RINGKASAN EKSEKUTIF BIAYA DAN MANFAAT KEANGGOTAAN INDONESIA PADA ASIA-PACIFIC SPACE COOPERATION ORGANIZATION (APSCO) Oleh: Kelompok Penelitian I

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RINGKASAN EKSEKUTIF BIAYA DAN MANFAAT KEANGGOTAAN INDONESIA PADA ASIA-PACIFIC SPACE COOPERATION ORGANIZATION (APSCO) Oleh: Kelompok Penelitian I"

Transkripsi

1 RINGKASAN EKSEKUTIF BIAYA DAN MANFAAT KEANGGOTAAN INDONESIA PADA ASIA-PACIFIC SPACE COOPERATION ORGANIZATION (APSCO) Oleh: Kelompok Penelitian I Husni Nasution Sri Rubiyanti Bernhard Sianipar Dini Susanti Shinta Rahma Diana Astri Rafikasari PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN PENERBANGAN DAN ANTARIKSA LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL (LAPAN) Jl. Cisadane No. 25, Cikini, Jakarta Pusat 10330, Telp , Fax

2 BIAYA DAN MANFAAT KEANGGOTAAN INDONESIA PADA ASIA PACIFIC SPACE COORDINATION ORGANIZATION (APSCO) RINGKASAN EKSEKUTIF Asia-Pacific Space Cooperation Organization (APSCO) adalah organisasi kerjasama keantariksaan di luar sistem PBB untuk kawasan Asia-Pasifik yang diinisiasi oleh Republik Rakyat Tiongkok. Gagasan pembentukan APSCO telah dimulai pada pertengahan pertama tahun 1990-an. Pembentukan APSCO diawali dengan pembentukan wadah kerjasama Asia- Pacific Multilateral Cooperation in Space Technology and Applications (AP-MCSTA) oleh Tiongkok, Pakistan, dan Thailand di Beijing pada tahun AP-MCSTA bertujuan melakukan kerjasama di antara negara-negara di kawasan Asia-Pasifik dalam aplikasi dan pengembangan teknologi antariksa, serta sekaligus membentuk institusi sebagai wadah untuk kerjasama tersebut. Dalam upaya pembentukan APSCO tersebut AP-MCSTA beberapa kali menyelenggarakan pertemuan. Dalam berbagai pertemuan tersebut Indonesia diwakili oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) sebagai instansi focal point di bidang keantariksaan dan Kementerian Luar Negeri RI. Pada pertemuan penandatanganan, Beijing, Oktober 2005, Indonesia ikut menandatangani Konvensi APSCO pada tanggal 28 Oktober 2005 bersama dengan tujuh negara lainnya yaitu Bangladesh, Iran, Mongolia, Pakistan, Peru, Thailand, dan Tiongkok. Tujuh negara tersebut sudah meratifikasi Konvensi APSCO sekaligus sudah menjadi anggota penuh. Kemudian disusul dengan Turki yang masuk belakangan menjadi anggota, juga sudah menandatangan dan meratifikasinya. Sehingga sampai saat ini, dari delapan negara penandatangan awal ditambah dengan Turki hanya Indonesia yang belum meratifikasi Konvensi APSCO. Tujuan utama APSCO adalah untuk memungkinkan pengembangan kemampuan negara anggota di bidang keantariksaan melalui pemanfaatan bersama suberdaya bagi keuntungan masyarakat di wilayah Asia-Pasifik pada khususnya dan masyarakat dunia pada umumnya. Sasaran yang ingin dicapai oleh APSCO, yaitu: 1. Mempromosikan dan memperkuat pengembangan program-program kerjasama keantariksaan diantara negara-negara anggota melalui pembentukan basis kerjasama secara damai dalam hal pemanfaatan iptek keantariksaan; 2. Mengambil tindakan-tindakan yang efektif guna membantu negara-negara anggota di bidang penelitian dan pengembangan, pemanfaatan dan pelatihan dengan jalan mengembangkan dan mengiplementasikan kebijakan pengembangan keantariksaan; 3. Meningkatkan kerjasama, pengembangan bersama, dan berbagi pencapaian (kemajuan) di bidang iptek keantariksaan besera pemanfaatannya, serta penelitian di bidang sains antariksa dengan menggali potensi kerjasama di wilayah Asia-Pasifik; 4. Memperluas kerjasama diantara perusahaan dan institusi yang relevan dan mempromosikan industrialisasi teknologi antariksa dan pemanfaatannya. 5. Berkontribusi terhadap pemanfaatan antariksa secara damai dalam aktivitas kerjasama internasional di bidang teknologi antariksa dan pemafaatannya. Struktur organisasi Sekretariat APSCO pada saat ini sebagaimana diperlihatkan pada gambar di bawah ini.

3 Secretary general Deputy Secretary General Department of External Relation & Legal Affairs Department of Strategic Plan & Program Management Department of Education/Training & Database Management Department of Administration & Finance Gambar 1: Struktur Organisasi Sekretariat APSCO Rumusan kebijakan yang dibuat untuk meratifikasi atau tidaknya konvensi APSCO didasarkan pada kajian biaya dan manfaat. Sedangkan dasar analisis untuk merumuskan kebijakan bagi Indonesia dalam keanggotaannya pada APSCO berlandaskan pada, Keputusan Presiden RI Nomor 64 Tahun 1999 tentang Keanggotaan Indonesia dan Kontribusi Pemerintah Republik Indonesia pada Organisasi Organisasi Internasional, pada Pasal 3, terkait dengan hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan kerja sama pada organisasi internasional. 1. Pertimbangan pertama dan kedua Keputusan Presiden RI Nomor 64 Tahun 1999 Pertimbangan pertama menitikberatkan pada manfaat yang dapat diperoleh dari keanggotaan pada organisasi internasional yang bersangkutan dan kontribusi yang harus dibayar sebagaimana disepakati bersama dan diatur dalam ketentuan organisasi yang bersangkutan serta formula perhitungannya. Manfaat yang dapat diperoleh Indonesia jika Indonesia masuk menjadi anggota APSCO dapat dilihat dari kegiatan-kegiatan dan program-program yang dijalankan APSCO. Tabel 1 program APSCO yang dapat dimanfaatkan oleh Indonesia jika menjadi anggota. Tabel 1 : PEMANFAATAN PROGRAM APSCO OLEH INDONESIA No. Description Remark 1 SALARY (International Official)/ Deputy Director-General 2 BASIC ACTIVITIES: o Fundamental Research Activities on Space Science APOSOS Projects Earthquake Project - Asumsi untuk posisi Deputy Director-General - Asuransi kesehatan dan Tunjangan Pendidikan Anak (di bawah 18 tahun) - keuntungan dari training and workshop - Manfaat tidak berwujud, seperti

4 No. Description Remark Ka Band Project - keuntungan dari training and workshop - 2 training/workshop per tahun dengan 2 patrisipan setiap kegiatan - Estimasi biaya ticket, akomodasi, makan, transportasi, dokumen, biaya pengajar/trainer, dsb. Activities on Space Technology 1 large-scale project, SMMS Constellation opportunities from both space-based and ground-based networks shared space development infrastructure - 2 trainings/workshops per year with 2 participants under the project - Estimated cost includes tickets, accommodation, meals, transportation, documents, lecture fee, etc. Activities on Space Application DSSP and Its Application Pilot Projects Navigation Project Radiometric Calibration Project Establishment of Framework Project Newly approved project: Telemedicine Project shared 5 ground-based networks - 2 trainings/workshops per year with 1 participants under each activity - Estimated cost includes tickets, accommodation, meals, transportation, documents, lecture fee, etc. o Education & Training Short Training Program: Training 1 (1 person/member State) Training 2 (2 person/ Member State) Training 3 (1 person/ Member State) Degree Education Program 2 participants for MASTA/year 1 participants for DOCSTA/year Distance Education Program 4 kali dalam setahun Student Small Satellite project Kick-off SSS project (in China) On-line Training on SSS project (in China) Project Management Meeting (in Turkey/Pakistan)/ The 1stAPSCO Small Satellite Workshop SSS project A/B Technical Review Other necessary project meetings and trainings as decided by PMB Database development strategy One Expert Group Meeting (1 participant) ilmu pengetahuan dan peningkatan kompetensi 2 orang untuk 6 Workshop (atau meeting) - Develop 8 satellites jointly with all Member States - Phase B (design) will KO soon - Will be launched by China 1 orang untuk 10 Workshop/meeting - Including tickets, accommodation, meals, transportation, documents, lecture fee, etc. - Biaya Transport - Uang Pendidikan 1 person untuk 4 training/meeting 1 orang untuk 1 meeting

