ANALISIS KECUKUPAN RUANG TERBUKA HIJAU MENGGUNAKAN PROGRAM STELLA (STUDI KASUS: SURABAYA PUSAT DAN SELATAN) ADEQUACY ANALYSIS OF GREEN OPEN SPACE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS KECUKUPAN RUANG TERBUKA HIJAU MENGGUNAKAN PROGRAM STELLA (STUDI KASUS: SURABAYA PUSAT DAN SELATAN) ADEQUACY ANALYSIS OF GREEN OPEN SPACE"

Transkripsi

1 ANALISIS KECUKUPAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI PENYERAP EMISI CO 2 DI PERKOTAAN MENGGUNAKAN PROGRAM STELLA (STUDI KASUS: SURABAYA PUSAT DAN SELATAN) ADEQUACY ANALYSIS OF GREEN OPEN SPACE AS CO 2 EMISSION ABSORBER IN URBAN BY USING STELLA PROGRAM (CASE STUDY: CENTRAL AND SOUTH OF SURABAYA) Soegih Ratri Widyanadiari 1), Rahmat Boedisantoso 2) dan Abdu Fadli Assomadi 3) 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Kampus Keputih-Sukolilo, Surabaya Jawa Timur 2, 3 Dosen Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Kampus Keputih-Sukolilo, Surabaya Jawa Timur Abstrak Gas karbon dioksida (CO 2 ) adalah salah satu gas rumah kaca yang berpotensi menyebabkan pemanasan global. Emisi gas tersebut yang berasal dari sisa pembakaran kegiatan transportasi, permukiman, dan industri saat ini cenderung meningkat. Salah satu cara untuk menguranginya adalah dengan memanfaatkan tumbuhan untuk menyerapnya. Dalam penelitian ini dilakukan analisis kecukupan Ruang Terbuka Hijau (RTH) eksisting di Surabaya Pusat dan Selatan dalam menyerap emisi CO 2. Analisis kemampuan penyerapan CO 2 oleh RTH eksisting dilakukan menggunakan simulasi model program Stella. Setelah itu kemampuan RTH dalam menyerap CO 2 setelah direncanakan dua skenario upaya peningkatan daya serap CO 2 juga dianalisis, yakni mengoptimalkan luas pepohonan pada RTH eksisting serta gabungan pengelolaan RTH yang belum dikelola pemerintah dan penambahan RTH baru. Hasil analisis menunjukkan bahwa emisi CO 2 yang dihasilkan di Surabaya Pusat sebesar 320, ton CO 2 /tahun dan di Surabaya Selatan sebesar 1

2 966, ton CO 2 /tahun, sedangkan kemampuan RTH eksisting dalam menyerap emisi CO 2 di Surabaya Pusat sebesar 5, ton CO 2 /tahun (1.69%) dan di Surabaya Selatan sebesar 5, ton CO 2 /tahun (0.59%). Penggabungan kedua skenario upaya peningkatan daya serap CO 2 menghasilkan peningkatan daya serap CO 2 menjadi sebesar 6, ton CO 2 /tahun (2.08%) di Surabaya Pusat dan sebesar 13, ton CO 2 /tahun (1.42%) di Surabaya Selatan. Kata kunci: Emisi CO 2, Ruang Terbuka Hijau, Program Stella. Abstract Carbon dioxide (CO 2 ) is one of the greenhouse gases that potential to cause global warming. CO 2 emissions from combustion of transportation, settlement, and industry activites tend to increase. One way to reduce it is to use the plants to absorb it. This study analyzes the adequacy of the existing Green Open Space to absorb CO 2 emissions in Central and South of Surabaya. Analysis of the CO 2 absorption capability of the existing public Green Open Space is done by using simulation model with Stella program. After that, the CO 2 absorption by Green Open Space after the two scenarios in order to increase the CO 2 absorption is analyzed as well. The scenarios are optimizing the trees area on existing Green Open Space and the combination of recommendation to manage Green Open Space which has not been managed yet by government and the addition of new Green Open Space. The analysis shows that the CO 2 emissions generated in the Central of Surabaya is 320, tons/year and in the South of Surabaya is 966, tons/year, whereas the ability of the existing green open space to absorb CO 2 emissions in Central of Surabaya is 5, tons CO 2 /year (1.69%) and in South of Surabaya is 5, tons CO 2 /year (0.59%). The combination of the two scenarios results the improvement of CO 2 absorption to the size of 6, tons CO 2 /year (2.08%) at the Central of Surabaya and 13, tons CO 2 /year (1.42%) at the South of Surabaya. Key words: CO 2 Emissions, Green Open Space, Stella Program. PENDAHULUAN Latar Belakang Pelepasan emisi CO 2 yang berlebihan ke udara bebas menyebabkan kadar gas rumah kaca di atmosfer meningkat, sehingga terjadi peningkatan efek rumah kaca dan pemanasan global (Nagara, 2008). Oleh karena itu, gas CO 2 di udara harus diupayakan tidak terus bertambah naik. Salah satu 2

3 cara untuk mereduksi CO 2 di daerah perkotaan adalah mengurangi emisi karbon dan membangun hutan kota (Dahlan, 1992). Kenyataan yang terjadi berdasarkan data dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya, RTH publik yang dikelola seluas ha atau 4.21% dari luas wilayah Surabaya Pusat dan seluas ha atau 1.35% dari luas wilayah Surabaya Selatan. Sedangkan menurut Undangundang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Ruang Terbuka Hijau (RTH) minimal harus memiliki luasan 30% dari luas total wilayah dengan porsi 20% sebagai RTH publik dan 10% sebagai RTH privat. Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan, komposisi 20% RTH publik jika dibandingkan dengan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) ini meliputi taman sebesar 12.5%, jalan 6%, dan lain-lain seperti pemakaman, lapangan olahraga, dan lahan pertanian perkotaan sebesar 1.5%. Berdasarkan fakta yang terjadi dan belum adanya kajian mengenai kecukupan RTH dalam menyerap emisi CO 2 di wilayah Surabaya, maka dilakukan penelitian yang bertujuan menganalisis kecukupan RTH eksisting sebagai penyerap emisi CO 2 dan kemampuan RTH dalam menyerap emisi CO 2 setelah dilakukan upaya peningkatan daya serap CO 2 di wilayah Surabaya Pusat dan Selatan. Yang menjadi fokus sebagai penyerap emisi CO 2 dalam penelitian ini hanyalah pohon pelindung pada taman dan jalur hijau karena daya serap pohon pelindung lebih besar dibandingkan dengan semak maupun rumput, dan proporsi RTH publik yang paling besar adalah untuk taman dan jalan sehingga dianggap yang paling mempengaruhi dibandingkan yang lainnya. RTH privat tidak difokuskan karena proporsinya tidak sebesar taman kota dan jalur hijau pada RTH publik, selain itu lokasinya yang tersebar dan tidak terdaftar resmi, sehingga proporsinya dapat dianggap sebagai pelengkap RTH publik. Penelitian ini dilakukan di wilayah Surabaya Pusat dan Selatan karena merupakan wilayah yang padat dengan permukiman penduduk dan juga sebagai wilayah perdagangan/jasa maupun 3

4 industri yang kebutuhan pemakaian bahan bakar fosil sebagai sumber bahan bakar cukup tinggi dan juga selalu dilewati oleh transportasi darat sehingga arus lalu lintas pun ramai, sehingga jumlah emisi karbon yang dihasilkan besar (Kusuma, 2010). Alat bantu dalam analisis ini adalah dengan menggunakan model simulasi Program Stella. Digunakannya Program Stella ini karena keunggulan Program Stella yang memungkinkan penggunaan beberapa variabel secara bersamaan serta dapat menampilkan model simulasi pendekatan berupa mind mapping sehingga kita bisa melihat variabelvariabel yang mempengaruhi secara langsung. Permasalahan Permasalahan yang akan diteliti pada Tugas Akhir (TA) ini adalah: 1. Bagaimanakah kemampuan RTH eksisting dalam menyerap emisi CO 2 dari kegiatan transportasi, industri, dan permukiman di wilayah Surabaya Pusat dan Selatan? 2. Bagaimanakah kemampuan daya serap CO 2 oleh RTH eksisting di wilayah Surabaya Pusat dan Selatan dibandingkan dengan emisi CO 2 yang dihasilkan dari kegiatan transportasi, industri, dan permukiman? 3. Bagaimanakah kemampuan RTH dalam menyerap emisi CO 2 setelah upaya peningkatan daya serap CO 2? Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis kemampuan RTH eksisting dalam menyerap emisi CO 2 dari kegiatan transportasi, industri, dan permukiman di wilayah Surabaya Pusat dan Selatan. 2. Memetakan kemampuan penyerapan CO 2 oleh RTH eksisting dan emisi CO 2 yang dihasilkan dari kegiatan transportasi, industri, dan permukiman di wilayah Surabaya Pusat dan Selatan. 4

5 3. Menganalisis kemampuan RTH dalam menyerap CO 2 setelah dilakukan upaya peningkatan daya serap CO 2 di wilayah Surabaya Pusat dan Selatan. Batasan Masalah 1. Data survey untuk perhitungan ulang emisi CO 2 dari penelitian terdahulu yang akan dianalisis hanya dari sektor transportasi, industri dan permukiman di wilayah Surabaya Pusat dan Selatan. 2. Emisi CO 2 dari kegiatan permukiman dan industri yang dihitung hanyalah emisi CO 2 primer saja. 3. Emisi CO 2 yang dihitung di wilayah penelitian tidak memperhitungkan pengaruh arah angin sehingga dianggap beban emisi maksimum (tidak terdispersi). 4. Data RTH eksisting di wilayah Surabaya Pusat dan Selatan yang dimaksud dalam penelitian ini hanyalah RTH publik berupa taman kota dan jalur hijau yang dikelola oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya mengenai lokasi eksisting serta luasnya. 5. Daya serap CO 2 oleh RTH yang dihitung dalam penelitian ini adalah daya serap pohon pelindung saja, tidak termasuk perdu dan rumput. 6. Upaya peningkatan daya serap CO 2 yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dengan dua skenario, yakni a) Mengoptimalkan luas pohon pelindung yang ditanam pada RTH eksisting yang mengacu pada persyaratan luas minimum tanaman hijau pada RTH yang tercantum dalam Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 7 Tahun b) Merekomendasikan RTH yang belum dikelola oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya dan penambahan RTH baru di lahan yang masih tersedia mengacu pada RTRW Kota Surabaya Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Jenis dan jumlah pohon pelindung pada RTH eksisting. 5

