ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN USAHA AGRO TERPADU BERBASIS KOMODITAS KELAPA DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN USAHA AGRO TERPADU BERBASIS KOMODITAS KELAPA DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT"

Transkripsi

1 1 ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN USAHA AGRO TERPADU BERBASIS KOMODITAS KELAPA DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT AGUSTANTO BASMAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

2 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa di Kabupaten Lampung Barat adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Juni 2008 Agustanto Basmar NRP. A

3 3 ABSTRACT AGUSTANTO BASMAR The Direction of Integrated Agribussiness Area Development Based on Coconut Commodity in West Lampung Regency. Under direction of Dr. Ir. ATANG SUTANDI, M.Si DAN Dr. Ir. ISKANDAR LUBIS, MS. West Lampung Regency has a great potency in agricultural sector. The dominant commodities which developed by the people were: coffee, pepper, clove, oil palm and coconut. The value added of whole products are very low because there are no agroindustries. So that the regency government will build the integrated agribusiness area development based on coconut commodity. The pusposes of the research were: 1) to identify the potential location, 2)to identify the prospective products, 3)to identify the public opinion, 4) to identify the prospect of market and 5) arrange the direction of development. The research was conducted in coastal district of West Lampung Regency on January-Marh This study used Scalogram, LQ, Land suitability Analysis. The results of those analysis were overlaid to find the alternative location. The choosing of prospective products using Analytical Hierrarchy Process (AHP) with expert respondent on coconut agoindustry. Chain of marketing, Industrial Tree, and Trend Analysis were used to describe the market prospect of coconut products. The result showed that there are 3 potential locations, group of villages Biha, Marang, Sumber Agung, and Negeri Ratu Ngambur, group of villages Way Redak, Kampung Jawa, Pasar Krui, Seray, and Walur, and The Third alternative : group of villages Pardasuka, Pagar Bukit dan Sukanegara. Coconut Oil and Dessicated Coconut were the first and second prospective products. Another prospective produtcs were Carbon Active Coco Milk and Coir Fiber. There are 3 level of collecting traders from village, district until sending trader, and the sending trader enjoyed the biggest profit. Projection trend showed, that export tend to increase. Public perception (farmers and traders) showed that farmers in district of Bengkunat, Pesisir Selatan, Pesisir Tengah and Karya Penggawa know better about (Kawasan Usaha Agro Terpadu ) KUAT program than Pesisir Utara and Lemong district. It was caused by the distant of location and the infrastructure. The direction of development based on 3 alternative location, choosen product which requires tight quality handled by KUAT Management, on the other hand the side products are handled by farmers/group of farmer. All the activities are designed in a cluster which including many stakeholders participation. Keywords : Direction of Development, Coconut Product, Area

4 4 RINGKASAN AGUSTANTO BASMAR. Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa di Kabupaten Lampung Barat. Dibimbing oleh Dr. Ir. ATANG SUTANDI, M.Si DAN Dr. Ir. ISKANDAR LUBIS, MS. Kabupaten Lampung Barat memiliki potensi besar pada sektor pertanian. Komoditas yang banyak diusahakan antara lain: kopi, lada, cengkeh, kelapa sawit dan kelapa. Nilai tambah produk sangat rendah karena belum adanya industri pengolahan Oleh karena itu pemerintah daerah mengembangkan kawasan agro usaha berbasis komoditas kelapa. Tujuan penelitian: 1)Mengidentifikasi lokasi pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu, 2) Mengidentifikasi produk prospektif yang akan dikembangkan, 3)Mengidentifikasi persepsi stakeholder tentang Program, 4) Mengkaji prospek pemasaran produk kelapa, 5) Menyusun arahan pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu. Penelitian ini dilaksanakan di 6 kecamatan pesisir Kabupaten Lampung Barat Pada Bulan Januari sampai dengan Maret Penelitian ini menggunakan metode survai dan studi pustaka, dimana untuk menentukan lokasi yang sesuai digunakan analisis dengan Skalogram, LQ, Kesesuaian Lahan. Ketiga hasil analisis di-over lay untuk mendapatkan alternatif lokasi. Pemilihan Produk Prospektif menggunakan AHP dengan responden para pakar di bidang agroindustri kelapa. Margin Pasar, Rantai Tata Niaga, Pohon Industri dan Analisis Trend digunakan untuk menggambarkan prospek pemasaran produk olahan kelapa. Berdasarkan hasil analisis Location Quotient (LQ) yang menggunakan data luas areal komoditas kelapa pada 6 kecamatan di wilayah Pesisir Kabupaten Lampung Barat, diketahui bahwa kelapa merupakan komoditas yang memiliki pengaruh besar dalam perekonomian wilayah. Hal ini terlihat bahwa dari 6 kecamatan terdapat 43 dari 85 (51 persen) desa Pesisir yang memiliki nilai LQ > 1, sedangkan sisanya (49) memiliki nilai LQ<1. Berdasarkan hasil analisis skalogram diketahui bahwa dari 85 desa di wilayah Pesisir yang menjadi lokasi penelitian diketahui hanya terdapat 6 desa (7 persen) yang memiliki hirarki wilayah 1 atau berkembang. Adapun desa-desa tersebut berada dalam wilayah Kecamatan Bengkunat 4 desa, Kecamatan Pesisir Selatan 1 desa dan 1 desa berada di Kecamatan Pesisir Tengah. Sedangkan Kecamatan lain seperti Karya Penggawa, Pesisir Utara dan Lemong, berdasarkan hasil analisis tidak terdapat desa dengan hirarki 1. Desa-desa yang memiliki hirarki 2 atau relatif berkembang berjumlah 26 desa (31 persen) antara lain di Kecamatan Bengkunat terdapat 7 desa, Pesisir Selatan 3 desa, Pesisir Tengah 6 desa, Karya Penggawa 3 desa, Pesisir Utara 4 desa dan Kecamatan Lemong 2 desa. Sedangkan sisanya atau 53 desa (62, persen) merupakan wilayah yang berhirarki 3 atau belum berkembang. Adapun desa-desa yang memiliki hirarki 3 yaitu Kecamatan Bengkunat 9 desa, Pesisir Selatan 6 desa, Pesisir Tengah 13 desa, Karya Penggawa 3 desa, Peisir Utara dan Lemong masing-masing 12 dan 9 desa.

5 5 Hak cipta milik IPB, tahun Dilarang mengutip sebagian atau seluruh Karya Tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan karya hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis dari IPB

6 6 ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN USAHA AGRO TERPADU BERBASIS KOMODITAS KELAPA DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT AGUSTANTO BASMAR Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

7 7 Judul Tesis : Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa di Kabupaten Lampung Barat Nama : Agustanto Basmar NIM : A Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Atang Sutandi, M.Si Ketua Dr. Ir. Iskandar Lubis, MS. Anggota Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS Tanggal Ujian Tanggal Lulus :

8 8 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat Rahmat dan Ridho-Nya Tesis ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari sampai dengan Maret 2008 ini adalah Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa di Kabupaten Lampung Barat. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1. Dr. Ir. Atang Sutandi, M.Si dan Dr. Ir. Iskandar Lubis, MS. selaku komisi pembimbing. 2. Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr selaku Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah, beserta segenap staf pengajar dan staf manajemen Program Studi Perencanaan Wilayah. 3. Dr. Ir. Setiahadi, MS. selaku dosen penguji luar komisi. 4. Drs. Hi. Mukhlis Basri selaku Bupati Lampung Barat dan Ir. Erwin Nizar T, M.Si mantan Bupati Lampung Barat yang memberikan izin kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Pasca Sarjana di IPB. 5. Sahabat-sahabat PWL, baik kelas reguler maupun khusus angkatan 2006 atas segala dukungan dan kerjasamanya. 6. Ninien Mardaningsih, A.Md sebagai istri dan ketiga anak-anakku Aulia, Faqih dan Hafiz yang telah banyak berkorban waktu dalam kebersamaan selama penulis mengikuti pendidikan di IPB Bogor. 7. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua Bogor, Juni 2008 Agustanto Basmar

9 9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Desa Gumawang Kecamatan Belitang Kabupaten OKU Timur pada tanggal 02 Maret 1969 sebagai anak ke lima dari pasangan Hi. M. Basir dan Hj. Mariyam. Tahun 1988 penulis lulus dari SMA Negeri Belitang dan pada tahun yang sama melanjutkan pendidikannya di Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya Jurusan hama dan Penyakit Tumbuhan. Penulis menamatkan pendidikan pada Agustus Tahun Tahun Penulis sempat bekerja pada beberapa perusahaan swasta dan Tahun 1998, penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil dan ditempatkan pada Dinas Perkebunan Kabupaten Lampung Barat Provinsi Lampung. Tahun penulis menjadi Kepala Urusan Perencanaan, Tahun menjadi Kasubbag Keuangan dan Perencanaan, dan Tahun menjadi Kepala Seksi Perbenihan dan Budidaya Tanaman Pada Dinas Perkebunan Kabupaten Lampung Barat. Sejak tahun 2006 Penulis memperoleh beasiswa dari Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Barat untuk melanjutkan pendidikan S2 di IPB pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah. Tahun 1999 penulis menikah dengan Ninien Mardaningsih, A.Md dan saat ini telah dikaruniai seorang putri cantik bernama Aulia Siti Pradina dan dua ksatria yang bernama Faqih Ahmad Hamami dan Hafizni Nofitri Syawal.

10 10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL. xi DAFTAR GAMBAR xi DAFTAR LAMPIRAN. xii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan... 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Komoditas Kelapa Agroindustri Kelapa Pengembangan Wilayah Evaluasi Kesesuaian Lahan Keunggulan Komparatif Wilayah Hirarki Wilayah Proses Hirarki Analitik Margin Pemasaran Analisis Permintaan Pohon Industri Sistem Informasi Geografis Program KUAT.. 21 BAB III METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Kerangka Pemikiran Metode Pengumpulan Data Analisis Data Penentuan Lokasi KUAT Analisis Kesesuaian Lahan Tanaman Kelapa Analisis Location Quotient Analisis Skalogram Preferensi Masyarakat Analisis AHP Persepsi Masyarakat Prospek Pasar Produk Kelapa Analisis Marjin Pasar Analisis Permintaan BAB IV Analisis Pohon Industri... KEADAAN UMUM WILAYAH Batas Wilayah Administrasi Kondisi Fisografi Geomorfologi Geologi Tanah Lereng Hidrologi... 48

11 11 Halaman 4.3. Kondisi Geografis Iklim Penduduk Ekonomi Perhubungan Pendidikan Kesehatan Perkebunan Kelapa BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Lokasi Location Quotient (LQ) Analisis Skalogram Analisis Kesesuaian Lahan Pemilihan Lokasi Analisis Preferensi Masyarakat Persepsi Masyarakat Tentang Program KUAT Prospek Pasar Produk Kelapa Rantai Tata Niaga Marjin Pemasaran Keragaan Perkebunan Kelapa di Kabupaten Lampung Barat Analisis Pohon Industri Daun Batang Buah Sabut Kelapa Coco Peat (Debu Sabut) Arang Aktif Daging Buah Air Kelapa Dessicated Coconut Minyak Kelapa Nata De Coco Santan Kelapa Virgin Coconut Oil Analisis Permintaan (Demand) Konsumsi Produk Kelapa Ekspor Produk Kelapa Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu 115 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

12 12 DAFTAR TABEL Halaman 1. Luas areal dan produksi perkebunan kelapa Indonesia Jenis data yang dikumpulkan Aspek, variabel yang diteliti, sumber dan teknik pengumpulan 29 data Kriteria Kesesuaian Lahan untuk kelapa Struktur data aktifitas Struktur tabel LQ Sistem urutan (Ranking) Saaty Struktur tabel LQ Sistem urutan (Ranking) Saaty Kemiringan lereng di Kabupaten Lampung Barat dan 48 Luasannya Jumlah dan Kepadatan Penduduk Tahun PDRB menurut Lapangan Usaha Kabupaten Lampung Barat 51 tahun 2005 (dalan Jutaan Rupiah) Sarana jalan berdasarkan status pengelolaan di Lampung Barat Jumlah sarana pendidikan Per kecamatan berdasarkan jenis..52 pendidikan Jumlah Fasilitas Kesehatan di Kabupaten Lampung Barat Luas Areal dan Produksi Tanaman Perkebunan Kabupaten 54 Lampung Barat Tahun Luas areal, produksi dan produktifitas tanaman kelapa 55 Kabupaten Lampung Barat tahun Data Potensi dan Produksi Kelapa Dalam Kabupaten Lampung 55 Barat Hasil analisis Location Quotient desa-desa pesisir Kabupaten 59 Lampung Barat Hasil analisis Skalogram desa-desa pesisir Kabupaten Lampung 65 Barat Hasil Analisis Kesesuaian Lahan Tanaman Kelapa Kriteria Potensi Lokasi Hasil Analisis Lokasi Potensial Urutan prioritas faktor kriteria penentu pemilihan produk 80 unggulan Kawasan Usaha Terpadu (KUAT) Urutan Prioritas Pemilihan Produk Kawasan Usaha Agro 86 Terpadu (KUAT) Kabupaten Lampung Barat Persentase pemahaman petani dan pedagang menyangkut 89 program KUAT Hasil Analisis Marjin Pemasaran Produk Kelapa di Kabupaten 93 Lampung Barat...

13 Harga Pasar Produk Kelapa di Kabupaten Lampung Barat Tahun Konsumsi Produk Kelapa Per Kapita Kabupaten Lampung 107 Barat Perkembangan Konsumsi Kelapa dan Minyak Kelapa di propinsi 108 Lampung Tahun Ekspor Produk Kelapa Propinsi Lampung Tahun Perkembangan Permintaan Ekspor Produk Kelapa Indonesia 111 Tahun Hasil Analisis Trend Permintaan Ekspor Produk Kelapa Dengan 113 Metode Kuadrat Terkecil Arahan Pengembangan Kawasan Agro Usaha Terpadu 115

14 14 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Peta Lokasi Penelitian Kerangka pemikiran penelitian Pohon industri kelapa Peta wilayah administrasi Kabupaten Lampung Barat Hasil analisis Location Quotient (LQ) Hasil analisis Skalogram Hasil analisis Kesesuaian Lahan Hasil Penentuan Lokasi Berdasarkan Over Lay LQ, Skalogram 74 dan Kesesuaian Lahan Alternatif Lokasi Kawasan Usaha Agro Terpadu Struktur Hirarki Pemilihan Produk Propektif Rantai Pemasaran Kelapa di Kabupaten Lampung Barat Perkebunan Kelapa Rakyat di Kabupaten Lampung Barat Proses Pengupasan Kelapa Pohon Industri Daun Kelapa Pohon Industri Batang Kelapa Pohon Industri Sabut Kelapa Pohon Industri Tempurung Kelapa Pohon Industri Daging Buah Kelapa Pohon Industri Air Kelapa Diagram Alur Permintaan Produk Kelapa Grafik Konsumsi Kelapa di Kabupaten Lampung Barat Grafik Konsumsi Minyak Goreng di Kabupaten Lampung 107 Barat Grafik Konsumsi Kelapa di Propinsi Lampung Grafik Konsumsi Kelapa di Propinsi Lampung Grafik Ekspor Produk Kelapa Propinsi Lampung Grafik Ekspor Produk Kelapa Indonesia Grafik Ekspor Minyak Kelapa Indonesia Grafik Proyeksi Permintaan Ekspor Produk Olahan Kelapa Indonesia

15 15 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Hasil Analisis Location Quotient Komoditas Kelapa Dalam Per 130 Kecamatan di Kabupaten Lampung Barat Hasil Analisis Tingkat Perkembangan Desa-desa Pesisir di 135 Kabupaten Lampung Barat Pendapat Pakar tentang kriteria Produk Prospektif Perhitungan Trend Permintaan dengan Metode Kuadrat 151 Terkecil...

16 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era otonomi daerah, pembangunan ekonomi menghadapi berbagai tantangan, baik dari dalam daerah maupun faktor eksternal, seperti masalah kesenjangan dan isu globalisasi. Isu globalisasi ini menuntut tiap daerah untuk mampu bersaing di dalam dan luar negeri. Kesenjangan dan globalisasi berimplikasi kepada propinsi dan kabupaten/kota, untuk melaksanakan percepatan pembangunan ekonomi daerah secara terfokus melalui pengembangan kawasan dan produk andalannya. Percepatan pembangunan ini bertujuan agar daerah tidak tertinggal dalam persaingan pasar bebas, seraya tetap memperhatikan masalah pengurangan kesenjangan. Karena itu seluruh pelaku memiliki peran mengisi pembangunan ekonomi daerah dan harus mampu bekerjasama melalui bentuk pengelolaan keterkaitan antar sektor, antar program, antar pelaku, dan antar daerah (Bappenas 2006). Pembangunan daerah pada dasarnya merupakan bagian internal dari pembangunan nasional dan tidak dapat dipisahkan dari pola pembangunan nasional yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan merata di seluruh wilayah tanah air. Dengan demikian dalam pelaksanaan pembangunan tersebut memerlukan suatu perencanaan yang strategis dan didukung oleh ketersediaan dana serta partisipasi masyarakat sebagai subyek pembangunan untuk meningkatkan pemerataan pertumbuhan dan pembangunan di segala bidang. Todaro (1983) menyatakan bahwa pembangunan mengandung nilai-nilai hakiki yang berhubungan dengan kebutuhan masyarakat yang paling mendasar, yang terdapat pada hampir semua masyarakat/kultur di segala jaman. Nilai-nilai tersebut adalah kebutuhan hidup, harga diri dan kebebasan. Dalam PJP II kebijaksanaan pembangunan yang berorientasi pedesaan harus merupakan kebijaksanaan sentral yang perlu dipertahankan, oleh karena itu sektor pertanian tetap akan menjadi tumpuan pembangunan ekonomi dengan peningkatan kualitas dari sekedar orientasi pada usaha tani untuk mencukupi kebutuhan (product oriented) menjadi kegiatan-kegiatan yang berwawasan

17 17 agribisnis untuk mencapai kesejahteraan wilayah pedesaan (prospherity oriented) (Bappeda Kabupaten Lampung Barat, 2002). Lebih lanjut Bappeda Kabupaten Lampung Barat (2002) menegaskan bahwa tujuan pembangunan pertanian adalah: 1. Meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani dan nelayan. 2. Meningkatkan perluasan lapangan kerja, kesempatan usaha, dan produksi usaha pertanian. 3. Meningkatkan daya saing hasil pertanian dan pemanfaatan serta perluasan pasar, baik pasar dalam negeri maupun luar negeri 4. Terpeliharanya kemantapan swasembada pangan serta kualitas gizi masyarakat. 5. Meningkatnya kemampuan kelembagaan pertanian dalam mengembangkan agrobisnis dan agroindustri. Oleh karena itu pemerintah daerah di era otonomi ini dituntut untuk kreatif merumuskan strategi pembangunan wilayah dengan memanfaatkan potensi lokal yang dimiliki oleh setiap daerah. Potensi lokal meliputi, sumberdaya manusia, kedudukan wilayah, dukungan politik lokal, dan sumberdaya alam (SDA). Prinsip penting dalam pelaksanaan pendekatan pembangunan wilayah yang utuh dan terpadu adalah kemampuan menemukenali potensi wilayah yang ada untuk dikembangkan dengan berbagai masukan program pembangunan. Dengan telah ditemukenalinya potensi wilayah, maka berbagai program pembangunan dapat diarahkan sesuai dengan tingkat perkembangan masingmasing wilayah (LPPM-IPB, 2002). Dengan adanya preferensi program berdasarkan perkembangan potensi wilayah diharapkan tidak terjadi generalisasi program pembangunan untuk masing-masing wilayah. Sebaliknya akan terjadi spesialisasi program pembangunan berdasarkan potensi wilayah yang ada. Dengan pendekatan spesialisasi program yang proporsional pada gilirannya diharapkan pelaksanaan berbagai program pengembangan wilayah akan dapat dilakukan secara efisien, efektif dan akurat, yang pada akhirnya dapat mencapai hasil yang optimal (LPPM- IPB, 2002). Optimalisasi pencapaian program pembangunan tidak terlepas dari kejelian pemerintah daerah dalam memanfaatkan potensi sumberdaya yang ada.

