V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PRODUKSI MINUMAN TEH SERBUK DI PT. NESTLÈ INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PRODUKSI MINUMAN TEH SERBUK DI PT. NESTLÈ INDONESIA"

Transkripsi

1 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PRODUKSI MINUMAN TEH SERBUK DI PT. NESTLÈ INDONESIA 1. Deskripsi Produk Minuman Teh Serbuk Minuman teh serbuk instan adalah salah satu produk yang diproduksi oleh PT. Nestlé Indonesia Pabrik Cikupa. Produk ini diproduksi melalui teknik pencampuran kering, yaitu proses pencampuran dua material padat atau lebih untuk menghasilkan suatu campuran padat yang homogen (Miyanami, 2006). Sebelum dikonsumsi, produk minuman teh serbuk ini memerlukan rekonstitusi terlebih dahulu dengan air dingin. Produk ini termasuk kategori Nestlé Professional dimana penjualan hanya dilakukan secara retail ke restoran atau food court. Target konsumen dari minuman ini adalah pelajar, mahasiswa, dan keluarga. Produk ini dikemas dalam kemasan aluminium foil dengan berat bersih 1000 gram. Minuman ini memiliki klaim larut dalam air dingin dan Kaya Akan Vitamin C dengan kandungan vitamin C mencapai 65% AKG untuk setiap takaran saji (25 gram). Berdasarkan klaim tersebut, setiap kemasan minuman harus mengandung vitamin C minimal 240 mg/100 g. Kandungan vitamin C tersebut menjadi salah satu release parameter produk sebelum didistribusikan ke konsumen. Namun, kandungan vitamin C untuk release parameter produk adalah 257 mg/100g dimana selisih 10% merupakan faktor kehilangan vitamin C selama masa simpan (1 tahun). Release parameter lain yaitu kadar air (maksimal 0.3%), ph ( ), keasaman ( %), dan uji mikrobiologi yang meliputi uji koliform (<3 MPN/g), kapang khamir (maksimal 100 cfu/g), dan total plate count (maksimal 1000 cfu/g) Produk minuman ini memiliki atribut sensori yaitu penampakan produk berupa serbuk coklat yang homogen, warna coklat muda tanpa adanya spot hitam, rasa berupa campuran antara manis dan asam, aroma teh tanpa adanya bau yang menyimpang. Setelah dilarutkan, produk berupa

2 larutan teh berwarna coklat yang homogen, sedikit keruh, dan tidak terdapat kristal gula di dasar gelas. 2. Bahan Baku Bahan baku yang digunakan dalam proses produksi meliputi bahan baku produk dan bahan baku kemasan. Bahan baku produk yaitu gula pasir dan premix. Premix adalah campuran dari bahan baku minor yang mempunyai komposisi <2% dari jumlah formula total. Premix terdiri dari sebagian kecil gula pasir, asam sitrat, serbuk teh instan, gum arab, serbuk flavor lemon, dan vitamin C. Bahan baku kemasan meliputi kemasan primer yaitu kemasan aluminium foil, kemasan sekunder berupa kardus karton, dan adhesive tape. a. Gula pasir Gula pasir yang digunakan adalah gula pasir rafinasi yang memiliki warna lebih putih dibandingkan dengan gula biasa. Fungsi gula pasir pada minuman teh serbuk adalah sebagai pemberi rasa manis dan pemberi mouthfeel pada minuman. b. Asam sitrat Asam sitrat umum digunakan sebagai pemberi cita rasa asam (pengasam) pada produk minuman. Selain itu, asam sitrat juga memberikan efek pengawetan karena asam sitrat dapat menurunkan ph produk. c. Serbuk teh instan Teh yang digunakan adalah konsentrat berupa serbuk. Serbuk teh ini diperoleh dari proses instanisasi sehingga cukup digunakan dalam jumlah yang sedikit dan dapat mudah larut dalam air dingin. d. Gum Arab Gum arab berasal dari cairan atau getah yang menetes dari batang tanaman yang biasanya berkayu keras. Gum arab termasuk hidrokoloid yaitu suatu polimer yang larut dalam air. Gum ini mampu membentuk koloid sehingga berfungsi untuk membentuk mouthfeel minuman dan cloudifier agent.

3 e. Flavor lemon Flavor digunakan untuk memberikan cita rasa lemon pada produk. f. Asam askorbat (vitamin C) Asam askorbat ditambahkan untuk memenuhi klaim kaya akan vitamin C pada produk. Selain itu, penambahan asam askorbat juga memberikan cita rasa asam pada produk. 3. Formulasi Produk Formulasi produk minuman teh serbuk instan adalah sebagai berikut. Komposisi Premix Gula pasir : 45-47% Asam sitrat : 20-22% Serbuk ekstrak teh : 17-19% Gum arab : 5-6% Serbuk flavor lemon : 4-5% Vitamin C : 2-3% Komposisi Produk di Mixer Premix : 9-10% Gula pasir : 90-91% 4. Proses Produksi Minuman teh serbuk instan diproduksi dalam tiga tahapan yaitu pembuatan premix, proses pencampuran kering dan proses pengemasan. Pembuatan premix dan proses pencampuran bahan baku dicampur dengan menggunakan mixer pada waktu dan kecepatan tertentu hingga produk tercampur rata. Terdapat dua mekanisme proses pencampuran yang terjadi, yaitu convective mixing dan shear mixing. Convective mixing terjadi karena adanya agitasi ribbon sedangkan shear mixing diinduksi oleh perubahan momentum antara partikel-partikel serbuk yang memiliki perbedaan kecepatan. Perbedaan kecepatan terjadi di sekitar perputaran impeler dan dinding alat mixer.

4 Tahap produksi yang pertama yaitu pembuatan premix dengan menggunakan ribbon mixer berkapasitas 100L. Tujuan pembuatan premix adalah untuk memperoleh homogenitas dari bahan baku minor. Tahapan proses pembuatan premix yaitu seluruh bahan baku minor seperti asam sitrat, serbuk ekstrak teh, gum arab, serbuk flavor lemon, dan vitamin C serta sebagian kecil gula pasir ditimbang dan dimasukkan ke dalam mixer. Premix tersebut dicampur dengan kecepatan 60 rpm selama 7 menit. Premix dibuat sekaligus untuk empat batch. Pembuatan premix secara sekaligus tersebut akan memengaruhi homogenitas produk akhir karena jika dari premix sudah tidak homogen maka sulit untuk memperoleh produk akhir yang homogen. Tahap produksi yang kedua yaitu proses pencampuran antara gula pasir dengan premix untuk mendapatkan produk minuman teh serbuk instan. Proses tersebut dimulai dengan transfer gula pasir dari silo menuju weighing hopper melalui buffer hopper. Jumlah gula yang ditimbang dalam weighing hopper sesuai dengan formulasi yang digunakan. Gula dari weighing hopper kemudian ditransfer ke ribbon mixer. Premix lalu dimasukkan ke dalam mixer lalu mixer dijalankan dengan kecepatan 44.8 rpm selama 10 menit. Proses pengeluaran produk dari mixer dilakukan melalui lubang di bagian bawah mixer kemudian ditampung sementara di dalam wadah. Metode penurunan serbuk ini dapat menyebabkan terjadi segregasi partikel dan akan merusak profil homogenitas produk setelah dari mixer. Hal ini disebabkan partikel serbuk yang berukuran lebih kecil akan cenderung berada di tengah tumpukan sedangkan partikel dengan ukuran yang lebih besar akan berada di pinggir tumpukan (Schulze, 2008). Setelah itu, produk dimasukkan ke dalam mesin pengemas untuk selanjutnya dikemas dalam kemasan aluminium foil 1 kg. Bahan pengemas terlebih dahulu melewati alat printing code untuk mencetak kode produksi dan tanggal kadaluarsa. Setelah produk dikemas, produk lalu melewati conveyor ke area pengemasan sekunder dengan karton boks.