6 Luas pohon pelindung pada RTH eksisting. 5. Analisis kemampuan RTH eksisting dalam menyerap emisi CO 2 dan analisis kemampuan penyerapan RTH terhadap emisi CO 2 setelah upaya peningkatan daya serap CO 2 dalam penelitian ini dilakukan dengan simulasi menggunakan Program Stella. Landasan Teori Emisi Karbon Dioksida (CO 2 ) dan Gas Rumah Kaca (GRK) Emisi adalah zat, energi dan/atau komponen lain yang dihasilkan dari suatu kegiatan yang masuk dan/atau dimasukkannnya ke dalam udara ambien yang mempunyai dan/atau tidak mempunyai potensi sebagai unsur pencemar (Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara). Sedangkan emisi karbon dioksida (CO 2 ) berarti pemancaran atau pelepasan gas karbon dioksida (CO 2 ) ke udara. Emisi CO 2 tersebut menyebabkan kadar gas rumah kaca di atmosfer meningkat, sehingga terjadi peningkatan efek rumah kaca dan pemanasan global. CO 2 tersebut menyerap sinar matahari (radiasi inframerah) yang dipantulkan oleh bumi sehingga suhu atmosfer menjadi naik. Hal tersebut dapat mengakibatkan perubahan iklim dan kenaikan permukaan air laut. (Nagara, 2008). Gas rumah kaca (GRK) adalah sejumlah gas yang menimbulkan efek rumah kaca. Sedangkan yang dimaksud efek rumah kaca adalah diserap dan dipantulkannya kembali radiasi gelombang yang dipancarkan bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan bumi. Hal tersebut terjadi berulang-ulang dan mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat. Ada 6 jenis gas yang digolongkan sebagai GRK yaitu karbon dioksida (CO 2 ), dinitro oksida (N 2 O), metana (CH 4 ), Sulfur heksaflorida (SF 6 ), Perflorokarbon (PFCs), dan hidroflorokarbon (HFCs). Efek rumah kaca timbul karena gas rumah kaca mempunyai indeks pemanasan global atau disebut juga potensi pemanasan gas rumah 6

7 kaca seperti ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Indeks Pemanasan Global Gas Rumah Kaca Jenis Gas Rumah Kaca Potensi Pemanasan (ton CO 2 ekuivalen) Karbon dioksida (CO 2 ) 1 Metana (CH 4 ) 21 Nitro oksida (N 2 O) 310 Hydrofluorocarbon (HFCs) 500 Sulfur hexafluorida (SF 6 ) 9,200 Sumber: Samiaji, 2009 Maksud angka-angka pada Tabel 1 misalnya efektivitas N 2 O dalam menyerap panas kirakira 310 kali lebih besar daripada CO 2 dan efektivitas CH 4 dalam menyerap panas kira-kira 21 kali lebih besar daripada CO 2. Meskipun CO 2 mempunyai potensi pemanasan yang paling kecil, tetapi karena konsentrasinya di atmosfer ádalah yang paling besar dibanding gas rumah kaca yang lain yakni sekitar 55%, maka justru CO 2 yang sekarang menjadi bahan perhatian dunia karena diisukan menjadi penyebab utama pemanasan global (Samiaji, 2009). Prosentase konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Prosentase Gas Rumah Kaca di Atmosfer Sumber Emisi CO 2 Penggunaan bahan bakar fosil merupakan sumber utama emisi CO 2 di dunia dan mencapai 74% dari total emisi. Konversi lahan mempunyai kontribusi sebesar 24% dan industri semen sebesar 3% (Sugiyono, 1998). Bahan bakar fosil ini digunakan untuk pemanasan dan pendinginan, 7

8 transportasi, industri, konversi energi dan pembakaran beraneka macam produksi industri dan buangan rumah tangga. Sumber sumber emisi CO 2 ini sangat bervariasi, tetapi dapat digolongkan menjadi 4 macam sebagai berikut: a. Mobile Transportation (sumber bergerak) antara lain: kendaraan bermotor, pesawat udara, kereta api, kapal bermotor dan penenganan/evaporasi gasoline. b. Stationary Combustion (sumber tidak bergerak) antara lain: perumahan, daerah perdagangan, tenaga dan pemasaran industri, termasuk tenaga uap yang digunakan sebagai energi oleh industri. c. Industrial Processes (proses industri) antara lain: proses kimiawi, metalurgi, kertas dan penambangan minyak. d. Solid Waste Disposal (pembuangan sampah) antara lain: buangan rumah tangga dan perdagangan, buangan hasil pertambangan dan pertanian. Emisi CO 2 dapat pula dikategorikan menjadi: Emisi Langsung Emisi ini merupakan emisi yang keluar langsung dari aktifitas atau sumber dalam ruang batas yang ditetapkan. Contohnya emisi CO 2 dari kendaraan bermotor. Emisi Tidak Langsung Emisi ini merupakan hasil dari aktifitas di dalam ruang batas yang ditetapkan. Contohnya konsumsi energi listrik di rumah tangga (Suhedi, 2005). Daur Global CO 2 Menurut Afdal (2007), teori kesetimbangan karbon di alam menjelaskan bahwa bagian terbesar dari karbon yang berada di Bumi adalah dalam bentuk gas CO 2. Hanya sebagian dari CO 2 ini yang tinggal di atmosfer, sisanya diserap oleh daratan(tumbuhan dan tanah) dan samudera. Gas CO 2 dapat diserap dari atmosfer melalui berbagai cara, yakni: 8

9 Ketika matahari bersinar, tumbuhan melakukan fotosintesis yang mengubah gas CO 2 menjadi karbohidrat dan melepaskan gas O 2 ke atmosfer. Pada permukaan laut di daerah kutub, temperatur yang lebih rendah menyebabkan gas CO 2 lebih mudah larut. Selanjutnya, CO 2 yang terlarut tersebut akan terbawa ke lapisan air yang lebih dalam karena massanya yang menjadi lebih berat. Pada laut bagian atas dengan produktivitas tinggi, organisme membentuk memanfaatkan CO 2 dalam kehidupannya; misalnya membentuk cangkang karbonat atau bagian-bagian tubuh lainnya yang keras, serta proses fotosintesis oleh ganggang laut. Samudera mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengurangi peningkatan konsentrasi CO 2 di atmosfer. Disolusi air laut memberikan kesempatan yang besar untuk menenggelamkan CO 2 antropogenik, hal ini disebabkan CO 2 mempunyai daya larut yang tinggi. Di samping itu, CO 2 juga memisahkan diri ke dalam ion-ion dan berinteraksi dengan unsur pokok air laut. Menurut Odum (1996), Penggunanaan bahan bakar fosil dan kegiatan agro-industri menghasilkan CO 2 yang dilepaskan ke atmosfer. CO 2 di tmosfer digunakan oleh tanaman/vegetasi dan biota laut (fitoplankton) untuk proses fotosintesis dan sebagian besar larut di lautan yang disimpan dalam bentuk karbonat. Selain itu, kegiatan gunung berapi dan respirasi makhluk hidup juga melepaskan CO 2 di udara. Daur Global CO 2 lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2 berikut. SEDIMEN Gambar 2. Daur Global CO 2 9

10 Ruang Terbuka Hijau (RTH) Pengertian Ruang Terbuka Hijau Peraturan Daerah Kota Surabaya No.7 tahun 2002 Tentang Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau menjelaskan bahwa ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan merupakan bagian dari penataan ruang kota yang berfungsi sebagai kawasan hijau pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga kawasan hijau dan kawasan hijau pekarangan. Sedangkan menurut Undang-Undang No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Peyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan, yang dimaksud dengan Ruang Terbuka Hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Peyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan menjelaskan bahwa Ruang Terbuka Hijau (RTH) terbagi menjadi dua berdasarkan kepemilikan dan pengelolaannya, yakni RTH Privat dan RTH Publik. RTH Privat adalah RTH milik institusi tertentu atau orang perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas antara lain berupa kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan. Sedangkan RTH Publik adalah RTH yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota/kabupaten yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Jenis Ruang Terbuka Hijau Peraturan Daerah Kota Surabaya No.7 tahun 2002 menjelaskan bahwa RTH dibagi menjadi beberapa jenis: a. Kawasan Hijau Pertamanan Kota Pemanfaatannya lebih difungsikan sebagai taman dengan jenis tanaman tahunan maupun semusim yang bervariasi, 90% (sembilan puluh persen) dari luas areal harus dihijaukan. 10

