Bab 3. Pengumpulan dan Pengolahan Data. Bab 3 Pengumpulan dan Pengolahan Data. 3.1 Pengumpulan Data

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab 3. Pengumpulan dan Pengolahan Data. Bab 3 Pengumpulan dan Pengolahan Data. 3.1 Pengumpulan Data"

Transkripsi

1 Bab 3 Pengumpulan dan Pengolahan Data 3.1 Pengumpulan Data Pemodelan propagasi akustik bawah air di Samudera Hindia memerlukan data-data sebagai berikut: 1. Kecepatan suara. 2. Temperatur. 3. Salinitas. 4. Batimetri. Data-data tersebut diambil di 12 lokasi Samudera Hindia. Nama dan letak astronomis masing-masing lokasi disajikan pada Tabel 3.1. Lokasi pengambilan data ditampilkan pada Gambar 3.1 dan 3.2. Gambar karakteristik perairan berupa temperatur, salinitas dan kecepatan suara untuk masing-masing lokasi diperoleh dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel. Tabel 3. 1 Lokasi Pengambilan Data No Stasiun Garis Bujur Garis Lintang ( BT) ( LS) 1 GeoB GeoB GeoB GeoB GeoB GeoB GeoB GeoB GeoB GeoB GeoB GeoB Tze Wen

2 Gambar 3. 1 Lokasi Pengambilan Data GeoB148-2 GeoB144-1 GeoB152-2 GeoB153-2 GeoB145-2 GeoB149-2 GeoB154-2 GeoB151-2 GeoB155-2 GeoB161-2 GeoB157-2 GeoB162-2 Gambar 3. 2 Lokasi Stasiun Pengambilan Data Tze Wen

3 3.2 Pengolahan Data Data hasil pengukuran akan digunakan sebagai input dalam pemodelan propagasi akustik bawah air di Samudera Hindia. Pengolahan data bertujuan untuk menentukan persamaan empiris kecepatan suara yang dapat mewakili kondisi perairan di lokasi pemodelan. Profil kecepatan suara dianggap hanya bergantung pada 3 faktor, yakni temperatur (T), salinitas (S) dan kedalaman (z). Persamaan empiris yang mewakili berupa persamaan yang memiliki error terkecil bila dibandingkan dengan data pengukuran. 3.3 Karakteristik Samudera Hindia Karakteristik Temperatur di Samudera Hindia Profil temperatur dapat dibagi ke dalam 3 macam lapisan yaitu lapisan well-mixed, termoklin dan isotermal. Lapisan well-mixed sangat dipengaruhi oleh pergerakan angin dan energi panas matahari yang diserap oleh permukaan laut. Lapisan well-mixed kerap teraduk-aduk sehingga memiliki perubahan temperatur yang kecil. Lapisan termoklin berupa lapisan yang nilai temperaturnya menurun drastis seiring dengan semakin dalamnya batimetri perairan. Kondisi ini terjadi karena lambatnya transfer energi panas dari permukaan laut. Lapisan isotermal berupa lapisan yang nilai temperaturnya relatif konstan, yakni berada pada kisaran 4-5 C (anomali air yang paling berat). Karakteristik profil temperatur di laut secara umum ditampilkan pada Gambar 3.3. Grafik profil temperatur terhadap kedalaman di Samudera Hindia ditampilkan pada Gambar 3.4. Gambar 3. 3 Karakteristik Profil Temperatur di Laut Secara Umum Tze Wen

4 Data Temperatur vs Kedalaman Temperatur ( C) Kedalaman (m) Stasiun 44-1 Stasiun 45-2 Stasiun 48-2 Stasiun 49-2 Stasiun 51-2 Stasiun 52-2 Stasiun 53-2 Stasiun 54-2 Stasiun 55-2 Stasiun 57-2 Stasiun 61-2 Stasiun Gambar 3. 4 Profil Temperatur Terhadap Kedalaman di Samudera Hindia Karakteristik Salinitas di Samudera Hindia Profil temperatur dapat dibagi ke dalam 3 macam lapisan yaitu lapisan well-mixed, haloklin dan isohaline. Lapisan well-mixed berupa lapisan yang memiliki perubahan salinitas yang sangat kecil. Lapisan haloklin berupa lapisan yang nilai salinitasnya naik secara drastis seiring dengan semakin dalamnya batimetri perairan. Lapisan isohaline berupa lapisan yang nilai salinitasnya relatif konstan, yakni berada pada kisaran 3-35 ppt. Karakteristik profil salinitas di laut secara umum ditampilkan pada Gambar 3.5. Grafik profil salinitas terhadap kedalaman di Samudera Hindia ditampilkan pada Gambar 3.6. Tze Wen

5 Gambar 3. 5 Karakteristik Profil Salinitas di Laut Secara Umum Data Salinitas Terhadap Kedalaman Data Salinitas (ppt) Kedalaman (m) Stasiun 44-1 Stasiun 45-2 Stasiun 48-2 Stasiun 49-2 Stasiun 51-2 Stasiun 52-2 Stasiun 53-2 Stasiun 54-2 Stasiun 55-2 Stasiun 57-2 Stasiun 61-2 Stasiun Gambar 3. 6 Profil Salinitas Terhadap Kedalaman di Samudera Hindia Tze Wen

6 3.3.3 Karakteristik Kecepatan Suara di Samudera Hindia Profil kecepatan suara juga dapat dibagi ke dalam 3 macam lapisan yaitu lapisan well-mixed, termoklin dan isotermal. Lapisan well-mixed sangat dipengaruhi oleh pergerakan angin dan perubahan temperatur (baik harian maupun lokal). Suara umumnya terperangkap pada lapisan ini. Kondisi tersebut dikenal dengan nama Sand Surface Duct. Kecepatan suara meningkat karena pengaruh tekanan. Lapisan termoklin berupa lapisan yang nilai kecepatan suaranya menurun drastis (berbanding lurus dengan penurunan nilai temperatur) seiring dengan semakin dalamnya batimetri perairan. Lapisan isotermal berupa lapisan yang nilai kecepatan suaranya meningkat karena pengaruh peningkatan tekanan. DSC terletak diantara lapisan termoklin dan isotermal. Pada perairan dangkal dan di sekitar lempeng benua, profil kecepatan suara cenderung tidak beraturan dan sulit untuk diprediksi. Profil kecepatan suara di perairan dangkal sangat dipengaruhi oleh perubahan temperatur permukaan laut, perubahan salinitas dan arus. Karakteristik profil kecepatan suara di laut secara umum ditampilkan pada Gambar 3.7. Grafik profil kecepatan suara terhadap kedalaman di Samudera Hindia ditampilkan pada Gambar 3.8. Gambar 3. 7 Karakteristik Profil Kecepatan Suara di Laut Secara Umum Tze Wen

