HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Proksimat Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia suatu bahan. Analisis proksimat yang dilakukan pada buah sirih hutan meliputi analisis kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat (by difference). Hasil analisis proksimat buah sirih hutan ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1 Hasil analisis proksimat buah sirih hutan Peubah Kadar air Kadar abu Kadar protein Kadar lemak Kadar karbohidrat Kandungan (%) Sampel yang akan dianalisis sering mengandung air sehingga diperlukan penetapan kadar air untuk mengetahui jumlah bahan (bobot kering) yang terdapat dalam ekstrak. Kadar air suatu bahan sangat berpengaruh terhadap daya simpannya, karena erat kaitannya dengan aktivitas mikrobiologi yang terjadi selama bahan tersebut disimpan. Kadar air yang tinggi menyebabkan mikroba lebih mudah mengalami pertumbuhan. Selain rentan terhadap kerusakan oleh mikroba dan jamur, kadar air yang tinggi juga berpengaruh terhadap rendemen yang dihasilkan. Sampel yang baik disimpan dalam jangka panjang adalah sampel yang memiliki kadar air kurang dari 1%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar air yang terkandung dalam buah sirih hutan adalah 11.32%. Dengan demikian buah sirih hutan ini memiliki kadar air lebih besar dari 1%, artinya buah sirih hutan ini diramalkan akan memiliki waktu simpan yang relatif singkat dan mudah rusak oleh mikroba. Menurut Hernani & Nurdjanah (29), faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan

2 adalah waktu pengeringan, suhu pengeringan, kelembapan udara di sekitarnya, kelembapan bahan atau kandungan air dari bahan, ketebalan bahan yang dikeringkan, sirkulasi udara, dan luas permukaan bahan. Pertumbuhan mikroba pada buah sirih hutan dapat dihambat dengan cara menyimpan serbuk kering buah sirih hutan dalam wadah dan tempat yang kering serta tidak lembap, atau dengan mengeringkan kembali sehingga kadar airnya dapat berkurang. Kadar abu menunjukkan besarnya kandungan mineral pada suatu bahan yang tidak terbakar selama pengabuan. Mineral sebagai senyawa anorganik akan tertinggal dalam bentuk abu yang dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif. Kandungan mineral yang cukup besar diperlukan untuk keseimbangan osmosis dalam mempertahankan sistem biologinya (Bidwel 1974). Kadar abu buah sirih hutan yang diperoleh adalah 6.38%. Nilai tersebut cukup besar karena buah sirih hutan kaya akan mineral. Kandungan mineral pada buah sirih hutan di antaranya nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, magnesium, sulfur, boron, tembaga, mangan, dan seng (Hartemink 21). Protein merupakan zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein dibentuk oleh asam-asam amino yang mengandung unsur karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen (beberapa asam amino juga mengandung fosfor, besi, dan yodium) melalui ikatan peptida (Tejasari 23). Kadar protein pada buah sirih hutan yang diperoleh adalah 11.42%. Lemak merupakan bagian jaringan tubuh yang dapat digunakan sebagai sumber energi setelah dicerna. Menurut bobotnya, energi yang diperoleh dari lemak dua kali lebih banyak dibandingkan dengan karbohidrat dan protein (Helper et al. 1988). Kadar lemak yang didapatkan dari buah sirih hutan adalah 4.98%. Lemak dalam tubuh umumnya disimpan sebesar 45% di sekeliling organ dan rongga perut (Almatsier 26). Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi kehidupan manusia dan hewan. Karbohidrat dalam ilmu gizi dibagi dalam dua golongan, yaitu karbohidrat sederhana (monosakarida, disakarida, gula alkohol, dan oligosakarida) dan karbohidrat kompleks (polisakarida dan serat) (Almatsier 26). Kadar karbohidrat dapat ditentukan dengan perhitungan by difference yaitu hasil

3 pengurangan 1% dengan kadar air, abu, protein, dan lemak, sehingga kadar karbohidrat bergantung pada faktor pengurangannya. Hal ini karena karbohidrat sangat dipengaruhi oleh faktor kandungan zat gizi lainnya. Kadar karbohidrat pada buah sirih hutan adalah 65.9%. Nilai tersebut lebih besar dibandingkan dengan kandungan gizi yang lainnya. Hasil Ekstraksi Buah Sirih Hutan Ekstraksi merupakan proses yang secara selektif mengambil zat terlarut dari suatu campuran dengan bantuan pelarut. Hasil ekstraksi yang diperoleh bergantung pada kandungan ekstrak yang terdapat pada sampel uji dan jenis pelarut yang digunakan. Pemilihan pelarut berdasarkan prinsip kelarutan like dissolves like, yaitu pelarut polar akan melarutkan senyawa yang polar, sedangkan pelarut nonpolar akan melarutkan senyawa nonpolar. Suatu senyawa akan menunjukkan kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berbeda pula. Sampel buah sirih hutan diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi. Metode ini memiliki kelebihan, yaitu praktis, efektif, aman, dan ekonomis dalam penggunaannya serta menghindari rusaknya senyawa aktif pada sampel yang tidak tahan panas. Maserasi dilakukan dengan cara merendam sampel dalam pelarut organik, kemudian ekstrak cair dibebaskan dari pelarutnya dengan menggunakan rotavapor. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi dalam ekstraksi bertahap berturutturut n-heksana, etil asetat, dan metanol. Penggunaan berbagai jenis pelarut dengan tingkat kepolaran yang berbeda dilakukan untuk mendapatkan ekstrak dengan hasil yang optimal dari senyawa yang belum diketahui jenisnya. Pelarut n- heksana merupakan pelarut yang bersifat nonpolar yang diharapkan dapat mengekstrak atau mengambil senyawa-senyawa yang bersifat nonpolar, pelarut etil asetat merupakan pelarut yang bersifat semipolar yang diharapkan mengekstrak senyawa-senyawa yang bersifat semipolar, sedangkan pelarut metanol merupakan pelarut yang bersifat polar yang diharapkan dapat mengekstrak senyawa-senyawa yang bersifat polar. Berdasarkan hasil ekstraksi buah sirih hutan, rendemen yang diperoleh dari ekstrak n-heksana, etil asetat, dan metanol masing-masing sebesar 6.93% dengan

4 1 kali ekstraksi, 2.7% dengan 9 kali ekstraksi, dan 5.81% dengan 1 kali ekstraksi (Tabel 2). Ekstrak n-heksana yang diperoleh berupa minyak yang berwarna kuning kehitaman, sedangkan ekstrak etil asetat dan ekstrak metanol dalam bentuk pasta dengan warna masing-masing hijau pekat dan cokelat pekat. Tabel 2 Rendemen ekstrak buah sirih hutan dengan ekstraksi bertahap Pelarut Bobot ekstrak (g) Rendemen (%) Warna ekstrak n-heksana Kuning kehitaman Etil asetat Hijau pekat Metanol Cokelat pekat Hasil Analisis Fitokimia Analisis fitokimia merupakan salah satu cara untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder pada suatu sampel. Analisis ini bertujuan menguji keberadaan golongan senyawa seperti alkaloid, flavonoid, hidrokuinon, saponin, tanin, triterpenoid, dan steroid. Golongan senyawa dalam sampel buah sirih hutan dapat ditentukan dengan melihat perubahan warna setelah ditambahkan pereaksi yang spesifik untuk setiap uji kualitatif. Uji fitokimia ini dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa buah sirih hutan yang kemungkinan dapat berperan sebagai insektisida. Senyawa-senyawa kimia dari tumbuhan dapat menimbulkan pengaruh yang merugikan pada kehidupan serangga antara lain mematikan, mengganggu pertumbuhan, menghambat pembentukan kulit, mengganggu penemuan inang, menghambat perkembangan serangga, menurunkan fertilitas, dan membunuh telur (Dadang & Prijono 28). Hasil uji fitokimia buah sirih hutan menunjukkan bahwa sampel yang diuji tidak semuanya memberikan respons positif terhadap pereaksi yang digunakan (Tabel 3). Simplisia yang diuji memberikan respons positif terhadap uji alkaloid, flavonoid, tanin, dan steroid. Keberadaan senyawa-senyawa ini sesuai dengan beberapa laporan yang menyatakan bahwa sirih hutan mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, steroid, flavanon, flavon, seskuiterpena, monoterpena, kalkon,

5 Tabel 3 Hasil uji fitokimia buah sirih hutan Respons pada Golongan senyawa Simplisia Ekstrak n-heksana Ekstrak etil asetat Ekstrak metanol Alkaloid Flavonoid + + TD + Hidrokuinon TD TD TD TD Saponin TD + TD TD Tanin + + TD TD Triterpenoid TD TD TD TD Steroid TD: tidak terdeteksi. dihidrokalkon, kromena, fenilpropanoid, dan benzenoid (Parmar et al.1997; Taylor 26). Ekstrak n-heksana memberikan respons positif terhadap uji alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, dan steroid. Perbedaan terlihat dari kandungan saponin yang tidak terdeteksi pada simplisia. Hal ini dapat disebabkan karena kandungan fitokimia yang terdapat dalam simplisia sangat rendah sehingga tidak terdeteksi. Ekstrak etil asetat memberikan respons positif terhadap uji alkaloid dan steroid, sedangkan ekstrak metanol memberikan respons positif terhadap uji alkaloid, flavonoid, dan steroid. Tidak adanya triterpenoid pada sampel yang diuji sesuai dengan beberapa laporan yang menyatakan bahwa buah sirih hutan mengandung senyawa terpenoid kelompok monoterpena dan seskuiterpena (Jamal et al. 23; Navickiene et al. 26). Di antara ketiga ekstrak yang diuji, ekstrak n-heksana memberikan respons positif paling banyak dibandingkan dengan ekstrak etil asetat dan ekstrak metanol. Hal ini karena pelarut n-heksana digunakan paling awal dan menunjukkan bahwa pelarut tersebut dapat menarik berbagai senyawa nonpolar dalam buah sirih hutan. Beberapa alkaloid dilaporkan bersifat toksik dan menghambat perkembangan serangga. Guininsin, pelitorin, piperisida, piperin, piperlonguminin, dan retrofraktamida A merupakan contoh senyawa alkaloid yang umumnya terdapat dalam tumbuhan famili Piperaceae dan telah dilaporkan bersifat insektisida

