RESPON PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA DUA KONDISI SUHU DAN KELEMBABAN BERBEDA RAIDINAL ALIFFAHRANA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RESPON PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA DUA KONDISI SUHU DAN KELEMBABAN BERBEDA RAIDINAL ALIFFAHRANA"

Transkripsi

1 RESPON PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA DUA KONDISI SUHU DAN KELEMBABAN BERBEDA RAIDINAL ALIFFAHRANA DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 ABSTRAK RAIDINAL ALIFFAHRANA. Respon Pertumbuhan ur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Pada Dua Kondisi Suhu dan Kelembaban Berbeda. Dibimbing oleh IMPRON. ur tiram putih (Pleurotus ostreatus) adalah salah satu jamur yang populer dibudidayakan dengan menggunakan teknologi kontrol iklim mikro yang dilakukan di rumah jamur (kumbung), di dataran tinggi, misalnya di Pandan Sari (437mdpl), maupun di dataran rendah, misal di Kukupu (169mdpl). Berdasarkan pengamatan selama 88 hari di Pandan Sari, diperoleh data suhu rata-rata di kumbung inkubasi terukur sebesar 27.4 o C, sedangkan suhu ratarata di rumah jamur budidaya terukur sebesar 26,7 o C. Kelembaban relatif di dalam kumbung inkubasi terhitung sebesar 87% sedangkan kelembaban relatif di dalam kumbung budidaya terhitung sebesar 88%. Berdasarkan pengamatan selama 70 hari di Kukupu, diperoleh data suhu rata-rata di kumbung inkubasi terukur sebesar 28,5 o C, sedangkan suhu rata-rata di dalam kumbung budidaya terukur sebesar 27,7 o C. Kelembaban relatif di dalam kumbung inkubasi terhitung sebesar 82%, sedangkan di dalam kumbung budidaya terhitung sebesar 86%. Heat unit fase miselium di Pandan Sari terhitung sebesar 974,6 derajat hari, sedangkan heat unit di Kukupu terhitung sebesar 907,0 derajat hari. Heat unit fase pembentukkan tubuh buah di Pandan Sari terhitung sebesar 652,9 derajat hari, sedangkan heat unit di Kukupu terhitung sebesar 494,3derajat hari. Perbedaan nilai heat unit yang cukup tinggi (koefisien variasi 6,9% untuk fase miselium dan 24,3% untuk fase pembentukkan tubuh buah) pada kedua lokasi disebabkan oleh pengamatan yang dilakukan setiap tujuh hari sehingga nilai heat unit kehilangan resolusinya. Suhu rata-rata harian di Kukupu yang lebih tinggi daripada di Pandan Sari yang menyebabkan perkembangan jamur tiram di Kukupu lebih cepat daripada di Pandan Sari. Perkembangan jamur tiram yang lebih cepat di Kukupu mengakibatkan bobot rata-ratanya lebih ringan dibandingkan dengan jamur tiram yang dibudidayakan di Pandan Sari Kata Kunci : heat unit, jamur tiram, rumah jamur, miselium

3 ABTRACT RAIDINAL ALIFFAHRANA. Growth Response of White Oyster Mushroom (Pleurotus ostreatus) in Two Different Temperature and Humidity Conditions. Supervised by IMPRON. White oyster mushroom (Pleurotus ostreatus) is one of the popular mushroom that is cultivated by using the micro-climate control technology which is made in the mushroom house (kumbung), in the highlands, such as the one in Pandan Sari (437mdpl), and also like the one in the lowlands such as in Kukupu (169mdpl). Based on the observations that was held for 88 days in Pandan Sari, the average temperature measured in the incubating house was 27.4 o C, while the average temperature measured in the cultivation house was 26.7 o C. The relative humidity recorded in the incubation house was around 87% while the relative humidity recorded in the cultivation house was around 88%. Based on the 70-days observations in Kukupu, the average temperature measured in incubating house was 28.5 C, while the average temperature measured in the cultivation was 27.7 o C. The relative humidity recorded in the incubation house was around 82%, while the relative humidity recorded in the cultivation house was around 86%. The accounted mycelial phase`s heat unit in Pandan Sari were degree days, while the accounted heat units in Kukupu were degree days. The accounted heat units of fruiting body formation phases in Pandan Sari were degree days, while the accounted heat units in Kukupu were degree days. The differences of heat unit value is quite high (6.9% coefficient of variation in mycelium phase and 24.3% in fruiting body formation phase) at both locations due to the observations that was held for every seven days so that the measured heat unit lost its resolution. The average daily temperature in Kukupu is higher than in Pandan Sari, this leads to faster development of oyster mushrooms in Kukupu rather than the ones in Pandan Sari. Faster development of oyster mushrooms in Kukupu resulted in lighter average weight than the ones cultivated in Pandan Sari Keywords: heat unit, oyster mushrooms, mushroom house, the mycelium

4 RESPON PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA DUA KONDISI SUHU DAN KELEMBABAN BERBEDA RAIDINAL ALIFFAHRANA Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Mayor Meteorologi Terapan Departemen Geofisika dan Meteorologi DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

5 Judul Skripsi Nama NIM : Respon Pertumbuhan ur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Pada Dua Kondisi Suhu dan Kelembaban Berbeda : Raidinal Aliffahrana : G Disetujui Pembimbing Dr. Ir, Impron, M.Agr.Sc. NIP Diketahui Ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi Dr. Ir. Rini Hidayati, MS. NIP Tanggal Lulus:

6 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunianya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian telah dilaksanakan sejak bulan April 2011 dengan judul Respon Pertumbuhan ur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Pada Dua Kondisi Suhu dan Kelembaban Berbeda. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Impron, M.Agr.Sc yang telah dengan sabar memberikan bimbingan, saran dan semangat kepada penulis sehingga selesailah penelitian ini. Penulis juga menyampaikan banyak terima kasih kepada : 1. Bapak Ramadin dan Bapak Haji Ahmad selaku petani jamur tiram di Kukupu dan Pandan Sari yang telah memberikan izin penggunaan lokasi untuk penelitian ini. 2. Bapak Ir. Bregas Budianto, Ass.Dipl atas semua dukungan semangatnya sejak awal penelitian ini dimulai. 3. Bapak Muhammad Taufik, S.Si atas semua koreksinya terhadap penelitian ini. 4. Keluarga besar VISION Education and Personality Consultant. Tim guru dan siswasiswa VISIONer yang sangat penulis sayangi. 5. Saudaraku Andri Hamidi selalu penasihat statistika penelitian ini. 6. Pravitha Widyastana yang selalu sabar memberikan semangat dan dukungan saat penulis menghadapi permasalahan. 7. Kedua orang tua yang sangat penulis cintai, Ayahanda Edi Haryadi, SE yang selalu sabar memberikan semangat dan Ibunda Alm. Siti Maryanti yang selalu memberikan semangat paling luar biasa walaupun sudah tidak bersama lagi. 8. Adik-adik tercinta yang sudah memberikan semangat dan dukungan luar biasa. Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memerlukan penyempurnaan. Namun demikian penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang memerlukannya. Bogor, Juli 2012 Raidinal Aliffahrana NRP: G

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 21 Agustus 1988 dari pasangan Edi Haryadi dan Siti Maryanti dan merupakan anak pertama dari lima bersaudara. Penulis memulai jenjang pendidikannya di TK Nugraha Bogor dan lulus pada tahun Kemudian penulis melanjutkan pendidikannya ke SD Pengadilan II Bogor dan lulus pada tahun Pada tahun 2000 penulis melanjutkan pendidikannya ke SMP Negeri 5 Bogor. Setelah lulus dari SMP Negeri 5 Bogor pada tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 5 Bogor dan lulus SMA pada tahun Penulis kemudian diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Selama mengikuti perkuliahan di IPB, penulis aktif diberbagai organisasi. Penulis pernah menjadi komandan asrama TPB-IPB pada tahun , siswa angkatan I Leadership and Entrepreneurship School BEM-KM IPB pada tahun , Kepala Departemen Pengembangan Sumberdaya Anggota Kopma IPB Penulis juga berprofesi sebagai guru, motivator dan pemilik lembaga pendidikan dan pengembangan kepribadian VISION (VISION Education and Personality Consultant) sejak tahun 2005.

8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... i DAFTAR GAMBAR... ii DAFTAR LAMPIRAN... iii I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan... 1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ur Tiram Morfologi dan fisiologi jamur tiram Pertumbuhan dan perkembangan jamur tiram Kandungan gizi jamur tiram Syarat tumbuh Pengaruh Kondisi Lingkungan Terhadap Pertumbuhan ur Tiram Suhu udara Kelembaban relatif (RH) Intensitas cahaya Sirkulasi udara Kumbung ur/ Rumah ur Heat Unit... 4 III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Peralatan Bahan Peralatan Metode Penelitian Pengambilan data Analisa data penelitian... 5 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Lokasi Penelitian Karakteristik lingkungan Karakteristik kumbung jamur tiram Kondisi Suhu dan Kelembaban Selama Periode Penelitian Suhu dan kelembaban relatif lingkungan pada kedua lokasi Suhu dan kelembaban relatif di dalam kumbung pada kedua lokasi Suhu dan kelembaban relatif di lingkungan dan di dalam kumbung pada setiap lokasi Kondisi Lingkungan Kumbung dan Pertumbuhan ur Tiram Suhu Kelembaban relatif Heat Unit Pertumbuhan ur Tiram Persentase tutupan miselium Pembentukkan tubuh buah dan produksi jamur tiram... 14

9 V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 18

10 i DAFTAR TABEL Halaman 1. Nilai heat unit jamur tiram Bobot hasil panen pertama... 15

11 ii DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Siklus hidup Basidiomycetes ur tiram putih Termometer bola kering dan termometer bola basah Kumbung inkubasi Pandan Sari Kumbung budidaya Pandan Sari Kumbung inkubasi Kukupu Kumbung budidaya Pandan Sari Suhu rata-rata harian lingkungan RH rata-rata harian lingkungan Suhu rata-rata harian di dalam kumbung inkubasi Kelembaban relatif rata-rata harian di dalam kumbung inkubasi Suhu rata-rata harian di dalam kumbung budidaya Kelembaban relatif rata-rata harian di dalam kumbung budidaya Suhu rata-rata harian lingkungan dan di dalam kumbung inkubasi Pandan Sari Kelembaban relatif rata-rata harian lingkungan dan di dalam kumbung inkubasi Pandan Sari Suhu rata-rata harian lingkungan dan di dalam kumbung budidaya Pandan Sari Kelembaban relatif rata-rata harian lingkungan dan di dalam kumbung budidaya Pandan Sari Suhu rata-rata harian lingkungan dan di dalam kumbung inkubasi Kukupu Kelembaban relatif rata-rata harian lingkungan dan di dalam kumbung inkubasi Kukupu Suhu rata-rata harian lingkungan dan di dalam kumbung budidaya Kukupu Kelembaban relatif rata-rata harian lingkungan dan di dalam kumbung budidaya Kukupu Persentase tutupan miselium di kumbung inkubasi Pandan Sari Persentase tutupan miselium di kumbung inkubasi Kukupu... 15

