ANTROPOGENIK DI SAMUDERA PASIFIK BAGIAN BARAT DAN SAMUDERA HINDIA BAGIAN TIMUR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANTROPOGENIK DI SAMUDERA PASIFIK BAGIAN BARAT DAN SAMUDERA HINDIA BAGIAN TIMUR"

Transkripsi

1 Distribusi DISTRIBUSI ANTROPOGENIK DI SAMUDERA PASIFIK BAGIAN BARAT DAN SAMUDERA HINDIA BAGIAN TIMUR Maxi Parengkuan 1), Alan F. Koropitan 1),2), Harpassis S. Sanusi 2) & Tri Prartono 2) 1) Center for Oceanography and Marine Technology (COMT), Surya University 2) Departement Ilmu dan Teknologi Kelautan Institut Pertanian Bogor Diterima tanggal: 25 Mei 2012; Diterima setelah perbaikan: 8 Mei 2013; Disetujui terbit tanggal 23 Juli 2013 ABSTRAK Penelitian ini menggunakan metode TrOCA (Tracer Oxygen, Dissolved Inorganic Carbon, Total Alkalinity) untuk mengkaji distribusi kaitannya dengan transpor massa air dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia di wilayah Arus Lintas Indonesia (Arlindo), serta didasarkan pada empat parameter; T (Total ), TA (Total Alkalinitas), O 2 (Oksigen), dan θ (Temperatur Potensial). Kandungan pada umumnya terakumulasi paling banyak di atas lapisan termoklin dalam kisaran µmol.kg -1 pada stasiunstasiun di kedua Samudera. Pada baris stasiun sekitar jalur North Equatorial Current (NEC) (jalur P10N) di Samudera Pasifik, umumnya terstratifikasi di lapisan permukaan dengan konsentrasi maksimum 50 µmol.kg -1 yang ditemukan dekat permukaan. Kandungan di jalur NEC akan dibawa ke lokasi Mindanau Current (MC) yang merupakan daerah inlet bagi Arlindo. Dua stasiun di lokasi MC memperlihatkan stratifikasi yang sama dari di lapisan permukaan dengan konsentrasi maksimum sekitar 60 µmol.kg -1. Pada lokasi outlet Arlindo, khususnya baris stasiun sepanjang timur Samudera Hindia (jalur H_I10), stratifikasi tersebut masih ditemukan pada lapisan permukaan dengan konsentrasi maksimum 60 µmol.kg -1. Kata kunci:, TrOCA, Samudera Pasifik, Samudera Hindia, Arlindo ABSTRACT This research used TrOCA method (Tracer Oxygen, Dissolved Inorganic Carbon, Total Alkalinity) in order to investigate anthropogenic distribution in the Indonesian Through Flow (ITF) regime as well as its relationship with water mass transport from Pasific Ocean to Indian Ocean, based on four parameters; T (Dissolved Inorganic Carbon), TA (Total Alkalinity), O 2 (Oxygen), and θ (Potential Temperature). The calculated anthropogenic is generaly distributed in upper layer of thermocline from both oceans, with concentration of µmol.kg -1. In the North Equatorial Current (NEC) (section P10N) of Pacific Ocean, the anthropogenic is mainly stratified in upper layer with maximum concentration of 50 µmol.kg -1 founded near surface. The anthropogenic content in NEC will be transported to Mindanau Current (MC) regime which is an inlet for ITF. Two stations in MC regime show similar stratification of anthropogenic in upper layer with maximum concentration of about 60 µmol.kg -1. In the outlet of ITF, particularly station section along eastern Indian Ocean (section H_I10), the stratification is still found in upper layer with maximum concentration of 60 µmol.kg -1. Keywords: Anthropogenic, TrOCA, Pacific Ocean, Indian Ocean, ITF PENDAHULUAN Tahun 1750an ditandai dengan dimulainya masa revolusi industri, sehingga era ini dijadikan titik awal dimulainya pengukuran di atmosfer. Meningkatnya di atmosfer dari tahun ke tahun telah berdampak pada perubahan iklim secara global. Jauh sebelum masa revolusi industri, yaitu sekitar tahun yang lampau, atmosfer berada pada kisaran ppm (Falkowski et al., 2.000), dimana pada saat itu, tersebar secara normal di antara ketiga reservoir (penampungan) utamanya (atmosfer, biosfer daratan dan lautan) dalam keadaan setimbang. Saat ini di atmosfer telah mencapai sekitar 390 ppm (GCP, 2012) dan dikhawatirkan akan sangat berpengaruh pada fungsi kesetimbangan ketiga sistem penampungan utama tadi dan terhadap dinamika siklus karbon secara global. Penelitian yang dilakukan dalam satu dekade, terhitung sejak Tahun 1980an, menunjukkan akibat aktifitas manusia telah diemisikan secara global pada kisaran rata-rata 5,4±0,3 PgC/thn (1Pg = g) (Sarmiento & Gruber 2002), dan emisi di atmosfer telah meningkat sekitar 3,3±0,1 PgC/thn. Sisanya, sekitar 2,1±0,3 PgC/thn, harus diserap oleh lautan dan daratan. Melalui suatu pendekatan yang menggunakan data oksigen dan karbon isotop di atmosfer, pembagian pada kedua penampungan utama lainnya dapat diketahui. Lautan menyerap sekitar 1,9±0,6 PgC/thn, sementara 0,2±0,7 PgC/thn diserap oleh biosfer daratan. Laut sangat memegang peranan penting dalam proses mitigasi dan pendistribusian Korespondensi Penulis: Jl. Pasir Putih I Ancol Timur, Jakarta Utara maxi.parengkuan@surya.ac.id 55

2 J. Segara Vol. 9 No. 1 Agustus 2013: subjek penting ini karena yang ada di level atmosfer dikontrol oleh di dalam lautan. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui seberapa besar yang telah terakumulasi di dalam lautan, terutama bagaimana proses penyerapan di permukaan itu terjadi, evolusinya dan pendistribusiannya melalui sirkulasi massa air laut dunia (the great conveyor belt). Penelitian siklus karbon ini sangat rumit, sehingga para ahli sepakat bahwa siklus di lautan dipisahkan dalam dua pengertian, yaitu alamiah dan. Namun demikian, paper ini lebih difokuskan pada pembahasan mengenai distribusi. Pada akhirnya, paper ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada penelitian karbon di perairan Indonesia, kaitannya dengan distribusi massa air dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia melalui Arus Lintas Indonesia (Arlindo). Sabine et al. (2004) mempublikasikan ada sekitar PgC alamiah yang telah terakumulasi di dalam lautan. Estimasi ini didasarkan pada model interpolasi data di waktu lampau dengan kompilasi data-data penelitian sebelum Tahun 1750an. Ini adalah periode sebelum masa revolusi industri sehingga nilai tersebut merupakan nilai total dari kabon alamiah (T ). Pengukuran yang dilakukan setelah Tahun 1750an atau sejak memasuki era revolusi industri, selanjutnya disebut sebagai karbon, karena lebih dipengaruhi oleh kegiatan aktifitas manusia kaitannya dengan pemanfaatan bahan bakar fosil dan kebakaran hutan. Sabine et al (2004) selanjutnya melaporkan bahwa sejak periode era revolusi industri, akumulasi di lautan telah bertambah sekitar 110 PgC yang tersebar di antara ketiga samudera dunia yaitu, di Atlantik sekitar 47 ± 9 PgC (Gruber, 1998), di Pasifik sekitar 45 ± 5 PgC (Sabine et al., 2002), dan Hindia sekitar 20,3 ± 3 PgC (Sabine et al., 1999). Dengan demikian, pengertian di laut adalah selisih dari nilai yang diukur sejak awal revolusi industri sampai sekarang dengan nilai yang diketahui sebelum era revolusi industri. Sampai saat ini, isu tetap menjadi topik yang terus dibicarakan, dikaji perkembangannya seiring dengan dampak yang telah dan yang akan ditimbulkannya terhadap iklim dunia. Sejak bertambahnya di alam, laut telah berperan sebagai penyerap untuk menjaga keseimbangan sistem bumi. Di sisi lain, peningkatan konsentrasi ini di dalam laut dikawatirkan juga akan mempengaruhi mekanisme keseimbangan sistem yang sudah ada di dalamnya. Oleh karena itu, jumlah yang terakumulasi di dalam kolom air dan cara distribusinya di antara lautan dunia, akan terus diteliti dari tahun ke tahun seiring dengan peningkatan di atmosfer. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji di Samudera Pasifik bagian barat dan Samudera Hindia bagian timur dalam konteks pergerakan sirkulasi massa air dari Pasifik ke Hindia melalui Arlindo. Pendekatan metode TrOCA akan digunakan untuk menghitung berdasarkan data WOCE (World Ocean Circulation Experiment)/JGOFS (Join Global Ocean Flux Study). METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan data pada jalur WOCE/JGOFS (CDIAC, 2012) (Gambar 1). Jalur P10N Gambar 1. Peta lokasi sampel WOCE/JGOFS di Samudera Pasifik Barat dan Samudera Hindia bagian Timur (titik-titik biru merupakan stasiun sampel yang diseleksi) (gambar dimodifikasi dari Gordon 2005; Christian et al., 2004). 56

