DUKUNGAN REKAYASA SISTEM KELEMBAGAAN JAMINAN MUTU PASOKAN BAHAN BAKU KULIT SAPI UNTUK PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI GELATIN SYARIFUDDIN NUR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DUKUNGAN REKAYASA SISTEM KELEMBAGAAN JAMINAN MUTU PASOKAN BAHAN BAKU KULIT SAPI UNTUK PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI GELATIN SYARIFUDDIN NUR"

Transkripsi

1 DUKUNGAN REKAYASA SISTEM KELEMBAGAAN JAMINAN MUTU PASOKAN BAHAN BAKU KULIT SAPI UNTUK PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI GELATIN SYARIFUDDIN NUR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 SURAT PERNYATAAN Dengan ini, saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul: Dukungan Rekayasa Sistem Kelembagaan Jaminan Mutu Pasokan Bahan Baku Kulit Sapi Untuk Pengembangan Agroindustri Gelatin adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Bogor, Maret 2011 Yang membuat pernyataan Syarifuddin Nur

3 ABSTRACT SYARIFUDDIN NUR: Institutional System Engineering Support for Quality Assurance of Raw Material Supply of Cattle Hides for Gelatin Agro Industry Development. Under the supervision of: E. GUMBIRA SA ID, JONO M. MUNANDAR and MACHFUD In the supply of quality and halal products, there are several criteria that must be fulfilled in terms of types of material, the preparation method and the effort to obtain it. Although the reviewed product derived from cattle hides, this product cannot be automatically considered as a halal product, without getting through traceability process and the applicable halal standardization in advance. A traceability of gelatine raw material would require an effective system for the users in collecting information about the origin of raw materials and the materials management process at every stage of the process, starting from raw materials to finished product. The traceability system involves various parties who have different needs and goals in the process of supplying raw materials. Therefore, there should be institutional system engineering that can manage and handle the traceability process and the procurement of gelatine raw materials in order to provide assurance for the origin of raw materials and facilitate the industry, as well as the users of gelatine in making the standardization of quality, such as halal standards. The objective of this study was to formulate the institutional system model for traceability of gelatine agro industry raw materials from cattle hides with a number of criteria and experts assessments in order to get quality assurance for the supply of raw materials. This study focuses on the institutional system engineering of quality assurance for raw materials supply that was implemented in decision-making supporting system (DSS) institutional system of quality assurance for raw materials supply of gelatine.. The results of institutional system analysis using interpretive Structural Modeling (ISM) showed that the objectives of the system were to obtain certainty the origin and quality assurance of raw materials and to simplify tracing origin of raw materials, with the measure for success was facilitating the process of halal quality certification and quality assurance of raw materials and gelatine products. To achieve these objectives it was required the provision of facilities and infrastructure to improve the quality of the product with a possible change of activity was the provision of raw material tracking information systems and every business was required to enforce quality standards system. Some of the obstacles that need to be considered for the successful implementation of this system were the location of the origin of raw materials which have different characteristics, raw material suppliers that are spread in some areas and inconsistent government policies. Appropriate strategy to develop the institutional system of quality assurance of raw material supply in gelatine agro industry was the presence of information system for traceability of the origin of raw materials with the main player was gelatine industry. The results of alternative selection analysis for the implementation of institutional quality assurance system of the raw material supply of gelatine using Exponential Comparative Method (ECM) and Data Envelopment Analysis (DEA) showed that, the most optimal institutional system from the perspective of the

4 rules of cooperation, was the institutional system with the contract procurement model of raw materials based on benchmark prices that was based on their quality, while in terms of the organization, the optimal institutional system for raw material supply was the use of an independent institution of quality assurance supported by internal institution in gelatine agro-industry companies as organizations that could provide assurance of product quality and facilitate the process of quality certification. The managerial implications of the institutional system of quality assurance for raw material supply of gelatine agroindustry was a need for awareness of all stakeholders to act in a scientifically oriented on quality improvement and was committed to always use the appropriate procedures for quality improvement standards to improve consumer confidence. Besides, the need for learning in the community of the importance of quality and quality certification on every product that used the raw material of gelatine, so that people would give a higher valuation of the certified product that provided consequences on increasing value-added products with increased quality of products. Then the need for government support to implement this system in the presence of institutional quality assurance policy on every product with a standard rules, so that every actor in the institution had a strong commitment in improving the quality of gelatine in accordance with certain standards. The novelty of this study was the modeling of an institutional system of quality assurance for raw materials supply to support the traceability process of the origin of gelatine agro industry raw materials from split cattle hides that was integrated with leather tanning industry. This institutional model was expected to support the growth-development of halal gelatine industry in Indonesia, as well as facilitated the process to obtain halal certification that would ensure the provision of gelatine products that was halal qualified. The development of gelatine as a diversified industrial product in the leather tanning industry was feasible to be developed with the eligibility criteria investment as follow NPV (15%) of IDR 4.81 billion, the net value of B / C ratio of 1.11, the value of IRR of 31.98% and PBP value of 3.69 years. Based on the sensitivity analysis, the feasibility of this investment was very sensitive to the decline in the price of gelatine product, therefore it was needed a specific market segment of halal gelatine product with a variety of packaging and product forms of gelatine according to the desire of consumers to distinguish with gelatine product that was not halal. Keyword: gelatine, institutional model, raw material supply, traceability, quality assurance, cattle hides.

5 RINGKASAN SYARIFUDDIN NUR: Dukungan Rekayasa Sistem Kelembagaan Jaminan Mutu Pasokan Bahan Baku Kulit Sapi Untuk Pengembangan Agroindustri Gelatin. Dibawah bimbingan: E. GUMBIRA SA ID sebagai ketua komisi, MACHFUD, dan JONO M. MUNANDAR masing-masing sebagai anggota. Dalam penyediaan produk bermutu dan halal, terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi ditinjau dari segi jenis bahan atau zat (materinya), cara penyiapannya dan usaha untuk mendapatkannya. Walaupun produk yang dikaji berasal dari kulit sapi, tetapi produk tersebut tidak dapat langsung dianggap sebagai produk halal, tanpa terlebih dahulu melalui proses penelusuran dan standarisasi halal yang berlaku. Untuk melakukan penelusuran bahan baku produk gelatin dibutuhkan suatu sistem yang efektif agar memudahkan pihak pengguna dalam mendapatkan informasi asal-muasal bahan baku dan proses pengelolaan bahan tersebut pada setiap tahapan proses mulai dari bahan baku mentah sampai ke produk jadi. Sistem penelusuran (traceability system) melibatkan berbagai pihak yang mempunyai kebutuhan dan tujuan yang berbeda dalam proses penyediaan bahan baku. Oleh karena itu perlu ada rekayasa sistem kelembagaan yang dapat mengatur dan menangani proses penelusuran dan pengadaan bahan baku gelatin sehingga dapat memberikan jaminan asal usul bahan baku dan memudahkan pihak industri maupun pengguna gelatin untuk membuat standarisasi mutu seperti standarisasi halal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merumuskan model sistem kelembagaan penelusuran bahan baku agroindustri gelatin dari kulit sapi dengan berbagai kriteria dan penilaian pakar untuk mendapatkan jaminan mutu pasokan bahan baku. Penelitian ini difokuskan pada rekayasa sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku yang diimplementasikan dalam sistem pendukung pengambilan keputusan (SPK) sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin. Rekayasa model dilaksanakan dengan pendekatan sistem untuk menghasilkan solusi yang dapat mengintegrasikan kebutuhan setiap pemangku kepentingan untuk pengembangan agroindustri gelatin yang berkelanjutan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Interpretive Stuructural Modeling (ISM) untuk merumuskan model kelembagaan penelusuran bahan baku agroindustri gelatin dari kulit sapi yang efisien, metode Analytical Hirarchy Process (AHP) untuk memilih strategi kelembagaan penelusuran bahan baku agroindustri gelatin dari kulit sapi, metode Multi Expert Multicriteria Decision Making (MEMCDM) dan MPE, untuk memilih bentuk kelembagaan sistem jaminan mutu pasokan bahan baku yang efektif, dan metode Data Envelopment Analysis (DEA) untuk menguji tingkat efisiensi model sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku dengan analisis input dan output model serta analisis finansial pengembangan agroindustri gelatin yang diintegrasikan dalam industri penyamakan kulit guna mendapatkan gambaran investasi dari industri gelatin. Kemudian dimodelkan juga sistem perangkat lunak SPK untuk membantu pemangku kepentingan dalam manajemen penelusuran mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin.

6 Validasi sistem dilakukan dengan studi kasus agroindustri gelatin dari kulit sapi split yang telah diintegrasikan dengan industri penyamakan kulit yang berada di Citeureup Bogor. Dari studi kasus tersebut diperoleh bahwa pelaku kunci dalam sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin adalah lembaga litbang dan pemerintah pusat/daerah, sedangkan strategi pengembangan sistem informasi penelusuran asal usul bahan baku dengan pelaku utama industri gelatin dengan tujuan kunci meningkatkan mutu bahan baku dan produk untuk memenuhi kriteria jaminan mutu produk dan bahan baku industri gelatin, merupakan strategi paling efektif digunakan dalam sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku. Hasil analisis sistem kelembagaan dengan Interpretive Stuructural Modeling (ISM) menunjukkan bahwa sub-elemen kunci tujuan dari sistem adalah memperoleh kepastian asal usul dan jaminan mutu bahan baku serta mempermudah penelusuran asal usul bahan baku, dengan tolok ukur keberhasilan program memudahkan proses pembuatan label mutu halal dan terjaminnya mutu bahan baku dan produk gelatin. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan aktifitas penyediaan sarana dan prasarana untuk peningkatan mutu produk dengan perubahan yang dimungkinkan adalah penyediaan sistem informasi penelusuran bahan baku dan setiap pengusaha diharuskan memberlakukan sistem standarisasi mutu. Beberapa kendala yang perlu diperhatikan demi keberhasilan implementasi sistem ini adalah lokasi asal-usul bahan baku yang mempunyai karakteristik berbeda, pemasok bahan baku yang tersebar di beberapa daerah dan kebijakan pemerintah yang tidak konsisten. Hasil analisis alternatif untuk implementasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin dengan menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE), dan Data Envelopment Analysis (DEA) diperoleh bahwa sistem kelembagaan yang paling optimal dari sudut pandang aturan kerjasama, adalah sistem kelembagaan dengan model kontrak kerjasama pengadaan bahan baku berdasarkan patokan harga sesuai mutunya, sedangkan dari segi organisasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku yang optimal adalah penggunaan lembaga independen didukung dengan kelembagaan internal dalam perusahaan agroindustri gelatin sebagai organisasi yang dapat memberikan jaminan mutu produk dan memudahkan proses sertifikasi mutu. Model sistem kelembagaan jaminan mutu dengan penggunaan lembaga independen yang didukung oleh lembaga internal jaminan mutu pasokan bahan baku dalam perusahaan memberikan output yang lebih tinggi dan input yang lebih rendah dibandingkan dengan model kelembagaan yang berlaku saat ini. Beberapa variabel input tersebut adalah harga produk, daya saing produk, nilai tambah produk, efisiensi proses pengurusan mutu, lamanya proses pengurusan sertifikasi mutu, biaya pengurusan sertifikasi mutu dan tingkat keterlibatan setiap elemen dalam manajemen mutu. Strategi yang tepat untuk mengembangkan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin adalah adanya sistem informasi penelusuran asal usul bahan baku dengan pelaku utama industri gelatin dengan tujuan utama meningkatkan mutu bahan baku dan produk untuk memenuhi kriteria jaminan mutu produk. Implikasi manajerial dari sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin ini adalah perlu adanya kesadaran setiap pemangku kepentingan untuk bertindak yang beroritentasi pada

7 peningkatan mutu dan berkomitmen untuk selalu menggunakan prosedur peningkatan mutu yang sesuai standar yang telah disepakati untuk meningkatkan kepercayaan konsumen. Disamping itu perlu adanya pembelajaran pada masyarakat akan pentingnya mutu dan sertifikasi mutu pada setiap produk yang menggunakan bahan baku gelatin, sehingga masyarakat akan memberikan penilaian yang lebih baik dan lebih tinggi terhadap produk yang bersirtifikasi yang memberikan konsekuensi pada peningkatan nilai tambah produk dengan peningkatan mutu produk. Selain itu perlu adanya dukungan pemerintah untuk mengimplementasikan sistem kelembagaan ini dengan adanya pola penjaminan mutu pada setiap produk yang dihasilkan dengan suatu aturan yang sesuai sehingga setiap pelaku dalam kelembagaan mempunyai komitmen yang tinggi dalam peningkatan mutu gelatin sesuai dengan strandarisasi tertentu. Kebaruan dari penelitian ini adalah dimodelkannya suatu sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku untuk mendukung proses penelusuran asal usul bahan baku agroindustri gelatin dari kulit sapi split yang diintegrasikan dengan industri penyamakan kulit. Dengan model kelembagaan ini diharapkan dapat mendukung tumbuh-kembangnya industri gelatin halal di Indonesia serta memudahkan proses pengurusan sertifikasi halal sehingga akan menjamin penyediaan produk gelatin yang bermutu halal. Pengembangan industri gelatin pada industri penyamakan kulit layak untuk dikembangkan dengan kriteria kelayakan investasi sebagai berikut, nilai NPV(15%) sebesar Rp. 4,81 milyar, nilai net B/C ratio sebesar 1,11, nilai IRR sebesar 31,98% dan nilai PBP sebesar 3,69 tahun. Berdasarkan analisis sensitifitas, kelayakan investasi ini sangat sensitif terhadap penurunan harga produk gelatin, sehingga perlu segmentasi pasar yang spesifik terhadap produk gelatin halal. Berdasarkan kriteria kelayakan tersebut dapat disimpulkan bahwa secara finansial industri gelatin layak untuk dikembangkan sebagai suatu industri yang terintegrasi dengan industri penyamakan kulit. Kata kunci: gelatin, model kelembagaan, bahan baku, penelusuran, jaminan mutu, kulit sapi.

8 Hak cipta milik IPB, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

9 DUKUNGAN REKAYASA SISTEM KELEMBAGAAN JAMINAN MUTU PASOKAN BAHAN BAKU KULIT SAPI UNTUK PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI GELATIN SYARIFUDDIN NUR Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

10 Judul Disertasi Nama Mahasiswa NRP : Dukungan Rekayasa Sistem Kelembagaan Jaminan Mutu Pasokan Bahan Baku Kulit Sapi Untuk Pengembangan Agroindustri Gelatin : Syarifuddin Nur : /TIP Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa id, MA.Dev Ketua Dr. Ir. Jono M. Munandar Anggota Dr. Ir.Machfud, MS Anggota Diketahui Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir.Machfud, MS Dr. Ir. Dahrul Syah Tanggal Ujian: 10 Februari 2011 Tanggal Lulus:

11 Penguji pada ujian tertutup :1. Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA. 2. Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, M.Eng. Penguji pada ujian terbuka :1. Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc. 2. Dr. Ir. Bambang Haryanto, M.Si, APU

12 PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat, hidayah dan karunianya, sehingga penulisan disertasi ini dapat diselesaikan dengan baik. Sholawat dan salam selalu dipanjatkan bagi Rasullullah Muhammad SAW yang telah membawa rahmat bagi seluruh alam semesta. Penulisan disertasi ini tidak lepas dari bantuan yang tulus dan ikhlas dari komisi Pembimbing dan berbagai pihak. Oleh karena itu ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada yang terhormat Prof. Dr. Ir. H.E. Gumbira-Sa id, MA Dev, sebagai ketua komisi pembimbing atas segala curahan ilmu dan waktu, bimbingan, arahan, nasehat dan dorongan moril dengan penuh kesabaran kepada penulis sejak penulisan proposal, pelaksanaan penelitian sampai selesainya penulisan disertasi. Ucapan terima kasih yang tidak terhingga juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir.Machfud, MS dan Dr. Ir. Jono M. Munandar masingmasing sebagai anggota komisi pembimbing yang telah mencurahkan waktu dan perhatian selama proses bimbingan dan penulisan disertasi. Pada kesempatan ini juga penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada berbagai pihak di bawah ini: 1) Rektor Universitas Jenderal Soedirman yang memberikan izin tugas belajar pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor 2) Dekan Fakultas Peternakan yang memberikan dorongan moril dan penuh perhatian selama penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor 3) Direktur Pusat Teknologi Agroindustri Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Jakarta yang telah memberikan kesempatan untuk penelitian pada Pilot Plant Gelatin Citeureup Bogor 4) Direktur PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery yang memberikan bantuan dan keleluasaan selama pelaksanaan penelitian

13 5) Teman-teman mahasiswa dan sahabat seperjuangan di Program Studi Teknologi Industri Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor atas kerjasama dan dorongan semangat untuk menyelesaikan studi dan disertasi ini. Penghargaan yang tidak terhingga kepada istri tercinta Ir. Siti Zubaidah, M.Si dan anak-anaku (Hasya Syahida Syarifuddin dan Fahmy Ibrahim Syarifuddin), atas pengorbanan dan pengertian yang diberikan selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa tulisan ini kemungkinan masih memiliki kekurangan, oleh karena itu segala kritik dan saran penulis harapkan demi kesempurnaan tulisan ini. Terimakasih. Bogor, Maret 2011 Penulis Syarifuddin Nur

14 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ujungpandang pada tanggal 31 Maret 1958 sebagai anak ke dua dari enam bersaudara. Pendidikan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di tempuh di Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan serta Sekolah Menengah Atas (SMA) di Ujungpandang Sulawesi Selatan. Pendidikan sarjana (S1) di Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto (1985) dan Pascasarjana (S2) Program Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Institut Pertanian Bogor (1998). Selanjutnya penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan Pascasarjana (S3) pada Program Teknolonogi Industri Pertanian Sekolah Pascasarjana Insitut Pertanian Bogor dengan biaya dari BPPS Dikti Depdiknas. Penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto Jawa Tengah sejak tahun 1986 sampai sekarang. Selain itu penulis aktif di berbagai kegiatan yang berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan. Pada tahun 1986 penulis menikah dengan Ir. Hj. Siti Zubaidah, M.Si dan dikaruniai dua orang anak yaitu Hasya Syahida Syarifuddin dan Fahmy Ibrahim Syarifuddin

15 DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 5 Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA... 7 Gelatin... 7 Bahan Baku Pembuatan Gelatin Mutu Produk Rantai Pasok Agroindustri Kelembagaan Agroindustri Sistem Penelusuran Bahan Baku (Traceability of Raw material) Penelitian Terdahulu dan Posisi Penelitian LANDASAN TEORITIS Pendekatan Sistem Model dan Pemodelan Sistem Pengambilan Keputusan Kelompok Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) Analytical Hierarchy Process (AHP) Interpretive Structural Modeling (ISM) Data Envelopment Analysis (DEA) Analisis Finansial METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian Tahapan Penelitian Waktu dan Lokasi Penelitian Teknik Pengumpulan Data Metode Analisis Data Verifikasi dan Validasi Model ANALISIS SITUASI PASOKAN BAHAN BAKU AGROINDUSTRI GELATIN Industri Penyamakan Kulit Ketersediaan Bahan Baku Kulit Sapi Split Rantai Pasokan Kulit Sapi Peta Jaringan Pasokan Bahan Baku Industri Penyamakan Kulit Kelembagaan Sertifikasi Mutu Halal i iv vi ix i

16 Halaman. Analisis Jaminan Mutu Pasokan Bahan Baku di Beberapa Industri Gelatin. 78 Permasalahan Kelembagaan Jaminan Mutu Pasokan Agroindustri Gelatin. 82 PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model Sistem Manajemen Basis Model Model Kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku Model Strategi Kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku Model Pemilihan Bentuk Kelembagaan jaminan Mutu Model Analisis Finansial Pengembangan Agroindustri Gelatin Sistem Manajemen Basis Data DataKelembagaan Sertifikasi Mutu Data Proses Sertifikasi Halal Data Proses Produksi dan Analisis Finansial Agroindustri Gelatin Data Elemen Kelembagaan Jaminan Mutu Pasokan Bahan Baku Data Strategi Kelembaggan Jaminan Mutu Pasokan Bahan Baku Sistem Manajemen Dialog KELEMBAGAAN JAMINAN MUTU PASOKAN BAHAN BAKU AGROINDUSTRI GELATIN Strukturisasi Sistem Kelembagaan Jaminan Mutu Pasokan Bahan Baku Strategi Pengembangan Sistem Kelembagaan Jaminan Mutu Pemilihan Alternatif Model Sistem Kelembagaan Jaminan Mutu Pasokan Bahan Baku Model Kelembagaan Terpilih Sistem Kelembagaan Jaminan Mutu Pasokan Bahan Baku Industri Gelatin Rancangan Operasional Sistem Kelembagaan Jaminan Mutu Pasokan Bahan Baku Tahapan Operasionalisasi Sistem Kelembagaan Jaminan Mutu ANALISIS PERKIRAAN KINERJA MODEL KELEMBAGAAN JAMINAN MUTU PASOKAN BAHAN BAKU DAN KELAYAKAN PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI GELATIN Analisis Perkiraan Kinerja Sistem Kelembagaan Jaminan Mutu Pasokan Bahan Baku.Agroindustri Gelatin Gambaran Analisis Finansial dalam Pemgembangan Agroindustri Gelatin Analisis Kelayakan Pengembangan Agroindustri Gelatin Analisis Aspek Pasar dan Pemasaran Analisis Aspek Teknis dan Teknologis Analisis Aspek Finansial dan Ekonomi KESIMPULAN Kesimpulan Saran-saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ii

17 iii

18 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii Halaman DAFTAR GAMBAR... iv LEMBAR PENGESAHAN... v PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 4 Manfaat Penelitian... 5 Ruang Lingkup Penelitian... 5 TINJAUAN PUSTAKA... 7 Gelatin... 7 Bahan Baku Pembuatan Gelatin dari Kulit Sapi Mutu Produk Supply Chain Management (SCM) Rantai Pasok Agroindustri Kelembagaan Agroindustri Sistem Penelusuran bahan baku (Traceability of Raw material) Penelitian Terdahulu dan Posisi Penelitian LANDASAN TEORITIS Pendekatan Sistem Model dan Pemodelan Sistem Pengambilan Keputusan Kelompok Analytical Hierarchy Process (AHP) Interpretative Structural Modeling (ISM) Data Envelopment Analysis (DEA) Analisis Finansial METODA PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual Tahapan penelitian Waktu dan Lokasi Penelitian Teknik Pengumpulan Data Metode Analisis Data Verifikasi dan Validasi Model PENDEKATAN SISTEM Analisis Kebutuhan Stakeholder Formulasi Permasalahan Identifikasi Sistem Langkah Pemodelan Sistem PEMODELAN SISTEM iv

19 Konfigurasi Model Sistem Manajemen Basis Model Model Kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku Model Strategi Kelembagaan sistem jaminan mutu pasokan bahan baku Model pemilihan Bentuk Kelembagaan Optimal Model Analisa Finansial Pengembangan Agroindustri Gelatin Sistem Manajemen Basis Data Data kelembagaan sertifikasi mutu Data proses sertifikasi halal Data proses produksi dan analisis finansial agroindustri gelatin Data elemen kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku Data strategi kelembaggan jaminan mutu pasokan bahan baku Sistem Manajemen Dialog VALIDASI MODEL Strukturisasi sistem kelembagaan jaminan mutu Strategi Pemgembangan Sistem Kelembagaan Jaminan Mutu Analisis Finansial Pemgembangan Agroindustri Gelatin Pemilihan Bentuk Kelembagaan Sistem Jaminan Mutu PEMBAHASAN Analisa Sistem Kelembagaan Sertifikasi Mutu Halal Sistem Kelembagaan Jaminan Mutu Pasokan Bahan Baku Strategi Sistem Kelembagaan Jaminan Mutu Pasokan Bahan Baku Analisis Kelayakan Pengembangan Agroindustri Gelatin Analisis aspek pasar dan pemasaran Analisis aspek teknis dan teknologis Analisis Aspek Finansial dan Ekonomi Bentuk Kelembagaan Sistem Jaminan Mutu Pasokan Bahan Baku KESIMPULAN Kesimpulan Saran-saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN v

20 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Diagram alir pembuatan gelatin dari kulit split (Suharjito & Djafar 2003) Diagram Proses Produksi Gelatin dari Kulit Topografi kulit (Judoamidjojo, 1981) Struktur Histologi Kulit Hewan (Judoamidjojo, 1981) Skema Sistem Rantai Pasok Sistem rantai pasok agroindustri (Vost 2004) Perspektif analitik dari rantai pertanian (Ruben et el. 2006) Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian Tahapan penelitian Diagram input-out put sistem kelembagaan pasokan bahan baku Diagram lingkar sebab-akibat Langkah-langkah teknik pemodelan sistem Konfigurasi sistem penelusuran pasokan bahan baku agroindustri gelatin Diagram alir model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin Diagram alir strategi kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin Diagram Alir struktur kelembagaan optimal Diagram alir analisa finansial pengembangan agroindustri gelatin Klasifikasi sub-elemen tujuan program Struktur hirarki elemen tujuan program sistem jaminan mutu Klasifikasi sub-elemen kendala program Struktur hirarki elemen kendala program sistem jaminan mutu Klasifikasi sub-elemen tolok ukur keberhasilan program Struktur hirarki elemen tolok ukur keberhasilan program Klasifikasi sub-elemen perubahan yang kemungkinan dalam progam Struktur hirarki elemen perubahan yang kemungkinan dalam program Klasifikasi sub-elemen aktifitas yang perlu dilakukan dalam program Struktur hirarki elemen aktifitas yang perlu dilakukan dalam program Klasifikasi sub-elemen pemengku kepentingan kelembagaan Struktur hirarki elemen pemengku kepentingan kelembagaan Struktur hirarki pengembangan sistem kelembagaan Diagram alir proses sertifikasi halal (LPPOM-MUI.2008) Struktur organisasi manajemen halal di perusahaan (LPPOM-MUI.2008) Rantai sistem administrasi SJH (LPPOM-MUI.2008) Struktur elemen sistem kelembagaan jaminan mutu Neraca masa pembuatan gelatin dari kulit split Gambar keterkaitan aktifitas produksi gelatin Lay out industri gelatin vi

21 DAFTAR TABEL Halaman 1. Data Impor Gelatin Tahun Komposisi asam amino gelatin Sifat Gelatin Tipe A dan Tipe B Aplikasi dan Fungsi Gelatin Pengguna Gelatin dalam Industri Pangan dan Non pangan Produksi Gelatin Dunia Berdasarkan Bahan Baku Perusahaan Gelatin di Dunia Perusahaan Pengguna Gelatin di Indonesia Jumlah Kulit Hasil Ikutan per 1000 kg Kulit Mentah Awet Garaman Pemanfaatan Hasil Ikutan Industri Penyamakan Kulit yang Bersifat Padat Standar Mutu Gelatin Strategi Supply Chain Penelitian terdahulu dan Posisi Penelitian Skala dasar perbandingan pada AHP Matriks reachability pada elemen tujuan program Matriks reachability pada elemen kendala program Matriks reachability pada elemen tolok ukur keberhasilan program Matriks reachability pada elemen perubahan yang kemungkinan Matriks reachability pada elemen aktifitas yang perlu dilakukan dalam program Matriks reachability pada elemen pelaku kelembagaan Harga penjualan gelatin berdasarkan kualitas Komponen investasi industri bioplastik Struktur modal investasi industri gelatin Biaya operasional, jumlah produksi dan keuntungan Import gelatin tahun Perusahaan gelatin di Dunia Produksi gelatin di Eropa tahun Produksi gelatin Dunia berdasar bahan baku Harga Gelatin yang di proyeksi penjualan Kebutuhan bahan baku dan energi Kriteria kelayakan investasi Analisis sensitivitas pengembangan agroindustri gelatin vii

22 DAFTAR TABEL Halaman 1. Komposisi asam amino gelatin Sifat gelatin tipe A dan tipe B Aplikasi dan fungsi gelatin dalam industri Penggunaan gelatin dalam industri pangan dan non pangan Nama-nama perusahaan gelatin di dunia Data impor gelatin tahun Perusahaan pengguna gelatin di Indonesia Komposisi kulit hasil ikutan per 1000 kg kulit mentah awet garaman Pemanfaatan hasil ikutan industri penyamakan kulit yang bersifat padat Standar mutu gelatin di Indonesia Lingkup penelitian terdahulu dan posisi penelitian Skala dasar perbandingan pada AHP Jumlah industri penyamakan kulit yang beroperasi di Indonesia Pemasok bahan baku kulit sapi PT Muhara Dwitunggal Laju Tannery Titik-titik kritis proses penyediaan bahan baku gelatin dari kulit sapi Reachability Matrix (RM) pada elemen tujuan sistem kelembagaan 96 jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin Reachability Matrix (RM) pada elemen kendala sistem kelembagaan 101 jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin Reachability Matrix (RM) pada elemen tolok ukur keberhasilan sistem 105 kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin Reachability Matrix (RM) pada elemen perubahan yang dimungkinkan 108 terhadap sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin Matriks Reachability pada elemen aktifitas yang perlu dilakukan dalam 113 sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin Reachability Matriks (RM) pada elemen pelaku sistem kelembagaan 116 jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin... iii

23 Halaman 22. Matriks gabungan hasil analisis ISM dan AHP dalam permodelan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku Nilai perkiraan efisiensi alternatif sistem kelembagaan ditinjau dari sisi aturan Perkiraan nilai efisiensi alternatif sistem kelembagaan ditinjau dari sisi organisasi Harga penjualan gelatin berdasarkan mutu tahun Gambaran komponen investasi industri gelatin Struktur modal investasi industri gelatin Biaya operasional, jumlah produksi dan keuntungan (Rp) Produksi gelatin di Eropa tahun Kebutuhan bahan baku dan energi industri gelatin Kriteria kelayakan investasi industri gelatin Analisis sensitivitas pengembangan agroindustri gelatin iv

24 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Diagram proses produksi gelatin dari kulit (GMAP 2004) Sistem rantai pasok agroindustri (Vorst 2004) Perspektif analitik dari rantai pertanian (Ruben et al. 2006) Kerangka pemikiran konseptual penelitian Tahapan penelitian rekayasa sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin dari kulit sapi split Diagram alir proses pembuatan kulit sapi split Pelaku dan aktifitas rantai pasok kulit sapi (Hasil survey) Peta pasokan bahan baku industri penyamakan kulit PT Muhara Dwitunggal Laju Tannery (Hasil survey) Diagram alir proses sertifikasi halal di PT Muhara Dwitunggal Laju (PT Muhara Dwitunggal Laju Tannery) Struktur organisasi manajemen halal di PT Muhara Dwitunggal Laju Tannery (PT Muhara Dwitunggal Laju Tannery) Rantai sistem administrasi SJH di PT Muhara Dwitunggal Laju Tannery Konfigurasi sistem penelusuran pasokan bahan baku agroindustri gelatin Diagram alir model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku kulit sapi untuk agroindustri gelatin Diagram alir strategi kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin Diagram alir pemilihan struktur kelembagaan optimal jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin Diagram alir analisis finansial pengembangan agroindustri gelatin Pemetaan driver power-dependent sub-elemen tujuan sistem kelembagaan jaminan mutu Struktur hirarki elemen tujuan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin Pemetaan driver power-dependent sub-elemen kendala sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin v

25 Halaman 20. Struktur hirarki elemen kendala sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin Pemetaan driver power-dependent sub-elemen tolok ukur keberhasilan implementasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin Struktur hirarki elemen tolok ukur keberhasilan implementasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin Pemetaan driver power-dependent sub-elemen perubahan yang dimungkinkan dalam sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin Struktur hirarki elemen perubahan yang dimungkinkan dalam sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin Pemetaan driver power-dependent sub-elemen aktifitas yang perlu dilakukan dalam sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin Struktur hirarki elemen aktifitas yang perlu dilakukan dalam sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin Pemetaan driver power-dependent sub-elemen pemangku kepentingan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin Struktur hirarki elemen pemangku kepentingan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin Strukturisasi sub-elemen kunci sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin Struktur hirarki pengembangan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin Struktur model kelembagaan semua elemen pelaku agroindustri gelatin dalam manajemen mutu total Struktur model lembaga internal agroindustri sistem jaminan mutu pasokan bahan baku dan sertifikasi mutu produk Struktur model kelembagaan independen dalam proses jaminan mutu vi

26 Halaman 34. Usulan model sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin Histogram nilai alternatif model kelembagaan dari sisi aturan Histogram nilai alternatif model kelembagaan dari sisi organisasi Perbandingan input dan output kinerja model aturan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin Nilai penurunan variabel input pada model kontrak pengadaan bahan baku dibandingkan dengan model jual beli bahan baku gelatin Perbandingan input dan output kinerja model organisasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin Perbandingan input dan output kinerja model penggunaan lembaga independen dengan model jual beli dalam sistem jaminan mutu Nilai penurunan variabel input pada model adanya lembaga internal jaminan mutu dibandingkan dengan model jual beli bahan baku gelatin vii

27 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Pakar yang dilibatkan dalam penelitian Data pendukung pemodelan sistem kelembagaan dengan ISM Data pendukung pemilihan strategi sistem kelembagaan dengan AHP Kusioner pemilihan Implementasi model dengan MEMCDM Nilai alternatif sistem kelembagaan (norma/aturan) jaminan mutu dengan MPE Nilai alternatif sistem kelembagaan (organisasi) jaminan mutu dengan MPE Data agregasi data kusioner analisis efisiensi alternatif mosel sistem kelembagaan dengan DEA Data pendukung analisis finansial Tampilan sistem pendukung keputusan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin viii

28 PENDAHULUAN Latar Belakang Berkembangnya industri pangan dan non-pangan di Indonesia, telah menyebabkan kebutuhan bahan baku dan bahan penolong bagi industri tersebut menjadi hal yang sangat penting. Salah satu bahan baku dan bahan penolong yang banyak digunakan dalam industri pangan dan non-pangan adalah gelatin. Gelatin merupakan protein hasil hidrolisis kolagen yang merupakan komponen utama protein penyusun jaringan hewan (kulit, tulang dan tendon), yang banyak digunakan untuk berbagai keperluan industri, baik industri pangan maupun non-pangan. Hal ini disebabkan gelatin memiliki sifat yang khas, yaitu dapat berubah secara reversibel dari bentuk sol ke gel, mengembang dalam air dingin, dapat membentuk film, mempengaruhi viskositas suatu bahan, dan dapat melindungi sistem koloid. Pada suhu 71 C gelatin mudah larut dalam air dan membentuk gel pada suhu 49 C. Gelatin memiliki sifat larut air sehingga dapat diaplikasikan untuk keperluan berbagai industri (Fardiaz 1989). Industri yang paling banyak memanfaatkan gelatin adalah industri pangan. Dalam industri pangan, gelatin digunakan sebagai pembentuk busa (whipping agent), pengikat (binder agent), penstabil (stabilizer), pembentuk gel (gelling agent), perekat (adhesive), peningkat viskositas (viscosity agent), pengemulsi (emulsifier), finning agent, crystal modifier, thickener. Dalam bidang farmasi, gelatin dapat digunakan dalam bahan pembuat kapsul, pengikat tablet dan pastilles, gelatin dressing, gelatin sponge, surgical powder, suppositories, medical research, plasma expander, dan mikroenkapsulasi. Dalam industri fotografi, gelatin digunakan sebagai pengikat bahan peka cahaya. Dalam industri kertas, gelatin digunakan sebagai sizing paper. Beberapa contoh produk yang menggunakan gelatin adalah soft candy, whipping cream, karamel, selai, permen, yoghurt, susu olahan, sosis, hard capsule, soft capsule, pelapis vitamin, tablet, korek api, fotografi, pelapis kertas, pelapis kayu interior dan masih banyak yang lainnya (GMAP 2004). Kebutuhan gelatin yang semakin meningkat menuntut peningkatan kuantitas maupun mutu produk gelatin tersebut. Sebagian besar kebutuhan gelatin di 1

29 2 Indonesia bergantung dari gelatin impor yang berasal dari Jepang, Amerika Serikat, Argentina dan Perancis. Bahan baku yang digunakan dalam agroindustri gelatin berasal dari kulit babi, kulit sapi (limbah industri penyamakan kulit) dan tulang. Di Amerika Serikat sumber bahan baku utama agroindustri gelatin adalah kulit babi yang diproses secara asam (GMIA,2006). Oleh karena itu gelatin impor tidak dapat dipastikan mutu dan kehalalannya. Indonesia saat ini belum mempunyai perusahaan gelatin berskala besar, sehingga kebutuhan gelatin dipenuhi dari impor. Impor gelatin di Indonesia mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Sebagai gambaran pada tahun 2003 impor gelatin adalah kg selanjutnya tahun 2008 impor gelatin mencapai kg dengan nilai US$ (Tabel 6). Secara ekonomis, ketergantungan terhadap impor dapat memberikan berbagai konsekuensi, di antaranya adalah harga gelatin yang relatif mahal serta kontrol mutu produk yang tidak memadai. Untuk itu, pengembangan agroindustri gelatin dalam negeri bukan hanya memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dan pengendalian mutu kehalalan produk tetapi juga dapat membantu penyerapan tenaga kerja serta memberikan nilai tambah terhadap produk samping dari pemotongan hewan ternak. Selain itu pengembangan agroindustri gelatin juga dapat mengurangi substitusi dan alternatif produk gelatin halal. Bahan baku pembuatan gelatin adalah kulit babi, kulit sapi, dan tulang. Sebagian besar gelatin diproduksi dengan bahan baku kulit babi yang menempati persentase terbesar di dunia yaitu sebesar 45,80%. Gelatin yang menggunakan kulit sapi sebesar 28,40% dan gelatin dari tulang sebesar 24,20% (GME 2006). Untuk mendapatkan gelatin dengan mutu yang baik dan halal maka bahan baku yang dipilih adalah dari kulit sapi atau tulang. Namun karena ketersedian tulang yang kurang memadai dan rendemen gelatin yang dihasilkannya juga relatif rendah, maka pengembangan gelatin menggunakan bahan baku kulit sapi. Hal ini didasarkan pada potensi bahan baku kulit sapi yang cukup dengan tersedianya industri penyamakan kulit yang besar di Indonesia. Disamping itu dengan menggunakan bahan baku kulit sapi split dapat dilakukan pengembangan agroindustri gelatin yang terintegrasi dengan industri penyamakan kulit untuk mengefisienkan investasi dan kepastian pasokan bahan baku.

30 3 Indonesia mempunyai potensi bahan baku yang cukup melimpah untuk mengembangkan agroindustri gelatin. Populasi sapi potong di Indonesia pada tahun 2009 sebanyak ekor dengan jumlah pemotongan sapi sebesar ekor (Statistik Peternakan, 2009). Bobot kulit sapi adalah sekitar 20 kilogram (BPS, 2001), dengan tingkat persentase kulit split sebesar 11,5% dari kulit sapi utuh (Winter 1984), maka kulit sapi split di Indonesia tersedia sebanyak ton per tahun. Jumlah sebesar itu mampu mencukupi pemenuhan bahan baku kulit sapi split untuk produksi gelatin. Namun dalam penyediaan bahan baku agroindustri gelatin dari kulit sapi terdapat beberapa kendala untuk mendapat produk bermutu, yaitu adanya variasi mutu pasokan bahan baku kulit sapi, belum adanya proses penanganan pasca panen yang terstandar untuk setiap pemasok bahan baku, belum adanya informasi penelusuran asal usul bahan baku dan adanya beberapa Rumah Pemotongan Hewan (RPH) liar yang belum bersertifikasi mutu, sehingga menyulitkan proses pembuatan sertifikasi mutu produk gelatin terutama aspek kehalalannya. Konsep halal dapat dipandang dari dua perspektif (Che-Man 2008) yaitu perspektif agama sebagai hukum makanan sehingga konsumen muslim mendapat hak untuk mengkonsumsi makanan sesuai keyakinannya, dan perspektif industri dapat ditelaah sebagai suatu peluang bisnis. Hal ini membawa konsekwensi adanya perlindungan konsumen dan adanya jaminan kehalalan akan meningkatkan nilai produk. Untuk mengantisipasi kendala-kendala tersebut di atas dan dikaitkan dengan mulai berlakunya Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 maka sangat penting dibentuk sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku menetapkan standar, kriteria dan prosedur kegiatan sertifikasi mutu pasokan bahan baku gelatin. Dalam konteks penyediaan produk yang bermutu halal, terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi yaitu ditinjau dari segi jenis bahan atau zat (materinya), cara penyiapannya dan usaha untuk mendapatkannya (Santoso 2009). Produk gelatin yang dikaji merupakan produk gelatin dari kulit sapi, tetapi produk tersebut tidak dapat langsung dianggap sebagai produk halal tanpa melalui proses penelusuran dan standarisasi halal yang berlaku di Indonesia, walaupun dari asalusul bahan baku produk tersebut tidak menyalahi persyaratan halal. Untuk

31 4 melakukan penelusuran bahan baku produk gelatin dibutuhkan suatu sistem yang efektif agar memudahkan pihak pengguna dalam mendapatkan informasi asalmuasal bahan baku dan proses penanganan bahan tersebut dalam setiap tahapan proses dari bahan baku mentah sampai ke produk jadi. Sistem penelusuran (traceability system) melibatkan berbagai pihak yang mempunyai kebutuhan dan tujuan yang berbeda dalam proses penyediaan bahan baku gelatin. Oleh karena itu perlu adanya rekayasa sistem kelembagaan yang dapat mengatur dan menjembatani proses penelusuran dan pengadaan bahan baku gelatin sehingga terjamin asal usul bahan baku dan memudahkan pihak industri maupun pihak pengguna gelatin untuk membuat standarisasi mutu seperti standarisasi halal. Beberapa kajian yang berkaitan dengan sistem penelusuran bahan baku suatu produk makanan untuk menjamin mutu dan keamanan produk telah dilakukan oleh Mousavi dan Sarhadi (2002), Kehagia et al. (2007), Rijswijk dan Frewer (2008) dan Starbird et al. (2008). Penelitian model kelembagaan agroindustri telah dilakukan oleh Didu (2000) yang mengkaji kelembagaan perkebunan inti-plasma dalam agroindustri kelapa sawit, Adiarni (2007) yang mengkaji kelembagaan jaringan pemasok agroindustri jamu, sedangkan penelitian yang berkaitan dengan sistem kontrak dan hubungan pemasok dengan pembeli yang berkaitan dengan jaminan mutu produk telah dilakukan oleh Rabade dan Alfaro (2006) dan Starbird dan Amanor-Boadu (2007). Tetapi kajian mengenai sistem kelembagaan proses penelusuran penyediaan bahan baku produk gelatin untuk menjamin mutu dengan standarisasi halal belum dilakukan. Kebaruan dari penelitian ini adalah tersedianya model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin dari kulit sapi split yang dapat digunakan untuk mempermudah proses pengurusan sertifikasi halal dan penelusuran mutu bahan baku. Selain itu kebaruan dari penelitian ini dapat dilihat dari aplikasi sistem kelembagaan dalam pengembangan agroindustri gelatin yang dapat diintegrasikan dengan industri penyamakan kulit, sehingga proses investasinya menjadi lebih efisien. Penelitian ini juga berusaha menjawab beberapa permasalahan yang berkaitan dengan pengembangan agroindustri gelatin, terutama dalam kaitan dengan proses jaminan mutu produk yang memenuhi standarisasi halal yaitu:

32 5 (1) model kelembagaan pasokan bahan baku agroindustri gelatin yang menjamin mutu produk dengan kepastian asal-usul bahan baku dan proses produksinya (2) model kerangka implementasi kelembagaan pasokan bahan baku agroindustri gelatin yang efisien, (3) strategi pengembangan agroindustri gelatin yang menjamin mutu produk dan (4) kelayakan ekonomi dan finansial pendirian agroindustri gelatin yang dapat tumbuh dan berkembang sebagai substitusi impor. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memudahkan proses pembuatan standarisasi jaminan mutu dan kehalalan produk gelatin yang dapat digunakan oleh konsumen Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan model kelembagaan jaminan mutu dan penelusuran pasokan bahan baku agroindustri gelatin yang tepat berdasarkan berbagai kriteria dan penilaian dari pakar, sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan sebagai berikut: 1. Menghasilkan peta jaringan pasokan kulit sapi pada industri penyamakan kulit untuk pengembangan agroindustri gelatin. 2. Menghasilkan sistem kelembagaan penyediaan bahan baku agroindustri gelatin untuk menjamin mutu produk dengan konsep kepastian asal-usul bahan baku dan proses produksinya serta model kelembagaan untuk mengimplementasikannya. 3. Menghasilkan strategi pengembangan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin dengan kinerja yang efisien. 4. Menghasilkan hasil analisis tekno-ekonomi agroindustri gelatin untuk memberikan gambaran tentang kelayakan pendirian pabrik gelatin sebagai diversifikasi produk pada industri penyamakan kulit dengan memanfaatkan limbah kulit split sebagai bahan baku. Manfaat Penelitian Model kelembagaan yang dihasilkan dalam penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi para pengambil keputusan untuk menyusun kebijakan pengembangan agroindustri gelatin sehingga memudahkan dalam pengurusan sertifikasi mutu. Disamping itu model kelembagaan dan sistem penelusuran

33 6 pasokan tersebut akan menjamin kepastian asal-usul bahan baku sehingga mutu produk halal yang dihasilkan dapat meningkatkan nilai jual produk gelatin karena kepastian asal-muasal bahan. Adanya sistem yang terbangun akan memudahkan pihak manajemen untuk membuat perencanaan dan pengembangan industri lebih lanjut karena jaminan asal usul bahan baku dan keterkaitan usaha yang pasti dengan pemasoknya. Dengan terciptanya strategi pengembangan agroindustri gelatin yang terintegrasi dengan industri penyamakan kulit, maka akan diperoleh strategi alternatif yang dapat digunakan oleh investor dalam melakukan pilihan investasi dan diversifikasi usaha penyamakan kulit. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini difokuskan untuk merancang model kelembagaan dan sistem penelusuran pasokan bahan baku agroindustri gelatin untuk menjamin asal-usul bahan baku ditinjau dari proses pengadaannya dan proses produksinya di beberapa tempat pemotongan hewan sebagai penyedia kulit yang terdapat di Jabodetabek, Jawa Barat dan Jawa Tengah. Model kelembagaan yang dikaji terbatas pada bagaimana memastikan asal usul bahan baku diproses dengan baik oleh pemasok dan keterkaitan antara pemasok dengan agroindustri gelatin sehingga mutu dan jaminan ketersediaan bahan baku terjaga. Agroindustri gelatin yang digunakan sebagai obyek studi dalam penelitian ini adalah PT. Muhara Dwi Tunggal Laju Tannery yang merupakan industri penyamakan kulit yang saat ini sedang mengembangkan produk diversifikasi untuk mengolah kulit split menjadi gelatin. Disamping itu juga dilibatkan beberapa orang pakar dalam bidang jaminan mutu produk dari akademisi dan praktisi standarisasi mutu. Studi ini menekankan pada model kelembagaan bagi pemasok bahan baku sehingga terjamin kontinuitas pasokan bahan baku kulit sapi ke agroindustri gelatin. Dengan dukungan model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku, kemudian disusun suatu studi kelayakan pengembangan agroindustri gelatin dari kulit sapi split yang diintegrasikan dengan industri penyamakan kulit, sehingga diperoleh suatu alternatif strategi pengembangan agroindustri gelatin.

34 TINJAUAN PUSTAKA Gelatin Nama gelatin berasal dari bahasa latin gelare, yang berarti membuat kental (mengentalkan) dan merupakan senyawa yang tidak pernah terjadi secara alami (Glicksman 1969). Gelatin adalah hidrokoloid yang berasal dari hewan yang berfungsi untuk meningkatkan kekentalan dan membentuk gel dalam berbagai produk pangan. Gelatin sangat efektif dalam membentuk gel. Satu bagian gelatin dapat mengikat 99 bagian air untuk membentuk gel. Efektifitas gelatin sebagai pembentuk gel berasal dari susunan asam aminonya yang unik (Fardiaz 1989) Gelatin merupakan zat yang bersifat amfoter yang mempunyai gugus asam (karboksil) dan gugus basa (amino, guanidin). Muatan total molekul tergantung pada ph larutan dan keberadaan ion-ion (King 1969). Gelatin mempunyai beberapa sifat yaitu dapat berubah secara reversible dari bentuk sol maupun gel, mengembang dalam air dingin, dapat membentuk film, mempengaruhi viskositas suatu bahan dan dapat melindungi sistem koloid. Keadaan ini membedakan gel hidrokoloid lain seperti pektin yang bentuk gelnya irreversible. Sifat fisik maupun kimia gelatin tergantung dari mutu bahan baku, ph, keberadaan zat-zat organik, metode ekstraksi, suhu dan konsentrasi (Parker 1982). Menurut Fardiaz (1989), molekul-molekul gelatin mengandung tiga kelompok asam amino yang tinggi, yaitu sekitar sepertiganya terdiri dari residu asam amino glisin atau alanin, hampir seperempatnya adalah asam amino basa atau asam, dan seperempatnya lagi merupakan asam amino prolin atau hidroksiprolin. Proporsi yang tinggi dari residu polar ini membuat molekul gelatin mempunyai afinitas yang sangat tinggi terhadap air. Oleh karena proporsi yang tinggi dari residu prolin dan hidroksiprolin, molekul-molekul gelatin tidak mampu untuk berlilit membentuk koil heliks seperti halnya pada kebanyakan molekul protein, sebaliknya molekul-molekul gelatin ini membentuk molekul yang panjang dan tipis, suatu sifat yang menguntungkan dalam proses pembentukan gel. 7

35 8 Senyawa gelatin merupakan suatu polimer linier dari asam-asam amino yang umumnya terjadi perulangan dari asam amino glisin-prolin-hidroksiprolin (Parker 1982). Komposisi asam amino gelatin dapat dilihat pada Tabel 1 berikut: Tabel 1 Komposisi asam amino gelatin. Asam Amino Non Esensial Persentase (%) Asam Esensial Amino Persentase (%) Glisin Prolin Hidroksiprolin Asam glutamat Alanin Asam aspartat Serin Hidroksilisin Tirosin Sistein 26,00-27,00 14,80-17,60 12,60-14,40 10,20-11,70 8,70-9,60 5,50-6,80 3,20-3,60 0,76-1,50 0,49-1,10 0,10-0,20 Arginin Lisin Leusin Valin Fenilalanin Treonin Isoleusin Metionin Histidin Triptofan 8,60-9,30 4,10-5,90 3,20-3,60 2,50-2,70 2,20-2,26 1, ,40-1,70 0,60-1,00 0,60-1,00 0,00-0,30 Sumber: Parker (1982) Berdasarkan metode pembuatannya, gelatin dibedakan menjadi gelatin tipe A dan gelatin tipe B. Proses pembuatan gelatin tipe A adalah melalui proses asam. Bahan baku kulit diberi perlakuan perendaman dalam larutan asam anorganik seperti asam klorida, asam sulfat, asam sulfit atau asam fosfat. Proses produksi gelatin Tipe B adalah melalui proses basa. Perlakuan yang diberikan adalah perendaman dalam air kapur. Proses ini sering dikenal sebagai proses alkali (Poppe 1992). Meskipun secara umum semua gelatin mempunyai kegunaan yang hampir sama, namun terdapat perbedaan sifat antara gelatin tipe A dan tipe B seperti yang diperlihatkan pada Tabel 2. Tabel 2 Sifat gelatin tipe A dan tipe B. Sifat Tipe A Tipe B Kekuatan gel (bloom) Viskositas (cp) 1,50 7,50 2,00 7,50 Kadar abu (%) 0,30 2,00 0,50 2,00 ph 3,80 6,00 5,00 7,10 Titik isoelektrik 7,00 9,00 4,70 5,40 Sumber : GMIA (2001)

36 9 Kulit split dapat dibuat menjadi gelatin tipe A dengan proses asam atau tipe B dengan proses basa (Yulianto 2002). Gelatin berbahan baku kulit split biasa diproduksi dengan proses basa. Alasan dipilihnya proses basa karena menurut Cristianto (2001), rendemen gelatin tipe B dari kulit sapi split berkisar 24-59%, yang lebih besar dari pada dengan proses asam. Disamping itu, proses perlakukan penyamakan kulit sebelumnya dari kulit split adalah liming yaitu proses perendaman basa, sehingga dengan proses basa penggunaan bahan kimia dalam proses perendaman untuk membuat gelatin menjadi lebih sedikit dan prosesnya menjadi lebih pendek. Proses produksi gelatin dengan proses basa terdiri dari pencucian kulit split, pemotongan kulit split, perendaman basa, netralisasi, ekstraksi bertahap, filtrasi, pemekatan dengan evaporator, sterilisasi, pengeringan dan penghancuran, sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 1. Dalam proses produksinya, bahan baku kulit split dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran menggunakan air. Selanjutnya, kulit split basah hasil pencucian dipotong dengan ukuran 1-2 cm dan dimasukkan ke dalam tangki perendaman. Perendaman dalam larutan Kapur tohor (liming) dilakukan selama jam. Kulit setelah perendaman kemudian dinetralisasi dengan amonium sulfat dan dicuci menggunakan air sampai ph kulit split mendekati netral. Setelah itu kulit split diekstraksi empat tahap yaitu tahap I dengan suhu C, tahap II dengan suhu C, tahap III dengan suhu C dan tahap IV dengan suhu C dengan waktu masing-masing adalah empat sampai sembilan jam. Gelatin hasil ekstraksi tersebut kemudian difiltrasi untuk menghilangkan partikel yang lebih besar, koloid, bakteri dan kotorankotoran lain. Selanjutnya dilakukan pemekatan dengan evaporator. Gelatin yang dihasilkan mempunyai kadar air berkisar antara 30-40%. Gelatin tersebut kemudian disterilisasi dengan suhu C selama empat detik. Sterilisasi dilakukan untuk mengurangi kandungan mikrobial dari gelatin. Hasil sterilisasi tersebut didinginkan dan diekstrusi sehingga dihasilkan gelatin yang berbentuk mie. Gelatin dengan kadar air berkisar antara 30-40% kemudian dikeringkan sampai kadar airnya sekitar 12% dan kemudian dihancurkan sampai didapatkan bentuk yang diinginkan. Gelatin kemudian dikemas dalam wadah plastik yang berukuran 10 atau 25 Kg (Suharjito & Djafar 2003).

37 10 Gambar 1. Secara umum tahapan proses produksi gelatin dari kulit dapat dilihat pada Kulit Pengecilan ukuran Pencucian Ekstraksi Netralisasi Perendaman Asam/Basa Filtrasi Ultra Filtrasi Ion Exchange Chiling Extrusi Strerilisasi Pemekatan Pengeringan Penggerusan Pengepakan Gambar 1 Diagram proses produksi gelatin dari kulit (GMAP 2004).

38 11 Gelatin yang dihasilkan berbentuk bubuk berwarna putih kekuningan dapat mengembang dan menjadi lunak bila direndam dalam air serta berangsurangsur menyerap air 5 10 kali bobotnya. Produk gelatin di pasaran ada yang berbentuk cair, bubuk dan granula. Keuntuntungan dari produk granula dibandingkan dengan yang berbentuk cair adalah kemudahannya dalam penggunaan dan penanganan produk oleh konsumen (GMIA 2006). Kegunaan gelatin yang utama adalah untuk mengubah cairan menjadi padatan yang elastis, atau mengubah bentuk sol menjadi gel. Reaksi pembentukan gel oleh gelatin bersifat reversible karena bila gel dipanaskan akan terbentuk sol dan sewaktu didinginkan akan terbentuk gel lagi. Keadaan tersebut yang membedakan gelatin kulit sapi dengan gel dari pektin, alginat, pati, albumin telur dan protein susu yang bentuk gelnya bersifat irreversible (Johns 1977). Salah satu sifat menonjol yang dimiliki gelatin adalah kemampuannya sebagai bahan pengemulsi dan penstabil pada sistem emulsi. Pengemulsi (emulsifier) mampu berikatan dengan air sekaligus juga berikatan dengan lemak, sedangkan penstabil (stabilizer) berfungsi untuk mempertahankan agar emulsi stabil dan tidak pecah selama peyimpanan. Oleh karena itu gelatin banyak digunakan oleh industri farmasi, kosmetik, fotografi dan pangan. Beberapa contoh produk yang menggunakan gelatin adalah soft candy, whipping cream, karamel, selai, permen, yoghurt, susu olahan, sosis, hard capsule, soft capsule, pelapis vitamin, tablet, korek api, fotografi, pelapis kertas, pelapis kayu interior dan masih banyak yang lainnya (GME 2006) Jones (1977) memaparkan manfaat gelatin dalam industri pangan dan nonpangan. Gelatin umumnya digunakan dalam industri pangan dalam produk olahan daging, misalnya sosis. Gelatin sering digunakan untuk memperhalus dan menimbulkan struktur gel yang kenyal. Pada selai, gelatin juga memperbaiki tampilan menjadi lebih menarik dengan lapisan kristal berwarna bening, sekaligus melindunginya dari sinar dan oksigen, sehingga dapat menjadi lebih awet. Untuk berbagai produk permen dan coklat, gelatin membuat makanan jenis tersebut menjadi kenyal dan lembut. Gelatin membantu mencegah pembentukkan kristalkristal es yang besar, sehingga tekstur es krim menjadi lembut. Gelatin dapat juga berfungsi untuk menjernihkan minuman, agar lebih menarik sekaligus menyerap

39 12 zat-zat yang menyebabkan minuman tersebut menjadi berembun sehingga menimbulkan kesan kotor pada wadahnya. Pada industri non-pangan, gelatin digunakan dalam pembuatan kapsul. Dalam hal ini, gelatin membuat kapsul menjadi lebih mudah ditelan. Selain itu, gelatin digunakan juga dalam pembuatan tablet untuk obat, karena dapat berfungsi mempertahankan kandungan zat menjadi lebih awet. Dalam bidang fotografi, kristal halida perak yang sensitif terhadap sinar distabilkan di dalam larutan gelatin kemudian dilapiskan kepada lembaran film (Jones 1977). Gelatin digunakan dalam pengolahan pangan lebih disebabkan karena sifat fisik dan kimia gelatin yang khas daripada nilai gizinya sebagai protein. Dalam industri pangan, gelatin dapat berfungsi sebagai pengental dan menebalkan (thickening and gelling), pemantap emulsi (stabilizer), pengemulsi (emulsifier), pembentuk tekstur (texture), penjernih, pengikat air dan pelapis (Ward & Courts 1977). Pada industri farmasi gelatin digunakan sebagai bahan untuk membuat kapsul, baik kapsul dengan kulit keras maupun lunak. Gelatin dipilih sebagai bahan kapsul karena kemampuannya untuk menyebarkan obat dan melindunginya secara merata dan aman bagi pasien. Pada industri makanan gelatin digunakan sebagai bahan untuk pengental (gelling agent), menambah ketebalan (thicker), pelindung (film former), protective colloid, adhesive agent, stabilizer, emulsifier, dan foaming/whipping. Disamping itu dalam industri minuman gelatin digunakan sebagai penjernih (flocculating) seperti bir, anggur, ataupun juice buah-buahan (GME 2006) Disamping itu gelatin juga digunakan sebagai sumber protein/asam amino yang bergizi yang tinggi non kolesterol yang mengurangi lemak, karbohidrat dan garam. Dalam industri fotografi gelatin merupakan komponen kunci dalam pembuatan film berwarna dengan kecepatan tinggi dan kertas film. Dalam industri yang lainnya gelatin juga merupakan komponen pembuatan plastik PVC, shampoo, pelindung kulit dan pelindung rambut. Aplikasi dan fungsi gelatin dapat dilihat pada Tabel 3.

