SKRIPSI KAJIAN KANDUNGAN SENYAWA KAROTENOID, ANTOSIANIN DAN ASAM ASKORBAT PADA SAYURAN INDIGENOUS JAWA BARAT. Oleh: DEWI KURNIASIH F

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SKRIPSI KAJIAN KANDUNGAN SENYAWA KAROTENOID, ANTOSIANIN DAN ASAM ASKORBAT PADA SAYURAN INDIGENOUS JAWA BARAT. Oleh: DEWI KURNIASIH F"

Transkripsi

1 SKRIPSI KAJIAN KANDUNGAN SENYAWA KAROTENOID, ANTOSIANIN DAN ASAM ASKORBAT PADA SAYURAN INDIGENOUS JAWA BARAT Oleh: DEWI KURNIASIH F DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 KAJIAN KANDUNGAN SENYAWA KAROTENOID, ANTOSIANIN DAN ASAM ASKORBAT PADA SAYURAN INDIGENOUS JAWA BARAT SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh: DEWI KURNIASIH F DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

3 Judul Skripsi Nama Nim : Kajian Kandungan Senyawa Karotenoid, Antosianin dan Asam Askorbat pada Sayuran Indigenous Jawa Barat : Dewi Kurniasih : F Menyetujui, Pembimbing Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si NIP: Mengetahui: Dr. Ir. Dahrul Syah NIP: Tanggal lulus: Januari 00

4 Dewi Kurniasih. F Kajian Kandungan Senyawa Karotenoid, Antosianin dan Asam Askorbat pada Sayuran Indigenous Jawa Barat. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si. RINGKASAN Sayur-sayuran merupakan jenis makanan yang sangat dianjurkan untuk dikonsumsi dalam menu makanan. Selain mudah diperoleh dan murah harganya, sayuran juga banyak mengandung vitamin, mineral, dan komponen antioksidan seperti asam askorbat, karotenoid, flavonoid, asam-asam organik tertentu dan sebagainya. Sayuran indigenous merupakan spesies sayuran asli yang berasal dari daerah/wilayah/ekosistem tertentu, termasuk spesies pendatang dari wilayah geografis lain tetapi telah berevolusi dengan iklim dan geografis wilayah Indonesia. Sayuran indigenous di berbagai wilayah Indonesia belum banyak dimanfaatkan karena belum banyak diketahui nilai dan manfaat komponenkomponen aktif yang terkandung didalamnya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa karotenoid, antosianin dan asam askorbat pada 4 jenis sayuran indigenous Jawa Barat, mengetahui hubungan antar senyawa teridentifikasi melalui metaanalisis, serta mengidentifikasi potensi sayur-sayuran tersebut melalui studi literatur berdasarkan nilai kandungan senyawa yang diperoleh dari analisis. Sayuran indigenous yang digunakan, yaitu kenikir (Cosmos caudatus H.B.K), beluntas (Pluchea indica (L.) Less.), mangkokan putih (Polyscias scutellaria (Burm.f.) Fosb.), mangkokan (Nothopanax scutellarius (Burm.f.) Merr.), daun kendondong cina (Polyscias pinnata), kecombrang (Etlingera elatior (Jack) R.M.Sm.), kemangi (Ocimum americanum L.), katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr.), antanan (Centelia asiatica (L.) Urb.), antanan beurit (Hydrocotyle sibthorpioides Lmk.), pohpohan (Pilea melastomoides (Poir.) Bl.), daun ginseng (Talinum triangulare (Jacq.) Willd.), krokot (Portulaca oleracea L.), bunga turi (Sesbania grandiflora (L.) Pers.), kucai (Allium schoenoprasum L.), takokak (Solanum torvum Swartz), daun kelor (Moringa pterygosperma Gaertn.), daun mengkudu (Morinda citrifolia L.), lembayung (Vigna unguiculata (L.) Walp.), terubuk (Saccharum edule Hassk.), daun labu (Sechium edule (Jacq.) Swartz.), bunga pepaya (Carica papaya L.), pucuk mete (Anacardium occidentale L.) dan daun pakis (Arcypteris irregularis (C.Presl) Ching.). Analisis β-karoten dilakukan dengan menggunakan metode kromatografi (Zakaria et al., 000), analisis asam askorbat dengan metode titrasi (Jacobs, 95), sedangkan analisis total karotenoid dan antosianin dilakukan dengan metode spektrofotometri (Zakaria et al., 000; Lees dan Francis, 97). Data hasil analisis kemudian diuji statistik dengan menggunakan program Minitab 5 untuk uji PCA (Principal Component Analysis) dan program SPSS 3.0 untuk uji ANOVA (analisis ragam). Hasil penelitian menunjukkan bahwa 4 sampel sayuran indigenous Jawa Barat yang dianalisis dalam penelitian ini mengandung kadar air antara % dengan kadar air tertinggi terdapat pada kucai dan terendah pada daun kelor. Kadar protein antara % dengan kadar protein

5 tertinggi dimiliki oleh lembayung dan terendah pada antanan. Total karotenoid terbesar dimiliki oleh kemangi dengan nilai sebesar 58.4 mg/00 g dry basis, sedangkan terendah dimiliki oleh bunga turi sebesar 3.65 mg/00 g dry basis. Nilai rata-rata kandungan karotenoid dari ke-4 sampel adalah sebesar 9.0 mg/00 g dry basis. Kandungan β-karoten terbesar dimiliki oleh daun labu, yakni sebesar 3.7 mg/00g dry basis, sedangkan kandungan terendah dimiliki oleh bunga kecombrang, yaitu sebesar 0.0 mg/00 g dry basis. Nilai rata-rata kandungan β-karoten dari ke-4 sampel adalah sebesar 5.30 mg/00 g dry basis. Senyawa antosianin ditemukan diseluruh sampel dengan kandungan tertinggi terdapat pada bunga kecombrang dengan nilai sebesar 43.9 mg/00 g dry basis, sedangkan kandungan antosianin terendah terdapat pada daun pakis dengan nilai sebesar 0.67 mg/00 g dry basis. Nilai rata-rata kandungan antosianin dari ke-4 sampel adalah sebesar 8.4 mg/00 g dry basis. Kandungan asam askorbat terbesar ditemukan pada pucuk mete, yakni sebesar mg/00 g dry basis, sedangkan kandungan terendah terdapat pada mangkokan putih, yaitu sebesar mg/00 g dry basis. Nilai rata-rata kandungan asam askorbat dari ke-4 sampel adalah sebesar mg/00 g dry basis. Grafik biplot PCA dan hasil uji korelasi menunjukkan bahwa kandungan total karotenoid berkorelasi positif dengan kandungan β-karoten pada sampel (pvalue 0.000< α 0.05) dengan nilai korelasi Nilai korelasi positif mengindikasikan bahwa bila nilai total karotenoid naik, maka nilai β-karoten pun akan naik, dan sebaliknya. Selain itu, hubungan antara antosianin dengan total karotenoid (pvalue 0.03< α 0.05) dan antosianin dengan β-karoten (pvalue 0.05< α 0.05) memiliki nilai korelasi masing-masing sebesar dan Nilai korelasi negatif tersebut memberikan informasi bahwa bila nilai antosianin naik, maka nilai total karotenoid akan turun, dan bila nilai antosianin turun maka nilai total karotenoid akan naik. Uji korelasi juga menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kandungan asam askorbat dengan kandungan total karotenoid, β-karoten, maupun antosianin. Hal ini dikarenakan nilai p yang dihasilkan lebih besar dari nilai α (0.05). Analisis sidik ragam menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat perbedaan nyata kandungan keempat senyawa pada satu sampel dengan sampel lainnya. Hasil uji korelasi terhadap hubungan total fenol dengan total flavonoid menunjukkan bahwa ada korelasi positif (pvalue 0.03<0.05) antara keduanya dengan nilai korelasi sebesar 0.46, sedangkan antara total fenol dengan antosianin tidak menunjukkan adanya korelasi (pvalue 0.648>0.05). Terakhir, analisis hubungan antara kadar protein dengan total karotenoid menunjukkan bahwa tidak ada korelasi diantara keduanya (pvalue 0.56>0.05). Hampir keseluruhan sampel memiliki potensinya masing-masing sebagai sumber senyawa tertentu yang diketahui memiliki efek farmakologis bagi kesehatan. Kandungan asam askorbat pada ke 4 sampel sayuran indigenous memiliki nilai yang cukup signifikan dan dapat diunggulkan dibandingkan dengan kandungan ketiga senyawa lainnya (karotenoid, β-karoten, dan antosianin) pada sampel.

6 RIWAYAT HIDUP PENULIS Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal Januari 987 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, pasangan Sahiruddin dan Solihah. Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan di SD Negeri Jatisampurna Bekasi, SLTP Negeri 30 Jakarta dan SMA Negeri 99 Jakarta. Penulis kemudian diterima menjadi mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI pada tahun 005. Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis pernah tergabung dalam organisasi dan kegiatan kemahasiswaan, diantaranya adalah staf DPPI (Dept. Peduli Pangan Indonesia) HIMITEPA, bendahara PSDM DKM Al-Hurriyyah, manajer keuangan majalah pangan EMULSI dan staf Soskemas BEM Fateta. Penulis juga pernah aktif dalam berbagai kepanitiaan, antara lain sie dekorasi Politik Expo, sie konsumsi Suksesi HIMITEPA, sie acara IFOODEX, PJ kelompok BAUR, penyuluh dalam Penyuluhan Pangan Pedagang Lingkar Kampus, penyuluh dalam Penyuluhan Pangan Anak Sekolah dan koordinator Program Kakak Asuh. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Kimia Dasar, Evaluasi Sensori dan Teknologi Pengolahan Pangan. Penulis juga pernah mengikuti acara-acara seminar atau pelatihan, diantaranya Mass Media Management seminar dan training, GLP (Good Laboratory Practices) seminar, seminar nasional Teknologi Pangan dan Gizi, Pelatihan Sistem Manajemen Halal (PLASMA) Industri Pangan, dan seminar Wirausaha Muda Mandiri. Sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana Teknologi Pertanian, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Kajian Kandungan Senyawa Karotenoid, Antosianin dan Asam Askorbat pada Sayuran Indigenous Jawa Barat, di bawah bimbingan Dr. Ir. Nuri Andarwulan, Msi.

7 KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohiim Puji syukur kepada Allah Ta ala yang Maha menetukan setiap detail takdir sekaligus menetapkan hikmah dibaliknya sehingga dengan semangat, doa, dan harapan yang tak putus, penelitian dan penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada manusia terbaik sepanjang sejarah manusia, Rosulullah sholallohu alaihi wassalam, beserta keluarga, sahabat dan seluruh umatnya yang senantiasa istiqamah menapaki risalahnya hingga akhir zaman. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dapat diselesaikan atas sumbangan pemikiran, masukan, dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang tak terhingga kepada:. Keluarga tercinta, Ibunda, Ayahanda, mas Daus, dek Rasyid, bibi Linda. Terimakasih atas segala kasih sayang dan perhatian yang tak tergantikan.. Ibu Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik dan pembimbing skripsi yang selalu memberikan arahan, bimbingan, masukan, saran, koreksi, dan motivasi yang sangat berharga kepada penulis. Mohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan penulis, hanya Allah yang dapat membalas segala kebaikan Ibu dengan sebaik-baik balasan dan semoga Ibu selalu dalam lindungan-nya. 3. Ibu Elvira Syamsir, STP, M.Si dan Ibu Dian Herawati, STP yang telah bersedia menjadi dosen penguji skripsi dan memberikan masukan yang sangat berharga untuk kelengkapan skripsi penulis. 4. Sahabat-sahabat tercinta. M. Ari Wibowo, Veni Dwintasari, Tri Erza Apriyadi dan Riska Rudiyanti Dewi yang selalu ada, tempat berbagi cerita dan segala perasaan, selalu menyemangati, menasihati dan menjadi pendengar yang baik atas segala permasalahan yang penulis hadapi. i

8 5. Seluruh teman-teman ITP 4. Riza, terimakasih atas dukungan, kerja sama, dan segala bantuannya. Rika dan Septi, para musafir pencari ilmu, terimakasih telah senantiasa mengingatkan penulis, semoga kita senantiasa istiqomah di atas kebenaran. Dila, Susan, Dina, Tuti, Ike, Difa, Indri, Marina, Upik, Ari TP, Panji, Midun dan Siyam, terimakasih atas segala diskusi yang menginspirasi penulis. Yusi, Arya, Melissa, Ola, Tami, dan Reriel, yang telah datang ke siding penulis. Tak lupa teman-teman ITP 4 lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Sebuah anugerah bisa mengenal teman-teman hebat seperti kalian. 6. Teman-teman asrama, Nisa, Nilam, dan Sarah yang selalu membuat penulis merindukan masa-masa menjadi mahasiswa TPB. Resti dan Rabika, temanteman terbaik saat duduk di bangku sekolah yang penulis miliki sampai saat ini. 7. Seafast erz tercinta, Mas Arief, Mba Duo Ria, Mba Irin, Mas Marto, Mas Wawan, Mas Ayusta, Shofa, mas Yerris, mba Fidy, mba Anie, Abah, Bu Ana, dan Bu Entin. Teknisi Laboratorium ITP, Pak Wahid, mba Darsih, Pak Rojak, dan seluruh teknisi lainnya. Terimakasih banyak atas segala bantuannya dalam melancarkan penelitian penulis. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah berkontribusi secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian tugas akhir ini, yang telah menginspirasi penulis, dan memberikan warna dalam kehidupan penulis. Semoga Allah Ta ala membalas kebaikan Bapak/Ibu/Saudara/i semuanya dan mencatatnya sebagai amal kebaikan yang pahalanya tidak terputus, dan akhirnya semoga skripsi ini dapat memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi siapa saja dengan berbagai cara. Bogor, Januari 00 Penulis ii

9 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR.. vi DAFTAR LAMPIRAN... vii I. PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG... B. TUJUAN 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 5 A. SAYURAN INDIGENOUS... 5 B. KAROTENOID DAN β-karoten 4 C. ANTOSIANIN... 8 D. ASAM ASKORBAT. E. META-ANALISIS.. III. BAHAN DAN METODE. 4 A. BAHAN DAN ALAT 4. Bahan Alat. 4 B. METODE Persiapan Sampel Analisis Sampel... 8 a. Analisis Kadar Air... 8 b. Analisis Kadar Protein 8 c. Analisis Total Karotenoid... 9 d. Analisis β-karoten e. Analisis Antosianin. 3 f. Analisis Asam Askorbat Analisis Statistik. 33 a. Analisis Ragam (Anova).. 33 b. Uji Lanjut Duncan iii

10 c. Uji Korelasi Pearson 34 d. Analisis Komponen Utama (PCA) Analisis Potensi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4 A. TOTAL KAROTENOID... 4 B. β-karoten. 44 C. ANTOSIANIN D. ASAM ASKORBAT. 5 E. META ANALISIS ANTAR SENYAWA TERIDENTIFIKASI Analisis Hubungan Antara Karotenoid, β-karoten, Antosianin dan Asam Askorbat Analisis Hubungan Antara Total Fenol dan Total Flavonoid Analisis Hubungan Antara Total Fenol dan Total Antosianin Analisis Hubungan Antara Kadar Protein dan Total Karotenoid... 6 F. IDENTIFIKASI POTENSI SAYURAN INDIGENOUS BERDASARKAN PROFIL KAROTENOID, ANTOSIANIN DAN ASAM ASKORBAT 63 V. KESIMPULAN DAN SARAN. 7 A. KESIMPULAN... 7 B. SARAN... 7 DAFTAR PUSTAKA. 74 iv

11 DAFTAR TABEL Tabel. Deskripsi umum (suku, jenis, nama inggris dan nama lokal), BDD, dan fungsi kesehatan dari 4 jenis sayuran indigenous Jawa Barat.. 8 Tabel. Kandungan karotenoid pada berbagai jenis sayuran.. 6 Tabel 3. Gugus pengganti pada struktur kation flavilium untuk membentuk antosianin... 9 Tabel 4. Kandungan antosianin pada berbagai komoditi buah... 0 Tabel 5. Kandungan asam askorbat pada berbagai jenis sayuran... Tabel 6. Spesifikasi HPLC untuk analisis β-karoten 5 Tabel 7. Akar ciri (eigen value) dengan proporsi dan kumulatif keragamannya dari 4 peubah Tabel 8. Nilai vektor dari hubungan antar peubah dengan komponen utama Tabel 9. Matriks korelasi dari empat peubah yang merupakan senyawasenyawa yang dianalisis pada 4 jenis sayuran indigenous Tabel 0. Nilai total fenol, total flavonol dan flavon, total antosianin dan total flavonoid pada 4 sayuran indigenous Jawa Barat Tabel. Rekapitulasi nilai keseluruhan hasil analisis pada 4 jenis sayuran indigenous Jawa Barat.. 70 Tabel. Kadar total karotenoid 4 sayuran indigenous Jawa Barat 85 Tabel 3. Kadar β-karoten 4 sayuran indigenous Jawa Barat.. 9 Tabel 4. Kadar total antosianin 4 sayuran indigenous Jawa Barat 98 Tabel 5. Kadar asam askorbat 4 sayuran indigenous Jawa Barat.. 04 Tabel 6. Kadar air 4 sayuran indigenous Jawa Barat. 0 Tabel 7. Kadar air freeze dryer 4 sayuran indigenous Jawa Barat... 3 Tabel 8. Kadar protein 4 sayuran indigenous Jawa Barat... 6 v