7 Data Kecepatan Suara Terhadap Kedalaman Kecepatan Suara (m/s) Kedalaman (m) Stasiun 44-1 Stasiun 45-2 Stasiun 48-2 Stasiun 49-2 Stasiun 51-2 Stasiun 52-2 Stasiun 53-2 Stasiun 54-2 Stasiun 55-2 Stasiun 57-2 Stasiun 61-2 Stasiun Gambar 3. 8 Profil Kecepatan Suara Terhadap Kedalaman di Samudera Hindia 3.4 Penentuan Persamaan Empiris Kecepatan Suara di Samudera Hindia Persamaan empiris yang dapat digunakan untuk menentukan kecepatan suara dalam pemodelan propagasi akustik bawah air adalah persamaan dari Leroy, Medwin, dan MacKenzie. Ketiga persamaan empiris tersebut menggunakan asumsi bahwa kecepatan suara hanya bergantung pada temperatur (T), salinitas (S), dan kredalaman (z). (3.1) Tze Wen

8 1, z 2 1, T (S 35) 7, T z 3 (3.4) Bab 3 Pengumpulan dan Pengolahan Data Ketiga persamaan empiris untuk menentukan kecepatan suara ditulis ulang pada persamaan berikut ini: 1. Persamaan empiris kecepatan suara menurut Leroy c = 1492,9 + 3 (T - 1) (T - 1) (T - 18) 2 + 1,2 (S 35) 1-2 (T - 18) (S - 35) + z/61 (3.2) 2. Persamaan empiris kecepatan suara menurut Medwin c = 1449,2 + 4,6T -5,5.1-2 T 2 + 2,9.1-4 T 3 + (1, T) (S - 35) + 1,6.1-2 z (3.3) 3. Persamaan empiris kecepatan suara menurut MacKenzie c = 1448,96 + 4,591 T 5, T 2 + 2, T 3 + 1,34 (S 35) + 1, z + Data hasil pengukuran dimasukkan ke persamaan (3.2), (3.3), dan (3.4). Persamaan empiris kecepatan suara yang dipilih adalah persamaan yang memiliki persentase error terkecil terhadap data kecepatan suara hasil pengukuran. Persentase error ditentukan menggunakan persamaan berikut:! %&&' " #$! (3.5) ()*! (+),-./. (+),(/.*,+( 1 )(/( Grafik perbandingan profil kecepatan suara antara data pengukuran dengan hasil perhitungan dari ketiga persamaan empiris untuk setiap stasiun di Samudera Hindia ditampilkan pada Gambar 3.9 hingga Gambar 3.2. Tze Wen

9 Stasiun GeoB144-1 Gambar 3. 9 Grafik Perbandingan Data Pengukuran Kecepatan Suara dengan Persamaan Empiris untuk Stasiun GeoB144-1 Stasiun GeoB145-2 Perbandingan Profil Kecepatan Suara Kedalaman, z (m) Data 35 Medwin Leroy Mackenzie Kecepatan Suara, c (m/s) Gambar 3. 1 Grafik Perbandingan Data Pengukuran Kecepatan Suara dengan Persamaan Empiris untuk Stasiun GeoB145-2 Tze Wen

10 Stasiun GeoB148-2 Perbandingan Profil Kecepatan Suara 5 1 Kedalaman, z (m) Data Medwin Leroy Mackenzie Kecepatan Suara, c (m/s) Gambar Grafik Perbandingan Data Pengukuran Kecepatan Suara dengan Persamaan Empiris untuk Stasiun GeoB148-2 Stasiun GeoB149-2 Perbandingan Profil Kecepatan Suara 2 4 Kedalaman, z (m) Data Medwin Leroy Mackenzie Kecepatan Suara, c (m/s) Gambar Grafik Perbandingan Data Pengukuran Kecepatan Suara dengan Persamaan Empiris untuk Stasiun GeoB149-2 Tze Wen

11 Stasiun GeoB151-2 Perbandingan Profil Kecepatan Suara 5 Kedalaman, z (m) Data Medwin Leroy Mackenzie Kecepatan Suara, c (m/s) Gambar Grafik Perbandingan Data Pengukuran Kecepatan Suara dengan Persamaan Empiris untuk Stasiun GeoB151-2 Stasiun GeoB152-2 Perbandingan Profil Kecepatan Suara Kedalaman, z (m) Data Medwin Leroy Mackenzie Kecepatan Suara, c (m/s) Gambar Grafik Perbandingan Data Pengukuran Kecepatan Suara dengan Persamaan Empiris untuk Stasiun GeoB152-2 Tze Wen

12 Stasiun GeoB153-2 Perbandingan Profil Kecepatan Suara 2 4 Kedalaman, z (m) Data Medwin Leroy Mackenzie Kecepatan Suara, c (m/s) Gambar Grafik Perbandingan Data Pengukuran Kecepatan Suara dengan Persamaan Empiris untuk Stasiun GeoB153-2 Stasiun GeoB154-2 Perbandingan Profil Kecepatan Suara 2 4 Kedalaman, z (m) Data Medwin Leroy Mackenzie Kecepatan Suara, c (m/s) Gambar Grafik Perbandingan Data Pengukuran Kecepatan Suara dengan Persamaan Empiris untuk Stasiun GeoB154-2 Tze Wen

13 Stasiun GeoB155-2 Perbandingan Profil Kecepatan Suara 5 1 Kedalaman, z (m) Data Medwin Leroy Mackenzie Kecepatan Suara, c (m/s) Gambar Grafik Perbandingan Data Pengukuran Kecepatan Suara dengan Persamaan Empiris untuk Stasiun GeoB155-2 Stasiun GeoB157-2 Perbandingan Profil Kecepatan Suara Kedalaman, z (m) Data Medwin Leroy Mackenzie Kecepatan Suara, c (m/s) Gambar Grafik Perbandingan Data Pengukuran Kecepatan Suara dengan Persamaan Empiris untuk Stasiun GeoB157-2 Tze Wen

