3 METODOLOGI PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "3 METODOLOGI PENELITIAN"

Transkripsi

1 37 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kesesuaian lahan secara spasial merupakan unsur penting dalam pengembangan sumberdaya pesisir agar pemanfaatan sumberdaya di kawasan tersebut berlangsung optimal dan berkelanjutan. Kesesuaian spasial untuk pariwisata pesisir berhubungan dengan bagaimana menata suatu kawasan pesisir agar pemanfaatannya berdasarkan kesesuaian (suitability) lahan, dan keharmonisan antar pemanfaatan untuk berbagai pemanfaatan didasarkan pada sepuluh kriteria kesesuaian pariwisata pantai dengan jenis rekreasi untuk setiap aktifitas tersebut (Yulianda 2007). Disamping kesesuaian, aspek daya dukung kawasan juga merupakan parameter kunci dalam pengembangan pariwisata pesisir berkelanjutan. Wilayah pesisir barat Serang memiliki sumberdaya alam (ruang) yang terbatas, dan sangat rentan terhadap gangguan yang datang dari luar. Kapasitas maksimum daya dukung dari sumberdaya yang dimiliki perlu diketahui sehingga didalam pemanfaatannya tidak melebihi kapasitas yang dimiliki. Kerusakan sumberdaya terjadi karena tingkat pemanfaatannya telah melebihi daya dukung, sehingga diperlukan pengetahuan tentang daya dukung dari masing-masing sumberdaya alam kawasan pesisir. Konsep daya dukung pariwisata pesisir mempertimbangkan dua hal, yaitu (1) kemampuan alam untuk mentolerir gangguan atau tekanan dari manusia, dan (2) standar keaslian sumberdaya alam. Daya dukung suatu wilayah tidak bersifat statis tapi bervariasi sesuai dengan kondisi ekologis wilayah yang dimaksud dan juga kebutuhan (demand) manusia akan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan (goods and services) dari wilayah tersebut. Daya dukung suatu wilayah dapat menurun akibat kegiatan manusia maupun gaya-gaya alamiah (natural forces) seperti bencana alam. Ketika sumberdaya alam dan jasa lingkungan suatu wilayah dimanfaatkan melebihi daya dukungnya, maka keuntungan pembangunan dari wilayah tersebut secara keseluruhan mulai menurun, yang selanjutnya akan mengakibatkan menurunnya perekonomian

2 38 wilayah tersebut, serta penurunan kesempatan kerja, pendapatan dan devisa. Ecological footprint sebagai suatu pendekatan konsep daya dukung, yang paling mendasar adalah menjelaskan hubungan antara ukuran populasi dan perubahan dalam sumberdaya dimana populasi tersebut berada. Hal tersebut diasumsikan bahwa terdapat suatu ukuran populasi yang optimal yang dapat didukung oleh sumberdaya tersebut agar dapat berkelanjutan (Adrianto 2004). Analisis footprint di suatu wilayah didasarkan pada kegiatan konsumsi, ekspor dan impor yang dilakukan oleh wilayah tersebut. Oleh karena itu, sebenarnya kategori atau komponen footprint didasarkan pada jenis yang dikonsumsi dan bukan jenis yang diproduksi. Berdasarkan analisis ekologi tersebut pariwisata pesisir dikembangkan dengan mempertimbangkan kondisi sosial, ekonomi wilayah dan masyarakat. Kondisi sosial ekonomi wilayah pesisir barat Serang (Kecamatan Anyer- Cinangka) perlu diketahui karena berhubungan dengan input-output sektor-sektor yang terkait dengan pengembangan pariwisata seperti Pendapatan Domestik Regional Bruto pariwisata, pendapat per kapita, rasio daya dukung, investasi pariwisata dan produkvitas tenaga kerja. Sedangkan kondisi ekonomi sosial masyarakat yang mendiami kawasan pesisir perlu dikaji yakni meliputi kualitas sumberdaya manusia diantaranya: pendidikan, penguasaan teknologi serta lapangan kerja. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh terbatasnya prasarana dan sarana, seperti pendidikan, perekonomian, infrastruktur jalan, listrik serta pelayanan lainnya yang sangat berpengaruh terhadap pengembangan pariwisata. Selanjutnya aspek sosial budaya masyarakat berupa kesenian, adat istiadat maupun budaya yang khas yang dimiliki masyarakat dan penting dalam pengembangan pariwisata pesisir perlu dipertahankan serta dilestarikan terutama yang berkaitan langsung dengan pariwisata karena memiliki nilai yang sangat strategis. Partisipasi masyarakat dalam pengembangan pariwisata pesisir dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tingkat pendidikan dan pengetahuan, umur, dan kesesuaian kegiatan dengan kebutuhan, (Madrie 1994). Seseorang yang memiliki pengetahuan dan kesadaran yang tinggi terhadap kepentingan kelompok, cenderung semakin tinggi partisipasinya (Long 1973). Soeryani at al. (1987)

3 39 menjelaskan bahwa tingkat pendidikan dan kemiskinan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi masyarakat dalam mengelola lingkungan sekitar. Tingkat pendidikan masyarakat akan mempengaruhi tingkat pengetahuan mereka mengenai lingkungan. Keterpaduan analisis diatas menentukan untuk pemanfaatan lahan dalam rangka pengembangan pariwisata pesisir berkelanjutan di wilayah pesisir barat Serang (Kecamatan Anyer-Cinangka). Sumberdaya alam tersebut memiliki fungsi ekologi, ekonomi dan sosial, fungsi tersebut akan berlangsung dengan baik dan berkelanjutan bila dilakukan pengelolaan yang baik pula. Dengan demikian maka perlu dilakukan analisis kebijakan untuk mendapatkan pola pengembangan yang dapat meningkatkan peran pariwisata dalam pembangunan daerah. Dalam rangka pengelolaan dan pengembangan pariwisata yang berkelanjutan maka analisis kebijakan dilaksanakan dengan mempertimbangkan aspek ekologi, sosial dan ekonomi. Menurut Kay dan Alder (1999) analisis kebijakan merupakan salah satu teknik atau alat penting yang bersifat administratif dalam perencanaan dan pengembangan pariwisata pesisir. Kebijakan didefinisikan sebagai sejumlah kegiatan yang berguna yang harus diikuti oleh pelaku dalam menangani suatu masalah (Anderson et al.1984 diacu Kay dan Alder 1999). Heglo et al.1990 diacu Abidin 2002 mendefinisikan kebijakan sebagai suatu tindakan yang bermaksud untuk mencapai tujuan tertentu. Kebijakan merupakan panduan keputusan mengenai keputusan-keputusan yang berkenaan dengan pilihan diatas arah tindakan alternatif (Colebath 1993 diacu Kay dan Alder 1999). Kaitan dengan pariwisata pesisir, kebijakan yang ditetapkan harus berbasis kondisi dan karateristik serta sosial, ekonomi dan budaya masyarakat setempat. Jika kawasan pesisir dapat dikembangkan dan dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan, bukan saja akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat tetapi juga mempertahankan kelestarian sumberdaya yang ada di kawasan pantai barat Serang, Banten. Dengan demikian kerangka pemikiran analisis kebijakan pengembangan pariwisata pesisir barat Serang, Banten secara lengkap disajikan pada Gambar 4 sebagai berikut:

4 40 KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, BANTEN INTERPRETASI CITRA SALELIT PENGUMPULAN DATA SEKUNDER PENGUMPULAN DATA PRIMER PENYUSUNAN BASIS DATA SPASIAL &TABULAR ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN ANALISIS DAYA DUKUNG LAHAN PARIWISATA ANALISIS ECOLOGICAL FOOTPRINT KRITERIA EKOLOGI ANALISIS ZONA /LAHAN PENGEMBANGAN PESISIR BARAT SERANG KRITERIA SOSIAL EKONOMI ANALISIS PEMODELAN PARIWISATA PESISIR BERKELANJUTAN ANALISIS I-O EKOLOGI-EKONOMI ANALISIS DINAMIK KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA PESISIR YANG BERKELANJUTAN Gambar 4 Kerangka Pemikiran Kebijakan Pengembangan Pariwisata Pesisir yang Berkelanjutan Di Kawasan Pantai Barat Serang, Banten Dari kerangka pemikiran tersebut dapat dihasilkan suatu kebijakan pengembangan pariwisata pesisir yang berkelanjutan melalui proses tahapan, analisis zona pengembangan maupun analisis pemodelan pariwisata pesisir berkelanjutan.