3 Distribusi di Samudera Pasifik terletak pada titik koordinat 8,833 o LU 20,493 o LU. Survei di jalur ini dilakukan pada 25 Mei Juli 2005 dengan kapal R/V Mirai. Stasiun P08S_1 berada pada koordinat 8,787 o LU dan 129,969 o BT, sementara stasiun P08S_2 pada koordinat 9,996 o LU dan 129,978 o BT. Survei pada kedua stasiun ini dilakukan dengan kapal R/V Kaiyo Maru pada 17 Juni Juli Di Samudera Hindia dipilih jalur H_I10 yang berada pada koordinat 9,004 o LU 24,379 o LU. Pada jalur ini, perhitungan dikelompokkan dalam 2 bagian; menurut garis bujur (105,632 o BT 111,664 o BT) dan menurut garis lintang (11,834 o LS 24,379 o LS). Survei pada jalur H_I10 dilakukan dengan kapal R/V Knorr pada November Sebagai bagian dari program JGOFS, sampel-sampel dianalisis untuk perhitungan Total (T ) dan Total Alkalinitas (TA) menggunakan metode standar, yaitu metode coulometric dan metode potentiometric. Deskripsi pengukuran WOCE/JGOFS dan keakuratan data dilakukan seperti yang digambarkan dalam Johnson et al. (1998) untuk TCO2 dan Millero et al. (1998) untuk TA. Sampel standar Certified Reference Material (CRM) dengan nilai konsentrasi T dan TA yang telah diketahui (A. G. Dickson, kualitas kontrol karbon dioksida di laut dapat dilihat dalam CO2_QC, 2000) digunakan setiap 12 jam untuk mengkalibrasi sistem yang digunakan di atas kapal. Akurasi pengukuran T dan TA diprediksi masingmasing mencapai ± 2 dan ± 4 µmol.kg-1 (Johnson et al., 1998; Millero et al.,1998). Data hidrografi dari CTD (conductivity temperature depth)/rosette dikumpulkan dan dianalisis mengikuti prosedur standar (Millard, 1982). Sampel air untuk pengukuran salinitas setiap botolnya diukur dengan menggunakan salinometer berdasarkan teknik standar (UNESCO, 1981). Sampel air untuk oksigen dianalisis dengan menggunakan sistem otomatis yang telah dimodifikasi dari metode Winkler (Culberson et al., 1991). Metode TrOCA Metode yang Penulis gunakan untuk menghitung distribusi adalah TrOCA. Metode ini dikembangkan oleh Touratier dan Goyet (2004a), yang merupakan kombinasi dari O 2, DIC atau T, dan TA. Dasar dari metode ini adalah dengan memprediksi efek-efek biologi sebagaimana yang telah dilakukan oleh Redfield et al. (1963) melalui persamaan: Langkah pertama yang kami lakukan adalah perhitungan nilai TrOCA dengan menggunakan data O 2, T dan TA dari stasiun-stasiun yang diseleksi seperti pada Gambar 1, menurut persamaan:... 1) Hubungan antara TrOCA dan θ diperlihatkan oleh Touratier & Goyet (2004b), pada bentuk persamaan a.exp(-θ/b) dengan koefisien korelasi, r 2 = 0,90. Selanjutnya dijelaskan pula definisi konservatif tracer TrOCA 0 yang sama dengan tracer TrOCA namun tanpa kontribusi dengan persamaan:... 2) Berdasarkan pada bentuk eksponensial, perhitungan nilai TrOCA 0 dari percobaan data, digunakan untuk menentukan nilai konstanta a dan b berdasarkan persamaan 3. Koefisien a = 15,05 dan koefisien b = 89,04 digunakan untuk penghitungan nilai TrOCA 0 yang mengacu dari persamaan dibawah ini, dimana perhitungan tersebut didasarkan pada kisaran temperatur potensial (θ) dengan memperhatikan penghitungan TrOCA. Sementara delta (δ)) adalah error.... 3) Selanjutnya dengan menggunakan persamaan (4), maka total (CAnt) di sepanjang kolom air dapat dihitung.... 4) Touratier & Goyet (2004a) melaporkan adanya hubungan antara TrOCA dan θ di Samudera Atlantik. Nilai TrOCA diperoleh dari perhitungan semua data T, TA dan O 2 dari sampel air yang berasal dari garis lintang 20 o LS 40 o LS. Nilai TrOCA 0 diperoleh dari asumsi, bahwa air pada kedalaman >3.500 m di Samudera Atlantik tidak dipengaruhi oleh (Chen, 1982; Chen 1993; Gruber, 1998), sehingga semua data O 2, T, dan TA pada garis lintang 20 o LS 40 o LS, yang dikarakterisasi oleh θ 2,5 C, telah diseleksi untuk perhitungan nilai TrOCA 0 (bebas ). Selanjutnya dari perhitungan ini, diperoleh bentuk kurva dengan persamaan y=a.exp(-x/b), dengan y mewakili TrOCA 0 dan x adalah θ (persamaan 3). Demikian halnya, penelitian ini menemukan suatu hubungan antara TrOCA dan θ dengan menggunakan data dari stasiun yang dipilih (Gambar 2). Penurunan TrCOA dengan meningkatnya θ, secara umum dijelaskan melalui konstribusi T dari perhitungan persamaan (1), yaitu konsentrasi meningkat menurut kedalaman atau seiring dengan penurunan temperatur. 57

4 J. Segara Vol. 9 No. 1 Agustus 2013: HASIL DAN PEMBAHASAN Samudera Pasifik Bagian Barat (Inlet Arlindo) Konsentrasi pada jalur P10N terlihat menyebar di permukaan sepanjang 10 o LU 24 o LU, umumnya menyebar di atas 800 m pada kisaran µmol.kg -1 (Gambar 3), dengan konsentrasi sekitar 50 µmol.kg -1 terakumulasi lebih banyak di sepanjang garis lintang 11 o LU 16 o LU. Stasiun-stasiun pada jalur ini merupakan daerah lintasan sirkulasi arus North Equatorial Current (NEC) yang bergerak dari Pasifik timur menuju Pasifik barat pada garis lintang sekitar o LU. Arus kemudian terbagi menjadi dua ketika mendekati perairan Filipina, yaitu Kuroshio Current (KC) menuju ke arah utara dan Mindanao Current (MC) yang menuju ke selatan sebagai awal dari Arlindo. Untuk Samudera Pasifik, akumulasi lebih banyak terdapat di bagian utara pada daerah lintang menengah dan lintang tinggi yang lebih dingin, dibandingkan dengan daerah tropis dan subtropis yang lebih hangat. Air permukaan membawa sejumlah menuju lapisan dalam lautan. dari lapisan permukaan juga tenggelam di Southern Ocean (Samudera Selatan), sebagai bagian dari sirkulasi termohalin lautan. Dari sini kemudian air didistribusikan ke seluruh bagian lautan dunia selama berabad-abad (Sarmiento & Gruber, 2002). Sebagaimana yang digambarkan oleh Christian et al. (2004), maka diduga pergerakan massa air di NEC yang mengandung berada di sepanjang garis lintang o LU, yaitu massa air ini akan cenderung bergerak ke selatan ketika mencapai perairan Filipina mengikuti pergerakan MC. Dimana MC membawa massa air North Pacific Tropical Water (NPTW) dengan ciri S maks pada σ θ Sebagian besar massa air NPTW ini masuk ke perairan Sulawesi sebagai awal massa air Arlindo pada Gambar 2. Hubungan antara TrOCA dan temperatur potensial (θ) dari jalur P10N, P08S_1, P08S_2, dan H_I10. Gambar 3. Distribusi di Samudera Pasifik bagian barat. Sebaran stasiun (dalam lingkaran merah) menurut garis lintang di jalur P10N. 58

5 Distribusi jalur pertama, dan massa air ini juga masuk ke jalur Arlindo lainnya melalui jalur Laut Maluku (Kashino et al., 2007). Sementara itu pergerakan NEC sepanjang garis lintang 15 o LU 20 o LU akan cenderung dibelokkan ke utara menjadi KC. Distribusi di kolom air pada umumnya terlihat semakin kecil seiring dengan bertambahnya kedalaman, namun pada garis lintang sepanjang 8-13 o LU, konsentrasi terlihat sedikit mengalami peningkatan mencapai 5 µmol.kg -1 yang dimulai pada kedalaman sekitar m, setelah mencapai nilai konsentrasi nol di bawah kedalaman sekitar 600 m. Fenomena yang sama terlihat juga di sepanjang garis lintang 16-20,5 o LU, yaitu konsentrasi terlihat mencapai nilai nol di bawah m dan pada kedalaman sekitar m, konsentrasi terlihat sedikit mengalami peningkatan pada kisaran 3-5 µmol.kg -1. Secara garis besar, terlihat distribusi rata-rata secara vertikal pada jalur P10N, umumnya lebih banyak terakumulasi di lapisan atas termoklin, yaitu bervariasi antara µmol.kg -1, dengan lapisan termoklin diprediksi berada pada kisaran kedalaman m. Pada kedalaman m, konsentrasi terlihat mengalami penurunan secara bertahap, dan penurunan secara tajam mulai terlihat di bawah 500 m sampai mencapai 2 µmol.kg -1 pada kedalaman m (Gambar 4). Sementara itu jalur P08S yang diperkirakan berada pada wilayah sirkulasi MC memperlihatkan sebaran konsentrasi yang cukup menarik (Gambar 5). Di jalur ini terdapat 27 stasiun namun hanya stasiun P08S_1 dan P08S_2 yang memungkinkan perhitungan nilai berdasarkan metode TrOCA, karena memiliki data yang lengkap yaitu O 2, T, TA dan θ. Hasil perhitungan konsentrasi pada kedua stasiun ini kemudian ditampilkan dalam satu grafik (Gambar 5). Sebaran pada kedua stasiun memperlihatkan akumulasi yang berbeda terutama di lapisan permukaan, yaitu konsentrasi di stasiun P08S_1, terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun P08S_2. Selanjutnya, pada kedua stasiun mulai terlihat peningkatan konsentrasi di bawah kedalaman 10 m. Konsentrasi yang cukup tinggi terlihat pada kedalaman 50 m di stasiun P08S_1 sebesar 62 µmol.kg -1. Nilai ini hampir 50% lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun P08S_2 di kedalaman yang sama, yaitu sekitar 34 µmol.kg -1. Konsentrasi pada kedua stasiun terlihat mulai mengalami penurunan pada kedalaman 150 m dan penurunan secara tajam terjadi pada kedalaman 200 m (27 5,8 µmol.kg -1 dan 12 7 µmol. kg -1, pada masing-masing stasiun). Selanjutnya, kedua stasiun terlihat mencapai nilai terendahnya, yaitu sekitar 1,2 µmol.kg -1 pada kedalaman m di stasiun P08S_1 dan 0,2 µmol.kg -1 pada kedalaman 300 m di stasiun P08S_2. Hal yang menarik ditunjukkan kedua stasiun pada lapisan dalam, yaitu mulai mengalami peningkatan pada kedalaman Gambar 4. Distribusi rata-rata secara vertikal di jalur P10N. 59

