SKRIPSI PEMILIHAN BAHAN PENGAWET YANG SESUAI PADA PRODUK TAHU PUTIH SIGIT JAYA SAPUTRA F

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SKRIPSI PEMILIHAN BAHAN PENGAWET YANG SESUAI PADA PRODUK TAHU PUTIH SIGIT JAYA SAPUTRA F"

Transkripsi

1 SKRIPSI PEMILIHAN BAHAN PENGAWET YANG SESUAI PADA PRODUK TAHU PUTIH SIGIT JAYA SAPUTRA F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 1

2 PEMILIHAN BAHAN PENGAWET YANG SESUAI PADA PRODUK TAHU PUTIH SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : SIGIT JAYA SAPUTRA F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2

3 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN PEMILIHAN BAHAN PENGAWET YANG SESUAI PADA PRODUK TAHU PUTIH SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh SIGIT JAYA SAPUTRA F Dilahirkan pada tanggal 08 Oktober 1983 Di Bekasi Tanggal lulus : Menyetujui, Bogor, Februari 2006 Dr. Ir. Slamet Budijanto, M.Agr Dosen Pembimbing Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc Ketua Departemen ITP 3

4 Sigit Jaya Saputra. F Pemilihan Bahan Pengawet yang Sesuai pada Produk Tahu Putih. Di bawah bimbingan. Slamet Budijanto RINGKASAN Tahu merupakan salah satu bahan makanan yang mempunyai nilai gizi tinggi, terutama karena mutu protein dan daya cernanya yang tinggi. Akan tetapi tahu termasuk bahan pangan yang mudah rusak sehingga digolongkan dalam High Perisable Food. Berbagai upaya telah dilakukan untuk memperpanjang umur simpan tahu. Salah satu cara yang diterapkan adalah dengan merebus atau merendam tahu dalam air, dan mengusahakan tahu tetap dalam keadaan basah atau berair selama operasi penjualan. Upaya lain yang lebih banyak diterapkan oleh produsen maupun pengecer tahu ialah penggunaan bahan tambahan yang ilegal, seperti formalin. Penelitian ini bertujuan untuk mencari pengawet yang tepat bagi produk tahu dalam rangka menggantikan formalin sebagai bahan pengawet pangan. Selain itu pula ditentukan konsentrasi yang tepat sehingga dapat memperpanjang umur simpan tahu dengan target 3 hari (72 jam). Pada awal penelitian dilakukan seleksi terhadap pengawet yang akan digunakan dalam proses pengawetan tahu. Dari tahap seleksi awal pengawet didapat hasil bahwa hanya pengawet metil paraben, asam benzoat dan kalium sorbat yang mampu mempertahankan tahu dari kerusakan hingga mendekati 72 jam. Ketiga pengawet ini kemudian digunakan untuk mengawetkan tahu dengan konsentrasi 600 ppm, 800 ppm dan 1000 ppm. Pengawetan tahu dilakukan dengan cara tahu putih yang berukuran 4 x 4 x 2 cm3 dengan bobot ± 35 gram direndam dalam 150 ml larutan pengawet yang telah ditempatkan dalam gelas plastik. Analisis dilakukan selama dan setelah pengawetan yang meliputi analisis mikrobiologi (TPC), kimia (ph), dan organoleptik (hedonik dan different from control). Analisis mikrobiologi dan analisis ph dilakukan pada jam ke-0, 24, 48 dan 72 dengan dua kali ulangan. Sedangkan analisis organoleptik dilakukan setelah pengawetan selesai (72 jam) dengan menggunakan sampel tahu terbaik hasil analisis mikrobiologi dan analisis ph. Berdasarkan analisis mikrobiologi dengan disertai pengujian statistika, didapat bahwa pengawet asam benzoat 1000 ppm dan metil paraben 1000 ppm dapat mereduksi pertumbuhan mikroba hingga jam ke-72. Namun dengan pertimbangan ekonomis penggunaan asam benzoat 1000 ppm lebih direkomendasikan. Nilai TPC untuk tahu putih dengan asam benzoat 1000 ppm pada jam ke-72 adalah 4.1 x 10 5 cfu/g. Berdasarkan analisis ph dengan disertai pengujian statistika, didapat bahwa pengawet asam benzoat 1000 ppm dan metil paraben 1000 ppm dapat menghambat peningkatan ph tahu putih hingga 72 jam. Namun dengan pertimbangan ekonomis penggunaan asam benzoat 1000 ppm lebih direkomendasikan. Nilai ph untuk tahu putih dengan asam benzoat 1000 ppm pada jam ke-72 adalah 4.35 Berdasarkan analisis organoleptik didapat bahwa tahu putih dengan pengawet asam benzoat 1000 ppm lebih disukai panelis. Hal ini terlihat dari hasil uji hedonik untuk parameter aroma dan tekstur, dimana panelis lebih menyukai tahu putih dengan pengawet asam benzoat 1000 ppm. Sedangkan untuk parameter 4

5 warna dan uji different from control panelis secara umum menyukai tahu putih yang telah mengalami proses pengawetan. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pengawet asam benzoat dengan konsentrasi 1000 ppm memberikan hasil terbaik dalam mempertahankan umur simpan tahu putih selama 3 hari (72 jam). Hasil yang didapat ini diharapkan dapat mengurangi dan menggantikan penggunaan pengawet yang dilarang pada produk tahu putih. Untuk memperoleh tahu putih yang mempunyai umur simpan yang lama, selain penggunaan bahan pengawet pangan yang tepat perlu diperhatikan juga aspek sanitasi dalam proses pembuatan tahu putih. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memperpanjang umur simpan tahu putih menggunakan bahan pengawet pangan dengan metode yang lain. 5

6 KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil alamin. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala Karunia, Hidayah dan Rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitiannya yang berjudul Pemilihan Bahan Pengawet yang Sesuai pada Produk Tahu Putih. Dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis tidak terlepas dari bantuan dan doa dari berbagai pihak. Semoga Allah SWT membalas budi baik pihak-pihak yang senantiasa membimbing, membantu dan mendoakan penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsinya. Amin yaa rabbal alamin. Perkenankanlah penulis untuk mengucapkan ucapan terima kasih kepada : 1. Bapak dan Mamah, atas kasih sayang, doa, dorongan dan kesabaran yang tanpa batas kepada penulis selama menempuh pendidikan. 2. Dr. Ir. Slamet Budijanto, M.Agr., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama perkuliahan, penelitian, dan penyusunan skripsi ini. 3. Dian Herawati, STP dan Antung Sima F., STP yang telah bersedia menjadi dosen penguji. 4. Keluarga tercinta; Mbak Endah, Mas Budi dan Safa atas doa, dorongan yang diberikan. 5. Dedeh Komariah, atas segala bantuan, dukunganmu dan kebersamaan yang indah selama ini. 6. Almira Rahmah Anggraini, Prista Vitali dan Fitria Kurniasih untuk kenangan yang pernah ada. 7. Ir. Soesarsono Wijandi, Msc. (alm) dan keluaraga atas segala bantuan dan dukungan selama ini. 8. Keluarga besar Soka 12, Kang Budi, Chamdani, Lilik, Wahono, Anto, dan Ono. 9. Kelompok C2, Maya, Nandang, Via dan Imam senang bekerja bersama kalian. 10. Sidiq, Yulin, Manong dan keluarga yang banyak membantu dalam penulisan skripsi ini. 6

7 11. Teman-teman sebimbingan, Otem, Erik, Unyil, Pungki, Abah, Idhuy, Niko, Mbak Ambar, Maul, Abud, Malvin, Indri, Rahmat, Boss, Didin, Fahrul, Yoga, Christina, Dini, Rucitra, Irma dan Andal. 12. Rekan-rekan TPG 38 (Engkus, Bangun, Ibot, Acang, Ade, Fajri, Jalu, Anwar, ST, Daniel, Pitoy, Vica, Hans, Armi, Hesty, Bobby), TPG 37 (Acuy, Zuki, Tado, Ami dkk), TPG 36 (Gemi, Kheri, Fera), TPG 39 (Ajeng, Ulik, Deddy, Dadik, Tante, Ibu, Tissa dkk). 13. Teman-teman di lab, Derry, Intan, Sofyan, Bule, Umi, Vivin, Itin, Sanjung, Tantri, Mimi, Putri, Novi, Manda, Inggrid, Astri, Hendry, Phay, Fanny, Irus, Okta, Wanda, Wulan, Meli, Nia, Anita, Hadi, Lukman, Udin, Jamil. 14. Seluruh Staf, Laboran dan Teknisi TPG, Pak Koko, Pak Sidik, Pak Sobirin, Pak Wahid, Pak Gatot, Pak Solihin, Pak Yahya, Bu Rubiyah, Pak Rojak, Mas Edi, Teh Ida. 15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan teknologi, khususnya di bidang teknologi pangan. Bogor, Januari 2006 Penulis 7

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bekasi, Jawa Barat pada tanggal 08 Oktober 1983 anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Supratiknyo dan Ibu Sri Paryanti. Penulis memiliki seorang kakak perempuan, Endah Wijayanti. Penulis memulai pendidikan pada tahun di TK PERKASA Jakarta Timur. Pada tahun , di Sekolah Dasar Negeri Jatinegara 02, Jakarta Timur. Pada tahun 1995 melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama 90 Jakarta dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum Negeri 36 Jakarta dan lulus pada tahun Pada tahun 2001 penulis diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Selain mengikuti kegiatan perkuliahan penulis juga aktif di berbagai organisasi seperti BEM FATETA dan HIMITEPA. Penulis juga aktif diberbagai kepanitiaan seperti panitia PERDANA PPAMB-IPB 2002, SMILE-F 2002, SPIRIT-F 2003, BAUR 2003, Olimpiade Mahasiswa IPB 2003, LCTIP XI, GELORA-F 2004 dan sebagainya. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Teknologi Penyimpanan Pangan, Teknologi Pengemasan Pangan, Analisis Pangan dan Evaluasi Nilai Biologis Pangan. Terakhir penulis melaksanakan kegiatan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, dengan judul Pemilihan Bahan Pengawet yang Sesuai pada Produk Tahu Putih, dibawah bimbingan Slamet Budijanto. 8