40 13 Tabel 3 Aplikasi dan fungsi gelatin dalam industri. Jenis Aplikasi Fungsi Pangan Industri roti pengental, pemantap emulsi, dan pengemulsi Industri permen Chewiness, pelembut tekstur, stabilisator busa Makanan rendah Reduksi lemak, penambah citarasa, lemak creaminess, spreadability, makanan pelangsing tubuh. Produk daging Industri susu Pengikat kohesi air Pencegahan penggumpalan susu, stabilisator, meningkatkan tekstur Farmasi Kapsul keras Bahan baku film/gel kapsul Kapsul lunak Bahan baku film/gel kapsul Penyebaran plasma Pengikat air, pembentuk koloid Micro capsulation pelindung tablet dan kapsul Perawatan luka Pelembab, bahan perawatan bekas luka Fotograpi Gambar hologram, Bahan pembantu sistem halida perak yang film berwarna, film sensitif terhadap sinar hitam putih dan cinema film. Kosmetik cream kulit, Pelindung dari cahaya dan oksigen masker, samphoo, pelembab Teknik Paintball Kapsul gel lunak yang dapat membelah ketika terjadi tumbukan Plat elektrik Keseragaman penutup lapisan, kontrol viskositas Micro encapsulation Sumber: Rubin (2002), Qinghai Gelatine (2009) Micro encapsulasi Koaservatif untuk pengemulsi zat pembawa aroma Menurut Qinghai gelatin (2009), aplikasi gelatin dalam industri fotografi meliputi pembuatan produk gambar hologram, pembuatan cinema film, pembuatan film hitam-putih, film berwarna dan chip lampu. Dalam produk permen gelatin digunakan untuk membuat gula-gula kapas (cotton candy), selain juss buah-buahan, jelly work, permen karet, toffee, gum sugar, cream candy dan permen kunyah yang lain. Pada produk daging dan ikan, gelatin digunakan untuk pasta daging, daging kaleng, pai (pie) dan produk daging babi masak. Pada produk kosmetik dan pelindung rambut, gelatin digunakan untuk produk masker,

41 14 produk krim kulit, produk pelembab, produk gel untuk mandi shower dan produk samphoo. Pada industri farmasi, gelatin digunakan untuk membuat kapsul lunak, kapsul keras, kapsul mikro, pati carboxymethyl, tablet, troche dan tablet suppository. Pada produk susu dan pemanis, gelatin digunakan untuk membuat yogurt, es krim, keju, pudding, krim, mousse dan selai. Gelatin juga dapat digunakan untuk membuat makanan fungsional seperti xylitol, sports food, energy food dan makanan pelangsing, sedangkan aplikasi gelatin dalam teknik seperti elektro plat (electroplating) dan pelindung (coating) seperti dalam produk korek api, produk dinamit dan produk kertas. Lebih dari 60% total produksi gelatin digunakan oleh industri pangan, seperti dessert, permen, jeli, es krim, produk-produk susu, roti, kue, dan sebagainya. Sekitar 20% produksi gelatin digunakan oleh industri fotografi dan 10% oleh industri farmasi dan kosmetik (GME 2006). Proporsi dari penggunaan gelatin di dunia disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Penggunaan gelatin dalam industri pangan dan non pangan. Jenis Industri Pangan Jumlah Penggunaan (ton) Jenis Industri non pangan Jumlah Penggunaan (ton) Konfeksionari Pembuatan film Jelly Kapsul lunak Olahan daging Cangkang kapsul Olahan susu Farmasi Margarin/mentega Teknik Food supplement SUB JUMLAH SUB JUMLAH Sumber: GMIA (2006) Berdasarkan data GME Organization, produksi gelatin dunia pada tahun 2001 adalah ton, tahun 2005 sebesar ton dan tahun 2006 sebesar ton. Produksi gelatin dunia menyebar diantara sekitar 12 perusahaan besar dan ratusan perusahaan kecil. Daftar nama-nama perusahaan beserta kapasitas produksinya dapat dilihat pada Tabel 5.

42 15 No Tabel 5 Nama-nama Perusahaan gelatin di dunia. Nama Perusahaan Produksi Persentase (ton) (%) Gelita Group 75, Rousselote 50, PB Gelatin 37, Weishardt 12, Reinert Gruppe 6, Miquel Junca 4, Sterling Gelatin 2, Geltech 2, Figli di Guido Lapi 2, KCPL-Nitta 2, Sammi Gelatin 2, Norland Lain-lain 72, Total 269, Sumber : GME Organization (2006) Di Indonesia pemenuhan kebutuhan gelatin sebagian besar diperoleh dengan mengimpor dari berbagai Negara, diantaranya Amerika Serikat, Perancis, Jerman, Brazil, Korea Selatan, Cina dan Jepang. Impor gelatin di Indonesia mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Sebagai gambaran pada tahun 2003 impor gelatin kg dengan nilai US$ selanjutnya tahun 2008 mencapai kg dengan nilai US$ (Tabel 6). Tabel 6 Data impor gelatin tahun Tahun Bobot (kg) Nilai (US $) Sumber : BPS ( ) Beberapa industri pengguna gelatin di Indonesia tersebar di beberapa wilayah, yaitu Jabodetabek, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Perusahaan pengguna gelatin di Indonesia disajikan pada Tabel 7.

43 16 Tabel 7 Perusahaan pengguna gelatin di Indonesia Nama Perusahaan Bidang Usaha Lokasi PT Kimia Farma PT Merck PT Henson PT Capsugel Nova Chemie Utama Super World Wide Foodstuff Industry PT Gita Madu Jamafac Kyung Dong Indonesia Sindhu Amritha Sumber: BPS (2004) Obat Obat Obat Kapsul kosong Kantong plastik Kembang gula Kembang gula Korek api Sendok, garpu Ting ting jahe Jakarta Jawa Timur Jakarta Surabaya Bogor Jakarta Semarang Jakarta Jawa Timur Jawa Timur Bahan Baku Pembuatan Gelatin Kulit merupakan hasil samping dari pemotongan hewan yang berupa organ tubuh bagian terluar yang dipisahkan dari tubuh pada saat proses pengulitan. Kulit merupakan bahan mentah kulit samak, berupa tenunan dari tubuh hewan yang terbentuk dari sel-sel hidup (Judoamidjojo 1981). Kulit mentah dibedakan atas dua kelompok, yaitu kelompok kulit yang berasal dari hewan besar seperti sapi, kerbau dan lain-lain yang dalam istilah asing disebut hides, dan kelompok kulit yang berasal dari hewan kecil seperti kambing, domba, kelinci dan lain-lain yang dalam istilah asing disebut skins (Purnomo 1985). Hasil Ikutan Penyamakan Kulit Industri penyamakan kulit sangat potensial menghasilkan hasil ikutan yang bersifat cair, gas dan padat. Hasil ikutan yang bersifat cair mengandung senyawasenyawa alkali, khlor, sulfat dan lain-lain, sedangkan yang berupa gas meliputi H 2 S, amoniak dan metan. Hasil ikutan lainnya yang bersifat padat berupa kulit sisa fleshing (penghilangan lemak dan daging), spliting (pembelahan kulit ), trimming (perapian sisi pinggir kulit), shaving (penyerutan), buffing (mengkilapkan) dan lain-lain (Winter 1984). Jumlah kulit hasil ikutan yang bersifat padat per 1000 kg kulit mentah awet garaman disajikan pada Tabel 9. Kulit sisa trimming yang dihasilkan mencapai 12% dan kulit split mencapai 11,5% dari kulit mentah awet garaman.

44 17 Menurut Romans dan Ziegler (1974), terdapat empat tahapan dalam pengolahan kulit (hide processing), yaitu pengawetan (pencucian kulit dengan menggunakan larutan pengawet secara berkala), fleshing (penghilangan rambut, lemak dan jaringan lain), penyiapan kulit untuk proses samak dengan perlakuan secara kimiawi dan proses penyelesaian (finishing). Sebelum tahap pengawetan, kulit mengalami proses trimming, yaitu pemotongan kulit sesuai dengan ketentuan dan ukuran yang telah terdaftar. Menurut Glicksman (1969), kulit trimming yang tidak dapat digunakan untuk pembuatan kulit samak dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan gelatin. Tabel 8 Komposisi kulit hasil ikutan per 1000 kg kulit mentah awet garaman. Jenis kulit hasil ikutan Trimming Split Shaving Fleshing Buffing Lain-lain Jumlah (1000 kg) Sumber : Winter (1984) Menurut Balai Penelitian dan Pengembangan Kulit Yogyakarta (BPPK 1987), pemanfaatan hasil ikutan yang bersifat padat dari industri penyamakan kulit dapat dibagi dalam dua kelompok sebagai berikut: 1. Hasil ikutan berupa kulit mentah yang belum disamak. Rambut, dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan karpet atau permadani. Rambut, sisa daging (fleshing), diproses untuk diambil protein dan lemaknya, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai makanan ternak dan minyak. Sisa kulit mentah dapat dimanfaatkan untuk makanan (krupuk rambak), pada industri farmasi (untuk bahan kapsul, plester), gelatin dan perekat. Sisa kulit split, setelah ekstraksi selanjutnya dapat diolah menjadi gelatin, film, tepung untuk kebutuhan industri farmasi, kosmetik dan perekat. 2. Hasil ikutan berupa kulit setelah disamak, adalah berupa sisa shaving (penyerutan), buffing (mengkilapkan) dan trimming (perapian sisi-sisi) kulit jadi. Setelah melalui proses pemurnian, penggilingan, defibrilisasi proses basah atau proses kering, selanjutnya dapat dimanfaatkan oleh

45 18 industri-industri tertentu untuk berbagai keperluannya seperti industri pertanian, farmasi, kerajinan, olah raga, kertas, sepatu dan lain-lain. Pemanfaatan hasil ikutan industri penyamakan kulit yang bersifat padat dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Pemanfaatan hasil ikutan industri penyamakan kulit yang bersifat padat. Jenis hasil ikutan Potongan kulit mentah Rambut Potongan daging, irisan kulit Potongan kulit tersamak Manfaat Gelatin, lem, film Sandang, felt Pupuk, makanan ternak, gelatin, lem, benang bedah Fibrous leather, kerajinan Sumber : Balai Penelitian dan Pengembangan Industri Semarang (BPPI 1982) Mutu Produk Pengertian mutu akan berlainan bagi setiap orang dan tergantung pada konteksnya. Ismanto (2009) menyatakan bahwa mutu suatu barang pada umumnya diukur dengan tingkat kepuasan konsumen atau pelanggan, sedangkan menurut Muhandri dan Kadarisman 2008) mutu adalah kesesuaian serangkaian karakteristik suatu produk atau jasa dengan standar yang ditetepkan perusahaan berdasarkan syarat, kebutuhan dan keinginan konsumen. Bila ditinjau dari produsen mutu suatu produk adalah keadaan fisik, fungsi, dan sifat suatu produk bersangkutan yang dapat memenuhi selera dan kebutuhan konsumen dengan memuaskan sesuai nilai uang yang telah dikeluarkan (Prawirosentono 2002). The American Society For Quality (ASQ) dalam Anang (2007) menggambarkan mutu sebagai suatu kondisi hubungan antara dua belah pihak (produsen & konsumen) yang memiliki karakteristik masing-masing. Secara garis besar dalam pandangan teknis, konsep mutu menurut ASQ terbagi menjadi dua prinsip sebagai berikut : a) Karakteristik produk maupun jasa pelayanan dilihat dari seberapa besar kemampuan produk maupun jasa pelayanan memberikan nilai pada kebutuhan, harapan dan kepuasan konsumen, b). Suatu produk atau jasa pelayanan yang bebas dari nilai-nilai defisiensi

46 19 Dengan pandangan tersebut, ASQ mendefinisikan mutu berdasarkan pada besarnya sebuah produk atau jasa pelayanan memiliki kemampuan dalam hal memuaskan konsumen seiring dengan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan serta harapan-harapan konsumen, sedangkan yang dimaksud bebas defisiensi adalah pemberian layanan total kepada konsumen secara konsisten yang dimulai dari prapenjualan sampai dengan pasca-penjualan. Dalam industri pangan, mutu ditentukan oleh berbagai karakteristik yang terus berkembang mengikuti kebutuhan konsumen yang semakin luas spektrumnya. Gumbira-Sa id (2009) menyatakan bahwa karakteritik produk adalah 1) physical (mekanik, elektrik, kimia, fisika dll), 2) Sensory (berkaitan dengan panca indra), 3) Behavioral (sopan santun, kejujuran dll), 4) temporal (tepat waktu, ketersediaan dll.) 5) ergonomic (terkait dengan keselamatan, kenyamanan, dan kesehatan), 6) fungsional (terkait dengan kegunaan). Salah satu karakteristik yang berkembang adalah keamanan pangan / food safety (Muhandri dan Kadarisman 2008). Ditambahkan pula oleh Santoso (2009) bahwa keamanan pangan tidak hanya ditinjau dari segi fisik artinya tidak hanya menimbulkan risiko bahaya terhadap kesehatan jasmani, tetapi kehalalan dapat dipandang sebagai keamanan secara rohani. Halal adalah sesuatu yang dengannya terurailah buhul yang membahayakan, dan Allah memperbolehkan untuk dikerjakan (Qardhawi 2007). Sertifikasi halal berprinsip pada Halal (diperbolehkan) dan Thoyyibban (sehat) yang diambil dari Al-Quran, ayat 168 Surah Al-Baqarah. Halal adalah kata bahasa Arab yang berarti diperbolehkan atau diizinkan menurut syariah (hukum Islam) (Lokman 2001; Shaikh 2006). Di sisi lain, Thoyyibban berarti kualitas yang baik, keamanan, kebersihan, bergizi dan otentik (Shaikh Mohd 2006). Halal dan Thoyyibban sendiri, menggambarkan simbol intoleransi dalam keselamatan, kebersihan dan mutu. Sertifikasi Halal diterbitkan berdasarkan prinsip-prinsip dasar dan prosedur bahwa produk harus baik, aman dan cocok untuk dikonsumsi (Noordin et al. 2009). Hal ini membawa konsekwensi adanya perlindungan konsumen dan adanya jaminan kehalalan akan meningkatkan nilai produk berupa intangible value. Di Indonesia, dalam Undang-Undang RI No. 7 tentang Pangan, Undang- Undang RI No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan Peraturan

47 20 Pemerintah No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan mewajibkan produsen memberikan jaminan mutu produk termasuk kehalalannya. Dalam konteks penyediaan produk dengan mutu halal, terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi yaitu ditinjau dari segi jenis bahan atau zat (materinya), cara penyiapannya dan usaha untuk mendapatkannya (Santoso 2009). Selanjutnya dinyatakan pula bahwa konsep makanan halal dalam Islam sebetulnya sederhana, tetapi karena pengolahan dalam industri yang kompleks, maka untuk menentukan status kehalalan produk menjadi tidak mudah. Adanya berbagai bahan tambahan pangan menjadi titik kritis penentuan status kehalalannya. Untuk memverifikasi status kehalalan suatu bahan dapat dilakukan dua pendekatan, yaitu dengan penelusuran asal-usul bahan (tracing of origin) atau dengan autentifikasi bahan melalui analisis kimia sejauh tehnologi memungkinkan (Santoso 2009). Gumbira-Sa id (2009) menyatakan bahwa peran mutu adalah : 1) meningkatkan reputasi perusahaan, 2) menurunkan biaya, 3) meningkatkan pangsa pasar, 4) dampak internasional, 5) adanya pertanggungjawaban produk, 6) untuk penampilan produk, 7) mewujudkan mutu yang dirasakan penting. Secara umum dapat dikatakan bahwa mutu produk akan dapat diwujutkan apabila orientasi seluruh kegiatan perusahaan atau organisasi tersebut berorientasi pada kepuasan pelanggan (costumer satisfaction). Jaminan mutu adalah keseluruhan aktivitas dalam berbagai bagian dari sistem untuk memastikan bahwa mutu produk atau layanan yang dihasilkan selalu konsisten sesuai dengan yang direncanakan/dijanjikan. Dalam jaminan mutu terkandung proses penetapan dan pemenuhan standar mutu penyediaan bahan baku secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga seluruh stakeholders memperoleh kepuasan. Pengendalian mutu dapat dilakukan bila perusahaan telah mempunyai standar mutu yang menjadi pedoman dasar penilaian yang berorientasi pada kepuasan konsumen. Standar mutu gelatin berdasarkan SNI gelatin: (SNI ) disajikan pada Tabel 10.

48 21 Tabel 10 Standar mutu gelatin di Indonesia. Karakteristik SNI (1995) British Standard (757:1975) (Tipe B) GMAP (2004) Tipe A Tipe B Warna Tidak berwarna Kuning pucat Kadar abu (%) Maksimum 3,25 0,3 2,0 0,5 2,0 Kadar air Maksimum 16 Logam berat (mg/kg) Maksimum 50 Arsen (mg/kg) Maksimum 2 Tembaga (mg/kg) Maksimum 30 Seng (mg/kg) Maksimum 100 Sulfit (mg/kg) Maksimum 1000 Viskositas (cp) 1,5 7,0 1,5-7,5 2,0-7,5 Kekuatan gel (bloom) PH 5 3,8 5,5 5,0 7,5 Titik Isoelektrik (s/cm) (sumber DSN 1995: gelatin: SNI ) 1 5 7,0 9,0 4,7 6,0 Salah satu sifat fisik gelatin yang menentukan mutu gelatin adalah kemampuannya untuk membentuk gel. Kekuatan gel dipengaruhi oleh ph, adanya komponen elektrolit dan non-elektrolit serta bahan tambahan lainnya. Sifat fisik lainnya adalah warna, kapasitas emulsi dan stabilitas emulsi. Warna gelatin tergantung pada bahan baku yang digunakan, metode pembuatan, dan jumlah ekstraksi. Larutan encer gelatin bermutu tinggi tidak berwarna, sedangkan gelatin bermutu rendah memiliki warna coklat kejinggaan. Meskipun demikian, secara umum warna gelatin tidak mempengaruhi kegunaannya (Glicksman 1969). Rantai Pasok Agroindustri Perkembangan manajemen rantai pasok juga sudah menjadi perhatian para pelaku agroindustri. Praktiknya dikenal dengan istilah manajemen rantai pasok agroindustri. Industri pertanian atau agroindusti telah menjadi salah satu obyek penelitian yang masih baru dibidang manajemen rantai pasok. Hal ini dapat diketahui dari minimnya publikasi yang memuat hasil-hasil penelitian pada bidang ini. Menurut Austin (1992) agroindustri adalah pusat dari rantai pertanian yang penting mempelajari rantai tersebut mulai dari areal pertanian hingga pasar. Agroindustri membutuhkan pasokan bahan baku yang bermutu dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan. Menurut Brown et al. (1994) untuk mendapatkan

49 22 pasokan bahan baku yang bermutu maka diperlukan standar dasar komoditas, sedangkan kuantitas pasokan perlu memperhatikan produktivitas tanaman. Cakupan agroindustri yang cukup luas dan kompleks menjadi sangat menarik untuk dipelajari oleh para peneliti di bidang manajemen rantai pasok. Rantai pasok agroindustri secara sederhana adalah rangkaian kegiatan pasokan dan pemrosesan yang menggunakan bahan baku dari hasil pertanian. Negara-negara yang mempunyai potensi pertanian tentunya berupaya untuk berhasil meningkatkan daya saing produk-produk hasil pertaniannya. Manajemen rantai pasok yang berpandangan holistik sangat tepat untuk dipraktikan. Upaya penyeimbangan atau prinsip proposionalitas yang sangat diharapkan pada sistem pertanian modern dapat di capai melalui praktik manajemen rantai pasok. Hal ini dapat dilakukan karena definisi manajemen rantai pasok yang mengedepankan pemenuhan kepuasan para pemangku kepentingan. Dalam sistem rantai pasok pertanian, para pemangku kepentingan yang terdiri dari petani, pedagang pengumpul, prosesor, distributor, pengecer, konsumen akhir dan pemerintah. Setiap pemangku kepentingan akan memiliki kepentingan yang berbeda-beda dan dipengaruhi pula oleh perubahan lingkungan bisnis. Cara pandang yang holistik dan tidak menghilangkan kompleksitas sangat penting diperhatikan (Vorst 2004). Pada prinsipnya, rantai pasok agroindustri memiliki dua tipe karakteristik yaitu produk segar dan produk yang diproses. Produk segar misalnya saja sayuran, buah-buahan dan sejenisnya yang tidak membutuhkan proses pengolahan atau proses transformasi kimia. Sebaliknya, produk pertanian yang diproses membutuhkan proses transformasi kimia atau perubahan bentuk. Khusus untuk produk pertanian tipe ini akan melibatkan beberapa pemain diantaranya petani atau perkebunan, prosesor atau pabrik, distributor dan retail. Setiap perusahaan diposisikan dalam sebuah lapisan jejaring dan keterlibatan minimal satu rantai pasok. Perlu dipahami bahwa dalam jejaring rantai pasok pertanian lebih dari satu rantai pasok dan lebih dari satu proses bisnis yang dapat diidentifikasi, dalam satu waktu dapat terjadi proses pararel dan sekuensial. Rantai pasok generik pada tingkat organisasi perusahaan dalam konteks jejaring rantai pasok pertanian menyeluruh dapat diperlihatkan pada Gambar 2.

50 23 Ritel Stakeholder lainnya (NGO, Pemerintah, dll) Distributor Prosesor/Pabrik Petani/Perkebunan Gambar 2 Sistem rantai pasok agroindustri (Vorst 2004) Sistem rantai pasok agroindustri tidak terlepas dari sistem yang lebih lengkap lagi. Dalam perspektif analitik, bauran antara produsen dan distributor akan dipengaruhi oleh faktor ekonomi, teknologi, sosial, legal dan lingkungan. Faktor-faktor ini akan saling berkomplementer dalam penciptaan sebuah sistem rantai pasok. Gambar 3 adalah skema perspektif analitik dari dimensi-dimensi yang berpengaruh. Dimensi ekonomi berhubungan dengan efisiensi rantai dalam perspektif manfaat biaya dan orientasi pelanggan. Peningkatan efisiensi dan profitabilitas dapat dilakukan sebuah unit bisnis melalui kerjasama pada kolom yang berkesesuaian. Dimensi lingkungan berhubungan dengan cara produksi yang ramah lingkungan. Hasil samping dari proses produksi komoditas pertanian dapat dimanfaatkan sebagai produk samping atau siklus ulang dari produk yang bermutu jelek. Dimensi teknologi berhubungan dengan penerapan teknologi, sistem logistik, teknologi informasi dan komunikasi untuk memperbaiki kinerja. Dimensi sosial dan legal berhubungan dengan norma-norma yang harus diikuti agar tidak merugikan banyak pihak (Ruben et al. 2006).

51 24 Ekonomi Teknologi Produsen primer (petani, perkebunan) Pengolahan Distributor Pengecer Pasar Sosial/legal Lingkungan Gambar 3 Perspektif analitik dari rantai pertanian (Ruben et al. 2006) Kerjasama antara pelaku langsung dalam sistem rantai pasok agrindustri seperti petani, prosesor, pedagang dan pengecer tidak mudah dilakukan. Slingerland et al. (2006) telah mengidentifikasi beberapa cara yang dapat dilakukan agar praktik manajemen rantai pasok mudah diterapkan dalam agroindustri. Pertama, cakupan kompleksitas harus diketahui sehingga keberlanjutan dapat terjamin. Sebuah sistem rantai pasok dapat saja berukuran besar dan sangat kompleks atau kecil dan sederhana. Semakin banyak pemangku kepentingan yang terlibat akan semakin meningkat kompleksitas dari sistem. Tingkat kompleksitas akan terlihat ketika proses pengambilan keputusan dilakukan. Konflik kepentingan akan terjadi sesuai dengan motif kebutuhan yang berbeda-beda dari pemangku kepentingan. Kedua, memulai dari industri sendiri. Tipe dasar rantai pasok telah memberikan pemahaman bahwa efektifitas rantai pasok internal akan berkontribusi pada rantai pasok eksternal dan rantai pasok total. Memulai dari rantai pasok internal adalah wujud praktik manajemen rantai pasok yang baik. Kumpulan rantai pasok internal yang telah efektif akan berintegrasi menjadi rantai pasok eksternal yang efektif pula. Rantai pasok internal harus berupaya meningkatkan daya saingnya berbasis mutu, biaya, pengiriman dan pelayanan. Ketiga, pengorganisasian para petani. Kelangsungan kegiatan pemrosesan didalam agroindustri ditentukan para petani yang berperan sebagai pemasok bahan baku. Pengorganisasian para petani akan memberikan jaminan kelancaran pasokan baik dari segi mutu bahan, jumlah pasokan dan

52 25 jadwal pasokan. Proses pengadaan bahan baku akan lebih mudah dengan adanya pengorganisasian tersebut. Keempat, struktur insentif terhadap para pelaku di sistem rantai pasok. Nilai tambah yang diperoleh dalam rantai pasok diharapkan dapat dinikmati secara proporsional oleh para pelaku. Struktur insentif dapat berupa harga, bonus, pembagian biaya, mitigasi risiko, manfaat jangka pendek dan panjang. Kelima, transparansi informasi dalam setiap kegiatan. Permintaan yang berfluktuasi, harga yang tidak menentu dan ketersediaan bahan yang tidak dapat diprediksi akan meningkatkan risiko rantai pasok. Ketidakpastian dapat dikurangi melalui pertukaran informasi dari setiap tahapan rantai pasok. Umpan balik dari hilir rantai sebaiknya dapat diketahui juga di hulu rantai. Akurasi informasi akan meningkatkan mutu perencanaan dan efisiensi pengambilan keputusan. Terakhir, pertukaran pengalaman antara pelaku rantai pasok. Hal ini berhubungan dengan transfer teknologi dan pengetahuan yang dibutuhkan salah satu pihak. Sesama pemasok yang tergabung dalam kemitraan yang sama pada sebuah agroindustri dapat berbagi pengalaman. Cara pandang tersebut dikenal dengan istilah coopetition atau cooperation and competition (Levy et al. 2003). Kelembagaan Agroindustri Kelembagaan adalah Hubungan kerja yang sistimatis teratur dan saling mendukung diantara beberapa lembaga, baik sejenis maupun tidak sejenis dan terikat dengan seperangkat nilai-nilai dan norma-norma yang disepakati bersama dalam rangka mencapai satu atau lebih yang menguntungkan semua pihak (Syahyuti, 2006). Secara umum pengertian kelembagaan mempunyai dua makna. Pengertian pertama adalah sebagai aturan main dalam interaksi interpersonal dan pengertian kedua adalah kelembagaan sebagai organisasi yang memiliki hierarki. Sebagai aturan main kelembagaan diartikan sebagi kumpulan aturan, baik formal maupun informal, tertulis maupun tidak tertulis, mengenai tata hubungan manusia dengan lingkungannya yang menyangkut hak-hak dan perlindungan hak-haknya serta tanggungjawabnya. Selanjutnya kelembagaan sebagai suatu organisasi, dalam pengertian ekonomi menggambarkan aktivitas ekonomi yang

53 26 dikoordinasikan bukan oleh sistem harga-harga tetapi oleh mekanisme administratif atau kewenangan (Anwar 1998). Alokasi sumberdaya seringkali tidak efisien dan menimbulkan ketidakadilan dengan hanya menggandalkan mekanisme pasar. Untuk mengatasi masalah tersebut dapat dilakukan dengan pendekatan kelembagaan. Hayami dan Kikuchi dalam Pakpahan (1990) menggunakan pendekatan ekonomi dengan memasukkan variabel lembaga sebagai variabel endogen dalam analisis perubahan kelembagaan. Schmid (1987) mengembangkan model dampak institusional yang dibangun dengan tiga komponen utama, yaitu karakteristik sumberdaya, struktur kelembagaan dan keragaman. Tersedianya perangkat kelembagaan yang memadai dalam pengembangan agroindustri sebagai pengganti mekanisme pasar akan mendorong iklim usaha yang kondusif untuk kegiatan tersebut. Nasution dalam Kusnandar (2006) menyatakan bahwa rekayasa kelembagaan yang sesuai akan memungkinkan penyatuan potensi-potensi yang berskala kecil untuk menjadi besar dan mempunyai kekuatan sinergis serta mudah penyampaian inovasi baru kepada mereka (usaha kecil) yang umumnya berada di daerah perdesaan. Ragam kelembagaan yang berkembang cukup banyak namun dalam bidang agroindustri yang berkembang di masyarakat petani adalah koperasi, kemitraan, contract farming, dan partisipasi. Koperasi sebagai lembaga ekonomi rakyat sudah lama dikenal di Indonesia, bahkan Dr Muhammad Hatta salah seorang proklamator Indonesia telah disebutkan sebagai bapak koperasi Indonesia. Koperasi adalah salah satu badan usaha bersama yang bergerak dalam bidang perekonomian, beranggotakan mereka yang umumnya berekonomi lemah yang bergabung secara sukarela dan atas dasar pesamaan hak, kewajiban melakukan suatu usaha yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan para anggotanya (Kartasapoetra 1993). Menurut UU No.25 tahun 1992 tentang koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang, atau badanbadan hukumkoperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas azas kekeluargaan.

54 27 Berdasarkan jenisnya, koperasi dibagi menjadi dua yaitu: (1) didasarkan pada kesamaan kegiatan yang meliputi koperasi konsumsi, koperasi simpan pinjam atau koperasi kredit, koperasi produksi dan koperasi serba usaha, (2) didasarkan pada kesamaan kepentingan antara lain koperasi pegawai negeri, koperasi wanita, koperasi guru, dan lainnya. Pada koperasi produksi seperti koperasi pertanian, perikanan, perkebunan, peternakan, KUD dan lain-lain adalah koperasi yang berusaha untuk menggiatkan para anggotanya dalam menghasilkan produk tertentu dan mengkoordinir pemasarannya. Koperasi harus mampu mentransformasikan kepentingan anggota menjadi kepentingan bersama ke dalam suatu usaha bisnis yang meliputi membimbing anggota memproduksi dengan bentuk, jenis dan mutu produk yang diperlukan konsumen, mampu menampung semua produksi yang dihasilkan anggota, mengusahakan kredit modal kerja dan investasi dan memberikan kemampuan pengolahan hasil untuk meningkatkan nilai tambah. Dengan uraian singkat di atas dapat diharapkan lembaga yang dapat berperan secara aktif dalam proses transformasi tersebut adalah suatu lembaga ekonomi yang berwatak sosial yaitu koperasi. Kelembagaan ketiga yang diterapkan di kalangan petani adalah contract farming, yaitu bentuk organisasi produksi yang menggabungkan secara vertical kegiatan petani kecil dengan perusahaan besar agroindustri. Penggabungan petani kecil dengan perusahaan besar tersebut dikenal dengan berbagai istilah seperti Inti Satelit, Usaha tani Kontrak (contract farming) atau Outgrower System (Glover, 1987). Contract farming didefinisikan sebagai suatu cara mengorganisasi produksi pertanian, dimana petani-petani kecil atau outgrower dikontrak oleh suatu badan pusat untuk memasok hasil pertanian sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam kontrak perjanjian. Badan pusat yang merupakan pembeli hasil produksi petani dapat memberikan bimbingan teknis, kredit dan masukan-masukan lainnya. Modal kontrak produksi seperti contract farming tersebut juga dikenal sebagai model Inti Satelit dimana badan pusat sebagai inti membeli hasil pertanian dari petani satelit yang dikontrak tersebut. Dalam uraian khusus yang dipromosikan oleh The Commonwealth Development Corporation (CDC), inti merupakan suatu nucleus estate, yaitu suatu wilayah kecil beserta unit pengolahan

55 28 dan kepadanya sejumlah petani kecil dikontrak untuk memasok hasil pertanian (Kirk 1987). Kelembagaan lainnya di kalangan petani adalah partisipasi yaitu sebagai suatu keikutsertaan masyarakat secara aktif di dalam mencapai suatu tujuan. Pengalaman praktek dalam pemberdayaan sumber daya menunjukkan bahwa pengembangan masyarakat partisipatif merupakan pilihan yang cermat untuk memberdayakan masyarakat (Chopra et al. 1990). Di dalam partisipasi, keterlibatan masyarakat dalam proses pembangunan terjadi secara sukarela dan atas kemauan sendiri, dan sifat kesukarelaan tersebut menjadi ciri dari partisipasi. Partisipasi tidak dapat dipaksakan tetapi harus tumbuh dari kesadaran dan kemauan sendiri. Pada dasarnya partisipasi masyarakat dapat dilihat dari empat jenis, yaitu: 1) partisipasi dalam pengambilan keputusan 2) partisipasi dalam pelaksanaan program dan proyek pembangunan 3) partisipasi dalam memantau, evaluasi program dan proyek pembangunan 4) partisipasi dalam pembagian keuntungan pembangunan Di dalam aplikasinya agar masyarakat dapat berpartisipasi diperlukan beberapa persyaratan, yaitu: (1) adanya kesempatan untuk membangun atau kesempatan untuk ikut dalam pembangunan, (2) kemampuan untuk memanfaatkan kesempatan itu, dan (3) adanya kemauan untuk berpartisipasi. Agar persyaratan tersebut dapat terpenuhi maka masyarakat perlu diberikan pengetahuan melalui kegiatan-kegiatan penyuluhan sehingga mereka mempunyai pengetahuan atau keterampilan. Partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan dipengaruhi oleh pemahamannya akan kegiatan yang akan dilaksanakan. Adanya partisipasi tersebut dapat mempertinggi efektifitas dan implementasi kegiatan sehingga partisipasi mutlak diperlukan dalam kegiatan pembanguan kelembagaan agroindustri. Tanpa partisipasi masyarakat pada umumnya kegiatan pembangunan diragukan akan berhasil dengan optimal. Dalam pembentukan kelembagaan terdapat tiga aspek yang perlu dipertimbangkan, yaitu: (1) kejelasan visi dari kelembagaan yang memberikan gambaran kemana lembaga yang dibentuk akan dibawa dan dikembangkan, (2) kejelasan peran dari berbagai pihak terkait dan berkepentingan, dan (3) sinergitas kelembagaan yang menggambarkan hubungan

56 29 komponen-komponen yang terlibat agar kelembagaan berjalan dengan baik (Jauch & Glueck 1998). Menurut Lau et al. (2002), terdapat lima model kelembagaan dalam usaha hortikultura yaitu 1) model manajemen satu atap, 2) Model contract farming, 3) Model kemitraan petani dan pengusaha, 4) Koperasi Agribisnis hortikultura, dan 5) Jejaring usaha agribisnis hortikultura. Lebihlanjut Lau et al. (2002) menyatakan pula bahwa kemitraan di antara anggota supply chain dilakukan untuk menjamin mutu produk dan keefektivan supply chain yang selanjutnya akan menghasilkan win win sollution. Pengembangan supply chain yang efektif dilakukan melalui beberapa tahap. Pertama, memilih kelompok pemasok berdasarkan reputasi industri dan transaksi sebelumnya tentang harga dan mutu melalui program penilai pemasok. Proses ini dilakukan untuk mendapatkan pemasok terbaik dalam industri yang menjamin mutu pasokan. Kedua, memilih pemasok yang memiliki manajemen supply chain berhubungan erat dengan strategi perusahaan. Langkah ini akan meminimalkan konflik target strategis dengan para mitra. Kemitraan supply chain bersifat jangka panjang dan merupakan keputusan penting yang membutuhkan komitmen semua pihak. Ketiga, membentuk kemitraan supply chain melalui negosiasi dan kompromi. Tahap keempat, membangun saluran untuk menjamin pengetahuan tentang informasi produksi yang diberikan tepat waktu melalui perjanjian teknologi. SCM harus menjamin ketepatan waktu, efektivitas biaya, dan sistem informasi yang komperhensif untuk menyediakan data yang dibutuhkan dalam membuat keputusan pasokan yang optimal. Terakhir, sistem monitoring dikembangkan untuk memantau kinerja mitra. Proses di atas dimaksudkan untuk memelihara hubungan dengan pemasok dalam menjamin adminstrasi yang layak pada pengendalian logistik yang efisien. Sistem Penelusuran bahan baku (Traceability of Raw material) Bedasarkan kamus Webster (dalam Opara 2003), traceability (ketertelusuran) adalah suatu kemampuan untuk mengikuti dan mempelajari secara rinci, atau langkah demi langkah sejarah dari aktifitas tertentu atau suatu proses. Oleh karena itu traceability dapat didefinisikan sebagai sejarah dari suatu produk dalam batasan dari karakterisktik langsung dari suatu produk dan atau

57 30 karakteristik yang berkatian dengan produk tersebut yang telah diberikan suatu proses untuk memberikan nilai tambah menggunakan peralatan produksi yang sesuai dan yang berkatian dengan kondisi lingkungannya. Informasi yang berkaitan dengan asal-usul dapat digunakan pada tahap hulu dalam rantai pasok (seperti proses pemesanan untuk mendefinisikan persyaratan dari pemesanan suatu produk) atau sisi hilir (seperti proses penyediaan untuk menjelaskan karakteristik dari produk). Selanjutnya informasi tersebut dapat digunakan untuk tujuan pelaporan pada pihak ketiga atau setiap pelaku dalam rantai pasok. Suatu definisi traceability yang berkaitan dengan rantai pasok telah diberikan oleh Internasional Organisation for Standardization pada tahun 1994 (ISO standard 8402:1994) dan didukung oleh peraturan EC no.178/2002 (European Parliament 2002), yang mendefinisikan traceability sebagai kemampuan untuk menelusuri dan mengikuti suatu makanan, pakan hewan, makanan yang dibuat dari hewan atau kandungannya melalui semua tahapan produksi dan distribusinya. Traceability merupakan suatu konsep yang berhubungan dengan semua produk dan semua tipe rantai pasok. Pada saat ini, di dalam suatu sistem ekonomi dimana perusahaan saling berkompetisi satu sama lain pada lingkungan yang semakin luas untuk menemukan kepuasan konsumen, traceability merupakan suatu instrumen yang tidak dapat dihindari untuk mendapatkan konsensus pasar dengan manfaat optimisasi rantai pasok, keamanan produk dan keuntungan pasar (keuntungan pemasaran / keuntungan kompetisi bisnis). Suatu sistem traceability yang efektif dan efisien yang memberikan informasi secara akurat, tepat waktu, lengkap dan konsisten tentang suatu produk dalam rantai pasok dapat menurunkan biaya operasi dan meningkatkan produktifitas secara signifikan. Pada saat yang sama, sistem tersebut mengandung berbagai elemen keamanan produk, sehingga hal ini membuat konsumen lebih aman dengan tersedianya informasi rinci mengenai dari mana suatu barang berasal, apa komponen penyusunnya dan tetang sejarah pemrosesannya (Regattieri et al. 2007). Dalam industri makanan, produk yang dikonsumsi harus bebas dari berbagai bentuk gangguan yang mengancam kesehatan konsumennya. Traceability merupakan pengenalan dan penelusuran dari bagian produk, pemrosesan atau produksi dan material yang digunakan dalam produksi (Cox et

58 31 al. 2002). Secara khusus, keamanan produk merupakan faktor dasar dalam sektor makanan yang membuat traceability relevan sebagai bahan kajian saat ini karena berkaitan dengan keamanan makanan menunjukan bahwa mendekati tujuh juta orang setiap tahun terpengaruh oleh penyakit yang disebabkan oleh makanan (Sarig 2003). Beberapa penelitian yang telah dilakukan pada traceability dalam sepuluh tahun terakhir memfokuskan pada pentingnya sistem penelusuran sebagai alat mutu dan juga sebagai mekanisme untuk menangani informasi asal usul. Florence dan Queree (1993) menekankan kenyataan bahwa traceability dapat membuka kesempatan bagi perusahaan untuk meningkatkan mutu. Cheng dan Simmons (1994) telah menganalisa traceability pada perusahaan manufaktur dan menyimpulkan bahwa paling tidak ada dua bentuk traceability yang harus diperhatikan, yaitu traceability status untuk memberikan pengetahuan dari situasi saat ini dan traceability kinerja untuk membandingkan pencapaian dengan perencanaan. Penelitian Terdahulu dan Posisi Penelitian Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan model kelembagaan penelusuran pasokan bahan baku pengembangan agroindustri belum banyak mendapatkan perhatian ditunjukkan dengan terbatasnya rujukan yang dapat digunakan sebagai acuan. Namun demikian beberapa hasil penelitian yang relevan dengan pengembangan agroindustri dan penelusuran mutu produk dapat dijadikan rujukan dalam penelitian ini. Penelitian tentang rancang bangun sistem pengembangan agroindustri telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu. Agustedi (2001) mengembangkan rancang bangun model perencanaan dan pembinaan agroindustri hasil laut bermutu ekspor dengan pendekatan wilayah yang diberi nama AGROSILA. Penelitian tersebut menghasilkan model perencanaan dan pembinaan agroindustri hasil laut terpadu bermutu ekspor dan mampu merancang suatu kondisi optimum melalui pemenuhan kebutuhan aktor terkait. Kusnandar (2006) merancang bangun model pengembangan industri kecil jamu dalam bentuk sistem manajemen ahli yang diberi nama Sains-Jamu. Model terdiri dari sub model pengadaan bahan baku, sub model struktur pengembangan, sub model

59 32 sumber permodalan, sub model kelembagaan usaha, sub model kelayakan finansial dan sub model sitem pakar strategi bauran pemasaran. Adiarni (2007) mengkaji model manajemen pasokan agroindustri farmasi ditinjau dari sisi jaringan pemasok. Model yang dikembangkan meliputi model jaringan kelembagaan, model analisis persyaratan mutu bahan baku dan model jaringan pasokan bahan baku. Penelitian tentang penelusuran bahan baku produk dalam kaitannya dengan jaminan mutu yang telah dilakukan adalah: Mousavi dan Sarhadi (2002) mengkaji sistem penelusuran dan jalur penyediaan pada industri daging untuk mengidentifikasi kepastian asal muasal bahan baku dengan metode penyediaan sistem informasi berbasis web dan penggunaan RFID dan barcode. Rabade dan Alfaro (2006) mengembangkan model keterhubungan pembeli dengan pemasok dalam mengimplementasikan sistem penelusuran pada industri hortikultura khususnya produk sayuran dengan menggunakan berbagai faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan sistem penelusuran. Kehagia et al. (2007) mengkaji model pentingnya sistem penelusuran terhadap persepsi konsumen dalam membeli suatu produk. Hasil kajiannya adalah diperoleh faktor-faktor dan informasi yang harus ada dalam sistem penelusuran untuk meningkatkan penjualan produk daging. Starbird dan Amanor-Boadu (2007) mengkaji Model pemilihan metode kontrak dan aturannya dengan kriteria mutu produk dan penelusuran pasokan bahan baku untuk mejamin keamanan produk dengan menggunakan metode simulasi pengalokasian biaya. Rijswijk dan Frewer (2008) mengkaji keterhubungan mutu dan keamanan makanan yang berkaitan dengan sistem penelusuran dari sisi konsumen untuk membuat keputusan membeli suatu barang. Hasil yang diperoleh dari kajian tersebut adalah keterhubungan antara mutu dan keamanan makanan sangat berkaitan dari sudut pandang konsumen. Starbird et al. (2008) mengkaji model untuk mengidentifikasi tingkat penelusuran minimum yang diperlukan untuk mendeteksi kecurangan pemasok dalam menyediakan produk yang tidak aman dimakan. Model simulasi digunakan untuk mengoptimalkan biaya penelusuran akan terjadinya/timbulnya kecurangan yang dilakukan oleh pemasok yang nakal. Anir et al. (2008) mengkaji persepsi

60 33 konsumen terhadap penggunaan sistem informasi penelusuran makanan halal dengan menggunakan RFID. Sagheer et al. (2009) mengkaji model pembuatan sistem standarisasi mutu makanan di negara berkembang untuk dapat bersaing dengan standarisasi global dengan menggunakan metode ISM sehingga diperoleh elemen-elemen penting dan keterkaitannya dalam menyusun standarisasi makanan di India. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan lebih banyak mengembangkan sistem penunjang keputusan dan belum banyak mengkaji aspek kelembagaan secara spesifik lokasi dan model masih bersifat generik. Penelitian-penelitian terdahulu tersebut belum menghasilkan konsep kelembagaan secara kongkrit yang dapat diaplikasikan di lapangan. Pada umumnya rumusan yang dihasilkan berupa sistem penunjang keputusan. Kebaruan dari penelitan yang akan dilakukan adalah pembuatan model kelembagaan untuk menjamin pasokan bahan baku agroindustri gelatin yang memenuhi sertifikasi halal. Posisi penelitian ini dibandingkan dengan penelitian yang lain diperlihatkan dengan Tabel 11. Tabel 11 Lingkup penelitian terdahulu dan posisi penelitian Lingkup Pendekatan Infromasi Faktor Pasokan Penelitian Produk Sistem Traceability Mousavi et al. (2002) X x x x Kusnandar (2006) x x x Rabade et al. (2006) X x x x x Adiarni (2007) x x x x Kehagia et al. (2007) X x x x x Starbird et al. (2007) X x x x Rijswijk et al. (2008) X x x x x Starbird et al. (2008) X x x x Anir et al. (2008) X x x x Sagheer et al. (2009) X x x x Penelitian ini (2010) X x x x x x Keterangan: Lingkup Produk: 1. Manufaktur, 2. Pangan, 3. Non-pangan Pendekatan sistem: 1. Soft system, 2 Hard system Faktor Pasokan: 1.Mutu, 2.keamanan, 3.Halal Informasi traceability Mutu: 1. Ada, 2. Tidak Ada

61 34 Disamping itu rekayasa model yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah model kelembagaan dalam pengadaan bahan baku agroindustri gelatin yang halal. Dalam pemodelan ini dilakukan kajian mendalam dan menyeluruh mengenai kebutuhan semua stakeholder pasokan bahan baku mulai dari peternak sapi, pengumpul kulit sapi, rumah pemotongan hewan, lembaga sertifikasi halal, lembaga pendidikan, lembaga perbankan, lembaga penelitian, industri kulit, lembaga ekspor dan impor gelatin dan industri pengguna gelatin. Kemudian dari hasil analisa kebutuhan tersebut dianalisa lebih dalam tentang konflik kepentingan yang timbul serta alternatif cara penyelesaian masalah untuk memecahkan konflik tersebut, sehingga perlu dibuatkan suatu rancangan model dengan kriteria-kriteria dan asumsi tertentu untuk menghasilkan tujuan pengadaan bahan baku agroindustri gelatin yang memenuhi kriteria mutu yang baik.

62 LANDASAN TEORITIS Pendekatan Sistem Sistem didefinisikan sebagai keseluruhan interaksi antar unsur dari sebuah obyek dalam batas lingkungan tertentu yang bekerja mencapai tujuan. Pengertian keseluruhan adalah lebih dari sekedar penjumlahan atau susunan, yaitu terletak pada kekuatan yang dihasilkan oleh keseluruhan elemen dalam sistem jauh lebih besar dari suatu penjumlahan dari elemen-elemen penyusunnya. Sistem adalah seperangkat elemen yang saling berinteraksi, membentuk kegiatan atau suatu prosedur yang mencari pencapaian tujuan atau tujuan-tujuan bersama dengan mengoperasikan data dan/atau barang pada waktu rujukan tertentu untuk menghasilkan informasi dan/atau energi dan/atau barang. Sistem merupakan totalitas himpunan hubungan yang mempunyai struktur dalam nilai posisional serta matra dimensional terutama demensi ruang dan waktu (Marimin 2008). Syarat awal untuk memulai berpikir sistemik adalah adanya kesadaran untuk mengapresiasikan dan memikirkan suatu kejadian sebagai sebuah sistem (systemic approach). Kejadian apapun baik fisik maupun non fisik, dipikirkan sebagai unjuk kerja atau dapat berkaitan dengan unjuk kerja dari keseluruhan interaksi antar unsur sistem tersebut dalam batas lingkungan tertentu. Sistem dibagi kedalam tiga bagian yaitu input, proses dan output yang dikelilingi oleh lingkungannya yang seringkali termasuk mekanisme umpan balik. Manusia sebagai pengambil keputusan adalah merupakan bagian dari sistem tersebut (Turban 1993). Menurut Eriyatno (1999) yang dimaksud dengan pendekatan sistem adalah cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap adanya sejumlah kebutuhan-kebutuhan sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif. Pendekatan sistem umumnya ditandai oleh dua hal di bawah ini: 1. Mencari semua faktor penting yang ada dalam mendapatkan solusi yang baik untuk menyelesaikan masalah. 2. Dibuat suatu model kuantitatif untuk membantu keputusan secara rasional. 35

63 36 Multidimensi adalah salah satu prinsip terpenting cara berpikir secara sistemik (Gharajedaghi 1999). Dengan mempertimbangkan berbagai kendala Eriyatno (1999) menyimpulkan terdapat tiga karakteristik dalam pendekatan sistem sebagai berikut: 1. Kompleks, dimana interaksi antara elemen cukup rumit. 2. Dinamis, dalam arti faktornya ada yang berubah menurut waktu dan ada pendugaan ke masa depan. 3. Probabilistik yaitu diperlukan fungsi peluang dalam inferensi kesimpulan maupun rekomendasi. Metode untuk penyelesaian persoalan yang dilakukan dengan pendekatan sitem terdiri dari beberapa tahap. Tahapan tersebut meliputi analisis sistem, rekayasa model, rancangan implementasi sistem dan operasi sistem. Setiap tahap dalam proses tersebut diikuti oleh evaluasi berulang untuk mengetahui apakah hasil dari tahapan tersebut telah sesuai dengan yang diharapkan. Bila telah sesuai dilanjutkan pada tahap berikutnya bila tidak kembali pada proses tahapan tersebut. Model dan Pemodelan Sistem Model didefinisikan sebagai suatu representasi atau abstraksi dari suatu sistem atau dunia nyata (Turban 1993; Simatupang 1994; Suryadi & Ramdani 2000). Sistem nyata adalah sistem yang sedang berlangsung dalam kehidupan atau sistem yang dijadikan titik perhatian dan dipermasalahkan. Melakukan eksperimen langsung pada sistem nyata untuk memahami bagaimana perilakunya dalam beberapa kondisi mungkin saja dilakukan. Namun pada kenyataan, kebanyakan sistem nyata terlalu kompleks atau masih dalam bentuk hipotesis atau tidak mungkin dapat dilakukan eksperimen secara langsung. Kendala tersebut yang menjadi alasan bagi analis untuk membuat model. Alasan lain adalah model merupakan representasi yang ideal dari suatu sistem untuk menjelaskan perilaku sistem. Representasi ideal berarti hanya menampilkan elemen-elemen terpenting dari suatu persoalan sistem nyata, sehingga memungkinkan analis untuk mengkaji dan melakukan eksperimen atau memanipulasi suatu situasi yang rumit sampai pada tingkat keadaan tertentu yang tidak mungkin dilakukan pada sistem nyatanya.

64 37 Model yang dibuat harus memiliki kegunaan, sederhana dan mewakili persoalan. Kegunaan model dapat dipandang secara akademik dan manajerial. Model dari segi akademik berguna untuk menjelaskan fenomena atau obyekobyek. Model berfungsi sebagai pengganti teori, namun bila teorinya sudah ada maka model dipakai sebagai konfirmasi atau koreksi terhadap teori tersebut. Model dari segi manajerial berfungsi sebagai alat pengambil keputusan, komunikasi, belajar dan memecahkan masalah. Model pada dasarnya terdiri dari tiga komponen dasar meliputi: (a) decision variables, (b) uncontrollable variables (dan/atau parameter), (c) result (outcome) variables. Komponen-komponen tersebut dihubungkan dengan hubungan matematik, pada model non kuantitatif hubungannya menggunakan simbol atau kualitatif (Turban 1993). Terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi untuk memodelkan suatu sistem, antara lain: (a) model harus mewakili (merepresentasikan) sistem nyatanya dan (b) model merupakan penyederhanaan dari kompleksnya sistem, sehingga diperbolehkan adanya penyimpangan pada batas-batas tertentu (Simatupang 1994). Model tidak hanya digunakan untuk menggambarkan sekumpulan pemikiran, tetapi juga mengevaluasi dan meramalkan kelakuan sistem, sehingga akan didapatkan perancangan terbaik tanpa membutuhkan konstruksi seluruh kenyataan alamiah. Suryadi dan Ramdhani (2000) menyebutkan bahwa secara umum model digunakan untuk memberikan gambaran (description), memberikan penjelasan (prescription), dan memberikan perkiraan (prediction) dari realitas yang diselidiki. Menurut Turban (1993), proses pemodelan terdiri dari tiga fase utama yakni meliputi fase intelligence, fase desain dan fase pemilihan. Konsep formulasi model merupakan suatu upaya membangun model formal yang menunjukkan ukuran performansi sistem sebagai fungsi dari variabel-variabel model. Secara garis besar langkah-langkah konsep formulasi model diawali dengan pemahaman terhadap sistem dan dengan sistem yang dibangun, disusun model konseptual, variabel-variabel model dan formulasi model. Simatupang (1994) menyatakan formulasi model adalah suatu upaya untuk menghasilkan model yang berisikan variabel, kendala serta tujuan-tujuannya dalam bentuk istilah matematis sehingga dapat diidentifikasi dengan jelas,

65 38 mengikuti penyederhanaan matematis serta siap untuk dimanfaatkan untuk kalkulasi dengan substitusi kuantitas bagi lambang-lambang. Dengan kata lain formulasi model adalah merumuskan masalah yang dihadapi ke dalam bentuk model maatematis yang dapat mewakili sistem nyata. Formulasi model menghubungkan variabel-variabel yang telah diidentifikasi dalam model konseptual dengan bahasa simbolik. Pengambilan Keputusan Kelompok Multi Expert-Multi Criteria Decision Making (ME-MCDM) adalah teknik pengambilan keputusan kelompok fuzzy. Teknik ME-MCDM ini telah dikembangkan oleh Yager (1993) secara garis besar dapat dibagi menjadi dua tahapan proses. Tahap pertama, expert secara individual diminta untuk mengevaluasi setiap alternatif. Evaluasi ini berisi rating (urutan) untuk setiap alternatif pada setiap kriteria. Dalam hal ini setiap kriteria memiliki derajat yang berbeda berdasarkan kepentingan kriteria tersebut terhadap tujuan yang akan dicapai. Tahap kedua menghitung bobot (tingkat kepentingan) dari penilaian ahli untuk menghitung hasil agregasi dari penilaian setiap pakar. Proses pengambilan keputusan yang melibatkan penilaian atau pendapat berbagai pihak atau ahli merupakan suatu perihal yang sangat penting tetapi juga sulit karena setiap pihak mempunyai kepentingan, sudut pandang dan tingkat pengetahuan yang berbeda-beda. Perihal menjadi sangat rumit jika penilaian atau pendapat setiap pemangku kepentingan atau ahli didasarkan kepada kriteria jamak. Persoalan proses pengambilan keputusan ini disebut sebagai Multi-Expert (Person) Multi Criteria Decision Making atau dikenal dengan istilah ME-MCDM. Pada ME-MCDM akan ditemui sebuah proses penting yaitu agregasi rating dan preferensi serta penggabungan pendapat dari setiap ahli sehingga penyelesaian yang dihasilkan adalah yang paling diterima oleh kelompok secara keseluruhan. Operator agregasi menggunakan Ordered Weighted Averaging (OWA) merupakan salah satu teknik agregasi pengambilan keputusan berkelompok yang dirumuskan oleh Yager (1993). Misalkan A 1, A 2,,A n adalah kumpulan dari n kriteria. Setiap kriteria A j dimana A j (x) (0,1) menunjukkan seberapa besar x memenuhi kriteria yang bersangkutan. Apabila digunakan I untuk menunjukkan

66 39 suatu kisaran nilai maka A j (x) I. D (x) I merupakan fungsi keputusan menyeluruh (agregat) yang menunjukkan derajat bahwa x memenuhi persyaratan kriteria yang diinginkan. Salah satu faktor utama dalam penentuan struktur fungsi agregasi adalah hubungan atau keterkaitan antar kriteria yang terlibat. Dalam hubungan ini, terdapat dua kasus yaitu situasi dimana diinginkan semua kriteria dipenuhi disebut operator dan dan situasi salah satu kriteria yang dapat memuaskan semua pihak disebut operator atau. Pada kasus operator dan maka x harus memenuhi A 1 dan A 2 dan A 3 dan A n yang diformulasikan dalam bentuk fungsi keputusan menyeluruh sebagai berikut: D(x) = T(A1(x), A 2 (x),, A n (x n )) (1) Dimana T adalah operator t-norm yang memenuhi syarat komutatif, monotonik dan assosiatif yang dibutuhkan sebagai operator agregasi. Yager (1993) menunjukkan bahwa salah satu implikasi dari sifat operator t-norm adalah bahwa untuk semua aj (j = 1,2,,n) maka T(a 1, a 2,,a n ) < Min (a 1, a 2,,a n ) sehingga untuk semua a I, T(a,a) = a yang menunjukkan sifat idempoten dan T(1,a) = a yang menunjukkan kondisi allness. Pada kasus operator atau, x memenuhi A1 atau A 2 atau A 3 atau A n yang diformulasikan dalam bentuk fungsi keputusan menyeluruh sebagai berikut: D(x) = S(A1(x), A 2 (x),, A n (x n )) (2) Dimana S adalah operato co-t-norm yang memenuhi syarat sebagai operator agregasi kecuali bahwa untuk semua aj (j = 1,2,,n) maka S(a 1, a 2,,a n ) < Maks (a 1, a 2,,a n ) sehingga untuk semua a I, S(a,a) = a yang menunjukkan sifat idempoten dan S(1,a) = a yang menunjukkan kondisi at least one. Pada persoalan ME-MCDM, proses agregasi terletak diantara dua kasus ekstrim tersebut. Operator OWA merupakan operator agregasi yang dengan mudah dapat melakukan penyesuaian diantara operator dan dan operator atau atau menggabungkan kedua operator ekstrim tersebut (Yager 1993). Operator OWA untuk a = (a1, a 2,,a n ) dikaitkan dengan vektor pembobot W = (w 1, w 2,, w n ) sehingga w i [0,1], i w i = 1 didefinisikan sebagai suatu pemetaan F: I n I dimana I = [0,1]. Aspek yang fundamental dari operator OWA adalah tahap re-ordering dimana suatu argumen ai tidak dikaitkan dengan suatu pembobot w i tertentu tetapi pembobot w i dikaitkan dengan suatu posisi urutan ke-i dari

67 40 argumen tertentu (Filev dan Yager 1998). Operasionalisasi dari operator OWA diformulasikan sebagai berikut: F = (a 1, a 2,,a n ) = W 1 b 1 + W 2 b W n b n atau (3) F = (a1, a 2,,a n ) = W B (4) Dimana bi adalah elemen terbesar dari kumpulan (a1, a 2,,a n ). W i adalah bobot yang dikaitkan dengan elemen terbesar ke-i apapun komponen elemennya atau dengan kata lain W i lebih dikaitkan dengan bobot untuk elemen pada urutan posisi tertentu dan bukan bobot elemen tertentu. W adalah vektor baris dari bobot dan B adalah suatu ordered argument vector jika untuk setiap elemen b i [0,1] dan b i > b j jika j > i. Karakteristik dari operator OWA antara lain adalah jika A = [a1, a 2,,a n ] adalah ordered argument vector dan B = [b 1, b 2,,b n ] adalah ordered argument vector yang kedua maka untuk setiap j jika a i > b j maka F(A) > F(B). Jika [a 1, a 2,,a n ] adalah permutasi dari [a 1, a 2,,a n ] maka F [a 1, a 2,,a n ] = F [a 1, a 2,,a n ]. Kedua karakteristik diatas menunjukkan bahwa operator OWA bersifat simetris (generalized community) dan monotonicity yang merupakan syarat sebagai operator agregasi. Selanjutnya, jika a j = a untuk semua j = 1,2,,n maka F [a 1, a 2,,a n ] = a yang merupakan sifat idempoten. Jika G(a 1,a 2 ) = w 1 a 1 + w 2 a 2 adalah rata-rata terbobot maka G(a 1,a 2 ) G(a 2,a 1 ) dan ini berarti G(a 1,a 2 ) bukan operator OWA karena tidak memenuhi sifat generalized commutativity. Jika F * dan F * adalah batas atas dan batas bawah dari nilai agregasi dengan operator OWA maka F * dan F * masing-masing adalah operator dan dan operator atau. Yager (1993) merumuskan suatu metode komputasi non-numeric untuk proses pengambilan keputusan berkelompok secara fuzzy. Metode komputasi dilakukan dalam dua tahapan yaitu agregasi terhadap kriteria dan agregasi terhadap semua ahli. Dalam hubungan ini setiap pengambil keputusan mengevaluasi atau menilai setiap proposal atau alternatif pada setiap kriteria secara bebas. Skala evaluasi atau penilaian adalah dalam bentuk label linguistic yang secara berurutan adalah sempurna (s7), sangat tinggi (s 6 ), tinggi (s 5 ), medium (s 4 ), rendah (s 3 ), sangat rendah (s 2 ) dan tidak ada (s 1 ) atau dalam bentuk lain S = {s 1, s 2,, s 7 }.

