BAB I PENDAHULUAN I.1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN I.1"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Perempuan, ketika mendengar kata itu pemikiran yang muncul adalah lemah, pasif, emosional. Perempuan dengan karakter feminin yang terbentuk, baik karena lingkungan sosial ataupun media, selalu menjadi hal yang diperbincangkan. Film sering menggambarkan perempuan dengan karakter femininnya, namun ada juga yang menggambarkan secara berbeda. Film The Hunger Games, karakter perempuan di sini ditampilkan secara berbeda, tidak seperti penampilan karakter perempuan feminin pada film umumnya. Dengan fokus penelitian yang ingin melihat bagaimana sutradara menampilkan karakter perempuan melalui tokoh Katniss, penulis memilih analisis naratif sebagai alat pembedah. Naratif sendiri memiliki unsur karakter, dan unsur karakter dengan model aktan milik Greimas lah yang dipilih penulis. Perempuan, laki-laki, dan gender merupakan sebuah kaitan yang erat. Gender adalah perbedaan sifat, peranan, fungsi, dan status antara lakilaki dan perempuan yang berdasarkan sosial budaya serta dipengaruhi oleh struktur masyarakat yang luas. Hal tersebut membuahkan hasil negatif yaitu ke-tidakseimbangan gender antara perempuan dan laki-laki. Masyarakat memandang bahwa sifat, peranan, fungsi, serta status perempuan dan lakilaki berbeda, bahkan cenderung lebih meremehkan perempuan (Fakih, 2012:7). Ke-tidakseimbangan gender tersebut inilah yang digugat feminis. Feminisme, adalah gerakan kaum perempuan untuk memperoleh persamaan derajat dan keadilan serta kebebasan dari penindasan laki-laki (Sunarto,

2 2 2003:34). Perempuan sering dianggap the other sex atau second sex yang artinya bahwa keberadaannya tidak diperhitungkan, namun dengan adanya feminisme membuat pemikiran masyarakat sedikit demi sedikit berubah. Ke-tidakseimbangan ini banyak ditampilkan pada film, baik dalam negeri maupun luar negeri. Adanya diskriminasi terhadap peran perempuan, digambarkan oleh sutradara dengan konsep gender yaitu lakilaki identik dengan maskulin sedangkan perempuan dengan feminin. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari segi emosional dan intelektual, misalnya laki-laki (maskulin) dikenal dengan kuat, rasional, jantan, perkasa, percaya diri tinggi, agresif, menggunakan nalar. Sedangkan perempuan (feminin) dikenal dengan lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan, tidak percaya diri, pasif, lemah. Ciri dari sifat itu sendiri ada yang dapat dipertukarkan, maksudnya ada laki-laki yang emosional, lemah lembut, keibuan, sementara ada pula perempuan yang kuat, rasional, perkasa (Fakih, 2012:8-9). Film sebagai salah satu media masa mampu membuat representasi dari realitas sosial yang ada. Representasi ini kemudian dikenal oleh masyarakat sebagai realitas media. Realitas media tidak selalu sama persis dengan realitas sosial yang ada dalam masyarakat. Perempuan direpresentasikan sutradara melalui peran dengan karakter yang feminin. Karakter feminin tersebut dapat di lihat pada beberapa film seperti Battle Royal, The Condemned, Gamer, dan Death Race. Battle Royale adalah film Jepang yang diadaptasi dari novel. Film ini di keluarkan pada tahun Bercerita tentang permainan kematian, semua murid yang berpartisipasi harus membunuh satu sama lain untuk bertahan hidup dan menang. Kelasnya mengadakan field trip seusai ujian, tetapi ketika dipertengahan perjalanan tepat di sebuah terowongan,

3 3 mereka di beri gas tidur. Ketika tersadar ternyata sedang berada di sebuah ruangan gelap seperti bangunan yang sudah tidak terpakai, di suatu pulau terpencil yang tidak ada penduduk, serta menggunakan sebuah kalung di leher mereka. Hanya satu murid yang akan bertahan. Jika mereka sama sekali tidak membunuh dalam waktu yang telah di tentukan, maka kalung yang ada di leher mereka akan meledak. Pilihan yang tersisa untuk mereka hanyalah dibunuh atau membunuh. Peran perempuan dalam film Battle Royal ini di gambarkan dengan karakter feminin yang berbagai macam, terihat saat Sakura lebih memilih bunuh diri daripada membunuh teman-temannya, kemudian Misuho yang senang berkhayal dan menganggap dirinya ksatria, Kayoko anggota klub upacara minum teh serta mengikuti ekskul kecantikan, Yuko yang parno terhadap tindak kekerasan sejak ayahnya meninggal, profil pesertanya menyatakan bahwa ia memiliki kecenderungan paling tinggi untuk bunuh diri/ mati di tangan orang lain. Mitsuko sebagai korban pemerkosaan, sehingga ia membenci laki-laki, lalu Noriko yang bertubuh mungil dikenal paling ramah di kelas, bahkan cepat akrab dengan semuanya. Karakter feminin yang ditampilkan oleh film Battle Royal jelas terlihat. Baik dari segi emosional dan intelektual, peran perempuannya lebih dikenal dengan lemah lembut, cantik, emosional, tidak percaya diri, pasif, lemah, tidak berpikir panjang.

4 4 Gambar I.1 (Film Battle Royal) Film selanjutnya adalah The Condemned, film action tahun 2007 yang disutradarai oleh Scot Wiper, diproduksi oleh WWE Films dan dirilis oleh Lionsgate. Bercerita tentang seorang produser TV yang membuat reality show mengenai 10 orang yang dipaksa berkelahi. Kesepuluh orang tersebut adalah terpidana mati yang dibeli dari negara-negara dunia ketiga. Mereka akan ditempatkan di pulau terpencil, dan harus membunuh satu sama lain. Satu pemenang tersisa akan dibebaskan dari penjara dan terhindar dari eksekusi. Steve Austin sebagai Jack Conrad, terpidana mati di penjara Amerika Tengah yang korup. Jack pun merupakan salah satu dari 10 napi yang dipaksa ikut reality show ini. Mereka diterjunkan di sebuah pulau terpencil dengan ratusan kamera yang siap mengambil adegan perkelahian dan pemerkosaan, karena ada napi perempuan juga yang terjadi di antara 10 kontestan. Adegan kekerasan itu ditonton jutaan orang secara online tanpa sensor.

