II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Minyak Jarak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Minyak Jarak"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Jarak Minyak jarak atau castor oil diperoleh dari biji tanaman jarak jenis Ricinus communis L. (dengan kandungan minyak sekitar 50%), merupakan minyak komersial penting yang mengandung asam hidroksi dalam jumlah besar. Minyak jarak tidak digunakan dalam pembuatan produk makanan, tetapi dapat digunakan untuk keperluan medis (Widodo, 2007). Menurut pengelompokkan berdasarkan jenis, minyak jarak merupakan salah satu dari grup minyak asam hidroksi yang unik dimana terdapat trigliserida yang mengandung asam risinoleat (12- hydroxy-9-octadecenoic) dan sejumlah kecil dari asam 9,10-dihydrorotary karena adanya atom karbon yang asimetris pada posisi ke-12 dari asam risinoleat yang merupakan komponen asam lemak dominan (Ketaren, 1989). Minyak jarak mempunyai komposisi kimia tidak seperti minyak nabati pada umumnya, sehingga minyak ini bernilai tinggi. Asam lemak pada minyak kastor 90% terdiri atas risinoleat, hanya sedikit mengandung asam dihidroksi stearat, linoleat, oleat, dan stearat. Bahan yang tidak tersaponifikasi terdiri atas β sitosterol. Asam risinoleat adalah asam lemak yang tersusun dari 18 atom karbon, satu ikatan rangkap (tidak jenuh), dan mempunyai gugus fungsional hidroksil pada atom ke-12. Gugus fungsional ini menyebabkan minyak kastor bersifat polar (Widodo, 2007). Tabel 1 berikut menunjukkan komposisi asam lemak pada minyak jarak. Tabel 1. Kandungan asam lemak minyak biji jarak Asam lemak Jumlah (%) Asam risinoleat 86 Asam oleat 8,5 Asam linoleat 3,5 Asam stearat 0,5-2,0 Asam dihidroksi stearat 1-2 Sumber : Bailey (1950) Minyak jarak mempunyai rasa asam dan dapat dibedakan dengan trigliserida lainnya karena bobot jenis, kekentalan dan bilangan asetil serta kelarutannya dalam alkohol nilainya relatif tinggi. Minyak jarak larut dalam etil alkohol 95% pada suhu kamar serta pelarut organik yang polar, dan sedikit larut dalam golongan hidrokarbon alifatis. Nilai kelarutan dalam petroleum eter relatif lebih rendah, dan dapat dipakai untuk membedakannya dengan golongan trigliserida lainnya. Kandungan tokoferol relatif kecil (0,05%), serta kandungan asam lemak esensialnya yang sangat rendah menyebabkan minyak jarak tersebut berbeda dengan minyak nabati lainnya (Ketaren, 1989). Sifat fisiko kimia minyak jarak dapat dilihat pada Tabel 2. 3

2 Tabel 2. Sifat fisiko kimia minyak jarak Sifat a Viskositas (Gardner Hold), 25 0 U-V (6,3-8,8 st) Bobot Jenis 20/20 0 0,967-0,963 Bilangan Asam 0,4-4,0 Bilangan Penyabunan Bilangan Tak Tersabunkan 0,7 Bilangan Iod (Wijs) Warna (Appearance) Bening Indeks Bias, ,477 1,478 Kelarutan dalam Alkohol 20 0 (1:2) Jernih Bilangan Asetil Sumber : Bailey (1950) Minyak jarak tidak akan mengering ketika terpapar udara, bobot jenis meningkat ketika bilangan iod dan bilangan asam mengalami sedikit perubahan atau tidak sama sekali, selain itu memiliki kualitas penyimpanan yang baik (Jamieson, 1932). Minyak jarak dan turunannya digunakan dalam industri cat, varnish, lacquer, pelumas, tinta cetak, linoleum, oil cloth, dan sebagai bahan baku dalam industri-industri plastik dan nilon. Dalam jumlah kecil minyak jarak dan turunannya juga digunakan untuk pembuatan kosmetik, semir dan lilin (Ketaren, 1986). B. Faktis Faktis diambil dari bahasa Perancis yaitu caoutchouc factice yang sama artinya dengan rubber substitute (Reynolds, 1962). Faktis merupakan material padat, agak elastis yang terbuat dari minyak nabati melalui vulkanisasi dengan sulfur atau sulfur klorida (Harrison, 1952). Faktis dapat dibuat dari minyak nabati yang kandungan asam lemak tak jenuhnya tinggi atau dari minyak ikan tertentu (lark, 1962). Secara umum, faktis terdiri dari dua jenis, yaitu faktis gelap dan faktis putih. Faktis gelap diperoleh melalui reaksi antara minyak dengan sulfur pada suhu tinggi, sedangkan faktis putih diperoleh melalui reaksi antara minyak dengan sulfur klorida pada suhu yang lebih rendah (Harrison, 1952). Reaksi pembentukan faktis gelap berlangsung pada suhu yang cukup tinggi, sekitar (Alfa dan Honggokosumo, 1998). Faktis gelap memiliki kerapatan yang rendah, kenyal seperti karet, permukaan yang mengkilap, mudah hancur dan ulet jika ditekan, bertambah luasnya oleh tekanan, dan jika digiling menjadi serbuk berwarna hitam (Flint, 1955). Variasi warna gelap faktis terdapat dalam berbagai kategori, yaitu: hitam, coklat tua, coklat, dan coklat muda (Lever, 1951). Menurut Fernando (1971), warna faktis berbanding lurus dengan nilai bilangan iod dari minyak nabati yang digunakan. Semakin tinggi nilai bilangan iod, maka akan semakin gelap warna faktis yang dihasilkan. Ikatan-ikatan rangkap dalam asam lemak tidak jenuh minyak akan diadisi oleh sulfur sehingga terbentuk ikatan-ikatan silang. Dengan demikian kandungan asam lemak tidak jenuh dalam minyak yang semakin tinggi akan menghasilkan faktis dengan kualitas semakin tinggi pula (Fernando, 1971). Menurut arrington (1962), faktis dapat dibuat dari minyak yang memiliki bilangan iod arrington (1962), menyatakan bahwa warna faktis dipengaruhi oleh suhu vulkanisasi 4