14 Stasiun GeoB161-2 Perbandingan Profil Kecepatan Suara 5 Kedalaman, z (m) Data Medwin Leroy Mackenzie Kecepatan Suara, c (m/s) Gambar Grafik Perbandingan Data Pengukuran Kecepatan Suara dengan Persamaan Empiris untuk Stasiun GeoB161-2 Stasiun GeoB162-2 Perbandingan Profil Kecepatan Suara 1 2 Kedalaman, z (m) Data Medwin Leroy Mackenzie Kecepatan Suara, c (m/s) Gambar 3. 2 Grafik Perbandingan Data Pengukuran Kecepatan Suara dengan Persamaan Empiris untuk Stasiun GeoB162-2 Tze Wen

15 z + 1, z 2 1, T(z) (S(z) 35) 7, T(z) z 3 (3.6) Bab 3 Pengumpulan dan Pengolahan Data No Tabel 3. 2 Persentase Error Seluruh Stasiun Nama Stasiun Persentase Error (%) Leroy Medwin Mackenzie Keterangan 1 GeoB Mackenzie 2 GeoB Mackenzie 3 GeoB Mackenzie 4 GeoB Mackenzie 5 GeoB Mackenzie 6 GeoB Mackenzie 7 GeoB Mackenzie 8 GeoB Mackenzie 9 GeoB Mackenzie 1 GeoB Mackenzie 11 GeoB Mackenzie 12 GeoB Mackenzie Berdasarkan Tabel 3.2, input pemodelan propagasi akustik bawah air pada tugas akhir ini menggunakan persamaan empiris dengan persentase error yang terkecil yakni persamaan kecepatan suara menurut Mackenzie. 3.5 Penentuan Kecepatan Suara sebagai Fungsi Kedalaman di Samudera Hindia Persamaan empiris kecepatan suara menurut Mackenzie terdiri dari 3 variabel. Persamaan empiris ini perlu diubah menjadi variabel yang sama yakni hanya sebagai fungsi kedalaman. Data temperatur (T) dan salinitas (S) hasil pengukuran perlu didekati dengan persamaan polinomial orde n sebagai fungsi kedalaman T(z) dan S(z). Persamaan 3.4 diubah menjadi: c (z) = 1448,96 + 4,591 T(z) 5, T(z) 2 + 2, T(z) 3 + 1,34 (S(z) 35) + 1, ()* /2.3-)4.-)/(,*(,*.*5 *.3-)4.-)/(,*,))3-)4.-)/(,* /(,*(,*.* Tze Wen

16 Bentuk polinomial orde n dinyatakan sebagai: $ $ 7: ;$ (3.7) $ $ 7: ;$ (3.8) ()* $ 8 < 6 6;$ /f))* $ 8 < 6 6;$ /f))* > (* Koefisien persamaan T(z) dan S(z) didapat dengan cara mencocokan data T(z(i)) dan S(z(i)) dari persamaan (3.7) dan (3.8) dengan data hasil pengukuran. Fungsi polyfit yang tersedia pada perangkat lunak Matlab digunakan untuk pencocokan data tersebut. Dalam tugas akhir ini, orde polinomial curve fitting yang dibandingkan adalah orde ke-1 hingga orde ke-2. Grafik perbandingan antara data hasil pengukuran temperatur dengan data hasil polynomial curve fitting untuk stasiun GeoB155-2 ditampilkan pada Gambar Gambar Grafik Perbandingan Data Pengukuran Temperatur dengan Hasil Polynomial Curve Fitting untuk Stasiun GeoB155-2 Tze Wen

17 Persentase error hasil polynomial curve fitting data temperatur untuk Stasiun GeoB155-2 disajikan pada Tabel 3.3. Grafik perbandingan persentase error data temperatur hasil polynomial curve fitting orde ke-1 hingga ke-2 untuk stasiun GeoB155-2 ditampilkan pada Gambar Tabel 3. 3 Persentase Error Hasil Polynomial Curve Fitting Data Temperatur untuk Stasiun GeoB155-2 Polynomial Curve Fitting Persentase Error Data Temperatur (%) Orde ke Orde ke Orde ke Orde ke Orde ke Orde ke Orde ke Orde ke Orde ke Orde ke Orde ke Orde ke Orde ke Orde ke Orde ke Orde ke Orde ke Orde ke Orde ke Orde ke Grafik perbandingan antara data hasil pengukuran salinitas dengan data hasil polynomial curve fitting untuk stasiun GeoB155-2 ditampilkan pada Gambar Persentase error hasil polynomial curve fitting data temperatur untuk Stasiun GeoB155-2 disajikan pada Tabel 3.4. Grafik perbandingan persentase error data salinitas hasil polynomial curve fitting orde ke-1 hingga ke-2 untuk stasiun GeoB155-2 ditampilkan pada Gambar Tze Wen

18 2 Persentase Error (%) Orde Polinomial Gambar Grafik Perbandingan Persentase Error Data Temperatur Hasil Polynomial Curve Fitting untuk Stasiun GeoB155-2 Gambar Grafik Perbandingan Data Pengukuran Salinitas dengan Hasil Polynomial Curve Fitting untuk Stasiun GeoB155-2 Tze Wen

19 Tabel 3. 4 Persentase Error Hasil Polynomial Curve Fitting Data Salinitas untuk Stasiun GeoB155-2 Polynomial Curve Fitting Persentase Error Data Salinitas (%) Orde ke Orde ke Orde ke Orde ke Orde ke-5.53 Orde ke Orde ke Orde ke Orde ke Orde ke Orde ke Orde ke Orde ke Orde ke Orde ke Orde ke Orde ke Orde ke Orde ke Orde ke-2.24 Tze Wen

20 .2.18 Persentase Error (%) Orde Polinomial Gambar Grafik Perbandingan Persentase Error Data Salinitas Hasil Polynomial Curve Fitting untuk Stasiun GeoB155-2 Gambar Grafik Perbandingan Data Pengukuran Kecepatan Suara dengan Hasil Polynomial Curve Fitting untuk Stasiun GeoB155-2 Tze Wen