12 iii DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Suhu dan kelembaban relatif lingkungan di Pandan Sari Suhu dan kelembaban relatif lingkungan di Kukupu Suhu dan kelembaban relatif kumbung inkubasi di Pandan Sari Suhu dan kelembaban relatif kumbung inkubasi di Kukupu Suhu dan kelembaban relatif kumbung Budidaya di Pandan Sari Suhu dan kelembaban relatif kumbung Budidaya di Kukupu Data pengukuran suhu jam di Kumbung Inkubasi Pandan Sari Data pengukuran suhu jam di Kumbung Budidaya Pandan Sari Data pengukuran suhu jam di Kumbung Inkubasi Kukupu Data pengukuran suhu jam di Kumbung Budidaya Kukupu Pengukuran sampel tutupan miselium di Pandan Sari Pengukuran sampel tutupan miselium di Kukupu Bobot panen pertama di Pandan Sari Bobot panen pertama di Kukupu Heat unit jamur tiram di Pandan Sari Heat unit jamur tiram di Kukupu Tabel kalibrasi suhu dan kelembaban relatif Data pengamatan malam hari untuk kalibrasi suhu diurnal Uji t dua sampel Foto-foto kegiatan... 69

13 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ur merupakan komoditas pertanian yang sejak lama diminati di berbagai negara. Negara-negara seperti Taiwan, Amerika Serikat, Jepang, Cina dan Perancis dikenal sebagai negara penghasil jamur (Saskiawan dan Sastraatmadja 1992). Teknis budidaya yang tidak terlalu sulit dan kandungan nutrisi yang tinggi pada jamur membuat budidaya jamur menjadi salah satu usaha yang menjanjikan keuntungan (Chazali dan Pratiwi 2009). ur tiram (Pleurotus sp) merupakan spesies jamur yang digemari oleh masyarakat Indonesia. ur tiram putih (Pleurotus ostreatus) pertama kali dibudidayakan di Indonesia pada tahun 1900 dan jamur tiram kelabu (Pleurotus sajorcaju) pada tahun 1974 (Gunawan 2000). Budidaya jamur tiram umumnya memanfaatkan limbah organik dari sisa-sisa tumbuhan seperti serbuk gergaji, kapas, atau kayu-kayu yang telah lapuk sehingga dapat dikatakan bahwa budidaya jamur tiram merupakan usaha pemanfaatan limbah (Naiola 1993). ur tiram di alam biasanya tumbuh di bawah naungan kanopi dan hidup di batang kayu yang telah lapuk (Wartaka 2006). Lingkungan alami jamur tiram berada di daerah dataran tinggi. Budidaya jamur tiram yang dilakukan secara modern, biasanya dilakukan di dalam rumah jamur/ kumbung. Kumbung dibuat untuk mengendalikan kondisi iklim mikro di dalamnya. Kumbung dapat menjaga suhu dan kelembaban serta melindungi jamur dari radiasi matahari yang dapat menghambat pertumbuhan tubuh buah (Trubus 2010). Secara fisiologi, pertumbuhan jamur tiram sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim. Perencanaan dan pemilihan lokasi yang memiliki karakteristik iklim mikro yang tepat menjadi penting agar kualitas dan kuantitas produksi jamur tiram terjaga (Parjimo dan Andoko 2007). Pemilihan lokasi budidaya akan berpengaruh terhadap usaha pengendalian iklim mikro di dalam kumbung. Pada awalnya, jamur tiram memang diusahakan di daerah dengan kondisi iklim mikro yang bersuhu rendah dengan kelembaban relatif yang tinggi. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi, jamur tiram bisa dibudidayakan di daerah yang memiliki kondisi suhu yang lebih hangat dan kelembaban relatif yang rendah (Trubus 2010). Pada kondisi lingkungan dengan iklim mikro yang tidak sesuai dengan syarat tumbuh jamur tiram, kumbung yang dibangun harus memiliki bentuk yang dapat memberikan kondisi iklim mikro yang sesuai dengan syarat tumbuh jamur tiram (Trubus 2010). Menurut Suriawiria 2002, penyiraman bagian dalam kumbung secara rutin dan mengaturan sirkulasi udara di dalam kumbung juga dapat mendukung terkendalinya kondisi iklim mikro agar sesuai dengan syarat tumbuh jamur tiram. 1.2 Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk : 1. Menganalisa perbedaan suhu dan kelembaban di dalam dan di luar kumbung inkubasi dan kumbung budidaya jamur tiram putih. 2. Menghitung jumlah satuan panas (heat unit) pada setiap fase pertumbuhan jamur tiram putih. 3. Menganalisa pengaruh perbedaan suhu dan kelembaban terhadap laju pertumbuhan dan produktsi jamur tiram putih. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ur Tiram Morfologi dan fisiologi jamur tiram ur tidak memiliki klorofil dan bersifat saprofitik atau parasitik. ur yang bersifat saprofitik hidup pada sisa makhluk lain yang telah mati, misalnya pada tumpukan sampah, batang kayu, atau serbuk gergaji. Sedangkan jamur yang bersifat parasitik hidup menumpang pada jasad makhluk hidup lain dan biasanya menjadi penyebab penyakit (Suriawiria 2002). ur tiram termasuk ke dalam kelas jamur basidiomycetes atau jamur yang memiliki tubuh buah. Berikut ini adalah taksonomi jamur tiram (Parjimo dan Andoko 2007) : Kingdom Divisi Sub-divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Fungi : Amastigomycota : Basidiomycotae : Basidiomycetes : Agaricales : Agaricaeae : Pleurotus : Pleurotus sp ur tiram termasuk jamur yang memiliki tubuh buah. ur tiram memiliki tudung jamur yang berbentuk agak bulat, lonjong dan melengkung menyerupai cangkang tiram. Diameter tudung sekitar 3 15 cm (Parjimo dan Andoko, 2007).

14 2 Gambar 1 Siklus hidup Basidiomycetes (Sumber : wikispaces.psu.edu 2012). Parjimo dan Andoko (2007) menyebutkan bahwa batang jamur tiram tidak tepat berada di bawah tudung tetapi agak menyamping. Tubuh buah pada jamur tiram tidak bersifat tunggal tetapi membentuk rumpun dan memiliki banyak percabangan. Saat tubuh buah sudah tua, daging buah akan menjadi liat dan keras. Gambar 2 ur tiram putih (Sumber : dokumentasi pribadi) Pertumbuhan dan perkembangan jamur tiram ur tiram merupakan jamur tingkat tinggi yang mengalami siklus hidup. Setiap siklus hidup memiliki bentuk yang berbeda. Suriawiria (2002) menjelaskan tahap-tahap siklus hidup jamur tiram adalah sebagai berikut : 1. Spora Spora merupakan bibit jamur yang berasal dari tubuh buah jamur dewasa. Berbentuk serbuk dan akan membentuk serat-serat halus seperti kapas yang disebut miselium. 2. Miselium Miselium terbentuk dari spora yang tumbuh pada keadaan lingkungan yang mendukung. Pertumbuhan miselium meliputi dua tahap yaitu miselium primer dan miselium sekunder. 3. Primordial Primordial adalah fase diantara miselium dan tubuh buah dewasa. Primordial berbentuk seperti bintikbintik kecil yang muncul dari miselium. Bentuk primordia juga disebut pin head. 4. Tubuh bu ah dewasa Tubuh buah dewasa berbentuk seperti payung bulat dan agak mirip cangkang tiram. Tubuh buah dewasa memiliki kemampuan untuk menghasilkan spora Kandungan gizi jamur tiram ur tiram termasuk komoditas yang tidak menggunakan pupuk dan pestisida anorganik sehingga aman untuk dikonsumsi. Menurut Patil et al. (2010), jamur tiram merupakan sumber protein, mineral (Ca, P, Fe, K, dan Na), vitamin C, dan B kompleks (tiamin, riboflavin, asam folat dan niasin). Nutrisi pada jamur tiram bahkan dianggap setara dengan obat-obatan. ur tiram mengandung kalium dan natrium yang membuatnya menjadi makanan ideal bagi pasien yang menderita hipertensi dan penyakit jantung. Shah et al (2004) menjelaskan bahwa selain sebagai bahan makanan, jamur tiram juga digunakan sebagai pelengkap proses pengobatan yaitu sebagai antikanker, antikolesterol, dan antitumor bahkan juga

15 3 digunakan untuk melawan diabetes. Menurut Chazali dan Pratiwi (2009), jamur tiram memiliki manfaat yang baik bagi tubuh, diantaranya : 1. ur tiram mengandung sembilan asam amino esensial yang baik bagi tubuh. 2. ur tiram dapat digunakan sebagai suplemen untuk diet karena mengandung lignoselulosa yang baik bagi pencernaan. 3. ur tiram baik digunakan sebagai makanan alternatif karena kandungan gizinya tinggi dan rendah kolesterol. 4. Kandungan senyawa pluran dalam jamur tiram berkhasiat sebagai antitumor dan antioksidan Syarat tumbuh Syarat tumbuh jamur tiram memiliki beberapa parameter yaitu suhu udara, kelembaban relatif, cahaya dan sirkulasi udara. Parameter tersebut memiliki pengaruh yang berbeda terhadap setiap fase atau tingkatan (Widyastuti dan Tjokrokusumo 2008). Kondisi lingkungan bagi pertumbuhan jamur tiram (Pleurotus sp.) berbeda bergantung pada fase yang sedang berlangsung. Pada fase miselium suhu yang dibutuhkan lebih tinggi dibandingkan pada fase primordial dan fase pembentukkan tubuh buah (Parjimo dan Andoko 2007). ur tiram cocok dibudidayakan di dataran tinggi. Lokasi yang bisa digunakan untuk budidaya jamur tiram terletak pada ketinggian mdpl dan yang paling baik adalah pada ketinggian 700 mdpl. Kemiringan lokasi juga tidak melampaui 45 o dan dikelilingi kawasan hijau (Widyastuti dan Tjokrokusumo 2008). Namun, dengan teknologi yang tepat, jamur tiram juga dapat tumbuh di dataran rendah (Trubus 2010). 2.2 Pengaruh Kondisi Lingkungan Terhadap Pertumbuhan ur Tiram Kondisi lingkungan merupakan faktor yang penting bagi pertumbuhan jamur tiram. Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan jamur tiram adalah suhu, kelembaban relatif, intensitas cahaya, dan sirkulasi udara (Wartaka 2006) Suhu udara Suhu udara menggambarkan energi kinetik molekul-molekul udara (Ahrens 2007). Menurut tanuwijaya (1993 dalam Swarinoto dan Sugiyono 2011), keadaan suhu udara pada suatu tempat dipengaruhi oleh lama penyinaran matahari, kemiringan sinar matahari, keadaan awan dan jenis tutupan permukaan. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman membutuhkan suhu yang sesuai berdasarkan kondisi fenologinya. Kecepatan pertumbuhan tanaman meningkat seiring dengan meningkatnya suhu. Namun, kondisi ini bukanlah tanpa batas. Kondisi fenologi tanaman mempunyai batas suhu yang dapat ditoleransi. Saat melewati suhu maksimum yang dapat ditoleransi, pertumbuhan tanaman akan menurun bahkan akan mencapai titik nol (Seeman et al 1979). Menurut Iqbal et al (2005), fase miselium, jamur tiram yang dibudidayakan pada medium serbuk kayu dapat tumbuh pada suhu o C. Menurut Susilawati dan Budi Raharjo (2010), untuk mempercepat pertumbuhan miselium, suhu kumbung inkubasi harus dipertahankan sebesar o C. Menurut Suriawiria (2002), pada fase primordial dan pembentukkan tubuh buah dibutuhkan suhu o C Kelembaban relatif (RH) Kelembaban udara adalah banyaknya uap air yang terkandung di atmosfer. Besarnya tergantung dari masuknya uap air ke dalam atmosfer karena adanya penguapan dari air yang ada di lautan, danau, sungai, maupun dari air tanah. Disamping itu juga terjadi penguapan yang berasal dari tumbuhan yaitu proses evapotranspirasi. Sedangkan banyaknya air di dalam udara bergantung pada beberapa faktor, yaitu ketersediaan air, sumber uap, suhu udara, tekanan udara, dan angin (Wirjohamidjojo dan Swarinoto 2007 dalam Swarinoto dan Sugiyono 2011). Jumlah kandungan uap air di udara diukur menggunakan higrometer atau menggunakan psikrometer. Pengukuran dengan metode psikrometer menggunakan termometer bola basah disamping menggunakan termometer bola kering. Mengukur kelembaban relatif menggunakan psikrometer lebih mudah dilakukan karena tidak memerlukan kalibrasi (McIlveen 1986). Kebutuhan jamur tiram terhadap kelembaban relatif dipengaruhi oleh fase pertumbuhannya. Menurut Widyastuti dan Tjokrokusumo (2008), jamur tiram membutuhkan kelembaban relatif sebesar 60-70% pada fase miselium. Pada fase primordial dan pembentukkan tubuh buah, jamur tiram membutuhkan kelembaban relatif sebesar 80-90% (Parjimo dan Andoko 2007). Berbeda dengan tanaman pada umumnya