9 DAFTAR ISI Halaman KATAPENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix I PENDAHULUAN... A. LATAR BELAKANG... B. TUJUAN PENELITIAN II TINJAUAN PUSTAKA... A. TAHU DAN PROSES PENGOLAHANNYA... Tahu... Proses Pengolahan Tahu... Pencucian dan Perendaman... Penggilingan... Pemasakan... Penyaringan dan Ekstraksi Susu Kedelai... Penggumpalan... Pemisahan whey... Pencetakan dan Pengepresan... B. BAHAN PENGAWET... Parabens... Asam Benzoat... Kalium Sorbat... C. KERUSAKAN TAHU III BAHAN DAN METODE... A. BAHAN DAN ALAT... B. METODE PENELITIAN Pemilihan Pengawet Proses Pengawetan

10 2. Analisis... a. Analisis Mikrobiologi... b. Analisis ph... c. Analisis Organoleptik Rancangan Percobaan dan Analisis Data... a. Rancangan Percobaan... b. Analisis Data IV HASIL DAN PEMBAHASAN... A. PEMILIHAN PENGAWET... B. PROSES PENGAWETAN TAHU PUTIH Analisis Mikrobiologi Analisis ph Analisis Organoleptik... a. Warna... b. Aroma... c. Tekstur... d. Uji Different from Control V KESIMPULAN DAN SARAN... A. KESIMPULAN... B. SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

11 DAFTAR TABEL Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5 Tabel 6 Tabel 7 Tabel 8 Tabel 9 Halaman Komposisi kimia dalam 100 gram tahu... 5 Syarat mutu tahu... 5 Pengaruh ph pada penguraian asam benzoat Pengaruh ph pada penguraian asam sorbat Pengawet yang digunakan pada tahu putih dan alasan penggunaan Respon panelis terhadap warna tahu putih yang telah diawetkan Respon panelis terhadap aroma tahu putih yang telah diawetkan Respon panelis terhadap tekstur tahu putih yang telah diawetkan Respon panelis terhadap perbedaan tahu putih yang telah diawetkan dengan kontrol yang tidak diawetkan

12 DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5 Gambar 6 Gambar 7 Gambar 8 Gambar 9 Gambar 10 Gambar 11 Gambar 12 Gambar 13 Gambar 14 Gambar 15 Gambar 16 Gambar 17 Gambar 18 Halaman Skema pembuatan tahu secara umum... 9 Rumus struktur metil paraben dan propil paraben Rumus struktur asam benzoat Rumus struktur kalium sorbat Tahu putih yang direndam pengawet Tahu putih yang telah diawetkan Grafik Total Plate Count (TPC) tahu putih dengan pengawet metil paraben Grafik Total Plate Count (TPC) tahu putih dengan pengawet asam benzoat Grafik Total Plate Count (TPC) tahu putih dengan pengawet kalium sorbat Plot pengaruh lama penyimpanan, jenis pengawet dan konsentrasi pengawet terhadap jumlah mikroba (ln cfu/g) Histogram ph larutan pengawet metil paraben Histogram ph tahu putih dengan pengawet metil paraben Histogram ph larutan pengawet asam benzoat Histogram ph tahu putih dengan pengawet asam benzoat Histogram ph larutan pengawet kalium sorbat Histogram ph tahu putih dengan pengawet kalium sorbat Plot pengaruh jenis pengawet, lama penyimpanan dan konsentrasi pengawet terhadap nilai ph larutan pengawet Plot pengaruh jenis pengawet, lama penyimpanan dan konsentrasi pengawet terhadap nilai ph tahu putih yang direndam larutan pengawet

13 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Lampiran 9 Lampiran 10 Lampiran 11 Lampiran 12 Lampiran 13 Lampiran 14 Lampiran 15 Halaman Hasil analisis TPC tahu putih dengan pengawet metil paraben 600 ppm Hasil analisis TPC tahu putih dengan pengawet metil paraben 800 ppm Hasil analisis TPC tahu putih dengan pengawet metil paraben 1000 ppm Hasil analisis TPC tahu putih dengan pengawet asam benzoat 600 ppm Hasil analisis TPC tahu putih dengan pengawet asam benzoat 800 ppm Hasil analisis TPC tahu putih dengan pengawet asam benzoat 1000 ppm Hasil analisis TPC tahu putih dengan pengawet kalium sorbat 600 ppm Hasil analisis TPC tahu putih dengan pengawet kalium sorbat 800 ppm Hasil analisis TPC tahu putih dengan pengawet kalium sorbat 1000 ppm Uji lanjut lama penyimpanan terhadap jumlah mikroba Uji lanjut jenis pengawet terhadap jumlah mikroba Uji lanjut konsentrasi pengawet terhadap jumlah mikroba 53 Hasil pengukuran ph tahu putih dan larutan dengan pengawet metil paraben Hasil pengukuran ph tahu putih dan larutan dengan pengawet asam benzoat Hasil pengukuran ph tahu putih dan larutan dengan pengawet kalium sorbat

14 Lampiran 16 Lampiran 17 Lampiran 18 Lampiran 19 Lampiran 20 Lampiran 21 Lampiran 22 Lampiran 23 Lampiran 24 Lampiran 25 Lampiran 26 Lampiran 27 Lampiran 28 Lampiran 29 Lampiran 30 Lampiran 31 Uji lanjut jenis pengawet terhadap nilai ph larutan pengawet... Uji lanjut jenis pengawet terhadap nilai ph tahu putih yang direndam pengawet... Uji lanjut lama penyimpanan terhadap nilai ph larutan pengawet... Uji lanjut lama penyimpanan terhadap nilai ph tahu putih yang direndam pengawet... Uji lanjut konsentrasi pengawet terhadap nilai ph larutan pengawet... Uji lanjut konsentrasi pengawet terhadap nilai ph tahu putih yang direndam pengawet... Form kuisioner uji hedonik... Form kuisioner uji different from control... Hasil uji hedonik warna tahu putih... Analisis sidik ragam parameter warna tahu putih... Hasil uji hedonik aroma tahu putih... Analisis sidik ragam parameter aroma tahu putih... Hasil uji hedonik tekstur tahu putih... Analisis sidik ragam parameter tekstur tahu putih... Hasil uji different from control tahu putih... Analisis sidik ragam different from control test

15 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar hidup manusia. Selain lezat dan bergizi tinggi, pangan yang dikonsumsi harus aman. Karena itu, untuk menghindarkan masyarakat dari jenis pangan yang tidak aman dikonsumsi atau berbahaya bagi kesehatan perlu diadakan usaha untuk menjamin keamanan pangan. Di negara-negara sedang berkembang termasuk Indonesia, masih dijumpai permasalahan produk pangan yang tidak mematuhi syarat keamanan pangan. Rendahnya kesadaran masyarakat akan keamanan pangan tercermin dari masih banyaknya proses pengolahan dan upaya memperpanjang umur simpannya yang tidak sesuai. Salah satu contohnya adalah proses memperpanjang umur simpan pada produk tahu putih. Tahu merupakan salah satu bahan makanan yang mempunyai nilai gizi tinggi, terutama karena mutu protein dan daya cernanya yang tinggi. Akan tetapi tahu termasuk bahan pangan yang mudah rusak sehingga digolongkan dalam High Perisable Food. Penyebab utama kerusakan tahu adalah sebagai akibat dari aktivitas mikroorganisme, terutama golongan bakteri yang mengkontaminasi selama proses pembuatan, penyimpanan dan distribusi pemasarannya. Jenis tahu yang paling mudah mengalami kerusakan ialah tahu putih. Hal ini disebabkan karena selama dan setelah pengolahan tidak ada proses termal tambahan seperti yang dilakukan pada jenis tahu lainnya. Proses termal tambahan ini dapat berupa perebusan tahu dengan kunyit dan garam (tahu kuning), perebusan kedelai sebelum digiling (tahu cina) dan sterilisasi (tahu sutra). Berbagai upaya telah dilakukan untuk memperpanjang umur simpan tahu. Salah satu cara yang diterapkan secara luas untuk mempertahankan kesegaran tahu oleh pengusaha dan pengecer tahu di Indonesia adalah dengan merebus atau merendam tahu dalam air, dan mengusahakan tahu tetap dalam keadaan basah atau berair selama operasi penjualan. Meskipun cara ini sudah cukup berhasil mempertahankan kesegaran tahu secara visual terutama selama 15

16 operasi penjualannya, aspek mikrobiologis yang berkaitan dengan keamanan konsumen masih perlu dipertimbangkan, apalagi cara-cara ini sangat tergantung pada mutu mikrobiologi air yang digunakan. Upaya lain yang lebih banyak diterapkan oleh produsen maupun pengecer tahu ialah penggunaan bahan tambahan yang ilegal, seperti formalin. Penggunaan formalin sebagai bahan pengawet untuk bahan pangan adalah satu hal yang sangat membahayakan. Hal ini dikarenakan formalin bukan merupakan bahan tambahan pangan sehingga akan memberikan dampak yang merugikan apabila dikonsumsi oleh tubuh. Penggunaan formalin pada produk tahu sudah berlangsung lama, hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian Mena (1994) yang menunjukkan bahwa tahu yang beredar di pasar tradisional Jakarta, 70% mengandung formalin dengan kadar berkisar antara ppm. Untajana et al. (1996) memberitahukan bahwa hampir semua jenis tahu yang meliputi tahu cina, tahu biasa dan tahu kuning yang dijual di pasar tradisional dan swalayan di kotamadya Bogor juga menggunakan pengawet formalin dengan kandungan tertinggi pada tahu cina yaitu 805 ppb dan terendah 1 ppb terdapat pada tahu kuning. Selain itu di kota Tangerang, dari 20 industri yang diteliti, yang terdiri dari 11 industri tahu kuning dan 9 industri tahu putih diketahui bahwa seluruh tahu mengandung formalin dengan kandungan formalin tertinggi ditemukan pada tahu putih yaitu ppm dan terendah pada tahu kuning dengan hasil 3.79 ppm (Tresniani, 2003). Badan Pengawas Obat dan Makanan mengungkapkan formalin banyak digunakan pada mie basah, tahu, dan ikan. Penelitian Badan POM terhadap 700 sampel produk yang diambil dari Jawa, Sulawesi, dan Lampung pada bulan Desember 2005 menunjukkan bahwa 56% produk itu mengandung formalin (Tempo, 23/12/05). Berdasarkan data diatas, perlu dilakukan usaha mengganti formalin dengan bahan pengawet yang diijinkan. Pengawet tersebut haruslah sesuai dengan karakteristik tahu sebagai bahan pangan yang akan diawetkan. Dengan demikian diharapkan penggunaan formalin sebagai pengawet tahu dapat dihindari dan digantikan dengan pengawet lain yang diijinkan. 16