21 Tabel 3. 5 Persentase Error Data Kecepatan Suara Data Kecepatan Suara Persentase Error (%) Orde ke Orde ke Orde ke Orde ke Orde ke Orde ke Orde ke Orde ke-8.4 Orde ke Orde ke Orde ke Orde ke Orde ke Orde ke Orde ke Orde ke Orde ke Orde ke Orde ke Orde ke Tze Wen

22 .8 Persentase Error Kecepatan Persentase Error (%) Orde Polinomial Gambar Grafik Perbandingan Persentase Error Data Kecepatan Hasil Polynomial Curve Fitting untuk Stasiun GeoB155-2 Berdasarkan Gambar 3.21 hingga Gambar 3.26 serta Tabel 3.3 hingga Tabel 3.5, maka dalam Tugas Akhir ini digunakan polinomial orde ke-18. Orde ini dipilih karena memberikan persentase error di bawah.7%. Peningkatan orde tidak memberikan peningkatan akurasi yang signifikan. Tze Wen

Bab 2. Dasar Teori Akustik Bawah Air. Bab 2 Dasar Teori Akustik Bawah Air. 2.1 Persamaan Dasar Akustik

Bab 2. Dasar Teori Akustik Bawah Air. Bab 2 Dasar Teori Akustik Bawah Air. 2.1 Persamaan Dasar Akustik Bab 2 Dasar Teori Akustik Bawah Air 2.1 Persamaan Dasar Akustik Teori dasar akustik menggunakan beberapa asumsi untuk memudahkan penurunan persamaan dasar akustik. Asumsi yang digunakan berupa: 1. Fluida

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Gangguan Pada Audio Generator Terhadap Amplitudo Gelombang Audio Yang Dipancarkan Pengukuran amplitudo gelombang audio yang dipancarkan pada berbagai tingkat audio generator

Lebih terperinci

Variabilitas Suhu dan Salinitas Perairan Selatan Jawa Timur Riska Candra Arisandi a, M. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b

Variabilitas Suhu dan Salinitas Perairan Selatan Jawa Timur Riska Candra Arisandi a, M. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b Variabilitas Suhu dan Salinitas Perairan Selatan Jawa Timur Riska Candra Arisandi a, M. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b a Program Studi Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura, b Program Studi Ilmu

Lebih terperinci

Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. Nilai SUHU DAN SALINITAS. Oleh. Nama : NIM :

Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. Nilai SUHU DAN SALINITAS. Oleh. Nama : NIM : Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. 2. 3. Nilai SUHU DAN SALINITAS Nama : NIM : Oleh JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA 2015 MODUL 3. SUHU DAN SALINITAS

Lebih terperinci

Perambatan Suara dalam Air di Perairan Laut Bengkulu Menggunakan Model ODE (Ordinary Differential Equation)

Perambatan Suara dalam Air di Perairan Laut Bengkulu Menggunakan Model ODE (Ordinary Differential Equation) SIMERI, Jurnal Ilmu Fisika Indonesia Volume Nomor Januari 016 Perambatan Suara dalam Air di Perairan Laut Bengkulu Menggunakan Model ODE (Ordinary Differential Equation) Supiyati dan Norita Romauli S.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelapisan Massa Air di Perairan Raja Ampat Pelapisan massa air dapat dilihat melalui sebaran vertikal dari suhu, salinitas dan densitas di laut. Gambar 4 merupakan sebaran menegak

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perairan Laut Arafura di lokasi penelitian termasuk ke dalam kategori

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perairan Laut Arafura di lokasi penelitian termasuk ke dalam kategori 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Profil Peta Batimetri Laut Arafura Perairan Laut Arafura di lokasi penelitian termasuk ke dalam kategori perairan dangkal dimana kedalaman mencapai 100 meter. Berdasarkan data

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode dan Desain Penelitian Data geomagnet yang dihasilkan dari proses akusisi data di lapangan merupakan data magnetik bumi yang dipengaruhi oleh banyak hal. Setidaknya

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sedimen Dasar Perairan Berdasarkan pengamatan langsung terhadap sampling sedimen dasar perairan di tiap-tiap stasiun pengamatan tipe substrat dikelompokkan menjadi 2, yaitu:

Lebih terperinci

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE KARAKTERISTIK RATA-RATA SUHU MAKSIMUM DAN SUHU MINIMUM STASIUN METEOROLOGI NABIRE TAHUN 2006 2015 OLEH : 1. EUSEBIO ANDRONIKOS SAMPE, S.Tr 2. RIFKI ADIGUNA SUTOWO, S.Tr

Lebih terperinci

PEMODELAN KANAL KOMUNIKASI AKUSTIK PADA PERAIRAN DANGKAL

PEMODELAN KANAL KOMUNIKASI AKUSTIK PADA PERAIRAN DANGKAL PEMODELAN KANAL KOMUNIKASI AKUSTIK PADA PERAIRAN DANGKAL Taufani Rizal Nofriansyah NRP. 2207 100 004 Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Wirawan, DEA Ir. Endang Widjiati, M.Eng.Sc Latar Belakang Kondisi perairan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian di Samudera Hindia bagian Timur

BAB III METODOLOGI. Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian di Samudera Hindia bagian Timur BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini mengambil lokasi di perairan Samudera Hindia bagian timur dengan koordinat 5 o LS 20 o LS dan 100 o BT 120 o BT (Gambar 8). Proses pengolahan dan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perbandingan Hasil Model dengan DISHIDROS Komponen gelombang pasang surut M2 dan K1 yang dipilih untuk dianalisis lebih lanjut, disebabkan kedua komponen ini yang paling dominan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pasang Surut Pasang surut merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunnya permukaan air laut secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik

Lebih terperinci

2. KONDISI OSEANOGRAFI LAUT CINA SELATAN PERAIRAN INDONESIA

2. KONDISI OSEANOGRAFI LAUT CINA SELATAN PERAIRAN INDONESIA 2. KONDISI OSEANOGRAFI LAUT CINA SELATAN PERAIRAN INDONESIA Pendahuluan LCSI terbentang dari ekuator hingga ujung Peninsula di Indo-Cina. Berdasarkan batimetri, kedalaman maksimum perairannya 200 m dan

