SKRIPSI OLEH: F

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SKRIPSI OLEH: F"

Transkripsi

1 SKRIPSI KARAKTERISTIK TERMAL KAYU MERANTI (Shorea Leprosula Miq.) PADA BAHAN GITAR AKUSTIK MENGGUNAKANN PROSES PENGERINGAN LAPISAN TIPIS OLEH: PUTRA PRATAMA F DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIANN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2 KARAKTERISTIK TERMAL KAYU MERANTI (Shorea Leprosula Miq.) PADA BAHAN GITAR AKUSTIK MENGGUNAKAN PROSES PENGERINGAN LAPISAN TIPIS SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh: PUTRA PRATAMA F DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR i

3 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN KARAKTERISTIK TERMAL KAYU MERANTI (Shorea Leprosula Miq.) PADA BAHAN GITAR AKUSTIK MENGGUNAKAN PROSES PENGERINGAN LAPISAN TIPIS SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh: PUTRA PRATAMA F Dilahirkan pada tanggal 18 Maret 1988 di Curup, Bengkulu Disetujui, Bogor, Agustus 2010 Ir. Sri Mudiastuti, M. Eng Dosen Pembimbing Mengetahui, Dr. Ir. Desrial, M. Eng Ketua Departemen Teknik Pertanian Tanggal Ujian : 21 Juli 2010 ii

4 Putra Pratama F Karakteristik Termal Kayu Meranti (Shorea Leprosula Miq.) sebagai Bahan Baku Gitar Akustik Menggunakan Proses Pengeringan Lapisan Tipis. Dibawah bimbingan Sri Mudiastuti ABSTRAK Gitar adalah alat musik berdawai yang menghasilkan getaran yang beragam disebut bunyi atau suara. Kualitas suara yang dihasilkan gitar sangat tergantung pada karakteristik fisik, mekanis dan termal kayu gitar tersebut. Kayu gitar yang baik memiliki rentang suara yang bagus, penampang serat menarik serta awet. Indonesia mempunyai banyak jenis kayu dan salah satu kayu yang tergolong baik untuk memenuhi karakteristik tersebut adalah kayu meranti (Shorea Leprosula Miq.). Para produsen dan pengrajin gitar menggunakan teknik pengeringan yang selama ini digunakan yaitu kiln dryer untuk jenis pengeringan udara dan matahari. Hal ini tanpa memperhatikan karakteristik termal sebagai kemampuan kayu Meranti yang spesifik didalam laju pengeringan yang terjadi. Hasil pengeringan ini juga diharapkan akan menghasilkan kayu pada kadar air yang diinginkan tanpa merusak kayu itu. Kelemahan jenis pengeringan ini memerlukan waktu yang cukup lama dan membatasi hasil produksi gitar dari produsen dan pengrajin gitar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik termal dari pengeringan kayu meranti (Shorea Leprosula Miq.), dengan melakukan percobaan pengeringan pada berbagai suhu untuk mendapatkan kayu pada kadar air yang seimbang dalam waktu yang relatif singkat namun dengan kadar kerusakan minimal. Kayu yang digunakan pada penelitian ini memiliki berat jenis 0,803 kg/m 3, Cp 2,627 kj/kg K, dan konduktivitas 0,153 W/m 2. Penelitian dilakukan pada suhu 30 0 C selama 48 jam, 50 0 C selama 24 jam, 70 0 C selama 18 jam dan 90 0 C selama 12 jam untuk mendapatkan suhu terbaik untuk pengeringan. Dari hasil perbandingan didapat bahwa pengeringan terbaik adalah dengan suhu 30 0 C dan tercepat adalah pengeringan 90 0 C yang dapat menurunkan kadar air dari 90% hingga 12% dalam waktu 12 jam. Dari tujuan yang ingin dicapai maka pengeringan terbaik untuk kayu sebagai bahan baku gitar akustik maka dipilih pengeringan 90 0 C karena penggunaan energi yang lebih efisien serta pengeringan yang lebih cepat. Dari hasil pengeringan 90 0 C dibuat sebuah gitar, lalu diukur frekuensi nada yang dihasilkan. Pada penelitian ini digunakan nada C (123 Hz), F (87,3 Hz) dan G (196 Hz). Nada yang dihasilkan dibandingkan durasi dan amplitudonya dengan gitar kelas menengah standar pabrik Yamaha Indonesia tipe CG-101a. Gitar hasil penelitian menghasilkan durasi pada nada C sebesar 2,25 detik, nada F sebesar 1,8 detik dan nada G sebesar 2,2 detik. Sedangkan gitar Yamaha menghasilkan durasi pada nada C sebesar 0,88 detik, nada F sebesar 1,6 dan nada G sebesar 1,5 detik. Dari segi amplitudo, gitar penelitian menghasilkan amplitudo pada nada C sebesar 1 mm, nada F sebesar 0,55 mm, dan nada G sebesar 0,7 mm. Sedangkan gitar Yamaha menghasilkan amplitudo pada nada C sebesar 0,8 mm, nada F sebesar 0,95 dan nada G sebesar 0,8 mm.dari hasil perbandingan ternyata gitar hasil pengeringan ini memiliki durasi yang lebih panjang, namun amplitudo yang lebih pendek dari gitar Yamaha. Kata Kunci: Pengeringan, Meranti, Gitar, Shorea Leprosula Miq. iii

5 RIWAYAT HIDUP Putra Pratama dilahirkan di kota Curup pada tanggal 18 Maret Penulis adalah anak pertama dari lima bersaudara dari pasangan Herman Dalil dan Refnis. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD 02 Centre Muara Aman pada tahun Penulis melanjutkan pendidikan menengah di SLTP N 1 Lebong Utara dan lulus pada tahun Setelah itu melanjutkan ke SMA N 5 Kota bengkulu dan lulus tahun Tahun 2006, penulis masuk ke IPB melalui jalur SPMB dan kemudian pada tahun 2007 melalui seleksi sistem Mayor-Minor IPB penulis diterima di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Pada semester lima, penulis masuk bagian Lingkungan dan bangunan Pertanian (LBP) dengan dosen pembimbing akademik Ir. Sri Mudiastuti, M. Eng. Pada tahun 2009, penulis melakukan Kegiatan Praktek Lapangan di PTPN VII unit Usaha Talo Pino Bengkulu dengan mengambil judul Aspek Keteknikan Pertanian pada Proses Pengolahan Kelapa Sawit di PTPN VII Unit Usaha Talo Pino. Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Taknologi Pertanian, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Karakteristik Termal Kayu Meranti (Shorea Leprosula Miq.) sebagai Bahan Baku Gitar Akustik Menggunakan Proses Pengeringan Lapisan Tipis. Selama di Perkuliahan penulis aktif mengikuti beberapa lembaga kemahasiswaan di IPB yaitu Himateta sebagai staf keteknikan ( ), Persatuan Tenis Meja IPB sebagai ketua bagian Humas ( ), dan Ikatan Mahasiswa Bumi Raflesia sebagai Staf Humas ( ). Selain aktif di Lembaga kemahasiswaan, penulis pun pernah mendapatkan hibah DIKTI melalui Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang kewirausahaan pada tahun 2008 dengan judul Jus pepaya Madu sebagai Minuman Kesehatan Alternatif. Penulis pun pernah mendapatkan Beasiswa Bantuan Kemahasiswaan IPB ( ). Penulis pun pernah mengikuti dan memenangkan beberapa kompetisi, antara lain Finalis juara 3 Engineering Science Competition (2006), Juara 1 Tenis Meja tunggal Putra Fateta(2008), Juara 3 Tenis Meja Berregu Olimpiade Mahasiswa IPB (2008) dan juara 2 Musikalisasi Puisi Reds Cup Fateta (2009). Hp: ciput_bandel@yahoo.co.id iv

6 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang maha kaya akan ilmu dan pengetahuannya, shalawat serta salam semoga tercurah pada Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga serta sahabatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Karakteristik Termal Kayu Meranti (Shorea Leprosula Miq.) sebagai Bahan Baku Gitar Akustik Menggunakan Proses Pengeringan Lapisan Tipis. Harapan besar penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat dalam menambah khasanah keilmuan bagi penulis maupun para akademis lainnya. Dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ir. Sri Mudiastuti, M.Eng selaku pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, arahan, masukan dan motivasi yang berharga bagi penulis. 2. Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M. Si dan Dr. Ir. Leopold Oscar Nelwan, M. Si selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktunya menjadi penguji dan banyak memberikan masukan kepada penulis. 3. Ayah, Ibu dan Adik-adik penulis tercinta yang telah memberikan dukungan dari kecil hingga saat ini. Semoga Allah membalas segala kebaikan dengan sesuatu yang lebih baik. 4. Bpk. Dani yang telah membantu proses pembuatan gitar hingga selesai dan terbentuk gitar yang memiliki rupa dan nada yang indah. Semoga bisnis yang dijalankan makin sukses lancar dan berkah. 5. Teman-teman TEP 42, 43, 44, 45 dan 46 yang telah mewarnai hari-hari perkuliahan dengan penuh rasa persahabatan dan kekeluargaan. 6. Seluruh dosen, jajaran rektorat, teman-teman dan organisasi di IPB yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terimakasih atas perhatian dan kerjasamanya. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Mohon Maaf atas segala kesalahan dan kekurangan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya. Bogor, Juli 2010 Penulis v

7 DAFTAR ISI RINGKASAN... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I PENDAHULUAN... iii iv v vi viii ix xi 1 A. Latar belakang... 1 B. Tujuan... 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 3 A. Kayu Meranti... 3 B. Sifat Umum Kayu... 4 C. Karakteristik Termal Kayu Panas Jenis Konduktivitas Panas Difusivitas panas... 7 D. Pengeringan Kayu Pengeringan Matahari Pengeringan Mekanis... 9 E. Cacat-cacat Pengeringan Kayu F. Teori Pengeringan G. Kadar Air Kesetimbangan dan Konstanta Pengeringan Kadar Air Kesetimbangan Konstanta Pengeringan H. Model Pengeringan Lapisan Tipis I. Proses Pindah Panas pada Pengering Pindah Panas Radiasi Pindah Panas Konveksi Pindah Panas Konduksi vi

8 J. Energi dan Efisiensi Pengeringan K. Alat Musik Gitar BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan B. Bahan C. Alat D. Tahapan Penelitian Persiapan Peralatan Persiapan Bahan Pengukuran Sifat Panas Pengukuran Berat dan Kadar Air Kadar Air Kesetimbangan (Me) dan Konstanta Pengeringan (K) Pengukuran Kualitas Suara E. Paramater Yang Diukur Sifat Fisik Lama Pengeringan Karakteristik Nada F. Rancangan Percobaan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Termal Kayu Meranti (Shorea Leprosula Miq.) B. Karakteristik Pengering Suhu Kelembaban (RH) Pindah Panas pada Alat Pengering C. Energi dan Efisiensi Pengeringan B. Lama dan Laju Penurunan Kadar Air C. Kadar Air Kesetimbangan D. Model Kadar Air Kesetimbangan E. Konstanta Pengeringan F. Analisis Suara Gitar Durasi Nada Amplitudo vii