6 (Miyakado et al. 1989; Parmar et al. 1997; Scott et al. 28). Cara kerja sejumlah alkaloid mempengaruhi kinerja asetilkolin dalam sistem saraf serangga (Panda & Khush 1995). Tanin memainkan peranan penting dalam sistem pertahanan tumbuhan dalam menghadapi serangan herbivora. Keberadaan tanin dalam tanaman dapat mempengaruhi pencernaan makanan dalam tubuh serangga (Harborne 1988). Flavonoid dan tanin dapat menurunkan kemampuan mencerna makanan pada serangga dengan menurunkan aktivitas enzim protease dan amilase sehingga pertumbuhan serangga menjadi terganggu (Arbaningrum 1998). Saponin dapat menurunkan aktivitas enzim protease dalam saluran pencernaan serta mengganggu penyerapan makanan. Aktivitas lain dari saponin adalah mengikat sterol bebas dalam pencernaan makanan. Sterol merupakan prekursor dari hormon ekdison sehingga menurunnya persediaan sterol akan mengganggu proses ganti kulit pada serangga (Ishaaya 1986). Shashi & Ashoke (1991) menyatakan bahwa saponin dapat menurunkan tegangan permukaan selaput mukosa saluran pencernaan larva sehingga dinding saluran pencernaan menjadi korosif. Aktivitas Insektisida Ekstrak Buah Sirih Hutan terhadap Larva C. pavonana Pengaruh Ekstrak terhadap Mortalitas Larva C. pavonana Hasil pengujian pendahuluan dengan metode residu pada daun menunjukkan bahwa tidak semua ekstrak buah sirih hutan yang diuji memiliki aktivitas insektisida yang kuat terhadap larva C. pavonana (Tabel 4). Ekstrak n- heksana menunjukkan aktivitas insektisida yang kuat terhadap larva C. pavonana. Perlakuan dengan ekstrak n-heksana buah sirih hutan pada konsentrasi.5% menyebabkan mortalitas larva instar II mencapai 1% pada 24 jam setelah perlakuan (JSP) sehingga konsentrasinya perlu diturunkan, sedangkan pada konsentrasi.1% hanya menyebabkan mortalitas larva sebesar 22.2%. Perlakuan ekstrak etil asetat dan ekstrak metanol pada konsentrasi.1% dan.5% menyebabkan mortalitas larva kurang dari 5% sehingga kedua ekstrak tersebut dianggap kurang toksik terhadap larva C. pavonana. Oleh karena itu, kedua ekstrak tersebut tidak diuji lebih lanjut karena untuk meningkatkan mortalitas serangga uji akan diperlukan konsentrasi ekstrak yang lebih tinggi. Menurut

7 Tabel 4 Pengaruh ekstrak buah sirih hutan terhadap mortalitas larva C. pavonana Perlakuan Konsentrasi (%, b/v) Mortalitas kumulatif (%) a Instar II Instar II + III Ekstrak n-heksana Ekstrak etil asetat Ekstrak metanol Kontrol aseton Kontrol metanol 2.2 a Jumlah larva yang digunakan adalah 45 ekor instar II dalam tiga ulangan. Prijono (1999) penggunaan ekstrak di lapangan pada konsentrasi lebih besar dari.5% untuk ekstrak suatu bahan tumbuhan dengan pelarut organik biasanya kurang layak secara ekonomi maupun ekologi seperti fitotoksik dan bersifat racun terhadap musuh alami. Di antara ketiga ekstrak buah sirih hutan yang diuji terhadap larva C. pavonana, ekstrak etil asetat dan ekstrak metanol tidak aktif dibandingkan dengan ekstrak n-heksana. Hal ini kemungkinan karena sebagian besar komponen aktifnya sudah terekstrak oleh pelarut sebelumnya (n-heksana). Hal tersebut diperkuat dengan hasil pengujian fitokimia yang menunjukkan bahwa ekstrak n- heksana memberikan respons positif lebih banyak dibandingkan dengan ekstrak etil asetat dan ekstrak metanol. Faktor lain kemungkinan juga disebabkan oleh senyawa yang terkandung dalam kedua ekstrak tersebut kurang aktif atau senyawa tersebut sebenarnya cukup aktif tetapi kandungannya rendah (Prijono 1999). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Silva et al. (29) dengan menggunakan daun sirih hutan yang menunjukkan bahwa ekstrak n-heksana lebih aktif dibandingkan dengan ekstrak etil asetat dan ekstrak etanol yang diuji terhadap caplak lembu R. microplus. Bernard et al. (1995) melaporkan juga bahwa fraksi n-heksana sirih hutan memiliki aktivitas insektisida yang cukup

8 tinggi terhadap larva nyamuk A. atropalpus dibandingkan dengan fraksi etil asetat dan fraksi metanol. Pada famili yang sama fraksi n-heksana buah P. retrofractum lebih aktif dibandingkan dengan fraksi etil asetat dan fraksi metanol. Perlakuan fraksi n-heksana pada konsentrasi.5% mengakibatkan mortalitas larva C. pavonana 1%, sedangkan perlakuan dengan fraksi etil asetat dan metanol mengakibatkan mortalitas masing-masing 6.6% dan 2.2% (Ferdi 28). Nugroho (28) melaporkan juga bahwa fraksi n-heksana buah P. cubeba lebih aktif dibandingkan dengan fraksi etil asetat dan fraksi metanol. Perlakuan dengan fraksi n-heksana pada konsentrasi.5% mengakibatkan mortalitas larva C. pavonana lebih dari 9%, sedangkan perlakuan dengan fraksi etil asetat dan metanol mengakibatkan mortalitas masing-masing % dan 6.7%. Kematian larva hampir semuanya terjadi pada instar II, yaitu instar yang diberi perlakuan, sedangkan pada instar III peningkatan persentase mortalitas larva sangat rendah atau tidak ada kematian larva lagi (Tabel 4). Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak yang diuji lebih bersifat insektisida daripada sebagai penghambat perkembangan. Pada beberapa perlakuan terjadi kematian larva pada instar III. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya residu ekstrak yang masih tertinggal di dalam tubuh larva. Perlakuan dengan ekstrak yang paling aktif, yaitu ekstrak n-heksana, sudah mengakibatkan mortalitas larva C. pavonana pada 24 jam setelah perlakuan (JSP) (Gambar 2). Pada 48 JSP, perlakuan dengan ekstrak n-heksana pada konsentrasi tertinggi (.2%) mengakibatkan mortalitas larva 81.1% dan meningkat pada 72 JSP menjadi 95.6%. Penambahan mortalitas larva uji yang tinggi terjadi antara 48 dan 72 JSP, sedangkan pada pengamatan berikutnya sudah tidak terjadi penambahan mortalitas yang tinggi. Hal ini disebabkan setelah 72 JSP residu ekstrak yang tertinggal dalam tubuh larva uji sudah tidak dapat meningkatkan mortalitas secara nyata. Pola perkembangan mortalitas tersebut menunjukkan bahwa senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak n-heksana buah sirih hutan memiliki cara kerja yang relatif cepat dalam mengakibatkan mortalitas larva C. pavonana. Senyawa piperamida dari famili Piperaceae seperti guininsin dan piperisida bekerja sebagai racun saraf dengan menghambat aliran impuls saraf pada akson sehingga mengakibatkan ketidakteraturan gerakan dan kejang, yang

9 Mortalitas kumulatif (%) Kontrol.5%.8%.11%.14%.17%.2% Waktu pengamatan (JSP) Gambar 2 Perkembangan mortalitas larva C. pavonana yang diberi perlakuan ekstrak n-heksana buah sirih hutan selama 48 jam pada berbagai konsentrasi dengan metode residu pada daun akhirnya dapat mengakibatkan kematian pada serangga sasaran (Miyakado et al. 1989; Morgan & Wilson 1999). Selain itu, senyawa piperamida juga dapat menghambat fungsi enzim polysubstrate monooxygenase (PSMO) yang mampu mengoksidasi senyawa asing termasuk insektisida (Matsumura 1985; Scott et al. 28). Perlakuan dengan ekstrak n-heksana pada konsentrasi.5%-.14% mengakibatkan mortalitas larva uji kurang dari 5% baik untuk larva instar II maupun instar II+III, sedangkan pada konsentrasi.17% mengakibatkan mortalitas larva instar II lebih dari 65% dan peningkatan mortalitas pada instar III 6.6%. Mortalitas larva uji pada konsentrasi tertinggi (.2%) mencapai lebih dari 95% (Tabel 5). Hal ini dapat dikatakan bahwa ekstrak buah sirih hutan cukup potensial untuk digunakan sebagai insektisida botani. Dadang & Prijono (28) menyatakan bahwa insektisida botani yang diekstrak dengan pelarut organik dikatakan memiliki potensi yang baik bila pada konsentrasi 1% sudah dapat mengakibatkan mortalitas serangga uji 8%. Berdasarkan pengamatan secara visual, aktivitas makan larva C. pavonana pada daun yang diberi perlakuan ekstrak n-heksana lebih rendah dibandingkan dengan daun kontrol. Peningkatan konsentrasi ekstrak uji menyebabkan aktivitas

10 Tabel 5 Pengaruh ekstrak n-heksana buah sirih hutan terhadap mortalitas larva C. pavonana Konsentrasi (%, b/v) Instar II Mortalitas kumulatif (%) a Instar II + III Kontrol a Jumlah larva yang digunakan adalah 9 ekor instar II dalam enam ulangan. makan makin terhambat. Daun yang diberi perlakuan ekstrak uji dengan konsentrasi rendah lebih banyak dimakan oleh larva dibandingkan dengan daun yang diberi perlakuan ekstrak uji dengan konsentrasi lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak buah sirih hutan memiliki komponen yang bersifat antimakan. Larva uji yang mati akibat perlakuan ekstrak n-heksana buah sirih hutan menunjukkan gejala tubuh mengerut dan berwarna cokelat kehitaman yang mencerminkan terjadinya kematian sel dan jaringan. Kematian larva rendah pada saat larva telah mencapai instar III, tetapi menunjukkan gejala keracunan yang sama dengan larva yang mati pada saat instar II. Hal ini menunjukkan bahwa kematian larva disebabkan oleh toksisitas senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak n-heksana buah sirih hutan. Pada perlakuan dengan ekstrak n-heksana, mortalitas larva meningkat dengan semakin tingginya konsentrasi yang diuji, sehingga analisis probit dapat dilakukan terhadap data mortalitas larva yang diperoleh. Hasil analisis probit menunjukkan bahwa ekstrak n-heksana buah sirih hutan memiliki LC 5 terhadap instar II.14% dan terhadap instar II+III.13%, sedangkan LC 95 masing-masing.27% dan.26% (Tabel 6). Hal tersebut menunjukkan bahwa mortalitas larva instar II tidak berbeda nyata dengan mortalitas instar II+III.

