DAERAH PENANGKAPAN SERTA FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP HASIL TANGKAPAN UTAMA PUKAT UDANG DI LAUT ARAFURA DANIEL REZKI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAERAH PENANGKAPAN SERTA FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP HASIL TANGKAPAN UTAMA PUKAT UDANG DI LAUT ARAFURA DANIEL REZKI"

Transkripsi

1 DAERAH PENANGKAPAN SERTA FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP HASIL TANGKAPAN UTAMA PUKAT UDANG DI LAUT ARAFURA DANIEL REZKI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa penelitian Daerah Penangkapan serta Faktor Teknis yang Berpengaruh terhadap Hasil Tangkapan Utama Pukat Udang di Laut Arafura adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2014 Daniel Rezki NIM C

4 RINGKASAN DANIEL REZKI. Daerah Penangkapan serta Faktor Teknis yang Berpengaruh terhadap Hasil Tangkapan Utama Pukat Udang di Laut Arafura. Dibimbing oleh RONNY IRAWAN WAHJU, MULYONO S BASKORO, dan MOHAMMAD IMRON Udang merupakan komoditas perikanan ekonomis penting dan merupakan salah satu komoditas ekspor perikanan Indonesia. Komoditas ini mempunyai nilai produksi Rp ,00 pada tahun 2011, yang sebagian besar berasal dari hasil tangkapan pukat udang di Arafura. Namun produksinya udang dari tahun ke tahun berfluktuasi dan cenderung menurun serta beberapa perusahaan pukat udang tidak lagi aktif. Oleh karena itu perlu dikaji kembali beberapa faktor yang mempengaruhi laju tangkap, seperti faktor teknis penangkapan dan informasi yang menunjang daerah penangkapan. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis faktor teknis seperti waktu penangkapan (siang dan malam), lama towing, kecepatan towing, dan kedalaman perairan terhadap laju tangkap pukat udang serta mengestimasi daerah penangkapan udang yang potensial. Data pada penelitian ini diperoleh dengan observasi langsung pada kapal pukat udang di Laut Arafura selama satu bulan pada bulan Juli Data jurnal penangkapan pukat udang diperoleh dari Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta. Selanjutnya, data tersebut dianalisis dengan metode deskriptif komparatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa faktor teknis yang dapat meningkatkan laju tangkap yaitu : 1) kedalaman perairan meter; 2) lama towing menit; 3) kecepatan towing knot dan 4) penangkapan dilakukan pada malam hari. Adapun daerah penangkapan potensial pukat udang berada di sekitar kepulauan Aru yang terdiri 9 area penangkapan. Laju tangkap tertinggi terdapat pada area I ( LS dan BT), sedangkan laju tangkap terendah pada area A ( LS dan BT). Kata kunci: faktor teknis, daerah penangkapan, laju tangkap, towing, pukat udang, Arafura.

5 SUMMARY DANIEL REZKI. Catch Area and Technical Factors that Influence the Main Shrimp Trawl Catches in the Arafura Sea. Supervised by RONNY IRAWAN WAHJU, MULYONO S BASKORO, dan MOHAMMAD IMRON Shrimp is an economically important commodity that being one of Indonesian fisheries export commodity. This commodity had production value IDR 7,308,097,682, in 2011, which largely produced by shrimp trawl in Arafura sea. The problems were shrimp production was decreasing year by years and some shrimp trawl company had not active anymore. Therefore some factors that influenced catch rate were needed to be assess, such as technical factors and informations about fishing ground. The objectives of this research are to analyze technical factors such as fishing time (day and night), towing duration, towing speed, and depth towards shrimp trawl catch rate and estimate the potential fishing ground of shrimp. Data of this research was collected by direct observation from shrimp trawl vessel in Arafura sea for one month in July Data of shrimp trawl fishing journal were collected from Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta. Data was analyzed by using descriptive comparative method. The results showed technical factors that increasing catch rate were : 1) trawling at meters waters depth, 2) minutes towing duration, 3) knot towing speed, and 4) trawling during night. The potential fishing ground for shrimp trawl was around Aru Archipelago that consisted 9 fishing ground areas. Highest catch rate was known on area I ( S and E) and the lowest catch rate was estimate on area A ( S and E). Keywords : technical factors, fishing ground, catch rate, towing, shrimp trawl, Arafura.

6 Hak Cipta milik IPB, tahun 2014 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

7 DAERAH PENANGKAPAN SERTA FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP HASIL TANGKAPAN UTAMA PUKAT UDANG DI LAUT ARAFURA DANIEL REZKI Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Perikanan Laut SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

8 Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis : Dr Deni Achmad Soeboer SPi, MSi

9 Judul Tesis Nama Mahasiswa NIM Program Studi : Daerah Penangkapan serta Faktor yang Berpengaruh terhadap Hasil Tangkapan Utama Pukat Udang di Laut Arafura : Daniel Rezki : C : Teknologi Perikanan Laut Disetujui oleh Komisi Pembimbing Dr Ir Ronny Irawan Wahju, MPhil Ketua Prof Dr Mulyono S Baskoro, MSc Anggota Dr. Ir. Mohammad Imron, MSi Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap Dekan Sekolah Pascasarjana Prof Dr Ir Mulyono S Baskoro, MSc Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr Tanggal Ujian: 23 Juli 2014 Tanggal Lulus :

10 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Adapun judul dari karya ilmiah ini adalah Daerah Penangkapan serta Faktor yang Berpengaruh terhadap Hasil Tangkapan Utama Pukat Udang di Laut Arafura. Penulis sadar bahwa selesainya karya ilmiah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr Ir Ronny Irawan Wahju, M Phil, Prof Dr Ir Mulyono S Baskoro, MSc serta Dr Ir Mohammad Imron, M Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan banyak masukan dan arahan yang membangun dalam penyelesaian karya ilmiah ini; 2. Rebyct II-CTI Kementerian Kelautan Perikanan dan PT Dwi Bina Utama yang telah memfasilitasi penelitian ini; 3. Ayah, Ibu, Adik, seluruh keluarga, serta teman-teman saya atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi yang memerlukannya. Bogor, Agustus 2014 Daniel Rezki

11 DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISTILAH xi xii xii xiii xiii 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Rumusan Masalah 2 Tujuan 2 Manfaat 3 Kerangka pemikiran 3 2 PENGARUH WAKTU PENANGKAPAN TERHADAP LAJU TANGKAP UDANG 4 Pendahuluan 4 Tujuan 5 Manfaat 5 Metodologi 5 Hasil dan Pembahasan 6 Kesimpulan 10 3 PENGARUH LAMA TOWING TERHADAP LAJU TANGKAP UDANG 11 Pendahuluan 11 Tujuan Manfaat Metodologi 12 Hasil dan Pembahasan 13 Kesimpulan 15 4 PENGARUH KECEPATAN TOWING TERHADAP LAJU TANGKAP 16 UDANG Pendahuluan 16 Tujuan 16 Manfaat 17 Metodologi 17 Hasil dan Pembahasan 17 Kesimpulan 20 5 PENGARUH KEDALAMAN PERAIRAN TERHADAP LAJU TANGKAP UDANG 21 Pendahuluan 21 Tujuan 22

12 Manfaat 22 Metodologi 23 Hasil dan Pembahasan Kesimpulan DAERAH PENANGKAPAN UDANG DI LAUT ARAFURA Pendahuluan Tujuan Manfaat Metodologi Hasil dan Pembahasan 7 PEMBAHASAN UMUM 8 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA 40 LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP DAFTAR TABEL 1 Hasil tangkapan pukat udang pada siang dan malam hari 8 2 Hasil tangkapan pukat udang dengan lama towing yang berbeda 13 3 Hasil tangkapan pukat udang dengan kecepatan towing yang 4 berbeda Sidik raga Anova Hasil tangkapan pukat udang dengan kedalaman perairan yang berbeda 24 6 Komposisi dan laju tangkap udang berdasarkan bulan penangkapan 31 7 Komposisi dan laju tangkap udang pada tiap area penangkapan 35 DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka pemikiran pendekatan masalah 3 2 Perbedaan komposisi hasil tangkapan pukat udang pada siang dan malam hari 7 3 Laju tangkap udang berdasarkan waktu penangkapan yang 8 berbeda 4 Laju tangkap tiap jenis udang pada siang dan malam hari 9 5 Laju tangkap udang dengan lama towing yang berbeda 14 6 Laju tangkap tiap jenis udang dengan lama towing yang berbeda 15

13 7 Laju tangkap udang dengan kecepatan towing yang berbeda 19 8 Laju tangkap tiap jenis udang dengan kecepatan towing yang berbeda 19 9 Siklus hidup udang penaeidae Laju tangkap udang berdasarkan kedalaman perairan yang 25 berbeda 11 Laju tangkap tiap jenis udang berdasarkan kedalaman perairan 26 yang berbeda 12 Lokasi daerah penangkapan armada pukat udang berdasarkan 30 bulan 13 Kompilasi daerah operasi pukat udang berdasarkan bulan Peta penyebaran hutan mangrove di kawasan Maluku dan Papua Area penangkapan pukat udang dengan tiga jenis udang dengan laju tangkap tertinggi dan laju tangkap udang total 34 DAFTAR LAMPIRAN 1 Data olahan observasi dan jurnal penangkapan pukat udang di Arafura 44 2 Pengaruh lama towing terhadap laju tangkap udang pada saat siang dan malam hari 47 3 Hasil uji spss pengaruh waktu penangkapan terhadap laju tangkap udang 48 4 Hasil uji spss pengaruh kedalaman terhadap laju tangkap udang 49 5 Hasil uji spss pengaruh lama towing terhadap laju tangkap udang 53 6 Hasil uji spss pengaruh kecepatan towing terhadap laju tangkap udang 55 7 Data produksi PT Dwi Bina Utama tahun Desain alat tangkap pukat udang 60 Dokumentasi hasil tangkapan utama pukat udang 61 Dokumentasi penelitian DAFTAR ISTILAH BED : Bycatch Excluder Device (alat untuk mengeluarkan hasil tangkapan sampingan pukat udang); Deskriptif komparatif : Analisa data yang menggambarkan dan membandingkan hasil; Echosounder : Alat untuk mendeteksi kedalaman dan topografi dasar perairan; Fishing ground : Daerah penangkapan dari udang maupun ikan target; Fishing base : Pangkalan dari armada penangkapan Hauling : Proses pengangkatan jaring setelah dilakukan

14 penarikan jaring; Headless : Jenis udang yang dikemas dengan dipotong kepalanya terlebih dahulu; Head on : Jenis udang yang dikemas dengan kepala yang utuh; Inner carton : Tempat kemasan untuk udang yang berbentuk kotak karton dengan ukuran 2 kg dan 1.5 kg; Juvenil : Biota dalam ukuran, bentuk dan umur tertentu yang belum dewasa; Knot : Ukuran kecepatan untuk kapal dengan satuan mil laut per jam; Laju tangkap : Ukuran jumlah tangkapan yakni hasil tangkapan (kg) dibagi dengan upaya penangkapan (jam); Nokturnal : Perilaku biota yang aktif bergerak dan mencari makan pada malam hari; Nutrien : Unsur atau senyawa kimia yang digunakan untuk metabolisme atau fisiologi organisme; Setting : Persiapan awal pengoperasian alat tangkap; Tickler chain : Rantai pengejut yang berfungsi untuk merangsang udang untuk melompat dan sekaligus berfungsi sebagai pemberat pada pukat udang; Try net : Jaring pukat udang berukuran kecil yang digunakan untuk mengestimasi jumlah udang yang tertangkap.

15 1 I PENDAHULUAN Latar Belakang Udang merupakan komoditas perikanan yang memiliki potensi besar dan merupakan produk ekspor dengan nilai jual yang cukup tinggi. Nilai produksi udang dari sektor penangkapan di peraran laut Indonesia mencapai Rp ,00 pada tahun 2011 (KKP 2011). Potensi ini menjadi daya tarik bagi beberapa pelaku perikanan, terutama perusahaan perikanan untuk bersaing dalam bidang penangkapan udang. Laut Arafura merupakan salah satu daerah penangkapan udang yang sangat potensial di Indonesia. Potensi udang penaeidae di perairan tersebut mencapai ton pada tahun 2011 (KKP 2011). Adapun luas perairannya mencapai km 2 dengan daerah penangkapan intensif seluas km 2 (Marpaung 2006). Kegiatan penangkapan udang di perairan Arafura banyak menggunakan bottom trawl dengan tipe double rig shrimp trawl. Menurut Subani dan Barus (1989), trawl merupakan alat tangkap yang paling efektif digunakan untuk menangkap udang. Hasil tangkapan utamanya adalah jenis udang penaeidae. Adapun beberapa hasil tangkapan sampingannya berupa ikan dan jenis biota lainnya. Seiring dengan perkembangan waktu, pengoperasian trawl di beberapa perairan Indonesia banyak menimbulkan konflik antar nelayan. Hal Ini dikarenakan alat tangkap ini dinilai tidak ramah lingkungan dan merugikan nelayan skala kecil. Untuk mengatasi hal tersebut, Presiden mengeluarkan Keppres no. 39 tahun 1980 yang berisi tentang penghapusan trawl di seluruh perairan Indonesia. Nikijuluw (2002) menginformasikan bahwa adanya Keppres 39/1980 menyebabkan penurunan yang cukup drastis pada komoditas produksi udang nasional. Oleh karena permasalahan tersebut pemerintah kemudian melakukan upaya peningkatan produksi udang dengan mengeluarkan Keppres No. 85 tahun Regulasi ini memberi kesempatan kepada para pelaku usaha perikanan untuk menggunakan alat tangkap trawl yang harus dimodifikasi dengan penambahan Turtle Excluder Device (TED). Alat tangkap tersebut selanjutnya diberi nama pukat udang. Daerah operasi penangkapan juga dibatasi, yakni hanya perairan Indonesia timur. Perairan yang diperbolehkan meliputi Kepulauan Kei, Kepulauan Tanimbar, Kepulauan Aru, Irian Jaya dan Laut Arafura. Perairan Arafura yang cukup luas membutuhkan keterampilan dan pengetahuan dalam mencari daerah penangkapan udang potensial. Pada umumnya nelayan membutuhkan waktu yang cukup lama dan tidak mendapat hasil yang optimal karena dalam menentukan daerah penangkapan udang hanya berdasarkan kebiasaan dan pengalaman. Padahal, daerah penangkapan ikan (DPI) merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam usaha penangkapan udang. Oleh karena itu, pemetaan terhadap jumlah hasil tangkapan udang sangat diperlukan sebagai acuan untuk mengetahui daerah operasi yang potensial. Daerah operasi penangkapan pukat udang yang potensial sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan seperti iklim dan kedalaman perairan. Faktor teknis pada pengoperasian kapal pukat udang cukup penting

16 2 dalam menentukan keberhasilan operasi penangkapan. Beberapa faktor tersebut meliputi waktu pengoperasian, kecepatan towing, dan lama towing. Oleh karena itu, informasi daerah penangkapan beserta dengan faktor teknis pengoperasian alat tangkap sangat perlu untuk dikaji agar para pelaku usaha mengetahui dan mendapatkan acuan untuk meningkatkan jumlah hasil tangkapan. Rumusan Masalah Hasil tangkapan utama pukat udang terdiri dari udang Banana (Penaeus merguensis), udang Ende (Metapenaeus endeavouri), udang Tiger (Penaeus semisulcatus), dan udang Kerosok (Parapenaeopsis sculptilis). Total hasil tangkapan di Laut Arafura telah menyumbang produksi sebesar % dari total komoditas udang di Indonesia (Wijopriono et al. 2007). Permasalahan yang terjadi adalah beberapa perusahaan pukat udang tidak lagi melakukan operasi penangkapan akibat keuntungan yang kurang sesuai dengan biaya operasional karena hasil tangkapan yang kurang maksimal (Sumiono et al. 2011). Oleh karena itu informasi tentang daerah penangkapan potensial dan faktor teknis operasi penangkapan sangat dibutuhkan sebagai salah satu upaya untuk mengoptimalkan hasil tangkapan. Diharapkan dengan optimalnya hasil tangkapan keuntungan perusahaan juga maksimal sehingga dapat menjamin keberlanjutan usaha perikanan pukat udang. Penelitian yang mengkaji mengenai peta daerah penangkapan udang di Arafura dan faktor teknis penangkapan masih sulit ditemukan. Informasi mengenai peta penangkapan udang yang berbasis waktu sangat dibutuhkan agar biaya dan hasil produksi dapat optimal. Adapun tahap selanjutnya, adalah diperlukan pengetahuan faktor penangkapan yang mendukung keberhasilan hasil tangkapan udang yang optimal. Faktor teknis yang dianalisis pada penelitian ini hanya dibatasi pada waktu penangkapan (siang dan malam), kedalaman perairan, lama towing dan kecepatan towing. Faktor tersebut merupakan faktor yang dapat dikontrol nelayan, sehingga hasil penelitian ini akan mudah diterapkan. Hasil penelitian ini diharapakn dapat menjawab apakah perbedaan waktu penangkapan, lama towing, kecepatan towing kedalaman perairan dan daerah penangkapan dapat meningkatkan laju tangkap pukat udang. Tujuan Tujuan dari penelitian ini yaitu : 1) Menganalisis dan menentukan perlakuan faktor teknis seperti waktu penangkapan, lama towing, kecepatan towing serta kedalaman perairan yang dapat menyebabkan laju tangkap udang lebih tinggi di Laut Arafura; dan 2) Menentukan daerah penangkapan dan penyebaran dari udang penaeidae yang ditangkap dengan pukat udang di Laut Arafura.