9 G. Analisa Statistik Penelitian BAB V KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN viii

10 DAFTAR TABEL Tabel 1. Karakteristik beberapa jenis kayu Tabel 2. Suhu dan lama pengeringan Tabel 3. Tabulasi data percobaan Tabel 4. Analisis varians rancangan percobaan Tabel 5. Nilai pindah panas pada percobaan Tabel 6. Energi dan efisiensi pengeringan pada tiap percobaan Tabel 7. Hubungan suhu dan RH pada percobaan Tabel 8. Hubungan suhu, RH, kadar air awal dan kadar air kesetimbangan pada setiap perlakuan pengeringan Tabel 9. Persamaan model henderson pada berbagai percobaan Tabel 10. Konstanta pengeringan pada berbagai percobaan Tabel 11. Analisis varians penurunan kadar air di tiga rak pada pengeringan 30 0 C Tabel 12. Uji DMRT kadar air di tiga rak pada pengeringan 30 0 C Tabel 13. Analisis varians penurunan kadar air di tiga rak pada pengeringan 50 0 C Tabel 14. Uji DMRT kadar air di tiga rak pada pengeringan 50 0 C Tabel 15. Analisis varians penurunan kadar air di tiga rak pada pengeringan 70 0 C Tabel 16. Uji DMRT kadar air di tiga rak pada pengeringan 70 0 C Tabel 17. Analisis varians penurunan kadar air di tiga rak pada pengeringan 90 0 C Tabel 18. Uji DMRT kadar air di tiga rak pada pengeringan 90 0 C viii

11 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Pohon Meranti... 3 Gambar 2. Penampang Kayu... 4 Gambar 3. Posisi Air Dalam Kayu... 5 Gambar 4. Grafik radiasi matahari harian... 9 Gambar 5. Grafik Psikrometrik Proses Pengeringan dalam Pengering Gambar 6. Kurva Pengeringan Gambar 7. Kurva karakteristik Pengeringan Gambar 8. Gitar akustik dan bagiannya Gambar 9. Bahan kayu meranti yang dikeringkan Gambar 10. Beberapa peralatan yang digunakan dalam penelitian (a) kalorimeter, (b) Kemtherm Thermal Conductivity Meter, (c) Oven kayu Tanifuji, (d) Hybrid Recorder Yokogawa (e) Klem, (f) timbangan digital dan peralatan lain Gambar 11. Skema tahapan penelitian Gambar 12. Skema penempatan Mikropon Gambar 13. Grafik perbandingan suhu pada berbagai perlakuan suhu percobaan Gambar 14. Grafik perbandingan kelembaban hasil pengukuran pada berbagai percobaan Gambar 15. Pemetaan distribusi suhu pada pengeringan (a) 30 0 C, (b) 50 0 C, (c) 70 0 C, (d) 90 0 C Gambar 16. Grafik penurunan kadar air pada berbagai perlakuan suhu Gambar 17. Grafik laju penurunan kadar air pada berbagai perlakuan suhu Gambar 18. Gitar hasil pengeringan 90 C Gambar 19. Perbandingan durasi nada gitar 90 C (atas) dan gitar standar Yamaha (bawah) pada nada C (123 Hz) Gambar 20 Perbandingan durasi nada gitar 90 o C (atas) dan gitar standaryamaha (bawah) pada nada F (87,3 Hz) Gambar 21 Perbandingan durasi nada gitar 90 C (atas) dan gitar standar ix

12 Yamaha (bawah) pada nada G (196 Hz) Gambar 22. Grafik perbandingan durasi nada gitar hasil pengeringan dan Yamaha Gambar 23. Perbandingan amplitudo nada gitar 90 C (atas) dan gitar standar Yamaha (bawah) pada nada C (123 Hz) Gambar 24. Perbandingan amplitudo nada gitar 90 C (atas) dan gitar standar Yamaha (bawah) pada nada G (196 Hz) Gambar 25. Perbandingan amplitudo nada gitar 90 C (atas) dan gitar standar Yamaha (bawah) pada nada F (87,3 Hz) Gambar 26. Grafik perbandingan amplitudo gitar hasil penelitian dan gitar Yamaha pada nada F, C dan G x

13 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Produksi Kayu Bulat oleh Perusahaan Hak Pengusahaan Hutan Lampiran 2. System pengeringan kayu Meranti Lampiran 3. Perhitungan Thermal Properties Kayu Meranti (Shorea Leprosula Miq.) 62 Lampiran 4. Data Heat Transfer Pada Percobaan Lampiran 5. Perhitungan Heat Transfer pada Percobaan Lampiran 6. Perhitungan Analisis Heat Transfer dalam pengeringan Lampiran 7. Penurunan Berat Sample pengeringan 30 o C Lampiran 8. Penurunan Berat Sample pengeringan 50 o C Lampiran 9. Penurunan Berat Sample pengeringan 70 o C Lampiran 10. Penurunan Berat Sample pengeringan 90 o C Lampiran 11. Penurunan Berat Sample pengeringan Matahari Lampiran 12. Penurunan Kadar Air pengeringan 30 o C Lampiran 13. Penurunan Kadar Air pengeringan 50 o C Lampiran 14. Penurunan Kadar Air pengeringan 70 o C Lampiran 15. Penurunan Kadar Air pengeringan 90 o C Lampiran 16. Penurunan Kadar Air pengeringan Matahari Lampiran 17. Laju Pengeringan pengeringan 30 o C Lampiran 18. Laju Pengeringan pengeringan 50 o C Lampiran 19. Laju Pengeringan pengeringan 70 o C Lampiran 20. Laju Pengeringan pengeringan 90 o C Lampiran 21. Laju Pengeringan Matahari Lampiran 22. Perhitungan C dan N Lampiran 23. Data Psikrometrik pada pengeringan 30 o C Lampiran 24. Data Psikrometrik pada pengeringan 50 o C Lampiran 25. Data Psikrometrik pada pengeringan 70 o C Lampiran 26. Data Psikrometrik pada pengeringan 90 o C Lampiran 27. Perbandingan durasi nada gitar hasil pengeringan 90 C dan Yamaha Lampiran 28. Perbandingan amplitudo nada gitar hasil pengeringan 90 C dan Yamaha. 77 xi

14 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beberapa kelompok kayu yang sering digunakan untuk pembuatan gitar antara lain adalah maple, ashwood, basswood, rosewood dan mahogany. Jenis kayu Indonesia yang tergolong kayu yang baik untuk pembuatan gitar adalah kayu meranti (Shorea Leprosula Miq.) yang termasuk dalam golongan kayu mahogany dengan produksi di Jawa barat berkisar 38,4 m 3 / Ha /tahun. Kayu merupakan salah satu komoditi yang sangat penting bagi kehidupan sehari-hari, dipergunakan untuk bahan baku pelbagai keperluan seperti konstruksi bangunan, alat rumah tangga, isolator, dan lebih spesifik untuk bahan baku alat musik. Fungsi kayu sebagai bahan baku alat musik merupakan komoditi primer, yang tak tergantikan seperti bahan gitar, biola dan gendang hanya dari kayu. Untuk menghasilkan suara gitar yang baik, perlu dipilih kayu yang baik, yaitu kayu yang memiliki rentang suara yang bagus, memiliki permukaan dengan serat lingkar tahun yang bagus, tersedia di areal produksi dan memiliki kadar air yang seimbang. Perbedaan mikro klimat menghasilkan kadar air keseimbangan yang berbeda di tiap daerah. Di Eropa kadar air optimalnya adalah 7%, dan daerah tropis Indonesia untuk alat musik adalah 14%.(Rietz & Page, 1971; Prayitno, 1994; Marsoem, 1999) Kayu gitar yang terlalu basah akan berubah bentuk sehingga resonansi suara akan berubah-ubah, begitu juga kayu yang terlalu kering akan menyerap uap air dari udara sehingga serat kayu akan mengembang dan merusak bentuk dan sambungan pada gitar. Oleh karena itu perlu pengeringan dan perlakuan yang tepat dan khusus pada setiap lokasi yang berbeda. Teknologi pengeringan yang digunakan saat ini adalah pengeringan alami, namun memerlukan waktu yang relatif lama untuk menghasilkan kadar air yang diinginkan. Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan pengeringan lapisan tipis dengan memperhatikan thermal properties kayu meranti agar didapat kayu dengan kadar air yang diinginkan dengan waktu yang lebih singkat. 1

15 B. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui suhu yang tepat untuk pengeringan kayu meranti (Shorea Leprosula Miq.). 2. Menganalisis pindah panas yang terjadi selama proses pengeringan. 3. Menentukan lama pengeringan yang diperlukan dari masing-masing suhu. 4. Mengetahui konstanta pengeringan kayu meranti. 5. Mengukur kualitas resonansi yang dihasilkan dari gitar yang dibuat dari proses pengeringan yang dilakukan. 2

16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kayu Meranti (Shorea Leprosula Miq.) Meranti merah (Shorea Leprosula Miq.) adalah nama sejenis kayu pertukangan yang populer dalam perdagangan. Meranti merah tergolong kayu keras berbobot ringan sampai berat-sedang. Berat jenisnya berkisar antara 0,3 0,86 pada kandungan air 15%. Kayu terasnya berwarna merah muda pucat, merah muda kecoklatan, hingga merah tua atau bahkan merah tua kecoklatan (Ika Heriansyah, 2002) Gambar 1. Pohon Meranti Menurut kekuatannya, meranti merah dapat digolongkan dalam kelas kuat II-IV, sedangkan keawetannya tergolong dalam kelas III-IV. Kayu ini tidak begitu tahan terhadap pengaruh cuaca, sehingga tidak dianjurkan untuk penggunaan di luar ruangan dan yang bersentuhan dengan tanah. (Dorthe Joker, 2002) Meranti merah (Shorea Leprosula Miq.) adalah kayu komersial di asia tenggara. Kayu ini sering digunakan untuk berbagai keperluan. Kayu ini lazim dipakai sebagai kayu konstruksi, panel kayu untuk dinding, loteng, sekat ruangan, bahan mebel dan perabot rumahtangga, mainan, peti mati dan lain-lain. Kayu meranti merah-tua yang lebih berat biasa digunakan untuk konstruksi sedang sampai berat, balok, kasau, kusen pintu-pintu dan jendela, papan lantai, geladak jembatan, serta untuk membuat perahu (Ika Heriansyah, 2002). 3