68 41 Tahap agregasi terhadap kriteria jamak dapat dijelaskan sebagai berikut. Untuk setiap proposal Pi setiap ahli akan memberikan suatu himpunan yang terdiri dari n nilai yaitu [P ik (q 1 ), P ik (q 2 ),, P ik (q n )] dimana P ik (q j ) adalah rating dari proposal ke-i pada kriteria ke j oleh ahli ke k. P ik (q j ) adalah elemen dalam himpunan S dan tingkat kepentingan setiap kriteria dinyatakan sebagai I(q j ) dengan skala penilaian yang juga bersifat label linguistic. Formula yang dirumuskan oleh Yager (1993) untuk agregasi kriteria sehingga diperoleh unit skor setiap proposal oleh ahli adalah: Pik = Min j [Neg(I(q j )) P ik (q j )] (5) Formulasi diatas menunjukkan bahwa kriteria yang tingkat kepentingannya rendah mempunyai pengaruh yang kecil terhadap skor keseluruhan. Formulasi agregasi diatas memenuhi kondisi Pareto optimalitas, kebebasan terhadap alternatif tidak relevan, aosiasi yang positif bagi skor individual terhadap skor keseluruhan, non-dictatorship dan simetri yang harus dipenuhi untuk agregasi kriteria jamak. Pada proses agregasi terhadap semua ahli, langkah pertama dari proses agregasi ini adalah menentukan suatu fungsi agregasi Q yang menunjukkan generalisasi ide tentang berapa banyak ahli yang dibutuhkan untu mendukung suatu keputusan. Untuk i dimana i bergerak dari 1 sampai dengan r dan nlai Q(i) diambil dari skala S = {s 1, s 2,, s n } maka bentuk khusus dari Q apabila skala S hanya dua yaitu tidak ada dan sempurna. Hal ini diformulasikan Yager (1993) sebagai berikut: 1. Jika keputusan memerlukan persetujuan semua ahli maka Q(i) = tidak ada untuk i < r dan Q(r) = sempurna. 2. Jika dukungan satu ahli sudah cukup untuk pengambilan keputusan maka Q(i) = sempurna untuk semua i. 3. Jika paling sedikit diperlukan persetujuan m ahli untuk pengambilan keputusan maka Q(i) = tidak ada untuk i < m dan Q(i) = sempurna untuk i > m Menurut Yager (1993) Apabila q adalah jumlah titik penilaian pada skala kardinal S dan r = 1, 2,, k adalah jumlah ahli maka untuk semua i = 0, 1, 2,,r maka fungsi Q dirumuskan sebagai berikut:

69 42 q 1 Q(k) = S b(k) dimana b (k) = Int 1 + k (6) r Agregasi keputusan ahli dengan menggunakan operator OWA dirumuskan sebagai berikut: P i = Maks j = 1,.,r [Q(j) B j ] (7) Dimana: P i Q j adalah agregasi pendapat gabungan ahli terhadap proposal ke i. dapat dilihat sebagai petunjuk seberapa penting kelompok memandang jumlah ahli yang mendukung suatu nilai skor yang diputuskan. Bj adalah skor tertinggi ke j diantara unit skor terbaik dari obyek ke j dan terdapat sejumlah j ahli yang mendukung keputusan skor tersebut. Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) Teknik MPE (Metode Perbandingan Eksponensial) digunakan untuk membandingkan beberapa alternatif model kelembagaan dengan menggunakan berbagai kriteria yang nantinya akan ditentukan berdasarkan hasil survei dengan pakar terkait. Teknik MPE merupakan suatu metode scoring terhadap pilihanpilihan yang ada. Melalui penghitungan secara eksponensial, perbedaan nilai kriteria yang satu dengan kriteria yang lainnya dapat dibedakan dengan jelas tergantung tingkat penilaian yang diberikan. Tahapan penggunaan MPE adalah (1) penentuan alternatif keputusan, (2) penyusunan kriteria keputusan yang digunakan, (3) penentuan derajat kepentingan relatif setiap kriteria keputusan, (4) penentuan derajat kepentingan relatif setiap pilihan keputusan, (5) penghitungan nilai dari setiap alternatif keputusan, dan (6) peningkatan nilai yang diperoleh dari setiap alternatif keputusan. Tahapan yang sangat penting dalam MPE adalah penentuan bobot dari setiap kriteria dan penentuan ranking alternatif keputusan. Penentuan bobot kriteria dapat dilakukan dengan memberikan bobot secara langsung tanpa melakukan perbandingan relatif terhadap kriteria yang lainnya. Untuk penentuan ranking alternatif keputusan menggunakan formula berikut ini (Marimin, 2008)

70 43 TKep i = m j= 1 Kep Krit ij j dimana : Tkep i = Total nilai dari alternatif keputusan ke-i Kep Krit m i j ij j = Nilai derajat kepentingan relatif keputusan ke-i pada kriteria ke-j = Bobot kriteria ke-j = Jumlah kriteria keputusan = Alternatif keputusan = Nilai 1,2,..,m Analytical Hierarchy Process (AHP) AHP merupakan salah satu metoda yang dapat digunakan oleh pengambilan keputusan untuk memahami kondisi suatu sistem dan membantu dalam melakukan prediksi dan pengambilan keputusan. Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan yang tidak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi bagian-bagiannya serta menata dalam suatu hierarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subyektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan variabel lainnya. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut (Marimin 2008). Prinsip kerja AHP yang dikembangkan oleh Saaty sebagaimana dijelaskan oleh Ma arif dan Tanjung (2003) adalah sebagai berikut: 1. Decomposition Memecahkan persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya, yaitu kriteria dan alternatif. Jika ingin mendapatkan hasil yang lebih akurat, pemecahan juga dilakukan terhadap unsur-unsurnya sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut sehingga didapatkan tingkatan dari persoalan tadi (membentuk struktur hirarki). Pembuatan struktur hirarki diawali dengan melakukan identifikasi sistem yang bertujuan untuk menemukan pokok permasalahan yang akan diselesaikan, menemukan tujuan yang ingin dicapai dan kriteria-kriteria yang akan digunakan dalam menentukan pilihan alternatif-alternatif yang tersedia.

71 44 Setelah identifikasi sistem selesai, maka dibuat strutur hirarki dengan melakukan abstraksi antara komponen dan dampak-dampaknya pada sistem. Bentuk abstraksi ini mempunyai hubungan yang saling berkaitan antara tujuan yang ingin dicapai, pihak-pihak yang terkait, kriteria dan alternatif. 2. Comparative Judgement Prinsip di atas membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat di atasnya. Kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Menurut Saaty (1993), untuk berbagai persoalan, skala 1 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty dapat dilihat pada Tabel 13. Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif. Baik kriteria kualitatif maupun kriteria kuantitatif dapat dibandingkan sesuai dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas. Tabel 12 Skala dasar perbandingan pada AHP. Intensitas Tingkat Kepentingan 1 Sama penting 3 Sedikit lebih penting 5 Lebih penting 7 Sangat lebih penting 9 Mutlak lebih penting Keterangan 2, 4, 6, 8 Nilai tingkat kepentingan yang mencerminkan suatu nilai kompromi Nilai kebalikan Nilai tingkat kepentingan jika dilihat dari arah yang berlawanan. (reciprocal) Misalnya jika A sedikit lebih penting dari B (intensitas 3), maka berarti B sedikit kurang penting dibanding A (intensitas 1/3). Saaty (1993) 3. Synthesis of Priority Dari setiap matriks pairwise comparison kemudian dicari vektor prioritasnya (eigenvector) untuk mendapatkan local priority. Karena matriks-matriks pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesis di antara local priority. Bobot kriteria dihitung dengan manipulasi matrik, dengan tahapan sebagai berikut:

72 45 a. Melakukan perkalian kuadrat terhadap matrik kriteria b. Menghitung jumlah nilai dari setiap baris matrik, kemudian melakukan normalisasi matrik. c. Menghitung jumlah nilai dari setiap baris matrik ternormalisasi. d. Menghentikan proses ini, bila selisih antara jumlah nilai baris matrik normal dari dua perhitungan berturut-turut lebih kecil dari ketelitian yang ditentukan. 4. Logical Consistency Konsistensi logis menjamin bahwa semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria logis. Indikator konsistensi dalam AHP diukur melalui Consistency Index (CI). AHP mengukur seluruh konsistensi penilaian menggunakan Consistency Ratio (CR) yang merupakan perbandingan antara CI dengan Random Inconsistency Index (RI). Jika nilai CR adalah kurang dari 0,1 (CR < 0,1), berarti elemenelemen telah dikelompokkan secara konsisten. Menurut Marimin (2008), Consistency Ratio (CR) dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: CI CR = (8) RI Dimana: ( P N) CI = (9) ( N 1) CI = Konsistensi Indeks RI = Indeks random yang didapat dari tabel Oardkridge P = Nilai rata-rata konsistensi vektor N = jumlah elemen alternatif atau kriteria. Interpretive Structural Modeling (ISM) Menurut Marimin (2008), salah satu teknik pemodelan yang dikembangkan untuk perencanaan kebijakan strategis adalah teknik pemodelan Interpretasi Struktural (Interpretive Structural Modelling ISM). Teknik ISM merupakan salah satu teknik permodelan sistem untuk menangani kebiasaan yang

73 46 sulit diubah dari perencana jangka panjang yang sering menerapkan secara langsung teknik penelitian operasional dan atau aplikasi statistik. ISM adalah proses pengkajian kelompok (group learning process) dimana model-model struktural dihasilkan guna memotret perihal yang kompleks dari suatu sistem (Eriyatno 1999), sedangkan menurut Saxena (1992) ISM bersangkut paut dengan interpretasi dari suatu obyek yang utuh atau perwakilan sistem melalui aplikasi teori grafis secara sistematis dan interpretatif. ISM merupakan suatu metode berbasis komputer yang membantu kelompok mengindetifikasi hubungan antara ide dan struktur tetap pada isu yang kompleks. ISM dapat digunakan untuk mengembangkan beberapa tipe struktur, termasuk struktur pengaruh (misalnya dukungan atau pengabaian), struktur prioritas (misalnya lebih penting dari, atau sebaiknya dipelajari sebelumnya) dan kategori ide (misalnya termasuk dalam kategori yang sama dengan). ISM menganalisis elemen-elemen sistem dan memecahkannya dalam bentuk grafik dari hubungan langsung antar elemen dan tingkat hirarkinya. Elemen-elemen dalam ISM dapat merupakan tujuan kebijakan, target organisasi, faktor-faktor penilaian dan lain-lain. Eriyatno (1999) menyatakan bahwa metode dan teknik ISM dibagi menjadi dua bagian, yaitu penyusunan hirarki dan klasifikasi subelemen. Prinsip dasarnya adalah identifikasi struktur dari suatu sistem yang memberikan nilai manfaat yang tinggi guna meramu sistem secara efektif dan untuk pengambilan keputusan yang lebih baik. Struktur dari suatu sistem yang berjenjang diperlukan untuk lebih menjelaskan pemahaman tentang perihal yang dikaji. Untuk menentukan tingkat jenjang mempunyai banyak pendekatan dengan lima kriteria yaitu (1) kekuatan pengikat dalam dan antar kelompok atau tingkat, (2) frekuensi relatif dari oksilasi (guncangan) dimana tingkat yang lebih rendah lebih cepat terguncang dari pada yang di atasnya, (3) konteks dimana tingkat yang lebih tinggi beroperasi pada jangka waktu yang lebih lambat dari pada ruang yang lebih luas, (4) cakupan dimana tingkat yang lebih tinggi mencakup tingkat yang lebih rendah, (5) hubungan fungsional, dimana tingkat yang lebih tinggi menpunyai peubah lambat yang mempengaruhi peubah cepat tingkat di bawahnya.

74 47 Program yang sedang dikaji penjejangan strukturnya dibagi menjadi elemen-elemen yang selanjutnya setiap elemennya diuraikan menjadi sejumlah subelemen. Teknik ISM memberikan basis analisis dimana informasi yang dihasilkan sangat berguna dalam formulasi kebijakan serta perencanaan strategis. Menurut Saxena (1992) program dapat dibagi menjadi sembilan elemen, yaitu: (1) sektor masyarakat yang terpengaruh, (2) kebutuhan dari program, (3) kendala utama, (4) perubahan yang dimungkinkan, (5) tujuan dari program, (6) tolok ukur untuk menilai setiap tujuan, (7) aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan, (8) ukuran aktifitas guna mengevaluasi hasil yang dicapai oleh setiap aktifitas, dan (9) lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program. Klasifikasi subelemen dilakukan berdasarkan program yang dikaji dari setiap elemen diuraikan menjadi beberapa subelemen. Selanjutnya hubungan kontekstual antar subelemen ditetapkan melalui terminologi sub-ordinat yang mengacu pada pada perbandingan berpasangan, seperti apakah tujuan A lebih penting dari pada tujuan B?. Perbandingan berpasangan yang menggambarkan ada atau tidak ada keterkaitan antar subelemen diperoleh berdasarkan pendapat dari pakar. Jika pendapat pakar lebih dari satu, maka dilakukan agregasi. Hubungan kontekstual pada matrik perbandingan berpasangan disusun dalam bentuk structural self interaction matrix (SSIM). Penyusunan nilai-nilai dalam matrik SSIM menggunakan simbol V, A, X, dan O dengan ketentuan berikut: V, jika e ij = 1 dan e ji = 0 A, jika eij = 0 dan e ji = 1 X, jika eij = 1 dan e ji = 1 O, jika eij = 0 dan e ji = 0 Dimana nilai eij = 1 artinya terdapat hubungan kontekstual antara suelemen ke i dan sub elemen ke j, sedangkan nilai e ij = 0 artinya ridak terdapat hubungan kontekstual antara subelemen ke i dengan sub elemen ke j. Hasil penilaian matrik SSIM selanjutnya dibuat tabel reachability matrix (RM) melalui perubahan VAXO menjadi bilangan 1 dan 0. Kemudian matrik tersebut dikoreksi menjadi matrik tertutup yang memenuhi aturan transitivitas. Klasifikasi subelemen mengacu pada hasil olahan matrik RM yang memenuhi aturan transitivitas, sehingga menghasilkan nilai driver power (DP)

75 48 dan nilai dependence (D). Berdasarkan nilai DP dan D tersebut setiap subelemen dapat dibedakan menjadi empat sektor di bawah ini: Sektor 1: Autonomous (weak driver-weak dependent variables), subelemen yang masuk dalam sektor ini umumnya tidak berkaitan dengan sistem atau mungkin mempunyai hubungan yang sedikit, meskipun hubungan tersebut dapat kuat. Jika nilai DP < 50% dari jumlah subelemen dan nilai D < 50% dari jumlah subelemen, maka akan diklasifikasikan dalam sektor 1. Sektor 2: Dependent (weak driver-strongly dependent variables), subelemen yang masuk dalam sektor ini umumnya adalah subelemen yang tidak bebas. Jika nilai DP < 50% dari jumlah subelemen dan nilai D > 50% dari jumlah subelemen, maka akan diklasifikasikan dalam sektor 2. Sektor 3. Linkage (strong driver-strongly dependent), subelemen yang masuk dalam sektor ini harus dikaji secara hati-hati, karena hubungan antar subelemen tidak stabil. Setiap tindakan pada subelemen akan memberikan dampak terhadap subelemen yang lain dan pengaruh umpan baliknya dapat memperbesar dampak. Jika nilai DP > 50% dari jumlah subelemen dan nilai D > 50% dari jumlah subelemen, maka akan diklasifikasikan dalam sektor 3. Sektor 4. Independent (strong driver-weak dependent variables), subelemen yang masuk dalam sektor ini merupakan bagian dari sistem dan disebut variabel bebas. Jika nilai DP > 50% dari jumlah subelemen dan nilai D < 50% dari jumlah subelemen, maka akan diklasifikasikan dalam sektor 4. Data Envelopment Analysis (DEA) Data Envelopment Analysis (DEA) adalah suatu pendekatan program matematika non parametrik yang menghitung relatif efisiensi multikriteria. DEA yang sering diistilahkan juga sebagai frontier analysis merupakan suatu teknik pengukuran kinerja berbasis linier programming yang digunakan untuk mengevaluasi efisiensi relatif decision making unit (DMU) dalam perusahaan (Zhou et al. 2008). Pada penelitian ini, DEA digunakan sebagai salah satu pendekatan untuk mengukur kinerja kelembagaan pengadaan bahan baku pada sub-topik penelitian desain model kelembagaan pengadaan bahan baku kulit sapi yang memenuhi persyaratan sertifikasi halal.

76 49 Secara garis besar, langkah-langkah pendekatan DEA adalah sebagai berikut: (1) Identifikasi unit yang akan dievaluasi, input yang dibutuhkan serta output yang dihasilkan oleh unit tersebut, (2) Membentuk efficiency frontier atas set data yang tersedia untuk menghitung nilai produktivitas dari unit-unit yang tidak termasuk dalam efficiency frontier serta mengidentifikasi unit mana yang tidak menggunakan input secara efisien relatif terhadap unit berkinerja terbaik dari set data yang dianalisis, (3) Identifikasi himpunan bagian DMU yang efisien secara best practice, untuk DMU yang tidak termasuk dalam himpunan tersebut, DEA mengukur tingkat ketidakefisienan dengan membandingkan hasil pencapaian DMU tersebut terhadap efficiency frontier yang terbentuk oleh DMU yang efisien; dan (4) Penentuan bobot untuk menentukan variabel output ataupun input. Menurut Cooper et al. ( 002), model dasar Data Envelopment Analysis adalah sebagai berikut: Keterangan: k U r V Y X i rk ik U r Yrk Efisiensi maksimum: η k = (10) V X = Unit pengambil keputusan yang akan dievaluasi = Bobot output = Bobot input = Nilai output = Nilai input. i ik Analisis Finansial Dalam menilai tingkat keberhasilan suatu perusahaan, pengambil keputusan memerlukan informasi tentang kinerja keuangan yang tersusun dalam bentuk akuntansi keuangan. Kajian analisis finansial meliputi nilai NPV (Net Present Value), IRR (Internal Rate of Return), Net B/C rasio (Net Benefit Cost Ratio), PBP (Payback Period) dan analisis sensitivitas. NPV, IRR, Net B/C rasio dan PBP.

77 50 Penghitungan NPV Metode nilai sekarang (present value method) adalah metode penilaian kelayakan finansial yang menyelaraskan nilai yang akan datang arus kas menjadi nilai sekarang dengan melalui pemotongan arus kas dengan memakai faktor pengurang (diskonto) pada tingkat biaya modal tertentu yang diperhitungkan. Kriteria nilai sekarang neto (net present value, NPV) didasarkan pada konsep mendiskonto seluruh aliran kas ke nilai sekarang. Dengan mendiskonto semua aliran kas masuk dan keluar selama umur proyek (investasi) ke nilai sekarang, kemudian menghitung angka bersih (neto) maka akan diketahui selisihnya dengan memakai dasar yang sama, yaitu harga (pasar) saat ini. Hal tersebut berarti dua hal sekaligus telah diperhatikan, yaitu faktor nilai waktu dari uang dan selisih besar aliran kas masuk dan keluar. Dengan demikian amat membantu pengambil keputusan untuk menentukan pilihan. NPV menunjukkan jumlah lumpsum yang dengan arus diskonto tertentu memberikan angka berapa besar nilai usaha (Rp) tersebut pada saat ini. Jika NPV lebih besar dari 0 atau bernilai positif, berarti proyek layak dan jika NPV lebih kecil dari 0 atau negatif berarti proyek tidak layak. NPV dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Soekardono 2009) : NPV dengan : = B C n t t t t= 0 (1 + i) Bt : benefit bruto pada tahun ke-t Ct : biaya bruto proyek pada tahun ke-t i : tingkat suku bunga t : lama investasi (t = 0, 1, 2,, n) Penghitungan IRR Tingkat kemampulabaan internal (internal rate of return, IRR) adalah metode analisis kelayakan yang bertujuan untuk mengetahui tingkat balikan internal sewaktu nilai sekarang arus kas masuk sama dengan nilai sekarang pengeluaran investasi atau sewaktu NPV sama dengan 0. Jika IRR lebih besar dari tingkat bunga, maka proyek tersebut layak diterima. IRR dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut (Soekardono 2009) (11)

78 51 NPV1 IRR = i1 + ( i2 i1) (12) NPV NPV dengan : NPV 1 : nilai sekarang bersih yang diperoleh dari faktor i 1 (positif) NPV2 : nilai sekarang bersih yang diperoleh dari faktor i 2 (negatif) i1 : tingkat bunga yang kecil i : tingkat bunga yang besar 2 Penghitungan Net B/C rasio 1 Kelayakan finansial suatu usaha dapat pula dikaji dengan menggunakan kriteria Net B/C rasio. Jika B/C lebih besar dari satu artinya suatu usaha layak namun jika lebih kecil dari satu maka usaha tersebut tidak layak dan sebaiknya ditolak. Net B/C rasio dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut (Soekardono 2009) t= 0 2 n Bt t t= 0 (1 + i) Net B / C ratio = n (13) Ct + I t 0 (1 + i) dengan : B t Ct i n I 0 : benefit bruto pada tahun tertentu (t) : biaya bruto pada tahun tertentu (t) : tingkat bunga : umur ekonomis proyek : investasi awal Penghitungan PBP Jangka waktu pemulihan modal PBP (payback period) adalah jangka waktu yang diperlukan untuk mengembalikan seluruh modal yang diinvestasikan. Biasanya dinyatakan dalam satuan tahun. PBP dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut (Soekardono 2009) θ k = 1 dengan : R k : penerimaan pada tahun ke-k Ek : pengeluaran pada tahun ke-k Ө : payback period I : investasi ( Rk Ek) I 0 (14)

79 52 Analisis sensitivitas Analisis sensitivitas bertujuan untuk menghitung kepekaan investasi terhadap perubahan-perubahan faktor harga. Analisis sensitivitas ini dapat menggambarkan perubahan harga produk apabila terjadi kenaikan atau penurunan harga bahan baku.

80 METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian Penelitian ini dilakukan berdasarkan pendekatan ilmiah dengan kerangka berfikir logis. Pemodelan sistem kelembagaan pasokan bahan baku agroindustri gelatin sebagai salah satu komponen pengembangan agroindustri gelatin memerlukan kajian yang serius dengan pendekatan holistik. Karena persoalan agroindustri bersifat sistemik, maka pendekatan analitis belum cukup untuk menjawab persoalan. Keterlibatan pakar sangat diperlukan untuk memberikan penilaian dan judgment terhadap persoalan riil yang relevan terhadap pemodelan sistem kelembagaan tersebut. Penelitian ini mengkaji sistem kelembagaan pasokan bahan baku kulit sapi yang digunakan untuk memproduksi gelatin guna memastikan asal-usul dan proses pengadaan bahan baku tersebut telah memperoleh perlakukan yang memenuhi persyaratan sertifikasi halal. Penelitian dilakukan pada industri penyamakan kulit PT. Muhara Dwi Tunggal Laju Tannery untuk mengetahui proses perlakukan kulit yang dihasilkan dari industri penyamakan kulit yang digunakan sebagai bahan baku agroindustri gelatin. Beberapa hal yang perlu diketahui adalah data potensi bahan baku, data ketersediaan bahan baku, data proses produksi kulit samak, data pengadaan kulit dan data distributor dan pemasok kulit sapi ke industri penyamakan kulit. Kemudian penelitian dilanjutkan untuk mengkaji pemasok kulit pada industri penyamakan kulit yaitu Rumah Pemotongan Hewan (RPH), pengumpul kulit sapi. Selain itu juga dikaji kelembagaan dari distributor dan pengumpul kulit yang ada saat ini serta cakupan untuk setiap pengumpul kulit dalam suatu wilayah. Penelitian dilanjutkan untuk mengkaji seluruh stakeholder dari penyediaan bahan baku kulit sapi dari peternak sapi sampai pada industri penyamakan kulit. Kajian ini digunakan untuk memperoleh data kendala dan potensi konflik dari masing masing stakeholder dalam kaitannya dengan penanganan bahan baku kulit sapi yang ditinjau asal-usul dan proses pengadaan dan penanganan bahan baku tersebut pada setiap tingkatan pelaku. Kerangka pemikiran konseptual dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4. 53

81 54 Industri Penyamakan Kulit Peternak Sapi Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Kondisi Sistem Penyediaan Bahan Baku Kulit Sapi dan Kendala Sertifikasi: Usaha peternakan sapi, usaha pemotongan hewan, usaha pengumpulan kulit sapi, rantai pasokan dan industri gelatin Pendekatan Sistem Kelembagaan Analisis Usaha Peternakan Sapi Analisis Usaha usaha Pemotongan Hewan pemotongan hewan Analisis Sertifikasi Mutu Analisis Elemen Kelembagaan Kondisi Situsional Peternakan Sapi Kondisi Situsional Pemotongan Hewan Persyaratan Jaminan Mutu Produk Elemen Kunci Kelembagaan Perekayasaan Sistem Kelembagaan Jaminan Mutu Pasokan Bahan Baku Gelatin dari Kulit Sapi Split Analisis Nilai Tambah dan Tingkat Efisiensi Struktur Kelembagaan Analisis Konflik dan Kendala Faktor Pendukung Implementasi dan Verifikasi Faktor Penghambat Sistem Kelembagaan Pasokan Bahan Baku Gelatin dari Kulit Sapi Gambar 4 Kerangka pemikiran konseptual penelitian Selanjutnya dilakukan analisis usaha dari setiap pelaku penyediaan bahan baku tersebut dengan faktor kritis terpenuhinya persyaratan halal dan peningkatan mutu serta pendapatan peternak dengan terbentuknya suatu kelembagaan pasokan bahan baku yang bersertifikasi. Analisis ini dilakukan dengan melibatkan tujuh

82 55 orang pakar yang berkompeten (akademisi, peneliti dan praktisi) untuk mendapatkan suatu model sistem kelembagaan pasokan bahan baku agroindustri gelatin guna menjamin mutu yang efektif dan efisien. Nilai keilmuan dari penelitian ini adalah bagaimana suatu sistem kelembagaan pengadaan dan pasokan bahan baku kulit sapi untuk memenuhi persyaratan sertifikasi halal dapat terbentuk, serta model sistem kelembagaan dalam ranah rekayasa manajemen dapat digunakan dan diimplementasikan pada agroindustri gelatin berbahan baku kulit sapi untuk perencanaan dan pengembangan agroindustri gelatin halal. Validasi dan verifikasi terhadap model yang diusulkan dilakukan dengan melalui pengujian antar variabel dengan berdasarkan penilaian pendapat pakar. Tahapan penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan sistem untuk merekayasa model kelembagaan pasokan bahan baku agroindustri gelatin. Penelitian dilakukan melalui beberapa tahapan yang dirancang untuk dapat menghasilkan model konseptual kelembagaan pasokan bahan baku agroindustri gelatin. Tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 5, sedangkan langkahlangkah yang dilakukan dalam penelitian adalah sebagai berikut: 1. Tahap awal penelitian terdiri dari studi pustaka dan survai lapangan, analisis kebutuhan, perumusan masalah dan identifikasi sistem. Dalam tahap ini dilakukan survai lapang di Bogor, Bandung, Semarang, dan Surabaya terhadap beberapa pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat dalam pasokan bahan baku kulit sapi yaitu peternak sapi, pedagang sapi, rumah pemotongan hewan, pengumpul kulit, pedagang kulit dan industri penyamakan kulit. Disamping itu juga dilakukan studi literatur terhadap berbagai metode penelusuran bahan baku dalam rangka memenuhi kriteria jaminan mutu halal. 2. Analisis sistem kelembagaan sertifikasi halal gelatin untuk mendapatkan permasalahan dan konflik kepentingan antar stakeholder penyediaan bahan baku gelatin. Dalam hal ini dilakukan analisis terhadap kelembagaan sertifikasi mutu yang telah ada saat ini yaitu badan LPPOM MUI sehingga

83 56 diperoleh kendala yang dihadapi oleh setiap pemanggku kepentingan dalam mendapatkan label sertifikasi mutu. 3. Tahap analisis pemasok bahan baku potensial berdasarkan kriteria tertentu sesuai dengan kebutuhan para stakeholder pengembangan agroindustri gelatin. Sehingga dengan analisis ini diharapkan akan diperoleh model pemasok yang efektif dan efisien dalam pengadaan bahan baku agroindustri gelatin guna menunjang konsep sertifikasi mutu. 4. Tahap penentuan struktur model sistem kelembagaan pasokan bahan baku agroindustri gelatin. Strukturisasi sistem dilakukan dengan menggunakan metode ISM untuk mengetahui elemen-elemen kunci dari sistem pasokan bahan baku agroindustri gelatin dan struktur pengembangan dari masingmasing elemen berdasarkan kekuatan penggerak dari masing-masing sub elemennya. Tahap ini kemudian dilanjutkan dengan formulasi struktur kelembagaan penyediaan bahan baku agroindustri dilakukan untuk membuat struktur penyediaan bahan baku agroindustri gelatin yang menjamin kepastian asal-usul bahan baku dan proses penyediaannya. 5. Tahap pemilihan strategi aliansi antar pelaku usaha penyediaan bahan baku agroindustri gelatin untuk menentukan model aliansi yang cocok untuk pengembangan agroindustri tersebut dengan AHP. Dengan tahapan ini diharapkan akan diperoleh strategi yang efektif dalam pengadaan bahan baku agroindustri gelatin guna menunjang sertifikasi mutu. 6. Analisis kinerja kelembagaan penyediaan bahan baku agroindustri gelatin untuk mengetahui kinerja kelembagaan tersebut serta kekurangan dan kelebihannya dengan DEA. 7. Tahap analisis finansial pengembangan agroindustri gelatin dengan sertifikasi mutu halal yang dapat diimplementasikan oleh investor agroindustri gelatin dengan bahan baku kulit sapi. 8. Pemodelan sistem pendukung pengambilan keputusan guna membantu pemangku kepentingan dalam mengimplementasikan sistem kelembaggan pasokan bahan baku agroindustri gelatin.

84 57 9. Verifikasi dan validasi model menggunakan pendapat pakar untuk mengetahui kebenaran sistem dan mendapatkan keabsahan dan keyakinan bahwa model mampu bekerja sesuai kebutuhan pengambil keputusan. Mulai Studi pustaka Formulasi tujuan penelitian Analisis Analisis kebutuhan Kebutuhan pengguna Identifikasi sistem Formulasi masalah pengembangan industri gelatin Analisis sistem kelembagaan sertifikasi halal Analisis sistem kelembagaan penyediaan bahan baku Analisis sistem pasokan dan pemasok bahan baku kulit sapi Strukturisasi sistem kelembagaan pemasok bahan baku Strukturisasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin ISM Formulasi strategi pengembangan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku AHP Pemilihan model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku MPE Analisis efisiensi kinerja model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin DEA Analisis potensi bahan baku dan rancangan skala kelayakan usaha industri gelatin -----Analisis finansial Kesimpulan dan saran Gambar 5 Tahapan penelitian rekayasa sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin dari kulit sapi split

85 58 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari tanggal 1 Agustus 2008 sampai dengan 30 Juli Penelitian dilakukan di Jabodetabek, Jawa Barat dan Jawa Tengah terkait dengan potensi penyediaan bahan baku agroindustri gelatin dan industri penyamakan kulit yang terdapat di Jawa Barat. Penelitian terutama dilakukan pada beberapa rumah pemotongan hewan yaitu RPH Cakung, RPH Kabupaten dan Kota Bandung. RPH Semarang dan industri penyamakan kulit (PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery) yang ada di Jawa Barat. Teknik Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari survai lapang dengan melakukan wawancara mendalam dan pengisian kuesioner dengan pelaku terkait dan pakar. Pakar yang dimaksud adalah seseorang yang memiliki tingkat pengetahuan dan kemampuan mengaplikasikan pengetahuan yang dimilikinya (Hart 1986) dan didasarkan atas pertimbangan dan kriteriakriteria antara lain; 1) Keberadaan responden dan keterjangkauan serta kesediaan untuk diwawancarai, 2) Mempunyai reputasi, kedudukan dan telah menunjukan kredibilitasnya sebagai ahli, 3) Telah berpengalamaqn dibidangnya (Machfud, 2001) Beberapa pakar yang dilibatkan dalam penelitian ini berasal dari dua orang dari praktisi agroindustri gelatin, dua orang peneliti agroindustri gelatin dari Badan Pengkajian dan Pengembangan Teknologi (BPPT), tiga orang pemerhati agroindustri gelatin dari Perguruan Tinggi, dan satu orang dari LPPOM-MUI. Pelaku-pelaku yang terkait dengan pasokan bahan baku yang digunakan sebagai responden dalam penelitian ini meliputi peternak sapi, Rumah Pemotongan Hewan (RPH), pengepul kulit sapi, dan industri penyamakan kulit. Data sekunder diperoleh melalui instansi terkait dan publikasi dari lembaga-lembaga yang relevan dengan penelitian ini. Data dan informasi yang dikumpulkan dalam penelitian ini mencakup beberapa hal sebagai berikut :

86 59 1. Pengumpulan data dan informasi untuk analisis sistem dilakukan wawancara mendalam dan pengisian kuesioner dengan stakeholder yang terkait dan pakar. Pengumpulan data dan informasi ini dilakukan untuk memperoleh data dan informasi tentang permasalahan dan kebutuhan pengembangan agroindustri gelatin. 2. Pengumpulan data dan informasi tentang pelaku penyediaan bahan baku gelatin yang potensial dilakukan melalui wawancara mendalam (indepth interview) dengan pakar dari akademisi, praktisi dan peneliti yang dipilih secara purposive yang dapat mewakili semua kepentingan (expert survey). Pakar yang diwawancarai dipilih berdasarkan kriteria sebagai berikut: (a) memiliki reputasi dalam domain pengetahuan yang diperlukan. (b) memiliki kedudukan sebagai perencana dan pengambil keputusan sehingga memiliki pengetahuan struktur sistem. (c) telah berpengalaman dibidangnya. (memiliki kemampuan berkomunikasi dan bersedia diwawancarai). Pengumpulan data dan informasi dilakukan untuk memperoleh kumpulan pendapat tentang penentuan bobot, kriteria dan alternatif dalam penentuan agroindustri potensial. 3. Pengumpulan data dan informasi yang berkaitan dengan strukturisasi sistem kelembagaan dilakukan melalui survey pakar (expert survey). Pengumpulan data dan informasi ini dilakukan untuk memperoleh kumpulan pendapat tentang interaksi antar sub elemen dalam suatu elemen sistem. Data dan informasi tersebut digunakan untuk menentukan sub elemen kunci dari masing-masing elemen serta kekuatan pendorong (driver power) dalam elemen sistem tersebut. 4. Data penyediaan bahan baku agroindustri gelatin diperoleh melalui survey terhadap pedagang/pemasok bahan baku agroindustri gelatin yang berada di Jabodetabek, Jawa Barat dan Jawa Tengah.

87 60 Metode Analisis Data Data dan informasi hasil survey lapang dan pendapat pakar diolah sesuai dengan rancangan metode yang digunakan. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pemodelan dan strukturisasi sistem kelembagaan penyediaan bahan baku agroindustri gelatin untuk menjamin mutu produk sesuai sertifikasi halal dilakukan dengan menggunakan teknik Interpretive structural modelling (ISM), dengan agregasi pendapat pakar dilakukan dengan metode mean atau modus. 2. Analisis pemilihan model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin yang potensial dilakukan dengan menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE). Agregasi pendapat pakar dilakukan dengan metode rata-rata. 3. Analisis pengukuran kinerja kelembagaan penyediaan bahan baku gelatin dilakukan dengan menggunakan metode DEA (Data Envelopment Analysis), dengan satu output yaitu peningkatan kepuasan pelanggan. Kemudian agregasi pendapat pakar dilakukan dengan rata-rata. 4. Analisis sensitifitas kelayakan usaha agroindustri gelatin untuk menjamin mutu produk dengan skala sesuai dengan potensi bahan baku kulit sapi split yang tersedia dalam sistem kelembagaan optimal menggunakan metode analisis finansial agroindustri gelatin yang diintegrasikan pada industri penyamakan kulit. 5. Metode penyusunan strategi pengembangan agroindustri gelatin yang terintegrasi pada industri penyamakan kulit dan strategi pengembangan model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin dilakukan dengan AHP. 6. Analisis sistem kelembagaaan pasokan bahan baku yang berjalan saat ini dilakukan dengan analisis deskriptif.

88 61 Verifikasi dan Validasi Model Kredibilitas sebuah model ditentukan oleh aksebilitas model dihadapan para pengguna atau pemangku kepentingan. Penerimaan sebuah model oleh pengambil keputusan sebagai pengguna harus diuji melalui proses verifikasi dan validasi. Proses ini akan membuktikan kebenaran model dan penerimaan pengguna terhadap kemampuan dari model. Seluruh rangkaian dalam menghasilkan mulai dari pemuatan elemen sistem nyata, pembangunan logika dan penulisan kode komputer dengan bahasa pemrograman tertentu akan diperiksa konsistensinya terhadap konsep dan teori yang digunakan. Verifikasi dan validasi model adalah bagian esensial dari proses pengembangan model agar model diterima dan digunakan untuk mendukung pengambilan keputusan. Pertanyaan utama yang sering disampaikan kepada seseorang yang memperkenalkan sebuah model adalah keabsahan model sebelum diterapkan. Verifikasi adalah proses untuk menjamin bahwa model sudah bekerja dengan benar, sedangkan validasi adalah proses menjamin bahwa model memenuhi kebutuhan yang diharapkan dari segi metoda yang digunakan dan hasil yang diperoleh. Verifikasi dilakukan terlebih dahulu untuk mengetahui kebenaran kerja model, selanjutnya divalidasi untuk mengetahui kesesuaian model terhadap peruntukannya (Carson 2002). Penelitian dilaksanakan dengan pendekatan sistem untuk menghasilkan sebuah sistem penunjang keputusan. Tujuan dari verifikasi dan validasi adalah memeriksa kesesuaian model dengan teori-teori dan konsep-konsep yang diterapkan dengan sistem nyata. Verifikasi konseptual dilakukan untuk mendapatkan relevansi asumsi-asumsi dan teori-teori yang digunakan dalam memodelkan rantai pasok yang telah diwujudkan dalam bentuk persamaan ataupun pertidaksamaan. Teknik verifikasi yang digunakan adalah menelusuri apakah konsistensi pemakaian relasi dan fungsi pada model sesuai dengan aturan matematik dan menggambarkan fungsi dari variabel keputusan dalam bentuk grafik. Model yang telah melewati verifikasi secara teoritik dan konseptual diuji secara komputasional dengan perangkat komputer yang telah disiapkan menggunakan data dari obyek penelitian.

89 62 Menurut Carson (2002) menjelaskan beberapa teknik validasi model yang dapat digunakan dan penelitian ini menerapkan teknik face validity. Teknik face validity ini memungkinkan penelusuran model secara menyeluruh dan utuh sehingga konsistensi konsep dan kebutuhan pemangku kepentingan dapat dievaluasi secara bersamaan. Face validity dilaksanakan dengan cara bertanya kepada orang (pakar) yang mempunyai pengetahuan tentang gelatin dan manajemen pasokan bahan baku agroindustri gelatin serta sertikasi mutu gelatin mengenai kesesuaian model dan/atau prilakunya terhadap peruntukannya. Proses ini menggunakan rasionalisme dan empirisme berdasarkan pendapat seseorang ahli yang mengetahui tentang agroindustri gelatin. Rasionalisme adalah validasi dengan cara deduksi logika untuk menilai asumsi dari model sudah sesuai atau belum. Empirisme membutuhkan data empiris untuk menilai kesesuaian model dengan peruntukannya.

90 ANALISIS SITUASI PASOKAN BAHAN BAKU AGROINDUSTRI GELATIN Penelitian ini menganalisis sistem kelembagaan pasokan bahan baku kulit sapi yang digunakan untuk memproduksi gelatin guna memastikan asal usul dan proses pengadaan bahan baku tersebut telah memperoleh perlakukan yang memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan. Penelitian dilakukan pada industri penyamakan kulit PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery untuk mengkaji proses perlakukan kulit yang dihasilkan dari industri penyamakan kulit tersebut yang kemudian digunakan sebagai bahan baku agroindustri gelatin. Data yang dikehendaki adalah data potensi bahan baku, data ketersediaan bahan baku, data proses produksi kulit samak, data pengadaan kulit dan data distributor dan pemasok kulit sapi ke industri penyamakan kulit. Penelitian dilanjutkan untuk mengkaji pemasok kulit pada industri penyamakan kulit yaitu RPH (Rumah Pemotongan Hewan), pengumpul kulit sapi pada tingkat kelurahan, tingkat kecamatan dan tingkat propinsi. Data yang diinginkan dari kajian ini adalah data distribusi dan jumlah RPH yang tersedia di suatu wilayah, data proses pemotongan hewan di RPH terkait, data sertifikasi pelaku pemotongan hewan serta data keterkaitan antara suatu RPH dengan pengumpul kulit atau distributor kulit. Selain itu juga dikaji kelembagaan dari distributor dan pengumpul kulit yang ada saat ini serta cakupan untuk setiap pengumpul kulit dalam suatu wilayah (Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Tengah, atau Jawa Timur). Industri penyamakan kulit Industri penyamakan kulit di Indonesia memiliki sejarah panjang dengan para produsen dalam negeri yang sebagian besar menggunakan kulit sapi, kerbau, domba dan kambing dalam proses produksinya. Industri penyamakan kulit kelas menengah hingga besar berada di sejumlah daerah di seluruh pulau Jawa, termasuk Jakarta Raya, Jawa Barat (Cianjur dan Bandung), Jawa Tengah (Yogyakarta, Solo, Semarang) dan Jawa Timur (Malang, Pasuruan, Sidoarjo dan Surabaya); sementara penyamakan rumahan sebagian besar berada di Jawa Barat (Garut) dan Jawa Timur (Magetan). Data APKI (Asosiasi Penyamakan Kulit Indonesia) 2008 menyebutkan di Indonesia saat ini terdapat 70 industri 63

91 64 penyamakan kulit skala menengah dan besar, sementara skala industri rumahan sebanyak 400 unit usaha (Tabel 13). Tabel 13 Jumlah Industri Penyamakan kulit yang beroperasi di Indonesia Tahun Jumlah industri penyamakan kulit menengah-besar Jumlah penyamakan kulit rumahan Sumber: APKI, Kapasitas produksi pabrik kulit sapi 140 juta kaki persegi atau 5 juta lembar kulit sapi yang berarti 5 juta ekor per tahun. Dengan bobot rata-rata kulit sapi per lembar sebesar 20 Kg, maka diperlukan bahan kulit sapi sebesar 100 juta Kg per tahun. Jumlah hasil samping kulit dari proses split mencapai 11,5 % dari bahan baku kulit mentah yang diproses (Winter 1984), oleh karena itu akan tersedia bahan baku kulit sapi split sebesar ton per tahun di Indonesia. Industri penyamakan kulit yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery yang bergerak dalam bidang penyamakan kulit, khususnya kulit sapi dan kerbau. Industri ini terletak di Kampung Muhara Sarongge, Desa Citeureup Kecamatan Citeureup Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat. Bahan baku yang digunakan berupa kulit basah dan kulit awet garam yang berasal dari Jawa Barat yaitu; Bekasi, Bogor, Serang, Bandung, Jawa Tengah yaitu ; Semarang, dan Jawa Timur yaitu; Kediri. Bahan penolong atau pembantu yang digunakan antara lain : NaCl, Ca(OH) 2, NaHSO 3 /NaHSO 4, H 2 SO 4, HCOOH, chrom tanning, sulfiter fisionil/ sulfeter fisionil, oropon, sintar, minyak sintesistourel AA, minyak nabati (NFO) dan sulfeter. Kapasitas produksi pada umumnya tidak tetap, tergantung dari besarnya permintaan dan ketersediaan bahan baku. Rata-rata produksi dapat mencapai ton per bulan. Produk yang dihasilkan berupa kulit samak dengan jenis dan warna yang disesuaikan dengan permintaan konsumen. Pabrik ini mampu menghasilkan hampir semua jenis kulit samak.

92 65 Daerah pemasaran kulit jadi merupakan daerah pemasaran domestik dan ekspor. Daerah pemasaran domestik antara lain Bogor, Jakarta, Bandung, Tangerang, Bekasi, Majalaya, Cibubur. Pasar ekspor salah satunya adalah ke Jepang. Ketersediaan bahan baku kulit sapi split. Kulit sapi split merupakan kulit sapi yang dihasilkan dari proses pembelahan kulit menjadi dua bagian untuk mendapatkan ketebalan kulit yang diharapkan dalam proses penyamakan kulit di Industri penyamakan kulit. Proses spliting dilakukan setelah proses perendaman basa atau liming untuk mengembalikan kondisi kulit menjadi seperti semula dan proses penghilangan lemak. Adapun alur proses yang dilakukan oleh industri penyamakan kulit untuk mendapatkan kulit sapi split dapat dilihat pada Gambar 6. Kulit sapi awet garam Pencucian / penghilangan garam & kotoran Pemotongan ujung kulit (Trimming) Penghilangan bulu (Soaking) Perendaman Basa (Liming) Pencucian / Deliming Penghilangan lemak (Degressing) Pembelahan (spliting) Kulit sapi split Gambar 6 Diagram alir proses pembuatan kulit sapi split di PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery. Dari proses ini rata-rata kulit sapi split yang dihasilkan adalah sebesar 20%-25% dari jumlah kapasitas bahan baku yang digunakan dalam industri penyamakan kulit. Oleh karena itu jika penggunaan bahan baku kulit sapi di

93 66 Industri penyamakan kulit PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery adalah sebesar 2-10 ton/hari, maka ketersediaan kulit sapi split adalah berkisar 500 Kg sampai dengan 2 ton/hari Berkaitan dengan mutu bahan baku gelatin proses kritis yang perlu diperhatikan dalam kegiatan ini adalah penggunaan bahan kimia dalam proses soaking atau penghilangan bulu. Karena proses ini biasanya menggunakan bahan kimia natrium sulfida yang sangat beracun. Oleh karena itu perlu diperhatikan proses deliming dan pencucian agar mendapatkan hasil yang baik. Rantai pasokan kulit Sapi Rantai pasokan kulit sapi dimulai dari peternak sampai pada industri penyamakan kulit. Pelaku rantai pasokan kulit tersebut disajikan pada Gambar 7. Peternak Pemeliharaan sapi Pedagang sapi Pembelian dan pengiriman sapi Rumah pemotongan Hewan (RPH) Pemotongan dan pemisahan kulit Pedagang Pengumpul Kulit Pengumpulan, penyimpanan dan penggaraman kulit sapi Agen/pedagang kulit Proses penggaraman, penyimpanan dan distribusi kulit sapi Industri penyamakan kulit Proses perendaman dan pemotongan kulit sapi menjadi split Industri gelatin Proses pembuatan gelatin dari kulit sapi split Gambar 7 Pelaku dan aktifitas rantai pasok kulit sapi (Hasil Survey) Peternak sapi merupakan pelaku yang berkepentingan dalam tata-laksana pemeliharaan dan budidaya ternak sapi. Perlakuan sapi pada saat dibudidayakan dapat mempengaruhi mutu kulit dilihat dari sisi industri penyamakan kulit. Peternak di pulau Jawa pada umumnya melakukan pemeliharaan sapi dengan cara

94 67 dikandangkan sehingga mutu kulit sapi lebih terjaga, sedangkan peternak dari luar pulau Jawa pemeliharaan sapi dilakukan dengan cara digembalakan (tidak dikandangkan) sehingga kulit menjadi kurang baik mutunya karena adanya tanda kepemilikan berupa cap dari setiap sapi peliharaan yang dapat menimbulkan kerusakan pada kulit. Mutu kulit sapi juga dapat dilihat dari kandungan benda asing yang menempel pada kulit seperti garam atau tanah. Hal ini disebabkan oleh cara penggaraman yang dilakukan oleh pengumpul kulit sapi yang tidak sesuai dengan prosedur penggaraman yang baik yaitu dengan cara mencampur garam dengan lumpur laut untuk mengurangi penggunaan jumlah garam. Pedagang sapi bertindak sebagai pembeli sapi dari peternak kemudian mengirimkan ke Rumah Pemotongan Hewan (RPH) untuk menjualnya atau melakukan pemotongan. Sebagian besar Rumah Pemotongan Hewan (RPH) tidak melakukan pembelian sapi tetapi hanya melakukan pemotongan sapi yang dibawa oleh pedagang sapi. Rumah Pemotongan Hewan (RPH) menyediakan tempat peristirahatan bagi sapi yang akan dipotong dan menyediakan tukang potong (penjagal). Setiap penjagal di RPH biasanya sudah mempunyai sertifikasi halal yang diberikan oleh LPPOM-MUI, sedangkan RPH sendiri secara institusi belum mempunyai sertifikasi halal dari LPPOM-MUI. Proses pengumpulan kulit dimulai dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH) karena proses pemisahan kulit sapi dengan daging sapi dilakukan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH). Pengumpul kulit sapi biasanya dilakukan oleh pedagang sapi atau penjagal sapi yang berperan sebagai pengumpul kulit sapi. Kulit sapi yang diperoleh di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) kemudian diawetkan dengan penggaraman. Pengawetan kulit dengan garam dilakukan pada kulit yang akan digunakan sebagai bahan kulit tersamak. Garam yang digunakan dalam pengawetan kulit adalah garam dapur, bukan garam murni, tetapi garam teknis yang berkadar 90%. Pengawetan kulit dengan garam dapat dibedakan menjadi dua cara, yaitu penggaraman basah (wet salting), dan penggaraman kering (dry salting). Proses pengawetan kulit dengan penggaraman basah dilakukan dengan merentangkan kulit yang telah dibersihkan pada lantai miring yang telah ditaburi garam dengan posisi bagian bulu di bawah, dan kemudian pada bagian daging ditaburi garam

95 68 sebanyak 30% dari berat basah. Selanjutnya, di atas kulit tersebut direntangkan lagi kulit dengan posisi bulu berada di bawah. Bagian daging yang menghadap ke atas ditaburi garam seperti yang telah dilakukan terhadap kulit yang sebelumnya, begitu seterusnya hingga mencapai tinggi satu meter. Kulit paling atas diletakkan sebagai penutup dengan posisi bagian bulu di atas, kemudian didiamkan selama satu malam. Pedagang kulit atau agen kulit biasanya bertindak sebagai pemasok bagi industri penyamakan kulit. Seorang agen kulit mendapatkan kulit dari beberapa pengumpul kulit yang terdapat di beberapa Rumah Pemotongan Hewan (RPH). Tindakan yang dilakukan oleh seorang agen kulit adalah melakukan penggaraman ulang terhadap setiap kulit yang diterima agar dapat disimpan lebih lama. Penaburan garam oleh agen adalah mengulangi penaburan garam semula sebanyak 20%. Kulit yang telah digarami dibiarkan selama beberapa hari, yakni dua hari sampai empat minggu agar supaya air hasil penggaraman mengalir. Setelah kadar air minimal tercapai, kulit dilipat dan disimpan hingga proses penyamakan. Tabel 14 Pemasok bahan baku kulit sapi PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery No I II Lokasi Jawa Barat Rumah Potong Hewan Asal Kulit Pasokan Perlakuan Pedagang Frekwensi (Minggu) Jumlah (ton) Total (ton/bl) H. Ruslan Cibinong 2-3 kali 4 48 Cakung Tangerang Hankam H. Asmuri Cakung 1 kali 4 16 Tangerang Proses garam tabur garam tabur lama Penyimpanan (hr) Jabotabek Gunawan Tangerang H.Yayat 2 kali 6-7 ton 56 7 Bogor Bandung Helmi Ciwastra H.Eman Serang Ahin Serang 1 kali 6 ton 24 Jawa Tengah Semarang Ismail Semarang + 1 kali 7 ton 28 Solo III Jaw Timur Kediri Abd Baqi Kediri + 1 kali 20 ton 80 Catatan: Hasil survey lapang. garam tabur garam tabur garam tabur Nama Pemasok Keterangan Pemasok Utama Pemasok tak tetap Pemasok Utama Pemasok tak tetap Pemasok tak tetap Pemasok tak tetap

96 69 Industri penyamakan kulit mendapatkan pasokan kulit dari beberapa agen kulit. Terdapat pemasok utama dan pemasok tak tetap di industri penyamakan kulit PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery. Pemasok utama dari Jabodetabek dilakukan oleh H. Ruslan dengan pasokan sebanyak empat ton setiap 2-3 kali/minggu. Agen kulit ini memperoleh kulit dari beberapa RPH di Jawa Barat yaitu RPH Cibinong, Cakung, Tangerang dan Hankam. Pemasok utama yang lain adalah Gunawan yang berasal dari Jabodetabek juga dengan jumlah pasokan 6-7 ton per minggu dua kali pasokan dengan total pasokan perbulan sebanyak 56 ton. Pemasok kulit bukan utama (pemasok tak tetap) berasal dari Bandung, Serang, Semarang dan Kediri. Rincian dari jumlah pasokan masing-masing dapat diperlihatkan pada Tabel 14. Dalam penyediaan bahan baku agroindustri gelatin perlu diperhatikan titik-titik kritis pada setiap tahapan rantai pasokan bahan baku agar mendapatkan standar mutu yang dikehendaki. Dalam mendapatkan titik kritis tersebut dapat dilakukan dengan standarisasi mutu tertentu misal standar halal atau dengan HACCP. Untuk memenuhi standar tersebut perlu diperhatikan proses, kandungan dan asal-muasal bahan baku. Selain itu dalam penyediaan bahan baku melibatkan berbagai tingkatan rantai pasok yang masing-masing memiliki proses dan tahapan yang berbeda, oleh karena itu untuk dapat mengantisipasi kejadian yang dapat menurunkan atau mengganggu proses jaminan mutu perlu mengidentifikasi setiap tindakan yang akan berpengaruh dalam proses jaminan mutu, sehingga akan diperoleh alternatif tindakan yang dapat dilakukan dalam mengatasi kondisi kritis tersebut. Titik kritis dalam proses pengadaan yang perlu diantisipasi adalah adanya kontaminasi pada bahan yang dapat menurunkan mutu dan adanya proses yang dapat merusak mutu. Titik titik kritis dari pasokan bahan baku agroindustri gelatin disajikankan pada Tabel 15.

