SKRIPSI IDENTIFIKASI SENYAWA ASAM FENOLAT PADA SAYURAN INDIGENOUS INDONESIA. Oleh: RIZA ARIS APRIADY F

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SKRIPSI IDENTIFIKASI SENYAWA ASAM FENOLAT PADA SAYURAN INDIGENOUS INDONESIA. Oleh: RIZA ARIS APRIADY F"

Transkripsi

1 SKRIPSI IDENTIFIKASI SENYAWA ASAM FENOLAT PADA SAYURAN INDIGENOUS INDONESIA Oleh: RIZA ARIS APRIADY F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 IDENTIFIKASI SENYAWA ASAM FENOLAT PADA SAYURAN INDIGENOUS INDONESIA SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh: RIZA ARIS APRIADY F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

3 Judul Skripsi : Identifikasi Senyawa Asam Fenolat pada Sayuran Indigenous Indonesia Nama : Riza Aris Apriady NIM : F Menyetujui Dosen Pembimbing, Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si. NIP: Mengetahui, Ketua Departemen, Dr. Ir. Dahrul Syah NIP: Tanggal Lulus: 22 Januari 2010

4 Riza Aris Apriady. F Identifikasi Senyawa Asam Fenolat pada Sayuran Indigenous Indonesia. Di Bawah Bimbingan Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si. ABSTRAK Jawa Barat merupakan salah satu provinsi penghasil sayur-sayuran yang memiliki peran cukup signifikan dalam menghasilkan jenis sayur-sayuran di Indonesia. Spesies sayuran asli Indonesia yang berasal dari daerah/wilayah/ekosistem tertentu, termasuk spesies pendatang dari wilayah geografis lain tetapi telah berevolusi dengan iklim dan geografis wilayah Indonesia dinamakan sayuran indigenous. Beberapa balai penelitian seperti Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) bekerjasama dengan Asian Vegetables Research Development Center (AVRDC) telah melakukan pendataan terhadap sayuran ini terutama yang mempunyai kandungan gizi dan non gizi yang bermanfaat secara fisiologis bagi tubuh manusia yaitu vitamin A, zat besi, dan antioksidan. Antioksidan merupakan senyawa yang sangat baik untuk menangkap radikal bebas. Keberadaan senyawa antioksidan ini akan mencegah penyakit kanker maupun penyakit degeneratif lainnya. Salah satu senyawa antioksidan yang penting yaitu senyawa polifenol. Senyawa polifenol yang ada di sayuran, buah-buahan, dan teh dapat mencegah penyakit degeneratif termasuk kanker melalui aktivitas antioksidatif dan/atau modulasi fungsi beberapa protein. Salah satu senyawa polifenol yang banyak terdapat pada sayuran yaitu flavonoid dan asam fenolat. Senyawa asam fenolat (phenolic acids) mendapatkan perhatian yang lebih dalam beberapa tahun terakhir ini karena pengaruhnya untuk kesehatan manusia. Sebagai polifenol, asam fenolat merupakan antioksidan yang sangat kuat dan memiliki aktivitas antibakteri, antivirus, antikarsinogenik, antiinflamasi, dan aktivitas vasodilatory. Selain itu asam fenolat juga mempunyai peranan untuk melindungi dari kanker dan penyakit jantung. Penelitian ini meneliti kandungan asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada dua puluh empat jenis sayuran indigenous Indonesia yang berasal dari Jawa Barat yaitu kenikir, kecombrang, kemangi, katuk, pohpohan, ginseng, takokak, lembayung, terubuk, labu siam, pepaya, mete, pakis, beluntas, mangkokan putih, mangkokan, kendondong cina, antanan, antanan beurit, krokot, turi, kelor, dan mengkudu. Bagian tanaman yang digunakan untuk penelitian ini bisa berupa daun, batang, dan seluruh bagian tanaman. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu persiapan sampel, pembuatan kurva standar dan Limit of Detection (LOD), analisis asam fenolat dengan HPLC, serta analisis statistik. Analisis asam fenolat dengan HPLC dilakukan secara dua ulangan duplo. Analisis statistik yang digunakan yaitu uji Tukey pada taraf α 5%, uji T pada taraf α 1%, dan principal component analysis (PCA). Hasil penelitian ini mendapatkan data kisaran asam klorogenat mg per 100 gram sampel segar, asam kafeat mg per 100 gram sampel segar, dan asam ferulat mg per 100 gram sampel segar.

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 7 April 1987, penulis adalah anak pertama dari Bapak Drs. Nazarudin, SH dan Sundari. Penulis memiliki dua orang adik perempuan yaitu Riska Pahyuni dan Ririn Wirdayani. Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 1 Bukit, Musi Banyuasin, Sumatra Selatan pada tahun , pendidikan lanjutan tingkat pertama di SLTP Negeri 22 Bandar Lampung pada tahun , dan pendidikan lanjutan tingkat atas di SMU Negeri 2 Bandar Lampung pada tahun Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB pada tahun Penulis diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB pada tahun 2006 setelah melalui satu tahun TPB (Tahap Persiapan Bersama). Selama menjadi mahasiswa di IPB (Institut Pertanian Bogor). Penulis aktif di berbagai kegiatan baik kegiatan akademik maupun kegiatan ektrakurikuler. Pada bidang akademik, penulis aktif dalam mengikuti berbagai lomba baik nasional maupun internasional di antaranya juara 3 dunia dalam lomba DSDC (Developing Solutions for Developing Countries Competition) di Anaheim, California pada bulan Juni 2009 dan mendapatkan penghargaan dari Menteri Pertanian RI terkait dengan prestasi internasional (DSDC), juara 1 debat bahasa Inggris IPB pada tahun 2007 dan 2008, finalis IEC (Innovative Entrepreneur Challenge) pada tahun 2008, mendapatkan pendanaan dari DIKTI dalam lomba program kreativitas mahasiswa, mendapatkan pendanaan dari IPB dalam program pengembangan kewirausahaan mahasiswa. Selain lomba penulis juga menjadi presenter dalam 37 th International Forestry Student Symposium 2009, presenter di National Students Conference UNIKA Soegijapranata Semarang 2008, mendapatkan beasiswa PPA pada tahun 2006, menjadi asisten praktikum kimia dan biokimia pangan, menjadi asisten praktikum teknologi pengolahan pangan. Penulis pernah mengikuti training ISO 9001:2000, ISO 22000:2005, dan Sitem Manajemen Halal, terlibat dalam The International Technical Forum for Cooperation and Exchange between Korea and Indonesia pada tahun 2009, penulis juga aktif dalam mengikuti seminar-seminar yang terkait dengan teknologi

6 pangan maupun kewirausahaan, di antaranya yaitu International Nano Food Science Technology Conference di Anaheim, California pada tahun 2009, seminar Wirausaha Muda Mandiri 2009, dan seminar Nasional Ketahanan Pangan Bangsa. Pada bidang ekstrakurikuler penulis merupakan anggota dari IFT (Institute of Food Technologist), HMPPI (Himpunan Mahasiswa Peduli Pangan Indonesia), HIMITEPA (Himpunan Mahasiswa Teknologi Pangan), penulis pernah mengkoordinatori bidang akademik dan kerohanian di KEMALA (Kesatuan Mahasiswa Lampung) pada periode tahun Penulis juga pernah menjadi ketua FCC (Food Chat Club) pada periode tahun Penulis aktif dalam kepanitiaan kegiatan nasional seperti menjadi wakil pada kegiatan the 7 th National Students Paper Competition pada tahun 2008, menjadi PJK pada kegiatan BAUR 2007, dan menjadi penyuluh dalam kegiatan Penyuluhan Keamanan Pangan yang diselenggarakan oleh SEAFAST Center IPB. Dalam selasela kesibukan akademik dan penelitian, penulis menyibukkan dirinya dengan membuka café bersama teman-temannya, café tersebut diberi nama FRIENDS 24 CAFÉ yang menjual produk-produk seafood olahan yang siap santap dan siap saji. Penulis melakukan penelitian dengan judul IDENTIFIKASI SENYAWA ASAM FENOLAT PADA SAYURAN INDIGENOUS INDONESIA sebagai syarat untuk meraih gelar sarjana. Penelitian ini dikerjakan dibawah bimbingan Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si pada tahun 2010.

7 KATA PENGANTAR Segala puji bagi Alloh Azza wa jalla yang telah memberikan kekuatan pada penulis sehingga skripsi dengan judul Identifikasi Senyawa Asam Fenolat Pada Sayuran Indigenous Indonesia dapat diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada baginda Rasululloh Muhammad SAW karena beliau telah membawa jalan yang terang benderang kepada manusia. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dalam bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. Ayah, Ibu, Riska, dan Ririn yang selalu mendo akan, memberikan nasihat, motivasi, kasih sayang, dan bantuan materil. 2. Ibu Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan nasihat, motivasi, dan masukan dalam pembuatan skripsi ini. 3. Dewi Kurniasih, Riska Rudiyanti Dewi selaku teman satu bimbingan yang selalu memberikan motivasi, masukan, dan do a. Terima kasih atas kebersamaannya dalam menggapai cita-cita. 4. Teman-teman Friends 24 Cafe (Fahmi, Tiwi, Dilla, Widi, dan Widya). 5. Teman-teman kosan (Dimas, Erwin, Muji, Sobur, Deni, Tri Erza, dan Sigit). 6. Seluruh teman-teman ITP 42 yang telah bersama baik dalam keadaan senang maupun duka selama lebih kurang tiga tahun. 7. Abah, mba Irin, mba Ria, dan kak Marto yang telah membantu penulis di Laboratorium SEAFAST Center IPB. Penulis menyadari skripsi ini tidak lepas dari kesalahan. Oleh karena itu penulis minta maaf dan dengan senang hati menerima kritik dan saran dari berbagai pihak. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk kehidupan manusia. Bogor, Januari 2010 Penulis i

8 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.... i DAFTAR ISI.... ii DAFTAR TABEL.... iv DAFTAR GAMBAR.... vi DAFTAR LAMPIRAN.... ix I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG B. TUJUAN C. MANFAAT II. TINJAUAN PUSTAKA A. SAYURAN INDIGENOUS B. ASAM FENOLAT (PHENOLIC ACID) C. IDENTIFIKASI SENYAWA ASAM FENOLAT III. BAHAN DAN METODE A. BAHAN DAN ALAT Bahan Alat B. METODE Persiapan Sampel Pembuatan Kurva Standar dan Limit of Detection (LOD) Analisis Asam Fenolat pada Sayuran Analisis Statistik IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KURVA STANDAR ASAM FENOLAT DAN LIMIT DETEKSI Standar Asam Fenolat Bentuk Tunggal Limit Deteksi Standar Asam Fenolat Bentuk Campuran B. TOTAL FENOL C. ANALISIS ASAM FENOLAT PADA SAYURAN INDIGENOUS D. REKAPITULASI HASIL DAN SENYAWA YANG BELUM TERIDENTIFIKASI PADA SAYURAN INDIGENOUS ii

9 E. ANALISIS STATISTIK V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN B. SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iii