17 B. Sifat Umum Kayu Kayu merupakan hasil hutan yang mudah diproses untuk dijadikan barang sesuai dengan kemajuan teknologi. Kayu memiliki beberapa sifat yang tidak dapat ditiru oleh bahan-bahan lain. Pemilihan dan penggunaan kayu untuk suatu tujuan pemakaian, memerlukan pengetahuan tentang sifat-sifat kayu (Dept. Kehutanan RI, 2007). Gambar 2. Penampang kayu Sifat-sifat umum kayu, antara lain: 1. Berasal dari pohon yang senantiasa vertikal. 2. Komposisi kimia dari setiap jenis kayu terdiri dari tiga komponen penting, yaitu Sellulosa, Hemisellulosa dan Non karbohidrat (lignin). 3. Kayu bersifat anisotropik artinya bahan kayu menunjukkan perbedaan dalam sifat-sifat pada ketiga bidang orientasinya. 4. Kayu mempunyai sifat higroskopis artinya mempunyai kecenderungan untuk mengisap uap air. Arti mempunyai sifat higroskopis kayu, yaitu dapat menyerap atau melepaskan air atau kelembaban. Kelengasan kayu jadi petunjuk, untuk kualitas dan sangat dipengaruhi oleh kelembaban dan suhu udara sesaat. Makin lembab udara di sekitarnya, akan makin tinggi pula kelengasan kayu, hingga mencapai keseimbangan dengan lingkungannya. Dengan masuknya air ke dalam kayu itu,maka berat kayu akan bertambah. Selanjutnya masuk dan keluarnya air dari kayu menyebabkan kayu itu basah atau kering. Akibatnya kayu itu akan mengembang atau menyusut (Dumanauw, 2003). 4

18 Perubahan-perubahan kadar air sangat besar pada permukaan kayu, di mana perubahan-perubahan kadar air berlangsung cepat. Di bagian dalam kayu mengalami perubahan kadar air. Proses yang terjadi lambat, sebab waktu yang dibutuhkan oleh air untuk berdifusi dari atau ke bagian luar kayu lebih lama. (Dumanau, 2003). Air terletak di dua bagian besar pori-pori kayu sebagai berikut: 1. Free water (air bebas), terletak didalam pori-pori kayu, mengisi serat kayu yang berbentuk seperti pipa-pipa yang tersusun searah. Air bebas ini sangat mudah menguap karena tidak mengandung banyak zat dan sel pohon. Air bebas pada beberapa jenis kayu lunak bisa menguap melalui proses pengeringan alami, sedangkan untuk beberapa kayu keras hanya bisa melalui pengeringan mekanis. 2. Bound Water (air terikat), mengandung lebih banyak selulosa dan kimia lain. Air terikat ini terletak di antara pori-pori sekaligus memperkuat ikatan antar pori. Apabila air terikat ini menguap maka kayu akan mengalami penyusutan. (Dept. Kehutanan RI, 2007). Gambar 3. Posisi air dalam kayu Faktor yang mempengaruhi kecepatan pengeluaran air dari dalam kayu dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : 1. Faktor yang berhubungan dengan kayu, diantaranya: a. Struktur anatomi b. Berat jenis kayu c. Ukuran tebal kayu d. Kadar air awal dan kadar air akhir permintaan 5

19 2. Faktor luar kayu, diantaranya: a. Suhu b. Kelembaban c. Sirkulasi udara d. Cara penumpukan kayu Dalam sebuah sampel potongan kayu umumnya terdapat dua kadar air kayu yang berbeda, yaitu kadar air rendah pada permukaan kayu dan kadar air yang tinggi pada bagian dalam kayu. Di antara kedua titik berlainan itu terdapat peralihan kadar air yang berangsur-angsur menaikkan atau menurunkan kadar air.. Dalam arah longitudinal atau arah memanjang dari kayu) gerakan air dalam bentuk uap lebih mudah keluar, karena struktur sel yang berbentuk tabung (buluh) (Dumanauw, 2003). Salah satu usaha untuk mencegah dan membatasi penyusutan kayu ialah dengan membuat kayu pada kadar air keseimbangan kayu dengan lingkungannya, atau batas kandungan air kayu yang terendah. C. Karakteristik Termal Kayu Karakteristik termal atau sifat panas adalah sifat fisik bahan yang berhubungan dengan panas. Thermal properties terdiri dari panas jenis, konduktivitas panas dan difusivitas panas. 1. Panas Jenis Setiap bahan memerlukan panas yang berbeda untuk menghasilkan kenaikan suhu tertentu. Perbandingan antara banyaknya panas yang diberikan Q dengan kenaikan suhu ΔT disebut kapasitas panas benda tersebut (Sears, 1950) atau dengan rumus: Kapasitas Panas =... (1) Besarnya kapasitas panas benda berbeda-beda, kapasitas panas benda dihitung dalam tiap satuan massa sehingga menghasilkan nilai spesifik yang disebut Kapasitas Panas Jenis (Specific Heat Capacity) dan diberi simbol Cp. Cp = K M = =... (2) 6

20 Panas jenis suatu bahan didefinisikan sebagai perbandingan antara kapasitas panas jenis bahan itu dengan panas jenis air. Karena besarnya kapasitas panas jenis air adalah 1 kal/gr o C maka nilai panas jenis air sama dengan nilai kapasitas panas jenisnya. Akan tetapi karena didefinisikan sebagai perbandingan maka nilai tersebut hanya berupa bilangan tanpa satuan sehingga nilainya sama dalam tiap satuan. Berdasarkan definisi tersebut maka kapasitas panas suatu benda sama dengan hasil kali massa benda itu dengan kapasitas panas jenisnya ( Sears, 1950). 2. Konduktivitas Panas Konduktivitas panas adalah karakteristik suatu bahan yang mnunjukkan kemampuan bahan tersebut dalam mengkonduksikan panas. Pindah panas konduksi merupakan perpindahan energi di dalam bahan tanpa pergerakan bahan itu sendiri. Konduksi terjadi ketika ada perbedaan suhu dalam bahan padat (atau fluida statis). Aliran panas konduksi terjadi dari temperatur yang lebih tinggi menuju temperatur yang lebih rendah, karena suhu yang lebih tinggi memiliki energi molekul yang lebih tinggi atau pergerakan molekul yang lebih banyak. Energi disalurkan dari bagian berenergi tinggi menuju ke bagian yang berenergi lebih rendah melalui milekul yang berdekatan. Konduktivitas panas λ didefinisikan sebagai jumlah panas Q yang ditransmisikan melalui ketebalan bahan L tegak lurus permukaan A karena perbedaan suhu ΔT pada kondisi stabil dan ketikan pindah panas hanya dipengaruhi oleh perbedaan suhu. Konduktivitas panas dihitung dengan persamaan berikut: λ = Q L / (A ΔT)... (3) 3. Difusivitas panas Difusifitas panas didefinisikan sebagai laju perambatan panas secara difusi dalam suatu bahan (Mohsenin, 1980). Dalam hubungannya dengan sifat panas yang lain difusivitas merupakan perbandingan dari konduktivitas panas K dengan kapasitas panas volumetrik Cw, dimana kapasitas panas volumetrik merupakan hasil kali antara massa jenis ρ dengan panas jenis Cp, sehingga difusivitas panas α dapat dirumuskan sebagai berikut: 7

21 α = ρ... (4) Dengan diketahuinya nilai difusivitas panas bahan maka akan diketahui laju panas yang didifusikan keluar dari bahan sehingga akan dapat diduga waktu yang diperlukan untuk suatu proses perlakuan panas. D. Pengeringan Kayu Pengeringan kayu adalah proses pengeluaran air yang terdapat dalam kayu merupakan suatu rangkaian kegiatan penggergajian (industri primer) dan industri sekunder (Dephutbun RI, 1998). Metode pengeringan yang biasa digunakan saat ini adalah pengeringan alami atau pengeringan matahari dan pengeringan mekanis. 1. Pengeringan Matahari Pengeringan matahari adalah pengeringan yang menggunakan energi surya sebagai sumber energi panasnya. Prinsipnya adalah mengumpulkan energi panas untuk mencapai suhu tertentu dan suhu ini digunakan untuk mengeluarkan air dari dalam kayu (Rasmussen, 1961). Pengeringan matahari sangat tergantung pada jumlah radiasi yang diterima oleh bangunan pengering (Jansen,1995). Nilai rata-rata intensitas radiasi yang dipancarkan ke permukaan bumi melalui atmosfer untuk daerah khatulistiwa sebesar 1353 W/m2 (Kamaruddin et al, 1998) dan selanjutnya dapat kita sebut radiasi ekstraterestrial. Menurut Tiwari (1998) fluktuasi nilai radiasi ekstraterestrial ini berkisar antara 1350 hingga 1440 W/m2. Radiasi yang selanjutnya menentukan adalah besarnya radiasi langsung pada daerah terestrial dimana bangunan tersebut berada. rata-rata radiasi terestrial normal sebesar 781,6 W/m2. Hasil perhitungan total, besarnya intensitas radiasi matahari yang diterima oleh bangunan sebesar 757 W/m2. Besarnya nilai radiasi harian dapat dilihat pada gambar 8. 8

22 Global Radiation (W/m2) global radiation (Iti) Pukul Penyinaran (jam) Gambar 4. Grafik radiasi matahari harian 2. Pengeringan mekanis Pengeringan mekanis adalah pengeringan yang menggunakan bahan bakar atau listrik sebagai sumber panasnya (Rasmussen, 1961). Pengeringan tipe ini menggunakan pemanas untuk menaikkan suhu lalu mengalirkan udara panas tersebut menggunakan kipas atau blower. Pengeringan mekanis dapat menurunkan kadar air lebih cepat daripada pengeringan alami, namun peralatan yang digunakan relatif lebih mahal. Pada pengeringan alami, kondisi cuaca sangat menentukan kecepatan kayu mengering. Sedangkan pada pengeringan mekanis ketiga faktor pengeringan, yaitu: suhu, kelembaban, dan sirkulasi udara dapat diatur sehingga kayu dapat mengering dengan cepat dan bisa mencapai kadar air di bawah 12% (Dephutbun RI, 1998). Dengan adanya pengeringan akan diperoleh keuntungan-keuntungan sebagai berikut: 1. Berat kayu akan berkurang, sehingga biaya pengangkutan berkurang (Rietz & Page, 1971; Prayitno, 1994) 2. Penyusutan yang menyertai pengeringan terjadi sebelum kayu digunakan sebagai produk akhir. Perubahan kadar air seimbang yang kecil akan meminimumkan penyusutan dan pengembangan kayu dalam pemakaiannya sebagai produk akhir sehingga mencegah retak dan pecah yang mungkin terjadi (Rietz & Page, 1971; Prayitno, 1994; Marsoem, 1999) 3. Hampir sernua sifat mekanika kayu akan naik. Kekuatan pukul (impact bending) 9

