BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
|
|
- Vera Irawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka membangun infratsruktur data spasial, baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah, setidaknya ada 5 (lima) komponen utama yang dibutuhkan, yaitu data, peraturan perundangan, teknologi, standar, dan kelembagaan. Pengesahan UU No. 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial merupakan bentuk keseriusan pemerintah dalam upaya perwujudan infrastruktur data spasial di tingkat nasional dengan menerapkan asas keterbukaan. Hadirnya UU-IG merupakan satu jaminan yang melengkapi hak dalam memperoleh informasi untuk meningkatkan kualitas pribadi dan kualitas lingkungan sosial sebagaimana dituangkan pada Pasal 28F, UUD Lahirnya UU-IG juga untuk mendukung pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya di negeri ini bagi kemakmuran seluruh rakyat Indonesia, di masa kini dan masa yang akan datang, sebagaimana diamanatkan Pasal 33 ayat (3) UUD Undang-Undang Informasi Geospasial (UU-IG) terdiri atas Informasi Geospasial Dasar (IGD) dan Informasi Geospasial Tematik (IGT). Informasi Geospasial Dasar (IGD) terdiri dari jaring kontrol geodesi dan peta dasar. Sedangkan Informasi Geospasial Tematik (IGT) mengacu kepada Informasi Geospasial Dasar (IGD). Pada Informasi Geospasial Dasar (IGD) terdapat berbagai aspek-aspek yang diatur di dalamnya. Aspek-aspek tersebut adalah aspek legal, aspek kelembagaan, dan aspek teknis. Hal-hal yang berkaitan dengan aspek teknis adalah hal-hal yang berhubungan dengan keilmuan Geodesi. Sehingga, diperlukan kajian mengenai aspek teknis dari Informasi Geospasial Dasar (IGD) yang mengacu kepada Undang-Undang Informasi Geospasial (UU-IG) sesuai dengan amanat Presiden Republik Indonesia bahwa berbagai bentuk turunan kegiatan dari UU tersebut harus segera dilaksanakan dalam kurun waktu 2 (dua) tahun setelah Undang-undang tersebut disahkan. 1
2 Daerah kota memiliki kondisi yang lebih kompleks dibandingkan dengan daerah pedesaan. Kota-kota besar di dunia sudah terlalu padat. Kepadatan itu terjadi karena pertumbuhan populasi penduduk dunia yang semakin meningkat secara signifikan dari waktu ke waktu. Peningkatannya pun berbanding lurus dengan waktu. Jumlah dari penduduk dunia yang terus bertambah ini juga terjadi karena angka natalitas selalu lebih besar dari angka mortalitas. Perkembangan kota yang semakin tidak teratur pun terjadi bukan hanya semata-mata karena pertumbuhan populasi yang besar, tetapi juga terjadi akibat kecenderungan urbanisasi lebih besar daripada reurbanisasi. Dengan kata lain orang lebih senang melakukan migrasi ke kota daripada ke luar kota, sehingga terjadilah efek dari memadatnya kota tersebut. Kota menjadi semakin tidak teratur, baik dilihat secara fisik maupun dari kacamata kehidupan sosial yang terjadi. Contoh permasalahan fisik yang terjadi di kota adalah seperti munculnya permukiman kumuh, pencemaran udara, sulitnya air bersih, menumpuknya sampah, kemacetan yang terjadi hampir setiap detik, dan lainlain. Permasalahan fisik kota ini merupakan permasalahan pelik kota-kota di dunia, apalagi permasalahan fisik kota di Indonesia karena Indonesia memiliki kepadatan penduduk terbesar kelima di dunia, sehingga permasalahan fisik kota di Indonesia semakin kompleks. Oleh karena itu, diperlukan suatu perencanaan kota yang lebih baik untuk mengatasi permasalahan fisik yang terjadi di kota-kota di Indonesia. Perencanaan kota yang baik membutuhkan informasi geospasial yang baik pula, sehingga dibutuhkan survey pemetaan untuk mengatasi permasalahan fisik yang terjadi di kota-kota di Indonesia. Salah satu hasil dari survey pemetaan adalah peta. Peta berfungsi sebagai sumber informasi dasar. Pada dasarnya peta dapat dibagi menjadi dua jenis berdasarkan muatan informasi muka bumi yaitu sebagai berikut: Peta topografi Peta yang memiliki muatan informasi secara umum. 2
