BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sosiolog Erving Goffman (dalam Sengupta, Banks, Jonas, Miles, &

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sosiolog Erving Goffman (dalam Sengupta, Banks, Jonas, Miles, &"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stigma Sosiolog Erving Goffman (dalam Sengupta, Banks, Jonas, Miles, & Smith, 2011; Genberg et al., 2007) mendefinisikan stigma sebagai proses dinamis dari devaluasi yang secara signifikan mendiskredit seorang individu di mata individu lainnya. Berbagai kualitas pada individu yang ditempeli oleh stigma bisa sangat acak mulai dari warna kulit, cara berbicara, preferensi seksual, hingga karena tinggal bersama ODHA (Aggleton, Wood, Macolm, & Parker, 2005). Herek & Capitanio (dalam Vanable et al., 2006) menyatakan bahwa tingkat stigmatisasi yang tinggi terhadap HIV disebabkan oleh sejarah asosiasinya dengan sub-kelompok yang mengalami marginalisasi seperti homoseksual dan pengguna narkotika suntik. Berdasarkan beberapa literatur penelitian Sengupta et al. (2011) menyebutkan faktor-faktor mendasar yang menyebabkan stigma berkaitan dengan HIV/AIDS muncul disebabkan oleh (1) Kurangnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang HIV, (2) Miskonsepsi tentang cara penularan HIV, (3) Kurangnya akses terhadap perawatan kesehatan, (4) Bagaimana media membentuk dan melaporkan epidemi, (5) Karakteristik AIDS sebagai penyakit yang tidak dapat disembuhkan, dan (6) Prasangka dan rasa takut terhadap kelompok tertentu. 10

2 15 Gambar 2.1 Konstruksi Perspektif Stigma HIV/AIDS dan Kelompok Marginal Gambar 2.1 Mengilustrasikan bagaimana perspektif masyarakat mengenai stigmatisasi berkaitan dengan HIV/AIDS dan hubungannya dengan kelompok marginal yang perilakunya dianggap melanggar moral. Diadaptasi dari HIV - Related Stigma, Discrimination and Human Rights Violations: Case Studies of Successful Programmes oleh Aggleton, P., Wood, K., Malcolm, A., & Parker, R Hak Cipta 2005 oleh Joint United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) Stigma Internal Brown et al. (dalam Hasan, Nath, Khan, Akram, & Gomes, 2012) mendefinisikan stigma internal sebagai rasa takut baik sungguhan maupun yang diimajinasikan terhadap sikap sosial dan potensi tindak diskriminasi yang akan muncul sebagai dampak dari atribut atas penyakit yang tidak diinginan (misalnya HIV) atau akibat dari asosiasi pada kelompok atau perilaku tertentu. Salah satu cara untuk memahami stigma internal berkaitan dengan HIV/AIDS adalah dengan melihatnya sebagai hasil dari interaksi kompleks antara faktor sosial (ekonomi, budaya, denah politik, akses terhadap pelayanan pencegahan dan

3 12 pengobatan, jaringan komunitas pendukung, sumber informasi, serta tingkat stigma dan diskriminasi di lingkungan sekitar); faktor kontekstual (keadaan hidup ODHA, penggunaan narkotika dan alkohol, kekuatan hubungan ODHA dengan pasangan dan keluarganya, serta waktu sejak diagnosa); dan faktor diri (keadaan mood, sistem kepercayaan, resiliensi dan coping skill, tingkat pengetahuan, pengalaman hidup, life skill, serta harga diri dan self-awareness) (Brourard & Wills, 2006). Proyek Siyam kela dan Mo Kexteya (dalam Brourad & Wills, 2006) yang mempelajari beragam aspek stigma internal berkaitan dengan HIV/AIDS di Afrika Selatan, membuat kerangka dimensi stigma internal yaitu : 1. Perception of self ODHA memiliki perasaan bahwa mereka telah mengecewakan orang lain dan mempermalukan keluarga dan komunitas mereka. Mereka merasa bersalah, menyalahkan diri sendiri, dan menderita karena berstatus HIV-positif. Mereka merasa diri mereka ternoda dan takut menulari orang lain. 2. Self-Exclusion Karena status HIV-positif yang dimiliki ODHA memilih untuk menarik diri dari berbagai pelayanan dan kesempatan yang ada meliputi jasa yang diberikan klinik kesehatan, support group, dan program bantuan materil.

4 13 3. Subterfuge Stigma internal mempengaruhi ODHA untuk menjaga perilaku mereka untuk menghindari stigmatisasi atau mencegah agar status HIV mereka tidak diketahui orang lain. Hal ini dilakukan dengan menyembunyikan status HIV atau orientasi seksual mereka pada orang lain. Hal ini juga menyebabkan ODHA untuk terus melakukan perilaku beresiko karena mereka merasa takut perubahan perilaku dapat menimbulkan kecurigaan dan stigma. 4. Social Withdrawal Merupakan isolasi yang dibebankan pada dirinya sendiri oleh ODHA, menyebabkan mereka untuk menarik diri dari hubungan interpersonal dan mengindari beragam setting sosial. 5. Over compenastion Terdapat kebutuhan pada ODHA untuk membuktikan bahwa mereka adalah orang yang baik dengan melakukan hal-hal yang dinilai baik berdasarkan standar moral yang berlaku. Beberapa merasa harus bisa membuktikan bahwa mereka tetap dapat berkontribusi meski berstatus HIV-positif. 6. Fear of disclosure ODHA merasa sulit untuk mengungkapkan status mereka karena merasa takut terhadap penilaian dan penolakan dari masyarakat sekitar.