17 B. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mencari pengawet yang tepat bagi produk tahu khususnya tahu putih dalam rangka menggantikan formalin sebagai bahan pengawet pangan. Selain itu pula ditentukan konsentrasi yang tepat sehingga dapat memperpanjang umur simpan tahu putih dengan target 3 hari (72 jam). 17

18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. TAHU DAN PROSES PENGOLAHANNYA 1. Tahu Tahu merupakan produk kedelai nonfermentasi yang disukai dan digemari di Indonesia seperti halnya tempe, kecap dan tauco. Tahu adalah salah satu produk olahan kedelai yang berasal dari daratan Cina. Pembuatan tahu dan susu kedelai ditemukan oleh Liu An pada zaman pemerintahan Dinasti Han, kira-kira 164 tahun sebelum Masehi (Shurtleff dan Aoyagi, 1975). Kata tahu berasal dari bahasa Cina yaitu tao-hu, teu-hu/tokwa. Kata tao/teu berarti kacang untuk membuat tahu, orang menggunakan kacang kedelai kuning (putih) yang disebut wong-teu (wong = kuning). Hu/kwa itu artinya rusak, lumat, hancur menjadi bubur. Kedua istilah itu digabungkan menjadi tahu. Pengertian tahu adalah makanan yang terbuat dari kedelai yang dilumatkan atau dihancurkan menjadi bubur (Kastyanto, 1999). Tahu adalah suatu produk makanan berupa padatan lunak yang dibuat melalui proses pengolahan kedelai (Glycine species) dengan cara pengendapan proteinnya, dengan atau tidak ditambah bahan lain yang diizinkan (SNI, 1998). Sedangkan menurut Shurtleff dan Aoyagi (1975), tahu adalah gumpalan protein dari susu kedelai yang telah dipisahkan dari bagian yang tidak menggumpal (whey) dengan cara pengepresan. Tahu terdiri dari berbagai jenis, yaitu tahu putih, tahu kuning, tahu sutra, tahu cina, tahu keras, dan tahu kori (Sarwono dan Saragih, 2004). Perbedaan dari berbagai jenis tahu tersebut ialah pada proses pengolahannya dan jenis penggumpal yang digunakan. Komposisi zat gizi dalam tahu cukup baik. Tahu mempunyai kadar protein sebesar 8-12%, sedangkan mutu proteinnya yang dinyatakan sebagai NPU sebesar 65% (Shurtleff dan Aoyagi, 1975). Tahu juga mempunyai daya cerna yang sangat tinggi karena serat dan karbohidrat yang bersifat 18

19 larut dalam air sebagian besar terbuang pada proses pembuatannya. Dengan daya cerna sekitar 95%, tahu dapat dikonsumsi dengan aman oleh semua golongan umur dari bayi hingga orang dewasa, termasuk orang yang mengalami gangguan pencernaan (Shurtleff dan Aoyagi, 1975). Komposisi kimia pada tahu dapat dilihat pada Tabel 1., sedangkan syarat mutu tahu berdasarkan Standar Industri Indonesia SII No dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 1. Komposisi kimia dalam 100 gram tahu * Komposisi Satuan Jumlah Energi Air Protein Lemak Karbohidrat Kalsium Fosfor Besi Vitamin B1 Kal g g g g mg mg mg mg * Direktorat Gizi, Depkes RI (1981) Tabel 2. Syarat mutu tahu* No. Jenis uji Keadaan : Bau Rasa Warna Penampakan Abu Protein (N x 6.25) Lemak Serat kasar Bahan tambahan makanan Cemaran mikroba : Angka lempeng Total E. coli Salmonella Persyaratan Normal Normal Putih normal atau kuning normal Normal tidak berlendir dan tidak berjamur Maks. 1.0 % (b/b) Min 9.0 % (b/b) Min 0.5 % (b/b) Maks 0.1 % (b/b) Sesuai SNI dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/MenKes/Per/IX/1988 Maks. 1.0 x 10 6 (koloni/g) Negatif /25 g (APM/g) Negatif (/25g) * SII (1990) 19

20 2. Proses Pengolahan Tahu Pembuatan tahu dibagi menjadi dua bagian utama, yaitu (1) pembuatan susu kedelai dan (2) koagulasi atau penggumpalan protein susu kedelai sehingga dihasilkan curd yang kemudian dipres dan dicetak menjadi tahu (Shurtleff dan Aoyagi, 1979). Diagram pembuatan tahu dapat dilihat pada Gambar 1. Berikut ini dijelaskan tahapan proses pembuatan tahu. a. Pencucian dan Perendaman Kedelai dicuci berulang kali dengan menggunakan air bersih untuk menghilangkan debu dan kotoran dari kacang kedelai. Proses selanjutnya dilakukan perendaman yang bertujuan untuk melunakkan struktur selulernya sehingga mempermudah dan mempercepat penggilingan. Biasanya kedelai direndam dalam air sebanyak 3 kali beratnya sampai bobotnya menjadi sekitar 2.2 kali bobot kedelai kering. Lama perendaman kedelai antara 8-12 jam (Shurtleff dan Aoyagi, 1979). b. Penggilingan Kedelai yang telah bersih dan ditiriskan lalu digiling dengan disertai penambahan air kira-kira 1-1,5 kali berat kedelai basah (berat setelah direndam). Tujuan penggilingan adalah untuk memperkecil ukuran partikel sehingga dapat mengurangi waktu pemasakan dan memberikan fasilitas untuk melakukan ekstraksi susu kedelai (Shurtleff dan Aoyagi, 1979). c. Pemasakan Kedelai yang telah digiling kemudian dimasak. Menurut Shurtleff dan Aoyagi (1979), pemasakan ini dimaksudkan untuk menginaktifasi trypsin inhibitor, meningkatkan nilai gizi dan kualitas kedelai, mengurangi rasa mentah dan beany pada susu kedelai, menambah keawetan produk akhir, dan merubah sifat protein kacang 20

21 kedelai sehingga mudah dikoagulasikan. Pemasakan dilakukan pada suhu 100 o C selama menit (Sarwono dan Saragih, 2004). Pada saat pemasakan bubur kedelai ditambahkan air untuk memperoleh rendemen yang baik. Penggunaan jumlah air dalam pemasakan perlu diperhatikan, dimana air yang terlalu sedikit akan menyebabkan sari kedelai yang terekstrak juga sedikit, sedangkan air yang terlalu banyak akan membuat energi dan waktu untuk ekstraksi sari kedelai semakin besar. Perbandingan berat kedelai kering dan air yang baik adalah sebesar 1:10 (Shurtleff dan Aoyagi, 1979). Selama proses pemasakan dilakukan pengadukan secara kontinyu untuk mencegah terjadinya kegosongan. d. Penyaringan dan Ekstraksi Susu Kedelai Bubur kedelai disaring dengan penyaring yang umum digunakan oleh pengusaha tahu, yaitu penyaring kain blacu berwarna putih. Hasil penyaringan ini adalah ekstrak susu kedelai, sedangkan ampas akan tertinggal dalam kain penyaring. Untuk mendapatkan sari kedelai yang lebih banyak, ampas dapat dicuci kemudian disaring kembali. e. Penggumpalan Setelah penyaringan adalah pengendapan susu kedelai dengan menambahkan penggumpal. Proses penggumpalan protein susu kedelai ini merupakan tahapan yang paling menentukan sifat fisik dan organoleptik tahu yakni jenis dan jumlah bahan penggumpal serta suhu susu kedelai pada saat penggumpalan (Shurtleff dan Aoyagi, 1975). Penggumpalan dilakukan pada saat suhu susu kedelai berkisar o C. (Sarwono dan Saragih, 2004). Ada berbagai jenis penggumpal yang biasa digunakan dalam pembuatan tahu. Perbedaan penggumpal akan menghasilkan tahu dengan jenis dan karakteristik yang berbeda. Sebagai contoh, dalam pembuatan tahu putih di Indonesia, pengerajin tahu lebih banyak 21

22 menggunakan air tahu (whey) yang telah didiamkan semalam sebagai penggumpal. Sedangkan untuk pembuatan tahu sutra, biasa digunakan GDL (Glucone Delta Lactone) sebagai penggumpal (Sarwono dan Saragih, 2004). Selama proses penggumpalan perlu pengadukan secara perlahan-lahan dengan arah yang tetap Pengadukan dihentikan jika sudah terbentuk gumpalan. f. Pemisahan whey Setelah gumpalan (curd) terbentuk dilakukan pengendapan hingga gumpalan turun ke bawah. Pengendapan ini bertujuan untuk mempermudah pemisahan cairan dengan curd. Cairan (whey) kemudian dipisahkan dari endapan agar proses pencetakan dapat dilakukan dengan mudah dan tahu yang dihasilkan mempunyai konsistensi yang lebih baik (Sarwono dan Saragih, 2004). g. Pencetakan dan Pengepresan Gumpalan yang terbentuk selanjutnya dicetak dengan memasukkannya ke dalam cetakan yang telah dialasi kain blacu berwarna putih, lalu bagian atas juga ditutup dengan kain serupa, dan papan. Diatas papan selanjutnya diletakkan pemberat hingga air tahu menetes habis dan terbentuklah tahu cetak. 22