18 18 Menurut Bappeda Kabupaten Lampung Barat (2002) beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam penetapan suatu potensi Sumber Daya Alam (SDA) sebagai sektor unggulan antara lain: 1. Secara fisik potensi lahan yang tersedia memiliki kesesuaian/cocok untuk budidaya komoditi tertentu dan memiliki luas yang memungkinkan tersedianya produksi sebagai pasokan industri yang akan dikembangkan antara lain : Agroindustri. 2. Secara fisik potensi lahan yang tersedia cocok untuk pengembangan suatu kawasan industri. 3. Bidang usaha yang dikembangkan dengan memanfaatkan potensi SDA dan lahan yang tersedia memiliki peluang pasar yang besar baik lokal, regional, nasional maupun ekspor, sehingga memungkinkan pengembalian investasi yang besar. 4. Bidang usaha yang dikembangkan dengan memanfaatkan potensi SDA dan lahan yang tersedia berdampak positif bagi pengembangan lapangan usaha baru dan kesempatan kerja sehingga dapat meningkatkan perekonomian dan pendapatan masyarakat. Berbagai upaya telah, sedang dan akan ditempuh pemerintah daerah dalam memacu pertumbuhan ekonomi wilayah. Peningkatan pertumbuhan ekonomi diupayakan melalui perbaikan sarana dan prasarana pendukung, peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan peluncuran program pembangunan wilayah berbasis komoditi tertentu.. Pengembangan wilayah merupakan berbagai upaya untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup di wilayah tertentu, memperkecil kesenjangan pertumbuhan, dan ketimpangan kesejahteraan antar wilayah. Rustiadi dan Hadi (2006) menyatakan bahwa strategi pembangunan wilayah yang pernah dilaksanakan untuk mengatasi berbagai permasalahan disparitas pembangunan wilayah antara lain: 1. Secara nasional dengan membentuk Kementerian Negara Percepatan pembangunan Kawasan Timur Indonesia (KTI). 2. Percepatan pembangunan wilayah-wilayah unggulan dan potensial berkembang, tetapi relatif tertinggal dengan menetapkan kawasan-kawasan

19 19 seperti (1) Kawasan Andalan (Kadal); (2) Kawasan Pembangunan Ekonomi Terpadu (Kapet) yang merupakan salah satu Kadal terpilih di setiap propinsi. 3. Program percepatan pembangunan yang bernuansa mendorong pembangunan kawasan perdesaan dan sentra prosuki pertanian seperti : (1) Kawasan Sentra Produksi (KSP) atau Kasep; (2) Pengembangan kawasan perbatasan; (3) Pengembangan kawasan tertinggal; (4) Proyek pengembangan ekonomi lokal. 4. Program-program sektoral dengan pendekatan wilayah : (1) Pewilayah komoditas unggulan; (2) Pengembangan Sentra Industri Kecil; (3) Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP), dan lain-lain Pengembangan wilayah berbasis komoditas unggulan diharapkan dapat memacu pertumbuhan suatu wilayah yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Beberapa wilayah memiliki keunggulan pada sektor pertanian yang sebagian besar merupakan usaha tani rakyat. Salah satu model pengembangan wilayah berbasis komoditas saat ini yang sedang dikembangkan oleh beberapa wilayah adalah komoditas kelapa. Tercatat beberapa daerah seperti Sulawesi Selatan dengan Program Implementasi Gerbang Emas Agroindustri Pengolahan Kelapa Terpadu, dan Kabupaten Lampung Barat dengan Program Kawasan Usaha Agro Terpadu (KUAT) berbasis Komoditas Kelapa. Program KUAT merupakan salah satu strategi Pemerintah Kabupaten Lampung Barat dalam pengembangan komoditas unggulan melalui pendekatan klaster agroindustri. Program ini dilaksanakan atas dukungan Depertemen Perindustrian (Depperin) dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dengan komoditas basis kelapa. Dalam kurun waktu tiga dasawarsa terakhir, petani kelapa di berbagai negara termasuk Indonesia berada pada posisi yang tidak menguntungkan, karena rendahnya produktivitas serta harga kopra yang rendah dan fluktuatif. Akibat rendahnya pendapatan, petani kelapa menjadi kurang termotivasi untuk mengadopsi teknologi anjuran untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha tani (Tarigans, 2003). Kondisi tersebut merupakan tantangan yang harus dihadapi secara sungguh-sungguh. Untuk itu pemberdayaan petani kelapa dalam rangka meningkatkan pendapatan dan sekaligus mengentaskan kemiskinan merupakan

20 20 upaya yang strategis. Pemberdayaan petani kelapa melalui program KUAT dilakukan secara terpadu dalam sistem agribisnis, mulai dari tahap on farm sampai dengan off farm yang diwujudkan melalui pendirian pabrik pengolahan serta pemasaran produk dan optimalisasi sarara dan prasarana pendukung. Guna mendukung program KUAT tersebut diperlukan studi mendalam tentang keuntungan komparatif, keuntungan kompetitif, kondisi harga, produk turunan yang berdaya saing, kondisi sumberdaya manusia, tipologi wilayah dan pandangan stakeholder tentang program ini Perumusan Masalah Sebagai daerah dengan wilayah pegunungan dan pesisir potensi terbesar berasal dari sektor pertanian tanaman pangan, hortikultura, kehutanan dan perkebunan. Komoditas perkebunan utama yang terdapat di Kabupaten Lampung Barat adalah Kopi, Lada, Cengkeh, Kelapa Sawit dan Kelapa Dalam. Budidaya pertanian di Kabupaten Lampung Barat sebagian besar merupakan usaha tani rakyat dengan input teknologi yang sangat sederhana. Hal ini berdampak pada rendahnya produksi dan mutu produk. Dampak dari kenyataan tersebut adalah nilai jual produk sangat murah dan pada akhirnya mengakibatkan pendapatan petani menjadi sangat rendah. Pemerintah Pusat dan Daerah terus berupaya meningkatkan produktifitas hasil pertanian rakyat. Berbagai upaya ditempuh guna memacu perbaikan pendapatan masyarakat. Namun hal ini belum berjalan secara efektif, disebabkan program yang bersifat sektoral, sumberdaya manusia petani yang rendah, luasnya wilayah dan besarnya jumlah petani disamping itu pemerintah memiliki keterbatasan anggaran pembangunan. Salah satu komoditas unggulan yang diusahakan oleh masyarakat Kabupaten Lampung Barat secara turun-temurun adalah kelapa dalam (Cocos nucifera L). Menurut Supadi dan Nurmanaf (2006) dalam perekonomian Indonesia, kelapa merupakan salah satu komoditas strategis karena perannya yang besar bagi masyarakat sebagai sumber pendapatan, sumber utama minyak dalam negeri, sumber devisa, sumber bahan baku industri (pangan, bangunan, farmasi, oleokimia), dan sebagai penyedia lapangan kerja. Namun demikian, bila dilihat

21 21 dari segi pendapatan petani, potensi ekonomi kelapa yang sangat besar itu belum dimanfaatkan secara optimal karena adanya berbagai masalah internal baik dalam proses produksi, pengolahan, pemasaran maupun kelembagaan (Kasryno et al., 1998, dalam Supadi dan Nurmanaf, 2006). Usaha tani kelapa dalam di Kabupaten Lampung Barat dilakukan secara tradisional dengan input sarana produksi yang sangat minimum atau bahkan tidak sama sekali. Hal ini tidak terlepas dari keterbatasan modal ditambah keyakinan yang berlaku di kalangan masyarakat bahwa usaha tani ini tidak memerlukan pemupukan. Dampaknya adalah rendahnya produktifitas perkebunan kelapa rakyat. Menurut data statistik Dinas Perkebunan Kabupaten Lampung Barat Tahun 2005, luas areal tanaman kelapa mencapai Ha dengan produksi mencapai 2.413,0 ton. Sedangkan produktifitas tergolong sangat rendah yaitu 681 Kg/Ha/Tahun dalam bentuk Kopra. Rendahnya penghasilan yang diperoleh dari kelapa menyebabkan petani tidak memiliki modal untuk memelihara kebun secara intensif, apalagi menggarap lahan perkebunan secara optimal maupun mengolah hasil (Supadi dan Nurmanaf, 2006). Di sisi lain pola usaha tani monokultur yang diterapkan sebagian besar petani saat ini, dan pola usaha tani polikultur yang masih bersifat subsisten, telah membatasi petani untuk memperoleh pendapatan yang lebih layak. Produk kelapa yang dihasilkan masyarakat baru berbentuk kelapa butir dan kopra, dengan demikian nilai tambah komoditas sangat rendah. Variasi produk kelapa yang belum dikembangkan ini disebabkan belum tumbuhnya budaya diversifikasi produk olahan kelapa di kalangan masyarakat. Hal ini tidak terlepas dari rendahnya pengetahuan tentang produk turunan kelapa dalam, disamping teknologi pengolahan yang juga belum dikenal di kalangan masyarakat. Menurut Supadi dan Nurmanaf (2006), produk usaha tani yang dihasilkan masih bersifat tradisional, yaitu kelapa butiran dan kopra berkualitas rendah. Pemanfaatan hasil samping belum banyak dilakukan oleh petani, sehingga nilai tambah dari usaha tani belum diperoleh secara optimal. Hanya sebagian kecil petani yang telah memanfaatkan hasil samping seperti sabut dan tempurung.

22 22 Dalam pemasaran kelapa, petani di Kabupaten Lampung Barat melakukan penjualan kepada pedagang pengumpul desa, selanjutnya dibawa kepada pedagang pengumpul kecamatan, dan pabrik minyak kelapa di Bandar Lampung. Pada prinsipnya, dalam hal pemasaran petani dirugikan oleh praktek pasar monopsoni dari industri dan pedagang yang menentukan harga secara sepihak. Posisi tawar yang lemah berdampak pada ketidakberdayaan petani di hadapan para pedagang. Permasalahan lain yang menjadi pembatas pengembangan usaha tani kelapa adalah belum tersedianya industri pengolahan kelapa dan hasil ikutannya di Kabupaten Lampung Barat. Kenyataan di atas menyebabkan lambannya pengembangan produk hasil kelapa. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat diajukan beberapa pertanyaan penelitian: 1. Bagaimana meningkatkan nilai tambah komoditas kelapa dalam? dan produk apa yang akan dikembangkan dari komoditas kelapa? 2. Dimana calon lokasi KUAT yang representatif? 3. Bagaimana persepsi stakeholder atas program KUAT? 4. Bagaimana arahan pengembangan KUAT berbasis komoditas kelapa dalam di Kabupaten Lampung Barat? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang di atas, tujuan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi lokasi pengembangan KUAT. 2. Mengidentifikasi produk peospektif yang akan dikembangkan dalam program KUAT. 3. Mengidentifikasi persepsi stakeholder tentang program KUAT berbasis kelapa. 4. Mengkaji prospek pemasaran produk kelapa dalam serta turunannya. 5. Menyusun arahan program KUAT di Kabupaten Lampung Barat Propinsi Lampung.

23 23 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komoditas Kelapa Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan komoditas strategis yang memiliki peran sosial, budaya, dan ekonomi dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Manfaat tanaman kelapa tidak saja terletak pada daging buahnya yang dapat diolah menjadi santan, kopra, dan minyak kelapa, tetapi seluruh bagian tanaman kelapa mempunyai manfaat yang besar. Demikian besar manfaat tanaman kelapa sehingga ada yang menamakannya sebagai "pohon kehidupan" (the tree of life) atau "pohon yang amat menyenangkan" (a heaven tree) (Asnawi dan Darwis 1985). Kelapa selain dijuluki sebagai "pohon kehidupan", juga menamakannya sebagai "pohon surga". Kelapa merupakan tanaman tropis yang telah lama dikenal masyarakat Indonesia. Sekitar tahun enampuluhan, tanaman kelapa merupakan tanaman yang memiliki posisi strategis terutama sebagai bahan baku untuk pembuatan minyak goreng. Pada era itu sampai tahun delapanpuluhan, tanaman kelapa dapat disebut berjaya, sehingga luas areal tanamnya mendominasi lahan di berbagai daerah termasuk di Kabupaten Lampung Barat. Namun saat ini posisi kelapa sebagai bahan baku utama minyak goreng telah digeser oleh kelapa sawit (CPO). Akibatnya kebutuhan kopra dari waktu ke waktu semakin menurun (Disbun Lampung Barat, 2007). Kelapa merupakan tanaman tropis yang telah lama dikenal masyarakat Indonesia. Hal ini terlihat dari penyebaran tanaman kelapa di hampir seluruh wilayah Nusantara, yaitu di Sumatera dengan areal 1,20 juta ha (32,90%), Jawa 0,903 juta ha (24,30%), Sulawesi 0,716 juta ha (19,30%), Bali, NTB, dan NTT 0,305 juta ha (8,20%), Maluku dan Papua 0,289 juta ha (7,80%), dan Kalimantan 0,277 juta ha (7,50%). Kelapa diusahakan petani baik di kebun maupun pekarangan (Nogoseno, 2003 dalam Supadi dan Nurmanaf, 2006). Supadi dan Nurmanaf (2006) menjelaskan bahwa kelapa merupakan tanaman perkebunan dengan areal terluas di Indonesia, lebih luas dibanding karet dan kelapa sawit, dan menempati urutan teratas untuk tanaman budi daya setelah

24 24 padi. Kelapa menempati areal seluas 3,70 juta ha atau 26% dari 14,20 juta ha total areal perkebunan. Sekitar 96,60% pertanaman kelapa dikelola oleh petani dengan rata-rata pemilikan 1 ha/kk (Allorerung dan Mahmud 2003), dan sebagian besar diusahakan secara monokultur (97%), kebun campuran atau sebagai tanaman pekarangan. Luas areal dan produksi perkebunan kelapa di Indonesia periode dan prediksi 2007, 2008, dan 2009 disajikan pada Tabel 1. Rata-rata produksi kelapa Indonesia dari perkebunan Rakyat pada periode adalah sebesar ton pertahun, sedangkan rata-rata produksi dari hasil prediksi selama adalah ton, atau meningkat sekitar 5 persen. Tabel 1. Luas areal dan produksi perkebunan kelapa Indonesia Tahun Luas Areal (Ha) Produksi (Ton) PR PBN PBS JUMLAH PR PBN PBS JUMLAH / * ** ** ** Sumber : Disbun Lampung Barat *) : Angka sementara **) : Angka estimasi dengan model double exponential smoothing PR : Perkebunan Rakyat PBN : Perkebunan Besar Negara PBS : Perkebunan Besar Swasta Akhir-akhir ini kebutuhan akan biji kelapa, air kelapa dan arang batok kelapa kembali meningkat, seiring dengan pertumbuhan penduduk. Diperkirakan pada masa mendatang kebutuhan akan komoditas ini akan semakin meningkat, mengingat pola hidup masyarakat Indonesia sulit dilepaskan dari komoditas kelapa dan hasil olahannya. Tanaman kelapa juga merupakan salah satu dari sebelas komoditas andalan perkebunan penghasil devisa negara, sumber pendapatan asli daerah (PAD), sumber pendapatan petani dan masyarakat. Dengan demikian komoditas kelapa diharapkan dapat membantu mengentaskan

25 25 kemiskinan di daerah dan dapat mendorong perkembangan agroindustri serta pengembangan wilayah (Disbun Lampung Barat, 2007). Kabupaten Lampung Barat memiliki potensi yang besar dalam pengembangan komoditas kelapa. Namun demikian upaya pengembangan komoditas kelapa dalam dihadapkan pada berbagai kendala antara lain: (i) produktifitas yang masih rendah (di bawah normal), karena banyak kelapa berumur di atas 20 tahun, dan budidaya dengan bibit asalan, (ii) rendahnya pendanaan khususnya untuk perkebunan, (iii) kebijakan pembangunan yang belum mendukung sektor perkebunan, dan (iv) industri hilir yang belum berkembang, sehingga sebagian besar produk dijual dalam bentuk produk primer (Disbun Lampung Barat, 2007) Agroindustri Kelapa Agroindustri merupakan perusahaan yang mengolah bahan baku pertanian yang berasal dari tanaman atau hewan menjadi barang setengah jadi atau produk akhir. Pengolahan yang dimaksud meliputi transformasi dan pengawetan melalui perubahan fisik atau kimiawi, penyimpanan, pengemasan, dan distribusi (Austin, 1992 dalam Brown, 1994). Menurut Tadjudin (2007), agroindustri dalam sistem pertanian merupakan penyempurnaan yang merangkai semua komponen menjadi satu kesatuan yang kuat. Ini berarti bahwa pengembangan agroindustri mempunyai keterkaitan ke depan memenuhi permintaan pasar melalui penguatan industri hilir dan ke belakang memberikan nilai tambah terhadap produk pertanian. Keterpaduan yang dibangun melalui pengembangan agroindustri mempunyai dimensi yang amat luas mulai dari penguatan pasar hasil pertanian sampai dengan pembentukan nilai tambah dan daya saing komoditas pertanian. Pada dasarnya seluruh bagian buah kelapa dapat diolah menjadi berbagai produk untuk berbagai keperluan. Teknologi pengolahan, standar mutu dan sistem sertifikasinya juga sudah dikuasai oleh tenaga ahli Indonesia. Namun berbagai kelemahan masih melekat di Industri pengolahan kelapa kita seperti suplai bahan baku, karena industri tidak memiliki kebun kelapa dan investasi yang relatif besar sehingga kurang menarik investor (FOKPI, 2006).

26 26 Allorerung dan Lay (1998) menyatakan bahwa kelapa sebagian besar diolah menjadi kopra yang selanjutnya diolah menjadi minyak goreng. Namun usaha ini semakin lemah baik dalam perdagangan domestik maupun luar negeri karena tersaingi oleh minyak kelapa sawit. Selain diolah menjadi minyak, kini telah berkembang diversifikasi produk kelapa seperti dessicated coconut, gula kelapa, nata de coco, berbagai produk daging kelapa, kelapa parut kering, arang tempurung, serat sabut kelapa, mebel kayu kelapa dan akhir-akhir ini berkembang santan siap saji dengan berbagai kemasan. Peluang pengembangan agribisnis kelapa dengan produk bernilai ekonomi tinggi sangat besar. Alternatif produk yang dapat dikembangkan antara lain Virgin Coconut Oil (VCO), Oleochemical (OC), Desicated Coconut (DC), Coconut Milk/Cream (CM/CC), Coconut Charcoal (CCL), Activated Carbon (AC), Brown Sugar (BS), Coconut Fiber (CF) dan Cocon Wood (CW), yang diusahakan secara parsial maupun terpadu. Pelaku agribisnis produk-produk tersebut mampu meningkatkan pendapatannya 5-10 kali dibandingkan dengan bila hanya menjual produk kopra. Berangkat dari kenyataan luasnya potensi pengembangan produk, kemajuan ekonomi perkelapaan di tingkat makro (daya saing di pasar global) maupun mikro (pendapatan petani, nilai tambah dalam negeri dan substitusi impor) tampaknya akan semakin menuntut dukungan pengembangan industri kelapa secara kluster sebagai prasyarat (Allorerung et al. 2005). Industri pengolahan kelapa pada saat ini masih didominasi oleh produk setengah jadi berupa kopra dan coconut crude oil (CCO). Produk olahan lainnya yang sudah mulai berkembang adalah CC, nata decoco (ND), DC, AC, CF, dan brown sugar (BS). Perkembangan CCO dalam 10 tahun terakhir menunjukkan laju yang menurun (-0,2%). Di sisi lain laju perkembangan produk hilir cenderung meningkat. Sebagai contoh, laju perkembangan DC mencapai 7,8%, di mana tahun 2002 total produksinya mencapai 194,2 juta butir; laju perkembangan produksi AC sebesar 9%; laju perkembangan produksi serat sabut menurun - 10,2%, walaupun permintaan CF di luar negeri meningkat. Kecenderungan penurunan laju tersebut terkait dengan dampak tidak terpenuhinya standar ekspor produk serat sabut asal Indonesia. Situasi ini mengindikasikan terjadinya

27 27 pergeseran orientasi produksi dari bahan setengah jadi menjadi produk akhir (Allorerung et al. 2005). Kegiatan industri kelapa terpadu akan memberi dua keuntungan sekaligus yakni pertama menguntungkan dari segi agrobisnis dan yang kedua turut menjaga kelestarian alam. Kelapa merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai luas areal terbesar di kabupaten Lampung Barat yang sampai saat ini belum banyak disentuh para investor, sedangkan potensi yang ada seperti telah diuraikan diatas bila didayagunakan akan memberi keuntungan dari segi bisnis. Disamping itu, bagi pemerintah daerah dan masyarakat akan merupakan sumber penghasilan tambahan. Berkurangnya pamor kelapa dengan maraknya perkebunan kelapa sawit karena sudut pandang terhadap produk kelapa hanya terbatas pada produk minyak, sedangkan produk ikutan lainnya belum digarap secara maksimal. Pengembangan agroindustri kelapa di Kabupaten Lampung Barat dirasa sangat perlu untuk segera direalisasikan mengingat potensi lokal yang dimiliki sangat besar. Selain itu diharapkan agroindustri kelapa dapat menjadi motor penggerak (prime mover) bagi perekonomian masyarakat dan wilayah Pengembangan Wilayah Menurut Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Tata Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional. Sedangkan kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya. Konsep wilayah diklasifikasikan menjadi wilayah homogen, wilayah fungsional dan wilayah perencanaan. Wilayah homogen adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan kenyataan bahwa faktor-faktor dominan pada wilayah tersebut homogen, sedangkan faktor-faktor yang tidak dominan bisa saja beragam (heterogen). Wilayah fungsional diklasifikasikan berdasarkan fungsinya, yang memiliki keterkaitan, ketergantungan dan saling berinteraksi satu sama lain dan tidak terpisahkan dalam kesatuan. Konsep Wilayah Fungsional menjelaskan

28 28 adanya wilayah nodal dan wilayah plasma. Wilayah nodal sebagai inti. Inti merupakan pusat-pusat pelayanan atau pemukiman sedangkan plasma adalah daerah belakang yang mempunyai sifat-sifat tertentu dan mempunyai hubungan fungsional. Konsep Wilayah Perencanaan adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan kenyatan sifat-sifat tertentu pada wilayah tersebut, yang bisa bersifat alamiah maupun non alamiah yang sedemikian rupa sehingga perlu direncanakan dalam kesatuan wilayah perencanaan (Rustiadi et al. 2006). Dengan memahami konsep wilayah diharapkan para perencana dalam melakukan pendekatan lebih memperhatikan komponen-komponen penyusunan wilayah tersebut yang saling berinteraksi dan mengkombinasikan potensi dari masing-masing komponen sehingga tercipta suatu strategi pembangunan dan pengembangan wilayah yang baik dan terarah. Lebih lanjut Rustiadi et al. (2006) menyatakan bahwa di Indonesia saat ini telah dikenal berbagai wilayah perencanaan/pengelolaan berbasis sitem ekologi seperi kesepakatan pengelolaan wilayah berbasis bioregion, penetapan status kawasan-kawasan lindung, cagar alam, suaka margasatwa dan lain-lain. Wilayah perencanaan/pengelolaan seperti kawasan Ekonomi Terpadu (KAPET), Free Trade Zone, Kawasan Andalan, Kawasan Sentra Produksi sehingga Agropolitan merupakan penetapan kawasan-kawasan terencana dan pengelolaan yang dilaksanakan pada pemahaman konsep-konsep wilayah sebagai sistem ekonomi. Pengembangan wilayah merupakan berbagai upaya untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup di wilayah tertentu, memperkecil kesenjangan pertumbuhan, dan ketimpangan kesejahteraan antar wilayah. Berbagai konsep pengembangan wilayah yang pernah diterapkan (Bappenas, 2006) adalah: 1. Konsep pengembangan wilayah berbasis karakter sumberdaya, yaitu: (1) pengembangan wilayah berbasis sumberdaya; (2) pengembangan wilayah berbasis komoditas unggulan; (3) pengembangan wilayah berbasis efisiensi; (4) pengembangan wilayah berbasis pelaku pembangunan. 2. Konsep pengembangan wilayah berbasis penataan ruang, yang membagi wilayah ke dalam: (1) pusat pertumbuhan; (2) integrasi fungsional; (3) desentralisasi.