5 Stigma Eksternal Dikenal juga sebagai enacted stigma merupakan bentuk lain dari stigma. Stigma eksternal dideskripsikan sebagai proses yang bergerak melebihi sekedar persepsi dan sikap sehingga mencapai bentuk tindakan. Stigma eksternal secara konsisten mengikuti pola tiga langkah yaitu : (1) Mengidentifikasi orang yang terinfeksi HIV, (2) Membuat jarak dengan orang-orang tersebut, dan (3) membatasi atau tidak mengikutsertakan orang-orang tersebut. Detail pola tersebut mungkin berbeda dalam tiap-tiap kasus di tiap-tiap negara namun pola keseluruhannya tetap sama. Tes HIV yang diikuti pelanggaran hak kerahasiaan merupakan suatu bentuk enacted stigma begitu juga dengan tindak labeling, penghindaran, isolasi dan segregasi pada ODHA (Morrison, 2006). Enacted stigma merujuk pada sanksi yang secara individual maupun kolektif diberikan kepada seseorang berdasarkan keanggotaan atau anggapan sebagai anggota dari kelompok tertentu (Morris, 2003). Enacted stigma dapat mengambil bentuk diskriminasi halus seperti gosip, tidak memperlakukan ODHA dengan hormat, atau menjauhi mereka (Visser, Makin, Vandormael, Sikkema, & Forsyth, 2009). Sedangkan Bunn, Solomon, Miller, dan Forehand (2007) menyatakan bahwa enacted stigma merujuk pada pengalaman aktual berkaitan dengan prasangka, pemberian stereotip, maupun diskriminasi misalnya kehilangan hubungan pertemanan

6 15 setelah memberitahukan status HIV atau mengalami penghinaan dalam kehidupan sehari-hari berkaitan dengan status HIV mereka Harga diri William James pertama kali memperkenalkan topik mengenai harga diri pada buku teks psikologi amerika pertama lebih dari satu abad lalu, hal tersebut membuat harga diri menjadi salah satu tema paling tua dalam ilmu sosial (Mruk, 2006). Maslow dalam teori hirarki kebutuhannya menyatakan bahwa harga diri adalah salah satu motivasi dasar manusia untuk mencapai aktualisasi diri (dalam Huitt, 2007). APA dictionary of Psychology (2007, hal. 830) mendefinisikan harga diri sebagai tahapan dimana kualitas dan karakteristik self-concept yang dimiliki seseorang dianggap positif. Harga diri merefleksikan gambaran citra diri, kemampuan, pencapaian, dan nilai yang dimiliki serta sejauh mana seorang individu sukses menerapkannya. Rosenberg (dalam Mruk, 2006) mendefinisikan harga diri sebagai sikap positif atau negatif terhadap objek spesifik, yaitu diri sendiri. Harga diri merupakan sikap yang didasari oleh persepsi atas perasaan seseorang tentang kemampuan atau nilanya sebagai seorang individu. Harga diri seperti yan terefleksi pada aitem dalam skala kami, mengekspresikan perasaan bahwa seseorang merasa dirinya cukup baik. Individu tersebut merasa dirinya sebaga orang yang berharga; dia menghargai dirinya sebagai mana adanya, namun tidak kagum terhadap dirinya sendiri maupun mengharapkan orang lain untuk kagum terhadap dirinya. Individu tersebut tidak kemudian selalu memiliki anggapan bahwa dirinya lebih baik dari orang lain (Rosenberg dalam Mruk, 2006).Harga

7 16 diri merupakan salah satu kualitas unik pada diri individu yang aktif dalam situasi, pengalaman, dan keadaan positif maupun negatif sehingga relevan terhadap beragam perilaku (Mruk, 2006) Bentuk harga diri Berdasarkan kajian literatur mengenai harga diri yang dilakukan beberapa ahli Brown dan Marshall (2006) membagi bentuk harga diri kedalam 3 kategori : a) Global self-esteem Harga diri sering digunakan sebagai istilah yang merujuk pada variabel kepribadian yang mewakili bagaimana perasaan seseorang terhadap dirinya sendiri. Peneliti menamai bentuk harga diri yang demikian sebagai, global self-esteem atau trait self-esteem, karena relatif bertahan dalam berbagai situasi dan waktu. Jika seseorang memiliki harga diri yang tinggi atau rendah ketika kanak-kanak maka kemungkinan besar individu tersebut akan memiliki tingkat harga diri yang sama ketika dewasa (weiten et al., 2012). b) Feeling of self-worth Harga diri juga sering dirujuk sebagai reaksi emosi evaluatif terhadap kejadian tertentu. Contohnya seseorang mungkin merasa harga dirinya naik setelah mendapat promosi jabatan dan harga dirinya turun setelah menjalani perceraian. Self-worth adalah perasan bangga terhadap diri sendiri (dalam sisi positif) dan malu terhadap diri sendiri (dalam sisi negatif). Harga diri yang demikian