Lebih terperinci

aptudika.web.ugm.ac.id

aptudika.web.ugm.ac.id aptudika.web.ugm.ac.id 41. Siklus hidrologi berperan serta dalam merubah bentuk permukaan bumi melalui proses: A. presipitasi dan evaporasi B. evaporasi dan transpirasi C. transpirasi dan infiltrasi D.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil dan Verifikasi Hasil simulasi model meliputi sirkulasi arus permukaan rata-rata bulanan dengan periode waktu dari tahun 1996, 1997, dan 1998. Sebelum dianalisis lebih

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS SINGKONG 4.1.1. Perubahan Kadar Air Terhadap Waktu Proses pengeringan lapisan tipis irisan singkong dilakukan mulai dari kisaran kadar

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif dengan membandingkan hasil transformasi hujan-debit dan GR2M dengan debit

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 24 BAB III METODE PENELITIAN 3. 1 Metode dan Desain Penelitian Data variasi medan gravitasi merupakan data hasil pengukuran di lapangan yang telah dilakukan oleh tim geofisika eksplorasi Pusat Penelitian

Lebih terperinci

hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas

hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas 2.3 suhu 2.3.1 Pengertian Suhu Suhu merupakan faktor yang sangat penting bagi kehidupan organisme di lautan. Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme maupun perkembangbiakan dari organisme-organisme tersebut.

Lebih terperinci

Gambar 1. Diagram TS

Gambar 1. Diagram TS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air 4.1.1 Diagram TS Massa Air di Selat Lombok diketahui berasal dari Samudra Pasifik. Hal ini dibuktikan dengan diagram TS di 5 titik stasiun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sebaran Angin Di perairan barat Sumatera, khususnya pada daerah sekitar 2, o LS hampir sepanjang tahun kecepatan angin bulanan rata-rata terlihat lemah dan berada pada kisaran,76 4,1

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Uji Sensitifitas Sensitifitas parameter diuji dengan melakukan pemodelan pada domain C selama rentang waktu 3 hari dan menggunakan 3 titik sampel di pesisir. (Tabel 4.1 dan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada koordinat 5º - 8 º LS dan 133 º º BT

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada koordinat 5º - 8 º LS dan 133 º º BT 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada koordinat 5º - 8 º LS dan 133 º - 138 º BT (Gambar 2), pada bulan November 2006 di Perairan Laut Arafura, dengan kedalaman

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Verifikasi Model Visualisasi Klimatologi Suhu Permukaan Laut (SPL) model SODA versi 2.1.6 diambil dari lapisan permukaan (Z=1) dengan kedalaman 0,5 meter (Lampiran 1). Begitu

Lebih terperinci

PEMODELAN POLA ARUS LAUT PERMUKAAN DI PERAIRAN INDONESIA MENGGUNAKAN DATA SATELIT ALTIMETRI JASON-1

PEMODELAN POLA ARUS LAUT PERMUKAAN DI PERAIRAN INDONESIA MENGGUNAKAN DATA SATELIT ALTIMETRI JASON-1 PEMODELAN POLA ARUS LAUT PERMUKAAN DI PERAIRAN INDONESIA MENGGUNAKAN DATA SATELIT ALTIMETRI JASON-1 RAHMA WIDYASTUTI(3506 100 005) TEKNIK GEOMATIKA ITS - SURABAYA Pembimbing : Eko Yuli Handoko,ST.MT Ir.

Lebih terperinci

JOURNAL OF OCEANOGRAPHY. Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman Online di :

JOURNAL OF OCEANOGRAPHY. Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman Online di : JOURNAL OF OCEANOGRAPHY. Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 33-39 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/joce *) Penulis Penanggung Jawab STUDI STRUKTUR LAPISAN TERMOKLIN DI PERAIRAN

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Variabilitas Kesuburan Perairan dan Oseanografi Fisika 4.1.1. Sebaran Ruang (Spasial) Suhu Permukaan Laut (SPL) Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) di perairan Selat Lombok dipengaruhi

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium dan lapangan. Penelitian di

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium dan lapangan. Penelitian di 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium dan lapangan. Penelitian di laboratorium dilakukan pada 28-29 Februari 2012 yang bertempat di Workshop Akustik

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Batimetri Selat Sunda Peta batimetri adalah peta yang menggambarkan bentuk konfigurasi dasar laut dinyatakan dengan angka-angka suatu kedalaman dan garis-garis yang mewakili

Lebih terperinci

Horizontal. Kedalaman. Laut. Lintang. Permukaan. Suhu. Temperatur. Vertikal

Horizontal. Kedalaman. Laut. Lintang. Permukaan. Suhu. Temperatur. Vertikal Temperatur Air Laut Dalam oseanografi dikenal dua istilah untuk menentukan temperatur air laut yaitu temperatur insitu (selanjutnya disebut sebagai temperatur saja) dan temperatur potensial. Temperatur

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suhu Permukaan Laut (SPL) Suhu menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu benda. Secara alamiah sumber utama bahang dalam air laut adalah matahari. Daerah yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pendugaan Parameter Input 4.1.1. Pendugaan Albedo Albedo merupakan rasio antara radiasi gelombang pendek yang dipantulkan dengan radiasi gelombang pendek yang datang. Namun

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengambilan Contoh Dasar Gambar 16 merupakan hasil dari plot bottom sampling dari beberapa titik yang dilakukan secara acak untuk mengetahui dimana posisi target yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alur Penelitian Pengambilan Data Koreksi Variasi Harian Koreksi IGRF Anomali magnet Total Pemisahan Anomali Magnet Total Anomali Regional menggunakan Metode Trend Surface

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air 4.1.1 Sebaran Suhu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bagian ini akan menjelaskan sebaran suhu menjadi dua bagian penting yakni sebaran secara horisontal dan vertikal. Sebaran

Lebih terperinci

Suhu, Cahaya dan Warna Laut. Materi Kuliah 6 MK Oseanografi Umum (ITK221)

Suhu, Cahaya dan Warna Laut. Materi Kuliah 6 MK Oseanografi Umum (ITK221) Suhu, Cahaya dan Warna Laut Materi Kuliah 6 MK Oseanografi Umum (ITK221) Suhu Bersama dengan salinitas dan densitas, suhu merupakan sifat air laut yang penting dan mempengaruhi pergerakan masa air di laut

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Konsentrasi klorofil-a suatu perairan sangat tergantung pada ketersediaan nutrien dan intensitas cahaya matahari. Bila nutrien dan intensitas cahaya matahari cukup tersedia,