29 29 3. Konsep pengembangan wilayah terpadu. Konsep ini menekankan kerjasama antarsektor untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan di daerah-daerah tertinggal. 4. Konsep pengembangan wilayah berdasarkan klaster. Konsep ini terfokus pada keterkaitan dan ketergantungan antara pelaku dalam jaringan kerja produksi sampai jasa pelayanan, dan upaya-upaya inovasi pengembangannya. Klaster yang berhasil adalah klaster yang terspesialisasi, memiliki daya saing dan keunggulan komparatif, dan berorientasi eksternal. Selanjutnya konsep pengembangan wilayah setidaknya didasarkan pada prinsip: (1) berbasis pada sektor unggulan; (2) dilakukan atas dasar karakteristik daerah; (3) dilakukan secara komprehensif dan terpadu; (4) mempunyai keterkaitan kuat ke depan dan ke belakang; (5) dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip otonomi dan desentralisasi (Bappenas, 2006). Hal yang mendasar dalam analisis kelayakan ekonomi pengembangan kawasan yaitu perlunya mengenali potensi lokasi, potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan; sehingga akan terjadi efisiensi tindakan. Dengan usaha yang minimum akan diperoleh hasil yang optimum yang kesemuanya bertujuan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran bagi seluruh masyarakat, serta terjadinya investasi dan mobilisasi dana. Dalam pengembangan kawasan yang terkait dengan industri perlu dilaksanakan pewilayahan agar tercipta keserasian secara sosial ekonomi dan lingkungan serta budaya masyarakat sekitar. Menurut Dirdjojuwono (2004) seringkali pewilayahan menjadi suatu masalah dalam pemanfaatan lahan. Keharmonisan kawasan perindustrian kecil dengan lingkungan sekitarnya dapat dicapai melalui penelaahan rancangan dan persetujuan perencanaan lokasi. Oleh karena itu perencaan kawasan industri harus benar-benar dirancang sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan korban sosial yang besar. Pembangunan kawasan industri hendaknya tidak mengesampingkan kepentingan perkembangan dan kesejahteraan pemukiman penduduk serta tidak mengabaikan sektor lain seperti pertanian.

30 Evaluasi Kesesuaian Lahan Kesesuaian lahan adalah kecocokan (adaptibility) suatu lahan untuk tipe penggunaan lahan (jenis tanaman dan tingkat pengelolaan) tertentu (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001). Evaluasi kesesuaian lahan pada hakekatnya berhubungan dengan evaluasi untuk satu penggunaan tertentu, seperti untuk budidaya kelapa. Hal ini dapat dilakukan dengan menginterpretasikan petapeta yang dapat mengambarkan kondisi biofisik lahan seperti peta tanah, peta topografi, peta geologi, peta iklim dan sebagainya dalam kaitannya dengan kesesuaian tanaman kelapa dan tindakan pengelolaan yang diperlukan. Adapun parameter yang dinilai dalam evaluasi lahan adalah kualitas lahan yang dicerminkan oleh karakteristik lahan yang nyata berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Sistem klasifikasi kesesuaian lahan yang banyak dipakai adalah berdasarkan sistem yang dikembangkan oleh FAO (1976). Secara hirarki kelas-kelas kesesuaian lahan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Kelas sangat sesuai (S1). Lahan ini tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti untuk penggunaan terhadap suatu tujuan secara berkelanjutan atau hanya sedikit faktor pembatas yang tidak akan mengurangi produktivitas atau keuntungan terhadap lahan tersebut. 2. Kelas cukup sesuai (S2). Lahan ini mempunyai faktor pembatas yang berat untuk penggunaan secara berkelanjutan dan dapat menurunkan produktivitas atau keuntungan terhadap lahan ini. 3. Kelas hampir sesuai (S3). Lahan ini mempunyai faktor pembatas yang sangat berat untuk penggunaan secara berkelanjutan dan akan mengurangi produktivitas dan keuntungan terhadap pemanfaatannya. 4. Kelas tidak sesuai saat ini (N1). Lahan ini mempunyai faktor pembatas yang sangat berat untuk penggunaan secara berkelanjutan sehingga menghambat dan menghalangi beberapa kemungkinan untuk pemanfaatannya. Tetapi hambatan itu masih dapat diatasi atau diperbaiki dengan tingkat pengelolaan tertentu. Kelas tidak sesuai selamanya (N2). Lahan ini tidak sesuai selamanya, karena jenis faktor penghambat yang permanen.

31 Keunggulan Komparatif Wilayah (Location Quatient Analysis) Location Quotient Analysis (LQ) merupakan metode analisis yang umum digunakan di bidang ekonomi geografi. Metode analisis ini digunakan untuk menunjukan lokasi pemusatan/basis (aktifitas). Selain itu LQ juga bisa digunakan untuk megetahui kapasitas ekspor perekonomian suatu wilayah serta tingkat kecukupan barang/jasa dari produksi lokal suatu wilayah. LQ merupakan suatu indeks untuk membandingkan pangsa sub wilayah dalam aktivitas tertentu dengan pangsa total aktifitas tersebut dalam total aktivitas wilayah. Secara operasional LQ didefinisikan sebagai rasio persentase dari total aktivitas pada sub wilayah terhadap persentase aktifitas total terhadap wilayah yang diamati (Saefulhakim, 2006). Teknik LQ banyak digunakan untuk membahas kondisi perekonomian, mengarah pada identifikasi spesialisasi kegiatan perekonomian atau mengukur konsentrasi relatif kegiatan ekonomi untuk mendapatkan gambaran dalam penetapan sektor unggulan sebagai leading sektor suatu kegiatan ekonomi (industri). Location Quotient (LQ) merupakan suatu indeks untuk membandingkan pangsa sub wilayah dalam aktifitas tertentu dengan pangsa total aktifitas tersebut dalam total aktifitas wilayah. Secara lebih operasional, LQ didefinisikan sebagai rasio persentase dari total aktifitas pada sub wilayah ke-i terhadap persentase aktifitas total terhadap wilayah yang diamati. Asumsi yang digunakan dalam analisis ini adalah bahwa (1) kondisi geografis relatif seragam, (2) pola-pola aktifitas bersifat seragam, dan (3) setiap aktifitas menghasilkan produk yang sama (Hendayana, 2003) Hirarki Wilayah (Analisis Skalogram) Metode yang digunakan untuk menentukan hirarki wilayah adalah metode skalogram. Dalam metode skalogram, seluruh fasilitas umum yang dimiliki oleh setiap unit wilayah didata dan disusun dalam satu tabel. Metode skalogram ini bisa digunakan dengan menuliskan jumlah fasilitas yang dimiliki oleh setiap wilayah, atau menuliskan ada/tidaknya fasilitas tersebut di suatu wilayah tanpa memperhatikan jumlah/kuantitasnya (Saefulhakim, 2006).

32 32 Analisis skalogram dilakukan untuk menentukan hirarki desa di lokasi penelitian. Dalam metode skalogram, seluruh fasilitas umum yang dimiliki oleh setiap unit desa didata dan disusun dalam satu tabel. Metode skalogram ini bisa digunakan dengan menuliskan jumlah fasilitas setiap desa, atau menuliskan ada/tidaknya fasilitas tersebut disuatu desa tanpa memperhatikan jumlah/kuantitasnya 2.7. Proses Hirarki Analitik (Analytical Hierarchy Process) Proses Hierarki Analitik (PHA) atau dalam Bahasa Inggris disebut Analytical Hierarchy Process (AHP), pertama kali dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika dari Universitas Pittsburg, Amerika Serikat pada tahun 1970-an. AHP pada dasarnya didisain untuk menangkap secara rasional persepsi orang yang berhubungan sangat erat dengan permasalahan tertentu melalui prosedur yang didesain untuk sampai pada suatu skala preferensi diantara berbagai set alternatif. Analisis ini ditujukan untuk membuat suatu model permasalahan yang tidak mempunyai struktur, biasanya ditetapkan untuk memecahkan masalah yang terukur (kuantitatif), masalah yang memerlukan pendapat (judgement) maupun pada situasi yang kompleks atau tidak terkerangka, pada situasi dimana data, informasi statistik sangat minim atau tidak ada sama sekali dan hanya bersifat kualitatif yang didasari oleh persepsi, pengalaman ataupun intuisi. AHP ini juga banyak digunakan pada keputusan untuk banyak kriteria, perencanaan, alokasi sumberdaya dan penentuan prioritas dari strategistrategi yang dimiliki dalam situasi konflik. AHP merupakan analisis yang digunakan dalam pengambilan keputusan dengan pendekatan sistem, dimana pengambil keputusan berusaha memahami suatu kondisi sistem dan membantu melakukan prediksi dalam mengambil keputusan. Beberapa keuntungan dari penggunaan metode AHP antara lain adalah : 1. Dapat mempresentasikan suatu sistem yang dapat menjelaskan bagaimana perubahan pada level yang lebih tinggi mempunyai pengaruh terhadap unsurunsur pada level yang lebih rendah.

33 33 2. Membantu memudahkan analisis guna memecahkan persoalan yang kompleks dan tidak terstruktur dengan memberikan skala pengukuran yang jelas guna mendapatkan prioritas. 3. Mampu mendapatkan pertimbangan yang logis dalam menentukan prioritas dengan tidak memaksakan pemikiran linier. 4. Mengukur secara komprehensif pengaruh unsur-unsur yang mempunyai korelasi dengan masalah dan tujuan, dengan memberikan skala pengukuran yang jelas Marjin Pemasaran Marjin pemasaran diartikan sebagai perbedaan harga pada tingkat produsen dengan harga di tingkat konsumen. Analisis marjin pemasaran dapat digunakan untuk melihat efisiensi dan efektivitas pemasaran. Marjin pemasaran terbagi dan tersebar diantara para pelaku pemasaran seperti petani sebagai produsen, pedagang pengumpul, pedagang semantara, eksportir (apabila komoditas diekspor). Menurut Damanik dan Sientje (1992) pemasaran itu sendiri bagi usaha tani kelapa mengandung arti bagaimana keadaan; harga produk, saluran distribusi, transportasi, keuntungan komparatif dari ragam produk kelapa yang spesifik dan lain sebaginya. Pada tingkat petani produsen penataan pemasaran kelapa sangat penting karena situasi pertanaman kelapa yang umumnya menyebar di seluruh wilayah. Karena itu diperlukan jasa pedagang perantara untuk menyalurkan produksi sampai ke pedagang besar atau pabrik minyak kelapa Analisis Permintaan (Demand ) Konsep dasar dari permintaan konsumen adalah kuantitas suatu komoditas yang mampu dan ingin dibeli oleh konsumen pada suatu tempat dan waktu tertentu pada berbagai tingkat harga, faktor lain tidak berubah. Permintaan pasar adalah agregat dari permintaan individu-individu konsumen (Swastika, 1999). Permintaan dapat diekspresikan dalam bentuk kurva yang menunjukkan hubungan negatif antara jumlah barang yang diminta pada berbagai tingkat harga.

34 34 Permintaan pasar ekspor produk olahan kelapa umumnya menunjukkan trend yang meningkat. Sebagai contoh, pangsa pasar Desicated Coconut (DC) Indonesia terhadap ekspor DC dunia cenderung meningkat dalam lima tahun terakhir. Kecenderungan yang sama terjadi pada arang aktif. Sebaliknya pangsa ekspor Crude Coconut Oil (CCO) mengalami penurunan. Situasi ini mengisyaratkan perlunya mengarahkan pengembangan produk olahan pada produk-produk baru yang permintaan pasarnya cenderung meningkat (Demand Driven) (Allorerung et al., 2005). Aspek demand masyarakat atas produk kelapa dapat dilihat melalui kecenderungan permintaan masyarakat. Bila dibandingkan dengan produksi kelapa dalam suatu wilayah, analisis permintaan dapat menggambarkan seberapa besar tingkat kebutuhan pasar akan produk kelapa. Analisis permintaan ini akan mengkaji tingkat permintaan dalam negeri (domestik) dan luar negeri Pohon Industri Pohon industri merupakan gambaran diversifikasi produk suatu komoditas dan turunannya secara skematis. Produk kelapa dalam dan turunannya mulai dari daun, bunga, umbut, pelepah, sabut, tempurung, daging buah, air kelapa sampai dengan batang diuraikan dalam suatu skema. Skema ini menggambarkan keragaman produk akhir yang dapat dikembangkan dari komoditas kelapa dalam. Menurut Allorerung et al. (2005), produk akhir kelapa yang sudah berkembang dengan baik saat ini adalah adalah Desicated Coconut (DC), Coconut Milk/Cream (CM/CC), Coconut Charcoal (CCL), Activated Carbon (AC), Brown Sugar (BS), Nata de Coco (ND) dan Coconut Fiber (CF). Yang baru mulai berkembang adalah Virgin coconut Oil (VCO) dan Coconut Wood (CW). Produk DC, CCL, AC, BS, dan CF sudah masuk pasar ekspor dengan perkembangan yang pesat, kecuali CF yang perkembangan ekspornya kurang karena belum terpenuhinya standar, walaupun permintaan dunia terus meningkat. Kopra dan Coconut Crude Oil (CCO) sebagai produk setengah jadi diharapkan dapat diolah lebih lanjut menjadi produk oleochemical (OC), di mana Indonesia masih menjadi pengimpor neto.

35 Sistem Informasi Geografis (SIG) Pada era teknologi informasi seperti sekarang ini keberadaan sistem analisis yang cepat, akurat dan murah sudah menjadi suatu hal yang tidak dapat ditawar lagi. Perkembangan teknologi di bidang komputer semakin mempercepat dan mempermudah berbagai bidang pekerjaan. Teknologi yang saat ini terus berkembang dan menjadi bagian dari kehidupan moderen adalah sistem Informasi Geografis (SIG). Menurut Aronoff (1989) dalam Barus dan Wiradisastra (2000), SIG adalah suatu sistem berdasarkan komputer yang mempunyai kemampuan untuk menangani data bereferensi geografi yang mencakup (a) pemasukan, (b) manajemen penyimpanan data dan pemanggilan kembali, (c) manipulasi dan analisis, dan (d) pengembangan produk percetakan. Dalam pengertian yang lebih luas lagi dalam SIG selain perangkat keras dan lunak, juga pemakai dan organisasinya. Informasi spasial memakai lokasi, dalam suatu sistem koordinat tertentu, sebagai dasar referensinya. Karenanya SIG mempunyai kemampuan untuk menghubungkan berbagai data pada suatu titik tertentu di bumi, menggabungkannya, menganalisa dan akhirnya memetakan hasilnya. Aplikasi SIG menjawab beberapa pertanyaan seperti: lokasi, kondisi, trend, pola, dan pemodelan. Kemampuan inilah yang membedakan SIG dari sistem informasi lainnya. Dalam SIG tidak hanya data yang berbeda yang dapat diintegrasikan, prosedur yang berbeda juga dapat dipadukan. Dengan demikian, pemakai menjadi lebih banyak memperoleh infomasi baru dan dapat menganalisisnya sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan Program KUAT Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah telah mengamanatkan pada pemerintah daerah dalam hal ini Pemerintah Kabupaten/Kota untuk meningkatkan kemandirian lokal melalui pemanfaatan sumberdaya alam yang dimiliki secara efisien dan optimal dalam rangka membangun daya saing daerah. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan

36 36 pembangunan dan pengembangan kompetensi inti dari masing-masing daerah, agar seluruh sumberdaya dan kemampuan yang dimiliki masing-masing daerah difokuskan pada upaya untuk mengembangkan potensi daerah (sumberdaya manusia, sumberdaya alam, dana dan fasilitas yang ada) secara efektif dan efisien. Kebijakan pembangunan yang dicanangkan Departemen Perindustrian RI sebagaimana tercantum dalam arah kebijakan nasional industri yaitu, strategi pembangunan industri manufaktur ke depan, mengadaptasi pemikiran-pemikiran terbaru yang berkembang saat ini, yaitu pengembangan industri melalui pendekatan klaster dalam rangka membangun daya saing industri yang berkelanjutan (Pemda Kab. Lampung Barat, 2007). Pembangunan industri dalam suatu kawasan merupakan alternatif pemecahan masalah dalam pemanfaatan sumber daya yang ada, Industri-industri kecil dan menengah dapat ditempatkan dalam kawasan ini sehingga terjadi suatu keterpaduan dan keterkaitan antara satu dengan yang lain, akibatnya dapat menghasilkan efesiensi investasi, pemerataan pelayanan dan efektifitas tujuan pembangunan dapat tercapai. Pembangunan kawasan industri yang berbasis sumberdaya daerah ini akan menciptakan iklim yang sehat, selain nilai tambah produk bahan baku yang meningkat sehingga nilai jual yang ada menjadi tinggi, juga akan membantu dalam hal penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat yang ada di Kabupaten Lampung Barat ini. Kawasan Usaha Agro Terpadu (KUAT), merupakan suatu kawasan yang terkait dengan fungsi yang memiliki nilai strategis bagi pertumbuhan dan perkembangan wilayah lampung Barat. Kawasan tersebut merupakan kawasan industri yang diharapkan mampu untuk Meningkatkan daya saing bagi komoditas unggulan daerah, Meningkatkan nilai tambah produk, meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Pemda Kab. Lampung Barat, 2007). Latar belakang pembangunan KUAT merupakan upaya Pemerintah Kabupaten Lampung Barat memanfaatkan kompetensi inti yang dimiliki Kabupaten Lampung Barat yang belum diolah secara maksimal. Pemerintah berupaya memacu pertumbuhan ekonomi wilayah dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki daerah tersebut. Salah satu sektor yang diharapkan dapat memacu perkembangan wilayah adalah agroindustri.

37 37 Pembangunan KUAT di Kabupaten Lampung Barat merupakan perpaduan perencanaan antara Pemerintah melalui Depperin dan Pemerintah Kabupaten Lampung Barat yang didukung oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Wujud kerjasama ini dituangkan dalam bentuk Memorandum of Understanding (MOU). Dalam MOU tersebut dijelaskan bahwa pembebasan lahan merupakan tanggungjawab Pemerintah Kabupaten Lampung Barat sedangkan bangunan, peralatan, teknologi dan pelatihan disediakan oleh Depperin. Sedangkan studi kelayakan dan penyusunan rencana induk akan dilaksanakan oleh BPPT. Operasional pembangunan KUAT akan dimulai pada tahun 2008 (Depperin, 2007). Pemerintah Kabupaten Lampung Barat berharap bahwa program KUAT dapat menghasilkan efek berganda (Pemda Kab. Lampung Barat, 2007) seperti : 1. Menumbuhkan industri kecil menengah yang terintegrasi sehingga memudahkan sinkronisasi dan keterpaduan pembinaan 2. Dengan tumbuhnya Industri Kecil dan Menengah (IKM) berbasis kompetensi inti daerah diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan mutu sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dan daya saing. 3. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat Lampung Barat melalui penciptaan lapangan kerja dan kesempatan berusaha yang mampu mendapatkan nilai tambah. Kegiatan pengembangan kawasan Usaha Agroindustri merupakan konsepsi yang menempatkan kegiatan agroindustri dari produk hasil pertanian/perkebunan dan nelayan sebagai satuan unit usaha yang berbasis teknologi, berwawasan nilai tambah dan berkembang atas kemampuan daerah.

