Bab IV Proses Komisioning pada CUT Pilot Plant

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab IV Proses Komisioning pada CUT Pilot Plant"

Transkripsi

1 Bab IV Proses Komisioning pada CUT Pilot Plant 4.1 Pengertian Umum Definisi Secara definisi, komisioning adalah suatu proses yang sistematik dengan berorientasi pada kualitas untuk memverifikasi performa proyek atau sistem yang dibangun mengacu pada basic design yang telah ditetapkan sebelumnya[16]. Yang disebut sistematik adalah bahwa proses komisioning ini merupakan suatu proses yang terdiri dari tahapan-tahapan yang perlu dilakukan secara berurutan. Selain itu, pada definisi di atas juga disebutkan bahwa komisioning merupakan proses yang berorientasi pada kualitas, hal ini jelas bahwa kualitas proyek ataupun sistem merupakan hal yang sangat diperhatikan pada proses komisioning ini. Kegiatan komisioning meliputi proses pengujian pada sistem yang bersangkutan untuk mengetahui karakteristik yang diperlukan dalam pengembangan sistem lebih lanjut. Berhubungan dengan kualitas sistem, ada empat pertanyaan utama yang mendasari proses komisioning tersebut[17], yaitu Problem apa yang akan atau mungkin terjadi pada sistem yang dibangun? Mengapa problem tersebut bisa terjadi? Kapan problem tersebut bisa terjadi? Apa yang bisa dilakukan untuk menanggulangi problem tersebut? Sehingga, proses komisioning menjurus pada proses analisis terhadap performa sistem yang sedang dibangun hingga pencarian akar permasalahan yang mungkin terjadi dalam sistem. Berdasarkan konteks di atas, dapat dilihat bahwa proses komisioning merupakan proses yang cukup penting. Melalui komisioning, diharapkan sistem atau proyek yang sedang dibangun berjalan sesuai dengan yang diinginkan. Selain itu, melalui proses komisioning, parameter-parameter kritis yang akan mempengaruhi kinerja CUT Pilot Plant dapat diperoleh.

2 4.1.2 Tujuan Komisioning Sesuai dengan definisi komisioning itu sendiri, tujuan utamanya adalah untuk menentukan apakah sistem yang dibangun layak untuk beroperasi atau tidak. Sistem dikatakan tidak layak apabila sistem dibangun tidak sesuai dengan desain yang telah dibuat. Sistem yang dibangun juga dapat dinyatakan tidak layak apabila proses konstruksi sistem belum selesai atau hasil konstruksi tidak baik. Selain itu, perlu juga dilihat kelayakan sistem dari sisi keamanan. Apabila terdapat banyak hal yang dapat membahayakan keselamatan pekerja ataupun pengguna, sistem dapat juga dinyatakan tidak layak untuk beroperasi. Tujuan lain dari proses komisioning dan pengujian adalah untuk meningkatkan kinerja sistem yang bersangkutan. Hal ini diperlukan pemahaman dan analisis terhadap desain sistem yang dikembangkan. Seringkali hasil desain berbeda jauh dengan hasil pengoperasian. Proses komisioning mencatat dan melakukan analisis yang diperlukan terhadap perbedaan tersebut. Analisis yang telah dilakukan dapat dijadikan sebagai acuan untuk melakukan modifikasi dengan tujuan peningkatan kinerja sistem. Kinerja sistem dalam hal ini dapat meliputi penggunaan energi dan biaya operasi. Dengan adanya proses komisioning ini, diharapkan kebutuhan energi untuk sistem akan diketahui. Dari hasil analisis konsumsi energi, nantinya akan diketahui persentasi konsumsi energi oleh masing-masing komponen yang akan menjurus pada analisis untuk peningkatan efisiensi penggunaan energi dalam sistem. Peningkatan efisiensi penggunaan energi dalam sistem ini akan berujung pada biaya operasi yang minimum. Tujuan berikutnya dari proses ini adalah melakukan dokumentasi terhadap spesifikasi komponen serta karakteristik prestasi sistem yang didapat selama running test. Dokumentasi ini sangat diperlukan dalam proses analisis sistem. Selain itu, dokumentasi ini juga diperlukan untuk mempersiapkan operator dalam mengoperasikan dan melakukan perawatan pada sistem yang bersangkutan. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa ada tiga tujuan utama proses komisioning, yaitu: 1. Menentukan kelayakan sistem 2. Meningkatkan kinerja sistem

3 3. Dokumentasi parameter-parameter penting dalam sistem Ketiga tujuan ini dapat dijadikan acuan untuk menentukan keberhasilan proses komisioning yang dilakukan Metodologi Telah disebutkan pada definisi komisioning bahwa proses komisioning merupakan proses yang sistematik. Dalam melakukan proses komisioning dan pengujian ada beberapa tahapan yang perlu diikuti, yaitu: 1. Prakomisioning 2. Pengujian subsistem 3. Pengujian sistem Secara skematis, tahapan-tahapan tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.1. Prakomsioning Pengujian Subsistem Pengujian Sistem Planning Inspeksi pemasangan Tes kobocoran Trial komponen Coal preparation & transportation Hot Utility Drying Briquetting Water Treatment Trial & Performance Test CUT Pilot Plant Gambar 4.1 Tahapan proses komisioning CUT Pilot Plant Sebelum melakukan proses komisioning dan pengujian, terlebih dahulu perlu dilakukan prakomisioning. Proses prakomisioning meliputi inspeksi visual terhadap hasil konstruksi sistem, pengujian masing-masing komponen, serta running test motor yang ada pada sistem. Proses prakomisioning ini menentukan kesiapan sistem untuk dilakukan komisioning dan pengujian.

4 Setelah sistem dinyatakan layak untuk dikomisioning, kegiatan komisioning sistem dimulai. Diawali dengan proses komisioning pada subsistem untuk menguji apakah masing-masing subsistem dapat bekerja sesuai dengan fungsinya. Komisioning dan pengujian sistem dilakukan setelah kedua proses tersebut berjalan dan yakin komponen-komponen serta masing-masing subsistem dapat mendukung kinerja sistem secara terintegrasi. Diagram alir proses komisioning dapat dilihat pada Gambar 4.2. Pertamatama, dilakukan pengenalan dan pembelajaran terhadap cara kerja sistem secara keseluruhan. Sebelum melakukan komisioning, proses di dalam sistem haruslah dikuasai. Setelah itu, perlu ditentukan parameter yang akan dianalisis, prosedur yang akan dilakukan, serta komponen yang akan diuji. Pada awal proses, perlu dilakukan pemeriksaan kelengkapan serta pemasangan komponen. Kemudian, proses dilanjutkan dengan pengujian masingmasing komponen dan instrumen. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa masing-masing komponen maupun instrumen bekerja sesuai dengan spesifikasi desain yang dibutuhkan, sehingga kemungkinan terjadinya kegagalan akibat buruknya komponen semakin kecil. Tahap ini merupakan tahap prakomisioning. Setelah yakin bahwa masing-masing komponen dan instrumen bekerja dengan baik, start up proses dapat dimulai. Proses start up dimulai dengan start up masing-masing subsistem disertai dengan komisioning subsistem tersebut. Periode start up merupakan salah satu bagian proses yang kritis. Pada periode ini, data-data yang diperoleh merupakan data-data penting yang dapat digunakan pada proses start up selanjutnya. Proses komisioning dilanjutkan dengan pengoperasian sistem secara terintegrasi sesuai dengan kondisi operasi desain. Selama pengoperasian, data-data operasi proses dapat diperoleh. Data-data ini kemudian dianalisis untuk mendapatkan parameter-parameter pengujian yang ada dalam input. Dari hasil analisis, dapat ditarik kesimpulan apakah pilot plant yang diuji ini berjalan dengan baik atau tidak. Apabila didapat bahwa pilot plant tidak berjalan dengan baik, perlu dilakukan analisis mencari penyebab hal tersebut. Hasil analisis tersebut menjadi dasar untuk melakukan modifikasi maupun optimasi pada sistem.

5 START Input 1. proses 2. parameter 3. daftar komponen 4. prosedur Cek kelengkapan komponen & instrument Pengujian masingmasing komponen & setting instrumen Sesuai spek? NO Rekomendasi untuk perbaikan & kalibrasi Start up Output: Data operasi start up A Gambar 4.2a Diagram alir proses komsioning CUT Pilot Plant

6 A Operasi Dokumentasi Output: Data Operasi Pengolahan data & analisis Modifikasi/ optimasi Perlu modifikasi/optimasi YES Root Cause Analysis Dokumentasi NO Output Laporan FINISH Gambar 4.2b Diagram alir proses komisioning CUT Pilot Plant Hasil yang diperoleh dari proses komisioning dan pengujian ini berupa laporan yang berisi tentang dokumentasi seluruh proses komisioning. Isi laporan juga meliputi data-data operasi pilot plant serta parameter-parameter kritis yang ada di dalamnya. Selain itu, laporan juga berisi tentang analisis kinerja sistem secara keseluruhan.