8 17 disebut juga sebagai state self-esteem, yaitu harga diri yang bersifat dinamis dan dapat dirubah bergantung pada perasaan seseorang terhadap dirinya di waktu tertentu (Heathertron & Polivy dalam Weiten et al., 2012) c) Self-Evaluations Disebut juga sebagai domain spesific self-esteem, yaitu harga diri digunakan untuk merujuk cara seseorang mengevaluasi kemampuan dan atribut bervariasi yang ada pada dirinya. Contohnya seorang individu yang memiliki keraguan atas kemampuannya di sekolah dapat disebut memiliki academic self-esteem yang rendah sedangkan individu yang merasa dirinya memiliki kemampuan yang baik dalam bidang olah raga dapat dikatakan memiliki athletic selfesteem yang tinggi Sumber harga diri Epstein (dalam Mruk, 2006) menambahkan sumber harga diri yang dikemukakan oleh Coopersmith sehingga lebih dinamis dengan alasan apabila kesuksesan (hal positif) terlibat dalam pembentukan harga diri maka kemungkinan akan adanya kegagalan (hal negatif) juga harus dilibatkan. Keempat sumber harga diri tersebut adalah :

9 18 a) Acceptance vs. Rejection Penerimaan dan penolakan dalam hubungan interpersonal seorang individu dengan orang tua, saudara, teman, pasangan, dan rekan kerja dapat mempengaruhi perasaan seorang individu atas dirinya. bentuk penerimaan seperti rasa peduli, pengasuhan, perasaan tertarik, respek, serta kagum dan bentuk penolakan seperti tidak dihiraukan, direndahkan, atau dimanfaatkan dapat memperharuhi harga diri seseorang. b) Virtue vs. Guilt Virtue menurut Epstein adalah kepatuhan terhadap standar moral dan etika yang berlaku, sedangkan guilt merujuk pada kegagalan untuk mematuhi standar moral dan etika yang berlaku. Saat seorang individu bertindak sesuai dengan nila moral dan etika yang berlaku maka mereka akan merasa sebagai individu yang layak dan akan mempengaruhi harga diri mereka secara positif. Sebaliknya saat individu tersebut gagal mengikuti standar moral yang berlaku maka akan mempengaruhi harga dirinya secara negatif. c) Power vs. powerlessness Epstein mendefinisikan power sebagai kemampuan untuk mengatur atau mengontrol lingkungannya atau dengan kata lain kemampuan untuk memberi pengaruh. Kemampuan seorang individu untuk berinteraksi dengan lingkungan dan individu sekitarnya dengan

10 19 cara-cara yang dapat membentuk atau mengarahkan interaksi tersebut mencerminkan kompetensi dalam menghadapi tantangan dalam kehidupan dan akan mempengaruhi harga diri secara positif. d) Achievement vs. failure Syarat agar achivement mempengaruhi harga diri seseorang adalah ketika seorang individu mengalami ke suksesan pada dimensidimensi tertentu yang berhubungan dengan identitas diri mereka. Contohnya menyikat gigi bukanlah pencapaian signifikan bagi sebagian besar orang, namun dapat menjadi pencapaian persinal yang besar bagi individu dengan cacat fisik maupun mental. Saat seorang individu mencapai tujuan dengan menghadapi permasalahan atau rintangan yang memiliki signifikansi personal, maka individu tersebut menunjukan kompetensi dalam menghadapi tantangan dalam kehidupan dan hal tersebut mempengaruhi harga dirinya secara positif Tingkat harga diri Mruk (2006) menyimpulkan tingkat harga diri berdasarkan beberapa definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli menjadi tiga kategori, yaitu :

11 20 a) Low Self-esteem Karakteristik individu dengan harga diri rendah meliputi hipersensitivitas, ketidakstabilan, rasa canggung, dan kurang percaya diri. Individu dengan harga diri rendah lebih berfokus pada melindungi diri dari ancaman dibanding berusaha untuk mengaktualisasikan potensi yang dimiliki dan menikmati hidup. Individu dengan harga diri rendah juga tidak memiliki gambaran identitas yang jelas dan sensitif terhadap isyarat sosial yang dianggap relevan dengan dirinya, mereka menggunakan strategi self-handicapping dan menurunkan ekspektasi untuk menghindari perasaan inferior lebih lanjut. b) High self-esteem Harga diri tinggi berkorelasi positif dengan rasa bahagia, mereka yang memiliki harga diri tinggi memiliki pandangan yang baik atas diri mereka, kehidupan, dan masa depan. Individu dengan harga diri tinggi lebih mampu menghadapi stres dan menghindari rasa cemas yang sehingga mereka tetap mampu beindak dengan baik saat berhadapan dengan stress dan trauma. Terdapat dukungan empiris mengenai hubungan antara harga diri tinggi dan hubungan interpersonal. Individu yang memiliki harga diri tinggi memiliki karakteristik interpersonal yang disukai serta memiliki standar moral dan kesehatan yang baik. Harga diri yang tinggi juga dapat

12 21 membantu meningkatkan kinerja berkaitan dengan kemampuan pemecahan masalah dalam situasi tertentu yang membutuhkan inisiatif dan presistensi. c) Medium self-esteem Coopersmith (dalam Mruk, 2006) menyatakan bahwa individu dengan tingkat harga diri sedang merupakan hasil dari tidak tereksposnya seorang individu pada faktor-faktor yang mendukung kepemilikan tingkat harga diri yang tinggi, namun memiliki sebagian faktor sehingga menghindarkan mereka dari tingkat harga diri yang rendah. 2.4 Kerangka Berpikir Munculnya stigmatisasi terhadap ODHA disebabkan oleh konstruksi sosial negatif yaitu, (1) dihubungkannya HIV/AIDS dengan kelompok marginal; (2) ragam metode transmisi yang dianggap sebagai bentuk perilaku penyimpangan moral; (3) karakteristik HIV/AIDS sebagai penyakit yang mematikan. Ditambah dengan kurangnya pengetahuan mengenai HIV/AIDS dan persepsi yang salah tentang cara penularannya menimbulkan respons antagonistik berupa stigma dan diskriminasi dari masyarakat terhadap penyakit tersebut dan penderitanya. Dari beragam aspek sosio-ekonomi dan kesejahteraan psikologis yang mungkin dipengaruhi oleh stigma internal, penelitian ini secara spesifik ingin menyoroti hubungan antara stigma internal dan salah satu aspek kesejahteraan