10 DAFTAR TABEL Tabel 1. Kandungan Senyawa Flavonoid Pada Sebelas Sayuran Indigenous Jawa Barat (mg/100 gam sampel segar) Tabel 2. Kandungan Senyawa Flavonoid Pada Tiga Belas Sayuran Indigenous Jawa Barat (mg/100 gam sampel segar) Tabel 3. Dua Puluh Empat Jenis Sayuran Indigenous Indonesia Tabel 4. Perhitungan LOD Asam Klorogenat Tabel 5. Perhitungan LOD Asam Kafeat Tabel 6. Perhitungan LOD Asam Ferulat Tabel 7. Hasil Penginjeksian Standar Asam Fenolat dalam Bentuk Campuran. 35 Tabel 8. Total Fenol Sayuran Indigenous Tabel 9. Perhitungan Kandungan Asam Fenolat dengan Kurva Standar Campuran Tabel 10. Perhitungan Kandungan Asam Fenolat dengan Eksternal Standar Campuran Tabel 11. Perbandingan Perhitungan Kandungan Asam Fenolat antara Kurva Standar Campuran dan Eksternal Standar Campuran Tabel 12. Perbandingan Luasan Area Kromatografi Ekstrak Mengkudu Tabel 13. Perbandingan Luasan Area Kromatografi Ekstrak Mangkokan Tabel 14. Perbandingan Luasan Area Kromatografi Ekstrak Daun Labu Siam.. 47 Tabel 15. Perbandingan Luasan Area Kromatografi Ekstrak Daun Lembayung. 49 Tabel 16. Perbandingan Luasan Area Kromatografi Ekstrak Daun Katuk Tabel 17. Perbandingan Luasan Area Kromatografi Ekstrak Daun Kemangi Tabel 18. Perbandingan Luasan Area Kromatografi Ekstrak Daun Pakis Tabel 19. Perbandingan Luasan Area Kromatografi Ekstrak Daun Pohpohan Tabel 20. Perbandingan Luasan Area Kromatografi Ekstrak Bunga Pepaya Tabel 21. Perbandingan Luasan Area Kromatografi Ekstrak Mangkokan Putih. 63 Tabel 22. Perbandingan Luasan Area Kromatografi Ekstrak Kenikir Tabel 23. Perbandingan Luasan Area Kromatografi Ekstrak Daun Kelor Tabel 24. Perbandingan Luasan Area Kromatografi Ekstrak Daun Kucai Tabel 25. Perbandingan Luasan Area Kromatografi Ekstrak Daun Jambu Mete iv

11 Tabel 26. Perbandingan Luasan Area Kromatografi Ekstrak Buah Takokak Tabel 27. Perbandingan Luasan Area Kromatografi Ekstrak Antanan Tabel 28. Perbandingan Luasan Area Kromatografi Ekstrak Krokot Tabel 29. Perbandingan Luasan Area Kromatografi Ekstrak Antanan Beurit Tabel 30. Perbandingan Luasan Area Kromatografi Ekstrak Daun Ginseng Tabel 31. Perbandingan Luasan Area Kromatografi Ekstrak Bunga Kecombrang Tabel 32. Perbandingan Luasan Area Kromatografi Ekstrak Daun Beluntas Tabel 33. Perbandingan Luasan Area Kromatografi Ekstrak Bunga Turi Tabel 34. Perbandingan Luasan Area Kromatografi Ekstrak Terubuk Tabel 35. Perbandingan Luasan Area Kromatografi Ekstrak Kedondong Cina Tabel 36. Kandungan Asam Fenolat Pada Dua Puluh Empat Jenis Sayuran Indigenous Segar Tabel 37. Kandungan Asam Fenolat pada Dua Puluh Empat Jenis Sayuran Indigenous Berdasarkan Bagian yang diteliti Tabel 38. Rekapitulasi Kadar Air, Total Fenol, dan Asam Fenolat Sayuran Indigenous Tabel 39. Rekapitulasi Komponen yang Terdeteksi Pada Sampel Sayuran Indigenous Menggunakan HPLC Tabel 40. Rekapitulasi Area Unknown pada Waktu Retensi Tertentu Tabel 41. Uji T pada Perhitungan Kandungan Asam Fenolat antara Kurva Standar Campuran dan Eksternal Standar Campuran Tabel 42. Akar Ciri (Eigen Value), Proporsi, dan Kumulatif Keragaman dari Sembilan Variabel Tabel 43. Matriks Korelasi Sembilan Variabel Tabel 44. Nilai-Nilai Vektor dari Hubungan antara Masing-Masing Variabel dengan Komponen Utama Tabel 45. Akar Ciri, Proporsi, dan Kumulatif Tiga Variabel Tabel 46. Matriks Korelasi Total Fenol, Total Flavonoid, dan Total Asam Fenolat Tabel 47. Nilai-Nilai Vektor dari Hubungan antara Masing-Masing Variabel dengan Komponen Utama v

12 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Struktur Kimia : (a) turunan asam benzoat (b) turunan asam Gambar 2. Jalur Shikimate Gambar 3. Biosintesis Hidroksibenzoat, Hidroksinamat, dan Flavonoid Gambar 4. Biosintesis Asam Klorogenat Gambar 5. Persiapan Sampel Gambar 6. Prosedur Analisis Total Fenol Gambar 7. Metode Ekstraksi Asam Fenolat dari Sayuran Indigenous Gambar 8. Metode Hidrolisis Basa Gambar 9. Metode Hidrolisis Asam Gambar 10. Metode Pembuatan Standar Asam Fenolat Gambar 11. Kromatogram Standar Asam Klorogenat dengan Analisis HPLC Gambar 12. Kromatogram Standar Asam Kafeat dengan Analisis HPLC Gambar 13. Kromatogram Standar Asam Ferulat dengan Analisis HPLC Gambar 14. Kromatogram Standar Campuran dengan Analisis HPLC Gambar 15. Kurva Standar Campuran Asam Klorogenat Gambar 16. Kurva Standar Campuran Asam Kafeat Gambar 17. Kurva Standar Campuran Asam Ferulat Gambar 18. Kromatogram Ekstrak Mengkudu dengan Analisis HPLC Gambar 19. Ko-kromatogram Ekstrak Mengkudu dengan Standar Campuran Gambar 20. Kromatogram Ekstrak Mangkokan dengan Analisis HPLC Gambar 21. Ko-kromatogram Ekstrak Mangkokan dengan Standar Campuran.. 45 Gambar 22. Kromatogram Ekstrak Daun Labu Siam dengan Analisis HPLC Gambar 23. Ko-kromatogram Ekstrak Daun Labu Siam dengan Standar Campuran Gambar 24. Kromatogram Ekstrak Daun Lembayung dengan Analisis HPLC Gambar 25. Ko-Kromatogram Ekstrak Daun Lembayung dengan Standar Campuran Gambar 26. Kromatogram Ekstrak Daun Katuk dengan Analisis HPLC Gambar 27. Ko-Kromatogram Ekstrak Daun Katuk dengan Standar Campuran vi

13 Gambar 28. Kromatogram Ekstrak Daun Kemangi dengan Analisis HPLC Gambar 29. Ko-Kromatogram Ekstrak Daun Kemangi dengan Standar Campuran Gambar 30. Kromatogram Ekstrak Daun Pakis dengan Analisis HPLC Gambar 31. Ko-Kromatogram Ekstrak Daun Pakis dengan Standar Campuran. 56 Gambar 32. Kromatogram Ekstrak Daun Pohpohan dengan Analisis HPLC Gambar 33. Ko-Kromatogram Ekstrak Daun Pohpohan dengan Standar Campuran Gambar 34. Kromatogram Ekstrak Bunga Pepaya dengan Analisis HPLC Gambar 35. Ko-Kromatogram Ekstrak Bunga Pepaya dengan Standar Campuran Gambar 36. Kromatogram Ekstrak Mangkokan Putih dengan Analisis HPLC Gambar 37. Ko-Kromatogram Ekstrak Mangkokan Putih dengan Standar Campuran Gambar 38. Kromatogram Ekstrak Kenikir dengan Analisis HPLC Gambar 39. Ko-Kromatogram Ekstrak Kenikir dengan Standar Campuran Gambar 40. Kromatogram Ekstrak Daun Kelor dengan Analisis HPLC Gambar 41. Ko-Kromatogram Ekstrak Daun Kelor dengan Standar Campuran Gambar 42. Kromatogram Ekstrak Daun Kucai dengan Analisis HPLC Gambar 43. Ko-Kromatogram Ekstrak Daun Kucai dengan Standar Campuran. 70 Gambar 44. Kromatogram Ekstrak Daun Jambu Mete dengan Analisis HPLC.. 72 Gambar 45. Ko-Kromatogram Ekstrak Daun Jambu Mete dengan Standar Campuran Gambar 46. Kromatogram Ekstrak Buah Takokak dengan Analisis HPLC Gambar 47. Ko-Kromatogram Ekstrak Buah Takokak dengan Standar Campuran Gambar 48. Kromatogram Ekstrak Antanan dengan Analisis HPLC Gambar 49. Ko-Kromatogram Ekstrak Antanan dengan Standar Campuran Gambar 50. Kromatogram Ekstrak Krokot dengan Analisis HPLC Gambar 51. Ko-Kromatogram Ekstrak Krokot dengan Standar Campuran Gambar 52. Kromatogram Ekstrak Antanan Beurit dengan Analisis HPLC vii

14 Gambar 53. Ko-Kromatogram Ekstrak Antanan Beurit dengan Standar Campuran Gambar 54. Kromatogram Ekstrak Daun Ginseng dengan Analisis HPLC Gambar 55. Ko-Kromatogram Ekstrak Daun Ginseng dengan Standar Campuran Gambar 56. Kromatogram Ekstrak Bunga Kecombrang dengan Analisis HPLC Gambar 57. Ko-Kromatogram Ekstrak Bunga Kecombrang dengan Standar Campuran Gambar 58. Kromatogram Ekstrak Daun Beluntas dengan Analisis HPLC Gambar 59. Ko-Kromatogram Ekstrak Daun Beluntas dengan Standar Campuran Gambar 60. Kromatogram Ekstrak Bunga Turi dengan Analisis HPLC Gambar 61. Ko-Kromatogram Ekstrak Bunga Turi dengan Standar Campuran. 90 Gambar 62. Kromatogram Ekstrak Terubuk dengan Analisis HPLC Gambar 63. Ko-Kromatogram Ekstrak Terubuk dengan Standar Campuran Gambar 64. Kromatogram Ekstrak Kedondong Cina dengan Analisis HPLC Gambar 65. Ko-Kromatogram Ekstrak Kedondong Cina dengan Standar Campuran Gambar 66. Biplot Hubungan Total Fenol, Asam Klorogenat, Asam Kafeat, Asam Ferulat, Myricetin, Luteolin, Quercetin, Apigenin, dan Kaempferol Gambar 67. Biplot Hubungan Antara Total Fenol, Total Asam Fenolat, dan Total Flavonoid viii

15 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Gambar Dua Puluh Empat Sayuran Indigenous Indonesia Lampiran 2. Uji Tukey s Kadar Air Sayuran Indigenous Indonesia Lampiran 3. Uji Tukey s Total Fenol Sayuran Indigenous Indonesia Lampiran 4. Uji Tukey s Asam Fenolat Pada Sayuran Indigenous Indonesia Lampiran 5. Uji Tukey s Asam Klorogenat Sayuran Indigenous Indonesia Lampiran 6. Uji Tukey s Asam Kafeat Sayuran Indigenous Indonesia Lampiran 7. Uji Tukey Asam Ferulat Sayuran Indigenous Indonesia Lampiran 8. Kadar Air Sayuran Indigenous Indonesia Lampiran 9. Kadar Air Freeze Drier Sayuran Indigenous Indonesia Lampiran 10. Kurva Standar Total Fenol Lampiran 11. Total Fenol Sayuran Indigenous Indonesia Lampiran 12. Asam Klorogenat Sayuran Indigenous dengan Perhitungan Kurva Standar Campuran Lampiran 13. Asam Kafeat Sayuran Indigenous dengan Perhitungan Kurva Standar Campuran Lampiran 14. Asam Ferulat Sayuran Indigenous dengan Perhitungan Kurva Standar Campuran Lampiran 15. Asam Klorogenat Sayuran Indigenous dengan Perhitungan Eksternal Standar Campuran Lampiran 16. Kafeat Acid Sayuran Indigenous dengan Perhitungan Eksternal Standar Campuran Lampiran 17. Asam Ferulat Sayuran Indigenous dengan Perhitungan Eksternal Standar Campuran ix