97 70 Tabel 15 Titik-titik kritis proses penyediaan bahan baku gelatin dari kulit sapi. Tingkatan rantai Proses kritis pasokan bahan baku No pasok kulit terhadap mutu produk gelatin 1. Peternak sapi Penggunaan pakan sapi dan pakan tambahan serta obatobatan Tempat ternak sapi tidak campur dengan ternak yang tidak halal 2. Pedagang sapi Penggunaan suplemen makanan dan minuman pada ternak Penggunaan alat transportasi dan tempat peristirahatan sapi 3. Rumah Metode pemotongan sapi pemotongan hewan Penjagal telah tersertifikasi (RPH) Tempat peristirahatan sapi 4. Pengumpul kulit Proses penggaraman kulit Tempat penyimpanan kulit 5. Pedagang kulit /agen kulit 6 Industri penyamakan kulit 7 Agroindustri gelatin Alat transportasi kulit Proses penggaraman kulit Tempat penyimpanan dan proses penyimpanan kulit Proses pengumpulan kulit Proses penerimaan bahan baku Proses perendaman kulit Penggunaan bahan kimia Penggunaan bahan kimia Proses pembuatan gelatin Tindakan koreksi Jangan memerima pasokan sapi terhadap peternak yang belum teridentifikasi dengan baik Setiap pedagang sapi harus mendapat sertifikasi mutu terhadap dagangannya dan terdaftar sebagai pemasok sapi Setiap RPH atau TPH harus menggunakan penjagal yang bersertifikat Pengumpul kulit harus terdaftar dan tersertifikasi Tolak bahan baku kulit yang bukan dari agen yang telah mendapat persetujuan dari LPPOM MUI Identifikasi pemasok bahan kimia dan perketat proses penerimaan kulit sesuai standar mutu yang berlaku Bahan kimia diperoleh dari supplier yang bersertifikasi dan proses tidak menyalahi aturan mutu dan HACCP Peta jaringan pasokan bahan baku industri penyamakan kulit Peta jaringan pasokan bahan baku kulit sapi di PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery berasal dari berbagai daerah yaitu Jawa Tengah, Jawa Barat, Jabodetabek dan Jawa Timur. Pemasok kulit dari Jawa Tengah dilakukan oleh Ismail yang memasok kulit setiap minggu sekali sebanyak 28 ton per bulan. Kulit dari Jawa Tengah diperoleh dari RPH Semarang. Pemasok kulit dari Jawa Barat memperoleh kulit dari RPH Ciwastra Bandung dan RPH Serang. Pemasok kulit

98 71 dari RPH Ciwastra Bandung dilakukan oleh Helmi dengan pasokan sebanyak 24 ton per bulan dengan jadwal pasokan seminggu sekali. Pemasok kulit dari RPH Serang dilakukan oleh Ahim yang memasok kulit seminggu sekali dengan jumlah pasokan 24 ton per bulan. Pemasok kulit dari Jabodetabek mendapatkan kulit sapi dari RPH Cibinong, RPH Cakung, RPH Hankam dan RPH Tangerang. Pemasok kulit dari Jabodetabek dilakukan oleh H. Ruslan, H. Asmuri dan Gunawan. H. Ruslan dan Gunawan merupakan pemasok kulit utama yang memberikan pasokan kulit setiap minggu masing-masing dua kali dengan jumlah pasokan per bulan sebesar 48 ton dan 56 ton. H. Asmuri merupakan pemasok tidak tetap yang memasok kulit setiap minggu sekali dengan jumlah pasokan 16 ton per bulan. Pemasok kulit dari Jawa Timur dilakukan oleh Abdul Baqi dengan pasokan kulit sebesar 80 ton per bulan yang dilakukan dua kali seminggu. Kulit sapi dari Jawa Timur ini diperoleh dari RPH Kediri, dengan jenis sapi Brahman dan sapi Jawa. Selain itu jika pasokan bahan baku kurang mencukupi, PT. Muhara Dwitunggal Tanery juga mendapatkan pasokan kulit dari Luar Jawa seperti Kalimantan. Namun kendala pasokan kulit dari luar Jawa adalah mutu kulit yang kurang baik, sehingga pasokan kulit dari luar Jawa jarang dilakukan. Peta pasokan bahan baku kulit sapi di PT. Muhara Dwitunggal Tanery disajikan pada Gambar 8. RPH Semarang Jawa Tengah RPH RPH Semarang Solo RPH Ciwastra Bandung RPH Serang Jawa barat RPH Cibinong RPH Bogor RPH Cakung RPH Hankam Jabodetabek PT. Muhara Dwitunggal Laju Tanery Luar jawa Kulit impor (wet blue) RPH Tangerang RPH Kediri Jawa Timur Gambar 8 Peta pasokan bahan baku industri penyamakan kulit PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery (Hasil Survey).

99 72 Kelembagaan Sertifikasi Mutu Halal Analisis sistem kelembagaan pada sertifikasi mutu halal sangat penting dilakukan untuk mengetahui kondisi saat ini dari sistem kelembagaan jaminan mutu halal. Penentuan sistem kelembagaan yang tepat akan dapat mengatur penggunaan dan alokasi sumberdaya atau input kearah efisiensi yang tinggi, keadilan (fairness) kearah pembagian yang lebih merata dan aktifitas ekonomi dapat langgeng. Langkah awal guna mencapai efisiensi dalam alokasi sumberdaya secara optimal adalah perlunya pembagian pekerjaan sehingga setiap pekerjaan dapat dilaksanakan secara profesional dengan produktifitas yang tinggi. Peningkatan pembagian pekerjaan selanjutnya akan mengarah kepada spesialisasi ekonomi, sedangkan kelanjutan spesialisasi adalah peningkatan efisiensi dan produktivitas yang semakin tinggi. Setiap produsen harus memenuhi kebutuhan dan hak konsumen, termasuk konsumen Muslim. Memproduksi produk halal adalah bagian dari tanggungjawab perusahaan kepada konsumen muslim. Di Indonesia, untuk memberikan keyakinan kepada konsumen bahwa produk yang dikonsumsi adalah halal, maka perusahaan perlu memiliki Sertifikat Halal LPPOM MUI. Perusahaan yang telah mensertifikasikan halal untuk produknya dituntut menyiapkan suatu sistem untuk menjamin kesinambungan proses produksi halal secara konsisten. Sistem yang menjamin kesinambungan halal secara konsisten disebut Sistem Jaminan Halal (SJH). Sistem ini merupakan sebuah sistem yang mengelaborasikan, menghubungkan, mengakomodasikan dan mengintegrasikan konsep-konsep syariat Islam khususnya terkait dengan halal-haram, etika usaha dan manajemen keseluruhan, prosedur dan mekanisme perencanaan, implementasi dan evaluasinya pada suatu rangkaian produksi/olahan bahan yang akan dikonsumsi umat Islam. SJH dibuat untuk memperoleh dan sekaligus menjamin bahwa produk-produk tersebut halal. SJH dibuat sebagai bagian integral dari kebijakan perusahaan, bukan merupakan sistem yang berdiri sendiri. SJH sebagai sebuah sistem pada suatu rangkaian produksi. Konsep-konsep syariat dan etika usaha akan menjadi input utama dalam SJH yang senantiasa akan dijiwai dan didasari kedua konsep tersebut. Prinsip Sistem Jaminan Halal (SJH) pada dasarnya mengacu pada konsep Total Quality Management (TQM), yaitu sistem

100 73 manajemen mutu terpadu yang menekankan pada pengendalian mutu pada setiap lini. Sistem Jaminan Halal (SJH) merupakan bagian tidak terpisahkan dalam proses sertifikasi halal. Prosedur proses sertifikasi halal dapat dilihat pada Gambar 9. Dokumen SJH1 Pendaftaran Dolumen sertifikasi produk Audit produk Evaluasi audit Ya Tidak Audit memorandum bahan Fatwa ulama Sesuai Tidak Dokumen SJH2 Ya Sertifikat halal Gambar 9 Diagram alir proses sertifikasi halal di PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery (Hasil survey). Sistem Jaminan Halal (SJH) harus dipadukan dalam keseluruhan manajemen, yang berpijak pada empat konsep dasar, yaitu komitmen yang dapat memenuhi permintaan dan persyaratan konsumen, meningkatkan mutu produksi dengan harga yang terjangkau, produksi bebas dari kerja ulang, bebas dari penolakan dan penyidikan. Untuk mencapai hal tersebut perlu menekankan pada tiga aspek zero limit, zero defect dan zero risk. Dengan penekanan pada tiga zero tersebut, tidak boleh ada sedikitpun barang haram yang digunakan, tidak boleh ada proses yang menimbulkan keharaman produk, dan tidak menimbulkan resiko dengan penerapan ini. Oleh karena itu perlu adanya komitmen dari seluruh bagian organisasi manajemen, dimulai dari pengadaan bahan baku sampai distribusi

101 74 pemasaran. Sistem Jaminan Halal (SJH) berkembang karena kesadaran dan kebutuhan konsumen muslim untuk melindungi dirinya agar terhindar dari produk yang dilarang (haram) dan meragukan (syubhat) menurut ketentuan syariah Islam. Sistem jaminan Halal (SJH) dalam penerapannya harus diuraikan secara tertulis dalam bentuk Manual Halal yang meliputi lima aspek: 1) Pernyataan kebijakan perusahaan tentang halal (Halal policy) 2) Panduan halal (Halal Guidelines) 3). Sistem Organisasi Halal 4) Uraian titik kendali kritis keharaman produk 5) Sistem audit halal internal (LPPOM MUI, 2008). Manajemen halal merupakan organisasi internal perusahaan yang mengelola seluruh fungsi dan aktivitas manajemen dalam menghasilkan produk halal. Manajemen yang terlibat merupakan perwakilan dari manajemen puncak, Quality Assurance (QA)/Quality Control (QC), produksi, research and development (R & D), purchasing, PPIC serta pergudangan. Organisasi manajemen halal dipimpin oleh seorang Koordinator Auditor Halal Internal (KAHI) yang melakukan koordinasi dalam menjaga kehalalan produk serta menjadi penanggungjawab komunikasi antara perusahaan dengan LPPOM MUI. Struktur organisasi manajemen halal di PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery dapat dilihat pada Gambar 10. Direktur LP POM MUI Koordinator Auditor Halal Internal QA / QC Purchasing R & D Produksi Gudang Gambar 10 Struktur organisasi manajemen halal Divisi Gelatin di PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery (Hasil survey). Persyaratan, tugas dan wewenang auditor halal internal adalah sebagai berikut : 1. Persyaratan Auditor halal internal a. Karyawan tetap perusahaan bersangkutan b. Koordinator Tim Auditor halal internal adalah seorang muslim yang mengerti dan menjalankan syariat Islam.

102 75 c. Berada dalam lingkup Manajemen Halal. d. Berasal dari bagian yang terlibat dalam proses produksi secara umum seperti bagian QA/QC, R&D, Purchasing, Produksi dan Pergudangan. e. Memahami titik kritis keharaman produk, ditinjau dari bahan maupun proses produksi secara keseluruhan. f. Diangkat melalui surat keputusan pimpinan perusahaan dan diberi kewenangan penuh untuk melakukan tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan SJH termasuk tindakan perbaikan terhadap kesalahan sampai pada penghentian produksi atau penolakan bahan baku, sesuai dengan aturan yang ditetapkan LPPOM MUI 2. Tugas Tim Auditor halal internal secara umum a. Menyusun Manual SJH perusahaan b. Mengkoordinasikan pelaksanaan SJH c. Membuat laporan pelaksanaan SJH d. Melakukan komunikasi dengan pihak LPPOM MUI. 3. Uraian Tugas dan Wewenang Auditor halal internal berdasarkan fungsi setiap bagian yang terlibat dalam struktur manajemen halal: a. Manajemen puncak 1) Merumuskan kebijakan perusahaan yang berkaitan dengan kehalalan produk yang dihasilkan. 2) Memberikan dukungan penuh bagi pelaksanaan SJH di perusahaan. 3) Menyediakan fasilitas dan sarana yang dibutuhkan dalam pelaksanaan SJH. 4) Memberikan wewenang kepada koordinator auditor halal internal untuk melakukan tindakan tertentu yang dianggap perlu yang berkaitan dengan pelaksanaan SJH termasuk tindakan perbaikan terhadap kesalahan sampai pada penghentian produksi atau penolakan bahan baku, sesuai dengan aturan yang ditetapkan LPPOM MUI. b. Riset dan Pengembangan (R & D)

103 76 1) Menyusun sistem pembuatan produk baru berdasarkan bahan yang telah disusun oleh KAHI dan diketahui oleh LPPOM MUI 2) Menyusun sistem perubahan bahan sesuai dengan ketentuan halal. 3) Mencari alternatif bahan yang jelas kehalalalannya. 4) Melakukan komunikasi dengan KAHI dalam formulasi dan pembuatan produk baru. c. Pengendalian dan Pengawasan Mutu (Quality Assurance/ Quality Control) 1) Menyusun dan melaksanakan prosedur pemantauan dan pengendalian untuk menjamin konsistensi produksi halal. 2) Melaksanakan pemeriksaan terhadap setiap bahan yang masuk sesuai dengan sertifikat halal, spesifikasi dan produsennya. 3) Melakukan komunikasi dengan KAHI terhadap setiap penyimpangan dan ketidakcocokan bahan dengan dokumen kehalalan. d. Pembelian (Purchasing) 1) Menyusun prosedur dan melaksanakan pembelian yang dapat menjamin konsistensi bahan sesuai dengan daftar bahan yang telah disusun oleh KAHI dan diketahui oleh LPPOM MUI 2) Melakukan komunikasi dengan KAHI dalam pembelian bahan baru dan atau pemilihan pemasok baru. 3) Melakukan evaluasi terhadap pemasok dan menyusun peringkat pemasok berdasarkan kelengkapan dokumen halal e. Produksi (Production) 1) Menyusun prosedur produksi yang dapat menjamin kehalalan produk 2) Melakukan pemantauan produksi yang bersih dan bebas dari bahan haram dan najis. 3) Menjalankan kegiatan produksi sesuai dengan matrik formulasi bahan yang telah disusun oleh KAHI dan diketahui oleh LPPOM MUI. 4) Melakukan komunikasi dengan KAHI dalam hal proses produksi halal. Sistem audit internal merupakan sistem auditing yang dilakukan oleh perusahaan secara periodik untuk mengevaluasi pelaksanaan sistem jaminan halal.

104 77 Pelaksanaan auditing internal dilakukan oleh tim organisasi halal yang dikoordinir oleh Auditor internal halal. Tujuan dilaksanakannya audit internal antara lain: 1. Untuk memastikan konsistensi operasi untuk memelihara mutu halal suatu produk 2. Memperbaiki cara produksi dengan memperhatikan tahapan proses yang dianggap kritis bagi kehalalan produk 3. Menetapkan kerangka kerja untuk proses peningkatan mutu lebih lanjut 4. Mengevaluasi dan menetapkan secara jelas tanggungjawab dan wewenang dari personel kunci yang menentukan pada kegiatan produksi secara halal. Untuk mencegah terjadinya kesalahan dan penyimpangan dalam proses produksi halal, perusahaan perlu mengetahui dan menentukan titik-titik kritis keharaman produk. Titik kritis ini mengacu pada pedoman halal yang telah dibuat, yang mencakup bahan-bahan yang digunakan untuk berproduksi, serta tahapantahapan proses yang mungkin berpengaruh terhadap keharaman produk. Untuk menentukan titik-titik kendali kritis, harus dibuat dan diverifikasi bagan alir bahan, yang selanjutnya diikuti dengan analisa, tahapan yang berpeluang untuk terkena kontaminasi bahan yang menyebabkan haram. Dalam hal ini harus ada sistem yang dapat mendeteksi, dimana bahan haram berpeluang untuk mempengaruhi kehalalan produk. Tahapan berikut dapat digunakan untuk menyusun Haram Analysis Critical Control Point (HrACCP). 1) ditentukan dan diakses seluruh bahan yang haram dan najis 2) ditentukan titik-titik kendali kontrol 3) dibuat prosedur pemantauan 4) diadakan tindakan untuk mengoreksi 5) diadakan sistem pencatatan 6) dibuat prosedur verifikasi Kebijakan-kebijakan perusahaan tentang produksi halal secara operasional dirumuskan dalam Prosedur Pelaksanaan Baku (SOP). SOP tersebut menguraikan hal-hal atau tindakan-tindakan yang harus dilakukan oleh bagian operasional sesuai dengan bidangnya masing-masing. Misalnya SOP untuk R&D menguraikan prosedur perubahan formula, penggantian bahan, dan pengembangan produk. SOP untuk bagian purchasing akan menjelaskan ketentuan tentang penentuan supplier,

105 78 penggantian supplier, dan syarat-syarat kelengkapan order bahan, dsb. SOP untuk bagian QA/QC menguraikan tentang prosedur penggunaan bahan bahan, dst. Secara administratif, perusahaan harus mendisain suatu sistem administrasi terintegrasi yang dapat ditelusuri (traceable) dari pembelian bahan sampai dengan distribusi produk. Secara rinci administrasi yang terkait dengan SJH dimulai dari administrasi bagian pembelian bahan (Purchasing), penerimaan barang (Quality Control/QC), penyimpanan bahan (Warehousing/PPIC), Riset dan Pengembangan (R&D), Produksi / Operasi, Penyimpanan Produk (Finish Product) dan Distribusi. Secara skematik sistem administrasi yang terintegrasi disajikan pada Gambar 11. Produksi Pembelian Penerimaan Penyimpanan Pengolahan Penyimpanan Pengiriman Pengendalian mutu Penelitian dan Pengembangan Gambar 11 Rantai sistem administrasi SJH di PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery (Hasil Survey). Dari Gambar 11 terlihat bahwa proses administrasi dalam pembelian bahan perlu melakukan pengecekan terhadap bahan yang dibeli secara penelusuran bahan. Tetapi dari informasi ini belum diperoleh proses penelusuran dan sistem penelusuran yang dapat memudahkan pihak perusahaan untuk mendapatkan data dan informasi tentang bahan yang dibeli secara cepat. Oleh karena itu pelu adanya sistem kelembagaan penelusuran bahan baku yang dapat diintegrasikan dengan sistem SJH sehingga proses pengecekan pada saat pembelian bahan dapat dilakukan secara cepat dan tepat serta tidak menyalahi aturan sertifikasi halal. Analisis jaminan mutu pasokan bahan baku di beberapa agroindustri gelatin Agroindustri gelatin lain yang disurvey adalah agroindustri gelatin yang berada di Pandaan Jawa Timur. Industri ini menggunakan bahan baku tulang sapi, sehingga gelatin yang dihasilkan juga merupakan gelatin halal. Kapasitas

106 79 produksi yang dimiliki oleh industri ini sebesar 1 ton/bulan, dengan rendemen sebesar rata-rata 10%, maka bahan baku tulang sapi yang dibutuhkan setiap bulannya adalah sekitar 10 ton. Dalam pengadaan bahan baku industri ini melakukan kerjasama dengan pemasok tulang yang berada di Jombang. Proses pengadaan bahan baku dilakukan dengan kontrak kerjasama dengan cara jual beli sesuai kualitas yang diharapkan dengan spesifikasi tulang dalam keadaan sudah dicacah dan dikeringkan. Pedagang tulang atau pemasok membeli tulang di pasar atau RPH dengan harga Rp 1000/Kg, kemudian pemasok melakukan pencacahan dan pengeringan dengan menggunakan alat yang sudah disediakan agroindustri gelatin, kemudian agroindustri gelatin membeli tulang yang sudah kering tersebut dengan harga Rp.3000/Kg. Industri ini tidak hanya menghasilkan gelatin, tetapi juga menghasilkan kolagen yang berasal dari tulang. Selain itu ampas tulang yang telah diekstrak akan mengasilkan phosfat yang digunakan sebagai campuran pakan ternak. Namun dengan berjalannya waktu proses pengadaan bahan baku ini mempunyai kendala kualitas yaitu pasokan tulang yang diberikan tidak memenuhi kualitas yaitu masih terdapat banyaknya kandungan lemak dalam tulang hasil pencacahan yang dilakukan oleh pemasok sehingga mempersulit proses produksi gelatin yang diharapkan sudah tidak ada lemak lagi dari tulang yang akan diproses sebagai bahan bakunya. Untuk menghindari hal ini berlanjut lagi proses penyiapan bahan baku dilakukan juga oleh agroindustri gelatin untuk mendapatkan spesifikasi tulang yang diharapkan yaitu tulang kering yang sudah dicacah lembut dengan tidak ada lemak didalamnya. Selain itu untuk meningkatkan pasokan tulang dari pemasok yang sesuai spesifikasi yang diharapkan agroindustri gelatin melakukan pelatihan dan penyediaan peralatan yang dapat digunakan oleh pemasok untuk melakukan proses awal penyediaan bahan baku. Agroindustri gelatin berikutnya yang dipelajari adalah industri Qinghai gelatin. Industri Qinghai Gelatin berada di Cina yang memproduksi gelatin dari berbagai bahan baku. Bahan baku untuk memproduksi gelatin halal berasal dari kulit sapi dan tulang sapi. Untuk memproduksi gelatin halal perusahaan tersebut telah memisahkan tempat dengan gelatin tidak halal. Adapun proses produksi

107 80 untuk mendapatkan mutu halal di agroindustri gelatin ini telah menggunakan aturan standar yang baku yang meliputi pengadaan bahan baku, penyimpanan bahan baku, dan proses produksinya. Rincian proses untuk mendapatkan produk gelatin halal tersebut adalah sebagai berikut: 1. Persyaratan umum dalam pembelian bahan baku: a. Berdasarkan persyaratan Islam dalam penyembelihan hewan, sebelum disembelih hewan harus dalam keadaan hidup, sehingga dapat dikatakan halal. Ketika bahan baku sampai ke pabrik harus ditentukan oleh pegawai yang profesional. b. Bahan baku halal yang dibeli tidak dibenarkan menggunakan alat transportasi yang kotor dan kebanyakan polusi. c. Penentuan bahan baku halal dilakukan oleh tiga orang, dua orang pegawai yang menguji bahan baku, satu berasal dari perusahaan gelatin, dan satunya lagi berasal dari pabrik pemasok bahan baku, dan seorang manajer bahan baku dari perusahaan yang harus bertanggung jawab untuk menandatangi dan memberikan stempel. Pengujian dapat dilakukan pada saat penimbangan dalam bongkar muat barang. Proses bongkar muat merupakan proses yang sangat ketat dan dapat tertumpuk setelah pemeriksaan mutu lebih lanjut. 2. Kondisi tempat bahan baku: a. Tidak boleh terpolusi kotoran b. Tidak boleh mengandung bahan pengotor lain c. Tempat harus dalam keadaan bersih (tidak terkena hujan) d. Harus tersedia wilayah bahan baku halal, dengan diberikan logo halal yang ditempelkan. Tempat harus bersih, setiap kotoran dan bahan baku tidak halal tidak boleh dicampur dalam bahan baku halal, jika hal ini ditemukan, maka semua bahan baku yang sudah terpolusi tersebut tidak digunakan untuk memproduksi produk halal. 3. Persyaratan air untuk membersihkan peralatan a. Harus air alami b. Air yang sudah digunakan sebelumnya tidak boleh untuk mencuci.

108 81 c. Air yang sudah terkena najis tidak boleh untuk mencuci alat. 4. Persyaratan membersihkan alat dari najis menurut Islam: a. Najis yang terlihat atau tidak harus dicuci b. Alat harus dicuci tujuh kali, yang salah satunya menggunakan campuran air dan tanah c. Pencucian pertama untuk menghilangkan adanya najis dengan menggunakan sedikit air dan tanah, air yang digunakan untuk pencucian awal tidak boleh digunakan lagi dan pencucian kedua dan selanjutnya dengan air yang tidak boleh digunakan lagi dan seterusnya. d. Banyaknya tanah yang digunakan untuk membersihkan alat bergantung pada perkiraan bahan padat yang terdapat pada kotoran. 5. Persyaratan proses produksi a. Pemandangan proses produksi harus bersih, tidak boleh ada tumpukan puing-puing. Dalam setiap bagian proses, dilarang ada barang yang tidak halal, lingkungan harus bersih dan sehat. Tumpukan bahan baku halal dilarang berserakan dimana-mana. b. Dalam setiap bagian proses, perlu menggunakan alat khusus dan tidak boleh dicampurkan dengan peralatan yang menggunakan bahan baku tidak halal. c. Seleksi bahan baku tahap kedua harus tertumpuk secara tertib dengan besar, sedang dan kecil. Pemandangan seleksi tahap dua harus menjaga kebersihan dan kesehatan. d. Setelah mengurutkan tumpukan bahan baku, tempat penumpukan harus diberi logo halal, dan tidak boleh digunakan untuk menumpuk bahan tidak halal. Dari kedua agroindustri gelatin tersebut dapat disimpulkan bahwa agroindustri gelatin yang terdapat di Pandaan Jawa Timur, lebih mementingkan pemberdayaan pedagang pemasok dalam usaha untuk mendapatkan pasokan bahan baku gelatin dari tulang sapi karena adanya spesifikasi yang harus dipenuhi agar proses produksi dapat dilakukan secara lebih efisien, sedangkan agroindustri gelatin Qinghai yang berada di Cina lebih menekankan pada usaha penjaminan

109 82 mutu secara internal dalam perusahaan untuk mendapatkan pasokan bahan baku yang bermutu sesuai standar yang telah ditentukan. Permasalahan kelembagaan jaminan mutu pasokan agroindustri gelatin Untuk membangun sebuah struktur kelembagaan agroindustri gelatin diperlukan beberapa aktor yang berperan. Setiap aktor yang berperan memiliki kebutuhan masing-masing. Oleh karena itu perlu dilakukan identifikasi kebutuhan setiap pelaku atau institusi yang terlibat dan berkepentingan dalam sistem. Berdasarkan hasil kajian, komponen pelaku atau institusi yang terlibat beserta dengan kebutuhannya dalam rekayasa sistem kelembagaan agroindustri gelatin adalah sebagai berikut: a) Peternak Keuntungan memadai Harga sarana produksi tidak berfluktuasi Harga produk peternakan yang stabil dan wajar Kemudahan dalam pemasaran produk peternakan Kemudahan memperoleh modal dengan kredit dari lembaga keuangan Tersedianya teknologi budidaya dan pascapanen yang terjangkau Terkendalinya risiko penyakit pada ternak yang dipelihara b) Pedagang kulit (pengepul) Kemudahan memperoleh informasi pasar Kestabilan harga Keuntungan yang optimal Kontinuitas pasokan bahan baku terjamin Terkendalinya risiko transportasi c) Rumah Pemotongan Hewan Tersedianya sarana dan prasarana yang bersertifikat Kemudahan akses teknologi Kemudahan akses informasi harga dan sarana produksi Kemudahan melakukan koordinasi pedagang dan pemasok sapi Tersedianya SDM yang paham tentang pemotongan hewan yang benar d) Industri penyamakan kulit

110 83 Keuntungan yang memadai Pengembalian atas investasi yang tinggi Terjaminnya bahan baku kulit sapi Pangsa pasar meningkat Ketersediaan informasi asal-usul bahan baku Ketersediaan bahan baku yang berkelanjutan dan bermutu Terjaminnya pemasaran produk e) Agroindustri gelatin Ketersediaan bahan baku yang berkesinambungan dan bermutu Harga bahan baku yang stabil dan dapat diprediksi Tercapainya target produksi Keuntungan yang memadai Pengembalian investasi yang tinggi Pangsa pasar meningkat Iklim usaha yang baik Terjaminnya pemasaran produk f) Konsumen Kemudahan akses produk yang bermutu Kestabilan harga produk Pasokan produk yang stabil Kemudahan akses informasi pasar dan produk Produk tersedia dengan kuantitas dan mutu yang cukup g) Lembaga keuangan Peningkatan jumlah nasabah Pengembalian kredit lancar Mendapatkan kepastian usaha pemberian kredit Minimnya risiko kredit macet Peningkatan penyaluran dana dalam sektor usaha produktif Terjaminnya pengembalian investasi yang ditanam h) Pemerintah pusat/daerah Peningkatan lapangan kerja dan kesempatan berusaha

111 84 Tercipta iklim investasi agroindustri yang kondusif Peningkatan pendapatan asli daerah Peningkatan mutu produk dan komoditas Peningkatan daya saing produk agroindustri Peningkatan produktivitas petani i) Perguruan Tinggi / Lembaga Penelitian Tersedianya sarana untuk melakukan penelitian Kemudahan akses informasi Peningkatan daya saing produk agroindustri Kemudahan akses teknologi Permasalahan yang sering muncul dalam rekayasa sistem kelembagaan pasokan bahan baku agroindustri gelatin untuk menjamin mutu produk adalah konflik kepentingan antar aktor atau pelaku yang terlibat. Hal ini karena terjadinya ketidakseimbangan dalam pemenuhan kebutuhan masing-masing aktor. Adapun rincian dari permasalahan tersebut adalah Informasi asal usul bahan baku kurang memadai sehingga mutu bahan baku tidak terjamin kehalalannya, Kinerja kelembagaan pasokan bahan baku agroindustri gelatin belum terjalin dengan baik sehingga setiap pelaku mempunyai keinginan untuk mengejar keuntungan yang besar, sumberdaya manusia (SDM) pada Rumah Pemotongan Hewan (RPH) belum bersertifikat sehingga proses pemotongan hewan belum terjamin kehalalannya. Posisi tawar peternak kecil dalam penentuan harga kulit sapi sangat rendah karena kurangnya akses informasi pasar. Selain itu Belum berkembangnya kesadaran peternak dalam berorganisasi dan bermitra dengan pihak lain dalam meningkatkan taraf hidup dan peningkatan sumberdaya manusia sehingga belum memberlakukan proses manajemen usaha secara efektif. Belum tersedianya dukungan infrastruktur yang memadai berupa Rumah Pemotongan Hewan (RPH) yang bersertifikat. Keterbatasan modal dan kesulitan petani mendapatkan kredit komersial, karena usaha pertanian dan agroindustri dianggap memiliki risiko yang relatif tinggi sehingga menyebabkan peran lembaga keuangan belum beroperasi secara optimal dalam menunjang pengembangan agroindustri.

112 PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model Rekayasa sistem kelembagaan penelusuran pasokan bahan baku agroindustri gelatin untuk menjamin mutu produk melibatkan berbagai pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda, bersifat dinamis, komplek dan probabilistik. Untuk memecahkan permasalahan tersebut dapat dilakukan dengan pemodelan sistem. Sistem hasil pemodelan dirancang dalam bentuk perangkat lunak sistem pendukung pengambilan keputusan yang diharapkan dapat digunakan sebagai alat bantu pengambilan keputusan dalam manajemen pasokan bahan baku kulit sapi untuk agroindustri gelatin guna meningkatkan dan menjamin mutu produk gelatin khususnya yang berkaitan dengan jaminan mutu halal. Model sistem penunjang keputusan penelusuran pasokan bahan baku gelatin diimplementasikan dengan bahasa visual agar memudahkan pemangku kepentingan dalam menggunakan sistem tersebut. Model sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin terdiri dari tiga komponen utama yaitu sistem manajemen basis model, sistem manajemen basis data, dan sistem manajemen dialog. Adapun konfigurasi dari model sistem penunjang keputusan penelusuran jaminan mutu bahan baku agroindustri gelatin dapat dilihat pada Gambar

113 86 Data Model Sistem Manajemen Basis Data Data elemen kelembagaan pasokan bahan baku kulit Data proses dan kelembagaan sertifikasi halal Data analisa finansial dan proses produksi gelatin Data kendala dan konflik antar pelaku pasokan bahan baku halal Data strategi kelembagaan pasokan bahan baku Sistem Manajemen Basis Model Model kelembagaan pasokan bahan baku halal (ISM) Model analisa finansial agroindustri gelatin Model pemilihan struktur kelembagaan optimal (MPE+DEA) Model formulasi strategi kelembagaan pasokan bahan baku halal dan pengembangan agroindustri gelatin (AHP) Sistem pengolah terpusat Sistem manajemen dialog Pengguna Gambar 12 Konfigurasi sistem penelusuran pasokan bahan baku agroindustri gelatin Sistem Manajemen Basis Model Sistem manajemen basis model kelembagaan penelusuran jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin terdiri dari empat model yaitu model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku kulit sapi, model pemilihan bentuk struktur kelembagaan optimal, dan model penentuan strategi kelembagaan sistem jaminan mutu, model analisa finansial pengembangan agroindustri gelatin dari kulit dengan standarisasi mutu halal dan pengembangan agroindustri gelatin yang menjamin mutu produk.

114 87 Model Kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku Model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku kulit sapi digunakan untuk mendapatkan elemen dan subelemen kunci dalam rekayasa sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin. Untuk memodelkan kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin digunakan metode ISM. Metode tersebut, mengkaji bentuk keterkaitan antar elemen dan sub-elemen dalam sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin. Elemen yang dianalisis adalah lembaga yang terkait pada pengembangan sistem jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin, aktifitas yang perlu dilakukan dalam sistem jaminan mutu, perubahan yang dimungkinkan dalam sistem, tujuan dan kendala dalam sistem dan tolok ukur untuk menilai keberhasilan sistem. Sub-elemen dari tiap elemen dianalisis dan diuraikan sesuai kebutuhan dan formulasi permasalahan. Pada metode ISM pengguna diberi kebebasan dalam menentukan jumlah dan nama sub-elemen untuk setiap elemen yang dikaji. Proses interaksi dilakukan untuk mengetahui hirarki dan klasifikasi setiap sub-elemen. Proses perbandingan antar sub-elemen dilakukan oleh pakar. Pakar yang digunakan dalam model ini adalah praktisi agroindustri gelatin, peneliti dan akademisi. Secara keseluruhan diagram alir model kelembagaan sistem jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin dapat ditunjukkan pada Gambar 13.

115 88 Mulai Input jumlah elemen, dan jumlah sub elemen Input elemen, dan sub elemen Penilaian hubungan kontekstual subelemen setiap elemen oleh beberapa pakar Agregasi penilaian pakar Perhitungan matriks SSIM setiap elemen Perhitungan matriks RM setiap elemen Tidak Transitif? Ya Modifikasi matriks SSIM Pembentukan Matriks RM gabungan Strukturisasi dan penentuan kategori sektor subelemen Penentuan sub elemen kunci Struktur kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku Selesai Gambar 13 Diagram alir model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku kulit sapi untuk agroindustri gelatin Model Strategi Kelembagaan Jaminan Mutu Pasokan Bahan Baku Model penentuan strategi kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin digunakan untuk memilih strategi yang tepat dalam

116 89 mengimplementasikan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan dan penelusuran bahan baku agroindustri gelatin. Model strategi kelembagaan dikembangkan menggunakan metode AHP (Analytical Hierarchy Process). Goal dari model ini adalah pemilihan strategi pengembangan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin. Dengan actor model adalah rumah pemotongan hewan (RPH), pedagang sapi, agen atau pemasok kulit sapi, industri penyamakan kulit, lembaga perbankan dan pemerintah pusat atau daerah. Tujuan dari model adalah meningkatnya kepastian asal-usul dan jaminan mutu bahan baku kulit sapi, meningkatnya mutu bahan baku kulit sapi dan produk gelatin, mempermudah pengurusan label mutu halal, tercipta agroindustri gelatin yang berkelanjutan, meningkatnya diversifikasi produk dari kulit sapi, dan meningkatnya kepercayaan konsumen terhadap mutu produk gelatin. Kriteria yang digunakan dalam pemilihan strategi dalam model ini adalah informasi mutu bahan baku dan produk mudah diakses, jaminan mutu bahan baku dan produk, jaminan informasi mutu bahan baku, proses pengurusan setifikasi mutu lebih mudah, meningkatnya minat investor, meningkatnya lapangan kerja dan meningkatnya kepercayaan konsumen. Alternatif strategi dalam model adalah 1) pengembangan sistem informasi penelusuran mutu bahan baku, 2) pembuatan peraturan pemerintah pusat ataupun daerah tentang aplikasi mutu halal, 3) pemberdayaan setiap pelaku rantai pasok dalam mengontrol mutu halal, 4) integrasi industri hulu-hilir dalam aplikasi manajemen mutu, 5) kelembagaan independen proses dan sertifikasi jaminan mutu halal. Diagram alir dari model strategi kelembagaan sistem jaminan mutu pasokan dapat dilihat pada Gambar 14.

117 90 Mulai Penyusunan Struktur hierarki: Tujuan, aktor, faktor, alternatif strategi kelembagaan pasokan bahan baku Penilaian perbandingan setiap elemen oleh beberapa pakar Perhitungan perkalian baris Perhitungan vektor prioritas Perhitungan nilai eigen maksimum Perhitungan indeks konsistensi dan ratio konsistensi Cek konsistensi Tidak Penyusunan matrik gabungan penilaian pakar Hitung indeks konsistensi dan ratio konsistensi gabungan Tidak Cek konsistensi gabungan Tampilkan alternatif prioritas Selesai Gambar 14 Diagram alir strategi kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin Model Pemilihan Bentuk Kelembagaan Jaminan Mutu Model pemilihan bentuk kelembagaan optimal digunakan untuk memilih bentuk kelembagaan sistem jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin yang optimal dan sesuai dengan kondisi nyata di lapangan. Model ini menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE). Diagram alir dari model ini disajikan pada Gambar 15.

118 91 Mulai Tentukan alternatif dan kriteria Tentukan pakar Input penilaian setiap pakar Input bobot kriteria Hiung nilai alternatif Lengkap? Hitung agregasi nilai alternatif Tampilkan alternatif pilihan Selesai Gambar 15 Diagram alir pemilihan struktur kelembagaan optimal jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin Model Analisis Finansial Pengembangan Agroindustri Gelatin Setelah diperoleh model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku, maka kemudian dianalisis kelayakan finansial dari pengembangan agroindustri gelatin dengan dukungan kelembagaan tersebut. Model analisa finansial pengambangan agroindustri gelatin digunakan untuk mengetahui tingkat keuntungan usaha agroindustri gelatin dari kulit sapi split yang diintegrasikan pada industri penyamakan kulit.

119 92 Mulai Biaya tetap : 1. Tanah dan bangunan 2. sarana dan prasarana 3. Alat dan mesin pengolahan Biaya variabel : 1. Biaya bahan baku 2. Biaya bahan pembantu 3. biaya utilitas Target produksi Skenario model kelayakan: 1. Dept Equity ratio (DER), harga jual 2. Tenggang waktu pengembalian pinjaman 3. Suku bunga, bagi hasil 4. Harga bahan baku 5. Harga produk 6. Rendemen produk Asumsi asumsi: 1. Umur proyek 2. Kapasitas produksi efektif Hitung: 1. Biaya penyusutan 2. Biaya pemeliharaan dan asuransi Hitung: 1. Rugi-laba 2. Arus kas (Cash-flow) Hitung: 1. Keuntungan bersih 2. NPV, Net B/C, IRR 3. Pay Back period (PBP) Hitung sensitifitas: 1. Harga bahan baku naik 2. Harga produk turun 3. Harga bahan baku naik dan harga produk turun Cetak kelayakan finansial Selesai Gambar 16 Diagram alir analisis finansial pengembangan agroindustri gelatin Selain itu model analisa finansial juga digunakan untuk mengetahui nilai investasi dan modal yang digunakan serta tingkat sensitifitas investasi dengan skenario penurunan dan peningkatan harga bahan baku, bahan penunjang dan penurunan harga produk gelatin. Diagram alir model analisa finansial dapat dilihat pada Gambar 16.

120 93 Sistem Manajemen Basis Data Sistem manajemen basis data digunakan untuk memasukan, menyimpan dan memperbaharui data yang digunakan dalam sistem pendukung pengambilan keputusan jaminan mutu pasokan bahan baku kuliut sapi untuk agroindustri gelatin. Sistem manajemen basis data terdiri dari lima subsistem basis data yaitu data kelembaggan sertifikasi dan jaminan mutu, data persyaratan dan proses srtifikasi mutu halal, data nalisa keuangan dan proses produksi gelatin, data elemen dan sub elemen kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku, dan data strategi kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku. Data kelembagaan sertifikasi mutu Data kelembagaan sertifikasi mutu digunakan untuk menginputkan, menyimpan dan mengupdate data-data yang berkaitan dengan kelembagaan sertifikasi mutu yang meliputi data pelaku kelembagaan sertifikasi mutu yang ada saat ini, data proses dan persyaratan sertifikasi mutu yang ada saat ini yang berkaitan dengan bahan baku dan produk agroindustri serta data persyaratan sertifikasi mutu bahan baku. Data ini digunakan dalam model pemilihan bentuk struktur kelembagaan sistem jaminan mutu bahan baku agroindustri gelatin yang optimal. Data proses sertifikasi halal Data proses sertifikasi mutu halal digunakan untuk menginputkan, menyimpan dan mengupdate serta menampilkan data yang berkaitan dengan proses sertifikasi halal yang meliputi data persyaratan sertifikasi halal, data proses dan langkah-langkah sertifikasi halal, data pelaku yang bertanggungjawab terhadap sertifikasi halal dan data dokumentasi yang digunakan dalam proses pelabelan sertifikasi halal. Data ini digunakan untuk menganalisa kelembagaan proses setifikasi mutu halal sehingga diperoleh gambaran kendala dan kemungkinan rekayasa sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin untuk memenuhi sertifikasi halal. Data proses produksi dan analisis finansial agroindustri gelatin Data proses produksi dan analisis finansial agroindustri digunakan untuk menginputkan, menyimpan dan mengupdate data yang digunakan dalam model

121 94 analisis finansial agroindustri gelatin yang meliputi data investasi, data proses produksi dan peralatan produksi, data asumsi-asumsi analisis finansial, data bahan baku dan bahan pendukung serta data kapasitas produksi dan rendemen produk. Data asumsi yang digunakan dalam analisis finansial meliputi data bunga bank, data umur proyek, data sumber investasi dan data nilai penyusutan. Data elemen kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku Data elemen kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku digunakan untuk menginputkan, menyimpan dan mengupdate data elemen dan suelemen serta nilai perbandingan kontekstual subelemen oleh pakar dalam model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin. Data yang disimpan dalam basis data ini adalah data subelemen kunci dari setiap elemen kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku, data sektor setiap subelemen dan data struktur elemen kunci kelembagaan. Data strategi kelembaggan jaminan mutu pasokan bahan baku Data strategi kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin merupakan basis data yang digunakan untuk menyimpan, mengupdate dan menginputkan data penilaian pakar dalam model strategi kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin. Disamping itu data yang disimpan adalah struktur AHP dengan tingkat (level) target, pelaku, tujuan, kriteria dan alternatif, serta nilai bobot dari setiap level struktur tersebut. Sistem Manajemen Dialog Sistem manajemen dialog merupakan sistem yang dirancang untuk mempermudah melakukan interaksi antara sistem yang dimodelkan dengan program komputer dengan pengguna (user). Pengguna dapat menginputkan data dan atau pilihan skenario untuk mendapatkan output keluaran yang diharapkan dari hasil pengoperasian model. Output dari model dapat berupa informasi atau data yang berkaitan dengan pasokan bahan baku agroindustri gelatin untuk menjamin mutu produk. Untuk memudahkan interaksi dengan pengguna, maka sistem manajemen dialog dirancangan dengan menggunakan bahasa visual dengan diberikan menu-menu pilihan yang berkaitan dengan model sistem kelembagaan, model analisa finansial dan model pengukuran kinerja kelembagaan.

122 KELEMBAGAAN JAMINAN MUTU PASOKAN BAHAN BAKU AGROINDUSTRI GELATIN Strukturisasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku Strukturisasi elemen sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin menggunakan pendekatan teknik Interpretive Structure Modeling (ISM). Proses strukturisasi dilakukan berdasarkan hasil konsultasi terhadap beberapa pakar dari beberapa pihak yang terlibat dalam pengembangan agroindustri gelatin. Pihak-pihak yang dilibatkan dalam analisis struktur kelembagaan dengan ISM ini adalah pakar dari perguruan tinggi, pakar dari industri penyamakan kulit, pakar dari agroindustri gelatin, pakar dari lembaga sertifikasi mutu dan pakar dari lembaga penelitian dan pengembangan yang sedang melakukan penelitian gelatin, serta pakar dari industri penyamakan kulit (Lampiran 1). Untuk menstrukturisasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin, elemen-elemen sistem yang dikaji dalam penelitian ini adalah: 1) elemen tujuan dari sistem, 2) elemen kendala utama dari sistem, 3) elemen tolok ukur keberhasilan implementasi sistem, 4) perubahan yang dimungkinkan dalam implementasi sistem, 5) elemen aktivitas utama yang perlu dilakukan dalam sistem dan 6) elemen pelaku sistem kelembagaan. Dari keenam elemen sistem tersebut masing-masing elemen yang dikaji dijabarkan lagi menjadi sejumlah sub-elemen sistem dengan berdasarkan pendapat pakar. Selanjutnya dilakukan penilaian hubungan kontekstual antar sub-elemen pada setiap elemen dalam sistem yang hasilnya dirangkum dalam bentuk Structural Self Interaction Matrix (SSIM). Kemudian dibuat tabel Reachability Matrix (RM) dengan mengganti empat simbol (V, A, X, O) yang digunakan untuk mewakili tipe hubungan yang ada antara dua elemen dari sistem menjadi bilangan 1 dan 0. a) Struktur Elemen Tujuan Sistem Elemen tujuan dalam sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin berdasarkan hasil kajian mendalam dengan pakar diperoleh 13 sub-elemen yaitu: T1) Memperoleh kepastian asal usul dan jaminan 95

123 96 mutu bahan baku, T2) Meningkatkan kepercayaan konsumen, T3) Meningkatkan mutu bahan baku dan produk, T4) Mempermudah pengurusan label standarisasi halal, T5) Mempermudah penelusuran asal usul bahan baku, T6) Mewujudkan agroindustri gelatin yang berkelanjutan, T7) Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya mutu produk, T8) Meningkatkan harga produk dengan jaminan mutu, T9) Meningkatkan kegiatan perekonomian daerah, T10) Meningkatkan minat investor terhadap agroindustri gelatin, T11) Informasi mutu mudah diakses masyarakat, T12) Pelaku usaha lebih mengedepankan mutu dalam setiap usahanya, T13) Standarisasi mutu menjadi budaya bagi setiap pemasok bahan baku agroindustri gelatin. Setiap sub-elemen tujuan sistem dinilai dengan pendekatan ISM-VAXO oleh beberapa pakar dari perguruan tinggi, pakar dari agroindustri gelatin, pakar dari lembaga sertifikasi mutu, pakar dari lembaga penelitian, dan pakar dari industri penyamakan kulit yang dilibatkan dalam penelitian. Kemudian hasil penilaian tersebut diagregasi untuk mendapatkan nilai pendapat pakar gabungan dengan pendekatan nilai terbanyak atau rata-rata. Hasil penggabungan pendapat pakar dalam bentuk Structural Self Interaction Matrix (SSIM). Kemudian dibuat tabel Reachability Matrix (RM) dengan mengganti V, A, X, O dengan bilangan 1 dan 0 disajikan pada Tabel 16. Tabel 16 Reachability Matrix (RM) pada elemen tujuan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin. T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 T11 T12 T13 DP R T T T T T T T T T T T T T D L

124 97 Keterangan: D= Dependen, DP = Driver Power, R = Ranking, L = Level T1 Memperoleh kepastian asal usul dan jaminan mutu bahan baku T2 Meningkatkan kepercayaan konsumen T3 Meningkatkan mutu bahan baku dan produk T4 Mempermudah pengurusan label standarisasi halal T5 Mempermudah penelusuran asal usul bahan baku T6 Mewujudkan agroindustri gelatin yang berkelanjutan T7 Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya mutu produk T8 Meningkatkan harga produk dengan jaminan mutu T9 Meningkatkan kegiatan perekonomian daerah T10 Meningkatkan minat investor agroindustri gelatin T11 Informasi mutu mudah diakses masyarakat T12 Pelaku usaha lebih mengedepankan mutu dalam setiap usahanya T13 Standarisasi mutu menjadi budaya bagi setiap pemasok bahan baku Pendapat pakar gabungan kemudian dianalisis dengan ISM untuk mendapatkan sub-elemen kunci dan struktur dari sub-elemen - sub-elemen tersebut berdasarkan tingkat daya dorongnya (driver power). Sub-elemen kunci dapat diketahui dari nilai driver power dan dependen pada Reachability Matrix (RM), kemudian nilai-nilai ini digambarkan dalam empat kuadran dari koordinat dependen dan driver power untuk mengetahui tingkat independen, tingkat linkage, tingkat dependen dan tingkat autonomous dari setiap sub-elemen yang dikaji. Hasil analisis ISM pada elemen tujuan sistem dapat digambarkan dengan nilai Reachability Matrix (RM) berdasarkan pendapat pakar gabungan seperti terlihat pada Tabel 16. Berdasarkan Tabel 16 tersebut terlihat bahwa sub-elemen yang mempunyai nilai driver power teringgi pada elemen tujuan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin adalah subelemen T1) Memperoleh kepastian asal usul dan jaminan mutu bahan baku, dan T5) Mempermudah penelusuran asal usul bahan baku. Untuk mengetahui keberadaan dari setiap sub-elemen dalam empat kuadran tingkat dependensinya, maka dilakukan pemetaan nilai driver power dan nilai dependen. Hasil pemetaan nilai driver power dan nilai dependen dari elemen tujuan sistem dapat dilihat pada Gambar 17.

125 98 Gambar 17 Pemetaan driver power-dependent sub-elemen tujuan sistem kelembagaan jaminan mutu Dari Gambar 17 terlihat bahwa sub-elemen yang berada pada kuadran independen adalah sub-elemen T1) Memperoleh kepastian asal usul dan jaminan mutu bahan baku, T4) Mempermudah pengurusan label standarisasi halal, T5) Mempermudah penelusuran asal usul bahan baku dan T13) Standarisasi mutu menjadi budaya bagi setiap pemasok bahan baku. Sub-elemen ini merupakan elemen yang mempunyai potensi untuk dapat mendorong tercapainya tujuan subelemen lain jika sub-elemen tersebut dapat tercapai dengan baik. Hasil strukturisasi sub-elemen tujuan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin dari hasil analisis menggunakan ISM dapat dilihat pada Gambar 18.

126 99 Keterangan: T1 Memperoleh kepastian asal usul dan jaminan mutu bahan baku T2 Meningkatkan kepercayaan konsumen T3 Meningkatkan mutu bahan baku dan produk T4 Mempermudah pengurusan label standarisasi halal T5 Mempermudah penelusuran asal usul bahan baku T6 Mewujudkan agroindustri gelatin yang berkelanjutan T7 Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya mutu produk T8 Meningkatkan harga produk dengan jaminan mutu T9 Meningkatkan kegiatan perekonomian daerah T10 Meningkatkan minat investor agroindustri gelatin T11 Informasi mutu mudah diakses masyarakat T12 Pelaku usaha lebih mengedepankan mutu dalam setiap usahanya T13 Standarisasi mutu menjadi budaya bagi setiap pemasok bahan baku Gambar 18 Struktur hirarki elemen tujuan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin. Dari Gambar 18 terlihat bahwa sub-elemen T1) Memperoleh kepastian asal usul dan jaminan mutu bahan baku, dan sub-elemen T5) Mempermudah penelusuran asal usul bahan baku merupakan sub-elemen yang menjadi pendorong utama demi tercapainya tujuan sub-elemen lain, sehingga dapat disimpulkan bahwa sub-elemen tersebut sebagai sub-elemen kunci dari elemen tujuan sistem model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin. Kepastian asal usul bahan baku merupakan persyaratan utama untuk mendapatkan jaminan mutu produk, karena dengan asal-usul yang pasti dapat dilakukan penelusuran bahan baku dengan lebih mudah dan dapat meningkatkan kepercayaan konsumen, disamping itu dengan kepastian asal usul bahan baku dapat memberikan kepastian proses produksi, karena telah diketahuinya sifat dan karakteristik bahan baku secara pasti. Penelusuran asal usul bahan baku yang dapat dilakukan secara mudah merupakan tujuan yang akan dicapai dalam sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin agar dapat memudahkan proses sertifikasi halal.

127 100 b) Struktur elemen kendala sistem Elemen kendala dalam sistem jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin berdasarkan hasil kajian mendalam dengan pakar, diperoleh 15 sub-elemen yaitu: H1) Lemahnya sistem kelembagaan jaminan mutu yang ada, H2) Kurangnya pembinaan terhadap pelaku pasokan bahan baku, H3) Lemahnya kontrol mutu pada setiap tingkatan pelaku, H4) Lemahnya koordinasi antar pihak terkait, H5) Lokasi asal usul bahan baku yang mempunyai karakterisitik berbeda, H6) Budaya masyarakat yang belum mengedepankan nilai mutu produk, H7) Pemasok bahan baku yang tersebar di beberapa daerah, H8) Pengendalian mutu belum dilaksanakan secara berkesinambungan, H9) Peraturan investasi daerah yang kurang mendukung, H10) Kebijakan pemerintah yang tidak konsisten, H11) Sumber bahan baku yang tidak terdeteksi asal-usulnya, H12) Adanya pemasok bahan baku yang memasok secara musiman, H13) Informasi mutu yang belum transparan dan tersebar luas di masyarakat, H14) Kesadaran masyarakat tentang mutu yang masih kurang, H15) Pengusaha lebih mengutamakan keuntungan dari pada peningkatan mutu. Setiap sub-elemen kendala dari sistem dinilai dengan pendekatan ISM- VAXO oleh beberapa pakar yang dilibatkan dalam penelitian. Kemudian hasil penilaian tersebut diagregasi untuk mendapatkan nilai pendapat pakar gabungan dengan pendekatan nilai terbanyak atau rata-rata jika penilaian cukup dekat atau merata. Hasil pendapat pakar gabungan kemudian dianalisis dengan ISM untuk mendapatkan sub-elemen kunci dan struktur dari sub-elemen tersebut berdasarkan tingkat daya dorongnya (driver power). Sub-elemen kunci dapat diketahui dari nilai driver power dan dependent pada Reachability Matrix (RM), kemudian nilaiautonomous. Hasil analisis ISM pada elemen kendala sistem dapat ditunjukan dengan nilai Reachability Matrix (RM) berdasarkan pendapat pakar gabungan seperti terlihat pada Tabel 17.

