HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Toksisitas Kontak dan Efek Fumigan Minyak Atsiri Cinnamomum spp. Minyak atsiri 8 spesies Cinnamomum dengan konsentrasi 5% memiliki toksisitas kontak dan efek fumigan yang beragam terhadap imago T. castaneum (Tabel 1). Mortalitas imago T. castaneum pada perlakuan dengan minyak atsiri tersebut pada 72 JSP berkisar dari 0% sampai 32% dengan metode kontak dan dari 0% sampai 12% dengan metode fumigasi. Tingkat mortalitas tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan mortalitas pada perlakuan dengan minyak cassia komersial, yaitu 75% dengan metode kontak dan 70% dengan metode fumigasi Minyak atsiri Cinnamomum spp. yang beracun secara kontak terhadap imago T. castaneum menunjukkan adanya komponen toksik dalam minyak atsiri tersebut yang masuk ke dalam tubuh serangga melalui kemoreseptor pada tarsus imago T. castaneum yang selalu kontak dengan residu minyak atsiri pada permukaan kertas saring. Sementara itu, efek fumigan terjadi karena adanya komponen minyak atsiri dalam fase gas yang masuk ke dalam tubuh serangga melalui spirakel lalu menyebar ke dalam tubuh melalui sistem trakea untuk mencapai bagian sasaran. Perbedaan toksisitas kontak dan efek fumigan di antara minyak atsiri yang duji tampaknya disebabkan oleh perbedaan komposisi kimia minyak atsiri tersebut. Minyak cassia yang digunakan dalam penelitian ini sama dengan yang digunakan oleh Hertika (2011), yaitu mengandung sinamaldehida sebagai komponen utama dengan area puncak pada kromatogram gas (GC) sebesar 85%. Minyak atsiri lain dalam penelitian ini yang mengandung sinamaldehida ialah daun C. burmannii dengan area puncak GC 35.8% (Hertika 2011) dan daya bunuh terhadap kumbang T. castaneum yang lebih rendah daripada minyak cassia (Tabel 1). Minyak atsiri lain yang tidak mengandung sinamaldehida atau kandungan senyawa tersebut sangat rendah berdasarkan hasil analisis Hertika (2011) juga Tabel 1 Persentase mortalitas imago T. castaneum pada perlakuan dengan minyak atsiri Cinammomum spp. 5% berdasarkan metode kontak dan fumigasi Spesies Persentase mortalitas imago T. castaneum ± SB a Metode kontak Metode fumigasi C. burmannii daun 16.0 ± ± 1.1 C. burmannii kulit batang 12.0 ± ± 1.0 C. camphora 5.0 ± ± 0.9 C. celebicum 31.0 ± ± 0.9 C. grandiflorum 10.0 ± ± 0.4 C. javanicum 11.0 ± ± 0.8 C. multiflorum 32.0 ± ± 0.7 C. rhyncophyllum 0 0 C. verum 27.0 ± ± 0.5 Minyak cassia komersial 75.0 ± ± 1.9 Kontrol 0 0 a Mortalitas pada 72 jam setelah perlakuan, SB = simpangan baku.

2 kurang aktif dibandingkan dengan minyak cassia. Hal tersebut menunjukkan bahwa sinamaldehida berperan dalam memberikan sifat insektisida minyak atsiri Cinnamomum terhadap kumbang T. castaneum baik dengan metode kontak maupun fumigasi. Minyak cassia yang digunakan dalam penelitian ini dijual bukan sebagai bahan pestisida tetapi sebagai bahan aditif atau pemberi aroma produk makanan tertentu, misal roti atau kue. Spesies tanaman (Cinnamomum) asal minyak cassia tersebut tidak diketahui dengan pasti karena pada label botol minyak cassia tidak tercantum nama tanaman sumbernya dan pemilik toko kimia di Bogor yang menjual minyak cassia tersebut tidak bersedia mengungkapkan spesies tanaman asalnya. Minyak C. cassia yang digunakan Lee et al. (2008) mengandung sinamaldehida 80.2% (Kong et al. 2007) sementara minyak cassia dalam penelitian ini mengandung sinamaldehida 85% (Hertika 2011) sehingga minyak cassia dalam penelitian ini diduga berasal dari C. cassia. Toksisitas minyak cassia yang cukup tinggi dalam penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya. Perlakuan dengan minyak cassia pada dosis 0.7 mg/cm 2 dengan metode residu pada kertas saring mengakibatkan kematian 100% pada kumbang L. serricorne (Kim et al. 2003a) serta kumbang S. oryzae dan C. chinensis (Kim et al. 2003b). Perlakuan minyak cassia pada dosis yang sama dengan metode fumigasi juga menyebabkan kematian 100% pada kumbang S. oryzae (Kim et al. 2003b). Pada penelitian selanjutnya, Lee et al. (2008) melaporkan bahwa minyak cassia dan sinamaldehida aktif terhadap kumbang S. oryzae dengan LD 50 masing-masing dan mg/cm 2 berdasarkan pemajanan selama 48 jam dengan metode gabungan kontak + fumigasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa minyak atsiri C. camphora 5% tidak toksik terhadap kumbang T. castaneum baik dengan metode kontak maupun fumigasi (Tabel 1). Hal ini agak berbeda dengan hasil penelitian Liu et al. (2006) yang menunjukkan bahwa minyak atsiri biji C. camphora pada dosis μg/g (minyak/sampel biji gandum) bersifat repelen terhadap kumbang S. oryzae dengan tingkat repelensi 48-81% tetapi tidak terlalu toksik terhadap imago serangga tersebut (tingkat kematian 16-34%). Perbedaan aktivitas insektisida tersebut kemungkinan disebabkan oleh perbedaan kandungan senyawa dalam minyak atsiri yang digunakan. Minyak atsiri daun C. camphora yang digunakan dalam penelitian ini mengandung kamfor (53.3%) sebagai komponen utama (Hertika 2011), sedangkan komponen utama dalam minyak atsiri biji C. camphora yang digunakan Liu et al. (2006) adalah linalul (82.7%) (Liu et al. 2001). Minyak atsiri yang mengandung linalul sebagai komponen utama, yaitu minyak atsiri C. grandiflorum (14.2%) dan C. javanicum (13.1%) (Hertika 2011), memiliki aktivitas insektisida yang lemah terhadap kumbang T. castaneum, yaitu mortalitas sekitar 10% dengan metode kontak dan 1%-4% dengan metode efek fumigan (Tabel 1). Berbeda dengan hasil penelitian Liu et al. (2006) yang telah dikemukakan pada paragraf sebelumnya, lemahnya aktivitas minyak atsiri yang mengandung linalul dalam penelitian ini (C. grandiflorum dan C. javanicum) kemungkinan disebabkan oleh rendahnya kandungan linalul dibandingkan dengan kandungan linalul dalam minyak atsiri C. camphora yang digunakan Liu et al. (2006). Kemungkinan lain penyebab perbedaan aktivitas insektisida tersebut ialah perbedaan kepekaan antara kumbang T. castaneum yang digunakan dalam penelitian ini dan kumbang S. oryzae yang digunakan oleh Liu et al. (2006) serta 7

