Till" Snit/bullS. Ries Muld er "PeraJw L(j!Jar" Cat minyak dimas knilj 30 x 40 CIII

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Till" Snit/bullS. Ries Muld er "PeraJw L(j!Jar" Cat minyak dimas knilj 30 x 40 CIII"

Transkripsi

1 Tilik Sambullg Menurut pendapat saya, fragmen-fragmen perkembangan yang kita kenai selama ini berakar pada tiga pandangan yang berbeda ten tang pertumbuhan dan perkembangan seni rupa mo-dern kita. Pandangan pertama, menempatkan pertumbuhan tahun 1930' an sebagai awal kelahiran seni rupa modern Indonesia. Tonggak pertumbuhan ini adalah kelahiran Persatuan Ahli Gambar Indonesia (PersagD dengan tokoh pelukis Soedjojono ( ). Pandangan ini didasari keyakinan konsep "Indonesia" yang muncul pad a Sumpah Pemuda tahun Dalam arti, sebelum tahun 1928, konsep Indonesia tidak dikenal. Karena itu tidak mungkin terdapat seni modern "Indonesia" sebelum tahun Pertumbuhan seni rupa pada tahun 1930'an yang berkaitan dengan Sumpah Pemuda dan pergerakan kebangsaan adalah awal munculnya seni rupa (modern) Indonesia. Maka dalam bentuk sederhananya, pandangan ini percaya, seni rupa (modern) "Indonesia" lahir bersama Republik. Pandangan itu mengabaikan (bahkan menyangkal) samasekali arti perkembangan sebelum tahun 1930' an yaitu perkembangan seni lukis masa kolonial. Pandangan ini menyangkal peran pelukis-pelukis Basuki Abdullah ( ) dan lebih ke belakang lagi, Raden Saleh ( ) dalam perkembangan seni lukis Indonesia. Pelukis-pelukis ini dianggap bukan pelukis Indonesia. Mereka adalah pelukis-pelukis Belanda. Pandangan itu dominan sampai sekitar awal tahun 1970' an. Sesudah itu, pada tahun 1976, muncul tiba-tiba pandangan yang menempatkan Raden Saleh sebagai awal pertumbuhan seni lukis Indonesia. Pad a tahun 1976 itu, diselenggarakan "Pameran 100 tahun Seni Rupa Indonesia" di Museum Seni Rupa dan Keramik, Taman Fatahilah, Jakarta. Pada pameran ini untuk pertama kalinya beberapa lukisan Raden Saleh - yang ketika itu baru saja dikembalikan pemerintah Belanda - dipamerkan. Pada tahun yang sam-a Dewan Kesenian Jakarta mempublikasikan buku yang menempatkan Raden Saleh sebagai awal seni lukis Indonesia. 2) Inilah pandangan yang kedua. Pandangan kedua itu melihat keindonesiaan tidak melalui konsep nasionalisme tapi melalui konsep geografis. Manusia yang hidup dalam lingkup geografis Indonesia adalah manusia Indonesia. Dengan demikian bukan mustahil, manusia Indonesia sudah mempraktekkan seni lukis Indonesia, sebelum Indonesia lahir. Dalam menarik benang merah perkembangan, pandangan ini memasukkan pelukis-pelukis pribumi pada masa kolonial- Raden Saleh, Abdullah Suriosubroto ( ), Mas Pirngadi ( ) dan Basuki Abdullah - sebagai materi kajian, karena mereka pun manusia Indonesia. Pandangan ketiga merupakan pandangan yang sangat jarang dibahas atau didiskusikan - walau sering diperdebatkan tanpa arah yang jelas. Pandangan ketiga ini melihat perkembangan seni rupa modern Indonesia berdasarkan teori seni rupa modern yang lazim diterapkan di seluruh dunia - dasar seni rupa internasional. Teori seni rupa modern ini berakar pada Modernisme (perhatikan 11

2 KOlllek, 12

3 Till" Snit/bullS Ries Muld er "PeraJw L(j!Jar" Cat minyak dimas knilj 30 x 40 CIII penggunaan "M" huruf-besar), yaitu konsep budaya modern (dunia) yang dikukuhka'n kebudayaan Eropa dan Amerika sesudah Perang Dunia II, Modernisme ini percaya pada totalitas dan universalisme, karena itu dianggap berlaku di seluruh dunia. Namun Modernisme ini tidak bisa disangkal, terbentuk berdasarkan paradigma masyarakat/budaya Barat. 3) Pad a masa kini, penerapannya di luar masyarakat Barat, semakin teras a dipaksakan. Dalam teori (Barat) itu, seni rupa modern diyakini berawal pada perkembangan aliran-aliran Post-impresionisme dan Kubisme dalam perkembangan seni lukis Eropa. Aliran-aliran seni lukis yang muncul pada awal Abad ke 20 ini dianggap membuka era baru dalam perkembangan seni rupa karen a menampilkan pemahaman yang sama sekali baru, yaitu pemahaman masalah "rupa" atau masalah visual yang dipercaya merupakan esensi seni rupa. Bila pada masa sebelumnya permasalahan seni rupa senantiasa berakar pada pengkajian "realitas hidup" (seperti pada Klasisisme, Romantisisme, Naturalisme, Realisme, Dada, Surealisme, Ekspresionisme Jerman) maka pada aliran-aliran Post-impresionisme dan Kubisme permasalahan seni rupa beranjak ke masalahnya sendiri yang spesifik, yaitu "realitas rupa". Di Indonesia fragmen perkembangan yang mengacu pada Modernisme itu muncul (teoretis) di Bandung pada tahun 1950 di bawah pengaruh pelukis Belanda Ries Mulder - guru gambar yang pada masa itu tinggal di Bandung. Kemunculannya berkaitan dengan pembentukan sekolah guru gambar di kota itu (kini sekolah itu dikenal sebagai Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung). Seperti pada perkembangan seni lukis modern Eropa- 13

4 K () /I I c s Barli "Nell ek dari Pl iatall" Cat Millyak rian charcoal 130 x 95 em Amerika, fragmen ini memperlihatkan pula kecenderungan menjelajahi aspek rupa (dikenal pula sebagai penjelajahan bentuk atau formalisme). Kendati pandangan ketiga itu paling dekat dengan pengertian seni rupa modern yang umum dikenal dalam teori-teori seni rupa (dunia) para penganutnya di Indonesia tidak pernah sesungguhnya mengumumkan pandangan mereka dan menunjuk pertumbuhan 1950 di Bandung sebagai awal seni lukis modern di Indonesia. Sikap ragu-ragu para pelukis "Modernis" Indonesia ini membuka serangan sebagian kritikus Indonesia yang menganggap perkembangan Bandung itu sebagai pertumbuhan yang kebarat-baratan. 4) Serangan ini tidak pernah mendapat perlawanan yang berarti. (Sikap tidak melawan ini bisa membangkitkan kesangsian, benarkah Modernisme yang tercermin pada karyakarya para pelukis itu, diyakini 7) Namun patut kit a catat, tidak satu pun dari ketiga pandangan itu benar-benar mempersoalkan seni rupa "modern" Indonesia, seperti yang saya tuliskan dengan tegas dalam analisa saya. Istilah yang lebih banyak digunakan adalah: "seni rupa Indonesia" (tanpa predikat modern) atau "seni rupa modern" (tanpa keterangan Indonesia). Menurut pendapat saya inilah kelemahan ketiga pandangan itu. 14

