BAB III DESKRIPSI PABRIK TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA SKALA KOMERSIAL KAPASITAS 150 TON/JAM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III DESKRIPSI PABRIK TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA SKALA KOMERSIAL KAPASITAS 150 TON/JAM"

Transkripsi

1 BAB III DESKRIPSI PABRIK TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA SKALA KOMERSIAL KAPASITAS 150 TON/JAM Pabrik teknologi peningkatan kualitas batubara skala komersial kapasitas 150 ton/jam (untuk selanjutnya disebut Coal Upgrading Technology Commercial Plant / CCP) merupakan pengembangan metoda CUT dalam skala komersial pertama. Proses pengolahan batubara CCP didesain untuk dapat mengurangi kandungan air batubara dari 30% (terhadap massa kering) menjadi 5% (terhadap massa kering). 3.1 Proses Pengolahan Batubara dan Subsistem CCP Pembagian subsistem pabrik CCP ditunjukkan dalam diagram blok CCP pada Gambar 3.1. Tingginya kapasitas pengolahan batubara menyebabkan beberapa subsistem yang menangani proses pengolahan batubara dibagi menjadi 3 jalur proses dengan kapasitas pengolahan batubara pada masing-masing jalur adalah 50 ton/jam. Beberapa subsistem pabrik tersebut dibagi menjadi 3 unit operasi dimana satu unit operasi menangani satu jalur proses pengolahan batubara. Dengan adanya pembagian kapasitas pengolahan ini, maka usaha pengontrolan proses pengolahan batubara menjadi lebih mudah. Tujuan lain dari pembagian tersebut adalah ketika ada komponen atau alat dalam satu unit operasi pabrik yang memerlukan perawatan atau mengalami kegagalan, maka operasional pabrik tidak seluruhnya berhenti karena hanya jalur pengolahan proses yang berhubungan dengan komponen atau alat tersebut-lah yang berhenti beroperasi. Pembagian jalur proses diatas hanya berlaku untuk subsistem yang menangani proses pengolahan batubara (subsistem pengolahan awal, pengering, pembriketan dan penyimpanan). Subsistem pembangkit daya dirancang untuk dapat memenuhi variasi kebutuhan uap proses sedangkan subsistem pengolahan air dirancang untuk dapat menangani variasi produksi limbah dihasilkan pabrik. Jadi, ketika ada jalur proses yang mati, maka suplai uap dari subsistem 31

2 pembangkit daya ke subsistem pengering akan dikurangi, sedangkan subsistem pengolahan air akan bekerja pada kapasitas pengolahan limbah yang lebih kecil. Gambar 3.1. Diagram blok CCP Proses pengolahan batubara CCP memiliki urutan proses pengolahan batubara yang hampir sama dengan CPP. Batubara basah yang akan di-upgrade ditampung dalam subsistem pengolahan awal. Ketika akan diolah, batubara tersebut dikurangi ukurannya dan diangkut menuju subsistem pengering untuk dikeringkan dan dipanaskan hingga mencapai temperatur proses pembriketan. Energi pengeringan dan pemanasan batubara utamanya didapatkan dari uap yang disuplai oleh subsistem pembangkit daya. Setelah digunakan dalam subsistem pengering, uap tersebut dialirkan kembali ke dalam subsistem pembangkit daya untuk dipanaskan dan digunakan kembali. Proses pengeringan dan pemanasan batubara dalam subsistem pengering CCP dilakukan dalam 2 tingkat fluidized bed menggunakan media uap superpanas. Sistem ini menghasilkan limbah yang berasal dari kandungan air batubara yang menguap. Limbah tersebut terbagi menjadi 2 jalur, satu jalur berupa 32

3 limbah berfasa cair (kondensat) sedang jalur lain berupa limbah berfasa gas (uap). Limbah kondensat tersebut (garis limbah dalam Gambar 3.1) langsung dialirkan menuju subsistem pengolahan air sedang limbah uap (garis uap(limbah) dalam Gambar 3.1) dialirkan ke dalam subsistem pembangkit daya. Selama melewati subsistem pembangkit daya, limbah uap tersebut didinginkan sebelum akhirnya dialirkan ke subsistem pengolahan air. Batubara kering dan panas yang keluar dari subsistem pengering kemudian diangkut ke subsistem pembriketan dan penyimpanan untuk dijadikan briket, didinginkan, dan disimpan dalam stockpile. Pendinginan briket dilakukan dengan menggunakan sebagian flue gas boiler dalam subsistem pembangkit daya yang pada akhirnya dialirkan kembali ke subsistem pembangkit daya untuk dibuang ke lingkungan. Kebutuhan daya seluruh peralatan pabrik didapatkan dari subsistem pembangkit daya yang berupa siklus pembangkit uap. Turbin uap yang digunakan CCP adalah turbin yang tersedia di pasaran (bukan turbin custom) sehingga daya yang dihasilkan subsistem pembangkit daya lebih besar dari kebutuhan daya pabrik. Kelebihan daya tersebut nantinya akan dialirkan ke jala-jala listrik lingkungan sekitar pabrik (CCP juga menjual listrik). Semua limbah cair yang dihasilkan CCP dialirkan menuju subsistem pengolahan air. Limbah tersebut kemudian diolah sedemikian rupa hingga memenuhi baku mutu air buangan pabrik. Air tersebut pada akhirnya dibuang ke badan air penerima setempat. Selain menangani limbah yang dihasilkan pabrik, subsistem pengolahan air CCP juga menyediakan kebutuhan air bersih pabrik. Contoh layout CCP ditunjukkan dalam Gambar 3.2. Gambar tersebut hanya merupakan contoh karena rencana lokasi pembangunan CCP belum ditentukan. Dalam Gambar 3.2, gudang pabrik digunakan untuk menyimpan suku cadang peralatan dan bahan-bahan kuantitas kecil yang dibutuhkan pabrik seperti bahan kimia yang diperlukan subsistem pengolahan air. Selain digunakan untuk ruang kontrol dan gedung administrasi, bangunan nomor 7 dalam Gambar 3.2 juga digunakan untuk keperluan lain seperti kantin dan laboratorium. Laboratorium tersebut berisi peralatan pengujian untuk keperluan operasional proses pabrik dan untuk pengembangan sistem CCP lebih lanjut. 33

4 Gambar 3.2. Contoh layout CCP 3.2 Sub-sistem Pengolahan Awal Subsistem pengolahan awal CCP merupakan tempat penerimaan dan penyimpanan batubara mentah yang akan di-upgrade serta bertugas untuk mengurangi ukuran batubara (size reduction) hingga sesuai dengan kebutuhan proses pengeringan dan pemanasan dalam subsistem pengering. Batubara kecil tersebut kemudian diangkut ke subsistem pengering menggunakan sistem pneumatic conveying ke subsistem pengering. Bird view unit pengolahan awal ditunjukkan dalam Gambar 3.3. Batubara mentah yang akan di-upgrade disimpan dalam tempat-tempat penyimpanan yang bergantung pada ukuran batubara mentah tersebut. Batubara yang berukuran kurang dari 200 mm langsung dibawa ke bak penyimpanan batubara ukuran sedang, sedang batubara yang lebih besar dari ukuran tersebut, dibawa ke bak penyimpanan batubara ukuran besar untuk dikurangi ukurannya menjadi kurang dari 200 mm. Batubara ukuran sedang kemudian diangkut ke feeding hopper crusher house untuk dibagi menjadi 3 jalur pengolahan menggunakan overhead crane (tidak diperlihatkan dalam Gambar 3.3) dan konveyor utama. Crusher house terdiri dari peralatan size reduction dan sebagian sistem pneumatic conveying. 34

5 Gambar 3.3. Bird view unit pengolahan awal CCP Skema proses size reduction dan pneumatic conveying dalam subsistem pengolahan awal CCP ditunjukkan dalam Gambar 3.4. Proses size reduction batubara menggunakan satu rangkaian peralatan grinding machine (jaw crusher) dan milling machine (trapezium mill). Milling machine tersebut dilengkapi dengan satu rangkaian peralatan size separator untuk memisahkan partikel batubara yang berukuran terlalu kecil ketika batubara mengalami proses size reduction di dalam milling machine. Batubara tersebut dikumpulkan dalam satu tempat tersendiri dan nantinya akan dialirkan menuju subsistem pengering. Sistem pneumatic conveying CCP terdiri dari alat pengumpan padatan (feeding device), pipa pengangkut, peralatan penangkap debu (dust collector), blower, dan 2 tingkat siklon. Batubara dari siklon milling machine dicampur dengan udara pembawa dalam alat pengumpan sehingga kecepatan batubara meningkat. Udara pembawa akan mengangkut batubara tersebut menuju siklon tingkat pertama yang akan memisahkan partikel batubara berukuran besar (ukuran yang sesuai dengan kebutuhan proses). Batubara halus yang lolos dari siklon 35