3 yang digunakan. Semakin rendah suhu vulkanisasi maka faktis akan semakin cerah. Konsentrasi sulfur yang digunakan juga mempengaruhi mutu faktis. Semakin besar jumlah sulfur, maka faktis akan semakin keras dan tidak elastis. Sebaliknya, jika jumlah sulfur yang digunakan terlalu sedikit maka akan menghasilkan faktis yang lengket. Faktis gelap yang diinginkan konsumen adalah yang mempunyai warna lebih cerah, plastis dan kandungan abu serta sulfur bebas yang rendah. Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu faktis adalah suhu yang digunakan, konsentrasi sulfur dan kandungan asam dalam bahan baku minyak yang digunakan (Alfa dan Hanggokusumo, 1998). Faktis gelap sesuai untuk berbagai bahan karet terutama untuk aplikasi warna gelap. Faktis gelap dapat diaplikasikan dalam pembuatan selang air, pembungkus kawat, pembungkus kabel, produk karet cetakan, perabot rumah tangga, keset, penghapus, rol, spons dan sebagainya. Parameter utama dalam penggolongan mutu faktis adalah kadar ekstrak aseton. Analisa kadar ekstrak aseton bertujuan untuk mengetahui bagian minyak yang tervulkanisasi atau terbentuk faktis. Kadar ekstrak aseton yang rendah menandakan bahwa semakin banyak minyak yang tervulkanisasi atau terbentuk faktis. Selain itu, faktis yang bermutu baik harus memiliki kadar sulfur bebas kurang dari 2%, kadar abu kurang dari 5% dan memiliki ph netral (Fernando, 1971). Kadar sulfur bebas yang terlalu tinggi dikhawatirkan akan merusak sistem vulkanisasi karet (Harrison, 1952). Secara umum terdapat tiga tingkat mutu faktis gelap berdasarkan kadar ekstrak aseton seperti pada Tabel 3 berikut. Tabel 3. Tingkat mutu faktis berdasarkan kelarutannya dalam aseton Tingkat Mutu Kadar Ekstrak Aseton (%) Mutu 1 < 20 Mutu Mutu 3 >35 Sumber: Harrison (1952) Parameter lain yang menentukan mutu faktis adalah kadar sulfur bebas, kadar abu, dan ph. Analisa kadar sulfur bebas bertujuan mengukur jumlah sulfur dalam faktis yang tidak berikatan dengan asam lemak tak jenuh. Dalam minyak kandungan sulfur bebas ini menunjukan bahwa jumlah sulfur yang ditambahkan melebihi jumlah ikatan rangkap pada asam lemak yang seharusnya diadisi. Kadar sulfur bebas yang diharapkan tidak lebih dari 2%. Analisa kadar abu menunjukan banyaknya kandungan garam mineral logam dan bahan tambahan anorganik dalam faktis. Diharapkan faktis memiliki kadar abu kurang dari 5% dan ph netral (Fernando, 1971). Faktis gelap diharapkan memiliki ph netral dan kadar sulfur bebasnya serendah mungkin (dibawah 2%), kadar sulfur bebas yang terlalu tinggi dikhawatirkan merusak sistem vulkanisasi karet. Mutu faktis juga dapat ditentukan melalui pengamatan fisik yaitu warna dan kekerasan. Warna faktis berbanding lurus dengan nilai bilangan iod dari minyak nabati yang digunakan. Semakin tinggi nilai bilangan iod, maka semakin gelap faktis yang dihasilkan. Kesimpulan yang terpercaya dapat diambil setelah mengaplikasikan faktis ke dalam karet. Namun, pada umumnya faktis sebagai bahan bantu olah karet hanya sedikit atau bahkan tidak mempengaruhi sifat fisik karet (Harrison, 1952). Berikut disajikan spesifikasi teknis faktis gelap komersial mutu II dan mutu III. Tabel 4. Spesifikasi teknis faktis komersial mutu II dan mutu III Parameter Faktis Komersial Mutu II Faktis Komersial Mutu III Kadar Ekstrak Aseton (%) ,2 5

4 Kadar Sulfur Bebas (%) 1,8 0,9 Kadar Abu (%) 1,5 5,8 ph Netral Netral Warna oklat oklat tua Sumber: Alfa dan Honggokusumo (1998) arrington (1962) menyatakan faktis merupakan material yang bersifat non termoplastik (stabil pada suhu tinggi) dan tidak larut dalam pelarut organik. Sifat non termoplastik dapat diperkirakan dengan mengetahui kelarutan faktis dalam aseton. Rendahnya kelarutan dalam aseton menandakan bahwa semakin banyak bagian minyak yang tervulkanisasi oleh sulfur atau terbentuk faktis sehingga faktis cenderung lebih bersifat non termoplastik. Menurut Reynolds (1962), faktis komersial yang banyak diperdagangkan terbuat dari minyak rami, minyak lobak, dan minyak jarak. Pemilihan minyak untuk diolah menjadi faktis dipengaruhi oleh ketersediaan sumber bahan baku dan tingkat harga. Harga minyak sangat bervariasi, sehingga negara-negara produsen faktis misalnya Negara Eropa lebih banyak memproduksi faktis dari minyak kedelai. Jenis-jenis minyak yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan faktis dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini. Tabel 5. Jenis-jenis minyak untuk bahan baku faktis No Jenis Minyak Bilangan Iod 1 Minyak Kacang Tanah Minyak Jarak (astor Oil) Minyak Kanola Minyak Biji Kapas Minyak Jagung Minyak Biji Bunga Matahari Minyak Biji Tembakau Minyak Perilla Minyak Kedelai Minyak Kembang andu Minyak Biji Karet Minyak Tung Minyak Rami Minyak Ikan Paus Minyak Hati Ikan od Minyak Ikan Herring Sumber : Reynolds (1962) Minyak yang bilangan iodnya tinggi, ketika ditambahkan sulfur maka reaksinya akan lebih cepat berikatan dengan karbon tak jenuh secara mono atau disulfida. Waktu proses pembentukan faktis gelap juga dipengaruhi oleh konsentrasi bahan pencepat dan konsentrasi sulfur. Konsentrasi 6

5 sulfur yang tinggi menyebabkan asam lemak tak jenuh minyak lebih cepat teradisi dan membentuk ikatan sulfida. Ikatan-ikatan rangkap dalam asam lemak tidak jenuh dalam minyak nabati (jarak) akan diadisi oleh sulfur sehingga terbentuk ikatan-ikatan silang. Sulfur yang ditambahkan akan mengikat rantai karbon tidak jenuh secara intramolekul dan intermolekul pada saat minyak mengalami proses vulkanisasi seperti pada Gambar 7. Intramolekul adalah proses pengikatan sulfur dengan rantai karbon tidak jenuh pada asam lemak lain dalam satu trigliserida. Intermolekul adalah proses pengikatan sulfur dengan rantai karbon tidak jenuh pada trigliserida yang lain (Flint, 1955). S 4S S S Gambar 1. Reaksi adisi sulfur pada pembentukan faktis gelap (Flint, 1955) S Menurut arrington (1962), untuk mendapatkan faktis keras dengan ekstrak aseton rendah dan warna yang baik, digunakan minyak yang mempunyai kandungan asam lemak jenuh kurang dari 5%, bilangan iod dan mempunyai asam polyolefin lain disamping asam linoleat. Jika kandungan asam lemak jenuh dari minyak lebih dari 5%, faktis akan memiliki tekstur yang lunak. Bilangan asam yang tinggi (lebih dari 5%) akan menyebabkan faktis memiliki tekstur yang lengket. Jika bilangan asam pada minyak lebih dari 5%, maka perlu dilakukan penetralan terlebih dahulu, yaitu dengan menambahkan NaOH atau Na 2 O 3 pada campuran. Selain itu, penambahan Na 2 O 3 pada minyak akan menghasilkan faktis dengan tekstur yang lebih padat (Alfa dan Honggokusumo, 1998). Menurut Flint (1955), untuk membuat faktis gelap ada dua tahap yang dapat dilalui, yaitu: a. Pembentukan minyak vulkanisasi Minyak sebagai bahan baku akan tervulkanisasi pada suhu tinggi dan masih berwujud cair. Kemudian campuran tersebut akan menjadi padatan yang elastis jika dibiarkan pada suhu normal. Akan tetapi, padatan elastis tersebut akan larut jika dicuci dengan larutan organik. Tahapan terbentuknya padatan elastis biasa disebut vulcanized oil atau minyak vulkanisasi. b. Pembentukan faktis gelap Dengan pemanasan lebih lanjut, maka minyak vulakanisasi tersebut berubah menjadi bentuk gel. Padatan gel tersebut disebut dengan faktis yang tidak mencair bila dipanaskan lagi. Tahap ini disebut dengan tahap terbentuknya faktis gelap. 7