5 Til I k S (I iii b II II \ =' ecenderungan menghindari predikat "modern" dan juga keterangan "Indone ~ ' a " mengaburkan konteks seni rupa yang dibahas. Kecenderungan menghindari predikat "modern" membuat diskusi tentang. 'lai-nilai modern dalam perkembangan seni rupa modern Indonesia menjadi 'ehilangan gantungan. Kecenderungan yang berkaitan dengan retorika anti-barat ini mengkhawatirkan akan terjadi penerapan teori-teori Barat yang tidak relevan engan kenyataan di Indonesia. Kecemasan ini menurut pendapat saya, malah 1emunculkan kelemahan lain, yaitu tak adanya ketegasan seni rupa modern,'ta adalah perkembangan seni rupa dalam bingkai Barat. Akibatnya seni rupa 10dern kita sering dianggap sebagai perkembangan kontinu seni rupa dalam ingkai tradisi. Lalu munculah kekacauan pengkajian, karena konsep seni lukis alam bingkai kesenian tradisi, sarna sekali tidak dikenal. Ke khawatiran itu, yang justru dibayangi teori-teori Barat (khususnya Orientalisme), tidak melihat kenyataan bahwa pengaruh Barat yang masuk ke Indonesia senantiasa mengalami transformasi - melahirkan perkembangan yang /ljerfe-frdari aslinya. Untuk mengkaji "produk campuran" ini semua teori Barat, mau tak mau, harus diubah dan disesuaikan ketika diterapkan untuk mengkaji. Teori-teori Barat ini bisa, dan bahkan harus diubah, karena tidak ada teori 'esenian dan kebudayaan yang punya kebenaran absolut. Maka melepaskan diri ari dominasi pandangan dan teori-teori Barat, sarna sekali tidak harus dengan menghindarinya apalagi menyangkalnya. Sementara kita tidak bisa melepaskan diri dati bingkai Barat, sikap menghindar dan menyangkal pandangan Barat membuat kita tidak memahp.mi teori-teori Barat. Akibatnya, seperti kita lihat dalam kenyataan, sikap kit a menghadapi teori-teori Barat menjadi ambivalen dan bahkan paradoksal. Dalam retorika, kita menyatakan sikap anti-barat namun pada praktek kita menerapkan teori-teori itu dengan pemahaman yang sangat terbatas, tanpa penafsiran dan tanpa sadar menganggapnya absolut. Kita sering menemukan teori-teori sejarah seni rupa Barat diterapkan untuk mengidentifikasi ekspresi karya seni rupa kita. Misalnya menetapkan sesuatu karya sebagai menganu t (bukan terpengaruh) N aturalisme, Realisme, Eks presionisme, Kubisme, Surealisme bahkan Futurisme. Identifikasi ini dilakukan tanpa catatan sarna sekali. Tak adanya keterangan tambahan dalam penggunaan istilah-istilah itu menunjukkan kecenderungan kita memutlakkan kebenaran teori-teori (sejarah seni rupa) Barat itu. Hanya satu dua pengamatan dengan cermat menyertakan keterangan tambahan, seperti misalnya pembentukan istilah "Surealisme Yogya". Penambahan predikat "Yogya" menunjukkan keinginan menunjukkan Surealisme Yogya berbeda dengan Surealisme yang kita kenai melalui teori sejarah seni rupa Barat, Surealisme yang muncul di Eropa awal Abad ke 20. Kecenderungan menghindari pembahasan seni rupa "modern" juga membuat 15

6 K (l II I f k s kita menjadi berjarak dengan pemikiran seni rupa modern mana pun. Pengkajian makna dan nilai-nilai karya seni rupa modern kita menjadi mustahil karena tak adanya patokan bagi pemaknaan (signifier). Karena itu kit a selalu ragu dalam menilai karya-karya seni rupa kita dan akhirnya tak ada karya ya ng sesungguhnya bisa ditandai sebagai bermakna (signified ). Yang kemudian terjadi, peninjauan yang didasari teori-teori Barat yang dicomot secara acak tanpa mempertimbangkan kurun waktu. Atau, seperti yang banyak kita temui, tinjauan yang malah tidak berkaitan samasekali dengan pemaknaan - esei/resensi yang sekadar membahas keindahan rupa dengan deskripsi yang berbunga-bunga. Tidak aneh apabila dari keadaan semacam itu, makna dan nilai karya-karya seni rupa modern kita digantungkan pada berbagai patokan yang tidak secara langsung berkaitan dengan masalah seni rupa. Misalnya makna yang didasarkan pada kadar ketuaan, seperti dalam menilai barang antik. Atau, yang lebih parah lagi menggantungkan makna / nilai karya pada luas peredarannya di pasar barang seni. Dengan kata lain, nilai yang diidentikkan dengan harganya yang mengikuti hukum pasar - didasari perimbangan persediaan (supply) dan permintaan (demand). Maka sulitnya proses pemaknaan karya seniman-seniman kita, menurut pendapat saya, bukan karena tak adanya kritik seni yang baik seperti yang seringkali dikeluhkan, tetapi karena tak adanya dasar bagi pemaknaan. Menghadapi keadaan semacam itu, menurut pendapat saya, kita harus mencoba menemukan pemikiran yang bisa mengarah ke pembentukan dasar bagi pemaknaan itu. Salah satu cara yang paling mungkin ialah mengkaji kembali fragmen-fragmen perkembangan seni rupa modern Indonesia yang kita kenal selama ini - ketiga pandangan mengenai pertumbuhan seni rupa. modern kita - dan mencoba melihatnya sebagai elemen-elemen diskrusif dalam pembentukan wacana. Terdapat beberapa premis pada pengkajian itu. Pertama, perkembangan seni lukis mas a kolonial berhubungan dengan pertumbuhan seni lukis modern Indonesia. Kedua, perkembangan seni lukis mas a kolonial yang berhubungan dengan seni lukis modern Indonesia, tidak sama dengan perkembangan seni lukis di Eropa dan Amerika. Ketiga, perkembangan seni lukis modern Indonesia tidak bisa dipahami tanpa mengkaji seni lukis masa kolonial di mana terletak awal seluruh perkembangan seni rupa Indonesia, yaitu awal masuknya seni rupa dengan bingkai Barat. Seni lukis dan seni gambar dengan bingkai Barat muncul di Indonesia pada Abad ke 17. Peninggalan yang menunjukkan masuknya seni lukis ini, sebuah lukisan yang menggambarkan sua sana pasar di sekitar benteng Batavia, dilukis oleh Andries Beeckman pada tahun ) Dan juga ilustrasi pada buku Raffles, History of Java (London, 1817) yang dibuat dua pelukis Inggris antara tahun

7 Tilik Sl1mbullg ) Seni lukis ini mula-mula dipraktekkan oleh pelukis-pelukis Eropa, khususnya Belanda, namun dalam perkembangannya dipraktekkan pula oleh pelukis-pelukis pribumi, khususnya pelukis pribumi yang berasal dari kelompok masyarakat bangsawan. Catatan sejarah menunjukkan seni lukis masa kolonial itu, sampai perkernbangannya pada awal Abad ke 20, didominasi seni lukis pemandangan alamo Perkembangan ini yang awalnya dipengaruhi seni lukis Belanda dan Inggris, hampir tidak mengalami perubahaan selama hampir tiga abad. Gejala ini menunjukkan perkembangan seni lukis masa kolonial terpisah dari perkembangan seni lukis Eropa. Interaksi yang terjadi sangat selektif. Di tengah keadaan tidak berkembang semacam itu Raden Saleh tercatat sebagai tonggak seni lukis masa kolonial pada Abad ke 19. Raden saleh mendapat pendidikan seni lukis di Belanda dan setelah pendidikannya selesai ia tinggal dan berkarya di Belanda, Jerman dan Prancis antara tahun Ia satusatunya pelukis masa Hindia Belanda yang menampilkan pengaruh Romantisisme Eropa pada Abad ke 19. Bila kita menempatkan Raden Saleh sebagai tonggak perkembangan seni lukis masa kolonial, pertimbangannya tidak semata-mata karena ia pelukis pribumi. Ia memang satu-satunya pelukis masa kolonial yang karya-karyanya mengandung makna yang bisa diperhitungkan dalam perkembangan seni lukis masa kolonial. Pelukis seangkatannya, yang juga belajar ke Belanda, Jan Daniel Beynon, tidak sungguh-sungguh meneruskan profesi pelukis, karena menjadi pegawai negeri sekembalinya ke Hindia Belanda. 7) Dalam perkembangan seni lukis kita, batas berakhirnya perkembangan seni lukis masa kolonial itu tidak pernah dibahas, padahal bila kita ingin melihatnya sebagai segmen dalam perkembangan seni lukis Indonesia, akhir perkembangan itu penting bagi mediasi. kullall Andries Beeckman " Bentellg Batav ia" 1656 kiri Ernest Dezentje "Tilllbllllflll Pad; di Sawall" em Minyak rli alas k{/ill 45 X 67cIII 17