6 pertama akan dipisahkan oleh siklon kedua yang memiliki efisiensi lebih tinggi daripada siklon pertama. Udara yang keluar dari siklon kedua disirkulasi kembali menuju alat pengumpan melalui peralatan penangkap debu dan blower. Gambar 3.4. Skema unit pengolahan awal Proses Size Reduction Batubara Proses size reduction memiliki sejarah yang panjang, meskipun demikian pengontrolan ukuran dan distribusi ukuran partikel hasil proses tersebut masih sulit dilakukan. Efisiensi energi proses size reduction juga sangat rendah, dan energi yang diperlukan proses tersebut akan bertambah seiring dengan semakin kecil ukuran partikel yang dihasilkan proses [13]. Pemilihan peralatan size reduction CCP ditujukan untuk meminimalisir produksi batubara halus. Beberapa metoda yang ditempuh untuk meminimalisir produksi batubara halus tersebut adalah 1. proses size reduction dilakukan secara bertahap (Gambar 3.5). Semakin kecil perubahan rasio ukuran batubara melewati alat, maka potensi produksi batubara halus dari proses size reduction semakin kecil [13]. 36

7 2. Penggunaan mekanisme klasifikasi partikel internal dalam mesin size reduction terakhir. Mekanisme tersebut juga ditujukan untuk meminimalisir waktu tinggal partikel yang berlebihan dalam mesin tersebut. Gambar 3.5. Proses size-reduction dalam unit pengolahan awal CCP Crusher biasa digunakan sebagai mesin size reduction tingkat pertama untuk menghasilkan partikel berukuran kurang dari 10 cm [13]. Crusher yang digunakan dalam CCP adalah jenis jaw crusher (Gambar 3.6) yang terdiri dari 2 permukaan penghancur dengan suatu sudut tertentu. Material dihancurkan antara satu pelat statis dan satu pelat dinamis menggunakan tekanan yang berulang-ulang hingga produk yang dihancurkan menjadi cukup kecil untuk keluar dari celah antara 2 permukaan penghancur. Gambar 3.6. Jaw crusher [13] 37

8 Trapezium mill yang digunakan CCP adalah jenis high suspension mill (Gambar 3.7). Alat ini sering digunakan dalam pertambangan, industri kimia, material konstruksi, metalurgi, dll. [15]. Penggerusan batubara terjadi karena tekanan yang diberikan roller pada batubara saat batubara berada diantara antara roller dan dinding alat/ring. Roller tersebut berputar pada sumbu dinding alat dan pada sumbu roller itu sendiri. Gaya tekan roller pada batubara diatur dengan mekanisme pegas di bagian atas roller. Trapezium mill ini juga dilengkapi dengan mekanisme klasifikasi ukuran partikel. Udara yang dialirkan dari bawah akan mengangkut partikel batubara halus ke bagian atas alat. Karena luas permukaan bagian atas alat lebih besar dari bagian penggerusan, maka partikel batubara yang masih berukuran besar akan jatuh kembali ke daerah penggerusan dan tergerus kembali. Fungsi shovel nose tools dalam Gambar 3.7 adalah untuk mengangkat batubara yang ada di dasar alat ke daerah penggerusan (daerah roller). Udara dan partikel batubara yang keluar dari trapezium mill kemudian dilewatkan siklon. Sebagian besar partikel batubara akan terkumpul dalam kaki siklon dan udara pembawa disirkulasi kembali ke blower dan ke trapezium mill setelah dilewatkan dust collector untuk menyaring partikel batubara yang berukuran terlalu kecil (Gambar 3.8). Dalam desain ini, dust collector yang digunakan berupa susunan beberapa bagfilter. Semua bagian trapezium mill tersebut bekerja dalam tekanan negatif sehingga masalah debu tidak akan terjadi. Katalog jaw crusher dan trapezium mill yang digunakan CCP ini ada dalam lampiran B.1 dan B Sistem Pneumatic Conveying Pengangkutan batubara dari subsistem pengolahan awal ke subsistem pengering dilakukan dengan menggunakan sistem pneumatic conveying yang terdiri dari sumber gas, alat pengumpan padatan (feeding device), pipa pengangkut, dan receiver untuk memisahkan partikel batubara dari gas pembawa [16]. Dasar pemilihan sistem pneumatic conveying untuk mengangkut batubara ke unit pengering adalah 1. konstruksi unit pengering yang tinggi 2. kapasitas pengolahan batubara yang besar 3. minimasi masalah debu saat pengangkutan batubara 38

9 Gambar 3.7. MTM High Suspension Mill [15] Gambar 3.8. Susunan jaw crusher dan trapezium mill [15]. Main unit dalam gambar tersebut adalah trapezium mill. Gas yang digunakan dalam sistem pneumatic conveying CCP adalah udara biasa yang disirkulasi. Peralatan receiver dalam sistem pneumatic conveying CCP adalah 2 tingkat siklon dan sebuah dust collector. Siklon tingkat pertama ditujukan untuk memisahkan partikel batubara yang besar (sesuai dengan 39

10 kebutuhan proses unit pengering yaitu berdiameter rata-rata 1 mm). Siklon kedua yang memiliki efisiensi lebih tinggi dari siklon pertama, akan mengumpulkan partikel batubara yang berukuran lebih kecil. Partikel kecil tersebut dapat berasal dari: 1. proses size reduction sebelumnya (lolos dari peralatan klasifikasi ukuran trapezium mill) 2. partikel batubara yang pecah (fragmentation) saat batubara mengalami proses pneumatic conveying 3. hasil abrasi pada permukaan partikel batubara karena bertumbukan dengan partikel yang lain saat mengalami proses pneumatic conveying Batubara yang dikumpulkan oleh siklon kedua langsung dialirkan menuju hopper mesin briket untuk dibriket bersama partikel batubara yang telah melewati unit pengering. Partikel kecil dalam udara sirkulasi pneumatic conveying yang masih lolos dari siklon kedua, dipisahkan menggunakan dust collector. Semua batubara halus yang dihasilkan oleh unit pengolahan awal dikumpulkan dalam satu tempat dan diangkut menggunakan sistem pneumatic conveying ke subsistem pengering setelah mencapai jumlah tertentu. Batubara halus tersebut dicampur bersama hasil dari siklon kedua sistem pneumatic conveying utama dalam subsistem pengolahan awal. Jenis dust collector sistem pneumatic conveying CCP adalah intermittentshaker baghouse. Jenis continuous-shaker baghouse tidak digunakan karena selain ukurannya yang lebih besar daripada intermittent-shaker, sistem pneumatic conveying CCP masih dapat beroperasi dengan baik dengan menggunakan intermittent-shaker baghouse. Intermittent-shaker baghouse tersebut terdiri dari beberapa kompartemen bagfilter dan mekanisme pembersihan bagfilter tersebut yang ditata dalam sebuah shell yang memiliki hopper untuk menerima debu yang ditangkap (Gambar 3.9). Bagian bawah kantung biasanya terbuka dan ditahan dengan pipa sedang bagian atas terhubung dengan mekanisme penggetar berupa susunan batang yang digerakkan oleh motor. Frekuensi penggetaran kantung diset dengan menggunakan timer. Faktor frekuensi tersebut, bersama tingkat osilasi dan amplitudo getaran mempengaruhi efisiensi pembersihan baghouse [17]. 40

11 Kelembaban udara sirkulasi sistem pneumatic conveying maksimum adalah 65%. Kelembaban udara yang lebih tinggi dari tingkat tersebut dapat menjadi pemicu munculnya liquid bridge [18] pada bagian kontak antara 2 partikel (Gambar 3.10) sehingga muncul gaya adhesi antar partikel yang nilainya lebih besar daripada gaya van der Waals antar partikel. Tingkat kelembaban udara tersebut akan menentukan bentuk liquid bridge sedangkan ketebalan air yang diserap akan berpengaruh pada besar gaya adhesi tersebut. Meskipun demikian, efek kelembaban tersebut juga dipengaruhi oleh kekasaran permukaan dan temperatur [13]. Gambar 3.9. Intermittent-shaker baghouse [17] Gambar Liquid bridge antara 2 partikel [13] 41

12 3.3 Subsistem Pengering Subsistem pengering dibagi menjadi 3 unit pengering dengan kapasitas pengolahan batubara tiap unit adalah 50 ton/jam. Skema peralatan dalam satu unit pengering ditunjukkan dalam Gambar Batubara yang ditangkap oleh siklon pertama pneumatic conveying dikumpulkan dalam silo sementara. Batubara kemudian dipanaskan dan dikeringkan dalam 2 tingkat fluidisasi dengan menggunakan media pemanas uap. Tekanan tiap tingkat fluidisasi tersebut berbeda sehingga perlu digunakan flap gate untuk mengalirkan padatan dari satu titik ke titik lain. Flap gate juga berperan dalam meminimalisir kebocoran uap saat batubara diangkut dari 2 titik dengan tekanan yang berbeda. Uap yang keluar dari bed pada tiap tingkat fluidisasi kemungkinan besar mengandung partikel halus sehingga harus dipisahkan menggunakan siklon. Batubara halus yang terkumpul dalam tiap tahap pengeringan dan dari siklon kedua pneumatic conveying kemudian langsung dialirkan ke hopper mesin briket (unit pembriketan dan penyimpanan). Untuk mengatasi perbedaan tekanan antar tiap siklon tersebut, digunakan flap gate Silo Sementara Fungsi utama silo sementara adalah untuk menampung batubara yang ditangkap oleh siklon pneumatic conveying tingkat pertama. Bervariasinya karakteristik partikel batubara saat mengalami proses pneumatic conveying menyebabkan laju aliran massa batubara masuk ke flap gate sebelum bed 1 menjadi bervariasi. Variasi ini diatasi dengan penampungan partikel batubara sementara di dalam silo sementara. Di bagian bawah silo tempat batubara keluar juga dipasang rotary feeder untuk mengetahui laju volumetrik aliran batubara ke flap gate sebelum bed 1 dan sebuah sensor berat untuk untuk mengetahui berat isi silo. Ada 2 pola aliran partikel padatan (bulk-material flow) dalam silo [13]. Pola mass flow (Gambar 3.12a) adalah pola aliran dimana semua material yang disimpan bergerak ketika isi silo dialirkan. Pola kedua adalah funnel flow (3.12b s/d. 3.12f) terjadi ketika muncul saluran aliran padatan yang terbentuk di dalam daerah tertentu di atas outlet dan material yang dekat dengan dinding miring 42

