ANALISIS RISIKO PADA FIRST STAGE SEPARATOR DALAM INSTALASI PENGOLAHAN MINYAK MENTAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS RISIKO PADA FIRST STAGE SEPARATOR DALAM INSTALASI PENGOLAHAN MINYAK MENTAH"

Transkripsi

1 36 ISSN Tjahyani, dkk. ANALISIS RISIKO PADA FIRST STAGE SEPARATOR DALAM INSTALASI PENGOLAHAN MINYAK MENTAH D. T. Sony Tjahyani, Sugiyanto Bidang Analisis Risiko dan Mitigasi Kecelakaan P2TKN-BATAN ABSTRAK ANALISIS RISIKO PADA FIRST STAGE SEPARATOR DALAM INSTALASI PENGOLAHAN MINYAK MENTAH. Metoda PSA (Probabilistic Safety Assessment) yang pada awalnya diterapkan pada reaktor daya telah digunakan untuk menganalisis risiko pada pemisah tingkat pertama dalam instalasi pengolahan minyak mentah. Risiko dari pemisah tingkat pertama yang diperhitungkan dalam analisis ini adalah dan ledakan, karena ke-2 risiko tersebut berpengaruh terhadap pekerja dan lingkungan. Analisis risiko dilakukan dengan menggunakan FAMECA (Failure Mode and Effect Criticality Analysis) dan HAZOP (Hazard and Operability). Hasil analisis menunjukkan bahwa kebolehjadian timbulnya dan ledakan, masing-masing bervariasi antara 2,7 x /jam hingga 1,1 x /jam dan 3,2 x /jam hingga 1,2 x /jam. Selain itu dengan metoda ini dapat juga diketahui penyebab kejadian kritis. ABSTRACT RISK ANALYSIS FOR FIRST STAGE SEPARATOR ON THE CRUDE OIL TREATMENT INSTALATION. The PSA (Probabilistic Safety Assessment) method which is originally applied in the nuclear power plant has been used to analyze the risk for first stage separator on the crude oil treatment instalation. The risks of the first stage separator considered in this analysis are fire and explosion, because of their great impact on the personnel and environment. The risk analysis is done by using FAMECA ( Failure Mode and Effect Criticality Analysis) and HAZOP (Hazard and Operability) method. The analysis results shows that the probability of fire and explosion vary between 2.7 x / hr to 1.1 x /hr and 3.2 x /hr to 1.2 x /hr, respectively. Also, cause of critical event can be known by using this method. PENDAHULUAN K ajian atau evaluasi keselamatan terhadap fasilitas nuklir sudah lama dilakukan untuk melihat keandalan atau keselamatan fasilitas tersebut terhadap petugas, masyarakat di sekitar fasilitas dan lingkungan. Pada umumnya jenis fasilitas nuklir yang dievaluasi adalah reaktor nuklir, tetapi sejak terjadinya kecelakaan pabrik bahan bakar nuklir di JCO (Jepang) beberapa saat yang lalu, maka pada setiap fasilitas nuklir diharapkan dapat dilakukan kajian untuk mengetahui risiko yang terjadi. Metoda yang digunakan adalah PSA (Probabilistic Safety Assessment) yang bertujuan untuk menentukan risiko yang terkandung dalam suatu fasilitas. Risiko pada prinsipinya merupakan kombinasi antara kebolehjadian (peluang) dan konsekuensi yang terjadi. Seiring dengan perkembangan teknologi dan kondisi saat ini, konsep atau metoda PSA tersebut dapat diterapkan dalam fasilitas industri non nuklir yang mempunyai risiko signifikan terhadap pekerja maupun lingkungan. Kegiatan industri selain mempunyai pengaruh terhadap perekonomian juga memiliki risiko yang jenis dan besar konsekuensinya tergantung dari jenis dan besarnya industri tersebut. Jenis bahaya (hazard) dapat berupa : pelepasan energi tak terkendali (ledakan, dan lain-lainnya), pelepasan zat beracun, reaktivitas, penurunan produksi baik secara kualitas maupun kuantitas. [1] Berdasarkan hal tersebut maka pada setiap jenis industri perlu dilakukan analisis baik me ngenai jenis dan kebolehjadian terjadinya konsekuensi. Hasil analisis tersebut dapat digunakan sebagai salah satu acuan pembanding antara dampak terhadap perekonomian dan risiko yang ditimbulkan. Salah satu jenis industri besar yang mempunyai dampak ekonomi dan konsekuensi bahaya sangat signifikan adalah pengolahan minyak mentah. Dari segi ekonomi dengan adanya risiko yang timbul dan sulit diantisipasi akan menambah biaya untuk menanggulangi risiko tersebut. Selain itu, risiko tersebut mempengaruhi produksi minyak yang dihasilkan. Dari segi konsekuensi, pengolahan minyak mentah menyimpan bahaya terhadap pekerja

2 Tjahyani, dkk. ISSN dan lingkungan dengan adanya atau ledakan. Salah satu sistem dari proses pengolahan minyak mentah yang sangat penting adalah pemisah tingkat pertama (first stage separator). Oleh karena itu sistem tersebut harus mempunyai keandalan yang tinggi untuk memperkecil risiko yang timbul. Tujuan dari makalah ini adalah menerapkan metoda analisis sistem pada fasilitas nuklir terhadap fasilitas industri non nuklir yaitu untuk mengetahui tingkat risiko sistem pemisah tingkat pertama pada proses pengolahan minyak mentah. Analisis dilakukan dengan mengidentifikasi komponen/subsistem yang kritis dan moda kegagalannya serta kebolehjadian timbulnya konsekuensi. TEORI Metoda Analisis Pada awalnya metoda PSA diterapkan untuk reaktor daya dan reaktor riset, selanjutnya pada fasilitas nuklir bukan reaktor (NRNF, non reactor nuclear facility) khususnya pada instalasi proses siklus bahan bakar (fuel cycle) dan pengelolaan limbah radioaktif. [2] Secara kualitatif terdapat perbedaan bahaya antara reaktor dan non reaktor. Pada reaktor, bahaya (konsekuensi) yang terkait dengan tersimpannya material radioaktif dalam jumlah besar terlokalisir pada satu tempat yaitu di teras. Sedangkan pada fasilitas non reaktor, material radioaktif terkumpul dalam jumlah kecil, pada kondisi tekanan dan temperatur yang rendah, dan posisinya tidak berada pada satu titik, sehingga posisi bahaya terdapat pada beberapa lokasi. Demikian juga banyak terjadi proses kimia ataupun tersimpannya bahan kimia dalam bentuk cairan, larutan maupun padatan (powder). Kondisi demikian identik dengan prosesproses yang terjadi pada instalasi industri non nuklir yang mempunyai risiko cukup tinggi. Untuk analisis sistem pada PSA banyak digunakan beberapa macam jenis analisis antara lain : HAZOP (Hazard and Operability), FAMECA (Failure Mode and Effect Criticality Analysis ) dan diagram logika antara lain : pohon kegagalan (fault tree) dan pohon kejadian (event tree). Dalam industri non nuklir banyak menggunakan metoda FAMECA dan HAZOP. Metoda pertama dilakukan untuk menentukan moda kegagalan dan komponen kritis, sedangkan metoda kedua untuk menentukan jenis konsekuensi (bahaya) yang timbul. Dalam analisis dengan menggunakan FAMECA [3,4] pertama-tama perlu didefinisikan sistem yang dianalisis dimana dalam tahap ini harus diketahui dengan pasti fungsi setiap komponen pada sistem yang selanjutnya dapat disusun diagram blok secara hirarkis. Dari fungsi komponen, ma ka akan teridentifikasi moda ke-gagalannya serta akibat kegagalan tersebut. Selanjut-nya ditentukan tingkatan keparahan (severity) pada sistem yang timbul dari moda kegagalan. Di dalam analisis tersebut perlu dilakukan juga penentuan data kegagalan dimana termasuk menentukan laju kegagalan serta metoda pendeteksian kegagalan. Untuk melihat tingkat keandalan sistem, salah satu variabel yang digunakan adalah bilangan prioritas risiko (Risk Priority Number) yang merupakan kombinasi dari tingkat keparahan, kejadian dan pendeteksian kegagalan. Secara umum moda kegagalan dalam suatu komponen terbagi atas 5 jenis yaitu : kegagalan menyeluruh, kegagalan sebagian, kegagalan sementara, kegagalan dalam waktu yang lama dan penyimpangan unjuk kerja sistem diluar spesifikasi yang ditentukan (dapat berkurang atau lebih). Dalam analisis keandalan sistem, faktor yang paling menentukan adalah penentuan data kegagalan yang dipengaruhi atas 5 faktor yaitu : jenis distribusi, laju kegagalan, parameter weibull, umur awal dan faktor waktu operasi. [5] Distrubusi yang umum digunakan adalah eksponensial dan weibull. Distribusi eksponensial digunakan untuk komponen yang laju kegagalannya konstan, sedangkan distribusi weibull digunakan untuk komponen yang laju kegagalannya selalu berubah dengan waktu karena mengalami penuaan (ageing) yang pada umumnya terjadi pada komponen mekanik, dengan distribusi sebagai berikut : λ ( t) = β ( t γ ) β η β 1 Dengan : λ(t) = laju kegagalan (failure rate) pada umur t t η β γ = umur mulai operasi = parameter hidup karakteristik = parameter bentuk = parameter lokasi Harga β menentukan karakteristik (slope) laju kegagalan yang terjadi, bila β < 1, laju kegagalan selalu menurun dan terjadi pada kondisi awal pemakaian (wear-in), β = 1 laju kegagalan selalu konstan dan identik dengan distribusi eksponensial dan terjadi pada waktu hidup (midlife) sedangkan β > 1 laju kegagalan akan cenderung naik dan terjadi pada kondisi akhir pemakaian (wear-out). HAZOP (Hazard and Operability) merupa-kan suatu metoda untuk mengevaluasi disain atau prosedur operasi setiap komponen atau subsistem (1)