16 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang kaya sumber daya alam baik hasil perikanan, pertanian, maupun perkebunan. Tanaman sayuran di Indonesia sangat banyak dan bervariasi. Akan tetapi masih banyak dari sayuran tersebut yang belum dimanfaatkan dan diidentifikasi secara ilmiah kandungan senyawa yang bermanfaat untuk kesehatan tubuh manusia. Pemanfaatannya masih terbatas hanya sebagai lalapan maupun campuran gulai. Sayuran sangat diperlukan oleh tubuh untuk memenuhi asupan vitamin, mineral, dan serat seseorang setiap harinya. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi penghasil sayur-sayuran yang memiliki peran cukup signifikan dalam menghasilkan jenis sayur-sayuran di Indonesia. Spesies sayuran asli Indonesia yang berasal dari daerah/wilayah/ekosistem tertentu, termasuk spesies pendatang dari wilayah geografis lain tetapi telah berevolusi dengan iklim dan geografis wilayah Indonesia dinamakan sayuran indigenous (Anonim, 2007). Beberapa balai penelitian seperti Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) bekerjasama dengan Asian Vegetables Research Development Center (AVRDC) telah melakukan pendataan terhadap sayuran ini terutama yang mempunyai kandungan gizi dan non gizi yang bermanfaat secara fisiologis bagi tubuh manusia yaitu vitamin A, zat besi, dan antioksidan. Antioksidan merupakan senyawa yang sangat baik untuk menangkap radikal bebas. Keberadaan senyawa antioksidan ini akan mencegah penyakit kanker maupun penyakit degeneratif lainnya. Salah satu senyawa antioksidan yang penting yaitu senyawa polifenol. Senyawa polifenol yang ada pada sayuran, buah-buahan, dan teh dapat mencegah penyakit degeneratif termasuk kanker melalui aktivitas antioksidatif dan/atau modulasi fungsi beberapa protein. Contohnya konsumsi senyawa polifenol dapat mereduksi kematian akibat penyakit jantung koroner (Hertog, 1995) dengan cara menekan oksidasi lipoprotein berat jenis rendah (Meyer, 1998). Polifenol menunjukkan sifat antagonis dengan reseptor karsinogenesis seperti faktor pertumbuhan 1

17 asepidermal (Agullo, 1997), dan reseptor arylhidrokarbon (Ashida et al., 2000). Polifenol mengatur sekresi senyawa sitokin, meregulasi siklus sel (Frey et al., 2001) dan ekspresi protein kinase dalam proliferasi sel tumor (Kobuchi et al., 1999). Senyawa polifenol juga menginduksi ekspresi enzim antikarsinogenik (Williamson et al., 1996). Dalam percobaan pada hewan, konsumsi senyawa polifenol dapat menekan karsinogenesis dari beberapa karsinogen (Yang et al., 2001). Kemampuan yang dimiliki oleh polifenol untuk menangkap radikal bebas serta memiliki aktivitas antioksidan mempunyai peranan yang penting untuk melindungi sel dan jaringan dari stres oksidatif dan efek biologis lain yang berhubungan dengan penyakit kronis (Rimbach et al., 2005). Senyawa polifenol dapat menekan efek di dalam usus. seperti efek dalam mengikat besi, menangkap nitrogen reaktif, klorin, dan spesies oksigen, serta menghambat cyclooxygenases dan lipoxygenases (Halliwell et al., 2005). Salah satu senyawa polifenol yang banyak terdapat di sayuran yaitu flavonoid dan asam fenolat. Batari (2007) telah melakukan penelitian terhadap sebelas jenis sayuran indigenous Jawa Barat yaitu kenikir, beluntas, mangkokan, kemangi, pohpohan, katuk, antanan, ginseng, kecombrang, kedondong cina, dan krokot mengenai kandungan senyawa flavonoid (Flavonol dan Flavone) pada sayuran tersebut. Selain itu Rahmat (2009) juga telah melakukan penelitian mengenai kandungan senyawa flavonoid (Flavonol dan Flavone) pada tiga belas jenis sayuran indigenous Jawa Barat yaitu mengkudu, mangkokan putih, labu siam, lembayung, pakis, pepaya, kelor, kucai, turi, jambu mete, terubuk, takokak, dan antanan beurit. Pada penelitian ini dilakukan identifikasi senyawa asam fenolat yang terdapat pada sayuran indigenous Indonesia yang berasal dari Jawa Barat. Asam fenolat memiliki dua jenis golongan yaitu golongan asam hidroksinamat dan golongan asam hidroksibenzoat. Asam fenolat yang dominan terdapat pada sayuran adalah golongan asam hidroksinamat (Shahidi dan Naczk, 1995). Bentuk senyawa asam hidroksinamat yang terdapat pada sayuran yaitu asam p- koumarat, asam ferulat, asam kafeat, dan asam klorogenat. Sedangkan menurut hasil penelitian Sakakibara et al. (2003) senyawa asam fenolat yang banyak terdapat pada sayuran yaitu asam ferulat, asam kafeat, dan asam klorogenat. 2

18 Dengan demikian pada penelitian ini diidentifikasi keberadaan senyawa asam ferulat, asam kafeat, dan asam klorogenat pada sayuran indigenous Indonesia yang berasal dari Jawa Barat. Jenis sayuran yang digunakan pada penelitian ini adalah sayuran lokal yang banyak dan sering dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Bagian tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagian yang sering dikonsumsi oleh masyarakat. Sayuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah sayuran yang digunakan juga oleh Batari (2007) yaitu kenikir, beluntas, mangkokan, kemangi, pohpohan, katuk, antanan, ginseng, kecombrang, kedondong cina, dan krokot maupun yang digunakan oleh Rahmat (2009) yaitu mengkudu, mangkokan putih, labu siam, lembayung, pakis, pepaya, kelor, kucai, turi, jambu mete, terubuk, takokak, dan antanan beurit. B. TUJUAN Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi kandungan komponen asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada dua puluh empat jenis sayuran indigenous Indonesia. C. MANFAAT Manfaat penelitian ini adalah mendapatkan data mengenai kandungan komponen asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada dua puluh empat jenis sayuran indigenous Indonesia sehingga dapat dimanfaatkan lebih lanjut. 3

19 II. TINJAUAN PUSTAKA A. SAYURAN INDIGENOUS Sayuran indigenous Indonesia adalah spesies sayuran asli Indonesia yang berasal dari daerah/wilayah/ekosistem tertentu, termasuk spesies pendatang dari wilayah geografis lain tetapi telah berevolusi dengan iklim dan geografis wilayah Indonesia (Anonim, 2007). Sayuran ini biasa digunakan oleh masyarakat sebagai lalapan, campuran gulai, maupun obat. Perkembangan budaya dan teknologi menyebabkan perkembangan sayuran indigenous menjadi terdesak, maka potensi sayuran ini harus digali dan dikaji kembali untuk mendapatkan manfaat yang lebih baik dalam meningkatkan gizi keluarga. Pada penelitian ini diidentifikasi kandungan asam fenolat dari sayuran indigenous tersebut. Sayur yang digunakan adalah sayursayuran yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat dan banyak tumbuh di Indonesia yang berasal dari provinsi Jawa Barat. Bagian dari sayur-sayuran indigenous yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagian yang biasa dikonsumsi (dapat berupa batang, daun, bunga atau seluruh bagian tanaman). Sayuran tersebut diantaranya adalah Kenikir (Cosmos caudatus H.B.K), beluntas (Pluchea indica (L.) Less.), mangkokan putih (Nothopanax scutellarium (Burm.f.) Fosb.), mangkokan (Nothopanax scutellarius (Burm.f.) Merr.), kendondong cina (Polyscias pinnata), kecombrang (Etlingera elatior (Jack) R.M.Sm.), kemangi (Ocimum americanum L.), katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr.), antanan (Centelia asiatica (L.) Urb.), antanan beurit (Hydrocotyle sibthorpioides Lmk.), pohpohan (Pilea melastomoides (Poir.) Bl.), ginseng (Talinum triangulare (Jacq.) Willd.), krokot (Portulaca oleracea L.), turi (Sesbania grandiflora (L.) Pers.), kucai (Allium schoenoprasum L.), takokak (Solanum torvum Swartz), kelor (Moringa pterygosperma Gaertn.), mengkudu (Morinda citrifolia L.), lembayung (Vigna unguiculata (L.) Walp.), terubuk (Saccharum edule Hassk.), labu siam (Sechium edule (Jacq.) Swartz.), pepaya (Carica papaya L.), jambu mete (Anacardium occidentale L.), dan pakis (Arcypteris irregularis (C.Presl) Ching.). 4

20 Batari (2007) telah melakukan penelitian terhadap sebelas sayuran indigenous Indonesia yaitu kenikir, beluntas, mangkokan, kemangi, pohpohan, katuk, antanan, ginseng, kecombrang, kedondong cina, dan krokot. Penelitian Batari (2007) menunjukkan bahwa kesebelas sayuran indigenous Jawa Barat tersebut mengandung senyawa flavonoid (flavonol dan flavones), lihat Tabel 1. Rahmat (2009) telah melakukan penelitian yang serupa pada tiga belas sayuran indigenous Jawa Barat yaitu mengkudu, mangkokan putih, labu siam, lembayung, pakis, pepaya, kelor, kucai, turi, jambu mete, terubuk, takokak, dan antanan beurit. Penelitian Rahmat (2009) menunjukkan bahwa ketiga belas sayuran indigenous Jawa Barat tersebut mengandung senyawa flavonoid (flavonol dan flavone), lihat Tabel 2. Senyawa flavonoid adalah salah satu antioksidan yang penting bagi tubuh manusia untuk menjaga kesehatan. Sayuran indigenous di atas mengandung senyawa flavonoid (antioksidan) sehingga baik untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Tabel 1. Kandungan Senyawa Flavonoid pada Sebelas Sayuran Indigenous Jawa Barat (mg/100 gram sampel segar) Sampel Flavonoid (mg/100 gram sampel segar) Flavonol Flavon Myricetin Quercetin Kaempferol Luteolin Apigenin Total Fenol (mg/100 gram sampel segar) Kenikir Beluntas Mangkokan Kecombrang Kemangi Katuk Kedondong Cina Antanan Pohpohan Daun ginseng Krokot Ket : - : Tidak terdeteksi Sumber : Batari (2007) 5

21 Tabel 2. Kandungan Senyawa Flavonoid pada Tiga Belas Sayuran Indigenous Jawa Barat (mg/100 gram sampel segar) Sampel Konsentrasi Flavonoid (mg/100 gram sampel segar) Flavonol Flavon Myricetin Quercetin Kaempferol Luteolin Apigenin Total Fenol (mg/100 gram sampel segar) Bunga turi Kucai Takokak Daun kelor Pucuk mengkudu Lembayung Terubuk Mangkokan Daun labu siam Bunga papaya Pucuk mete Pakis Antanan beurit Ket : - : Tidak terdeteksi Sumber : Rahmat (2009) B. ASAM FENOLAT (PHENOLIC ACID) Senyawa asam fenolat mendapatkan perhatian yang lebih dalam beberapa tahun terakhir ini karena pengaruhnya terhadap kesehatan manusia. Sebagai polifenol, asam fenolat merupakan antioksidan yang sangat kuat dan memiliki aktivitas antibakteri, antivirus, antikarsinogenik, antiinflamasi, dan aktivitas vasodilatory (Duthie et al., 2000). Selain itu asam fenolat juga mempunyai peranan untuk melindungi dari kanker dan penyakit jantung (Manach, 2004). Asam fenolat merupakan metabolit sekunder yang sering ditemukan pada tanaman. Senyawa asam fenolat mempunyai peranan yang penting pada tumbuhan yaitu sebagai bahan pendukung dinding sel (Wallace dan Fry, 1994). Asam fenolat membentuk bagian integral pada struktur dinding sel, umumnya dalam bentuk bahan polymeric seperti lignin, membantu proses mekanik, dan halangan bagi invasi mikroba. Lignin merupakan senyawa organik yang paling banyak di bumi setelah selulosa (Wallace dan Fry, 1994). Turunan asam fenolat terdiri dari dua jenis yaitu asam hidroksibenzoat dan asam 6