5 No. Description Remark Space Education for Future Generation Summer School (2 people) CanSat competitions Space education curricula development project Two Expert Group Meetings (1 participant per meeting) Exchange of Scientist/Technologists International Symposium (once every two years, 2 participants) Space Law & Policy Forum (once every two years, 2 participants) Data Sharing Service Platform 1 orang untuk 2 meeting 1 orang untuk 2 meeting 2 orang untuk 1 Simposium (atau Forum Hukum) Kajian biaya dan manfaat dapat dilakukan salah satunya dengan melihat struktur keuangan organisasi APSCO. Dengan melihat struktur keuangan APSCO akan tergambar kegiatan-kegiatan dan program-program yang dilakukan oleh APSCO sehingga dapat dilihat kinerja organisasi APSCO. Lebih lanjut yang menjadi penting adalah dengan mengetahui struktur keuangan APSCO, maka dapat dilihat seberapa besar potensi manfaat yang dapat diperoleh dari APSCO dibandingkan dengan biaya berupa kontribusi yang dibayarkan. Berikut ini adalah gambar struktur keuangan APSCO. Gambar 2: Struktur Income Organisasi APSCO Gambar 3: Struktur Expenditure Organisasi APSCO Sumber: Data diolah Struktur keuangan tersebut diatas memperlihatkan bahwa struktur keuangan APSCO terdiri dari Income dan Expenditures. Income merupakan penerimaan bagi APSCO atau arus kas masuk bagi APSCO. Income organisasi APSCO terdiri dari contribution member state,

6 optional project management fee dan other income (interest dan tax). Contribution member state berasal dari kontribusi yang dibayarkan oleh negara-negara anggota APSCO, yang diperhitungkan dari GDP masing-masing anggota. Dengan demikian Income merupakan biaya bagi Negara-negara anggota. Expenditures merupakan pengeluaran bagi APSCO atau arus kas keluar. Pengeluaran digunakan untuk medanai kegiatan-kegiatan ataupun program-program APSCO, berupa (1) staff salary : international official, local staff, personnel documents management, (2) Basic Activities : Activities & Development Plan, Fundamental Research, Extending Applications, Education & Training, Membership Expansion, dan Network Management dan (3) Administration. Dengan demikian, Expenditures tersebut merupakan manfaat yang dapat diperoleh oleh Negara-negara anggota APSCO. Berdasarkan ketentuan Konvensi APSCO, apabila suatu negara meratifikasi Konvensi APSCO, maka akan ada konsekuensi yang harus dipenuhi oleh pemerintah dari negara peratifikasi tersebut. Konsekuensi tersebut, antara lain ialah harus memberi kontribusi tahunan (annual fee) untuk anggaran APSCO. Untuk mendanai kegiatan-kegiatan, maka dibuat pengaturan keuangan sebagai berikut (APSCO, 2005): a. Dana organisasi harus disediakan melalui konstribusi negara-negara anggota, hibah sukarela dari pemerintah Tuan Rumah dan negara anggota lainnya, sumbangan atau subsidi yang diterima dari organisasi lain, dan jasa-jasa yang diberikan terhadap pihak lainnya; b. Setiap negara anggota wajib berkontribusi untuk anggaran organisasi sesuai dengan pengaturan keuangan yang akan diputuskan oleh Dewan; c. Dewan melalui konsensus akan menentukan skala kontribusi keuangan dari masingmasing negara anggota, dan harus ditinjau kembali setiap tiga tahun; d. Skala kontribusi keuangan dari masing-masing negara anggota wajib dihitung dari setiap tingkat kemajuan ekonomi dan rata-rata Gross Domestic Product (GDP) per kapita; e. Masing-masing negara anggota wajib dipersyaratkan untuk memberikan kontribusi keuangan minimum, yang disebut dengan floor kepada organisasi, yang akan diputuskan oleh Dewan berdasarkan dua per tiga mayoritas suara; f. Tidak satupun negara anggota wajib dipersyaratkan untuk membayar kontribusi keuangan melebihi 18 % dari anggaran Organisasi yang telah disepakati; g. Berdasarkan setiap arahan yang diberikan oleh Dewan, Sekretaris Jenderal dapat menerima sumbangan-sumbangan, hadiah-hadiah atau warisan-warisan (legacies) pada Organisasi asalkan tidak memberikan persyaratan apapun yang bertentangan dengan tujuan-tujuan Organisasi. Dalam menentukan skala kontribusi negara anggota APSCO untuk tahun 2015 sampai dengan tahun 2017 menggunakan data GDP dan populasi negara anggota tahun 2011 sampai dengan tahun Perhitungan skala kontribusi negara anggota menggunakan data GDP dan populasi yang dikeluarkan/dipublikasikan oleh World Bank. Hasil perhitungan kontribusi (%) yang diolah untuk tiap-tiap Negara anggota dengan menggunakan dasar data yang diambil dari World Bank adalah sebagaimana dimuat dalam Tabel 2 berikut.

7 Tabel 2: PERSENTASE KONTRIBUSI NEGARA ANGGOTA APSCO DAN INDONESIA TAHUN (USD) 50% rata-rata 50% Rata-rata (0,5xGDP) + (0,5 x Nama Negara Kontribusi (%) GDP GDP per kapita GDP per Kapita) (%) (1) (2) (3) (4) (5) Bangladesh 0,59 0,9645 1,5545 3,0000 China 36,39 6, , ,0000 Iran, Islamic Rep. 2,33 7, , ,1118 Mongolia 0,05 4,5602 4,6102 4,6102 Pakistan 0,96 1,3746 2,3346 3,0000 Peru 0,81 6,8163 7,6263 7,6263 Thailand 1,57 5,9493 7,5193 7,5193 Turkey 3,41 11, , ,1236 Indonesia 3,89 3,9906 7,8806 7,8806 TOTAL 50,00 50, , ,8718 Sumber: (Data diolah) Sedangkan perhitungan yang dilakukan oleh APSCO apabila Indonesia menjadi anggotanya kontribusi masing-masing anggota APSCO untuk tahun sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 3 berikut: Tabel 3: PERSENTASE KONTRIBUSI NEGARA ANGGOTA APSCO DAN INDONESIA TAHUN (USD) Negara Anggota Rata2 GDP 3 Thn ( ) GDP (%) 50% GDP Rata2 GDP per kapita 3 Thn ( ) GDP per kapita (%) 50% GDP per kapita Total (%) (5)+(8) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) Kontr (%) 1. Bangladesh ,06 0,53 770,466 1,75 0,83 1,41 3,00 2. China ,14 35, ,93 6,97 43,54 18,00 3. Iran ,13 2, ,93 6,97 9,03 9,03 4. Mongolia ,09 0, ,30 4,16 4,19 4,19 5. Pakistan ,99 1, ,86 1,43 2,43 3,00 6. Peru ,67 0, ,31 7,99 7,99 7,15 7. Thailand ,24 1, ,49 6,35 7,87 7,87 8. Turkey ,03 3, ,46 15,75 15,75 12,23 9. Indonesia ,64 3, ,97 3,98 7,81 7,81 Sumber: APSCO Total , ,00 50,00 100,00 76,63 Apabila hasil perhitungan APSCO dibandingkan dengan data diolah, maka selisihnya dapat dilihat dalam Tabel 4, dengan menggunakan dasar kurs dolar dan berdasarkan kurs Bank Indonesia sebesar Rp ,- anggaran APSCO untuk tahun 2015 sampai dengan tahun 2017 masing-masing adalah ,00 USD; ,00 USD; dan ,00 USD.

