Berita Penelitian. Robert Siburian. (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Berita Penelitian. Robert Siburian. (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)"

Transkripsi

1 Berita Penelitian Entikong: Daerah Tanpa Krisis Ekonomi di Perbatasan Kalimantan Barat Sarawak 1 Robert Siburian (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Pengantar Krisis ekonomi yang dialami oleh bangsa Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 menorehkan berbagai catatan dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Catatan yang tidak mungkin dilupakan oleh seluruh lapisan masyarakat adalah runtuhnya pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan mantan Presiden Soeharto setelah tidak tergoyahkan selama 32 tahun berkuasa. Semasa pemerintahannya, Indonesia berhasil mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi. Sayangnya, pertumbuhan ekonomi tersebut ternyata dibangun melalui penimbunan hutang luar negeri yang mengakibatkan rapuhnya pondasi bangunan ekonomi tersebut. Krisis ekonomi yang melanda bangsa Indonesia ini telah mengakibatkan berbagai konsekuensi, yang merupakan bencana bagi perekonomian nasional, dan juga bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Akan tetapi, penilaian sebagian besar masyarakat Indonesia yang menghendaki agar krisis ekonomi cepat berakhir bertolak belakang dengan keinginan masyarakat yang tinggal di daerah perbatasan, khususnya mereka yang tinggal di Entikong, 2 Kalimantan Barat. Bagi mereka ini, krisis ekonomi justru menjadi berkah yang dapat membuat tingkat ke-sejahteraannya terangkat. Sehubungan dengan itu, tulisan ini mengkaji tentang pengaruh krisis ekonomi terhadap masyarakat di daerah perbatasan dengan memfokus pada tiga kegiatan ekonomi yang secara nyata memperoleh berkah dari krisis ekonomi itu. Daerah dan masyarakat perbatasan Terminologi yang digunakan oleh pemerintah daerah Propinsi Kalimantan Timur tentang daerah perbatasan adalah daerah yang terletak di sepanjang perbatasan antara negara Republik 1 Tulisan ini merupakan ringkasan dari makalah yang disajikan dalam panel: Dinamika Sosial Budaya di Daerah Perbatasan Indonesia Malaysia: Pengalaman Masa Lalu, Masa Kini, dan Prospek Masa Depan, pada Simposium Internasional Jurnal ANTROPOLOGI INDONESIA ke-2: Globalisasi dan Kebudayaan Lokal: Suatu Dialektika Menuju Indonesia Baru, Universitas Andalas, Padang, Juli Jarak Entikong ke Kota Pontianak Ibukota Propinsi Kalimantan Barat lebih kurang 300 kilometer. 87

2 Indonesia dan negara Malaysia (Mubyarto 1991:106). Analog dengan itu, pemerintah daerah Propinsi Kalimantan Barat mengklasifikasikan daerah perbatasan menjadi dua bagian. Pertama, daerah perbatasan lini I, yaitu daerah yang langsung berhadapan dan melekat pada tapal batas dengan Sarawak (Malaysia Timur). Kedua, daerah perbatasan lini II, yaitu daerah yang secara tidak langsung berhadapan dengan wilayah Sarawak, akan tetapi masih terkena pengaruh langsung sebagai akibat berbatasan dengan Sarawak. Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur merupakan dua propinsi di Indonesia yang berbatasan dengan negara Malaysia, khususnya Malaysia Timur (Sarawak dan Sabah). Entikong termasuk daerah perbatasan lini I. Daerah ini langsung berhadapan dan melekat pada tapal batas dengan Sarawak. Bahkan, Entikong merupakan satu-satunya daerah yang dilalui jalan tembus lintas antarnegara, yaitu Kota Kuching (Sarawak) dan Kota Pontianak (Kalimantan Barat). Tidak jauh dari garis perbatasan Sarawak dan Kalimantan Barat, masing-masing negara telah membangun Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB). PPLB Indonesia dibangun di Entikong dan PPLB Malaysia dibangun di Tebedu. PPLB beroperasi sejak 1 Oktober 1989 dengan waktu operasi mulai pukul WIB sampai WIB. Daerah perbatasan Entikong relatif lebih maju ketimbang daerah perbatasan daratan lain yang berada di Kalimantan Barat maupun Kalimantan Timur. Daerah Entikong sudah dilengkapi oleh berbagai fasilitas untuk mendukung tumbuhnya sebuah kota, seperti terminal, warung telpon, hotel, pertokoan dan tempat karaoke. 3 Fasilitas yang mendukung terlaksananya pemerintahan juga sudah memadai, seperti kantor karantina, imigrasi, bea dan cukai. Masyarakat perbatasan tidak saja terdiri dari masyarakat lokal, tetapi juga masyarakat pendatang yang sudah bertempat tinggal di daerah tersebut, ataupun mereka yang sekedar mencari nafkah di daerah perbatasan. Aktivitas ekonomi masyarakat perbatasan tidak homogen. Selain usaha di bidang pertanian ladang, sawah, perkebunan, kehutanan, dan peternakan, masyarakat perbatasan di Entikong banyak melakukan aktivitas perdagangan, jasa, dan kegiatan di sektor informal lain. Masyarakat lokal lebih banyak bekerja sebagai petani, karena mereka memiliki lahan pertanian. Pekerjaan sambilan yang dilakukan oleh masyarakat lokal adalah menjadi kuli angkat barang bawaan pelintas, dan bongkar muat barang dari/ke dalam truk. Penduduk pendatang umumnya tidak memiliki lahan pertanian. Karena itu, mereka lebih banyak bergerak di bidang perdagangan, jasa penukaran uang, jasa pengisian blanko bepergian ke luar negeri, dan sektor informal lainnya. Untuk melakukan aktivitas perdagangan, awalnya mereka membuka usaha di pertokoan Entikong. Tetapi, seiring dengan terjadinya krisis ekonomi, tempat baru untuk berdagang pun muncul yang disebut dengan pasar kaget. 4 Terjadinya krisis ekonomi dan hadirnya pasar kaget semakin menggairahkan usaha ekonomi di atas. Hasil penelitian Sugesti (1999:22) mencatat bahwa dari 45 responden yang berdagang di pasar kaget, sejumlah 19 orang berasal dari Pontianak, 9 orang Jawa Barat, 7 orang Sumatera dan 10 orang berasal dari luar Entikong. 3 Karaoke adalah istilah yang digunakan oleh masyarakat untuk menyebut salah satu tempat hiburan malam di Entikong. Tempat ini merupakan gedung tertutup dengan penerangan yang dibuat remang-remang, di dalamnya selain bernyanyi pengunjung pun dapat menikmati minuman beralkohol. 4 Pasar kaget adalah pasar yang hadir secara mendadak tanpa suatu perencanaan sebagai akibat krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia. 88