17 3 Manfaat Tiga manfaat yang diharapkan dapat dihasilkan dari penelitian ini, yaitu: 1. Informasi kepada nelayan dan stakeholder tentang daerah penangkapan potensial dan faktor teknis yang mempengaruhi hasil tangkapan udang, 2. Acuan dalam pengoperasian alat tangkap pukat udang agar diperoleh hasil yang maksimal; dan 3. Sebagai dasar untuk melakukan penelitian lanjutan. Kerangka Pemikiran Keberhasilan penangkapan udang dipengaruhi oleh informasi daerah penangkapan potensial serta faktor teknis pengoperasian. Oleh karena itu diperlukan penelitian yang dapat memberi acuan dalam meningkatkan laju tangkap pukat udang. Kerangka pemikiran penelitian ini disajikan pada Gambar 1. Potensi Udang di Arafura Permasalahan 1. Kurangnya informasi distribusi hasil tangkapan 2. Penentuan faktor yang mempengaruhi hasil tangkapan udang dalam operasi penangkapan Pengambilan Data sekunder dari Sekolah Tinggi Perikanan berupa : - Waktu penangkapan - Kedalaman - Kecepatan towing - Lama towing - Hasil Tangkapan Analisis DPI - Analisis Deskriptif Analisis Pengambilan data primer dari observasi berupa: - Waktu penangkapan - Kedalaman perairan - Kecepatan towing - Lama towing - Hasil Tangkapan Analisis Statistik - Uji T - Uji Annova - Uji Kruskall-Wallis - Uji lanjut Games-Howell - Uji lanjut Scheffe 1. Peta daerah penangkapan udang 2. Faktor teknis yang berpengaruh terhadap hasil tangkapan Gambar 1 Kerangka pemikiran pendekatan masalah

18 4 2 PENGARUH WAKTU PENANGKAPAN TERHADAP LAJU TANGKAP UDANG Pendahuluan Udang merupakan salah satu sumberdaya hayati laut yang bernilai ekonomis tinggi dan mempunyai prospek pasar yang sangat cerah karena komoditas ini paling banyak diminati konsumen di berbagai penjuru dunia. Sampai sekarang, udang tetap menjadi komoditas unggulan hasil perikanan dengan nilai terbesar (21%) dari nilai perdagangan dunia. Bagi Indonesia, udang dapat dikatakan sebagai komoditas ekspor andalan penghasil devisa karena dari nilai total ekspor hasil perikanan, 50% berasal dari penjualan udang. Berbagai varietas udang bernilai ekonomis tinggi banyak diekspor ke Jepang, Hongkong, Amerika Serikat (USA) dan negara-negara Uni Eropa. Harga dan permintaannya selalu meningkat di pasaran internasional sehingga menghasilkan devisa negara yang besar. Jumlah produksi usaha penangkapan udang di laut Indonesia mengalami peningkatan rata-rata sebesar 7,15 % per tahun (Manggabarani 2003). Alat tangkap yang efektif dalam menangkap udang di laut adalah pukat udang. Pukat udang yang digunakan dalam penelitian adalah pukat udang ganda (double rig shrimp trawl). Pukat udang ganda menggunakan dua buah unit jaring sekaligus. Penggunaan pukat udang ganda berpengaruh terhadap efisiensi tenaga dibandingkan dengan satu jaring dengan luas sapuan yang sama. Pukat udang ganda ini digunakan di Indonesia secara komersial sejak awal tahun 1970 (Pelita 1) terutama di perairan Irian Jaya (Laut Arafura, Teluk Bintuni) dan sebagian perairan Maluku (sekitar Kepulauan Aru) (Subani dan Barus 1989). Satu trip penangkapan pukat udang yang berada di Arafura umumnya kurang lebih dua bulan. Penangkapan pukat udang dilakukan siang maupun malam hari apabila kondisi memungkinkan. Hal tersebut dikarenakan banyaknya masalah yang terjadi pada saat operasi misalnya kerusakan jaring, kerusakan mesin dan lain-lain. Waktu operasi pada pukat udang di Arafura yakni 24 jam sehari. Kru kapal dibagi menjadi dua kelompok yang bergantian shift kerja dengan durasi delapan jam. Hasil tangkapan utama pada alat tangkap pukat udang adalah udang. Udang mempunyai dua periode tingkah laku yang berbeda yaitu aktif pada malam hari dan pasif pada siang hari. Udang melakukan banyak aktivitas pada malam hari dan membenamkan diri pada siang hari. Menjelang matahari terbit udang membenamkan diri di dalam lumpur atau pasir atau mencari tempat yang agak gelap (Subramanian 2000). Keberadaan target tangkapan di suatu perairan sangat menentukan keberhasilan penangkapan. Posisi alat tangkap harus dipastikan sesuai dengan keberadaan target tangkapan tersebut. Keberadaan atau posisi dari suatu target tangkapan juga dipengaruhi oleh kebiasaan, sifat dan tingkah lakunya. Tingkah laku target tangkapan juga harus diketahui apakah target tangkapan lebih banyak tertangkap pada siang hari atau malam hari. Sehingga bisa didapatkan strategi penangkapan yang baik terkait waktu penangkapan ideal sehingga hasilnya efektif.

19 5 Tujuan Tujuan dari penelitian ini yaitu: 1. Menganalisis perbedaan laju tangkap udang pada siang dan malam hari 2. Mengetahui jenis udang yang laju tangkapnya dipengaruhi oleh waktu penangkapan Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Memberikan masukan mengenai waktu pengoperasian yang efektif kepada pelaku usaha perikanan udang 2. Memberikan informasi bagi akademisi dan peneliti mengenai pengaruh waktu penangkapan terhadap jumlah dan jenis udang yang tertangkap Metodologi Metode pengumpulan data untuk data primer yang dianalisis pada penelitian ini adalah observasi dengan mengikuti kegiatan operasi penangkapan pukat udang pada kapal Binama No 7 milik Perusahaan Dwi Bina Utama selama satu bulan pada bulan Juli Selanjutnya data tersebut digabungkan dengan data sekunder yang diperoleh dari Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta. Data sekunder yang digunakan berupa jurnal penangkapan armada pukat udang pada tahun 2011 dan 2012 yang berisi jenis dan jumlah udang yang tertangkap serta waktu operasinya. Penggabungan data ini bertujuan memperbanyak jumlah sampel, yang juga diperoleh pada musim dan daerah penangkapan yang berbeda, sehingga diharapakan hasil analisis dapat berlaku pada waktu, musim serta daerah penangkapan yang berbeda. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif komparatif dimana menurut Nazir (1988) metode ini bersifat ex post facto yang berarti data dikumpulkan setelah semua kejadian telah selesai berlangsung. Peneliti dapat melihat akibat dari suatu fenomena dan menguji hubungan sebab akibat dari data-data yang tersedia. Penelitian ini mengkomparasi hasil tangkapan udang pada siang dan malam hari Data waktu penangkapan dikelompokkan menjadi siang dan malam dengan kategori siang pukul WIT dan kategori malam pukul hingga WIT (Batista et al. 2012). Batasan ini dibuat agar perbedaan intensitas cahaya matahari berdasarkan waktu dapat lebih jelas. Seluruh data digabungkan dan dikelompokkan berdasarkan spesies udang dan disajikan dalam bentuk laju tangkap yakni dengan membagi hasil tangkapan udang (kg) dengan lama towing (jam) pada tiap setting. Laju tangkap rata-rata pada siang dan malam hari didapatkan dengan membagi total laju tangkap dengan jumlah setting. Pengujian normalitas data menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Apabila data terdistribusi normal maka pengujian dilakukan menggunakan uji-t dengan selang kepercayaan 95 % (Priyatno 2011).

20 6 Adapun hipotesis yang diuji pada analisis ini adalah: 1. Ho : waktu penangkapan tidak berpengaruh terhadap laju tangkap pukat udang; 2. H1 : waktu penangkapan berpengaruh terhadap laju tangkap pukat udang. Rumus persamaan uji-t menurut Mattjik dan Sumertajaya (2006) adalah sebagai berikut: XX aa XX bb tt = SS pp 1 nn + 1 aa nn bb SS 2 pp = (nn aa 1)SS 2 2 aa (nn bb 1)SS bb nn aa + nn bb 2 Keterangan : Xa = rata-rata kelompok a Xb = rata-rata kelompok b Sp = standar deviasi gabungan Sa = standar deviasi kelompok a Sb = standar deviasi kelompok b na = banyaknya sampel di kelompok a nb = banyaknya sampel di kelompok b DF = na + nb -2 dengan kriteria pengujian terima H0 jika t tabel t hitung t tabel atau nilai signifikansi > 0.05 dan tolak H0 jika t hitung < t tabel ; t hitung > t tabel atau nilai signifikansi < Apabila data tidak terdistribusi normal maka pengujian menggunakan statistik non parametrik uji Mann-Whitney. Analisis statistika pada penelitian ini menggunakan perangkat lunak SPSS. Hasil dan Pembahasan Hasil tangkapan di atas kapal dipisahkan menurut jenis dan ukuran sebelum ditimbang. Hasil tangkapan tersebut dimasukkan kedalam inner carton. Udang yang dimasukkan ke dalam inner carton ada yang utuh kepala (head on) dan ada yang tanpa kepala (headless). Ada dua faktor yang mempengaruhi yakni permintaan pasar, dan juga mutu udang tersebut. Jenis udang yang biasanya utuh kepala adalah udang Tiger (Penaeus semisulcatus) dan Black Tiger (Penaeus monodon) dengan kapasitas 1.5 kg per inner carton. Apabila udang tersebut dalam keadaan tidak baik atau baru selesai moulting sehingga karapaks lunak (soft) maka dilakukan pemotongan kepala. Jenis udang Jerbung atau Banana (Penaeus merguiensis), udang Ende pink (Metapenaeus monoceros), udang Kiji, udang Krosok, dan udang lainnya, setelah dibersihkan, kepalanya dibuang sehingga produknya disebut headless. Jenis udang tersebut disortir menurut ukuran, mutu dan jenisnya, kemudian dimasukan dalam kemasan inner carton dengan kapasitas 2 kg. Setelah udang-udang tersebut selesai disortir dan dimasukkan ke dalam inner carton, jumlah inner carton tiap jenis udang selalu dicatat oleh ABK kapal. Catatan tersebut selalu diberikan ke Nahkoda atau Mualim kapal untuk dilihat dan

21 7 dicatat ke dalam buku jurnal hasil tangkapan selama satu trip penangkapan. Catatan tersebut dapat diamati dengan mudah oleh peneliti sehingga dapat diketahui berapa jumlah tangkapan udang tiap waktu operasi baik siang maupun malam hari. Perbedaan komposisi udang pada saat siang dan malam hari dapat dilihat pada Gambar 2 King 1% Uchiwa 1% Kerosok 5% Kiji 13% Ende Blue 15% Red 1% B. tiger 0% Tiger 48% Siang Ende Pink 14% Kerosok King 2% Red 1% Kiji 1% Uchiwa 4% 2% Banana 2% B. tiger 0% Malam Ende Blue 20% Ende Pink 12% Tiger 57% Banana 1% Gambar 2 Perbedaan komposisi hasil tangkapan pukat udang pada siang dan malam hari Spesies udang yang dominan tertangkap pada siang dan malam hari didominasi oleh tiga jenis udang yakni udang Tiger (Penaeus semisulcatus), Ende blue (Metapenaeus endeavouri) dan Ende pink (Metapenaeus monoceros) (Gambar 2). Namun komposisinya dibandingkan jenis udang lain berbeda, dimana pada siang hari udang Tiger (Penaeus semisulcatus) sebesar 48 %, sedangkan pada malam hari 57 %. Udang Ende blue (Metapenaeus endeavouri) pada siang hari 15 % sedangkan pada malam hari 20 %. Berbeda pada udang Ende pink

22 8 (Metapenaeus monoceros) persentase pada siang hari lebih besar yakni 14 % dibandingkan malam hari yakni 12 %. Laju tangkap tiap jenis udang pada siang dan malam hari dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Hasil tangkapan pukat udang pada siang dan malam hari Jenis udang Hasil tangkapan Laju tangkap (kg/jam) Jumlah Siang (kg) Malam (kg) Siang Malam Tiger a 13.86b Banana a 0.17b Ende pink a 2.85b Ende blue a 4.77b Uchiwa a 0.52b King a 0.17b Kiji a 1.07b Kerosok a 0.52a Red a 0.18a B. tiger a 0.02b Total a 24.13b n setting Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji-t dengan taraf uji 5 %. Data diolah dari Andang (2011), Hamran (2012) dan data observasi lapangan (2013) Data yang didapatkan diuji normalitasnya dengan uji Kolmogorov- Smirnov dengan hasil data terdistribusi normal (P = > 0.05). Oleh karena itu digunakan uji statistik parametrik yakni uji-t. Hasil uji-t menunjukan waktu penangkapan berpengaruh terhadap laju tangkap udang (P = 0.00 < 0.05; tolak H0). Laju tangkap pada malam hari lebih tinggi yakni 24.1 ± 9.6 kg/jam, dibandingkan pada siang hari yang laju tangkapnya lebih rendah yakni 15.3 ± 7.6 kg/jam (Gambar 3). Perbedaan laju tangkap udang pada siang dan malam hari dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4. Laju tangkap (kg/jam) Siang Malam Waktu penangkapan Gambar 3 Laju tangkap udang berdasarkan waktu penangkapan yang berbeda

23 9 B. tiger Red Kerosok Kiji King Uchiwa Ende blue Ende pink Banana Tiger Malam Siang 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 Laju tangkap (kg/jam) Gambar 4 Laju tangkap tiap jenis udang pada siang dan malam hari Hasil penelitian ini juga diperkuat oleh hasil penelitian Douglas et al. (2008) yang menemukan bahwa udang penaeidae jenis Penaeus plebejus, Metapenaeus bennettae, Metapenaeus macleayi lebih banyak tertangkap pada malam hari dibandingkan siang hari. Begitu juga Batista et al. (2012) yang menyatakan bahwa udang lebih banyak tertangkap pada saat malam hari dikarenakan udang bersifat nokturnal. Udang memiliki sifat nokturnal, yaitu aktif pada waktu malam hari sedangkan siang hari udang beristirahat di dasar lumpur (Mujiman 1989). Bishop (2008) menyatakan bahwa udang penaeidae memiliki tingkah laku membenamkan diri pada waktu siang hari. Tingkah laku mengubur diri tersebut berguna untuk menyimpan energi dan juga upaya untuk menghindari predator (Dall et al. 1990). Namun untuk udang yang berukuran kecil (juvenile) dan udang yang berada pada daerah yang lebih dangkal di sekitar muara sungai, tidak membenamkan diri pada siang hari (Simoes et al. 2010) Tingkah laku udang yang membenamkan diri pada siang hari dan berada di bawah permukaan substrat menyebabkan udang lebih sedikit tertangkap, karena tickler chain (rantai pengejut) tidak dapat merangsang dan menyapu udang dengan optimal. Malam hari udang lebih banyak dapat dikejutkan oleh tickler chain untuk melompat dan masuk ke dalam jaring karena udang berada di atas substrat perairan. Jenis udang yang secara statistik berbeda nyata laju tangkapnya antara siang dan malam hari adalah udang dengan panjang karapas pada hasil observasi lebih besar yakni udang Tiger (Penaeus semisulcatus) cm, Ende blue (Metapenaeus endeavouri) cm, Ende pink (Metapenaeus monoceros) cm, Banana (Penaeus merguiensis) cm, Kiji (Metapenaeopsis eboracensis) cm, Uchiwa (Thenus orientalis) cm, King (Penaeus lattisulcatus) cm dan Black tiger (Penaeus monodon) cm. Hal ini diduga karena ukuran dari jenis udang tersebut lebih besar dibandingkan dengan udang Kerosok (Parapenaeopsis sculptilis) dan Red (Metapenaeus ensis)

24 10 dengan panjang karapas masing-masing cm dan cm (Gambar 4). Jenis udang yang secara statistik signifikan lebih banyak tertangkap pada malam hari diduga dapat membenamkan diri lebih dalam dan tidak tersapu oleh rantai pengejut. Ukuran tubuh dari udang diduga berkorelasi dengan kemampuan udang tersebut untuk membenamkan diri semakin dalam. Sesuai dengan hasil penelitian Simoes et al. (2010) yakni tidak terdapat perbedaan yang nyata antara jumlah udang yang berukuran kecil dengan perbedaan waktu penangkapan siang dan malam hari. Kesimpulan 1. Laju tangkap udang pada malam hari sebesar 24.1 ± 9.6 kg/jam yakni lebih tinggi dibandingkan pada siang hari (15.3 ± 7.6 kg/jam). Sifat udang yang nokturnal dan tingkah laku mengubur diri pada siang hari menjadi penyebab perbedaan jumlah tangkapan antara siang dan malam hari. 2. Jenis udang yang laju tangkapnya dipengaruhi oleh waktu penangkapan adalah udang Tiger (Penaeus semisulcatus), Ende blue (Metapenaeus endeavouri), Ende pink (Metapenaeus monoceros), Banana (Penaeus merguiensis), Kiji (Metapenaeopsis eboracensis), Uchiwa (Thenus orientalis), King (Penaeus lattisulcatus) dan Black tiger (Penaeus monodon).

25 11 3 PENGARUH LAMA TOWING TERHADAP LAJU TANGKAP UDANG Pendahuluan Pukat udang termasuk jenis trawl dasar perairan (bottom trawl) yang dimodifikasi khusus untuk menangkap udang sebagai hasil tangkapan utama (target catch). Bentuknya yang lebih kecil dan penggunaan tenaga mesin kapal yang lebih rendah merupakan salah satu perbedaan pukat udang dengan trawl udang lainnya. Selain itu pada bagian antara kantong dan badan jaring pada pukat udang diberi alat tambahan berupa saringan yang disebut By-catch Excluder Device (BED). By-catch Excluder Device berfungsi untuk menyaring dan memisahkan udang dengan biota lain yang tidak termasuk hasil tangkapan utama/target catch. Menurut Sainsbury (1996) secara umum alat tangkap pukat udang terdiri dari jaring, ris atas (head rope), ris bawah (ground rope), pelampung, pemberat, otter board, BED, rantai pengejut (tickler chain) dan warp. Kapal pukat udang biasanya menempuh waktu 3 sampai 5 hari untuk sampai di fishing ground. Pada saat kapal sudah mendekati fishing ground kecepatan kapal diturunkan dan dilakukan persiapan yang dimulai dengan membuka outer rig (boom) dan merakit alat tangkap. Tahapan dari pengoperasian alat pukat udang adalah sebagai berikut: a. Setting Sebelum setting dimulai, faktor utama yang harus diperhatikan adalah keadaan cuaca terutama arah dan kekuatan arus, gelombang serta kedalaman perairan. Jika arus terlalu kuat maka setting sebaiknya dilakukan mengikuti arah arus. Kecepatan yang diperlukan pada saat setting 4 7 knot. b. Towing Kecepatan kapal pada saat penghelaan jaring berkisar 2 sampai 3.5 knot yang dapat dilihat dari GPS. Jika terlalu lambat maka posisi otter board dan bukaan mulut jaring tidak optimal sehingga akan banyak mengeruk lumpur dan sampah. Sebaliknya jika terlalu cepat maka posisi otter board dan bukaan mulut jaring juga tidak optimal sehingga alat tangkap akan melayang. Lamanya waktu penarikan jaring umumnya selama 1 hingga 3.5 jam (Ayodhyoa 1975). c. Hauling Setelah diperkirakan hasil tangkapan udang sudah cukup maka jaring segera diangkat sampai otter board berada di ujung rigger. Kemudian lazy line ditarik sampai posisi kantong menggantung di atas dek untuk kemudian hasil tangkapan ditumpahkan di atas dek tersebut. Selanjutnya kantong diikat kembali lalu dapat diturunkan untuk memulai setting berikutnya. Lama penarikan (towing) berhubungan dengan luas sapuan pukat udang, dengan harapan banyak udang dan ikan demersal dapat masuk ke dalam jaring. Semakin cepat penarikan jaring maka kemungkinan ikan lolos akan semakin kecil (Triharyuni dan Trihargiyatno 2012). Pukat udang adalah alat yang aktif menyapu dasar perairan menggunakan jaring dengan lama towing bervariasi sesuai dengan keinginan nahkoda. Lama towing adalah durasi ketika jaring selesai setting (sudah diturunkan ke dalam