3 38 ISSN Tjahyani, dkk. dengan menggunakan kata kunci tidak ada (None), lebih dari (more of) dan kurang dari (less of) yang berhubungan dengan parameter operasi seperti halnya laju alir atau temperatur untuk mengidentifikasi kemungkinan penyimpangan yang dapat menimbulkan suatu kondisi bahaya (misalnya : tidak ada aliran di pipa, bertambahnya tekanan atau temperatur). [6] Konsekuensi atau karakteristik dari setiap penyimpangan diamati dengan cermat untuk setiap kejadian berdasarkan referensi misalnya : data operasi, spesifikasi teknis (keselamatan) dan segala tindakan untuk mengantisipasi segala penyimpangan. Dalam metoda ini hasilnya akan optimal bila dilakukan dengan menerima masukan dari pakar yang berpengalaman pada instalasi yang ber-sangkutan atau bila data yang diperlukan tidak tersedia dapat digunakan instalasi lain yang sejenis. Diskripsi Sistem Dalam proses pengolahan minyak mentah, emulsi yang keluar dari sumur terdiri atas minyak, air dan gas selanjutnya dialirkan ke pemisah tingkat pertama (first stage separator) untuk dilakukan ekstraksi air dan gas dari minyak mentah (crude oil). Pemisahan dilakukan sampai dengan tiga tingkat seperti terlihat dalam Gambar 1. Air hasil pemisah-an untuk ketiga tingkat tersebut setelah mengalami penyaringan (filterisasi) dikumpulkan dan diinjeksikan kembali ke dalam sumur untuk mengisap minyak mentah kembali. Secara garis besar sistem pemis ah tingkat pertama terdiri atas : bejana utama (vessel), bejana pengisap (suction scrubber vessel) dan kompresor, dengan diagram blok seperti ditunjukkan dalam Gambar 2. Dalam bejana utama terdapat beberapa jalur keluaran yaitu : jalur air ke pemisah air dan minyak, jalur minyak ke surge vessel, jalur gas ke pengisap (suction scrubber). Sedangkan pada bejana pengisap terdapat jalur kon-densat tekanan tinggi ke cerobong (flare scrubber) dan jalur gas ke kompresor tingkat pertama. Untuk tujuan analisis diperlukan PID (piping and instrumentation diagram) pemisah tingkat pertama untuk mengetahui sistem instrumentasi dan proteksi dari sistem. Dalam bejana (vessel ) pada pemisah tingkat pertama parameter yang perlu diamati adalah permukaan hidrokarbon, permukaan air, suhu, tekanan, kebocoran, konsentrasi kontaminan dan pecahnya ( keutuhan ) bejana. Parameter dalam jalur header produksi air dari pemisah tingkat pertama ke pemisah air dan minyak adalah : laju alir, arah alir, temperatur, tekanan, konsentrasi kontaminan, kebocoran dan pecahnya jalur pipa. Parameter tersebut juga perlu diamati untuk jalur minyak mentah dari pemisah tingkat pertama ke surge vessel dan jalur gas dari pemisah tingkat pertama ke pengisap (suction scrubber ). Parameter operasi yang diamati pada bejana pengisap (suction scrubber vessel) identik dengan bejana pada pemisah tingkat pertama. Parameter operasi jalur kondensat tekanan tinggi identik dengan jalur-jalur yang lainnya, sedangkan jalur gas ke kompresor juga identik tetapi pengaruh faktor kontaminan diabaikan. Dalam pompa kompresor parameter penting yang berpengaruh adalah adanya kebocoran dan pecahnya pompa. Gambar 1. Diagram alir proses pengolahan minyak mentah.

4 Tjahyani, dkk. ISSN HASIL DAN PEMBAHASAN Dari diagram PID disusun logika tree yang terdiri atas sistem, subsistem dan komponen. Setiap subsistem diidentifikasi penyimpangan operasi yang mungkin terjadi selanjutnya dianalisis penyebabnya sampai tingkatan komponen, demikian juga semua konsekuensi yang mungkin timbul juga diidentifikasi. Selain itu diiventarisasi komponen atau tindakan yang digunakan untuk mengantisipasi atau mencegah penyimpangan operasi. Berdasarkan analisis di atas dapat disusun tabel mengenai penyimpangan operasi pada subsistem, penyebab, konsekuensi dan komponen mitigasinya. Dalam tahapan ini sesuai dengan diagram alir proses pemisahan seperti ditunjukkan dalam Gambar 2, maka sebagai obyek analisis adalah 8 subsistem yaitu : bejana utama, jalur air, jalur minyak, jalur gas, bejana pengisap, jalur kondensat, jalur gas ke kompresor dan kompresor. Dari tabel tersebut didapatkan 9 kejadian kritis yang menimbulkan risiko signifikan, 109 jenis penyebab kegagalan (moda kegagalan) dan 65 konsekuensi. [4] Dalam makalah ini tidak semua konsekuensi tersebut diuraikan, karena beberapa konsekuensi merupakan konsekuensi yang hanya berpengaruh pada operasi sistem atau penurunan kualitas produksi, tetapi tidak menimbulkan konsekuensi bahaya (hazard). Maka konsekuensi yang diperhitungkan adalah timbulnya dan ledakan. Pada bejana pemisah tingkat pertama penyimpangan operasi yang terjadi adalah permukaan hidrokarbon yang tinggi atau rendah, demikian juga dengan permukaan air. Sedangkan kondisi operasi dalam bejana (temperatur dan tekanan) dapat tinggi atau rendah. Kegagalan me - kanik (bocornya strainer) mengakibatkan kandungan pengotor yang tinggi, kebocoran dan pecah. Diantara penyebab yang signifikan (disebabkan oleh kegagalan mekanik) adalah : kegagalan kontrol permukaan, tersumbatnya aliran, karena faktor eksternal, katup gagal membuka, katup pembebas (relief valve) tidak sempurna membuka, sand jet tidak beroperasi dengan baik, korosi dan erosi pada bejana, gasket bocor, gangguan dari pompa kompresor, crack (celah) pada penghubung instrumentasi, tenaga dari luar (external. Sistem-sistem yang meng-antisipasi moda kegagalan tersebut antara lain : alarm dan indikator penyimpangan operasi, alarm sekaligus menshutdown operasi, detektor kebakar-an, sistem/katup pembebas tekanan, sistem peng-atur tekanan, sand jet, detektor pelepasan gas, katup isolasi, redudansi katup pembebas dan jadual inspeksi NDT. Gambar 2. Diagram alir proses pemisahan pada first stage separator.