12 DAFTAR GAMBAR Gambar. Diagram alir desain penelitian sayuran indigenous Jawa Barat.. 4 Gambar. Struktur kimia β-karoten 7 Gambar 3. Struktur kimia lutein... 7 Gambar 4. Struktur dasar kation flavilium... 8 Gambar 5. Struktur kimia asam askorbat. Gambar 6. Diagram alir persiapan sampel sayuran untuk analisis.. 7 Gambar 7. Diagram alir analisis total karotenoid dengan spektrofotometer 37 Gambar 8. Diagram alir analisis β-karoten dengan HPLC.. 38 Gambar 9. Diagram alir analisis total antosianin dengan spektrofotometer 39 Gambar 0. Diagram alir analisis asam askorbat dengan cara titrasi Gambar. Diagram batang kandungan total karotenoid pada 4 sayuran indigenous Jawa Barat. 4 Gambar. Diagram batang kandungan β-karoten pada 4 sayuran indigenous Jawa Barat. 45 Gambar 3. Hasil kromatogram HPLC analisis β-karoten dari standar β- karoten dengan kemunculan puncak β-karoten pada menit ke Gambar 4. Hasil kromatogram HPLC analisis β-karoten dari ekstrak daun kedondong cina dengan kemunculan puncak β-karoten pada menit ke Gambar 5. Diagram batang kandungan total antosianin pada 4 sayuran indigenous Jawa Barat. 50 Gambar 6. Diagram batang kandungan asam askorbat pada 4 sayuran indigenous Jawa Barat. 5 Gambar 7. Grafik biplot hasil pengujian dengan PCA dari nilai hasil analisis total karotenoid, β-karoten, antosianin, dan asam askorbat vi

13 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran. 4 jenis sampel sayuran indigenous Jawa Barat... 8 Lampiran. Data hasil analisis total karotenoid, β-karoten, antosianin, asam askorbat, kadar air dan kadar protein 4 sayuran indigenous Jawa Barat Lampiran 3. Hasil analisis statistik hubungan senyawa teridentifikasi dengan PCA dan uji korelasi Pearson... 8 Lampiran 4. Hasil uji ANOVA senyawa teridentifikasi pada 4 jenis sayuran indigenous Jawa Barat... 9 Lampiran 5. Hasil uji lanjut Duncan senyawa teridentifikasi pada 4 jenis sayuran indigenous Jawa Barat... 0 vii

14 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sayuran merupakan jenis makanan yang sangat dianjurkan untuk dikonsumsi dalam menu makan sehari-hari. Selain mudah diperoleh, murah harganya dan dapat diolah menjadi berbagai hidangan yang lezat, sayuran juga banyak mengandung vitamin, mineral, dan komponen antioksidan seperti asam askorbat, karotenoid, flavonoid, asam organik tertentu, peptida, tannin dan tokoferol. Antioksidan tersebut dapat berfungsi sebagai senyawa pereduksi, menangkap senyawa radikal, mengikat ion logam prooksidan dan penghambat terbentuknya singlet oksigen (Pratt, 99). Menurut Karyadi (996) mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung sayuran dapat mencegah timbulnya penyakit degeneratif, mengoreksi zat gizi tubuh yang kurang, memelihara kesehatan tubuh, memperlambat proses penuaan, memelihara sistem kekebalan tubuh, mengatasi stres dan membantu penyembuhan penyakit. Hampir seluruh daerah di Indonesia memiliki beragam jenis sayuran lokal yang menjadi ciri khas daerah tersebut. Sayuran-sayuran lokal tersebut dikenal dengan istilah sayuran indigenous. Sayuran ini dapat digunakan sebagai obat-obatan maupun jamu-jamuan karena mengandung senyawa fitokimia yang berfungsi sebagai antioksidan yang sangat menguntungkan bagi kesehatan (Sandrasari, 008). Namun sayangnya, beranekaragamnya jenis sayuran tersebut belum dimanfaatkan secara optimal sebagai bahan pangan, bahkan masyarakat setempat sendiri belum mengetahui bahwa tanaman lokal di daerahnya dapat dikonsumsi sebagai sayur-sayuran pelengkap menu. Padahal penganekaragaman sumber makanan termasuk dalam konsumsi sayur-sayuran merupakan salah satu pemecahan dalam rangka mengurangi ketergantungan pada salah satu jenis sumber makanan tertentu apalagi bila bersumber dari kekayaan lokal sendiri. Jawa Barat sebagai salah satu wilayah sentra produksi sayuran menghasilkan beragam jenis sayuran lokal yang sangat besar potensinya untuk dimanfaatkan. Pada penelitian ini, digunakan 4 jenis sayuran indigenous

15 Jawa Barat yang umumnya dikonsumsi oleh masyarakat lokal sebagai lalapan atau pelengkap menu. Sayuran tersebut antara lain kenikir (Cosmos caudatus H.B.K), beluntas (Pluchea indica (L.) Less.), mangkokan putih (Nothopanax scutellarium (Burm.f.) Fosb.), mangkokan (Nothopanax scutellarius (Burm.f.) Merr.), daun kendondong cina (Polyscias pinnata), kecombrang (Etlingera elatior (Jack) R.M.Sm.), kemangi (Ocimum americanum L.), katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr.), antanan (Centelia asiatica (L.) Urb.), antanan beurit (Hydrocotyle sibthorpioides Lmk.), pohpohan (Pilea melastomoides (Poir.) Bl.), daun ginseng (Talinum triangulare (Jacq.) Willd.), krokot (Portulaca oleracea L.), bunga turi (Sesbania grandiflora (L.) Pers.), kucai (Allium schoenoprasum L.), takokak (Solanum torvum Swartz), daun kelor (Moringa pterygosperma Gaertn.), pucuk mengkudu (Morinda citrifolia L.), lembayung (Vigna unguiculata (L.) Walp.), terubuk (Saccharum edule Hassk.), daun labu (Sechium edule (Jacq.) Swartz.), bunga pepaya (Carica papaya L.), pucuk mete (Anacardium occidentale L.) dan daun pakis (Arcypteris irregularis (C.Presl) Ching.). Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Batari (007) dan Rahmat (009) menunjukkan bahwa sayuran indigenous sebagaimana disebutkan diatas mengandung senyawa flavonoid yang berupa flavonol (quercetin, miricetin dan kaempferol) dan flavon (luteolin dan apigenin). Flavonol dan flavon merupakan flavonoid penting yang terdapat dalam tanaman sebab senyawa tersebut merupakan jenis senyawa fenol yang diketahui mempunyai aktivitas antioksidan yang berfungsi sebagai radical scavenger, sebagai senyawa pereduksi, dan penghambat terjadinya oksidasi lipid lanjut sebagaimana yang dijelaskan dalam penelitian Sandrasari (008) mengenai kapasitas antioksidan pada sayur-sayuran indigenous tersebut. Penelitian yang dilakukan sebagai tindak lanjut dari penelitian sebelumnya ini diarahkan untuk mengungkap fakta ilmiah mengenai kandungan senyawa karotenoid khususnya β-karoten, senyawa antosianin dan asam askorbat pada 4 jenis sayuran indigenous dengan diagram alir desain penelitian yang dapat dilihat pada Gambar. Pengetahuan akan komponen bioaktif yang terkandung dalam sayuran-sayuran lokal tersebut diharapkan

16 dapat mendorong optimalisasi pemanfaatan sayuran indigenous tersebut sehingga dapat tercipta peluang untuk meningkatkan nilai tambah dan memperluas penggunaan sayuran-sayuran tersebut dalam khasanah pangan Indonesia. B. TUJUAN Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan senyawa karotenoid, antosianin dan asam askorbat pada 4 jenis sayuran indigenous Jawa Barat, mengetahui hubungan antar senyawa teridentifikasi dengan melakukan meta-analisis antara total fenol dengan total flavonoid, total fenol dengan total antosianin dan kadar protein dengan total karotenoid, serta mengidentifikasi potensi sayur-sayuran tersebut melalui studi literatur berdasarkan nilai kandungan senyawa yang diperoleh dari analisis. 3

17 Perolehan Sampel. Pasar Bogor. Kebun Penduduk Persiapan Sampel Freeze drying. Analisis Proksimat: -Kadar air -Kadar protein Analisis Sampel. Analisis Utama: -Kadar total karotenoid -Kadar β-karoten -Kadar antosianin -Kadar asam askorbat 3. Analisis statistik: -Analisis ragam (Anova) - Uji lanjut Duncan Meta-analisis. Analisis komponen utama (PCA). Uji korelasi Pearson. Hubungan antara total karotenoid, β-karoten, antosianin, dan asam askorbat. Hubungan antara total fenol dan total karotenoid 3. Hubungan antara total fenol dan total antosianin 4. Hubungan antara total karotenoid dan protein Analisis Potensi. Pengumpulan data hasil analisis utama. Studi literatur 3. Justiifikasi potensi Gambar. Diagram alir desain penelitian sayuran indigenous Jawa Barat 4

18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. SAYURAN INDIGENOUS Indonesia memiliki keragaman sumber daya hayati yang sangat potensial untuk dikembangkan. Salah satu sumber daya hayati tersebut adalah sayursayuran yang memiliki kontribusi penting terhadap suplai pangan dan kesehatan masyarakat. Sejarah membuktikan bahwa nenek moyang kita telah banyak memanfaatkan sayuran indigenous sebagai bahan pangan karena rasa dan manfaat sayur-sayuran tersebut yang telah dikenal dengan baik berdasarkan pengetahuan secara turun temurun. Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, sayuran indigenous adalah spesies sayuran asli Indonesia yang berasal dari daerah/wilayah/ekosistem tertentu, termasuk spesies pendatang dari wilayah geografis lain tetapi telah berevolusi dengan iklim dan geografis wilayah Indonesia. Sayuran indigenous biasanya tumbuh di pekarangan rumah maupun kebun secara alami dan dimanfaatkan untuk kepentingan keluarga, baik sebagai sayuran yang dimasak, lalapan bahkan sebagai obat dari suatu penyakit. Sayuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah sayur-sayuran yang banyak tumbuh di daerah Jawa Barat dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat setempat. Bagian dari sayur-sayuran indigenous yang digunakan adalah bagian yang biasa dikonsumsi (dapat berupa batang, daun, bunga atau seluruh bagian tanaman). Sayuran tersebut antara lain, kenikir (Cosmos caudatus H.B.K), beluntas (Pluchea indica (L.) Less.), mangkokan putih (Nothopanax scutellarium (Burm.f.) Fosb.), mangkokan (Nothopanax scutellarius (Burm.f.) Merr.), daun kendondong cina (Polyscias pinnata), kecombrang (Etlingera elatior (Jack) R.M.Sm.), kemangi (Ocimum americanum L.), katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr.), antanan (Centelia asiatica (L.) Urb.), antanan beurit (Hydrocotyle sibthorpioides Lmk.), pohpohan (Pilea melastomoides (Poir.) Bl.), daun ginseng (Talinum triangulare (Jacq.) Willd.), krokot (Portulaca oleracea L.), bunga turi (Sesbania grandiflora (L.) Pers.), kucai (Allium schoenoprasum L.), takokak (Solanum torvum Swartz), daun kelor (Moringa pterygosperma Gaertn.), 5

19 pucuk mengkudu (Morinda citrifolia L.), lembayung (Vigna unguiculata L.) Walp.), terubuk (Saccharum edule Hassk.), daun labu (Sechium edule (Jacq.) Swartz.), bunga pepaya (Carica papaya L.), pucuk mete (Anacardium occidentale L.) dan daun pakis (Arcypteris irregularis (C.Presl) Ching.). Identifikasi/determinasi tanaman sayuran diatas telah dilakukan pada penelitian sebelumnya (Sandrasari, 008; Rahmat, 009) oleh pihak Herbarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor dengan Kepala Bidang Botani LIPI adalah Dr. Eko Baroto Walujo, APU. Deskripsi umum ke 4 jenis sampel tersebut yang meliputi nama suku, jenis, nama Inggris, bagian yang dapat dimakan, dan fungsi kesehatannya ditunjukan pada Tabel. Batari (007) dan Rahmat (009) telah melakukan penelitian terhadap kandungan total fenol dan kandungan senyawa flavonoid yang terdapat dalam sayuran indigenous tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua sayuran indigenous yang diuji mengandung senyawa flavonoid, dengan komponen flavonoid yang diperoleh berupa senyawa flavonol dan flavon. Flavonol terdiri dari quercetin, miricetin dan kaempferol, sedangkan flavon terdiri dari apigenin dan luteolin. Akan tetapi, ternyata tidak semua sampel yang diuji mengandung kelima komponen flavonoid tersebut, namun diperoleh hasil bahwa semua sampel mengandung senyawa quercetin. Senyawa quercetin merupakan golongan flavonol yang paling banyak terdapat dalam tanaman dan merupakan senyawa paling aktif dibanding senyawa flavonol lainnya (Fuhrman dan Aviram, 00). Berdasarkan hasil penelitian Batari (007) dan Rahmat (009) tersebut, diperoleh hasil bahwa kandungan total fenol terbesar terdapat pada pucuk mete (809.5 mg/00 g dry basis) dan terkecil pada terubuk (04.4 mg/00 g dry basis). Total flavonol dan flavon yang diperoleh sangat bervariasi, dengan jumlah terbesar terdapat pada daun katuk (83.70 mg/00 g dry basis) dan terkecil terdapat pada terubuk (3.80 mg/00 g dry basis). Kandungan total fenol pada sayuran indigenous yang diperoleh dari penelitian diatas kemudian dijadikan dasar penelitian oleh Sandrasari (008) yang menguji kapasitas antioksidan senyawa fenol pada ekstrak sayuran 6

20 indigenous tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kapasitas antioksidan ekstrak beluntas (86.65%) dan kenikir (84.3%) adalah yang terbesar, sedangkan yang terkecil adalah ekstrak daun katuk (7.%). Kapasitas antioksidan yang diuji dengan radikal bebas DPPH ini dinyatakan sebagai % inhibisi. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat diketahui pula bahwa nilai total fenol secara keseluruhan berpengaruh terhadap kapasitas antioksidan ekstrak sayuran indigenous. Semakin tinggi nilai total fenol ekstrak antioksidan, maka semakin tinggi kemampuannya sebagai radikal scavenger, semakin tinggi kemampuan mereduksinya, dan semakin tinggi pula kemampuannya dalam menghambat terjadinya oksidasi lipid lanjut. 7

21 Tabel. Deskripsi umum (suku, jenis, nama Inggris dan nama lokal), bagian yang dapat dimakan dan fungsi kesehatan dari 4 jenis sayuran indigenous Jawa Barat Family/suku Species/jenis Nama Inggris Nama Lokal BDD * Fungsi Kesehatan Asteraceae Araliaceae Cosmos caudatus H.B.K Pluchea indica (L.) Less. Wild cosmos Kenikir Daun Antioksidan, penambah nafsu makan, obat lemah lambung, Indian camphorweed Polyscias Shield aralia scutellaria (Burm.f.) Fosb. Nothopanax scutellarius (Burm.f.) Merr. - penguat tulang, dan untuk mengusir serangga (Widayanti et al., 005). Beluntas Daun Meningkatkan nafsu makan (stomakik), membantu Mangkokan putih pencernaan, peluruh keringat (diaforetik), pereda demam (antipiretik), penyegar, memiliki kadar minyak atsiri 5% (v/v) yang dapat mengambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli (Erawati, 99 di dalam pdpersi.co.id); Menghilangkan bau badan, obat turun panas, obat batuk, obat antidiare dan obat sakit kulit (Winarno dan Sundari, 998). Daun Menghilangkan bau badan, pelumas kepala terhadap kerontokan, diuretika, dan peluruh keringat. Mangkokan Daun Mengandung alkaloida, saponin, flavonoida dan polifenol (Syamsuhidayat dan Hutapea, 99); Mengandung tanin, polifenol, dan saponin (Triguspita et al., 000). 8

22 Tabel. Deskripsi umum (suku, jenis, nama Inggris dan nama lokal), bagian yang dapat dimakan dan fungsi kesehatan dari 4 jenis sayuran indigenous Jawa Barat (lanjutan) Family/suku Species/jenis Nama Inggris Nama Lokal BDD * Fungsi Kesehatan Araliaceae Polyscias pinnata Balfour aralia Kedondong Daun cina - Zingiberaceae Etlingera elatior (Jack) R.M.Sm. Torch ginger Kecombrang Bunga Menghambat pertumbuhan bakteri dan kapang pada makanan terutama bakteri patogen (Naufalin, 005), penghilang bau Lamiaceae Phyllanthaceae Apiaceae Ocimum americanum L. Sauropus androgynus (L.) Merr. Centelia asiatica (L.) Urb. badan (Anonim, 003). Basil Kemangi Daun Sebagai obat batuk, obat penyakit kulit, dan rematik (Siemonsma dan Piluek, 994), antiseptik, menghilangkan bau badan, dan meningkatkan selera makan (Anonim, 003). Chekkurmanis Katuk Daun Meningkatkan produksi ASI, sebagai antipiretik atau obat Indian pennywort Antanan Seluruh bagian penurun demam (Soedibyo, 998), sebagai pewarna hijau alami (Heyne, 987). Diuretik, hipotensif (Pramono, 99); mempertajam ingatan, menyehatkan badan, membuat awet muda, obat pembersih darah, hermoroida, penyakit hati, batuk kering, radang cabang tenggorok, asma, radang usus, batu ginjal, dan sebagai obat kumur pada penyakit seperti sariawan (Heyne, 987). 9