5 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kawasan pesisir barat Kabupaten Serang, Banten, yang terdiri dari dua kecamatan yaitu Kecamatan Anyer dan Kecamatan Cinangka yang memiliki sepuluh desa pesisir. Kecamatan Anyer terdiri dari tiga desa yaitu: (1) Desa Anyer, (2) Desa Cikoneng, (3) Desa Bandulu. Kecamatan Cinangka terdiri dari tujuh desa yaitu: (1) Desa Cinangka, (2) Desa Karang Suraga, (3) Bulakan, (4) Umbul Tanjung, (5) Pasauran, (6) Sindang laya, (7) Kamasan. Peta lokasi penelitian tersebut disajikan pada Gambar 5 dan 6 sebagai berikut: Gambar 5 Peta Administrasi Kecamatan Anyer Gambar 6 Peta Administrasi Kecamatan Cinangka

6 42 Kabupaten Serang secara administrasi berada di Provinsi Banten yang merupakan salah satu dari 4 (empat) kabupaten dan 2 (dua) kota dan secara geografis terbentang antara Lintang Selatan dan Bujur Timur. Adapun batas-batas Kabupaten Serang meliputi sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Tangerang, sebelah selatan dengan Kabupaten Pandeglang, sebelah utara dengan Laut Jawa dan sebelah barat dengan Selat Sunda (BPS Provinsi Banten 2002). Panjang pantai ke dua kecamatan tersebut adalah ±18,774 km dengan total area 1.734,09 km 2 yang dihitung berdasarkan ketentuan pasal 18 UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menyebutkan bahwa wilayah pesisir meliputi wilayah laut sejauh 12 mil untuk provinsi dan 1/3 untuk kabupaten yang diukur dari garis pantai surut terendah ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan. Lokasi dipilih dengan dasar pertimbangan: (1) kawasan yang memiliki karateristik kewilayahan pesisir dengan fungsi khusus daerah pariwisata; (2) tingkat ketergantungan masyarakat pada sumberdaya pesisir sangat tinggi. Waktu penelitian dibagi dalam dua tahap yaitu (1) survei awal, bertujuan untuk pengumpulan data sekunder dilaksanakan bulan Februari s/d Juni 2003, (2) pengamatan lapangan dan pengumpulan data primer melalui wawancara dengan masyarakat, pemerintahan dan swasta serta pengumpulan data yang berhubungan dengan pariwisata pesisir, data kondisi ekonomi dan sosial, analisis data dan penulisan laporan dilaksanakan Oktober 2004 sampai dengan Desember Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei. Nazir (1999), menjelaskan bahwa metode penelitian survei adalah penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dan gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan secara faktual, baik tentang institusi sosial, ekonomi atau politik dari suatu kelompok atau suatu daerah. Metode survei digunakan untuk mengungkapkan masalah-masalah ataupun mendapatkan pembenaran tentang keadaan maupun praktek-praktek yang tengah berlangsung.

7 Jenis dan Sumber Data Data Primer Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer yang diperoleh melalui survei lapangan. Data primer yang dikumpulkan melalui teknik wawancara dengan responden berpedoman pada kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya, dan pengamatan secara langsung di lapangan. Sedangkan pengambilan sampel dilakukan secara sengaja (purposive sampling). Survei dilakukan di dua kecamatan terpilih dan wawancara dengan kuesioner dilakukan terhadap sejumlah responden yang dianggap mempunyai kemampuan dan memahami permasalahan (key person), seperti (1) Bappeda, (2) Dinas Pariwisata, (3) Dinas Perikanan dan Kelautan, (4) Perguruan Tinggi. (5) Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), (6) Tokoh Majelis Ulama, (7) Pihak Swasta yang terkait dengan industri pariwisata, (8) dan wisatawan Data Sekunder Data sekunder dalam penelitian ini diambil melalui penerapan metode penelusuran informasi yang terdokumentasi di berbagai lembaga pemerintah, maupun swasta yang diperoleh dari instansi-instansi terkait seperti Bappedalda Provinsi Bagian Lingkungan Hidup, Dinas Pariwisata, Dinas Kabupaten, Badan Pusat Statistik Provinsi Banten, Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten dan Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia serta instansi lain yang terkait baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kecamatan serta jenis data sekunder yang dikumpulkan disajikan pada Tabel 2. Data yang dikumpulkan adalah data sosial ekonomi masyarakat Kabupaten Serang (Kecamatan Anyer dan Kecamatan Cinangka), data tersebut meliputi: Data jumlah peduduk. Data tingkat pendidikan penduduk. Data mata pencaharian penduduk. Data wisata (wisata nusantara dan wisata mancanegara). Data prasarana dan sarana. Data sumber air.

8 44 Tabel 2 Jenis dan sumber data sekunder yang dikumpulkan No Jenis Data Sumber Data 1 Kebijakan Pembangunan Badan Perencanaan Peraturan Daerah Kabupaten/Kecamatan,Rencana Induk Perencanaan Peraturan Daerah 2 Rencana Pemanfaatan Ruang Badan Perencanaan Peraturan Daerah Kabupaten/Kecamatan,Rencana Induk Perencanaan Peraturan Daerah 3 Rencana Pemanfaatan Untuk Dinas Pariwisata Provinsi Banten Pariwisata 4 Oseanografi (batimetri, pasang surut, gelombang, arus laut dan angin Dinas Perikanan dan Kelautan, Dishidros TNI-AL 5 Sistem Prasarana Transportasi Jasa Marga, Departemen Perhubungan 6 Demografi, sosial ekonomi Badan Pusat Statistik, Kabupaten Serang,Banten 7 Peta Alur Laut Selat Sunda Dishidros TNI-AL 8 Peta Kecamatan Anyer dan Cinangka Badan Koordinasi Survei Pemetaan Nasional Metode Pengambilan Contoh Responden yang dipilih dalam penelitian ini adalah pemerintah, pengusaha wisata ditingkat provinsi dan kabupaten serta masyarakat yang berasal dari dua Kecamatan Anyer dan Kecamatan Cinangka, yang terdiri dari 10 desa pesisir dari 23 desa yang ada di kawasan pesisir barat Serang Banten. Responden diambil secara purposive sampling, penentuan jumlah responden (sampel) dari populasi ditentukan berdasarkan kemampuan memahami permasalahan pariwisata serta keterkaitannya dengan pengembangan pariwisata pesisir. Jumlah responden yang diambil sebanyak 70 responden yang terdiri dari pemerintah, swasta dan masyarakat yang terkait dengan industri pariwisata. Selanjutnya rincian responden dalam penelitian ini disajikan selengkapnya pada Tabel 3 sebagai berikut:

9 45 Tabel 3 Responden dalam Pengembangan Pariwisata Pesisir di Kawasan Pesisir Pantai Barat Serang Banten No Kelompok Responden Sumber Jumlah ((orang) 1 Pemerintah Dinas Pariwisata dan Bappeda Prov/Kab 5 Pemerintah Kecamatan Kecamatan 10 Dinas Perikanan dan Kelautan Prov/Kab 5 2 Swasta Persatuan Hotel &Restoran Indonesia Prov/Kab 5 Pengelola Jasa Wisata Kecamatan 10 Tokoh Masyarakat, Lembaga Swadaya Kecamatan SMasyarakat 10 3 Masyarakat Masyarakat yang terkait pariwisata Kecamatan 10 Peneliti Perguruan Tinggi Prov/Kab 5 Wisatawan Kecamatan 10 Jumlah Metode Analisis Data Data yang telah terkumpul ditabulasi dan dikelompokkan sesuai dengan jenis data serta tujuan penelitian dengan metode analisis data sebagai berikut: Analisis Trend Pengunjung Pariwisata Analisis trend wisata di Kecamatan Anyer dan Kecamatan Cinangka diperlukan untuk mengetahui jumlah kunjungan wisata di lokasi penelitian. Dalam analisis ini digunakan pendekatan supply melalui inventarisasi informasi jumlah pengunjung dan waktu di lokasi penelitian. Analisis supply merupakan cerminan analisis potensi biofisik dan sosial ekonomi serta budaya yang merupakan komponen daya tarik potensi kawasan dipadu dengan faktor kenyamanan (ketersediaan akomodasi, sarana pendukung, makanan dan minuman), faktor aksesibilitas (jalan raya berkondisi baik, keteraturan rute perjalanan bus pariwisata, sepeda motor, perahu, kenyamanan, taman parkir), pelayanan yang baik, promosi daerah tujuan wisata, koordinasi dan kontrol pengembangan, pelayanan sarana informasi dan ruang untuk kegiatan perdagangan dan untuk umum serta fasilitas lainnya.