5 40 ISSN Tjahyani, dkk. Untuk 3 subsistem yang merupakan jalur keluaran dari bejana pemisah tingkat pertama dan 2 jalur keluaran dari bejana pengisap (suction scrubber ), faktor penyimpangan operasi, penyebab dan konsekuensi yang terjadi hampir identik. Penyimpangan tersebut antara lain : aliran pada jalur sangat tinggi atau rendah, tidak ada aliran atau arah aliran berbalik. Penyimpangan fisis yang terjadi ialah suhu dan tekanan dapat tinggi atau rendah, sedangkan penyimpangan mekanik adalah timbulnya kandungan pengotor yang tinggi, kebocoran dan pecahnya jalur. Penyebab dari penyimpangan tersebut antara lain : katup by-pass membuka, katup gagal untuk kembali ke posisi semula, konsentrasi pengotor tinggi, aliran tertutup/tersumbat, korosi, erosi, gasket bocor, kebocoran antara joint, peng-aruh tenaga dari luar (external. Klasifikasi konsekuensi yang timbul identik dengan konsekuensi akibat penyimpangan dari bejana pemisah tingkat pertama di atas dengan konsekuensi yang signifikan adalah timbulnya akibat pelepasan minyak mentah (crude oil) dan hidrokarbon. Sedangkan untuk jalur gas mempunyai konsekuensi timbulnya ledakan karena masuknya udara ke kompresor. Komponen/subsistem yang mengantisipasi identik dengan penyimpangan bejana tetapi faktor pemantauan oleh operator dan adanya beberapa check valve juga berpengaruh. Penyimpangan, penyebab, konsekuensi dan sistem mitigasi pada bejana pengisap identik dengan bejana pada pemisah tingkat pertama. Penyimpangan operasi pada pompa kompre - sor adalah kebocoran dan pecahnya yang disebabkan karena vibrasi, kehilangan/bocornya seal, kondisi operasi pada bagian lain tidak optimal, adanya tenaga dari luar (external. Konse-kuensi yang timbul adalah lepasnya hidrokarbon ke udara dan timbulnya. Sistem mitigasi yang digunakan antara lain : jadual pengecekan vibrasi, sistem kontrol, detektor, sistem supresi, alarm tekanan dan shutdown. Kebolehjadian terjadinya konsekuensi dianalisis berdasarkan salah satu kondisi (penyebab kegagalan) terjadi dan subsistem/komponen mitigasi yang mengantisipasi modus kegagalan tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. [7] Data kegagalan komponen identik dengan komponen yang terdapat pada sistem sekunder PLTN, sehingga dapat digunakan data keandalan komponen untuk PSA berdasarkan IAEA -TECDOC-478. [8] Sebagai salah satu contoh analisis risiko adalah terjadinya penyimpangan operasi pada bejana (vessel ) pemisah tingkat pertama pecah, dengan penyebab kegagalan adalah : adanya tenaga dari luar sistem, katup pembebas (PSV-220A/B) tidak membuka (kebolehjadian gagal (p) = /jam dan sandjet memotong dinding bejana. Konsekuensi yang terjadi adalah dengan komponen/ subsistem yang memitigasi penyimpangan operasi adalah : block valve (p = 1, /jam), deteksi (p = 1, /jam), redudansi relief valve (p = 2, /jam), katup isolasi (p = 1, /jam) dan check valve ( p = 3 x 10-6 /jam ). Harga-harga kebolehjadian gagal tersebut tidak perlu dihitung dengan persamaan 1 karena dalam IAEA -TECDOC-478 sudah merupakan data yang siap pakai. Berdasarkan asumsi di atas maka kebolehjadian terjadinya konsekuensi merupakan perkalian dari harga kebolehjadian gagal komponenkomponen tersebut dan penyebabnya, sehingga didapatkan kebolehjadian terjadinya konsekuensi adalah 2, /jam. Hasil analisis risiko untuk konsekuensi yang signifikan yaitu dan ledakan secara lengkap seperti di-tunjukkan dalam Tabel 1. Dalam analisis ini, konse-kuensi yang terjadi tidak ditentukan kualitasnya (besar kecilnya atau ledakan). Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa kebolehjadian terjadinya bervariasi antara 2,7 x /jam sampai dengan 1, /jam atau secara total sekitar antara 1, /jam, sedangkan kebolehjadian terjadinya ledakan bervariasi antara 3, /jam sampai dengan 1,2 x /jam dengan kebolehjadian total sebesar 1, /jam. Harga tersebut bukan merupakan harga absolut karena untuk mendapatkan harga yang teliti harus digunakan data laju kegagalan dari operasi sistem tersebut. Kecilnya harga tersebut disebabkan karena yang dianalisis dalam kasus ini adalah salah satu sistem (pemisah tingkat pertama) dari proses kilang minyak, yang pada umumnya pemisahan dilakukan beberapa tingkat (3 tingkat) sehingga kemungkinan risikonya akan semakin meningkat. Harga kebolehjadian terjadinya konsekuensi tersebut tidak terlalu signifikan, yang lebih penting adalah skenario atau hasil analisis yang tersusun dapat digunakan sebagai review prosedur keselamatan yang ada atau tindakan terjadinya incident. Berdasarkan analisis tersebut dapat juga diketahui kejadian kritis yang memberikan kontribusi risiko terbesar. Dalam kasus ini adalah kebocoran pada jalur gas dari pengisap scrubber ke kompresor tingkat pertama yang mempunyai konsekuensi sebesar 1, /jam. Dengan demikian perhatian yang cukup ketat perlu diberikan pada komponen (subsistem) penyebab kejadian tersebut, sehingga keandalan sistem secara keseluruhan dapat ditingkatkan (meminimalkan risiko). Tabel 1. Hasil Analisis Penyimpangan Operasi Sehingga Menimbulkan Konsekuensi yang signifikan.

6 Tjahyani, dkk. ISSN Penyimpangan Operasi Penyebab Kegagalan Konsekuensi Kebolehjadian Terjadinya Konsekuensi, jam Bejana (vessel) Pemi-sah Tingkat Pertama 2. Jalur minyak mentah dari pemisah tingkat pertama ke surge vessel 3. Jalur gas dari pemisah tingkat pertama ke suction scrubber 4. Bejana pengisap dari suction scrubber 5. Jalur kondensat tekanan tinggi dari bejana pengisap ke cerobong (flare scrubber) 6. Jalur gas dari pengisap scrubber ke kompresor tingkat pertama Kebocoran 7. Pompa dari kompresor tingkat pertama Tenaga dari luar sis-tem (external impact ) Katup pembebas (PSV- 220A/B) tidak membuka Sandjet mengenai/memotong dinding bejana Tenaga dari luar sistem (external impact ) Penghubung pemindah sampel terbuka Katup pembebas (PSV- 910A/B) Korosi Erosi Gasket bocor Tekanan tinggi Pelepasan hidrokarbon dan/ atau air sehingga menimbul-kan Pelepasan minyak mentah sehingga menimbulkan ke-bakaran Pelepasan hidrokarbon kemungkinan menimbulkan Pelepasan hidrokarbon kemungkinan menimbulkan Terdapat potensi udara masuk ke kompresor sehingga dapat menimbulkan ledakan Pelepasan hidrokarbon kemungkinan menimbulkan Terdapat potensi udara masuk ke kompresor sehingga dapat menimbulkan ledakan Terdapat potensi udara masuk ke kompresor sehingga dapat menimbulkan ledakan Pelepasan hidrokarbon ke udara, kemungkinan menim-bulkan 2, , , , , , , , , KESIMPULAN Pada analisis ini, metoda PSA (Probabilistic Safety Assessment) yang biasa digunakan pada fasilitas nuklir telah diterapkan pada fasilitas industri non nuklir yang mempunyai risiko signifikan yaitu pemisah tingkat pertama (first stage separator) dalam instalasi pengolahan minyak mentah. Dengan metoda tersebut telah dapat ditentukan kebolehjadian timbulnya konsekuensi dan jenisnya serta komponen/subsistem yang berpengaruh dalam kondisi terburuk (undesired event). Analisis menunjukkan bahwa harga kebolehjadian konsekuensi dan ledakan yang dipilih sebagai kondisi terburuk pada instalasi pemisah tingkat pertama bervariasi antara 2, /jam hingga 1, /jam dan 3, /jam hingga 1, /jam. DAFTAR PUSTAKA