6 Menurut Flint (1955), asam lemak tak jenuh penyusun molekul trigliserida yang umumnya digambarkan dalam bentuk E yang ditunjukkan pada Gambar 2 (a). namun struktur molekul trigliserida demikian tidak dapat membentuk faktis. Struktur molekul trigliserida yang tepat diperoleh dengan memutar cabang terbawah (R 3 ) ke posisi perpanjangan cabang kedua (R 2 ). Hasil akhir perputaran cabang ketiga ini akan membentuk struktur trigliserida seperti garpu tala (tuning fork) yang ditunjukkan pada Gambar 2 (b). Perputaran ini dapat terjadi karena asam lemak pada cabang ketiga trigliserida tidak sama dengan asam lemak pertama dan kedua. O H 3 O R 1 O H 3 O R 1 H 3 O R 2 H 3 O (a) R 3 (a) R 3 O H 3 H O R 2 (b) O Gambar 2. (a) Molekul trigliserida bentuk E dan (b) tuning fork (garpu) (Flint, 1955) Pengikatan antar trigliserida yang satu dengan yang lain melalui ikatan mono atau disulfida akan membentuk suatu makromolekul dengan susunan menyerupai susunan tumpukan buku (book file) atau susunan bata dinding (brick in wall) yang memanjang dengan bobot molekul sekitar seperti pada Gambar 3. Kedua jenis susunan ini juga dapat bergabung membentuk struktur makromolekul faktis. Struktur molekul seperti ini memungkinkan mudahnya terjadi sliding effect (diantara rantai molekul lurus) yang memberikan sifat berorientasi menyebar dan mengikat bahanbahan sewaktu dilakukan pencampuran dan mempercepat tercapainya homogenitas campuran. Tipe susunan bata dinding akan menghasilkan struktur makromolekul yang lebih kuat, hal tersebut juga dapat mempengaruhi mutu faktis (Flint, 1955). (a) 8

7 (b) Gambar 3. Tipe susunan unit pokok faktis: (a) bata dalam dinding (bricks in a wall) dan (b) tumpukan buku (pile of book) (Flint, 1955) Penambahan faktis ke dalam kompon karet menurut Alfa dan Honggokusumo (1998) dapat memberikan beberapa keuntungan teknis antara lain memudahkan pencampuran karet dengan bahan kimia karet, mengurangi porositas, meningkatkan kestabilan, memperhalus permukaan, dan meningkatkan daya retak. Selain itu, faktis juga digunakan untuk berbagai tujuan seperti dalam pembuatan karet penghapus, pelapis kabel, barang jadi karet selular, barang jadi karet dari lateks, serta dalam pembuatan barang jadi karet yang menggunakan alat kalender, ekstruder dan alat cetak injeksi. Aplikasi faktis cukup luas karena meliputi penggunaan dalam pengolahan karet alam maupun karet sintetis. Penggunaan faktis dalam pengolahan kompon karet memberikan manfaat, antara lain mengurangi konsumsi energi dan mempercepat waktu pencampuran, membantu dalam mengontrol ketebalan lembaran karet dalam proses kalendering, dan menghasilkan permukaan produk yang mengkilap dan halus (Lever, 1951).. Netralisasi Netralisasi merupakan salah satu tahap dalam proses pemurnian minyak. Netralisasi adalah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun (Ketaren, 1986). Hendrix (1990) menyatakan bahwa kotoran yang akan dibuang dalam netralisasi adalah asam lemak bebas, fosfatida, ion logam, zat warna, karbohidrat protein, hasil samping oksidasi, hidrokarbon, dan zat padat. Selain itu dijelaskan pula oleh Thieme (1968), bahwa netralisasi sebagai salah satu tahapan proses pemurnian minyak bertujuan untuk mengurangi gum yang masih tertinggal, untuk memperbaiki rasa dan mengurangi warna gelap dari minyak tersebut. Netralisasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan menggunakan basa, natrium karbonat, ammonia ataupun dengan menggunakan uap. Pada umumnya, dikenal 4 macam metode netralisasi minyak dan lemak yang sering digunakan dalam industri yaitu metode kimia, fisik, fisiko kimia dan dengan cara esterifikasi. Menurut Thieme (1968), netralisasi secara kimia dapat dilakukan dengan 2 macam cara yaitu cara kering dan cara basah. ara kering dilakukan dengan menggunakan larutan basa pekat dan suhu yang relatif rendah. Sedangkan cara basah dilakukan dengan menggunakan larutan basa yang relatif encer dan suhu yang relatif tinggi. Suhu yang digunakan antara , tetapi dapat juga digunakan suhu yang lebih tinggi (hingga 98 0 ). Sabun yang terbentuk dicuci dengan air dan diulang beberapa kali sampai sabun terpisah dari minyak dan ph air hasil pencucian menjadi netral. Menurut Bernardini (1983), netralisasi secara fisik dilakukan dengan pemisahan melalui destilasi dengan steam terinjeksi dari asam lemak dalam minyak. ara ini diterapkan pada industri besar dan tidak dapat berlaku umum karena minyak atau lemak dipanaskan pada suhu tinggi ( ) sehingga termodifikasi secara kimia dan fisik, minyak atau lemak harus mengalami purifikasi 9