22 hidroksinamat. Perbedaan kedua turunan dari senyawa asam fenolat ini terletak pada pola hidroksilasi dan metoksilasi cincin aromatiknya. Struktur kimia kedua senyawa tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. Aktivitas biologis yang penting pada senyawa benzoat, klorogenat, kafeat, ferulat, dan asam galat adalah kemampuan aktivitas sitoprotektifnya dan kemampuan dalam menghambat karsinogenesis, mutagenesis, dan generasi tumor (Birosova, 2005). (a) (b) Gambar 1. Struktur Kimia : (a) turunan asam benzoat (b) turunan asam sinamat (Mattila et al., 2002) Senyawa asam fenolat pada tumbuhan disintesis oleh tumbuhan melalui jalur Shikimate (Häkkinen, 2000). Jalur shikimate merupakan hasil dari biosintesis senyawa chorismate yang dapat berfungsi sebagai prekursor terbentuknya biosintesis senyawa aromatik asam amino triptofan, fenilalanin, dan tirosin. Jalur shikimate biasa terdapat pada tumbuhan dan mikroorganisme. Shikimate disintesis dari substrat fosfoenolpiruvat dan eritrosa 4-fosfat. Kedua prekursor ini merupakan hasil dari jalur glikolisis dan jalur fosfat pentosa dan mengalami kondensasi menjadi 3-deoxy-D-arabino-heptulosonate 7-phosphate (DAHP) oleh enzim DAHP synthase. Tahapan selanjutnya yaitu pembentukan 3-dehydroquinate oleh enzim 3-dehydroquinate synthase, 3-dehydroshikimate oleh enzim 3-dehydroquinate dehydratase, dan terakhir shikimate oleh enzim shikimate dehydrogenase. Shikimate kemudian dirubah menjadi shikimate 3- phosphate oleh enzim shikimate kinase, dan setelah itu menjadi 5-7

23 enolpyruvylshikimate 3-phosphate (EPSP) oleh enzim 5-enolpyruvylshikimate 3-phosphate synthase. EPSP kemudian dirubah menjadi chorismate oleh enzim chorismate synthase. Chorismate adalah cabang untuk membentuk asam amino aromatik, yaitu triptofan pada bagian yang satu, dan fenilalanin serta tirosin pada bagian yang lainnya. Jika diperhatikan secara seksama pada bagian akhir jalur shikimate, biosintesis fenilalanin dan tirosin terdapat pada Gambar 2 karena mereka merupakan prekursor kelas penting yaitu senyawa asam fenolat, fenilpropanoid, dan beberapa kelas senyawa asam fenolat lainnya. Pada proses ini membutuhkan perubahan chorismate menjadi prephenate yang dikatalisis oleh chorismate mutase dan arogenate yang dikatalisis oleh prephenat aminotransferase. Enzim arogenate dehydratase merubah arogenate menjadi fenilalanin, sedangkan enzim arogenate dehydrogenase menghasilkan tirosin. Jalur biosintesis shikimate (Shikimate Pathway) pada tumbuhan dapat dilihat pada Gambar 2. Pembentukan asam hidroksinamat (kafeat, ferulat, 5-hydroxyferrulic, dan asam sinapat) dari asam p-koumarat membutuhkan dua jenis reaksi yaitu hidroksilasi dan metilasi. Adanya pelekatan Gugus Hidroksil pada asam p- koumarat akan membentuk asam kafeat (Gambar 3), pembentukan ini dikatalisis oleh monophenol mono-oxygenases, grup enzim tanaman yang sudah sangat terkenal (Macheix et al., 1990). Metilasi pada asam kafeat akan membentuk asam ferulat, yang bersamaan dengan asam p-koumarat, merupakan prekursor lignin (Gambar 3). Metilasi ini dikatalisis oleh omethyltransferase (Macheix et al., 1990). Asam kafeat merupakan substrat untuk 5-hydroxyferrulic acid, yang akan menghasilkan asam sinapat sebagai hasil dari o-metilasi. Pembentukan turunan asam hidroksinamat membutuhkan pembentukan hydroxycinnamte-coas, contoh p-coumaroyl-coa dikatalisis oleh hydroxycinnamoyl-coa ligase atau oleh oglycosyl transferase. hydroxycinnamate-coas masuk kedalam berbagai macam reaksi phenylpropanoid. (Gambar 3), seperti kondensasi dengan malonyl-coa membentuk flavonoid atau reduksi NADPH-dependent membentuk lignin. Selain itu hydroxycinnamate-coas dapat berkonjugasi dengan asam organik 8

24 (Strack, 1997). Di biosintesis turunan gula asam hidroksinamat, transfer glukosa dari uridine diphosphoglucose menjadi asam hidroksinamat dikatalisis oleh glucosyl transferase (Strack, 1997). Ket: Enzim yang terlibat dalam jalur shikimate yaitu: (a) DAHP synthase (E.C ), (b) 3-dehydroquinate synthase (E.C ), (c) 3-dehydroquinate dehydratase (E.C ), (d) shikimate dehydrogenase (E.C ), (e) shikimate kinase (E.C ), (f) 5-enolpyruvylshikimate 3-phosphate synthase (E.C ), (g) chorismate synthase (E.C ), (h) chorismate mutase (E.C ), (i) prephenate aminotransferase (E.C and E.C ), (j) arogenate dehydratase (E.C ), dan (k) arogenate dehydrogenase (E.C , E.C , E.C ). Gambar 2. Jalur shikimate (Vermerris dan Nicholson, 2006) 9

25 Banyak jalur untuk biosintesis asam hidroksibenzoat pada tanaman, jalur pembentukan ini tergantung dari jenis tanamannya. Asam hidroksibenzoat dapat dibentuk dari jalur shikimate (Gambar 3), terutama dari dehydroshikimic acid. Reaksi ini merupakan reaksi utama untuk pembentukan gallic acid (Haddock et al., 1982). Selain itu asam hidroksibenzoat juga dapat dibentuk melalui degradasi asam hidroksinamat, sama seperti proses β oksidasi pada asam lemak, senyawa antaranya yaitu cinnamoyl-coa esters (Macheix et al., 1990) (Gambar 3). Asam hidroksibenzoat dapat juga dibentuk melalui degradasi senyawa flavonoid (Strack, 1997). Penjelasan lebih detail mengenai proses pembentukan hidroksibenzoat, hidroksinamat, dan flavonoid melalui jalur shikimate dapat dilihat pada Gambar 3. Senyawa asam klorogenat merupakan senyawa ester dari gabungan senyawa asam kafeat dan senyawa quinic acids. Secara ringkas pembentukan asam klorogenat dapat dilihat pada Gambar 4. Asam hidroksibenzoat pada tumbuhan biasanya terdapat dalam bentuk terikat. Asam hidroksibenzoat merupakan komponen struktur kompleks seperti lignin dan tannin yang dapat dihidrolisis (Shahidi et al., 1995). Asam hidroksibenzoat juga ditemukan dalam bentuk asam organik dan turunan gula (Schuster dan Herrmann, 1985). Secara umum kandungan asam hidroksibenzoat di dalam tumbuhan rendah kecuali blackberry, raspberry (Morsel dan Herrmann, 1974), black currant, red currant (Stohr dan Herrmann, 1975a), dan strawberry (Stohr dan Herrmann, 1975b). Senyawa hidroksibenzoat banyak terdapat pada sayuran seperti bawang (Schmidtlein dan Herrmann, 1975a) dan horseradish (Schmidtlein dan Herrmann, 1975b), dengan komponen asam hidroksibenzoat yang dominan yaitu senyawa protocatechuic, p-hydroxybenzoic, dan gallic acid. Asam hidroksinamat banyak terdapat di dalam bahan pangan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Asam hidroksinamat biasanya terdapat dalam bentuk terikat dan jarang ditemukan dalam bentuk bebasnya. Proses pengolahan buah dan sayuran dengan (Azar et al., 1987), sterilisasi (Rivas dan Luh, 1968) dan fermentasi dalam pembuatan anggur (Singleton, 1980) berkontribusi dalam pembentukan asam hidroksinamat bebas di dalam produk. 10

26 Keterangan: : Reaksi yang dikatalisis oleh satu jenis enzim CA4H CHS 4CL PAL : Reaksi yang dikatalisis oleh lebih dari satu jenis enzim : cinnamic acid 4-hydroxylase : chalcone synthase : 4-coumarate: coenzyme a ligase : phenylalanine ammonialyase Gambar 3. Biosintesis hidroksibenzoat, hidroksinamat, dan flavonoid (Häkkinen, 2000) 11

27 Gambar 4. Biosintesis asam klorogenat (Cadenas dan Packer, 2002) Senyawa asam kafeat merupakan asam hidroksinamat yang banyak ditemukan pada buah-buahan. Asam kafeat banyak ditemukan pada plums, apel, apricots, blueberries, dan tomat dengan kandungan asam kafeat lebih dari 75 %. Senyawa asam p-koumarat merupakan senyawa asam hidroksinamat yang banyak terdapat pada buah sitrus dan nanas (Macheix et al., 1989). Mattila dan HellstrÖm (2007) menambahkan bahwa senyawa asam hidroksinamat yang banyak ditemukan yaitu kafeat, p-koumarat, dan asam ferulat, biasanya terdapat di bahan pangan dalam bentuk ester sederhana dengan quinic acid atau glukosa. Bentuk terikat dari senyawa asam hidroksinamat ditemukan dalam bentuk ester asam hidroksinamat yaitu quinic, 12

28 shikimic, tartaric acids, dan senyawa turunan gulanya. Mattila dan HellstrÖm (2007) menambahkan bahwa asam hidroksinamat yang terkenal dalam bentuk terikat yaitu asam klorogenat yang merupakan gabungan dari asam kafeat dan quinic acids. Sedangkan menurut hasil penelitian (Sakakibara et al., 2003) senyawa asam fenolat yang banyak terdapat pada sayuran yaitu asam ferulat, asam kafeat, dan asam klorogenat. C. IDENTIFIKASI SENYAWA ASAM FENOLAT Analisis kimia dengan metode kromatografi didasarkan pada pemisahan komponen yang terpartisi diantara dua fase dalam suatu kesetimbangan dinamis dan mengalir. Proses ini dilakukan dengan menggerakkan suatu fase secara mekanis (fase gerak), relatif terhadap fase lainnya. Secara teori pemisahan kromatografi yang paling baik akan diperoleh jika fase diam mempunyai luas permukaan sebesar-besarnya, sehingga memastikan kesetimbangan yang baik antar fase. Persyaratan kedua agar pemisahan baik adalah fase gerak harus bergerak dengan cepat sehingga difusi sekecil-kecilnya. Untuk memperoleh permukaan fase diam yang luas, pada sebagian besar sistem kromatografi digunakan penjerap atau penyangga berupa serbuk halus. Untuk memaksa fase gerak bergerak lebih cepat melalui fase diam yang terbagi pada serbuk halus harus digunakan tekanan tinggi. Dengan dipenuhinya kedua persayaratan tersebut, diperoleh teknik kromatografi cair yang paling kuat yakni HPLC (High Performance Liquid Chromatography). Jadi pada HPLC fase gerak dialirkan dengan cepat dan hasilnya dideteksi dengan instrumen. Komponen utama dari sistem HPLC adalah pompa (tekanan tetap dan volume tetap), penginjeksi, kolom (ekternal dan internal), detektor, dan rekorder atau sistem data yang terintegrasi (Rounds dan Gregor, 2003). Parameter-parameter yang akan mempengaruhi sistem kerja pada HPLC antara lain diameter dari kolom HPLC, ukuran partikel, ukuran lubang pada fase diam, dan tekanan pompa. Terdapat lima tipe HPLC yaitu normal phase chromatography, reversed phase chromatography, ion-exchange chromatography, size-exclusion 13