8 K Q /I I I' k < Berakhirnya seni lukis mas a kolonial menurut pendapat saya, dapat dilihat melalui dua catatan. Pertama, catatan perkembangan seni lukis Hindia Belanda. Kedua, pandangan pelukis-pelukis pribumi, khususnya Soedjojono, yang bereaksi pada seni lukis masa kolonial itu. Kedua catatan yang berbeda ini melahirkan dua kemungkinan garis perkembangan yang berbeda pula. Khususnya dalam melihat pertumbuhan seni lukis modern Indonesia. (1) Mempertimbangkan catatan perkembangan seni lukis Hindia Belanda, akhir perkembangan seni lukis masa kolonial ditandai sebuah kemajuan - kecenderungan meninggalkan tradisi seni lukis pemandangan alamo Pada awal Abad ke 20 tercatat sejumlah pelukis Belanda yang dipengaruhi perkembangan seni rupa Eropa Abad ke 20 dan bahkan perkembangan seni rupa modern. Pelukis-pelukis ini antara lain, Jan Frank, Kees van Dongen, Piet Ouburg dan Ernest Deezentje. 8) Bila garis perkembangan itu diteruskan, kita akan sampai pada munculnya pengaruh Kubisme pada pelukis Ries Mulder. Kendati Ries Mulder tidak tercatat dalam perkembangan seni lukis Hindia Belanda, kedudukannya menjadi penting karena ia mempengaruhi sejumlah pelukis Indonesia (pada tahun 1950 di Bandung). Bila kita percaya dan mengikuti acuan/teori Modernisme (Barat) seni lukis modern Indonesia lahir dalam garis perkembangan ini - ditandai munculnya pengaruh Kubisme pada sejumlah pelukis Indonesia. Namun, menurut pendapat saya asumsi itu sulit dikukuhkan, karena satusatunya alasan untuk membenarkannya adalah teori Modernisme yang pada kenyataannya berjarak dengan kita. Sangat sulit melihat pengaruh Kubisme itu sebagai penting dan bermakna dalam konteks pertumbuhan seni lukis modern Indonesia. Kaitannya dengan akhir seni lukis masa kolonial sulit dikaji. Hubungannya dengan lukisan-iukisan Jan Frank, Kees van Dongen dan Piet Ouburg, terbatas pada kontinuitas pengaruh seni lukis Eropa. Kubisme yang muncul pad a lukisan-iukisan Ries Mulder pun lebih memperlihatkan adaptasi Kubisme dari pad a menampilkan pemikiran baru. 9) Fragmen perkembangan itu seringkali dipertanyakan, apakah bagian dari perkembangan seni lukis Indonesia atau bukan. Menurut pendapat saya, perkembangan 1950 di Bandung itu tidak bisa disangkal merupakan bagian dari garis perkembangan seni lukis modern Indonesia. Fragmen ini memperlihatkan munculnya pengaruh prinsip-prinsip Modernisme (perkembangan sesudah Perang Dunia II) dalam seni lukis modern Indonesia yang sudah tumbuh dan mulai berkembang (sebagai kelanjutan bukan sebagai awal pertumbuhan). (2) Mempertimbangkan pandangan pelukis-pelukis pribumi yang bereaksi pada seni lukis masa kolonial, akhir perkembangan seni lukis masa koloniallebih mudah diidentifikasi. Terdapat berbagai kenyataan yang lebih memungkinkan kita melihat kaitannya dengan awal pertumbuhan seni lukis modern Indonesia - diskontinuitas yang sangat bermakna dalam hal perubahan ke sebuah 18

9 Tit i k 5 a III b II II g perkembangan baru, dan babak transisi yang memungkinkan mediasi. Mengikuti pandangan Soedjojono, akhir perkembangan seni lukis masa kolonial ditandai berkembangnya seni lukis pemandangan alamo Dalam perkembangan seni lukis pemandangan alam ini, menurut catatan Soedjojono, muncul pelukis-pelukis pribumi seperti Abdullah Soeriosubroto, Mas Pirngadi dan Basuki Abdullah. 10) Namun dalam catatan perkembangan seni lukis Hindia Belanda, nama-nama pelukis-pelukis pemandangan alam seperti Abdullah Soeriosubroto, Wakidi, Sukardji, Mas Pirngadi, sarna sekali tidak tercatat. Karena itu sulit untuk menentukannya sebagai akhir perkembangan seni lukis masa kolonial. Pelukispelukis ini memang tidak menuntut pengakuan. Mereka tidak berpretensi menjadi seniman: seperti dalam pandangan Soedjojono. Pekerjaan melukis mereka lebih bertujuan menjuallukisan. Karena itu bukan hanya masyarakat kolonial yang meremehkan seni lukis ini tapi bahkan juga Soedjojono, sebagai sesama pelukis pribumi. Kritik Soedjojono pada seni lukis pemandangan alam yang berkembang di kalangan pribumi, menurut pendapat saya tidak esensial. Kendati seni lukis pribumi ini merupakan bagian dari perkembangan panjang seni lukis pemandangan alam masa kolonial, seni lukis pemandangan alam pribumi ini lebih merupakan gejala sosial. Sebuah tanda semakin banyaknya pelukis~pelukis pribumi di lingkungan seni lukis masa kolonial. Penentangan Soedjojono pada seni lukis pemandangan alam, menurut pendapat saya, lebih ditujukan pada identitas para pelukis pribumi di balik seni lukis itu. Mereka adalah anggota masyarakat feodal yang kehidupannya berjarak dengan masyarakat kebanyakan. Dalam persepsi Soedjojono, mereka berpihak pada masyarakat kolonial Belanda. 11) Sejarah kebangsaan kita dan juga catatan pemerintah Hindia Belanda, mencatat banyak peristiwa yang memperlihatkan ambiguitas masyarakat Abdulah SR " DatarfllJ Tillggi Bl1llrlllllg" Cat Mil/lInk eli atas kai!l 100 x 20 0 '"I 19

10 K (l 'I I e k s Basuki Abdulah "Potret Seorallg Cadis" Pastel di atas kertas 65 x 48 elll bangsawan dalam pergerakan kebangsaan. Namun justru kondisi yang mempunyai potensi melahirkan konflik kepribadian ini yang mengakibatkan beberapa anggota masyarakat bangsawan sampai pada kesadaran kebangsaan. Masyarakat yang kemudian mereka kecam adalah masyarakat yang mereka kenai, yaitu masyarakat mereka sendiri, masyarakat feodal. Menurut pendapat saya inilah tanda-tanda awal modernisasi di Ind'onesia - mengandung kritikdiri, cita-cita, dan penerobosan. Soedjojono sendiri sebenarnya berasal dari lingkungan feodal itu. Ia menantu Raden Sasmojo, yang pad a 1940'an adalah kepala rumah tangga Bataviasche Kunstkring di Jakarta. 12) Justru melalui mertuanya dan juga Bataviasche Kunstkring ia mendapat kesempatan mempelajari berbagai pemikiran seni lukis modern. Soedjojono sendiri mengenal seni lukis antara lain melalui belajar pad a pelukis bangsawan, Mas Pirngadi. Dibandingkan dengan sikap kritisnya pada seni lukis pemandangan alam, saya melihat kritik Soedjojono pada lukisan-lukisan Basuki Abdullah, sebagai lebih bermakna dalam melihat kontradiksi antara seni lukis masa kolonial dan seni lukis modern Indonesia. Lukisan-lukisan Basuki Abdullah sebenarnya dapat dilihat sebagai perkembangan seni lukis realistik di kalangan pelukis pribumi pada masa kolonial. Berbeda dengan pelukis-pelukis pribumi angkatan sebelumnya, yang mendapat pendidikan melukis secara informal di Indonesia, Basuki Abdullah 20