3 8 perbedaan cara perlakuan. Dalam penelitian ini, kumbang T. castaneum dipajankan pada lapisan tipis minyak atsiri di kertas saring atau pada uap minyak atsiri tanpa diberi pakan, sedangkan pada pengujian yang dilakukan Liu et al. (2006), kumbang S. oryzae dipajankan pada biji gandum yang diberi perlakuan minyak atsiri sehingga kumbang S. oryzae dapat mati karena gabungan pengaruh kontak, makan biji yang terlapisi minyak atsiri, dan peracunan oleh fase uap minyak atsiri. Minyak atsiri C. celebicum dan C. verum yang mengandung komponen utama eugenol (masing-masing 61.7% dan 74%) serta minyak atsiri C. multiflorum yang mengandung metil eugenol 49.4%, linalul 6.4%, dan eugenol 3.5% (Hertika 2011), dapat mematikan kumbang T. castaneum sekitar 30% dengan metode kontak (Tabel 1). Sebelumnya, Hertika (2011) melaporkan bahwa perlakuan minyak atsiri C. multiflorum dan C. verum pada konsentrasi 0.5% dengan metode residu pada daun (perlakuan pakan) mengakibatkan mortalitas larva Crocidolomia pavonana masing-masing sekitar 94% dan 76%, sedangkan minyak cassia kurang aktif (mortalitas sekitar 13%). Kematian larva C. pavonana pada pengujian tersebut selain karena efek kontak dan fumigan juga dapat disebabkan oleh adanya senyawa minyak atsiri yang termakan bersama daun perlakuan (racun perut). Selain itu, ulat C. pavonana tampaknya lebih peka terhadap eugenol atau metil eugenol daripada terhadap sinamaldehida, dan hal ini merupakan kebalikan dari tingkat kepekaan kumbang T. castaneum terhadap senyawa tersebut. Minyak atsiri C. rhyncophyllum tidak toksik terhadap kumbang T. castanenum (mortalitas 0% Tabel 1). Komponen utama minyak atsiri C. rhyncophyllum dalam penelitian ini adalah eukaliptol (10.3%) dan sabinena (8.7%) (Hertika 2011). Jantan et al. (2005) di Malaysia melaporkan bahwa minyak atsiri C. rhyncophyllum yang mengandung benzil benzoat 70% dan metil sinamat 4.3% memiliki aktivitas insektisida yang kuat terhadap larva nyamuk A. aegypti dengan LC μg/ml. Jantan et al. (2005) juga melaporkan bahwa minyak atsiri spesies lain Cinnamomum yang mengandung benzil benzoat sebagai komponen utama, yaitu C. impressicostatum, C. microphyllum, C. mollissimum, dan C. pubescens, juga aktif terhadap larva A. aegypti. LC 50 benzil benzoat terhadap larva nyamuk tersebut adalah 6.8 μg/ml. Benzil benzoat berturut-turut 7.8, 13.2, 23.1, dan 51.6 kali lebih beracun terhadap larva A. aegypti daripada sinamaldehida, eugenol, linalul, dan metal eugenol (Jantan et al. 2005). Hal tersebut menunjukkan bahwa benzil benzoat merupakan senyawa aktif utama dalam minyak atsiri Cinnamomum yang bersifat insektisida terhadap larva nyamuk A. aegypti dan hal ini berbeda dengan senyawa aktif terhadap hama gudang dan ulat C. pavonana seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa aktivitas insektisida minyak atsiri Cinnamomum terhadap serangga dipengaruhi oleh kandungan senyawa kimia, jenis serangga sasaran, dan cara aplikasi. Lebih lanjut, kandungan senyawa kimia dalam minyak atsiri suatu spesies Cinnamomum dapat berbeda bergantung pada asal bahan tanaman.

4 Toksisitas Minyak Cassia terhadap T. castaneum Toksisitas Kontak Perlakuan dengan minyak cassia secara kontak sudah mengakibatkan kematian imago T. castaneum yang cukup besar pada 24 JSP relatif terhadap tingkat kematian pada 48 dan 72 JSP (Gambar 1A). Hal tersebut menunjukkan bahwa minyak cassia bekerja relatif cepat. Pada 24 JSP, perlakuan dengan minyak cassia 4% dan 5% menyebabkan kematian serangga uji masing-masing 22% dan 46%, sedangkan pada konsentrasi 1%-3% kematian serangga uji hanya berkisar 0%-6%. Pada 48 JSP, hanya terjadi peningkatan kematian serangga uji yang relatif rendah. Pada perlakuan konsentrasi 4% dan 5%, tingkat kematian masing-masing 26% dan 52%, sedangkan pada konsentrasi 1%-3% tingkat kematian berkisar 0%-6%. Antara 48 dan 72 JSP peningkatan kematian serangga uji lebih rendah dibandingkan dengan peningkatan kematian antara 24 dan 48 JSP. Kematian serangga uji pada perlakuan konsentrasi 4% dan 5% masing-masing 31% dan 57% dan pada perlakuan konsentrasi 1%-3% tingkat kematian berkisar 0%-9% (Gambar 1A). Kim et al. (2003b) melaporkan bahwa perlakuan dengan minyak atsiri C. cassia pada dosis 0.7 mg/cm 2 dengan metode kontak menyebabkan kematian kumbang S. oryzae dan C. chinensis yang relatif cepat, yaitu 100% pada 24 JSP. Pada penelitian lain, Kim et al. (2003a) melaporkan bahwa perlakuan dengan minyak atsiri kulit batang C. cassia pada dosis 0.7 mg/cm 2 dengan metode kontak juga menyebabkan kematian kumbang L. serricorne sebesar 100% pada 24 JSP. Pada penelitian ini, perlakuan dengan minyak cassia 5% yang setara dengan dosis 0.39 mg/cm 2 menyebabkan kematian kumbang T. castaneum 46% pada 24 JSP. Kandungan senyawa sinamaldehida dalam minyak atsiri C. cassia yang digunakan oleh Kim et al. (2003a, 2003b) tidak dianalisis sehingga kesetaraan dosis senyawa tersebut tidak dapat dibandingkan. Kematian T. castaneum pada perlakuan dengan insektisida pembanding alfasipemetrin hanya terjadi pada konsentrasi 10%. Pada 24 JSP, kematian serangga uji kurang dari 10% yang sedikit meningkat menjadi 15% pada 48 JSP. Antara 48 dan 72 JSP terjadi peningkatan mortalitas yang cukup, yaitu menjadi 38% (Gambar 1B). Insektisida alfa-sipemetrin lebih banyak menyebabkan serangga mengalami knockdown. Pada perlakuan konsentrasi 10%, serangga uji yang mengalami knockdown mencapai 73% dan kematian 9% pada 24 JSP kemudian knockdown meningkat menjadi 80% dan kematian 15% pada 48 JSP, tetapi knockdown menurun menjadi 61% dan kematian meningkat 38% pada 72 JSP. Penurunan persentase knockdown pada 72 JSP disebabkan oleh sebagian serangga knockdown akhirnya mengalami kematian. Pada perlakuan konsentrasi 5%, serangga uji yang mengalami knockdown mencapai 86% pada 24 JSP kemudian meningkat menjadi 100% pada 48 JSP. Pada konsentrasi terendah (1%) serangga uji mengalami knockdown hanya 1% pada 48 JSP yang tidak meningkat pada 72 JSP (Gambar 2). Efek knockdown yang cepat karena alfa-sipermetrin merupakan racun saraf yang bekerja cepat pada bagian sasaran, yaitu menghambat hantaran impuls saraf pada akson saraf (Djojosumarto 2008). Minyak atsiri yang diuji juga mengakibatkan kematian yang relatif cepat pada kumbang T. castaneum. Hal tersebut menunjukkan bahwa senyawa aktif dalam minyak atsiri tersebut kemungkinan bekerja sebagai racun saraf tetapi cara kerjanya secara spesifik belum diketahui dengan pasti. 9

