EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN EKSISTING DAN ARAHAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG KOTA TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN EKSISTING DAN ARAHAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG KOTA TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT"

Transkripsi

1 EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN EKSISTING DAN ARAHAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG KOTA TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT NINA RESTINA 1i SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 200

2 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Evaluasi Penggunaan Lahan Eksisting Dan Arahan Penyusunan Rencana Tata Ruang Kota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Januari 200 Nina Restina NRP A

3 ABSTRACT NINA RESTINA. An Evaluation of The Existing Land Use and Direction of Drafting Urban Spatial Plan of Tasikmalaya City, West Java Province. Under Direction of SANTUN R.P. SITORUS and ALINDA FITRIANY M. ZAIN Tasikmalaya city is located in the east priangan region of west java province, having acceleration in its development. The development of Tasikmalaya city has caused extensive need of space which affects improper use of the land. The objectives of this research are to evaluate the compability usage of the existing land use in Tasikmalaya city, to analyze the factors which influenced the deviation and to compile direction for arranging new RTRW. The research method is using the (GIS), principal component analysis (PCA), regression analysis and descriptive analysis. The existing land use which is appropriate to the RTRW is 15, hectares (0.76%) and the digressing is 1, hectares (.24%). Most of the improver use appear at the agriculture areas. The factors which influence the deviation were as follows, population density, the buildings at the river bank, the area of agriculture farm, and the distance to the downtown. The inconsistence of the land use in Tasikmalaya is influenced by education status rates, occupations and people's income. Most of the society knowledge, couldn t understand about urban and spatial plan due to the lack of the socialization from the city government about RTRW. Direction arranging of the new RTRW is based on the existing land use and deviation of existing land use, Tasikmalaya city as an urban functional region and to lessen the dense of activities in the city center with a purpose to reach development balance in every district. Key words: Existing Land Use, Inconsistency, Urban Spatial Plan, GIS Method

4 RINGKASAN NINA RESTINA. Evaluasi Penggunaan Lahan Eksisting dan Arahan Penyusunan Rencana Tata Ruang Kota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh: SANTUN R.P. SITORUS dan ALINDA FITRIANY M. ZAIN Kota Tasikmalaya telah mengalami percepatan perkembangan wilayah yang diakibatkan oleh pertumbuhan penduduk dan urbanisasi. Perkembangan Kota Tasikmalaya menyebabkan kebutuhan akan ruang meningkat, sedangkan ruang itu terbatas. Hal tersebut dengan mudah mendorong terjadinya penyimpangan penggunaan lahan terhadap RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kota Tasikmalaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kesesuaian penggunaan lahan eksisting terhadap RTRW, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penyimpangan, serta merumuskan arahan dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah Kota Tasikmalaya yang baru. Penggunaan lahan eksisting diperoleh dari interpretasi foto udara tahun 2007 serta ground check ke lapangan. Untuk mengetahui apakah penggunaan lahan eksisting masih sesuai dengan RTRW, dilakukan tumpang tindih peta penggunaan lahan eksisting dengan peta peruntukkan penggunaan lahan RTRW tahun Kota Tasikmalaya. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi penyimpangan dianalisis berdasarkan peubah penduga yang berasal dari data PODES Kota Tasikmalaya tahun 2006 yang diolah dengan metode Principal Component Analysis (PCA). Selanjutnya dilakukan analisis regresi berganda (multiple regression analysis) untuk mengetahui luas penyimpangan, dengan Faktor skor hasil PCA sebagai variabel bebas dan luas penyimpangan sebagai variabel tak bebas. Berdasarkan hasil analisis, penggunaan lahan yang sesuai dengan RTRW adalah ,16 ha atau 0,76 % dari luas Kota Tasikmalaya dan penggunaan lahan yang tidak sesuai (menyimpang) dengan RTRW adalah 1.585,04 ha atau sekitar,24% dari luas Kota Tasikmalaya. Secara umum penggunaan lahan permukiman belum melebihi luas yang ditetapkan dalam RTRW. Begitu pula penggunaan lahan pertanian (lahan basah dan kering) penurunannya belum melampaui batas yang ditetapkan dalam RTRW Jenis penyimpangan adalah permukiman berada pada lahan Sawah dan lahan kering, permukiman berada di bawah SUTET dan permukiman pada area Hutan serta permukiman berkembang di kawasan perdagangan dan industri. Penyimpangan terbesar terjadi di kecamatan Tamansari sebesar 333,37 ha atau 1,4% dan kecamatan Indihiang seluas 31,74 ha atau sekitar 1,86%. Sedangkan luas penyimpangan terkecil ada di kecamatan Cihideung 7,15 ha (0,04%), karena kecamatan Cihideung kedudukannya sebagai pusat kota dan mempunyai kepadatan tertinggi (kepadatan penduduk orang/km 2 ), sehingga tidak memungkinkan lagi untuk dikembangkan. Hasil survei lapangan didapat penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan RTRW secara umum dibagi dalam tiga kategori penyimpangan sebagai berikut: 1) terjadi penyimpangan dari RTRW, karena belum diperbaruinya batas untuk berbagai penggunaan lahan pada RTRW yang baru, padahal penggunaan lahan tersebut merupakan existing condition, yang sudah ada sejak

5 sebelum berlakunya/ditetapkannya RTRW ; 2) penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan RTRW, terjadi penyimpangan yang sebenarnya berupa pelanggaran terhadap batas-batas penggunaan lahan yang sudah ada atau ditetapkan dalam RTRW, dapat disebabkan karena terdesak kebutuhan lahan, nilai lahan yang cukup tinggi (nilai ekonomis); dan 3) penyimpangan yang terjadi karena teknis pemetaan, yaitu oleh karena perbedaan koreksi geometris, dan perbedaan skala peta yang digunakan. Pada RTRW skala peta yang digunakan belum detil (1:50.000), sehingga ketika proses tumpang tindih dengan peta land use dilakukan, ditemui beberapa jenis penggunaan lahan (poligon) yang sebenarnya tidak terjadi di lapangan. Hal ini dilakukan koreksi geometris terhadap poligon-poligon kecil (digeneralisasi) ke dalam poligon yang lebih besar. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi terjadinya penyimpangan hasil PCA adalah: kepadatan penduduk, pemukiman di bantaran sungai, luas lahan sawah dan jarak ke pusat kota. Kondisi sosial ekonomi masyarakat di lokasi penyimpangan menunjukkan tingkat pendidikan rendah, pekerjaan sebagai petani dan buruh dan pendapatan masyarakat rendah dapat mempengaruhi terjadinya penyimpangan. Pengetahuan masyarakat mengenai RTRW sangat rendah. Hal tersebut memperlihatkan kurangnya sosialisasi dari pemerintah Kota mengenai RTRW Kota Tasikmalaya. Arahan dalam penyusunan Rencana Tata Ruang yang baru adalah berdasarkan penyimpangan yang terjadi dilapangan, dengan mempertimbangkan Kota Tasikmalaya sebagai wilayah fungsional perkotaan, mengurangi kepadatan aktifitas di pusat Kota dengan tujuan tercapainya keseimbangan dan pemerataan pembangunan di setiap kecamatan.

6 Hak cipta milik IPB, tahun 200 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

7 EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN EKSISTING DAN ARAHAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG KOTA TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT NINA RESTINA Tesis Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Sains Pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 200

8 Judul Tesis : Evaluasi penggunaan Lahan Eksisting dan Arahan Penyusunan Rencana Tata Ruang Kota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat Nama : Nina Restina NRP : A Program Studi : Ilmu Perencanaan Wilayah Disetujui : Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus Ketua Dr. Ir. Alinda Fitriany M.Zain, M,Si Anggota Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Dr. Ir.Ernan Rustiadi, M.Agr. Prof. Dr.Ir.Khairil A..Notodiputro, MS Tanggal Ujian: 1 Januari 200 Tanggal Lulus: 06 Februari 200

9 Karya ini kupersembahkan untuk : Seluruh keluarga besar atas segala dukungan dan bantuannya baik moril maupun materil serta doa dan restunga. Tak terkecuali kedua anakku yang selama ini dengan setia mendampingiku dalam mewujudkan cita-cita

10 PRAKATA Puji Syukur penulis panjatkan dan persembahkan kepada yang Maha Besar Allah SWT, atas segala rahmat dan karunianya-nya yang dianugerahkan kepada penulis dalam berfikir sehingga dapat menyelesaikan tesis dengan judul Evaluasi Penggunaan Lahan Eksisting dan Arahan Penyusunan Rencana Tata Ruang Kota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat. Tesis ini merupakan karya akhir sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan jenjang pendidikan S2 dan memperoleh gelar Magister Sains dari Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor. Terimakasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus selaku Ketua Komisi Pembimbing Tesis, Dr. Ir. Alinda Fitriany M. Zain, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing dan Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr. selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Perencanaan Wilayah, yang selalu memberikan saran dan masukan kepada penulis selama menyusun tesis ini. Ucapan terima kasih juga kepada orang tua dan keluarga yang selalu mendukung moril maupun materil serta doa. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan atas saran dan dukungannya dari awal hingga terselesaikannya tesis ini. Akhirnya, penulis harapkan kritik dan saran sebagai masukan untuk perbaikan dan penyempurnaan tesis ini. Untuk itu penulis ucapkan banyak terimakasih. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Januari 200 Nina Restina

11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 10 Desember 15 dari pasangan Abdul Kodir dan Siti Turyati. Penulis merupakan putri keenam dari delapan bersaudara. Pendidikan SD hingga SMA diselesaikan di Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat. Tahun 187 penulis lulus sebagai Sarjana dari Perguruan Tinggi Swasta Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik. Tahun 18 penulis diangkat sebagai asisten dosen di jurusan Teknik Sipil Universitas Siliwangi Tasikmalaya, kemudian pada tahun 1 penulis diterima sebagai staf pengajar di Perguruan Tinggi swasta di Jakarta (Universitas Bung Karno). Kesempatan melanjutkan pendidikan diperoleh pada tahun 2006 di Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana IPB dengan bantuan biaya DIKTI melaluibpps.

12 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL.. xiv DAFTAR GAMBAR. xv DAFAR LAMPIRAN xvi I PENDAHULUAN.. 1 I.I. Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat penelitiaan Lingkup penelitian 5 II TINJAUAN PUSTAKA Penggunaan Lahan Penyimpangan Penggunaan Lahan Penataan Ruang Konsep Kota Sistem Informasi Geografis Analisis Spasial III METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Alat dan Jenis data yang digunakan Pendekatan Metode Penelitian Teknik Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data Analisis Penggunaan Lahan Eksisting Analisis Penyimpangan Penggunaan Lahan dari RTRW Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyimpangan Analisis Deskriptif IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Luas Wilayah Letak Geografis... 30

13 4.3. Kondisi Geologis Kondisi Topografi Kependudukan Dinamika Perkembangan penduduk Kondisi Ekonomi Alokasi Penggunaan Lahan Rencana Pola Pemanfaatan Ruang Rencana Struktur Tata Ruang Wilayah Rencana Terminal Jasa Perhubungan dan Jasa Transportasi V HASIL DAN PEMBAHASAN Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tasikmalaya Penggunaan Lahan Eksisting Kota Tasikmalaya Penyimpangan Penggunaan Lahan Kota Tasikmalaya Kondisi Fisik Wilayah Penyimpangan Faktor yang Mempengaruhi Penyimpangan Arahan Penyusunan RTRW Kota Tasikmalaya VI KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 76

14 DAFTAR TABEL Halaman 1 Variabel Penduga Penyimpangan Matrik Tujuan dan Out Put Penelitian Pembagian Luas Wilayah Kecamatan Jenis dan Bahan Tambang Galian Luas Daerah dan Kepadatan Penduduk 34 6 Jumlah Penduduk Kota Tasikmalaya Tahun Distribusi Setiap Sektor Terhadap PDRB 36 8 Distribusi Penggunaan Lahan Tahun Distribusi Rencana BWK Cakupan Struktur Ruang Kota Tasikmalaya Jumlah Panjang Jalan Kecamatan Pola Pemanfaatan Ruang RTRW Rencana Alokasi Pemanfaatan Ruang Distribusi Penggunaan Lahan Eksisting Padanan Penggunaan Lahan Eksisting Dengan RTRW Perbandingan Luas Penggunaan Lahan Dengan RTRW Luas Penyimpangan Penggunaan Lahan Distribusi Penyimpangan Penggunaan Lahan dari RTRW Distribusi Penyimpangan Berdasarkan hasil Koreksi Eigenvalues Hasil PCA Nilai Faktor Loadings Variabel Penentu Penyimpangan Hasil Pengolahan Regresi. 65

15 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Bagan Alir Kerangka Penelitian Pemikiran Bagan Alir Tahapan Panelitian Peta Wilayah Administrasi Kota Tasikmalaya Peta RTRW Land Use Tahun Peta Penggunaan Lahan Eksisting Peta Penyimpangan Penggunaan Lahan Kota Tasikmalaya Penyimpangan Lahan Basah Menjadi Permukiman Penyimpangan Lahan Kering Menjadi Permukiman Lahan Hutan Menjadi Sebagian Permukiman 60

16 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Ketinggian Wilayah Kota Tasikmalaya Penggunaan Lahan Eksisting 2006 Kota Tasikmalaya Ruang Terbuka Hijau per Kecamatan Peta Geologi dan Kemiringan Peta Struktur Ruang Bagian Wilayah Kota Peta Bagian Wilayah Kawasan (BWK) Faktor Skor Faktor Loading Hasil PCA.. 84 Grafik Scree Plot Eigenvalues Faktor Penentu Penyimpangan Kuesioner untuk Responden Pemerintah Kuesioner untuk Responden Masyarakat Hasil Kuesioner di Lokasi Penyimpangan 7 14 Indikator Makro Kota Tasikmalaya Profil dan Dinamika Perkembangan Penduduk 16 KomposisiPenduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Posisi Titik Pengamatan Lokasi Penyimpangan Distribusi Penggunaan Lahan Tahun Perkembangan Pendapatan.. 103

17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejalan dengan proses desentralisasi, pembangunan sebagai konsekwensi dari pelaksanaan otonomi daerah. Kemampuan daerah baik ditingkat provinsi maupun kabupaten/kota dalam mengelola pelaksanaan pembangunan di wilayahnya perlu ditingkatkan. Paradigma baru pembangunan menyepakati bahwa prasyarat tercapainya pembangunan berkelanjutan adalah terjadinya keseimbangan dalam tiga aspek utama, yaitu lingkungan, sosial dan ekonomi. Paradigma pembangunan ini mencoba menyelaraskan pembangunan ekonomi dan konservasi lingkungan yang selama ini dianggap bertentangan. Penataan ruang dapat menjadi aktifitas yang mengarah pada kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat termasuk dunia usaha. Penataan ruang bukanlah suatu tujuan melainkan alat untuk mencapai tujuan. Dengan demikian kegiatan penataan ruang tidak boleh berhenti, melainkan penataan ruang harus merupakan aktifitas yang terus-menerus dilakukan untuk mengarahkan masyarakat suatu wilayah dalam mencapai tujuan-tujuan pokoknya (Darwanto 2000). Penyusunan rencana tata ruang perlu memperhatikan fungsi yang harus diemban oleh masing-masing ruang/kawasan. Fungsi suatu kawasan akan optimal jika penyusunan rencana tata ruang sebagai tahap awal dari proses penataan ruang mempertimbangkan aspek kesesuaian lahan, kemampuan lahan dan ketersediaan lahan yang selanjutnya akan mendorong pembangunan berkelanjutan (Azhari 2004). Eksploitasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang dilakukan tanpa memperhatikan aspek-aspek kelestarian dan daya dukung lingkungan akan menyebabkan perubahan kondisi lingkungan hidup dengan cepat. Fenomena yang nampak dalam penggunaan lahan selama ini, adalah ketidak konsistenan rencana tata ruang dengan penggunaannya. Disisi lain pertumbuhan penduduk yang cepat akan meningkatkan kebutuhan sumberdaya alam dan akan memberikan tekanan pada lingkungan. Hal ini akan berpengaruh pada peningkatan kebutuhan ruang yang mewadahi berbagai aktifitas manusia dalam

18 melangsungkan kehidupannya. Dengan terbatasnya ketersediaan lahan maka akan terjadi berbagai permasalahan dalam pengalokasian ruang karena faktor kepentingan. Evaluasi lahan merupakan proses penilaian potensi suatu lahan untuk penggunaan-penggunaan tertentu. Hasil evaluasi lahan digambarkan dalam bentuk peta sebagai dasar untuk perencanaan tataguna tanah yang rasional, sehingga tanah dapat digunakan secara optimal dan lestari. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya, selain dapat menimbulkan terjadinya kerusakan lahan juga akan meningkatkan masalah kemiskinan dan masalah sosial lainnya. (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001). Jumlah penduduk dan urbanisasi di kota Tasikmalaya pada tahun 2005 sebesar orang. Laju pertumbuhan penduduk mencapai 2,4 persen pertahun (BPS, 2006). Melihat kondisi diatas, terjadi peningkatan aktivitas sumberdaya manusia dan sumberdaya alam yang berimplikasi pada meluasnya kebutuhan ruang. Karena adanya kebutuhan ruang maka terjadi perkembangan sarana dan prasarana potensial sebagai akses perkembangan permukimanpermukiman baru, yang mengakibatkan terjadinya perubahan penggunaan lahan. Hal tersebut dapat menimbulkan persoalan baru dalam pemenuhan kebutuhan ruang dan lingkungan, sehingga menyebabkan terdesaknya ruang terbuka, khususnya ruang publik dan ruang terbuka hijau di walayah Kota. Pada tahun 176 luas wilayah Kota Tasikmalaya 1.12,5 ha. Pada saat itu pemerintahan sebagai Kota Administatif yang merupakan bagian dari kabupaten Tasikmalaya. Pada tahun 188 luas wilayah Kota Tasikmalaya telah berkembang menjadi 5.553,0 ha, dan hasil evaluasi tata ruang pada tahun 15, luas wilayah Kota Tasikmalaya menjadi ,2 ha atau sekitar 171,56 km2 dan ditetapkan berdasarkan U U No. 10 Th Di sisi lain kedudukan Kota Tasikmalaya berdasarkan Peraturan Pemerintah No 47 tahun 17 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), RTRW Provinsi dan RTRW kabupaten/kota ditetapkan sebagai kawasan andalan bagi Wilayah Priangan Timur dan ditetapkan pula sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW). Selain itu berdasarkan visi Kota Tasikmalaya adalah sebagai pusat perdagangan dan industri termaju di kawasan Priangan Timur.

19 Kondisi ini menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan kota lebih cepat dibandingkan dengan kota-kota di sekitarnya. Penggunaan lahan untuk tujuan pemanfaatan ruang Kota Tasikmalaya perlu dievaluasi disesuaikan dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kota Tasikmalaya. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dapat mendorong terjadinya ketidak seimbangan pembangunan dengan kelestarian lingkungan hidup serta akan terjadi penurunan kualitas lahan, sehingga penggunaan lahan tidak optimal. Rencana tata ruang wilayah (RTRW) perlu ditetapkan, karena manusia sebagai makhluk berbudaya yang mempunyai akal dimana setiap individu manusianya mempunyai keinginan untuk berubah sehingga keinginan itu kadangkadang tidak sama bahkan bertentangan satu dengan yang lainnya. Hal tersebut menimbulkan suatu pemikiran tentang perlunya suatu perencanaan dan pengaturan, khususnya dalam hal perencanaan tata ruang agar dalam pelaksanaannya kedepan dapat lebih optimal. Perkembangan masyarakat dan lingkungan hidup berlangsung secara dinamis, ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Oleh karena itu, agar rencana tata ruang yang telah disusun itu tetap sesuai dengan tuntutan pembangunan dan perkembangan keadaan, rencana tata ruang perlu dievaluasi atau disempurnakan secara berkala, lima tahun sekali (UU 26/2007 tentang Penataan Ruang). Evaluasi atau review RTRW Perkotaan dilakukan sesuai dengan tuntutan pembangunan dan perkembangan kawasan perkotaan dan dilakukan secara berkala sesuai kebutuhan. Evaluasi Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan termasuk ke dalam kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang, dan dibutuhkan manakala dirasakan bahwa secara internal ada perkembangan pemanfaatan ruang yang tidak terkendali sehingga potensial terjadi penyimpangan dalam pemanfaatan ruang. Sedangkan secara eksternal muncul berbagai kebijakan yang tidak terakomodasikan dalam RTRW lama. Kegiatan evaluasi RTRW Kota, diselenggarakan tetap dengan menghormati hak perorangan atau lembaga berdasarkan peraturan perundangundangan, hukum adat atau kebiasaan yang berlaku. Secara umum faktor-faktor yang menentukan perlu tidaknya kegiatan evaluasi dan peninjauan kembali

20 RTRW dilakukan, terbagi atas dua faktor utama, yaitu faktor eksternal dan faktor internal Perumusan Masalah Kota Tasikmalaya terdiri dari 8 kecamatan, yaitu kecamatan Cihideung, Tawang, Cipedes, Indihiang, Mangkubumi, Kawalu, Taman Sari dan Cibeureum yang dikelilingi oleh hinterland kota yang berada di wilayah Kabupaten Tasikmalaya dan merupakan daerah yang potensial untuk kegiatan perdagangan dan industri, sesuai dengan visi dari Kota Tasikmalaya yang diuraikan dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW), bahwa kota Tasikmalaya diharapkan menjadi pusat perdagangan dan industri termaju di Wilayah Priangan Timur tahun Kondisi ini menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan kota lebih cepat dibandingkan dengan kota-kota di sekitarnya. Hal tersebut berimplikasi pada meluasnya kebutuhan lahan dan menimbulkan persoalan dalam pemenuhan kebutuhan ruang dan lingkungan. Terjadinya perubahan penggunaan lahan dengan cepat, seringkali di lapangan terjadi berbagai penyimpangan dari rencana tata ruang, dimana salah satunya dipengaruhi oleh kepentingan antar sektor. Terjadinya penyimpangan penggunaan lahan dari RTRW antara lain karena lemahnya pengawasan dalam pelaksanaan aturan hukum yang berlaku tentang penataan ruang, kurangnya informasi bagi masyarakat dan kurangnya pemahaman masyarakat tentang penataan ruang. Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Apakah penggunaan lahan eksisting sesuai dengan rencana tata ruang Kota Tasikmalaya? 2. Faktor apa yang menyebabkan terjadinya penyimpangan penggunaan lahan dari rencana tata ruang Kota Tasikmalaya? 3. Bagaimana arahan dalam penyusunan rencana tata ruang Kota Tasikmalaya yang baru?

21 1.3. Tujuan Penelitian 1. Mengevaluasi kesesuaian penggunaan lahan eksisting terhadap rencana tata ruang Kota Tasikmalaya. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyimpangan dari rencana tata ruang Kota Tasikmalaya. 3. Merumuskan arahan dalam penyusunan rencana tata ruang Kota Tasikmalaya yang baru Manfaat penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan masukan bagi pemerintah Kota Tasikmalaya dalam menyusun rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kota Tasikmalaya yang akan datang. Selain itu dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam menentukan kebijakan-kebijakan tata ruang terkait pemanfaatan lahan untuk saat ini dan masa depan, sehingga dapat terwujudnya tertib hukum dan terarahnya penggunaan lahan bagi setiap orang, badan hukum dan pemerintah Lingkup Kegiatan Penelitian Lingkup dari penelitian ini adalah di wilayah Kota Tasikmalaya wilayah Priangan Timur Provinsi Jawa Barat, dengan mengamati penggunaan lahan eksisting dan penyimpangan penggunaan lahan dari RTRW Kota Tasikmalaya, sehingga rencana tata ruang ke depan diharapkan dapat mengacu pada hasil analisis dan output penelitian ini.