Tilik SllmlJullg. Basuki Abdulah "Rambllt nau Terurai" Knpllr Pastel di Mas kertas 49 x 63 C1II 1958

Tilik SllmlJullg. Basuki Abdulah Rambllt nau Terurai Knpllr Pastel di Mas kertas 49 x 63 C1II 1958 Tilik SllmlJullg Basuki Abdulah "Rambllt nau Terurai" Knpllr Pastel di Mas kertas 49 x 63 C1II 1958 mempelajari seni lukis melalui pendidikan formal di Den Haag, Belanda. Karena itu pelukis ini tidak hanya

Lebih terperinci

Titik. ~ambung. Barli Dalam Wacana Seni Lukis Indonesia. sa ETNOBOOK. Jim Supangkat

Titik. ~ambung. Barli Dalam Wacana Seni Lukis Indonesia. sa ETNOBOOK. Jim Supangkat KAAN i Cemeti ) Titik ~ambung Barli Dalam Wacana Seni Lukis Indonesia Jim Supangkat sa ETNOBOOK Diterbitkan dengan dukungan sponsor:...:. BANK HASr.N Bnnk Devisa MUSEUM TITIK SAMBUNG SARLI DALAM WACANA

Lebih terperinci

Tit/II Snmbllllg. Barli "D un Nellek Pel/gem is" Cnt Mil/yak 145 X 90cJIl

Tit/II Snmbllllg. Barli D un Nellek Pel/gem is Cnt Mil/yak 145 X 90cJIl Tit/II Snmbllllg Barli "D un Nellek Pel/gem is" Cnt Mil/yak 145 X 90cJIl dianggap hanya menampilkan realitas kaum elite yang serba indah, serba resmi, serba sensual dan serba ceria. Benarkah hanya ini

Lebih terperinci

Barli "Siti" SOx36cIIl Lee Man - Fo ng "Sketsn W il l/ita Bali " Knpur 1\1erl1ll eli nlns kertns 40 x 60 (1/1

Barli Siti SOx36cIIl Lee Man - Fo ng Sketsn W il l/ita Bali  Knpur 1\1erl1ll eli nlns kertns 40 x 60 (1/1 Tilik Salllbllllg individualitas dan pandangan yang personal. Sebagian besar juga mempersoalkan realitas. Namun, apakah mereka sesungguhnya sadar, mengapa kenyataan (realitas) dipersoalkan dalam seni lukis

Lebih terperinci

T it i k S a III Ii 11 i1 g

T it i k S a III Ii 11 i1 g Ti,'ik SnmlJullS dengan cepat," ungkap Barli. Barli kemudian dilatih pula mengamati obyek lukisan: struktur dasar obyek, juga struktur permukaan dan struktur bidang gelap terang obyek lukisan itu. "Latihan

Lebih terperinci

KEBUDAYAAN INDIES arsitektur

KEBUDAYAAN INDIES arsitektur KEBUDAYAAN INDIES arsitektur Untuk mengingatkan akan tanah airnya (Belanda) mereka juga membuat cerobong asap (walau hanya tiruan). Selain itu pada atap juga ada tadah angin (wind wijser) dengan beragam

Lebih terperinci

Gerakan Seni Rupa Baru Indonesia

Gerakan Seni Rupa Baru Indonesia 1 Gerakan Seni Rupa Baru Indonesia Sebuah Analisis Jim Supangkat Belakangan meramai pembicaraan tentang Gerakan Seni Rupa Baru Indonesia yang muncul kontroversial pada 1975 dan bubar pada 1979. Sekarang

Lebih terperinci

Patung dalam Seni Rupa Kontemporer Indonesia

Patung dalam Seni Rupa Kontemporer Indonesia Patung dalam Seni Rupa Kontemporer Indonesia Anusapati SENI PATUNG DALAM WACANA SENI RUPA KONTEMPORER INDONESIA 1* Anusapati Patung dan aspek-aspek utamanya Di dalam ranah seni klasik/tradisi, pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kegiatan melukis realis merupakan bentuk ekspresi jiwa seseorang dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kegiatan melukis realis merupakan bentuk ekspresi jiwa seseorang dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan melukis realis merupakan bentuk ekspresi jiwa seseorang dalam menggambar objek seperti apa adanya atau sesuai dengan objek yang nyata (sebenarnya) ke dalam

Lebih terperinci

Nasionalisme S. Sudjojono ( ) Pembuka Babak Baru Sejarah Seni Lukis Modern Indonesia

Nasionalisme S. Sudjojono ( ) Pembuka Babak Baru Sejarah Seni Lukis Modern Indonesia Nasionalisme S. Sudjojono (1913-1986) Pembuka Babak Baru Sejarah Seni Lukis Modern Indonesia Oleh : Irwan Jamalludin M.Sn (Desain Komunikasi Visual - Sekolah Tinggi Teknologi Nusa Putra) Abstrak Tulisan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan Politik Etis dalam bidang pendidikan yang diberlakukan oleh

I. PENDAHULUAN. Kebijakan Politik Etis dalam bidang pendidikan yang diberlakukan oleh 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebijakan Politik Etis dalam bidang pendidikan yang diberlakukan oleh pemerintah Hindia Belanda memang membuka kesempatan banyak bagi pemudapemuda Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya sastra. Sastra tidak hanya sekedar bidang ilmu atau bentuk

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya sastra. Sastra tidak hanya sekedar bidang ilmu atau bentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra yang banyak diterbitkan merupakan salah satu bentuk dari berkembangnya sastra. Sastra tidak hanya sekedar bidang ilmu atau bentuk seni, tetapi sastra juga

Lebih terperinci

ALIRAN NEO KLASIKISME

ALIRAN NEO KLASIKISME ALIRAN NEO KLASIKISME Aliran Neo Klasikisme adalah gerakan untuk mempertegas kembali (neo) kepada aliran klasikisme. Muncul system pendidikan bersifat akademis ditambah dengan Royal Academic kian memperkokoh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Orde post-modern, dalam gagasan estetiknya, tengah melumrahkan atau secara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Orde post-modern, dalam gagasan estetiknya, tengah melumrahkan atau secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Orde post-modern, dalam gagasan estetiknya, tengah melumrahkan atau secara tegas bahkan memang sedang mempersilahkan agar setiap karya seni hendaknya memiliki atau

Lebih terperinci

Gambar 1. GUSTAVE COURBET. Anak Pemecah Batu. (1849). Kapur. Gambar 2. GUSTAVE COURBET. Pemecah Batu. (Detail) (1849). Cat Minyak di atas Kanvas.

Gambar 1. GUSTAVE COURBET. Anak Pemecah Batu. (1849). Kapur. Gambar 2. GUSTAVE COURBET. Pemecah Batu. (Detail) (1849). Cat Minyak di atas Kanvas. Apakah lukisan itu? Apa perbedaan lukisan dengan gambar? Perhatikan contoh gambar yang dibuat oleh pelukis Perancis Gustave Courbet (Gambar 1). Gambar itu merupakan sketsa untuk lukisan pada Gambar 2,

Lebih terperinci

SOAL UAS SENI BUDAYA KLS XI TH Kegiatan seseorang atau sekelompok dalam upaya mempertunjukan suatu hasil karya atau produknya kepada

SOAL UAS SENI BUDAYA KLS XI TH Kegiatan seseorang atau sekelompok dalam upaya mempertunjukan suatu hasil karya atau produknya kepada SOAL UAS SENI BUDAYA KLS XI TH 2016 2017 1 Kegiatan seseorang atau sekelompok dalam upaya mempertunjukan suatu hasil karya atau produknya kepada orang laindan secara terorganisir dinamakan a katalog b