11 Sedangkan 10% (sepuluh persen) lainnya dapat digunakan untuk kelengkapan taman, seperti jalan setapak, bangku taman, kolam hias, dan bangunan penunjang taman lainnya. b. Kawasan Hijau Hutan Kota & Kawasan Konservasi Berfungsi juga sebagai taman Kota, ditanami jenis tanaman tahunan dengan jarak tanam rapat, 90% (sembilan puluh persen) - 100% (seratus persen) dari luas areal harus dihijaukan. Sedangkan areal lainnya dapat digunakan untuk kelengkapan penunjang kawasan tersebut. c. Kawasan Hijau Rekreasi Kota Merupakan Ruang Terbuka Hijau yang pemanfaatannya sebagai tempat rekreasi baik aktif maupun pasif, vegetasi yang ditanam bervariasi, 60% (enam puluh persen) dari luas areal harus dihijaukan. Areal yang tidak dihijaukan digunakan untuk sarana/bangunan penunjang seperti Gazebo/Bale-bale, Kantor Pengelola, Ruang Pameran, Tempat Bermain Anak, Parkir dan kelengkapan taman lainnya. d. Kawasan Hijau Permakaman Berfungsi sebagai Taman Pemakaman Umum yang dikelola Pemerintah Daerah, pemanfaatan dikhususkan untuk pemakaman jenazah dengan vegetasi penutup tanah/rumput lebih dominan daripada tanaman pelindung. e. Kawasan Hijau Pertanian dan Pekarangan Pemanfaatannya dikhususkan untuk menunjang bidang Pertanian Tanaman Pangan, Hortikultura, 80% (delapan puluh persen) - 90% (sembilan puluh persen) dari luas areal dalam bentuk hijau. f. Kawasan Hijau Jalur Hijau Merupakan Ruang Terbuka Hijau dalam bentuk Jalur Hijau Tepi Pantai, Jalur Hijau Tepi Sungai, Jalur Hijau Tepi/Tengah Jalan, Jalur Hijau sepanjang Rel kereta Api, Jalur Hijau di bawah penghantar listrik tegangan tinggi. Kawasan ini kurang lebih 90% (sembilan puluh 11

12 persen) dari luas arealnya harus dihijaukan dengan jenis vegetasi pohon, perdu, semak hias dan penutup tanah/rumput. Proporsi Ruang Terbuka Hijau Pembinaan ruang terbuka hijau haruslah mengikuti struktur nasional atau daerah dengan standar-standar yang ada. Perlunya penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau menurut UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang ditetapkan bahwa proporsi luasannya paling sedikit 30% dari luas wilayah kota, yang diisi oleh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan RTH di Wilayah Perkotaan, proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang terdiri dari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% terdiri dari ruang terbuka hijau privat. Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota. RTH publik seluas minimal 20% dimaksudkan agar proporsi RTH minimal dapat lebih dijamin pencapaiannya sehingga memungkinkan pemanfaatannya secara luas oleh masyarakat. Komposisi untuk RTH publik sebesar 20% ini jika dibandingkan dengan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) meliputi 12.5% taman, 6% jalan, dan 1.5% lain-lain seperti pemakaman, lapangan olahraga, dan lahan pertanian perkotaan (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan). Yang dimaksud dengan KDB adalah adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan. Bagan proporsi RTH kawasan 12

13 perkotaan menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 5 Tahun 2008 dapat dilihat pada Gambar 3 Gambar 3. Bagan Proporsi RTH Kawasan Perkotaan. Penyerapan Karbon Dioksida Oleh Tanaman Sebagaimana diketahui, tumbuhan melakukan fotosistesis untuk membentuk zat makanan atau energi yang dibutuhkan tanaman tersebut. Dalam fotosintesis tersebut tumbuhan menyerap karbondioksida (CO 2 ) dan air yang kemudian di rubah menjadi glukosa dan oksigen dengan bantuan sinar matahari. Reaksi fotosintesis adalah sebagai berikut. cahaya matahari 6CO 2 + 6H 2 0 C 6 H O 2 + energi klorofil Kesemua proses ini berlangsung di klorofil. Kemampuan tanaman sebagai penyerap CO 2 berbedabeda. Banyak faktor yang mempengaruhi daya serap CO 2. Diantaranya ditentukan oleh mutu klorofil. Mutu klorofil ditentukan berdasarkan banyak sedikitnya magnesium yang menjadi inti klorofil. Semakin besar tingkat magnesium, daun akan berwarna hijau gelap. (Alamendah, 2010). 13

14 Penelitian Endes N. Dahlan memberikan hasil bahwa trembesi (Samanea saman) terbukti menyerap paling banyak karbondioksida. Dalam setahun, trembesi mampu menyerap ,39 kg karbondioksida. Selain pohon trembesi, didapat juga berbagai jenis tanaman yang mempunyai kemampuan tinggi sebagai tanaman penyerap CO 2. Pohon-pohon itu diantaranya adalah cassia, kenanga, pingku, beringin, krey payung, matoa, mahoni, dan berbagai jenis tanaman lainnya. Daftar tanaman yang mempunyai daya serap karbondioksida yang tinggi berdasarkan hasil riset Endes N. Dahlan yang dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Daya Serap CO 2 oleh Berbagai Jenis Pohon No Nama Lokal Nama Ilmiah Daya Serap CO 2 (Kg/pohon/tahun) 1 Trembesi Samanea saman 28, Cassia Cassia sp 5, Kenanga Canangium odoratum Pingku Dysoxylum excelsum Beringin Ficus benyamina Krey payung Fellicium decipiens Matoa Pornetia pinnata Mahoni Swettiana mahagoni Saga Adenanthera pavoniana Bungkur Lagerstroema speciosa Jati Tectona grandis Nangka Arthocarpus heterophyllus Johar Cassia grandis Sirsak Annona muricata Puspa Schima wallichii Akasia (auriculiforacacia auriculiformis Flamboyan Delonix regia Sawo kecik Manilkara kauki Tanjung Mimusops elengi Bunga merak Caesalpinia pulcherrima Sempur Dilena retusa Khaya Khaya anthotheca Merbau pantai Intsia bijuga Akasia (mangium) Acacia mangium Angsana Pterocarpus indicus Asam kranji Pithecelobium dulce Saputangan Maniltoa grandiflora Dadap merah Erythrina cristagalli Rambutan Nephelium lappaceum Asam Tamarindus indica Kempas Coompasia excelsa 0.20 Sumber: Dahlan,

15 Keterangan Tabel 2: 1-2 : Sangat tinggi 3-5 : Tinggi 6-10 : Agak tinggi : Sedang : Rendah : Sangat rendah Hutan yang mempunyai berbagai macam tipe penutupan vegetasi memiliki kemampuan atau daya serap terhadap CO 2 yang berbeda. Tipe penutupan vegetasi tersebut berupa pohon, semak belukar, padang rumput, sawah. Daya serap berbagai macam tipe vegetasi terhadap CO 2 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Daya Serap Gas CO 2 Berbagai Tipe Penutup Vegetasi Optimalisasi Ruang Terbuka Hijau Tipe Daya serap Daya serap No. Penutupan gas CO 2 gas CO 2 (kg/ha/hari) (ton/ha/th) 1 Pohon 1, Semak Belukar Padang Rumput Sawah Sumber: Prasetyo et al., 2002 Optimalisasi Ruang Terbuka Hijau berdasarkan Program Pemerintah Kota Surabaya yakni Program Ruang Terbuka Hijau dan Pertamanan yang dikelola oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya, memiliki sasaran sebagai berikut. Bertambahnya luas RTH yang ada sehingga luas RTH yang ada proporsional dengan luas wilayah Kota Surabaya. Meningkatnya jumlah RTH yang dikelola Pemerintah Kota Meningkatnya kualitas RTH 15

16 Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dalam mewujudkan sasaran program tersebut adalah pembebasan/penyediaan lahan RTH di Kota Surabaya, penataan, dan revitalisasi RTH dalam rangka mengoptimalkan RTH. Menurut Rijal (2008), usaha pengembangan Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagai bentuk optimalisasi RTH dapat dilaksanakan dengan dua cara, yakni a. Intensifikasi Berupa usaha penanaman tanaman untuk mengkayakan dan memperbaiki serta meningkatkan mutu tata hijau pada wilayah-wilayah yang sudah merupakan daerah tata hijau. Cara ini dapat dilakukan pada daerah-daerah yang tidak dimungkinkan lagi dilaksanakan penambahan luas ruang terbuka hijau karena keterbatasan lahan. RTH yang telah ada dapat dikayakan dengan menambahkan struktur tambahan misalnya menanam vegetasi dari jenis yang berbeda dan mengatur komposisi tanaman yang ada dalam suatu lahan RTH sehingga kemampuan tata hijau tersebut dalam menyerap CO 2 semakin tinggi. b. Ekstensifikasi Berupa upaya pengembangan RTH dengan menambah luasan daerah tata hijau pada wilayah perkotaan yang masih memungkinkan. Wilayah kota yang masih kosong dan belum termanfaatkan dengan baik merupakan daerah yang potensial untuk dikembangkan menjadi RTH baru. Pembangunan RTH tersebut dibangun dengan bentuk dan tipe RTH yang sesuai dengan dengan kondisi lingkungan yang ada, yakni yang masih memiliki cukup lahan untuk dibangun RTH baru misalnya pada jalur kanan, kiri, dan tengah/median jalan serta sempadan sungai. Perhitungan Statistik Penentuan Sampel RTH Untuk memudahkan dalam melakukan perhitungan daya serap CO 2 oleh RTH yang ada di tiap kecamatan di wilayah Surabaya Pusat dan Selatan ini, dilakukan perhitungan statistik untuk menentukan jumlah sampel RTH yang disurvey. Untuk perhitungan penentuan sampel, digunakan 16

17 rumus statistik Sampling Acak Stratifikasi menurut Susilaningrum dan Purhadi, 2003 dalam Modul Ajar Teknik Sampling yang dapat dilihat pada persamaan berikut. di mana n L 2 N h h= 1 = L 2 N D + σ h= 1 2 h N w h h σ 2 h N Nh 2 σ h = jumlah keseluruhan RTH di Surabaya Pusat & Selatan = ukuran populasi kelompok ke-h (jumlah RTH tiap jenis pada tiap kelompok emisi) = varians emisi pada kelompok ke-h w h = pembobot dari kelompok ke-h = Nh : N D = B Z 1 α 2 2, dengan B = Bias, yaitu batas kekeliruan sampling yang dikehendaki. Z = Angka baku yang diperoleh dari tabel normal standar 1.96 Program Stella Program STELLA merupakan perangkat lunak (software) untuk pemodelan berbasis flow chart. Stella termasuk bahasa pemrograman interpreter dengan pendekatan lingkungan multi-level hierarkhis, baik untuk menyusun model maupun berinteraksi dengan model. Alat penyusun model yang tersedia dalam Stella adalah sebagai berikut. 1. Stocks, yang merupakan hasil suatu akumulasi; fungsinya untuk menyimpan informasi berupa nilai suatu parameter yang masuk ke dalamnya 2. Flows, berfungsi seperti aliran, yaitu menambah dan mengurangi stock; arah anak panah menunjukkan arah aliran tersebut, aliran bisa satu arah maupun dua arah 17