23 Tabel. Deskripsi umum (suku, jenis, nama Inggris dan nama lokal), bagian yang dapat dimakan dan fungsi kesehatan dari 4 jenis sayuran indigenous Jawa Barat (lanjutan) Family/suku Species/jenis Nama Inggris Nama Lokal BDD * Fungsi Kesehatan Apiaceae Urticaceae Portulacaceae Hydrocotyle sibthorpioides Lmk. Lawn marshpennywort Pilea melastomoides (Poir.) Bl. - Talinum triangulare (Jacq.) Willd. Portulaca oleracea L. Ceylon spinach Antanan beurit Seluruh bagian Pembersih darah, pelancar peredaran darah, peluruh kencing (diuretika), penurun panas, menghentikan pendarahan, meningkatkan memori, antibakteri, tonik, antiinflamasi, insektisida, antialergi, dan stimulan (Anonim, 008). Pohpohan Daun Penapisan fitokimia simplisia daun pohpohan menunjukkan Daun Ginseng Daun Little hogweed Krokot Daun& batang adanya golongan senyawa steroid/triterpenoid, alkaloid dan flavonoid (Amalia et al., 006). Mengandung saponin yang dapat merangsang selaput lendir, memecah butir darah merah hingga merangsang penambahan jumlah darah dan memperbaiki sirkulasi darah dalam tubuh; Mengandung flavonoid yang dapat mengurangi pembengkakan, bakterisidal & antivirus; mengandung minyak atsiri sebagai penambah nafsu makan (Hidayat, 005). Antioksidan dan antimutagenik (Anonim, 007), obat diare, penurun panas, dan obat radang lambung (Anonim, 005). 0

24 Tabel. Deskripsi umum (suku, jenis, nama Inggris dan nama lokal), bagian yang dapat dimakan dan fungsi kesehatan dari 4 jenis sayuran indigenous Jawa Barat (lanjutan) Family/suku Species/jenis Nama Inggris Nama Lokal BDD * Fungsi Kesehatan Leguminoceae Alliaceae Solanaceae Sesbania grandiflora (L.) Pers. Allium schoenoprasum L. Solanum torvum Swartz Vegetable hummingbird Turi Bunga Pelembut kulit, pencahar, dan penyejuk (IPTEKnet, 007). Wild chives Kucai Seluruh bagian Mengatasi keputihan, darah tinggi, sembelit, sebagai antiseptik untuk membunuh kuman bakteri dalam usus dan menjadi perangsang dalam proses pengasaman usus, melancarkan aliran darah, menghindarkan pembekuan darah; Mengandung vitamin B, C, karoten dan komponen belerang (Anonim, 008a). Turkey berry Takokak Buah Melancarkan sirkulasi darah, menghilangkan sakit (analgetik), dan mengatasi batuk (antitusif) (Anonim, 007a), antiradang (Anonim, 007b), antioksidan (Vimala et al., 999), mengobati sakit lambung, sakit gigi, katarak, tidak datang haid, wasir, radang payudara, influenza, panas dalam, pembengkakan, bisul, koreng, sakit pinggang, asam urat tinggi, keropos tulang, jantung berdebar-debar, dan menetralkan racun dalam tubuh (Wijayakusuma, 006).

25 Tabel. Deskripsi umum (suku, jenis, nama Inggris dan nama lokal), bagian yang dapat dimakan dan fungsi kesehatan dari 4 jenis sayuran indigenous Jawa Barat (lanjutan) Family/suku Species/jenis Nama Inggris Nama Lokal BDD * Fungsi Kesehatan Moringaceae Rubiaceae Fabaceae Poaceae Cucurbitaceae Moringa pterygosperma Gaertn. Morinda citrifolia L. Vigna unguiculata (L.) Walp. Saccharum edule Hassk. Sechium edule (Jacq.) Swartz. Horseradishtree Kelor Daun Menurunkan tekanan darah tinggi, diare, diabetes melitus (kencing manis), dan penyakit jantung (Anonim, 007c). Indian mulberry Mengkudu Daun Mempunyai aktivitas antihelmintik, cukup baik melawan cacing Ascaris lumbricoides yang ada pada usus Blackeyed pea Lembayung Daun Mengandung zat-zat protein, kalsium, fosfor, besi, belerang, magnesium, mangan, niasin, vitamin B, B, dan C (Anonim, 008b). Vegetable cane Terubuk Bunga Mengandung 4.6-6% protein, kalsium, fosfor dan asam askorbat (Terra, 966). Chayote Daun labu Daun Menurunkan hipertensi, arterioscleosis, batu ginjal, dan melancarkan sistem pernafasan dan pencernaan, serta melancarkan peredaran darah yang tersumbat (Anonim, 008c). Caricaceae Carica papaya L. Papaya Pepaya Bunga Mengandung flavonoid, tanin, steroid-triterpenoid, dan karbohidrat (Anonim, 007).

26 Tabel. Deskripsi umum (suku, jenis, nama Inggris dan nama lokal), bagian yang dapat dimakan dan fungsi kesehatan dari 4 jenis sayuran indigenous Jawa Barat (lanjutan) Family/suku Species/jenis Nama Inggris Nama Lokal BDD * Fungsi Kesehatan Anacardiaceae Anacardium occidentale L. Cashew Pucuk mete Daun Mengatasi pegal linu, daun dan kulitnya mengandung asam Osmundaceae Arcypteris irregularis (C.Presl) Ching. Fern Pakis Daun * Bagian yang dapat dimakan (yang biasa dikonsumsi sebagai sayur) anakandat, kardol, zat samak, asam galat, gingkol, minyak lemak, protein, katekhin, dan sitosterin (Anonim, 008d). - 3

27 B. KAROTENOID DAN β-karoten Karotenoid merupakan pigmen yang berwarna kuning, jingga, merah serta larut dalam minyak/lipida. Karotenoid terdapat dalam kloroplas (0.5%) bersama-sama dengan klorofil (9.3%), terutama pada bagian atas permukaan daun, dekat dengan dinding-dinding palisade (Winarno, 99). Karotenoid membentuk suatu kelas hidrokarbon berikatan rangkap banyak yang memiliki jumlah atom C sebanyak 40, yang disebut karoten dan turunan teroksigenasinya, yaitu santofil (Goh et al., 987). Menurut Meyer (966), karotenoid dibagi atas 4 golongan, yaitu: ) karotenoid hidrokarbon, C 40 H 56 seperti α-, β-, γ-karoten, dan likopen, ) santofil atau oksikarotenoid dan derivat karoten yang mengandung oksigen dan hidroksil, antara lain kriptosantin (C 40 H 55 OH) dan lutein (C 40 H 54 (OH) ), santasantin, zeasantin, dan astasantin (Stahl, Sies dan Sundquist, 994). Oksikarotenoid ini merupakan turunan dari hidrokarbon karotenoid yang lebih polar dan mengandung setidaknya satu atom oksigen (Stahl, Sies dan Sundquist, 994), 3) asam karotenoid yang mengandung gugusan hidroksil, 4) ester santofil asam lemak. Struktur dasar karoten terdiri dari ikatan hirokarbon tidak jenuh, terbentuk dari 40 atom C, 8 unit isoprenil, ikatan rangkap, dan memiliki buah gugus cincin ionon (Winarno, 99). Perbedaan struktur antara berbagai karoten terletak pada letak dan jumlah ikatan rangkap, serta jenis gugus pada cincin yang mempengaruhi aktivitas biologisnya sebagai provitamin A (Bauernfeind, 97). Perbedaan antara satu provitamin A dengan provitamin A lainnya terletak pada struktur cincin yang terdapat di kedua rantai alifatik tersebut (rantai yang mengandung 4 gugus metil). β-karoten mempunyai struktur cincin yg sama pada kedua sisi rantai karbon alifatiknya yaitu berupa cincin β ionon, karenanya mempunyai provitamin A yang maksimal. α-karoten mempunyai satu struktur cincin β-ionon dan di sisi lainnya terdapat struktur cincin α-ionon (ikatan rangkap pada posisi 4 dan 5), sedangkan γ-karoten pada satu sisi memiliki struktur cincin, tetapi memiliki jumlah atom karbon yang sama dengan provitamin A lainnya. 4

28 Karotenoid memiliki aktivitas vitamin A yang mengandung cincin β- ionon, disebut juga sikloheksenil, pada salah satu atau kedua ujung rantai polienanya. Cincin β-ionon dan gugus akhir dari suatu rantai, yaitu struktur retinil, menentukan aktivitas retinoid. Menurut Klaui dan Bauernfeind (98), β-karoten memiliki dua buah cincin β-ionon dan menghasilkan molekul vitamin A. Komponen lain seperti α-karoten, dimana setengah dari strukturnya identik dengan β-karoten hanya menghasilkan molekul vitamin A. Aktivitas vitamin A dari karoten juga dipengaruhi oleh bentuk isomernya. Bentuk trans karoten memiliki derajat aktivitas vitamin A lebih tinggi dibandingkan dengan bentuk cis. β-karoten memiliki 00% aktivitas vitamin A, α-karoten memiliki 50-54% aktivitas vitamin A, dan γ-karoten memiliki 4-50% aktivitas vitamin A. Winarno (99) menyatakan bahwa µg retinol ekivalen atau sering disebut RE setara dengan µg retinol atau 6.0 µg β-karoten, juga setara dengan µg provitamin A lainnya, atau 3.33 SI aktivitas retinol, serta 9.9 SI aktivitas vitamin A dari β-karoten. Di dalam tubuh, β-karoten yg berasal dari makanan akan mengalami absorpsi dan metabolisasi. Sepertiga dari molekul β-karoten yang diabsorpsi berbentuk utuh diangkut oleh kilomikron, sisanya dibuang melalui ekskresi. Setengah dari β-karoten yang di absorpsi ini diubah menjadi retinol dalam mukosa usus dengan bantuan enzim 5, 5 β-karoten dioksigenase (E.C..3..) (Gross, 99). Karotenoid stabil dalam ph netral dan basa, namun sensitif terhadap asam, oksigen, cahaya dan panas yang dapat menyebabkan perubahan (rearrangement) pada ikatan rangkap dan isomerisasi cis-trans. Di alam karotenoid bersifat stabil, namun isolatnya mudah mengalami perubahan molekul, isomerisasi cis-trans, degradasi oleh panas, cahaya, oksigen, trace element, dan asam. Oksidasi karotenoid akan lebih cepat dengan adanya cahaya dan katalis logam. Oksidasi terjadi secara acak pada rantai karbon yang mengandung ikatan ganda (Chichester dan Feeters, 985). Adanya ikatan ganda menyebabkan karotenoid peka terhadap oksidasi. Analisis karotenoid lebih rumit karena senyawa ini mudah mengalami streomutasi, sensitif terhadap cahaya dan panas, serta mudah rusak secara 5

29 enzimatis misalnya dengan enzim lipoksigenase (Gross, 99). Selain itu, pada sayuran berdaun hijau, proses ekstraksi biasanya mengeluarkan klorofil yang diketahui sebagai photosensitizer yang dapat memicu oksidasi cahaya. Menurut Ball (000), metode penentuan karotenoid pada tanaman tergantung pada distribusi karotenoid pada jaringan tanaman. Penentuan ini dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu ) penentuan berdasarkan β-karoten saja, dimana metode ini cocok untuk sayuran berdaun hijau, brokoli, ubi jalar, tomat, dan semangka; ) penentuan α- dan β-karoten untuk wortel dan squash; 3) penentuan β-kriptosantin dan β-karoten untuk almond dan apel. Analisis karoten spesifik pada sayuran umumnya dibatasi hanya pada penentuan β- karoten saja (Gross, 99) karena β-karoten adalah karotenoid provitamin A yang umum terdapat pada buah-buahan dan sayur-sayuran. Hampir dalam setiap sayuran dan buah segar, 85% total aktivitas vitamin A berasal dari β- karoten (Ball, 000). Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, karotenoid yang dominan dalam sayuran hijau adalah golongan β-karoten dan lutein (Puspitasari-Nienaber et al., 996; Q Su et al., 00). Kandungan karotenoid dan β-karoten berbagai jenis sayuran dapat dilihat pada Tabel. Tabel. Kandungan karotenoid pada berbagai jenis sayuran Jenis Sayuran Karotenoid β-karoten (mg/00 g dry basis) (mg/00 g dry basis) Katuk Sawi hijau Kangkung Daun singkong Daun melinjo Bayam Wortel Selada Daun pepaya Labu siam Sumber: Subeki (998) 6

30 Penyebab utama hilangnya karotenoid pada sayuran adalah oksidasi sebagai akibat tingginya struktur ikatan tak jenuh pada karotenoid. Degradasi karotenoid dapat terjadi karena: ) autooksidasi yang berlangsung secara spontan dan menyebabkan reaksi berantai radikal bebas dengan adanya oksigen; ) fotooksidasi yang dihasilkan oleh oksigen dengan adanya cahaya; 3) coupled oxidation dalam sistem yang mengandung lemak (Kidmose et al., 00). Kerusakan karena reaksi enzimatis terutama karena enzim lipoksigenase. Enzim ini terdapat secara luas pada sayuran yang mengandung klorofil dan telah dilaporkan bahwa kehilangan karotenoid berhubungan dengan aktivitas enzim ini (Hutching, 999). Beberapa jenis karotenoid telah diketahui dapat menurunkan resiko terkena kanker, seperti likopen dapat mencegah kanker prostat. Lutein, zeasantin, dan α karoten dapat mencegah kanker paru-paru, kriptosantin dapat mencegah kanker leher rahim, β-karoten dapat mencegah kanker paru-paru dan kanker mulut (Toma et al., 995). Adapun karotenoid yang banyak terdapat dalam sayuran hijau adalah β-karoten dan lutein (Puspitasari- Nienaber et al., 996; Q Su et al., 00) yang strukturnya dapat dilihat pada Gambar dan 3. Gambar. Struktur kimia β-karoten Gambar 3. Struktur kimia lutein 7

31 C. ANTOSIANIN Antosianin merupakan salah satu dari kelompok pigmen utama pada tanaman (Harborne dan Grayer, 988). Pigmen ini berada pada sebagian besar tanaman tingkat tinggi dan terdapat pada seluruh bagian tanaman (Brouillard, 98). Antosianin dapat memberikan warna merah, violet, ungu, dan biru pada daun, bunga, buah dan sayur (Bridle dan Timberlake (997); Elbe dan Schwartz (996); Francis (989). Secara kimia, semua antosianin merupakan turunan dari kation flavilium (3,5,7,4 tetrahidroksiflavilium) yang merupakan struktur dasar dari antosianidin (Bridle dan Timberlake, 997) seperti terlihat pada Gambar 4. Pada molekul flavilium ini terjadi subtitusi dengan molekul OH dan OMe untuk membentuk antosianindin (Tranggono, 990). Menurut Harborne dan Grayer (988), semua antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik tunggal yaitu sianidin yang dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil, metilasi, atau glikosilasi maka jenis antosianin lain terbentuk. Gambar 4. Struktur dasar kation flavilium Antosianin selalu terdapat sebagai glikosida di dalam tumbuhan. Sebagai glikosida, antosianin larut dalam air, tetapi setelah mengalami hidrolisis maka bentuk non glikosidanya (antosianidin) kurang larut dalam air (Wijaya et al., 00). Terdapat 8 jenis antosianidin yang telah ditemukan, namun hanya enam yang memegang peranan penting dalam bahan pangan dan sering ditemukan, yaitu pelargonidin, sianidin, delpinidin, peonidin, petunidin, dan malvidin. Tabel 3 menunjukkan sejumlah gugus pengganti yang paling umum ditemui pada antosianin (Tranggono, 990). 8

