptasi yang dilakukan dengan menyesuaikan bentuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Burung di Pantai Trisik Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman hayati di Yogyakarta khususnya pada jenis burung. Areal persawahan, laguna

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Klasifikasi ilmiah dari Katak Pohon Bergaris (P. Leucomystax Gravenhorst 1829 ) menurut Irawan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia, Phyllum: Chordata,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang beriklim tropis terluas di dunia dan merupakan negara yang memiliki banyak keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Burung jalak bali oleh masyarakat Bali disebut dinamakan dengan curik putih atau curik bali, sedangkan dalam istilah asing disebut dengan white starling, white mynah,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (perairan) lainnya, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. (perairan) lainnya, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Hayati Keanekaragaman hayati merupakan keanekaragaman di antara makhluk hidup dari semua sumber, termasuk di antaranya daratan, lautan, dan ekosistem akuatik (perairan)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Subordo : Serpentes Famili : Elapidae

TINJAUAN PUSTAKA. Subordo : Serpentes Famili : Elapidae TINJAUAN PUSTAKA Pengenalan Ular berbisa Famili Elapidae O'Shea (1996) menjelaskan bahwa di Papua terdapat enam famili ular yaitu Acrochordidae (filesnakes), Boidae (jenis ular sanca), Colubridae (ular

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA Tikus 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus

Lebih terperinci

JENIS_JENIS TIKUS HAMA

JENIS_JENIS TIKUS HAMA JENIS_JENIS TIKUS HAMA Beberapa ciri morfologi kualitatif, kuantitatif, dan habitat dari jenis tikus yang menjadi hama disajikan pada catatan di bawah ini: 1. Bandicota indica (wirok besar) Tekstur rambut

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Merak hijau 2.1.1 Taksonomi Grzimek (1972) menyatakan bahwa klasifikasi merak hijau jawa (Pavo muticus muticus) sebagai berikut : Kingdom Phyllum : Animalia : Chordata

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Taksonomi, Zoogeografi dan Habitat Ular M. ikaheka

PEMBAHASAN Taksonomi, Zoogeografi dan Habitat Ular M. ikaheka PEMBAHASAN Taksonomi, Zoogeografi dan Habitat Ular M. ikaheka Ular M. ikaheka pernah diperkenalkan menjadi dua subjenis yaitu M. ikaheka fasciatus dan M. ikaheka ikaheka oleh beberapa peneliti sebelumnya.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian 2015 LUWAK Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian LUWAK A. Biologi Luwak Luwak merupakan nama lokal dari jenis musang

Lebih terperinci

BAB II REPTIL PADANG PASIR ASIA. 2.1 Padang Pasir

BAB II REPTIL PADANG PASIR ASIA. 2.1 Padang Pasir BAB II REPTIL PADANG PASIR ASIA 2.1 Padang Pasir Padang pasir merupakan suatu kawasan yang memiliki iklim panas, kering dan sangat gersang, karena rendahnya curah hujan. Padang pasir biasa menerima hujan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai TINJAUAN PUSTAKA Pentingnya predasi sebagai strategi eksploitasi dapat diringkas dalam empat kategori utama. Pertama, predator memainkan peran penting dalam aliran energi pada kumunitasnya. Kedua, predator

Lebih terperinci

DESCRIPTION OF THE SPECIES OF SNAKES ON A UNIVERSITY CAMPUS FIELD ANDALAS LIMAU MANIH PADANG

DESCRIPTION OF THE SPECIES OF SNAKES ON A UNIVERSITY CAMPUS FIELD ANDALAS LIMAU MANIH PADANG DESCRIPTION OF THE SPECIES OF SNAKES ON A UNIVERSITY CAMPUS FIELD ANDALAS LIMAU MANIH PADANG DESKRIPSI JENIS-JENIS ULAR DI KAMPUS UNIVERSITAS ANDALAS LIMAU MANIH PADANG ABSTRACT Fachrul Reza 1, Djong Hon