8 dan pemucatan secara sempurna terlebih dahulu sehingga biaya menjadi sangat mahal, serta kandungan asam lemak bebas minyak tidak boleh terlalu tinggi. ara netralisasi dengan esterifikasi secara teori tidak menyebabkan kehilangan minyak netral, namun digunakan hanya untuk menetralkan asam organik dalam minyak atau lemak. Reaksi ini merupakan kebalikan dari hidrolisis dan pemecahan minyak atau lemak. Kondisi optimum reaksi akan terjadi keadaan sangat vakum, pada suhu dengan kontak yang cukup dekat dan lama antar minyak, gliserol dan katalis yang digunakan. Proses ini hanya akan efektif pada netralisasi minyak dengan jumlah asam lemak bebas yang sangat tinggi (20-30%), serta untuk esterifikasi asam lemak terdistilasi (Bernardini, 1983). Netralisasi dengan pelarut dilakukan dengan menggunakan pelarut heksana, isopropilat alkohol atau air. ara netralisasi ini dilakukan untuk minyak dengan kandungan asam lemak bebas tinggi. Pemisahan resin, oksi-asida dan gum, yang tidak larut dalam campuran dan membentuk lapisan di daerah pemisahan selama pengendapan akan mempengaruhi hasil yang diperoleh sehingga perlakuan pendahuluan harus dapat membuang semua komponen tersebut (Bernardini, 1983). Netralisasi minyak dan lemak dengan metode kimia merupakan proses penyabunan asam lemak bebas oleh larutan NaOH maupun bahan kimia lain seperti KOH dan Na 2 O 3 (Mahatta, 1975). Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam netralisasi secara kimia, yaitu kemurnian minyak, suhu, kepekatan larutan basa dan lama penyabunan (Bernardini, 1983). Netralisasi dengan kaustik soda (NaOH) banyak dilakukan dalam skala industri karena lebih efisien dan lebih murah dibandingkan dengan cara netralisasi lainnya. Penggunaan kautik soda juga dapat membantu mengurangi zat warna dan kotoran seperti fosfatida dan protein, dengan cara emulsi. Sabun atau emulsi ini dapat dipisahkan dari minyak dengan cara sentrifusi (ketaren, 1986). Larutan alkali yang lebih lemah seperti soda abu (Na 2 O 3 ) dan ammonium hidroksida tidak dapat digunakan oleh industri karena efek dekolorisasinya yang rendah dan memerlukan peralatan tambahan sehingga dapat meningkatkan biaya produksi. Reaksi antara asam lemak bebas pada minyak dengan Na 2 O 3 dapat dilihat pada Gambar 4 berikut. O O O 2 R + Na 2 O 3 R + H 2 O 3 OH Na H 2 O Trigliserida Basa Sabun (garam) Asam karbonat Gambar 4. Reaksi netralisasi asam lemak bebas menggunakan natrium karbonat (Ketaren, 1986) Menurut Andersen (1953), proses netralisasi minyak dengan menggunakan kaustik soda yang pekat ( B3) mempunyai efek antara lain menghasilkan refining loss yang tinggi, pemucatan warna minyak, mengurangi kandungan asam lemak bebas dalam minyak serta pada suhu akan memperbanyak minyak yang tersabunkan. Penentuan konsentrasi larutan basa yang digunakan didasarkan pada kandungan asam lemak bebasnya. Makin tinggi kandungan asam lemak bebas maka makin banyak jumlah basa yang diperlukan. Tetapi penggunaan basa yang terlalu tinggi menyebabkan makin banyak trigliserida yang tersabunkan, sedangkan konsentrasi basa yang rendah menyebabkan makin banyak emulsi sabun dalam minyak, sehingga akan menurunkan rendemen minyak (Swern, 1979). Reaksi penyabunan tersebut dapat dilihat pada Gambar 5 berikut. 10

9 O O R + NaOH R + H 2 O OH ONa Trigliserida Basa Sabun (garam) Air Gambar 5. Reaksi penyabunan asam lemak bebas dengan NaOH (Ketaren, 1986) Konsentrasi larutan basa untuk netralisasi biasanya dinyatakan dengan derajat Baume ( 0 Be). Untuk minyak dengan kandungan asam lemak bebas lebih kecil dari 1% biasanya digunakan larutan basa yang lebih lunak ( Be), sedangkan untuk minyak dengan kandungan asam lemak bebas yang lebih tinggi digunakan larutan basa dengan kepekaan 20 0 Be. Larutan yang lebih pekat dari 20 0 Be hanya digunakan jika keasaman minyak tinggi, yaitu jika lebih dari 6% (Bernardini,1983). Menurut Thieme (1968), kaustik soda yang digunakan dalam proses netralisasi adalah dalam bentuk larutan dengan konsentrasi antara Be. Reaksi penyabunan dilakukan pada suhu , dan dapat juga digunakan suhu yang lebih tinggi (hingga 98 0 ). Sedangkan Hendrix (1990), menyatakan bahwa untuk menetralkan asam lemak bebas digunakan kaustik soda dengan kisaran antara Be atau biasanya Be. Suhu reaksi yang digunakan berkisar antara dan dilanjutkan dengan pemanasan untuk memecahkan emulsi sabun minyak pada suhu D. Agitasi (Kecepatan Pengadukan) Pencampuran secara umum merupakan suatu proses yang bertujuan untuk mendapatkan campuran yang homogen dari dua komponen atau lebih. Salah satu metoda pencampuran adalah dengan pengadukan (agitasi). Pada dasarnya pencampuran mencakup dua faktor kunci yaitu peralatan yang digunakan dan bahan yang akan dicampur. Kedua faktor tersebut harus memiliki hubungan yang erat untuk memperoleh hasil pencampuran yang baik. Geometri peralatan dapat mempengaruhi produk secara umum, kondisi operasi proses khususnya aerasi dan pengadukan serta konsumsi energi (Sailah, 1994). Tatterson (1991) menyatakan bahwa terdapat tiga komponen alat dalam pencampuran secara konvensional yaitu tangki (vessel), pengaduk (impeler), dan baffle. Vessel merupakan tangki berbentuk silinder yang memanjang secara vertikal. Tangki ini akan diisi dengan fluida sampai kedalaman yang sama dengan diameter tangki. Diameter tangki dapat dimulai dari 0,1 meter pada skala kecil sampai 10 meter atau lebih yaitu pada instalasi industri besar (Edwards dan baker, 1992). Pada teknik tracer digunakan detektor pada beberapa posisi yang berbeda-beda. Detektor tersebut dapat berupa conductivity meter, ph meter, thermometer, spektrofotometer, dan lain-lain. Untuk mencegah terjadinya vortex pada pengadukan cairan yang memiliki kekentalan yang rendah, dapat digunakan bafle yang biasanya terdiri dari empat buah yang dilekatkan pada dinding tangki. Vortex yaitu terbentuknya cekungan permukaan media pada bagian tengah tangki yang disebabkan oleh adanya gaya tangensial. Vortex ini menyebabkan aliran pada tangki tersebut bersifat horizontal, sehingga pencampuran tidak dapat berlangsung dengan baik. Bafle umumnya tidak dibutuhkan pada fluida yang memiliki kekentalan tinggi dimana vortex tidak menjadi suatu masalah (Edwards dan baker, 1992). 11