26 12 perairan) dan ditarik dengan kecepatan dan arah tertentu. Pengetahuan mengenai lama towing yang efektif menangkap udang diharapkan dapat meningkatkan hasil tangkapan. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui hubungan lama towing dengan jumlah udang yang tertangkap 2. Menganalisis lama towing yang efektif dalam menangkap udang Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Memberikan masukan kepada perusahaan dan nelayan pukat udang mengenai lama towing yang efektif dalam menangkap udang Metodologi Metode pengambilan data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi yakni mengikuti kegiatan operasi penangkan pukat udang di Laut Arafura selama satu bulan pada bulan Juli Data tersebut digabungkan dengan data sekunder yang diperoleh dari Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta. Data sekunder yang digunakan berasal dari kapal dengan ukuran alat tangkap yang sama. Penggabungan ini bertujuan agar hasil analisis dapat berlaku pada waktu operasi serta daerah penangkapan yang berbeda. Data lama towing dikelompokkan ke dalam kisaran menit, menit dan menit. Data hasil tangkapan dikelompokan berdasarkan spesies dan selanjutnya diuji kenormalannya dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Apabila data terbukti terdistribusi normal maka selanjutnya data dianalisis dengan menggunakan uji Anova. Namun jika data tidak terdistribusi normal maka uji yang digunakan adalah uji Kruskall-Wallis. Adapun hipotesis yang diuji pada analisis ini adalah: 1. Ho : lama towing tidak berpengaruh terhadap laju tangkap pukat udang; dan 2. H1 : minimal ada satu kisaran lama towing yang berpengaruh terhadap laju tangkap pukat udang. Rumus uji Anova adalah sebagai berikut : FF = SSSS2 SSSS 2 SSSS 2 = nn 1(XX 1 XX) 2 + nn 2 (XX 2 XX) nn 2 (XX nn XX) 2 kk 1 XX = nn 1. xx 1 + nn 2. xx nn nn. xx nn kk 1

27 13 SSSS 2 = (nn 1 1)SS (nn 2 1)SS (nn nn 1)SS nn 2 nn kk Keterangan : Sb = varian between X = rata-rata gabungan Sw = varian within Xn = rata-rata kelompok Sn = varian kelompok Nn = banyaknya sampel pada kelompok K = banyaknya kelompok Selanjutnya, apabila kesimpulan yang diperoleh menunjukkan hasil tangkapan pada setiap kisaran kedalaman berbeda nyata (F hitung > F tabel atau nilai signifikasi < 0.05; atau tolak Ho) maka digunakan uji lanjut Scheffe. Pengujian ini dilakukan untuk melihat kisaran lama towingi yang paling berpengaruh terhadap hasil pengujian. Uji statistika pada penelitian ini menggunakan perangkat lunak SPSS Hasil dan Pembahasan Lama towing adalah durasi ketika jaring selesai setting (sudah diturunkan ke dalam perairan) yang ditarik dengan kecepatan dan arah tertentu. Lama towing yang dilakukan nelayan bervariasi sekitar 1 hingga 3.5 jam. Penentuan lama towing dilakukan oleh nahkoda maupun mualim berdasarkan pengalaman dan juga jumlah udang yang tertangkap dari try net yang diangkat tiap 30 menit yang berguna sebagai acuan apakah udang sudah banyak tertangkap atau tidak. Hasil tangkapan pukat udang berdasarkan lama towing dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Hasil tangkapan pukat udang dengan lama towing yang berbeda Hasil tangkapan (kg) Laju tangkap (kg/hauling) Jenis Jumlah udang (menit) (menit) (menit) (menit) (menit) (menit) Tiger a 23.94b 23.87b Banana a 0.39a 0.33a Ende pink a 6.30a 6.98a Ende blue a 9.34b 12.15b Uchiwa a 0.91a 1.07a King a 0.27a 0.65b Kiji a 3.84a 5.60a Kerosok a 1.41a 2.75b Red a 0.29a 0.38a B. tiger a 0.09a 0.18a Total a 46.78b 53.96b n setting Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji Anova dengan taraf uji 5 %. Data diolah dari Andang (2011), Hamran (2012), dan data observasi lapangan (2013)

28 14 Rata-rata hasil tangkapan terbesar terdapat pada kisaran menit yakni ± 25.1 kg/hauling, selanjutnya pada kisaran yakni ± 22 kg/hauling dan yang terkecil adalah kisaran menit yakni ± 17.9 kg/hauling (Gambar 5). Hasil uji Anova menunjukkan bahwa ada perbedaan jumlah hasil tangkapan berdasarkan perbedaan lama towing karena nilai signifikansinya lebih kecil dari 0.05 (tolak H0). Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Paul (1985), yang menguji hubungan lama towing dengan hasil tangkapan udang penaeidae dan memperoleh hasil berbeda nyata. Perbedaan jumlah udang total dengan lama towing yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 5. Laju tangkap (kg/hauling) Lama towing (menit). Gambar 5 Laju tangkap udang dengan lama towing yang berbeda Wieland et al. (2006) menguji pengaruh perbedaan lama towing antara 15 dengan 30 menit dan tidak menemukan perbedaan yang nyata walaupun ditemukan hasil tangkapan udang pada 30 menit lebih banyak. Hal tersebut diduga karena perbedaan durasi towing terlalu singkat yakni hanya 15 menit. Triharyuni dan Trihargiyatno (2012) melakukan penelitian mengenai model produksi jaring arad (mini trawl) dengan salah satu faktor yakni lama towing. Rentang lama towing arad yakni 75 hingga 225 menit, dan diperoleh hasil bahwa lama penarikan jaring memberi pengaruh nyata terhadap jumlah tangkapan. Jenis udang dominan yang tertangkap dengan lama towing yang berbeda adalah udang Tiger (Penaeus semisulcatus), Ende blue (Metapenaeus endeavouri), dan Ende pink (Metapenaeus monoceros) (Gambar 6). Laju tangkap udang Tiger pada menit dengan menit hampir sama, sehingga lama towing menit dinilai lebih efisien. Laju tangkap udang Ende pink (Metapenaeus monoceros) semakin tinggi seiring bertambahnya lama towing namun tidak signifikan (Tabel 2). Begitu juga dengan laju tangkap udang Ende blue (Metapenaeus endeavouri) yakni semakin tinggi seiring pertambahan lama towing namun setelah diuji dengan uji lanjut Scheffe lama towing yang signifikan adalah menit. Laju tangkap tiap jenis udang berdasarkan lama towing yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 6.

29 15 B. tiger Red Kerosok Kiji King Uchiwa Ende blue Ende pink Banana Tiger (menit) (menit) (menit) 0,00 10,00 20,00 30,00 Laju tangkap (kg/hauling) Gambar 6 Laju tangkap tiap jenis udang dengan lama towing yang berbeda Berdasarkan uji Anova didapat hasil bahwa pada lama towing yang diuji berpengaruh nyata terhadap jumlah hasil tangkapan udang, Namun dari hasil uji lanjut Scheffe, ketika dibandingkan jumlah tangkapan pada lama towing menit dengan menit hasilnya tidak ditemukan perbedaan yang signifikan. Lama towing yang signifikan pada saat penangkapan hanya dilakukan siang hari adalah menit. Begitu juga pada saat penangkapan malam hari, lama towing yang signifikan perbedaannya terdapat pada kisaran menit (Lampiran 2) Hal ini dikarenakan semakin lama durasi towing, kemungkinan jaring menyapu hingga daerah yang tidak ada gerombolan udang atau kedalaman yang jauh berbeda, sehingga keragaan jaring juga berubah. Selain itu, kemungkinan jaring sampai pada daerah dengan banyak rintangan seperti karang, kayu-kayu maupun benda di laut yang menyebabkan efektivitas jaring terganggu (Can dan Demirci 2004). Oleh karena itu, armada pukat udang lebih baik melakukan operasi penangkapan dalam kisaran waktu menit. Walaupun pada kisaran menit hasil tangkapan lebih banyak namun perbedaannya tidak signifikan. Lama towing menit juga akan memberi dampak terhadap kualitas hasil tangkapan udang yang akan menurun karena terlalu lama mati, terluka akibat jaring maupun tertindih biota lainnya (Gamito dan Cabral 2003). Kesimpulan 1. Perbedaan lama towing berpengaruh terhadap laju tangkap udang baik siang maupun malam operasi, dimana semakin lama durasi towing maka hasil tangkapan semakin tinggi. Laju tangkap tertinggi terdapat pada kisaran lama towing menit yakni ± 25.1 kg/hauling; 2. Perbedaan laju tangkap pada kisaran menit dengan menit tidak signifikan baik siang maupun malam hari sehingga armada pukat udang lebih baik melakukan operasi penangkapan pada menit.

30 16 4 PENGARUH KECEPATAN TOWING TERHADAP LAJU TANGKAP UDANG Pendahuluan Pukat udang adalah alat tangkap yang aktif, dimana alat tangkap ditarik dengan kapal mengejar ikan maupun udang hingga masuk ke dalam jaring. Oleh karena itu kecepatan kapal dalam menarik alat tangkap pada umumnya adalah lebih besar dari kecepatan renang rata-rata ikan atau udang yang tertangkap. Pukat udang dihela di sepanjang dasar perairan dengan kecepatan dan jangka waktu tertentu. Mulut jaring dapat terbuka secara horizontal oleh karena adanya otter board yang dipasang pada kedua sisi mulut. Mulut jaring dapat terbuka secara vertikal oleh pelampung pada tali ris atas, dan pemberat pada tali ris bawah. Dengan mulut yang terbuka sempurna selama ditarik, jaring akan menyaring semua benda yang dilewatinya (Sparre dan Venema 1992) Kecepatan towing adalah kecepatan setelah setting selesai dilakukan yakni jaring telah berada pada dasar perairan. Penarikan jaring sebaiknya dilakukan dengan dengan kecepatan yang sesuai dan konstan. Pada saat kantong jaring berisi hasil tangkapan maka kecepatan akan semakin berkurang. Pada umumnya penarikan jaring (towing) dilakukan selama 2 jam sampai dengan 3 jam. Kecepatan kapal pada waktu towing antara 2.5 knot sampai dengan 3.5 knot. Kecepatan ini juga dipengaruhi oleh dasar perairan, kedalaman perairan, arus, angin dan gelombang (Ayodhyoa 1981). Permasalahan yang dapat terjadi pada saat penarikan jaring antara lain: warp terlalu panjang atau kecepatan towing terlalu lambat atau juga hal lain yang mengakibatkan jaring mengeruk lumpur. Jaring juga dapat tersangkut pada karang atau bangkai kapal, otter board tidak bekerja dengan baik yakni terbenam pada lumpur atau hilang keseimbangan pada waktu awal towing dilakukan. Arus perairan merupakan faktor yang mempengaruhi kecepatan towing. walaupun dipengaruhi arus, diharapkan kecepatan towing dapat konstan sehingga bukaan mulut jaring dapat optimal dan stabil. Kecepatan towing yang baik adalah kecepatan yang dapat menyebabkan otter board tidak terbenam pada substrat, mulut jaring terbuka dengan baik, serta rantai pengejut (tickler chain) tetap menyentuh substrat perairan. Keragaan pukat udang yang baik akan mempengaruhi jumlah udang yang tertangkap. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis pengaruh kecepatan towing terhadap hasil tangkapan pukat udang

31 17 Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Memberi masukan dan informasi kepada perusahaan dan nelayan pukat udang mengenai kecepatan yang baik untuk menangkap udang di Laut Arafura Metodologi Kecepatan towing adalah kecepatan kapal ketika melakukan penarikan jaring pada dasar perairan setelah selesai setting. Kecepatan towing pukat udang di Arafura berkisar antara 2 hingga 3.5 knot. Pada penelitian ini kecepatan towing dibuat selang kelas tertentu mulai dari knot, knot dan knot. Dibuatnya selang kelas ini dikarenakan penentuan kecepatan kapal yang ditentukan oleh nahkoda menggunakan GPS yang pada kondisi di lapangan berfluktuasi. Adanya ombak dan juga arus mengakibatkan kecepatan yang ditunjukan oleh GPS berfluktuasi dengan kisaran 0.2 knot diatas maupun dibawah kecepatan sebenarnya. Data yang dianalisis berjumlah 339 sampel yang merupakan penggabungan dari hasil observasi lapangan dan jurnal penangkapan Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif komparatif untuk membandingkan laju tangkap udang pada kecepatan towing yang berbeda. Data hasil tangkapan terlebih dahulu diuji kenormalannya dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Apabila hasil uji menunjukkan data terdistribusi normal maka digunakan uji-t namun jika tidak maka pengujian menggunkan uji non parametrik Mann-Whitney dengan selang kepercayaan 95 % (Priyatno 2011). Adapun hipotesis yang diuji pada analisis ini adalah: 1. Ho : Kecepatan towing tidak berpengaruh terhadap laju tangkap pukat udang; 2. H1 : kecepatan towing berpengaruh terhadap laju tangkap pukat udang. Adapun rumus uji Mann-whitney adalah sebagai berikut : UU = nn 1. nn 2 + nn 2(nn 2 + 1) 2 nn 2 RR 1 ii=nn 1 +1 Keterangan: U = nilai uji Mann-Whitney n1 = sampel 1 n2 = sampel 2 R1 = peringkat ukuran sampel dengan kriteria uji H0 diterima bila U hitung U tabel atau nilai signifikansi >0.05 dan H0 ditolak bila U hitung U tabel atau nilai signifikansi < Hasil dan Pembahasan Laju tangkap terendah terdapat pada kisaran knot yakni 12.1 ± 3.6 kg/jam (Gambar 7). Sedangkan laju tangkap udang tertinggi terdapat pada kisaran

32 knot yakni 16.2 ± 4.8 kg/jam. Hasil tangkapan pukat udang berdasarkan kecepatan towing yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Hasil tangkapan pukat udang dengan kecepatan towing yang berbeda Hasil tangkapan (kg) Laju tangkap (kg/jam) Jenis udang Jumlah (knot) (knot) (knot) (knot) (knot) (knot) Tiger a 6.25b Banana a 0.17a 0.70 Ende pink a 1.24a 1.25 Ende blue a 1.45a 0.13 Uchiwa a 0.22a 0.00 King a 0.05b 0.49 Kiji a 1.79a 0.23 Kerosok a 1.36a 0.36 Red a 0.56a 0.00 B. tiger a 0.08a 0.00 Total a 13.18b n setting Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji Mann-Whitney dengan taraf uji 5 %. Data diolah dari Susanto (2011) dan observasi lapangan (2013) Jumlah ulangan pada kecepatan towing knot hanya 9 kali sehingga dianggap kurang representatif, maka tidak dilakukan analisis Jenis udang yang tidak tertangkap pada kisaran kecepatan knot adalah udang Uchiwa (Thenus orientalis), Red (Metapenaeus ensis), dan Black tiger (Penaeus monodon). Beberapa jenis udang yang tertangkap pada kisaran knot lebih rendah laju tangkapnya dibanding kisaran kecepatan yang lain seperti jenis udang Ende blue (Metapenaeus endeavouri), Kiji (Metapenaeus eboracensis) dan udang Kerosok (Parapenaeopsis sculptilis). Hal ini diduga dalam kisaran kecepatan ini rantai pengejut pada pukat udang tidak menyentuh dasar perairan dengan konstan atau melayang diatas substrat.. Analisis yang digunakan dalam menentukan adanya perbedaan antara kecepatan towing knot dan knot dengan laju tangkap udang adalah uji non parametrik Mann-Whitney karena data tidak terdistribusi normal yang ditunjukkan dengan nilai signifikansi (>0.05) pada uji Kolmogorov- Smirnov. Nilai t pada uji Mann-Whitney yakni (lebih kecil dari 0.05), maka H0 ditolak yang berarti perbedaan kecepatan towing berpengaruh nyata terhadap laju tangkap udang. Sesuai dengan hasil penelitian Prisantoso et al. (2010), yang menyatakan kecepatan towing merupakan faktor yang berpengaruh terhadap hasil tangkapan udang pada jaring arad (mini trawl). Perbedaan laju tangkap dengan kecepatan towing yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 7.

33 19 Laju tangkap (kg/jam) Kecepatan towing (knot) Gambar 7 Laju tangkap udang dengan kecepatan towing yang berbeda Tiga jenis udang dominan yang tertangkap dengan kecepatan towing yang berbeda adalah udang Tiger (Penaeus semisulcatus), Ende blue (Metapenaeus endeavouri), dan Ende pink (Metapenaeus monoceros). Laju tangkap udang Tiger (Penaeus semisulcatus) pada knot lebih besar dibanding knot dengan perbedaan yang signifikan pada uji Mann-Whitney. Namun perbedaan laju tangkap udang Ende pink (Metapenaeus monoceros) dan Ende blue (Metapenaeus endeavouri) dengan kecepatan towing yang berbeda tidak signifikan (Tabel 3). Perbedaan laju tangkap tiap jenis udang dengan kecepatan towing yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 8. B. tiger Red Kerosok Kiji King Uchiwa Ende Blue Ende Pink Banana Tiger (knot) (knot) 0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 Laju tangkap (kg/jam) Gambar 8 Laju tangkap tiap jenis udang dengan kecepatan towing yang berbeda

34 20 Kecepatan towing akan mempengaruhi bentuk bukaan mulut pukat udang serta posisi pukat udang di dalam air. Kecepatan towing yang terlalu tinggi akan menyebabkan jaring melayang diatas substrat. Sedangkan kecepatan towing yang terlalu lambat akan menyebabkan penarikan jaring sangat berat karena rantai pengejut (tickler chain) terbenam pada dasar (substrat) dan kemungkinan banyak mengeruk lumpur dan sampah. Pada kecepatan towing knot diduga posisi jaring dapat terbuka sempurna dan tickler chain tetap menyentuh permukaan substrat yang menyebabkan udang dapat tertangkap. Jaring akan terbuka sempurna apabila kecepatan optimal dan disesuaikan dengan arah arus perairan (Sasmita 2013). kecepatan towing yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan area antar otter board menyempit, bukaan mulut jaring secara vertikal juga akan menurun yang mengakibatkan mengecilnya luasan area dasar perairan yang tersapu (Valdemarsen dan Misund 1994). Rantai pengejut (tickler chain) dengan dasar perairan harus tetap bersinggungan agar dapat merangsang udang untuk melompat dan tersaring ke dalam jaring. Keragaan jaring dan luas sapuan sangat mempengaruhi keberhasilan penangkapan udang. Kesimpulan Kecepatan towing pada pukat udang berpengaruh terhadap jumlah udang yang tertangkap. Laju tangkap yang lebih tinggi terdapat pada kisaran kecepatan towing knot.