5 Saat produk berada di mesin filling, produk akan diisikan ke dalam kemasan berdasarkan prinsip volumetrik. Prinsip pengisian secara volumetrik mensyaratkan produk harus memiliki densitas dalam kisaran g/l supaya tercapai berat bersih minimal 1000 g per kemasan. Pada tahap ini juga teridentifikasi masalah yang berhubungan dengan homogenitas dimana terjadi aliran funnel low atau core flow. Core flow ini menyebabkan produk dengan ukuran partikel lebih kecil (termasuk vitamin C) berada di bagian tengah hopper dan akan turun lebih dahulu sehingga kemasan produk pada awal proses akan memiliki kandungan vitamin C yang lebih tinggi dibandingkan dengan kemasan pada akhir proses. Diagram alir proses produksi dapat dilihat pada Gambar 9.

6 Penimbangan bahan baku premix Penuangan bahan baku premix Transfer gula pasir dari silo Penimbangan gula pasir di weighing hopper Pencampuran kering 60 rpm, 7 menit Transfer gula pasir weighing hopper ke dalam ribbon mixer Premix Pencampuran kering 44.8 rpm, 10 menit Penurunan produk melalui hopper ke dalam wadah-wadah Proses printing kode produksi ke kemasan Transfer produk ke mesin pengemas Proses pengemasan Minuman Teh Serbuk Gambar 9. Alur Produksi Minuman Teh Serbuk di PT. Nestlé Indonesia

7 B. ANALISIS PENYEBAB MASALAH Pada tahap analisis penyebab masalah ketidakhomogenan kandungan vitamin C dalam produk minuman teh serbuk, digunakan alat bantu diagram ishikawa. Diagram ini berguna untuk mengetahui faktor-faktor yang mungkin memiliki peluang menjadi penyebab munculnya masalah ketidakhomogenan produk (Muhandri dan Darwin, 2008). Sumber-sumber masalah yang diperoleh kemudian dijadikan target perbaikan. Diagram ishikawa disusun dengan teknik brainstorming dengan staf application group dan produksi. Dry mix Pembuatan premix Gambar 10 Diagram Sebab Akibat Ketidakhomogenan Produk Minuman Serbuk Terdapat empat faktor utama dalam penyusunan diagram sebab akibat, yaitu manusia, metode, material, dan mesin. Berikut akan dibahas satu persatu faktor-faktor tersebut. 1. Manusia Faktor manusia, dalam hal ini adalah operator produksi dan analis laboratorium kimia. Prosedur kerja harus selalu diikuti oleh operator produksi seperti urutan proses serta cara dan ketelitian penimbangan bahan. Ketelitian dan ketepatan penimbangan bahan sangat penting untuk memastikan jumlah vitamin C yang ditambahkan ke dalam produk sesuai dengan formulasi. Operator harus memastikan bahwa status timbangan berada dalam keadaan terkalibrasi. Penimbangan bahan juga harus berada tepat di tengah timbangan untuk memperoleh hasil yang akurat.

8 Faktor manusia yang kedua adalah analis laboratorium. Analis harus melakukan analisis vitamin C dengan tepat dan akurat. Tahapan analisis dimulai dari pengambilan sampel, persiapan sampel dan pereaksi analisis, hingga analisis sampel harus dilakukan tepat sesuai dengan prosedur. 2. Metode Terdapat tiga hal dalam metode yang memiliki pengaruh terhadap ketidakhomogenan produk, yaitu metode pembuatan premix, metode pencampuran kering dan metode analisis. Premix dibuat untuk empat batch produksi sekaligus. Premix dicampur dalam ribbon mixer dengan kecepatan 60 rpm selama 7 menit. Premix yang telah selesai dicampur kemudian dimasukkan ke dalam kantung plastik masing-masing sebanyak 5 kg selanjutnya premix tersebut dimasukkan ke dalam mixer besar pada untuk proses pencampuran dengan gula pasir. Pada pembuatan premix, dilakukan analisis homogenitas dengan indikator kehomogenan nilai coefficience of variance (Cv). Coefficience of variance adalah standar deviasi dibagi dengan rata-rata proses dikalikan 100%. Proses dikatakan homogen jika memiliki Cv 2%. Sampel untuk analisis homogenitas diambil saat pengeluaran produk dari mixer dengan interval 10 kali pengeluaran berturut-turut. Hasil analisis homogenitas premix dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil Analisis Homogenitas Premix Sampel Vit C (mg/100g , , , , , Rata2 3018,8 STD 203,6 CV 6,7

9 Coefficience of variance (%) : deviasi x 100 % rata-rata : 203,6 x 100% 3018,8 : 6,7% Nilai coefficience of variance (Cv) premix yang diperoleh sebesar 6,7%, nilai tersebut lebih besar dari 2% sehingga menunjukkan derajat pencampuran yang tidak homogen. Nilai Cv yang besar pada premix akan sangat mempengaruhi proses selanjutnya, yaitu pencampuran dengan gula pasir. Dengan demikian, jumlah vitamin C pada premix yang akan ditambahkan ke proses pencampuran utama akan bervariasi dan mempengaruhi profil homogenitas produk akhir. Metode pencampuran kering yang digunakan oleh PT. Nestlé Indonesia adalah sistem batch dimana proses pengeluaran dan pemasukan produk antar mesin dilakukan secara semi manual. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan profil campuran serbuk dari perfect mixture menjadi random mixture kemudian menjadi segregating mixture. Hal yang sebaliknya juga dapat terjadi karena proses pencampuran kering adalah suatu proses yang dapat balik (Canovas et al, 2005). Perubahan profil campuran ini tentu saja tidak diinginkan untuk memperoleh produk yang homogen. Metode analisis vitamin C yang digunakan mengacu pada AOAC :1995 dan instruksi laboratorium PT. Nestlé Indonesia. Sebelum digunakan untuk analisis, metode ini harus diverifikasi terlebih dahulu supaya hasil analisis sesuai dengan nilai yang sebenarnya. Hasil verifikasi menyatakan bahwa metode ini memiliki ketelitian dan keakuratan yang memenuhi kriteria penerimaan standar perusahaan serta menghasilkan data yang proporsional dengan kadar analit. 3. Material Faktor material yang menjadi perhatian utama dalam masalah ketidakhomogenan produk minuman teh serbuk adalah (1) mutu dan

10 kemurnian bahan baku, dan (2) karakteristik sifat fisik bahan baku dan produk jadi Mutu dan Kemurnian Bahan Baku Mutu termasuk kemurnian bahan baku setelah sampai di gudang penyimpanan harus tetap sama hingga bahan baku digunakan dalam proses produksi. Oleh karena itu jenis kemasan bahan baku, suhu dan RH gudang penyimpanan harus sesuai dengan spesifikasi produk. RH (kelembaban relatif) adalah rasio dari tekanan parsial uap air dalam campuran terhadap tekanan uap jenuh air pada temperature tersebut. Saat ini, kondisi kemasan dan penyimpanan bahan baku sudah cukup baik. Bahan baku yang relatif sensitif terhadap kondisi penyimpanan seperti vitamin C dan teh serbuk dikemas dalam kemasan kedap udara dan disimpan di gudang penyimpanan bersuhu maksimal 20 o C. Kemurnian bahan baku vitamin C juga mempengaruhi hasil akhir analisis kandungan vitamin C. Jika kemurnian rendah, maka kandungan vitamin C akan lebih rendah daripada jumlah tertentu yang ditambahkan. Dalam certificate of analysis (CoA) vitamin C dari supplier tertera kemurnian vitamin C berkisar antara %. Berikut ini adalah hasil analisis kemurnian bahan baku vitamin C yang digunakan oleh PT. Nestlé Indonesia. Tabel 3. Analisis Kemurnian Bahan Baku Vitamin C Konsentrasi standar (mg/ml) Vit C (mg/100g) Kemurnian (%) Rata-rata Berdasarkan Tabel 3. diperoleh nilai kemurnian vitamin C sebesar 98.23%, nilai tersebut berada di bawah kisaran spesifikasi sehingga