16 4 yang dominan mendapatkan sumber air dari mediumnya, jamur tiram memperoleh sumber air dari kelembaban relatif udara. Jika kelembaban relatif udara rendah jamur tiram akan menjadi kering dan keriput. Hal ini bisa berdampak langsung pada bobot panen jamur tiram. Gambar 3 Termometer bola kering dan termometer bola basah (Sumber : dokumentasi pribadi). Pengendalian kelembaban relatif di dalam kumbung budidaya dilakukan dengan proses penyiraman. Penyiraman dilakukan saat nilai kelembaban relatif mengalami penurunan. Kondisi iklim mikro lingkungan kurang sesuai bisa menyebabkan terjadinya penurunan nilai kelembaban relatif. ur tiram yang dibudidayakan di daerah dengan kelembaban relatif rendah memerlukan penyiraman yang lebih sering dibandingkan yang tumbuh di daerah lembab Intensitas cahaya Menurut Widyastuti dan Tjokrokusumo (2008), pertumbuhan miselium jamur tiram akan lebih cepat pada kondisi gelap sehingga kumbung inkubasi dikondisikan memiliki intensitas cahaya yang rendah. Fase primordial dan fase pembentukkan tubuh buah, jamur tiram membutuhkan cahaya sebanyak 60-70%. Cahaya yang dibutuhkan jamur tiram bukanlah cahaya dari sinar matahari langsung. Sinar matahari langsung dapat menyebabkan pertumbuhan jamur tiram melambat bahkan mati Sirkulasi udara Sirkulasi udara berkaitan dengan distribusi suhu di dalam kumbung. Menurut Gusdorf et al. (2006), sirkulasi udara didefinisikan sebagai aliran udara di dalam gedung atau ruangan. Sirkulasi udara diatur dengan membuka pintu atau jendela kumbung. Dinding kumbung yang terbuat dari bilik bambu juga memiliki peranan untuk mengatur sirkulasi udara di dalam kumbung. Sirkulasi udara membantu distribusi suhu dan kelembaban relatif sehingga kondisi lingkungan di dalam kumbung menjadi sesuai dengan syarat tumbuh jamur tiram. 2.3 Kumbung ur/ Rumah ur Habitat asli jamur tiram adalah hutan di daerah pegunungan yang sejuk. Mengacu pada kondisi habitat aslinya, daerah yang paling ideal untuk budidaya jamur tiram adalah dataran menengah sampai dataran tinggi. Namun, hal tersebut bukan menjadi kendala jika mampu melakukan modifikasi lingkungan. Modifikasi kondisi lingkungan seperti suhu dan kelembaban dilakukan di dalam kumbung jamur/ rumah jamur (Trubus 2010). Kumbung jamur/ rumah jamur dibangun untuk menjaga kondisi lingkungan di dalamnya. Kumbung jamur dibedakan menjadi dua, yaitu kumbung inkubasi dan kumbung budidaya. Kumbung inkubasi digunakan untuk merangsang pertumbuhan jamur pada fase miselium, sedangkan kumbung budidaya digunakan untuk merangsang pertumbuhan jamur pada fase primordial dan fase pembentukkan tubuh buah (Trubus 2010). Kumbung inkubasi dibangun untuk mempertahankan suhu agar tetap hangat sedangkan kumbung budidaya dibangun untuk mengendalikan suhu agar tetap rendah dan kelembaban tinggi dengan cara melakukan penyiraman pada lantai dan dindingnya serta melakukan pengaturan sirkulasi udara (Khonga 2003). Menurut Trubus (2010), konstruksi kumbung jamur perlu memperhatikan kondisi iklim mikro di lingkungan sekitarnya. Kumbung jamur yang dibangun di daerah dengan suhu rata-rata harian yang tinggi perlu memiliki ventilasi yang lebih banyak dibandingkan kumbung jamur yang dibangun di daerah dengan suhu rata-rata harian yang lebih rendah. Ventilasi akan mendukung sirkulasi yang baik sehingga suhu dapat dikontrol dengan mudah. 2.4 Heat Unit Salah satu metode yang digunakan untuk menentukan fase tanaman secara praktis dan mudah adalah dengan metode heat unit (Iwata 1979). Miller et al. (2001) mengatakan bahwa perbedaan suhu akan menentukan perbedaan lamanya suatu fase pada tanaman. Satuan heat unit adalah derajat hari atau degree days.

17 5 Ismal (1981) menjelaskan bahwa metode ini merupakan pendekatan antara agronomi dan klimatologi dengan cara melihat hubungan suhu rata-rata harian dengan suhu dasar tanaman. Suhu dasar adalah suhu minimum yang dibutuhkan tanaman untuk tumbuh dan berkembang. Menurut Saxena dan Rai (1994), dalam Nair (1994), suhu dasar jamur tiram adalah 10 o C. Dibawah suhu 10 o C, jamur tiram tidak bisa mengalami pertumbuhan dan perkembangan. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilakukan dua tahap yaitu pada bulan April Juli 2011 di Desa Pandan Sari Gadog Ciawi, Kabupaten Bogor dan pada bulan September November 2011 di Desa Kukupu, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. 3.2 Bahan dan Peralatan Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah termometer bola kering, termometer bola basah, penggaris, alat tulis, timbangan, kamera digital, Global Positioning System (GPS), seperangkat komputer dengan aplikasi Microsoft office dan MINITAB Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bibit F2 jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) yang sudah dikemas di dalam 200 baglog steril Rancangan percobaan Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji t dua sampel. Uji t dua sampel digunakan untuk menentukan perbedaan kondisi dua sampel yang dibandingkan. Pada penelitian ini, sampel yang dibandingkan meliputi : suhu dan kelembaban di luar dan di dalam kumbung pada kedua lokasi dan bobot panen. Pada uji t dua sampel, nilai P-Value digunakan untuk menentukan perbedaan kondisi pada kedua sampel. Perbedaan kondisi yang diuji meliputi : P-Value lebih rendah dari 1% artinya nilai tengah kedua populasi sangat berbeda nyata, P-Value antara 1-5% artinya nilai tengah kedua populasi berbeda nyata, P-Value diatas 5% artinya nilai tengah kedua populasi tidak berbeda nyata. 3.3 Metoda Penelitian Pengambilan data Pengambilan data dilakukan di lapangan dalam dua tahap. Tahap pertama dilakukan di Desa Pandan Sari Gadog, Kabupaten Bogor dan tahap kedua dilakukan di Desa Kukupu, Kota Bogor. Pengambilan dua tahap dilokasi yang berbeda bertujuan untuk memperoleh kondisi suhu dan kelembaban yang sangat berbeda. Data pertumbuhan jamur tiram yang diukur dilapangan, meliputi: data persentase penutupan miselium, dan bobot panen. Data persentase penutupan miselium diukur setiap tujuh hari selama masa inkubasi dan data bobot panen pertama diukur setelah sampel dipanen pada masa budidaya. Unsur cuaca yang diukur di lapangan adalah suhu bola kering dan suhu bola basah. Pengukuran suhu bola kering dan suhu bola basah dilakukan setiap pukul 08.00, 12.00, dan Pengukuran suhu bola kering dan bola basah dilakukan di luar kumbung dan di dalam kumbung Analisa data penelitian a. Pertumbuhan miselium jamur tiram putih Pertumbuhan miselium jamur tiram putih diukur menggunakan penggaris. Data hasil pengukuran di konversi ke dalam bentuk persentase. Konversi ke dalam bentuk persentase dilakukan karena ukuran baglog jamur yang berbeda-beda. Persentase tutupan miselium jamur pada baglog diperoleh dengan menggunakan rumus : mise ium tin i mise ium Tin i ba o Kondisi tutupan miselium yang diamati adalah pada saat kurang dari 25%, 25%, 50%, 75 %, dan 100%. Saat tutupan miselium mencapai 100%, baglog jamur dipindahkan ke kumbung budidaya. b. Suhu udara Pengukuran suhu bola kering dan suhu bola basah dilakukan di luar dan di dalam kumbung pada pukul 08.00, 12.00, dan Pengukuran dilakukan di dalam kumbung inkubasi maupun kumbung budidaya. Suhu bola kering digunakan sebagai nilai suhu udara. Penentuan rumus suhu rata-rata ditentukan dengan pengukuran suhu minimum dan maksimum diurnal pada harihari tertentu sebagai sampel sehingga pada