13 22 psikologis yaitu, tingkat harga diri pada ODHA. Karakteristik HIV/AIDS sebagai penyakit yang kental dengan isu stigma dan diskriminasi, sehingga tingkat harga diri yang baik dapat menjadi tameng bagi mereka untuk menghadapi ragam stigma dan diskriminasi yang mungkin mereka alami sehingga mereka tetap mampu mengapresiasi dan menghargai diri mereka dan tidak didera perasaan malu, bersalah. Berikut adalah kerangka berpikir yang digunakan dalam penelitian ini : Gambar 2.2 Kerangka Berpikir Latar Belakang Konstruksi sosial negatif Kurangnya pengetahuan masyarakat megenai HIV/AIDS Persepsi yang salah mengenai metode transmisihiv/aids Tindak Stigmatisasi dan Diskriminasi oleh Masyarakat Stigma Internal Gangguan kesejahteraan psokologis pada ODHA seperti : Depresi, kecemasan, menurunnya tingkat self-efficacy, dan tingkat harga diri. Gambar 2.5 mengilustrasikan rangkaian kerangka berpikir yang digunakan dalam penelitian yang diadaptasi dari latar belakang dan kajian pustaka yang dilakukan peneliti.

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. psikologis (Angermeyer, Beck, Dietrich, & Holzinger; Rosman dalam Vanable et

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. psikologis (Angermeyer, Beck, Dietrich, & Holzinger; Rosman dalam Vanable et BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Simpulan Stigma mungkin dialami sebagai respons dari penyakit medis dan psikologis (Angermeyer, Beck, Dietrich, & Holzinger; Rosman dalam Vanable et al., 2006) namun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ketika seseorang menyatakan bahwa mereka telah menjadi korban tindak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ketika seseorang menyatakan bahwa mereka telah menjadi korban tindak BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perceived Discrimination Ketika seseorang menyatakan bahwa mereka telah menjadi korban tindak diskriminatif, menurut Major, Quinton, dan McCoy (dalam Kaiser dan Major 2006)

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Normative Social Influence 2.1.1 Definisi Normative Social Influence Pada awalnya, Solomon Asch (1952, dalam Hogg & Vaughan, 2005) meyakini bahwa konformitas merefleksikan sebuah

Lebih terperinci

BAB 1 LATAR BELAKANG. mengenai keberadaan AIDS dan virus HIV belum terlalu berkembang. Namun,

BAB 1 LATAR BELAKANG. mengenai keberadaan AIDS dan virus HIV belum terlalu berkembang. Namun, BAB 1 LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Beberapa dekade lalu pengetahuan dan pemahaman masyarakat Indonesia mengenai keberadaan AIDS dan virus HIV belum terlalu berkembang. Namun, seiring dengan terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (HIV-AIDS) merupakan masalah kesehatan global karena penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. (HIV-AIDS) merupakan masalah kesehatan global karena penyakit ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus - Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV-AIDS) merupakan masalah kesehatan global karena penyakit ini berkembang secara pandemik. Masalah-masalah

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. Penelitian ini bermaksud mengkaji persepsi tentang diskriminasi sebagai

BAB V SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. Penelitian ini bermaksud mengkaji persepsi tentang diskriminasi sebagai BAB V SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Simpulan Penelitian ini bermaksud mengkaji persepsi tentang diskriminasi sebagai salah satu variabel penelitian dan melihat hubungannya terhadap harga diri pada Orang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan atau tindakan oleh pihak pemerintah, masyarakat, pemberi kerja, penyedian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan atau tindakan oleh pihak pemerintah, masyarakat, pemberi kerja, penyedian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stigma Sosial Stigma adalah ciri negatif yang menempel pada pribadi seseorang karena pengaruh lingkungannya (KBBI). Menurut Castro dan Farmer (2005) stigma ini qwedapat mendorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Acquired Immunice Deficiency Syndrome atau AIDS merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Acquired Immunice Deficiency Syndrome atau AIDS merupakan penyakit BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Human Immunodeficiency Virus atau HIV adalah sejenis virus yang menyerang sel darah putih sehingga menyebabkan turunnya sistem kekebalan tubuh manusia. Acquired Immunice

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai masalah di masyarakat. Angka kematian HIV/AIDS di

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai masalah di masyarakat. Angka kematian HIV/AIDS di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang HIV di Indonesia masih menjadi masalah yang serius dan komplek serta menimbulkan berbagai masalah di masyarakat. Angka kematian HIV/AIDS di Indonesia juga masih tinggi,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Self Esteem 1. Definisi Self-Esteem Menurut Larsen dan Buss (2008), harga diri (self esteem) merupakan apa yang kita rasakan berdasarkan pengalaman yang kita peroleh selama menjalani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut (Nugroho. T, 2010: 94) Aquired Immune Deficiency Syndrome