7 42 ISSN Tjahyani, dkk. 1. WILLIAM F. K., Process Risk Management Systems, VCH Publishers, IAEA-J4-CS-71/99, Procedures for Conducting Probabilistic Safety Assessment (PSA) for Nonreactor Nuclear Facilities, IAEA, Vienna, D. T. SONY T, dkk., Analisis Keandalan Fire System Pada Fasilitas Industri Dengan Metoda FAMECA, Prosiding Presentasi Ilmiah Teknologi Keselamatan Nuklir V, P2TKN Serpong, D. T. SONY T, dkk, Analisis Optimasi Keandalan First Stage Separator Pada Proses Pemisahan Gas, Minyak dan Air, Prosiding Presentasi Ilmiah Teknologi Keselamatan Nuklir VI, P2TKN Serpong, User Manual for Reliability Centered Main-tenance- FMECA Cost Optimization, ITEM, IAEA-TECDOC-711, Use of Probabilistic Safety Assessment for Nuclear Installations with Large Inventory of Radioactive Material, IAEA, Vienna, RYAN DUPONT, JOSEPH REYNOLDS, LOUIS THEODORE, Accident and Emergency Management : Problems and Solutions, VCH Publishers, IAEA-TECDOC-478, Component Reliability Data for Use in Probabilistic Safety Assess-ment, IAEA, Vienna, TANYA JAWAB Hadi Suwarno Mohon dijelaskan letak spesifik yang dimaksud dengan instalasi minyak mentah. Samakah dengan instalasi hydrocraching? Bagaimana cara menganalogikan variabel yang ada di reaktor dengan variabel yang ada di instalasi minyak mentah sehingga PSA bisa diterapkan? Yang dimaksud dengan instalasi minyak mentah dibatasi dari pengambilan emulsi air, minyak dan gas dari sumur sampai menghasilkan minyak mentah (Crude Oil), tidak termasuk pengilangan. Metodologi PSA mengasumsikan terjadinya kondisi terburuk (undersired event), dari kejadian tersebut disusun skenario sehingga terjadi dan sistem-sistem yang mengantisipasi kejadian tersebut sehingga konsep ini dapat digunakan atau identik dengan industri non nuklir tetapi kondisi terburuknya berbeda. Agus Purwadi Sebagai orang awam, pengertian ledakan dan adalah hampir sama. Apakah ada definisi/batas-batas terjadinya ledakan, sendiri-sendiri. Pada abstrak, bagaimana kalau kebolehjadian timbulnya dan ledakan ditulis 2, /jam hingga 1, /jam saja, apa boleh. Terima kasih. Dalam analisis ini 2 hal tersebut dapat terjadi secara tergantung atau tidak tergantung yaitu ledakan dan berdiri sendiri atau menimbulkan ledakan atau sebaliknya ledakan menimbulkan. Boleh, karena dalam industri tidak ada batasan standart yang menyatakan kebolehjadian ledakan atau, lain dengan reaktor sudah ditentukan terjadinya teras meleleh < 10-5 /reaktor tahun. Suryadi Dalam analisis ini apa diperhitungkan tentang kesalahan manusia. Bagaimana untuk membuktikan kebenaran ramalan ini dibandingkan dengan kenyataan. Untuk hasil yang tepat atau teliti perlu dimasukkan harga kesalahan manusia. Probabilitas tidak dapat digunakan untuk meramalkan suatu harga yang pasti. Tjipto Sujitno Kebolehjadian timbulnya dan ledakan dalam orde /jam, /jam, /jam. Kalau dilihat ordenya kebolehjadian adalah sangatsangat kecil, apakah boleh dikatakan tidak ada artinya atau boleh dikatakan aman! Harga yang kecil dapat dikatakan aman atau untuk menunjukkan bahwa sistem keselamatan yang ada cukup andal.

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN PROTEKSI BAHAYA INTERNAL SELAIN KEBAKARAN DAN LEDAKAN

Lebih terperinci

FMEA SEBAGAI ALAT ANALISA RISIKO MODA KEGAGALAN PADA MAGNETIC FORCE WELDING MACHINE ME-27.1

FMEA SEBAGAI ALAT ANALISA RISIKO MODA KEGAGALAN PADA MAGNETIC FORCE WELDING MACHINE ME-27.1 ISSN 1979-2409 FMEA SEBAGAI ALAT ANALISA RISIKO MODA KEGAGALAN PADA MAGNETIC FORCE WELDING MACHINE ME-27.1 Iwan Setiawan Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir, Kawasan Puspiptek, Serpong ABSTRAK FMEA SEBAGAI

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA - 2 - KEJADIAN AWAL TERPOSTULASI (PIE) 1.1. Lampiran ini menjelaskan definisi

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Analisis Keselamatan Probabilistik (Probabilistic Safety Analysis)

Analisis Keselamatan Probabilistik (Probabilistic Safety Analysis) Analisis Keselamatan Probabilistik (Probabilistic Safety Analysis) D T Sony Tjahyani Bidang Analisis Risiko dan Mitigasi Kecelakaan Pusat Pengembangan Teknologi Keselamatan Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional

Lebih terperinci

MITIGASI DAMPAK KEBAKARAN

MITIGASI DAMPAK KEBAKARAN LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA MITIGASI DAMPAK KEBAKARAN III.1.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menejemen Resiko Manajemen resiko adalah suatu proses komprehensif untuk mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengendalikan resiko yang ada dalam suatu kegiatan. Resiko

Lebih terperinci

REACTOR SAFETY SYSTEMS AND SAFETY CLASSIFICATION

REACTOR SAFETY SYSTEMS AND SAFETY CLASSIFICATION REACTOR SAFETY SYSTEMS AND SAFETY CLASSIFICATION Puradwi I.W. Bidang Analisis Risiko dan Mitigasi Sistem P2TKN-BATAN NATIONAL BASIC PROFESSIONAL TRAINING COURSE ON NUCLEAR SAFETY PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

Lebih terperinci

ANALISIS DESAIN ECCS TERHADAP FREKUENSI KERUSAKAN TERAS PADA PWR

ANALISIS DESAIN ECCS TERHADAP FREKUENSI KERUSAKAN TERAS PADA PWR ANALISIS DESAIN ECCS TERHADAP FREKUENSI KERUSAKAN TERAS PADA PWR D. T. Sony Tjahyani, Surip Widodo Bidang Pengkajian dan Analisis Keselamatan Reaktor Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir BATAN

Lebih terperinci

Disusun Oleh : Firman Nurrakhmad NRP Pembimbing : Totok Ruki Biyanto, PhD. NIP

Disusun Oleh : Firman Nurrakhmad NRP Pembimbing : Totok Ruki Biyanto, PhD. NIP Disusun Oleh : Firman Nurrakhmad NRP. 2411 105 002 Pembimbing : Totok Ruki Biyanto, PhD. NIP. 1971070219988021001 LATAR BELAKANG Kegagalan dalam pengoperasian yang berdampak pada lingkungan sekitar Pengoperasian

Lebih terperinci

SISTEM DETEKSI DAN PEMADAMAN KEBAKARAN

SISTEM DETEKSI DAN PEMADAMAN KEBAKARAN LAMPIRAN II PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA SISTEM DETEKSI DAN PEMADAMAN KEBAKARAN

Lebih terperinci

DEFINISI. Definisi-definisi berikut berlaku untuk maksud-maksud dari publikasi yang sekarang.

