Bab V Analisis Hasil Komisioning CUT Pilot Plant
|
|
- Sucianty Darmali
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Bab V Analisis Hasil Komisioning CUT Pilot Plant 5.1 Hasil Komisioning dan Pengujian Subsistem Analisis Kinerja Subsistem Persiapan dan Transportasi Batubara Subsistem persiapan dan transportasi batubara merupakan subsistem awal yang bertugas mempersiapkan batubara sebelum masuk ke proses pengeringan. Batubara yang diperlukan untuk proses pengeringan diharapkan memiliki diameter 0,4 mm dan disuplai dengan kapasitas sebanyak 7 ton/jam. Analisis Diameter Partikel Batubara Diameter batubara merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam proses fluidisasi. Diameter yang terlalu besar ataupun terlalu kecil akan menyebabkan proses fluidisasi tidak terjadi. Diameter yang terlalu besar akan menyebabkan partikel tidak dapat terangkat dan dapat mengakibatkan pressure drop yang besar. Sebaliknya, apabila diameter partikel terlalu kecil, proses pengeringan tidak akan terjadi karena partikel akan langsung terbawa oleh aliran fluida. Pengujian terhadap diameter batubara yang dihasilkan oleh subsistem persiapan dan transportasi batubara telah dilakukan pada beberapa variasi putaran motor cage mill. Adapun hasil pengujiannya dapat dilihat pada Tabel 5.1. Tabel 5.1 Hasil pengujian distribusi ukuran partikel batubara Sampel Cage Mill Sample -2,0 mm -1,0 mm -0,5 mm Total Motor 1 Motor 2 Weight +1,0 mm +0,5 mm Hz Hz kg % % % % 1 25,0 25,0 2,73 7,5 61,2 31, ,5 37,5 4,46 0,5 74,8 24, ,0 50,0 4,18 0,5 74,5 25,0 100
2 Tabel 5.1 Hasil pengujian distribusi ukuran partikel batubara (lanjutan) Sampel Cage Mill Sample -2,0 mm -1,0 mm -0,5 mm Total Motor 1 Motor 2 Weight +1,0 mm +0,5 mm Hz Hz kg % % % % 4 25,0 37,5 4,63 0,9 69,2 30, ,5 50,0 4,74 0,4 67,1 32, ,5 25,0 5,23 1,2 71,1 27, ,0 37,5 4,63 0,9 63,0 36,1 100 Desain CUT Pilot Plant mm Dilihat dari faktor sebaran diameter partikel yang dihasilkan, rentang ukurannya sangat besar. Berdasarkan desain, diameter partikel yang diinginkan terletak pada kisaran 0,4 mm, sedangkan dari hasil pengujian pada Tabel 5.1, didapat bahwa sebagian besar diameter partikel yang dihasilkan justru terletak pada kisaran 0,5 1 mm, yaitu sekitar 70%. Sedangkan yang berada pada kisaran 0,4 mm hanya sekitar 30%. Selain itu, dapat dilihat pula bahwa variasi putaran cage mill tidak terlalu mempengaruhi distribusi ukuran yang dihasilkan. Pengaruh dari perubahan putaran ini adalah pada banyaknya atau lamanya proses daur ulang atau sirkulasi batubara yang tidak lolos screen. Semakin tinggi putaran cage mill, proses daur ulang akan semakin cepat sehingga kapasitasnya meningkat. Namun, semakin tinggi putaran cage mill, potensi untuk menghasilkan batubara dengan ukuran yang lebih kecil juga semakin tinggi. Hal ini ditandai dengan banyaknya partikel batubara yang terbuang dalam bentuk debu karena ukurannya yang terlalu kecil. Rentang diameter partikel yang sangat besar ini tentu saja akan mempengaruhi proses pengeringan. Ada dua parameter yang bisa dijadikan batasan ukuran diameter partikel, yaitu batasan untuk proses fluidisasi dan batasan untuk proses pengeringan. Batas maksimum dan minimum diameter partikel dipengaruhi oleh kecepatan medium fluidisasi. Pada CUT Pilot Plant ini, kecepatan medium fluidisasi dipengaruhi oleh laju aliran yang dihasilkan oleh blower pada masing-masing tangki pengeringan. Blower yang digunakan dalam proses pengeringan ini tidak dilengkapi dengan sistem pengaturan kecepatan sehingga kecepatan medium fluidisasi merupakan suatu parameter yang tidak dapat divariasikan. Untuk itu, pengertian
3 batasan diameter yang dapat masuk ke tangki pengeringan menjadi diameter partikel yang masih mampu diangkat oleh blower dan masih mengalami proses fluidisasi, tidak langsung terbang begitu saja. Dalam melakukan perhitungan terhadap batasan diameter tersebut, sifat-sifat fluida pada kondisi operasi masing-masing tangki perlu diperhatikan, termasuk juga karakteristik batubara yang digunakan. Adapun kondisi operasi dan sifat-sifat medium fluidisasi pada masing-masing tangki pengeringan dapat dilihat pada Tabel 5.2. Sedangkan karakteristik batubara yang digunakan untuk proses fluidisasi dapat dilihat pada Tabel 5.3. Tabel 5.2 Kondisi operasi dan sifat-sifat medium fluidisasi Fluida Temperatur Tekanan Massa Viskositas Jenis o C Bar kg/m 3 N.s/m 2 Bed 1 Udara ,99 2,13E-05 Bed 2 Superheated Steam 150 1,5 0,77 1,41E-05 Bed 3 Superheated Steam 230 4,5 1,97 1,73E-05 Fluida Mass Flow Volumetric Flow Cross Sectional Area Operational Velocity kg/s m 3 /s m 2 m/s Bed 1 Udara 2,68 2,72 1,77 1,54 Bed 2 Superheated Steam 1,83 2,40 1,77 1,36 Bed 3 Superheated Steam 3,32 1,68 1,77 0,95 Tabel 5.3 Karakteristik batubara Total Moisture ar 27 % Moisture adb 14,1 % Ash adb 2,3 % Volatile Matter adb 44,5 % Fixed Carbon adb 39,1 % Calorific Value adb 23179,3 kj/kg Bulk Density 780 kg/m3 True Density 1422 kg/m3 Gravitasi 9,81 m/s2 Sphericity 0,73 Intraparticle Voidage 0,213 Apparent Density 1444 kg/m 3
4 Untuk proses fluidisasi, definisi diameter minimum dan maksimum adalah rentang diameter dimana proses fluidisasi masih bisa terjadi. Diameter partikel maksimum untuk proses fluidisasi dibatasi oleh kecepatan minimum fluidisasi. Kecepatan minimum fluidisasi merupakan kecepatan minimum medium fluidisasi yang diperlukan untuk mengangkat partikel batubara dengan diameter tertentu. Definisi tersebut dapat digunakan untuk menghitung diameter maksimum partikel dengan cara memasukkan parameter kecepatan operasional (operational velocity) sebagai kecepatan minimum fluidisasi. Persamaan yang digunakan untuk pehitungan tersebut adalah Persamaan 5.1, 5.2 dan 5.3[20]. 2 1,75 ρ gu mf d p 150(1 ε ) ρ gu mf d p mf Ar Φ ε μ Φ ε μ p mf p mf dimana,.(5.1) ε mf Φ 0,586 Ar 0,72 p ρ ρ g s 0,021.(5.2) 3 d p ρ g (ρs ρ g )g Ar...(5.3) 2 μ Diameter partikel minimum dibatasi oleh kecepatan terminal partikel yaitu kecepatan dimana partikel tidak lagi terfluidisasi melainkan ikut terbang bersama aliran medium fluidisasi. Untuk kasus CUT Pilot Plant ini, pencarian diameter minimum dilakukan dengan mencari diameter partikel yang memiliki kecepatan terminal (u t ) sama dengan kecepatan operasional medium fluidisasi pada masingmasing tangki pengeringan. Persamaan yang digunakan adalah[1] u t 18 * (d p ) dimana, dp* adalah 2 2,335 1,744Φ 0,5 (d ) * p p 1 2 ρ g μ(ρs ρ g )g 1/3.(5.4) d * p 1/3 ρ g (ρs ρ g )g d p 2 μ.(5.5) Perhitungan diameter maksimum dan minimum dilakukan melalui proses iterasi. Kisaran diameter yang didapat pada masing-masing tangki pengeringan dapat
5 dilihat pada Tabel 5.4. Secara keseluruhan, diameter partikel yang diijinkan untuk masuk ke tangki pengeringan berada pada kisaran 0,38 hingga 3,50 mm. Dari hasil tersebut, dapat kita lihat bahwa kisaran diameter yang dihasilkan subsistem persiapan dan transportasi batubara ini masih memungkinkan untuk difluidisasi di dalam tangki pengeringan. Namun, hal ini juga dibatasi oleh fenomena pneumatic transport yang akan terjadi pada partikel batubara tersebut pada saat proses pengeringan. Tabel 5.4 Kisaran diameter partikel pada masing-masing tangki pengeringan untuk proses fluidisasi Minimum (mm) Maksimum (mm) Bed 1 0,38 6,30 Bed 2 0,26 3,50 Bed 3 0,27 4,60 Seperti kita ketahui, selama proses pengeringan di masing-masing tangki, massa jenis partikel batubara berkurang karena sebagian kandungan air di batubara menguap. Proses pengeringan terjadi hingga partikel tersebut mencapai kecepatan terminal karena pengurangan massa jenis tersebut, dalam hal ini, diameter partikel diasumsikan konstan. Perhitungan dilakukan menggunakan persamaan kecepatan terminal yaitu Persamaan 5.4 dan 5.5 dengan memperhatikan pengurangan massa jenis partikel yang terjadi selama proses pengeringan. Apabila memasukkan diameter hasil pengujian di atas ke dalam perasamaan tersebut, partikel batubara itu akan sulit mencapai kecepatan terminal karena sebagian diameter partikelnya terlalu besar.. Sebagai contoh, untuk partikel dengan diameter 0,5 mm dengan kandungan air 30%, massa jenisnya dapat dihitung dengan menggunakan hubungan[1] ρ app ρ true (1 ε particle ) (1 X)...(5.6) Apabila dimasukkan ke Persamaan 5.4 dan 5.5, didapat bahwa meskipun kandungan air pada partikel tersebut mencapai 0%. Partikel tersebut tidak akan mencapai kecepatan terminalnya. Artinya, partikel tersebut tidak akan tertransfer ke tangki pengeringan selanjutnya. Sayangnya, hasil pengujian tidak menjelaskan secara detail distribusi partikel batubara yang memiliki diameter 0,5 mm sehingga tidak dapat diketahui berapa
6 persen batubara yang tidak terfluidisasi karena ukuran partikelnya yang terlalu kecil. Hal ini disebabkan keterbatasan alat yang dimiliki oleh laboratorium yang ada di lapangan. Hasil pengujian yang sedemikian rupa membuktikan bahwa komponen screen dan cage mill pada subsistem persiapan dan transportasi batubara tidak bekerja dengan baik. Untuk itu perlu dilakukan modifikasi terhadap kedua komponen tersebut. Modifikasi pada cage mill dapat dilakukan dengan menambah susunan rotor cage mill. Sedangakan modifikasi pada screen dapat dilakukan dengan merapatkan ayakan. Namun begitu, hasil yang didapat dari pengujian ini bukanlah hal yang mutlak karena hasil pengujian diameter ini otomatis akan mengalami perubahan apabila digunakan batubara dengan jenis yang berbeda. Untuk mendapatkan diameter partikel dengan distribusi yang lebih baik tanpa melakukan perubahan pada komponen, bisa digunakan batubara yang memiliki Grindability Index (GI) yang lebih tinggi. Artinya, batubara tersebut akan lebih mudah hancur pada saat proses milling[5]. Jika memang hal ini merupakan satu-satunya cara yang bisa ditempuh, perlu diperhatikan nilai GI batubara yang digunakan dan cara menjaga bahwa batubara yang digunakan berada pada nilai GI yang diinginkan. Dengan kata lain, variasi jenis batubara yang bisa digunakan dalam pemrosesan CUT Pilot Plant ini menjadi berkurang. Kapasitas subsistem persiapan dan transportasi batubara Kapasitas subsistem persiapan dan transportasi batubara perlu diperhatikan karena akan mempengaruhi kapasitas sistem secara keseluruhan. Berdasarkan desain, subsistem persiapan dan transportasi batubara dirancang untuk kapasitas 7 ton/jam seperti halnya kapasitas sistem CUT Pilot Plant keseluruhan. Kinerja pilot plant dalam hal kapasitas akan sangat dipengaruhi oleh suplai batubara dari subsistem persiapan dan transportasi batubara ini. Setelah dilakukan uji coba terhadap subsistem ini, didapat bahwa subsistem persiapan dan transportasi batubara ini memiliki kapasitas 88,6 kg/jam. Hal ini jauh lebih rendah dari kapasitas desain yaitu 7 ton/jam.
7 Kecilnya kapasitas ini disebabkan oleh banyaknya batubara yang bersirkulasi pada sistem conveyor. Batubara yang hasil proses milling justru sebagian besar tidak lolos proses screening sehingga tersirkulasi lagi melalui CB-2 untuk kembali melewati proses milling. Hal ini disebabkan oleh proses milling yang tidak berjalan dengan baik. Proses milling yang diperlukan untuk menghasilkan batubara dengan diameter 0,4 mm tersebut tidak dapat dilakukan dengan sekali proses. Dengan kata lain, dalam sekali proses milling, diameter yang didapat masih belum sesuai dengan yang diinginkan. Hal lain yang ikut mempengaruhi kapasitas ini adalah kondisi screen. Pada saat beroperasi, mudah sekali terjadi blocking pada lubang-lubang ayakan, terutama pada kondisi basah, sehingga menghambat aliran batubara yang akan keluar screen. Oleh karena itu, proses maintenance pada komponen ini perlu diperhatikan. Selain itu, masukan batubara dari dumping hopper juga ikut mempengaruhi. Karena tidak adanya sistem yang mengontrol masukan dari dumping hopper tersebut, masukan batubara selalu konstan. Padahal sebagian besar batubara hasil milling tidak lolos screen. Hal ini menyebabkan terjadinya penumpukan batubara pada subsistem ini dimana massa batubara per satuan waktunya sangat besar. Akibatnya, kinerja screen menjadi semakin tidak optimum karena penumpukan tersebut. Hasil pengujian kapasitas ini jelas akan berdampak pada penurunan kapasitas produksi CUT Pilot Plant. Penurunan yang terjadi hampir mencapai 98,7%. Dengan hasil ini, pilot plant jelas akan mengalami kerugian yang sangat besar terutama apabila dibandingkan dengan konsumsi batubara yang dibutuhkan untuk subsistem penyuplai panas yang akan dijelaskan pada subbab Analisis Kinerja Subsistem Penyuplai Panas Panas yang diperlukan untuk proses pengeringan disuplai oleh susbsistem penyuplai panas. Parameter utama yang dijadikan acuan adalah temperatur oli yang dihasilkan oleh subsistem ini. Temperatur oli yang dimasukkan ke sistem haruslah lebih tinggi dari temperatur kerja di dalam sistem. Hasil uji coba subsistem penyuplai panas dapat dilihat pada grafik temperatur subsistem penyuplai panas pada Gambar 5.1. Dapat dilihat pada gambar bahwa temperatur maksimum yang dapat disuplai oleh subsistem penyuplai panas ini adalah
8 320 o C. Namun, dari Gambar 5.1 tersebut dapat dilihat bahwa menjaga temperatur keluaran oli konstan di 320 o C adalah suatu hal yang sulit. Hal ini disebabkan sistem kontrol sistem penyuplai panas yang belum berfungsi dengan baik sehingga di dapat temperatur keluaran yang fluktuatif antara o C T (oc) T out T in :30 15:45 saat pengoperasian *pengujian dilakukan berkali-kali untuk mendapatkan metode start up yang paling baik *data yang ditampilkan merupakan hasil pengujian dengan metode yang paling baru, yang merupakan metode start up yang paling cepat Gambar 5.1 Grafik temperatur subsistem penyuplai panas Konsumsi batubara subsistem penyuplai panas ini dipengaruhi oleh kecepatan aliran ID Fan dan FD Fan. Apabila temperatur oli yang yang keluar subsistem turun, secara otomatis putaran motor ID Fan dan FD Fan akan bertambah cepat untuk mempercepat pembakaran, sehingga konsumsi batubara akan menjadi lebih tinggi. Konsumsi batubara ini dapat diketahui dengan memperhatikan kecepatan chain grate. Chain grate merupakan komponen subsistem penyuplai panas yang berfungsi untuk mengatur jalannya batubara di dalam tungku agar tidak terjadi penumpukan, konstruksi chain grate dapat dilihat pada Gambar 5.2, sedangkan spesifikasi chain grate yang diperlukan untuk perhitungan konsumsi batubara dapat dilihat pada Tabel
9 5.7. Adapun perhitungan konsumsi batubara dilakukan dengan menggunakan hubungan n m r mcg 2π d cg 60 2 t bb L cg ρ bulk...(5.6) Motor chain grate Poros chain grate gearbox Gambar 5.2 Konstruksi chain grate Tabel 5.5 Spesifikasi chain grate Total ratio 1 : 7818,75 Diameter poros chain grate (mm) 102 Lebar chain grate (mm) 1000 Ketebalan batubara di chain grate (mm) 100 Dari hasil uji coba subsistem penyuplai panas sebanyak dua kali dalam kurun waktu tujuh hingga delapan jam, didapat bahwa untuk mengoperasikan subsistem penyuplai panas hingga temperatur kerja mencapai maksimum 320 o C diperlukan laju konsumsi batubara rata-rata 121,2 kg/jam. Hasil pengujian subsistem penyuplai panas ini dapat dilihat pada Lampiran D. Mengacu pada karakteristik batubara yang digunakan pada CUT Pilot Plant yang tertera pada Tabel 5.4, konsumsi energi rata-rata subsistem penyuplai panas dapat dihitung dengan menggunakan hubungan[24] Q intoh m bbtoh LHV.(5.7) Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan Persamaan 5.7 tersebut, didapat bahwa konsumsi energi rata-rata subsistem ini adalah 785,7 kw.
10 Sedangkan energi yang disuplai oleh subsistem penyedia panas ini dapat dihitung dengan memperhatikan perbedaan temperatur oli masuk dan oli keluar subsistem. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan hubungan[24] Q outtoh m c p ( Tin Tout )...(5.8) dimana, laju aliran oli didapat dari grafik pompa sedangkan sifat-sifat oli termal pada kondisi operasi 300 o C dapat dilihat pada Tabel 5.8. Tabel 5.6 Sifat-sifat oli termal pada kondisi 300 o C dan 5 Bar Fluid density (kg/m 3 ) 715 Thermal conductivity (W/m.K) 0,115 Spesific heat capacity (J/kg.K) 2607 Viscousity (N.s/m 2 ) 0,00067 Prandtl Number ( - ) 88 Berdasarkan data-data di atas, didapat panas rata-rata yang disuplai oleh subsistem ini pada saat pengoperasian tanpa beban adalah 647,04 kw. Efisiensi kinerja subsistem penyuplai panas ini dapat diperoleh dengan membandingkan antara suplai panas dengan konsumsi energi subsistem ini, sesuai dengan persamaan 5.9[24]. TOH Q Q outtoh intoh 100%...(5.9) Dari hasil perhitungan, efisiensi subsistem penyuplai panas adalah 83%. Pengujian yang dilakukan terhadap subsistem ini adalah pengujian tanpa beban. Perbedaan temperatur yang terlihat dari grafik hasil pengujian menyatakan rugi-rugi panas yang harus dilawan oleh subsistem penyuplai panas ini. Apabila beban pengeringan diperhitungkan, total panas yang diperlukan oleh sistem CUT Pilot Plant ini menjadi 1898,21 kw untuk kondisi start up dan 1145,96 kw untuk kondisi steady. Hasil ini merupakan penjumlahan dari panas yang disuplai oli untuk proses pengeringan seperti yang telah ditentukan dalam desain dan panas yang terbuang oleh rugi-rugi tersebut. Kondisi start up merupakan kondisi dimana pada saat awal pengoperasian pilot plant, dimana seluruh suplai panas yang diperlukan diperoleh dari sirkulasi oli termal. Kondisi steady merupakan kondisi dimana
11 pengoperasian pilot plant telah berjalan kontinyu sehingga sebagian suplai panas diperoleh dari sirkulasi uap panas yang dihasilkan pada proses pengeringan. Panas yang dibutuhkan CUT Pilot Plant ini untuk proses pengeringan secara teoritis masih mampu disuplai oleh subsistem penyuplai panas. Hal ini diperoleh dengan membandingkan hasil perhitungan panas yang dibutuhkan pada kondisi terbebani dengan kapasitas subsistem penyuplai panas ini. Tabulasi mengenai hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.7. Dapat dilihat pada tabel tersebut, keperluan panas untuk proses CUT Pilot Plant pada waktu start up, yang merupakan konsumsi panas terbesar, hanya 76% dari kapasitas subsistem penyuplai panas ini. Tabel 5.7 Prediksi hasil pengujian subsistem penyuplai panas dengan kondisi terbebani Start up Steady Suplai panas oli Proses pengeringan (kw) 1251,16 498,92 Heat Loss (kw) ,04 Total (kw) 1898, ,96 T oli ( o C) Suplai panas batubara (kw) 2295, ,58 Konsumsi batubara (kg/jam) Motor chain grate (rpm) Tinggi batubara (mm) Kapasitas TOH (kw) 2483,9 Perbedaan antara pengujian tanpa beban dan pengujian beban subsistem ini juga berdampak pada konsumsi batubara yang dibutuhkan. Dengan menggunakan data hasil pengujian tanpa beban, konsumsi batubara pada pengujian beban dapat diprediksi dengan menggunakan persamaan 5.6. Hasil perhitungan perkiraan konsumsi batubara subsistem penyuplai panas ini dapat dilihat pada Tabel 5.7.Untuk kondisi start up diprediksikan konsumsi batubara menjadi 356 kg/jam. Sedangkan, untuk kondisi operasi steady konsumsi batubara diperkirakan 215 kg/jam. Hal tersebut masih bisa dicapai oleh subsistem ini mengingat pada perhitungan tersebut, dapat dilihat bahwa kecepatan motor chain grate masih dalam kisaran yang diperlukan. Selain itu, ketinggian batubara di dalam
12 chain grate juga masih bisa divariaskan. Yang perlu diperhatikan adalah kemampuan blower pada subsistem ini untuk menyuplai udara yang dibutuhkan karena seiring dengan bertambahnya bahan bakar, udara yang diperlukan juga semakin banyak agar campuran bahan bakar udara yang terjadi masih memungkinkan terjadinya pembakaran. Dari hasil pengamatan di lapangan, pada saat pengoperasian subsistem penyuplai panas ini dengan kondisi tanpa beban, blower belum dioperasikan dengan putaran maksimumnya, sehingga masih ada kemungkinan blower dapat menyuplai udara yang diperlukan. Sayangnya tidak diketahui spesifikasi teknis blower yang digunakan pada subsistem ini. Dari hasil perhitungan tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa untuk menghasilkan batubara kering dengan kapasitas 5 ton/jam diperlukan pembakaran batubara sebanyak 356 kg/jam pada kondisi start up. Selain itu, dibutuhkan juga konsumsi solar untuk bahan bakar sistem kelistrikan sebanyak 60 liter/jam. Meskipun begitu, berdasarkan pengamatan lapangan, konsumsi batubara akan menjadi lebih kecil apabila batubara yang digunakan diproses terlebih dahulu melalui proses milling sehingga didapat ukuran yang lebih kecil. Hal ini disebabkan, dengan penggunaan batubara dalam bentuk bongkahan, pembakaran batubara tidak terjadi secara menyeluruh sehingga abu yang dihasilkan masih memiliki kandungan kalor yang cukup tinggi sehingga bisa dibakar lagi Analisis Kinerja Subsistem Pengeringan Penjelasan pada Bab IV menyebutkan bahwa kinerja subsistem pengeringan dinilai dari kemampuan masing-masing komponen subsistem ini untuk mencapai kondisi operasi yang diinginkan. Definisi tersebut membedakan antara kinerja subsistem pengeringan dengan kinerja pilot plant. Temperatur Dari hasil uji coba subsistem pengeringan tanpa beban, didapat grafik temperatur seperti yang tertera pada Gambar 5.3. Adapun detail hasil pengambilan data kondisi operasi dapat dilihat pada Lampiran D. Pada Gambar 5.3 tersebut dapat dilihat pencapaian temperatur kerja masingmasing tangki pengeringan dapat mencapai kondisi operasi yang diinginkan sesuai
13 dengan yang tertera pada Tabel 5.2. Pada tangki pengeringan 2 dan 3 temperatur operasinya bahkan melebihi temperatur operasi yang diinginkan pada desain CUT Pilot Plant. Sampai saat ini, pencapaian kondisi operasi tersebut dilakukan dengan cara manual sehingga temperatur yang dicapai tidak stabil. Hal ini disebabkan karena sistem kontrol yang ada belum berfungsi dengan baik. Kondisi operasi temperatur tersebut, seperti yang terlihat pada Gambar 5.3, dapat dicapai setelah pemanasan selama kurang lebih enam jam. Hal ini perlu menjadi perhatian pada saat penyalaan subsistem bahwa paling tidak dibutuhkan waktu yang cukup panjang dalam pencapaian kondisi operasi terutama temperatur di dalam tangki pengeringan. *pengujian dilakukan berkali-kali untuk mendapatkan metode start up yang paling baik *data yang ditampilkan merupakan hasil pengujian dengan metode yang paling baru, yang merupakan metode start up yang paling cepat Gambar 5.3 Temperatur kerja subsistem pengeringan Sementara itu, pemanfaatan uap untuk pemanasan tangki pengeringan 2 dan 3 juga belum bisa dilakukan hal ini dapat dilihat dari indikasi bahwa temperatur uap pada pipa jalur pemanfaatan uap (steam recovery) tidak mencapai kondisi yang diinginkan, seperti dapat dilihat pada Gambar 5.4.
14 Hal ini disebabkan karena pengoperasian yang belum kontinyu. Selain itu, ada pula pengaruh pengaturan Pressure Relief Valve (PRV), terutama untuk TI-6 yang pemasangannya dilakukan pada posisi setelah katup tersebut. Perlu dilakukan pengaturan terhadap katup PRV-2 tersebut sehingga katup tersebut dapat terbuka pada saat tekanan mencapai tekanan yang diinginkan. Secara keseluruhan, ketidakberfungsian pemanfaatan uap ini akan mengurangi efisiensi pilot plant karena sumber panas satu-satunya hanya akan berasal dari oli pada subsistem penyuplai panas, seperti halnya pada kondisi start up yang telah dibahas pada subbab sebelumnya. Hal ini menyebabkan konsumsi batubara pada subsistem penyuplai panas akan menjadi lebih besar. *pengujian dilakukan berkali-kali untuk mendapatkan metode start up yang paling baik *data yang ditampilkan merupakan hasil pengujian dengan metode yang paling baru, yang merupakan metode start up yang paling cepat Gambar 5.4. Grafik temperatur jalur steam recovery Tekanan Pencapaian tekanan operasi pada subsistem pengeringan hanya bisa dilakukan untuk tangki pengeringan 2. Pada Gambar 5.5, dapat dilihat bahwa tekanan di tangki pengeringan 2 dapat mencapai hingga 2,3 Bar. Hasil ini lebih besar dibandingkan tekanan desain yaitu 1,5 Bar. Pengontrolan tekanan belum bisa
15 dilakukan karena katup yang digunakan untuk memasukkan uap ke dalam sistem masih digerakkan secara manual. Selain itu, belum dilakukannya pengaturan terhadap PRV-1 juga menjadi penyebab berfluktuasinya tekanan pada tangki pengeringan 2 ini. Tekanan di tangki pengeringan 3 sulit untuk mencapai 4,5 Bar, seperti terlihat pada Gambar 5.5, tekanan di tangki pengeringan 3 maksimum hanya dapat mencapai 2 Bar. Hal ini disebabkan oleh adanya kebocoran pada beberapa titik pada rangkaian sistem tangki pengeringan 3 tersebut. Kebocoran tersebut diantaranya terjadi di preheater 3, siklon 3, dan rotary vane 4. Selain kebocoran tersebut, tidak dapat tercapainya tekanan operasi 4,5 bar disebabkan juga oleh spesifikasi rotary vane yang hanya mampu menahan beda tekanan sebesar 1,5 Bar. Ketidakmampuan rotary vane menahan beda tekanan yang lebih besar dari 1,5 Bar ini disebabkan oleh adanya celah antara rotor rotary vane dengan dinding rumahnya. Kondisi ini diharapkan akan teratasi pada saat pengoperasian kontinyu karena pada saat itu batubara akan menumpuk sehingga menutupi celah-celah pada rotary vane. *pengujian dilakukan berkali-kali untuk mendapatkan metode start up yang paling baik *data yang ditampilkan merupakan hasil pengujian dengan metode yang paling baru, yang merupakan metode start up yang paling cepat Gambar 5.5 Grafik tekanan operasi masing-masing tangki pengeringan
16 Tidak tercapainya kondisi operasi tekanan ini mengakibatkan pemanfaatan panas uap untuk tangki pengeringan 2 akan tidak maksimal mengingat dengan tekanan tersebut entalpi uap akan lebih rendah dari pada entalpi uap pada saat 4,5 bar. Seperti diketahui, entalpi berbanding lurus dengan temperatur dan tekanan. Semakin tinggi temperatur dan tekanan, entalpi suatu fluida akan semakin tinggi. Pengaruh dari minimnya pemanfaatan uap ini, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, adalah tingginya konsumsi batubara yang diperlukan karena kondisi pengoperasiannya berada pada kondisi start up, dimana seluruh panas yang diperlukan berasal dari suplai oli. Perhitungan konsumsi batubara tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.7. Laju Aliran Fluidisasi Laju aliran fluidisasi dipengaruhi oleh kemampuan blower dan konstruksi tangki pengeringan. Kemampuan blower dinyatakan dalam grafik blower yang merupakan hubungan antara tekanan statik blower dengan laju aliran fluida. Sedangkan konstruksi tangki pengeringan, yang meliputi distributor, ducting, dan lain-lain, mempengaruhi rugi-rugi tekanan sistem yang pada akhirnya akan mempengaruhi laju aliran fluida yang dihasilkan oleh blower. Laju volumetrik terukur jauh lebih rendah dibandingkan dengan desain yang diinginkan, Tabel 5.8. Hal ini disebabkan oleh rugi-rugi tekanan yang sangat besar di dalam sistem. Rugi-rugi tekanan ini bisa disebabkan oleh rugi-rugi tekanan di preheater, ducting, siklon, dan distributor. Hasil ini mengakibatkan rendahnya kecepatan operasional yang dihasilkan sehingga partikel batubara sulit untuk mengalami fluidisasi. Grafik blower dapat dilihat pada Lampiran C. Dari hasil simulasi aliran fluida di dalam tangki pengering dengan menggunakan perangkat lunak SolidWorks, didapat bahwa rugi-rugi tekanan yang terjadi di distributor sangat besar. Hasil simulasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.6. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa penurunan tekanan yang terjadi di distributor bisa mencapai 30 kpa. Padahal, spesifikasi blower yang ada hanya memiliki kemampuan maksimum mengatasi rugi-rugi tekanan sebesar 8000 Pa. Hal inilah yang menyebabkan rendahnya laju aliran yang dihasilkan oleh blower. Pejelasan lebih detail mengenai kapasitas blower dapat dilihat pada Lampiran C.
17 Tabel 5.8 Perbandingan Laju Aliran Blower Desain dengan Laju Aliran yang Terukur Desain Hasil Trial Mass Mass Density Flow Volumetric Flow Density Flow Volumetric Flow kg/m 3 kg/s m 3 /s m 3 /h kg/m 3 kg/s m 3 /s m 3 /h Bed Bed Bed Gambar 5.6 Hasil simulasi rugi-rugi tekanan pada distributor Untuk mengatasi hal tersebut, saat ini tim CUT melakukan beberapa modifikasi pada bagian-bagian tersebut. Perubahan geometri dan dimensi distributor, yang ditengarai merupakan penyebab utama tingginya pressure drop, telah dilakukan. Adapun perubahan yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 5.7 dan Gambar 5.8. Gambar 5.7 merupakan desain distributor yang lama, sedangkan Gambar 5.8 merupakan desain distributor yang baru. Dapat dilihat pada gambar tersebut bahwa distributor yang baru akan menghasilkan pressure drop yang lebih kecil karena jumlahnya yang lebih banyak dengan dimensi yang lebih besar, terutama celah antara cap distributor dengan pipa distributor. Selain itu, perubahan dilakukan dengan memotong ducting yang masuk ke plenum sehingga aliran tidak lagi melengkung ke bawah. Hal ini juga akan mengurangi pressure drop sistem.
18 Gambar 5.7 Desain awal distributor tangki pengeringan Gambar 5.8 Desain baru distributor tangki pengeringan Analisis Kinerja Subsistem Pembriketan Kinerja subsistem pembriketan belum dapat dievaluasi karena proses pengeringan belum dapat dilakukan. Namun, sebelumnya sudah dilakukan pengujian mesin briket dengan menggunakan campuran batubara dan tepung tapioka sebagai binder. Perbandingan batubara dan tanah liat yang digunakan adalah 10:1 pada basis massa. Briket yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 5.9. Pada Gambar 5.9 tersebut dapat dilihat bahwa briket yang terbentuk sulit untuk terlepas dari cavity-nya. Hal ini disebabkan karena ikatan partikel yang terjadi antara briket dengan cavity lebih besar dibandingkan dengan ikatan partikel antara dua keping briket yang bertemu pada saat pengepresan dilakukan. Apabila
19 dioperasikan secara kontinyu, hal ini akan menyebabkan tekanan pengoperasian mesin briket menjadi terlalu tinggi karena semakin sempitnya ruang pada cavity akibat adanya briket yang tidak lepas. Hal ini dapat dihindari dengan membuat sudut pada setiap cavity menjadi lebih landai sehingga ikatan cavity dengan briket yang terbentuk akan berkurang. Gambar 5.9 Briket yang terbentuk menempel pada roll mesin briket Namun, dari segi kekerasan, briket yang dihasilkan oleh subsistem ini dapat dikatakan baik. Hal ini dapat dilihat pada Gambar Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa proses pembersihan terhadap briket-briket yang menempel pada cavity, harus dilakukan dengan menggunakan mesin bor. Gambar 5.10 Proses pembersihan cavity mesin briket Meskipun begitu, hasil pengujian ini belum bisa dikatakan menggambarkan kondisi yang sebenarnya. Seperti yang kita ketahui, proses pembriketan pada CUT
20 ini menggunakan teknologi binderless briquetting, dimana pada proses pembriketannya tidak memerlukan zat tambahan sebagai binder. Ada kemungkinan bahwa karakteristik briket yang dihasilkan dengan menggunakan teknik binderless briquetting tersebut berbeda dengan karakterstik briket yang digunakan pada proses pengujian. Oleh karena itu, untuk mendapatkan hasil yang sebenarnya, perlu dilakukan pengujian mesin briket dengan menggunakan batubara yang keluar dari subsistem pengeringan. Hal tersebut dapat dilakukan apabila proses pengeringannya sudah berjalan dengan baik Hasil Komisioning Sistem CUT Pilot Plant Pengujian terhadap sistem CUT Pilot Plant belum bisa dilakukan karena beberapa parameter penting pada subsistem-subsistem dalam pilot plant ini belum dapat dicapai. Untuk dapat melakukan komisioning pada sistem CUT Pilot Plant, seluruh parameter-parameter pada masing-masing subsistem harus sudah dipastikan tercapai. Sesuai dengan diagram alir proses komisioning pada Gambar 4.2, subsistem ini masih memerlukan modifikasi agar dapat mencapai parameter-parameter yang diinginkan pada desain dasar (basic design). Hal ini bertujuan untuk memperkecil ruang lingkup kesalahan yang terjadi sehingga analisis dan evaluasi terhadap sistem CUT dapat dilakukan dengan lebih sistematis. Kalaupun kondisi operasi pada subsistem belum tercapai, perlu dilakukan penggeseran/modifikasi terhadap kondisi operasi sehingga sistem masih bisa berjalan.
Bab IV Proses Komisioning pada CUT Pilot Plant
Bab IV Proses Komisioning pada CUT Pilot Plant 4.1 Pengertian Umum 4.1.1 Definisi Secara definisi, komisioning adalah suatu proses yang sistematik dengan berorientasi pada kualitas untuk memverifikasi
Lebih terperinciBab III CUT Pilot Plant
Bab III CUT Pilot Plant 3.1 Sistem CUT Pilot Plant Skema proses CUT Pilot Plant secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 3.1. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa sistem CUT dibagi menjadi beberapa
Lebih terperinciBAB II TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA
BAB II TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA 2.1. Peningkatan Kualitas Batubara Berdasarkan peringkatnya, batubara dapat diklasifikasikan menjadi batubara peringkat rendah (low rank coal) dan batubara
Lebih terperinciPRAKOMISIONING DAN PENGUJIAN SUBSISTEM CUT PILOT PLANT
PRAKOMISIONING DAN PENGUJIAN SUBSISTEM CUT PILOT PLANT TUGAS SARJANA Karya ilmiah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik dari Institut Teknologi Bandung Oleh Bimo Prawisudho P.K.P
Lebih terperinciLampiran I Data Pengamatan. 1.1 Data Hasil Pengamatan Bahan Baku Tabel 6. Hasil Analisa Bahan Baku
Lampiran I Data Pengamatan 1.1 Data Hasil Pengamatan Bahan Baku Tabel 6. Hasil Analisa Bahan Baku No. Parameter Bahan Baku Sekam Padi Batubara 1. Moisture (%) 10,16 17,54 2. Kadar abu (%) 21,68 9,12 3.
Lebih terperinciMODIFIKASI SISTEM BURNER DAN PENGUJIAN ALIRAN DINGIN FLUIDIZED BED INCINERATOR UI SKRIPSI
MODIFIKASI SISTEM BURNER DAN PENGUJIAN ALIRAN DINGIN FLUIDIZED BED INCINERATOR UI SKRIPSI Oleh HANS CHRISTIAN 04 03 02 039 4 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Nilai Kecepatan Minimun Fluidisasi (U mf ), Kecepatan Terminal (U t ) dan Kecepatan Operasi (U o ) pada Temperatur 25 o C
BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Percobaan Fluidisasi Penelitian gasifikasi fluidized bed yang dilakukan menggunakan batubara sebagai bahan baku dan pasir silika sebagai material inert. Pada proses gasifikasinya,
Lebih terperinciPENERAPAN KONSEP FLUIDA PADA MESIN PERKAKAS
PENERAPAN KONSEP FLUIDA PADA MESIN PERKAKAS 1. Dongkrak Hidrolik Dongkrak hidrolik merupakan salah satu aplikasi sederhana dari Hukum Pascal. Berikut ini prinsip kerja dongkrak hidrolik. Saat pengisap
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Setelah melakukan pengujian maka diperoleh beberapa data, diantaranya adalah data pengujian penghembusan udara bertekanan, pengujian kekerasan Micro Vickers dan pengujian
Lebih terperinciKAJIAN TEORITIK PEMILIHAN HEAT PUMP DAN PERHITUNGAN SISTEM SALURAN PADA KANDANG PETERNAKAN AYAM BROILER SISTEM TERTUTUP
INFOMATEK Volume 19 Nomor 1 Juni 2017 KAJIAN TEORITIK PEMILIHAN HEAT PUMP DAN PERHITUNGAN SISTEM SALURAN PADA KANDANG PETERNAKAN AYAM BROILER SISTEM TERTUTUP Evi Sofia *), Abdurrachim **) *Universitas
Lebih terperinciSKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi. Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik BINSAR T. PARDEDE NIM DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
UJI EKSPERIMENTAL OPTIMASI LAJU PERPINDAHAN KALOR DAN PENURUNAN TEKANAN AKIBAT PENGARUH LAJU ALIRAN UDARA PADA ALAT PENUKAR KALOR JENIS RADIATOR FLAT TUBE SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Boiler Longchuan Boiler Longchuan adalah boiler jenis thermal yang dihasilkan dari air, dengan sirkulasi untuk menyalurkan panasnya ke mesin-mesin produksi. Boiler Longchuan mempunyai
Lebih terperinciBab II Teknologi CUT
Bab II Teknologi CUT 2.1 Peningkatan Kualitas Batubara 2.1.1 Pengantar Batubara Batubara merupakan batuan mineral hidrokarbon yang terbentuk dari tumbuh-tumbuhan yang telah mati dan terkubur di dalam bumi
Lebih terperinciLampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas
LAMPIRAN 49 Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas 1. Jumlah Air yang Harus Diuapkan = = = 180 = 72.4 Air yang harus diuapkan (w v ) = 180 72.4 = 107.6 kg Laju penguapan (Ẇ v ) = 107.6 / (32 x 3600) =
Lebih terperinciBAB IV PEMODELAN POMPA DAN ANALISIS
BAB IV PEMODELAN POMPA DAN ANALISIS Berdasarkan pemodelan aliran, telah diketahui bahwa penutupan LCV sebesar 3% mengakibatkan perubahan kondisi aliran. Kondisi yang paling penting untuk dicermati adalah
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya
BAB II DASAR TEORI 2.1 Hot and Cool Water Dispenser Hot and cool water dispenser merupakan sebuah alat yang digunakan untuk mengkondisikan temperatur air minum baik dingin maupun panas. Sumber airnya berasal
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Setelah dilakukan pengujian, maka didapatkan data yang merupakan parameterparameter
48 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Setelah dilakukan pengujian, maka didapatkan data yang merupakan parameterparameter dari daya engkol dan laju pemakaian bahan bakar spesifik yang kemudian digunakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Pengeringan adalah proses mengurangi kadar air dari suatu bahan [1]. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan
Lebih terperinci(Indra Wibawa D.S. Teknik Kimia. Universitas Lampung) POMPA
POMPA Kriteria pemilihan pompa (Pelatihan Pegawai PUSRI) Pompa reciprocating o Proses yang memerlukan head tinggi o Kapasitas fluida yang rendah o Liquid yang kental (viscous liquid) dan slurrie (lumpur)
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Energi Biomassa, Program Studi S-1 Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Lebih terperinciBAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Pembahasan pada sisi gasifikasi (pada kompor) dan energi kalor input dari gasifikasi biomassa tersebut.
BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Pembahasan pada sisi gasifikasi (pada kompor) Telah disebutkan pada bab 5 diatas bahwa untuk analisa pada bagian energi kalor input (pada kompor gasifikasi), adalah meliputi karakteristik
Lebih terperinciBAB IV PEMILIHAN SISTEM PEMANASAN AIR
27 BAB IV PEMILIHAN SISTEM PEMANASAN AIR 4.1 Pemilihan Sistem Pemanasan Air Terdapat beberapa alternatif sistem pemanasan air yang dapat dilakukan, seperti yang telah dijelaskan dalam subbab 2.2.1 mengenai
Lebih terperinciBAB III SISTEM PENGUJIAN
BAB III SISTEM PENGUJIAN 3.1 KONDISI BATAS (BOUNDARY CONDITION) Sebelum memulai penelitian, terlebih dahulu ditentukan kondisi batas yang akan digunakan. Diasumsikan kondisi smoke yang mengalir pada gradien
Lebih terperinciV. HASIL UJI UNJUK KERJA
V. HASIL UJI UNJUK KERJA A. KAPASITAS ALAT PEMBAKAR SAMPAH (INCINERATOR) Pada uji unjuk kerja dilakukan 4 percobaan untuk melihat kinerja dari alat pembakar sampah yang telah didesain. Dalam percobaan
Lebih terperinciLAMPIRAN II PERHITUNGAN. = 18 cm x 15 cm x 25 cm = 6750 cm 3 = 6,750 m 3
LAMPIRAN II PERHITUNGAN A. Perhitungan Desain Tangki Oli Diketahui: Panjang tangki (p), Lebar tangki (l), Tinggi tangki (t), Volume tangki oli 18 cm 15 cm 25 cm p x l x t 18 cm x 15 cm x 25 cm 6750 cm
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Tanpa Beban Untuk mengetahui profil sebaran suhu dalam mesin pengering ERK hibrid tipe bak yang diuji dilakukan dua kali percobaan tanpa beban yang dilakukan pada
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Radiator Radiator memegang peranan penting dalam mesin otomotif (misal mobil). Radiator berfungsi untuk mendinginkan mesin. Pembakaran bahan bakar dalam silinder mesin menyalurkan
Lebih terperinciGambar 4.21 Grafik nomor pengujian vs volume penguapan prototipe alternatif rancangan 1
efisiensi sistem menurun seiring dengan kenaikan debit penguapan. Maka, dari grafik tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa sistem akan bekerja lebih baik pada debit operasi yang rendah. Gambar 4.20 Grafik
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN KINERJA BOILER
BAB IV PEMBAHASAN KINERJA BOILER 4.1 Spesifikasi boiler di PT. Kartika Eka Dharma Spesifikasi boiler yang digunakan oleh PT. Kartika Eka Dharma adalah boiler jenis pipa air dengan kapasitas 1 ton/ jam,
Lebih terperinciGambar 3.1 Arang tempurung kelapa dan briket silinder pejal
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Energi Biomassa, Program Studi S-1 Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiayah Yogyakarta
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Mesin pengering merupakan salah satu unit yang dimiliki oleh Pabrik Kopi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mesin pengering merupakan salah satu unit yang dimiliki oleh Pabrik Kopi Tulen yang berperan dalam proses pengeringan biji kopi untuk menghasilkan kopi bubuk TULEN. Biji
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mesin Fluida Mesin fluida adalah mesin yang berfungsi untuk mengubah energi mekanis poros menjadi energi potensial fluida, atau sebaliknya mengubah energi fluida (energi potensial
Lebih terperinciSTUDI EKSPERIMEN PENGARUH UKURAN PARTIKEL BATUBARA PADA SWIRLING FLUIDIZED BED DRYER TERHADAP KARAKTERISTIK PENGERINGAN BATUBARA
SIDANG TUGAS AKHIR KONVERSI ENERGI STUDI EKSPERIMEN PENGARUH UKURAN PARTIKEL BATUBARA PADA SWIRLING FLUIDIZED BED DRYER TERHADAP KARAKTERISTIK PENGERINGAN BATUBARA DOSEN PEMBIMBING: Prof.Dr. Eng. PRABOWO,
Lebih terperinciPengaruh Kandungan Air pada Proses Pembriketan Binderless Batubara Peringkat Rendah Indonesia
Pengaruh Kandungan Air pada Proses Pembriketan Binderless Batubara Peringkat Rendah Indonesia Toto Hardianto*, Adrian Irhamna, Pandji Prawisudha, Aryadi Suwono Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara, Institut
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Perhitungan dan pembahasan dimulai dari proses pengambilan dan pengumpulan data. Data yang dikumpulkan meliputi data dan spesifikasi obyek penelitian dan hasil pengujian. Data-data
Lebih terperinciUji Eksperimental Pertamina DEX dan Pertamina DEX + Zat Aditif pada Engine Diesel Putaran Konstan KAMA KM178FS
Uji Eksperimental Pertamina DEX dan Pertamina DEX + Zat Aditif pada Engine Diesel Putaran Konstan KAMA KM178FS ANDITYA YUDISTIRA 2107100124 Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. H D Sungkono K, M.Eng.Sc Kemajuan
Lebih terperinciBAB III PEMBUATAN ALAT UJI DAN METODE PENGAMBILAN DATA
BAB III PEMBUATAN ALAT UJI DAN METODE PENGAMBILAN DATA Untuk mendapatkan koefisien gesek dari saluran pipa berpenampang persegi, nilai penurunan tekanan (pressure loss), kekasaran pipa dan beberapa variabel
Lebih terperinciBAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA
BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA 3.1 Metode Pengujian 3.1.1 Pengujian Dual Fuel Proses pembakaran di dalam ruang silinder pada motor diesel menggunakan sistem injeksi langsung.
Lebih terperinciPENGARUH PENAMBAHAN ADITIF PADA PREMIUM DENGAN VARIASI KONSENTRASI TERHADAP UNJUK KERJA ENGINE PUTARAN VARIABEL KARISMA 125 CC
PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF PADA PREMIUM DENGAN VARIASI KONSENTRASI TERHADAP UNJUK KERJA ENGINE PUTARAN VARIABEL KARISMA 125 CC Riza Bayu K. 2106.100.036 Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. H.D. Sungkono K,M.Eng.Sc
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Batch Dryer, timbangan, stopwatch, moisturemeter,dan thermometer.
III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2013, di Laboratorium Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung B. Alat dan Bahan Alat yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melimpah. Salah satu sumberdaya alam Indonesia dengan jumlah yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan sumberdaya alam yang melimpah. Salah satu sumberdaya alam Indonesia dengan jumlah yang melimpah adalah batubara. Cadangan batubara
Lebih terperinciPerhitungan Daya Turbin Uap Dan Generator
Perhitungan Daya Turbin Uap Dan Generator Dari data yang diketahui tekanan masuk turbin diambil nilai rata-rata adalah sebesar (P in ) = 18 kg/ cm² G ( tekanan dibaca lewat alat ukur ), ditambah dengan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu pembangkit daya uap. Siklus Rankine berbeda dengan siklus-siklus udara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Analisa Termodinamika Siklus Rankine adalah siklus teoritis yang mendasari siklus kerja dari suatu pembangkit daya uap Siklus Rankine berbeda dengan siklus-siklus udara ditinjau
Lebih terperinciUdara. Bahan Bakar. Generator Kopel Kompresor Turbin
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cara Kerja Instalasi Turbin Gas Instalasi turbin gas merupakan suatu kesatuan unit instalasi yang bekerja berkesinambungan dalam rangka membangkitkan tenaga listrik. Instalasi
Lebih terperinciBAB III PERALATAN DAN PROSEDUR PENGUJIAN
BAB III PERALATAN DAN PROSEDUR PENGUJIAN 3.1 PERANCANGAN ALAT PENGUJIAN Desain yang digunakan pada penelitian ini berupa alat sederhana. Alat yang di desain untuk mensirkulasikan fluida dari tanki penampungan
Lebih terperinciBab 4 Perancangan dan Pembuatan Pembakar (Burner) Gasifikasi
Bab 4 Perancangan dan Pembuatan Pembakar (Burner) Gasifikasi 4.1 Pertimbangan Awal Pembakar (burner) adalah alat yang digunakan untuk membakar gas hasil gasifikasi. Di dalam pembakar (burner), gas dicampur
Lebih terperinciPERANCANGAN KOMPRESOR TORAK UNTUK SISTEM PNEUMATIK PADA GUN BURNER
TUGAS SARJANA MESIN FLUIDA PERANCANGAN KOMPRESOR TORAK UNTUK SISTEM PNEUMATIK PADA GUN BURNER OLEH NAMA : ERWIN JUNAISIR NIM : 020401047 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lebih terperinciBAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN POTENSI KHUSUS
47 BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN POTENSI KHUSUS 4.1 PENDAHULUAN Bab ini menampilkan hasil penelitian dan pembahasan berdasarkan masing-masing variabel yang telah ditetapkan dalam penelitian. Hasil pengukuran
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah :
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat 3.1.1. Bahan Penelitian Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah : Air 3.1.2. Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Laboratorium Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Udayana kampus
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat yang akan digunakan selama melakukan penelitian ini adalah di Laboratorium Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Udayana kampus
Lebih terperinciBAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN
BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN 3.1. Waktu Dan Tempat Penelitian Pengambilan data pada kondensor disistem spray drying ini telah dilaksanakan pada bulan desember 2013 - maret 2014 di Laboratorium Teknik
Lebih terperinciPENGERING PELLET IKAN DALAM PENGUATAN PANGAN NASIONAL
KEGIATAN IPTEK bagi MASYARAKAT TAHUN 2017 PENGERING PELLET IKAN DALAM PENGUATAN PANGAN NASIONAL Mohammad Nurhilal, S.T., M.T., M.Pd Usaha dalam mensukseskan ketahanan pangan nasional harus dibangun dari
Lebih terperinciLAMPIRAN A PERHITUNGAN DENGAN MANUAL. data data dari tabel hasil pengujian performansi motor diesel. sgf = 0,845 V s =
LAMPIRAN A PERHITUNGAN DENGAN MANUAL Perhitungan performansi motor diesel berbahan bakar biofuel vitamin engine + solar berikut diselesaikan berdasarkan literatur 15, dengan mengambil variable data data
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL PERHITUNGAN PARAMETER PENSTOCK
40 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL PERHITUNGAN PARAMETER PENSTOCK Diameter pipa penstock yang digunakan dalam penelitian ini adalah 130 mm, sehingga luas penampang pipa (Ap) dapat dihitung
Lebih terperinciBAB IV PERHITUNGAN SISTEM HIDRAULIK
BAB IV PERHITUNGAN SISTEM HIDRAULIK 4.1 Perhitungan Beban Operasi System Gaya yang dibutuhkan untuk mengangkat movable bridge kapasitas 100 ton yang akan diangkat oleh dua buah silinder hidraulik kanan
Lebih terperinciBAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU
BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU Sistem pembangkit listrik tenaga uap (Steam Power Plant) memakai siklus Rankine. PLTU Suralaya menggunakan siklus tertutup (closed cycle) dengan dasar siklus rankine dengan
Lebih terperinciUmum Pengering.
Klasifikasi dan Karakteristik Umum Pengering g Dr. -Ing. Suherman suherman@undip.ac.id 1 Dasar Klasifikasi Sifat, ukuran, dan bentuk padatan Sekala pengoperasian Metoda transportasi bahan dan pengontakannya
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN Bahan Penelitian Pada penelitian ini refrigeran yang digunakan adalah Yescool TM R-134a.
3.1. Lokasi Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Motor Bakar Jurusan Teknik Mesin Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3.2. Bahan Penelitian Pada penelitian
Lebih terperinciBAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN EFESIENSI CFB BOILER TERHADAP KEHILANGAN PANAS PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP
BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN EFESIENSI CFB BOILER TERHADAP KEHILANGAN PANAS PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP 4.1 Analisis dan Pembahasan Kinerja boiler mempunyai parameter seperti efisiensi dan rasio
Lebih terperinciANALISIS PENGARUH PEMBAKARAN BRIKET CAMPURAN AMPAS TEBU DAN SEKAM PADI DENGAN MEMBANDINGKAN PEMBAKARAN BRIKET MASING-MASING BIOMASS
ANALISIS PENGARUH PEMBAKARAN BRIKET CAMPURAN AMPAS TEBU DAN SEKAM PADI DENGAN MEMBANDINGKAN PEMBAKARAN BRIKET MASING-MASING BIOMASS Tri Tjahjono, Subroto, Abidin Rachman Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Perpipaan Dalam pembuatan suatu sistem sirkulasi harus memiliki sistem perpipaan yang baik. Sistem perpipaan yang dipakai mulai dari sistem pipa tunggal yang sederhana
Lebih terperinciPERANCANGAN AWAL PABRIK TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA SKALA KOMERSIAL KAPASITAS 150 TON/JAM: UNIT PENGERING
PERANCANGAN AWAL PABRIK TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA SKALA KOMERSIAL KAPASITAS 150 TON/JAM: UNIT PENGERING TUGAS SARJANA Karya ilmiah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Lebih terperinciStudi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara
1 Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara Afrizal Tegar Oktianto dan Prabowo Teknik Mesin, Fakultas
Lebih terperinciBAB III DESKRIPSI PABRIK TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA SKALA KOMERSIAL KAPASITAS 150 TON/JAM
BAB III DESKRIPSI PABRIK TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA SKALA KOMERSIAL KAPASITAS 150 TON/JAM Pabrik teknologi peningkatan kualitas batubara skala komersial kapasitas 150 ton/jam (untuk selanjutnya
Lebih terperinciPrarancangan Pabrik Polipropilen Proses El Paso Fase Liquid Bulk Kapasitas Ton/Tahun BAB III SPESIFIKASI PERALATAN PROSES. Kode T-01 A/B T-05
51 BAB III SPESIFIKASI PERALATAN PROSES 3.1 Tangki Penyimpanan Tabel 3.1 Spesifikasi Tangki T-01 A/B T-05 Menyimpan bahan Menyimpan propilen baku propilen selama purging selama 6 hari tiga hari Spherical
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI.1 Latar Belakang Pengkondisian udaraa pada kendaraan mengatur mengenai kelembaban, pemanasan dan pendinginan udara dalam ruangan. Pengkondisian ini bertujuan bukan saja sebagai penyejuk
Lebih terperinciINDUSTRI PENGOLAHAN BATUBARA
(Indra Wibawa Dwi Sukma_Teknik Kimia_Universitas Lampung) 1 INDUSTRI PENGOLAHAN BATUBARA Adapun berikut ini adalah flowsheet Industri pengolahan hasil tambang batubara. Gambar 1. Flowsheet Industri Pengolahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendinginan untuk mendinginkan mesin-mesin pada sistem. Proses pendinginan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Salah satu proses dalam sistem pembangkit tenaga adalah proses pendinginan untuk mendinginkan mesin-mesin pada sistem. Proses pendinginan ini memerlukan beberapa kebutuhan
Lebih terperinciPENGUJIAN THERMAL ALAT PENGERING PADI DENGAN KONSEP NATURAL CONVECTION
PENGUJIAN THERMAL ALAT PENGERING PADI DENGAN KONSEP NATURAL CONVECTION IGNB. Catrawedarma Program Studi Teknik Mesin, Politeknik Negeri Banyuwangi Email: ngurahcatra@yahoo.com Jefri A Program Studi Teknik
Lebih terperinciBAB II STUDI PUSTAKA
BAB II STUDI PUSTAKA.1 Teori Pengujian Sistem pengkondisian udara (Air Condition) pada mobil atau kendaraan secara umum adalah untuk mengatur kondisi suhu pada ruangan didalam mobil. Kondisi suhu yang
Lebih terperinciDAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah...
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR NOTASI... xi BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah...
Lebih terperinciBAB IV PENGOLAHAN DATA
BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Perhitungan Daya Motor 4.1.1 Torsi pada poros (T 1 ) T3 T2 T1 Torsi pada poros dengan beban teh 10 kg Torsi pada poros tanpa beban - Massa poros; IV-1 Momen inersia pada poros;
Lebih terperinciTUGAS AKHIR PERENCANAAN SYSTEM HYDROLIK PADA MOVABLE BRIDGE DERMAGA KAPASITAS 100 TON
TUGAS AKHIR PERENCANAAN SYSTEM HYDROLIK PADA MOVABLE BRIDGE DERMAGA KAPASITAS 100 TON Diajukan Guna Memenuhi Syarat Kelulusan Mata Kuliah Tugas Akhir Pada Program Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh
Lebih terperinciPEMISAHAN MEKANIS (mechanical separations)
PEMISAHAN MEKANIS (mechanical separations) sedimentasi (pengendapan), pemisahan sentrifugal, filtrasi (penyaringan), pengayakan (screening/sieving). Pemisahan mekanis partikel fluida menggunakan gaya yang
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor
BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi Pasteurisasi ialah proses pemanasan bahan makanan, biasanya berbentuk cairan dengan temperatur dan waktu tertentu dan kemudian langsung didinginkan secepatnya. Proses
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1.
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penggunaan energi surya dalam berbagai bidang telah lama dikembangkan di dunia. Berbagai teknologi terkait pemanfaatan energi surya mulai diterapkan pada berbagai
Lebih terperinciGambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor.
7 Gambar Sistem kalibrasi dengan satu sensor. Besarnya debit aliran diukur dengan menggunakan wadah ukur. Wadah ukur tersebut di tempatkan pada tempat keluarnya aliran yang kemudian diukur volumenya terhadap
Lebih terperinciJURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) B-91
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (214) ISSN: 2337-3539 (231-9271 Print) B-91 Studi Eksperimen Pengaruh Variasi Kecepatan Udara Terhadap Performa Heat Exchanger Jenis Compact Heat Exchanger (Radiator)
Lebih terperinciANALISIS VARIASI SUDUT SUDU-SUDU TURBIN IMPULS TERHADAP DAYA MEKANIS TURBIN UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP
ANALISIS VARIASI SUDUT SUDU-SUDU TURBIN IMPULS TERHADAP DAYA MEKANIS TURBIN UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP SKRIPSI Skripsi ini Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik OLEH
Lebih terperinciBAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Single Flash System
32 BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Single Flash System PLTP Gunung Salak merupakan PLTP yang berjenis single flash steam system. Oleh karena itu, seperti yang
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini, mesin uji yang digunakan adalah motor diesel empat
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Alat dan Bahan Pengujian 1. Spesifikasi Motor Diesel 4-Langkah Dalam penelitian ini, mesin uji yang digunakan adalah motor diesel empat langkah satu silinder dengan spesifikasi
Lebih terperinciBAB V PEMILIHAN KOMPONEN MESIN PENDINGIN
BAB V PEMILIHAN KOMPONEN MESIN PENDINGIN 5.1 Pemilihan Kompresor Kompresor berfungsi menaikkan tekanan fluida dalam hal ini uap refrigeran dengan temperatur dan tekanan rendah yang keluar dari evaporator
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan di PT Energi Alamraya Semesta, Desa Kuta Makmue, kecamatan Kuala, kab Nagan Raya- NAD. Penelitian akan dilaksanakan pada bulan
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian Jurusan Teknik Pertanian,
Lebih terperinciANALISIS THERMOGRAVIMETRY DAN PEMBUATAN BRIKET TANDAN KOSONG DENGAN PROSES PIROLISIS LAMBAT
ANALISIS THERMOGRAVIMETRY DAN PEMBUATAN BRIKET TANDAN KOSONG DENGAN PROSES PIROLISIS LAMBAT Oleh : Harit Sukma (2109.105.034) Pembimbing : Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT. JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS
Lebih terperinciBAB III PROSES MODIFIKASI DAN PENGUJIAN. Mulai. Identifikasi Sebelum Modifikasi: Identifikasi Teoritis Kapasitas Engine Yamaha jupiter z.
3.1 Diagram Alir Modifikasi BAB III PROSES MODIFIKASI DAN PENGUJIAN Mulai Identifikasi Sebelum Modifikasi: Identifikasi Teoritis Kapasitas Engine Yamaha jupiter z Target Desain Modifikasi Perhitungan Modifikasi
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN. uji yang digunakan adalah sebagai berikut.
III. METODOLOGI PENELITIAN 3. Alat dan Bahan Pengujian. Motor bensin 4-langkah 50 cc Dalam penelitian ini, mesin uji yang digunakan adalah motor bensin 4- langkah 50 cc, dengan merk Yamaha Vixion. Adapun
Lebih terperinciUji Fungsi Dan Karakterisasi Pompa Roda Gigi
Uji Fungsi Dan Karakterisasi Pompa Roda Gigi Wismanto Setyadi, Asmawi, Masyhudi, Basori Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik dan Sains, Universitas Nasional Jakarta Korespondensi: tmesin@yahoo.com
Lebih terperinciStudi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-86 Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik
Lebih terperinciBAB III FLUIDISASI. Gambar 3.1. Skematik proses fluidisasi
BAB III FLUIDISASI 3.1 FENOMENA FLUIDISASI 3.1.1 Proses Fluidisasi Bila suatu zat cair atau gas dilewatkan melalui lapisan hamparan partikel padat pada kecepatan rendah, partikel-partikel itu tidak bergerak.
Lebih terperinciAbstrak. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh keausan ring piston terhadap kinerja mesin diesel
PENGARUH KEAUSAN RING PISTON TERHADAP KINERJA MESIN DiditSumardiyanto, Syahrial Anwar FakultasTeknikJurusanTeknikMesin Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta Abstrak Penelitianinidilakukanuntukmengetahuipengaruhkeausan
Lebih terperinciUNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI ANALISIS PERUBAHAN KELENGKUNGAN PARABOLOID PADA FLUIDA YANG DIPUTAR http://www.gunadarma.ac.id/ Disusun Oleh: Yatiman (21401472) Jurusan Teknik Mesin Pembimbing:
Lebih terperinciBAB II MESIN PENDINGIN. temperaturnya lebih tinggi. Didalan sistem pendinginan dalam menjaga temperatur
BAB II MESIN PENDINGIN 2.1. Pengertian Mesin Pendingin Mesin Pendingin adalah suatu peralatan yang digunakan untuk mendinginkan air, atau peralatan yang berfungsi untuk memindahkan panas dari suatu tempat
Lebih terperinciREYNOLDS NUMBER K E L O M P O K 4
REYNOLDS NUMBER K E L O M P O K 4 P A R A M I T A V E G A A. T R I S N A W A T I Y U L I N D R A E K A D E F I A N A M U F T I R I Z K A F A D I L L A H S I T I R U K A Y A H FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Energi Biomassa, Program Studi S-1 Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Lebih terperinciMesin Kompresi Udara Untuk Aplikasi Alat Transportasi Ramah Lingkungan Bebas Polusi
Mesin Kompresi Udara Untuk Aplikasi Alat Transportasi Ramah Lingkungan Bebas Polusi Darwin Rio Budi Syaka a *, Umeir Fata Amaly b dan Ahmad Kholil c Jurusan Teknik Mesin. Fakultas Teknik, Universitas Negeri
Lebih terperinciBAB 9. PENGKONDISIAN UDARA
BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA Tujuan Instruksional Khusus Mmahasiswa mampu melakukan perhitungan dan analisis pengkondisian udara. Cakupan dari pokok bahasan ini adalah prinsip pengkondisian udara, penggunaan
Lebih terperinciBAB III PERANCANGAN PROSES
BAB III PERANCANGAN PROSES 3.1. Uraian Proses Proses pembuatan natrium nitrat dengan menggunakan bahan baku natrium klorida dan asam nitrat telah peroleh dari dengan cara studi pustaka dan melalui pertimbangan
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi Fluida
BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Fluida Fluida dapat didefinisikan sebagai zat yang berubah bentuk secara kontinu bila terkena tegangan geser. Fluida mempunyai molekul yang terpisah jauh, gaya antarmolekul
Lebih terperinci