22 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Meningkatnya kebutuhan dan persaingan dalam penggunaan lahan memerlukan pemikiran yang seksama dalam mengambil keputusan bagi penggunaan lahan, karena lahan sifatnya terbatas. Sumberdaya lahan yang paling menguntungkan dari lahan yang terbatas perlu dipertimbangkan untuk penggunaan dan pemanfaatannya di masa mendatang. Beberapa permasalahan dalam penggunaan lahan untuk tujuan pemanfaatan ruang adalah lemahnya penegakan hukum, kurangnya informasi tentang potensi lahan dan rendahnya tingkat kesadaran serta pengetahuan masyarakat tentang penggunaan ruang tata ruang. Tindakan pengelolaan diperlukan bagi setiap areal lahan yang dapat digunakan sebagai pegangan dalam pe manfaatan areal tersebut. (Sitorus, 18). Banyak definisi yang dikembangkan untuk mendifinisikan penatagunaan tanah, diantaranya Canadian Institute of Planners mendefinisikan bahwa: "Perencanaan (penatagunaan) tanah merupakan pendekatan keilmuan, estetika, dan pengaturan penggunaan lahan, sumber daya, fasilitas dan pelayanan untuk menjamin efisiensi fisik, ekonomi dan sosial serta kesehatan dan kesejahteraan masyarakat perkotaan dan pedesaan. Untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan bahkan bisa sampai melihat dampak penggunaan lahan terhadap urbanisasi, Negara Canada menggunakan data Landsat (Zhang, 2005). Analisis terhadap perubahan penggunaan lahan, baik pola/bentuk, proses, metode dan peralatan (tools), penyebab serta dampaknya, telah banyak dilakukan (Kartodiharjo, 2007). Akan tetapi perubahan penggunaan lahan terus terjadi dan dampak negatif dari perubahan penggunaan lahan seolah sulit dikendalikan. Ketika dulu perubahan penggunaan lahan didominasi oleh konversi hutan menjadi lahan pertanian, maka sekarang terdapat kecenderungan perubahan penggunaan lahan dari lahan pertanian menjadi pemukiman dan industri. Evaluasi lahan merupakan proses penilaian potensi suatu lahan untuk penggunaan-penggunaan tertentu. Hasil evaluasi lahan digambarkan dalam bentuk peta sebagai dasar untuk perencanaan tataguna tanah yang rasional, sehingga tanah dapat digunakan secara optimal dan lestari. Penggunaan lahan yang tidak

23 sesuai dengan kemampuannya, selain dapat menimbulkan terjadinya kerusakan lahan juga akan meningkatkan masalah kemiskinan dan masalah sosial lain, bahkan dapat menghancurkan suatu kebudayaan yang sebelumnya telah berkembang (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001). Sitorus (18) menyatakan bahwa pada dasarnya evaluasi kesesuaian lahan memerlukan informasi yang menyangkut tiga aspek utama, yaitu: lahan, penggunaan lahan dan aspek ekonomi. Manfaat yang mendasar dan evaluasi sumberdaya lahan adalah untuk menilai kesesuaian lahan bagi suatu penggunaan tertentu serta memprediksi konsekuensi-konsekuensi dari perubahan penggunaan lahan yang akan dilakukan. Penggunaan lahan adalah setiap campur tangan manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhannya, baik material maupun spiritualnya (Vink 175 dalam Sitorus 2001). Menurut Barlowe (186), faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan lahan adalah faktor fisik dan biologis, faktor pertimbangan ekonomi dan kelembagaan. Faktor fisik dan biologis mencakup kesesuaian dari sifat fisik seperti keadaan geologi, tanah, air, iklim, tumbuhtumbuhan, hewan dan kependudukan. Faktor ekonomi dicirikan oleh keuntungan, kondisi pasar dan transportasi. Faktor kelembagaan dicirikan oleh hukum dan pertahanan, situasi politik, sosial ekonimi dan secara administrasi dapat dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Bagi seorang perencana, pengetahuan mengenai penggunaan lahan dan penutupan lahan sangatlah penting dalam membuat keputusan yang berhubungan dengan pengelolaan sumberdaya lahan yang memperhatikan aspek lingkungan. Penggunaan lahan (land use) dan penutupan lahan (land cover) merupakan dua istilah yang sering diberi pengertian sama, padahal keduanya mempunyai pengertian berbeda. Menurut Lillesand dan Kiefer (187), penggunaan lahan berhubungan dengan kegiatan manusia pada sebidang lahan, sedangkan penutupan lahan lebih merupakan perwujudan fisik obyek-obyek yang menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia pada obyek-obyek tersebut. Irawan (2005) mengemukakan bahwa, konversi lahan pertanian pada dasarnya terjadi akibat adanya persaingan dalam pemanfaatan lahan antar sektor pertanian dan sektor non-pertanian. Persaingan dalam pemanfaatan lahan tersebut

24 muncul akibat adanya tiga fenomena ekonomi dan sosial yaitu : (a) keterbatasan sumberdaya lahan, (b) pertumbuhan penduduk, dan (c) pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi cenderung mendorong permintaan lahan untuk kegiatan non-pertanian pada tingkat yang lebih tinggi di bandingkan permintaan lahan untuk kegiatan pertanian. Ini disebabkan karena permintaan produk non-pertanian lebih elastis terhadap pendapatan. Meningkatnya kelangkaan lahan (akibat pertumbuhan penduduk), yang dibarengi dengan meningkatnya permintaan lahan untuk kegiatan non-pertanian (akibat pertumbuhan Penduduk) mendorong terjadinya konversi lahan pertanian. Pertumbuhan penduduk yang begitu cepat akan berpengaruh terhadap berbagai macam aktivitas di dalam kota dan konsekwensinya akan berdampak pada pembangunan perkotaan itu sendiri (Masri, 2008). Perubahan penggunaan lahan dapat diartikan sebagai suatu proses pilihan pemanfaatan ruang guna memperoleh manfaat yang optimum, baik untuk pertanian maupun non pertanian. Menurut Winoto et al. (16), perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian bukanlah semata-mata fenomena fisik berkurangnya luasan lahan, melainkan merupakan fenomena dinamis yang menyangkut aspek-aspek kehidupan manusia, karena secara agregat berkaitan erat dengan perubahan orientasi ekonomi, sosial, budaya dan politik masyarakat. Sementara Sumaryanto et al. (14) menjelaskan alih fungsi lahan dari segi pengembangan sumberdaya merupakan suatu bentuk dari perubahan alokasi sumber daya antar sektor penggunaan. Akibat struktur perekonomian yang mengarah pada semakin meningkatnya peranan sektor non pertanian, menyebabkan terjadinya perubahan komposisi besaran dan laju penggunaan sumberdaya (tenaga kerja, modal dan tanah) antar sektor. Lazimnya, sektor-sektor ekonomi dengan pertumbuhan yang tinggi akan diikuti dengan laju penggunaan sumberdaya yang lebih tinggi. Lahan pertanian yang berpeluang untuk terkonversi lebih besar adalah lahan sawah dibandingkan lahan kering. Sawah secara spasial memiliki alasan yang kuat untuk dikonversi menjadi kegiatan non-pertanian karena (1) kebutuhan lahan untuk kegiatan non-pertanian lebih menguntungkan di lahan yang datar dimana sawah pada umumnya ada, (2) infrastruktur seperti jalan lebih tersedia di daerah

25 persawahan, (3) daerah persawahan pada umumnya lebih mendekati wilayah konsumen yang relatif padat penduduk dibandingkan lahan kering yang sebagian besar terdapat di daerah bergelombang, perbukitan dan pegunungan (Nofarianty, 2006). Alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian, disamping merupakan berubahnya fenomena fisik luasan tanah pertanian, juga berkaitan erat dengan berubahnya orientasi ekonomi, sosial budaya dan politik masyarakat. Sementara Sumaryanto et al. (14) menjelaskan alih guna lahan dari segi pengembangan sumberdaya merupakan suatu bentuk dari perubahan alokasi sumber daya antar sektor penggunaan Penyimpangan Penggunaan Lahan Penyebab penyimpangan penggunaan lahan secara garis besar dapat dibagi dua, yaitu: 1) ruang sebagai objek, dan 2) manusia sebagai pelaku. Keduanya saling berkaitan satu sama lain. Dari aspek manusia sebagai pelaku, dalam penggunaan lahan dipengaruhi oleh: faktor pengetahuan, faktor pekerjaan dan faktor pendapatan. Ruang memiliki keterbatasan sehingga dapat dilihat semakin langkanya lahan di pusat kota, sementara masih banyak lahan-lahan tidak produktif/belum optiomal dalam pemanfaatannya yang jauh dari pusat kota. Karena persaingan dan faktor kepentingan terjadilah penyimpangan penggunaan lahan. Penyimpangan penggunaan lahan perkotaan tidak lepas dari faktor perilaku serta latar belakang masyarakat yang menempatinya, misalnya tumbuhnya permukiman kumuh dan bangunan sekitar bantaran memperlihatkan cirri perilaku penghuninya. Tindakan manusia dilakukan untuk memenuhi kebutuhan berdasarkan cara pandangnya (Budihardjo, 13). Dari landasan ini manusia menumbuhkan rasa memiliki dan mempertahankannya Penataan ruang Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang

26 meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang (UU No. 26/2007 Pasal 1). Menurut Yuwono (2008), penggunaan lahan sangat menentukan wujud keruangannya serta caca-cara manusia beraktifitas. Penyebab penyimpangan penggunaan lahan secara garis besar ada dua, yaitu ruang sebagai objek dan manusia sebagai pelaku. Dari aspek ruang, pengambilalihan lahan dari masyarakat yang berpenghasilan rendah oleh masyarakat yang berpenghasilan menengah atau tinggi menunnjukkan pembentukkan ruang dilatarbelakangi oleh nilai ekonomi. Semakin tinggi nilai ruang meningkatkan daya tarik masyarakat yang mampu untuk menguasainya. Dari aspek pelaku, kota merupakan hasil kreatifitas yang mencerminkan pandangan manusia yang membentuknya. Budiharjo (1) mengemukakan bahwa manusia memegang peranan penting dalam mengatur pemanfaatan ruang. Penyimpangan terjadi akibat ledakan penduduk yang tidak terkendali. Perencanaan tata ruang merupakan metode yang digunakan oleh sektor publik untuk mengatur penyebaran penduduk dan aktivitas dalam ruang yang skalanya bervariasi. Perencanaan tata ruang terdiri dari semua tingkat penatagunaan tanah, termasuk perencanaan kota, perencanaan regional, perencanaan lingkungan, rencana tata ruang nasional, sampai tingkat internasional seperti Uni Eropa. Salah satu definisi awal perencanaan tata ruang diambil dari European Regional/Spatial Planning Charter (disebut juga Torremolinos Charter), yang diadopsi pada tahun 183 oleh Konferensi Menteri Eropa yang bertanggung jawab atas Regional Planning, yang berbunyi: "Perencanaan tata ruang memberikan ekspresi geografis terhadap kebijakan-kebijakan ekonomi, sosial, budaya, dan ekologis. Perencanaan tata ruang juga merupakan sebuah ilmu ilmiah, teknik administrasi, dan kebijakan, yang dikembangkan sebagai pendekatan lengkap dan antar-ilmu, yang diarahkan kepada pengembangan regional dan organisasi fisik terhadap sebuah strategi utama."

27 Dari penelitian diketahui bahwa pada umumnya penyimpangan terhadap rencana tata ruang kota justru berawal dari kebijaksanaan pemerintah (Sunardi, 2004). Hal ini berarti pemerintah daerah sebagai penanggung jawab rencana tata ruang kota dirasa kurang konsekuen dalam melaksanakan pembangunan kota. Sebagai penyebab utama kurang efektifnya rencana tata ruang kota (dengan indikator adanya berbagai penyimpangan) adalah kurang adanya koordinasi antar dinas/instansi lain dan kurang dilibatkannya unsur masyarakat, sehingga aspirasi masyarakat tidak terakomodasi di dalam rencana tata ruang kota. Menurut Undang-undang No. 26 tahun 2007, ruang didefinisikan sebagai ruang yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara. termasuk ruang didalam bumi, sebagai tempat manusia dan mahluk hidup melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya. Suatu kesatuan wilayah tempat manusia dan mahluk hidup lainnya melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. Pada pasal ayat 1, dikemukakan bahwa penyelenggarakan penataan ruang dianalisis oleh seorang menteri. Penataan ruang berazaskan: a) pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, berdaya guna dan berhasil guna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan, b) keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan. Penyusunan rencana tata ruang harus memperhatikan fungsi yang harus diemban oleh masing-masing ruang/kawasan. Fungsi suatu kawasan akan diperoleh jika penyusunan rencana tata ruang sebagai tahap awal dari proses penataan ruang mempertimbangkan aspek kesesuaian lahan, kemampuan lahan dan ketersediaan lahan yang selanjutnya akan mendorong pembangunan berkelanjutan (Azhari, 2004). Mengapa perencanaan tata ruang itu perlu?, karena manusia sebagai makhluk berbudaya yang mempunyai pemikiran dan keinginan tidak sama. Setiap individu manusia bahkan bertentangan satu sama lainnya, sehingga pertentangan tersebut menimbulkan suatu pemikiran-pemikiran yang berbeda tentang suatu perencanaan dan pengaturan serta pengembangan kualitas lingkungan hidupnya. Beberapa alasan tentang pentingnya arti dari suatu penataan ruang adalah: 1. Yang optimal bagi suatu individu tidak selalu optimal bagi masyarakat karena itu perencanaan tata ruang dianggap perlu.

28 2.Salah satu faktor dari ruang, yaitu atmosfir adalah merupakan suatu sumberdaya yang bersifat public goods. 3.Ruang merupakan komponen ekosistem dimana fungsi-fungsi ekologis dari ruang dalam suatu ekosistem mempengaruhi kesinambungan dan kontinuitas dari suatu sistem. Pengaturan pemanfaatan ruang yang paling dikenal saat ini adalah pengaturan penggunaan lahan yang didahului oleh penyusunan perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Perencanaan penggunaan lahan merupakan perencanaan fisik yang paling utama dalam proses penataan ruang (Rustiadi, 2006). Menurut Undang-Undang No. 26 Tahun 2007, penataan ruang diatur berdasarkan fungsi utama kawasan dan terdiri atas kawasan lindung seperti suaka alam, taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam dan sebagainya, serta kawasan budidaya seperti industri, permukiman, pertanian. Untuk aspek administratif, penataan ruang meliputi ruang wilayah nasional, wilayah provinsi dan wilayah kabupaten/kota yang dalam penyusunannya melalui hierarki dari level yang paling atas ke level yang paling bawah agar penataan ruang bisa dilakukan secara terpadu. Menurut Rustiadi et al. ( 2004 ), penataan ruang pada dasarnya merupakan perubahan yang disengaja. Dengan memahaminya sebagai proses pembangunan melalui upaya-upaya perubahan ke arah kehidupan yang lebih baik, maka penataan ruang mempunyai tiga urgensi, yaitu: 1) optimalisasi pemanfaatan sumberdaya (prinsip produktifitas dan efisiensi), 2) alat dan wujud distribusi sumberdaya ( prinsip pemerataan, keberimbangan dan keadilan ), 3) keberlanjutan prinsip (sustainability). Perencanaan tata ruang mencakup perencanaan pola pemanfaatan ruang yang meliputi tata guna lahan, air dan udara serta tata guna sumberdaya alam yang menurut Undang-Undang pokok Agraria No. 5 Tahun 160, negara mengatur penggunaan tanah agar dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Tata guna lahan adalah struktur dan pola pemanfaatan lahan, baik yang direncanakan maupun yang tidak direncanakan yang meliputi persediaan peruntukan dan penggunaan lahan.

29 Pemanfaatan ruang mempunyai tiga tujuan, yaitu optimalisasi pemanfaatan sumberdaya (productivity), keberimbangan dan keadilan (equity) dan keberlanjutan (sustainability) (Rustiadi et al. 2004). Penyimpangan penggunaan lahan dari rencana tata ruang dikhawatirkan akan menghambat tujuan tersebut diatas. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi penggunaan lahan sesuai dengan rencana tata ruang Kota Tasikmalaya sebagai bahan pertimbangan dalam penyempurnaan kebijakan rencana tata ruang yang baru. Konsep secara teoritis alokasi penggunaan lahan melalui beberapa mekanisme, yaitu: 1) Penggunaan oleh pemerintah berdasarkan peraturan perundangan; 2) Mekanisme pasar dan 3) kombinasi keduanya. Alokasi berdasarkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah: dilihat dari aspek pembangunan, aspek hukum, aspek organisasi dan aspek teknis. Menurut Darwanto (2000) penataan ruang bertujuan untuk terselenggaranya penataan ruang yang berwawasan lingkungan, terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang pada kawasan lindung dan budidaya sehingga tercipta pengaturan pemanfaatan ruang yang berkualitas. Upaya penataan ruang ini juga dilakukan untuk menciptakan pembangunan yang berkelanjutan yang sangat penting dalam kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi. Konsep penataan ruang dapat menjadi aktivitas yang mengarah kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat termasuk dunia usaha. Penataan ruang bukanlah suatu tujuan melainkan alat untuk mencapai tujuan. Dengan demikian kegiatan penataan ruang tidak boleh berhenti, melainkan penataan ruang harus merupakan aktivitas yang terus-menerus dilakukan untuk mengarahkan masyarakat suatu wilayah dalam mencapai tujuan-tujuan pokoknya, (Darwanto, 2000). Diatas kertas, penetapan tata ruang dipandang seringkali hanya mempertimbangkan aspek fisik wilayah (land suitability dan land capability) dan aspek-aspek kelestarian lingkungan. Di dalam pelaksanaannya perencanaan tata ruang juga seringkali dimonopoli oleh pihak-pihak tertentu yang tidak berorientasi pada kepentingan publik/masyarakat luas ( Rustiadi dan Saefulhakim, 2006). Sasaran utama dari Perencanaan Tata Ruang pada dasarnya adalah untuk menghasilkan penggunaan lahan terbaik, namun biasanya dapat dikelompokkan

30 atas tiga sasaran umum: (1) efisiensi, (2) keadilan dan akseptabilitas masyarakat, dan (3) keberlanjutan. Sasaran efisiensi merujuk pada manfaat ekonomi, dimana dalam konteks kepentingan publik pemanfaatan ruang diarahkan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Tata ruang harus merupakan perwujudan keadilan dan melibatkan partisipasi masyarakat, oleh karenya perencanaan yang disusun harus dapat diterima oleh masyarakat. Perencanaan tata ruang juga harus berorientasi pada keseimbangan fisik lingkungan dan sosial sehingga menjamin peningkatan kesejahteraan secara berkelanjutan (sustainable). Berdasarkan Pasal 12 UU No. 24 tahun 12 tentang penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah, pihak masyarakat merupakan pihak yang akan menerima hasil-hasil dari produk RTRW, dengan demikian, sebaiknya dalam penyusunan RTRW pihak masyarakat diikutsertakan. Begitu pun dalam pembangunan, dimana penduduk diharapkan berperan serta dalam proses pembangunan daerahnya. Oleh karena itu, sebagai pihak yang akan merasakan dan sekaligus malaksanakan pembangunan daerahnya, diperlukan tinjauan mengenai kependudukan yang merupakan salah satu bentuk pengakomodasian kepentingan penduduk, misalnya dengan menemukenali karakteristik umum penduduk maka dapat diperkirakan kebutuhan- kebutuhan masyarakat di masa depan. Menurut istilah geografi regional ruang sering diartikan sebagai suatu wilayah yang mempunyai batas geografi, yaitu batas menurut keadaan fisik, sosial atau pemerintahan yang terjadi dari sebagian permukaan bumi dan lapisan tanah di bawahnya serta lapisan udara di atasnya (Jayadinata, 1). Menurut Wegener (2001), terdapat tiga kategori model spasial, yaitu model skala, model konseptual dan model matematik. Model skala adalah model yang merepresentasikan kondisi fisik yang sebenarnya, seperti data ketinggian. Model konseptual adalah model yang menggunakan pola-pola aliran dari komponenkomponen sistem yang diteliti dan menggambarkan hubungan antar kedua komponen tersebut. Model matematik digunakan dalam model konseptual yang merepresentasikan beberapa komponen dan interaksinya dengan hubungan matematik.

31 2.4. Konsep Kota Kota adalah suatu bentukan manusia yang terjadi akibat kegiatan manusia dalam mengelola kepentingan hidupnya, sehingga faktor-faktor sosial, ekonomi, budaya, kelembagaan, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi mempengaruhi perubahan lanskap perkotaan juga akan berkontribusi terhadap lingkungan fisik kota (Simons, 12). Setiap rencana yang dibuat haruslah efsien baik ditinjau dari aspek ekonomi maupun dari aspek sosial sebagai akibat dari proses normal alam dan kehidupan manusia yang tercermin dari keterkaitan fungsi dan makna kota. Kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi (UU No. 26 Th 2007). Misalnya salah satu definisi menyatakan sebuah kota adalah suatu permukiman yang relatif besar, padat dan permanen, terdiri dari kelompok individu-individu yang heterogen dari segi sosial, yang dijabarkan dalam 10 kriteria yang lebih spesifik untuk merumuskan kota, menurut Rapoport (182) sebagai berikut : 1. Ukuran dan jumlah penduduk yang besar terhadap massa dan tempat. 2. Bersifat permanen. 3. Kepadatan minimum terhadap massa dan tempat. 4. Struktur dan tata ruang perkotaan seperti yang ditunjukkan jalur jalan dan ruang-ruang perkotaan yang nyata. 5. Tempat dimana masyarakat tinggal dan bekerja. 6. Fungsi perkotaan minimum meliputi sebuah pasar, sebuah pusat administrasi atau pemerintahan, sebuah pusat militer, sebuah pusat keagamaan, atau sebuah pusat aktivitas intelektual. 7. Heterogenitas dan pembedaan yang bersifat hierarkis pada masyarakat. 8. Pusat ekonomi perkotaan yang menghubungkan sebuah daerah pertanian ditepi kota dan memproses bahan mentah untuk pemasaran yang lebih luas.. Pusat pelayanan bagi daerah-daerah lingkungan setempat. 10. Sebagai pusat penyebaran.