11 diperlukan adanya perhitungan pendekatan formulasi yang mempertimbangkan kemurnian vitamin C Karakteristik Sifat Fisik Bahan Baku dan Produk Jadi Karakteristik sifat fisik bahan baku dan produk jadi memiliki pengaruh terhadap proses pencampuran produk dan pada akhirnya akan mempengaruhi profil kehomogenan produk. - Karakteristik Sifat Fisik Bahan Baku Karakterisasi sifat fisik bahan baku minuman teh serbuk yang dilakukan meliputi pengukuran kadar air, densitas, ukuran partikel, dan kemudahan mengalir. Tujuan dilakukan karakterisasi ini adalah untuk mengetahui pengaruh karakteristik fisik bahan baku terhadap homogenitas produk. Bahan baku yang paling berpengaruh terhadap profil homogenitas produk adalah vitamin C dan gula pasir. Hal ini dikarenakan gula pasir adalah material dengan jumlah terbesar dalam campuran sedangkan vitamin C adalah indikator pengukuran homogenitas proses. a. Kadar Air Tabel 4. Pengukuran Kadar Air Bahan Baku Minuman Teh Serbuk Material KA sampel (%) KA standar (%) Serbuk teh instan Asam sitrat < 0.5 Gula pasir Lemon flavor Gum arab < 10 Vitamin C Kadar air serbuk yang tinggi membuat serbuk cenderung kohesif karena adanya gaya tarik menarik antar partikel. Serbuk kohesif lebih sulit untuk dicampur namun tidak mudah bersegregasi sehingga kehomogenan produk lebih mudah tercapai (Meyer, 2008). Gum arab, lemon flavor dan serbuk teh instan adalah bahan baku dengan kadar air yang relatif tinggi sehingga serbuk tersebut memiliki sifat kohesif yang membantu mencapai profil campuran serbuk yang homogen. Berdasarkan Tabel 4.

12 vitamin C memiliki kadar air rata-rata lebih tinggi dibandingkan standar ( 0.1%) yaitu %. Namun, bahan baku tersebut tetap digunakan untuk proses produksi. Sementara itu, bahan baku lainnya memiliki kadar air sesuai dengan standar. b. Densitas Tabel 5. Densitas Bahan Baku Minuman Teh Serbuk Bahan Baku Densitas (g/l) Serbuk teh instan Asam sitrat Gula pasir Lemon flavor Gum arab Asam askorbat Gula halus Gambar 11. Diagram Batang Densitas Bahan Baku Minuman Teh Serbuk Bahan Baku yang memiliki densitas terbesar adalah asam askorbat yaitu g/l sedangkan bahan baku yang memiliki densitas terkecil adalah serbuk teh instan yaitu g/l. Menurut Harnby dan Edwards (1992), material dengan densitas terbesar cenderung berada pada bagian bawah campuran sedangkan material dengan densitas terkecil cenderung berada pada bagian atas campuran sehingga dapat terjadi segregasi. Asam askorbat

13 dengan densitas terbesar memiliki kemungkinan akan terakumulasi pada bagian bawah campuran. Serbuk teh instan yang memiliki densitas terkecil cenderung berada pada bagian atas campuran. Rasio densitas antara asam askorbat ( mm) dengan gula pasir adalah ( mm) adalah 1:1.1. Menurut Meyer (2008), rasio densitas untuk mencegah segregasi harus leboh kecil dari 1:3 sehingga densitas bukan merupakan faktor yang menyebabkan terjadinya segregasi pada campuran. c. Ukuran Partikel Menurut Meyer (2008), perbedaan yang besar pada distribusi ukuran partikel antar material dapat menyebabkan terjadinya segregasi. Berdasarkan Tabel 6, ukuran partikel gula pasir adalah mm sedangkan ukuran partikel vitamin C adalah mm. Rasio ukuran partikel antara dua material tersebut yaitu 1:2. Menurut Meyer (2008), rasio ukuran partikel untuk mencegah segregasi adalah 1:1.2 sehingga selama proses pencampuran terdapat kemungkinan terjadinya segregasi antar material. Tabel 6. Pengukuran Ukuran Partikel Bahan Baku Minuman Teh Serbuk Bahan Baku Ukuran partikel (mm) Serbuk teh instan Asam sitrat Gula pasir Lemon flavor Gum arab Vitamin C Gula halus 0.457

14 Gambar 12. Diagram Batang Ukuran Partikel Bahan Baku Minuman Teh Serbuk Gula pasir untuk bahan baku minuman teh serbuk ditransfer dari hopper gula yang berada di line POLO. Kecepatan transfer gula yaitu sebesar gram/detik. Proses transfer menggunakan dorongan angin dengan kecepatan 3.28 m 3 /menit. Sebelumnya, diasumsikan bahwa proses transfer gula dapat mengecilkan ukuran partikel gula karena adanya gaya gesek antara gula dengan pipa transfer. Namun, ternyata ukuran partikel gula rata-rata hanya tereduksi sebesar 0.01 mm. d. Kemudahan Mengalir Serbuk Kemudahan mengalir serbuk dapat diketahui melalui metode Index Compressibility (Carr Index) dan Hausner Ratio. Kedua nilai tersebut diperoleh dari hasil pengukuran bulk density dan tapped density serbuk. Sifat fisik partikel (ukuran partikel, distribusi ukuran partikel, morfologi, dan densitas), kondisi proses (ada atau tidaknya tekanan), dan kondisi lingkungan (kelembaban relatif) adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan laju alir serbuk (Meyer, 2008). Semakin mudah mengalir suatu serbuk maka semakin mudah serbuk tersebut bersegregasi dalam campuran karena pergerakan partikelnya sangat tinggi. Semakin

15 buruk sifat aliran suatu serbuk maka serbuk tersebut semakin bersifat kohesif dan tidak mudah bersegregasi (Harnby dan Edwards, 1992). Tabel 7. Kemudahan Mengalir Bahan Baku Minuman Teh Serbuk Material Serbuk teh instan Tapped Density (g/ml) Bulk Density (g/ml) Hausner Ratio Compressibility Index Kemudahan Mengalir Poor Asam sitrat Good Gula pasir Excellent Lemon flavor Passable Gum arab Fair Vitamin C Fair Teh serbuk adalah material yang tergolong sulit mengalir karena cenderung bersifat kohesif. Secara umum, material lain memiliki kemampuan laju alir yang cukup baik (excellentpassable). Gula pasir adalah bahan baku utama dalam produk minuman teh serbuk sehingga sifat aliran campuran akan mengikuti karakteristik aliran gula pasir. Laju aliran serbuk yang tergolong excellent mengakibatkan campuran serbuk memiliki kecenderungan yang tinggi untuk mengalami segregasi. - Karakteristik Sifat Fisik Produk Jadi Menurut (Fellows, 2000), karakterisasi sifat fisik bahan baku tidak dapat menggambarkan sepenuhnya karakteristik produk jadi sehingga dilakukan pula karakterisasi sifat fisik produk jadi meliputi pengukuran kadar air, densitas, ukuran partikel, kemampuan laju alir, dan penampakan permukaan partikel serbuk dengan menggunakan scanning electron microscope (SEM).

16 Tabel 8. Karakteristik Sifat Fisik Minuman Teh Serbuk Material Kadar Air (%) Densitas (g/l) Ukuran Partikel (mm) Kemudahan Mengalir Produk Jadi Excellent Standar kadar air produk minuman teh serbuk maksimal 0.3%. Dari Tabel 8. diketahui bahwa kadar air berada di bawah standar maksimum. Kadar air ini merupakan faktor kritis yang ditentukan oleh kondisi suhu dan RH ruang produksi. Suhu dan RH ruang produksi berturut-turut adalah 22 0 C dan 45%. Jika suhu ruang produksi terlalu tinggi akibatnya produk akan menjadi kohesif dan sulit tercampur rata. Standar densitas minuman teh serbuk adalah g/l. Nilai tersebut mutlak dipenuhi karena akan mempengaruhi berat bersih produk pada proses pengemasan yang menggunakan prinsip volumetrik. Jika densitas produk terlalu tinggi maka berat bersih produk dalam kemasan akan lebih banyak dari 1000 gram dan hal yang sebaliknya juga berlaku. Ketepatan nilai berat bersih produk penting dalam analisis vitamin C karena satuan analisis adalah jumlah vitamin C per berat produk. PT. Nestlé Indonesia masih belum memiliki standar ukuran partikel untuk minuman teh serbuk. Ukuran partikel serbuk akan berpengaruh terhadap densitas. Semakin besar ukuran partikel maka semakin kecil densitas (Meyer, 2008). Ukuran partikel minuman teh serbuk sangat ditentukan oleh ukuran partikel gula pasir yang digunakan. Selain itu, seperti yang telah dibahas sebelumnya, laju alir minuman teh serbuk juga mengikuti laju alir gula (excellent) sehingga cenderung mudah untuk bersegregasi. Menurut Harnby dan Edwards (1992), jika terdapat partikel halus dan kasar dalam suatu campuran maka partikel yang lebih halus dan kecil akan menyelubungi permukaan partikel yang lebih kasar dan halus. Pada situasi ini, partikel yang kecil dan halus tersebut kehilangan gaya gerak individualnya dan jika komposisi partikel halus