32 Tabel 3. Gugus pengganti pada struktur kation flavilium untuk membentuk antosianin Struktur Gugus pada Karbon nomor Antosianidin Pelargonidin H OH H Sianidin OH OH H Delpinidin OH OH OH Peonidin OMe OH H Petunidin OMe OH OH Malvidin OMe OH OMe Jenis pigmen yang terdapat dalam bunga dan buah sebagian besar tidak berada dalam bentuk antosianidin, melainkan dalam bentuk glikosilasi. Glikosilasi diasumsikan dapat meningkatkan kestabilan dan kelarutan pigmen antosianin dalam air sebab antosianidin kurang stabil dan kurang larut dalam air dibandingkan dengan antosianin (Jackman dan Smith, 996). Menurut Markakis (98), molekul antosianin disusun dari sebuah aglikon (antosianidin) yang teresterifikasi dengan satu atau lebih gula (glikon). Gula yang paling banyak dijumpai adalah monosakarida seperti glukosa, galaktosa, ramnosa, xilosa dan arabinosa. Dalam tanaman, antosianin dalam bentuk glikosida yaitu ester dengan satu molekul monosakarida disebut monoglukosida dan biosida atau diglukosida jika memiliki dua molekul gula (Winarno, 99). Keragaman antosianin dapat terjadi karena perbedaan sifat gula, jumlah satuan gula dan letak ikatan gulanya. Molekul gula ini dapat memberikan dampak kestabilan pada molekul antosianin. Pada molekul gulanya sering terjadi asilasi sehingga terdapat molekul ketiga yang biasanya berupa asam ferulat, koumarat, kafeat, malonik, atau asetat (Tranggono, 990). Antosianin yang terasilasi ditemukan pada kubis ungu, wortel ungu, lobak dan ubi jalar ungu dimana gugus asil ini dapat memperbaiki stabilitas pigmen antosianin (Bassa dan Francis, 987). Kandungan antosianin pada beberapa komoditi buah dapat dilihat pada Tabel 4. 9

33 Stabilitas antosianin terutama dipengaruhi oleh ph, suhu, cahaya, oksigen, asam askorbat, enzim, ion logam, gula, dan kopigmentasi. Umumnya antosianin lebih stabil dalam kondisi asam, media bebas oksigen, Di dalam kondisi suhu dingin dan gelap (Nollet, 996; Francis, 989; Elbe dan Schwartz, 996). Antosianin terdapat dalam empat bentuk struktur keseimbangan yaitu quinonodial base, katin flavilium berwarna merah, karbinol pseudobase, dan kalkon yang tidak berwarna. Bentuk keseimbangan ini sangat dipengaruhi ph. Pada ph rendah, struktur kation flavilium dominan, sedangkan pada ph 4-6 bentuk karbinol yang dominan (Elbe dan Schwartz, 996). Semakin tinggi nilai ph maka warna dari antosianin menjadi semakin pucat dan akhirnya tidak berwarna. Antosianin lebih stabil pada larutan yang bersifat asam daripada larutan yang bersifat netral atau basa. Disamping itu, warna dari pigmen antosianin juga dipengaruhi oleh ph. Kondisi yang sedikit asam akan meningkatkan intensitas warna dari pigmen tersebut. Selain itu, dengan terikatnya beberapa jenis gula juga dapat meningkatkan intensitas warna dari pigmen antosianin (Lewis et al., 997). Warna pigmen juga dipengaruhi oleh pelarut. Warna antosianin akan menjadi lebih biru pada pelarut alkohol dibandingkan dengan pelarut air (Swain, 976). Tabel 4. Kandungan antosianin pada berbagai komoditi buah* Jenis Buah Antosianin (mg/g dry basis) Blueberries Capulin 0.3 Strawberry Plum 0.05 Apel Elderberries -0 Kulit anggur 0.5 Kubis Ungu 0.8 Rosella 5 Kulit buah duwet** 3.89 Sumber: *Briddle dan Timberlake (997); **Satyatama (008) 0

34 D. ASAM ASKORBAT Asam askorbat atau vitamin C pertama kali diisolasi oleh Szent Gyorgi pada tahun 98. Vitamin ini merupakan vitamin yang mudah larut dalam air dan sedikit dalam alkohol, tidak larut dalam benzene, eter, kloroform, minyak, dan sejenisnya. Vitamin ini mempunyai sifat asam dan pereduksi yang sangat kuat, sifat-sifat tersebut disebabkan oleh adanya struktur enediol yang berkonjugasi dengan gugus karbonil dalam cincin lakton (Andarwulan dan Koswara, 99). Vitamin C umumnya terdapat pada sayur-sayuran dan buah-buahan segar. Buah mentah umumnya lebih banyak mengandung vitamin C, karena semakin tua buah atau sayur semakin berkurang kandungan vitaminnya. Kandungan asam askorbat berbagai jenis sayuran dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Kandungan asam askorbat pada berbagai jenis sayuran Asam Askorbat Jenis Sayuran (mg/00 g dry basis) Katuk 40 Sawi hijau 09 Kangkung 3 Daun singkong 43 Daun melinjo 90 Bayam 78 Bunga kol Selada 80 Daun pepaya 675 Labu siam 64 Sumber: Subeki (998) Vitamin C merupakan vitamin yang mudah rusak dibandingkan vitamin lainnya. Mudah sekali teroksidasi dan proses tersebut dipercepat dengan adanya panas, sinar, alkali, enzim, oksidator, serta katalis tembaga dan besi. Oksidasi dapat diperlambat bila asam askorbat terdapat dalam kondisi asam atau pada suhu rendah (Winarno, 99). Kerusakan asam askorbat juga dapat

35 terjadi karena aktivitas enzim seperti peroksidase, asam askorbat oksidase, sitokrom oksidase dan fenolase. Asam askorbat dapat berbentuk sebagai asam L-askorbat dan asam L- dehidroaskorbat, keduanya mempunyai kemampuan sebagai vitamin C. Asam askorbat mudah teroksidasi menjadi asam dehidroaskorbat dan mudah tereduksi kembali menjadi bentuk semula. Oksidasi lebih lajut dari dehidroaskorbat akan membentuk asam diketogulonat yang tidak reversible dan tidak mempunyai aktivitas sebagai vitamin C (Pike dan Brown, 975). Struktur kimia asam askorbat dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Struktur kimia asam askorbat E. META-ANALISIS Meta-analisis merupakan studi evaluasi secara statistik berdasarkan suatu seri percobaan yang telah dilakukan. Di dalam ilmu statistik, metaanalisis mengkombinasikan dan mengaitkan hasil dari beberapa studi dengan merujuk pada suatu hipotesis penelitian yang berhubungan dengan studi tersebut. Meta-analisis menghasilkan gambaran secara keseluruhan terhadap beberapa studi sekaligus yang dapat menghasilkan perkiraan yang lebih kuat dibandingkan dengan perkiraan dari satu macam studi yang hanya dilakukan dengan satu asumsi dan satu kondisi saja. Pada penelitian ini dilakukan meta-analisis dari senyawa-senyawa yang terkandung dalam 4 jenis sayuran indigenous, diantaranya meta-analisis antara total fenol dengan total flavonoid, total fenol dengan total antosianin, dan kadar protein dengan total karotenoid. Flavonoid merupakan salah satu

36 golongan senyawa fenol alam yang terbesar yang berada dalam bentuk ester atau glikosida terkonjugasi dengan senyawa lain (Pratt dan Hudson, 990). Berdasarkan hal ini, maka dilakukan metaanalisis untuk mengetahui apakah ada korelasi antara kandungan total fenol yang terkandung dalam sayuran indigenous dengan total flavonoidnya. Disamping itu, oleh karena antosianin merupakan salah satu senyawa golongan flavonoid, maka ingin diketahui pula apakah total fenol berkorelasi dengan total antosianin yang terkandung dalam sayuran indigenous tersebut. Berdasarkan hasil penelitian Hermawati (997) mengenai pemuliaan ubi jalar berdaging umbi jingga untuk meningkatkan kandungan karoten dan protein umbi, diperoleh hasil bahwa kadar karoten ubi jalar berkorelasi positif dengan kadar proteinnya. Dengan demikian, hasil penelitian tersebut dapat dijadikan dasar untuk membuktikan apakah kadar karoten pada sayuran indigenous yang diteliti juga berkorelasi positif dengan kadar proteinnya. Meta-analisis antar senyawa yang berhubungan tersebut dilakukan dengan menggunakan analisis komponen utama dan uji korelasi Pearson pada program Minitab

37 III. BAHAN DAN METODE A. BAHAN DAN ALAT. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan untuk membuat ekstrak sayuran dan bahan untuk analisis. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan ekstrak sayuran adalah daun kenikir, bunga kecombrang, daun kemangi, daun katuk, daun pohpohan, daun ginseng, kucai, takokak, daun lembayung, terubuk, daun labu, bunga pepaya, pucuk mete dan daun pakis yang diperoleh dari Pasar Bogor. Daun beluntas, daun mangkokan putih, daun mangkokan, daun kendondong cina, antanan, antanan beurit, krokot, bunga turi, daun kelor dan pucuk mengkudu yang diperoleh dari kebun penduduk di daerah Dramaga, Bogor. Bahan untuk analisis total karotenoid adalah heksana dan aseton (Brataco Chemica), KOH (BDH), metanol (Merck) dan asam asetat (Merck). Bahan untuk analisis β-karoten adalah metanol (Merck), kloroform (Merck) dan asetonitril (Merck), serta standar β-karoten (C458-5MG, Sigma-Aldrich). Bahan yang digunakan untuk analisis antosianin adalah etanol (Merck) dan HCl (Merck). Bahan untuk analisis asam askorbat adalah soluble starch (Merck), KI (Merck) dan Iodium (Merck).. Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat untuk membuat ekstrak sayuran dan alat untuk analisis. Alat-alat yang digunakan untuk membuat ekstrak sayuran adalah freezer, freeze dryer, blender kering, dan baskom. Analisis total karotenoid menggunakan alat-alat, antara lain neraca analitik, sudip, pipet mohr, labu takar, corong, gelas ukur, pompa vakum, kertas saring Whatman 4, tabung reaksi bertutup, vortex, alat sonifikasi, sentrifuse, tabung sentrifuse, kuvet dan spektrofotometer. Untuk analisis β-karoten alat-alat yang digunakan 4

38 adalah pipet mohr, tabung reaksi bertutup, vortex, freezer, membran 0. µm, dan sistem HPLC dengan spesifikasi seperti pada Tabel 6. Alat-alat yang digunakan untuk analisis antosianin adalah neraca analitik, sudip, gelas piala, gelas ukur, labu takar, corong, kertas saring Whatman No., penyaring vakum, pipet mohr, tabung reaksi, kuvet dan spektrofotometer. Alat-alat yang digunakan untuk analisis asam askorbat adalah neraca analitik, mortar/waring blender, sudip, gelas piala, magnetic stirrer, labu takar, corong, erlenmeyer, pipet mohr, pompa vakum, kertas saring Whatman No., dan buret mikro. Tabel 6. Spesifikasi HPLC untuk analisis β-karoten Komponen HPLC Solvent cabinet Tipe Shimadzu LC-0AD Degasser Shimadzu DGU-0A 5 Pump Shimadzu LC 0-AD Detector UV-Vis Shimadzu SPD-0A, λ= 450 nm Manual injector Hewlett Packard Series 00 Injector Rheodyne 0 µl Syringe Agilent Technologies, LC 50 µl Column C-8; 4.6x50 mm; Develosil ODS-UG-3 (Mfg. No ), Nomura Chemical Mobile phase Metanol:asetonitril:kloroform (48.5:48.5:3.0) Flow rate 0.8 ml/min (isocratic) B. METODE Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap. Tahapan yang akan dilakukan adalah ) persiapan sampel; ) analisis sampel; 3) analisis statistik data; 4) analisis potensi. Analisis utama pada sampel dilakukan secara duplo untuk dua ulangan. 5

39 . Persiapan Sampel Bagian tanaman kenikir, beluntas, mangkokan, kemangi, katuk, kedondong cina, pohpohan, daun ginseng, kelor, labu, lembayung, mangkokan, jambu mete, mengkudu, pakis, yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagian daun yang masih muda. Daun muda atau pucuk ini dapat dilihat dari warna daun yang lebih muda dibandingkan dengan daun pada bagian lainnya pada tanaman tersebut. Bagian tanaman antanan, antanan beurit dan kucai yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh bagiannya, sedangkan untuk tanaman kecombrang, turi, terubuk, dan pepaya, bagian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bunganya. Bagian tanaman takokak yang digunakan dalam penelitian ini adalah buahnya dan bagian tanaman krokot yang digunakan adalah daun dan batangnya. Pemilihan bagian-bagian tanaman ini didasarkan pada bagian-bagian yang biasa dikonsumsi masyarakat. Mula-mula sayuran dicuci bersih dan ditiriskan, kemudian dilakukan pengecilan ukuran sayuran (pemotongan). Setelah itu, sayuran dikemas dalam kantung plastik dan dibekukan dalam freezer selama satu malam untuk memudahkan proses pengeringan vakum. Selanjutnya sayuran dikeringkan dengan freeze dryer selama satu sampai dua hari tergantung dari banyaknya sampel. Setelah sampel menjadi kering, dilakukan penghancuran sampel menggunakan blender kering sampai dihasilkan sampel kering bubuk yang lolos ayakan 3 mesh. Sampel tersebut kemudian dikemas dalam plastik ber-seal dan disimpan dalam freezer. Sampel ini telah siap untuk digunakan dalam analisis selanjutnya. Tahap persiapan sampel dapat dilihat pada Gambar 6. 6

40 Sampel Pencucian dan Penirisan Pemotongan Pembekuan selama 4 jam Freeze drying selama 48 jam Dry basis beku Penghancuran dengan blender kering Dry basis beku (bubuk) lolos ayakan 3 mesh Pengemasan dalam plastik ber-seal Penyimpanan dalam freezer Gambar 6. Diagram alir persiapan sampel sayuran untuk analisis 7

41 . Analisis Sampel a. Analisis Kadar Air (AOAC, 984) Penetapan kadar air merupakan cara untuk mengukur banyaknya air yang terdapat di dalam suatu bahan pangan. Analisis kadar air dilakukan pada sampel sayuran segar (awal) dan pada sampel sayuran setelah freeze drying. Penentuan kadar air ini dilakukan dengan metode pengeringan dengan oven biasa. Persiapan yang dilakukan adalah cawan alumunium yang akan digunakan terlebih dahulu dikeringkan dalam oven pada suhu 00 o C selama 5 menit kemudian didinginkan dalam desikator selama 0 menit. Selanjutnya cawan ditimbang dengan menggunakan neraca analitik. Sampel ditimbang sebanyak 3-4 gram kemudian dikeringkan dalam oven bersuhu C selama kurang lebih 6 jam. Setelah itu, didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Contoh kembali dikeringkan dalam oven selama 30 menit lalu ditimbang kembali. Perlakuan terakhir ini diulangi terus hingga diperoleh berat kering yang relatif konstan (berat dianggap konstan jika selisih berat sampel kering yang ditimbang 0,0003 gram). W (W W) Kadar air (%) = x 00% W Keterangan: W = bobot contoh sebelum dikeringkan (g) W = bobot (contoh + cawan) sesudah dikeringkan (g) W = bobot cawan kosong (g) b. Analisis Kadar Protein, Metode Mikro Kjehldal (AOAC, 995) Sebanyak ±0. gram contoh ditimbang kemudian dimasukan ke dalam labu kjeldahl, lalu ditambahkan gram K SO 4, ml HgO, dan ml H SO 4, kemudian contoh didihkan selama -.5 jam sampai cairan jernih. Larutan jernih ini kemudian didinginkan, lalu dipindahkan ke dalam alat destilasi. Labu Kjehldahl dicuci dengan 8

42 air 5-6 kali dengan - ml air. Air cuciannnya dimasukan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan dengan 8-0 ml larutan NaOH Na S O 3. Di bawah kondensor diletakan erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan H 3 BO 3 3% dan 3 tetes indikator (campuran bagian merah metil 0.% dalam alkohol). Ujung tabung kondensor harus terendam dalam larutan H 3 BO 3 kemudian isi erlemeyer diencerkan sampai 50 ml lalu dititrasi dengan HCl 0.0 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Dilakukan pula terhadap blanko. ( ml HCl contoh ml HCL blanko) X N HCl X % N X00% mg Contoh % Protein= %N X 6.5 c. Analisis Total Karotenoid (Zakaria et al., 000) Sebanyak 0.5 gram sampel diekstrak dengan 5 ml heksan:aseton (:) tiga kali dan disaring vakum dengan kertas Whatman 4. Ekstraksi diulang beberapa kali hingga kertas saring dan residu menjadi jernih. Filtrat dimasukkan ke dalam tabung bertutup dan dievaporasi dengan rotavapor. Residu yang telah kering kemudian disaponifikasi dengan menambahkan 4 ml KOH 5% dalam metanol, divorteks dan dilakukan sonifikasi selama 30 detik. Ekstrak dipanaskan dalam waterbath dengan suhu 70 C selama 30 menit, kemudian didinginkan dan ditambahkan 4 ml air bebas ion dan 8 ml heksan. Setelah itu, ekstrak divorteks dan disentrifus pada 000 rpm selama 5 menit hingga terbentuk fase organik dan fase air. Fase air ditambahkan 6 ml heksan, divorteks, dan disentrifus kembali pada 000 rpm selama 5 menit. Fase organik yang terbentuk selanjutnya dikumpulkan. Fase organik yang diperoleh kemudian kemudian ditambahkan dengan 3 ml asam asetat 5%, divorteks dan disentrifus pada 000 rpm selama 5 menit. Lapisan atas (fase organik) diambil, dipindahkan dalam tabung bertutup dan dievaporasi dengan rotavapor (prosedur asli 9