35 21 5 PENGARUH KEDALAMAN PERAIRAN TERHADAP LAJU TANGKAP UDANG Pendahuluan Laut Arafura merupakan bagian paparan sahul dan termasuk kedalam wilayah Provinsi Papua dan Maluku serta termasuk wilayah Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI) yang berhubungan dengan Laut Timor dan Laut Banda. Luas perairan Arafura sekitar km 2 dengan daerah penangkapan udang secara intensif seluas km 2. Perairan ini memiliki kedalaman berkisar antara 5 60 meter dengan rata-rata 30 meter. Hampir 70% luas wilayah perairan Laut Arafura memilki lapisan dasar berupa lumpur dan sedikit pasir (Sadhotomo et al. 2003). Kegiatan penangkapan udang dilakukan terutama pada kedalaman antara m. Daerah penangkapan ikan yang menggunakan pukat udang telah diatur dalam Keputusan Presiden No. 85 Tahun 1982 tentang penggunaan pukat udang. Keputusan Presiden tersebut membatasi penggunaan pukat udang hanya di perairan Kepulauan Kei, Tanimbar, Aru, Irian Jaya dan Laut Arafura, kecuali di perairan pantai dari masing-masing kepulauan tersebut dengan isobath sepuluh (10) meter. Perairan Arafura adalah daerah utama operasi kapal-kapal trawl di perairan Indonesia Timur dengan jumlah udang yang besar. Jenis udang yang tertangkap umumnya dari genus Penaeus dan Metapenaeus. Secara umum ada 3 kelompok jenis udang yang biasa tertangkap yaitu; kelompok udang Jerbung (Penaeus merguensis, Penaeus indicus, Penaeus orientalis), kelompok udang Windu (Penaeus monodon, Penaeus semisulcatus, Penaeus latisulcatus) dan kelompok udang Dogol (Metapenaeus ensis, Metapenaeus lysianssa, Metapenaeus elegans). Udang-udang tersebut tersebar mulai dari perairan dangkal sampai perairan laut yang lebih dalam. Daur hidup udang meliputi beberapa tahapan yang membutuhkan habitat yang berbeda pada setiap tahapan. Udang melakukan pemijahan di perairan yang relatif dalam. Setelah menetas, larva yang bersifat planktonis terapung-apung dibawa arus, kemudian berenang mencari air dengan salinitas rendah disekitar pantai atau muara sungai. Larva udang tersebut kemudian berkembang hingga menjelang dewasa. Menjelang dewasa, udang tersebut beruaya kembali ke perairan yang lebih dalam dan memiliki tingkat salinitas yang lebih tinggi untuk memijah. Tahapan-tahapan tersebut berulang untuk membentuk siklus hidup. Udang penaeidae dalam pertumbuhan dan perkembangannya mengalami beberapa fase, yaitu nauplius, zoea, mysis, post larva, juvenile (udang muda), dan udang dewasa (Fast dan Laster 1992). Lebih jelas siklus hidup udang penaeidae dapat dilihat pada Gambar 9.

36 22 ( Gambar 9 Siklus hidup udang penaeidae Gambar 9 menunjukkan bahwa dalam siklus hidupnya udang penaeidae pernah hidup pada kedalaman yang berbeda-beda. Pada stadia post larva dan juvenile mereka hidup pada perairan yang lebih dangkal. Setelah dewasa, udang penaeidae akan menuju perairan yang lebih dalam untuk kawin dan bertelur setelah itu mengalami kematian. Setiap target tangkapan, memiliki kriteria habitat yang disenangi begitu juga udang. Salah satu kriteria tersebut adalah kedalaman perairan. Kedalaman perairan yang berbeda memiliki sifat fisik dan kimia perairan yang juga berbeda, misalnya suhu, intensitas cahaya, tekanan, salinitas, nutrien dan lain-lain. Menurut Purnomo (1997) salah satu faktor yang berkaitan erat dengan habitat udang yakni selang kedalaman suatu perairan. Udang menyukai selang kedalaman tertentu sebagai habitat hidupnya. Informasi mengenai selang kedalaman yang banyak terdapat udang dapat meningkatkan efektivitas operasi pukat udang. Kedalaman perairan dapat dengan mudah diamati oleh nelayan karena pada tiap kapal terdapat echosounder. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui kisaran kedalaman perairan dengan laju tangkap udang yang lebih tinggi 2. Mengetahui kisaran kedalaman dimana jenis udang dominan lebih banyak tertangkap Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah:

37 23 1. Memberikan masukan selang kedalaman perairan yang banyak terdapat udang 2. Memberikan informasi bagi akademisi dan peneliti mengenai pengaruh kedalaman perairan terhadap jumlah dan jenis udang yang tertangkap Metodologi Metode pengambilan data primer pada penelitian ini adalah observasi, yakni dengan mengikuti langsung kegiatan operasi penangkapan pukat udang di laut Arafura selama satu bulan pada bulan Juli Data primer didapatkan dari jurnal penangkapan Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta. Data primer dan data sekunder kemudian digabungkan untuk mendapatkan hasil analisis yang dapat diterapkan pada waktu dan daerah yang berbeda. Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif komparatif. Seluruh data hasil tangkapan dikelompokkan ke dalam kisaran kedalaman tertentu. Selang kedalaman pada penelitian ini dikelompokkan tiap 10 m yang dimulai dari m, m, dan m. Perairan yang diperbolehkan untuk pukat udang melakukan operasi penangkapan adalah lebih dari 10 m. Data yang dikumpulkan ada 792 sampel yang diuji normalitasnya dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Apabila data terdistribusi normal maka digunakan uji statistik parametrik ANOVA. Adapun hipotesis yang diuji pada analisis ini adalah: 1. Ho : kedalaman perairan tidak berpengaruh terhadap laju tangkap pukat udang; 2. H1 : minimal ada satu kisaran kedalaman yang berpengaruh terhadap laju tangkap pukat udang. Kesimpulan yang diperoleh adalah bila Fhitung > Ftabel, maka tolak Ho. Namun apabila Fhitung < Ftabel maka gagal terima Ho. Fhitung diperoleh dari tabel sidik ragam ANOVA yang disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Sidik ragam ANOVA Sumber Derajat keragaman bebas Jumlah kuadrat (JK) Kuadrat tengah (KT) F - hitung (DB) Ulangan sama r1 = r2 = = rt = r Perlakuan t - 1 JKP KTP KTP / KTG Galat t (r 1) JKG KTG Total tr - 1 JKT Ulangan tidak sama r1 r2 rt r Perlakuan t 1 JKP KTP KTP / KTG Galat Σ(rt 1) JKG KTG Total (Σrt ) 1 JKT Mattjik dan Sumertajaya (2006) menyatakan jika data tidak menyebar normal, maka digunakan.uji statistik non parametrik Kruskal-Wallis dengan rumus : HH = 1 SS 2 RR iiii 2 ii NN(NN + 1)2 4

38 24 SS 2 = 1 NN 1 RR iiii 2 ii jj NN(NN + 1)2 4 Keterangan : r1 = banyaknya ulangan pada perlakuan ke-i N = jumlah pengamatan R1 = jumlah peringkat (rank) dari perlakuan ke-1 Selanjutnya, apabila kesimpulan yang diperoleh menunjukkan hasil tangkapan pada setiap kisaran kedalaman berbeda nyata (F hitung > F tabel atau nilai signifikasi < 0.05; atau tolak Ho) maka digunakan uji lanjut Games-Howell. Pengujian ini dilakukan untuk melihat kisaran kedalaman yang paling berpengaruh terhadap hasil pengujian. Hasil dan Pembahasan Kedalaman perairan yang memiliki laju tangkap udang tertinggi terdapat pada kisaran m yakni 19.5 ± 10.3 kg/jam (Gambar 10). Jumlah tangkapan kedua terbesar ada pada kisaran m yakni 16.7 ± 7.8 kg/jam, dan yang terkecil ada pada kisaran m yakni 15.8 ± 7.9 kg/jam (Tabel 5). Berdasarkan hasil uji Kruskall-Wallis menunjukkan bahwa ada perbedaan jumlah tangkapan udang berdasarkan kedalaman perairan yang ditunjukkan dengan nilai signifikansi kurang dari 0.05, maka dapat disimpulkan tolak H0. Laju tangkap tiap jenis udang berdasarkan kedalaman perairan yang berbeda dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 5. Tabel 5 Hasil tangkapan pukat udang dengan kedalaman perairan yang berbeda Jenis Hasil tangkapan (kg) Total Laju tangkap (kg/jam) udang (m) (m) (m) (m) (m) (m) Tiger a 8.78a 8.30a Banana a 0.27b 0.70c Ende pink a 1.67b 3.27a Ende blue a 1.90b 1.10b Uchiwa a 0.22b 0.15b King a 0.12b 0.34a Kiji a 1.94b 2.02b Kerosok a 0.90a 0.68a Red a 0.06a 0.11a B. tiger a 0.00a 0.02a Total a 15.87b 16.67b n setting Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji Kruskal-Wallis dengan taraf uji 5 %. Data diolah dari Susanto (2011), Hamran (2012), Septiawan (2012) dan data observasi lapangan (2013)

39 25 Hasil uji lanjut Games-Howell menunjukkan bahwa jumlah udang penaeidae yang signifikan hanya pada kedalaman m. Berdasarkan Gambar 10, udang lebih banyak tertangkap pada kisaran kedalaman m. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan Gunaisah (2008) melakukan penelitian di Arafura dengan menggunakan trammel net, dan didapatkan jumlah tangkapan udang penaeidae tertinggi terdapat pada kedalaman 10 hingga 20 m. Laju tangkap udang total dengan kedalaman perairan yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 10. Laju tangkap (kg/jam) Kedalaman perairan (m) Gambar 10 Laju tangkap udang berdasarkan kedalaman perairan yang berbeda Laju tangkap udang Tiger (Penaeus semisulcatus) tidak berbeda nyata dengan perbedaan kedalaman, yang ditunjukkan oleh nilai signifikansi pada uji Kruskall-Wallis yakni 0.45, lebih besar dari Laju tangkap udang Tiger (Penaeus semisulcatus) hampir sama yakni 8.97 kg/jam, 8.78 kg/jam dan 8.30 kg/jam pada selang kedalaman m, m dan m. Hasil tersebut menunjukkan udang Tiger (Penaeus semisulcatus) tersebar hampir merata pada kedalaman 11 hingga 40 m di perairan Arafura. Laju tangkap udang Ende blue (Metapenaeus endeavouri) berbeda nyata dengan perbedaan kedalaman dengan nilai signifikansi pada uji Kruskal Wallis yakni Dari uji lanjut Games-Howell dan perbandingan rata-rata menunjukkan bahwa udang Ende blue (Metapenaeus endeavouri) lebih banyak tertangkap pada kisaran kedalaman m dengan laju tangkap sebesar 5.1 kg/jam. Laju tangkap udang Ende pink (Metapenaeus monoceros) juga berbeda nyata dengan perbedaan kedalaman dengan nilai signifikansi pada uji Kruskal- Wallis yakni 0.00, lebih kecil dari Hasil uji Games-Howell menunjukkan bahwa masing-masing selang kedalaman memiliki jumlah udang Ende pink (Metapenaeus monoceros) yang berbeda nyata. Udang Ende pink (Metapenaeus monoceros) lebih banyak terdapat pada selang kedalaman kedalaman m dengan laju tangkap 3.27 kg/jam. Berdasarkan uji Kruskal-Wallis jenis udang dengan laju tangkap yang signifikan terhadap perbedaan kedalaman adalah udang Banana (Penaeus

40 26 merguiensis), Ende pink (Metapenaeus monoceros), Ende blue (Metapenaeus endeavouri), Uchiwa (Thenus orientalis), King (Penaeus lattisulcatus), Kiji (Metapeneopsis eboracensis). Sedangkan jenis udang lainnya diperoleh hasil yang tidak signifikan Perbedaan laju tangkap tiap jenis udang dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 11. B. tiger Red Kerosok Kiji King Uchiwa Ende blue Ende pink (m) (m) (m) Banana Tiger 0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 Laju tangkap (kg/jam) Gambar 11 Laju tangkap tiap jenis udang berdasarkan perbedaan kedalaman Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju tangkap udang penaeidae pada tiap selang kedalaman berbeda nyata dan laju tangkap tertinggi didapat pada kedalaman m. Hasil penelitian Batista et al. (2012) juga sesuai dengan hasil penelitian ini yakni udang lebih banyak tertangkap pada kisaran kedalaman m. Can et al. (2004) juga melakukan penelitian mengenai jumlah udang penaeidae dengan perbedaan selang kedalaman yakni 0-20 m dan lebih dari 20 m dengan hasil berbeda nyata. Perbedaan tersebut diduga dikarenakan perbedaan faktor lingkungan seperti kadar salinitas perairan. Dimana perairan yang lebih dangkal mempunyai kadar salinitas yang lebih rendah dibandingkan dengan perairan yang lebih dalam. Udang penaeidae menyukai perairan dengan salinitas ppt (Lovshin 2012). Udang termasuk golongan omnivora ataupun pemakan segalanya antara lain udang kecil (rebon), fitoplankton, copepoda, polichaeta, larva kerang dan lumut (Fast dan Laster 1992). Keberadaan dan kelimpahan pakan udang tersebut juga dipengaruhi oleh kandungan nutrien suatu perairan. Kandungan nutrien lebih besar pada kedalaman kurang dari 20 m karena dipengaruhi oleh mangrove dan muara (Sudarmono 2005). Oleh karena itu, pada kisaran kedalaman m kandungan nutrien lebih tinggi yang menyebabkan makanan dari udang melimpah sehingga udang lebih banyak tertangkap pada perairan tersebut.

41 27 Kesimpulan 1) Udang Tiger (Penaeus semisulcatus) tersebar hampir merata pada kedalaman 11 hingga 40 m. Udang Ende blue (Metapenaeus endeavouri) lebih banyak tertangkap pada kisaran kedalaman m dengan laju tangkap sebesar 5.1 kg/jam. Sedangkan udang Ende pink (Metapenaeus monoceros) lebih banyak tertangkap pada kisaran kedalaman m; 2) Kedalaman perairan dengan laju tangkap udang tertinggi terdapat pada kisaran kedalaman m.

42 28 6 DAERAH PENANGKAPAN UDANG DI LAUT ARAFURA Pendahuluan Daerah penangkapan udang merupakan suatu area perairan dimana udang tertangkap dengan maksimal serta alat tangkap dapat dioperasikan secara efektif. Apabila di suatu area penangkapan terdapat sumberdaya udang yang besar tetapi alat tangkap tidak dapat dioperasikan karena cuaca, kondisi alam, topografi dan lain-lain maka areal tersebut tidak dapat dikatakan suatu daerah penangkapan udang dan begitu juga sebaliknya Menurut Zarochman (1999), fishing ground adalah perairan dimana terdapat sesuatu yang menjadi tujuan penangkapan ikan (target spesies) dan dapat dijadikan lahan pengoperasian penangkapan ikan secara efisien, laik, efektif dan terjangkau. Fishing ground dapat terbentuk apabila terdapat kondisi lingkungan yang optimum bagi kehidupan biota yang ada dalam perairan, sehingga sumber daya akan melimpah pada tempat tersebut. Daerah penangkapan merupakan salah satu faktor penting yang dapat menentukan berhasil atau tidaknya suatu operasi penangkapan. Suatu daerah penangkapan harus menguntungkan, dimana arti ikan berlimpah, daerah aman, dekat pelabuhan dan alat tangkap mudah dioperasikan (Sudirman 2004). Usemahu dan Tomasila (2003), menyatakan suatu daerah perairan merupakan daerah penangkapan yang baik apabila: 1) Lokasinya tidak jauh dari pelabuhan sehingga dapat dijangkau oleh kapal ikan 2) Tidak berada pada alur pelayaran dan pengaruh angin yang membahayakan 3) Daerah tersebut terdapat ikan yang melimpah sepanjang tahun 4) Alat tangkap dapat dioperasikan dengan mudah Salah satu kawasan laut Indonesia yang merupakan daerah penangkapan potensial untuk komoditas udang adalah laut Arafura. Beragam jenis udang penaeidae dan jenis ikan demersal terdapat pada perairan tersebut dengan stok yang besar. Potensi tersebut mengundang banyak perusahaan perikanan yang berpangkalan di Sorong dan Ambon untuk melakukan perluasan penangkapan ikan ke perairan ini. Daerah penangkapan udang umumnya bersubstrat pasir, lumpur atau campuran keduanya. Arus air haruslah rendah dalam pengoperasian pukat udang. Daerah yang cocok untuk penangkapan udang adalah daerah perairan yang mempunyai dasar rata, tidak terdapat karang atau tonggak-tonggak dan dasar perairan tersebut berupa lumpur berpasir (Ayodhyoa 1981). Menurut Purnomo (1997), kadar garam suatu perairan berpengaruh terhadap kehidupan udang. Beberapa spesies udang seperti Penaeus monodon, Penaeus semisulcatus, Penaeus indicus, pada saat larva hidup pada daerah yang berkadar garam rendah (estuaria) dan dewasa pada daerah tengah laut. Udang jenis Ende pink (Metapanaeus ensis) menyukai daerah estuarine dan juga daerah tengah laut (marine). Udang Metapenaeus dally hanya ditemukan pada daerah perairan yang kadar garamnya tidak tinggi seperti pada daerah estuarine. Daerah dengan evaporasi yang sangat kuat salinitas akan semakin tinggi. Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, aliran sungai dan kedalaman perairan

43 29 Salah satu faktor penentu keberhasilan penangkapan udang adalah pengetahuan mengenai daerah penangkapan yang potensial. Pengetahuan mengenai lokasi dan waktu yang tepat untuk melakukan penangkapan akan membuat penangkapan lebih efisien. Penghematan waktu pencarian serta bahan bakar akan mengurangi biaya produksi armada pukat udang yang sangat besar. Oleh karena itu dibutuhkan pengetahuan dan informasi mengenai daerah penangkapan pukat udang yang mudah di terapkan oleh perusahaan dan nahkoda. Tujuan Tujuan dari penelitan ini adalah: 1. Mengetahui daerah penangkapan udang yang potensial berdasarkan laju tangkap pukat udang. 2. Mengetahui komposisi udang yang tertangkap di perairan Arafura pada bulan yang berbeda Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Memberikan masukan mengenai daerah penangkapan udang yang potensial bagi perusahaan pukat udang berdasarkan waktu 2. Mengetahui daerah penangkapan udang dengan laju tangkap tertinggi. Metodologi Data primer pada penelitian ini diperoleh dari hasil observasi yakni mengikuti kegiatan operasi penangkapan yang dilakukan selama satu bulan pada bulan Juli 2013 di Laut Arafura. Data primer yang diambil pada bab ini yaitu titik koordinat pengoperasian dan hasil tangkapan udang. Data sekunder diperoleh dari jurnal penangkapan Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta pada tahun 2011 dan Data sekunder yang digunakan berasal dari kapal dengan ukuran alat tangkap yakni panjang ris atas (head rope) dan ris bawah (ground rope) yang sama. Data tersebut digabungkan dan dikelompokkan berdasarkan spesies udang. Laju tangkap udang dari tiap setting diestimasi dengan membagi hasil tangkapan udang (kg) dengan lama towing (jam). Pembuatan peta pada penelitian ini menggunakan software yang mendukung pemetaan digital. Dalam penelitian ini terdapat upaya mendeskripsikan dan menginterpretasikan kemudian melakukan evaluasi daerah penangkapan potensial. Hasil dan Pembahasan Umumnya armada pukat udang mencapai daerah operasi penangkapan (fishing ground) membutuhkan waktu 3 sampai 5 hari. Lokasi fishing ground sudah ditetapkan oleh fishing master. Jadi, untuk jangka waktu tertentu seluruh