17 dan kasar tepat mekanisme ini dapat menghasilkan suatu campuran yang homogen. Gambar 13. di bawah ini menunjukkan mekanisme tersebut terjadi pada minuman teh serbuk. Pencitraan dengan menggunakan scanning electron microscope tersebut tampak partikel gula diselubungi oleh partikel lain yang lebih kecil ukurannya. Namun, mekanisme penempelan ini tidak dapat mencegah terjadinya segregasi pada produk. A B D C Gambar 13. Penampakan permukaan gula pasir menggunakan scanning electron microscope dimana terjadi pelekatan serbuk dengan ukuran partikel lebih kecil dan kohesif. Gambar searah jarum jam (a) perbesaran 75 kali, (b) perbesaran 100x, (c) perbesaran 200x, dan (d) perbesaran 750x 4. Mesin Terdapat empat buah alat atau mesin yang berpengaruh terhadap profil homogenitas produk, yaitu timbangan di ruang produksi, timbangan analitik untuk analisis vitamin C, mixer, instrumen analisis vitamin C methrom dosimat, dan mesin pengemas. Timbangan perlu dikalibrasi

18 secara berkala untuk memastikan ketepatan penimbangan bahan. Timbangan di ruang produksi cukup dikalibrasi oleh staf dari quality assurance secara berkala sedangkan timbangan analitik perlu dikalibrasi oleh badan kalibrasi yang berwenang di Indonesia. Selain itu sebelum dilakukan penimbangan, indikator bubble harus selalu dipastikan berada di bagian tengah lingkaran untuk menjamin keakuratan penimbangan. Instrumen analisis vitamin C menggunakan methrom dosimat. Alat analisis ini bekerja berdasarkan prinsip titrasi potensiometri. Oleh karena itu, tabung titrasi dan elektrode alat harus dalam keadaan baik supaya volume titran yang dikeluarkan sama dengan yang tertera pada layar dan titik akhir titrasi dapat dibaca dengan tepat. Mixer yang digunakan untuk proses pencampuran kering ini adalah tipe ribbon mixer. Mixer ini memiliki mekanisme utama convective mixing dan sesuai dengan karakteristik serbuk yang mudah bersegregrasi (Brennan et al., 1990). Kecepatan putaran impeler maksimum mixer ini adalah 60 rpm dengan kapasitas sebesar 40-60%. Jika lebih dari itu, mesin tidak mampu melakukan proses pencampuran dengan baik. Saat ini, mixer dijalankan pada kecepatan 60 rpm dengan kapasitas 60%. Pencatat waktu dan kecepatan pada mixer perlu dilakukan pengecekan secara berkala untuk memastikan kondisi proses berjalan sesuai dengan prosedur. Proses pengeluaran produk dari mixer dilakukan melalui lubang pada bagian bawah mixer. Perbedaan ukuran partikel dan pengaruh gaya gravitasi serta karakteristik material yang bersifat mudah mengalir menyebabkan produk mengalami segregasi saat proses pengeluaran produk dari mixer (Schulze, 2008). Hal ini dapat dibuktikan dengan uji sederhana berupa heap test. Heap test yang dilakukan pada produk minuman teh serbuk menunjukkan terjadinya segregasi karena kadar asam askorbat produk pada pinggir kerucut jauh lebih rendah daripada kadar asam askorbat pada bagian tengah kerucut. Pada ulangan pertama diambil sampel produk dalam kemasan dengan kadar vitamin C adalah mg/100g. Kadar

19 vitamin C pada sampel pinggir kerucut adalah mg/100g sedangkan kadar vitamin C pada sampel bagian tengah kerucut adalah mg/100g. Pada ulangan kedua diambil sampel kemasan lain dengan kadar vitamin C mg/100g. Kadar vitamin C pada sampel pinggir kerucut adalah mg/100g sedangkan kadar vitamin C pada sampel bagian tengah kerucut adalah mg/100g. Dari hasil tersebut diketahui bahwa vitamin C terpusat pada bagian tengah kerucut. Gambar heap test dapat dilihat pada Gambar 14. a b Gambar 14. (a) Heap Test Pada Minuman Teh Serbuk, (b) Ilustrasi Terjadinya Segregasi Pada Heap Test (Schulze, 2008) Vitamin C adalah material dengan densitas rata-rata tertinggi yaitu g/l. Ukuran partikel asam askorbat rata-rata relatif kecil yaitu mm. Asam askorbat tergolong mudah mengalir (fair). Berdasarkan sifat fisik tersebut, diduga bahwa vitamin C akan turun terlebih dahulu ketika dituang membentuk tumpukan kerucut sehingga vitamin C menumpuk di bagian tengah kerucut. Hasil heap test dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil Heap Test Pada Produk Minuman Teh Serbuk Ulangan Kandungan vit. C dalam bag (mg/100g) Kandungan vit. C pada pinggir tumpukan (mg/100g) Kandungan vit. C pada bagian tengah tumpukan (mg/100g)

20 Pada mesin pengemas juga ditemukan adanya peluang penyebab masalah ketidakhomogenan produk. Pada saat proses filling terjadi pola aliran core flow atau funnel flow. Pola ini terbentuk karena adanya perbedaan ukuran partikel yang cukup besar serta desain mesin filling yang cenderung mengarah pada pola core flow. Hal ini diketahui dari sudut hopper yaitu 30 o. Dimensi mesin filling yang digunakan oleh PT. Nestlé Indonesia yaitu tinggi cm, diameter inlet 60.5 cm, diameter outlet cm, volume hopper 0.05 m 3, luas permukaan hopper m 2. (Gambar 15) cm cm 30 o cm Gambar 15. Dimensi Mesin Filling di PT. Nestlé Indonesia Pada pola aliran core flow, produk yang lebih dulu bergerak turun dari silo menuju hopper adalah yang berada pada bagian tengah sedangkan produk yang berada dekat dengan dinding silo senderung stagnan dan turun terakhir. Hal ini mengakibatkan terjadinya pemisahan campuran serbuk saat proses pengemasan (Prescott dan Barnum, 2000). Gambar dan ilustrasi core flow dapat dilihat pada Gambar 16.