5 10 A B Gambar 1 Perkembangan mortalitas imago T. castaneum akibat perlakuan kontak dengan minyak cassia komersial (A) dan alfa sipermetrin (B). Pada kontrol tidak ada kematian serangga uji. Gambar 2 Perkembangan knockdown imago T. castaneum akibat perlakuan kontak alfa-sipermetrin. Pada kontrol tidak ada kematian serangga uji.

6 Hasil analisis probit menunjukkan bahwa LC 50 dan LC 95 minyak cassia terhadap T. castaneum pada 72 JSP hanya sedikit lebih rendah dibandingkan dengan pada 48 JSP, dan LC 50 dan LC 95 pada 48 JSP tidak terlalu jauh berbeda dengan LC 50 dan LC 95 pada 24 JSP. LC 50 dan LC 95 pada 24, 48, 72 JSP tidak berbeda nyata karena selang kepercayaan 95% untuk LC 50 dan LC 95 pada 24, 48, dan 72 JSP tumpang-tindih (Tabel 3). LC 50 minyak cassia terhadap T. castaneum secara kontak pada 48 JSP dalam penelitian ini ialah 4.96%. Nilai tersebut sekitar 48 kali lebih tinggi daripada LC 50 minyak cassia terhadap S. oryzae (0.104%) dengan metode kontak + fumigan yang dilaporkan oleh Lee et al. (2008). Perbedaan LC 50 tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan metode dan jenis serangga uji yang digunakan. Efek Fumigan Seperti pada perlakuan dengan metode kontak, minyak cassia juga bekerja relatif cepat pada perlakuan dengan metode efek fumigan. Perlakuan dengan minyak cassia 4% dan 5% masing-masing setara dengan dosis 0.31 mg/cm 2 dan 0.39 mg/cm 2 selama 24 jam mengakibatkan kematian serangga uji masing-masing lebih dari 60% dan 80%. Sementara setelah pemajanan selama 72 jam, perlakuan dengan minyak cassia 4% dan 5% mengakibatkan kematian serangga uji masingmasing lebih dari 70% dan 85% (Tabel 2). Hasil penelitian ini sebanding dengan hasil penelitian Kim et al. (2003b) yang melaporkan bahwa minyak atsiri C. cassia memiliki efek fumigan yang relatif cepat terhadap kumbang S. oryzae dan C. chinensis, yaitu perlakuan pada dosis 0.7 mg/cm 2 mengakibatkan kematian dua jenis kumbang tersebut sampai 100% setelah pemajanan selama 24 jam Tabel 2 Kematian imago T. castaneum akibat perlakuan dengan dengan minyak cassia dengan metode fumigan Konsentrasi (%, w/v) Kematian imago T. castaneum ± SB (%) a 24 JSP b 72 JSP Kontrol ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± 1.7 a SB: simpangan baku. b JSP: jam setelah perlakuan. 11 Perlakuan dengan insektisida pembanding alfa-sipermetrin 1% dan 5% dengan metode efek fumigan tidak menyebabkan kematian atau knockdown kumbang T. castaneum baik pada pemajanan 24 jam maupun 72 jam. Hal ini karena alfa-sipemetrin bersifat sebagai racun kontak dan racun perut serta tidak bersifat sebagai racun napas (Djojosumarto 2008). Seperti pada metode kontak, LC 50 dan LC 95 minyak cassia terhadap imago T. castaneum pada pemajanan 72 jam dengan metode efek fumigan lebih kecil dibandingkan pada pemajanan 24 jam. LC 50 minyak cassia terhadap T. castaneum

7 12 dengan metode efek fumigan pada 24 JSP dalam penelitian ini 3.78% yang setara dengan 0.29 mg/cm 2. Nilai tersebut sebanding dengan LC 50 sinamaldehida terhadap kumbang T. castaneum, yaitu 0.28 mg/cm 2, yang dilaporkan oleh Huang dan Ho (1998). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa minyak cassia dengan kandungan utama sinamaldehida (85%) memiliki efek fumigan (LC % pada 72 JSP) yang lebih kuat daripada efek kontaknya (LC % pada 72 JSP) terhadap imago T. castaneum. Hal ini kemungkinan disebabkan fase uap komponen aktif minyak cassia dapat memasuki saluran pernapasan serangga uji dan mencapai bagian sasaran lebih cepat dibandingkan dengan penetrasi komponen aktif tersebut melalui kutikula tarsus setelah kontak dengan residu bahan uji pada permukaan kertas saring. Efek fumigan minyak cassia yang lebih kuat dibandingkan dengan efek kontaknya sesuai dengan hasil penelitian Huang dan Ho (1998), yang melaporkan bahwa LC 50 sinamaldehida terhadap kumbang T. castaneum dengan metode kontak adalah 0.7 mg/cm 2, sedangkan dengan metode fumigasi adalah 0.28 mg/cm 2. Minyak cassia yang digunakan dalam penelitian ini memiliki efek kontak dan efek fumigan terhadap kumbang T. castaneum yang lebih baik daripada formulasi insektisida pembanding berbahan aktif alfa-sipermetrin. Aplikasi minyak cassia pada permukaan kemasan komoditas di penyimpanan atau pada permukaan lantai dan dinding gudang diharapkan dapat membunuh hama tersebut secara kontak. Sementara serangga yang tidak terkena minyak cassia secara kontak akan mati setelah terpajan pada fase uap minyak tersebut. Di lain pihak, sinamaldehida yang merupakan senyawa aktif minyak cassia dilaporkan memiliki toksisitas yang rendah terhadap hewan menyusui (Lee et al dalam Tang dan Eisenbrand 1992). Dengan demikian, minyak cassia potensial untuk digunakan sebagai bahan alternatif dalam pengendalian hama gudang. Beberapa hal perlu dilakukan sebelum minyak cassia digunakan dalam praktik pengendalian hama gudang, di antaranya (1) pencarian jenis tanaman C. cassia yang minyak atsirinya memiliki kandungan sinamaldehida yang tinggi; (2) pengembangan formulasi dan cara aplikasi yang dapat meningkatkan keefektifan minyak atsiri tersebut, misal formulasi untuk aplikasi pengabutan (fogging); (3) pengujian keefektifan terhadap berbagai jenis hama gudang lain; (4) pengujian keefektifan di lapangan (di dalam gudang); dan (5) pengujian pengaruh aplikasi minyak atsiri tersebut terhadap kualitas produk, seperti warna, bau, rasa, dan nilai gizi.