23 Kedelai Pencucian dan perendaman Penirisan Penggilingan Pemasakan (100oC, 10 menit) Penyaringan Ekstrak susu kedelai Ampas Bahan penggumpal Penggumpalan Pemisahan cairan Air tahu (whey) Bubur tahu (curd) Pencetakan dan pengepresan Pemotongan Tahu Gambar 1. Skema pembuatan tahu secara umum (Kastyanto, 1999) 23

24 B. BAHAN PENGAWET Zat Aditif bahan pangan menurut Komite Gabungan Ahli FAO (Food and Agriculture Organization) dan WHO (World Health Organization) merupakan suatu substansi bukan gizi yang ditambahkan ke dalam bahan pangan dengan sengaja, yang pada umumnya dalam jumlah kecil, untuk memperbaiki penampakan, cita rasa, tekstur atau sifat-sifat penyimpanannya (Desrosier, 1988). Zat aditif yang banyak digunakan dalam kehidupan seharihari ialah bahan pengawet kimia. Menurut Buckle et al. (1987), bahan-bahan pengawet kimia adalah salah satu kelompok dari sejumlah besar bahan-bahan kimia yang baik ditambahkan dengan sengaja kedalam bahan pangan atau ada dalam bahan pangan sebagai akibat dari perlakuan prapengolahan, pengolahan atau penyimpanan. Pengawet kimia didefenisikan oleh FDA (Food and Drug Administration) sebagai semua bahan kimia yang bila ditambahkan pada pangan cenderung untuk mencegah atau menghambat kerusakan (deteriorasi), tetapi tidak termasuk garam dapur, gula, rempah atau minyak yang diekstrak dari rempah, bahan yang ditambahan pada makanan dengan pemaparan secara langsung terhadap asap kayu atau bahan-bahan kimia yang diaplikasikan untuk kemampuan inseksidal atau herbisidalnya (Desrosier, 1988). Pengawet adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasam, dan peruraian lain terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme (Winarno dan Rahayu, 1994). Bahan tambahan pangan ini biasanya ditambahkan ke dalam pangan yang mudah rusak, atau pangan yang disukai sebagai medium tumbuhnya bakteri atau kapang. Pertumbuhan bakteri dicegah atau dihambat tergantung dari jumlah pengawet yang ditambahkan dan juga ph atau keasaman dari pangan. Pengawet digunakan untuk mencegah atau menghambat kerusakan kimia maupun biologis makanan. Bahan aditif yang digunakan untuk mencegah kerusakan biologis disebut antimikroba (Davidson dan Branen, 1993). Zat anti mikroba adalah senyawa biologis atau kimia yang dapat menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroba (Pelczar dan Reid, 1972). 24

25 Zat anti mikroba dapat bersifat bakterisidal (membunuh bakteri), bakteriostatik (menghambat pertumbuhan bakteri), fungisidal (membunuh kapang), fungistatik (menghambat pertumbuhan kapang), germisidal (menghambat germinasi spora bakteri), dan lain sebagainya (Fardiaz, 1992). Umumnya bahan pengawet yang dipakai dalam bahan makanan hanya bersifat bakteriostatik. Menurut Pelczar dan Reid (1972), mekanisme penghambatan pertumbuhan mikroba oleh senyawa anti mikroba adalah sebagai berikut : (1) merusak dinding sel sehingga menyebabkan lisis dan menghambat sintesis komponen selnya (2) mengganggu permeabilitas membran sitoplasma sehingga terjadi kebocoran zat nutrisi dalam sel (3) denaturasi protein (4) merusak sistem metabolisme dalam sel dengan cara menghambat kerja enzim intraseluler Menurut Frazier dan Westhoff (1988), ada beberapa faktor yang mempengaruhi efektivitas mekanisme senyawa anti mikroba yaitu: (1) jenis, jumlah, umur, dan keadaan mikroba (2) konsentrasi zat anti mikroba (3) suhu dan waktu kontak (4) sifat fisiko kimia substrat seperti ph, kadar air, tegangan permukaan, jenis dan jumlah komponen yang ada dan sebagainya Seleksi penggunaan antimikroba yang tepat tergantung pada beberapa faktor, termasuk zat antimikroba dan zat kimia yang terkandung, komposisi produk pangan, sistem pengawetan selain bahan kimia yang digunakan pada produk, tipe, karateristik dan jumlah mikroorganisme, keamanan antimikroba dan efektivitas biaya penggunaan antimikroba. Bahan pengawet kimia yang digunakan pada penelitian ini adalah parabens, asam benzoat dan kalium sorbat. Berikut akan dijelaskan mengenai sifat dan karakteritik dari ketiga jenis pengawet tersebut. 25

26 1. Parabens Alkil (metil, etil, propil, butil, dan heptil) ester dari asam p- hidroksi benzoat dikenal sebagai paraben. Dibanyak negara, tiga komponen fenolik, metil, propil, dan heptil ester dari asam p- hidroksibenzoat (paraben) diizinkan untuk ditambahkan langsung pada makanan sebagai antimikroba (Davidson, 1993). Paraben bersifat tidak berwarna, tidak berbau (kecuali metil paraben), tidak berasa, relatif tidak higroskopik, dan bukan merupakan komponen volatil (Davidson dan Juneja, 1990). Paraben biasa dipasarkan dalam bentuk bubuk putih (Davidson, 1993). Salah satu bentuk paraben yang banyak dijual di pasaran adalah metil paraben atau lebih dikenal dengan nama dagang nipagin. Nipagin biasa dijual dengan harga cukup mahal yaitu sekitar Rp /kg. Rumus struktur paraben dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Rumus struktur metil paraben (A) dan propil paraben (B) Ester dari asam p-hidroksibenzoat memiliki spektrum aktivitas anti mikroba yang luas. Paraben memiliki nilai pka yang tinggi yaitu sebesar 8.5 (Booth dan Kroll, 1989). Paraben efektif pada kondisi ph asam maupun basa (Davidson dan Juneja, 1990). Menurut Davidson (1993), paraben efektif pada ph 3-8. Dibandingkan dengan kelemahan asam sebagai pengawet, paraben efektif secara signifikan pada konsentrasi yang lebih rendah (Eklund, 1985). Alkil ester dari paraben sebagian besar tidak terdisosiasi sempurna pada kondisi netral (Booth dan Kroll, 1989). Aktivitas penghambatan paraben tidak tergantung pada ph, walaupun beberapa paraben aktivitas penghambat pertumbuhannya meningkat pada ph yang lebih rendah 26

27 (Eklund, 1985). Aktivitasnya semakin tinggi dengan meningkatnya panjang rantai alkil esternya tetapi kelarutannya menurun (Booth dan Kroll, 1989). Menurut Davidson dan Juneja (1990), mekanisme penghambatan mikroba oleh paraben ialah pengaruh yang diberikan pada membran sitoplasma dari mikroba. Paraben mampu menghambat trasport membran dan sistem transport elektron. Paraben juga berpengaruh langsung pada sintesis RNA, DNA dan protein (Eklund, 1985). Penggunaan paraben sebagai tambahan makanan diperbolehkan dengan batas maksimal penambahan 0.1 % (Davidson dan Juneja, 1990). Menurut Departemen Kesehatan RI (1988), kadar penggunaan metil paraben yang diijinkan adalah 0.1 g/kg untuk kecap, minuman ringan, acar ketimun dalam botol, margarin, padatan sari nanas, dan saus tomat. Paraben memiliki bahaya keracunan yang rendah. Paraben dengan cepat dapat dihidrolisis di hati dan ginjal menjadi asam p-hidoksihipurat kemudian diekskresikan melalui urin (Davidson dan Juneja, 1990). Konsumsi paraben berlebih akan menyebabkan penumpukan asam p- hidoksihipurat di hati dan ginjal sehingga kondisinya menjadi asam (Davidson, 1993). 2. Asam Benzoat Asam benzoat dengan rumus empiris C 7 H 6 O 2 merupakan padatan berupa kristal putih yang umum digunakan sebagai antimikroba. Asam benzoat terbentuk secara alami pada kranberri (Desrosier, 1988), cengkeh dan kayu manis (Winarno, 1997). Asam benzoat dan garam-garamnya dan derivat-derivatnya adalah suatu kelompok zat pengawet kimia yang sudah digunakan secara luas dan sering digunakan pada makanan yang asam (Winarno, 1997). Asam benzoat biasa dijual dengan harga yang cukup murah yaitu sekitar Rp /kg. Rumus struktur asam benzoat dapat dilihat pada Gambar 3. 27

28 Gambar 3. Rumus struktur asam benzoat Asam benzoat lebih efektif terhadap kamir dan bakteri daripada kapang dan pada konsentrasi diatas 25 mg/l asam yang tidak terurai akan menghambat pertumbuhan kapang (Buckle et al., 1987). Benzoat efektif pada ph (Winarno, 1997). Menurut Desrosier (1988), benzoat kurang efektif dalam suatu bahan pangan yang mempunyai ph 7.0 dibandingkan dengan bahan pangan asam yang mempunyai ph mendekati 3.0. Asam benzoat banyak beredar dalam bentuk garam-garamnya seperti natrium benzoat, kalium benzoat dan amonium benzoat. Garam natrium dan amonium benzoat dapat digunakan, akan tetapi molekulmolekul asam benzoat itu sendiri yang mempunyai sifat yang mematikan Molekul-molekul yang tidak mengalami disosiasi diduga merupakan komponen yang aktif (Desrosier, 1988). Jumlah komponen asam benzoat yang tidak berdisosiasi ini tergantung pada tingkat ph bahan pangan yang bersangkutan. Pengaruh ph pada penguraian asam benzoat dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Pengaruh ph pada penguraian asam benzoat* ph Asam benzoat yang tidak terurai (%) * (Buckle et al., 1987)