8 Tabel 4: PERBANDINGAN KONTRIBUSI DATA PERHITUNGAN APSCO DENGAN DATA DIOLAH TAHUN Kontribusi (%) Kontribusi Anggota USD IDR USD IDR USD IDR 7,81 371, , , ,88 375, , , Selisih 3,362, , , Sumber: Data Diolah Tabel diatas menunjukkan bahwa hasil perhitungan kontribusi apabila Indonesia masuk menjadi anggota APSCO, memperlihatkan hasil perhitungan kontribusi yang diperhitungkan oleh secretariat APSCO lebih kecil dibandingkan dengan perhitungan data diolah. Sehingga untuk analisa lebih lanjut dalam menghitung biaya dan manfaat menggunakan data yang lebih menguntungkan bagi Indonesia yaitu menggunakan skala kontribusi yang lebih kecil yaitu 7,81%. Manfaat yang diperoleh Indonesia apabila masuk menjadi anggota APSCO akan dilihat dari manfaat berwujud (tangible) dan tidak berwujud (intangible) dengan berlandaskan kepada Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 1999 tentang Keanggotaan dan Kontribusi Pemerintah Indonesia Pada Organisasi-Organisasi Internasional. Dari anggaran APSCO yang dihimpun melalui kontribusi anggota APSCO termasuk Indonesia apabila sudah menjadi anggota APSCO, biaya pengelolaan proyek opsional, dan masukan dari sumber lainnya, Indonesia dapat memperolah manfaat pengembalian dari kontribusi yang diberikan tersebut yaitu dari staff salary, basic activities dan administration. Manfaat dari Staff salary diperoleh apabila Indonesia menduduki salah satu jabatan yang ada di organisasi APSCO, baik sebagai Sekretaris Jenderal maupun sebagai Deputi Sekretaris Jenderal serta jabatan lainnya. Indonesia juga dapat sebagai tuan rumah untuk program-program APSCO. Manfaat yang dapat diperoleh dari basic activities, adalah sebagai berikut: a. Kemanfaatan dari kegiatan-kegiatan penelitian dasar di bidang peraturan dan hukum antariksa, ilmu pengetahuan antariksa, teknologi antariksa, dan apikasi antariksa. b. Kemanfaatan dari pengembangan sumber daya manusia (capacity building) mencakup short training course, degree education program, distance education, international symposium, dan lain-lain. c. Kemanfaatan yang dapat diperoleh dengan dapat diikutsertakan Indonesia di dalam pemeran-pameran berkaitan dengan program APSCO. d. Kemanfaatan lainnya dapat diperoleh dari Establishment of APSCO and Membership Expansion. Establishment of APSCO and Membership Expansion merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh Organisasi untuk memperbesar Organisasi (memperbesar kegiatan dan program-program), dengan cara perluasan modal. Perluasan atau expansi diperlukan oleh suatu Organisasi dalam hal ini APSCO, untuk mencapai efisiensi dan dapat menjadikan Organisasi lebih kompetitif, sehingga dapat meningkatkan bargaining power Organisasi di mata Negara-negara lain. Peluang

9 potensi positif negara-negara lain tersebut dapat diambil manfaatnya oleh negaranegara anggota APSCO. Expansi juga diperlukan untuk meningkatkan Value Organisasi dan manfaatnya dapat diterima oleh negara-negara anggota. Manfaat tangible yang dapat diambil tersebut berupa berkurangnya prosentase kontribusi yang harus dibayarkan Negara-negara anggota. Hal tersebut dapat dilihat dari rumus perhitungan kontribusi yang menunjukkan bahwa dengan bertambahnya anggota dalam organisasi maka kontribusi yang dibayarkan oleh negara-negara anggota akan semakin kecil. Hal tersebut mendukung dan sesuai dengan konsep Nuechterlein terkait dengan economic interest yaitu adanya peningkatan ekonomi bangsa dan negara untuk kesejahteraan dalam melakukan interaksi dengan negara lain. Manfaat yang diterima berupa potensi penghematan sumber RI minimal sebesar konsep perhitungan Basic Activitiy yang diterapkan pada perhitungan biaya dan manfaat kajian ini. Sedangkan manfaat yang dapat diterima dari biaya administrasi dapat dilihat dari komponen pembentuk biaya tersebut. Prosentase besar komponen pembentuk biaya tersebut adalah biaya yang digunakan untuk keperluan meeting, official travel dan biaya pendukung lainnya. Biaya diselenggarakannya council meeting APSCO tidak lagi dibebankan kepada negara-negara anggota. Pengeluaran-pengeluaran terkait dengan penyelenggaraan council meeting termasuk perjalanan dinas ditanggung oleh APSCO. Hal tersebut merupakan manfaat yang diterima oleh negara anggota. Besaran manfaat yang diterima adalah sebesar biaya yang dikeluarkan oleh APSCO terkait dengan penyelenggaraan meeting tersebut. Hal ini tidak seperti organisasi lainnya dimana negara anggota tetap mengeluarkan biaya untuk menghadiri pertemuan. Manfaat yang dapat diperoleh seperti yang telah dijelaskan diatas diklasifikasikan kedalam 3 kelompok biaya, yaitu staff salary, basic activities, dan administration. Dasar perhitungan menggunakan data forecast 3 tahunan yang dibuat oleh APSCO. Dasar untuk perhitungan staff salary menggunakan asumsi bahwa Indonesia menduduki satu kursi dalam anggota dewan APSCO minimal sebagai Deputi. Sedangkan dasar perhitungan untuk basic activity, tahap awal adalah mengelompokkan basic activity kedalam kelompok urutan berdasarkan tingkat likuiditasnya. Basic activity yang dikelompokkan kedalam enam kelompok kemudian dibagi kedalam 3 kelompok yaitu fundamental research, education and training dan expenditures lainnya masuk kedalam kelompok Establishment of APSCO and membership. Dasar perhitungan untuk basic activity menggunakan dasar perolehan manfaat sebesar kontribusi yang dibayarkan yaitu sebesar 7,81%. Sedangkan dasar perhitungan untuk menghitung administration menggunakan dasar pembagian yang sama untuk semua Negara anggota. Hal ini dikarenakan bahwa setiap Negara anggota mempunyai hak yang sama untuk menghadiri pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan oleh APSCO. Berdasarkan konsep-konsep perhitungan yang sudah disebutkan di atas, maka hasil perhitungan biaya dan manfaat jika Indonesia meratifikasi konvensi APSCO dapat dilihat dalam Tabel 5 berikut.

10 Tabel 5: ESTIMASI KONTRIBUSI BIAYA (COST) DAN MANFAAT (BENEFIT) KEANGGOTAAN INDONESIA PADA APSCO DASAR MANFAAT DIPEROLEH SEBESAR KONTRIBUSI dalam US $ Kontribusi Expenditure Manfaat yang diperoleh Salary Basic activity : - Fundamental Research ( x 7,81%) - Education & Training ( x 7,81%) - Establishment of APSCO and Membership Expansion Sumber : Data diolah Total Basic Activity 7,81% x Administrasi (Asumsi sama untuk semua negara) Total Perhitungan biaya dan manfaat dilakukan dengan menggunakan pendekatan konsep teori investasi, dimana tingkat pengembalian investasi diperoleh minimal sebesar dana yang dikeluarkan untuk investasi tersebut. Sehingga manfaat yang diperoleh Indonesia minimal harus sebesar kontribusi yang dibayarkan. Kontribusi Indonesia sebesar 7,81% dari anggaran yang telah ditetapkan. Anggaran APSCO yang ditetapkan untuk tahun 2016 sebesar US $ , sehingga kontribusi yang harus dibayarkan oleh Indonesia sebesar $ Manfaat yang dapat diperoleh dari expenditures sebesar US $ yang berasal dari salary, basic acivities dan administration. Manfaat dari salary diperhitungkan berdasarkan forecast yang ada dalam financial report tahunan dengan asumsi penempatan 1 orang di dalam keorganisasian APSCO sebagai Deputi. Berdasarkan perhitungan, maka manfaat yang dapat diperoleh dari salary diukur dalam satuan moneter sebesar US $ Manfaat yang diperoleh dari basic activity sebesar US $ , berasal dari 7,81% dari total basic activity yang dianggarkan sebesar US $ Basic Activity tersebut diperoleh dari fundamental research sebesar US $ , education & training sebesar US $ dan establishment of APSCO and membership expansion sebesar US $ Sedangkan manfaat yang diperoleh dari administration sebesar US $ Hasil perhitungan menunjukkan dari kontribusi yang dibayarkan Indonesia sebesar US $ , manfaat yang dapat diterima sebesar US $ Sehingga jika dilihat dari kemanfaatan tangible, Indonesia defisit sebesar US $ Hal tersebut menunjukkkan bahwa jika Indonesia meratifikasi konvensi APSCO, seharusnya Indonesia memperoleh kemanfaatan lebih kecil dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Dilihat dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh organisasi APSCO, APSCO memberikan peluang yang sama untuk semua negara-negara anggotanya didalam memanfaatkan program-program basic activity yang ditawarkannya. Sehingga dengan melihat kecenderungan tersebut maka perhitungan cost dan benefit APSCO didasarkan pada pembagian program basic activity yang sama untuk semua negara anggota. Sedangkan untuk salary tetap menggunakan dasar bahwa Indonesia dapat menempatkan orang untuk menjabat