5 5 Peran perempuan yang menjadi napi pada film ini lebih digunakan sebagai bahan perkosaan, sektor pemuas nafsu semata. Pakaian yang dikenakan oleh para napi wanita adalah kaos tidak berlengan, lebih menonjolkan buah dada dan terkadang ada yang tidak menggunakan bra, sehingga memikat nafsu para lelaki. Karakter feminin yang di tampilkan adalah cantik, lemah, pasif, karena mereka hanya menjadi sebagai pemuas. Beginilah perempuan digambarkan pada film The Condemned. Gambar I.2 (Film The Condemned) Kemudian Gamer, film fiksi ilmiah tahun 2009 yang ditulis dan disutradarai oleh Mark Neveldine dan Brian Taylor. Menceritakan tentang sebuah permainan yang bernama Slayer. Orang-orang yang memainkan karakter dalam game ini dibayar, sedangkan orang-orang yang bermain dalam game Slayer adalah para narapidana yang ditawari kebebasan jika mampu melewati 30 level. Salah satu dari karakter tersebut adalah John Kable Tillman (Gerard Butler) dengan user-nya Simon (Logan Lerman).

6 6 Ken Castle (Michael C. Hall), pengusaha kaya yang memiliki teknologi mengendalikan pikiran ini, memanfaatkannya untuk membuat game online dengan karakter yang sebenarnya adalah manusia. Game yang diberi nama Slayers ini mendatangkan banyak uang buat Castle namun menyengsarakan para 'budak' yang dijadikan karakter dalam game ini termasuk Kable (Gerard Butler). Karakter Kable dikendalikan oleh Simon (Logan Lerman) yang berhasil membuat tokoh ini selalu menang dalam setiap game. Setiap minggu Kable harus bertahan hidup agar ia bisa menyelesaikan seluruh game dan terbebas dari perbudakan Castle. Di saat yang sama ada sekelompok orang yang ingin memanfaatkan Kable untuk meruntuhkan seluruh sistem yang dibangun Castle karena menurut mereka tindakan ini sudah tak manusiawi lagi. Dalam film Gamer ini para perempuan tidak mengikuti permainan Slayers namun mereka berada di arena permainan yang berbeda, yaitu bernama Society. Pada Society, perempuan digambarkan dengan menggunakan pakaian sexy dengan memperlihatkan kemolekan tubuh, sebagai penggoda laki-laki. Society juga memiliki user, namun rata-rata yang memainkan adalah laki-laki, karena tujuan mereka lebih mengarah pada kepuasan sex. Terlihat bahwa perempuan dalam film ini ditampilkan hanya sebagai pemuas, dengan karakter femininnya yang lemah, pasif, mau dijadikan alat permainan bagi pemainnya.

7 7 Gambar I.3 (Film Gamer) Death Race merupakan sebuah film Amerika Serikat yang dirilis pada tahun Film yang disutradara oleh Paul W. S. Anderson ini bercerita mengenai pemerintah AS tak mampu lagi menangani penjara yang jadi penuh oleh para penjahat. Akibatnya, pemerintah terpaksa menyerahkan wewenang ini pada pihak swasta. Weyland Corporation yang akhirnya mengurusi penjara ini justru melihatnya sebagai keuntungan. Weyland Corporation berencana membuat acara olahraga yang menghasilkan banyak uang dengan memanfaatkan para penghuni penjara ini. Jensen Ames (Jason Statham) yang sudah menghuni penjara selama 8 tahun tinggal menunggu 6 minggu lagi sebelum masa tahanannya berakhir. Sayangnya Hennessey (Joan Allen) sang sipir penjara malah memaksa Jensen untuk ikut dalam acara balap maut ini dan menyuruhnya untuk menyamar sebagai Frankestein. Frankestein adalah salah satu idola

8 8 penonton namun sudah meninggal karena terluka saat bermain, jika tidak ada dia maka permainan ini tidak ada yang menonton dan otomatis tidak ada pemasukan dana. Balap ini tak sekedar beradu cepat antar mobil saja, namun nyawa yang jadi taruhannya karena masing-masing mobil juga dipersenjatai dengan senjata berat. Setiap pembalap dalam permainan ini memiliki satu navigator, dimana tugasnya memberikan arahan jalan serta senjata-senjata apa saja yang dapat diambil sebagai alat membunuh musuh. Peran perempuan dalam film ini adalah sebagai navigator, salah satu yang paling sering terlihat adalah navigator Frankestein. Ditampilkan pada film bahwa perempuan yang hanya sebagai navigator, pengambil keputusan kedua. Karakter feminin yang terlihat adalah lemah, pasif karena hanya sebagai pemberi arahan yang belum tentu diterima oleh Frankestein. Perempuan dalam film ini juga selalu menggunakan pakaian yang menonjolkan kemolekan tubuhnya. Gambar I.4 (Film The Death Race)

9 9 Melihat peran perempuan pada keempat film yang telah penulis sebutkan, mayoritas perempuan digambarkan hanya sebagai sektor sex, second decision, menunjukkan bagian-bagian tubuh yang dianggap sexy. Kemudian dengan sifat, peran dan fungsi femininnya, emosional mereka pun turut digambarkan sebagai sosok yang lemah, cantik, tidak percaya diri, pasif, tidak berpikir panjang. Hal-hal tersebut juga paling tidak hampir ada di benak masyarakat ketika mendengar kata perempuan. Ini karena hasil konstruksi media massa baik cetak, televisi, radio, dan online yang memberikan gambaran tentang perempuan seperti itu. Perempuan yang identik dengan feminin memang banyak direpresentasikan pada film. Namun penulis menemukan salah satu film yang merepresentasikan bahwa perempuan adalah sosok yang kuat, tegar, punya pendirian teguh, tidak menjadi second decision bahkan dapat dikatakan bertolak belakang dengan sifat, peranan dan fungsi perempuan yang feminin. Film yang di pilih adalah The Hunger Games. Jika dilihat, benang merahnya baik pada film pembanding, maupun film yang akan diteliti adalah terdapat survivor/ pemain yang terjun dalam sebuah arena, dan harus memenangkan/ menyelesaikan permainan agar mendapatkan tujuan utamanya, baik mendapat hadiah berupa uang, kebebasan, maupun kesejahteraan. Selain itu pada film yang dijadikan perbandingan oleh penulis, peran dan karakter perempuan hanya di pandang sebelah mata, lain halnya dengan film The Hunger Games ini. Peran dan karakter perempuannya menjadi yang utama dan paling banyak di sorot. The Hunger Games adalah film yang diadaptasi dari sebuah novel karya Sussan Collins, rilis pada tanggal 23 Maret Film ini menceritakan tentang seorang gadis bernama Katniss Everdeen (Jennifer