10 Pengaduk mempunyai dua fungsi utama yaitu: 1) mengurangi ukuran gelembung-gelembung udara untuk memberi luasan permukaan yang lebih besar untuk perpindahan oksigen dan untuk mengurangi laju difusi, serta 2) untuk menjaga kondisi lingkungan yang seragam pada seluruh isi tangki. Beberapa jenis pengaduk yang sering digunakan untuk mengaduk antara lain: propeller, turbine, paddle, anchor, helical ribbon, dan helical screw. Propellers, turbine, dan paddle secara umum digunakan pada sistem yang kekentalannya rendah dan beroperasi pada putaran dengan kecepatan tinggi. Ketiga jenis pengaduk tersebut baik digunakan untuk mencampur bahan yang memiliki viskositas rendah seperti cairan dengan cairan, gas dengan cairan, maupun padat dengan cairan. Sedangkan pengaduk tipe anchor, helical ribbon dan helical screw dapat digunakan untuk pencampuran bahan yang memiliki viskositas tinggi (kental) (Edwards dan Baker, 1992). Bentuk pengaduk berpengaruh terhadap pola aliran yang dihasilkannya. Berdasarkan pola aliran yang dihasilkan, pengaduk dapat dibagi menjadi empat jenis yaitu menghasilkan pola aliran radial, axial, laminar dan turbulen. Aliran radial yaitu aliran mendatar dari blade pengaduk ke dinding vessel (tangki) dan membentuk dua daerah, yaitu daerah atas dan daerah bawah. Sedangkan aliran axial adalah aliran vertikal ke atas dan bawah pengaduk. Pola aliran yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh sifat reologi dari bahan yang diaduk (Sailah, 1993). Pola aliran laminar adalah pola aliran yang mengalir dalam lapisan dan alirannya lebih tenang (Hudges dan Brighton, 1967). Aliran turbulen adalah aliran yang bersifat bergejolak (Earle, 1969). Pada proses pencampuran, salah satu sifat bahan yang sangat penting untuk dipertimbangkan adalah sifat reoligi bahan. Reologi menurut Mackay (1988) adalah ilmu tentang sifat aliran suatu bahan. Menurut sifat reologinya, fluida dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu fluida Newtonian dan fluida non-newtonian. Pada fluida Newtonian, nilai kekentalan adalah konstan dan tidak dipengaruhi oleh nilai laju geser, tetapi dipengaruhi oleh suhu dan tekanan. Sedangkan fluida non-newtonian, nilai kekentalan merupakan fungsi dari laju geser. Pola aliran pada suatu tangki berpengaduk sangat dipengaruhi oleh kecepatan pengadukan, jenis pengaduk, dan sifat reologi bahan yang diaduk (Ranade dan Joshi, 1990). Meskipun dengan fluida dan kecepatan pengadukan yang sama, penggunaan pengaduk yang berbeda akan menghasilkan pola aliran yang berbeda pula. Waktu pencampuran merupakan parameter yang penting pada suatu proses pencampuran. Waktu campur didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan untuk memperoleh derajat pencampuran tertentu, setelah penjejak dimasukkan ke dalam tangki (Edwards, 1992). Waktu pencampuran dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kecepatan pengadukan, tipe pengaduk, geometri tangki, aerasi, sifat fluida dan metoda pengukuran waktu pencampuran tersebut. 12

11 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Alat dan Bahan a. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah reaktor faktis skala semi-pilot, neraca analitik, corong pemisah, corong, ph-meter, oven, tanur, buret, soxlet, labu takar, pipet, dan alatalat gelas lainnya. b. Bahan Bahan baku utama yang digunakan adalah minyak jarak (castor oil) yang telah tersedia di Balai Penelitian Teknologi Karet (BPTK) Bogor. Bahan kimia teknis untuk pembuatan faktis gelap antara lain sulfur, seng oksida (ZnO), natrium karbonat (Na 2 O 3 ), dan natrium hidroksida (NaOH). Bahan kimia untuk karakterisasi bahan baku minyak, meliputi: natrium tiosulfat (Na 2 S 2 O 3 ), pereaksi hanus, indikator kanji, kloroform, kalium iodida (KI), kalium hidroksida (KOH), alkohol netral 95%, indikator phenolpthalein (PP), akuades, asam oksalat, kalium dikromat (K 2 r 2 O 7 ), dan Hl. Sedangkan bahan kimia untuk uji sifat kimia faktis gelap, meliputi: aseton, natrium sulfit (Na 2 SO 3 ), suspensi Na-strearat, parafin, stronsium klorida (Srl 2 ), kadmium asetat (d-asetat), asam asetat glasial, formaldehid, kalium iodida (KI), indikator kanji, iodin, dan akuades. B. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan, mulai bulan Juli sampai dengan September 2010 di Laboratorium Penelitian Balai Penelitian Teknologi Karet (BPTK) Bogor.. Metode Penelitian a. Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan, dilakukan karakterisasi minyak jarak yang meliputi pengujian bilangan asam dan bilangan iod. Metode pengujian karakterisasi minyak jarak tercantum pada Lampiran 1. b. Penelitian Utama i) Pembuatan Faktis Metode 1 (Netralisasi Menggunakan Na 2 O 3 ) Minyak jarak sebanyak 1 kg dimasukkan ke dalam reaktor faktis kemudian ditambahkan Na 2 O 3 sebanyak 1 bsm (bagian per seratus gram minyak) atau 10 gram. Setelah itu, dilakukan pemanasan serta pengadukan sesuai perlakuan (130, 145 atau 160 rpm). Setelah 15 menit, ZnO dan sulfur masing-masing sebanyak 5 bsm (50 gram) dan 25 bsm (250 gram) dimasukkan ke dalam reaktor. Bahan dipanaskan hingga tercapai suhu reaksi sebesar Setelah suhu tercapai, pemanasan dihentikan. Pengadukan terus dilakukan hingga suhu kembali ke suhu setelah melewati suhu eksotermis tertinggi. Setelah 13

12 reaksi selesai, faktis dibiarkan mendingin dan memadat lalu dihitung rendemennya. Padatan faktis dihancurkan dengan crusher kemudian diuji sifat fisik dan kimianya. Diagram alir pembuatan faktis dengan perlakuan netralisasi menggunakan Na 2 O 3 disajikan dalam Gambar 6 berikut. Minyak jarak 1 kg Pemanasan hingga suhu dan pengadukan sesuai perlakuan (130, 145, dan 160 rpm) Na 2 O 3 10 gram Netralisasi Sulfur 250 gram dan ZnO 50 gram Pencampuran dan homogenisasi Vulkanisasi Faktis gelap Gambar 6. Diagram alir pembuatan faktis gelap metode 1 (netralisasi menggunakan Na 2 O 3 ) ii) Pembuatan Faktis Metode 2 (Netralisasi Menggunakan NaOH) Minyak jarak dipanaskan hingga suhu berkisar antara sambil diaduk. Setelah suhu tercapai, ke dalam minyak ditambahkan larutan NaOH 14 0 Be (derajat Baume) (10,4 mg NaOH/ 100 ml aquades) sebanyak 276,13 ml/6000 gram minyak. Hasil perhitungan jumlah NaOH terdapat pada Lampiran 2. Kemudian dilakukan pengadukan dan pemanasan selama 15 menit kemudian didiamkan selama 30 menit. Setelah 30 menit, minyak dicuci dengan menggunakan air hangat hingga phnya netral. Jika warna minyak masih keruh, pemanasan diulang kembali hingga warna minyak menjadi jernih. Minyak jarak sebanyak 1 kg dimasukkan ke dalam reaktor faktis kemudian dilakukan pemanasan serta pengadukan sesuai perlakuan (130, 145 atau 160 rpm). Setelah 15 menit, ZnO dan sulfur masing-masing sebanyak 5 bsm (50 gram) dan 25 bsm (250 gram) dimasukkan ke dalam reaktor. Bahan dipanaskan hingga tercapai suhu reaksi sebesar Setelah suhu tercapai, pemanasan dihentikan. Pengadukan terus dilakukan hingga suhu kembali ke suhu setelah 14