29 Pada umumnya aktivitas germisidal dari asam benzoat meningkat menjadi 10 kali dalam substrat yang mempunyai ph rendah daripada substrat yang mempunyai ph tinggi. Bahkan dalam suatu bahan pangan yang sangat asam daya mematikannya berada pada tingkatan 100 kali lebih efektif daripada dalam bahan pangan yang sedikit alkalis (Desrosier, 1988). Sebagai pengawet pada makanan, ada beberapa keuntungan penggunaan asam benzoat yaitu tidak berwarna dan mudah larut dalam produk. Asam benzoat harus digunakan dengan konsentrasi serendah mungkin untuk menghindari kemungkinan terjadi penyimpangan flavor (off-flavor) pada produk. Kadar penggunaan asam benzoat yang diijinkan adalah 0.1 g/kg untuk makanan lain selain kecap, minuman ringan, acar ketimun dalam botol, margarin, padatan sari nanas, dan saus tomat (Departemen Kesehatan RI, 1988). Sedangkan menurut SNI (1995), untuk makanan yang disebutkan diatas dan makanan lain batas penggunaan maksimum adalah 1 g/kg. Asam benzoat memiliki bahaya keracunan yang rendah karena dalam tubuh manusia sudah ada mekanisme detoksifikasi benzoat. Asam benzoat akan berkonjugasi dengan glisin didalam ginjal membentuk asam hipurat yang kemudian diekskresikan melalui urin (Davidson dan Juneja, 1990). Konsumsi asam benzoat berlebih akan menyebabkan ginjal menjadi asam karena adanya penumpukan asam hipurat (Chipley, 1993) 3. Kalium Sorbat Asam sorbat (trans, trans-2,4-hexadienoic acid) yang memiliki rumus empiris C 6 H 8 O 2 merupakan padatan putih, berbentuk kristal dan berbau agak asam. Menurut Desrosier (1988), asam sorbat termasuk golongan asam lemak rantai panjang yang tidak jenuh yang efektif sebagai agensia fungistatis (menghambat pertumbuhan jamur). Secara komersil asam sorbat tersedia dalam bentuk garamnya termasuk kalsium, natrium dan kalium sorbat. 29

30 Kalium sorbat dengan rumus empiris C 6 H 7 O 2 K merupakan garam kalium dari asam sorbat. Kalium sorbat lebih umum digunakan daripada asam sorbat karena kelarutannya yang lebih tinggi dalam air daripada asam sorbat (Merck Indeks, 1989). Kalium sorbat akan menjadi asam sorbat begitu terlarut dalam air. Kalium sorbat memiliki 74% aktivitas antimikroba asam sorbat sehingga membutuhkan konsentrasi lebih tinggi untuk mencapai hasil yang sama dengan asam sorbat murni. (Sofos dan Busta, 1993). Kalium sorbat biasa dijual dengan harga cukup mahal yaitu sekitar Rp /kg. Rumus struktur kalium sorbat dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Rumus struktur kalium sorbat Secara umum sorbat dapat menghambat mikroba gram positif, gram negatif, katalase positif, katalase negatif, aerobik dan anaerobik, mesofilik dan psikrofilik serta bakteri patogen (Sofos dan Busta, 1993). Pada produk dengan pertumbuhan kapang yang rendah, asam sorbat dapat digunakan sebagai penghambat pertumbuhan kapang (fungistatis), bahkan membunuh kapang (fungisida), tetapi dengan adanya jumlah pertumbuhan kapang yang tinggi, asam sorbat dimetabolisasikan dan tidak memperlihatkan daya hambat (Desrosier, 1988). Mekanisme penghambatan mikroba oleh asam sorbat adalah mencegah kerja enzim dehidrogenase terhadap asam lemak. Struktur α- diena pada asam sorbat dapat mencegah oksidasi asam lemak oleh enzim tersebut (Winarno, 1997). Menurut Sofos dan Busta (1993), penghambatan bakteri oleh sorbat yaitu dengan memperpanjang fase adaptasi (lag phase) pertumbuhan mikroba, dengan pengaruh yang lebih kecil pada laju 30

31 pertumbuhan. Sorbat pada bakteri pembentuk spora mempengaruhi germinasi spora, pertumbuhan dan atau pemisahan sel vegetatif. Jumlah kebutuhan asam sorbat untuk pengawetan suatu produk tergantung dari beberapa faktor termasuk komposisi produk (ph, A w ), jumlah kontaminasi awal, pengemas atau suhu penyimpanan. Sebagai pengawet berbasis asam, asam sorbat dan kalium sorbat lebih baik digunakan dibawah ph 5-6. Kalium sorbat efektif hingga ph 6.5 tetapi efektifitasnya meningkat dengan menurunnya ph (Sofos dan Busta, 1993). Pengaruh ph pada penguraian asam sorbat dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Pengaruh ph pada penguraian asam sorbat* ph Asam sorbat yang tidak terurai (%) * (Buckle et al., 1987) Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/ Menkes/ Per/ IX/ 1988, kalium sorbat digunakan pada sediaan keju olahan dengan batas maksimum 3 g/kg. Sedangkan pada produk keju, margarin, acar ketimun dalam botol, jem dan jeli serta pekatan sari nenas batas maksimum penggunaannya sebesar 1g/kg. Sorbat dapat menyebabkan iritasi kulit pada beberapa orang yang sensitif dengan konsentrasi sekitar 1% dan beberapa yang sangat sensitif mengalami iritasi pada konsentrasi lebih rendah (Sofos dan Busta, 1993). Mengingat rata-rata penggunaan sorbat pada proses pangan adalah 0,1-0,3%, potensi iritasi karena adanya sorbat pada produk komersil sangat kecil (Davidson dan Branen, 1993). 31

32 C. KERUSAKAN TAHU Tahu termasuk bahan pangan yang sangat mudah rusak sehingga dapat digolongkan ke dalam High Perisable Food (Shurtleff dan Aoyagi, 1979). Penyimpanan pada suhu rendah (15 o C) hanya dapat mempertahankan kesegaran tahu 1-2 hari (Dotson et al.,1977). Hasil penelitian Prastawa et al. (1980), menunjukkan bahwa tahu yang dibiarkan pada udara terbuka tanpa perendaman di dalam air hanya bertahan sekitar 10 jam. Secara organoleptik, tanda-tanda yang dapat digunakan untuk mengetahui telah terjadinya kerusakan tahu antara lain adalah permukaan tahu berlendir, tekstur menjadi lunak, kekompakan berkurang, warna dan penampakan tidak cerah, dan kadang-kadang berjamur pada permukaannya (Prastawa et al., 1980). Kerusakan tahu mempunyai kaitan erat dengan aktivitas mikroorganisme. Menurut Frazier dan Westhoff (1978), mikroorganisme penyebab kerusakan pada bahan pangan yang berkadar air tinggi dengan ph sekitar netral terutama adalah golongan bakteri. Shurtleff dan Aoyagi (1979), menyatakan bahwa penyebab utama kerusakan tahu adalah bakteri. Terdapatnya mikroba pada tahu yang baru saja keluar dari proses produksi tidak dapat dihindari, meskipun proses pembuatannya telah dilakukan dengan sanitasi yang baik. Jumlah koloni bakteri sering mencapai per gram (Shurtleff dan Aoyagi,1979). Sehubungan dengan aktivitas bakteri, kerusakan tahu dapat tergantung dari beberapa faktor antara lain : 1) adanya bakteri yang tahan panas seperti golongan termodurik, 2) adanya kontaminan yang mengkontaminasi tahu selama proses pembuatan sampai tahu siap dikonsumsi, 3) suhu penyimpanan, dan 4) adanya enzim tahan panas yang dihasilkan oleh golongan bakteri tertentu (Shurtleff dan Aoyagi, 1979). 32

33 III. BAHAN DAN METODE A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan untuk pengawetan tahu putih dan bahan untuk analisis mikrobiologi, analisis ph dan analisis organoleptik. Bahan yang digunakan dalam pengawetan tahu putih adalah tahu putih yang diperoleh dari pabrik tahu di Cibanteng, metil paraben, kalium sorbat, asam benzoat, natrium benzoat, kalsium propionat, dan air. Bahan yang digunakan untuk analisis adalah media Plate Count Agar (PCA), NaCl, aquades, alkohol 70%, spiritus, dan plastik High Density Polyethylene (HDPE). Alat-alat yang digunakan dibagi menjadi dua bagian yaitu alat untuk pengawetan tahu putih dan alat untuk analisis, baik mikrobiologi, ph dan organoleptik. Alat-alat yang digunakan untuk pengawetan tahu putih adalah gelas plastik, sudip, gelas ukur, dan gelas pengaduk. Sedangkan alat-alat yang digunakan untuk dan analisis adalah timbangan, pisau, sudip, botol semprot, piring kertas, gelas ukur, gelas piala, erlenmeyer, cawan petri, tabung reaksi, pipet mohr, mikro pipet, tips, stomacher, inkubator, otoklaf, oven, bunsen, dan ph-meter. B. METODE PENELITIAN 1. Pemilihan Pengawet dan Proses Pengawetan Pada tahap ini dilakukan eksplorasi berbagai macam pengawet yang diijinkan untuk pangan. Pertimbangan yang dilakukan pada pemilihan pengawet ini antara lain legalitas, spektrum pengawet, faktor ekonomis, dan ketersediaan. Pengawet yang digunakan adalah metil paraben, kalium sorbat, asam benzoat, natrium benzoat dan kalsium propionat. Pada seleksi awal berbagai pengawet tersebut digunakan untuk mengawetkan tahu putih. 33