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Telur

II. TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Telur 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekologi Telur Katak betina dewasa menentukan tempat peletakan telur setelah terjadi pembuahan dan untuk kebanyakan katak pohon telur tersebut terselubung dalam busa. Hal ini

Lebih terperinci

Uji Organoleptik Ikan Mujair

Uji Organoleptik Ikan Mujair Uji Organoleptik Ikan Mujair Bahan Mentah OLEH : PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN SEKOLAH TINGGI PERIKANAN JAKARTA I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu atau nilai-nilai tertentu yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Spesies ini terdiri dari tanaman dan hewan yang dianggap menjadi salah satu agen

II. TINJAUAN PUSTAKA. Spesies ini terdiri dari tanaman dan hewan yang dianggap menjadi salah satu agen II. TINJAUAN PUSTAKA A. Spesies Eksotik Spesies eksotik adalah suatu spesies yang sengaja atau tidak sengaja diangkut dan dilepaskan oleh manusia ke lingkungan luar dari daerah asalnya. Spesies ini terdiri

Lebih terperinci

STUDI KHASIAT ARES PISANG TERHADAP PENYEMBUHAN GIGITAN ULAR KOBRA PADA MARMUT

STUDI KHASIAT ARES PISANG TERHADAP PENYEMBUHAN GIGITAN ULAR KOBRA PADA MARMUT STUDI KHASIAT ARES PISANG TERHADAP PENYEMBUHAN GIGITAN ULAR KOBRA PADA MARMUT H. Yusuf Kastawi Jurusan Biologi FMIPA UM ABSTRACT Our Anchestors usually used various kind of plants as first aid medicine

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Besar Penelitian Tanaman Padi, tikus sawah merupakan hama utama penyebab

BAB I PENDAHULUAN. Besar Penelitian Tanaman Padi, tikus sawah merupakan hama utama penyebab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tikus sawah (Rattus argentiventer) merupakan salah satu spesies hewan pengerat yang mengganggu aktivitas manusia terutama petani. Menurut Balai Besar Penelitian

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6485.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar induk ikan gurami kelas induk pokok diterbitkan oleh Badan Standardisasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ilmiah Pengklasifikasian primata berdasarkan 3 (tiga) tingkatan taksonomi, yaitu (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan secara terang-terangan,

Lebih terperinci

SWAMP EELS (Synbranchus sp.) JENIS YANG BARU TERCATAT (NEW RECORD SPECIES) DI DANAU MATANO SULAWESI SELATAN *)

SWAMP EELS (Synbranchus sp.) JENIS YANG BARU TERCATAT (NEW RECORD SPECIES) DI DANAU MATANO SULAWESI SELATAN *) Swamp Eels (Synbranchus sp.) Jenis... di Danau Matano Sulawesi Selatan (Makmur, S., et al.) SWAMP EELS (Synbranchus sp.) JENIS YANG BARU TERCATAT (NEW RECORD SPECIES) DI DANAU MATANO SULAWESI SELATAN *)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Bioekologi

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Bioekologi 3 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Berdasarkan karakter dan ciri morfologi yang dimiliki, tikus rumah (Rattus rattus diardii) digolongkan ke dalam kelas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class

Lebih terperinci

PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA

PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA Materi Penyebaran Komunitas Fauna di Dunia Keadaan fauna di tiap-tiap daerah (bioma) tergantung pada banyak kemungkinan yang dapat diberikan daerah itu untuk memberi

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 5. Kelangsungan hidup makhluk hidup melalui adaptasi, seleksi alam, dan perkembangbiakanlatihan Soal 5.2

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 5. Kelangsungan hidup makhluk hidup melalui adaptasi, seleksi alam, dan perkembangbiakanlatihan Soal 5.2 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 5. Kelangsungan hidup makhluk hidup melalui adaptasi, seleksi alam, dan perkembangbiakanlatihan Soal 5.2 1. Cara adaptasi tingkah laku hewan mamalia air yang hidup di air laut

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. sumber: (http://www.google.com/earth/) Keterangan: Lokasi 1: Sungai di Hutan Masyarakat