21 a b Gambar 16. (a) Funnel flow Pada Proses Filling (b) Ilustrasi Terjadinya Funnel Flow (Schulze, 2008) Pola aliran tersebut menyebabkan serbuk dengan ukuran partikel lebih kecil (termasuk vitamin C) yang berada di tengah silo akan turun terlebih dahulu sehingga lebih banyak berada pada kemasan di awal proses. Produk yang dikemas terakhir akan cenderung memiliki kandungan vitamin C yang rendah. Ilustrasi teori tersebut dapat dilihat pada Gambar 17. Gambar 17. Ilustrasi Pola Penurunan Material Pada Aliran Funnel Flow (Schulze, 2008) Setelah dilakukan verifikasi terhadap faktor-faktor peluang penyebab ketidakhomogenan dari diagram ishikawa, diperoleh empat penyebab yang memberikan pengaruh paling signifikan yaitu karakteristik sifat fisik, pembuatan premix, proses pengeluaran produk dari mixer, dan proses

22 pengemasan. Tahapan selanjutnya adalah dilakukan langkah-langkah perbaikan yang mengacu kepada empat penyebab utama tersebut untuk memperoleh produk minuman teh serbuk yang homogen. C. ANALISIS LANGKAH PERBAIKAN Langkah-langkah perbaikan yang dilakukan mencakup empat hal, yaitu pembuatan bagan kendali control, modifikasi karakteristik sifat fisik bahan baku, analisis homogenitas proses, dan melakukan optimasi proses pengemasan. 1. Pembuatan Bagan Kendali Kontrol Bagan kendali kontrol adalah suatu alat bantu untuk mengetahui apakah proses berada dalam keadaaan terkendali atau tidak (Muhandri dan Darwin, 2008). Pada kasus ketidakhomogenan vitamin C pada minuman teh serbuk ini akan dibuat dua jenis control chart. Sumber data kedua control chart tersebut didasarkan pada pengamatan hasil analisis harian kandungan vitamin C pada tanggal 7 Agustus hingga 30 Juni Pertama, dibuat bagan kendali dengan nilai rata-rata 257 dan batas bawah serta batas atas adalah ±2% dari nilai rata-rata (Gambar 18). Hal ini mengacu pada proses dinyatakan homogen jika memiliki nilai varian 2%. Pada bagan kendali tipe ini diketahui batas atas proses adalah sedangkan batas bawah proses yaitu Dengan demikian, proses dikatakan homogen jika kandungan vitamin C produk berada pada kisaran mg/100g mg/100g. Berdasarkan gambar dibawah ini diketahui hanya terdapat 20 hari dari 84 hari pengamatan yang dinyatakan berada dalam batas kendali tersebut.

23 LCL = Average = UCL = VAR00001 Sigma level: 3 Control Chart: VAR00001 Gambar 18. Bagan kendali Vitamin C Pada Minuman Teh Serbuk Bagan kendali kedua yaitu tipe individual moving range enam sigma. Bagan kendali tipe ini digunakan karena hanya terdapat satu ulangan analisis per hari. UCL = = 257 LCL =

24 Gambar 19 Individual and Moving Range Control Chart Kandungan Vitamin C Pada Produk Minuman Teh Serbuk Bagan kendali kontrol tipe ini secara teoritis digunakan untuk mengendalikan proses (Gambar 19). Pada bagan kendali tipe ini ternyata terdapat empat titik yang berada di luar batas kendali atas. Hal ini mengindikasikan bahwa proses tidak terkontrol dengan baik dan perlu segera dilakukan tindakan perbaikan. 2. Modifikasi Karakteristik Sifat Fisik Bahan Baku Modifikasi karakteristik bahan baku yang dilakukan bertujuan mengurangi kecenderungan serbuk untuk bersegregasi. Hal ini dapat dilakukan dengan mengurangi perbedaan ukuran partikel serbuk dengan mengecilkan ukuran partikel gula. Pengecilan ukuran partikel gula pasir sekaligus akan mengurangi kemampuan laju alir. Hal ini disebabkan partikel berukuran kecil akan mengalami kenaikan gaya adhesif inter partikel sehingga mengurangi pula kecenderungan bersegrerasi (Schulze, 2008).

25 Produksi minuman teh serbuk di Pabrik Cikupa dapat menggunakan gula pasir halus dengan ukuran partikel mm. Gula pasir dengan spesifikasi tersebut saat ini telah digunakan oleh Pabrik Panjang. 3. Analisis Homogenitas Proses Analisis homogenitas proses dilakukan pada tahap proses pencampuran, proses pengeluaran produk dari mixer, dan pada produk yang telah dikemas. Pada proses pencampuran, dilakukan analisis homogenitas pada berbagai waktu proses pencampuran, yaitu 8 menit, 10 menit, 12 menit, dan 15 menit. Dari keempat perlakuan waktu tersebut, warna dan homogenitas produk diamati secara visual dan dianalisis pula kandungan vitamin C-nya. Menurut Fellows (2000), kecukupan proses pencampuran ditentukan oleh dua variabel, yaitu kecepatan putaran ribbon dan waktu proses. Parameter proses yang saat ini digunakan di PT. Nestlé Indonesia yaitu kecepatan putaran ribbon 44.8 rpm selama 10 menit. Kecepatan putaran ribbon tersebut merupakan kecepatan maksimal sehingga tidak dilakukan perubahan kecepatan dan hanya dilakukan perubahan terhadap variabel waktu. Pengamatan warna dan homogenitas secara visual dilakukan dari waktu pencampuran menit ke-8 hingga menit ke-15. Hal ini dilakukan untuk mengetahui waktu pencampuran yang dianggap optimum secara visual. Penampakan sampel dibandingkan dengan reference. Reference memiliki warna ( ) dan derajat homogenitas ( ). Berdasarkan Tabel 10, warna dan derajat homogenitas produk sama dengan reference mulai menit ke-10 proses pencampuran. Sehingga, secara visual dinyatakan produk homogen setelah proses pencampuran selama 10 menit.

26 Tabel 10. Pengamatan Warna dan Homogenitas Secara Visual Pada Minuman Teh Serbuk Menit ke- Titik Pengambilan Warna Derajat homogenitas Sampel Keterangan: Warna: + : coklat sangat muda + + : coklat muda : coklat

27 : coklat agak tua Derajat homogenitas: + : banyak spot-spot warna yang tidak homogen + + : sedikit spot-spot warna yang tidak homogen : sangat sedikit spot-spot warna yang tidak homogen : tidak terdapat spot-spot warna yang tidak homogen a b d c Gambar 20. Penampakan Visual Produk Pada (a). Menit ke-8, (b) Menit ke- 10, (c) Menit ke-12, dan (d) Menit ke-15 Berdasarkan hasil analisis homogenitas kandungan vitamin C produk pada Tabel 11. diketahui waktu pencampuran selama 10 menit memiliki Cv 3.18% dengan standar deviasi Nilai tersebut paling rendah dibandingkan dengan waktu proses pencampuran yang lain. Pada menit ke-12 dan menit ke-15, Cv produk justru menunjukkan peningkatan yaitu 3.60% dan 3.84% berturut-turut. Hal ini menunjukkan bahwa pada waktu tersebut produk mengalami over mixing. Menurut Schulze (2008), over mixing dapat terjadi pada campuran serbuk dengan keragaman ukuran partikel yang tinggi. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, pada tahap pengeluaran produk dari mixer terdapat peluang terjadinya segregasi serbuk. Hal ini berakibat pada berubahnya profil homogenitas produk setelah proses pencampuran. Serbuk yang sudah relatif homogen saat di mixer berubah

28 menjadi tidak homogen pada saat proses pengeluaran produk (Harnby dan Edwards, 1992). Pada Tabel 11, diketahui bahwa Cv pada proses pengeluaran produk dari mixer (8.98%) lebih besar dibandingkan dengan Cv produk saat proses pencampuran (3.18%). Untuk menghindari hal tersebut maka pengaruh gaya gravitasi dan peluang pembentukan tumpukan saat proses pengeluaran serbuk dari mixer harus diusahakan seminimal mungkin (Schulze, 2008). Tabel 11. Hasil Analisis Kandungan Vitamin C Pada Proses Produksi Minuman Teh Serbuk Sampel Menit Menit Menit Menit Outflow Produk ke-8 ke-10 ke-12 ke-15 Mixer Jadi Vitamin C 279,4 (mg/100g) 3 291,09 285,42 276, STD 16,76 9,23 10,26 10, CV (%) 6,00 3,18 3,60 3, Gambar 21. Kurva Optimum Proses Pencampuran Minuman Teh Serbuk Gambar 21 adalah kurva optimum proses pencampuran yang dibuat berdasarkan model kurva polynomial orde 2. Dari kurva tersebut diperoleh persamaan Y = 0.140x x , dimana y (f(x)) merupakan fungsi dari waktu (x). Persamaan kemudian diturunkan untuk mencapai waktu optimum dengan nilai Cv minimum. Waktu optimum yang diperoleh berdasarkan hasil turunan persamaan tersebut adalah 12.5 menit.