38 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kabupaten Lampung Barat, pada kecamatan dengan potensi pengembangan kelapa dalam yang meliputi 6 Kecamatan yaitu: Bengkunat, Pesisir Selatan, Pesisir Tengah, Karya Penggawa, Pesisir Utara dan Lemong. Sedangkan waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Februari Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

39 Kerangka Pemikiran Sebagai Kabupaten dengan potensi wilayah berbasis sektor pertanian Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Barat menetapkan visi "Terwujudnya masyarakat Lampung Barat yang Madani berbasis pertanian, kehutanan, kelautan dan pariwisata" Visi tersebut diatas, menggambarkan besarnya peranan sektor pertanian yang diharapkan dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Seiring dengan perjalanan waktu sektor pertanian yang menjadi sumber penghasilan utama masyarakat belum mampu memberikan dampak yang berarti bagi kemakmuran wilayah. Hal ini tidak terlepas dari berbagai faktor seperti harga komoditas pertanian yang fluktuatif, harga sarana produksi yang terus meningkat, lemahnya peranan lembaga usaha petani dan kebijakan di bidang pertanian yang tidak fokus. Pengembangan komoditas perkebunan dilaksanakan lebih kepada produk yang berharga tinggi pada saat itu. Akibatnya komoditas yang telah diusahakan oleh masyarakat seringkali terabaikan karena faktor rendahnya harga jual. Kebijakan pembangunan komoditas kelapa di Kabupaten Lampung Barat pada 10 tahun terakhir sangat lemah. Selama ini komoditas perkebunan yang banyak dikembangkan adalah kopi, cengkeh, nilam dan kakao. Sedangkan komoditas kelapa relatif kurang diperhatikan. Kondisi ini membuat petani kelapa kurang bergairah untuk terus memelihara dan meningkatkan produktifitas tanaman kelapa mereka. Dari subistem budidaya (produksi) permasalahan yang terjadi adalah: penggunaan bibit asalan, pemeliharaan kebun yang sangat kurang berakibat pada rendahnya produktifitas lahan. Berdasarkan data statistik Dinas Perkebunan Kabupaten Lampung Barat Tahun 2005 produktifitas tanaman kelapa rakyat baru mencapai 651 kg/ha/tahun. Menurut Supadi dan Nurmanaf (2006), potensi produktivitas kelapa dalam yang dimiliki Indonesia sebesar 2,50 ton kopra/ha/ tahun. Dengan demikian produktifitas kelapa petani Kabupaten Lampung Barat baru mencapai seperempat dari potensi produksi dan setengah dari rata-rata produksi nasional 1-1,2 ton/ha/tahun. Sedangkan pada kegiatan non budidaya permasalahan kelapa di Kabupaten Lampung Barat antara lain: produk olahan baru sebatas kelapa butiran dan kopra

40 40 dengan kualitas asalan. Belum tersedianya fasilitas pengolahan produk kelapa dan hasil ikutannya menjadikan petani memiliki keterbatasan dalam membuat produk olahan kelapa. Tidak adanya insentif yang diberikan kepada petani kelapa untuk mendorong petani menghasilkan kopra bermutu baik atau menjual kelapa segar kepada pabrik terdekat. Dari segi pemasaran, para petani kelapa dirugikan oleh praktek pasar monopsoni dari pabrik minyak kelapa dan pedagang kopra yang menentukan harga secara sepihak (Supadi dan Nurmanaf, 2006). Muara dari kondisi tersebut adalah rendahnya nilai tambah produk komoditas kelapa di Kabupaten Lampung Barat. Tanpa adanya perubahan mendasar dari cara pandang berbagai pelaku agribisnis kelapa termasuk pemerintah maka kondisi petani kelapa akan tetap terpuruk. Pengembangan program KUAT adalah salah satu solusi alternatif dalam meningkatkan kesejahteraan petani kelapa. Selain itu, program KUAT diharapkan dapat menjadi motor penggerak perekonomian wilayah karena sifat keterpaduan dan pengembangannya meliputi suatu kawasan. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis agar pendekatan arahan program akan tepat pada sasaran. Evaluasi kesesuaian lahan dilakukan dengan cara membandingkan kualitas lahan masing-masing satuan peta lahan dengan persyaratan penggunaan lahan yang akan ditetapkan. Peta Kesesuaian lahan kelapa di wilayah Pesisir Kabupaten Lampung Barat, selanjutnya ditumpangsusun dengan peta desa. Hal ini berguna untuk memberikan gambaran spasial desa-desa pesisir sesuai dengan tingkat kesesuaian untuk tanaman kelapa. Analisis Location Quotient (LQ) bertujuan untuk menggambarkan kondisi basis/pemusatan komoditas kelapa di setiap kecamatan lokasi penelitian. Analisis skalogram dilakukan untuk menentukan hirearki desa-desa di kawasan pesisir. Dalam metode skalogram, seluruh fasilitas umum yang dimiliki oleh setiap unit desa didata dan disusun dalam satu tabel. Analisis skalogram bertujuan untuk menggambarkan tipologi wilayah tempat penelitian untuk menunjukkan pusatpusat pelayanan berdasarkan fasilitas yang dimiliki. Penentuan produk kelapa akan dilaksanakan dengan metode proses hierarki analitik (AHP). Analisis AHP ditujukan untuk mendeskripsikan

41 41 pandangan para stakeholder mengenai produk kelapa yang layak untuk dikembangkan. Responden untuk analisis AHP merupakan para ahli yang terdiri dari unsur peneliti perkelapaan, pengusaha agroindustri kelapa, pihak Pemerintah Daerah Propinsi Lampung yang berasal dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan, dan Kabupaten Lampung Barat terdiri dari Bappeda, unsur Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Lampung Barat, Dinas Perkebunan Kabupaten Lampung Barat. Untuk mendapatkan gambaran keragaan petani kelapa di Kabupaten Lampung Barat, maka dilakukan survai kepada petani. Pengumpulan data dilaksanakan melalui wawancara langsung kepada petani kelapa. Data yang dikumpulkan meliputi: luas areal kebun kelapa, usia tanaman kelapa, prosedur pemeliharaan, pola panen dan pasca panen. Keragaan ini bertujuan untuk memberikan gambaran sisi on farm dan off farm perkebunan kelapa rakyat. Rantai tata niaga di Kabupaten Lampung Barat dianalisis dengan menggunakan analisis rantai tata niaga dan marjin pasar. Melalui hasil analisis ini dapat dilihat efektifitas dan efisiensi pemasaran produk kelapa dalam diantara para pelaku pemasaran seperti petani sebagai produsen, pedagang pengumpul tingkat kecamatan, dan eksportir (apabila komoditas diekspor). Untuk mengetahui permintaan beberapa produk kelapa dilakukan survai pustaka yang meliputi data ekspor, impor dan konsumsi produk olahan kelapa. Data tersebut selanjutnya diolah untuk mendapatkan gambaran jumlah ekspor, impor dan konsumsi dalam negeri. Melalui data tersebut dibuat peramalan trend permintaan produk kelapa selama beberapa tahun ke depan. Hasil analisis tersebut di atas disusun ke dalam matriks yang menggambarkan kelayakan arahan Program KUAT. Wilayah-wilayah yang secara fisik, ekonomi dan tipologinya mendukung diarahkan sebagai lokasi program. Produk-produk terpilih yang akan digambarkan melalui nilai efisiensi pasar, dan besarnya permintaan produk-produk tersebut juga ditampilkan dalam matriks hasil analisis. Pada akhirnya akan didapat arahan program KUAT berdasarkan gabungan hasil analisis fisik dan ekonomi wilayah. Pada diagram alir berikut ini disajikan kerangka pemikiran penelitian (Gambar 2).

42 42 Kondisi Eksisting Perkebunan Kelapa dan Wilayah Pesisir Kabupaten Lampung Barat Kebijakan Pembangu nan Produksi Persatuan Lahan Rendah Produk olahan Hanya Kopra Harga Rendah, ditentukan pedagang Fasilitas Kurang Nilai Tambah Produk Kelapa Rendah PROGRAM KAWASAN USAHA AGRO TERPADU (KUAT) Analisis Kesesuaian Lahan Analisis Location Quotient Analisis Skalogram Analisis Marjin Pasar Analisis Demand Analisis Pohon Industri Analytical Hierarchy Process LOKASI PREFERENSI MASYARAKAT PROSPEK PASAR ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN USAHA AGRO TERPADU (KUAT) Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penelitian

43 Metode Pengumpulan Data sekunder. Data yang dikumpulkan untuk penelitian berupa data primer dan data Data primer diperoleh melalui wawancara dengan (responden) parapihak yang dianggap sebagai ahli dan berkompeten terkait program KUAT. Gambaran keragaan perkebunan kelapa di Kabupaten Lampung Barat didapat melalui wawancara langsung dengan petani kelapa. Sedangkan data sekunder berupa peta administrasi, topografi, geologi, hidrologi, data PDRB dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) berasal dari Bappeda, Data Potensi Desa dari Badan Pusat Statistik dan Data Luas Areal dan Produksi Tanaman Kelapa dari Dinas Perkebunan. Tabel 2. menjelaskan jenis dan metode pengumpulan data. Sedangkan aspek, variabel yang diteliti, sumber dan teknik pengumpulan data dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 2. Jenis data yang dikumpulkan No Jenis Data Metode Pengumpulan Data 1 Data Primer : a. Persepsi para pihak terkait Produk Program KUAT Wawancara dengan kuisioner Sumber Responden : - Peneliti/Pakar Perkelapaan - Pengusaha Agroindustri Kelapa - Dinas Perindag Prop. Lampung - Unsur Bapeda - Unsur Dinas Perkebunan - Unsur Dinas Perindag b. Keragaan perkebunan kelapa - Petani Kelapa c. Marjin pasar Wawancara Petani, Pedagang Pengumpul tingkat desa, pedagang pengumpul tingkat kecamatan dan Pengumpul Kabupaten. 2 Data Sekunder - Podes (LBDA) - Data Susenas - Rencana Tata Ruang Wilayah - Database Perkebunan - Peta Administrasi - Peta Tanah 1 : Peta Geologi - Peta Hidrologi - Peta Lereng Studi Pustaka Studi Pustaka Studi Pustaka Studi Pustaka Studi Pustaka Studi Pustaka Studi Pustaka Studi Pustaka Studi Pustaka Studi Pustaka Studi Pustaka BPS BPS BPS Bapeda Lampung Barat Dinas Perkebunan Bapeda Lampung Barat Bapeda Lampung Barat Puslittanah Bapeda Lampung Barat Bapeda Lampung Barat Bapeda Lampung Barat Bapeda Lampung Barat

44 44 Tabel 3. Aspek, variabel yang diteliti, sumber dan teknik pengumpulan data No Aspek Variabel Sumber Data Teknik Pengumpul an Data 1 Penentuan lokasi KUAT 2. Penentuan hierarki wilayah, pusat-pusat pelayanan 3. Potensi Kelapa di setiap kecamatan, untuk menentukan keunggulan komparatif komoditi 4. Persepsi parapihak tentang produk program KUAT 5. Nilai Ekonomi Produk Kelapa 6. Keragaan Perkebunan Kelapa Sumber Daya Fisik Wilayah (Kesesuai an Lahan), luas tanam dan produksi Fasilitas pelayanan, Sumber Daya Fisik Wilayah (Kesesuai an Lahan), luas areal tanaman kelapa. Pendapat para parapihak yang didapat dari wawancara Permintaan, Rantai Tata Niaga, dan Pohon Industri Luas areal, produksi perawatan, panen,dll Bapeda, Dinas Perkebunan Kab Lampung Barat, BPS BPS, Dinas/instansi terkait Kabupaten BPS, Dinas Perkebunan Kabupaten Lampung Barat Studi Pustaka, parapihak Bapeda, Dinas Perkebunan Kab Lampung Barat, BPS Petani Studi Pustaka, Studi pustaka Studi pustaka Studi Pustaka, Wawancara Studi pustaka Wawancara 3.4. Analisis Data Dalam Penelitian ini data dianalisis dengan metode Kesesuaian lahan melalui Sistem Informasi Geografis (SIG), Location Quotient (LQ), Analytical Hierarchy Process (AHP), Analisis Margin Pasar, Analisis Demand pasar (Trend Permintaan), dan Analisis Pohon Industri Penentuan Lokasi Analisis Kesesuaian Lahan Tanaman Kelapa Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001), menggambarkan kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa berdasarkan karakteristik lingkungan fisik dan lahan seperti temperatur, ketersediaan air, media perakaran, retensi hara, kegaraman, toksisitas, hara tersedia, kemudahan pengolahan, dan terrain/potensi mekanisasi. Inti evaluasi lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta untuk tipe penggunaan lahan yang akan diterapkan dengan sifat atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan tersebut.

45 45 Tabel 4. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Kelapa Kualitas/Karakteristik Kelas Kesesuaian Lahan Lahan S1 S2 S3 N1 N2 Temperatur (t) -Rata 2 Tahunan ( o C) >28-32 >32-35 Td >35 Ketersediaan Air (w) - Bulan Kering (75 mm) <2 2-3 >3-4 Td <4 - Curah Hujan/ tahun (mm) < <1300 Td >5000 < LGP (hari) >330 >300 >240 >240 >240 Media Perakaran - Drainase Tanah (r) Baik Sedang, Agak cepat Cepat, Agak terhambat Terhambat Sgt Terhambat, Sgt cepat - Tekstur LS,SL,CL,SCL,S il,si,sicl,l SC,SiC,C S,Str,C Td Kerikil Kedalaman Efektif (cm) > <75 <50 - Gambut a. Kematangan - Saprik Hemik Hemik- Fibrik Fibrik b. Ketebalan (cm) - < > >200 Retensi Hara (f) - KTK Tanah tinggi Sedang Rendah Sgt rendah - - ph Tanah 5,5-7,0 >7,0-7,5 5,0-5,5 7,5-8,5 4,5-<5,0 4,0-<4,5 >8,5 <4 - C-organik (%) Kegaraman (c) - Salinitas mmhos /cm <2 2-4 >4-8 >8 Toksisitas (x) - Kejenuhan Al (%) -Kedalaman Sulfidik (cm) > < <85 <65 Hara Tersedia (n) - Total N Sedang Rendah Sgt Rendah P 2O 5 Sedang Rendah Sgt Rendah K 2O Sedang Rendah Sgt Rendah - - Kemudahan Pengolahan (p) - Konsistensi Besar Butir - - Sgt keras Sgt teguh, Sgt lekat - Berkerikil, berbatu- Terrain/potensi mekanisasi (s/m) Lereng (%) < >15-25 >25-45 >45 - Batuan Pmukaan (%) < >15-40 Td >40 - Singkapan batuan (%) < >10-25 >25-40 >40 Tigkat bahaya erosi (e) SR R S B SB Bahaya banjir (b) FO F1 F2 F3 F4

46 46 Sumber: Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001) Keterangan : Td : Tidak berlaku Si : Debu S : Pasir L : Lempung StrC : Liat berstruktur Liat Masif : Liat Tipe 2:1 (vertisol) Kedalaman tanah untuk penentuan tekstur, KTK, C-organik, Al, N, P 2 O 5, K 2 O disesuaikan dengan zone perakaran tanaman yang dievaluasi. Kriteria kualitas lahan yang dijadikan parameter dalam penelitian ini berdasarkan kriteria Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat (2002) yang mencakup iklim, tanah, terrain (meliputi lereng dan topografi), batuan di permukaan dan di dalam tanah, singkapan batuan, hidrologi, dan persyaratan penggunaan lahan atau persyaratan tumbuh tanaman. Langkah awal dalam menganalisis data adalah dengan menggambarkan lokasi yang memiliki kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa dalam di Kabupaten Lampung Barat. Kesesuaian lokasi tanaman kelapa dianalisis menggunakan pencocokan karakteristik lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman kelapa. Gambaran lokasi kesesuaian lahan akan menjadi bagian dalam menentukan lokasi pengembangan program KUAT Analisis Location Quotient (LQ) Analisis Location Quotient (LQ) dalam penelitian ini dilaksanakan pada desa-desa di 6 Kecamatan wilayah Pesisir Kabupaten Lampung Barat yang meliputi Kecamatan Bengkunat, Kecamatan pesisir Selatan Kecamatan Pesisir Tengah, Kecamatan Karya Penggawa, Kecamatan Pesisir Utara dan Kecamatan Lemong. Untuk mengetahui peranan komoditas kelapa di desa-desa tersebut, maka perlu dilaksanakan analisis LQ. Analisis ini untuk mengetahui keunggulan wilayah saat ini dari komoditas kelapa terhadap peranannya kepada perekonomian wilayah desa, kecamatan maupun terhadap kabupaten. Secara operasional LQ dapat didefinisikan sebagai rasio persentase dari aktifitas pada sub wilayah ke-i terhadap aktifitas total wilayah yang diamati.

47 47 Persamaan dari LQ ini adalah : LQ ij = X ij / Xi. / X X. j.. Dimana : Xij X.j Xi. X.. : Luas Areal Kelapa (Ha) di Desa-i : Total Luas Areal Kelapa (Ha) di Kecamatan j : Total Luas Areal Tanaman Perkebunan (Ha) di Desa ke-i : Total Luas Areal Tanaman Perkebunan (Ha) di Kecamatan pesisir (j) Tabel 5. Struktur data aktifitas i n Sektor Desa Lokasi Studi (j) Jumlah Xi. (Kecamatan) Nama Komoditas X1j X1. X2j X Xnj Xn. Jumlah X.j X.. Tabel 6. Struktur tabel LQ i n Sektor Nama Komoditas... Desa Lokasi Studi (j) LQij LQ2j... LQnj

48 48 Untuk dapat menginterpretasikan hasil analisis LQ, digunakan batasan sebagai berikut : - Jika nilai LQij > 1, maka hal ini menunjukkan terjadinya konsentrasi suatu aktivitas di desa-i secara relatif dibandingkan dengan total kecamatan pesisir atau terjadi pemusatan aktifitas di desa ke-i. - Jika nilai LQij = 1, maka desa ke-i tersebut mempunyai pangsa aktifitas setara dengan pangsa total atau konsentrasi aktifitas di desa-i sama dengan rata-rata total kecamatan di daerah pesisir. - Jika nilai LQij < 1, maka desa ke-i tersebut mempunyai pangsa relatif lebih kecil dengan aktifitas secara umum ditemukan diseluruh kecamatan pesisir. Data yang digunakan dalam LQ adalah luas areal tanaman kelapa dan tanaman perkebunan lainnya di wilayah pesisir Kabupaten Lampung Barat. Seluruh data bersumber dari Data Statistik Perkebunan Kabupaten Lampung Barat Tahun Untuk mendukung analisis LQ ini dapat digunakan analisis Location Index (LI) dengan persamaan : α = ( Xij / X. j) Xi./ X..). Setelah diperoleh hasil perhitungan, maka hasil perhitungan yang bernilai positif saja yang digunakan untuk komoditas yang diselidiki, nilai α yang mendekati 1 artinya pengusahaan komoditas tersebut terkonsentrasi di suatu daerah (Saefulhakim, 2006.) Analisis Skalogram Salah satu cara untuk mengukur tingkat perkembangan suatu kawasan secara cepat dan mudah adalah menggunakan metode skalogram. Pada prinsipnya suatu wilayah berkembang secara ekonomi dicirikan oleh tingkat aksesibilitas masyarakat di dalam pemanfaatan sumberdaya-sumberdaya ekonomi yang dapat digambarkan baik secara fisik maupun non fisik. Melalui analisis skalogram pemetaan desa-desa pesisir yang menjadi lokasi penelitian dapat digambarkan berdasarkan tipologi wilayah masing-masing. Tipologi wilayah disusun berdasarkan jenis fasilitas yang dimiliki oleh desa-desa tersebut. Asumsi yang digunakan adalah bahwa wilayah yang memiliki ranking tertinggi adalah lokasi yang dapat menjadi pusat pelayanan. Berdasarkan analisis ini dapat ditentukan indikator yang digunakan dalam analisis skalogram adalah

49 49 jumlah penduduk, jumlah jenis, jumlah unit serta kualitas fasilitas pelayanan yang dimiliki masing-masing desa. Hasil analisis ini nantinya akan menjadi pertimbangan dalam mengambil keputusan untuk menentukan lokasi KUAT sesuai dengan tipologi wilayah. Tahapan penyusunan skalogram adalah sebagai berikut : 1. Menyusun fasilitas sesuai dengan penyebaran dan jumlah fasilitas di dalam unit-unit desa. Fasilitas yang tersebar merata di seluruh desa diletakkan dalam urutan paling kiri dan seterusnya sampai fasilitas yang terdapat paling jarang penyebarannya di seluruh unit desa yang ada diletakkan di kolom tabel paling kanan. 2. Menyusun sedemikian rupa dimana unit desa yang mempunyai ketersedian fasilitas paling lengkap terletak di susunan paling atas, sedangkan unit desa dengan ketersediaan fasilitas paling tidak lengkap terletak disusunan paling bawah 3. Menjumlahkan seluruh fasilitas secara horizontal baik jumlah jenis fasilitas maupun jumlah unit fasilitas di setiap unit desa. 4. Menjumlahkan masing-masing unit fasilitas secara vertikal sehingga diperoleh jumlah unit fasilitas yang tersebar diseluruh unit desa. 5. Dari hasil penjumlahan ini diharapkan diperoleh urutan, posisi teratas merupakan desa yang mempunyai fasilitas umum terlengkap, sedangkan posisi terbawah merupakan desa dengan ketersediaan fasilitas umum paling tidak lengkap. 6. Jika dari hasil penjumlahan dan pengurutan ini diperoleh dua desa dengan jumlah jenis dan jumlah unit fasilitas yang sama, maka pertimbangan ketiga adalah jumlah penduduk. Desa dengan jumlah penduduk lebih tinggi diletakkan pada posisi di atas. 7. Disamping cara sebagaimana telah disebutkan diatas terdapat cara lain yang merupakan modifikasi dari metode skalogram yaitu dengan penentuan indeks perkembangan desa dengan berdasarkan jumlah penduduk dan jenis fasilitas pelayanan.

50 50 Model untuk menentukan nilai indeks perkembangan desa (IPj) suatu wilayah atau pusat pelayanan adalah sebagai berikut : IP j I' ij n = i I ' ij Iij Ii = SDi min Dimana : IPj = Indeks Perkembangan desa ke-j Iij = Nilai indikator perkembangan ke-i desa ke-j I ij = Nilai indikator perkembangan ke-i terkoreksi/terstandarisasi desa ke-j Ii min = Nilai indikator perkembangan ke-i terkecil SDi = Standar deviasi indikator perkembangan ke-i Nilai-nilai tersebut akan digunakan untuk mengelompokkan unit desa dalam kelas-kelas yang dibutuhkan atau hirearki desa. Diasumsikan bahwa kelompok yang diperoleh berjumlah 3, yaitu kelompok I dengan tingkat perkembangan tinggi, kelompok II dengan tingkat perkembangan sedang dan kelompok III dengan tingkat perkembangan rendah. Selanjutnya ditetapkan suatu konsensus misalnya jika nilainya adalah lebih besar atau sama dengan (2 x standar deviasi + nilai rata-rata) maka dikategorikan tingkat perkembangan tinggi, kemudian jika antara nilai rata-rata sampai ( 2 x standar deviasi + nilai rata-rata) maka termasuk tingkat perkembangan sedang, dan jika nilai kurang dari nilai ratarata maka termasuk dalam tingkat perkembangan rendah (Saefulhakim, 2006) Secara matematis kelompok tersebut adalah : Xi > X rata-rata + 2Stdev (tinggi) Xrata-rata < Xi < + 2 Stdev (sedang) Xi < Xrata-rata (rendah) Analisis skalogram dalam penelitian ini menggunakan data PODES Preferensi Masyarakat Analisis AHP Analisa AHP digunakan untuk menarik kesimpulan tentang pandangan para stakeholder mengenai komoditas yang dianggap menguntungkan untuk dikembangkan pada program KUAT Kabupaten Lampung Barat. Hasil kuesioner setiap responden dianalisa untuk dilihat tingkat konsistensinya dalam menjawab setiap pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner.