29 chromatography, dan affinity chromatography (Rounds dan Gregor, 2003). Pada penelitian ini, tipe HPLC yang digunakan adalah reversed phase chromatography (RP-HPLC). Fase diam dari HPLC jenis ini adalah senyawa nonpolar, sedangkan fase geraknya polar. Karena hal tersebutlah maka komponen yang akan keluar dahulu adalah komponen yang polar dibandingkan yang nonpolar. Lebih dari 70% teknik pemisahan dengan metode HPLC menggunakan tipe reversed phase. Beberapa contoh teknik pemisahan yang menggunakan metode RP-HPLC adalah analisis protein dari tanaman, protein dari biji-bijian, analisis vitamin larut air dan larut lemak, pemisahan karbohidrat, dan penentuan unsur-unsur pokok dari minuman ringan. reversed phase HPLC dengan metode deteksi yang sangat bervariasi, digunakan untuk menganalisis lemak (Rounds dan Gregor, 2003). Antioksidan, seperti butylated hydroxylanisole (BHA) dan butylated hydroxytoluene (BHT), dapat diekstrak dari bahan pangan kering dan dianalisis dengan menggunakan detektor UV dan fluoresens secara bersamaan. Bahan pangan basah, pigmen (seperti klorofil, karotenoid, dan antosianin), dan komponen Asam Fenolat (seperti vanili) dapat pula dianalisis dengan menggunakan metode RP-HPLC (Rounds dan Gregor, 2003). Kolom reversed phase chromatography lebih sulit untuk rusak dibandingkan dengan kolom silika normal. Hal ini dikarenakan kolom RP- HPLC terdiri atas alkil turunan silika dan tidak pernah digunakan dengan larutan basa (karena larutan basa akan menghancurkan ikatan silika). Kolom RP-HPLC dapat digunakan dengan larutan asam tetapi tidak boleh kontak terlalu lama karena asam dapat menimbulkan korosi pada logam yang ada dalam peralatan HPLC. Kandungan logam pada kolom HPLC harus dijaga agar tetap rendah supaya dapat memberikan hasil terbaik pada pemisahan komponen. Salah satu cara untuk mengetahui kandungan logam di dalam kolom HPLC adalah dengan menginjeksikan campuran dari 2,2 - dan 4,4 - bipiridin. Bila terdapat ion logam di permukaan silika, maka senyawa 2,2 - bipiridin akan mengkelat logam tersebut dan peak dari senyawa yang akan 14

30 diidentifikasi menjadi tidak teratur sehingga dapat memberikan hasil yang tidak sesuai. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mendeteksi komponen fenolik dalam bahan pangan dengan metode HPLC. Komponen fenolik merupakan senyawa aromatik, oleh karena itu, senyawa tersebut akan memberikan penyerapan yang baik pada panjang gelombang sinar UV. Asam fenolat merupakan bagian dari senyawa fenolik. Panjang gelombang yang digunakan untuk menentukan komponen asam fenolat yaitu 290 nm untuk asam kafeat, asam ferulat, dan asam klorogenat. (Singh et al., 2008). Fase gerak yang digunakan dalam identifikasi senyawa asam fenolat dengan HPLC adalah metanol-0.4% asam asetat (80:20, v/v) (Singh et al., 2008). Pemisahan senyawa asam fenolat dilakukan menggunakan kolom RP C- 18 (4.6 x 150 mm, 5µm) dengan kolom guard C-18. Fase gerak yang digunakan yaitu metanol-0.4% asam asetat (80:20, v/v), laju alir 1 ml/menit, panjang gelombang 290 nm, dan kondisi isokratik (Singh et al., 2008). Keuntungan utama dari HPLC adalah kemampuannya untuk menangkap komponen dengan stabilitas panas yang terbatas ataupun yang bersifat volatil. HPLC merupakan metode yang sangat sensitif, tepat, selektif, dan memiliki tingkat otomatisasi yang tinggi, sehingga lebih sederhana dalam pengoperasiannya. Di samping itu, HPLC banyak digunakan untuk analisis karena kemudahan injeksi, deteksi, dan pengolahan data serta dapat digunakan untuk berbagai macam sampel seperti sampel cairan, padatan yang dilarutkan, maupun sampel yang labil terhadap pemanasan. Modern HPLC telah banyak diaplikasikan seperti pemisahan, identifikasi, pemurnian, dan penghitungan komponen yang bervariasi. 15

31 III. BAHAN DAN METODE A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan-bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah bahan untuk membuat larutan standar asam fenolat, bahan untuk membuat ekstrak sayuran indigenous, dan bahan untuk analisis kimia. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan larutan standar adalah standar asam kafeat (Sigma-Aldrich), standar asam ferulat (Sigma-Aldrich), dan standar asam klorogenat (Sigma-Aldrich), water for chromatography (MERCK), dan methanol HPLC grade (MERCK). Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan ekstrak sayuran adalah dua puluh empat jenis sayuran indigenous Indonesia yang berasal dari provinsi Jawa Barat yaitu kenikir, kecombrang, kemangi, katuk, pohpohan, ginseng, takokak, lembayung, terubuk, labu siam, pepaya, mete, pakis, beluntas, mangkokan putih, mangkokan, kendondong cina, antanan, antanan beurit, krokot, turi, kelor dan mengkudu. Bagian yang digunakan dalam penelitian ini bisa berupa daun, batang, dan seluruh bagian tanaman, methanol (MERCK), BHA (Sigma-Aldrich), asam asetat (MERCK), dan aquadest. Kedua puluh empat jenis sayuran tersebut telah berhasil diidentifikasi oleh pihak Herbarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor dengan Kepala Bidang Botani LIPI adalah Dr. Eko Baroto Walujo, APU. Tabel 3 menunjukkan secara lengkap kedua puluh empat jenis sayuran indigenous Indonesia yang berasal dari provinsi Jawa Barat, bagian yang digunakan dalam penelitian, serta daerah tempat asal sayuran indigenous tersebut diperoleh. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis kimia adalah methanol (MERCK), asam asetat (MERCK), alufo, water for chromatography (MERCK), folin ciocalteu (MERCK), Na 2 CO 3 (MERCK), aquadest, standar asam galat (Sigma-Aldrich), dan etanol (MERCK). 16

32 Tabel 3. Dua Puluh Empat Jenis Sayuran Indigenous Indonesia Spesies Nama Indonesia Bagian yang digunakan Sumber Morinda citrifolia L. Mengkudu Daun Muda Nothopanax scutellarius (Burm.f.) Merr. Mangkokan Daun Muda Kebun Petani Dramaga Kebun Petani Dramaga Sechium edule (Jacq.) Swartz. Labu Siam Daun Muda Pasar Bogor Vigna unguiculata (L.) Walp. Lembayung Daun Muda Pasar Bogor Sauropus androgynus (L.) Merr. Katuk Daun Muda Pasar Bogor Ocimum americanum L. Kemangi Daun Muda Pasar Bogor Arcypteris irregularis (C.Presl) Ching Pakis Daun Muda Pasar Bogor Pilea melastomoides Pohpohan Daun Muda Pasar Bogor Carica papaya L. Pepaya Bunga Pasar Bogor Nothopanax scutellarium (Burm.f.) Fosb. Mangkokan Putih Daun Muda Kebun Petani Dramaga Cosmos caudatus H.B.K. Kenikir Daun Muda Pasar Bogor Moringa pterygosperma Gaertn. Kelor Daun Muda Kebun Petani Dramaga Allium schoenoprasum L. Kucai Seluruh Bagian Pasar Bogor Anacardium occidentale L. Jambu Mete Daun Muda Pasar Bogor Solanum torvum Swartz. Takokak Buah Pasar Bogor Centelia asiatica (L.) Urb. Antanan Seluruh Bagian Portulaca oleracea L. Krokot Daun dan Batang Hydrocotyle sibthorpioides Lmk. Antanan Beurit Seluruh Bagian Kebun Petani Dramaga Kebun Petani Dramaga Kebun Petani Dramaga Talinum triangulare (Jacq.) Willd. Ginseng Daun Muda Pasar Bogor Etlingera elatior (Jack) R.M.Sm. kecombrang Bunga Pasar Bogor Pluchea indica (L.) Less. Beluntas Daun Muda Sesbania grandiflora (L.) Pers. Turi Bunga Kebun Petani Dramaga Kebun Petani Dramaga Saccharum edule Hassk Terubuk Bunga Pasar Bogor Polyscias pinnata Kedondong cina Daun Muda Kebun Petani Dramaga 17

33 2. Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat untuk membuat larutan standar, ekstrak sayuran, dan analisis. Pada pembuatan larutan standar alat-alat yang digunakan adalah labu takar, gelas ukur, pipet mohr, pipet tetes, neraca analitik, dan spatula. Alat-alat yang digunakan untuk membuat ekstrak sayuran adalah freezer, blender, freeze dryer, Buchi Rotavapor, neraca analitik, blender kering, labu takar, gelas piala, gelas ukur, pipet mohr, pipet tetes, spatula, baskom, botol gelap, ultrasonic Branson 3510,VELP Scientific vortex, IEC Centra-8 centrifuge, dan pisau. Pada proses analisis, alat-alat yang digunakan adalah High Performance Liquid Chromatography (HPLC) UV Vis Hewlet Packard Agilent 1100 series. Kolom HPLC RP C-18 (4.6 x 150 mm, 5µm), alat injektor sampel HPLC, filter syringe 0.45µm (PTFE), vial, oven, neraca analitik, desikator, VELP Scientific vortex, labu takar, gelas piala, tabung reaksi, spatula, gegep, ultrasonic Branson 3510, Shimadzu UV-2450 UV Vis spectrophotometer, IEC Centra-8 centrifuge, dan cawan alumunium. B. METODE Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu persiapan sampel, pembuatan kurva standar dan Limit of Detection (LOD), analisis asam fenolat dengan HPLC, serta analisis statistik. Analisis asam fenolat dengan HPLC dilakukan secara dua ulangan duplo. 1. Persiapan Sampel Mula-mula sampel dicuci sampai bersih, kemudian ditiriskan. Selanjutnya sayuran dibekukan dalam freezer selama satu malam untuk memudahkan proses pengeringan vakum. Waktu pengeringan dengan freeze dryer dapat berlangsung selama satu sampai dua hari tergantung dari banyaknya sampel. Setelah sampel kering, dilakukan penghancuran menggunakan blender kering sampai dihasilkan sampel kering bubuk yang lolos ayakan 32 mesh. Sampel tersebut kemudian dikemas dalam plastik ber-seal dan disimpan dalam freezer. Sampel siap untuk digunakan dalam 18