18 3. Converters, berfungsi luas; dapat digunakan untuk menyimpan konstanta, input bagi suatu persamaan, melakukan kalkulasi dari berbagai input lainnya atau menyimpan data dalam bentuk grafis (tabulasi x dan y); secara umum fungsinya adalah untuk mengubah suatu input menjadi output; dan 4. Connectors, berfungsi menghubungkan elemen-elemen dari suatu model (Boedisantoso, 2011). Simbol dalam program Stella dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Simbol dalam Program Stella Fungsi Software Stella adalah menciptakan suatu model, dan dari model tersebut selanjutnya dapat dilakukan simulasi, analisis dan komunikasi. Cara program Stella bekerja adalah melalui tahap-tahap sebagai berikut: 1. Mapping dan Numerating Tahap menerjemahkan pola pikir ke dalam bentuk peta yang disebut Level Peta/Model (Model Level/Map), yang dilanjutkan dengan proses pengurutan dan penghitungan angkaangka masukan. 2. Simulating Tahap di mana program melakukan proses terpola dalam bentuk grafik atau tabel, setelah dilakukan intervensi pada angka dalam tabel-tabel atau pada grafik yang ada. 3. Analyzing Tahap di mana program menunjukkan alternatif hasil perubahan dari adanya intervensi simulasi data masukan atau grafik. 4. Communicating proses transformasi hasil kerja program secara informatif, yang menggambarkan secara sederhana dan mudah dimengerti oleh pada penggunanya (Jumali, 2009). 18

19 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Dalam penelitian ini, yang dipakai sebagai studi kasus adalah wilayah Surabaya Pusat dan Selatan. Peta wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Wilayah Studi Surabaya Pusat dan Selatan METODOLOGI PENELITIAN Kerangka penelitian pada Tugas Akhir ini adalah: LATAR BELAKANG RUMUSAN MASALAH DAN TUJUAN Kajian Pustaka IPCC 2006 mengenai CO2 sebagai penyebab utama pemanasan global Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Peraturan Menteri No. 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 7 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau >< Gap Realita Perkembangan pembangunan di segala bidang menyebabkan emisi CO2 dari kegiatan transportasi, industri dan permukiman meningkat Berdasarkan data Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya, Ruang Terbuka Hijau publik yang dikelola oleh baru sekitar 4.61% dari luas wilayah Surabaya Pusat dan 1,35% dari luas wilayah Surabaya Selatan Rumusan Masalah Bagaimanakah kemampuan RTH eksisting dalam menyerap emisi CO2 dari kegiatan transportasi, industri, dan pemukiman di Surabaya Pusat dan Selatan? Bagaimanakah kemampuan daya serap CO2 oleh RTH eksisting dibandingkan dengan emisi CO2 di wilayah Surabaya Pusat dan Selatan? Bagaimanakah kemampuan penyerapan CO2 setelah upaya peningkatan daya serap CO2 oleh RTH? Tujuan Penelitian Menganalisis kemampuan RTH eksisting dalam menyerap emisi CO2 dari kegiatan transportasi, industri, dan permukiman di wilayah Surabaya Pusat dan Selatan Memetakan kemampuan penyerapan CO2 oleh RTH eksisting dan total emisi CO2 yang dihasilkan dari kegiatan transportasi, industri, dan permukiman di wilayah Surabaya Pusat dan Selatan Menganalisis kemampuan penyerapan CO2 setelah dilakukan upaya peningkatan daya serap CO2 oleh RTH METODE Pengumpulan Data Primer Survey sampel RTH eksisting di Surabaya Pusat dan Selatan, meliputi: Jenis pohon pelindung Jumlah tiap jenis pohon pelindung Diameter tajuk rata-rata tiap jenis pohoh pelindung Pengumpulan Data Sekunder Lokasi dan luas RTH eksisting di Surabaya Pusat dan Selatan Peta Administrasi, Peta Jalan, Peta RTRW Kota Surabaya Jumlah KK per kecamatan di Surabaya Pusat dan Selatan tahun 2010 Data hasil survey jumlah kendaraan tiap jalan di Kota Surabaya tahun 2010 Analisis Data dan Pembahasan Data sekunder (jumlah KK, hasil survey jumlah kendaraan) dan referensi hasil penelitian terdahulu digunakan untuk perhitungan ulang emisi CO2. Hasil perhitungan ulang emisi CO2 dan data RTH eksisting digunakan dalam perhitungan statistika penentuan sampel RTH yang akan disurvey. Data primer dikumpulkan. Perhitungan daya serap CO2 RTH eksisting menggunakan program Stella. Pemetaan daya serap CO2 dan emisi total CO2 menggunakan Autocad. Perhitungan daya serap CO2 setelah upaya peningkatan daya serap CO2 oleh RTH menggunakan program Stella. Studi Literatur Literatur mengenai emisi CO2 dari kegiatan transportasi, industri, dan pemukiman Literatur mengenai perhitungan statistika penentuan sampel Literatur mengenai daya serap CO2 berdasarkan jenis pohon dan luas pohon Literatur mengenai penggunaan program Stella Penelitian terdahulu HASIL PENELITIAN Hasil yang Diharapkan Sesuai Dengan Tujuan Penelitian: Didapatkan kemampuan RTH eksisting dalam menyerap emisi CO2 Didapatkan pemetaan kemampuan penyerapan CO2 RTH eksisting dan total emisi CO2 Didapatkan kemampuan RTH dalam menyerap CO2 setelah upaya peningkatan daya serap CO2 Gambar 6. Kerangka Penelitian 19

20 HASIL DAN PEMBAHASAN Emisi CO 2 di Surabaya Pusat dan Selatan Pada penelitian ini, emisi CO 2 yang dihitung adalah emisi CO 2 primer yang dihasilkan dari kegiatan permukiman, industri, dan transportasi di tiap kecamatan yang berada pada wilayah Surabaya Pusat dan Selatan. Emisi CO 2 dari kegiatan permukiman dan industri yang dihitung hanya emisi CO 2 primer saja, sedangkan emisi CO 2 sekundernya tidak diperhitungkan karena sumber emisinya berasal dari PLTU yang lokasinya tidak berada di wilayah penelitian, sehingga tidak efektif bila dilakukan analisis penyerapan emisi CO 2 oleh RTH yang ditanam di wilayah penelitian. Adapun hasil perhitungan ulang emisi CO 2 yang terjadi di wilayah Surabaya Pusat dan Selatan adalah sebagai berikut. Tabel 4. Hasil Perhitungan Ulang Emisi CO 2 di Surabaya Pusat dan Selatan Emisi CO 2 No Wilayah Kecamatan Permukiman Industri Transportasi Total Emisi Total Emisi ton CO 2 /bulan ton CO 2 /tahun ton CO 2 /bulan ton CO 2 /tahun ton CO 2 /bulan ton CO 2 /tahun ton CO 2 /bulan ton CO 2 /tahun 1 Tegalsari , , , , , Surabaya Genteng , , , , , Pusat Bubutan , , , , , Simokerto 1, , , , , , Sawahan 1, , , , , , Wonokromo 1, , , , , , Karang Pilang 1, , , , , , , Surabaya Dukuh Pakis , , , , , Selatan Wiyung , , , , , Wonocolo , , , , , Gayungan , , , , , Jambangan , , , , , Sumber: Hasil perhitungan, 2011 Perhitungan Daya Serap CO 2 oleh RTH Eksisting Sebelum melakukan perhitungan daya serap CO 2 oleh pohon pelindung pada seluruh RTH eksisting yang ada pada tiap kecamatan di wilayah Surabaya Pusat dan Selatan, dilakukan dengan langkah pendahuluan sebagai berikut. 20

21 Penentuan Sampel Ruang Terbuka Hijau Perhitungan statistik untuk menentukan jumlah sampel RTH yang disurvey dilakukan guna mempermudah dalam melakukan perhitungan daya serap CO 2 oleh seluruh RTH eksisting yang ada di tiap kecamatan di wilayah Surabaya Pusat dan Selatan, sehingga tidak perlu semua RTH eksisting disurvey. Rumus yang digunakan adalah rumus statistik Sampling Acak Stratifikasi (Susilaningrum dan Purhadi, 2003). Hasil perhitungannya adalah sebagai berikut. Tabel 5. Penentuan Sampel RTH Tiap Kelompok Emisi Kecamatan Wilayah Kategori Emisi A Genteng, Jambangan, Simokerto, Karangpilang, Bubutan, Gayungan Taman Kota Taman Rekreasi Jalur Hijau 1. Bambu Runcing 1. Prestasi 2. Apsari 1. Jaksa Agung Suprapto 2. Injoko 3. Bubutan 4. Anggrek 5. Simolawang Baru Kecamatan Wilayah Kategori Emisi B Wiyung, Wonocolo, Tegalsari, Dukuh Pakis Taman Kota Taman Rekreasi Jalur Hijau 1. Cendana 1. Dolog 1. A. Yani Kecamatan Wilayah Kategori Emisi C Sawahan, Wonokromo Taman Kota Taman Rekreasi Jalur Hijau 1. Mayangkara 1. Bungkul 1. Adityawarman 2. Arjuno Sumber: Hasil perhitungan, 2011 Daya serap CO 2 oleh pohon pelindung dihitung untuk tiap sampel RTH dengan dua cara, yakni I. Perhitungan menggunakan data daya serap CO 2 per pohon hasil penelitian Endes N. Dahlan dari IPB yang telah dipaparkan dalam Tabel 2. Jika pohon yang disurvey tidak daftar pohon 21