LAMPIRAN. Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. sumber: (http://www.google.com/earth/) Keterangan: Lokasi 1: Sungai di Hutan Masyarakat LAMPIRAN Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian Keterangan: Lokasi 1: Sungai di Hutan Masyarakat sumber: (http://www.google.com/earth/) Lampiran 2. Data spesies dan jumlah Amfibi yang Ditemukan Pada Lokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tikus dan mencit adalah hewan pengerat (rondensia) yang lebih dikenal sebagai hama tanaman pertanian, perusak barang digudang dan hewan pengganggu yang menjijikan di

Lebih terperinci

BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus)

BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus) BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus) 1. PENDAHULUAN Kata Belut merupakan kata yang sudah akrab bagi masyarakat. Jenis ikan ini dengan mudah dapat ditemukan dikawasan pesawahan. Ikan ini ada kesamaan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi Ungko (Hylobates agilis) dan Siamang (Symphalangus syndactylus) 2.1.1 Klasifikasi Ungko (Hylobates agilis) dan siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan jenis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman hayati yang terkandung

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 02-6730.2-2002 Standar Nasional Indonesia Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar induk kodok lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok disusun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Attacus atlas (L.) Klasifikasi Attacus atlas (L.) menurut Peigler (1980) adalah Filum Klasis Ordo Subordo Superfamili Famili Subfamily Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

BIOLOGI VERTEBRATA. Rizka Apriani Putri, M.Sc JURDIK BIOLOGI, FMIPA UNY Rizka Apriani Putri, M.Sc

BIOLOGI VERTEBRATA. Rizka Apriani Putri, M.Sc JURDIK BIOLOGI, FMIPA UNY Rizka Apriani Putri, M.Sc BIOLOGI VERTEBRATA JURDIK BIOLOGI, FMIPA UNY rizka_apriani@uny.ac.id 2016 Classis : Reptilia Mata Kuliah : BIOLOGI VERTEBRATA / FMIPA UNY rizka_apriani@uny.ac.id Reptilia : Terminologi Repere (Latin :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reptil adalah salah satu fauna yang banyak terdapat di wilayah Indonesia. Indonesia menempati peringkat ketiga sebagai negara yang memiliki jenis reptil paling tinggi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Struktur Komunitas Struktur komunitas merupakan suatu konsep yang mempelajari sususan atau komposisi spesies dan kelimpahannya dalam suatu komunitas. Secara umum

Lebih terperinci

- 2 - Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Juli 2013 MENTERl KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd SHARIF C. SUTARDJO

- 2 - Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Juli 2013 MENTERl KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd SHARIF C. SUTARDJO KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/KEPMEN-KP/2013 TENTANG PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN IKAN NAPOLEON (Cheilinus undulatus) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

Prinsip-Prinsip Ekologi. Faktor Biotik

Prinsip-Prinsip Ekologi. Faktor Biotik Prinsip-Prinsip Ekologi Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktora biotik antara lain suhu, air, kelembapan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan mangrove Rhizophora stylosa 2.1.1 Klasifikasi Rhizophora stylosa Menurut Cronquist (1981), taksonomi tumbuhan mangrove Rhizophora stylosa sebagai berikut : Kingdom

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Capung

TINJAUAN PUSTAKA. Capung TINJAUAN PUSTAKA Capung Klasifikasi Capung termasuk dalam kingdom Animalia, filum Arthropoda, klas Insecta, dan ordo Odonata. Ordo Odonata dibagi ke dalam dua subordo yaitu Zygoptera dan Anisoptera. Kedua

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. frugivora lebih dominan memakan buah dan folivora lebih dominan memakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. frugivora lebih dominan memakan buah dan folivora lebih dominan memakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Kokah Menurut jumlah dan jenis makanannya, primata digolongkan pada dua tipe, yaitu frugivora lebih dominan memakan buah dan folivora lebih dominan memakan daun. Seperti

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kubis bunga merupakan salah satu komoditi sayuran yang banyak dikonsumsi