23 kayu yang sudah dikeringkan akan sama atau sedikit lebih kecil dibanding kayu basah. Kekuatan geser, tarik, lengkung dan elastisitas akan naik sekitar 3% 6% setiap 1% penurunan kadar air setelah melewati titik jenuh serat. Keadaan ini disebabkan karena kayu sudah dikeringkan mempunyai jumlah massa dinding sel kayu yang lebih besar dan lebih banyak dibanding kayu basah pada volume yang sama (Brown & Bethel, 1965, Rietz & Page, 1971; Prayitno, 1994) 4. Umur pakai kayu akan bertambah karena kemungkiman serangan mikrobia pembusuk dan cendawan penyebab noda akan sulit hidup pada kayu dengan kadar air dibawah 20% (Brown & Bethel, 1965; Rietz & Page, 1971; Prayitno, 1994) 5. Kayu yang dikeringkan mempunyai daya tahan yang lebih baik terhadap serangan serangga perusak kayu (Prayitno, 1994; Hadikusumo, 1994) 6. Kekuatan sambungan sambungan yang terbuat dari paku dan baut akan lebih besar pada kayu kering daripada kayu basah (Rietz & Page, 1971) 7. Kayu yang sudah dikeringkan mempunyai sifat lebih baik untuk perekatan dan penggunaan akhir (Rietz & Page, 197 1; Prayitno, 1994) 8. Kayu yang sudah dikeringkan mempunyai sifat lebih baik untuk perlakuan bahan kimia, pengawet dan penghambat kebakaran (Rietz & Page, 1971; Prayitno, 1994) 9. Kayu yang sudah dikeringkan mempunyai sifat permesinan lebih baik karena dapat dipotong pada ukuran tepat dengan permukaan yang halus (Prayitno, 1994) 10. Kayu yang sudah dikeringkan mempunyai sifat isolasi listrik dan isolasi panas yang lebih baik daripada kayu basah (Rietz & Page, 1971; Prayitno, 1994) Menurut (Hadikusumo, 1994), kecepatan pengeringan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis kayu, tebal kayu, kadar air awal, kayu dalam batang (kayu gubal dan kayu teras) dan keadaan lingkungan (suhu, kelembaban, kecepatan angin) 1. Jenis kayu. Kayu yang ringan biasanya lebih cepat kering daripada kayu tebal. Dimana kecepatannya dipengaruhi oleh struktur dan sifat kayunya (Brown dan Bethel,1965). 2. Tebal kayu. Makin tebal kayu maka akan semakin lama waktu pengeringan. Hal ini karena. waktu yang dibutuhkan air untuk bergerak dari dalam ke permukaan. kayu akan lebih lama dari kayu yang lebih tipis di bawah keadaan atmosfer yang sama (Brown dan Bethel, 1965). 10

24 3. Kadar air awal. Kadar air awal mula mula di dalam kayu segar akan berpengaruh terhadap lamanya waktu yang dibutuhkan air untuk bergerak dari dalam ke permukaan. kayu akan lebih lama daripada kayu yang lebih tipis di bawah keadaan atmosfer yang sama (Brown dan Bethel, 1965) 4. Potongan papan. Potongan papan atau arah penampang berpengaruh terhadap keluarnya air dari dalam kayu. Hal ini berkaitan dengan struktur sel kayunya. Sebagian besar kadar air akan dikeluarkan nelalui penampang melintang daripada melalui penampang radial dan tangensial ( Brown dan Bethel,1965). Hal ini disebabkan karena sel-sel pembuluh tersusun dalam seri yang sejajar dengan sumbu pohon, dan pori pori kayu terclapat pada penampang melintang. 5. Letak kayu dalam batang (kayu Gubal dan Kayu Teras). Kayu teras kurang permeabel terhadap cairan bila dibandingkan kayu gubal sehingga lebih lambat mengering (Rietz dan Page, 197 1) 6. Keadaan Lingkungan (Suhu, Kelembaban, dan Kecepatan Angin). Menurut Martelli dalam Hadikusumo (1986), bahwa dalam pengeringan kayu syarat utama yang harus dipenuhi yaitu cukup energi dan kelembaban untuk untuk mengeluarkan air terutama air yang terdapat dalam dinding sel, dan sirkulasi udara yang cukup sehingga panas yang dihantarkan dapat merata mengenai seluruh permukaan kayu dari setiap tumpukan. Sirkulasi udara yang normal untuk mengeringkan kayu sekitar 2 in per detik. Kecepatan udara yang kurang dari 1,5 m per detik dapat menyebakan kayu mengering sangat lambat. a. Suhu udara Menurut Prayitno (1994), suhu udara berhubungan. dengan kemampuan udara untuk menerima dan menahan molekul uap air yang tetap dalam udara dan kemudian keluar dari udara dalam bentuk embun. Semakin tinggi suhu udara maka semakin banyak molekul uap air yang mampu diterima dan ditahan dalam udara menurut Yudidobroto (1980). Fungsi dari suhu udara tinggi atau panas dalam proses pengeningan kayu akan menaikkan tekanan udara dalam kayu dan menguapkan air yang terdapat di permukaan kayu. Pengaruh suhu udara terhadap proses proses pengeringan adalah semakin tinggi suhu udara dalam alat pengering, makin cepat penguapan air dari dalam kayu. 11

25 b. Kelembaban relatif Menurut Vlasov et al (1968) dan Prayitno (1994), kelembaban relatif adalah perbandingan antara tekanan uap dalam udara dengan tekanan uap dalam keadaan jenuh, yang dinyatakan dalam persen pada suhu yang sama. Pengaruh kelembaban relatif terhadap pengeringan kayu adalah semakin rendah kelembaban udara di sekitar kayu yang dikeringkan, proses pengeringan akan semakin cepat. c. Sirkulasi udara Menurut Prayitno, (1994) terdapat 2 kelompok sirkulasi udara yaitu sirkulasi udara internal dan sirkulasi udara eksternal. Sirkulasi udara internal adalah sirkulasi udara, yang membawa panas dari permukaan radiator ke permukaan kayu. Sirkulasi udara eksternal adalah sirkulasi udara, yang membawa udara segar dari luar alat pengering dan membawa udara jenuh air keluar dari alat pengering. Menurut Yudodibroto (1980), fungsi dari panas di dalam proses pengeringan kayu adalah untuk menaikkan tekanan udara dan uap di dalam kayu dan menguapkan air yang terdapat dipermukaan kayu. Semakin tinggi temperatur maka semakin cepat penguapan air dari dalam kayu. Semakin rendah kelembaban udara sekitar udara sekitar kayu yang dikeringkan maka proses pengeringan kayu akan semakin cepat. Fungsi udara adalah sebagai medium pembawa panas di dalam proses pengeringan kayu. Dengan semakin cepatnya sirkulasi udara, maka proses pengangkutan kelembaban di permukaan kayu akan semakin cepat. Kecepatan angin yang tinggi akan mempercepat pengeringan. Menurut Yudodibroto (1981), dengan dicapainya suhu yang relatif lebih tinggi dalam alat pengeringan kayu yang menggunakan tenaga, radiasi matahari maka mungkin sekali pengeningan kayu didalamnya, dapat terlaksana lebih cepat daripada pengeringan alami Jika kelembaban relatif udara dapat diturunkan dan sirkulasi udara dapat disempurnakan. E. Cacat-cacat Pengeringan Kayu Cacat-cacat pengeringan. yang sering terjadi digolongkan menjadi 3 kelas, yang didasarkan pada penyebabnya yaitu penyusutan, cendawan, dan bahan bahan kimia di dalam kayu, dan ini terjadi pada. pengeringan alami maupun buatan. Penyusutan terjadi jika pengeringan dilakukan di bawah titik jenuh serat. Menurut Hadikusumo (1994), retak yang terjadi pada kayu yang dikeringkan disebabkan 12

26 oleh pengeringan yang terlalu cepat. Pengeringan yang terlalu cepat akan menyebabkan lapisan kayu baglan luar menjadi kering, sementara lapisan kayu bagian dalam lapisan masih basah. Karena kering, lapisan luar menyusut tetapi dihalangi oleh lapisan dalam yang masih basah. Apabila pengeringan terlalu cepat gaya yang terjadi karena penyusutan ini sering lebih besar danipada kekuatan kayu itu sendiri sehingga terjadi retak. Masing-masing jenis kayu berbeda ketahanannya dalam menghadapi retak pada kondisi pengeringan yang sama. Pelengkungan pada kayu yang dikeringkan disebabkan oleh adanya perbedaan penyusutan pada kedua permukaan kayu atau pada kedua sisi kayu. Pelengkungan memangkuk biasanya mudah dihindari dengan cara penumpukan yang baik dengan menggunakan ganjal-ganjal yang lurus dan tebalnya seragam. Pelengkungan yang lain adalah pelengkungan membusur. Pelengkungan ini terjadi karena adanya penyusutan pada arah longitudinal yang terjadi pada papan yang mengandung kayu juvenil dan papan yang mengandung kayu reaksi. Kayu reaksi terdapat pada batang yang miring tumbuhnya. Penyusutan arah longitudinal pada kayu reaksi dan kayu juvenil jauh lebih besar daripada kayu dewasa dan kayu normal, sehingga papan yang mengandung kaya juvenil atau kayu reaksi akan membusur pada pengeringan. Untuk menghindari keretakan dengan melabur kedua ujung papan kayu dengan larutan kimia (flinkote) (Martawijaya,1976). Cendawan menimbulkan cacat berupa noda, busuk dan lapuk yang terjadi pada suhu dan kelembaban yang menguntungkan dalam pengeringan. Akibat yang ditimbulkan antara lain perubahan warna kayu dan berkurangnya kekuatan kayu. Cara menghindarinya adalah mengeringkan kayu sampai di bawah 20% kadar airnya, atau menyemprot zat kimia. Menurut Hadikusumo (1994), retak yang terjadi pada kayu yang dikeringkan disebabkan oleh pengeringan yang terlalu cepat. Pengeringan kayu yang terialu cepat akan menyebabkan lapisan kayu bagian luar menjadi kering, sementara lapisan kayu bagian dalam lapisan masih basah. Karena kering, lapisan luar manyusut tertapi dihalang halangi oleh lapisan dalam yang masih basah. Apabila pengeringan terlalu cepat, gaya yang teriadi karena penyusutan im sering lebih besar dari daripada kekuatan kayu itu sendiri sehingga terjadi retak. 13