29 Setelah tahap pengeluaran produk, produk ditransfer menuju mesin pengemas. Setelah dikemas, produk diambil sampel sebanyak 10 buah pada interval tertentu. Nilai Cv produk jadi (6.62%) diketahui lebih rendah dibandingkan saat outflow mixer (8.98%). Hal ini disebabkan proses pencampuran kering adalah proses yang reversibel sehingga perilaku campuran serbuk sulit diprediksi. Namun, nilai Cv tersebut tetap lebih tinggi dibandingkan Cv proses pencampuran. Ketidakhomogenan ini disebabkan pada proses pengemasan terjadi pola core flow pada silo. Core flow ini menyebabkan produk dengan ukuran partikel lebih kecil yang berada di bagian tengah hopper akan turun lebih dahulu sehingga produk yang dikemas awal akan memiliki kandungan vitamin C yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk yang dikemas akhir (lihat Gambar 17). Teori tersebut terbukti terjadi pada profil kandungan vitamin C pada minuman teh serbuk dimana kandungan vitamin C pada kemasan awal hingga pertengahan cenderung tinggi (Gambar 22). Trend kurva yang menurun ditunjukkan dengan a yang bernilai negatif pada persamaan garis y = x Gambar 22. Grafik Kandungan Vitamin C Pada Finished Goods

30 4. Optimasi Proses Pengeluaran Produk dari Mixer dan Pengemasan Berdasarkan pembahasan sebelumnya diketahui bahwa proses pengeluaran produk dari mixer dan proses pengemasan merusak profil homogenitas produk setelah proses pencampuran sehingga perlu dilakukan tindakan perbaikan. Terdapat dua jenis metode transfer produk antara tahap produksi yang umum digunakan di industri, yaitu secara mekanik dan gravitasi. Saat ini, metode yang digunakan adalah secara gravitasi namun metode ini tidak tepat digunakan karena akan menyebabkan segregasi produk. Metode transfer lain yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan flexible screw conveying. Metode ini cocok digunakan untuk mentransfer campuran serbuk yang memiliki karakteristik mudah mengalir tanpa terjadi segregasi saat proses transfer. Screw yang berada di tengah pipa conveyor akan menggerakkan serbuk di satu arah tanpa mengakibatkan segregasi. Proses ini menyebabkan produk mengalami pencampuran kembali saat transfer (Anonim c, 2008). Gambar 23. Ilustrasi Pergerakan Serbuk Saat Proses Transfer Menggunakan Flexible Screw Desain silo yang diinginkan untuk memperoleh produk yang homogen saat dikemas adalah silo dengan pola mass flow. Pola mass flow, serbuk akan turun bersama-sama sehingga tidak ditemui adanya zona stagnan (Prescott dan Barnum, 2000). Dinding silo mesin filling memiliki sudut 30 o, untuk mencegah core flow maka dapat dilakukan perubahan desain mesin yaitu sudut hopper diperkecil menjadi 10 o sehingga dinding hopper harus cukup curam dan memiliki friksi yang kecil (Gambar 24.e.). Tinggi

31 silo sendiri harus lebih besar dibandingkan dengan diameter inlet sehingga bentuk silo akan tinggi dan ramping (Schulze, 2008). Gambar 24. Desain Hopper Mass Flow (Schulze, 2008)

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA III. TINJAUAN PUSTAKA A. SERBUK (POWDER) Serbuk dikenal sebagai kumpulan dari partikel-partikel kecil yang kering. Definisi yang lebih tepat mengenai serbuk sesuai dengan British Standard 2955: 1958 yaitu

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI A. METODOLOGI PELAKSANAAN MAGANG

IV. METODOLOGI A. METODOLOGI PELAKSANAAN MAGANG IV. METODOLOGI A. METODOLOGI PELAKSANAAN MAGANG Metodologi pelaksanaan magang dilakukan sebagai berikut: 1. Observasi Masalah Tahap ini dilakukan melalui pengamatan langsung di lapangan terutama pada proses

Lebih terperinci

SKRIPSI OPTIMASI PROSES PRODUKSI PRODUK MINUMAN TEH SERBUK DI PT. NESTLÈ INDONESIA. Oleh MARINA NOOR PRATHIVI F

SKRIPSI OPTIMASI PROSES PRODUKSI PRODUK MINUMAN TEH SERBUK DI PT. NESTLÈ INDONESIA. Oleh MARINA NOOR PRATHIVI F SKRIPSI OPTIMASI PROSES PRODUKSI PRODUK MINUMAN TEH SERBUK DI PT. NESTLÈ INDONESIA Oleh MARINA NOOR PRATHIVI F24051658 2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR SKRIPSI OPTIMASI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji KLT Ekstrak Daun Sirih Hijau

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji KLT Ekstrak Daun Sirih Hijau BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji KLT Ekstrak Daun Sirih Hijau Uji KLT dilakukan sebagai parameter spesifik yaitu untuk melihat apakah ekstrak kering daun sirih yang diperoleh dari PT. Industry

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya. Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya. Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1, 35 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1, menggunakan metode kering pada kondisi khusus

Lebih terperinci

METODOLOGI. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

METODOLOGI. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian 18 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium PT. Hale International dan Laboratorium Analisis Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB.Penelitian dilakukan mulai bulan Januari

Lebih terperinci

III. METODELOGI. Penelitian dilaksanakan di laboratorium PT KH Roberts Indonesia dan

III. METODELOGI. Penelitian dilaksanakan di laboratorium PT KH Roberts Indonesia dan 29 III. METODELOGI Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di laboratorium PT KH Roberts Indonesia dan laboratorium program studi ilmu pangan di Bogor. Pelaksanan penelitian dilakukan selama 6 bulan dari

Lebih terperinci

V. HASIL DA PEMBAHASA

V. HASIL DA PEMBAHASA V. HASIL DA PEMBAHASA Metode analisis kadar vitamin C pada susu bubuk yang dilakukan pada penelitian ini merupakan metode yang tercantum dalam AOAC 985.33 tentang penentuan kadar vitamin C pada susu formula

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU Tempat pelaksanaan penelitian adalah di Laboratorium Balai Besar Industri Agro (BBIA) Cikaret, Bogor dan Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil identifikasi sampel yang dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil identifikasi sampel yang dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi 32 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Determinasi Tanaman Hasil identifikasi sampel yang dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi UGM didapat bahwa sampel yang digunakan adalah benar daun sirsak (Annona muricata

Lebih terperinci

Pot III : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel. Pot IV : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel

Pot III : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel. Pot IV : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel Pot III : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel Pot IV : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel Uji dilakukan selama enam hari dalam tempat dengan kelembaban 70% dan suhu 27ºC, setiap hari

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian pemisahan plastik dengan jig dilakukan dalam skala laboratorium untuk mengetahui sifat fisik sampel plastik, dan pengamatan proses jig dalam reaktor batch untuk

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung daging lidah

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung daging lidah 25 BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. BAHAN Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung daging lidah buaya (PT. Kavera Biotech, Indonesia), asam sitrat (Cina), asam tartrat (Perancis) dan natrium

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. APLIKASI KACANG OVEN GARLIC SKALA LABORATORIUM Prosedur aplikasi yang standar mutlak diperlukan karena akan menghasilkan data dengan ulangan yang baik. Pertama, bahan yang digunakan

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain talas bentul, gula pasir, gula merah, santan, garam, mentega, tepung ketan putih. Sementara itu, alat yang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan. C. Parameter Pengeringan dan Mutu Irisan Mangga

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan. C. Parameter Pengeringan dan Mutu Irisan Mangga III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei 2011 sampai dengan Agustus 2011 di Laboratorium Pindah Panas serta Laboratorium Energi dan Elektrifikasi

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi Fisik, Kimia, dan Formulasi Tablet Departemen Farmasi FMIPA UI, Depok. Waktu pelaksanaannya adalah dari bulan Februari

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Bahan dan Alat

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Bahan dan Alat BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat 3.1.1 Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak daun sirih hijau (Piper betle, L) diperoleh dari PT. Borobudur Natural Herbal Industry,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Beton PT. Pionir Beton

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Beton PT. Pionir Beton BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Sampel penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Beton PT. Pionir Beton Cimareme, Padalarang, Bandung. Sampel dalam penilitian menggunakan benda uji