34 ekstraksi. Tahap persiapan sampel dapat dilihat pada Gambar 5. Selanjutnya dilakukan analisis kadar air dan total fenol pada sampel. Analisis kadar air dilakukan secara satu ulangan duplo sedangkan analisis total fenol dilakukan secara dua ulangan duplo. Analisis Kadar Air menggunakan metode yang dikembangkan oleh AOAC (1984). Penetapan kadar air merupakan cara untuk mengukur banyaknya air yang terdapat di dalam suatu bahan pangan. Analisis kadar air dilakukan pada sampel sayuran segar (awal) dan pada sampel sayuran setelah freeze drying. Penentuan kadar air ini dilakukan dengan metode pengeringan dengan oven biasa. Prinsip dari metode ini adalah air dikeluarkan dari sampel dengan cara menguapkan air yang terdapat dalam bahan pangan. Persiapan yang perlu dilakukan adalah cawan alumunium yang akan digunakan terlebih dahulu dikeringkan dalam oven pada suhu 100 o C selama 15 menit kemudian didinginkan dalam desikator Selama 10 menit. Selanjutnya cawan ditimbang dengan menggunakan neraca analitik. Sampel ditimbang sebanyak kurang lebih 5 gram kemudian dikeringkan dalam oven selama kurang lebih 6 jam. Setelah itu didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Sampel kembali dikeringkan dalam oven selama 30 menit lalu ditimbang kembali. Perlakuan terakhir ini diulangi terus hingga diperoleh berat kering yang relatif konstan (berat dianggap konstan jika selisih berat sampel kering yang ditimbang 0,0003 gram). Kadar air (%) = W - (W1-W2) x 100% W W = bobot contoh sebelum dikeringkan (g) W1 = bobot (contoh + cawan) sesudah dikeringkan (g) W2 = bobot cawan kosong (g) Analisis Total Fenol menggunkan metode yang dikembangkan oleh Shetty et al. (1995) yang dikutip oleh Ishartani (2004). Penentuan total fenol bertujuan untuk mengetahui kandungan senyawa fenol pada sampel. Sampel kering beku bubuk mula-mula diambil sebanyak 50.0 mg dan dilarutkan 19

35 dalam 2.5 ml etanol 95%, kemudian divorteks. Setelah itu dilakukan sentrifuse terhadap campuran tersebut selama 5 menit dengan kecepatan putaran 358 g. Supernatan diambil sebanyak 0,5 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 0.50 ml etanol 95%, 2.5 ml aquadest, dan 2.5 ml reagen folin ciocalteu 50%. Campuran tersebut didiamkan dahulu selama 5 menit, lalu ditambahkan 0.5 ml Na 2 CO 3 5% dan divorteks. Setelah itu, sampel disimpan dalam ruang gelap selama satu jam, lalu dilakukan pengukuran dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 725 nm. Prosedur penentuan total fenol dapat dilihat secara ringkas pada Gambar 6. Standar yang digunakan dalam penentuan total fenol adalah asam galat yang dibeli dari Sigma-Aldrich. Standar asam galat dibuat dengan variasi konsentrasi antara mg/l. 2. Pembuatan Kurva Standar dan Limit of Detection (LOD) a. Pembuatan larutan Standar (Mattila dan kumpulainen, 2002) Sebanyak 24 mg standar yang tersedia dilarutkan dalam 12 ml methanol 62.5%, sehingga diperoleh standar stock dengan konsentrasi 2000 µg/ml. selanjutnya diambil ml dari standar stock dimasukan ke dalam labu takar 10 ml, kemudian ditambahkan methanol 62.5% hingga volume mencapai 10 ml, sehingga konsentrasi yang diperoleh adalah 625 µg/ml. Setelah itu dibuat larutan standar campuran dengan cara mencampur ketiga standar yang ada. Volume untuk larutan standar yang dicampur sama besar yaitu 1:1 (v/v). Larutan standar campuran yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas lima konsentrasi, yaitu 125, 250, 375, 500, dan 625 µg/ml. Pembuatan larutan standar campuran dengan konsentrasi 125, 250, 375, 500, dan 625 µg/ml dilakukan dengan melakukan pengenceran dari larutan standar campuran yang memiliki konsentrasi 625 µg/ml. Proses pembuatan larutan standar yang dibutuhkan pada penelitian ini dapat dilihat secara ringkas pada Gambar

36 b. Injeksi larutan standar ke kolom HPLC (Singh et al., 2008). Larutan standar campuran dengan berbagai konsentrasi tersebut diinjeksikan ke dalam kolom RP C-18 (4.6 x 150 mm, 5µm) dengan kolom guard C-18. Fase gerak yang digunakan yaitu metanol-0.4% asam asetat (80:20, v/v), laju alir 1 ml/menit, volume yang diinjeksikan 20 µl, panjang gelombang 290 nm, dan kondisi isokratik. c. Pembuatan kurva standar Hasil dari kromatogram standar campuran pada berbagai konsentrasi (125, 250, 375, 500, dan 625 µg/ml ) kemudian dimasukkan ke dalam satu grafik. Dari data masing-masing, dibuat persamaan garis untuk masing-masing standar yang akan digunakan pada perhitungan Limit of Detection (LOD) masing-masing standar. Persamaan garis tersebut juga digunakan pada perhitungan komponen asam fenolat yang terdapat di sampel. d. Perhitungan limit deteksi (Rounds dan Nielsen, 2000) Limit of Detection (LOD) atau limit deteksi diperoleh dengan cara menginjeksikan standar campuran sebanyak sepuluh kali. Konsentrasi yang digunakan untuk menentukan LOD adalah konsentrasi yang terendah yaitu 125 µg/ml. Setelah diperoleh kesepuluh area tersebut, dimasukkan kedalam persamaan kurva standar masing-masing, sehingga diperoleh konsentrasi dan standar deviasinya. Besarnya LOD adalah tiga kali dari nilai standar deviasi. 3. Analisis Asam Fenolat pada Sayuran a. Ekstraksi Senyawa Asam Fenolat dari Sayuran Indigenous (Mattila dan Kumpulainen, 2002) dengan modifikasi Ekstraksi senyawa asam fenolat dari sayuran indigenous Indonesia melalui tiga tahap yaitu tahap pertama pengekstrakan dengan methanol 62.5%, tahap kedua hidrolisis basa, dan tahap ketiga hidrolisis asam. Tahap pertama yaitu pelarutan sebanyak 0.5 gram sampel kering beku ke dalam 7 ml methanol 62,5% yang mengandung 10% asam asetat (85:15;v/v) dan 2 g/l BHA sebagai antioksidan. Kemudian divortex agar campuran homogen. Selanjutnya sampel tersebut di ultrasonik selama 30 21

37 menit. Kemudian volume sampel dibuat menjadi 10 ml dengan cara menambahkan air destilata (aquadest) ke dalamnya. Setelah itu diambil 1 ml sampel, kemudian disaring dengan penyaring berdiameter 0.45µm filter syringe (PTFE) maka didapatkan asam fenolat yang larut (soluble phenolic acid) dan sampel tersebut siap untuk diinjeksikan ke dalam kolom HPLC. Tahap kedua adalah hidrolisis basa, 9 ml sampel sisa pengekstrakan tahap pertama dilanjutkan dengan proses hidrolisis basa. Hasil ekstrak sampel dari hidrolisis basa merupakan insoluble phenolic acid. Selanjutnya hasil ekstrak tersebut diinjeksikan ke kolom HPLC. Tahap ketiga ialah hidrolisis asam, tahapan ini melanjutkan tahap kedua yaitu melakukan proses hidrolisis asam pada lapisan aqueous hasil pengekstrakan dengan tahap kedua. Hasil pengekstrakan tahap ketiga ini merupakan insoluble phenolic acid yang tahan proses hidrolisis basa. Setelah itu hasil pengekstrakan diinjeksikan ke kolom HPLC. Hidrolisis basa dan asam dilakukan karena asam fenolat berada dalam bentuk terikat, dengan demikian fungsi dari hidrolisis basa dan asam di sini untuk membebaskan asam fenolat tersebut dari berbagai senyawa lainnya yang ada di tanaman. Setelah dapat maka sampel siap untuk diinjeksikan ke kolom HPLC. Pada proses awal pengujian ekstrak sampel sayuran melalui ketiga tahapan ekstraksi menunjukkan bahwa senyawa asam fenolat yang diinginkan (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) terdapat pada ekstrak sampel yang menggunakan tahapan ekstraksi tahap pertama tanpa dilanjutkan ke tahap kedua dan ketiga. Oleh karena itu proses penelitian selanjutnya hanya menggunakan tahapan ekstraksi tahap pertama saja. Prosedur ekstraksi asam fenolat dari sayuran indigenous dapat dilihat pada Gambar 7. Adapun prosedur hidrolisis basa dan hidrolisis asam dapat dilihat pada Gambar 8 dan 9.. b. Injeksi ekstrak sampel ke kolom HPLC (Singh et al., 2008). Ekstrak sampel yang telah disaring dengan syringe filter 0.45 µm, diinjeksikan ke dalam kolom RP C-18 (4.6 x 150 mm, 5µm) dengan kolom guard C-18. Fase gerak yang digunakan yaitu metanol-0.4% asam 22

38 asetat (80:20, v/v), laju alir 1 ml/menit, volume yang diinjeksikan 20 µl, panjang gelombang 290 nm, dan kondisi isokratik. c. Pembuatan Ko-kromatogram Pembuatan ko-kromatogram dilakukan dengan cara menginjeksikan ektrak sampel yang telah ditambahkan standar campuran. Volume pencampuran yang digunakan yaitu 1:1 (v/v). Konsentrasi standar campuran yang digunakan adalah konsentrasi tertinggi yaitu 625 µg/ml. Pembuatan ko-kromatogram ini bertujuan memvalidasi keberadaan senyawa asam fenolat yang diinginkan (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada sampel. Standar campuran yang digunakan untuk membuat ko-kromatogram berfungsi sebagai eksternal standar. d. Identifikasi asam fenolat pada sampel Hasil dari kromatogram sampel kemudian dibandingkan dengan kromatogram standar campuran. Penentuan komponen yang terdapat pada sampel dilihat berdasarkan waktu retensi masing-masing standar. Dari area yang diperoleh, dihitung konsentrasinya dengan menggunakan persamaan garis dari kurva standar campuran yang sudah diperoleh. Selain itu dilakukan pula perhitungan dengan menggunakan eksternal standar, yaitu dengan membandingkan luas area komponen pada sampel dengan luas area pada standar campuran. Standar campuran yang digunakan sebagai eksternal standar adalah standar campuran dengan konsentrasi yang tertinggi (625 µg/ml). 4. Analisis Statistik Analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari uji Tukey, uji T, dan Principal Component Analysis (PCA). Uji Tukey digunakan pada taraf 5% untuk melihat apakah perlakuan yang diberikan pada sampel berpengaruh nyata atau tidak. Uji T digunakan untuk membandingkan perhitungan kandungan asam fenolat antara kurva standar campuran dan eksternal standar campuran pada sampel pada taraf 1%. PCA (Principal Component Analysis) merupakan metode statistik yang dapat mengidentifikasi suatu keragaman dinamakan principal component analysis 23

39 yang dapat menjelaskan jumlah keragaman dari yang terbesar hingga yang jumlah keragaman terkecil yang tersembunyi. Analisis ini dapat menjelaskan 75 % - 90 % dari total keragaman dalam data yang mempunyai 25 sampai 30 variabel hanya dengan dua sampai tiga principal component (Meilgaard et al., 1999). Sampel Pencucian Penirisan Pembekuan selama 24 jam Freeze drying selama 48 jam Sampel kering beku Penghancuran dengan blender kering Sampel kering beku (bubuk) Penyimpanan dalam freezer Gambar 5. Persiapan sampel 24

40 2.5 ml etanol 95% 50.0 miligram sampel kering beku (bubuk) Pelarutan Pemusingan selama 5 menit dengan kecepatan 358 g supernatan endapan 0.5 ml supernatan 0.5 ml etanol 95% 2.5 ml aquadest 2.5 ml Folin Ciocalteau 50% 0.5 ml Na 2 CO 3 5% Pencampuran Pendiaman selama 5 menit Pencampuran Penyimpanan dalam ruang gelap selama 1 jam Pembacaan absorbansi dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 725 nm Gambar 6. Prosedur analisis total fenol 25

41 0.5 g sampel kering beku 7 ml Campuran Metanol 62.5% (2 g/l BHA 10% Asam Asetat (85:15;v/v)) Gelas piala 100 ml Vortex Ultrasonik 30 menit Gelas piala 100 ml Aquadest (Pencampuran sampai volume 10 ml) Ambil 1 ml sampel (Tahap 1) Saring dengan saringan berdiameter 0.45µm syringe filter (PTFE) 9 ml sampel sisanya dilakukan Hidrolisis basa (Tahap 2) kemudian hidrolisis asam (Tahap 3) Insoluble Phenolic Acid Soluble Phenolic Acid Gambar 7. Metode ekstraksi asam fenolat dari sayuran indigenous 26