10 46 Secara matematis analisis jumlah pengunjung wisata dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:...(1) (Dumairy, 1999) Keterangan : Y : jumlah pengunjung wisata (orang) a : konstanta b : koefisien x : waktu (ke t (1-20) (tahun) Analisis Sosial dan Ekonomi Analisis Sosial Data kependudukan yang dianalisis dalam studi ini mencakup komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin dan umur, rasio jenis kelamin, rasio ketergantungan dengan rumus dibawah ini: 1. Komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin dan umur Distribusi umur dalam studi penduduk hanya digolongkan kedalam kelompok umur produktif (15-64 tahun) dan non produktif (< 15 tahun dan > 64 tahun, sehingga komposisi penduduk berdasarkan umur menjadi < 15 tahun, tahun dan 64 tahun. 2. Rasio jenis kelamin (Sex Ratio). SR merupakan perbandingan banyaknya penduduk laki-laki per 100 penduduk perempuan atau dirumuskan sebagai berikut: (2) Keterangan : SR : rasio jenis kelamin (Munir, 1981)

11 47 L : jumlah penduduk laki-laki P : jumlah penduduk perempuan 100 : konstanta 3. Rasio Ketergantungan (Dependency Ratio = DR) Merupakan angka yang menyatakan perbandingan antara banyaknya penduduk yang produktif dengan non produktif yang harus ditanggung oleh 100 penduduk produktif dan dirumuskan sebagai berikut:..(3) Keterangan : DR : Rasio Ketergantungan P (0-14) P 65+ p (15-65) : Jumlah penduduk usia muda : Jumlah penduduk usia tua : Jumlah penduduk usia dewasa (produktif) Makin besar rasio ketergantungan, semakin besar beban yang ditanggung oleh kelompok usia produktif, misalnya rasio ketergantungan adalah 65 berarti setiap 100 orang penduduk produktif menanggung beban hidup orang yang belum bekerja atau tidak produktif sebanyak 65 orang Analisis Ekonomi

12 48 Pengembangan aktivitas wisata diharapkan dapat meningkatkan ekonomi masyarakat sehingga dalam analisis ekonomi dilakukan analisis Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), pendapatan masyarakat, tingkat kesejahteraan, PDRB per kapita yang dapat digunakan sebagai dasar perencanaan pengembangan pariwisata pesisir. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi (di suatu region) pada suatu jangka waktu tertentu (pendekatan produksi). Pendapatan masyarakat adalah pendapatan yang diterima penduduk dari aktivitas produksi atau jasa yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu. Pendapatan tersebut sering digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan. Sedangkan tingkat kesejahteraan dapat diukur dengan standar batas kemiskinan melalui pendekatan metode perhitungan berdasarkan kriteria BPS (1999) yang diacu Suryanto (2000) yaitu: Tingkat pendapatan tinggi, jika pendapatan per kapita/tahun Rp ,- Tingkat pendapatan sedang, jika pendapatan per kapita/tahun Rp ,- sampai dengan Rp ,- Tingkat pendapatan rendah, jika pendapatan per kapita/tahun Rp ,- PDRB Per kapita adalah Produk Domestik Regional Bruto dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun Analisis Kesesuaian Untuk Pariwisata Pesisir Dalam rangka melakukan analisis kesesuaian pariwisata pesisir maka dilakukan analisis ketersediaan ruang (biocapacity) didasarkan pada kesesuaian lahan yang mendukung pariwisata pesisir dan kesesuaian ruang wisata untuk rekreasi pesisir secara spasial menggunakan konsep evaluasi lahan. Konsep ini didasarkan pada sepuluh parameter untuk wisata pesisir dengan jenis rekreasi yang secara ekologi merupakan prasyarat kelayakan dalam pariwisata pesisir. Teknik

13 49 analisis Sistem Informasi Geografis (SIG), digunakan untuk melihat luas lahan yang sesuai untuk wisata pesisir di kawasan barat Serang, Banten. Dalam menentukan tingkat kesesuaian lahan untuk pariwisata pesisir dilakukan dengan metode skoring dan beberapa parameter serta menggunakan teknik tumpang susun (overlay) bertingkat. Selanjutnya dilakukan perhitungan tingkat kelayakan dengan memberikan bobot pada setiap parameter yang terukur berdasarkan hasil studi pustaka dan informasi dari para pakar dan pengamatan di lapang. Analisis kesesuaian lahan pesisir untuk pariwisata di kawasan pesisir barat Serang dilakukan dengan teknik yang dikemukakan oleh Yulianda (2007). Tahapan analisis tersebut meliputi langkah-langkah sebagai berikut: Pertama, penetapan persyaratan (parameter dan kriteria), pembobotan dan skoring. Nilai masing-masing peruntukkan, dan penetapan persyaratan tidak sama. Parameter yang menentukan diberi bobot terbesar sedang kriteria (batas-batas) yang sesuai diberi skor tertinggi. Kedua, perhitungan nilai peruntukkan lahan. Nilai suatu lahan ditentukan berdasarkan total hasil perkalian bobot (B) dan skor (S) dibagi dengan total nilai bobot-skor dikali 100. Ketiga, pembagian kelas lahan dan nilainya. Keempat, kriteria tidak sesuai untuk wisata pesisir digunakan untuk lahan pemanfaatan. Dalam penelitian ini kelas lahan dibagi dalan empat kelas yang didefinisikan sebagai berikut: Kelas S1 : Sangat Sesuai (Highly Suitable) Pada kelas ini lahan tidak mempunyai pembatas yang serius untuk pengembangan yang diberikan, atau hanya mempunyai pembatas yang tidak secara nyata berpengaruh terhadap kegiatan wisata. Kelas S2 : Sesuai (Moderately Suitable) Pada kelas ini lahan mempunyai pembatas-pembatas yang agak besar untuk mempertahankan tingkat pengembangan yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi aktivitas dan keuntungan dan meningkatkan masukan yang diperlukan. Kelas S3 : Sesuai Bersyarat (Marginally Suitable) Pada kelas ini lahan mempunyai pembatas lebih besar untuk mempertahankan tingkat pengembangan yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi aktivitas wisata atau keuntungan.

14 50 Kelas N : Tidak Sesuai (Not Suitable) Pada kelas ini lahan mempunyai pembatas permanen yang mencegah segala kemungkinan penggunaan lahan wisata yang lestari dalam jangka panjang. Sesuai dengan faktor pembatas dan tingkat keberhasilan yang dimiliki oleh masing-masing lahan, lahan S1 dinilai sebesar %; S2 dinilai sebesar 50-83%; S3 dinilai sebesar 17 50% dan N dinilai sebesar < 17%. Semakin kecil faktor pembatas dan peluang keberhasilan suatu lahan, semakin besar pula nilainya. Pariwisata alam dengan kategori wisata pesisir untuk jenis rekreasi mempertimbangkan sepuluh (10) parameter dengan empat (4) klasifikasi. Parameter kesesuaian wisata pantai kategori rekreasi antara lain; kedalaman perairan, tipe pantai, lebar pantai, material dasar perairan, kecepatan arus, kemiringan pantai, penutupan lahan pantai, biota berbahaya, dan ketersediaan air tawar selanjutnya disajikan pada Tabel 4. Kegiatan wisata yang akan dikembangkan disesuaikan dengan potensi sumberdaya dan peruntukkannya karena kegiatan tersebut memerlukan persyaratan sumberdaya dan lingkungan yang sesuai dengan obyek wisata yang akan dikembangkan. Rumus yang digunakan untuk kesesuaian wisata pesisir adalah sebagai berikut:...(4) (Yulianda, 2007) Keterangan : IKW Ni N maks i n : Indeks Kesesuaian Wisata : Nilai parameter ke-i (Bobot x Skor) : Nilai maksimum dari suatu kategori wisata : Parameter kesesuaian : Jumlah jenis parameter

15 51 Tabel 4 Matrik Kesesuaian Lahan Untuk Wisata Pesisir Kategori Rekreasi No Parameter Bobot Kategori (SI) Skor Kategori (S2) Skor Kategori (S3) Skor Kategori (N) Skor 1 Kedalaman perairan(m) >3, > Tipe pantai Pasir putih Pasir hitam Lumpur, 5 Pasir sedikit 2 berkarang 1 berbatu, putih 3 karang sedikit terjal terjal 0 3 Lebar pantai 5 > >10 1 < 3 0 (m) 4 Material dasar peraian 5 Kecepatan arus(m/dt) 6 Kemiringan pantai(0) 7 Kecerahan perairan(m 8 9 Penutupan Lahan pantai 1 Biota berbahaya 10 Ketersedian air tawar (jarak/ km) Sumber: Yulianda Pasir 3 Karang berpasir 2 Pasir berlumpur 1 Lumpur ,17 3 0,17-0,34 2 0,34-0,51 1 >0, < > > >10 3 > < 2 0 Kelapa, Lahan terbuka 1 Tidak ada 1 <0,5 (km) 3 Semak belukar,re ndah savanna 3 Bulu babi 2 3 <0,5-1 (km) 2 Belukar tinggi Bulu babi,ikan pari 1 1 Hutan bakau, pemuki man Bulu babi, ikan pari, lepu, hiu 2 >1-2 1 > Keterangan : Nilai maksimum : 156 S1 : Sangat Sesuai, dengan nilai % S2 : Sesuai, dengan nilai 50-83% S3 : Sesuai Bersyarat, dengan nilai 17 50% N : Tidak Sesuai, dengan nilai < 17%

16 Analisis Daya Dukung untuk Pariwisata Pesisir Analisis daya dukung (carrying capacity) kawasan untuk kegiatan pariwisata merupakan suatu metode untuk mengetahui kemampuan kawasan untuk menerima sejumlah wisatawan untuk melakukan pariwisata. Metode yang digunakan untuk menghitung daya dukung pengembangan wisata alam dengan menggunakan konsep Daya Dukung Kawasan (DDK). DDK adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia, (Yulianda 2007). Perhitungan daya dukung kawasan dengan rumus sebagai berikut:......(5) (Yulianda, 2007) Keterangan : DDK : Daya dukung kawasan wisata (orang/hari) K : Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area Lp : Luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan Lt : Unit area untuk kategori tertentu (50 m) Wt : Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu hari Wp : Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu. Potensi ekologis pengunjung ditentukan oleh kondisi sumberdaya dan jenis kegiatan yang akan dikembangkan. Luas suatu area yang dapat digunakan oleh pengunjung mempertimbangkan kemampuan alam mentolerir pengunjung sehingga kelestarian alam tetap terjaga seperti yang disajikan pada Tabel 5 sebagai berikut:

17 53 (Jumlah PPengunjung) Area (Lt) Rekreasi m 1 orang setiap 50 m panjang pantai Wisata Olah m 1 orang setiap 50 m panjang Raga pantai Sumber: Yulianda 2007 Waktu kegiatan pengunjung (Wp) dihitung berdasarkan lamanya waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk melakukan suatu kegiatan wisata. Waktu pengunjung diperhitungkan dengan waktu yang disediakan untuk kawasan (Wt). Waktu kawasan adalah lama waktu area dibuka dalam satu hari, rata-rata waktu kerja sekitar 8 jam per hari (dari jam ) selanjutnya prediksi waktu untuk setiap kegiatan disajikan pada Tabel 6 sebagai berikut: Tabel 6 Prediksi Waktu Yang Dibutuhkan Untuk Setiap Kegiatan Wisata No Kegiatan Sumber: Yulianda 2007 Waktu yang di butuhkan Wp (jam) Total waktu 1 hari Wt (jam) 1 Berenang Berperahu Berjemur Rekreasi pantai Olah raga air Memancing Ecological Footprint Analysis (EFA) Pendekatan ecological footprint digunakan untuk mengestimasi daya dukung ekologis untuk kegiatan pariwisata berkelanjutan. Pengaruh fisik dalam perhitungan difokuskan pada ketersediaan areal yang diperkenalkan oleh Wackernagel dan Rees (1996) dan secara umum direferensikan untuk ecological footprint (Hubacek dan Giljum. 2002). Wackernagel dan Rees (1996), ecological footprint didefinisikan sebagai total lahan yang dibutuhkan untuk mendukung suatu populasi dengan spesifik lifestyle dan pemberian teknologi terhadap kebutuhan ruang dan mengabsorbsi semua buangan dan emisi dalam kurun waktu tertentu.

18 54 Adrianto (2006) menambahkan ecological footprint merupakan suatu konsep daya dukung dengan memperhatikan tingkat konsumsi masyarakat, sehingga perbandingan ketersediaan areal untuk populasi di suatu wilayah dengan ketersediaan ecological capacity, defisit atau surplus keberlanjutan dapat dikuantitatifkan. Analisis carrying capacity dilakukan dengan menggunakan pendekatan ecological footprint, dimana menurut Hubacek dan Giljum (2002) perhitungan ecological footprint adalah bagian dari kategori areal built-up dan kesesuaian areal langsung untuk infrastruktur, bukan pada dasar penggunaan areal aktual tetapi diawali dengan konsumsi sumberdaya oleh suatu populasi yang spesifik dalam unit massa. Metode ecological footprint sudah berkembang di negara lain dalam menilai daya dukung suatu kawasan. Namun demikian belum banyak lembaga yang menerapkan pendekatan untuk mengembangkan aktivitas terkait dengan suatu rencana pengembangan. Ekologi footprint menekankan pada penilaian kemampuan untuk menganalisis tingkat produktivitas kawasan, dan kapasitas daya dukung yang bisa di tampung untuk tetap bertahan (Moffat et al. 2000). Dalam analisis pengembangan kawasan wisata, digunakan konsep ecological footprint model Haberl s sebagai model dasar perhitungan ecological footprint (Haberl et al. 2001). Formula Ecological Footprint Analysis dinyatakan sebagai berikut:...(6) (Adrianto, 2006) Keterangan : EF ij DE ij IM ij EX ij Ylok ij Yreg ij : Ecological Footprint untuk kegiatan wisata (ha/kapita) : Ruang yang diperlukan untuk kegiatan wisata ke-i (ha/kapita) : Produksi wisata di impor dari tempat lain (ha) : Jenis wisata yang di ekspor ke tempat lain (ha) : Produktivitas jenis ruang yang diperlukan untuk kegiatan wisata ke-i (ha) : Produktivitas jenis ruang untuk wisata ke-i (ha)

19 55 Menurut Lenzen dan Murray (2001), sumberdaya pariwisata pesisir termasuk dalam tipe taman dan perkebunan asli sehingga faktor pembobotan areal potensinya sebesar Secara rinci faktor pembobotan areal menurut tipe lahan disajikan pada Tabel 7 sebagai berikut: Tabel 7 Faktor Pembobotan Areal Menurut Tipe Lahan No Tipe Lahan Faktor Pembobotan 11 Gedung, pemukiman Padang rumput atau daratan Padang rumput dan perkebunan buatan Taman dan perkebunan asli Padang rumput kering 0.20 Sumber: Lenzen dan Murray, 2001 Selanjutnya, pemanfaatan sumberdaya secara optimal tercapai apabila nilai ecological footprint sama dengan kapasitas biologi (biocapacity/bc) dari sumberdaya alam yang di analisis. Sementara itu biocapacity dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Lenzen dan Murray 2001). Keterangan : BC lok A k YF : Biocapacity (ha/kapita) : Luas lahan wisata kategori ke k (ha) : Yield faktor land cover kategori ke k...(7) (Lenzen & Murray,2001) Lebih lanjut untuk mengestimasi daya dukung untuk kegiatan pariwisata pesisir berkelanjutan melalui pendekatan ecological footprint yaitu dengan membandingkan nilai biocapacity dari pariwisata dengan nilai ecological footprint dari pariwisata tersebut. Hasil yang diperoleh berupa besaran parameter ha/kapita yang berarti kemampuan lingkungan dan ruang secara total dapat menghidupi

20 56 perkapita tersebut secara berkelanjutan jika potensi yang ada dimanfaatkan secara optimal. Menurut Wilson dan Anielski (2005), pemanfaatan ruang untuk memenuhi kebutuhan hidup memberikan dampak ekologis. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat keberlanjutan dalam pemanfaatan ruang melalui pendekatan ecological footprint. Keberlanjutan dalam konteks ini, berarti untuk mencapai hidup yang memuaskan tanpa melampaui kapasitas regeneratif suatu lingkungan dan luasan bumi yang produktif secara biologis (Ludvianto, 2001). Selanjutnya Adrianto (2006) menyebutkan bahwa pendekatan ecological footprint merupakan suatu konsep daya dukung dengan memperhatikan tingkat konsumsi populasi, dimana perbedaan kebutuhan areal dengan ketersediaan ecological capacity dapat menunjukkan overshoot atau undershoot terhadap pemanfaatan ruang. Untuk mengestimasi daya dukung ruang ekologi untuk pengembangan pariwisata pesisir didasarkan pada perbedaan tingkat kebutuhan ruang (EF) terhadap ketersediaan ruang (BC) yang sesuai untuk pariwisata pesisir yang berkelanjutan. Jika nilai EF > BC maka disebut overshoot dimana tingkat kebutuhan ruang telah melebihi kemampuan ruang untuk mendukung pariwisata pesisir, demikian pula sebaliknya jika nilai EF < BC maka disebut undershoot (Schaefer et.al. 2006). Analisis daya dukung ruang pembanding dalam penelitian ini menggunakan pendekatan ecological footprint berdasarkan kebutuhan ruang ekologi untuk pengembangan pariwisata dimana perhitungan ecological footprint didasarkan tingkat kebutuhan pariwisata terhadap biocapacity yang didasarkan pada ketersediaan ruang yang secara ekologi mendukung pariwisata (Adrianto 2006). Lebih lanjut dalam menyajikan tampilan peta penentuan posisi dan luasan ruang kawasan Anyer-Cinangka diperlukan beberapa batasan dari kriteria ekologi, sosial dan ekonomi serta partisipasi masyarakat sekitar. Suatu lokasi yang telah memenuhi syarat nilai kisaran dari batasan ketiga kriteria yang ditentukan akan ditetapkan, bila tidak akan ditetapkan untuk zona lain atau pemanfaatan. Analisis tabular dilakukan untuk mencari suatu posisi atau luasan tertentu dimuka bumi dengan memasukkan kriteria yang dipersyaratkan. Kriteria kesesuaian lahan untuk pembagian lahan. Kawasan pantai barat Serang dibandingkan dengan