34 Pengawetan tahu putih dilakukan dengan cara tahu putih yang berukuran 4 x 4 x 2 cm 3 dengan bobot ± 35 gram direndam dalam 150 ml larutan pengawet yang telah ditempatkan dalam gelas plastik. Penggunaan pengawet dilakukan secara tunggal dengan konsentrasi maksimal yang diijinkan yaitu 1000 ppm untuk metil paraben, asam benzoat, natrium benzoat, kalium sorbat dan 3000 ppm untuk kalsium propionat. Pengamatan yang dilakukan adalah pengamatan visual yang meliputi warna larutan, aroma, tekstur tahu putih dan penampakan yang dilakukan secara subjektif. Target umur simpan yang diinginkan ialah 3 hari (72 jam). Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan didapat hasil bahwa hanya pengawet metil paraben, asam benzoat dan kalium sorbat yang mampu mempertahankan tahu putih dari kerusakan hingga mendekati 72 jam. Sedangkan natrium benzoat dan kalsium propionat hanya mampu mempertahankan tahu putih kurang dari 48 jam. Sehingga hanya metil paraben, asam benzoat dan kalium sorbat yang kemudian digunakan lebih lanjut dalam proses pengawetan tahu putih. Pada proses berikutnya ketiga pengawet diatas digunakan untuk analisis. Ketika dilakukan analisis, konsentrasi pengawet yang digunakan adalah 600 ppm, 800 ppm dan 1000 ppm. Penurunan konsentrasi ini dimaksudkan untuk melihat seberapa besar kemampuan pengawet dengan konsentrasi yang lebih rendah dalam mempertahankan tahu putih dari kerusakan. 2. Analisis Analisis yang dilakukan pada tahap ini meliputi analisis mikrobiologi (TPC), kimia (ph), dan organoleptik (hedonik dan different from control). Sampel yang digunakan untuk analisis mikrobiologi dan analisis ph adalah tahu putih yang diawetkan menggunakan metil paraben, asam benzoat dan kalium sorbat dengan konsentrasi 600 ppm, 800 ppm dan 1000 ppm. Kedua analisis ini dilakukan pada jam ke-0, 24, 48 dan 72 dengan dua kali ulangan. Dengan demikian sampel untuk analisis 34

35 mikrobiologi dan analisis ph berjumlah 72. Analisis organoleptik dilakukan setelah pengawetan selesai (72 jam) dengan menggunakan sampel tahu putih terbaik hasil analisis mikrobiologi dan analisis ph. a. Analisis Mikrobiologi (Fardiaz, 1993) Analisis mikrobiologi yang dilakukan yaitu analisis total mikroba. Analisis total mikroba dilakukan dengan metode Total Plate Count (TPC). Sebanyak 10 gram sampel dimasukkan ke dalam plastik tahan panas steril yang berisi 90 ml larutan pengencer steril. Sampel tersebut kemudian dihancurkan dengan menggunakan alat stomacher selama 60 detik sehingga dihasilkan sampel tahu putih dengan pengenceran 1:10. Campuran dikocok, diambil 1 ml kemudian dimasukkan dalam tabung reaksi berisi 9 ml larutan pengencer steril sehingga diperoleh pengenceran Dengan cara yang sama dilakukan pengenceran 10-3, 10-4 dan seterusnya. Dari masing-masing pengenceran diambil 1 ml suspensi sampel secara aseptis dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril. Selanjutnya ditambahkan media Plate Count Agar (PCA) steril (duplo). Setelah media membeku, cawan petri diinkubasi dengan posisi terbalik pada inkubator dengan suhu 37 o C selama 2 hari. Penghitungan total mikroba dilakukan menggunakan metode Standart Plate Count (SPC). b. Analisis ph (AOAC, 1984) Sebelum digunakan, ph meter dikalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan larutan buffer ph 4.0 dan ph 7.0. Sebanyak 10 gram contoh dihaluskan, ditambahkan sedikit aquades dan diaduk sampai merata. Kemudian elektroda ditempatkan dalam sampel sehingga dapat terbaca nilai ph yang diukur. Elektroda diangkat dan dibilas dengan aquades. 35

36 c. Analisis Organoleptik (Soekarto, 1985) Uji organoleptik ini menggunakan 30 orang panelis semi terlatih (mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta, IPB). Uji organoleptik yang digunakan pada penelitian ini ialah uji hedonik dengan parameter warna, aroma dan tekstur, dan uji different from control. Skala yang digunakan pada uji hedonik yaitu : (1) sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3) agak tidak suka, (4) netral, (5) agak suka, (6) suka, dan (7) sangat suka. Untuk uji different from control digunakan 4 sampel yang telah diberi kode. Salah satu sampel yang digunakan merupakan blind control. Keempat sampel ini kemudian dibandingkan dengan kontrol yang telah disediakan. Skala nilai yang digunakan pada uji ini yaitu : (0) sama dengan kontrol, (1) hampir tidak beda, (2) agak tidak beda, (3) agak beda, (4) beda, dan (5) sangat beda. 3. Rancangan Percobaan dan Analisis Data a. Rancangan Percobaan (Mattjik dan Sumertajaya, 2002) Rancangan percobaan adalah suatu uji atau sederetan uji, baik itu menggunakan statistika deskripsi maupun statistika inferensia, yang bertujuan untuk mengubah peubah input menjadi suatu output yang merupakan respon dari percoban tersebut (Mattjik dan Sumertajaya, 2002). Rancangan percobaan yang digunakan untuk analisis mikrobiologi dan analisis ph adalah rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan dua kali ulangan. Model faktorial RAL yang digunakan adalah sebagai berikut : Yijkl i j k ( αβ ) + ( αγ ) + ( βγ ) + ( αβγ ) ε ijkl = μ + α + β + γ + + ij ik jk ijk dengan : Y ijkl = respon lama penyimpanan ke-i dan jenis pengawet ke-j serta konsentrasi ke-k pada ulangan ke-l 36

37 μ α i β j γ k (αβ) ij (αγ) ik (βγ) jk (αβγ) ijk ε ijkl = rataan umum = pengaruh lama penyimpanan ke-i = pengaruh jenis pengawet ke-j = pengaruh konsentrasi ke-k = pengaruh interaksi lama penyimpanan ke-i dan jenis pengawet ke-j = pengaruh interaksi lama penyimpanan ke-i dan konsentrasi ke-k = pengaruh interaksi jenis pengawet ke-j dan konsentrasi ke-k = pengaruh interaksi lama penyimpanan ke-i dan jenis pengawet ke-j serta konsentrasi ke-k = galat percobaan untuk lama penyimpanan ke-i dan jenis pengawet ke-j serta konsentrasi ke-k pada ulangan ke-l b. Analisis Data Analisis data digunakan untuk mengubah data awal menjadi suatu informasi yang mempunyai makna dan dapat dimengerti dengan jelas. Analisis data pada penelitian ini menggunakan program statistika Minitab 14.0 dan SPSS Data dari analisis mikrobiologi dan analisis ph diolah menggunakan Minitab 14.0 dengan uji lanjut Duncan untuk analisis mikrobiologi dan uji lanjut Tukey HSD untuk analisis ph. Sedangkan data dari analisis organoleptik diolah menggunakan SPSS 12.0 secara ANOVA dengan uji lanjut Duncan untuk uji hedonik dan uji lanjut Dunnett untuk uji different from control. 37

38 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PEMILIHAN PENGAWET Salah satu upaya dalam memperpanjang umur simpan dari produk pangan adalah dengan memepergunakan bahan pengawet. Ada beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan dalam pemilihan pengawet ini. Menurut Alcamo (1983), syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh bahan pengawet kimia antara lain ekonomis, aman, mempunyai spektrum ph yang luas, dan tidak menurunkan kualitas makanan. Berdasarkan kriteria diatas, dipilih metil paraben, asam benzoat dan kalium sorbat sebagai pengawet yang digunakan untuk memperpanjang umur simpan tahu putih. Secara spesifik, alasan penggunaan pengawet diatas dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Pengawet yang digunakan pada tahu putih dan alasan penggunaan Pengawet yang digunakan Alasan penggunaan Metil Paraben Memiliki spektrum aktivitas anti mikroba yang luas dengan nilai pka sebesar 8.5 dan efektif pada kondisi ph asam maupun basa. Cocok digunakan untuk produk tahu putih yang phnya relatif asam. Asam Benzoat Ekonomis, sangat efektif digunakan pada ph rendah, dan mempunyai aktivitas penghambatan terhadap bakteri, dimana tahu putih memiliki ph relatif rendah dan kerusakannya disebabkan oleh golongan bakteri. Kalium Sorbat Mudah diperoleh. dan mempunyai aktivitas penghambatan terhadap berbagai jenis bakteri dimana penyebab utama kerusakan tahu adalah bakteri. B. PROSES PENGAWETAN TAHU PUTIH 38

39 Pengawet yang telah dipilih selanjutnya diaplikasikan dalam proses pengawetan tahu putih secara tunggal dengan konsentrasi yang berbeda. Konsentrasi yang digunakan yaitu 600 ppm, 800 ppm dan 1000 ppm. Cara pengawetan tahu putih yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan merendam tahu putih dengan bobot ± 35 gram ke dalam 150 ml larutan berbagai pengawet sebagaimana disebutkan di atas (Gambar 5). Tahu putih yang direndam dalam larutan pengawet tersebut kemudian disimpan pada suhu ruang selama 72 jam. Tahu putih yang telah diawetkan seperti terlihat pada Gambar 6. Gambar 5. Tahu putih yang direndam pengawet Gambar 6. Tahu putih yang telah diawetkan Selama dan setelah pengawetan dilakukan pengamatan dan pengujian untuk melihat perbedaan yang terjadi pada sampel tahu putih. Pengamatan dan pengujian yang dilakukan terdiri dari analisis mikrobiologi, analisis ph dan analisis organoleptik. Analisis mikrobiologi dan analisis ph dilakukan pada jam ke-0, 24, 48 dan 72, sedangkan 39

SKRIPSI PEMILIHAN BAHAN PENGAWET YANG SESUAI PADA PRODUK TAHU PUTIH SIGIT JAYA SAPUTRA F

SKRIPSI PEMILIHAN BAHAN PENGAWET YANG SESUAI PADA PRODUK TAHU PUTIH SIGIT JAYA SAPUTRA F SKRIPSI PEMILIHAN BAHAN PENGAWET YANG SESUAI PADA PRODUK TAHU PUTIH SIGIT JAYA SAPUTRA F24101071 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 1 PEMILIHAN BAHAN PENGAWET YANG SESUAI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. TAHU Tahu merupakan produk kedelai non-fermentasi yang disukai dan digemari di Indonesia seperti halnya tempe, kecap, dan tauco. Tahu adalah salah satu produk olahan kedelai yang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu (uji kimia dan mikrobiologi) dan di bagian Teknologi Hasil Ternak (uji organoleptik), Departemen Ilmu Produksi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tahu merupakan makanan yang biasa dikonsumsi bukan hanya oleh masyarakat Indonesia tetapi juga masyarakat Asia lainnya. Masyarakat Indonesia sudah sangat lama mengkonsumsi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