51 51 Menurut Azis (1994), asumsi-asumsi yang dipakai oleh AHP adalah sebagai berikut: pertama-tama harus terdapat sedikit (jumlah yang terbatas) kemungkinan tindakan, yakni, 1,2,...,n yang adalah tindakan positif, n adalah bilangan yang terbatas. Responden diharapkan akan memberikan nilai dalam angka yang terbatas untuk memberi tingkat urutan (skala) pentingnya atributatribut. Skala yang dipergunakan dapat apa saja, tergantung dari pandangan responden dan situasi yang relevan. Tabel urutan dan definisinya. Tabel 7. Sistem urutan (Ranking) Saaty (Azis, 1994) Intensitas/ Pentingnya Definisi 8 berikut menggambarkan tingkat Penjelasan 1 Sama Pentingnya Dua aktifitas memberikan kon tribusi yang sama kepada tujuan 3 Perbedaan penting yang lemah antara satu dengan yang lain Pengalaman dan selera sedikit menyebabkan yang satu sedikit lebih disukai daripada yang lain 5 Sifat lebih pentingnya kuat Pengalaman dan selera yang menyebabkan penilaian yang satu lebih daripada yang lain. Yang satu sangat lebih disukai daripada yang lain 7 Menunjukkan sifat sangat penting yang menonjol Aktifitas yang satu sangat disukai dibandingkan yang lain;dominasinya tampak nyata 9 Penting absolut Bukti bahwa antara yang satu lebih disukai daripada yang lain menunjukkan kepastian tingkat tertinggi yang dapat dicapai. 2,4,6,8 Nilai tengah diantara nilai diatas/dibawahnya Kebalikan angka bukan nol di atas Jika aktifitas i, dibandingkan dengan j, mendapat nilai bukan nol seperti tertera di kolom 1, maka j-bila di bandingkan dengan i-mem punyai nilai kebalikannya Diperlukan kompromi Asumsi yang masuk akal Rasional Rasio yang timbul dari skala Jika konsistensi perlu dipaksanakan dengan mendapatkan sebanyak n nilai angka untuk melengkapi matriks.

52 52 Walaupun demikian, mengikuti perkembangan baku AHP dipergunakan metode skala Saaty mulai dari 1 yang menggambarkan sama penting (jadi untuk atribut yang sama, skalanya selalu 1) sampai dengan 9 yang menggambarkan kasus atribut yang paling absolut dibandingkan dengan yang lain (urutan pemastian tertinggi yang mungkin). Langkah-langkah yang dilakukan dalam metode AHP adalah : 1. Mengidentifikasi/menetapkan masalah yang muncul; 2. Menetapkan tujuan, kriteria dan hasil yang ingin dicapai; 3. Mengidentifikasi kriteria-kriteria yang mempunyai pengaruh terhadap masalah yang ditetapkan; 4. Menetapkan struktur hierarki Hirearki adalah suatu sistem yang tersusun dari beberapa level/tingkatan, dimana masing-masing tingkat mengandung beberapa unsur atau faktor. Hal yang dilakukan dalam suatu hierarki adalah mengukur pengaruh berbagai kriteria yang terdapat pada hirarki. Pada umumnya, masalah dasar yang muncul dalam penyusunan hierarki adalah menentukan level tertinggi dari berbagai interaksi yang terdapat pada berbagai level. 5. Menentukan hubungan antara masalah dengan tujuan, hasil yang diharapkan, pelaku/objek yang berkaitan dengan masalah, dan nilai masing-masing faktor. 6. Membandingkan alternatif (comparative judgement) 7. Menentukan faktor-faktor yang menjadi prioritas (synthesis of priority) 8. Menentukan urutan alternatif dengan memperhatikan logical consistency) Sarana yang digunakan dalam AHP adalah dengan memberikan kuisioner kepada responden terpilih yang mengetahui dan memahami dengan baik masalah kelapa dan agroindustri kelapa. Responden dipilih dengan metode pupossive sampling. Analisis AHP dilakukan dengan program aplikasi Expert Choice Persepsi Masyarakat Program KUAT merupakan upaya pemerintah daerah untuk melaksanakan pembangunan berbasis komoditas. Keberhasilan program dipengaruhi oleh persepsi masyarakat tentang program tersebut. Penggalian

53 53 persepsi masyarakat dilakukan dengan survei terhadap petani dan pedagang yang terlibat dalam usaha tani kelapa di seluruh wilayah kecamatan lokasi penelitian. Pertanyaan disusun menyangkut pemahaman masyarakat tentang program terutama lokasi dan produk yang akan dikembangkan. Seluruh data (petani dan pedagang) dihitung secara persentatif berdasarkan lokasi pengamatan Prospek Pasar Produk Kelapa Analisis Marjin Pasar. Marjin pemasaran mempunyai dua pengertian (Tomek dan Robinson, 1990), yaitu: (1) Perbedaan harga antara dua lembaga pemasaran (seperti petani, pedagang, pengolah dan eksportir); dan (2) Biaya yang dikeluarkan untuk membayar jasa-jasa sepanjang saluran pemasaran. Hal ini terkait dengan peran pemasaran berupa waktu, tempat dan transformasi kepemilikan produk (Malian et al., 2004). Produk-produk yang merupakan bagian dari komoditas kelapa dalam akan dianalisis dengan menggunakan analisis marjin pasar. Jenis produk yang dianalisis didasarkan pada pandangan para ahli tentang produk kelapa yang menguntungkan. Melalui hasil analisis ini dapat dilihat efektifitas dan efisiensi pemasaran produk kelapa dalam diantara para pelaku pemasaran seperti petani sebagai produsen, pedagang pengumpul, pedagang sementara, eksportir (apabila komoditas diekspor). Menurut Damanik dan Sientje (1992) formulasi yang digunakan untuk mengetahui marjin pemasaran produk kelapa digunakan pendekatan berikut ini. Misal harga kelapa/produk kelapa masing-masing lembaga tata niaga adalah: 1. Petani : Rp. A 2. Pedagang Pengumpul/perantara : Rp. B 3. Eksportir/Pedagang Besar : Rp. C

54 54 Maka marjin pemasaran menjadi: A a. Petani = x 100 % = % B B b. Pedagang Perantara/Pengumpul x 100 % = % C Analisis Permintaan (Demand) Definisi dasar dari permintaan konsumen adalah kuantitas suatu komoditas yang mampu dan ingin dibeli oleh konsumen pada suatu tempat dan waktu tertentu pada berbagai tingkat harga ketika faktor lain tidak berubah. Permintaan pasar adalah agregat dari permintaan individu konsumen. Untuk mengetahui permintaan beberapa produk kelapa akan dilakukan survai pustaka ke pihak-pihak yang berwenang menangani pemasaran produk kelapa antara lain: Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Lampung Barat, Dinas Perdagangan dan industri Propinsi Lampung, Departemen Perdagangan, Departemen Perindustrian, eksportir, Asia and Pacific Coconut Community (APCC), dan pengusaha minyak goreng di Bandar Lampung, pedagang pengumpul tingkat Kecamatan dan Kabupaten. Analisis permintaan dilaksanakan dengan membuat proyeksi permintaan produk-produk kelapa yang prospektif berdasarkan kecenderungan data, dengan asumsi bahwa pola konsumsi pada tahun-tahun mendatang sama seperti tahun sebelumnya. Asumsi lain yang dipergunakan adalah bahwa variabel selain waktu, kondisi perekonomian, kondisi pesaing, perubahan teknologi di anggap stabil. Proyeksi permintaan ini menggunakan metode peramalan time series Analisis Pohon Industri Dalam analisis pohon industri, produk-produk turunan yang berbahan baku kelapa akan diuraikan secara satu persatu kemudian dianalisis produk kelapa yang memiliki nilai ekonomi. Produk-produk olahan kelapa yang telah berkembang saat ini akan diuraikan satu persatu tentang rangkaian proses dan manfaat masing-masing. Seluruh produk olahan kelapa mulai dari daun, buah,

55 55 sampai dengan batang akan digambarkan satu persatu melalui diagram pohon industri. Analisis ini diperlukan untuk menunjukkan keragaman produk yang dapat dihasilkan dari tanaman kelapa. Melalui deskripsi pohon industri dapat diketahui bahwa, pemanfaatan kelapa untuk menghasilkan aneka ragam produk olahan dapat dilakukan dari bagian-bagian kelapa seperti daging buah, air kelapa, tempurung, sabut, sampai dengan tandan bunga. Analisis ini akan menggunakan model pohon industri yang dipakai oleh Direktorat Jenderal Tanaman Perkebunan Departemen Pertanian. Gambaran produk kelapa dan turunannya digambarkan pada Gambar 3 berikut ini: Gambar 3. Pohon industri kelapa Sumber: Ditjenbun (2007)

56 56 BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH 4.1. Batas Wilayah Administrasi Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu dari sepuluh kabupaten / kota di wilayah Provinsi Lampung. Kabupaten Lampung Barat dengan Ibukota Liwa, dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 6 Tahun 1991 tanggal 16 Agustus Secara geografis Kabupaten Lampung Barat terletak pada posisi koordinat antara Lintang Selatan dan Bujur Timur, dengan batas wilayah antara lain adalah : a. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Lampung Utara, Kabupaten Way Kanan, Kabupaten Lampung Tengah dan Kabupaten Tanggamus b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia dan Selat Sunda. c. Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia d. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Kaur Provinsi Bengkulu dan Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan (OKUS) Provinsi Sumatera Selatan. Adapun kecamatan yang terdapat di Kabupaten Lampung Barat yaitu : Kecamatan Sumberjaya, Way Tenong, Sekincau, Suoh, Belalau, Batu Brak.Balik Bukit, Sukau, Pesisir Tengah, Karya Penggawa, Pesisir Utara, Lemong, Pesisir Selatan, dan Bengkunat. Luas wilayah tiap kecamatan, persentase luas wilayah, ibukota per kecamatan dan jumlah desa tiap kecamatan disajikan dalam Tabel 9. Kabupaten Lampung Barat memiliki luas wilayah sekitar km 2 atau 13,99 persen dari luas wilayah Provinsi Lampung. Sebagian besar mata pencaharian pokok penduduknya bertumpu pada sektor pertanian. Secara administratif Kabupaten Lampung Barat terdiri dari 14 (empat belas) kecamatan dan dengan 170 pekon (desa), dan 4 kelurahan.

57 57 Gambaran umum wilayah Kabupaten Lampung Barat disajikan berikut ini : Gambar 4. Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Lampung Barat

58 58 Tabel 8. Kecamatan, Luas wilayah, jumlah desa dan kelurahan di Kabupaten Lampung Barat Tahun 2005 Kecamatan Luas (Km2) Jumlah Jumlah Ibukota Desa Kelurahan Kecamatan Pesisir Selatan 699, Biha Bengkunat 1400, Pardasuka Pesisir Tengah 110, Pasar Krui Karya Penggawa 62, Kebuayan Pesisir Utara 307, Pugung Tampak Lemong 327, Lemong Balik Bukit 195, Liwa Sukau 218, Tanjung Raya Belalau 395, Kenali Suoh 231, Sumber Agung Sekincau 270, Pampangan Batu Brak 189, Pekon Balak Sumberjaya 356, Simpang Sari Way Tenong 185, Mutar Alam Jumlah Sumber : Lampung Barat Dalam Angka, Kondisi Fisiografi Secara fisiografis daerah Lampung Barat dibedakan atas 3 (tiga) bagian yakni daerah pesisir di Bagian Barat dengan kemiringan 0 sampai dengan 15 persen, daerah pegunungan yang merupakan daerah Bagian Tengah dengan kemiringan 15 sampai dengan atau lebih dari 40 persen, daerah bergelombang di Bagian Timur dengan kemiringan lahan 2 sampai 40 persen. Ketinggian wilayah Kabupaten Lampung Barat, dibedakan menjadi 3 wilayah yaitu: a. Dataran rendah dengan ketinggian meter dpl b. Daerah perbukitan dengan ketinggian meter dpl, c. Daerah pegunungan dengan ketinggian meter dpl Kecamatan Balik Bukit, Belalau dan Sumberjaya sebagian besar wilayahnya mempunyai ketinggian antara meter dari permukaan laut (dpl). Sedangkan Kecamatan Pesisir Utara, Pesisir Tengah dan Pesisir Selatan pada

59 59 umumnya mempunyai ketinggian berkisar antara meter dpl. Bentuk bentang alam sepanjang pesisir barat datar sampai berombak dengan kemiringan berkisar antara 3 5 persen. Dibagian barat laut Kabupaten Lampung Barat terdapat gunung-gunung dan bukit, yaitu Gunung Pugung (1.808 m), Bukit Palalawan (1.753 m), dan Bukit Tabajan (1.413 m). Sedangkan bagian selatan terdapat beberapa gunung dan bukit yaitu Bukit Penetoh (1.166 m), Bukit Bawanggutung (1.042 m), Gunung Sekincau (1.718 m), Pegunungan Labuan Balak (1.313 m), Bukit Sipulang (1.315 m). Di sebelah Timur dan Utara terdapat pula Gunung Pesagi (2.127), Gunung Subhanallah (1.623 m), Gunung Ulujamus (1.789 m), Gunung Siguguk (1.779 m), dan Bukit Penataan (1.688 m) Geomorfologi Bentuk Lahan merupakan bentukan alam di permukaan bumi yang menggambarkan kondisi suatu wilayah dengan ciri yang berbeda satu dengan lainnya, tergantung dari proses pembentukan dan evolusinya. Kabupaten Lampung Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 grup landform utama, yaitu: (1) Marin (M), (2) Fluvial (F), (3) Denudasional (D), (4) Struktural (S), (5) Vulkanik (V), (6) Kars (K). Sebagian besar wilayah Kabupaten Lampung Barat merupakan daerah perbukitan dan pegunungan dengan kelerengan curam hingga terjal. Secara morfometrik dibagi menjadi 3 (tiga) satuan geomorfologi yaitu: a. Satuan geomorfologi dataran aluvial b. Satuan geomorfologi perbukitan c. Satuan geomorfologi pegunungan Satuan geomorfologi dataran aluvial, satuan geomorfologi terbagi dua yaitu aluvial marin dan aluvial sungai. Luas dataran marin ha (66,1 persen), sedangkan aluvial sungai ha (21 persen). Satuan geomorfologi ini berada pada ketinggian 0-50 meter dpl. Daerah ini relatif sempit memanjang sepanjang pantai. Daerah yang berhadapan langsung dengan Samudera Indonesia. Seperti umumnya pantai di pantai Barat Sumatera dan Pantai Selatan Jawa dipengaruhi oleh gempa tektonik dan gelombang tsunami.

60 60 Satuan geomorfologi perbukitan, berada pada ketinggian meter dpl., ditempati oleh endapan volkanik kuarter. Daerah ini relatif aman terhadap gempa namun pada bagian yang berlereng masih rawan longsor. Satuan geomorfologi pegunungan, yang merupakan punggungan Bukit Barisan, ditempati oleh endapan volkanik kuarter dan beberapa formasi. Daerah ini memiliki ketinggian meter dpl. Daerah ini dilalui sesar semangko, dengan lebar zona km. Pada beberapa tempat dijumpai beberapa aktifitas vulkanik. Dengan demikian daerah ini rawan terhadap gempa bumi, bencana gunung api, tanah longsor dan rawan erosi. Dengan melihat kondisi geomorfologi di atas, Kabupaten Lampung Barat dibagi menjadi 3 (tiga) zona rawan bencana: a. Zona I, daerah pesisir dengan ancaman gempa tektonik, tsunami dan banjir. b. Zona II, daerah perbukitan rawan terhadap bencana longsor c. Zona III, daerah pegunungan yang paling rentan terhadap bencana tanah longsor, volkanisme dan gempa bumi, Geologi Batuan yang umum dijumpai di Kabupaten Lampung Barat adalah endapan gunung api, batu pasir Neogen, granit batu gamping, metamorf, tufa Lampung, dan Alluvium. Formasi tufa masam dari debu gunung api di sekitar Bukit Barisan. Sedangkan endapan gunung api menutupi sebagian besar wilayah dan kadang-kadang dijumpai endapan emas dan perak serta mineral logam lainnya sebagai mineral ikutan. Berdasarkan peta geologi propinsi Lampung skala 1 : yang disusun oleh S. Gafoer, TC Amin, Andi Mangga (1989) dalam Bakosurtanal (2004), Lampung Barat terdiri dari batuan Vulkan Tua (Old Quarternary Young), Formasi Simpang Aur, Formasi Ranau, Formasi Bal, dan Batuan Intrusive. Litologi yang dominan adalah jenis vulkanik, seperti Andesit Basaltik. Jenis batuan ini menyebar hampir di semua kecamatan, kecuali di kecamatan Karya Penggawa yang mempunyai jenis batuan gamping. Batuan sedimen (alluvium) menyebar di sepanjang pantai Barat, yaitu di kaki lereng Bukit Barisan. Tabel 9 berikut ini menyajikan unit geologi yang dominan per kecamatan dan luasannya di Kabupaten Lampung Barat.

61 61 Tabel 9. Unit Geologi yang dominan per kecamatan dan luasannya (Km 2 ) No Kecamatan Unit Geologi Yang Dominan Luas (Km 2 ) 1. Pesisir Selatan Formasi simpangaur Andesitic-basaltic volcanic unit 224, , Bengkunat Formasi simpangaur Andesitic-basaltic volcanic unit 764, , Pesisir Tengah Formasi simpangaur Andesitic-basaltic volcanic unit 106,183 84, Karya Penggawa Formasi simpangaur Anggota Batugamping 39,105 10, Pesisir Utara Andesitic-basaltic volcanic unit Formasi simpangaur 103,011 30, Lemong Andesitic-basaltic volcanic unit Formasi Ranau 229, , Balik Bukit Formasi Ranau Andesitic-basaltic volcanic unit 68,210 60, Sukau Younger Volcanic Andesitic-basaltic volcanic unit 69,238 58, Belalau Younger Volcanic Formasi Ranau 273,378 59, Sekincau Younger Volcanic Formasi Ranau 241,100 29, Suoh Younger Volcanic Formasi Ranau 101,125 53, Batu Brak Andesitic-basaltic volcanic unit Formasi Ranau 144,44 87, Sumber Jaya Younger Volcanic Formasi Ranau 227,405 15, Way Tenong Younger Volcanic 151,646 Sumber : Bakosurtanal Tanah Berdasarkan peta satuan lahan dan tanah lembar Baturaja dan Kota Agung Skala 1 : (1980), jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Lampung Barat cukup bervariasi. Berdasarkan pengelompokan fisiografi yang terbentuk, maka unit-unit lahan yang ada meliputi aluvial (A), marin (B), volkan (V), perbukitan (H) dan pegunungan (M). Sedangkan tanah yang terbentuk dalam tingkat order tanah dapat dikelompokkan dalam entisol, inceptisol, dan ultisol. Gambaran order tanah di Kabupaten Lampung Barat adalah sebagai berikut:

62 62 a. Entisol Order tanah entisol tergolong sebagai tanah yang belum berkembang yang dicirikan belum adanya perkembangan profil. Pada daerah aluvial dan dataran belum adanya perkembangan tanah tersebut disebabkan oleh adanya penambahan endapan yang terus-menerus, sedangkan pada daerah perbukitan, pegunungan dan volkan, terhambatnya perkembangan profil karena adanya erosi yang berlangsung setiap saat. Great Group tanah yang termasuk ordo Entisol di daerah perbukitan dan pegunungan Kabupaten Lampung Barat adalah : trophorthents. Pada daerah aluvial yang berupa dataran pantai, great group tanah yang dijumpai meliputi : troposamments, hyraquents, dan sulfaquents. Pada daerah aluvial yang berupa daerah pengendapan sungai, great group tanah yang dijumpai meliputi : tropaquents, fluvaquents, dan tropofluents. b. Inceptisol Order tanah inceptisol tergolong tanah muda yang mengalami tahap perkembangan lebih lanjut, jenis inceptisol dicirikan oleh adanya perkembangan pencucian hara dan liat pada lapisan atas dan penimbunan bahan-bahan tersebut pada lapisan bawah yang belum intensif, sehingga tanah-tanah ini tergolong relatif subur. Sebaran inceptisol merupakan yang terluas dibandingkan order-order tanah yang lain. Terbentuknya tanah ini cenderung lebih mudah pada daerah dataran tanah mineral. Great group tanah yang terbentuk di Kabupaten Lampung Barat antara lain : tropaquepts, dystropepts, eutropepts, humitropepts, dan distrandepts. c. Ultisol Order tanah ultisol merupakan tanah yang telah mengalami perkembangan lanjut, jenis tanah ini dicirikan oleh adanya penimbunan liat dan pencucian unsur hara dari lapisan atas ke lapisan bawah. Berhubungan pencucian yang terjadi berlangsung secara intensif, maka kejenuhan basa di lapisan bawah tergolong rendah yaitu 30 persen serta kemasaman tinggi. Order ultisol meliputi great group : hapludult. Sebagian besar jenis tanah ini terbentuk pada daerah berupa volkan, perbukitan dan pegunungan di Lampung Barat.