21 57 peta komposit sehingga mendapatkan peta pembagian zona pada Gambar 7. Berdasarkan hal itu, kriteria yang digunakan untuk menentukan ruang dalam lahan yang sesuai dengan potensi supply adalah: 1. Keanekaragaman: jumlah, kepadatan, penyebaran ekosistem. 2. Kekhasan: fungsi ekologis, lahan pariwisata. 3. Keterwakilan: mewakili nilai keanekaragaman hayati, kekhasan dan kelangkaan. Kriteria yang digunakan untuk menentukan lahan sesuai potensi demand adalah: 1. Kependudukan: kepadatan penduduk, tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan masyarakat. 2. Wisatawan: jumlah, tujuan, tingkat persepsi. 3. Prasarana dan sarana: jumlah dan penyebaran. Analisis keruangan dalam penelitian ini menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan bantuan metode Arc/View 3.3 yaitu sistem informasi spasial dengan mengunakan komputer yang melibatkan perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), pemakaian data-data yang mempunyai fungsi pokok untuk menyimpan, memperbaharui, menganalisa dan menyajikan kembali semua bentuk informasi spasial. Dalam proses penyusunan kesesuaian lahan wisata untuk wilayah pesisir barat Serang, Banten dilakukan dengan cara tiga tahap yaitu: koleksi data seperti mengumpulkan data primer dan data sekunder. analisis data seperti hasil survei lapangan, peta dasar, kriteria zonasi ekologi, ekonomi, sosial dan kelembagaan serta kriteria kesesuaian dan daya dukung dijadikan basis data. Sehingga terbentuk peta tematik 1, peta tematik 2 dan peta tematik 3, kemudian di tumpangsusunkan atau overlay peta. sintesis merupakan hasil analisis tabular berupa peta kesesuaian wisata Kecamatan Anyer dan Kecamatan Cinangka. Secara rinci proses penyusunan peta kesesuaian wisata tersebut disajikan pada Gambar 7. Salah satu kemampuan SIG adalah tersedianya teknik tumpang susun (overlay). Pada analisis ini komponen keruangan seperti biofisik dan sosial ekonomi budaya dapat dirumuskan berdasarkan ahli terkait. Masing-masing

22 58 komponen keruangan dijadikan peta tematik, kemudian di overlay-kan untuk mendapatkan peta komposit. Analisis tabular dilakukan untuk mencari suatu posisi atau luaran tertentu dimuka bumi dengan memasukkan kriteria yang dipersyaratkan. Kriteria kesesuaian lahan dan daya dukung yang digunakan dalam pembagian zonasi kawasan pesisir barat Serang Banten yang disajikan dalam bentuk peta kesesuaian wisata. KAWASAN PANTAI BARAT SERANG, BANTEN DATA PRIMER DATA DATA COLECTION SURVEI BASIS DATA PETA DASAR ANALISIS KRITERIA EKOLOGI, SOSIAL,EKONOMI KRITERIA PETA TEMATIK 1 PETA TEMATIK 2 PETA TEMATIK SINTHESIS OVERLAY PETA PETA KOMPOSIT ANALISIS TABULAR DAN SPASIAL PETA KESESUAIAN KAWASAN PANTAI BARAT SERANG,BANTEN

23 59 Gambar 7 Proses Penyusunan Peta Kesesuaian Wisata di Wilayah Pesisir Barat Kabupaten Serang Analisis Input-Output Model input-output dalam tabel input-output dijabarkan bagaimana output suatu sektor pariwisata tergantung pada output sektor lainnya. Selanjutnya, untuk keperluan analisis model ini disederhanakan ke dalam ukuran matrik N x N sektor. Model ini kemudian dikembangkan dengan memasukkan faktor fisik berupa input sumberdaya yang digunakan oleh sektor ekonomi dan eksternalitas yang timbul terhadap lingkungan sebagai akibat dari kegiatan tersebut. Keterkaitan pertumbuhan ekonomi dengan sektor pariwisata maka studi ini dianalisis melalui Model Input-Output. Selanjutnya untuk keperluan analisis model ini disederhanakan ke dalam ukuran matrik 5X5 sektor. Model ini kemudian dikembangkan dengan memasukkan faktor fisik berupa input sumberdaya alam yang digunakan oleh sektor ekonomi dan eksternalitas yang timbul terhadap lingkungan sebagai akibat dari kegiatan tersebut. a. Keterkaitan Langsung ke Belakang (Direct backward linkages) Keterkaitan langsung ke belakang menunjukkan keterkaitan suatu sektor tertentu terhadap sektor kegiatan yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total. Keterkaitan langsung ke belakang suatu sektor ke-j merupakan penjumlahan suatu kolom ke-j dalam matrik koefisien teknis. Persamaan untuk mencari keterkaitan langsung ke belakang sebagai berikut: n i=1 n FB = =.(8) X j i=1

24 60 (Budiharsono, 2005) Keterangan : FB X ij X j : keterkaitan langsung ke belakang (Direct backward linkages) : banyaknya output sektor i yang digunakan oleh sektor j : total output sektor j a ij : unsur matriks koefisien teknis b. Keterkaitan Langsung ke Depan (Direct forward linkages) Keterkaitan langsung ke depan menunjukkan keterkaitan suatu sektor tertentu terhadap sektor kegiatan yang menggunakan sebagian output sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total. Keterkaitan langsung ke depan suatu sektor ke-i merupakan penjumlahan suatu baris ke-i dalam matriks koefisien teknis. Keterkaitan tipe ini dirumuskan dalam persamaan sebagai berikut: FD = n Xij = (9) X i j=1 (Budiharsono, 2005) Keterangan : FD X ij X i : keterkaitan langsung ke depan (Direct forward linkages) : banyaknya output sektor i yang digunakan oleh sektor j : total output sektor i a ij : unsur matriks koefisien teknis c. Daya Penyebaran Analisis ini diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk meningkatkan kemampuan industri hulunya. Sektor ini dikatakan mempunyai kaitan ke belakang yang tinggi jika daya penyebarannya (Bd j ) mempunyai nilai lebih besar dari satu atau di atas rata-rata sektor secara keseluruhan. Secara matematis analisis ini dapat dinyatakan sebagai berikut: n

25 61 Bd j = n i=1 n n i=1 j=1..(10) (Budiharsono, 2005) Keterangan: Bd j : koefisien penyebaran sektor j C ij : unsur matriks kebalikan leontief terbuka d. Derajad Kepekaan Analisis ini diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor lain yang memakai input dari sektor ini. Sektor yang dikatakan mempunyai kepekaan penyebaran yang tinggi apabila nilai derajad kepekaannya (Fd i ) lebih besar dari satu atau di atas rata-rata sektor secara keseluruhan. Secara matematik analisis ini dinyatakan sebagai berikut: n n j=1 n n (11) i= 1 j=1 Keterangan : (Budiharsono, 2005) Fd i : kepekaan penyebaran sektor i e. Pengganda Pendapatan Tipe I (Income Multiplier) Dampak ekonomi berupa pendapatan dari pengembangan pariwisata pesisir di analisis dengan menggunakan analisis income multiplier. Untuk mendapatkan informasi besaran parameter pengganda pendapatan sederhana (Simple Income Multiplier) digunakan rumus sebagai berikut: MI j = n an+i,1. C ij i=1 an+1, j (12)

26 62 (Budiharsono, 2005) Keterangan : MI j : pengganda pendapatan tipe I sektor j C ij : unsur matriks kebalikan leontief = (I A) -1 a n+1,j : koefisien input gaji/upah rumah tangga sektor j f. Pengganda Tenaga Kerja Tipe I (Employment Multiplier) Dampak ekonomi berupa kesempatan kerja dari pengembangan pariwisata dianalisis dengan menggunakan analisis employment multiplier. Sebelum mendapatkan informasi besaran parameter pengganda tenaga kerja, terlebih dahulu harus diperoleh informasi besaran parameter koefisien tenaga kerja (employment coefficient) yang merupakan suatu bilangan yang menunjukkan besarnya jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk menghasilkan satu unit keluaran (output). Sesuai dengan pengertian ini maka koefisien tenaga kerja dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: n W,. C i=1 MLI j = W, (13), ( Budiharsono, 2005) Keterangan : MLI j W W n+1,i W n+1,j X i L i : pengganda tenaga kerja tipe I sektor j : vektor baris koefisien tenaga kerja (orang/satuan rupiah) : koefisien tenaga kerja sektor ke i (orang/satuan rupiah) : koefisien tenaga kerja sektor ke j (orang/satuan rupiah) : total output (orang/satuan rupiah) : komponen tenaga kerja sektor ke i

27 63 C ij : unsur matriks kebalikan Leontief Nilai dari koefisien input ekonomi digunakan untuk menganalisis besarnya nilai keterkaitan langsung (direct linkages) ke belakang dan ke depan. Selanjutnya, nilai matrik kebalikan Leontief (1966) terbuka selain digunakan untuk menentukan besarnya nilai keterkaitan langsung ke belakang dan ke depan, dapat juga dimanfaatkan untuk menganalisis besarnya indeks daya penyebaran dan derajat kepekaan serta income multiplier dan employment multiplier dan pengganda air bersih. Kegunaan analisis keterkaitan antar sektor, indeks daya penyebaran dan derajat kepekaan, selain dapat melihat interaksi antar sektor akan dapat menentukan sektor andalan, potensial, jenuh atau kurang berkembang Analisis Pemodelan Dinamik Pemodelan sistem yang akan dilakukan meliputi sub-sub model sebagai berikut: (a) sub model ekologi yang terdiri dari lahan wisata dan daya dukung serta kesesuaian wisata; ( b) sub model sosial yang terdiri dari jumlah tenaga kerja; (c) sub model ekonomi terdiri dari lima sektor Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) wilayah pesisir barat Serang antara lain adalah sektor pariwisata, sektor jasa, sektor perdagangan, sektor industri, sektor pertanian. Analisis ini dilakukan dengan pendekatan analisis sistem, dengan menggunakan bantuan perangkat lunak komputer Stella Vs Melalui sistem ini, akan dibangun model kerangka makro dari industri pariwisata, model dasar/eksisting dari tahun kemudian dilanjutkan waktu simulasi selama 20 tahun ( ) ke depan dengan berbagai simulasi yang dibutuhkan Submodel Ekologi Model ekologi wilayah pesisir barat Serang yang terdiri atas lahan satu level yaitu kawasan pesisir barat Serang (Kecamatan Anyer dan Cinangka). Level ini dibangkitkan oleh alokasi tipe A dengan luasan 48 m 2, tipe B dengan luasan 100 m 2 dan tipe C dengan luasan 115 m 2 lahan pariwisata berdasarkan tingkat