43 menggunakan gas nitrogen untuk mengevaporasi). Untuk menghitung total karotenoid, residu kering dilarutkan dalam 4 ml heksan dan diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 450 nm. Sebagai blanko digunakan heksan. Prosedur analisis dapat dilihat pada Gambar 7. Total karotenoid dihitung dengan rumus: C= A450 x x x FP Keterangan: E% = Nilai koefisien ekstingsi dari % larutan β-karoten (0 µg/µl) pada λ 450 nm= 600 C = Konsentrasi total karotenoid (µg/g) A450 = Nilai absorbansi yang diperoleh pada λ=450 nm FP = Faktor pengenceran d. Analisis β-karoten (Zakaria et al., 000). Pembuatan Larutan Standar Β-karoten Sebanyak mg standar β-karoten dilarutkan dalam ml kloroform, divorteks, ditambahkan 6 ml metanol dan divorteks kembali. Sebanyak 0.5 ml larutan diambil dan diencerkan sebanyak sepuluh kali dengan fase gerak HPLC. Selanjutnya diukur absorbansi pada panjang gelombang 450 nm dengan spektrofotometer dan sebagai blanko digunakan larutan fase gerak HPLC. Larutan standar β-karoten kemudian disuntikkan ke dalam kolom HPLC. Konsentrasi standar β-karoten dihitung dengan rumus: (0 mg/ml)/e% = (X µg/µl)/a450 Keterangan: E% = Nilai koefisien ekstingsi dari % larutan β-karoten (0 mg/ml) pada λ 450 nm= 600 X = Konsentrasi standar β-karoten (µg/µl) 30

44 A450 = Nilai absorbansi yang diperoleh pada µ 450 nm Nilai X dikalikan dengan % kemurnian standar β-karoten yang diperoleh dari analisis HPLC.. Persiapan dan Ekstraksi Karotenoid Persiapan dan ekstraksi sampel sama seperti persiapan dan ekstraksi sampel untuk analisis total karotenoid. Ekstrak yang digunakan untuk analisis total karotenoid dievaporasi dengan rotavapor (prosedur asli menggunakan gas nitrogen untuk mengevaporasi), lalu dilarutkan dalam kloroform 5% dalam metanol, divorteks dan disimpan dalam freezer bersuhu -0 C selama semalam ( jam). Larutan kemudian disaring dengan membran 0. µm dan dievaporasi dengan rotavapor (prosedur asli menggunakan gas nitrogen untuk mengevaporasi). Residu kering kemudian dilarutkan dalam ml fase gerak HPLC yaitu metanol:asetonitril:kloroform (48.5:48.5:3.0). Sebanyak 0 µl ekstrak disuntikkan ke dalam kolom HPLC (Vydac C-8) dengan laju aliran rata-rata 0.8 ml/menit dan panjang gelombang 450 nm. Prosedur analisis dapat dilihat pada Gambar 8. Konsentrasi β-karoten (µg/g) di sampel dihitung dengan rumus: C= x [ ] std β-karoten (µg/µl) x e. Analisis Antosianin. Ekstraksi Antosianin (Raharja dan Dianawati, 00) Sebanyak ± gram sampel diekstraksi dengan larutan HCl 5% dalam aquades. Ekstraksi dilakukan dengan merendam bahan didalam wadah botol kaca yang berwarna gelap dengan larutan HCl 5% tersebut (:0), kemudian campuran disimpan di dalam lemari pendingin bersuhu 4 C selama semalam. Setelah itu, campuran tersebut disaring dengan kertas saring Whatman No. 3

45 dengan menggunakan penyaring vakum dan filtrat yang diperoleh dianalisa kandungan antosianinnya dengan metode Lees dan Francis (97).. Penentuan Konsentrasi Total Antosianin (Lees dan Francis, 97) Sebanyak 5 ml filtrat hasil ekstraksi diencerkan menjadi 0 ml dengan larutan etanol 95%:HCl.5N (85:5). Filtrat kemudian diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 535 nm. Total antosianin dihitung dengan rumus: [ ] (mg/00g sampel) = x 00 Faktor 98. adalah nilai ε (serapan molar) dari pigmen antosianin dalam pelarut etanol 95%:HCl.5N (85:5). Prosedur analisis dapat dilihat pada Gambar 9. f. Analisis Asam Askorbat (Jacobs, 95). Ekstraksi Sampel Sebanyak 5-50 gram sampel sayuran segar ditimbang dan ditambahkan dengan ml aquades. Sampel kemudian dihancurkan dalam waring blender sampai diperoleh slurry (bubur). Slurry yang diperoleh sebanyak ±0 gram dimasukkan ke dalam labu takar 00 ml dan ditambahkan aquades sampai tera, kemudian disaring dengan penyaring vakum untuk memisahkan filtrat.. Pembuatan Larutan Iodium Larutan iodium 0.0 N dibuat dengan cara mencampurkan gram KI dan.69 gram I, kemudian dilarutkan sampai volume liter dengan aquades. Larutan kemudian diaduk dengan magnetic stirrer selama semalam untuk melarutkan iod secara sempurna. 3

46 3. Penentuan Konsentrasi Asam Askorbat Sebanyak 0 ml filtrat dari hasil ekstraksi dimasukkan ke dalam erlenmeyer, lalu ditambahkan dengan ml larutan amilum (soluble starch) %. Larutan kemudian dititrasi dengan 0.0 N iodium. Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan menjadi semburat biru. Konsentrasi asam askorbat dihitung dengan rumus: [ ] vitamin C (mg/00 g sampel) = x 00 ml 0.0 N Iodium setara dengan 0.88 mg asam askorbat. Prosedur analisis dapat dilihat pada Gambar Analisis Statistik a. Analisis ragam (Anova) Analisis ragam (Anova) dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan di dalam variabel-variabel yang diuji. Setelah itu, bila ditemukan bahwa dalam variabel-variabel yang diuji ada perbedaan yang signifikan, maka dilanjutkan dengan analisis tahap kedua, yakni uji lanjut yang mengkaji pada tingkat atau faktor-faktor di dalam variabel tersebut yang berbeda nyata dan seberapa besar perbedaan tersebut terjadi. Anova dilakukan dengan menggunakan software SPSS 3.0. Bila nilai signifikansi yang dihasilkan dari output Anova menunjukkan nilai yang kurang dari α sebesar 5% (0.05), maka ada perbedaan yang signifikan antar sampel yang diuji, dan sebaliknya. Alfa (α) merupakan besarnya kesalahan (error) yang masih bisa diterima dalam pengujian. b. Uji Lanjut Duncan Uji lanjut Duncan merupakan kelanjutan dari Anova yang dilakukan setelah diketahui adanya perbedaan yang signifikan antar sampel yang diuji dengan Anova. Uji Duncan ini membuat perhitungan perbedaan berdasarkan perbandingan pairwise dengan cara menggunakan tingkatan perbandingan secara stepwise. Cara ini 33

47 mirip dengan pengurutan sebagaimana dilakukan Student-Newman- Keuls test, tetapi dalam perbandingan ini Duncan membuat pengamanan derajat kesalahannya dengan cara membandingkan tingkat kesalahan setiap pairwise dengan keseluruhan kesalahan setiap tingkat pasangan perlakuan yang diuji (Sumardi, 003). Uji ini juga dilakukan dengan menggunakan software SPSS Output yang dihasilkan berupa subset-subset dimana sampel-sampel yang berada pada subset yang sama berarti memiliki perbedaan yang tidak signifikan, sedangkan sampel pada subset yang berbeda berarti memiliki perbedaan yang signifikan pada nilai α c. Uji Korelasi Pearson Uji korelasi Pearson digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antar variabel yang tidak menunjukkan hubungan fungsional (berhubungan bukan berarti disebabkan). Korelasi antar dua variabel yang terjadi dapat berupa (Hasan, 003): ) Korelasi (+), yakni bila variabel yang satu (x) menaik atau menurun, maka variabel lainnya cenderung menaik atau menurun pula. ) Korelasi (-), yakni bila variabel yang satu (x) menaik atau menurun, maka variabel lainnya cenderung menurun atau menaik. 3) Tidak ada korelasi, yakni bila kedua variabel (x dan y) tidak menunjukkan adanya hubungan. Output yang dihasilkan dari uji ini berupa nilai p (p-value) dan koefisien korelasi. Bilai nilai p yang dihasilkan lebih kecil dari α 0.05, maka kedua variabel berkorelasi, sedangkan bila nilai P yang dihasilkan lebih besar dari α 0.05, maka kedua variabel tidak berkorelasi. Interpretasi data dengan uji ini digambarkan dengan koefisien korelasi, yaitu indeks atau bilangan yang digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antar variabel. Koefisien korelasi memiliki nilai antara - dan + (- KK +). Jika KK bernilai positif maka kedua variabel berkorelasi positif, sedangkan bila bernilai negatif maka kedua variabel berkorelasi negatif. Semakin dekat nilai 34

48 KK ke + dan -, maka semakin kuat korelasinya. Jika KK bernilai 0 maka kedua variabel tidak menunjukkan adanya korelasi, sedangkan bila KK bernilai + atau - maka kedua variabel menunjukkan korelasi yang sempurna. Untuk menentukan keeratan hubungan atau korelasi antar variabel tersebut, maka digunakan patokan sebagai berikut (Hasan, 003): ) KK=0 (tidak ada korelasi) ) 0<KK 0.0 (korelasi sangat rendah/lemah) 3) 0.0<KK 0.40 (korelasi rendah/lemah tapi pasti) 4) 0.40<KK 0.70 (korelasi yang cukup berarti) 5) 0.70<KK 0.90 (korelasi yang tinggi dan kuat) 6) 0.90<KK<.00 (korelasi sangat tinggi, kuat sekali, dapat diandalkan) 7) KK= (korelasi sempurna) Uji korelasi Pearson pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan software Minitab 5.0. Uji ini juga digunakan untuk mendapatkan kesimpulan hasil meta-analisis antar senyawa yang diidentifikasi pada penelitian ini. d. Analisis Komponen Utama (PCA) Analisis komponen utama (principal component analysis) merupakan teknik statistik yang dapat digunakan untuk menjelaskan struktur variansi-kovariansi dari sekumpulan variabel melalui beberapa variabel baru dimana variabel baru ini saling bebas, dan merupakan kombinasi linier dari variabel asal. Selanjutnya variabel baru ini dinamakan komponen utama (principal component). Secara umum tujuan dari analisis komponen utama adalah mereduksi dimensi data dan untuk kebutuhan interpretasi. Komponen utama dibentuk berdasarkan matriks korelasi. Hal ini dilakukan jika variabel-variabel bebas yang diamati mempunyai perbedaan range yang sangat besar. Salah satu tujuan dari analisis komponen utama adalah mereduksi dimensi data asal yang semula terdapat p variabel bebas menjadi k komponen utama (dimana k < p ). Kriteria pemilihan k 35

49 yaitu: ) Proporsi kumulatif keragaman data asal yang dijelaskan oleh k komponen utama minimal 80%, dan proporsi total variansi populasi bernilai cukup besar; ) Dengan menggunakan scree plot yaitu plot antara i dengan i, pemilihan nilai k berdasarkan scree plot ditentukan dengan melihat letak terjadinya belokan dengan menghapus komponen utama yang menghasilkan beberapa nilai eigen kecil membentuk pola garis lurus (Rencher, 998). Output yang dihasilkan dari pengujian dengan PCA ini adalah data analisis eigen dari matriks korelasi yang berupa nilai akar cirri (eigen value), proporsi dan kumulatif. Dari nilai akar ciri dapat diidentifikasi komponen utama yang diperoleh, yakni variabel yang memiliki dua nilai akar ciri terbesar (nilai lebih dari ), kemudian nilai proporsi menggambarkan persentase keragaman data yang dapat diterangkan oleh masing-masing komponen utama, dan nilai kumulatif menggambarkan keseluruhan persentase keragaman data yang dapat diterangkan oleh kedua komponen utama. Selain itu, dihasilkan pula grafik biplot untuk kebutuhan interpretasi data. Analisis komponen utama ini dilakukan dengan menggunakan software Minitab Analisis Potensi Analisis potensi pada sampel dilakukan dengan beberapa tahapan berikut: ) pengumpulan data hasil keseluruhan analisis utama (total karotenoid, β-karoten, antosianin, dan asam askorbat); ) studi literatur, yakni menelusuri literatur dari berbagai sumber tentang manfaat dan potensi masing-masing senyawa yang diidentifikasi serta literatur tentang kandungan senyawa-senyawa yang diidentifikasi pada jenis komoditi buah/sayur lainnya untuk dapat dibandingkan dengan nilai kandungannya pada sampel sayuran indigenous pada penelitian ini; 3) justifikasi potensi terhadap keseluruhan sampel terutama sampel yang mengandung senyawa yang diidentifikasi dengan nilai yang tinggi. 36

50 0.5 g sampel Pengekstrakkan dengan 5 ml heksan:aseton (:) 3x Penyaringan vakum dengan Whatman 4 Pengulangan ekstraksi (beberapa kali) Filtrat jernih Pengeringan dgn rotavapor Saponifikasi dengan 4 ml KOH 5% dalam metanol Vorteks Sonifikasi 30 detik Pemanasan dalam waterbath 70 C, 30 menit Pendinginan pada T ruang 4 ml air deion, 8 ml heksana Vorteks Fase air Sentrifuse 000 rpm, 5 menit Vorteks dengan 6 ml heksan Pengambilan fase organik Sentrifuse 000 rpm, 5 menit Fase organik total Pengambilan fase Gambar 7. Diagram alir analisis total karotenoid dengan spektrofotometer 37

51 @ 3 ml CH 3 COOH 5% Vorteks Sentrifuse 000 rpm, 5 menit Pengambilan fase organik Pengeringan dengan rotavapor Pelarutan dengan 4 ml heksan Pengukuran absorbansi (450 nm) Gambar 7. Diagram alir analisis total karotenoid (lanjutan) Ekstrak sampel (dari analisis tot. karotenoid) Pengeringan dengan rotavapor Pelarutan dalam 5% kloroform dalam metanol Vorteks Penyimpanan dalam freezer -0 C, jam Penyaringan dengan membran 0. µm Pengeringan dengan rotavapor Pelarutan dengan ml metanol:asetonitril:kloroform (48.5:48.5:3.0) Penyuntikkan 0 µl ekstrak ke dalam kolom HPLC Gambar 8. Diagram alir analisis β-karoten dengan HPLC 38

52 ± gram sampel 0 ml HCl 5% dalam aquades Maserasi selama malam dalam botol gelap pada suhu 4 C Penyaringan dengan pompa vakum Diambil sebanyak 5 ml filtrat Diencerkan sampai 0 ml dengan etanol 95%:HCl.5N (85:5) Vorteks Pengukuran absorbansi (535 nm) Gambar 9. Diagram alir analisis total antosianin dengan spektrofotometer 39

53 5-50 g sayuran segar ml aquades Penghancuran dengan waring blender Pengambilan ±0 g slurry Penempatan dalam labu takar 00 ml sampai tera dengan aquades Penyaringan dengan vakum Pengambilan 0 ml filtrat ml larutan amilum % Pencampuran dalam erlenmeyer Titrasi dengan 0.0 N Iodium Gambar 0. Diagram alir analisis asam askorbat dengan cara titrasi 40

54 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. TOTAL KAROTENOID Karotenoid merupakan pigmen berwarna jingga atau merah yang terdapat di berbagai macam plastida berwarna (kromoplas) di akar, batang, daun, bunga, dan buah berbagai tumbuhan. Karotenoid yang terkandung dalam sayur-sayuran dan buah-buahan mengandung 80-85% aktivitas vitamin A (De Pee, 996). Secara umum, proses analisis karotenoid pada penelitian ini terdiri dari ekstraksi, saponifikasi, pemisahan fase, dan pengukuran. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan campuran aseton dan heksana (:) yang merupakan pelarut non polar karena karoten sebagai senyawa non polar hanya dapat larut dalam pelarut non polar (like dissolves like). Saponifikasi dilakukan dengan menggunakan KOH dalam metanol. Proses ini merupakan prosedur pemurnian untuk membuang lipid dan klorofil yang tidak diinginkan, namun tidak merusak karotenoid yang umumnya stabil terhadap alkali. Selanjutnya adalah proses pemisahan antara fase organik (lapisan atas) dengan fase air (lapisan bawah) dalam ekstrak bahan dengan cara pemusingan (sentrifuse) menggunakan heksan. Terakhir, dilakukan proses pengukuran dengan spektrofotometer UV menggunakan panjang gelombang 450 nm. Menurut Gross (99), karotenoid menyerap terutama pada daerah biru ( nm), dengan absorbansi maksimum pada panjang gelombang 45 nm. Kandungan total karotenoid pada 4 sampel sayuran indigenous yang diperoleh dari penelitian ini dapat dilhat pada Tabel, dan untuk perhitungan total karoten pada sampel selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran. Dari hasil tersebut diketahui bahwa daun kemangi memiliki kandungan total karotenoid tertinggi, yakni sebesar 58.4 mg/00 g dry basis, kemudian diikuti oleh daun pakis (57.33 mg/00 g dry basis) dan daun kelor (56.43 mg/00 g dry basis). Sebaliknya, bunga turi memiliki kandungan total karotenoid terendah, yaitu sebesar 3.65 mg/00 g dry basis. Kandungan ratarata total karotenoid pada ke-4 sampel adalah sebesar 9.0 mg/00 g dry basis. Bila dibandingkan dengan kandungan total karotenoid pada jenis 4