DEFINISI. Definisi-definisi berikut berlaku untuk maksud-maksud dari publikasi yang sekarang. DEFINISI Definisi-definisi berikut berlaku untuk maksud-maksud dari publikasi yang sekarang. Batas-batas Yang Dapat Diterima (Acceptable limits) Batas-batas yang dapat diterima oleh badan pengaturan. Kondisi

Lebih terperinci

2 instalasi nuklir adalah instalasi radiometalurgi. Instalasi nuklir didesain, dibangun, dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pemanfaatan tenaga

2 instalasi nuklir adalah instalasi radiometalurgi. Instalasi nuklir didesain, dibangun, dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pemanfaatan tenaga TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 107) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA - 2 - KEJADIAN AWAL TERPOSTULASI (PIE) 1.1. Lampiran ini menjelaskan definisi

Lebih terperinci

Penilaian Risiko dan Penjadwalan Inspeksi pada Pressure Vessel Gas Separation Unit dengan Metode Risk Based Inspection pada CPPG

Penilaian Risiko dan Penjadwalan Inspeksi pada Pressure Vessel Gas Separation Unit dengan Metode Risk Based Inspection pada CPPG Penilaian Risiko dan Penjadwalan Inspeksi pada Pressure Vessel Gas Separation Unit dengan Metode Risk Based Inspection pada CPPG Aga Audi Permana 1*, Eko Julianto 2, Adi Wirawan Husodo 3 1 Program Studi

Lebih terperinci

ANALISIS DAN KRITERIA PENERIMAAN

ANALISIS DAN KRITERIA PENERIMAAN SALINAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN PROTEKSI BAHAYA INTERNAL SELAIN KEBAKARAN DAN

Lebih terperinci

Analisis Keselamatan Probabilistik BAB I PENDAHULUAN

Analisis Keselamatan Probabilistik BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Diktat ini disusun sebagai pegangan peserta kursus pada pelatihan National Basic Professional Training Course On Nuclear Safety yang diselenggarakan oleh Pusdiklat BATAN. Untuk materi

Lebih terperinci

PARAMETER YANG DIPERTIMBANGKAN SEBAGAI KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL

PARAMETER YANG DIPERTIMBANGKAN SEBAGAI KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA PARAMETER YANG DIPERTIMBANGKAN SEBAGAI KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL

Lebih terperinci

LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR

LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR PARAMETER

Lebih terperinci

Oleh : Achmad Sebastian Ristianto

Oleh : Achmad Sebastian Ristianto IDENTIFIKASI BAHAYA MENGGUNAKAN METODE HAZOP DAN FTA PADA DISTRIBUSI BAHAN BAKAR MINYAK JENIS PERTAMAX DAN PREMIUM (STUDI KASUS : PT. PERTAMINA (PERSERO) UPMS V SURABAYA) Oleh : Achmad Sebastian Ristianto

Lebih terperinci

KESIAPAN SDM ANALISIS KESELAMATAN PROBABILISTIK DALAM PLTN PERTAMA DI INDONESIA

KESIAPAN SDM ANALISIS KESELAMATAN PROBABILISTIK DALAM PLTN PERTAMA DI INDONESIA YOGYAKARTA, 25-26 AGUSTUS 2008 KESIAPAN SDM ANALISIS KESELAMATAN PROBABILISTIK DALAM PLTN PERTAMA DI INDONESIA D.T. SONY TJAHYANI Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir BATAN Kawasan Puspiptek,

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN PROTEKSI BAHAYA INTERNAL SELAIN KEBAKARAN DAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

(Studi Kasus PT. Samator Gas Gresik) Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya. Oleh : Niki Nakula Nuri

(Studi Kasus PT. Samator Gas Gresik) Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya. Oleh : Niki Nakula Nuri PENENTUAN SKENARIO DAN ANALISIS RESIKO KEGAGALAN PADA INSTALASI PENYIMPANAN GAS HIDROGEN DENGAN MENGGUNAKAN CHEMICAL PROCESS QUANTITATIVE RISK ANALYSIS (Studi Kasus PT. Samator Gas Gresik) Oleh : Niki

Lebih terperinci

Analisis Pohon Kejadian (ETA)

Analisis Pohon Kejadian (ETA) Analisis Pohon Kejadian (ETA) Analisis induktif : Suatu analisis diawali dengan kejadian awal dan diikuti dengan bekerja atau tidaknya sistem-sistem keselamatan/mitigasi Hal yang penting : Menghubungkan

Lebih terperinci

Prosiding Presentasi llrniah Teknologi Keselamatan Reaktor- III ISSN No.: Serpong, Mei 1998._. PPTKR-BATAN MECHANIC PADA PIPA

Prosiding Presentasi llrniah Teknologi Keselamatan Reaktor- III ISSN No.: Serpong, Mei 1998._. PPTKR-BATAN MECHANIC PADA PIPA Prosiding Presentasi llrniah Teknologi Keselamatan Reaktor- III ISSN No.: 1410-0533 Serpong, 13-14 Mei 1998._. PPTKR-BATAN ID0000026 PERHITUNGAN NUMERIK DALAM PROBABILITAS FRACTURE MECHANIC PADA PIPA D.T

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki era globalisasi, ilmu pengetahuan dan teknologi mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan ini dapat memiliki dampak yang positif dan negatif bagi

Lebih terperinci

Bab 2 PENDEKATAN TERHADAP PERTAHANAN BERLAPIS

Bab 2 PENDEKATAN TERHADAP PERTAHANAN BERLAPIS Bab 2 PENDEKATAN TERHADAP PERTAHANAN BERLAPIS 15. Pertahanan berlapis merupakan penerapan hierarkis berbagai lapisan peralatan dan prosedur untuk menjaga efektivitas penghalang fisik yang ditempatkan di

Lebih terperinci

LAMPIRAN I METODE DAN PENDEKATAN ANALISIS KESELAMATAN

LAMPIRAN I METODE DAN PENDEKATAN ANALISIS KESELAMATAN LAMPIRAN I METODE DAN PENDEKATAN ANALISIS KESELAMATAN I-101. Lampiran I berisi beberapa pertimbangan yang mungkin bermanfaat dalam melakukan analisis keselamatan untuk suatu reaktor penelitian. Pendekatan

Lebih terperinci

RISET KECELAKAAN KEHILANGAN AIR PENDINGIN: KARAKTERISTIK TERMOHIDRAULIK

RISET KECELAKAAN KEHILANGAN AIR PENDINGIN: KARAKTERISTIK TERMOHIDRAULIK RISET KECELAKAAN KEHILANGAN AIR PENDINGIN: KARAKTERISTIK TERMOHIDRAULIK RINGKASAN Apabila ada sistem perpipaan reaktor pecah, sehingga pendingin reaktor mengalir keluar, maka kondisi ini disebut kecelakaan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI DAN PROSEDUR OPERASI REAKTOR DAYA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI DAN PROSEDUR OPERASI REAKTOR DAYA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI DAN PROSEDUR OPERASI REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN INSTALASI NUKLIR NON REAKTOR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN INSTALASI NUKLIR NON REAKTOR PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN INSTALASI NUKLIR NON REAKTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang

Lebih terperinci

ANALISIS PROBABILISTIK KECELAKAAN PARAH PWR SISTEM PASIF UNTUK MENINGKATKAN MANAJEMEN KECELAKAAN

ANALISIS PROBABILISTIK KECELAKAAN PARAH PWR SISTEM PASIF UNTUK MENINGKATKAN MANAJEMEN KECELAKAAN ANALISIS PROBABILISTIK KECELAKAAN PARAH PWR SISTEM PASIF UNTUK MENINGKATKAN MANAJEMEN KECELAKAAN D. T. Sony Tjahyani, Andi Sofrany Ekariansyah Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir-BATAN Kawasan

Lebih terperinci

PENCEGAHAN KEBAKARAN. Pencegahan Kebakaran dilakukan melalui upaya dalam mendesain gedung dan upaya Desain untuk pencegahan Kebakaran.

PENCEGAHAN KEBAKARAN. Pencegahan Kebakaran dilakukan melalui upaya dalam mendesain gedung dan upaya Desain untuk pencegahan Kebakaran. LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA PENCEGAHAN KEBAKARAN Pencegahan Kebakaran

Lebih terperinci

2011, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA. BAB I KETENTU

2011, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA. BAB I KETENTU No.535, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Desain Reaktor Daya. Ketentuan Keselamatan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN PROTEKSI TERHADAP BAHAYA INTERNAL

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN PROTEKSI TERHADAP BAHAYA INTERNAL SALINAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN PROTEKSI TERHADAP BAHAYA INTERNAL SELAIN KEBAKARAN DAN LEDAKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu kegiatan yang tidak produktif yang menyebabkan kerugian bagi perusahaan adalah kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan seseorang atau

Lebih terperinci

Reactor Safety System and Safety Classification BAB I PENDAHULUAN

Reactor Safety System and Safety Classification BAB I PENDAHULUAN DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Tujuan Keselamatan... 3 1.2. Fungsi Keselamatan Dasar... 3 1.3. Konsep Pertahanan Berlapis... 6 BAB II SISTEM KESELAMATAN REAKTOR DAYA PWR DAN BWR... 1 2.1. Pendahuluan...