18 6 hari tersebut dapat ditentukan rumus suhu rata-rata : T rata-rata = T max + T min 2 Berdasarkan kalibrasi, nilai suhu rata-rata harian dapat didekati menggunakan rumus: T rata-rata = ((2*T 8 )+T 12 +T 16 ) 4 Suhu udara di luar dan di dalam kumbung dianalisa menggunakan uji t dua sampel untuk menentukan perbedaannya. c. Kelembaban relatif Nilai kelembaban relatif diduga dengan menggunakan data hasil pengukuran suhu udara dan suhu bola basah di lapangan. Menurut Ahrens (2007) Nilai kelembaban relatif diperoleh menggunakan rumus : RH = {ea/es(tbk)}*100% Dimana : ea = es(tbb)-(0,66*(tbk-tbb)) es(tbk) = 6,1078* EXP(17,139*TBK/ (TBK+237,3)) es(tbb) = 6,1078* EXP(17,139*TBB/ (TBB+237,3)) Keterangan : es : Tekanan uap air jenuh ea : Tekanan uap air aktual TBK : Suhu bola kering ( o C) TBB : Suhu bola basah ( o C) Perbedaan nilai kelembaban di kedua lokasi kemudian dianalisa menggunakan uji t dua sampel. d. Bobot panen Bobot panen diukur menggunakan timbangan dengan nilai ketepatan 10 gram. Bobot panen yang ditimbang yaitu pada panen pertama. Data bobot panen pada kedua lokasi kemudian diolah menggunakan uji t dua sampel untuk menentukan perbedaannya. dasar jamur tiram yang digunakan adalah 10 o C. Persamaan yang digunakan untuk menentukan nilai heat unit adalah : Heat unit = Tmean Tbase Sementara untuk menduga akumulasi heat unit pada tanaman pada setiap fase digunakan rumus : i Akumulasi heat unit = HU n=1 Keterangan : HU : Heat unit tanaman hari ke-i Tmean : Suhu udara rata-rata harian Tbase : Suhu dasar tanaman (10 o C) (Saxena dan Rai 1994 dalam Nair 1994) n : Hari ke-i i : 1, 2, 3, 4,.. f. Koefisien variasi (CV) Nilai koefisien variasi yang dicari adalah nilai koefisien variasi lamanya fase pertumbuhan dan heat unit. Koefisien variasi digunakan untuk mencari korelasi antara lamanya fase dengan nilai heat unit. Nilai koefisien variasi dicari menggunakan rumus : CV HU = (HU PS -HU KP ) x 100% HU PS CV LF = (LF PS -LF KP ) x 100% LF PS Keterangan : CV HU : Koefisien variasi heat unit CV LF : Koefisien variasi lama fase HU PS : Heat unit di Pandan Sari HU KP : Heat unit di Kukupu LF PS : Lama fase di Pandan Sari LF KP : Lama fase di Kukupu e. Heat unit Data heat unit dihitung untuk setiap fase pertumbuhan jamur tiram putih, yaitu fase miselium, dan fase pembentukkan tubuh buah. Data yang digunakan untuk menghitung besaran heat unit adalah data suhu rata-rata harian dan data suhu dasar (temperature base) jamur tiram. Nilai suhu

19 7 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Lokasi Penelitian Pada penelitian ini, karakteristik lokasi penelitian ditinjau berdasarkan dua aspek, yaitu kondisi karakteristik lingkungan dan kondisi karakteristik kumbung jamur tiram Karakteristik lingkungan Lokasi penelitian pertama terletak di Jalan Raya Puncak Gadog, tepatnya di desa Pandan Sari Ciawi Bogor. Secara administrasi termasuk dalam wilayah Kabupaten Bogor. Secara geografis, lokasi penelitian terletak pada 6,650 o LS dan 106,862 o BT dengan ketinggian 437 mdpl. Desa Pandan Sari terletak di bagian timur Kabupaten Bogor. Desa Pandan Sari merupakan desa pertanian yang didominasi oleh pertanian jamur tiram dan padi. Lokasi ini berada di DAS Ciliwung dan diapit oleh saluran-saluran irigasi. Lokasi penelitian kedua terletak di Kelurahan Cibadak, tepatnya di desa Kukupu Tanah Sareal Bogor. Secara administrasi termasuk dalam wilayah Kota Bogor. Secara geografis, lokasi penelitian terletak pada koordinat 6,544 o LS dan 106,776 o BT dengan ketinggian 169 mdpl. Desa Kukupu terletak di bagian utara Kota Bogor dan diapit oleh perumahan Tamansari Persada dan Bukit Cimanggu City Karakteristik kumbung jamur tiram Pada lokasi penelitian di Desa Pandan Sari, kumbung inkubasi berukuran panjang 15 meter, lebar 6 meter, dan tinggi 8 meter. Dinding kumbung inkubasi tidak ditutupi sehingga terkena paparan kondisi lingkungan di luar secara langsung. Kumbung inkubasi Pandan Sari memiliki kapasitas penyimpanan baglog. Kumbung inkubasi Pandan Sari dapat dilihat pada Gambar 4. Kumbung budidaya di Pandan Sari memiliki ukuran panjang 20 meter, lebar 10 meter dan tinggi 8 meter. Kumbung budidaya Pandan Sari sudah dilengkapi dengan dinding berventilasi. Kumbung budidaya Pandan Sari memiliki kapasitas baglog. Kumbung budidaya Pandan Sari dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5 Kumbung budidaya Pandan Sari (Sumber : dokumentasi pribadi). Pada lokasi penelitian kedua, yaitu di Desa Kukupu, kumbung inkubasi berukuran panjang 10 meter, lebar 7 meter, dan tinggi 7 meter. Kumbung inkubasi di Kukupu tertutup rapat oleh bilik bambu dengan ventilasi sedikit. Kapasitas penyimpanan kumbung inkubasi Kukupu adalah sebanyak baglog. Kumbung inkubasi Kukupu dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6 Kumbung inkubasi Kukupu (Sumber : dokumentasi pribadi). Gambar 4 Kumbung inkubasi Pandan Sari (Sumber : dokumentasi pribadi). Kumbung budidaya Kukupu memiliki ukuran panjang 10 meter, lebar 7 meter dan tinggi 7 meter. Kumbung budidaya Kukupu dilengkapi ventilasi pada dindingnya. Kumbung budidaya Kukupu memiliki kapasitas sebanyak baglog. Kumbung budidaya Kukupu dapat dilihat pada Gambar 7.

20 8 tekanan udaranya menjadi lebih rendah. Tekanan udara yang lebih rendah memungkinkan air untuk lebih mudah menguap. Kondisi suhu dan kelembaban relatif di dalam kumbung inkubasi pada kedua lokasi dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9. Gambar 7 Kumbung budidaya Pandan Sari (Sumber : dokumentasi pribadi). 4.2 Kondisi Suhu dan Kelembaban Selama Periode Penelitian Suhu dan kelembaban relatif lingkungan pada kedua lokasi Berdasarkan pengukuran suhu bola kering dan suhu bola basah yang dilakukan pada kedua lokasi menunjukkan suhu udara ratarata selama 88 hari pada tanggal 11 April hingga 7 Juli 2011 di desa Pandan Sari terukur sebesar 27,4 o C, sedangkan suhu udara rata-rata di desa Kukupu selama 70 hari pada tanggal 18 September hingga 26 November terukur sebesar 29,6 o C. Berdasarkan uji t dua sampel pada nilai rata-rata suhu harian di kedua lokasi, kondisi suhu lingkungan sangat berbeda. Kelembaban relatif rata-rata pada tanggal 11 April hingga 7 Juli 2011 di desa Pandan Sari terhitung sebesar 87%, sedangkan kelembaban relatif pada tanggal 18 September hingga 26 November 2011 terhitung sebesar 81%. Berdasarkan uji t dua sampel yang dilakukan pada data kelembaban relatif kedua lokasi, kondisi kelembaban relatif lingkungan pada kedua lokasi sangat berbeda. Pada pengambilan data pertama di Pandan Sari mulai bulan April-Juli, nilai suhu udara rata-rata harian cenderung lebih rendah. Suhu udara yang lebih rendah disebabkan oleh curah hujan yang tinggi di Pandan Sari saat periode pengambilan data. Selain itu, suhu udara yang lebih rendah juga dipengaruhi jenis tutupan lahan di Pandan Sari yang masih di dominasi oleh sawah dan badan air (sungai, saluran irigasi, dan kolam), sementara di Kukupu, jenis tutupan lahan yang dominan adalah lahan terbangun dengan sedikit jenis tutupan badan air. Nilai kelembaban yang tinggi juga dipengaruhi oleh ketinggian tempat. Letak Pandan Sari lebih tinggi daripada Kukupu sehingga Gambar 8 Suhu rata-rata harian lingkungan. Gambar 9 RH rata-rata harian lingkungan. Berdasarkan hasil penelitian, secara umum suhu udara rata-rata harian di desa Pandan Sari cenderung naik. Kondisi ini disebabkan oleh waktu tanamnya yang jatuh pada awal musim kemarau sehingga suhu di awal waktu tanam lebih rendah dibandingkan di akhir waktu tanam. Sedangkan, secara umum suhu udara rata-rata harian di desa Kukupu cenderung turun. Hal ini disebabkan oleh waktu tanamnya jatuh pada akhir musim kemarau sehingga suhu di awal waktu tanam lebih tinggi dibandingkan di akhir waktu tanam.