44 30 unit kapal pukat udang pada suatu perusahaan berada pada lokasi fishing ground yang sama dan berdekatan. Daerah penangkapan pukat udang pada bulan yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar 12 Lokasi daerah penangkapan armada pukat udang berdasarkan bulan

45 Tabel 6 Komposisi dan laju tangkap udang berdasarkan bulan penangkapan Nama Latin Nama Lokal Januari Februari Maret April Juli Oktober November Desember Penaeus semisulcatus Tiger 39.70% 42.17% 46.00% 46.20% 81.60% 48.30% 58.10% 62.30% Metapenaeus monoceros Ende pink 9.90% 12.40% 27.30% 26.10% 5.10% 17% 15.20% 16.20% Metapenaeus endeavouri Ende blue 13.60% 16.34% 10.20% 12.40% 17.70% 11.60% Metapenaeopsis eboracensis Kiji 15.90% 14.47% 6.70% 7.20% 2.40% 10.70% 11.20% 14.80% Parapenaeopsis sculptilis Krosok 12.90% 8.10% 3.60% 2.90% 1.40% 3.80% 2.20% 2.70% Metapenaeus ensis Red 4.50% 3.17% 0.50% 40.00% 1.60% 0.80% 0.30% 0.60% Penaeus merguiensis Banana 1.90% 1.09% 0.20% 0.40% 7.50% 0.80% 0.20% 0.10% Penaeus lattisulcatus King 1.60% 2.25% 1.80% 1.20% 1.70% Penaeus monodon Black tiger 0.50% Thenus orientalis Uchiwa 3.70% 3.20% 0.30% 1.20% 1.60% Laju Tangkap (kg/jam)

46 32 Peta daerah penangkapan akan lebih baik apabila dibuat berdasarkan data hasil tangkapan sebelumnya. Sehingga informasi mengenai daerah yang berpotensi berbasis waktu menjadi lebih akurat. Data daerah penangkapan udang yang dikompilasi yakni bulan Januari, Februari, Maret, April, Juli, Oktober, November dan Desember. Tabel 6 menunjukkan bahwa laju tangkap terkecil ada pada bulan Januari dengan lokasi seperti pada Gambar 12 yakni 13.4 kg /jam. Bulan ini didominasi oleh udang Tiger (Penaeus semisulcatus) 39.7%, Kji (Metapenaeopsis eboracensis) 15.9%, dan Ende blue (Metapenaeus endeavouri) 13.6 %. Laju tangkap terbesar ada pada bulan Oktober dengan lokasi pada Gambar 12 yakni kg/jam. Pada bulan ini jenis udang dominan adalah udang Tiger (Penaeus semisulcatus) 48.3 %, Ende pink (Metapenaeus monoceros) 17%, dan Ende blue (Metapenaeus endeavouri) 17.7 %. Lokasi operasi pukat udang berdasarkan bulan secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 13. Dari gambar tersebut terlihat bahwa setiap bulan armada tersebut berpindah-pindah. Ketika hasil tangkapan per setting menurun armada tersebut berpindah ke area penangkapan lain yang masih berpotensi. Perpindahan tersebut juga berdasarkan instruksi fishing master yang selalu mendapat laporan hasil tangkapan oleh Nahkoda maupun Mualim kapal Gambar 13 Kompilasi daerah operasi pukat udang berdasarkan bulan Gambar 13 menunjukkan bahwa aktivitas penangkapan armada pukat udang lebih banyak dilakukan di sekitar Kepulauan Aru. Hal ini dapat menjadi indikasi bahwa sumberdaya udang di area kepulauan Aru masih sangat berpotensi. Jumlah udang pada suatu area penangkapan tidak lepas dari peran hutan mangrove. Menurut Sudarmono (2005), sekitar 30 persen produksi perikanan laut

47 33 tergantung pada keberadaan hutan mangrove, karena kawasan mangrove menjadi tempat perkembangbiakan berbagai biota laut. Daun mangrove yang jatuh menjadi detritus yang dapat menambah kesuburan kawasan sehingga menjadikan tempat ini disukai oleh biota laut. Kawasan mangrove yang sangat subur meyebabkan spesies akuatik khususnya udang penaeidae menjadikan kawasan mangrove sebagai tempat bertelur, memelihara larva, dan tempat mencari makan bagi berbagai spesies akuatik, khususnya udang penaeidae. Gambar 14 Peta penyebaran hutan mangrove di kawasan Maluku dan Papua ( Gambar 14 menunjukkan penyebaran hutan mangrove di sekitar perairan Arafura yang dikeluarkan oleh Bakosurtanal. Warna hijau merupakan hutan mangrove yang berada di pesisir kawasan Maluku dan Papua. Dapat dilihat bahwa di Kepulauan Aru terdapat hutan mangrove yang luas sehingga berdampak pada kelimpahan udang yang tinggi pada area tersebut. Menurut Soemarto (1985), daerah penangkapan udang pada umumnya berada di perairan pantai dekat muara sungai. Daerahnya ditandai dengan dasar yang berpasir dan berlumpur namun tidak berbatu-batu. Perairan pantai tersebut berbatasan dengan daratan dan tumbuh-tumbuhan bakau atau pantai yang berawa. Masing-masing perusahaan pukat udang mempunyai peta fishing ground tersendiri. Peta tersebut diberikan kode sehingga perusahaan lain tidak mengetahui letak armada perusahaan lain. Pada peta fishing ground tersebut dibagi menjadi kotak-kotak dengan ukuran 0.5 derajat lintang dan bujur. Masing masing kotak tersebut dibuat kode angka tersendiri sehingga tidak diketahui oleh perusahaan lain ketika masing-masing armada berkomunikasi lewat radio mengenai lokasi dan hasil tangkapan. Oleh karena itu, pada penelitian ini area penangkapan juga dibagi menjadi kotak-kotak 0.5 derajat lintang dan bujur sehingga nahkoda dan perusahaan lebih mudah dalam mengolah dan menggunakan informasi pada peta tersebut.

48 34 Gambar 15 Area penangkapan pukat udang berdasarkan tiga jenis udang dengan laju tangkap tertinggi dan laju tangkap udang total 34

49 35 Tabel 7 Komposisi dan laju tangkap udang pada tiap area penangkapan Jenis udang Area A Area B Area C Area D Area E Komposisi Laju tangkap Komposisi Laju tangkap Komposisi Laju tangkap Komposisi Laju tangkap Komposisi Laju tangkap (%) (kg/jam) (%) (kg/jam) (%) (kg/jam) (%) (kg/jam) (%) (kg/jam) Tiger 39.45% % % % % Ende pink 11.55% % % % % 3.12 Ende blue 13.80% % % % % 3.11 Kiji 16.25% % % % % 2.39 Kerosok 11.15% % % % % 0.61 Red 4.15% % % % % 0.11 Banana 1.55% % % % % 0.09 King 2.10% % % % % 0.09 Uchiwa % % % % 0.20 Black tiger % % % % 0.05 Jumlah 100% % % % % 21.0 Bulan Jan dan Feb Des, Jan dan Feb Okt dan Des Feb, Mar, Okt dan Des Okt, Nov dan Des Jenis udang Area F Area G Area H Area I Tiger 81.37% % % % Ende pink 8.45% % % Ende blue % % % Kiji 2.68% % % % 2.75 Kerosok 1.61% % % % 3.04 Red 1.07% % % Banana 4.56% % % % 1.37 King % Uchiwa 0.27% % Black tiger Jumlah % % % % 32.3 Bulan Jul Jul Okt Okt 35

50 36 Area penangkapan potensial yang ditunjukkan dengan nilai laju tangkap tertinggi terdapat pada area I yakni 32.3 kg/jam. Dengan komposisi udang terbanyak yakni udang Ende blue (Metapenaeus endeavouri) sebesar %, Tiger (Penaeus semisulcatus) 11.8 % dan Ende pink (Metapenaeus monoceros) % (Tabel 7) Udang Tiger (Penaeus semisulcatus) Ende pink (Metapenaeus monoceros), dan Ende blue (Metapenaeus endeavouri) merupakan jenis udang yang lebih banyak tertangkap dibandingkan jenis udang lain dengan nilai jual yang tinggi. Area penangkapan potensial untuk ketiga udang jenis ini adalah area C. D dan E. Pada setiap area serta setiap bulan operasi penangkapan, udang Tiger (Penaeus semisulcatus) selalu tertangkap lebih banyak dibandingkan jenis udang lain kecuali pada area H dan I, dimana lebih banyak terdapat udang Ende blue (Metapenaeus endeavouri). Laju tangkap udang Tiger (Penaeus semisulcatus) tertinggi ada pada area G. Jenis udang kiji lebih banyak terdapat pada area C dan I. Sedangkan udang Red (Metapenaeus ensis) lebih banyak terdapat pada area A dan B (Tabel 7). Udang Banana (Penaeus merguiensis) dulunya merupakan jenis udang yang banyak tertangkap di Laut Arafura yang bahkan melebihi jumlah udang Tiger (Peneus semisulcatus). Namun belakangan ini jumlah udang Banana (Penaeus merguiensis) jauh menurun. Berdasarkan data hasil tangkapan udang tahunan PT. Dwi Bina Utama pada tahun , hasil tangkapan udang Banana (Penaeus merguiensis) jauh dibawah udang Tiger (Penaeus semisulcatus) (Lampiran 7). Diduga udang Banana (Penaeus merguiensis) mendapat tekanan penangkapan yang berlebih dan tidak dapat melakukan regenerasi (berkembang biak) dengan cepat. Kesimpulan 1. Area penangkapan potensial untuk Ende blue (Metapenaeus endeavouri), Tiger (Penaeus semisulcatus) dan Ende pink (Metapenaeus monoceros) terdapat pada area C ( LS dan BT), D ( LS dan BT) dan E ( LS dan BT). 2. Laju tangkap tertinggi terdapat pada area I ( LS dan BT) dengan waktu penangkapan bulan Oktober. Komposisi udang dominan pada area tersebut terdiri dari Ende blue (Metapenaeus endeavouri) %, dan Tiger (Penaeus semisulcatus) % dan Kerosok (Parapenaeopsis sculptilis) 9.4 %.

51 37 7 PEMBAHASAN UMUM Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjawab permasalahan perikanan pukat udang yakni hasil produksi yang berfluktuasi dan cenderung menurun serta beberapa perusahaan pukat udang yang tidak lagi aktif. Pemilihan Faktor-faktor teknis pada penelitian ini didasari kemudahan dalam mengaplikasikannya bagi nelayan. Data primer yang dianalisis dalam penelitian ini didapat dari hasil observasi dengan cara mengikuti kegiatan operasi penangkapan udang pada kapal Binama no 7 milik perusahaan Dwi Bina Utama bulan Juli 2013 di Laut Arafura. Data yang dikumpulkan adalah waktu pengoperasian, kecepatan towing, lama towing serta kedalaman perairan Data tersebut digabungkan dengan data sekunder yang didapat dari jurnal penangkapan pukat udang Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta. Penggabungan data ini bertujuan memperbanyak jumlah sampel, yang juga diperoleh pada musim dan daerah penangkapan yang berbeda, sehingga diharapkan hasil analisis dapat berlaku pada waktu, musim serta daerah penangkapan yang berbeda pula. Satu trip penangkapan armada pukat udang umumnya dua hingga tiga bulan dengan daerah penangkapan yang sudah ditentukan sebelumnya oleh fishing master perusahaan. Semua armada perusahaan melakukan operasi penangkapan di suatu area penangkapan dengan secara bergantian kembali ke fishing base untuk membawa hasil tangkapan dan mengisi perbekalan ketika akan berangkat kembali ke area penangkapan yang ditentukan. Penentuan area penangkapan tersebut didasari pada pengalaman dan informasi dari tiap nahkoda dalam satu perusahaan. Setiap perusahaan pukat udang selalu mempunyai peta daerah penangkapan sendiri yang berbentuk kotak-kotak area penangkapan. Setiap area penangkapan berukuran 0.5 derajat lintang dan bujur dengan luas 900 mil laut 2. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini juga menyediakan informasi laju tangkap udang pada tahun 2011, 2012 dan 2013 dalam bentuk area penangkapan agar mudah dimanfaatkan nelayan maupun perusahaan. Berdasarkan hasil olahan data, area penangkapan potensial untuk Ende blue (Metapenaeus endeavouri), Tiger (Penaeus semisulcatus) dan Ende pink (Metapenaeus monoceros) terdapat pada area C ( LS dan BT), D ( LS dan BT) dan E ( LS dan BT) karena pada area tersebut laju tangkapnya lebih tinggi dibandingkan dengan area lain. Berdasarkan data yang diperoleh, armada penangkapan pukat udang lebih banyak beroperasi di sekitar kepulauan Aru yang diliputi dengan hutan mangrove yang luas. Menurut Sudarmono (2005), luas hutan mangrove berkorelasi dengan jumlah tangkapan udang penaeidae. Area penangkapan dengan laju tangkap tertinggi terdapat pada area I dengan laju tangkap 32.3 kg /jam. Komposisi udang terbanyak yakni udang Ende blue (Metapenaeus endeavouri) %, Tiger (Penaeus semisulcatus) 11.8% dan Ende pink (Metapenaeus monoceros) %. Hasil analisis pengaruh kedalaman perairan terhadap laju tangkap udang yakni laju tangkap tertinggi terdapat pada kisaran m. Hasil penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian dari Gunaisah (2008) yang melakukan penelitian di Arafura dengan menggunakan trammel net, dan didapatkan jumlah tangkapan udang penaeidae tertinggi terdapat pada kedalaman 10 hingga 20 m.

52 38 Batista et al. (2012) juga menemukan bahwa kelimpahan udang penaeidae tertinggi terdapat pada kedalaman m. Hal tersebut menurut Sudarmono (2005) karena berdekatan dengan mangrove dan sungai yang berkolerasi dengan kelimpahan nutrien. Hasil ini diharapkan dapat dijadikan acuan Nahkoda untuk memilih area penangkapan dengan kisaran kedalaman m. Setelah armada pukat udang sampai pada area penangkapan potensial dengan memperhatikan kedekatan dengan hutan mangrove dan kedalaman perairan yang sesuai, maka dapat dilakukan operasi penangkapan dengan memperhatikan kecepatan dan lama towing. Berdasarkan hasil penelitian kecepatan towing dengan laju tangkap tertinggi yakni knot, dimana posisi jaring dapat terbuka sempurna dan tickler chain tetap menyentuh permukaan substrat yang menyebabkan udang dapat lebih banyak tertangkap. Kecepatan towing yang terlalu lambat akan menyebabkan rantai pengejut terbenam pada dasar perairan sehingga lebih banyak mengeruk lumpur dan sampah serta bukaan mulut jaring vertikal tidak optimal. Sedangkan kecepatan towing yang terlalu tinggi akan menyebabkan jaring melayang diatas permukaan substrat sehingga rantai pengejut tidak efektif untuk merangsang udang melompat dan masuk ke jaring (Prisantoso et al. 2010; Sasmita 2013). Lama towing yang efektif terdapat pada kisaran menit. Semakin lama durasi towing maka hasil tangkapan udang akan lebih tinggi dikarenakan luas area sapuan pukat udang semakin luas. Walaupun laju tangkap yang lebih tinggi didapat pada kisaran lama towing menit namun hasilnya tidak signifikan jika dibandingkan dengan lama towing menit. Hal ini dikarenakan semakin lama durasi towing, kemungkinan jaring menyapu hingga daerah dengan stok udang yang berkurang, atau kedalaman yang jauh berbeda sehingga keragaan jaring juga berubah. Selain itu, kemungkinan jaring sampai pada daerah dengan banyak rintangan seperti karang, kayu-kayu maupun benda di laut yang menyebabkan efektivitas jaring terganggu (Can dan Demirci 2004). Kelebihan pengoperasian dengan lama towing yang lebih singkat ( menit) dapat meningkatkan jumlah pengoperasian yang lebih banyak dalam satu hari serta menghindari penurunan kondisi udang akibat terlalu lama mati atau tertindih biota lain pada saat berada di kantong (cod end) (Gamito dan Cabral 2003). Operasi penangkapan pukat udang dilakukan siang dan malam hari hingga trip operasi berakhir. Namun berdasarkan hasil penelitian, laju tangkap udang lebih tinggi pada malam hari dibanding siang hari, dimana hasil ini juga sesuai dengan hasil penelitian Rotherham et al. (2008) dan Batista et al. (2012) yang mendapatkan hasil penangkapan udang pada malam hari lebih banyak. Menurut Bishop (2008) hal tersebut dikarenakan tingkah laku udang yang membenamkan diri pada substrat perairan pada siang hari, sehingga rantai pengejut (tickler chain) tidak dapat merangsang semua udang untuk melompat ke dalam jaring dibandingkan malam hari dimana udang berada di atas substrat. Jenis udang dominan yang tertangkap pada laut Arafura adalah jenis udang Tiger (Penaeus semisulcatus), Ende blue (Metapenaeus endeavouri), Ende pink (Metapenaeus monoceros), Kiji (Metapenaeopsis eboracensis) dan Kerosok (Parapenaeopsis sculptilis). Kelima jenis udang tersebut selalu memiliki laju tangkap yang lebih tinggi dibandingkan udang lain. Hasil analisis dari tiap faktor yakni waktu penangkapan mempengaruhi laju tangkap udang karena tingkah laku udang yang membenamkan diri pada

53 39 siang hari. Lama towing berkorelasi terhadap laju tangkap udang karena berkaitan dengan luas area sapuan pukat udang. Kecepatan towing berpengaruh terhadap laju tangkap udang karena berkaitan dengan keragaan jaring pada perairan. Kedalaman perairan berpengaruh terhadap laju tangkap udang karena berkorelasi dengan kelimpahan nutrien. 8 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Setiap faktor teknis yang diuji dapat meningkatkan laju tangkap pukat udang dengan perlakuan terbaik yakni : 1) penangkapan pada kedalaman perairan meter dikarenakan daerah tersebut nutrien melimpah yang berkorelasi dengan kelimpahan udang; 2) lama towing menit merupakan lama towing yang lebih efektif terkait dengan luas area sapuan pukat udang; 3) kecepatan towing efektif knot terkait dengan keragaan jaring yang baik dan 4) penangkapan dilakukan pada malam hari karena udang membenamkan diri pada siang hari; 2. Daerah penangkapan potensial pukat udang berada di sekitar kepulauan Aru yang terdiri 10 area penangkapan. Laju tangkap tertinggi terdapat pada area I ( LS dan BT), sedangkan laju tangkap terendah pada area A ( LS dan BT). Saran 1. Penangkapan udang dengan alat tangkap pukat udang dilakukan pada perairan dengan kedalaman m dan lebih banyak melakukan penangkapan pada malam hari dengan lama towing menit serta kecepatan towing knot; 2. Dilakukan pengujian lebih lanjut operasi penangkapan pukat udang dengan kecepatan towing knot.