42 9 ml sampel 12 ml Air destilata (1% Asam Askorbat dan 0.415% EDTA) dan 5 ml NaOH 10 M Gelas piala 50 ml Disemprotkan nitrogen Ditutup, Stirer (magnetic stirer) selama 16 jam pada suhu ruangan (20 o C) Pengaturan ph menjadi ph 2 dengan HCl 6N Pengekstrakan 3x (15 ml campuran dietil eter dingin dan etil asetat (1:1;v/v)) Vortex 45 detik Sentrifuse 201 g selama 10 menit Terdapat 2 lapisan yaitu lapisan organic phase dan aqueous Pemipetan lapisan organic phase (supernatan) Lakukan hidrolisis asam pada lapisan aqueous Evaporasi dengan rotary vacuum Residu dilarutkan kembali sebanyak 3kali dalam 1.5 ml metanol/air (75:25;v/v), buat sampai volume 5 ml (labu takar) penyaringan dengan diameter 0.45µm Syringe Filter (PTFE) Insoluble Phenolic Acid Gambar 8. Metode hidrolisis basa 27

43 Lapisan aqueous 2.5 ml HCl pekat 12 N Gelas piala 50 ml Inkubasi dalam water bath suhu 85 o C selama 30 menit Pengekstrakan 3x (15 ml campuran dietil eter dingin dan etil asetat (1:1;v/v)) Vortex 45 detik Sentrifuse 201 g selama 10 menit Terdapat 2 lapisan yaitu lapisan organic phase dan aqueous Pemipetan lapisan organic phase (supernatan) residu (lapisan aqueous) Evaporasi dengan rotary vacuum Residu dilarutkan kembali sebanyak 3kali dalam 1.5 ml metanol/air (75:25;v/v), buat sampai volume 5 ml (Labu takar) penyaringan dengan diameter 0.45µm Syringe Filter (PTFE) Insoluble Phenolic Acid Gambar 9. Metode hidrolisis asam 28

44 24 mg standar asam fenolat 12 ml MeOH (aq) 62.5% Pelarutan Standar stock ml standar stock Labu takar 10 ml MeOH (aq) 62,5% Pencampuran (sampai volume 10 ml) Larutan standar asam fenolat Gambar 10. Metode pembuatan standar asam fenolat 29

45 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KURVA STANDAR ASAM FENOLAT DAN LIMIT DETEKSI 1. Standar Asam Fenolat Bentuk Tunggal Pembuatan standar asam fenolat dalam bentuk tunggal ditujukan untuk mengetahui waktu retensi dari masing-masing standar asam fenolat sehingga dapat diketahui benar kapan munculnya senyawa yang diidentifikasi. Konsentrasi yang digunakan dalam pembuatan standar tunggal ini yaitu 625 µg/ml untuk masing-masing standar asam fenolat. Hasil penginjeksian masing-masing standar asam fenolat yang digunakan dijelaskan sebagai berikut: a. Asam klorogenat Puncak senyawa asam klorogenat muncul pada kisaran menit ke-2.0 sampai menit ke-2.2. Gambar 11 menunjukkan kromatogram standar asam klorogenat pada konsentrasi 625 µg/ml dengan analisis HPLC. Gambar 11. Kromatogram standar asam klorogenat dengan analisis HPLC 30

46 b. Asam kafeat Puncak senyawa asam kafeat muncul pada kisaran menit ke-2.8 sampai ke-3.2. Gambar 12 menunjukkan kromatogram asam kafeat pada konsentrasi 625 µg/ml dengan analisis HPLC. Gambar 12. Kromatogram standar asam kafeat dengan analisis HPLC c. Asam ferulat Puncak senyawa asam ferulat muncul pada kisaran menit ke-6.7 sampai ke-7.3. Gambar 13 menunjukkan kromatogram asam ferulat pada konsentrasi 625 µg/ml dengan analisis HPLC. ] Gambar 13. Kromatogram standar asam ferulat dengan analisis HPLC 31

47 2. Limit Deteksi Perhitungan limit deteksi dilakukan dengan cara menginjeksikan standar campuran sebanyak sepuluh kali. Konsentrasi yang digunakan untuk menentukan LOD adalah konsentrasi yang terendah yaitu 125 µg/ml. Setelah diperoleh kesepuluh area tersebut, dimasukkan kedalam persamaan kurva standar masing-masing, sehingga diperoleh konsentrasi dan standar deviasinya. Besarnya LOD adalah tiga kali dari nilai standar deviasi (Rounds dan Nielsen, 2000). Berikut ini hasil perhitungan LOD untuk masing-masing standar asam fenolat. a. Asam klorogenat Nilai limit deteksi senyawa asam klorogenat yaitu 0.97 (µg/ml). untuk lebih jelas mengenai cara perhitungannya lihat Tabel 4. Tabel 4. Perhitungan LOD Asam klorogenat replication Area (µg/ml) Mean (X) Stdev % RSD LOD= 3x stdev 0.97 LOD= 0.97 b. Asam kafeat Nilai limit deteksi senyawa asam kafeat yaitu 0.83 (µg/ml). untuk lebih jelas mengenai cara perhitungannya lihat Tabel. 5 32

48 Tabel 5. Perhitungan LOD Asam kafeat replication Area (µg/ml) Mean (X) Stdev % RSD LOD= 3x stdev 0.83 LOD= 0.83 c. Asam ferulat Nilai limit deteksi senyawa asam ferulat yaitu 0.80 (µg/ml). untuk lebih jelas mengenai cara perhitungannya lihat Tabel 6. Tabel 6. Perhitungan LOD Asam ferulat replication Area (µg/ml) Mean (X) Stdev % RSD LOD= 3x stdev 0.80 LOD=

49 3. Standar Asam Fenolat Bentuk Campuran Pada sayuran terdapat berbagai macam jenis senyawa fenolik baik senyawa asam fenolat, flavonoid, maupun senyawa-senyawa fenolik dalam bentuk lainnya. Pembuatan standar asam fenolat dalam bentuk campuran dimaksudkan agar dapat mengetahui urutan keluar dan waktu retensi masing-masing standar asam fenolat ketika dicampur sebagaimana yang terjadi pada sampel sayuran yang dianalisis. Pembuatan standar campuran dilakukan dengan cara mencampur ketiga standar asam fenolat dengan perbandingan 1:1 pada tingkat konsentrasi yang sama yaitu pada konsentrasi 625 µg/ml. Adapun konsentrasi yang dibuat untuk standar campuran yaitu 125, 250, 375, 500, dan 625 µg/ml. Pembuatan variasi konsentrasi tersebut dengan cara mengencerkan standar asam fenolat dalam bentuk campuran pada konsentrasi 625 µg/ml. Data dari hasil penginjeksian standar campuran dibuat kurva standar campuran dan persamaan garis untuk masingmasing standar asam fenolat dalam bentuk campuran. Persamaan garis yang didapat dari kurva standar campuran akan digunakan untuk melakukan perhitungan senyawa asam fenolat yang terdapat pada sampel sayuran indigenous. Contoh kromatogram standar campuran yang menggunakan konsentrasi tertinggi 625 µg/ml dapat dilihat pada Gambar 14. Persamaan garis untuk asam klorogenat yaitu y = 42.34x , dengan nilai r 2 = LOD asam klorogenat = 0.97 (µg/ml) Kurva standar campuran asam klorogenat dapat dilihat pada Gambar 15. Persamaan garis asam kafeat yaitu y = 90.07x , dengan nilai r 2 = LOD asam kafeat = 0.83 (µg/ml). Kurva standar campuran asam kafeat dapat dilihat pada Gambar 16. Persamaan garis asam ferulat yaitu y = 88.66x , dengan nilai r 2 = LOD asam ferulat = 0.80 (µg/ml). Kurva standar campuran asam ferulat dapat dilihat pada Gambar 17. Data hasil penginjeksian standar asam fenolat dalam bentuk campuran dapat dilihat pada Tabel 7. 34

50 Tabel 7. Hasil penginjeksian standar asam fenolat dalam bentuk campuran No 1 Standar Asam Fenolat Asam klorogenat Rt/waktu retensi (menit ke-) Persamaan kurva standar campuran Limit deteksi (LOD) µg/ml y = 42.34x Asam kafeat y = 90.07x Asam ferulat y = 88.66x Gambar 14. Kromatogram standar campuran dengan analisis HPLC Konsentrasi (µg/ml) Area Gambar 15. Kurva standar asam klorogenat dalam bentuk campuran 35

51 Konsentrasi (µg/ml) Area Gambar 16. Kurva standar asam kafeat dalam bentuk campuran Konsentrasi (µg/ml) Area Gambar 17. Kurva standar asam ferulat dalam bentuk campuran B. TOTAL FENOL Total fenol merupakan perkiraan kasar jumlah senyawa fenolik yang terdapat dalam suatu bahan. Pengukuran total fenol yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan metode yang mereaksikan ekstrak bahan dengan senyawa folin. Senyawa folin dapat bereaksi dengan gugus kromofor pada fenolik dan dapat diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 725 nm. Pengukuran total fenol dilakukan dengan membandingkan fenol yang ada dalam bahan dengan kurva standar fenol yang dibuat dari asam galat. Selain asam galat kurva standar juga dapat mengunakan asam tanat. Pemilihan bahan yang akan dijadikan standar tergantung bentuk mayoritas fenol yang terdapat dalam bahan yang diuji. Pada sampel kali ini total fenol mayoritas berupa polimer asam galat. 36

52 Perhitungan total fenol pada sampel dilakukan dengan menggunakan persamaan garis dari kurva standar asam galat. Konsentrasi asam galat yang dibuat adalah 50,100, 150, 200, dan 250 mg/l. Persamaan garis total fenol yaitu y = x dengan nilai r 2 = Kurva standar asam galat dapat dilihat pada Lampiran 10. Perhitungan total fenol, pada sampel dilakukan berdasarkan berat basah dan berat kering sampel. Basis berat basah berarti kandungan fenol dihitung sebanyak berapa miligram dalam 100 gram sampel segar, sedangkan perhitungan berdasarkan basis kering berarti kandungan fenol dihitung sebanyak berapa miligram dalam 100 gram sampel kering. Dari hasil analisis total fenol dua puluh empat sampel, diketahui bahwa total fenol terbanyak berdasarkan berat kering terdapat pada daun jambu mete ( mg) dan terkecil pada mangkokan (227.7 mg). Nilai total fenol dari dua puluh empat sampel yang dianalisis dapat dilihat pada Tabel 8 dan untuk perhitungan total fenol pada sampel selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 11. Tabel 8. Total Fenol Sayuran Indigenous No Sampel Wet Basis Dry Basis [ ] (mg / 100 g sampel segar) [ ] (mg/ 100 g sampel kering) 1 Mengkudu Mangkokan Daun Labu Siam Daun Lembayung Daun Katuk Daun Kemangi Daun Pakis Daun Pohpohan Bunga Pepaya Mangkokan Putih Daun Kenikir Daun Kelor Daun Kucai Daun Jambu Mete Buah Takokak Antanan Krokot Antanan Beurit Daun Ginseng Bunga kecombrang Daun Beluntas Bunga Turi Terubuk Kedondong cina