3 Secara garis besar, ada tiga kegiatan ekonomi yang mendatangkan berkah; yakni kegiatan di sektor pertanian, sektor perdagangan, dan sektor informal lainnya. Sektor pertanian Sebagian besar masyarakat yang tinggal di daerah perbatasan hidup dari hasil pertanian. Lahan pertanian yang mereka miliki relatif luas. Selain ada yang mempertahankan tradisi berladang berpindah, ada yang sudah menerapkan sistem berladang menetap. Selain itu, sekitar tahun 1970-an, dengan penyuluhan yang dilakukan pemerintah, sudah ada yang mengolah lahan basah (sawah) dengan sistem irigasi tradisional. Jenis hasil pertanian dari ketiga sistem pertanian itu beraneka ragam. Yang paling menonjol berasal dari tanaman keras, seperti karet, kakao, rambutan, dan durian. Selain produk tanaman keras tersebut, akhir-akhir ini tanaman lada menjadi tanaman yang sangat menguntungkan petani. Padahal, sekitar tahun 80-an jenis tanaman ini sempat ditinggalkan, karena harga lada yang sangat rendah, yaitu sekitar Rp500,- per kilogramnya (Indrawasih dkk. 1996). Tingkat harga itu tidak saja dialami oleh petani di daerah perbatasan, tetapi juga daerah-daerah lain di tanah air. Ada dugaan bahwa penurunan harga tersebut berkaitan dengan menurunnya harga lada di tingkat internasional sebagai konsekuensi dari supply yang melebihi jumlah permintaan pasar. Pada tingkat harga Rp500,- itu, para petani tidak memperoleh keuntungan apa pun, karena biaya yang dikeluarkan untuk memelihara tanaman lada lebih besar dibandingkan dengan pendapatan yang diperoleh. Petani di daerah perbatasan pun mengganti tanaman lada dengan jenis tanaman karet dan kakao. Seiring dengan terjadinya krisis, pola tanam petani juga ikut berubah. Jika pada tahun 80-an tanaman lada disia-siakan, maka saat krisis berlangsung, jenis tanaman lada menjadi primadona yang mendominasi hasil pertanian mereka. Kecenderungan maraknya penduduk menanam lada disebabkan oleh meningkatnya harga lada pada saat krisis ekonomi terjadi, yakni mencapai Rp ,- untuk setiap kilogramnya. Harga yang relatif tinggi itu dapat diperoleh petani secara utuh. Mereka tidak perlu mengeluarkan biaya transportasi untuk memasarkannya, karena daerah pemasaran terletak tidak lebih dari 10 km, yakni di Sarawak yang berbatasan dengan Entikong. Tentu saja hal itu akan menghemat biaya angkut. Dalam waktu dua hari setelah lada dipetik dan dijemur hingga kering, uang pun sudah diperoleh petani. Biasanya petani menggunakan sepeda motor untuk mengangkut hasil tanaman ladanya melalui pintu perbatasan yang dibuka dari jam WIB sampai dengan WIB. Para cukong lada sudah menunggu di Sarawak, sehingga lada dalam jumlah besar akan tetap terjual. Para petani lebih tertarik menjual lada ke Sarawak daripada ke kota-kota di Kalimantan Barat. Selain jaraknya yang relatif dekat, mata uang yang diterima oleh petani adalah ringgit Malaysia. Fluktuasi nilai dolar AS yang tidak stabil berpengaruh pada nilai mata uang asing lain, termasuk ringgit Malaysia. Dengan demikian, petani masih memperoleh keuntungan dari selisih kurs yang berlaku. Hasil dari pertanian lada inilah yang sangat berperan untuk mengangkat tingkat kesejahteraan petani di daerah perbatasan. Keadaan sebaliknya justru dialami tanaman karet yang ditinggalkan oleh petani di daerah perbatasan. Selain harga karet rendah, daerah pemasarannya pun sangat sulit. Karet Indonesia 89

4 kurang diminati di Malaysia, sehingga pemasarannya harus ke Pontianak. Jarak yang jauh (lebih kurang 300 km) mengakibatkan tingginya biaya transportasi untuk mengangkut karet, sehingga mengurangi pendapatan petani. Sektor perdagangan Aktivitas perdagangan masyarakat Entikong dilakukan di dua tempat, yaitu pasar kaget dan pusat pertokoan Entikong. Kalau pusat pertokoan Entikong berada di antara pemukiman penduduk, maka pasar kaget mengambil lokasi di areal Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB). Jarak antara kedua pasar tersebut kurang lebih lima kilometer. Aktivitas ekonomi di pasar kaget dapat disebut sebagai aktivitas baru akibat terjadinya krisis ekonomi yang melanda bangsa Indonesia sejak tahun Padahal, merujuk pada aturan yang ada, seharusnya tidak ada kegiatan lain di luar kegiatan pos di areal PPLB. Tetapi, sejak krisis ekonomi, implementasi dari aturan tersebut jauh dari kenyataan dan sangat bertolak belakang dengan PPLB yang ditampilkan oleh Malaysia. Sebelum pasar kaget diformalkan, para pedagang justru berkeliaran menawarkan dagangannya di areal PPLB, bahkan juga di dalam pos sehingga mengganggu kegiatan pos. Melihat aktivitas perdagangan yang tidak teratur dan kondisi ekonomi Indonesia yang mengalami krisis, hal itu menjadi dilema bagi pengelola PPLB. Jika para pedagang yang berkeliaran itu ditertibkan, mereka tidak mempunyai sumber penghasilan untuk membiayai hidupnya. Sebaliknya kalau dibiarkan, kegiatan para pedagang itu akan mengganggu aktivitas pos. Jalan tengah yang ditempuh pengelola PPLB adalah memformalkan kehadiran para pedagang untuk berjualan di sekitar areal PPLB dengan membangun kios-kios yang kemudian dikenal sebagai pasar kaget. Dengan menetapnya para pedagang di kios-kios itu, mereka tidak lagi berkeliaran di areal PPLB. Pemerintah setempat pun memperoleh pemasukan dari pemakai kios dengan menarik retribusi. Jumlah pedagang yang berjualan di pasar kaget mencapai 200 orang yang berasal dari berbagai daerah, seperti Bandung, Tangerang, dan Pontianak. Barang-barang yang diperjualbelikan didominasi oleh barang keperluan sehari-hari, misalnya sepatu, peralatan rumah tangga, kosmetik, ambal dan mainan anak-anak. Barang-barang tersebut didatangkan dari Pontianak dan kota-kota besar lainnya, baik yang disuplai oleh pemasok, maupun yang didatangkan oleh pedagang sendiri, misalnya sepatu Cibaduyut Bandung. Pembeli di pasar kaget ini umumnya warga negara Malaysia, kendati tidak tertutup kemungkinan penduduk Entikong sendiri yang berbelanja di pasar kaget tersebut. Ada dua alasan mengapa warganegara Malaysia bersedia berbelanja di pasar kaget. Pertama, harga barang-barang yang dijual di pasar kaget relatif lebih murah dibandingkan dengan harga barang yang dijual di Malaysia. Hal itu akibat merosotnya nilai rupiah terhadap mata uang asing, termasuk ringgit Malaysia. Oleh karena patokan harga yang dipergunakan di pasar kaget adalah rupiah, maka dengan sejumlah ringgit tertentu warga Malaysia dapat membeli barang dalam jumlah lebih banyak dibandingkan di Malaysia sendiri. Kualitas barang yang dijual di pasar kaget pun sama atau tidak jauh berbeda dari barang yang dijual di Malaysia. Kedua, warga negara Malaysia yang berbelanja di pasar kaget tidak harus menggunakan pas lintas batas (PLB) ataupun paspor. Hal itu sesuai dengan kesepakatan tentang lintas batas yang pernah ditandatangani oleh pemerintah Indonesia dan Malaysia sebelumnya bagi warga 90