10 10 Lawrence) yang tinggal di Distrik 12, di mana mayoritas penduduknya bekerja sebagai penambang. Katniss adalah seorang perempuan tangguh dan keras kepala. Karakter ini dilahirkan dari kerasnya hidup di Distrik 12 dan karena dia adalah satu-satunya tulang punggung keluarga setelah ayahnya meninggal. Katniss tidak pernah merasakan hubungan romantis dan benci akan hal-hal yang lemah. Distrik 12 adalah sebuah distrik terakhir, dan berada di negara yang disebut Panem. Pada masa pemerintahan Panem 73 tahun yang lalu terjadilah pemberontakan dari 12 distrik namun gagal, dan oleh sebab itu Panem mengadakan sebuah kompetisi yang dapat merenggut nyawa pesertanya, diadakan di ibukota negara yang bernama Capitol. Kompetisinya bernama The Hunger Games, diikuti oleh sepasang anak muda berusia antara tahun dan dipilih dari 12 distrik yang ada di Panem. Kompetisi telah dilakukan selama 73 tahun berturut-turut. Tujuan diadakan kompetisi ini adalah untuk merekatkan hubungan antara distrik, sekaligus menyegarkan ingatan tentang mereka yang terbunuh akibat pemberontakan di distrik-distrik dan mengingatkan seluruh penduduk betapa berkuasanya pemerintahan Panem yang dipimpin oleh Presiden Snow (Donald Sutherland) dan yang paling penting pemenangnya akan mendapatkan fasilitas mewah hingga akhir hidupnya, serta untuk distrik asalnya akan diberikan oleh Capitol beberapa fasilitas seperti makanan untuk persediaan satu tahun hingga The Hunger Games baru dilaksanakan kembali. Dalam The Hunger Games, ke 24 anak terpilih ditempatkan di suatu arena terbuka. Di arena yang dipenuhi dengan CCTV canggih itu, ke 24 kontestan diharuskan saling membunuh dan kompetisi tersebut disiarkan secara langsung oleh televisi dalam konsep reality show. Para

11 11 konstentan The Hunger Games juga memerlukan pencitraan menarik agar mereka bisa mendapatkan sponsor. Sponsor ini berfungsi untuk menyelamatkan para kontestan dari beberapa kali kejadian maut. Perolehan sponsor ini bergantung pada kemampuan masing-masing kontestan untuk bertahan hidup. Gambar I.5 (Film The Hunger Games) Pada film The Hunger Games ini, perempuan di tampilkan sebagai sesorang yang kuat, cerdas, mandiri, dapat mengambil keputusan sendiri, menjadi inspirasi, serta mampu memberikan dampak/ menimbulkan gebrakan baru bagi orang sekitarnya. Selain itu film ini menurut penulis memiliki keunikan tersendiri, yaitu adanya film di balik film. Maksudnya adalah film ini bercerita mengenai sebuah games dimana terdapat sutradara beserta crew yang me- create seluruh jalannya permainan tersebut, tentu dengan bantuan tekhnologi yang sangat canggih. Sedangkan film ini sendiri pastinya memiliki sutradara beserta crew.

12 12 Perwakilan distrik yang notabene adalah anak muda dipaksa saling bantai, sementara rakyat baik dari distrik maupun Capitol menyaksikan aksi mereka di televisi. Adegan di film juga menunjukkan ketrampilan menggunakan panah, pisau, pedang yang selama ini tidak asing dengan laki-laki. Dengan berbagai keahlian tersebut, perempuan dalam film ini digambarkan memiliki kemampuan fisik yang baik. Katniss merupakan perempuan dengan kepribadian yang berani, sikap berapi-api dan mandiri dalam memperjuangkan hidupnya. Oleh sebab itu Katnis mendapat julukan the girl on fire. Laki-laki tidak dianggap sebagai ancaman, Katniss sebagai tokoh utama perempuan memiliki strategi dan tidak dikatakan lemah. Jumat ini menandai rilisnya film teatrikal The Hunger Games, sebuah film adaptasi dari novel remaja berjudul sama tulisan Suzanne Collins. Tokoh perempuan protagonisnya adalah pemburu yang sangat terampil, sedangkan bakat karakter laki-laki utama adalah membuat kue. Akibatnya film ini telah menerima penghargaan untuk suatu suara pemberdayaan perempuan. (Tarina, The Gender-Neutral Games, 2012).

13 13 Tampak dari pernyataan di atas, bahwa Katniss merupakan seorang pejuang dan ikon pemberdayaan perempuan. Sikap yang diambil dalam pertahanan hidupnya sangat baik, ketika Katniss harus mengontrol dirinya dan membuat segala sesuatu seimbang, ia tidak ingin dianggap remeh. Fenomena yang sangat bertolak belakang dengan apa yang penulis lihat di film-film pembanding yang sudah penulis sebutkan. Perempuan sering menjadi konsumsi publik. Nilai jual utama perempuan sebagai objek eksploitasi seperti seksualitas oleh kaum patriarki dipergunakan untuk mendongkrak nilai penjualan sebuah film. Superioritas laki-laki tetap ditunjukkan, sedang perempuan tidak digambarkan mendapatkan hak yang sama baik dalam pendidikan, politik, dan bidang lainnya. Birokrasi masih menempatkan laki-laki sebagai yang terkuat, dan itu terlihat pada film-film pembanding penulis. Konstruksi media massa melalui film menunjukkan bahwa perempuan dianggap tidak mampu untuk berbuat lebih. Berbeda dengan The Hunger Games, tokoh perempuan dalam film ini terutama Katniss digambarkan bukan seorang yang memiliki tubuh ideal yang dijual seperti kebanyakan film lain. Dengan sifat alaminya sebagai seorang remaja, Katniss tidak menjual seksualitasnya, ia adalah pejuang dan seorang karakter feminis yang berbeda (Stark, Why Katniss is a Feminist Character- And It s Not Because She Wields a Bow and Beats Boys Up, 2012). Tokoh perempuan utamanya, Katniss ditampilkan dengan karakter yang mandiri baik di luar maupun di dalam arena. Beberapa kritikus film mengatakan bahwa terdapat isu feminisme yang menonjol di dalam film The Hunger Games. Kritikus film bernama Adele Jarrett-Kerr (More of this feminism, please Katniss and The Hunger Games, 2012) mengatakan