13 melewati suhu eksotermis tertinggi. Setelah reaksi selesai, faktis dibiarkan mendingin dan memadat lalu dihitung rendemennya. Padatan faktis dihancurkan dengan crusher kemudian diuji sifat fisik dan kimianya. Diagram alir pembuatan faktis dengan perlakuan netralisasi menggunakan NaOH disajikan dalam Gambar 7 berikut. Minyak jarak 1 kg NaOH 28,71 gram Netralisasi Pemanasan hingga suhu dan pengadukan sesuai perlakuan (130, 145, dan 160 rpm) Sulfur 250 gram dan ZnO 50 gram Pencampuran dan homogenisasi Vulkanisasi Faktis gelap Gambar 7. Diagram alir pembuatan faktis gelap metode 2 (netralisasi menggunakan NaOH) iii) Analisis Sifat Kimia Faktis Gelap Pengujian sifat kimia faktis gelap bertujuan untuk mengetahui tingkatan mutu faktis gelap yang dihasilkan. Parameter mutu faktis secara kimia terdiri dari kadar ekstrak petroleum eter, kadar sulfur bebas, kadar abu dan nilai ph. Prosedur analisis sifat kimia faktis dapat dilihat pada Lampiran 3. iv) Pengamatan Sifat Fisik Faktis Gelap Parameter sifat fisik faktis terdiri dari pengujian warna dan tingkat kekerasan. Pengamatan warna faktis dilakukan melalui pengamatan secara visual terhadap penampakan warna faktis. Penilaian kualitatif warna faktis gelap dibagi dalam empat tingkat, yaitu: coklat muda, coklat, coklat tua, dan hitam. Pengamatan terhadap tingkat kekerasan faktis gelap dilakukan dengan mengamati struktur molekul faktis gelap secara fisik dan membandingkannya dengan faktis komersial. Dalam penelitian ini, penentuan kekerasan 15

14 faktis yang dihasilkan, digunakan skala keras untuk konsistensi yang sama dengan mutu faktis komersial, digunakan keterangan + untuk konsistensi yang lebih keras daripada faktis komersial. Semakin keras konsistensi faktis, semakin banyak skala + yang diberikan ( ++, +++ ). Untuk faktis yang konsistensinya lebih lembek daripada faktis gelap mutu komersial diberi keterangan -.. Rancangan Percobaan Pada penelitian utama, rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktorial yang terdiri dari dua faktor dan dua kali ulangan. Faktor pertama (A) adalah kecepatan pengadukan (agitasi) dengan tiga taraf, yaitu 130, 145 dan 160 rpm. Faktor kedua (B) adalah metode netralisasi dengan dua taraf yaitu: netralisasi menggunakan Na 2 O 3 dan netralisasi menggunakan NaOH. Model rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut: Y ijk = μ + A i + B j + (AB) ij + ε k(ij) Dengan : Y ijk = parameter respon dari pengaruh taraf ke-1 faktor A, pada ulangan ke-k μ = nilai tengah populasi (rata-rata sebenarnya) A i = pengaruh taraf ke-i faktor A B j = pengaruh taraf ke-j faktor B (AB) ij = pengaruh taraf ke-i faktor A dan taraf ke-k faktor B ε k(ij) = pengaruh kesalahan percobaan pada ulangan ke-k Bila analisis varian dari perlakuan yang diberikan diperoleh pengaruh yang nyata/ signifikan, maka dilakukan uji lanjut dengan metode Duncan. Dari hasil uji tersebut dapat diketahui taraf perlakuan yang mempunyai pengaruh berbeda nyata/signifikan. 16

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakterisasi Minyak Jarak. B. Pembuatan Faktis Gelap

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakterisasi Minyak Jarak. B. Pembuatan Faktis Gelap IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Minyak Jarak Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui karakteristik minyak jarak yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan faktis gelap. Karakterisasi

Lebih terperinci

PENGARUH METODE NETRALISASI DAN KECEPATAN PENGADUKAN TERHADAP MUTU FAKTIS GELAP DARI MINYAK JARAK (Castor oil) SKRIPSI

PENGARUH METODE NETRALISASI DAN KECEPATAN PENGADUKAN TERHADAP MUTU FAKTIS GELAP DARI MINYAK JARAK (Castor oil) SKRIPSI PENGARUH METODE NETRALISASI DAN KECEPATAN PENGADUKAN TERHADAP MUTU FAKTIS GELAP DARI MINYAK JARAK (Castor oil) SKRIPSI SAUSAN ANBAR MARDIYAH F34060440 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN

III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN 1. Alat Alat-alat yang dipergunakan dalam penelitian ini merupakan rangkaian peralatan proses pembuatan faktis yang terdiri dari kompor listrik,panci, termometer, gelas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian kali ini terdiri dari bahan utama yaitu biji kesambi yang diperoleh dari bantuan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran METDE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sebagian besar sumber bahan bakar yang digunakan saat ini adalah bahan bakar fosil. Persediaan sumber bahan bakar fosil semakin menurun dari waktu ke waktu. Hal ini

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asam Palmitat Asam palmitat adalah asam lemak jenuh rantai panjang yang terdapat dalam bentuk trigliserida pada minyak nabati maupun minyak hewani disamping juga asam lemak

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. Bahan dan Alat 1. Alat 2. Bahan

III. METODOLOGI A. Bahan dan Alat 1. Alat 2. Bahan III. METODOLOGI A. Bahan dan Alat 1. Alat Peralatan yang digunakan untuk memproduksi MESA adalah Single Tube Falling Film Reactor (STFR). Gambar STFR dapat dilihat pada Gambar 6. Untuk menganalisis tegangan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dimulai pada bulan Mei hingga Desember 2010. Penelitian dilakukan di laboratorium di Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (Surfactant

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

BAHAN DAN METODE. Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2013 di Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian, Medan. Bahan Penelitian Bahan utama yang

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIKO-KIMIA BIJI DAN MINYAK JARAK PAGAR Biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari PT. Rajawali Nusantara Indonesia di daerah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah saus sambal dan minuman dalam kemasan untuk analisis kualitatif, sedangkan untuk analisis kuantitatif digunakan

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 1. Neraca Analitik Metter Toledo. 2. Oven pengering Celcius. 3. Botol Timbang Iwaki. 5. Erlenmayer Iwaki. 6.

BAB 3 METODE PENELITIAN. 1. Neraca Analitik Metter Toledo. 2. Oven pengering Celcius. 3. Botol Timbang Iwaki. 5. Erlenmayer Iwaki. 6. BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat alat 1. Neraca Analitik Metter Toledo 2. Oven pengering Celcius 3. Botol Timbang Iwaki 4. Desikator 5. Erlenmayer Iwaki 6. Buret Iwaki 7. Pipet Tetes 8. Erlenmayer Tutup

Lebih terperinci

C3H5 (COOR)3 + 3 NaOH C3H5(OH)3 + 3 RCOONa

C3H5 (COOR)3 + 3 NaOH C3H5(OH)3 + 3 RCOONa A. Pengertian Sabun Sabun adalah garam alkali dari asam-asam lemak telah dikenal secara umum oleh masyarakat karena merupakan keperluan penting di dalam rumah tangga sebagai alat pembersih dan pencuci.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Karet, Bogor, Laboratorium Pengawasan Mutu, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Relugan GT 50, minyak biji karet dan kulit domba pikel. Relugan GT adalah nama produk BASF yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. ALAT DAN BAHAN Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah jarak pagar varietas Lampung IP3 yang diperoleh dari kebun induk jarak pagar BALITRI Pakuwon, Sukabumi.