128 101 Tabel 17 Reachability Matrix (RM) pada elemen kendala sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin. H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7 H8 H9 H10 H11 H12 H13 H14 H15 DP R H H H H H H H H H H H H H H H D L Keterangan: D= Dependen, DP = Driver Power, R = Ranking, L = Level H1 Lemahnya sistem kelembagaan jaminan mutu yang ada H2 Kurangnya pembinaan terhadap pelaku pasokan bahan baku H3 Lemahnya kontrol mutu pada setiap tingkatan pelaku H4 Lemahnya koordinasi antar pihak terkait H5 Lokasi asal usul bahan baku yang mempunyai karakterisitik berbeda H6 Budaya masyarakat yang belum mengedepankan nilai mutu produk H7 Pemasok bahan baku yang tersebar di beberapa daerah H8 Pengendalian mutu belum dilaksanakan secara berkesinambungan H9 Peraturan investasi daerah yang kurang mendukung H10 Kebijakan pemerintah yang tidak konsisten H11 Sumber bahan baku yang tidak terdeteksi asal-usulnya H12 Adanya pemasok bahan baku yang mensuply secara musiman H13 Informasi mutu yang belum transparan dan tersebar luas di masyarakat H14 Kesadaran masyarakat tentang mutu yang masih kurang H15 Pengusaha lebih mengutamakan keuntungan dari pada peningkatan mutu Berdasarkan Reachability Matrix (RM) tersebut terlihat bahwa sub-elemen yang mempunyai nilai driver power tertinggi pada elemen kendala sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin adalah subelemen H5) Lokasi asal usul bahan baku yang mempunyai karakterisitik berbeda, H7) Pemasok bahan baku yang tersebar di beberapa daerah, H9) Peraturan investasi daerah yang kurang mendukung, dan H10) Kebijakan pemerintah yang tidak konsisten. Contoh kebijakan pemerintah yang tidak konsisten adalah adanya

129 102 peraturan daerah tentang investasi daerah yang berbeda setiap daerah dan tidak sesuai dengan peraturan pemerintah pusat yang cenderung mempersulit investor. Untuk mengetahui keberadaan dari setiap sub-elemen tersebut dalam empat kuadran tingkat dependensinya, maka dilakukan pemetaan nilai driver power dan nilai dependent. Hasil pemetaan nilai driver power dan nilai dependent dari elemen kendala sistem dapat dilihat pada Gambar 19. Gambar 19 Pemetaan driver power-dependent sub-elemen kendala sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin Dari Gambar 19 tersebut terlihat bahwa sub-elemen yang berada pada kuadran independent adalah sub-elemen H5) Lokasi asal usul bahan baku yang mempunyai karakterisitik berbeda, H7) Pemasok bahan baku yang tersebar di beberapa daerah, dan H10) Kebijakan pemerintah yang tidak konsisten. Subelemen ini merupakan sub-elemen yang mempunyai potensi pendorong terjadinya kendala dari sub-elemen lain jika sub-elemen tersebut menjadi kendala sistem, sedangkan sub-elemen H9) Peraturan investasi daerah yang kurang mendukung masuk dalam kuadran linkage maka sub-elemen ini akan menjadi kendala jika ada

130 103 kendala lain yang mempengaruhinya, tetapi jika terjadi akan mempunyai tingkat pengaruh yang tinggi terhadap sub-elemen lain. Oleh karena itu perlu perlakukan yang hati-hati terhadap sub-elemen ini karena tingkat driver power dan dependency yang tinggi. Keterangan: H1 Lemahnya sistem kelembagaan jaminan mutu yang ada H2 Kurangnya pembinaan terhadap pelaku pasokan bahan baku H3 Lemahnya kontrol mutu pada setiap tingkatan pelaku H4 Lemahnya koordinasi antar pihak terkait H5 Lokasi asal usul bahan baku yang mempunyai karakterisitik berbeda H6 Budaya masyarakat yang belum mengedepankan nilai mutu produk H7 Pemasok bahan baku yang tersebar di beberapa daerah H8 Pengendalian mutu belum dilaksanakan secara berkesinambungan H9 Peraturan investasi daerah yang kurang mendukung H10 Kebijakan pemerintah yang tidak konsisten H11 sumber bahan baku yang tidak terdeteksi asal-usulnya H12 Adanya pemasok bahan baku yang mensuply secara musiman H13 Informasi mutu yang belum transparan dan tersebar luas di masyarakat H14 Kesadaran masyarakat tentang mutu yang masih kurang H15 Pengusaha lebih mengutamakan keuntungan dari pada peningkatan mutu Gambar 20 Struktur hirarki elemen kendala sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin Dari Gambar 20 terlihat bahwa sub-elemen H5, H7, dan H10 merupakan sub-elemen yang menjadi pendorong utama akan terjadinya kendala sub-elemen lain. Karena sub-elemen H9 merupakan sub-elemen yang berada dalam kuadran linkage maka sub-elemen tersebut harus dikaji dengan hati-hati karena walaupun mempunyai daya dorong yang tinggi tetapi juga mempunyai tingkat kebergantungan yang tinggi terhadap sub-elemen lain untuk menjadi elemen sistem. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa sub-elemen tersebut bukan sebagai sub-elemen kunci. Sub-elemen kunci dari elemen kendala sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin adalah H5) Lokasi asal usul bahan baku yang mempunyai karakterisitik berbeda, H7) Pemasok bahan baku yang tersebar di beberapa daerah, dan H10) Kebijakan pemerintah yang tidak konsisten. Lokasi asal usul bahan baku kulit sapi tersebar di beberapa daerah yaitu Jabodetabek, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa Timur. Setiap daerah tersebut mempunyai karakterisitik bahan baku yang spesifik, karena proses penanganan

131 104 bahan baku yang berbeda dan jarak dengan sumber bahan baku yang cukup bervariasi, sehingga akan mempengaruhi mutu bahan baku dan waktu penyediaan bahan baku. Oleh karena itu untuk mengatasi kendala ini dapat dilakukan dengan kontrak kerjasama terhadap pemasok dengan standar mutu tertentu sehingga akan diperoleh kepastian mutu dan jumlah bahan baku yang tersedia. Kendala utama penyediaan bahan baku kulit sapi adalah kurangnya pasokan bahan baku industri penyamakan kulit, karena kebijakan pemerintah yang memberikan peluang adanya ekspor kulit mentah, sehingga penyediaan bahan baku menjadi tidak pasti disamping itu kendala kebijakan impor kulit yang dibatasi pada negara tertentu saja yaitu malaysia, sehingga penyediaan bahan baku tidak dapat dilakukan secara optimal. c) Struktur elemen tolok ukur keberhasilan implementasi sistem Elemen tolok ukur keberhasilan implementasi sistem jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin berdasarkan hasil kajian mendalam dengan pakar tediri dari 13 sub-elemen yaitu: U1) Meningkatnya minat investor pada agroindustri gelatin pada industri penyamakan kulit, U2) Meningkatnya jumlah lapangan kerja baru pada agroindustri gelatin, U3) Meningkatnya pendapatan asli daerah, U4) Memudahkan akses informasi mutu bahan baku, U5) Memudahkan akses informasi asal usul bahan baku, U6) Memudahkan proses pembuatan label mutu halal, U7) Meningkatnya pendapatan agroindustri kulit sapi, U8) Meningkatnya diversifikasi produk kulit sapi, U9) Meningkatnya jumlah kredit yang tersalurkan dalam agroindustri, U10) Terjaminnya mutu bahan baku dan produk gelatin, U11) Kesadaran akan pentingnya mutu produk meningkat, U12) Harga produk stabil, dan U13) Masuknya produk dalam perdaganyan global. Setiap sub-elemen tolok ukur keberhasilan implementasi sistem dinilai dengan pendekatan ISM-VAXO oleh beberapa pakar yang dilibatkan dalam penelitian. Kemudian hasil penilaian tersebut diagregasi untuk mendapatkan nilai pendapat pakar gabungan dengan pendekatan nilai terbanyak atau rata-rata jika penilaian cukup dekat dan merata. Hasil pendapat pakar gabungan kemudian dianalisis dengan ISM untuk mendapatkan sub-elemen kunci dan struktur dari sub-elemen tersebut berdasarkan tingkat daya dorongnya (driver power). Sub-

132 105 elemen kunci dapat diketahui dari nilai driver power dan dependent pada Reachability Matrix (RM), kemudian nilai-nilai ini digambarkan dalam grafik empat kuadran independent, linkage, dependen dan autonomous untuk setiap subelemennya. Hasil analisis menggunakan ISM pada elemen tolok ukur keberhasilan implementasi sistem dapat digambarkan dengan nilai Reachability Matriks (RM) seperti terlihat pada Tabel 18. Tabel 18 Reachability Matrix (RM) pada elemen tolok ukur keberhasilan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin. U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10 U11 U12 U13 DP R U U U U U U U U U U U U U D L Keterangan: D= Dependent, DP = Driver Power, R = Ranking, L = Level U1 Meningkatnya minat investor pada industri gelatin pada industri penyamakan kulit U2 Meningkatnya jumlah lapangan kerja baru pada agroindustri gelatin U3 Meningkatnya pendapatan asli daerah U4 Memudahkan akses informasi mutu bahan baku U5 Memudahkan akses informasi asal usul bahan baku U6 Memudahkan proses pembuatan label mutu halal U7 Meningkatnya pendapatan agroindustri kulit sapi U8 Meningkatnya diversifikasi produk kulit sapi U9 Meningkatnya jumlah kredit yang tersalurkan dalam agroindustri U10 Terjaminnya mutu bahan baku dan produk gelatin U11 Kesadaran akan pentingnya mutu produk meningkat U12 harga produk stabil U13 Masuknya produk dalam perdaganyan global Berdasarkan Reachability Matrix (RM) tersebut terlihat bahwa sub-elemen yang mempunyai nilai driver power tertinggi pada elemen tolok ukur keberhasilan implementasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri

133 106 gelatin adalah sub-elemen U4) Memudahkan akses informasi mutu bahan baku produk, U5) Memudahkan akses informasi asal usul bahan baku produk, U10) Terjaminnya mutu bahan baku dan produk gelatin, dan U13) Masuknya produk dalam perdagangan global. Untuk mengetahui keberadaan dari setiap sub-elemen tersebut dalam empat kuadran tingkat dependensinya, maka dilakukan pemetaan nilai driver power dan nilai dependent. Hasil pemetaan nilai driver power dan nilai dependent dari elemen tolok ukur keberhasilan implementasi sistem dapat ditunjukkan dengan Gambar 21. Gambar 21 Pemetaan driver power-dependent sub-elemen tolok ukur keberhasilan implementasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin Dari Gambar 21 terlihat bahwa sub-elemen yang berada pada kuadran independent adalah sub-elemen U6) Memudahkan proses pembuatan label mutu halal, sedangkan sub-elemen U4, U5, U10 dan U13 yang merupakan sub-elemen dengan nilai driver power tertinggi berada dalam kuadran linkage maka sub elemen ini perlu dianalisis lebih lanjut, karena merupakan sub-elemen yang rentan

134 107 terhadap pengaruh sub-elemen lain jika digunakan sebagai tolok ukur keberhasilan implementasi sistem. Hasil strukturisasi sub-elemen tolok ukur keberhasilan implementasi sistem dari analisis sistem menggunakan ISM dapat dilihat pada Gambar 22. Keterangan: Meningkatnya minat investor pada industri gelatin pada industri U1 penyamakan kulit U2 Meningkatnya jumlah lapangan kerja baru pada industri gelatin U3 Meningkatnya pendapatan asli daerah U4 Memudahkan akses informasi mutu bahan baku U5 Memudahkan akses informasi asal usul bahan baku U6 Memudahkan proses pembuatan label mutu halal U7 Meningkatnya pendapatan agroindustri kulit sapi U8 Meningkatnya diversifikasi produk kulit sapi U9 Meningkatnya jumlah kredit yang tersalurkan dalam agroindustri U10 Terjaminnya mutu bahan baku dan produk gelatin U11 Kesadaran akan pentingnya mutu produk meningkat U12 harga produk stabil U13 Masuknya produk dalam perdagangan global Gambar 22 Struktur hirarki elemen tolok ukur keberhasilan implementasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin Dari Gambar 22 tersebut terlihat bahwa sub-elemen U4, U5, U10 dan U13 merupakan sub-elemen yang menjadi pendorong utama akan tercapainya tolok ukur keberhasilan implementasi sub-elemen lain. Karena sub-elemen tersebut berada dalam kuadran linkage yang juga mempunyai tingkat dependensi yang tinggi, maka perlu dikaji dengan hati-hati untuk memasukan elemen tersebut sebagai elemen kunci dalam sistem, karena sub elemen ini masih rentan untuk dipengaruhi oleh sub-elemen lain. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa subelemen tersebut bukan sebagai sub-elemen kunci, sehingga sub-elemen kunci dari elemen tolok ukur keberhasilan implementasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin adalah sub-elemen yang berada dalam kuadran independent yaitu U6) Memudahkan proses pembuatan label mutu halal. Tolok ukur keberhasilan implementasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin dapat dilihat dari proses pembuatan label sertifikasi mutu, jika proses sertifikasi dapat dilakukan secara lebih mudah dan cepat, maka sistem sudah dapat diimplementasikan secara baik, karena mempengaruhi tolok ukur yang lain.

135 108 d) Struktur elemen perubahan yang dimungkinkan dalam sistem Elemen perubahan yang dimungkinkan dalam sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin berdasarkan hasil kajian mendalam dengan pakar, tediri dari 14 sub-elemen yaitu: P1) Penyediaan sistem informasi penelusuran bahan baku produk, P2) Memudahkan akses informasi asal-usul bahan baku produk, P3) Audit mutu dapat dilakukan lebih cepat, P4) Sertifikasi mutu dapat diurus secara lebih mudah, P5) Jaminan mutu dapat dilakukan pada setiap pelaku jaringan pasokan bahan baku, P6) Setiap pengusaha diharuskan memberlakukan sistem standarisasi mutu, P7) Pengawasan mutu dapat dilakukan lebih mudah, P8) Harga produk dijamin stabil, P9) Kepercayaan konsumen meningkat, P10) Standarisasi mutu halal menjadi kebiasaan yang tidak perlu dipaksakan, P11) Kesadaran masyarakat tentang pentingnya mutu meningkat, P12) Pelabelan standarisasi mutu dapat dilakukan lebih cepat, P13) Memperkuat kelembagaan jaminan mutu, P14) Kemampuan bersaing dalam perdagangan dunia (pasar global). Hasil analisis ISM pada elemen perubahan yang dimungkinkan dalam implementasi sistem dapat digambarkan dengan nilai Reachability Matriks (RM) berdasarkan pendapat pakar gabungan seperti terlihat pada Tabel 19. Tabel 19. Reachability Matrix (RM) pada elemen perubahan yang dimungkinkan terhadap sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 DP R P P P P P P P P P P P P P P D L

136 109 Keterangan: D= Dependent, DP = Driver Power, R = Ranking, L = Level P1 Penyediaan sistem informasi penelusuran bahan baku produk P2 Memudahkan akses informasi asal-usul bahan baku produk P3 Audit mutu dapat dilakukan lebih cepat P4 Sertifikasi mutu dapat diurus secara lebih mudah P5 Jaminan mutu dapat dilakukan pada setiap pelaku jaringan pasokan bahan baku P6 Setiap pengusaha diharuskan memberlakukan sistem standarisasi mutu P7 Pengawasan mutu dapat dilakukan lebih mudah P8 Harga produk dijamin stabil P9 Kepercayaan konsumen meningkat P10 Standarisasi mutu halal menjadi kebiasaan yang tidak perlu dipaksakan P11 Kesadaran masyarakat tentang pentingnya mutu meningkat P12 Pelabelan standarisasi mutu dapat dilakukan lebih cepat P13 Memperkuat kelembagaan jaminan mutu P14 Kemampuan bersaing dalam perdagangan dunia (pasar global) Berdasarkan Reachability Matriks (RM) tersebut terlihat bahwa sub-elemen yang mempunyai nilai driver power tertinggi pada elemen perubahan yang dimungkinkan dalam implementasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin adalah sub-elemen P1) Penyediaan sistem informasi penelusuran bahan baku produk, P6) Setiap pengusaha diharuskan memberlakukan sistem standarisasi mutu, dan P12) Pelabelan standarisasi mutu dapat dilakukan lebih cepat. Untuk mengetahui keberadaan dari setiap sub-elemen dalam empat kuadran tingkat dependensinya, maka dilakukan pemetaan nilai driver power dan nilai dependent. Hasil pemetaan nilai driver power dan nilai dependent dari elemen perubahan yang dimungkinkan dalam implementasi sistem dapat dilihat pada Gambar 23.

137 110 Gambar 23 Pemetaan driver power-dependent sub-elemen perubahan yang dimungkinkan dalam sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin Dari Gambar 23 di atas terlihat bahwa sub-elemen yang berada pada kuadran independent adalah sub-elemen P1 dan P2. Sub-elemen P6 dan P12 juga merupakan sub-elemen dengan nilai driver power tertinggi, tetapi berada dalam kuadran linkage, maka sub elemen ini perlu dianalisis lebih lanjut untuk dapat menjadi sub-elemen kunci karena merupakan sub-elemen yang rentan terhadap pengaruh sub-elemen lain sebagai sub-elemen perubahan yang dimungkinkan dalam implementasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku. Hasil strukturisasi sub-elemen perubahan yang dimungkinkan dalam implementasi sistem dari analisis menggunakan ISM disajikan pada Gambar 24.

138 111 Keterangan: P1 Penyediaan sistem informasi penelusuran bahan baku produk P2 Memudahkan akses informasi asal-usul bahan baku produk P3 Audit mutu dapat dilakukan lebih cepat P4 Sertifikasi mutu dapat diurus secara lebih mudah P5 Jaminan mutu dapat dilakukan pada setiap pelaku jaringan pasokan bahan baku P6 Setiap pengusaha diharuskan memberlakukan sistem standarisasi mutu P7 Pengawasan mutu dapat dilakukan lebih mudah P8 Harga produk dijamin stabil P9 Kepercayaan konsumen meningkat P10 Standarisasi mutu halal menjadi kebiasaan yang tidak perlu dipaksakan P11 Kesadaran masyarakat tentang pentingnya mutu meningkat P12 Pelabelan standarisasi mutu dapat dilakukan lebih cepat P13 Memperkuat kelembagaan jaminan mutu P14 Kemampuan bersaing dalam perdagangan dunia (pasar global) Gambar 24 Struktur hirarki elemen perubahan yang dimungkinkan dalam sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin Dari Gambar 24 tersebut terlihat bahwa sub-elemen P1, P6, dan P12 merupakan sub-elemen yang menjadi pendorong utama pada sub-elemen lain untuk dapat dilakukannya perubahan yang dimungkinkan dalam implementasi sistem. Karena sub-elemen P6 dan P12 berada dalam kuadran linkage maka subelemen ini perlu dikaji dengan hati-hati untuk dapat menjadi sub-elemen kunci karena masih rentan terhadap pengaruh sub-elemen lain sebagai sub-elemen kunci perubahan yang dimungkinkan dalam sistem kelembagaan jaminan mutu. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa sub-elemen tersebut bukan sebagai subelemen kunci, sehingga sub-elemen kunci dari elemen perubahan yang dimungkinkan dalam implementasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin adalah P1) Penyediaan sistem informasi penelusuran bahan baku produk. Penyediaan sistem informasi penelusuran bahan baku agroindustri gelatin akan memberikan transparansi informasi untuk setiap pemangku kepentingan pengembangan agroindustri gelatin. Dengan adanya transparansi informasi tersebut akan memudahkan pengambilan keputusan untuk dapat memberikan jaminan mutu produk gelatin, sehingga memudahkan pembuatan sertifikasi mutu dan meningkatkan kepercayaan konsumen.

139 112 e) Struktur elemen aktivitas utama yang perlu dilakukan dalam sistem Elemen aktivitas utama yang perlu dilakukan dalam sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku kulit sapi untuk agroindustri gelatin berdasarkan hasil kajian mendalam dengan pakar tediri dari 15 sub-elemen yaitu: A1) Membuat sistem infomasi penelusuran bahan baku, A2) Membuat peraturan pemerintah pusat/daerah yang mewajibkan standarisasi mutu halal, A3) Penyediaan lembaga independen yang mengawasi standarisasi mutu halal, A4) Penyediaan sarana dan prasarana untuk peningkatan mutu produk, A5) Penyediaan lembaga pendidikan dan pelatihan peningkatan mutu produk, A6) Penyediaan lembaga pelayanan teknis standarisasi mutu, A7) Pemberdayaan masyarakat pelaku pasokan bahan baku dalam peningkatan mutu, A8) Melibatkan lembaga penelitian dan perguruan tinggi dalam pelaksanaan standarisasi mutu, A9) Survey pengawasan mutu dan pemberlakuan standarisasi mutu, A10) Melibatkan lembaga konsumen dalam penerapan standarisasi mutu, A11) Pemberian insentif terhadap penerapan mutu produk bagi pengusaha, A12) Mewajibkan pelabelan satandar mutu dan asal usul produk, A13) kontrol mutu diperketat, A14) Penyebaran informasi mutu pada masyarakat, A15) Membudayakan standarisasi mutu untuk setiap pengusaha. Hasil analisis ISM pada elemen aktivitas utama yang perlu dilakukan dalam implementasi sistem dapat digambarkan dengan nilai Reachability Matrix (RM) berdasarkan pendapat pakar gabungan diperlihatkan pada Tabel 20 Berdasarkan Reachability Matriks (RM) tersebut terlihat bahwa sub-elemen yang mempunyai nilai driver power tertinggi pada elemen aktivitas utama yang perlu dilakukan dalam sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin adalah sub-elemen A3) Penyediaan lembaga independen yang mengawasi standarisasi mutu halal, A4) Penyediaan sarana dan prasarana untuk peningkatan mutu produk, A5) Penyediaan lembaga pendidikan dan pelatihan peningkatan mutu produk, A6) Penyediaan lembaga pelayanan teknis standarisasi mutu, A8) Melibatkan lembaga penelitian dan perguruan tinggi dalam pelaksanaan standarisasi mutu, A9) Survey pengawasan mutu dan pemberlakuan standarisasi mutu, dan A10) Melibatkan lembaga konsumen dalam penerapan standarisasi mutu

140 113 Tabel 20 Matriks Reachability pada elemen aktifitas yang perlu dilakukan dalam sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin. A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 A11 A12 A13 A14 A15 DP R A A A A A A A A A A A A A A A D L Keterangan: D= Dependent, DP = Driver Power, R = Ranking, L = Level A1 Membuat sistem infomasi penelusuran bahan baku A2 Membuat peraturan pemerintah pusat/daerah yang mewajibkan standarisasi mutu halal A3 Penyediaan lembaga independen yang mengawasi standarisasi mutu halal A4 Penyediaan sarana dan prasarana untuk peningkatan mutu produk A5 Penyediaan lembaga pendidikan dan pelatihan peningkatan mutu produk A6 Penyediaan lembaga pelayanan teknis standarisasi mutu A7 Pemberdayaan masyarakat pelaku pasokan bahan baku dalam peningkatan mutu A8 Melibatkan lembaga penelitian dan perguruan tinggi dalam pelaksanaan standarisasi mutu A9 Survai pengawasan mutu dan pemberlakuan standarisasi mutu A10 Melibatkan lembaga konsumen dalam penerapan standarisasi mutu A11 Pemberian insentif terhadap penerapan mutu produk bagi pengusaha A12 Mewajibkan pelabelan satandar mutu dan asal usul produk A13 Kontrol mutu diperketat A14 Penyebaran informasi mutu pada masyarakat A15 Membudayakan standarisasi mutu untuk setiap pengusaha Untuk mengetahui keberadaan dari setiap sub-elemen dalam empat kuadran tingkat dependensinya, maka dilakukan pemetaan nilai driver power dan nilai dependen. Hasil pemetaan nilai driver power dan nilai dependent dari elemen aktivitas yang perlu dilakukan dalam implementasi sistem dapat dilihat pada Gambar 25.

141 114 Gambar 25 Pemetaan driver power-dependent sub-elemen aktifitas yang perlu dilakukan dalam sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin Dari Gambar 25 terlihat bahwa sub-elemen yang berada pada kuadran independen adalah sub-elemen A4, sedangkan sub-elemen A3, A5, A6, A8 dan A10 yang merupakan sub-elemen dengan nilai driver power tertinggi juga tetapi berada dalam kuadran linkage maka sub elemen ini perlu dianalisis lebih lanjut untuk dapat menjadi sub-elemen kunci karena merupakan sub-elemen yang rentan terhadap pengaruh sub-elemen lain sebagai aktivitas yang perlu dilakukan dalam implementasi sistem, karena tingkat dependensinya yang tinggi. Sehingga subelemen A3, A5, A6, A8 dan A10 akan cenderung menjadi sub elemen penghubung atau antara terhadap sub elemen lain dalam sistem kelembagaan. Kemudian sub elemen A4 yaitu Penyediaan sarana dan prasarana untuk peningkatan mutu produk gelatin merupakan sub elemen pendorong yang tidak bergantung pada sub-elemen lain dalam sistem, dan merupakan sub elemen yang akan mendorong munculnya aktifitas lain dalam sistem.

142 115 Hasil strukturisasi sub-elemen perubahan yang dimungkinkan dalam implementasi sistem dari analisis menggunakan ISM dapat ditunjukkan dengan Gambar 26. Gambar 26 Struktur hirarki elemen aktifitas yang perlu dilakukan dalam sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin Dari Gambar 26 terlihat bahwa sub-elemen A3, A4, A5, A6, A8, dan A10 merupakan sub-elemen yang menjadi pendorong akan dilakukannya aktivitas yang perlu dilakukan pada sub-elemen lain. Karena sub-elemen A3, A5, A6, A8, dan A10 berada dalam kuadran linkage maka masih perlu dikaji lebih lanjut untuk memasukkan sub elemen ini sebagai sub-elemen kunci dalam sistem karena rentan akan ketergantungan terhadap sub elemen lain. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa sub-elemen tersebut bukan merupakan sub-elemen kunci, sehingga sub-elemen kunci dari elemen aktivitas yang perlu dilakukan dalam implementasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin adalah A4) Penyediaan sarana dan prasarana untuk peningkatan mutu produk. Keterangan: A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 A11 A12 A13 A14 A15 Membuat sistem infomasi penelusuran bahan baku Membuat peraturan pemerintah pusat/daerah yang mewajibkan standarisasi mutu halal Penyediaan lembaga independen yang mengawasi standarisasi mutu halal Penyediaan sarana dan prasarana untuk peningkatan mutu produk Penyediaan lembaga pendidikan dan pelatihan peningkatan mutu produk Penyediaan lembaga pelayanan teknis standarisasi mutu Pemberdayaan masyarakat pelaku pasokan bahan baku dalam peningkatan mutu Melibatkan lembaga penelitian dan perguruan tinggi dalam pelaksanaan standarisasi mutu Survai pengawasan mutu dan pemberlakuan standarisasi mutu Melibatkan lembaga konsumen dalam penerapan standarisasi mutu Pemberian insentif terhadap penerapan mutu produk bagi pengusaha Mewajibkan pelabelan satandar mutu dan asal usul produk kontrol mutu diperketat penyebaran informasi mutu pada masyarakat membudayakan standarisasi mutu untuk setiap pengusaha Aktifiktas yang perlu dilakukan untuk dapat mengimplementasikan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin adalah penyediaan sarana dan prasarana untuk peningkatan mutu produk seperti penyediaan sistem informasi mutu produk gelatin, sistem informasi pasar gelatin dan sistem informasi potensi bahan baku agroindustri gelatin serta sistem

143 116 informasi kelayakan industri. Disamping itu perlu adanya penyediaan sarana pelatihan peningkatan mutu untuk setiap tingkatan rantai pasok bahan baku agroindustri gelatin. f) Struktur elemen pemangku kepentingan sistem kelembagaan Elemen pemangku kepentingan dalam sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin berdasarkan hasil kajian mendalam dengan pakar, tediri dari 12 sub-elemen yaitu: L1) Kelompok peternak sapi, L2) Pedagang sapi, L3) Rumah potong hewan, L4) Pengumpul kulit sapi, L5) Pedagang kulit sapi, L6) Pemerintah Pusat/daerah, L7) Lembaga Keuangan dan Bank, L8) Industri penyamakan kulit, L9) Industri gelatin, L10) Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang, L11) Industri pengguna gelatin, dan L12) Konsumen. Hasil analisis ISM pada elemen pemangku kepentingan sistem digambarkan dengan nilai Reachability Matriks (RM) berdasarkan pendapat pakar gabungan seperti terlihat pada Tabel 21. Tabel 21 Reachability Matriks (RM) pada elemen pelaku sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7 L8 L9 L10 L11 L12 DP R L L L L L L L L L L L L D L

144 117 Keterangan: D= Dependent, DP = Driver Power, R = Ranking, L = Level L1 Kelompok peternak sapi L2 Pedagang sapi L3 Rumah potong hewan L4 Pengumpul kulit sapi L5 Pedagang kulit sapi L6 Pemerintah Pusat/daerah L7 Lembaga Keuangan dan Bank L8 Industri penyamakan kulit L9 Industri gelatin L10 Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang L11 Industri pengguna gelatin L12 Konsumen Berdasarkan Reachability Matriks (RM) pada Tabel 21 di atas terlihat bahwa sub-elemen yang mempunyai nilai driver power tertinggi pada elemen pemangku kepentingan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin adalah sub-elemen L3) Rumah potong hewan, L4) Pengumpul kulit sapi, L6) Pemerintah Pusat/daerah, L7) Lembaga Keuangan dan Bank, L10) Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang. Gambar 27 Pemetaan driver power-dependent sub-elemen pemangku kepentingan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin

145 118 Untuk memperlihatkan letak dari setiap sub-elemen dalam empat kuadran tingkat dependensinya, maka dilakukan pemetaan nilai driver power dan nilai dependent. Hasil pemetaan nilai driver power dan nilai dependent dari elemen pemangku kepentingan sistem kelembagaan dapat dilihat pada Gambar 27. Hasil strukturisasi sub-elemen pemangku kepentingan sistem kelembagaan dari analisis menggunakan ISM dapat dilihat pada Gambar 28. Keterangan: L1 Kelompok peternak sapi L2 Pedagang sapi L3 Rumah potong hewan L4 Pengumpul kulit sapi L5 Pedagang kulit sapi L6 Pemerintah Pusat/daerah L7 Lembaga Keuangan dan Bank L8 Industri penyamakan kulit L9 Industri gelatin L10 Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang L11 Industri pengguna gelatin L12 Konsumen Gambar 28 Struktur hirarki elemen pemangku kepentingan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin Dari Gambar 28 di atas terlihat bahwa sub-elemen L3, L4, L6, L7, dan L10 merupakan sub-elemen yang menjadi pendorong utama pemangku kepentingan sub-elemen lain dalam sistem. Karena sub-elemen L3) Rumah potong hewan, L4) Pengumpul kulit sapi, dan L7) Lembaga Keuangan dan Bank, berada dalam kuadran linkage maka sub elemen tersebut masih perlu dikaji lebih lanjut untuk dapat menjadi sub elemen kunci karena masih rentan terhadap pengaruh sub elemen lain dalam sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa sub-elemen tersebut bukan merupakan subelemen kunci pemangku kepentingan sistem. Sub-elemen kunci dari elemen pemangku kepentingan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin adalah L6) Pemerintah Pusat/daerah dan L10) Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang yang kedua sub-elemen berada dalam kuadran independent. Sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin perlu dukungan pemerintah dalam implementasinya, karena penerapan mutu perlu

146 119 adanya aturan yang menjadi acuan agar setiap pemangku kepentingan dapat melaksanakannya, karena belum andanya kesadaran peningkatan mutu yang dapat meningkatkan kepercayaan konsumen dan meningkatan penjualan produk sampai saat ini. Untuk mengimplementasikan aturan tersebut perlu dukungan lembaga Litbang dan Perguruan Tinggi sebagai fasilitator yang dapat memfasilitasi pelaksanaan implementasi mutu pada setiap tingkatan rantai pasok bahan baku agroindustri gelatin. Hasil strukturisasi seluruh elemen sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin telah dapat mengidentifikasi seluruh subelemen kunci dari setiap elemen sistem yang dikaji. Struktur keterkaitan antar elemen beserta dengan sub-elemen kuncinya disajikan pada Gambar 29. Kelembagaan kunci: 1. Pemerintah pusat/daerah 2. Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang Tujuan kunci: 1. Memperoleh kepastian asal usul dan jaminan mutu bahan baku 2. Mempermudah penelusuran asal usul bahan baku Tolok ukur kunci: 1. Memudahkan proses pembuatan label mutu halal 2. Terjaminnya mutu bahan baku dan produk gelatin Aktifitas kunci: 1. Penyediaan sarana dan prasarana untuk peningkatan mutu produk Sistem KelembagaanJaminam Mutu Pasokan Bahan Baku Gelatin Perubahan kunci: 1. Penyediaan sistem informasi penelusuran bahan baku produk 2. Setiap pengusaha diharuskan memberlakukan standarisasi mutu Kendala kunci: 1. Lokasi asal usul bahan baku yang mempunyai karakteristik berbeda 2. Pemasok bahan baku yang tersebar dibeberapa daerah 3. Kebijakan pemerintah yang tidak konsisten Gambar 29 Strukturisasi sub-elemen kunci sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin Dari Gambar 29 di atas terlihat bahwa hasil strukturisasi elemen sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan mendapatkan tujuan kunci memperoleh kepastian asal usul dan jaminan mutu bahan baku serta mempermudah penelusuran asal usul bahan baku, dengan tolok ukur keberhasilan program kunci adalah memudahkan proses pembuatan label mutu halal dan terjaminnya mutu

147 120 bahan baku dan produk gelatin. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu aktifitas kunci penyediaan sarana dan prasarana untuk peningkatan mutu produk dengan perubahan kunci yang dimungkinkan dalam program adalah penyediaan sistem informasi penelusuran bahan baku dan setiap pengusaha diharuskan memberlakukan sistem standarisasi mutu. Beberapa kendala kunci yang perlu diperhatikan demi keberhasilan sistem ini adalah lokasi asal-usul bahan baku yang mempunyai karakteristik berbeda, pemasok bahan baku yang tersebar di beberapa daerah dan kebijakan pemerintah yang tidak konsisten, oleh karena itu perlu dukungan kelembagaan yang kuat dengan tersedianya peraturan daerah/pusat yang konsisten dan peran pemerintah dalam mendukung diberlakukannya standarisasi mutu bahan baku dan produk serta dukungan perguruan tinggi dan lembaga penelitian sebagai fasilitator diberlakukannya proses jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin. Strategi Pengembangan Sistem Kelembagaan Jaminan Mutu Berdasarkan hasil kajian mendalam dengan beberapa pakar (akademisi, peneliti, auditor sertifikasi dan praktisi gelatin) dalam pemilihan strategi pengembangan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin diperoleh struktur hirarki pengembangan model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin. Penyusunan hierarki dalam AHP dilakukan berdasarkan hasil analisis sistem kelembagaan yang diperoleh dengan menggunakan ISM. Pelaku yang dilibatkan dalam analisis ini merupakan pelaku yang mempunyai tingkat daya dorong (driver power) cukup besar dari berdasarkan hasil analisis ISM sebelumnya. Kemudian tujuan yang digunakan dalam analisis ini juga merupakan tujuan hasil analisis ISM yang mempunyai tingkat driver power yang tinggi sehingga merupakan elemen kunci subsistem tujuan dalam kelembagaan. Kemudian kriteria yang digunakan dalam analisis ini merupakan elemen kunci dari subsistem tolok ukur untuk keberhasilnan sistem kelembagaan dalam analisis dengan menggunakan ISM, sedangkan alternatif strategi kelembagaan yang digunakan dalam hal ini merupakan elemen kunci yang mempunyai daya dorong tinggi dalam subsistem perubahan yang dimungkinkan dalam sistem kelembagaan saat ini dan aktifitas yang perlu dilakukan untuk

148 121 menjamin pasokan bahan baku gelatin. Struktur hirarki tersebut memiliki lima level yaitu level pertama adalah fokus kajian yaitu pemilihan strategi pengembangan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku, kemudian level kedua adalah aktor dari sistem yang merupakan pemangku kepentingan yang terlibat dalam pengembangan agroindustri gelatin yang meliputi rumah pemotongan hewan (RPH), pedagang sapi, agen/pemasok kulit sapi, agroindustri gelatin, lembaga perbankan, dan pemerintah pusat/daerah. Level ketiga adalah tujuan dari pemilihan strategi pengembangan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin yaitu 1) kepastian asal-usul dan mutu bahan baku, 2) Peningkatan mutu bahan baku dan produk, 3) Kemudahan pengurusan sertifikasi halal, 4) tercipta agroindustri gelatin yang berkelanjutan, 5) meningkatkan diversifikasi produk dan 6) meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap mutu produk. Level keempat adalah kriteria yaitu kriteria yang perlu diperhatikan dalam memilih strategi yang meliputi kritaria informasi mutu mudah diakses, kritaria jaminan informasi mutu bahan baku dan produk, kriteria proses pengurusan sertifikasi mutu, kriteria jaminan mutu produk dan bahan baku, kriteria meningkatnya minat investor, kriteria meningkatnya lapangan kerja dan kriteria meningkatnya kepercayaan konsumen. Kemudian level kelima adalah alternatif strategi yang akan dipilih dalam pengembangan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin yang meliputi: alternatif1) Pengembangan sistem informasi penelusuran bahan baku, alternatif2) Pembuatan peraturan pemerintah pusat/daerah tentang aplikasi mutu halal, alternatif3) Pemberdayaan pelaku rantai pasok dalam mengontrol mutu, alternatif4) Intergrasi industri hulu-hilir dalam manajemen mutu, dan alternatif5) kelembagaan independen proses jaminan mutu halal. Rincian hirarki dan hasil pembobotan alternatif hasil analisis menggunakan AHP dengan input pendapat pakar disajikan pada Gambar 30.

149 122 Target Pemilihan strategi pengenbangan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin Pelaku RPH (0,173) Pedagang (0,090) Agen/ pemasok (0,211) Industri gelatin (0,344) Lembaga perbankan (0,072) Pemerintah pusat/ daerah (0,121) Tujuan Kepastian asal usul & jaminan mutu bahan baku (0,173) Meningkatkan mutu bahan baku & produk (0,219) Mempermudah pengurusan mutu halal (0,148) Agroindustri berlelanjutan (0,173) Meningkatkan diversifikasi produk (0,096) Meningkatkan kepercayaan konsumen (0,202) Kriteria Informasi mutu mudah diakses (0,127) Jaminan informasi asal usul bahan baku (0,162) Proses pengurusan sertifikasi mutu halal (0,156) Jaminan mutu produk & bahan baku (0,250) Minat investor meningkat (0,115) Meningkatnya lapangan kerja (0,063) Meningkatnya kepercayaan konsumen (0,143) Alternatif Pengembangan sistem informasi penelusuran bahan baku (0,257) Pembuatan peraturan pemerintah pusat/daerah tentang aplikasi mutu halal (0,170) Pemberdayaan pelaku rantai pasokdalam mengontrol mutu (0,183) Integrasi industri hulu hilir dalam manajemen mutu (0,181) Kelembagaan independent proses jaminan mutu (0,209) Gambar 30 Struktur hirarki pengembangan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin. Dari Gambar 30 di atas terlihat bahwa alternatif strategi dengan bobot nilai tertinggi adalah alternatif1 yakni strategi pengembangan sistem informasi penelusuran bahan baku dengan bobot nilai 0,257, diikuti oleh strategi kelembagaan independen proses jaminan mutu halal, dan strategi pemberdayaan pelaku rantai pasok dalam mengontrol mutu dengan bobot nilai masing-masing sebesar 0,209 dan 0.183, sedangkan strategi integrasi industri hulu-hilir dalam manajemen mutu dan strategi pembuatan peraturan pusat/daerah tentang aplikasi mutu halal mempunyai bobot nilai cukup rendah yaitu masing-masing sebaesar 0,181 dan 0,170. Bobot tertinggi dari aktor sebagai pemangku kepentingan dalam pengembangan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan adalah agroindustri gelatin dengan nilai 0,344, diikuti oleh agen atau pemasok bahan baku den gan nilai 0,211 dan Rumah Pemotongan Hewan (RPH) dengan bobot nilai 0,173. Bobot nilai pemerintah daerah, pedagang dan lembaga perbankan menempati urutan terakhir dengan nilai masing masing sebesar 0,121, 0,090 dan 0,072.

150 123 Tujuan pengembangan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan yang mempunyai bobot tertinggi adalah meningkatkan mutu bahan baku dan produk dengan nilai 0,219, diikuti oleh tujuan meningkatkan nilai konsumen dengan bobot nilai 0,202. Tujuan kepastian asal usul dan jaminan mutu bahan baku mempunyai nilai yang sama dengan tujuan terciptanya agroindustri yang berkelanjutan dengan nilai 0,173, sedangkan tujuan mempermudah pengurusan mutu halal dan meningkatkan diversifikasi produk menenpati urutan nilai bobot terakhir dengan nilai masing-masing sebesar 0,148 dan 0,096. Bobot kriteria tertinggi ada pada kriteria jaminan mutu produk dan bahan baku diikuti oleh kriteria jaminan informasi asal usul bahan baku dengan nilai sebesar 0,250 dan 0,162. Kriteria proses pengurusan sertifikasi mutu halal, kriteria meningkatnya kepercayaan konsumen, dan kriteria informasi mutu mudah diakses menempati urutan tiga, empat dan lima dengan bobot nilai masing - masing sebesar 0,156, 0,143 dan 0,127. Kriteria minat investor meningkat dan meningkatnya lapangan kerja memiliki bobot nilai terkecil dengan nilai masingmasing sebesar 0,115 dan 0,063. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pengembangan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin yang tepat adalah dikembangkannya sistem informasi penelusuran asal usul bahan baku dengan pelaku utama agroindustri gelatin dengan tujuan utama meningkatkan mutu bahan baku dan produk untuk dapat memenuhi kriteria jaminan mutu produk dan bahan baku agroindustri gelatin. Pengembangan kelembagaan tidak berhasil kalau tidak ada keseimbangan informasi. Ketimpangan akses dan penguasaan informasi (information asymmetry) menjadi salah satu penyebab ketimpangan pembangunan, ketidakadilan kesejahteraan, ketidak-merataan penguasan atas bisnis dan perdagangan dan ekploitasi suatu pihak terhadap pihak lain. Contoh pemerintah mengekploitasi masyarakat atau pengusaha mengekploitasi peternak. Di dalam insitusi yang baik tidak ada ekploitasi, tetapi ada pembagian peran yang memadai dan adil tergantung pada keanekaragaman kemampuan, potensi serta fungsi yang sesuai untuk masing-masing pihak. Informasi memerlukan proses transformasi dan transfer informasi yang memadai. Sarana dan prasarana penyebaran

151 124 informasi sangat vital peranannya dalam mendukung pengembangan kelembagaan yang baik. Peternak di pedesaan sering tidak memiliki informasi yang cukup dalam bidang teknologi, informasi harga dan jalur pemasaran komoditi peternakan yang mereka hasilkan. Akibatnya masyarakat dieksploitasi tengkulak, pedagang perantara atau pedagang besar. Berdasarkan hasil analisis dengan metode AHP diperoleh bahwa strategi pengembangan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin yang tepat adalah dikembangkannya sistem informasi penelusuran asal usul bahan baku agroindustri gelatin. Sistem penelusuran bahan baku agroindustri gelatin merupakan suatu sistem yang dapat memberikan informasi secara cepat dan tepat terhadap setiap pemangku kepentingan dalam hal asal-muasal bahan baku, proses pengadaan bahan baku dan kandungan zat yang ada dalam bahan tersebut. Dengan informasi ini sangat membantu dalam proses sertifikasi mutu dan jaminan mutu terhadap produk. Disamping itu informasi tersebut dapat meningkatkan nilai jual produk karena jaminan mutu produk dan peningkatan kepercayaan konsumen terhadap mutu produk. Untuk dapat melaksanakan strategi pengembangan sistem informasi asalusul bahan baku perlu keterlibatan banyak pihak terutama dalam hal penyediaan bahan dan proses pengadaannya. Beberapa metode implementasi yang telah dilakukan dalam hal ini adalah diberlakukannya sistem pelabelan ketertelusuran bahan sehingga setiap bahan dapat diketahui asal-usulnya dengan sistem labeling tersebut. Metode lain yang telah diimplementasikan adalah penggunaan teknologi barcode dan Radio Frequency Identification (RFID) dalam mengkodekan informasi asal-muasal bahan tersebut. Bahan baku agroindustri gelatin berbeda dengan bahan baku yang telah diberlakukan proses labeling dan pengkodean di atas, oleh karena itu perlu dilakukan kajian mendalam terhadap metode yang tepat guna mendapatkan sistem penelusuran bahan baku yang efektif dan efisien. Dari hasil kajian terhadap aktor dengan metode AHP, diperoleh bahwa aktor yang mempunyai bobot tertinggi adalah aktor agroindustri gelatin. Oleh karena itu perlu dikaji peran dan tanggungjawab dari aktor agroindustri gelatin dalam implementasi strategi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku. Agroindustri gelatin merupakan pelaku yang akan menanggung risiko tertinggi

152 125 berkaitan dengan sistem jaminan mutu pasokan bahan baku, karena jika bahan baku yang diperolehnya tidak memenuhi standar mutu akan menghasilkan produk yang mempunyai mutu rendah dan mengakibatkan penolakan produk oleh konsumen. Selain itu dengan produk yang bermutu rendah akan menurunkan nilai jual produk yang mengakibatkan kerugian pihak agroindustri gelatin. Untuk dapat melakukan jaminan mutu pengadaan bahan baku perlu adanya kerjasama agroindustri gelatin dengan pihak lain seperti agen/pemasok kulit dalam penyediaan bahan baku yang bermutu. Dengan konsep kerjasama ini akan dapat menghindari adanya risiko mutu yang ditanggung oleh pihak agroindustri gelatin, karena risiko mutu bahan baku telah dipindahkan ke pihak agen/pemasok kulit. Untuk mendapatkan jaminan mutu dan keberlanjutan usaha yang adil antar kedua belah pihak maka perlu adanya sistem kerjasama dalam bentuk kelembagaan yang disetujui oleh kedua belah pihak dan tidak merugikan pihak yang lain. Bentuk-bentuk kerjasama tersebut seperti kontrak jual beli dengan mutu tertentu, atau kontrak pengadaan dan pemrosesan bahan baku menjadi produk jadi dengan cara sharing investasi (Starbird & Amanor-Boadu 2007). Berdasatkan hasil analisis dengan AHP diperoleh aspek tujuan yang mempunyai bobot tertinggi adalah tujuan meningkatkan mutu bahan baku dan produk. Dalam hal ini sesuai dengan tujuan awal analisis bahwa dalam pemilihan strategi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku guna mendapatkan tujuan peningkatan mutu produk dan bahan baku agroindustri gelatin, untuk dapat memenuhi kriteria jaminan mutu produk dan bahan baku agroindustri gelatin. Pemilihan Alternatif Model Sistem Kelembagaan Jaminan Mutu Pasokan Bahan Baku Model sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku akan dimodelkan dengan pendekatan definisi kelembagaan sebagai organisasi dan aturan. Berdasarkan hasil analisis strukturisasi elemen sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan dengan menggunakan metode ISM dan analisis strategi pengembangan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin dengan menggunakan metode AHP belum terlihat adanya model kelembagaan

153 126 dari segi organisasi dan aturan, tetapi baru diperoleh komponen sistem berdasarkan daya dorong dan elemen kunci. Oleh karena itu perlu dilihat keterkaitan hasil analisis dari kedua metode tersebut dengan didukung definisi kelembagaan untuk mendapatkan model sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan yang diusulkan. Matriks keterkaitan ini disusun berdasarkan hasil analisis sistem kelembaggaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin yang menghasilkan elemen kunci setiap subsistemnya yang terdiri dari susbsistem tujuan, subsistem tolok ukur keberhasilan program, subsistem aktifitas yang yang perlu dilakukan dalam sistem subsistem perubahan yang mungkin dilakukan dari sistem saat ini serta subsistem pelaku yang perlu diperhatikan dalam sistem. Dari hasil analisis setiap subsistemnya dapat disusun suatu hierarki daya dorong yang digunakan sebagai patokan untuk menyusun dalam penentuan hierarki dalam analisa sistem menggunakan AHP sebagaimana dilakukan oleh Gorvett dan Liu (2007) dalam mengkuantifikasi risiko perusahaan asuransi. Matriks keterkaitan antara kedua hasil analisis tersebut dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22 Matriks gabungan hasil analisis ISM dan AHP dalam pemodelan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan vahan baku Metode Pelaku Tujuan Kriteria ISM Pemerintah pusat Memperoleh Memudahkan proses dan daerah kepastian asal pembuatan label mutu Perguruan tinggi usul dan halal dan lembaga litbang jaminan mutu Terjaminnya mutu bahan baku bahan baku dan produk gelatin AHP Hasil gabun gan Agroindustri gelatin dan agen pemasok bahan baku Pelaku utamanya adalah agroindustri gelatin dan agen pemasok bahan baku didukung oleh perguruan tinggi/lembaga litbang dan pemerintah pusat/daerah Meningkatkan mutu bahan baku dan produk Meningkatkan kepercayaan konsumen Memperoleh kepastian asal usul dan jaminan mutu bahan baku sehingga dapat meningkatkan kepercayaan konsumen Jaminan mutu produk dan bahan baku Jaminan informasi asal usul bahan baku Proses pengurusan sertifikasi mutu halal Adanya informasi asal-usul bahan baku maka dapat memberikan jaminan mutu bahan baku dan produk gelatin, sehingga memudahkan proses pengurusan mutu halal Strategi/perubahan yang dimungkinkan Penyediaan sistem informasi penelusuran bahan baku Setiap pengusaha diharuskan memberlakukan standarisasi mutu Pengembangan sistem informasi penelusuran bahan baku Kelembagaan independen proses jaminan mutu Penyediaan sistem informasi penelusuran bahan baku yang didukung dengan kelembagaan independen proses jaminan mutu

154 127 Berdasarkan Tabel 22 di atas terlihat bahwa pelaku utama dari sistem kelembagaan adalah agroindustri gelatin, agen pemasok bahan baku, yang didukung oleh pemerintah pusat/daerah dan lembaga litbang/perguruan tinggi. Kemudian tujuan dari sistem kelembagaan adalah memperoleh kepastian asal usul dan jaminan mutu bahan baku sehingga dapat meningkatkan kepercayaan konsumen, sedangkan kriteria agar sistem kelembagaan dapat berjalan adalah adanya informasi asal-usul pasokan bahan baku, maka dapat memberikan jaminan mutu bahan baku dan produk gelatin sehingga memudahkan proses pengurusan sertifikasi mutu halal. Kemudian strategi yang perlu dilakukan dalam pengembangan sistem adalah penyediaan sistem informasi penelusuran bahan baku yang didukung oleh kelembagaan independen proses jaminan mutu pasokan bahan baku. Untuk mencapai hal tersebut perlu memperhatikan kendala yang ada yaitu lokasi geografis yang tersebar dan kebijakan pemerintah pusat ataupun daerah yang tidak konsisten. Untuk membuat model sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin dari kulit sapi split berdasarkan struktur elemen kunci dan strategi pengembangan agroindustri gelatin di atas dapat diusulkan beberapa alternatif model sistem kelembagaan jaminan mutu ditinjau dari sisi aturan atau norma dan dari sisi organisasi sistem kelembagaan. Alternatif model kelembagaan didasarkan pada hasil penelitian Lau et al. (2002) yang mengkaji beberapa model kelembagaan yaitu; model kontrak, model kemitraan petani dan pengusaha, model koperasi, dan model jejaring usaha. Oleh karena itu berdasarkan analisis struktur kelembagaan dan strategi kelembagaan diusulkan masing-masing tiga model alternatif dari sisi organisasi dan dari sisi aturan. Dari sisi organisasi kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin dan dengan mengacu pada hasil analisis gabungan dapat diusulkan tiga alternatif sistem kelembagaan yaitu a) Model pemberdayaan semua elemen pelaku agroindustri gelatin dalam manajemen mutu total, b) Adanya lembaga internal agroindustri sistem jaminan mutu pasokan bahan baku dan sertifikasi mutu produk, c) Penggunaan lembaga independen dalam proses jaminan mutu.

155 128 Model kelembagaan dalam bentuk pemberdayaan semua elemen yang terlibat dalam pasokan bahan baku agroindustri gelatin merupakan model organisasi yang melibatkan setiap tingkatan rantai pasok dalam memberikan jaminan mutu pasokan bahan baku. Pemberdayaan ditekankan pada peningkatan kemampuan setiap individu ataupun kelompok dalam jaringan rantai pasok untuk bertindak dalam konteks peningkatan mutu produk, seperti penggunaan alat, tempat dan proses produksi yang menekankan pada peningkatan mutu. Karena konsepnya adalah pemberdayaan maka dalam kelembagaan ini lebih ditekankan pada kesadaran setiap individu untuk belajar dan bertindak dalam peningkatan bahan baku dengan didukung oleh beberapa pelatihan yang dapat dilakukan oleh pemerintah pusat atau daerah serta lembaga swadaya masyarakat yang didukung oleh perguruan tinggi dan lembaga penelitian. Proses manajemen mutu pada model kelembagaan ini dilakukan secara total untuk setiap tingkatan rantai pasok mulai dari peternak sapi, pedagang sapi, rumah pemotongan hewan, pengumpul kulit, agen pemasok kulit, industri penyamakan kulit dan agroindustri gelatin. Aturan main yang diberlakukan dalam model ini adalah setiap tingkatan rantai pasok harus memenuhi standar mutu yang berlaku untuk dapat memasok ke pihak selanjutnya dengan konsep kontrak pengadaan sesuai mutu. Struktur model kelembagaan pemberdayaan semua elemen pelaku agroindustri gelatin dalam manajemen mutu disajikan pada Gambar 31.

156 129 Proses Manajemen mutu total Peternak Perguruan Tinggi / Lembaga penelitian Pedagang Sapi RPH (Rumah Pemotongan Hewan) Pengumpul Kulit Agen Pemasok Kulit Lembaga pemberdayaan semua elemen rantai pasok Pelatihan mutu Penguatan modal Penguatan manajemen Penguatan akses informasi Perbankan / Lembaga keuangan Lembaga sertifikasi Mutu Industri Penyemakan kulit Pemerintah Pusat / Daerah Industri gelatin Gambar 31 Struktur model kelembagaan pemberdayaan semua elemen pelaku agroindustri gelatin dalam manajemen mutu total Alternatif model kelembagaan jaminan mutu yang berikutnya adalah model kelembagaan internal agroindustri sistem jaminan mutu pasokan bahan baku dan sertifikasi mutu produk. Model kelembagaan ini merupakan model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku yang akan mengendalikan proses pengadaan bahan baku di dalam perusahaan agroindustri gelatin untuk memastikan setiap pasokan sesuai standar mutu yang diharapkan dengan melakukan kontrak kerjasama dengan agen pemasok untuk memastikan asal-usul bahan baku dan kepastian pasokan bahan baku. Model ini menghubungkan pihak agroindustri dengan pihak pemasok bahan baku dalam pengadaan bahan baku serta terhubung dengan lembaga sertifikasi indenpenden seperti ISO, POM untuk dapat mengendalikan mutu pasokan sesuai standar dalam sertifikasi mutu produk. Struktur model lembaga internal agroindustri sistem jaminan mutu pasokan bahan baku dan sertifikasi mutu produk disajikan pada Gambar 32.

157 130 Gambar 32 Struktur model lembaga internal agroindustri sistem jaminan mutu pasokan bahan baku dan sertifikasi mutu produk Alternatif model kelembagaan yang ketiga adalah model kelembagaan independen dalam proses jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin. Model ini digunakan untuk melakukan pengendalian mutu pasokan bahan baku, pelatihan manajemen mutu dan sertifikasi mutu. Kelembagaan ini merupakan kelembagaan swadaya masyarakat yang bebas atau independen terhadap pihak lain dalam jaringan rantai pasok pengadaan bahan baku ataupun lembaga pemerintah. Dengan kelembagaan ini diharapkan dapat mengontrol proses manajemen mutu dalam pengandaan bahan baku secara lebih obyektif, sehingga dapat meningkatkan kepercayaan konsumen. Lembaga ini dapat beranggotakan berbagai elemen masyarakat yang peduli terhadap manajemen mutu serta peningkatan mutu produk agar dapat mencapai mutu yang baik dan halal, seperti ulama, peneliti, dan praktisi mutu. Untuk dapat menjamin pengendalian mutu pasokan bahan baku, lembaga ini melakukan kerjasama dengan berbagai lembaga sertifikasi yang lain dalam melakukan proses sertifikasi mutu dan pelatihan

158 131 sertifikasi mutu terhadap setiap tingkatan rantai pasok agrindustri gelatin. Struktur model kelembagaan independen dalam proses jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin disajikan pada Gambar 33. Proses Jaminan mutu pasokan bahan baku Perbankan / Lembaga keuangan Pemerintah Pusat / Daerah: Kebijakan pemerintah Peraturan pusat/ daerah Produsen bahan baku : Peternak, RPH (Rumah Pemotongan Hewan) dan pedagang sapi Pemasok bahan baku: pengumpul kulit, pedagang (Agen) Kulit sapi Industri Penyemakan kulit Industri gelatin Perguruan Tinggi / Lembaga penelitian Lembaga independent jaminan mutu Pengendalian mutu Pelatihan manajemen mutu Sertifikasi mutu Lembaga sertifikasi Mutu: Halal, HACCP, ISO Gambar 33 Struktur model kelembagaan independen dalam proses jaminan mutu Diitinjau dari sisi aturan atau norma dalam sistem kelembagaan, dapat diusulkan juga tiga alternatif sistem kelembagaan untuk memodelkannya yaitu 1) Model kontrak pengadaan bahan baku dengan patokan harga sesuai mutunya, 2) Model kemitraan penyediaan bahan baku dengan konsep pembagian keuntungan dan manajemen mutu, 3) Model jual beli bahan baku secara bebas sesuai mutu (kondisi saat ini). Dengan menggunakan Metoda Perbandingan Eksponensial (MPE), berdasarkan hasil interview mendalam dengan beberapa orang pakar dapat ditentukan alternatif model yang paling baik dari beberapa alternatif model kelembagaan tersebut di atas. Pemilihan alternatif model di atas menggunakan kriteria berikut: K1) Meningkatkan kepercayaan konsumen, K2) Proses pengurusan sertifikasi mutu lebih cepat, K3) Kontinuitas pasokan produk bermutu, K4) Peningkatan harga produk, K5) Kemudahan penelusuran mutu produk, K6) Informasi mutu mudah diakses, K7) Meningkatnya jumlah konsumen, K8) Proses produksi lebih efisien, dan K9) Menurunnya biaya pengadaan bahan baku. Penilaian alternatif model sistem kelembagaan hasil

159 132 agregasi dari pendapat gabungan beberapa orang pakar yang dilibatkan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 5 dan Lampiran 6. Proses agregasi pendapat pakar dilakukan dengan menggunakan metode rata-rata nilai dari pendapat beberapa pakar yang dilibatkan dalam penelitian. Dari Lampiran 5 terlihat bahwa dari segi aturan atau norma dalam sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku, maka alternatif yang mempunyai nilai tertinggi yaitu sebesar ,87 adalah sistem kelembagaan dengan model kontrak kerjasama pengadaan bahan baku dengan patokan harga sesuai mutunya. Dengan hasil ini dapat disimpulkan bahwa model kontrak pengadaan bahan baku merupakan model yang tepat untuk dapat menjamin mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin. Model kontrak ini melibatkan agroindustri gelatin, industri penyamakan kulit dan agen pemasok kulit dalam rangka penyediaan bahan baku gelatin yaitu kulit sapi split. Aturan kontrak berdasarkan mutu dilakukan antara agen pemasok kulit dengan industri penyamakan kulit, kemudian agen pemasok kulit juga mengadakan kontrak dengan pedagang sapi dan rumah pemotongan hewan untuk mendapatkan jaminan mutu pasokan bahan baku dan pasokan yang berkesinambungan. Dari segi organisasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku yang terpilih adalah Penggunaan lembaga independen dalam proses jaminan mutu penggunaan, dengan nilai alternatif tertinggi sebesar ,13. Nilai alternatif model ini lebih tinggi dibandingkan dengan model lembaga internal dalam agroindustri gelatin sebagai sistem jaminan mutu produk dan sertifikasi mutu dalam perusahaan, dengan nilai alternatif sebesar ,14, sebagaimana yang disajikan pada Lampiran 6. Dari segi organisasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku yang terpilih adalah Penggunaan lembaga independen dalam proses jaminan mutu Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa model kelembagaan independen merupakan kelembagaan yang tepat sebagai model jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin. Dalam kelembagaan tersebut beranggotakan berbagai elemen kelembagaan seperti lembaga swadaya masyarakat, lembaga sertifikasi, perguruan tinggi dan pelaku usaha. Untuk mendukung kelembagaan ini perlu adanya lembaga internal

160 133 jaminan mutu pasokan bahan baku untuk memastikan pelaksanaan pasokan bahan baku sesuai dengan mutu dan jumlah yang diperlukan. Model KelembagaanTerpilih Sistem Kelembagaan Jaminan Mutu Pasokan Bahan Baku Agroindustri gelatin Suatu kelembagaan adalah suatu pemantapan perilaku yang hidup pada suatu kelompok orang yang merupakan sesuatu yang stabil, mantap dan berpola; berfungsi untuk tujuan-tujuan tertentu dalam masyarakat; ditemukan dalam sistem sosial tradisional dan modern atau bisa berbentuk tradisional dan modern dan berfungsi mengefisienkan kehidupan sosial (Syahyuti, 2006). Selanjutnya dinyatakan pula bahwa, ada dua katalis yang berperan penting dalam pengembangan kelembagaan yakni perubahan dalam harga relatif (relative price) dan inovasi teknologi. Dalam merespon kedua perubahan ini salah satu atau kedua belah pihak mungkin akan melihat lebih menguntungkan untuk mengubah aturan (Rules of agreement) yang kemudian berujung pada perubahan kelembagaan yang akan menguntungkan salah satu atau kedua belah pihak. Demikian juga halnya dengan inovasi teknologi yang akan menurunkan biaya transaksi dan perubahan dalam biaya informasi merupakan sumber utama dalam pengembangan kelembagaan. Berdasarkan hasil analisis pemilihan model sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin ditinjau dari sisi organisasi dan dari sisi aturan telah diperoleh bahwa sistem kelembagaan yang optimal adalah penggunaan lembaga independen dalam proses jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin sebagai sistem jaminan mutu produk dan sertifikasi mutu dalam perusahaan dengan menggunakan aturan kontrak kerjasama pengadaan bahan baku dengan patokan harga sesuai mutu. Dengan bentuk model ini akan digabungkan konsep kelembagaan independen jaminan mutu yang bertugas untuk mengendalikan mutu pasokan bahan baku dengan model kelembagaan internal jaminan mutu pasokan bahan baku yang bertugas untuk memastikan pasokan sesuai dengan jumlah dan waktu yang ditentukan. Selain itu lembaga internal juga bertugas untuk melakukan kontrak kerjasama pengadaan bahan baku sesuai mutu sebagai aturan kelembagaan yang perlu diimplementasikan. Oleh karena itu

161 134 diusulkan suatu model sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin dari kulit sapi split yang disajikan pada Gambar 34. Sertifikasi Mutu: Halal HACCP ISO dll Kelembagaan Jaminan mutu pasokan bahan baku Lembaga independent jaminan mutu Pengendalian mutu Pelatihan manajemen mutu Mendukung sertifikasi mutu Lembaga swadaya masyarakat Konsumen Pedagang kulit MUI Perguruan Tinggi / Lembaga penelitian Fasilitator kerjasama Pelatihan mutu Pemerintah Pusat / Daerah: Industri gelatin dan penyamakan kulit Lembaga internal jaminan mutu perusahaan Kontrak pengadaan bahan baku Pemasok bahan baku Peternak Rumah pemotongan hewan Pedagang kulit Kebijakan pemerintah Peraturan pusat/ daerah Iklim usaha Lembaga keuangan Perbankan Investasi syariah Koperasi Keterangan: Material Informasi Relasi Gambar 34 Usulan model sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin Sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin terdiri dari agroindustri gelatin yang dipadukan dengan industri penyamakan kulit untuk mendapatkan jaminan pasokan bahan baku kulit sapi split, dan agen pemasok bahan baku kulit sapi yang terhubung dengan lembaga internal jaminan mutu pasokan bahan baku kulit sapi untuk melakukan kontrak kerjasama jaminan mutu pasokan dan memastikan terpenuhinya standar mutu pasokan bahan baku antara industri penyamakan kulit dan agen pemasok bahan baku kulit sapi. Disamping itu lembaga internal tersebut juga berhubungan dengan lembaga sertifikasi mutu untuk mendapatkan informasi standar mutu dan memastikan proses standarisasi pasokan bahan baku sudah sesuai dengan sertifikasi mutu yang ditentukan. Proses pertukaran informasi dapat dilakukan dengan membuat suatu sistem informasi jaminan mutu pasokan bahan baku yang dapat diakses oleh semua pihak yang terlibat dalam pasokan bahan baku gelatin seperti agroindustri gelatin, industri

162 135 penyamakan kulit, agen pemasok bahan baku dan lembaga internal jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin. Lembaga internal jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin juga bekerjasama dengan lembaga keuangan dan perbankan dalam upaya untuk memastikan bentuk kerjasama yang konkrit dalam melakukan kontrak pembagian keuntungan pasokan bahan baku berdasarkan mutu yang dikehendaki sesuai sertifikasi mutu. Peran perguruan tinggi dan lembaga litbang sebagai fasilitator dalam kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin dilakukan dengan cara memfasilitasi pelatihan dan penguatan kemampuan pemasok kulit sapi dalam proses penyediaan kulit sapi yang dikaitkan dengan mutu agar mendapatkan nilai tambah akibat dari peningkatan mutu. Disamping itu penguatan juga dapat dilakukan dengan menghubungkan pelaku pasokan bahan baku gelatin dengan pihak perbankan dalam upaya pemberian kredit dan kelayakan usaha untuk meningkatkan kepercayaan pihak perbankan terhadap usaha kecil dan menengah dalam upaya penyediaan bahan baku gelatin. Jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin ini tidak akan efektif dan berkelanjutan tanpa adanya dukungan pemerintah pusat ataupun daerah dalam menyediakan kebijakan mutu dan iklim usaha yang mengedepankan standarisasi mutu untuk setiap produk yang diperdagangkan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan membuat aturan dan menyediakan sarana dan prasarana yang mendukung diberlakukannya sistem standarisasi mutu produk. Sistem jaminan mutu pasokan bahan baku (SJMPB) dibuat sebagai bagian integral dari kebijakan perusahaan, bukan merupakan sistem yang berdiri sendiri. SJMPB sebagai sebuah sistem pada suatu rangkaian produksi. Konsep-konsep mutu dan etika usaha akan menjadi input utama dalam SJMPB. Prinsip sistem jaminan mutu pasokan bahan baku pada dasarnya mengacu pada konsep Total Quality Mangement (TQM), yaitu sistem manajemen mutu terpadu yang menekankan pada pengendalian mutu pada setiap lini. Sistem jaminan mutu pasokan bahan baku harus dipadukan dalam keseluruhan manajemen, yang berpijak pada empat konsep dasar, yaitu komitmen secara terus-menerus dapat memenuhi permintaan dan persyaratan konsumen, meningkatkan mutu produksi dengan harga yang terjangkau, produksi bebas dari

163 136 kerja ulang, bebas dari penolakan dan penyidikan. Untuk mencapai hal tersebut perlu menekankan pada tiga aspek zero limit, zero defect dan zero risk. Dengan penekanan pada tiga zero tersebut, tidak boleh ada sedikitpun barang menyalahi mutu yang digunakan, tidak boleh ada proses yang menimbulkan penurunan mutu produk, dan tidak menimbulkan resiko dengan penerapannya. Oleh karena itu perlu adanya komitmen dari seluruh bagian organisasi manajemen, dimulai dari pengadaan bahan baku sampai distribusi pemasaran. Sistem jaminan mutu pasokan bahan baku (SJMPB) dalam penerapannya harus diuraikan secara tertulis dalam bentuk Manual Jaminan Mutu yang meliputi lima aspek di bawah ini: 1. Pernyataan kebijakan perusahaan tentang Mutu (Quality policy) 2. Panduan Mutu (Quality Guidelines) 3. Sistem Organisasi Jaminan Mutu 4. Uraian titik kendali kritis Mutu pasokan bahan baku 5. Sistem audit mutu internal. Manual jaminan mutu harus dibuat secara terperinci disesuaikan dengan kondisi masing-masing perusahaan agar dapat dilaksanakan dengan baik. Panduan Jaminan mutu merupakan sistem yang mengikat seluruh elemen perusahaan. Dengan demikian harus disosialisasikan pada seluruh karyawan di lingkungan perusahaan, tidak hanya diketahui oleh pihak manajemen. Secara teknis panduan jaminan mutu dijabarkan dalam bentuk prosedur pelaksanaan baku (Standard Operating Prosedure / SOP) untuk tiap bidang yang terlibat dengan produksi (LPPOM-MUI, 2008) Kelembagaan independen dibuat dengan anggota berbagai elemen masyarakat yang berkompeten dalam hal mutu dan sertifikasi mutu seperti LSM (Lembaga swadaya masyarakat), MUI (Majelis ulama Indonesia), Perguruan tinggi dan pelaku usaha yang bergerak dalam usaha pasokan bahan baku agroindustri gelatin, serta konsumen gelatin. Kelembagaan ini mempunyai tugas untuk mengawasi dan memberikan pelatihan-pelatihan manajemen mutu dan sertifikasi mutu terhadap para pengusaha dan pelaku usaha dari peternak, pedagang sapi, rumah pemotongan hewan, agen kulit dan industri penyamakan kulit.