11 Tabel 6 Penduga parameter hubungan konsentrasi-mortalitas ekstrak n-heksana buah sirih hutan terhadap larva C. pavonana a Instar a ± GB b b ± GB b LC 5 (SK 95%) b (%) LC 95 (SK 95%) b (%) II 4.97 ± ± ( - ) c.269 ( - ) c II + III 4.76 ± ± ( ).262 ( ) a Jumlah larva instar II yang diberi perlakuan 54 ekor dan kontrol 9 ekor. b a = intersep, b = kemiringan garis regresi, GB = galat baku, SK = selang kepercayaan. c Tingkat kepercayaan berada di bawah 95%. Toksisitas ekstrak buah sirih hutan terhadap larva C. pavonana hampir sama dengan toksisitas ekstrak buah P. retrofractum terhadap serangga dan metode ekstraksi yang sama (Ferdi 28). Hal tersebut terlihat dari nilai LC 5 ekstrak buah sirih hutan (.13%) yang tidak berbeda nyata dengan ekstrak buah P. retrofractum (.12%), sedangkan LC 95 ekstrak buah sirih hutan (.26%) lebih kecil dibandingkan dengan LC 95 ekstrak buah P. retrofractum (.32%). Toksisitas ekstrak buah sirih hutan lebih toksik daripada ekstrak buah P. cubeba terhadap serangga yang sama (Nugroho 28). Nilai LC 5 (.34%) dan LC 95 (.54%) ekstrak buah P. cubeba lebih besar dibandingkan dengan ekstrak buah sirih hutan dan ekstrak buah P. retrofractum. Pengaruh Ekstrak terhadap Lama Perkembangan Larva C. pavonana Perlakuan dengan ekstrak uji tidak hanya berpengaruh terhadap mortalitas larva akibat toksisitas ekstrak uji, namun berpengaruh juga terhadap perkembangan larva. Perkembangan larva tersebut berkaitan dengan kemampuan larva menuju tahap instar berikutnya. Lama perkembangan larva instar II ke III dan instar II ke IV yang mendapat perlakuan ekstrak n-heksana buah sirih hutan pada konsentrasi.5% tidak dapat ditentukan karena tidak ada satu pun larva uji yang mampu hidup dan berkembang hingga instar III akibat sifat insektisida ekstrak tersebut, sedangkan perlakuan pada konsentrasi.1% mengakibatkan perpanjangan perkembangan larva instar II ke III dan instar II ke IV masingmasing selama.39 dan 1.32 hari dibandingkan dengan kontrol (Tabel 7).

12 Tabel 7 Pengaruh ekstrak buah sirih hutan terhadap lama perkembangan larva C. pavonana Perlakuan Konsentrasi (%, b/v) Rata-rata perkembangan ± SD (hari) (n) a Instar II ke III Instar II ke IV Kontrol aseton 2.2 ±.15 (42) b 3.45 ±.5 (42) c Kontrol metanol 2.2 ±.15 (45) b 3.48 ±.51 (44) c Ekstrak n-heksana ±.55 (37) a 4.77 ±.6 (35) a.5 - b - b Ekstrak etil asetat ±.26 (42) b 4.26 ±.5 (39) b ±.47 (35) b 4.63 ±.55 (35) a Ekstrak metanol ±.29 (45) b 3.52 ±.7 (44) c ±.32 (44) b 3.81 ±.93 (43) c a b SD: standar deviasi. n: jumlah larva yang bertahan hidup. Rataan pada lajur yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda Duncan (α =.5). Semua larva mati sebelum mencapai instar III. Pada perlakuan dengan ekstrak etil asetat buah sirih hutan pada konsentrasi.1% dan.5%, lama perkembangan larva instar II ke III tidak berbeda nyata dengan kontrol, sedangkan perpanjangan perkembangan instar II ke IV masingmasing selama.81 dan 1.18 hari dibandingkan dengan kontrol. Pada perlakuan dengan ekstrak metanol buah sirih hutan pada konsentrasi.1% dan.5%, lama perkembangan larva instar II ke III dan instar II ke IV tidak berbeda nyata dengan kontrol. Hal tersebut menandakan bahwa ekstrak metanol pada konsentrasi tersebut tidak cukup mempengaruhi proses perkembangan larva. Di antara ketiga ekstrak yang diuji pada konsentrasi.1%, perlakuan ekstrak n-heksana buah sirih hutan mengakibatkan perpanjangan lama perkembangan larva instar II ke III dan II ke IV paling lama dibandingkan dengan ekstrak etil asetat dan ekstrak metanol. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa aktif pada ekstrak n-heksana buah sirih hutan memiliki sifat penghambat perkembangan larva C. pavonana yang paling kuat dibandingkan ekstrak etil asetat dan ekstrak metanol. Hambatan perkembangan tersebut kemungkinan disebabkan oleh sifat penghambat makan dari ekstrak n-heksana buah sirih hutan karena larva makan

13 daun perlakuan hanya sedikit dan setelah diganti dengan daun tanpa perlakuan larva aktif makan kembali sehingga dapat melanjutkan perkembangan. Selain itu, juga dapat disebabkan oleh pengaruh gabungan dari sifat penghambat dan peracunan oleh senyawa aktif ekstrak tersebut pada sel-sel atau jaringan yang terlibat dalam proses pencernaan makanan dan pertumbuhan serangga. Pada perlakuan dengan ekstrak yang paling aktif yaitu ekstrak n-heksana, lama perkembangan larva instar II ke III berkisar 2-4 hari, sedangkan lama perkembangan larva kontrol 2 hari. Perkembangan larva instar II ke IV berkisar hari, sedangkan pada kontrol 3.17 hari (Tabel 8). Pada perlakuan dengan ekstrak n-heksana konsentrasi.5%-.14%, lama perkembangan larva instar II ke III tidak berbeda nyata dengan kontrol, akan tetapi perkembangan larva instar II ke IV mengalami perpanjangan masing-masing selama.95, 1.22, dan 1.7 hari dibandingkan dengan kontrol, kecuali pada konsentrasi.5% tidak Tabel 8 Pengaruh ekstrak n-heksana buah sirih hutan pada berbagai konsentrasi terhadap lama perkembangan larva C. pavonana Konsentrasi (%, b/v) Rata-rata lama perkembangan larva ± SD (hari) (n) a Instar II ke III Instar II ke IV Kontrol ± (9) c 2. ± (86) c 2.7 ±.26 (83) c 2.9 ±.29 (75) c 2.15 ±.36 (53) c 2.52 ±.68 (31) b 4. ± ( 4) a 3.17 ±.37 (9) d 3.57 ±.52 (86) d 4.12 ±.69 (77) c 4.39 ±.68 (64) c 4.87 ± 1.1 (47) b 4.92 ±.57 (25) b 6.5 ±.58 ( 4) a a SD: standar deviasi. n: jumlah larva yang bertahan hidup. Rataan pada lajur yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda Duncan (α =.5). berbeda nyata. Hal tersebut menandakan bahwa ekstrak n-heksana buah sirih hutan di bawah nilai LC 5 tidak cukup mempengaruhi proses perkembangan larva instar II ke III. Pada konsentrasi tersebut serangga uji menyerap senyawa asing

14 dari ekstrak uji, namun tubuh serangga masih mampu mengatasi senyawa tersebut tanpa mengganggu kemampuannya untuk ganti kulit. Hasil berbeda nyata terlihat pada konsentrasi.17% dan.2%, baik pada perkembangan larva instar II ke III maupun instar II ke IV. Pada konsentrasi tersebut perpanjangan lama perkembangan larva instar II ke III masing-masing selama.52 dan 2 hari, dan perpanjangan lama perkembangan larva instar II ke IV masing-masing selama 1.75 dan 3.33 hari. Hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi.17% dan.2% ekstrak n-heksana, tubuh serangga mampu mendetoksifikasi senyawa yang telah terserap dalam tubuh dan sebagai kompensasinya perkembangan larva akan lebih lama daripada keadaan normal (Nenotek 21). Kemungkinan lain terjadi karena adanya gangguan terhadap aktivitas sel yang menghasilkan hormon perkembangan serangga selain gangguan terhadap metabolisme secara umum dan hambatan terhadap aktivitas makan larva tersebut. Terkait dengan hambatan metabolisme, beberapa senyawa piperamida dari tanaman famili Piperaceae telah dilaporkan dapat menghambat enzim pengoksidasi yang biasanya berperan mengoksidasi berbagai jenis senyawa racun dari luar tubuh atau limbah metabolisme di dalam tubuh serangga (Scott et al. 28). Fraksinasi Ekstrak Teraktif Buah Sirih Hutan Fraksinasi dilakukan untuk memisahkan ekstrak teraktif (n-heksana) buah sirih hutan yang memiliki potensi sebagai insektisida. Ekstrak tersebut dipisahkan dengan menggunakan kromatografi kolom. Sebelum dilakukan pemisahan dengan kromatografi kolom, terlebih dahulu dilakukan pencarian eluen terbaik yang mampu memisahkan senyawa yang terdapat dalam ekstrak n-heksana dengan menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) G 6 F 254 dari Merck. Beberapa eluen tunggal dan eluen campuran dengan polaritas yang berbeda telah dicoba dalam KLT untuk memisahkan komponen-komponen kimia pada ekstrak n- heksana. Eluen tunggal yang digunakan ialah n-heksana, etil asetat, diklorometana, kloroform, aseton, etanol, dan metanol. Eluen yang menghasilkan pemisahan terbaik kemudian dikombinasikan satu dengan yang lainnya dengan berbagai perbandingan, yaitu n-heksana-aseton (9:1, 8:2, 7:3, 6:4, 1:1), n-heksana-