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI AKUSTIK BAWAH AIR

BAB 2 DASAR TEORI AKUSTIK BAWAH AIR BAB 2 DASAR TEORI AKUSTIK BAWAH AIR 2.1 Persamaan Akustik Bawah Air Persamaan akustik bawah air diturunkan dari persamaan state, persamaan kekekalan massa (persamaan kontinuitas) dan persamaan kekekalan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter Gauss Untuk dapat melakukan pengolahan data menggunakan ANN, maka terlebih dahulu harus diketahui nilai set data input-output yang akan digunakan. Set data inputnya yaitu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Tabel 3.1 Data dan Sumber No Data Sumber Keterangan. (Lingkungan Dilakukan digitasi sehingga 1 Batimetri

BAB III METODOLOGI. Tabel 3.1 Data dan Sumber No Data Sumber Keterangan. (Lingkungan Dilakukan digitasi sehingga 1 Batimetri BAB III METODOLOGI 3.1 Pengumpulan Data Data awal yang digunakan dalam Tugas Akhir ini adalah data batimetri (kedalaman laut) dan data angin seperti pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Data dan Sumber No Data Sumber

Lebih terperinci

Physics Communication

Physics Communication Phys. Comm. 1 (1) (2017) Physics Communication http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/pc Analisis kondisi suhu dan salinitas perairan barat Sumatera menggunakan data Argo Float Lita Juniarti 1, Muh.

Lebih terperinci

Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA

Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Optimisasi Optimisasi adalah upaya untuk memperoleh nilai optimal dari suatu respon. Secara umum optimisasi dibagi menjadi dua, yaitu optimisasi matematik dan optimisasi statistik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik. Konsekuensi tumbukkan lempeng tersebut mengakibatkan negara

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) Hasil olahan citra Modis Level 1 yang merupakan data harian dengan tingkat resolusi spasial yang lebih baik yaitu 1 km dapat menggambarkan

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. data oseanografi perairan Raja Ampat yang diperoleh dari program terpadu P2O-

3. BAHAN DAN METODE. data oseanografi perairan Raja Ampat yang diperoleh dari program terpadu P2O- . BAHAN DAN METODE.1 Waktu dan Tempat Penelitian Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data sekunder yaitu data oseanografi perairan aja Ampat yang diperoleh dari program terpadu PO- LIPI dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Parameter Infiltrasi Metode Horton Tabel hasil pengukuran laju infiltrasi double ring infiltrometer pada masingmasing lokasi dapat dilihat pada Lampiran A. Grafik

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Prediksi Tinggi Signifikan Gelombang Laut Di Sebagian Wilayah Perairan Indonesia Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Metode Propagasi Balik Abraham Isahk Bekalani, Yudha Arman, Muhammad Ishak Jumarang Program

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Prinsip pengeringan lapisan tipis pada dasarnya adalah mengeringkan bahan sampai kadar air bahan mencapai kadar air keseimbangannya. Sesuai

Lebih terperinci

VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE)

VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE) VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE) Oleh : HOLILUDIN C64104069 SKRIPSI PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Parameter Mutu Mentimun Jepang Mentimun jepang yang akan dipasarkan harus memenuhi karakteristik yang ditentukan oleh konsumen. Parameter mutu untuk mentimun jepang meliputi

Lebih terperinci

Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino

Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino G181 Iva Ayu Rinjani dan Bangun Muljo Sukojo Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl.

Lebih terperinci

POSITRON, Vol. V, No. 1 (2015), Hal ISSN :

POSITRON, Vol. V, No. 1 (2015), Hal ISSN : POSITRON, Vol. V, No. (5), Hal. - 5 ISSN : -97 Prediksi Ketinggian Gelombang Laut Perairan Laut Jawa Bagian Barat Sebelah Utara Jakarta dengan Metode Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik Prada Wellyantama

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Data arus diperoleh dari Mooring Aanderaa yang merupakan bagian dari Program Arlindo Indonesia-USA pada dua lokasi di Selat Makassar masingmasing pada posisi

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Oktober 2011 meliputi

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Oktober 2011 meliputi 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Oktober 2011 meliputi penyusunan basis data, pemodelan dan simulasi pola sebaran suhu air buangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada pembenturan tiga lempeng kerak bumi yaitu lempeng Eurasia,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada pembenturan tiga lempeng kerak bumi yaitu lempeng Eurasia, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia terletak pada pembenturan tiga lempeng kerak bumi yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Hindia Australia dan berada pada pertemuan 2 jalur

Lebih terperinci

04. PENGGUNAAN SOFTWARE OCEAN DATA VIEW (ODV)

04. PENGGUNAAN SOFTWARE OCEAN DATA VIEW (ODV) 04. PENGGUNAAN SOFTWARE OCEAN DATA VIEW (ODV) TUJUAN - Mahasiswa dapat membuat dan menganalisis sebaran permukaan, menegak, dan melintang data suhu, salinitas dan densitas - Mahasiswa dapat membuat diagram

Lebih terperinci

SIMULASI NUMERIK UJI EKSPERIMENTAL PROFIL ALIRAN SALURAN MULTI BELOKAN DENGAN VARIASI SUDU PENGARAH

SIMULASI NUMERIK UJI EKSPERIMENTAL PROFIL ALIRAN SALURAN MULTI BELOKAN DENGAN VARIASI SUDU PENGARAH SIMULASI NUMERIK UJI EKSPERIMENTAL PROFIL ALIRAN SALURAN MULTI BELOKAN DENGAN VARIASI SUDU PENGARAH Syukran 1* dan Muh. Haiyum 2 1,2 Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl. Banda Aceh-Medan

Lebih terperinci

ANALISA VARIASI HARMONIK PASANG SURUT DI PERAIRAN SURABAYA AKIBAT FENOMENA EL-NINO

ANALISA VARIASI HARMONIK PASANG SURUT DI PERAIRAN SURABAYA AKIBAT FENOMENA EL-NINO Bangun Muljo Sukojo 1, Iva Ayu Rinjani 1 1 Departemen Teknik Geomatika, FTSLK-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya, 60111, Indonesia e-mail: 1 bangun_ms@geodesy.its.ac.id Abstrak Pengaruh fenomena El Nino