5 kedua pihak. Pasar kaget Entikong berada di areal PPLB, sehingga warga negara Malaysia bebas berbelanja di situ. Lain halnya dengan warga negara yang keluar dari areal PPLB. Warga negara yang memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) daerah perbatasan, atau paspor bagi warga negara yang bukan pemilik KTP daerah perbatasan diwajibkan menggunakan PLB. Jika pasar kaget mengambil tempat di areal PPLB, pusat pertokoan Entikong berada di antara permukiman penduduk Entikong yang letaknya sekitar 5 kilometer dari areal PPLB. Pertokoan Entikong bentuknya lebih permanen, berupa rumah toko (ruko). Jumlah pedagang di pertokoan Entikong yang umumnya adalah pendatang relatif banyak. Aktivitas perdagangan di pusat pertokoan ini dimulai dari pagi hingga malam hari. Jenis dan asal barang yang diperjualbelikan tidak berbeda dari yang dijual di pasar kaget. Pedagang yang berjualan di pasar kaget juga pemilik usaha di pertokoan Entikong. Munculnya pasar kaget di areal PPLB menyebabkan sepinya pengunjung di pertokoan Entikong, karena barang-barang yang dipasarkan di kedua tempat itu sama. Selain itu, pengunjung warga negara Malaysia yang ingin berbelanja di pertokoan Entikong harus direpotkan dengan persoalan birokrasi. Warga negara Malaysia yang berbelanja di pertokoan Entikong harus memiliki syarat keimigrasian, seperti PLB dan paspor. Padahal, sebelum pasar kaget beroperasi, pasar Entikong selalu ramai dengan pengunjung dari Malaysia; baik untuk berbelanja maupun sekedar berjalan-jalan, khususnya pada hari Sabtu dan Minggu, atau hari libur lainnya. Pada saat itu, yang berkunjung ke pertokoan Entikong tidak saja warga negara Malaysia beretnik Melayu, tetapi juga mereka yang beretnik Cina. Sektor informal lain Sejak terjadinya krisis ekonomi tahun 1997, jenis usaha pertukaran uang (money changer) pun bermunculan. Jumlah pengusahanya mencapai 40 orang, padahal luas areal PPLB tidak lebih dari satu hektar. Penukar uang itu berasal dari luar Entikong, seperti Batak, dan Melayu-Pontianak. Informan yang bermukim di Sanggau mengemukakan bahwa sebelum berprofesi sebagai penukar uang di Entikong, mereka bekerja di terminal Sanggau, sebagai kondektur mobil angkutan, atau calo penumpang. Mereka beralih menjadi penukar uang bersamaan dengan terjadinya krisis ekonomi di Indonesia. Fluktuasi rupiah yang tidak stabil terhadap mata uang asing dilihatnya sebagai peluang ekonomi. Modal yang dibutuhkan untuk turut serta dalam kegiatan itu pun tidak berjumlah besar sejalan dengan volume pertukaran uang yang dilakukan. Cara penukaran uang yang dilakukan adalah dengan jemput bola. Para pedagang itu aktif mencari dan menawarkan uang untuk ditukar, baik ke dalam mata uang ringgit ataupun rupiah ke seluruh pelintas di areal PPLB. Bagi calon penukar uang yang tidak ingin repot, dan uang yang hendak ditukarnya pun tidak terlalu banyak, cenderung memilih penukaran uang yang tidak resmi ini. Lain halnya dengan penukar uang atau money changer resmi yang menunggu calon penukar uang mendatanginya di tempat yang telah disediakan. Kehadiran para penukar uang di areal PPLB berdampak positif dan negatif. Manfaat positifnya ada dua. Pertama, pelayanan oleh para penukar uang kepada masyarakat yang ingin menukarkan uangnya, berlangsung relatif cepat, sambil berjalan. Kedua, aktivitas penukaran uang itu mampu menyediakan lapangan kerja baru di saat krisis. Sisi negatifnya ialah mengganggu kenyamanan 91