55 sayuran lainnya (Tabel ), maka kandungan total karotenoid pada sayuran indigenous ini masih diatas nilai kandungan total karotenoid jenis sayuran lainnya. Lebih jelasnya, diagram batang kandungan total karotenoid pada 4 sayuran indigenous dapat dilihat pada Gambar m m m l a j i j i h Bunga turi Takokak Bunga pepaya Kecombrang Kucai Terubuk Mangkokan f f Antanan beurit Lembayung Daun labu Pucuk mengkudu Daun g f e f d f b c b a b a Katuk Pucuk mete Antanan Pohpohan Mangkokan putih Beluntas Krokot Kenikir Daun Ginseng Daun kelor Pakis Kemangi Gambar. Diagram batang kandungan total karotenoid pada 4 sayuran indigenous Jawa Barat Philip (975) menyatakan bahwa adanya ikatan rangkap terkonjugasi dalam molekul karotenoid menandakan adanya gugus kromofor yang menyebabkan terbentuknya warna pada karotenoid, semakin banyak ikatan rangkap terkonjugasi maka semakin pekat warna karotenoid tersebut, yaitu semakin mengarah ke warna merah atau oranye. Akan tetapi, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak hanya sayuran berwarna kemerahan saja yang memiliki kandungan karotenoid, namun juga sayuran berwarna hijau memiliki total karotenoid yang bahkan lebih besar dibandingkan sayuran berwarna kemerahan. Menurut Winarno (99), ada hubungan langsung antara derajat kehijauan sayuran dengan kadar karoten, semakin hijau daun tersebut semakin 4

56 tinggi kadar karotennya, sedangkan daun-daunan yang pucat miskin akan karoten. Sampel sayuran yang berwarna hijau pada penelitian ini cenderung memiliki total karotenoid yang lebih besar dibandingkan dengan total karotenoid yang dimiliki oleh sampel sayur yang berwarna lebih terang (kuning muda sampai merah), seperti bunga turi, kecombrang, dan bunga papaya. Menurut Sediaoetama (976), karoten berwarna kuning, namun tidak semua warna kuning pada buah-buahan ataupun sayur-sayuran disebabkan oleh warna ini, masih terdapat pigmen lain seperti zeaxanthin dan flavoxantin yang tidak aktif, artinya tidak dapat diubah menjadi vitamin A. Kandungan karoten dan β-karoten yang terkandung dalam sayur-sayuran dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti cara budidaya, varietas, dan umur tanaman (Howard et al., 994). Dengan demikian, dapat dimungkinkan bahwa hasil karotenoid dan β-karoten yang diperoleh dari hasil penelitian ini dapat lebih rendah atau lebih tinggi dari hasil yang diperoleh dari penelitian lainnya (Portocarrero et al., 99). Namun demikian, sampel-sampel yang digunakan dalam penelitian ini merupakan sampel dengan varietas dan umur penen yang biasa dikonsumsi (dibuat sayur/lalapan) oleh masyarakat yang diperoleh dari pasar-pasar setempat. Pengolahan data nilai total karoten terhadap 4 sampel dengan ANOVA menghasilkan output seperti pada Lampiran 4. Hasil uji statistik tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata terhadap nilai kandungan total karotenoid antar sampel. Hal ini terlihat dari nilai signifikansi sampel yang dihasilkan, yakni lebih kecil dari taraf α (0.05). Oleh karena adanya perbedaan yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil uji Duncan (Lampiran 5) memberikan informasi bahwa terdapat 3 subset yang dihasilkan. Sampel yang berada pada subset yang sama berarti tidak memiliki kandungan total karotenoid yang berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%, sedangkan sampel yang berada pada subset yang berbeda berarti memiliki kandungan total karotenoid yang berbeda nyata pada taraf signifikansi 5% terhadap sampel yang berada pada subset lainnya. Dengan demikian, sebagai contoh dapat dikatakan bahwa kemangi, pakis, dan kelor 43

57 sebenarnya tidak memiliki kandungan total karotenoid yang berbeda nyata karena berada pada subset yang sama. Akan tetapi, ketiga sampel tersebut memiliki kandungan total karotenoid yang berbeda secara nyata terhadap sampel bunga pepaya, kecombrang, dan kucai, serta sampel lainnya yang berada pada subset berbeda. B. β-karoten Salah satu senyawa metabolit sekunder yang bermanfaat bagi tubuh adalah senyawa yang merupakan turunan isoprenoid. Termasuk didalamnya adalah karotenoid, dimana β-karoten sebagai prekursor vitamin A merupakan karotenoid yang paling banyak dijumpai pada tumbuhan tingkat tinggi. Identifikasi karotenoid spesifik pada penelitian ini hanya dilakukan pada β-karoten. Hal ini dikarenakan β-karoten memiliki nilai gizi yang penting dan merupakan sumber provitamin A. Selain itu, hampir dalam setiap sayuran dan buah segar, 85% dari total aktivitas vitamin A berasal dari β-karoten. Seperti pada bayam, komponen utama karotenoidnya adalah β-karoten disusul lutein, neosantin, zeasantin, dan violasantin (Ball, 000). Hasil ekstrak yang diperoleh dari pengukuran total karotenoid digunakan pula dalam pengukuran β-karoten dengan melarutkan ekstrak kering hasil penguapan dengan fase gerak, yakni campuran metanol, asetonitril, dan kloroform. Pengukuran β-karoten dilakukan dengan menggunakan metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography). Menurut Macrae (988), keutamaan dari HPLC adalah kemampuannya untuk menangkap komponen dengan stabilitas panas yang terbatas ataupun yang bersifat volatil. HPLC merupakan metode yang sangat sensitif, tepat, selektif, dan memiliki tingkat otomatisasi yang tinggi sehingga lebih sederhana dalam pengoperasiannya. Hasil analisis β-karoten terhadap 4 sampel sayuran indigenous dengan menggunakan HPLC diperoleh hasil seperti terlihat pada Tabel, dan untuk perhitungan β-karoten pada sampel selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran. Berdasarkan hasil analisis tersebut, diketahui bahwa daun labu memiliki kadar β-karoten tertinggi, yaitu sebesar 3.7 mg/00 g dry basis, kemudian diikuti oleh daun kemangi (.43 mg/00 g sampel dry basis) dan daun 44

58 pohpohan (.03 mg/00 g sampel dry basis), sedangkan bunga kecombrang memiliki kandungan β-karoten terendah, yakni sebesar 0.0 mg/00 g dry basis. Meskipun bunga kecombrang memiliki warna kemerahan akan tetapi ternyata tanaman ini memiliki kandungan β-karoten yang rendah seperti halnya kandungan total karotennya yang rendah pula. Hal ini dapat disebabkan adanya kandungan pigmen lainnya yang jauh lebih besar yang berperan dalam menghasilkan warna kemerahan sampai keunguan pada tanaman ini, seperti pigmen antosianin. Kadar β-karoten pada 4 sayuran indigenous yang dianalisis berkisar antara 0.0 sampai 3.7 mg/00 g dry basis, sedangkan kadar rata-rata β- karoten pada 4 sayuran tersebut adalah sebesar 5.30 mg/00 g dry basis. Bila dibandingkan dengan kadar β-karoten jenis sayuran lainnya seperti yang tertera pada Tabel, maka kadar β-karoten yang dimiliki oleh sayuran indigenous ini pun masih tergolong lebih tinggi. Lebih jelasnya, diagram batang kandungan β-karoten pada 4 sayuran indigenous dapat dilihat pada Gambar. 4 m kl k.03.8 k j ij hi j gh i g f e c.9 0. e abc ab d c d a ab bc cd Kecombrang Bunga turi Terubuk Takokak Kucai Mangkokan Bunga pepaya Antanan beurit Pucuk mengkudu Lembayung Daun kedondong cina Pucuk mete Mangkokan putih Antanan Kenikir Katuk Krokot Pakis Beluntas Daun kelor Daun Ginseng Pohpohan Kemangi Daun labu Gambar. Diagram batang kandungan β-karoten pada 4 sayuran indigenous Jawa Barat 45

59 Kromatogram β-karoten yang diperoleh dari hasil analisis menunjukkan bahwa puncak β-karoten muncul disekitar menit ke-6 sampai menit ke-8. Namun umumnya puncak β-karoten muncul pada menit ke-7 sesuai dengan kromatogram standar β-karoten yang diperoleh (Gambar 3), yakni muncul pada menit ke Gambar 3. Hasil kromatogram HPLC analisis β-karoten dari standar β-karoten dengan kemunculan puncak β-karoten pada menit ke Sebagai contoh, kromatogram HPLC β-karoten dari daun kedondong cina dapat dilihat pada Gambar 4. Berdasarkan hasil kromatogram tersebut, dapat dilihat bahwa puncak β-karoten muncul pada menit ke Hasil kromatogram tersebut menunjukkan pula adanya puncak sebelum puncak β- karoten, yakni diantara menit ke-6 sampai ke-7, puncak ini dimungkinkan adalah α-karoten, salah satu jenis karoten lain selain β- dan γ-karoten (Zakaria et al., 000). Puncak ini juga muncul disebagian besar hasil kromatogram sampel sayur lainnya. Cis β-karoten sebagai isomer dari β-karoten yang banyak di sayuran terutama setelah perlakuan dengan panas (Zakaria, 000) pun sering muncul setelah puncak β-karoten, biasanya terlihat sebagai ekor puncak dari β- 46

60 karoten. Akan tetapi, karena penggunaan kolom yang tidak terlalu panjang (digunakan kolom 5 cm) dalam penelitian ini, maka pemisahan puncak menjadi kurang jelas sehingga cis β-karoten tidak tampak dalam kromatogram. Gambar 4. Hasil kromatogram HPLC analisis β-karoten dari ekstrak daun kedondong cina dengan kemunculan puncak β- karoten pada menit ke-7.74 Hasil kromatogram ekstrak sayuran indigenous lainnya tidak jauh berbeda dengan hasil kromatogram ekstrak daun kedondong cina. Puncak β- karoten dari ekstrak sayuran pada kromatogram yang dihasilkan umumnya muncul pada menit ke-6 sampai dengan menit ke-8. Pengolahan data nilai β-karoten terhadap 4 sampel dengan ANOVA menghasilkan output seperti pada Lampiran 4. Hasil uji statistik tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata terhadap nilai kandungan β-karoten antar sampel. Hal ini terlihat dari nilai signifikansi sampel yang dihasilkan, yakni lebih kecil dari taraf α (0.05). Oleh karena adanya perbedaan yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji Duncan. 47

61 Hasil uji Duncan (Lampiran 5) memberikan informasi bahwa terdapat subset yang dihasilkan. Sampel yang berada pada subset yang sama berarti tidak memiliki kandungan β-karoten yang berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%, sedangkan sampel yang berada pada subset yang berbeda berarti memiliki kandungan β-karotenoid yang berbeda nyata pada taraf signifikansi 5% terhadap sampel yang berada pada subset lainnya. Dengan demikian, sebagai contoh dapat dikatakan bahwa daun kedondong cina dan pucuk mete tidak memiliki kandungan β-karoten yang berbeda nyata karena berada pada subset yang sama. Akan tetapi, kedua sampel tersebut memiliki kandungan β-karoten yang berbeda nyata terhadap sampel daun mangkokan putih serta sampel lainnya yang berada pada subset berbeda. C. ANTOSIANIN Antosianin merupakan salah satu pigmen utama dalam tumbuhan yang terdapat dalam vakuola sel bagian tanaman, yaitu organel sitoplasmik yang berisikan air, serta dibatasi oleh membran yang identik dengan membran tanaman (Kimbal, 993). Pigmen ini berada pada sebagian besar tanaman tingkat tinggi dan terdapat pada seluruh bagian tanaman (Brouillard, 98). Menurut Jackman dan Smith (996), antosianin ini tidak stabil dalam suasana netral atau basa. Dengan demikian, prosedur ekstraksi biasanya dilakukan dengan menggunakan pelarut asam yang dapat merusak jaringan tanaman. Cara yang paling sering digunakan adalah dengan maserasi yaitu merendam bahan yang akan diekstrak dalam alkohol, pada suhu rendah, dan dengan penambahan sedikit asam seperti HCl. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Raharja dan Dianawati (00) yakni mempelajari ekstraksi antosianin pada daun erpa dengan menggunakan tiga jenis larutan pengekstrak yaitu aquades, etanol, dan metanol yang masing-masing mengandung HCl, ditemukan bahwa aquades yang mengandung HCL (HCl 5% dalam aquades) cukup asam untuk memecah dinding sel vakuola dimana pigmen antosianin terdapat namun tidak terlalu asam untuk mengakibatkan kerusakan pigmen. Berdasarkan hasil penelitian tersebut yang menggunakan sampel tanaman daun, maka pelarut yang digunakan untuk mengektrak 48

62 antosianin dalam penelitian ini adalah HCl 5% dalam aquades. Sesuai dengan pernyataan Bridle dan Timberlake (997), bahwa antosianin merupakan pewarna alami yang berasal dari famili flavonoid yang larut dalam air (water soluble). Antosianin memiliki cincin aromatik yang mengandung gugus polar (hidroksil, karboksil, metoksil) dan residu glikosil yang menghasilkan molekul polar dengan keadaannya yang polar, antosianin lebih mudah larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, dan air (Jackman dan Smith, 996), sedangkan asam klorida dalam pelarut akan mendenaturasi membran sel kemudian melarutkan pigmen antosianin keluar dari sel. Kandungan antosianin dapat diketahui melalui beberapa metode, yaitu metode yang menggunakan larutan yang memiliki satu nilai ph dan metode yang menggunakan dua larutan yang memiliki dua nilai ph yang berlainan. Salah satu metode yang menggunakan satu nilai ph yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu metode yang digunakan oleh Lees dan Francis (97). Total antosianin dihitung dari absorbansi ekstrak yang dilarutkan dalam etanol 95%:HCl.5 N (85:5) pada panjang gelombang 535 nm. Nilai serapan molar yang digunakan adalah 98. yaitu nilai E (%, cm, 535 nm) untuk pelarut etanol yang diasamkan. Nilai ini merujuk pada absorpsi campuran antosianin buah cranberry di dalam etanol asam yang diukur didalam celah selebar cm pada panjang gelombang 535 nm dalam konsentrasi % (w/v). Hasil penelitian pada 4 sampel sayur menunjukkan bahwa konsentrasi antosianin tertinggi terdapat pada bunga kecombrang yaitu sebesar 43.9 mg/00 g dry basis, diikuti oleh takokak (.09 mg/00 g dry basis) dan terubuk (0.50 mg/00 g dry basis). Sebaliknya, konsentrasi antosianin terendah terdapat pada daun pakis dengan konsentrasi sebesar 0.67 mg/00 g dry basis. Konsentrasi antosianin pada 4 sampel sayuran indigenous dapat dilihat pada Tabel dan untuk perhitungan antosianin pada sampel selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran. Dibandingkan dengan tanaman buah ataupun sayur lainnya (Tabel 4), 4 tanaman sayur diatas tergolong memiliki kandungan total antosianin yang rendah, yakni berkisar antara mg/g dry basis sampai mg/g dry 49

63 basis dengan rata-rata sebesar 0.08 mg/g dry basis. Hal ini dapat disebabkan karena pigmen antosianin sebagian besar terdapat pada tanaman yang berbunga dan menghasilkan warna dari merah tua sampai biru pada bunga, buah, dan daun (Harborne dan Grayer, 988), sedangkan 4 sampel yang diteliti sebagian besar merupakan tanaman daun yang berwarna hijau, hanya kecombrang memiliki warna merah sampai keunguan dan terbukti bahwa sampel tersebut memiliki kandungan antosianin terbesar diantara sampel lainnya. Lebih jelasnya, diagram batang kandungan total antosianin pada 4 sayuran indigenous dapat dilihat pada Gambar p o k j j bc f h i e h cd ab e g de h j h cd a n m l Pakis Kemangi Beluntas Pucuk mete Krokot Bunga turi Daun Ginseng Daun kedondong cina Kenikir Antanan beurit Daun labu Antanan Kucai Pohpohan Katuk Pucuk mengkudu Lembayung Mangkokan Mangkokan putih Bunga pepaya Daun kelor Terubuk Takokak Kecombrang Gambar 5. Diagram batang kandungan total antosianin pada 4 sayuran indigenous Jawa Barat Pengolahan data nilai antosianin terhadap 4 sampel dengan ANOVA menghasilkan output seperti pada Lampiran 4. Hasil uji statistik tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata terhadap nilai kandungan antosianin antar sampel. Hal ini terlihat dari nilai signifikansi sampel yang dihasilkan, yakni lebih kecil dari taraf α (0.05). Oleh karena adanya perbedaan yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji Duncan. 50