32 Pengorganisasian sebuah permukiman dapat dirumuskan sebagai sebuah kota bukan dari segi ciri-ciri morfologis tertentu atau bahkan kumpulan ciricirinya, melainkan dari segi suatu fungsi khusus yaitu menyusun sebuah wilayah dan menciptakan ruang-ruang efektif. Menurut Sujarto (18) ada lima paradigma baru yang menyebabkan perubahan dan perkembangan pola pikir dalam perencanaan wilayah dan kota, adalah sebagai berikut : 1) Perekonomian global, 2) Orientasi pembangunan, 3) Kemitraan pemerintah dan masyarakat, 4) Perkembangan sistem dan teknologi informasi dan 5) Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Kota yang berkelanjutan adalah suatu daerah perkotaan yang mampu berkompetisi secara sukses dalam pertarungan global dan mampu pula mempertahankan vitalitas budaya serta keserasian lingkungan. Konsep kota yang berkelanjutan merupakan suatu konsep global yang kuat yang diekspresikan dan diaktualisasikan secara lokal. Pendekatan dalam penataan kota yang dilakukan dewasa ini banyak menyimpang dan meninggalkan aspek kesejahteraan dan pelestarian. Menurut Antariksa (2004), hal ini banyak terjadi dibeberapa kota dunia, dimana latar belakang dari sejarah besar. Pembangunan dan penataan kota menjadi bagian dari modernisasi perkotaan tanpa memperhitungkan lagi aspek kultur masyarakat sebagai penghuninya. Menurut Yunus (2000) di dalam kota terdapat kekuatan-kekuatan dinamis yang mempengaruhi pola penggunaan lahan kota, artinya di dalam pergerakkannya terdapat penambahan dan pengurangan bangunan, fungsi fisik, struktur penduduk, nilai kehidupan dan aspek-aspek kehidupan (politik, sosial, ekonomi, dan budaya). Ada 4 macam dimensi yang perlu diperhatikan dalam mencoba memahami dinamika perubahan tempat tinggal pada suatu kota, yaitu: 1) dimensi lokasi, 2) dimensi perumahan, 3) dimensi siklus kehidupan dan 4) dimensi penghasilan. Barcelona berkembang menjadi kota metropolitan diawali pada tahun 172 dengan mempertimbangkan bahwa untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui spekulasi membuka lahan subur dan lembah sungai yang kemiringannya < 20% menjadi suatu kota pusat perbelanjaan dan tempat wisata dengan

33 dilengkapi berbagai fasilitas pendukung. Spekulasi tersebut menyebabkan nilai dari lahan menjadi tinggi dan kehidupan masyarakatnya secara ekonomi meningkat, dikutip dari jurnal Papayanis (2000) Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu sistem perangkat kerja komputer yang mempunyai kemampuan pemasukan data, analisis data dan tampilan geografi yang sangat berguna bagi pengambilan keputusan. Sistem komputer ini terdiri dari perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software) dan manusia (personal) yang sengaja dirancang untuk secara efisien memasukkan, menyimpan, memperbaharui, menganalisis dan menyajikan semua jenis informasi yang berorientasi geografis ( ESRI, 10 ). Analisis dengan SIG dapat memperoleh jawaban dari permasalahan-permasalahan keruangan. Hal ini tergantung dari bagaimana analisis melakukan klasifikasi atau simbolisasi suatu fitur. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai bahan penganbilan keputusan (Mitchell, 2005). SIG saat ini lebih sering diterapkan bagi teknologi informasi spasial atau geografi yang berorientasi pada penggunaan teknologi komputer. Pada pengertian yang lebih luas SIG mencakup pengertian sebagai suatu sistem yang berorientasi opersi secara manual, yang berkaitan dengan operasi pengumpulan, penyimpanan dan manipulasi data yang bereferensi geografi secara konvensional (Barus & Wiradisastra, 2000). Burrough (186) mendefinisikan SIG sebagai seperangkat alat yang digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, menampilkan, mentransformasikan dan menyajikan data spasial obyek atau aspek permukaan bumi untuk tujuan tertentu. SIG adalah sistem informasi yang mendasarkan pada kerja dasar komputer yang mampu memasukkan, mengelola (memberi dan mengambil kembali), memanipulasi dan menganalisis data (Aronoff, 18). Analisis SIG dapat dipakai untuk mendukung berbagai aplikasi terhadap fenomena geografis yang penting dalam kegiatan pembangunan, misalnya dalam perencanaan tata ruang (spatial planning). Dalam perencanaan pembangunan tersebut perlu dilakukan analisis spasial dari berbagai kondisi fisik dan sosial ekonomi suatu daerah untuk dapat menentukan pemanfaatan sumberdaya yang

34 optimal. Untuk keperluan analisis keruangan, SIG mempunyai kemampuan yang sangat fleksibel dan akurat. Keunikan SIG lainnya jika dibandingkan dengan sistem pengelolaan basis data adalah kemampuan untuk menyajikan informasi spasial maupun non spasial secara bersama-sama. Sebagai contoh, data SIG penggunaan lahan dapat disajikan dalam bentuk batas-batas luasan yang masing-masing mempunyai atribut dalam bentuk tulisan maupun angka. Informasi dalam tema umumnya disajikan dalam lapisan (layer) informasi yang berbeda. Oleh karena SIG merupakan penyederhanaan dari fenomena alam/geografi yang nyata, maka SIG harus betulbetul mewakili kondisi, sifat-sifat (atribut yang penting) bagi suatu aplikasi/ pemanfaatan tertentu (Raharjo, 16). Tahap terakhir kelengkapan SIG adalah pengambilan keputusan. Pada tahap ini digunakan model-model untuk mendapatkan evaluasi secara real time yang kemudian hasilnya didapatkan dari pemodelan dibamdingkan dengan kondisi dilapangan (Robinson et al, 15) Analisis Spasial Menurut Rustiadi et al. (2004), pengertian analisis spasial dipahami secara berbeda antara ilmuwan berlatar belakang geografi dengan ilmuwan berlatar belakang sosial (termasuk ekonomi). Perbedaan keduanya bersumber dari perbedaan dalam dua hal, pertama perbedaan pengertian kata spasial atau ruang itu sendiri dan kedua fokus kajiannya. Dari pandangan geografi, pengertian spasial adalah pengertian yang bersifat rigid (kaku), yakni segala hal yang menyangkut lokasi atau tempat. Definisi suatu tempat atau lokasi secara geografis sangat jelas, tegas, dan lebih terukur karena setiap lokasi diatas permukaan bumi dalam ilmu geografi dapat diukur secara kuantitatif.

35 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Diresmikannya Kota Tasikmalaya sebagai daerah otonom pada tanggal 17 Oktober 2001 mengandung konsekuensi adanya tuntutan peningkatan pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Hal itu sejalan dengan tujuan pembentukan Kota Tasikmalaya yang dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2001, terpisah dari Kabupaten Tasikmalaya dengan luas wilayah ditetapkan ,20 ha atau 17,15 km². Pertumbuhan penduduk yang terjadi sangat pesat di Kota Tasikmalaya menyebabkan aktivitas ekonomi meningkat. Hal tersebut menyebabkan kebutuhan lahan (ruang) bertambah, terutama untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal (perumahan) Penyusunan RTRW dan Peraturan-Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya merupakan upaya pemerintah dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Untuk memajukan daerahnya, berbagai aktivitas pembangunan di rencanakan dan dibuat sehingga dalam pelaksanaannya sekecil mungkin terjadi penyimpangan penggunaan lahan dan pemanfaatannya. Berbagai hal yang dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan penggunaan lahan dari RTRW diantaranya dapat diakibatkan dari: ketidaktahuan dan ketidakpedulian masyarakat mengenai RTRW, kurangnya koordinasi antar Satuan Kerja Pemerintahan, lemahnya pengawasan dan ketidak konsistenan pemberian ijin pembangunan. Hal ini mendorong terjadi perubahan fungsi lahan/konverasi lahan, yang dapat berakibat terjadi penurunan kualitas lingkungan. Perubahan penggunaan lahan di Kota Tasikmalaya untuk tujuan pemanfaatan ruang, menimbulkan persoalan dalam pemenuhan kebutuhan ruang dan lingkungan. Karena lemahnya pengawasan, ditambah kurangnya informasi dan sosialisasi dari pemerintah kepada masyarakat tentang penggunaan lahan dan penataan ruang, sehingga kurangnya pemahaman masyarakat tentang itu. Dalam penelitian ini untuk mengevaluasi penggunaan lahan dilakukan analisis spasial dengan sistem informasi geografis, yaitu proses tumpang tindih land use eksisting dan peta RTRW. untuk mengetahui daerah penyimpangan dan luas penyimpangan penggunaan lahan dari RTRW. Kemudian dilakukan survei

36 lapangan (ground check) ke lapangan untuk mengetahui penggunaan lahan secara langsung serta kondisi sosial ekonomi masyarakat, khususnya di daerah terjadinya penyimpangan. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penyimpangan dilakukan wawancara serta menyebar kuesioner. Selanjutnya dilakukan analisis deskriptif untuk dapat merumuskan arahan dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah Kota Tasikmalaya. Adapun kerangka pemikiran dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, secara garis besar di jabarkan pada Gambar Lokasi dan waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah di Kota Tasikmalaya Wilayah Priangan Timur Propinsi Jawa Barat, terdiri dari 8 kecamatan dan berada diantara Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Ciamis. Penelitian dimulai bulan Maret 2008 sampai dengan bulan September 2008, yang meliputi tahap: pra-penelitian, pengumpulan data, analisis dan penyusunan laporan, seminar,ujian tesis dan perbanyakan tesis Alat dan jenis data yang digunakan Alat yang digunakan adalah seperangkat komputer dan printer, software Arc View Versi 3.3, GPS dan statistika versi 6. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data sekunder berupa data spasial digital diantaranya berupa peta wilayah administrasi, peta Land Use 2006, Foto Udara Tahun 2007, Potensi Desa (Podes) tahun 2006, Kota Tasikmalaya Dalam Angka tahun dan dokumen RTRW tahun Data primer berupa hasil survei, kuesioner dan wawancara.

37 . Latar Belakang: - Bagan Jumlah alir penduduk kerangka pemikiran dan urbanisasi penelitian terus meningkat dapat dilihat pada Kota Gambar Tasikmalaya 1. - Undang-Undang No. 10 Th 2001 tentang Pemisahan wilayah Kota dan Kabupaten Tasikmalaya - Visi Kota Tasikmalaya sebagai Pusat Perdagangan dan Industri Termaju di Priangan Timur Permasalahan: Adanya indikasi penggunaan lahan tidak sesuai dengan RTRW Evaluasi Penggunaan Lahan eksisting Rencana Tata Ruang /RTRW Kota Tasikmalaya Penggunaan Lahan Eksisting Kota Tasikmalaya Peta RTRW Peta Land Use Eksisting Kriteria kesesuaian/ Penyimpangan RTRW Kondisi Sosial Ekonomi Kebijakan Pemerintah Kondisi Fisik Wilayah Analisis Deskriptif Arahan Penyusunan Rencana Tata Ruang wilayah/ RTRW Gambar 1. Bagan Alir Kerangka Pemikiran Penelitian.

38 3.4. Pendekatan Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan Sistem Informasi Geografis yang dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu tahap persiapan dan pemasukan data, analisis serta penyajian hasil analisis. Analisis yang dilakukan adalah analisis spasial. Hasil analisis yaitu berupa peta penggunaan lahan eksisting tahun 2007 dan peta penyinpangan penggunaan lahan dari RTRW dengan referensi geografis yang selanjutnya dilakukan interpretasi dari informasi yang ditampilkan dalam peta, faktor faktor penduga penyimpangan dengan analisis Principal Component Analysis dan berupa arahan dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tasikmalaya yang baru Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini data primer dan data sekunder. Untuk memperoleh data primer dilakukan survei lapangan, wawancara dengan menggunakan kuesioner. Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai sumber, melalui studi pustaka dan konsultasi dengan instansi terkait diantaranya: Bappeda, Dinas Kimpraswil, BPN dan Dinas Pertanian Kota Tasikmalaya. Data tersebut berupa data peta dijital, Podes, data ekonomi serta dokumen RTRW Kota Tasikmalaya. Penyebaran kuesioner dilakukan untuk mengetahui tingkat pemahaman masyarakat mengenai rencana tata ruang dan penyimpangan penggunaan lahan (penggunaan yang tidak searah dengan RTRW). Dalam melakukan kuesioner pengambilan responden dipilih secara purposive sampling, yaitu pengambilan sampel dipilih secara cermat dan selektif kepada orang yang dianggap dapat mewakili dalam memberikan informasi yang representatif mengenai kondisi sosial ekonomi masyarakat terutama di lokasi penyimpangan. Informasi yang diperlukan antara lain mengenai pekerjaan, pendapatan, tingkat pendidikan, kepemilikan lahan, serta pengetahuan masyarakat terhadap mengenai rencana tata ruang dan penyimpangan penggunaan lahan. Selain itu dilakukan wawancara dengan instansi pemerintah yang terkait dengan rencana tata ruang Kota Tasikmalaya, antara lain dari: Bappeda, Dinas Kimpraswil Kota Tasikmalaya, BPN dan Dinas Pertanian

39 Kota Tasikmalaya. Selanjutnya data hasil wawancara diolah untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi masyarakat di lokasi penyimpangan dan bagaimana persepsi masyarakat mengenai rencana tata ruang Kota Tasikmalaya Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan dan analisis data dilakukan untuk mendapatkan penggunaan lahan eksisting yang dilakukan dengan cara interpretasi foto udara tahun 2007 dan land use tahun Untuk mengetahui penyimpangan penggunaan lahan dan luas penyimpangan dari RTRW dilakukan proses tumpang tindih antara land use eksisting dengan peta RTRW Kota Tasikmalaya tahun Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyimpangan penggunaan lahan melalui proses analisis PCA (Principal Component Analysis) dan wawancara dengan kuesioner pada masyarakat dan instansi pemerintah. Terakhir dilakukan analisis deskriptif untuk menyusun arahan Rencana Tata Ruang Kota Tasikmalaya yang baru Analisis Penggunaan Lahan Eksisting Analisis untuk mendapatkan peta penggunaan lahan eksisting meliputi analisis spasial dan analisis atribut. Analisis peta penggunaan lahan eksisting berdasarkan peta land use Kota Tasikmalaya tahun 2006 dan interpretasi foto udara tahun 2007 yang menghasilkan poligon-poligon baru berupa kelas penggunaan lahan. Interpretasi secara visual dilakukan dengan melihat pola, warna, tekstur, bayangan, bentuk, rona dan lain sebagainya yang sejenis dan dikelompokan sehingga didapat poligon-poligon baru yang dapat memberikan informasi kelas penggunaan lahan. Hasil klasifikasi penggunaan lahan ini kemudian dilanjutkan ground check ke lapangan dengan bantuan alat GPS, untuk melihat lokasi-lokasi yang dianggap perlu pembuktian untuk melihat jenis penggunaannya dilapangan. Sebelum kelapangan terlebih dahulu menentukan titik koordinat tempat-tempat yang akan ditinjau di dalam peta, selanjutnya titik-titik tersebut di setting ke GPS untuk memudahkan pencarían lokasi yang dimaksud (yang dituju). Hasil analisis disajikan dalam bentuk peta penggunaan lahan eksisting tahun 2007 Kota Tasikmalaya. Analisis data atribut dilakukan untuk mengetahui jenis penggunaan lahan dan luas penyimpangan. Basis data SIG yang

40 menyangkut data atribut dan penutupan lahan dieksport ke microsoft excel dan diolah. Pengolahan dilakukan dengan cara membuat kolom baru yang memberikan informasi mengenai jenis penutupan lahan yang berada pada kawasan-kawasan yang telah ditetapkan dalam RTRW. Selanjutnya hasil pengolahan data tersebut dikembalikan ke dalam basis data SIG, agar dapat dimanipulasi untuk menampilkan data spasial berupa peta penggunaan lahan eksisting. Proses selanjutnya adalah menganalisis penyimpangan penggunaan lahan. Penyimpangan adalah kondisi akhir dari penutupan/penggunaan lahan yang tidak sesuai penggunaannya dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Peta penyimpangan diperoleh dengan melakukan tumpang tindih antara peta land use eksisting tahun 2007 dengan peta RTRW tahun Dari proses tersebut menghasilkan peta, luas dan jenis-jenis penyimpangan penggunaan lahan dari Rencana Tata Ruang Kota Tasikmalaya. Kemudian dilakukan check lapangan. Untuk mengetahui faktor-faktor yang diduga mempengaruhi penyimpangan penggunaan lahan dilakukan: 1) analisis Principal Component Analysis (PCA) untuk menduga faktor-faktor yang mempengaruhi penyimpangan yang kemudian dilanjutkan dengan analisis regresi berganda untuk mengetahui keeratan hubungan antara peubah-peubah penduga dengan luas penyimpangan, 2) wawancara dan kuesioner dilokasi penyimpangan untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi masyarakat yang dapat mempengaruhi terjadinya penyimpangan penggunaan lahan Analisis Penyimpangan Penggunaan Lahan dari RTRW Tujuan analisis ini adalah untuk melihat penggunaan lahan yang sejalan dengan RTRW dan yang tidak sejalan (menyimpang) dari RTRW. Analisis dilakukan dengan menumpangtindihkan peta Land Use Eksisting dengan RTRW tahun Proses tumpang tindih menghasilkan sebuah peta penyimpangan penggunaan lahan dari RTRW, atau penggunaan lahan yang tidak sejalan dengan arahan Rencana Tata Ruang Kota Tasikmalaya.

41 Kriteria penyimpangan adalah bentuk penggunaan lahan yang menyimpang atau merupakan pelanggaran batas-batas penggunaan lahan yang ditetapkan dalam (RTRW). Kategori/bentuk penyimpangan penggunaan lahan yang dianalisis adalah penyimpangan permukiman pada lahan pertanian (lahan basah dan lahan kering), pada kawasan hutan dan pada garis sempadan (SUTET, Sungai dan Danau). Bentuk penyimpangan pemanfaatan ruang adalah pemukiman berada di kawasan peruntukkan Perdagangan dan Industri dan pemukiman pada lahan peruntukkan TPU. 3.. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyimpangan Analisis selanjutnya dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang diduga mempengaruhi terjadinya penyimpangan penggunaan lahan. Dalam penelitian ini análisis yang digunakan adalah PCA. PCA merupakan salah satu bentuk analisis variabel ganda (multivariate). Tujuan PCA adalah untuk menemukan suatu variabel-variabel baru, yang disebut komponen utama, yang dapat mewakili variabel-variabel indikator asal. Komponen utama tersebut mencerminkan sebagian atau semua variabel yang saling berkaitan (berkorelasi) diubah menjadi saling ortogonal, menyederhanakan variabel dan mentransformasi secara linier variabel asal menjadi variabel baru yang lebih sederhana. Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah data dari Podes tahun 2006 Kota Tasikmalaya. Data-data tersebut adalah variabel yang digunakan untuk menduga faktor-fakrtor yang mempengaruhi penyimpangan penggunaan lahan Kota Tasikmalaya yang meliputi data kependudukan, struktur penutupan lahan, struktur aktifitas perekonomian masyarakat, struktur pendidikan dan ketersediaan fasilitas umum. Variabel asal yang terkoleksi (81 variabel) disederhanakan menjadi 15 variabel. Analisis PCA merupakan salah satu teknik analisis untuk mereduksi suatu set data/peubah dengan jumlah yang banyak menjadi set data baru yang lebih sederhana dengan jumlah data/peubah lebih sedikit dan saling orthogonal (tidak saling berkorelasi) (Rustiadi, et. al 2004). Sebelum data tersebut diolah dengan metode PCA, terlebih dahulu dilakukan seleksi dan standarisasi data. Seleksi data dilakukan untuk memperoleh data kuantitatif yang terkait dengan penggunaan lahan, sedangkan standarisasi dilakukan untuk memperoleh

42 keseragaman satuan data. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan kesalahan dalam menginterpretasikan hasil analisis data. Program ststistika versi 6 digunakan dalam proses analisis PCA yang menghasilkan antara lain: Faktor Loading, Faktor skor dan akar ciri (eigenvalues) yang menunjukan bobot dan skor dari peubah komponen utama. Semakin besar total kumulatif Eigenvalue maka semakin besar pula keragaman data awal yang dapat diterangkan. Variabel penduga penyimpangan tertera pada Tabel 1. Tabel 1. Variabel Penduga Penyimpangan Penggunaan Lahan dari data Podes. Var Variabel Penduga 1 Kepadatan Penduduk 2 jumlah petani 3 jumluh rumah permukiman kumuh 4 jumal keuarlga pemukiman kumuh 5 jumlah keluarga di sekitar bantaran 6 jumlah bangunan rumah di sekitar bantaran 7 luas lahan sawah 8 luas lahan sawah dengan pengairan yang diusahakan luas lahan bukan sawah 10 luas lahan pertanian 11 Luas ladang yang diusahakan 12 luas lahan untuk non pertanian 13 jarrk desa. ke pusat Kota 14 Jumhah jenis Fasilitas pasilitas 15 Jumlah fasilitas pelayanan Analisis Regresi dilakukan untuk mengetahui keeratan hubungan antara faktor-faktor penduga penyimpangan dengan luas penyimpangan dari RTRW. Atribut Peta penyimpangan berupa data luas penyimpangan penggunaan lahan dalam unit analisis desa yang dijadikan variabel bebas di regresikan dengan variabel faktor-faktor yang mempengaruhi penyimpangan dari RTRW, atau Faktor skor hasil analisis PCA dijadikan sebagai variabel bebas (x), sedangkan luas penyimpangan RTRW dijadikan sebagai variabel tak bebas (y). Secara umum hubungan antara variabel-variabel tersebut dapat dirumuskan dalam bentuk persamaan sebagai berikut : Y i = A + B 1 X 1i + B 2 X 2i B j Xj i +. + BnXn i Dimana : Y i = Luas Area penyimpangan pada desa ke i (%) A = Intercept adalah nilai yang berpengaruh

43 B = Koefisien variabel j (Xj) Xj i = faktor-faktor yang mempengaruhi ke j di desa ke i Dengan analisis regresi berganda dapat diketahui model persamaan yang menjelaskan hubungan antara luas penyimpangan dan faktor-faktor yang menentukan penyimpangan. Wawancara dan kuesioner bertujuan untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi masyarakat di lokasi penyimpangan serta persepsi/tingkat pemahaman masyarakat terhadap rencana tata ruang Kota Tasikmalaya. Pengambilan sampel diambil secara purposive sampling, yaitu pengambilan sampel dipilih secara cermat dan selektif yang dianggap dapat mewakili orang-orang sekitarnya dalam memberikan informasi yang representatif tentang masyarakat setempat dan kondisi lapangan. Pertanyaan diarahkan pada penghasilan, pekerjaan, pendidikan, luas lahan yang dikuasai, ijin kepemilikan. Dari hasil kuesioner dapat diketahui faktor faktor yang mempengaruhi penyimpangan di daerah penyimpangan. Matrik tujuan dan 0ut put penelitian tertera pada Tabel Analisis Deskriptif Analisis deskriptif dilakukan untuk menggambarkan kondisi lapangan dan membuat arahan dalam penyusunan Rencana Tata Ruang yang baru. Gambaran kondisi penggunaan lahan eksisting dan penyimpangan yang terjadi dilapangan serta faktor-faktor yang diduga penyebab terjadinya penyimpangan didapat dari hasil analisis spasial, analisis PCA dan survei lapangan. Analisis dilakukan terhadap peta-peta yang dihasilkan dari analisis spasial, yaitu mengenai luasan dan persentase penggunaan lahan (permukiman, pertanian/sawah, perkebunan, hutan, danau) serta distribusi penyebarannya. Penyusunan Rencana Tata Ruang berdasarkan pada hasil temuan eksisting dilapangan dan kebijakan pemerintah yang tertuang dalam RTRW Th Tahapan penelitian disajikan pada Gambar 2.