14 14 bahwa Katniss Everdeen, tokoh protagonis dalam film ini dimainkan oleh Jennifer Lawrence, ia adalah bentuk keberhasilan feminis dan tanda bahwa film Hollywood tetap membiarkan wanita untuk dijual. Bahkan Joss Whedon, seorang penulis naskah fiksi Amerika, produser film dan televisi, aktor, serta pendiri Mutant Enemy Production berkata bahwa karakter perempuan dalam film sudah lama terjadi, dan The Hunger Games akan mengubahnya dalam skala besar (Joss Whedon, The Hunger Games will change feminism in movies, 2012). Pernyataan beberapa kritikus mengenai adanya isu feminisme yang menonjol di dalam film tersebut membuat penulis ingin melihat lebih dalam lagi karakter perempuan dalam film The Hunger Games, terutama melalui tokoh Katniss. Melihat karakter Katniss melalui persepktif Feminisme, dan penulis akan membedahnya dengan menggunakan metode analisis naratif. Naratif berasal dari kata latin narre yang artinya membuat tahu, upaya untuk memberitahu sesuatu atau peristiwa. Definisi narasi menurut Girard Ganette Representation of events of one or of a sequence of events (representasi dari sebuah peristiwa atau rangkaian peristiwa-peristiwa), menurut Gerald Prince representasi dari satu atau lebih peristiwa nyata atau fiktif yang dikomunikasikan oleh satu, dua, atau beberapa narator untuk satu, dua, atau beberapa naratee, menurut Porter Abbott representasi dari peristiwa-peristiwa, memasukkann cerita dan wacana naratif, dimana cerita adalah peristiwa-peristiwa atau rangkaian peristiwa (tindakan) dan wacana naratif adalah peristiwa sebagaimana ditampilkan (Eriyanto, 2013:1). Analisis naratif menekankan proses penyampaian pesan sang pembuat cerita dengan memfokuskan pada struktur cerita itu sendiri.

15 15 Bagaimana sebuah peristiwa diawali, dinarasikan, dan diakhiri dengan teknik bercerita tertentu. Melalui metode ini, dapat ditemui pesan eksplisit dan implisit yang disampaikan baik secara sengaja maupun tidak sengaja oleh pembuat narasi. Selain itu naratif ini memiliki 6 unsur yaitu, cerita dan plot, waktu, ruang, struktur narasi, karakter, dan peran narator. Keenam unsur tersebut dimiliki oleh film, dan analisis naratif juga dipakai untuk mengkaji struktur cerita dari narasi fiksi (seperti novel atau film) (Eriyanto, 2013:9). Fokus penelitian adalah mengenai karakter perempuan, yaitu Katniss. Sehingga dari keenam unsur tersebut, penulis hanya menggunakan unsur karakter saja. Eriyanto (2013:66) menyebutkan bahwa dalam narasi, selalu ada karakter, yakni orang atau tokoh yang mempunyai sifat atau perilaku tertentu. Karakter-karakter tersebut mempunyai fungsi dalam narasi, sehingga narasi menjadi koheren (menyatu). Dengan adanya karakter, akan memudahkan bagi pembuat cerita atau sutradara dalam mengungkapkan gagasannya. I.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis ingin mengetahui Bagaimana karakter perempuan ditampilkan melalui tokoh Katniss dalam film The Hunger Games?. I.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini, untuk menjawab keingin tahuan penulis mengenai bagaimana karakter perempuan ditampilkan melalui tokoh Katniss dalam film The Hunger Games karya Gary Ross.

16 16 I.4 Manfaat Penelitian I.4.1 Teoritis Menambah referensi bagi ilmu komunikasi, khususnya pada bidang kajian media dengan pendekatan penelitian kualitatif. Menjadi bahan referensi bagi penelitian selanjutnya mengenai dengan menggunakan metode analisis naratif I.4.2 Praktis Memberi masukan bagi dunia perfilman mengenai representasi karakter perempuan yang mungkin muncul secara implisit maupun eksplisit.

: Billy Ray, Gary Ross & Suzanne Collins (novel, The Hunger Games).

: Billy Ray, Gary Ross & Suzanne Collins (novel, The Hunger Games). , Mempertahankan Hidup di Laga Pertandingan Maut Review Film : Judul Film : THE HUNGER GAMES 2012) Genre : Action/Thriller/Science Fiction. Sutradara : Gary Ross. Skenario : Billy Ray, Gary Ross & Suzanne

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hiburan publik. Kesuksesaan film dikarenakan mewakili kebutuhan imajinatif

BAB I PENDAHULUAN. hiburan publik. Kesuksesaan film dikarenakan mewakili kebutuhan imajinatif BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Film merupakan bagian dari komunikasi massa yang sudah menjadi bagian dari kehidupan saat ini. Di akhir abad ke-19, film muncul sebagai hiburan publik. Kesuksesaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan oleh masyarakat kadang-kadang masih dianggap sebagai manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan tidak lebih penting

Lebih terperinci

CHAPTER V SUMMARY BINA NUSANTARA UNIVERSITY AN ANALYSIS OF SOCIAL CLASS AND SOCIAL STRUGGLE IN THE HUNGER GAMES MOVIE USING MARXISM THEORY

CHAPTER V SUMMARY BINA NUSANTARA UNIVERSITY AN ANALYSIS OF SOCIAL CLASS AND SOCIAL STRUGGLE IN THE HUNGER GAMES MOVIE USING MARXISM THEORY CHAPTER V SUMMARY BINA NUSANTARA UNIVERSITY Faculty of Humanities English Department Strata 1 Program 2012 AN ANALYSIS OF SOCIAL CLASS AND SOCIAL STRUGGLE IN THE HUNGER GAMES MOVIE USING MARXISM THEORY

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya zaman ilmu komunikasi dan teknologi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya zaman ilmu komunikasi dan teknologi dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya zaman ilmu komunikasi dan teknologi dalam kehidupan manusia saat ini, media komunikasi yang paling banyak digunakan oleh seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan kesempatan tersebut terjadi baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya di takdirkan untuk menjadi seorang pemimpin atau leader, terutama

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya di takdirkan untuk menjadi seorang pemimpin atau leader, terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemimpin atau seorang Leader tentu sudah tidak asing di telinga masyarakat pada umumnya, hal ini disebabkan karena setiap manusia yang diciptakan didunia ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak bisa apa apa di bawah bayang bayang kekuasaan kaum pria di zaman

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak bisa apa apa di bawah bayang bayang kekuasaan kaum pria di zaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan. Wacana tentang perempuan ataupun feminis berkembang diseluruh dunia, baik di negara maju maupun negara berkembang. Perempuan mempunyai peran penting pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efektif dan efisien untuk berkomunikasi dengan konsumen sasaran.