6 J. Segara Vol. 9 No. 1 Agustus 2013: Gambar 5. Distribusi vertikal di stasiun P08S_1 dan P08S_2 (dalam lingkaran merah pada gambar kiri) m pada kisaran 5 8 µmol.kg -1. Secara umum terlihat penyebaran di stasiun P08S_1 lebih tinggi dari stasiun P08S_2 sementara akumulasi menyebar cukup banyak di atas lapisan termoklin pada masing-masing stasiun. Pada jalur ini lapisan termoklin berada pada kedalaman m. Pergerakan sirkulasi arus NEC dan MC yang membawa massa air NPTW menuju perairan Indonesia, dapat dikatakan dari Samudera Pasifik juga terbawa melalui pergerakan sirkulasi Arlindo. Namun demikian, besarnya aktifitas manusia dari pulau-pulau di sekitar Arlindo, juga memungkinkan masuknya karbon organik dan anorganik dari run off (limpasan) daratan melalui sungai-sungai, yang berkontribusi terhadap akumulasi di perairan Arlindo. Besarnya masukan dari daratan juga akan mempengaruhi sistem biogeokimia dalam suatu wilayah perairan, sehingga berdampak terhadap distribusi di wilayah tersebut. Samudera Hindia Bagian Timur Konsentrasi pada jalur H_I10 terakumulasi sepanjang garis bujur 106 o BT 112 o BT (Gambar 6), dengan nilai cukup padat terlihat di atas lapisan termoklin sampai permukaan, pada kisaran nilai µmol.kg -1, dengan lapisan termoklin berada pada kisaran kedalaman m. Pada jalur ini, terlihat cukup banyak berkumpul pada inti 111 o BT dalam kisaran µmol. kg -1. Posisi ini dapat dikatakan lebih dekat dengan jalur keluar Arlindo yang pertama, yaitu di Selat Lombok yang dilalui oleh sekitar 20% massa air Pasifik Utara (Gordon et al., 2008; Sprintall et al., 2009) yang diprediksi mengandung. Besarnya konsentrasi yang terakumulasi pada jalur ini diduga lebih dipengaruhi oleh tingginya aktifitas penduduk yang ada di pulau Jawa. Stasiun H_I10 dipilih karena letaknya lebih dekat dengan jalur keluar (outlet) Arlindo, dengan stasiunstasiun yang menyebar searah garis bujur pada jalur ini tepat berada di selatan Pulau Jawa. Sebaliknya, stasiun-stasiun menurut garis lintang terlihat memanjang dari perairan Indonesia ke arah perairan Australia. Sementara itu, pada stasiun-stasiun yang ditarik searah garis lintang, banyak terakumulasi di atas kedalaman 500 m (Gambar 7), dan terlihat konsentrasi berkumpul pada posisi 20 o LS dan 13 o LS pada kisaran µmol.kg-1. Namun demikian, terlihat lebih banyak tersebar di atas lapisan termoklin sepanjang garis lintang antara o LS. Posisi ini lebih dekat di bawah selatan Pulau Jawa yang memungkinkan adanya limpasan daratan (run off) yang membawa karbon organik dan anorganik melalui sungai-sungai. Demikian pula posisi ini tepat berada dekat dengan Selat Lombok yang merupakan jalur keluar utama Arlindo yang membawa massa air Selat Makassar dan Laut Jawa yang diduga telah terkontaminasi. Distribusi konsentrasi karbon di jalur 60

7 Distribusi Gambar 6. Distribusi Samudera Hindia. Sebaran stasiun (dalam lingkaran merah pada gambar kiri) menurut garis bujur di jalur H_I10. Gambar 7. Distribusi di Samudera Hindia. Sebaran stasiun (dalam lingkaran merah pada gambar kiri) menurut garis lintang di jalur H_I10. H I10 lebih banyak tersebar pada lapisan permukaan terutama di atas kedalaman m dibandingkan dengan stasiun-stasiun di Samudera Pasifik bagian barat (inlet). Hal ini menunjukkan bahwa dalam perjalanannya melewati perairan Indonesia, massa air dari Pasifik yang membawa diduga telah mengalami penambahan akibat tingginya aktifitas manusia dan input daratan dari pulau-pulau besar sekitar Arlindo. KESIMPULAN Hasil kajian ini memperlihatkan bahwa, yang berasal dari emisi sejak revolusi industri, telah masuk dan menyebar di Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Penyebaran di Samudera Pasifik bagian barat, yang merupakan inlet Arlindo, teramati sampai kedalaman m dengan kisaran 0,2-62 µmol.kg -1. Pada sisi lain, penyebaran di Samudera Hindia bagian timur, yang merupakan outlet Arlindo, teramati sampai kedalaman dengan kisaran 5-62 µmol.kg -1. Secara umum, di Samudera Hindia bagian timur lebih tinggi dari pada di Samudera Pasifik bagian barat, khususnya yang teramati di atas lapisan termoklin yaitu sekitar µmol.kg -1. Fenomena ini ditunjukkan pada stasiun pengamatan Samudera Hindia yang memperlihatkan sebaran konsentrasi cukup padat di stasiun-stasiun yang terletak lebih dekat dengan Selat Lombok, yang merupakan jalur utama keluarnya Arlindo. Hal ini menunjukkan bahwa tidak secara signifikan masuk dari daerah inlet Arlindo melalui transpor massa air ketika mencapai Samudera Hindia bagian timur, namun tingginya konsentrasi di daerah outlet diduga 61