13 outlet. Saluran aliran padatan tersebut juga dapat memotong dinding yang paralel dan terbentuk hingga bagian atas. Pola aliran seperti ini sering disebut dengann internal flow (Gambar 3.12c s/d. 3.12e). Jenis pola aliran funnel flow lain adalah expanded flow dimana pola aliran mass flow terbentuk dalam bagian hopper yang curam tetapi masih terjadi sedikit tumpukan padatan di bagian bawah silo yang memiliki kemiringan lebih kecil daripada daerah dengan mass flow. Pola aliran yang digunakan dalam desain silo sementara CCP adalah pola mass flow ke unit pengolahan awal Keterangan : 1. pipa pneumatic conveying 2. siklon pneumatic conveying pertama 3. siklon pneumatic conveying kedua 4. silo sementara 5. pemanas batubara halus 6. rotary feeder 7. flap gate 8. bed 1 (bertekanan 1.7 bar) 9. bed 2 (bertekanan 3.4 bar) 10. siklon bed 11. slide gate 12. hopper mesin briket 13. mesin briket 14. conveyor pendingin Catatan : - pipa pneumatic conveying, siklon pneumatic conveying pertama, siklon pneumatic conveying kedua merupakan bagian dari unit pengolahan awal - hopper mesin briket, mesin briket, dan conveyor pendingin merupakan bagian dari unit briketing dan penyimpanan dari unit pengolahan awal 14 ke penyimpanan (stockpile) Gambar Skema elevation view unit pengering 43

14 Gambar Pola aliran dalam silo [13] 44

15 3.3.2 Fluidized Bed Superheated Steam Drying Proses pengeringan dan pemanasan batubara CCP dilakukan dalam 2 tingkat fluidized bed dalam tekanan dan temperatur yang berbeda dengan menggunakan fluida pemanas uap secara kontinyu. Skema tiap tingkat fluidized bed CCP ditunjukkan dalam Gambar Batubara dimasukkan dalam bed menggunakan flap gate untuk mengatasi perbedaan tekanan dalam bed dengan tekanan inlet batubara basah. Di dalam bed, batubara akan terfluidisasi oleh uap yang selalu disirkulasi oleh blower. Batubara mengalami pemanasan dan pengeringan oleh uap tersebut dan oleh internal heater. Pemanasan dan pengendalian temperatur uap sirkulasi dilakukan dengan pengaturan preheater. Adanya penguapan kandungan air batubara akan menambah jumlah uap sirkulasi sehingga perlu digunakan sebuah katup untuk mengurangi jumlah uap sirkulasi tersebut. Gambar Skema tiap tingkat fluidisasi CCP Proses fluidisasi dalam bed dengan konfigurasi seperti dalam Gambar akan menghasilkan partikel batubara halus. Beberapa contoh penyebab hal tersebut adalah tumbukan antar partikel batubara dan tumbukan antara partikel batubara dengan dinding pipa internal heater atau dinding bed. Partikel batubara 45

16 halus tersebut akan terbawa oleh uap sirkulasi keluar bed. Untuk melindungi katup, blower, dan sisi dingin preheater dari partikel batubara halus tersebut, digunakan siklon. Tingginya kapasitas pengolahan batubara dalam CUT Commercial Plant (CCP) membawa pada pemilihan desain : Diameter bed besar untuk mengurangi wall effect [9] Penggunaan internal heater dengan luas permukaan yang besar untuk menstabilkan proses fluidisasi. Internal heater tersebut diharapkan berfungsi sebagai pengaduk. Skema susunan 2 tingkat fluidised bed CCP ditunjukkan dalam Gambar Fluida pemanas utama yang digunakan adalah uap panas yang didapat dari boiler. Semua partikel batubara halus yang dikumpulkan oleh siklon dalam sistem fluidised bed langsung dialirkan menuju hopper mesin briket (unit pembriketan dan storage). Uap dari boiler yang telah melewati proses dialirkan kembali ke unit pembangkit daya. Kelebihan uap sirkulasi bed 2 digunakan sebagai fluida pemanas internal heater bed 1 sedang kelebihan uap sirkulasi bed 1 dialirkan ke unit pembangkit daya sebagai pemanas feedwater boiler Sistem Transport Batubara Antar Bed Sistem transport padatan berhubungan dengan peralatan untuk mengalirkan padatan antara 2 titik pengangkutan. Dalam unit pengering CCP, sistem transport padatan perlu didesain karena adanya kebutuhan untuk mengalirkan padatan antara 2 tekanan yang berbeda. Peralatan utama yang digunakan untuk kebutuhan proses tersebut adalah flap gate (Gambar Batubara dari titik yang bertekanan rendah ke dalam pipa dan mengalir secara gravitasi ke dalam flap gate. Flap gate terdiri dari 2 ruang untuk menampung batubara dan 2 buah gate yang dapat bergerak membuka dan menutup. Pada kondisi pengangkutan batubara dari silo sementara ke bed 1, jumlah batubara yang ada di atas pintu pertama flap gate perlu dibatasi. Pembatasan tersebut dilakukan dengan penggunaan rotary vane. Tingginya kapasitas pengangkutan pengangkutan batubara dan keterbatasan ruang yang tersedia untuk peralatan 46

17 menyebabkan jumlah flap gate yang digunakan tiap unit pengering CPP berjumlah lebih dari satu. batubara dari siklon 2 pneumatic conveying (subsistem pengolahan awal) batubara dari siklon 1 pneumatic conveying (subsistem pengolahan awal) ke penukar panas 3 (subsistem pembangkit daya) ke cooling pond (subsistem pengolahan air) TS dari deaerator (subsistem pembangkit daya) RF1 ke deaerator (subsistem pembangkit daya) C1 FG1 RF2 FB1 CD1 SG1 P1 B1 C2 FG2 FG5 FB2 CD3 CD2 SG2 B2 P2 FG3 feedwater dari drum boiler (subsistem pembangkit daya) uap superpanas dari boiler (subsistem pembangkit daya) FG4 ke hopper mesin briket (subsistem briketing dan penyimpanan) ke penukar panas 1 (subsistem pembangkit daya) Keterangan : batubara TS - silo sementara uap FB - bed kondensat/air RF - rotary vane FG - flapgate B - blower SG - slide gate P - preheater CD - drum kontrol Gambar Skema unit pengering CCP 47

18 Gambar Flap gate [19] 3.4 Subsistem Pembriketan dan Penyimpanan Batubara kering dan panas yang keluar dari subsistem pengering kemudian dibriket, didinginkan, dan disimpan/dikemas dalam subsistem pembriketan dan penyimpanan. Pembriketan dilakukan dengan menggunakan sebuah binderless briquetting machine sedangkan pendinginan briket dilakukan dengan menggunakan sebagian flue gas boiler dalam subsistem pembangkit daya. Flue gas tersebut dialirkan ke saluran konveyor setelah binderless briquetting machine (Gambar 3.16). Batubara halus yang tidak ikut menjadi briket akan terbawa oleh flue gas tersebut dan dan dikumpulkan dalam suatu dust collector. Katup bypass flue gas dalam Gambar 3.16 ditujukan untuk mengendalikan temperatur flue gas masuk dust collector sehingga filter bag dalam dust collector tidak rusak karena temperatur yang terlalu tinggi. Proses pembriketan padatan merupakan salah satu jenis proses size enlargement. Proses size enlargement dapat dikategorikan dalam 2 mode utama, mode pertumbuhan granular dan mode produk yang dihasilkan mesin [13]. Mode proses size enlargement CCP adalah mode produk yang dihasilkan mesin dimana batubara dipaksa untuk mengalir dalam kondisi panas dan lengket melewati 48