54 40 DAFTAR PUSTAKA Ayodhyoa AU Fishing methods Diktat Kuliah Teknologi Penangkapan Ikan. Bogor (ID): Bagian Penangkapan Ikan Fakultas Perikanan IPB. Ayodhyoa AU Metode Penangkapan Ikan. Bogor (ID): Yayasan Dewi Sri. Andang Studi Perbandingan Hasil Tangkapan Antara Siang dan MalamSerta Perbedaan Lama Towing pada Kapal Kurnia 6 Milik PT Alfa Kurnia. [kipa]. Jakarta (ID): Sekolah Tinggi Perikanan. Batista AC, Castilho AL, Fransozo A, Costa RC Diel comparison of the catch and size of the shrimp Artemesia longinaris (Dendrobranchiata, Penaeidae) in the Ubatuba region, Northern coast of The State of Sao Paulo, Brazil. Crustaceana.85(10): Bishop JM, Ye Y, Alsaffar AH, Al-Foudari Hm, Al-Jazzaf S Diurnal and nocturnal catchability of Kuwait's commercial shrimps. Fish Res. 94: Can MF, Demirci A Effect of towing duration on the catch per unit of swept area (CPUE) for Lizardfish Saurida undosquamis (Richardson, 1848), from the bottom trawl surveys in the Iskenderun Bay, Turkey. Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences. 4: Can MF, Mazlum Y, Demirci A, Aktas M The catch composition and catch per unit of swept area (CPUE) of Penaeid shrimps in the bottom trawls from Iskenderun Bay, Turkey. Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences. 4: Dall W, Hill BJ, Rothilsberg PC, Staples DJ The Biology Of Penaeidae, Advances In Marine Biology. San Diego (US): Academic Press. p Douglas R, Charles AG, Daniel DJ, Paul L Effects of diel period and tow duration on estuarine fauna sampled with a beam trawl over bare sediment: Consequences for designing more reliable and efficient surveys. Elsevier.78: Fast AW, Laster LJ Pond Monitoring and Management Marine Shrimp Culture Principle and Practise. Netherlands (NL): Elsevier Science Publisher Amsterdam. Gamito R, Cabral H Mortality of brown shrimp discard s from the beam ttrawl fishery in the Tagus Estuary, Portugal. Elsevier.64: Gunaisah E Sumberdaya Udang Penaeid dan Prospek Pengembangannya di Kabupaten Sorong Selatan Propinsi Irian Jaya Barat [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hamran Studi Perbandingan Hasil Tangkapan Udang Antara Siang dan Malam Hari pada Pengoperasian Pukat Udang di KM. Soerya 81 Milik PT. Sinar Abadi Cahaya Cemerlang (SAC) [kipa]. Jakarta (ID): Sekolah Tinggi Perikanan. [KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan, Statistik Kelautan dan Perikanan Lovshin L Culture of Marine Shrimp. America (US): Department of Fisheries and Allied Aquaculture Auburn University. Manggabarani H Kebijakan Pembangunan Perikanan Tangkap dan Pengelolaan Sumberdaya Udang serta Alat Tangkap Trawl. Materi Diskusi

55 Nasional Pengelolaan Trawl. Bogor (ID): Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Marpaung A Kajian Pengelolaan Hasil Tangkapan Pukat Udang di Laut Arafura Provinsi Papua. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Mattjik AA, Sumertajaya IM Perancangan Percobaan (dengan Aplikasi SAS dan MINITAB). Jilid 1. Bogor (ID): IPB Pr. Mujiman A, Suwanto R Budidaya Udang Windu. Jakarta (ID): PT. Penebar Swadaya. Nazir M Metode Penelitian. Jakarta (ID): Ghalia Indonesia. Nikijuluw PH Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Jakarta (ID): Pustaka Cidesindo. Paul Relationship between trawl catch and tow duration for Penaeid Shrimp. American Fisheries Society Pemerintah Republik Indonesia Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1980 tentang Penghapusan Jaring Trawl. Sekretariat Negara. Pemerintah Republik Indonesia Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 1982 tentang Penggunaan Pukat Udang. Sekretariat Negara Prisantoso BI, Sadiyah L, Susanto K Beberapa faktor produksi yang berpengaruh terhadap hasil tangkapan jaring arad di Pantai Utara Jawa Tengah yang berbasis di Pekalongan. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia.6(2): Priyatno D Buku Saku SPSS. Yogyakarta (ID): Mediakom. Purnomo A Daerah Penangkapan Udang yang Relevan dengan Pengoperasian Pukat Udang yang dilengkapi TED. Semarang (ID): Balai Pengembangan Penangkapan Ikan. Sadhotomo, Raharjo BP, Wedjatmiko Pengkajian Kelimpahan dan Distribusi Sumberdaya Demersal dan Udang di Perairan Laut Arafura. Jakarta (ID): Prosiding Forum Pengkajian Stok Ikan Laut DKP. Sainsburry JC Commercial Fishing Methods. An Introduction to Vessels and Gears. Second edition. England (EG): Fishing News Books Ltd. Farnham, Surrey. Sasmita, Suparman Kesesuaian Desain dan Konstruksi Cantrang pada Kapal 20 GT untuk Peningkatan Performa Operasional [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Septiawan D E Studi Perbandingan Hasil Tangkapan Berdasarkan Kedalaman Perairan pada KM Kurnia 5 Milik PT Alfa Kurnia [kipa]. Jakarta (ID): Sekolah Tinggi Perikanan. Simoes, Christian P, Hose W Diel Variation in Abundance and Size of The Seabob Shrimp Xiphopenaeus Kroyeri (Crustacea, Penaeidea) in The Ubatuba Region, Southeastern Brazil. Brazil (BR): Anais da Academia Brasileira. Soemarto Penangkapan Ikan dengan Trawl. Jakarta (ID): Akademi Usaha Perikanan. Subani W, Barus HR, Alat Penangkap Ikan dan Udang Laut Indonesia. Jakarta (ID): BBPPI. 41

56 42 Subramanian T Burrowing habits in juveniles of marine prawn Metapenaeus dobsoni (Crustaceae : Decapoda). Indian Journal of Marine Sciences 29: Sudarmono Tsunami dan penghijauan kawasan pantai rawan tsunami. Aceh. Inovasi Online. 3(17). Sudirman Teknik Penangkapan Ikan. Jakarta (ID): Rineka Cipta. Sumiono B, Mahulette RT, Prasetyo AP Status dan Perkembangan Perikanan Pukat Udang dan Pukat Ikan yang Berbasis di PPN Ambon. Jakarta (ID): P4KSI. Sparre P, Venema Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis, Buku I : Manual. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Jakarta (ID): Terjemahan dari : Introduction to Tropical Fish Stock Assesment Part 1. Susanto E Studi Pengaruh Kecepatan Kapal dan Kedalaman Terhadap Hasil Tangkapan Pukat Udang KM Binama 6 Milik PT Dwi Bina Utama (DBU) [kipa]. Jakarta (ID): Sekolah Tinggi Perikanan. Usemahu A, Tomasila L Teknik Penangkapan Ikan. Jakarta (ID): Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perikanan. Departeman kelautan dan perikanan. Triharyuni S, Trihargiyatno I Model produksi jaring arad di Pantai Utara Jawa yang berbasis di Pekalongan. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia.18(4): Valdemarsen JW, Misund OA Trawl designs and techniques used by Norwegian research vessels to sample fish in the pelagic zone. Marine Research. 19(2): Wieland, Tom Y, Henry T Effect of tow duration on catch rate and size composition of Northern shrimp (Pandalus borealis) and Greenland halibut (Reindhardtius hippoglossaides) in the West Greenland Bottom Trawl Survey. Elsevier 78: Wijopriyono, Sadhotomo B, Zainy R Sumber Daya, Pemanfaatan, dan Opsi pengelolaan Perikanan di Laut Arafura. Jakarta (ID): Pusat Riset Perikanan Tangkap. Zarochman Konsepsi Operasi Penangkapan Ikan di Perairan Selatan Jawa. Semarang (ID): BBPI.

57 LAMPIRAN 43

58 44 Lampiran 1 Data olahan observasi dan jurnal penangkapan pukat udang di Arafura Januari 2011 kecepatan Hasil Tangkapan (kg) Kisaran Lama Jumlah Fishing Ground kedalaman (m) (menit) wa g Tiger towing Bana Krosok Pink Blue Red Uchi Kin Black Ende Ende Tiger Kiji na setting towing TOTAL (knot) LS BT LS BT Rata-rata per setting (kg) Februari 2011 kecepatan Hasil Tangkapan (kg) Kisaran Lama Jumlah Fishing Ground kedalaman (m) (menit) wa g Tiger towing Bana- Krosok Pink Blue Red Uchi Kin Black Ende Ende Tiger Kiji na setting towing TOTAL (knot) LS BT LS BT Rata-rata per setting (kg) Oktober 2011 kecepatan Hasil Tangkapan (kg) Kisaran Lama Jumlah Fishing Ground kedalaman (m) (menit) na sok Pink Blue wa g Tiger TOTAL (knot) towing Bana- Kro- Ende Ende Tiger Kiji Red Uchi- Kin Black setting towing LS BT LS BT Rata-rata per setting (kg)

59 45 Fishing Ground Jumlah setting Kisaran kedalaman (m) kecepatan towing Lama towing (menit) Maret 2012 Tiger Bana na Kiji Lampiran 1 (lanjutan) November 2011 kecepatan Hasil Tangkapan (kg) Kisaran Lama Jumlah Fishing Ground kedalaman (m) (menit) na sok Pink Blue wa g Tiger TOTAL (knot) towing Bana Kro- Ende Ende Tiger Kiji Red Uchi Kin Black setting towing LS BT LS BT Rata-rata per setting (kg) Februari 2012 kecepatan Hasil Tangkapan (kg) Kisaran Lama Jumlah Fishing Ground kedalaman (m) (menit) na sok Pink Blue wa g Tiger TOTAL (knot) towing Bana Kro- Ende Ende Tiger Kiji Red Uchi Kin Black setting towing LS BT LS BT Rata-rata per setting (kg) Krosok Hasil Tangkapan (kg) Ende Pink Ende Blue Red Uchi wa Kin g Black Tiger TOTAL (knot) LS BT LS BT Rata-rata per setting (kg)

60 46 46 Jumlah setting Kisaran kedalaman (m) kecepatan towing Lama towing (menit) Desember 2012 Hasil Tangkapan (kg) Lampiran 1 (lanjutan) April 2012 kecepatan Hasil Tangkapan (kg) Kisaran Lama Jumlah Fishing Ground kedalaman (m) (menit) na sok Pink Blue wa g Tiger TOTAL (knot) towing Bana Kro- Ende Ende Tiger Kiji Red Uchi Kin Black setting towing LS BT LS BT Rata-rata per setting (kg) Fishing Ground Bana Krosok Pink Blue wa g Tiger TOTAL (knot) Ende Ende Tiger Kiji Red Uchi Kin Black na LS BT LS BT Rata-rata per setting (kg) Juli 2013 Fishing Ground Hasil Tangkapan (kg) kecepatan Kisaran Lama Jumlah kedalaman (m) (menit) na sok Pink Blue wa g Tiger TOTAL towing Bana Kro- Ende Ende Tiger Kiji Red Uchi Kin Black setting towing (knot) LS BT LS BT Rata-rata per setting (kg) Data diolah dari S Erik Endro Susanto (2011), Andang (2011), Hamran (2012), Dhimas Eki Setiawan (2013) dan data Observasi (2013)

61 47 Lampiran 2 Pengaruh lama towing terhadap laju tangkap pukat udang pada saat siang dan malam hari Siang hari Nama Lokal Hasil tangkapan (kg) Laju tangkap (kg/jam) (menit) (menit) (menit) (menit) (menit) (menit) Tiger Banana Ende pink Ende blue Uchiwa King Kiji Kerosok Red B. tiger Total a 35.17b 34.83b n setting Malam hari Nama Lokal Hasil tangkapan (kg) laju tangkap (kg/jam) (menit) (menit) (menit) (menit) (menit) (menit) Tiger Banana Ende pink Ende blue Uchiwa King Kiji Kerosok Red B. tiger Total a 54.56b 56.78b n setting

62 48 Lampiran 3 Hasil uji spss pengaruh siang dan malam terhadap laju tangkap udang a. Uji normalitas jumlah tangkapan One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test udang1 N 468 Normal Parameters a Mean Std. Deviation Most Extreme Differences Absolute.042 Positive.042 Negative Kolmogorov-Smirnov Z.914 Asymp. Sig. (2-tailed).373 Test distribution is Normal. b. Uji homogenitas jumlah tangkapan Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic df1 df2 Sig c. Hasil Uji T perbedaan waktu penangkapan siang dan malam terhadap jumlah tangkapan Equal variances assumed Equal variances not assumed Levene's Test for Equality of Variances F Sig. T df Sig. (2- tailed) t-test for Equality of Means Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper

63 49 Lampiran 4 Hasil uji spss pengaruh kedalaman terhadap laju tangkap udang a. Uji Kruskall-Wallis pengaruh kedalaman terhadap jumlah total tangkapan udang Ranks kedalaman perairan N Mean Rank hasil tangkapan Total 792 Test Statistics a,b hasil tangkapan Chi-Square df 2 Asymp. Sig..000 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: kedalaman b. Uji lanjut Games-Howell pengaruh kedalaman terhadap jumlah total tangkapan udang Multiple Comparisons hasil tangkapan Games-Howell (I) kedalaman perairan (J) kedalaman perairan Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound * * *. The mean difference is significant at the 0.05 level.

64 50 c. Uji Kruskal-Wallis pengaruh kedalaman terhadap jumlah tangkapan udang Tiger (Penaeus semisulcatus) Ranks Kedalaman Perairan N Mean Rank Hasil Tangkapan Total 791 Test Statistics a,b Hasil Tangkapan Chi-Square Df 2 Asymp. Sig..449 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Kedalaman Perairan d. Uji Kruskal-Wallis pengaruh kedalaman terhadap jumlah tangkapan udang Ende Blue (Metapenaeus endeavouri) Ranks Kedalaman Perairan N Mean Rank Ende Blue Total 792 Test Statistics a,b Ende Blue Chi-Square Df 2 Asymp. Sig..000 a. Kruskal Wallis Test

65 51 Test Statistics a,b Ende Blue Chi-Square Df 2 Asymp. Sig..000 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Kedalaman Perairan e. Uji lanjut Games-Howell pengaruh kedalaman terhadap jumlah tangkapan udang Ende Blue (Metapenaeus endeavouri) Ende Blue Games-Howell (I) Kedala man Peraira n (J) Kedala man Peraira n Multiple Comparisons Mean Difference (I- J) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound * * * * * * *. The mean difference is significant at the 0.05 level. f. Uji Kruskall-Wallis pengaruh kedalaman terhadap jumlah tangkapan udang Ende Pink (Metapenaeus monoceros) Ranks Kedala man Peraira n N Mean Rank Endepink Total 792 Test Statistics a,b

66 52 Endepink Chi-Square df 2 Asymp. Sig..000 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Kedalaman Perairan g. Uji lanjut Games-Howell pengaruh kedalaman terhadap jumlah tangkapan udang Ende Pink (Metapenaeus monoceros) Endepink Games-Howell (I) Kedala man Peraira n (J) Kedala man Peraira n Multiple Comparisons Mean Difference (I- J) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound * * * * * * *. The mean difference is significant at the 0.05 level.