BAB I PENDAHULUAN. Menurut (Nugroho. T, 2010: 94) Aquired Immune Deficiency Syndrome BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut (Nugroho. T, 2010: 94) Aquired Immune Deficiency Syndrome adalah penyakit yang merupakan kumpulan gejala akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu penyakit mematikan di dunia yang kemudian menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu penyakit mematikan di dunia yang kemudian menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu penyakit mematikan di dunia yang kemudian menjadi wabah internasional atau bencana dunia sejak pertama kehadirannya adalah HIV/AIDS.Sejak pertama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Stigma Sosial Stigma adalah penyimpangan yang mengarah ke dalam situasi dimana orangorang tidak dapat menyesuaikan diri dengan standar masyarakat normal. Mereka didiskualifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan memasuki tahap epidemis dengan beberapa sub-populasi beresiko

BAB I PENDAHULUAN. dan memasuki tahap epidemis dengan beberapa sub-populasi beresiko BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah HIV di Indonesia telah berkembang dari sejumlah kasus kecil HIV dan memasuki tahap epidemis dengan beberapa sub-populasi beresiko tinggi yang memiliki angka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV dalam bahasa inggris merupakan singkatan dari. penyebab menurunnya kekebalan tubuh manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV dalam bahasa inggris merupakan singkatan dari. penyebab menurunnya kekebalan tubuh manusia. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah HIV dalam bahasa inggris merupakan singkatan dari Human Imunno deficiency Virus dalam bahasa Indonesia berarti virus penyebab menurunnya kekebalan tubuh manusia.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah HIV-AIDS, mulai dari penularan, dampak dan sampai

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah HIV-AIDS, mulai dari penularan, dampak dan sampai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah HIV-AIDS, mulai dari penularan, dampak dan sampai penanggulangannya, merupakan masalah yang sangat kompleks. Penularan HIV- AIDS saat ini tidak hanya terbatas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV) (Depkes. RI, 2008). Virus tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang HIV/AIDS merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan perhatian sangat serius. Hal ini karena jumlah kasus AIDS yang dilaporkan setiap tahunnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) merasa mengalami dampak dari stigma

BAB I PENDAHULUAN. Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) merasa mengalami dampak dari stigma BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) merasa mengalami dampak dari stigma dan diskriminasi. Dari berbagai ilustrasi yang ada diberbagai mass media tampak bahwa memang terjadi

Lebih terperinci

HIV/AIDS (Human Immunodeficiency/Acquired Immune Deficiency. Syndrome) merupakan isu sensitive dibidang kesehatan. HIV juga menjadi isu

HIV/AIDS (Human Immunodeficiency/Acquired Immune Deficiency. Syndrome) merupakan isu sensitive dibidang kesehatan. HIV juga menjadi isu 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang HIV/AIDS (Human Immunodeficiency/Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan isu sensitive dibidang kesehatan. HIV juga menjadi isu internasional karena HIV telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang menyerang sistem kekebalan tubuh sehingga pengidap akan rentan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency Syndrome (HIV/AIDS) merupakan penyakit yang masih menjadi perhatian di dunia dan Indonesia. Penyakit ini memiliki

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengalaman hidup sebagai

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengalaman hidup sebagai BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengalaman hidup sebagai homoseksual dengan pendekatan studi fenomenologi ini, menyimpulkan dan menyarankan beberapa hal. 6.1 Kesimpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari kesejahteraan. Mereka mencoba berbagai cara untuk mendapatkan kesejahteraan tersebut baik secara

Lebih terperinci

H.I.V DAN KANKER; PSIKOLOGI SEPANJANG PERJALANAN PENYAKIT. Oleh: dr. Moh. Danurwendo Sudomo, Sp.Ok

H.I.V DAN KANKER; PSIKOLOGI SEPANJANG PERJALANAN PENYAKIT. Oleh: dr. Moh. Danurwendo Sudomo, Sp.Ok H.I.V DAN KANKER; PSIKOLOGI SEPANJANG PERJALANAN PENYAKIT Oleh: dr. Moh. Danurwendo Sudomo, Sp.Ok LATAR BELAKANG Psikologi memiliki peran penting pada penyakit kronis: Mulai mengidap Adaptasi terhadap

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan

BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan kemudian dipertahankan oleh individu dalam memandang dirinya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Self-Esteem 2.1.1 Pengertian Self-Esteem Menurut Rosenberg (dalam Mruk, 2006), Self-Esteem merupakan bentuk evaluasi dari sikap yang di dasarkan pada perasaan menghargai diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupuan psikologis, yang tentunya bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV)/Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) pertamakali ditemukan di propinsi Bali, Indonesia pada tahun 1987 (Pusat Data dan Informasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Konsumtif 2.1.1 Definisi Perilaku Konsumtif Menurut Fromm (1995) perilaku konsumtif merupakan perilaku yang ditandai oleh adanya kehidupan berlebihan dan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UNAIDS) adalah menghilangkan stigma dan diskriminasi terkait Human

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UNAIDS) adalah menghilangkan stigma dan diskriminasi terkait Human 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan dalam United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) adalah menghilangkan stigma dan diskriminasi terkait Human Immunodeficiency Virus (HIV)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit menular yang belum dapat diselesaikan dan termasuk iceberg phenomenon atau fenomena