11 sebagai Deputi. Perhitungan biaya dan manfaat dengan dasar pertimbangan tersebut adalah sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 6 berikut. Tabel 6: ESTIMASI KONTRIBUSI BIAYA (COST) DAN MANFAAT (BENEFIT) KEANGGOTAAN INDONESIA PADA APSCO DASAR PEROLEHAN MANFAAT YANG SAMA UNTUK SEMUA ANGGOTA Kontribusi Expenditure dalam US $ Salary Basic activity : - Fundamental Research ( :9 neg) - Education Training ( : 9 neg) utk 4 program - Establishment of APSCO and Membership Expansion Total Basic Activity Sumber: Data Diolah Administrasi (Asumsi sama untuk semua negara) Total Hasil perhitungan kontribusi menggunakan konsep yang sama, dan diperoleh hasil yang sama dengan Table 5 di atas, yaitu sebesar US $ Manfaat yang dapat diperoleh dari expenditures sebesar US $ yang berasal dari Salary, Basic Acivities dan Administration. Manfaat dari Salary diperhitungkan berdasarkan forecast yang ada dalam financial report tahunan dengan asumsi penempatan 1 orang di dalam keorganisasian APSCO sebagai Deputi. Berdasarkan perhitungan, maka manfaat yang dapat diperoleh dari Salary diukur dalam satuan moneter sebesar US $ Manfaat yang diperoleh dari Basic Activity sebesar US $ , berasal dari perolehan manfaat yang sama untuk semua Negara anggota, dimana Basic Activity dianggarkan sebesar US $ untuk 9 negara anggota. Basic Activity tersebut diklasifikasikan kedalam 3 kelompok aktivitas, yaitu Fundamental Research sebesar US $ , Education & Training sebesar US $ dan Establishment of APSCO and Membership Expansion sebesar US $ Sedangkan manfaat yang diperoleh dari Administration sebesar US $ Hasil kajian dengan menggunakan dasar perhitungan diatas menunjukkan bahwa dari kontribusi yang dibayarkan Indonesia sebesar US $ , manfaat yang dapat diterima sebesar US $ Sehingga jika dilihat dari kemanfaatan tangible dengan menggunakan pola dasar yang diterapkan oleh APSCO, maka Indonesia dapat memperoleh surplus sebesar US $ Hal tersebut menunjukkkan bahwa jika Indonesia meratifikasi konvensi APSCO, Indonesia memperoleh kemanfaatan lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Hasil perhitungan biaya dan manfaat memperlihatkan bahwa seharusnya Indonesia memperoleh kemanfaatan sebesar prosentase kontribusi yang dibayarkan Indonesia ke organisasi APSCO, dimana hasil perhitungan menunjukkan bahwa Indonesia mengalami deficit atau dengan kata lain kemanfaatan yang diperoleh lebih kecil dibandingkan dengan kontribusi yang dibayarkan jika kontribusi yang dibayarkan sebesar 7,81% (berdasarkan perhitungan secretariat (APSCO). Akan tetapi secara perhitungan actual yang didasarkan

12 pada pola atau sistem yang diterapkan oleh APSCO, yang menerapkan sistem bahwa setiap Negara anggota mempunyai peluang yang sama untuk memperoleh kemanfaatan yang ditawarkan melalui kegiatan-kegiatan ataupun program-program APSCO, hasilnya menunjukkan realisasi kemanfaatan yang diperoleh Indonesia adalah surplus. Artinya manfaat yang diperoleh Indonesia lebih besar dibandingkan dengan kontribusi yang dibayarkan. Surplus tersebut dengan asumsi bahwa Indonesia memanfaatkan manfaat tangible program APSCO dengan maksimal. Benefit yang didapatkan benar-benar terealisasi jika Indonesia dapat benar-benar memanfaatkan program-program yang ditawarkan oleh APSCO dan dapat menempatkan orang untuk menduduki salah satu jabatan yang ada di organisasi APSCO setingkat Deputi. Surplus sebesar US $ , belum menghitung kemanfaatan dari data Sharing Service Platform dan kemanfaatan lain yang dapat diterima dari manfaat intangible. Apabila dikuantifikasikan maka data sharing service platform dapat menghasilkan manfaat sebesar : 1000 scenes of satellite data/year (for 2 meter resolution: around 625USD/scene) atau (for 0.8 meter resolution: around 1560USD/scene). Kemanfaatan tidak berwujud mengacu pada Keputusan Presiden Nomor 64 Tahun 1999 Tentang Keanggotaan Indonesia Dan Kontribusi Pemerintah Republik Indonesia Pada Organisasi-Organisasi Internasional, pasal 4, yang menyebutkan bahwa manfaat-manfaat yang perlu dipertimbangkan adalah manfaat ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya, perdamaian dan keamanan internasional, kemanusiaan, dan manfaat lainnya. Manfaat ideologi yang diharapkan dari kerjasama pada APSCO adalah untuk menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup bangsa dan Negara, yaitu dapat memperoleh manfaat untuk mengetahui nilai-nilai negara lain, sehingga dapat menghindarkan diri dari pengaruh negatif yan terdapat di dalamnya. Di samping itu pula, Indonesia dapat menunjukkan keunggulan ideologi Pancasila yang dimiliki dan telah beberapa kali diuji ketangguhannya dalam perjalanan bangsa Indonesia sampai saat ini. Manfaat politik, yaitu Indonesia sebagai negara yang masih sedang berkembang dalam teknologi keantariksaan menjadikan APSCO sebagai connectivity dengan negaranegara anggota APSCO lainnya sehingga terbuka jalur untuk kerjasama bilateral sehingga Indonesia dapat memperoleh transfer of technology keantariksaan. Hal ini dapat meningkatkan kemampuan Indonesia sebagai negara anggota untuk mempengaruhi dan meluaskan hubungan kerja sama melalui mekanisme APSCO. Selain itu keberadaan APSCO yang telah terdaftar di PBB dan menjadi observer tetap COPUOS, menjadikan APSCO memiliki peranan yang penting dalam keantariksaan internasional dengan cara berpatisipasi aktif dalam kegiatan-kegiatan keantariksaan yang dilaksanakan oleh PBB, yang secara tidak langsung akan meningkatkan National Pride Indonesia di mata negara-negara lain dalam kegiatan keantariksaan Internasional. Manfaat Ekonomi, yaitu kerjasama multilateral APSCO dan bilateral yang dilakukan Indonesia dengan Tiongkok akan menambah kepercayaan untuk investasi di Indonesia untuk kepentingan riset bersama yang akan meringankan beban pendanaan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang teknologi penerbangan dan antariksa di Indonesia, baik lewat joint on venture, joint investation maupun lainnya. Manfaat sosial budaya, yaitu masuknya Indonesia dalam organisasi APSCO akan menjadikan organisasi tersebut semakin disegani, mendatangkan tenaga ahli dari negara-

13 negara anggota APSCO yang memiliki ahli tertentu dimana Indonesia masih belum mimiliki atau masih mimiliki kekurangan. Melalui kerjasama APSCO tujuan Indonesia tersebut diharapkan dapat dilakukan lebih mudah. Manfaat Perdamaian dan Keamanan Internasional, yaitu untuk mendorong menciptakan stabilitas tidak hanya di kawasan Negara Kesatuan Republik Indonesia tetapi juga di kawasan Asia Pasifik bersama-sama dengan negara-negara anggota APSCO lainnya, dan hal tersebut sejalan dengan pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat yang diantaranya menyebutkan bahwa Indonesia ikut melaksanakan ketertiban dunia dan perdamaian abadi. Manfaat Kemanusiaan adalah untuk menunjang upaya pencegahan dan penanggulangan bencana serta rehabilitasi yang diakibatkannya, dan untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Indonesia sebagai negara yang rawan bencana alam setiap tahunnya seperti banjir, tanah longsor, kebakaran, dan gunug api sangat membutuhkan teknologi tersebut. Manfaat lainnya yaitu pengembangan ilmu pengetahuan dan pembangunan kapasitas yang tidak dapat dikuantifikasikan, dimana manfaat tidak berwujud ini sangat penting bagi penjalaran dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi penerbangan dan antariksa di Indonesia. Negara-negara Anggota akan mendapatkan keuntungan maksimal melalui kerja sama multilateral dalam penelitian, eksplorasi, pengembangan, dan penerapan dari pengembangan bersama program dan kegiatan keantariksaan. Pembangunan bersama akan mengurangi risiko yang terkait dengan teknologi antariksa ini. Dengan menjadi anggota APSCO, SDM yang telah mengikuti pelatihan ataupun yang mengikuti pendidikan S2 atau S3 dapat memberi manfaat bagi SDM lain, baik di LAPAN maupun di luar LAPAN melalui Bimbingan Teknik. Dengan menjadi anggota APSCO, ada peluang bagi Indonesia untuk memajukan keterlibatan industry swasta nasional dalam berbagai proyek APSCO sebagaimana diatur dalam Konvensi APSCO khususnya pasal 5 tentang Kebijakan Industri. 2. Pertimbangan ketiga Keputusan Presiden RI Nomor 64 Tahun 1999 Pertimbangan ketiga adalah keanggotaan Indonesia pada suatu organisasi internasional yang mempunyai lingkup dan kegiatan yang sejenis. Keterlibatan Indonesia di dalam organisasi yang ada di dalam dan luar sistem PBB dan kontribusi Indonesia pada organisasi internasional di bidang teknologi keantariksaan, dilakukan dalam rangka meningkatkan dan mentransfer ilmu pengetahuan dan teknologi penerbangan dan antariksa. Lingkup kegiatan yang dilakukan oleh organisasi tersebut berupa sidang tahunan, seminar, workshop, diklat dalam aplikasi inderaja, satelit komunikasi, satelit meteorologi, space sciences, hasil penelitian tentang keantariksaan yang disebarluaskan kepada anggota (pertemuan-pertemua ilmiah), symposium solar-terrestrial physics, dan pertukaran data/informasi. Lingkup kerja sama dengan organisasi-organisasi internasional tersebut yang membedakan dengan kerja sama yang akan dilakukan dengan APSCO adalah kerja sama di APSCO setiap negera diberi kesempatan yang sama di dalam setiap kegiatan. Negara anggota diberi kesempatan untuk mengusulkan kegiatan-kegiatan untuk dilakukan secara bersama. Kesempatan tersebut dapat dijadikan peluang bagi negara anggota untuk mengusulkan kegiatan penting di bidang keantariksaan yang ada di masing-masing negara anggota untuk didampingkan dengan kegiatan yang ada di APSCO, sehingga dimungkinkan dalam kegiatan