8 J. Segara Vol. 9 No. 1 Agustus 2013: diakibatkan oleh masukan di wilayah perairan Indonesia. Hasil penelitian ini pada prinsipnya menggunakan metode yang memiliki hasil yang akurat dalam memisahkan karbon alami dan di laut. Keakuratan hasil dari perhitungan nilai melalui metode ini, sangat ditentukan oleh ketepatan teknik pengambilan sampel dan analisis sampel di laboratorium, sehingga disarankan dalam penelitian selanjutnya harus benar-benar mengacu pada metode yang ditentukan JGOFS dan WOCE sebagai bank data yang diakui secara Internasional untuk karbon global. Selain itu, hal-hal yang perlu dipertimbangkan pada kajian di waktu mendatang adalah suplai karbon dari sungai-sungai serta evolusi pertukaran udara-laut dalam mempertegas proses penyebaran di perairan Indonesia, sehingga dapat diperoleh bujed lengkap untuk di perairan Indonesia, baik yang masuk melalui Samudera Pasifik bagian barat, melalui sungai-sungai serta melalui pertukaran udara-laut dikaitkan dengan transpor Arlindo tersebut. PERSANTUNAN Data temperatur, salinitas, T, TA dan oksigen di Samudera Pasifik bagian barat diambil oleh kapal R/V Mirai dan kapal R/V Kaiyo Maru. Sementara di Samudera Hindia bagian timur diambil oleh kapal R/V Knorr. Data tersebut sudah dipublikasikan secara Internasional melalui situs JGOFS/WOCE yaitu dalam prosesnya, sudah melewati proses screaning data. Secara lengkap, data tersebut di unduh dari cdiac.ornl.gov/ftp/oceans/. DAFTAR PUSTAKA Carbon Dioxide Information Analysis Center. (2012). Available at: Diunduh tanggal 17 Maret Christian, J.R., Murtugudde, R., Poy, J.B. & Mc Clain, C.R. (2004). A ribbon of dark water: Phytoplankton blooms in the meanders of Pacific north equatorial countercurrent. Deep Sea ResII 51, p Chen, C-T.A. (1982). On the distribution of athropogenic in the Atlantic and Southern oceans. Deep Sea Res 29, p Chen, C-T.A. (1993). The oceanic anthropogenic sink. Chemosphere 27: growth from economic activity, carbon intensity, and efficiency of natural sinks. PNAS 104, p Culberson, C.H., Knapp, G.P., Stalcup, M.C., Williams, R.T. & Zemlyak, F. (1991). A comparison of methods for the determination of dissolved oxygen in seawater, WHPO Rep. 91-2, World Ocean Cir. Exp. Hydrogr. Programme Off., Woods Hole, Massachusetts. Falkowski, P., Scholes, R.J., Boyle, E., Canadell, J., Canfield, D., Elser, J., Gruber, N., Hibbard, K., Högberg, P., Linder, S., Mackenzie, F.T., Moore, III B., Pedersen, T., Rosenthal, Y., Seitzinger, S., Smetacek, V. & Steffen, W. (2000). The global carbon cycle: a test of our knowledge of earth as a system. Science 290, p Global Carbon Project. (2012). Carbon Budget Available at: globalcarbonproject.org/ carbonbudget/index.htm. Accessed 8 April Gordon, A.L., Susanto, R.D., Ffield, A., Huber, B.A., Pranowo, W. & Wirasantosa, S. (2008). Makassar strait throughflow, 2004 to Geophys Res Lett 35, p Gordon, A.L. (2005). Oceanography of the Indonesian seas and their throughflow. Oceanography 18, p Gruber, N. (1998). Anthropogenic in the Atlantic Ocean. Global Biogeochem. Cycles 12, p Johnson, K.M., Dickson, A.G., Eischeid, G., Goyet, C., Guenther, P., Key, R.M., Millero, F.J., Purkerson, D., Sabine, C.L., Schottle, R.G., Wallace, D.R.W., Wilke, R.J. & Winn, C.D. (1998). Coulometric total carbon dioxide analysis for marine studies: Assessment of the quality of inorganic carbon measurements made during the US Indian Ocean survey Mar Chem 63, p Kashino, Y., Ueki, I., Kuroda, Y. & Purwandani, A. (2007). Ocean Variability North of New Guinea Derived from TRITON Buoy Data. J of Ocean 63, p Millero, F.J., Dickson, A.G., Eischeid, G., Goyet, C., Guenther, P., Johnson, K.M., Key, R.M., Lee, K., Purkerson, D., Sabine, C.L., Schottle, R.G., Wallace, D.W.R., Lewis, E. & Winn, C.D. (1998). Assessment of the quality of the shipboard measurements of the total alkalinity on the WOCE hudrographic program Indian Ocean survey cruises Mar Chem 63, p Millard, R.C. (1982). CTD calibration and data processing techniques at WHOI using the practical salinity scale. Tulisan dipresentasikan pada 62

9 Distribusi International STD Conference and Workshop. Mar. Tech. Soc., La Jolla, Calif. Redfield, A.C., Ketchum, B. H. & Richards, F. A. (1963). The influences of organism on the composition of seawater. In: Hill, M. N (Ed), The Sea. The Composition of Seawater, vol. 2. Wiley, New York, p Sprintall, J, Wijffels, S.E., Molcard, R. & Jaya, I. (2009). Direct estimation of the Indonesian throughflow entering the Indian ocean: J Geophys Res 114, p Sabine, C.L., Feely, R.A., Gruber, N, Key, R.M., Lee, K., Bullister, J.L., Wanninkhof, R., Wong, C.S., Wallace, D.W.R., Tilbrook, B., Millero, F.J., Peng, T. H., Kozyr, A., Ono, R. & Rios, A.F. (2004). The Oceanic Sink for Anthropogenic. Science 305, p Sabine, C.L., Feely, R.A., Key, R.M., Bullister, J.L., Millero, F.J., Lee, K., Peng, T.-H., Tilbrook, B., Ono, T. & Wong, C.S. (2002). Distribution of anthropogenic in the Pacific Ocean. Global Biogeochem Cycles 16, p Sabine, C.L., Key, R.M., Johnson, K.M., Millero, F.J., Posson, A., Sarmiento, J. L., Wallace, D. Wg. R. & Winn, C. D. (1999). Anthropogenic carbon CO2 inventory of the Indian Ocean. Global Biogeochem Cycles 13, p Sarmiento, J. L. & Gruber, N. (2002). Sinks for anthropogenic carbon. Phys Today 55, p Touratier, F. & Goyet, C. (2004a). Definition, properties, and Atlantic Ocean distribution of the new tracer TrOCA. J Mar Syst 46, p Touratier, F. & Goyet, C. (2004b). Applying the new TrOCA approach to assess the distribution of anthropogenic in the Atlantic Ocean. J Mar Syst 46, p UNESCO. (1981). Background papers and supporting data on the Practical Salinity Scale, 1978 UNESCO Tech. Pap. In Mar Sci. 37, p

ISSN KONDISI TERUMBU KARANG DI KABUPATEN NIAS DAN KABUPATEN SIMEULUE PASCA SATU TAHUN MEGA TSUNAMI 2004

ISSN KONDISI TERUMBU KARANG DI KABUPATEN NIAS DAN KABUPATEN SIMEULUE PASCA SATU TAHUN MEGA TSUNAMI 2004 Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan ISSN 1907-0659 STATUS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DAN NERACA CO 2 ANTROPOGENIK LAUT DI DAERAH ARUS LINTAS INDONESIA (ARLINDO) MAXI ELIAS TIMOTIUS PARENGKUAN

DISTRIBUSI DAN NERACA CO 2 ANTROPOGENIK LAUT DI DAERAH ARUS LINTAS INDONESIA (ARLINDO) MAXI ELIAS TIMOTIUS PARENGKUAN DISTRIBUSI DAN NERACA CO 2 ANTROPOGENIK LAUT DI DAERAH ARUS LINTAS INDONESIA (ARLINDO) MAXI ELIAS TIMOTIUS PARENGKUAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan Indonesia merupakan area yang mendapatkan pengaruh Angin Muson dari tenggara pada saat musim dingin di wilayah Australia, dan dari barat laut pada saat musim

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan iklim global sekitar 3 4 juta tahun yang lalu telah mempengaruhi evolusi hominidis melalui pengeringan di Afrika dan mungkin pertanda zaman es pleistosin kira-kira

Lebih terperinci

Gambar 1. Diagram TS

Gambar 1. Diagram TS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air 4.1.1 Diagram TS Massa Air di Selat Lombok diketahui berasal dari Samudra Pasifik. Hal ini dibuktikan dengan diagram TS di 5 titik stasiun

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MASSA AIR DI PERCABANGAN ARUS LINTAS INDONESIA PERAIRAN SANGIHE TALAUD MENGGUNAKAN DATA INDEX SATAL 2010

KARAKTERISTIK MASSA AIR DI PERCABANGAN ARUS LINTAS INDONESIA PERAIRAN SANGIHE TALAUD MENGGUNAKAN DATA INDEX SATAL 2010 Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 6, No. 2, Hlm.525-536, Desember 2014 KARAKTERISTIK MASSA AIR DI PERCABANGAN ARUS LINTAS INDONESIA PERAIRAN SANGIHE TALAUD MENGGUNAKAN DATA INDEX SATAL 2010

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Variabilitas Kesuburan Perairan dan Oseanografi Fisika 4.1.1. Sebaran Ruang (Spasial) Suhu Permukaan Laut (SPL) Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) di perairan Selat Lombok dipengaruhi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Arus Lintas Indonesia ( Indonesian Seas Throughflow

TINJAUAN PUSTAKA Arus Lintas Indonesia ( Indonesian Seas Throughflow TINJAUAN PUSTAKA Arus Lintas Indonesia (Indonesian Seas Throughflow) Broecker (1997) dan Gordon (1987) menyebutkan bahwa tiga samudera di permukaan bumi memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya. Keterkaitan

Lebih terperinci

Variabilitas Suhu dan Salinitas Perairan Selatan Jawa Timur Riska Candra Arisandi a, M. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b

Variabilitas Suhu dan Salinitas Perairan Selatan Jawa Timur Riska Candra Arisandi a, M. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b Variabilitas Suhu dan Salinitas Perairan Selatan Jawa Timur Riska Candra Arisandi a, M. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b a Program Studi Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura, b Program Studi Ilmu

Lebih terperinci

ARLINDO (ARUS LINTAS INDONESIA): KORIDOR PENTING DALAM SISTEM SIRKULASI SAMUDRA RAYA

ARLINDO (ARUS LINTAS INDONESIA): KORIDOR PENTING DALAM SISTEM SIRKULASI SAMUDRA RAYA ARLINDO (ARUS LINTAS INDONESIA): KORIDOR PENTING DALAM SISTEM SIRKULASI SAMUDRA RAYA Salah satu topik penelitian osenografi yang banyak mendapat perhatian dalam beberapa dekade terakhir ini adalah Arlindo

Lebih terperinci

Oseanografi Fisis. Massa Air dan Proses Percampuran

Oseanografi Fisis. Massa Air dan Proses Percampuran Oseanografi Fisis 4 Massa Air dan Proses Percampuran Karakteristik Massa Air Pemanasan Pendinginan Pembentukan Es Penguapan Pengenceran Permukaan Laut Massa Air Paling Berat dan Paling Dalam Terbentuk

Lebih terperinci

POLA ARUS PERMUKAAN PADA SAAT KEJADIAN INDIAN OCEAN DIPOLE DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA TROPIS