44 Land use Th 2006, Interpretasi Foto Udara 2007 dan ground Check Lapangan Land use Eksisting 2007 Peta RTRW Potensi Desa Kota Tasikmalaya Tahun 2006 Tahap Pengumpulan Data Overlay Penyimpangan dari RTRW Luas Penyimpangan Analisis PCA Regresi berganda Tahap Analisis Data Aspek Sosial, Ekonomi Responden Analisis Deskriptif Faktor penentu Penyimpamgan Tahap Penyajian Hasil Arahan Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang Kota Tasikmalaya Gambar 2. Bagan Alir Tahapan Penelitian

45 Tabel 2. Matrik Tujuan dan Outpput penelitian No Tujuan Penelitian 1 Mengevaluasi kesesuaian penggunaan lahan eksisting terhadap RTRW Jenis Data -Foto Udara Th Land use Th Peta Administrasi Sumber Data -Bapeda -Dinas PU Kota Tasikmalaya Teknik Analisis -Interpretasi -Proses tumpang tindih -Ground check Keluaran (Output) -Peta Land Use Eksisting -Peta penyimpangan/ kesesuaian penggunaan lahan terhadap RTRW 2 Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyimpangan -Podes Luas penyimpangan -Hasil kuesioner -Bappeda -Biro Pusat Statistik -PCA (Principal Components Analysis) -Analisis Regresi Berganda -Faktor-Faktor yang mempengaruhi penyimpangan dari RTRW 3 Merumuskan arahan dalam penyusunan rencana tata ruang (RTRW) -Kondisi eksisting -kondisi lapangan -Bappeda - Hasil analisis -kuesioner -Analisis deskriptif -Arahan penyusunan rencana tata ruang Kota Tasikmalaya yang baru

46 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Luas Wilayah Kota Tasikmalaya berada di wilayah Priangan Timur Provinsi Jawa Barat, letaknya cukup stratgis berada diantara kabupaten Ciamis dan kabupaten Garut. Kedudukan atau jarak dari ibukota propinsi Jawa Barat, yaitu Bandung ±105 km kearah selatan dan dari Ibukota Negara, Jakarta adalah ±255 km. Kota Tasikmalaya dilewati arah jalur selatan dari arah kota Jakarta atau Bandung bagi kendaraan yang menuju daerah jawa Tengah dan Jawa Timur. Selain itu dilewati jalur pariwisata ke arah pantai Pangandaran kabupaten Ciamis. Selain itu juga merupakan akses keluar- masuk bagi wilayah kecamatan sekitar kota atau kabupaten Tasikmalaya. Luas wilayah Kota Tasikmalaya adalah ,20 ha atau 171,56 km 2 yang ditetapkan dalam Undang-undang No. 10 Tahun 2001 tentang pembentukan pemerintah Kota Tasikmalaya. Wilayah Kota Tasikmalaya terbagi menjadi 8 kecamatan, yaitu kecamatan Cihideung, Cipedes, Tawang, Indihiang, Cibeureum, Tamansari, Kawalu dan 6 kelurahan yang berada di kaki gunung Galunggung. Kecamatan Kawalu merupakan kecamatan yang paling luas, menempati 23,7% dari luas wilayah Kota dan berada di bagian selatan Kota Tasikmalaya. Sedangkan kecamatan Cipedes, Cihideung dan Tawang dengan luas wilayah relatif kecil berada di pusat kota yang merupakan daerah relatif datar. Luas wilayah kecamatan dapat dilihat pada Tabel Letak Geografis Secara geografis Kota Tasikmalaya terletak antara , ,77 BT dan , ,5 LS dengan batas administratif sebagai berikut dan terlampir pada Gambar 3. o Sebelah Utara o Sebelah Barat o Sebelah Timur o Sebelah Selatan : Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Ciamis : Kabupaten Tasikmalaya : Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Ciamis : Kabupaten Tasikmalaya

47 PETA ADMINISTRASI KOTA TASIKMALAYA PROPINSI JAWA BARAT N 0 INDIHIANG CIPEDES KAB. CIAMIS 1 0 W E S Km CIHIDEUNG TAWANG CIBEUREUM MANGKUBUMI KOTA TASIKMALAYA TAMANSARI KAWALU LEGENDA Jalan Batas Kecamatan Batas Kabupaten Batas Kecamatan CIBEUREUM CIHIDEUNG CIPEDES INDIHIANG KAWALU MANGKUBUMI TAMANSARI TAWANG SUMBER : Bappeda Kota Tasikmalaya I ndek Pet a KAB. TASIKMALAYA PS. ILMU PER ENCANAAN WILAYAH INSTITU T PERTANIAN BO GOR T AHU N 2008 Gambar 3, Peta Administrasi Kota Tasikmalaya Tabel 3. Pembagian Luas Wilayah Kecamatan di Kota Tasikmalaya No Kecamatan Jmlh Desa/ Kelurahan Luas (ha) Persentase (%) 1 Cihideung 6 kelurahan 530,02 3,0 2 Cipedes 4 kelurahan 810,01 4,72 3 Tawang 5 kelurahan 533,03 3,11 4 Indihiang 13 kelurahan 3.010,03 17,54 5 Cibeureum 15 kelurahan 2.41,03 17,14 6 Tamansari 8 kelurahan 2.852,02 16,62 7 Kawalu 10 kelurahan 4.112,04 23,7 8 Mangkubumi 8 kelurahan 2.368,02 13,80 Kota Tasikmalaya 6 kelurahan ,20 100,00 Sumber :BPS Kota Tasikmalaya Dalam Angka (2006)

48 4.3. Kondisi Geologis Kondisi Kota Tasikmalaya secara geologis ditunjukkan dengan struktur geologi yang dihasilkan oleh bentukan material-material/breksi gunung berapi. Material asal yang memberi pengaruh terhadap pembentukan struktur geologi di wilayah Kota Tasikmalaya merupakan dominasi dari pengaruh Gunung Galunggung. Pengaruh lainnya berasal dari Gunung Sawal dan Gunung Cakrabuana. Karakteristik material berupa batuan induk telah mendasari bentukan struktur geologi Kota Tasikmalaya, yaitu berupa susunan batuan yang terdiri dari breksi gunung api termampat lemah dan bongkah lava andesit yang dihasilkan pada tingkatan gunung api tua. Pada tingkatan gunung api muda susunan batuan yang dihasilkan mulai dari breksi gunung api, lahar, tufa tersusun, batuan andesit sampai basal. Sedangkan pada formasi bentang, strukturnya terdiri dari batu pasir tufa, batu pasir, tanah gamping, dan lainnya. Jenis tanah yang menjadi struktur permukaan, yang terjadi secara merata di wilayah Kota Tasikmalaya, adalah jenis tanah asosiasi regosol kelabu, regosol kelabu coklat, litosol dan latosol coklat kemerah-merahan. Jenis tanah yang mempunyai sebaran terluas adalah dari jenis asosiasi regosol kelabu dan litosol yang tersebar di bagian tengah, selatan, timur dan barat. Sedangkan di bagian utara wilayah Kota Tasikmalaya, sebaran terdiri dari jenis tanah latosol coklat kemerah-merahan. Jenis bahan tambang dan galian dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Jenis Bahan Tambang & Galian No. Jenis Bahan Tambang/Galian Lokasi 1. Fospat Ds. Urug, Kec. Kawalu 2. Pasir Kec. Indihiang, Kec. Mangkubumi 3. Lempung Kec. Cibeureum 4. Dolomit Ds. Setiawangi, Kec. Cibeureum 5. Sirtu Kec. Indihiang, Kec. Mangkubumi 6. Batu Gunung Ds. Bantarsari, Kec. Indihiang 7. Batu Kali Kec. Indihiang, Kec. Mangkubumi Sumber : RTRW Kota Tasikmalaya (2004)

49 Berdasarkan kedalamannya, kondisi kedalaman efektif tanah di Kota Tasikmalaya terdapat dua bagian, yaitu pada tingkatan kedalaman efektif tanah adalah cm dengan sebaran di bagian barat dan timur. Pada bagian lainnya, di bagian utara, selatan, dan tengah wilayah Kota Tasikmalaya tingkatan kedalaman efektif tanahnya adalah 60 0 cm Kondisi Topografi Wilayah Kota Tasikmalaya berada pada ketinggian berkisar antara m diatas permukaan laut (dpl) dan mempunyai dataran dengan kemiringan relatif datar (sebagian besar), agak landai dan relatif curam. Daerah tertinggi berada di Desa Bungursari Kec. Indihiang (kaki G.Galunggung) yaitu 503 m dpl sedangkan yang terendah berada di Desa Urug Kec. Kawalu arah selatan Kota Tasikmalaya, yaitu sekitar 201 m dpl. Sementara itu di pusat kota, yaitu kecamatan Cihideung, Cipedes dan Tawang daerahnya relatif datar Kependudukan Jumlah penduduk Kota Tasikmalaya Tahun 2006 adalah orang. Jumlah penduduk ini mengalami pertumbuhan sebesar 1,56% bila dibandingkan dengan jumlah penduduk Tahun Dilihat dari komposisinya, penduduk Kota Tasikmalaya lebih banyak laki-laki dari pada perempuan, yaitu terdiri dari orang laki-laki dan orang perempuan. Pertumbuhan penduduk yang tinggi menyebabkan naiknya kepadatan penduduk. Pada tahun 2006 kepadatan penduduk sebesar jiwa/km² dan kepadatan tertinggi terdapat di kecamatan Cihideung sebesar jiwa/km², sedangkan terendah dikecamatan Kawalu, yaitu sebesar jiwa/km². Kepadatan penduduk juga dapat dilihat dari rata-rata penduduk per rumah tangga yang mencapai 3,71 jiwa, sehingga secara umum setiap rumah tangga memiliki 3 sampai 4 orang anggota. Pembagian luas wilayah dan kepadatan penduduk pada Tabel 5.

50 Tabel 5. Luas Daerah dan Kepadatan Penduduk Rata-Rata Kota Tasikmalaya Nama Kecamatan Jumlah Kepadatan Luas Daerah Penduduk Penduduk (Km 2 ) (Jiwa) (Jiwa / Km 2 ) 1. Kec. Kawalu 41, Kec. Tamansari 28, Kec. Cibeureum 2, Kec. Tawang 5, Kec. Cihideung 5, Kec. Mangkubumi 23, Kec. Indihiang 30, Kec. Cipedes 8, J u m l a h 171, Sumber : Monografi dan Profil Kecamatan (2006) 4.6. Dinamika Perkembangan Penduduk Pola ruang permukiman dan jasa komersial perkembangannya sangat terkait dengan dinamika kependudukan yang mencakup sebaran dan mobilitas penduduk. Jumlah penduduk di Kota Tasikmalaya mengalami perkembangan yang cepat dan cukup tinggi. Pada tahun 2006 jumlah penduduk sekitar jiwa, sedangkan jumlah penduduk pada tahun 2002 adalah jiwa. Selama kurun waktu tersebut laju pertumbuhan penduduk Kota Tasikmalaya rata-rata sekitar 3,20% per tahun. Sementara itu prediksi pada tahun 2008 jumlah penduduk mencapai jiwa. Jumlah penduduk Kota Tasikmalaya tersebar di delapan kecamatan. Diantara kedelapan kecamatan tersebut, kecamatan Cibeureum mempunyai jumlah penduduk terbanyak, yaitu jiwa dengan luas wilayah 2,41 km 2. Kecamatan yang jumlah penduduknya paling rendah adalah Kecamatan Tamansari, jumlah penduduknya jiwa dengan luas wilayah 28,52 km 2. Sementara itu kepadatan penduduk terpadat di kecamatan Cihideung dan kecamatan Tawang, yaitu masing-masing jiwa dan jiwa per km 2.

51 Profil dan dinamika penduduk dapat dilihat pada Gambar 5 dan data Jumlah Penduduk dari tahun per kecamatan di Kota Tasikmalaya dapat di lihat pada Tabel 6. Tabel 6. Jumlah Penduduk Kota Tasikmalaya Tahun Jumlah Penduduk (Jiwa) No Kecamatan Perkembangan Per Tahun % 1 Kawalu ,68 2 Tamansari ,10 3 Cibeureum ,2 4 Tawang ,16 5 Cihideung ,76 6 Mangkubumi ,8 7 Indihiang ,8 8 Cipedes ,31 Jumlah ,82 SUMBER : BPS ( 2006) 4.7. Kondisi Ekonomi Pertumbuhan perekonomian Kota Tasikmalaya dapat dilihat dari pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan digerakkan oleh pertumbuhan beberapa sektor. Ada tiga sektor yang peranannya cukup besar, yaitu sektor pertanian, perdagangan hotel dan restoran dan sektor industri pengolahan. Dari ketiga sektor tersebut pertanian mempunyai kontribusi yang besar terhadap pembentukan nilai tambah mencapai 2,2 % pada tahun PDRB kota Tasikmalaya pada tahun 2006 atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha sebesar 4,62 triliun rupiah atau naik 21, persen dibanding Tahun Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha tanpa dipengaruhi harga dan inflasi mencapai 2,5 triliun rupiah atau 4.24 persrn dibanding tahun sebelumnya. Kontribusi setiap sektor terhadap PDRB Kota Tasikmalaya tertera pada Tabel 7. Sektor perdagangan, Hotel dan Komunikasi memberkan nilai pendapatan tertinggi, kemudian berturut-turut sector Industri dan pengolahan serta Pengangkutan dan komunikasi.

52 Tabel 7. Kontribusi setiap Sektor Terhadap PDRB Kota Tasikmalaya No Sektor Tahun 2005 % Tahun 2006 % 1 Pertanian 8,54 7,1 2 Pertambangan dan Galian 0,75 0,70 3 Idustri dan pengolahan 14,52 14,66 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 1,0 1,8 5 Bangunan 8,1,42 6 Perdagangan, Hotel dan jasa 28,51 2,6 7 Pengangkutan dan Komunikasi 13,38 13,6 8 Persewaan dan Jasa Perusahaan 10,60,24 Jasa-Jasa Lainnya 13,45 13,12 Sumber: Kota Tasikmalaya Dalam Angka (2006) Perkembangan laju pertumbuhan ekonomi di Kota Tasikmalaya tahun menunjukkan, bahwa pada laju pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan dari 1,83 % menjadi 12,06%. Keadaan tersebut terjadi sebagai dampak krisis ekonomi yang melanda negara kita secara keseluruhan. Pada tahun 1 laju pertumbuhan ekonomi mulai membaik lagi menjadi 1,63 %, tahun 2000 menjadi 2,12 % dan pada tahun 2001 meningkat menjadi 4,05 %. Hal ini disebabkan oleh naiknya kembali perkembangan produksi yang menyumbang cukup besar bagi PDRB Kota Tasikmalaya yaitu sektor Pengangkutan dan komunikasi dengan laju pertumbuhan pada tahun 2000 sebesar 6,62% pada tahun 2001 meningkat menjadi,76%. Kedua yaitu sektor Keuangan Persewaan dan Jasa Perusahaan pada tahun 2000 sebesar 13,73% dan pada tahun 2001 menjadi sebesar 6,80%. Sub sektor yang ketiga adalah sewa bangunan pada tahun 2000 laju pertumbuhannya sebesar 2,84% pada tahun 2001 menjadi 4,87%, dan sub sektor yang terakhir yaitu Jasa Perusahaan pada tahun 2000 laju pertumbuhannya sebesar 1,76% pada tahun 2001 sebesar 5,77%. Besarnya inflasi pada tahun 2000 di Kota Tasikmalaya sebesar 4,57% dan pada tahun 2001 mengalami kenaikan dibanding tahun 2000 yaitu sebesar 16,71%. Hal ini dipengaruhi oleh keluarnya kebijakan pemerintah dengan menaikan harga BBM pada bulan Juni 2001, kenaikan ini mempengaruhi kenaikan hampir semua kelompok barang dan jasa. Besarnya PDRB perkapita Kota Tasikmalaya pada tahun 2000 sebesar Rp ,01 dan pada tahun

53 2001 menjadi sebesar Rp ,35 atau selama kurun waktu mengalami kenaikan Rp ,34,- atau sebesar 12,04% Alokasi Penggunaan Lahan Meskipun keseluruhan wilayah Kota Tasikmalaya merupakan wilayah fungsional yang dapat dikembangkan menjadi wilayah perkotaan, namun penggunaan lahan di Kota Tasikmalaya pada saat ditetapkannya sebagai wilayah perkotaan masih tetap didominasi oleh kegiatan di sektor pertanian. Ini dapat dilihat dari pola penggunaan lahan yang sebagian besar masih dipergunakan untuk kegiatan pertanian yang mencakup areal seluas ,7 ha atau sebesar 74,35% dari lahan efektif yang tersedia. Kegiatan sektor pertanian itu mencakup penggunaan lahan untuk sawah, perkebunan rakyat, pertanian lahan kering, penggunaan untuk hutan negara, serta untuk empang/kolam. Selain untuk lahan pertanian, sektor lain yang dominan adalah untuk perumahan dan permukiman yang dimanfaatkan untuk rumah dan pekarangan dengan persentase 1,6% atau 3.425,72 ha. Distribusi penggunaan lahan tahun 2002 pada Tabel 8. Tabel 8. Distribusi Penggunaan Lahan Di Kota Tasikmalaya Tahun 2002 No. Penggunaan Luas (ha) (%) 1. Permukiman 3.425,72 1,6 2. Sawah Irigasi Teknis 6.030,00 35,14 3. Sawah Tadah Hujan 2.465,00 14,38 4. Kebun 21,25 1,27 5. Kebun Campuran 3.823,82 18,2 6. Hutan 342,0 1,0 7. Danau/Rawa 177,44 1,03 8. Tegalan 243,28 1,42. Dadaha/Rekreasi dan Olah Raga 423,31 2, Bandara 5,48 0,74 Jumlah Wilayah Kota ,20 100,00 Sumber: Bapeda (2002)

54 4.. Rencana Pola Pemanfaatan Ruang Rencana pola pemanfaatan ruang wilayah Kota Tasikmalaya ditetapkan meliputi kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung atau kawasan berfungsi lindung yang direncanakan dan ditetapkan dalam wilayah kota Tasikmalaya, meliputi kawasan sempadan sungai, sempadan jaringan listrik dan sempadan situ/danau. Luas perkiraan sempadan sungai adalah 44, ha atau seluas 2,62 % dari luas wilayah kota.tasikmalaya. Sempadan jaringan listrik sesuai dengan Permentamben No. 01. P/47/ MPE/12 tentang ruang bebas saluran udara tegangan tinggi SUTET. Sempadan Situ/Danau di kawasan Kota Tasikmalaya ditetapkan sebagai kawasan fungsional cadangan air, konservasi setempat dan objek wisata air. Kawasan budidaya perkotaan, ditetapkan sebagai berikut: 1) kawasan budidaya berfungsi lindung seperti hutan produksi milik perhutani dan hutan rakyat berada di kecamatan Kawalu, yang keberadaannya tetap dipertahankan sebagai kawasan konservasi. 2) Kawasan budidaya yang meliputi: kawasan budidaya perkotaan, yaitu kawasan pusat kota (CBD), sebagian wilayah kecamatan Cihideung dan sebagian wilayah kecamatan Tawang. 3) Perdagangan dan Jasa Regional, yang terletak di bagian tengah wilayah kota (CBD). 4) Koridor Perdagangan dan Jasa, yang terletak sepanjang jalan, dengan lebar 100 m kiri kanan jalan, yang menyambung dengan kawasan pusat kota (CBD) hingga ke batas kota sebelah barat dan timur maupun utara dan selatan. Koridor perdagangan dan jasa ini bahkan cenderung menyebar dengan maksud untuk mengurangi beban pada jalan-jalan utama kota dan membuka akses baru bagi daerah yang belum berkembang. 5) Pemerintahan, yang terletak menyebar dengan perkiraan luas atau kegiatan atau penggunaan lahan sebesar 15,82 ha atau 0,47 % dari luas lahan kota. 6) Pendidikan, yang terletak menyebar dan Setingkat Sekolah Menengah Atas. 7) Kesehatan, yang terletak di sekitar pusat kota yang terdiri dari perluasan RS umum dan RS Swasta. 8) Kawasan Industri merupakan pengembangan dari lokasi industri yang diprioritaskan untuk industri kecil menengah (IKM) dan industri besar yang mendukung terselenggaranya pengembangan PKW (Pusat Kegiatan Wilayah) dan sentra

55 Kawasan Andalan Priangan Timur. Dengan tersedianya ruang bagi kegiatan industri diharapkan akan memicu investasi bagi perkembangan industri kecil dan menengah. 11) Kawasan Pergudangan, yang merupakan rencana pergudangan baru, sebagai upaya mengakomodasi kecenderungan perkembangan yang ada dewasa ini, yang terletak di Kecamatan Mangkubumi. 12) Fasilitas Umum dan Sosial, yang merupakan rencana pengembangan fasilitas umum dan sosial lainnya, seperti ruang parkir, ruang publik (plaza) puskesmas, sekolah, jalan, dll. 13) Rekreasi dan Olahraga (objek wisata), yang merupakan kegiatan rekreasi dan olah raga dari pengembangan fasilitas yang telah ada Rencana Struktur Tata Ruang Wilayah RTRW Kota Tasikmalaya telah disusun pada tahun 2003 dan di-perdakan dengan Nomor 8 Tahun 2004, terbagi menjadi lima Bagian Wilayah Kota (BWK). Pembagian tersebut dimaksudkan untuk mengurangi pemusatan kegiatan di pusat kota, sehingga pengembangan di distribusikan ke pinggiran kota sesuai dengan kecenderungan perkembangan dan potensi yang dimiliki. Pertimbangan lain dalam pembagian BWK, yaitu memudahkan dalam mengamati intensitas perkembangan penggunaan lahan, pola pergerakan dan aksesibilitas. Pembagian BWK tertera pada Tabel dan cakupan struktur ruang pada Tabel 10. Tabel. Distribusi BWK Di Kota Tasikmalaya sampai Tahun 2014 No Pembagian BWK Luas (ha) Jumlah Peduduk (jiwa) Kepadatan (jiwa/ha) 1 BWK I 601, BWK II 2.785, BWK III 6.862, BWK IV 2.83, BWK - V 4.013, J u m l a h , Sumber: Hasil Rencana strategis Kota Tasikmalaya ( 2006)

56 Tabel 10. Cakupan Struktur Ruang Kota Tasikmalaya BWK Cakupan Kecamatan Peruntukan Pemanfaatan Ruang BWK I Cihideung, Sebagian Cipedes, sebagian Tawang Pusat Kota/Central CBD BWK II Sebagian Cihideung, Tawang, Cipedes Permukiman, Pendidikan Kesehatan BWK III Sebagian Indihiang, Mangkubumi Permukiman, perdagangan, Industri BWK IV Sebagian Tamansari, Kawalu, Mangkubumi BWK V Sebagian Cihideung, Cipedes, Indihiang Permukiman, Perdagangan, Pemerintahan, Terminal, Perdagangan Industri, Rencana Terminal Terminal merupakan salah satu fasilitas umum yang sangat menunjang dalam percepatan pertumbuhan penduduk dan urbanisasi di Kota Tasikmalaya. Kota Tasikmalaya sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dan Kawasan Andalan Priangan Timur, dimana untuk angkutan jarak jauh (antar kota, antar provinsi dan dalam propinsi) masih akan terintegrasi dengan pelayanan terminal di Indihiang. Sementara untuk angkutan antara Kota Tasikmalaya dengan wilayah sekitarnya dan internal Kota Tasikmalaya direncanakan pengembangan sub-terminal (Kawalu, Mangkubumi dan Cibeureum). Untuk ini diperlukan tempat pemberangkatan khusus. Dengan pertimbangan aksesnya ke sistem jalan regional, maka tempat pemberangkatan khusus ini direkomendasikan untuk menjadi faktor pendorong sebagai pusat pengembangan Jasa Perhubungan dan Transportasi Prasarana jalan yang ada di wilayah Kota Tasikmalaya sepanjang 680,241 km terdiri dari Jalan Propinsi, Jalan Kota, Jalan Desa dan Jalan Lingkungan. Adapun sebaran panjang jalan per kecamatan dapat dilihat pada Tabel 11. Mengingat kecamatan yang paling luas wilayahnya adalah kecamatan Kawalu dan

57 Tamansari, maka akses jalan yang terpanjang terdapat di dua kecamatan tersebut, yaitu 136,60 km dan 11,35 km. Tabel 11. Jumlah Panjang Jalan Per Kecamatan No. Kecamatan Panjang (km) 1 Cihideung 4,07 2 Tawang 48,530 3 Cipedes 37,112 4 Mangkubumi 82,800 5 Tamansari 112,550 6 Indihiang 11,350 7 Kawalu 136,600 8 Cibeureum 3,32 Jumlah 680,241 Sumber : Dinas Kimpraswil (2006)

58 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tasikmalaya Rencana Tata Ruang Wilayah merupakan arahan pengisian ruang oleh unsur-unsur pembentuk ruang dengan harapan tercapainya tata ruang yang mencerminkan keseimbangan antara fungsi ruang yang diemban dengan mekanisme kegiatan yang diperkirakan akan berlangsung. Menurut Dardak (2005), Rencana Tata Ruang Wilayah merupakan dasar bagi pemanfaatan ruang/lahan. Rencana tata ruang adalah produk rencana yang berisi rencana pengembangan struktur ruang dan rencana pola pemanfaatan ruang yang hendak dicapai pada akhir tahun perencanaan. Sasaran yang ingin dicapai dalam mewujudkan tujuan diatas adalah terumuskannya tata ruang ruang wilayah Kota Tasikmalaya sesuai dengan visi, misi dan tujuan pengembangan wilayah Kota Tasikmalaya. Peraturan perundangan yang dijadikan Landasan Penyusunan RTRW Kota Tasikmalaya adalah : 1. Undang-undang No. 24 Tahun 12 tentang Penataan Ruang 2. Perda Kota Tasikmalaya No. 2 Tahun 2003 tentang Renstra Kota Tasikmalaya 3. Perda Kabupaten Tasikmalaya No. Tahun 1 tentang RUTR Wilayah Pengembangan Kota Tasikmalaya. 4. Undang-undang No. 10 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Tasikmalaya; 5. Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 16 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang; 6. Peraturan Pemerintah No, 47 Tahun 17 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Dalam menetapkan RTRW Kota Tasikmalaya dipengaruhi oleh faktor kebijakan, analisis daya dukung lahan dan faktor kelembagaan, yang selanjutnya ditetapkan dalam Peraturan Daerah No. 8 Tahun Faktor kebijakan yang dimaksud adalah kebijakan pemerintah dalam menetapkan rencana tata ruang dengan mempertimbangkan Kota Tasikmalaya sebagai wilayah fungsional perkotaan, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan,

59 pelayanan sosial serta kegiatan ekonomi. Analisis daya dukung lahan dalam menyusun RTRW menghasilkan indikator lahan-lahan mana saja yang layak dikembangkan sebagai kawasan perkotaan dengan kriteria, kondisi kemiringan dan kesetabilan lahan. Faktor kelembagaan dalam proses penyusunan RTRW Kota Tasikmalaya yang terlibat adalah: lembaga formal pemerintahan, lembaga fungsional, dan organisasi kemasyarakatan. Proses penyusunan RTRW disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan kota yang sejalan dengan penerapan Otonomi Daerah. Pihak yang memiliki peranan penting dalam kegiatan penataan ruang dan sebagai pengambil keputusan adalah Pemerintah Kota (Pemkot) Tasikmalaya, dimana Kepala Bapeda selaku ketua, Dinas PU, Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup, Dinas Kehutanan dan Perekebunan, Dinas Pertanian, Dinas Perhubungan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Tenaga Kerja dan Kependudukan, Badan Kesatuan Bangsa, BPS, Bagian Hukum, Bagian Administrasi pemerintahan dan Camat-camat, Koperasi dan UKM, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Dinas Pertambangan dan Energi. Rencana struktur tata ruang Kota Tasikmalaya disusun pada tahun 2003 dan di-perdakan dengan Nomor 8 Tahun 2004, terbagi menjadi lima Bagian Wilayah Kota (BWK). Pembagian tersebut dimaksudkan untuk mengurangi pemusatan kegiatan di pusat kota, sehingga pengembangan di distribusikan ke pinggiran kota sesuai dengan kecenderungan perkembangan dan potensi yang dimiliki. Pertimbangan lain dalam pembagian BWK, yaitu memudahkan dalam mengamati intensitas perkembangan penggunaan lahan, pola pergerakan dan aksesibilitas. Pembagian diatas meliputi : - BWK-I Pusat Kota sebagai Central Business District (CBD),dengan cakupan sebagian kecamatan Cihideung, sebagian kecamatan Tawang dan sebagaian kecamatan Cipedes, dengan fungsi utama sebagai pusat perdagangan dan jasa regional. Arahan pusat kota dalam rencana tata ruang Kota Tasikmalaya adalah sekitar Alun-Alun kota diperuntukan kawasan komersil dan dalam arahan ini diusulkan untuk mendukung terwujudnya PKW di Kota Tasikmalaya dan sentra kegiatan komoditas di Kawasan Andalan Priangan Timur.