14 tersebut terjadinya sharing pengetahuan dari para ahli negara anggota dan transfer teknologi dari negara yang memiliki kemampuan lebih di bidang teknologi keantariksaan. Karena, di dalam kerja sama APSCO terdapat proyek-proyek yang dapat meningkatkan kemampuan, seperti proyek Small Satellite System (SSS) dan APOSOS. Kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan APSCO ke depanya sepertinya akan sama dengan apa yang dilakukan oleh Kelompok Negara-Negara Eropa yang tergabung dalam European Space Agency (ESA). Masing-masing anggota memberikan kontribusi dan akan mendapat manfaat dari kontribusi tersebut untuk kepentingan negaranya. Kemampuan yang dimiliki negara anggota APSCO juga beragam, ada yang baru memiliki kemampuan pada tahap aplikasi teknologi antariksa, tetapi ada juga yang telah memiliki kemampuan di dalam memproduksi teknologi dan mengkomersialisasikanya. Bahkan negara tersebut sudah dapat disetarakan dengan Amerika Serikat dan Rusia. Beberapa negara juga ada yang memiliki program pengembangan teknologi roket dan telah mampu di dalam merancang dan membangun roket-roket sonda untuk tujuan ilmiah yang mana program tersebut tidak terdapat di dalam programnya APSCO. Hal tersebut juga memberikan peluang lain bagi Indonesia apabila masuk menjadi anggota APSCO, melalui kerja sama APSCO tentu akan mempermudah dilakukannya kerja sama bilateral dengan negara-negara APSCO. Dari uraian dan analisis tersebut diatas maka kebijakan yang diambil oleh pemerintah untuk meratifikasi atau tidak meratifikasi Konvensi APSCO dapat lebih jelas. Berdasarkan hasil kajian dapat disimpulkan antara lain sebagai berikut: 1. Apabila Indonesia masuk menjadi anggota APSCO maka benefit yang didapatkan lebih tinggi dibandingkan dengan kontribusi yang dibayarkan oleh pemerintah Indonesia. 2. Masuknya Indonesia dalam organisasi APSCO, akan memberikan peluang lebih mudah bagi Indonesia untuk melakukan kerja sama bilateral dengan negara anggota di program lain yang tidak terdapat di APSCO, misalnya dalam program pengembangan teknologi wahana peluncur roket. 3. Sebagai negara penandatangan berdirinya APSCO dan apabila Indonesia melanjutkannya dengan meratifikasi Konvensi APSCO tersebut, maka akan memberikan citra yang lebih baik lagi bagi Indonesia di tingkat internasional dengan kekonsistensian Indonesia. Dari kesimpulan tersebut di atas maka direkomendasikan sebagai berikut: 1. Sebaiknya Indonesia segera meratifikasi Konvensi dan menjadi anggota APSCO. 2. Perlu melakukan koordinasi dengan stakeholder terkait dan pihak Kementerian Luar Negeri RI di level yang lebih tinggi mengingat Indonesia membutuhkan berbagai kerja sama internasional untuk meningkatkan kemampuan teknologi antariksa di Indonesia. 3. Apabila hal tersebut benar-benar dapat terealisasikan maka Indonesia harus dapat memanfaatkan dengan maksimal program-program ataupun kegiatan yang ditawarkan oleh APSCO dan menempatkan minimal satu orang untuk menduduki jabatan di dalam organisasi APSCO. ----oo0oo----

LAPORAN DELEGASI RI PADA THE FIRST MEETING OF THE COUNCIL OF ASIA-PACIFIC SPACE COOPERATION ORGANIZATION(APSCO) (Beijing, China :15 17 December 2008)

LAPORAN DELEGASI RI PADA THE FIRST MEETING OF THE COUNCIL OF ASIA-PACIFIC SPACE COOPERATION ORGANIZATION(APSCO) (Beijing, China :15 17 December 2008) LAPORAN DELEGASI RI PADA THE FIRST MEETING OF THE COUNCIL OF ASIA-PACIFIC SPACE COOPERATION ORGANIZATION(APSCO) (Beijing, China :15 17 December 2008) I. UMUM 1. The First Meeting of The Council of Asia-Pacific

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KERJASAMA LUAR NEGERI UNTUK PENINGKATAN KEPENTINGAN NASIONAL

PEMANFAATAN KERJASAMA LUAR NEGERI UNTUK PENINGKATAN KEPENTINGAN NASIONAL PEMANFAATAN KERJASAMA LUAR NEGERI UNTUK PENINGKATAN KEPENTINGAN NASIONAL Oleh: Triyono Wibowo Dubes/Watapri Wina PENDAHULUAN 1. Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan

Lebih terperinci

LAPORAN. THE THIRD MEETING OF THE AD-HOC COMMITTEE FOR FINANCIAL ARRANGEMENTS (Beijing, China: October 2008) DAN

LAPORAN. THE THIRD MEETING OF THE AD-HOC COMMITTEE FOR FINANCIAL ARRANGEMENTS (Beijing, China: October 2008) DAN LAPORAN THE THIRD MEETING OF THE AD-HOC COMMITTEE FOR FINANCIAL ARRANGEMENTS (Beijing, China: 27 29 October 2008) DAN THE SECOND MEETING OF THE AD HOC COMMITTEE FOR PROGRAM PLANNING FOR APSCO (Beijing,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 1999 TENTANG KEANGGOTAAN INDONESIA DAN KONTRIBUSI PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PADA ORGANISASI-ORGANISASI INTERNASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Laporan Delegasi Indonesia pada High-level Dialogue Regional Economic Cooperation and Integration, UN-ESCAP 21 April 2017

Laporan Delegasi Indonesia pada High-level Dialogue Regional Economic Cooperation and Integration, UN-ESCAP 21 April 2017 Laporan Delegasi Indonesia pada High-level Dialogue Regional Economic Cooperation and Integration, UN-ESCAP 21 April 2017 Dr. Ir. Suprayoga Hadi, MSP Ketua Delegasi Indonesia pada HLD RECI UN-ESCAP Bangkok,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE INVOLVEMENT OF CHILDREN IN ARMED CONFLICT (PROTOKOL

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR : PK. 14 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KERJASAMA LUAR NEGERI DI LINGKUNGAN BADAN SAR NASIONAL

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR : PK. 14 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KERJASAMA LUAR NEGERI DI LINGKUNGAN BADAN SAR NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR : PK. 14 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KERJASAMA LUAR NEGERI DI LINGKUNGAN BADAN SAR NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN SAR NASIONAL,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 34, 2002 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4195) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2015 TENTANG LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2015 TENTANG LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2015 TENTANG LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PANITIA NASIONAL PENYELENGGARA PERTEMUAN KHUSUS PARA PEMIMPIN NEGARA-NEGARA ASEAN, NEGARA-NEGARA LAIN, DAN ORGANISASI-ORGANISASI INTERNASIONAL

Lebih terperinci

MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN. PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150/PMK.OlO/ 2017

MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN. PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150/PMK.OlO/ 2017 MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150/PMK.OlO/ 2017 TENTANG PENAMBAHAN INVESTASI PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PADA. LEMBAGA KEUANGAN INTERNASIONAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tersedianya infrastruktur seperti jalan, jembatan, pelabuhan, bendungan dan infrastruktur fisik lainnya menjadi pendorong bagi kegiatan ekonomi, peningkatan kualitas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM KERJA SAMA LUAR NEGERI