3 Peta tematik Peta yang memuat/menyajikan informasi yang terbatas sesuai dengan tema ataupun kebutuhan informasi tertentu. Peta tematik merupakan peta turunan dari peta topografi. Sedangkan berdasarkan skala, peta dapat dibagi menjadi beberapa golongan. Pembagian peta berdasarkan skala adalah sebagai berikut [Wongsotjitro, 1980]: peta-peta teknis dengan skala 1: peta-peta topografi atau peta-peta detail dengan skala lebih kecil daripada 1: sampai dengan 1: peta-peta geografi atau peta-peta ikhtisar dengan skala lebih kecil dari 1: Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa untuk mendapatkan perencanaan kota yang baik dibutuhkan informasi geospasial, dimana peta sebagai sumber informasi dasar. Oleh karena itu, dibutuhkan peta kota. Karena peta topografi merupakan peta dasar dari peta tematik, maka peta kota secara umum yang dibutuhkan adalah peta topografi. Sedangkan terkait dengan skala, peta kota yang dibutuhkan adalah peta kota skala besar, mengingat peta skala besar digunakan untuk perencanaan wilayah. Perencanaan kota membutuhkan informasi geospasial. Aturan-aturan mengenai informasi geospasial telah diatur oleh Undang-Undang Informasi Geospasial (UU-IG) yang telah disahkan di tahun Undang-Undang Informasi Geospasial (UU-IG) ini merupakan aturan yang mengatur tata cara dalam pembuatan serta penyajian informasi geospasial. Informasi geospasial adalah informasi tentang aspek fisik dan administratif dari sebuah objek geografis. Aspek fisik di sini mencakup bentuk anthropogenic dan bentuk alam. Pada bentuk anthropogenic terkandung di dalamnya fenomena budaya seperti jalan, rel kereta api, bangunan, jembatan, dan sebagainya. Bentuk alam adalah sungai, danau, pantai, daratan tinggi, dan sebagainya. 3
4 Sedangkan aspek administratif adalah pembagian atau pembatasan sosiokultural yang dibuat oleh suatu organisasi atau badan untuk keperluan pengaturan dan pemakaian sumberdaya alam. Termasuk dalam aspek administratif ini adalah batas negara, pembagian wilayah administrasi, zona, kode pos, batas kepemilikan tanah, dan sebagainya. Pada Undang-Undang Informasi Geospasial (UU-IG) terdapat aturan-aturan untuk membuat informasi geospasial secara umum. Pembuatan informasi geospasial ini mempunyai beberapa tahap. Tahapan itu adalah pengumpulan data geospasial, pengolahan data geospasial, dan penyajian data geospasial. Penjelasan mengenai tahapan pembuatan informasi geospasial pada Undang- Undang Informasi Geospasial (UU-IG) ini masih secara umum. Pelaksanaan teknis pembuatan informasi geospasial memiliki beberapa wahana. Wahana untuk pelaksanan teknik pembuatan informasi geospasial antara lain melalui darat, air, dan udara, sehingga metode yang digunakan pun beraneka ragam seperti survey pemetaan terestris, fotogrametri, citra, dll. Untuk mendapatkan peta skala besar dibutuhkan suatu metode. Metode yang memenuhi tujuan tersebut adalah survey pemetaan terestris. Oleh karena itu, diperlukan kajian teknis Undang-Undang Informasi Geospasial (UU-IG) berdasarkan survey pemetaan terestris yang memiliki batasan masalah tersendiri. Output dari kajian teknis Undang-Undang Informasi Geospasial (UU-IG) ini adalah berupa pedoman teknis pelaksanaan survey pemetaan terestris untuk dapat digunakan sebagai acuan dalam perencanaan kota-kota di Indonesia. 1.2 Rumusan Masalah Masalah yang akan dibahas pada tugas akhir ini adalah bagaimana cara menyusun pedoman teknis pelaksanaan survey pemetaan skala besar dalam perspektif Undang-Undang Informasi Geospasial (UU-IG) pada daerah kota yang digunakan sebagai informasi geospasial untuk perencanaan wilayah kota di Indonesia. 4
5 1.3 Tujuan Tujuan dari kajian ini adalah untuk menyusun pedoman teknis pelaksanaan survey pemetaan terestris di lapangan untuk peta topografi skala besar pada Undang-Undang Informasi Geospasial (UU-IG) untuk daerah kota di Indonesia. 1.4 Batasan Masalah Batasan masalah yang akan dibahas pada penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut : a. Pasal-pasal yang terkait dengan ketelitian posisi. b. Metode survey pemetaan yang digunakan adalah survey pemetaan terestris. c. Bahasan kajian teknis yang akan dilakukan adalah pedoman teknis pelaksanaan pada kerangka dasar horisontal. d. Skala yang digunakan untuk penjabaran teknis adalah skala 1:1000. e. Wilayah yang dikaji adalah daerah kota. 1.5 Alur Penelitian Alur penelitian yang akan digunakan dalam penulisan tugas akhir ini terdiri dari beberapa tahap, yang dapat dilihat pada Gambar
6 Pengolahan Data Gambar Diagram alir (alur) penelitian 6