Lebih terperinci

# kasus terbanyak ditemukan pada kelompok risiko tinggi termasuk pengguna narkoba suntik (penasun), pekerja seks dan pasangan/ pelanggannya, homoseksu

# kasus terbanyak ditemukan pada kelompok risiko tinggi termasuk pengguna narkoba suntik (penasun), pekerja seks dan pasangan/ pelanggannya, homoseksu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Memiliki tubuh yang sehat dan terbebas dari segala jenis penyakit merupakan harapan bagi setiap individu, karena kesehatan merupakan salah satu aset yang sangat penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan penyakit menular

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan penyakit menular BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang menyerang sistem kekebalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Homoseksual pertama kali ditemukan pada abad ke 19 oleh seorang psikolog

BAB I PENDAHULUAN. Homoseksual pertama kali ditemukan pada abad ke 19 oleh seorang psikolog 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Homoseksual pertama kali ditemukan pada abad ke 19 oleh seorang psikolog Jerman Karoly Maria Benkert. Walaupun istilah ini tergolong baru tetapi diskusi tentang seksualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA penjamu. imun, hal ini terjadi karena virus HIV menggunakan DNA dari CD4 + dan

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA penjamu. imun, hal ini terjadi karena virus HIV menggunakan DNA dari CD4 + dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Virus HIV (Human Immunodefeciency Virus) adalah retrovirus yang mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA penjamu untuk membentuk virus DNA dan menginfeksi tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membuat hal tersebut menjadi semakin bertambah buruk.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membuat hal tersebut menjadi semakin bertambah buruk. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman sekarang ini banyak mengalami perubahan, terutama meningkatnya jumlah kasus penyakit menular langsung di Indonesia yang cukup mengkhawatirkan

Lebih terperinci

2015 INTERAKSI SOSIAL ORANG D ENGAN HIV/AID S (OD HA) D ALAM PEMUD ARAN STIGMA

2015 INTERAKSI SOSIAL ORANG D ENGAN HIV/AID S (OD HA) D ALAM PEMUD ARAN STIGMA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupannya tidak akan terlepas dari sebuah interaksi. Interaksi yang berlangsung dapat mendorong para pelaku untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun. Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

BAB 1 PENDAHULUAN. 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun. Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun. Menurut Peraturan Mentri Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Harga Diri (Self Esteem) 2.1.1. Pengertian Harga Diri (Self Esteem) Harga diri merupakan hal yang sangat penting untuk dimiliki oleh setiap individu karena merupakan kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Chaplin,gangguan jiwa adalah ketidakmampuan menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus HIV ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang ingin lahir dalam keadaan normal, namun pada kenyataannya ada orang yang dilahirkan dengan keadaan cacat. Bagi orang yang lahir dalam keadaan cacat

Lebih terperinci

Volume VI Nomor 3, Agustus 2016 ISSN: Latar Belakang

Volume VI Nomor 3, Agustus 2016 ISSN: Latar Belakang PENDAHULUAN STIGMA DAN DISKRIMINASI ODHA DI KABUPATEN MADIUN Heni Eka Puji Lestari (Prodi D3 Kebidanan) Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun ABSTRAK Persentase faktor risiko HIV tertinggi adalah hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan. HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan. HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Menurut Center

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Human Immunodeficiency Virus (HIV) (Depkes RI, 2006). Seseorang yang telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Human Immunodeficiency Virus (HIV) (Depkes RI, 2006). Seseorang yang telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Viruse (HIV) merupakan virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Weiten & Lloyd (2006) menyebutkan bahwa personal adjustment adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Weiten & Lloyd (2006) menyebutkan bahwa personal adjustment adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Personal Adjustment 1. Definisi Personal Adjustment Weiten & Lloyd (2006) menyebutkan bahwa personal adjustment adalah sebuah proses psikologis yang dijalani seseorang yang mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia. Menurut World Health Organization (WHO) sehat itu

BAB 1 : PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia. Menurut World Health Organization (WHO) sehat itu BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah elemen terpenting dalam kehidupan yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Menurut World Health Organization (WHO) sehat itu sendiri dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi belajar atau hasil belajar adalah realisasi atau pemekaran dari kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus tersebut merusak sistem

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) merupakan salah satu penyakit infeksi menular seksual yang bersifat kronis. Menurut Direktorat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit menular maupun tidak menular sekarang ini terus. berkembang. Salah satu contoh penyakit yang saat ini berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit menular maupun tidak menular sekarang ini terus. berkembang. Salah satu contoh penyakit yang saat ini berkembang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit menular maupun tidak menular sekarang ini terus berkembang. Salah satu contoh penyakit yang saat ini berkembang diantaranya Acquired Immuno Defesiiency

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. narkoba ataupun seks bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan

BAB I PENDAHULUAN. narkoba ataupun seks bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam berita akhir-akhir ini terlihat semakin maraknya penggunaan narkoba ataupun seks bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan berdampak buruk terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang mayoritas penduduknya adalah muslim. Nilai - nilai yang ada di Indonesiapun sarat dengan nilai-nilai Islam. Perkembangan zaman

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological

BAB II LANDASAN TEORI. Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological 15 BAB II LANDASAN TEORI A. PSYCHOLOGICAL WELL-BEING 1. Definisi Psychological Well-Being Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological well-being menjadi afek positif dan afek negatif. Penelitiannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang rentang kehidupannya individu mempunyai serangkaian tugas perkembangan yang harus dijalani untuk tiap masanya. Tugas perkembangan tersebut terbentang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Variabel adalah konstruk-konstruk atau sifat-sifat yang sedang