28 64 kesesuaian kawasan. Dengan asumsi bahwa tidak terjadi penambahan alokasi lahan pariwisata sehingga perubahan yang terjadi disebabkan oleh lahan pariwisata terpakai. Untuk kebutuhan pemukiman dan fasilitas pariwisata yang secara kumulatif mencemari kawasan, serta kandungan fisik lainnya berupa benda-benda terapung. Sub model ekologi berinteraksi antar muka (interface) dengan submodel penduduk/sosial dan submodel ekonomi, melalui level peduduk dan konventer biaya investasi. Penduduk dapat mempengaruhi tingkat penyusutan kawasan Anyer dan Cinangka melalui prediksi limbah domestik serta limbah wisata yang dapat mencemari lingkungan. Sedang biaya rencana investasi diprediksi dapat mempengaruhi penyusutan kawasan pesisir pantai Barat Serang melalui mekanisme pemulihan kondisi lingkungan. Semakin kecil biaya pengeluaran untuk proses purifikasi limbah, maka diprediksi dapat menganggu ekosistem lingkungan. Secara diagramatis struktur submodel ekologi disajikan pada Lampiran Submodel Ekonomi Analisis data pada submodel ekonomi industri pariwisata dilakukan penilaian ekonomi sektor Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) terhadap kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Serang dalam pengembangan wisata pesisir dengan kategori rekreasi. Pendekatan analisis yang dilakukan ádalah analisis input-output ekonomi sektor pendapatan seperti pendapatan pariwisata, pendapatan per kapita, daya dukung, investasi pariwisata dan produktvitas tenaga kerja. Analisis deksriptif digunakan untuk menelaah kekuatan struktur dari pengembangan pariwisata pesisir terhadap struktur permintaan dan penawaran, struktur permintaan dan struktur input primer, dengan cara mendeskripsikan angkaangka pada tabel PDRB Kabupaten Serang tahun Interaksi antar sektor di analisis dengan menggunakan analisis keterkaitan sektor. Keterkaitan sektor pariwisata dengan sektor industri, sektor jasa, sektor perdagangan, dan sektor pertanian, kegiatan lainnya di analisis, baik sektor penyedia input maupun sektor yang menggunakan output dari sektor pariwisata dengan menggunakan analisis keterkaitan (linkages), baik secara langsung (direct) ke belakang dan ke depan, maupun secara tidak langsung (indirect) ke belakang dan ke depan.

29 65 Tabel transaksi Provinsi Banten yang diterbitkan (BPS, 2006) menunjukkan hubungan saling berkaitan antara sektor yang satu dengan sektor yang lainnya. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai analisis tabel input-output terlebih dahulu harus ditentukan koefisien input, karena koefisien input merupakan nilai yang sangat fundamental untuk merumuskan berbagai formulasi analisis yang merupakan manfaat dari tabel input-output. Nilai dari koefisien input pariwisata digunakan untuk menganalisis besarnya nilai keterkaitan langsung (direct linkages) ke belakang dan ke depan. Selanjutnya, nilai matrik kebalikan Leontief selain digunakan untuk menentukan besarnya nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung (direct and indirect linkages) ke belakang dan ke depan. Dua level diantaranya merupakan interaksi interface submodel sosial/penduduk dan submodel ekologi, yaitu populasi penduduk kawasan Anyer dan Cinangka. Interaksi interface lainnya melalui konventor-konventor konversi lahan. Submodel penduduk dapat mempengaruhi submodel ekonomi, baik sebagai input maupun sebagai output. Melalui jumlah pengunjung submodel penduduk dapat mempengaruhi input usaha pariwisata yang selanjutnya dapat mempengaruhi tingkat manfaat atau penerimaan pengusaha wisata. Sebagai output pengusaha wisata submodel penduduk dapat mempengaruhi biaya rencana pengelolaan lingkungan atau eksternalitas sebagai akibat limbah wisata yang dihasilkannya. Demikian juga halnya luas lahan dapat mempengaruhi sisi input dan output usaha pariwisata melalui manfaat eksternalitas serta investasi. Manfaat skenario baru merupakan hasil konversi pada lahan pemanfaatan untuk berbagai fasilitas pendudung pariwisata diantaranya Hotel, Villa atau Home Stay, kios serta prasarana dan sarana lainnya. Selain itu juga dipengaruhi oleh tingkat distribusi pengunjung yang dibangkitkan oleh submodel penduduk serta variabel kunjungan wisata mancanegara dan wisata domestik. Tujuan dibangunnya struktur model usaha pariwisata ini adalah untuk melihat sejauh mana interaksi antar submodel mempengaruhi kelayakan investasi di bidang pariwisata. Selain itu dapat dilihat seberapa besar share diterapkannya kebijakan pengembangan lahan dapat mempengaruhi aktivitas produksi perekonomian daerah. Dalam jangka panjang pengembangan wilayah pesisir barat Serang dapat mandiri secara ekonomi, sehingga dapat memberikan sumbangsih

30 66 terhadap pendapatan daerah setempat. Komponen submodel ekonomi disajikan pada Lampiran Submodel Sosial Analisis data pada submodel sosial/penduduk dilakukan dengan mengkompilasi data-data demografi yang ada. Beberapa fraksi yang mempengaruhi level maupun konventer digunakan berdasarkan referensi mutakhir yang umum yang dipakai, sehingga diperoleh kecenderungan submodel penduduk yang logis. Pertumbuhan penduduk merupakan keseimbangan dinamis di antara kekuatankekuatan yang menambah dan kekuatan-kekuatan yang mengurangi jumlah penduduk. Dalam penelitian ini data-data yang diperlukan diantaranya pertumbuhan penduduk, laju fertilitas, laju mortalitas, investasi, tenaga kerja sektor tersier, serta peluang kesempatan kerja. Laju fertilitas diukur berdasarkan pembagian jumlah kejadian dengan penduduk yang menanggung resiko melahirkan (exposed to risk). Fertilitas dari suatu kelompok penduduk atau berbagai kelompok penduduk untuk jangka waktu satu tahun disebut current fertility (Hatmadji, 1981). Mortalitas atau kematian merupakan salah satu diantara dua komponen demografi yang dapat mempengaruhi perubahan penduduk (Utomo, 1981). Dua komponen lainnya adalah fertilitas dan mortalitas sangat diperlukan untuk proyeksi penduduk guna perencanaan pembangunan. Analisis penduduk secara regional sangat penting untuk ditelaah secara khusus mengingat adanya densitas (kepadatan) dan distribusi penduduk yang tidak merata, di lain pihak komunikasi termasuk transportasi semakin lancar (Munir, 1981). Reit partisipasi angkatan kerja dapat dinyatakan sebagai jumlah penduduk yang tergolong angkatan kerja per 100 penduduk usia kerja. Jika usia kerja didefinisikan sebagai penduduk usia tahun. Jumlah penduduk yang bekerja biasanya dipandang mencerminkan jumlah kesempatan kerja yang ada (Rusli, 1982). Proyeksi kesempatan kerja pada penelitian ini dihitung berdasarkan penyerapan kerja langsung pada berbagai bidang yang akan dikembangkan. Sedangkan kesempatan kerja tidak langsung dihitung berdasarkan rasio antara kontribusi (share) pengusahaan. Kawasan Anyer-Cinangka