63 Lereng Secara umum kemiringan lereng bervariasi dari datar sampai sangat terjal. Sebagian besar wilayah Lampung Barat berlereng miring sampai sangat terjal sebesar 70 % dari seluruh luasan wilayah Lampung Barat. Wilayah ini memanjang dari utara ke selatan di sepanjang Patahan Semangka. Wilayah terjal sampai sangat terjal dengan kemiringan 25% 40% dan >40% terdapat di Kecamatan Lemong (Pekon Lemong, Malaya, Bandar Pugung, Pagar Dalam, Hutan, Balam), sebagian besar wilayah Kecamatan Karya Penggawa, Kecamatan Suoh (Pekon Tugu Ratu, Simpang Bayur, Suoh, Sri Mulyo, Tambak Jaya), Kecamatan Bengkunat (Pekon Marang, UPT Biha I, Mon, UPT Biha II, Gedung Cahya, Kota Baru), Kecamatan Way Tenong (Pekon Sukananti), Kecamatan Sumber Jaya (Pekon Pajar Bulan, Sindang Pagar, Way Petay), dan Kecamatan Balik Bukit (Pekon Bahway). Luas wilayah dengan kemiringan curam sampai sangat terjal sebesar 2.372,94 km 2. Wilayah dengan kemiringan lahan antara datar (0 0.2%) sampai landai (0.2 2%) terdapat di pantai barat Kecamatan Pesisir Selatan dan Bengkunat. Wilayah ini mempunyai luasan sebesar 1.474,98 km 2 atau 30% dari seluruh luas wilayah Lampung Barat. Keadaan kemiringan lereng dan luasannya dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Kemiringan lereng di Kabupaten Lampung Barat dan Luasannya. No Kelas Lereng (%) Keterangan Luas (Km 2 ) % Datar Landai Miring Curam Terjal >40 Sangat Terjal Sumber : Bakosurtanal, Hidrologi Secara umum keadaan aliran sungai di Kabupaten Lampung Barat terbagi menjadi 2 golongan yaitu : wilayah Bagian Timur, merupakan hulu sungai-sungai besar yang mengalir ke seluruh wilayah Propinsi Lampung.

64 64 Sebagian besar wilayah Lampung Barat adalah daerah perbukitan dan pegunungan yang terletak di ujung selatan Bukit Barisan. Secara keseluruhan daerah ini merupakan hulu dari sungai-sungai besar di Propinsi Lampung. Oleh karena itu daerah ini memegang peranan penting dalam sistem Hidrologi Lampung, yaitu sebagai daerah tangkapan air (Catchment Area) dari sungaisungai besar dan mempengaruhi keadaan iklim secara keseluruhan. Sungaisungai tersebut di antaranya, Way Besay, Way Umpu, Way Semangka, Way Sekampung, Way Seputih, Way Tulang Bawang dan Way Mesuji Kondisi Geografis Iklim Menurut Oldeman akibat pengaruh dari rantai pegunungan Bukit Barisan, maka Kabupaten Lampung Barat memiliki 2 (dua) Zone Iklim yaitu : a. Zone A (jumlah bulan basah + 9 bulan) terdapat di bagian barat Taman Nasional Bukit Barisan Selatan termasuk Krui dan Bintuhan. b. Zone B (jumlah bulan basah 7 9 bulan) terdapat di bagian timur Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Berdasarkan curah hujan dari Badan Meteorologi dan Geofisika, curah hujan Kabupaten Lampung Barat berkisar antara milimeter per tahun atau milimeter per bulan. Tinggi curah hujan di Kabupaten Lampung Barat terbagi atas : a. Curah hujan antara mm pertahun b. Curah hujan antara mm pertahun c. Curah hujan antara mm pertahun Secara umum Kabupaten Lampung Barat beriklim tropis humid dengan angin laut lembab yang bertiup dari Samudera Indonesia dengan 2 (dua) angin/musim setiap tahunnya. Pada bulan November sampai dengan bulan Maret angin bertiup dari arah barat dan barat laut, bulan Juli sampai dengan Agustus angin bertiup dari arah timur dan tenggara dengan kecepatan angin rata-rata 70 km/hari. Temperatur udara maksimum 33 C dan temperatur minimum 22 C. Rata-rata kelembaban udara sekitar persen, akan semakin tinggi pada daerah yang lebih rendah.

65 Penduduk Kependudukan di Kabupaten Lampung Barat dapat digambarkan melalui jumlah, pertumbuhan penduduk, kepadatan penduduk, komposisi penduduk menurut umur, jenis kelamin, agama yang dianut, mata pencaharian, dan angkatan kerja. Menurut Dinas Kependudukan Kabupaten Lampung Barat, sampai dengan tahun 2005 jumlah penduduk Kabupaten Lampung Barat sebanyak jiwa. Kecamatan Sumber Jaya adalah kecamatan dengan penduduk terbanyak. Di kecamatan yang berbatasan dengan Kabupaten Lampung Utara ini bermukim jiwa atau 12,17 persen dari total penduduk Kabupaten Lampung Barat. Kecamatan kedua terbanyak penduduknya adalah Bengkunat, yaitu jiwa (11,15 persen). Sebaliknya di kecamatan Pesisir Utara, penduduknya hanya jiwa. Tabel 11 berikut menjelaskan jumlah penduduk setiap kecamatan dan kepadatan per kilometer persegi di Kabupaten Lampung Barat tahun Tabel 11. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Tahun 2005 Kecamatan Luas (Km2) Jumlah Penduduk Kepadatan (Penduduk/K Pesisir Selatan 699, ,89 Bengkunat 1400, ,89 Pesisir Tengah 110, ,51 Karya Penggawa 62, ,72 Pesisir Utara 307, ,61 Lemong 327, ,28 Balik Bukit 195, ,55 Sukau 218, ,00 Belalau 395, ,02 Suoh 231, ,54 Sekincau 270, ,75 Batu Brak 189, ,78 Sumberjaya 356, ,50 Way Tenong 185, ,14 Jumlah ,40 Sumber : Lampung Barat Dalam Angka 2005

66 Ekonomi Secara umum struktur perekonomian Kabupaten Lampung Barat masih didominasi oleh sektor pertanian dengan sub-sektor perkebunan yang memberikan kontribusi terbesar dalam pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) (Tabel 12). Tabel 12. PDRB menurut Lapangan Usaha Kabupaten Lampung Barat tahun 2005 (dalan Jutaan Rupiah). No Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Atas Dasar Harga Berlaku Konstan Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Tanpa Migas Listrik dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Sumber : Lampung Barat Dalam Angka Tahun Perhubungan Panjang ruas jalan di Kabupaten Lampung Barat sepanjang 519,06 km yang terdiri dari Jalan Nasional 158,88 km, Jalan, Propinsi 316,18 dan Jalan Kabupaten (Tabel 13) Tabel 13. Sarana jalan berdasarkan status pengelolaan di Kabupaten Lampung Barat No Status Jalan Panjang Jalan (Km) Tipe Aspal 1 Nasional 158,88 A 2. Propinsi 316,18 A 3. Kabupaten 44 A Sumber : Lampung Barat Dalam Angka Tahun 2005 (diolah)

67 Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia untuk menuju masyarakat yang cerdas, terampil dan sejahtera. Di Kabupaten Lampung Barat, jumlah sarana pendidikan mulai dari Taman Kanak-kanak sampai dengan Sekolah Menengah Umum disajikan pada Tabel 14 berikut. Tabel 14. Jumlah sarana pendidikan Per kecamatan berdasarkan jenis pendidikan No Kecamatan Jenis Pendidikan TK SD SMP SMU 1 Pesisir Selatan Bengkunat Pesisir Tengah Karya Penggawa Pesisir Utara Lemong Balik Bukit Sukau Belalau Sekincau Suoh Batu Brak Sumberjaya Way Tenong Jumlah Sumber : Lampung Barat Dalam Angka Tahun 2005 (diolah) 4.8. Kesehatan Salah satu indikator tingkat kesejateraan masyarakat adalah kesehatan. Ketersediaan fasilitas kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas, serta tenaga medis mempengaruhi tingkat kesehatan masyarakat disamping faktor-faktor lainnya. Jumlah fasilitas kesehatan di Kabupaten Lampung Barat tersaji pada Tabel 15. berikut ini.

68 68 Tabel 15. Jumlah Fasilitas Kesehatan di Kabupaten Lampung Barat Jenis Fasilitas Kesehatan No Kecamatan Puskesmas Perawatan Puskesmas Puskesmas Pembantu Klinik 1 Pesisir Selatan Bengkunat Pesisir Tengah Karya Penggawa Pesisir Utara Lemong Balik Bukit Sukau Belalau Sekincau Suoh Batu Brak Sumberjaya Way Tenong Jumlah Sumber : Lampung Barat Dalam Angka Tahun Perkebunan Kabupaten Lampung Barat sebagai daerah dengan potensi pertanian yang besar, luas areal dan produksi tanaman kelapa cenderung terus meningkat. Berdasarkan data statistik Dinas Perkebunan Kabupaten Lampung Barat Tahun 2006, dari sisi luas areal dan produksi tanaman kelapa di Kabupaten Lampung Barat menduduki peringkat ketiga dari 17 komoditas yang banyak diusahakan masyarakat.

69 69 Tabel 16. Luas Areal dan Produksi Tanaman Perkebunan Kabupaten Lampung Barat Tahun 2006 NO KOMODITAS LUAS AREAL (Ha) PRO- PRODUK TBM TM TR JML DUKSI TIVITAS (TON) (Kg/Ha/Th) 1 Aren Cengkeh 1, , Kakao , Kayu Manis Kelapa Dalam 2, , , , Kelapa Hibrida Kelapa Sawit , , , ,495 8 Kemiri ,012 9 Kopi Robusta 2, , , , , Kopi Arabika Lada 3, , , , Nilam Pala Pinang Sereh Wangi The Vanili JUMLAH I 13, , , ,959.5 Sumber : Disbun Lampung Barat (2007) Keterangan : TBM : Tanaman Belum Menghasilkan TR : Tanaman Rusak TM : Tanaman Menghasilkan TBS : Tandan Buah Segr Kelapa Pada tahun luas areal tanaman kelapa secara berturut-turut adalah 6.802,6 Ha, 6.807,6 ha, dan 6.809,6 ha. Adapun produksi pada tahun yang sama adalah 2.296,4 ton, ton dan 2.450,9 ton, dengan produktifitas 633 kg/ha/th, 651 kg/ha/th dan 661 kg/ha/th. Secara lengkap luas areal dan produksi tanaman kelapa di Kabupaten Lampung Barat disajikan pada Tabel 17 berikut ini:

70 70 Tabel 17. Luas areal, produksi dan produktifitas tanaman kelapa Kabupaten Lampung Barat tahun No Tahun Luas Areal (ha) Produksi (Ton) Produktiftas (Kg/ha/th) , , , , , ,9 661 Sumber : Disbun Lampung Barat (2007) Penyebaran komoditas kelapa berada pada 7 Kecamatan yaitu Kecamatan Pesisir Selatan, Bengkunat, Pesisir Tengah, Karya Penggawa, Pesisir Utara, Lemong dan Sukau (Tabel 18). Pada wilayah kecamatan lain komoditas kelapa bukan merupakan komoditas utama hal ini terkait dengan kesesuaian agroklimat (Bapeda Kabupaten Lampung Barat, 2003). Tabel 18. Data Potensi dan Produksi Kelapa Dalam Kabupaten Lampung Barat Tahun 2006 NO KECAMATAN LUAS AREAL (Ha) PRODUKSI Produktifitas BENTUK TBM TM (Ton/Th) (Kg/Ha/Th) HASIL 1 Pesisir Tengah ,115 Kopra 2 Karya Penggawa Kopra 3 Pesisir Selatan , Kopra 4 Bengkunat Kopra 5 Pesisir Utara Kopra 6 Lemong Kopra 7 Sukau 2, Kopra JUMLAH 2, , , Sumber : Disbun Lampung Barat (2007) Catatan: TBM = Tanaman belum menghasilkan TM = Tanaman menghasilkan

71 71 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Penentuan Lokasi Location Quotient (LQ) Salah satu upaya menuju efisiensi ekonomi pembangunan sektor pertanian dalam arti luas, dapat ditempuh dengan mengembangkan komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif baik ditinjau dari sisi penawaran maupun permintaan. Dari sisi penawaran komoditas unggulan dicirikan oleh superioritas dalam pertumbuhannya pada kondisi biofisik, teknologi dan kondisi sosial ekonomi petani di suatu wilayah. Sedangkan dari sisi permintaan, komoditas unggulan dicirikan oleh kuatnya permintaan di pasar baik pasar domestik maupun internasional (Syafaat dan Supena, 2000 dalam Hendayana, 2003). Kondisi sosial ekonomi yang dimaksud mencakup penguasaan teknologi, kemampuan sumberdaya manusia, infrastruktur misalnya pasar dan kebiasaan petani setempat Superioritas tersebut harus dapat diukur secara kuantitatif dalam kaitannya dengan komoditas lain dalam wilayah yang lebih luas. Diperlukan cara atau metode dalam menentukan apakah suatu komoditas tersebut mempengaruhi perekonomian wilayah setempat. Salah satu teori yang banyak dipakai dalam menentukan sektor basis dalam wilayah adalah Location Quotient (LQ). Teknik LQ merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan dalam model ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor kegiatan yang menjadi pemacu pertumbuhan. LQ mengukur konsentrasi relatif atau derajat spesialisasi kegiatan ekonomi melalui pendekatan perbandingan. Berdasarkan hasil analisis Location Quotient (LQ) yang menggunakan data luas areal komoditas kelapa pada 6 kecamatan di wilayah Pesisir Kabupaten Lampung Barat, diketahui bahwa kelapa merupakan komoditas yang memiliki pengaruh besar dalam perekonomian wilayah. Hal ini terlihat bahwa dari 6 kecamatan terdapat 43 dari 85 (51 persen) desa Pesisir yang memiliki nilai LQ > 1, sedangkan sisanya (49) memiliki nilai LQ<1. Adapun uraian hasil analisis sebagai berikut: pada Kecamatan Bengkunat terdapat 10 desa (50 persen) yang memiliki nilai LQ>1, Kecamatan Pesisir Selatan terdapat 3 desa (30 persen)

72 72 dengan nilai LQ>1, selanjutnya Kecamatan Pesisir Tengah desa dengan nilai LQ.1 berjumlah 9 desa (45 persen), Kecamatan Karya Penggawa 6 desa (60 persen) yang memiliki nilai LQ>1, Kecamatan Pesisir Utara terdapat 11 desa ( (68 persen) yang memiliki LQ>1 dan 4 desa (36 persen) pada Kecamatan Lemong yang memiliki nilai LQ kelapa>1. Sebagai daerah dengan mata pencaharian pokok penduduk bertumpu pada sektor pertanian, peranan komoditas perkebunan lainnya seperti Kopi, Cengkeh, Lada dan Kelapa Sawit di wilayah pesisir cukup dominan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai LQ>1 pada beberapa desa. Di Kecamatan Bengkunat, terdapat 8 desa yang memiliki nilai LQ>1 untuk komoditas Kopi, 6 desa untuk komoditas Cengkeh, 5 desa untuk komoditas Lada dan 7 desa memiliki nilai LQ> 1 untuk komoditas Kelapa Sawit. Keberadaan komoditas Kopi, Lada, dan Cengkeh merupakan bentuk pola budidaya masyarakat pesisir yang menggunakan sistem budidaya kebun campuran dengan tanaman Damar atau dikenal dengan istilah Repong Damar. Tanaman tersebut merupakan bagian dari usaha budidaya Damar yang tumbuh dengan baik pada pola kebun campuran Kopi, Lada, Cengkeh dan tanaman buah-buahan lainnya. Sedangkan Kelapa Sawit di Kecamatan Bengkunat merupakan perkebunan perusahaan swasta PT. Karya Canggih Mandirutama (PT. KCMU), yang mengusahakan perkebunan Kelapa Sawit dengan Pola Perkebunan Inti Rakyat (PIR). Kecamatan Pesisir Selatan nilai LQ>1 tanaman kelapa hanya terdapat pada 3 desa, sedangkan tanaman Kopi terdapat 7 desa yang memiliki nilai LQ>1, 3 desa untuk tanaman Cengkeh, dan 5 desa untuk komoditas Lada serta 2 desa untuk Kelapa Sawit. Seperti halnya Kecamatan Bengkunat, di kecamatan ini pola pengusahaan tanaman perkebunan dengan sistem Repong Damar. Peranan sektor perkebunan tidak begitu besar di Kecamatan Pesisir Tengah, hal ini terbukti dengan nilai LQ>1 hanya terdapat pada beberapa desa yaitu kelapa 8 desa, Kopi terdapat pada 4 desa, Cengkeh 5 desa, dan 3 desa untuk tanaman Lada. Sedangkan tanaman Kelapa Sawit belum ada di Kecamatan ini. Rendahnya peranan sektor perkebunan karena Kecamatan Pesisir Tengah merupakan wilayah yang relatif lebih maju dari kecamatan lain dalam wilayah

73 73 pesisir Kabupaten Lampung Barat. Hal ini disebabkan aktifitas ekonomi lebih bertumpu pada sektor perdagangan komoditas pertanian, kehutanan, dan jasa. Sebagai kecamatan yang memiliki jumlah desa paling sedikit, Karya Penggawa, merupakan wilayah penyangga dan pemasok hasil perkebunan untuk wilayah Pesisir Tengah. Berdasarkan hasil analisis LQ diketahui bahwa desa-desa yang memiliki nilai LQ>1 untuk komoditas Kelapa terdapat pada 6 desa, Kopi terdapat 1 desa, Cengkeh 1 desa dan 3 desa untuk komoditas Lada, sedangkan Kelapa Sawit tidak terdapat di wilayah ini. Rendahnya peranan sektor perkebunan terutama komoditas Kopi, dan Cengkeh karena sebagian wilayah ini berada pada daerah hutan Taman Nasional dan pantai. Kecamatan Pesisir Utara merupakan daerah perbukitan, dimana usaha budidaya pertanian berada di sekitar hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Budidaya pertanian di kecamatan ini merupakan campuran antara tanaman perkebunan dan kehutanan yaitu Damar. Berdasarkan hasil analisis LQ diketahui bahwa kontribusi beberapa komoditi antara lain: Kelapa dengan nilai LQ>1 terdapat pada 12 desa, kopi dengan 3 desa, Cengkeh terdapat pada 12 desa, dan Lada terdapat pada 8 desa. Peranan sektor perkebunan sangat besar karena terdapat satu pulau yaitu Pulau Pisang dimana mata pencaharian penduduk sangat tergantung pada komoditas Kelapa dan Cengkeh serta perikanan tangkap. Sedangkan wilayah pegunungan Kecamatan Pesisir Utara didominasi oleh perkebunan campuran Cengkeh, Kopi dan Damar. Kecamatan Lemong merupakan wilayah yang berada di sisi paling Utara Pesisir Kabupaten Lampung Barat dan berbatasan langsung dengan Propinsi Bengkulu. Wilayah pantai dengan bagian daratan berupa punggung Bukit Barisan Selatan, maka mata pencaharian masyarakat bergantung pada sektor perkebunan. Hasil analisis LQ menunjukkan bahwa terdapat 4 desa dengan nilai LQ>1, 4 desa untuk komoditas kopi, 5 desa untuk komoditas Cengkeh, dan 5 desa untuk komoditas Lada. Sedangkan Kelapa Sawit belum diusahakan di wilayah ini. Pada kecamatan Lemong dan Pesisir Utara produksi hasil perkebunan sulit terdata secara detil karena banyak lahan yang merupakan kawasan hutan lindung dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS).

74 74 Secara lengkap hasil analisis LQ komoditas kelapa berdasarkan indeks luas panen dapat dilihat pada Tabel 19 berikut ini. Tabel 19. Hasil analisis Location Quotient desa-desa pesisir Kabupaten Lampung Barat. No NAMA DESA KELAPA KOPI CENGKEH LADA K. SAWIT KECAMATAN BENGKUNAT 1 W H BELIMBING BANDAR DALAM KOTA JAWA PENYANDINGAN SUKAMARGA KOTA BATU PARDASUKA RAJABASA MULANG MAYA NRATU NGARAS G CAHYA KUNINGAN N.R. NGAMBUR PEKONMON SUMBER AGUNG PAGAR BUKIT TANJUNG KEMALA ULOK MUKTI SUKA NEGARA MUARA TEMBULIH SUKA BANJAR KECAMATAN PESISIR SELATAN 21 MARANG WAY JAMBU BIHA TANJUNG SETIA PAGAR DALAM TANJUNG JATI SUMUR JAYA PELITA JAYA SUKARAME N.R TENUMBANG KECAMATAN PESISIR TENGAH 31 BALAI KENCANA WAY SULUH WAY NAPAL PADANG HALUAN LINTIK WALUR PEMERIHAN WAY REDAK SERAY KAMPUNG JAWA

75 75 Tabel 19 (lanjutan) 41 RAWAS PASAR KRUI SUKANEGARA PAHMUNGAN PAJAR BULAN BUMIWARAS PENGGAWA V ILIR BANJAR AGUNG ULU KRUI GUNUNG KEMALA KECAMATAN KARYA PENGGAWA 51 MENYANCANG PENGGAWA V TENGAH LAAY PENGGAWA V ULU PENENGAHAN WAY NUKAK KEBUAYAN WAY SINDI KECAMATAN PESISIR UTARA 59 WALUR PADANG RINDU KURIPAN NEGERI RATU KERBANG LANGGAR KERBANG DALAM BALAM WAY NARTA KOTA KARANG BATURAJA SUKAMARGA PEKON LOK BANDAR DALAM PASAR PULAU PISANG SUKADANA LABUHAN KECAMATAN LEMONG 75 PENENGAHAN BANDAR PUGUNG PAGAR DALAM BAMBANG MALAYA CAHAYA NEGERI LEMONG WAY BATANG TANJUNG SAKTI TANJUNG JATI RATA AGUNG

76 76 Gambaran secara spasial desa-desa lokasi penelitian menunjukkan kecenderungan pengelompokan (klaster) wilayah yang memiliki nilai LQ>1. Di Kecamatan Bengkunat desa-desa yang memiliki nilai LQ>1 yaitu: Way Haru dan Bandar Dalam merupakan desa yang bersebelahan. Desa-desa lain yang memiliki nilai LQ>1 seperti Kota Batu, Negeri Ratu Ngaras, Negeri Ratu Ngambur, Pekon Mon dan Sumber Agung juga merupakan lokasi yang secara geografis berada dalam jarak yang berdekatan. Demikian juga dengan Sukanegara, Muara Tembulih dan Suka Banjar merupakan desa-desa yang berdekatan. Kecamatan Pesisir Selatan terdapat 3 desa yang memiliki nilai LQ>1 yaitu: Biha, Tanjung Setia dan Sumur Jaya, yang berdekatan secara geografis satu sama lainnya. Kecamatan Pesisir Tengah, terdapat beberapa desa yang memiliki nilai LQ>1 yaitu: Balai Kencana, Way Suluh, Way Napal, Padang Haluan, Walur, Pemerihan, Way Redak, dan Kampung Jawa secara spasial merupakan desa-desa yang berdekatan satu sama lain, sedangkan desa Ulu Krui berada pada lokasi yang agak berjauhan dengan desa-desa lainnya. Pada Kecamatan Karya Penggawa 6 dari 8 desa yang memiliki nilai LQ>1, secara spasial berada dalam jarak yang berdekatan. Di lain pihak di Kecamatan Pesisir Utara, 3 desa yang merupakan sentra Kelapa yaitu Balam, Kota Karang dan Way Narta secara geografis berdekatan satu sama lain. Desa Kuripan, Negeri Ratu dan Kerbang Langgar juga memiliki jarak yang saling berdekatan. Sedangkan 6 desa penghasil Kelapa lainnya yaitu: Pekon Lok, Sukamarga, Labuhan, Pasar Pulau Pisang, Sukadana dan Bandar Dalam adalah desa-desa di Pulau Pisang. Demikian juga dengan desa-desa di Kecamatan Lemong yang memiliki nilai LQ>1, terdapat 3 desa yang berdekatan yaitu: Way Batang, Tanjung Sakti dan Tanjung Jati, sedangkan Bandar Pungung berada pada wilayah yang relatif agak jauh dengan ketiga desa di atas. Pola penyebaran komoditas perkebunan, yang cenderung berdekatan secara administratif disebabkan oleh perluasan areal komoditas sejenis banyak diusahakan secara turun temurun. Secara lengkap tampilan spasial desa-desa lokasi penelitian yang memiliki nilai LQ>1 disajikan pada gambar 5.