BAB I PENDAHULUAN. efektif dan efisien untuk berkomunikasi dengan konsumen sasaran. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri periklanan belakangan ini menunjukan perubahan orientasi yang sangat signifikan dari sifatnya yang hanya sekedar menempatkan iklan berbayar di media massa menjadi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Penelitian ini juga disimpulkan dalam level teks dan gambar, level produksi teks, dan level penonton, yaitu : 1) Level teks dan gambar Film 7 hati 7 cinta 7 wanita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Komunikasi merupakan hal paling mendasar dalam setiap tindakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Komunikasi merupakan hal paling mendasar dalam setiap tindakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi merupakan hal paling mendasar dalam setiap tindakan dan memiliki peran untuk menyampaikan apa yang disebut dengan pesan. Pesan bisa menjadi sebuah informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi semakin tinggi, maka beragam upaya dengan teknologi. pendukungnya pun semakin canggih. Manusia untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi semakin tinggi, maka beragam upaya dengan teknologi. pendukungnya pun semakin canggih. Manusia untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi merupakan awal manusia untuk mengetahui kebutuhannya, banyak cara untuk berkomunikasi pada saat sekarang ini. Karena kebutuhan komunikasi semakin tinggi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tayangan yang menampilkan adegan-adegan kekerasan kini menjadi salah

BAB I PENDAHULUAN. Tayangan yang menampilkan adegan-adegan kekerasan kini menjadi salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tayangan yang menampilkan adegan-adegan kekerasan kini menjadi salah satu tayangan yang dikhawatirkan dapat mempengaruhi sikap penontonnya, karena media televisi

Lebih terperinci

2016 REPRESENTASI SENSUALITAS PEREMPUAN DALAM IKLAN

2016 REPRESENTASI SENSUALITAS PEREMPUAN DALAM IKLAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Parfum Casablanca merupakan produk perawatan tubuh yang berupa body spray. Melalui kegiatan promosi pada iklan di televisi, Casablanca ingin menyampaikan pesan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Laki-laki dan perempuan memang berbeda, tetapi bukan berarti perbedaan itu diperuntukkan untuk saling menindas, selain dari jenis kelamin, laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tercipta sebagai reaksi dinamika sosial dan kultural yang terjadi dalam masyarakat. Terdapat struktur sosial yang melatarbelakangi seorang pengarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerja dan itu menjadi penanda waktu yang beremansipasi.

BAB I PENDAHULUAN. pekerja dan itu menjadi penanda waktu yang beremansipasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan dalam televisi senantiasa hanya mempertentangkan antara wanita karir dan menjadi ibu-ibu rumah tangga. Dua posisi ini ada didalam lokasi yang berseberangan.

Lebih terperinci

BAHASA IKLAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN: SEBUAH KAJIAN KOMUNIKASI DAN BAHASA TERHADAP IKLAN TV PRODUK CITRA

BAHASA IKLAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN: SEBUAH KAJIAN KOMUNIKASI DAN BAHASA TERHADAP IKLAN TV PRODUK CITRA BAHASA IKLAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN: SEBUAH KAJIAN KOMUNIKASI DAN BAHASA TERHADAP IKLAN TV PRODUK CITRA Unika Atma Jaya, Jakarta Memasarkan sebuah produk di media massa bertujuan untuk mencapai target

Lebih terperinci

Review Film : Judul Film : PARKER (2013) Genre : Action/Thriller/Crime. Sutradara : Taylor Hackford.

Review Film : Judul Film : PARKER (2013) Genre : Action/Thriller/Crime. Sutradara : Taylor Hackford. , Aksi Sang Penyamun Profesional Balas Pengkhianatan Atas Dirinya Review Film : Judul Film : PARKER (2013) Genre : Action/Thriller/Crime. Sutradara : Taylor Hackford. Skenario : John J. McLaughlin (screenplay),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sarana cerita itu, penonton secara tidak langsung dapat belajar merasakan dan

BAB I PENDAHULUAN. sarana cerita itu, penonton secara tidak langsung dapat belajar merasakan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Film merupakan produk karya seni dan budaya yang memiliki nilai guna karena bertujuan memberikan hiburan dan kepuasan batin bagi penonton. Melalui sarana cerita

Lebih terperinci

Gambar 1.1 : Foto Sampul Majalah Laki-Laki Dewasa Sumber:

Gambar 1.1 : Foto Sampul Majalah Laki-Laki Dewasa Sumber: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Menurut Widyokusumo (2012:613) bahwa sampul majalah merupakan ujung tombak dari daya tarik sebuah majalah. Dalam penelitian tersebut dideskripsikan anatomi sampul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat hidup secara berkelompok dalam suatu kesatuan sistem sosial atau organisasi. Salah satu bidang dalam organisasi yaitu bidang politik (Wirawan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk realita dari hasil imajinasi dan pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana ekspresi pengarang saja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Film pada dasarnya digunakan sebagai media yang merefleksikan realitas, atau bahkan membentuk realitas. Dalam keberagaman nilai-nilai yang ada film mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang penelitian. Ruang lingkup penelitian dibatasi pada unsur intrinsik novel, khususnya latar dan objek penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu sama lain, yakni sebagai media informasi, media pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khalayak. Karena menurut McLuhan (dalam Rakhmat,2008:224), media

BAB I PENDAHULUAN. khalayak. Karena menurut McLuhan (dalam Rakhmat,2008:224), media BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini, media massa sudah menjadi kebutuhan penting bagi khalayak. Karena menurut McLuhan (dalam Rakhmat,2008:224), media massa adalah perpanjangan alat indra.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

CITRA DAN PERJUANGAN TOKOH UTAMA WANITA NOVEL DAUN PUTRI MALU KARYA MAGDALENA SITORUS DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA

CITRA DAN PERJUANGAN TOKOH UTAMA WANITA NOVEL DAUN PUTRI MALU KARYA MAGDALENA SITORUS DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA CITRA DAN PERJUANGAN TOKOH UTAMA WANITA NOVEL DAUN PUTRI MALU KARYA MAGDALENA SITORUS DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA Oleh: Resma Anggraini Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Resmaanggraini89@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Sejarah panjang bangsa Eropa mengenai perburuan penyihir (witch hunt) yang

BAB IV KESIMPULAN. Sejarah panjang bangsa Eropa mengenai perburuan penyihir (witch hunt) yang BAB IV KESIMPULAN Sejarah panjang bangsa Eropa mengenai perburuan penyihir (witch hunt) yang terjadi pada abad pertengahan, sampai saat ini masih menyisakan citra negatif yang melekat pada perempuan. Sampai

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. diciptakan oleh kebudayaan sebagai sebuah imaji yang membentuk. bagaimana sosok laki-laki ideal seharusnya. Hasil konstruksi tersebut

BAB IV PENUTUP. diciptakan oleh kebudayaan sebagai sebuah imaji yang membentuk. bagaimana sosok laki-laki ideal seharusnya. Hasil konstruksi tersebut BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Konsep maskulinitas merupakan sebuah konstruksi gender yang diciptakan oleh kebudayaan sebagai sebuah imaji yang membentuk bagaimana sosok laki-laki ideal seharusnya. Hasil

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Sebagai sistem yang memihak kepada laki-laki, patriarki telah membuat

BAB IV KESIMPULAN. Sebagai sistem yang memihak kepada laki-laki, patriarki telah membuat BAB IV KESIMPULAN Sebagai sistem yang memihak kepada laki-laki, patriarki telah membuat perempuan mengalami opresi di berbagai aspek kehidupan. Ideologi patriarki tersebar begitu luas dan kekuatannya pun

Lebih terperinci

KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA

KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA Disusun Oleh : ANDRE RISPANDITA HIRNANTO D 1114001 SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan dalam penelitian terhadap perempuan dalam roman Au Bonheur des Dames karya Émile Zola yang diambil sebagai objek penelitian ini memiliki beberapa implikasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Ibu menjadi tokoh sentral dalam keluarga. Seorang manajer dalam mengatur keuangan, menyediakan makanan, memperhatikan kesehatan anggota keluarga dan memperhatikan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. mucul dalam tayangan acara Wisata Malam, yaitu kode Appearance

BAB V PENUTUP. mucul dalam tayangan acara Wisata Malam, yaitu kode Appearance BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Setelah melakukan penelitian dan menganalisis melalui tahapan kajian pustaka dan analisis data mengenai adanya unsur sensualitas lewat para bintang tamu perempuan dalam tayangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Film bermula pada akhir abad ke-19 sebagai teknologi baru, tetapi konten dan fungsi yang ditawarkan masih sangat jarang. Kemudian, film mengalami perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sepak bola adalah olahraga yang cukup populer dan digemari di. seluruh dunia. Peningkatan teknologi dan perkembangan zaman menambah

BAB I PENDAHULUAN. Sepak bola adalah olahraga yang cukup populer dan digemari di. seluruh dunia. Peningkatan teknologi dan perkembangan zaman menambah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepak bola adalah olahraga yang cukup populer dan digemari di seluruh dunia. Peningkatan teknologi dan perkembangan zaman menambah peningkatan popularitas sepak

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak

BAB V PENUTUP. memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Novel Surga Yang Tak Dirindukan adalah karya Asma Nadia. Penelitian ini memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak Dirindukan Karya Asma Nadia Kajian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di zaman era globalisasi saat ini film semakin disukai oleh masyarakat.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di zaman era globalisasi saat ini film semakin disukai oleh masyarakat. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman era globalisasi saat ini film semakin disukai oleh masyarakat. Film mempunyai daya tarik yang sangat tinggi bagi masyarakat. Dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Televisi saat ini telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Televisi saat ini telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Televisi saat ini telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Televisi menampilkan gambar yang menarik dan menghibur, gambar televisi terkadang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR GAMBAR... viii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah.

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR GAMBAR... viii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... viii ABSTRAKSI... ix BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang Masalah. 1 1.2.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB V PENUTUP Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang lain karena mengangkat konsep multikulturalisme di dalam film anak. Sebuah konsep yang jarang dikaji dalam penelitian di media

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Tayangan 86 merupakan sebuah program televisi dengan genre reality show yang tayang di NET TV setiap

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Tayangan 86 merupakan sebuah program televisi dengan genre reality show yang tayang di NET TV setiap BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Tayangan 86 merupakan sebuah program televisi dengan genre reality show yang tayang di NET TV setiap hari pukul 22.00 WIB. Tayangan ini menampilkan aksi dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan berdasarkan imajinasi dan berlandaskan pada bahasa yang digunakan untuk memperoleh efek makna tertentu guna mencapai efek estetik. Sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan media massa dalam menyuguhkan informasi yang akurat dan faktual semakin dibutuhkan di tengah-tengah masyarakat. Kebutuhan tersebut diiringi dengan semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan secara luas oleh pengarang melalui pemikiran-pemikiran yang menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan secara luas oleh pengarang melalui pemikiran-pemikiran yang menjadikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan sebuah bentuk dari gambaran realita sosial yang digambarkan secara luas oleh pengarang melalui pemikiran-pemikiran yang menjadikan suatu objek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana hitam sering identik dengan salah dan putih identik dengan benar. Pertentangan konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial yang saling berinteraksi dalam masyarakat, banyak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial yang saling berinteraksi dalam masyarakat, banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial yang saling berinteraksi dalam masyarakat, banyak individu menganggap bahwa tampil menarik di hadapan orang lain merupakan suatu hal

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional ( 2005:588), konsep didefenisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimungkinkan juga sebagai pengguna terbesar media massa. Kedudukan

BAB I PENDAHULUAN. dimungkinkan juga sebagai pengguna terbesar media massa. Kedudukan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ini berdasarkan pada fenomena semakin maraknya perempuan menjadi model iklan di media massa elektronik, khususnya televisi. Dilihat dari sisi sosiologi

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. yakni Bagaimana struktur novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf? dan

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. yakni Bagaimana struktur novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf? dan 324 BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Setelah melalui tahap analisis, sampailah kita pada bagian simpulan. Simpulan ini akan mencoba menjawab dua pertanyaan besar pada awal penelitian, yakni Bagaimana