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM KERJA SAMA LUAR NEGERI PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM KERJA SAMA LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Deputi Bidang Koordinasi Kerjasama Ekonomi Internasional Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian

Deputi Bidang Koordinasi Kerjasama Ekonomi Internasional Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Deputi Bidang Koordinasi Kerjasama Ekonomi Internasional Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Unit : Deputi Bidang Koordinasi Kerjasama Ekonomi Internasional SS Indikator Target 2015 Terwujudnya

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2015 TENTANG LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2015 TENTANG LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2015 TENTANG LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN KERJA SAMA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN LUAR NEGERI

PETUNJUK PELAKSANAAN KERJA SAMA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN LUAR NEGERI LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : TANGGAL : PETUNJUK PELAKSANAAN KERJA SAMA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN LUAR NEGERI I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam era globalisasi ekonomi

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI

RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF Utang Pemerintah Pusat berperan dalam mendukung pembiayaan APBNP 2017. Penambahan utang neto selama bulan September 2017 tercatat sejumlah Rp40,66 triliun, berasal dari penerbitan Surat

Lebih terperinci

SEBUAH AWAL BARU: PERTEMUAN TINGKAT TINGGI TENTANG KEWIRAUSAHAAN

SEBUAH AWAL BARU: PERTEMUAN TINGKAT TINGGI TENTANG KEWIRAUSAHAAN SEBUAH AWAL BARU: PERTEMUAN TINGKAT TINGGI TENTANG KEWIRAUSAHAAN Pertemuan Tingkat Tinggi Tentang Kewirausahaan akan menyoroti peran penting yang dapat dimainkan kewirausahaan dalam memperluas kesempatan

Lebih terperinci

BADAN KEBIJAKAN FISKAL KEMENTERIAN KEUANGAN RI

BADAN KEBIJAKAN FISKAL KEMENTERIAN KEUANGAN RI BADAN KEBIJAKAN FISKAL KEMENTERIAN KEUANGAN RI Jakarta, 22 Oktober 2012 Peran Kementerian Keuangan Instrumen Kebijakan Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim Kebijakan pendanaan/investasi Pemerintah (PIP)

Lebih terperinci

KEPENTINGAN INDONESIA DALAM KERJASAMA PEMANFAATAN RUANG ANGKASA DENGAN TIONGKOK TAHUN

KEPENTINGAN INDONESIA DALAM KERJASAMA PEMANFAATAN RUANG ANGKASA DENGAN TIONGKOK TAHUN KEPENTINGAN INDONESIA DALAM KERJASAMA PEMANFAATAN RUANG ANGKASA DENGAN TIONGKOK TAHUN 2015 2020 (THE INTEREST OF INDONESIA ON SPACE UTILIZATION COOPERATION WITH TIONGKOK 2015 2020) SUKMA RAGA 20100510031

Lebih terperinci

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia No.92, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PENGESAHAN. Agreement. Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara. Republik Rakyat Tiongkok. Penyelesaian Sengketa. Kerja Sama Ekonomi. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN KEANTARIKSAAN CHINA DALAM APSCO. A. Laporan Aktivitas Keantariksaan China Tahun 2000

BAB II KEBIJAKAN KEANTARIKSAAN CHINA DALAM APSCO. A. Laporan Aktivitas Keantariksaan China Tahun 2000 BAB II KEBIJAKAN KEANTARIKSAAN CHINA DALAM APSCO A. Laporan Aktivitas Keantariksaan China Tahun 2000 Merupakan hal yang diakui bersama bahwa China merupakan salah satu negara yang memiliki keunggulan perkembangan

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI

RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF Pembiayaan APBNP 2017 masih didukung oleh peran utang Pemerintah Pusat. Penambahan utang neto selama bulan Agustus 2017 tercatat sejumlah Rp45,81 triliun, berasal dari penarikan pinjaman

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDELAPAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG UNIT ORGANISASI DAN TUGAS ESELON I KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LAPORAN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN HIBAH

LAPORAN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN HIBAH LAPORAN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN HIBAH EDISI APRIL 2017 Direktorat dan Hibah Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Direktorat dan Hibah merupakan unit eselon II di

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DISCLAIMER

DAFTAR ISI DISCLAIMER DAFTAR ISI 1. Tujuan dan Kebijakan Pengelolaan Utang 2. Realisasi APBNP 2017 dan Defisit Pembiayaan APBN 3. Perkembangan Posisi Utang Pemerintah Pusat dan Grafik Posisi Utang Pemerintah Pusat 4. Perkembangan

Lebih terperinci

Klasifikasi Pinjaman dan Hibah

Klasifikasi Pinjaman dan Hibah LAPORAN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN HIBAH EDISI NOVEMBER 2015 Direktorat Pinjaman dan Hibah Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Direktorat Pinjaman dan Hibah merupakan unit eselon II

Lebih terperinci

Klasifikasi Pinjaman dan Hibah

Klasifikasi Pinjaman dan Hibah LAPORAN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN HIBAH EDISI MEI 2016 Direktorat Pinjaman dan Hibah Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Direktorat Pinjaman dan Hibah merupakan unit

Lebih terperinci

lebih banyak pihak yang akan hadir dalam General Assembly nanti. Mengenai materi presentasi juga mereka dapat diminta bantuannya untuk membawakan

lebih banyak pihak yang akan hadir dalam General Assembly nanti. Mengenai materi presentasi juga mereka dapat diminta bantuannya untuk membawakan PRESS RELEASE DELEGASI DPR-RI MENGHADIRI FIRST CONTACT GROUP MEETING OF PARLIAMENTARIANS FOR EDUCATION IN THE UNESCO NEW DELHI CLUSTER COUNTRIES OF BANGLADESH, BHUTAN, INDIA, MALDIVES, NEPAL, AND SRI LANKA

Lebih terperinci

Kebijakan dalam Mekanisme Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

Kebijakan dalam Mekanisme Pinjaman dan Hibah Luar Negeri Kebijakan dalam Mekanisme Pinjaman dan Hibah Luar Negeri Sosialisasi Pendanaan Alternatif melalui Mekanisme Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN) Kementerian Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi Batam,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. terbesar itu dilaksanakan bersamaan pada sidang tahunan ke-41 IDB di Jakarta. IDB

BAB V KESIMPULAN. terbesar itu dilaksanakan bersamaan pada sidang tahunan ke-41 IDB di Jakarta. IDB BAB V KESIMPULAN Meskipun Indonesia belum bisa lepas dari jerat utang, namun Menteri Keuangan Agus Martowardojo menyatakan Indonesia merupakan negara penerima bantuan IDB terbesar bila dibandingkan dengan

Lebih terperinci

ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF)

ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF) ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF) www.appf.org.pe LATAR BELAKANG APPF dibentuk atas gagasan Yasuhiro Nakasone (Mantan Perdana Menteri Jepang dan Anggota Parlemen Jepang) dan beberapa orang diplomat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE INVOLVEMENT OF CHILDREN IN ARMED CONFLICT (PROTOKOL OPSIONAL

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR : KEP-21/M.EKON/04/2008 TENTANG KELOMPOK KERJA PENYUSUNAN KOMPILASI RENCANA AKSI INDIVIDU APEC INDONESIA DAN PERSIAPAN PEER REVIEW RAI APEC

Lebih terperinci

MENGENAI KERJA SAMA EKONOMI). DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENGENAI KERJA SAMA EKONOMI). DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE GOVERNMENT OF THE CZECH REPUBLIC OF ECONOMIC COOPERATION

Lebih terperinci

LAPORAN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN HIBAH EDISI MEI 2015

LAPORAN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN HIBAH EDISI MEI 2015 LAPORAN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN HIBAH EDISI MEI 2015 Direktorat Pinjaman dan Hibah Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Direktorat Pinjaman dan Hibah merupakan unit

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Didorong oleh dukungan penuh terhadap Konvensi tentang Hak-Hak Anak, yang

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF POLICY BRIEF PERTIMBANGAN YURIDIS PENGELOMPOKAN PERUMUSAN 9 RPP SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG KEANTARIKSAAN DALAM RPP YANG TERPISAH

RINGKASAN EKSEKUTIF POLICY BRIEF PERTIMBANGAN YURIDIS PENGELOMPOKAN PERUMUSAN 9 RPP SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG KEANTARIKSAAN DALAM RPP YANG TERPISAH RINGKASAN EKSEKUTIF POLICY BRIEF PERTIMBANGAN YURIDIS PENGELOMPOKAN PERUMUSAN 9 RPP SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG KEANTARIKSAAN DALAM RPP YANG TERPISAH KELOMPOK PENELITIAN 2 Jakarta, Juni 2016 PUSAT KAJIAN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