21 Suhu dan kelembaban relatif di dalam kumbung pada kedua lokasi Kumbung jamur dibangun dengan tujuan menjaga kondisi iklim mikro di dalamnya dari kondisi lingkungan yang kurang sesuai dengan syarat tumbuh jamur tiram. Berdasarkan kebutuhan syarat lingkungan yang berbeda pada setiap fase jamur tiram, kumbung jamur tiram dibedakan menjadi dua jenis, yaitu kumbung inkubasi dan kumbung budidaya. Kumbung inkubasi digunakan untuk jamur tiram pada fase miselium dan kumbung budidaya digunakan pada fase primordial dan fase pembentukkan tubuh buah. Kumbung inkubasi dibangun untuk memberikan kondisi yang sesuai untuk pertumbuhan miselium. Miselium jamur tiram membutuhkan suhu yang hangat untuk tumbuh dan tidak terlalu membutuhkan kelembaban yang tinggi. Pada kumbung inkubasi juga tidak diberikan perlakuan khusus. Kondisi suhu pada kumbung inkubasi di Pandan Sari lebih rendah daripada di dalam kumbung inkubasi di Kukupu. Suhu di dalam kumbung inkubasi Pandan Sari sebesar 27,4 o C sedangkan nilai suhu di dalam kumbung inkubasi Kukupu sebesar 28,5 o C. Nilai kelembaban relatif di dalam kumbung inkubasi di Pandan Sari sebesar 87% sedangkan kelembaban relatif di dalam kumbung inkubasi Kukupu sebesar 82%. Berdasarkan uji t dua sampel, kondisi suhu dan kelembaban relatif di dalam kumbung inkubasi Pandan Sari dan Kukupu sangat berbeda. Nilai suhu rata-rata harian di dalam kumbung inkubasi pandan Sari lebih rendah disebabkan oleh ukuran kumbung yang lebih besar dibandingkan dengan kumbung inkubasi di Kukupu. Disekitar kumbung inkubasi Pandan Sari juga terdapat saluran irigasi sehingga kelembabannya menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan di dalam kumbung inkubasi Kukupu. Konstruksi dinding kumbung di Pandan Sari juga kurang tertutup sehingga kondisi suhu dan kelembaban relatif di dalam kumbung inkubasi terpapar oleh pengaruh lingkungan. Kondisi suhu dan kelembaban relatif di dalam kumbung inkubasi Pandan Sari dan Kukupu dapat dilihat pada Gambar 10 dan Gambar 11. Kondisi suhu pada kumbung budidaya di Pandan Sari lebih rendah daripada di dalam kumbung budidaya di Kukupu. Suhu di dalam kumbung budidaya Pandan Sari yang terukur sebesar 26,7 o C sedangkan di dalam kumbung budidaya Kukupu terukur sebesar 27,7 o C. Nilai kelembaban relatif di dalam kumbung budidaya di Pandan Sari terukur sebesar 88% sedangkan kelembaban relatif di dalam kumbung inkubasi Kukupu sebesar 86%. Gambar 10 Suhu rata-rata harian di dalam kumbung inkubasi. Gambar 11 Kelembaban relatif rata-rata harian di dalam kumbung inkubasi. Berdasarkan uji t dua sampel, kondisi suhu di dalam kumbung budidaya kedua lokasi sangat berbeda, sedangkan kelembaban relatif di dalam kumbung budidaya di Pandan Sari dan Kukupu tidak berbeda. Kondisi kelembaban relatif kedua lokasi tidak berbeda karena adanya perlakuan penyiraman sehingga kelembaban dapat dikendalikan. Kumbung budidaya di Kukupu diberikan penyiraman 2-3 kali sehari, sementara kumbung budidaya Pandan Sari hanya diberikan penyiraman 1-2 kali sehari. Kondisi suhu dan kelembaban relatif di dalam kumbung budidaya di Pandan Sari dan

22 10 Kukupu dapat dilihat pada Gambar 12 dan Gambar 13. Gambar 12 Suhu rata-rata harian di dalam kumbung budidaya. dan kelembaban relatif di dalam kumbung inkubasi terukur sama, yaitu sebesar 87%. Kumbung inkubasi Pandan Sari tidak dilengkapi oleh dinding yang rapat sehingga terpapar oleh kondisi lingkungan. Miselium jamur tiram membutuhkan suhu yang hangat untuk tumbuh. Suhu lingkungan dan di dalam kumbung inkubasi yang kurang hangat menyebabkan laju pertumbuhan miselium terhambat sehingga di Pandan Sari membutuhkan waktu yang relatif lama untuk mencapai tutupan miselium sebesar 100%. Pada fase miselium, kelembaban relatif tidak terlalu berpengaruh bagi pertumbuhan miselium karena miselium tumbuh di dalam baglog. Kondisi suhu dan kelembaban relatif lingkungan dan di dalam kumbung inkubasi Pandan Sari dapat dilihat pada Gambar 14 dan Gambar 15. Gambar 13 Kelembaban relatif rata-rata harian di dalam kumbung budidaya Suhu dan kelembaban relatif di lingkungan dan di dalam kumbung pada setiap lokasi Berdasarkan uji t dua sampel yang dilakukan terhadap data suhu lingkungan dan suhu di dalam kumbung inkubasi Pandan Sari dapat disimpulkan bahwa kondisi suhu lingkungan dan suhu di dalam kumbung inkubasi tidak berbeda. Suhu rata-rata harian di lingkungan dan di dalam kumbung inkubasi terukur sama, yaitu sebesar 27,4 o C. Hal tersebut juga terjadi pada uji t dua sampel yang dilakukan terhadap data kelembaban relatif lingkungan dan kelembaban relatif di dalam kumbung inkubasi. Kondisi kelembaban relatif di lingkungan dan di dalam kumbung inkubasi Pandan Sari juga tidak berbeda. Kelembaban relatif lingkungan Gambar 14 Suhu rata-rata harian lingkungan dan di dalam kumbung inkubasi Pandan Sari Pertumbuhan ur Tiram Gambar 15 Kelembaban relatif rata-rata harian lingkungan dan di dalam kumbung inkubasi Pandan Sari.

23 11 Berdasarkan uji t dua sampel yang dilakukan terhadap data suhu lingkungan dan suhu di dalam kumbung budidaya Pandan Sari, dapat disimpulkan bahwa kondisi suhu lingkungan dan suhu di dalam kumbung budidaya Pandan Sari sangat berbeda. Suhu lingkungan terukur sebesar 27,4 o C dan suhu di dalam kumbung budidaya terukur sebesar 26,8 o C. Kelembaban relatif lingkungan terukur sebesar 87% dan kelembaban relatif di dalam kumbung budidaya terukur sebesar 88%. Berdasarkan uji t dua sampel yang dilakukan terhadap data kelembaban relatif lingkungan dan kelembaban relatif di dalam kumbung budidaya dapat disimpulkan bahwa kondisi kelembaban relatif lingkungan dan kelembaban relatif di dalam kumbung budidaya berbeda nyata. Perbedaan kondisi suhu dan kelembaban antara lingkungan dengan kumbung budidaya disebabkan oleh Kumbung budidaya Pandan Sari dapat menahan paparan kondisi iklim lingkungan. Selain itu, perbedaan kondisi iklim mikro tersebut juga disebabkan oleh adanya perlakuan penyiraman kumbung dan pengaturan sirkulasi melalui jendela dan pintu kumbung. Kondisi suhu dan kelembaban relatif lingkungan dan di dalam kumbung budidaya Pandan Sari dapat dilihat pada Gambar 16 dan Gambar 17. Gambar 16 Suhu rata-rata harian lingkungan dan di dalam kumbung budidaya Pandan Sari. Berdasarkan uji t dua sampel yang dilakukan terhadap data suhu lingkungan dan suhu di dalam kumbung inkubasi Kukupu, dapat disimpulkan bahwa kondisi suhu ratarata harian lingkungan dan di dalam kumbung inkubasi Kukupu sangat berbeda. Suhu rata-rata harian lingkungan di Kukupu saat masa inkubasi terukur sebesar 29,6 o C dan suhu rata-rata harian di dalam kumbung inkubasi terukur sebesar 28,5 o C. Suhu di dalam kumbung inkubasi lebih rendah disebabkan oleh adanya sirkulasi udara dari dinding kumbung dan ketinggian atap kumbung yang memungkinkan sirkulasi udara menjadi lebih baik. Gambar 17 Kelembaban relatif rata-rata harian lingkungan dan di dalam kumbung budidaya Pandan Sari. Uji t dua sampel juga dilakukan terhadap data kelembaban relatif harian lingkungan dan di dalam kumbung inkubasi Kukupu. Berdasarkan uji t dua sampel, dapat disimpulkan bahwa kondisi kelembaban relatif lingkungan dan kelembaban relatif di dalam kumbung inkubasi tidak berbeda. Kelembaban relatif lingkungan terukur sebesar 81% sementara kelembaban relatif di dalam kumbung terukur sebesar 82%. Kondisi ini disebabkan oleh tidak adanya penyiraman di dalam kumbung inkubasi sehingga kelembaban relatifnya akan cederung mengikuti lingkungannya. Kondisi suhu dan kelembaban relatif lingkungan dan di dalam kumbung inkubasi Kukupu dapat dilihat pada Gambar 18 dan Gambar 19. Berdasarkan uji t dua sampel yang dilakukan terhadap data suhu lingkungan dan suhu di dalam kumbung budidaya Kukupu, dapat disimpulkan bahwa kondisi suhu lingkungan dan suhu di dalam kumbung budidaya Kukupu sangat berbeda. Suhu ratarata harian lingkungan terukur sebesar 29,6 o C dan suhu rata-rata harian di dalam kumbung budidaya terukur sebesar 27,7 o C. Perbedaan kondisi suhu ini disebabkan oleh adanya ventilasi, bentuk kumbung yang tinggi, pengaturan jarak rak baglog dan adanya penyiraman.

24 12 Gambar 18 Suhu rata-rata harian lingkungan dan di dalam kumbung inkubasi Kukupu. Sementara itu, uji t juga dilakukan terhadap data kelembaban relatif lingkungan dan kelembaban relatif di dalam kumbung budidaya. Berdasarkan uji t dua sampel yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kelembaban relatif lingkungan dan kelembaban relatif di dalam kumbung budidaya Kukupu sangat berbeda. Kelembaban relatif lingkungan pada masa budidaya di Kukupu terukur sebesar 81% sedangkan kelembaban relatif di dalam kumbung budidaya Kukupu terukur sebesar 86%. Kelembaban relatif di dalam kumbung budidaya lebih tinggi disebabkan oleh adanya perlakuan penyiraman. Kondisi ini memperlihatkan bahwa kumbung mampu untuk memberikan kondisi iklim mikro yang berbeda dengan kondisi iklim mikro lingkungan. Kondisi suhu dan kelembaban relatif lingkungan dan di dalam kumbung budidaya Kukupu dapat dilihat pada Gambar 20 dan Gambar 21. Gambar 19 Kelembaban relatif rata-rata harian lingkungan dan di dalam kumbung inkubasi Kukupu. Gambar 21 Kelembaban relatif rata-rata harian lingkungan dan di dalam kumbung budidaya Kukupu. Gambar 20 Suhu rata-rata harian lingkungan dan di dalam kumbung budidaya Kukupu. 4.3 Kondisi Lingkungan Kumbung dan Pertumbuhan ur Tiram Pertumbuhan dan perkembangan jamur tiram sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di dalam kumbung. Pada fase miselium, kondisi lingkungan pada kumbung inkubasi yang paling mempengaruhi, sedangkan pada fase primordial dan fase pembentukkan tubuh buah, kondisi lingkungan pada kumbung budidayalah yang paling mempengaruhi. Unsur-unsur lingkungan yang paling mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan jamur tiram adalah suhu udara dan kelembaban relatif.