POLA ARUS PERMUKAAN PADA SAAT KEJADIAN INDIAN OCEAN DIPOLE DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA TROPIS POLA ARUS PERMUKAAN PADA SAAT KEJADIAN INDIAN OCEAN DIPOLE DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA TROPIS Martono Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer LAPANInstitusi Penulis Email: mar_lapan@yahoo.com Abstract Indian

Lebih terperinci

Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu

Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu Jurnal Gradien Vol. 11 No. 2 Juli 2015: 1128-1132 Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu Widya Novia Lestari, Lizalidiawati, Suwarsono,

Lebih terperinci

DINAMIKA MASSA AIR DI PERAIRAN TROPIS PASIFIK BAGIAN BARAT DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERUBAHAN MUSIM DAN EL NINO SOUTHERN OSCILLATION

DINAMIKA MASSA AIR DI PERAIRAN TROPIS PASIFIK BAGIAN BARAT DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERUBAHAN MUSIM DAN EL NINO SOUTHERN OSCILLATION DINAMIKA MASSA AIR DI PERAIRAN TROPIS PASIFIK BAGIAN BARAT DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERUBAHAN MUSIM DAN EL NINO SOUTHERN OSCILLATION Oleh : SEPTINA PAPILAYA K.L C64103024 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sebaran Angin Di perairan barat Sumatera, khususnya pada daerah sekitar 2, o LS hampir sepanjang tahun kecepatan angin bulanan rata-rata terlihat lemah dan berada pada kisaran,76 4,1

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4. Lokasi penelitian di Perairan Selat Nasik, Belitung, April 2010.

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4. Lokasi penelitian di Perairan Selat Nasik, Belitung, April 2010. 15 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilakukan di perairan Selat Nasik Kabupaten Belitung pada bulan April 2010 dan di perairan Estuari Donan Cilacap pada bulan Juni

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MASSA AIR LAPISAN TERCAMPUR DAN LAPISAN TERMOKLIN DI SELAT LOMBOK PADA BULAN NOVEMBER 2015

KARAKTERISTIK MASSA AIR LAPISAN TERCAMPUR DAN LAPISAN TERMOKLIN DI SELAT LOMBOK PADA BULAN NOVEMBER 2015 JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016, Halaman 425 434 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose KARAKTERISTIK MASSA AIR LAPISAN TERCAMPUR DAN LAPISAN TERMOKLIN DI SELAT LOMBOK

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) Hasil olahan citra Modis Level 1 yang merupakan data harian dengan tingkat resolusi spasial yang lebih baik yaitu 1 km dapat menggambarkan

Lebih terperinci

PENGARUH DIPOLE MODE TERHADAP CURAH HUJAN DI INDONESIA

PENGARUH DIPOLE MODE TERHADAP CURAH HUJAN DI INDONESIA Pengaruh Dipole Mode Terhadap Curah Hujan di Indonesia (Mulyana) 39 PENGARUH DIPOLE MODE TERHADAP CURAH HUJAN DI INDONESIA Erwin Mulyana 1 Intisari Hubungan antara anomali suhu permukaan laut di Samudra

Lebih terperinci

PEMANFAATAN ALGORITMA ZHU UNTUK ANALISIS KARBON LAUT DI TELUK BANTEN ABSTRAK

PEMANFAATAN ALGORITMA ZHU UNTUK ANALISIS KARBON LAUT DI TELUK BANTEN ABSTRAK PEMANFAATAN ALGORITMA ZHU UNTUK ANALISIS KARBON LAUT DI TELUK BANTEN Ramawijaya 1 ; M.Yusuf Awaludin 2 ; Widodo S. Pranowo 3 ; Rosidah 2 1) Alumni Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. Email

Lebih terperinci

JOURNAL OF OCEANOGRAPHY. Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman Online di :

JOURNAL OF OCEANOGRAPHY. Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman Online di : JOURNAL OF OCEANOGRAPHY. Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 33-39 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/joce *) Penulis Penanggung Jawab STUDI STRUKTUR LAPISAN TERMOKLIN DI PERAIRAN

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Aken, H.M. Van.and S. Makarim INSTANT : Observations in Lifamatola Passage. NIOZ.

DAFTAR PUSTAKA. Aken, H.M. Van.and S. Makarim INSTANT : Observations in Lifamatola Passage. NIOZ. DAFTAR PUSTAKA Aken, H. M. Van, J. Punjanan, dan S. Saimima, 1988. Physical Aspect of The East Flushing of The East Indonesian Basins. Netherlands Journal of Sea Research 22 (4): 315-339 Aken, H. M. Van,

Lebih terperinci

Bandari Arining Fitranti, Sunarto, Donny Juliandri Prihadi dan Bambang Herunadi

Bandari Arining Fitranti, Sunarto, Donny Juliandri Prihadi dan Bambang Herunadi POTENSI PELEPASAN DAN PENYERAP CO 2 KAITANNYA DENGAN SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK BANTEN Bandari Arining Fitranti 1, Sunarto 2, Donny Juliandri Prihadi 2 dan Bambang Herunadi 3 1 Alumni Fakultas

Lebih terperinci

Perhitungan Fluks CO2 di Perairan Indonesia Berdasarkan Data Penginderaan Jauh dan Pendekatan Empirik

Perhitungan Fluks CO2 di Perairan Indonesia Berdasarkan Data Penginderaan Jauh dan Pendekatan Empirik Perhitungan Fluks CO2 di Perairan Indonesia Berdasarkan Data Penginderaan Jauh dan Pendekatan Empirik Agus Setiawan* Mutiara R. Putri** Fitri Suciati** *Balai Riset dan Observasi Kelautan Puslitbang Sumberdaya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil dan Verifikasi Hasil simulasi model meliputi sirkulasi arus permukaan rata-rata bulanan dengan periode waktu dari tahun 1996, 1997, dan 1998. Sebelum dianalisis lebih

Lebih terperinci

ANALISIS DIAGRAM T-S BERDASARKAN PARAMETER OSEANOGRAFIS DI PERAIRAN SELAT LOMBOK

ANALISIS DIAGRAM T-S BERDASARKAN PARAMETER OSEANOGRAFIS DI PERAIRAN SELAT LOMBOK Surya Octagon Interdisciplinary Journal of Technology, September 2015, 101-117 Copyright 2015, ISSN : 2460-8777 Vol.1, No.1 ANALISIS DIAGRAM T-S BERDASARKAN PARAMETER OSEANOGRAFIS DI PERAIRAN SELAT LOMBOK

Lebih terperinci

Variasi ph di Perairan Indonesia

Variasi ph di Perairan Indonesia Variasi ph di Perairan Indonesia Titri Yan Rizki 1, Camellia Kusuma Tito 1, Agus Setiawan 2 1 Balai Penelitian dan Observasi Laut, Jl. Baru Perancak, Negara, Jembrana, Bali 2 Pusat Pengkajian dan Perekayasaan

Lebih terperinci

Physics Communication

Physics Communication Phys. Comm. 1 (1) (2017) Physics Communication http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/pc Analisis kondisi suhu dan salinitas perairan barat Sumatera menggunakan data Argo Float Lita Juniarti 1, Muh.

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3. No. 1, Maret 2012: 1-9 ISSN : ANALISIS MASSA AIR DI PERAIRAN MALUKU UTARA

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3. No. 1, Maret 2012: 1-9 ISSN : ANALISIS MASSA AIR DI PERAIRAN MALUKU UTARA Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3. No. 1, Maret 2012: 1-9 ISSN : 2088-3137 ANALISIS MASSA AIR DI PERAIRAN MALUKU UTARA Valdi Muhamad Haikal*, Ankiq Taofiqurohman** dan Indah Riyantini** *) Alumni Fakultas

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF. The development of a wave-tide-circulation coupled model and its upwelling simulation application in the Indonesian Seas

RINGKASAN EKSEKUTIF. The development of a wave-tide-circulation coupled model and its upwelling simulation application in the Indonesian Seas RINGKASAN EKSEKUTIF The development of a wave-tide-circulation coupled model and its upwelling simulation application in the Indonesian Seas Sebagai negara penghasil ikan yang cukup besar, Indonesia masih

Lebih terperinci

Pemimpin baru dan tantangan krisis ikan era perubahan iklim

Pemimpin baru dan tantangan krisis ikan era perubahan iklim http://alan.staff.ipb.ac.id/2014/09/07/pemimpin-baru-dan-tantangan-krisis-ikan-era-perubahan-iklim / Pemimpin baru dan tantangan krisis ikan era perubahan iklim Pemimpin Baru dan Tantangan Krisis Ikan

Lebih terperinci

SIFAT FISIK OSEANOGRAFI PERAIRAN KEPULAUAN TAMBELAN DAN SEKITARNYA, PROPINSI KEPULAUAN RIAU

SIFAT FISIK OSEANOGRAFI PERAIRAN KEPULAUAN TAMBELAN DAN SEKITARNYA, PROPINSI KEPULAUAN RIAU Jurnal PERIKANAN dan KELAUTAN 15,2 (21) : 173-184 SIFAT FISIK OSEANOGRAFI PERAIRAN KEPULAUAN TAMBELAN DAN SEKITARNYA, PROPINSI KEPULAUAN RIAU Syaifuddin 1) 1) Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

Perhitungan Fluks CO2 di Perairan Indonesia Berdasarkan Data Penginderaan Jauh dan Pendekatan Empirik