67 53 Lampiran 5 Hasil uji spss pengaruh lama towing terhadap laju tangkap udang a. Uji Normalitas jumlah tangkapan udang One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Hasil N 664 Normal Parameters a Mean Std. Deviation Most Extreme Differences Absolute.036 Positive.035 Negative Kolmogorov-Smirnov Z.934 Asymp. Sig. (2-tailed).347 b. Uji homogenitas jumlah tangkapan udang Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic df1 df2 Sig c. Uji Anova pengaruh lama towing terhadap jumlah tangkapan udang ANOVA Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups Within Groups Total

68 54 d. Uji Lanjut Scheffe perngaruh lama towing terhadap jumlah tangkapan udang Scheffe (I) Lama towing (J) Lama towing Multiple Comparisons Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound * * * * * * *. The mean difference is significant at the 0.05 level. Scheffe Lama towing N Subset for alpha = Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

69 55 Lampiran 6 Hasil uji spss pengaruh kecepatan towing terhadap laju tangkap udang a. Uji Normalitas jumlah tangkapan udang One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test udang N 339 Normal Parameters a Mean Std. Deviation Most Extreme Differences Absolute.079 Positive.071 Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed).031 a. Test distribution is Normal. b. Uji Homogenitas jumlah tangkapan udang Test of Homogeneity of Variances udang Levene Statistic df1 df2 Sig c. Uji Mann-Whitney pengaruh kecepatan towing terhadap laju tangkap udang Kecepatan towing N Mean Rank Sum of Ranks udang Total 330 Test Statistics a udang Mann-Whitney U 7.442E3 Wilcoxon W 1.022E4 Z Asymp. Sig. (2-tailed).005

70 56 udang Scheffe (I) Kecepat an towing d. Uji lanjut Scheffe pengaruh kecepatan towing terhadap jumlah tangkapan pukat udang (J) Kecepat an towing Multiple Comparisons Mean Difference (I-J) Std. Error 95% Confidence Interval Sig. Lower Bound Upper Bound * * * * *. The mean difference is significant at the 0.05 level. Scheffe Kecepat Subset for alpha = 0.05 an towing N Sig

71 57 Lampiran 7 Data Produksi PT Dwi Bina Utama tahun Tahun 2009 Tahun 2010 satuan: kilogram NO NAMA KAPAL TIGER B. TIGER BANANA ENDE Uchi King CAT KIJI Krosok RED TOTAL Operasi Hasil (1.5) (2.0) HO (1.5) HO (2.0) HO (1.5) HO (2.0) HL HO HL wa HO HL (hari) Rata2 1 KM. BINAMA NO KM. BINAMA NO KM. BINAMA NO KM. BINAMA NO KM. BINAMA NO KM. BINAMA NO KM. BINAMA NO KM. BINAMA NO KM. BINAMA NO KM. BINAMA NO KM. BINAMA NO JUMLAH satuan: kilogram NO NAMA KAPAL TIGER B. TIGER BANANA ENDE Uchi King CAT KIJI Krosok RED TOTAL Lama Operasi Hasil (1.5) (2.0) HO (1.5) HO (2.0) HO (1.5) HO (2.0) HL HO HL wa HO HL (hari) Rata2 1 KM. BINAMA NO KM. BINAMA NO KM. BINAMA NO KM. BINAMA NO KM. BINAMA NO KM. BINAMA NO KM. BINAMA NO KM. BINAMA NO KM. BINAMA NO KM. BINAMA NO KM. BINAMA NO JUMLAH

72 58 Lampiran 7 (lanjutan) 58 Tahun 2011 satuan: kilogram NO NAMA KAPAL TIGER B. TIGER BANANA ENDE Uchi King CAT KIJI Krosok RED TOTAL Lama Operasi Hasil (1.5) (2.0) HO (1.5) HO (2.0) HO (1.5) HO (2.0) HL HO HL wa HO HL (hari) Rata2 1 KM. BINAMA NO KM. BINAMA NO KM. BINAMA NO KM. BINAMA NO KM. BINAMA NO KM. BINAMA NO KM. BINAMA NO KM. BINAMA NO KM. BINAMA NO KM. BINAMA NO KM. BINAMA NO JUMLAH Tahun 2012 satuan: kilogram NO NAMA KAPAL TIGER B. TIGER BANANA ENDE Uchi King CAT KIJI Krosok RED TOTAL Lama Operasi Hasil (1.5) (2.0) HO (1.5) HO (2.0) HO (2.0) HL (2.0) HL HO wa HO HL (hari) Rata2 1 KM. BINAMA NO KM. BINAMA NO KM. BINAMA NO KM. BINAMA NO KM. BINAMA NO KM. BINAMA NO KM. BINAMA NO KM. BINAMA NO KM. BINAMA NO KM. BINAMA NO KM. BINAMA NO JUMLAH

73 59 Lampiran 7 (lanjutan) Tahun 2013 Satuan: kilogram NO NAMA KAPAL TIGER B. TIGER BANANA ENDE Uchi King CAT KIJI Krosok RED TOTAL Lama Operasi Hasil (1.5) (2.0) HO (1.5) HO (2.0) HO (2.0) HL (2.0) HL HO wa HO HL (hari) Rata2 1 KM. BINAMA NO KM. BINAMA NO KM. BINAMA NO KM. BINAMA NO KM. BINAMA NO KM. BINAMA NO KM. BINAMA NO KM. BINAMA NO KM. BINAMA NO KM. BINAMA NO KM. BINAMA NO JUMLAH

74 60 Lampiran 8 Desain alat tangkap pukat udang

75 61 Lampiran 9 Dokumentasi hasil tangkapan utama pukat udang Tiger (Penaeus semisulcatus) Ende pink (Metapenaeus monoceros) Kerosok (Parapenaeopsis sculptilis) Banana (Penaeus merguiensis) Red (Metapenaeus ensis) Black tiger (Penaeus monodon)

76 62 Lampiran 10 Dokumentasi hasil penelitian Kapal pukat udang Otter board Hasil tangkapan pukat udang

77 63 Hasil tangkapan utama Hasil tangkapan sampingan yang dimanfaatkan Hasil tangkapan sampingan yang dibuang kembali ke laut

78 64 Pengamatan ukuran mata jaring pukat udang

FAKTOR TEKNIS YANG BERPENGARUH TERHADAP HASIL TANGKAPAN UTAMA PUKAT UDANG DI LAUT ARAFURA

FAKTOR TEKNIS YANG BERPENGARUH TERHADAP HASIL TANGKAPAN UTAMA PUKAT UDANG DI LAUT ARAFURA Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 5 No. 1 Mei 2014: 23-31 ISSN 2087-4871 FAKTOR TEKNIS YANG BERPENGARUH TERHADAP HASIL TANGKAPAN UTAMA PUKAT UDANG DI LAUT ARAFURA TECHNICAL FACTORS THAT INFLUENCE

Lebih terperinci

(TECHNICAL FACTORS THAT INFLUENCE THE MAIN SHRIMP TRAWL CATCHES IN THE ARAFURA SEA)

(TECHNICAL FACTORS THAT INFLUENCE THE MAIN SHRIMP TRAWL CATCHES IN THE ARAFURA SEA) Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 5 No. 1 Mei 2014: 23-31 ISSN 2087-4871 FAKTOR TEKNIS YANG BERPENGARUH TERHADAP HASIL TANGKAPAN UTAMA PUKAT UDANG DI LAUT ARAFURA (TECHNICAL FACTORS THAT INFLUENCE

Lebih terperinci

ANALYSIS CATCHING PRODUCE TIGER SHRIMP (Penaeus semisulcatus) IN DOUBLE RIG SHRIMP NET BASED ON DIFFERENCE TIME IN ARAFURA WATERS PAPUA

ANALYSIS CATCHING PRODUCE TIGER SHRIMP (Penaeus semisulcatus) IN DOUBLE RIG SHRIMP NET BASED ON DIFFERENCE TIME IN ARAFURA WATERS PAPUA ANALISIS HASIL TANGKAPAN UDANG TIGER (Penaeus semisulcatus) PADA ALAT TANGKAP PUKAT UDANG (Double Rig Shrimp Net) BERDASARKAN PERBEDAAN WAKTU DI PERAIRAN ARAFURA ANALYSIS CATCHING PRODUCE TIGER SHRIMP

Lebih terperinci

KAJIAN PENGELOLAAN HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN PUKAT UDANG: STUDI KASUS DI LAUT ARAFURA PROVINSI PAPUA AZMAR MARPAUNG

KAJIAN PENGELOLAAN HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN PUKAT UDANG: STUDI KASUS DI LAUT ARAFURA PROVINSI PAPUA AZMAR MARPAUNG KAJIAN PENGELOLAAN HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN PUKAT UDANG: STUDI KASUS DI LAUT ARAFURA PROVINSI PAPUA AZMAR MARPAUNG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 KAJIAN PENGELOLAAN HASIL TANGKAPAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaring Arad Jaring arad (mini trawl) adalah jaring yang berbentuk kerucut yang tertutup ke arah ujung kantong dan melebar ke arah depan dengan adanya sayap. Bagian-bagiannya

Lebih terperinci

HASIL TANGKAPAN MINI TRAWL UDANG PADA BERBAGAI PANJANG WARP DAN LAMA TARIKAN

HASIL TANGKAPAN MINI TRAWL UDANG PADA BERBAGAI PANJANG WARP DAN LAMA TARIKAN HASIL TANGKAPAN MINI TRAWL UDANG PADA BERBAGAI PANJANG WARP DAN LAMA TARIKAN ABSTRAK Andria Ansri Utama dan Wudianto Peneliti pada Pusat Riset Perikanan Tangkap, Ancol-Jakarta Teregistrasi I tanggal: 20

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.11/MEN/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.11/MEN/2009 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.11/MEN/2009 TENTANG PENGGUNAAN PUKAT IKAN (FISH NET) DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil tangkapan sampingan (bycatch) menjadi masalah ketika bycatch yang dikembalikan ke laut (discarded) tidak semuanya dalam keadaan hidup atau berpeluang baik untuk

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian penangkapan ikan dengan menggunakan jaring arad yang telah dilakukan di perairan pantai Cirebon, daerah Kecamatan Gebang, Jawa Barat

Lebih terperinci

SKRIPSI. STUDl TENTANG STOK UDANG JERBUNG. I MADE KORNl ADNYANA. PROGRAM STUDl ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKAPIAM

SKRIPSI. STUDl TENTANG STOK UDANG JERBUNG. I MADE KORNl ADNYANA. PROGRAM STUDl ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKAPIAM STUDl TENTANG STOK UDANG JERBUNG (venaeus mmguefi-ais, de Man) DI LAUT ARAFURA DAN SEKITARNYA SKRIPSI Oleh I MADE KORNl ADNYANA C 24. 1475 PROGRAM STUDl ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKAPIAM

Lebih terperinci

PENAMBAHAN RUMPON UNTUK MENINGKATKAN HASIL TANGKAPAN KELONG TANCAP DI DAERAH KAWAL, KABUPATEN TANJUNGPINANG, KEPULAUAN RIAU

PENAMBAHAN RUMPON UNTUK MENINGKATKAN HASIL TANGKAPAN KELONG TANCAP DI DAERAH KAWAL, KABUPATEN TANJUNGPINANG, KEPULAUAN RIAU PENAMBAHAN RUMPON UNTUK MENINGKATKAN HASIL TANGKAPAN KELONG TANCAP DI DAERAH KAWAL, KABUPATEN TANJUNGPINANG, KEPULAUAN RIAU DAVID OCTAVIANUS SIAHAAN SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Pengamatan Aspek Operasional Penangkapan...di Selat Malaka (Yahya, Mohammad Fadli) PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Mohammad Fadli Yahya Teknisi pada Balai

Lebih terperinci

STUDI PERBANDINGAN UKURAN ALAT TANGKAP DENGAN KEKUATAN MESIN KAPAL PUKAT UDANG

STUDI PERBANDINGAN UKURAN ALAT TANGKAP DENGAN KEKUATAN MESIN KAPAL PUKAT UDANG STUDI PERBANDINGAN UKURAN ALAT TANGKAP DENGAN KEKUATAN MESIN KAPAL PUKAT UDANG STUDI PERBANDINGAN UKURAN ALAT TANGKAP DENGAN KEKUATAN MESIN KAPAL PUKAT UDANG Tohir Adhari*, Sepri Sumbung, Sudirman Politeknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rajungan merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia. Berdasarkan data ekspor impor Dinas Kelautan dan Perikanan Indonesia (2007), rajungan menempati urutan ke

Lebih terperinci

DIMENSI UNIT PENANGKAPAN PUKAT UDANG DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA UDANG DI PERAIRAN LAUT ARAFURA. Oleh : EVIE MAULINA ASTUTI C

DIMENSI UNIT PENANGKAPAN PUKAT UDANG DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA UDANG DI PERAIRAN LAUT ARAFURA. Oleh : EVIE MAULINA ASTUTI C DIMENSI UNIT PENANGKAPAN PUKAT UDANG DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA UDANG DI PERAIRAN LAUT ARAFURA Oleh : EVIE MAULINA ASTUTI C 54101056 DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS ALAT TANGKAP TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN DI KELURAHAN TEGALSARI DAN MUARAREJA, TEGAL, JAWA TENGAH DINA MAHARDIKHA SKRIPSI

PENGARUH JENIS ALAT TANGKAP TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN DI KELURAHAN TEGALSARI DAN MUARAREJA, TEGAL, JAWA TENGAH DINA MAHARDIKHA SKRIPSI PENGARUH JENIS ALAT TANGKAP TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN DI KELURAHAN TEGALSARI DAN MUARAREJA, TEGAL, JAWA TENGAH DINA MAHARDIKHA SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

KELOMPOK SASARAN. 1. Nelayan-nelayan yang telah mempunyai pengalaman dan keterampilan dalam pengoperasian jaring trammel.

KELOMPOK SASARAN. 1. Nelayan-nelayan yang telah mempunyai pengalaman dan keterampilan dalam pengoperasian jaring trammel. JARING TRAMMEL Trammel net (Jaring trammel) merupakan salah satu jenis alat tangkap ikan yang banyak digunakan oleh nelayan terutama sejak pukat harimau dilarang penggunaannya. Di kalangan nelayan, trammel

Lebih terperinci

ABSTRAK. JULIANI. Optimasi Upaya Penangkapan Udang di Perairan Delta Mahakam dan Sekitarnya. Dibimbing oleh M. FEDI A. SONDITA dan ZULKARNAIN.

ABSTRAK. JULIANI. Optimasi Upaya Penangkapan Udang di Perairan Delta Mahakam dan Sekitarnya. Dibimbing oleh M. FEDI A. SONDITA dan ZULKARNAIN. ABSTRAK JULIANI. Optimasi Upaya Penangkapan Udang di Perairan Delta Mahakam dan Sekitarnya. Dibimbing oleh M. FEDI A. SONDITA dan ZULKARNAIN. Penelitian ini mengkaji optimasi upaya penangkapan udang di

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH HAMBATAN TARIF DAN NON TARIF DI PASAR UNI EROPA TERHADAP EKSPOR KOMODITAS UDANG INDONESIA RIRI ESTHER PAINTE

ANALISIS PENGARUH HAMBATAN TARIF DAN NON TARIF DI PASAR UNI EROPA TERHADAP EKSPOR KOMODITAS UDANG INDONESIA RIRI ESTHER PAINTE ANALISIS PENGARUH HAMBATAN TARIF DAN NON TARIF DI PASAR UNI EROPA TERHADAP EKSPOR KOMODITAS UDANG INDONESIA RIRI ESTHER PAINTE PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

SEBARAN FREKUENSI PANJANG UDANG BANANA

SEBARAN FREKUENSI PANJANG UDANG BANANA Volume III, Edisi 1 ISN.2301 7163 Juli 2014 ESTIMASI SEBARAN FREKUENSI PANJANG UDANG BANANA (Penaeus merguensis) YANG TERTANGKAP DENGAN ALAT TANGKAP PUKAT UDANG DI PERAIRAN KAIMANA - TIMIKA Muhammad Ali

Lebih terperinci

OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI

OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... Halaman xii DAFTAR GAMBAR... DAFTAR

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 1 EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN 2004-2012 RENALDO PRIMA SUTIKNO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

Bentuk baku konstruksi pukat hela ganda udang (double rigger shrimp trawl)

Bentuk baku konstruksi pukat hela ganda udang (double rigger shrimp trawl) Standar Nasional Indonesia Bentuk baku konstruksi pukat hela ganda udang (double rigger shrimp trawl) ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar Isi Daftar Isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

STUD1 TENTANG KEGIATAN PENANGKAPAN UDANG DI PT. MARINE PRGUUCTS INDONESLA CABANG KENDARI, SULAWESI TENGGARA. 01 eh :

STUD1 TENTANG KEGIATAN PENANGKAPAN UDANG DI PT. MARINE PRGUUCTS INDONESLA CABANG KENDARI, SULAWESI TENGGARA. 01 eh : i: IPCIP 9-m' 0 la5 STUD1 TENTANG KEGIATAN PENANGKAPAN UDANG DI PT. MARINE PRGUUCTS INDONESLA CABANG KENDARI, SULAWESI TENGGARA 01 eh : STANY RACHEL SIAHAWENLA C05197019 SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

STUDI PERUBAHAN LUASAN TERUMBU KARANG DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DI PERAIRAN BAGIAN BARAT DAYA PULAU MOYO, SUMBAWA

STUDI PERUBAHAN LUASAN TERUMBU KARANG DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DI PERAIRAN BAGIAN BARAT DAYA PULAU MOYO, SUMBAWA STUDI PERUBAHAN LUASAN TERUMBU KARANG DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DI PERAIRAN BAGIAN BARAT DAYA PULAU MOYO, SUMBAWA Oleh Riza Aitiando Pasaribu C64103058 PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH i STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 iii PERNYATAAN

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan

5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan 5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan Hasil tangkapan yang diperoleh selama penelitian menunjukan bahwa sumberdaya ikan di perairan Tanjung Kerawang cukup beragam baik jenis maupun ukuran ikan yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni 2013. Pengambilan sampel dilakukan selama 15 kali per stasiun secara kontinyu. Lokasi pengambilan sampel

Lebih terperinci

ABSTRAK Desty Maryam. Pengaruh kecepatan arus terhadap komponen desain jaring millenium (percobaan dengan prototipe dalam flume tank

ABSTRAK Desty Maryam. Pengaruh kecepatan arus terhadap komponen desain jaring millenium (percobaan dengan prototipe dalam flume tank PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP KOMPONEN DESAIN JARING MILLENIUM (Percobaan dengan Prototipe dalam Flume Tank) Desty Maryam SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

PENGARUH PERIODE HARI BULAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN DAN TINGKAT PENDAPATAN NELAYAN BAGAN TANCAP DI KABUPATEN SERANG TESIS JAE WON LEE

PENGARUH PERIODE HARI BULAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN DAN TINGKAT PENDAPATAN NELAYAN BAGAN TANCAP DI KABUPATEN SERANG TESIS JAE WON LEE PENGARUH PERIODE HARI BULAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN DAN TINGKAT PENDAPATAN NELAYAN BAGAN TANCAP DI KABUPATEN SERANG TESIS JAE WON LEE SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON. Oleh: Asep Khaerudin C

PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON. Oleh: Asep Khaerudin C PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON Oleh: Asep Khaerudin C54102009 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

MUHAMMAD SULAIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

MUHAMMAD SULAIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENDEKATAN AKUSTIK DALAM STUDI TINGKAH LAKU IKAN PADA PROSES PENANGKAPAN DENGAN ALAT BANTU CAHAYA (THE ACOUSTIC APPROACH TO FISH BEHAVIOUR STUDY IN CAPTURE PROCESS WITH LIGHT ATTRACTION) MUHAMMAD SULAIMAN

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS PERIKANAN TUNA LONGLINE DI BENOA (STUDI KASUS: PT. PERIKANAN NUSANTARA)

PRODUKTIVITAS PERIKANAN TUNA LONGLINE DI BENOA (STUDI KASUS: PT. PERIKANAN NUSANTARA) Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 3, No. 2, November 2012 Hal: 135-140 PRODUKTIVITAS PERIKANAN TUNA LONGLINE DI BENOA (STUDI KASUS: PT. PERIKANAN NUSANTARA) Tuna Lingline Fisheries Productivity in Benoa

Lebih terperinci

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG Oleh: DONNA NP BUTARBUTAR C05400027 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

KAJIAN PENGELOLAAN HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN PUKAT UDANG: STUDI KASUS DI LAUT ARAFURA PROVINSI PAPUA AZMAR MARPAUNG

KAJIAN PENGELOLAAN HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN PUKAT UDANG: STUDI KASUS DI LAUT ARAFURA PROVINSI PAPUA AZMAR MARPAUNG KAJIAN PENGELOLAAN HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN PUKAT UDANG: STUDI KASUS DI LAUT ARAFURA PROVINSI PAPUA AZMAR MARPAUNG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 KAJIAN PENGELOLAAN HASIL TANGKAPAN

Lebih terperinci

ANALISIS IMPLEMENTASI MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA ( STUDI KASUS PENGEMBANGAN PELABUHAN MAKASSAR )