7 Persiapan Inventarisasi pengetahuan yang berkaitan dengan tugas akhir, yang berasal dari studi literatur, internet, artikel, dll. Pengumpulan Data Mengumpulkan data yang berkaitan dengan kajian teknis yang akan dilakukan. Data yang digunakan adalah sebagai berikut: Data primer Data primer yang akan digunakan adalah Undang-Undang informasi Geospasial (UU-IG) dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 2 Tahun Data sekunder Data sekunder yang akan digunakan adalah data pengukuran kerangka dasar horisontal kemah kerja oleh angkatan 2007 yang berupa sudut horisontal dan jarak mendatar. Pengolahan Data Pengolahan data yang dimaksud adalah melakukan kajian teknis terhadap data yang telah dikumpulkan. Data primer berupa Undang-Undang Informasi Geospasial (UU-IG) yang telah dikumpulkan kemudian diseleksi dan diidentifikasi berupa pasal-pasal yang terkait dengan ketelitian posisi. Dari pasal-pasal yang telah diseleksi tersebut digunakan sebagai acuan untuk menentukan toleransi titik-titik yang digunakan pada pengukuran di lapangan. Selain itu, data primer berupa Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 2 Tahun 1987 dilakukan seleksi dan identifikasi berupa pendefinisian kota. Kemudian dijabarkan menjadi daftar objek kota dan kerapatan objek. Daftar objek dan kerapatan objek ini berfungsi untuk mendapatkan asumsi berupa jarak antar titik-titik di area kota. Hasil akhir dari seleksi dan identifikasi data primer tersebut digunakan sebagai acuan untuk menentukan toleransi titik kerangka dasar horisontal. Selain itu, 7
8 aspek lain yang terkait untuk penentuan toleransi titik kerangka dasar horisontal adalah analisis visual kartografi yang akan dibahas pada tinjaun pustaka. Oleh karena itu, toleransi titik kerangka dasar tersebut digunakan untuk membuat pedoman teknis pelaksanaan survey pemetaan terestris di area kota. Selain itu, pada tahap pengolahan data, data sekunder berupa data pengukuran kerangka dasar horisontal yang berupa sudut dan jarak diolah menggunakan hitung perataan untuk menghasilkan residu yang akan digunakan di tahapan analisis. Analisis Toleransi titik kerangka dasar dianalisis menggunakan perhitungan chi square. Perhitungan ini memerlukan hasil perhitungan data pengukuran berupa residu yang telah diolah pada tahapan pengolahan data. Jumlah dari residu dibagi dengan toleransi titik kerangka dapat digunakan jika memenuhi selang kepercayaan 95%. Kesimpulan dan Saran Dari seluruh proses kajian teknis yang dilakukan, dapat ditarik/diambil kesimpulan. Dari kesimpulan yang diperoleh, diajukan beberapa saran dengan harapan agar dapat dicapai hasil yang optimal. 1.6 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan pada Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut: BAB I Pendahuluan Pada bab ini akan diuraikan pokok-pokok pemikiran tentang penulisan tugas akhir yang meliputi latar belakang, perumusan masalah, maksud dan tujuan penulisan, ruang lingkup, dan metodologi penelitian dan sistematika penulisan. 8
9 BAB II Tinjauan Pustaka Bab ini akan menguraikan tentang teori dasar dalam penulisan tugas akhir yang berkaitan dengan ketelitian pengambilan data, konsep penentuan posisi, konsep pengukuran, dan konsep perambatan kesalahan, analisis visual kartografi, dan konsep hitung perataan. BAB III Kajian Teknis Bab ini akan menguraikan mengenai tahapan-tahapan kajian teknis Undang- Undang Informasi Geospasial (UU-IG) yang berupa proses penyusunan pedoman teknis pelaksaanaan survey pemetaan terestris di area kota. BAB IV Analisis Bab ini akan menguraikan analisis yang dilakukan terhadap hasil dari pedoman teknis pelaksanaan survey pemetaan di ara kota berupa toleransi titik kerangka dasar horisontal, apakah toleransi kerangka dasar horisontal tersebut dapat digunakan atau tidak. BAB V Kesimpulan dan Saran Bab ini berisi kesimpulan dari keseluruhan pelaksanaan penelitian dan saran yang berisikan masukan untuk perbaikan ke depan. 9
BAB III KAJIAN TEKNIS
BAB III KAJIAN TEKNIS Kajian teknis dilakukan dari data primer berupa Undang-Undang Informasi Geospasial (UU-IG) dan Permendagri No. 2 tahun 1987 yang telah dikumpulkan. Ketelitian posisi terkait erat
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciDasar-dasar Pemetaan Pemahaman Peta
SISTEM INFORMASI SUMBERDAYA LAHAN Kuliah Minggu ke 2 Dasar-dasar Pemetaan Pemahaman Peta Sudarto Lab Pedologi dan Sistem Informasi Sumberdaya Lahan OUTLINE 1 Pengertian Peta 2 Pemahaman dan Fungsi Peta
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciTitiek Suparwati Kepala Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas Badan Informasi Geospasial. Disampaikan dalam Workshop Nasional Akselerasi RZWP3K
Titiek Suparwati Kepala Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas Badan Informasi Geospasial Disampaikan dalam Workshop Nasional Akselerasi RZWP3K Latar Belakang Dasar Hukum Pengertian Peran BIG dalam Penyusunan
Lebih terperinci2 rencana tata ruang itu digunakan sebagai media penggambaran Peta Tematik. Peta Tematik menjadi bahan analisis dan proses síntesis penuangan rencana
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PEMERINTAHAN. Wilayah. Nasional. Rencana. Tata Ruang. Peta. Ketelitian. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 8) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pemanfaatan data spasial belakangan ini semakin meningkat sehubungan dengan kebutuhan masyarakat agar segalanya menjadi lebih mudah dan praktis terkait
Lebih terperinciBAB 3 IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI UU NOMOR 4 TAHUN 2011 MENGENAI INFORMASI GEOSPASIAL TEMATIK KELAUTAN
BAB 3 IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI UU NOMOR 4 TAHUN 2011 MENGENAI INFORMASI GEOSPASIAL TEMATIK KELAUTAN Informasi geospasial tematik (IGT) merupakan informasi geospasial (IG) yang menggambarkan satu
Lebih terperinciPeran Data dan Informasi Geospasial Dalam Pengelolaan Pesisir dan DAS
BADAN INFORMASI GEOSPASIAL Bersama Menata Indonesia yang Lebih Baik Peran Data dan Informasi Geospasial Dalam Pengelolaan Pesisir dan DAS Priyadi Kardono Kepala Badan Informasi Geospasial Disampaikan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perkembangan kota yang semakin meningkat seharusnya diimbangi dengan penyediaan sarana dan prasarana pendukung kota yang akan memberikan dampak positif terhadap tingkat
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.8, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAHAN. Wilayah. Nasional. Rencana. Tata Ruang. Peta. Ketelitian. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5393) PERATURAN
Lebih terperinciKEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG
KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL PERATURAN BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA DAN STANDAR PENGUMPULAN DATA GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN INFORMASI
Lebih terperinciPETA TERESTRIAL: PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CB NURUL KHAKHIM
PETA TERESTRIAL: PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CB NURUL KHAKHIM UU no. 4 Tahun 2011 tentang INFORMASI GEOSPASIAL Istilah PETA --- Informasi Geospasial Data Geospasial :
Lebih terperinci1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN Bab I berisikan penjabaran dan pembahasan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan laporan Tugas Akhir
Lebih terperinci2014, No.31 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL. BAB I K
No.31, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA WILAYAH. Geospasial. Informasi. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5502) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciA. Peta 1. Pengertian Peta 2. Syarat Peta
A. Peta Dalam kehidupan sehari-hari kamu tentu membutuhkan peta, misalnya saja mencari daerah yang terkena bencana alam setelah kamu mendengar beritanya di televisi, sewaktu mudik untuk memudahkan rute
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL I. UMUM Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL
SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk kota kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan hasil tinjauan pustaka tentang definisi, konsep, dan teori-teori yang terkait dengan penelitian ini. Adapun pustaka yang dipakai adalah konsep perambatan
Lebih terperinciKERANGKA ACUAN KERJA (KAK)
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4, Jakarta 10710 Telp: +62 21 345 6714; Fax: +62 21 345 6817 KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) TENAGA PENDUKUNG
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari ribuan pulau, baik pulau besar maupun kecil, yang mengandung informasi-informasi geospasial untuk digali dan
Lebih terperinciINFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN
INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN Informasi geografis merupakan informasi kenampakan permukaan bumi. Sehingga informasi tersebut mengandung unsur posisi geografis, hubungan keruangan, atribut
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI II.1 Kewenangan Daerah di Wilayah Laut
BAB II DASAR TEORI II.1 Kewenangan Daerah di Wilayah Laut Ada dua peraturan yang dijadikan rujukan dalam penulisan Tugas Akhir ini, yaitu UU No.32 Tahun 2004 yang menerangkan tentang Pemerintahan Daerah
Lebih terperinciSD kelas 4 - ILMU PENGETAHUAN SOSIAL BAB 1. PETA DAN KOMPONENNYALatihan Soal 1.1
1. Gambaran permukaan bumi dalam bidang datar disebut... SD kelas 4 - ILMU PENGETAHUAN SOSIAL BAB 1. PETA DAN KOMPONENNYALatihan Soal 1.1 atlas globe peta Kunci Jawaban : D Pembahasan : adalah kumpulan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tengah, Lampung Timur, dan Lampung Selatan, maka dibuat peta lahan. daya alam dan manusia serta memperluas lapangan pekerjaan dan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rangka menggali potensi lahan daerah kabupaten wilayah Lampung Tengah, Lampung Timur, dan Lampung Selatan, maka dibuat peta lahan investasi pada daerah tersebut.
Lebih terperinciPengertian Sistem Informasi Geografis
Pengertian Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) yang selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk
Lebih terperinci2016, No Indonesia Nomor 2514); 3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tamba
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1038, 2016 KEMENDAGRI. Batas Desa. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN
Lebih terperinciDr. ir. Ade Komara Mulyana Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim. BADAN INFORMASI GEOSPASIAL
Dr. ir. Ade Komara Mulyana Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim BADAN INFORMASI GEOSPASIAL www.big.go.id Menjamin Ketersediaan dan Akses IG yang bisa dipertanggung-jawabkan Single Reference demi padunya
Lebih terperinciBUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 13 TAHUN 2018 TENTANG
BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 13 TAHUN 2018 TENTANG PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL DAN INFORMASI GEOSPASIAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Peta merupakan gambaran permukaan bumi yang disajikan dalam bidang datar. nonverbal antara pembuat peta dengan pengguna peta.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peta merupakan gambaran permukaan bumi yang disajikan dalam bidang datar (kertas) yang diproyeksikan dan skalakan. Peta merupakan alat komunikasi nonverbal antara
Lebih terperinciSistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)
Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) 24/09/2012 10:58 Sistem (komputer) yang mampu mengelola informasi spasial (keruangan), memiliki kemampuan memasukan (entry), menyimpan
Lebih terperinciMENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/PRT/M/2014
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/PRT/M/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN DATA DAN INFORMASI GEOSPASIAL INFRASTRUKTUR BIDANG PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA KONSULTASI PENYUSUNAN PETA RENCANA TATA RUANG
PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA KONSULTASI PENYUSUNAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciINFORMASI GEOSPASIAL STRATEGIS NASIONAL
INFORMASI GEOSPASIAL STRATEGIS NASIONAL RANCANGAN PENGELOLAAN IG STRATEGIS NASIONAL DALAM MENDUKUNG PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL SISTEMATIKA PEMBAHASAN: 1. DASAR HUKUM 2. MEKANISME BERBAGI PAKAI MELALUI
Lebih terperinciSKEMA DAN MEKANISME PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CAGAR BUDAYA Peta Sebaran Lokasi Cagar Budaya
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA SKEMA DAN MEKANISME PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CAGAR BUDAYA Peta Sebaran Lokasi Cagar Budaya Disampaikan dalam Workshop Pengelolaan Data Geospasial
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.28, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA WILAYAH. Satu Peta. Tingkat Ketelitian. Kebijakan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN SATU
Lebih terperinciPENGERTIAN UMUM PETA
PENGERTIAN UMUM PETA Kenapa dalam kartu undangan sering dilampirkan denah lokasi (peta sederhana)? Kenapa pada saat menunjukkan suatu lokasi kita sering menggambarkan dengan coretan-coretan gambar, pada
Lebih terperinciKERANGKA ACUAN KERJA (KAK)
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4, Jakarta 10710 Telp: +62 21 345 6714; Fax: +62 21 345 6817 KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) TENAGA PENDUKUNG
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN SATU PETA PADA TINGKAT KETELITIAN PETA SKALA 1:50.000 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciPenyusunan neraca spasial sumber daya alam - Bagian 3: Sumber daya lahan
Standar Nasional Indonesia Penyusunan neraca spasial sumber daya alam - Bagian 3: Sumber daya lahan ICS 01.020; 07.040 Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1.
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang luas, terdiri atas sepertiga wilayah daratan dan dua pertiga wilayah lautan. Untuk membangun Negeri Indonesia yang besar dan
Lebih terperinciBab IV ANALISIS. 4.1 Hasil Revisi Analisis hasil revisi Permendagri no 1 tahun 2006 terdiri dari 2 pasal, sebagai berikut:
Bab IV ANALISIS Analisis dilakukan terhadap hasil revisi dari Permendagri no 1 tahun 2006 beserta lampirannya berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan Geodesi, adapun analalisis yang diberikan sebagai berikut:
Lebih terperinciBAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Informasi Geospasial
BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Informasi Geospasial Pada umumnya data dapat di definisikan sebagai kelompok teratur simbol-simbol yang mewakili kuantitas, tindakan, benda dan sebagainya. Dari definisi tersebut,
Lebih terperinciBab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM
Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Jaringan jalan merupakan salah satu prasarana untuk meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah. Berlangsungnya kegiatan perekonomian
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG INFORMASI GEOSPASIAL DAN IMPLEMENTASINYA. Sora Lokita
UNDANG-UNDANG INFORMASI GEOSPASIAL DAN IMPLEMENTASINYA Sora Lokita BOGOR, 3 Juli 2012 PEMBENTUKAN UU INFORMASI GEOSPASIAL a. D i s u s u n S e j a k 1990an d g n B e r b a g a i N a m a ( R U U S u r t
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kartografi berasal dari bahasa Yunani karto atau carto yang berarti
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kartografi berasal dari bahasa Yunani karto atau carto yang berarti permukaan dan graft yang berarti gambaran atau bentuk, sehingga kartografi merupakan gambaran permukaan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUARA ENIM Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan
Lebih terperinciBADAN INFORMASI GEOSPASIAL (BIG)
BADAN INFORMASI GEOSPASIAL (BIG) 8ADAN INFORMASI GEOSPASIAL Jl. Raya Jakarta-Bogor KM. 46. Cibinong 16911 Telepon. (021) 875 2062-2063. Faksimile. (021) 875 2064 PO. Box. 46 CBI http://www.big.go.id KEPUTUSAN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan
Lebih terperinciBUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTANSELATAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTANSELATAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG PENGEMBANGAN DATA DAN INFORMASI BIDANG PEKERJAAN UMUM KABUPATEN TANAH BUMBU DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I-1
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sampah merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia saat ini. Hampir setiap kegiatan yang dilakukan manusia selalu menghasilkan sampah, terutama
Lebih terperinciTugas 1. Survei Konstruksi. Makalah Pemetaan Topografi Kampus ITB. Krisna Andhika
Tugas 1 Survei Konstruksi Makalah Pemetaan Topografi Kampus ITB Krisna Andhika - 15109050 TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2012 Latar Belakang
Lebih terperinciDengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik
Lebih terperinciSeminar Sosialisasi SKKNI Informasi Geospasial RANCANGAN STANDAR KOMPETENSI KERJA NASIONAL INDONESIA BIDANG INFORMASI GEOSPASIAL.