15 diklorometana (9:1, 8:2, 7:3, 6:4, 1:1), n-heksana-etil asetat (9:1, 8:2), dan etil asetat-diklorometana (2:8) (Lampiran 4). Berdasarkan analisis dengan KLT diperoleh eluen n-heksana-aseton (7:3) yang memberikan pola pemisahan terbaik karena mampu memisahkan tujuh noda yang terkandung dalam ekstrak n-heksana dengan nilai Rf.5,.15,.24,.48,.56,.75, dan.85 (Gambar 3). Dengan demikian, eluen tersebut digunakan untuk analisis penentuan jumlah fraksi hasil pemisahan ekstrak n-heksana buah sirih hutan dengan menggunakan kromatografi kolom Gambar 3 Pola KLT gel silika dan nilai Rf ekstrak n-heksana buah sirih hutan dengan eluen n-heksana-aseton (7:3) Ekstrak n-heksana dipisahkan dengan kromatografi kolom menggunakan fase diam Silica Gel 6 dari Merck. Gel silika merupakan fase diam yang bersifat menahan sampel (adsorben), sehingga sampel yang memiliki kepolaran yang mirip dengan eluen akan keluar terlebih dahulu, sedangkan yang sifatnya berbeda akan tertahan pada kolom. Fase geraknya menggunakan pelarut n-heksanametanol dengan metode step gradient (peningkatan kepolaran) agar dengan peningkatan polaritas sistem eluen semua komponen akan terbawa lebih cepat dan pemisahan dapat berlangsung dengan baik. Mula-mula sampel dielusi dengan n- heksana, kemudian secara bertahap ditingkatkan kepolarannya dengan menambahkan aseton dengan berbagai perbandingan dan diakhiri dengan metanol.

16 Hasil dari pemisahan dengan kromatografi kolom diperoleh 33 tabung reaksi dengan volume 5 ml tiap tabung reaksi. Setiap tabung diperiksa dengan menggunakan KLT. Noda dengan nilai Rf yang sama disatukan menjadi satu fraksi sehingga diperoleh 1 fraksi (Tabel 9). Fraksi 1 memiliki rendemen yang paling besar, yaitu 66.32% dengan bobot g, sedangkan rendemen yang terkecil yaitu fraksi 9 (rendemen 1.7%, bobot.848 g). Tabel 9 Fraksi-fraksi hasil kromatografi kolom ekstrak n-heksana buah sirih hutan dengan fase diam gel silika dan eluen n-heksana-aseton (7:3) Fraksi Bobot (g) Rendemen (%) Jumlah noda Nilai Rf ,.38,.53,.71, ,.51, ,.23,.26,.31, ,.26,.31, ,.15,.21,.33,.38,.7, ,.14,.21,.34,.7, ,.14,.21,.31,.7, ,.15,.2,.26,.31,.71, ,.15,.19,.25,.35,.73, Pada KLT 1 fraksi hasil kromatografi kolom memiliki noda (spot) lebih dari satu (Gambar 4). Fraksi yang memiliki noda terbanyak adalah fraksi 5, 8, dan 9 masing-masing 7 noda, sedangkan fraksi yang memiliki 3 dan 1 noda berturutturut fraksi 2 dan 1. Fraksi 1 yang rendemennya paling besar memiliki 5 noda dengan nilai Rf.29,.38,.53,.71, dan.85.

17 E Gambar 4 Profil KLT hasil kromatografi kolom ekstrak n-heksana buah sirih hutan dengan eluen n-heksana-aseton (7:3) Aktivitas Insektisida Fraksi Buah Sirih Hutan terhadap Larva C. pavonana Pengaruh Fraksi-fraksi terhadap Mortalitas Larva C. pavonana Hasil pengujian pendahuluan menunjukkan bahwa tidak semua fraksi yang diuji memiliki aktivitas insektisida yang kuat terhadap larva C. pavonana (Tabel 1). Fraksi 1 menunjukkan aktivitas yang paling tinggi terhadap larva C. pavonana. Pada konsentrasi.1% fraksi tersebut menyebabkan mortalitas larva instar II mencapai 1%, sedangkan pada konsentrasi.5% hanya menyebabkan mortalitas 13.3%. Perlakuan dengan fraksi 2 pada konsentrasi.1% menyebabkan mortalitas larva instar II 57.8%, dan peningkatan mortalitas larva pada instar III 15.6%, sedangkan pada konsentrasi.5% menyebabkan mortalitas larva kurang dari 5%. Perlakuan dengan fraksi 3-1 pada konsentrasi.15% menyebabkan mortalitas larva instar II berkisar 2.2%-57.8% dan instar II + III berkisar 4.4%- 62.2%, sedangkan pada konsentrasi.8% menyebabkan mortalitas larva instar II berkisar %-6.7% dan instar II + III berkisar %-11.1%.

18 Tabel 1 Pengaruh fraksi-fraksi buah sirih hutan terhadap mortalitas larva C. pavonana Perlakuan Konsentrasi (%, b/v) Instar II Mortalitas (%) a Instar II + III Fraksi Fraksi Fraksi Fraksi Fraksi Fraksi Fraksi Fraksi Fraksi Fraksi Kontrol aseton a Jumlah larva yang digunakan adalah 45 ekor instar II dalam tiga ulangan. Di antara fraksi-fraksi yang diuji, fraksi 1 lebih aktif dibandingkan dengan fraksi-fraksi yang lain. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh senyawa aktif yang terkandung fraksi 1 lebih kuat dalam mengakibatkan mortalitas larva C. pavonana dibandingkan dengan fraksi-fraksi yang lain dan atau kandungan senyawa

19 aktifnya paling tinggi dibandingkan dengan fraksi-fraksi yang lain. Oleh karena itu, fraksi yang diuji lebih lanjut adalah fraksi 1. Menurut Prijono (1999) fraksi dari ekstrak kasar bahan tumbuhan pada konsentrasi lebih besar dari.1% kurang efisien digunakan sebagai insektisida karena dalam penyiapannya akan dibutuhkan sumber bahan tumbuhan yang cukup banyak. Perlakuan dengan fraksi yang paling aktif, yaitu fraksi 1, sudah mengakibatkan mortalitas larva C. pavonana pada 24 JSP (Gambar 5A). Pada 48 JSP, perlakuan dengan fraksi 1 pada konsentrasi tertinggi (625 ppm) mengakibatkan mortalitas larva 93.3%, dan meningkat pada 72 JSP menjadi lebih dari 95%. Penambahan mortalitas larva uji yang tinggi terjadi antara 48 dan 72 JSP, sedangkan pada pengamatan berikutnya sudah tidak terjadi penambahan mortalitas yang tinggi. Pola perkembangan mortalitas tersebut menunjukkan bahwa senyawa aktif yang terkandung dalam fraksi 1 buah sirih hutan memiliki cara kerja yang relatif cepat dalam mengakibatkan mortalitas larva C. pavonana. Larva yang mati akibat perlakuan dengan fraksi 1 buah sirih hutan menunjukkan gejala tubuh hitam dan kering. Setelah mengonsumsi daun perlakuan, gerakan larva lamban dan tidak makan daun perlakuan kembali, dan akhirnya mati. Pelakuan dengan fraksi 1 pada konsentrasi ppm mengakibatkan mortalitas larva kurang dari 5% baik untuk larva instar II maupun instar II+III, sedangkan pada konsentrasi 425 dan 525 ppm mengakibatkan mortalitas larva instar II masing-masing 61.1% dan 7%, dan peningkatan mortalitas pada instar III 6.7% dan 11.1%. Perlakuan fraksi 1 pada konsentrasi tertinggi (625 ppm) mengakibatkan mortalitas larva instar II lebih dari 95%, dan tidak ada lagi larva yang mati pada instar berikutnya (Tabel 11). Pengujian aktivitas insektisida juga dilakukan terhadap insektisida abamektin sebagai kontrol positif dengan enam taraf konsentrasi. Abamektin merupakan salah satu homolog dari avermektin yang diperoleh dari hasil fermentasi bakteri tanah, Streptomyces avermitilis. Insektisida tersebut efektif terhadap sejumlah hama penting seperti tungau, semut, kecoa, dan spesies hama Lepidoptera (Lasota & Dybas 1991). Insektisida abamektin telah terdaftar di Indonesia untuk mengendalikan hama tanaman sayuran (Komisi Pestisida 2).