JURNAL PERJANJIAN INTERNATIONAL

JURNAL PERJANJIAN INTERNATIONAL JURNAL PERJANJIAN INTERNATIONAL EDISI KHUSUS KUNJUNGAN RAJA ARAB SAUDI 1 9 MARET 2017 Treaty Journal diterbitkan oleh Ditjen HPI cq Setditjen HPI secara berkala (kuartal) dan memuat perjanjian internasional

Lebih terperinci

ECONOMIC COOPERATION XXI TAHUN 2013

ECONOMIC COOPERATION XXI TAHUN 2013 KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 29 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN PANITIA NASIONAL PENYELENGGARA KONFERENSI TINGKAT TINGGI ASIA-PACIFIC ECONOMIC COOPERATION XXI TAHUN 2013 DAN PENETAPAN PROVINSI BALI SEBAGAI

Lebih terperinci

Strategi Promosi Perdagangan Iran Central Chamber of Cooperatives (ICC) Oleh: M. R. Ramezani Sekretaris Jenderal ICC Bali- Indonesia Juli, 2007

Strategi Promosi Perdagangan Iran Central Chamber of Cooperatives (ICC) Oleh: M. R. Ramezani Sekretaris Jenderal ICC Bali- Indonesia Juli, 2007 Simposium tentang Jejaring Perdagangan antar Koperasi Strategi Promosi Perdagangan Iran Central Chamber of Cooperatives (ICC) Oleh: M. R. Ramezani Sekretaris Jenderal ICC Bali- Indonesia Juli, 2007 1 Pertama-tama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerja sama merupakan upaya yang dilakukan oleh perseorangan, kelompok maupun negara untuk mencapai kepentingan bersama. Lewat bekerjasama, tentu saja seseorang, kelompok

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal...

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR GRAFIK... iii DAFTAR SINGKATAN... iii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Rumusan

Lebih terperinci

Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Keuangan

Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Keuangan KERANGKA ACUAN KERJA/TERMS OF REFERENCE SELEKSI DELIVERY PARTNER NATIONAL DESIGNATED AUTHORITY GREEN CLIMATE FUND (NDA GCF) INDONESIA UNTUK MENGAKSES/ MENGELOLA DANA READINESS AND PREPARATORY SUPPORT GCF

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN PANITIA NASIONAL PENYELENGGARA KONFERENSI TINGKAT TINGGI ASIA-PACIFIC ECONOMIC COOPERATION XXI TAHUN 2013 DAN PENETAPAN PROVINSI

Lebih terperinci

Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang. Directorate General of Debt Management

Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang. Directorate General of Debt Management Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Directorate General of Debt Management Sekretariat Direktorat Jenderal Secretariat of Directorate General Bagian Organisasi dan Tata Laksana Div. of Organization &

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN PENERBANGAN DAN ANTARIKSA

RENCANA STRATEGIS PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN PENERBANGAN DAN ANTARIKSA RENCANA STRATEGIS PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN PENERBANGAN DAN ANTARIKSA 2015-2019 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN PENERBANGAN DAN ANTARIKSA Jl. Cisadane No. 25 Cikini, Jakarta Pusat www.puskkpa.lapan.go.id DAFTAR ISI

Lebih terperinci

LAPORAN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN HIBAH

LAPORAN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN HIBAH LAPORAN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN HIBAH EDISI NOVEMBER 2014 Direktorat Pinjaman dan Hibah Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Laporan Pengelolaan Pinjaman dan Hibah Edisi November

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PANITIA NASIONAL PENYELENGGARA KONFERENSI TINGKAT TINGGI ASIA-PACIFIC ECONOMIC COOPERATION XXI TAHUN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM*

STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM* STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM* Institut Internasional untuk Demokrasi dan Perbantuan Pemilihan Umum didirikan sebagai organisasi internasional antar pemerintah

Lebih terperinci

Background Paper PEMBIAYAAN UNTUK PEMBANGUNAN

Background Paper PEMBIAYAAN UNTUK PEMBANGUNAN Background Paper PEMBIAYAAN UNTUK PEMBANGUNAN Pendahuluan Bakground Paper ini disusun sebagai informasi awal untuk memberikan gambaran mengenai posisi diskursus pembiayaan pembangunan saat ini. Diharapkan

Lebih terperinci

MEMANFAATKAN KERJASAMA PARIWISATA ASEAN UNTUK MENDORONG INDUSTRI PARIWISATA INDONESIA

MEMANFAATKAN KERJASAMA PARIWISATA ASEAN UNTUK MENDORONG INDUSTRI PARIWISATA INDONESIA MEMANFAATKAN KERJASAMA PARIWISATA UNTUK MENDORONG INDUSTRI PARIWISATA INDONESIA Oleh: Suska dan Yuventus Effendi Calon Fungsional Peneliti Badan Kebijakan Fiskal Pertumbuhan pariwisata yang cukup menggembirakan

Lebih terperinci

Benefit and Cost Information Anticipated Benefits: Ketika wisatawan datang ke Jakarta, mungkin akan merasakan kebingungan yang disebabkan karena kuran

Benefit and Cost Information Anticipated Benefits: Ketika wisatawan datang ke Jakarta, mungkin akan merasakan kebingungan yang disebabkan karena kuran Project Identification Project Name: JAKARTA TOURISM INFORMATION AND GUIDANCE SYSTEM Agency: Dinas Kepariwisataan Pemerintah Daerah DKI Jakarta Project Manager: Lukman Salim (1200000608) Rudi Susanto (120000090X)

Lebih terperinci

KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL. Bab 3

KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL. Bab 3 KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL Bab 3 1. Pengertian Kerjasama Ekonomi Internasional Hubungan antara suatu negara dengan negara lainnya dalam bidang ekonomi melalui kesepakatan-kesepakatan tertentu, dengan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN Dengan Pajak Atas Penghasilan (Protocol To The Agreement Between The

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN Dengan Pajak Atas Penghasilan (Protocol To The Agreement Between The LAMPIRAN 98 99 1. Protokol persetujuan antara pemerintah Republik Rakyat Tiongkok dengan pemerintah Republik Indonesia dalam mencegah pengenaan pajak berganda. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pembangunannya, suatu negara membutuhkan biaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pembangunannya, suatu negara membutuhkan biaya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam mewujudkan pembangunannya, suatu negara membutuhkan biaya yang besar. Biaya biaya tersebut dapat diperoleh melalui pembiayaan dalam negeri maupun pembiayaan

Lebih terperinci

Klasifikasi Pinjaman dan Hibah

Klasifikasi Pinjaman dan Hibah LAPORAN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN HIBAH EDISI JUNI 2015 Direktorat Pinjaman dan Hibah Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Direktorat Pinjaman dan Hibah merupakan unit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi adalah suatu fenomena yang tidak bisa dielakkan. Globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi adalah suatu fenomena yang tidak bisa dielakkan. Globalisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi adalah suatu fenomena yang tidak bisa dielakkan. Globalisasi tidak hanya berelasi dengan bidang ekonomi, tetapi juga di lingkungan politik, sosial, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, investasi yang dapat meningkatkan barang modal,

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, investasi yang dapat meningkatkan barang modal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian negara dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2002 TENTANG PENGESAHAN TREATY ON PRINCIPLES GOVERNING THE ACTIVITIES OF STATES IN THE EXPLORATION AND USE OF OUTER SPACE, INCLUDING THE MOON AND OTHER CELESTIAL

Lebih terperinci

LAPORAN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN HIBAH

LAPORAN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN HIBAH LAPORAN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN HIBAH EDISI OKTOBER 2016 Direktorat Pinjaman dan Hibah Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Direktorat Pinjaman dan Hibah merupakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN, PENGAJUAN USULAN, PENILAIAN,

Lebih terperinci

Kurun Waktu Jenis Kerja Sama Kegiatan Mulai Berakhir

Kurun Waktu Jenis Kerja Sama Kegiatan Mulai Berakhir Manfaat yang Telah Diperoleh Penegakan Hukum 42. PT. Daewoong Infion & Lembaga Penyakit Tropis -Pelatihan, Penelitian & Pengembangan Produksi Hasil 13-06- 2014 11-11-2016 Daewoong fellowship Kerjasama

Lebih terperinci

LAPORAN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN HIBAH

LAPORAN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN HIBAH LAPORAN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN HIBAH EDISI OKTOBER 204 Direktorat Pinjaman dan Hibah Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Laporan Pengelolaan Pinjaman dan Hibah Edisi Oktober 204