6 para pelintas batas, sebab dalam melakukan aktivitasnya para penukar uang menyerbu orangorang yang baru turun dari bis di areal PPLB. Mereka berusaha mempengaruhi pelintas agar bersedia menukarkan uang, sekalipun pelintas tidak ingin didekati oleh penukar uang. Kurs yang berlaku di areal PPLB sama dengan nilai kurs saat itu yang diketahui dari siaran televisi. Nilai tukar yang menjadi patokan adalah dolar AS, baru kemudian dikonversikan ke dalam ringgit Malaysia. Misalnya, kurs yang berlaku pada hari itu adalah US$1 = Rp Sementara itu, kurs ringgit Malaysia terhadap dolar AS adalah tetap: 3,8 untuk setiap satu dollar, karena Malaysia menganut sistem nilai kurs tetap. Dengan perhitungan seperti itu, maka nilai satu ringgit Malaysia adalah Rp9.200/RM3,8 = Rp Keuntungan yang diperoleh para penukar uang ini adalah selisih antara kurs jual dengan kurs beli. Oleh karena itu, para penukar uang akan berusaha untuk mendapatkan ringgit sebanyakbanyaknya dari mereka yang ke luar dari Malaysia. Pada hari itu juga para penukar uang akan berusaha menukar ringgit tersebut dengan rupiah. Jika tidak, dengan nilai rupiah yang belum stabil, ringgit yang tidak terjual pada hari itu nilainya dapat berfluktuasi, turun atau naik pada esok harinya. Jika nilai tukar ringgit naik, hal itu tidak menjadi masalah bagi penukar uang. Justru keuntunganlah yang diperoleh. Sebaliknya, jika nilai ringgit turun, para penukar uang yang tidak cepat menukar ringgitnya akan mengalami kerugian, sebab harga jual ringgit lebih rendah dibandingkan dengan harga belinya. Banyaknya penukar uang jalanan yang beroperasi di areal PPLB membuat bank tidak mampu bersaing. Kurs yang berlaku di bank ditetapkan dari pusat, artinya nilai kurs tidak dapat diubah oleh pihak bank setempat. Sementara itu, para penukar uang jalanan ini dapat membeli ringgit pada harga yang lebih tinggi (ada tawar menawar) bila uang yang hendak ditukar berjumlah besar. Misalnya, kurs yang berlaku pada hari itu adalah Rp2.200/RM1, penukar uang jalanan ini terkadang sanggup menukarnya dengan harga Rp Kesanggupan menukar ringgit di atas kurs yang berlaku membuat kantor bank hengkang dari areal PPLB. Seorang informan menyebutkan bahwa di balik kesanggupan penukar uang jalanan ini menukar uang di atas kurs yang berlaku, ternyata tindakan itu disertai oleh permainan yang merugikan pihak lain. Jika tidak demikian, secara logika menukar uang ringgit di atas kurs yang berlaku dan kembali menukarnya di bawah kurs yang berlaku akan menyebabkan penukar uang mengalami kerugian. Namun, tanpa sepengetahuan orang yang ingin menukar uang, ternyata kalkulator yang digunakannya untuk membantu berhitung sudah direkayasa sebelumnya. Akibatnya, jumlah perhitungan antara banyaknya uang yang ditukar dengan kurs yang berlaku pada saat itu akan lebih kecil daripada jumlah yang seharusnya. Oleh karena angka yang ditekan dalam kalkulator adalah benar, tentu saja orang yang menukarkan uangnya tidak curiga. Kelengahan itulah yang dimanfaatkan oleh para penukar uang tradisional itu, sehingga masuk akal apabila mereka mampu menawarkan kurs di atas ataupun di bawah kurs yang berlaku sesuai dengan jenis mata uang yang ingin ditukar. Selain kegiatan penukaran uang, mereka yang bekerja sebagai kuli angkut barang pelintas juga ketiban rezeki dengan terjadinya krisis ekonomi. Areal PPLB selalu ramai oleh pelintas yang berjalan kaki, baik yang sengaja berbelanja di areal PPLB ataupun pelintas yang tidak menggunakan kendaraan pribadi dan bis penumpang. Barang-barang bawaan para pelintas pejalan kaki itulah yang diangkut oleh para kuli dari satu PPLB ke PPLB lain yang jaraknya tidak lebih dari 300 meter. 92

7 Mereka yang bekerja sebagai kuli angkut barang ini adalah warga negara Indonesia, mulai dari anak-anak yang masih sekolah hingga orang dewasa. Upah yang mereka terima untuk mengangkut barang dari satu pos ke pos lain antara 5 10 ringgit, atau sekitar ribu rupiah. Lazimnya, mata uang yang menjadi patokan adalah ringgit Malaysia, baru kemudian dikonversikan ke dalam rupiah Indonesia. Kesimpulan Entikong, salah satu daerah yang berbatasan dengan negara Malaysia, merupakan daerah yang merespon krisis ekonomi secara berbeda dari sebagian besar daerah di tempat lain. Jika sebagian besar wilayah negara Indonesia mengalami kebangkrutan akibat krisis ekonomi, sebaliknya, masyarakat di daerah perbatasan ini justru meraup keuntungan. Masyarakat Entikong justru menginginkan tetap berlangsungnya krisis ekonomi, karena hal itu membuat semakin bergairahnya kehidupan mereka. Harga jual komoditi pertanian, perkebunan, kehutanan, dan keperluan barang sehari-hari melalui lintas batas antarnegara relatif tinggi. Hal itu terjadi karena selisih kurs yang sangat tinggi. Bahkan, harga barang yang dibeli dari warganegara Indonesia jauh lebih murah daripada harga barang yang sama di Malaysia. Faktor itulah yang mengakibatkan masyarakat Malaysia bersedia membeli barang-barang Indonesia. Faktor pendukung dari keuntungan masyarakat Entikong itu berkaitan dengan fasilitas sarana dan prasarana di Entikong yang relatif memadai. Warga Indonesia atau warga Malaysia tidak terlalu sulit mencapai garis perbatasan sebagai titik pertemuan mereka untuk melakukan interaksi. Selain itu, tingkat ekonomi warga Malaysia relatif lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat ekonomi warga Indonesia. Warganegara Indonesia pun mampu menawarkan komoditi dengan kualitas yang tidak terlalu rendah dan harga bersaing dengan barang-barang yang diperjualbelikan di Malaysia. Bahkan, tingkat harganya sangat rendah dipandang dari sudut kacamata ekonomi Malaysia. Kepustakaan Azazi, A Foreign Direct Investment in West Kalimantan Problems, Prospect and Policy Implication, dalam M. Leigh (peny.) Borneo 2000: Language, Management and Tourism. Kuching, Sarawak: Universitas Malaysia-Sarawak. Hlm Indrawasih, R., A. Marzuki, Soewarsono, dan S. Abdurrachman 1996 Dinamika Sosial Budaya Masyarakat di Daerah Perbatasan Indonesia-Malaysia: Studi Kasus Desa Entikong-Kalimantan Barat dan Pulau Nunukan-Kalimantan Timur. Jakarta: Seri Penelitian PMB-LIPI. Mubyarto, L. Soetrisno, P. Sudiro, S.A. Awang, Sulistiyo, A.S. Dewanta, N.S. Rejeki, dan E. Pratiwi 1991 Kajian Sosial Ekonomi Desa-desa Perbatasan di Kalimantan Timur. Yogyakarta: Aditya Media. Sugesti, N Profil Pedagang Lintas Batas Entikong (Pasar Kaget). Skripsi Sarjana tidak diterbitkan. Pontianak: Fakultas Ekonomi Universitas Tanjung Pura. 93

1 Informasi tersebut diambil dari sebuah artikel yang dimuat di website:

1 Informasi tersebut diambil dari sebuah artikel yang dimuat di website: BAB I Pendahuluan 1.1.Latar Belakang Masalah (perbatasan darat Indonesia Malaysia) Pulau Kalimantan merupakan salah satu pulau yang berbatasan langsung dengan negara lain, yaitu Malaysia. Pulau ini terdapat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian diperoleh dari survei primer dan sekunder terhadap ketersediaan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian diperoleh dari survei primer dan sekunder terhadap ketersediaan 66 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Hasil penelitian diperoleh dari survei primer dan sekunder terhadap ketersediaan dan kebutuhan prasarana dan sarana transportasi perkotaan di empat kelurahan di wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan perkebunan karet terluas di dunia, meskipun tanaman tersebut baru terintroduksi pada tahun 1864. Hanya dalam kurun waktu sekitar 150

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7/DPD RI/I/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7/DPD RI/I/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH NOMOR 7/DPD RI/I/2013-2014 PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH TERHADAP ASPIRASI MASYARAKAT DAN DAERAH PEMBENTUKAN KABUPATEN TAYAN SEBAGAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Kota Dili sebagai Ibukota Negara Timor Leste yang terus mengalami