20 Mortalitas kumulatif (%) A Kontrol 125 ppm 225 ppm 325 ppm 425 ppm 525 ppm 625 ppm Mortalitas kumulatif (%) B Kontrol 2.76 ppm 5.52 ppm 8.28 ppm 11.4 ppm 13.8 ppm ppm Waktu pengamatan (JSP) Gambar 5 Perkembangan mortalitas larva C. pavonana yang diberi perlakuan fraksi 1 buah sirih hutan (A) dan abamektin (B) selama 48 jam pada berbagai konsentrasi dengan metode residu pada daun Perlakuan dengan abamektin sudah mengakibatkan mortalitas larva C. pavonana pada 24 JSP (Gambar 5B). Perlakuan dengan abamektin pada konsentrasi tertinggi (16.56 ppm) mengakibatkan mortalitas larva 94.4% pada 72 JSP dan meningkat menjadi lebih dari 95% pada 92 JSP. Perlakuan pada konsentrasi 11.4 dan 13.8 ppm mengakibatkan mortalitas larva instar II masingmasing 63.3% dan 8%, dan mortalitas larva instar III 6.7% dan 8.9%. Perlakuan pada konsentrasi ppm hanya mengakibatkan mortalitas larva kurang dari 5% baik untuk larva instar II maupun instar II+III (Tabel 11).

21 Tabel 11 Pengaruh fraksi 1 buah sirih hutan dan abamektin terhadap mortalitas larva C. pavonana Perlakuan Konsentrasi (ppm) Instar II Mortalitas (%) a Instar II + III Fraksi 1 Kontrol Abamektin Kontrol a Jumlah larva yang digunakan adalah 9 ekor instar II dalam enam ulangan. Pada perlakuan dengan fraksi 1 buah sirih hutan, mortalitas larva meningkat dengan semakin tingginya konsentrasi yang diuji, sehingga analisis probit dapat dilakukan terhadap data mortalitas larva yang diperoleh. Hasil analisis probit menunjukkan bahwa fraksi 1 buah sirih hutan memiliki nilai LC 5 terhadap instar II ppm dan terhadap instar II+III ppm, sedangkan nilai LC 95 terhadap instar II ppm dan terhadap instar II+III ppm (Tabel 12). Nilai LC 5 dan LC 95 terhadap instar II+III lebih rendah dibandingkan terhadap instar II. Hal ini menunjukkan bahwa pada instar III masih terjadi peningkatan mortalitas serangga uji.

22 Tabel 12 Penduga parameter hubungan konsentrasi-mortalitas fraksi 1 buah sirih hutan dan abamektin terhadap larva C. pavonana a Perlakuan, instar a ± GB b b ± GB b LC 5 (SK 95%) b (ppm) LC 95 (SK 95%) b (ppm) Fraksi 1 II ± ± ( ) II + III ± ± ( ) Abamektin II ± ± ( ) II + III -4.1 ± ± ( ) ( ) ( ) 2.51 ( ) ( ) a Jumlah larva instar II yang diberi perlakuan 54 ekor dan kontrol 9 ekor. b a = intersep, b = kemiringan garis regresi, GB = galat baku, SK = selang kepercayaan. Aktivitas fraksi 1 lebih kuat daripada ekstrak kasarnya. Berdasarkan nilai LC 5 terhadap instar II+III, fraksi 1 sekitar 3.8 kali lebih toksik terhadap larva C. pavonana dibandingkan dengan ekstrak kasarnya, sedangkan berdasarkan nilai LC 95 fraksi 1 tersebut sekitar 3.4 kali lebih toksik. Hal ini mungkin disebabkan karena komponen senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak n-heksana buah sirih hutan masih campuran berbagai senyawa sehingga aktivitasnya rendah, sedangkan pada fraksi kemungkinan komponen senyawa aktifnya telah terpisahkan sehingga aktivitasnya sangat kuat. Bila dibandingkan dengan abamektin, toksisitas fraksi 1 pada LC 5 sekitar 43.2 kali lebih rendah dan pada LC 95 sekitar 42.8 kali lebih rendah. Menurut Mrozik (1997) insektisida abamektin bersifat racun perut dan racun kontak, yaitu apabila diaplikasikan melalui daun insektisida tersebut akan mematikan serangga baik akibat adanya racun yang termakan maupun akibat kontak dengan residu yang terdapat pada daun. Pengaruh Fraksi terhadap Lama Perkembangan Larva C. pavonana Perlakuan dengan fraksi buah sirih hutan tidak hanya berpengaruh terhadap mortalitas larva akibat toksisitas fraksi, namun berpengaruh juga terhadap perkembangan larva. Lama perkembangan larva instar II ke III dan instar II ke IV

23 yang mendapat perlakuan fraksi 1 pada konsentrasi.1% tidak dapat ditentukan karena tidak ada satu pun larva uji yang mampu hidup dan berkembang hingga instar III akibat sifat insektisida fraksi tersebut, sedangkan perlakuan pada konsentrasi.1% mengakibatkan perpanjangan lama perkembangan larva instar II ke III dan instar II ke IV masing-masing selama.28 dan.88 hari dibandingkan dengan kontrol (Tabel 13). Pada perlakuan dengan fraksi 2 konsentrasi.5% dan.1%, lama perkembangan larva instar II ke III tidak berbeda nyata dengan kontrol, sedangkan perpanjangan lama perkembangan larva instar II ke IV masing-masing selama.69 dan 1.17 hari dibandingkan dengan kontrol. Pada perlakuan dengan fraksi 3 dan 4 konsentrasi.8% dan.15%, lama perkembangan larva instar II ke III tidak berbeda nyata dengan kontrol, perpanjangan lama perkembangan larva instar II ke IV pada konsentrasi.15% masing-masing selama.46 dan.3 hari, sedangkan pada konsentrasi.8% tidak berbeda nyata dengan kontrol. Pada perlakuan dengan fraksi 5-1 konsentrasi.8% dan.15%, lama perkembangan larva instar II ke III tidak berbeda nyata dengan kontrol, sedangkan perpanjangan lama perkembangan larva instar II ke IV berkisar selama hari. Semua fraksi yang diuji mengakibatkan penghambatan pertumbuhan larva C. pavonana. Berdasarkan hasil pengamatan secara visual terhadap gejala larva yang keracunan pada hari-hari pertama, selain tidak langsung mengakibatkan kematian, perlakuan fraksi juga menurunkan aktivitas larva uji, larva tidak makan atau sedikit makannya dan akhirnya larva mati. Pada perlakuan dengan fraksi yang paling aktif yaitu fraksi 1, lama perkembangan larva instar II ke III berkisar 2-4 hari, sedangkan lama perkembangan larva kontrol 2 hari. Perkembangan larva instar II ke IV berkisar hari, sedangkan pada kontrol 3.46 hari (Tabel 14). Pada perlakuan fraksi 1 buah sirih hutan pada konsentrasi 125 ppm, lama perkembangan larva instar II ke III dan instar II ke IV tidak berbeda nyata dengan kontrol. Hal tersebut menandakan bahwa fraksi 1 di bawah nilai LC 5 tidak cukup mempengaruhi proses perkembangan larva. Pada konsentrasi tersebut serangga uji menyerap senyawa asing dari fraksi, namun tubuh serangga masih mampu mengatasi senyawa tersebut tanpa mengganggu kemampuannya untuk ganti kulit.

24 Tabel 13 Pengaruh fraksi-fraksi buah sirih hutan terhadap lama perkembangan larva C. pavonana Bahan uji Konsentrasi (%, b/v) Rata-rata perkembangan ± SD (hari) (n) a Instar II ke III Instar II ke IV Fraksi ±.55 (4) a 4.21 ±.73 (39) b.1 - b - b Fraksi ±.15 (43) b 4.2 ±.47 (42) bc.1 2. ± (19) b 4.5 ±.67 (12) a Fraksi ± (44) b 3.35 ±.48 (43) e ± (42) b 3.79 ±.52 (39) cd Fraksi ± (44) b 3.37 ±.49 (43) e ±.15 (44) b 3.63 ±.49 (41) de Fraksi ±.21 (43) b 4.5 ±.45 (4) bc ±.23 (19) b 4.65 ±.79 (17) a Fraksi ± (44) b 3.52 ±.51 (44) de ±.15 (42) b 4. ±.45 (41) bc Fraksi ± (44) b 3.48 ±.55 (44) de ± (43) b 3.63 ±.58 (43) de Fraksi ±.15 (45) b 3.49 ±.51 (45) de ± (4) b 3.49 ±.64 (39) de Fraksi ±.15 (42) b 3.49 ±.6 (41) de ±.16 (4) b 3.47 ±.56 (38) de Fraksi ±.15 (45) b 3.49 ±.69 (45) de ± (43) b 3.49 ±.75 (41) de Kontol aseton 2. ± (45) b 3.33 ±.48 (45) e a b SD: standar deviasi. n: jumlah larva yang bertahan hidup. Rataan pada lajur yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda Duncan (α =.5). Semua larva mati sebelum mencapai instar III. Hasil berbeda nyata terlihat pada selang konsentrasi ppm, baik pada perkembangan larva instar II ke III maupun instar II ke IV. Pada konsentrasi tersebut perpanjangan lama perkembangan instar II ke III berkisar.26-2 hari, dan perpanjangan lama perkembangan instar II ke IV berkisar selama hari.