Lebih terperinci

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT Martono Divisi Pemodelan Iklim, Pusat Penerapan Ilmu Atmosfir dan Iklim LAPAN-Bandung, Jl. DR. Junjunan 133 Bandung Abstract: The continuously

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR. 3.1 Metode Gayaberat

BAB III TEORI DASAR. 3.1 Metode Gayaberat BAB III TEORI DASAR 3.1 Metode Gayaberat Metode gayaberat adalah metode dalam geofisika yang dilakukan untuk menyelidiki keadaan bawah permukaan berdasarkan perbedaan rapat massa cebakan mineral dari daerah

Lebih terperinci

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM POLA DISTRIBSI SH DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang mempengaruhi penyebaran penyakit demam berdarah dengue yang

BAB III METODE PENELITIAN. yang mempengaruhi penyebaran penyakit demam berdarah dengue yang BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi. Pada penelitian ini, data yang diambil adalah data faktorfaktor

Lebih terperinci

Oseanografi Fisis. Massa Air dan Proses Percampuran

Oseanografi Fisis. Massa Air dan Proses Percampuran Oseanografi Fisis 4 Massa Air dan Proses Percampuran Karakteristik Massa Air Pemanasan Pendinginan Pembentukan Es Penguapan Pengenceran Permukaan Laut Massa Air Paling Berat dan Paling Dalam Terbentuk

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE-5 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN SIRKULASI MASSA AIR (Bagian 2) ASEP HAMZAH

PERTEMUAN KE-5 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN SIRKULASI MASSA AIR (Bagian 2) ASEP HAMZAH PERTEMUAN KE-5 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN SIRKULASI MASSA AIR (Bagian 2) ASEP HAMZAH What is a thermocline? A thermocline is the transition layer between warmer mixed water at the ocean's surface and

Lebih terperinci

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

KONDISI OSEANOGRAFIS SELAT MAKASAR By: muhammad yusuf awaluddin

KONDISI OSEANOGRAFIS SELAT MAKASAR By: muhammad yusuf awaluddin KONDISI OSEANOGRAFIS SELAT MAKASAR By: muhammad yusuf awaluddin Umum Perairan Indonesia memiliki keadaan alam yang unik, yaitu topografinya yang beragam. Karena merupakan penghubung dua system samudera

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai

2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Perairan Pantai Pemaron merupakan salah satu daerah yang terletak di pesisir Bali utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai wisata

Lebih terperinci

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI Lokasi pada lepas pantai yang teridentifikasi memiliki potensi kandungan minyak bumi perlu dieksplorasi lebih lanjut supaya

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Penerapan ilmu geofisika, geologi, maupun hidrografi dalam survey bawah laut menjadi suatu yang sangat krusial dalam menggambarkan keadaan, detail objek,

Lebih terperinci

Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu

Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu Jurnal Gradien Vol. 11 No. 2 Juli 2015: 1128-1132 Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu Widya Novia Lestari, Lizalidiawati, Suwarsono,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Arus globalisasi dan teknologi saat ini berkembang demikian cepat di seluruh

BAB 1 PENDAHULUAN. Arus globalisasi dan teknologi saat ini berkembang demikian cepat di seluruh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arus globalisasi dan teknologi saat ini berkembang demikian cepat di seluruh dunia. Teknologi-teknologi baru di berbagai bidang banyak bermunculan dan dengan cepat

Lebih terperinci

ANALISIS CURAH HUJAN DASARIAN III MEI 2017 DI PROVINSI NTB

ANALISIS CURAH HUJAN DASARIAN III MEI 2017 DI PROVINSI NTB BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KELAS I LOMBOK BARAT NTB Jl. TGH. Ibrahim Khalidy Telp.(0370)674134, Fax.(0370)674135, Kediri-Lobar, NTB 83362 Website : http://iklim.ntb.bmkg.go.id

Lebih terperinci

Frek = 33,5 Hz. Gambar 4.1 Grafik perpindahan massa kecepatan aliran 1.3 m/s 2. Untuk kecepatan aliran 1.5 m/s

Frek = 33,5 Hz. Gambar 4.1 Grafik perpindahan massa kecepatan aliran 1.3 m/s 2. Untuk kecepatan aliran 1.5 m/s BAB IV ANALISA DATA 4.1 ANALISA GRAFIK Setelah melakukan langkah perhitungan sesuai dengan tahapan yang sudah dijelaskan pada bab 3, maka akan didapatkan hasil tentang perbandingan untuk perpindahan massa

Lebih terperinci

KONDISI OSEANOGRAFI DI SELAT SUNDA DAN SELATAN JAWA BARAT PADA MONSUN BARAT 2012

KONDISI OSEANOGRAFI DI SELAT SUNDA DAN SELATAN JAWA BARAT PADA MONSUN BARAT 2012 KONDISI OSEANOGRAFI DI SELAT SUNDA DAN SELATAN JAWA BARAT PADA MONSUN BARAT 2012 Trie Lany Putri Yuliananingrum dan Mutiara R. Putri Program Studi Oseanografi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut

Lebih terperinci

Oleh Satria Yudha Asmara Perdana Pembimbing Eko Minarto, M.Si Drs. Helfinalis M.Sc

Oleh Satria Yudha Asmara Perdana Pembimbing Eko Minarto, M.Si Drs. Helfinalis M.Sc Oleh Satria Yudha Asmara Perdana 1105 100 047 Pembimbing Eko Minarto, M.Si Drs. Helfinalis M.Sc PENDAHULUAN Latar Belakang Pulau Bawean memiliki atraksi pariwisata pantai yang cukup menawan, dan sumber

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. III, No. 3 (2015), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. III, No. 3 (2015), Hal ISSN : PRISMA FISIKA, Vol. III, No. (05), Hal. 79-86 ISSN : 7-80 Pemodelan Kebutuhan Daya Listrik Di Pt. PLN (Persero) Area Pontianak dengan Menggunakan Metode Gauss-Newton Mei Sari Soleha ), Joko Sampurno *),

Lebih terperinci

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa G174 Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa Muhammad Ghilman Minarrohman, dan Danar Guruh Pratomo Departemen Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pembangkitan Gelombang Angin yang berhembus di atas permukaan air akan memindahkan energinya ke air. Kecepatan angin tersebut akan menimbulkan tegangan pada permukaan laut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gayaberat merupakan salah satu metode dalam geofisika. Nilai Gayaberat di