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI

METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI 03-1968-1990 RUANG LINGKUP : Metode pengujian ini mencakup jumlah dan jenis-jenis tanah baik agregat halus maupun agregat kasar. RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB III PENGUMPULAN DATA

BAB III PENGUMPULAN DATA BAB III PENGUMPULAN DATA 3. FASE PENDEFINISIAN 3.. Sekilas tentang Perusahaan PT Batman Kencana merupakan perusahaan manufaktur nasional yang bergerak di bidang produksi balon dan permen. Jenis produk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2011, bertempat di Laboratorium Pilot Plant PAU dan Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. yang optimum untuk gum arabika dan tapioka yang kemudian umur simpannya akan

HASIL DAN PEMBAHASAN. yang optimum untuk gum arabika dan tapioka yang kemudian umur simpannya akan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Enkapsulasi Minyak Cengkeh Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan perbandingan konsentrasi yang optimum untuk gum arabika dan tapioka yang kemudian

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian adalah suatu proses berfikir dari menemukan masalah, mengumpulkan data, baik melalui tinjauan pustaka maupun melalui studi lapangan, melakukan pengolahan

Lebih terperinci

III.METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan terhitung pada bulan Februari Mei

III.METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan terhitung pada bulan Februari Mei 17 III.METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan terhitung pada bulan Februari Mei 2012. Adapun tempat pelaksanaan penelitian ini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Tablet Mengapung Verapamil HCl Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih lima formula untuk dibandingkan kualitasnya, seperti

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PE ELITIA

IV. METODOLOGI PE ELITIA IV. METODOLOGI PE ELITIA 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan, mulai bulan Februari 2012 sampai dengan Mei 2012 di laboratorium kimia departemen Quality Control (QC)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Proses penelitian dibagi menjadi dua bagian, yaitu; proses pengujian keadaan fisik bahan-bahan beton ( cth : specific gravity, absorpsi, dan kadar air ) serta preparasi benda

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fateta-IPB.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Rancangan penelitian adalah true experiment atau eksperimen murni dengan desain yaitu post test with control group desain. T0 V 1 T 1 T0 V 2

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KOMPOSISI SAMPEL PENGUJIAN Pada penelitian ini, komposisi sampel pengujian dibagi dalam 5 grup. Pada Tabel 4.1 di bawah ini tertera kode sampel pengujian untuk tiap grup

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Pelet Daun Indigofera sp. Pelet daun Indigofera sp. yang dihasilkan pada penelitian tahap pertama memiliki ukuran pelet 3, 5 dan 8 mm. Berdasarkan hasil pengamatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini didahului dengan perlakuan awal bahan baku untuk mengurangi pengotor yang terkandung dalam abu batubara. Penentuan pengaruh parameter proses dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental laboratorium. B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 49 BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Tahap Pengumpulan Data 4.1.1 Penentuan Objek Penelitian PT. MYR memprodusi puluhan jenis produk makanan ringan yang sering dikonsumsi sehari-hari dari beberapa

Lebih terperinci

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen portland komposit

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen portland komposit III. METODE PENELITIAN A. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen portland komposit merek Holcim, didapatkan dari toko bahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan Maret sampai Bulan Juni 2013. Pengujian aktivitas antioksidan, kadar vitamin C, dan kadar betakaroten buah pepaya

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN. Rancangan analisis data pada penelitian ini menggunakan faktorial dalam

BAB III METODA PENELITIAN. Rancangan analisis data pada penelitian ini menggunakan faktorial dalam BAB III METODA PENELITIAN 3.1 Metoda Percobaan Rancangan analisis data pada penelitian ini menggunakan faktorial dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK), desain faktorialnya 4 x 4 dengan tiga kali ulangan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian dan Metode Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksplanatory research, yaitu menjelaskan antara variabel bebas (pengaruh penambahan variasi konsentrasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan. C. Prosedur Penelitian

BAB III METODOLOGI. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan. C. Prosedur Penelitian BAB III METODOLOGI A. Waktu dan Tempat Penelitian telah dilakukan pada bulan Agustus dan November 2011, yang berlokasi di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Departemen Teknik Mesin

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ).

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ). 0.45 µm, ph meter HM-20S, spektrofotometer serapan atom (AAS) Analytic Jena Nova 300, spektrofotometer DR 2000 Hach, SEM-EDS EVO 50, oven, neraca analitik, corong, pompa vakum, dan peralatan kaca yang

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan september 2011 hingga desember 2011, yang bertempat di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Departemen

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kelompok Keilmuan (KK) Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA Institut Teknologi Bandung. Penelitian dimulai dari

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Rangkaian penelitian kualitas selai alpukat ( Persea americana Mill)

BAB III MATERI DAN METODE. Rangkaian penelitian kualitas selai alpukat ( Persea americana Mill) 10 BAB III MATERI DAN METODE Rangkaian penelitian kualitas selai alpukat ( Persea americana Mill) dengan 3 jenis pemanis alami, dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2017 di Laboratorium Kimia dan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Makanan dan Material dan Laboratorium Kimia Analitik Instrumen, Jurusan Pendidikan Kimia,

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA. kualitatif. Proses pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan data. 1. Produk : Cairan Rem DOT 3

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA. kualitatif. Proses pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan data. 1. Produk : Cairan Rem DOT 3 BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Data Umum Perusahaan Pada bab ini dilakukan pengumpulan data yang berkaitan dengan penelitian, baik yang berkaitan dengan data kuantitatif maupun data yang bersifat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: yang padat. Pada penelitian ini menggunakan semen Holcim yang

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: yang padat. Pada penelitian ini menggunakan semen Holcim yang III. METODE PENELITIAN A. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Semen Semen adalah bahan pembentuk beton yang berfungsi sebagai pengikat butiran agregat dan mengisi ruang antar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Evaluasi Krim Hasil evaluasi krim diperoleh sifat krim yang lembut, mudah menyebar, membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat dioleskan pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen murni dengan rancangan eksperimental random atau disebut juga randomized pretest-posttest control group

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Sampel Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium beton PT. Pionirbeton, Cimareme, Ngamprah, Bandung Barat. Bentuk sampel penelitian ini berupa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7)

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah bubuk susu kedelai bubuk komersial, isolat protein kedelai, glucono delta lactone (GDL), sodium trpolifosfat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2013 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2013 di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2013 di Laboratorium Fisika Material Jurusan Fisika FMIPA Unila dan Laboratorium Teknik Sipil

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah 30 LAMPIRAN 31 Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah No. Sifat Tanah Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 1. C (%) < 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 > 5.0 2. N (%)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat di Jl. Dr. Setiabudi No.229 Bandung. Untuk keperluan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Pengolahan Hasil Perkebunan STIPAP Medan. Waktu penelitian dilakukan pada

METODE PENELITIAN. Pengolahan Hasil Perkebunan STIPAP Medan. Waktu penelitian dilakukan pada II. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proses Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan STIPAP Medan. Waktu penelitian dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. JenisPenelitian, Rancangan Penelitian atau Metode Pendekatan Jenis penelitian ini adalah quasi experiment (eksperimen semu) dengan rancangan penelitian non randomized pretest-postest

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Pembuatan Gula Pabrik gula adalah suatu pabrik yang berperan mengubah bahan baku tebu menjadi kristal produk yang memenuhi syarat. Di dalam proses kristalisasi dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN ANALISIS

BAB IV DATA DAN ANALISIS BAB IV DATA DAN ANALISIS 4.1 Karakterisasi Abu Ampas Tebu ( Sugarcane Ash ) 4.1.1 Analisis Kimia Basah Analisis kimia basah abu ampas tebu (sugarcane ash) dilakukan di Balai Besar Bahan dan Barang Teknik

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis kadar air dan kadar lemak adalah mie instan Indomie (dengan berat bersih 61 gram, 63 gram, dan 66 gram), petroleum

Lebih terperinci

kurang dari 135 mg. Juga tidak boleh ada satu tablet pun yang bobotnya lebih dari180 mg dan kurang dari 120 mg.