31 67 terhadap nilai investasi per tenaga kerja sektor tersier yang berlaku di wilayah tersebut. Kontribusi pengusahaan industri wisata di Anyer-Cinangka dapat dihitung berdasarkan jumlah pajak penghasilan yang dikeluarkan dalam setiap tahunnya. Struktur submodel sosial dalam hal ini penduduk merupakan suatu sistem yang terdiri dari dua level yakni tenaga kerja awal sebesar orang dan jumlah penduduk/populasinya ditentukan oleh laju natalitas dan laju mortalitas. Diasumsikan bahwa laju mortalitas sudah memperhatikan kemungkinan bahwa pencemaran akan berpengaruh pada umur perkiraan penduduk sehingga mempengaruhi laju mortalitas. Populasi penduduk dibangkitkan dari angka harapan hidup dengan fraksi kelahiran, fraksi kelahiran dan harapan hidup dipengaruhi oleh rasio pendapatan per kapita sehingga efek dari rasio per kapita terhadap harapan hidup adalah semakin besarnya rasio pendapatan yang akan diikuti oleh meningkatnya angka harapan hidup. Sementara semakin kecil pendapatan per kapita maka angka kelahiran akan kecil dan sebaliknya. Dari bangkitan itu akan diperoleh trend penambahan penduduk serta perkiraan penduduk dalam kurun simulasi (20 tahun ke depan) yang dikehendaki. Jumlah populasi sangat menentukan tingkat pendapatan per kapita, karena hal ini merupakan rasio antara Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sektor dengan jumlah populasi. Disini ada interaksi antar submodel (interface) dengan submodel ekonomi melalui konventer Produk Domestik Regional Bruto. Tingkat PDRB sektor dibangkitkan oleh Produk Domestik Regional Bruto sektor pariwisata dan sektor lain yang dipengaruhi oleh fraksi value added (nilai tambah). Tingkat Produk Domestik Regional Bruto sektor dapat mencerminkan tingkat aktivitas perekonomian suatu wilayah, oleh karenanya Produk Domestik Regional Bruto secara tidak langsung dapat mempengaruhi laju pendapatan daerah. Sementara itu tingkat Produk Domestik Bruto suatu wilayah merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh aktivitas produksi di dalam perekonomian. Dalam pemodelan ini diringkas menjadi penjumlahan antara Produk Domestik Regional Bruto pariwisata dan Produk Domestik Regional Bruto lainnya. Tujuannya adalah agar konstribusi sektor pariwisata dapat terlihat signifikan terhadap Produk Domestik Regional Bruto. Secara diagramatis struktur submodel sosial disajikan pada Lampiran 3.

6 ANALISIS PEMODELAN PENGEMBANGAN PARIWISATA YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN

6 ANALISIS PEMODELAN PENGEMBANGAN PARIWISATA YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN 6 ANALISIS PEMODELAN PENGEMBANGAN PARIWISATA YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN 6. Analisis Input-Output 6.. Analisis Keterkaitan Keterkaitan aktivitas antar

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan

3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 14 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kawasan Pantai Lampuuk Kabupaten Aceh Besar, Provinsi NAD. Secara geografis Kabupaten Aceh Besar terletak pada 5,2º-5,8º

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Lombok Barat-Propinsi Nusa Tenggara Barat, yaitu di kawasan pesisir Kecamatan Sekotong bagian utara, tepatnya di Desa Sekotong

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan

3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 13 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kawasan Pantai Santolo, Kabupaten Garut. Pantai Santolo yang menjadi objek penelitian secara administratif berada di dua

Lebih terperinci

7 ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA PESISIR YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN

7 ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA PESISIR YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN 7 ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA PESISIR YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN Berdasarkan analisis data dan informasi yang telah dilakukan, analisis

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan pulau pulau kecil merupakan arah kebijakan baru nasional dibidang kelautan. Berawal dari munculnya Peraturan Presiden No. 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian ini dilakukan selama 3 bulan terhitung sejak

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian ini dilakukan selama 3 bulan terhitung sejak 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Waktu pelaksanaan penelitian ini dilakukan selama 3 bulan terhitung sejak bulan eptember sampai Desember 2013. Penelitian ini bertempat

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian METODOLOGI. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini terdiri dari tahapan, yakni dilaksanakan pada bulan Agustus 0 untuk survey data awal dan pada bulan FebruariMaret 0 pengambilan data lapangan dan

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 17 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan Pulau Hari Kecamatan Laonti Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara. Lokasi penelitian ditentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan, yang memiliki potensi besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian besar bertempat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya,

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya, dan teknologi, sehingga keadaan ini menjadi sebuah perhatian yang besar dari para

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan hipotesis, melainkan hanya mendeskripsikan

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU Urip Rahmani 1), Riena F Telussa 2), Amirullah 3) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan USNI Email: urip_rahmani@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah. Olehkarenanya, sektor ini menjadi sangat potensial untuk dikembangkan

TINJAUAN PUSTAKA. Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah. Olehkarenanya, sektor ini menjadi sangat potensial untuk dikembangkan TINJAUAN PUSTAKA Pariwisata dan Ekowisata Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah memilikikontribusi ekonomi yang cukup penting bagi kegiatan pembangunan. Olehkarenanya, sektor ini

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di kawasan pesisir Nuhuroa yaitu kawasan pesisir Kecamatan Kei Kecil dan Kecamatan Dullah Utara (Tabel 1). Tabel 1 Lokasi Penelitian di

Lebih terperinci

Jenis data Indikator Pengamatan Unit Sumber Kegunaan

Jenis data Indikator Pengamatan Unit Sumber Kegunaan 31 BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di lanskap wisata TNB, Sulawesi Utara tepatnya di Pulau Bunaken, yang terletak di utara Pulau Sulawesi, Indonesia. Pulau

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1 Lokasi penelitian.

III. METODOLOGI. Gambar 1 Lokasi penelitian. III. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan di kota Sibolga yang terletak di tepi pantai barat pulau Sumatera bagian Utara di Teluk Tapian Nauli, + 350 km Selatan kota

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, sehingga dapat disimpulkan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan BAB I BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari 17.000 pulau dan wilayah pantai sepanjang 80.000 km atau dua kali keliling bumi melalui khatulistiwa.

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya 1 Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya PENDAHULUAN Wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara daratan dan lautan, karenanya wilayah ini merupakan suatu

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan 60 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang

Lebih terperinci

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL SUKANDAR, IR, MP, IPM (081334773989/cak.kdr@gmail.com) Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Sebagai DaerahPeralihan antara Daratan dan Laut 12 mil laut

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang... DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... x xiii xv xvi I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 5 1.3.Tujuan dan Kegunaan Penelitian...

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian berlokasi di Gili Air, Gili Meno dan Gili Trawangan yang berada di kawasan Taman Wisata Perairan Gili Matra, Desa Gili Indah,

Lebih terperinci

Bab 4 Hasil Dan Pembahasan

Bab 4 Hasil Dan Pembahasan Bab 4 Hasil Dan Pembahasan 4.1. Potensi Sumberdaya Lahan Pesisir Potensi sumberdaya lahan pesisir di Kepulauan Padaido dibedakan atas 3 tipe. Pertama adalah lahan daratan (pulau). Pada pulau-pulau berpenduduk,

Lebih terperinci

ANALISIS PROYEKSI SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI MALUKU UTARA. Abstract

ANALISIS PROYEKSI SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI MALUKU UTARA. Abstract ANALISIS PROYEKSI SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI MALUKU UTARA Disusun oleh : Karmila Ibrahim Dosen Fakultas Pertanian Universitas Khairun Abstract Analisis LQ Sektor pertanian, subsektor tanaman pangan,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Input-Output Integrasi ekonomi yang menyeluruh dan berkesinambungan di antar semua sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 38 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan memilih lokasi Kota Cirebon. Hal tersebut karena Kota Cirebon merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa

Lebih terperinci

Tahap II. Penilaian/ pembobotan Kriteria Penilaian Daya Dukung Lingkungan dalam Rangka Pengembangan Kawasan Wisata Alam

Tahap II. Penilaian/ pembobotan Kriteria Penilaian Daya Dukung Lingkungan dalam Rangka Pengembangan Kawasan Wisata Alam Tahap II. Penilaian/ pembobotan Kriteria Penilaian Daya Dukung Lingkungan dalam Rangka Pengembangan Kawasan Wisata Alam Untuk penentuan prioritas kriteria dilakukan dengan memberikan penilaian atau bobot

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermukim pun beragam. Besarnya jumlah kota pesisir di Indonesia merupakan hal

BAB I PENDAHULUAN. bermukim pun beragam. Besarnya jumlah kota pesisir di Indonesia merupakan hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semenjak abad ke-18, pertumbuhan penduduk di dunia meningkat dengan tajam. Lahan lahan dengan potensi untuk dipergunakan sebagai tempat bermukim pun beragam. Besarnya

Lebih terperinci

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan KERANGKA PEMIKIRAN Dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu konsep pengelolaan dan konservasi berbasis sumberdaya alam serta orientasi perubahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia kaya dan beranekaragam sumberdaya alam. Satu diantara sumberdaya alam di wilayah pesisir adalah ekosistem mangrove. Ekosistem mangrove merupakan ekosistem

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 45 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kabupaten Sambas dengan fokus lokasi penelitian pada kawasan pesisir kecamatan Paloh propinsi Kalimantan Barat

Lebih terperinci

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010 KRITERIA KAWASAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010 PENETAPAN FUNGSI KAWASAN Tiga kriteria konservasi bagi perlindungan jenis dan komunitas: Kekhasan Perlindungan, Pengawetan & Pemanfaatan Keterancaman

Lebih terperinci

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 TABEL INPUT OUTPUT Tabel Input-Output (Tabel I-O) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 14 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI Kegiatan penelitian ini dilakukan di Pusat Kota Banda Aceh yang berada di Kecamatan Baiturrahman, tepatnya mencakup tiga kampung, yaitu Kampung Baru,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir pulau kecil pada umumnya memiliki panorama yang indah untuk dapat dijadikan sebagai obyek wisata yang menarik dan menguntungkan, seperti pantai pasir putih, ekosistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang diperkirakan memiliki kurang lebih 17 504 pulau (DKP 2007), dan sebagian besar diantaranya adalah pulau-pulau kecil