Perhitungan Fluks CO2 di Perairan Indonesia Berdasarkan Data Penginderaan Jauh dan Pendekatan Empirik Perhitungan Fluks CO2 di Perairan Indonesia Berdasarkan Data Penginderaan Jauh dan Pendekatan Empirik Agus Setiawan* Mutiara R. Putri** Fitri Suciati** *Balai Riset dan Observasi Kelautan Puslitbang Sumberdaya

Lebih terperinci

MASSA AIR SUBTROPICAL DI PERAIRAN HAMAHERA SUBTROPICAL WATER MASSES IN HALMAHERA WATERS

MASSA AIR SUBTROPICAL DI PERAIRAN HAMAHERA SUBTROPICAL WATER MASSES IN HALMAHERA WATERS Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 2, No. 2, Hal. 92-18, Desember 21 MASSA AIR SUBTROPICAL DI PERAIRAN HAMAHERA SUBTROPICAL WATER MASSES IN HALMAHERA WATERS Hadikusumah Bidang Dinamika Laut

Lebih terperinci

Suhu, Cahaya dan Warna Laut. Materi Kuliah 6 MK Oseanografi Umum (ITK221)

Suhu, Cahaya dan Warna Laut. Materi Kuliah 6 MK Oseanografi Umum (ITK221) Suhu, Cahaya dan Warna Laut Materi Kuliah 6 MK Oseanografi Umum (ITK221) Suhu Bersama dengan salinitas dan densitas, suhu merupakan sifat air laut yang penting dan mempengaruhi pergerakan masa air di laut

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN VARIABILITAS BULANAN ANGIN PERMUKAAN DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA

KARAKTERISTIK DAN VARIABILITAS BULANAN ANGIN PERMUKAAN DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 2, NOVEMBER 2009: 157-162 KARAKTERISTIK DAN VARIABILITAS BULANAN ANGIN PERMUKAAN DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA Martono Bidang Pemodelan Iklim, Lembaga Penerbangan dan Antariksa

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelapisan Massa Air di Perairan Raja Ampat Pelapisan massa air dapat dilihat melalui sebaran vertikal dari suhu, salinitas dan densitas di laut. Gambar 4 merupakan sebaran menegak

Lebih terperinci

Kajian Lapisan Termoklin Di Perairan Utara Jayapura Herni Cahayani Sidabutar, Azis Rifai, Elis Indrayanti*)

Kajian Lapisan Termoklin Di Perairan Utara Jayapura Herni Cahayani Sidabutar, Azis Rifai, Elis Indrayanti*) JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 3, Nomor 2, Tahun 2014, Halaman 135-141 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose Kajian Lapisan Termoklin Di Perairan Utara Jayapura Herni Cahayani Sidabutar,

Lebih terperinci

ARUS PERMUKAAN YANG BERPENGARUH TERHADAP DISTRIBUSI 137 Cs (CESIUM-137) DI PERAIRAN GRESIK

ARUS PERMUKAAN YANG BERPENGARUH TERHADAP DISTRIBUSI 137 Cs (CESIUM-137) DI PERAIRAN GRESIK JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 3, Nomor 4, Tahun 2014, Halaman 470-475 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose ARUS PERMUKAAN YANG BERPENGARUH TERHADAP DISTRIBUSI 137 Cs (CESIUM-137) DI PERAIRAN

Lebih terperinci

POLA ARUS DAN TRANSPOR SESAAT DI SELAT ALOR PADA MUSIM TIMUR (CURRENT PATTERN AND SNAPSHOT TRANSPORT WITHIN ALOR STRAIT IN THE EAST MONSOON)

POLA ARUS DAN TRANSPOR SESAAT DI SELAT ALOR PADA MUSIM TIMUR (CURRENT PATTERN AND SNAPSHOT TRANSPORT WITHIN ALOR STRAIT IN THE EAST MONSOON) POLA ARUS DAN TRANSPOR SESAAT DI SELAT ALOR PADA MUSIM TIMUR (CURRENT PATTERN AND SNAPSHOT TRANSPORT WITHIN ALOR STRAIT IN THE EAST MONSOON) Adi Purwandana Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI Jl. Pasir Putih

Lebih terperinci

ANALISIS SINYAL EL NIÑO SOUTHERN OSCILLATION (ENSO) DAN HUBUNGANNYA DENGAN VARIABILITAS ARUS LINTAS INDONESIA DI SELAT LIFAMATOLA TUGAS AKHIR

ANALISIS SINYAL EL NIÑO SOUTHERN OSCILLATION (ENSO) DAN HUBUNGANNYA DENGAN VARIABILITAS ARUS LINTAS INDONESIA DI SELAT LIFAMATOLA TUGAS AKHIR ANALISIS SINYAL EL NIÑO SOUTHERN OSCILLATION (ENSO) DAN HUBUNGANNYA DENGAN VARIABILITAS ARUS LINTAS INDONESIA DI SELAT LIFAMATOLA TUGAS AKHIR Disusun untuk memenuhi salah satu syarat kurikuler Program

Lebih terperinci

DAMPAK KEJADIAN INDIAN OCEAN DIPOLE TERHADAP INTENSITAS UPWELLING DI PERAIRAN SELATAN JAWA

DAMPAK KEJADIAN INDIAN OCEAN DIPOLE TERHADAP INTENSITAS UPWELLING DI PERAIRAN SELATAN JAWA Dampak Kejadian Indian Ocean Dipole Terhadap Intensitas Upwelling di Perairan Selatan Jawa... (Martono) DAMPAK KEJADIAN INDIAN OCEAN DIPOLE TERHADAP INTENSITAS UPWELLING DI PERAIRAN SELATAN JAWA (Impacts

Lebih terperinci

KONDISI OSEANOGRAFI DI SELAT SUNDA DAN SELATAN JAWA BARAT PADA MONSUN BARAT 2012

KONDISI OSEANOGRAFI DI SELAT SUNDA DAN SELATAN JAWA BARAT PADA MONSUN BARAT 2012 KONDISI OSEANOGRAFI DI SELAT SUNDA DAN SELATAN JAWA BARAT PADA MONSUN BARAT 2012 Trie Lany Putri Yuliananingrum dan Mutiara R. Putri Program Studi Oseanografi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut

Lebih terperinci

Suhu dan Salinitas Permukaan Merupakan Indikator Upwelling Sebagai Respon Terhadap Angin Muson Tenggara di Perairan Bagian Utara Laut Sawu

Suhu dan Salinitas Permukaan Merupakan Indikator Upwelling Sebagai Respon Terhadap Angin Muson Tenggara di Perairan Bagian Utara Laut Sawu ISSN 0853-7291 Suhu dan Salinitas Permukaan Merupakan Indikator Upwelling Sebagai Respon Terhadap Angin Muson Tenggara di Perairan Bagian Utara Laut Sawu Simon Tubalawony 1, Edi Kusmanto 2*, Muhadjirin

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang Perubahan vertikal muka air laut secara periodik pada sembarang tempat di pesisir atau di lautan merupakan fenomena alam yang dapat dikuantifikasi. Fenomena tersebut

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. X, No. X, (2016) ISSN: ( Print) 1

JURNAL TEKNIK ITS Vol. X, No. X, (2016) ISSN: ( Print) 1 JURNAL TEKNIK ITS Vol. X, No. X, (2016) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Validasi Algoritma Estimasi konsentrasi Klorofil-a dan Padatan Tersuspensi Menggunakan Citra Terra dan Aqua Modis dengan Data

Lebih terperinci

Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut

Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut Oleh : Martono, Halimurrahman, Rudy Komarudin, Syarief, Slamet Priyanto dan Dita Nugraha Interaksi laut-atmosfer mempunyai peranan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Verifikasi Model Visualisasi Klimatologi Suhu Permukaan Laut (SPL) model SODA versi 2.1.6 diambil dari lapisan permukaan (Z=1) dengan kedalaman 0,5 meter (Lampiran 1). Begitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Arus Eddy Keberadaan arus eddies sebenarnya sudah mendapat perhatian dari para pelaut lebih dari satu abad yang lalu. Meskipun demikian penelitian mengenai arus eddies sendiri

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE-5 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN SIRKULASI MASSA AIR (Bagian 2) ASEP HAMZAH

PERTEMUAN KE-5 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN SIRKULASI MASSA AIR (Bagian 2) ASEP HAMZAH PERTEMUAN KE-5 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN SIRKULASI MASSA AIR (Bagian 2) ASEP HAMZAH What is a thermocline? A thermocline is the transition layer between warmer mixed water at the ocean's surface and

Lebih terperinci

2. KONDISI OSEANOGRAFI LAUT CINA SELATAN PERAIRAN INDONESIA

2. KONDISI OSEANOGRAFI LAUT CINA SELATAN PERAIRAN INDONESIA 2. KONDISI OSEANOGRAFI LAUT CINA SELATAN PERAIRAN INDONESIA Pendahuluan LCSI terbentang dari ekuator hingga ujung Peninsula di Indo-Cina. Berdasarkan batimetri, kedalaman maksimum perairannya 200 m dan

Lebih terperinci

Sebaran Medan Massa, Medan Tekanan dan Arus Geostropik di Perairan Utara Papua pada Bulan Desember 1991