Lebih terperinci

BAB III. DATA DAN ANALISA PERANCANGAN

BAB III. DATA DAN ANALISA PERANCANGAN BAB III. DATA DAN ANALISA PERANCANGAN A. Data Berkaitan Fungsi Produk Rancangan Buku sumber bahan ajar adalah sarana untuk mendukung penyampaian materi pembelajaran. Buku sumber bahan ajar dapat berbagai

Lebih terperinci

EcoReality. Oleh: I Wayan Setem, S.Sn, M.Sn

EcoReality. Oleh: I Wayan Setem, S.Sn, M.Sn EcoReality Oleh: I Wayan Setem, S.Sn, M.Sn Disampaikan pada Presentasi Proposal Penciptaan, Selasa, 14 Mei 2013, Institut Seni Indonesia Denpasar Denpasar. Latar belakang Proses penciptaan karya seni sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggeser anggapan orang yang masih meyakini bahwa film adalah karya

BAB I PENDAHULUAN. menggeser anggapan orang yang masih meyakini bahwa film adalah karya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Film atau gambar bergerak adalah bentuk dominan dari komunikasi massa visual. Film lebih dahulu menjadi media hiburan dibanding radio siaran dan televisi, industri

Lebih terperinci

SEJARAH SEHARUSNYA MENJADI INSPIRASI MEMANFAATKAN PELUANG

SEJARAH SEHARUSNYA MENJADI INSPIRASI MEMANFAATKAN PELUANG Jurnal Sejarah. Vol. 1(1), 2017: 151 156 Pengurus Pusat Masyarakat Sejarawan Indonesia DOI: 10.17510/js.v1i1. 59 SEJARAH SEHARUSNYA MENJADI INSPIRASI MEMANFAATKAN PELUANG Sumber Gambar: Tempo.co Professor

Lebih terperinci

Sejarah Umum Seni Lukis

Sejarah Umum Seni Lukis Sejarah Umum Seni Lukis Zaman prasejarah Secara historis, seni lukis sangat terkait dengan gambar. Peninggalan-peninggalan prasejarah memperlihatkan bahwa sejak ribuan tahun yang lalu, nenek moyang manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut masalah sosial, budaya, religi, pendidikan, politik, pembangunan dan

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut masalah sosial, budaya, religi, pendidikan, politik, pembangunan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tema merupakan suatu hal yang menjadikan isi dalam karya seni. Dalam sebuah karya seni tema dihasilkan dari pengolahan obyek baik dari alam nyata maupun dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian terlahir dari ekspresi dan kreativitas masyarakat yang dilatarbelakangi oleh keadaan sosial budaya, ekonomi, letak geografis, pola kegiatan keseharian.

Lebih terperinci

dengan mencermati bahwa praktik dan gagasan seni rupa Islam di nusantara ternyata bisa dimaknai lebih terbuka sekaligus egaliter. Kesimpulan ini terba

dengan mencermati bahwa praktik dan gagasan seni rupa Islam di nusantara ternyata bisa dimaknai lebih terbuka sekaligus egaliter. Kesimpulan ini terba BAB V KESIMPULAN Seni rupa modern Islam Indonesia adalah kenyataan pertumbuhan dan praktik seni rupa modern dan kontemporer Indonesia. Pada dasarnya semangatnya merangkul prinsip-prinsip baik pada nilai-nilai

Lebih terperinci

Pelatihan dan Pameran Konservasi Lukisan: Pencegahan, Restorasi dan Perawatannya

Pelatihan dan Pameran Konservasi Lukisan: Pencegahan, Restorasi dan Perawatannya e-warta YAD/Budaya/6 Februari-8 Maret 2015 Pelatihan dan Pameran Konservasi Lukisan: Pencegahan, Restorasi dan Perawatannya Pelatihan dan Pameran Konservasi Lukisan Sebagai pengembangan dari salah satu

Lebih terperinci

7.4 Avant Garde Avant Garde buka suatu aliran dalam seni lukis, melainkan gaya yang berkembang dalam dunia fashion serta bergerak ke desain grafis

7.4 Avant Garde Avant Garde buka suatu aliran dalam seni lukis, melainkan gaya yang berkembang dalam dunia fashion serta bergerak ke desain grafis 7.4 Avant Garde Avant Garde buka suatu aliran dalam seni lukis, melainkan gaya yang berkembang dalam dunia fashion serta bergerak ke desain grafis Avant Garde dalam bahasa Perancis berarti "garda terdepan"

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di negara Indonesia, Kota Bandung khususnya, kondisi seni rupa sudah berkembang pesat di mana segala ungkapan artistik terwujudkan dalam berbagai media yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya kehidupan dewasa ini disemaraki oleh banyaknya kegagalan dalam membina rumah tangga yang utuh. Seringkali banyak keluarga memilih untuk berpisah dari hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Adi Khadafi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Adi Khadafi, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Perkembangan dunia kesenirupaan saat ini sudah sangat pesat sekali dengan inovasi bahan dan media dari karya seni rupa yang sudah beragam dan kadang tidak

Lebih terperinci

Contoh lukisan daerah Bali. Contoh lukisan daerah kalimatan

Contoh lukisan daerah Bali. Contoh lukisan daerah kalimatan Seni Rupa Murni Daerah Seni Rupa Murni Daerah adalah Gagasan manusia yang berisi nilai nilai budaya daerah tertentu yang diekspresikan melalui pola kelakuan tertentu dengan media titik, garis, bidang,

Lebih terperinci

KALIGRAFI EKSPRESI ARTISTIK PERADABAN ISLAM

KALIGRAFI EKSPRESI ARTISTIK PERADABAN ISLAM PERADABAN ISLAM I: TELAAH ATAS PERKEMBANGAN PEMIKIRAN KALIGRAFI EKSPRESI ARTISTIK PERADABAN ISLAM Oleh Nurcholish Madjid Dalam kajian modern, agama Islam disebut sebagai agama yang sangat ikonoklastik,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEBUTUHAN BERAKTUALISASI DIRI DAN KONFLIK PERAN DENGAN CITRA DIRI. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA KEBUTUHAN BERAKTUALISASI DIRI DAN KONFLIK PERAN DENGAN CITRA DIRI. Skripsi HUBUNGAN ANTARA KEBUTUHAN BERAKTUALISASI DIRI DAN KONFLIK PERAN DENGAN CITRA DIRI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat S-1 Diajukan oleh : Rachmat Al Fajar F 100 950 017 /

Lebih terperinci

Kata Kunci: Teknologi Simulasi, Simulasi Desain, Realitas Virtual, Citra, Posrealitas.

Kata Kunci: Teknologi Simulasi, Simulasi Desain, Realitas Virtual, Citra, Posrealitas. DESAIN DENGAN CITRA SIMULASI, SEBUAH INTEGRASI TEKNOLOGI SECARA ESTETIK Oleh I Gede Mugi Raharja Program Studi Desain Interior Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar ABSTRAK Sejak

Lebih terperinci

KEPERCAYAAN VERSUS PENGETAHUAN

KEPERCAYAAN VERSUS PENGETAHUAN KEPERCAYAAN VERSUS PENGETAHUAN Oleh Nurcholish Madjid Perlunya Penelitian atas Agama Sekalipun sebenarnya sudah merupakan kesepakatan umum, barang kali ada baiknya memulai pembahasan mengenai penelitian

Lebih terperinci

KISI-KISI SEJARAH KELAS XI IPS

KISI-KISI SEJARAH KELAS XI IPS 2.1. Menganalisis Kolonialisme dan Imperialisme Perkembangan Pengaruh Barat di Barat dan Perubahan Merkantilisme dan Ekonomi, dan Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat di pada masa Kolonial Demografi, Kapitalisme

Lebih terperinci

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar.