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metodologi guna mendapatkan data-data dari berbagai sumber sebagai bahan analisa. Menurut Kristi E. Kristi Poerwandari dalam bukunya yang berjudul Pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan wajah identik bagi para wanita saja, namun saat ini para pria mulai menyadari akan pentingnya untuk menjaga kesehatan kulit wajah. Berbagai macam produk perawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kehidupan manusia sehari-hari tidak dapat terpisahkan dengan komunikasi baik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kehidupan manusia sehari-hari tidak dapat terpisahkan dengan komunikasi baik 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kehidupan manusia sehari-hari tidak dapat terpisahkan dengan komunikasi baik komunikasi verbal maupun komunikasi non verbal. Komunikasi bukan hanya sebuah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL 2.1. Tinjauan Pustaka Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum pernah ditulis di penelitian-penelitian di Kajian Wanita Universitas Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengetahui pandangan budaya dalam suatu masyarakat, tidak hanya didapatkan dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang bersangkutan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kehidupan manusia tidak bisa lepas dari komunikasi, peran komunikasi sangatlah penting karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan interaksi, informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Siaran televisi saat ini telah menjadi suatu kekuatan yang sudah masuk ke dalam kehidupan masyarakat. Televisi sebagai media massa memiliki karakteristik tersendiri

Lebih terperinci

dapat dilihat bahwa media massa memiliki pengaruh yang besar dalam

dapat dilihat bahwa media massa memiliki pengaruh yang besar dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang- Undang No 33 tahun 2009 dalam pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Film merupakan salah satu produk media massa yang selalu berkembang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Film merupakan salah satu produk media massa yang selalu berkembang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Film merupakan salah satu produk media massa yang selalu berkembang setiap jamannya. Film adalah sebuah produk seni yang memiliki kebebasan dalam berekspresi, juga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. The Great queen Seondeok dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut

BAB III METODE PENELITIAN. The Great queen Seondeok dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Tipe Penelitian ini adalah kualitatif eksploratif, yakni penelitian yang menggali makna-makna yang diartikulasikan dalam teks visual berupa film serial drama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (http://kbbi.web.id/jilbab). Pada zaman orde baru pemerintah melarang

BAB I PENDAHULUAN. (http://kbbi.web.id/jilbab). Pada zaman orde baru pemerintah melarang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk muslim terbanyak di dunia sehingga banyak ditemui perempuan muslim Indonesia menggunakan jilbab,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. media visual yang bekerja dengan gambar-gambar, simbol-simbol, dan

BAB I PENDAHULUAN. media visual yang bekerja dengan gambar-gambar, simbol-simbol, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Film pertama kali dipertontonkan di Paris, Perancis pada tahun1895. Dari waktu ke waktu film mengalami perkembangan, baik dari teknologi yang digunakan maupun

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik 68 BAB IV KESIMPULAN Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik (ekonomi) merupakan konsep kesetaraan gender. Perempuan tidak selalu berada dalam urusan-urusan domestik yang menyudutkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tidak akan terlepas dari imajinasi pengarang. Karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tidak akan terlepas dari imajinasi pengarang. Karya sastra BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Karya sastra tidak akan terlepas dari imajinasi pengarang. Karya sastra merupakan sebuah ciptaan yang disampaikan secara komunikatif untuk tujuan estetika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Media televisi merupakan media massa yang sering digunakan sebagai media

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Media televisi merupakan media massa yang sering digunakan sebagai media BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Media televisi merupakan media massa yang sering digunakan sebagai media penyampaian informasi. Kekuatan media massa televisi paling mempunyai kekuatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena di masyarakat khususnya bagi warga yang tinggal di perkotaan, aksiaksi kekerasan baik individual maupun massal mungkin sudah merupakan berita harian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Konteks Masalah Film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan salah satu media komunikasi massa audiovisual yang dibuat berdasarkan asas sinematografi yang direkam pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi dan dengan pilihan jurusan jurnalistik, broadcasting dan public

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi dan dengan pilihan jurusan jurnalistik, broadcasting dan public BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dunia jurnalistik adalah dunia yang penuh dengan gejolak dan selalu berhubungan dengan persoalan-persoalan yang terjadi di lingkungan masyarakat. Semua peristiwa menarik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Media sudah menjadi bagian kehidupan sehari-hari setiap orang pada umumnya, sehingga mereka sulit membayangkan hidup tanpa media, tanpa koran pagi, tanpa majalah

Lebih terperinci

Dekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1

Dekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1 Dekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1 Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keterampilan menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang

BAB I PENDAHULUAN. Keterampilan menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keterampilan menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. kembali isu yang dianggap penting dalam sebuah media. Unsur-unsur audio visual

BAB IV PENUTUP. kembali isu yang dianggap penting dalam sebuah media. Unsur-unsur audio visual BAB IV PENUTUP 4.1 KESIMPULAN Film secara substansial memenuhi kriteria sebagai tajuk yang mengulas kembali isu yang dianggap penting dalam sebuah media. Unsur-unsur audio visual dalam film mampu menghadirkan

Lebih terperinci

MATERI Bahan Ajar Penyiaran Radio Pendidikan BPMR

MATERI Bahan Ajar Penyiaran Radio Pendidikan BPMR MATERI Bahan Ajar Penyiaran Radio Pendidikan BPMR IDENTIFIKASI NASKAH 1. Nama Program : Apresiasi Sastra 2. Topik : Feminisme dalam Novel 3. Judul Karya yang Diulas : Novel Geni Jora, Namaku Teweraut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan wadah yang digunakan oleh pengarang dalam menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap berbagai masalah yang diamati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan kaum pria dizaman industrialisasi dewasa ini. perfilman karena target penontonnya adalah perempuan, suatu strategi yang

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan kaum pria dizaman industrialisasi dewasa ini. perfilman karena target penontonnya adalah perempuan, suatu strategi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan mempunyai peran penting pada realitas sosial. Mereka, perempuan bukanlah kaum yang tidak bisa apa apa dibawah bayang bayang kekuasaan kaum pria dizaman industrialisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada anak-anak sedini mungkin agar tidak menghambat tugas-tugas perkembangan anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada anak-anak sedini mungkin agar tidak menghambat tugas-tugas perkembangan anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemandirian merupakan salah satu aspek kepribadian manusia yang tidak dapat berdiri sendiri, artinya terkait dengan aspek kepribadian yang lain dan harus dilatihkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi. Saat ini, media komunikasi berkembang secara menonjol