27 Pelengkungan pada kayu yang dikeringkan disebabkan oleh adanya perbedaan penyusutan pada kedua permukaan kayu atau pada kedua sisi kayu. Menurut Hadikusumo (1986), tindakan pengeringan kayu yang cepat dilaksanakan akan dapat menghindarkan kayu dari serangan cendawan pewarna seperti blue stain. Jamur pewarna kayu akan berkembang mengikuti bagian kayu yang sukar kering, sebab udara dan kadar air pada bagian tersebut berada dalam keadaaan yang optimum bagi perturnbuhannya. Menurut Supriana (1976), tindakan pertama yang harus dilakukan untuk mencegah serangan bluestain pada kayu gergajian adalah dengan mengeringkannya dengan cepat. F. Teori Pengeringan Hall (1957) menyatakan pengeringan merupakan proses pengurangan kadar air bahan sampai kadar air tertentu sehingga dapat menghambat laju kerusakan bahan akibat aktivitas biologis dan kimia. Dasar proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air bahan ke udara karena perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Agar suatu bahan dapat menjadi kering, maka udara harus memiliki kandungan uap air atau kelembaban nisbi yang lebih rendah dari bahan yang akan dikeringkan. Selama proses pengeringan terjadi dua proses yaitu proses pindah panas dan pindah massa air yang terjadi secara simultan. Panas dibutuhkan untuk menguapkan air bahan yang akan dikeringkan. Penguapan terjadi karena suhu bahan lebih rendah dari pada suhu udara di sekelilingnya. Proses pindah panas diperlukan untuk memindahkan massa uap air dari permukaan ke udara. Pindah panas terjadi karena tekanan uap air di dalam bahan lebih tinggi dari pada di udara. Mekanisme pengeringan diterangkan melalui teori tekanan uap, air yang diuapkan terdiri dari air bebas dan air terikat. Air bebas berada di permukaan bahan dan pertama kali mengalami penguapan. Bila air permukaan telah habis, maka terjadi migrasi air karena perbedaan tekanan pada bagian dalam dan bagian luar (Henderson dan Perry, 1976). Proses pengeringan bahan oleh udara pengering di dalam ruang pengering dapat dilihat pada grafik psikrometrik berikut. 14

28 Gambar 5. Grafik Psikrometrik Proses Pengeringan di dalam Ruang Pengering. Kadar air suatu bahan menunjukkan jumlah air yang dikandung dalam bahan tersebut, baik berupa air bebas maupun air terikat (Henderson dan Perry, 1976). Padaa proses pengeringan, yang pertamaa mengalami penguapann adalah air bebas dan setelah air bebas maka penguapan selanjutnya terjadi pada air terikat. A B C Berat D Gambar 6. Kurva pengeringan (Hall, 1957) Padaa proses pengeringan E Waktu terdapat dua laju pengeringan, pengeringann konstan dan laju pengeringan menurun. Grafik laju pengeringan ini dapat dilihat pada Gambar 7. Laju pengeringan konstann terjadi karena gaya perpindahann air internal labih kecil dari perpindahan uap air pada permukaan bahan (Brooker et al, 1974). Laju pengeringann konstan terjadi pada awal proses pengeringann yang kemudian diikutii oleh laju pengeringan n menurun. Periode ini dibatasi oleh kadar air kritis (critical moisture content) (Henderson, 1976). yaitu laju 15

29 Kadar air kritis adalah kadar air terendah dimana laju air bebas dari dalam bahan ke permukaan tidak terjadi lagi. Pada biji-bijian umumnya kadar air ketika pengeringan dimulai lebih kecil dari kadar air kritis, sehingga pengeringan yang terjadi adalah proses pengeringan menurun. Laju pengeringan semakin lama akan semakin menurun (Gambar 3). Besarnya laju pengeringan berbeda pada setiap bahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju pengeringan tersebut adalah: 1. Bentuk bahan, ukuran, volume dan luas permukaan. 2. Sifat termofisik bahan, seperti: panas laten, panas jenis spesifik, konduktifitas termal dan emisivitas termal. 3. Komposisi kimia bahan, misalnya kadar air awal 4. Keadaan diluar bahan, seperti suhu Laju pengeringan menurun Laju pengeringan tetap Laju Penurunan KA D C B A E Kadar Air dimana: A-B B-C C C-D D-E Gambar 7. Kurva karakteristik pengeringan (Hall, 1957) adalah periode pemanasan adalah laju pengeringan konstan adalah kadar air kritis adalah periode penurunan laju pengeringan pertama adalah periode penurunan laju pengeringan kedua 16

30 G. Kadar Air Kesetimbangan Dan Konstanta Pengeringan 1. Kadar Air Kesetimbangan Kadar air keseimbangan merupakan kadar air suatu bahan pada saat bahan tersebut mengalami tekanan uap air yang seimbang dengan lingkungannya (Heldman dan Singh, 1981). Pada saat terjadi keseimbangan kadar air, jumlah air yang menguap sama dengan jumlah air yang diserap oleh bahan. Konsep kadar air keseimbangan diperlukan dalam analisis sistem penyimpanan dan pengeringan hasil pertanian, karena kadar air keseimbangan menentukan tingkat kadar air minimum yang dapat dicapai pada suatu kondisi pengeringan tertentu. Kadar air keseimbangan suatu bahan merupakan sifat spesifik yang besarnya dipengaruhi oleh kelembaban relatif dan suhu lingkungan, jenis bahan dan tingkat kematangan bahan (Manalu, 2001). Penurunan kadar air suatu bahan yang diletakkan di dalam suatu ruang dengan kelembaban relatif rendah dan suhu tinggi disebut desorpsi. Sebaliknya bila suatu bahan yang relatif kering menyerap air dari lingkungan yang mempunyai kelembaban relatif lebih tinggi dan suhu rendah, dikatakan bahwa bahan tersebut mencapai kadar air keseimbangannya melalui adsorpsi. Proses ini disebut juga sorpsi isotermis (Henderson dan Perry, 1976). Ada perbedaan yang nyata antara kadar air desorpsi dan adsorpsi pada kondisi suhu dan RH yang sama yaitu bahwa kadar air keseimbangan desoprsi lebih tinggi dari pada kadar air keseimbangan adsorpsi. Fenomena ini disebut histerisis (Christensen, 1974 di dalam Manalu, 2001). Plot antara kadar air dan RH pada suhu tertentu dikenal sebagai kurva kadar air keseimbangan pada suhu tetap atau sorpsi isotermis. Untuk produk pertanian kurvanya berbentuk sigmoid (berbentuk S) (Manalu, 2001) Menurut Brooker et al., (1981) ada dua cara atau metode untuk menentukan kadar air keseimbangan yaitu metode statis dan dinamis. Pada metode statis bahan dibiarkan dalam keadaan tenang untuk mencapai keseimbangannya, biasanya dipergunakan larutan kimia untuk menjaga kemantapan RH lingkungannya. Untuk mencapai keseimbangan diperlukan waktu beberapa hari. Pada metode dinamis ada mekanisme pergerakan udara, cara ini lebih cepat, akan tetapi memikili kendala pada pengendalian RHnya. 17

31 Metode dinamis pada umumnya dipakai pada analisis pengeringan sedangkan metode statis untuk analisis penyimpanan. Kadar air keseimbangan merupakan fungsi dari kelembaban relatif (RH) dan suhu mutlak (T), dimana hubungan antara Me, RH dan T dinyatakan sebagai berikut (Henderson dan Perry, 1976): 1 exp (5) Penjabaran Rumus diatas menghasilkan rumus berikut: ln ( ln ( 1-RH ) -1 ) = ln c + ln T + n ln Me... (6) Untuk bahan kayu, U.S. Forest Products Laboratory menyatakan bahwa kadar air kesetimbangan merupakan fungsi dari suhu dan RH sebagai berikut: Me = 1800/W [ K KH K K K H ]... (7) K KH K K K H Dimana: Me = Kadar Air (%) T = Suhu ( o F) H = RH (/100) dan W = T T 2... (8) K = T T 2... (9) K 1 = T T 2... (10) K 2 = T T 2... (11) 2. Konstanta Pengeringan Konstanta pengeringan merupakan karakteristik bahan dalam mempertahankan air yang terkandung didalamnya terhadap pengaruh udara panas. Konstanta pengeringan dinyatakan sebagai persatuan waktu (1/menit atau 1/jam). Makin tinggi nilai konstanta pengeringan makin cepat suatu bahan membebaskan airnya. Konstanta pengeringan (k) merupakan fungsi dari difusifitas dan geometri bahan dan merupakan penyederhanaan dalam memecahkan persamaan difusi. Konstanta pengeringan bervariasi terhadap suhu mengikuti persamaan Arrhenius (Brooker et al., 1981) sebagai berikut: 18

32 ... (12) Menurut Henderson dan Perry (1976) untuk menghitung konstanta pengeringan digunakan rumus berikut: e-kt... (13) Dimana A merupakan koefisien yang tergantung dari bentuk partikel, yang besarnya sekitar 8π -2 atau 0, untuk benda berbentuk lempeng. Penjabaran persamaan (13) menghasilkan persamaan berikut: k =...(14) H. Model Pengeringan Lapisan Tipis Pengeringan lapisan tipis didefinisikan sebagai pengeringan satu lapis bahan yang terbuka terhadap udara pada suhu dan RH konstan (Ban, 1974). Sedangkan menurut Henderson dan Perry (1976) pengeringan lapisan tipis adalah pengeringan dimana seluruh bahan tersebut dapat menerima langsung aliran udara pengering yang melewatinya dengan kelembaban relatif dan suhu konstan. Luikov (1966) dalam Broker dan Arkema telah mengembangkan model matematik dalam bentuk persamaan diferensial untuk menggambarkan proses pengeringan lapisan tipis sebagai berikut: = K M K θ K P = K M K θ K P = K M K θ K P... (15) Dimana K 11, K 22, dan K 33 adalah koefisien fenomena dan nilai K yang lain menunjukkan koefisien penggandaan. Hasil penggandaan adalah kombinasi dari efek kadar air, suhu, energi dan pindah massa total. Pengeringan buatan berada pada suatu kondisi yang mengizinkan penyederhanaan persamaan pengeringan Luikov. Contohnya, penurunan kadar air karena perbedaan tekanan hanya signifikan saat suhu bahan berada diatas suhu yang digunakan pada pengeringan biji-bijian. Hal ini berarti pengaruh tekanan 19

33 dapat dihilangkan dari sistem persamaan Luikov. Oleh karena itu, persamaan pengeringan Luikov dimodifikasi menjadi: = K M K θ = K M K θ...(16) Dua persamaan diatas telah digunakan pada pengeringan beberapa jenis bahan termasuk jagung (Husain et al.,1972). Dari pengeringan tersebut dapat disimpulkan bahwa efek penggandaan suhu dan kadar air dalam analisis pengeringan bahan hanya diperlukan dalam jumlah yang sangat sedikit. Oleh karena itu, persamaan fenomena dapat diubah menjadi: = K M = K θ...(17) Karena gradien tekanan total dan suhu dapat diabaikan dalam praktek pengeringan (Broker et al., 1974) maka persamaan (10) dapat disederhanakan menjadi: = K M... (18) Pada umumnya pergerakan air dalam bahan dapat dianggap berlangsung secara difusi, maka koefisien K 11 disebut koefisien difusifitas (D). Dengan menganggap nilai D konstan dan difusi berlangsung dari pusat ke permukaan maka persamaan (11) dapat dinyatakan sebagai: = D [ + ]... (19) Kondisi awal : M (r,0) = M(in) Kondisi batas: M (r 0,t) = Me(eq) Dimana c = 0 untuk benda lempeng tak berhingga, gabungan untuk badan silinder dan c = 2 untuk benda berbentuk bola dan r adalah jari-jari atau setengah ketebalan bahan. Untuk menghitung konstanta pengeringan digunakan persamaan Henderson dan Perry seperti tercantum pada persamaan (13). 20