kurang dari 135 mg. Juga tidak boleh ada satu tablet pun yang bobotnya lebih dari180 mg dan kurang dari 120 mg. PEMBAHASAN TABLET Setelah dilakukan uji granul dan granul dinyatakan layak untuk dikempa, proses yang selanjutnya dilakukan adalah pencetakan tablet sublingual famotidin. Sebelum pencetakan, yang dilakukan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Secara garis besar, penelitian ini terdiri dari tiga tahapan. Tahap yang pertama adalah pembuatan elektroda dan karakterisasi elektroda. Karakterisasi elektroda ini meliputi penentuan

Lebih terperinci

Gambar 6. Rontokan seasoning pada belt conveyor (A) dan pada mesin weighing (B)

Gambar 6. Rontokan seasoning pada belt conveyor (A) dan pada mesin weighing (B) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIMULASI SKALA LABORATORIUM Proses pengaplikasian seasoning pada produk tortilla chip yang diproduksi PT Garudafood adalah metode satu tahap yaitu menggunakan dry seasoning

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. bawang putih, dan asam jawa. Masing-masing produsen bumbu rujak ada yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. bawang putih, dan asam jawa. Masing-masing produsen bumbu rujak ada yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bumbu rujak Rujak manis adalah semacam salad. Rujak manis terdiri dari campuran beberapa potongan buah segar dengan dibumbui saus manis pedas. Pada umumnya bumbu rujak manis terbuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tomat termasuk buah klimaterik dimana terjadi peningkatan proses

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tomat termasuk buah klimaterik dimana terjadi peningkatan proses BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Tomat termasuk buah klimaterik dimana terjadi peningkatan proses respirasi setelah pemanenan. Klimakterik menghasilkan etilen lebih banyak sehingga mempercepat terjadinya

Lebih terperinci

PENINGKATAN KAPASITAS PRODUKSI PADA PABRIK PAKAN TERNAK DENGAN MENGGUNAKAN PRINSIP SYNCHRONOUS MANUFACTURING

PENINGKATAN KAPASITAS PRODUKSI PADA PABRIK PAKAN TERNAK DENGAN MENGGUNAKAN PRINSIP SYNCHRONOUS MANUFACTURING PENINGKATAN KAPASITAS PRODUKSI PADA PABRIK PAKAN TERNAK DENGAN MENGGUNAKAN PRINSIP SYNCHRONOUS MANUFACTURING Budi Christianto, Witantyo Program Studi Magister Manajemen Teknologi ITS Jl. Cokroaminoto 12A

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 4.1. Model Perumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan Metodologi pemecahan masalah merupakan tahap menggambarkan jalannya proses penelitian atau pemecahan masalah yang

Lebih terperinci

BAB VII LAMPIRAN. Perhitungan Neraca Massa pada Proses Pengolahan Sari Buah Jambu Biji Merah:

BAB VII LAMPIRAN. Perhitungan Neraca Massa pada Proses Pengolahan Sari Buah Jambu Biji Merah: BAB VII LAMPIRAN Perhitungan Neraca Massa pada Proses Pengolahan Sari Buah Jambu Biji Merah: Ukuran buah jambu biji merah: - Diameter = + 10 cm - 1kg = 7-8 buah jambu biji merah (berdasarkan hasil pengukuran)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juli 2013 di Laboratorium Kimia

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juli 2013 di Laboratorium Kimia 27 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juli 2013 di Laboratorium Kimia Anorganik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2016 Mei 2017 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2016 Mei 2017 di 11 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2016 Mei 2017 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Fakultas Peternakan dan Pertanian serta Laboratorium Terpadu Universitas Diponegoro;

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah permen jelly pepaya yang terbuat dari pepaya varietas IPB 1 dengan bahan tambahan sukrosa, ekstrak rumput

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2012 sampai dengan Oktober 2012. Adapun laboratorium yang digunakan selama penelitian antara lain Pilot

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN Pada penelitian pendahuluan dilakukan kajian pembuatan manisan pala untuk kemudian dikalengkan. Manisan pala dibuat dengan bahan baku yang diperoleh dari

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metoda analisis dengan menggunakan elektroda yang telah dimodifikasi dengan buah pisang dan buah alpukat untuk menentukan kadar parasetamol.

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2016 Agustus 2016 di. Laboratorium Terpadu Universitas Diponegoro, Semarang.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2016 Agustus 2016 di. Laboratorium Terpadu Universitas Diponegoro, Semarang. 19 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2016 Agustus 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan Fakultas Peternakan dan Pertanian, dan Laboratorium Terpadu Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2016 hingga Februari tahun

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2016 hingga Februari tahun BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2016 hingga Februari tahun 2017 diawali dengan persiapan ekstrak pegagan di Laboratorium Terpadu Universitas Diponegoro. Formulasi

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Produksi Tanaman dan RGCI, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras kencur dikenal sebagai minuman tradisional khas Indonesia yang terbuat dari bahan-bahan herbal segar. Komposisi utamanya ialah beras dan rimpang kencur yang memiliki

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 2. Formulasi adonan

METODE PENELITIAN. Tabel 2. Formulasi adonan IV. METODE PENELITIAN 4.1 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam proses ekstrusi dan pre-conditioning adalah gritz jagung, tepung gandum, tepung beras, minyak dan air. Bahan yang digunakan untuk analisis

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN A. Lokasi dan subjek sampel penelitian Pelaksanaan penelitian dimulai sejak bulan Agustus 2012 hingga Maret 2013 di Laboratorium Riset dan Laboratorium Kimia Analitik Instrumen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan Januari 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material jurusan

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Tahapan

METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Tahapan METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Agustus 2012. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Organoleptik, Laboratorium Biokimia Zat Gizi,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian, Rancangan Penelitian atau Metode Pendekatan Jenis penelitian ini adalah quasi experiment (eksperimen semu) dengan rancangan penelitian non randomized pretest-postest

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula pasir merupakan sumber bahan pemanis yang banyak digunakan, baik untuk keperluan konsumsi rumah tangga maupun untuk bahan baku industri makanan dan minuman. Gula

Lebih terperinci

Gambar 36. Selai sebagai bahan olesan roti

Gambar 36. Selai sebagai bahan olesan roti MODUL 6 SELAI RUMPUT LAUT Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu mengolah selai rumput laut dengan baik dan benar. Indikator Keberhasilan: Mutu selai rumput laut yang

Lebih terperinci

3 Metodologi Percobaan

3 Metodologi Percobaan 3 Metodologi Percobaan 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian tugas akhir ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia, FMIPA Institut Teknologi Bandung. Waktu penelitian

Lebih terperinci

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang memiliki permintaan yang cukup tinggi dalam bentuk segar. Meskipun demikian, bawang merah

Lebih terperinci

Kajian Kinerja Mesin Pengaduk Pada Proses Pembuatan Pati Aren (Arenga pinnata Merr.)

Kajian Kinerja Mesin Pengaduk Pada Proses Pembuatan Pati Aren (Arenga pinnata Merr.) Kajian Kinerja Mesin Pengaduk Pada Proses Pembuatan Pati Aren (Arenga pinnata Merr.) Oleh: Bambang Purwantana 1, Tri Purwadi 1, Muhammad Fauzi 2 Abstrak Pati aren merupakan komoditas yang banyak digunakan

Lebih terperinci

3 Percobaan. 3.1 Bahan Penelitian. 3.2 Peralatan

3 Percobaan. 3.1 Bahan Penelitian. 3.2 Peralatan 3 Percobaan 3.1 Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan untuk percobaan adalah polimer PMMA, poli (metil metakrilat), ditizon, dan oksina. Pelarut yang digunakan adalah kloroform. Untuk larutan bufer

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen Fakultas Pertanian

METODOLOGI PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen Fakultas Pertanian III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan 18 Maret 2016 sampai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Proses polimerisasi stirena dilakukan dengan sistem seeding. Bejana

BAB III METODE PENELITIAN. Proses polimerisasi stirena dilakukan dengan sistem seeding. Bejana 34 BAB III METODE PENELITIAN Proses polimerisasi stirena dilakukan dengan sistem seeding. Bejana reaktor diisi dengan seed stirena berupa campuran air, stirena, dan surfaktan dengan jumlah stirena yang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci