BAB VI TINJAUAN MENGENAI APLIKASI AIRBORNE LIDAR
|
|
- Fanny Salim
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 63 BAB VI TINJAUAN MENGENAI APLIKASI AIRBORNE LIDAR Survey airborne LIDAR terdiri dari beberapa komponen alat, yaitu GPS, INS, dan laser scanner, yang digunakan dalam wahana terbang, seperti pesawat terbang atau helikopter. Beberapa karateristik dari survey airborne LIDAR adalah : 1. Survey dapat dilakukan siang maupun malam hari 2. Survey airborne LIDAR dapat dilakukan dalam cuaca yang kurang baik, seperti saat berawan, selama tidak ada awan di antara wahana terbang dan permukaan tanah. 3. Mempunyai kerapatan scan yang tinggi, mulai dari 5000 hingga pancaran laser per detik. 4. Mampu menerima satu hingga lima pantulan laser (multiple return) 6.1 Prosedur Pelaksanaan Survey Airborne LIDAR Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan survey pengambilan data airborne LIDAR, antara lain: survey pendahuluan terhadap daerah proyek, dan pengadaan titik kontrol Survey Pendahuluan Dalam survey pendahuluan, dilakukan penghitungan koordinat-koordinat batas area survey. Selain itu tipe area pengambilan data harus diketahui untuk mengetahui keadaan aktual dari area survey, seperti: kerapatan vegetasi, objek-objek penting, keadaan
2 64 topografi, dan lain-lain. Tipe area survey sangat penting untuk diketahui untuk menentukan kecepatan wahana terbang, sudut scanning, kerapatan scanning, serta ketinggian terbang Titik Kontrol Tanah Pelaksanaan titik kontrol tanah terdiri dari: base station, kontrol kaliberasi, dan kontrol area proyek. Seluruh titik kontrol tersebut harus mengacu pada suatu jaring titik kontrol geodesi yang berguna untuk konsistensi, dan pemeriksaan kesalahan yang terjadi pada sistem airborne LIDAR. a. Base Station, atau stasiun titik kontrol harus terletak pada jarak 30 hingga 40 kilometer dari area proyek. Penentuan lokasi titik kontrol tersebut sangat terkait dengan akurasi vertikal dan horisontal. Umumnya base station diletakkan berdekatan dengan tempat take-off dan landing dari wahana terbang. b. Kontrol kaliberasi Sistem Airborne LIDAR, adalah titik-titik yang diletakkan di sekitar area take-off dan landing wahana udara. c. Titik Kontrol Area Proyek adalah titik-titik kontrol yang diletakkan di sekitar area survey untuk melakukan pengujian akurasi terhadap data yang dihasilkan sistem airborne LIDAR. Jumlah dan letak sebaran dari titik kontrol area proyek bergantung dari topografi dan tingkat kerapatan vegetasi area survey.
3 Pola Scanning Airborne LIDAR Terdapat beberapa pola scanning dari sistem airborne LIDAR. Pola scanning ini bergantung dari tipe sensor yang digunakan. Pola yang dihasilkan juga sangat tergantung dari jenis terrain, dan tingkah laku wahana terbang pada saat pelaksanaan survey. Beberapa pola scanning dalam survey airborne LIDAR adalah: a. Pola zigzag b. Pola garis paralel c. Pola ellips d. Pola garis paralel-toposys Pengumpulan Data Airborne LIDAR Keberhasilan dari survey airborne LIDAR sangat bergantung dari kontrol kaliberasi dan kontrol kualitas dari pengambilan data. a. Airport bidirectional dan quality control Pelaksaanaan kaliberasi sistem airborne LIDAR yang dilakukan dari dua arah, sehingga menghasilkan data yang berlebih. Kemudian dilakukan perataan untuk menentukan nilai akurasi yang akan digunakan dalam survey airborne LIDAR. b. Project cross flight lines Cross flight lines adalah jalur terbang yang berpotongan dengan jalur terbang utama dengan sudut tertentu. Fungsi dari jalur ini adalah untuk mendeteksi kesalahan sistematis dari sistem airborne LIDAR.
4 66 c. Lokasi kaliberasi dan titik kontrol tanah Sejumlah titik kontrol geodesi diletakkan di lokasi kaliberasi serta sepanjang area proyek sebagai syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan nilai quality control yang lengkap, seperti yang ditunjukkan gambar 6.1. Gambar 6.1 Skema Kontrol Kaliberasi pada Area Airport [ Proses Pengumpulan Data Airborne LIDAR Proses pengumpulan data airborne LIDAR dilakukan dengan menggunakan wahana terbang seperti pesawat atau helikopter. Sebelum melakukan survey, wahana terbang melakukan kontol kaliberasi pada area take-off. Setelah dipastikan sistem bekerja dengan benar dan menghasilkan data yang akurat, wahana terbang melaju sesuai dengan jalur terbang yang direncanakan untuk melakukan pengambilan data. Operator akan mengawasi jalannya pengambilan data.
5 Aplikasi dari sistem Airborne LIDAR Sistem airborne LIDAR menghasilkan data berupa titik-titik yang mempunyai nilai ketinggian. Produk akhir dari survey airborne LIDAR adalah model tiga dimensi dari permukaan bumi beserta dengan objek-objek yang berada di atasnya. Model tiga dimensi dari permukaan bumi atau yang lebih dikenal dengan digital terrain model (DTM) dapat digunakan dalam berbagai kepentingan, antara lain : mitigasi bencana, perencanaan dan pemeliharaan infrastruktur, manajemen ruang udara lapangan terbang, dan lain-lain. Tabel 6.1 memperlihatkan beberapa aplikasi dari survey airborne LIDAR. Tabel 6.1 Aplikasi dari Airborne LIDAR No. Aplikasi Airborne LIDAR Sumber 1 Manajemen gangguan ruang udara pada lapangan terbang Paper oleh Waheed Uddin, University of Mississipi, Amerika Serikat, Perencanaan dan pemeliharaan Paper oleh Waheed Uddin, University of jalan bebas hambatan Mississipi, Amerika Serikat, Deteksi potensi kebocoran pipa Paper oleh Darryl Murdock, 2006 gas cair 4 Mitigasi bencana banjir Situs internet gis.esri.com 5 Mitigasi bencana tanah longsor paper oleh Sammy Cheung, Pemodelan daerah perkotaan Robert Fowler, Pemodelan daerah basah Robert Fowler, Pengukuran tinggi vegetasi Paper oleh Andersen, Reutebuch, dan McGaughey, 2006 Berikut ini adalah uraian dari beberapa aplikasi dari survey Airborne LIDAR dalam berbagai bidang.
6 Manajemen gangguan ruang udara pada lapangan terbang Lapangan terbang sebagai tempat tinggal landas dan mendarat pesawat udara, mempunyai permukaan imajiner sebagai batas untuk mengidentifikasi gangguan pada proses pendaratan atau tinggal landas berupa objek-objek tertentu seperti bangunan, pohon, maupun permukaan bumi. Sebagai contoh, FAA sebagai pihak yang berwenang atas penerbangan komersial di Amerika Serikat, membuat permukaan imajiner bagi lapangan terbang yang terdiri dari : 1. Permukaan horisontal (50 meter di atas lapangan udara) 2. Permukaan kerucut 3. Permukaan primer, yaitu permukaan di atas runway 4. Permukaan pendekatan 5. Permukaan transisi Seluruh permukaan di atas terintegrasi menjadi suatu sistem yang bertujuan melindungi proses pendaratan atau tinggal landas pesawat udara sesuai dengan peraturan yang disyaratkan. Gambar 6.2 dan 6.3 menunjukkan bentuk permukaan imajiner tersebut.
7 69 Gambar 6.2 Permukaan imajiner di atas lapangan udara [Uddin, 2002] Gambar 6.3 Permukaan imajiner [Uddin, 2002] Setiap lapangan terbang mempunyai syarat ketinggian yang berbeda untuk permukaan imajinernya, bergantung pada jenis dan besar pesawat yang dapat mendarat di lapangan terbang tersebut. Dan untuk lapangan terbang yang mempunyai lebih dari satu runway, maka bentuk permukaan imajinernya pun lebih rumit.
8 70 Selain untuk memberikan ruang yang aman bagi pesawat terbang untuk tinggal landas, mendarat dan bermanuver di atas lapangan terbang, permukaan imajiner juga ditujukkan agar menara pengawas pada lapangan terbang memiliki pandangan yang luas untuk mengamati daerah sekitarnya. Airborne LIDAR mempunyai kemampuan untuk melakukan pengukuran ketinggian di permukaan bumi dengan ketelitian yang tinggi dengan waktu yang relatif cepat. Oleh karena itu survey airborne LIDAR sangat cocok digunakan untuk melakukan pengawasan terhadap objek-objek di sekitar lapangan udara yang melanggar batas ketinggian permukaan imajiner bandara tersebut. Survey airborne LIDAR dapat menghasilkan DTM dengan kerapatan titik yang tinggi serta ketelitian yang tinggi pula. Jika DTM tersebut dipotongkan dengan data permukaan imajiner suatu bandara, maka akan didapatkan data tentang objek-objek yang melewati batas permukaan imajiner. Gambar 6.4 menunjukkan Digital Terrain Model dari daerah sekitar lapangan terbang Jackson di Mississipi, Amerika Serikat. Gambar 6.4 DTM dari Lapangan Terbang Jackson, Mississipi, Amerika Serikat [Uddin, 2006]
9 71 Pembuatan DTM dengan survey airborne LIDAR sangat cocok diterapkan di Indonesia, karena umumnya lapangan terbang di kota-kota besar terletak di dekat kawasan padat penduduk. Jumlah dan rapatnya bangunan akan menyebabkan sulitnya survey terestris, sehingga memunculkan banyak hambatan seperti lamanya waktu survey, banyak data yang tidak dapat diambil, pemanipulasian data, dan lain-lain, seperti yang terlihat pada gambar 6.5. Gambar 6.5 Lapangan Terbang di Kota Bandung yang terletak di kawasan padat penduduk [ Sumber : Google Earth ] Perencanaan dan pemeliharaan jalan bebas hambatan [Uddin, 2002] Survey airborne LIDAR dapat juga digunakan dalam proses perencanaan jalan bebas hambatan. Kemampuan airborne LIDAR menghasilkan data titik ketinggian yang rapat dan mimiliki ketelitian yang tinggi merupakan keunggulan metode ini jika dibandingkan dengan survey lainnya.
10 72 Jalan bebas hambatan umumnya mengharuskan kendaraan yang melewatinya dapat dipacu dengan kecepatan tinggi, oleh karena itu hambatan-hambatan alam, seperti bukit, lembah, dan objek lainnya, harus dapat diatasi dengan berbagai rekayasa seperti pembuatan terowongan, jembatan, bahkan pengerukan bukit. Untuk dapat melakukan perencanaan rekayasa, dibutuhkan data mengenai daerah yang akan dilewati dengan ketelitian yang tinggi. Airborne LIDAR mampu menghasilkan data dengan kerapatan yang tinggi, ketelitian yang relatif tinggi, serta informasi-informasi tambahan, seperti kepadatan vegetasi dengan relatif cepat. Gambar 6.6 berikut menunjukkan DTM hasil pengolahan data airborne LIDAR yang digunakan untuk perencanaan pembuatan jalan bebas hambatan di sekitar Jackson, Mississipi, Amerika Serikat. Gambar 6.6 Peta Kontur Hasil survey LIDAR untuk Perencanaan Jalan Bebas Hambatan di Amerika Serikat [Uddin, 2002] Survey airborne LIDAR dilakukan pada daerah yang direncanakan akan dilewati jalan bebas hambatan. Kemudian data dari survey tersebut diolah dan terbentuk DTM. Dengan
11 73 DTM, perencana dapat merencanakan jalur jalan bebas hambatan yang memenuhi syarat, melakukan perencanaan rekayasa, seperti pembuatan jembatan, pengerukan bukit dan penimbunan lembah, dan lain-lain. Selain itu survey airborne LIDAR juga dapat dilakukan di sepanjang jalan bebas hambatan untuk keperluan pemeliharaan jalan. Akurasi dari sensor laser yang berada pada level cm, dapat mendeteksi penurunan permukaan jalan bebas hambatan secara teliti Deteksi potensi kebocoran pipa gas cair [Murdock, 2006] Pipa distribusi gas dapat terletak di atas maupun di bawah permukaan tanah. Pada bagian pipa yang terletak di atas permukaan tanah, pengamatan terhadap badan pipa sangat mudah dilakukan. Tetapi tidak demikian dengan pipa yang terletak di bawah permukaan tanah. Kerusakan pipa tidak akan dapat dilihat secara langsung. Oleh karena itu di Amerika Serikat terdapat Airborne Natural Gas Emission LIDAR (ANGEL) Service, yang melakukan survey untuk mendapatkan data tentang potensi kerusakan pipa yang terletak di bawah tanah. Dalam survey ini, perangkat laser akan digabungkan dengan kamera beresolusi tinggi untuk merekam gambar keadaan sekitar daerah survey. Bentuk pipa yang umumnya memanjang, sangat memudahkan survey airborne LIDAR yang memiliki lintasan yang memanjang pula.
12 74 Survey ANGEL dilakukan pada daerah Spencerport, NewYork, Amerika Serikat. Tahapan pertama dari pelaksaaan survey ANGEL adalah dengan melakukan survey airborne LIDAR pada lintasan pipa gas. Selanjutnya data hasil survey airborne LIDAR tersebut dioverlaykan dengan data pipa gas sebelumnya, sepeti yang dapat dilihat pada gambar 6.7 di bawah ini. Gambar 6.7 Jalur Pipa Gas dan Jalur Terbang Survey LIDAR [Murdock, 2006] Pengambilan data pada daerah survey dilakukan pada dua selang waktu, ataupun dilakukan secara periodik. Masing-masing data pada periode waktu tersebut akan dibandingkan satu dengan lainnya. Data tersebut dianalisa untuk melihat adanya potensi kebocoran pipa. Potensi kebocoran tersebut dapat ditentukan dari perbedaan ketinggian pada permukaan tanah di atas jalur pipa tersebut. Pada titik yang memiliki perbedaan ketinggian (lebih tinggi, atau lebih rendah dari daerah sekitarnya, potensi kebocoran pipa adalah tinggi. Gambar 6.9 menunjukkan potensi kebocoran pada jalur pipa gas.
13 75 Gambar 6.8 Data LIDAR pada Jalur Survey [Murdock, 2006] Gambar 6.9 Potensi Kebocoran pada Jalur Pipa Gas [Murdock, 2006] Mitigasi bencana banjir Banjir adalah luapan air yang menggenangi daerah tertentu pada waktu-waktu tertentu. Dalam memperkirakan luasnya daerah yang akan terendam, tidak cukup hanya mengandalkan data jarak suatu daerah dari sumber air. Terkadang daerah yang berada jauh dari sumber air dapat terendam, tetapi daerah yang lebih dekat dengan sumber air
14 76 tidak tergenangi oleh air. Data yang utama dari penentuan luas daerah yang diperkirakan terendam oleh air adalah data ketinggian dari daerah tersebut. Airborne LIDAR adalah suatu metode penentuan posisi yang memiliki tingkat ketelitian yang tinggi untuk horisontal maupun vertikal, data yang rapat, serta waktu survey yang relatif cepat. Data DTM yang dihasilkan oleh survey airborne LIDAR memiliki ketelitian elevasi yang tinggi, jika digabungkan dengan data perkiraan volume air, akan menghasilkan informasi mengenai perkiraan daerah yang akan terendam banjir yang akurat. Gambar 6.10 menunjukkan pemodelan genangan air pada DTM suatu wilayah perkotaan hasil pengolahan data LIDAR. Gambar 6.10 Pemodelan Bencana Banjir [gis.esri.com] Terdapat beberapa software yang dapat melakukan perkiraan banjir dengan akurat, antara lain adalah : HEC-geoRAS, ArcGIS Hydrodata Model, GIS Stream Pro, RiverCAD, dan lainnya.
15 Mitigasi bencana tanah longsor [Cheung, 2005] Bencana tanah longsor adalah fenomena bergeraknya suatu massa tanah ke tempat yang lebih rendah. Tanah longsor umumnya terjadi di daerah yang bergaris kontur rapat. Beberapa faktor yang dapat mengakibatkan tanah longsor adalah : 1. Nilai kecuraman suatu daerah. 2. Tingkat curah hujan. 3. Tutupan lahan. Survey airborne LIDAR mampu menghasilkan dua dari tiga informasi di atas, yaitu nilai kecuraman dan tutupan lahan suatu daerah. Jika data curah hujan dapat diperoleh dari stasiun pengamatan curah hujan, maka informasi yang dibutuhkan untuk mengetahui potensi terjadinya tanah longsor telah lengkap. Model muka bumi tiga dimensi yang dihasilkan dari data hasil survey airborne LIDAR dapat mempunyai tingkat kerapatan dan ketelitian yang sangat tinggi. Dan kemampuan laser scanner pada sistem airborne LIDAR untuk menerima lebih dari satu pantulan sinar laser, akan menghasilkan data tentang kerapatan tutupan lahan di daerah tersebut. Sehingga pemodelan dari bencana tanah longsor dapat dilakukan dengan akurat, dan dalam waktu yang relatif cepat.
16 78 Gambar 6.11 Pemodelan dari Perkiraan Tanah Longsor [Cheung, 2005] Gambar 5.10 di atas memperlihatkan pemodelan daerah yang terkena dampak bencana tanah longsor, dioverlaykan di atas foto udara pada suatu daerah di Hongkong, China. Nilai ketinggian tanah yang akan menerjang daerah tersebut pun dapat diprediksi hingga level 0.1 meter Pemodelan Perkotaan [Fowler, 2001] Pemodelan DTM untuk daerah perkotaan dengan tingkat akurasi tinggi diperlukan untuk beberapa aplikasi seperti pada bidang telekomunikasi, penegakan hukum, serta perencanaan penanggulangan bencana. Pemanfaatan airborne LIDAR untuk membuat DTM daerah perkotaan memberikan banyak keuntungan dibandingkan dengan metode terestrial, antara lain : 1. Waktu survey yang relatif cepat 2. Mampu menghasilkan data yang banyak dan menjangkau daerah-daerah yang sulit dijangkau oleh survey terestris. 3. Ketelitian yang relatif tinggi, yaitu : cm untuk vertikal, dan cm untuk horisontal.
17 79 Gambar 6.12 Overlay data LIDAR dengan Citra (kiri). Hasil Ekstraksi Bangunan dari Data LIDAR (kanan) [istarno, 2006] Dalam proses segmentasi pada pengolahan data LIDAR, data titik dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis, seperti bangunan, permukaan tanah, vegetasi, dan lain sebagainya. Setelah itu data bangunan direkonstruksi dan dimodelkan menjadi model bangunan yang identik dengan bangunan aslinya. Gambar 6.13 Visualisasi 3-Dimensi Bangunan Buatan Manusia [Istarno, 2006] Pemetaan Daerah Basah dan Daerah yang Berbahaya [Fowler,2001] Pemetaan yang dilakukan pada daerah basah, seperti rawa-rawa atau daerah pasang surut, umumnya terkendala pada sulitnya area survey. Genangan air, lumpur,dan lebatnya
18 80 vegetasi menjadi hambatan utama dalam melakukan survey terestris. Oleh karena itu survey airborne LIDAR menjadi solusi untuk survey pemetaan untuk daerah basah. Survey dapat dilakukan dengan relatif cepat, memiliki ketelitian yang tinggi, dan cukup mudah dilaksanakan. Tertutupnya permukaan bumi oleh vegetasi yang lebat dapat diatasi oleh kemampuan laser scanner menerima hingga lima pantulan. Gambar 6.14 Daerah Rawa dengan Tutupan Vegetasi yang Rapat [Fowler,2001] Selain itu, survey airborne LIDAR juga dapat dilakukan untuk memetakan daerah-daerah yang berbahaya, seperti daerah gunung berapi, daerah yang terkontaminasi oleh zat berbahaya, dan lain-lain.
19 Pengukuran Tinggi Vegetasi Beberapa bidang pekerjaan memerlukan data tentang tinggi suatu vegetasi, seperti pepohonan. Terkadang jumlah pepohonan sangat banyak atau memiliki elevasi yang sangat tinggi, sehingga sulit jika diukur secara terestris. Airborne LIDAR memiliki kemampuan untuk melakukan pengukuran tinggi pepohonan dengan waktu yang relatif cepat dan memiliki ketelitian yang tinggi. Kemampuan laser scanner menerima pantulan sinar laser hingga lima pantulan membuat berkas sinar mampu menembus pepohonan hingga ke permukaan tanah. Gambar 6.15 di bawah menunjukkan data titik LIDAR pada suatu pohon. Gambar 6.15 Raw LIDAR Data untuk objek Berupa Pohon [Andersen 2006] [Andersen 2006] Gambar 6.16 Pengukuran Terestris Vegetasi [Andersen 2006]
20 82 Data airborne LIDAR di atas, kemudian dibandingkan dengan data hasil pengukuran terestris seperti yang dapat dilihat pada gambar 6.16 di atas. Perbandingan ketelitian vertikal dan ketelitian horisontal antara dua metode yang digunakan, serta berdasarkan jenis vegetasi yang diukur dapat dilihat pada gambar 6.17 dan 6.18 berikut. Pengukuran dilakukan di daerah barat Amerika Utara. Ponderosa Pine Douglas Fir Terestris Airborne LIDAR Gambar 6.17 Perbandingan Ketelitian Vertikal dari Dua Jenis Vegetasi (Kanan), serta Antara Survey Airborne LIDAR dan Survey Terestris (Kiri) [Andersen 2006] Gambar 6.18 Ketelitian Horisontal Survey Airborne LIDAR berdasarkan jenis vegetasi. Objek berupa segitiga hijau menunjukkan pohon Douglas Fir, sedangkan lingkaran cokelat menunjukkan pohon Ponderosa Pine Dengan ketelitian vertikal kurang lebih 15cm dan ketelitan horisontal di bawah satu meter, data mengenai tinggi pepohonan yang dihasilkan survey airborne LIDAR dapat diandalkan untuk berbagai bidang kajian yang memerlukannya.
BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik
83 BAB VII ANALISIS 7.1 Analisis Komponen Airborne LIDAR Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik dengan memanfaatkan sinar laser yang ditembakkan dari wahana
Lebih terperinciPengukuran Kekotaan. Lecture Note: by Sri Rezki Artini, ST., M.Eng. Geomatic Engineering Study Program Dept. Of Geodetic Engineering
Pengukuran Kekotaan Lecture Note: by Sri Rezki Artini, ST., M.Eng Geomatic Engineering Study Program Dept. Of Geodetic Engineering Contoh peta bidang militer peta topografi peta rute pelayaran peta laut
Lebih terperinciBAB V TINJAUAN MENGENAI DATA AIRBORNE LIDAR
51 BAB V TINJAUAN MENGENAI DATA AIRBORNE LIDAR 5.1 Data Airborne LIDAR Data yang dihasilkan dari suatu survey airborne LIDAR dapat dibagi menjadi tiga karena terdapat tiga instrumen yang bekerja secara
Lebih terperinciBAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA
BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA 3.1 Kebutuhan Peta dan Informasi Tinggi yang Teliti dalam Pekerjaan Eksplorasi Tambang Batubara Seperti yang telah dijelaskan dalam BAB
Lebih terperinciGambar 4.1. Kemampuan sensor LIDAR untuk memisahkan antara permukaan tanah dengan vegetasi di atasanya [Karvak, 2007]
BAB IV ANALISIS 4.1. Analisis Data LIDAR 4.1.1. Analisis Kualitas Data LIDAR Data LIDAR memiliki akurasi yang cukup tinggi (akurasi vertikal = 15-20 cm, akurasi horizontal = 0.3-1 m), dan resolusi yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang memiliki wilayah yang sangat luas, kekayaan alam yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang memiliki wilayah yang sangat luas, kekayaan alam yang berlimpah, serta ditempati lebih dari 240 juta penduduk. Pembangunan di segala
Lebih terperinciBAB IV TINJAUAN MENGENAI SENSOR LASER
41 BAB IV TINJAUAN MENGENAI SENSOR LASER 4.1 Laser Laser atau sinar laser adalah singkatan dari Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation, yang berarti suatu berkas sinar yang diperkuat dengan
Lebih terperinci1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN
1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peta menggambarkan data spasial (keruangan) yang merupakan data yang berkenaan dengan lokasi atau atribut dari suatu objek atau fenomena di permukaan
Lebih terperinciBAB 2 TEKNOLOGI LIDAR
BAB 2 TEKNOLOGI LIDAR 2.1 Light Detection and Ranging (LiDAR) LiDAR merupakan sistem penginderaan jauh aktif menggunakan sinar laser yang dapat menghasilkan informasi mengenai karakteristik topografi permukaan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang memiliki daerah pegunungan yang cukup luas. Tingginya tingkat curah hujan pada sebagian besar area pegunungan di Indonesia dapat menyebabkan
Lebih terperinciBAB III PENGOLAHAN DATA Proses Pengolahan Data LIDAR Proses pengolahan data LIDAR secara umum dapat dilihat pada skema 3.1 di bawah ini.
BAB III PENGOLAHAN DATA 3.1. Pengolahan Data LIDAR 3.1.1. Proses Pengolahan Data LIDAR Proses pengolahan data LIDAR secara umum dapat dilihat pada skema 3.1 di bawah ini. Sistem LIDAR Jarak Laser Posisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Beberapa indikasi dari meningkatnya muka air laut antara lain adalah :
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu bencana yang sering terjadi di wilayah pesisir pantai adalah banjir akibat naiknya permukaan air laut. Naiknya permukaan air laut pada umumnya disebabkan
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Kenaikan permukaan air laut dari waktu ke waktu [Mackinnon, 2004]
BAB II DASAR TEORI 2.1. Permasalahan Kenaikan Permukaan Air Laut Fenomena kenaikan muka air laut mengemuka seiring dengan terjadinya pemanasan global (global warming). Pemanasan global pada dasarnya merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Seiring dengan berkembangnya permintaan akan pemetaan suatu wilayah dalam berbagai bidang, maka semakin berkembang pula berbagai macam metode pemetaan. Dengan memanfaatkan
Lebih terperinciMITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran
K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir. 2. Memahami gelombang pasang.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat dan arus informasi yang semakin transparan, serta perubahan-perubahan dinamis yang tidak dapat dielakkan
Lebih terperinciSistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)
Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) 24/09/2012 10:58 Sistem (komputer) yang mampu mengelola informasi spasial (keruangan), memiliki kemampuan memasukan (entry), menyimpan
Lebih terperinciANALISIS KETINGGIAN MODEL PERMUKAAN DIGITAL PADA DATA LiDAR (LIGHT DETECTION AND RANGING) (Studi Kasus: Sei Mangkei, Sumatera Utara)
Geoid Vol. No., Agustus 7 (8-89) ANALISIS KETINGGIAN MODEL PERMUKAAN DIGITAL PADA DATA LiDAR (LIGHT DETECTION AND RANGING) Agung Budi Cahyono, Novita Duantari Departemen Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus
Lebih terperinciGEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik
GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 12 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 5 A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik 1. Hutan Hujan Tropis Rona gelap Pohon bertajuk, terdiri dari
Lebih terperinciAnalisis Drainase Bandara Muara Bungo Jambi
Analisis Drainase Bandara Muara Bungo Jambi Widarto Sutrisno Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Ito_tok@yahoo.com Abstrak Areal bandara Muara Bungo Jambi
Lebih terperinciBAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini merupakan hasil temuan dan hasil analisa terhadap kawasan Kampung Sindurejan yang berada di bantaran sungai
Lebih terperinciRINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA
Lampiran 1 Ringkasan Materi RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA 1 Pengertian Intepretasi Citra Inteprtasi Citra adalah kegiatan menafsir, mengkaji, mengidentifikasi, dan mengenali objek pada citra, selanjutnya
Lebih terperinciC I N I A. Survei dan Pemetaan Untuk Perencanaan Jaringan Gas Bumi Bagi Rumah Tangga Menggunakan Metode Terrestrial dan Fotogrametri Jarak Dekat
C I N I A The 2 nd Conference on Innovation and Industrial Applications (CINIA 2016) Survei dan Pemetaan Untuk Perencanaan Jaringan Gas Bumi Bagi Rumah Tangga Menggunakan Metode Terrestrial dan Fotogrametri
Lebih terperinciBAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Tinjauan Umum Teknologi Pemetaan Tiga Dimensi
BB 2 DSR TEORI 2.1 Tinjauan Umum Teknologi Pemetaan Tiga Dimensi Pemetaan objek tiga dimensi diperlukan untuk perencanaan, konstruksi, rekonstruksi, ataupun manajemen asset. Suatu objek tiga dimensi merupakan
Lebih terperinci3.3.2 Perencanaan Jalur Terbang Perencanaan Pemotretan Condong Perencanaan Penerbangan Tahap Akuisisi Data...
DAFTAR ISI 1. BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 3 1.3 Pertanyaan Penelitian... 4 1.4 Tujuan Penelitian... 4 1.5 Manfaat Penelitian... 4 2. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...
Lebih terperinciBAB 4 ANALISIS 4.1 Analisis Prinsip Penggunaan dan Pengolahan TLS 4.2 Analisis Penggunaan TLS Untuk Pemantauan Longsoran
BAB 4 ANALISIS 4.1 Analisis Prinsip Penggunaan dan Pengolahan TLS Dasar dari prinsip kerja TLS sudah dijelaskan di Bab 3, pada pengambilan data dengan TLS, setiap satu kali pengambilan data pada satu tempat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan pendidikan program study Diploma III Teknik Sipil Politeknik Negeri Manado adalah mencetak tenaga kerja yang profesional. Untuk mencapai tujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi informasi saat ini sudah semakin maju, hal ini juga berkaitan erat dengan perkembangan peta yang saat ini berbentuk digital. Peta permukaan bumi
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kompilasi dan Kontrol Kualitas Data Radar Cuaca C-Band Doppler (CDR) Teknologi mutakhir pada radar cuaca sangat berguna dalam bidang Meteorologi untuk menduga intensitas curah
Lebih terperinciBAB II LANGKAH PERTAMA KE NIAS
BAB II LANGKAH PERTAMA KE NIAS BAB II LANGKAH PERTAMA KE NIAS Langkah kami setelah mencari tahu dan segala informasi tentang Pulau Nias adalah survey langsung ke lokasi site untuk Tugas Akhir ini. Alangkah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG
1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG Gunungpati merupakan daerah berbukit di sisi utara Gunung Ungaran dengan kemiringan dan panjang yang bervariasi. Sungai utama yang melintas dan mengalir melalui
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan merupakan salah satu sarana transportasi darat yang penting untuk menghubungkan berbagai tempat seperti pusat industri, lahan pertanian, pemukiman, serta sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka membangun infratsruktur data spasial, baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah, setidaknya ada 5 (lima) komponen utama yang dibutuhkan, yaitu
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-September 2011, dengan lokasi penelitian untuk pengamatan dan pengambilan data di Kabupaten Bogor, Jawa
Lebih terperincitanpa persetujuan khusus Ditjen Hubud.
bandar udara Hubud. tanpa persetujuan khusus Ditjen 7.1.3.2. Peralatan dan instalasi yang dibutuhkan untuk tujuan navigasi penerbangan harus mempunyai massa dan ketinggian minimum yang dapat dipraktekkan,
Lebih terperinciBAB 3 LIDAR DAN PENDETEKSIAN POHON
BAB 3 LIDAR DAN PENDETEKSIAN POHON 3.1 Data dan Area Studi Dalam Tugas Akhir ini data yang digunakan didapat dari PT McElhanney Indonesia. Area tersebut merupakan area perkebunan kelapa sawit yang berada
Lebih terperinciI. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya
I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya gravitasi. Tanah longsor sangat rawan terjadi di kawasan
Lebih terperinciSURVEI HIDROGRAFI. Tahapan Perencanaan Survei Bathymetri. Jurusan Survei dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang
SURVEI HIDROGRAFI Tahapan Perencanaan Survei Bathymetri Jurusan Survei dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang Tahapan Perencanaan Survey Bathymetri Pengukuran bathimetri dilakukan berdasarkan
Lebih terperinciSISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.
GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 14 Sesi NGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI A. MODEL DATA SPASIAL Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. a. Model Data Vektor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peta merupakan representasi dari permukaan bumi baik sebagian atau keseluruhannya yang divisualisasikan pada bidang proyeksi tertentu dengan menggunakan skala tertentu.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam dapat terjadi setiap saat,
A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam dapat terjadi setiap saat, dimanapun dan kapanpun, sehingga dapat menimbulkan kerugian material dan imaterial bagi
Lebih terperinciPEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM)
Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 4 No. 4 Desember 2009 : 154-159 PEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM) Susanto *), Atriyon Julzarika
Lebih terperinciBAB V EVALUASI HASIL RANCANG BANGUN SISTEM REKONSTRUKSI LINTAS TERBANG PESAWAT UDARA
BAB V EVALUASI HASIL RANCANG BANGUN SISTEM REKONSTRUKSI LINTAS TERBANG PESAWAT UDARA Pada bagian ini akan dievaluasi hasil sistem rekonstruksi lintas terbang pesawat udara yang dibangun. Proses evaluasi
Lebih terperinci4.17 PERENCANAAN DAN PEMETAAN GARIS SEMPADAN KALI SEMEMI
83 4.17 PERENCANAAN DAN PEMETAAN GARIS SEMPADAN KALI SEMEMI 4.17.1. UMUM Perencanaan garis sempadan Kali Sememi untuk melindungi dan menjaga kelestarian sungai dengan menciptakan Kali Sememi yang bersih
Lebih terperinciSTEREOSKOPIS PARALAKS
RENCANA TERBANG STEREOSKOPIS PARALAKS Paralaks adalah suatu istilah yang diberikan kepada adanya suatu pergerakan benda terhadap benda lainnya. Sebuah titik di A pada tanah, terpotret oleh sebuah pesawat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gambar situasi adalah gambaran wilayah atau lokasi suatu kegiatan dalam bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan atribut (Basuki,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia dikenal sebagai sebuah negara kepulauan. Secara geografis letak Indonesia terletak pada 06 04' 30"LU - 11 00' 36"LS, yang dikelilingi oleh lautan, sehingga
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI III-1
BAB III METODOLOGI 3.1 Tinjauan Umum Pekerjaan pembangunan embung teknis (waduk kecil), diawali dengan survei dan investigasi secara lengkap, teliti dan aktual di lapangan, sehingga diperoleh data - data
Lebih terperinciAnalisis Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan Bandar Udara Bokondini Papua Indonesia
Reka Racana Teknik Sipil Itenas No.x Vol.xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2014 Analisis Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan Bandar Udara Bokondini Papua Indonesia FAJAR DERMAWAN
Lebih terperinciKETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;
Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat ini peta telah menjadi salah satu kebutuhan utama bagi masyarakat. Peta memuat informasi spasial yang dapat digunakan untuk mengetahui kondisi suatu objek di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke sebuah kawasan tertentu yang sangat lebih tinggi dari pada biasa,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan sebuah fenomena yang dapat dijelaskan sebagai volume air yang masuk ke sebuah kawasan tertentu yang sangat lebih tinggi dari pada biasa, termasuk genangan
Lebih terperinciKawasan keselamatan operasi penerbangan
Standar Nasional Indonesia Kawasan keselamatan operasi penerbangan ICS 93.120 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir tahun 2013 hingga awal tahun 2014 Indonesia dilanda berbagai bencana alam meliputi banjir, tanah longsor, amblesan tanah, erupsi gunung api, dan gempa bumi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di bumi terdapat kira-kira 1,3 1,4 milyar km³ air : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan teknologi penginderaan jauh kini semakin berkembang sangat pesat dari waktu ke waktu, hal ini ditunjukan oleh aplikasi penggunaan teknologi penginderaan
Lebih terperinciFaktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam tampak semakin meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh proses alam maupun manusia itu sendiri. Kerugian langsung berupa korban jiwa, harta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau utama dan ribuan pulau kecil disekelilingnya. Dengan 17.508 pulau, Indonesia menjadi negara
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh)
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh) Remote Sensing didefinisikan sebagai ilmu untuk mendapatkan informasi mengenai obyek-obyek pada permukaan bumi dengan analisis data yang
Lebih terperinciPENGEMBANGAN DATA DAN INFORMASI TATA RUANG KABUPATEN/KOTA BERBASIS CITRA SATELIT DAN GIS PENGANTAR Pesatnya perkembangan teknologi informasi membawa perubahan yang besar di berbagai bidang termasuk bidang
Lebih terperinciTAHAPAN STUDI. Gambar 3-1 Kamera Nikon D5000
BAB 3 TAHAPAN STUDI Dalam bab ini akan dibahas rangkaian prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini yang dimulai dari peralatan yang digunakan, proses kalibrasi kamera, uji coba, dan pengambilan data
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. penelitian kuantitatif dengan pendekatan spasial. Metode penelitian kuantitatif dapat
BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan pendekatan spasial. Metode penelitian kuantitatif dapat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Hidrologi sebagai cabang ilmu yang basisnya adalah pengukuran Fenomena Alam, dihadapkan pada tantangan bagaimana memodelkan atau memprediksi proses hidrologi pada
Lebih terperinci- Sumber dan Akuisisi Data - Global Positioning System (GPS) - Tahapan Kerja dalam SIG
Matakuliah Sistem Informasi Geografis (SIG) Oleh: Ardiansyah, S.Si GIS & Remote Sensing Research Center Syiah Kuala University, Banda Aceh Session_03 March 11, 2013 - Sumber dan Akuisisi Data - Global
Lebih terperinciPemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami. Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-20
Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-2 IV.7 Gelombang Menabrak Suatu Struktur Vertikal Pemodelan dilakukan untuk melihat perilaku gelombang ketika menabrak suatu struktur vertikal. Suatu saluran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Surabaya merupakan kota yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat dan menyumbang pendapatan Negara yang sangat besar. Surabaya juga merupakan kota terbesar kedua
Lebih terperinciTPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN
TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk
Lebih terperinciIDENTIFIKASI KERUSAKAN AKIBAT BANJIR BANDANG DI BAGIAN HULU SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LIMAU MANIS ABSTRAK
VOLUME 9 NO.2, OKTOBER 2013 IDENTIFIKASI KERUSAKAN AKIBAT BANJIR BANDANG DI BAGIAN HULU SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LIMAU MANIS Farah Sahara 1, Bambang Istijono 2, dan Sunaryo 3 ABSTRAK Banjir bandang
Lebih terperinciGambar 7.2-5: Zona Bebas Obstacle (Obstacle Free Zone)
7.2.2.7. Zona Bebas Obstacle Permukaan inner approach, inner tranisitional dan balked landing, ketiganya mendefinsikan volume ruang udara di sekitar precision approach runway, yang dikenal sebagai zona
Lebih terperinciDibuat Oleh : Sinta Suciana Rahayu P / Dosen Pembimbing : Ir. Fitri Sjafrina, MM
ANALISA RADAR ULTRASONIK MENDETEKSI PESAWAT TERBANG LANDING MENGGUNAKAN MATLAB DAN ARDUINO SEBAGAI SISTEM PENGENDALI Dibuat Oleh : Sinta Suciana Rahayu P / 28110177 Dosen Pembimbing : Ir. Fitri Sjafrina,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan 13.466 pulau yang sudah terdaftar dan berkoordinat (BIG, 2014). Indonesia memiliki luas wilayah kurang lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian ini merupakan penelitian di bidang pemrosesan citra. Bidang pemrosesan citra sendiri terdapat tiga tingkatan yaitu operasi pemrosesan citra tingkat rendah,
Lebih terperinciDaftar Isi. Daftar Isi Daftar Gambar Bab 1. Pendahuluan... 5
Daftar Isi Daftar Isi... 2 Daftar Gambar... 4 Bab 1. Pendahuluan... 5 Bab 2. Metode Prediksi Iklim, Pola Tanam dan... 6 2.1 Pemodelan Prediksi Iklim... 6 2.2 Pengembangan Peta Prediksi Curah Hujan... 8
Lebih terperinciMANAJEMEN TRANSPORTASI UDARA DAN LAUT
MANAJEMEN TRANSPORTASI UDARA DAN LAUT Dr.Eng. Muhammad Zudhy Irawan, S.T., M.T. MSTT - UGM MANAJEMEN TRANSPORTASI UDARA Dr.Eng. Muhammad Zudhy Irawan, S.T., M.T. MSTT - UGM 1 MATERI PEMBELAJARAN Perkembangan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 Prinsip Kerja GPS (Sumber :
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi GPS GPS (Global Positioning System) adalah sistem satelit navigasi dan penentuan posisi yang dimiliki dan dikelola oleh Amerika Serikat dengan bantuan penyelarasan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Global Positioning System (GPS) adalah satu-satunya sistem navigasi satelit yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Global Positioning System (GPS) 2.1.1 Pengertian GPS Global Positioning System (GPS) adalah satu-satunya sistem navigasi satelit yang berfungsi dengan baik. Sistem ini menggunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bandar udara merupakan salah satu prasarana transportasi yang sangat dijaga kelayakan dan kesiapan fasilitasnya demi keselamatan penerbangan. Bandar Udara Internasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. informasi tersebut. Berkembangnya teknologi informasi dan komputer
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekembangan teknologi informasi dan komputer yang sangat pesat dewasa ini semakin luas. Komputer merupakan alat bantu yang memberikan kemudahan bagi manusia untuk
Lebih terperinciGambar 1.1 Jalur tektonik di Indonesia (Sumber: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2015)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di antara pertemuan tiga lempeng tektonik yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, dan lempeng Pasific. Pada
Lebih terperinciBAPPEDA Kabupaten Probolinggo 1.1 LATAR BELAKANG
1.1 LATAR BELAKANG merupakan wilayah dengan karateristik geologi dan geografis yang cukup beragam mulai dari kawasan pantai hingga pegunungan/dataran tinggi. Adanya perbedaan karateristik ini menyebabkan
Lebih terperinciTujuan. Model Data pada SIG. Arna fariza. Mengerti sumber data dan model data spasial Mengerti perbedaan data Raster dan Vektor 4/7/2016
Model Data pada SIG Arna fariza Politeknik elektronika negeri surabaya Tujuan Mengerti sumber data dan model data spasial Mengerti perbedaan data Raster dan Vektor 1 Materi Sumber data spasial Klasifikasi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semarang merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang mengalami penurunan muka tanah yang cukup signifikan setiap tahunnya (Abidin, 2009). Hal ini disebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kebutuhan akan data kebumian yang memberikan informasi geospasial terus berkembang. Real world yang menjadi obyek pemetaan juga cepat mengalami perubahan. Penyediaan
Lebih terperinciGeographics Information System
Geographics Information System APA ITU GIS? GIS adalah GIS merupakan kependekan dari Geographic Information System atau dalam bahasa Indonesia disebut Sistem Informasi Geografis atau SIg. Teknologi ini
Lebih terperinciGARIS KONTUR SIFAT DAN INTERPOLASINYA
U +1000-2000 1300 1250 1200 1150 1100 1065 0 1050 1000 950 900 BAB XIII GARIS KONTUR SIFAT DAN INTERPOLASINYA Garis kontur (contour-line) adalah garis khayal pada peta yang menghubungkan titik-titik dengan
Lebih terperinciPEMROSESAN CITRA SATELIT DAN PEMODELAN UNTUK MEMPREDIKSI PENYEBARAN BANJIR BENGAWAN SOLO MENGGUNAKAN METODE NAVIER STOKES
PEMROSESAN CITRA SATELIT DAN PEMODELAN UNTUK MEMPREDIKSI PENYEBARAN BANJIR BENGAWAN SOLO MENGGUNAKAN METODE NAVIER STOKES Ratih Febrianty 1), Ir. Dadet Pramadihanto, M.Eng, Ph.D 2, Ir. Wahjoe Tjatur Sesulihatien,
Lebih terperinciREMOTE SENSING AND GIS DATA FOR URBAN PLANNING
REMOTE SENSING AND GIS DATA FOR URBAN PLANNING Jarot Mulyo Semedi disampaikan pada: Workshop Continuing Professional Development (CPD) Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota Jakarta, 7 Oktober 2016 Isi Presentasi
Lebih terperinciBAB 3. Akuisisi dan Pengolahan Data
BAB 3 Akuisisi dan Pengolahan Data 3.1 Peralatan yang digunakan Pada pengukuran TLS, selain laser scanner itu sendiri, receiver GPS tipe geodetik juga digunakan untuk penentuan posisi titik referensi yang
Lebih terperinciPDF Compressor Pro BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Profil adalah kenampakan permukaan alam disebabkan adanya beda tinggi apabila beda tinggi dua tempat tersebut dibandingkan dengan jarak lurus mendatar. Manfaat profil
Lebih terperinciGEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 1 A. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH B. PENGINDERAAN JAUH FOTOGRAFIK
GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 08 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 1 A. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH Penginderaan jauh (inderaja) adalah cara memperoleh data atau informasi tentang objek atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sedang diproduksi di Indonesia merupakan lapangan panas bumi bersuhu
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Menurut Munandar and Widodo (2013), lapangan panas bumi yang sedang diproduksi di Indonesia merupakan lapangan panas bumi bersuhu tinggi. Lapangan panas bumi bersuhu
Lebih terperinciPT.LINTAS ANANTARA NUSA DRONE MULTI PURPOSES.
DRONE MULTI PURPOSES Multirotor merupakan salah satu jenis wahana terbang tanpa awak yang memiliki rotor lebih dari satu. Wahana ini memiliki kemampuan take-off dan landing secara vertical. Dibandingkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia yang berada pada iklim tropis dengan curah hujan yang tinggi memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan mengakibatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Pemetaan geologi merupakan salah satu bentuk penelitian dan menjadi suatu langkah awal dalam usaha mengetahui kondisi geologi suatu daerah menuju pemanfaatan segala sumber daya yang terkandung
Lebih terperinciPENENTUAN LOKASI (Route Location)
PENENTUAN LOKASI (Route Location) Penentuan lokasi jalan merupakan suatu tahapan dalam rekayasa jalan yang dilakukan setelah tahapan perencanaan (planning) dan sebelum tahap perancangan (design) suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dikarenakan adanya kondisi geologi Indonesia yang berupa bagian dari rangkaian
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Tanah longsor adalah salah satu bencana yang berpotensi menimbulkan korban jiwa masal. Ini merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia. Hal ini
Lebih terperinciNo Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5468 TRANSPORTASI. Perhubungan. Lalu Lintas. Angkutan Jalan. Jaringan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193) PENJELASAN ATAS PERATURAN
Lebih terperinciBAB II KONDISI UMUM LOKASI
6 BAB II KONDISI UMUM LOKASI 2.1 GAMBARAN UMUM Lokasi wilayah studi terletak di wilayah Semarang Barat antara 06 57 18-07 00 54 Lintang Selatan dan 110 20 42-110 23 06 Bujur Timur. Wilayah kajian merupakan
Lebih terperinciTUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA
TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA Oleh 1207055018 Nur Aini 1207055040 Nur Kholifah ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS MULAWARMAN
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan hasil kajian Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2001 mengenai perubahan iklim, yaitu perubahan nilai dari unsur-unsur iklim dunia sejak tahun
Lebih terperinci