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi) Proses Pembuatan Biodiesel (Proses TransEsterifikasi) Biodiesel dapat digunakan untuk bahan bakar mesin diesel, yang biasanya menggunakan minyak solar. seperti untuk pembangkit listrik, mesinmesin pabrik

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Bahan dan Alat Penelitian Waktu dan Tempat Penelitian Prosedur Penelitian 1. Epoksidasi Minyak Jarak Pagar

METODE PENELITIAN Bahan dan Alat Penelitian Waktu dan Tempat Penelitian Prosedur Penelitian 1. Epoksidasi Minyak Jarak Pagar METODE PENELITIAN Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : minyak jarak pagar, asam Akrilat (Sigma), natrium hidrogen karbonat (E.Merck), natrium sulfat anhydrous (E.Merck),

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan mulai 1 Agustus 2009 sampai dengan 18 Januari 2010 di Laboratorium SBRC (Surfactant and Bioenergy Research Center) LPPM IPB dan Laboratorium

Lebih terperinci

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku Bahan baku yang digunakan untuk penelitian ini adalah gliserol kasar (crude glycerol) yang merupakan hasil samping dari pembuatan biodiesel. Adsorben

Lebih terperinci

Pereaksi-pereaksi yang digunakan adalah kalium hidroksida 0,1 N, hidrogen

Pereaksi-pereaksi yang digunakan adalah kalium hidroksida 0,1 N, hidrogen Pereaksi-pereaksi yang digunakan adalah kalium hidroksida 0,1 N, hidrogen klorida encer, natrium tiosulfat 0,01 N, dan indikator amilum. Kalium hidroksida 0,1 N dibuat dengan melarutkan 6,8 g kalium hidroksida

Lebih terperinci

G O N D O R U K E M 1. Ruang lingkup

G O N D O R U K E M 1. Ruang lingkup SNI 01-5009.12-2001 G O N D O R U K E M 1. Ruang lingkup Standar ini menetapkan istilah dan definisi, syarat mutu, cara uji, pengemasan dan penandaan gondorukem, sebagai pedoman pengujian gondorukem yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENGUJIAN. Rempah UPT.Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Jl. STM

BAB III METODE PENGUJIAN. Rempah UPT.Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Jl. STM BAB III METODE PENGUJIAN 3.1 Tempat dan Waktu Pengujian Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Minyak Nabati dan Rempah- Rempah UPT.Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Jl. STM No. 17 Kampung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Goreng 1. Pengertian Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya

Lebih terperinci

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas BABHI METODA PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat 3.1.1. Bahan-bahan yang digunakan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas yang diperoleh dari salah satu rumah makan di Pekanbaru,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA B. KOMPON KARET

II. TINJAUAN PUSTAKA B. KOMPON KARET II. TINJAUAN PUTAKA B. KOMPON KARET Menurut Handoko (2003), kompon karet adalah campuran antara karet dengan berbagai bahan kimia untuk memperoleh hasil akhir atau vulkanisat setelah melalui proses tertentu.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan tahapan isolasi selulosa dan sintesis CMC di Laboratorium Kimia Organik

Lebih terperinci

Bab III Pelaksanaan Penelitian

Bab III Pelaksanaan Penelitian Bab III Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas transesterifikasi in situ pada ampas kelapa. Penelitian dilakukan 2 tahap terdiri dari penelitian pendahuluan dan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Penelitian Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini yaitu blotong dan sludge industri gula yang berasal dari limbah padat Pabrik Gula PT. Rajawali

Lebih terperinci

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu 40 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1. Kadar air (AOAC 1995, 950.46) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian 14 BAB V METODOLOGI 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian No. Nama Alat Jumlah 1. Oven 1 2. Hydraulic Press 1 3. Kain saring 4 4. Wadah kacang kenari ketika di oven 1 5.

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Pragel Pati Singkong Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar berwarna putih. Rendemen pati yang dihasilkan adalah sebesar 90,0%.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Diagram alir pembuatan sabun transparan

Lampiran 1. Diagram alir pembuatan sabun transparan LAMPIRAN Lampiran 1. Diagram alir pembuatan sabun transparan Lampiran 2. Formula sabun transparan pada penelitian pendahuluan Bahan I () II () III () IV () V () Asam sterarat 7 7 7 7 7 Minyak kelapa 20

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) Minyak nabati (CPO) yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak nabati dengan kandungan FFA rendah yaitu sekitar 1 %. Hal ini diketahui

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah jagung pipil kering dengan varietas Pioneer 13 dan varietas Srikandi (QPM) serta bahanbahan kimia yang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. Bahan Dan Alat 1. Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah lateks pekat perdagangan KKK 60%. Bahan-bahan lain yang berfungsi sebagai bahan pembantu dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Produksi Kerupuk Terfortifikasi Tepung Belut Bagan alir produksi kerupuk terfortifikasi tepung belut adalah sebagai berikut : Belut 3 Kg dibersihkan dari pengotornya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN 1. Ekstraksi Biji kesambi dikeringkan terlebih dahulu kemudian digiling dengan penggiling mekanis. Tujuan pengeringan untuk mengurangi kandungan air dalam biji,

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Pada penelitian ini, proses pembuatan monogliserida melibatkan reaksi gliserolisis trigliserida. Sumber dari trigliserida yang digunakan adalah minyak goreng sawit.

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak. Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010

LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak. Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010 LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Minyak dan Lemak Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang artinya lemak). Lipida larut dalam pelarut nonpolar dan tidak larut dalam air.

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga, 24 BAB III METODA PENELITIAN A. Alat dan Bahan 1. Alat Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah semua alat gelas yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. Pada tahap ini, dilakukan pengupasan kulit biji dibersihkan, penghancuran biji karet kemudian

BAB V METODOLOGI. Pada tahap ini, dilakukan pengupasan kulit biji dibersihkan, penghancuran biji karet kemudian BAB V METODOLOGI Penelitian ini akan dilakukan 2 tahap, yaitu : Tahap I : Tahap perlakuan awal (pretreatment step) Pada tahap ini, dilakukan pengupasan kulit biji dibersihkan, penghancuran biji karet kemudian

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Penelitian penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan jenis penstabil katalis (K 3 PO 4, Na 3 PO 4, KOOCCH 3, NaOOCCH 3 ) yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan secara eksperimental laboratorium. B. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fakultas

Lebih terperinci

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH Petunjuk Paktikum I. ISLASI EUGENL DARI BUNGA CENGKEH A. TUJUAN PERCBAAN Mengisolasi eugenol dari bunga cengkeh B. DASAR TERI Komponen utama minyak cengkeh adalah senyawa aromatik yang disebut eugenol.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati adalah cairan kental yang diambil atau diekstrak dari tumbuhtumbuhan. Komponen utama penyusun minyak nabati adalah trigliserida asam lemak, yang

Lebih terperinci

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. Gambar 6. Pembuatan Minyak wijen

BAB V METODOLOGI. Gambar 6. Pembuatan Minyak wijen 18 BAB V METODOLOGI 5.1 Pengujian Kinerja Alat Press Hidrolik 5.1.1 Prosedur Pembuatan Minyak Wijen Biji Wijen Pembersihan Biji Wijen Pengovenan Pengepresan Pemisahan Minyak biji wijen Bungkil biji wijen

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

LAMPIRAN A. Prosedur pembuatan larutan dalam penelitian pemanfaatan minyak goreng bekas. labu takar 250 ml x 0,056 = 14 gram maka

LAMPIRAN A. Prosedur pembuatan larutan dalam penelitian pemanfaatan minyak goreng bekas. labu takar 250 ml x 0,056 = 14 gram maka LAMPIRAN A PROSEDUR PEMBUATAN LARUTAN Prosedur pembuatan larutan dalam penelitian pemanfaatan minyak goreng bekas menjadi sabun cuci piring cair yaitu: 1. Pembuatan Larutan KOH 10% BM KOH = 56, -- 56 /