Seminar Sosialisasi SKKNI Informasi Geospasial RANCANGAN STANDAR KOMPETENSI KERJA NASIONAL INDONESIA BIDANG INFORMASI GEOSPASIAL Subbidang Survei Kewilayahan Oleh: Eko Haryono Fakultas Geografi Universitas
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baik. Terwujudnya sistem sanitasi yang baik tidaklah mudah, diperlukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kualitas kebersihan lingkungan menjadi pokok utama dalam menjaga kelangsungan hidup manusia. Salah satu aspek utama yang mencerminkan kondisi kualitas kebersihan
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN SATU PETA PADA TINGKAT
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN SATU PETA PADA TINGKAT KETELITIAN PETA SKALA 1:50.000 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciUJIAN TENGAH SEMESTER GANJIL 2013/2014
UJIAN TENGAH SEMESTER GANJIL 2013/2014 Matakuliah Waktu : Sistem Informasi Geografis / 3 SKS : 100 menit 1. Jelaskan pengertian Sistem Informasi Geografis (SIG). Jelaskan pula perbedaan antara SIG dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disajikan secara deskriptif. Selain itu, beberapa website
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta tidak hanya memiliki karakteristik yang unik dan menarik yang sebatas pada sosial dan budayanya. Akan tetapi, keunikan lain khususnya dari
Lebih terperinciKLASIFIKASI PENGUKURAN DAN UNSUR PETA
PERPETAAN - 2 KLASIFIKASI PENGUKURAN DAN UNSUR PETA Pemetaan dimana seluruh data yg digunakan diperoleh dengan melakukan pengukuran-pengukuran dilapangan disebut : Pemetaan secara terestris Pemetaan Extra
Lebih terperinciBUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pelaksanaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi di bidang transportasi sangat membantu manusia dalam menghemat waktu perjalanan yang tadinya berlangsung sangat lama menjadi lebih cepat. Teknologi
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciOUTLOOK. Pusat Tata Ruang dan Atlas 2017
OUTLOOK 2017 1 Pengantar Outlook PPTRA Cita-cita pembangunan nasional yang diemban oleh Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas (PPTRA), Badan Informasi Geospasial (BIG) tercermin pada tugas pokok dan fungsi
Lebih terperinciPemetaan dimana seluruh data yg digunakan diperoleh dengan melakukan pengukuran-pengukuran dilapangan disebut : Pemetaan secara terestris Pemetaan yan
PERPETAAN - 2 Pemetaan dimana seluruh data yg digunakan diperoleh dengan melakukan pengukuran-pengukuran dilapangan disebut : Pemetaan secara terestris Pemetaan yang sebagian datanya diperoleh dari photo
Lebih terperinciBab III KAJIAN TEKNIS
Bab III KAJIAN TEKNIS 3.1 Persiapan Penelitian diawali dengan melaksanakan studi literatur. Studi literatur dilakukan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan: a. Konsep batas daerah b. Perundang-undangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penting, mengingat bahwa fasilitas ruang parkir merupakan bagian dari sistem
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan ruang parkir merupakan masalah yang menjadi fenomena biasa terutama di kota-kota besar, seiring dengan meningkatnya kepemilikan kendaraan bermotor fasilitas
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/PERMEN-KP/2016 TENTANG PENGELOLAAN DATA DAN INFORMASI DALAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Semarang merupakan ibukota Provinsi Jawa Tengah yang letaknya berada di pesisir utara Pulau Jawa. Kota ini berbatasan langsung dengan Laut Jawa di sisi utara.