25 Tabel 14 Pengaruh fraksi 1 buah sirih hutan terhadap lama perkembangan larva C. pavonana Bahan uji Konsentrasi (ppm) Rata-rata perkembangan ± SD (hari) (n) a Instar II ke III Instar II ke IV Fraksi 1 Kontrol 2. ± (9) c 3.46 ±.5 (9) c ± (85) c 3.98 ±.44 (83) c ±.53 (74) bc 4.61 ±.84 (74) b ±.7 (65) bc 4.59 ±.85 (63) b ±.61 (33) b 5.14 ±.92 (29) b ± 1.5 (24) b 5.18 ±.88 (17) b ± 1.41 ( 2) a 6. ± ( 2) a Abamektin Kontrol 2. ± (9) c 3.86 ±.46 (9) d ± (86) c 3.98 ±.46 (85) d ± (83) c 4.53 ±.92 (72) c ±.17 (65) c 4.45 ±.71 (49) c ± (33) c 4.45 ±.67 (22) c ±.73 (18) b 5.8 ± 1.14 (1) b ± 1.34 ( 5) a 6.67 ±.58 ( 3) a a SD: standar deviasi. n: jumlah larva yang bertahan hidup. Rataan pada lajur yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda Duncan (α =.5). Hal ini menunjukkan bahwa pada selang konsentrasi ppm fraksi 1, tubuh serangga mampu mendetoksifikasi senyawa yang telah terserap dalam tubuh dan sebagai kompensasinya perkembangannya akan lebih lama daripada keadaan normal. Pada perlakuan dengan insektisida abamektin, lama perkembangan larva instar II ke III berkisar hari, sedangkan lama perkembangan larva kontrol 2 hari. Perkembangan larva instar II ke IV berkisar hari, sedangkan pada kontrol 3.86 hari (Tabel 14). Pada perlakuan abamektin pada selang konsentrasi ppm, lama perkembangan larva instar II ke III tidak berbeda nyata dengan kontrol, perpanjangan lama perkembangan instar II ke IV masing-masing selama.67,.59, dan.59 hari, kecuali pada konsentrasi 2.76 ppm. Hasil

26 berbeda nyata terlihat pada konsentrasi 13.8 dan ppm, baik pada perkembangan larva instar II ke III maupun instar II ke IV. Pada konsentrasi tersebut perpanjangan lama perkembangan instar II ke III masing-masing selama.22 dan.6 hari, dan perpanjangan lama perkembangan instar II ke IV masingmasing selama 1.94 dan 2.81 hari. Identifikasi Komponen Aktif Fraksi yang teraktif sebagai insektisida yaitu fraksi 1 selanjutnya diidentifikasi dengan menggunakan kromatografi gas-spektrometer massa (GC- MS) dan spektrofotometer inframerah (FTIR) untuk mengetahui komponen senyawa aktif dalam fraksi tersebut. Kondisi GC-MS sebagai berikut: injector split mode 11:1, suhu 25 C, waktu alir menit, kolom yang digunakan adalah Agilent 1991S-436 HP-5MS, panjang 6 m, diameter.25 mm, suhu maksimum kolom 35 C, aliran pertama 1 ml/menit, dan kecepatan rata-rata 26 cm/s. Gas pembawa helium, suhu detektor 25 C dengan jenis pengionan electron impact (EI). Hasil analisis GC-MS menunjukkan adanya beberapa puncak yang mengindikasikan bahwa fraksi 1 yang diperoleh belum murni (Gambar 6). Namun demikian, dalam fraksi 1 mengandung beberapa puncak senyawa yang kelimpahannya relatif cukup besar seperti puncak yang memiliki waktu retensi 6.5, 8.54, 9.54, dan menit. Abundance 9.54 TIC: SAMPELC.D 6.5e+7 6e+7 5.5e+7 5e+7 4.5e+7 4e+7 3.5e+7 3e e+7 2e e+7 1e Time--> Gambar 6 Kromatogram fraksi 1 buah sirih hutan hasil GC-MS

27 Spektum massaa dari puncak-puncakk tersebut dibandingkan kemiripannya dengan spektrum massa dari senyawa yang telah diketahui yang terdapat dalam database Wiley7n dan Wiley8th. Dalam database tersebut terdapat empat senyawa yang memiliki kemiripan lebih dari 95% (Tabel 15) dengan spektrum massa pada fraksi 1, yaitu piperiton, miristisin, dilapiol, dan β-sitosterol (Gambar 7). Tabel 15 Komponenn senyawa aktif dalam fraksi 1 buah sirih hutan Waktu retensi (menit) Kemungkinann senyawa Kelimpahan (%) Kemiripan (%) 6.5 Piperiton Miristisin Dilapiol β-sitosterol A B C D Gambar 7 Struktur (D). dilapiol (A), miristisin (B), β-sitosterol (C), dan piperiton

28 Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil pada minyak atsiri buah sirih hutan. Komponen terbesar pada minyak atsiri buah sirih hutan adalah apiol dengan kelimpahan 51.3%, yang merupakan isomer dari dilapiol yang juga termasuk golongan fenilpropanoid (Jamal et al. 23). Navickiene et al. (26) melaporkan juga bahwa komponen terbesar pada minyak atsiri buah sirih hutan adalah linalool dengan kelimpahan 41.2%, yang merupakan golongan terpenoid kelompok monoterpena. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan galur tanaman, tempat tumbuh, dan teknik ekstraksi. Sementara itu, komponen senyawa yang terdapat pada daun sirih hutan yang dilaporkan Parmar et al. (1998) tidak berbeda jauh dengan buah sirih hutan pada penelitian ini. Bernard et al. (1995) juga mengisolasi senyawa dari daun sirih hutan dan diperoleh senyawa dilapiol sebagai senyawa aktif yang bersifat insektisida terhadap larva nyamuk A. atropalpus. Keberadaan senyawa-senyawa di atas, didukung oleh data spektum FTIR (Gambar 8). Hasil analisis FTIR menunjukkan adanya pita serapan pada bilangan gelombang cm -1 yang diduga adanya vibrasi regangan C-H olefin, yang diperkuat oleh adanya serapan pada bilangan gelombang cm -1 diduga adanya vibrasi regangan C=C olefin. Kedua gugus tersebut merupakan gugus alil. Selain itu, adanya pita serapan pada bilangan gelombang cm -1 dan cm -1 yang menunjukkan terdapatnya kerangka aromatik, serta adanya pita serapan pada bilangan gelombang cm -1 menunjukkan adanya gugus C-O- C. Menurut Ahmad & Rahmani (1993) gugus-gugus tersebut menunjukkan adanya senyawa dilapiol. Adanya gugus karbonil (C=O) diindikasikan dengan munculnya serapan pada bilangan gelombang cm -1. Gugus tersebut kemungkinan menunjukkan adanya senyawa piperiton. Adanya gugus O-H diindikasikan dengan munculnya serapan pada bilangan gelombang cm -1, namun intensitasnya rendah. Adanya gugus fungsi tersebut kemungkinan menunjukkan adanya senyawa β-sitosterol, intensitas rendah karena kelimpahan senyawa tersebut rendah. Dilapiol dilaporkan bersifat insektisida terhadap beberapa serangga di antaranya kumbang C. tingomarianus, kumbang S. zeamais, caplak lembu R. microplus, dan nyamuk A. atropalpus (Bernard et al. 1995; Fazolin et al. 25;

29 Laborato ry T es t Res ult sirih hutan F %T cm-1 Gambar 8 Spektrum FTIR fraksi 1 buah sirih hutan menggunakan pelet KBr Estrela et al. 26; Silva et al. 29). Selain itu, dilapiol juga bersifat toksik terhadap larva dan pupa nyamuk A. aegypti, serta dapat menyebabkan menurunnya produksi telur sehingga cukup potensial digunakan sebagai sarana pengendalian alami (Rafael et al. 26). Kombinasi dilapiol dan miristisin memiliki kerja sama yang sinergis dengan insektisida karbamat dan organofosfat terhadap beberapa jenis serangga (Duke 1998). Kedua senyawa tersebut memiliki gugus metilendioksifenil yang merupakan ciri penting dari sejumlah sinergis insektisida, yang dapat menghambat aktivitas enzim sitokrom P45 yang dapat menurunkan daya racun senyawa asing termasuk insektisida (Matsumura 1985; Usia et al. 25; Scott et al. 28). Sementara itu, piperiton dan β-sitosterol belum ada yang melaporkan aktivitasnya sebagai insektisida.

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Fraksinasi Sampel buah mahkota dewa yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari kebun percobaan Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor dalam bentuk

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Tanaman Uji Serangga Uji Uji Proksimat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Tanaman Uji Serangga Uji Uji Proksimat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor (IPB), Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen

Lebih terperinci

dari tanaman mimba (Prijono et al. 2001). Mordue et al. (1998) melaporkan bahwa azadiraktin bekerja sebagai ecdysone blocker yang menghambat serangga

dari tanaman mimba (Prijono et al. 2001). Mordue et al. (1998) melaporkan bahwa azadiraktin bekerja sebagai ecdysone blocker yang menghambat serangga PEMBAASAN Proses ekstraksi daun ambalun dilakukan dengan metode maserasi. Ekstraksi awal dilakukan dengan pelarut n-heksana yang bersifat nonpolar. Tujuan penggunaan pelarut ini adalah untuk mendapatkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Sebanyak 5 kg buah segar tanaman andaliman asal Medan diperoleh dari Pasar Senen, Jakarta. Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Insektisida Tephrosia vogelii

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Insektisida Tephrosia vogelii 1 TINJAUAN PUSTAKA Sifat Insektisida Tephrosia vogelii Kacang babi Tephrosia vogelii J. D. Hooker (Leguminosae) merupakan tumbuhan asli Afrika. Tanaman kacang babi berbentuk perdu, tumbuh tegak dengan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G 60 F 4. Ekstrak pekat ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering, langsung dielusi dalam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat Penelitian Serangga Uji Bahan Tanaman Uji Penyiapan Tanaman Pakan

BAHAN DAN METODE Tempat Penelitian Serangga Uji Bahan Tanaman Uji Penyiapan Tanaman Pakan BAHAN DAN METODE Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia FMIPA dan Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Ekstraktif Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan ekstrak aseton yang diperoleh dari 2000 gram kulit A. auriculiformis A. Cunn. ex Benth. (kadar air 13,94%)

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Sampel Sampel daging buah sirsak (Anonna Muricata Linn) yang diambil didesa Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, terlebih

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Persentase inhibisi = K ( S1 K

HASIL DAN PEMBAHASAN. Persentase inhibisi = K ( S1 K 7 Persentase inhibisi = K ( S1 S ) 1 K K : absorban kontrol negatif S 1 : absorban sampel dengan penambahan enzim S : absorban sampel tanpa penambahan enzim Isolasi Golongan Flavonoid (Sutradhar et al