19 cetakan dalam binderless briquetting machine. Mekanisme ikatan antar partikel batubara dalam briket disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, Gambar Skema proses pendinginan briket 1. Deformasi dan pecahnya partikel padatan akibat gaya tekan yang diberikan mesin briket 2. Pemanasan batubara yang menyebabkan munculnya berbagai gaya ikat aktif antar partikel akibat dari permukaan kontak antar partikel yang meningkat. Peningkatan tersebut dipicu oleh beberapa hal seperti perubahan struktur permukaan, desorption, atau mekanisme lain. 3. Adanya cairan pengikat (binder) berupa cairan tar yang berasal dari partikel batubara itu sendiri 3.5 Subsistem Pembangkit Daya Semua kebutuhan daya peralatan dalam CCP dan kebutuhan uap subsistem pengering disuplai oleh subsistem pembangkit daya (Gambar 3.17). Turbin yang digunakan CCP adalah turbin uap tipe kondensing yang memiliki kebutuhan uap bertekanan 34,32 bar dan bertemperatur 432 C (lihat Lampiran B.4). Kondisi uap yang diperlukan turbin tersebut ternyata juga langsung dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan uap subsistem pengering. 49

20 ke unit pengering turbin G cooling tower boiler makeup water deaerator kondensor udara luar penukar panas 2 penukar panas 1 makeup water air pendingin dari dan ke pabrik uap dari bed 1 (unit pengering) air panas dari unit pengering ke unit pengolahan limbah Gambar Skema subsistem pembangkit daya CCP 50

21 Output daya generator subsistem pembangkit daya CCP adalah 6 MW. Kebutuhan daya total peralatan dalam CCP sebenarnya tidak sebesar daya output generator tersebut. Besar daya di atas dipilih karena turbin yang digunakan CCP adalah turbin yang umum dijual di pasaran sehingga pilihan kapasitas output daya turbin tersebut terbatas pada tingkatan kapasitas tertentu (lihat Lampiran B.4). Dari berbagai kapasitas output daya tersebut, kapasitas output daya turbin yang paling mendekati dengan kebutuhan daya total peralatan dalam CCP adalah turbin dengan output daya ekivalen 6 MW. Boiler yang digunakan subsistem pembangkit daya adalah boiler tipe stoker yang berbahan bakar batubara. Batubara yang digunakan sebagai bahan bakar boiler adalah sebagian batubara basah yang akan diupgrade. Uap boiler yang telah digunakan dalam subsistem pengering dialirkan kembali ke subsistem pembangkit daya. Meskipun telah berkondensasi, uap tersebut (selanjutnya disebut air panas) masih memiliki temperatur yang tinggi. Air panas tersebut selanjutnya digunakan untuk memanaskan feedwater boiler (air dari pompa setelah deaerator) melalui sebuah feedwater heater (penukar panas 2 dalam Gambar 3.17). Karena berasal dari uap boiler, air panas tersebut dapat langsung dicampur dengan feedwater boiler yang berasal dari deaerator. Aliran uap lain yang mengalir ke dalam subsistem pembangkit daya adalah uap dari kelebihan sirkulasi bed 1 dalam subsistem pengering. Uap ini berasal dari kandungan air batubara yang menguap dan bersifat kotor sehingga hanya digunakan untuk pemanas feedwater yang keluar dari deaerator (penukar panas 2 dalam Gambar 3.17). Pemanasan tersebut dilakukan hingga feedwater yang akan mengalir ke deaerator mencapai keadaan cair jenuh. Setelah digunakan untuk memanaskan feedwater boiler, uap kotor tersebut dialirkan ke subsistem pengolahan limbah untuk diolah. Air pendingin kondensor turbin CCP didapatkan dari cooling tower. Selain menerima beban pendinginan kondensor turbin, cooling tower tersebut juga menerima beban pendinginan lain dalam pabrik seperti air pendingin tangki destilasi dalam subsistem pengolahan air. 51

22 3.6 Subsistem Pengolahan Air Subsistem pengolahan air CCP (Gambar 3.18) berfungsi untuk menyediakan kebutuhan air bersih pabrik (termasuk make up water boiler) dan mengolah limbah cair pabrik. Peralatan yang berada di deretan atas dalam Gambar 3.18 merupakan peralatan-peralatan untuk mengolah air bersih, sedangkan peralatan yang berada di deretan bawah adalah peralatan untuk mengolah air limbah pabrik. Peralatan pengolahan air bersih dipilih berdasarkan asumsi bahwa kondisi sumber air CCP memiliki kualitas air yang lebih buruk daripada kualitas sumber air pada umumnya (air sungai) Proses Pengolahan Limbah Limbah cair utama CCP adalah kelebihan uap sirkulasi tiap bed pengering (dalam subsistem pengering) yang berasal dari kandungan air batubara yang menguap. Kelebihan uap sirkulasi bed 1 yang telah melewati subsistem pembangkit daya yang masih berupa campuran, dikondensasi lebih lanjut dalam sebuah tangki destilasi dengan menggunakan fluida pendingin berupa sebagian air buangan pabrik yang telah melewati rangkaian proses pengolahan air. Kondensat tersebut kemudian dicampur dengan kondensat dari internal heater bed 1 (yang berasal dari kelebihan uap sirkulasi bed 2) dan didinginkan dalam cooling pond. Cooling pond juga merupakan tempat penampungan limpasan air hujan yang berasal dari stockpile penyimpanan batubara yang akan di-upgrade maupun stockpile briket batubara. Karena kedua jenis limbah yang masuk ke cooling pond diperkirakan masih mengandung batubara halus, maka endapan yang muncul dalam cooling pond dan klarifier dipisahkan dari endapan lain dalam subsistem pengolahan air. Endapan ini (cake2 dalam Gambar 3.18) pada akhirnya dikeringkan untuk kemudian digunakan sebagai campuran bahan bakar boiler dalam subsistem pembangkit daya. 52

23 Gambar Skema unit pengolahan air 53

24 Selain pengurangan total dissolved solid (TDS), pengolahan limbah CCP juga ditujukan untuk mengurangi kandungan pencemar lain. Proses yang digunakan adalah koagulasi bahan pencemar dengan menggunakan bahan kimia. Semua bahan kimia yang diperlukan dicampur dengan air limbah yang berasal dari overflow klarifier setelah cooling pond. Pencampuran tersebut dilakukan dalam bak kontak padatan. Campuran tersebut kemudian dialirkan ke dalam bak klarifier final dan dicampur lagi dengan limbah kuantitas kecil pabrik, seperti blowdown boiler dan cooling tower, buangan sistem pendingin mesin, limbah dari drains (lantai, halaman), limbah hasil pembersihan logam seperti pembersihan pipa boiler (luar dan dalam), atau limbah lain. Semua bahan tersebut akan tercampur dalam klarifier final sehingga timbul koagulan yang akan keluar dari pipa bawah klarifier. Limbah kuantitas kecil juga akan terkoagulasi karena bahan kimia yang memicu koagulasi limbah tersebut juga ikut dicampur dengan air limbah yang mengalir dalam bak kontak padatan. Air overflow klarifier merupakan air bersih yang dapat langsung dibuang ke lingkungan Proses Pengolahan Air Bersih Proses pengolahan air bersih utamanya ditujukan untuk menyediakan make up water boiler dan cooling tower. Kualitas air boiler yang buruk dapat merusak pipa-pipa boiler. Penguapan air yang terjadi dalam pipa boiler dapat meninggalkan padatan yang terlarut dalam air boiler sehingga terbentuk kerak dan endapan pada permukaan pipa boiler. Adanya endapan dalam permukaan perpindahan panas dapat menyebabkan logam menjadi panas berlebihan sehingga berakibat pada kegagalan. Kualitas air boiler buruk juga dapat menyebabkan korosi dalam pipa boiler ketika. Kandungan gas terlarut seperti oksigen, CO 2, dan hidrogen sulfida yang terbawa bersama uap dapat memicu korosi dalam jalur pipa dan kondensat. Tingkat ph yang rendah juga bisa menjadi penyebab korosi [21]. Tabel 3.1 menunjukkan kualitas air maksimum yang direkomendasikan oleh American Boiler Manufacturers Association (ABMA). Kualitas air tersebut dicapai dengan penggunaan beberapa peralatan pengolahan air seperti dalam Gambar Penjelasan singkat tentang peralatan-peralatan tersebut ditunjukkan dalam Tabel

25 Tabel 3.1. Batas kualitas air maksimum boiler [22] Tabel 3.2. Peralatan pengolahan air bersih dalam unit pengolahan air Peralatan Fungsi Proses Bak prasedimentasi Mengurangi kandungan TDS Sedimentasi Bak aeerasi Bak kontak padatan dan klarifier Mengurangi kandungan CO 2 dan H 2 S Mengurangi kandungan oksigen Mengurangi TDS Menaikkan ph Aerasi Deep sand filter Mengurangi kandungan TDS Filtrasi Filter karbon aktif Reverse osmosis Mengurangi kandungan volatile organic compound (VOC) Mengurangi kandungan Total Suspended Solid (TSS) Reaksi bahan oxygen scavenger dengan oksigen Koagulasi dan Sedimentasi Reaksi kandungan air dengan bahan kimia Adsorpsi VOC oleh karbon aktif Reverse osmosis 3.7 Beberapa Catanan untuk Perancangan Awal Unit Pengering Energi pengeringan dan pemanasan batubara dalam unit pengering didapatkan dari uap superpanas yang disuplai oleh boiler dalam subsistem pembangkit daya. Desain kondisi proses pengeringan-pemanasan batubara dalam unit pengering sangat menentukan besar kebutuhan uap tersebut. Desain peralatan dalam unit pengering juga memiliki kontribusi terbesar dalam kebutuhan daya total CCP. Oleh sebab inilah, perlu dilakukan perancangan awal unit pengering, baik dari segi kondisi proses maupun dari segi desain peralatan, sehingga didapatkan desain yang optimum. 55

BAB II TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA

BAB II TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA BAB II TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA 2.1. Peningkatan Kualitas Batubara Berdasarkan peringkatnya, batubara dapat diklasifikasikan menjadi batubara peringkat rendah (low rank coal) dan batubara

Lebih terperinci

Bab III CUT Pilot Plant

Bab III CUT Pilot Plant Bab III CUT Pilot Plant 3.1 Sistem CUT Pilot Plant Skema proses CUT Pilot Plant secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 3.1. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa sistem CUT dibagi menjadi beberapa

Lebih terperinci

PERANCANGAN AWAL PABRIK TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA SKALA KOMERSIAL KAPASITAS 150 TON/JAM: UNIT PENGERING

PERANCANGAN AWAL PABRIK TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA SKALA KOMERSIAL KAPASITAS 150 TON/JAM: UNIT PENGERING PERANCANGAN AWAL PABRIK TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA SKALA KOMERSIAL KAPASITAS 150 TON/JAM: UNIT PENGERING TUGAS SARJANA Karya ilmiah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Dasar Steam merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dari teknologi modern. Tanpa steam, maka industri makanan kita, tekstil, bahan kimia, bahan kedokteran,daya, pemanasan

Lebih terperinci

BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU

BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU Sistem pembangkit listrik tenaga uap (Steam Power Plant) memakai siklus Rankine. PLTU Suralaya menggunakan siklus tertutup (closed cycle) dengan dasar siklus rankine dengan

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Aluminium Oksida dari Bauksit dengan Proses Bayer Kapasitas Ton / Tahun BAB III SPESIFIKASI PERALATAN PROSES

Prarancangan Pabrik Aluminium Oksida dari Bauksit dengan Proses Bayer Kapasitas Ton / Tahun BAB III SPESIFIKASI PERALATAN PROSES 74 3.1. Size Reduction 1. Crusher 01 BAB III SPESIFIKASI PERALATAN PROSES Kode : SR-01 : Mengecilkan ukuran partikel 50 mm menjadi 6,25 mm : Cone Crusher Nordberg HP 500 : 2 alat (m) : 2,73 Tinggi (m)

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR KONDENSOR

BAB III TEORI DASAR KONDENSOR BAB III TEORI DASAR KONDENSOR 3.1. Kondensor PT. Krakatau Daya Listrik merupakan salah satu anak perusahaan dari PT. Krakatau Steel yang berfungsi sebagai penyuplai aliran listrik bagi PT. Krakatau Steel

Lebih terperinci

Bab II Teknologi CUT

Bab II Teknologi CUT Bab II Teknologi CUT 2.1 Peningkatan Kualitas Batubara 2.1.1 Pengantar Batubara Batubara merupakan batuan mineral hidrokarbon yang terbentuk dari tumbuh-tumbuhan yang telah mati dan terkubur di dalam bumi

Lebih terperinci

Steam Power Plant. Siklus Uap Proses Pada PLTU Komponen PLTU Kelebihan dan Kekurangan PLTU

Steam Power Plant. Siklus Uap Proses Pada PLTU Komponen PLTU Kelebihan dan Kekurangan PLTU Steam Power Plant Siklus Uap Proses Pada PLTU Komponen PLTU Kelebihan dan Kekurangan PLTU Siklus dasar yang digunakan pada Steam Power Plant adalah siklus Rankine, dengan komponen utama boiler, turbin

Lebih terperinci

PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER

PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER Oleh Denni Alfiansyah 1031210146-3A JURUSAN TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG MALANG 2012 PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER Air yang digunakan pada proses pengolahan

Lebih terperinci

Bab IV Proses Komisioning pada CUT Pilot Plant

Bab IV Proses Komisioning pada CUT Pilot Plant Bab IV Proses Komisioning pada CUT Pilot Plant 4.1 Pengertian Umum 4.1.1 Definisi Secara definisi, komisioning adalah suatu proses yang sistematik dengan berorientasi pada kualitas untuk memverifikasi

Lebih terperinci

Bab V Analisis Hasil Komisioning CUT Pilot Plant

Bab V Analisis Hasil Komisioning CUT Pilot Plant Bab V Analisis Hasil Komisioning CUT Pilot Plant 5.1 Hasil Komisioning dan Pengujian Subsistem 5.1.1 Analisis Kinerja Subsistem Persiapan dan Transportasi Batubara Subsistem persiapan dan transportasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. panas. Karena panas yang diperlukan untuk membuat uap air ini didapat dari hasil

BAB II LANDASAN TEORI. panas. Karena panas yang diperlukan untuk membuat uap air ini didapat dari hasil BAB II LANDASAN TEORI II.1 Teori Dasar Ketel Uap Ketel uap adalah pesawat atau bejana yang disusun untuk mengubah air menjadi uap dengan jalan pemanasan, dimana energi kimia diubah menjadi energi panas.

Lebih terperinci

Umum Pengering.

Umum Pengering. Klasifikasi dan Karakteristik Umum Pengering g Dr. -Ing. Suherman suherman@undip.ac.id 1 Dasar Klasifikasi Sifat, ukuran, dan bentuk padatan Sekala pengoperasian Metoda transportasi bahan dan pengontakannya

Lebih terperinci

PERALATAN INDUSTRI KIMIA

PERALATAN INDUSTRI KIMIA PERALATAN INDUSTRI KIMIA (SIZE REDUCTION, STORAGE, REACTOR ) Penyusun: Lely Riawati, ST., MT. Agustina Eunike, ST., MT., MBA. PERALATAN INDUSTRI KIMIA YANG DIBAHAS : I Material Handling II III Size Reduction

Lebih terperinci

PERHITUNGAN EFISIENSI BOILER

PERHITUNGAN EFISIENSI BOILER 1 of 10 12/22/2013 8:36 AM PERHITUNGAN EFISIENSI BOILER PERHITUNGAN EFISIENSI BOILER Efisiensi adalah suatu tingkatan kemampuan kerja dari suatu alat. Sedangkan efisiensi pada boiler adalah prestasi kerja

Lebih terperinci

Teknologi pengeringan bed fluidasi (fluidized Bed)

Teknologi pengeringan bed fluidasi (fluidized Bed) Teknologi pengeringan bed fluidasi (fluidized Bed) Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan dapat menjelaskan teknologi pengeringan bed fluidasi (fluidized Bed) Sub

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. relatif antara putaran rotor dengan medan putar (rotating magnetic field) yang dihasilkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. relatif antara putaran rotor dengan medan putar (rotating magnetic field) yang dihasilkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motor Induksi 3 Fasa Motor induksi 3 fasa adalah mesin yang mengubah energi listrik arus bolak-balik (AC) 3 fasa menjadi energi mekanis berupa putaran. Motor induksi merupakan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN PROSES

BAB III PERANCANGAN PROSES BAB III PERANCANGAN PROSES 3.1. Uraian Proses Proses pembuatan natrium nitrat dengan menggunakan bahan baku natrium klorida dan asam nitrat telah peroleh dari dengan cara studi pustaka dan melalui pertimbangan

Lebih terperinci

Perancangan Instalasi Unit Utilitas Kebutuhan Air pada Industri dengan Bahan Baku Air Sungai

Perancangan Instalasi Unit Utilitas Kebutuhan Air pada Industri dengan Bahan Baku Air Sungai Perancangan Instalasi Unit Utilitas Kebutuhan Air pada Industri dengan Bahan Baku Air Sungai Air yang digunakan meliputi : 1. Air pendingin, digunakan untuk mendinginkan alat penukar panas. 2. Air Proses,

Lebih terperinci

BAB IV UNIT PENDUKUNG PROSES DAN LABORATORIUM

BAB IV UNIT PENDUKUNG PROSES DAN LABORATORIUM 52 BAB IV UNIT PENDUKUNG PROSES DAN LABORATORIUM Unit pendukung proses (utilitas) merupakan bagian penting penunjang proses produksi. Utilitas yang tersedia di pabrik PEA adalah unit pengadaan air, unit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensi dan kapasitas terpasang PLTP di Indonesia [1]

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensi dan kapasitas terpasang PLTP di Indonesia [1] BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dewasa ini kelangkaan sumber energi fosil telah menjadi isu utama. Kebutuhan energi tersebut setiap hari terus meningkat. Maka dari itu, energi yang tersedia di bumi

Lebih terperinci

KONVERSI ENERGI PANAS BUMI HASBULLAH, MT

KONVERSI ENERGI PANAS BUMI HASBULLAH, MT KONVERSI ENERGI PANAS BUMI HASBULLAH, MT TEKNIK ELEKTRO FPTK UPI, 2009 POTENSI ENERGI PANAS BUMI Indonesia dilewati 20% panjang dari sabuk api "ring of fire 50.000 MW potensi panas bumi dunia, 27.000 MW

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Pengeringan adalah proses mengurangi kadar air dari suatu bahan [1]. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Thermodinamika Teknik Mesin

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Thermodinamika Teknik Mesin III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Thermodinamika Teknik Mesin Universitas Lampung. Adapun waktu pelaksaan penelitian ini dilakukan dari bulan

Lebih terperinci

BAB III ELECTROSTATIC PRECIPITATOR

BAB III ELECTROSTATIC PRECIPITATOR BAB III ELECTROSTATIC PRECIPITATOR 3.1 Gambaran Umum Elektrostatik merupakan salah satu cabang ilmu fisika yang mempelajari tentang medan listrik statik. Elektrostatik diaplikasikan dalam dunia industri,

Lebih terperinci

1. Bagian Utama Boiler

1. Bagian Utama Boiler 1. Bagian Utama Boiler Boiler atau ketel uap terdiri dari berbagai komponen yang membentuk satu kesatuan sehingga dapat menjalankan operasinya, diantaranya: 1. Furnace Komponen ini merupakan tempat pembakaran

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS HASIL PERANCANGAN

BAB V ANALISIS HASIL PERANCANGAN BAB V ANALISIS HASIL PERANCANGAN 5.1. Proe Fluidiai Salah atu faktor yang berpengaruh dalam proe fluidiai adalah kecepatan ga fluidiai (uap pengering). Dalam perancangan ini, peramaan empirik yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya sektor industri pertanian meningkatkan kesejahteraan dan mempermudah manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak

Lebih terperinci

Prinsip kerja PLTG dapat dijelaskan melalui gambar dibawah ini : Gambar 1.1. Skema PLTG

Prinsip kerja PLTG dapat dijelaskan melalui gambar dibawah ini : Gambar 1.1. Skema PLTG 1. SIKLUS PLTGU 1.1. Siklus PLTG Prinsip kerja PLTG dapat dijelaskan melalui gambar dibawah ini : Gambar 1.1. Skema PLTG Proses yang terjadi pada PLTG adalah sebagai berikut : Pertama, turbin gas berfungsi

Lebih terperinci

TUGAS INDUSTRI SEMEN SPESIFIKASI PERALATAN PABRIK SEMEN

TUGAS INDUSTRI SEMEN SPESIFIKASI PERALATAN PABRIK SEMEN TUGAS INDUSTRI SEMEN SPESIFIKASI PERALATAN PABRIK SEMEN KESNI SAVITRI 0807121210 1. ALAT UTAMA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS RIAU 2010 2. BLENDING SILO ( Pencampuran dan Homogenisasi)

Lebih terperinci

Dapat juga digunakan sebuah metode yang lebih sederhana: Persentase kehilangan panas yang disebabkan oleh gas kering cerobong

Dapat juga digunakan sebuah metode yang lebih sederhana: Persentase kehilangan panas yang disebabkan oleh gas kering cerobong MODUL 4 Dapat juga digunakan sebuah metode yang lebih sederhana: Persentase kehilangan panas yang disebabkan oleh gas kering cerobong Tahap 5: Menghitung efisiensi boiler dan rasio penguapan boiler 1 Efisiensi

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB II DASAR TEORI

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Dispenser Air Minum Hot and Cool Dispenser air minum adalah suatu alat yang dibuat sebagai alat pengkondisi temperatur air minum baik air panas maupun air dingin. Temperatur air

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan manusia akan tenaga listrik terus meningkat. Tenaga listrik digunakan pada berbagai lini kehidupan seperti rumah tangga, perkantoran, industri baik home industry,

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO KONSENTRASI TEKNIK ELEKTRONIKA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS GUNADARMA

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO KONSENTRASI TEKNIK ELEKTRONIKA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS GUNADARMA ANALISA SISTEM KONTROL LEVEL DAN INSTRUMENTASI PADA HIGH PRESSURE HEATER PADA UNIT 1 4 DI PLTU UBP SURALAYA. Disusun Oleh : ANDREAS HAMONANGAN S (10411790) JURUSAN TEKNIK ELEKTRO KONSENTRASI TEKNIK ELEKTRONIKA

Lebih terperinci

BAB III TEKNOLOGI PEMANFAATAN SAMPAH KOTA BANDUNG SEBAGAI ENERGI

BAB III TEKNOLOGI PEMANFAATAN SAMPAH KOTA BANDUNG SEBAGAI ENERGI BAB III TEKNOLOGI PEMANFAATAN SAMPAH KOTA BANDUNG SEBAGAI ENERGI Waste-to-energy (WTE) merupakan konsep pemanfaatan sampah menjadi sumber energi. Teknologi WTE itu sendiri sudah dikenal di dunia sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendirikan beberapa pembangkit listrik, terutama pembangkit listrik dengan

BAB I PENDAHULUAN. mendirikan beberapa pembangkit listrik, terutama pembangkit listrik dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan kebutuhan energi listrik pada zaman globalisasi ini, Indonesia melaksanakan program percepatan pembangkitan listrik sebesar 10.000 MW dengan mendirikan

Lebih terperinci

PROSES UBC. Gambar 1. Bagan Air Proses UBC

PROSES UBC. Gambar 1. Bagan Air Proses UBC Penulis: Datin Fatia Umar dan Bukin Daulay Batubara merupakan energi yang cukup andal untuk menambah pasokan bahan bakar minyak mengingat cadangannya yang cukup besar. Dalam perkembangannya, batubara diharapkan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN REAKTOR GASIFIKASI

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN REAKTOR GASIFIKASI BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN REAKTOR GASIFIKASI 3.1 Perancangan Reaktor Gasifikasi Reaktor gasifikasi yang akan dibuat dalam penelitian ini didukung oleh beberapa komponen lain sehinga membentuk suatu

Lebih terperinci

Gambar 2.21 Ducting AC Sumber : Anonymous 2 : 2013

Gambar 2.21 Ducting AC Sumber : Anonymous 2 : 2013 1.2.3 AC Central AC central sistem pendinginan ruangan yang dikontrol dari satu titik atau tempat dan didistribusikan secara terpusat ke seluruh isi gedung dengan kapasitas yang sesuai dengan ukuran ruangan

Lebih terperinci

STUDI EXPERIMENT KARAKTERISTIK PENGERINGAN BATUBARA TERHADAP VARIASI SUDUT BLADE PADA SWIRLING FLUIDIZED BED DRYER.

STUDI EXPERIMENT KARAKTERISTIK PENGERINGAN BATUBARA TERHADAP VARIASI SUDUT BLADE PADA SWIRLING FLUIDIZED BED DRYER. TUGAS AKHIR KONVERSI ENERGI STUDI EXPERIMENT KARAKTERISTIK PENGERINGAN BATUBARA TERHADAP VARIASI SUDUT BLADE PADA SWIRLING FLUIDIZED BED DRYER. DOSEN PEMBIMBING: Dr. Eng. Ir. PRABOWO, M. Eng. AHMAD SEFRIKO

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Mesin pendingin atau kondensor adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan panas dari dalam ruangan ke luar ruangan. Adapun sistem mesin pendingin yang

Lebih terperinci

BAB II MESIN PENDINGIN. temperaturnya lebih tinggi. Didalan sistem pendinginan dalam menjaga temperatur

BAB II MESIN PENDINGIN. temperaturnya lebih tinggi. Didalan sistem pendinginan dalam menjaga temperatur BAB II MESIN PENDINGIN 2.1. Pengertian Mesin Pendingin Mesin Pendingin adalah suatu peralatan yang digunakan untuk mendinginkan air, atau peralatan yang berfungsi untuk memindahkan panas dari suatu tempat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) PLTU merupakan sistem pembangkit tenaga listrik dengan memanfaatkan energi panas bahan bakar untuk diubah menjadi energi listrik dengan

Lebih terperinci

PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH PADA IPAL INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT BTIK LIK MAGETAN

PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH PADA IPAL INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT BTIK LIK MAGETAN BAB VII PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH PADA IPAL INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT BTIK LIK MAGETAN 7.1. Sumber Limbah Di BTIK-LIK Magetan terdapat kurang lebih 43 unit usaha penyamak kulit, dan saat ini ada 37

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya BAB II DASAR TEORI 2.1 Hot and Cool Water Dispenser Hot and cool water dispenser merupakan sebuah alat yang digunakan untuk mengkondisikan temperatur air minum baik dingin maupun panas. Sumber airnya berasal

Lebih terperinci

BAB IV UNIT PENDUKUNG PROSES DAN LABORATORIUM

BAB IV UNIT PENDUKUNG PROSES DAN LABORATORIUM BAB IV UNIT PENDUKUNG PROSES DAN LABORATORIUM Unit pendukung proses (utilitas) merupakan bagian penting penunjang proses produksi. Utilitas yang tersedia di pabrik metil tersier butil eter adalah unit

Lebih terperinci

BAB III DESAIN DAN FABRIKASI

BAB III DESAIN DAN FABRIKASI BAB III DESAIN DAN FABRIKASI III. 1 DESAIN Objektifitas dari perancangan ini adalah: 1) modifikasi sistim feeding bahan bakar yang lebih optimal. Sebelumnya, setiap kali penambahan bahan bakar solid (batubara),

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Desalinasi Desalinasi merupakan suatu proses menghilangkan kadar garam berlebih dalam air untuk mendapatkan air yang dapat dikonsumsi binatang, tanaman dan manusia.

Lebih terperinci

BAB IV PEMILIHAN SISTEM PEMANASAN AIR

BAB IV PEMILIHAN SISTEM PEMANASAN AIR 27 BAB IV PEMILIHAN SISTEM PEMANASAN AIR 4.1 Pemilihan Sistem Pemanasan Air Terdapat beberapa alternatif sistem pemanasan air yang dapat dilakukan, seperti yang telah dijelaskan dalam subbab 2.2.1 mengenai

Lebih terperinci

Efisiensi PLTU batubara

Efisiensi PLTU batubara Efisiensi PLTU batubara Ariesma Julianto 105100200111051 Vagga Satria Rizky 105100207111003 Sumber energi di Indonesia ditandai dengan keterbatasan cadangan minyak bumi, cadangan gas alam yang mencukupi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian jenis gas dapat dipandang sebagai pencemar udara terutama apabila konsentrasi gas tersebut melebihi tingkat konsentrasi normal dan dapat berasal dari sumber

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Air Conditioner Air Conditioner (AC) digunakan untuk mengatur temperatur, sirkulasi, kelembaban, dan kebersihan udara didalam ruangan. Selain itu, air conditioner juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BAB I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. BAB I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PLTU adalah suatu pembangkit listrik dimana energi listrik dihasilkan oleh generator yang diputar oleh turbin uap yang memanfaatkan tekanan uap hasil dari penguapan

Lebih terperinci

BAB VII PETUNJUK OPERASI DAN PEMELIHARAAN

BAB VII PETUNJUK OPERASI DAN PEMELIHARAAN BAB VII PETUNJUK OPERASI DAN PEMELIHARAAN VII.1 Umum Operasi dan pemeliharaan dilakukan dengan tujuan agar unit-unit pengolahan dapat berfungsi optimal dan mempunyai efisiensi pengolahan seperti yang diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan yang memadai untuk melayani proses yang berlangsung di dalamnya.

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan yang memadai untuk melayani proses yang berlangsung di dalamnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Zaman sekarang ini merupakan era industri yang memerlukan suatu daya dan kemampuan yang memadai untuk melayani proses yang berlangsung di dalamnya. Industri dan perusahaan

Lebih terperinci

BAB2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB2 TINJAUAN PUSTAKA BAB2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Proses Pengolahan Kelapa Sawit Secara umum pengolahan kelapa sawit terbagi menjadi dua hasil akhir, yaitu pengolahan minyak kelapa sawit (CPO) dan pengolahan inti sawit (kernel).

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Unit Operasi IPAL Mojosongo Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Mojosongo di bangun untuk mengolah air buangan dari kota Surakarta bagian utara, dengan

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN BEBAN TERHADAP SISTEM UAP EKSTRAKSI PADA DEAERATOR PLTU TANJUNG JATI B UNIT 2

PENGARUH PERUBAHAN BEBAN TERHADAP SISTEM UAP EKSTRAKSI PADA DEAERATOR PLTU TANJUNG JATI B UNIT 2 EKSERGI Jurnal Teknik Energi Vol 10 No. 3 September 2; 94-98 PENGARUH PERUBAHAN BEBAN TERHADAP SISTEM UAP EKSTRAKSI PADA DEAERATOR PLTU TANJUNG JATI B UNIT 2 Jev N. Hilga, Sunarwo, M. Denny S, Rudy Haryanto

Lebih terperinci

BAB II STUDI LITERATUR

BAB II STUDI LITERATUR BAB II STUDI LITERATUR 2.1 Kebutuhan Air Tawar Siklus PLTU membutuhkan air tawar sebagai bahan baku. Hal ini dikarenakan peralatan PLTU sangat rentan terhadap karat. Akan tetapi, semakin besar kapasitas

Lebih terperinci

BAB III PENGUMPULAN DATA. Pusat Listrik Tenaga Uap ( PLTU ) Muara Karang terletak ditepi pantai

BAB III PENGUMPULAN DATA. Pusat Listrik Tenaga Uap ( PLTU ) Muara Karang terletak ditepi pantai BAB III PENGUMPULAN DATA 3.1. PLTU Muara Karang. Pusat Listrik Tenaga Uap ( PLTU ) Muara Karang terletak ditepi pantai Teluk Jakarta, di Muara Karang. Kapasitas terpasang total PLTU Muara Karang sebesar

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR Program Studi D3 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industi ITS - Surabaya LOGO

SIDANG TUGAS AKHIR Program Studi D3 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industi ITS - Surabaya LOGO SIDANG TUGAS AKHIR Program Studi D3 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industi ITS - Surabaya LOGO Pabrik Semen menggunakan Bahan Aditif Fly Ash dengan Proses Kering Oleh : Palupi Nisa 230 030 04 Hikmatul

Lebih terperinci

BAB II ISI. 2.1 Komponen Penting PLTU Penanganan Batubara

BAB II ISI. 2.1 Komponen Penting PLTU Penanganan Batubara BAB I PENDAHULUAN Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), merupakan salah satu andalan pembangkit tenaga listrik yang menjadi jantung untuk kegiatan industry. Salah satu bahan bakar PLTU adalah batubara.

Lebih terperinci

Apa itu PLTU? Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) adalah pembangkit yang mengandalkan energi kinetik dari uap untuk menghasilkan energi listrik.

Apa itu PLTU? Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) adalah pembangkit yang mengandalkan energi kinetik dari uap untuk menghasilkan energi listrik. Apa itu PLTU? Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) adalah pembangkit yang mengandalkan energi kinetik dari uap untuk menghasilkan energi listrik. Bentuk utama dari pembangkit listrik jenis ini adalah Generator

Lebih terperinci

BAB III. DESKRIPSI SOLVENT EXTRACTION PILOT PLANT, ALAT PENY ANGRAI DAN BOILER

BAB III. DESKRIPSI SOLVENT EXTRACTION PILOT PLANT, ALAT PENY ANGRAI DAN BOILER BAB III. DESKRIPSI SOLVENT EXTRACTION PILOT PLANT, ALAT PENY ANGRAI DAN BOILER Alat-alat dipergunakan pada penelitian terdiri dari solvent extraction pilot plant, alat penyangrai dan boiler. ~. SOLVENT

Lebih terperinci

Gbr. 2.1 Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU)

Gbr. 2.1 Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian HRSG HRSG (Heat Recovery Steam Generator) adalah ketel uap atau boiler yang memanfaatkan energi panas sisa gas buang satu unit turbin gas untuk memanaskan air dan

Lebih terperinci

PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI GULA

PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI GULA TUGAS MATA KULIAH PERANCANGAN PABRIK PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI GULA Dosen Pengampu: Ir. Musthofa Lutfi, MP. Oleh: FRANCISKA TRISNAWATI 105100200111001 NUR AULYA FAUZIA 105100200111018

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Medan, Oktober Penulis

KATA PENGANTAR. Medan, Oktober Penulis KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkah rahmat dan hidayah-nya penulis dapat menyelesaikan Makalah tentang Pengolahan Inti Sawit (Kernel) dengan sebaik-baiknya.

Lebih terperinci

BAB 5 DASAR POMPA. pompa

BAB 5 DASAR POMPA. pompa BAB 5 DASAR POMPA Pompa merupakan salah satu jenis mesin yang berfungsi untuk memindahkan zat cair dari suatu tempat ke tempat yang diinginkan. Zat cair tersebut contohnya adalah air, oli atau minyak pelumas,

Lebih terperinci

PENGERING PELLET IKAN DALAM PENGUATAN PANGAN NASIONAL

PENGERING PELLET IKAN DALAM PENGUATAN PANGAN NASIONAL KEGIATAN IPTEK bagi MASYARAKAT TAHUN 2017 PENGERING PELLET IKAN DALAM PENGUATAN PANGAN NASIONAL Mohammad Nurhilal, S.T., M.T., M.Pd Usaha dalam mensukseskan ketahanan pangan nasional harus dibangun dari

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran II : Mesin-mesin dan Peralatan yang digunakan PTPN III PKS Rambutan A. Mesin Produksi Adapun jenis dari mesin- mesin produksi yang digunakan oleh PTPN III PKS Rambutan dapat dilihat pada tabel

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mesin pengering merupakan salah satu unit yang dimiliki oleh Pabrik Kopi

I. PENDAHULUAN. Mesin pengering merupakan salah satu unit yang dimiliki oleh Pabrik Kopi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mesin pengering merupakan salah satu unit yang dimiliki oleh Pabrik Kopi Tulen yang berperan dalam proses pengeringan biji kopi untuk menghasilkan kopi bubuk TULEN. Biji

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Radiator Radiator memegang peranan penting dalam mesin otomotif (misal mobil). Radiator berfungsi untuk mendinginkan mesin. Pembakaran bahan bakar dalam silinder mesin menyalurkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangkit listrik yang sedang dikembangkan di Indonesia dikarenakan sumbernya yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangkit listrik yang sedang dikembangkan di Indonesia dikarenakan sumbernya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa Sawit (PLTBS) merupakan salah satu pembangkit listrik yang sedang dikembangkan di Indonesia dikarenakan sumbernya yang merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mesin Fluida Mesin fluida adalah mesin yang berfungsi untuk mengubah energi mekanis poros menjadi energi potensial fluida, atau sebaliknya mengubah energi fluida (energi potensial

Lebih terperinci

POLSRI 2013 COOLING TOWER LIA FITRI FUJIARSI NUR FITRIANY RIDHOLLAHI

POLSRI 2013 COOLING TOWER LIA FITRI FUJIARSI NUR FITRIANY RIDHOLLAHI POLSRI 2013 COOLING TOWER TEKNIK KIMIA Cooling Towers LIA FITRI FUJIARSI NUR FITRIANY RIDHOLLAHI 0613-3040-0319 0613-3040-0328 0613-3040-0331 SISTEM AIR PENDINGIN PENDAHULUAN Mesin Pendingin adalah suatu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori PLTGU atau combine cycle power plant (CCPP) adalah suatu unit pembangkit yang memanfaatkan siklus gabungan antara turbin uap dan turbin gas. Gagasan awal untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULAN 1.1 Latar Belakang Fluidisasi adalah proses dimana benda padat halus (partikel) dirubah menjadi fase dengan perilaku menyerupai fluida. Fluidisasi dilakukan dengan cara menghembuskan fluida

Lebih terperinci

STEAM TURBINE. POWER PLANT 2 X 15 MW PT. Kawasan Industri Dumai

STEAM TURBINE. POWER PLANT 2 X 15 MW PT. Kawasan Industri Dumai STEAM TURBINE POWER PLANT 2 X 15 MW PT. Kawasan Industri Dumai PENDAHULUAN Asal kata turbin: turbinis (bahasa Latin) : vortex, whirling Claude Burdin, 1828, dalam kompetisi teknik tentang sumber daya air

Lebih terperinci

SKRIPSI / TUGAS AKHIR

SKRIPSI / TUGAS AKHIR SKRIPSI / TUGAS AKHIR ANALISIS PEMANFAATAN GAS BUANG DARI TURBIN UAP PLTGU 143 MW UNTUK PROSES DESALINASI ALBERT BATISTA TARIGAN (20406065) JURUSAN TEKNIK MESIN PENDAHULUAN Desalinasi adalah proses pemisahan

Lebih terperinci

Pengoperasian pltu. Simple, Inspiring, Performing,

Pengoperasian pltu. Simple, Inspiring, Performing, Pengoperasian pltu PERSIAPAN COLD START PLTU 1. SISTEM AUXILIARY STEAM (UAP BANTU) FUNGSI : a. Menyuplai uap ke sistem bahan bakar minyak pada igniter untuk mengabutkan bahan bakar minyak (Atomizing sistem).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangkit Listrik Tenaga Air Panglima Besar Soedirman. mempunyai tiga unit turbin air tipe Francis poros vertikal, yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangkit Listrik Tenaga Air Panglima Besar Soedirman. mempunyai tiga unit turbin air tipe Francis poros vertikal, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangkit Listrik Tenaga Air Panglima Besar Soedirman mempunyai tiga unit turbin air tipe Francis poros vertikal, yang digunakan sebagai penggerak mula dari generator

Lebih terperinci

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. B. Rumusan Masalah. C. Tujuan

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. B. Rumusan Masalah. C. Tujuan I. Pendahuluan A. Latar Belakang Dalam dunia industri terdapat bermacam-macam alat ataupun proses kimiawi yang terjadi. Dan begitu pula pada hasil produk yang keluar yang berada di sela-sela kebutuhan

Lebih terperinci

GLOSSARY STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN BIDANG JASA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TENAGA LISTRIK

GLOSSARY STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN BIDANG JASA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TENAGA LISTRIK GLOSSARY GLOSSARY STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN BIDANG JASA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TENAGA LISTRIK Ash Handling Adalah penanganan bahan sisa pembakaran dan terutama abu dasar yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam tugas akhir ini akan dilakukan perancangan bejana tekan vertikal dan simulasi pembebanan eksentrik pada nozzle dengan studi kasus pada separator kluster 4 Fluid

Lebih terperinci

BAB II. Prinsip Kerja Mesin Pendingin

BAB II. Prinsip Kerja Mesin Pendingin BAB II Prinsip Kerja Mesin Pendingin A. Sistem Pendinginan Absorbsi Sejarah mesin pendingin absorbsi dimulai pada abad ke-19 mendahului jenis kompresi uap dan telah mengalami masa kejayaannya sendiri.

Lebih terperinci

Pengantar Teknik Kimia Sesi 1: Peralatan Proses. Ir. Abdul Wahid Surhim, MT.

Pengantar Teknik Kimia Sesi 1: Peralatan Proses. Ir. Abdul Wahid Surhim, MT. Pengantar Teknik Kimia Sesi 1: Peralatan Proses Ir. Abdul Wahid Surhim, MT. Rotary Vacuum Filter Oleh : Ellen Tantono (0606076311) Fabian Eka Krishna (0606076324) Fadli Yusandi (0606076330) Falah Fakhriyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Skema pressurized water reactor (http://www.world-nuclear.org/, September 2015)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Skema pressurized water reactor (http://www.world-nuclear.org/, September 2015) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aliran multifase merupakan salah satu fenomena penting yang banyak ditemukan dalam kegiatan industri. Kita bisa menemukannya di dalam berbagai bidang industri seperti

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN PROSES

BAB III PERANCANGAN PROSES BAB III PERANCANGAN PROSES 3.1. Uraian Proses Reaksi pembentukan C8H4O3 (phthalic anhydride) adalah reaksi heterogen fase gas dengan katalis padat, dimana terjadi reaksi oksidasi C8H10 (o-xylene) oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air adalah kebutuhan pokok bagi semua makhluk hidup di dunia. Air dapat berbentuk padat, cair, dan gas. Air di bumi digolongkan menjadi 3 bagian pokok, yaitu air hujan,

Lebih terperinci

Sistem pengering pilihan

Sistem pengering pilihan Sistem pengering pilihan Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan dapat menjelaskan alat pengeringan yang khusus (pilihan) Sub Pokok Bahasan 1.Pengering dua tahap 2.Pengering

Lebih terperinci

PROSES PRODUKSI ASAM SULFAT

PROSES PRODUKSI ASAM SULFAT PRODU KSI A SAM SU LFAT BAB III PROSES PROSES PRODUKSI ASAM SULFAT 3.1 Flow Chart Proses Produksi Untuk mempermudah pembahasan dan urutan dalam menguraikan proses produksi, penulis merangkum dalam bentuk

Lebih terperinci

REAKTOR GRAFIT BERPENDINGIN GAS (GAS COOLED REACTOR)

REAKTOR GRAFIT BERPENDINGIN GAS (GAS COOLED REACTOR) REAKTOR GRAFIT BERPENDINGIN GAS (GAS COOLED REACTOR) RINGKASAN Reaktor Grafit Berpendingin Gas (Gas Cooled Reactor, GCR) adalah reaktor berbahan bakar uranium alam dengan moderator grafit dan berpendingin

Lebih terperinci

MODUL 1.04 FILTRASI LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA CILEGON BANTEN

MODUL 1.04 FILTRASI LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA CILEGON BANTEN MODUL 1.04 FILTRASI LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA CILEGON BANTEN 2008 2 Modul 1.04 FILTRASI I. Tujuan Praktikum: Mahasiswa dapat memahami tentang

Lebih terperinci

Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga termal adalah usaha dan/atau kegiatan

Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga termal adalah usaha dan/atau kegiatan SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 08 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA TERMAL MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang

Lebih terperinci

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan MEKANISME By : Dewi Maya Maharani Pengeringan Prinsip Dasar Pengeringan Proses pemakaian panas dan pemindahan air dari bahan yang dikeringkan yang berlangsung secara serentak bersamaan Konduksi media Steam

Lebih terperinci

Penggunaan sistem Pneumatik antara lain sebagai berikut :

Penggunaan sistem Pneumatik antara lain sebagai berikut : SISTEM PNEUMATIK SISTEM PNEUMATIK Pneumatik berasal dari bahasa Yunani yang berarti udara atau angin. Semua sistem yang menggunakan tenaga yang disimpan dalam bentuk udara yang dimampatkan untuk menghasilkan

Lebih terperinci

Proses penggerusan merupakan dasar operasional penting dalam teknologi farmasi. Proses ini melibatkan perusakan dan penghalusan materi dengan

Proses penggerusan merupakan dasar operasional penting dalam teknologi farmasi. Proses ini melibatkan perusakan dan penghalusan materi dengan Proses penggerusan merupakan dasar operasional penting dalam teknologi farmasi. Proses ini melibatkan perusakan dan penghalusan materi dengan konsekuensi meningkatnya luas permukaan. Ukuran partikel atau

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA PUSAT INOVASI AGROTEKNOLOGI

UNIVERSITAS GADJAH MADA PUSAT INOVASI AGROTEKNOLOGI Halaman : 1 dari 7 INCINERATOR Pasokan sampah organik dari kampus UGM ke PIAT UGM masih terdapat sampah anorganik sekitar 20%. Dari sisa sampah anorganik yang tidak bisa diolah menggunakan pirilosis, dibakar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi listrik merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam kehidupan manusia saat ini, hampir semua aktifitas manusia berhubungan dengan energi listrik.

Lebih terperinci