Sebaran Medan Massa, Medan Tekanan dan Arus Geostropik di Perairan Utara Papua pada Bulan Desember 1991 Sebaran Medan Massa, Medan Tekanan dan Arus Geostropik di Perairan Utara Papua pada Bulan Desember 1991 Adi Purwandana Laboratorium Oseanografi Fisika dan Iklim Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Bujur Timur ( BT) Gambar 5. Posisi lokasi pengamatan

METODE PENELITIAN Bujur Timur ( BT) Gambar 5. Posisi lokasi pengamatan METODE PENELITIAN Lokasi Penelitan Penelitian ini dilakukan pada perairan barat Sumatera dan selatan Jawa - Sumbawa yang merupakan bagian dari perairan timur laut Samudera Hindia. Batas perairan yang diamati

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: ISSN :

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: ISSN : Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 212: 339-346 ISSN : 288-3137 VARIABILITAS PARAMETER OSEANOGRAFI DAN KARBON LAUT DI TELUK BANTEN Ramawijaya 1, Rosidah 2, M.Yusuf Awaludin 2, Widodo

Lebih terperinci

KAJIAN KEDALAMAN MIXED LAYER DAN TERMOKLIN KAITANNYA DENGAN MONSUN DI PERAIRAN SELATAN PULAU JAWA

KAJIAN KEDALAMAN MIXED LAYER DAN TERMOKLIN KAITANNYA DENGAN MONSUN DI PERAIRAN SELATAN PULAU JAWA JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017, Halaman 131 143 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose KAJIAN KEDALAMAN MIXED LAYER DAN TERMOKLIN KAITANNYA DENGAN MONSUN DI PERAIRAN

Lebih terperinci

FENOMENA GAS RUMAH KACA

FENOMENA GAS RUMAH KACA FENOMENA GAS RUMAH KACA Oleh : Martono *) Abstrak Efek rumah kaca disebabkan karena naiknya konsentrasi gas karbon dioksida (CO 2) dan gas-gas lainnya di atmosfer. Kenaikan konsentrasi gas CO 2 ini disebabkan

Lebih terperinci

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

Indikasi Fluktuasi Arus Lintas Indonesia di sekitar Selat Makassar Berdasarkan Model Numerik

Indikasi Fluktuasi Arus Lintas Indonesia di sekitar Selat Makassar Berdasarkan Model Numerik Indikasi Fluktuasi Arus Lintas Indonesia di sekitar Selat Makassar Berdasarkan Model Numerik Evie H. Sudjono)*, D. K. Mihardja)** dan N. Sari Ningsih)** *) Puslitbang Geologi Kelautan, Bandung **) Program

Lebih terperinci

Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. Nilai SUHU DAN SALINITAS. Oleh. Nama : NIM :

Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. Nilai SUHU DAN SALINITAS. Oleh. Nama : NIM : Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. 2. 3. Nilai SUHU DAN SALINITAS Nama : NIM : Oleh JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA 2015 MODUL 3. SUHU DAN SALINITAS

Lebih terperinci

Gambar 1. Pola sirkulasi arus global. (www.namce8081.wordpress.com)

Gambar 1. Pola sirkulasi arus global. (www.namce8081.wordpress.com) Arus Geostropik Peristiwa air yang mulai bergerak akibat gradien tekanan, maka pada saat itu pula gaya coriolis mulai bekerja. Pada saat pembelokan mencapai 90 derajat, maka arah gerak partikel akan sejajar

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

SIMULASI PENGARUH ANGIN TERHADAP SIRKULASI PERMUKAAN LAUT BERBASIS MODEL (Studi Kasus : Laut Jawa)

SIMULASI PENGARUH ANGIN TERHADAP SIRKULASI PERMUKAAN LAUT BERBASIS MODEL (Studi Kasus : Laut Jawa) SIMULASI PENGARUH ANGIN TERHADAP SIRKULASI PERMUKAAN LAUT BERBASIS MODEL (Studi Kasus : Laut Jawa) Martono Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Jl. Dr. Junjunan No 133 Bandung 40173 E-mail

Lebih terperinci

KARAKTER DAN PERGERAKAN MASSA AIR DI SELAT LOMBOK BULAN JANUARI 2004 DAN JUNI 2005

KARAKTER DAN PERGERAKAN MASSA AIR DI SELAT LOMBOK BULAN JANUARI 2004 DAN JUNI 2005 KARAKTER DAN PERGERAKAN MASSA AIR DI SELAT LOMBOK BULAN JANUARI 2004 DAN JUNI 2005 ABSTRAK (Characteristics and Circulation of Water Mass at Lombok Strait in January 2004 and June 2005) Mulia Purba 1 dan

Lebih terperinci

Endang Prinina 1, Lalu Muhamad Jaelani 1, Salam Tarigan 2 1

Endang Prinina 1, Lalu Muhamad Jaelani 1, Salam Tarigan 2 1 G206 Validasi Algoritma Estimasi konsentrasi Klorofil-a dan Padatan Tersuspensi Menggunakan Citra Terra dan Aqua Modis dengan Data In situ (Studi Kasus: Perairan Selat Makassar) Endang Prinina 1, Lalu

Lebih terperinci

SEBARAN HORIZONTAL SUHU, SALINITAS DAN KEKERUHAN DI PANTAI DUMOGA, SULAWESI UTARA

SEBARAN HORIZONTAL SUHU, SALINITAS DAN KEKERUHAN DI PANTAI DUMOGA, SULAWESI UTARA SEBARAN HORIZONTAL SUHU, SALINITAS DAN KEKERUHAN DI PANTAI DUMOGA, SULAWESI UTARA 1 M. Furqon Azis Ismail dan 2 Ankiq Taofiqurohman S 1 Pusat Penelitian Oseanografi - LIPI 2 Fakultas Perikanan dan Ilmu

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suhu Permukaan Laut (SPL) Suhu menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu benda. Secara alamiah sumber utama bahang dalam air laut adalah matahari. Daerah yang

Lebih terperinci

VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN PULAU BIAWAK DENGAN PENGUKURAN INSITU DAN CITRA AQUA MODIS

VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN PULAU BIAWAK DENGAN PENGUKURAN INSITU DAN CITRA AQUA MODIS VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN PULAU BIAWAK DENGAN PENGUKURAN INSITU DAN CITRA AQUA MODIS Irfan A. Silalahi 1, Ratna Suwendiyanti 2 dan Noir P. Poerba 3 1 Komunitas Instrumentasi dan Survey

Lebih terperinci

Tinjauan Pustaka. II.1 Variabilitas ARLINDO di Selat Makassar

Tinjauan Pustaka. II.1 Variabilitas ARLINDO di Selat Makassar BAB II Tinjauan Pustaka II.1 Variabilitas ARLINDO di Selat Makassar Matsumoto dan Yamagata (1996) dalam penelitiannya berdasarkan Ocean Circulation General Model (OGCM) menunjukkan adanya variabilitas

Lebih terperinci

Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino

Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino G181 Iva Ayu Rinjani dan Bangun Muljo Sukojo Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl.

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA ANOMALI SUHU PERMUKAAN LAUT DENGAN CURAH HUJAN DI JAWA

HUBUNGAN ANTARA ANOMALI SUHU PERMUKAAN LAUT DENGAN CURAH HUJAN DI JAWA Hubungan antara Anomali Suhu Permukaan Laut.(Mulyana) 125 HUBUNGAN ANTARA ANOMALI SUHU PERMUKAAN LAUT DENGAN CURAH HUJAN DI JAWA Erwin Mulyana 1 Intisari Perubahan suhu permukaan laut di Samudera Pasifik

Lebih terperinci

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman Online di :

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman Online di : JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman 661-669 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KLOROFIL-A KAITANNYA DENGAN EL NINO SOUTHERN

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 11 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian dibagi dalam dua tahap, yaitu kegiatan penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Masing-masing kegiatan tersebut dilakukan

Lebih terperinci

Laporan Perjalanan Dinas Chief BRKP-DKP Bagus Hendrajana, Chief FIO Mr Jianjun Liu

Laporan Perjalanan Dinas Chief BRKP-DKP Bagus Hendrajana, Chief FIO Mr Jianjun Liu Laporan Perjalanan Dinas Chief BRKP-DKP Bagus Hendrajana, Chief FIO Mr Jianjun Liu I. PENDAHULUAN Hujan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh berbagai fenomena iklim yang berkaitan dengan daerah tropis.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP PROPINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas berkat dan rahmat Nya kami dapat menyusun laporan dan laporan Prakiraan Musim Kemarau 2016 di wilayah Propinsi Banten

Lebih terperinci

STUDI KARAKTERISTIK MASSA AIR UNTUK MENENTUKAN SHADOW ZONE DI SELAT MAKASSAR

STUDI KARAKTERISTIK MASSA AIR UNTUK MENENTUKAN SHADOW ZONE DI SELAT MAKASSAR Studi Karakteristik Massa Air Untuk Menentukan Shadow Zone Di Selat Makassar (Agustinus..et.al) STUDI KARAKTERISTIK MASSA AIR UNTUK MENENTUKAN SHADOW ZONE DI SELAT MAKASSAR Agustinus¹, Rita Tisiana Dwi²,

Lebih terperinci

PEMODELAN NUMERIK SIRKULASI ARUS AKIBAT PENGARUH ANGIN DI SELAT MAKASSAR

PEMODELAN NUMERIK SIRKULASI ARUS AKIBAT PENGARUH ANGIN DI SELAT MAKASSAR PEMODELAN NUMERIK SIRKULASI ARUS AKIBAT PENGARUH ANGIN DI SELAT MAKASSAR Andi Galsan Mahie* *Jurusan Matematika FMIPA Universitas Hasanuddin Makassar andi_galsan.yahoo.com Abstract Wind driven ocean circulation