Lebih terperinci

BAB 3 DATA DAN PEMBAHASAN

BAB 3 DATA DAN PEMBAHASAN BAB 3 DATA DAN PEMBAHASAN III.1 DATA III.1.1 Pipeline and Instrument Diagram (P&ID) Untuk menggambarkan letak dari probe dan coupon yang akan ditempatkan maka dibutuhkan suatu gambar teknik yang menggambarkan

Lebih terperinci

AKTIVITAS SDM UJI TAK RUSAK-PTRKN UNTUK MENYONGSONG PLTN PERTAMA DI INDONESIA

AKTIVITAS SDM UJI TAK RUSAK-PTRKN UNTUK MENYONGSONG PLTN PERTAMA DI INDONESIA AKTIVITAS SDM UJI TAK RUSAK-PTRKN UNTUK MENYONGSONG PLTN PERTAMA DI INDONESIA SRI NITISWATI, ROZIQ HIMAWAN Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir-BATAN Kawasan Puspitek Serpong, Tangerang 15310,

Lebih terperinci

EVALUASI KESELAMATAN REAKTOR AIR MENDIDIH (BWR) DALAM PENGAWASAN REAKTOR DAYA

EVALUASI KESELAMATAN REAKTOR AIR MENDIDIH (BWR) DALAM PENGAWASAN REAKTOR DAYA EVALUASI KESELAMATAN REAKTOR AIR MENDIDIH (BWR) DALAM PENGAWASAN REAKTOR DAYA Oleh: Budi Rohman Pusat Pengkajian Sistem dan Teknologi Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir Badan Pengawas Tenaga Nuklir

Lebih terperinci

Oleh: Gita Eka Rahmadani

Oleh: Gita Eka Rahmadani ANALISA KEANDALAN PADA DAPUR INDUKSI 10 TON MENGGUNAKAN METODE FAILURE MODE EFFECT & CRITICALITY ANALYSIS (FMECA) ( STUDI KASUS PT BARATA INDONESIA (PERSERO) Oleh: Gita Eka Rahmadani 6506.040.040 Latar

Lebih terperinci

ID0200243 ANALISIS KEANDALAN KOMPONEN DAN SISTEM RSG GAS DENGAN MENGGUNAKAN DATA BASE

ID0200243 ANALISIS KEANDALAN KOMPONEN DAN SISTEM RSG GAS DENGAN MENGGUNAKAN DATA BASE VrusiUinx Presentasi Ilmiah Tehmlogi Keselamatan Nukllr-V ISSN No. : 1410-0533 Serpong 2H Juni 2000 ' ID0200243 ANALISIS KEANDALAN KOMPONEN DAN SISTEM RSG GAS DENGAN MENGGUNAKAN DATA BASE Oleh : Demon

Lebih terperinci

ANALISA PERAWATAN BERBASIS RESIKO PADA SISTEM PELUMAS KM. LAMBELU

ANALISA PERAWATAN BERBASIS RESIKO PADA SISTEM PELUMAS KM. LAMBELU Jurnal Riset dan Teknologi Kelautan (JRTK) Volume 14, Nomor 1, Januari - Juni 2016 ANALISA PERAWATAN BERBASIS RESIKO PADA SISTEM PELUMAS KM. LAMBELU Zulkifli A. Yusuf Dosen Program Studi Teknik Sistem

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI TERHADAP KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: ( Print) F-312

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: ( Print) F-312 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (203) ISSN: 2337-3539 (230-927 Print) F-32 Evaluasi Reliability dan Safety pada Sistem Pengendalian Level Syn Gas 2ND Interstage Separator Di PT. Petrokimia Gresik Dewi

Lebih terperinci

Bab 5 PERKEMBANGAN PERTAHANAN BERLAPIS UNTUK REAKTOR DAYA DI MASA DEPAN

Bab 5 PERKEMBANGAN PERTAHANAN BERLAPIS UNTUK REAKTOR DAYA DI MASA DEPAN Bab 5 PERKEMBANGAN PERTAHANAN BERLAPIS UNTUK REAKTOR DAYA DI MASA DEPAN 116. Beberapa konsep mengenai reaktor maju sedang dipertimbangkan, dan pencapaian perbaikan dalam keselamatan dan keandalan merupakan

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG FORMAT DAN ISI

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG FORMAT DAN ISI KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR FORMAT

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari masa ke masa. Dengan demikian, setiap tenaga kerja harus dilindungi

BAB 1 PENDAHULUAN. dari masa ke masa. Dengan demikian, setiap tenaga kerja harus dilindungi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tenaga kerja merupakan tulang punggung suksesnya pembangunan bangsa dari masa ke masa. Dengan demikian, setiap tenaga kerja harus dilindungi keselamatan dan kesehatannya

Lebih terperinci

KEJADIAN AWAL, INSIDEN DAN KECELAKAAN

KEJADIAN AWAL, INSIDEN DAN KECELAKAAN BASIC PROFESSIONAL TRAINING COURSE ON NUCLEAR SAFETY JULY 19 30, 2004 KEJADIAN AWAL, INSIDEN DAN KECELAKAAN Anhar R. Antariksawan Bidang Analisis Risiko dan Mitigasi Kecelakaan P2TKN E-mail: anharra@centrin.net.id

Lebih terperinci

CONTOH KEJADIAN AWAL TERPOSTULASI. Kejadian Awal Terpostulasi. No. Kelompok Kejadian Kejadian Awal

CONTOH KEJADIAN AWAL TERPOSTULASI. Kejadian Awal Terpostulasi. No. Kelompok Kejadian Kejadian Awal LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA CONTOH KEJADIAN AWAL TERPOSTULASI Kejadian Awal Terpostulasi No. Kelompok

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA - 2 - CONTOH KEJADIAN AWAL TERPOSTULASI Kejadian Awal Terpostulasi No. Kelompok

Lebih terperinci

PELUANG DAN TANTANGAN BATAN SEBAGAI ORGANISASI PENDUKUNG TEKNIS DI BIDANG PROTEKSI RADIASI

PELUANG DAN TANTANGAN BATAN SEBAGAI ORGANISASI PENDUKUNG TEKNIS DI BIDANG PROTEKSI RADIASI PELUANG DAN TANTANGAN BATAN SEBAGAI ORGANISASI PENDUKUNG TEKNIS DI BIDANG PROTEKSI RADIASI Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi BATAN Jalan Lebak Bulus Raya No.49, Kotak Pos 7043 JKSKL, Jakarta

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT UNTUK REAKTOR DAYA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT UNTUK REAKTOR DAYA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT UNTUK REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang

Lebih terperinci

PENYUSUNAN PROGRAM KESIAPSIAGAAN NUKLIR INSTALASI ELEMEN BAKAR EKSPERIMENTAL

PENYUSUNAN PROGRAM KESIAPSIAGAAN NUKLIR INSTALASI ELEMEN BAKAR EKSPERIMENTAL PENYUSUNAN PROGRAM KESIAPSIAGAAN NUKLIR INSTALASI ELEMEN BAKAR EKSPERIMENTAL Suliyanto, Muradi Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir - BATAN Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan 15310, Telp (021)

Lebih terperinci

Analisis Keandalan Pada Boiler PLTU dengan Menggunakan Metode Failure Mode Effect Analysis (FMEA)

Analisis Keandalan Pada Boiler PLTU dengan Menggunakan Metode Failure Mode Effect Analysis (FMEA) Analisis Keandalan Pada Boiler PLTU dengan Menggunakan Metode Failure Mode Effect Analysis (FMEA) Weta Hary Wahyunugraha 2209100037 Teknik Sistem Pengaturan Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

PENYIAPAN LARUTAN URANIL NITRAT UNTUK PROSES KONVERSI KIMIA MELALUI EVAPORASI

PENYIAPAN LARUTAN URANIL NITRAT UNTUK PROSES KONVERSI KIMIA MELALUI EVAPORASI PENYIAPAN LARUTAN URANIL NITRAT UNTUK PROSES KONVERSI KIMIA MELALUI EVAPORASI S u n a r d i Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir - BATAN ABSTRAK PENYIAPAN LARUTAN URANIL NITRAT UNTUK PROSES KONVERSI KIMIA

Lebih terperinci

2012, No Instalasi Nuklir, Reaktor Nuklir, dan Bahan Nuklir adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Keten

2012, No Instalasi Nuklir, Reaktor Nuklir, dan Bahan Nuklir adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Keten LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.107, 2012 NUKLIR. Instalasi. Keselamatan. Keamanan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5313) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PRINSIP DASAR KESELAMATAN NUKLIR (II)

PRINSIP DASAR KESELAMATAN NUKLIR (II) PRINSIP DASAR KESELAMATAN NUKLIR (II) Khoirul Huda Badan Pengawas Tenaga Nuklir Jl. Gajah Mada 8, Jakarta 1 DESAIN KEANDALAN (1/8) Batas maksimum tidak berfungsinya (unavailability) suatu sistem atau komponen

Lebih terperinci

Dewi Widya Lestari

Dewi Widya Lestari Dewi Widya Lestari 2411 106 011 WHB merupakan komponen yang sangat vital bagi berlangsungnya operasional untuk memenuhi pasokan listrik pabrik I PT Petrokimia Gresik. Dari tahun 90-an hingga kini WHB beroperasi

Lebih terperinci

PRINSIP DASAR KESELAMATAN NUKLIR (I)

PRINSIP DASAR KESELAMATAN NUKLIR (I) PRINSIP DASAR KESELAMATAN NUKLIR (I) Khoirul Huda Badan Pengawas Tenaga Nuklir Jl. Gajah Mada 8, Jakarta 1 KESELAMATAN NUKLIR M I S I Misi keselamatan nuklir adalah untuk melindungi personil, anggota masyarakat

Lebih terperinci

Penilaian Risiko pada Mesin Pendingin di Kapal Penangkap Ikan dengan Pendekatan FMEA

Penilaian Risiko pada Mesin Pendingin di Kapal Penangkap Ikan dengan Pendekatan FMEA Penilaian Risiko pada Pendingin di Kapal Penangkap Ikan dengan Pendekatan FMEA 1 Yuniar E. Priharanto, 1 M. Zaki Latif A., 1 Akhmad Nurfauzi, 2 Rahmad Surya HS. 1. Politeknik Kelautan dan Perikanan Sorong,

Lebih terperinci

MODEL AUTOMATA PENGOPERASIAN DAN PERSIAPAN UNTAI UJI TERMOHIDRAULIKA BETA

MODEL AUTOMATA PENGOPERASIAN DAN PERSIAPAN UNTAI UJI TERMOHIDRAULIKA BETA MODEL AUTOMATA PENGOPERASIAN DAN PERSIAPAN UNTAI UJI TERMOHIDRAULIKA BETA Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir-BATAN, PUSPIPTEK Serpong, Tangerang, 15310 E-mail : kussigit@batan.go.id ABSTRAK

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka

Bab 2 Tinjauan Pustaka Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Analisis Risk (Resiko) dan Risk Assessment Risk (resiko) tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari manusia. Sebagai contoh apabila seseorang ingin melakukan suatu kegiatan

Lebih terperinci

Bab 3 IMPLEMENTASI PERTAHANAN BERLAPIS

Bab 3 IMPLEMENTASI PERTAHANAN BERLAPIS Bab 3 IMPLEMENTASI PERTAHANAN BERLAPIS 54. Konsep penghalang dan lapisan-lapisan proteksi yang menyusun pertahanan berlapis dan juga beberapa elemen penghalang dan lapisan yang umum dibahas di Bagian 2.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

LINGKUP KESELAMATAN NUKLIR DI SUATU NEGARA YANG MEMILIKI FASILITAS NUKLIR

LINGKUP KESELAMATAN NUKLIR DI SUATU NEGARA YANG MEMILIKI FASILITAS NUKLIR LINGKUP KESELAMATAN NUKLIR DI SUATU NEGARA YANG MEMILIKI FASILITAS NUKLIR RINGKASAN Inspeksi keselamatan pada fasilitas nuklir termasuk regulasi yang dilakukan oleh Komisi Keselamatan Tenaga Nuklir adalah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

LAMPIRAN FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN UNTUK MENETAPKAN KONDISI-KONDISI BATAS UNTUK OPERASI YANG AMAN

LAMPIRAN FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN UNTUK MENETAPKAN KONDISI-KONDISI BATAS UNTUK OPERASI YANG AMAN LAMPIRAN FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN UNTUK MENETAPKAN KONDISI-KONDISI BATAS UNTUK OPERASI YANG AMAN A.1. Daftar parameter operasi dan peralatan berikut hendaknya dipertimbangkan dalam menetapkan

Lebih terperinci

Strategi Minimisasi Potensi Bahaya Berdasarkan Metode Hazard and Operability (HAZOP) di PT. Agronesia

Strategi Minimisasi Potensi Bahaya Berdasarkan Metode Hazard and Operability (HAZOP) di PT. Agronesia Reka Integra ISSN: 2338-5081 Teknik Industri Itenas No.1 Vol. 1 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Juni 2013 Strategi Minimisasi Potensi Bahaya Berdasarkan Metode Hazard and Operability (HAZOP)

Lebih terperinci

FORMAT DAN ISI LAPORAN PENILAIAN KESELAMATAN BERKALA KONDISI TERKINI STRUKTUR, SISTEM, DAN KOMPONEN

FORMAT DAN ISI LAPORAN PENILAIAN KESELAMATAN BERKALA KONDISI TERKINI STRUKTUR, SISTEM, DAN KOMPONEN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA FORMAT DAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT UNTUK REAKTOR DAYA 2 PERSYARATAN KHUSUS DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT Lampiran ini menguraikan

Lebih terperinci

RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE DALAM PERAWATAN F.O. SERVICE PUMP SISTEM BAHAN BAKAR KAPAL IKAN

RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE DALAM PERAWATAN F.O. SERVICE PUMP SISTEM BAHAN BAKAR KAPAL IKAN Jurnal Riset dan Teknologi Kelautan (JRTK) Volume 14, Nomor 1, Januari - Juni 2016 RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE DALAM PERAWATAN F.O. SERVICE PUMP SISTEM BAHAN BAKAR KAPAL IKAN M. Rusydi Alwi Dosen

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR PROSES PENILAIAN KESELAMATAN

BAB II TEORI DASAR PROSES PENILAIAN KESELAMATAN BAB II TEORI DASAR PROSES PENILAIAN KESELAMATAN 2.1 PENDAHULUAN SAE ARP4761 dikeluarkan oleh SAE (Society for Automotive Engineers) International The Engineering Society for Advancing Mobility Land Sea

Lebih terperinci

ANALISIS KEANDALAN KOLAM PENYIMPAN BAHAN BAKAR BEKAS PADA PWR AP1000

ANALISIS KEANDALAN KOLAM PENYIMPAN BAHAN BAKAR BEKAS PADA PWR AP1000 ANALISIS KEANDALAN KOLAM PENYIMPAN BAHAN BAKAR BEKAS PADA PWR AP1000 D. T. Sony Tjahyani Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir BATAN Kawasan Puspiptek Gd. 80, Serpong, Tangerang 15310 Telp/Fax:

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang :

Lebih terperinci

PENCEGAHAN KEBAKARAN. Pencegahan Kebakaran dilakukan melalui upaya dalam mendesain gedung dan upaya Desain untuk pencegahan Kebakaran.

PENCEGAHAN KEBAKARAN. Pencegahan Kebakaran dilakukan melalui upaya dalam mendesain gedung dan upaya Desain untuk pencegahan Kebakaran. 7 2012, No.74 LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA PENCEGAHAN KEBAKARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kebutuhan akan gas bumi di Indonesia adalah sangat penting mengingat hasil pengolahan gas bumi digunakan untuk kebutuhan rumah tangga, industri maupun transportasi.

Lebih terperinci

125 SNI YANG SUDAH DITETAPKAN BSN DI BIDANG USAHA MINYAK DAN GAS BUMI

125 SNI YANG SUDAH DITETAPKAN BSN DI BIDANG USAHA MINYAK DAN GAS BUMI 125 SNI YANG SUDAH DITETAPKAN BSN DI BIDANG USAHA MINYAK DAN GAS BUMI NO NOMOR SNI J U D U L KETERANGAN 1. SNI 07-0728-1989 Pipa-pipa baja pengujian tekanan tinggi untuk saluran pada industri minyak dan

Lebih terperinci

PERSYARATAN UMUM DESAIN

PERSYARATAN UMUM DESAIN 2012, No.272 6 LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN PROTEKSI TERHADAP BAHAYA INTERNAL SELAIN KEBAKARAN DAN LEDAKAN PADA REAKTOR DAYA PERSYARATAN UMUM

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN PERANGKAT LUNAK RELIABILITY-CENTERED MAINTENANCE

RANCANG BANGUN PERANGKAT LUNAK RELIABILITY-CENTERED MAINTENANCE 1 RANCANG BANGUN PERANGKAT LUNAK RELIABILITY-CENTERED MAINTENANCE (RCM) UNTUK MENENTUKAN MAINTENANCE TASK PADA GARDU INDUK MENGGUNAKAN METODE RISK PRIORITY NUMBER (RPN) Deddy Ardiyasa, Nurlita Gamayanti,

Lebih terperinci

EVALUASI KESIAPSIAGAAN NUKLIR DI INSTALASI RADIOMETALURGI BERDASARKAN PERKA BAPETEN NOMOR 1 TAHUN 2010

EVALUASI KESIAPSIAGAAN NUKLIR DI INSTALASI RADIOMETALURGI BERDASARKAN PERKA BAPETEN NOMOR 1 TAHUN 2010 No. 07 / Tahun IV April 2011 ISSN 1979-2409 EVALUASI KESIAPSIAGAAN NUKLIR DI INSTALASI RADIOMETALURGI BERDASARKAN PERKA BAPETEN NOMOR 1 TAHUN 2010 Budi Prayitno, Suliyanto Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir

Lebih terperinci

Studi Implementasi RCM untuk Peningkatan Produktivitas Dok Apung (Studi Kasus: PT.Dok dan Perkapalan Surabaya)

Studi Implementasi RCM untuk Peningkatan Produktivitas Dok Apung (Studi Kasus: PT.Dok dan Perkapalan Surabaya) Studi Implementasi RCM untuk Peningkatan Produktivitas Dok Apung (Studi Kasus: PT.Dok dan Perkapalan Surabaya) G136 Nurlaily Mufarikhah, Triwilaswandio Wuruk Pribadi, dan Soejitno Jurusan Teknik Perkapalan,

Lebih terperinci

APA YANG SALAH? Kasus Sejarah Malapetaka Pabrik Proses EDISI KEEMPAT

APA YANG SALAH? Kasus Sejarah Malapetaka Pabrik Proses EDISI KEEMPAT Untuk Denise, Yang selalu menunggu ketika saya menikmati kesendirian dan tinggal di laboratorium berhari-hari namun kamu tidak pernah melihat hasilnya. APA YANG SALAH? Kasus Sejarah Malapetaka Pabrik Proses

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Sesuai dengan tujuan utama dari penelitian ini yaitu mengurangi dan mengendalikan resiko maka dalam penelitian ini tentunya salah satu bagian utamanya

Lebih terperinci

PRINSIP-PRINSIP DASAR MANAJEMEN KECELAKAAN REAKTOR DAYA.

PRINSIP-PRINSIP DASAR MANAJEMEN KECELAKAAN REAKTOR DAYA. Presiding Presentasi Ilmiah Teknologi Keselamatan Nuklir-V,. ISSN No.: 1410-0533 Serpong. 28 Juni 2000 * ID0200244 PRINSIP-PRINSIP DASAR MANAJEMEN KECELAKAAN REAKTOR DAYA Oleh : Aliq, Suharno, Anhar R.A.,

Lebih terperinci

ANALISIS KERUSAKAN LINER PADA MUD PUMP IDECO T-800 TYPE TRIPLEX PUMP BERDASARKAN RELIABILITY, AVAILABILITY, DAN METODE FAULT TREE ANALYSIS DI PT.

ANALISIS KERUSAKAN LINER PADA MUD PUMP IDECO T-800 TYPE TRIPLEX PUMP BERDASARKAN RELIABILITY, AVAILABILITY, DAN METODE FAULT TREE ANALYSIS DI PT. ANALISIS KERUSAKAN LINER PADA MUD PUMP IDECO T-800 TYPE TRIPLEX PUMP BERDASARKAN RELIABILITY, AVAILABILITY, DAN METODE FAULT TREE ANALYSIS DI PT. X Jupri Aldi 1, Yohanes 2, Yuhelson 3 1 Mahasiswa Jurusan

Lebih terperinci

DASAR ANALISIS KESELAMATAN

DASAR ANALISIS KESELAMATAN Modul 1 DASAR ANALISIS KESELAMATAN Anhar R. Antariksawan Bidang Analisis Risiko dan Mitigasi Kecelakaan (BARMiK) P2TKN BATAN anharra@centrin.net.id 20-10-03 antariksawan 1 Tujuan Mengetahui metodologi

Lebih terperinci

Kondisi Abnormal pada Proses Produksi Migas

Kondisi Abnormal pada Proses Produksi Migas Di dalam proses produksi migas (minyak dan gas), ada beberapa kejadiaan merugikan yang tidak diinginkan yang bisa mengancam keselamatan. Jika tidak ditangani dengan baik, kejadian tersebut bisa mengarah

Lebih terperinci

LAMPIRAN PENJELASAN BENTUK-BENTUK YANG DIGUNAKAN DALAM DOKUMEN

LAMPIRAN PENJELASAN BENTUK-BENTUK YANG DIGUNAKAN DALAM DOKUMEN LAMPIRAN PENJELASAN BENTUK-BENTUK YANG DIGUNAKAN DALAM DOKUMEN A.1. Hubungan antara perawatan pencegahan, perawatan perbaikan, pengujian berkala dan inspeksi tidak-rutin dijelaskan sebagai berikut. PERAWATAN,

Lebih terperinci

Badan Tenaga Nuklir Nasional 2012

Badan Tenaga Nuklir Nasional 2012 BATAN B.38 ANALISIS KONSEKUENSI KECELAKAAN PARAH PRESSURIZED WATER REACTOR DENGAN BACKWARDS METHOD Dr. Ir. Pande Made Udiyani Dr. Jupiter Sitorus Pane, M.Sc Drs. Sri Kuntjoro Ir. Sugiyanto Ir. Suharno,

Lebih terperinci

PENGOPERASIAN BOILER SEBAGAI PENYEDIA ENERGI PENGUAPAN PADA PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF CAIR DALAM EVAPORATOR TAHUN 2012

PENGOPERASIAN BOILER SEBAGAI PENYEDIA ENERGI PENGUAPAN PADA PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF CAIR DALAM EVAPORATOR TAHUN 2012 Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun 202 ISSN 0852-2979 PENGOPERASIAN BOILER SEBAGAI PENYEDIA ENERGI PENGUAPAN PADA PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF CAIR DALAM EVAPORATOR TAHUN 202 Heri Witono, Ahmad Nurjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri migas sebagai industry bergerak dalam produksi minyak bumi atau gas alam memiliki sebuah system dalam distribusi produk mereka setelah diambil dari sumur bor

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Strategi pengendalian resiko, yang bertujuan untuk memitigasi konsekuensikonsekuensi dan mengurangi frekuensi kejadian yang potensial dapat dibagi ke dalam empat

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.389, 2015 BAPETEN. Reaktor Nondaya. Keselamatan. Penilaian. Verifikasi. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Di dunia industri terutama dibidang petrokimia dan perminyakan banyak proses perubahan satu fluida ke fluida yang lain yang lain baik secara kimia maupun non kimia.

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BAPETEN TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BAPETEN TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA KP PERKA- 24 OKT 2014 RANCANGAN PERATURAN KEPALA BAPETEN TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA DIREKTORAT PENGATURAN PENGAWASAN INSTALASI DAN BAHAN NUKLIR BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN PERAWATAN REAKTOR NONDAYA.

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN PERAWATAN REAKTOR NONDAYA. LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN PERAWATAN REAKTOR NONDAYA - 2 - FORMAT DAN ISI PROGRAM PERAWATAN A. Format program perawatan terdiri atas:

Lebih terperinci