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Kota Dili sebagai Ibukota Negara Timor Leste yang terus mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kota Dili sebagai Ibukota Negara Timor Leste yang terus mengalami perkembangan pada sektor ekonomi yang berdampak pada peningkatan jumlah dan jenis kendaraan yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jalan merupakan prasarana transportasi yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Jalan merupakan prasarana transportasi yang sangat penting untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Jalan merupakan prasarana transportasi yang sangat penting untuk perkembangan suatu daerah, yaitu untuk mempermudah memindahkan barang dan manusia dari suatu tempat

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Umum Wilayah Kota Bogor Kota Bogor terletak diantara 16 48 BT dan 6 26 LS serta mempunyai ketinggian minimal rata-rata 19 meter, maksimal 35 meter dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aksesibilitas dan mobilitas di daerah tersebut yang sebaliknya akan dapat

I. PENDAHULUAN. aksesibilitas dan mobilitas di daerah tersebut yang sebaliknya akan dapat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perkembangan suatu kota dapat diukur oleh semakin banyaknya sarana dan prasarana penunjang perkembangan kota, (Tamin, 2000). Salah satu laju perkembangan ini

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI PERKEMBANGAN MIGRASI, PASAR KERJA DAN PEREKONOMIAN INDONESIA. penting untuk diteliti secara khusus karena adanya kepadatan dan distribusi

V. DESKRIPSI PERKEMBANGAN MIGRASI, PASAR KERJA DAN PEREKONOMIAN INDONESIA. penting untuk diteliti secara khusus karena adanya kepadatan dan distribusi 131 V. DESKRIPSI PERKEMBANGAN MIGRASI, PASAR KERJA DAN PEREKONOMIAN INDONESIA 5.1. Migrasi Internal Migrasi merupakan salah satu faktor dari tiga faktor dasar yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk. Peninjauan

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN BANDAR UDARA ABDULRACHMAN SALEH MALANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbandingan kebijakan pemerintah Indonesia dan pemerintah Malaysia dalam

BAB I PENDAHULUAN. perbandingan kebijakan pemerintah Indonesia dan pemerintah Malaysia dalam BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Ada beberapa alasan yang mendorong penulis untuk menetapkan perbandingan kebijakan pemerintah Indonesia dan pemerintah Malaysia dalam pengelolaan wilayah perbatasan

Lebih terperinci

Perda No. 13 / 2003 Tentang Perub. Pertama Perda 18/2001 ttg Retribusi dan Penyeleng. Terminal Busi / Non Bus.

Perda No. 13 / 2003 Tentang Perub. Pertama Perda 18/2001 ttg Retribusi dan Penyeleng. Terminal Busi / Non Bus. PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAN PENYELENGGARAAN TERMINAL BUS / NON BUS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memerlukan komponen yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan, sabuk

BAB I PENDAHULUAN. yang memerlukan komponen yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan, sabuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini kebutuhan akan karet alam terus meningkat sejalan dengan meningkatnya standar hidup manusia. Hal ini terkait dengan kebutuhan manusia yang memerlukan

Lebih terperinci

EVALUASI U-TURN RUAS JALAN ARTERI SUPADIO KABUPATEN KUBU RAYA

EVALUASI U-TURN RUAS JALAN ARTERI SUPADIO KABUPATEN KUBU RAYA EVALUASI U-TURN RUAS JALAN ARTERI SUPADIO KABUPATEN KUBU RAYA Rian Doto Gumilar 1), Slamet Widodo 2), Siti Mayuni 2) ABSTRAK Bukaan median dengan fasilitas u-turn tidak secara keseluruhan mengatasi masalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tempat hidup setiap warga kota. Oleh karena itu, kelangsungan dan kelestarian kota

I. PENDAHULUAN. tempat hidup setiap warga kota. Oleh karena itu, kelangsungan dan kelestarian kota I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kota sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, pendidikan dan kesehatan berpengaruh terhadap kebutuhan transportasi yang semakin meningkat. Dari fakta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting, antara lain sebagai sarana pemindahan barang dan jasa.

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting, antara lain sebagai sarana pemindahan barang dan jasa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya pembangunan saat ini, maka sarana dan prasarana penunjang yang dibutuhkan juga semakin tinggi. Transportasi misalnya memegang peranan yang sangat penting,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah tempat terjadinya transaksi jual beli yang dilakukan oleh penjual dan

BAB I PENDAHULUAN. adalah tempat terjadinya transaksi jual beli yang dilakukan oleh penjual dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar merupakan suatu tempat dimana penjual dan pembeli dapat bertemu untuk melakukan transaksi jual beli barang. Penjual menawarkan barang dagangannya dengan harapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tetapi sebaliknya, bila transportasi tidak ditata dengan baik maka mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. Tetapi sebaliknya, bila transportasi tidak ditata dengan baik maka mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transportasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam tingkat pertumbuhan suatu wilayah. Wilayah yang mampu menata sarana dan prasarana dengan baik maka daerah

Lebih terperinci

minimal 1 (satu) kali, sedangkan pada tahun 2013 tidak dilaksanakan pameran/ekspo.

minimal 1 (satu) kali, sedangkan pada tahun 2013 tidak dilaksanakan pameran/ekspo. minimal 1 (satu) kali, sedangkan pada tahun 2013 tidak dilaksanakan pameran/ekspo. Perpustakaan Jumlah kunjungan ke perpustakaan selama 1 tahun di Kota Bandung dibandingkan dengan jumlah orang yang harus

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan Pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan beberapa alat analisis, yaitu analisis Location Quetiont (LQ), analisis MRP serta Indeks Komposit. Kemudian untuk

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 188/PMK.04/2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 188/PMK.04/2010 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 188/PMK.04/2010 TENTANG IMPOR BARANG YANG DIBAWA OLEH PENUMPANG, AWAK SARANA PENGANGKUT, PELINTAS BATAS, DAN BARANG KIRIMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjang kegiatan sehari-hari adalah sektor jasa transportasi. Transportasi

BAB I PENDAHULUAN. menunjang kegiatan sehari-hari adalah sektor jasa transportasi. Transportasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu sektor jasa yang memiliki peranan yang cukup vital dalam menunjang kegiatan sehari-hari adalah sektor jasa transportasi. Transportasi merupakan sarana mobilitas

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG STANDARDISASI SARANA, PRASARANA DAN PELAYANAN LINTAS BATAS ANTAR NEGARA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG STANDARDISASI SARANA, PRASARANA DAN PELAYANAN LINTAS BATAS ANTAR NEGARA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG STANDARDISASI SARANA, PRASARANA DAN PELAYANAN LINTAS BATAS ANTAR NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasar Klewer Solo merupakan sebuah pasar tradisional di kota Solo dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pasar Klewer Solo merupakan sebuah pasar tradisional di kota Solo dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasar Klewer Solo merupakan sebuah pasar tradisional di kota Solo dengan aktivitas yang sangat padat. Pasar ini merupakan pusat batik dan tekstil yang menjadi tempat

Lebih terperinci

SURVEY WAWANCARA PENGGUNA PARKIR Nama : Hari/Tanggal : Cuaca : Cerah/Mendung/Hujan Alamat :...