Lebih terperinci

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif Departemen Farmasi FMIPA UI, dalam kurun waktu Februari 2008 hingga Mei 2008. A. ALAT 1. Kromatografi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Standar DHA murni (Sigma-Aldrich) 2. Standar DHA oil (Tama Biochemical Co., Ltd.) 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, metanol,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah rempah basah (bawang putih, bawang merah, lengkuas, kunyit, dan jahe) serta rempah kering (kemiri, merica,

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat dan Bahan yang Digunakan Alat yang Digunakan

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat dan Bahan yang Digunakan Alat yang Digunakan BAB V METODOLOGI 5.1 Alat dan Bahan yang Digunakan 5.1.1 Alat yang Digunakan Tabel 5. Alat yang Digunakan No. Nama Alat Ukuran Jumlah 1. Baskom - 3 2. Nampan - 4 3. Timbangan - 1 4. Beaker glass 100ml,

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS A.1 Pengujian Viskositas (menggunakan viskosimeter) (Jacobs, 1958) Viskositas Saos Tomat Kental diukur dengan menggunakan viskosimeter (Rion Viscotester Model VT-04F). Sebelum

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

Blanching. Pembuangan sisa kulit ari

Blanching. Pembuangan sisa kulit ari BAB V METODOLOGI 5.1 Pengujian Kinerja Alat Press Hidrolik 5.1.1 Prosedur Pembuatan Minyak Kedelai Proses pendahuluan Blanching Pengeringan Pembuangan sisa kulit ari pengepresan 5.1.2 Alat yang Digunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gliserol Biodiesel dari proses transesterifikasi menghasilkan dua tahap. Fase atas berisi biodiesel dan fase bawah mengandung gliserin mentah dari 55-90% berat kemurnian [13].

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 22 23 3.2 Metode Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang 32 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT 1. Waktu Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013 2. Tempat Laboratorium Patologi, Entomologi, & Mikrobiologi (PEM) Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor) 23 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Penyiapan Sampel Kualitas minyak kastor yang digunakan sangat mempengaruhi pelaksanaan reaksi transesterifikasi. Parameter kualitas minyak kastor yang dapat menjadi

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR DAN F/S TERHADAP EKSTRAKSI MINYAK DARI BIJI KEMIRI SISA PENEKANAN MEKANIK

PENGARUH TEMPERATUR DAN F/S TERHADAP EKSTRAKSI MINYAK DARI BIJI KEMIRI SISA PENEKANAN MEKANIK PENGARUH TEMPERATUR DAN F/S TERHADAP EKSTRAKSI MINYAK DARI BIJI KEMIRI SISA PENEKANAN MEKANIK Ariestya Arlene*, Steviana Kristanto, Ign Suharto Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2012. Cangkang kijing lokal dibawa ke Laboratorium, kemudian analisis kadar air, protein,

Lebih terperinci

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu (Metroxylon sp.) yang diperoleh dari industri pati sagu rakyat di daerah Cimahpar, Bogor. Khamir yang digunakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kacang kedelai, kacang tanah, oat, dan wortel yang diperoleh dari daerah Bogor. Bahan kimia yang digunakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi azeotropik kontinyu dengan menggunakan pelarut non polar.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM STANDARISASI LARUTAN NaOH

LAPORAN PRAKTIKUM STANDARISASI LARUTAN NaOH LAPORAN PRAKTIKUM STANDARISASI LARUTAN NaOH I. Tujuan Praktikan dapat memahami dan menstandarisasi larutan baku sekunder NaOH dengan larutan baku primer H 2 C 2 O 4 2H 2 O II. Dasar Teori Reaksi asam basa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. 2. Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Teknik Pengolahan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan baku utama dan bahan pembantu. Bahan baku utama yang digunakan adalah kulit kambing pikel dan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Nabati Minyak nabati adalah senyawa minyak yang terbuat dari tumbuhan yang diperoleh melaui proses ekstraksi dan pengepressan mekanik. digunakan dalam makanan dan untuk

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengambilan dan Determinasi Bahan Pada penelitian ini digunakan bahan ikan teri galer (Stolephorus indicus Van Hasselt) yang diperoleh dari Pasar Induk Caringin Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sabun Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti natrium stearat, (C 17 H 35 COO Na+).Aksi pencucian dari sabun banyak dihasilkan melalui kekuatan pengemulsian

Lebih terperinci

Gambar 7 Desain peralatan penelitian

Gambar 7 Desain peralatan penelitian 21 III. METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah pemucat bekas yang diperoleh dari Asian Agri Group Jakarta. Bahan bahan kimia yang digunakan adalah

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan September 2013 sampai bulan Maret 2014

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan September 2013 sampai bulan Maret 2014 25 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan September 2013 sampai bulan Maret 2014 yang dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Fakultas MIPA Unila, dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratoriun Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Keadaan Lokasi Pengambilan Sampel Sampel yang digunakan adalah sampel bermerek dan tidak bermerek yang diambil dibeberapa tempat pasar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN PERBANDINGAN MASSA ALUMINIUM SILIKAT DAN MAGNESIUM SILIKAT Tahapan ini merupakan tahap pendahuluan dari penelitian ini, diawali dengan menentukan perbandingan massa

Lebih terperinci

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Penggolongan minyak Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Definisi Lemak adalah campuran trigliserida yang terdiri atas satu molekul gliserol yang berkaitan dengan tiga molekul asam lemak.

Lebih terperinci

A. PENETAPAN ANGKA ASAM, ANGKA PENYABUNAN DAN ANGKA IOD B. PENETAPAN KADAR TRIGLISERIDA METODE ENZIMATIK (GPO PAP)

A. PENETAPAN ANGKA ASAM, ANGKA PENYABUNAN DAN ANGKA IOD B. PENETAPAN KADAR TRIGLISERIDA METODE ENZIMATIK (GPO PAP) A. PENETAPAN ANGKA ASAM, ANGKA PENYABUNAN DAN ANGKA IOD B. PENETAPAN KADAR TRIGLISERIDA METODE ENZIMATIK (GPO PAP) DASAR TEORI Penggolongan lipida, dibagi golongan besar : 1. Lipid sederhana : lemak/ gliserida,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL Pada awal penelitian ini, telah diuji coba beberapa jenis bahan pengental yang biasa digunakan dalam makanan untuk diaplikasikan ke dalam pembuatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini didahului dengan perlakuan awal bahan baku untuk mengurangi pengotor yang terkandung dalam abu batubara. Penentuan pengaruh parameter proses dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lemak dan minyak adalah trigliserida yang berarti triester (dari) gliserol. Perbedaan antara suatu lemak adalah pada temperatur kamar, lemak akan berbentuk padat dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR

HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR Gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar dengan katalis KOH merupakan satu fase yang mengandung banyak pengotor.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan Maret sampai Bulan Juni 2013. Pengujian aktivitas antioksidan, kadar vitamin C, dan kadar betakaroten buah pepaya

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap: Tahap pertama adalah pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas Teknobiologi, Universitas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli September 2013 bertempat di

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli September 2013 bertempat di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli September 2013 bertempat di Laboratorium Pengolahan Limbah Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian dan Laboratorium

Lebih terperinci