64 Hasil uji Duncan (Lampiran 5) memberikan informasi bahwa terdapat 6 subset yang dihasilkan. Sampel yang berada pada subset yang sama berarti tidak memiliki kandungan antosianin yang berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%, sedangkan sampel yang berada pada subset yang berbeda berarti memiliki kandungan antosianin yang berbeda nyata pada taraf signifikansi 5% terhadap sampel yang berada pada subset lainnya. Dengan demikian, sebagai contoh dapat dikatakan bahwa daun pakis dan kemangi tidak memiliki kandungan antosianin yang berbeda nyata karena berada pada subset yang sama. Akan tetapi, kedua sampel tersebut memiliki kandungan antosianin yang berbeda nyata terhadap sampel beluntas, pucuk mete, dan krokot serta sampel lainnya yang berada pada subset berbeda. D. ASAM ASKORBAT Asam askorbat atau vitamin C merupakan vitamin yang mudah larut dalam air. Vitamin ini sering disebut sebagai fresh food vitamin karena banyak terdapat pada sayur dan buah-buahan segar (Winarno, 99). Analisis vitamin C dalam sayur-sayuran yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode titrasi dengan iodium. Sampel sayursayuran diekstrak dengan cara menghancurkannya dan digunakan air untuk membantu melarutkan vitamin C yang terdapat dalam sampel. Ekstrak sampel yang diperoleh direaksikan dengan larutan amilum % sebagai indikator perubahan warna ekstrak setelah dititrasi dengan 0.0 N iodium, yakni menjadi berwarna semburat biru. Sebanyak ml 0.0 N iodium ini setara dengan 0.88 mg asam askorbat, sehingga dari hasil titrasi dapat dikalkulasikan berapa banyak asam askorbat dalam sampel. Berdasarkan hasil analisis asam askorbat pada 4 sampel, diketahui bahwa kandungan asam askorbat terbesar pada sampel pucuk mete ( mg/00 g dry basis), diikuti oleh daun kemangi ( mg/00 g dry basis) dan bunga pepaya (36.38 mg/00 g dry basis), sedangkan kandungan asam askorbat terendah dimiliki oleh mangkokan putih, yaitu sebesar mg/00 g dry basis. Nilai asam askorbat dari 4 sampel yang dianalisa dapat dilihat pada Tabel dan untuk perhitungan asam askorbat pada sampel 5

65 selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran. Perbedaan nilai kandungan vitamin C beberapa jenis sayur yang dianalisa dalam penelitian ini dengan sumber lainnya dapat disebabkan oleh adanya faktor-faktor dari masingmasing sampel seperti suhu, intensitas sinar, umur tanaman, jumlah kandungan air, faktor genetik, varietas, dan kesuburan tanah (Fennema, 985), maupun dari cara analisis yang digunakan. Lebih jelasnya, diagram batang kandungan asam askorbat dapat dilihat pada Gambar p h o i g j k l s e d f a c e r q c d a f n b m Mangkokan putih Daun kedondong cina Beluntas Antanan Kecombrang Krokot Antanan beurit Terubuk Daun labu Daun Ginseng Takokak Pohpohan Bunga turi Kucai Mangkokan Lembayung Pucuk mengkudu Pakis Daun kelor Kenikir Katuk Bunga pepaya Kemangi Pucuk mete Gambar 6. Diagram batang kandungan asam askorbat pada 4 sayuran indigenous Jawa Barat Hasil analisis asam askorbat yang diperoleh menunjukkan bahwa sampel sayuran segar yang dianalisis memiliki kandungan asam askorbat yang cukup tinggi, yakni berkisar antara mg/00 g dry basis sampai mg/00 g dry basis, dengan rata-rata kandungan vitamin C sebesar mg/00 g dry basis. Hasil ini jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan kandungan asam askorbat pada berbagai jenis sayuran lainnya seperti tertera pada Tabel 5. 5

A. SAYURAN INDIGENOUS

A. SAYURAN INDIGENOUS II. TINJAUAN PUSTAKA A. SAYURAN INDIGENOUS Indonesia memiliki keragaman sumber daya hayati yang sangat potensial untuk dikembangkan. Salah satu sumber daya hayati tersebut adalah sayursayuran yang memiliki

Lebih terperinci

SENYAWA FENOLIK PADA BEBERAPA SAYURAN INDIGENOUS

SENYAWA FENOLIK PADA BEBERAPA SAYURAN INDIGENOUS TROPICAL PLANT CURRICULUM (TPC) PROJECT SENYAWA FENOLIK PADA BEBERAPA SAYURAN INDIGENOUS DARI INDONESIA Nuri Andarwulan RH Fitri Faradilla Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST)

Lebih terperinci

SKRIPSI IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID PADA SAYURAN INDIGENOUS JAWA BARAT. Oleh RATNA BATARI F

SKRIPSI IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID PADA SAYURAN INDIGENOUS JAWA BARAT. Oleh RATNA BATARI F SKRIPSI IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID PADA SAYURAN INDIGENOUS JAWA BARAT Oleh RATNA BATARI F24103120 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID PADA

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. TOTAL KAROTENOID Karotenoid merupakan pigmen berwarna jingga atau merah yang terdapat di berbagai macam plastida berwarna (kromoplas) di akar, batang, daun, bunga, dan buah

Lebih terperinci

Company LOGO ZAT WARNA /PIGMEN

Company LOGO ZAT WARNA /PIGMEN Company LOGO ZAT WARNA /PIGMEN Banyak sekali faktor yang menentukan kualitas produk akhir. Kualitas bahan pangan juga ditentukan oleh faktor sensoris (warna, kenampakan, citarasa, dan tekstur) dan yang

Lebih terperinci

Menggali Potensi Komponen Bioaktif Sayuran Indigenos sebagai Zat Pengatur Kesehatan dan Ingridien Pangan Fungsional

Menggali Potensi Komponen Bioaktif Sayuran Indigenos sebagai Zat Pengatur Kesehatan dan Ingridien Pangan Fungsional Menggali Potensi Komponen Bioaktif Sayuran Indigenos sebagai Zat Pengatur Kesehatan dan Ingridien Pangan Fungsional Pendahuluan Prof.DR.Ir. Nuri Andarwulan, MSi Guru Besar Tetap Fakultas Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

Buah pepaya kaya akan antioksidan β-karoten, vitamin C dan flavonoid. Selain itu buah pepaya juga mengandung karpoina, suatu alkaloid yang dapat

Buah pepaya kaya akan antioksidan β-karoten, vitamin C dan flavonoid. Selain itu buah pepaya juga mengandung karpoina, suatu alkaloid yang dapat BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kedua terkaya di dunia dalam hal keanekaragaman hayati. Terdapat berbagai jenis tanaman yang memiliki potensi sebagai obat dan makanan kesehatan. Dengan keanekaragaman

Lebih terperinci

SKRIPSI IDENTIFIKASI SENYAWA ASAM FENOLAT PADA SAYURAN INDIGENOUS INDONESIA. Oleh: RIZA ARIS APRIADY F

SKRIPSI IDENTIFIKASI SENYAWA ASAM FENOLAT PADA SAYURAN INDIGENOUS INDONESIA. Oleh: RIZA ARIS APRIADY F SKRIPSI IDENTIFIKASI SENYAWA ASAM FENOLAT PADA SAYURAN INDIGENOUS INDONESIA Oleh: RIZA ARIS APRIADY F24050276 2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR IDENTIFIKASI SENYAWA ASAM

Lebih terperinci

DAFTAR LAMPIRAN. xvii

DAFTAR LAMPIRAN. xvii DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Ubi jalar ungu... 4 Gambar 2. Struktur DPPH... 8 Gambar 3. Reaksi penangkapan radikal DPPH oleh antioksidan... 10 Gambar 4. Formulasi lipstik ubi jalar ungu... 21 Gambar

Lebih terperinci

Kingdom : Plantae. Divisi : Spermatophyta. Class : Dicotyledoneae. Ordo : Cistales. Famili : Caricaceae. Genus : Carica. Spesies : Carica papayal.

Kingdom : Plantae. Divisi : Spermatophyta. Class : Dicotyledoneae. Ordo : Cistales. Famili : Caricaceae. Genus : Carica. Spesies : Carica papayal. Tanaman pepaya merupakan herba menahun dan tingginya mencapai 8 m. Batang tak berkayu, bulat, berongga, bergetah dan terdapat bekas pangkal daun. Dapat hidup pada ketinggian tempat 1m-1.000m dari permukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masing-masing sebesar ton dan hektar. Selama lima

BAB I PENDAHULUAN. masing-masing sebesar ton dan hektar. Selama lima BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ubi jalar merupakan salah satu komoditas tanaman pangan sumber karbohidrat di Indonesia. Berdasarkan data statistik, produktivitas ubi jalar pada tahun 2015 mencapai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2)

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sayuran dengan jenis dan jumlah yang banyak. Menurut Ekawati (2009),

I. PENDAHULUAN. sayuran dengan jenis dan jumlah yang banyak. Menurut Ekawati (2009), I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, sehingga menghasilkan sayuran dengan jenis dan jumlah yang banyak. Menurut Ekawati

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perbedaan jenis pelarut terhadap kemampuan ekstrak daun beluntas (Pluchea indica Less.) dalam menghambat oksidasi gula. Parameter

Lebih terperinci

UJI DAYA REDUKSI EKSTRAK DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora L.) TERHADAP ION FERRI SKRIPSI

UJI DAYA REDUKSI EKSTRAK DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora L.) TERHADAP ION FERRI SKRIPSI UJI DAYA REDUKSI EKSTRAK DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora L.) TERHADAP ION FERRI SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai Derajat Sarjana Farmasi (S. Farm) Progam Studi Ilmu Farmasi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Teh sebagai bahan minuman dibuat dari pucuk muda daun teh yang telah mengalami proses pengolahan tertentu seperti pelayuan, penggilingan, oksidasi enzimatis

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Api-api (Avicennia marina (Forks.)Vierh.) Pohon api-api (Avicennia marina (Forks.)Vierh.) merupakan tumbuhan sejati yang hidup di kawasan mangrove. Morfologi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sehingga memberikan kesegaran bagi konsumen. Warna yang beraneka macam

I. PENDAHULUAN. sehingga memberikan kesegaran bagi konsumen. Warna yang beraneka macam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Es lilin merupakan suatu produk minuman yang banyak disukai anak-anak hingga dewasa. Hal ini dikarenakan es lilin memiliki rasa yang manis dan dingin sehingga memberikan

Lebih terperinci

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Saat ini, tingkat kematian akibat penyakit degeneratif seperti jantung, kanker, kencing manis dan lain-lain mengalami peningkatan cukup signifikan di dunia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minuman herbal merupakan salah satu minuman berbahan dasar tumbuhan alami yang berkhasiat bagi tubuh. Minuman herbal dibuat dengan dasar rempahrempah, akar, batang,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daging ayam merupakan salah satu bahan pangan yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang berkualitas tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Abad 20 merupakan era dimana teknologi berkembang sangat pesat yang disebut pula sebagai era digital. Kemajuan teknologi membuat perubahan besar bagi peradaban

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumping merupakan makanan tradisional yang berasal dari Bali, pada di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumping merupakan makanan tradisional yang berasal dari Bali, pada di 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumping Sumping merupakan makanan tradisional yang berasal dari Bali, pada di Indonesia sumping dikenal dengan kue nagasari. Sumping umumnya dibuat dari tepung beras, santan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara alamiah. Proses tua disebut sebagai siklus hidup yang normal bila

BAB I PENDAHULUAN. secara alamiah. Proses tua disebut sebagai siklus hidup yang normal bila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makhluk hidup atau organisme akan sampai pada proses menjadi tua secara alamiah. Proses tua disebut sebagai siklus hidup yang normal bila datangnya tepat waktu. Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tarik sendiri, seperti rasa yang lezat, aroma yang khas, serta warna dan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. tarik sendiri, seperti rasa yang lezat, aroma yang khas, serta warna dan bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah adalah bahan makanan yang kaya akan vitamin, mineral, lemak, protein, dan serat. Selain itu, setiap jenis buah mempunyai keunikan dan daya tarik sendiri, seperti

Lebih terperinci

METODOLOGI. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

METODOLOGI. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia SEAFAST, Laboratorium Kimia Pusat Studi BIOFARMAKA, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Kimia Universitas Sahid

Lebih terperinci

SKRIPSI. KARAKTERISASI DAN PURIFIKASI ANTOSIANIN PADA BUAH DUWET (Syzygium cumini) Oleh BEATRICE BENNITA LEIMENA F

SKRIPSI. KARAKTERISASI DAN PURIFIKASI ANTOSIANIN PADA BUAH DUWET (Syzygium cumini) Oleh BEATRICE BENNITA LEIMENA F SKRIPSI KARAKTERISASI DAN PURIFIKASI ANTOSIANIN PADA BUAH DUWET (Syzygium cumini) Oleh BEATRICE BENNITA LEIMENA F24103029 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR KARAKTERISASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ubi jalar atau ketela rambat ( Ipomoea batatas ) adalah sejenis tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Ubi jalar atau ketela rambat ( Ipomoea batatas ) adalah sejenis tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ubi jalar atau ketela rambat ( Ipomoea batatas ) adalah sejenis tanaman budidaya. Bagian yang dimanfaatkan adalah akarnya yang membentuk umbi dengan kadar gizi berupa

Lebih terperinci

Aktivitas antioksidan ekstrak buah labu siam (Sechium edule Swartz) Disusun oleh : Tri Wahyuni M BAB I PENDAHULUAN

Aktivitas antioksidan ekstrak buah labu siam (Sechium edule Swartz) Disusun oleh : Tri Wahyuni M BAB I PENDAHULUAN Aktivitas antioksidan ekstrak buah labu siam (Sechium edule Swartz) Disusun oleh : Tri Wahyuni M.0304067 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Antioksidan memiliki arti penting bagi tubuh manusia,

Lebih terperinci

Pengetahuan Dasar Gizi Cica Yulia, S.Pd, M.Si

Pengetahuan Dasar Gizi Cica Yulia, S.Pd, M.Si Pengetahuan Dasar Gizi Cica Yulia, S.Pd, M.Si Pelatihan dan Pendidikan Baby Sitter Rabu 4 November 2009 Pengertian Gizi Kata gizi berasal dari bahasa Arab Ghidza yang berarti makanan Ilmu gizi adalah ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman bayam merupakan sayuran daun yang sudah lama dikenal dan

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman bayam merupakan sayuran daun yang sudah lama dikenal dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tanaman bayam merupakan sayuran daun yang sudah lama dikenal dan diakrabi masyarakat luas. Tanaman Amaranthanceae atau bayam merupakan sayuran yang memiliki ciri-ciri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang berasal dari Meksiko

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang berasal dari Meksiko 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pepaya Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang berasal dari Meksiko dan Amerika Selatan, kemudian menyebar ke berbagai negara tropis, termasuk Indonesia sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kerang hijau (Perna viridis) merupakan salah satu komoditas sumber daya laut yang memiliki nilai ekonomis. Kerang ini tergolong dalam filum Mollusca makanan laut yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini telah banyak diungkapkan bahaya lingkungan yang tidak sehat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini telah banyak diungkapkan bahaya lingkungan yang tidak sehat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini telah banyak diungkapkan bahaya lingkungan yang tidak sehat anatara lain terbentuknya radikal bebas. Asap kendaraan bermotor, asap rokok dan asap dari industri

Lebih terperinci

Fotografi Cahaya Terhadap Pigmen Warna Tanaman

Fotografi Cahaya Terhadap Pigmen Warna Tanaman Fotografi Cahaya Terhadap Pigmen Warna Tanaman Kasma Rusdi (G11113006) Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar, 2014 Abstrak Warna hijau pada daun merupakan salah

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka A. Minyak Sawit Bab II Tinjauan Pustaka Minyak sawit berasal dari mesokarp kelapa sawit. Sebagai minyak atau lemak, minyak sawit adalah suatu trigliserida, yaitu senyawa gliserol dengan asam lemak. Sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teh sarang semut merupakan salah satu jenis teh herbal alami yang terbuat

BAB I PENDAHULUAN. Teh sarang semut merupakan salah satu jenis teh herbal alami yang terbuat IX-xi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Teh sarang semut merupakan salah satu jenis teh herbal alami yang terbuat dari bahan utama yaitu tumbuhan umbi yang digunakan oleh semut sebagai sarang sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya status ekonomi masyarakat dan banyaknya iklan produk-produk pangan menyebabkan perubahan pola konsumsi pangan seseorang. Salah satunya jenis komoditas pangan

Lebih terperinci

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia terletak di daerah tropis dan sangat kaya dengan berbagai spesies flora. Dari 40 ribu jenis flora yang tumbuh di dunia, 30 ribu diantaranya tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teh merupakan salah satu jenis minuman yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia yang menjadikan minuman teh sebagai minuman yang menyegarkan dan memiliki khasiat

Lebih terperinci

ANEKA RESEP JUS SEHAT. Mastoso Slow Juicer MT-67. Bagian 1

ANEKA RESEP JUS SEHAT. Mastoso Slow Juicer MT-67. Bagian 1 ANEKA RESEP JUS SEHAT Slow Juicer MT-67 Bagian 1 Apa itu Slow Juicer? Berbeda dengan juicer yang menggunakan metode kecepatan tinggi dengan pisau yang tajam, Slow Juicer menggunakan Low Speed Technology