60 - BWK-II sebagai kawasan perumahan dan permukiman, dengan cakupan sebagian Kecamatan Cihideung sebagian Kecamatan Cipedes dan sebagian Kecamatan Indihiang dengan arahan sekitar perumahan perumnas Cisalak. - BWK-III sebagai pusat permukiman, perumahan, pusat industri kecil dan kerajinan, militer, dan kompleks pendidikan, dengan cakupan sebagian kecamatan Mangkubumi, sebagian kecamatan Tawang dansebagian kecamatan Cihideung - BWK-IV dengan fungsi utama sebagai kawasan perumahan dengan industri kecil, perdagangan dan pemerintahan sebagai penunjang. dengan cakupan sebagian kecamatan Tamansari, sebagian kecamatan Mangkubumi dan sebagian kecamatan Kawalu. - BWK-V sebagai kawasan perdagangan, terminal dan jasa skala regional, dengan cakupan sebagian kecamatan Cihideung, sebagian kecamatan Cipedes dan sebagian kecamatan Indihiang. Arahan yang diusulkan sekitar pusat kecamatan Indihiang atau berdekatan dengan Terminal baru Indihiang. Pola pemanfaatan ruang wilayah Kota Tasikmalaya ditetapkan meliputi kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung atau kawasan berfungsi lindung yang direncanakan dan ditetapkan dalam wilayah kota Tasikmalaya, meliputi kawasan sempadan sungai, sempadan jaringan listrik tegangan tinggi/sutet dan sempadan danau. Kawasan budidaya di Kota Tasikmalaya adalah kawasan budidaya perkotaan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi seperti diuraikan dalam PERDA No. 8 Th sebagai berikut: 1. Kawasan budidaya berfungsi lindung seperti Hutan Negara dan Hutan Rakyat yang keberadaannya tetap dipertahankan sebagai kawasan konservasi dan pengawasannya oleh Dinas Kehutanan Kota Tasikmalaya. 2. Kawasan budidaya perkotaan yang meliputi, yaitu kawasan pusat kota (CBD), Perdagangan, Koridor Perdagangan, Pemerintahan, Pendidikan, Kesehatan, Kawasan Pergudangan, Pasar, pemukiman, Gardu PLN, Rekreasi dan Olahraga

61 (obyek wisata) dan Terminal. Pola pemanfaatan ruang berdasarkan RTRW dapat dilihat pada Tabel 12 dan peta RTRW pada Gambar 4. Tabel 12. Pola Pemanfaatan Ruang RTRW Kota Tasikmalaya Luas No Pola Pemanfaatan Ruang ha % Kawasan Lindung 473,86 2,76 1 Sempadan Danau 42,43 0,25 2 Sempadan Sutet 431,43 2,51 Kawasan Budidaya ,34 7,24 3 Hutan 155,74 0,85 4 Industri 70,73 0,41 5 Kesehatan 7,72 0,04 6 Koridor Perdagangan 18,04 5,35 7 Makam dan TPU 104,27 0,61 8 Pasar 12,43 0,07 Pendidikan 12,87 0,07 10 Pergudangan 53,46 0,31 11 Perkantoran 22,37 0,13 12 Permukiman 4.638,02 27,03 13 Pertanian Lahan Basah 5.061,35 2,50 14 Pertanian Lahan Kering 5.040,36 2,38 15 Pusat Kota 113,02 0,66 16 Rekreasi dan Olah Raga 423,31 2,47 17 Rencana Gardu PLN 4,45 0,2 18 Terminal 8,2 0,05 Jumlah ,20 100,00 Sumber: Bapeda (2004) Wilayah Kota Tasikmalaya luasnya ,20 ha, terbagi menjadi 8 kecamatan dan 6 kelurahan. Pemanfaatan ruang Kota Tasikmalaya ditetapkan dalam RTRW Tahun menunjukkan karakter kegiatan perkotaan yaitu sebagai pusat pelayanan wilayah sekitarnya. Namun demikian lahan pertanian untuk sawah/lahan basah dan lahan kering menempati porsi terbesar yang ditetapkan dalam RTRW masing-masing luasnya 5.061,35 ha (2,50%) dan 5.040,36 ha (2,38%) dari wilayah Kota Tasikmalaya. Pemanfaatan ruang untuk permukiman yang didistribusikan menjadi Pemukiman/perumahan, koridor Perdagangan, Industri, Pasar, Terminal, Pergudangan, Perkantoran, Pendidikan, Pusat Kota, dan Kesehatan, Gardu PLN, Rekreasi dan Olah Raga dan Terminal dengan total luasnya 6.761,77 ha (3,41%). Pemanfaatan lainnya berupa Hutan

62 luasnya 155,35 ha, Sempadan SUTET Danau luasnya 473,86 ha, Makam dan TPU luasnya 104,27 ha. Rencana alokasi pemanfaatan ruang dalam RTRW Kota Tasikmalaya seperti tertera pada Tabel 13. Tabel 13. Rencana Alokasi Pemanfaatan Ruang dalam RTRW No Pemanfaatan Ruang Alokasi Pemanfaatan Kelurahan Kecamatan 1 Danau Tamanjaya, Linggajaya Tamansari 2 Sutet Melintasi beberapa kelurahan Tawang, Cihideung, Mangkubumi 3 Hutan Urug Kawalu Kawalu, Indihiang, 4 Industri Sambong jaya. Kawalu Mangkubumi, Kawalu 5 Kesehatan Tugujaya, Mangkubumi Mangkubumi 6 Koridor Perdagangan Menyebar 7 Makam dan TPU Setianegara Cibeureum 8 Pasar Tuguraja Cihideung Pendidikan Kahuripan Tawang Sepanjang jalan Arteri, jalan primer, jalan sekunder 10 Pergudangan Sambongpari Mangkubumi 11 Perkantoran Tawangsari,Yudanegara, Empangsari Cihideung 12 Pemukiman Menyebar Seluruh kecamatan 13 Lahan Basah Menyebar Kecuali Cihideung 14 Lahan Kering Menyebar Seluruh Kecamatan 15 Pusat Kota Tawangsari,Yudanegara, Empangsari 16 Rekreasi dan Olah Raga Tamanjaya Cihideung Tamansari 17 Gardu PLN Tamanjaya Tamansari 18 Terminal Menyebar Indihiang, Kawalu, Mangkubumi

63 Pemanfaatan jalur SUTET melintasi beberapa kelurahan di kecamatan Tawang, Kawalu, cihideung, Mangkubumi dan Indihiang. Koridor Perdagangan ditetapkan dalan RTRW menyebar sepanjang jalan arteri, jalan kolektor dan jalan primer, sedangkan kawasan perkantoran ditempatkan menyebar di kelurahan Tawangsari, Empangsari dan Yudanegara di kecamatan Cihideung. Ruang permukiman menyebar di seluruh kecamatan dan terkonsentrasi di kecamatan Cihideung. Penempatan lahan basah menyebar diseluruh kecamatan, kecuali di kecamatan Cihideung yang merupakan pusat Kota, sedangkan lahan kering juga menyebar di seluruh kecamatan namun terbanyak penyebarannya di kecamatan Kawalu dan Tamansari Penggunaan Lahan Eksisting Kota Tasikmalaya Hasil analisis peta land use tahun 2006 (Gambar 5) dan interpretasi foto udara tahun 2007 didapat kelas penggunaan lahan eksisting di Kota Tasikmalaya yang terdiri dari: Bandara, Danau, Hutan, Padang Rumput, Perkebunan, Permukiman, Sawah, Kebun Campuran, Tanah Berbatu, Tanah Ladang dan Danau/Situ. Distribusi penggunaan lahan eksisting dapat dilihat pada Tabel 14 dan peta penggunaan lahan eksisting Tahun 2007 pada Gambar 6. Tabel 14. Distribusi Penggunaan Lahan Eksisting Kota Tasikmalaya Tahun 2007 Tahun 2007 No Penggunaan Lahan ha % 1 Bandara 32,70 0,1 2 Danau 48,50 0,28 3 Hutan 150,30 0,87 4 Padang Rumput 32,70 0,1 5 Perkebunan 1.72,10 10,07 6 Permukiman 4.718,10 25,75 7 Sawah 5.106,30 2,76 8 Kebun campuran 4.63,70 27,04 Tanah Berbatu 1,0 0,01 10 Tanah Ladang 66,80 4,06 Jumlah ,20 100,00 Sumber: Hasil olahan

64 PETA RTRW KOTA TASIKMALAYA PROPINSI JAWA BARAT 1 1 N W E INDIHIANG S Km CIPEDES CIHIDEUNG TAWANG CIBEUREUM MANGKUBUMI TAMANSARI KAWALU Batas Kecamatan RTRW Kota Tas ikmalaya Hutan Industri Kesehatan Koridor Perdagangan Mak am dan TP U Pasar Pendidik an Pergudangan Perkantoran Permukim an Pertanian Lahan Basah Pertanian Lahan Kering Pusat Kota Rekreasi dan Olah Raga Rencana Gardu PLN Sempadan Danau Sempadan Sutet Terminal SUM BER : Peta R TRW Kota Tasikm alaya Tahun Indek Peta PS. I LM U PEREN CANAAN WILAYAH INST ITUT PERTAN IAN BO GOR TAHUN 2008 Gambar 4. Peta RTRW Kota Tasikmalaya Gambar 5. Peta Land Use Kota Tasikmalaya Tahun 2006

65 KEC. INDIHIANG KEC. CIPEDES PETA PENGGUNAAN 0 LAHAN EKSISTING KOTA TASIKMALAYA TAHUN 2007 KEC. CIHEDEUNG KEC. MANGKUBUMI KEC. CIBEUREM KEC. TAWANG KEC. TAMANSARI N Kilometers LEGENDA Bts_kec_grs.shp Tatguna eksisting.shp Bandara Danau Hutan Padang Rumput Perkebunan Permukiman Sawah Kebun Campuran Tanah Berbatu Tanah Ladang KEC. KAWALU PS. PERENCANAAN WILAYAH INSTITUT PERTANIAN BOGOR TAHUN Indeks Peta Gambar 6. Peta Land Use Existing Tahun 7 Distribusi penggunaan lahan eksisting, yaitu berupa lahan basah (sawah) luasnya mencapai 5.106,35 ha atau 2,76% dan tersebar di seluruh kecamatan. Penggunaan lahan eksisting berupa Padang Rumput, Perkebunan, Kebun Campuran, Tanah Berbatu dan Tanah Ladang dengan luas total 7.100,10 ha (41,38%), dimana pemanfaatannya dalam RTRW sebagai lahan kering. Penggunaan lahan hutan hanya berada di kecamatan Kawalu yang luasnya 150,3 ha atau 0,87%, sedangkan penggunaan lahan permukiman seluas 4.718,10 ha atau 27,5 % dari luas wilayah Kota Tasikmalaya dimana sebagian besar terkonsentrasi di pusat kota dan pemanfaatannya dalam RTRW adalah sebagai pemukiman/perumahan, Industri, kesehatan, Perdagangan, Makam/TTPU, Pasar, Pendidikan, Pergudangan, Perkantoran, Pusat Kota, Rekreasi dan Olah Raga sertaterminal yang luasnya 6.761,77ha. Penggunaan lahan lainnya seperti: Bandara, Danau, porsinya tidak begitu besar yaitu masing-masing 32,70 ha dan 48,5 ha. Pemanfaatan ruang yang ditetapkan dalam RTRW , jika dipadukan dengan penggunaan lahan eksisting tahun 2007 tertera pada Tabel 15

66 serta perbandingan luas penggunaan lahan eksisting dan RTRW pada Tabel 16. Tabel 15. Padanan Penggunaan Lahan Eksisting dan Pemanfaatan Ruang (RTRW) No Penggunaan Lahan Eksisting Rencana Pemanfaatan Ruang (RTRW) 1 Permukiman Industri, Perdagangan, Pasar, Pendidikan, Pergudangan, Perkantoran, Pusat Kota, Pemukiman, Rekreasi dan Olah Raga, Sempadan SUTET dan Terminal. 2 Sawah Lahan Basah 3 Padang Rumput, Perkebunan, Semak Belukar, Tanah Berbatu, Tanah Ladang. Lahan Kering 4 Danau Sempadan Danau 5 Hutan Hutan Negara 6 Bandara Sebagian Makam/TPU Tabel 16. Perbandingan Luas Penggunaan Lahan Eksisting dan RTRW Jenis Luas Land RTRW Kesesuaian Luas No Penggunaan Use Eksisting ha ha Penggunaan 1 Permukiman 4.718, ,77 Belum terealisasi seluruhnya 2 Lahan Basah 5.5, ,35 Melebihi rencana 3 Lahan Kering 6.200, ,36 Melebihi rencana 4 Bandara 32,70 104,27 Beralih fungsi 5 Hutan 150,30 155,74 Terjadi penurunan 6 Danau 48,50 42,43 Melebihi rencana Jumlah , ,20 Permukiman yang belum terealisasi berdasarkan rencana tata ruang wilayah (RTRW) seluas 2.043,67 ha, pada kondisi eksisting berupa lahan basah dan lahan

67 kering seperti terlihat pada tabel diatas, sedangkan penggunaan lahan basah dan lahan kering pemanfaatannya melebihi rencana tata ruang. Penggunan lahan Bandara (32,70 ha) beralih fungsi pemanfaatannya dalam RTRW menjadi makam/tpu seluas 104,27 ha dan sebagian memanfaatkan lahan basah. Penggunaan lahan Hutan eksisting (150,30 ha) di kecamatan Kawalu mengalami penurunan luas dari ketetapan dalam RTRW, yaitu seluas 155,74 ha. Hal ini terjadi karena adanya permukiman di areal Hutan. Penggunaan lahan Danau (48,50 ha) melebihi rencana tata ruang (42,43 ha), karena telah dibangunnya tempat-tempat rekreasi berupa pemancingan dan restoran yang luasnya mencapai 6,07 hadan terlihat menyerupai danau di kecamatan Cibeureum, sehingga luas Danau bertambah. Ruang terbuka hijau (RTH) baik ditingkat kecamatan maupun di wilayah Kota Tasikmalaya secara keseluruhan masih memenuhi syarat, yaitu 53,84%. Dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007, ruang terbuka hijau sekurangkurangnya 30% dari luas wilayah. Ruang Terbuka Hijau di Kota Tasikmalaya ditetapkan dalam RTRW terdiri dari lahan pertanian (lahan kering dan basah) dan taman kota. Peningkatan luas penggunaan lahan permukiman di Kota Tasikmalaya dapat dipengaruhi oleh aksesibilitas di Kota Tasikmalaya yang semakin baik, misalnya: adanya jalan lingkar (Ring Road) yang menghubungkan kecamatan-kecamatan di Kabupaten Tasikmalaya menuju Terminal atau Kota, dibangunnya jalan-jalan kolektor dan berkembangnya jalan desa dan jalan lingkungan serta dibangunnya pusat pemerintahan Kota Tasikmalaya yang baru. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan luas penggunaan lahan kebun campuran/tegalan atau pertanian lahan sawah yang dikonversi menjadi kawasan terbangun, yaitu berupa permukiman dan sarana prasarana sebagai penunjang kegiatan ekonomi dan pemerintahan. Konversi lahan di Kota Tasikmalaya banyak terjadi pada pertanian lahan kering dan lahan basah, misalnya di kecamatan Mangkubumi kelurahan Cilembang telah dibangun fasilitas-fasilitas kantor pemerintah Wali Kota dan dinas-dinas lainnya yang mendukung kegiatan pemerintahan Kota. Terjadinya perubahan penggunaan lahan untuk suatu kegiatan, mendorong berkembangnya

68 penggunaan lahan disekitarnya berupa pemukiman-pemukiman baru dan sarana pendukung lainnya. Terjadinya penyimpangan penggunaan lahan dari rencana tata ruang karena terdesak untuk memenuhi kebutuhan akan tempat tinggal, seperti terjadi dibeberapa kecamatan yaitu perubahan dari pertanian lahan basah dan lahan kering menjadi beberapa perumahan dan sarana lainnya. Hal tersebut dapat berdampak negatif terhadap kualitas lahan, seperti penurunan kapasitas air dalam tanah, penyerapan air (infiltrasi) berkurang sehingga terjadi aliran permukaan (run off) meningkat yang berdampak pada peningkatan erosi dan sedimentasi serta potensi banjir. Perubahan penggunaan lahan disebabkan karena terdesak kebutuhan ruang sejalan dengan pertambahan penduduk yang terus meningkat di Kota Tasikmalaya. Pertumbuhan penduduk mencapai 2,5% per-tahun (BPS, 2006) menyebabkan terjadinya peningkatan pada kegiatan ekonomi, terutama pada sektor Jasa, Perkantoran, Industri dan Perdagangan. Persaingan dalam pemanfaatan ruang mendorong terjadinya perubahan penggunaan lahan guna memenuhi kebutuhan akan tempat tinggal. Perubahan penggunaan lahan pertanian di Kota Tasikmalaya menjadi permukiman (kawasan industri, perdagangan, jasa, sarana pendidikan, sarana olah raga dan lain-lain) memiliki dampak terhadap peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) Kota Tasikmalaya antara tahun , rata-rata mencapai 21,04% pertahun. Hal tersebut terjadi karena adanya tambahan dari sektor pajak (PBB) serta pertambahan lapangan pekerjaan, yang berarti juga peningkatan aktivitas perekonomian. Indikator yang sering digunakan untuk menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat secara makro adalah pendapatan per kapita. Semakin tinggi pendapatan yang diterima penduduk disuatu wilayah maka tingkat kesejahteraan di wilayah yang bersangkutan dapat dikatakan bertambah baik Penyimpangan Penggunaan Lahan Kota Tasikmalaya Penyimpangan penggunaan lahan adalah kondisi akhir dari penggunaan lahan yang tidak sesuai penggunaannya dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tasikmalaya, atau dengan kata lain Penyimpangan merupakan bentuk perubahan/konversi penggunaan lahan yang tidak sejalan dengan RTRW.