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa yang tidak terhingga nilainya bagi seluruh umat manusia. Sebagai anugerah, hutan mempunyai nilai filosofi yang
Lebih terperinciBAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI
1. Sistem Informasi Geografi merupakan Sistem informasi yang memberikan gambaran tentang berbagai gejala di atas muka bumi dari segi (1) Persebaran (2) Luas (3) Arah (4) Bentuk 2. Sarana yang paling baik
Lebih terperinciBEST PRACTICES IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SATU PETA DALAM PENYEDIAAN DATA SPASIAL INVENTARISASI GRK
BEST PRACTICES IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SATU PETA DALAM PENYEDIAAN DATA SPASIAL INVENTARISASI GRK Lien Rosalina KEPALA PUSAT PEMETAAN & INTEGRASI TEMATIK BADAN INFORMASI GEOSPASIAL Workshop One Data GHG
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL
RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL DAFTAR ISI DAFTAR ISI ii DAFTAR LAMPIRAN I iv DAFTAR LAMPIRAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tersebar di muka bumi, serta menggambarkan fenomena geografikal dalam wujud
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peta merupakan media yang digunakan sebagai sarana memperoleh gambaran fakta di permukaan bumi dengan cara menggambarkan berbagai gejala seperti gunung, dan danau.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Peta merupakan gambaran permukaan bumi yang disajikan dalam bidang datar
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peta merupakan gambaran permukaan bumi yang disajikan dalam bidang datar (kertas) yang diproyeksikan dan skalakan. Peta merupakan alat komunikasi nonverbal antara
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat
Lebih terperinciKEPASTIAN RUANG YANG PARTISIPATIF SEBAGAI KUNCI KEBERLANJUTAN SUMBER DAYA DAN DUKUNGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
KEPASTIAN RUANG YANG PARTISIPATIF SEBAGAI KUNCI KEBERLANJUTAN SUMBER DAYA DAN DUKUNGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT LATAR BELAKANG DAN TUJUAN PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN PARTISIPATIF Kendala pengembangan kawasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perencanaan
1.1 Latar Belakang Perencanaan BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, hal ini dilihat dari banyaknya pulau yang tersebar di seluruh wilayahnya yaitu 17.504
Lebih terperinciPROSES REKOMENDASI BIG LAMPIRAN PETA RDTR PUSAT PEMETAAN TATA RUANG DAN ATLAS, BIG
PROSES REKOMENDASI BIG LAMPIRAN PETA RDTR PUSAT PEMETAAN TATA RUANG DAN ATLAS, BIG KONSEP ONE MAP POLICY 1 Standard Referensi Satu georeferensi yang sama Satu Pedoman yang sama Geoportal Basisdata Standar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini kota-kota besar di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam bidang industri, sarana transportasi, perluasan daerah pemukiman dan lain sebagainya.
Lebih terperinciBAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN
BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN Bab ini menjelaskan aspek-aspek yang dianalisis dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten dan data (time-series) serta peta
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lalu lintas dalam transportasi dapat diartikan sebagai gerak kendaraan bermotor, kendaraan tidak bermotor, pejalan kaki termasuk subyek di dalam suatu lintasan/jaringan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, masih cukup tinggi. Salah satu penyebab adanya laju pertambahan penduduk
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Jakarta sebagai ibukota negara merupakan kota yang memiliki mobilitas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta sebagai ibukota negara merupakan kota yang memiliki mobilitas sangat tinggi. Setiap harinya seseorang melakukan perjalanan tidak hanya melakukan perjalanan
Lebih terperinciPENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN
1 2 3 4 1 A Pembangunan Perumahan TIDAK SESUAI dengan peruntukkan lahan (pola ruang) Permasalahan PENATAAN RUANG dan PERUMAHAN di Lapangan B Pembangunan Perumahan yang SESUAI dengan peruntukkan lahan,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hingga kini, semakin banyak bidang aplikasi yang menggunakan data spasial, baik sebagai masukan, maupun sebagai produk akhir. Jika dilihat dari dimensi dasarnya, data
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Gorontalo merupakan salah satu kota di Indonesia yang rawan terjadi banjir. Hal ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi berkisar antara 106 138mm/tahun,
Lebih terperinci