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minuman herbal merupakan minuman yang berasal dari bahan alami yang bermanfaat bagi tubuh. Minuman herbal biasanya dibuat dari rempah-rempah atau bagian dari tanaman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti rasa dan tekstur. Selama proses pengolahan pangan warna suatu bahan

BAB I PENDAHULUAN. seperti rasa dan tekstur. Selama proses pengolahan pangan warna suatu bahan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Warna memainkan peranan penting dalam persepsi dan penerimaan konsumen terhadap makanan. Burrows (2009) menyebutkan bahwa warna menjadi faktor kualitas utama dan paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umumnya, teh berasal dari tanaman teh (Camellia sinensis). Teh Camellia

BAB I PENDAHULUAN. umumnya, teh berasal dari tanaman teh (Camellia sinensis). Teh Camellia BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Teh merupakan minuman berkafein yang diolah dengan cara menyeduh bagian pucuk atau tangkai daun yang telah dikeringkan. Beberapa jenis teh yang beredar di masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemanfaatan bahan alam sebagai obat tradisional akhir-akhir ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. Pemanfaatan bahan alam sebagai obat tradisional akhir-akhir ini sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pemanfaatan bahan alam sebagai obat tradisional akhir-akhir ini sangat meningkat di Indonesia, bahkan beberapa bahan alam telah diproduksi dalam skala besar. Penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ubi jalar adalah tanaman yang tumbuh menjalar di dalam tanah dan menghasilkan umbi. Ubi jalar dapat di tanam pada lahan yang kurang subur, dengan catatan tanah tersebut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Zat Ekstraktif Mindi Kadar ekstrak pohon mindi beragam berdasarkan bagian pohon dan jenis pelarut. Berdasarkan bagian, daun menghasilkan kadar ekstrak tertinggi yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya hidup sehat, tuntutan terhadap bahan pangan juga bergeser. Bahan pangan yang banyak diminati konsumen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak ditemukannya zat pewarna sintetik serta terbatasnya jumlah dan mutu zat

I. PENDAHULUAN. Sejak ditemukannya zat pewarna sintetik serta terbatasnya jumlah dan mutu zat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sejak ditemukannya zat pewarna sintetik serta terbatasnya jumlah dan mutu zat pewarna alami, penggunaan pigmen sebagai zat warna alami semakin menurun (Samun,

Lebih terperinci

7 Manfaat Daun Singkong

7 Manfaat Daun Singkong 7 Manfaat Daun Singkong Manfaat Daun Singkong Penduduk asli negara Indonesia tentunya sudah tidak asing lagi dengan pohon singkong. Pohon singkong merupakan salah satu jenis tanaman yang banyak ditanam

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH PELUANG USAHA BUBUR DAN NASI GORENG YANG SEHAT

KARYA ILMIAH PELUANG USAHA BUBUR DAN NASI GORENG YANG SEHAT KARYA ILMIAH PELUANG USAHA BUBUR DAN NASI GORENG YANG SEHAT NAMA : DIMAS FARDIAN SEDI NIM : 10.01.2769 D3 TEKNIK INFORMATIKA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA 2011 ABSTRAK

Lebih terperinci

Madu tidak hanya bermanfaat dalam bidang pangan, tapi juga bermanfaat dalam bidang kesehatan dan kecantikan. Karena kandungan madu yang kaya akan

Madu tidak hanya bermanfaat dalam bidang pangan, tapi juga bermanfaat dalam bidang kesehatan dan kecantikan. Karena kandungan madu yang kaya akan Bab I Pendahuluan Sejak zaman dahulu, madu telah menjadi produk penting yang digunakan oleh berbagai suku bangsa sebagai bagian dari bahan makanan dan minuman [1]. Madu merupakan suatu cairan manis dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan senyawa yang terbentuk secara alamiah di

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan senyawa yang terbentuk secara alamiah di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radikal bebas merupakan senyawa yang terbentuk secara alamiah di dalam tubuh dan terlibat hampir pada semua proses biologis mahluk hidup. Senyawa radikal bebas mencakup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya hidup sehat, tuntutan terhadap bahan pangan juga bergeser. Bahan pangan yang banyak diminati konsumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi pangan semakin maju seiring dengan perkembangan zaman. Berbagai inovasi pangan dilakukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi pangan semakin maju seiring dengan perkembangan zaman. Berbagai inovasi pangan dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi pangan semakin maju seiring dengan perkembangan zaman. Berbagai inovasi pangan dilakukan oleh beberapa industri pengolahan pangan dalam menciptakan

Lebih terperinci

bahwa ternyata zat warna sintetis banyak mengandung azodyes (aromatic

bahwa ternyata zat warna sintetis banyak mengandung azodyes (aromatic 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut sejarah, penggunaan zat warna, telah dimulai sejak berabad abad seiring dengan perkembangan peradaban manusia yaitu sejak masa prasejarah hingga kini. Jenis zat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerupuk adalah salah satu produk olahan tradisional yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Makanan tersebut dikenal baik di segala usia maupun tingkat sosial masyarakat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5)

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Es krim merupakan makanan padat dalam bentuk beku yang banyak disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga manula. Banyaknya masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar penyakit diawali oleh adanya reaksi oksidasi yang berlebihan di dalam tubuh. Reaksi oksidasi ini memicu terbentuknya radikal bebas yang sangat aktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lodeh, sayur asam, sup, dodol, dan juga manisan. Selain itu juga memiliki tekstur

BAB I PENDAHULUAN. lodeh, sayur asam, sup, dodol, dan juga manisan. Selain itu juga memiliki tekstur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini masyarakat masih sedikit memanfaatkan labu kuning sebagai bahan pangan. Hal ini disebabkan masyarakat masih belum mengetahui kandungan gizi yang terdapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini di jaman yang sudah modern terdapat berbagai macam jenis makanan dan minuman yang dijual di pasaran. Rasa manis tentunya menjadi faktor utama yang disukai

Lebih terperinci

PENGARUH PERBANDINGAN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) DENGAN ROSELLA (Hibiscus sabdariffa Linn) DAN JENIS JAMBU BIJI TERHADAP KARAKTERISTIK JUS

PENGARUH PERBANDINGAN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) DENGAN ROSELLA (Hibiscus sabdariffa Linn) DAN JENIS JAMBU BIJI TERHADAP KARAKTERISTIK JUS PENGARUH PERBANDINGAN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) DENGAN ROSELLA (Hibiscus sabdariffa Linn) DAN JENIS JAMBU BIJI TERHADAP KARAKTERISTIK JUS TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Syarat Sidang Sarjana

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. secara kimia (warna sintetis) dan warna yang dihasilkan oleh makhluk hidup yang biasa.

PENDAHULUAN. secara kimia (warna sintetis) dan warna yang dihasilkan oleh makhluk hidup yang biasa. PENDAHULUAN Pada proses fotosintesis tumbuhan memerlukan cahaya matahari,untuk menangkap cahaya tumbuhan menggunakan pigmen yang disebut klorofil. Pigmen inilah yang memberi warna hijau pada tumbuhan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rusak serta terbentuk senyawa baru yang mungkin bersifat racun bagi tubuh.

I. PENDAHULUAN. rusak serta terbentuk senyawa baru yang mungkin bersifat racun bagi tubuh. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lipida merupakan salah satu unsur utama dalam makanan yang berkontribusi terhadap rasa lezat dan aroma sedap pada makanan. Lipida pada makanan digolongkan atas lipida

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tananam manggis (Garcinia Mangostana L) merupakan salah satu buah asli

I. PENDAHULUAN. Tananam manggis (Garcinia Mangostana L) merupakan salah satu buah asli 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tananam manggis (Garcinia Mangostana L) merupakan salah satu buah asli negara tropika yang mempunyai prospek cerah untuk dikembangkan di berbagai daerah dengan

Lebih terperinci

Kanker - Makanan Utama yang melawan Kanker

Kanker - Makanan Utama yang melawan Kanker Kanker - Makanan Utama yang melawan Kanker Melawan Kanker dengan kombinasi makanan Tidak ada makanan tunggal dapat mengurangi resiko kanker, tetapi kombinasi makanan yang tepat dapat membantu membuat perbedaan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Akan tetapi, perubahan gaya hidup dan pola makan yang tak sehat akan

BAB 1 PENDAHULUAN. Akan tetapi, perubahan gaya hidup dan pola makan yang tak sehat akan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan dan sosial mulai timbul ketika usia harapan hidup bertambah. Hal ini menyebabkan adanya perubahan pola hidup pada diri manusia. Akan tetapi, perubahan

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU TERHADAP KADAR VITAMIN C PADA PEMBUATAN TEPUNG TOMAT

PENGARUH SUHU TERHADAP KADAR VITAMIN C PADA PEMBUATAN TEPUNG TOMAT PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 24 ISSN : 1411-4216 PENGARUH SUHU TERHADAP KADAR VITAMIN C PADA PEMBUATAN TEPUNG TOMAT C.Sri.Budiyati dan Kristinah Haryani Jurusan Teknik Kimia, FakultasTeknik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berat kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang

TINJAUAN PUSTAKA. berat kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Beras diperoleh dari butir padi yang telah dibuang kulit luarnya (sekam), merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Sebagian besar butir beras

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sumber protein hewani selain daging. Telur tidak hanya dijual dalam keadaan. sekarang banyak olahan telur yang menggunakan telur puyuh.

PENDAHULUAN. sumber protein hewani selain daging. Telur tidak hanya dijual dalam keadaan. sekarang banyak olahan telur yang menggunakan telur puyuh. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Telur adalah bahan pangan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat dunia. Telur yang dikonsumsi dapat berasal dari berbagai unggas, umumnya yaitu ayam, itik dan puyuh. Telur

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN SAMPEL DAN EKSTRAKSI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN SAMPEL DAN EKSTRAKSI IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN SAMPEL DAN EKSTRAKSI Penelitian tentang umbi bawang dayak ini dilakukan tidak hanya dalam bentuk umbi segarnya (Gambar 2) yang mengandung berbagai macam komponen bioaktif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Molekul ini sangat reaktif sehingga dapat menyerang makromolekul sel seperti lipid,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Molekul ini sangat reaktif sehingga dapat menyerang makromolekul sel seperti lipid, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Radikal bebas merupakan atom atau molekul yang tidak stabil karena memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbital terluarnya. Molekul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketidakstabilan ini disebabkan karena atom tersebut memiliki satu atau lebih

BAB I PENDAHULUAN. Ketidakstabilan ini disebabkan karena atom tersebut memiliki satu atau lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radikal bebas merupakan atom atau molekul yang sifatnya sangat tidak stabil. Ketidakstabilan ini disebabkan karena atom tersebut memiliki satu atau lebih elektron yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas adalah suatu atom atau molekul yang memiliki satu elektron

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas adalah suatu atom atau molekul yang memiliki satu elektron 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Radikal bebas adalah suatu atom atau molekul yang memiliki satu elektron tidak berpasangan. Radikal bebas memiliki sifat yang reaktif sehingga cenderung bereaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tempe merupakan makanan tradisional khas Indonesia, sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Tempe merupakan makanan tradisional khas Indonesia, sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tempe merupakan makanan tradisional khas Indonesia, sebagian besar masyarakat Indonesia menjadikan tempe sebagai lauk pauk pendamping makanan pokok. Menurut data dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yoghurt merupakan salah satu produk minuman susu fermentasi yang populer di kalangan masyarakat. Yoghurt tidak hanya dikenal dan digemari oleh masyarakat di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya dengan tumbuhan berkhasiat, sehingga banyak dimanfaatkan dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya dengan tumbuhan berkhasiat, sehingga banyak dimanfaatkan dalam bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya dengan tumbuhan berkhasiat, sehingga banyak dimanfaatkan dalam bidang pertanian, kesehatan, dan industri. Umumnya pengetahuan masyarakat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Fitokimia Sampel Kering Avicennia marina Uji fitokimia ini dilakukan sebagai screening awal untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder pada sampel. Dilakukan 6 uji

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kondisi ini akan lebih diperparah lagi akibat penjualan. pengawetan untuk menekan pertumbuhan bakteri.

PENDAHULUAN. Kondisi ini akan lebih diperparah lagi akibat penjualan. pengawetan untuk menekan pertumbuhan bakteri. 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam broiler merupakan bahan makanan bergizi tinggi, memiliki rasa dan aroma enak, tekstur lunak serta harga yang relatif murah dibandingkan dengan daging dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara optimal, contohnya adalah tanaman Muntingia calabura L atau talok.

BAB I PENDAHULUAN. secara optimal, contohnya adalah tanaman Muntingia calabura L atau talok. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati yang belum dimanfaatkan secara optimal, contohnya adalah tanaman Muntingia calabura L atau talok. Talok atau Muntingia calabura

Lebih terperinci

SKRIPSI IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID PADA SAYURAN INDIGENOUS JAWA BARAT. Oleh : HARDIANZAH RAHMAT F

SKRIPSI IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID PADA SAYURAN INDIGENOUS JAWA BARAT. Oleh : HARDIANZAH RAHMAT F SKRIPSI IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID PADA SAYURAN INDIGENOUS JAWA BARAT Oleh : HARDIANZAH RAHMAT F24104043 2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya di era modern ini banyak hasil pengolahan ikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya di era modern ini banyak hasil pengolahan ikan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai banyak kekayaan alamnya terutama laut. Berbagai macam spesies sudah teridentifikasi dan bahkan terdapat beberapa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi Hasil penelitian pengaruh berbagai konsentrasi sari kulit buah naga merah sebagai perendam daging sapi terhadap total bakteri

Lebih terperinci

FISIK DAN KIMIA SERTA MUTU ORGANOLEPTIK PADA WORTEL

FISIK DAN KIMIA SERTA MUTU ORGANOLEPTIK PADA WORTEL KANDUNGAN β-karoten, SIFAT FISIK DAN KIMIA SERTA MUTU ORGANOLEPTIK PADA WORTEL (Daucus carota L.) ORGANIK DAN NON-ORGANIK SELAMA PENYIMPANAN SUHU DINGIN ASTARI APRIANTINI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS

Lebih terperinci

P E N D A H U L U A N

P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N 1. Latar Belakang. Karotenoid merupakan suatu kelompok pigmen organik berwarna kuning oranye, atau merah oranye yang terjadi secara alamiah dalam tumbuhan yang berfotosintesis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lewat reaksi redoks yang terjadi dalam proses metabolisme dan molekul yang

BAB I PENDAHULUAN. lewat reaksi redoks yang terjadi dalam proses metabolisme dan molekul yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Radikal bebas adalah suatu molekul yang memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada kulit orbital terluarnya. Radikal bebas dibentuk lewat reaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdapat pada waluh. Secara umum waluh kaya akan kandungan serat, vitamin, dan mineral yang bermanfaat bagi kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. terdapat pada waluh. Secara umum waluh kaya akan kandungan serat, vitamin, dan mineral yang bermanfaat bagi kesehatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia kaya akan sumber daya alam hayati yang belum dimanfaatkan secara optimal, salah satunya adalah tanaman waluh. Pemanfaatan tanaman waluh dimasyarakat belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daunnya digunakan untuk membuat teh yang sebelumnya mengalami

BAB I PENDAHULUAN. daunnya digunakan untuk membuat teh yang sebelumnya mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman Teh adalah spesies tanaman yang daun dan pucuk daunnya digunakan untuk membuat teh yang sebelumnya mengalami proses pemanasan untuk menonaktifkan enzim- enzim

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yaitu permen keras, permen renyah dan permen kenyal atau permen jelly. Permen

I. PENDAHULUAN. yaitu permen keras, permen renyah dan permen kenyal atau permen jelly. Permen I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kembang gula atau yang biasa disebut dengan permen merupakan produk makanan yang banyak disukai baik tua maupun muda karena permen mempunyai keanekaragaman rasa, warna,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tingkat kematian akibat berbagai macam penyakit seperti serangan jantung, angina, gagal jantung, stroke, penuaan, kerusakan otak, penyakit ginjal, katarak,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Glikosida Glikosida merupakan salah satu senyawa jenis alkaloid. Alkaloid adalah senyawa metabolit sekunder pada jaringan tumbuhan dan hewan yang memiliki atom nitrogen (Hartati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh mereka untuk berbagai keperluan, antara lain sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh mereka untuk berbagai keperluan, antara lain sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Temulawak termasuk salah satu jenis tumbuhan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Asia Tenggara. Temulawak sudah lama dimanfaatkan oleh mereka untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahan dalam pembuatan selai adalah buah yang belum cukup matang dan

BAB I PENDAHULUAN. bahan dalam pembuatan selai adalah buah yang belum cukup matang dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi pangan semakin maju seiring dengan perkembangan zaman. Berbagai inovasi pangan dilakukan oleh beberapa industry pengolahan pangan dalam menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahan pangan lokal, termasuk ubi jalar (Erliana, dkk, 2011). Produksi ubi

BAB I PENDAHULUAN. bahan pangan lokal, termasuk ubi jalar (Erliana, dkk, 2011). Produksi ubi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diversifikasi pangan merupakan program prioritas Kementerian Pertanian sesuai dengan PP Nomor 22 tahun 2009 tentang Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis

Lebih terperinci