69 Peta penyimpangan diperoleh dengan melakukan overlay antara peta land use eksisting dengan peta RTRW tahun Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan RTRW di Kota Tasikmalaya adalah 1.585,04 ha atau sekitar,24%. Penggunaan lahan yang sesuai dengan RTRW adalah ,16 ha atau 0,76 % dari luas Kota Tasikmalaya. Luas penyimpangan tertera pada Tabel 17. Tabel 17. Luas Penyimpangan Penggunaan Lahan Kota Tasikmalaya Luas Luas Penyimpangan No Kecamatan Wilayah (ha) (ha) % 1 Cihideung 530,02 7,15 0,04 2 Cipedes 810,01 168,56 0,8 3 Tawang 533,03 111,20 0,65 4 Indihiang 3.010,03 31,74 1,86 5 Cibeureum 2.41,03 177,67 1,03 6 Tamansari 2.852,02 333,37 1,4 7 Kawalu 4.112,04 16,8 0, 8 Mangkubumi 2.368,02 27,37 1,73 Kota Tasikmalaya , ,04,24 Sumber : Hasil olahan Berdasarkan Tabel diatas, penyimpangan terbesar terjadi di kecamatan Tamansari sebesar 333,37 ha atau 1,4% dan kecamatan Indihiang seluas 31,74 ha atau sekitar 1,86%. Di kecamatan Mangkubumi luas penyimpangan adalah 27,77 ha atau sekitar 1,73% dan kecamatan Kawalu luasnya 16,8 ha atau penyimpangan sekitar 0,%. Luas penyimpangan terkecil ada di kecamatan Cihideung sebesar 7,147 ha (0,04%), karena kecamatan Cihideung kedudukannya sebagai pusat kota dan mempunyai kepadatan penduduk cukup tinggi, yaitu mencapai orang/km 2, sehingga tidak memungkinkan lagi untuk berkembang. Peta penyimpangan penggunaan lahan dapat dilihat pada Gambar 7. Penyimpangan permukiman seluas 841,08 ha, dimana dalam RTRW ditetapkan sebagai Pertanian Lahan Basah dari luas Kota Tasikmalaya. Sementara itu penyimpangan terbesar ada di kecamatan Indihiang, Cibeureum dan Tamansari masing-masing sebesar 228,72 ha, 151,26 ha dan 13,75 ha. Penyimpangan permukiman yang berada di pertanian lahan kering luasnya mencapai 288,57 ha

70 atau 1,7% dan tebesar ada di kecamatan Tamansari seluas 154,3 ha, sedangkan kawasan hutan di kecamatan Kawalu, tepatnya di kelurahan Urug yang menjadi permukiman sebesar 3,6 ha, sebagian menjadi rumah penduduk dan kebun campuran. Permukiman yang tidak sesuai dengan RTRW yang berada di sepanjang jalur SUTET, luasnya mencapai 6,06 ha, sedangkan lokasi terbesar berada di kecamatan Mangkubumi dan kecamatan Kawalu. Distribusi penyimpangan penggunaan lahan tertera pada Tabel 18. Tabel 18. Distribusi luas Penyimpangan Penggunaan Lahan per kecamatan Kecamatan Indihiang Lhn Bsh- Prmk (ha) SUTT - Prmk (ha) Lhn kr- Prmk (ha) Prdg- Prmk (ha) TPU- Prmk (ha) Indtr- Prmk (ha) Indtr- Swh (ha) 228,7 2 5,3 37,57 47, Htn- Prm k (ha) Kawalu 88,68 15,72 4,66 11,7 0,03 0,13 0 3,6 Mangkubu 111, 123,8 mi 3 17,46 42, ,55 0 Cipedes 7, , ,7 154,3 Tamansari 5 4,1 25,0 5, Tawang 23,63 13, ,2 8, Cibeureum 151,2 6 8,57 4,3 13, Cihideung 0 2, ,7 0,35 0 Jumlah 841,0 8 6,06 288,5 7 35,1 0 13,11 4,10 1,0 3,6 Sumber: Hasil Olahan

71 PETA PENYIMPANGAN PENGGUNAAN LAHAN KOTA TASIKMALAYA PROPINSI JAWA BARAT N INDIHIANG W E 0 CIPEDES 1 0 CIHIDEUNG TAWANG MANGKUBUMI CIBEUREUM KAWALU TAMANSARI 1 8 S Km LEGENDA Batas Kecamatan Bentuk Penyimpangan RTRW : hutan exist: mukim RTRW: TPU, exist: mukim RTRW: industri, exist: mukim RTRW: industri, exist: sawah RTRW: kntor, exist: gudang RTRW: ptanian lhn bsh, exist: mukim RTRW: semp sutet, exist: mukim RTRW:lhn kering, exist: mukim SUMBER : 1. Peta RT RW Kota T asi kmalaya Tahun Peta Batas Administrasi Kota Ta sikmalaya 3. Hasi l pengecekan ke lapangan Indek P eta PS. ILMU PERENCANAAN WILAYAH INSTITUT PERTANIAN BOGOR TAHUN 2008 Ganbar 7. Peta Penyimpangan dari RTRW Kota Tasikmalaya Perubahan penggunaan lahan disebabkan karena terdesak kebutuhan ruang sejalan dengan pertambahan penduduk yang terus meningkat di Kota Tasikmalaya. Pertumbuhan penduduk mencapai 2,5% per-tahun (BPS, 2006) menyebabkan terjadinya peningkatan pada kegiatan ekonomi, terutama pada sektor Jasa, Perkantoran, Industri dan Perdagangan. Persaingan dalam pemanfaatan ruang mendorong terjadinya perubahan penggunaan lahan guna memenuhi kebutuhan akan tempat tinggal ataupun untuk tempat usaha dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Sementara lahan yang tersedia sifatnya terbatas, pada akhirnya mendorong orang untuk membuka lahan baru, terutama pada areal pertanian. Hal ini banyak terjadi pada kecamatan-kecamatan yang mempunyai lahan pertanian cukup luas, misalnya kecamatan Indihiang, Kawalu, Cibeureum dan Mangkubumi Kondisi Fisik Wilayah Penyimpangan Pertanian lahan basah menjadi permukiman seluas 841,08 ha. Penyimpangan terbesar terjadi di kecamatan-kecamatan Indihiang, Mangkubumi,

72 Kawalu dan Cibeureum, mengingat di kecamatan tersebut luas penggunaan lahan sawah cukup besar. Di kecamatan Cihideung tidak terjadi penyimpangan penggunaan lahan sawah, karena kedudukannya sebagai pusat kota sangat padat dan luas penggunaan lahan basah semakin berkurang, sehingga tidak memungkinkan lagi untuk dikembangkan menjadi permukiman-permukiman baru. Selain itu, penyimpangan penggunaan lahan pertanian (sawah) menjadi permukiman mengindikasikan lemahnya lembaga perijinan, sehingga banyak berdiri bangunan di areal yang seharusnya untuk penggunaan lahan pertanian. Permukiman berada pada lahan sawah dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8. Penyimpangan lahan basah menjadi permukiman. Hasil temuan dilokasi penyimpangan menunjukkan tingkat pendidikan rendah, pendapatan rata-rata endah, pekerjaan sebagai petani dan buruh, kepemilikan lahan rata-rata milik sendiri atau tanah warisan. Pengetahuan masyarakat tentang RTRW sangat rendah disebabkan kurangnya sosialisasi dari pemerintah. Pertanian lahan kering menjadi permukiman seluas 288,57 ha, terjadi di kecamatan Indihiang, Kawalu, Mangkubumi, Tamansari dan Cibeureum. Penyimpangan yang terbesar terjadi di kecamatan Tamansari sebesar 154,3 ha, mengingat di kecamatan Tamansari penggunaan lahan kering (berupa kebun campuran) masih cukup luas. Penyimpangan terkecil berada di kecamatan Cibeureum seluas 4,37 ha. Penggunaan lahan kering menjadi permukiman, diantaranya telah dibangunnya perumahan real eastate oleh pengembang dengan perijinan yang legal dan perumahan tradisional yang terbentuk karena kepemilikan lahan. Hasil temuan dilapangan menunjukkan tingkat pendidikan renbah, pendapatan rata-rata rendah, pekerjaan sebagai petani dan buruh. Kepemilikan lahan adalah milik sendiri dan pengetahuan tentang tata ruang sangat

73 rendah (tidak tahu). Contoh penyimpangan penggunaan pertanian lahan kering menjadi pemukiman dapat dilihat pada Gambar. Gambar. Penyimpangan lahan kering menjadi permukiman. Permukiman berada di bawah jalur SUTET, tersebar sepanjang jalur SUTET dan melewati kecamatan-kecamatan Indihiang, Kawalu, Mangkubumi, Tamansari, Tawang dan Cibeureum. Penyimpangan yang terbesar terjadi di kecamatan Mangkubumi sebesar 17,461 ha dan terkecil di kecamatan Cihideung seluas 2,828 ha. Hasil pengamatan di lapangan permukiman sudah ada sebelum jalur SUTET dibuat dan dibangun, sebagian sudah dibebaskan karena pembebasan lahan belum menyeluruh dan masyarakat kurang peduli terhadap pelanggaran tersebut. Tingkat pendidikan rendah, pendapatan rendah dan pekerjaan rata-rata sebagai buruh serta pengetahuan masyarakat mengenai RTRW sangat rendah. Karena kurangnya sosialisasi dari pemerintah kota. Permukiman berada di kawasan perdagangan seluas 35,10 ha, dan tersebar di kecamatan Indihiang, Kawalu, Mangkubumi, Cipedes, Tamansari, Tawang dan Cibeureum. Penyimpangan yang terbesar terjadi di kecamatan Mangkubumi sebesar 13,868 ha. Kawasan Perdagangan yang ditetapkan dalam RTRW disepanjang koridor jalan utama dan jalan kolektor. Hal tersebut terjadi disebabkan lokasi yang diperuntukan kawasan perdagangan, ternyata yang berkembang permukiman karena kebutuhan akan tempat tinggal lebih mendesak sejalan dengan pertumbuhan penduduk yang terus meningkat. Hasil kuesioner menunjukkan tingkat pendidikan rendah, pendapatan masyarakat rendah dan pengetahuan masyarakat mengenai RTRW sangat kurang, sehingga lahan tersebut tidak digunakan sebagaimana fungsinya yang ditetepkan dalam RTRW.

74 Permukiman berada di kawasan TPU seluas 13,11 ha, terjadi di kecamatan Kawalu, Tamansari dan Tawang. Penyimpangan terbesar terjadi di kecamatan Tawang sebesar 8,03 ha. Hasil temuan dilapangan, permukiman sebagian sudah ada pada saat penetapan TPU dalam RTRW. Permukiman berkembang turun-temurun, karena kepemilikan tanah sendiri dan tanah warisan. Permukiman berada di kawasan Peruntukan Industri dalam RTRW seluas 4,1 ha, terjadi di kecamatan Kawalu dan Cihideung. Penyimpangan terbesar di kecamatan Cihideung, luasnya mencapai 3,7 ha. Hasil temuan dilapangan, dalam RTRW telah ditetapkan kawasan Industri, tetapi Pemukiman sudah berkembang lebih dulu bahkan bercampur dengan home industry (kerajinan anyaman dan bordir), sehingga yang lebih dominan berkembang adalah pemukiman. Kawasan Industri mwnjadi lahan Sawah menjadi terjadi di kecamatan Mangkubumi luasnya mencapai 1,55 ha dan Cihideung. Hasil temuan di lapangan tidak terjadi penyimpangan yang sebenarnya, karena kawasan industri yang ditetapkan dalam RTRW belum seluruhnya terjadi (sebagian masih berupa sawah). Permukiman berada di kawasan Hutan terjadi di kecamatan Kawalu tepatnya di kelurahan Urug, luasnya mencapai 3,67 ha. Pemukiman penduduk menyebar di sekitar kawasan Hutan. Pada umumnya penduduk yang tinggal sekitar hutan adalah petani penggarap tanaman tumpang sari di kawasan Hutan yang berkembang turun-temurun. Pendidikan dan penghasilan rata-rata rendah. Pekerjaan sebagai petani penggarap dan buruh. Pengetahuan masyarakat mengenai RTRW sangat rendah dan kurangnya sosialisasi dari pemerintah kota mengenai rencana tata ruang. Penyimpangan penggunaan lahan di kawasan Hutan mengindikasikan lemahnya pengawasan dan manjemen dari pengelolaan kawasan Hutan yang ditetapkan dalam RTRW sebagai kawasan lindung. Penyimpangan sebagian kawasan Hutan menjadi permukiman dapat dilihat pada Gambar 10.

75 Gambar10. Lahan Hutan menjadi sebagian permukiman. Berdasarkan hasil temuan di lapangan terhadap penggunaan lahan yang tidak sejalan dengan RTRW secara umum dibagi dalam tiga kategori penyimpangan, yaitu sebagai berikut: 1. Terjadi penyimpangan dari RTRW , karena belum diperbaruinya batas untuk berbagai penggunaan lahan pada RTRW yang baru, padahal penggunaan lahan tersebut merupakan existing condition, yang sudah ada sejak sebelum berlakunya/ditetapkannya RTRW Penyimpangan tersebut bukan merupakan pelanggaran batas-batas RTRW, melainkan terjadi karena belum terealisasinya penggunaan lahan tersebut. 2. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan RTRW yang merupakan penyimpangan sebenarnya berupa pelanggaran terhadap batas-batas penggunaan lahan yang sudah ditetapkan dalam RTRW. Hal ini dapat disebabkan karena terdesak kebutuhan lahan sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan karena nilai lahan yang cukup tinggi, menyebabkan terjadinya konversi lahan. 3. Penyimpangan yang terjadi karena teknis pemetaan, yaitu oleh karena perbedaan koreksi geometris, dan perbedaan skala peta yang digunakan. pada RTRW skala peta yang digunakan belum detil (1:50.000), sehingga ketika proses overlay dengan peta land use (1 : ) ditemui beberapa jenis penggunaan lahan (poligon) yang sebenarnya tidak terjadi di lapangan. Hal ini dilakukan koreksi geometris terhadap poligon-poligon kecil (digeneralisasi) kedalam poligon yang lebih besar.

76 Penyimpangan penggunaan lahan yang sebenarnya terjadi adalah sebagai berikut, dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Distribusi Penyimpangan sebenarnya hasil koreksi Luas Penyimpangan No Penyimpangan ha % 1 Pemukiman pada areal Hutan 3,6 0,02 2 Lahan basah menjadi pemukiman 841,08 4,6 3 Pemukiman pada sempadan sutet 6, Lahan kering menjadi pemukiman 288,57 2,35 5 Permukiman pada TPU 13,11 0,07 Jumlah 1.215,78 7,08 Luas penyimpangan sebesar 7,08% dari luas wilayah Kota Tasikmalaya pada Tabel 1 adalah merupakan penyimpangan sebenarnya yang harus menjadi pertimbangan dalam penyusunan RTRW yang akan datang, karena merupakan pelanggaran pada batas-batas penggunaan lahan yang ditetapkan dalam RTRW Penyimpangan tersebut berupa lahan pertanian ( lahan basah dan lahan kering), areal Hutan dan TPU. Pemukiman di bawah SUTET merupakan pelanggaran pada batas sempadan, karenanya harus ditertibkan atau direlokasi Faktor yang Mempengaruhi Penyimpangan Penggunaan Lahan Faktor yang diduga mempengaruhi penyimpangan dari data Potensi Desa Kota Tasikmalaya Tahun 2006, menunjukan bahwa dari 81 variabel asal yang terkoleksi diperoleh kelompok data baru sebanyak 15 variabel dasar, yaitu variabel-variabel dasar tersebut mengandung informasi setara dengan informasi yang terkandung dalam satu variabel asal. Nilai eigenvalues dari scree plot yang diperoleh dari hasil pengolahan PCA dengan menggunakan software statistika 6.0, terlihat bahwa hasil grafik yang lebih curam yang ditentukan oleh titik yang berada di atas nilai 1 terdapat 4 titik, yang artinya terdapat 4 faktor terpilih yang memenuhi syarat ( > 70%) diduga sebagai penentu penyimpangan dari RTRW. Nilai prosentase total komulatif eigenvalue yang dihasilkan dari analisis PCA

77 adalah sebesar 5,78% yang artinya, bahwa ke-4 faktor tersebut dapat menerangkan 5,78% keragaman data awal 15 variabel yang terkoleksi menjadi 12 variabel yang berpengaruh terhadap penyimpangan. Hasil proses PCA dapat dilihat pada Tabel 20 (Eigenvalues) dan Tabel 21 adalah faktor loading yang memiliki bobot dalam setiap variabel yang dikandungnya. Tabel 20. Eigenvalues Hasil PCA Eigenvalues Extraction: Principal components Eigenvalue % Total Cumulative Cumulative variance Eigenvalue % 1 3, ,46 3, ,46 2 2,6112 2,62 6, ,08 3 1, ,48 8, ,56 4 1, ,22, ,78 Sumber data: Hasil Olahan Tabel 21. Nilai Faktor Loading Variabel Penentu Penyimpangan dari RTRW Factor Loadings (Varimax normalized) (podes kota tasik terbaru) Extraction: Principal components (Marked loadings are > ) variabel faktor 1 faktor 2 faktor 3 faktor 4 Kepadatan Penduduk jumlah petani jml rmh prmk kmh jml kelg pmk kumuh jml kelg di sektr bantaran jml bang rmh di sekitr bantaran luas lahan sawah luas lhn swh yang diusahakan luas lahn bukan sawah luas lahan pertanian luas lahan utk non pertanian jrk desa. ke pst Kota Expl.Var Prp.Totl Sumber: Hasil Olahan PCA

78 Berdasarkan Tabel 21 dapat dijelaskan, hasil olahan PCA ada 4 faktor yang diduga berpengaruh terhadap penyimpangan penggunaan lahan adalah sebagai berikut: Faktor ke-1 yang paling berpengaruh terhadap penyimpangan penggunaan lahan, yaitu kepadatan penduduk, jumlah rumah dan keluarga dipemukiman kumuh, luas lahan sawah dan lahan yang diusahakan. Hal tersebut menunjukkan hubungan kepadatan penduduk dimana tingginya kepadatan penduduk akan diikuti oleh tingginya pemukiman kumuh serta luas lahan sawah akan berpengaruh terhadap luas ladang yang diusahakan. Hal ini berarti dengan bertambahnya jumlah penduduk dipermukiman kumuh akan bertambah pula penggunaan lahan untuk pemukiman dan fasilitas pendukungnya, sehingga mendorong terjadinya penyimpangan dari RTRW. Faktor 2 yang berpengaruh adah luas lahan sawah dan luas ladang yang diusahakan. Hal tersebut menunjukkan hubungan penggunaan lahan, dimana meningkatnya luas lahan sawah sejalan dengan meningkatnya luas lahan sawah pengairan yang diusahakan. Faktor ke- 3 yang berpengaruh terhadap penyimpangan adalah jumlah keluarga dan jumlah rumah di sekitar Bantaran, yaitu menunjukkan hubungan penggunaan lahan, dimana menurunnya jumlah keluarga di sekitar bantaran mengakibatkan menurun pula bangunan-bangunan di sekitar bantaran. Penggunaan lahan sisekitar bantaran merupakan pelanggaran garis sempadan Sungai yang selanjutnya diduga berpengaruh terhadap penyimpangan, karena menurunnya luas lahan pertaninan disebabkan penggunaan lahan untuk permukiman, sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan luas ladang (lahan pertanian) yang diusahakan. Faktor ke- 4 yang berpengaruh terhadap penyimpangan adalah luas lahan non pertanian dan jarak desa ke pusat kota. Hal tersebut menunjukkan semakin besar luas lahan non pertanian akan semakin mendekati pusat kota, dimana setiap pembangunan cenderung mendekati pusat-pusat kota.

79 Tabel 22. Hasil pengolahan Regresi untuk penyimpangan penggunaan lahan. Regression Summary for Dependent Variable: PENYIMPANGAN R= R²= Adjusted R²= F(4,64)=.233 p< Std.Error of estimate: N = 6 Beta Std.Err. B Std.Err. t(64) p-level Intercept Factor Factor Factor Factor Sumber: Hasil olahan Hasil diatas menunjukan bahwa: kepadatan penduduk (F1) mengakibatkan terjadinya peningkatan luas lahan permukiman. Bertambahnya jumlah keluarga di permukiman kumuh, akan bertambah pula bangunan disekitarnya. Bertambahnya luas lahan sawah sejalan dengan luas lahan yang diusahakan. Hal ini berarti dengan bertambahnya jumlah penduduk akan mendorong terjadinya berbagai penyimpangan. Demikian juga yang dipengaruhi oleh faktor 2 adalah luas lahan sawah akan berpengaruh terhadap pertambahan luas lahan bukan sawah (terbangun) dalam memenuhi kebutuhan ruang. Faktor yang ke 3 adalah bangunan di sekitar Bantaran, jika terus meningkat maka penyimpangan akan terus bertambah. Faktor ke 4 adalah pengaruh jarak ke pusat Kota cenderung terjadinya penyimpangan, dimana permukiman berkembang selalu mendekati lokasi kerja/pusat Kota. Pada Tabel 22, selanjutnya dilakukan analisis untuk mengkorelasikan secara langsung variabel penentu penyimpangan dengan proporsi luas penyimpangan dari RTRW. Hasil regresi luas penyimpangan penggunaan lahan disajikan berikut ini : Y = 34, ,85846 X 1 1,2441 X 2 + 3,2446 X 3-0,68311 X 4 Dimana : Y = luas penyimpangan X1 = Faktor 1 (Kepadatan penduduk) X2 = Faktor 2 (lahan pertanian)

80 X3 = Faktor 3 (bangunan di bantaran sungai) X4 = Faktor 4 (jarak ke pusat kota) Faktor yang mempengaruhi penyimpangan berdasarkan hasil wawancara dan kondisi lapangan: Kondisi sosial ekonomi masyarakat di lapangan, hasil wawancara dan kuesioner secara purposive sampling dengan masyarakat di lokasi penyimpangan adalah sebagai berikut: 1) Tingkat pendidikan masyarakat rata-rata rendah 2) Pekerjaan sebagai petani, buruh dan pengangguran 3) Kepemilikan tanah, sebagian besar adalah lahan sendiri dan warisan. 4) Pengetahuan masyarakat mengenai rencana tata ruang sangat rendah. 5) Kurang sosialisasi dari pemerintah pada masyarakat mengenai RTRW. Penyimpangan penggunaan lahan perkotaan tidak lepas dari faktor perilaku serta latar belakang masyarakat yang menempatinya, misalnya tumbuhnya permukiman kumuh dan bangunan sekitar bantaran atau terbentuknya ruang-ruang hunian sederhana atau kumuh dibagian kota yang sebenarnya terlarang untuk menjadi tempat tinggal. Hal ini memperlihatkan ciri-ciri perilaku penghuninya dalam penggunaan lahan, yaitu sebagai berikut: 1. Tingkat pendidikan masyarakat yang rendah membuat orang cenderung untuk melanggar aturan. Bagi masyarakat yang berpendidikan cara penggunaan lahan yang menyimpang mengandung resiko. Dengan demikian dapat dikatakan seseorang yang memiliki pendidikan tinggi memiliki pengetahuan untuk tidak menggunakan lahan yang tidak syah. Pengetahuan dalam menentukan keputusan untuk bertindak atau memilih suatu resiko didasarkan pada pandangan rational choice. Sastraprateja (13) mengemukakan bahwa pengetahuan menghasilkan nilai untuk menentukan atau memilih. 2. Pekerjaan dan pendapatan merupakan faktor yang mempengaruhi keputusan untuk menempati lahan, misalnya masyarakat yang berpenghasilan rendah cenderung untuk mengabaikan faktor legal dalam memiliki tanah karena keterbatasan biaya, sehingga mempunyai keterbatasan dalam melakukan investasi pembelian lahan yang dapat dijadikan tempat tinggal.

81 3. Kepemilikan lahan (sebagian besar lahan sendiri dan warisan) di lokasi penyimpangan dapat mendorong terjadinya penyimpangan penggunaan lahan. Pada lahan tersebut dapat dengan mudah berpindah tangan/kepemilikan, karena terdesak kebutuhan dan nilai ekonomis lahan cukup tinggi. Sehingga sulit untuk mencegah terjadinya konversi lahan. 4. Pengetahuan masyarakat yang rendah mengenai rencana tata ruang dapat menyebabkan orang tidak menyadari bahwa telah menempati tempat yang salah atau tidak sesuai. 5. Kurang sosialisasi dari pemerintah pada masyarakat mengenai RTRW menyebabkan masyarakat tidak tahu rencana apa yang akan dibangun di lokasi tempat tinggalnya. Namun demikian ada usaha pemerintah Kota untuk menertibkan atau meminimalkan berbagai penyimpangan yang terjadi, yaitu menertibkan/merelokasi hunian tempat-tempat kumuh, mempertahankan kawasan resapan air yang dimiliki penduduk di kecamatan Tawang. Pertumbuhan Industri (rumahan) di Kota Tasikmalaya, berupa Kerajinan Tangan dan Bordir cukup pesat sejalan dengan visi Kota Tasikmalaya dalam RTRW sebagai pusat Perdagangan dan Industri termaju di wilayah Priangan Timur. Hal tersebut membawa konsekwensi logis terhadap datangnya tenaga kerja dari luar Kota Tasikmalaya. Persoalan muncul dalam hal mengimplementasikan RTRW Kota Tasikmalaya dalam mengakomodasi dinamika perkembangan pemanfaatan ruang. Penurunan luas Hutan sejalan dengan tumbuhnya pemukiman di areal Hutan yang dihuni sebagian besar oleh petani penggarap tanaman Tumpang sari, demikian juga penurunan luas lahan pertanian karena bertambah/terdesak kebutuhan akan permukiman 5.6. Arahan Penyusunan RTRW Kota Tasikmalaya yang baru Arahan penyusunan Rencana Tata Ruang yang dilakukan berdasarkan kondisi penggunaan lahan eksisting dan penyimpangan yang terjadi di lapangan, dengan mempertimbangkan Kota Tasikmalaya sebagai wilayah fungsional perkotaan, mengurangi kepadatan aktifitas di pusat kota dengan tujuan tercapainya keseimbangan pembangunan disetiap kecamatan. Karena keterbatasan data, maka dalam menyusun arahan ini tidak didukung oleh data analisis

82 kesesuaian lahan dan Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) Kota Tasikmalaya. Arahan penyusunan RTRW yang akan datang adalah sebagai berikut: 1. Pada beberapa lokasi (terutama di BWK II dan BWK V) dengan cakupan Kecamatan Cihideung, sebagian Kecamatan Cipedes dan sebagian Kecamatan Indihiang telah terjadi pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan RTRW. Peregeseran fungsi kawasan BWK II dalam RTRW diarahkan untuk fungsi kawasan perumahan dan permukiman, sedangkan kondisi eksisting menjadi fungsi kawasan industri (mendong). Pada BWK V dalam RTRW diarahkan fungsi utamanya sebagai kawasan terminal regional, kawasan perdagangan, dan jasa regional bergeser menjadi kegiatan pemerintahan. 2. Kawasan perdagangan dan Industri di kecamatan Mangkubumi dan Kawalu, yang sudah terlanjur menjadi permukiman diarahkan untuk dipertimbangkan pada penetapan RTRW Permukiman sebagian sudah ada pada saat ditetapkannya RTRW Sawah dan lahan kering yang belum terealisasi menjadi kawasan Industri dan Perdagangan sebagaimana ditetapkan dalam RTRW , diarahkan untuk dipertahankan. Kawasan Industri dan perdagangan yang belum terealisasi dapat diarahkan menyebar ke tingkat kecamatan yang belum berkembang. 4. Permukiman berada di bawah SUTET, hal ini merupakan pelanggaran pada garis sempadan, maka arahan bagi pemerintah kota untuk menertibkan bangunan-bangunan yang berada dibawah SUTET. 5. Permukiman yang menempati lahan TPU (Taman Pemakaman Umum), sebagian sudah terbangun sebelum RTRW ditetapkan dan berkembang karena terdesak kebutuhan ruang permukiman. Arahan dalam RTRW yang akan datang supaya permukiman dibatasi perkembangannya dan ditetapkan dalam RTRW yang baru dengan mempertahankan TPU yang belum termanfaatkan untuk keperluan RTH (Ruang Terbuka Hijau). 6. Permukiman yang berkembang di kawasan Hutan di kecamatan Kawalu (berupa Hutan Negara), diarahkan untuk ditertibkan dengan merelokasi ke luar sekitar Hutan, untuk mencegah terjadinya penurunan luas Hutan lebih lanjut.