SKRIPSI IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI AYAM TIREN. Oleh : Ajeng Rucitra Nareswari F

SKRIPSI IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI AYAM TIREN. Oleh : Ajeng Rucitra Nareswari F SKRIPSI IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI AYAM TIREN Oleh : Ajeng Rucitra Nareswari F24102044 2006 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN BOGOR INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 54

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai dengan Januari

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai dengan Januari 32 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai dengan Januari 2015 di Laboratorium Teknologi Pakan dan Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Universitas Diponegoro, Semarang.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian uji organoleptik dilaksanakan di kampus Universitas Negeri Gorontalo,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian uji organoleptik dilaksanakan di kampus Universitas Negeri Gorontalo, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini diaksanakan dari bulan Oktober sampai dengan Desember 2012. Penelitian uji organoleptik dilaksanakan di kampus Universitas Negeri

Lebih terperinci

PENETAPAN NATRIUM BENZOAT Laporan Praktikum Kimia Pangan

PENETAPAN NATRIUM BENZOAT Laporan Praktikum Kimia Pangan PENETAPAN NATRIUM BENZOAT Laporan Praktikum Kimia Pangan Kelompok 3 Ade Juwita (109096000012) Chitta Putri Noviani (109096000007) Galuh Ilmia Cahyaningtyas (109096000011) Hafiz Akhyar (109096000034) Rahmawati

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Kata Kunci :Ronto, jumlah mikroba, kadar air, kadar garam

Kata Kunci :Ronto, jumlah mikroba, kadar air, kadar garam HUBUNGAN ANTARA KADAR GARAM DAN KADAR AIR TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROBA PADA MAKANAN TRADISIONAL RONTO DARI KOTABARU KALIMANTAN SELATAN Meiliana Sho etanto Fakultas Farmasi Meilianachen110594@gmail.com

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN CENGKEH (Syzygium aromaticum) DAN KAYU MANIS (Cinnamomum sp.) SEBAGAI PENGAWET ALAMI TERHADAP DAYA SIMPAN ROTI MANIS

PENGARUH PENGGUNAAN CENGKEH (Syzygium aromaticum) DAN KAYU MANIS (Cinnamomum sp.) SEBAGAI PENGAWET ALAMI TERHADAP DAYA SIMPAN ROTI MANIS 1 PENGARUH PENGGUNAAN CENGKEH (Syzygium aromaticum) DAN KAYU MANIS (Cinnamomum sp.) SEBAGAI PENGAWET ALAMI TERHADAP DAYA SIMPAN ROTI MANIS RATNA WEDHANINGSIH RULLYLA KUSUMA PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan Jurusan Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan Jurusan Teknologi III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan Jurusan Teknologi Pangan Politeknik Negeri Lampung dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Pertanian,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN PELAKSANAAN Penelitian ini dilaksanaan pada bulan Februarisampai Mei 2011 di Laboratorium Teknik Kimia, dan Laboratorium Pengawasan Mutu Departemen Teknologi Industri

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah rempah basah (bawang putih, bawang merah, lengkuas, kunyit, dan jahe) serta rempah kering (kemiri, merica,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi, yang mampu menyumbangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai

I. PENDAHULUAN. Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan minuman sari buah atau nektar, produk roti, susu, permen, selai dan jeli

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Bagian Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2016 hingga Februari tahun

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2016 hingga Februari tahun BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2016 hingga Februari tahun 2017 diawali dengan persiapan ekstrak pegagan di Laboratorium Terpadu Universitas Diponegoro. Formulasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP)

BAB III METODE PENELITIAN. Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2013 di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan merupakan hasil olahan dari kacang kedelai yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan merupakan hasil olahan dari kacang kedelai yang kaya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tahu adalah salah satu jenis makanan yang banyak digemari masyarakat Indonesia dan merupakan hasil olahan dari kacang kedelai yang kaya akan protein. Karena itu, tahu

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGARUH KONSENTRASI FORMALIN TERHADAP KEAWETAN BAKSO DAN CARA PENGOLAHAN BAKSO TERHADAP RESIDU FORMALINNYA. Oleh: TEDDY F

SKRIPSI PENGARUH KONSENTRASI FORMALIN TERHADAP KEAWETAN BAKSO DAN CARA PENGOLAHAN BAKSO TERHADAP RESIDU FORMALINNYA. Oleh: TEDDY F SKRIPSI PENGARUH KONSENTRASI FORMALIN TERHADAP KEAWETAN BAKSO DAN CARA PENGOLAHAN BAKSO TERHADAP RESIDU FORMALINNYA Oleh: TEDDY F24103118 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan November Desember 2016 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan November Desember 2016 di 13 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Materi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan November Desember 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan untuk pembuatan produk, menguji total bakteri asam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya merupakan hak azasi setiap warga masyarakat sehingga harus tersedia dalam jumlah yang cukup, aman, bermutu,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen, Departemen Pertanian, Cimanggu, Bogor. Waktu

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra 240210080133 BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra 240210080133 BAB VI PEMBAHASAN BAB VI PEMBAHASAN Pada praktikum ini membahas mengenai Kurva Pertumbuhan Mikroorganisme Selama Proses Aging Keju. Keju terbuat dari bahan baku susu, baik susu sapi, kambing, atau kerbau. Proses pembuatannya

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai penambahan starter ekstrak nanas dengan level berbeda

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai penambahan starter ekstrak nanas dengan level berbeda 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai penambahan starter ekstrak nanas dengan level berbeda pada pollard terhadap kandungan total bakteri, Gram positif/negatif dan bakteri asam laktat telah

Lebih terperinci

bengkuang (Pachyrrhizus erosus) dan buah pisang yang sudah matang (Musa paradisiaca) yang diperoleh dari petani yang ada di Gedong Tataan dan starter

bengkuang (Pachyrrhizus erosus) dan buah pisang yang sudah matang (Musa paradisiaca) yang diperoleh dari petani yang ada di Gedong Tataan dan starter 1 III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Pembinaan dan

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Pembinaan dan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Provinsi Gorontalo. Waktu penelitian dilaksanakan pada

Lebih terperinci

METODE Lokasi dan Waktu Materi Rancangan Percobaan Analisis Data

METODE Lokasi dan Waktu Materi Rancangan Percobaan Analisis Data METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Produksi Ternak Ruminansia Besar, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan dan Laboratorium Seafast, Pusat

Lebih terperinci

SKRIPSI. PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlect.) DAN GARAM DAPUR (NaCl) TERHADAP MUTU SIMPAN MI BASAH MATANG

SKRIPSI. PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlect.) DAN GARAM DAPUR (NaCl) TERHADAP MUTU SIMPAN MI BASAH MATANG SKRIPSI PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlect.) DAN GARAM DAPUR (NaCl) TERHADAP MUTU SIMPAN MI BASAH MATANG Oleh : Arie Norman Riandi F24103091 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

OLEH: YULFINA HAYATI

OLEH: YULFINA HAYATI PENGOLAHAN HASIL KEDELAI (Glycine max) OLEH: YULFINA HAYATI PENDAHULUAN Dalam usaha budidaya tanaman pangan dan tanaman perdagangan, kegiatan penanganan dan pengelolaan tanaman sangat penting diperhatikan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di Kelurahan Gunung Sulah Kecamatan Sukarame Bandar Lampung, Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

BAB III METODE PENELITIAN. dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2013 di Laboratorium Patologi, Entomologi, dan Mikrobiologi Fakultas Pertanian dan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi azeotropik kontinyu dengan menggunakan pelarut non polar.

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang populasi bakteri dan keberadaan bakteri gram pada

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang populasi bakteri dan keberadaan bakteri gram pada 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang populasi bakteri dan keberadaan bakteri gram pada pellet calf starter dengan penambahan bakteri asam laktat dari limbah kubis terfermentasi telah dilaksanakan

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. ayam broiler berumur hari dengan bobot badan 1,0-1,3 kg. berasal dari pedagang sayur pasar Cileunyi.

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. ayam broiler berumur hari dengan bobot badan 1,0-1,3 kg. berasal dari pedagang sayur pasar Cileunyi. 1 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Peralatan Penelitian 3.1.1. Bahan Penelitian 1. Karkas ayam broiler yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari ayam broiler berumur 23-28 hari dengan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 16 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu mulai april 2011 sampai dengan juni 2011 di Kampus IPB Dramaga Bogor. Penelitian ini dilaksanakan di

Lebih terperinci

METODE. Bahan dan Alat

METODE. Bahan dan Alat 22 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai bulan September sampai November 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan serta Laboratorium

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahan pangan mudah mengalami kerusakan yang disebabkan oleh bakteri

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahan pangan mudah mengalami kerusakan yang disebabkan oleh bakteri BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan pangan mudah mengalami kerusakan yang disebabkan oleh bakteri patogen atau bakteri pembusuk. Kerusakan tersebut dapat diminimalir dengan penambahan bahan yang

Lebih terperinci

SKRIPSI. STUDI PENGGUNAAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum LINN) PADA PENGAWETAN BAKSO DENGAN ASAM ASETAT. Oleh NANDA HADITTAMA F

SKRIPSI. STUDI PENGGUNAAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum LINN) PADA PENGAWETAN BAKSO DENGAN ASAM ASETAT. Oleh NANDA HADITTAMA F SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum LINN) PADA PENGAWETAN BAKSO DENGAN ASAM ASETAT Oleh NANDA HADITTAMA F24050806 2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan November 2011 sampai Januari 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Cisolok, Palabuhanratu, Jawa Barat. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

Kadar air (%) = B 1 B 2 x 100 % B 1

Kadar air (%) = B 1 B 2 x 100 % B 1 LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat dan penurunan mutu produk kopi instan formula a. Kadar air (AOAC, 1995) Penetapan kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven. Prinsip dari metode