PENDAHULUAN. Kubis bunga merupakan salah satu komoditi sayuran yang banyak dikonsumsi 12 PENDAHULUAN Latar Belakang Kubis bunga merupakan salah satu komoditi sayuran yang banyak dikonsumsi di Indonesia. Bertambahnya jumlah penduduk akan meningkatkan jumlah kebutuhan pangan asal sayuran,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Menurut klasifikasi Bleeker, sistematika ikan selanget (Gambar 1) adalah sebagai berikut (www.aseanbiodiversity.org) :

Lebih terperinci

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T No.714, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KP. Larangan. Pengeluaran. Ikan. Ke Luar. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2014 TENTANG LARANGAN

Lebih terperinci

BAB II AMFIBI, REPTIL & PENGETAHUAN ANAK-ANAK TENTANG AMFIBI DAN REPTIL

BAB II AMFIBI, REPTIL & PENGETAHUAN ANAK-ANAK TENTANG AMFIBI DAN REPTIL BAB II AMFIBI, REPTIL & PENGETAHUAN ANAK-ANAK TENTANG AMFIBI DAN REPTIL II.1 Klasifikasi Makhluk Hidup Klasifikasi makhluk hidup merupakan cara pengelompokan makhluk hidup berdasarkan ciri-ciri tertentu.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

Teknik Identifikas Reptil

Teknik Identifikas Reptil Teknik Identifikas Reptil M.Irfansyah Lubis S.Hut Oktober 2008 Ciri-ciri Reptil Vertebral Kulit tertutup sisik Membutuhkan sumber panas eksternal (ectothermal) Fertilisasi internal Telur bercangkang (amniotes)

Lebih terperinci

CIRI KHUSUS MAKHLUK HIDUP DAN LINGKUNGAN HIDUPNYA

CIRI KHUSUS MAKHLUK HIDUP DAN LINGKUNGAN HIDUPNYA BAB 1 CIRI KHUSUS MAKHLUK HIDUP DAN LINGKUNGAN HIDUPNYA Tujuan Pembelajaran: 1) mendeskripsikan hubungan antara ciri-ciri khusus hewan dengan lingkungannya; 2) mendeskripsikan hubungan antara ciri-ciri

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI IKAN. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA. Mata Kuliah Iktiologi

IDENTIFIKASI IKAN. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA. Mata Kuliah Iktiologi IDENTIFIKASI IKAN Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA Mata Kuliah Iktiologi IDENTIFIKASI Suatu usaha pengenalan dan deskripsi yang teliti serta tepat terhadap spesies, dan memberi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total 15 TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Penelitian Pulau Sembilan merupakan salah satu pulau yang terdapat di Kabupaten Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total luas

Lebih terperinci

2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup

2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup 2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup 2.1 Mengidentifikasi kelangsungan hidup makhluk hidup melalui adaptasi, seleksi alam, dan perkembangbiakan 1. Mengaitkan perilaku adaptasi hewan tertentu dilingkungannya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MENENTUKAN JENIS ULAR

FAKTOR-FAKTOR YANG MENENTUKAN JENIS ULAR PENGETAHUAN ULAR 1 Ular merupakan binatang reptilia yang banyak kita jumpai bila kita melakukan perjalanan ke sawah, hutan, sungai, rawa, pantai dan laut. Untuk daerah tropisseperti di negara kita, ular

Lebih terperinci

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa Metamorfosis Kecoa 1. Stadium Telur Proses metamorfosis kecoa diawali dengan stadium telur. Telur kecoa diperoleh dari hasil pembuahan sel telur betina oleh sel spermatozoa kecoa jantan. Induk betina kecoa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Gajah Sumatera Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub species gajah asia (Elephas maximus). Dua sub species yang lainnya yaitu Elephas

Lebih terperinci

J-PAL, Vol. 6, No. 1, 2015 ISSN: E-ISSN:

J-PAL, Vol. 6, No. 1, 2015 ISSN: E-ISSN: J-PAL, Vol. 6, No. 1, 215 ISSN: 287-3522 E-ISSN: 2338-1671 Persepsi Masyarakat Terhadap Ular Sebagai Upaya Konservasi Satwa Liar Pada Masyarakat Dusun Kopendukuh, Desa Grogol, Kecamatan Giri, Kabupaten