25 Suhu Laju metabolisme pada jamur tiram dipengaruhi oleh suhu sehingga suhu akan berpengaruh langsung pada pertumbuhan dan perkembangan. ur tiram sebagai makhluk hidup saprofitik yang menguraikan selulosa, akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang cepat saat fase miselium pada suhu yang lebih hangat. Suhu rata-rata harian di dalam kumbung inkubasi Kukupu menyebabkan laju pertumbuhan miselium lebih cepat dibandingkan di dalam kumbung inkubasi Pandan Sari. Pada gambar 21 dan gambar 22 dijelaskan tentang lamanya masa inkubasi di Pandan Sari dan Kukupu. Masa inkubasi di Pandan Sari adalah 56 hari sedangkan masa inkubasi di Kukupu adalah 49 hari. Pada masa inkubasi, target yang paling utama adalah kecepatan pertumbuhan miselium jamur tiram, sehingga dapat disimpulkan bahwa kondisi di dalam kumbung inkubasi Kukupu lebih baik dibandingkan dengan kondisi kumbung inkubasi Pandan Sari. Pada fase primordial dan pembentukkan tubuh buah, jamur tiram memiliki perbedaan kebutuhan panas dengan saat fase miselium. Pada fase primordial dan pembentukkan tubuh buah di kumbung budidaya Kukupu, suhunya lebih hangat dibandingkan di dalam kumbung inkubasi Pandan Sari. Hal ini menyebabkan jamur tiram menjadi matang sebelum memasuki ukuran yang dikehendaki. Di dalam kumbung budidaya Kukupu, jamur tiram sudah harus dipanen saat ukurannya belum mencapai target yang diinginkan. Suhu yang lebih hangat di Kukupu menyebabkan laju metabolisme jamur tiram menjadi lebih cepat. Suhu yang lebih rendah terukur di dalam kumbung budidaya Pandan Sari. Suhu rata-rata harian di dalam kumbung budidaya Pandan Sari menyebabkan laju metabolisme jamur tiram menjadi lebih lambat. Masa panen di Pandan Sari memang lebih lama dibandingkan dengan Kukupu namun ukuran tubuh buah yang terbentuk sesuai dengan yang yang diharapkan. Berdasarkan kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kondisi kumbung budidaya di Pandan Sari lebih sesuai untuk fase primordial dan pembentukkan tubuh buah. Tubuh buah jamur tiram di kumbung budidaya Kukupu harus dipanen lebih cepat karena suhu yang lebih tinggi menyebabkan tubuh buah menjadi matang lebih cepat. Jika tidak dipanen maka jamur akan tua dan rasa jamur akan menjadi pahit Kelembaban relatif Pada pertumbuhan jamur tiram, kelembaban relatif menjadi salah satu faktor penting terutama saat pembentukkan tubuh buah. Salah satu kandungan utama tubuh buah pada jamur tiram adalah air. Pada fase miselium yang terjadi di kumbung inkubasi, kelembaban relatif tidak terlalu berpengaruh karena miselium tumbuh di dalam baglog plastik yang tidak mengalami kontak secara langsung dengan udara. Pada fase pembentukkan tubuh buah, jamur tiram juga menyerap air dari kelembaban udara. Semakin tinggi nilai kelembaban maka semakin besar ukuran tubuh buah jamur tiram yang terbentuk. Kelebihan kandungan air pada tubuh buah jamur tiram dapat menurunkan kualitas jamur tiram sehingga harga jamur tiram dipasaran saat musim hujan atau saat kelembaban terlalu hampir dipastikan jatuh. Kondisi ini memerlukan pengendalian faktor kelembaban relatif yang baik. 4.4 Heat unit Nilai heat unit jamur tiram mengalami perbedaan yang besar pada fase miselium dengan fase primordial dan pembentukkan tubuh buah. Pada fase miselium yang terjadi di dalam kumbung inkubasi, nilai heat unit yang diterima oleh jamur tiram lebih besar dibandingkan pada fase primordial dan pembentukkan tubuh buah di dalam kumbung budidaya. Hal ini disebabkan oleh fase miselium pada jamur tiram membutuhkan panas lebih banyak dibandingkan pada saat fase primordial dan pembentukkan tubuh buah. Kebutuhan panas yang lebih besar ini menyebabkan kumbung inkubasi dikondisikan lebih hangat dibandingkan dengan kumbung budidaya. Pada pengukuran di kedua lokasi, heat unit di Pandan Sari lebih rendah dibandingkan dengan heat unit di Kukupu pada jumlah hari yang sama. Hal ini disebabkan oleh suhu rata-rata harian di dalam kumbung inkubasi dan budidaya Pandan Sari lebih rendah dibandingkan dengan suhu rata-rata harian di dalam kumbung inkubasi dan budidaya Kukupu. Nilai heat unit jamur tiram pada dua lokasi Pandan Sari dan Kukupu dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan data pada Tabel 2, dapat diketahui nilai koefisien variasi untuk lama fase dan heat unit. Nilai koefisien variasi lama fase miselium terhitung sebesar 12,5% sedangkan koefisien variasi heat unit miselium terhitung sebesar 6,9%. Tabel 1

BAB 2 PRODUK 2.1 Spesifikasi Produk Tabel 2.1 Kandungan Gizi JamurTiram No Komposisi Dalam %

BAB 2 PRODUK 2.1 Spesifikasi Produk Tabel 2.1 Kandungan Gizi JamurTiram No Komposisi Dalam % BAB 2 PRODUK 2.1 Spesifikasi Produk Jamur Tiram yang ditawarkan memiliki kualitas yang baik dari segi rasa maupun kegunaannya. Produk jamur tiram ini sangat baik karena merupakan salah satu jamur kayu

Lebih terperinci

TUGAS TERSTRUKTUR SEMINAR (BUDIDAYA JAMUR) Oleh : AGUSMAN ( )

TUGAS TERSTRUKTUR SEMINAR (BUDIDAYA JAMUR) Oleh : AGUSMAN ( ) TUGAS TERSTRUKTUR SEMINAR (BUDIDAYA JAMUR) Oleh : AGUSMAN (10712002) JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN PROGRAM STUDY HORTIKULTURA POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG 2012 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Botani dan Morfologi Jamur Tiram. Dari segi botani, jamur tiram termasuk jenis jamur kayu yang mudah

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Botani dan Morfologi Jamur Tiram. Dari segi botani, jamur tiram termasuk jenis jamur kayu yang mudah I. TINJAUAN PUSTAKA A. Botani dan Morfologi Jamur Tiram Dari segi botani, jamur tiram termasuk jenis jamur kayu yang mudah dibudidayakan. Jamur tiram termasuk familia Agaricaceae atau Tricholomataceae

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur tiram putih merupakan salah satu jamur kayu yang tumbuh di permukaan batang pohon yang sudah lapuk. Jamur tiram putih dapat ditemui di alam bebas sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan jenis jamur pangan dari kelompok Basidiomycota. Jamur ini dapat ditemui di alam bebas sepanjang tahun. Jamur

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PUPUK KANDANG SAPI UNTUK PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus)

PEMANFAATAN PUPUK KANDANG SAPI UNTUK PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PEMANFAATAN PUPUK KANDANG SAPI UNTUK PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Biologi Diajukan oleh :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode (Milyar Rp) No Komoditas

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode (Milyar Rp) No Komoditas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang sangat luas dan juga sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Komoditas pertanian merupakan bagian dari sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kolesterol sehingga dapat mencegah penyakit darah tinggi (hipertensi) dan aman

BAB I PENDAHULUAN. kolesterol sehingga dapat mencegah penyakit darah tinggi (hipertensi) dan aman BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jamur tiram merupakan komoditas hortikultura yang kaya akan protein dan saat ini masyarakat lebih memilihnya sebagai sumber nutrisi. Siswono (2003) menjelaskan bahwa

Lebih terperinci

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH E-BISNIS BISNIS JAMUR TIRAM

KARYA ILMIAH E-BISNIS BISNIS JAMUR TIRAM KARYA ILMIAH E-BISNIS BISNIS JAMUR TIRAM disusun oleh : Nama : Fandi Hidayat Kelas : SI TI-6C NIM : 08.11.2051 JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA JENJANG STRATA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. setiap unit penelitian (baglog). Berat segar tubuh buah dan jumlah tubuh buah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. setiap unit penelitian (baglog). Berat segar tubuh buah dan jumlah tubuh buah 46 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Data diambil dari semua unit penelitian, berupa hasil pengukuran berat segar tubuh buah (dengan satuan gram) dan jumlah tubuh buah pada setiap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN A. HASIL 1. Laju pertumbuhan miselium Rata-rata Laju Perlakuan Pertumbuhan Miselium (Hari)

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN A. HASIL 1. Laju pertumbuhan miselium Rata-rata Laju Perlakuan Pertumbuhan Miselium (Hari) BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN A. HASIL Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama satu bulan penanaman jamur tiram putih terhadap produktivitas (lama penyebaran miselium, jumlah badan buah dua kali

Lebih terperinci

Menanan Jamur Merang di Dalam Kumbung

Menanan Jamur Merang di Dalam Kumbung Menanan Jamur Merang di Dalam Kumbung Oleh Elly Sarnis Pukesmawati, SP., MP. A. Latar Belakang Budidaya jamur merang di dalam kumbung merupakan teknik budidaya jamur yang dilakukan secara modern dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyediakan makanan sendiri dengan cara fotosintesis seperti pada

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyediakan makanan sendiri dengan cara fotosintesis seperti pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur adalah organisme yang tidak berklorofil sehingga jamur tidak dapat menyediakan makanan sendiri dengan cara fotosintesis seperti pada tanaman yang berklorofil.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah satu dengan yang lainnya. Menurut konsep geografi yang pernah diuraikan

I. PENDAHULUAN. daerah satu dengan yang lainnya. Menurut konsep geografi yang pernah diuraikan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap daerah memiliki potensi sumber daya yang berbeda, baik alam maupun manusia. Hal ini dapat mengakibatkan adanya hubungan atau keterkaitan antara daerah satu dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gram jamur kering juga mengandung protein 10,5-30,4%, lemak 1,7-2,2%, kalsium 314 mg, dan kalori 367 (Suwito, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. gram jamur kering juga mengandung protein 10,5-30,4%, lemak 1,7-2,2%, kalsium 314 mg, dan kalori 367 (Suwito, 2006). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) saat ini cukup populer dan banyak digemari oleh masyarakat karena rasanya yang lezat dan juga penuh kandungan nutrisi, tinggi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. lingkaran mirip cangkang tiram dengan bagian tengah agak cekung. Permukaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. lingkaran mirip cangkang tiram dengan bagian tengah agak cekung. Permukaan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jamur Tiram Putih Jamur tiram putih (Pleurutus ostreatus) termasuk dalam kategori tanaman konsumsi. Jamur ini dinamakan jamur tiram karena tudungnya berbentuk setengah lingkaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jamur merupakan organisme yang tidak mempunyai klorofil sehingga

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jamur merupakan organisme yang tidak mempunyai klorofil sehingga I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merupakan organisme yang tidak mempunyai klorofil sehingga tidak bisa melakukan proses fotosintesis untuk menghasilkan makanan sendiri. Jamur digolongkan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merupakan salah satu sumber hayati, yang diketahui hidup liar di alam. Selama ini, jamur banyak di manfaatkan sebagai bahan pangan, dan dapat di manfaatkan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jamur tiram putih banyak dijumpai di alam, terutama dimusim hujan

BAB I PENDAHULUAN. Jamur tiram putih banyak dijumpai di alam, terutama dimusim hujan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram putih banyak dijumpai di alam, terutama dimusim hujan keberadaannya banyak dijumpai, seperti pada kayu-kayu yang sudah lapuk ataupun di berbagai tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram putih ( Pleurotus ostreatus ) atau white mushroom ini merupakan salah satu jenis jamur edibel yang paling banyak dan popular dibudidayakan serta paling sering

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Profil Kecamatan Cisarua 5.1.1. Letak dan Keadaan Geografis Secara Geografis, Kecamatan Cisarua terletak di Selatan wilayah Bogor pada 06 42 LS dan 106 56 BB. Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) dinamakan demikian karena bentuknya seperti tiram atau ovster mushroom. Jamur tiram adalah jamur kayu yang tumbuh berderet menyamping

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Jamur Tiram

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Jamur Tiram 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jamur Jamur merupakan organisme yang tidak berklorofil sehingga jamur tidak dapat menyediakan makanan sendiri dengan cara fotosintesis seperti pada tanaman yang berklorofil.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya jamur merang (Volvariella volvacea), jamur kayu seperti jamur

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya jamur merang (Volvariella volvacea), jamur kayu seperti jamur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur merupakan organisme yang mudah dijumpai, hal ini dikarenakan jamur dapat tumbuh disemua habitat (alam terbuka) sesuai dengan lingkungan hidupnya. Seiring

Lebih terperinci

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Karakteristik Lokasi Penelitian Luas areal tanam padi adalah seluas 6 m 2 yang terletak di Desa Langgeng. Secara administrasi pemerintahan Desa Langgeng Sari termasuk dalam

Lebih terperinci

Air dalam atmosfer hanya merupakan sebagian kecil air yang ada di bumi (0.001%) dari seluruh air.