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar. Tiga Gelombang Demokrasi Demokrasi modern ditandai dengan adanya perubahan pada bidang politik (perubahan dalam hubungan kekuasaan) dan bidang ekonomi (perubahan hubungan dalam perdagangan). Ciriciri utama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan pustaka Tinjauan pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan dijadikan topik penelitian. Dimana dalam tinjauan pustaka akan dicari teori atau konsep-konsep

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. mendeliberasikan ide-ide mengenai perlindungan terhadap hak publik adalah ruang

BAB 5 PENUTUP. mendeliberasikan ide-ide mengenai perlindungan terhadap hak publik adalah ruang 97 BAB 5 PENUTUP A. KESIMPULAN PENELITIAN Studi ini memiliki hipotesa awal bahwa arena yang cukup esensial dalam mendeliberasikan ide-ide mengenai perlindungan terhadap hak publik adalah ruang publik,

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN I ( RPP I )

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN I ( RPP I ) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN I ( RPP I ) Satuan Pendidikan Mata Pelajaran Kelas/semester Alokasi Waktu : SMP NEGERI 3 KALASAN : Seni Budaya (Seni Rupa) : IX (sembilan) /1 (Satu) : 3 X 40 menit A. Kompetensi

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. kesenian yang khas. Konsep akan yang indah (beauty) itu sendiri seiring waktu

BAB VI KESIMPULAN. kesenian yang khas. Konsep akan yang indah (beauty) itu sendiri seiring waktu BAB VI KESIMPULAN A. Simpulan Keindahan dalam beragam pemaknaannya melahirkan ekspresi-ekspresi kesenian yang khas. Konsep akan yang indah (beauty) itu sendiri seiring waktu bertransformasi secara ideal

Lebih terperinci

PANDUAN PENJURIAN DEBAT BAHASA INDONESIA. Disusun oleh: Rachmat Nurcahyo, M.A

PANDUAN PENJURIAN DEBAT BAHASA INDONESIA. Disusun oleh: Rachmat Nurcahyo, M.A PANDUAN PENJURIAN DEBAT BAHASA INDONESIA Disusun oleh: Rachmat Nurcahyo, M.A DAFTAR ISI Pengantar: Lomba Debat Nasional Indonesia 1. Lembar Penilaian hal.4 a. Isi hal. 4 b. Gaya hal.5 c. Strategi hal.5

Lebih terperinci

FOTO KEGIATAN SIKLUS I

FOTO KEGIATAN SIKLUS I FOTO KEGIATAN SIKLUS I FOTO KEGIATAN SIKLUS II Lampiran : Observasi data LEMBAR OBSERVASI 1 Mata pelajaran : IPS Sejarah Kelas/Semester : VIII C / I (satu) Hari/tanggal : Kamis, 29 September 2011 Fokus

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Bagian ini merupakan pemaparan tentang hasil analisis yang dilakukan pada bab

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Bagian ini merupakan pemaparan tentang hasil analisis yang dilakukan pada bab BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Bagian ini merupakan pemaparan tentang hasil analisis yang dilakukan pada bab sebelumnya. Untuk mengarahkan deskripsi kepada kesimpulan penelitian terhadap respon

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. permasalahan penelitian yang terdapat pada bab 1. Beberapa hal pokok yang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. permasalahan penelitian yang terdapat pada bab 1. Beberapa hal pokok yang BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan ini merupakan inti pembahasan yang disesuaikan dengan permasalahan penelitian yang terdapat pada bab 1. Beberapa hal pokok yang menjadi kesimpulan

Lebih terperinci

Sejarah umum seni lukis

Sejarah umum seni lukis Sejarah umum seni lukis Zaman prasejarah Secara historis, seni lukis sangat terkait dengan gambar. Peninggalan-peninggalan prasejarah memperlihatkan bahwa sejak ribuan tahun yang lalu, nenek moyang manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Elfa Michellia Karima, 2013 Kehidupan Nyai Di Jawa Barat Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN. Elfa Michellia Karima, 2013 Kehidupan Nyai Di Jawa Barat Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perekonomian Pribumi sangat tergantung pada politik yang dijalankan oleh pemerintah kolonial. Sebagai negara jajahan yang berfungsi sebagai daerah eksploitasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah merupakan hal penting dalam berbangsa karena sejarah adalah bagian dari kehidupan yang dapat dijadikan sebuah pelajaran untuk menjadi bangsa yang lebih baik.

Lebih terperinci

DISKRIPSI LUKISAN DUA PENARI

DISKRIPSI LUKISAN DUA PENARI DISKRIPSI LUKISAN DUA PENARI Dipamerkan Pada Pameran Dies Natalis Universitas Negeri Yogyakarta ke-43 Tahun 2007 Oleh Sigit Wahyu Nugroho,M.Si Fakultas Bahasa Dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta 2007

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perjalanan sejarah, pada titik-titik tertentu terdapat peninggalanpeninggalan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perjalanan sejarah, pada titik-titik tertentu terdapat peninggalanpeninggalan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perjalanan sejarah, pada titik-titik tertentu terdapat peninggalanpeninggalan yang masih dapat terlihat sampai sekarang yang kemudian menjadi warisan budaya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman,

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kehidupan, yang dapat membangkitkan

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra berfungsi sebagai penuangan ide penulis berdasarkan realita kehidupan atau imajinasi. Selain itu, karya sastra juga dapat diposisikan sebagai dokumentasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Harry Atmami, 2015 Seni Kinetik Mitos Situ Bagendit Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN. Harry Atmami, 2015 Seni Kinetik Mitos Situ Bagendit Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Pasca impresionisme yang muncul pada tahun 1839 merupakan awal dari seni rupa modern. Saat itu seni rupa banyak memberikan alternatif dan masalah yang sulit

Lebih terperinci

Modernisme Asia Perkembangan yang Beragam di Indonesia, Philipina, dan Thailand

Modernisme Asia Perkembangan yang Beragam di Indonesia, Philipina, dan Thailand Modernisme Asia Perkembangan yang Beragam di Modernisme Asia P«kernbangan yang Bm.garn di Modernisme Asia Perkembangan yang Beragam di Sambutan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan [Tokyo) 28 Oktober - 3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang GALERI SENI RUPA SINGARAJA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang GALERI SENI RUPA SINGARAJA BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seni merupakan sesuatu yang tidak bisa terlepas dari kehidupan setiap manusia, karena seni tercipta dari budi daya manusia dan identik dengan keindahan serta kebebasan

Lebih terperinci

Kesalahan Umum Penulisan Disertasi. (Sebuah Pengalaman Empirik)

Kesalahan Umum Penulisan Disertasi. (Sebuah Pengalaman Empirik) Kesalahan Umum Penulisan Disertasi (Sebuah Pengalaman Empirik) Setelah membimbing dan menguji disertasi di sejumlah perguruan tinggi selama ini, saya memperoleh kesan dan pengalaman menarik berupa kesalahan-kesalahan

Lebih terperinci

Analisis Kompetensi (AK) Checklist Keterangan. Garis-garis Besar Program Pembelajaran (GBPP) Checklist Keterangan

Analisis Kompetensi (AK) Checklist Keterangan. Garis-garis Besar Program Pembelajaran (GBPP) Checklist Keterangan Form Evaluasi - Dokumen DPBK Nama Penyusun : Ariesa Pandanwangi Fakultas/Jurusan : Seni Rupa Desain / Seni Rupa Murni Mata Kuliah : SEJARAH SENI RUPA MODERN Analisis Kompetensi (AK) Checklist Keterangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. akan lumpuh tanpa bahasa, walaupun sebenarnya manusia juga dapat berkomunikasi

I. PENDAHULUAN. akan lumpuh tanpa bahasa, walaupun sebenarnya manusia juga dapat berkomunikasi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua makhluk hidup di muka bumi ini saling berinteraksi serta berkomunikasi satu sama lain tak terkecuali manusia. Untuk keperluan ini, manusia dapat menggunakan

Lebih terperinci

Dr. Abdul Kadir POSTMODERNISM POSTMODERNISME

Dr. Abdul Kadir POSTMODERNISM POSTMODERNISME Dr. Abdul Kadir POSTMODERNISM E MODERNISME POSTMODERNISME PENGERTIAN POSTMODERNISME 1. Postmodernisme adalah lawan dari modernisme yang dianggap tidak berhasil mengangkat martabat manusia modern (Lyotard).