22 yang tercantum dalam tabel tersebut, digunakan pendekatan daya serap per hektar area pepohonan yang telah dipaparkan pada Tabel 3 II. Perhitungan menggunakan pendekatan daya serap per hektar area pepohonan yang telah dipaparkan pada Tabel 3 pada untuk seluruh pohon pelindung yang ada tanpa melihat jenisnya. Perhitungan daya serap CO 2 RTH yang tidak disurvey di tiap kecamatan wilayah Surabaya Pusat dan Selatan dilakukan berdasarkan rata-rata daya serap CO 2 tiap jenis RTH eksisting pada tiap kelompok emisi menggunakan program Stella. Berikut adalah hasil perhitungan daya serap CO 2 oleh RTH Eksisting per kecamatan di Surabaya Pusat dan Selatan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Daya Serap CO 2 dan Prosentase Penyerapan CO 2 oleh RTH Eksisting Tiap Kecamatan di Surabaya Pusat dan Selatan Wilayah Surabaya Pusat Kecamatan Luas Wilayah (ha) Luas RTH Eksisting (ha) % Luas RTH Eksisting Emisi Total (ton CO 2/tahun) Perhitungan Berdasarkan Jumlah dan Jenis Pohon Pelindung Luas Area Pohon Pelindung Daya Serap CO 2 Daya Serap CO 2 RTH Eksisting (ton CO 2/tahun) %Penyerapan CO 2 Eksisting RTH Eksisting (ton CO 2/tahun) %Penyerapan CO 2 Eksisting Tegalsari , , Genteng , , Bubutan , Simokerto , Total Surabaya Pusat , , Sawahan , , Wonokromo , , Karang Pilang , Surabaya Dukuh Pakis , Selatan Wiyung , Wonocolo , Gayungan , Jambangan , Total Surabaya Selatan , , Sumber: Hasil Perhitungan,

23 Pemetaan Daya Serap CO 2 oleh RTH Eksisting dan Total Emisi CO 2 di Tiap Kecamatan Hasil perhitungan daya serap CO 2 oleh RTH eksisting menggunakan program Stella dan hasil ranking emisi CO 2 total yang dihasilkan per kecamatan dipetakan seperti pada Gambar 8. Gambar 8. Pemetaan Total Emisi CO 2 dan Daya Serap CO 2 RTH Eksisting Peningkatan Daya Serap CO 2 oleh Ruang Terbuka Hijau Peningkatan daya serap CO 2 oleh RTH dilakukan dengan dua skenario: Skenario 1 Mengoptimalkan luas pohon pelindung pada RTH eksisting mengacu pada luas minimum tanaman hijau untuk RTH yang tercantum dalam peraturan perundangan yang berlaku (Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 7 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau). Skenario 2 23

24 Merekomendasikan pengelolaan RTH yang belum dikelola oleh pemerintah (Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya) dan menambah RTH baru di lahan yang tersedia mengacu pada Peta RTRW Kota Surabaya Hasil perhitungan daya serap CO 2 setelah dilakukan dua skenario upaya peningkatan daya serap CO 2 dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil Perhitungan Peningkatan Daya Serap CO 2 oleh RTH Wilayah Kecamatan Emisi Total (ton CO 2 /tahun) Daya Serap CO 2 RTH Eksisting (ton CO 2 /tahun) %Penyerapan CO 2 RTH Eksisting Daya Serap CO 2 oleh RTH Skenario I (ton CO 2 /tahun) Optimalisasi Luas Pohon Pelindung Daya Serap CO 2 oleh RTH Skenario II (ton CO 2 /tahun) Rekomendasi RTH belum dikelola RTH Baru sesuai RTRW 2013 Daya Serap CO 2 oleh RTH Skenario I + II (ton CO 2 /tahun) %Penyerapan CO 2 RTH Skenario I + II Surabaya Pusat (1) (2) (3) = (2)/(1)*100% (4) (5) (6) (7) = (4) + (5) + (6) (8) = (7)/(1)*100% Tegalsari 114, , , , Genteng 57, , , , Bubutan 84, Simokerto 64, , , , , , Sawahan 169, , , , Wonokromo 176, , , , , Karang Pilang 68, Dukuh Pakis 134, , Wiyung 148, , , Wonocolo 113, Gayungan 98, , , Jambangan 57, Total Surabaya Pusat Surabaya Selatan Total Surabaya Selatan 966, , , , , , KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil dari Tugas Akhir ini adalah: 1. Total daya serap emisi CO 2 oleh pohon pelindung pada RTH eksisting di Surabaya Pusat adalah sebesar 5, ton CO 2 /tahun (1.69%) dan di Surabaya Selatan sebesar 5, ton CO 2 /tahun (0.59%). 2. Hasil pemetaan total emisi CO 2 yang dihasilkan di tiap kecamatan menunjukkan bahwa emisi CO 2 yang tertinggi terjadi di Kecamatan Wonokromo sebesar 176, ton CO 2 /tahun dan emisi CO 2 terendah terjadi di Kecamatan Genteng sebesar 57, ton CO 2 /tahun. Sedangkan hasil pemetaan daya serap emisi CO 2 oleh RTH eksisting menunjukkan bahwa penyerapan emisi CO 2 24

25 tertinggi terjadi di Kecamatan Tegalsari sebesar 2, ton CO 2 /tahun dan penyerapan emisi CO 2 terendah terjadi di Kecamatan Simokerto sebesar ton CO 2 /tahun. Daya serap emisi CO 2 Kecamatan Jambangan dan Karangpilang sebesar 0 (nol) ton CO 2 /tahun karena pada kecamatan tersebut tidak terdapat RTH eksisting yang dikelola Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Surabaya, sehingga tidak dapat dianalisis daya serap CO 2 -nya. 3. Hasil peningkatan daya serap CO 2 yang dilakukan dengan dua skenario upaya yakni: Mengoptimalkan luas pohon pelindung yang ditanam di RTH eksisting mampu meningkatkan daya serap CO 2 menjadi 5, ton CO 2 /tahun (1.77%) di Surabaya Pusat dan 5, ton CO 2 /tahun (0.60%) di Surabaya Selatan. Merekomendasikan pengelolaan RTH yang belum dikelola oleh DKP Kota Surabaya dan penambahan RTH baru di wilayah yang masih memiliki sisa lahan mampu meningkatkan daya serap CO 2 menjadi 6, ton CO 2 /tahun (2.00%) di Surabaya Pusat dan 13, ton CO 2 /tahun (1.41%) di Surabaya Selatan. Dengan gabungan kedua skenario tersebut, dapat dihasilkan peningkatan daya serap CO 2 menjadi sebesar 6, ton CO 2 /tahun (2.08%) di Surabaya Pusat dan 13, ton CO 2 /tahun (1.42%) di Surabaya Selatan. SARAN Beberapa saran untuk studi kontribusi emisi karbon pada masa mendatang, antara lain: 1. Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan untuk menghitung kemampuan daya serap CO 2 oleh perdu dan rumput juga, karena perdu dan rumput juga memberikan kontribusi dalam penyerapan CO Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan untuk perhitungan kemampuan daya serap CO 2 oleh RTH privat karena RTH privat juga memberikan kontribusi dalam penyerapan CO 2, sehingga didapatkan kemampuan daya serap CO 2 oleh RTH lebih menyeluruh. DAFTAR PUSTAKA 25

26 Afdal Siklus Karbon dan Karbon Dioksida di Atmosfer dan Samudera. Oseana Vol. XXXII No. 2: Anonim Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 7 tahun 2002 Tentang Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Anonim Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Anonim Makalah Lokakarya IPB tentang Pengembangan Sistem RTH di Perkotaan Anonim Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5 tahun 2008 Tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan Alamendah, Tanaman Penyerap Karbondioksida. <URL: Arini, F Studi Kontribusi Kegiatan Transportasi Terhadap Emisi Karbon di Surabaya Bagian Timur. Tugas Akhir. Surabaya: Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Asririzky, R. T Kajian Carbon Footprint dari Kegiatan Permukiman di Surabaya Bagian Tengah (Pusat dan Selatan). Tugas Akhir. Surabaya: Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Badan Pusat Statistik, Data Jumlah Penduduk dan Kepala Keluarga Boedisantoso, R Optimasi Kesetimbangan Karbon (Carbon Footprint Carbon Sinks). Surabaya: Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Dahlan, E. N Hutan Kota: untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup. Jakarta: Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia Dahlan, E. N Analisis Kebutuhan Luasan Hutan Kota Sebagai Sink Gas CO 2 Antropogenik dari Bahan Bakar Minyak dan Gas di Kota Bogor dengan Pendekatan Sistem Dinamik. Disertasi. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories

27 Jinca, M.Y., Hariyati, dan Makhyani, F Pencemaran Udara Karbon Monoksida dan Nitrogen Oksida Akibat Kendaraan Bermotor Pada Ruas Jalan Padat Lalu Lintas Kota Makassar. Surabaya: Universitas Kristen Petra Jumali, M.A Mengenal Software Stella. <URL: Kusuma, W. P Studi Kontribusi Kegiatan Transportasi Terhadap Emisi Karbon di Surabaya Bagian Barat. Tugas Akhir. Surabaya: Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Nagara, T.A Dampak Negatif Penggunaan Energi Fosil dari Sektor Transportasi dan Industri. <URL: Odum, E.P Dasar-dasar Ekologi. Jogjakarta: Gajahmada University Press Prasetyo, L.B., U. Rosalina, D. Murdiyarso, G. Saito dan H. Tsuruta Integrating Remote Sensing and GIS for Estimating Aboveground Biomass and Green House Gases Emission. CEGIS Newsletter Vol 1- April 2002 Rijal, S Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Makassar Tahun Jurnal Hutan dan Masyarakat Vol. III No.1 : Samiaji, T Upaya Mengurangi CO 2 di Atmosfer. Berita Dirgantara Vol. 10 No. 3: Setiawan, R. Y Kajian Carbon Footprint dari Kegiatan Industri di Kota Surabaya. Tugas Akhir. Surabaya: Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Suhedi, F Emisi CO 2 dari Konsumsi Energi Domestik. Pusat Litbang Permukiman Departemen Pekerjaan Umum Sugiyono, A Strategi Penggunaan Energi di Sektor Transportasi. Majalah BPP Teknologi 85: Susilaningrum, D. dan Purhadi Modul Ajar Teknik Sampling. Surabaya : Jurusan Statistika Institut Teknologi Sepuluh Nopember 27