164 137 Rancangan Operasional Sistem Kelembagaan Jaminan Mutu Pasokan Bahan Baku Agroindustri gelatin Untuk mengimplementasikan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin, perlu dipilih model kelembagaan yang tepat dan efisien, baik ditinjau dari sisi aturan ataupun organisasi. Pemilihan model dilakukan berdasarkan hasil penilaian pakar dengan menggunakan pendekatan MEMCDM dan MPE. Ditinjau dari sisi aturan kerjasama, model sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin yang mempunyai nilai tertinggi adalah model kontrak pengadaan bahan baku dengan patokan harga sesuai mutunya, diikuti dengan model kemitraan penyediaan bahan baku dengan konsep pembagian keuntungan dan manajemen mutu, sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 35. Gambar 35 Histogram nilai alternatif model kelembagaan dari sisi aturan Aturan kontrak kerjasama dapat diterapkan dalam penyediaan bahan baku agroindustri gelatin antara pemasok kulit atau pedagang kulit dengan industri penyamakan kulit dan agrindustri gelatin. Kontrak antara pedagang kulit dengan industri penyamakan kulit dilakukan untuk penyediaan bahan baku kulit yang bermutu, sedangkan kontrak antara agroindustri gelatin dengan industri

165 138 penyamakan kulit adalah untuk mengolah limbah industri penyamakan kulit yaitu kulit sapi split menjadi gelatin. Aturan tersebut meliputi jumlah pasokan, jadwal pasokan dan mutu pasokan dengan mengacu pada harga tertentu. Dengan adanya kontrak tersebut maka beberapa kriteria untuk menjamin mutu pasokan akan terpenuhi seperti adanya kontinuitas pasokan bahan baku yang bermutu, peningkatan kepercayaan konsumen dan memudahkan penelusuran mutu produk, sehingga proses jaminan mutu lebih mudah dilakukan. Detail dari tingkat kepentingan setiap kriteria mutu yang paling berpengaruh terhadap sistem kelembagaan ini dapat dilihat pada Lampiran 5. Ditinjau dari sisi organisasi, model yang terpilih berdasarkan penilaian pakar dengan menggunakan metode MEMCDM dan MPE adalah Model penggunaan lembaga independen dalam proses jaminan mutu mempunyai nilai alternatif ,13, dan model adanya lembaga internal agroindustri sistem jaminan mutu produk dan sertifikasi mutu, dengan nilai alternatif ,14, sedangkan model pemberdayaan semua elemen pelaku agroindustri gelatin dalam menajemen mutu total mempunyai nilai alternatif ,10, sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 36. Gambar 36 Histogram nilai alternatif model kelembagaan dari sisi organisasi

166 139 Kelembagaan independen artinya lembaga atau organisasi tersebut tidak bergantung terhadap lembaga lain, sehingga dalam melaksanakan tugasnya tidak dapat dipengaruhi oleh pihak lain. Dengan kontek lembaga independen tersebut diharapkan tindakan pengawasan mutu dapat dilakukan secara lebih obyektif dan transparan. Model kelembagaan independen dalam sistem kelembagaan jaminan mutu dapat diimplementasikan dengan melibatkan berbagai elemen kelembagaan swadaya masyarakat yang peduli akan mutu produk gelatin sebagai bahan baku produk halal. Kelembaggan tersebut dapat berupa organisasi seperti Lembaga swadaya masyarakat peduli mutu halal untuk melakukan pengawasan terhadap proses pengadaan bahan baku agroindustri gelatin dari kulit sapi split. Sedangkan kelembagaan internal merupakan kelembaggan yang ada dalam perusahaan atau agroindustri gelatin yang dapat melakukan semua tindakan yang berkaitan dengan jaminan mutu pasokan bahan baku yang meliputi pengadaan, pengawasan, pengendalian dan penjaminan mutu bahan baku. Tahapan Operasionalisasi sistem kelembagaan jaminan mutu Untuk dapat mengimplementasikan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin, perlu diidentifikasi siapa pemrakarsa dan penanggungjawab sistem, bagaimana mekanisme pengendalian dan aturan-aturan sistem yang perlu dipatuhi oleh setiap pemangku kepentingan. Keberhasilan penerapan sistem dipengaruhi oleh faktor lingkungan usaha dan penghambat internal. Apapun bentuk usaha memerlukan komitmen pemerintah dalam memberikan kemudahan dan keamanan berusaha, prasarana, sarana, dan paket kebijakan yang mendorong kemajuan usaha, dan pemihakan kepada pengusaha. Terdapat tiga alternatif pemrakarsa yang dimungkinkan untuk mewujudkan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku yakni: pemerintah, pedagang pemasok, dan agroindustri gelatin. Pemrakarsa dari pemerintah dapat dilakukan dengan membuat kebijakan tentang pemberlakuan jaminan mutu pasokan bahan baku pada setiap produk dengan menggunakan peraturan daerah ataupun pusat, sehingga setiap pengadaan bahan baku perlu adanya inspeksi mutu dengan standar tertentu seperi ISO ataupun SNI. Pemrakarsa dari pedagang pemasok dapat dilakukan dengan membuat kelompok usaha bersama sehingga terbentuk suatu agen pemasok agroindustri gelatin yang

167 140 mengedepankan mutu pasokan dan penguatan kemampuan usaha. Kemudian pemrakarsa dari agroindustri gelatin dapat dilakukan dengan membentuk agen pemasok dari beberapa pedagang pemasok kulit yang sudah ada saat ini dengan diberikan bantuan teknologi dan pengetahuan untuk dapat memasok bahan baku yang sesuai standar mutu yang diinginkan. Dengan terbentuknya agen pemasok bahan baku yang sesuai standar maka akan diperoleh jaminan pasokan bahan baku dengan penanggungjawab lembaga internal jaminan mutu pasokan bahan baku yang terdapat pada agroindustri gelatin. Pengendalian dilakukan untuk menilai kinerja sistem secara keseluruhan yang terbagi atas keanggotaan agen pemasok, pasokan dan proses sertifikasi mutu pasokan bahan baku. Kendali keanggotaan dimaksudkan untuk memantau masukan, kontribusi dan perilaku anggota. Agen yang aktif berarti akan memasok bahan baku sebagaimana yang diminta. Lembaga internal jaminan mutu mengendalikan penerimaan, pengolahan permintaan dan kemudian diturunkan melalui kelompok. Anggota akan memberikan informasi kesanggupan pasokan melalui kelompoknya. Kendali pasokan dimaksudkan untuk memantau sejauh mana anggota menjamin bahan baku pasokan dapat dipenuhi dalam jumlah, jenis, mutu, waktu dan harga. Kendali proses akan mengecek pencapaian mutu dari setiap bagian proses. Untuk dapat menerapkan aturan kelembagaan yang baik perlu adanya nilai-nilai yang dipegang oleh setiap stakeholder yang terlibat yaitu integritas, komitmen dan kerjasama. Nilai komitmen dapat diwujudkan dalam tindakan mematuhi kesanggupan pasokan dalam jumlah, jenis, mutu dan seluruh ketentuan yang berlaku. Nilai integritas merupakan wujud kepatuhan untuk menyatukan langkah operasi individual dengan organisasi. Nilai kerjasama menunjukkan kesediaan berbagi dengan anggota lainnya. Penerapan nilai dimaksud menjadi pedoman perilaku yang memerlukan sosialisasi terus menerus. Apabila diketahui terdapat anggota yang tidak menjalankan aturan secara konsisten, maka pembuat kesalahan perlu dibina hingga bentuk teguran atau pinalti. Ketidakpatuhan juga dapat berupa tidak mematuhi cara berproduksi yang baik, tidak menjalankan standar pascapanen, mengalihkan pasokan kepada pihak lain baik terbuka maupun tertutup, dan tidak terlibat aktif dalam kegiatan organisasi.

168 ANALISIS PERKIRAAN KINERJA SISTEM KELEMBAGAAN JAMINAN MUTU PASOKAN BAHAN BAKU DAN KELAYAKAN PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI GELATIN Kelembagaan (institution) sebagai aturan main (rule of game) dan organisasi, berperan penting dalam mengatur penggunaan/alokasi sumberdaya secara efisien, merata dan berkelanjutan. Sebagai hasil dari pembagian pekerjaan dan spesialisasi pada sistem ekonomi maju sering mengarah kepada keadaan dimana orang-orang menjadi hampir tidak mampu lagi berdiri sendiri dalam arti mereka tidak dapat menghasilkan barang barang dan jasa yang dibutuhkan untuk kehidupan (konsumsinya) sehingga pemenuhan kebutuhannya diperoleh dari orang/pihak lainnya yang bespesialisasi melalui suatu pertukaran yang dalam ekonomi disebut transaksi ekonomi. Agar transaksi ekonomi dapat berlangsung perlu adanya koordinasi antar berbagai pihak dalam sistem ekonomi yang sekaligus juga mencakup aturan representasi dari pihak-pihak yang berkoordinasi tersebut. Pada dasarnya ada dua bentuk koordinasi utama yaitu koordinasi untuk keperluan; (1) transaksi melalui sistem pasar, dimana harga-harga menjadi panduan dalam mengkoordinasikan alokasi sumberdaya-sumberdaya tersebut jadi harga-harga berperan sebagai pemberi isyarat dan sebagai pembawa informasi yang mengatur koordinasi alokasi sumberdaya kepada pembeli dan penjual, (2) transaksi tersebut dilakukan dalam sistem organisasi-organisasi yang berhirarki di luar sistem pasar dimana wewenang kekuasaan berperan sebagai koordinator dalam mengatur alokasi sumberdaya tersebut. Analisis perkiraan kinerja sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin Untuk mendapatkan model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin, perlu adanya analisis tingkat efisiensi kinerja dari setiap alternatif model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku, baik dari sudut pandang organisasi maupun dari sudut pandang aturan kerjasama. Dalam kajian ini analisis efisiensi kinerja masing-masing model sistem kelembagaan dilakukan dengan wawancara mendalam dengan beberapa pakar. Metode analisis yang digunakan adalah Data Envelopment Analysis (DEA) untuk mendapatkan sistem 141

169 142 kelembagaan yang paling efisien dengan variabel input dan output diperoleh dari penilaian dan pendapat pakar. Variabel input yang digunakan dalam analisis ini adalah a) Tingkat keterlibatan setiap elemen dalam manajemen mutu, b) Biaya pengurusan sertifikasi mutu, c) Lamanya proses pengurusan mutu, d) Kemudahan pengurusan sertifikasi mutu, e) Efisiensi proses pengadaan bahan baku, f) Nilai tambah produk, g) Harga produk, dan h) Daya saing produk. Variabel outputnya adalah Tingkat kepercayaan konsumen terhadap mutu produk gelatin. Analisis perkiraan kinerja sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin dilakukan dengan membandingkan tingkat efisiensi sistem berdasarkan variabel input dan output ditinjau dari sisi organisasi dan dari sisi aturan kerjasama. Hasil perbandingan efisiensi kinerja sistem kelembagaaan dengan menggunakan DEA ditinjau dari sisi aturan kerjasama dalam sistem diperoleh bahwa kinerja model jual beli bahan baku secara bebas sesuai mutu sebagai model yang berlaku saat ini mempunyai nilai efisiensi kinerja 97,26%, sedangkan model kontrak pengadaan bahan baku dengan patokan harga sesuai mutunya dan Model kemitraan penyediaan bahan baku dengan konsep pembagian keuntungan dan manajemen mutu, masing masing mempunyai tingkat efisiensi 100%. Rincian dari hasil analisis efisiensi kinerja sistem kelembagaan ditinjau dari sisi aturan kerjasama disajikan pada Tabel 23. Tabel 23 Nilai perkiraan efisiensi alternatif sistem kelembagaan jaminan mutu ditinjau dari sisi aturan. Alternatif Model Sistem Kelembagaan Nilai Efisiensi Kinerja (%) 1. Model kontrak pangadaan bahan baku dengan patokan harga sesuai mutunya 2. Model kemitraan penyediaan bahan baku dengan konsep pembagian keuntungan dan manajemen mutu 3. Model jual beli bahan baku secara bebas sesuai mutu (kondisi awal) 100,00 100,00 97,26 Hasil analisis di atas menunjukkan bahwa ditinjau dari sisi aturan kerjasama, kinerja sistem kelembagaan yang berlaku saat ini masih belum efisien jika dibandingkan dengan model kontrak pengadaan bahan baku berdasarkan mutu dan model kemitraan penyediaan bahan baku dengan konsep pembagian

170 143 keuntungan dan manajemen mutu. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian mendalam terhadap variabel input dan output sistem untuk mengetahui pengaruh dari setiap variabel terhadap efisiensi kinerja sistem kelembagaan jaminan mutu agar mendapatkan solusi yang tepat dalam meningkatkan efisiensi kinerja sistem dengan pendekatan perubahan input dan output. Kajian terhadap variabel input dan output sistem dilakukan dengan membandingkan model yang berkinerja paling efisien (nilai 100%) dengan model yang berkinerja kurang efisien (kurang dari 100%). Oleh karena itu dibandingkan model sistem kelembagaan jaminan mutu berdasarkan aturan yaitu model kontrak pengadaan bahan baku berdasarkan harga sesuai mutunya dengan model jual-beli bahan baku secara bebas sesuai mutu (kondisi awal). Hasil perbandingan kedua model tersebut dapat dilihat pada Gambar 37. Gambar 37 Perbandingan input dan output kinerja model aturan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin.

171 144 Berdasarkan Gambar 37 di atas terlihat bahwa Model kontrak pangadaan bahan baku dengan patokan harga sesuai mutunya, mempunyai kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan Model jual beli bahan baku secara bebas sesuai mutu, sebagai model yang berlaku saat ini. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan kinerjanya adalah harga produk, nilai tambah produk, dan efisiensi pengurusan sertifikasi mutu produk. Selain itu dengan model tersebut juga dapat menurunkan lamanya proses pengadaan bahan baku, biaya pengurusan sertifikasi mutu dan tingkat keterlibatan setiap elemen dalam manajemen mutu produk, sehingga diperoleh model sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku yang efisien. Hasil tersebut di atas sesuai dengan hasil analisis menggunakan DEA untuk menguji tingkat efisiensi model sistem kelembagaan yang akan diimplementasikan. Beberapa variabel input yang dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi kinerja model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin dapat diperlihatkan dalam Gambar 38. Gambar 38 Nilai penurunan variabel input pada model kontrak pengadaan bahan baku dibandingkan dengan model jual beli bahan baku gelatin

172 145 Dari Gambar 38 di atas terlihat bahwa semua variabel input dapat diturunkan jika menggunakan kontrak pengadaan bahan baku dengan Patokan harga sesuai mutunya jika digunakan sebagai aturan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin dibandingkan dengan sistem yang berlaku saat ini. Beberapa variabel input yang cukup menonjol penurunannya adalah variabel biaya pengurusan sertifikasi mutu, lama pengurusan sertifikasi mutu dan tingkat keterlibatan setiap elemen dalam manajemen mutu, dengan nilai masing-masing sebesar 23%, 21% dan 20%. Walaupun dengan model kontrak pengadaan bahan baku masih terdapat kelemahan yaitu turunnya daya saing produk sebesat 17% dibandingkan dengan model dasar (model jual beli sesuai mutu) karena tidak terjadinya tingkat persaingan pasar. Hasil perbandingan efisiensi kinerja sistem kelembagaaan dengan menggunakan DEA ditinjau dari sisi organisasi, diperoleh bahwa penggunaan lembaga independen dalam proses jaminan mutu dan Adanya lembaga internal agroindustri sistem jaminan mutu produk dan sertifikasi mutu mempunyai tingkat efisiensi kinerja 100%, sedangkan Model pemberdayaan semua elemen pelaku agroindustri gelatin dalam manajemen mutu total mempunyai tingkat efisiensi kinerja 91,29%. Di samping itu nilai efisiensi kinerja Model jual beli bahan baku secara bebas sesuai mutu sebagai model yang berlaku saat ini jika dibandingkan dengan model-model dalam organisasi sistem yang mempunyai nilai 88,27%. Rincian dari nilai tersebut dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24 Nilai perkiraan efisiensi alternatif sistem kelembagaan jaminan mutu ditinjau dari sisi organisasi. Alternatif Model Sistem Kelembagaan Nilai Efisiensi Kinerja (%) 3. Model jual beli bahan baku secara bebas sesuai mutu (kondisi awal) 4. Model pemberdayaan semua elemen pelaku agroindustri gelatin dalam manajemen mutu total 5. Adanya lembaga internal agroindustri sistem jaminan mutu produk dan sertifikasi mutu 6. Penggunaan lembaga independen dalam proses jaminan mutu 88,27 91,29 100,00 100,00

173 146 Hasil analisis model lebih lanjut terhadap variabel input dan output dengan menggunakan DEA terhadap model berkinerja efisien dan model yang berkinerja kurang efisien ditinjau dari sisi organisasi disajikan pada Gambar 39. Gambar 39 Perbandingan input dan output kinerja model organisasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin Dari Gambar 39 di atas terlihat bahwa perbandingan variabel input dan output antara model jual beli bahan baku sesuai mutu sebagai model berkinerja kurang efisien dan model Adanya lembaga internal agroindustri sistem jaminan mutu produk yang berkinerja efisien, menunjukkan bahwa adanya lembaga internal sistem jaminan mutu produk memberikan output yang lebih tinggi dan input yang lebih rendah dibandingkan dengan model yang berlaku saat ini. Beberapa variabel input tersebut adalah harga produk, daya saing produk, nilai tambah prosuk, efisiensi proses pengurusan mutu, lamanya proses pengurusan sertifikasi mutu, biaya pengurusan sertifikasi mutu dan tingkat keterlibatan setiap elemen dalam manajemen mutu. Disamping itu berdasarkan analisis variabel input dan output terhadap kedua model ini juga diperoleh bahwa model adanya lembaga internal

174 147 agroindustri sistem jaminan mutu produk dan sertifikasi mutu mempunyai tingkat efisiensi yang paling tinggi dibandingkan dengan model yang lain, sebagaimana terlihat pada Gambar 40. Gambar 40 Perbandingan input dan output kinerja model penggunaan lembaga independen dengan kinerja model jual beli sesuai mutu Peningkatan kinerja dapat dilihat dari penurunan nilai varibel input pada model adanya lembaga internal jaminan mutu dan sertifikasi mutu jika dibandingkan dengan model yang berlaku saat ini sebagaimana terlihat dalam Gambar 41. Dengan adanya penurunan variabel input tersebut, maka akan meningkatkan nilai efisiensi kinerja sistem secara keseluruhan. Dari hasil analisis ini dapat disimpulkan bahwa untuk mengimplementasikan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroinsustri gelatin ditinjau dari sisi organisasi yang paling efisien adalah menggunakan model lembaga internal jaminan mutu dan sertifikasi mutu, untuk mendukung adanya lembaga independen jaminan mutu yang sudah ada saat ini misalnya LPPOM- MUI sebagai lembaga sertifikasi mutu halal, sedangkan dari sisi aturan kerjasama,

175 148 model yang paling tepat adalah kontrak pengadaan bahan baku dengan Patokan harga sesuai mutunnya. Gambar 41 Nilai penurunan variabel input pada model adanya lembaga internal jaminan mutu dibandingkan dengan model jual beli bahan baku gelatin Berdasarkan analisis efisiensi dengan menggunakan DEA terhadap ketiga model ini diperoleh bahwa model yang kurang efisien adalah model pemberdayaan semua elemen pelaku agroindustri gelatin dalam menajemen mutu total dengan nilai efisiensi 91,29%. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa penggunaan lembaga independen dalam proses jaminan mutu dan model adanya lembaga internal agroindustri sistem jaminan mutu produk dan sertifikasi mutu dapat digunakan sebagai model untuk mengimplementasikan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin ditinjau dari sisi organisasi. Gambaran Analisis Finansial dalam Pengembangan Agroindustri Gelatin Beberapa hal yang diperhitungkan dalam analisis finansial pengembangan agroindustri gelatin adalah sumber dana dan struktur pembiayaan, jumlah biaya

176 149 investasi, harga dan prakiraan penerimaan, proyeksi laba rugi, proyeksi arus kas, analisa titik impas, Kriteria kelayakan investasi (NPV, IRR, Net B/C, PBP, ROI) dan analisa sensitivitas. Dalam menentukan perkiraan biaya, beberapa asumsi sangat dibutuhkan. Asumsi-asumsi tersebut adalah sebagai berikut: a. Umur ekonomi proyek ditetapkan selama 10 tahun. b. Harga bahan baku kulit split ditetapkan Rp Rp 5.000/kg, dan harga penjualan gelatin dalam bentuk bubuk ditetapkan bervariasi berdasarkan mutu dengan proyeksi penjualan dan harga disajikan pada Tabel 25. Tabel 25 Harga penjualan gelatin berdasarkan mutu tahun 2009 Proyeksi penjualan Harga No Jenis Gelatin Kg % (Rpx 1000) 1 Gelatin Bloom , Gelatin Bloom , Gelatin Bloom , Gelatin Bloom , Jumlah 135, c. Penyusutan dilakukan dengan metode garis lurus dengan salvage value diasumsikan sama dengan nol d. Kapasitas Produksi ditentukan sebagai berikut: a. Kebutuhan bahan baku kulit sapi : kg/hari atau 450 ton/tahun b. Lama Operasi : 300 hari/tahun c. Produksi gelatin : 450 kg/hari atau 135 ton/tahun d. Suku bunga yang digunakan adalah 15 % per tahun dan Debt Equity Ratio (DER) sebesar 60:40. Angsuran dibayar pada tahun ke-3 sampai tahun ke-10. e. Biaya investasi adalah biaya investasi tetap ditambah biaya modal kerja selama tiga bulan pertama dan dikeluarkan seluruhnya pada tahun ke-0. f. Semua produk gelatin yang diproduksi terjual habis setiap tahun g. Semua komponen harga tetap selama umur proyek. h. Pajak penghasilan berdasarkan Undang-Undang Pajak nomor 17 tahun 2000 adalah sebagai berikut : - Jika pendapatan < Rp ,00, pajak sebesar 10 % pendapatan

177 150 - Jika Rp ,00<pendapatan<Rp ,00, pajak sebesar (10% x Rp ,00) T (15% x (pendapatan Rp ,00)) - Jika pendapatan > Rp ,00, maka pajak sebesar (10% x Rp ,00) + (15% x Rp ,00) + (30% x (pendapatan Rp ,00)) i. Kapasitas produksi pada tahun pertama sebesar 80% dari total kapasitas, tahun kedua sebesar 90 % dari total kapasitas dan tahun ketiga sampai tahun kesepuluh, pabrik berproduksi penuh Sumber dana pembiayaan investasi perusahaan gelatin ini terdiri dari dua bagian yaitu dana pinjaman bank dan dari modal sendiri. Jenis pinjaman yang diberikan oleh bank adalah kredit investasi yang diberikan untuk mendirikan usaha baru. Nilai suku bunga untuk kredit investasi tersebut adalah 15% dengan porsi pendanaan atau Debt Equity Ratio (DER) adalah 60% dari pihak bank dan 40% dari pihak peminjam. Jumlah kredit investasi yang diberikan oleh bank sebesar 60% dari total biaya investasi adalah sebesar Rp ,- sedangkan biaya investasi dari modal sendiri sebesar Rp ,-. Total biaya investasi agroindustri gelatin adalah Rp ,-. Pembayaran pinjaman terdiri dari pembayaran angsuran dan pembayaran bunga pinjaman. Pembayaran angsuran maupun bunga pinjaman dimulai dari tahun ketiga sampai dengan tahun ke 10. Rincian komponen investasi agroindustri gelatin disajikan pada Tabel 26. Tabel 26 Gambaran komponen investasi agroindustri gelatin. No Keterangan volume satuan Nilai Persentase (Rpx1000) (%) 1 Pengadaan tanah M Pengadaan bangunan pabrik M Pengadaan bangunan kantor 45 2 M Pengadaan bangunan infrastuktur 1 paket Pengadaan alat dan mesin 1 paket Pengadaan perlengkapan 1 paket Biaya pra operasi 1 paket Kontingensi (10%) 1 paket Total investasi

178 151 Biaya investasi adalah penggunaan dana untuk menanam modal dalam proyek baru (Ichsan et al. 2003). Biaya investasi total terdiri dari biaya investasi tetap dan biaya modal kerja pada tahun pertama. Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), biaya investasi tetap adalah biaya untuk aktiva tetap yang terdiri dari aktiva tetap berwujud (tanah, bangunan, mesin dll.) dan aktiva tetap tidak berwujud (biaya pendahuluan, biaya sebelum dll). Komposisi investasi tetap disajikan pada Tabel 27. Tabel 27 Struktur modal investasi agroindustri gelatin. No Keterangan Nilai (Rpx1000) 1 Struktur dana investasi - Modal Tetap Modal Operasional Total Investasi Proporsi modal investasi - Dana Sendiri (40%) Dana pinjaman (60%) Jangka waktu pinjaman 10 tahun 4 Bunga pinjaman 15% 5 Waktu mulai cicilan tahun ke tiga Modal operasional adalah modal yang dibutuhkan agar perusahaan dapat beroperasi untuk pertama kali. Asumsi yang digunakan untuk pendirian agroindustri gelatin adalah selama tiga bulan biaya variabel masuk ke dalam biaya investasi. Modal kerja adalah gabungan dari biaya pabrik tidak langsung yang meliputi biaya untuk tenaga kerja tidak langsung, biaya pemeliharaan, dan biaya asuransi. Selain itu, modal kerja juga memperhitungkan biaya untuk bahan baku, biaya tenaga kerja langsung serta persediaan kas. Pada tahun pertama proyek dimana pabrik masih berproduksi dengan tingkat 80% dari kapasitas maksimalnya, biaya operasionalnya Rp. 6,58 milyar. Pada tahun kedua, seiring dengan peningkatan produksinya (90% dari kapasitas maksimal), biaya operasionalnya pun meningkat menjadi Rp. 6,9 milyar. Pada kapasitas produksi 100%, rata-rata biaya operasional pabrik adalah Rp.7,1 milyar. Besarnya biaya operasional pabrik secara lebih terperinci diperlihatkan pada Tabel 28. Harga jual gelatin per kilogram bervariasi antara Rp ,- sampai dengan Rp ,- dengan variasi proyeksi penjualan yang bergantung mutu gelatin, makin bermutu gelatin hanganya makin tinggi. Gelatin bloom 250

179 152 menempati porsi terbesar dalam proyeksi penjualan yaitu sebesar 50%. Gelatin bloom 200, 150, dan 125 berturut turut proyeksi penjualannya adalah sebesar 25%, 15% dan 10%. Proyeksi penjualan sesuai dengan teknologi proses produksi yang menghasilkan perbedaan jumlah gelatin. Tabel 28 Biaya operasional, jumlah produksi dan keuntungan (Rp) No Komponen biaya Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3-10 satuan 1 Biaya Operasional - Biaya tetap Rp x Biaya variabel Rp x 1000 Total biaya Operasional Rp x Volume produksi gelatin Kg Total pendapatan Rp x Keuntungan sebelum pajak Rp x 1000 Pada tahun pertama, perusahaan memproduksi sebanyak 80 % dari kapasitas total. Pada tahun kedua, perusahaan memproduksi 90%, sedangkan pada tahun ketiga sampai tahun kesepuluh, perusahaan memproduksi 100 % dari kapasitas total. Setiap tahun, perusahaan diasumsikan dapat menjual 100% dari gelatin yang diproduksi pada tahun itu. Proyeksi laba rugi berguna untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba. Proyeksi laba rugi dihitung dengan cara mengurangi penerimaan dengan pengeluaran (biaya tetap dan biaya variabel) kemudian dikurangi dengan pembayaran bunga sehingga dihasilkan laba sebelum pajak. Laba sebelum pajak dikurangi dengan pajak yang dihitung dengan mengalikan ketentuan pajak sesuai Undang Undang Nomor 17 tahun 2000 dengan laba sebelum pajak tersebut. Perhitungan proyeksi laba rugi dapat dilihat pada Lampiran 8 (k). Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), aliran kas dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu aliran kas permulaan (initial cash flow), aliran kas operasional (operational cash flow) dan alirar. kas terminal (terminal cash flow). Aliran kas permulaan adalah aliran kas yang berhubungan dengan pengeluaran investasi. Aliran kas operasional dapat dihitung dengan mengurangi laba setelah pajak dan penyusutan dengan angsuran pinjaman. Aliran kas terminal terdiri dari nilai sisa investasi ditambah dengan pengembalian modal kerja.

180 153 Aliran kas dihitung dengan mengurangi aliran kas masuk dengan aliran kas keluar setiap tahunnya. Aliran kas masuk terdiri dari modal sendiri dan pinjaman (initial cash flow), laba bersih, depresiasi, nilai barang tidak terjual (operational cash flow), nilai sisa dan pengembalian modal kerja (terminal cash flow). Aliran kas keluar terdiri dari investasi tetap, modal kerja (initial cash flow) dan angsuran pinjaman (operational cash flow). Kas bersih didapatkan dengan mengurangi kas masuk dengan kas keluar setiap tahunnya. Proyeksi arus kas dapat dilihat pada Lampiran 8 (j). Analisis Kelayakan Pengembangan Agroindustri Gelatin Dalam analisis kelayakan pengembangan agroindustri gelatin, beberapa hal yang dilakukan adalah analisis aspek pasar dan pemasaran, analisis aspek teknis dan teknologis, analisis aspek finansial dan ekonomi. Analisis aspek pasar dan pemasaran Kajian aspek pasar dan pemasaran meliputi pengukuran potensi pasar, pendefinisian struktur pasar, pengukuran pangsa pasar dan perumusan strategi bauran pemasaran. Dalam mengkaji aspek pasar dan pemasaran gelatin, perusahaan perlu membedakan antara produk bisnis/industri dengan produk konsumsi. Gelatin termasuk produk bisnis/industri yang diperjualbelikan pada pasar bisnis. Produksi gelatin di Indonesia masih relatif kecil karena hanya diproduksi oleh industri kecil yang jumlahnya sangat terbatas. Selama ini pemenuhan kebutuhan gelatin di Indonesia diimpor dari berbagai negara diantaranya Amerika Serikat, Perancis, Jerman, Brazil, Korea, Cina dan Jepang dengan total impor gelatin sebanyak kg dengan nilai US$ pada tahun Disisi lain produksi gelatin di Indonesia masih sangat terbatas. sehingga pemenuhan kebutuhan gelatin dalam negeri merupakan pasar potensial dari agroindustri gelatin. Derajat persaingan struktur pasar gelatin perlu dikaji untuk menentukan pangsa pasar gelatin yang dapat diraih oleh perusahaan baru dan untuk melihat sejauh mana perusahaan baru berpeluang untuk bertahan dan berkembang diantara

181 154 perusahaan pesaing yang telah lebih dahulu stabil. Namun struktur pasar gelatin dalam negeri mempunyai keunggulan dari sisi georafis, harga dan status kehalalan produk dibandingkan perusahaan-perusahaan penghasil gelatin dari luar negeri. Menurut Kotler (2002), persaingan murni terjadi dimana banyak pesaing menawarkan produk dan jasa yang sama. Berdasarkan data GME (Gelatin Manufacturers Association of Europe) Organization, produksi gelatin dunia pada tahun 2001 sebesar ton, tahun 2005 sebesar ton dan tahun 2006 sebesar ton. Produksi gelatin dunia pada tahun 2001 menyebar diantara sekitar 12 perusahaan besar dan ratusan perusahaan kecil. Daftar nama-nama perusahaan beserta kapasitas produksinya dapat dilihat pada Tabel 5. Perusahaan gelatin yang dikaji ini memposisikan diri sebagai perusahaan pengikut pasar. Perusahaan akan bersaing dengan perusahaan yang berada pada urutan bawah atau dapat menjadi pemimpin pasar diantara perusahaan-perusahaan kecil selain 12 perusahaan besar tersebut. Menurut Kotler (2002), perusahaan kecil umumnya menghindari persaingan melawan pasar besar dengan mengincar pasar kecil yang kurang atau tidak menarik bagi perusahaan besar. Berdasarkan data diatas, perusahaan yang menempati urutan paling bawah berdasar kapasitas produksinya adalah Norland dengan kapasitas produksi sebesar 500 ton per tahun atau sebesar 0,18 % dari seluruh konsumsi gelatin dunia tahun Produksi gelatin di Eropa disajikan pada Tabel 29. Tabel 29 Produksi gelatin di Eropa tahun 2006 Nama Negara Produksi Ton/tahun Persentase(%) Belgium 20, France 26, Germany 30, Italy 7, Spain 9, Sweden 11, The Netherlands 5, United Kingdom 5, Poland Slovakia 2, Total 121, Sumber : GME Organization (2006)

182 155 Data di atas memperlihatkan negara dengan kapasitas produksi terkecil adalah polandia dengan produksi 300 ton pertahun atau sekitar 0,10% dari produksi gelatin dunia tahun 2006 sebesar ton per tahun. Oleh karena itu kapasitas produksi agroindustri gelatin yang akan dikaji adalah 300 ton per tahun atau 11% kebutuhan inport gelatin Indonesia tahun Pangsa pasar atau sales potensial adalah proporsi sebagian dari keseluruhan pasar potensial yang diharapkan dapat diraih oleh proyek yang bersangkutan (Husnan dan Suwarsono, 2000). Menurut Fellows et.al. (1996), untuk kondisi persaingan dengan jumlah pesaing banyak dan ukuran pesaing yang cukup besar dan jenis produk yang dibuat sama maka kisaran persentase pangsa pasar yang dapat diraih antara 0-2,5 % dan untuk kondisi jumlah pesaing tidak ada sampai sebesar 100 %. Oleh karena itu, pangsa pasar dunia yang dapat diraih perusahaan sebesar 2,5 % dari konsumsi gelatin dunia atau sebesar ton per tahun. Pasar potensial gelatin Indonesia berdasarkan hasil prakiraan adalah sebesar kilogram setiap tahunnya. Pasar potensial gelatin Indonesia tersebut jika dibandingkan dengan konsumsi gelatin dunia ( ton) hanya sebesar 0,75%, sedangkan berdasar kajian struktur pasar di atas, perusahaan dapat berproduksi sekitar kapasitas 0,10% dari konsumsi gelatin dunia atau sebesar 0,095% dari pangsa pasar gelatin dunia atau 11,05% dari pasar potensial gelatin di Indonesia. Posisi perusahaan gelatin yang dikaji ini dalam struktur persaingan agroindustri gelatin cukup aman sebagai pendatang baru dan mempunyai kemampuan untuk bertahan dan berkembang. Hal ini karena perusahaan hanya bersaing dengan perusahaan-perusahaan yang menempati urutan bawah dan berproduksi dengan kapasitas sekitar 11,05% dari pasar potensial di Indonesia. Selain itu, perusahaan gelatin yang dikaji ini mempunyai keunggulan dari sisi geografis, harga dan status kehalalan produk dibanding dengan perusahaanperusahaan penghasil gelatin dari luar negeri. Produk adalah sesuatu yang ditawarkan dan dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan konsumen. Bauran produk adalah daftar lengkap dari seluruh produk yang ditawarkan untuk dijual oleh perusahaan (Stanton 1991). Produk gelatin merupakan produk industri. Menurut Kotler (2002), industri adalah

183 156 sekelompok perusahaan yang menawarkan suatu produk atau kelas produk yang merupakan subtitusi dekat satu sama lain. Menurut Ichsan et al. (2003), salah satu karakteristik produksi modern dari suatu industri adalah adanya standardisasi. Oleh karena pasar gelatin termasuk pasar industri maka konsep pemasaran yang diterapkan adalah strategi produk. Menurut Ichsan et al. (2003), strategi produk mengasumsikan bahwa calon konsumen dalam menetapkan produk yang dibeli menitikberatkan pada mutu dan karakteristik produk tersebut. Menurut Kotler (2002), perusahaan-perusahaan yang menjual barang-barang dan jasa-jasa bisnis (industri) menghadapi para pembeli professional yang terlatih dan terinformasi dengan baik dan yang terampil dalam menilai penawaran bersaing. Gelatin dijual dalam pasar dengan berbagai nama dan nama dagang. Namanama tersebut berdasar jenis bahan baku dan proses gelatin yang dibuat (bovine gelatin, dried fish gelatin, type A gelatin), jenis penggunaan gelatin (food-grade gelatin, edible gelatin, pharmacheutical gelatin) atau perusahaan pembuat gelatin (Gelita-tech, Nitta 750, Norland Fish Gelatin 2007) Karena perusahaan akan menghadapi pembeli professional maka produk yang dibuat harus memiliki keunggulan dibanding produk yang dibuat oleh perusahaan lain atau keunggulan dibanding dengan produk lain yang mempunyai fungsi sama. Keunggulan produk yang dapat dimunculkan adalah status kehalalan dan keamanan gelatin selain pemenuhan kriteria lain seperti sesuai standar SNI dan standar penggunaan gelatin dalam berbagai industri. Keunggulan lainnya adalah variasi kegunaan gelatin yang cukup luas dalam aplikasi industri. Salah satu keunggulan gelatin yang dibuat oleh perusahaan yang dikaji ini adalah kejelasan status kehalalan gelatin. Gelatin tersebut halal karena menggunakan bahan baku kulit split sapi. Kehalalan ini dengan asumsi penyembelihan sapi tersebut sesuai dengan syariat Islam. Mayoritas penduduk Indonesia yang muslim membuat status kehalalan produk gelatin yang dihasilkan menjadi mutlak. Menurut GME Organization (2006), gelatin yang menggunakan bahan baku dari kulit babi menempati persentase terbesar dari konsumsi gelatin dunia yaitu sebesar 45,80%. Hal tersebut menjadikan produk gelatin ini mampu bersaing dibandingkan dengan produk gelatin yang dibuat oleh perusahaanperusahaan gelatin di luar negeri. Keunggulan lain dari gelatin yang diproduksi

184 157 oleh perusahaan yang dikaji ini adalah keamanan gelatin dari infeksi Bovine Spongiform Encephalophaty (BSE) atau Transmissible Spongiform Encephalophaty (TSE) dan bahan lain yang berbahaya. Keamanan gelatin tersebut karena bahan baku yang digunakan berasal dari kulit split dalam negeri. Menurut Dirjen Bina Produksi Peternakan, Departemen Pertanian (2003), Indonesia masih tergolong negara yang terbebas dari penyakit mulut dan kuku. Menurut Goossens (2002), keamanan gelatin tergantung dari tiga faktor yaitu asal bahan baku, regulasi terhadap bahan baku dan proses produksi dan pengurangan serta inaktivasi TSE pada proses produksi. Keunggulan gelatin dibanding dengan produk yang mempunyai fungsi sama adalah variasi kegunaan gelatin yang cukup luas dalam aplikasi indutri. Hal ini membuat pasar gelatin menjadi luas. Menurut Rubin (2002), gelatin dapat bersaing dengan beberapa zat aditif bahan pangan dan gelatin mempunyai beberapa keunggulan spesifik. Dua keunggulan yang utama adalah elastisitas formulasi karena bersifat thermoreversible dan mampu meleleh pada suhu tubuh. Keunggulan lain dari gelatin adalah mudah digunakan dalam berbagai variasi standar terutama kombinasi kekuatan gel (bloom) dan viskositasnya, transparan, tidak berbau, tidak ada efek terhadap rasa dari produk akhir, memungkinkan untuk tersedia dalam jumlah yang memadai untuk industri, relatif tidak mahal dan cocok dengan karakteristik dari banyak jenis obat-obatan dan suplemen nutrisi. Selain itu, gelatin mempunyai beberapa karakteristik seperti penyatuan antara udara dan busa, stabilisasi busa, stabilisasi emulsi/pencegahan pemisahan zat/stabilisasi pemisahan lemak, meningkatkan flow properties, pengontrolan pembentukan kristal, pembuatan film atau pelapisan, pelembut tekstur, pengganti lemak, pengikat air, meningkatkan cita rasa pada mulut, thickening dan meningkatkan adesi (Jones 1977). Bentuk akhir dari gelatin yang diproduksi adalah flake berbentuk lembar tipis dengan ukuran kecil dan transparan. Kemasan terbuat dari plastik polypropilen tebal dengan beberapa variasi kapasitas untuk pembeli yang berbeda. Harga adalah jumlah uang yang diminta untuk barang atau jasa tertentu. Harga dapat pula dikatakan sebagai jumlah nilai yang dipertukarkan pada konsumen untuk mencapai manfaat pengguna barang-barang atau jasa-jasa. Harga

185 158 sangat berhubungan dengan produk dan mutu (Winardi 1991). Harga merupakan satu-satunya elemen bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan. Suatu perusahaan harus menetapkan harga untuk pertama kali ketika perusahaan tersebut mengembangkan produk baru. Perusahaan harus memutuskan dimana akan memposisikan produknya berdasarkan mutu dan harga (Kotler 2002). Alasan yang mempengaruhi penetapan harga gelatin adalah karakteristik gelatin sebagai produk industri, struktur pasar persaingan murni yang berlaku, keunggulan kompetitif kehalalan dan keselamatan produk gelatin dibanding dengan produk dari luar negeri, serta karakteristik biaya dan harga dari agroindustri gelatin. Sebagai produk industri, gelatin telah terstandardisasi (Ichsan et al. 2003), pembeli gelatin adalah pembeli professional yang terlatih dan terinformasi dengan baik dan yang terampil dalam menilai penawaran bersaing, permintaan total tidak terlalu dipengaruhi oleh perubahan harga (Kotler 2002), harga merupakan harga tetap, jarang terjadi tawar menawar, penjual tidak akan meminta harga lebih rendah atau lebih tinggi dibandingkan dengan harga yang berlaku dan harga tidak mudah berubah (Winardi 1991). Karakteristik biaya dan harga gelatin dikaji dari analisis Sensivitas adalah NPV masih positif, IRR masih diatas suku bunga yang berlaku dan Net B/C masih diatas satu walaupun harga bahan baku dan bahan pembantu naik sampai 493%. Selain itu ukuran-ukuran tersebut masih layak jika harga diturunkan sampai 10,76%. Hal tersebut menunjukkan bahwa agroindustri gelatin ini lebih peka terhadap perubahan harga jual dan kapasitas penjualan dibandingkan dengan perubahan harga bahan baku. Menurut Winardi (1991), makin besar persamaan produk suatu perusahaan dan produk pihak saingannya, makin tergantung perusahaan itu pada harga. Oleh karena itu strategi penetapan harga yang digunakan adalah penetapan harga sesuai dengan harga yang berlaku. Menurut Kotler (2002), harga yang berlaku dianggap mencerminkan kebijakan bersama industri sebagai harga yang akan menghasilkan tingkat pengembalian investasi yang layak dan tidak membahayakan keselarasan industri. Harga gelatin pada pasar dunia pada tahun 2002 berkisar Rp ,00 sampai ,00 per kilogram (Rubin 2002) atau sekitar Rp ,00 sampai

186 ,00 pada tahun Di Indonesia harga gelatin berkisar Rp ,00 sampai Rp ,00 per kilogram (PT. Megasetia Agung Kimia, 2008). Harga gelatin bervariasi sesuai standar karakteristik dan jenis gelatin berdasarkan aplikasinya. Karakteristik gelatin yang sering dipakai sebagai standar harga adalah bloom (kekuatan gel). Makin tinggi kekuatan gel gelatin maka makin mahal harga gelatin tersebut. Kisaran harga gelatin terendah berdasar aplikasinya adalah gelatin pangan, kemudian kosmetik, farmasi dan paling tinggi adalah gelatin fotografi. Selain itu harga gelatin menjadi sangat tinggi untuk penggunaan-penggunaan tertentu yang membutuhkan kemurnian gelatin yang tinggi atau spesifikasi khusus seperti untuk keperluan penelitian. Harga gelatin untuk keperluan tersebut berkisar Rp ,00 sampai Rp ,00 per kilogram. Harga gelatin ditetapkan berdasarkan harga jual yang berlaku di pasar dan ditetapkan berdasarkan kekuatan gel. Harga gelatin yang ditetapkan berkisar Rp ,- sampai Rp ,-. Harga dan proyeksi penjualan gelatin bubuk (powder gelatin) dapat dilihat pada Tabel 25. Analisis aspek teknis dan teknologis Kajian aspek teknis teknologis meliputi penentuan bahan baku, lokasi perusahaan, penentuan kapasitas produksi, penentuan teknologi proses dan tata letak pabrik. Kulit split sering disebut sebagai kulit sapi bahan kerupuk. Selain itu kulit split juga sering disebut sebagai kulit limbah hasil proses pemotongan pada penyamakan kulit. Kapasitas produksi pabrik kulit sebesar 140 juta kaki persegi atau setara dengan lima juta lembar kulit sapi yang berarti lima juta ekor per tahun Berdasarkan hal tersebut maka ketersediaan kulit sapi split sebasar ton per tahun. Sebagian besar (lebih 80%) pabrik penyamakan kulit penghasil kulit split ini berada di Pulau Jawa. Jumlah kulit split yang tersedia tersebut mencukupi kebutuhan agroindustri gelatin di Indonesia. Kebutuhan agroindustri gelatin setiap tahunnya di PT. Muhara Dwi Tunggal Laju Tannery hanya 450 ton atau sebesar 3.91 % dari ketersediaan bahan baku kulit sapi split. Selain itu, populasi ternak sapi potong di Indonesia pada tahun 2009 sebanyak ekor, kemudian yang dipotong sebanyak

187 160 ekor/tahun (Statistik Peternakan, 2009). Kulit sapi beratnya sekitar 20 kilogram (BPS, 2001). Persentase kulit split sebesar 11,5% dari kulit sapi utuh (Winter 1984), sehingga, kulit split sapi di Indonesia tersedia dari hasil pemotongan sebanyak ton per tahun. Jumlah sebesar itu mampu mencukupi pemenuhan bahan baku kulit sapi split sebesar 41%. Pertimbangan ketersediaan bahan baku berdasarkan kapasitas produksi penyamakan kulit PT. Muhara Dwi Tunggal Laju Tannery yang menjadi tempat agroindustri gelatin berada agar pasokannya terjamin. Industri penyamakan kulit PT. Muhara Dwi Tunggal Laju Tannery mempunyai kapasitas produksi 10 ton per hari dengan limbah kulit yang dihasilkan adalah 22% atau sebesar 2,2 ton perhari. Karena kapasitas produksi agroindustri gelatin yang dikaji hanya 1,5 ton perhari, maka jaminan kepastian bahan baku akan diperoleh dari dalam sendiri. Harga bahan baku kulit split sisa industri penyamakan berkisar antar Rp Rp ,- per kilograms (PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery, 2008). Menurut Cristianto (2001), rendemen gelatin tipe B dari kulit sapi split berkisar 24-59%, sedangkan rendemen gelatin dari kulit kering (dried hides) sebesar 50-55% (Keenan 1994). Rendemen gelatin dari kulit sapi split lebih rendah dibandingkan dengan gelatin dari kulit kering karena kadar air dari kulit split sekitar 61%, sedangkan kadar air kulit kering sebesar % (Keenan 1994). Dalam indutri gelatin yang dikaji ini asumsi rendemen yang digunakan adalah 20 % dengan proses basa. Kapasitas produksi adalah jumlah atau volume produk yang seharusnya dibuat oleh perusahaan dalam suatu periode tertentu (Sumarni & Soeprihanto 1993). Kapasitas produksi gelatin ditetapkan berdasar informasi pasar potensial dan pangsa pasar yang masih dapat diraih perusahaan. Pasar potensial gelatin Indonesia berdasarkan hasil prakiraan adalah sebesar kilogram setiap tahunnya. Pasar potensial gelatin Indonesia tersebut jika dibandingkan dengan konsumsi gelatin dunia ( ton) hanya sebesar 0,75%, sedangkan berdasar kajian struktur pasar, perusahaan dapat berproduksi sekitar kapasitas 0,10% dari konsumsi gelatin dunia atau sebesar 0,095% dari pangsa pasar gelatin dunia atau 11,05% dari pasar potensial gelatin di Indonesia.