Lebih terperinci

SISTEM SEWA TANAH DALAM UPAYA PENGHAPUSAN FEODALISME DI JAWA ABAD XIX ( Fragmen Sosio-kultural pada Masyarakat Jawa ) Rosalina Ginting & Agus Sutono*

SISTEM SEWA TANAH DALAM UPAYA PENGHAPUSAN FEODALISME DI JAWA ABAD XIX ( Fragmen Sosio-kultural pada Masyarakat Jawa ) Rosalina Ginting & Agus Sutono* SISTEM SEWA TANAH DALAM UPAYA PENGHAPUSAN FEODALISME DI JAWA ABAD XIX ( Fragmen Sosio-kultural pada Masyarakat Jawa ) Rosalina Ginting & Agus Sutono* ABSTRAK Pengalaman-pengalaman yang diperoleh selama

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. Utopia.com..., Raditya Margi Saputro, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 5 PENUTUP. Utopia.com..., Raditya Margi Saputro, FIB UI, Universitas Indonesia BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Bila ditarik garis besarnya maka di dalam skripsi ini saya telah mencoba memaparkan sebuah teori tentang kemungkinan baru di dalam memunculkan sebuah ranah publik melalui hubungan

Lebih terperinci

SAINS, ISLAM, DAN REVOLUSI ILMIAH

SAINS, ISLAM, DAN REVOLUSI ILMIAH l Edisi 048, Februari 2012 P r o j e c t SAINS, ISLAM, DAN REVOLUSI ILMIAH i t a i g k a a n D Sulfikar Amir Edisi 048, Februari 2012 1 Edisi 048, Februari 2012 Sains, Islam, dan Revolusi Ilmiah Tulisan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Setelah menganalisis struktur intrinsik dan ekstrinsik dalam novel Atheis

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Setelah menganalisis struktur intrinsik dan ekstrinsik dalam novel Atheis BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Setelah menganalisis struktur intrinsik dan ekstrinsik dalam novel Atheis karya Akhdiat Kartamihardja dengan menggunakan kajian strukturalisme genetik penulis dapat

Lebih terperinci

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian BAB I A. Latar Belakang Penelitian Tingkat apresiasi masyarakat tumbuh dan berkembang dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti rutinitas dari kegiatan Seni Rupa ditengah masyarakat dan pendidikan Seni

Lebih terperinci

Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Internasional

Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Internasional Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Internasional Oleh : Andy Wijaya NIM :125110200111066 Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya Malang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memiliki peranan penting

Lebih terperinci

Agus Cahyana Raden Saleh, Anak Belanda, Mooi Indie & Nasionalisme

Agus Cahyana Raden Saleh, Anak Belanda, Mooi Indie & Nasionalisme RESENSI BUKU Judul : Raden Saleh, Anak Belanda, Mooi Indie & Nasionalisme Pengarang : Harsja W. Bachtiar, Peter B.R. Carey, Onghokham Jumlah halaman: xl + 200 hlm; 13 x 19 cm Penerbit : Komunitas Bambu,

Lebih terperinci

Wawasan Kebangsaan. Dewi Fortuna Anwar

Wawasan Kebangsaan. Dewi Fortuna Anwar Wawasan Kebangsaan Dewi Fortuna Anwar Munculnya konsep Westphalian State Perjanjian Westphalia 1648 yang mengakhiri perang 30 tahun antar agama Katholik Roma dan Protestan di Eropa melahirkan konsep Westphalian

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS MENGENAI MUSEUM

BAB II URAIAN TEORITIS MENGENAI MUSEUM BAB II URAIAN TEORITIS MENGENAI MUSEUM 2.1 Pengertian dan Sejarah Museum Dalam era pembangunan teknologi yang cepat berkembang dewasa ini, peranan museum sangat diharapkan untuk mengumpulkan, merawat,

Lebih terperinci

2015 PEMBELAJARAN TARI KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN EMPATI SISWA KELAS VII A DI SMPN 14 BANDUNG

2015 PEMBELAJARAN TARI KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN EMPATI SISWA KELAS VII A DI SMPN 14 BANDUNG BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu cita-cita besar dari kebijakan sistem pendidikan nasional saat ini adalah dapat terjadinya revolusi mental terhadap bangsa ini. Mengingat kondisi

Lebih terperinci

SEJARAH SUMBER TERBUKA: PEMETAAN PAMERAN SENI RUPA DI INDONESIA

SEJARAH SUMBER TERBUKA: PEMETAAN PAMERAN SENI RUPA DI INDONESIA SEJARAH SUMBER TERBUKA: PEMETAAN PAMERAN SENI RUPA DI INDONESIA Museum of Modern and Contemporary Art in Nusantara (Museum MACAN) mengundang Anda untuk berpartisipasi pada acara Sejarah Sumber Terbuka:

Lebih terperinci

Fungsi Apresiasi dan Kritik dalam Pendidikan Seni Rupa

Fungsi Apresiasi dan Kritik dalam Pendidikan Seni Rupa Kegiatan Pembelajaran 3 Fungsi Apresiasi dan Kritik dalam Pendidikan Seni Rupa A. Apresiasi dalam Pendidikan Seni Rupa Salah satu aspek pembelajaran yang cukup penting dalam pendidikan seni rupa adalah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Muslim dalam pembagian India-Pakistan dalam kurun waktu Merujuk

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Muslim dalam pembagian India-Pakistan dalam kurun waktu Merujuk BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan Penulis pada bagian ini akan memaparkan beberapa kesimpulan yang menjadi poin utama dalam pembahasan mengenai peranan Partai Kongres dan Liga Muslim dalam

Lebih terperinci

Gagasan tentang Tuhan yang dibentuk oleh sekelompok manusia pada satu generasi bisa saja menjadi tidak bermakna bagi generasi lain.

Gagasan tentang Tuhan yang dibentuk oleh sekelompok manusia pada satu generasi bisa saja menjadi tidak bermakna bagi generasi lain. TUHAN? Gagasan manusia tentang Tuhan memiliki sejarah, karena gagasan itu selalu mempunyai arti yang sedikit berbeda bagi setiap kelompok manusia yang menggunakannya di berbagai periode waktu. Gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang.

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. Adapun proses kreatif itu berasal dari pengalaman pengarang sebagai manusia yang hidup di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam suatu kehidupan, bentuk materi maupun non-materi mengalami sebuah siklus perubahan yang natural terjadi dalam segala aspek kehidupan yang mencakup mulai dari

Lebih terperinci

Gedung Pameran Seni Rupa di Yogyakarta BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

Gedung Pameran Seni Rupa di Yogyakarta BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan 1.1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Melihat perkembangan seni akhir-akhir ini dapat kita ambil benang merah bahwa Yogyakarta merupakan barometer seni budaya di Indonesia. Berbagai ragam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara eropa yang paling lama menjajah Indonesia adalah Negara Belanda

BAB I PENDAHULUAN. Negara eropa yang paling lama menjajah Indonesia adalah Negara Belanda BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia di jajah oleh bangsa Eropa kurang lebih 350 tahun atau 3.5 abad, hal ini di hitung dari awal masuk sampai berakhir kekuasaannya pada tahun 1942. Negara eropa

Lebih terperinci

SEJARAH SENI RUPA TOPIK 7 SENI RUPA MODERN ABSTRAK, KONSTRUKTIFISME, ART NOUVEAU, AVANT GARDE, DESTIJL, ART DECO, BAUHAUS

SEJARAH SENI RUPA TOPIK 7 SENI RUPA MODERN ABSTRAK, KONSTRUKTIFISME, ART NOUVEAU, AVANT GARDE, DESTIJL, ART DECO, BAUHAUS SEJARAH SENI RUPA TOPIK 7 SENI RUPA MODERN ABSTRAK, KONSTRUKTIFISME, ART NOUVEAU, AVANT GARDE, DESTIJL, ART DECO, BAUHAUS TUJUAN INSTRUKSIONAL MATERI PERKULIAHAN BUKU REFERENSI QUIZ LINLS KE INTERNET TUJUAN