34 I. Proses Pindah Panas pada Pengering Panas yang masuk ke dalam bangunan pengering berasala dari lingkungan dan akan dikeluarkan kembali ke lingkungan. Perpindahan panas ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan di dalam dan luar bangunan. Hal yang demikian akan membuat terjadi pergerakan fluida antara di dalam dan di luar untuk menyeimbangkan energi. Soegijanto (1999) menyatakan bahwa bangunan akan mendapatkan perolehan panas dan mengeluarkan atau kehilangan panas ke lingkungan sekitarnya, perolehan dan pengeluaran panas dapat terjadi melalui peristiwa perpindahan panas. Proses pindah panas yang terjadi pada bangunan tersebut terjadi melalui beberapa jenis pindah panas, yaitu radiasi, konveksi dan konduksi. 1. Pindah Panas Radiasi Radiasi adalah proses transfer energi melalui gelombang elektromagnet. Radiasi tidak merambat pada suatu material dan terjadi pada ruang hampa. Radiasi merupakan bagian dari energi yang dapat dinilai berdasarkan besarnya suhu. Saat energi radiasi mengelilingi setiap bagian atau seluruh partikel maka akan terjadi perpindahan panas. Besarnya energi radiasi bergantung pada suhu permukaan dari pertikel tersebut. Tiwari (1998) menyatakan bahwa persamaan besarnya perpindahan panas karena radiasi digambarkan oleh persamaan berikut: Q = ε σ T 4...(20) Keterangan: ε = Emisivitas permukaan benda σ = Konstanta Stevan-Boltsman, 5,67 x 10-8 W/m 2 K 4 T = Suhu permukaan luar, K Q = Pindah panas radiasi, W/m 2 2. Pindah panas konveksi Konveksi adalah transfer panas dari satu bagian fluida ke beberapa bagian lain dengan suhu rendah dari pencampuran partikel fluida. Pergerakan fluida dapat terjadi karena adanya paksaan ataupun secara alami. Apabila pergerakan fluida disebabkan oleh perbedaan tekanan maka kondisi itu disebut konveksi paksa (Tiwari, 1998). 21

35 Davies, Morris (2004) pada proses percepatan sentrifugal gravitasi perlu digantikan posisinya sesuai dengan posisi fluida, gaya gaya pergerakan akibat viskositas ini dapat diabaikan. Pada dua plat dengan perbedaan perubahan suhu yang kecil dimana salah satu plat diberikan pendinginan maka akan menyebabkan terhambatnya pergerakan dari aliran udara pada posisi tersebut, sehingga kondisi ini disebut Rayleigh Number. Q = h A ΔT...(21) Keterangan: Q = Pindah panas konveksi, W/m 2 h = Koefisien pindah panas A = Luas Permukaan, m 2 ΔT = Perbedaan suhu permukaan bahan dengan udara, K. Untuk konduktivitas panas konveksi (h) pada permukaan vertikal (v) dapat diketahui dengan menggunakan persamaan dibawah. a. Hubungan karakteristik udara menggunakan Reynold Number (Re) Re = ρ V... (22) b. Hubungan pindah panas dan pergerakan udara menggunakan Prandtl Number (Pr) Pr =...(23) c. Hubungan gaya angkat hidrostatik fluida pada konveksi menggunakan Grashof Number (Gr) Gr = =...(24) d. Pindah panas pada konveksi paksa (Tiwari, 1998) menggunakan Nusselt Number (Nu) Nu = 0,8 (Re Pr) 0,25 K...(25) e. Koefisien pindah panas pada bidang vertikal (Tiwari, 1998) menggunakan rumus K = [ ]1/4...(26) 22

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Pohon Meranti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Pohon Meranti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kayu Meranti (Shorea Leprosula Miq.) Meranti merah (Shorea Leprosula Miq.) adalah nama sejenis kayu pertukangan yang populer dalam perdagangan. Meranti merah tergolong kayu keras

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Termal Kayu Meranti (Shorea Leprosula Miq.) Karakteristik termal menunjukkan pengaruh perlakuan suhu pada bahan (Welty,1950). Dengan mengetahui karakteristik termal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Dasar Perpindahan Kalor Perpindahan kalor terjadi karena adanya perbedaan suhu, kalor akan mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat suhu rendah. Perpindahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENGERINGAN Pengeringan adalah proses pengurangan kelebihan air yang (kelembaban) sederhana untuk mencapai standar spesifikasi kandungan kelembaban dari suatu bahan. Pengeringan

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari

Lebih terperinci

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving PERPINDAHAN PANAS Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving force/resistensi Proses bisa steady

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengeringan Pengeringan merupakan proses pengurangan kadar air bahan sampai mencapai kadar air tertentu sehingga menghambat laju kerusakan bahan akibat aktivitas biologis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Tanpa Beban Untuk mengetahui profil sebaran suhu dalam mesin pengering ERK hibrid tipe bak yang diuji dilakukan dua kali percobaan tanpa beban yang dilakukan pada

Lebih terperinci

Lampiran 1. Produksi Kayu Bulat oleh Perusahaan Hak Pengusahaan Hutan Menurut Jenis Kayu, Lampiran 2. System pengeringan kayu Meranti

Lampiran 1. Produksi Kayu Bulat oleh Perusahaan Hak Pengusahaan Hutan Menurut Jenis Kayu, Lampiran 2. System pengeringan kayu Meranti LAMPIRAN Lampiran 1. Produksi Kayu Bulat oleh Perusahaan Hak Pengusahaan Hutan Menurut Jenis Kayu, 24-28 Jenis Kayu Produksi Kayu (M 3 ) 24 25 26 27 28 Agathis 32134 29,888 1,612 12,754 18,121 Bakau 29,475

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING Bambang Setyoko, Seno Darmanto, Rahmat Program Studi Diploma III Teknik Mesin Fakultas Teknik UNDIP Jl. Prof H. Sudharto, SH, Tembalang,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Persiapan Penelitian Jenis kayu yang dipakai dalam penelitian ini adalah kayu rambung dengan ukuran sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu

Lebih terperinci

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-204 Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan MEKANISME By : Dewi Maya Maharani Pengeringan Prinsip Dasar Pengeringan Proses pemakaian panas dan pemindahan air dari bahan yang dikeringkan yang berlangsung secara serentak bersamaan Konduksi media Steam

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa 1. Perubahan Kadar Air terhadap Waktu Pengeringan buah mahkota dewa dimulai dari kadar air awal bahan sampai mendekati

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar BAB NJAUAN PUSAKA Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar 150.000.000 km, sangatlah alami jika hanya pancaran energi matahari yang mempengaruhi dinamika atmosfer

Lebih terperinci

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengeringan Tipe Efek Rumah Kaca (ERK) Pengeringan merupakan salah satu proses pasca panen yang umum dilakukan pada berbagai produk pertanian yang ditujukan untuk menurunkan kadar air

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS Menurut Brooker et al. (1974) terdapat beberapa kombinasi waktu dan suhu udara pengering dimana komoditas hasil pertanian dengan kadar

Lebih terperinci

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA Tujuan Instruksional Khusus Mmahasiswa mampu melakukan perhitungan dan analisis pengkondisian udara. Cakupan dari pokok bahasan ini adalah prinsip pengkondisian udara, penggunaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Spesifikasi Biji Jarak Pagar Tanaman jarak (Jatropha curcas L.) dikenal sebagai jarak pagar. Menurut Hambali et al. (2007), tanaman jarak pagar dapat hidup dan berkembang dari dataran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KENTANG (SOLANUM TUBEROSUM L.) Tumbuhan kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan komoditas sayuran yang dapat dikembangkan dan bahkan dipasarkan di dalam negeri maupun di luar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Mutu Kekakuan Lamina BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penyusunan lamina diawali dengan melakukan penentuan mutu pada tiap ketebalan lamina menggunakan uji non destructive test. Data hasil pengujian NDT

Lebih terperinci

TOPIK: PANAS DAN HUKUM PERTAMA TERMODINAMIKA. 1. Berikanlah perbedaan antara temperatur, panas (kalor) dan energi dalam!

TOPIK: PANAS DAN HUKUM PERTAMA TERMODINAMIKA. 1. Berikanlah perbedaan antara temperatur, panas (kalor) dan energi dalam! TOPIK: PANAS DAN HUKUM PERTAMA TERMODINAMIKA SOAL-SOAL KONSEP: 1. Berikanlah perbedaan antara temperatur, panas (kalor) dan energi dalam! Temperatur adalah ukuran gerakan molekuler. Panas/kalor adalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 10 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PSIKROMETRI Psikrometri adalah ilmu yang mengkaji mengenai sifat-sifat campuran udara dan uap air yang memiliki peranan penting dalam menentukan sistem pengkondisian udara.