SURVEY WAWANCARA PENGGUNA PARKIR Nama : Hari/Tanggal : Cuaca : Cerah/Mendung/Hujan Alamat :... SURVEY WAWANCARA PENGGUNA PARKIR Nama : Hari/Tanggal : Cuaca : Cerah/Mendung/Hujan Alamat :... Kebiasaan Parkir 1. Apakah kendaraan yang anda parkir kendaraan pribadi? 2. Apakah tujuan anda mengunjungi

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS

V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS 5.1. Karakteristik Wilayah Kabupaten Bogor memiliki kuas wilayah 299.428,15 hektar yang terbagi dari 40 kecamatan. 40 kecamatan dibagi menjadi tiga wilayah yaitu wilayah

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI PASAR GROSIR/PERTOKOAN

STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI PASAR GROSIR/PERTOKOAN LAMPIRAN II : PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI PASAR GROSIR/PERTOKOAN 1. Retribusi pedagang d areal pasar terdiri dari : A. Retribusi pelayanan pasar sebesar : 1)

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS DAMPAK EKONOMI KEBERADAAN WISATA ALAM HUTAN WISATA PUNTI KAYU PALEMBANG

VIII. ANALISIS DAMPAK EKONOMI KEBERADAAN WISATA ALAM HUTAN WISATA PUNTI KAYU PALEMBANG VIII. ANALISIS DAMPAK EKONOMI KEBERADAAN WISATA ALAM HUTAN WISATA PUNTI KAYU PALEMBANG 8.1. Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Wisata di Hutan Wisata Punti Kayu Palembang Adanya kegiatan wisata di Hutan

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAGELANG, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam kurun waktu yang sangat panjang perhatian pembangunan pertanian

I. PENDAHULUAN. Dalam kurun waktu yang sangat panjang perhatian pembangunan pertanian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kurun waktu yang sangat panjang perhatian pembangunan pertanian terfokus kepada peningkatan produksi, terutama pada peningkatan produksi tanaman pangan, khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi secara langsung sehingga transportasi mempunyai peranan yang penting

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi secara langsung sehingga transportasi mempunyai peranan yang penting 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor transportasi merupakan salah satu mata rantai jaringan distribusi barang dan penumpang yang telah berkembang sangat dinamis serta berperan di dalam menunjang

Lebih terperinci

2016, No Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2015 tentang Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2

2016, No Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2015 tentang Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2 No.1052, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Visa Kunjungan. Visa Tinggal Terbatas. Permohonan dan Pemberian. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian perencanaan pembangunan, terutama di negara sedang berkembang, dan

BAB I PENDAHULUAN. perhatian perencanaan pembangunan, terutama di negara sedang berkembang, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang tidak bisa lepas dari sektor informal. Keberadaan sektor informal di Indonesia tidak terlepas dari proses pembangunan yang sedang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 188/PMK.04/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 188/PMK.04/2010 TENTANG Menimbang : PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 188/PMK.04/2010 TENTANG IMPOR BARANG YANG DIBAWA OLEH PENUMPANG, AWAK SARANA PENGANGKUT, PELINTAS BATAS, DAN BARANG KIRIMAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 188/PMK.04/2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 188/PMK.04/2010 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 188/PMK.04/2010 TENTANG IMPOR BARANG YANG DIBAWA OLEH PENUMPANG, AWAK SARANA PENGANGKUT, PELINTAS BATAS, DAN BARANG KIRIMAN

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DI KABUPATEN CILACAP

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DI KABUPATEN CILACAP BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DI KABUPATEN CILACAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

A. Pengertian Pusat Pertumbuhan Pusat pertumbuhan dapat diartikan sebagai suatu wilayah atau kawasan yang pertumbuhannya sangat pesat sehingga dapat

A. Pengertian Pusat Pertumbuhan Pusat pertumbuhan dapat diartikan sebagai suatu wilayah atau kawasan yang pertumbuhannya sangat pesat sehingga dapat A. Pengertian Pusat Pertumbuhan Pusat pertumbuhan dapat diartikan sebagai suatu wilayah atau kawasan yang pertumbuhannya sangat pesat sehingga dapat dijadikan sebagai pusat pembangunan yang memengaruhi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 06 TAHUN 2009 TENTANG PENGURUSAN PASAR KABUPATEN LAMONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 06 TAHUN 2009 TENTANG PENGURUSAN PASAR KABUPATEN LAMONGAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 06 TAHUN 2009 TENTANG PENGURUSAN PASAR KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMONGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek (manusia atau barang) dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan

Lebih terperinci

MAKALAH AKUNTANSI PEMERINTAHAN

MAKALAH AKUNTANSI PEMERINTAHAN MAKALAH AKUNTANSI PEMERINTAHAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR Disusun oleh: Kelompok 8 Akuntansi Pemerintahan 1. Annisa Fitri (03) 2. Lily Radhiya Ulfa (18) 3. Wisnu Noor Fahmi (37)

Lebih terperinci

Perda No. 18/2001 tentang Retribusi dan Penyelenggaraan Terminal Bus / Non Bus di Kabupaten Magelang.

Perda No. 18/2001 tentang Retribusi dan Penyelenggaraan Terminal Bus / Non Bus di Kabupaten Magelang. Perda No. 18/2001 tentang Retribusi dan Penyelenggaraan Terminal Bus / Non Bus di Kabupaten Magelang. PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 18 TAHUN 2001 T E N T A N G RETRIBUSI DAN PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. raya adalah untuk melayani pergerakan lalu lintas, perpindahan manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. raya adalah untuk melayani pergerakan lalu lintas, perpindahan manusia dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah transportasi darat yang menyangkut dengan masalah lalu lintas merupakan masalah yang sulit dipecahkan, baik di kota - kota besar maupun yang termasuk dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk. mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk. mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Teori UKM Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil adalah: Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran, telah diatur

Lebih terperinci

188/PMK.04/2010 IMPOR BARANG YANG DIBAWA OLEH PENUMPANG, AWAK SARANA PENGANGKUT, PELINTAS BATAS, DAN

188/PMK.04/2010 IMPOR BARANG YANG DIBAWA OLEH PENUMPANG, AWAK SARANA PENGANGKUT, PELINTAS BATAS, DAN 188/PMK.04/2010 IMPOR BARANG YANG DIBAWA OLEH PENUMPANG, AWAK SARANA PENGANGKUT, PELINTAS BATAS, DAN Contributed by Administrator Friday, 29 October 2010 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN. Daftar Alamat Lokasi Pasar Tengah Tanjung Karang

BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN. Daftar Alamat Lokasi Pasar Tengah Tanjung Karang BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Profil Pasar Tengah Tajung Karang Kota Bandar Lampung Pasar Tengah sudah ada sejak tahun 80an, dulunya sebenarnya merupakan pasar Tradisional yang Induknya adalah di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Parkir Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara. Sementara itu fasilitas parkir di luar badan jalan (off street parking)

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Menurut Badan Pusat Statistik (2012), Kota Bandar Lampung merupakan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Menurut Badan Pusat Statistik (2012), Kota Bandar Lampung merupakan 46 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Menurut Badan Pusat Statistik (2012), Kota Bandar Lampung merupakan ibukota Propinsi Lampung. Oleh karena itu, selain merupakan

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan

Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 70 TAHUN 1996 (70/1996) Tanggal : 4 DESEMBER 1996 (JAKARTA) Sumber : LN 1996/107; TLN PRESIDEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. obyek wisata yang apabila dikelola dengan baik akan menjadi aset daerah bahkan

I. PENDAHULUAN. obyek wisata yang apabila dikelola dengan baik akan menjadi aset daerah bahkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam dan keindahan alamnya. Keindahaan alam yang terdapat di Indonesia sangat berpotensi menjadi obyek wisata yang

Lebih terperinci

VII. PROSES KEPUTUSAN KONSUMEN BERKUNJUNG KE OBJEK WISATA AGRO GUNUNG MAS

VII. PROSES KEPUTUSAN KONSUMEN BERKUNJUNG KE OBJEK WISATA AGRO GUNUNG MAS VII. PROSES KEPUTUSAN KONSUMEN BERKUNJUNG KE OBJEK WISATA AGRO GUNUNG MAS Keputusan pengunjung untuk melakukan pembelian jasa dilakukan dengan mempertimbangkan terlebih dahulu kemudian memutuskan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Pemenuhan kebutuhan pokok dalam hidup adalah salah satu alasan agar setiap individu maupun kelompok melakukan aktivitas bekerja dan mendapatkan hasil sebagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Sistem dan Pola Saluran Pemasaran Bawang Merah Pola saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes terbentuk dari beberapa komponen lembaga pemasaran, yaitu pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Letak wilayah yang strategis dari suatu daerah dan relatif mudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Letak wilayah yang strategis dari suatu daerah dan relatif mudah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Letak wilayah yang strategis dari suatu daerah dan relatif mudah dikunjungi dari transportasi apapun sering menjadi primadona bagi pendatang yang ingin keluar dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK EKONOMI KEBERADAAN LOKASI TAMAN WISATA TIRTA SANITA Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Wisata Taman Wisata Tirta Sanita

VIII. DAMPAK EKONOMI KEBERADAAN LOKASI TAMAN WISATA TIRTA SANITA Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Wisata Taman Wisata Tirta Sanita VIII. DAMPAK EKONOMI KEBERADAAN LOKASI TAMAN WISATA TIRTA SANITA 8.1. Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Wisata Taman Wisata Tirta Sanita Menurut Vanhove (2005) dampak ekonomi kegiatan wisata alam dapat

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBYEK PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBYEK PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBYEK PENELITIAN A. Kondisi Umum Provinsi Kalimantan Barat Provinsi Kalimantan Barat terletak di bagian barat pulau Kalimantan atau di antara garis 2 0 08 LU serta 3 0 02 LS serta

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang tidak bersifat

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang tidak bersifat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Parkir Menurut Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (1996) yang menyatakan bahwa parkir adalah suatu keadaan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong dan penunjang. dan prasarana yang didukung oleh tata laksana dan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong dan penunjang. dan prasarana yang didukung oleh tata laksana dan sumber daya manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Umum Transportasi sebagai urat nadi kehidupan berbangsa dan bernegara, mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong dan penunjang pembangunan. Transportasi

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Belitung yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 sejak

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Belitung yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 sejak IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Belitung Timur adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Bangka Belitung yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 sejak tanggal 25 Februari

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 18 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Desa Gorowong Desa Gorowong merupakan salah satu desa yang termasuk dalam Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 13 2012 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL PENUMPANG DI KABUPATEN MAGELANG

PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL PENUMPANG DI KABUPATEN MAGELANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 8 Tahun 2008 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL PENUMPANG DI KABUPATEN MAGELANG

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 35 TAHUN 2003 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 35 TAHUN 2003 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 35 TAHUN 2003 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB III PRAKTEK TRANSAKSI NYEGGET DEGHENG DI PASAR IKAN KEC. KETAPANG KAB. SAMPANG

BAB III PRAKTEK TRANSAKSI NYEGGET DEGHENG DI PASAR IKAN KEC. KETAPANG KAB. SAMPANG BAB III PRAKTEK TRANSAKSI NYEGGET DEGHENG DI PASAR IKAN KEC. KETAPANG KAB. SAMPANG A. Gambaran Umum tentang Lokasi Penelitian Pasar Ikan di Kec. Ketapang ini merupakan salah satu pasar yang berada di wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Sorong merupakan salah satu kota di Provinsi Papua Barat yang

BAB I PENDAHULUAN. Kota Sorong merupakan salah satu kota di Provinsi Papua Barat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Sorong merupakan salah satu kota di Provinsi Papua Barat yang dikenal dengan sebutan Kota Minyak. Kota Sorong sangatlah strategis karena merupakan pintu keluar

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Metro. Kelurahan Karangrejo pertama kali dibuka pada zaman pemerintahan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Metro. Kelurahan Karangrejo pertama kali dibuka pada zaman pemerintahan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Sejarah Berdirinya Kelurahan Karangrejo Karangrejo adalah salah satu Kelurahan di Kecamatan Metro Utara Kota Metro. Kelurahan Karangrejo pertama kali dibuka pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan perekonomian dan jumlah penduduk di suatu daerah. fasilitas transportasi yang cukup memadai untuk membantu kelancaran

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan perekonomian dan jumlah penduduk di suatu daerah. fasilitas transportasi yang cukup memadai untuk membantu kelancaran BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pertumbuhan perekonomian dan jumlah penduduk di suatu daerah menyebabkan mobilitas orang dan barang ikut meningkat, sehingga dibutuhkan fasilitas transportasi yang

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PULAU BURUNG. wilayah administratif Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau yang memiliki luas 531,22 km²

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PULAU BURUNG. wilayah administratif Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau yang memiliki luas 531,22 km² BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PULAU BURUNG 2.1 Letak Geografis Pulau Burung Pulau Burung merupakan salah satu kecamatan dari 17 kecamatan yang berada dalam wilayah administratif Kabupaten Indragiri Hilir,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lokasi relatif suatu tempat atau wilayah berkenaan dengan hubungan tempat