ANALISIS IMPLEMENTASI MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA ( STUDI KASUS PENGEMBANGAN PELABUHAN MAKASSAR ) ANALISIS IMPLEMENTASI MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA ( STUDI KASUS PENGEMBANGAN PELABUHAN MAKASSAR ) TEGUH PAIRUNAN PUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA

PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA Pengaruh Lampu terhadap Hasil Tangkapan... Pemalang dan Sekitarnya (Nurdin, E.) PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA Erfind Nurdin Peneliti

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN MATA PANCING GANDA PADA RAWAI TEGAK TERHADAP HASIL TANGKAPAN LAYUR

PENGARUH PENGGUNAAN MATA PANCING GANDA PADA RAWAI TEGAK TERHADAP HASIL TANGKAPAN LAYUR Pengaruh Penggunaan Mata Pancing.. terhadap Hasil Tangkapan Layur (Anggawangsa, R.F., et al.) PENGARUH PENGGUNAAN MATA PANCNG GANDA PADA RAWA TEGAK TERHADAP HASL TANGKAPAN LAYUR ABSTRAK Regi Fiji Anggawangsa

Lebih terperinci

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN ALAT CANTRANG DI PERAIRAN TELUK JAKARTA

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN ALAT CANTRANG DI PERAIRAN TELUK JAKARTA Tersedia online di: http://ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/btl e-mail:btl.puslitbangkan@gmail.com BULETINTEKNIKLITKAYASA Volume 14 Nomor 1 Juni 2016 p-issn: 1693-7961 e-issn: 2541-2450 PENGAMATAN

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO

STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK BENI PRAMONO. Strategi Pengelolaan Perikanan Jaring

Lebih terperinci

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN UDANG DAN LAJU TANGKAP PUKAT UDANG DI PERAIRAN ARAFURA (Studi Kasus PT Irian Marine Product Development) SKRIPSI

KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN UDANG DAN LAJU TANGKAP PUKAT UDANG DI PERAIRAN ARAFURA (Studi Kasus PT Irian Marine Product Development) SKRIPSI KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN UDANG DAN LAJU TANGKAP PUKAT UDANG DI PERAIRAN ARAFURA (Studi Kasus PT Irian Marine Product Development) LESTARI NINGRUM TRITONDO SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

ANALISIS SURUT ASTRONOMIS TERENDAH DI PERAIRAN SABANG, SIBOLGA, PADANG, CILACAP, DAN BENOA MENGGUNAKAN SUPERPOSISI KOMPONEN HARMONIK PASANG SURUT

ANALISIS SURUT ASTRONOMIS TERENDAH DI PERAIRAN SABANG, SIBOLGA, PADANG, CILACAP, DAN BENOA MENGGUNAKAN SUPERPOSISI KOMPONEN HARMONIK PASANG SURUT ANALISIS SURUT ASTRONOMIS TERENDAH DI PERAIRAN SABANG, SIBOLGA, PADANG, CILACAP, DAN BENOA MENGGUNAKAN SUPERPOSISI KOMPONEN HARMONIK PASANG SURUT Oleh: Gading Putra Hasibuan C64104081 PROGRAM STUDI ILMU

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.1.1 Armada Kapal Perikanan Kapal penangkapan ikan merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam melakukan kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN GEARBOX PADA IN-BOARD ENGINE : PENGARUHNYA TERHADAP HASIL TANGKAPAN JARING ARAD DI PERAIRAN MUARAREJA, KOTA TEGAL, JAWA TENGAH AHMAD FAUZI

PENGGUNAAN GEARBOX PADA IN-BOARD ENGINE : PENGARUHNYA TERHADAP HASIL TANGKAPAN JARING ARAD DI PERAIRAN MUARAREJA, KOTA TEGAL, JAWA TENGAH AHMAD FAUZI 947 @'-I 04 PENGGUNAAN GEARBOX PADA IN-BOARD ENGINE : PENGARUHNYA TERHADAP HASIL TANGKAPAN JARING ARAD DI PERAIRAN MUARAREJA, KOTA TEGAL, JAWA TENGAH AHMAD FAUZI SKRIPSI PROGRAM STUD1 PEMANFAATAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

KUALITAS PELAYANAN KAPAL DAN KECEPATAN BONGKAR MUAT KAPAL TERHADAP PRODUKTIVITAS DERMAGA TERMINAL PETIKEMAS PELABUHAN MAKASSAR WILMAR JONRIS SIAHAAN

KUALITAS PELAYANAN KAPAL DAN KECEPATAN BONGKAR MUAT KAPAL TERHADAP PRODUKTIVITAS DERMAGA TERMINAL PETIKEMAS PELABUHAN MAKASSAR WILMAR JONRIS SIAHAAN iii KUALITAS PELAYANAN KAPAL DAN KECEPATAN BONGKAR MUAT KAPAL TERHADAP PRODUKTIVITAS DERMAGA TERMINAL PETIKEMAS PELABUHAN MAKASSAR WILMAR JONRIS SIAHAAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

KAJIAN TERHADAP OPERASIONAL KAPAL TRAWL DI PERAIRAN LAUT ARAFURA *)

KAJIAN TERHADAP OPERASIONAL KAPAL TRAWL DI PERAIRAN LAUT ARAFURA *) Kajian terhadap Operasional Kapal Trawl di Perairan Laut Arafura (Wedjatmiko & Sukarniaty) KAJIAN TERHADAP OPERASIONAL KAPAL TRAWL DI PERAIRAN LAUT ARAFURA *) Wedjatmiko 1) dan Sukarniaty 2) 1) Peneliti

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP DINAMIKA JARING KEJER PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK

PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP DINAMIKA JARING KEJER PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP DINAMIKA JARING KEJER PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK SINGGIH PRIHADI AJI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

TEKNIS PENGOPERASIAN BOTTOM TRAWL DENGAN MENGGUNAKAN KR BARUNA JAYA IV DI PERAIRAN ARAFURA

TEKNIS PENGOPERASIAN BOTTOM TRAWL DENGAN MENGGUNAKAN KR BARUNA JAYA IV DI PERAIRAN ARAFURA Tersedia online di: http://ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/btl e-mail:btl.puslitbangkan@gmail.com BULETINTEKNIKLITKAYASA Volume 15 Nomor 2 Desember 2017 e-issn: 2541-2450 TEKNIS PENGOPERASIAN BOTTOM

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. meningkatnya permintaan udang baik di pasar domestik maupun di pasar

PENDAHULUAN. meningkatnya permintaan udang baik di pasar domestik maupun di pasar PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi sumberdaya udang laut yang sangat besar, yakni sekitar 78.800 ton per tahun. Udang merupakan komoditas unggulan perikanan Indonesia

Lebih terperinci

PROPORSI DAN KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN JARING TIGA LAPIS (TRAMMEL NET) DI PELABUHAN RATU

PROPORSI DAN KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN JARING TIGA LAPIS (TRAMMEL NET) DI PELABUHAN RATU Proporsi dan Komposisi Hasil Tangkapan Jaring Tiga Lapis (Trammel Net) di Pelabuhan Ratu (Hufiadi) PROPORSI DAN KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN JARING TIGA LAPIS (TRAMMEL NET) DI PELABUHAN RATU ABSTRAK Hufiadi

Lebih terperinci

UJI COBA PENENTUAN FREKUENSI SUARA DALAM PEMIKATAN IKAN MAS ( Cyprinus carpio ) Oleh : YATNA PRIATNA C

UJI COBA PENENTUAN FREKUENSI SUARA DALAM PEMIKATAN IKAN MAS ( Cyprinus carpio ) Oleh : YATNA PRIATNA C UJI COBA PENENTUAN FREKUENSI SUARA DALAM PEMIKATAN IKAN MAS ( Cyprinus carpio ) Oleh : YATNA PRIATNA C54101030 DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN ARUS DAN MESH SIZE TERHADAP DRAG FORCE DAN TINGGI JARING GOYANG PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK MUHAMMAD RIFKI SKRIPSI

PENGARUH KECEPATAN ARUS DAN MESH SIZE TERHADAP DRAG FORCE DAN TINGGI JARING GOYANG PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK MUHAMMAD RIFKI SKRIPSI PENGARUH KECEPATAN ARUS DAN MESH SIZE TERHADAP DRAG FORCE DAN TINGGI JARING GOYANG PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK MUHAMMAD RIFKI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai September 2010. Pengambilan data lapangan dilakukan di wilayah Kabupaten Maluku Tenggara, sejak 21 Juli

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK PENAMBANGAN PASIR LAUT TERHADAP PERIKANAN RAJUNGAN DI KECAMATAN TIRTAYASA KABUPATEN SERANG DJUMADI PARLUHUTAN P.

ANALISIS DAMPAK PENAMBANGAN PASIR LAUT TERHADAP PERIKANAN RAJUNGAN DI KECAMATAN TIRTAYASA KABUPATEN SERANG DJUMADI PARLUHUTAN P. ANALISIS DAMPAK PENAMBANGAN PASIR LAUT TERHADAP PERIKANAN RAJUNGAN DI KECAMATAN TIRTAYASA KABUPATEN SERANG DJUMADI PARLUHUTAN P. SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI

KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perairan Laut Arafura di lokasi penelitian termasuk ke dalam kategori

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perairan Laut Arafura di lokasi penelitian termasuk ke dalam kategori 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Profil Peta Batimetri Laut Arafura Perairan Laut Arafura di lokasi penelitian termasuk ke dalam kategori perairan dangkal dimana kedalaman mencapai 100 meter. Berdasarkan data

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu isu penting perikanan saat ini adalah keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya dan lingkungannya. Upaya pemanfaatan spesies target diarahkan untuk tetap menjaga

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

WAKTU PERENDAMAN DAN PERIODE BULAN : PENGARUHNYA TERHADAP KEPITING BAKAU HASIL TANGKAPAN BUBU DI MUARA SUNGAI RADAK, PONTIANAK

WAKTU PERENDAMAN DAN PERIODE BULAN : PENGARUHNYA TERHADAP KEPITING BAKAU HASIL TANGKAPAN BUBU DI MUARA SUNGAI RADAK, PONTIANAK WAKTU PERENDAMAN DAN PERIODE BULAN : PENGARUHNYA TERHADAP KEPITING BAKAU HASIL TANGKAPAN BUBU DI MUARA SUNGAI RADAK, PONTIANAK CAROLINA CATUR RAKPIMADEW PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DEPARTEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS PRODUKSI DAN KERAGAAN USAHA GARUK UDANG DI PERAIRAN KOTA SEMARANG

ANALISIS PRODUKSI DAN KERAGAAN USAHA GARUK UDANG DI PERAIRAN KOTA SEMARANG ANALISIS PRODUKSI DAN KERAGAAN USAHA GARUK UDANG DI PERAIRAN KOTA SEMARANG Production Analysis and Feasibility Effort of Dredged Net in Semarang Regency Bogi Budi Jayanto, Azis Nur Bambang dan Herry Boesono

Lebih terperinci

ANALISIS KETAHANAN DAN APLIKASINYA UNTUK PEMODELAN INTERVAL KELAHIRAN ANAK PERTAMA HARNANTO

ANALISIS KETAHANAN DAN APLIKASINYA UNTUK PEMODELAN INTERVAL KELAHIRAN ANAK PERTAMA HARNANTO ANALISIS KETAHANAN DAN APLIKASINYA UNTUK PEMODELAN INTERVAL KELAHIRAN ANAK PERTAMA HARNANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

Jurnal PERIKANAN dan KELAUTAN 14,2 (2009) :

Jurnal PERIKANAN dan KELAUTAN 14,2 (2009) : APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DALAM PENENTUAN DAERAH PENGOPERASIAN ALAT TANGKAP GOMBANG DI PERAIRAN SELAT BENGKALIS KECAMATAN BENGKALIS KABUPATEN BENGKALIS PROPINSI RIAU Irwandy Syofyan 1), Rommie

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di beberapa negara, telah mendorong meningkatnya permintaan komoditas perikanan dari waktu ke waktu. Meningkatnya

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN UTAMA DAN SAMPINGAN PADA ALAT TANGKAP DOGOL DI GEBANG MEKAR, KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT ISTRIANA RACHMAWATI

ANALISIS HASIL TANGKAPAN UTAMA DAN SAMPINGAN PADA ALAT TANGKAP DOGOL DI GEBANG MEKAR, KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT ISTRIANA RACHMAWATI ANALISIS HASIL TANGKAPAN UTAMA DAN SAMPINGAN PADA ALAT TANGKAP DOGOL DI GEBANG MEKAR, KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT ISTRIANA RACHMAWATI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA 1 PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA Oleh: Yuri Hertanto C64101046 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo

5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo 58 5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo Dalam pengoperasiannya, bagan rambo menggunakan cahaya untuk menarik dan mengumpulkan ikan pada catchable area. Penggunaan cahaya buatan yang berkapasitas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang terdapat di sepanjang pantai tropis dan sub tropis atau muara sungai. Ekosistem ini didominasi oleh berbagai jenis

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR i ANALISIS MANAJEMEN KEUANGAN, TEKANAN EKONOMI, STRATEGI KOPING DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN KELUARGA NELAYAN DI DESA CIKAHURIPAN, KECAMATAN CISOLOK, KABUPATEN SUKABUMI HIDAYAT SYARIFUDDIN DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

RESPON PENCIUMAN IKAN KERAPU MACAN (Ephinephelus fuscoguttatus) TERHADAP UMPAN : PENGUJIAN SKALA LABORATORIUM. Deka Berkah Sejati SKRIPSI

RESPON PENCIUMAN IKAN KERAPU MACAN (Ephinephelus fuscoguttatus) TERHADAP UMPAN : PENGUJIAN SKALA LABORATORIUM. Deka Berkah Sejati SKRIPSI RESPON PENCIUMAN IKAN KERAPU MACAN (Ephinephelus fuscoguttatus) TERHADAP UMPAN : PENGUJIAN SKALA LABORATORIUM Deka Berkah Sejati SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU PUSPITA SKRIPSI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

: Perikanan Tangkap Udang Nomor Sampel Kabupaten / Kota : Kecamatan : Kelurahan / Desa Tanggal Wawancara : Nama Enumerator :..

: Perikanan Tangkap Udang Nomor Sampel Kabupaten / Kota : Kecamatan : Kelurahan / Desa Tanggal Wawancara : Nama Enumerator :.. 173 Lampiran 34 Daftar Kuisioner Jenis Pertanyaan : Perikanan Tangkap Udang Nomor Sampel Kabupaten / Kota : Kecamatan : Kelurahan / Desa Tanggal Wawancara : Nama Enumerator.. I Identitas Responden Nama

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS SYARIF IWAN TARUNA ALKADRIE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH

FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH Oleh : Helmy Hakim C64102077 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH

STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

POTENSI SUMBERDAYA UDANG PENAEID DI PERAIRAN KEPULAUAN ARU BAGIAN TIMUR SUB WILAYAH ARU DAN SEKITARNYA-III. Kota Sorong-Papua Barat 98401, Indonesia

POTENSI SUMBERDAYA UDANG PENAEID DI PERAIRAN KEPULAUAN ARU BAGIAN TIMUR SUB WILAYAH ARU DAN SEKITARNYA-III. Kota Sorong-Papua Barat 98401, Indonesia POTENSI SUMBERDAYA UDANG PENAEID DI PERAIRAN KEPULAUAN ARU BAGIAN TIMUR SUB WILAYAH ARU DAN SEKITARNYA-III POTENSI SUMBERDAYA UDANG PENAEID DI PERAIRAN KEPULAUAN ARU BAGIAN TIMUR SUB WILAYAH ARU DAN SEKITARNYA-III

Lebih terperinci

5. HASIL PENELITIAN 5.1 Distribusi Spasial dan Temporal Upaya Penangkapan Udang

5. HASIL PENELITIAN 5.1 Distribusi Spasial dan Temporal Upaya Penangkapan Udang 5. HASIL PENELITIAN 5.1 Distribusi Spasial dan Temporal Upaya Penangkapan Udang Daerah operasi penangkapan udang terbentang mulai dari bagian utara Delta Mahakam, Tanjung Santan hingga Tanjung Sembilang

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 25 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Perairan Mempawah Hilir Kabupaten Pontianak Propinsi Kalimantan Barat, yang merupakan salah satu daerah penghasil

Lebih terperinci

Daerah penangkapan ikan dari kapal huhate yang berpangkalan di Pelabuhan Perikanan Pantai Belang

Daerah penangkapan ikan dari kapal huhate yang berpangkalan di Pelabuhan Perikanan Pantai Belang Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 1(2): 57-62, Desember 2012 Daerah penangkapan ikan dari kapal huhate yang berpangkalan di Pelabuhan Perikanan Pantai Belang Fishing ground of pole and liner

Lebih terperinci

Gambar 6 Peta lokasi penelitian.

Gambar 6 Peta lokasi penelitian. 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan dimulai dengan penyusunan proposal dan penelusuran literatur mengenai objek penelitian cantrang di Pulau Jawa dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Cangkol Kampung Cangkol Kelurahan Lemah Wungkuk Kecamatan Lemah Wungkuk, Kota Cirebon Jawa Barat. Pengambilan

Lebih terperinci

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN NELAYAN DI PESISIR PANTAI KECAMATAN SINGKIL UTARA KABUPATEN ACEH SINGKIL. Tesis. Oleh: NOMI NOVIANI SIREGAR

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN NELAYAN DI PESISIR PANTAI KECAMATAN SINGKIL UTARA KABUPATEN ACEH SINGKIL. Tesis. Oleh: NOMI NOVIANI SIREGAR FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN NELAYAN DI PESISIR PANTAI KECAMATAN SINGKIL UTARA KABUPATEN ACEH SINGKIL Tesis Oleh: NOMI NOVIANI SIREGAR NIM : 107039025 PROGRAM MAGISTER AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA

TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA Agus Salim Teknisi Litkayasa pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta Teregistrasi I tanggal: 29 Mei 2008; Diterima

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI 2 STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

Efektifitas Modifikasi Rumpon Cumi sebagai Media Penempelan Telur Cumi Bangka (Loligo chinensis)

Efektifitas Modifikasi Rumpon Cumi sebagai Media Penempelan Telur Cumi Bangka (Loligo chinensis) EFEKTIFITAS MODIFIKASI RUMPON CUMI SEBAGAI MEDIA PENEMPELAN TELUR CUMI BANGKA (Loligo Effectiveness of Squid Modification As a Media of Attachment Squid Eggs Bangka Indra Ambalika Syari 1) 1) Staff Pengajar

Lebih terperinci

Erwin Tanjaya ABSTRAK

Erwin Tanjaya ABSTRAK PRODUKTIVITAS PERIKANAN PURSE SEINE MINI SELAMA MUSIM TIMUR DI PERAIRAN KABUPATEN MALUKU TENGGARA Erwin Tanjaya Program Studi Teknologi Penangkapan Ikan, Politeknik Perikanan Negeri Tual. Jl. Karel Sadsuitubun

Lebih terperinci