SKRIPSI OPTIMASI PROSES PRODUKSI PRODUK MINUMAN TEH SERBUK DI PT. NESTLÈ INDONESIA. Oleh MARINA NOOR PRATHIVI F

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SKRIPSI OPTIMASI PROSES PRODUKSI PRODUK MINUMAN TEH SERBUK DI PT. NESTLÈ INDONESIA. Oleh MARINA NOOR PRATHIVI F"

Transkripsi

1 SKRIPSI OPTIMASI PROSES PRODUKSI PRODUK MINUMAN TEH SERBUK DI PT. NESTLÈ INDONESIA Oleh MARINA NOOR PRATHIVI F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR SKRIPSI

2 OPTIMASI PROSES PRODUKSI PRODUK MINUMAN TEH SERBUK DI PT. NESTLÈ INDONESIA Oleh : MARINA NOOR PRATHIVI F SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor 2009 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

3 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN OPTIMASI PROSES PRODUKSI PRODUK MINUMAN TEH SERBUK DI PT. NESTLÈ INDONESIA SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : MARINA NOOR PRATHIVI F Dilahirkan pada tanggal 24 Maret 1988 Di Bogor Tangga Lulus : 22 Agustus 2009 Menyetujui, Bogor, 3 September 2009 Prof. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi, MS Dosen Pembimbing Andy Chendra Pembimbing Lapang Mengetahui, Dr. Ir. Dahrul Syah Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

4 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Marina Noor Prathivi, dilahirkan di Bogor pada tanggal 24 Maret 1988 dari keluarga Abubakar (Ayah) dan Yayuk Farida Baliwati (Ibu). Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan dasar penulis diawali pada tahun di SD Bina Insani Bogor. Pada tahun , penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri 4 Bogor. Selepas sekolah menengah pertama, penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 5 Bogor pada tahun Setelah lulus, sekolah menengah atas, penulis diterima di IPB melalui jalur PMDK pada tahun Setahun kemudian, penulis dipastikan menjadi salah satu mahasiswa di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian Bogor. Selama kuliah, penulis memperoleh beasiswa 4 tahun penuh dari Tanoto Foundation. Selama kuliah, penulis aktif dalam kegiatan akademis dan non akademis. Penulis pernah menjadi asisten praktikum MK. Biologi Dasar pada tahun 2008 dan asisten praktikum MK. Mikrobiologi Pangan pada tahun Pada tahun , penulis tergabung di Unit Kegiatan Mahasiswa Jurnalistik Gema Almamater. Pada tahun , penulis tergabung dalam Majalah Peduli Pangan dan Gizi, Emulsi. Penulis juga tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan sebagai staf kaderisasi pada tahun jabatan Penulis juga tergabung dalam beragam kepanitiaan selama kuliah. Pengalaman kerja penulis adalah sebagai reporter freelance di Majalah Food Review Indonesia pada tahun Tugas akhir penulis berupa kegiatan magang yang dilaksanakan di PT. Nestlé Indonesia Cikupa Factory dengan judul Optimasi Proses Produksi Produk Minuman Teh Serbuk di PT. NESTLÈ INDONESIA di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi, MS. dan Andy Chendra.

5 Marina Noor Prathivi. F Optimasi Proses Produksi Produk Minuman Teh Serbuk di PT. Nestlé Indonesia. Di bawah bimbingan Tien R. Muchtadi dan Andy Chendra RINGKASAN PT. Nestlé Indonesia adalah salah satu perusahaan pangan yang memproduksi minuman teh serbuk instan. Bahan baku yang digunakan adalah gula pasir rafinasi, asam sitrat, serbuk teh instan, gum arab, serbuk lemon flavor, dan asam askorbat. Proses pembuatan minuman tersebut dilakukan melalui proses pencampuran kering bahan baku membentuk campuran yang homogen dalam tiga tahapan yaitu pembuatan premix, proses pencampuran antara premix dengan gula pasir, dan proses pengemasan. Masalah yang selama ini terjadi adalah ketidakhomogenan produk sehingga kandungan vitamin C di dalam setiap kemasan bervariasi. Standar minimum kandungan vitamin C di dalam setiap kemasannya adalah 240 mg/100g dengan batas minimum release parameter adalah 257 mg/100g. Kegiatan magang ini bertujuan (a) mengidentifikasi faktor-faktor penyebab ketidakhomogenan produk minuman teh serbuk instan di PT Nestlé Indonesia dan (b) menghasilkan langkah perbaikan untuk memperoleh produk yang homogen melalui optimasi tahapan produksi produk minuman teh serbuk. Kegiatan magang dilakukan dalam tiga tahap yaitu observasi masalah, analisis penyebab masalah dan analisis langkah perbaikan. Berdasarkan hasil identifikasi masalah dengan menggunakan diagram ishikawa, diketahui terdapat empat penyebab yang memberikan pengaruh paling signifikan yaitu karakteristik sifat fisik, pembuatan premix, proses pengeluaran produk dari mixer, dan proses pengemasan. Karakteristik sifat fisik yang memberikan pengaruh paling signifikan terhadap profil homogenitas produk adalah ukuran partikel dan kemampuan laju alir serbuk. Rasio ukuran partikel antara gula pasir dengan vitamin C adalah 1:2. Perbedaan ukuran partikel ini akan menyebabkan produk mudah bersegregasi sehingga sulit untuk mencapai kondisi homogen. Kemampuan laju alir produk minuman teh serbuk akan mengikuti karakteristik gula pasir yaitu mudah mengalir sehingga dapat menyebabkan campuran bersegregasi pula. Indikator kehomogenan proses adalah nilai Coefficience of Variance (Cv). Cv adalah nilai yang menunjukkan kehomogenan proses jika nilainya 2%. Premix memiliki nilai Cv sebesar 6.74%. yang menunjukkan premix tidak homogen sehingga akan mempengaruhi profil homogenitas pada proses selanjutnya yaitu saat pencampuran. Waktu pencampuran optimum adalah selama 12.5 menit. Selain itu, diperoleh pula range proses dikategorikan homogen jika kandungan vitamin C berada pada kisaran mg/100g mg/100g. Kisaran tersebut diperoleh dari variasi ±2% dari nilai rata-rata. Pada saat proses pengeluaran produk dari mixer, terjadi segregasi dimana gula pasir akan lebih banyak berada di pinggir tumpukan sedangkan serbuk yang berukuran kecil akan berada di tengah tumpukan. Proses pengemasan produk juga memberikan efek segregasi terhadap produk karena terbentuknya core flow pada hopper. Core flow menyebabkan bagian tengah tumpukan serbuk pada mesin pengemas akan turun lebih dulu.

6 Analisis perbaikan langkah menggunakan alat bantu bagan kendali kontrol tipe individual moving range menunjukkan bahwa proses pencampuran kering di PT. Nestlé Indonesia tidak terkontrol karena masih terdapat titik yang berada di luar batas kendali atas. Optimasi proses pengeluaran dari mixer dapat dilakukan dengan menggunakan flexible screw conveying sedangkan optimasi proses pengemasan dapat dilakukan dengan memperbaiki desain mesin untuk memperoleh tipe aliran mass flow.

7 KATA PENGANTAR Penulis mengucapkan syukur dan terima kasih kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-nya yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Optimasi Proses Produksi Produk Minuman Teh Serbuk di PT. NESTLÈ INDONESIA. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu, mendukung, serta membimbing penulis, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses penyelesaian skripsi ini terutama kepada: 1. Keluarga tercinta, Ibu, Bapak, Adik-adikku Haris dan Arga yang senantiasa menemani, mendukung, mendoakan dan memberikan kekuatan moral kepada penulis 2. Prof. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi, MS. sebagai Dosen Pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan segala bantuan kepada penulis selama perkuliahan, penelitian, maupun penyusunan tugas akhir. 3. Ir. Andy Chendra sebagai pembimbing lapang yang telah memberikan kesempatan, bimbingan, arahan kepada penulis untuk melaksanakan magang di PT. Nestlé Indonesia Cikupa Factory. 4. Dr. Ir. Eko Hari Purnomo, M.Sc sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan dan perbaikan untuk tugas akhir penulis. 5. Tanoto Foundation (Bu Ratih, Pak Chandra, Mbak Vika dan seluruh staf) yang telah memberikan beasiswa penuh program sarjana kepada penulis 6. Factory Manager Cikupa Factory, Bapak Delta Deritawan yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melakukan magang selama 5 bulan 7. Bu Pitulayang, Bu Sunimah, Bu Maureen, Bu Yulita dan seluruh office staff. 8. Seluruh staf QA/AG Department, Pak Ayunif, Pak Iwan, Pak Helky, Pak Andry, Bu Susi, Bu Yopie, Mbak Alin, Mbak Rosa, Mbak Arvi, Astri, terima kasih atas sambutan dan diskusi yang begitu hangat selama penulis melakukan magang. Penulis banyak belajar mengenai bekerja di industri pada kalian.

8 9. Pak Ruben, Pak Dicky, Pak Maynard, dan seluruh supervisor maupun staf produksi dan engineering. 10. Rene, Deti, Tannia, Ifa, teman-teman satu angkatan internship di PT. Nestlé Cikupa. Terima kasih atas dukungan moral dan hari-hari penuh keceriaan di sel-sela kegiatan magang. 11. Seluruh operator produksi, terima kasih atas kesediaan menjawab pertanyaan penulis dan membantu melakukan trial. 12. Arya, Ikhwan, Deni, teman satu bimbingan. Terus berjuang teman. 13. Teman-temanku di ITP 42, Septi, Wita, Cany, Ceuceu, Anggun, Mike, Yuni, Yupita, Venty, Nina, Dewi, Dila, Fera, Marcel, Adi, Aji, Kamalita, Veni, dan semua keluarga ITP 42 atas hari-hari indah dan menyenangkan yang telah dilalui bersama selama 4 tahun ini 14. Seluruh pengurus dan anggota HIMITEPA Kak Ade, Kak Deli, Kak Ipang, Kak Dikfa, Teh Anan, Mbak Iin, Melisa, Chandra, Reiza, dan seluruh kru Gema Almamater Seluruh kru Emulsi Kakak-kakak ITP 40 dan 41, serta adik-adikku ITP 43, 44, dan 45 Bogor, 3 September 2009 Penulis

9 DAFTAR ISI Hal KATA PENGANTAR...ii DAFTAR ISI...iv DAFTAR TABEL...vi DAFTAR GAMBAR...vii DAFTAR LAMPIRAN...viii I. PENDAHULUAN...1 A. LATAR BELAKANG...1 B. TUJUAN DAN MANFAAT...2 II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN...3 A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PT. NESTLÈ INDONESIA...3 B. PRODUK PT. NESTLÈ INDONESIA...4 C. LOKASI DAN TATA LETAK PABRIK...4 D. STRUKTUR ORGANISASI...5 E. WAKTU KERJA...6 III. TINJAUAN PUSTAKA...8 A. SERBUK...8 B. GULA PASIR...10 C. ASAM SITRAT...11 D. VITAMIN C...11 E. PENCAMPURAN KERING...12 F. SEGREGASI...13 G. RIBBON MIXER...14 H. ALAT BANTU PROGRAM PENINGKATAN MUTU...15 IV. METODOLOGI...17 A. METODOLOGI PELAKSANAAN MAGANG Observasi Masalah Analisis Penyebab Masalah Analisis Langkah Perbaikan...17

10 B. METODE ANALISIS Alat dan Bahan Analisis Sifat Fisik Analisis Sifat Kimia...21 V. HASIL DAN PEMBAHASAN...25 A. PROSES PRODUKSI MINUMAN TEH SERBUK DI PT NESTLÈ INDONESIA Deskripsi Produk Minuman Teh Serbuk Bahan Baku Formulasi Produk Proses Produksi...27 B. IDENTIFIKASI MASALAH Manusia Metode Material Mesin...41 B. ANALISIS LANGKAH PERBAIKAN Pembuatan Bagan Kendali Modifikasi Karakteristik Sifat Fisik Bahan Baku Analisis Homogenitas Proses Optimasi Proses Pengeluaran Produk dari Mixer dan Pengemasan...54 VI. KESIMPULAN DAN SARAN...56 A. KESIMPULAN...56 B. SARAN...57 DAFTAR PUSTAKA...58 LAMPIRAN...60

11 DAFTAR TABEL Hal Tabel 1. Kategori Karakteristik Laju Alir Serbuk...14 Tabel 2. Hasil Analisis Homogenitas Premix...32 Tabel 3. Analisis Kemurnian Bahan Baku Vitamin C Tabel 4. Pengukuran Kadar Air Bahan Baku Minuman Teh Serbuk...35 Tabel 5. Densitas Bahann Baku Minuman Teh Serbuk...36 Tabel 6. Pengukuran Ukuran Partikel Bahan Baku Minuman Teh Serbuk...37 Tabel 7. Kemudahan Mengalir Bahan Baku Minuman Teh Serbuk...39 Tabel 8. Karakteristik Sifat Fisik Bahan Baku Minuman Teh Serbuk...40 Tabel 9. Heap Test Pada Produk Minuman Teh Serbuk...43 Tabel 10. Pengamatan Warna dan Homogenitas Secara Visual Pada Minuman Teh Serbuk...50 Tabel 11. Hasil Analisis Kandungan Vitamin C Pada Proses Produksi Minuman Teh Serbuk...52

12 DAFTAR GAMBAR Hal Gambar 1. Struktur Organisasi PT. Nestlé Indonesia...6 Gambar 2. Struktur Molekul Sukrosa...10 Gambar 3. Proses Pembuatan Gula Rafinasi...11 Gambar 4. Struktur Molekul Asam Sitrat...11 Gambar 5. Struktur Molekul Asam Askorbat...12 Gambar 6. Proses Reversibel Pada Proses Pencampuran Kering...13 Gambar 7. Ribbon Mixer...15 Gambar 8. Struktur Diagram Sebab Akibat...16 Gambar 9. Alur Produksi Minuman Teh Serbuk di PT. Nestlé Indonesia...30 Gambar 10. Diagram Sebab Akibat Ketidakhomogenan Produk...31 Gambar 11. Diagram Batang Densitas Bahan Baku...36 Gambar 12. Diagram Batang Ukuran Partikel Bahan Baku...38 Gambar 13. Penampakan Permukaan Gula Pasir dengan SEM...41 Gambar 14. Heap Test Pada Minuman Teh Serbuk...43 Gambar 15. Dimensi Mesin Filling di PT. Nestlé Indonesia...44 Gambar 16. Funnel Flow Pada Proses Filling...45 Gambar 17. Ilustrasi Pola Penurunan Material Pada Aliran Funnel Flow...45 Gambar 18. Bagan Kendali Vitamin C Pada Minuman Teh Serbuk...47 Gambar 19. Individual and Moving Range Control Chart Kandungan Vitamin C Pada Produk Minuman Teh Serbuk...48 Gambar 20. Penampakan Visual Produk...51 Gambar 21. Kurva Optimum Proses Pencampuran Minuman Teh Serbuk...52 Gambar 22. Grafik Kandungan Vitamin C Pada Finished Goods...53 Gambar 23. Ilustrasi Pergerakan Serbuk Saat Proses Transfer Menggunakan Flexible Screw...54 Gambar 24. Desain Hopper Mass Flow...55

13 DAFTAR LAMPIRAN Hal Lampiran 1. Analisis Ukuran Partikel Bahan Baku Minuman Teh Serbuk...60 Lampiran 2. Ukuran Partikel Minuman Teh Serbuk...78 Lampiran 3. Data Ulangan Densitas Bahan Baku...81 Lampiran 4. Data Ulangan Ukuran Partikel Bahan Baku...81 Lampiran 5. Flowability Bahan Baku dan Produk Jadi...82 Lampiran 6. Tabel Analisis Harian Vitamin C (7 Januari-30 Juni 2009)...84 Lampiran 7. Data Analisis Kandungan Vitamin C Pada Proses Produksi Minuman Teh Serbuk...86 Lampiran 8. Peta Lokasi PT Nestlé Indonesia Pabrik Cikupa...88

14 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Minuman serbuk dalam beberapa tahun terakhir ini berkembang sangat pesat dan dijual dalam bentuk kemasan sachet atau kemasan yang lebih besar. Jenis minuman serbuk yang tersedia di pasaran cukup beragam seperti kopi, coklat, teh, minuman herbal hingga minuman jus buah (Andimulia, B.A. dan Astuti, 2009). Perkembangan minuman serbuk ini antara lain disebabkan oleh beberapa keunggulan yang dimiliki, yaitu biaya distribusi lebih rendah, mudah disimpan, umur simpan produk cukup lama, dan tidak memerlukan penambahan pengawet karena kadar air produk rendah. Dalam proses pembuatan minuman serbuk, dikenal beberapa proses pembuatan, diantaranya adalah teknologi kristalisasi, granulasi, dan pencampuran kering. Menurut Miyanami (2006), pencampuran kering adalah proses pencampuran dua material padat atau lebih untuk menghasilkan suatu campuran padat yang homogen. Proses pencampuran kering merupakan suatu proses yang kompleks sehingga lebih sulit untuk memperoleh campuran yang homogen dibandingkan dengan proses pencampuran larutan. Homogenitas produk penting untuk menjamin spesifikasi produk sesuai dengan klaim produsen, seperti kaya akan vitamin C, kaya akan vitamin D, dan lain-lain serta menjamin keseragaman cita rasa produk. Tingkat homogenitas yang diperoleh melalui proses pencampuran kering sangat dipengaruhi oleh karakteristik fisik bahan baku, jenis mixer, dan kondisi operasi (Meyer, 2008). Karakteristik fisik bahan baku yang penting yaitu densitas, ukuran partikel, kadar air, dan kemampuan laju alir serbuk. PT. Nestlé Indonesia dengan pabrik yang berlokasi di Cikupa, Tangerang memproduksi minuman serbuk berbasis teh melalui proses pencampuran kering. Bahan baku yang digunakan adalah gula pasir rafinasi, asam sitrat, serbuk teh instan, gum arab, serbuk lemon flavor, dan asam askorbat (vitamin C). Produk ini dikemas dalam kemasan aluminium foil dengan berat bersih 1000 gram.

15 Indikator homogenitas produk minuman teh serbuk tersebut adalah kandungan vitamin C. Hal ini dikarenakan vitamin C adalah bahan baku dengan komposisi terkecil dalam produk sehingga jika vitamin C dalam produk telah tercampur rata maka bahan baku lain diasumsikan juga telah tercampur rata. Selain itu, produk ini memiliki klaim kaya akan vitamin C yaitu 65% dari Angka Kecukupan Gizi (AKG) atau mengandung 240 mg/100g vitamin C dalam setiap kemasan. Dengan demikian, produk harus homogen supaya setiap kemasan yang dilepas ke pasaran dapat memenuhi klaim tersebut. Selama ini, terjadi masalah ketidakhomogenan kandungan vitamin C pada produk minuman teh serbuk tersebut. Kasus yang terjadi yaitu seringnya ditemukan produk dengan kandungan vitamin C lebih rendah dari release parameter produk sebesar 257 mg/100g. Nilai tersebut ditetapkan lebih tinggi 10% dari standar minimum yang merupakan faktor kehilangan vitamin C selama masa simpan (1 tahun). Penelitian ini diharapkan dapat mengidentifikasi dan mengendalikan faktor-faktor kritis yang dapat mempengaruhi homogenitas produk minuman dan mengoptimasi proses produksi minuman teh serbuk di PT. Nestlé Indonesia. B. TUJUAN DAN MANFAAT Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan (a) mengidentifikasi faktor-faktor penyebab ketidakhomogenan produk minuman teh serbuk instan di PT Nestlé Indonesia dan (b) menghasilkan langkah perbaikan untuk memperoleh produk yang homogen melalui optimasi tahapan proses produksi minuman teh serbuk. Manfaat Penelitian Dengan dilakukannya penelitian di PT Nestlé Indonesia ini, diharapkan dapat diperoleh produk minuman teh serbuk instan yang homogen.

16 II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PT. NESTLÉ INDONESIA Nestlé merupakan perusahaan multinasional yang berkantor pusat di Vevey, Swiss. Perusahaan ini memiliki banyak cabang di berbagai Negara (83 negara) dan berdasarkan letak geografisnya terbagi menjadi 3 zona yakni zona Eropa, zona Amerika Selatan dan Tengah, serta zona Asia, Oseania dan Afrika. Total karyawan Nestlé dari semua negara mencapai pekerja dan total pendapatan mencapai USD 72 trilliun per tahun. PT Nestlé Indonesia didirikan pada tanggal 29 Maret Kantor pusat PT Nestlé Indonesia bertempat di Jalan T.B Simatupang Kav 88 Jakarta, dengan tiga buah pabrik yaitu pabrik Nestlé Cikupa Tangerang (produk berbasis kembang gula dn minuman), pabrik Nestlé Panjang Lampung (produk berbasis kopi) dan pabrik Kejayan Pasuruan (produk berbasis susu). Selain itu, PT Nestlé Indonesia juga mengadakan kerja sama dengan PT. Indofood menghasilkan produk NESTLÉ INDOFOOD CITARASA INDONESIA. Kerjasama PT. Nestlé Indonesia dengan Ades Water menghasilkan produk NESTLÉ PURE LIFE Pabrik Cikupa yang bergerak di bidang kembang gula dan minuman berdiri pada tahun Pada awalnya, Pabrik Cikupa hanya memproduksi permen dengan merek FOX S. Hak produksi permen tersebut diambil alih dari pabrik Rown Tree (salah satu pabrik permen terbesar di Inggris). Kemudian pada tahun 1992 dilakukan produksi permen POLO dimana awalnya hanya menggunakan line produksi yang sangat sederhana. Proses pengeringan bahan baku yang telah dicampur dilakukan hanya dengan menggunakan beberapa oven. Pada tahun 1993 dibangun line produksi yang kedua untuk permen FOX S. Pada tahun 1995, dilakukan penambahan alat produksi yaitu bowl cutter untuk permen POLO sehingga proses produksi lebih cepat dan efisien. Dua tahun kemudian (1997), produksi minuman teh serbuk dengan proses pencampuran kering dihentikan dan dialihkan ke pabrik Nestlé Malaysia. Pada tahun 2000, dilakukan perubahan pada alat bowl cutter sehingga alat-alat tersebut menjadi lebih canggih, daya dan kecepatan produksi pun semakin

17 meningkat. Pada tahun 2002, dilakukan penambahan line produksi untuk permen FOX S menjadi 3 line, sehingga variasi dan jumlah produk tersebut semakin banyak. Pada tahun 2004 proses produksi Combi Forming High Boiled Candy dimulai. Pada tahun 2008, proses produksi minuman teh serbuk kembali dilanjutkan pada line pencampuran kering. Pada tahun 2009 dilakukan produksi minuman serbuk buah dengan merek NESTLÉ LEMONADE. B. PRODUK-PRODUK PT. NESTLÉ INDONESIA Berikut adalah produk-produk yang dihasilkan oleh PT Nestlé Indonesia. 1. Pabrik Nestlé Indonesia Kejayan : - DANCOW - CARNATION - MILKMAID - NESVITA - NAN - LACTOGEN 2. Pabrik Nestlé Indonesia Panjang Lampung : - NESCAFE PAS - NESCAFE ORIGINAL - NESCAFE CRÈME - NESCAFE CAPPUCINO - NESCAFE KOPI SUSU TUBRUK - COFFE MATE 3. Pabrik Nestlé Indonesia Cikupa Tangerang : - Permen FOX S - Permen POLO - NESTLÈ PROFESSIONAL (NESTEA Lemon Tea, NESTLÈ LEMONADE)

18 C. LOKASI DAN TATA LETAK PABRIK Pabrik Cikupa berlokasi di Jalan Raya Serang KM. 12 Tangerang. Lokasi tersebut berada 50 km arah barat dari kantor pusat Jakarta. Peta lokasi pabrik dapat dilihat pada Lampiran 9. Luas area pabrik mencapai m 2 dengan rincian m 2 untuk area bangunan dan m 2 untuk area terbuka. Pabrik ini memiliki ruangan kantor, laboratorium mikrobiologi, laboratorium kimia, ruangan pelatihan, ruangan uji sensori, line produksi POLO, line produksi FOX S, line produksi NESTEA dan LEMONADE, gudang bahan baku, gudang produk jadi, instalasi pengolahan limbah, kolam penampungan air hasil olahan limbah, area loker dan toilet, kantin, mushola, laundry, dan toko untuk staf. D. STRUKTUR ORGANISASI PT Nestlé Indonesia dipimpin oleh seorang manajer pabrik yang membawahi beberapa departemen, yaitu FICO (Finance and Control), HR (Human Resource), Engineering, QA/AG (Quality Assurance/Aplication Group), Production, RPU (Resource Planning Unit), IP-OD (Industrial Performance-Operational Development), dan Training and SHE (Safety, Health, and Environment). PT Nestlé Indonesia memliki 206 karyawan tetap, 16 karyawan kontrak, dan pegawai outsourcing yang digunakan untuk pemeliharaan gedung, keamanan dan kantin. Berikut akan dijabarkan satu persatu fungsi dan tugas masing-masing departemen. Tugas umum dari finance adalah menghasilkan laporan keuangan rutin, memperkuat kontrol internal dan melindungi aset. Sedangkan fungsi khusus adalah sebagai financial advisor untuk tim manajemen pabrik, menghasilkan laporan analisa, rekomendasi dan keputusan terbaik untuk pabrik. Departemen Human Resource berfokus pada pelatihan dan pengembangan karyawan melalui penyediaan fasilitas pelatihan. Selain itu, HR juga mengatur pengadaan tenaga kerja baru baik permanen, kontrak maupun out sourcing.

19 Engineering bertanggung jawab menjaga aset perusahaan seperti alat-alat produksi, agar dapat berfungsi secara optimal. Departemen ini juga bertanggung jawab atas penyediaan dan penggunaan energi selalu dalam keadaan aman efisien dan ramah lingkungan. Departemen Quality Assurance memiliki tugas pokok yaitu menjamin kualitas produk sesuai dengan standar. Selain itu, mereka juga wajib meningkatkan tanggung jawab seluruh karyawan pabrik terhadap sistem manajemen mutu. Departemen Aplication Group mempunyai tugas melakukan penelitian dan pengembangan produk berupa desain kemasan, formulasi dan jenis produk, serta optimasi proses produksi. Tanggung jawab RPU adalah mengatur rencana produksi rutin dan mengatur penyediaan bahan baku hingga mendistribusikan produk jadi kepada para distributor. Departemen Production bertugas untuk menghasilkan produk sesuai rencana dengan waktu dan biaya yang efisien serta mutu yang sesuai dengan standar. IP-OD memiliki tiga fungsi utama yaitu mendukung operasional, mengubah dan memperbaiki manajemen, dan melakukan manajemen peningkatan pengetahuan dan pengembangan karyawan. Departemen terakhir, yaitu SHE memiliki tugas memastikan kondisi kerja dalam keadaan yang aman bagi kesehatan karyawan dan menjaga lingkungan sekitar pabrik dari pencemaran dengan mengikuti peraturan peraturan yang berlaku dari pemerintah. Struktur organisasi PT Nestlé Indonesia Pabrik Cikupa dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Struktur Organisasi PT. Nestlé Indonesia Pabrik Cikupa

20 E. WAKTU KERJA Jam kerja bagi karyawan di PT Nestlé Indonesia Pabrik Cikupa adalah 40 jam per minggu, yaitu pada hari Senin sampai Jumat, 8 jam kerja per hari. Shift normal berlangsung dari pukul WIB sedangkan untuk karyawan yang bertugas di bagian produksi jam kerja dibagi menjadi 3 bagian berdasarkan waktu kerja : a. Shift I : pukul WIB b. Shift II : pukul WIB c. Shift III : pukul WIB

21 III. TINJAUAN PUSTAKA A. SERBUK (POWDER) Serbuk dikenal sebagai kumpulan dari partikel-partikel kecil yang kering. Definisi yang lebih tepat mengenai serbuk sesuai dengan British Standard 2955: 1958 yaitu partikel-partikel kering dengan dimensi maksimum lebih kecil dari 1000 μm (Sing, 1976). Menurut Meyer (2008), sifat-sifat partikel serbuk dan pengaruhnya terhadap proses pencampuran adalah sebagai berikut: 1. Ukuran Partikel dan Distribusi Ukuran Partikel Ukuran partikel dan hubungannya dengan distribusi ukuran sangat mempengaruhi sifat keseragaman campuran. Semakin kecil ukuran partikel, semakin tinggi gaya interaksi kohesif dan adhesif yang menyebabkan aglomerasi. Semakin besar ukuran partikel, daya kohesif dan adhesif partikel akan berkurang. Menurut Meyer (2008), perbandingan antara diameter partikel terkecil dengan diameter partikel terbesar harus lebih kecil dari 1.2 untuk mencegah pemisahan campuran. 2. Bentuk dan Karakteristik Permukaan Partikel yang berbentuk bola (spherical) dan lebih halus lebih mudah dicampur daripada partikel yang memiliki bentuk tidak beraturan dan kasar. Namun, perbedaan bentuk dari komponen material kurang begitu mempengaruhi kualitas campuran dibandingkan perbedaan ukuran partikel. 3. Densitas Di bawah pengaruh gaya gravitasi, partikel yang memiliki densitas lebih besar akan menumpuk di bagian bawah mixer sedangkan partikel dengan densitas lebih kecil akan berada di bagian atas mixer. Hal ini dapat menyebabkan segregasi. Untuk mencegah terjadinya segregasi karena pengaruh perbedaan densitas, rasio serbuk dengan densitas terbesar dan terkecil harus kurang dari 1:3 (Meyer, 2008). 4. Karakteristik Laju Aliran Serbuk Campuran serbuk dapat diklasifikasikan menjadi dua berdasarkan pola laju alirnya, yaitu campuran non interaktif dan campuran interaktif.

22 Harnby dan Edwards (1992) mengungkapkan bahwa campuran non interaktif disebut juga serbuk yang mudah mengalir. Segregasi partikel mudah terjadi pada campuran jenis ini karena adanya perbedaan densitas dan ukuran partikel. Kemudahan untuk memisah pada partikel jenis ini juga disebabkan oleh tingginya gerak individu masing-masing partikel. Di lain pihak, campuran interaktif terdiri dari satu atau lebih komponen kohesif yang mengakibatkan adanya gaya kohesif-adesif partikel sehingga terjadi kecenderungan pengelompokan partikel (agglomerasi). Campuran serbuk tipe interaktif lebih sulit untuk mengalir dibandingkan dengan campuran non interaktif dan bermasalah dalam penyimpanan. Karakteristik laju alir serbuk dapat dianalisis dan dikategorikan berdasarkan metode Index Compressibility (Carr Index) dan Hausner Ratio. Nilai Carr Index dan Hausner Ratio diperoleh dari hasil pengukuran bulk density dan tapped density serbuk. Kategori kemampuan laju alir serbuk dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kategori Karakteristik Laju Alir Serbuk (Sheehan, 2008) Carr Index (%) Karakter Aliran Hausner Ratio (%) 10 Excellent Good Fair Passable Poor Very poor Very very poor > 1.6 Sifat fisik partikel (ukuran partikel, distribusi ukuran partikel, morfologi, dan densitas), kondisi proses (ada atau tidaknya tekanan), dan kondisi lingkungan (kelembaban relatif) adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan laju alir serbuk (Meyer, 2008). 5. Kadar air Kadar air serbuk maupun campuran serbuk sangat dipengaruhi oleh kelembaban relatif lingkungan. Perubahan kelembaban relatif lingkungan dapat meningkatkan kadar air partikel sehingga meningkatkan pula gaya kohesif adhesif. Partikel yang memiliki kadar air tinggi akan mengganggu

23 proses pencampuran karena terjadi agglomerasi dan pelekatan serbuk pada alat (Meyer, 2008). B. GULA PASIR Gula pasir (sukrosa) adalah oligosakarida yang terdiri dari molekul glukosa dan fruktosa (Winarno, 2002). Struktur sukrosa dapat dilihat pada Gambar 2. Gula pasir yang digunakan untuk industri adalah gula pasir rafinasi. Proses pembuatan gula rafinasi secara umum dapat dilihat pada Gambar 3. Tahap awal yaitu proses pencucian kristal GKM (raw sugar) agar lapisan molases yang melapisi kristal berkurang sehingga warna ICUMSA menjadi lebih kecil. Kristal yang telah dicuci kemudian dilarutkan dengan air menghasilkan larutan gula dengan brix sekitar 65. Selanjutnya yaitu proses klarifikasi yang dapat dilakukan melalui karbonatasi. Proses ini bertujuan membuang semaksimal mungkin pengotor non gula yang ada dalam larutan gula. Larutan gula yang dihasilkan dari tangki klarifikasi kemudian dipompa ke tangki dekolorisasi. Teknologi yang digunakan pada dekolorisasi yaitu karbon aktif atau penukar ion. Setelah didekolorisasi, gula kemudian dikristalisasi. Kristalisasi dilakukan di bejana vakum (65 cm Hg) dengan penguapan larutan gula pada suhu sekitar C sampai mencapai supersaturasi tertentu. Pada kondisi tersebut dimasukkan bibit kristal secara hati-hati sehingga inti kristal akan tumbuh mencapai ukuran yang dikehendaki tanpa menumbuhkan kristal baru. Tahap akhir yaitu proses pengeringan kristal gula (Kuswurz, 2009). Gambar 2. Struktur Molekul Sukrosa (Anonim b, 2009)

24 Gambar 3. Proses Pembuatan Gula Rafinasi (Kuswurz, 2009). C. ASAM SITRAT Asam sitrat merupakan asam organik lemah yang digunakan sebagai bahan tambahan pangan untuk pengasam dan pengawet. Keasaman asam sitrat didapatkan dari tiga gugus karboksil COOH yang dapat melepas proton dalam larutan. Jika hal ini terjadi, ion yang dihasilkan adalah ion sitrat. Sitrat sangat baik digunakan untuk mengendalikan ph larutan. Pada temperatur kamar, asam sitrat berbentuk serbuk kristal berwarna putih. Serbuk kristal tersebut dapat berupa bentuk anhidrous (bebas air), atau bentuk monohidrat yang mengandung satu molekul air untuk setiap molekul asam sitrat (Anonim b, 2009). Struktur molekul asam sitrat dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Struktur Molekul Asam Sitrat (Anonim b, 2009). D. VITAMIN C Asam askorbat memiliki keaktifan sebagai vitamin C dan mudah teroksidasi oleh panas, sinar, alkali, enzim, dan oksidator menjadi L-

25 dehidroaskorbat. Asam askorbat bersifat larut dalam air dan relatif stabil dalam kondisi asam (Winarno, 2002). Kebutuhan vitamin C harian adalah sebesar 90 mg bagi orang dewasa. Struktur vitamin C dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Struktur Molekul Asam Askorbat (Anonim b, 2009) E. PENCAMPURAN KERING Menurut Fellows (2000), derajat pencampuran kering tergantung pada: (1) ukuran partikel relatif, bentuk, dan densitas masing-masing komponen, (2) kandungan air, karakteristik permukaan, dan karakteristik aliran masingmasing komponen, (3) kecenderungan komponen untuk memisah, dan (4) efisiensi mixer. Secara umum, komponen yang memiliki ukuran, bentuk dan densitas yang sama lebih mudah untuk membentuk campuran yang seragam dibandingkan partikel yang tidak sama. Selama proses pencampuran, perbedaan pada sifat-sifat tersebut dapat menyebabkan pemisahan atau segregasi pada campuran. Pada beberapa kasus, ketidakseragaman dapat terjadi pada periode tertentu sehingga waktu pencampuran harus ditentukan secara akurat. Selain waktu pencampuran, kecepatan rotasi mixer (rpm) dan urutan penuangan masing-masing bahan ke dalam mixer juga merupakan variabel proses yang perlu diperhatikan karena akan mempengaruhi mutu produk akhir. Ketidakseragaman produk akhir tergantung dari keseimbangan yang dihasilkan antara mekanisme mixing dan demixing. Mekanisme pencampuran serbuk berdasarkan gerakan partikel dibagi menjadi tiga, yaitu convective mixing, shear mixing, dan diffusive mixing. Aliran sirkulasi dari serbuk pada convective mixing disebabkan oleh gerakan rotasi dari tabung mixer, agitasi impeler seperti ribbon atau paddle, atau aliran

26 udara. Aliran ini memiliki pengaruh pencampuran pada level makroskopik sedangkan pengaruhnya pada level mikroskopik tidak dapat diketahui secara pasti (Miyanami, 2006). Shear mixing diinduksi oleh perubahan momentum antara partikel-partikel serbuk yang memiliki perbedaan kecepatan. Perbedaan kecepatan terjadi di sekitar perputaran impeler dan dinding alat mixer. Metode pencampuran ini memiliki kualitas yang baik bahkan hingga level mikroskopik dan dapat digunakan baik pada sistem batch maupun kontinu. Diffusive mixing disebabkan oleh pergerakan acak dari partikel-partikel serbuk dan berperan penting dalam keseragaman partikel tingkat mikroskopik. Laju pencampuran metode ini lebih rendah dibandingkan dengan dua metode lainnya (Miyanami, 2006). Proses pencampuran kering adalah suatu proses dapat balik dimulai dari perfect mixture kemudian random mixture dan selanjutnya segregating mixture (Gambar 6) Gambar 6. Proses Reversibel Pada Proses Pencampuran Kering (a) Perfect mixture, (b) random mixture, (c) segregating mixture (Canovas et al, 2005) F. SEGREGASI Menurut Harnby dan Edwards (1992), hubungan antara segregasi partikel dengan ukuran partikel dikategorikan sebagai berikut: (1) partikel dengan ukuran > 75 μm akan dengan mudah memisah, (2) partikel dengan ukuran μm lebih kecil kejadian pemisahannya, dan (3) partikel dengan ukuran < 10 μm, pemisahan partikel yang terjadi masih dalam batas yang dapat diterima. Segregasi pada pencampuran serbuk terjadi oleh perbedaan sifat-sifat fisik yang spesifik pada partikel dan pergerakan alami partikel. Sifat-sifat fisik yang mempengaruhi mekanisme segregasi yaitu perbedaan ukuran partikel,

27 densitas, dan bentuk partikel. Perbedaan ukuran partikel adalah penyebab utama terjadinya segregasi. Bahkan, perbedaan ukuran partikel yang sangat kecil sekalipun dapat mempengaruhi karakteristik aliran dan pencapaian derajat ketercampuran pada suatu proses pencampuran. Hasil penelitian menyebutkan bahwa material dengan perbedaan ukuran partikel lebih dari 75 m akan bersegregasi dengan mudah. Namun, segregasi tidak akan terjadi pada material dengan perbedaan ukuran lebih kecil dari 10 m (Brennan et al, 1990). Mekanisme terjadinya segregasi yaitu ketika partikel-partikel di dalam suatu grup mengalami perubahan dari posisi awalnya. Partikel yang berukuran kecil akan dengan mudah bergerak melewati ruang antara partikel-partikel yang berdekatan. Pergerakan individual partikel kecil lebih tinggi dibandingkan dengan partikel besar. Proses penuangan, getaran vibrasi, dan pengadukan campuran partikel-partikel dapat mengakibatkan segregasi jika partikel-partikelnya bersifat mudah mengalir (Brennan et al, 1990). Segregasi pada campuran serbuk dapat dengan mudah dideteksi dengan menggunakan heap test. Sampel yang telah dicampur dengan baik dituang dengan menggunakan corong hingga membentuk tumpukan berbentuk kerucut. Sampel kemudian diambil dari pinggir kerucut dan dari bagian tengah kerucut. Jika segregasi tidak terjadi maka kedua sampel tersebut menunjukkan komposisi yang sama. Segregasi dikatakan terjadi jika kedua sampel memiliki perbedaan komposisi yang signifikan (Brennan et al, 1990). G. RIBBON MIXER Ribbon mixer memiliki mekanisme pencampuran utama secara konveksi sangat baik digunakan untuk mencampur serbuk yang memiliki sifat mudah mengalir dimana masing-masing partikel memiliki gerakan individual (Harnby dan Edwards, 1992). Mixer jenis ini memiliki dua jenis pisau yang berbentuk seperti heliks dengan putaran pisau yang saling berlawanan. Mekanisme mixer ini yaitu sekelompok partikel akan dibawa dari satu area ke area lain oleh perputaran pisau. Salah satu pisau mengaduk serbuk secara perlahan sementara pisau lainnya mengaduk serbuk secara

28 cepat pada arah yang berlawanan. Mixer ini sangat baik digunakan untuk partikel yang cenderung bersegregasi selama proses pencampuran (Brennan et al, 1990). Ribbon mixer dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7. Ribbon Mixer H. ALAT BANTU PROGRAM PENINGKATAN MUTU Terdapat tujuh alat bantu untuk program peningkatan mutu suatu produk di industri. Namun, yang akan digunakan hanyalah dua jenis saja yaitu bagan kendali kontrol dan diagram ishikawa. Alat bantu tersebut diharapkan dapat membantu menganalisis masalah secara sederhana, menyamakan istilah analisis, dan menyebarluaskan penggunaan teknik analisis yang sederhana (Muhandri dan Kadarisman, 2008). Bagan kendali kontrol merupakan grafik garis yang mencantumkan batas maksimum dan batas minimum yang merupakan batas pengendalian. Bagan ini menunjukkan perubahan data dari waktu ke waktu tetapi tidak meunjukkan penyebab munculnya penyimpangan. Bagan ini hanya memberikan tanda terjadinya penyimpangan dalam proses (Muhandri dan Kadarisman, 2008). Salah satu jenis bagan kendali control adalah tipe individual moving range. Bagan kendali tipe ini digunakan jika hanya terdapat satu buah sampel per hari. Rumus untuk bagan kendali control ini adalah sebagai berikut (Montgomerry, 2005). UCL = X + 3 MR LCL = X - 3 MR d 2 d 2 Diagram sebab akibat disebut juga dengan diagram ishikawa karena diagram ini pertama kali ditemukan oleh Dr. Kaoru Ishikawa pada tahun 1943 dalam hubungannya dengan program mutu pada Kawasaki Steel Works di Jepang. Diagram ini juga disebut dengan diagram tulang ikan (Dahlgaard, et

29 al., 1998). Diagram sebab akibat adalah suatu diagram yang digunakan untuk menunjukkan faktor-faktor penyebab (sebab) dan karakteristik mutu (akibat) yang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab itu (Gasperz, 1998). Selain itu, Ishikawa (1989) menyebutkan bahwa diagram sebab-akibat dibuat untuk menggambarkan dengan jelas jenis-jenis sebab yang dapat mempengaruhi mutu ptoduk dengan jalan menyisihkan dan mencarikan hubungannya dengan sebab-sebab itu. Struktur diagram sebab-akibat dapat dilihat pada Gambar 8. Pada dasarnya, diagram sebab-akibat dapat dipergunakan untuk mengidentifikasikan akar penyebab dari suatu masalah, membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah dan membantu dalam penyidikan atau pencarian fakta lebih lanjut. Menurut Dahlgaard, et al. (1998), dalam menganalisis masalah atau efek, penyebab mayor yang sering teridentifikasi di antaranya adalah mesin, bahan, metode, manusia, manajemen, dan lingkungan. Bahan Metode Mutu Mesin Manusia SEBAB AKIBAT Gambar 8. Struktur Diagram Sebab Akibat (Ishikawa, 1989)

30 IV. METODOLOGI A. METODOLOGI PELAKSANAAN MAGANG Metodologi pelaksanaan magang dilakukan sebagai berikut: 1. Observasi Masalah Tahap ini dilakukan melalui pengamatan langsung di lapangan terutama pada proses produksi. Selanjutnya dilakukan identifikasi masalah pada proses produksi yang menyebabkan terjadinya produk minuman teh serbuk tidak homogen. 2. Analisis Penyebab Masalah Tahap ini dilakukan melalui penggunaan alat bantu diagram ishikawa. Pembuatan diagram ini dilakukan untuk menentukan faktor-faktor penyebab masalah yang dilakukan melalui wawancara dengan operator produksi, diskusi dengan staf Departemen Application Group, serta studi pustaka. 3. Analisis Langkah Perbaikan Pada tahap ini dilakukan empat langkah perbaikan, yaitu pembuatan bagan kendali control, modifikasi karakteristik sifat fisik bahan baku, analisis homogenitas proses pencampuran dan pengisian produk ke dalam kemasan serta optimasi proses pengemasan. B. METODE ANALISIS 1. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan adalah timbangan digital, ribbon mixer, mesin pengemas, bowl cutter, sendok, dan wadah ukuran sedang. Alat-alat yang digunakan dalam analisis adalah sieving machine, alat pengukur densitas, karl fischer titrator, methrom dosimat, pipet 5 ml, pipet 20 ml, pipet 25 ml, pipet 50 ml, gelas piala 150 ml, gelas piala 1000 ml, weighing spoon, labu takar 100 ml, labu takar 250 ml, labu takar 500 ml, magnetic stirrer, hot plate, sudip, dan scanning electron microscope (SEM). Bahan-bahan yang digunakan adalah gula pasir rafinasi, asam sitrat, serbuk teh instan, gum arab, serbuk lemon flavor, asam askorbat, plastik

31 pembungkus, dan kemasan aluminium foil. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis adalah pereaksi karl fischer, metanol, 2.6-dichlorophenol indophenol, meta phosphoric acid 10%, meta phosphoric acid 2%, dan asam asetat 10% 2. Analisis Sifat Fisik 2.1. Pengukuran Kadar Air Metode Karl Fischer Metode Karl Fischer digunakan untuk mengukur kadar air contoh dengan metode volumetri berdasarkan prinsip titrasi. Titran yang digunakan adalah pereaksi Karl Fischer, yaitu campuran iodin, sulfur dioksida, dan piridin dalam larutan metanol. Selama proses titrasi akan terjadi reaksi reduksi iodin oleh sulfur dioksida dengan adanya air seperti reaksi berikut. I2 + SO2 + 3 RN + CH3OH + H2O 2 RN-HI + RN-HSO4CH3 Pereaksi Karl Fischer sangat sensitif terhadap air sehingga dapat diaplikasikan untuk analisis kadar air bahan pangan yang memiliki kandungan air sangat rendah hingga konsentrasi 1 ppm (Faridah et al., 2008). Kelebihan metode ini yaitu memiliki tingkat akurasi dan presisi tinggi, selektivitas pengukuran terhadap kadar air sampel, persiapan sampel yang mudah, waktu analisis singkat, dapat digunakan untuk menganalisis sampel dengan kadar air sangat rendah (1 ppm) hingga tinggi (100%), sampel yang dianalisis dapat berupa padatan, cairan atau gas, dan dapat diautomasi. Tahapan analisis metode Karl Fischer adalah sebagai berikut. Gelas reaksi diisi dengan solvent metanol hingga elektrode terendam dengan menekan tombol IN lalu kecepatan stirer diatur pada angka 3 atau 4. Tombol START ditekan tunggu hingga kondisi conditioning tercapai. Tombol MODE ditekan lalu pilih KFT dan tunggu hingga kondisi conditoning tercapai lagi. Setelah conditioning tekan tombol START hingga muncul KFR volume di layar. Sampel sebanyak kurang lebih g ditimbang dengan weighing spoon di neraca analitik lalu dimasukkan ke dalam gelas reaksi. Tombol ENTER ditekan lalu sisa

32 sampel ditimbang. Tombol CALC DATA ditekan lalu ENTER dan bobot sampel dimasukkan ke dalam program. Tombol ENTER ditekan lalu tombol QUIT ditekan dua kali. Hasil analisis kadar air sampel (%) akan muncul di layar Densitas Metode Gravimetri Pengukuran densitas dilakukan berdasarkan prinsip gravimetri. Berat kosong silinder bervolume 500 ml ditimbang dan dicatat terlebih dahulu (Wa) kemudian sampel serbuk dimasukkan ke dalam silinder tersebut. Sampel dalam silinder kemudian diketuk-ketuk sebanyak kurang lebih 25 kali. Setelah itu, berat akhir silinder beserta sampel ditimbang kembali (Wb). Lakukan duplo. Nilai densitas diperoleh dari hasil pengurangan berat silinder dengan sampel (Wb) dengan berat silinder kosong (Wa). Rumus densitas adalah sebagai berikut: Keterangan : Wa Wb Densitas (g/l) = (Wb-Wa) 0.5 : Berat silinder kosong (gram) : Berat silinder dengan sampel (gram) 2.3. Ukuran Partikel Metode Pengayakan Vibrasi Ukuran partikel dapat diketahui melalui metode pengayakan vibrasi. Pengayak vibrator memanfaatkan getaran untuk mengayak sampel. Alat ini terdiri dari beberapa saringan dengan berbagai ukuran diameter ayakan (mm) dan motor penghasil getaran. Prinsip kerja alat ini yaitu motor penggerak akan menghasilkan getaran dan mengayak sampel melewati saringan. Sampel yang memiliki ukuran partikel kecil akan lolos pada ayakan dengan diameter kecil pula. Berat kosong setiap ayakan ditimbang dan dicatat. Saringan disusun dari atas ke bawah sesuai urutan diameter lubang ayakan yang paling besar hingga diameter lubang ayakan paling kecil. Base dipasang paling bawah. Sebanyak 100 g sampel dituang pada saringan paling atas lalu tutup. Pengayak vibrator dijalankan pada kecepatan 80 rpm selama

33 10 menit. Berat akhir masing-masing ayakan ditimbang kembali. Masukkan berat kosong dan berat akhir masing-masing ayakan ke dalam program Microsoft Excel lalu ukuran partikel sampel rata-rata akan diperoleh Kemudahan Mengalir Serbuk Metode Index Compressibility (Carr Index) dan Hausner Ratio Kemudahan mengalir serbuk dapat diketahui melalui metode Index Compressibility (Carr Index) dan Hausner Ratio. Kedua nilai tersebut diperoleh dari hasil pengukuran bulk density ( bulk) dan tapped density ( tapped) serbuk. Tapped density diperoleh dari hasil pengukuran densitas pada silinder bervolume 500 ml yang diketuk-ketuk sebanyak 25 kali. Kemampuan laju alir serbuk diperoleh dari membandingkan Nilai Carr Index dan Hausner Ratio yang diperoleh pada Tabel 1. Rumus Carr Index dan Hausner Ratio adalah sebagai berikut : Carr Index : 100 x ( tapped - bulk) tapped Hausner Ratio : tapped bulk 2.5. Uji Segregasi (Brennan et al., 1990) Segregasi pada campuran serbuk dapat dengan mudah dideteksi dengan menggunakan heap test. Sampel yang telah dicampur dengan baik dituang dengan menggunakan corong hingga membentuk tumpukan berbentuk kerucut. Sampel kemudian diambil dari pinggir kerucut dan dari bagian tengah kerucut. Jika segregasi tidak terjadi maka kedua sampel tersebut menunjukkan komposisi yang sama. Segregasi dikatakan terjadi jika kedua sampel memiliki perbedaan komposisi yang signifikan.

34 2.6. Penampakan Permukaan Partikel Dengan Scanning Electron Microscope (SEM) Pancaran cahaya elektron dengan fokus yang sangat tajam disapukan pada obyek sehingga menghasilkan elektron sekunder. Elektron yang terpental kembali lalu menyebar. Sinyal-sinyal ini dideteksi terus menerus selama pancaran cahaya elektron bergerak menyapu permukaan obyek. Sinyal elektron sekunder menghasilkan gambar permukaan morfologi. 3. Analisis Sifat Kimia 3.1. Analisis Vitamin C Metode Titrasi Potensiometri Metode analisis vitamin C yang digunakan mengacu pada AOAC :1995 dan instruksi laboratorium PT. Nestlé Indonesia. Analisis ini menggunakan instrumen methrom dosimat berdasarkan prinsip titrasi potensiometri. Titran yang digunakan adalah larutan dye 2.6-dichlorophenol indophenol (DI). Larutan DI dalam bentuk garamnya (suasana basa) berwarna biru dan berubah menjadi warna merah muda dalam suasana asam. DI akan tereduksi oleh asam askorbat sedangkan asam askorbat akan teroksidasi menjadi dehidro asam askorbat yang segera berubah menjadi asam diketogulonat. Jumlah vitamin C dalam larutan dapat diketahui dari faktor tiap ml DI terhadap asam askorbat (Djanis dan Nurhasanah, 2008). Titik akhir titrasi diketahui dari perubahan kekeruhan yang dideteksi oleh elektrode (potensiometri). Analisis vitamin C metode ini memiliki 4 tahapan yaitu persiapan reagen, standarisasi vitamin C, persiapan dan analisis sampel standar, persiapan dan analisis sampel. a. Persiapan Reagen Reagen yang dibutuhkan dalam analisis vitamin C adalah larutan Meta Phosphoric Acid (MPA) 10%, larutan MPA 2%, larutan 2,6-dichlorophenol indophenol (DI) 0.5 mg/ml, dan larutan asam asetat 10%.

35 Pembuatan larutan MPA 10% Sebanyak 50 g MPA ditimbang dalam gelas piala 500 ml, lalu ditambahkan 200 ml akuades. Larutan diaduk hingga homogen di atas magnetic stirrer. Setelah larutan homogen, pindahkan secara kuantitatif ke labu takar 500 ml. Tepatkan larutan hingga tanda tera menggunakan akuades. Pembuatan larutan MPA 2% Larutan MPA 10% dipipet sebanyak 100 ml ke dalam labu takar 500 ml. Tepatkan larutan hingga tanda tera menggunakan akuades. Pembuatan larutan 2,6-dichlorophenol indophenol (DI) 0.5 mg/ml Sebanyak 125 mg DI ditimbang dalam gelas piala 50 ml menggunakan neraca analitik. Ditambahkan 25 ml akuades lalu didihkan di atas magnetic hot plate sambil diaduk dengan stirrer. Setelah mendidih dan larut sempurna, dinginkan larutan hingga mencapai suhu kamar. Setelah itu, larutan dipindahkan ke dalam labu takar 250 ml dan ditambahkan akuades hingga tanda tera. Jika perlu saring larutan dengan kertas saring S&S Larutan ini hanya bisa disimpan selama satu minggu pada suhu 4 o C. Pembuatan larutan asam asetat 10% Sebanyak 25 ml asam asetat pekat dipipet di dalam ruang asam lalu dimasukkan ke dalam labu takar 250 ml. Tepatkan larutan hingga tanda tera menggunakan akuades. b. Standarisasi Vitamin C Sebanyak 50 mg asam askobat ditimbang dalam gelas piala 50 ml menggunakan neraca analitik. Ditambahkan larutan MPA 2% sebanyak 20 ml lalu aduk hingga homogen. Pindahkan larutan vitamin C ke dalam labu takar 100 ml, tepatkan hingga tanda tera dengan larutan MPA 2%. Larutan standar vitamin C tersebut

36 memiliki konsentrasi 0.5 mg/ml. Larutan standar tersebut kemudian dipipet seanyak 3 ml (Vo) ke dalam gelas reaksi. Ditambahkan 30 ml larutan MPA 2% dan 5 ml larutan asam asetat 10%. Larutan tersebut kemudian dititrasi dengan DI sambil distirer hingga mencapai titik akhir titrasi. Titik akhir titrasi dibaca oleh alat setelah terjadi perubahan kekeruhan pada larutan. Catat volume titran DI sebagai Vf. c. Persiapan dan Analisis Sampel Standar Sampel standar adalah sampel yang telah diketahui kandungan vitamin C-nya. Sampel standar yang digunakan adalah DPP-4. DPP-4 ditimbang sebanyak 10 g (m) dalam gelas piala 100 ml. Ditambahkan akuades bersuhu 50 o C sebanyak 40 ml. Larutan tersebut kemudian diaduk hingga homogen. Setelah itu, ditambahkan 20 ml MPA 10%, aduk hingga homogen dengan magnetic stirrer. Larutan kemudian dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml (Vs) dan ditepatkan dengan akuades. Larutan DPP-4 tersebut kemudian dipipet sebanyak 10 ml (Va) ke dalam gelas reaksi. Ditambahkan 30 ml larutan MPA 2% dan 5 ml larutan asam asetat 10%. Larutan tersebut kemudian dititrasi dengan DI sambil distirer hingga mencapai titik akhir titrasi. Titik akhir titrasi dibaca oleh alat setelah terjadi perubahan kekeruhan pada larutan. Catat volume titran DI sebagai Vp. d. Persiapan dan Analisis Sampel Sampel dilarutkan dengan akuades dengan perbandingan 1:7. Sebanyak 20 ml MPA 10% dipipet dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Tepatkan larutan dengan larutan sampel hingga tanda tera (kurang lebih 80 ml). Setelah itu, sebanyak 10 ml larutan sampel dipipet sebanyak 10 ml ke dalam gelas reaksi. Ditambahkan 30 ml larutan MPA 2% dan 5 ml larutan asam asetat 10%. Larutan tersebut kemudian dititrasi dengan DI sambil distirer hingga mencapai titik akhir titrasi. Titik akhir titrasi dibaca oleh

37 alat setelah terjadi perubahan kekeruhan pada larutan. Catat volume titran DI sebagai Vp. Kadar vitamin C dalam sampel dapat dihitung menggunakan rumus berikut. Vitamin C = Vp x C x Vo x Vs x 100 (mg/100g) Vf x Va x m Keterangan: Vp : Volume titran DI untuk menitrasi sampel (ml) C : Konsentrasi larutan standar vitamin C (0.5 mg/ml) Vo : Volume larutan standar vitamin C yang dianalisis (3 ml) Vs : Volume larutan sampel standar DPP-4 (100 ml) Vf : Volume titran DI untuk menitrasi larutan standar vitamin C (ml) Va : Volume larutan sampel yang dianalisis (10 ml) m : Berat DPP-4 yang ditimbang (10 g)

38 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PRODUKSI MINUMAN TEH SERBUK DI PT. NESTLÈ INDONESIA 1. Deskripsi Produk Minuman Teh Serbuk Minuman teh serbuk instan adalah salah satu produk yang diproduksi oleh PT. Nestlé Indonesia Pabrik Cikupa. Produk ini diproduksi melalui teknik pencampuran kering, yaitu proses pencampuran dua material padat atau lebih untuk menghasilkan suatu campuran padat yang homogen (Miyanami, 2006). Sebelum dikonsumsi, produk minuman teh serbuk ini memerlukan rekonstitusi terlebih dahulu dengan air dingin. Produk ini termasuk kategori Nestlé Professional dimana penjualan hanya dilakukan secara retail ke restoran atau food court. Target konsumen dari minuman ini adalah pelajar, mahasiswa, dan keluarga. Produk ini dikemas dalam kemasan aluminium foil dengan berat bersih 1000 gram. Minuman ini memiliki klaim larut dalam air dingin dan Kaya Akan Vitamin C dengan kandungan vitamin C mencapai 65% AKG untuk setiap takaran saji (25 gram). Berdasarkan klaim tersebut, setiap kemasan minuman harus mengandung vitamin C minimal 240 mg/100 g. Kandungan vitamin C tersebut menjadi salah satu release parameter produk sebelum didistribusikan ke konsumen. Namun, kandungan vitamin C untuk release parameter produk adalah 257 mg/100g dimana selisih 10% merupakan faktor kehilangan vitamin C selama masa simpan (1 tahun). Release parameter lain yaitu kadar air (maksimal 0.3%), ph ( ), keasaman ( %), dan uji mikrobiologi yang meliputi uji koliform (<3 MPN/g), kapang khamir (maksimal 100 cfu/g), dan total plate count (maksimal 1000 cfu/g) Produk minuman ini memiliki atribut sensori yaitu penampakan produk berupa serbuk coklat yang homogen, warna coklat muda tanpa adanya spot hitam, rasa berupa campuran antara manis dan asam, aroma teh tanpa adanya bau yang menyimpang. Setelah dilarutkan, produk berupa

39 larutan teh berwarna coklat yang homogen, sedikit keruh, dan tidak terdapat kristal gula di dasar gelas. 2. Bahan Baku Bahan baku yang digunakan dalam proses produksi meliputi bahan baku produk dan bahan baku kemasan. Bahan baku produk yaitu gula pasir dan premix. Premix adalah campuran dari bahan baku minor yang mempunyai komposisi <2% dari jumlah formula total. Premix terdiri dari sebagian kecil gula pasir, asam sitrat, serbuk teh instan, gum arab, serbuk flavor lemon, dan vitamin C. Bahan baku kemasan meliputi kemasan primer yaitu kemasan aluminium foil, kemasan sekunder berupa kardus karton, dan adhesive tape. a. Gula pasir Gula pasir yang digunakan adalah gula pasir rafinasi yang memiliki warna lebih putih dibandingkan dengan gula biasa. Fungsi gula pasir pada minuman teh serbuk adalah sebagai pemberi rasa manis dan pemberi mouthfeel pada minuman. b. Asam sitrat Asam sitrat umum digunakan sebagai pemberi cita rasa asam (pengasam) pada produk minuman. Selain itu, asam sitrat juga memberikan efek pengawetan karena asam sitrat dapat menurunkan ph produk. c. Serbuk teh instan Teh yang digunakan adalah konsentrat berupa serbuk. Serbuk teh ini diperoleh dari proses instanisasi sehingga cukup digunakan dalam jumlah yang sedikit dan dapat mudah larut dalam air dingin. d. Gum Arab Gum arab berasal dari cairan atau getah yang menetes dari batang tanaman yang biasanya berkayu keras. Gum arab termasuk hidrokoloid yaitu suatu polimer yang larut dalam air. Gum ini mampu membentuk koloid sehingga berfungsi untuk membentuk mouthfeel minuman dan cloudifier agent.

40 e. Flavor lemon Flavor digunakan untuk memberikan cita rasa lemon pada produk. f. Asam askorbat (vitamin C) Asam askorbat ditambahkan untuk memenuhi klaim kaya akan vitamin C pada produk. Selain itu, penambahan asam askorbat juga memberikan cita rasa asam pada produk. 3. Formulasi Produk Formulasi produk minuman teh serbuk instan adalah sebagai berikut. Komposisi Premix Gula pasir : 45-47% Asam sitrat : 20-22% Serbuk ekstrak teh : 17-19% Gum arab : 5-6% Serbuk flavor lemon : 4-5% Vitamin C : 2-3% Komposisi Produk di Mixer Premix : 9-10% Gula pasir : 90-91% 4. Proses Produksi Minuman teh serbuk instan diproduksi dalam tiga tahapan yaitu pembuatan premix, proses pencampuran kering dan proses pengemasan. Pembuatan premix dan proses pencampuran bahan baku dicampur dengan menggunakan mixer pada waktu dan kecepatan tertentu hingga produk tercampur rata. Terdapat dua mekanisme proses pencampuran yang terjadi, yaitu convective mixing dan shear mixing. Convective mixing terjadi karena adanya agitasi ribbon sedangkan shear mixing diinduksi oleh perubahan momentum antara partikel-partikel serbuk yang memiliki perbedaan kecepatan. Perbedaan kecepatan terjadi di sekitar perputaran impeler dan dinding alat mixer.

41 Tahap produksi yang pertama yaitu pembuatan premix dengan menggunakan ribbon mixer berkapasitas 100L. Tujuan pembuatan premix adalah untuk memperoleh homogenitas dari bahan baku minor. Tahapan proses pembuatan premix yaitu seluruh bahan baku minor seperti asam sitrat, serbuk ekstrak teh, gum arab, serbuk flavor lemon, dan vitamin C serta sebagian kecil gula pasir ditimbang dan dimasukkan ke dalam mixer. Premix tersebut dicampur dengan kecepatan 60 rpm selama 7 menit. Premix dibuat sekaligus untuk empat batch. Pembuatan premix secara sekaligus tersebut akan memengaruhi homogenitas produk akhir karena jika dari premix sudah tidak homogen maka sulit untuk memperoleh produk akhir yang homogen. Tahap produksi yang kedua yaitu proses pencampuran antara gula pasir dengan premix untuk mendapatkan produk minuman teh serbuk instan. Proses tersebut dimulai dengan transfer gula pasir dari silo menuju weighing hopper melalui buffer hopper. Jumlah gula yang ditimbang dalam weighing hopper sesuai dengan formulasi yang digunakan. Gula dari weighing hopper kemudian ditransfer ke ribbon mixer. Premix lalu dimasukkan ke dalam mixer lalu mixer dijalankan dengan kecepatan 44.8 rpm selama 10 menit. Proses pengeluaran produk dari mixer dilakukan melalui lubang di bagian bawah mixer kemudian ditampung sementara di dalam wadah. Metode penurunan serbuk ini dapat menyebabkan terjadi segregasi partikel dan akan merusak profil homogenitas produk setelah dari mixer. Hal ini disebabkan partikel serbuk yang berukuran lebih kecil akan cenderung berada di tengah tumpukan sedangkan partikel dengan ukuran yang lebih besar akan berada di pinggir tumpukan (Schulze, 2008). Setelah itu, produk dimasukkan ke dalam mesin pengemas untuk selanjutnya dikemas dalam kemasan aluminium foil 1 kg. Bahan pengemas terlebih dahulu melewati alat printing code untuk mencetak kode produksi dan tanggal kadaluarsa. Setelah produk dikemas, produk lalu melewati conveyor ke area pengemasan sekunder dengan karton boks.

42 Saat produk berada di mesin filling, produk akan diisikan ke dalam kemasan berdasarkan prinsip volumetrik. Prinsip pengisian secara volumetrik mensyaratkan produk harus memiliki densitas dalam kisaran g/l supaya tercapai berat bersih minimal 1000 g per kemasan. Pada tahap ini juga teridentifikasi masalah yang berhubungan dengan homogenitas dimana terjadi aliran funnel low atau core flow. Core flow ini menyebabkan produk dengan ukuran partikel lebih kecil (termasuk vitamin C) berada di bagian tengah hopper dan akan turun lebih dahulu sehingga kemasan produk pada awal proses akan memiliki kandungan vitamin C yang lebih tinggi dibandingkan dengan kemasan pada akhir proses. Diagram alir proses produksi dapat dilihat pada Gambar 9.

43 Penimbangan bahan baku premix Penuangan bahan baku premix Transfer gula pasir dari silo Penimbangan gula pasir di weighing hopper Pencampuran kering 60 rpm, 7 menit Transfer gula pasir weighing hopper ke dalam ribbon mixer Premix Pencampuran kering 44.8 rpm, 10 menit Penurunan produk melalui hopper ke dalam wadah-wadah Proses printing kode produksi ke kemasan Transfer produk ke mesin pengemas Proses pengemasan Minuman Teh Serbuk Gambar 9. Alur Produksi Minuman Teh Serbuk di PT. Nestlé Indonesia

44 B. ANALISIS PENYEBAB MASALAH Pada tahap analisis penyebab masalah ketidakhomogenan kandungan vitamin C dalam produk minuman teh serbuk, digunakan alat bantu diagram ishikawa. Diagram ini berguna untuk mengetahui faktor-faktor yang mungkin memiliki peluang menjadi penyebab munculnya masalah ketidakhomogenan produk (Muhandri dan Darwin, 2008). Sumber-sumber masalah yang diperoleh kemudian dijadikan target perbaikan. Diagram ishikawa disusun dengan teknik brainstorming dengan staf application group dan produksi. Dry mix Pembuatan premix Gambar 10 Diagram Sebab Akibat Ketidakhomogenan Produk Minuman Serbuk Terdapat empat faktor utama dalam penyusunan diagram sebab akibat, yaitu manusia, metode, material, dan mesin. Berikut akan dibahas satu persatu faktor-faktor tersebut. 1. Manusia Faktor manusia, dalam hal ini adalah operator produksi dan analis laboratorium kimia. Prosedur kerja harus selalu diikuti oleh operator produksi seperti urutan proses serta cara dan ketelitian penimbangan bahan. Ketelitian dan ketepatan penimbangan bahan sangat penting untuk memastikan jumlah vitamin C yang ditambahkan ke dalam produk sesuai dengan formulasi. Operator harus memastikan bahwa status timbangan berada dalam keadaan terkalibrasi. Penimbangan bahan juga harus berada tepat di tengah timbangan untuk memperoleh hasil yang akurat.

45 Faktor manusia yang kedua adalah analis laboratorium. Analis harus melakukan analisis vitamin C dengan tepat dan akurat. Tahapan analisis dimulai dari pengambilan sampel, persiapan sampel dan pereaksi analisis, hingga analisis sampel harus dilakukan tepat sesuai dengan prosedur. 2. Metode Terdapat tiga hal dalam metode yang memiliki pengaruh terhadap ketidakhomogenan produk, yaitu metode pembuatan premix, metode pencampuran kering dan metode analisis. Premix dibuat untuk empat batch produksi sekaligus. Premix dicampur dalam ribbon mixer dengan kecepatan 60 rpm selama 7 menit. Premix yang telah selesai dicampur kemudian dimasukkan ke dalam kantung plastik masing-masing sebanyak 5 kg selanjutnya premix tersebut dimasukkan ke dalam mixer besar pada untuk proses pencampuran dengan gula pasir. Pada pembuatan premix, dilakukan analisis homogenitas dengan indikator kehomogenan nilai coefficience of variance (Cv). Coefficience of variance adalah standar deviasi dibagi dengan rata-rata proses dikalikan 100%. Proses dikatakan homogen jika memiliki Cv 2%. Sampel untuk analisis homogenitas diambil saat pengeluaran produk dari mixer dengan interval 10 kali pengeluaran berturut-turut. Hasil analisis homogenitas premix dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil Analisis Homogenitas Premix Sampel Vit C (mg/100g , , , , , Rata2 3018,8 STD 203,6 CV 6,7

46 Coefficience of variance (%) : deviasi x 100 % rata-rata : 203,6 x 100% 3018,8 : 6,7% Nilai coefficience of variance (Cv) premix yang diperoleh sebesar 6,7%, nilai tersebut lebih besar dari 2% sehingga menunjukkan derajat pencampuran yang tidak homogen. Nilai Cv yang besar pada premix akan sangat mempengaruhi proses selanjutnya, yaitu pencampuran dengan gula pasir. Dengan demikian, jumlah vitamin C pada premix yang akan ditambahkan ke proses pencampuran utama akan bervariasi dan mempengaruhi profil homogenitas produk akhir. Metode pencampuran kering yang digunakan oleh PT. Nestlé Indonesia adalah sistem batch dimana proses pengeluaran dan pemasukan produk antar mesin dilakukan secara semi manual. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan profil campuran serbuk dari perfect mixture menjadi random mixture kemudian menjadi segregating mixture. Hal yang sebaliknya juga dapat terjadi karena proses pencampuran kering adalah suatu proses yang dapat balik (Canovas et al, 2005). Perubahan profil campuran ini tentu saja tidak diinginkan untuk memperoleh produk yang homogen. Metode analisis vitamin C yang digunakan mengacu pada AOAC :1995 dan instruksi laboratorium PT. Nestlé Indonesia. Sebelum digunakan untuk analisis, metode ini harus diverifikasi terlebih dahulu supaya hasil analisis sesuai dengan nilai yang sebenarnya. Hasil verifikasi menyatakan bahwa metode ini memiliki ketelitian dan keakuratan yang memenuhi kriteria penerimaan standar perusahaan serta menghasilkan data yang proporsional dengan kadar analit. 3. Material Faktor material yang menjadi perhatian utama dalam masalah ketidakhomogenan produk minuman teh serbuk adalah (1) mutu dan

47 kemurnian bahan baku, dan (2) karakteristik sifat fisik bahan baku dan produk jadi Mutu dan Kemurnian Bahan Baku Mutu termasuk kemurnian bahan baku setelah sampai di gudang penyimpanan harus tetap sama hingga bahan baku digunakan dalam proses produksi. Oleh karena itu jenis kemasan bahan baku, suhu dan RH gudang penyimpanan harus sesuai dengan spesifikasi produk. RH (kelembaban relatif) adalah rasio dari tekanan parsial uap air dalam campuran terhadap tekanan uap jenuh air pada temperature tersebut. Saat ini, kondisi kemasan dan penyimpanan bahan baku sudah cukup baik. Bahan baku yang relatif sensitif terhadap kondisi penyimpanan seperti vitamin C dan teh serbuk dikemas dalam kemasan kedap udara dan disimpan di gudang penyimpanan bersuhu maksimal 20 o C. Kemurnian bahan baku vitamin C juga mempengaruhi hasil akhir analisis kandungan vitamin C. Jika kemurnian rendah, maka kandungan vitamin C akan lebih rendah daripada jumlah tertentu yang ditambahkan. Dalam certificate of analysis (CoA) vitamin C dari supplier tertera kemurnian vitamin C berkisar antara %. Berikut ini adalah hasil analisis kemurnian bahan baku vitamin C yang digunakan oleh PT. Nestlé Indonesia. Tabel 3. Analisis Kemurnian Bahan Baku Vitamin C Konsentrasi standar (mg/ml) Vit C (mg/100g) Kemurnian (%) Rata-rata Berdasarkan Tabel 3. diperoleh nilai kemurnian vitamin C sebesar 98.23%, nilai tersebut berada di bawah kisaran spesifikasi sehingga

48 diperlukan adanya perhitungan pendekatan formulasi yang mempertimbangkan kemurnian vitamin C Karakteristik Sifat Fisik Bahan Baku dan Produk Jadi Karakteristik sifat fisik bahan baku dan produk jadi memiliki pengaruh terhadap proses pencampuran produk dan pada akhirnya akan mempengaruhi profil kehomogenan produk. - Karakteristik Sifat Fisik Bahan Baku Karakterisasi sifat fisik bahan baku minuman teh serbuk yang dilakukan meliputi pengukuran kadar air, densitas, ukuran partikel, dan kemudahan mengalir. Tujuan dilakukan karakterisasi ini adalah untuk mengetahui pengaruh karakteristik fisik bahan baku terhadap homogenitas produk. Bahan baku yang paling berpengaruh terhadap profil homogenitas produk adalah vitamin C dan gula pasir. Hal ini dikarenakan gula pasir adalah material dengan jumlah terbesar dalam campuran sedangkan vitamin C adalah indikator pengukuran homogenitas proses. a. Kadar Air Tabel 4. Pengukuran Kadar Air Bahan Baku Minuman Teh Serbuk Material KA sampel (%) KA standar (%) Serbuk teh instan Asam sitrat < 0.5 Gula pasir Lemon flavor Gum arab < 10 Vitamin C Kadar air serbuk yang tinggi membuat serbuk cenderung kohesif karena adanya gaya tarik menarik antar partikel. Serbuk kohesif lebih sulit untuk dicampur namun tidak mudah bersegregasi sehingga kehomogenan produk lebih mudah tercapai (Meyer, 2008). Gum arab, lemon flavor dan serbuk teh instan adalah bahan baku dengan kadar air yang relatif tinggi sehingga serbuk tersebut memiliki sifat kohesif yang membantu mencapai profil campuran serbuk yang homogen. Berdasarkan Tabel 4.

49 vitamin C memiliki kadar air rata-rata lebih tinggi dibandingkan standar ( 0.1%) yaitu %. Namun, bahan baku tersebut tetap digunakan untuk proses produksi. Sementara itu, bahan baku lainnya memiliki kadar air sesuai dengan standar. b. Densitas Tabel 5. Densitas Bahan Baku Minuman Teh Serbuk Bahan Baku Densitas (g/l) Serbuk teh instan Asam sitrat Gula pasir Lemon flavor Gum arab Asam askorbat Gula halus Gambar 11. Diagram Batang Densitas Bahan Baku Minuman Teh Serbuk Bahan Baku yang memiliki densitas terbesar adalah asam askorbat yaitu g/l sedangkan bahan baku yang memiliki densitas terkecil adalah serbuk teh instan yaitu g/l. Menurut Harnby dan Edwards (1992), material dengan densitas terbesar cenderung berada pada bagian bawah campuran sedangkan material dengan densitas terkecil cenderung berada pada bagian atas campuran sehingga dapat terjadi segregasi. Asam askorbat

50 dengan densitas terbesar memiliki kemungkinan akan terakumulasi pada bagian bawah campuran. Serbuk teh instan yang memiliki densitas terkecil cenderung berada pada bagian atas campuran. Rasio densitas antara asam askorbat ( mm) dengan gula pasir adalah ( mm) adalah 1:1.1. Menurut Meyer (2008), rasio densitas untuk mencegah segregasi harus leboh kecil dari 1:3 sehingga densitas bukan merupakan faktor yang menyebabkan terjadinya segregasi pada campuran. c. Ukuran Partikel Menurut Meyer (2008), perbedaan yang besar pada distribusi ukuran partikel antar material dapat menyebabkan terjadinya segregasi. Berdasarkan Tabel 6, ukuran partikel gula pasir adalah mm sedangkan ukuran partikel vitamin C adalah mm. Rasio ukuran partikel antara dua material tersebut yaitu 1:2. Menurut Meyer (2008), rasio ukuran partikel untuk mencegah segregasi adalah 1:1.2 sehingga selama proses pencampuran terdapat kemungkinan terjadinya segregasi antar material. Tabel 6. Pengukuran Ukuran Partikel Bahan Baku Minuman Teh Serbuk Bahan Baku Ukuran partikel (mm) Serbuk teh instan Asam sitrat Gula pasir Lemon flavor Gum arab Vitamin C Gula halus 0.457

51 Gambar 12. Diagram Batang Ukuran Partikel Bahan Baku Minuman Teh Serbuk Gula pasir untuk bahan baku minuman teh serbuk ditransfer dari hopper gula yang berada di line POLO. Kecepatan transfer gula yaitu sebesar gram/detik. Proses transfer menggunakan dorongan angin dengan kecepatan 3.28 m 3 /menit. Sebelumnya, diasumsikan bahwa proses transfer gula dapat mengecilkan ukuran partikel gula karena adanya gaya gesek antara gula dengan pipa transfer. Namun, ternyata ukuran partikel gula rata-rata hanya tereduksi sebesar 0.01 mm. d. Kemudahan Mengalir Serbuk Kemudahan mengalir serbuk dapat diketahui melalui metode Index Compressibility (Carr Index) dan Hausner Ratio. Kedua nilai tersebut diperoleh dari hasil pengukuran bulk density dan tapped density serbuk. Sifat fisik partikel (ukuran partikel, distribusi ukuran partikel, morfologi, dan densitas), kondisi proses (ada atau tidaknya tekanan), dan kondisi lingkungan (kelembaban relatif) adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan laju alir serbuk (Meyer, 2008). Semakin mudah mengalir suatu serbuk maka semakin mudah serbuk tersebut bersegregasi dalam campuran karena pergerakan partikelnya sangat tinggi. Semakin

52 buruk sifat aliran suatu serbuk maka serbuk tersebut semakin bersifat kohesif dan tidak mudah bersegregasi (Harnby dan Edwards, 1992). Tabel 7. Kemudahan Mengalir Bahan Baku Minuman Teh Serbuk Material Serbuk teh instan Tapped Density (g/ml) Bulk Density (g/ml) Hausner Ratio Compressibility Index Kemudahan Mengalir Poor Asam sitrat Good Gula pasir Excellent Lemon flavor Passable Gum arab Fair Vitamin C Fair Teh serbuk adalah material yang tergolong sulit mengalir karena cenderung bersifat kohesif. Secara umum, material lain memiliki kemampuan laju alir yang cukup baik (excellentpassable). Gula pasir adalah bahan baku utama dalam produk minuman teh serbuk sehingga sifat aliran campuran akan mengikuti karakteristik aliran gula pasir. Laju aliran serbuk yang tergolong excellent mengakibatkan campuran serbuk memiliki kecenderungan yang tinggi untuk mengalami segregasi. - Karakteristik Sifat Fisik Produk Jadi Menurut (Fellows, 2000), karakterisasi sifat fisik bahan baku tidak dapat menggambarkan sepenuhnya karakteristik produk jadi sehingga dilakukan pula karakterisasi sifat fisik produk jadi meliputi pengukuran kadar air, densitas, ukuran partikel, kemampuan laju alir, dan penampakan permukaan partikel serbuk dengan menggunakan scanning electron microscope (SEM).

53 Tabel 8. Karakteristik Sifat Fisik Minuman Teh Serbuk Material Kadar Air (%) Densitas (g/l) Ukuran Partikel (mm) Kemudahan Mengalir Produk Jadi Excellent Standar kadar air produk minuman teh serbuk maksimal 0.3%. Dari Tabel 8. diketahui bahwa kadar air berada di bawah standar maksimum. Kadar air ini merupakan faktor kritis yang ditentukan oleh kondisi suhu dan RH ruang produksi. Suhu dan RH ruang produksi berturut-turut adalah 22 0 C dan 45%. Jika suhu ruang produksi terlalu tinggi akibatnya produk akan menjadi kohesif dan sulit tercampur rata. Standar densitas minuman teh serbuk adalah g/l. Nilai tersebut mutlak dipenuhi karena akan mempengaruhi berat bersih produk pada proses pengemasan yang menggunakan prinsip volumetrik. Jika densitas produk terlalu tinggi maka berat bersih produk dalam kemasan akan lebih banyak dari 1000 gram dan hal yang sebaliknya juga berlaku. Ketepatan nilai berat bersih produk penting dalam analisis vitamin C karena satuan analisis adalah jumlah vitamin C per berat produk. PT. Nestlé Indonesia masih belum memiliki standar ukuran partikel untuk minuman teh serbuk. Ukuran partikel serbuk akan berpengaruh terhadap densitas. Semakin besar ukuran partikel maka semakin kecil densitas (Meyer, 2008). Ukuran partikel minuman teh serbuk sangat ditentukan oleh ukuran partikel gula pasir yang digunakan. Selain itu, seperti yang telah dibahas sebelumnya, laju alir minuman teh serbuk juga mengikuti laju alir gula (excellent) sehingga cenderung mudah untuk bersegregasi. Menurut Harnby dan Edwards (1992), jika terdapat partikel halus dan kasar dalam suatu campuran maka partikel yang lebih halus dan kecil akan menyelubungi permukaan partikel yang lebih kasar dan halus. Pada situasi ini, partikel yang kecil dan halus tersebut kehilangan gaya gerak individualnya dan jika komposisi partikel halus

54 dan kasar tepat mekanisme ini dapat menghasilkan suatu campuran yang homogen. Gambar 13. di bawah ini menunjukkan mekanisme tersebut terjadi pada minuman teh serbuk. Pencitraan dengan menggunakan scanning electron microscope tersebut tampak partikel gula diselubungi oleh partikel lain yang lebih kecil ukurannya. Namun, mekanisme penempelan ini tidak dapat mencegah terjadinya segregasi pada produk. A B D C Gambar 13. Penampakan permukaan gula pasir menggunakan scanning electron microscope dimana terjadi pelekatan serbuk dengan ukuran partikel lebih kecil dan kohesif. Gambar searah jarum jam (a) perbesaran 75 kali, (b) perbesaran 100x, (c) perbesaran 200x, dan (d) perbesaran 750x 4. Mesin Terdapat empat buah alat atau mesin yang berpengaruh terhadap profil homogenitas produk, yaitu timbangan di ruang produksi, timbangan analitik untuk analisis vitamin C, mixer, instrumen analisis vitamin C methrom dosimat, dan mesin pengemas. Timbangan perlu dikalibrasi

55 secara berkala untuk memastikan ketepatan penimbangan bahan. Timbangan di ruang produksi cukup dikalibrasi oleh staf dari quality assurance secara berkala sedangkan timbangan analitik perlu dikalibrasi oleh badan kalibrasi yang berwenang di Indonesia. Selain itu sebelum dilakukan penimbangan, indikator bubble harus selalu dipastikan berada di bagian tengah lingkaran untuk menjamin keakuratan penimbangan. Instrumen analisis vitamin C menggunakan methrom dosimat. Alat analisis ini bekerja berdasarkan prinsip titrasi potensiometri. Oleh karena itu, tabung titrasi dan elektrode alat harus dalam keadaan baik supaya volume titran yang dikeluarkan sama dengan yang tertera pada layar dan titik akhir titrasi dapat dibaca dengan tepat. Mixer yang digunakan untuk proses pencampuran kering ini adalah tipe ribbon mixer. Mixer ini memiliki mekanisme utama convective mixing dan sesuai dengan karakteristik serbuk yang mudah bersegregrasi (Brennan et al., 1990). Kecepatan putaran impeler maksimum mixer ini adalah 60 rpm dengan kapasitas sebesar 40-60%. Jika lebih dari itu, mesin tidak mampu melakukan proses pencampuran dengan baik. Saat ini, mixer dijalankan pada kecepatan 60 rpm dengan kapasitas 60%. Pencatat waktu dan kecepatan pada mixer perlu dilakukan pengecekan secara berkala untuk memastikan kondisi proses berjalan sesuai dengan prosedur. Proses pengeluaran produk dari mixer dilakukan melalui lubang pada bagian bawah mixer. Perbedaan ukuran partikel dan pengaruh gaya gravitasi serta karakteristik material yang bersifat mudah mengalir menyebabkan produk mengalami segregasi saat proses pengeluaran produk dari mixer (Schulze, 2008). Hal ini dapat dibuktikan dengan uji sederhana berupa heap test. Heap test yang dilakukan pada produk minuman teh serbuk menunjukkan terjadinya segregasi karena kadar asam askorbat produk pada pinggir kerucut jauh lebih rendah daripada kadar asam askorbat pada bagian tengah kerucut. Pada ulangan pertama diambil sampel produk dalam kemasan dengan kadar vitamin C adalah mg/100g. Kadar

56 vitamin C pada sampel pinggir kerucut adalah mg/100g sedangkan kadar vitamin C pada sampel bagian tengah kerucut adalah mg/100g. Pada ulangan kedua diambil sampel kemasan lain dengan kadar vitamin C mg/100g. Kadar vitamin C pada sampel pinggir kerucut adalah mg/100g sedangkan kadar vitamin C pada sampel bagian tengah kerucut adalah mg/100g. Dari hasil tersebut diketahui bahwa vitamin C terpusat pada bagian tengah kerucut. Gambar heap test dapat dilihat pada Gambar 14. a b Gambar 14. (a) Heap Test Pada Minuman Teh Serbuk, (b) Ilustrasi Terjadinya Segregasi Pada Heap Test (Schulze, 2008) Vitamin C adalah material dengan densitas rata-rata tertinggi yaitu g/l. Ukuran partikel asam askorbat rata-rata relatif kecil yaitu mm. Asam askorbat tergolong mudah mengalir (fair). Berdasarkan sifat fisik tersebut, diduga bahwa vitamin C akan turun terlebih dahulu ketika dituang membentuk tumpukan kerucut sehingga vitamin C menumpuk di bagian tengah kerucut. Hasil heap test dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil Heap Test Pada Produk Minuman Teh Serbuk Ulangan Kandungan vit. C dalam bag (mg/100g) Kandungan vit. C pada pinggir tumpukan (mg/100g) Kandungan vit. C pada bagian tengah tumpukan (mg/100g)

57 Pada mesin pengemas juga ditemukan adanya peluang penyebab masalah ketidakhomogenan produk. Pada saat proses filling terjadi pola aliran core flow atau funnel flow. Pola ini terbentuk karena adanya perbedaan ukuran partikel yang cukup besar serta desain mesin filling yang cenderung mengarah pada pola core flow. Hal ini diketahui dari sudut hopper yaitu 30 o. Dimensi mesin filling yang digunakan oleh PT. Nestlé Indonesia yaitu tinggi cm, diameter inlet 60.5 cm, diameter outlet cm, volume hopper 0.05 m 3, luas permukaan hopper m 2. (Gambar 15) cm cm 30 o cm Gambar 15. Dimensi Mesin Filling di PT. Nestlé Indonesia Pada pola aliran core flow, produk yang lebih dulu bergerak turun dari silo menuju hopper adalah yang berada pada bagian tengah sedangkan produk yang berada dekat dengan dinding silo senderung stagnan dan turun terakhir. Hal ini mengakibatkan terjadinya pemisahan campuran serbuk saat proses pengemasan (Prescott dan Barnum, 2000). Gambar dan ilustrasi core flow dapat dilihat pada Gambar 16.

58 a b Gambar 16. (a) Funnel flow Pada Proses Filling (b) Ilustrasi Terjadinya Funnel Flow (Schulze, 2008) Pola aliran tersebut menyebabkan serbuk dengan ukuran partikel lebih kecil (termasuk vitamin C) yang berada di tengah silo akan turun terlebih dahulu sehingga lebih banyak berada pada kemasan di awal proses. Produk yang dikemas terakhir akan cenderung memiliki kandungan vitamin C yang rendah. Ilustrasi teori tersebut dapat dilihat pada Gambar 17. Gambar 17. Ilustrasi Pola Penurunan Material Pada Aliran Funnel Flow (Schulze, 2008) Setelah dilakukan verifikasi terhadap faktor-faktor peluang penyebab ketidakhomogenan dari diagram ishikawa, diperoleh empat penyebab yang memberikan pengaruh paling signifikan yaitu karakteristik sifat fisik, pembuatan premix, proses pengeluaran produk dari mixer, dan proses

59 pengemasan. Tahapan selanjutnya adalah dilakukan langkah-langkah perbaikan yang mengacu kepada empat penyebab utama tersebut untuk memperoleh produk minuman teh serbuk yang homogen. C. ANALISIS LANGKAH PERBAIKAN Langkah-langkah perbaikan yang dilakukan mencakup empat hal, yaitu pembuatan bagan kendali control, modifikasi karakteristik sifat fisik bahan baku, analisis homogenitas proses, dan melakukan optimasi proses pengemasan. 1. Pembuatan Bagan Kendali Kontrol Bagan kendali kontrol adalah suatu alat bantu untuk mengetahui apakah proses berada dalam keadaaan terkendali atau tidak (Muhandri dan Darwin, 2008). Pada kasus ketidakhomogenan vitamin C pada minuman teh serbuk ini akan dibuat dua jenis control chart. Sumber data kedua control chart tersebut didasarkan pada pengamatan hasil analisis harian kandungan vitamin C pada tanggal 7 Agustus hingga 30 Juni Pertama, dibuat bagan kendali dengan nilai rata-rata 257 dan batas bawah serta batas atas adalah ±2% dari nilai rata-rata (Gambar 18). Hal ini mengacu pada proses dinyatakan homogen jika memiliki nilai varian 2%. Pada bagan kendali tipe ini diketahui batas atas proses adalah sedangkan batas bawah proses yaitu Dengan demikian, proses dikatakan homogen jika kandungan vitamin C produk berada pada kisaran mg/100g mg/100g. Berdasarkan gambar dibawah ini diketahui hanya terdapat 20 hari dari 84 hari pengamatan yang dinyatakan berada dalam batas kendali tersebut.

60 LCL = Average = UCL = VAR00001 Sigma level: 3 Control Chart: VAR00001 Gambar 18. Bagan kendali Vitamin C Pada Minuman Teh Serbuk Bagan kendali kedua yaitu tipe individual moving range enam sigma. Bagan kendali tipe ini digunakan karena hanya terdapat satu ulangan analisis per hari. UCL = = 257 LCL =

61 Gambar 19 Individual and Moving Range Control Chart Kandungan Vitamin C Pada Produk Minuman Teh Serbuk Bagan kendali kontrol tipe ini secara teoritis digunakan untuk mengendalikan proses (Gambar 19). Pada bagan kendali tipe ini ternyata terdapat empat titik yang berada di luar batas kendali atas. Hal ini mengindikasikan bahwa proses tidak terkontrol dengan baik dan perlu segera dilakukan tindakan perbaikan. 2. Modifikasi Karakteristik Sifat Fisik Bahan Baku Modifikasi karakteristik bahan baku yang dilakukan bertujuan mengurangi kecenderungan serbuk untuk bersegregasi. Hal ini dapat dilakukan dengan mengurangi perbedaan ukuran partikel serbuk dengan mengecilkan ukuran partikel gula. Pengecilan ukuran partikel gula pasir sekaligus akan mengurangi kemampuan laju alir. Hal ini disebabkan partikel berukuran kecil akan mengalami kenaikan gaya adhesif inter partikel sehingga mengurangi pula kecenderungan bersegrerasi (Schulze, 2008).

62 Produksi minuman teh serbuk di Pabrik Cikupa dapat menggunakan gula pasir halus dengan ukuran partikel mm. Gula pasir dengan spesifikasi tersebut saat ini telah digunakan oleh Pabrik Panjang. 3. Analisis Homogenitas Proses Analisis homogenitas proses dilakukan pada tahap proses pencampuran, proses pengeluaran produk dari mixer, dan pada produk yang telah dikemas. Pada proses pencampuran, dilakukan analisis homogenitas pada berbagai waktu proses pencampuran, yaitu 8 menit, 10 menit, 12 menit, dan 15 menit. Dari keempat perlakuan waktu tersebut, warna dan homogenitas produk diamati secara visual dan dianalisis pula kandungan vitamin C-nya. Menurut Fellows (2000), kecukupan proses pencampuran ditentukan oleh dua variabel, yaitu kecepatan putaran ribbon dan waktu proses. Parameter proses yang saat ini digunakan di PT. Nestlé Indonesia yaitu kecepatan putaran ribbon 44.8 rpm selama 10 menit. Kecepatan putaran ribbon tersebut merupakan kecepatan maksimal sehingga tidak dilakukan perubahan kecepatan dan hanya dilakukan perubahan terhadap variabel waktu. Pengamatan warna dan homogenitas secara visual dilakukan dari waktu pencampuran menit ke-8 hingga menit ke-15. Hal ini dilakukan untuk mengetahui waktu pencampuran yang dianggap optimum secara visual. Penampakan sampel dibandingkan dengan reference. Reference memiliki warna ( ) dan derajat homogenitas ( ). Berdasarkan Tabel 10, warna dan derajat homogenitas produk sama dengan reference mulai menit ke-10 proses pencampuran. Sehingga, secara visual dinyatakan produk homogen setelah proses pencampuran selama 10 menit.

63 Tabel 10. Pengamatan Warna dan Homogenitas Secara Visual Pada Minuman Teh Serbuk Menit ke- Titik Pengambilan Warna Derajat homogenitas Sampel Keterangan: Warna: + : coklat sangat muda + + : coklat muda : coklat

64 : coklat agak tua Derajat homogenitas: + : banyak spot-spot warna yang tidak homogen + + : sedikit spot-spot warna yang tidak homogen : sangat sedikit spot-spot warna yang tidak homogen : tidak terdapat spot-spot warna yang tidak homogen a b d c Gambar 20. Penampakan Visual Produk Pada (a). Menit ke-8, (b) Menit ke- 10, (c) Menit ke-12, dan (d) Menit ke-15 Berdasarkan hasil analisis homogenitas kandungan vitamin C produk pada Tabel 11. diketahui waktu pencampuran selama 10 menit memiliki Cv 3.18% dengan standar deviasi Nilai tersebut paling rendah dibandingkan dengan waktu proses pencampuran yang lain. Pada menit ke-12 dan menit ke-15, Cv produk justru menunjukkan peningkatan yaitu 3.60% dan 3.84% berturut-turut. Hal ini menunjukkan bahwa pada waktu tersebut produk mengalami over mixing. Menurut Schulze (2008), over mixing dapat terjadi pada campuran serbuk dengan keragaman ukuran partikel yang tinggi. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, pada tahap pengeluaran produk dari mixer terdapat peluang terjadinya segregasi serbuk. Hal ini berakibat pada berubahnya profil homogenitas produk setelah proses pencampuran. Serbuk yang sudah relatif homogen saat di mixer berubah

65 menjadi tidak homogen pada saat proses pengeluaran produk (Harnby dan Edwards, 1992). Pada Tabel 11, diketahui bahwa Cv pada proses pengeluaran produk dari mixer (8.98%) lebih besar dibandingkan dengan Cv produk saat proses pencampuran (3.18%). Untuk menghindari hal tersebut maka pengaruh gaya gravitasi dan peluang pembentukan tumpukan saat proses pengeluaran serbuk dari mixer harus diusahakan seminimal mungkin (Schulze, 2008). Tabel 11. Hasil Analisis Kandungan Vitamin C Pada Proses Produksi Minuman Teh Serbuk Sampel Menit Menit Menit Menit Outflow Produk ke-8 ke-10 ke-12 ke-15 Mixer Jadi Vitamin C 279,4 (mg/100g) 3 291,09 285,42 276, STD 16,76 9,23 10,26 10, CV (%) 6,00 3,18 3,60 3, Gambar 21. Kurva Optimum Proses Pencampuran Minuman Teh Serbuk Gambar 21 adalah kurva optimum proses pencampuran yang dibuat berdasarkan model kurva polynomial orde 2. Dari kurva tersebut diperoleh persamaan Y = 0.140x x , dimana y (f(x)) merupakan fungsi dari waktu (x). Persamaan kemudian diturunkan untuk mencapai waktu optimum dengan nilai Cv minimum. Waktu optimum yang diperoleh berdasarkan hasil turunan persamaan tersebut adalah 12.5 menit.

66 Setelah tahap pengeluaran produk, produk ditransfer menuju mesin pengemas. Setelah dikemas, produk diambil sampel sebanyak 10 buah pada interval tertentu. Nilai Cv produk jadi (6.62%) diketahui lebih rendah dibandingkan saat outflow mixer (8.98%). Hal ini disebabkan proses pencampuran kering adalah proses yang reversibel sehingga perilaku campuran serbuk sulit diprediksi. Namun, nilai Cv tersebut tetap lebih tinggi dibandingkan Cv proses pencampuran. Ketidakhomogenan ini disebabkan pada proses pengemasan terjadi pola core flow pada silo. Core flow ini menyebabkan produk dengan ukuran partikel lebih kecil yang berada di bagian tengah hopper akan turun lebih dahulu sehingga produk yang dikemas awal akan memiliki kandungan vitamin C yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk yang dikemas akhir (lihat Gambar 17). Teori tersebut terbukti terjadi pada profil kandungan vitamin C pada minuman teh serbuk dimana kandungan vitamin C pada kemasan awal hingga pertengahan cenderung tinggi (Gambar 22). Trend kurva yang menurun ditunjukkan dengan a yang bernilai negatif pada persamaan garis y = x Gambar 22. Grafik Kandungan Vitamin C Pada Finished Goods

67 4. Optimasi Proses Pengeluaran Produk dari Mixer dan Pengemasan Berdasarkan pembahasan sebelumnya diketahui bahwa proses pengeluaran produk dari mixer dan proses pengemasan merusak profil homogenitas produk setelah proses pencampuran sehingga perlu dilakukan tindakan perbaikan. Terdapat dua jenis metode transfer produk antara tahap produksi yang umum digunakan di industri, yaitu secara mekanik dan gravitasi. Saat ini, metode yang digunakan adalah secara gravitasi namun metode ini tidak tepat digunakan karena akan menyebabkan segregasi produk. Metode transfer lain yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan flexible screw conveying. Metode ini cocok digunakan untuk mentransfer campuran serbuk yang memiliki karakteristik mudah mengalir tanpa terjadi segregasi saat proses transfer. Screw yang berada di tengah pipa conveyor akan menggerakkan serbuk di satu arah tanpa mengakibatkan segregasi. Proses ini menyebabkan produk mengalami pencampuran kembali saat transfer (Anonim c, 2008). Gambar 23. Ilustrasi Pergerakan Serbuk Saat Proses Transfer Menggunakan Flexible Screw Desain silo yang diinginkan untuk memperoleh produk yang homogen saat dikemas adalah silo dengan pola mass flow. Pola mass flow, serbuk akan turun bersama-sama sehingga tidak ditemui adanya zona stagnan (Prescott dan Barnum, 2000). Dinding silo mesin filling memiliki sudut 30 o, untuk mencegah core flow maka dapat dilakukan perubahan desain mesin yaitu sudut hopper diperkecil menjadi 10 o sehingga dinding hopper harus cukup curam dan memiliki friksi yang kecil (Gambar 24.e.). Tinggi

68 silo sendiri harus lebih besar dibandingkan dengan diameter inlet sehingga bentuk silo akan tinggi dan ramping (Schulze, 2008). Gambar 24. Desain Hopper Mass Flow (Schulze, 2008)

69 VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis penyebab masalah melalui alat bantu diagram ishikawa, diketahui terdapat empat penyebab utama ketidakhomogenan pada produk minuman teh serbuk di PT. Nestle Indonesia. Penyebab pertama adalah karakteristik sifat fisik bahan baku yaitu perbedaan ukuran partikel antara gula pasir (0.677 mm) dengan vitamin C (0.357 mm). Rasio ukuran partikel antara dua material tersebut yaitu 1:2. Selain itu, laju alir produk yang mengikuti laju alir gula pasir yang bersifat mudah mengalir dapat menyebabkan produk mudah mengalami segregasi. Penyebab kedua adalah premix yang tidak homogen (Cv 6.74%). Premix yang tidak homogen dapat menyebabkan proses pencampuran menjadi tidak homogen pula. Penyebab ketiga adalah proses pengeluaran produk dari mixer. Proses ini mengakibatan perubahan profil homogenitas produk yang ditandai dengan meningkatnya niai coefficience of variance produk. Penyebab terakhir adalah desain silo dan hopper pada alat pengemas yang mengakibatkan terbentuknya core flow sehingga serbuk yang berada pada bagian tengah hopper turun lebih dahulu. Hal ini mengakibatkan kemasan produk pada awal proses cenderung memiliki kandungan vitamin C yang tinggi. Analisis perbaikan langkah menggunakan alat bantu bagan kendali kontrol tipe individual moving range menunjukkan bahwa proses pencampuran kering tidak terkontrol karena masih terdapat titik yang berada di luar batas kendali atas. Selain itu, diperoleh pula kisaran kandungan vitamin C produk yang dapat dikategorikan homogen jika berada pada kisaran mg/100g mg/100g. Kisaran tersebut diperoleh dari variasi ±2% dari nilai rata-rata Waktu pencampuran optimum produk minuman teh serbuk adalah 12.5 menit. Optimasi proses pengeluaran produk dari mixer dapat dilakukan dengan menggunakan flexible screw conveying sedangkan

70 optimasi proses pengemasan dapat dilakukan dengan memperbaiki desain mesin filling untuk memperoleh tipe aliran mass flow. B. SARAN Saran perbaikan proses dapat dilakukan melalui pengecilan ukuran gula pasir menjadi mm dari ukuran mm. Gula pasir ukuran mm tersebut telah tersedia di Pabrik Panjang. Selain itu, proses pembuatan premix sebaiknya dilakukan per batch untuk memastikan jumlah vitamin C yang ditambahkan saat proses pencampuran sesuai dengan formulasi. Penggunaan metode transfer dengan flexible screw conveying juga dapat dilakukan untuk mengurangi segregasi saat proses pengeluaran produk dari mixer. Modifikasi desain mesin filling (silo dan hopper) dapat dilakukan untuk memperoleh pola aliran mass flow sehingga diperoleh produk akhir dalam kemasan yang homogen. Berikut merupakan opsi-opsi kemungkinan yang dapat dijadikan pertimbangan perbaikan proses produksi minuman teh serbuk oleh PT. Nestlé Indonesia (Tabel 12). Tabel 12. Opsi Kemungkinan Perbaikan Pada Proses Produksi Minuman Teh Serbuk Method Material Machine Homogenitas Produk T T T tidak homogen T Y Y homogen, biaya tinggi T T Y homogen, biaya tinggi Y Y Y homogen, biaya tinggi, waktu produksi lama Y T T masih terdapat kemungkinan tidak homogen Y Y T homogen, biaya rendah, waktu produksi lama T Y T homogen, biaya rendah Y T Y homogen, biaya tinggi, waktu produksi Y Y T Keterangan : Y = dilakukan T = tidak dilakukan lama homogen, biaya rendah, waktu produksi lama

71 DAFTAR PUSTAKA Andimulia, B.A. dan S. Astuti Bisnis Powdered Beverages. Food Review Indonesia Vol IV No2 Februari Anonim a Particle and Powder Technology. [8 Februari 2009] Anonim b Asam Sitrat. Juli 2009] Anonim c, Flexible Screw Conveyors. [28 Agustus 2009] Brennan, J.G., J.R. Butters, N.D. Cowell, dan A.E.V. Lilley Food Engineering Operations Third Edition. Elsevier Applied Science, London dan New York. Canovas, G.V.B Food Powders Physical Properties, Processing, and Functionality. Kluwer Academic, New York. Dahlgaard, J.J., K. Kristensen, dan G.K. Kanji, Fundamentals of Total Quality Management. Chapman and Hall, London. Djanis, R.L. dan Nurhasanah Penuntun Praktikum Kimia Farmasi. Departemen Perindustrian Republik Indonesia, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Industri. Akademi Kimia Analis Bogor, Bogor. Faridah, D.N., Feri K., Dian H., Harsi D.K., Nur W., dan Dias I Penuntun Praktikum Analisis Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fellows, P.J Food Processing Technology Principles and Practice Second Edition. Woodhead Publishing Limited, Cambridge England. Gasperz, V Statistical Process Control, Penerapan Teknik-Teknik Statistikal dalam Manajemen Bisnis Total. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Harnby, N dan M.F. Edwards Mixing in The Process Industries. Butterworth Heinemann. Ishikawa, K Teknik Penuntun Pengendalian Mutu (Terjemahan). Mediatama Sarana Perkasa, Jakarta. Kuswurj, R Gula Rafinasi dan Proses Pembuatanya. [20 Juni 2009].

72 Meyer, T. A Novel Determination of Powder Mixing Qualities and Study of Dry Coated Particles. [8 Februari 2009]. Miyanami, K., H. Masuda, K. Higashitani, dan H. Yoshida, editor Powder Technology Handbook Third Edition. Taylor and Francis Group, Boca Raton. Montgomerry, D.C Statistical Quality Control Fifth Edition. John Wiley and Sons, Inc., United States of America. Muhandri, T. dan D. Kadarisman Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan. IPB Press, Bogor. Prescott, J.K. dan R.A. Barnum On Powder Flowability. Pharmaceutical Technology October [20 Juni 2009]. Schulze, D Powders and Bulk Solids Behavior, Characterization, Storage and Flow. Springer. Sheehan, C Powder Flow. Pharmacopeial Forum: Vol No 28 (2) Page [22 Maret 2009]. Winarno, F.G Kimia Pangan dan Gizi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

73 Lampiran 1. Analisis Ukuran Partikel Bahan Baku Minuman Teh Serbuk A. Gula Pasir Ulangan 1 PARTICLE SIZE ANALYSIS: ANALYTICAL REPORT Sample: Raw Material nestea RESULTS References : d' = Lims N : n = Sample weight: r = After sieving: g 90 % < mm Laboratory : PT Nestlé Indonesia - Cikupa Factory 80 % < mm Analyst : Marina 70 % < mm Date of analysis : 16/03/ % < mm Remarks : 50 % < mm 40 % < mm 30 % < mm 20 % < mm 10 % < mm Aperture Weight Sieve + Retained Corrected Cumulative sieve [mm] Sieve [g] Residue [g] [g] Residue [%] Residue [%] d R Bottom

74 B. Gula Pasir Ulangan 2 PARTICLE SIZE ANALYSIS: ANALYTICAL REPORT Sample: raw material nestea RESULTS References : d' = Lims N : n = Sample weight: r = After sieving: g 90 % < mm Laboratory : PT Nestlé Indonesia - Cikupa Factory 80 % < mm Analyst : Marina 70 % < mm Date of analysis : 28/4/09 60 % < mm Remarks : 50 % < mm 40 % < mm 30 % < mm 20 % < mm 10 % < mm Aperture Weight Sieve + Retained Corrected Cumulative sieve [mm] Sieve [g] Residue [g] [g] Residue [%] Residue [%] d R Bottom

75 C. Gula Pasir Ulangan 3 PARTICLE SIZE ANALYSIS: ANALYTICAL REPORT Sample: raw material nestea RESULTS References : d' = Lims N : n = Sample weight: r = After sieving: g 90 % < mm Laboratory : PT Nestlé Indonesia - Cikupa Factory 80 % < mm Analyst : Marina 70 % < mm Date of analysis : 5/5/ % < mm Remarks : 50 % < mm 40 % < mm 30 % < mm 20 % < mm 10 % < mm Aperture Weight Sieve + Retained Corrected Cumulative sieve [mm] Sieve [g] Residue [g] [g] Residue [%] Residue [%] d R Bottom

76 D. Asam Askorbat Ulangan 1. PARTICLE SIZE ANALYSIS: ANALYTICAL REPORT Sample: Raw Material nestea RESULTS References : d' = Lims N : n = Sample weight: r = After sieving: g 90 % < mm Laboratory : PT Nestlé Indonesia - Cikupa Factory 80 % < mm Analyst : Marina 70 % < mm Date of analysis : 16/03/ % < mm Remarks : 50 % < mm 40 % < mm 30 % < mm 20 % < mm 10 % < mm Aperture Weight Sieve + Retained Corrected Cumulative sieve [mm] Sieve [g] Residue [g] [g] Residue [%] Residue [%] D R Bottom

77 E. Asam Askorbat Ulangan 2 PARTICLE SIZE ANALYSIS: ANALYTICAL REPORT Sample: raw material nestea RESULTS References : d' = Lims N : n = Sample weight: r = After sieving: g 90 % < mm Laboratory : PT Nestlé Indonesia - Cikupa Factory 80 % < mm Analyst : Marina 70 % < mm Date of analysis : 28/4/09 60 % < mm Remarks : 50 % < mm 40 % < mm 30 % < mm 20 % < mm 10 % < mm Aperture Weight Sieve + Retained Corrected Cumulative sieve [mm] Sieve [g] Residue [g] [g] Residue [%] Residue [%] D R Bottom

78 F. Asam Askorbat Ulangan 3 PARTICLE SIZE ANALYSIS: ANALYTICAL REPORT Sample: raw material nestea RESULTS References : d' = Lims N : n = Sample weight: r = After sieving: g 90 % < mm Laboratory : PT Nestlé Indonesia - Cikupa Factory 80 % < mm Analyst : Marina 70 % < mm Date of analysis : 5/5/ % < mm Remarks : 50 % < mm 40 % < mm 30 % < mm 20 % < mm 10 % < mm Aperture Weight Sieve + Retained Corrected Cumulative sieve [mm] Sieve [g] Residue [g] [g] Residue [%] Residue [%] d R Bottom

79 G. Asam Sitrat Ulangan 1 PARTICLE SIZE ANALYSIS: ANALYTICAL REPORT Sample: Raw Material nestea RESULTS References : d' = Lims N : n = Sample weight: r = After sieving: g 90 % < mm Laboratory : PT Nestlé Indonesia - Cikupa Factory 80 % < mm Analyst : Marina 70 % < mm Date of analysis : 13/03/ % < mm Remarks : 50 % < mm 40 % < mm 30 % < mm 20 % < mm 10 % < mm Aperture Weight Sieve + Retained Corrected Cumulative sieve [mm] Sieve [g] Residue [g] [g] Residue [%] Residue [%] d R Bottom

80 H. Asam Sitrat Ulangan 2 PARTICLE SIZE ANALYSIS: ANALYTICAL REPORT Sample: raw material nestea RESULTS References : d' = Lims N : n = Sample weight: r = After sieving: g 90 % < mm Laboratory : PT Nestlé Indonesia - Cikupa Factory 80 % < mm Analyst : marina 70 % < mm Date of analysis : 28/4/09 60 % < mm Remarks : 50 % < mm 40 % < mm 30 % < mm 20 % < mm 10 % < mm Aperture Weight Sieve + Retained Corrected Cumulative sieve [mm] Sieve [g] Residue [g] [g] Residue [%] Residue [%] D R Bottom

81 I. Asam Sitrat Ulangan 3 PARTICLE SIZE ANALYSIS: ANALYTICAL REPORT Sample: raw material nestea RESULTS References : d' = Lims N : n = Sample weight: r = After sieving: g 90 % < mm Laboratory : PT Nestlé Indonesia - Cikupa Factory 80 % < mm Analyst : Marina 70 % < mm Date of analysis : 5/5/ % < mm Remarks : 50 % < mm 40 % < mm 30 % < mm 20 % < mm 10 % < mm Aperture Weight Sieve + Retained Corrected Cumulative sieve [mm] Sieve [g] Residue [g] [g] Residue [%] Residue [%] d R Bottom

82 J. Lemon Flavor Ulangan 1 PARTICLE SIZE ANALYSIS: ANALYTICAL REPORT Sample: Raw Material nestea RESULTS References : d' = Lims N : n = Sample weight: r = After sieving: g 90 % < mm Laboratory : PT Nestlé Indonesia - Cikupa Factory 80 % < mm Analyst : Marina 70 % < mm Date of analysis : 13/03/ % < mm Remarks : 50 % < mm 40 % < mm 30 % < mm 20 % < mm 10 % < mm Aperture Weight Sieve + Retained Corrected Cumulative sieve [mm] Sieve [g] Residue [g] [g] Residue [%] Residue [%] d R Bottom

83 K. Lemon Flavor Ulangan 2 PARTICLE SIZE ANALYSIS: ANALYTICAL REPORT Sample: raw material nestea RESULTS References : d' = Lims N : n = Sample weight: r = After sieving: g 90 % < mm Laboratory : PT Nestlé Indonesia - Cikupa Factory 80 % < mm Analyst : Marina 70 % < mm Date of analysis : 28/4/09 60 % < mm Remarks : 50 % < mm 40 % < mm 30 % < mm 20 % < mm 10 % < mm Aperture Weight Sieve + Retained Corrected Cumulative sieve [mm] Sieve [g] Residue [g] [g] Residue [%] Residue [%] d R Bottom

84 L. Lemon Flavor Lampiran 3 PARTICLE SIZE ANALYSIS: ANALYTICAL REPORT Sample: raw material nestea RESULTS References : d' = Lims N : n = Sample weight: r = After sieving: g 90 % < mm Laboratory : PT Nestlé Indonesia - Cikupa Factory 80 % < mm Analyst : Marina 70 % < mm Date of analysis : 5/5/ % < mm Remarks : 50 % < mm 40 % < mm 30 % < mm 20 % < mm 10 % < mm Aperture Weight Sieve + Retained Corrected Cumulative sieve [mm] Sieve [g] Residue [g] [g] Residue [%] Residue [%] d R Bottom

85 M. Gum Arab Ulangan 1 PARTICLE SIZE ANALYSIS: ANALYTICAL REPORT Sample: Raw Material nestea RESULTS References : d' = Lims N : n = Sample weight: r = After sieving: g 90 % < mm Laboratory : PT Nestlé Indonesia - Cikupa Factory 80 % < mm Analyst : Marina 70 % < mm Date of analysis : 13/03/ % < mm Remarks : 50 % < mm 40 % < mm 30 % < mm 20 % < mm 10 % < mm Aperture Weight Sieve + Retained Corrected Cumulative sieve [mm] Sieve [g] Residue [g] [g] Residue [%] Residue [%] d R Bottom

86 N. Gum Arab Ulangan 2 PARTICLE SIZE ANALYSIS: ANALYTICAL REPORT Sample: raw material nestea RESULTS References : d' = Lims N : n = Sample weight: r = After sieving: g 90 % < mm Laboratory : PT Nestlé Indonesia - Cikupa Factory 80 % < mm Analyst : marina 70 % < mm Date of analysis : 28/4/09 60 % < mm Remarks : 50 % < mm 40 % < mm 30 % < mm 20 % < mm 10 % < mm Aperture Weight Sieve + Retained Corrected Cumulative sieve [mm] Sieve [g] Residue [g] [g] Residue [%] Residue [%] d R Bottom

87 O. Gum Arab Ulangan 3 PARTICLE SIZE ANALYSIS: ANALYTICAL REPORT Sample: raw material nestea RESULTS References : d' = Lims N : n = Sample weight: r = After sieving: g 90 % < mm Laboratory : PT Nestlé Indonesia - Cikupa Factory 80 % < mm Analyst : Marina 70 % < mm Date of analysis : 5/5/ % < mm Remarks : 50 % < mm 40 % < mm 30 % < mm 20 % < mm 10 % < mm Aperture Weight Sieve + Retained Corrected Cumulative sieve [mm] Sieve [g] Residue [g] [g] Residue [%] Residue [%] d R Bottom

88 P. Teh Serbuk Ulangan 1 PARTICLE SIZE ANALYSIS: ANALYTICAL REPORT Sample: Raw Material nestea RESULTS References : d' = Lims N : n = Sample weight: r = After sieving: g 90 % < mm Laboratory : PT Nestlé Indonesia - Cikupa Factory 80 % < mm Analyst : Marina 70 % < mm Date of analysis : 16/03/ % < mm Remarks : 50 % < mm 40 % < mm 30 % < mm 20 % < mm 10 % < mm Aperture Weight Sieve + Retained Corrected Cumulative sieve [mm] Sieve [g] Residue [g] [g] Residue [%] Residue [%] d R Bottom

89 Q. Teh Serbuk Ulangan 2 PARTICLE SIZE ANALYSIS: ANALYTICAL REPORT Sample: raw material nestea RESULTS References : d' = Lims N : n = Sample weight: r = After sieving: g 90 % < mm Laboratory : PT Nestlé Indonesia - Cikupa Factory 80 % < mm Analyst : marina 70 % < mm Date of analysis : 28/4/09 60 % < mm Remarks : 50 % < mm 40 % < mm 30 % < mm 20 % < mm 10 % < mm Aperture Weight Sieve + Retained Corrected Cumulative sieve [mm] Sieve [g] Residue [g] [g] Residue [%] Residue [%] d R Bottom

90 R. Teh Serbuk Ulangan 3 PARTICLE SIZE ANALYSIS: ANALYTICAL REPORT Sample: raw material nestea RESULTS References : d' = Lims N : n = Sample weight: r = After sieving: g 90 % < mm Laboratory : PT Nestlé Indonesia - Cikupa Factory 80 % < mm Analyst : Marina 70 % < mm Date of analysis : 5/5/ % < mm Remarks : 50 % < mm 40 % < mm 30 % < mm 20 % < mm 10 % < mm Aperture Weight Sieve + Retained Corrected Cumulative sieve [mm] Sieve [g] Residue [g] [g] Residue [%] Residue [%] d R Bottom

91 Lampiran 2. Ukuran Partikel Minuman Teh Serbuk A. Ulangan 1 PARTICLE SIZE ANALYSIS: ANALYTICAL REPORT Sample: Nestea Trial 114 kg RESULTS References : d' = Lims N : n = Sample weight: r = After sieving: g 90 % < mm Laboratory : PT Nestlé Indonesia - Cikupa Factory 80 % < mm Analyst : Marina 70 % < mm Date of analysis : 23/03/ % < mm Remarks : 50 % < mm 40 % < mm 30 % < mm 20 % < mm 10 % < mm Aperture Weight Sieve + Retained Corrected Cumulative sieve [mm] Sieve [g] Residue [g] [g] Residue [%] Residue [%] d R Bottom

92 B. Ulangan 2 PARTICLE SIZE ANALYSIS: ANALYTICAL REPORT Sample: Nestea Trial 170 kg RESULTS References : d' = Lims N : n = Sample weight: r = After sieving: g 90 % < mm Laboratory : PT Nestlé Indonesia - Cikupa Factory 80 % < mm Analyst : Marina 70 % < mm Date of analysis : 16/03/ % < mm Remarks : 50 % < mm 40 % < mm 30 % < mm 20 % < mm 10 % < mm Aperture Weight Sieve + Retained Corrected Cumulative sieve [mm] Sieve [g] Residue [g] [g] Residue [%] Residue [%] d R Bottom

93 C. Ulangan 3 PARTICLE SIZE ANALYSIS: ANALYTICAL REPORT Sample: Nestea Trial 170 kg RESULTS References : d' = Lims N : n = Sample weight: r = After sieving: g 90 % < mm Laboratory : PT Nestlé Indonesia - Cikupa Factory 80 % < mm Analyst : Marina 70 % < mm Date of analysis : 16/03/ % < mm Remarks : 50 % < mm 40 % < mm 30 % < mm 20 % < mm 10 % < mm Aperture Weight Sieve + Retained Corrected Cumulative sieve [mm] Sieve [g] Residue [g] [g] Residue [%] Residue [%] d R Bottom

94 Lampiran 3. Data Ulangan Densitas Bahan Baku Material U1 U2 U3 Rata-rata Serbuk teh instan Asam sitrat Gula pasir Lemon flavor Gum arab Vitamin C Lampiran 4. Data Ulangan Ukuran Partikel Bahan Baku Bahan Baku U1 U2 U3 Rata-rata Serbuk teh instan Asam sitrat Gula pasir Lemon flavor Gum arab Vitamin C

95 Lampiran 5. Flowability Bahan Baku dan Produk Jadi ASAM SITRAT ulangan w tapped w freely densitas tap (g/ml) densitas freely (g/ml) hausner ratio carr index Karakter aliran serbuk Ratarata good FLAVOR LEMON ulangan w tapped w freely densitas tap densitas freely hausner (g/ml) (g/ml) ratio carr index ratarata passable GUM ARAB ulangan w tapped w freely densitas tap densitas freely hausner (g/ml) (g/ml) ratio carr index ratarata fair VITAMIN C Ulangan w tapped w freely densitas tap densitas freely hausner (g/ml) (g/ml) ratio carr index ratarata fair GULA PASIR Ulangan w tapped w freely densitas tap densitas freely hausner (g/ml) (g/ml) ratio carr index ratarata excellent TEA POWDER Ulangan w tapped w freely densitas tap densitas freely hausner (g/ml) (g/ml) ratio carr index ratarata poor

96 Lanjutan Lampiran 5. PREMIX Ulangan w tapped w freely fair densitas tap (g/ml) densitas freely (g/ml) hausner ratio carr index Ulangan w tapped w freely densitas tap densitas freely hausner (g/ml) (g/ml) ratio carr index ratarata NESTEA ratarata excellent GULA HALUS densitas tap (g/ml) densitas freely (g/ml) hausner ratio carr index ulangan w tapped w freely ratarata GOOD

97 Lampiran 6. Tabel Analisis Vitamin C Harian 7 Januari-30 Juni 2009) Bulan Tanggal Vitamin C (mg/100g) Januari Februari Maret April

98 Lanjutan Lampiran Mei Juni

99 Lampiran 7. Data Analisis Kandungan Vitamin C Pada Proses Produksi Minuman Teh Serbuk Sampel Menit ke-8 Menit ke-10 Menit ke-12 Menit ke-15 U1 U2 Rata-rata U1 U2 Rata-rata U1 U2 Rata-rata U1 U2 Rata-rata Rata-rata STD CV

100 Lanjutan Lampiran 7. Sampel Outflow Finished Goods U1 U2 Rata-rata U1 U2 Rata-rata Rata-rata STD CV

101 Lampiran 8. Peta Lokasi PT Nestlé Indonesia Pabrik Cikupa

IV. METODOLOGI A. METODOLOGI PELAKSANAAN MAGANG

IV. METODOLOGI A. METODOLOGI PELAKSANAAN MAGANG IV. METODOLOGI A. METODOLOGI PELAKSANAAN MAGANG Metodologi pelaksanaan magang dilakukan sebagai berikut: 1. Observasi Masalah Tahap ini dilakukan melalui pengamatan langsung di lapangan terutama pada proses

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA III. TINJAUAN PUSTAKA A. SERBUK (POWDER) Serbuk dikenal sebagai kumpulan dari partikel-partikel kecil yang kering. Definisi yang lebih tepat mengenai serbuk sesuai dengan British Standard 2955: 1958 yaitu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PT. NESTLÉ INDONESIA

II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PT. NESTLÉ INDONESIA II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PT. NESTLÉ INDONESIA Nestlé merupakan perusahaan multinasional yang berkantor pusat di Vevey, Swiss. Perusahaan ini memiliki banyak cabang di berbagai

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PRODUKSI MINUMAN TEH SERBUK DI PT. NESTLÈ INDONESIA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PRODUKSI MINUMAN TEH SERBUK DI PT. NESTLÈ INDONESIA V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PRODUKSI MINUMAN TEH SERBUK DI PT. NESTLÈ INDONESIA 1. Deskripsi Produk Minuman Teh Serbuk Minuman teh serbuk instan adalah salah satu produk yang diproduksi oleh PT.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan tahapan isolasi selulosa dan sintesis CMC di Laboratorium Kimia Organik

Lebih terperinci

Lampiran 1. Tatacara karakterisasi limbah tanaman jagung

Lampiran 1. Tatacara karakterisasi limbah tanaman jagung Lampiran 1. Tatacara karakterisasi limbah tanaman jagung a. Kadar Air Cawan kosong (ukuran medium) diletakkan dalam oven sehari atau minimal 3 jam sebelum pengujian. Masukkan cawan kosong tersebut dalam

Lebih terperinci

Tabel klasifikasi United State Department of Agriculture (USDA) fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990).

Tabel klasifikasi United State Department of Agriculture (USDA) fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990). LAMPIRAN 74 Lampiran 1. Klasifikasi fraksi tanah menurut standar Internasional dan USDA. Tabel kalsifikasi internasional fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990). Fraksi Tanah Diameter (mm) Pasir 2.00-0.02

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan Januari 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material jurusan

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

BAB 3 ALAT DAN BAHAN. 1. Gelas ukur 25mL Pyrex. 2. Gelas ukur 100mL Pyrex. 3. Pipet volume 10mL Pyrex. 4. Pipet volume 5mL Pyrex. 5.

BAB 3 ALAT DAN BAHAN. 1. Gelas ukur 25mL Pyrex. 2. Gelas ukur 100mL Pyrex. 3. Pipet volume 10mL Pyrex. 4. Pipet volume 5mL Pyrex. 5. BAB 3 ALAT DAN BAHAN 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat- alat 1. Gelas ukur 25mL Pyrex 2. Gelas ukur 100mL Pyrex 3. Pipet volume 10mL Pyrex 4. Pipet volume 5mL Pyrex 5. Buret 25mL Pyrex 6. Erlenmeyer 250mL

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Makanan dan Material dan Laboratorium Kimia Analitik Instrumen, Jurusan Pendidikan Kimia,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2011, bertempat di Laboratorium Pilot Plant PAU dan Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan-bahan untuk persiapan bahan, bahan untuk pembuatan tepung nanas dan bahan-bahan analisis. Bahan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Industri Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran dan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi Fisik, Kimia, dan Formulasi Tablet Departemen Farmasi FMIPA UI, Depok. Waktu pelaksanaannya adalah dari bulan Februari

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah bubuk susu kedelai bubuk komersial, isolat protein kedelai, glucono delta lactone (GDL), sodium trpolifosfat

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS A.1 Pengujian Viskositas (menggunakan viskosimeter) (Jacobs, 1958) Viskositas Saos Tomat Kental diukur dengan menggunakan viskosimeter (Rion Viscotester Model VT-04F). Sebelum

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juli 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Universitas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah saus sambal dan minuman dalam kemasan untuk analisis kualitatif, sedangkan untuk analisis kuantitatif digunakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan mulai Mei sampai dengan Agustus 2011 di Laboratorium Terpadu dan Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 BAHAN Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bekatul dari padi non-aromatik (ciherang dan IR 64), dan padi aromatik (pandanwangi dan sintanur) yang diperoleh dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Tahapan penelitian secara umum tentang pemanfaatan daun matoa sebagai adsorben untuk menyerap logam Pb dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1. Preparasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 22 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang, Kegiatan penelitian ini dimulai pada bulan

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PE ELITIA

IV. METODOLOGI PE ELITIA IV. METODOLOGI PE ELITIA 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan, mulai bulan Februari 2012 sampai dengan Mei 2012 di laboratorium kimia departemen Quality Control (QC)

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pelaksanaan Penelitian

BAHAN DAN METODE. Pelaksanaan Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus 2008 sampai dengan Maret 2009. Tempat penelitian di Kebun IPB Tajur I dan analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Pasca Panen Universitas

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Pasca Panen Universitas III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Pasca Panen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia

SNI Standar Nasional Indonesia Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 15: Cara uji kebutuhan oksigen kimiawi (KOK) refluks terbuka dengan refluks terbuka secara titrimetri ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Aplikasi pengawet nira dan pembuatan gula semut dilakukan di Desa Lehan Kecamatan

III. BAHAN DAN METODE. Aplikasi pengawet nira dan pembuatan gula semut dilakukan di Desa Lehan Kecamatan 20 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Aplikasi pengawet nira dan pembuatan gula semut dilakukan di Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Lampung Timur, analisa dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan Jurusan Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan Jurusan Teknologi III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan Jurusan Teknologi Pangan Politeknik Negeri Lampung dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Pertanian,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini didahului dengan perlakuan awal bahan baku untuk mengurangi pengotor yang terkandung dalam abu batubara. Penentuan pengaruh parameter proses dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas. 18 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Nama Alat Merek Alat-alat Gelas Pyrex Gelas Ukur Pyrex Neraca Analitis OHaus Termometer Fisher Hot Plate

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei Agustus 2014 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei Agustus 2014 di Laboratorium 30 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei Agustus 2014 di Laboratorium Kimia Anorganik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen Fakultas Pertanian

METODOLOGI PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen Fakultas Pertanian III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan 18 Maret 2016 sampai

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juli 2013 di Laboratorium Kimia

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juli 2013 di Laboratorium Kimia 27 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juli 2013 di Laboratorium Kimia Anorganik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 2: Cara uji kebutuhan oksigen kimiawi (KOK) dengan refluks tertutup secara spektrofotometri

Air dan air limbah Bagian 2: Cara uji kebutuhan oksigen kimiawi (KOK) dengan refluks tertutup secara spektrofotometri Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 2: Cara uji kebutuhan oksigen kimiawi (KOK) dengan refluks tertutup secara spektrofotometri ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan Maret sampai Bulan Juni 2013. Pengujian aktivitas antioksidan, kadar vitamin C, dan kadar betakaroten buah pepaya

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan September 2013 sampai bulan Maret 2014

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan September 2013 sampai bulan Maret 2014 25 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan September 2013 sampai bulan Maret 2014 yang dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Fakultas MIPA Unila, dan

Lebih terperinci

V. HASIL DA PEMBAHASA

V. HASIL DA PEMBAHASA V. HASIL DA PEMBAHASA Metode analisis kadar vitamin C pada susu bubuk yang dilakukan pada penelitian ini merupakan metode yang tercantum dalam AOAC 985.33 tentang penentuan kadar vitamin C pada susu formula

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di 29 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di Laboratorium Kimia Fisik, Laboratorium Biomassa Universitas Lampung

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah 30 LAMPIRAN 31 Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah No. Sifat Tanah Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 1. C (%) < 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 > 5.0 2. N (%)

Lebih terperinci

Proses penggerusan merupakan dasar operasional penting dalam teknologi farmasi. Proses ini melibatkan perusakan dan penghalusan materi dengan

Proses penggerusan merupakan dasar operasional penting dalam teknologi farmasi. Proses ini melibatkan perusakan dan penghalusan materi dengan Proses penggerusan merupakan dasar operasional penting dalam teknologi farmasi. Proses ini melibatkan perusakan dan penghalusan materi dengan konsekuensi meningkatnya luas permukaan. Ukuran partikel atau

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik Fakultas Matematika

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik Fakultas Matematika 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada bulan April

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus 2013 di Laboratorium

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus 2013 di Laboratorium 29 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus 2013 di Laboratorium Kimia Fisik, Laboratorium Biomassa, Laboratorium Biokimia, dan Laboratorium

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 19: Cara uji klorida (Cl - ) dengan metode argentometri (mohr)

Air dan air limbah Bagian 19: Cara uji klorida (Cl - ) dengan metode argentometri (mohr) Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 19: Cara uji klorida (Cl - ) dengan metode argentometri (mohr) ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata....ii 1

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1 Metodologi Seperti yang telah diungkapkan pada Bab I, bahwa tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat katalis asam heterogen dari lempung jenis montmorillonite

Lebih terperinci

PERCOBAAN I PEMBUATAN DAN PENENTUAN KONSENTRASI LARUTAN

PERCOBAAN I PEMBUATAN DAN PENENTUAN KONSENTRASI LARUTAN PERCOBAAN I PEMBUATAN DAN PENENTUAN KONSENTRASI LARUTAN I. TUJUAN PERCOBAAN Tujuan percobaan praktikum ini adalah agar praktikan dapat membuat larutan dengan konsentrasi tertentu, mengencerkan larutan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2012. Cangkang kijing lokal dibawa ke Laboratorium, kemudian analisis kadar air, protein,

Lebih terperinci

METODOLOGI. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

METODOLOGI. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian 18 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium PT. Hale International dan Laboratorium Analisis Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB.Penelitian dilakukan mulai bulan Januari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Nopember 2012 sampai Januari 2013. Lokasi penelitian di Laboratorium Riset dan Laboratorium Kimia Analitik

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 10: Cara uji minyak dan lemak secara gravimetri

Air dan air limbah Bagian 10: Cara uji minyak dan lemak secara gravimetri Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 10: Cara uji minyak dan lemak secara gravimetri ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium kimia mineral / laboratorium geoteknologi, analisis proksimat dilakukan di laboratorium instrumen Pusat Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Pembuatan Gula Pabrik gula adalah suatu pabrik yang berperan mengubah bahan baku tebu menjadi kristal produk yang memenuhi syarat. Di dalam proses kristalisasi dilakukan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat 19 Metode ekstraksi tergantung pada polaritas senyawa yang diekstrak. Suatu senyawa menunjukkan kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berbeda. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Persiapan alat dan bahan. Meshing AAS. Kalsinasi + AAS. Pembuatan spesimen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Persiapan alat dan bahan. Meshing AAS. Kalsinasi + AAS. Pembuatan spesimen BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian berikut: Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir Mulai Persiapan alat dan bahan Meshing 100 + AAS Kalsinasi + AAS

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas

Lebih terperinci

ESTERIFIKASI MINYAK LEMAK [EST]

ESTERIFIKASI MINYAK LEMAK [EST] MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA ESTERIFIKASI MINYAK LEMAK [EST] Disusun oleh: Lia Priscilla Dr. Tirto Prakoso Dr. Ardiyan Harimawan PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara umum penelitian akan dilakukan dengan pemanfaatan limbah media Bambu yang akan digunakan sebagai adsorben dengan diagram alir keseluruhan

Lebih terperinci

SKRIPSI MENYUSUN STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) PEMBUATAN COOKIES UNTUK SKALA LABORATORIUM DI PT ARNOTT S INDONESIA, BEKASI

SKRIPSI MENYUSUN STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) PEMBUATAN COOKIES UNTUK SKALA LABORATORIUM DI PT ARNOTT S INDONESIA, BEKASI SKRIPSI MENYUSUN STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) PEMBUATAN COOKIES UNTUK SKALA LABORATORIUM DI PT ARNOTT S INDONESIA, BEKASI Oleh IDHAM AFFANDI F24103056 2007 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2011 hingga Agustus 2011 di Laboratorium Energi dan Listrik Pertanian serta Laboratorium Pindah Panas dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ).

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ). 0.45 µm, ph meter HM-20S, spektrofotometer serapan atom (AAS) Analytic Jena Nova 300, spektrofotometer DR 2000 Hach, SEM-EDS EVO 50, oven, neraca analitik, corong, pompa vakum, dan peralatan kaca yang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik/Fisik Fakultas

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik/Fisik Fakultas 32 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik/Fisik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada

Lebih terperinci

GRAVIMETRI PENENTUAN KADAR FOSFAT DALAM DETERJEN RINSO)

GRAVIMETRI PENENTUAN KADAR FOSFAT DALAM DETERJEN RINSO) LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK GRAVIMETRI PENENTUAN KADAR FOSFAT DALAM DETERJEN RINSO) NAMA : KARMILA (H311 09 289) FEBRIANTI R LANGAN (H311 10 279) KELOMPOK : VI (ENAM) HARI / TANGGAL : JUMAT / 22 MARET

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN II. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah labu Erlenmeyer, 1.2. Bahan beaker glass, tabung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan eksperimental. B. Tempat dan Waktu Tempat penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 17 BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini akan dibahas diagram alir proses penelitian, peralatan dan bahan yang digunakan, variabel penelitian dan prosedur penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

Pupuk super fosfat tunggal

Pupuk super fosfat tunggal Standar Nasional Indonesia Pupuk super fosfat tunggal ICS 65.080 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap: Tahap pertama adalah pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas Teknobiologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian 14 BAB V METODOLOGI 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian No. Nama Alat Jumlah 1. Oven 1 2. Hydraulic Press 1 3. Kain saring 4 4. Wadah kacang kenari ketika di oven 1 5.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium Kimia Lingkungan Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 22 23 3.2 Metode Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang 32 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 17 III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. ALAT DAN BAHAN Peralatan yang digunakan adalah kaleng (simulasi tumbler), Digital Sieve Shaker Retch AS 200 (simulasi siever), saringan 20 mesh; 50 mesh; 100 mesh; 140 mesh;

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kimia Analisis.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kimia Analisis. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kimia Analisis. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 18 hingga

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan Maret 2015 di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI ) 41 Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI 06-6989.22-2004) 1. Pipet 100 ml contoh uji masukkan ke dalam Erlenmeyer 300 ml dan tambahkan 3 butir batu didih. 2. Tambahkan KMnO

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2010 hingga Oktober 2011.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2010 hingga Oktober 2011. III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2010 hingga Oktober 2011. Ekstraksi, analisis sifat kimia ekstrak campuran bahan organik dan analisis

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di laboratorium kimia D-3 Analis Kesehatan Fakultas Ilmu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di laboratorium kimia D-3 Analis Kesehatan Fakultas Ilmu 15 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah deskriptif yang didukung dengan studi pustaka. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian adalah suatu proses berfikir dari menemukan masalah, mengumpulkan data, baik melalui tinjauan pustaka maupun melalui studi lapangan, melakukan pengolahan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Non Ruminansia dan Satwa Harapan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian

Lebih terperinci

3 Percobaan. Untuk menentukan berat jenis zeolit digunakan larutan benzena (C 6 H 6 ).

3 Percobaan. Untuk menentukan berat jenis zeolit digunakan larutan benzena (C 6 H 6 ). 3 Percobaan 3.1 Bahan dan Alat 3.1.1 Bahan Bahan yang digunakan untuk menyerap ion logam adalah zeolit alam yang diperoleh dari daerah Tasikmalaya, sedangkan ion logam yang diserap oleh zeolit adalah berasal

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas Lampung. Analisis XRD di Universitas Islam Negeri Jakarta Syarif

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 16 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Penelitian Kerangka penelitian secara umum dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1 berikut ini; Latar Belakang: Sebelum air limbah domestik maupun non domestik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian, Rancangan Penelitian atau Metode Pendekatan Jenis penelitian ini adalah quasi experiment (eksperimen semu) dengan rancangan penelitian non randomized pretest-postest

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI

METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI 03-1968-1990 RUANG LINGKUP : Metode pengujian ini mencakup jumlah dan jenis-jenis tanah baik agregat halus maupun agregat kasar. RINGKASAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 19 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bagian Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Laboratorium Kimia Organik Departemen Kimia Fakultas MIPA

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober sampai Februari 2014, dengan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober sampai Februari 2014, dengan III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober sampai Februari 2014, dengan tahapan kegiatan, yaitu : bahan baku berupa singkong yang dijadikan bubur singkong,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2012 di Laboratorium. Fisika Material, Laboratorium Kimia Bio Massa,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2012 di Laboratorium. Fisika Material, Laboratorium Kimia Bio Massa, III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2012 di Laboratorium Fisika Material, Laboratorium Kimia Bio Massa, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekperimental.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekperimental. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekperimental. B. Tempat dan Waktu Pengerjaan sampel dilakukan di laboratorium Teknik Kimia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. JenisPenelitian, Rancangan Penelitian atau Metode Pendekatan Jenis penelitian ini adalah quasi experiment (eksperimen semu) dengan rancangan penelitian non randomized pretest-postest

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas BABHI METODA PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat 3.1.1. Bahan-bahan yang digunakan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas yang diperoleh dari salah satu rumah makan di Pekanbaru,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Bahan dan Alat

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Bahan dan Alat BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat 3.1.1 Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak daun sirih hijau (Piper betle, L) diperoleh dari PT. Borobudur Natural Herbal Industry,

Lebih terperinci