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian 9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan mulai bulan November 2010 sampai dengan bulan Juni 2011 di Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia FMIPA dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Determinasi Tumbuhan Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI Bandung untuk mengetahui dan memastikan famili dan spesies tumbuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi Bahan Tumbuhan Sumber Insektisida Nabati Hasil ekstraksi menggunakan metode maserasi yang terbanyak diperoleh dari biji S. mahagoni, diikuti daun T. vogelii, biji A.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Tumbuhan labu dideterminasi untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tumbuhan yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan bahwa tanaman yang diteliti adalah Cucubita

Lebih terperinci

HASIL. (%) Kulit Petai 6.36 n-heksana 0,33 ± 0,06 Etil Asetat 0,32 ± 0,03 Etanol 70% 12,13 ± 0,06

HASIL. (%) Kulit Petai 6.36 n-heksana 0,33 ± 0,06 Etil Asetat 0,32 ± 0,03 Etanol 70% 12,13 ± 0,06 6 HASIL Kadar Air dan Rendemen Hasil pengukuran kadar air dari simplisia kulit petai dan nilai rendemen ekstrak dengan metode maserasi dan ultrasonikasi dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2. Hasil perhitungan

Lebih terperinci

Uji Toksisitas Potensi Insektisida Nabati Ekstrak Kulit Batang Rhizophora mucronata terhadap Larva Spodoptera litura

Uji Toksisitas Potensi Insektisida Nabati Ekstrak Kulit Batang Rhizophora mucronata terhadap Larva Spodoptera litura Sidang TUGAS AKHIR, 28 Januari 2010 Uji Toksisitas Potensi Insektisida Nabati Ekstrak Kulit Batang Rhizophora mucronata terhadap Larva Spodoptera litura Nama : Vivid Chalista NRP : 1505 100 018 Program

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung.

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. 16 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2012 sampai dengan bulan Maret 2013 di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. 3.2 Alat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel Temulawak Terpilih Pada penelitian ini sampel yang digunakan terdiri atas empat jenis sampel, yang dibedakan berdasarkan lokasi tanam dan nomor harapan. Lokasi tanam terdiri

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Sampel Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar Bringharjo Yogyakarta, dibersihkan dan dikeringkan untuk menghilangkan kandungan air yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. 1 Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu penelitian dimulai dari bulan Februari sampai Juni 2014. Lokasi penelitian dilakukan di berbagai tempat, antara lain: a. Determinasi sampel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama lima bulan dari bulan Mei hingga September 2011, bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Bengkel Teknologi Peningkatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa Roxb.) menunjukkan adanya golongan senyawa flavonoid, terpenoid, steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2010 sampai dengan Mei 2011 di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor (IPB),

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di 30 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 - Januari 2013, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat-alat 1. Alat Destilasi 2. Batang Pengaduk 3. Beaker Glass Pyrex 4. Botol Vial 5. Chamber 6. Corong Kaca 7. Corong Pisah 500 ml Pyrex 8. Ekstraktor 5000 ml Schoot/ Duran

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian 15 HN DN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengendalian Serangga Hama dan iodegradasi UPT. alai Penelitian dan Pengembangan iomaterial LIPI dan Laboratorium Parasitologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Zat Ekstraktif Mindi Kadar ekstrak pohon mindi beragam berdasarkan bagian pohon dan jenis pelarut. Berdasarkan bagian, daun menghasilkan kadar ekstrak tertinggi yaitu

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L etanol, diperoleh ekstrak

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus communis (sukun) yang diperoleh dari Garut, Jawa Barat serta

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Variabel Hama 1. Mortalitas Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai fase dan konsentrasi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap mortalitas hama

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai

BAB V HASIL PENELITIAN. 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai 40 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Eka Karya Bali menunjukkan bahwa sampel tumbuhan yang diambil di

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi 24 Rancangan ini digunakan pada penentuan nilai KHTM. Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α 0.05, dan menggunakan uji Tukey sebagai

Lebih terperinci

Lampiran 1 Bagan alir lingkup kerja penelitian

Lampiran 1 Bagan alir lingkup kerja penelitian LAMPIRAN 13 14 Lampiran 1 Bagan alir lingkup kerja penelitian Serbuk daun kepel Ekstrak kental metanol Penentuan kadar air dan kadar abu Maserasi dengan metanol Ditambah metanol:air (7:3) Partisi dengan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus communis (sukun) yang diperoleh dari Jawa Barat. Identifikasi dari sampel

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek penelitian ini adalah bagian daun tumbuhan suren (Toona sinensis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek penelitian ini adalah bagian daun tumbuhan suren (Toona sinensis 29 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek penelitian ini adalah bagian daun tumbuhan suren (Toona sinensis Roem.). Determinasi tumbuhan ini dilakukan di Laboratorium Struktur

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 25 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Ekstraksi simplisia segar buah duku dilakukan dengan cara dingin yaitu maserasi karena belum ada data tentang kestabilan komponen ekstrak buah duku terhadap panas.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Surat Keterangan Identifikasi Spons

Lampiran 1. Surat Keterangan Identifikasi Spons Lampiran 1. Surat Keterangan Identifikasi Spons 96 97 98 Lampiran 2. Pembuatan Larutan untuk Uji Toksisitas terhadap Larva Artemia salina Leach A. Membuat Larutan Stok Diambil 20 mg sampel kemudian dilarutkan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan karakteristik dilakukan untuk mengetahui kebenaran identitas zat yang digunakan. Dari hasil pengujian, diperoleh karakteristik zat seperti yang tercantum

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Crambidae) merupakan salah satu hama utama tanaman kubis selain Plutella xylostella (L.) (Lepidoptera: Yponomeutidae). Di Jawa Barat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 19 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bagian Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Laboratorium Kimia Organik Departemen Kimia Fakultas MIPA

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Latar dan Waktu Penelitian Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagian daun dari tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SENYAWA ANTIOKSIDAN DALAM SELADA AIR (Nasturtium officinale R.Br)

IDENTIFIKASI SENYAWA ANTIOKSIDAN DALAM SELADA AIR (Nasturtium officinale R.Br) IDENTIFIKASI SENYAWA ANTIOKSIDAN DALAM SELADA AIR (Nasturtium officinale R.Br) Hindra Rahmawati 1*, dan Bustanussalam 2 1Fakultas Farmasi Universitas Pancasila 2 Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi Senyawa Fenolik Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar tumbuhan kenangkan yang diperoleh dari Desa Keputran Sukoharjo Kabupaten

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) (b) Gambar 4 Twin trough chamber (a) dan flat bottom chamber (b)

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) (b) Gambar 4 Twin trough chamber (a) dan flat bottom chamber (b) 6 pengembang yang masih segar. Pelat dideteksi dengan UV 366 nm. Stabilitas Analat pada Pelat dan dalam Larutan. Ekstrak ditotolkan pada pelat 10 x 10 cm. Ekstrak dibuat sebanyak tiga buah. Ekstrak satu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan metode purposive sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan metode purposive sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Preparasi Sampel Sampel telur ayam yang digunakan berasal dari swalayan di daerah Surakarta diambil sebanyak 6 jenis sampel. Metode pengambilan sampel yaitu dengan metode

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan November 2015. Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. dilakukan di daerah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 3 Perubahan konsentrasi fase gerak metanol pada metode gradien KCKT ekstrak etanol 70% S. arvensis Solo.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 3 Perubahan konsentrasi fase gerak metanol pada metode gradien KCKT ekstrak etanol 70% S. arvensis Solo. Sebanyak 1 ekor larva A. salina dimasukkan ke dalam vial yang berisi air laut. Setelah itu, masing-masing vial ditambahkan larutan ekstrak (metanol 7% dan etanol 7%) dari ekstrak S. arvensis dan C. roseus,

Lebih terperinci

AKTIVITAS INSEKTISIDA EKSTRAK BUAH CABAI JAWA

AKTIVITAS INSEKTISIDA EKSTRAK BUAH CABAI JAWA AKTIVITAS INSEKTISIDA EKSTRAK BUAH CABAI JAWA (Piper retrofractum Vahl., PIPERACEAE) TERHADAP LARVA Crocidolomia pavonana (F.) (LEPIDOPTERA: PYRALIDAE) FERDI PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki

I. PENDAHULUAN. lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daun pohpohan merupakan bagian tanaman yang digunakan sebagai lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki aktivitas antioksidan yang besar,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang diperoleh dari perkebunan murbei di Kampung Cibeureum, Cisurupan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCBAAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk membuat, mengisolasi dan mengkarakterisasi derivat akrilamida. Penelitian diawali dengan mereaksikan akrilamida dengan anilin sulfat.

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Juli 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Perairan Lampung Selatan, analisis aktivitas antioksidan dilakukan di

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1. PEMBAHASAN Pengaruh Pencucian, Delignifikasi, dan Aktivasi Ampas tebu mengandung tiga senyawa kimia utama, yaitu selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Menurut Samsuri et al. (2007), ampas tebu mengandung

Lebih terperinci

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan.