Air dalam atmosfer hanya merupakan sebagian kecil air yang ada di bumi (0.001%) dari seluruh air. KELEMBABAN UDARA 1 Menyatakan Kandungan uap air di udara. Kelembapan adalah konsentrasi uap air di udara. Angka konsentasi ini dapat diekspresikan dalam kelembapan absolut, kelembapan spesifik atau kelembapan

Lebih terperinci

Kuliah ke 6 : BUDIDAYA JAMUR

Kuliah ke 6 : BUDIDAYA JAMUR Kuliah ke 6 : BUDIDAYA JAMUR EDIBLE MUSHROOM 1. Mahasiswa berdiskusi secara aktif berbagi pengetahuan yang dimiliki 2. Berpendapat secara bebas dan bertanggung jawab untuk memberikan / mengemukakan persoalan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pada saat panen, lebar tudung ialah rerata lebar tudung (pileus), yaitu panjang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pada saat panen, lebar tudung ialah rerata lebar tudung (pileus), yaitu panjang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL Pada penelitian ini, indikator pertumbuhan jamur tiram putih yang diamati adalah jumlah dan lebar tudung serta waktu panen. Yang dimaksud dengan jumlah tudung ialah

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN Pleurotus spp. PADA MEDIA SERBUK GERGAJIAN KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria) ALWIAH

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN Pleurotus spp. PADA MEDIA SERBUK GERGAJIAN KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria) ALWIAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN Pleurotus spp. PADA MEDIA SERBUK GERGAJIAN KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria) ALWIAH DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

SAINS ARSITEKTUR II Iklim (Tropis Basah) & Problematika Arsitektur

SAINS ARSITEKTUR II Iklim (Tropis Basah) & Problematika Arsitektur SAINS ARSITEKTUR II Iklim (Tropis Basah) & Problematika Arsitektur Disusun oleh : Yudi Leo Kristianto (0951010014) Dosen : JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom :

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Berdasarkan klasifikasi taksonomi dan morfologi Linneus yang terdapat dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta,

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM P4S NUSA INDAH

V. GAMBARAN UMUM P4S NUSA INDAH V. GAMBARAN UMUM P4S NUSA INDAH 5.1. Sejarah dan Perkembangan P4S Nusa Indah Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) Nusa Indah adalah sebuah pusat pelatihan usaha jamur tiram dan tanaman hias

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terutama diperkotaan. Budidaya jamur di Indonesia masih sangat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terutama diperkotaan. Budidaya jamur di Indonesia masih sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan letaknya yang sangat strategis yaitu pada zona khatulistiwa, maka termasuk salah satu negara yang memiliki kekayaan alam yang

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA CAMPURAN SERBUK GERGAJI, SERASAH DAUN PISANG DAN BEKATUL NASKAH PUBLIKASI

PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA CAMPURAN SERBUK GERGAJI, SERASAH DAUN PISANG DAN BEKATUL NASKAH PUBLIKASI PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA CAMPURAN SERBUK GERGAJI, SERASAH DAUN PISANG DAN BEKATUL NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh : LUCKY WILANDARI A 420 100 123 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. dari sel-sel lepas dan sel-sel bergandengan berupa benang (hifa). Kumpulan dari

I. TINJAUAN PUSTAKA. dari sel-sel lepas dan sel-sel bergandengan berupa benang (hifa). Kumpulan dari I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jamur Tiram Putih Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) digolongkan ke dalam organisme yang berspora, memiliki inti plasma, tetapi tidak berklorofil. Tubuhnya tersusun dari sel-sel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein merupakan suatu senyawa yang dibutuhkan dalam tubuh. manusia sebagai zat pendukung pertumbuhan dan perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. Protein merupakan suatu senyawa yang dibutuhkan dalam tubuh. manusia sebagai zat pendukung pertumbuhan dan perkembangan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Protein merupakan suatu senyawa yang dibutuhkan dalam tubuh manusia sebagai zat pendukung pertumbuhan dan perkembangan. Dalam protein terdapat sumber energi dan zat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Allah SWT di muka bumi ini sebagai makhluk yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Allah SWT di muka bumi ini sebagai makhluk yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Manusia diciptakan Allah SWT di muka bumi ini sebagai makhluk yang sempurna, dan diciptakannya manusia di bumi sebagai kholifah yang seharusnya kita memperhatikan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Rancangan yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Rancangan yang 33 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Rancangan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan lima kali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lemak. Selain itu jamur juga banyak membutuhkan peluang usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. lemak. Selain itu jamur juga banyak membutuhkan peluang usaha yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jamur merupakan salah satu komoditas pertanian yang dapat dikembangkan untuk diversifikasi bahan pangan dan penganekaragaman makanan yang tinggi dalam rasa dan nilai

Lebih terperinci

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA 14 BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian inii dilakukan di Sentul City yang terletak di Kecamatan Babakan Madang dan Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur tiram putih dikenal sebagai jamur yang mudah dibudidayakan didaerah tropik dan subtropik. Jamur tiram ini juga termasuk dalam kelompok jamur yang sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia mampu mengolah limbah menjadi sesuatu yang bermanfaat. Limbah merupakan sisa dari bahan yang telah mengalami

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

KARYA ILMIAH STMIK AMIKOM YOGYAKARTA KARYA ILMIAH BUDIDAYA JAMUR TIRAM Disusun oleh: Nama : JASMADI Nim : Kelas : S1 TI-2A STMIK AMIKOM YOGYAKARTA JL. Ring road utara, condongcatur, sleman yogyakarta ABSTRAK Budidaya jamur tiram memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting karena tanpa manajemen perusahaan tidak akan terkelola dengan baik dan benar.

BAB I PENDAHULUAN. penting karena tanpa manajemen perusahaan tidak akan terkelola dengan baik dan benar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menjalankan sebuah bisnis, manajemen merupakan faktor yang paling penting karena tanpa manajemen perusahaan tidak akan terkelola dengan baik dan benar. Rencana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Famili ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS PELUANG USAHA BUDIDAYA JAMUR TIRAM Karya Ilmiah ini dibuat untuk melengkapi tugas mata kuliah LINGKUNGAN BISNIS Disusun Oleh : Nama : Danang Pari Yudhono NIM : 11.12.6017 Kelas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur merupakan bahan pangan alternatif yang disukai oleh semua lapisan masyarakat. Saat ini jamur yang sangat populer untuk dikonsumsi oleh masyarakat luas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki peluang besar dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang melimpah untuk memajukan sektor pertanian. Salah satu subsektor

Lebih terperinci

PENGARUH KOMBINASI TAKARAN DEDAK DAN LAMA PENGOMPOSAN MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus)

PENGARUH KOMBINASI TAKARAN DEDAK DAN LAMA PENGOMPOSAN MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PENGARUH KOMBINASI TAKARAN DEDAK DAN LAMA PENGOMPOSAN MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) Supriyaningsih 1) Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tubuh buah lumayan besar dengan bagian-bagian berupa stipa, gill, pileus dan margin

I. PENDAHULUAN. tubuh buah lumayan besar dengan bagian-bagian berupa stipa, gill, pileus dan margin I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jamur tiram (Pleurotus sp.) merupakan jamur dari kelas Basidiomycetes yang memiliki tubuh buah lumayan besar dengan bagian-bagian berupa stipa, gill, pileus dan margin

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni dilaboratorium Agronomi (laboratorium jamur) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa-timur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT dengan kekuasaan dan kehendak-nya telah menumbuhkan. berbagai macam tumbuh-tumbuhan di muka bumi ini yang di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT dengan kekuasaan dan kehendak-nya telah menumbuhkan. berbagai macam tumbuh-tumbuhan di muka bumi ini yang di dalamnya BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Allah SWT dengan kekuasaan dan kehendak-nya telah menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan di muka bumi ini yang di dalamnya terkandung banyak kebaikan dan manfaat

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT SEBAGAI MEDIA PERTUMBUHAN JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) DALAM UPAYA DIVERSIFIKASI PANGAN

PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT SEBAGAI MEDIA PERTUMBUHAN JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) DALAM UPAYA DIVERSIFIKASI PANGAN PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT SEBAGAI MEDIA PERTUMBUHAN JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) DALAM UPAYA DIVERSIFIKASI PANGAN Utilization of Oil Palm Empty Bunches as Media for Growth of Merang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2015.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2015. III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian di laksanakan di Sumatera Kebun Jamur, Budidaya Jamur, di Jalan, Benteng Hilir, No. 19. Kelurahan, Bandar Khalifah. Deli Serdang. Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jenis jamur itu antara lain jamur kuping, jamur tiram, jamur shitake.