188 161 Penentuan kapasitas produksi selain mengacu pada hasil prakiraan potensi pasar, pangsa pasar dan derajat persaingan pasar ditentukan oleh teknologi proses dan mesin yang dipilih. Agroindustri gelatin yang dikaji ini menggunakan teknologi proses pembuatan gelatin dengan perendaman basa. Mesin-mesin yang digunakan, khususnya sistem evaporasi dan sistem pengeringan, menggunakan mesin-mesin hasil rekayasa sendiri yang bekerjasama dengan BPPT, dengan menggunakan sistem falling film evaporator dan sistem pengering chamber dehudified. Setelah melalui perhitungan neraca massa dengan mempertimbangkan kapasitas mesin-mesin tersebut maka kapasitas produksi pabrik gelatin ditetapkan sebesar 450 ton bahan baku per tahun atau sebesar kilogram kulit split per hari, yang akan menghasilkan gelatin sebesar 135 ton gelatin per tahun. Karena perusahaan gelatin ini termasuk pemain baru dalam agroindustri gelatin, maka untuk tahun pertama dan kedua belum dapat berproduksi secara penuh. Pada tahun pertama, perusahaan hanya berproduksi sebesar 80% dari kapasitas produksi penuh, sedangkan pada tahun kedua, perusahaan meningkatkan produksinya menjadi 90% dari kapasitas penuh. Untuk tahun ketiga sampai tahun kesepuluh, perusahaan sudah dapat berproduksi secara penuh. Proses produksi gelatin dilakukan secara batch dengan menggunakan mesin dan peralatan yang dipasang secara berurutan dari pengolahan bahan baku sampai menjadi produk. Menurut Sumarni dan Soeprihanto (1993), ada dua jenis proses produksi yaitu proses produksi terus-menerus (continuous) dan proses produksi yang terputus-putus (intermitten). Proses produksi kontinu ditandai dengan aliran bahan baku yang selalu tetap atau mempunyai pola yang selalu sama sampai produk selesai dikerjakan. Kulit split dapat dibuat menjadi gelatin tipe A dengan proses asam dan tipe B dengan proses basa (Yulianto 2002). Gelatin berbahan baku kulit split (dari pabrik yang dikaji ini) diproduksi dengan proses basa. Alasan dipilihnya proses basa karena menurut Cristianto (2001), rendemen gelatin tipe B dari kulit sapi split berkisar 24-59%, yang lebih besar dari pada dengan porses asam. Disamping itu, proses perlakukan penyamakan kulit sebelumnya dari kulit split adalah liming yaitu proses perendaman basa, maka dengan proses basa penggunaan bahan kimia

189 162 dalam proses perendaman untuk membuat gelatin menjadi lebih sedikit dan prosesnya menjadi lebih pendek. Proses produksi gelatin dengan proses basa terdiri dari pencucian kulit split, pemotongan kulit split, perendaman basa, netralisasi, ekstraksi bertahap, filtrasi, pemekatan dengan evaporator, sterilisasi, pengeringan dan penghancuran. Pertama kali diterima, dilakukan analisis proksimat terhadap bahan Baku terutama kadar air, kadar lemak, kadar abu dan kadar Nitrogen. Bahan Baku kulit split dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran menggunakan air. Selanjutnya, kulit split basah hasil pencucian dipotong dengan ukuran 1-2 cm dan dimasukkan ke dalam tangki perendaman. Perendaman kulit dalam larutan Kapur tohor (liming) dilakukan selarna jam. Kulit setelah perendaman kemudian dinetralisasi dengan ammonium sulfat dan dicuci menggunakan air sampai ph kulit split mendekati netral. Setelah itu kulit split diekstraksi empat tahap yaitu tahap I dengan suhu C, tahap II dengan suhu C, tahap III dengan suhu C dan tahap IV dengan suhu C dengan waktu masing-masing antara. 4-9 jam. Gelatin hasil ekstraksi tersebut kemudian difiltrasi untuk menghilangkan partikel yang lebih besar, koloid, bakteri dan kotorankotoran lain. Selanjutnya dilakukan pemekatan dengan evaporator. Gelatin yang dihasilkan mempunyai kadar air berkisar 30-40%. Gelatin tersehut kemudian disterilisasi dengan suhu C selama 4 detik. Sterilisasi ini dilakukan untuk mengurangi kandungan mikrobial dari gelatin. Hasil setrilisasi tersebut didinginkan dan diekstrusi sehingga dihasilkan gelatin yang berbentuk noodle. Gelatin dengan kadar air berkisar 30-40% ini kemudian dikeringkan sampai kadar airnya sekitar 12% dan kemudian dihancurkan sampai didapatkan bentuk yang diinginkan. Gelatin kemudian dikemas dalam wadah plastik yang berukuran 10 Kg atau 25 Kg. Untuk menghitung kebutuhan energi berupa bahan bakar, steam atau listrik kita perlu menghitung kebutuhan energi atau neraca energi dari proses produksi yang berlangsung. Menurut Himmelblau (1996), neraca energi berkisar dari menjawab pertanyaan seperti "Bahan bakar apa yang paling ekonomis?", "Apa yang dapat diperbuat terhadap kelebihan panas yang dihasilkan?", "Berapa banyak steam dan pada temperatur dan tekanan berapa yang dibutuhkan untuk

190 163 menghasilkan panas pada proses'?" dan pertanyaan-pertanyaan lain yang berhubungan. Pada pembuatan neraca energi diperlukan data mengenai mesin yang digunakan, proses yang terjadi, kondisi proses seperti suhu dan tekanan dan energi yang dikonsumsi berdasarkan larnanya mesin tersebut beroperasi. Hasil perhitungan neraca massa dan neraca energi digunakan untuk menghitung analisis finansial, sedangkan spesifikasi peralatan dan mesin (khususnya ukuran dimensi) digunakan untuk menentukan luasan ruang proses produksi. Kebutuhan bahan baku dan energi dapat dilihat pada Tabel 30. Tabel 30 Kebutuhan bahan baku dan energi agroindustri gelatin No Komponen bahan Jumlah Satuan Jumlah Satuan 1 Kulit split 1,500 Kg/hari 37,500 Kg/Bulan 2 CaO (kapur tohor) 225 Kg/hari 5,625 Kg/Bulan 3 Amonium sulfat 30 Kg/hari 750 Kg/Bulan 4 NaOH 38 Kg/hari 938 Kg/Bulan 5 Uap air panas (Steam) 375 Kg/hari 9,375 Kg/Bulan 6 Listrik 3,000 KWh/hari 75,000 KWh/Bulan 7 Air 12,000 Kg/hari 300,000 Kg/Bulan Dengan mengacu pada alur proses pembuatan gelatin, tata letak dapat dibuat pertama kali dengan menentukan bahan keterkaitan aktivitas atau peta keterkaitan kegiatan untuk menempatkan lokasi ruang-ruang yang berkaitan dengan operasi produksi. Selanjutnya informasi yang ada pada bagan keterkaitan aktivitas dituangkan pada diagram keterkaitan kegiatan. Menurut Apple (1990), tujuan dari diagram keterkaitan kegiatan adalah menjadi dasar perencanaan keterkaitan antar pola aliran barang dan lokasi kegiatan pelayanan dihubungkan dengan kegiatan produksi. Langkah selanjutnya adalah menentukan analisis kebutuhan luasan ruang yang diperlukan. Penentuan kebutuhan luasan ruang mernerlukan data mengenai mesin dan alat produksi serta jumlah ruangan yang dibutuhkan. Salah satu cara menentukan luasan ruangan adalah dengan menghitung perkiraan ruangan yang dibutuhkan bagi tiap-tiap mesin dan peralatan pabrik. Setelah diagram keterkaitan aktivitas, diagram keterkaitan kegiatan dan analisis kebutuhan luasan ruang dibuat, wilayah pabrik dialokasikan dengan cara

191 164 menyusun templet luasan ruangan. Beberapa hal yang dipertimbangkan adalah jalur produksi, koordinasi tempat kerja, kemungkinan perluasan, keluwesan letak ruangan, kebutuhan gang, jarak antar alat dan mesin dan jarak aman antar bangunan. Menurut Apple (1990), prosedur ini mungkin membutuhkan kompromi dan perubahan dalam bangun wilayah atau ukurannya dan mungkin tidak memenuhi sepenuhnya prioritas diagram keterkaitan kegiatan. Bagan Keterkaitan kegiatan dapat dilihat pada Lampiran 8 (n). Alokasi wilayah ruang produksi jauh melebihi kebutuhan luasan mesin dan alat sebenarnya. Hal ini karena bangunan proses produksi yang akan dibuat diharapkan mempunyai luasan optimum untuk perkembangan. Luas tanah yang tersedia untuk bangunan proses produksi memiliki panjang 50 m dan lebar 20 m Alokasi area tidak dianalisis karena pabrik yang telah ada telah mempunyai fasilitas seperti lapangan parkir, kantor, sarana ibadah, kantin dan lainnya. Adapun tata letak agroindustri gelatin yang diusulkan dapat diperlihatkan pada Lampiran 8 (o): Analisis Aspek Finansial dan Ekonomi Beberapa kriteria kelayakan investasi yang dipakai adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate of return (1RR), Net Benefit Cost (Net B/C) dan Pay Back Period (PBP). Perhitungan detail dari analisis kelayakan investasi dapat dilihat pada Lampiran 8 (h). Nilai kriteria kelayakan investasi agroindustri gelatin yang diintegrasikan dengan industri penyamakan kulit dapat dilihat pada Tabel 31. Tabel 31 Kriteria kelayakan investasi agroindustri gelatin No Kriteria Nilai 1 NPV(15%) (Rp x 1000) IRR (%) 31,98 3 Net B/C 1,11 4 PBP (tahun) 3,69 5 BEP (Tahun ke -10) (Rp x 1000) BEP Tahun ke 10) (Kg/tahun) Metode NPV membandingkan nilai tunai dari arus kas masuk yang akan terjadi yang diharapkan dari suatu proyek investasi terhadap arus kas keluar yang berkaitan dengan investasi di awal proyek tersebut (Soekardono 2009). Apabila

192 165 nilai penerimaan kas bersih dimasa yang akan datang lebih besar daripada nilai sekarang, investasi maka proyek tersebut menguntungkan sebingga dikatakan layak, begitu juga sebaliknya. Berdasarkan hasil perhitungan, nilai NPV dengan tingkat suku bunga 15% adalah sebesar Rp Karena nilai NPV lebih besar dari nol maka agroindustri gelatin berbahan baku kulit split dinyatakan layak berdasarkan perhitungan NPV. IRR adalah tingkat suku bunga dimana nilai tunai dan arus kas yang diharapkan dari suatu proyek investasi adalah sama dengan biaya dari investasi proyek tersebut. IRR ditentukan dengan menetapkan NPV sama dengan nol (Soekardono 2009). Berdasarkan basil perhitungan, nilai IRR adalah sebesar 31,98% sedangkan tingkat suku bunga yang digunakan adalah 15%. Karena IRR lebih besar dan tingkat suku bunga yang digunakan maka agroindustri gelatin berbahan baku kulit split dinyatakan layak berdasarkan perhitungan IRR. Net B/C dihitung dengan membandingkan jumlah semua NPV Bt-Ct yang bernilai positif dengan semua NPV Bt-Ct yang bernilai negatif. Jika B/C lebih besar sama dengan satu maka proyek layak untuk dilaksanakan (Pramudya dan Nesia, 1992). Berdasarkan hasil perhitungan, nilai Net B/C adalah sebesar 1,11. Karena nilai Net B/C lebih besar dari satu maka agroindustri gelatin berbahan baku kulit split dinyatakan layak berdasarkan perhitungan Net B/C. PBP didefinisikan sebagai jumlah waktu yang diharapkan suatu perusahaan untuk dapat mengembalikan investasi awalnya (Soekardono 2009). Berdasarkan hasil perhitungan, nilai PBP adalah sebesar 3,69 tahun. Karena nilai PBP lebih cepat daripada umur proyek maka agroindustri gelatin berbahan baku kulit split dinyatakan layak berdasarkan perhitungan PBB Analisis sensitivitas dilakukan dengan mengulang kembali perhitungan yang telah dilakukan dengan perubahan yang terjadi atau mungkin akan terjadi (Pramudya dan Nesia, 1992). Penghitungan dilakukan untuk melihat pengaruh kenaikan harga bahan baku, penurunan harga jual dan peningkatan biaya investasi terhadap kriteria investasi. Ringkasan analisis sensitivitas dapat diperlihatkan pada Tabel 32.

193 166 Tabel 32 Analisis sensitivitas pengembangan agroindustri gelatin Skenario Perubahan Parameter NPV (15%) (Rp x 1000) IRR (%) Net B/C PBP (tahun) Layak / tidak Harga bahan baku naik 20% ,24% 1,05 5,09 Layak Harga bahan baku naik 30% ,60 1,02 6,29 Layak Harga bahan baku naik 40% ,68 0,99 8,26 Tidak Harga penjualan produk turun ,49 1,00 7,42 Layak 10% Harga penjualan produk turun ,68 0,95 15,4 Tidak 15% Nilai investasi naik 30% ,58 1,01 6,84 Layak Nilai investasi naik 40% -947,394 12, ,87 Tidak Harga bahan baku naik 10%, harga produk turun 5% ,45 1,03 6,03 Layak Harga bahan baku naik 20%, harga produk turun 5% ,59 0,997 7,82 Tidak Harga bahan baku naik 10%, harga produk turun 10% ,32 0,97 10,36 Tidak Kenaikan harga bahan baku mempunyai titik kritis antara 30-40%. Pada saat kenaikan harga bahan baku 30%, proyek berada pada posisi layak untuk dilaksanakan. Akan tetapi pada saat terjadi kenaikan bahan baku sebesar 40%, proyek tidak lagi layak untuk dijalankan. Hal ini disebabkan adanya parameter kriteria kelayakan yang menunjukkan nilai yang tidak layak, adalah nilai NPV negatif. Penurunan harga jual produk memiliki kisaran nilai kritis yang lebih kecil. Titik kritis akibat penurunan harga jual sekitar 10%. Pada saat penurunan harga jual sebesar 10%, proyek berada pada posisi layak untuk dilaksanakan. Akan tetapi pada saat terjadi penurunan harga jual produk mencapai 15%, maka proyek tidak lagi layak untuk dijalankan. Hal ini disebabkan adanya parameter kriteria kelayakan yang menunjukkan nilai yang tidak layak adalah nilai NPV negatif seperti pada Tabel 32. Kenaikan biaya investasi mempunyai titik kritis berkisar 32%. Pada saat biaya investasi naik 30%, proyek berada pada posisi layak untuk dilaksanakan. Akan tetapi pada saat terjadi kenaikan investasi sebesar 40%, proyek tidak lagi layak untuk dijalankan. Hal ini disebabkan adanya parameter kriteria kelayakan yang menunjukkan nilai yang tidak layak, adalah nilai NPV negatif.

194 167 Analisis sensitifitas terhadap kriteria gabungan antara kenaikan harga bahan baku dan penurunan harga penjualan produk menunjukkan bahwa dengan kenaikan harga bahan baku 10% dan penurunan nilai penjualan produk 5%, proyek masih layak untuk dijalankan. Akan tetapi pada kenaikan harga bahan baku sebesar 20% dan penurunan nilai penjualan produk sebesar 5% akan menjadikan proyek tidak lagi layak untuk dijalankan sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 32. Untuk mempertahankan agar supaya harga gelatin tidak terlalu terpengaruh oleh perubahan harga pasar gelatin, maka perlu segmentasi pasar khususnya produk gelatin yang mempunyai mutu yang baik dan halal. Segmentasi pasar dapat dilakukan dengan membuat kerjasama antara produsen dengan konsumen dalam melakukan pembelian produk gelatin halal dalam bentuk kontrak kerjasama pengadaan gelatin dengan menggunakan harga tertentu dalam jangka waktu tertentu. Dengan konsep kerjasama ini pihak produsen gelatin akan mempunyai kepastian pasar dalam penentuan harga sedangkan pihak konsumen akan mempunyai kepastian pasokan gelatin dan kepastian mutu gelatin halal yang dibelinya. Disamping itu untuk memperoleh kepastian harga produk gelatin dapat juga dilakukan dengan membuat produk gelatin dengan berbagai bentuk dan ukuran gelatin sesuai dengan keinginan konsumen tertentu sesuai dengan aplikasinya. Contoh bentuk gelatin dengan aplikasi khusus adalah gelatin lembaran, gelatin curah dan gelatin bubuk dengan ukuran granular tertentu. Dengan produk gelatin ini sangat tergantung pada kemauan konsumen dalam membuat bentuk gelatin, tetapi dengan konsep ini akan memastikan konsumen gelatin dalam harga dan kuantitas tertentu. Kemudian dari sisi konsumen juga akan memudahkan penggunaan gelatin sebagai bahan baku produknya. Berdasarkan analisis sensitifitas tersebut dapat disimpulkan bahwa pengembangan agroindustri gelatin dengan bahan baku kulit sapi split sangat sensitif terhadap perubahan/penurunan harga produk gelatin, sedangkan ditinjau dari perubahan harga bahan baku dan kenaikan nilai investasi masih kurang sensitif. Oleh karena itu untuk dapat mengembangkan agroindustri gelatin halal dengan bahan baku kulit sapi split harus mempunyai segmen pasar yang khusus

195 168 agar dapat memperoleh kepastian harga yang dapat bersaing di pasar yaitu dengan penetapan mutu halal yang membedakan dengan gelatin yang tidak halal. Kenaikan harga bahan baku meliputi kenaikan bahan mentah, bahan kemasan dan bahan bakar. Kenaikan biaya investasi tetap meliputi lahan, bangunan, persiapan (perizinan, AMDAL, paten), pekerjaan sipil dan struktur lain dan mesin serta peralatan. Kenaikan biaya investasi tetap juga akan mengubah nilai sisa dan nilai depresiasi setiap tahunnya. Beberapa manfaat sosial ekonomi dari pendirian agroindustri gelatin berbahan baku kulit split adalah pemasukan dari pajak. retribusi dan biaya ijin kepada pemerintah dan penghematan devisa negara karena berkurangnya impor gelatin dari luar negeri. Selain itu pendirian agroindustri gelatin bermanfaat dari sisi menyerap tenaga kerja, pemasukan kepada bank dengan pembayaran bunga dan pemberian nilai tambah bahan baku kulit split. Salah satu pertimbangan utama dari produksi semua jenis gelatin adalah jumlah limbah cair yang besar dihasilkan selama proses produksi yang dapat mengandung komponen mineral dan lemak (Hinterwaldner, 1977). Limbah tersebut dapat menghasilkan Biological Oxygen Demand (BOD) yang tinggi. Limbah cair dapat berupa asam atau basa tergantung dari proses perendamannya. Oleh karena itu perlu dikaji dalam aspek lingkungan yaitu Analisis Mengenai Dampak Lingkungan dan potensi limbah dari industri gelatin. Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 17 tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, industri gelatin termasuk industri yang wajib dilengkapi AMDAL.

196 KESIMPULAN Kesimpulan Hasil Pemetaan jaringan rantai pasok bahan baku kulit sapi pada industri penyamakan kulit untuk mendukung model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin sebagian besar bahan baku diperoleh dari Jawa (Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur) dan sebagian kecil diperoleh dari luar pulau Jawa yaitu Kalimantan. Pasokan kulit sapi dari Jawa mempunyai mutu yang baik, sedangkan pasokan dari luar Jawa mempunyai mutu yang kurang baik yang diakibatkan oleh proses penggaraman dan penyimpanan. Hasil analisis strukturisasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin menunjukkan bahwa sistem ini dikembangkan dengan tujuan untuk memperoleh kepastian asal usul dan jaminan mutu bahan baku serta mempermudah penelusuran asal usul bahan baku, dengan tolok ukur keberhasilan memudahkan proses pembuatan label mutu halal dan terjaminnya mutu bahan baku dan produk gelatin. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu aktifitas penyediaan sarana dan prasarana untuk peningkatan mutu produk gelatin. Perubahan yang dimungkinkan terhadap sistem adalah penyediaan sistem informasi penelusuran bahan baku dan setiap pengusaha diharuskan memberlakukan sistem standarisasi mutu.. Dari sudut pandang aturan kerjasama, sistem kelembagaan dengan model kontrak kerjasama pengadaan bahan baku berdasarkan patokan harga sesuai mutunya merupakan model sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin yang optimal dan efisien, sedangkan dari sisi organisasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku yang optimal adalah penggunaan lembaga independen didukung dengan kelembagaan internal dalam perusahaan. Hasil perkiraan tingkat efisiensi kinerja model dengan menggunakan DEA diperoleh bahwa Model sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin dengan penggunaan lembaga independen yang didukung oleh lembaga internal jaminan mutu pasokan bahan baku dalam perusahaan memberikan output yang lebih tinggi dan input yang lebih rendah dibandingkan dengan model kelembagaan yang berlaku saat ini. 169

197 170 Strategi yang tepat untuk mengembangkan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin adalah adanya sistem informasi penelusuran asal usul bahan baku dengan pelaku utama agroindustri gelatin. Pengembangan agroindustri gelatin pada industri penyamakan kulit layak untuk dikembangkan dengan kriteria kelayakan investasi sebagai berikut nilai NPV(15%) sebesar Rp. 4,81 milyar, nilai net B/C ratio sebesar 1.11, nilai IRR sebesar 31,98% dan nilai PBP sebesar 3,69 tahun. Berdasarkan analisis sensitifitas, kelayakan investasi pengembangan agroindustri gelatin yang menggunakan bahan baku kulit split pada industri penyamakan kulit sangat sensitif terhadap penurunan harga produk gelatin, oleh karena itu perlu segmentasi pasar yang spesifik terhadap produk gelatin halal. Kebaruan dari penelitian ini adalah ditemukannya suatu sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku untuk mendukung proses penelusuran asal usul bahan baku agroindustri gelatin dari kulit sapi split. Dengan model kelembagaan tersebut diharapkan dapat mendukung tumbuhkembangnya agroindustri gelatin halal di Indonesia dan memudahkan proses pengurusan sertifikasi halal untuk menjamin penyediaan produk gelatin yang bermutu dan halal. Saran-saran Sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin dari kulit sapi split perlu didukung dengan sistem informasi penelusuran mutu pasokan bahan baku untuk memberikan kepastian asal-usul dan jaminan mutu pada pengguna gelatin. Implementasi model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin, perlu melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan dalam pengembangan agroindustri gelatin. Hal yang perlu dilakukan oleh masing masing pihak adalah mengedepankan pentingnya peningkatan mutu dalam setiap tahapan pengadaan bahan baku dan proses produksi gelatin, Model yang dihasilkan dalam menguji kinerja kelembagaan masih bersifat konseptual. Oleh karena itu perlu adanya penelitian lanjutan untuk menguji kinerja kelembagaan secara operasional dengan menggunakan data- data input secara realitas pada perusahaan industri gelatin.

198 171 DAFTAR PUSTAKA Adiarni N Rekayasa sistem rantai pasokan bahan baku berbasis jaringan pada Agroindustri farmasi. [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Anang H Strategi Six Sigma, Peta Pengembangan Kualitas & Kinerja Bisnis. Elex Media Komputindo. Anir NAMD, Nasir MHN, Masliyana A The Users Perceptions and Opportunities in Malaysia in Introducing RFID System for Halal Food Tracking. Faculty of Computer Science and Information Technology. University of Malaya. Kualalumpur. Anwar A Ekonomi Organisasi: Beberapa Aspek dari Analisis Ekonomi Biaya biaya Transaksi. Bogor: Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. [APKI] Asosiasi Penyamakan Kulit Indonesia Indinesia Leather Specification Profile. Apple JM Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Terjemahan Edisi Ketiga. Penerbit ITB, Bandung. Austin JE Agroindustrial Project Analysis; Critical Design Factors. London: EDI series in Economic Development. The John Hopkins University Press. Agustedi Rancang bangun model perencanaan dan pembinaan agroindustri hasil laut kualitas ekspor dengan pendekatan wilayah [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. [BPPI] Balai Penelitian dan Pengembangan Industri Semarang Pemanfaatan Kulit Sisa Penyamakan untuk Makanan Ternak. BPPI. Semarang. [BPPK] Balai Penelitian dan Pengembangan Kulit Yogyakarta Pemanfaatan Tulang Sebagai Bahan Dasar Pembuatan Capsule. BPPK. Yogyakarta. [BPS] Biro Pusat Statistik Jumlah Impor dan Ekspor Gelatin di Indonesia. Biro Pusat Statistik, Jakarta. Brown JG., Deloitte, Toache Agroindustrial Investment and Operations. Washington DC : EDI Development Studies. Carson JS Model Verification and Validation, Proceedings of the 2002 Winter Simulation Conference Che-Man Y Current Research on Halal Products Autentication. Paper presented at 2 nd IMT-GT Innernational Halal Science Symposium, Halal Science Center, IPB Bogor, 2 Desember Cheng MJ., Simmons JEL Traceability in manufacturing systems. Int. Journal of Operations and Production Management 14 (10), Chopra K., Kadekodi GK., Murty MN Participatory development: People and common property resource. New Delhi: Sage.

199 172 Cooper WW., Lawrence MS., Tone K Data Envelopment Analysis: a Comprehensive Text with Models, Aplications, References & DEA-Solver Software, 3rd ed., Boston: Kluwer Academic. Cox III, JF., Blackstone, JH. (Eds.), APICS Dictionary, APICS. The Educational Society for Resource Management. Cristianto A Kajian Proses Produksi Gelatin Tipe B Berbahan Baku Kulit Sapi Hasil Samping Industri Penyamakan Kulit. Skripsi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fateta IPB, Bogor. Didu MS Rancang bangun strategi pengembangan agroindustri kelapa sawit (Agrosawit). J. Tek Ind. Pert. 11(1), [DSN] Dewan Standardisasi Nasional SNI Mutu dan Cara Uji Gelatin. Badan Standardisasi Nasional. Departemen Perindustrian dan Perdagangan Indonesia. Jakarta. Eriyatno Ilmu Sistem: Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. Bogor: IPB Press. Fardiaz D Hidrokolid. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB, Bogor. Fellows P., Franco E., Walter R Starting a small Food Processing Enterprise. Intermediate Technology Publication, London. Filev DP., Yager RR., On the issue of obtaining OWA operator weights. Fuzzy Sets and Systems 94: Florence D, Queree C Traceability Problem or Opportunity. Logistics Information Management 6 (4). Gharajedaghi J Systems Thinking: Managing Change & Complexity, Butterworth Heinmann. Glicksman M Gum technology in Food Industry. New York: Academic Press. [GMAP] Gelatin Manufacturer Association of Asia Pacific. 2004, Gelatin, [GME] Gelatin Manufacture. Of Europe Market Data Gelatin 2001, 2002, [GMIA] Gelatin Manufactur Institute of America gelatin properties, Glover, D Increasing the Benefits to Smallholders from Contract Farming: Problems for Farmers Organisations and Policy Makers, World Development 15 (4) Goossens P Gelatine Absolutely Safe and Healthy. Scientific reeport. Gelatin Manufacturing Europe (GME). Gorvett R., Liu N Using Interpretive Structural Modeling to Identify and Quantify Interactive Risks. Call Paper Program 2007 ASTIN Colloquium Orlando, FL. Gumbira-Sa id, E Bahan Kuliah Rekayasa Mutu. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.

200 173 Hart, A Knowledge Acquisition for Expert System. McGrawl-Hill Book Company, New York. Himmelblau DM Basic Principles and Calculation Chemical Engineering. 4 th edition. Prentice-Hall, New Jersey. Husnan S., Suwarsono Studi kelayakan proyek. Unit penerbit dan percetakan AMP YKPN. Yogyakarta. Ichsan M. Kusnadi dan Syaifi M Studi Kelayakan Proyek Bisnis. Universitas Brawijaya, Malang. Ismanto K Manajemen Syariah. Yogjakarta : Pustaka Pelajar. Jauch LR., Glueck WF Business Policy and Strategic Management. McGraw-Hill International Inc., New York. Johns P Me Structure and Composition of Collagen Containing Tissue. Di dalam Ward, A. G. dan A. Courts (ed.). The Sicence and Technology of Gelatin. New York:Academic Press. Jones NR Uses of Gelatin in Edible Products. Di dalam Ward, A. G. dan A. Courts (ed.). The Sicence and Technology of Gelatin. New York:Academic Press. Judoamidjojo RM Teknik Penyamakan Kulit untuk Pedesaan. Bandung: Penerbit Angkasa. Kartasapoetra Koperasi Indonesia Yang Berdasarkan Pancasila dan UUD Reneka Cipta, Jakarta Keenan TR Gelatin. Di dalam J. Kroschwitz (ed.) Kirk-Othmer Encyclopedia of (ChemicalTechnology. New York: Wiley. King W Gelatin. In: Glicksman, M. (ed.) Gum Technology in Food Industry. London: Academic Press. Kirk C Contracting Out: Plantations, Smallholders and Transnational Enterprise, IDS Bulletin, 18(2), Kusnandar Rancang Bangun Model Pengembangan Industri Kecil Jamu. [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Kehagia O, Linardakis M, Chryssochoidis G Beef traceability: are Greek consumers willing to pay?. EuroMed Journal of Business. 2(2), Kotler P. 2002, Marketing Management, 10th edition, Prentice Hall, Inc Lau HCW., Pang WK., Wong CWY Methodology for Monitoring Supply Chain Performace: a Fuzzy Logic Approach. Logistic Informatoin Management. 15 (4), Levy M, Loebbecke C., Powell P SMEs, co-opetition and knowledge sharing: The role of information systems, European Journal of Information Systems. 12(1), LPPOM-MUI Panduan umum sistem jaminan halal LPPOM-MUI, Lembaga pengkajian pangan, obat-obatan dan kosmetika, Majelis Ulama Indonesia. Lokman AR Halal Products Consumerism, Technology and Procedures. Melaka: Percetakan Surya Sdn Bhd.

201 174 Ma arif MS., Tanjung H Teknik-teknik kuantitatif untuk manajemen, PT. Grasindo, Jakarta. Machfud Rekayasa Model Penunjang Keputusan Kelompok dengan Fuzzy- Logic untuk Sistem Pengembangan Agroindustri Minyak Atsiri. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Marimin, Teknik dan Aplikasi Pengambilan keputusan dengan Kriteria majemuk, cetakan ketiga, Jakarta: Grasindo. Muhandri T, Kadarisman D Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan. Bogor:IPB Press. Mousavi A, Sarhadi M Tracking and Tracebability in the meat processing industry : a solution. British Food Journal. 104(1), Noordin N., Noor NLM., Hashim M., Samicho Z Value chain of halal certification system: a case of the malaysia halal industry. European and Mediterranean Conference on Information Systems (EMCIS2009). Nur S., Suharjito Prospectus Analysis Of Halal Gelatin Agro-Industrial From Split Hides At Leather Tanning Factory In Indonesia. Proceeding Internastional seminar and the 7Th Biennial meeting of indonesian nutrition and feed science association Nur S., Suharjito Model Kelembagaan Penelusuran Pasokan Bahan Baku Gelatin Untuk Menjamin Kualitas Produk. Proceding seminar Nasional perspektif pengembangan agribisnis peternakan di Indonesia Opara LU Treacebility in Agriculture and Food supply chain: a review of basic concepts techonological implications, and future prospects. Food and Agricultura & Enviroment. 1(1), Pakpahan Mengubah Pertanian Tradisional Dalam Pembangunan Jangka Panjang. Tahap kedua : Pendekatan Kelembagaan. Makalah. Institut Pertanian Bogor. Parker AL Principles of Biochemistry. Sparkas Maryland: Worth Publisher, Inc. Poppe J Gelatin. Di dalam A. Imeson (ed). Thickening and Gelling Agent for Food. Academic Press. New York. Pramudya B., Nesia D Ekonomi Teknik. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Prawirosentono S Filosofi Baru Tentang Manajemen Mutu Terpadu Abad 21. Bumi Aksara, Jakarta Purnomo E Pengetahuan Dasar Teknologi Penyamakan Kulit. Akademi Penyamakan Kulit. Departemen Perindustrian Republik Indonesia. Yogyakarta. Qardhawi Y Halal Haram dalam Islam. Era Intermedia. Solo. Qinghai gelatin Application og gelatin. [15 mei 2009]. Rabade LA, Alfaro JA Buyer-supplier relationship s influence on traceability implementation in the vegetable industry. J of Purchasing & Supply Management 12:39-50.

202 175 Regattieri A, Gamberi M, Manzini R Traceability of food products: General framework and experimental evidence, Journal of food engineering 81: Rijswijk WV., Frewer LJ Consumer Perceptions of food quality and safety and their relation to traceability. British Food Journal. 110(10), Romans JR., Ziegler PT The Meat We Eat. The Interstate Printers & Publishers. Inc. Ruben R., Slingerland K., Nijhoff H. (eds.) (2006). Agro-Food Chains and Networks for Development. Wageningen UR Frontis Series, Vol. 14, Wageningen University, The Netherlands Rubin Marked Report Gelatin Scientific Report Norway. Saaty TL Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin: Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi Yang Kompleks. Setiono L, penerjemah; Jakarta: Pustaka Binaman Presindo.Terjemahan dari: Decision Making for Leaders: The Analitical Hierarchy Process for Decisions in Complex World. Sagheer S, Yadav SS., Deshmukh SG An application of Interpretive Stuctural Modeling of The Complience to Food Standars. Int Journal of Productivity and Performance Management 58(2), Santoso U Peranan Ahli Pangan Dalam Mendukung Keamanan dan Kehalalan Pangan. Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Kimia Pangan dan Hasil Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gajah Mada pada tanggal 17 Februari 2009, Yogyakarta. Sarig Y Traceability of food products. CIGR Journal of Scientific Research and Developments. 5(12), Saxena JP., Sushil, Vrat P Hierarchy and classification of program plan elements using Interpretive structural modelling: a case study of energy conservation in the Indian cement industry. System Practice 7(4), Schmid AA Property, Power and Public Choice: An Inquire Into Law and Economics. New York: Praer Publisher. Shaikh MSMS Aspects of Food Safety from the Islamic Perspective. In Shaikh Mohd, SMS & Azrina, S. (Ed.). Food and Technological Progress an Islamic Perspective. (pp ). Kuala Lumpur: MPH. Simatupang TM Pemodelan Sistem. Bandung: Stodio Manajemen Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Bandung. Slingerland M, Ruben R, Nijhoff H, And Zuurbier PJP Food Chains And Networks For Development. In R. Ruben, M. Slingerland and H. Nijhoff (eds.), Agro-food chains and networks for development, pp Soekardono Ekonomi Agribisnis Peternakan Teori dan Aplikasinya. Akademika Pressindo, Jakarta. Starbird SA., Amanor-Boadu V Contact Selectivity, Food Safety, and Traceability. Journal of Agricultural & Food Industrial Organozation.

203 176 Starbird S.A., Amanor-Boadu V, Roberts T Traceability, Moral Hazard, and Food Safety. Congress of the European Association of Agricultural Economists EAAE. Stanton WJ Prinsip Pemasaran. Terjemahan. Erlangga, Jakarta. Suharjito, Djafar MJ Pemanfaatan Kulit Split dan Triming untuk Pembuatan Gelatin dan Prospek Industri Gelatin di Indonesia. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia 5(2). Sumarni M., Soeprihanto J Pengantar Bisnis (Dasar-dasar Ekonomi Perusahaan). Liberty, Yogyakarta. Suryadi K., Ramdhani MA Implementasi Konsep Pengambilan Keputusan. Bandung: Rosda. Syahyuti Konsep Penting dalam Pembangunan Pedesaan dan Pertanian. Penjelasan tentang konsep, istilah, teori dan indikator serta variabel. Bina Rena Pariwara, Jakarta. pp Turban E Decision Support and Expert Systems : Management Support Systems. New York: Macmillan Publishing Company. Van der Vorst JGAJ Performance levels in food traceability and the impact on chain design: results of an international benchmark study. In: Bremmers, H.J., Omta, S.W.F., Trienekens, J.H., et al. eds. Dynamics in chains and networks: proceedings of the sixth international conference on chain and network management in agribusiness and the food industry (Ede, May 2004). Wageningen Academic Press, Wageningen, pp Ward AG., Courts A The Science and Technology of Gelatin. London: Academic Press. Winardi Marketing dan Perilaku Konsumen. Bandung : Mandar Maju. Winter D Techno-Economic Study on measure to Mitigate the Environmental Impact in Leather Industry. Unido Inssbruck, Austria. Yager RR Families of OWA operators. Fuzzy Sets and Systems 59: Yulianto R Gelatin dari kulit sapi menggunakan. alat pengering semprot (spray dryer). Skripsi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fateta IPB, Bogor. Zhou P., Ang BW., Poh KL A survey of data envelopment analysis in energy and environmental studieseuropean. Journal of Operational Research 189:1 18.

204 177 Lampiran 1. Pakar yang dilibatkan dalam penelitian No Nama Pakar Jabatan Keterangan 1 Prof. Dr. Ir. Rafiq Karsidi, MSi Pemb.Rektor I UNS Akademisi 2 Dr. Ir Makhmudun Ainuri, MSi Ketua Jurusan Teknologi Akademisi Industri Pertanian UGM 3 Dr. Ir. Kusnandar, MSi Ketua Jurusan Sosial Akademisi Ekonomi Pertanian UNS 4 Ir. Harianto, MSi Peneliti Gelatin BPPT Peneliti 5 Ir. Zainal H, MSi LPPOM MUI Auditor Sertifikasi 6 Ir. Akhmad M Manajer Produksi Gelatin Praktisi PT Muhara Dwitunggal Laju Tannery 7 Ir. Iwan Benny Manajer Produksi Gelatin CV. Alfa Omega Praktisi

205 178 Lampiran 2. Data pendukung pemodelan sistem kelembagaan dengan ISM Kuisioner pemodelan dengan ISM 1. Berikan hubungan kontekstual : memberikan kontribusi tercapainya tujuan yang lain dalam meningkatkan jaminan mutu Adapun tingkat keterhubungan yang digunakan adalah sebagai berikut: V A X O jika sub-elemen ke i mempengaruhi sub-elemen ke j dan tidak sebaliknya jika sub-elemen ke j mempengaruhi sub-elemen ke i dan tidak sebaliknya jika sub elemen ke i dan sub-elemen ke j saling mempengaruhi jika tidak ada hubungan antara kedua sub elemen tersebut Sub elemen Tujuan rekayasa sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 T11 T12 T13 I Memperoleh kepastian asal usul dan jaminan mutu bahan baku Meningkatkan kepercayaan konsumen Meningkatkan mutu bahan baku dan produk Mempermudah pengurusan label standarisasi halal Mempermudah penelusuran asal usul bahan baku Mewujudkan agroindustri gelatin yang berkelanjutan Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya mutu produk Meningkatkan harga produk dengan jaminan mutu Meningkatkan kegiatan perekonomian daerah Meningkatkan minat investor agroindustri gelatin Informasi mutu mudah diakses masyarakat Pelaku usaha lebih mengedepankan mutu dalam setiap usahanya Standarisasi mutu menjadi budaya bagi setiap pemasok bahan baku T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 T11 T12 T13 j Tujuan rekayasa sistem kelembagaan T13 T12 T11 T10 T9 T8 T7 T6 T5 T4 T3 T2 T1

206 Berikan penilaian hubungan konstekstual: kendala satu akan menyebabkan terjadinya kendala yang lain dalam meningkatkan jaminan mutu Adapun tingkat keterhubungan yang digunakan adalah sebagai berikut: i V A X O jika sub-elemen ke i mempengaruhi sub-elemen ke j dan tidak sebaliknya jika sub-elemen ke j mempengaruhi sub-elemen ke i dan tidak sebaliknya jika sub elemen ke i dan sub-elemen ke j saling mempengaruhi jika tidak ada hubungan antara kedua sub elemen tersebut Sub elemen kendala dalam rekayasa sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7 H8 H9 H10 H11 H12 H13 H14 H15 H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7 H8 H9 H10 H11 H12 H13 H14 H15 Lemahnya sistem kelembagaan jaminan mutu yang ada Kurangnya pembinaan terhadap pelaku pasokan bahan baku Lemahnya kontrol mutu pada setiap tingkatan pelaku Lemahnya koordinasi antar pihak terkait Lokasi asal usul bahan baku yang mempunyai karakterisitik berbeda Budaya masyarakat yang belum mengedepankan nilai mutu produk Pemasok bahan baku yang tersebar di beberapa daerah Pengendalian mutu belum dilaksanakan secara berkesinambungan Peraturan investasi daerah yang kurang mendukung Kebijakan pemerintah yang tidak konsisten sumber bahan baku yang tidak terdeteksi asal-usulnya Adanya pemasok bahan baku yang mensuply secara musiman Informasi mutu yang belum transparan dan tersebar luas di masyarakat Kesadaran masyarakat tentang mutu yang masih kurang Pengusaha lebih mengutamakan keuntungan dari pada peningkatan mutu j Kendala rekayasa sistem kelembagaan H15 H14 H13 H12 H11 H10 H9 H8 H7 H6 H5 H4 H3 H2 H1

207 Berikan penilaian hubungan konstekstual: elemen perubahan yang satu akan memberikan kontribusi terhadap perubahan lain dalam meningkatkan jaminan mutu Adapun tingkat keterhubungan yang digunakan adalah sebagai berikut: V jika sub-elemen ke i mempengaruhi sub-elemen ke j dan tidak sebaliknya A jika sub-elemen ke j mempengaruhi sub-elemen ke i dan tidak sebaliknya X jika sub elemen ke i dan sub-elemen ke j saling mempengaruhi O jika tidak ada hubungan antara kedua sub elemen tersebut Sub elemen perubahan yang dimungkinkan dalam sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin I P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 Penyediaan sistem informasi penelusuran bahan baku produk Memudahkan akses informasi asal-usul bahan baku produk Audit mutu dapat dilakukan lebih cepat Sertifikasi mutu dapat diurus secara lebih mudah Jaminan mutu dapat dilakukan pada setiap pelaku jaringan pasokan bahan baku Setiap pengusaha diharuskan memberlakukan sistem standarisasi mutu Pengawasan mutu dapat dilakukan lebih mudah Harga produk dijamin stabil Kepercayaan konsumen meningkat Standarisasi mutu halal menjadi kebiasaan yang tidak perlu dipaksakan Kesadaran masyarakat tentang pentingnya mutu meningkat Pelabelan standarisasi mutu dapat dilakukan lebih cepat Memperkuat kelembagaan jaminan mutu Kemampuan bersaing dalam perdagangan dunia (pasar global) P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 j Perubahan yang dimungkinkan P14 P13 P12 P11 P10 P9 P8 P7 P6 P5 P4 P3 P2 P1

208 Berikan penilaian hubungan konstekstual: mendorong munculnya aktifitas lain dalam meningkatkan jaminan mutu Adapun tingkat keterhubungan yang digunakan adalah sebagai berikut: i V A X O jika sub-elemen ke i mempengaruhi sub-elemen ke j dan tidak sebaliknya jika sub-elemen ke j mempengaruhi sub-elemen ke i dan tidak sebaliknya jika sub elemen ke i dan sub-elemen ke j saling mempengaruhi jika tidak ada hubungan antara kedua sub elemen tersebut Sub elemen Aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan rekayasa sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 A11 A12 A13 A14 A15 A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 A11 A12 A13 A14 A15 Membuat sistem infomasi penelusuran bahan baku Membuat peraturan pemerintah pusat/daerah yang mewajibkan standarisasi mutu halal Penyediaan lembaga independent yang mengawasi standarisasi mutu halal Penyediaan sarana dan prasarana untuk peningkatan mutu produk Penyediaan lembaga pendidikan dan pelatihan peningkatan mutu produk Penyediaan lembaga pelayanan teknis standarisasi mutu Pemberdayaan masyarakat pelaku pasokan bahan baku dalam peningkatan mutu Melibatkan lembaga penelitian dan perguruan tinggi dalam pelaksanaan standarisasi mutu Survai pengawasan mutu dan pemberlakuan standarisasi mutu Melibatkan lembaga konsumen dalam penerapan standarisasi mutu Pemberian insentif terhadap penerapan mutu produk bagi pengusaha Mewajibkan pelabelan satandar mutu dan asal usul produk kontrol mutu diperketat penyebaran informasi mutu pada masyarakat membudayakan standarisasi mutu untuk setiap pengusaha j Aktivitas yang dibutuhkan A15 A14 A13 A12 A11 A10 A9 A8 A7 A6 A5 A4 A3 A2 A1

209 Berikan penilaian hubungan konstekstual: memberikan kontribusi terhadap tolok ukur yang lain dalam meningkatkan jaminan mutu Adapun tingkat keterhubungan yang digunakan adalah sebagai berikut: V A X O jika sub-elemen ke i mempengaruhi sub-elemen ke j dan tidak sebaliknya jika sub-elemen ke j mempengaruhi sub-elemen ke i dan tidak sebaliknya jika sub elemen ke i dan sub-elemen ke j saling mempengaruhi jika tidak ada hubungan antara kedua sub elemen tersebut Sub elemen Aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan rekayasa sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin Sub elemen pelaku sistem kelembagaan I U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10 U11 U12 U13 Meningkatnya minat investor pada industri gelatin pada industri penyamakan kulit Meningkatnya jumlah lapangan kerja baru pada industri gelatin Meningkatnya pendapatan asli daerah Memudahkan akses informasi mutu bahan baku produk Memudahkan akses informasi asal usul bahan baku produk Memudahkan proses pembuatan label mutu halal Meningkatnya pendapatan agroindustri kulit sapi Meningkatnya diversifikasi produk kulit sapi Meningkatnya jumlah kredit yang tersalurkan dalam agroindustri Terjaminnya mutu bahan baku dan produk gelatin Kesadaran akan pentingnya mutu produk meningkat harga produk stabil Masuknya produk dalam perdaganyan global J U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10 U11 U12 U13 Tolok Ukur keberhasilan tujuan U13 U12 U11 U10 U9 U8 U7 U6 U5 U4 U3 U2 U1

210 Berikan penilaian hubungan konstekstual: mendorong keterlibatan lembaga yang lain dalam meningkatkan jaminan mutu Adapun tingkat keterhubungan yang digunakan adalah sebagai berikut: V jika sub-elemen ke i mempengaruhi sub-elemen ke j dan tidak sebaliknya A jika sub-elemen ke j mempengaruhi sub-elemen ke i dan tidak sebaliknya X jika sub elemen ke i dan sub-elemen ke j saling mempengaruhi O jika tidak ada hubungan antara kedua sub elemen tersebut Sub elemen Aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan rekayasa sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin L1 Kelompok peternak sapi L2 Pedagang sapi L3 Rumah potong hewan L4 Pengumpul kulit sapi L5 Pedagang kulit sapi L6 Pemerintah Pusat/daerah L7 Lembaga Keuangan dan Bank L8 Industri penyamakan kulit L9 Agroindustri gelatin L10 Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang L11 Industri pengguna gelatin L12 Konsumen j Pelaku atau lembaga yang terlibat L12 L11 L10 L9 L8 L7 L6 L5 L4 L3 L2 L1 L1 L2 i L3 L4 L5 L6 L7 L8 L9 L10 L11 L12

211 184 Hasil agregasi data Kuisioner pemodelan dengan ISM Isian Keterhubungan pengaruh sub-elemen Hubungan kontekstual : memberikan kontribusi tercapainya tujuan yang lain SSIM awal Tujuan rekayasa sistem kelembagaan V V O V O V V V X V V V 2 A A A V V O X V A O A 3 A A A V O V V V A A 4 V V V V V V V V A 5 O V V O O O O V 6 A A A V V O A 7 A V A V V O 8 A V A O V 9 O A A A 10 A A A 11 X A 12 A 13 Isian Keterhubungan pengaruh sub-elemen Hubungan kontekstual : menyebabkan terjadinya kendala yang lain SSIM awal Kendala rekayasa sistem kelembagaan V X V O A A A V A A A A A V 2 V V V X V A A V A V A A V 3 V A V V V A A V A A A A 4 V A V O V A A V A V A 5 O O O O V O O V X O 6 V X V O V A A V O 7 O O V V V X A V 8 V A A A V A X 9 V V V V V X 10 V V V V V 11 O A A A 12 V O O 13 A V 14 V 15

212 185 Isian Keterhubungan pengaruh sub-elemen Hubungan kontekstual : memberikan kontribusi terhadap perubahan lain dalam meningkatkan jaminan mutu SSIM awal Perubahan yang dimungkinkan V V V V V V V V X V V V V 2 V V V V V V V V A V V V 3 V V V A V V O X A A V 4 V V V V V V V V A V 5 V V V V V V V V A 6 V V X O V V V V 7 V X A V V V V 8 V O O V O V 9 V V A X A 10 V V V X 11 V V A 12 V V 13 V 14 Isian Keterhubungan pengaruh sub-elemen Hubungan kontekstual : mendorong munculnya aktifitas lain dalam meningkatkan jaminan mutu SSIM awal Aktivitas yang dibutuhkan V V A A O V V V V V V A A O 2 V V V V V O A V O V V O A 3 V V V V O X V X V X X X 4 V V V V O V V V V A V 5 V V O O O V O X V V 6 V V V V O V O X V 7 V V V X O V V V 8 V V V O O X X 9 V V V O V V 10 V V X V X 11 V O A A 12 X V X 13 V A 14 V 15

213 186 Isian Keterhubungan pengaruh sub-elemen Hubungan kontekstual : memberikan kontribusi terhadap SSIM awal Tolok Ukur keberhasilan tujuan A V V A V V V A A A V V 2 V O O A A A A O O O V 3 A O O O A A A O O O 4 A O V V O V V V V 5 X V V V V V V V 6 O O O A V V O 7 O V O V A A 8 V X O A X 9 V V O A 10 V V V 11 V O 12 V 13 Isian Keterhubungan pengaruh sub-elemen Hubungan kontekstual : mendorong keterlibatan lembaga yang lain dalam meningkatkan jaminan mutu SSIM awal Pelaku atau lembaga yang terlibat O V A V V A A V V V X 2 V V A V V O A V X X 3 V V A V V X A V V 4 O O A X X X O X 5 O V A A X A A 6 V V X V V X 7 O V V V V 8 O O A X 9 V X A 10 V V 11 X 12

214 187 Lampiran 3. Data pendukung pemilihan strategi sistem kelembagaan dengan AHP Kuisioner pemilihan strategi sistem kelembagaan dengan AHP

215 188 Petunjuk Pengisian Skala Penilaian Antar elemen: 1. Pertanyaan pertanyaan yang diajukan akan berbentuk perbandingan antara suatu elemen baris dengan suatu elemen kolom yang bersesuaian. 2. Jawaban dari pertanyaan tersebut diberi nilai oleh responden (pakar) berdasarkan tingkat kepentingan dari elemen-elemen yang dibandingkan secara berpasangan. 3. Nilai komparasi yang diberikan mempunyai skala 1 9 atau sebaliknya (-3-9) dan dituliskan dalam kotak-kotak yang tersedia. 4. Adapun tingkat perbandingan yang digunakan adalah sebagai berikut: Perbandingan Skala Penilaian Perbandingan Skala Penilaian A sama penting dengan B 1 A sangat jelas lebih penting dari pada B 7 A sedikit lebih penting dari B 3 B sangat jelas lebih penting dari pada A - 7 B sedikit lebih penting dari A - 3 *) A mutlak lebih penting dari pada B 9 A jelas lebih penting dari B 5 B mutlak lebih penting dari pada A - 9 B jelas lebih penting dari A - 5 Nilai skala 2, 4, 6, 8 atau -2, -4, -6, -8 diberikan bila terdapat sedikit saja perbedaan tingkat kepentingan dengan patokan Keterangan :*) Skala ini digunakan untuk memudahkan pengisian. Waktu akan diproses dengan AHP, skala ini akan dikonversikan ke dalam nilai yang sebenarnya (sebagai misal : 3 dikonversikan menjadi 1/3) Dimana: A = elemen suatu baris dan B = elemen suatu kolom Contoh pengisian: Dalam Pemilihan produk elektronika untuk rumah tangga, bagaimana pendapat Bapak/Ibu tentang Perbandingan Tingkat Kepentingan dari kriteria-kriteria berikut : Kriteria Hemat listrik Harga terjangkau Perawatan mudah Merk Kualitas/Mutu Hemat listrik Harga terjangkau Perawatan mudah 3 2 Merk 1 Kualitas/Mutu

216 189 Tabel 1. Dalam Pemilihan Strategi Pengembangan Sistem Kelembagaan Jaminan Mutu Pasokan Bahan Baku Gelatin, bagaimana pendapat Bapak/Ibu tentang Perbandingan Tingkat Kepentingan dari aktor/stakeholder berikut : Aktor RPH Pedagang Agen bahan baku Agroindustri gelatin Perbankan Pemerintah RPH Pedagang Agen bahan baku Agroindustri gelatin Perbankan Pemerintah Tabel 2. Berdasarkan Aktor RPH, terdapat 6 tujuan pengembangan kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin, bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai tingkat kepentingan dari tujuan-tujuan berikut: Tujuan Kepastian asal usul bahan Meningkatkan mutu produk Mempermudah sertifikasi mutu halal Agroindustri berkelanjutan Meningkatkan diversifikasi produk Meningkatkan kepercayaan Kepastian asal usul Meningkatkan mutu Mempermudah sertifikasi Agroindustri Diversifikasi produk Kepercayaan konsumen bahan produk mutu halal berkelanjutan

217 190 konsumen Tabel 3. Berdasarkan Aktor Pedagang, terdapat 6 tujuan pengembangan kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin, bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai tingkat kepentingan dari tujuan-tujuan berikut: Tujuan Mempermudah sertifikasi mutu Agroindustri Diversifikasi produk Kepercayaan konsumen Kepastian asal usul bahan Meningkatkan mutu produk halal berkelanjutan Kepastian asal usul bahan Meningkatkan mutu produk Mempermudah sertifikasi mutu halal Agroindustri berkelanjutan Meningkatkan diversifikasi produk Meningkatkan kepercayaan konsumen Tabel 4. Berdasarkan Aktor Agen bahan baku, terdapat 6 tujuan pengembangan kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin, bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai tingkat kepentingan dari tujuan-tujuan berikut: Tujuan Kepastian asal usul bahan Meningkatkan mutu produk Mempermudah sertifikasi mutu halal Agroindustri berkelanjutan Meningkatkan diversifikasi produk Meningkatkan kepercayaan Mempermudah sertifikasi mutu Agroindustri Diversifikasi produk Kepercayaan konsumen Kepastian asal usul bahan Meningkatkan mutu produk halal berkelanjutan

218 191 konsumen Tabel 5. Berdasarkan Aktor agroindustri gelatin, terdapat 6 tujuan pengembangan kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin, bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai tingkat kepentingan dari tujuan-tujuan berikut: Tujuan Mempermudah sertifikasi mutu Agroindustri Diversifikasi produk Kepercayaan konsumen Kepastian asal usul bahan Meningkatkan mutu produk halal berkelanjutan Kepastian asal usul bahan Meningkatkan mutu produk Mempermudah sertifikasi mutu halal Agroindustri berkelanjutan Meningkatkan diversifikasi produk Meningkatkan kepercayaan konsumen Tabel 6. Berdasarkan Aktor lembaga perbankan, terdapat 6 tujuan pengembangan kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin, bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai tingkat kepentingan dari tujuan-tujuan berikut: Tujuan Kepastian asal usul bahan Meningkatkan mutu produk Mempermudah sertifikasi mutu halal Agroindustri berkelanjutan Meningkatkan diversifikasi produk Meningkatkan kepercayaan konsumen Mempermudah sertifikasi mutu Agroindustri Diversifikasi produk Kepercayaan konsumen Kepastian asal usul bahan Meningkatkan mutu produk halal berkelanjutan

219 192 Tabel 7. Berdasarkan Aktor pemerintah pusat/daerah, terdapat 6 tujuan pengembangan kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin, bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai tingkat kepentingan dari tujuan-tujuan berikut: Tujuan Kepastian asal usul bahan Meningkatkan mutu produk Mempermudah sertifikasi mutu halal Agroindustri berkelanjutan Meningkatkan diversifikasi produk Meningkatkan kepercayaan konsumen Mempermudah sertifikasi mutu Agroindustri Diversifikasi produk Kepercayaan konsumen Kepastian asal usul bahan Meningkatkan mutu produk halal berkelanjutan Tabel 7. Berdasarkan tujuan kepastian asal-usul bahan baku, terdapat 7 kriteria kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin, bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai tingkat kepentingan dari kriteria kelembagaan berikut: Kriteria Informasi mutu mudah diakases Jaminan informasi asal usul bahan baku Proses pengurusan sertifikasi mutu halal Jaminan mutu produk & bahan baku Minat investor Meningkatnya Meningkatnya Informasi mutu Jaminan informasi asal usul Proses pengurusan Jaminan mutu produk & meningkat lapangan kerja kepercayaan mudah diakases bahan baku sertifikasi mutu halal bahan baku konsumen

220 193 Minat investor meningkat Meningkatnya lapangan kerja Meningkatnya kepercayaan konsumen Tabel 8. Berdasarkan tujuan Meningkatkan mutu produk, terdapat 7 kriteria kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin, bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai tingkat kepentingan dari kriteria kelembagaan berikut: Kriteria Informasi mutu mudah diakases Jaminan informasi asal usul bahan baku Proses pengurusan sertifikasi mutu halal Jaminan mutu produk & bahan baku Minat investor meningkat Meningkatnya lapangan kerja Meningkatnya kepercayaan konsumen Minat investor Meningkatnya Meningkatnya Informasi mutu Jaminan informasi asal Proses pengurusan Jaminan mutu produk & meningkat lapangan kerja kepercayaan mudah diakases usul bahan baku sertifikasi mutu halal bahan baku konsumen

221 194 Tabel 9. Berdasarkan tujuan Mempermudah sertifikasi mutu halal, terdapat 7 kriteria kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin, bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai tingkat kepentingan dari kriteria kelembagaan berikut: Kriteria Informasi mutu mudah diakases Jaminan informasi asal usul bahan baku Proses pengurusan sertifikasi mutu halal Jaminan mutu produk & bahan baku Minat investor meningkat Meningkatnya lapangan kerja Meningkatnya kepercayaan konsumen Minat investor Meningkatnya Meningkatnya Informasi mutu Jaminan informasi asal usul Proses pengurusan Jaminan mutu produk & meningkat lapangan kerja kepercayaan mudah diakases bahan baku sertifikasi mutu halal bahan baku konsumen

222 195 Tabel 10. Berdasarkan tujuan Agroindustri berkelanjutan, terdapat 7 kriteria kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin, bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai tingkat kepentingan dari kriteria kelembagaan berikut: Kriteria Informasi mutu mudah diakases Jaminan informasi asal usul bahan baku Proses pengurusan sertifikasi mutu halal Jaminan mutu produk & bahan baku Minat investor meningkat Meningkatnya lapangan kerja Meningkatnya kepercayaan konsumen Minat investor Meningkatnya Meningkatnya Informasi mutu Jaminan informasi asal usul Proses pengurusan Jaminan mutu produk & meningkat lapangan kerja kepercayaan mudah diakases bahan baku sertifikasi mutu halal bahan baku konsumen Tabel 11. Berdasarkan tujuan Meningkatkan diversifikasi produk, terdapat 7 kriteria kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin, bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai tingkat kepentingan dari kriteria kelembagaan berikut: Kriteria Informasi mutu mudah diakases Jaminan informasi asal usul bahan baku Proses pengurusan sertifikasi Minat investor Meningkatnya Meningkatnya Informasi mutu Jaminan informasi asal Proses pengurusan Jaminan mutu produk & meningkat lapangan kerja kepercayaan mudah diakases usul bahan baku sertifikasi mutu halal bahan baku konsumen

223 196 mutu halal Jaminan mutu produk & bahan baku Minat investor meningkat Meningkatnya lapangan kerja Meningkatnya kepercayaan konsumen Tabel 12. Berdasarkan tujuan Meningkatkan kepercayaan konsumen, terdapat 7 kriteria kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin, bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai tingkat kepentingan dari kriteria kelembagaan berikut: Kriteria Informasi mutu mudah diakases Jaminan informasi asal usul bahan baku Proses pengurusan sertifikasi mutu halal Jaminan mutu produk & bahan baku Minat investor meningkat Meningkatnya lapangan kerja Meningkatnya kepercayaan konsumen Minat investor Meningkatnya Meningkatnya Informasi mutu Jaminan informasi asal usul Proses pengurusan Jaminan mutu produk & meningkat lapangan kerja kepercayaan mudah diakases bahan baku sertifikasi mutu halal bahan baku konsumen

224 197 Tabel 14. Berdasarkan kriteria Informasi mutu mudah diakases, terdapat 5 model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin, bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai tingkat kepentingan dari model-model kelembagaan berikut: Alternatif model kelembagaan Pengembangan sistem informasi penelusuran bahan baku Pembuatan peraturan pemerintah pusat/daerah tentang aplikasi mutu halal Pemberdayaan pelaku rantai pasok dalam mengontrol mutu Intergrasi industri hulu-hilir dalam manajemen mutu kelembagaan independent proses jaminan mutu halal Pembuatan peraturan pemerintah kelembagaan independent Pengembangan sistem informasi Pemberdayaan pelaku rantai Intergrasi industri hulu-hilir pusat/daerah tentang aplikasi mutu proses jaminan mutu halal penelusuran bahan baku pasok dalam mengontrol mutu dalam manajemen mutu halal Tabel 15. Berdasarkan kriteria Jaminan informasi asal usul bahan baku, terdapat 5 model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin, bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai tingkat kepentingan dari model-model kelembagaan berikut: Alternatif model kelembagaan Pengembangan sistem informasi penelusuran bahan baku Pembuatan peraturan pemerintah pusat/daerah tentang aplikasi mutu Pengembangan sistem informasi penelusuran bahan baku Pembuatan peraturan pemerintah pusat/daerah tentang aplikasi mutu halal Pemberdayaan pelaku kelembagaan Intergrasi industri hulu-hilir rantai pasok dalam independent proses dalam manajemen mutu mengontrol mutu jaminan mutu halal

225 198 halal Pemberdayaan pelaku rantai pasok dalam mengontrol mutu Intergrasi industri hulu-hilir dalam manajemen mutu kelembagaan independent proses jaminan mutu halal Tabel 16. Berdasarkan kriteria Proses pengurusan sertifikasi mutu halal, terdapat 5 model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin, bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai tingkat kepentingan dari model-model kelembagaan berikut: Alternatif model kelembagaan Pengembangan sistem informasi penelusuran bahan baku Pembuatan peraturan pemerintah pusat/daerah tentang aplikasi mutu halal Pemberdayaan pelaku rantai pasok dalam mengontrol mutu Intergrasi industri hulu-hilir dalam manajemen mutu kelembagaan independent proses jaminan mutu halal Pembuatan peraturan pemerintah kelembagaan independent Pengembangan sistem informasi Pemberdayaan pelaku rantai Intergrasi industri hulu-hilir pusat/daerah tentang aplikasi mutu proses jaminan mutu halal penelusuran bahan baku pasok dalam mengontrol mutu dalam manajemen mutu halal

226 199 Tabel 17. Berdasarkan kriteria Jaminan mutu produk & bahan baku, terdapat 5 model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin, bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai tingkat kepentingan dari model-model kelembagaan berikut: Alternatif model kelembagaan Pengembangan sistem informasi penelusuran bahan baku Pembuatan peraturan pemerintah pusat/daerah tentang aplikasi mutu halal Pemberdayaan pelaku rantai pasok dalam mengontrol mutu Intergrasi industri hulu-hilir dalam manajemen mutu kelembagaan independent proses jaminan mutu halal Pembuatan peraturan pemerintah kelembagaan independent Pengembangan sistem informasi Pemberdayaan pelaku rantai Intergrasi industri hulu-hilir pusat/daerah tentang aplikasi mutu proses jaminan mutu halal penelusuran bahan baku pasok dalam mengontrol mutu dalam manajemen mutu halal Tabel 18. Berdasarkan kriteria Minat investor meningkat, terdapat 5 model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin, bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai tingkat kepentingan dari model-model kelembagaan berikut: Alternatif model kelembagaan Pengembangan sistem informasi penelusuran bahan baku Pembuatan peraturan pemerintah pusat/daerah tentang aplikasi mutu Pengembangan sistem informasi penelusuran bahan baku Pembuatan peraturan pemerintah pusat/daerah tentang aplikasi mutu halal Pemberdayaan pelaku kelembagaan Intergrasi industri hulu-hilir rantai pasok dalam independent proses dalam manajemen mutu mengontrol mutu jaminan mutu halal