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, KECEPATAN ALIRAN DAN TEMPERATUR ALIRAN TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN (DROPLET) LARUTAN AGAR AGAR SKRIPSI

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, KECEPATAN ALIRAN DAN TEMPERATUR ALIRAN TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN (DROPLET) LARUTAN AGAR AGAR SKRIPSI PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, KECEPATAN ALIRAN DAN TEMPERATUR ALIRAN TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN (DROPLET) LARUTAN AGAR AGAR SKRIPSI Oleh IRFAN DJUNAEDI 04 04 02 040 1 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri pengolahan kayu yang semakin berkembang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Industri pengolahan kayu yang semakin berkembang menyebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri pengolahan kayu yang semakin berkembang menyebabkan ketidakseimbangan antara pasokan dan kebutuhan bahan baku kayu. Menurut Kementriaan Kehutanan (2014), data

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian serta di dalam rumah tanaman yang berada di laboratorium Lapangan Leuwikopo,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat III. MEODE PENELIIAN A. Waktu dan empat Penelitian dilakukan di Laboratorium Energi Surya Leuwikopo, serta Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Departemen eknik Pertanian, Fakultas eknologi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat BAB II DASAR TEORI 2.. Perpindahan Panas Perpindahan panas adalah proses berpindahnya energi dari suatu tempat ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat tersebut. Perpindahan

Lebih terperinci

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Ruang Pengering dan Sebarannya A.1. Suhu Lingkungan, Suhu Ruang, dan Suhu Outlet Udara pengering berasal dari udara lingkungan yang dihisap oleh kipas pembuang, kemudian

Lebih terperinci

LAMPIRAN I. Tes Hasil Belajar Observasi Awal

LAMPIRAN I. Tes Hasil Belajar Observasi Awal 64 LAMPIRAN I Tes Hasil Belajar Observasi Awal 65 LAMPIRAN II Hasil Observasi Keaktifan Awal 66 LAMPIRAN III Satuan Pembelajaran Satuan pendidikan : SMA Mata pelajaran : Fisika Pokok bahasan : Kalor Kelas/Semester

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Data hasil pengujian sifat fisis kayu jabon disajikan pada Tabel 4 sementara itu untuk analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% ditampilkan dalam

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN DAN PENGUJIAN MESIN PENGERING KAYU PORTABEL DENGAN BAHAN BAKAR BRIKET GERGAJI UNTUK PENGRAJIN HANDICRAFT di SURAKARTA

RANCANG BANGUN DAN PENGUJIAN MESIN PENGERING KAYU PORTABEL DENGAN BAHAN BAKAR BRIKET GERGAJI UNTUK PENGRAJIN HANDICRAFT di SURAKARTA TUGAS AKHIR RANCANG BANGUN DAN PENGUJIAN MESIN PENGERING KAYU PORTABEL DENGAN BAHAN BAKAR BRIKET GERGAJI UNTUK PENGRAJIN HANDICRAFT di SURAKARTA Disusun Sebagai Syarat Menyelesaikan Program Studi Strata

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI FLOW DAN TEMPERATUR TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN PADA LARUTAN AGAR-AGAR SKRIPSI

PENGARUH VARIASI FLOW DAN TEMPERATUR TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN PADA LARUTAN AGAR-AGAR SKRIPSI PENGARUH VARIASI FLOW DAN TEMPERATUR TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN PADA LARUTAN AGAR-AGAR SKRIPSI Oleh ILHAM AL FIKRI M 04 04 02 037 1 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN DAN KAJIAN SISTEM PEMBUANGAN PANAS DARI RUANG PENDINGIN SISTEM TERMOELEKTRIK UNTUK PENDINGINAN JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae)

RANCANG BANGUN DAN KAJIAN SISTEM PEMBUANGAN PANAS DARI RUANG PENDINGIN SISTEM TERMOELEKTRIK UNTUK PENDINGINAN JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) RANCANG BANGUN DAN KAJIAN SISTEM PEMBUANGAN PANAS DARI RUANG PENDINGIN SISTEM TERMOELEKTRIK UNTUK PENDINGINAN JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) Oleh : PERI PERMANA F14102083 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

Lebih terperinci

MENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH. Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK

MENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH. Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK 112 MENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK Dalam bidang pertanian dan perkebunan selain persiapan lahan dan

Lebih terperinci

SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW

SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW Oleh : Ai Rukmini F14101071 2006 DEPATEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR PERANCANGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan. Metode pengawetan dengan cara pengeringan merupakan metode paling tua dari semua metode pengawetan yang ada. Contoh makanan yang mengalami proses pengeringan ditemukan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan utama dalam pascapanen komoditi biji-bijian adalah susut panen dan turunnya kualitas, sehingga perlu diupayakan metode pengeringan dan penyimpanan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas LAMPIRAN 49 Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas 1. Jumlah Air yang Harus Diuapkan = = = 180 = 72.4 Air yang harus diuapkan (w v ) = 180 72.4 = 107.6 kg Laju penguapan (Ẇ v ) = 107.6 / (32 x 3600) =

Lebih terperinci

Konsep Dasar Pendinginan

Konsep Dasar Pendinginan PENDAHULUAN Perkembangan siklus refrigerasi dan perkembangan mesin refrigerasi (pendingin) merintis jalan bagi pertumbuhan dan penggunaan mesin penyegaran udara (air conditioning). Teknologi ini dimulai

Lebih terperinci

KARYA AKHIR PERANCANGAN MODEL ALAT PENGERING KUNYIT

KARYA AKHIR PERANCANGAN MODEL ALAT PENGERING KUNYIT KARYA AKHIR PERANCANGAN MODEL ALAT PENGERING KUNYIT UNTUK MEMENUHI PERSYARATAN MEMPEROLEH GELAR SARJANA SAINS TERAPAN Disusun Oleh: MARULI TUA SITOMPUL NIM : 005202022 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI MEKANIK INDUSTRI

Lebih terperinci

SKRIPSI UJI PERFORMANSI DAN ANALISA TEKNIK ALAT EVAPORATOR VAKUM. Oleh: ASEP SUPRIATNA F

SKRIPSI UJI PERFORMANSI DAN ANALISA TEKNIK ALAT EVAPORATOR VAKUM. Oleh: ASEP SUPRIATNA F SKRIPSI UJI PERFORMANSI DAN ANALISA TEKNIK ALAT EVAPORATOR VAKUM Oleh: ASEP SUPRIATNA F14101008 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR UJI PERFORMANSI DAN

Lebih terperinci

MARDIANA LADAYNA TAWALANI M.K.

MARDIANA LADAYNA TAWALANI M.K. KALOR Dosen : Syafa at Ariful Huda, M.Pd MAKALAH Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat pemenuhan nilai tugas OLEH : MARDIANA 20148300573 LADAYNA TAWALANI M.K. 20148300575 Program Studi Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

Soal Suhu dan Kalor. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar!

Soal Suhu dan Kalor. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar! Soal Suhu dan Kalor Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar! 1.1 termometer air panas Sebuah gelas yang berisi air panas kemudian dimasukkan ke dalam bejana yang berisi air dingin. Pada

Lebih terperinci

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI II DSR TEORI 2. Termoelektrik Fenomena termoelektrik pertama kali ditemukan tahun 82 oleh ilmuwan Jerman, Thomas Johann Seebeck. Ia menghubungkan tembaga dan besi dalam sebuah rangkaian. Di antara kedua

Lebih terperinci

BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD

BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD Kalor dan Perpindahannya BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD 1. Apa yang dimaksud dengan kalor? 2. Bagaimana pengaruh kalor pada benda? 3. Berapa jumlah kalor yang diperlukan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1. Hot Water Heater Pemanasan bahan bakar dibagi menjadi dua cara, pemanasan yang di ambil dari Sistem pendinginan mesin yaitu radiator, panasnya di ambil dari saluran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Prinsip pengeringan lapisan tipis pada dasarnya adalah mengeringkan bahan sampai kadar air bahan mencapai kadar air keseimbangannya. Sesuai

Lebih terperinci

HEAT TRANSFER METODE PENGUKURAN KONDUKTIVITAS TERMAL

HEAT TRANSFER METODE PENGUKURAN KONDUKTIVITAS TERMAL HEAT TRANSFER METODE PENGUKURAN KONDUKTIVITAS TERMAL KELOMPOK II BRIGITA O.Y.W. 125100601111030 SOFYAN K. 125100601111029 RAVENDIE. 125100600111006 JATMIKO E.W. 125100601111006 RIYADHUL B 125100600111004

Lebih terperinci

SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB

SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB Pendahuluan Dalam kehidupan sehari-hari sangat banyak didapati penggunaan energi dalambentukkalor: Memasak makanan Ruang pemanas/pendingin Dll. TUJUAN INSTRUKSIONAL

Lebih terperinci

KALOR SEBAGAI ENERGI B A B B A B

KALOR SEBAGAI ENERGI B A B B A B Kalor sebagai Energi 143 B A B B A B 7 KALOR SEBAGAI ENERGI Sumber : penerbit cv adi perkasa Perhatikan gambar di atas. Seseorang sedang memasak air dengan menggunakan kompor listrik. Kompor listrik itu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan 134 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan Prinsip dasar proses pengeringan adalah terjadinya pengurangan kadar air atau penguapan kadar air oleh

Lebih terperinci

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penggunaan Kolektor Terhadap Suhu Ruang Pengering Energi surya untuk proses pengeringan didasarkan atas curahan iradisai yang diterima rumah kaca dari matahari. Iradiasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. seperti kulit binatang, dedaunan, dan lain sebagainya. Pengeringan adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. seperti kulit binatang, dedaunan, dan lain sebagainya. Pengeringan adalah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengeringan Pengeringan merupakan metode pengawetan alami yang sudah dilakukan dari zaman nenek moyang. Pengeringan tradisional dilakukan dengan memanfaatkan cahaya matahari untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penggunaan energi surya dalam berbagai bidang telah lama dikembangkan di dunia. Berbagai teknologi terkait pemanfaatan energi surya mulai diterapkan pada berbagai

Lebih terperinci

Ciri dari fluida adalah 1. Mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah

Ciri dari fluida adalah 1. Mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah Fluida adalah zat aliar, atau dengan kata lain zat yang dapat mengalir. Ilmu yang mempelajari tentang fluida adalah mekanika fluida. Fluida ada 2 macam : cairan dan gas. Ciri dari fluida adalah 1. Mengalir

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Mesin pendingin atau kondensor adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan panas dari dalam ruangan ke luar ruangan. Adapun sistem mesin pendingin yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. i ii iii iv v vi

DAFTAR ISI. i ii iii iv v vi DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN HALAMAN PERSEMBAHAN INTISARI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN i ii iii iv v vi viii x xii

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

/ Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8

/ Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8 Faris Razanah Zharfan 06005225 / Teknik Kimia TUGAS. MENJAWAB SOAL 9.6 DAN 9.8 9.6 Air at 27 o C (80.6 o F) and 60 percent relative humidity is circulated past.5 cm-od tubes through which water is flowing

Lebih terperinci

Pengeringan. Shinta Rosalia Dewi

Pengeringan. Shinta Rosalia Dewi Pengeringan Shinta Rosalia Dewi SILABUS Evaporasi Pengeringan Pendinginan Kristalisasi Presentasi (Tugas Kelompok) UAS Aplikasi Pengeringan merupakan proses pemindahan uap air karena transfer panas dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ALAT PENGKONDISIAN UDARA Alat pengkondisian udara merupakan sebuah mesin yang secara termodinamika dapat memindahkan energi dari area bertemperatur rendah (media yang akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Kebutuhan kayu yang semakin meningkat membutuhkan kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Kebutuhan kayu yang semakin meningkat membutuhkan kenaikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kebutuhan kayu yang semakin meningkat membutuhkan kenaikan pasokan bahan baku, baik dari hutan alam maupun hutan tanaman. Namun, produksi kayu dari hutan alam menurun

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem merupakan sekumpulan obyek yang saling berinteraksi dan memiliki keterkaitan antara satu obyek dengan obyek lainnya. Dalam proses perkembangan ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) TIPE RAK DENGAN PEMANAS TAMBAHAN PADA PENGERINGAN KERUPUK UYEL

UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) TIPE RAK DENGAN PEMANAS TAMBAHAN PADA PENGERINGAN KERUPUK UYEL UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) TIPE RAK DENGAN PEMANAS TAMBAHAN PADA PENGERINGAN KERUPUK UYEL Oleh : DEWI RUBAEATUL ADAWIYAH F14103089 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

Kayu lapis untuk kapal dan perahu

Kayu lapis untuk kapal dan perahu Standar Nasional Indonesia Kayu lapis untuk kapal dan perahu ICS 79.060.10 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah, definisi,

Lebih terperinci

KAJIAN PENGERINGAN LAPISAN TIPIS PADA UMBI TALAS BOGOR (Colocasia esculenta L. Schoot) CARTAM

KAJIAN PENGERINGAN LAPISAN TIPIS PADA UMBI TALAS BOGOR (Colocasia esculenta L. Schoot) CARTAM KAJIAN PENGERINGAN LAPISAN TIPIS PADA UMBI TALAS BOGOR (Colocasia esculenta L. Schoot) CARTAM DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 14 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN

PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN Pilihan suatu bahan bangunan tergantung dari sifat-sifat teknis, ekonomis, dan dari keindahan. Perlu suatu bahan diketahui sifat-sifat sepenuhnya. Sifat Utama

Lebih terperinci

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah.