BAB III METODE PENELITIAN. Variabel adalah konstruk-konstruk atau sifat-sifat yang sedang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan Hipotesis 3.1.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel adalah konstruk-konstruk atau sifat-sifat yang sedang dipelajari

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI akhir. Pada bab ini peneliti akan membahas mengenai harga diri, perilaku konsumtif, dan remaja 2.1 Harga Diri 2.1.1 Definisi Harga Diri Menurut Coopersmith (dalam Pohan, 2006) harga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN Peningkatan harga diri penderita HIV/AIDS dapat dilakukan dengan memberi pelatihan. Oleh karenannya, seorang penderita HIV/AIDS atau ODHA sangat perlu diberi terapi psikis dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu lama dan bersifat residif (hilang-timbul). Sampai saat ini

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu lama dan bersifat residif (hilang-timbul). Sampai saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisik adalah bagian dari tubuh manusia yang mudah dilihat dengan kasat mata, termasuk bagian kulit. Kulit merupakan bagian yang terluas dari tubuh dan bagian terpenting

Lebih terperinci

BAB I 1.1 Latar Belakang

BAB I 1.1 Latar Belakang BAB I 1.1 Latar Belakang Gangguan jiwa yaitu suatu sindrom atau pola perilaku yang secara klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan menimbulkan gangguan pada satu atau lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Joint United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS, 2013) melaporkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Joint United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS, 2013) melaporkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Joint United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS, 2013) melaporkan bahwa terdapat negara dengan beban Human Immunodeficiency Virus (HIV) tertinggi dan kasus

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Human Immunodeficiency Virus / Acquired Immunodeficiency Syndrome atau yang kita kenal dengan HIV/AIDS saat ini merupakan global health issue. HIV/AIDS telah

Lebih terperinci

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008 1 KEBERMAKNAAN HIDUP PADA ODHA (ORANG DENGAN HIV/AIDS) WANITA (STUDI KUALITATIF MENGENAI PENCAPAIAN MAKNA HIDUP PADA WANITA PASCA VONIS TERINFEKSI HIV/AIDS) Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) yang merupakan masalah kesehatan global baik di negara maju maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang peserta didik adalah belajar. Menurut Gagne (Hariyanto, 2010), belajar

BAB I PENDAHULUAN. seorang peserta didik adalah belajar. Menurut Gagne (Hariyanto, 2010), belajar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat penting untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Melalui pendidikan diharapkan peserta didik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome,

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah HIV/AIDS (Human Immuno deficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan masalah yang mengancam seluruh lapisan masyarakat dari berbagai kelas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian Bukti dari adanya epidemi AIDS (acquired immunodeficiency syndrome) ditemukan pada pertengahan antara musim semi dan musim dingin di tahun 1980. Antara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Orang dengan HIV membutuhkan pengobatan dengan Antiretroviral atau

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Orang dengan HIV membutuhkan pengobatan dengan Antiretroviral atau BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang HIV atau Human Immunodeficiency Virus merupakan suatu jenis virus yang menyerang sel darah putih sehingga menyebabkan kekebalan tubuh manusia menurun. AIDS atau Acquired

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka

Bab 2 Tinjauan Pustaka Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Rasa Malu dan Bersalah 2.2.1 Definisi Kecenderungan Rasa Malu dan Bersalah Perasaan malu dan bersalah muncul sebagai akibat dari perbuatan menyimpang yang dilakukan seorang individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis virus yang

BAB I PENDAHULUAN. HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis virus yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis virus yang menyerang/menginfeksi sel darah putih yang menyebabkan turunnya kekebalan tubuh manusia. AIDS atau Acquired

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (AIDS) pada tahun 1981 telah berkembang menjadi masalah kesehatan. (UNAIDS) dalam laporannya pada hari AIDS sedunia tahun 2014,

BAB I PENDAHULUAN. (AIDS) pada tahun 1981 telah berkembang menjadi masalah kesehatan. (UNAIDS) dalam laporannya pada hari AIDS sedunia tahun 2014, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak ditemukannya penyakit Aqcuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) pada tahun 1981 telah berkembang menjadi masalah kesehatan gobal. Menurut data dari United Nations

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Menular Seksual merupakan penyakit infeksi yang ditularkan melalui aktivitas seksual dengan pasangan penderita infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan permasalahan penelitian, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, isu etis, cakupan penelitian, dan sistematika penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan masyarakat secara global. Pada tahun 2015, diperkirakan terdapat 36.700.000 orang hidup dengan HIV termasuk sebanyak 2,25 juta anak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Homoseksual berasal dari bahasa Mesir yaitu homo yang artinya

BAB 1 PENDAHULUAN. Homoseksual berasal dari bahasa Mesir yaitu homo yang artinya 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Homoseksual berasal dari bahasa Mesir yaitu homo yang artinya sama dan dari bahasa Latin yaitu sex yang artinya jenis kelamin. Homoseksual biasanya dikonotasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara di Asia dengan epidemi HIV (human immunodeficiancy virus) yang berkembang paling cepat menurut data UNAIDS (United Nations

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human immunodeficiency virus (HIV) adalah suatu jenis retrovirus yang memiliki envelope, yang mengandung RNA dan mengakibatkan gangguan sistem imun karena menginfeksi