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan. Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan. 43 Lampiran 2. Gambar tumbuhan eceng gondok, daun, dan serbuk simplisia Eichhornia crassipes (Mart.) Solms. Gambar tumbuhan eceng gondok segar Daun eceng gondok 44 Lampiran

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014, III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis Roem) yang diperoleh dari daerah Tegalpanjang, Garut dan digunakan

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1 Pengumpulan dan Persiapan Sampel Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus champeden Spreng yang diperoleh dari Kp.Sawah, Depok, Jawa Barat,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan preparasi sampel, bahan, alat dan prosedur kerja yang dilakukan, yaitu : A. Sampel Uji Penelitian Tanaman Ara

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Pembuatan Pereaksi Pendeteksi. Sebanyak 10 gram NaOH dilarutkan dengan aquades dalam gelas beker

Lampiran 1. Prosedur Pembuatan Pereaksi Pendeteksi. Sebanyak 10 gram NaOH dilarutkan dengan aquades dalam gelas beker Lampiran. Prosedur Pembuatan Pereaksi Pendeteksi. Pereaksi pendeteksi Flavonoid Pereaksi NaOH 0% Sebanyak 0 gram NaOH dilarutkan dengan aquades dalam gelas beker kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Alat-alat dan Bahan Metode

BAHAN DAN METODE Alat-alat dan Bahan Metode BAHAN DAN METODE Alat-alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan adalah peralatan gelas, neraca analitik, pembakar Bunsen, rangkaian alat distilasi uap, kolom kromatografi, pipa kapiler, GC-MS, alat bedah,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil determinasi tumbuhan dilampirkan pada Lampiran 1) yang diperoleh dari perkebunan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Toksisitas Kontak dan Efek Fumigan Minyak Atsiri Cinnamomum spp. Minyak atsiri 8 spesies Cinnamomum dengan konsentrasi 5% memiliki toksisitas kontak dan efek fumigan yang beragam

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Mortalitas dan Kecepatan Kematian. Tingkat mortalitas walang sangit pada aplikasi kontak dengan konsentrasi

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Mortalitas dan Kecepatan Kematian. Tingkat mortalitas walang sangit pada aplikasi kontak dengan konsentrasi IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Mortalitas dan Kecepatan Kematian Hasil penelitian menunjukkan perlakuan konsentrasi ekstrak daun picung kontak dan anti-feedant berpengaruh nyata terhadap mortalitas

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. menghasilkan tingkat penolakan yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. menghasilkan tingkat penolakan yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Tingkat penolakan hama kutu beras Hasil penelitian menunjukkan dosis ekstrak daun pandan wangi kering dan daun pandan wangi segar memberikan pengaruh nyata terhadap

Lebih terperinci

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian dengan pemberian ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.)

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian dengan pemberian ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengamatan 1. Uji Larvasida Penelitian dengan pemberian ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) terhadap larva Aedes aegypti instar III yang dilakukan selama

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Persiapan sampel Sampel kulit kayu Intsia bijuga Kuntze diperoleh dari desa Maribu, Irian Jaya. Sampel kulit kayu tersedia dalam bentuk potongan-potongan kasar. Selanjutnya,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Determinasi Tanaman Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Bioaktivitas Ekstrak Kasar Kayu Teras Suren Contoh uji yang digunakan dalam penelitian didapatkan dari Desa Cibadak, Sukabumi. Sampel daun dikirim ke Herbarium Bogoriense,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Agustus April 2013, bertempat di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Agustus April 2013, bertempat di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Agustus 2012 -April 2013, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

Kromatografi tambahan. Imam S

Kromatografi tambahan. Imam S Kromatografi tambahan Imam S Kromatografi serapan Bentuk alat : mirip buret, didalamnya berisi, glass wool/kapas untuk penyangga, penyaring dari gelas yang dilapisi kertas saring, bahan isian kolom yang

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. glukosa darah mencit yang diinduksi aloksan dengan metode uji toleransi glukosa.

BAB IV METODE PENELITIAN. glukosa darah mencit yang diinduksi aloksan dengan metode uji toleransi glukosa. 33 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriftif dan eksperimental, dilakukan pengujian langsung efek hipoglikemik ekstrak kulit batang bungur terhadap glukosa darah

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI AWAL BAHAN Karakterisistik bahan baku daun gambir kering yang dilakukan meliputi pengujian terhadap proksimat bahan dan kadar katekin dalam daun gambir kering.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN 4.1.1. Analisis Kandungan Senyawa Kimia Pada tahap ini dilakukan analisis proksimat terhadap kandungan kimia yang terdapat dalam temulawak kering yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Ekstraksi Limbah Penyulingan Minyak Akar Wangi. Metode yang digunakan dalam ekstraksi limbah penyulingan minyak akar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Ekstraksi Limbah Penyulingan Minyak Akar Wangi. Metode yang digunakan dalam ekstraksi limbah penyulingan minyak akar BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ekstraksi Limbah Penyulingan Minyak Akar Wangi Metode yang digunakan dalam ekstraksi limbah penyulingan minyak akar wangi adalah maserasi dengan pelarut etanol. Pemilihan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.)

Lampiran 1. Gambar tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.) Lampiran 1. Gambar tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.) Gambar 1. Tumbuhan gambas (Luffa acutangula L. Roxb.) Gambar 2. Biji Tumbuhan Gambas (Luffa acutangula L. Roxb.) Lampiran 2. Gambar Mikroskopik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang diperoleh dari daerah Soreang dan Sumedang. Tempat penelitian menggunakan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang diperoleh dari daerah Soreang dan Sumedang. Tempat penelitian menggunakan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Tempat Penelitian Objek atau bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah tanaman AGF yang diperoleh dari daerah Soreang dan Sumedang. Tempat penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan 4.1 Ekstraksi dan Fraksinasi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan pelarut metanol, maserasi dilakukan 3 24 jam. Tujuan

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Simplisia 3.4 Karakterisasi Simplisia

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Simplisia 3.4 Karakterisasi Simplisia BAB 3 PERCOBAAN Pada bab ini dibahas tentang langkah-langkah percobaan yang dilakukan dalam penelitian meliputi bahan, alat, pengumpulan dan determinasi simplisia, karakterisasi simplisia, penapisan fitokimia,

Lebih terperinci

Isolasi Minyak Atsiri Kencur Menggunakan Destilasi

Isolasi Minyak Atsiri Kencur Menggunakan Destilasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air dan Kadar Abu Sampel kencur segar yang berusia sekitar 1.0-1.5 tahun diperoleh dari pasar induk Kramat Djati. Sampel kemudian ditentukan kadar air dan abunya. Penentuan kadar

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai bulan Juni 2012 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai bulan Juni 2012 di III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai bulan Juni 2012 di Laboratorium Biomasa Terpadu Universitas Lampung. 3.2. Alat dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rusak serta terbentuk senyawa baru yang mungkin bersifat racun bagi tubuh.

I. PENDAHULUAN. rusak serta terbentuk senyawa baru yang mungkin bersifat racun bagi tubuh. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lipida merupakan salah satu unsur utama dalam makanan yang berkontribusi terhadap rasa lezat dan aroma sedap pada makanan. Lipida pada makanan digolongkan atas lipida

Lebih terperinci

3 Percobaan dan Hasil

3 Percobaan dan Hasil 3 Percobaan dan Hasil 3.1 Pengumpulan dan Persiapan sampel Sampel daun Desmodium triquetrum diperoleh dari Solo, Jawa Tengah pada bulan Oktober 2008 (sampel D. triquetrum (I)) dan Januari 2009 (sampel

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan Januari 2010. Daun gamal diperoleh dari Kebun Percobaan Natar, Lampung Selatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang- 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang- Cihideung. Sampel yang diambil adalah CAF. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Standar DHA murni (Sigma-Aldrich) 2. Standar DHA oil (Tama Biochemical Co., Ltd.) 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, metanol,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstraksi terhadap 3 jenis sampel daun pidada menghasilkan ekstrak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstraksi terhadap 3 jenis sampel daun pidada menghasilkan ekstrak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Ekstraksi Senyawa Aktif Ekstraksi terhadap 3 jenis sampel daun pidada menghasilkan ekstrak metanol, etil asetat, dan heksana dengan bobot yang berbeda. Hasil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Fitokimia Sampel Kering Avicennia marina Uji fitokimia ini dilakukan sebagai screening awal untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder pada sampel. Dilakukan 6 uji

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN BAB IV PROSEDUR PENELITIAN 4.1. Pengumpulan Bahan Tumbuhan yang digunakan sebagai bahan penelitian ini adalah daun steril Stenochlaena palustris. Bahan penelitian dalam bentuk simplisia, diperoleh dari

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Determinasi Tanaman. acuan Flora of Java: Spermatophytes only Volume 2 karangan Backer dan Van

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Determinasi Tanaman. acuan Flora of Java: Spermatophytes only Volume 2 karangan Backer dan Van 22 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Determinasi Tanaman Determinasi merupakan suatu langkah untuk mengidentifikasi suatu spesies tanaman berdasarkan kemiripan bentuk morfologi tanaman dengan buku acuan

Lebih terperinci

SEJARAH. Pertama kali digunakan untuk memisahkan zat warna (chroma) tanaman

SEJARAH. Pertama kali digunakan untuk memisahkan zat warna (chroma) tanaman KROMATOGRAFI PENDAHULUAN Analisis komponen penyusun bahan pangan penting, tidak hanya mencakup makronutrien Analisis konvensional: lama, tenaga beasar, sering tidak akurat, tidak dapat mendeteksi pada

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel ascidian telah dilakukan di Perairan Kepulauan Seribu. Setelah itu proses isolasi dan pengujian sampel telah dilakukan

Lebih terperinci

Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Penentuan Bakteriostatik Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Penentuan Bakterisidal

Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Penentuan Bakteriostatik Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Penentuan Bakterisidal 6 dari 1 maka volume bakteri yang diinokulasikan sebanyak 50 µl. Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Sebanyak 0.1 gram serbuk hasil ekstraksi flaonoid dilarutkan dengan 3 ml kloroform dan

Lebih terperinci

Pemeriksaan dengan Kromatografi Lapis Tipis HASIL DAN PEMBAHASAN Pencirian Bahan Baku Separasi dengan Kromatografi Kilas

Pemeriksaan dengan Kromatografi Lapis Tipis HASIL DAN PEMBAHASAN Pencirian Bahan Baku Separasi dengan Kromatografi Kilas Inkubasi 37 C selama 5 menit Bufer 250-250 - Enzim - 250-250 Inkubasi 37 C selama 15 menit Na 2 CO 3 1000 1000 1000 1000 Larutan enzim dibuat dengan melarutkan 1,0 mg α-glukosidase dalam larutan buffer

Lebih terperinci