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 414, 2015 PENGESAHAN. Persetujuan. Asia. Investasi Infrastruktur. Bank. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 171 TAHUN 2015 TENTANG PENGESAHAN ASIAN INFRASTRUCTURE

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK RAKYAT CHINA TENTANG KERJA SAMA AKTIVITAS DALAM BIDANG PERTAHANAN

Lebih terperinci

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL NOMOR 4

Lebih terperinci

KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN TEKNOLOGI ROKET NASIONAL DALAM KAITANNYA DENGAN HAMBATAN ALIH TEKNOLOGI DARI MISSILE TECHNOLOGY CONTROL REGIME (MTCR)

KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN TEKNOLOGI ROKET NASIONAL DALAM KAITANNYA DENGAN HAMBATAN ALIH TEKNOLOGI DARI MISSILE TECHNOLOGY CONTROL REGIME (MTCR) KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN TEKNOLOGI ROKET NASIONAL DALAM KAITANNYA DENGAN HAMBATAN ALIH TEKNOLOGI DARI MISSILE TECHNOLOGY CONTROL REGIME (MTCR) PT. DAHANA, 29 Maret 2012 PUSAT PENGKAJIAN DAN INFORMASI

Lebih terperinci

AGENDA SIDANG THE 26 TH EXCOM MEETING

AGENDA SIDANG THE 26 TH EXCOM MEETING LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SIDANG THE 26 TH MEETING OF EXECUTIVE COMMITTEE PARLIAMENTARY UNION OF OIC MEMBER STATES ANKARA REPUBLIC OF TURKEY 20 NOVEMBER 2011 PENDAHULUAN Pada tanggal 20 November 2011

Lebih terperinci

PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PBB TENTANG PERUBAHAN IKLIM

PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PBB TENTANG PERUBAHAN IKLIM PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PBB TENTANG PERUBAHAN IKLIM Para Pihak pada Protokol ini, Menjadi para Pihak pada Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Perubahan Iklim,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/8/2010

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/8/2010 PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/8/2010 TENTANG SURAT KETERANGAN ASAL (CERTIFICATE OF ORIGIN) UNTUK BARANG EKSPOR INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

LAPORAN REALISASI ANGGARAN BERBASIS KAS

LAPORAN REALISASI ANGGARAN BERBASIS KAS STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 0 LAMPIRAN I.0 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TANGGAL LAPORAN REALISASI ANGGARAN BERBASIS KAS Lampiran I.0 PSAP 0 (i)

Lebih terperinci

Proposal of Delegation

Proposal of Delegation Proposal of Delegation VV BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS PADJADJARAN KABINET INTEGRASI 2015 A. PENDAHULUAN Globalisasi adalah salah satu fenomena yang

Lebih terperinci

PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PBB TENTANG PERUBAHAN IKLIM

PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PBB TENTANG PERUBAHAN IKLIM PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PBB TENTANG PERUBAHAN IKLIM Para Pihak pada Protokol ini, Menjadi para Pihak pada Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Perubahan Iklim,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

LAPORAN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN HIBAH EDISI AGUSTUS 2015

LAPORAN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN HIBAH EDISI AGUSTUS 2015 LAPORAN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN HIBAH EDISI AGUSTUS 2015 Direktorat Pinjaman dan Hibah Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Direktorat Pinjaman dan Hibah merupakan

Lebih terperinci

MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL,

MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL, SALINAN KEPUTUSAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL NOMOR KEP.56/M.PPN/HK/03/2015 TENTANG RENCANA PEMANFAATAN HIBAH TAHUN 2015-2019 MENTERI PERENCANAAN

Lebih terperinci

Tabel 5.15 Kendala Proyek Pinjaman Luar Negeri

Tabel 5.15 Kendala Proyek Pinjaman Luar Negeri Tabel 5.15 Kendala Proyek Pinjaman Luar Negeri 123 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Penyelenggaraan kegiatan melalui Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN) di lingkungan Kementerian Pekerjaan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI KEMENTERIAN NEGARA SERTA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI KEMENTERIAN NEGARA SERTA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI KEMENTERIAN NEGARA SERTA SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, DAN FUNGSI ESELON I KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci

Referensi : Struktur Utang Indonesia 2013

Referensi : Struktur Utang Indonesia 2013 Referensi : Struktur Utang Indonesia 2013 Problem Overview : Untuk ukuran negara berkembang, jumlah utang luar negeri pemerintah Indonesia tergolong tinggi. Bila dilihat dari berbagai indikator, hingga

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG HAK ANAK TENTANG KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG HAK ANAK TENTANG KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA 1 PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG HAK ANAK TENTANG KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA Ditetapkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa Pada tanggal 25 Mei 2000 Negara-negara Pihak

Lebih terperinci

TAHUN : 2006 NOMOR : 08

TAHUN : 2006 NOMOR : 08 BERITA DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2006 NOMOR : 08 PERATURAN WALIKOTA BANDUNG NOMOR : 691 TAHUN 2006 TENTANG PETUNTUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2004 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi tidak pernah lepas dari pertumbuhan ekonomi (economic growth). Karena pembangunan ekonomi mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya

Lebih terperinci

Keterangan Pers Bersama Presiden RI dengan Perdana Menteri Perancis, Jakarta, 1 Juli 2011 Jumat, 01 Juli 2011

Keterangan Pers Bersama Presiden RI dengan Perdana Menteri Perancis, Jakarta, 1 Juli 2011 Jumat, 01 Juli 2011 Keterangan Pers Bersama Presiden RI dengan Perdana Menteri Perancis, Jakarta, 1 Juli 2011 Jumat, 01 Juli 2011 KETERANGAN PERS BERSAMA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DENGAN PERDANA MENTERI PERANCIS, Y.M. FRANÃ

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI KEMENTERIAN NEGARA SERTA SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, DAN FUNGSI ESELON I KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.13, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Pengelolaan dan Pertanggungjawaban. Fasilitas Dana. Geothermal. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03/PMK.011/2012

Lebih terperinci

BENTUK KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL.

BENTUK KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL. BENTUK KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL BADAN-BADAN KERJASAMA EKONOMI KERJA SAMA EKONOMI BILATERAL: antara 2 negara KERJA SAMA EKONOMI REGIONAL: antara negara-negara dalam 1 wilayah/kawasan KERJA SAMA EKONOMI

Lebih terperinci

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI Pasal 2 (3) dari Piagam PBB Semua anggota wajib menyelesaikan perselisihan internasional mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISA DAN EVALUASI. besar investasi yang dikeluarkan untuk pengadaan hardware, software, dan biaya

BAB 4 ANALISA DAN EVALUASI. besar investasi yang dikeluarkan untuk pengadaan hardware, software, dan biaya 54 BAB 4 ANALISA DAN EVALUASI 4.1 Analisa Biaya Biaya merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan pada saat menginvestasikan suatu strategi termasuk saat pengimplementasian sistem SAP PT.

Lebih terperinci

LAPORAN REALISASI ANGGARAN

LAPORAN REALISASI ANGGARAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 0 LAPORAN REALISASI ANGGARAN KOMITE STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN DESEMBER 00 DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN -----------------------------------------------------------

Lebih terperinci

WALI KOTA BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DAERAH

WALI KOTA BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DAERAH SALINAN WALI KOTA BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA BANDUNG, Menimbang

Lebih terperinci

LAPORAN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN HIBAH EDISI JANUARI Direktorat Pinjaman dan Hibah Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan

LAPORAN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN HIBAH EDISI JANUARI Direktorat Pinjaman dan Hibah Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan LAPORAN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN HIBAH EDISI JANUARI 2015 Direktorat Pinjaman dan Hibah Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Direktorat Pinjaman dan Hibah merupakan unit eselon II

Lebih terperinci

STATUTA ASOSISI MAHKAMAH KONSTITUSI DAN INSTITUSI SEJENIS SE-ASIA

STATUTA ASOSISI MAHKAMAH KONSTITUSI DAN INSTITUSI SEJENIS SE-ASIA STATUTA ASOSISI MAHKAMAH KONSTITUSI DAN INSTITUSI SEJENIS SE-ASIA Pembukaan Presiden atau Kepala mahkamah konstitusi dan institusi sejenis yang melaksanakan kewenangan konstitusional di Asia: MENGINGAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah)

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah) 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang fokus terhadap pembangunan nasional. Menurut data Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Ekonomi ASEAN Tahun 2015 Dengan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN Tahun 2015 maka ada beberapa kekuatan yang dimiliki bangsa Indonesia, di antaranya: (1)

Lebih terperinci

2011, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nom

2011, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nom BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.761, 2011 BAPPENAS. Prosedur Kegiatan. Biaya Luar Negeri. Hibah. PERATURAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

Lebih terperinci