83 VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan: 1. Penggunaan lahan eksisting di Kota Tasikmalaya sebagian besar sudah sesuai dengan RTRW , yaitu seluas ,16 ha (0,76%), sedangkan penggunaan lahan yang tidak sesuai (menyimpang) hanya 1.585,04 ha (,24%). Penyimpangan penggunaan lahan terjadi sebagian besar pada lahan pertanian (sawah) menjadi permukiman. Bentuk penyimpangan ada dua, yaitu: 1) karena belum terealisasinya rencana pemanfaatan ruang sebesar 2,16%, yaitu sebagian kawasan Industri dan Perdagangan masih berupa sawah, 2) karena melanggar (menyimpang) batas-batas penggunaan lahan yang ditetapkan dalam RTRW sebesar 7,08%, berupa pemukiman berada pada lahan pertanian (sawah dan lahan kering), areal Hutan dan TPU. Secara umum penggunaan lahan permukiman di Kota Tasikmalaya belum melampaui batas penggunaan yang ditetapkan dalam RTRW Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyimpangan adalah kepadatan penduduk, luas lahan pertanian, bangunan di bantaran sungai dan jarak ke pusat Kota. Kondisi sosial ekonomi masyarakat dapat mempengaruhi terjadinya penyimpangan adalah: pendidikan, pekerjaan, pendapatan, kepemilikan lahan serta tingkat pengetahuan masyarakat tentang rencana tata ruang yang masih sangat rendah disebabkan kurangnya sosialisasi dari pemerintah Kota mengenai RTRW Kota Tasikmalaya ke masyarakat bawah. 3. Arahan dalam penyusunan Rencana Tata Ruang yang baru disusun berdasarkan kondisi penggunaan lahan eksisting dan penyimpangan yang terjadi di lapangan, dengan mempertimbangkan Kota Tasikmalaya sebagai wilayah fungsional perkotaan, mengurangi kepadatan aktifitas di pusat kota dengan tujuan tercapainya keseimbangan pembangunan disetiap kecamatan dan mengantisipasi kebutuhan ruang permukiman sejalan dengan pertumbuhan penduduk.

84 6.2. Saran: 1. Mengingat pemahaman masyarakat tentang RTRW masih sangat rendah, maka disarankan perlu dilakukan sosialisasi mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dari Pemerintah Kota sampai ke tingkat bawah (masyarakat), minimal di setiap kecamatan harus ada papan pengumuman mengenai RDTR per kecamatan. 2. Penelitian lanjutan disarankan perlu untuk mengkaji sub-sub pusat pertumbuhan wilayah yang baru, untuk mencegah terkonsentrasinya kegiatan di pusat kota. 3. Dalam menyusun Rencana Tata Ruang (RTRW) yang baru disarankan dilengkapi dengan data analisis kesesuaian lahan dan dibuat Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) Kota Tasikmalaya. 4. Pemerintah kota disarankan lebih berperan dalam mengendalikan penggunaan lahan yang tidak sejalan dengan RTRW melalui pemberian ijin mendirikan bangunan yang diperketat sesuai dengan RTRW dan memberlakukan sistem insentif dan disinsentif sesuai dengan Undang- Undang No.26 Tahun 2007.

85 DAFTAR PUSTAKA Antariksa Pendekatan Sejarah dan Koservasi Perkotaan Sebagai Dasar Penataan Kota, [Jurnal] PlanNit, Jurusan Planologi, Institut Teknologi Nasional Malang. Aronoff S. 18. Geographical Information System: A Management Perspective. Otawa Canada : WDL Publication. Azhari B Kawasan Lindung Harus Difungsikan Untuk Menegah Kerusakan: Masih Perlukah Rencana Tata Ruang Kota? (Bagian I) Kaltim Post April Post.web.id. (3 Juni 2007). Bengen. D.G Sinopsis ekosistem dan sumberdaya alam pesisir. Pusat kajian sumberdaya alam. Budiharjo, E. 13. Kota Berwawasan Lingkungan. PT Alumni, Bandung. Budiharjo, E. 1. Lingkungan Binaan dan Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Penerbit Andi Yogyakarta. Barlowe R Land Recources Economic The Economics of Real Estate. 4 th Edition New Jersey. Prentice Hall Barus B, Wiradisastra U.S Sistem Informasi Geografis : Sarana Manajemen Sumberdaya. Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi Jurusan Tanah Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Burrough, P.A Principles Of Geographical Information Systems for Land Resources Assment. Monograph on Soil and Resources Surveys. No. 12. Oxford Science Publication, 14p. Budiharsono Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Kelautan. Jakarta: Pradnya Paramita [BPS] Badan Pusat Statistik, Kota Tasik Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kota Tasikmalaya. [BPS] Badan Pusat Statistik, Kota Tasik Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kota Tasikmalaya. Darwanto H Mekanisme Pengelolaan Penataan Ruang Wilayah Pesisir Laut dan Pulau-pulau kecil. Jakarta : Direktorat Jenderal Urusan Pesisir, Pantai dan Pulau-Pulau Kecil. Departemen Kelautan dan Perikanan. Dardak, H Pemanfaatan Lahan Berbasis Rencana Tata Ruang Sebagai Upaya Perwujudan Ruang Hidup yang Nyaman, Produktif dan Berkelanjutan. Makalah, disampaikan dalam Seminar Nasional Save Our

86 Land for The Better Environment, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, 10 Desember Djakapermana, R. D Rencana Penataan Ruang Jabodetabek-Punjur. Didalam: Prosiding Seminar Terbatas Penataan Ruang, Pemanfaatan Ruang, dan Permasalahan Lingkungan di Jabodetabek. Bogor, Swara Darmaga-Fakultas Pertanin IPB. Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Penataan Ruang. 2007, Undang-Undang-Undang Republik Indonesia. No 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. [ESRI] Environmental at System Research Institute, 176. Understanding GIS : The Arc Info Method. Redlands, Ca.USA. Hardjowigeno, S., Widiatmaka Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata Guna Tanah. Bogor : Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian,Institut Pertanian Bogor. Irawan, B Konversi Lahan Sawah:Potensi Dampak, Pola Pemanfaatannya dan Faktor Determinan. Forum Penelitian Agro Ekonomi Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Balitbang Pertanian Departemen Pertanian.21(2): Jayadinata, J.T. 1. Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan Perkotaan dan Wilayah. Edisi ketiga. ITB, Bandung. Junaedi A Analisis Konsistensi/Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang dan Implikasinya Terhadap Pelaksanaan Rencana Tata Ruang Kabupaten Sumedang [tesis]. Bogor. Program Pascasarjana, Ianstitut Pertanian Bogor Kartodiharjo, Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Hijau: Implikasi bagi Kebijakan Pembangunan Kehutanan. Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian. Jakarta. Lillesand T.M. Kiefer R.W. 10. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Terjemahan. Cetakan ketiga. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Malczewski, J. 1. GIS and Multicriteria Desicion Analysis, Department of Geography University of Western Ontario USA. Masri, R.M Strategi Penataan Ruang Bervisi Lingkungan, [Jurnal] In Environmental the State And City Planning in Japan. Multiply.com/reviews/item/20. Mitchell, A The ESRI Guide to GIS Analysis Volume 2: Spatial Measurement & Statistics. ESRI, California, USA.

87 Nofarianty Analisa Potensi Lahan Sawah untuk Barat. Tesis Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Pencadangan Kawasan Produksi Beras di Kabupaten Agam - Sumatera Papayanis, T Land Use Planning And Transformation Of Space. [Jurnal] The European Consultative Forum, on the Environment and Sustainable Development. Barcelona. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Prahasta, E Sistem Informasi Geografis: Tutorial ArcView. Informatika Bandung. [Puslittanak] Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat Laporan Akhir Pengkajian Potensi Bencana Kekeringan, Banjir dan Longsor di Kawasan Satuan Wilayah Sungai Citarum-Ciliwung, Jawa Barat berbasis Sistem Informasi Geografi. Bogor. Raharjo, S. 16. Pendidikan dan Pelayanan Penerapan Teknologi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis. Lokakarya Nasional Penyiapan SDM dalam Bidang Teknologi PJ dan SIG untuk Pelestarian SDA. Bogor, Maret 16. Rapoport, A The meanin gof the built environment. Sage Publications. Beverly Hills. Robinson, A.H., Morrison, J.L, Muehercke PC, Kimerling AJ, Guptil SC. 15. Elements Of Cartography, Canada Rustiadi, E Kapasitas Pemerintah dalam Pengembangan Sistem Perencanaan dan Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat. Prosiding Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat. Bajawa, 7 Februari Kabupaten Ngada Flores, Nusa Tenggara Barat. Rustiadi, E., Saefulhakim, S., Panuju, D.R Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Diktat Kuliah Edisi: 12 Agustus Bogor: Faperta IPB Rustiadi E Bahan Kuliah Sistem Perencanaan Wilayah. Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lingkungan. Bogor: IPB. Saefulhakim, R.S., Panuju, D.R., Nasution, L.I. 17. Perumusan Kebijaksanaan Penataan Pemilikan, Penguasaan, Konsolidasi dan penanganan Penggunaan Tanah Menuju Pengembangan Sumberdaya Lahan. Bogor: Jurusan Tanah Fakultas Pertanian. IPB.

88 Savitri, A Analisis Pemanfaatan Ruang Dalam Kaitan Dengan Resiko Tanah Longsor di Kabupaten Tanah Datar [Tesis]. Bogor. Program Pascasarjana,Institut Pertanian Bogor Sanudin Analisis dan Strategi Pemanfaatan Ruang di Kabupaten Ciamis [Tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Sastraprateja. 13. Pendidikan nilai dalam EM. K. Kaswardi (Ed), Pendidikan nilai memasuki Tahun 2000, Jakarta : Penerbit Gramedia Indonesia Widiasarana Indonesia bekerjasama dengan komisi Pendidikan. KWI/MNPK Simons, D.B.,and Senturk, F.12. Sediment Transport Technology: Water and Sediment Dynamics. Water Resources Publications. Colorado. Sitorus, SRP. 18. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Edisi Ketiga. Bandung :Tarsito Sondakh, L Menyiasati Dampak Degradasi Ekosistem dalam Penataan Ruang dan Pemukiman pada Otonomi Daerah. Prosiding Lokakarya Nasional Bidang Perumahan dan Permukiman. Jakarta Oktober Sumaryanto. 14. Analisis Kebijakan Konversi Lahan Sawah ke Penggunaan Lahan non Pertanian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Proyek Pembangunan Penelitian Pertanian Nasional. Sunardi Reformasi Perencanaan Tata Ruang Kota. Bahan Diskusi pada Workshop dan Temu Alumni MPKD UGM, Yogyakarta. ( Sujarto D. 18. Perkembangan Teori Perencanaan, Mimeograf, Jurusan Teknik Planologi. FTSP, ITB, Bandung. Suparlan, P. 16. Antropologi Perkotaan [Diktat]. Jakarta : Jurusan Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Indonesia. Wegener, M New Spatial Planning Models. Judge Advocate General 3 (3): 224/237 Winoto, J. 15. Alih Guna Lahan Pertanian, Permasalahan dan Implikasinya. Jurusan Tanah. Faperta IPB. Bogor. Winoto, J., Selari, M., Achsani, N.A., dan Panuju D.R. 16. Alih Guna Tanah tudi Kasus Tujuh Propinsi. Yunus, H.S Struktur Tata Ruang Kota. Pustaka Pelajar, Yogyakarta

89 Lampiran

90 Lampiran 1: Ketinggian Wilayah Kota Tasikmalaya No Kecamatan Ketinggian Tempat ( m dpl) 1 Cihideung 34 (Kel Nagarawangi) 365 (Kel Cilembang) 2 Cipedes 333 (Kel. Sukamanah) 38 (Kel Cipedes) 3 Tawang 340 (Kel. Lengkosari) 35 (Kel Kahuripan) 4 Indihiang 410 (Kel. Sukajaya) 503 (Kel. Bungusari) 5 Cibeureum 250 (Kel. Singkup) 362 (Kel. Setiajaya) 6 Tamansari 347 (Kel. Setiamulya) 448 (Kel. Setiawangi) 7 Kawalu 201 (Kel. Urug) 445 (Kel. Gunung Tadala) 8 Mangkubumi 343 (Kel. Sambongjaya) 473 (Kel. Cipawitra) Sumber : Hasil Delineasi Peta Rupa Bumi - Bakosurtanal (1)

91 Lampiran 2. Penggunaan Lahan Th 2006 Kota Tasikmalaya Kecamatan Guna Lahan Luas (Ha) Cibeureum Permukiman 583,30 Kuburan 52,7 Pertanian 1.514,64 Taman 10,05 Perkantoran 114,28 Kolam 71,76 Lahan tidak produktif 14,06 Lanud dan transportasi 15,80 Kebun campuran 388,63 Prasarana umum 176,00 Jumlah 2.41,31 cihideung Perumahan 26,73 Pertanian 371,8 Fasum 125,16 Perkantoran 8,60 Jumlah 531,86 Mangkubumi Perumahan 653,0 Fasum 85,77 Sawah 816,35 Kolam 117,63 Kebun 160,64 Pekarangan 108,2 Pemakaman 55,04 Jumlah 1.7,62 Indihiang Permukiman 45, Perkantoran 8,14 Fasum 84,23 Pertokoan/Perdagangan 4,08 Makam 18,25 Lainnya 213,36 Pertanian 76,75 Perkebunan 42,57 Hutan 17,20 Rekreasi dan Olahraga 1,13 Perikanan 110,34 Jumlah 1.72,05 Cipedes Permukiman 382,4 Kuburan 4,54 Perkantoran 2,2 Lahan Pertanian 220,2 Taman 1,3 Prasarana umum 8,12 Lain-lain 15,00

92 Kecamatan Guna Lahan Luas (Ha) Jumlah 636,36 Belukar 0,84 Empang,507 Kebun 2.031,802 Permukiman 46,472 Sawah 88,881 Situ 14,535 Tanah kosong 0,016 Tegalan 13,388 TPU 11,554 Jumlah 3.540,13 Kawalu Belukar,46 Empang 53,354 Hutan 161,84 Kebun 2.374,586 Permukiman 53,304 Sawah 1.347,28 Tanah kosong 11,085 Tegalan 21,763 TPU 1,11 Jumlah 4.521,24 Tawang Empang 1,225 F.Sosial 16,627 F.Olahraga 1,768 Industri 6,144 Jasa 10,75 Kebun 6,624 Militer 16,343 Pusat Pemerintah 16,561 Perkantoran 8,512 Permukiman 418,244 Pertamina 0,146 Ruang terbuka 2,76 Sarana Olahraga 0,028 Sawah 240,114 Stasiun 1,033 Tanah Kosong 6,762 TMP 5,784 TPU 0,074 Jumlah 777,76 Jumlah Total 1,376,313 Sumber : Bapeda Profil Kecamatan

93 Lampiran 3. Ruang Terbuka Hijau per Kecamatan Kota Tasikmalaya No Kecamatan Luas Wilayah RTH % ha 1 Cibeureum ,32 67,33 2 Cihideung ,18 86,32 3 Mangkubumi ,03 43,58 4 Indihiang ,25 34,42 5 Cipedes ,47 28,08 6 Tamansari ,80 74,01 7 Kawalu ,05 57,73 8 Tawang ,14 47,30 Jumlah ,24 53,84

94 Lampiran 4. Peta Geologi dan kemiringan Gambar Lahan Peta dengan Kemiringan kemiringan Gambar Peta Geologi Kota Tasikmalaya : Pergerakan tanah yang cukup tinggi? fungsi Kaw. Lindung sebaiknya Gambar Peta Kemiringan Kota Tasikmalaya

95 Lampiran 5. Peta Struktur Ruang Bagian Wilayah Kota (BWK) Tasikmalaya

96 Lampiran 6. Peta Pembagian Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Kota Tasikmalaya

97 Lampiran 7. Faktor Loadings Factor Scores (podes kota tasik terbaru) Rotation: Unrotated Extraction: Principal components Factor 1 Factor 2 Factor 3 Factor 4 LEUWILIANG URUG GUNUNGTANDALA GUNUNGGEDE TALAGASARI TANJUNG CIBEUTI KARANGANYAR CILAMAJANG KARSAMENAK SETIAMULYA SETIAWARGI SUMELAP SUKAHURIP TAMANSARI TAMANJAYA MULYASARI MUGARSARI CIHERANG CIAKAR MARGABAKTI AWIPARI KOTABARU KERSANAGARA SETIAJAYA SETIARATU SETIANEGARA SINGKUP PURBARATU SUKANAGARA SUKAASIH SUKAJAYA SUKAMENAK KAHURIPAN CIKALANG EMPANGSARI TAWANGSARI

98 Lanjutan LENGKONGSARI TUGUJAYA TUGURAJA NAGARAWANGI YUDANAGARA CILEMBANG ARGASARI CIPARI CIPAWITRA KARIKIL MANGKUBUMI LINGGAJAYA SAMBONGJAYA CIGANTANG SAMBONGPARI CIBUNIGEULIS BANTARSARI SUKAJAYA SUKAMULYA PANYINGKIRAN PARAKANNYASAG SIRNAGALIH INDIHIANG SUKARINDIK BUNGURSARI SUKALAKSANA SUKAMAJUKIDUL SUKAMAJUKALER PANGLAYUNGAN CIPEDES NAGARASARI SUKAMANAH

99 Lampiran 8. Tabel Faktor loadings Proses PCA Factor Loadings (Varimax normalized) (podes kota tasik terbaru) Extraction: Principal components (Marked loadings are > ) No variabel faktor 1 faktor 2 faktor 3 faktor Kepadatan Pddk Jumlah petani Jml rmh prmk kmh Jml kelg pmk kumuh Jml kelg di sektr bantaran Jml bang rmh di sekitr bantaran Luas lahan sawah Luas lhn swh dg pngran yang Luas lahn bukan sawah Luas lahan pertanian Luas lahan utk non pertanian Jrk desa. ke pst Kota Expl.Var Prp.Totl

100 Lampiran. Grafik Scree Plot 4,5 Plot of Eigenvalues 4,0 3,5 3,0 Value 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0, Number of Eigenvalues Gambar 11. Grafik Scree Plot Eigenvalues

101 Lampiran 10. Faktor Penentu Penyimpangan Faktor Variabel Faktor Penentu Penyimpangan I 1 Kepadatan penduduk 3 jml rmh prmk kmh 4 jml kelg pmk kumuh 7 luas lahan sawah 8 Luas lhn swh dg pngran yang diusahakan II luas lahn bukan sawah 10 luas lahan pertanian III 5 ml kelg di sektr bantaran 6 jml bang rmh di sekitr bantaran IV 11 luas lahan utk non pertanian 12 jrk desa. ke pst Kota

102 Lampiran 11. Kuesioner untuk responden Pemerintah EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN DAN ARAHAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG KOTA TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT Nama Umur Alamat Jabatan Pendidikan Hari/Tanggal :. :. :. :. : : Wawancara PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

103 A. PENATAAN RUANG dan PENYIMPANGAN PENGGUNAAN LAHAN 1. Apakah Bapak/Ibu tahu tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kota Taskmalaya? a. Ya b. Tidak 2. Apakah Bapak/Ibu tahu tentang penggunaan lahan? a. Tahu b. Tidak tahu 3. Apakah penggunaan lahan Kota Tasikmalaya ada penyimpangan dari RTRW? a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu 4. Jika ada penyimpangan, menurut bapak/ibu apa yang menyebabkan terjadinya penyimpangan? Apa akibatnya jika terjadi penyimpangan penggunaan lahan dari RTRW? Dengan keluarnya U U No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, apakah isinya sudah sesuai untuk keperluan Penataan Ruang Kota Tasikmalaya? a. Ya b.. Tidak c. Tidak tahu 7. Menurut bapak/ibu apakah masyarakat tahu tentang adanya penyimpangan penggunaan lahan? a. Tahu b. Tidak 8. Menurut bapak/ibu bagaimana caranya mengatasi terjadinya penyimpangan penggunaan lahan? Apakah ada peraturan/ketentuan mengenai sangsi pelanggaran penggunaan lahan? a. Ya b. Tidak c. Seperti apa? Apakah selama ini dapat dilaksanakan sansi tersebut? a. Ya b. Tidak 11. Jika tidak apa permasalahannya? Apakah Bapak/Ibu tahu adanya peta penggunaan lahan?

104 a. Ya b. Tidak 13. Apakah peta penggunaan lahan telah disosialisasikan kepada masyarakat? a. Ya b. Tidak 14. Menurut Bapak/Ibu pernah dilakukan kajian tentang penggunaan lahan dan penyimpangan penggunaan lahan? a. Ya b. Tidak 15. Apakah Pemerintah telah mempunyai program kebijakan tentang penggunaan lahan bagi masyarakat? a. Ya b. Tidak 16 Apakah menurut Bapak/Ibu kebijakan tersebut dibuat melibatkan antara masyarakat? a. Ya b. Tidak 17 Apakah pemerintah mempunyai lembaga khusus yang mengawasi penyimpangan penggunaan lahan? a. Ya b. Tidak c. Jika ada seperti apa? Apakah menurut Bapak/Ibu masyarakat perlu dibekali pengetahuan dan pemahaman tentang penggunaan lahan dan akibat dari penyimpangan penggunaan lahan? a. Ya b. Tidak PERTANYAAN ISIAN 1.Jika ada Penyimpangan, bagaimana menurut bapak/ibu menertibkan penyimpangan penggunaan lahan di masyarakat? 2. Apakah selama ini ada kebijakan- kebijakan tertentu yang dilakukan pemerintah dalam menertibkan penyimpangan penggunaan lahan? Dalam kaitan penyesuaian dengan RTRW 3. Siapa/dari instansi mana saja yang dilibat dalam penyusunan RTRW?