BAB I PENDAHULUAN. Jenis jamur itu antara lain jamur kuping, jamur tiram, jamur shitake. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram merupakan salah satu jenis jamur, biasanya orang menyebut jamur tiram sebagai jamur kayu karena jamur ini banyak tumbuh pada media kayu yang sudah lapuk.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam dan luar negeri terhadap tanaman selada, komoditas ini mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam dan luar negeri terhadap tanaman selada, komoditas ini mempunyai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia, tanaman selada belum dikelola dengan baik sebagai sayuran komersial. Daerah yang banyak ditanami selada masih terbatas di pusat-pusat produsen sayuran

Lebih terperinci

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini adalah pengamatan selintas dan pengamatan utama. 1.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur adalah tanaman berspora yang bersifat biotik (hidup) maupun abiotik (tak hidup). Jamur merupakan organisme tidak berkhlorofil. Terdapat empat macam sifat hidup

Lebih terperinci

I. PENGANTAR. konsumsi (edible mushroom), yang telah banyak dibudidayakan, karena selain

I. PENGANTAR. konsumsi (edible mushroom), yang telah banyak dibudidayakan, karena selain I. PENGANTAR A. Latar Belakang Jamur telah digunakan selama ribuan tahun, baik sebagai makanan maupun obat herbal. Studi-studi menunjukkan bahwa jamur bisa meningkatkan produksi dan aktivitas sel-sel darah

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada 6 08 LU sampai LS sehingga memiliki

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada 6 08 LU sampai LS sehingga memiliki 1 BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia terletak pada 6 08 LU sampai 11 15 LS sehingga memiliki iklim tropis lembab basah dengan ciri khas: curah hujan yang tinggi namun penguapan rendah, suhu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. fotosintesis. Oleh karena itu, didalam pertumbuhannya jamur memerlukan zat-zat

I. PENDAHULUAN. fotosintesis. Oleh karena itu, didalam pertumbuhannya jamur memerlukan zat-zat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jamur merupakan organisme yang tidak berklorofil, sehingga tidak dapat memanfaatkan cahaya matahari untuk mensintesis karbohidrat dengan cara fotosintesis. Oleh karena

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di seluruh dunia ada ribuan spesies jamur yang tersebar dari wilayah subtropis yang cenderung dingin sampai kawasan tropis yang hangat. Tradisi mengonsumsi jamur sudah

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang berbentuk tabung bersekat-sekat atau tidak bersekat, hidup pada bahan atau

TINJAUAN PUSTAKA. yang berbentuk tabung bersekat-sekat atau tidak bersekat, hidup pada bahan atau II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Jamur Tiram Putih Jamur dalam bahasa indonesia disebut cendawan, dan dalam istilah botani disebut fungi yang termasuk kedalam golongan tumbuhan sederhana karena tidak memiliki

Lebih terperinci

(Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN

(Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN PENYERAPAN RADIASI MATAHARI OLEH KANOPI HUTAN ALAM : KORELASI ANTARA PENGUKURAN DAN INDEKS VEGETASI (Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN

Lebih terperinci

MAKALAH SEMINAR (PTH 1507) PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM (Pleurotus sp.)

MAKALAH SEMINAR (PTH 1507) PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM (Pleurotus sp.) MAKALAH SEMINAR (PTH 1507) PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM (Pleurotus sp.) Oleh HADIYANTO 10712018 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN POLETAKNIK NEGERI LAMPUNG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bebas, dikatakan tumbuhan sederhana karena tidak berklorofil dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. bebas, dikatakan tumbuhan sederhana karena tidak berklorofil dan tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur dikenal dalam kehidupan sehari-hari sejak 3000 tahun yang lalu, telah banyak dimanfaatkan sebagai bahan makanan. Di Cina, pemanfaatan jamur sebagai bahan obat-obatan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas cahaya dan penutupan tajuk Cahaya digunakan oleh tanaman untuk proses fotosintesis. Semakin baik proses fotosintesis, semakin baik pula pertumbuhan tanaman (Omon

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 V. HASIL DAN PEMBAHASAN Ubi jalar yang ditanam di Desa Cilembu Kabupaten Sumedang yang sering dinamai Ubi Cilembu ini memiliki rasa yang manis seperti madu dan memiliki ukuran umbi lebih besar dari

Lebih terperinci

Gambar 17. Tampilan Web Field Server

Gambar 17. Tampilan Web Field Server IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KALIBRASI SENSOR Dengan mengakses Field server (FS) menggunakan internet explorer dari komputer, maka nilai-nilai dari parameter lingkungan mikro yang diukur dapat terlihat.

Lebih terperinci

Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB

Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB IKLlM INDONESIA HANDOKO Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB Secara umum, daerah tropika terletak di antara lintang 23,5O LU (tropika Cancer) sampai 23,5O LS (tropika Capricorn). Batasan ini berdasarkan

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 di lahan percobaan Fakulas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Bahan dan Alat Penelitian Adapun

Lebih terperinci

Peluang Bisnis Budidaya Jamur Tiram

Peluang Bisnis Budidaya Jamur Tiram Nama : Enggar Abdillah N NIM : 11.12.5875 Kelas : 11-S1SI-08 ABSTRAK TUGAS AKHIR KULIAH LINGKUNGAN BISNIS SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2011/2012 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Peluang Bisnis Budidaya Jamur Tiram

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perbandingan Evapotranspirasi Tanaman Acuan Persyaratan air tanaman bervariasi selama masa pertumbuhan tanaman, terutama variasi tanaman dan iklim yang terkait dalam metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah jamur konsumsi (edible mushroom). Jamur konsumsi saat ini menjadi salah

BAB I PENDAHULUAN. adalah jamur konsumsi (edible mushroom). Jamur konsumsi saat ini menjadi salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komoditas sayuran yang memiliki potensi untuk dikembangkan adalah jamur konsumsi (edible mushroom). Jamur konsumsi saat ini menjadi salah satu sayuran yang

Lebih terperinci

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Papilionaceae; genus Arachis; dan spesies Arachis hypogaea L. Kacang tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar hutan Indonesia termasuk dalam kategori hutan hujan tropis karena memiliki curah hujan tinggi dan suhu hangat sepanjang tahun. Hutan hujan tropis merupakan

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Karawang Wilayah Kabupaten Karawang secara geografis terletak antara 107 02-107 40 BT dan 5 56-6 34 LS, termasuk daerah yang relatif rendah

Lebih terperinci

DATA METEOROLOGI. 1. Umum 2. Temperatur 3. Kelembaban 4. Angin 5. Tekanan Udara 6. Penyinaran matahari 7. Radiasi Matahari

DATA METEOROLOGI. 1. Umum 2. Temperatur 3. Kelembaban 4. Angin 5. Tekanan Udara 6. Penyinaran matahari 7. Radiasi Matahari DATA METEOROLOGI 1. Umum 2. Temperatur 3. Kelembaban 4. Angin 5. Tekanan Udara 6. Penyinaran matahari 7. Radiasi Matahari Umum Data meteorology sangat penting didalam analisa hidrologi pada suatu daerah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang termasuk dalam famili Cruciferae dan berasal dari Cina bagian tengah. Di

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang termasuk dalam famili Cruciferae dan berasal dari Cina bagian tengah. Di 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Radish Radish (Raphanus sativus L.) merupakan tanaman semusim atau setahun (annual) yang termasuk dalam famili Cruciferae dan berasal dari Cina bagian tengah. Di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu sektor penting dalam mendukung perekonomian, sehingga bidang pertanian

BAB I PENDAHULUAN. satu sektor penting dalam mendukung perekonomian, sehingga bidang pertanian BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Permasalahan Indonesia merupakan negara agraris dan sektor pertanian menjadi salah satu sektor penting dalam mendukung perekonomian, sehingga bidang pertanian harus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Hasil hutan non kayu sudah sejak lama masuk dalam bagian penting strategi penghidupan penduduk sekitar hutan. Adapun upaya mempromosikan pemanfaatan hutan yang ramah lingkungan

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari China dan telah dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari China dan telah dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas di 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakchoy (Brassica rapa L.) Pakchoy (Sawi Sendok) termasuk tanaman sayuran daun berumur pendek yang berasal dari China dan telah dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas

Lebih terperinci

VISUALISASI PENGATURAN SUHU DAN KELEMBABAN UDARA PADA MEDIA RUANG TUMBUH JAMUR DENGAN PROGRAM VISUAL BASIC 6.0

VISUALISASI PENGATURAN SUHU DAN KELEMBABAN UDARA PADA MEDIA RUANG TUMBUH JAMUR DENGAN PROGRAM VISUAL BASIC 6.0 VISUALISASI PENGATURAN SUHU DAN KELEMBABAN UDARA PADA MEDIA RUANG TUMBUH JAMUR DENGAN PROGRAM VISUAL BASIC 6.0 Oleh : SURI YUNI ARTO F14102041 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA TANAM AMPAS TEBU SEBAGAI SUBSTITUSI SERBUK GERGAJI

PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA TANAM AMPAS TEBU SEBAGAI SUBSTITUSI SERBUK GERGAJI PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA TANAM AMPAS TEBU SEBAGAI SUBSTITUSI SERBUK GERGAJI SKRIPSI Oleh : Rosalia Silaban 131201144 Budidaya Hutan Skripsi sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi pertumbuhan ekonomi negara, baik negara berkembang maupun negara

BAB I PENDAHULUAN. bagi pertumbuhan ekonomi negara, baik negara berkembang maupun negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha Kecil Menengah (UKM) mempunyai peran penting dan strategis bagi pertumbuhan ekonomi negara, baik negara berkembang maupun negara maju. Pada saat krisis ekonomi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pertambahan bobot (gram) BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pengambilan data pertambahan biomassa cacing tanah dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman okra adalah sebagai berikut: Tanaman okra merupakan tanaman terna tahunan dengan batang yang tegak.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman okra adalah sebagai berikut: Tanaman okra merupakan tanaman terna tahunan dengan batang yang tegak. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Okra (Abelmoschus esculentus L.) Klasifikasi tanaman okra adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Malvales Famili

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu komoditas pertanian yang mempunyai masa depan baik untuk dikembangkan. Hingga kini semakin banyak orang mengetahui nilai gizi jamur

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. perlakuan terhadap objek dan adanya kontrol sebagai pembanding. Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. perlakuan terhadap objek dan adanya kontrol sebagai pembanding. Penelitian 34 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen, karena adanya perlakuan terhadap objek dan adanya kontrol sebagai pembanding. Penelitian eksperimen

Lebih terperinci

Hidrometeorologi. Pertemuan ke I

Hidrometeorologi. Pertemuan ke I Hidrometeorologi Pertemuan ke I Pengertian Pengertian HIDROMETEOROLOGI Adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara unsur unsur meteorologi dengan siklus hidrologi, tekanannya pada hubungan timbal balik

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS KELOMPOK SANTRI MELALUI BUDIDAYA JAMUR TIRAM PUTIH DI PONDOK PESANTREN DARUL HUDA, JABON, SIDOARJO

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS KELOMPOK SANTRI MELALUI BUDIDAYA JAMUR TIRAM PUTIH DI PONDOK PESANTREN DARUL HUDA, JABON, SIDOARJO PENINGKATAN PRODUKTIVITAS KELOMPOK SANTRI MELALUI BUDIDAYA JAMUR TIRAM PUTIH DI PONDOK PESANTREN DARUL HUDA, JABON, SIDOARJO 1 Ni matuzahroh, 2 Fatimah, 3 Nur Indradewi Oktavitri, 4 Muhammad Hilman Fu'adil

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Sejarah Yayasan Paguyuban Ikhlas Usaha jamur tiram putih di Yayasan Paguyuban Ikhlas didirikan oleh bapak Hariadi Anwar. Usaha jamur tiram putih ini merupakan salah

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Taksonomi kelapa sawit yang dikutip dari Pahan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Embryophyta Siphonagama Kelas : Angiospermeae Ordo : Monocotyledonae

Lebih terperinci