7 Perencanaan proses komisioning lebih rinci dijelaskan pada subbab-subbab berikut pada Bab IV ini. Tidak seluruh proses komisioning dibahas pada tugas akhir ini. Pembahasan mengenai proses komisioning, terutama pada pengujian subsistem, hanya meliputi pengujian subsistem persiapan dan transportasi batubara, subsistem penyuplai panas, subsistem pengeringan, dan subsistem pembriketan. Sementara, pengujian subsistem pengolahan air tidak termasuk dalam pembahasan di tugas akhir ini. 4.2 Proses Prakomisioning Prakomisioning adalah aktivitas untuk mengecek keberfungsian masingmasing komponen. Proses prakomisioning ini meliputi persiapan, pengecekan pemasangan komponen, penyesuaian/setting komponen, hingga trial masing-masing komponen dalam keadaan tanpa beban. Hasil dari proses prakomisioning ini berupa pernyataan bahwa komponen yang dipasang sudah siap untuk dijalankan atau sudah siap untuk proses komisioning. Persiapan proses komisioning Proses persiapan ini merupakan hal dasar yang perlu dilakukan. Pelaksanaannya tidak selalu di awal prakomisioning, namun hal-hal ini harus dipikirkan sebelum proses komisioning yang sesungguhnya berjalan. Pada tahap persiapan ini, hal-hal yang perlu dilakukan adalah Pendataan komponen-komponen pada CUT Pilot Plant Pendataan komponen-komponen merupakan tahap paling awal yang perlu dilakukan pada saat prakomisioning. Pendataan ini bertujuan untuk mengecek kelengkapan komponen pada CUT Pilot Plant. Selain itu, pendataan ini juga diperlukan untuk perencanaan proses komisioning. Pengumpulan spesifikasi motor Beberapa komponen pada CUT Pilot Plant ini menggunakan motor listrik sebagai penggeraknya, seperti misalnya blower, rotary vane, pompa, dan sebagainya. Sehingga, pengetahuan akan spesifikasi motor sangat diperlukan. Spesifikasi motor ini nantinya berguna pada saat penghitungan energi listrik

8 yang terpakai pada CUT Pilot Plant. Selain itu, spesifikasi motor ini juga menjadi acuan pada saat proses running test motor yang bersangkutan. Peninjauan ketersediaan energi listrik Pada proses prakomisioning ini, peninjauan ketersediaan energi listrik ini diperlukan untuk mengetahui beban listrik yang dipakai selama proses komisioning, baik itu hanya untuk running test komponen ataupun running test keseluruhan. Peninjauan ketersediaan bahan mentah Ketersediaan bahan mentah, dalam hal ini batubara, merupakan hal yang penting karena hal ini mempengaruhi keberlanjutan produksi CUT Pilot Plant. Perlu dilakukan pengambilan sampel terhadap bahan mentah yang digunakan untuk proses untuk kemudian dilakukan proximate analysis dan pengujian kandungan kalornya. Pengujian bahan mentah ini juga ditujukan untuk menganalisis perubahan yang terjadi pada batubara setelah dikeringkan. Untuk itu, perlu dilakukan pengambilan sampel bahan mentah secara periodik. Selain poin-poin di atas, masih ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan untuk menunjang proses komisioning, misalnya pengumpulan manual operasi komponen, penyiapan dokumen untuk prakomisioning, dan lain-lain. Penjelasan mengenai hal-hal lain yang perlu dipersiapkan selain empat poin di atas terdapat pada pembahasan mengenai proses komisioning secara rinci pada masing-masing subsistem. Inspeksi pemasangan komponen Berdasarkan definisi prakomisioning yang disebutkan pada awal bab ini, disebutkan pengecekan pemasangan komponen adalah salah satu bagian dari kegiatan komisioning. Tujuan dari pengecekan pemasangan komponen ini adalah untuk meyakinkan bahwa komponen-komponen yang diperlukan untuk CUT Pilot Plant ini telah terpasang dengan baik. Hal ini diperlukan untuk menghindari terjadinya disfungsi komponen karena kesalahan pemasangan.

9 Pada proses inspeksi pemasangan komponen ini, gambar teknik merupakan hal yang wajib dijadikan acuan. Selain itu, proses inspeksi ini juga mengacu pada fungsionalitas dari komponen itu sendiri. Dengan kata lain, hal-hal yang perlu diinspeksi pada setiap komponen berbeda-beda bergantung pada fungsi dan karakter dari komponen tersebut. Sebagai contoh, pada pemasangan pipa, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah kondisi fisik pipa diusahakan tidak berkarat, sambungan antar flens sudah terbaut dengan baik, pemasangan isolasi untuk mengurangi panas yang hilang, dan sebagainya. Uji Coba Komponen Kegiatan lain pada masa prakomisioning adalah pengujian komponen. Tujuan pengujian atau komisioning komponen ini adalah untuk memastikan bahwa komponen-komponen yang telah dipesan dan yang telah terpasang dapat bekerja dengan baik. Yang disebut bekerja dengan baik disini adalah bahwa komponenkomponen tersebut dapat bekerja sesuai dengan spesifikasi yang dimilikinya. Hal ini dilakukan untuk mengeliminasi ketidakberfungsian sistem karena kerusakan komponen. Pengujian motor Pada pengujian motor, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Sebelum mulai pengujian, inspeksi terhadap pemasangan komponen harus sudah dilakukan secara cermat. Hal-hal yang perlu diinspeksi mengacu pada manual yang diterbitkan oleh perusahaan pembuat motor tersebut. Hal-hal tersebut biasanya meliputi instalasi motor, alignment kopling, dan pemasangan komponen elektrikal. Selain itu, apabila diperlukan, pengisian oli juga harus dipastikan. Setelah seluruh pemasangan tersebut sudah yakin terpasang dengan baik, pengujian motor dapat dimulai. Hal-hal yang perlu diperiksa pada saat pengujian adalah: 1. Ampere Arus yang terbaca harus lebih rendah dari arus nominal yang tertera pada label motor 2. Arah putaran Putaran motor harus sesuai dengan arah yang ditentukan

10 Selain itu, untuk motor yang memiliki frequency converter, perlu juga dicek keberfungsian frequency converter dalam mengatur putaran motor. Pengujian pipa Pengujian jalur pipa yang dimaksud disini adalah pengujian kebocoran pipa. Secara teori, ada beberapa teknik pengujian yang dapat dilakukan[19], yaitu: 1. Pneumatic Test 2. Hydroststic Test 3. X-ray Test Dari ketiga jenis metode pengetesan di atas, metode yang paling mudah adalah pneumatic test karena hanya menggunakan udara sebagai fluida pengetesannya, sedangkan hydrostatic test yang memerlukan fluida cair seperti oli ataupun air sebagai fluida pengetesannya. Selain itu, peralatan yang diperlukan untuk melakukan pneumatic test juga mudah. Pada pneumatic test, peralatan yang diperlukan adalah kompresor, nozzle, pressure gauge, serta air sabun untuk melihat adanya kebocoran. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan pneumatic test. Sebelum tes dilakukan, semua jalur pipa dibersihkan dengan cara diberi tekanan beberapa bar kemudian dibuang. Hal ini untuk mengeliminasi kemungkinan tidak terdeteksinya kebocoran karena kotoran. Selain itu, peralatan yang tidak masuk pengetesan, seperti peralatan-peralatan mekanik (pompa, penukar kalor, dan lain-lain) harus dipisahkan dengan menggunakan blind flange. Pipa oli pada CUT Pilot Plant ini beroperasi pada tekanan 5 bar. Berdasarkan standar pneumatic test, pengetesan dilakukan hingga 1,5 kali tekanan operasi, sehingga untuk pipa oli ini, pneumatic test dilakukan hingga tekanan 7,5 bar. Kenaikan tekanan sendiri dilakukan secara bertahap. Tahapan tersebut adalah: 1,5; 3; 5; dan 7,5 bar. Pada masing-masing tingkat tersebut, tekanan dipertahankan selama beberapa waktu tertentu, 3 menit untuk tekanan dibawah tekanan operasi, dan 10 menit untuk tekanan maksimum.

11 4.3 Pengujian Subsistem Telah disebutkan pada bab sebelumnya bahwa CUT Pilot Plant ini terdiri dari lima subsistem, yaitu: 1. Subsistem Persiapan dan Transportasi Batubara 2. Subsistem Pengeringan 3. Subsistem Penyedia Panas 4. Subsistem Pembriketan Batubara 5. Subsistem Pengolahan Air Pengujian subsistem dilakukan untuk memastikan bahwa masing-masing subsistem dapat bekerja dengan baik. Pada komisioning subsistem juga disertai pengaturan subsistem untuk mencapai kondisi operasi sistem keseluruhan Pengujian Subsistem Persiapan dan Transportasi Batubara Adapun fungsi dari subsistem persiapan dan transportasi batubara, seperti yang telah disinggung pada penjelasan mengenai subsistem ini pada Bab III, adalah menghasilkan partikel batubara dengan diameter 0,4 mm dan menyuplai batubara ke subsistem pengeringan dengan laju aliran massa sebesar 7 ton/jam. Kedua hal tersebut harus dapat dipenuhi oleh subsistem ini untuk dapat dikategorikan layak. Untuk itu, proses pengujian subsistem persiapan dan transportasi batubara dilakukan dengan mengacu pada fungsi utama dari subsistem ini. Pengujian diameter partikel batubara Seperti yang sudah diketahui sebelumnya, proses pengeringan pada CUT Pilot Plant ini menggunakan metode fluidisasi, dimana partikel batubara dihembus udara atau uap superpanas dengan kecepatan tertentu sehingga melayang di dalam tangki pengeringan. Sehingga, Diameter partikel akan mempengaruhi proses pengeringan pada CUT Pilot Plant. Agar proses tersebut dapat berjalan dengan baik, diameter partikel batubara harus berada pada kisaran angka tersebut. Batas maksimum dan minimum diameter partikel batubara dipengaruhi oleh kecepatan minimum fluidisasi dan kecepatan terminal partikel tersebut. Yang dimaksud kecepatan minimum fluidisasi adalah kecepatan minimum yang diperlukan untuk menciptakan proses fluidisasi untuk