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi. Saat ini, media komunikasi berkembang secara menonjol BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi di dunia saat ini tidak dapat dibendung lagi. Banyaknya penemuan-penemuan, pada akhirnya memudahkan manusia dalam menjalankan aktivitas sosialnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Media massa cetak dan elektronik merupakan salah satu unsur penting dalam proses komunikasi. Setiap media mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kekurangan surat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, remaja hingga orang dewasa. Kerap kali di toko-toko buku atau pun

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, remaja hingga orang dewasa. Kerap kali di toko-toko buku atau pun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini tampaknya komik merupakan bacaan yang digemari oleh para anak-anak, remaja hingga orang dewasa. Kerap kali di toko-toko buku atau pun tempat persewaan buku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Perkembangan zaman melalui kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Perkembangan zaman melalui kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perkembangan zaman melalui kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dan sistem informasinya memberikan banyak dampak positif bagi kalangan yang jeli membaca

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. a. Reality TV Pemberian Misterius Sebuah Teks Narasi. naratif secara ideal memiliki tiga kriteria karakteristik yaitu :

BAB V PENUTUP. a. Reality TV Pemberian Misterius Sebuah Teks Narasi. naratif secara ideal memiliki tiga kriteria karakteristik yaitu : BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan a. Reality TV Pemberian Misterius Sebuah Teks Narasi Hasil pembahasan program reality TV Pemberian Misterius sebagai sebuah teks naratif merujuk pendapat Mieke Bal bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini media hiburan merupakan hal yang sudah tidak asing lagi untuk diakses, salah satunya adalah permainan (game) baik yang secara tradisional maupun yang berbentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberitaannya tidak hanya dalam bentuk berita lugas atau hard news. pembuka dalam buku Narrative and Media. Betapa kuatnya narasi

BAB I PENDAHULUAN. pemberitaannya tidak hanya dalam bentuk berita lugas atau hard news. pembuka dalam buku Narrative and Media. Betapa kuatnya narasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Narasi menjadi unsur penting dalam jurnalisme. Seperti yang dikatakan Allan Bell Journalist do not write articles, they write stories (Fulton et all, 2005:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreatif penulis yang berisi potret kehidupan manusia yang dituangkan dalam bentuk tulisan, sehingga dapat dinikmati,

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi saat ini, terdapat suatu fenomena yang terjadi yaitu para pemilik modal berlomba-lomba menginvestasikan modal mereka guna mengincar keuntungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain, seperti koran, televisi, radio, dan internet. produksi Amerika Serikat yang lebih dikenal dengan nama Hollywood.

BAB I PENDAHULUAN. lain, seperti koran, televisi, radio, dan internet. produksi Amerika Serikat yang lebih dikenal dengan nama Hollywood. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zaman sekarang, komunikasi sudah banyak cara penyaluran pesannya kepada masyarakat, salah satunya adalah film, disamping menggunakan media lain, seperti koran, televisi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat umumnya memahami wacana sebagai perbincangan terkait topik tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan Televisi di Indonesia saat ini sangat pesat. Ini terlihat dari

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan Televisi di Indonesia saat ini sangat pesat. Ini terlihat dari 9 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan Televisi di Indonesia saat ini sangat pesat. Ini terlihat dari menjamurnya stasiun televisi swasta, dan televisi televisi lokal di daerah. Fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Media massa adalah jembatan informasi bagi masyarakat, dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Media massa adalah jembatan informasi bagi masyarakat, dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Media massa adalah jembatan informasi bagi masyarakat, dengan media massa masyarakat dapat mengetahui apa saja yang sedang terjadi disekitarnya. Media massa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kedalam bentuk film bukanlah hal baru lagi di Indonesia. membantu dalam menggagas sebuah cerita yang akan disajikan dalam film.

BAB 1 PENDAHULUAN. kedalam bentuk film bukanlah hal baru lagi di Indonesia. membantu dalam menggagas sebuah cerita yang akan disajikan dalam film. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya media penyampaian suatu cerita sejak Tahun 70-an, film mulai banyak mengambil inspirasi atau karya- karya sastra yang telah ada sebelumnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kasus kekerasan seksual, free sex,dan semacamnya. Dengan semakin

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kasus kekerasan seksual, free sex,dan semacamnya. Dengan semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Media saat ini baik elektronik maupun cetak banyak disorot oleh banyak kalangan sebagai salah satu penyebab utama hancurnya moral umat manusia termasuk golongan remaja.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. gender dengan kata seks atau jenis kelamin yang ditentukan secara biologis. Misalnya

BAB II KAJIAN PUSTAKA. gender dengan kata seks atau jenis kelamin yang ditentukan secara biologis. Misalnya BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Gender dan Kekerasan Terhadap Perempuan Menurut fakih (1996) dalam memahami konsep gender maka harus dibedakan pada kata gender dengan kata seks atau jenis kelamin yang ditentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Film merupakan media komunikasi massa pandang dengar dimana

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Film merupakan media komunikasi massa pandang dengar dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Film merupakan media komunikasi massa pandang dengar dimana film mengirimkan pesan atau isyarat yang disebut symbol, komunikasi symbol dapat berupa gambar yang ada

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Rais sebagai figur pemimpin, politikus, akademisi, tokoh Muhammadiyah,

BAB IV PENUTUP. Rais sebagai figur pemimpin, politikus, akademisi, tokoh Muhammadiyah, BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Novel biografi Menapak Jejak Amien Rais Persembahan Seorang Putri Untuk Ayah Tercinta mengisahkan perjalanan hidup seorang Amien Rais sebagai figur pemimpin, politikus, akademisi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. film video laser setiap minggunya. Film lebih dahulu menjadi media hiburan

BAB I PENDAHULUAN. film video laser setiap minggunya. Film lebih dahulu menjadi media hiburan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Film adalah bentuk dominan dari komunikasi massa visual di belahan dunia. Lebih dari ratusan juta orang menonton film di bioskop, film televisi dan film video laser

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Hovland, komunikasi merupakan proses di mana individu menyampaikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Hovland, komunikasi merupakan proses di mana individu menyampaikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan tindakan yang setiap hari dilakukan oleh individu. Menurut Hovland, komunikasi merupakan proses di mana individu menyampaikan pesan, dan

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 5.1 Simpulan Setelah melakukan analisis terhadap struktur dan analisis terhadap naskah drama Jamila dan Sang Presiden maka peneliti menyimpulkan sebagai berikut.

Lebih terperinci