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun II.TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun demikian burung adalah satwa yang dapat ditemui dimana saja sehingga keberadaanya sangat sulit dipisahkan

Lebih terperinci

BIOLOGI TIKUS BIOLOGI TIKUS. Kemampuan Fisik. 1. Menggali (digging)

BIOLOGI TIKUS BIOLOGI TIKUS. Kemampuan Fisik. 1. Menggali (digging) BIOLOGI TIKUS BIOLOGI TIKUS Kemampuan Fisik 1. Menggali (digging) Tikus terestrial akan segera menggali tanah jika mendapat kesempatan, yang bertujuan untuk membuat sarang, yang biasanya tidak melebihi

Lebih terperinci

Burung Kakaktua. Kakatua

Burung Kakaktua. Kakatua Burung Kakaktua Kakatua Kakak tua putih Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Animalia Filum: Chordata Kelas: Aves Ordo: Psittaciformes Famili: Cacatuidae G.R. Gray, 1840 Subfamily Microglossinae Calyptorhynchinae

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Kuntul 2.1.1 Klasifikasi Burung Kuntul Burung kuntul termasuk ordo Ciconiiformes dan famili Ardeidae (Mackinnon, 1993). klasifikasi Kuntul besar (Egretta alba) adalah

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN Oleh : Taufik Rizky Afrizal 11.12.6036 S1.SI.10 STMIK AMIKOM Yogyakarta ABSTRAK Di era sekarang, dimana ekonomi negara dalam kondisi tidak terlalu baik dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom: Plantae; Subkingdom:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom: Plantae; Subkingdom: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tebu Tebu diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom: Plantae; Subkingdom: Tracheobionta; Super Divisi: Spermatophyta ; Divisi: Magnoliophyta; Kelas: Liliopsida; Sub Kelas: Commelinidae;

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian TINJAUAN PUSTAKA Biologi Kumbang Tanduk (O. rhinoceros). berikut: Sistematika kumbang tanduk menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insekta

Lebih terperinci

TAMAN REPTIL KULON PROGO Pusat Konservasi Dengan Penekanan Desain Arsitektur Berdasarkan Perilaku Reptil BAB I PENDAHULUAN

TAMAN REPTIL KULON PROGO Pusat Konservasi Dengan Penekanan Desain Arsitektur Berdasarkan Perilaku Reptil BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Perancangan 1.1.1 Aktivitas Industri Pariwisata di DIY Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat luar biasa dan semua berpotesi untuk dimanfaatkan dari

Lebih terperinci

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Brontispa sp di laboratorium. Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang membutuhkan. Tujuan Penelitian Untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ulat Api (Setothosea asigna van Eecke) berikut: Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai Kingdom Pilum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Kupu-kupu Troides helena (Linn.) Database CITES (Convention on International Trade of Endangered Spesies of Wild Flora and Fauna) 2008 menyebutkan bahwa jenis ini termasuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ascaris lumbricoides Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian besar nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat Indonesia (FKUI, 1998). Termasuk dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Rambut

HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Rambut HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Rambut Landak Hystrix javanica memiliki tiga macam bentuk rambut: rambut halus (seperti rambut pada mamalia lain), rambut peraba, dan duri. Rambut halus dan duri terdapat di

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Perah Sapi perah merupakan salah satu komoditi peternakan yang dapat mendukung pemenuhan kebutuhan bahan pangan bergizi tinggi yaitu susu. Jenis sapi perah yang paling

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS MERAH NAJAWA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS MERAH NAJAWA KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS MERAH NAJAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB 4 KELANGSUNGAN HIDUP ORGANISME (MATERI IPA TERPADU KELAS IX) Kompetensi Dasar : Mengidentifikasi kelangsungan hidup makhluk hidup