8 13 Tabel 3 Penduga parameter hubungan konsentrasi-mortalitas minyak cassia terhadap imago T. castaneum dengan metode residu pada kertas saring Rentang pemajanan (JSP) a a ± GB b b ± GB b LC 50 (SK 95%) LC 95 (SK 95%) (%) b (%) b ± ± ( ) 9.33 ( ) ± ± ( ) 8.77 ( ) ± ± ( ) 8.40 ( ) a JSP = jam sejak perlakuan. b a = intersep garis regresi probit, b = kemiringan regresi probit, GB = galat baku, SK = selang kepercayaan. Tabel 4 Penduga parameter hubungan konsentrasi-mortalitas minyak cassia terhadap imago T. castaneum dengan metode efek fumigan Rentang pemajanan (JSP) a a ± GB b b ± GB b LC 50 (SK 95%) LC 95 (SK 95%) (%) b (%) b ± ± (-) 6.71 (-) ± ± ( ) 6.03 ( ) a JSP = jam sejak perlakuan. b a = intersep garis regresi probit, b = kemiringan regresi probit, GB = galat baku, SK = selang kepercayaan. 13

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Minyak Atsiri Surian (Toona Sinensis Roemor) Minyak atsiri Surian ini didapatkan dengan cara penyulingan menggunakan metode air dan uap atau biasanya disebut metode kukus.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisis Sifat Fisik

HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisis Sifat Fisik Minyak atsiri ditimbang dan ditambahkan campuran metanol:tween-8 dalam labu takar 25 ml dan ditera dengan akuades. Konsentrasi akhir campuran metanol:tween- 8 dalam larutan adalah 1.2% (v/v), sedangkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Konsentrasi efektif daun sirih sebagai penolak nyamuk Ae. aegypti pada lengan uji

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Konsentrasi efektif daun sirih sebagai penolak nyamuk Ae. aegypti pada lengan uji IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Konsentrasi efektif daun sirih sebagai penolak nyamuk Ae. aegypti pada lengan uji Untuk mengetahui konsentrasi ekstrak daun sirih (P. bettle) yang efektif terhadap

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilaksanakan dengan kondisi tempat penyimpanan rata-rata suhu harian 27,05*'C dan kelembaban 84,3%, dengan hasil setiap parameter pengamatan sebagai berikut: 4.1.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang. berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty.

I. PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang. berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty. Menurut Wijana, (1982) Ae. aegypty adalah satu-satunya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan ini memiliki

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan ini memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang hijau adalah tanaman budidaya palawija yang dikenal luas di daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan ini memiliki banyak manfaat dalam kehidupan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium pada suhu rata-rata 27,7 C dan kelembaban 91,5% (Lampiran 4), dengan hasil sebagai berikut: 4.L Awal Kematian Rayap (Jam) Hasil pengamatan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Daya tolak ekstrak daun pandan wangi (P. amaryllifolius) terhadap nyamuk Ae. aegypti pada berbagai konsentrasi.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Daya tolak ekstrak daun pandan wangi (P. amaryllifolius) terhadap nyamuk Ae. aegypti pada berbagai konsentrasi. Percent IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Daya tolak ekstrak daun pandan wangi (P. amaryllifolius) terhadap nyamuk Ae. aegypti pada berbagai konsentrasi. Untuk mengetahui daya tolak ekstrak daun pandan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi Bahan Tumbuhan Sumber Insektisida Nabati Hasil ekstraksi menggunakan metode maserasi yang terbanyak diperoleh dari biji S. mahagoni, diikuti daun T. vogelii, biji A.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 40 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Uji Efektivitas Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi dan Laboratorium Kimia Organik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Insektisida Tephrosia vogelii

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Insektisida Tephrosia vogelii 1 TINJAUAN PUSTAKA Sifat Insektisida Tephrosia vogelii Kacang babi Tephrosia vogelii J. D. Hooker (Leguminosae) merupakan tumbuhan asli Afrika. Tanaman kacang babi berbentuk perdu, tumbuh tegak dengan

Lebih terperinci

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian dengan pemberian ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.)

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian dengan pemberian ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengamatan 1. Uji Larvasida Penelitian dengan pemberian ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) terhadap larva Aedes aegypti instar III yang dilakukan selama

Lebih terperinci

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA PENDAHULUAN Peningkatan produksi pertanian di Indonesia tidak lepas kaitannya dengan penggunaan pestisida. Pestisida telah lama digunakan sebagai pengendali hama, penyakit tumbuhan, serta gulma. Seiring

Lebih terperinci

PERLUASAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA NABATI FTI-2 TERHADAP BEBERAPA JENIS HAMA GUDANG

PERLUASAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA NABATI FTI-2 TERHADAP BEBERAPA JENIS HAMA GUDANG PERLUASAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA NABATI FTI-2 TERHADAP BEBERAPA JENIS HAMA GUDANG SEPTRIPA A34051189 DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 ABSTRAK SEPTRIPA.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dataran tinggi pada lahan basah dan lahan kering. Hasil produksi tomat di Indonesia dari tahun

BAB I PENDAHULUAN. dataran tinggi pada lahan basah dan lahan kering. Hasil produksi tomat di Indonesia dari tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) adalah salah satu komoditas sayuran yang sangat potensial untuk dikembangkan. Tanaman ini secara luas dapat ditanam di dataran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kalorinya dari beras. Ketersediaan beras selalu menjadi prioritas pemerintah. karena menyangkut sumber pangan bagi semua lapisan

I. PENDAHULUAN. kalorinya dari beras. Ketersediaan beras selalu menjadi prioritas pemerintah. karena menyangkut sumber pangan bagi semua lapisan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan tanaman pangan terpenting di Indonesia, nesia, karena lebih dari setengah penduduk Indonesia menggantungkan gantun gkan hidupnya pada beras yang dihasilkan

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Mortalitas dan Kecepatan Kematian. Tingkat mortalitas walang sangit pada aplikasi kontak dengan konsentrasi

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Mortalitas dan Kecepatan Kematian. Tingkat mortalitas walang sangit pada aplikasi kontak dengan konsentrasi IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Mortalitas dan Kecepatan Kematian Hasil penelitian menunjukkan perlakuan konsentrasi ekstrak daun picung kontak dan anti-feedant berpengaruh nyata terhadap mortalitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae)

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) TINJAUAN PUSTAKA 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) Gambar 1: Telur, larva, pupa dan imago S. oryzae S. oryzae ditemukan diberbagai negara di seluruh dunia terutama beriklim panas.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan September 2012

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan September 2012 11 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan September 2012 bertempat di Laboratorium Hama Tumbuhan Jurusan Agroteknologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Vektor demam berdarah adalah Aedes aegypti dan Aedes Albopictus.