Lebih terperinci

66. Mata Pelajaran Sejarah untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA)

66. Mata Pelajaran Sejarah untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) 66. Mata Pelajaran Sejarah untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) A. Latar Belakang Sejarah merupakan cabang ilmu pengetahuan yang menelaah tentang asal-usul dan perkembangan serta peranan

Lebih terperinci

DESKRIPSI MATAKULIAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEPENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI

DESKRIPSI MATAKULIAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEPENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI DESKRIPSI MATAKULIAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEPENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI Matakuliah : Agama (Islam, Kristen, Khatolik)* Deskripsi :Matakuliah ini mengkaji tentang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka beberapa hal. yang dapat disimpulkan di antaranya adalah :

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka beberapa hal. yang dapat disimpulkan di antaranya adalah : 178 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka beberapa hal yang dapat disimpulkan di antaranya adalah : 1. Implementasi Otsus Papua di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bila masa depan adalah kenyataan, apakah masa depan akan dialami oleh setiap orang? Jawabannya bisa iya bisa tidak. Tetapi yang paling terpenting adalah masa depan itu

Lebih terperinci

2

2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Hukum adalah pembatasan kebebasan setiap orang demi kebebasan semua orang... Kaidah hukum mengarahkan diri hanya pada perbuatanperbuatan lahiriah. Jadi. saya berbuat sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejarah perkembangan sastra di Indonesia diawali dari era sastra Melayu

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejarah perkembangan sastra di Indonesia diawali dari era sastra Melayu 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah perkembangan sastra di Indonesia diawali dari era sastra Melayu Rendah atau Sastra Melayu Pasar yang dimulai pada tahun 1870 hingga 1942. Kemudian berlanjut

Lebih terperinci

KISI-KISI SOAL PENILAIAN AKHIR SEMESTER 1

KISI-KISI SOAL PENILAIAN AKHIR SEMESTER 1 KISI-KISI PENILAIAN AKHIR SEMESTER 1 Nama Sekolah : SMA Islam Al-Azhar BSD Alokasi Waktu : 90 menit Mata Pelajaran : Sejarah Indonesia Jumlah Soal : 50 Kelas / Semester : XI / Ganjil Bentuk Soal : Pilihan

Lebih terperinci

Di samping itu, Sultan HB VII juga menggunakan taktik dengan mengulur waktu dan mencegah penyerahan secara total semua yang diminta oleh pemerintah

Di samping itu, Sultan HB VII juga menggunakan taktik dengan mengulur waktu dan mencegah penyerahan secara total semua yang diminta oleh pemerintah BAB VI KESIMPULAN Dari pengungkapan sejumlah fakta dan rekonstruksi yang dilakukan, penelitian ini menarik sejumlah kesimpulan sebagai berikut ini : Sultan Hamengku Buwono VII adalah seorang raja yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes

BAB I PENDAHULUAN. suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nasionalisme adalah suatu konsep dimana suatu bangsa merasa memiliki suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes (Chavan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seni lukis ini memiliki keunikan tersendiri dalam pemaknaan karyanya.

BAB I PENDAHULUAN. Seni lukis ini memiliki keunikan tersendiri dalam pemaknaan karyanya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seni lukis merupakan bagian dari seni rupa yang objek penggambarannya bisa dilakukan pada media batu atau tembok, kertas, kanvas, dan kebanyakan pelukis memilih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ciri khas merupakan tuntutan dalam derasnya persaingan industri media massa yang ditinjau berdasarkan tujuannya sebagai sarana untuk mempersuasi masyarakat. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kelompok anak punk oleh sebagian masyarakat dianggap sebagai kelompok yang meresahkan serta mengganggu ketertiban umum. Di setiap sudut kota sering pula kita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan menulis merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan menulis merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kemampuan menulis merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang sangat penting untuk dikuasai. Untuk itu kemampuan menulis perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perhatian yang khusus. Perjuangan dalam pergerakan kebangsaan Indonesia

I. PENDAHULUAN. perhatian yang khusus. Perjuangan dalam pergerakan kebangsaan Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Abad ke 20 bukan hanya menjadi saksi perjuangan bangsa Indonesia, akan tetapi dalam hal gerakan-gerakan anti penjajahan yang bermunculan di masa ini menarik perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender,

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat masih terkungkung oleh tradisi gender, bahkan sejak masih kecil. Gender hadir di dalam pergaulan, percakapan, dan sering juga menjadi akar perselisihan.

Lebih terperinci

6.5 Fauvisme Aliran Fauvisme merupakan suatu aliran yang menyimpang dari hukum-hukum seni lukis pada era itu, kelompok ini adalah kaum pembrontak

6.5 Fauvisme Aliran Fauvisme merupakan suatu aliran yang menyimpang dari hukum-hukum seni lukis pada era itu, kelompok ini adalah kaum pembrontak 6.5 Fauvisme Aliran Fauvisme merupakan suatu aliran yang menyimpang dari hukum-hukum seni lukis pada era itu, kelompok ini adalah kaum pembrontak dalam seni lukis Julukan aliran ini adalah Binatang Jalang,

Lebih terperinci

KOLONIALISME DAN IMPERIALISME

KOLONIALISME DAN IMPERIALISME KOLONIALISME DAN IMPERIALISME Kolonialisme adalah pengembangan kekuasaan sebuah negara atas wilayah dan manusia di luar batas negaranya, seringkali untuk mencari dominasi ekonomi dari sumber daya, tenaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Kesenian tradisional daerah dengan kekhasannya masing-masing senantiasa mengungkapkan alam pikiran dan kehidupan kultural daerah yang bersangkutan. Adanya berbagai

Lebih terperinci

DESKRIPSI VERBAL. JURI LOMBA DEBAT SMA TINGKAT NASIONAL DI CISARUA BOGOR (26 November s.d. 1 Desember 2012) oleh Setyawan Pujiono, M.Pd.

DESKRIPSI VERBAL. JURI LOMBA DEBAT SMA TINGKAT NASIONAL DI CISARUA BOGOR (26 November s.d. 1 Desember 2012) oleh Setyawan Pujiono, M.Pd. DESKRIPSI VERBAL JURI LOMBA DEBAT SMA TINGKAT NASIONAL DI CISARUA BOGOR (26 November s.d. 1 Desember 2012) oleh Setyawan Pujiono, M.Pd. PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kebijaksanaan mengenai Pribumi (Inlandsch Politiek) sangat. besar artinya dalam menjamin kelestarian kekuasaan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kebijaksanaan mengenai Pribumi (Inlandsch Politiek) sangat. besar artinya dalam menjamin kelestarian kekuasaan tersebut. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah Indonesia mencatat bahwa negara kita ini telah mengalami masa kolonialisasi selama tiga setengah abad yaitu baik oleh kolonial Belanda maupun kolonial

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. identik dengan bacaan-bacaan liar dan cabul yang mempunyai corak realisme-sosialis.

BAB IV PENUTUP. identik dengan bacaan-bacaan liar dan cabul yang mempunyai corak realisme-sosialis. BAB IV PENUTUP Kesimpulan Kemunculan karya sastra Indonesia yang mengulas tentang kolonialisme dalam khazanah sastra Indonesia diprediksi sudah ada pada masa sastra Melayu Rendah yang identik dengan bacaan-bacaan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 101 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini akan disimpulkan hasil penellitian yang telah dilakukan dalam penulisan skripsi yang berjudul Tenun Songket Palembang 1980-2000 (Kajian Sosial Budaya Tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perasaan, yaitu perasaan estetis. Aspek estetis inilah yang mendorong budi

BAB I PENDAHULUAN. perasaan, yaitu perasaan estetis. Aspek estetis inilah yang mendorong budi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian adalah unsur kebudayaan yang bersumber pada aspek perasaan, yaitu perasaan estetis. Aspek estetis inilah yang mendorong budi daya manusia untuk menciptakan

Lebih terperinci