ANALISIS KECUKUPAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI PENYERAP EMISI CO 2 DI PERKOTAAN MENGGUNAKAN PROGRAM STELLA (Studi Kasus : Surabaya Pusat dan Selatan)

ANALISIS KECUKUPAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI PENYERAP EMISI CO 2 DI PERKOTAAN MENGGUNAKAN PROGRAM STELLA (Studi Kasus : Surabaya Pusat dan Selatan) SEMINAR HASIL TUGAS AKHIR ANALISIS KECUKUPAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI PENYERAP EMISI CO 2 DI PERKOTAAN MENGGUNAKAN PROGRAM STELLA (Studi Kasus : Surabaya Pusat dan Selatan) Oleh : Soegih Ratri Widyanadiari

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SARANA PENDUKUNG RAMAH LINGKUNGAN

PENGELOLAAN SARANA PENDUKUNG RAMAH LINGKUNGAN Komponen 4 PENGELOLAAN SARANA PENDUKUNG RAMAH LINGKUNGAN Bimbingan Teknis Adiwiyata 2014, Jakarta 25-27 Maret 2014 Linda Krisnawati & Stien J. Matakupan 1 Lader of Participation developed by Hart (1992)

Lebih terperinci

ANALISIS KECUKUPAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI PROGRAM STELLA (STUDI KASUS: SURABAYA UTARA DAN TIMUR)

ANALISIS KECUKUPAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI PROGRAM STELLA (STUDI KASUS: SURABAYA UTARA DAN TIMUR) ANALISIS KECUKUPAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI PENYERAP EMISI CO 2 DI PERKOTAAN MENGGUNAKAN PROGRAM STELLA (STUDI KASUS: SURABAYA UTARA DAN TIMUR) ADEQUACY ANALYSIS OF GREEN OPEN SPACE AS CO 2 EMISSION

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM Izzati Winda Murti 1 ), Joni Hermana 2 dan R. Boedisantoso 3 1,2,3) Environmental Engineering,

Lebih terperinci

Oleh Driananta Praditiyas NRP Dosen Pembimbing Abdu Fadli Assomadi, SSi., MT NIP

Oleh Driananta Praditiyas NRP Dosen Pembimbing Abdu Fadli Assomadi, SSi., MT NIP ANALISIS KECUKUPAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) SEBAGAI PENYERAP EMISI CO 2 DI PERKOTAAN MENGGUNAKAN PROGRAM STELLA (STUDI KASUS : SURABAYA UTARA DAN TIMUR) Dosen Pembimbing Abdu Fadli Assomadi, SSi., MT

Lebih terperinci

Jurnal Ekonomi Volume 20, Nomor 3 September 2012

Jurnal Ekonomi Volume 20, Nomor 3 September 2012 PENYEIMBANGAN LINGKUNGAN AKIBAT PENCEMARAN KARBON YANG DITIMBULKAN INDUSTRI WARUNG INTERNET DI KOTA PEKANBARU Nobel Aqualdo, Eriyati dan Toti Indrawati Jurusan Ilmu Ekonomi Prodi Ekonomi Pembangunan Fakultas

Lebih terperinci

KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH

KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH DEPARTEMEN KONSERVASI

Lebih terperinci

Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH

Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 Kemampuan

Lebih terperinci

Studi Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap CO₂ Di Kota Tobelo Tahun Oleh : Ronald Kondo Lembang, M.Hut Steven Iwamony, S.Si

Studi Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap CO₂ Di Kota Tobelo Tahun Oleh : Ronald Kondo Lembang, M.Hut Steven Iwamony, S.Si Studi Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap CO₂ Di Kota Tobelo Tahun 2012 Oleh : Ronald Kondo Lembang, M.Hut Steven Iwamony, S.Si Latar Belakang Perkembangan suatu kota ditandai dengan pesatnya pembangunan

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) D216 Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Untuk Menyerap Emisi CO 2 Kendaraan Bermotor Di Surabaya (Studi Kasus: Koridor Jalan Tandes Hingga Benowo) Afrizal Ma arif dan Rulli Pratiwi Setiawan Perencanaan

Lebih terperinci

ENDES N. DAHLAN. Diterima 10 Desember 2007/Disetujui 15 Mei 2008 ABSTRACT

ENDES N. DAHLAN. Diterima 10 Desember 2007/Disetujui 15 Mei 2008 ABSTRACT JUMLAH EMISI GAS CO 2 DAN PEMILIHAN JENIS TANAMAN BERDAYA ROSOT SANGAT TINGGI: STUDI KASUS DI KOTA BOGOR (The Amount of CO 2 Gasses Emission and Selection of Plant Species with Height Carbon Sink Capability:

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Jalan Perkotaan 1. Klasifikasi Jenis Jalan Menurut UU No 38 Tahun 2004 tentang jalan, definisi jalan adalah sebagai berikut : Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi

Lebih terperinci

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR Cesaria Wahyu Lukita, 1, *), Joni Hermana 2) dan Rachmat Boedisantoso 3) 1) Environmental Engineering, FTSP Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fotosintesis Menurut Dwijoseputro (1980), fotosintesis adalah proses pengubahan zatzat anorganik berupa H 2 O dan CO 2 oleh klorofil (zat hijau daun) menjadi zat-zat organik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya kebutuhan lahan dan semakin terbatasnya sumberdaya alam menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih guna hutan sering terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perubahan iklim akibat pemanasan global saat ini menjadi sorotan utama berbagai masyarakat dunia. Perubahan iklim dipengaruhi oleh kegiatan manusia berupa pembangunan

Lebih terperinci

Ahmad Rivai 2, Pindi Patana 3, Siti Latifah 3

Ahmad Rivai 2, Pindi Patana 3, Siti Latifah 3 Pendugaan Emisi CO 2 dan Kebutuhan O 2 Serta Daya Serap CO 2 dan Penghasil O 2 Pada Taman Kota dan Jalur Hijau di Kota Medan 1 Esstimation Emissions of CO 2 and needs of O 2 and Absorption of CO 2 and

Lebih terperinci

Kata kunci: Emisi Karbon, Daya Serap Vegetasi,Kecamatan Genteng, dan Ruang Terbuka Hijau.

Kata kunci: Emisi Karbon, Daya Serap Vegetasi,Kecamatan Genteng, dan Ruang Terbuka Hijau. ANALISA KEMAMPUAN JALUR HIJAU JALAN SEBAGAI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) PUBLIK UNTUK MENYERAP EMISI KARBON MONOKSIDA (CO) DARI KENDARAAN BERMOTOR DI KECAMATAN GENTENG SURABAYA ANALYSIS OF THE ABILITY OF

Lebih terperinci

Muhimmatul Khoiroh Dosen Pembimbing: Alia Damayanti, S.T., M.T., Ph.D

Muhimmatul Khoiroh Dosen Pembimbing: Alia Damayanti, S.T., M.T., Ph.D PERENCANAAN VEGETASI PADA JALUR HIJAU JALAN SEBAGAI RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK UNTUK MENYERAP EMISI KARBON MONOKSIDA (CO) DARI KENDARAAN BERMOTOR DI KECAMATAN SUKOLILO SURABAYA Muhimmatul Khoiroh 3310

Lebih terperinci

===================================================== PERATURAN DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG

===================================================== PERATURAN DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG ===================================================== LEMBARAN DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR TAHUN 2012 NOMOR 12 PERATURAN DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS 4.1 Analisis Pengaruh Peningkatan Penjualan Kendaraan Bermotor terhadap Peningkatan Emisi CO 2 di udara Indonesia merupakan negara pengguna kendaraan bermotor terbesar ketiga

Lebih terperinci

PAPER SIMULASI KECUKUPAN LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BOGOR BERDASARKAN EMISI CO2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI

PAPER SIMULASI KECUKUPAN LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BOGOR BERDASARKAN EMISI CO2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI Mata Kuliah Biometrika Hutan PAPER SIMULASI KECUKUPAN LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BOGOR BERDASARKAN EMISI CO2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI Disusun oleh: Kelompok 6 Sonya Dyah Kusuma D. E14090029 Yuri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban space) dengan unsur vegetasi yang dominan. Perancangan ruang hijau kota harus memperhatikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas transportasi khususnya kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan kendaraan yang digerakan

Lebih terperinci

Iklim Perubahan iklim

Iklim Perubahan iklim Perubahan Iklim Pengertian Iklim adalah proses alami yang sangat rumit dan mencakup interaksi antara udara, air, dan permukaan daratan Perubahan iklim adalah perubahan pola cuaca normal di seluruh dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan telah mengalami transformasi lingkungan fisik lahan. Transformasi lingkungan fisik lahan tersebut

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU

BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK TIMUR Menimbang : a. bahwa seiring

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang BUPATI LOMBOK TIMUR, : a. bahwa seiring dengan laju pembangunan

Lebih terperinci

Muhimmatul Khoiroh 1), dan Alia Damayanti 2)

Muhimmatul Khoiroh 1), dan Alia Damayanti 2) ANALISIS KEMAMPUAN JALUR HIJAU JALAN SEBAGAI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) PUBLIK UNTUK MENYERAP EMISI KARBON MONOKSIDA (CO) DARI KENDARAAN BERMOTOR DI KECAMATAN SUKOLILO SURABAYA GREEN LINE STREET CAPABILITY

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida (CO 2 ), metana (CH 4 ), dinitrogen oksida (N 2 O), hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara menyeluruh. Pembangunan daerah telah berlangsung

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya Pemanasan global (global warming) adalah suatu bentuk ketidakseimbangan ekosistem di bumi akibat terjadinya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Luas Hutan Kota di Kotamadya Jakarta Selatan Berdasarkan Peraturan Penentuan luas hutan kota mengacu kepada dua peraturan yang berlaku di Indonesia yaitu menurut PP No 62 Tahun

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Emisi CO 2 di kota Pematangsiantar 5.1.1 Emisi CO 2 yang berasal dari energi (bahan bakar fosil) Bahan bakar utama dewasa ini adalah bahan bakar fosil yaitu gas alam, minyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan ekosistem buatan yang terjadi karena campur tangan manusia dengan merubah struktur di dalam ekosistem alam sesuai dengan yang dikehendaki (Rohaini, 1990).