77 Gambar 5. Hasil analisis Location Quotient (LQ) 77

78 Analisis Skalogram Analisis skalogram merupakan salah satu alat untuk mengidentifikasi pusat pertumbuhan wilayah berdasarkan fasilitas yang dimilikinya, dengan demikian dapat ditentukan hirarki pusat-pusat pertumbuhan dan aktivitas pelayanan suatu wilayah. Wilayah dengan fasilitas yang lebih lengkap merupakan pusat pelayanan, sedangkan wilayah dengan fasilitas yang kurang akan menjadi daerah belakang (hinterland) Lampung Barat merupakan salah satu daerah Kabupaten dalam wilayah Propinsi Lampung yang berada di pantai barat. Keberadaan wilayah yang hampir 78 persen merupakan kawasan lindung ini menjadikan Kabupaten Lampung Barat mengalami hambatan dalam pembangunan infrastruktur. Topografi yang berbukit dengan kawasan hutan yang luas membuat banyak desa memiliki kekurangan dalam hal sarana dan prasarana fisik. Berdasarkan hasil analisis skalogram diketahui bahwa dari 85 desa di wilayah Pesisir yang menjadi lokasi penelitian diketahui hanya terdapat 6 desa (7 persen) yang memiliki hirarki wilayah 1 atau berkembang. Adapun desa-desa tersebut berada dalam wilayah Kecamatan Bengkunat 4 desa, Kecamatan Pesisir Selatan 1 desa dan 1 desa berada di Kecamatan Pesisir Tengah. Sedangkan Kecamatan lain seperti Karya Penggawa, Pesisir Utara dan Lemong, berdasarkan hasil analisis tidak terdapat desa dengan hirarki 1. Desa-desa yang memiliki hirarki 2 atau relatif berkembang berjumlah 26 desa (31 persen) antara lain di Kecamatan Bengkunat terdapat 7 desa, Pesisir Selatan 3 desa, Pesisir Tengah 6 desa, Karya Penggawa 3 desa, Pesisir Utara 4 desa dan Kecamatan Lemong 2 desa. Sedangkan sisanya atau 53 desa (62, persen) merupakan wilayah yang berhirarki 3 atau belum berkembang. Adapun desa-desa yang memiliki hirarki 3 yaitu Kecamatan Bengkunat 9 desa, Pesisir Selatan 6 desa, Pesisir Tengah 13 desa, Karya Penggawa 3 desa, Peisir Utara dan Lemong masing-masing 12 dan 9 desa. Berdasarkan data di atas diketahui bahwa beberapa desa yang memiliki hirarki 1 merupakan ibukota kecamatan, seperti halnya Biha yang merupakan ibukota Kecamatan Pesisir Selatan, Pasar Krui adalah ibu kota Kecamatan Pesisir Tengah dan Pardasuka yang merupakan ibukota Kecamatan Bengkunat.

79 79 Sedangkan ibukota Kecamatan Karya Penggawa, Pesisir Utara dan Lemong masing-masing memiliki hirarki 2. Desa Pagar Bukit dan Sumber Agung di Kecamatan Bengkunat memiliki hirarki 1, karena merupakan pusat aktifitas perdagangan dan adanya perusahaan perkebunan Kelapa Sawit di Kecamatan Bengkunat, sedangkan desa Penyandingan memiliki hirarki 1 karena berbatasan langsung dengan Kabupaten Tanggamus, dimana desa ini merupakan pusat perdagangan desa-desa sekitar seperti Way Haru, Bandar Dalam, Sukamarga dan desa-desa dalam Kabupaten Tanggamus yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Lampung Barat. Dengan demikian adalah wajar bila fasilitas tersedia karena aktifnya pergerakan kegiatan perekonomian setempat. Menurut Rustiadi et al. (2006), sarana penunjang sangat diperlukan karena menyangkut lokasi produksi, ditribusi dan pemasaran produk atau komoditi. Pada kenyataannya sarana penunjang tidak menyebar secara merata dalam satu sistem ruang, tetapi penyebarnnya tergantung pada permintaan dan permintaan sangat tergantung pada konsentrasi penduduk. Keadaan ini mengakibatkan timbulya hirarki pusat-pusat pelayanan. Hirarki dari pusat pelayanan yang lebih tinggi memiliki sarana pelayanan yang lebih banyak dan lebih beragam dari pusat pelayanan yang berhirarki lebih rendah (Rustiadi et al 2006). Hirarki tidak selalu sama dengan hirarki administratif. Adanya hirarki secara teoritis mencerminkan adanya perbedaan masa, dimana hirarki yang lebih tinggi mempunyai masa yang lebih besar daripada yang berhirarki lebih rendah. Keberadaan fasilitas pendukung dalan rencana lokasi industri sangat penting karena merupakan kebutuhan primer masyarakat dan wajar harus tersedia, demi menunjang aktifitas masyarakat sekitar lokasi industri. Satu hal yang penting adalah bahwa masyarakat sekitar lokasi industri akan menanggung dampak lingkungan dari aktifitas industri. Secara lengkap gambaran hirarki desa dalam lokasi penelitian disajikan pada tabel 20 berikut ini.

80 80 Tabel 20. Hasil analisis Skalogram desa-desa pesisir Kabupaten Lampung Barat. No Nama Desa Jumlah Penduduk Luas Desa (Ha) Total Fasilitas Jumlah Jenis Fasilitas Hierarki Wilayah KECAMATAN BENGKUNAT 1 PENYANDINGAN PAGAR BUKIT PARDA SUKA SUMBER AGUNG WAY HARU BANDAR DALAM TANJUNG KEMALA G CAHYA KUNINGAN N RATU NGAMBUR ULOK MUKTI SUKA BANJAR KOTA JAWA SUKAMARGA RAJA BASA MULANG MAYA NEGERI RATU NGARAS KOTA BATU PEKON MON SUKA NEGARA MUARA TEMBULIH KECAMATAN PESISIR SELATAN 21 BIHA MARANG WAY JAMBU SUMUR JAYA TANJUNG SETIA PAGAR DALAM TANJUNG JATI PELITA JAYA SUKARAME NR. TENUMBANG KECAMATAN PESISIR TENGAH 31 PASAR KRUI BALAI KENCANA WAY REDAK SERAY KAMPUNG JAWA RAWAS ULU KRUI WAY SULUH WAY NAPAL PADANG HALUAN LINTIK WALUR

81 81 Tabel 20. (lanjutan) 43 PEMERIHAN SUKANEGARA PAHMUNGAN PAJAR BULAN BUMIWARAS PENGGAWA V ILIR BANJAR AGUNG GUNUNG KEMALA KECAMATAN KARYA PENGGAWA 51 LAAY PENENGAHAN KEBUAYAN WAY SINDI MENYANCANG P. LIMA TENGAH PENGGAWA LIMA ULU WAY NUKAK KECAMATAN PESISIR UTARA 59 KURIPAN NEGERI RATU PASAR PULAU PISANG LABUHAN WALUR PADANG RINDU KERBANG LANGGAR KERBANG DALAM BALAM WAY NARTA KOTA KARANG BATURAJA SUKAMARGA PEKON LOK BANDAR DALAM SUKADANA KECAMATAN LEMONG 75 PENENGAHAN LEMONG BANDAR PUGUNG PAGAR DALAM BAMBANG MELAYA CAHYA NEGERI WAY BATANG TANJUNG SAKTI TANJUNG JATI RATA AGUNG Jumlah fasilitas 139, ,578 2, , Jumlah desa yang memiliki fasilitas

82 82 Secara spasial sebaran desa-desa berdasarkan hirarki wilayah menunjukkan bahwa desa-desa dengan hirarki 1 cenderung mengelompok. Pada wilayah Kecamatan Bengkunat, desa-desa berhirarki 1 berada dalam wilayah yang berdekatan yaitu yaitu Pagar Bukit dan Pardasuka, kecuali desa Penyandingan. Namun demikian secara geografis desa Penyandingan berada dalam lokasi yang tidak terlalu berjauhan dengan kedua desa lainnya. Kecamatan Pesisir Selatan yang memiliki 1 desa berhirarki 1, yaitu Biha, sedangkan di Wilayah Kecamatan Pesisir Tengah hanya terdapat 1 desa dengan hirarki 1 yaitu desa Pasar Krui. Tersedianya fasilitas pendukung di desa-desa yang berdekatan merupakan hal yang wajar sebagai akibat aktifitas ekonomi dan pemerintahan lokal. Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa desa yang memiliki hirarki 1 merupakan ibukota kecamatan yang memiliki fasilitas lebih baik dari desa lainnya. Ketersediaan fasilitas tersebut akan memicu pergerakan ekonomi daerah sekitar sebagai akibat kegiatan ekonomi dalam hal ini pasar. Dampak tersebut akan sangat dirasakan oleh desa-desa yang secara geografis berdekatan dengan ibukota kecamatan. Menurut Rustiadi et al. (2006) aspek spasial adalah fenomena yang alami. Adalah wajar bila perkembangan suatu wilayah lebih dipengaruhi oleh wilayah sebelahnya atau lebih dekat dibandingkan wilayah yang lebih berjauhan akibat adanya interaksi sosial ekonomi penduduk. Kecamatan Karya Penggawa dan Pesisir Utara merupakan daerah belakang (hinterland) yang menjadi pemasok produk hasil pertanian ke Kecamatan Pesisir Tengah. Sebagian besar mata pencaharian pendudukdi ketiga kecamatan tersebut tergantung pada sektor pertanian dan perikanan laut yang pada umumnya bersifat tradisonal. Desa Pasar Krui merupakan pusat aktifitas ekonomi dan Pemerintahan di Kecamatan Pesisir Tengah, serta memiliki pelabuhan pendaratan ikan, jalur transportasi laut masyarakat Pulau Pisang dan pusat perdagangan produk pertanian dan kehutanan. Oleh karena itu sebagai desa dengan hirarki 1, Pasar Krui menjadi pusat pelayanan bagi desa-desa disekitarnya termasuk desa-desa di Kecamatan lainnya. Fasilitas pelabuhan, pasar dan sarana sosial lain tersedia di ibukota Kecamatan Pesisir Tengah ini. Secara lengkap gambaran secara spasial hasil analisis hirarki wilayah berdasarkan fasilitas disajikan pada gambar 6.

83 Gambar 6. Hasil analisis Skalogram 83

84 Analisis Kesesuaian Lahan Dalam analisis kesesuaian lahan, prosedur penilaian kesesuaian lahan dilakukan dengan pendekatan satuan lahan yang dikemukakan FAO (1976). Penilaian kelas kesesuaian lahan dilakukan dengan cara mencocokkan (matching) karakteristik dan kualitas lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman tertentu. Berdasarkan analisis kesesuaian lahan di wilayah Pesisir Kabupaten Lampung Barat, diketahui bahwa luas areal yang sangat sesuai untuk tanaman kelapa (S1) ha, cukup sesuai (S2) ha,sesuai marjinal (S3) ha, dan tidak sesuai (N1) seluas ha dan Tidak sesuai selamanya (N2) ha. Tabel 21 berikut menunjukkan hasil analisis kesesuaian lahan: Tabel 21. Hasil Analisis Kesesuaian Lahan Tanaman Kelapa Keterangan Luas (Ha) Persentase Sangat Sesuai (S1) ,78 Cukup Sesuai (S2) ,40 Sesuai Marjinal (S3) ,76 Tidak Sesuai Saat ini (N1) 92,801 31,40 Tidak Sesuai Untuk Selamanya (N2) ,66 Jumlah ,00 Mengacu pada hasil analisis di atas, potensi lahan untuk tanaman kelapa sangat luas, dimana wilayah yang sesuai (S1 dan S2) untuk tanaman kelapa mencapai ha. Sedangkan lahan yang sesuai marjinal ha. Berdasarkan data statistik Perkebunan Kabupaten Lampung Barat Tahun 2006, luas areal tanaman kelapa mencapai 6.809,6 ha, kondisi tersebut menggambar potensi pengembangan areal perkebunan kelapa di wilayah pesisir masih sangat besar. Potensi tersebut belum tergarap secara maksimal karena banyak keterbatasan seperti: sarana produksi, sumberdaya manusia, preferensi petani dan kebijakan pemerintah. Menurut buku satuan lahan Lembaran Kota Agung Pusat Penelitian Tanah Departemen Pertanian, dijelaskan bahwa di daerah pesisir Lampung Barat, merupakan dataran rendah yang terletak pada ketinggian 0-20 meter dari permukaan laut (m dpl), banyak dijumpai tanah jenis Entisol/Alluvial (Tropopsamments) yang merupakan tanah belum berkembang dan cocok untuk perkebunan kelapa. Selanjutnya dibagian Barat pesisir juga dijumpai Grup Teras Marin yang terletak pada ketinggian m dpl dengan jenis tanah utama

85 85 Dystropepts/Eutropepts yang sangat baik untuk dikembangkan kegiatan pertanian lahan kering baik semusim dan tahunan. Grup Marin dan Teras Marin ini memanjang dari bagian selatan menuju arah Utara sampai dengan Kecamatan Pesisir Utara. Berdasarkan Peta Satuan Lahan Pusat Penelitian Tanah Departemen Pertanian, di daerah bagian utara banyak dijumpai jenis tanah Dystropepts, Hapludult dan Humitropepts. Pembatas kesesuaian lahan di daerah ini adalah kelerengan yang berkisar antara persen. Demikian juga di daerah Timur Pesisir pembatas utama adalah kelerengan yang berkisar antara persen dan pegunungan yang memiliki kelerengan > 75 persen. Hasil analisis kesesuaian lahan disajikan pada gambar Pemilihan Lokasi Pemilihan lokasi rencana pusat agroindustri didasarkan pada beberapa kriteria antara lain: dukungan sektor basis komoditas kelapa (LQ), sarana dan prasarana (Skalogram) dan kesesuaian lokasi pengembangan kelapa. Disamping itu perlu dipertimbangkan faktor-faktor lain seperti jumlah penduduk yang terkait dengan tenaga kerja, jarak dan kebijakan pemerintah. Dalam penelitian ini penentuan lokasi potensial didasarkan pada kriteria kesesuaian lahan, LQ dan hasil analisis skalogram. Analisis dibatasi oleh kriteria utama yaitu kesesuaian lahan aktual. Hal ini dasarkan pada beberapa pertimbangan antara lain: faktor kesesuaian lahan aktual merupakan hal yang alamiah (given), artinya keberadaanya sudah ada sejak secara alami tanpa adanya campur tangan manusia. Kesesuaian lahan juga dalam proses evaluasinya memerlukan persyaratan yang cukup kompleks menyangkut tanah, iklim, kelerengan, drainase dan lain-lain. Skalogram merupakan output dari aktifitas budaya manusia dan sifatnya dapat berubah tergantung kondisi suatu wilayah. LQ lebih menggambarkan kondisi kegiatan masyarakat yang hasilnya baik berupa barang atau jasa diperuntukkan bagi masyarakat itu sendiri dalam kawasan kehidupan ekonomi

86 Gambar 7. Hasil analisis Kesesuaian Lahan 86

87 87 masyarakat tersebut. Konsep swasembada, mandiri, kesejahteraan dan kualitas hidup sangat menentukan dalam kegiatan non basis ini. Kriteria potensi lokasi disusun sebagaimana tabel berikut: Tabel 22. Kriteria Potensi Lokasi Kriteria Kesesuaian Lahan Location Quotient Hirarki (Skalogram) Potensial 1 S1, S2 LQ>1 I dan II Potensial 2 S2, S3 LQ<1 III Potensial 3 S2, S3 LQ<1 III Tidak Potensial N1, N2 LQ<1 III Adapun pengertian dari masing-masing adalah sebagai berikut: Potensial 1 : Pada wilayah tersebut memiliki kesesuaian lahan yang baik untuk pengembangan kelapa, dimana salah satu indikatornya adalah tanah. Dalam teori lokasi istilah tanah mengandung pengertian keadaan topografi dan keadaan cuaca yang terdapat di wilayah tersebut, kesemuanya ini juga akan mempengaruhi lokasi penempatan suatu industri. Dari struktur ekonomi basis, wilayah potensial 1 merupakan basis komoditas kelapa, dengan kata lain daerah tersebut mampu mengekspor kelapa ke daerah lain. Dari struktur hirarki, wilayah dengan potensial 1 merupakan daerah yang sudah maju atau berkembang, dimana fasilitas infrastruktur sudah tersedia. Potensial 2 : Pada wilayah tersebut memiliki kesesuaian lahan yang baik untuk pengembangan kelapa, dengan salah satu indikatornya adalah tanah. Dalam teori lokasi istilah tanah mengandung pengertian keadaan topografi dan keadaan cuaca yang terdapat di wilayah tersebut, kesemuanya ini juga akan mempengaruhi lokasi penempatan suatu industri. Dari struktur ekonomi basis, wilayah potensial 2 bukan merupakan basis komoditas kelapa, daerah tersebut belum swasembada kelapa atau terdapat komoditas lain yang lebih potensial dari komoditas kelapa. Dari struktur hirarki, wilayah dengan potensial 3 merupakan daerah yang belum maju atau berkembang, dimana fasilitas infrastruktur belum tersedia. Daerah potensial 3 masih cocok untuk pengembangan lokasi suatu agroindustri.

88 88 Potensial 3 : Pada wilayah tersebut memiliki kesesuaian lahan yang baik untuk pengembangan kelapa, dimana salah satu indikatornya adalah tanah. Dalam teori lokasi istilah tanah mengandung pengertian keadaan topografi dan keadaan cuaca yang terdapat di wilayah tersebut, kesemuanya ini juga akan mempengaruhi lokasi penempatan suatu industri. Dari struktur ekonomi basis, wilayah potensial 3 merupakan non basis komoditas kelapa, daerah tersebut belum mampu mengekspor kelapa ke daerah lainnya. Dari struktur hirarki, wilayah dengan potensial 3 merupakan daerah yang masih belum berkembang, yang dicirikan dengan belum tersedia/kurangnya infrastruktur yang memadai. Tidak Potensial : Wilayah ini tidak memiliki kesesuaian lahan untuk komoditas kelapa baik dalam jangka pendek atau bersifat permanen. Dari struktur ekonomi basis belum mampu mencukupi kebutuhan masyarakat wilayah tersebut akan komoditas kelapa. Sedangkan dari hirarki wilayah merupakan daerah dengan infrastruktur yang belum memadai atau belum berkembang. Daerah ini tidak cocok untuk pengembangan lokasi industri, akibat keterbatasan sarana dan prasarana pendukung. Gambaran spasial hasil overlay LQ, Skalogram dan Kesesuaian Lahan yang menunjukkan alternatif disajikan pada gambar 8. Berdasarkan hasil overlay peta LQ, Skalogram, dan Kesesuaian lahan diketahui desa-desa yang memiliki kesesuaian lokasi (Potensial 1) untuk kawasan Usaha Agro Terpadu meliputi: Desa Biha, Way Jambu, dan Marang Kecamatan Pesisir Selatan, Sumber Agung dan Negeri Ratu Ngambur Kecamatan Bengkunat dan Desa Way Redak Kecamatan Pesisir Tengah.