BAB 4 KELANGSUNGAN HIDUP ORGANISME (MATERI IPA TERPADU KELAS IX) Kompetensi Dasar : Mengidentifikasi kelangsungan hidup makhluk hidup BAB 4 KELANGSUNGAN HIDUP ORGANISME (MATERI IPA TERPADU KELAS IX) Standar Kompetensi: Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup Kompetensi Dasar : Mengidentifikasi kelangsungan hidup makhluk hidup melalui

Lebih terperinci

SUATU PANDUAN UNTUK MENGIDENTIFIKASI IKAN-IKAN PARUH PANJANG DI LAPANGAN

SUATU PANDUAN UNTUK MENGIDENTIFIKASI IKAN-IKAN PARUH PANJANG DI LAPANGAN SUATU PANDUAN UNTUK MENGIDENTIFIKASI IKAN-IKAN PARUH PANJANG DI LAPANGAN Sumber informasi di presentasi ini: A Field Guide to the Indo-Pacific Billfishes Julian Pepperell and Peter Grewe (1999) Beberapa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2. Bio Ekologi Herpetofauna 2.1. Taksonomi Taksonomi Reptil Taksonomi Amfibi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2. Bio Ekologi Herpetofauna 2.1. Taksonomi Taksonomi Reptil Taksonomi Amfibi II. TINJAUAN PUSTAKA 2. Bio Ekologi Herpetofauna 2.1. Taksonomi 2.1.1. Taksonomi Reptil Reptilia adalah salah satu hewan bertulang belakang. Dari ordo reptilia yang dulu jumlahnya begitu banyak, kini yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Suzuki Metode Suzuki adalah suatu metode yang digunakan untuk pemeriksaan telur Soil Transmitted Helmints dalam tanah. Metode ini menggunakan Sulfas Magnesium yang didasarkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan rayap yang paling luas serangannya di Indonesia. Klasifikasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beruang madu (H. malayanus) merupakan jenis beruang terkecil yang tersebar di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beruang madu (H. malayanus) merupakan jenis beruang terkecil yang tersebar di 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Beruang Madu (Helarctos malayanus) Beruang madu (H. malayanus) merupakan jenis beruang terkecil yang tersebar di beberapa negara bagian Asia Tenggara dan Asia Selatan, yaitu Thailand,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saninten (Castanopsis argentea Blume A.DC) Sifat Botani Pohon saninten memiliki tinggi hingga 35 40 m, kulit batang pohon berwarna hitam, kasar dan pecah-pecah dengan permukaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus : Animalia : Arthopoda : Insekta : Lepidoptera : Plutellidae : Plutella

Lebih terperinci

BAB V EKOSISTEM, BIOSFER & BIOMA

BAB V EKOSISTEM, BIOSFER & BIOMA BAB V EKOSISTEM, BIOSFER & BIOMA EKOSISTEM: lingkungan biologis yang terdiri dari semua organisme hidup di daerah tertentu, serta semua benda tak hidup (abiotik), komponen fisik dari lingkungan seperti

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. lingkungannya (Alikodra, 2002). Tingkah laku hewan adalah ekspresi hewan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. lingkungannya (Alikodra, 2002). Tingkah laku hewan adalah ekspresi hewan yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Rusa Sambar Perilaku satwa liar merupakan gerak gerik satwa liar untuk memenuhi rangsangan dalam tubuhnya dengan memanfaatkan rangsangan yang diperoleh dari lingkungannya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Artiodactyla, Anak Bangsa (Subordo) Ruminansia dan Suku (Family)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Artiodactyla, Anak Bangsa (Subordo) Ruminansia dan Suku (Family) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jenis Rusa Rusa merupakan salah satu jenis satwa yang termasuk dalam Bangsa (Ordo) Artiodactyla, Anak Bangsa (Subordo) Ruminansia dan Suku (Family) Cervidae. Suku Cervidae terbagi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM AEDES AEGYPTI DAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

BAB II TINJAUAN UMUM AEDES AEGYPTI DAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) BAB II TINJAUAN UMUM AEDES AEGYPTI DAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) 2.1 Aedes aegypti Mengetahui sifat dan perilaku dari faktor utama penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), yakni Aedes aegypti,

Lebih terperinci