Lebih terperinci

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI Saat ini banyak kota besar yang kekurangan ruang terbuka hijau atau yang sering disingkat sebagai RTH. Padahal, RTH ini memiliki beberapa manfaat penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanasan global merupakan salah satu isu di dunia saat ini. Masalah pemanasan global ini bahkan telah menjadi agenda utama Perserikatan Bangsabangsa (PBB). Kontributor

Lebih terperinci

Oleh: Renandia Tegar Asririzky. Dosen Pembimbing: IDAA. Warmadewanthi, ST, MT, PhD.

Oleh: Renandia Tegar Asririzky. Dosen Pembimbing: IDAA. Warmadewanthi, ST, MT, PhD. Studi Carbon Footprint (CO 2 ) dari Kegiatan Permukiman di Kota Surabaya BagianTengah (Pusat dan Selatan) Oleh: Renandia Tegar Asririzky 3306 100 079 Dosen Pembimbing: IDAA. Warmadewanthi, ST, MT, PhD.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 7 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa seiring

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 16 TAHUN 2013 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU

LEMBARAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 16 TAHUN 2013 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU LEMBARAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 16 TAHUN 2013 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR, Menimbang

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya

PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya Oleh : Prof. Dr., Ir. Moch. Sodiq Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hidup, khususnya manusia dengan lingkungan hidupnya (Sitorus, 2004). Suatu

I. PENDAHULUAN. hidup, khususnya manusia dengan lingkungan hidupnya (Sitorus, 2004). Suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Inti dari permasalahan lingkungan hidup adalah hubungan makhluk hidup, khususnya manusia dengan lingkungan hidupnya (Sitorus, 2004). Suatu pandangan yang mencoba

Lebih terperinci

Kampus USU Medan Staf Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli, Jl. Raya Parapat km 10,5 Sibaganding-Parapat

Kampus USU Medan Staf Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli, Jl. Raya Parapat km 10,5 Sibaganding-Parapat Prediksi Luasan Optimal Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas Karbondioksida (CO 2) di Kota Medan 1 Predicting of Urban Forest Width as the Carbondioxide (CO 2) Absorber in Medan Suri Fadhilla 2, Siti Latifah

Lebih terperinci

Neny Fidayanti Universitas Palangkaraya ABSTRACT

Neny Fidayanti Universitas Palangkaraya   ABSTRACT ANALISIS SERAPAN KARBONDIOKSIDA BERDASARKAN TUTUPAN LAHAN DI KOTA PALANGKA RAYA (Analysis of Carbon dioxide s Absorption Based on Land Cover in Palangka Raya) Neny Fidayanti Universitas Palangkaraya e-mail:

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kota merupakan suatu tempat yang dihuni oleh masyarakat dimana mereka dapat bersosialisasi serta tempat melakukan aktifitas sehingga perlu dikembangkan untuk menunjang aktivitas

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5 1. Perubahan iklim global yang terjadi akibat naiknya suhu permukaan air laut di Samudra Pasifik, khususnya sekitar daerah ekuator

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap sumberdaya alam memiliki fungsi penting terhadap lingkungan. Sumberdaya alam berupa vegetasi pada suatu ekosistem hutan mangrove dapat berfungsi dalam menstabilkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS 4.1 Analisis 4.1.1 Gambaran Umum Kota Bogor Kota Bogor terletak di antara 106 43 30 BT - 106 51 00 BT dan 30 30 LS 6 41 00 LS dengan jarak dari ibu kota 54 km. Dengan ketinggian

Lebih terperinci

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Emisi Karbondioksida (CO 2 ) yang Dikeluarkan Kendaraan Bermotor di Kota Bogor Tahun 2010 Emisi CO 2 dari kendaraan bermotor dapat diketahui dengan cara terlebih dahulu

Lebih terperinci

EVALUASI PERUBAHAN EMISI GAS NOX DAN SO 2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DI KAMAL BANGKALAN AKIBAT PENGOPERASIAN JEMBATAN SURAMADU

EVALUASI PERUBAHAN EMISI GAS NOX DAN SO 2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DI KAMAL BANGKALAN AKIBAT PENGOPERASIAN JEMBATAN SURAMADU EVALUASI PERUBAHAN EMISI GAS NOX DAN SO 2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DI KAMAL BANGKALAN AKIBAT PENGOPERASIAN JEMBATAN SURAMADU Oleh: Imam Yanuar 3308 100 045 Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan lingkungan saat ini semakin meningkat. Salah satu masalah lingkungan global yang dihadapi banyak negara adalah terjadinya pulau bahang kota (urban heat island)

Lebih terperinci

FOR SALE.

FOR SALE. SOLD OUT READY FOR SALE www.i-gist.com 2 Pendahuluan Revitalisasi pemanfaatan hutan dan industri kehutanan merupakan salah satu dari 6 (enam) Kebijakan Prioritas Kementerian Kehutanan 2009-2014. Menteri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut Pembukaan lahan gambut untuk pengembangan pertanian atau pemanfaatan lainnya secara langsung mengubah ekosistem kawasan gambut yang telah mantap membentuk suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesatnya kemajuan dan kestabilan pembangunan nasional menempatkan Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai kota metropolitan dengan kondisi perekonomian yang selama

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL. Efek Rumah Kaca (Green House Effect)

PEMANASAN GLOBAL. Efek Rumah Kaca (Green House Effect) PEMANASAN GLOBAL Efek Rumah Kaca (Green House Effect) EFEK RUMAH KACA Efek rumah kaca dapat digunakan untuk menunjuk dua hal berbeda: efek rumah kaca alami yang terjadi secara alami di bumi, dan efek rumah

Lebih terperinci

Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Jenis Publik (Studi Kasus : Kota Surakarta)

Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Jenis Publik (Studi Kasus : Kota Surakarta) Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Jenis Publik (Studi Kasus : Kota Surakarta) Hapsari Wahyuningsih, S.T, M.Sc Universitas Aisyiyah Yogyakarta Email: hapsariw@unisayogya.ac.id Abstract: This research

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pemukiman. Sebagaimana kota menurut pengertian Bintarto (1977:9)

BAB I PENDAHULUAN. dan pemukiman. Sebagaimana kota menurut pengertian Bintarto (1977:9) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota merupakan suatu tempat yang menjadi pusat dari berbagai kegiatan manusia. Saat ini kota menjadi pusat pemerintahan, perdagangan, pendidikan, dan pemukiman.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak sekali dampak yang ditimbulkan oleh pemanasan global ini.

BAB I PENDAHULUAN. banyak sekali dampak yang ditimbulkan oleh pemanasan global ini. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bumi merupakan satu-satunya tempat tinggal bagi makhluk hidup. Pelestarian lingkungan dilapisan bumi sangat mempengaruhi kelangsungan hidup semua makhluk hidup. Suhu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, yaitu masuknya zat pencemar yang berbentuk gas, partikel kecil atau aerosol ke dalam udara (Soedomo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan

BAB I PENDAHULUAN. karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Hutan merupakan unsur terpenting bagi semua makhluk hidup di bumi, karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Hutan juga

Lebih terperinci

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW 09-1303) RUANG TERBUKA HIJAU 7 Oleh Dr.Ir.Rimadewi S,MIP J P Wil h d K t Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

Geografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn

Geografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn KTSP & K-13 Kelas X Geografi ATMOSFER VII Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami iklim Junghuhn dan iklim Schmidt Ferguson. 2. Memahami

Lebih terperinci

Wiwi Widia Astuti (E1A012060) :Pengetahuan Lingkungan ABSTRAK

Wiwi Widia Astuti (E1A012060) :Pengetahuan Lingkungan ABSTRAK Nama NIM Tugas :Wiwi Widia Astuti :E1A012060 :Pengetahuan Lingkungan ABSTRAK Dalam beberapa tahun terakhir, isu pemanasan global semakin sering dibicarakan baik dalam skala kecil sampai tingkat internasional.