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pola Iklim, Arus Pasang Surut, dan Gelombang di Selat Lombok

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pola Iklim, Arus Pasang Surut, dan Gelombang di Selat Lombok BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pola Iklim, Arus Pasang Surut, dan Gelombang di Selat Lombok Pada sub bab ini dipaparkan mengenai keadaan di kawasan Selat Lombok yang menjadi daerah kajian dalam tugas akhir

Lebih terperinci

VARIASI GELOMBANG LAUTDI SELAT MAKASSAR BAGIAN SELATAN

VARIASI GELOMBANG LAUTDI SELAT MAKASSAR BAGIAN SELATAN VARIASI GELOMBANG LAUTDI SELAT MAKASSAR BAGIAN SELATAN Nike Noermasari Waluyo 1, Bagus Pramujo 2 1 Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (STMKG), Tangerang Selatan 2 Badan Meteorologi Klimatologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah lautan yang lebih luas dibandingkan luasan daratannya. Luas wilayah laut mencapai 2/3 dari luas wilayah daratan. Laut merupakan medium yang

Lebih terperinci

Bab 3. Pengumpulan dan Pengolahan Data. Bab 3 Pengumpulan dan Pengolahan Data. 3.1 Pengumpulan Data

Bab 3. Pengumpulan dan Pengolahan Data. Bab 3 Pengumpulan dan Pengolahan Data. 3.1 Pengumpulan Data Bab 3 Pengumpulan dan Pengolahan Data 3.1 Pengumpulan Data Pemodelan propagasi akustik bawah air di Samudera Hindia memerlukan data-data sebagai berikut: 1. Kecepatan suara. 2. Temperatur. 3. Salinitas.

Lebih terperinci

Stratifikasi Massa Air di Teluk Lasolo, Sulawesi Tenggara. Stratification of Water Mass in Lasolo Bay, Southeast Sulawesi. Abstrak

Stratifikasi Massa Air di Teluk Lasolo, Sulawesi Tenggara. Stratification of Water Mass in Lasolo Bay, Southeast Sulawesi. Abstrak Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 2016 1(2): 17-29 Stratifikasi Massa Air di Teluk Lasolo, Sulawesi Tenggara Stratification of Water Mass in Lasolo Bay, Southeast Sulawesi Edi Kusmanto & Dewi Surinati

Lebih terperinci

Kajian Pertukaran Gas Karbon Dioksida (CO 2 ) Antara Laut dan Udara di Perairan Indonesia dan Sekitarnya

Kajian Pertukaran Gas Karbon Dioksida (CO 2 ) Antara Laut dan Udara di Perairan Indonesia dan Sekitarnya Kajian Pertukaran Gas Karbon Dioksida (CO 2 ) Antara Laut dan Udara di Perairan Indonesia dan Sekitarnya Armi Susandi 1, Ahmad Subki 2, dan Ivonne M. Radjawane 2 1 Kelompok Keahlian Sains Atmosfer, Institut

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Total Data Sebaran Klorofil-a citra SeaWiFS Total data sebaran klorofil-a pada lokasi pertama, kedua, dan ketiga hasil perekaman citra SeaWiFS selama 46 minggu. Jumlah data

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan Samudera Hindia mempunyai sifat yang unik dan kompleks karena dinamika perairan ini sangat dipengaruhi oleh sistem angin musim dan sistem angin pasat yang

Lebih terperinci

STUDI VARIASI TEMPERATUR DAN SALINITAS DI PERAIRAN DIGUL IRIAN JAYA, OKTOBER 2002

STUDI VARIASI TEMPERATUR DAN SALINITAS DI PERAIRAN DIGUL IRIAN JAYA, OKTOBER 2002 1 STUDI VARIASI TEMPERATUR DAN SALINITAS DI PERAIRAN DIGUL IRIAN JAYA, KTBER 2002 Ankiq Taofiqurohman S Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Jatinangor, Bandung 40600 ABSTRACT Ankiq

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise Peta sebaran SPL dan salinitas berdasarkan cruise track Indomix selengkapnya disajikan pada Gambar 6. 3A 2A

Lebih terperinci

Pengaruh Angin Dan Kelembapan Atmosfer Lapisan Atas Terhadap Lapisan Permukaan Di Manado

Pengaruh Angin Dan Kelembapan Atmosfer Lapisan Atas Terhadap Lapisan Permukaan Di Manado JURNAL MIPA UNSRAT ONLINE 3 (1) 58-63 dapat diakses melalui http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jmuo Pengaruh Angin Dan Kelembapan Atmosfer Lapisan Atas Terhadap Lapisan Permukaan Di Manado Farid Mufti

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MASSA AIR ARLINDO DI PINTASAN TIMOR PADA MUSIM BARAT DAN MUSIM TIMUR

KARAKTERISTIK MASSA AIR ARLINDO DI PINTASAN TIMOR PADA MUSIM BARAT DAN MUSIM TIMUR KARAKTERISTIK MASSA AIR ARLINDO DI PINTASAN TIMOR PADA MUSIM BARAT DAN MUSIM TIMUR Oleh : Agus Dwi Jayanti Diah Cahyaningrum C64104051 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 010 di daerah pantai berlumpur Kuala Tungkal, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi. Udang contoh yang

Lebih terperinci

ANALISIS POLA SEBARAN DAN PERKEMBANGAN AREA UPWELLING DI BAGIAN SELATAN SELAT MAKASSAR

ANALISIS POLA SEBARAN DAN PERKEMBANGAN AREA UPWELLING DI BAGIAN SELATAN SELAT MAKASSAR ANALISIS POLA SEBARAN DAN PERKEMBANGAN AREA UPWELLING DI BAGIAN SELATAN SELAT MAKASSAR Analysis of Upwelling Distribution and Area Enlargement in the Southern of Makassar Strait Dwi Fajriyati Inaku Diterima:

Lebih terperinci

IKHTISAR KEBIJAKAN (POLICY BRIEF)

IKHTISAR KEBIJAKAN (POLICY BRIEF) CARBON SEQUESTRATION IN THE INDONESIAN SEAS AND ITS GLOBAL SIGNIFICANCE: GENERATION OF SCIENTIFIC KNOWLEDGE FOR FORMULATING STRATEGIES FOR ADAPTATION TO CLIMATE CHANGE (CISKA) IKHTISAR KEBIJAKAN (POLICY

Lebih terperinci

VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE)

VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE) VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE) Oleh : HOLILUDIN C64104069 SKRIPSI PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

Lebih terperinci

ARUS LlNTAS INDONESIA (ARLINDO)

ARUS LlNTAS INDONESIA (ARLINDO) Oseana, Volume XXIII, Nomor 2, 1998 : 1 9 ISSN 0216 1877 ARUS LlNTAS INDONESIA (ARLINDO) Oleh M. Hasanudin 1) ABSTRACT The flow of water from Pacific to Indian Ocean through Indonesia or us we call The

Lebih terperinci

Estimasi Arus Laut Permukaan Yang Dibangkitkan Oleh Angin Di Perairan Indonesia Yollanda Pratama Octavia a, Muh. Ishak Jumarang a *, Apriansyah b

Estimasi Arus Laut Permukaan Yang Dibangkitkan Oleh Angin Di Perairan Indonesia Yollanda Pratama Octavia a, Muh. Ishak Jumarang a *, Apriansyah b Estimasi Arus Laut Permukaan Yang Dibangkitkan Oleh Angin Di Perairan Indonesia Yollanda Pratama Octavia a, Muh. Ishak Jumarang a *, Apriansyah b a Jurusan Fisika FMIPA Universitas Tanjungpura, b Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arus Lintas Indonesia atau ITF (Indonesian Throughflow) yaitu suatu sistem arus di perairan Indonesia yang menghubungkan Samudra Pasifik dengan Samudra Hindia yang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Pelaksanaan Penelitian Penentuan stasiun

METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Pelaksanaan Penelitian Penentuan stasiun 15 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei Agustus 2011 di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat. Danau Lido terletak pada koordinat posisi 106 48 26-106 48

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Spesies ikan malalugis atau juga disebut layang biru (Decapterus

1. PENDAHULUAN. Spesies ikan malalugis atau juga disebut layang biru (Decapterus 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Spesies ikan malalugis atau juga disebut layang biru (Decapterus macarellus) merupakan salah satu jenis ikan pelagis kecil yang tersebar luas di perairan Indonesia.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian di Samudera Hindia bagian Timur

BAB III METODOLOGI. Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian di Samudera Hindia bagian Timur BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini mengambil lokasi di perairan Samudera Hindia bagian timur dengan koordinat 5 o LS 20 o LS dan 100 o BT 120 o BT (Gambar 8). Proses pengolahan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 El Niño-Osilasi Selatan (ENSO-El Niño Southern Oscillation).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 El Niño-Osilasi Selatan (ENSO-El Niño Southern Oscillation). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 El Niño-Osilasi Selatan (ENSO-El Niño Southern Oscillation). Pada tahun 1997 terjadi pengaruh global dari kejadian ENSO yang menyebabkan anomali kondisi iklim yang berkepanjangan.

Lebih terperinci