BAB I PENDAHULUAN. Gayaberat merupakan salah satu metode dalam geofisika. Nilai Gayaberat di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gayaberat merupakan salah satu metode dalam geofisika. Nilai Gayaberat di setiap tempat di permukaan bumi berbeda-beda, disebabkan oleh beberapa faktor seperti

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pengumpulan dan Pengolahan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data batimetri, garis pantai dan data angin. Pada Tabel 3.1 dicantumkan mengenai data yang

Lebih terperinci

Suhu rata rata permukaan laut

Suhu rata rata permukaan laut Oseanografi Fisis 2 Sifat Fisis & Kimiawi Air Laut Suhu Laut Suhu rata rata permukaan laut Distribusi vertikal Suhu Mixed layer Deep layer Distribusi vertikal Suhu Mixed Layer di Equator lebih tipis dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak tahun 1980-an para peneliti meteorologi meyakini bahwa akan terjadi beberapa penyimpangan iklim global, baik secara spasial maupun temporal. Kenaikan temperatur

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 17 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai Juni 211, sedangkan survei data dilakukan oleh pihak Balai Riset Perikanan Laut (BRPL) Departemen

Lebih terperinci

ARUS PERMUKAAN YANG BERPENGARUH TERHADAP DISTRIBUSI 137 Cs (CESIUM-137) DI PERAIRAN GRESIK

ARUS PERMUKAAN YANG BERPENGARUH TERHADAP DISTRIBUSI 137 Cs (CESIUM-137) DI PERAIRAN GRESIK JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 3, Nomor 4, Tahun 2014, Halaman 470-475 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose ARUS PERMUKAAN YANG BERPENGARUH TERHADAP DISTRIBUSI 137 Cs (CESIUM-137) DI PERAIRAN

Lebih terperinci

ANALISIS CUACA KEJADIAN BANJIR TANGGAL 26 OKTOBER 2017 DI BANDARA PONGTIKU KABUPATEN TANA TORAJA

ANALISIS CUACA KEJADIAN BANJIR TANGGAL 26 OKTOBER 2017 DI BANDARA PONGTIKU KABUPATEN TANA TORAJA ANALISIS CUACA KEJADIAN BANJIR TANGGAL 26 OKTOBER 2017 DI BANDARA PONGTIKU KABUPATEN TANA TORAJA I. INFORMASI KEJADIAN KEJADIAN Hujan Lebat 29.7 mm selama 1 jam LOKASI Bandara Pongtiku Kec. Rantetayo Kab.

Lebih terperinci

PRAKIRAAN MUSIM 2017/2018

PRAKIRAAN MUSIM 2017/2018 1 Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas perkenannya, kami dapat menyelesaikan Buku Prakiraan Musim Hujan Tahun Provinsi Kalimantan Barat. Buku ini berisi kondisi dinamika atmosfer

Lebih terperinci

VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN PULAU BIAWAK DENGAN PENGUKURAN INSITU DAN CITRA AQUA MODIS

VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN PULAU BIAWAK DENGAN PENGUKURAN INSITU DAN CITRA AQUA MODIS VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN PULAU BIAWAK DENGAN PENGUKURAN INSITU DAN CITRA AQUA MODIS Irfan A. Silalahi 1, Ratna Suwendiyanti 2 dan Noir P. Poerba 3 1 Komunitas Instrumentasi dan Survey

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS IKLIM INDONESIA Pengertian Iklim Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun

Lebih terperinci

Derajat dari reaksi biokimia pada suatu organisme dipengaruhi oleh:

Derajat dari reaksi biokimia pada suatu organisme dipengaruhi oleh: TERMODINAMIKA Derajat dari reaksi biokimia pada suatu organisme dipengaruhi oleh: Temperatur (organisme dan lingkungan) Penyebaran radian kalor laten Kapasitas kalor Resistansi Sifat Atmosfer dan Temperatur

Lebih terperinci

SEBARAN MEDAN MASSA, MEDAN TEKANAN DAN ARUS GEOSTROPIK DI PERAIRAN SELATAN JAWA BULAN AGUSTUS 2009

SEBARAN MEDAN MASSA, MEDAN TEKANAN DAN ARUS GEOSTROPIK DI PERAIRAN SELATAN JAWA BULAN AGUSTUS 2009 SEBARAN MEDAN MASSA, MEDAN TEKANAN DAN ARUS GEOSTROPIK DI PERAIRAN SELATAN JAWA BULAN AGUSTUS 2009 Ferdy Gustian Utama 1 1 mahasiswa pasca sarjana program studi ilmu kelautan (C551140281) Pendahuluan Dinamika

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa dekade terakhir ini, wilayah Indonesia sering diterpa berbagai bencana alam, salah satunya gempa bumi. Hal ini terjadi karena Indonesia menempati zona tektonik

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 11 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian dibagi dalam dua tahap, yaitu kegiatan penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Masing-masing kegiatan tersebut dilakukan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MASSA AIR ARLINDO DI PINTASAN TIMOR PADA MUSIM BARAT DAN MUSIM TIMUR

KARAKTERISTIK MASSA AIR ARLINDO DI PINTASAN TIMOR PADA MUSIM BARAT DAN MUSIM TIMUR KARAKTERISTIK MASSA AIR ARLINDO DI PINTASAN TIMOR PADA MUSIM BARAT DAN MUSIM TIMUR Oleh : Agus Dwi Jayanti Diah Cahyaningrum C64104051 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON OLEH : CAROLUS NIRAHUA NRP : 000 PROGRAM PASCASARJANA BIDANG KEAHLIAN TEKNIK MANAJEMEN

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan Tempat

3 BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan Tempat 17 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Studi tentang percampuran turbulen merupakan bagian dari pelayaran INDOMIX yang dilaksanakan pada tanggal 9-22 Juli 2010 dengan menggunakan Kapal Riset Marion

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian 18 3 METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2010 hingga Juni 2011 dengan lokasi penelitian yaitu Perairan Selat Makassar pada posisi 01 o 00'00" 07 o 50'07"

Lebih terperinci

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6 No. 2, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-172 Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa Muhammad Ghilman Minarrohman, dan Danar Guruh

Lebih terperinci