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM INDUSTRI KOTA SURABAYA DAN TINJAUAN KEPUSTAKAAN PENCEMARAN ATMOSFER

GAMBARAN UMUM INDUSTRI KOTA SURABAYA DAN TINJAUAN KEPUSTAKAAN PENCEMARAN ATMOSFER BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1-1 1.2. Maksud, Tujuan, Dan Sasaran... 1-1 1.3. Lokasi Pekerjaan... 1-2 1.4. Lingkup Pekerjaan... 1-2 1.5. Peraturan Perundangan... 1-2 1.6. Sistematika Pembahasan...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lahan terbangun yang secara ekonomi lebih memiliki nilai. yang bermanfaat untuk kesehatan (Joga dan Ismaun, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. lahan terbangun yang secara ekonomi lebih memiliki nilai. yang bermanfaat untuk kesehatan (Joga dan Ismaun, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan bagian dari perkembangan suatu kota. Pembangunan yang tidak dikendalikan dengan baik akan membawa dampak negatif bagi lingkungan kota. Pembangunan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 7 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 7 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 7 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa seiring

Lebih terperinci

PT. SANJI WANATIRTA INDONESIA. Jalan Anggrek No. 09, Sambilegi Baru, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta Telp: Fax:

PT. SANJI WANATIRTA INDONESIA. Jalan Anggrek No. 09, Sambilegi Baru, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta Telp: Fax: PT. SANJI WANATIRTA INDONESIA Jalan Anggrek No. 09, Sambilegi Baru, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta 55282 Telp: 0274 4332389 Fax: 0274 488476 0 PROPOSAL PENGUKURAN CADANGAN KARBON DALAM SKEMA PERDAGANGAN

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL PENYEBAB PEMANASAN GLOBAL

PEMANASAN GLOBAL PENYEBAB PEMANASAN GLOBAL PEMANASAN GLOBAL APA ITU PEMANASAN GLOBAL Perubahan Iklim Global atau dalam bahasa inggrisnya GLOBAL CLIMATE CHANGE menjadi pembicaraan hangat di dunia dan hari ini Konferensi Internasional yang membahas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak

Lebih terperinci

BAB VII PERKIRAAN EMISI. Pemerintah Kabupaten Donggala A. GAS RUMAH KACA B. KEGIATAN MANUSIA DAN JENIS GRK. Badan Lingkungan Hidup Daerah

BAB VII PERKIRAAN EMISI. Pemerintah Kabupaten Donggala A. GAS RUMAH KACA B. KEGIATAN MANUSIA DAN JENIS GRK. Badan Lingkungan Hidup Daerah BAB VII PERKIRAAN EMISI A. GAS RUMAH KACA Gas rumah Kaca (GRK) merupakan gas di atmosfer yang berfungsi menyerap radiasi infra merah dan ikut menentukan suhu atmosfer. Adanya berbagai aktivitas manusia,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hutan Kota yang ada di Kota Samarinda Menurut PP RI No. 63 2002 hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkembangnya sektor industri dan pemanfaatan teknologinya tercipta produk-produk untuk dapat mencapai sasaran peningkatan kualitas lingkungan hidup. Dengan peralatan

Lebih terperinci

FENOMENA GAS RUMAH KACA

FENOMENA GAS RUMAH KACA FENOMENA GAS RUMAH KACA Oleh : Martono *) Abstrak Efek rumah kaca disebabkan karena naiknya konsentrasi gas karbon dioksida (CO 2) dan gas-gas lainnya di atmosfer. Kenaikan konsentrasi gas CO 2 ini disebabkan

Lebih terperinci

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Keadaan Umum Kota Bogor Kota Bogor merupakan kota pendukung DKI Jakarta yang merupakan ibukota negara Republik Indonesia. Letak geografis

Lebih terperinci

KAJIAN MENGENAI KEMAMPUAN RUANG TERBUKA HIJAU DALAM MENYERAP EMISI KARBON DI KOTA SURABAYA

KAJIAN MENGENAI KEMAMPUAN RUANG TERBUKA HIJAU DALAM MENYERAP EMISI KARBON DI KOTA SURABAYA KAJIAN MENGENAI KEMAMPUAN RUANG TERBUKA HIJAU DALAM MENYERAP EMISI KARBON DI KOTA SURABAYA Oleh: Ratri Adiastari 3306 100 069 Dosen Pembimbing: Susi Agustina Wilujeng,ST.,MT Latar Belakang Semakin menurunnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya

BAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan kehidupan paling signifikan saat ini adalah meningkatnya intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya lapisan atmosfer.

Lebih terperinci

PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK (FES) UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR INDUSTRI DAN TRANSPORTASI DI WILAYAH KABUPATEN SIDOARJO

PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK (FES) UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR INDUSTRI DAN TRANSPORTASI DI WILAYAH KABUPATEN SIDOARJO PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK (FES) UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR INDUSTRI DAN TRANSPORTASI DI WILAYAH KABUPATEN SIDOARJO Yonnet Hellian Kresna 1, *), Rachmat Boedisantoso 2)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungan dengan proses. infra merah diserap oleh udara dan permukaan bumi.

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungan dengan proses. infra merah diserap oleh udara dan permukaan bumi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanasan global (global warming) menjadi salah satu isu lingkungan utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungan dengan proses meningkatnya suhu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Oleh karena itu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

Unsur gas yang dominan di atmosfer: Nitrogen : 78,08% Oksigen : 20,95% Argon : 0,95% Karbon dioksida : 0,034%

Unsur gas yang dominan di atmosfer: Nitrogen : 78,08% Oksigen : 20,95% Argon : 0,95% Karbon dioksida : 0,034% Unsur gas yang dominan di atmosfer: Nitrogen : 78,08% Oksigen : 20,95% Argon : 0,95% Karbon dioksida : 0,034% Ozon (O 3 ) mempunyai fungsi melindungi bumi dari radiasi sinar Ultraviolet Ozon sekarang ini

Lebih terperinci

PELESTARIAN BIODIVERSITAS DAN PERUBAHAN IKLIM JOHNY S. TASIRIN ILMU KEHUTANAN, UNIVERSITAS SAM RATULANGI

PELESTARIAN BIODIVERSITAS DAN PERUBAHAN IKLIM JOHNY S. TASIRIN ILMU KEHUTANAN, UNIVERSITAS SAM RATULANGI PELESTARIAN BIODIVERSITAS DAN PERUBAHAN IKLIM JOHNY S. TASIRIN ILMU KEHUTANAN, UNIVERSITAS SAM RATULANGI Seminar Benang Merah Konservasi Flora dan Fauna dengan Perubahan Iklim Balai Penelitian Kehutanan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. 4 TINJAUAN PUSTAKA Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang di tunjuk dan atau di tetapkan oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. Kawasan hutan perlu di tetapkan untuk

Lebih terperinci

Pemilihan Jenis Pohon dalam rangka pembangunan dan pengembangan hutan kota. Serang, 14 Oktober 2014

Pemilihan Jenis Pohon dalam rangka pembangunan dan pengembangan hutan kota. Serang, 14 Oktober 2014 Pemilihan Jenis Pohon dalam rangka pembangunan dan pengembangan hutan kota Serang, 14 Oktober 2014 Hutan kota : pepohonan yg berdiri sendiri / berkelompok / vegetasi berkayu di kawasan perkotaan yg pada

Lebih terperinci

PREDIKSI JUMLAH KARBON YANG TIDAK TERSERAP OLEH PEPOHONAN AKIBAT PENEBANGAN HUTAN DAN EMISI KENDARAAN PADA RENCANA RUAS JALAN TIMIKA-ENAROTALI

PREDIKSI JUMLAH KARBON YANG TIDAK TERSERAP OLEH PEPOHONAN AKIBAT PENEBANGAN HUTAN DAN EMISI KENDARAAN PADA RENCANA RUAS JALAN TIMIKA-ENAROTALI PREDIKSI JUMLAH KARBON YANG TIDAK TERSERAP OLEH PEPOHONAN AKIBAT PENEBANGAN HUTAN DAN EMISI KENDARAAN PADA RENCANA RUAS JALAN TIMIKA-ENAROTALI Disusun Oleh Inti Pramitha Nolasari 3305.100.047 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Pengertian 2 Global warming atau pemanasan global adalah proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi. Suhu rata-rata global permukaan bumi telah 0,74 ± 0,18 C (1,33 ±

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pemanasan global saat ini menjadi topik yang paling hangat dibicarakan dan mendapatkan perhatian sangat serius dari berbagai pihak. Pada dasarnya pemanasan global merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA BITUNG

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA BITUNG ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA BITUNG ANALYSIS OF PUBLIC GREEN OPEN SPACE IN BITUNG CITY Alvira Neivi Sumarauw Jurusan Perencanaan Wilayah, Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan

Lebih terperinci

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah Menurut Penggunaan lahan Utama Tahun 2009 2011... 2 Tabel SD-1B. Topografi Kota Surabaya...

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Studi ini menyajikan analisis mengenai kualitas udara di Kota Tangerang pada beberapa periode analisis dengan pengembangan skenario sistem jaringan jalan dan variasi penerapan

Lebih terperinci

4.1 PENGERTIAN DAUR BIOGEOKIMIA

4.1 PENGERTIAN DAUR BIOGEOKIMIA 4.DAUR BIOGEOKIMIA 4.1 PENGERTIAN DAUR BIOGEOKIMIA Dalam lingkungan, unsur-unsur kimia termasuk juga unsur protoplasma yang penting akan beredar di biosfer mengikuti jalur tertentu yaitu dari lingkungan

Lebih terperinci

Pembangunan Geodatabase Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung

Pembangunan Geodatabase Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung Reka Geomatika No.1 Vol. 2016 14-20 ISSN 2338-350X Maret 2016 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Jurusan Teknik Geodesi Pembangunan Geodatabase Ruang Terbuka Hijau FERI NALDI, INDRIANAWATI Jurusan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelestarian lingkungan dekade ini sudah sangat terancam, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate change) yang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian dan Arti Penting Ruang Terbuka Hijau. RTH menurut UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah area

TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian dan Arti Penting Ruang Terbuka Hijau. RTH menurut UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah area TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Arti Penting Ruang Terbuka Hijau RTH menurut UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah area memanjang atau jalur atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat

Lebih terperinci

, 2016 KAJIAN RUANG TERBUKA HIJAU D AN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGEN D I KAMPUS UNIVERSITAS PEND IDIKAN INDONESIA (UPI) BAND UNG

, 2016 KAJIAN RUANG TERBUKA HIJAU D AN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGEN D I KAMPUS UNIVERSITAS PEND IDIKAN INDONESIA (UPI) BAND UNG 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Oksigen merupakan unsur yang sangat penting dalam tata kehidupan makhluk hidup. Oksigen diperlukan oleh makhluk hidup sebagai salah satu ciri makhluk hidup

Lebih terperinci