12 partikel dengan diameter dan massa jenis tertentu. Sementara kecepatan terminal partikel merupakan kecepatan dimana partikel akan terbawa oleh aliran fluida. Hubungan antara kecepatan minimum fluidisasi, kecepatan terminal dengan diameter partikel dapat dilihat pada Gambar 4.3 dan Gambar 4.4. Pada Gambar 4.3 dan 4.4 tersebut dapat dilihat bahwa diameter partikel berbanding lurus dengan kecepatan minimum fluidisasi maupun dengan kecepatan terminal. Semakin besar diameter dibutuhkan kecepatan yang semakin besar pula. Begitu pula sebaliknya, semakin kecil diameter partikel, kecepatan yang diperlukan juga semakin kecil. Kecepatan minimum fluidisasi Diameter partikel Gambar 4.3 Diameter partikel vs kecepatan minimum fluidisasi Particle terminal velocity (ut) Particle diameter (dp) Gambar 4.4 Kecepatan terminal vs Diameter partikel Dengan kecepatan udara atau uap air yang telah ditentukan dari spesifikasi blower yang telah dipilih, dapat dihitung kisaran partikel batubara yang dapat masuk

13 dan terfluidisasi di dalam tangki pengeringan. Apabila partikel batubara yang masuk lebih besar dari kisaran diameter partikel yang diijinkan, partikel tersebut akan mengendap di dalam tangki pengeringan sehingga pressure drop pada tangki akan sangat besar. Sebaliknya, apabila partikel batubara yang masuk ke tangki lebih kecil dari diameter yang diijinkan, partikel tersebut tidak akan terfluidisasi melainkan langsung terangkat dan keluar dari tangki pengeringan. Pada subsistem persiapan dan transportasi batubara ini, ada dua komponen utama yang mempengaruhi diameter partikel yang dihasilkan. Kedua komponen tersebut adalah cage mill dan vibrating screen. Cage mill dilengkapi dengan inverter sehingga memungkinkan untuk dilakukan pengubahan kecepatan motor. Hal ini akan berpengaruh pada diameter partikel yang dihasilkan. Oleh karena itu, dalam pengujian diameter partikel batubara ini, akan dicari juga kondisi operasi optimum cage mill. Dalam pengujian diameter partikel batubara subsistem persiapan dan transportasi batubara ini, ada tujuh sampel batubara yang diambil. Masing-masing sampel merupakan hasil milling dengan frekuensi cage mill yang divariasikan. Adapun rincian sampel yang akan diambil dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Variasi frekuensi motor cage mill pada pengambilan sampel No Cage Mill Motor 1 Motor ,0 25,0 2 37,5 37,5 3 50,0 50,0 4 25,0 37,5 5 37,5 50,0 6 37,5 25,0 7 50,0 37,5 Proses pengambilan sampel dilakukan dengan memasukkan sampel batubara mentah melalui dumping hopper yang ada di stockpile. Sedangkan, sampel hasil milling diambil di hopper tank. Pada proses pengambilan sampel ini, perlu dilakukan

14 terlebih dahulu pembersihan subsistem persiapan dan transportasi batubara ini dari sisa-sisa pengerjaan (flushing) dengan cara menjalankan subsistem tanpa dimasukkan batubara. Proses flushing ini juga perlu dilakukan sebelum pengambilan sampel untuk frekuensi cage mill yang berbeda agar tidak terjadi pencampuran sampel. Sampel yang telah diambil diuji menggunakan pengujian ayak (sieving) dengan menggunakan alat yang tertera pada Gambar 4.5 Adapun untuk pengujian ini, diperlukan minimal 2 kg untuk masing-masing sampel. Gambar 4.5 Alat uji ayak (sieving) Ada baiknya proses pengambilan sampel dan pengujian ayak dilakukan secara periodik dan dalam suatu proses penggerusan batubara yang kontinyu. Hal ini diperlukan untuk mendeteksi apabila terjadi keausan pada cage mill, yang ditandai dengan bertambah besarnya sebaran serta diameter rata-rata partikel yang dihasilkan. Pengujian kapasitas conveyor Fungsi kedua dari subsistem persiapan dan transportasi batubara adalah menyuplai batubara mentah dengan kapasitas 7 ton/jam. Batubara yang disuplai oleh subsistem ini ditampung di hopper tank untuk kemudian dimasukkan ke dalam tangki pengeringan melalui rotary vane 1. Dari penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa kapasitas subsistem ini tidak berpengaruh secara langsung ke kapasitas pengeringan karena masih ada hopper tank yang berfungsi sebagai tempat penampungan batubara. Meskipun subsistem

15 persiapan dan transportasi batubara ini tidak memiliki kapasitas 7 ton/jam seperti yang telah ditentukan dalam basic design, sistem secara keseluruhan tidak akan terganggu secara langsung selama persediaan batubara di hopper tank masih memadai. Namun, hal yang perlu diperhatikan adalah kapasitas hopper tank itu sendiri. Apabila, suplai batubara dari subsistem persiapan dan transportasi batubara lebih kecil dari 7 ton/jam, dan hal tersebut berlangsung terus menerus, pada suatu saat persediaan batubara di hopper tank akan habis. Tentu saja hal ini akan mengganggu proses pengeringan. Sebaliknya, apabila suplai lebih tinggi dari 7 ton/jam, suatu saat hopper tank akan kelebihan muatan dan persediaan batubara di hopper tank akan tumpah. Oleh karena itu, pengaturan kapasitas 7 ton/jam pada subsistem persiapan dan transportasi batubara harus dilakukan. Pengaturan kapasitas batubara pada subsistem persiapan dan transportasi batubara dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1. Dengan pengaturan bukaan hopper gate pada dumping hopper, seperti yang terlihat pada Gambar Dengan pengaturan kecepatan Belt Feeder (CF-1) menggunakan frequency converter. Pada praktiknya, kedua cara tersebut perlu dilakukan bersamaan secara berkesinambungan. Gambar 4.6 Pengaturan bukaan hopper gate[21] Pengaturan kapasitas subsistem dengan pengaturan bukaan hopper gate tidak akan menghasilkan laju aliran massa yang diinginkan. Hal ini disebabkan oleh rendahnya akurasi bukaan hopper gate terhadap laju aliran yang dihasilkan. Sebagai contoh, kapasitas roll crusher terpasang adalah 20 ton/jam. Seharusnya, untuk

16 mendapatkan kapasitas 7 ton/jam, hopper gate dibuka 7/20 bukaan awal. Namun, meskipun hopper gate sudah dibuka sedemikian rupa, belum tentu batubara dapat mengalir dengan laju 7 ton/jam. Hal ini disebabkan oleh kemungkinan terjadinya blocking antar batubara pada jalur keluar hopper gate sehingga batubara yang keluar lebih sedikit daripada kapasitas yang diinginkan atau bahkan tidak keluar sama sekali. Oleh karena itu, untuk mengatur laju aliran massa dengan lebih akurat dilakukan dengan mengatur kecepatan CF-1. Pada saat pengaturan kapasitas ini, parameter yang dijadikan acuan adalah laju aliran massa batubara yang lolos proses screening, yaitu laju aliran massa batubara di Belt Conveyor 2A (CB-2A). Pada komponen inilah, laju aliran massanya yang harus terbaca 7 ton/jam karena batubara yang melewati CB-2A ini langsung menuju ke hopper tank, tidak ada percabangan diantaranya. Pengukuran laju aliran massa di CB-2A dilakukan dengan mengambil sampel batubara di CB-2A pada interval panjang tertentu. Sampel yang diambil kemudian ditimbang massanya untuk kemudian dikonversi ke parameter laju aliran dengan memasukkan faktor kecepatan conveyor pada perhitungannya. Pengukuran kemampuan subsistem ini menyuplai batubara dapat dilakukan juga dengan mengukur waktu yang diperlukan untuk memenuhi hopper tank Pengujian Subsistem Penyuplai Panas Pada proses komisioning subsistem penyuplai panas, ada dua hal utama yang dijadikan parameter keberhasilan, yaitu: 1. Panas yang dihasilkan oleh subsistem penyuplai panas 2. Konsumsi batubara subsistem penyuplai panas Panas yang dihasilkan merupakan parameter utama subsistem ini. Sedangkan konsumsi batubara berkaitan dengan efisiensi sistem CUT Pilot Plant secara keseluruhan. Kemampuan subsistem ini menyuplai panas dilihat dari kemampuannya mencapai temperatur 300 o C. Hal ini merupakan temperatur operasi oli di dalam subsistem pengeringan. Sebelum komisioning subsistem penyuplai panas dilakukan, ada beberapa tahap yang perlu dilalui. Yang pertama adalah flushing. Flushing ini perlu dilakukan

17 untuk membersihkan jalur pipa dari kotoran sisa-sisa hasil pengerjaan maupun karat yang tertinggal di dalam pipa. Yang kedua adalah sirkulasi oli. Hal ini perlu dilakukan untuk memastikan bahwa seluruh jalur pipa telah dialiri oli. Selain itu, sirkulasi oli ini diperlukan juga untuk membuang udara yang tersisa di dalam pipa, ditandai dengan tekanan yang fluktuatif. Subsistem penyuplai panas ini siap untuk dinyalakan apabila pembacaan tekanan fluida di dalam pipa sudah stabil. Proses komsioning subsistem penyuplai panas dimulai pada saat proses penyalaan subsistem ini. Adapun parameter-parameter yang perlu diamati pada saat komisioning adalah seperti yang dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Parameter-parameter operasi subsistem penyuplai panas No. Parameter Simbol 1. Temperatur Input T in TOH 2. Temperatur Output T out TOH 3. Temperatur Ducting T duct TOH 4. Temperatur Preheater T preheater TOH 5. Temperatur Buangan (Exhaust) T exhaust TOH 6. Tekanan Tungku TOH P hearth TOH 7. Tekanan Hisap Pompa P s 8. Tekanan Discharge Pompa P d 9. Putaran motor FD Fan n fd fan 10. Putaran motor ID Fan n id fan 11. Putaran motor chain grate n cg Pengujian Subsistem Pengeringan Subsistem pengeringan merupakan inti dari proses CUT. Oleh karena itu, definisi pengujian subsistem pengeringan menjadi rancu. Proses pengujian pada subsistem pengeringan bisa juga berarti proses pengujian pada seluruh sistem CUT Pilot Plant. Oleh karena itu, untuk membedakan kedua hal tersebut, yang dimaksud proses pengujian pada subsistem pengeringan ini adalah kemampuan seluruh komponen subsistem pengeringan untuk bekerja secara terintegrasi untuk mencapai kondisi operasi pengeringan batubara yang diinginkan sesuai dengan desain.

18 Sedangkan yang dimaksud dengan pengujian sistem CUT Pilot Plant adalah seperti yang akan dijelaskan pada Subbab 4.3. Secara garis besar, sistem kontrol yang ada mendeteksi parameter-parameter operasi pada subsistem pengeringan, meliputi parameter temperatur, tekanan, dan laju aliran yang kemudian digunakan sebagai umpan balik untuk mengontrol kinerja komponen-komponen pada subsistem pengeringan. Proses pengontrolan sistem CUT Pilot Plant ini dapat dilihat pada PID. Sebagai contoh, temperatur bed tangki pengering 3 disensor oleh termokopel TI-D32. Apabila ada indikasi bahwa temperatur bed 3 ini kurang, komputer akan mengirim sinyal untuk memerintahkan katup V-32 membuka lebih besar sehingga laju aliran oli termal yang mengalir ke internal heater tangki pengering 3 akan semakin besar dan memungkinkan terjadinya perpindahan panas yang lebih besar pula. Pada komisioning subsistem pengeringan ini, parameter-parameter yang terbaca oleh sensor, seperti yang tertera pada tabel 4.3, perlu diamati. Tabel 4.3 Data-data operasi pada CUT Pilot Plant Temperatur Instrumen Temperatur uap masuk internal heater bed 2 TI-5 Temperatur uap masuk internal heater bed 1 TI-6 Temperatur oli ke bed 2 TI-7 Temperatur oli ke bed 1 TI-8 Temperatur air ke water treatment plant TI-9 Temperatur oli ke oil heater TI-10 Temperatur bed 1 TI-D12 Temperatur bed 2 TI-D22 Temperatur bed 3 TI-D32 Temperatur uap masuk ke bed 3 TT-D33 Temperatur uap masuk bed 2 TT-D23 Temperatur uap masuk bed 1 TT-D13 Temperatur oli masuk ke sistem TT-4i Temperatur oli keluar sistem TT-4o Tekanan Instrumen Pressure drop bed 1 PDT-1 Pressure drop bed 2 PDT-2 Pressure drop bed 3 PDT-3

19 Tabel 4.3 Data-data operasi pada CUT Pilot Plant (lanjutan) Tekanan Instrumen Tekanan bed 2 PIT-D21 Tekanan bed 3 PIT-D31 Flow Instrumen Aliran udara masuk ke bed 1 Fl-1 Aliran uap masuk ke bed 2 Fl-2 Aliran uap masuk ke bed 3 Fl-3 Aliran oli masuk ke sistem FT Pengujian Sistem Pembriketan Dari penjelasan pada bab sebelumnya, dapat dilihat bahwa fungsi dari rangkaian subsistem pembriketan adalah membentuk briket batubara dengan dimensi tertentu, menunjang kapasitas produksi, dan mendinginkan briket batubara hingga mencapai temperatur di bawah temperatur penyalaan sendirinya (autoignition temperature). Briket batubara yang dihasilkan bentuknya menyerupai sabun hotel dengan dimensi 35 x 35 x 15 mm[13]. Kapasitas pembriketan normalnya adalah 5,6 ton/jam. Hal ini disebabkan adanya massa uap air yang terbuang pada saat pengeringan dengan kapasitas 7 ton/jam. Sedangkan temperatur keluaran briket di stockpile yang dapat dikatakan aman dari temperatur autoignition adalah 80 o C. Untuk menunjang fungsi dari subsistem pembriketan tersebut, parameterparameter pembriketan yang perlu diamati selama proses komisioning meliputi: 1. Putaran mesin briket 2. Tekanan pembriketan 3. Temperatur pembriketan 4. Temperatur briket di stockpile 5. Kualitas visual briket yang dihasilkan 6. Kapasitas produksi mesin briket Kondisi operasi pembriketan dapat yang meliputi tekanan, temperatur, serta putaran mesin briket dapat diketahui dengan menggunakan sistem instrumentasi yang terpasang pada mesin briket. Kualitas visual briket yang dihasilkan meliputi dimensi dan keseragaman bentuk briket serta kekuatan briket yang bisa diuji dengan menggunakan teknik drop test, yaitu dengan menjatuhkan briket dari ketinggian

20 kurang lebih 2 meter. Briket yang dihasilkan dapat dikatakan baik bila briket tersebut tidak hancur pada saat dilakukan drop test. Parameter terakhir yaitu kapasitas produksi mesin briket dapat diketahui dengan menghitung banyaknya briket yang terbentuk per satuan waktu. Kapasitas ini berkaitan dengan kemampuan mesin briket mengakomodasi kapasitas pengeringan sistem CUT Pilot Plant ini. Apabila kapasitas produksi mesin briket ini lebih rendah daripada kapasitas pengeringannya, otomatis kapasitas sistem juga akan mengalami penurunan. Subsistem pembriketan ini juga dilengkapi dengan rangkaian sistem kontrol. Sistem kontrol yang dimaksud adalah sensor ketinggian batubara di dalam hopper mesin briket. Apabila batubara di dalam hopper briket ini sudah melebihi level ketinggian yang diijinkan, sistem kontrol ini akan mematikan putaran rotary vane 4, sehingga batubara dari tangki pengering 3 tidak akan masuk ke mesin briket. Oleh karena itu, perlu juga diamati kemampuan sistem kontrol ini dalam mengintegrasikan kinerja mesin briket. 4.4 Pengujian Sistem CUT Pilot Plant Komisioning ataupun pengujian sistem CUT Pilot Plant merupakan tahapan akhir dari seluruh proses komisioning. Idealnya, proses komisioning sistem ini dilakukan setelah komisioning subsistem. Hal ini untuk mempersempit ruang lingkup analisis apabila terjadi kesalahan. Dengan melakukan komisioning subsistem terlebih dahulu, kekurangan atau ketidakberfungsian komponen di dalam subsistem akan diketahui sehingga dapat diprediksi pengaruhnya terhadap sistem secara keseluruhan. Pada prinsipnya, komisioning sistem CUT Pilot Plant dilakukan untuk mengetahui karakteristik dan performansi dari pilot plant itu sendiri. Pada CUT Pilot Plant ini, ada beberapa hal yang perlu dijadikan acuan untuk menilai karakteristik maupun performansinya. Hal-hal tersebut adalah: 1. Kualitas batubara yang dihasilkan 2. Kapasitas produksi 3. Efisiensi proses Berdasarkan ketentuan desain, CUT Pilot Plant ini dapat menghasilkan batubara kering dengan kandungan air 5% dengan kapasitas produksi 7 ton/jam atau 1,94 kg/s.

21 Untuk memperoleh hal-hal di atas, pengambilan data tentang kondisi operasi dan pengambilan sampel produksi perlu dilakukan. Pengambilan data operasi yang meliputi temperatur, tekanan, laju aliran, putaran motor, serta daya terpakai pada genset dilakukan melalui sistem instrumentasi. Parameter-parameter ini diambil bersamaan pada saat komisioning subsistem, baik itu subsistem pengeringan maupun subsistem penyuplai panas. Pengambilan data dilakukan dengan interval satu jam. Khusus untuk subsistem penyuplai panas, pengambilan data dilakukan dengan melakukan inspeksi visual mengingat tidak adanya sistem akuisisi data yang dapat merekam kondisi operasi subsistem ini di komputer ruang kontrol. Data-data tersebut dapat digunakan dalam analisis efisiensi proses, dimana dalam analisis ini penggunaan energi pada CUT Pilot Plant menjadi fokus utama. Kapasitas produksi CUT Pilot Plant dibagi menjadi dua, yaitu kapasitas input batubara dan kapasitas briket yang dihasilkan. Kapasitas input merupakan laju aliran batubara yang masuk ke tangki pengering, dimana hal ini dapat diketahui dengan mengkonversi putaran rotary vane 1. Sedangkan kapasitas briket merupakan jumlah briket yang dihasilkan per satuan waktu, yang dapat diketahui dengan menghitung jumlah briket pada stockpile per satuan waktu. Kapasitas briket mempengaruhi kapasitas input. Dengan berkurangnya kapasitas briket, secara otomatis kapasitas input batubara juga akan berkurang. Untuk mengetahui kualitas produk yang dihasilkan, perlu dilakukan pengambilan sampel briket. Proses sampling dilakukan dengan mengambil secara acak beberapa briket dari stockpile. Sampel yang diambil kemudian dilakukan analisis proksimat (proximate analysis) untuk mengetahui kandungan airnya serta nilai kalor pembakaran setelah melalui proses pengeringan.

Bab III CUT Pilot Plant

Bab III CUT Pilot Plant Bab III CUT Pilot Plant 3.1 Sistem CUT Pilot Plant Skema proses CUT Pilot Plant secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 3.1. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa sistem CUT dibagi menjadi beberapa

Lebih terperinci

Bab V Analisis Hasil Komisioning CUT Pilot Plant

Bab V Analisis Hasil Komisioning CUT Pilot Plant Bab V Analisis Hasil Komisioning CUT Pilot Plant 5.1 Hasil Komisioning dan Pengujian Subsistem 5.1.1 Analisis Kinerja Subsistem Persiapan dan Transportasi Batubara Subsistem persiapan dan transportasi

Lebih terperinci

BAB II TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA

BAB II TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA BAB II TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA 2.1. Peningkatan Kualitas Batubara Berdasarkan peringkatnya, batubara dapat diklasifikasikan menjadi batubara peringkat rendah (low rank coal) dan batubara

Lebih terperinci

PRAKOMISIONING DAN PENGUJIAN SUBSISTEM CUT PILOT PLANT

PRAKOMISIONING DAN PENGUJIAN SUBSISTEM CUT PILOT PLANT PRAKOMISIONING DAN PENGUJIAN SUBSISTEM CUT PILOT PLANT TUGAS SARJANA Karya ilmiah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik dari Institut Teknologi Bandung Oleh Bimo Prawisudho P.K.P

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya BAB II DASAR TEORI 2.1 Hot and Cool Water Dispenser Hot and cool water dispenser merupakan sebuah alat yang digunakan untuk mengkondisikan temperatur air minum baik dingin maupun panas. Sumber airnya berasal

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan pengerjaan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tahap Persiapan Penelitian Pada tahapan ini akan dilakukan studi literatur dan pendalaman

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. berdasarkan prosedur yang telah di rencanakan sebelumnya. Dalam pengambilan data

III. METODOLOGI PENELITIAN. berdasarkan prosedur yang telah di rencanakan sebelumnya. Dalam pengambilan data 26 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Instalasi Pengujian Pengujian dengan memanfaatkan penurunan temperatur sisa gas buang pada knalpot di motor bakar dengan pendinginan luar menggunakan beberapa alat dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Radiator Radiator memegang peranan penting dalam mesin otomotif (misal mobil). Radiator berfungsi untuk mendinginkan mesin. Pembakaran bahan bakar dalam silinder mesin menyalurkan

Lebih terperinci

BAB II RESISTANCE TEMPERATURE DETECTOR. besaran suatu temperatur/suhu dengan menggunakan elemen sensitif dari kawat

BAB II RESISTANCE TEMPERATURE DETECTOR. besaran suatu temperatur/suhu dengan menggunakan elemen sensitif dari kawat BAB II RESISTANCE TEMPERATURE DETECTOR Resistance Temperature Detector (RTD) atau dikenal dengan Detektor Temperatur Tahanan adalah sebuah alat yang digunakan untuk menentukan nilai atau besaran suatu

Lebih terperinci

BUKU PETUNJUK DWP 375A - 1 -

BUKU PETUNJUK DWP 375A - 1 - BUKU PETUNJUK UNTUK TIPE: SP 127, SP 129A, SP 130A, SWP 100, SWP 250A, DWP 255A,DWP DWP 375A DWP 505A, DPC 260A - 1 - Pembukaan Sebelum menyalakan pompa harap membaca buku petunjuk ini terlebih dahulu

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB II DASAR TEORI

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Dispenser Air Minum Hot and Cool Dispenser air minum adalah suatu alat yang dibuat sebagai alat pengkondisi temperatur air minum baik air panas maupun air dingin. Temperatur air

Lebih terperinci

Prinsip kerja PLTG dapat dijelaskan melalui gambar dibawah ini : Gambar 1.1. Skema PLTG

Prinsip kerja PLTG dapat dijelaskan melalui gambar dibawah ini : Gambar 1.1. Skema PLTG 1. SIKLUS PLTGU 1.1. Siklus PLTG Prinsip kerja PLTG dapat dijelaskan melalui gambar dibawah ini : Gambar 1.1. Skema PLTG Proses yang terjadi pada PLTG adalah sebagai berikut : Pertama, turbin gas berfungsi

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Gambar 1.1 Perbandingan biaya produksi pembangkit listrik untuk beberapa bahan bakar yang berbeda

Bab I Pendahuluan. Gambar 1.1 Perbandingan biaya produksi pembangkit listrik untuk beberapa bahan bakar yang berbeda Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Di tengah semakin langkanya persediaan minyak bumi, batubara seakan menjadi primadona. Banyak industri yang mulai meninggalkan minyak bumi dan beralih ke batubara sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bahan Penelitian Pada penelitian ini refrigeran yang digunakan adalah Yescool TM R-134a.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bahan Penelitian Pada penelitian ini refrigeran yang digunakan adalah Yescool TM R-134a. 3.1. Lokasi Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Motor Bakar Jurusan Teknik Mesin Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3.2. Bahan Penelitian Pada penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu dengan mesin yaitu turbin gas, mesin pendingin dan macam lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. satu dengan mesin yaitu turbin gas, mesin pendingin dan macam lainnya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kompresor adalah alat mekanik yang berfungsi untuk meningkatkan tekanan fluida yang mampu memampatkan gas atau udara. Dalam keseharian, kita sering memanfaatkan udara

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH UKURAN PARTIKEL BATUBARA PADA SWIRLING FLUIDIZED BED DRYER TERHADAP KARAKTERISTIK PENGERINGAN BATUBARA

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH UKURAN PARTIKEL BATUBARA PADA SWIRLING FLUIDIZED BED DRYER TERHADAP KARAKTERISTIK PENGERINGAN BATUBARA SIDANG TUGAS AKHIR KONVERSI ENERGI STUDI EKSPERIMEN PENGARUH UKURAN PARTIKEL BATUBARA PADA SWIRLING FLUIDIZED BED DRYER TERHADAP KARAKTERISTIK PENGERINGAN BATUBARA DOSEN PEMBIMBING: Prof.Dr. Eng. PRABOWO,

Lebih terperinci

SESSION 12 POWER PLANT OPERATION

SESSION 12 POWER PLANT OPERATION SESSION 12 POWER PLANT OPERATION OUTLINE 1. Perencanaan Operasi Pembangkit 2. Manajemen Operasi Pembangkit 3. Tanggung Jawab Operator 4. Proses Operasi Pembangkit 1. PERENCANAAN OPERASI PEMBANGKIT Perkiraan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Boiler Longchuan Boiler Longchuan adalah boiler jenis thermal yang dihasilkan dari air, dengan sirkulasi untuk menyalurkan panasnya ke mesin-mesin produksi. Boiler Longchuan mempunyai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENGUJIAN

BAB III METODOLOGI PENGUJIAN BAB III METODOLOGI PENGUJIAN Dalam melakukan penelitian dan pengujian, maka dibutuhkan tahapantahapan yang harus dijalani agar percobaan dan pengujian yang dilakukan sesuai dengan standar yang ada. Dengan

Lebih terperinci

BAB III PERALATAN DAN PROSEDUR PENGUJIAN

BAB III PERALATAN DAN PROSEDUR PENGUJIAN BAB III PERALATAN DAN PROSEDUR PENGUJIAN 3.1 PERANCANGAN ALAT PENGUJIAN Desain yang digunakan pada penelitian ini berupa alat sederhana. Alat yang di desain untuk mensirkulasikan fluida dari tanki penampungan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Prinsip Dasar Hidrolik Hidrolika adalah ilmu yang menyangkut berbagai gerak dan keadaan keseimbangan zat cair. Pada penggunaan secara tekni szat cair dalam industri, hidrolika

Lebih terperinci

Bab III. Metodelogi Penelitian

Bab III. Metodelogi Penelitian Bab III Metodelogi Penelitian 3.1. Kerangka Penelitian Analisa kinerja AC split 3/4 PK dengan mengunakan refrigeran R-22 dan MC-22 variasi tekanan refrigeran dengan pembebanan terdapat beberapa tahapan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA

BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA 3.1 Metode Pengujian 3.1.1 Pengujian Dual Fuel Proses pembakaran di dalam ruang silinder pada motor diesel menggunakan sistem injeksi langsung.

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI PABRIK TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA SKALA KOMERSIAL KAPASITAS 150 TON/JAM

BAB III DESKRIPSI PABRIK TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA SKALA KOMERSIAL KAPASITAS 150 TON/JAM BAB III DESKRIPSI PABRIK TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA SKALA KOMERSIAL KAPASITAS 150 TON/JAM Pabrik teknologi peningkatan kualitas batubara skala komersial kapasitas 150 ton/jam (untuk selanjutnya

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENGUJIAN STUDI PUSTAKA KONDISI MESIN DALAM KEADAAN BAIK KESIMPULAN. Gambar 3.1. Diagram alir metodologi pengujian

BAB III PROSEDUR PENGUJIAN STUDI PUSTAKA KONDISI MESIN DALAM KEADAAN BAIK KESIMPULAN. Gambar 3.1. Diagram alir metodologi pengujian BAB III PROSEDUR PENGUJIAN 3.1 Diagram alir Metodologi Pengujian STUDI PUSTAKA PERSIAPAN MESIN UJI DYNO TEST DYNOJET PEMERIKSAAN DAN PENGETESAN MESIN SERVICE MESIN UJI KONDISI MESIN DALAM KEADAAN BAIK

Lebih terperinci

BAB III PEMBUATAN ALAT UJI DAN METODE PENGAMBILAN DATA

BAB III PEMBUATAN ALAT UJI DAN METODE PENGAMBILAN DATA BAB III PEMBUATAN ALAT UJI DAN METODE PENGAMBILAN DATA Untuk mendapatkan koefisien gesek pada saluran pipa berpenampang persegi, nilai penurunan tekanan (pressure loss), kekasaran pipa dan beberapa variabel

Lebih terperinci

BAB IV PERAWATAN KOMPRESOR SENTRAL DI PT.PLN APP DURIKOSAMBI

BAB IV PERAWATAN KOMPRESOR SENTRAL DI PT.PLN APP DURIKOSAMBI BAB IV PERAWATAN KOMPRESOR SENTRAL DI PT.PLN APP DURIKOSAMBI 4.1 In Service / Visual Inspection 4.1.1 Pengertian Merupakan kegiatan inspeksi atau pengecekan yang dilakukan dengan menggunakan 5 sense (panca

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Studi Pustaka. Persiapan Dan Pengesetan Mesin. Kondisi Baik. Persiapan Pengujian. Pemasangan Alat Ukur

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Studi Pustaka. Persiapan Dan Pengesetan Mesin. Kondisi Baik. Persiapan Pengujian. Pemasangan Alat Ukur BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Metodologi Penelitian Didalam melakukan pengujian diperlukan beberapa tahapan agar dapat berjalan lancar, sistematis dan sesuai dengan prosedur dan literatur

Lebih terperinci

Penggunaan sistem Pneumatik antara lain sebagai berikut :

Penggunaan sistem Pneumatik antara lain sebagai berikut : SISTEM PNEUMATIK SISTEM PNEUMATIK Pneumatik berasal dari bahasa Yunani yang berarti udara atau angin. Semua sistem yang menggunakan tenaga yang disimpan dalam bentuk udara yang dimampatkan untuk menghasilkan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN PENUAAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN PENUAAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR SALINAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN PENUAAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Pengujian Kinerja Damper Position Blower Persiapan Pencatatan data awal Pengujian Kinerja Blower: -Ampere Actual - Tekanan Pencatatan hasil pengujian performance

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Aluminium Oksida dari Bauksit dengan Proses Bayer Kapasitas Ton / Tahun BAB III SPESIFIKASI PERALATAN PROSES

Prarancangan Pabrik Aluminium Oksida dari Bauksit dengan Proses Bayer Kapasitas Ton / Tahun BAB III SPESIFIKASI PERALATAN PROSES 74 3.1. Size Reduction 1. Crusher 01 BAB III SPESIFIKASI PERALATAN PROSES Kode : SR-01 : Mengecilkan ukuran partikel 50 mm menjadi 6,25 mm : Cone Crusher Nordberg HP 500 : 2 alat (m) : 2,73 Tinggi (m)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS Gambar 4.1 Lokasi PT. Indonesia Power PLTP Kamojang Sumber: Google Map Pada gambar 4.1 merupakan lokasi PT Indonesia Power Unit Pembangkitan dan Jasa Pembangkitan Kamojang terletak

Lebih terperinci

BAB III PEMBUATAN ALAT UJI DAN METODE PENGAMBILAN DATA

BAB III PEMBUATAN ALAT UJI DAN METODE PENGAMBILAN DATA BAB III PEMBUATAN ALAT UJI DAN METODE PENGAMBILAN DATA Untuk mendapatkan koefisien gesek dari saluran pipa berpenampang persegi, nilai penurunan tekanan (pressure loss), kekasaran pipa dan beberapa variabel

Lebih terperinci

BAB 3 INSTRUKSI KERJA (IK)

BAB 3 INSTRUKSI KERJA (IK) BAB 3 INSTRUKSI KERJA (IK) 3.1. Start-Up IPAL Sebelum IPAL dioperasikan seluruh peralatan mekanik dan elektrik harus dipastikan dalam keadaan berjalan dengan baik dan siap untuk dioerasikan. Peralatan-peralatan

Lebih terperinci

BAB V Pengujian dan Analisis Mesin Turbojet Olympus

BAB V Pengujian dan Analisis Mesin Turbojet Olympus BAB V Pengujian dan Analisis Mesin Turbojet Olympus Pada bab ini akan dibahas mengenai pengujian serta analisis hasil pengujian yang dilakukan. Validasi dilakukan dengan membandingkan hasil pengujian terhadap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Skema Oraganic Rankine Cycle Pada penelitian ini sistem Organic Rankine Cycle secara umum dibutuhkan sebuah alat uji sistem ORC yang terdiri dari pompa, boiler, turbin dan

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram alir metodologi pengujian

Gambar 3.1 Diagram alir metodologi pengujian BAB III METODOLOGI PENGUJIAN 3.1 Diagram Alir Metodologi Pengujian MULAI STUDI PUSTAKA PERSIAPAN MESIN UJI PEMERIKSAAN DAN PENGESETAN MESIN KONDISI MESIN VALIDASI ALAT UKUR PERSIAPAN PENGUJIAN PEMASANGAN

Lebih terperinci

GLOSSARY STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN BIDANG JASA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TENAGA LISTRIK

GLOSSARY STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN BIDANG JASA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TENAGA LISTRIK GLOSSARY GLOSSARY STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN BIDANG JASA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TENAGA LISTRIK Ash Handling Adalah penanganan bahan sisa pembakaran dan terutama abu dasar yang

Lebih terperinci

1. Bagian Utama Boiler

1. Bagian Utama Boiler 1. Bagian Utama Boiler Boiler atau ketel uap terdiri dari berbagai komponen yang membentuk satu kesatuan sehingga dapat menjalankan operasinya, diantaranya: 1. Furnace Komponen ini merupakan tempat pembakaran

Lebih terperinci

Program pemeliharaan. Laporan pemeliharaan

Program pemeliharaan. Laporan pemeliharaan 17 BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 PROSES KERJA PEMERIKSAAN DAN PEMELIHARAAN Berikut diagram alir proses perawatan dan pemeliharaan Jadwal pemeliharaan Program pemeliharaan Pemeliharaan Mingguan

Lebih terperinci

σa = Tegangan tarik ijin kg/cm 2

σa = Tegangan tarik ijin kg/cm 2 PELAKSANAAN TES DAN INSPEKSI INSTALANSI PENSTOCK 1. Uraian Dengan selesainya pekerjaan pemasangan, telah dilaksanakan tes dan inspeksi sesuai dengan ketentuan dalam dokumen kontrak dan Prosedur metode

Lebih terperinci

SPESIFIKASI TEKNIK KOMPOR GAS BAHAN BAKAR LPG SATU TUNGKU DENGAN SISTEM PEMANTIK MEKANIK KHUSUS UNTUK USAHA MIKRO

SPESIFIKASI TEKNIK KOMPOR GAS BAHAN BAKAR LPG SATU TUNGKU DENGAN SISTEM PEMANTIK MEKANIK KHUSUS UNTUK USAHA MIKRO LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 56/M-IND/PER/5/2009 TANGGAL : 28 Mei 2009 ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENGUJIAN

BAB 3 METODOLOGI PENGUJIAN BAB 3 METODOLOGI PENGUJIAN Setiap melakukan penelitian dan pengujian harus melalui beberapa tahapan-tahapan yang ditujukan agar hasil penelitian dan pengujian tersebut sesuai dengan standar yang ada. Caranya

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN 3.1.1 Pengertian AC Air Conditioner(AC) merupakan sebuah alat yang mampu mengkondisikan udara. Dengan kata lain,ac berfungsi sebagai penyejuk udara. Penggunaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Dasar Steam merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dari teknologi modern. Tanpa steam, maka industri makanan kita, tekstil, bahan kimia, bahan kedokteran,daya, pemanasan

Lebih terperinci

Sistem Hidrolik. Trainer Agri Group Tier-2

Sistem Hidrolik. Trainer Agri Group Tier-2 Sistem Hidrolik No HP : 082183802878 Tujuan Training Peserta dapat : Mengerti komponen utama dari sistem hidrolik Menguji system hidrolik Melakukan perawatan pada sistem hidrolik Hidrolik hydro = air &

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN MANAJEMEN PENUAAN REAKTOR NONDAYA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN MANAJEMEN PENUAAN REAKTOR NONDAYA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN MANAJEMEN PENUAAN REAKTOR NONDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang

Lebih terperinci

LAPORAN SURVEY PRE DESIGN MODIFIKASI ID FAN, PINTU MILL DAN FLY ASH SILO PLTU ASAM ASAM

LAPORAN SURVEY PRE DESIGN MODIFIKASI ID FAN, PINTU MILL DAN FLY ASH SILO PLTU ASAM ASAM 2016 LAPORAN SURVEY PRE DESIGN MODIFIKASI ID FAN, PINTU MILL DAN FLY ASH SILO PLTU ASAM ASAM PT PLN (Persero) PUSHARLIS PUSAT PEMELIHARAAN KETENAGALISTRIKAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PLTU

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Data data yang diperoleh dari penulisan Tugas Akhir ini : pendingin dengan refrigeran R-22 dan MC-22.

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Data data yang diperoleh dari penulisan Tugas Akhir ini : pendingin dengan refrigeran R-22 dan MC-22. BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Data data yang diperoleh dari penulisan Tugas Akhir ini : 1. Data dari hasil pengujian Data diperoleh dari hasil pengujian alat praktikum mesin pendingin

Lebih terperinci

1. EMISI GAS BUANG EURO2

1. EMISI GAS BUANG EURO2 1. EMISI GAS BUANG EURO2 b c a Kendaraan Anda menggunakan mesin spesifikasi Euro2, didukung oleh: a. Turbocharger 4J 4H Turbocharger mensuplai udara dalam jumlah yang besar ke dalam cylinder sehingga output

Lebih terperinci

PROSES UBC. Gambar 1. Bagan Air Proses UBC

PROSES UBC. Gambar 1. Bagan Air Proses UBC Penulis: Datin Fatia Umar dan Bukin Daulay Batubara merupakan energi yang cukup andal untuk menambah pasokan bahan bakar minyak mengingat cadangannya yang cukup besar. Dalam perkembangannya, batubara diharapkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Genset 1100 watt berbahan bakar gas antara lain. 2 perangkat berbeda yaitu engine dan generator atau altenator.

BAB III METODOLOGI. Genset 1100 watt berbahan bakar gas antara lain. 2 perangkat berbeda yaitu engine dan generator atau altenator. BAB III METODOLOGI 3.1 Desain Peralatan Desain genset bermula dari genset awal yaitu berbahan bakar bensin dimana diubah atau dimodifikasi dengan cara fungsi karburator yang mencampur bensin dan udara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Refrigerasi Refrigerasi merupakan suatu kebutuhan dalam kehidupan saat ini terutama bagi masyarakat perkotaan. Refrigerasi dapat berupa lemari es pada rumah tangga, mesin

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Peralatan 3.1.1 Instalasi Alat Uji Alat uji head statis pompa terdiri 1 buah pompa, tangki bertekanan, katup katup beserta alat ukur seperti skema pada gambar 3.1 : Gambar

Lebih terperinci

MAKALAH. SMK Negeri 5 Balikpapan SISTEM PENDINGIN PADA SUATU ENGINE. Disusun Oleh : 1. ADITYA YUSTI P. 2.AGUG SETYAWAN 3.AHMAD FAKHRUDDIN N.

MAKALAH. SMK Negeri 5 Balikpapan SISTEM PENDINGIN PADA SUATU ENGINE. Disusun Oleh : 1. ADITYA YUSTI P. 2.AGUG SETYAWAN 3.AHMAD FAKHRUDDIN N. MAKALAH SISTEM PENDINGIN PADA SUATU ENGINE Disusun Oleh : 1. ADITYA YUSTI P. 2.AGUG SETYAWAN 3.AHMAD FAKHRUDDIN N. Kelas : XI. OTOMOTIF Tahun Ajaran : 2013/2014 SMK Negeri 5 Balikpapan Pendahuluan Kerja

Lebih terperinci

Gambar struktur fungsi solenoid valve pneumatic

Gambar struktur fungsi solenoid valve pneumatic A. PNEUMATIK 1. Prinsip Kerja Peralatan Pneumatik Prinsip kerja dari solenoid valve/katup (valve) solenoida yaitu katup listrik yang mempunyai koil sebagai penggeraknya dimana ketika koil mendapat supply

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN EVAPORATOR Perencanaan Modifikasi Evaporator

BAB III PERANCANGAN EVAPORATOR Perencanaan Modifikasi Evaporator BAB III PERANCANGAN EVAPORATOR 3.1. Perencanaan Modifikasi Evaporator Pertumbuhan pertumbuhan tube ice mengharuskan diciptakannya sistem produksi tube ice dengan kapasitas produksi yang lebih besar, untuk

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENGUJIAN DAN PENGAMBILAN DATA

BAB 3 METODE PENGUJIAN DAN PENGAMBILAN DATA BAB 3 METODE PENGUJIAN DAN PENGAMBILAN DATA 3.1. Deskripsi Alat Adsorpsi Alat adsorpsi yang diuji memiliki beberapa komponan utama, yaitu: adsorber, evaporator, kondenser, dan reservoir (gbr. 3.1). Diantara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendirikan beberapa pembangkit listrik, terutama pembangkit listrik dengan

BAB I PENDAHULUAN. mendirikan beberapa pembangkit listrik, terutama pembangkit listrik dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan kebutuhan energi listrik pada zaman globalisasi ini, Indonesia melaksanakan program percepatan pembangkitan listrik sebesar 10.000 MW dengan mendirikan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Fenomena Dasar Mesin (FDM) Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 3.2.Alat penelitian

Lebih terperinci

PENYIAPAN LARUTAN URANIL NITRAT UNTUK PROSES KONVERSI KIMIA MELALUI EVAPORASI

PENYIAPAN LARUTAN URANIL NITRAT UNTUK PROSES KONVERSI KIMIA MELALUI EVAPORASI PENYIAPAN LARUTAN URANIL NITRAT UNTUK PROSES KONVERSI KIMIA MELALUI EVAPORASI S u n a r d i Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir - BATAN ABSTRAK PENYIAPAN LARUTAN URANIL NITRAT UNTUK PROSES KONVERSI KIMIA

Lebih terperinci

BAB IV PEMILIHAN SISTEM PEMANASAN AIR

BAB IV PEMILIHAN SISTEM PEMANASAN AIR 27 BAB IV PEMILIHAN SISTEM PEMANASAN AIR 4.1 Pemilihan Sistem Pemanasan Air Terdapat beberapa alternatif sistem pemanasan air yang dapat dilakukan, seperti yang telah dijelaskan dalam subbab 2.2.1 mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya jumlah dan kualitas dari udara yang dikondisikan tersebut dikontrol.

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya jumlah dan kualitas dari udara yang dikondisikan tersebut dikontrol. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan kondisi udara yang nyaman pada saat ini sudah menjadi kebutuhan yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia, terutama pada kendaraan seperti

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbaikan Dan Uji Kebocoran Mesin Pendingin Absorpsi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbaikan Dan Uji Kebocoran Mesin Pendingin Absorpsi V. HASIL DAN PEMBAHASAN Perbaikan Dan Uji Kebocoran Mesin Pendingin Absorpsi Mesin pendingin icyball beroperasi pada tekanan tinggi dan rawan korosi karena menggunakan ammonia sebagai fluida kerja. Penelitian

Lebih terperinci

1.1 ISOLASI Gagal Mengisolasi

1.1 ISOLASI Gagal Mengisolasi 1.1 ISOLASI 1.1.1 Gagal Mengisolasi Sebuah pompa sedang dipreteli untuk perbaikan. Ketika tutupnya dibuka, minyak panas di atas temperatur nyala-otomatis, menyembur dan terbakar. Tiga orang terbunuh, dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISA

BAB IV HASIL DAN ANALISA BAB IV HASIL DAN ANALISA 4.1 HASIL PENGUJIAN STEADY SISTEM CASCADE Dalam proses pengujian pada saat menyalakan sistem untuk pertama kali, diperlukan waktu oleh sistem supaya dapat bekerja dengan stabil.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Cooling Tunnel

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Cooling Tunnel BAB II DASAR TEORI 2.1 Cooling Tunnel Cooling Tunnel atau terowongan pendingin merupakan sistem refrigerasi yang banyak digunakan di industri, baik industri pengolahan makanan, minuman dan farmasi. Cooling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu alat yang digunakan untuk meningkatkan efisiensi. dalam proses pembakaran limbah biomassa adalah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu alat yang digunakan untuk meningkatkan efisiensi. dalam proses pembakaran limbah biomassa adalah dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Salah satu alat yang digunakan untuk meningkatkan efisiensi dalam proses pembakaran limbah biomassa adalah dengan menggunakan alat gasifikasi, salah satunya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tidak dapat dipungkiri bahwa minyak bumi merupakan salah satu. sumber energi utama di muka bumi salah. Konsumsi masyarakat akan

BAB I PENDAHULUAN. Tidak dapat dipungkiri bahwa minyak bumi merupakan salah satu. sumber energi utama di muka bumi salah. Konsumsi masyarakat akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak dapat dipungkiri bahwa minyak bumi merupakan salah satu sumber energi utama di muka bumi salah. Konsumsi masyarakat akan bahan bakar fosil ini semakin meningkat

Lebih terperinci

MODUL POMPA AIR IRIGASI (Irrigation Pump)

MODUL POMPA AIR IRIGASI (Irrigation Pump) MODUL POMPA AIR IRIGASI (Irrigation Pump) Diklat Teknis Kedelai Bagi Penyuluh Dalam Rangka Upaya Khusus (UPSUS) Peningkatan Produksi Kedelai Pertanian dan BABINSA KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Deskripsi Peralatan Pengujian Pembuatan alat penukar kalor ini di,aksudkan untuk pengambilan data pengujian pada alat penukar kalor flat plate, dengan fluida air panas dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilakukan setelah di setujui sejak tanggal pengesahan

BAB III METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilakukan setelah di setujui sejak tanggal pengesahan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.1.1 Waktu Waktu penelitian dilakukan setelah di setujui sejak tanggal pengesahan judul usulan tugas akhir dan berkas seminar proposal oleh pihak jurusan

Lebih terperinci

PERANCANGAN TEMPERATURE CONTROL SYSTEM PADA INTERNAL FLOW FLUIDA VISCOUS (STUDI KASUS DI PERUSAHAAN KECAP DAN SAUS PT. LOMBOK GANDARIA) Skripsi

PERANCANGAN TEMPERATURE CONTROL SYSTEM PADA INTERNAL FLOW FLUIDA VISCOUS (STUDI KASUS DI PERUSAHAAN KECAP DAN SAUS PT. LOMBOK GANDARIA) Skripsi PERANCANGAN TEMPERATURE CONTROL SYSTEM PADA INTERNAL FLOW FLUIDA VISCOUS (STUDI KASUS DI PERUSAHAAN KECAP DAN SAUS PT. LOMBOK GANDARIA) Skripsi Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

PRAKTIKUM DAC HIDROLIK

PRAKTIKUM DAC HIDROLIK LAPORAN LAB PNEUMATIK PRAKTIKUM DAC HIDROLIK Dikerjakan oleh: Lukman Khakim (1141150019) D4 1A PROGRAM STUDI SISTEM KELISTRIKAN JURUSAN TEKNIK ELEKTRO POLITEKNIK NEGERI MALANG 2012 BAB I PENDAHULUAN 1.1

Lebih terperinci

BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU

BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU Sistem pembangkit listrik tenaga uap (Steam Power Plant) memakai siklus Rankine. PLTU Suralaya menggunakan siklus tertutup (closed cycle) dengan dasar siklus rankine dengan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Semua mekanisme yang telah berhasil dirancang kemudian dirangkai menjadi satu dengan sistem kontrol. Sistem kontrol yang digunakan berupa sistem kontrol loop tertutup yang menjadikan

Lebih terperinci

VIII Sistem Kendali Proses 7.1

VIII Sistem Kendali Proses 7.1 VIII Sistem Kendali Proses 7.1 Pengantar ke Proses 1. Tentang apakah pengendalian proses itu? - Mengenai mengoperasikan sebuah proses sedemikian rupa hingga karakteristik proses yang penting dapat dijaga

Lebih terperinci

AC (AIR CONDITIONER)

AC (AIR CONDITIONER) AC (AIR CONDITIONER) AC adalah suatu jenis mesin pendingin yang berfungsi sebagai penyejuk ruangan. Ditinjau dari konstruksi, AC bias dibagi menjadi dua bagian, yakni sisi luar dan sisi dalam. Sisi luar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mesin pengering merupakan salah satu unit yang dimiliki oleh Pabrik Kopi

I. PENDAHULUAN. Mesin pengering merupakan salah satu unit yang dimiliki oleh Pabrik Kopi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mesin pengering merupakan salah satu unit yang dimiliki oleh Pabrik Kopi Tulen yang berperan dalam proses pengeringan biji kopi untuk menghasilkan kopi bubuk TULEN. Biji

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Plastik LDPE ukuran 5x5 cm

Gambar 3.1. Plastik LDPE ukuran 5x5 cm BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.1.1 Waktu Penelitian Penelitian pirolisis dilakukan pada bulan Juli 2017. 3.1.2 Tempat Penelitian Pengujian pirolisis, viskositas, densitas,

Lebih terperinci

BAB III SISTEM PENGUJIAN

BAB III SISTEM PENGUJIAN BAB III SISTEM PENGUJIAN 3.1 KONDISI BATAS (BOUNDARY CONDITION) Sebelum memulai penelitian, terlebih dahulu ditentukan kondisi batas yang akan digunakan. Diasumsikan kondisi smoke yang mengalir pada gradien

Lebih terperinci

Bab II Teknologi CUT

Bab II Teknologi CUT Bab II Teknologi CUT 2.1 Peningkatan Kualitas Batubara 2.1.1 Pengantar Batubara Batubara merupakan batuan mineral hidrokarbon yang terbentuk dari tumbuh-tumbuhan yang telah mati dan terkubur di dalam bumi

Lebih terperinci

BAB IV PERCOBAAN, ANALISA DATA DAN PERHITUNGAN

BAB IV PERCOBAAN, ANALISA DATA DAN PERHITUNGAN BAB IV PERCOBAAN, ANALISA DATA DAN PERHITUNGAN Proses analisa alat uji pada sistem organic rankine cycle ini menggunakan data Reference Fluid Thermodynamic and Transport Properties dan perhitungan berdasarkan

Lebih terperinci

Uji Fungsi Dan Karakterisasi Pompa Roda Gigi

Uji Fungsi Dan Karakterisasi Pompa Roda Gigi Uji Fungsi Dan Karakterisasi Pompa Roda Gigi Wismanto Setyadi, Asmawi, Masyhudi, Basori Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik dan Sains, Universitas Nasional Jakarta Korespondensi: tmesin@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. PLTU adalah jenis pembangkit listrik tenaga termal yang banyak digunakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. PLTU adalah jenis pembangkit listrik tenaga termal yang banyak digunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah PLTU adalah jenis pembangkit listrik tenaga termal yang banyak digunakan karena efisiensinya tinggi sehingga menghasilkan energi listrik yang ekonomis. PLTU

Lebih terperinci

Commissioning & Maintenance of Air Conditioning System

Commissioning & Maintenance of Air Conditioning System Commissioning & Maintenance of Air Conditioning System Oleh : Agus Maulana Praktisi Bidang Mesin Pendingin Pengajar Mesin Pendingin Bandung, 29 July 2009 Commissioning of Air Conditioning System Commissioning

Lebih terperinci

TURBIN GAS. Berikut ini adalah perbandingan antara turbin gas dengan turbin uap. Berat turbin per daya kuda yang dihasilkan lebih besar.

TURBIN GAS. Berikut ini adalah perbandingan antara turbin gas dengan turbin uap. Berat turbin per daya kuda yang dihasilkan lebih besar. 5 TURBIN GAS Pada turbin gas, pertama-tama udara diperoleh dari udara dan di kompresi dengan menggunakan kompresor udara. Udara kompresi kemudian disalurkan ke ruang bakar, dimana udara dipanaskan. Udara

Lebih terperinci

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor.

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor. 7 Gambar Sistem kalibrasi dengan satu sensor. Besarnya debit aliran diukur dengan menggunakan wadah ukur. Wadah ukur tersebut di tempatkan pada tempat keluarnya aliran yang kemudian diukur volumenya terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mesin Fluida Mesin fluida adalah mesin yang berfungsi untuk mengubah energi mekanis poros menjadi energi potensial fluida, atau sebaliknya mengubah energi fluida (energi potensial

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan untuk mengetahui fenomena yang terjadi pada mesin Otto dengan penggunaan bahan bakar yang ditambahkan aditif dengan variasi komposisi

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara

Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara 1 Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara Afrizal Tegar Oktianto dan Prabowo Teknik Mesin, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah :

BAB III METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah : BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat 3.1.1. Bahan Penelitian Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah : Air 3.1.2. Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Garis Besar Penelitian Penelitian yang dilakukan pada tugas akhir ini adalah melakukan pengujian pengaruh putaran mesin terhadap performansi sistem pengkondisian udara

Lebih terperinci

Pelatihan Sistem PLTS Maret PELATIHAN SISTEM PLTS INSPEKSI, PENGUJIAN DAN KOMISIONING SISTEM FOTOVOLTAIK Rabu, 25 Maret 2015

Pelatihan Sistem PLTS Maret PELATIHAN SISTEM PLTS INSPEKSI, PENGUJIAN DAN KOMISIONING SISTEM FOTOVOLTAIK Rabu, 25 Maret 2015 PELATIHAN SISTEM PLTS INSPEKSI, PENGUJIAN DAN KOMISIONING SISTEM FOTOVOLTAIK Rabu, 25 Maret 2015 Oleh: Adjat Sudradjat TUJUAN DAN SASARAN Tujuan pelatihan ini adalah memberi pengetahuan kepada peserta

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 19 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN Sistem tata udara Air Conditioning dan Ventilasi merupakan suatu proses mendinginkan atau memanaskan udara sehingga dapat mencapai suhu dan kelembaban yang diinginkan

Lebih terperinci

Nama : Nur Arifin NPM : Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing : DR. C. Prapti Mahandari, ST.

Nama : Nur Arifin NPM : Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing : DR. C. Prapti Mahandari, ST. KESEIMBANGAN ENERGI KALOR PADA ALAT PENYULINGAN DAUN CENGKEH MENGGUNAKAN METODE AIR DAN UAP KAPASITAS 1 Kg Nama : Nur Arifin NPM : 25411289 Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENGUJIAN

BAB III PROSEDUR PENGUJIAN 3.1 Diagram Alir Metodologi Pengujian BAB III PROSEDUR PENGUJIAN Start Studi pustaka Pembuatan mesin uji Persiapan Pengujian 1. Persiapan dan pengesetan mesin 2. Pemasangan alat ukur 3. Pemasangan sensor

Lebih terperinci

Strategi Pengendalian

Strategi Pengendalian Strategi Pengendalian Strategi apa yang dapat kita gunakan dalam pengendalian proses? Feedback (berumpan-balik) Feedforward (berumpan-maju) 1 Feedback control untuk kecepatan 1. Mengukur kecepatan aktual

Lebih terperinci

LAPORAN HARIAN KERJA PRAKTEK

LAPORAN HARIAN KERJA PRAKTEK LAPORAN HARIAN KERJA PRAKTEK FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN JURUSAN TEKNIK SISTEM PERKAPALAN Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111 FORM KP-03 Nama Mahasiswa : Hutrizain Claudio Raypa Saragih Minggu Ke : 3 NRP

Lebih terperinci