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 27 III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Kerangka Pemikiran Kebutuhan untuk menggunakan I-O Regional dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi NTT semakin terasa penting jika dikaitkan dengan pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan di laut yang saling berinteraksi sehingga

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tourism Center adalah 10,1%. Jumlah tersebut setara dengan US$ 67 miliar,

I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tourism Center adalah 10,1%. Jumlah tersebut setara dengan US$ 67 miliar, 34 I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, yang memiliki sekitar 17.504 pulau, dengan panjang garis pantai kurang lebih 91.524 km, dan luas perairan laut

Lebih terperinci

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah negara bahari dan negara kepulauan terbesar di dunia dengan keanekaragaman hayati laut terbesar (mega marine biodiversity) (Polunin, 1983).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki 18 306 pulau dengan garis pantai sepanjang 106 000 km (Sulistiyo 2002). Ini merupakan kawasan pesisir terpanjang kedua

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi geografis yang dimiliki Indonesia berpengaruh terhadap pembangunan bangsa dan negara. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2011 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran 15 METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki kompleksitas yang sangat tinggi, baik karakteristik, dinamika dan potensi. Pembangunan yang semakin meningkat di wilayah

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipungkiri bahwa pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. dipungkiri bahwa pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan aktivitas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan salahsatu sumberdaya utama dalam pembangunan. Tata ruang menata dan merencanakan seoptimal mungkin dalam memanfaatkan lahan yang ketersediaannya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Sejarah dan Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Desa Botutonuo berawal dari nama satu dusun yang berasal dari desa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Sejarah dan Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Desa Botutonuo berawal dari nama satu dusun yang berasal dari desa 27 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Lokasi Penelitian a. Sejarah dan Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Botutonuo berawal dari nama satu dusun yang berasal dari desa induk Molotabu. Dinamakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah 48 V. DUKUNGAN ANGGARAN DALAM OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN BERBASIS SEKTOR UNGGULAN 5.1. Unggulan Kota Tarakan 5.1.1. Struktur Total Output Output merupakan nilai produksi barang maupun jasa yang dihasilkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir dan laut merupakan daerah dengan karateristik khas dan bersifat dinamis dimana terjadi interaksi baik secara fisik, ekologi, sosial dan ekonomi, sehingga

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI IV.1 Gambaran Umum Kepulauan Seribu terletak di sebelah utara Jakarta dan secara administrasi Pulau Pramuka termasuk ke dalam Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan paradigma pengembangan wilayah dari era comparative advantage ke competitive advantage, menjadi suatu fenomena baru dalam perencanaan wilayah saat ini. Di era kompetitif,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Tahapan Penelitian 3.3 Pengumpulan Data

3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Tahapan Penelitian 3.3 Pengumpulan Data 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur yaitu di kawasan pesisir Kecamatan Pringkuku. Kawasan Pesisir Kecamatan Pringkuku terdiri

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur Perekonomian Provinsi Jambi 5.1.1 Struktur Permintaan Berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 klasifikasi 70 sektor, total permintaan Provinsi Jambi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dilihat dari sejarah atau proses perkembangannya pada masa yang lalu dapat diketahui bahwa kota-kota pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dilihat dari sejarah atau proses perkembangannya pada masa yang lalu dapat diketahui bahwa kota-kota pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dilihat dari sejarah atau proses perkembangannya pada masa yang lalu dapat diketahui bahwa kota-kota pada umumnya mempunyai corak atau cirinya sendiri yang berbeda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. meskipun ada beberapa badan air yang airnya asin. Dalam ilmu perairan

TINJAUAN PUSTAKA. meskipun ada beberapa badan air yang airnya asin. Dalam ilmu perairan TINJAUAN PUSTAKA Danau Perairan pedalaman (inland water) diistilahkan untuk semua badan air (water body) yang ada di daratan. Air pada perairan pedalaman umumnya tawar meskipun ada beberapa badan air yang

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara 61 LAMPIRAN 62 Lampiran 1. Kuisioner untuk Pengunjung Pantai Paris Tigaras PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA No. Waktu Hari/Tangga A. Data Pribadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai yang terpanjang di dunia, lebih dari 81.000 KM garis pantai dan 17.508 pulau yang membentang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Dalam rangka perumusan kebijakan, pembangunan wilayah sudah seharusnya mempertimbangkan pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan. Penelitian ini dilakukan atas dasar

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN DENPASAR, BADUNG, GIANYAR, DAN TABANAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Sumberdaya hutan yang ada bukan hanya hutan produksi, tetapi juga kawasan konservasi.

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan semakin

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian 23 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini difokuskan pada lahan sagu yang ada di sekitar Danau Sentani dengan lokasi penelitian mencakup 5 distrik dan 16 kampung di Kabupaten Jayapura.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sektor yang memiliki peranan yang cukup besar dalam. pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sektor yang memiliki peranan yang cukup besar dalam. pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu sektor yang memiliki peranan yang cukup besar dalam pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata. Dunia pariwisata Indonesia sempat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Sibolga terletak di kawasan pantai Barat Sumatera Utara, yaitu di Teluk Tapian Nauli. Secara geografis, Kota Sibolga terletak di antara 01 0 42 01 0 46 LU dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wilayah pesisir dan pengembangan pariwisata pesisir 2.1.1 Wilayah pesisir Pada umumnya wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Berdasarkan

Lebih terperinci

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir BAB V ANALISIS Bab ini berisi analisis terhadap bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai komponen-komponen utama dalam pembangunan wilayah pesisir, analisis mengenai pemetaan entitas-entitas

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA 31 KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA Administrasi Secara administratif pemerintahan Kabupaten Katingan dibagi ke dalam 11 kecamatan dengan ibukota kabupaten terletak di Kecamatan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis Daya Saing Sektor Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta Menggunakan Metode Shift Share Metode shift share digunakan dalam penelitian ini untuk melihat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan 118 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Objek wisata Curug Orok yang terletak di Desa Cikandang Kecamatan

Lebih terperinci

Analisis Input-Output (I-O)

Analisis Input-Output (I-O) Analisis Input-Output (I-O) Di Susun Oleh: 1. Wa Ode Mellyawanty (20100430042) 2. Opissen Yudisyus (20100430019) 3. Murdiono (20100430033) 4. Muhammad Samsul (20100430008) 5. Kurniawan Yuda (20100430004)

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Provinsi Jawa Barat. Provinsi Jawa Barat memiliki 25 kabupaten/kota. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 10.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN DENPASAR, BADUNG, GIANYAR, DAN TABANAN

Lebih terperinci

STUDI KESESUAIAN PANTAI LAGUNA DESA MERPAS KECAMATAN NASAL KABUPATEN KAUR SEBAGAI DAERAH PENGEMBANGAN PARIWISATA DAN KONSERVASI

STUDI KESESUAIAN PANTAI LAGUNA DESA MERPAS KECAMATAN NASAL KABUPATEN KAUR SEBAGAI DAERAH PENGEMBANGAN PARIWISATA DAN KONSERVASI STUDI KESESUAIAN PANTAI LAGUNA DESA MERPAS KECAMATAN NASAL KABUPATEN KAUR SEBAGAI DAERAH PENGEMBANGAN PARIWISATA DAN KONSERVASI Oleh Gesten Hazeri 1, Dede Hartono 1* dan Indra Cahyadinata 2 1 Program Studi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian adalah suatu rencana tentang cara mengumpulkan, mengolah, dan menganalisis data secara sistematis dan terarah agar penelitian dapat dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Evvie Ariantya Wulandari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Evvie Ariantya Wulandari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kontribusi pariwisata dalam hal penzonasian pengaturan ruang suatu kawasan wisata sangatlah besar.pariwisata sangat memperhatikan sekali hal hal yang menyangkut suatu

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

Analisis Input-Output dengan Microsoft Office Excel

Analisis Input-Output dengan Microsoft Office Excel Analisis Input-Output dengan Microsoft Office Excel Junaidi, Junaidi (Staf Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jambi) Tulisan ini membahas simulasi/latihan analisis Input-Output (I-O) dengan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 22 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian selama 6 (enam) bulan yaitu pada bulan Mei sampai Oktober 2009. Lokasi penelitian dan pengamatan dilakukan di Pulau

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di sepanjang jalur ekowisata hutan mangrove di Pantai

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di sepanjang jalur ekowisata hutan mangrove di Pantai III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di sepanjang jalur ekowisata hutan mangrove di Pantai Sari Ringgung, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung, pada bulan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.121, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SERBAGITA. Kawasan Perkotaan. Tata Ruang. Perubahan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir dan laut Indonesia merupakan wilayah dengan potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Input dan Output Produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Input dan Output Produksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Dasar 2.1.1 Distribusi Input dan Output Produksi Proses produksi adalah suatu proses yang dilakukan oleh dunia usaha untuk mengubah input menjadi output. Dunia usaha

Lebih terperinci