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah. 1 D49 1. Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah. Hasil pengukuran adalah. A. 4,18 cm B. 4,13 cm C. 3,88 cm D. 3,81 cm E. 3,78 cm 2. Ayu melakukan

Lebih terperinci

Ditemukan pertama kali oleh Daniel Gabriel Fahrenheit pada tahun 1744

Ditemukan pertama kali oleh Daniel Gabriel Fahrenheit pada tahun 1744 A. Suhu dan Pemuaian B. Kalor dan Perubahan Wujud C. Perpindahan Kalor A. Suhu Kata suhu sering diartikan sebagai suatu besaran yang menyatakan derajat panas atau dinginnya suatu benda. Seperti besaran

Lebih terperinci

Sistem pengering pilihan

Sistem pengering pilihan Sistem pengering pilihan Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan dapat menjelaskan alat pengeringan yang khusus (pilihan) Sub Pokok Bahasan 1.Pengering dua tahap 2.Pengering

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Self Dryer dengan kolektor terpisah. (sumber : L szl Imre, 2006).

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Self Dryer dengan kolektor terpisah. (sumber : L szl Imre, 2006). 3 BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengering Surya Pengering surya memanfaatkan energi matahari sebagai energi utama dalam proses pengeringan dengan bantuan kolektor surya. Ada tiga klasifikasi utama pengering surya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa, maka wilayah Indonesia akan selalu disinari matahari selama jam

BAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa, maka wilayah Indonesia akan selalu disinari matahari selama jam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki berbagai jenis sumber daya energi dalam jumlah yang cukup melimpah. Letak Indonesia yang berada pada daerah khatulistiwa, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama dalam penyimpanannya membuat salah satu produk seperti keripik buah digemari oleh masyarat. Mereka

Lebih terperinci

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X Contoh soal kalibrasi termometer 1. Pipa kaca tak berskala berisi alkohol hendak dijadikan termometer. Tinggi kolom alkohol ketika ujung bawah pipa kaca dimasukkan

Lebih terperinci

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA DIKTAT KULIAH PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARMA PERSADA 009 DIKTAT KULIAH PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA Disusun : ASYARI DARAMI YUNUS Jurusan Teknik Mesin,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karet Alam Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet termasuk tanaman tahunan yang tergolong dalam famili Euphorbiaceae, tumbuh baik di dataran

Lebih terperinci

LATIHAN UJIAN NASIONAL

LATIHAN UJIAN NASIONAL LATIHAN UJIAN NASIONAL 1. Seorang siswa menghitung luas suatu lempengan logam kecil berbentuk persegi panjang. Siswa tersebut menggunakan mistar untuk mengukur panjang lempengan dan menggunakan jangka

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4.1. Sifat Fisis IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisis papan laminasi pada dasarnya dipengaruhi oleh sifat bahan dasar kayu yang digunakan. Sifat fisis yang dibahas dalam penelitian ini diantaranya adalah

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN B. Tahapan Proses Pembuatan Papan Serat 1. Pembuatan Matras a. Pemotongan serat Serat kenaf memiliki ukuran panjang rata-rata 40-60 cm (Gambar 18), untuk mempermudah proses pembuatan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK

ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan menyelesaikan Program Strata Satu (S1) pada program Studi Teknik Mesin Oleh N a m a : CHOLID

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN OVEN UNTUK MENGERINGKAN TOKEK DENGAN SUMBER PANAS UDARA YANG DIPANASKAN KOMPOR LPG

RANCANG BANGUN OVEN UNTUK MENGERINGKAN TOKEK DENGAN SUMBER PANAS UDARA YANG DIPANASKAN KOMPOR LPG RANCANG BANGUN OVEN UNTUK MENGERINGKAN TOKEK DENGAN SUMBER PANAS UDARA YANG DIPANASKAN KOMPOR LPG Oleh: ANANTA KURNIA PUTRA 107.030.047 Dosen Pembimbing: Ir. JOKO SASETYANTO, MT D III TEKNIK MESIN FTI-ITS

Lebih terperinci

BAB 3 HUBUNGAN ANTARA KAYU DAN AIR: PENYUSUTAN KAYU

BAB 3 HUBUNGAN ANTARA KAYU DAN AIR: PENYUSUTAN KAYU BAB 3 HUBUNGAN ANTARA KAYU DAN AIR: PENYUSUTAN KAYU 3.1.Keterkaitan Antara Kondisi Kebasahan/Kekeringan Kayu dan Kandungan Air serta Kadar Air Dan uraian pada kuliah kedua minggu yang lalu, dipahami tentang

Lebih terperinci

BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD

BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD 1. Apa yang dimaksud dengan kalor? 2. Bagaimana pengaruh kalor pada benda? 3. Berapa jumlah kalor yang diperlukan untuk perubahan suhu benda? 4. Apa yang dimaksud dengan

Lebih terperinci

P I N D A H P A N A S PENDAHULUAN

P I N D A H P A N A S PENDAHULUAN P I N D A H P A N A S PENDAHULUAN RINI YULIANINGSIH APA ITU PINDAH PANAS? Pindah panas adalah ilmu yang mempelajari transfer energi diantara benda yang disebabkan karena perbedaan suhu Termodinamika digunakan

Lebih terperinci

/ Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8

/ Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8 Faris Razanah Zharfan 1106005225 / Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8 19.6 Air at 27 o C (80.6 o F) and 60 percent relative humidity is circulated past 1.5 cm-od tubes through which water

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN FISIKA BAB V PERPINDAHAN KALOR Prof. Dr. Susilo, M.S KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama 38 III. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama adalah pembuatan alat yang dilaksanakan di Laboratorium Mekanisasi

Lebih terperinci

Wardaya College. Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer. Mata Pelajaran Fisika Tahun Ajaran 2017/2018. Departemen Fisika - Wardaya College

Wardaya College. Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer. Mata Pelajaran Fisika Tahun Ajaran 2017/2018. Departemen Fisika - Wardaya College Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer Mata Pelajaran Fisika Tahun Ajaran 2017/2018-1. Hambatan listrik adalah salah satu jenis besaran turunan yang memiliki satuan Ohm. Satuan hambatan jika

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu untuk proses persiapan bahan baku, pembuatan panel CLT, dan pengujian

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR MODIFIKASI KONDENSOR SISTEM DISTILASI ETANOL DENGAN MENAMBAHKAN SISTEM SIRKULASI AIR PENDINGIN

LAPORAN TUGAS AKHIR MODIFIKASI KONDENSOR SISTEM DISTILASI ETANOL DENGAN MENAMBAHKAN SISTEM SIRKULASI AIR PENDINGIN LAPORAN TUGAS AKHIR MODIFIKASI KONDENSOR SISTEM DISTILASI ETANOL DENGAN MENAMBAHKAN SISTEM SIRKULASI AIR PENDINGIN Disusun oleh: BENNY ADAM DEKA HERMI AGUSTINA DONSIUS GINANJAR ADY GUNAWAN I8311007 I8311009

Lebih terperinci

BABII TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini berisi tentang teori dari beberapa sumber buku seperti buku - buku

BABII TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini berisi tentang teori dari beberapa sumber buku seperti buku - buku BABII TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang teori dari beberapa sumber buku seperti buku - buku laporan tugas akhir dan makalah seminar yang digunakan sebagai inspirasi untuk menyusun konsep penelitian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk membuat agar bahan makanan menjadi awet. Prinsip dasar dari pengeringan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk membuat agar bahan makanan menjadi awet. Prinsip dasar dari pengeringan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Dasar Pengeringan Dari sejak dahulu pengeringan sudah dikenal sebagai salah satu metode untuk membuat agar bahan makanan menjadi awet. Prinsip dasar dari pengeringan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal

TINJAUAN PUSTAKA. Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit Menurut Hadi (2004), klasifikasi botani kelapa sawit dapat diuraikan sebagai berikut: Kingdom Divisi Kelas Ordo Familia Genus Spesies : Plantae : Magnoliophyta : Liliopsida

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERCOBAAN KUALITAS ETHYLENE DAN AIR PADA ALAT PERPINDAHAN PANAS DENGAN SIMULASI ALIRAN FLUIDA

TUGAS AKHIR PERCOBAAN KUALITAS ETHYLENE DAN AIR PADA ALAT PERPINDAHAN PANAS DENGAN SIMULASI ALIRAN FLUIDA PERCOBAAN KUALITAS ETHYLENE DAN AIR PADA ALAT PERPINDAHAN PANAS DENGAN SIMULASI ALIRAN FLUIDA Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam Mencapai Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh : Nama

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penentuan parameter. perancangan. Perancangan fungsional dan struktural. Pembuatan Alat. pengujian. Pengujian unjuk kerja alat

METODE PENELITIAN. Penentuan parameter. perancangan. Perancangan fungsional dan struktural. Pembuatan Alat. pengujian. Pengujian unjuk kerja alat III. METODE PENELITIAN A. TAHAPAN PENELITIAN Pada penelitian kali ini akan dilakukan perancangan dengan sistem tetap (batch). Kemudian akan dialukan perancangan fungsional dan struktural sebelum dibuat

Lebih terperinci

SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT KAB/KOTA Waktu: 120 menit. Laju (m/s)

SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT KAB/KOTA Waktu: 120 menit. Laju (m/s) SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT KAB/KOTA Waktu: 120 menit A. SOAL PILIHAN GANDA Petunjuk: Pilih satu jawaban yang paling benar. 1. Sebuah mobil bergerak lurus dengan laju ditunjukkan oleh grafik di samping.

Lebih terperinci