Lebih terperinci

PERSPEKTIF SOSIOLOGI-MIKRO (MICROSOCIOLOGICAL) TENTANG PENYMPANGAN SOSIAL

PERSPEKTIF SOSIOLOGI-MIKRO (MICROSOCIOLOGICAL) TENTANG PENYMPANGAN SOSIAL PERSPEKTIF SOSIOLOGI-MIKRO (MICROSOCIOLOGICAL) TENTANG PENYMPANGAN SOSIAL 1. Teori Asosiasi Diferensial (differential association Theory) Teori ini dikembangan oleh Edwin Sutherland pada tahun 1930-an,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan milenium atau sering disebut dengan millennium development goals (MDGs) adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan milenium atau sering disebut dengan millennium development goals (MDGs) adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan milenium atau sering disebut dengan millennium development goals (MDGs) adalah komitmen bersama untuk mempercepat pembangunan manusia dan

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

Teori Perkembangan Psikososial. Oleh : Yulia Ayriza

Teori Perkembangan Psikososial. Oleh : Yulia Ayriza Teori Perkembangan Psikososial Oleh : Yulia Ayriza Teori Perkembangan Psikososial (Menurut Erik Erikson) Erikson (1950, 1968 ) mengatakan bahwa manusia lebih berkembang dalam tahap psikososial daripada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Self Efficacy Konsep mengenai self efficacy ini pada dasarnya melibatkan banyak kemampuan yang terdiri dari aspek kegiatan sosial dan kemampuan untuk bertingkah laku.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dampaknya terus berkembang (The Henry J. Kaiser Family Foundation, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. dampaknya terus berkembang (The Henry J. Kaiser Family Foundation, 2010). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perempuan telah terpengaruh oleh HIV sejak awal epidemi terjadi dan dampaknya terus berkembang (The Henry J. Kaiser Family Foundation, 2010). Secara global HIV dan

Lebih terperinci

MODUL PEMBELAJARAN DAN PRAKTIKUM MANAJEMEN HIV AIDS DISUSUN OLEH TIM

MODUL PEMBELAJARAN DAN PRAKTIKUM MANAJEMEN HIV AIDS DISUSUN OLEH TIM MODUL PEMBELAJARAN DAN PRAKTIKUM MANAJEMEN HIV AIDS DISUSUN OLEH TIM PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES GORONTALO TAHUN 2013 DAFTAR ISI Daftar Isi... 2 Pendahuluan... 3 Kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

KEBUTUHAN HARGA DIRI DAN KONSEP DIRI NIKEN ANDALASARI

KEBUTUHAN HARGA DIRI DAN KONSEP DIRI NIKEN ANDALASARI 1 KEBUTUHAN HARGA DIRI DAN KONSEP DIRI NIKEN ANDALASARI Apakah harga diri atau self esteem itu? Coopersmith (Gilmore, 1974) mengemukakan bahwa:.self esteem is a personal judgement of worthiness that is

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Manusia merupakan mahluk hidup yang memiliki segala keunikan

BAB II LANDASAN TEORI. Manusia merupakan mahluk hidup yang memiliki segala keunikan BAB II LANDASAN TEORI II. A. HARGA DIRI II. A. 1. Definisi Harga Diri Manusia merupakan mahluk hidup yang memiliki segala keunikan dan tidak lepas dari proses pembahasan ruang psikologi. Diri manusia secara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. PMS merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. PMS merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Menular Seksual (PMS) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. PMS merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi permasalahan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja menuju masa BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja menuju masa dewasa. Menurut Hurlock (1999), masa dewasa awal dimulai pada umur 18 40 tahun, saat perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu seringkali dihadapkan pada kesulitan-kesulitan dan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu seringkali dihadapkan pada kesulitan-kesulitan dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap individu seringkali dihadapkan pada kesulitan-kesulitan dan tantangan-tantangan dalam menjalani kehidupannya. Tantangan tersebut akan dihadapi pada setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hangat dibahas dalam masa sekarang ini adalah penyakit HIV/AIDS (Human

BAB I PENDAHULUAN. hangat dibahas dalam masa sekarang ini adalah penyakit HIV/AIDS (Human 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan masalah kesehatan global yang menjadi perbincangan masyarakat di seluruh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan suatu kumpulan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan suatu kumpulan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan suatu kumpulan gejala-gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV) (Depkes RI., 2006).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular, yang dapat menimbulkan masalah sangat komplek. Bukan hanya segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber : Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014 [1]

BAB I PENDAHULUAN. Sumber : Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014 [1] BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang salah satu jenis sel darah putih yang berperan sebagai sistem kekebalan tubuh manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya berdasarkan cara berpakaian, cara berjalan, cara duduk, cara bicara, dan tampilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Subjective well-being Subjective well-being merupakan bagian dari happiness dan Subjective well-being ini juga sering digunakan bergantian (Diener & Bisswass, 2008).

Lebih terperinci

Lampiran 1. Lembar Persetujuan Menjadi Informan (Inform Concent)

Lampiran 1. Lembar Persetujuan Menjadi Informan (Inform Concent) Lampiran 1. Lembar Persetujuan Menjadi Informan (Inform Concent) ANALISIS PERSEPSI PENYAKIT DAN NILAI SYARIAT ISLAMI TERHADAP MINAT MEMANFAATKAN PELAYANAN VOLUNTARY COUNSELING AND TESTING (VCT) DI KOTA

Lebih terperinci