227 200 halal Pemberdayaan pelaku rantai pasok dalam mengontrol mutu Intergrasi industri hulu-hilir dalam manajemen mutu kelembagaan independent proses jaminan mutu halal Tabel 19. Berdasarkan kriteria Meningkatnya lapangan kerja, terdapat 5 model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin, bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai tingkat kepentingan dari model-model kelembagaan berikut: Alternatif model kelembagaan Pengembangan sistem informasi penelusuran bahan baku Pembuatan peraturan pemerintah pusat/daerah tentang aplikasi mutu halal Pemberdayaan pelaku rantai pasok dalam mengontrol mutu Intergrasi industri hulu-hilir dalam manajemen mutu kelembagaan independent proses jaminan mutu halal Pengembangan sistem informasi penelusuran bahan baku Pembuatan peraturan pemerintah pusat/daerah tentang aplikasi mutu halal Pemberdayaan pelaku kelembagaan Intergrasi industri hulu-hilir rantai pasok dalam independent proses dalam manajemen mutu mengontrol mutu jaminan mutu halal

228 201 Tabel 20. Berdasarkan kriteria Meningkatnya kepercayaan konsumen, terdapat 5 model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin, bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai tingkat kepentingan dari model-model kelembagaan berikut: Alternatif model kelembagaan Pengembangan sistem informasi penelusuran bahan baku Pembuatan peraturan pemerintah pusat/daerah tentang aplikasi mutu halal Pemberdayaan pelaku rantai pasok dalam mengontrol mutu Intergrasi industri hulu-hilir dalam manajemen mutu kelembagaan independent proses jaminan mutu halal Pengembangan sistem informasi penelusuran bahan baku Pembuatan peraturan pemerintah pusat/daerah tentang aplikasi mutu halal Pemberdayaan pelaku kelembagaan Intergrasi industri hulu-hilir rantai pasok dalam independent proses dalam manajemen mutu mengontrol mutu jaminan mutu halal

229 202 Lampiran 4. Kusioner pemilihan Implementasi model dengan MEMCDM 1. Menurut Bapak/ibu/Sdr apa tujuan implementasi sistem manajemen mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin adalah? a. Meningkatkan kepercayaan konsumen b. Mempermudah proses manajemen mutu agroindustri gelatin c. Meningkatkan nilai tambah dan harga produk d. Menjamin pasokan bahan baku yang bermutu e. Lainnya: Pihak-pihak yang berkepentingan dalam sistem manajemen mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin siapa saja? (boleh lebih dari satu jawaban) a. Semua level yang terlibat dalam manajemen pasokan bahan baku b. Pemerintah pusat/daerah dan perguruan tinggi c. Lembaga sertifikasi mutu produk d. Lainnya: Menurut Bapak/ibu/Sdr kedala-kendala yang harus dihadapi dalam pembuatan model sistem jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin adalah: a. Pengetahuan mutu yang kurang baik b. Belum tersedianya aturan baku tentang implementasi mutu c. Ketersediaan bahan baku yang tidak pasti d. Budaya masyarakat tetang manajemen mutu yang kurang baik e. Lainnya: Tuliskan nilai tingkat kepentingan dari kriteria pemilihan model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin berikut dengan nilai 1 s/d 7 (1= paling rendah, 7 = paling tinggi). No kriteria jaminan mutu bahan baku Nilai tingkat kepentingan kriteria 1 Peningkatan kepercayaan konsumen 2 Proses pengurusan sertifikasi mutu lebih cepat 3 Kontinuitas pasokan produk bermutu 4 Meningkatkan harga produk 5 Memudahkan penelusuran mutu produk 6 Informasi mutu mudah diakses 7 Peningkatan jumlah konsumen 8 Proses produksi lebih efisien 9 Penurunan biaya pengadaan bahan baku

230 Tuliskan nilai dari alternatif pemilihan model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin berdasarkan beberapa kriteria di atas dengan nilai 1 s/d 7 (1 = paling rendah, 7 = paling tinggi). Nilai alternatif sesuai kriteria di bawah Alternatif model kelembagaan 1. Model kontrak pangadaan bahan baku dengan patokan harga sesuai mutunya 2. Model kemitraan penyediaan bahan baku dengan konsep pembagian keuntungan dan manajemen mutu 3. Model jual beli bahan baku secara bebas sesuai mutu (kondisi awal) 4. Model pemberdayaan semua elemen pelaku agroindustri gelatin dalam manajemen mutu total 5. Adanya lembaga internal agroindustri sistem jaminan mutu produk dan sertifikasi mutu 6. Penggunaan lembaga independent dalam proses jaminan mutu Peningkatan kepercayaan konsumen Proses pengurusan sertifikasi mutu lebih cepat Kontinuitas pasokan produk bermutu Meningkatkan harga produk Memudahkan penelusuran mutu produk Informasi mutu mudah diakses Peningkatan jumlah konsumen Proses produksi lebih efisien Penurunan biaya pengadaan bahan baku

231 Tuliskan nilai kinerja alternatif sistem kelembagaan pasokan bahan baku agroindustri gelatin untuk menjamin mutu produk berdasarkan beberapa variabel input dan output berikut dengan nilai 1 s/d 10 (1 = paling rendah, 10 = paling tinggi). Variabel Variabel input output Tingkat Biaya Lamanya Kemudahan Efisiensi Nilai Harga Daya Tingkat keterlibatan setiap pengurusan proses pengurusan proses tambah produk saing kepercayaan elemen dalam sertifikasi pengurusan sertifikasi pengadaan produk produk konsumen manajemen mutu mutu mutu mutu bahan baku 1. Model kontrak pangadaan bahan baku dengan patokan harga sesuai mutunya 2. Model kemitraan penyediaan bahan baku dengan konsep pembagian keuntungan dan manajemen mutu 3. Model jual beli bahan baku secara bebas sesuai mutu (kondisi awal) 4. Model pemberdayaan semua elemen pelaku agroindustri gelatin dalam manajemen mutu total 5. Adanya lembaga internal agroindustri sistem jaminan mutu produk dan sertifikasi mutu 6. Penggunaan lembaga independent dalam proses jaminan mutu

232 205 Lampiran 5. Nilai alternatif sistem kelembagaan (norma/aturan) jaminan mutu dengan MPE Alternatif model kelembagaan Model kontrak pangadaan bahan baku dengan patokan harga sesuai mutunya Model kemitraan penyediaan bahan baku dengan konsep pembagian keuntungan dan manajemen mutu Model jual beli bahan baku secara bebas sesuai mutu (kondisi saat ini) Peningkatan kepercayaan konsumen Tingkat kepentingan alternatif sesuai kriteria pemilihan model kelembagaan (aturan/norma) Proses pengurusan sertifikasi mutu lebih cepat Kontinuitas pasokan produk bermutu Meningkatkan harga produk Memudahkan penelusuran mutu produk Informasi mutu mudah diakses Peningkatan jumlah konsumen Proses produksi lebih efisien Penurunan biaya pengadaan bahan baku Nilai alternatif 6,00 5,43 6,57 4,43 5,43 5,00 4,29 4,29 4, ,87 5,29 5,00 6,00 4,14 5,14 5,29 4,14 4,86 4, ,60 4,57 4,29 4,00 4,29 3,86 4,43 4,43 3,71 4, ,24 Bobot kepentingan: 5,71 4,71 6,43 4,29 5,43 4,86 4,14 4,43 3,43 Lampiran 6. Nilai alternatif sistem kelembagaan (organisasi) jaminan mutu dengan MPE

233 206 Alternatif model kelembagaan Model pemberdayaan semua elemen pelaku agroindustri gelatin dalam manajemen mutu total Adanya lembaga internal agroindustri sistem jaminan mutu produk dan sertifikasi mutu Penggunaan lembaga independent dalam proses jaminan mutu Peningkatan kepercayaan konsumen Tingkat kepentingan alternatif sesuai kriteria pemilihan model kelembagaan (organisasi) Proses Meningkatkan Memudahkan Peningkatan pengurusan harga produk penelusuran jumlah sertifikasi mutu produk konsumen mutu cepat lebih Kontinuitas pasokan produk bermutu Informasi mutu mudah diakses Proses produksi lebih efisien Penurunan biaya pengadaan bahan baku Nilai alternatif 5,57 5,29 5,00 4,57 5,14 5,14 4,71 4,57 4, ,10 6,14 6,43 4,86 4,71 5,86 5,43 4,57 4,29 3, ,14 6,14 6,00 4,86 4,86 5,86 5,71 4,29 3,57 3, ,13 Bobot kepentingan: 6,25 4,75 6,50 4,00 5,75 5,75 4,25 5,00 3,75 Lampiran 7. Data agregasi data kusioner analisis efisiensi alternatif mosel sistem kelembagaan dengan DEA

234 207 1.Model kontrak pangadaan bahan baku dengan patokan harga sesuai mutunya 2.Model kemitraan penyediaan bahan baku dengan konsep pembagian keuntungan dan manajemen mutu 3. Model jual beli bahan baku secara bebas sesuai mutu (kondisi awal) 4. Model pemberdayaan semua elemen pelaku agroindustri gelatin dalam manajemen mutu total 5. Adanya lembaga internal agroindustri sistem jaminan mutu produk dan sertifikasi mutu 6. Penggunaan lembaga independent dalam proses jaminan mutu Tingkat keterlibatan setiap elemen dalam manajemen mutu Biaya pengurusan sertifikasi mutu Lamanya proses pengurusa n mutu Variabel input Kemudahan pengurusan sertifikasi mutu Efisiensi proses pengadaan bahan baku Daya saing produk Nilai tambah produk Harga produk Variabel output Tingkat kepercayaan konsumen 6,29 5,86 5,86 6,86 7,29 6,57 6,86 6,57 7,00 7,71 6,14 6,14 6,14 6,71 6,86 6,71 7,14 6,86 6,57 6,29 6,00 6,14 6,14 6,86 6,29 6,29 6,14 7,29 6,43 6,00 6,86 5,86 6,43 6,43 6,14 6,71 6,14 6,00 5,57 6,57 5,71 6,29 6,00 6,29 7,29 6,00 5,86 5,29 5,43 5,57 6,86 5,86 6,57 6,71

235 208 Lampiran 8. Data pendukung analisis finansial Lampiran 8 (a). Perkiraan biaya investasi agroindustri gelatin dari kulit Uraian Jumlah satuan Harga Unit Biaya Unit (Rp x 1000) (Rp x 1000) I. TANAH M Sub Total II. BANGUNAN 1. Ruang Produksi M Pagar 140 M Kantor 45 2 M Water treatment 24 2 M Pos Jaga 4 2 M Laboratorium dan workshop 24 2 M Areal Parkir 75 2 M Parit, Jalan 30 2 M Gudang 90 2 M Ruang generator 12 2 M Mushola 20 2 M Sub Total III.MESIN DAN PERALATAN 1. Mesin Pemotong kulit 2 unit Tahan perendaman / molen 3 unit Tangki bahan kimia 2 unit Bak pencucian 3 unit Alat ekstraksi 3 unit Filter press 3 unit Evaporator vaccum 3 unit Cemetator 3 unit Alat Sterilisasi 2 unit Alat Pengering 3 unit Alat Grinding 2 unit Alat Pengemas produk 1 unit Peralatan Penunjang 1 set Generator 1 set Sub Total IV. PERLENGKAPAN (Paket) 1. Transportasi 1 paket Kantor 1 paket Sub Total V. BIAYA PRA OPERASI (Paket) 1. Biaya Riset 1 paket Biaya Perijinan 1 paket Biaya instalasi listrik, perpipaan 1 paket Biaya Amdal dan kunsultasi 1 paket Sub Total JUMLAH MODAL TETAP KONTINGENSI (10%) VI. MODAL KERJA TOTAL KEBUTUHAN DANA PROYEK (Rp 1000) x

236 209 Lampiran 8 (b). Biaya tenaga kerja langsung dan tidak langsung Jabatan Jumlah Gaji/orang/bulan Gaji/bulan Gaji/Tahun (Rp x 1000) (Rp x 1000) (Rp x 1000) A Tenaga Kerja tidak Langsung 1. Presiden Direktur 1 15,000 15, , Direktur 3 8,000 24, , Manajer 9 4,000 36, , Staf Administratif 4 1,500 6,000 72, Sopir ,700 32, Satpam ,500 54,000 Sub Total 25 1,058,400 B. Tenaga Kerja Langsung 1. Supervisor 5 2,500 12, , Operator 15 1,500 22, , Buruh / pekerja , ,400 Sub Total ,400 T O T A L (Rp x 1000) 146,400 1,756,800 Lampiran 8 (c). Perkiraan biaya perawatan Nilai Perawatan Biaya/bulan Biaya/tahun Jenis Investasi (%) (Rp x 1000) (Rp x 1000) (Rp x 1000) 1. Bangunan 464, , , Mesin dan Peralatan 2,020, , , Perlengkapan 425, , ,000 T O T A L (Rp x 1000) 78, ,638 Lampran 8 (d). Perkiraan biaya penyusutan Jenis Nilai Investasi Umur Nilai Akhir Biaya/tahun (Rp x 1000) Ekonomis (Thn) (Rpx1000) (Rp x 1000) Bangunan 464, ,433 23,216 Mesin dan Peralatan 2,020, , ,000 Perlengkapan 1. Transportasi 350, ,000 35, Alat Kantor 75, ,500 15,000 T O T A L (Rp x 1000) 477,216

237 210 Lampiran 8 (e). Rencana perkiraan biaya administrasi kantor Uraian Nilai Investasi Asuransi Biaya/bulan Biaya/tahun (Rp x 1000) (%) (Rp x 1000) (Rp x 1000) 1. Bangunan 464, , , Mesin dan Peralatan 2,020, , , Perlengkapan 425, , , Tenaga Kerja 1,756, , , ATK 40, ,000 Sub Total 1,389, Retribusi dan PBB 116,608 Sub Total 116,608 T O T A L (Rp x 1000) 115,755 1,505,662 Lampiran 8 (f). Biaya bahan baku, bahan pembantu, dan utilitas No Komponen Kebutuhan Biaya/unit Biaya/bulan Biaya/tahun /bulan (Rp) (Rpx 1000) (Rp x 1000) A Bahan Mentah 1 Kulit Split (kg) CaO (Kapur Tohor) (kg) (NH3)2SO4 (kg) NaOH Air Sub Total B Bahan Kemasan 1 Karung Plastik kertas sax Sub Total C Bahan Bakar 1 Listrik (KWh) Steam (Kg) Pelumas Sub Total D Utilitas 1 Gudang, Pabrik, Kantor Unit Mobil,forklift dll Sub Total T O T A L (Rp x 1000)

238 211 Lampiran 8 (g). Proyeksi pendapatan agroindustri gelatin per tahun No Jenis Gelatin Proyeksi penjualan Harga Pendapatan Kg % (Rpx 1000) (Rp x 1000) 1 Gelatin bloom Gelatin bloom Gelatin bloom Gelatin bloom Lampiran 8 (h). Analisis NPV, IRR, Net B/C, dan PBP Tahun Cost Revenue R-C Akumulasi DF 15% PV , , , , , , , , , , , NPV Total Net Present Value 15% (Rp x 1000) Internal rate of return (%) 31,98% Net B/C 1,11 Pay Back Period (tahun) 3,69

239 212 Lampiran 8 (i). Biaya operasional agroindustri gelatin No Komponen Tahun Ke- 0 1 (80%) 2 (90%) 3 (100%) 4 (100%) 5 (100%) 6 (100%) 7 (100%) 8 (100%) 9 (100%) 10 (100%) A Biaya Tetap 1 Tenaga Kerja tdk Langsung Administrasi Penyusutan Perawatan Sub Total B Biaya Variabel Biaya Bahan Baku Retribusi Tenaga Kerja Langsung Sub Total T O T A L (Rp x 1000)

240 213 Lampiran 8 (j). Analisis BEP agroindustri gelatin No Komponen Tahun Ke- A 0 1 (80%) 2 (90%) 3 (100%) 4 (100%) 5 (100%) 6 (100%) 7 (100%) 8 (100%) 9 (100%) 10 (100%) Penerimaan Penjualan produk Total Penerimaan B Biaya Tetap 1 Tenaga Kerja tdk Langsung Administrasi Penyusutan Perawatan Sub Total C Biaya Variabel 1 Biaya Bahan Baku Retribusi Tenaga Kerja Langsung Sub Total T O T A L (Rp x 1000) BEP (Rp x 1000) BEP (kg/tahun)

241 214 Lampiran 8 (k). Proyeksi arus kas agroindustri gelatin Uraian Tahun ke A. Kas Masuk 1. Penerimaan Modal Sendiri Modal Pinjaman Total Kas Masuk B. Kas Keluar 1. Biaya Modal tetap Biaya Modal Kerja Angsuran Pinjaman Pembayaran Pajak Total Kas Keluar Aliran Kas Bersih Arus Kas Awal Tahun Arus Kas Akhir Tahun

242 215 Lampiran 8 (l). Proyeksi laporan laba rugi agroindustri gelatin Uraian Tahun Ke- (Rp x 1000) 1 (80%) 2 (90%) 3 (100%) 4 (100%) 5 (100%) 6 (100%) 7 (100%) 8 (100%) 9 (100%) 10 (100%) A. Penerimaan penjualan produk Total Penerimaan B. Pengeluaran 1. Biaya Tetap Biaya Variabel Total Pengeluaran C. Laba Operasi D. Angsuran Kredit E. Laba Bruto F. Pajak Penghasilan H. Laba Bersih Akumulasi Laba

243 216 Lampiran 8 (m). Rencana pembayaran angsuran kredit dan bunga bank Bunga Tahun Jumlah Kredit Angsuran Pokok (15%) Pembayaran Sisa Kredit (Rp x 1000) (Rp x 1000) (Rp x 1000) (Rp x 1000) (Rp x 1000) Lampiran 8 (n). Keterkaitan atau aktifitas produksi gelatin Tempat Parkir Ruang Kantor Ruang Laboratorium Tempat Ruang pengemasan dan penyimpanan Ruang Cemetator Ruang Filtrasi Ruang Generato r Parkir Ruang Grinder Ruang Pengering Ruang Evaporasi Ruang Ekstraksi Water Gudang treatment Bahan baku Ruang pencucian Mesin pemotong kulit split Ruang perendaman dengan molen dan tangki

244 217 Lampiran 8 (o). Tata letak agroindustri gelatin yang diusulkan Tempat Parkir Ruang Kantor Ruang Laboratorium Tempat Parkir Ruang pengemasan dan penyimpanan Ruang Cemetator Ruang Filtrasi Ruang Generator Ruang Grinder Ruang Pengering Ruang Evaporasi Ruang Ekstraksi Water treatment Gudang Bahan baku Ruang pencucian Mesin pemotong kulit split Ruang perendaman dengan molen dan tangki

245 218 Lampiran 9. Tampilan sistem pendukung keputusan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin Tampilan DSS pemodelan sistem dengan ISM pada sub-elemen tujuan Tampilan DSS input data dengan ISM

246 219 Tampilan DSS hasil hasil perhitungan matrik reachability dengan ISM Tampilan DSS hasil hasil perhitungan matrik RM transitivity dengan ISM

247 220 Tampilan DSS hasil hasil perhitungan matrik RM transitivity dengan ISM Tampilan DSS input data analisa keuangan

248 221 Tampilan DSS hasil analisa finansial Tampilan DSS hasil analisa sensitifitas dalam analisa keuangan

249 222 Tampilan DSS Pemilihan model dengan ME MCDM

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Berkembangnya industri pangan dan non-pangan di Indonesia, telah menyebabkan kebutuhan bahan baku dan bahan penolong bagi industri tersebut menjadi hal yang sangat penting. Salah

Lebih terperinci

REKAYASA SISTEM KELEMBAGAAN PASOKAN BAHAN BAKU INDUSTRI GELATIN UNTUK MENJAMIN MUTU PRODUK

REKAYASA SISTEM KELEMBAGAAN PASOKAN BAHAN BAKU INDUSTRI GELATIN UNTUK MENJAMIN MUTU PRODUK Rekayasa Jurnal Teknologi Sistem Kelembagaan Industri Pertanian Pasokan Bahan Baku..... 22 (1):32-39 (2012) REKAYASA SISTEM KELEMBAGAAN PASOKAN BAHAN BAKU INDUSTRI GELATIN UNTUK MENJAMIN MUTU PRODUK INSTITUTIONAL

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian Penelitian ini dilakukan berdasarkan pendekatan ilmiah dengan kerangka berfikir logis. Pemodelan sistem kelembagaan pasokan bahan baku agroindustri

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model Rekayasa sistem kelembagaan penelusuran pasokan bahan baku agroindustri gelatin untuk menjamin mutu produk melibatkan berbagai pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda,

Lebih terperinci

MODEL KELEMBAGAAN PENELUSURAN PASOKAN BAHAN BAKU INDUSTRI GELATIN DARI KULIT SAPI

MODEL KELEMBAGAAN PENELUSURAN PASOKAN BAHAN BAKU INDUSTRI GELATIN DARI KULIT SAPI 131 MODEL KELEMBAGAAN PENELUSURAN PASOKAN BAHAN BAKU INDUSTRI GELATIN DARI KULIT SAPI Oleh : Syarifuddin Nur 1), E. Gumbira Said 2), Jono M. Munandar 3) dan Machfud 4) 1) Staf Pengajar Universitas Jendral

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN MODEL STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI WIJEN (Sesamum indicum L.) Luluk Sulistiyo Budi

RANCANG BANGUN MODEL STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI WIJEN (Sesamum indicum L.) Luluk Sulistiyo Budi RANCANG BANGUN MODEL STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI WIJEN (Sesamum indicum L.) Luluk Sulistiyo Budi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 HALAMAN PERNYATAAN Dengan ini penulis menyatakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pakar yang dilibatkan dalam penelitian

Lampiran 1. Pakar yang dilibatkan dalam penelitian 177 Lampiran 1. Pakar yang dilibatkan dalam penelitian No Nama Pakar Jabatan Keterangan 1 Prof. Dr. Ir. Rafiq Karsidi, MSi Pemb.Rektor I UNS Akademisi 2 Dr. Ir Makhmudun Ainuri, MSi Ketua Jurusan Teknologi

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN MODEL PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL JAMU KUSNANDAR

RANCANG BANGUN MODEL PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL JAMU KUSNANDAR RANCANG BANGUN MODEL PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL JAMU KUSNANDAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa

Lebih terperinci

PEMODELAN DINAMIKA SISTEM RANCANGBANGUN MANAJEMEN RANTAI PASOKAN INDUSTRI TEH HIJAU TOMY PERDANA

PEMODELAN DINAMIKA SISTEM RANCANGBANGUN MANAJEMEN RANTAI PASOKAN INDUSTRI TEH HIJAU TOMY PERDANA PEMODELAN DINAMIKA SISTEM RANCANGBANGUN MANAJEMEN RANTAI PASOKAN INDUSTRI TEH HIJAU TOMY PERDANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 SURAT PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN DEPARTEMEN PERTANIAN DALAM PENINGKATAN PRODUKSI DAN KUALITAS SUSU SAPI DI INDONESIA SKRIPSI PIPIT AGUSTIN

ANALISIS KEBIJAKAN DEPARTEMEN PERTANIAN DALAM PENINGKATAN PRODUKSI DAN KUALITAS SUSU SAPI DI INDONESIA SKRIPSI PIPIT AGUSTIN ANALISIS KEBIJAKAN DEPARTEMEN PERTANIAN DALAM PENINGKATAN PRODUKSI DAN KUALITAS SUSU SAPI DI INDONESIA SKRIPSI PIPIT AGUSTIN PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Gambar 9 Sistem penunjang keputusan pengembangan klaster agroindustri aren.

Gambar 9 Sistem penunjang keputusan pengembangan klaster agroindustri aren. 44 V. PEMODELAN SISTEM Dalam analisis sistem perencanaan pengembangan agroindustri aren di Sulawesi Utara menunjukkan bahwa terdapat berbagai pihak yang terlibat dan berperan didalam sistem tersebut. Pihak-pihak

Lebih terperinci

ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN

ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ii ABSTRACT MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN. Analysis of Northern

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING DAN EVALUASI PROYEK AGROINDUSTRI JAMBU METE NAPISMAN

PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING DAN EVALUASI PROYEK AGROINDUSTRI JAMBU METE NAPISMAN PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING DAN EVALUASI PROYEK AGROINDUSTRI JAMBU METE NAPISMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAITESISDANSUMBER INFORMASI Dengan inimenyatkan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SIFAT FISIK TEPUNG IKAN SERTA TEPUNG DAGING DAN TULANG SKRIPSI FAUZAN LATIEF

KARAKTERISTIK SIFAT FISIK TEPUNG IKAN SERTA TEPUNG DAGING DAN TULANG SKRIPSI FAUZAN LATIEF KARAKTERISTIK SIFAT FISIK TEPUNG IKAN SERTA TEPUNG DAGING DAN TULANG SKRIPSI FAUZAN LATIEF PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN FAUZAN LATIEF.

Lebih terperinci

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

A. KERANGKA PEMIKIRAN

A. KERANGKA PEMIKIRAN III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN Agroindustri sutera alam terutama untuk produk turunannnya berupa kokon, benang sutera, dan kain merupakan suatu usaha yang menjanjikan. Walaupun iklim dan kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gelatin memiliki sifat yang khas, yaitu berubah secara reversible dari bentuk sol

BAB I PENDAHULUAN. Gelatin memiliki sifat yang khas, yaitu berubah secara reversible dari bentuk sol BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gelatin merupakan suatu polipeptida larut hasil hidrolisis parsial kolagen yang merupakan konstituen utama dari kulit, tulang, dan jaringan ikat hewan. Gelatin memiliki

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL PERENCANAAN PRODUKSI AGREGAT DAN JADWAL INDUK PRODUKSI JUS BERBAHAN BAKU BUAH SEGAR IFFAN MAFLAHAH

PENGEMBANGAN MODEL PERENCANAAN PRODUKSI AGREGAT DAN JADWAL INDUK PRODUKSI JUS BERBAHAN BAKU BUAH SEGAR IFFAN MAFLAHAH PENGEMBANGAN MODEL PERENCANAAN PRODUKSI AGREGAT DAN JADWAL INDUK PRODUKSI JUS BERBAHAN BAKU BUAH SEGAR IFFAN MAFLAHAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN ,5 ribu US$ (Kemenperin, 2014).

BAB I PENDAHULUAN ,5 ribu US$ (Kemenperin, 2014). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gelatin berasal dari bahasa latin (gelatos) yang berarti pembekuan. Gelatin adalah protein yang diperoleh dari hidrolisis parsial kolagen dari kulit, jaringan ikat

Lebih terperinci

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini

Lebih terperinci

PENENTUAN ENERGI SPESIFIK PROTOTIPE EVAPORATOR TIPE FALLING FILM PADA PROSES PEMEKATAN LARUTAN GELATIN. Oleh MOHAMAD SUJAI F

PENENTUAN ENERGI SPESIFIK PROTOTIPE EVAPORATOR TIPE FALLING FILM PADA PROSES PEMEKATAN LARUTAN GELATIN. Oleh MOHAMAD SUJAI F PENENTUAN ENERGI SPESIFIK PROTOTIPE EVAPORATOR TIPE FALLING FILM PADA PROSES PEMEKATAN LARUTAN GELATIN Oleh MOHAMAD SUJAI F14103038 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KAJIAN AWAL SISTEM HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PRODUKSI SUSU PASTEURISASI DI MILK TREATMENT KPBS PENGALENGAN BANDUNG

KAJIAN AWAL SISTEM HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PRODUKSI SUSU PASTEURISASI DI MILK TREATMENT KPBS PENGALENGAN BANDUNG KAJIAN AWAL SISTEM HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PRODUKSI SUSU PASTEURISASI DI MILK TREATMENT KPBS PENGALENGAN BANDUNG SKRIPSI ELLYTA WIDIA PUTRI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN MODEL PENILAIAN KINERJA INDUSTRI ASAM STEARAT DARI MINYAK SAWIT FAJAR KURNIAWAN

RANCANG BANGUN MODEL PENILAIAN KINERJA INDUSTRI ASAM STEARAT DARI MINYAK SAWIT FAJAR KURNIAWAN RANCANG BANGUN MODEL PENILAIAN KINERJA INDUSTRI ASAM STEARAT DARI MINYAK SAWIT FAJAR KURNIAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB V KONFIGURASI DAN PEMODELAN SISTEM

BAB V KONFIGURASI DAN PEMODELAN SISTEM 83 BAB V KONFIGURASI DAN PEMODELAN SISTEM 5.1. Konfigurasi Model Analisis sistem pada Bab IV memperlihatkan bahwa pengembangan agroindustri sutera melibatkan berbagai komponen dengan kebutuhan yang beragam,

Lebih terperinci

KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN DALAM REFORMASI PERPAJAKAN : KUALITAS PELAYANAN DAN MANAJEMEN ORGANISASI SAKLI ANGGORO

KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN DALAM REFORMASI PERPAJAKAN : KUALITAS PELAYANAN DAN MANAJEMEN ORGANISASI SAKLI ANGGORO KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN DALAM REFORMASI PERPAJAKAN : KUALITAS PELAYANAN DAN MANAJEMEN ORGANISASI SAKLI ANGGORO SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN DALAM

Lebih terperinci

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN PEMBANGUNAN AGROINDUSTRI SKALA KECIL BERBASIS KENTANG

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN PEMBANGUNAN AGROINDUSTRI SKALA KECIL BERBASIS KENTANG SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN PEMBANGUNAN AGROINDUSTRI SKALA KECIL BERBASIS KENTANG Oleh DHANI SATRIA WIBAWA F34101074 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL PELUANG BERTAHAN HIDUP DAN APLIKASINYA SUNARTI FAJARIYAH

ANALISIS MODEL PELUANG BERTAHAN HIDUP DAN APLIKASINYA SUNARTI FAJARIYAH ANALISIS MODEL PELUANG BERTAHAN HIDUP DAN APLIKASINYA SUNARTI FAJARIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

MODEL PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI NENAS DI KABUPATEN SUBANG DENGAN PENDEKATAN KEMITRAAN SETARA PETANI-PENGUSAHA INDUSTRI PENGOLAHAN.

MODEL PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI NENAS DI KABUPATEN SUBANG DENGAN PENDEKATAN KEMITRAAN SETARA PETANI-PENGUSAHA INDUSTRI PENGOLAHAN. MODEL PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI NENAS DI KABUPATEN SUBANG DENGAN PENDEKATAN KEMITRAAN SETARA PETANI-PENGUSAHA INDUSTRI PENGOLAHAN Oleh: AGUS MAULANA 975092/TIP SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 67 METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Kakao merupakan komoditas ekspor unggulan non-migas yang bernilai ekonomi tinggi dan tercatat sebagai penyumbang devisa bagi perekonomian nasional. Ekspor produk

Lebih terperinci

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Keterkontrolan

Lebih terperinci

MODEL INVESTASI FUZZY UNTUK ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA DIVERSIFIKASI INDUSTRI BERBASIS TEBU SRI MARTINI

MODEL INVESTASI FUZZY UNTUK ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA DIVERSIFIKASI INDUSTRI BERBASIS TEBU SRI MARTINI MODEL INVESTASI FUZZY UNTUK ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA DIVERSIFIKASI INDUSTRI BERBASIS TEBU SRI MARTINI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER LATHIFATURRAHMAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER

Lebih terperinci

ABSTRAKSI Kata Kunci: Kinerja Vendor , Analytical Hierarchy Process , QCDFR.

ABSTRAKSI Kata Kunci: Kinerja Vendor , Analytical Hierarchy Process , QCDFR. ABSTRAKSI PT. Sari Husada adalah perusahaan yang memproduksi berbagai makanan dan minuman bergizi khusus bayi, balita dan ibu hamil. Bahan baku utamanya adalah susu segar. Sebagai salah satu industri pengolahan

Lebih terperinci

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH (Kasus Program Community Development Perusahaan Star Energy di Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas) AKMARUZZAMAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN KUALITAS MINYAK GORENG YANG DIGUNAKAN SECARA BERULANG TERHADAP UMUR SIMPAN KERIPIK SOSIS AYAM OLEH UMMI SALAMAH F

HUBUNGAN KUALITAS MINYAK GORENG YANG DIGUNAKAN SECARA BERULANG TERHADAP UMUR SIMPAN KERIPIK SOSIS AYAM OLEH UMMI SALAMAH F HUBUNGAN KUALITAS MINYAK GORENG YANG DIGUNAKAN SECARA BERULANG TERHADAP UMUR SIMPAN KERIPIK SOSIS AYAM OLEH UMMI SALAMAH F 351040121 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 1 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (Studi Kasus Kecamatan Sumedang Utara dan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang, Provinsi

Lebih terperinci

ANALISIS INVESTASI USAHATANI PEMBIBITAN SAPI POTONG DI KABUPATEN SLEMAN TESIS

ANALISIS INVESTASI USAHATANI PEMBIBITAN SAPI POTONG DI KABUPATEN SLEMAN TESIS ANALISIS INVESTASI USAHATANI PEMBIBITAN SAPI POTONG DI KABUPATEN SLEMAN TESIS untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-2 Program Studi Ilmu Peternakan Kelompok Bidang Ilmu-Ilmu Pertanian

Lebih terperinci

NILAI WAJAR ASURANSI ENDOWMEN MURNI DENGAN PARTISIPASI UNTUK TIGA SKEMA PEMBERIAN BONUS YUSUF

NILAI WAJAR ASURANSI ENDOWMEN MURNI DENGAN PARTISIPASI UNTUK TIGA SKEMA PEMBERIAN BONUS YUSUF NILAI WAJAR ASURANSI ENDOWMEN MURNI DENGAN PARTISIPASI UNTUK TIGA SKEMA PEMBERIAN BONUS YUSUF SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

PENYUSUNAN METODOLOGI PELAKSANAAN TATA KELOLA TEKNOLOGI INFORMASI UNTUK PEMERINTAHAN TESIS

PENYUSUNAN METODOLOGI PELAKSANAAN TATA KELOLA TEKNOLOGI INFORMASI UNTUK PEMERINTAHAN TESIS 1 PENYUSUNAN METODOLOGI PELAKSANAAN TATA KELOLA TEKNOLOGI INFORMASI UNTUK PEMERINTAHAN TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh IWAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kolagen alami hewan yang terdapat pada kulit, tulang, tulang rawan, dan

BAB I PENDAHULUAN. kolagen alami hewan yang terdapat pada kulit, tulang, tulang rawan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gelatin merupakan salah satu jenis protein yang diekstraksi dari jaringan kolagen alami hewan yang terdapat pada kulit, tulang, tulang rawan, dan jaringan ikat. Sumber

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK GANDA DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH REGULASI OPTIMAL HASBY ASSIDIQI

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK GANDA DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH REGULASI OPTIMAL HASBY ASSIDIQI PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK GANDA DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH REGULASI OPTIMAL HASBY ASSIDIQI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

STUDI KOMPARATIF SISTEM PENGGEMUKAN SAPI KEREMAN DI DAERAH BANTARAN SUNGAI DAN LUAR DAERAH BANTARAN SUNGAI KRUENG ACEH KABUPATEN ACEH BESAR TESIS

STUDI KOMPARATIF SISTEM PENGGEMUKAN SAPI KEREMAN DI DAERAH BANTARAN SUNGAI DAN LUAR DAERAH BANTARAN SUNGAI KRUENG ACEH KABUPATEN ACEH BESAR TESIS STUDI KOMPARATIF SISTEM PENGGEMUKAN SAPI KEREMAN DI DAERAH BANTARAN SUNGAI DAN LUAR DAERAH BANTARAN SUNGAI KRUENG ACEH KABUPATEN ACEH BESAR TESIS OLEH : SURYANI 107040002 PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN

Lebih terperinci

VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS. Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5

VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS. Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5 VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS Formatted: Swedish (Sweden) Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5 menunjukkan bahwa sistem kemitraan setara usaha agroindustri

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI SISTEM INFORMASI KETELUSURAN HALAL DALAM SISTEM DISTRIBUSI DAGING AYAM DI JAWA BARAT Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun Ketua : Dr. Dwi Purnomo, STP., MT

Lebih terperinci

PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN JENIS TANAMAN DAN POLA TANAM DI LAHAN HUTAN NEGARA DAN LAHAN MILIK INDRA GUMAY FEBRYANO

PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN JENIS TANAMAN DAN POLA TANAM DI LAHAN HUTAN NEGARA DAN LAHAN MILIK INDRA GUMAY FEBRYANO PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN JENIS TANAMAN DAN POLA TANAM DI LAHAN HUTAN NEGARA DAN LAHAN MILIK Studi Kasus di Desa Sungai Langka Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran Propinsi Lampung INDRA GUMAY

Lebih terperinci

MOTIVASI PETANI DALAM MENERAPKAN TEKNOLOGI PRODUKSI KAKAO (KASUS KECAMATAN SIRENJA KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH) SYAMSYIAH GAFUR

MOTIVASI PETANI DALAM MENERAPKAN TEKNOLOGI PRODUKSI KAKAO (KASUS KECAMATAN SIRENJA KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH) SYAMSYIAH GAFUR MOTIVASI PETANI DALAM MENERAPKAN TEKNOLOGI PRODUKSI KAKAO (KASUS KECAMATAN SIRENJA KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH) SYAMSYIAH GAFUR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM 6.1. KONFIGURASI MODEL

PEMODELAN SISTEM 6.1. KONFIGURASI MODEL VI. PEMODELAN SISTEM 6.1. KONFIGURASI MODEL Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan Pengembangan Agroindustri Manggis dirancang dan dikembangkan dalam suatu paket perangkat lunak ng diberi nama mangosteen

Lebih terperinci

ALTERNATIF STRATEGI PENINGKATAN MUTU SEKOLAH BERDASARKAN ANALISIS SWOT DI SDN 1 NGADIREJO KECAMATAN NGADIREJO KABUPATEN TEMANGGUNG

ALTERNATIF STRATEGI PENINGKATAN MUTU SEKOLAH BERDASARKAN ANALISIS SWOT DI SDN 1 NGADIREJO KECAMATAN NGADIREJO KABUPATEN TEMANGGUNG ALTERNATIF STRATEGI PENINGKATAN MUTU SEKOLAH BERDASARKAN ANALISIS SWOT DI SDN 1 NGADIREJO KECAMATAN NGADIREJO KABUPATEN TEMANGGUNG Tesis Diajukan kepada Program Pascasarjana Magister Manajemen Pendidikan

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords : Model, Intelligence Decision Support System, Rice, Supply Chain, DKI Jakarta.

ABSTRACT. Keywords : Model, Intelligence Decision Support System, Rice, Supply Chain, DKI Jakarta. ABSTRACT DADANG SURJASA. Model Design of Intelligent Decision Support System for Rice Supply Chain System in DKI Jakarta Province. Guided by E. GUMBIRA SA`ID, BUSTANUL ARIFIN, SUKARDI. DKI Jakarta is the

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN BISNIS PENGEMBANGAN USAHA ISI ULANG MINYAK WANGI PADA USAHA PERSEORANGAN BOSS PARFUM, BOGOR. Oleh MOCH. LUTFI ZAKARIA H

STUDI KELAYAKAN BISNIS PENGEMBANGAN USAHA ISI ULANG MINYAK WANGI PADA USAHA PERSEORANGAN BOSS PARFUM, BOGOR. Oleh MOCH. LUTFI ZAKARIA H STUDI KELAYAKAN BISNIS PENGEMBANGAN USAHA ISI ULANG MINYAK WANGI PADA USAHA PERSEORANGAN BOSS PARFUM, BOGOR Oleh MOCH. LUTFI ZAKARIA H24077027 PROGRAM SARJANA MANAJEMEN PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN

Lebih terperinci

ABSTRACT. (Key words: Cost of goods production, Standard Cost, Production Cost Efficiency) Universitas Kristen Maranatha

ABSTRACT. (Key words: Cost of goods production, Standard Cost, Production Cost Efficiency) Universitas Kristen Maranatha ABSTRACT Companies whose business activities to produce food from raw materials into finished products to be competitive in marketing their products require management and control of the cost of production.

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

11. TINJAUAN PUSTAKA

11. TINJAUAN PUSTAKA 11. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kandungan Nutrisi Telur Puyuh Telur puyuh terdiri atas putih telur (albumen) 47,4%, kuning telur ( yolk) 31,9% dan kerabang serta membran kerabang 20,7%. Kandungan protein telur

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN LAPTOP DENGAN METODE AHP DAN TOPSIS SKRIPSI

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN LAPTOP DENGAN METODE AHP DAN TOPSIS SKRIPSI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN LAPTOP DENGAN METODE AHP DAN TOPSIS SKRIPSI NUR KHOLILAH HASIBUAN 071401005 PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DENGAN PEMASARAN KERUPUK IKAN HASIL HOME INDUSTRY PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN NELAYAN DI KABUPATEN TUBAN

HUBUNGAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DENGAN PEMASARAN KERUPUK IKAN HASIL HOME INDUSTRY PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN NELAYAN DI KABUPATEN TUBAN HUBUNGAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DENGAN PEMASARAN KERUPUK IKAN HASIL HOME INDUSTRY PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN NELAYAN DI KABUPATEN TUBAN NONO SAMPONO SEKOLAH PASCASARJANA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI KELAUTAN

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN GAMBIR SEBAGAI BAHAN PENYAMAK NABATI TERHADAP MUTU KIMIAWI KULIT KAMBING SKRIPSI. Oleh : JASRI HELSON

PENGARUH PEMBERIAN GAMBIR SEBAGAI BAHAN PENYAMAK NABATI TERHADAP MUTU KIMIAWI KULIT KAMBING SKRIPSI. Oleh : JASRI HELSON PENGARUH PEMBERIAN GAMBIR SEBAGAI BAHAN PENYAMAK NABATI TERHADAP MUTU KIMIAWI KULIT KAMBING SKRIPSI Oleh : JASRI HELSON 07 163 003 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS ANDALAS 2011 KATA PENGANTAR Puji dan syukur

Lebih terperinci

KAJIAN MODEL HIDDEN MARKOV KONTINU DENGAN PROSES OBSERVASI ZERO DELAY DAN APLIKASINYA PADA HARGA GABAH KERING PANEN T A M U R I H

KAJIAN MODEL HIDDEN MARKOV KONTINU DENGAN PROSES OBSERVASI ZERO DELAY DAN APLIKASINYA PADA HARGA GABAH KERING PANEN T A M U R I H KAJIAN MODEL HIDDEN MARKOV KONTINU DENGAN PROSES OBSERVASI ZERO DELAY DAN APLIKASINYA PADA HARGA GABAH KERING PANEN T A M U R I H SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBANGUNAN DAN PEMBIAYAAN PABRIK PENGOLAHAN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN ACEH BARAT, PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM. Oleh : CUT IDAMAN SARI

ANALISIS PEMBANGUNAN DAN PEMBIAYAAN PABRIK PENGOLAHAN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN ACEH BARAT, PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM. Oleh : CUT IDAMAN SARI ANALISIS PEMBANGUNAN DAN PEMBIAYAAN PABRIK PENGOLAHAN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN ACEH BARAT, PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Oleh : CUT IDAMAN SARI PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS SEKOLAH

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN KUALITAS PERAIRAN PELABUHAN PERIKANAN CILINCING JAKARTA UTARA IRWAN A

STRATEGI PENGELOLAAN KUALITAS PERAIRAN PELABUHAN PERIKANAN CILINCING JAKARTA UTARA IRWAN A STRATEGI PENGELOLAAN KUALITAS PERAIRAN PELABUHAN PERIKANAN CILINCING JAKARTA UTARA IRWAN A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 STRATEGI PENGELOLAAN KUALITAS PERAIRAN PELABUHAN PERIKANAN

Lebih terperinci

METODE BINOMIAL UNTUK MENENTUKAN HARGA OPSI CALL INDONESIA DAN STRATEGI LINDUNG NILAINYA JAENUDIN

METODE BINOMIAL UNTUK MENENTUKAN HARGA OPSI CALL INDONESIA DAN STRATEGI LINDUNG NILAINYA JAENUDIN METODE BINOMIAL UNTUK MENENTUKAN HARGA OPSI CALL INDONESIA DAN STRATEGI LINDUNG NILAINYA JAENUDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI 8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI Pengembangan agroindustri terintegrasi, seperti dikemukakan oleh Djamhari (2004) yakni ada keterkaitan usaha antara sektor hulu dan hilir secara sinergis dan produktif

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini

Lebih terperinci

ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM INFORMASI PENJUALAN DAN PEMESANAN KUE BERBASIS ANDROID PADA TOKO KUE MAMA SILA HADI SULISTIANI

ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM INFORMASI PENJUALAN DAN PEMESANAN KUE BERBASIS ANDROID PADA TOKO KUE MAMA SILA HADI SULISTIANI ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM INFORMASI PENJUALAN DAN PEMESANAN KUE BERBASIS ANDROID PADA TOKO KUE MAMA SILA HADI SULISTIANI 41812010141 PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI FAKULTAS ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH (Studi Kasus Peternakan HMB Agro, Desa Sukajaya Kecamatan Taman Sari Kabupaten Bogor)

ANALISIS FINANSIAL USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH (Studi Kasus Peternakan HMB Agro, Desa Sukajaya Kecamatan Taman Sari Kabupaten Bogor) ANALISIS FINANSIAL USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH (Studi Kasus Peternakan HMB Agro, Desa Sukajaya Kecamatan Taman Sari Kabupaten Bogor) SKRIPSI FAJAR MUTAQIEN PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI GELATIN DALAM BEBERAPA OBAT BENTUK SEDIAAN TABLET MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI WILLY PRAIRA

IDENTIFIKASI GELATIN DALAM BEBERAPA OBAT BENTUK SEDIAAN TABLET MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI WILLY PRAIRA IDENTIFIKASI GELATIN DALAM BEBERAPA OBAT BENTUK SEDIAAN TABLET MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI WILLY PRAIRA PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN STRATEGIC BUSINESS UNIT UNTUK MENINGKATKAN POTENSI INOVASI KESATUAN BISNIS MANDIRI INDUSTRI PERHUTANI

ANALISIS PENGEMBANGAN STRATEGIC BUSINESS UNIT UNTUK MENINGKATKAN POTENSI INOVASI KESATUAN BISNIS MANDIRI INDUSTRI PERHUTANI ANALISIS PENGEMBANGAN STRATEGIC BUSINESS UNIT UNTUK MENINGKATKAN POTENSI INOVASI KESATUAN BISNIS MANDIRI INDUSTRI PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN RURIN WAHYU LISTRIANA PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN KONSEPTUAL Gambir merupakan salah satu produk ekspor Indonesia yang prospektif, namun hingga saat ini Indonesia baru mengekspor gambir dalam bentuk gambir asalan.

Lebih terperinci

STRATEGI PENINGKATAN PEMASARAN SUB TERMINAL AGRIBISNIS HESSA AIR GENTING KECAMATAN AIR BATU KABUPATEN ASAHAN TESIS. Oleh

STRATEGI PENINGKATAN PEMASARAN SUB TERMINAL AGRIBISNIS HESSA AIR GENTING KECAMATAN AIR BATU KABUPATEN ASAHAN TESIS. Oleh STRATEGI PENINGKATAN PEMASARAN SUB TERMINAL AGRIBISNIS HESSA AIR GENTING KECAMATAN AIR BATU KABUPATEN ASAHAN TESIS Oleh Yetty Fitri Yanti Piliang 107039009/MAG PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM. Konfigurasi Model. Data Pengetahuan Model. Perumusan Strategi Bauran Pemasaran MEKANISME INFERENSI SISTEM PENGOLAHAN TERPUSAT

PEMODELAN SISTEM. Konfigurasi Model. Data Pengetahuan Model. Perumusan Strategi Bauran Pemasaran MEKANISME INFERENSI SISTEM PENGOLAHAN TERPUSAT PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model Rancang bangun model pengembangan industri kecil jamu dirancang dalam bentuk paket program komputer sistem manajemen ahli yang terdiri dari komponen : sistem manajemen

Lebih terperinci

KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI

KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Oleh : Nandana Duta Widagdho A14104132 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

ABSTRACT. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRACT. Universitas Kristen Maranatha ABSTRACT The research about annual report from majority industry companies showed a quite large stock amount. A stock is the biggest asset in a company and the value is also very material. One of the purposes

Lebih terperinci

MANAJEMEN STRATEJIK PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS UNGGULAN WILAYAH ARIE DHARMAPUTRA MIRAH P / TIP

MANAJEMEN STRATEJIK PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS UNGGULAN WILAYAH ARIE DHARMAPUTRA MIRAH P / TIP MANAJEMEN STRATEJIK PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS UNGGULAN WILAYAH ARIE DHARMAPUTRA MIRAH P.25600013 / TIP SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 MANAJEMEN STRATEJIK PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

RANCANGAN PROSES PENGOLAHAN TAHU DENGAN ClTA RASA SEBAGAI DASAR DALAM PERENCANAAN RANCANGAN PABRIK TAHU ClTA RASA

RANCANGAN PROSES PENGOLAHAN TAHU DENGAN ClTA RASA SEBAGAI DASAR DALAM PERENCANAAN RANCANGAN PABRIK TAHU ClTA RASA RANCANGAN PROSES PENGOLAHAN TAHU DENGAN ClTA RASA SEBAGAI DASAR DALAM PERENCANAAN RANCANGAN PABRIK TAHU ClTA RASA Ole h IMAM ROSYADI F 24. 1455 1991 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN FUZZY INFERENSI SISTEM UNTUK SELEKSI METODE PENINGKATAN PEROLEHAN MINYAK TINGKAT LANJUT INDAH MUSI INDRIA DEWI G

PENGEMBANGAN FUZZY INFERENSI SISTEM UNTUK SELEKSI METODE PENINGKATAN PEROLEHAN MINYAK TINGKAT LANJUT INDAH MUSI INDRIA DEWI G PENGEMBANGAN FUZZY INFERENSI SISTEM UNTUK SELEKSI METODE PENINGKATAN PEROLEHAN MINYAK TINGKAT LANJUT INDAH MUSI INDRIA DEWI G651034074 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGGEMUKAN DOMBA Pada Agrifarm, Desa Cihideung Udik, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGGEMUKAN DOMBA Pada Agrifarm, Desa Cihideung Udik, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGGEMUKAN DOMBA Pada Agrifarm, Desa Cihideung Udik, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat SURANTO WAHYU WIDODO A14104051 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEKONVERGENAN BEBERAPA MODEL BINOMIAL UNTUK PENENTUAN HARGA OPSI EROPA PONCO BUDI SUSILO

PERBANDINGAN KEKONVERGENAN BEBERAPA MODEL BINOMIAL UNTUK PENENTUAN HARGA OPSI EROPA PONCO BUDI SUSILO PERBANDINGAN KEKONVERGENAN BEBERAPA MODEL BINOMIAL UNTUK PENENTUAN HARGA OPSI EROPA PONCO BUDI SUSILO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

ANALISIS ENERGI DAN EKSERGI PADA PRODUKSI BIODIESEL BERBAHAN BAKU CPO (Crude Palm oil) RISWANTI SIGALINGGING

ANALISIS ENERGI DAN EKSERGI PADA PRODUKSI BIODIESEL BERBAHAN BAKU CPO (Crude Palm oil) RISWANTI SIGALINGGING ANALISIS ENERGI DAN EKSERGI PADA PRODUKSI BIODIESEL BERBAHAN BAKU CPO (Crude Palm oil) RISWANTI SIGALINGGING SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 i PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEKONVERGENAN BEBERAPA MODEL BINOMIAL UNTUK PENENTUAN HARGA OPSI EROPA PONCO BUDI SUSILO

PERBANDINGAN KEKONVERGENAN BEBERAPA MODEL BINOMIAL UNTUK PENENTUAN HARGA OPSI EROPA PONCO BUDI SUSILO PERBANDINGAN KEKONVERGENAN BEBERAPA MODEL BINOMIAL UNTUK PENENTUAN HARGA OPSI EROPA PONCO BUDI SUSILO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

PERSPEKTIF PEMBANGUNAN AGROINDUSTRI PANGAN SUATU MODEL KAJIAN STRATEGI INDUSTRIALISASI PERTANIAN MELALUI DUKUNGAN KAWASAN SENTRA PRODUKSI SAHRIAL

PERSPEKTIF PEMBANGUNAN AGROINDUSTRI PANGAN SUATU MODEL KAJIAN STRATEGI INDUSTRIALISASI PERTANIAN MELALUI DUKUNGAN KAWASAN SENTRA PRODUKSI SAHRIAL PERSPEKTIF PEMBANGUNAN AGROINDUSTRI PANGAN DI PROPINSI JAMBI: SUATU MODEL KAJIAN STRATEGI INDUSTRIALISASI PERTANIAN MELALUI DUKUNGAN KAWASAN SENTRA PRODUKSI SAHRIAL SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

DISAIN PROSES DUA TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI (ESTRANS) PADA PEMBUATAN METIL ESTER (BIODIESEL) DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas.

DISAIN PROSES DUA TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI (ESTRANS) PADA PEMBUATAN METIL ESTER (BIODIESEL) DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas. DISAIN PROSES DUA TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI (ESTRANS) PADA PEMBUATAN METIL ESTER (BIODIESEL) DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas.l) Yeti Widyawati SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE WEIGHTED PRODUCT MODEL (WPM) DAN WEIGHTED SUM MODEL (WSM) DALAM PENENTUAN PRODUK YANG AKAN DIPASARKAN PADA ONLINE SHOP SKRIPSI

PENERAPAN METODE WEIGHTED PRODUCT MODEL (WPM) DAN WEIGHTED SUM MODEL (WSM) DALAM PENENTUAN PRODUK YANG AKAN DIPASARKAN PADA ONLINE SHOP SKRIPSI PENERAPAN METODE WEIGHTED PRODUCT MODEL (WPM) DAN WEIGHTED SUM MODEL (WSM) DALAM PENENTUAN PRODUK YANG AKAN DIPASARKAN PADA ONLINE SHOP SKRIPSI ADE RIZKA 131421057 PROGRAM STUDI EKSTENSI S-1 ILMU KOMPUTER

Lebih terperinci

PERAN DAN KOORDINASI LEMBAGA LINTAS SEKTORAL DALAM KONSERVASI SUMBER DAYA AIR (STUDI KASUS DAS GUMBASA KABUPATEN DONGGALA PROVINSI SULAWESI TENGAH)

PERAN DAN KOORDINASI LEMBAGA LINTAS SEKTORAL DALAM KONSERVASI SUMBER DAYA AIR (STUDI KASUS DAS GUMBASA KABUPATEN DONGGALA PROVINSI SULAWESI TENGAH) PERAN DAN KOORDINASI LEMBAGA LINTAS SEKTORAL DALAM KONSERVASI SUMBER DAYA AIR (STUDI KASUS DAS GUMBASA KABUPATEN DONGGALA PROVINSI SULAWESI TENGAH) MUH. ANSAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran

BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran 62 BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran Agroindustri sutera alam merupakan industri pengolahan yang mentransformasikan bahan baku kokon (hasil pemeliharaan ulat sutera) menjadi benang, kain sutera,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gelatin merupakan salah satu produk turunan protein yang diperoleh dari hasil hidrolisis kolagen hewan yang terkandung dalam tulang dan kulit. Susunan asam

Lebih terperinci

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN PERENCANAAN AGROINDUSTRI PEPAYA GUNUNG (Carica pubescens) DENGAN PEMBIAYAAN SYARIAH DHONY ERFANTO

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN PERENCANAAN AGROINDUSTRI PEPAYA GUNUNG (Carica pubescens) DENGAN PEMBIAYAAN SYARIAH DHONY ERFANTO SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN PERENCANAAN AGROINDUSTRI PEPAYA GUNUNG (Carica pubescens) DENGAN PEMBIAYAAN SYARIAH DHONY ERFANTO DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN Peningkatan luas lahan perkebunan kelapa sawit telah mampu meningkatkan kuantitas produksi minyak sawit mentah dan minyak inti sawit dan menempatkan

Lebih terperinci

PENGARUH REGULASI, PERSAINGAN DAN KEKUATAN BELI TERHADAP HUBUNGAN PEMASOK-RITEL MODEREN DAN KINERJA PEMASOK DI JAKARTA DEDIE S.

PENGARUH REGULASI, PERSAINGAN DAN KEKUATAN BELI TERHADAP HUBUNGAN PEMASOK-RITEL MODEREN DAN KINERJA PEMASOK DI JAKARTA DEDIE S. PENGARUH REGULASI, PERSAINGAN DAN KEKUATAN BELI TERHADAP HUBUNGAN PEMASOK-RITEL MODEREN DAN KINERJA PEMASOK DI JAKARTA DEDIE S. MARTADISASTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN

Lebih terperinci

DAMPAK LIBERALISASI PERDAGANGAN PUPUK TERHADAP KINERJA PERDAGANGAN PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN DI INDONESIA WIDARTO RACHBINI

DAMPAK LIBERALISASI PERDAGANGAN PUPUK TERHADAP KINERJA PERDAGANGAN PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN DI INDONESIA WIDARTO RACHBINI DAMPAK LIBERALISASI PERDAGANGAN PUPUK TERHADAP KINERJA PERDAGANGAN PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN DI INDONESIA WIDARTO RACHBINI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 Bacalah, dengan nama Tuhanmu

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN PADA RESTORAN BAKMI JAPOS CABANG BOGOR SKRIPSI MARLIA PRATIWI

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN PADA RESTORAN BAKMI JAPOS CABANG BOGOR SKRIPSI MARLIA PRATIWI ANALISIS STRATEGI PEMASARAN PADA RESTORAN BAKMI JAPOS CABANG BOGOR SKRIPSI MARLIA PRATIWI PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN MARLIA PRATIWI.

Lebih terperinci

PEMANFAATAN GELATIN DARI KULIT IKAN PATIN (Pangasius sp) SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN EDIBLE FILM. Oleh : Melly Dianti C

PEMANFAATAN GELATIN DARI KULIT IKAN PATIN (Pangasius sp) SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN EDIBLE FILM. Oleh : Melly Dianti C PEMANFAATAN GELATIN DARI KULIT IKAN PATIN (Pangasius sp) SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN EDIBLE FILM Oleh : Melly Dianti C03400066 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING TAHUN ANGGARAN 2009

LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING TAHUN ANGGARAN 2009 LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING TAHUN ANGGARAN 2009 Kajian Pengembangan Kompetensi Masyarakat dalam Mengelola Usaha Pariwisata Berdimensi Ekologis Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Keluarga Dr. Hamidah

Lebih terperinci