BAB I PENDAHULUAN. Vektor demam berdarah adalah Aedes aegypti dan Aedes Albopictus. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Vektor demam berdarah adalah Aedes aegypti dan Aedes Albopictus. Ciri yang khas dari species ini adalah bentuk abdomen nyamuk betina yang lancip ujungnya dan memiliki

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. menghasilkan tingkat penolakan yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. menghasilkan tingkat penolakan yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Tingkat penolakan hama kutu beras Hasil penelitian menunjukkan dosis ekstrak daun pandan wangi kering dan daun pandan wangi segar memberikan pengaruh nyata terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya di area persawahan hingga saat ini semakin meningkat, dan dapat

I. PENDAHULUAN. khususnya di area persawahan hingga saat ini semakin meningkat, dan dapat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pestisida adalah substansi kimia dan bahan lain serta jasad renik yang digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Penggunaan pestisida pada usaha pertanian khususnya

Lebih terperinci

O OH. S2-Kimia Institut Pertanian Bogor PESTISIDA

O OH. S2-Kimia Institut Pertanian Bogor PESTISIDA OH OH HO O OH OH S2-Kimia Institut Pertanian Bogor PESTISIDA PESTISIDA PENDAHULUAN Pestisida membunuh serangga, rumput, dan jamur Pestisida Insektisida Hidrokarbon terklorinasi Membunuh serangga (insektisida)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Gudang Lasioderma serricorne (Coleoptera: Anobiidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Gudang Lasioderma serricorne (Coleoptera: Anobiidae) TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Gudang Lasioderma serricorne (Coleoptera: Anobiidae) Kumbang L. serricorne meletakkan telurnya secara tertutup pada bahan (tembakau) simpan. Telur diletakkan satu persatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kedelai dan industri pakan ternak. Rata rata kebutuhan kedelai setiap tahun sekitar ± 2,2 juta

BAB I PENDAHULUAN. kedelai dan industri pakan ternak. Rata rata kebutuhan kedelai setiap tahun sekitar ± 2,2 juta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap tahun kebutuhan kedelai nasional selalu meningkat disebabkan karena peningkatan jumlah penduduk disamping berkembangnya industri pangan berbahan baku kedelai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lebih dari setengah penduduk menggantungkan hidupnya pada beras yang

I. PENDAHULUAN. lebih dari setengah penduduk menggantungkan hidupnya pada beras yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) di Indonesia merupakan tanaman pangan terpenting karena lebih dari setengah penduduk menggantungkan hidupnya pada beras yang dihasilkan tanaman

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Pakan Pembiakan Serangga Uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Pakan Pembiakan Serangga Uji BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB), dari awal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini berbentuk eksperimen semu (Quasi ekspperiment) yaitu meneliti

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini berbentuk eksperimen semu (Quasi ekspperiment) yaitu meneliti BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis penelitian Penelitian ini berbentuk eksperimen semu (Quasi ekspperiment) yaitu meneliti efektifitas ekstrak kulit durian (Durio zibethinus Murr) dalam pengendalian

Lebih terperinci

AKTIVITAS INSEKTISIDA MINYAK ATSIRI DAUN Cinnamomum spp. (LAURACEAE) TERHADAP Crocidolomia pavonana DAN PENGARUH FITOTOKSISITAS PADA BIBIT BROKOLI

AKTIVITAS INSEKTISIDA MINYAK ATSIRI DAUN Cinnamomum spp. (LAURACEAE) TERHADAP Crocidolomia pavonana DAN PENGARUH FITOTOKSISITAS PADA BIBIT BROKOLI AKTIVITAS INSEKTISIDA MINYAK ATSIRI DAUN Cinnamomum spp. (LAURACEAE) TERHADAP Crocidolomia pavonana DAN PENGARUH FITOTOKSISITAS PADA BIBIT BROKOLI CATUR HERTIKA DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

LIA RAMDEUNIA. Aktivitas Ekstrak Daun, Ranting dan Biji Suren (Toona sureni

LIA RAMDEUNIA. Aktivitas Ekstrak Daun, Ranting dan Biji Suren (Toona sureni LIA RAMDEUNIA. Aktivitas Ekstrak Daun, Ranting dan Biji Suren (Toona sureni MERR. : Meliaceae) terhadap Callosobruchus maculatus (Coleoptera : Bruchidae) dan Pengaruhnya pada Daya Kecambah Biji Kacang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) pada dekade terakhir menjadi masalah kesehatan global, ditandai dengan meningkatnya kasus DBD di dunia. World Health Organization (WHO)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi penduduk Indonesia yang diperlukan setiap hari. Salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi penduduk Indonesia yang diperlukan setiap hari. Salah satunya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di antara berbagai jenis hasil pertanian, sayuran merupakan bahan pangan penting bagi penduduk Indonesia yang diperlukan setiap hari. Salah satunya adalah kubis. Kubis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara penghasil kakao terbesar di dunia seiring dengan

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara penghasil kakao terbesar di dunia seiring dengan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia menjadi salah satu negara penghasil kakao terbesar di dunia seiring dengan bertambahnya luas perkebunan kakao. Menurut Karmawati, Mahmud, Syakir, Munarso,

Lebih terperinci

Uji Toksisitas Potensi Insektisida Nabati Ekstrak Kulit Batang Rhizophora mucronata terhadap Larva Spodoptera litura

Uji Toksisitas Potensi Insektisida Nabati Ekstrak Kulit Batang Rhizophora mucronata terhadap Larva Spodoptera litura Sidang TUGAS AKHIR, 28 Januari 2010 Uji Toksisitas Potensi Insektisida Nabati Ekstrak Kulit Batang Rhizophora mucronata terhadap Larva Spodoptera litura Nama : Vivid Chalista NRP : 1505 100 018 Program

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS Test Seleksi Calon Peserta International Biology Olympiad (IBO) 2014 2 8 September

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penularan penyakit pada manusia melalui vektor penyakit berupa serangga dikenal sebagai arthropod-borne diseases atau sering juga disebut sebagai vectorborne diseases

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penularan penyakit pada manusia melalui vektor serangga dikenal sebagai arthropodborne diseases atau sering disebut sebagai vektorborne disease. Penyakit ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan produksi kubis di Indonesia banyak mengalami hambatan, di

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan produksi kubis di Indonesia banyak mengalami hambatan, di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan produksi kubis di Indonesia banyak mengalami hambatan, di antaranya disebabkan serangan hama tanaman. Banyak hama yang menyerang tanaman kubis, salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kubis merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak dikonsumsi karena berbagai manfaat yang terdapat di dalam kubis. Kubis dikenal sebagai sumber vitamin A, B, dan

Lebih terperinci

UJI EFEKTIFITAS MINYAK ATSIRI BUNGA MELATI (Jasminum sambac L) TERHADAP DAYA BUNUH LARVA NYAMUK CULEX (Culex quinquefasciatus)

UJI EFEKTIFITAS MINYAK ATSIRI BUNGA MELATI (Jasminum sambac L) TERHADAP DAYA BUNUH LARVA NYAMUK CULEX (Culex quinquefasciatus) UJI EFEKTIFITAS MINYAK ATSIRI BUNGA MELATI (Jasminum sambac L) TERHADAP DAYA BUNUH LARVA NYAMUK CULEX (Culex quinquefasciatus) SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. yang menjadi vektor dari penyakit Demam Berdarah ini dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. yang menjadi vektor dari penyakit Demam Berdarah ini dikenal dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyamuk dikenal sebagai hewan yang menjadi vektor berbagai jenis penyakit. Salah satu penyakit yang penyebarannya melalui nyamuk adalah penyakit Demam Berdarah atau Demam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit-penyakit yang ditularkan oleh nyamuk merupakan masalah kesehatan serius dan masih menjadi persoalan akhir-akhir ini. Demam Berdarah, Filariasis, Malaria, Yellow

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang perlu dikembangkan adalah produk alam hayati (Sastrodiharjo et al.,

BAB I PENDAHULUAN. yang perlu dikembangkan adalah produk alam hayati (Sastrodiharjo et al., BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan pestisida sintetik pada umumnya kurang aman karena mempunyai dampak yang merugikan terhadap kesehatan dan lingkungan hidup, untuk itu pestisida sintetik yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pengendalian hama dan penyakit melalui insektisida

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pengendalian hama dan penyakit melalui insektisida BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perkembangan pengendalian hama dan penyakit melalui insektisida sintetik telah menimbulkan banyak efek yang membahayakan bagi kesehatan. Salah satunya adalah timbulnya

Lebih terperinci

1 Muhammad Syaifullah Hiola, , Rida Iswati, Fahria Datau, Jurusan Agroteknologi. Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo

1 Muhammad Syaifullah Hiola, , Rida Iswati, Fahria Datau, Jurusan Agroteknologi. Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo UJI EFEKTIFITAS KULIT JERUK MANIS (Citrus sinensis) SEBAGAI PESTISIDA NABATI DALAM MENEKAN SERANGAN HAMA KUMBANG BERAS (Sitophylus oryzae L.) Muhammad Syaifullah Hiola (1), Rida Iswati (2), Fahria Datau

Lebih terperinci

PENGUJIAN BIOINSEKTISIDA DARI EKSTRAK KLOROFORM KULIT BATANG TUMBUHAN Bruguiera gymnorrhiza Lamk. (RHIZOPHORACEAE)

PENGUJIAN BIOINSEKTISIDA DARI EKSTRAK KLOROFORM KULIT BATANG TUMBUHAN Bruguiera gymnorrhiza Lamk. (RHIZOPHORACEAE) Header halaman genap: Nama Jurnal. Volume 01 Nomor 01 Tahun 2012, 0-216 PENGUJIAN BIOINSEKTISIDA DARI EKSTRAK KLOROFORM KULIT BATANG TUMBUHAN Bruguiera gymnorrhiza Lamk. (RHIZOPHORACEAE) BIOINSECTICIDAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hari berikutnya hujan lagi. Kondisi tersebut sangat potensial untuk

BAB I PENDAHULUAN. hari berikutnya hujan lagi. Kondisi tersebut sangat potensial untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memasuki musim hujan, demam berdarah dengue (DBD) kembali menjadi momok menakutkan bagi masyarakat. Lebih-lebih bila kondisi cuaca yang berubah-ubah, sehari hujan,

Lebih terperinci

PENGARUH EKSTRAK ETANOL CABAI MERAH

PENGARUH EKSTRAK ETANOL CABAI MERAH PENGARUH EKSTRAK ETANOL CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) TERHADAP MORTALITAS HAMA ULAT GRAYAK (Spodoptera litura F.) Oleh: Ani Nihayah 1), Asep Ginanjar 2), Taufik Sopyan 3) 1) Alumni Prodi.Pend.Biologi

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kecepatan Kematian. nyata terhadap kecepatan kematian (lampiran 2a). Kecepatan kematian Larva

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kecepatan Kematian. nyata terhadap kecepatan kematian (lampiran 2a). Kecepatan kematian Larva IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Kecepatan Kematian Penambahan kosentrasi ekstrak daun mimba memberikan pengaruh yang nyata terhadap kecepatan kematian (lampiran 2a). Kecepatan kematian Larva Plutella

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Isolat M. anisopliae pada Berbagai Konsentrasi terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Isolat M. anisopliae pada Berbagai Konsentrasi terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Isolat M. anisopliae pada Berbagai Konsentrasi terhadap Mortalitas H. armigera Mortalitas larva H. armigera merupakan parameter pengukuran terhadap banyaknya jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jambu biji (Psidium guajava L.) adalah salah satu komoditas buah yang prospektif. Tanaman jambu biji telah menyebar luas, terutama di daerah tropik. Saat

Lebih terperinci

PEMANFAATAN EKSTRAK KLOROFORM KULIT BATANG TUMBUHAN NYIRI BATU (Xylocarpus moluccensis (Lamk) M. Roem.) (Meliaceae) SEBAGAI BIOINSEKTISIDA

PEMANFAATAN EKSTRAK KLOROFORM KULIT BATANG TUMBUHAN NYIRI BATU (Xylocarpus moluccensis (Lamk) M. Roem.) (Meliaceae) SEBAGAI BIOINSEKTISIDA PEMANFAATAN EKSTRAK KLOROFORM KULIT BATANG TUMBUHAN NYIRI BATU (Xylocarpus moluccensis (Lamk) M. Roem.) (Meliaceae) SEBAGAI BIOINSEKTISIDA UTILIZATION CHLOROFORM EXTRACT of PLANT NYIRI BATU BARK (Xylocarpus

Lebih terperinci

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Uji Penolakan. terhadap penolakan hama kutu beras. Namun perlakuan serbuk

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Uji Penolakan. terhadap penolakan hama kutu beras. Namun perlakuan serbuk I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Uji Penolakan Hasil penelitian menunjukan dosis ekstrak rimpang kencur memberikan pengaruh nyata terhadap penolakan hama kutu beras. Namun perlakuan serbuk ekstrak rimpang

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN 34 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang dilakukan di LIPI, UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Eka Karya Bali, menunjukkan bahwa temu putih yang digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut padi atau beras mengalami proses penurunan kualitas dan kuantitas.

BAB I PENDAHULUAN. tersebut padi atau beras mengalami proses penurunan kualitas dan kuantitas. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyimpanan merupakan salah satu tahap penting karena periode tersebut padi atau beras mengalami proses penurunan kualitas dan kuantitas. Kerusakan saat penyimpanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan Indonesia merupakan negara tropik yang mempunyai kelembaban

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan Indonesia merupakan negara tropik yang mempunyai kelembaban BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia kesehatan masyarakat merupakan masalah utama, hal ini dikarenakan Indonesia merupakan negara tropik yang mempunyai kelembaban dan suhu yang berpengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyerang produk biji-bijian salah satunya adalah ulat biji Tenebrio molitor.

BAB I PENDAHULUAN. menyerang produk biji-bijian salah satunya adalah ulat biji Tenebrio molitor. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengendalian produk hasil pertanian berupa biji-bijian di Indonesia sebagian besar menggunakan cara mekanik dan pestisida sintesis. Hama yang menyerang produk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Umum Pada penelitian digunakan tembakau limbah puntung rokok yang terdapat pada kampus Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia. Metode yang digunakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tribolium castaneum Herbst.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tribolium castaneum Herbst. digilib.uns.ac.id 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tribolium castaneum Herbst. Klasifikasi dari kumbang tepung (T. castaneum) sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Coleoptera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara penghasil buah tropis yang memiliki keragaman dan keunggulan cita rasa yang cukup baik. Cita rasa dan beragamnya jenis buah-buahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. sirih hijau (Piper betle L.) sebagai pengendali hama Plutella xylostella tanaman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. sirih hijau (Piper betle L.) sebagai pengendali hama Plutella xylostella tanaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian mengenai efektivitas pestisida nabati daun sirih hijau (Piper betle L.) sebagai pengendali hama Plutella xylostella tanaman sawi (Brassica juncea

Lebih terperinci

24 J. Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika ql), bfaret ZO&

24 J. Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika ql), bfaret ZO& 24 J. Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika ql), bfaret ZO& Ekstrak kulit batang tumbuhan tersebut memiliki aktivitas insektisida yang cukup kuat terhadap kumbang Calosobruchus maculafus dan ulat hop kubis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Filariasis limfatik atau lebih dikenal dengan. penyakit kaki gajah adalah salah satu masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Filariasis limfatik atau lebih dikenal dengan. penyakit kaki gajah adalah salah satu masalah kesehatan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Filariasis limfatik atau lebih dikenal dengan penyakit kaki gajah adalah salah satu masalah kesehatan yang penting di dunia. Di puluhan negara, lebih dari satu milyar

Lebih terperinci

MORTALITAS LARVA 58 JAM

MORTALITAS LARVA 58 JAM 1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Deskripsi Hasil Penelitian Berdasarkan hasil pengamatan pengaruh filtrat daun tanaman bunga pagoda terhadap mortalitas larva Aedes aegypti yang

Lebih terperinci

Toksisitas Insektisida Organofosfat Dan Karbamat Terhadap Jentik Nyamuk Culex quinquefasciatus

Toksisitas Insektisida Organofosfat Dan Karbamat Terhadap Jentik Nyamuk Culex quinquefasciatus Toksisitas Insektisida Organofosfat Dan Karbamat Terhadap Jentik Nyamuk Culex quinquefasciatus Endang Puji A., Yuneu Yuliasih, Titin Delia, Marliah Santi Toxicities of Organophosphate and Carbamat Insecticide

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM. i PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI. ii ABSTRACT.... iii ABSTRAK..... iv RINGKASAN. v HALAMAN PERSETUJUAN viii TIM PENGUJI. ix RIWAYAT HIDUP. x KATA PENGANTAR. xi DAFTAR ISI

Lebih terperinci

HAMA DAN PENYAKIT PASCA PANEN

HAMA DAN PENYAKIT PASCA PANEN HAMA DAN PENYAKIT PASCA PANEN Tugas Terstruktur I Disusun Oleh: Bogi Diyansah 0810480131 AGROEKOTEKNOLOGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2O11 Pertanyaan dan jawaban 1. Ambang fumigasi Ambang fumigasi adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan di. Berdasarkan data Dinas Kesehatan kota Bandar Lampung Januari hingga 14

I. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan di. Berdasarkan data Dinas Kesehatan kota Bandar Lampung Januari hingga 14 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Menurut Depkes RI Jumlah kasus DBD pada tahun 2010 sebanyak 156.086 kasus dengan jumlah kematian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sawah sebagai tempat budidaya ikan perlu dicermati lebih lanjut, karena aktivitas

I. PENDAHULUAN. sawah sebagai tempat budidaya ikan perlu dicermati lebih lanjut, karena aktivitas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan bekas sawah yang sudah tidak produktif lagi merupakan salah satu alternatif sebagai tempat untuk membudidayakan ikan. Penggunaan lahan bekas sawah sebagai tempat

Lebih terperinci

POTENSI BIOAKTIVITAS INSEKTISIDA DARI EKSTRAK KLOROFORM TUMBUHAN API-API JAMBU (Avicennia Marina)

POTENSI BIOAKTIVITAS INSEKTISIDA DARI EKSTRAK KLOROFORM TUMBUHAN API-API JAMBU (Avicennia Marina) POTENSI BIOAKTIVITAS INSEKTISIDA DARI EKSTRAK KLOROFORM TUMBUHAN API-API JAMBU (Avicennia Marina) POTENTIAL BIOACTIVITY INSECTICIDE OF CHLOROFORM EXTRACT OF PLANT API-API JAMBU (Avicennia Marina) Wildanul

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengganggu kenyamanan hidup manusia karena meninggalkan bau yang

I. PENDAHULUAN. mengganggu kenyamanan hidup manusia karena meninggalkan bau yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecoa merupakan salah satu jenis serangga pemukiman yang sering mengganggu kenyamanan hidup manusia karena meninggalkan bau yang tidak sedap, pembawa patogen penyakit,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. petani melakukan pencampuran 2 6 macam pestisida dan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. petani melakukan pencampuran 2 6 macam pestisida dan melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan pestisida sintetis dilingkungan pertanian khususnya tanaman Hortikultural menjadi masalah yang dilematis. Rata-rata petani sayuran masih melakukan penyemprotan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Rismunandar, 1993). Indonesia memiliki beragam jenis beras dengan warna nya

BAB I PENDAHULUAN. (Rismunandar, 1993). Indonesia memiliki beragam jenis beras dengan warna nya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padi atau beras merupakan komoditas strategis dan sumber pangan utama untuk rakyat Indonesia. Pemerintah Indonesia sejak tahun 1960 sampai sekarang selalu berupaya

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI A. KERANGKA TEORI 1. Definisi dan Bentuk Fogging Fogging merupakan salah satu kegiatan penanggulangan DBD (Demam Berdarah Dengue) yang dilaksanakan pada saat terjadi penularan DBD

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. atau percobaan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan 4. A1 = Daun Tembelekan Konsentrasi 3%

BAB III METODE PENELITIAN. atau percobaan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan 4. A1 = Daun Tembelekan Konsentrasi 3% 45 3.1 Rancangan Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode eksperimental atau percobaan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan 4 kali ulangan

Lebih terperinci

AKTIVITAS INSEKTISIDA EKSTRAK BUAH CABAI JAWA

AKTIVITAS INSEKTISIDA EKSTRAK BUAH CABAI JAWA AKTIVITAS INSEKTISIDA EKSTRAK BUAH CABAI JAWA (Piper retrofractum Vahl., PIPERACEAE) TERHADAP LARVA Crocidolomia pavonana (F.) (LEPIDOPTERA: PYRALIDAE) FERDI PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beriklim tropis dengan jumlah penduduk yang tidak sedikit. Rekapitulasi data kasus hingga 22 Agustus 2011 menunjukkan Case

BAB I PENDAHULUAN. beriklim tropis dengan jumlah penduduk yang tidak sedikit. Rekapitulasi data kasus hingga 22 Agustus 2011 menunjukkan Case 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang masih menjadi fokus utama masyarakat internasional serta merupakan jenis penyakit yang berpotensi mematikan. World

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang sangat potensial, karena memiliki nilai ekonomis tinggi. Hal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang berada di daerah tropis, sehingga. merupakan daerah endemik bagi penyakit-penyakit yang penyebarannya

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang berada di daerah tropis, sehingga. merupakan daerah endemik bagi penyakit-penyakit yang penyebarannya 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang berada di daerah tropis, sehingga merupakan daerah endemik bagi penyakit-penyakit yang penyebarannya diperantarai oleh nyamuk, salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan menempati urutan pertama di Asia. Pada

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan menempati urutan pertama di Asia. Pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dan menempati urutan pertama di Asia. Pada tahun 2014, sampai pertengahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ulat grayak merupakan hama penting pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum

BAB I PENDAHULUAN. ulat grayak merupakan hama penting pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Spodoptera litura F. (Lepidoptera: Noctuidae) yang lebih dikenal dengan ulat grayak merupakan hama penting pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum L.) (Natawigena,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit menular merupakan penyakit yang dapat. ditularkan melalui hewan perantara (vektor).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit menular merupakan penyakit yang dapat. ditularkan melalui hewan perantara (vektor). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit menular merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui hewan perantara (vektor). Contohnya antara lain malaria, filariasis, Deman Berdarah Dengue, Chikungunya,

Lebih terperinci

EFEK MINYAK ATSIRI DAUN CENGKEH (Syzygium aromaticum) TERHADAP MORTALITAS ULAT DAUN Spodoptera exigua PADA TANAMAN BAWANG MERAH

EFEK MINYAK ATSIRI DAUN CENGKEH (Syzygium aromaticum) TERHADAP MORTALITAS ULAT DAUN Spodoptera exigua PADA TANAMAN BAWANG MERAH EFEK MINYAK ATSIRI DAUN CENGKEH (Syzygium aromaticum) TERHADAP MORTALITAS ULAT DAUN Spodoptera exigua PADA TANAMAN BAWANG MERAH SKRIPSI Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Guna Memenuhi Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Variabel Hama 1. Mortalitas Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai fase dan konsentrasi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap mortalitas hama

Lebih terperinci

Anang Mulyantana. Abstrak

Anang Mulyantana. Abstrak KAJIAN EKSTRAK DAUN SIRIH (Pipper betle) TERHADAP MORTALITAS KUMBANG BUBUK BERAS (Sitophilus oryzae L). Anang Mulyantana Abstrak Penyusutan hasil penyimpanan benih serealia di sebabkan oleh factor serangga.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi oleh virus dengue yang ditularkan melalui nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Kasus DBD di Indonesia pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dunia, terdapat 1,23 miliar penduduk di 58 negara yang berisiko tertular filariasis dan membutuhkan terapi preventif. Lebih dari 120 juta penduduk terinfeksi filariasis

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH ROKOK DALAM PENGENDALIAN NYAMUK Aedes aegypty

PEMANFAATAN LIMBAH ROKOK DALAM PENGENDALIAN NYAMUK Aedes aegypty PEMANFAATAN LIMBAH ROKOK DALAM PENGENDALIAN NYAMUK Aedes aegypty Suprapto Abstrak Penyakit demam berdarah dangue adalah salah satu penyakit yang paling menonjol di Indonesia yang disebarkan oleh gigitan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Crambidae) merupakan salah satu hama utama tanaman kubis selain Plutella xylostella (L.) (Lepidoptera: Yponomeutidae). Di Jawa Barat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bagi manusia, seperti demam berdarah, malaria, kaki gajah, dan chikungunya

I. PENDAHULUAN. bagi manusia, seperti demam berdarah, malaria, kaki gajah, dan chikungunya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyamuk merupakan serangga yang banyak menimbulkan masalah bagi manusia. Selain gigitan dan dengungannya yang mengganggu, nyamuk merupakan vektor atau penular beberapa jenis

Lebih terperinci

PEMANFAATAN DAUN JERUK NIPIS

PEMANFAATAN DAUN JERUK NIPIS PEMANFAATAN DAUN JERUK NIPIS (Citrus aurantifolia) DANBATANG SERAI (Andropogon nardus L) UNTUK INSEKTISIDA ALAMI PEMBASMI KUTU BERAS (Sitophilus oryzae) NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh : NITA OKTAVIA A 420

Lebih terperinci

PEMANFAATAN DUA EKSTRAK TUMBUHAN SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAMA GUDANG

PEMANFAATAN DUA EKSTRAK TUMBUHAN SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAMA GUDANG PEMANFAATAN DUA EKSTRAK TUMBUHAN SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAMA GUDANG Sitophilus zeamais Motsch. (COLEOPTERA: CURCULIONIDAE) DAN Tribolium castaneum Herbst. (COLEOPTERA: TENEBRIONIDAE) MEIKE ISNA RAHMAWATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan di negara yang sedang berkembang, khususnya Indonesia. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit yang masih menjadi fokus utama masyarakat Internasional serta

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit yang masih menjadi fokus utama masyarakat Internasional serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit yang masih menjadi fokus utama masyarakat Internasional serta merupakan jenis penyakit yang berpotensi mematikan adalah demam berdarah dengue (DBD). World

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serangga yaitu Aedes spesies. Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah. penyakit demam berdarah akut, terutama menyerang anak-anak dengan

I. PENDAHULUAN. serangga yaitu Aedes spesies. Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah. penyakit demam berdarah akut, terutama menyerang anak-anak dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit infeksi yang umumnya ditemukan di daerah tropis dan ditularkan lewat hospes perantara jenis serangga yaitu Aedes spesies.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Usaha produksi pertanian tidak terlepas kaitannya dengan organisme pengganggu

I. PENDAHULUAN. Usaha produksi pertanian tidak terlepas kaitannya dengan organisme pengganggu 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang dan Masalah Usaha produksi pertanian tidak terlepas kaitannya dengan organisme pengganggu tanaman(opt). Hama merupakan salah satu OPT yang penting karena hama mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara tropis tentunya memiliki banyak keanekaragaman jenis tumbuhan yang dapat dimanfaatkan karena ternyata Tumbuhan secara alamiah menghasilkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Entomologi dan Gedung Workshop Fumigasi dan X-Ray di Balai Uji Terap Teknik dan Metoda Karantina Pertanian, Bekasi dari bulan November

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang beriklim tropis, dimana negara

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang beriklim tropis, dimana negara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang beriklim tropis, dimana negara dengan iklim tropis ini hanya memiliki dua musim, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Pergantian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa ayat di dalam Al-Qur an menunjukkan tanda-tanda akan

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa ayat di dalam Al-Qur an menunjukkan tanda-tanda akan ( 4 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa ayat di dalam Al-Qur an menunjukkan tanda-tanda akan keagungan dan kekuasaan Allah Swt., di antaranya adalah dari dunia tumbuhan yang hasilnya dapat kita

Lebih terperinci