105 . Status kepemilikan lahan/rumah: 1. Milik sendiri 2. Sewa/kontrak 3. Garap 4. Lain-lain 10. Jenis penutupan /penggunaan lahan: 1. Permukiman/perumahan 2. Pertanian lahan basah 3. Ladang 4. Kebun campuran 5. Jasa dan perdagangan 6. Hutan negara 11. Apakah mempunyai ijin kepemilikan tanah/sertifikat? 1. Ya 2. Tidak C. PENGETAHUAN TENTANG PENATAAN RUANG 1. Apakah Bapak/Ibu Tahu tentang penataan ruang? a. Tahu b. Tidak tahu 2.Jika tahu, bagaimana menurut bapak/ibu tentang penataan ruang di Kota Tasikmalaya? a. Sesuai b. Tidak sesuai c. Tidak tahu 3. Apakah menurut bapak/ibu ada penyimpangan dalam penataan ruang? a. Ya b. Tidak c.. Tidak tahu 4. Apakah bapak/ibu tahu mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tasikmalaya? a. Tahu b. Tidak tahu. 5. Apakah pernah ada pemberitahuan/sosialisasi tentang rencana tata ruang Kota Tasikmalaya? a. Ya b. Tidak tahu 6. Kalau ya, bagaimana cara menyampaikannya? a. sebutkan... b. Tidak tahu 7. Apakah Bapak/ibu tahu tentang sempadan sungai, danau? a. Tahu b. Tidak tahu 8. Apakah bapak/ibu mengetahui rencana pembangunan yang akan dilakukan atau sudah dilakukan di wilayah ini? a. Tahu b. Tidak tahu

106 . Dalam membangun /mengelola lahan, apakah bapak/ibu pernah mendapat arahan tentang penggunaan lahan dari pemerintah? a. Ya b. Tidak 10. Apakah Bapak/ibu pernah membaca/mengetahui tentang peraturan / Undangundang mengenai tata ruang? a. Ya b. Tidak 11. Apakah bapak/ibu tahu mengenai peraturan daerah/perda? a. Tahu b. Tidak tahu 12. Menurut bapak/ibu, apakah pengetahuan tentang PERDA diperlukan bagi masyarakat? a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu D. PENGETAHUAN PENGGUNAAN LAHAN dan PENYIMPANGAN 1. Apakah Bapak/ibu tahu tentang penggunaan lahan di wilayah ini? a. Tahu b. Tidak 2. Kalau tahu, dari mana bapak/ibu tahu tentang penggunaan lahan tersebut? a. Pemerintah b. Masyarakat c. Lainnya (sebutkan)... 3.Apakah Bapak/Ibu tahu tentang penyimpangan penggunaan lahan? a. Ya, dari mana b. Tidak 4. Apakah di lokasi Bapak/Ibu terjadi penyimpangan penggunaan lahan? a. Ya b. Tidak 5. Apakah Bapak/Ibu tahu penyebab terjadinya penyimpangan penggunaan lahan? a. Ya b. Tidak 6. Apakah Bapak/Ibu tahu akibat dari penyimpangan penggunaan lahan? a. Ya b. Tidak 7. Apakah lokasi yang Bapak/Ibu tempati terletak di daerah penyimpangan penggunaan lahan? a. 8Ya b. Tidak tahu 8. Kalau ya, apakah Bapak/ Ibu sudah siap jika sewaktu-waktu terjadi penertiban atau pemindahan?

107 a. Siap b. Tidak. Apakah pernah ada pemberitahuan tentang penyimpangan penggunaan lahan di wilayah ini? a. Ya b. Tidak 13. Apakah bapak/ibu membuat /mengurus ijin penggunaan lahan atau sertifikat? a. Ya b. Tidak 14. Jika ya, apakah mengalami kesulitan dalam membuat perijinan tersebut? a. Ya b. Tidak PERTANYAAN ISIAN Apa ada saran dari bapak/ibu untuk penertiban penyimpangan penggunaan lahan di Kota Tasikmalaya?

108 Lampiran1 12. Kuesioner untuk Responden Masyarakat SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR KUISIONER EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN DAN ARAHAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG KOTA TASIKMALAYA PROPINSI JAWA BARAT A. KETERANGAN TEMPAT 1. Kabupaten/Kota :... 2 Kecamatan/Kelurahan : Kampung/Dusun : Nama Responden : Hari/tanggal wawancara : Posisi (lokasi) :... B. IDENTITAS RESPONDEN 1. Status perkawinan : 1. Belum kawin 2. Kawin 3. Cerai Hidup 4.Cerai mati 2. Umur / Jenis kelamin :... tahun L/P 3. Agama :1. Islam 2. Protestan 3. Katolik 4. Hindu 5. Budha 6. Lainnya : Pendidikan tertinggi yang ditamatkan : 1. Tidak/belum pernah sekolah 5. SLTA/Sederajat 2. Tidak/ belum tamat SD 6. Diploma I/II 3. SD/Sederajat 7. Diploma III/Akademi 4. SLTP/Sederajat 8. Sarjana/S1 keatas 5. Jika tidak sekolah / tidak tamat SD apakah dapat membaca dan menulis : 1. Huruf lain 2. Huruf lainnya 3. Tidak dapat membaca dan menulis 6. Pekerjaan utama saat ini : 1. Pedagang 2. Tukang ojek 3. Petani 4. Buruh 5. Pegawai Negri 6. Sopir 7. Ibu rumah tangga 8. Lainnya Pendapatan bersih dalam sebulan dalam rupiah : 1. = > Luas lahan /rumah yang dikuasai (kira-kira)...m² dan...m²

109 . Status kepemilikan lahan/rumah: 1. Milik sendiri 2. Sewa/kontrak 3. Garap 4. Lain-lain 10. Jenis penutupan /penggunaan lahan: 1. Permukiman/perumahan 2. Pertanian lahan basah 3. Ladang 4. Kebun campuran 5. Jasa dan perdagangan 6. Hutan negara 11. Apakah mempunyai ijin kepemilikan tanah/sertifikat? 1. Ya 2. Tidak C. PENGETAHUAN TENTANG PENATAAN RUANG 1. Apakah Bapak/Ibu Tahu tentang penataan ruang? a. Tahu b. Tidak tahu 2.Jika tahu, bagaimana menurut bapak/ibu tentang penataan ruang di Kota Tasikmalaya? a. Sesuai b. Tidak sesuai c. Tidak tahu 3. Apakah menurut bapak/ibu ada penyimpangan dalam penataan ruang? a. Ya b. Tidak c.. Tidak tahu 4. Apakah bapak/ibu tahu mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tasikmalaya? a. Tahu b. Tidak tahu. 5. Apakah pernah ada pemberitahuan/sosialisasi tentang rencana tata ruang Kota Tasikmalaya? a. Ya b. Tidak tahu 6. Kalau ya, bagaimana cara menyampaikannya? a. sebutkan... b. Tidak tahu 7. Apakah Bapak/ibu tahu tentang sempadan sungai, danau? a. Tahu b. Tidak tahu 8. Apakah bapak/ibu mengetahui rencana pembangunan yang akan dilakukan atau sudah dilakukan di wilayah ini?

110 a. Tahu b. Tidak tahu. Dalam membangun /mengelola lahan, apakah bapak/ibu pernah mendapat arahan tentang penggunaan lahan dari pemerintah? a. Ya b. Tidak 10. Apakah Bapak/ibu pernah membaca/mengetahui tentang peraturan / Undangundang mengenai tata ruang? a. Ya b. Tidak 11. Apakah bapak/ibu tahu mengenai peraturan daerah/perda? a. Tahu b. Tidak tahu 12. Menurut bapak/ibu, apakah pengetahuan tentang PERDA diperlukan bagi masyarakat? a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu D. PENGETAHUAN PENGGUNAAN LAHAN dan PENYIMPANGAN 1. Apakah Bapak/ibu tahu tentang penggunaan lahan di wilayah ini? a. Tahu b. Tidak 2. Kalau tahu, dari mana bapak/ibu tahu tentang penggunaan lahan tersebut? a. Pemerintah b. Masyarakat c. Lainnya (sebutkan)... 3.Apakah Bapak/Ibu tahu tentang penyimpangan penggunaan lahan? a. Ya, dari mana b. Tidak 4. Apakah di lokasi Bapak/Ibu terjadi penyimpangan penggunaan lahan? a. Ya b. Tidak 5. Apakah Bapak/Ibu tahu penyebab terjadinya penyimpangan penggunaan lahan? a. Ya b. Tidak 6. Apakah Bapak/Ibu tahu akibat dari penyimpangan penggunaan lahan? a. Ya b. Tidak 7. Apakah lokasi yang Bapak/Ibu tempati terletak di daerah penyimpangan penggunaan lahan? a. 8Ya b. Tidak tahu 8. Kalau ya, apakah Bapak/ Ibu sudah siap jika sewaktu-waktu terjadi penertiban

111 atau pemindahan? a. Siap b. Tidak. Apakah pernah ada pemberitahuan tentang penyimpangan penggunaan lahan di wilayah ini? a. Ya b. Tidak 13. Apakah bapak/ibu membuat /mengurus ijin penggunaan lahan atau sertifikat? a. Ya b. Tidak 14. Jika ya, apakah mengalami kesulitan dalam membuat perijinan tersebut? a. Ya b. Tidak PERTANYAAN ISIAN Apa ada saran dari bapak/ibu untuk penertiban penyimpangan penggunaan lahan di Kota Tasikmalaya?

112 Lampiran 13. Hasil Kuesioner di Lokasi Penyimpangan Persepsi Masyarakat Terhadap RTRW di Lokasi Penyimpangan Jenis Penggunaan Jumlah Pengetahuan RTRW Dan Penyimpangan Responden Mengetahui (%) Tidak (%) Permukiman di Lahan Basah ,00 Permukiman di Lahan Kering ,00 Permukiman di bwh SUTET 15 10,53 8,47 Permukiman di lahan TPU Permukiman di kaw. Indusri 17 13,33 86,67 Pernukiman di kaw.perdagangan Pernukiman di kaw.hutan Pendapatan dan Pekerjaan Masyarakat di Lokasi Penyimpangan Jenis Penggunaan Jumlah Responden Pendapatan Rata-rata Pekerjaan Rata-rata Permukiman di Lahan Basah 13 Rendah Petani dan Buruh Permukiman di Lahan Kering 17 Rendah Petani dan Buruh Permukiman di bwh SUTET 15 Rendah Buruh Permukiman di lahan TPU 15 Rendah Buruh Permukiman di kaw. Indusri 17 Rendah Pedagang dan Buruh Pernukiman di kaw.perdagangan 15 Rendah Pedagang dan Buruh Pernukiman di kaw.hutan 11 Rendah Petani dan Buruh Pendidikan Masyarakat di Lokasi Penyimpangan Pendidikan Jenis Penggunaan Jumlah Responden Sekolah Dasar % Sekolah Lanjutan % Permukiman di Lahan Basah 13 76,3 23,07 Permukiman di Lahan Kering 17 58,83 41,17 Permukiman di bwh SUTET 15 86, Permukiman di lahan TPU 15 80,00 20,00 Permukiman di kaw. Indusri 17 58,83 41,17 Pernukiman di kaw.perdagangan 15 60,00 40,00 Pernukiman di kaw.hutan 11 1,00,00 Sumber: Hasil Olahan

113 Lampiran 14. Indikator Makro Kota Tasikmalaya N o INDIKATOR MAKRO Indeks Pembangunan Manusia Jumlah Penduduk ,52 6,2 71,34 72,80 74,28 75,80 77, Laju Pertumbuhan Penduduk (%) Jumlah Penduduk Miskin (%) PDRB (Berlaku) (Rp. Trilyun) 2, Inflasi (%) Laju Pertumbuha ekonomi (Konstan 13) (%) PDRB per kapita (berlaku) (Rp.) ,305 1,307 1,302 1,306 1,308 1,303 1,307 16,71 0 *) ,42 15,73 0 **) 2,647 15,71 0 4,05 4,56 5, ,885 3,173 3,426 3,666 15,4 5 16, , ,67 3 5,05 5,15 5,20 5,

114 Lampiran 15. Profil dan Dinamika Perkembangan Penduduk

115 Lampiran 16. Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Lapangan Usaha CIBEURE UM TAMANS ARI KAWALU MANGK U-BUMI INDIHIA NG CIPEDES CIHIDEU NG PETANI NELAYAN PENAMBANG PETERNAK PEDAGANG JASA HUNIAN PNS ABRI TAWANG BURUH PABRIK - - BURUH TANI BURUH BGN PENGRAJIN PENG. INDUSTRI PENJAHIT JUMLAH Sumber : BPS Kota Tasikmalaya Dalam Angka Tahun Jumlah Penduduk (Jiwa) Sebagian Kec. Cipedes Sebagian Kec Tawang Sebagian Kec Cihideung PNS TNI/POLRI BUMN Peg.Swasta P.Rajin Pedagang Tukang Batu Tukang Kayu Penjahit Sopir Grafik Komposisi Mata Pencaharian pendudu k

EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN EKSISTING DAN ARAHAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG KOTA TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT

EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN EKSISTING DAN ARAHAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG KOTA TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN EKSISTING DAN ARAHAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG KOTA TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT NINA RESTINA 1i SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Meningkatnya kebutuhan dan persaingan dalam penggunaan lahan memerlukan pemikiran yang seksama dalam mengambil keputusan bagi penggunaan lahan, karena lahan sifatnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejalan dengan proses desentralisasi, pembangunan sebagai konsekwensi dari pelaksanaan otonomi daerah. Kemampuan daerah baik ditingkat provinsi maupun kabupaten/kota

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Diresmikannya Kota Tasikmalaya sebagai daerah otonom pada tanggal 17 Oktober 2001 mengandung konsekuensi adanya tuntutan peningkatan pelayanan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Analisis

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 YANG SELALU DI HATI Yang mulia:

Lebih terperinci

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG (Studi Kasus Wilayah Seksi Bungan Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun di Provinsi

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN BA B PENDAHULUAN I 1.1. Latar Belakang Sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan potensi sumber daya alam yang luar biasa, sebenarnya Indonesia memiliki peluang yang besar untuk menjadi pelaku ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Perwilayahan adalah usaha untuk membagi bagi permukaan bumi atau bagian permukaan bumi tertentu untuk tujuan yang tertentu pula (Hadi Sabari Yunus, 1977).

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepadatan penduduk di Kota Bandung yang telah mencapai 2,5 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni. Perumahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

APLIKASI PENATAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG KOTA SESUAI KEBIJAKAN PEMERINTAH. Budiman Arif 1

APLIKASI PENATAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG KOTA SESUAI KEBIJAKAN PEMERINTAH. Budiman Arif 1 APLIKASI PENATAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG KOTA SESUAI KEBIJAKAN PEMERINTAH Budiman Arif 1 PENDAHULUAN Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI

ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah No 47 Tahun 1997

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah No 47 Tahun 1997 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah No 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional 2015 dan Perda No 2 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN WULANING DIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (Studi Kasus Kecamatan Sumedang Utara dan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang, Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Lahan merupakan unsur penting dalam kehidupan manusia. Lahan sebagai ruang untuk tempat tinggal manusia dan sebagian orang memanfaatkan lahan sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Wilayah dan Hirarki Wilayah Secara yuridis, dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN YANG BERKELANJUTAN DI PULAU BUNAKEN MANADO

ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN YANG BERKELANJUTAN DI PULAU BUNAKEN MANADO Sabua Vol.7, No.1: 383 388, Maret 2015 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN YANG BERKELANJUTAN DI PULAU BUNAKEN MANADO Verry Lahamendu Staf Pengajar JurusanArsitektur,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undangundang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang perlu

Lebih terperinci

KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN KARAKTERISTIK TIPOLOGI WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS

KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN KARAKTERISTIK TIPOLOGI WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN KARAKTERISTIK TIPOLOGI WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS Studi Kasus Kawasan Kedungsapur di Provinsi Jawa Tengah DYAH KUSUMAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkotaan sebagai pusat permukiman dan sekaligus pusat pelayanan (jasa) terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah pengaruhnya (hinterland)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk Indonesia tiap tahunnya mengalami peningkatan. Berdasarkan sensus penduduk, jumlah penduduk di Indonesia pada tahun 2010 hingga 2015 mengalami

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR TAHUN 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KOTA METRO LAMPUNG BERBASIS EVALUASI KEMAMPUAN DAN KESESUAIAN LAHAN ROBBY KURNIAWAN SAPUTRA

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KOTA METRO LAMPUNG BERBASIS EVALUASI KEMAMPUAN DAN KESESUAIAN LAHAN ROBBY KURNIAWAN SAPUTRA STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KOTA METRO LAMPUNG BERBASIS EVALUASI KEMAMPUAN DAN KESESUAIAN LAHAN ROBBY KURNIAWAN SAPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH

Lebih terperinci

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991);

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991); RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa yang tidak terhingga nilainya bagi seluruh umat manusia. Sebagai anugerah, hutan mempunyai nilai filosofi yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan sumberdaya yang ada dalam rangka memberikan kontribusi untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tanah atau lahan memiliki arti penting bagi kehidupan manusia. Manusia membutuhkan lahan untuk mendirikan bangunan sebagai tempat tinggal serta melakukan aktivitasnya

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KARAWANG TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KARAWANG TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KARAWANG TAHUN 2011 2031 UMUM Ruang wilayah Kabupaten Karawang dengan keanekaragaman

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SIAK SRI INDRAPURA KABUPATEN SIAK TAHUN 2002-2011 I. PENJELASAN UMUM Pertumbuhan penduduk menyebabkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 15 2002 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 4 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN GARUT DENGAN MENGHARAP BERKAT DAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHU

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN 2011-2031 I. UMUM Proses pertumbuhan dan perkembangan wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN (Studi Kasus di Bungakondang Kabupaten Purbalingga) BUDI BASKORO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI

ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

Evaluasi Kondisi Tata Ruang Eksisiting Kota Bandung SWK Cibeunying

Evaluasi Kondisi Tata Ruang Eksisiting Kota Bandung SWK Cibeunying Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota ISSN: 2460-6480 Evaluasi Kondisi Tata Ruang Eksisiting Kota Bandung SWK Cibeunying 1 Indri Pebrianto, 2 Saraswati 1,2 Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan adalah upaya perubahan dari kondisi kurang baik menjadi lebih baik. Untuk itu pemanfaatan sumber daya alam dalam proses pembangunan perlu selalu dikaitkan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1996 TENTANG PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN, SERTA BENTUK DAN TATA CARA PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Pola (Pemanfaatan) Ruang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Pola (Pemanfaatan) Ruang 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Pola (Pemanfaatan) Ruang Menurut UU RI No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Pemanfaatan ruang di dalam

Lebih terperinci

PERENCANAAN HUTAN KOTA UNTUK MENINGKATKAN KENYAMANAN DI KOTA GORONTALO IRNA NINGSI AMALIA RACHMAN

PERENCANAAN HUTAN KOTA UNTUK MENINGKATKAN KENYAMANAN DI KOTA GORONTALO IRNA NINGSI AMALIA RACHMAN PERENCANAAN HUTAN KOTA UNTUK MENINGKATKAN KENYAMANAN DI KOTA GORONTALO IRNA NINGSI AMALIA RACHMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 08 Teknik Analisis Aspek Fisik & Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Tata Ruang Tujuan Sosialisasi Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik ik & Lingkungan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB 2 KETENTUAN UMUM

BAB 2 KETENTUAN UMUM BAB 2 KETENTUAN UMUM 2.1 PENGERTIAN-PENGERTIAN Pengertian-pengertian dasar yang digunakan dalam penataan ruang dan dijelaskan di bawah ini meliputi ruang, tata ruang, penataan ruang, rencana tata ruang,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.. Luas Wilayah Kota Tasikmalaya berada di wilayah Priangan Timur Provinsi Jawa Barat, letaknya cukup stratgis berada diantara kabupaten Ciamis dan kabupaten Garut.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah harus dipandang sebagai upaya pemanfaatan sumberdaya ruang agar sesuai dengan tujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (UU No.5 Tahun 1960). Penataan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola pemanfaatan ruang pada kawasan perkotaan dicirikan dengan campuran yang rumit antara aktivitas jasa komersial dan permukiman (Rustiadi et al., 2009). Hal ini sejalan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. nafkah. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan. Hampir

II. TINJAUAN PUSTAKA. nafkah. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan. Hampir II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan Pertanian Sumberdaya lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki banyak manfaat bagi manusia, seperti sebagai tempat hidup, tempat mencari nafkah. Lahan merupakan

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN

REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN Krisis ekonomi yang sampai saat ini dampaknya masih terasa sebenarnya mengandung hikmah yang harus sangat

Lebih terperinci

KAJIAN PERMUKIMAN DI KAWASAN HUTAN BAKAU DESA RATATOTOK TIMUR DAN DESA RATATOTOK MUARA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

KAJIAN PERMUKIMAN DI KAWASAN HUTAN BAKAU DESA RATATOTOK TIMUR DAN DESA RATATOTOK MUARA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA KAJIAN PERMUKIMAN DI KAWASAN HUTAN BAKAU DESA RATATOTOK TIMUR DAN DESA RATATOTOK MUARA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA Marthen A. Tumigolung 1, Cynthia E.V. Wuisang, ST, M.Urb.Mgt, Ph.D 2, & Amanda Sembel,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1490, 2014 KEMENPERA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Daerah. Pembangunan. Pengembangan. Rencana. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

LOGO Potens i Guna Lahan

LOGO Potens i Guna Lahan LOGO Potensi Guna Lahan AY 11 Contents 1 Land Capability 2 Land Suitability 3 4 Ukuran Guna Lahan Pengantar Proses Perencanaan Guna Lahan Land Capability Pemanfaatan Suatu lahan untuk suatu peruntukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya alam yang terdapat pada suatu wilayah pada dasarnya merupakan modal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya alam yang terdapat pada suatu wilayah pada dasarnya merupakan modal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya alam yang terdapat pada suatu wilayah pada dasarnya merupakan modal dasar pembangunan yang perlu digali dan dimanfaatkan secara tepat dengan memperhatikan

Lebih terperinci

KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM DALAM PENATAAN RUANG

KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM DALAM PENATAAN RUANG Karya Tulis KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM DALAM PENATAAN RUANG Oleh : ANITA ZAITUNAH NIP 132 259 574 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009 KATA PENGANTAR Puji dan syukur

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Oleh karena itu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan Lahan adalah suatu wilayah daratan yang ciri-cirinya menerangkan semua tanda pengenal biosfer, atsmosfer, tanah geologi,

Lebih terperinci

KAJIAN EKOPNOMI DAN EKOLOGI PEMANFAATAN EKOSISTEM MANGROVE PESISIR TONGKE-TONGKE KABUPATEN SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN RUSDIANAH

KAJIAN EKOPNOMI DAN EKOLOGI PEMANFAATAN EKOSISTEM MANGROVE PESISIR TONGKE-TONGKE KABUPATEN SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN RUSDIANAH KAJIAN EKOPNOMI DAN EKOLOGI PEMANFAATAN EKOSISTEM MANGROVE PESISIR TONGKE-TONGKE KABUPATEN SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN RUSDIANAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya (hinterland) akan mempunyai struktur (tata) ruang tertentu dalam

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya (hinterland) akan mempunyai struktur (tata) ruang tertentu dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkotaan sebagai pusat permukiman dan sekaligus pusat pelayanan (jasa) terhadap penduduk kota ma 8upun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah pengaruhnya (hinterland)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang Menurut Rustiadi et al. (2009) ruang terdiri dari lahan dan atmosfer. Lahan dapat dibedakan lagi menjadi tanah dan tata air. Ruang merupakan bagian dari alam yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. Lahan berfungsi sebagai tempat manusia beraktivitas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang TEMU ILMIAH IPLBI 2015 Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang Studi Kasus: Kota Manado Ingerid L. Moniaga (1), Esli D. Takumansang (2) (1) Laboratorium Bentang Alam, Arsitektur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepedulian masyarakat dunia terhadap kerusakan lingkungan baik global maupun regional akibat adanya pembangunan ditandai dengan diselenggarakannya Konferensi Stockholm

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi daerah dan pengaturan sumberdaya nasional yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

ANALISIS POLA PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PELAKSANAAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUMEDANG ARIF JUNAEDI

ANALISIS POLA PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PELAKSANAAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUMEDANG ARIF JUNAEDI ANALISIS POLA PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PELAKSANAAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUMEDANG ARIF JUNAEDI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Pembangunan daerah seyogyanya dilakukan melalui penataan ruang secara lebih terpadu dan terarah, agar sumberdaya yang terbatas dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemanfaatan ruang wilayah nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses berkembangnya suatu kota baik dalam aspek keruangan, manusia dan aktifitasnya, tidak terlepas dari fenomena urbanisasi dan industrialisasi. Fenomena seperti

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1996 TENTANG PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN, SERTA BENTUK DAN TATA CARA PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan banyak digunakan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, selain itu lahan

Lebih terperinci

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA Pembangunan adalah suatu orientasi dan kegiatan usaha yang tanpa akhir. Development is not a static concept. It is continuously changing. Atau bisa

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR Oleh : TEMMY FATIMASARI L2D 306 024 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci