SKRIPSI. Oleh : ANDREW FREDICKSON F

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SKRIPSI. Oleh : ANDREW FREDICKSON F"

Transkripsi

1 SKRIPSI KAJIAN POTENSI ASETAT, NATRIUM BENZOAT, DAN KALIUM SORBAT SEBAGAI PENGAWET PADA TAHU Oleh : ANDREW FREDICKSON F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 STUDY ON THE POTENCY OF ACETATE, SODIUM BENZOATE, AND POTASSIUM SORBATE AS PRESERVATIVES FOR TOFU Andrew Fredickson and Nugraha Edhi Suyatma Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Engineering and Technology, Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia Phone: , ABSTRACT Tofu is one of Indonesian traditional food which is made from soybeans (Glycine max). Tofu stored in the refrigerator has shelf life for about 2 days and only a half day when it stored at ambient temperature. This is the reason why illegal practice of the using formalin has occured in Indonesia. The objective of this research was to evaluate the capability of sodium benzoate, potassium sorbate, and acetic acid as preservatives for tofu. The expected result is giving an alternative of method in preserving tofu with legal food additive. The concentration of sodium benzoate and potassium sorbate that was used in this research is 40% of ADI. Tofu was divided into five main treatments, tofu that soaked in water, acetic acid, acetic acid-sodium benzoate, acetic acid-potassium sorbate, and acetic acid-sodium benzoate-potassium sorbate. Several tests such as, texture analysis, total plate count (TPC), ph measurement, color measurement, and organoleptic test, were conducted to measure the effectivity of each preservative to prolong the shelf life of tofu. TPC assay showed that all of the combinations of preservatives were effective to reduce the number of microbes. The texture of tofu became soften after soaked in acetic acid and analyzed using Texture Analyzer. The result of texture analysis showed that the combination of acetic acid-sodium benzoate had the softest texture (0.46 N) compared to the other treatments. ph measurement showed that acetic acid had the lowest value (4.16) compared to the other treatments. The result of the research showed that acetic acid 1.5% (v/v) did not have the capacity as preservative for tofu. The use of acetic acid 1.5% (v/v) caused sour taste that made tofu could not be accepted by consumers. However, all of the combination of preservatives showed good effect in preserving tofu when stored at room temperature. Soaking sour tofu in 3% (w/v) salt solution for 3 minutes could increase the acceptance of consumers. Keywords: tofu, formalin, illegal preservative, acetic acid, sodium benzoate, potassium sorbate

3 Andrew Fredickson. F Kajian Potensi Asetat, Natrium Benzoat, dan Kalium Sorbat Sebagai Pengawet Pada Tahu. Di bawah bimbingan: Nugraha Edhi Suyatma RINGKASAN Tahu adalah salah satu produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kedelai (Glycine max) yang diolah berdasarkan prinsip penggumpalan protein. Penyimpanan pada suhu rendah (15 C) hanya dapat mempertahankan kesegaran tahu 1-2 hari. Secara organoleptik, tanda-tanda yang dapat digunakan untuk mengetahui telah terjadinya kerusakan tahu antara lain adalah permukaan tahu berlendir, tekstur menjadi lunak, kekompakkan berkurang, warna dan penampakan tidak cerah, dan kadang-kadang berjamur pada permukaannya. Karena itu banyak penjual tahu yang sengaja menambahkan formalin pada tahunya agar umur simpan tahu bertambah sehingga mereka tidak mengalami kerugian. Tetapi formalin mempunyai dampak buruk bagi kesehatan sehingga tidak bisa dijadikan pengawet untuk tahu. Karena itu diperlukan suatu alternatif cara untuk dapat memperpanjang umur simpan tahu. Salah satu alternatif cara yang ada adalah dengan menggunakan pengawet yang diijinkan. Pengawet yang sering digunakan oleh industri adalah kalium sorbat dan natrium benzoat. Sementara itu, asam organik juga mempunyai potensi sebagai pengawet dan tidak memiliki ADI (Acceptable Daily Intake). Karena alasan-alasan itu, maka ketiga pengawet ini dipilih untuk dikaji potensinya sebagai pengawet tahu. Penelitian ini terdiri dari dua tahap. Penelitian tahap pertama adalah persiapan sampel yang akan diberi perlakuan dengan merendam tahu pada beberapa kombinasi pengawet. Terdapat lima perlakuan di dalam penelitian ini, yaitu tahu yang direndam air, asam asetat, asam asetat-natrium benzoat, asam asetat-kalium sorbat, dan asam asetat-natrium benzoat-kalium sorbat. Penelitian tahap kedua adalah pengujian Angka Lempeng Total pada setiap sampel yang ada dilanjutkan dengan pengujian mutu tahu secara organoleptik dan obyektif menggunakan Chromameter dan Texture Analyzer serta pengukuran ph. Target dari penelitian ini adalah mengawetkan tahu selama 4 hari pada suhu ruang. Pengukuran setiap uji dihentikan apabila sampel sudah tidak dapat diterima secara organoleptik oleh konsumen. Setelah penelitian berjalan, didapatkan hasil bahwa tahu kontrol sudah tidak dapat diterima oleh konsumen pada hari ketiga. Pengukuran Angka Lempeng Total pada penelitian ini mendapatkan hasil bahwa pengawet asam asetat-natrium benzoat adalah pengawet yang paling efektif dalam mengurangi jumlah mikroba pada tahu, yaitu sebanyak 5.6 x 10 6 cfu/g. Namun secara statistik, jumlah tersebut tidak berbeda signifikan dengan pengawet lainnya pada hari keempat. Pada pengukuran tekstur menggunakan Texture Analyzer menunjukkan bahwa tekstur tahu yang diredam dengan asam asetat mengalami pelunakan. Nilai tekstur yang paling rendah didapat dari sampel yang direndam dengan asam asetat dan natrium benzoat yaitu 0.46 N. Nilai ph terendah dihasilkan oleh sampel yang direndam asam asetat yaitu Pada uji organoleptik yang dilakukan, pengawet asam asetat maupun pengawet lain yang dikombinasikan dengan asam asetat mampu mempertahankan aroma dan warna tahu sampai hari ke-4. Akan tetapi dari segi tekstur, pengawet yang dikombinasikan membuat tekstur tahu menjadi lunak. Panelis berpendapat bahwa tahu yang direndam dengan asam asetat maupun yang direndam dengan kombinasi pengawet lainnya membuat tekstur tahu menjadi lunak. Untuk karateristik mutu warna tahu, terdapat penurunan warna putih tahu kontrol pada hari ketiga karena tahu sudah ditumbuhi kapang dan munculnya lendir. Dalam penelitian ini, juga dilakukan pengujian terhadap karakteristik mutu rasa tahu goreng dimana didapatkan data bahwa penambahan asam asetat untuk mengawetkan tahu dapat memberikan rasa asam yang mempengaruhi penerimaan konsumen. Rasa asam yang sama juga muncul pada penggunaan kombinasi pengawet natrium benzoat, kalium sorbat, dan asam asetat. Perendaman tahu yang asam dengan larutan garam 3% dapat meningkatkan penerimaan panelis terhadap tahu karena dapat mengurangi rasa asam.

4 KAJIAN POTENSI ASETAT, NATRIUM BENZOAT, DAN KALIUM SORBAT SEBAGAI PENGAWET PADA TAHU Oleh : ANDREW FREDICKSON F SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor 2011 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

5 Judul Skripsi Nama NRP : Kajian Potensi Asetat, Natrium Benzoat, dan Kalium Sorbat Sebagai Pengawet Tahu : Andrew Fredickson : F Menyetujui: Pembimbing, (Dr. Nugraha Edhi Suyatma, STP., DEA) NIP Mengetahui: Plt. Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, (Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si) NIP Tanggal Lulus: 21 Juli 2011

6 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Kajian Potensi Asetat, Natrium Benzoat, dan Kalium Sorbat Sebagai Pengawet Pada Tahu adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing akademik dan belum diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, 18 Agustus 2011 Yang membuat pernyataan, Andrew Fredickson F

7 Hak cipta milik Andrew Fredickson, 2011 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya.

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 15 Juni Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara, pasangan Endro Leotama dan Lily Tanzil. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 2001 di SD Bunda Hati Kudus, Jakarta kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SLTP Bunda Hati Kudus, Jakarta hingga tahun Penulis menamatkan pendidikan menengah atas di SMA Bunda Hati Kudus pada tahun Penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) pada tahun Selama menjalani pendidikan di IPB, penulis aktif dalam berbagai kegiatan dan organisasi kemahasiswaan, di antaranya menjadi pengurus Komisi Kesenian Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) IPB, anggota HIMITEPA (Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan), serta aktif di berbagai kepanitiaan, seperti LCTIP XVI, Retreat Komkes tahun 2009, dan LCTIP XVII. Beberapa prestasi yang diraih penulis selama pendidikan di IPB adalah penerima beasiswa Tanoto Foundation dan Omar Foundation, juara kedua Chemical Product Design Competition 2011, juara kedua Indonesian Food Bowl Quiz 2011, dan 50 karya ilmiah terbaik pada SINNOVA. Penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan pada tahun Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian dengan judul Kajian Potensi Asetat, Natrium Benzoat, dan Kalium Sorbat Sebagai Pengawet Tahu di bawah bimbingan Dr. Nugraha Edhi Suyatma, STP., DEA.

9 KATA PENGANTAR Puji dan syukur yang tak habis-habisnya penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus, Tuhan yang luar biasa yang telah memberikan berkat, pertolongan, kesempatan dan karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis yang dilaksanakan dari bulan Februari 2011 di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1. Orang tua penulis, Papi, Mami, dan Karstein, atas cinta, doa, nasihat, dukungan yang tiada hentinya kepada penulis. Always always love you. 2. Dr. Nugraha Edhi Suyatma, STP., DEA. selaku dosen pembimbing atas waktu, bimbingan, kesabaran, dan masukan yang diberikan selama penulis menjadi mahasiswa ITP. 3. Dr. Slamet Budijanto, STP., MAgr. dan Antung Sima Firlieyanti, STP., MSc. atas kesediannya menjadi dosen penguji dan atas masukan yang diberikan. 4. Tanoto Foundation dan Omar Foundation yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan studi di IPB. 5. Tim panelis sangat terlatih yang sudah membantu penulis dalam melakukan penelitian: Khafid, Riffi, Dimas, Ci Stella, Kak Manik, Mei, Mba Mus, Irsyad, Eci, Lukman, Esti, Kak Sarah. 6. Mba Ari, Bu Sari, Mba Cici, Mas Andi, Mas Wahyu, Mba Devy, Mas Zaki, Pak Taufik, Bu Antin, Pak Eddy, Mas Aldi, Pak Rojak, Bu Sri. 7. Seluruh teman teman Komkes, terima kasih sudah menjadi teman sepelayanan penulis. JLU 8. ITP 44 atas segala kebersamaannya: Ricen, Reggie, Trancy, Melia, Septi, Kanov, Angga, Belinda, Amelia, Kenny, Tiara, Eliana, Bertha, Mita, Amel, Marki, Lisa, Imel, Nipu, Dhina, Suriah, Ale, Kurnia, Puji, Indri, Alm. Rina, Rosy. Terima kasih kepada semua anak ITP 44 yang tidak dapat disebutkan satu persatu. 9. Nae seonbae: Mario, Martin, Desonk, Nina, Kak Landes, Dial, Stefanus, Harry. 10. ITP 44 Basketball Team: Eddy, Daniel, Andri, Iman, Ronald, Chandra, Arief. It s fun to play with u guys XD 11. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan studi. Thanks to all people that I couldn t mention here. Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua yang membaca. Saran yang membangun sangat diharapkan penulis dari para pembaca sekalian. Bogor, 18 Agustus 2011 Andrew Fredickson ii

10 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vi I. PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG... 1 B. TUJUAN PENELITIAN... 2 C. MANFAAT PENELITIAN... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA... 3 A. TAHU... 3 B. NATRIUM BENZOAT... 5 C. KALIUM SORBAT... 6 D. ASAM ASETAT... 7 III. BAHAN DAN METODE A. BAHAN DAN ALAT B. METODE PENELITIAN Penelitian Tahap Pertama: Persiapan Sampel Penelitian Tahap Kedua: Analisis Umur Simpan C. METODE ANALISIS Angka Lempeng Total Pengukuran Tekstur Pengukuran Warna Pengukuran Derajat Keasaman Uji Organoleptik Analisis Data IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Angka Lempeng Total B. Pengukuran Tekstur C. Pengukuran Warna D. Pengukuran ph E. Uji Organoleptik V. SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN B. SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iii

11 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Komposisi kimia tahu (Direktorat Gizi Depkes RI 1981)... 3 Tabel 2. Syarat mutu tahu (SNI )... 4 Tabel 3. Pengaruh ph pada penguraian asam benzoat (Buckle et al. 1987)... 6 Tabel 4. Pengaruh ph pada penguraian asam sorbat (Buckle et al. 1987)... 7 Tabel 5. Jumlah batasan maksimal asam organik yang dapat dimakan per hari (Doores 1993)... 7 Tabel 6. Solubilitas, ADI, konsentrasi maksimum asam organik (ICMSF 1980)... 9 Tabel 7. Hasil uji Angka Lempeng Total tahu dengan berbagai pengawet Tabel 8. Hasil pengujian warna tahu dengan menggunakan Chromameter Tabel 9. Hasil Pengamatan Visual dan Sensori iv

12 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Struktur kimia asam benzoat... 5 Gambar 2. Struktur kimia asam sorbat... 6 Gambar 3. Struktur kimia asam asetat... 8 Gambar 4. Diagram alir penelitian Gambar 5. Grafik hasil pengukuran gel strength Gambar 6. Grafik hasil pengukuran ph Gambar 7. Grafik hasil uji organoleptik aroma tahu Gambar 8. Grafik hasil uji organoleptik tekstur tahu Gambar 9. Grafik hasil uji organoleptik warna tahu Gambar 10. Grafik hasil uji organoleptik tekstur tahu goreng Gambar 11. Grafik hasil uji organoleptik warna tahu goreng Gambar 12. Grafik hasil uji organoleptik rasa tahu goreng v

13 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Hasil pengukuran Gel Strength dengan Texture Analyzer Lampiran 2. Hasil pengujian ph tahu dengan menggunakan ph meter Lampiran 3. Hasil ANOVA dan uji lanjut Duncan pada uji ALT tahu hari pertama Lampiran 4. Hasil ANOVA dan uji lanjut Duncan pada uji ALT tahu hari kedua Lampiran 5. Hasil ANOVA dan uji lanjut Duncan pada uji ALT tahu hari ketiga Lampiran 6. Hasil ANOVA dan uji lanjut Duncan pada uji ALT tahu hari keempat Lampiran 7. Hasil ANOVA dan uji lanjut Duncan pada pengukuran tekstur dengan Texture Analyzer Lampiran 8. Hasil ANOVA dan uji lanjut Duncan pada derajat L Lampiran 9. Hasil ANOVA dan uji lanjut Duncan pada pengukuran ph Lampiran 10. Hasil ANOVA dan uji lanjut Duncan pada mutu aroma tahu hari pertama Lampiran 11. Hasil ANOVA dan uji lanjut Duncan pada mutu tekstur tahu hari pertama Lampiran 12. Hasil ANOVA pada mutu warna tahu hari pertama Lampiran 13. Hasil ANOVA pada mutu aroma tahu hari kedua Lampiran 14. Hasil ANOVA dan uji lanjut Duncan pada mutu tekstur tahu hari kedua Lampiran 15. Hasil ANOVA pada mutu warna tahu hari kedua Lampiran 16. Hasil ANOVA dan uji lanjut Duncan pada mutu aroma tahu hari ketiga Lampiran 17. Hasil ANOVA dan uji lanjut Duncan pada mutu tekstur tahu hari ketiga Lampiran 18. Hasil ANOVA dan uji lanjut Duncan pada mutu warna tahu hari ketiga Lampiran 19. Hasil ANOVA dan uji lanjut Duncan pada mutu aroma tahu hari keempat Lampiran 20. Hasil ANOVA pada mutu tekstur tahu hari keempat Lampiran 21. Hasil ANOVA pada mutu warna tahu hari keempat Lampiran 22. Hasil ANOVA pada mutu tekstur tahu goreng hari pertama Lampiran 23. Hasil ANOVA dan uji lanjut Duncan pada warna tahu goreng hari pertama Lampiran 24. Hasil ANOVA dan uji lanjut Duncan pada rasa tahu goreng hari pertama Lampiran 25. Hasil ANOVA pada mutu tekstur tahu goreng hari kedua Lampiran 26. Hasil ANOVA pada mutu warna tahu goreng hari kedua Lampiran 27. Hasil ANOVA dan uji lanjut Duncan pada rasa tahu goreng hari kedua Lampiran 28. Hasil ANOVA dan uji lanjut Duncan pada tekstur tahu goreng hari ketiga Lampiran 29. Hasil ANOVA dan uji lanjut Duncan pada warna tahu goreng hari ketiga Lampiran 30. Hasil ANOVA dan uji lanjut Duncan pada rasa tahu goreng hari ketiga Lampiran 31. Hasil ANOVA dan uji lanjut Duncan pada tekstur tahu goreng hari keempat.. 48 Lampiran 32. Hasil ANOVA dan uji lanjut Duncan pada warna tahu goreng hari keempat Lampiran 33. Hasil ANOVA dan uji lanjut Duncan pada rasa tahu goreng hari keempat vi

14 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tahu adalah salah satu produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kedelai (Glycine max) yang diolah berdasarkan prinsip penggumpalan protein. Berbeda dengan tempe yang asli dari Indonesia, tahu berasal dari Cina, seperti halnya kecap, tauco, bakpau, dan bakso. Dasar pembuatan tahu adalah melarutkan protein yang terkandung dalam kedelai dengan menggunakan air sebagai pelarutnya. Setelah protein tersebut larut, diusahakan untuk diendapkan kembali dengan penambahan bahan penggumpal sampai terbentuk gumpalangumpalan protein yang akan menjadi tahu. Tahu merupakan High Perishable Food (Shurtleff dan Aoyagi 2001). Penyimpanan pada suhu rendah (15 C) hanya dapat mempertahankan kesegaran tahu 1-2 hari (No et al. 1977). Hasil penelitian Prastawa et al. (1980), menunjukkan bahwa tahu yang dibiarkan pada udara terbuka tanpa perendaman di dalam air hanya bertahan sekitar 10 jam. Secara organoleptik, tanda-tanda yang dapat digunakan untuk mengetahui telah terjadinya kerusakan tahu antara lain adalah permukaan tahu berlendir, tekstur menjadi lunak, kekompakkan berkurang, warna dan penampakan tidak cerah, dan kadang-kadang berjamur pada permukaannya (Prastawa et al. 1980). Di Indonesia, tahu dicampur dengan formalin oleh pedagang yang tidak bertanggung jawab dengan alasan agar tidak merugi. Tanpa formalin, tahu akan cepat rusak sehingga menanggung banyak kerugian bagi pembuatnya. Karena itu para pembuat tahu menambahkan tahu dengan formalin agar tahu tidak cepat rusak. Mekanisme formaldehid sebagai pengawet diduga bergabung dengan asam amino bebas dari protoplasma sel atau mengkoagulasikan protein (Cahyadi, 2006). Mekanisme formalin sebagai pengawet adalah jika formaldehid bereaksi dengan protein sehingga membentuk rangkaian-rangkaian antara protein yang berdekatan. Akibat dari reaksi tersebut protein mengeras dan tidak dapat larut. Tahu yang ditambahkan formalin dapat awet sampai dengan 7 hari (Keliat 2010). Formalin bukan merupakan zat pengawet untuk makanan, tetapi disalahgunakan untuk pengawetan industri makanan. Biasanya hal ini sering ditemukan dalam industri rumahan karena mereka tidak terdaftar dan tidak terpantau oleh Depkes dan Badan POM setempat. Produsen sering kali tidak tahu kalau penggunaan formalin sebagai bahan pengawet makanan tidaklah tepat karena bisa menimbulkan berbagai gangguan kesehatan bagi konsumen yang memakannya. Menurut MFL (2004), 5-30 ppm formaldehida menyebabkan kerusakan kronis paru-paru dan pada konsentrasi diatas 100 ppm dapat menyebabkan kematian Penggunaan formalin pada produk tahu sudah berlangsung lama, hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian Mena (1994) yang menunjukkan bahwa tahu yang beredar di pasar tradisional Jakarta, 70% mengandung formalin dengan kadar berkisar antara ppm. Untajana et al (1996) memberitahukan bahwa hampir semua jenis tahu di Kotamadya Bogor juga menggunakan pengawet formalin. Selain itu di kota Tangerang, dari 20 industri yang diteliti, diketahui bahwa seluruh tahu mengandung formalin (Tresniani 2003). Badan Pengawas Obat dan Makanan mengungkapkan formalin banyak digunakan pada mie basah, tahu, dan ikan. Data FPKM (Forum Peduli Kesehatan Masyarakat) menyebutkan, 97% dari keseluruhan 455 unit produsen tahu di wilayah Jabodetabek masih menggunakan formalin sebagai pengawet. (detikhealth 2009). Karena adanya masalah ini, perlu diteliti apakah ada pengawet yang diijinkan yang mampu memperpanjang umur simpan tahu sehingga para penjual tahu tidak lagi menggunakan formalin pada tahunya. Penelitian tentang pengawet pada tahu sudah banyak dilakukan, namun belum ada yang memberikan hasil memuaskan sehingga jumlah penggunaan 1

15 formalin pada tahu tidak berkurang secara signifikan. Hal ini menunjukkan adanya masalah pada pengawet yang sudah diteliti sehingga masih belum bisa digunakan oleh pedagang tahu, karena itu perlu dilakukan evaluasi terhadap pengawet-pengawet yang sudah ditemukan agar dapat diketahui potensinya dalam mengawetkan tahu dan dapat diapliaksikan langsung oleh para pedagang tahu. Penelitian ini bertujuan (1) Mengevaluasi potensi pengawet asam asetat, natrium benzoat, dan kalium sorbat dalam memperpanjang umur simpan tahu, (2) Mengetahui kombinasi optimum pengawet tahu tanpa melebihi batas pemakaian dan dapat diterima konsumen. B. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan mengkaji potensi asetat, natrium benzoat, dan kalium sorbat sebagai pengawet pada tahu melalui analisis Angka Lempeng Total, uji organoleptik, pengukuran ph, pengukuran warna dengan Chromameter dan uji tekstur dengan Texture Analyzer. Selain itu penelitian ini juga bertujuan ingin mengetahui kombinasi pengawet yang optimum dalam mengawetkan tahu. C. MANFAAT PENELITIAN Hasil penelitian ini dapat memberikan alternatif cara bagi industri tahu di Indonesia untuk memperpanjang umur simpan tahu dengan pengawet yang diijinkan. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan industri dan pedagang tahu tidak lagi menggunakan zat berbahaya seperti formalin untuk mengawetkan tahu. 2

16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. TAHU Tahu merupakan produk kedelai non-fermentasi yang disukai dan digemari di Indonesia seperti halnya tempe, kecap, dan tauco. Tahu adalah salah satu produk olahan kedelai yang berasal dari daratan Cina. Pembuatan tahu dan susu kedelai ditemukan oleh Liu An pada zaman pemerintahan Dinasti Han, kira-kira 164 tahun sebelum Masehi (Shurtleff dan Aoyagi 2001) Kata tahu berasal dari bahasa Cina yaitu tao-hu, teu-hu/tokwa. Kata tao/teu berarti kacang untuk membuat tahu, orang menggunakan kacang kedelai kuning (putih) yang disebut wong-teu (wong = kuning). Hu/kwa itu artinya rusak, lumat, hancur, menjadi bubur. Kedua istilah itu digabungkan menjadi tahu. Pengertian tahu adalah makanan yang terbuat dari kedelai yang dilumatkan atau dihancurkan menjadi bubur (Kastyanto 1999). Tahu adalah suatu produk makanan berupa padatan lunak yang dibuat melalui proses pengolahan kedelai (Glycne species) dengan prinsip pengendapan protein, dengan atau tidak ditambah bahan lain yang diizinkan (SNI 1998). Sedangkan menurut Shurtleff dan Aoyagi (2001), tahu adalah gumpalan protein dari susu kedelai yang telah dipisahkan dari bagian yang tidak menggumpal (whey) dengan cara pengepresan. Tahu terdiri dari berbagai jenis, yaitu tahu putih, tahu kuning, tahu sutra, tahu cina, tahu keras, dan tahu kori (Sarwono dan Saragih 2003). Perbedaan dari berbagai jenis tahu tersebut ialah pada proses pengolahannya dan jenis penggumpal yang digunakan. Komposisi zat gizi dalam tahu cukup baik. Tahu mempunyai kadar protein sebesar 8-12%, sedangkan mutu proteinnya yang dinyatakan sebagai NPU sebesar 65% (Shurtleff dan Aoyagi 2001). Tahu juga mempunyai daya cerna yang sangat tinggi karena serat dan karbohidrat yang bersifat larut dalam air sebagian besar terbuang pada proses pembuatannya. Dengan daya cerna sekitar 95%, tahu dapat dikonsumsi dengan aman oleh semua golongan umur dari bayi hingga orang dewasa, termasuk orang yang mengalami gangguan pencernaan (Shurtleff dan Aoyagi 2001). Komposisi kimia pada tahu dapat dilihat pada Tabel 1, sedangkan syarat mutu tahu berdasarkan Standar Nasional Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 1. Komposisi kimia dalam 100 g tahu (Direktorat Gizi Depkes RI 1981) Komposisi Satuan Jumlah Energi Kal 68 Air g 84.8 Protein g 7.8 Lemak g 4.6 Karbohidrat g 1.6 Kalsium mg Fosfor mg 63.0 Besi mg 0.8 Vitamin B1 mg

17 Tabel 2. Syarat mutu tahu (SNI ) Parameter Satuan Persyaratan Bau - Normal tahu Rasa - Normal tahu Warna - Putih normal atau kuning normal Penampakan - Normal tidak berlendir dan tidak berjamur Cemaran Mikroba : Eschericia coli APM/g maks. 10 Salmonella /25g Negatif Proses Pengolahan Tahu dibagi menjadi dua bagian utama, yaitu pembuatan susu kedelai dan koagulasi atau penggumpalan protein susu kedelai sehingga dihasilkan curd yang kemudian dipres dan dicetak menjadi tahu (Shurtleff dan Aoyagi 2001). Berikut ini dijelaskan tahapan proses pembuatan tahu. a) Pencucian dan Perendaman Kedelai dicuci berulang kali dengan menggunakan air bersih untuk menghilangkan debu dan kotoran dari kacang kedelai. Proses selanjutnya dilakukan perendaman yang bertujuan untuk melunakkan struktur selulernya sehingga mempermudah dan mempercepat penggilingan. Biasanya kedelai direndam dalam air sebanyak 3 kali berat sampai bobot menjadi sekitar 2.2 kali bobot kedelai kering. Lama perendaman kedelai antara 8-12 jam (Shurtleff dan Aoyagi 2001). b) Penggilingan Kedelai yang telah bersih dan ditiriskan lalu digiling dengan disertai penambahan air kira-kira kali berat kedelai basah (berat setelah direndam). Tujuan penggilingan adalah untuk memperkecil ukuran partikel sehingga dapat mengurangi waktu pemasakan dan memberikan fasilitas untuk melakukan ekstraksi susu kedelai (Shurtleff dan Aoyagi 2001) c) Pemasakan Kedelai yang telah digiling kemudian dimasak. Menurut Shurtleff dan Aoyagi (2001), pemasakan ini dimaksudkan untuk menginaktifasi trypsin inhibitor, meningkatkan nilai gizi dan kualitas kedelai, mengurangi rasa mentah dan beany pada susu kedelai, menambah keawetan produk akhir, dan merubah sifat protein kacang kedelai sehingga mudah dikoagulasikan. Pemasakan dilakukan pada suhu 100 C selama menit (Sarwono dan Saragih 2003). Pada saat pemasakan bubur kedelai ditambahkan air untuk memperoleh rendemen yang baik. Penggunaan jumlah air dalam pemasakan perlu diperhatikan, dimana air yang terlalu sedikit akan menyebabkan sari kedelai yang terekstrak juga sedikit. Sedangkan bila air yang digunakan terlalu banyak, akan membuat energi dan waktu untuk ekstraksi sari kedelai semakin besar. Perbandingan berat kedelai kering dan air yang baik adalah sebesar 1:10 (Shurtleff dan Aoyagi 2001). Selama proses pemasakan dilakukan pengadukan secara kontinyu untuk mencegah terjadinya kegosongan. d) Penyaringan dan Ekstraksi Susu Kedelai Bubur kedelai disaring dengan penyaring yang umum digunakan oleh para pembuat tahu, yaitu kain blacu berwarna putih. Hasil penyaringan ini adalah ekstrak susu kedelai, sedangkan ampas akan tertinggal dalam kain penyaring. Untuk mendapatkan sari kedelai yang lebih banyak, ampas dapat dicuci kemudian disaring kembali. 4

18 e) Penggumpalan Setelah penyaringan adalah pengendapan susu kedelai dengan menambahkan penggumpal. Proses penggumpalan protein susu kedelai ini merupakan tahapan yang paling menentukan sifat fisik dan organoleptik dari tahu yang dihasilkan yakni jenis dan jumlah penggumpal serta suhu susu kedelai pada saat penggumpalan (Shurtleff dan Aoyagi 2001). Penggumpalan dilakukan pada saat suhu susu kedelai berkisar antara C (Sarwono dan Saragih 2003) Ada beberapa jenis penggumpal yang biasa digunakan dalam pembuatan tahu. Perbedaan penggumpal akan menghasilkan tahu dengan jenis dan karakteristik yang berbeda. Sebagai contoh, dalam pembuatan tahu putih di Indonesia, pengrajin tahu lebih banyak menggunakan air tahu (whey) yang telah didiamkan semalam sebagai penggumpal. Sedangkan untuk jenis tahu lainnya, seperti tahu sutra, biasa digunakan GDL (Glucone Delta Lactone) sebagai penggumpal (Sarwono dan Saragih 2003). Selama proses penggumpalan perlu dilakukan pengadukan secara perlahan-lahan dengan arah yang tetap. Pengadukan dihentikan jika sudah terbentuk gumpalan. f) Pemisahan whey Setelah gumpalan (curd) terbentuk, dilakukan pengendapan hingga gumpalan turun ke bawah. Pengendapan ini bertujuan untuk mempermudah pemisahan cairan dengan curd. Cairan whey kemudian dipisahkan dari endapan agar proses pencetakan dapat dilakukan dengan mudah dan tahu yang dihasilkan mempunyai konsistensi yang lebih baik (Sarwono dan Saragih 2003) g) Pencetakan dan Pengepresan Gumpalan yang terbentuk selanjutnya dicetak dengan memasukkannya ke dalam cetakan yang telah dialasi kain blacu berwarna putih, lalu bagian atas juga ditutup dengan kain serupa dan papan. Diatas papan selanjutnya diletakkan pemberat hingga air tahu menetes habis dan terbentuklah tahu yang sudah tercetak. B. NATRIUM BENZOAT Asam benzoat dengan rumus empiris C 7 H 6 O 2 merupakan padatan berupa kristal putih yang umum digunakan sebagai antimikroba. Asam benzoat dan garam-garamnya dan derivat-derivatnya adalah suatu kelompok zat pengawet kimia yang sudah digunakan secara luas dan sering digunakan pada makanan yang asam (Winarno 1997). Asam benzoat lebih efektif terhadap khamir dan bakteri daripada kapang. Struktur kimia asam benzoat dapat dilihat pada Gambar 1. Pada konsentrasi diatas 25 mg/l, asam yang tidak terurai akan menghambat pertumbuhan kapang (Buckle et al. 1987). Benzoat efektif pada ph (Winarno 1997). Asam benzoat banyak beredar dalam bentuk garam-garamnya seperti natrium benzoat, kalium benzoat, dan amonium benzoat. Garam natrium dan amonium benzoat dapat digunakan, akan tetapi molekul-molekul asam benzoat itu sendiri yang mempunyai kemampuan sebagai antimikroba. Gambar 1. Struktur kimia asam benzoat. Sebagai pengawet pada makanan, ada beberapa keuntungan penggunaan asam benzoat yaitu tidak berwarna dan mudah larut dalam produk. Asam benzoat harus digunakan dengan konsentrasi serendah mungkin untuk menghindari kemungkinan terjadinya penyimpangan flavor (off-flavor) pada 5

19 produk. Kadar penggunaan asam benzoat yang diijinkan adalah 0.1 g/kg untuk makanan lain seperti kecap, minuman ringan, acar ketimun dalam botol, margarin, padatan sari nanas, dan saus tomat (Departemen Kesehatan RI 1988). Sedangkan menurut SNI (1995), untuk jem, jeli, acar ketimun dalam botol, margarin, padatan sari nanas, saus tomat dan makanan lainnya, batas penggunaan maksimum asam dan natrium benzoat adalah 1 g/kg. Nilai ADI asam benzoat dan garamnya adalah 0-5 mg/kg bobot badan (JECFA 2005). Molekul-molekul yang tidak mengalami disosiasi diduga merupakan komponen yang aktif (Desrosier 1988). Jumlah komponen asam benzoat yang tidak berdisosiasi ini tergantung pada tingkat ph bahan pangan yang bersangkutan. Pengaruh ph pada penguraian asam benzoat dapat dilihat pada Tabel 3. (Buckle et al. 1987) Tabel 3. Pengaruh ph pada penguraian asam benzoat ph Asam Benzoat yang tidak terurai (%) C. KALIUM SORBAT Asam Sorbat (trans, trans-2,4-hexadienoic acid) yang memiliki rumus empiris C 6 H 8 O 2 merupakan padatan putih berbentuk kristal dan berbau agak asam. Menurut Desrosier (1988), asam sorbat termasuk golongan asam lemak rantai panjang yang tidak jenuh yang efektif sebagai agensia fungistatis (menghambat pertumbuhan jamur). Secara komersiil, asam sorbat tersedia dalam bentuk garamnya termasuk kalsium, natrium, dan kalium sorbat. Struktur kimia asam sorbat dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Struktur kimia asam sorbat. Kalium Sorbat dengan rumus empiris C 6 H 7 O 2 K merupakan garam kalium dari asam sorbat. Kalium Sorbat lebih umum digunakan daripada asam sorbat karena kelarutannya yang lebih tinggi dalam air daripada asam sorbat (Merck Indeks 1989). Pada suhu ruang, kelarutan asam dan kalsium sorbat hanya 0.16 dan 1.2% (b/v), sedangkan kelarutan kalium sorbat 58.20% (b/v) (HBSEF 2009). Kalium Sorbat akan menjadi asam sorbat begitu terlarut dalam air. Kalium sorbat memiliki 74% aktivitas antimikroba asam sorbat sehingga membutuhkan konsentrasi lebih tinggi untuk mencapai hasil yang sama dengan asam sorbat murni. (Sofos dan Busta 1993). Secara umum, sorbat dapat menghambat mikroba gram positif, gram negatif, katalase positif, katalase negatif, aerobik, dan anaerobik, mesofilik dan psikrofilik serta bakteri patogen (Sofos dan Busta 1993). Mekanisme penghambatan mikroba oleh asam sorbat adalah mencegah kerja enzim dehidrogenase terhadap asam lemak. Struktur α-diena pada asam sorbat dapat mencegah oksidasi asam lemak oleh enzim tersebut (Winarno 1997). Menurut Sofos dan Busta (1993), penghambatan bakteri oleh sorbat yaitu dengan memperpanjang fase adaptasi (lag phase) pertumbuhan mikroba, 6

20 dengan pengaruh yang lebih kecil pada laju pertumbuhan. Sorbat pada bakteri pembentuk spora mempengaruhi germinasi spora, pertumbuhan dan atau pemisahan sel vegetatif. Jumlah kebutuhan asam sorbat untuk pengawetan suatu produk tergantung dari beberapa faktor termasuk komposisi produk (ph, Aw), jumlah kontaminasi awal, pengemas atau suhu penyimpanan. Sebagai pengawet, asam sorbat dan kalium sorbat efektif digunakan hingga ph 6.5, tetapi efektifitasnya meningkat seiring dengan menurunnya ph (Sofos dan Busta 1993). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/ Menkes/ Per/ IX/ 1988, kalium sorbat digunakan pada sediaan keju olahan dengan batas maksimum 3 g/kg. Sedangkan pada produk keju, margarin, acar ketimun dalam botol, jem dan jeli serta pekatan sari nenas, batas maksimum penggunaanya sebesar 1 g/kg. Nilai ADI dari pengawet kalium sorbat adalah 0-25 mg/kg bobot badan (JECFA 2005). Pengaruh ph pada penguraian asam sorbat dapat dilihat pada Tabel 4. (Buckle et al. 1987) D. ASAM ASETAT Tabel 4. Pengaruh ph pada penguraian asam sorbat ph Asam Sorbat yang tidak terurai (%) Asam asetat dapat larut dalam air, alkohol, lemak, dan gliserol. Asam organik tidak memiliki efek negatif terhadap kesehatan. Beberapa senyawa mempunyai beberapa batasan minimal dalam penggunaannya seperti terlihat pada Tabel 5. Tabel 5. Jumlah batasan maksimal asam organik yang dapat dimakan per hari oleh manusia Asam Organik Batasan (mg/kg berat badan) Asam asetat - * Natrium diasetat 0-15 Asam fumarat 0-6 Asam laktat - * Asam propionat - * Asam tartarat 0-30 *) Tidak ada nilai ADI (Doores 1993) Asam organik dapat dihasilkan secara alami oleh tumbuhan maupun hewan. Beragam jenis asam organik antara lain asam sitrat, asam sorbat, dan asam benzoat ditemukan pada buah-buahan, sedangkan pada daging ditemukan asam laktat. Asam organik yang digunakan sebagai pengawet bahan makanan seperti asam sitrat dapat mempunyai daya kerja menurunkan ph dan mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang ada. Pemberian asam organik diharapkan dapat memperpanjang masa simpan dan mencegah kerusakan bahan pangan tersebut (Ray dan Sandine 1992). Pemilihan jenis asam organik yang digunakan sebagai pengawet bahan makanan didasarkan atas daya kelarutannya, rasa asam yang ditimbulkan pada bahan pangan, dan keamanan penggunaannya. Asam organik kebanyakan mudah larut air, sebagaimana ditunjukkan oleh Tabel 6. Menurut WHO/FAO 7

21 (ICMSF 1980), sampai saat ini asam organik merupakan bahan pengawet yang dianggap aman. Ada bermacam-macam asam organik yang dapat digunakan sebagai antimikrobial bahan pangan seperti asam asetat, asam laktat, asam propionat, dan asam sitrat (Rahman 1999). Menurut Rahman (1999) dan Doores (1993), asam organik lipofilik, seperti asam asetat, asam propionat, dan asam benzoat sering digunakan sebagai antimikrobial bahan makanan. Penelitian ini akan menggunakan asam asetat yang akan dikaji potensinya sebagai pengawet pada tahu. Asam asetat (CH 3 COOH) merupakan asam organik monokarbonik, memiliki bau dan rasa tajam, bersifat sangat mudah larut dalam air. Asam asetat aman digunakan sebagai bahan pengawet produk makanan dan tidak ada batasan maksimal untuk dikonsumsi oleh manusia. Doores (1993) melaporkan bahwa efektifitas asam asetat antara ph 4 sampai 6. Persentase asam asetat yang tidak terdisosiasi sebanyak 1% sampai 2% pada daging, ikan, dan sayuran mampu menghambat dan membunuh mikroorganisme. Kemampuan antimikrobial suatu asam organik tergantung pada tiga faktor, antara lain: efek dari kemampuan asam tersebut dalam menurunkan ph, kemampuan asam untuk berdisosiasi, dan efek spesifik yang berhubungan dengan molekul asam itu sendiri (Smulders 1995). Aktivitas antimikrobial ditentukan oleh besarnya persentase molekul asam yang tidak terurai (undissociated), yang ditetapkan dengan nilai pka. Bahan makanan yang memiliki ph rendah, banyaknya persentase molekul asam organik yang tidak terurai meningkat, sehingga kemampuan sebagai antimikrobialnya juga meningkat. Nilai pka adalah dimana 50% total asam merupakan bentuk yang tidak terurai. Asam organik yang memiliki nilai pka lebih tinggi maka banyaknya molekul yang tidak terdisosiasi dalam larutan lebih banyak, sehingga ph larutan menjadi asam. Oleh karena itu, proton yang jumlahnya lebih banyak akan masuk ke dalam sitoplasma sel mikroorganisme. Untuk mencegah terjadinya penurunan ph larutan menjadi asam dan denaturasi di dalam sel, proton-proton yang berada di dalam sel berusaha dikeluarkan oleh sel mikroorganisme. Pertumbuhan sel mikroorganisme menjadi lebih lambat bahkan berhenti sama sekali karena dibutuhkan energi untuk mengeluarkan proton dari dalam sel (Eklund 1989 dan Fardiaz 1989). Bogaert dan Naidu (2000) menyatakan bahwa keefektifan asam asetat semakin meningkat dengan meningkatnya konsentrasi dan suhu, serta menurunnya ph dan jumlah mikroba. Berdasarkan ketahanan bakteri terhadap asam asetat, bakteri gram positif ternyata lebih tahan dibandingkan dengan bakteri aerob, dan spora bakteri, serta virus lebih tahan dibandingkan sel vegetatif. Struktur kimia asam asetat dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Struktur kimia asam asetat. Asam asetat merupakan kelompok asam lemah. Meskipun demikian, asam ini memiliki kemampuan untuk meracuni mikroba. Mekanisme asam asetat dalam menginaktivasi bakteri adalah sebagai berikut : Asam lemah dapat terurai seperti ini : R-COOH RCOO + H +. Asam yang terurai membuat ion H + yang terbentuk semakin banyak. Pada larutan asam lemah, adanya ion H + dalam jumlah banyak akan membuat kesetimbangan reaksi bergeser ke kiri menuju bentuk yang tidak terurai (R-COOH). Bentuk yang tidak terurai ini dapat larut lemak sehingga memungkinkannya masuk menembus membran sel yang sebagian besar terdiri dari fosfolipid dan lemak. Banyaknya larutan asam asetat semakin banyak bentuk tidak terurai yang masuk ke dalam sel. Di dalam sel yang 8

22 memiliki kondisi ph netral, R-COOH dapat terurai menjadi RCOO dan H +. Banyaknya ion H + yang terbentuk membuat ph di dalam sel menjadi turun. Penurunan ph ini dapat menyebabkan sel mati karena aktifitas enzim dan asam nukleatnya terganggu (Garbutt 1997). Asam Organik Tabel 6. Solubilitas asam organik sebagai bahan pengawet makanan pka Solubilitas (g/100g) ADI (mg/kg berat badan) Konsentrasi maksimum yang digunakan (mg/kg) Asam asetat 4.75 Mudah larut CPPB* CPPB* Asam sitrat 3.1 Mudah larut CPPB* CPPB* Asam laktat 3.1 Mudah larut CPPB* CPPB* Asam sorbat 4.8 0,16 (20 C) *) Cara Produksi Pangan Yang Baik (ICMSF 1980) 9

23 III. BAHAN DAN METODE A. BAHAN DAN ALAT Bahan untuk penelitian adalah tahu putih berukuran 6 x 5.5 x 3 cm dengan berat sekitar 70 gram, tahu yang digunakan dibeli dari pabrik tahu Ashor di Cibanteng. Bahan lain yang digunakan adalah natrium benzoat, kalium sorbat, cuka pasar 25%, air minum, aluminium foil, plastic wrap, baskom, labu ukur, neraca analitik, aquades, dan perlengkapan laboratorium lainnya. Bahan-bahan untuk uji Angka Lempeng Total adalah Plate Count Agar, KH 2 PO 4, alkohol 70%, air destilata, dan spiritus. Adapun karakteristik tahu yang digunakan adalah memiliki ALT 6.3 x 10 6 cfu/g, memiliki gel strength 0.90 N, nilai ph 4.80, nilai derajat L 87.06, nilai a 0.52, dan nilai b Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah gelas plastik, plastik HDPE, wadah plastik, botol semprot, plastik klip, tissue, cawan petri, erlenmeyer, tabung reaksi, label, Micropipette, tip Micropipette. B. METODE PENELITIAN Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap. Penelitian tahap pertama adalah persiapan sampel yang akan diberi perlakuan. Penelitian tahap kedua adalah pengujian Angka Lempeng Total pada setiap sampel yang ada dilanjutkan dengan pengujian mutu tahu secara organoleptik dan obyektif menggunakan Chromameter dan Texture Analyzer serta pengukuran ph. Diagram alir proses penelitian dapat dilihat pada Gambar 4. Persiapan sampel tahu Pembuatan larutan asetat Kalium Sorbat 0,4 ADI Natrium Benzoat 0,4 ADI Natrium Benzoat + Kalium Sorbat 0,4 ADI Air Perendaman Uji organoleptik, Total Plate Count, ph, TA, dan Chromameter Gambar 4. Diagram alir penelitian. 10

24 1. Penelitian Tahap Pertama: Persiapan sampel Penelitian ini memiiki 5 macam perlakuan perendaman tahu, yaitu tahu yang direndam air minum (B), asam asetat (C), asam asetat & natrium benzoat (D), asam asetat & kalium sorbat (E), dan asam asetat & natrium benzoat & kalium sorbat (F) sedang tahu kontrol diberi kode A. Tahapan pertama persiapan sampel meliputi perendaman tahu ke dalam larutan pengawet. Tahu direndam dengan larutan asam asetat 1.5%, natrium benzoat dan kalium sorbat, masing-masing dengan konsentrasi 40% dari ADI masing-masing sesuai dengan perlakuan yang diberikan. Alasan dipilih asam asetat 1.5% adalah karena menurut penelitian Ferdiani (2008), konsentrasi asam asetat 2% memberikan rasa netral dan aroma yang agak asam. Dari penelitian tersebut, maka dipilihlah konsentrasi asam asetat 1.5% untuk membuat larutan pengawet tahu, agar tahu tidak terlalu asam. Selain itu pada pembuatan tahu biasanya penggumpal yang digunakan adalah asam asetat 1%, karena itu dipilih konsentrasi di tengah range itu. pemilihan konsentrasi 40% ADI pun didasari bahwa pengawet yang digunakan sebaiknya tidak melebihi setengah dari jumlah ADI yang sudah ditetapkan. Perendaman dilakukan sampai hari ke-4 sambil dilakukan pengukuran terhadap mutu tahu. 2. Penelitian Tahap Kedua: Analisis umur simpan tahu Tahap ini meliputi analisis umur simpan tahu dengan serangkaian uji, yaitu uji Angka Lempeng Total, uji warna dengan Chromameter, uji tekstur dengan Texture Analyzer, pengukuran ph, dan uji organoleptik. Dari semua uji yang dilakukan dapat dilihat potensi pengawet dalam memperpanjang umur simpan tahu. C. METODE ANALISIS Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini meliputi uji Angka Lempeng Total, pengukuran warna dengan Chromameter, pengukuran tekstur dengan Texture Analyzer, pengukuran ph, dan uji organoleptik. Data yang didapat kemudian dianalisis secara statistik. 1. Angka Lempeng Total (BAM 2003) Total Plate Count dilakukan dengan menambahkan 50 g sampel ke dalam 450 ml buffer fosfat Butterfield dan dicampur selama 2 menit dengan stomacher. Kemudian lakukan pengenceran sesuai dengan kebutuhan analisis dengan mengambil 10 ml pengenceran sebelumnya ke dalam 90 ml larutan pengencer sampai pengenceran yang diinginkan. Kemudian dilakukan pemupukan dengan tiga tingkat pengenceran masing-masing dilakukan duplo. Pada penelitian ini, digunakan dilakukan pengenceran pada tingkat -3, -4, dan -5. Dan pada hari ketiga dilakukan peningkatan tingkat pengenceran menjadi -4, -5, dan -6 karena jumlah mikroba sudah bertambah banyak. Lalu dilakukan pengamatan setelah 48 ± 2 jam pada suhu 35 C. Perhitungan jumlah koloni bisa dilakukan dengan menggunakan metode Standard Plate Count dengan rumus: dimana: N = Jumlah koloni per ml atau g produk ΣC = Jumlah seluruh koloni pada semua cawan yang dihitung n 1 = Jumlah cawan pada pengenceran pertama 11

25 n 2 = Jumlah cawan pada pengenceran pertama d = Pengenceran pada cawan pertama 2. Pengukuran Tekstur Pengukuran tekstur dilakukan dengan menggunakan alat Texture Analyzer (Stable Micro System, TA-XT 2i). Prinsip dari pengukuran ini adalah dengan memberikan gaya tekan kepada bahan dengan besaran tertentu sehingga profil tekstur bahan dapat diukur. Probe yang digunakan untuk mengukur tekstur tahu adalah probe silinder stainless 6 mm. Probe silinder digunakan untuk mengukur uji penetrasi dan kompresi terhadap gel, pektin, yoghurt, dan margarin untuk memberi informasi tentang kekerasan, kekompakkan, dan ketahanan. Setelah pemasangan probe, sampel diletakkan di atas meja uji dan kemudian texture analyzer dinyalakan. Data yang diperoleh dapat divisualisasikan dalam bentuk grafik dan dapat dilakukan pengolahan lanjutan dengan menggunakan program Texture Expert dari komputer yang terhubung pada texture analyzer. Pengukuran texture analyzer dilakukan untuk sampel kontrol (A) pada hari ke-0 dan pada saat sampel sudah tidak bisa diterima oleh panelis lagi (busuk) untuk tiap sampel. 3. Pengukuran Warna Pengukuran perubahan fisik warna sampel menggunakan alat yang disebut Chromameter Minolta CR300. Sebelum digunakan, alat terlebih dahulu dikalibrasi. Hasil pengukuran berupa CIE Lab menunjukkan Nilai L* merepresentasikan kecerahan sampel, sedangkan a* dan b* digunakan untuk mengkarakterisasi nilai Chroma, dimana a* untuk warna hijau (negatif) ke merah (positif) dan warna biru (negatif) sampai kuning (positif) untuk b* (Pomeranz et al, 1978). Pengukuran sampel dilakukan dua kali, yaitu pada saat sampel tahu diproduksi dan saat mutu tahu sudah tidak dapat diterima oleh panelis. Lalu dilakukan pengukuran E untuk megetahui perubahan warna dengan menggunakan rumus: Dimana L, a, dan b adalah selisih nilai derajat warna dari sampel dikurangi dengan derajat warna dari standar. Dalam penelitian ini, standar yang digunakan adalah tahu yang baru diproduksi. 4. Pengukuran Derajat Keasaman (ph) (AOAC 2005) Pengukuran ph dilakukan dengan ph meter yang sudah dikalibrasi. Pengukuran dilakukan pada saat tahu baru diproduksi, hari ke-1, dan pada saat sampel sudah tidak bisa diterima oleh panelis lagi (busuk) untuk tiap sampel. ph meter dicelupkan ke dalam larutan perendam tahu, dengan tujuan untuk mengukur kesesuaian range ph dengan kemampuan dari pengawet. Setiap menganalisis sampel berbeda, elektroda dibilas 6-8 kali dengan air destilata. Pengukuran sampel dilakukan tiga kali, yaitu saat tahu mulai diproduksi, hari pertama, dan pada saat tahu sudah tidak dapat diterima lagi oleh konsumen. 5. Uji Organoleptik Pengujian organoleptik terhadap tahu berupa uji rating intensitas terhadap sifat mutu tahu. Uji rating digunakan untuk menentukan seberapa besar perbedaan dari tiap sampel berdasarkan atribut spesifik sampel tersebut (Meilgaard 1999). Sifat mutu yang diuji adalah: aroma, tekstur, dan warna. Uji rating intensitas dilakukan untuk menilai intensitas karakteristik sifat mutu tahu setelah disimpan beberapa hari. Pengujian ini dilakukan 12

26 terhadap 8 orang panelis terlatih. Skala intensitas terdiri dari skala dengan urutan meningkat yang digunakan mempunyai rentang skor berkisar dari 1 hingga 7, yaitu : 1) sangat segar, 2) segar, 3) agak segar, 4) kurang segar, 5) tidak segar, 6) agak busuk, dan 7) busuk untuk sifat mutu aroma tahu. Sedang untuk sifat mutu tekstur tahu adalah : 1) amat sangat kompak, 2) sangat kompak, 3) kompak, 4) antara kompak dan tidak kompak, 5) tidak kompak, 6) sangat tidak kompak, dan 7) amat sangat tidak kompak. Untuk sifat mutu warna tahu adalah : 1) amat sangat putih, 2) sangat putih, 3) putih, 4) antara putih dan tidak putih, 5) tidak putih, 6) sangat tidak putih, dan 7) amat sangat tidak putih. Panelis akan diminta untuk memberi penjelasan lebih lanjut tentang mutu sensori tahu. Uji dilanjutkan dengan uji rating terhadap terhadap sampel tahu yang digoreng. Panelis diminta memberikan skor terhadap semua sampel tahu dengan skala skor berkisar dari 1 hingga 7, dimana untuk rasa tahu skala 1 menunjukkan tingkat keasaman yang paling tinggi dan skala 7 menunjukkan tingkat ketidakasaman yang paling tinggi. Untuk tekstur tahu, skala 1 menunjukkan tingkat kekerasan tekstur tahu yang paling tinggi, dan skala 7 menunjukkan tingkat kelunakan yang paling tinggi. Untuk warna tahu, skala 1 menunjukkan tingkat kecoklatan yang paling tinggi dan skala 7 menunjukkan tingkat ketidakcoklatan yang paling tinggi. Uji organoleptik dilakukan sampai tahu dianggap sudah tidak layak lagi bagi konsumen. 6. Analisis Data Data yang diperoleh dari hasil pengukuran terhadap karakteristik produk selanjutnya diuji secara statistik. Pengolahan data untuk uji statistik menggunakan program SPSS Data yang diperoleh terlebih dahulu dilakukan analisis ragam dengan one-way ANOVA (analysis of variance) untuk mengetahui perbedaan pada karakteristik produk yang diuji. Setelah diketahui bahwa karakteristik produk berbeda nyata, selanjutnya dilakukan uji lanjut Duncan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan apakah terdapat perbedaan nyata pada tiap sampel (Lea et al. 1997). Untuk pengolahan data uji organoleptik menggunakan univariate ANOVA, dan uji lanjut Duncan untuk menunjukkan apakah terdapat perbedaan nyata pada tiap sampel. 13

27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Angka Lempeng Total Perlakuan Hasil pengujian ALT dengan metode BAM menghasilkan data yang dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil uji Angka Lempeng Total tahu dengan berbagai pengawet. Jumlah mikroba (cfu/g) 1 RSD 2 RSD 3 RSD 4 RSD A 1.3 x x x x x B 1.6 x x x x x x x x 10 7 C 2.9 x x x x x x x x 10 6 D 4.2 x x x x x x x x 10 6 E 2.4 x x x x x x x x 10 6 F 4.0 x x x x x x x x 10 6 Ket: A= tahu yang tidak direndam, B = tahu yang direndam air, C = tahu yang direndam asam asetat 1,5%, D = tahu yang direndam asam asetat 1,5% dan natrium benzoat, E = tahu yang direndam asam asetat 1,5% dan kalium sorbat, F = tahu yang direndam asam asetat 1,5%, natrium benzoat dan kalium sorbat Dari data yang didapat bisa dilihat bahwa terjadi kenaikan dan penurunan jumlah mikroba pada tahu dengan perlakuan direndam air, asam asetat, asam asetat & natrium benzoat, asam asetat & kalium sorbat, dan asam asetat & natrium benzoat & kalium sorbat. Tetapi jumlah mikroba yang paling kecil dihasilkan oleh larutan D, yaitu larutan asam asetat & natrium benzoat dengan jumlah mikroba 5.6 x 10 6 cfu/g. Dapat dilihat bahwa Angka Lempeng Total (ALT) hari ke-4 tahu yang direndam air adalah 7.8 x 10 7 cfu/g, ALT tahu yang direndam larutan asam asetat 1.5% adalah 5.8 x 10 6 cfu/g, ALT tahu yang direndam larutan asam asetat 1.5% dan kalium sorbat adalah 7.5 x 10 6 cfu/g, ALT tahu yang direndam oleh larutan asam asetat 1.5%, natrium benzoat, dan kalium sorbat adalah 6.6 x 10 6 cfu/g. Terdapat penurunan jumlah mikroba pada perlakuan kombinasi asetat dengan pengawet lain (C,D,E,dan F) pada hari ketiga. Hal ini mungkin dapat terjadi karena asam lemah dapat terurai menghasilkan ion H +. Asam yang terurai membuat ion H + yang terbentuk semakin banyak. Pada larutan asam lemah, adanya ion H + dalam jumlah banyak akan membuat kesetimbangan reaksi bergeser ke kiri menuju bentuk yang tidak terurai (R-COOH). Bentuk yang tidak terurai ini dapat larut lemak sehingga memungkinkannya masuk menembus membran sel yang sebagian besar terdiri dari fosfolipid dan lemak. Banyaknya larutan asam asetat semakin banyak bentuk tidak terurai yang masuk ke dalam sel. Di dalam sel yang memiliki kondisi ph netral, R-COOH dapat terurai menjadi RCOO dan H +. Banyaknya ion H+ yang terbentuk membuat ph di dalam sel menjadi turun. Penurunan ph ini dapat menyebabkan sel mati karena aktifitas enzim dan asam nukleatnya terganggu (Garbutt 1997). Pada hari ketiga mikroba tidak lagi mempunyai energi yang cukup untuk mengeluarkan ion H + sehingga sel mati dan terjadi penurunan jumlah mikroba. Asam asetat yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai fungsi yang luas yaitu disamping dapat sebagai zat penggumpal, asam cuka juga dapat berperan sebagai pengawet dimana asam akan menurunkan ph bahan pangan sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk dan jumlah asam yang cukup akan menyebabkan denaturasi protein bakteri. Asam cuka juga 14

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. TAHU Tahu merupakan produk kedelai non-fermentasi yang disukai dan digemari di Indonesia seperti halnya tempe, kecap, dan tauco. Tahu adalah salah satu produk olahan kedelai yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

PENETAPAN NATRIUM BENZOAT Laporan Praktikum Kimia Pangan

PENETAPAN NATRIUM BENZOAT Laporan Praktikum Kimia Pangan PENETAPAN NATRIUM BENZOAT Laporan Praktikum Kimia Pangan Kelompok 3 Ade Juwita (109096000012) Chitta Putri Noviani (109096000007) Galuh Ilmia Cahyaningtyas (109096000011) Hafiz Akhyar (109096000034) Rahmawati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tahu merupakan makanan yang biasa dikonsumsi bukan hanya oleh masyarakat Indonesia tetapi juga masyarakat Asia lainnya. Masyarakat Indonesia sudah sangat lama mengkonsumsi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah bubuk susu kedelai bubuk komersial, isolat protein kedelai, glucono delta lactone (GDL), sodium trpolifosfat

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENGOVENAN, PERENDAMAN, dan KONSENTRASI ASAM ASETAT TERHADAP MUTU PRODUK dan LIMBAH CAIR PRODUKSI TAHU

PENGARUH LAMA PENGOVENAN, PERENDAMAN, dan KONSENTRASI ASAM ASETAT TERHADAP MUTU PRODUK dan LIMBAH CAIR PRODUKSI TAHU PENGARUH LAMA PENGOVENAN, PERENDAMAN, dan KONSENTRASI ASAM ASETAT TERHADAP MUTU PRODUK dan LIMBAH CAIR PRODUKSI TAHU Emi Erawati 1, Malik Musthofa 2 1 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan sumber protein hewani dan juga memiliki kandungan gizi yang tinggi diantaranya mengandung mineral, vitamin dan lemak tak jenuh. Protein dibutuhkan tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan, dan mempunyai laut serta potensi perikanan yang sangat besar. Oleh

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS PENGAWET, NATRIUM BENZOAT DAN KALIUM SORBAT, TERHADAP UMUR SIMPAN MINUMAN SARI MENTIMUN

PENGARUH JENIS PENGAWET, NATRIUM BENZOAT DAN KALIUM SORBAT, TERHADAP UMUR SIMPAN MINUMAN SARI MENTIMUN PENGARUH JENIS PENGAWET, NATRIUM BENZOAT DAN KALIUM SORBAT, TERHADAP UMUR SIMPAN MINUMAN SARI MENTIMUN EFFECT OF TYPE OF PRESERVATIVES, SODIUM BENZOATE AND POTASSIUM SORBATE, TOWARDS SHELF LIFE OF CUCUMBER

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Saus Cabai Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang diperoleh dari bahan utama cabai (Capsicum sp) yang matang dan baik, dengan atau tanpa penambahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kedelai yang tinggi protein, sedikit karbohidrat, mempunyai nilai gizi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. kedelai yang tinggi protein, sedikit karbohidrat, mempunyai nilai gizi dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tahu merupakan bahan makanan yang banyak diminati oleh masyarakat di Indonesia. Tahu yang kaya akan protein, sudah sejak lama dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia sebagai

Lebih terperinci

Kata Kunci :Ronto, jumlah mikroba, kadar air, kadar garam

Kata Kunci :Ronto, jumlah mikroba, kadar air, kadar garam HUBUNGAN ANTARA KADAR GARAM DAN KADAR AIR TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROBA PADA MAKANAN TRADISIONAL RONTO DARI KOTABARU KALIMANTAN SELATAN Meiliana Sho etanto Fakultas Farmasi Meilianachen110594@gmail.com

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi. Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

1 I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi. Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7) Waktu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Warna Dendeng Sapi Warna merupakan salah satu indikator fisik yang dapat mempengaruhi konsumen terhadap penerimaan suatu produk. Derajat warna menunjukkan tingkat warna

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2016 hingga Februari tahun

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2016 hingga Februari tahun BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2016 hingga Februari tahun 2017 diawali dengan persiapan ekstrak pegagan di Laboratorium Terpadu Universitas Diponegoro. Formulasi

Lebih terperinci

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus Populasi Kultur Starter HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Perhitungan populasi dilakukan untuk mendapatkan kultur starter yang terbaik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Pada tahap pendahulan

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan mulai dari bulan Mei 2012 sampai bulan Agustus 2012. Tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah Laboratorium Percobaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh berbagai kalangan. Menurut (Rusdi dkk, 2011) tahu memiliki

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh berbagai kalangan. Menurut (Rusdi dkk, 2011) tahu memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tahu, merupakan salah satu makanan yang digemari oleh hampir semua kalangan masyarakat di Indonesia, selain rasanya yang enak, harganya pun terjangkau oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bakso Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan penambahan bumbu-bumbu dan bahan kimia lain sehingga dihasilkan produk yang strukturnya kompak atau

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013. 2. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi,

Lebih terperinci

SKRIPSI PEMILIHAN BAHAN PENGAWET YANG SESUAI PADA PRODUK TAHU PUTIH SIGIT JAYA SAPUTRA F

SKRIPSI PEMILIHAN BAHAN PENGAWET YANG SESUAI PADA PRODUK TAHU PUTIH SIGIT JAYA SAPUTRA F SKRIPSI PEMILIHAN BAHAN PENGAWET YANG SESUAI PADA PRODUK TAHU PUTIH SIGIT JAYA SAPUTRA F24101071 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 1 PEMILIHAN BAHAN PENGAWET YANG SESUAI

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

Lampiran 1. A. Karakteristik Responden 1. Nama Responden : 2. Usia : 3. Pendidikan :

Lampiran 1. A. Karakteristik Responden 1. Nama Responden : 2. Usia : 3. Pendidikan : Lampiran 1 KUESINER PENELITIAN Analisa Kandungan Natrium Benzoat, Siklamat Pada Selai Roti Yang Bermerek Dan Tidak Bermerek Serta Tingkat Pengetahuan Penjual Tentang Natrium Benzoat, Siklamat Pada Selai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai

I. PENDAHULUAN. Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan minuman sari buah atau nektar, produk roti, susu, permen, selai dan jeli

Lebih terperinci

OLEH: YULFINA HAYATI

OLEH: YULFINA HAYATI PENGOLAHAN HASIL KEDELAI (Glycine max) OLEH: YULFINA HAYATI PENDAHULUAN Dalam usaha budidaya tanaman pangan dan tanaman perdagangan, kegiatan penanganan dan pengelolaan tanaman sangat penting diperhatikan

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN PENGAWET TERHADAP KUALITAS MIKROBIOLOGIS KEJU MOZZARELLA YANG DISIMPAN PADA SUHU REFRIGERATOR

PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN PENGAWET TERHADAP KUALITAS MIKROBIOLOGIS KEJU MOZZARELLA YANG DISIMPAN PADA SUHU REFRIGERATOR PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN PENGAWET TERHADAP KUALITAS MIKROBIOLOGIS KEJU MOZZARELLA YANG DISIMPAN PADA SUHU REFRIGERATOR Effect of Using Additive to Microbiology Activities of Mozzarella Cheese Storage

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minuman Sari Buah 1. Definisi Minuman sari buah adalah minuman ringan yang dibuat dari sari buah dan air minum dengan atau tanpa penambahan gula dan bahan tambahan makanan yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi, yang mampu menyumbangkan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN IE KULOH SIRA SEBAGAI BAHAN PENGGUMPAL DAN PENGENDAP SUSU KEDELAI. Salmyah *) ABSTRAK

PENGGUNAAN IE KULOH SIRA SEBAGAI BAHAN PENGGUMPAL DAN PENGENDAP SUSU KEDELAI. Salmyah *) ABSTRAK PENGGUNAAN IE KULOH SIRA SEBAGAI BAHAN PENGGUMPAL DAN PENGENDAP SUSU KEDELAI Salmyah *) ABSTRAK Ie kuloh sira merupakan larutan yang diperoleh dari limbah industri garam rakyat. Ie kuloh sira dapat dipakai

Lebih terperinci

KOMBINASI KITOSAN DENGAN KALIUM SORBAT, NATRIUM BENZOAT DAN EKSTRAK TERUNG PUNGO

KOMBINASI KITOSAN DENGAN KALIUM SORBAT, NATRIUM BENZOAT DAN EKSTRAK TERUNG PUNGO KOMBINASI KITOSAN DENGAN KALIUM SORBAT, NATRIUM BENZOAT DAN EKSTRAK TERUNG PUNGO (Solanum sp.) TERHADAP AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN DAYA AWET BANDENG PRESTO BAGUS FAJAR PAMUNGKAS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan adalah udang putih (Litopenaeus vannamei), polifosfat ((NaPO 3 )n) dan garam (NaCl). Udang putih yang digunakan memiliki ukuran 31-40,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu hasil perikanan budidaya

BAB I PENDAHULUAN. nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu hasil perikanan budidaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu jenis ikan budidaya air tawar yang mempunyai prospek cukup baik untuk dikembangkan. Berdasarkan data dari Kementerian

Lebih terperinci

PERBEDAAN KADAR FORMALIN PADA TAHU YANG DIJUAL DI PASAR PUSAT KOTA DENGAN PINGGIRAN KOTA PADANG. Skripsi

PERBEDAAN KADAR FORMALIN PADA TAHU YANG DIJUAL DI PASAR PUSAT KOTA DENGAN PINGGIRAN KOTA PADANG. Skripsi PERBEDAAN KADAR FORMALIN PADA TAHU YANG DIJUAL DI PASAR PUSAT KOTA DENGAN PINGGIRAN KOTA PADANG Skripsi Diajukan ke Fakultas Kedokteran Universitas Andalas sebagai pemenuhan salah satu syarat untuk mendapatkan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fateta-IPB.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan pertumbuhan manusia yang semakin meningkat sehingga banyak pula bahan makanan yang dibutuhkan. Kondisi ini banyak dimanfaatkan sebagian orang untuk mendapatkan

Lebih terperinci

bengkuang (Pachyrrhizus erosus) dan buah pisang yang sudah matang (Musa paradisiaca) yang diperoleh dari petani yang ada di Gedong Tataan dan starter

bengkuang (Pachyrrhizus erosus) dan buah pisang yang sudah matang (Musa paradisiaca) yang diperoleh dari petani yang ada di Gedong Tataan dan starter 1 III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

APLIKASI KOMBINASI ASAM ASETAT DAN EKSTRAK KUNYIT UNTUK MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN MIE BASAH MATANG

APLIKASI KOMBINASI ASAM ASETAT DAN EKSTRAK KUNYIT UNTUK MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN MIE BASAH MATANG APLIKASI KOMBINASI ASAM ASETAT DAN EKSTRAK KUNYIT UNTUK MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN MIE BASAH MATANG THE APPLICATION OF ACETIC ACID AND TURMERIC EXTRACT COMBINATION FOR EXTENDING THE SHELF LIFE OF WET NOODLES

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGARUH KONSENTRASI FORMALIN TERHADAP KEAWETAN BAKSO DAN CARA PENGOLAHAN BAKSO TERHADAP RESIDU FORMALINNYA. Oleh: TEDDY F

SKRIPSI PENGARUH KONSENTRASI FORMALIN TERHADAP KEAWETAN BAKSO DAN CARA PENGOLAHAN BAKSO TERHADAP RESIDU FORMALINNYA. Oleh: TEDDY F SKRIPSI PENGARUH KONSENTRASI FORMALIN TERHADAP KEAWETAN BAKSO DAN CARA PENGOLAHAN BAKSO TERHADAP RESIDU FORMALINNYA Oleh: TEDDY F24103118 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu (uji kimia dan mikrobiologi) dan di bagian Teknologi Hasil Ternak (uji organoleptik), Departemen Ilmu Produksi dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2013 dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2013 dan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2013 dan dilaksanakan di Laboratorium Patologi, Entomologi dan Mikrobiologi (PEM) Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebanyak 22%, industri horeka (hotel, restoran dan katering) 27%, dan UKM

BAB I PENDAHULUAN. sebanyak 22%, industri horeka (hotel, restoran dan katering) 27%, dan UKM BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produksi daging sapi di Indonesia pada tahun 2015 mencapai 523.927 ton, hasil tersebut meningkat dibandingkan produksi daging sapi pada tahun 2014 yang mencapai 497.670

Lebih terperinci

SKRIPSI. APLIKASI KOMBINASI BUBUK FULI PALA (Myristica fragrans Houtt) DAN NaCl SEBAGAI PENGAWET ALAMI PADA MI BASAH MATANG. Oleh: ADI PUTRA F

SKRIPSI. APLIKASI KOMBINASI BUBUK FULI PALA (Myristica fragrans Houtt) DAN NaCl SEBAGAI PENGAWET ALAMI PADA MI BASAH MATANG. Oleh: ADI PUTRA F SKRIPSI APLIKASI KOMBINASI BUBUK FULI PALA (Myristica fragrans Houtt) DAN NaCl SEBAGAI PENGAWET ALAMI PADA MI BASAH MATANG Oleh: ADI PUTRA F24103097 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Industri Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran dan

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN GARAM DAN SUHU FERMENTASI TERHADAP MUTU KIMCHI LOBAK

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN GARAM DAN SUHU FERMENTASI TERHADAP MUTU KIMCHI LOBAK PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN GARAM DAN SUHU FERMENTASI TERHADAP MUTU KIMCHI LOBAK SKRIPSI Oleh: CHERIA LESTARI 090305017/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tahu Tahu adalah salah satu jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok kedelai dengan jalan memekatkan protein kedelai dan mencetaknya melalui proses pengendapan protein dengan

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN SUSU KEDELAI DALAM LEMARI ES TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI PSIKROFILIK

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN SUSU KEDELAI DALAM LEMARI ES TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI PSIKROFILIK PENGARUH LAMA PENYIMPANAN SUSU KEDELAI DALAM LEMARI ES TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI PSIKROFILIK Bayu Nor Khotib 1, Yuliana Prasetyaningsih 2, Fitri Nadifah 3 1,2,3 D3 Analis Kesehatan STIKes Guna Bangsa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer di Indonesia. Buah naga mengandung antara lain vitamin C, betakaroten, kalsium,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam Air Perasan Jeruk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam Air Perasan Jeruk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam Air Perasan Jeruk Nipis Terhadap Kadar Protein Analisis protein dilakukan untuk mengetahui kualitas protein tahu putih hasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan dihaluskan

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016 PENGARUH PERBANDINGAN ZAT PENSTABIL DAN KONSENTRASI KUNING TELUR TERHADAP MUTU REDUCED FAT MAYONNAISE SKRIPSI OLEH : CHRISTIAN ADITYA HUTAPEA 110305051/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN PROGRAM STUDI ILMU DAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK YOGHURT TERSUBTITUSI SARI BUAH NAGA (Hylocereus polyrhizus) DENGAN JENIS DAN KONSENTRASI STARTER YANG BERBEDA-BEDA

KARAKTERISTIK YOGHURT TERSUBTITUSI SARI BUAH NAGA (Hylocereus polyrhizus) DENGAN JENIS DAN KONSENTRASI STARTER YANG BERBEDA-BEDA KARAKTERISTIK YOGHURT TERSUBTITUSI SARI BUAH NAGA (Hylocereus polyrhizus) DENGAN JENIS DAN KONSENTRASI STARTER YANG BERBEDA-BEDA Muhammad Saeful Afwan 123020103 Pembimbing Utama (Ir. H. Thomas Gozali,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Maret 2017 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Maret 2017 di 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Maret 2017 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang. 3.1. Materi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Daging ayam merupakan sumber protein hewani yang mudah dimasak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Daging ayam merupakan sumber protein hewani yang mudah dimasak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daging ayam merupakan sumber protein hewani yang mudah dimasak dan relatif murah harganya. Daging ayam mengandung 22 persen protein dan 74 persen air dalam 100 gram

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN CENGKEH (Syzygium aromaticum) DAN KAYU MANIS (Cinnamomum sp.) SEBAGAI PENGAWET ALAMI TERHADAP DAYA SIMPAN ROTI MANIS

PENGARUH PENGGUNAAN CENGKEH (Syzygium aromaticum) DAN KAYU MANIS (Cinnamomum sp.) SEBAGAI PENGAWET ALAMI TERHADAP DAYA SIMPAN ROTI MANIS 1 PENGARUH PENGGUNAAN CENGKEH (Syzygium aromaticum) DAN KAYU MANIS (Cinnamomum sp.) SEBAGAI PENGAWET ALAMI TERHADAP DAYA SIMPAN ROTI MANIS RATNA WEDHANINGSIH RULLYLA KUSUMA PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan November Desember 2016 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan November Desember 2016 di 13 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Materi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan November Desember 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan untuk pembuatan produk, menguji total bakteri asam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terasi Terasi atau belacan adalah salah satu produk awetan yang berasal dari ikan dan udang rebon segar yang telah diolah melalui proses pemeraman atau fermentasi, disertai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komposisi senyawanya terdiri dari 40% protein, 18% lemak, dan 17%

BAB I PENDAHULUAN. komposisi senyawanya terdiri dari 40% protein, 18% lemak, dan 17% BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai di Indonesia dilakukan dalam

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. protein berkisar antara 20% sampai 30%. Kacang-kacangan selain sumber protein

I PENDAHULUAN. protein berkisar antara 20% sampai 30%. Kacang-kacangan selain sumber protein I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI SUSU BUBUK DAN GELATIN TERHADAP MUTU MINUMAN PROBIOTIK SARI UBI JALAR UNGU SKRIPSI

PENGARUH KONSENTRASI SUSU BUBUK DAN GELATIN TERHADAP MUTU MINUMAN PROBIOTIK SARI UBI JALAR UNGU SKRIPSI PENGARUH KONSENTRASI SUSU BUBUK DAN GELATIN TERHADAP MUTU MINUMAN PROBIOTIK SARI UBI JALAR UNGU SKRIPSI Oleh : NURLIANA MANURUNG 080305011/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Zat gizi dalam makanan yang telah dikenal adalah karbohidrat, lemak,

BAB I PENDAHULUAN. Zat gizi dalam makanan yang telah dikenal adalah karbohidrat, lemak, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Zat gizi dalam makanan yang telah dikenal adalah karbohidrat, lemak, vitamin, mineral, dan protein. Protein dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan ataupun penggantian

Lebih terperinci

Atas kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih.

Atas kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih. Lampiran 1. Lembar Uji Hedonik Nama : Usia : Pekerjaan : Pengujian organoleptik dilakukan terhadap warna, aroma, rasa dan kekentalan yoghurt dengan metoda uji kesukaan/hedonik. Skala hedonik yang digunakan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK ROSELA

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK ROSELA PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK ROSELA (Hibiscus sabdariffa L) TERHADAP MUTU FILLET IKAN JAMBAL SIAM (Pangasius hyphopthalmus) SEGAR SELAMA PENYIMPANAN SUHU KAMAR Oleh Noviantari 1), Mirna Ilza 2), N. Ira

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi pangan dan bahan kimia yang dibutuhkan agar mutunya baik.

BAB I PENDAHULUAN. teknologi pangan dan bahan kimia yang dibutuhkan agar mutunya baik. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi menyebabkan aktivitas masyarakat meningkat, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks menyebabkan perlu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sampai Desember Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pembinaan

BAB III METODE PENELITIAN. sampai Desember Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pembinaan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama ± 3 bulan dimulai bulan Oktober sampai Desember 2013. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan merupakan hasil olahan dari kacang kedelai yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan merupakan hasil olahan dari kacang kedelai yang kaya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tahu adalah salah satu jenis makanan yang banyak digemari masyarakat Indonesia dan merupakan hasil olahan dari kacang kedelai yang kaya akan protein. Karena itu, tahu

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian PENGARUH SODIUM BENZOAT, POTASIUM SORBAT DAN KOMBINASI SODIUM BENZOAT-POTASIUM SORBAT TERHADAP KUALITAS DAN UMUR SIMPAN SQUASH KERSEN (Muntigia calabura L.) THE EFFECT OF SODIUM BENZOATE, POTASSIUM SORBATE

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

Gambar 6. Kerangka penelitian

Gambar 6. Kerangka penelitian III. BAHAN DAN METODOLOGI A. Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan adalah kayu secang (Caesalpinia sappan L) yang dibeli dari toko obat tradisional pasar Bogor sebagai sumber pigmen brazilein dan sinapic

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Turi (Sesbania grandiflora) merupakan tanaman asli Indonesia, yang termasuk kedalam jenis kacang-kacangan. Kacang turi merupakan jenis kacang-kacangan dari pohon turi

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK BAKSO KERING IKAN PATIN (Pangasius sp.) Oleh : David Halomoan Hutabarat C

KARAKTERISTIK BAKSO KERING IKAN PATIN (Pangasius sp.) Oleh : David Halomoan Hutabarat C KARAKTERISTIK BAKSO KERING IKAN PATIN (Pangasius sp.) Oleh : David Halomoan Hutabarat C34103013 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Buah Naga Buah naga atau dragon fruit merupakan buah yang termasuk kedalam kelompok tanaman kaktus. Buah naga berasal dari Negara Mexico, Amerika Tengah dan Amerika Selatan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Susu Kedelai Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari kedelai. Protein susu kedelai memiliki susunan asam amino yang

Lebih terperinci

MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN LEMPER MENGGUNAKAN PENGEMASAN VAKUM DAN KOMBINASI PENGEMASAN VAKUM-PASTEURISASI UAP

MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN LEMPER MENGGUNAKAN PENGEMASAN VAKUM DAN KOMBINASI PENGEMASAN VAKUM-PASTEURISASI UAP MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN LEMPER MENGGUNAKAN PENGEMASAN VAKUM DAN KOMBINASI PENGEMASAN VAKUM-PASTEURISASI UAP EXTENDING THE SHELF LIFE OF LEMPER USING VACUUM PACKAGING AND VACUUM PACKAGING-STEAM PASTEURIZATION

Lebih terperinci

UJI KOMPOSISI BAHAN BAKU TERASI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PENCETAK TERASI

UJI KOMPOSISI BAHAN BAKU TERASI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PENCETAK TERASI UJI KOMPOSISI BAHAN BAKU TERASI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PENCETAK TERASI (Shrimp Paste Composition Test Using Shrimp Paste Molder) Suwandi 1,2), Ainun Rohanah 1), Adian Rindang 1) 1) Program Studi Keteknikan

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGARUH PENCELUPAN TAHU DALAM PENGAWET ASAM ORGANIK TERHADAP MUTU SENSORI DAN UMUR SIMPAN. Oleh DODY SETYADI F

SKRIPSI PENGARUH PENCELUPAN TAHU DALAM PENGAWET ASAM ORGANIK TERHADAP MUTU SENSORI DAN UMUR SIMPAN. Oleh DODY SETYADI F SKRIPSI PENGARUH PENCELUPAN TAHU DALAM PENGAWET ASAM ORGANIK TERHADAP MUTU SENSORI DAN UMUR SIMPAN Oleh DODY SETYADI F24104068 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR DODY SETYADI.

Lebih terperinci

SKRIPSI. STUDI PENGGUNAAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum LINN) PADA PENGAWETAN BAKSO DENGAN ASAM ASETAT. Oleh NANDA HADITTAMA F

SKRIPSI. STUDI PENGGUNAAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum LINN) PADA PENGAWETAN BAKSO DENGAN ASAM ASETAT. Oleh NANDA HADITTAMA F SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum LINN) PADA PENGAWETAN BAKSO DENGAN ASAM ASETAT Oleh NANDA HADITTAMA F24050806 2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lebih murah dan terjangkau jika dibandingkan sumber protein hewani seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lebih murah dan terjangkau jika dibandingkan sumber protein hewani seperti 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Hijau Kacang-kacangan (leguminosa) merupakan protein nabati yang harganya lebih murah dan terjangkau jika dibandingkan sumber protein hewani seperti daging, unggas,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian,

I. PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, I. PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis,

Lebih terperinci

PENGARUH PERBANDINGAN BUBUR BUAH BELIMBING DENGAN BUBUR LABU KUNING DAN KONSENTRASI NATRIUM BENZOAT TERHADAP MUTU SAUS BELIMBING SKRIPSI

PENGARUH PERBANDINGAN BUBUR BUAH BELIMBING DENGAN BUBUR LABU KUNING DAN KONSENTRASI NATRIUM BENZOAT TERHADAP MUTU SAUS BELIMBING SKRIPSI PENGARUH PERBANDINGAN BUBUR BUAH BELIMBING DENGAN BUBUR LABU KUNING DAN KONSENTRASI NATRIUM BENZOAT TERHADAP MUTU SAUS BELIMBING SKRIPSI KHASYA RAHMI SITOMPUL 100305013 / ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN PROGRAM

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan selama 8 bulan yaitu dari bulan Oktober 2011 sampai Mei 2012. Lokasi penelitian di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Laboratorium Terpadu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tampilan dan teksturnya mirip dengan tahu yang berwarna putih bersih

BAB I PENDAHULUAN. tampilan dan teksturnya mirip dengan tahu yang berwarna putih bersih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dangke adalah sebutan keju dari daerah Enrekang, Sulawesi selatan. Merupakan makanan tradisional yang rasanya mirip dengan keju, namun tampilan dan teksturnya mirip

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) REBUS PADA SUHU KAMAR

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) REBUS PADA SUHU KAMAR PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) REBUS PADA SUHU KAMAR Sri Purwaningsih 1, Josephine W 2, Diana Sri Lestari 3 Abstrak Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan hasil laut yang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di Kelurahan Gunung Sulah Kecamatan Sukarame Bandar Lampung, Laboratorium

Lebih terperinci

SKRIPSI. PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlect.) DAN GARAM DAPUR (NaCl) TERHADAP MUTU SIMPAN MI BASAH MATANG

SKRIPSI. PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlect.) DAN GARAM DAPUR (NaCl) TERHADAP MUTU SIMPAN MI BASAH MATANG SKRIPSI PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlect.) DAN GARAM DAPUR (NaCl) TERHADAP MUTU SIMPAN MI BASAH MATANG Oleh : Arie Norman Riandi F24103091 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

PENGARUH EDIBLE COATING DARI PATI JAGUNG DAN LAMA PENCELUPAN TERHADAP MUTU BUAH NENAS TEROLAH MINIMAL

PENGARUH EDIBLE COATING DARI PATI JAGUNG DAN LAMA PENCELUPAN TERHADAP MUTU BUAH NENAS TEROLAH MINIMAL PENGARUH EDIBLE COATING DARI PATI JAGUNG DAN LAMA PENCELUPAN TERHADAP MUTU BUAH NENAS TEROLAH MINIMAL SKRIPSI OLEH : NIA NAZRAH HASIBUAN 110305002 / ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN Skripsi sebagai salah satu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah jambu biji (Psidium guajava) memiliki rasa yang enak dan segar serta memiliki banyak manfaat bagi kesehatan dan juga kecantikan manusia. Buah jambu biji telah lama

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Bagian Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena dapat diolah menjadi berbagai macam menu dan masakan 1.Selain itu,

BAB I PENDAHULUAN. karena dapat diolah menjadi berbagai macam menu dan masakan 1.Selain itu, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tahu merupakan produk makanan olahan kedelai yangbanyak digemari oleh masyarakat Indonesia. Seperti tempe, tahu juga dikenal sebagai makanan rakyat karena harganya

Lebih terperinci

The Study of Catfish (Pangasius hypophthalmus) Freshness by Handling with Different Systems By Yogi Friski 1 N. Ira Sari 2 and Suparmi 2 ABSTRACT

The Study of Catfish (Pangasius hypophthalmus) Freshness by Handling with Different Systems By Yogi Friski 1 N. Ira Sari 2 and Suparmi 2 ABSTRACT The Study of Catfish (Pangasius hypophthalmus) Freshness by Handling with Different Systems By Yogi Friski 1 N. Ira Sari 2 and Suparmi 2 ABSTRACT The objective of this research was to determine the differences

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar

Lebih terperinci