89 Gambar. 8. Hasil Penentuan Lokasi Berdasarkan Over Lay LQ, Skalogram dan Kesesuaian Lahan 89

90 90 Tabel berikut menyajikan hasil pemilihan calon lokasi Kawasan Usaha Agro Terpadu (KUAT): Tabel 23. Hasil Analisis Lokasi Potensial Potensi Nama Desa Jumlah Potensial 1 NR. Ngambur, Sumber Agung, Marang, Biha, Way Redak Potensial 2 Pagar Bukit, Penyandingan, Pardasuka, Sukanegara, Way Jambu, Tanjung Setia, Sumur Jaya, Kp. Jawa, Seray, Walur, Pasar Krui, Balai Kencana, Way Napal, Laay, Penengahan, Way Sindi Potensial 3 GC Kuningan, Pekonmon, Bd Dalam, Kota Jawa, Sukamarga, Tanjung Kemala, Rajabasa, Mulang Maya, Sukabanjar, Muara Tembulih, Ulok Mukti, Pelita Jaya, Tanjung Jati, Pagar Dalam, Sukarame, NR. Tenumbang, Way Suluh, Pemerihan, Lintik, Rawas, Sukanegara, Bumiwaras, Pajar Bulan, Padang Haluan, Penggawa V Tgh, Menyancang, Penggawa V Ulu, Way Nukak, Kebuayan, Walur, Kuripan, NR. Ratu, Pdg Rindu, Kerbang Langgar, Kota Karang, Kerbang Dalam, Penengahan, Bandar Pugung, Lemong, Way Batang, Tanjung Sakti Tidak NR. Ngaras, Kota Batu, Way Haru, PenggawaV Potensial Ilir, Banjar Agung, Pamungan, Ulu Krui, Way Narta, Baturaja, Sukamarga, Pekonlok, Bandar Dalam, Pasar Pulau Pisang, Sukadana, Labuhan, Balam, Bambang, Pagar Dalam Malaya, Cahaya Negeri, Tanjung Jati, Rata Agung Hasil analisis di atas menunjukkan bahwa kesesuaian lokasi untuk kawasan usaha agro terpadu di Kabupaten Lampung Barat terdapat beberapa alternatif berdasarkan pengelompokan lokasi: Alternatif Pertama : Kelompok Desa Biha, Marang, Sumber Agung, dan Negeri Ratu Ngambur. Beberapa hal pendukung alternatif tersebut antara lain: secara geografis wilayah tersebut saling berdekatan, sehingga dalam pengembangan dapat dibentuk suatu klaster agroindustri. Dengan kata lain beberapa persyaratan lokasi sudah sangat memadai. Diantara pilihan tersebut terdapat Desa Way Jambu yang berada di antara Biha dan Marang, lokasi ini budidaya kelapa banyak ditumpangsari dengan

91 91 melinjo. Hal ini cukup memberikan gambaran bahwa alternatif pertama bisa dijadikan pilihan. Dari aspek dukungan bahan baku, infrastruktur dan kesesuaian untuk pengembangan lokasi tersebut sangat memadai karena secara geografis beberapa wilayah berdekatan satu sama lain. Artinya pemilihan satu lokasi dapat memberikan Multiplier Effect kepada daerah sekitarnya. Menurut Handoko (2000) beberapa alasan dalam memilih lokasi oleh industri antara lain: fasilitas dan biaya transportasi, kedekatan dengan bahan baku, tenaga kerja, kedekatan dengan pasar, dan lingkungan masyarakat. Alternatif Kedua : Kelompok Desa Way Redak, Kampung Jawa, Pasar Krui, Seray, dan Walur. Pada wilayah ini terdapat beberapa hal yang mendukung, antara lain: daerah tersebut secara administratif berada dalam satu Kecamatan yaitu Pesisir Tengah. Dari sudut infrastruktur wilayah merupakan daerah yang relatif lebih dekat dengan ibukota Kabupaten Lampung Barat (35 km) sehingga memudahkan dalam hal koordinasi. Kota Krui sudah sangat dikenal masyarakat sebagai kota pelabuhan yang berfungsi sebagai jalur perdagangan pada era tahun 70 an, dimana transportasi laut merupakan jalur utama dalam hal keluar masuknya barang. Jalur Keberadaan Krui sebagai pusat perdagangan komoditas pertanian dan kehutanan menjadi salah satu pedukung pemilihan lokasi ini. Alternatif Ketiga : Pardasuka, Pagar Bukit dan Sukanegara. Pada wilayah ini secara geografis sangat jauh dari ibukota kabupaten, namun relatif lebih dekat dengan Bandar Lampung Bila melewati Kabupaten Tanggamus. Secara hirarki wilayah alternatif ini agak sulit untuk dipilih karena dukungan fasilitas masih sangat minim. Pemilihan alternatif lokasi suatu kawasan tidak terlepas dari kesesuaian secara teknis, ekonomi, sosial dan kebijakan pemerintah. Menurut Djojodipuro (1992) pemerintah dapat menentukan lokasi industri. Kebijaksanaan ini dapat mendorong, menghambat, atau melarang kegiatan industri pada lokasi tertentu. Kebijaksanaan pengaturan yang didasarkan atas pembagian daerah atau zoning terkait dengan perencanaan pengembangan suatu wilayah. Selain itu alternatif di atas harus disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lampung Barat. Berdasarkan Rencana Tata Ruang

92 92 Wilayah Kabupaten Lampung Barat, Kecamatan Pesisir Tengah dan Pesisir Selatan diarahkan sebagai sentra pengembangan aneka industri seperti pengolahan tambang, hasil perikanan dan kerajinan rakyat. Pada wilayah pesisir juga didukung oleh keberadaan jalur Lintas Barat dalam jangka panjang dapat mendorong percepatan pengembangan wilayah. Pada dasarnya pilihan atas alternatif di atas tergantung pada kepentingan Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Barat selaku pemilik program. Lokasi alternatif berdasarkan hasil analisis disajikan pada gambar 9 berikut ini. Gambar. 9. Alternatif Lokasi Kawasan Usaha Agro Terpadu

Hak cipta milik IPB, tahun 2008

Hak cipta milik IPB, tahun 2008 3 ABSTRACT AGUSTANTO BASMAR The Direction of Integrated Agribussiness Area Development Based on Coconut Commodity in West Lampung Regency. Under direction of Dr. Ir. ATANG SUTANDI, M.Si DAN Dr. Ir. ISKANDAR

Lebih terperinci

agribisnis untuk mencapai kesejahteraan wilayah pedesaan (prospherity oriented) (Bappeda Kabupaten Lampung Barat, 2002). Lebih lanjut Bappeda

agribisnis untuk mencapai kesejahteraan wilayah pedesaan (prospherity oriented) (Bappeda Kabupaten Lampung Barat, 2002). Lebih lanjut Bappeda 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era otonomi daerah, pembangunan ekonomi menghadapi berbagai tantangan, baik dari dalam daerah maupun faktor eksternal, seperti masalah kesenjangan dan isu

Lebih terperinci

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN USAHA AGRO TERPADU BERBASIS KOMODITAS KELAPA DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN USAHA AGRO TERPADU BERBASIS KOMODITAS KELAPA DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT 1 ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN USAHA AGRO TERPADU BERBASIS KOMODITAS KELAPA DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT AGUSTANTO BASMAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 23 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komoditas Kelapa Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan komoditas strategis yang memiliki peran sosial, budaya, dan ekonomi dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Manfaat tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Salah satu kebijakan pembangunan yang dipandang tepat dan strategis dalam rangka pembangunan wilayah di Indonesia sekaligus mengantisipasi dimulainya era perdagangan bebas

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting dalam perekonomian I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Hal ini dapat diukur dari pangsa sektor pertanian dalam pembentukan Produk Domestik

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KELAPA. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KELAPA. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KELAPA Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan sektor basis baik tingkat Provinsi Sulawsi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Kontribusi sektor

Lebih terperinci

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN (Studi Kasus di Bungakondang Kabupaten Purbalingga) BUDI BASKORO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan pertanian dewasa ini telah berorientasi bisnis (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut usahatani (on-farm agribusiness)

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL Gamal Nasir Direktorat Jenderal Perkebunan PENDAHULUAN Kelapa memiliki peran strategis bagi penduduk Indonesia, karena selain

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN DISTRIK CILIMUS BERBASIS AGRIBISNIS KOMODITAS UBI JALAR DI KABUPATEN KUNINGAN YATI MARYATI

ANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN DISTRIK CILIMUS BERBASIS AGRIBISNIS KOMODITAS UBI JALAR DI KABUPATEN KUNINGAN YATI MARYATI ANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN DISTRIK CILIMUS BERBASIS AGRIBISNIS KOMODITAS UBI JALAR DI KABUPATEN KUNINGAN YATI MARYATI SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sentra bisnis yang menggiurkan. Terlebih produk-produk tanaman

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sentra bisnis yang menggiurkan. Terlebih produk-produk tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan Tanaman perkebunan merupakan salah satu komoditas yang bisa diandalkan sebagai sentra bisnis yang menggiurkan. Terlebih produk-produk tanaman perkebunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian cukup strategis dalam pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Selama sepuluh tahun terakhir, peranan sektor ini terhadap PDB menujukkan pertumbuhan

Lebih terperinci

IV. TUJUAN DAN SASARAN

IV. TUJUAN DAN SASARAN IV. TUJUAN DAN SASARAN Tujuan yang ingin dicapai dalam pengembangan kelapa ke depan adalah menumbuhkan minat investor untuk menanamkan modalnya di bidang agrisnis kelapa, di hilir, on farm dan di hulu.

Lebih terperinci

ANALISIS PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN JERUK (Citrus nobilis var. microcarpa) DI KABUPATEN TAPIN ANISAH

ANALISIS PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN JERUK (Citrus nobilis var. microcarpa) DI KABUPATEN TAPIN ANISAH ANALISIS PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN JERUK (Citrus nobilis var. microcarpa) DI KABUPATEN TAPIN ANISAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK ANISAH, Analisis Prospek Pengembangan

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN PERKEBUNAN SEBAGAI SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN SUMBER PENERIMAAN PETANI DI PEDESAAN

STRATEGI PENGEMBANGAN PERKEBUNAN SEBAGAI SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN SUMBER PENERIMAAN PETANI DI PEDESAAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERKEBUNAN SEBAGAI SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN SUMBER PENERIMAAN PETANI DI PEDESAAN (Studi Kasus di Kecamatan Kampar Kiri Hulu Kabupaten Kampar Provinsi Riau) RAHMAT PARULIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di Indonesia sejak tahun 2001 berdasarkan UU RI Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, yang selanjutnya

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah 8 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah Pengembangan wilayah merupakan tindakan yang dilakukan pemerintah untuk mencapai suatu tujuan yang menguntungkan wilayah tersebut dengan meningkatkan pemanfaatan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR TAHUN 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian di masa depan. Globalisasi dan liberalisasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional, yang memiliki warna sentral karena berperan dalam meletakkan dasar yang kokoh bagi

Lebih terperinci

AGRIBISNIS KELAPA RAKYAT DI INDONESIA: KENDALA DAN PROSPEK

AGRIBISNIS KELAPA RAKYAT DI INDONESIA: KENDALA DAN PROSPEK AGRIBISNIS KELAPA RAKYAT DI INDONESIA: KENDALA DAN PROSPEK Oleh Aladin Nasution dan Muchjidin Rachmat') Abstrak Pengembangan komoditas kelapa menghadapi kendala besar terutama persaingan dengan sumber

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 08 Teknik Analisis Aspek Fisik & Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Tata Ruang Tujuan Sosialisasi Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik ik & Lingkungan,

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KOTA METRO LAMPUNG BERBASIS EVALUASI KEMAMPUAN DAN KESESUAIAN LAHAN ROBBY KURNIAWAN SAPUTRA

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KOTA METRO LAMPUNG BERBASIS EVALUASI KEMAMPUAN DAN KESESUAIAN LAHAN ROBBY KURNIAWAN SAPUTRA STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KOTA METRO LAMPUNG BERBASIS EVALUASI KEMAMPUAN DAN KESESUAIAN LAHAN ROBBY KURNIAWAN SAPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergulirnya wacana otonomi daerah di Indonesia berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi stimulan berbagai daerah untuk mengembangkan daerah

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN WULANING DIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING. Oleh: BEDY SUDJARMOKO

ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING. Oleh: BEDY SUDJARMOKO ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING Oleh: BEDY SUDJARMOKO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK BEDY SUDJARMOKO. Analisis Efisiensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pesisir. Tanaman kelapa dapat digunakan baik untuk keperluan pangan maupun

I. PENDAHULUAN. pesisir. Tanaman kelapa dapat digunakan baik untuk keperluan pangan maupun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tumbuhan kelapa dimanfaatkan hampir semua bagiannya oleh manusia sehingga dianggap sebagai tumbuhan serba guna, khususnya bagi masyarakat pesisir. Tanaman kelapa dapat

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 YANG SELALU DI HATI Yang mulia:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan Pemerintah yang diatur dalam Undang-undang Nomor 26

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan Pemerintah yang diatur dalam Undang-undang Nomor 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Pembangunan Wilayah Pesisir Kebijaksanaan Pemerintah yang diatur dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dimana Rencana Tata Ruang Propinsi/Kota

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pembangunan daerah di Indonesia pada dasarnya didasari oleh kebijaksanaan pembangunan nasional dengan mempertimbangkan karakteristik dan kebutuhan daerah. Kebijaksanaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik I. PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan daerah dalam era globalisasi saat ini memiliki konsekuensi seluruh daerah di wilayah nasional menghadapi tingkat persaingan yang semakin tinggi secara langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005 2025 merupakan kelanjutan perencanaan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan sebagaimana

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan pola konsumsi makanan pada masyarakat memberikan dampak positif bagi upaya penganekaragaman pangan. Perkembangan makanan olahan yang berbasis tepung semakin

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia tidak terlepas dari perekenomian yang berbasis dari sektor

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia tidak terlepas dari perekenomian yang berbasis dari sektor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia tidak terlepas dari perekenomian yang berbasis dari sektor pertanian. Hal ini karena sektor pertanian, masih tetap memegang peranan penting yakni sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan merupakan salah satu subsektor strategis yang secara ekonomis, ekologis dan sosial budaya memainkan peranan penting dalam pembangunan nasional. Sesuai Undang-Undang

Lebih terperinci

I.1. Latar Belakang strategi Permasalahan Dari sisi pertanian

I.1. Latar Belakang strategi  Permasalahan Dari sisi pertanian 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sebagai industri yang mengolah hasil pertanian, yang menggunakan dan memberi nilai tambah pada produk pertanian secara berkelanjutan maka agroindustri merupakan tumpuan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan yang diperoleh Bangsa Indonesia selama tiga dasawarsa pembangunan ternyata masih menyisakan berbagai ketimpangan, antara lain berupa kesenjangan pendapatan dan

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI

ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI

ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam perekonomian Indonesia melalui peningkatan nilai tambah, ekspor, pengurangan kemiskinan, dan penciptaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan salah satu sektor penggerak utama dalam pembangunan ekonomi. Menurut Soekartawi (2000),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan keadilan dan kemakmuran masyarakat serta pencapaian taraf hidup masyarakat ke arah yang lebih baik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan antar negara akan menciptakan pasar yang lebih kompetitif dan mendorong pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Kondisi sumber daya alam Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapas merupakan salah satu bahan baku industri yang memegang peranan penting dalam perekonomian nasional karena kapas merupakan komoditas utama penghasil serat alam untuk

Lebih terperinci

KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN KARAKTERISTIK TIPOLOGI WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS

KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN KARAKTERISTIK TIPOLOGI WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN KARAKTERISTIK TIPOLOGI WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS Studi Kasus Kawasan Kedungsapur di Provinsi Jawa Tengah DYAH KUSUMAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya yang dimiliki daerah, baik sumber daya alam maupun sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. daya yang dimiliki daerah, baik sumber daya alam maupun sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan utama dari pembangunan ekonomi Indonesia adalah terciptanya masyarakat adil dan sejahtera. Pembangunan yang ditujukan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

industri dalam negeri, meningkatkan ekspor, meningkatkan pendapatan petani, Peningkatan pengembangan sektor pertanian menuntut perhatian khusus dari

industri dalam negeri, meningkatkan ekspor, meningkatkan pendapatan petani, Peningkatan pengembangan sektor pertanian menuntut perhatian khusus dari I. A. Latar Belakang dan Masalah Perioritas pembangunan di Indonesia diletakkan pada pembangunan bidang ekonomi dengan titik berat pada sektor pertanian. Pembangunan pertanian diarahkan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003 6.1. Hasil Validasi Kebijakan Hasil evaluasi masing-masing indikator

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL Direktur Jenderal Perkebunan disampaikan pada Rapat Kerja Revitalisasi Industri yang Didukung oleh Reformasi Birokrasi 18

Lebih terperinci

PENENTUAN PRODUK PROSPEKTIF UNTUK PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KELAPA SECARA TERINTEGRASI

PENENTUAN PRODUK PROSPEKTIF UNTUK PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KELAPA SECARA TERINTEGRASI PENENTUAN PRODUK PROSPEKTIF UNTUK PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KELAPA SECARA TERINTEGRASI Banun Diyah Probowati 1, Yandra Arkeman 2, Djumali Mangunwidjaja 2 1) Prodi Teknologi Industri Pertanian, Fak Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terjadinya krisis moneter, yaitu tahun 1996, sumbangan industri non-migas

I. PENDAHULUAN. terjadinya krisis moneter, yaitu tahun 1996, sumbangan industri non-migas I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Berbagai studi menunjukkan bahwa sub-sektor perkebunan memang memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia sebagai sumber pertumbuhan ekonomi dan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Kondisi Geografis dan Persebaran Tanaman Perkebunan Unggulan Provinsi Jambi. Jambi 205,43 0,41% Muaro Jambi 5.

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Kondisi Geografis dan Persebaran Tanaman Perkebunan Unggulan Provinsi Jambi. Jambi 205,43 0,41% Muaro Jambi 5. IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Kondisi Geografis dan Persebaran Tanaman Perkebunan Unggulan Provinsi Jambi Provinsi Jambi secara geografis terletak antara 0 0 45 sampai 2 0 45 lintang selatan dan antara 101 0 10

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL DALAM PEMBANGUNAN PROVINSI RIAU M. RUSLI ZAINAL

PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL DALAM PEMBANGUNAN PROVINSI RIAU M. RUSLI ZAINAL PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL DALAM PEMBANGUNAN PROVINSI RIAU M. RUSLI ZAINAL SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah swt, atas berkat

Lebih terperinci

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Analisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor

Lebih terperinci

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRACT

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Pengembangan Wilayah Wilayah (region) adalah unit geografis dimana komponen-komponennya memiliki keterkaitan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Pengembangan Wilayah Wilayah (region) adalah unit geografis dimana komponen-komponennya memiliki keterkaitan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Pengembangan Wilayah Wilayah (region) adalah unit geografis dimana komponen-komponennya memiliki keterkaitan dan hubungan fungsional berupa perencanaan dan pengelolaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN H. ISKANDAR ANDI NUHUNG Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian ABSTRAK Sesuai

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agroindustri suatu daerah diarahkan untuk menjamin pemanfaatan hasil pertanian secara optimal dengan memberikan nilai tambah melalui keterkaitan antara budidaya,

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH DALAM KAITANNYA DENGAN DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH DI KABUPATEN PURWAKARTA AI MAHBUBAH

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH DALAM KAITANNYA DENGAN DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH DI KABUPATEN PURWAKARTA AI MAHBUBAH STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH DALAM KAITANNYA DENGAN DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH DI KABUPATEN PURWAKARTA AI MAHBUBAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT 27 5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT Perkembangan Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit yang menjadi salah satu tanaman unggulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana

I. PENDAHULUAN. Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana strategis tahun 2010-2014 adalah terwujudnya pertanian industrial unggul berkelanjutan yang berbasis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

3 METODE. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian. 3.2 Jenis, Sumber dan Metode Analisis Data

3 METODE. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian. 3.2 Jenis, Sumber dan Metode Analisis Data 13 3 METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian meliputi wilayah Kabupaten yang mencakup 10 kecamatan. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama 6 bulan yaitu dari bulan Mei sampai Oktober

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya terencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun,

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris didukung oleh sumber daya alamnya yang melimpah memiliki kemampuan untuk mengembangkan sektor pertanian. Indonesia memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari. pembangunan Nasional yang bertujuan untuk mewujudkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari. pembangunan Nasional yang bertujuan untuk mewujudkan I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan Nasional yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undangundang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai tantangan, baik dari faktor internal ataupun eksternal (Anonim, 2006a). Terkait dengan beragamnya

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA EKSPOR 5 KOMODITAS PERKEBUNAN UNGGULAN INDONESIA TAHUN

ANALISIS KINERJA EKSPOR 5 KOMODITAS PERKEBUNAN UNGGULAN INDONESIA TAHUN ANALISIS KINERJA EKSPOR 5 KOMODITAS PERKEBUNAN UNGGULAN INDONESIA TAHUN 2012-2016 Murjoko Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret email: murjoko@outlook.com Abstrak Indonesia merupakan negara yang

Lebih terperinci

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan Juli 1997 mempunyai dampak yang besar terhadap perekonomian negara. Sektor pertanian di lndonesia dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia dilihat dari aspek kontribusinya terhadap PDB, penyediaan lapangan kerja, penyediaan penganekaragaman menu makanan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi dunia, harga pangan dan energi meningkat, sehingga negara-negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat di segala

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat di segala I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat di segala bidang, yaitu bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan agama serta pertahanan dan keamanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur. Dengan demikian segala upaya pelaksanaan

I. PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur. Dengan demikian segala upaya pelaksanaan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pada hakekatnya pembangunan nasional ditujukan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur. Dengan demikian segala upaya pelaksanaan kegiatan-kegiatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi secara keseluruhan.

PENDAHULUAN. memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi secara keseluruhan. PENDAHULUAN Latar Belakang Sejarah menunjukkan bahwa sektor pertanian di Indonesia telah memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Beberapa peran penting sektor pertanian antara

Lebih terperinci

KELAPA. (Cocos nucifera L.)

KELAPA. (Cocos nucifera L.) KELAPA (Cocos nucifera L.) Produksi tanaman kelapa selain untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, juga diekspor sebagai sumber devisa negara. Tenaga kerja yang diserap pada agribisnis kelapa tidak sedikit,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Kalimantan Tengah dengan luas mencapai 153.564 km 2 (Badan Pusat Statistik, 2014) merupakan provinsi ketiga terbesar di Indonesia setelah Provinsi Papua dan Provinsi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Transmigrasi pada hakekatnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dan daerah sebagai upaya untuk mempercepat pembangunan, terutama di kawasan yang

Lebih terperinci