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Berbagai jenis makanan dan minuman yang dibuat melalui proses fermentasi telah lama dikenal. Dalam prosesnya, inokulum atau starter berperan penting dalam fermentasi.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan selama 8 bulan yaitu dari bulan Oktober 2011 sampai Mei 2012. Lokasi penelitian di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Laboratorium Terpadu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komposisi senyawanya terdiri dari 40% protein, 18% lemak, dan 17%

BAB I PENDAHULUAN. komposisi senyawanya terdiri dari 40% protein, 18% lemak, dan 17% BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai di Indonesia dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Oktober Januari 2013.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Oktober Januari 2013. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Oktober Januari 2013. Pelaksanaan proses pengeringan dilakukan di Desa Titidu, Kecamatan Kwandang, Kabupaten

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan metode eksperimental menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial. Sampel yang digunakan berjumlah 24, dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian 1) Total bakteri Rancangan penelitian total bakteri menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan waktu penyimpanan selama 0, 3, 6, 9, dan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian Penelitian mengenai Aplikasi Asap Cair dalam Pembuatan Fillet Belut

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian Penelitian mengenai Aplikasi Asap Cair dalam Pembuatan Fillet Belut 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian Penelitian mengenai Aplikasi Asap Cair dalam Pembuatan Fillet Belut Asap dengan Kombinasi Bumbu dilakukan pada bulan Agustus 2009 Januari 2010 yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODA. Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2013 di Laboratorium Teknologi

BAHAN DAN METODA. Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2013 di Laboratorium Teknologi BAHAN DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2013 di Laboratorium Teknologi Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan,, Medan. Bahan dan Alat Penelitian Bahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sampai Desember Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pembinaan

BAB III METODE PENELITIAN. sampai Desember Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pembinaan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama ± 3 bulan dimulai bulan Oktober sampai Desember 2013. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor, faktor pertama terdiri dari 3

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor, faktor pertama terdiri dari 3 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor, faktor pertama terdiri dari 3 perlakuan, sedangkan

Lebih terperinci

ANALISIS CEMARAN MIKROBA PADA KUE BASAH DI PASAR BESAR KOTA PALANGKA RAYA. Susi Novaryatiin, 1 Dewi Sari Mulia

ANALISIS CEMARAN MIKROBA PADA KUE BASAH DI PASAR BESAR KOTA PALANGKA RAYA. Susi Novaryatiin, 1 Dewi Sari Mulia ARTIKEL PENELITIAN ANALISIS CEMARAN MIKROBA PADA KUE BASAH DI PASAR BESAR KOTA PALANGKA RAYA 1 Susi Novaryatiin, 1 Dewi Sari Mulia 1 Dosen Pengajar Program Studi D-III Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Mozzarela dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 di Laboratorium Kimia dan

BAB III MATERI DAN METODE. Mozzarela dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 di Laboratorium Kimia dan 20 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pemanfaatan Susu Sapi,Susu Kerbau Dan Kombinasinya Untuk Optimalisasi Kadar Air, Kadar Lemak Dan Tekstur Keju Mozzarela dilaksanakan pada bulan Oktober

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian bertempat di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian bertempat di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Penelitian Penelitian bertempat di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 3.2 Bahan dan Alat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang dan Laboratorium Kimia Universitas

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENGOVENAN, PERENDAMAN, dan KONSENTRASI ASAM ASETAT TERHADAP MUTU PRODUK dan LIMBAH CAIR PRODUKSI TAHU

PENGARUH LAMA PENGOVENAN, PERENDAMAN, dan KONSENTRASI ASAM ASETAT TERHADAP MUTU PRODUK dan LIMBAH CAIR PRODUKSI TAHU PENGARUH LAMA PENGOVENAN, PERENDAMAN, dan KONSENTRASI ASAM ASETAT TERHADAP MUTU PRODUK dan LIMBAH CAIR PRODUKSI TAHU Emi Erawati 1, Malik Musthofa 2 1 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Warna Dendeng Sapi Warna merupakan salah satu indikator fisik yang dapat mempengaruhi konsumen terhadap penerimaan suatu produk. Derajat warna menunjukkan tingkat warna

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi. Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

1 I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi. Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7) Waktu

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Rangkaian penelitian kualitas selai alpukat ( Persea americana Mill)

BAB III MATERI DAN METODE. Rangkaian penelitian kualitas selai alpukat ( Persea americana Mill) 10 BAB III MATERI DAN METODE Rangkaian penelitian kualitas selai alpukat ( Persea americana Mill) dengan 3 jenis pemanis alami, dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2017 di Laboratorium Kimia dan

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan mulai dari bulan Mei 2012 sampai bulan Agustus 2012. Tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah Laboratorium Percobaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena dapat diolah menjadi berbagai macam menu dan masakan 1.Selain itu,

BAB I PENDAHULUAN. karena dapat diolah menjadi berbagai macam menu dan masakan 1.Selain itu, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tahu merupakan produk makanan olahan kedelai yangbanyak digemari oleh masyarakat Indonesia. Seperti tempe, tahu juga dikenal sebagai makanan rakyat karena harganya

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah saus sambal dan minuman dalam kemasan untuk analisis kualitatif, sedangkan untuk analisis kuantitatif digunakan

Lebih terperinci

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Tahap Awal

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Tahap Awal METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Organoleptik, dan Laboratorium Analisis Kimia Pangan Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan, dan mempunyai laut serta potensi perikanan yang sangat besar. Oleh

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2016 hingga Februari 2017

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2016 hingga Februari 2017 19 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2016 hingga Februari 2017 untuk pengujian TPC di Laboratorium Mikrobiologi PPOMN (Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional), Badan

Lebih terperinci

SKRIPSI STUDI KEAMANAN CABE GILING DI KOTA BOGOR. Oleh : ROSARIA F

SKRIPSI STUDI KEAMANAN CABE GILING DI KOTA BOGOR. Oleh : ROSARIA F SKRIPSI STUDI KEAMANAN CABE GILING DI KOTA BOGOR Oleh : ROSARIA F 24103043 2007 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU Tempat pelaksanaan penelitian adalah di Laboratorium Balai Besar Industri Agro (BBIA) Cikaret, Bogor dan Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Saus Cabai Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang diperoleh dari bahan utama cabai (Capsicum sp) yang matang dan baik, dengan atau tanpa penambahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer di Indonesia. Buah naga mengandung antara lain vitamin C, betakaroten, kalsium,

Lebih terperinci

Atas kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih.

Atas kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih. Lampiran 1. Lembar Uji Hedonik Nama : Usia : Pekerjaan : Pengujian organoleptik dilakukan terhadap warna, aroma, rasa dan kekentalan yoghurt dengan metoda uji kesukaan/hedonik. Skala hedonik yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bakso Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan penambahan bumbu-bumbu dan bahan kimia lain sehingga dihasilkan produk yang strukturnya kompak atau

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 21 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Ubi kayu merupakan salah satu hasil pertanian dengan kandungan karbohidrat yang cukup tinggi sehingga berpotensi sebagai bahan baku pembuatan etanol. Penggunaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tahu Tahu adalah salah satu jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok kedelai dengan jalan memekatkan protein kedelai dan mencetaknya melalui proses pengendapan protein dengan

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi talas segar yang dibeli di Bogor (Pasar Gunung Batu, Jalan Perumahan Taman Yasmin, Pasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh berbagai kalangan. Menurut (Rusdi dkk, 2011) tahu memiliki

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh berbagai kalangan. Menurut (Rusdi dkk, 2011) tahu memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tahu, merupakan salah satu makanan yang digemari oleh hampir semua kalangan masyarakat di Indonesia, selain rasanya yang enak, harganya pun terjangkau oleh

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian akan dilaksanakan pada bulan November 2016 di Laboratorium

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian akan dilaksanakan pada bulan November 2016 di Laboratorium 11 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian akan dilaksanakan pada bulan November 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang. Pengujian yang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan-bahan untuk persiapan bahan, bahan untuk pembuatan tepung nanas dan bahan-bahan analisis. Bahan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun

Lebih terperinci

C. Prosedur Penelitian 1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dimaksudkan untuk mendapatkan yield nata de cassava yang optimal.

C. Prosedur Penelitian 1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dimaksudkan untuk mendapatkan yield nata de cassava yang optimal. BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini adalah penelitan eksperimental. Tempat penelitian adalah Laboratorium Kimia Universitas Katolik Soegijapranoto Semarang dan Laboratorium

Lebih terperinci

Buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan sayuran yang

Buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan sayuran yang TEKNIK PELAKSANAAN PERCOBAAN PENGARUH KONSENTRASI GARAM DAN BLANCHING TERHADAP MUTU ACAR BUNCIS Sri Mulia Astuti 1 Buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan sayuran yang berpotensi ekonomi tinggi karena

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Yijk = μ + Si + Pj + SPij + ε ijk. Keterangan :

METODE PENELITIAN. Yijk = μ + Si + Pj + SPij + ε ijk. Keterangan : METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ternak Ruminansia Besar dan Laboratorium Pusat Antar Universitas (PAU), Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan berdasarkan metode Experimental dengan meneliti

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan berdasarkan metode Experimental dengan meneliti BAB III METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan berdasarkan metode Experimental dengan meneliti variabel bebas yaitu konsentrasi kunyit dan lama penyimpanan nasi kuning, juga variabel terikat yaitu daya

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa, Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium SBRC LPPM IPB dan Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian FATETA IPB mulai bulan September 2010

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE

BAB III MATERI DAN METODE 21 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang. 3.1. Materi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul kadar air, total mikroba dan kesukaan telur

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul kadar air, total mikroba dan kesukaan telur 14 BB III MTERI DN METODE Penelitian dengan judul kadar air, total mikroba dan kesukaan telur homogen dengan penambahan kunyit, gula aren, dan garam selama penyimpanan 6 hari dilaksanakan pada tanggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk memenuhi kebutuhan protein hewani, salah satu bahan pangan asal ternak yang dapat digunakan adalah susu. Susu merupakan bahan makanan yang istimewa bagi manusia

Lebih terperinci