I. PENDAHULUAN. Lokasi relatif suatu tempat atau wilayah berkenaan dengan hubungan tempat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lokasi merupakan suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan. Lokasi dapat dibedakan antara lokasi absolut dengan lokasi relatif. Lokasi absolut suatu tempat atau

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan 41 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Jakarta adalah ibu kota Negara Indonesia dan merupakan salah satu Provinsi di Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 Pengertian pasar tradisional menurut peraturan Menteri perdagangan RI, (2008): Pasar Tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik

Lebih terperinci

IV. DESA BABAKAN DALAM KONTEKS LINGKAR KAMPUS IPB DARMAGA

IV. DESA BABAKAN DALAM KONTEKS LINGKAR KAMPUS IPB DARMAGA IV. DESA BABAKAN DALAM KONTEKS LINGKAR KAMPUS IPB DARMAGA Gambaran Umum Desa Babakan adalah satu diantara 14 desa yang ditetapkan oleh IPB sebagai bagian dari Wilayah Lingkar Kampus (WLK) IPB Darmaga.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Dalam meningkatkan kemajuan pembangunan di suatu negara sangat

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Dalam meningkatkan kemajuan pembangunan di suatu negara sangat BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Dalam meningkatkan kemajuan pembangunan di suatu negara sangat dibutuhkan alat penunjang transportasi sebagai sarana dan prasarana yang dapat membantu mempercepat dan melancarkan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PASAR BUNGA RAWABELONG

V. GAMBARAN UMUM PASAR BUNGA RAWABELONG V. GAMBARAN UMUM PASAR BUNGA RAWABELONG 5.1. Pasar Bunga Rawabelong 5.1.1. Sejarah Pasar Bunga Rawabelong Pasar Bunga Rawabelong merupakan salah satu pasar yang dijadikan Pusat Promosi dan Pemasaran Hortikultura.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Manusia sebagai Makhluk Mobile Pada dasarnya manusia memiliki sifat nomaden atau berpindah tempat. Banyak komunitas masyarakat yang suka berpindah-pindah tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun pembangunan di segala bidang, maka konsekuensinya Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. maupun pembangunan di segala bidang, maka konsekuensinya Pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam pelaksanaan otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab, salah satu kewajiban daerah adalah berusaha meningkatkan pendapatan asli daerah agar dapat

Lebih terperinci

PERMOHONAN DUKUNGAN DANA PEMERINTAH PUSAT

PERMOHONAN DUKUNGAN DANA PEMERINTAH PUSAT PERMOHONAN DUKUNGAN DANA PEMERINTAH PUSAT UNTUK KEGIATAN : REHABILITASI PASAR KANDANGAN KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2017 DINAS PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN, KOPERASI &

Lebih terperinci

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Area Pasar;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Area Pasar; PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN AREA PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan maupun di pedesaan. Eksisnya pasar tradisional di tengah-tengah

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan maupun di pedesaan. Eksisnya pasar tradisional di tengah-tengah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasar tradisional merupakan salah satu institusi ekonomi yang penting dalam kehidupan masyarakat. Hal ini terlihat dari tetap eksisnya pasar tradisional baik di perkotaan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 89/PMK.04/2007 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 89/PMK.04/2007 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 89/PMK.04/2007 TENTANG IMPOR BARANG PRIBADI PENUMPANG, AWAK SARANA PENGANGKUT, PELINTAS BATAS DAN BARANG KIRIMAN MENTERI KEUANGAN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu kota besar di Indonesia yang sedang berkembang. Secara geografis kota ini terletak di sebelah utara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbedaan pada karakteristik desa dapat dilihat dari tipologi desa.

BAB I PENDAHULUAN. Perbedaan pada karakteristik desa dapat dilihat dari tipologi desa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan karakteristik keberadaan jumlah penduduk yang lebih banyak tinggal di desa dan jumlah desa yang lebih banyak

Lebih terperinci

VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA

VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA 6.1. Lembaga Tataniaga Nenas yang berasal dari Desa Paya Besar dipasarkan ke pasar lokal (Kota Palembang) dan ke pasar luar kota (Pasar Induk Kramat Jati). Tataniaga nenas

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 84 TAHUN 1999 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 84 TAHUN 1999 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 84 TAHUN 1999 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI. Cicurug memiliki luas sebesar hektar. Kecamatan Cicurug terletak pada

V. GAMBARAN UMUM LOKASI. Cicurug memiliki luas sebesar hektar. Kecamatan Cicurug terletak pada V. GAMBARAN UMUM LOKASI 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1. Keadaan Umum Kecamatan Cicurug Kecamatan Cicurug berada di bagian Sukabumi Utara. Kecamatan Cicurug memiliki luas sebesar 4.637 hektar.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 15 TAHUN 2012

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 15 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 15 TAHUN 2012 TENTANG KELAS JALAN, PENGAMANAN DAN PERLENGKAPAN JALAN KABUPATEN KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pariwisata merupakan kegiatan perekonomian yang telah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pariwisata merupakan kegiatan perekonomian yang telah menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan kegiatan perekonomian yang telah menjadi andalan dan prioritas pengembangan bagi beberapa Negara, terlebih lagi bagi Negara berkembang seperti

Lebih terperinci

2015, No Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 75); 5

2015, No Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 75); 5 No.1771, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Pengguna Jasa. Bandar Udara. Pelayanan. Standar. Pencabutan PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 178 Tahun 2015 TENTANG STANDAR

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Suka Jawa merupakan salah satu Desa di Kecamatan Bumiratu Nuban

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Suka Jawa merupakan salah satu Desa di Kecamatan Bumiratu Nuban 55 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Desa Sukajawa Desa Suka Jawa merupakan salah satu Desa di Kecamatan Bumiratu Nuban yang mulai diresmikan pada tahun 1951. Pada awalnya merupakan bagian

Lebih terperinci

PERDA KOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA 23 HLM, LD No 5

PERDA KOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA 23 HLM, LD No 5 RETRIBUSI JASA USAHA 2012 PERDA KOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA 23 HLM, LD No 5 ABSTRAK : - bahwa retribusi daerah digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENGATURAN TEMPAT DAN USAHA SERTA PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Demikian pula dengan pembangunan pasar dalam arti

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Demikian pula dengan pembangunan pasar dalam arti BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Demikian pula dengan pembangunan pasar dalam arti fisik maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Perdagangan Nomor 23/MPP/KEP/1/1998 tentang Lembaga-lembaga

BAB I PENDAHULUAN. dan Perdagangan Nomor 23/MPP/KEP/1/1998 tentang Lembaga-lembaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan masyarakat dalam sebuah pemukiman tidak dapat dilepaskan dari kebutuhan akan berbagai fasilitas pendukung yang dibutuhkan warga setempat. Fasilitas umum yang

Lebih terperinci