53 C. ANALISIS ASAM FENOLAT PADA SAYURAN INDIGENOUS Hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap dua puluh empat jenis sayuran indigenous Indonesia mengenai kandungan asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat), didapatkan bahwa sebagian besar sayuran indigenous Indonesia mengandung asam fenolat terutama asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat. Hanya sebagian kecil yang tidak mengandung ketiga senyawa asam fenolat tersebut diantaranya yaitu mengkudu, daun jambu mete, daun beluntas, dan kedondong cina yang hanya mengandung klorogenat dan asam ferulat, sedangkan daun pakis dan antanan beurit hanya mengandung klorogenat dan asam kafeat, terakhir bunga turi hanya mengandung asam ferulat. Penentuan asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada sampel dengan cara melihat waktu retensi masing-masing senyawa asam fenolat pada kromatogram sampel kemudian dibandingkan dengan waktu retensi masing-masing senyawa asam fenolat pada kromatogram standar campuran. Perhitungan mengenai kandungan asam fenolat yang terdapat didalam sampel dilakukan dengan dua cara yaitu dengan menggunakan kurva standar campuran dan menggunakan eksternal standar campuran. Kedua perhitungan ini dilakukan untuk mengetahui perhitungan manakah yang lebih efektif dan lebih baik untuk menghitung kandungan senyawa asam fenolat yang terdapat didalam sampel. Hasil perhitungan dengan kedua cara perhitungan ini dapat dilihat pada Tabel 9 dan Tabel 10. Perhitungan asam fenolat pada sampel didasarkan pada wet basis dan dry basis. Dimana wet basis berarti kandungan asam fenolat dihitung sebanyak berapa milligram dalam 100 gram sampel segar dan dry basis berarti kandungan asam fenolat dihitung sebanyak berapa milligram dalam 100 gram sampel kering. Perbandingan perhitungan dengan menggunakan kurva standar campuran dan eksternal standar campuran dapat dilihat pada Tabel

54 Tabel 9. Perhitungan Kandungan Asam Fenolat dengan Kurva Standar Campuran Wet Basis Dry Basis No Sampel [ ] (mg/ 100 g sampel segar) [ ] (mg/ 100 g sampel kering) Asam klorogenat Asam kafeat Asam ferulat Total Asam Fenolat Asam klorogenat Asam kafeat Asam ferulat Total Asam Fenolat 1 Mengkudu Mangkokan Daun Labu Siam Daun Lembayung Daun Katuk Daun Kemangi Daun Pakis Daun Pohpohan Bunga Pepaya Mangkokan Putih Daun Kenikir Daun Kelor Daun Kucai Daun Jambu Mete Buah Takokak Antanan Krokot Antanan Beurit Daun Ginseng Bunga kecombrang Daun Beluntas Bunga Turi Terubuk Kedondong cina = Tidak Terdeteksi 39

55 Tabel 10. Perhitungan Kandungan Asam Fenolat dengan Eksternal Standar Campuran Wet Basis Dry Basis No Sampel [ ] (mg/ 100 g sampel segar) [ ] (mg/ 100 g sampel kering) Asam klorogenat Asam kafeat Asam ferulat Total Asam Fenolat Asam klorogenat Asam kafeat Asam ferulat Total Asam Fenolat 1 Mengkudu Mangkokan Daun Labu Siam Daun Lembayung Daun Katuk Daun Kemangi Daun Pakis Daun Pohpohan Bunga Pepaya Mangkokan Putih Daun Kenikir Daun Kelor Daun Kucai Daun Jambu Mete Buah Takokak Antanan Krokot Antanan Beurit Daun Ginseng Bunga kecombrang Daun Beluntas Bunga Turi Terubuk Kedondong cina = Tidak Terdeteksi 40

56 Tabel 11. Perbandingan Perhitungan Kandungan Asam Fenolat antara Kurva Standar Campuran dan Eksternal Standar Campuran Wet Basis Dry Basis No Sampel Total Asam Fenolat (mg/100g sampel segar) (A-B) c) Total Asam Fenolat (mg/100g sampel kering) (A-B) c) A a) B b) І (A-B)І d) % e) A a) B b) І (A-B)І d) % e) 1 Mengkudu Mangkokan Daun Labu Siam Daun Lembayung Daun Katuk Daun Kemangi Daun Pakis Daun Pohpohan Bunga Pepaya Mangkokan Putih Daun Kenikir Daun Kelor Daun Kucai Daun Jambu Mete Buah Takokak Antanan Krokot Antanan Beurit Daun Ginseng Bunga kecombrang Daun Beluntas Bunga Turi Terubuk Kedondong cina Ket : a) A = hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan kurva standar campuran b) B = hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan eksternal standar campuran c) (A-B) = selisih hasil perhitungan dengan menggunakan kurva standar dan eksternal standar campuran d) І (A-B)І = nilai c) (harga mutlak ; diambil nilai yang positif) e) % = persentase nilai d) dibandingkan dengan nilai a) 41

57 1. Mengkudu Mengkudu memiliki kadar air sebesar 85.46%, mengandung total fenol sebanyak mg/100 gram sampel segar dan mg/100 gram sampel kering. Pada sampel mengkudu, peak senyawa asam klorogenat muncul pada menit ke-2.28 dan asam ferulat pada menit ke Sedangkan senyawa asam kafeat tidak terkandung di dalam sampel mengkudu. Hasil kromatogram ekstrak sampel mengkudu dengan analisis HPLC dapat dilihat pada Gambar 18. Untuk memastikan lebih jauh benar atau tidaknya waktu retensi senyawa asam fenolat yang dianalisis maka dilakukan injeksi sampel yang telah ditambahkan standar campuran, hasilnya dikenal dengan istilah ko-kromatogram. Hasil ko-kromatogram dengan analisis HPLC dapat dilihat pada Gambar 19. Gambar 19 menunjukkan bahwa peak yang terbentuk pada ko-kromatogram mengalami perubahan luas area. Hal ini terjadi karena adanya penambahan standar campuran kedalam sampel. Penentuan komponen yang diidentifikasi dalam ekstrak mengkudu dapat ditentukan dari peak yang terbentuk, urutan munculnya peak, waktu retensi, dan perubahan luas area yang terjadi pada ko-kromatogram. Perbandingan luasan area antara ekstrak mengkudu, standar campuran, dan ekstrak mengkudu dengan standar campuran dapat dilihat pada Tabel 12. Kandungan asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada sampel mengkudu berdasarkan perhitungan kurva standar campuran didapatkan nilai sebagai berikut: wet basis (per 100 gram sampel segar), asam klorogenat yaitu 2.30 mg dan asam ferulat yaitu 0.76 mg. Total asam fenolat untuk sampel mengkudu yaitu 3.06 mg. Dry basis (per 100 gram sampel kering), asam klorogenat yaitu mg dan asam ferulat yaitu 5.22 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel mengkudu yaitu mg. Kandungan asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada sampel mengkudu berdasarkan perhitungan eksternal standar campuran didapatkan nilai sebagai berikut: wet basis (per 100 gram sampel segar), asam klorogenat yaitu 2.56 mg dan asam ferulat yaitu 0.68 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel mengkudu yaitu 3.24 mg. 42

58 Gambar 18. Kromatogram ekstrak mengkudu dengan analisis HPLC Gambar 19. Ko-kromatogram ekstrak mengkudu dengan standar campuran Tabel 12. Perbandingan Luasan Area Kromatografi Ekstrak Mengkudu Komponen Asam Fenolat Area pada ekstrak mengkudu (mau) Area pada standar campuran (mau) Area pada ekstrak mengkudu dengan standar campuran (mau) Asam klorogenat Asam kafeat Asam ferulat

59 Dry basis (per 100 gram sampel kering), asam klorogenat yaitu mg dan asam ferulat yaitu 4.68 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel mengkudu yaitu mg. 2. Mangkokan Mangkokan memiliki kadar air sebesar 82.28%, mengandung total fenol sebanyak mg/100 gram sampel segar dan mg/100 gram sampel kering. Pada sampel mangkokan, peak senyawa asam klorogenat muncul pada menit ke-2.13, asam kafeat pada menit ke-2.85, dan asam ferulat pada menit ke Hasil kromatogram ekstrak sampel mangkokan dengan analisis HPLC dapat dilihat pada Gambar 20. Untuk memastikan lebih jauh benar atau tidaknya waktu retensi senyawa asam fenolat yang dianalisis maka dilakukan injeksi sampel yang telah ditambahkan standar campuran, hasilnya dikenal dengan istilah ko-kromatogram. Hasil kokromatogram dengan analisis HPLC dapat dilihat pada Gambar 21. Gambar 21 menunjukkan bahwa peak yang terbentuk pada ko-kromatogram mengalami perubahan luas area. Hal ini terjadi karena adanya penambahan standar campuran kedalam sampel. Penentuan komponen yang diidentifikasi dalam sampel mangkokan dapat ditentukan dari peak yang terbentuk, urutan munculnya peak, waktu retensi, dan perubahan luas area yang terjadi pada ko-kromatogram. Perbandingan luasan area antara ekstrak mangkokan, standar campuran, dan ekstrak mangkokan dengan standar campuran dapat dilihat pada Tabel 13. Kandungan asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada sampel mangkokan berdasarkan perhitungan kurva standar campuran didapatkan nilai sebagai berikut: wet basis (per 100 gram sampel segar), asam klorogenat yaitu 0.86 mg, asam kafeat yaitu 1.15 mg, dan asam ferulat yaitu 0.24 mg. Total asam fenolat untuk sampel mangkokan yaitu 2.25 mg. Dry basis (per 100 gram sampel kering), asam klorogenat yaitu 4.84 mg, asam kafeat yaitu 6.51 mg, dan asam ferulat yaitu 1.37 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel mangkokan yaitu mg. 44

60 Gambar 20. Kromatogram ekstrak mangkokan dengan analisis HPLC Gambar 21. Ko-kromatogram ekstrak mangkokan dengan standar campuran Tabel 13. Perbandingan Luasan Area Kromatografi Ekstrak Mangkokan Komponen Asam Fenolat Area pada ekstrak mangkokan (mau) Area pada standar campuran (mau) Area pada ekstrak mangkokan dengan standar campuran (mau) Asam klorogenat Asam kafeat Asam ferulat

61 Kandungan asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada sampel mangkokan berdasarkan perhitungan eksternal standar campuran didapatkan nilai sebagai berikut: wet basis (per 100 gram sampel segar), asam klorogenat yaitu 1.17 mg, asam kafeat yaitu 0.51 mg, dan asam ferulat yaitu 0.14 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel mangkokan yaitu 1.82 mg. Dry basis (per 100 gram sampel kering), asam klorogenat yaitu 6.58 mg, asam kafeat yaitu 2.90 mg, dan asam ferulat yaitu 0.79 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel mangkokan yaitu mg. Mangkokan memiliki kandungan total fenol paling rendah. 3. Daun Labu Siam Daun labu siam memiliki kadar air sebesar %, mengandung total fenol sebanyak mg/100 gram sampel segar dan mg/100 gram sampel kering. Pada sampel daun labu siam, peak senyawa asam klorogenat muncul pada menit ke- 2.25, asam kafeat pada menit ke- 3.07, dan asam ferulat pada menit ke Hasil kromatogram ekstrak sampel daun labu siam dengan analisis HPLC dapat dilihat pada Gambar 22. Untuk memastikan lebih jauh benar atau tidaknya waktu retensi senyawa asam fenolat yang dianalisis maka dilakukan injeksi sampel yang telah ditambahkan standar campuran, hasilnya dikenal dengan istilah kokromatogram. Hasil ko-kromatogram dengan analisis HPLC dapat dilihat pada Gambar 23. Gambar 23 menunjukkan bahwa peak yang terbentuk pada ko-kromatogram mengalami perubahan luas area. Hal ini terjadi karena adanya penambahan standar campuran kedalam sampel. Penentuan komponen yang diidentifikasi dalam sampel daun labu siam dapat ditentukan dari peak yang terbentuk, urutan munculnya peak, waktu retensi, dan perubahan luas area yang terjadi pada ko-kromatogram. Perbandingan luasan area antara ekstrak daun labu siam, standar campuran, dan ekstrak daun labu siam dengan standar campuran dapat dilihat pada Tabel 14. Kandungan asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada sampel daun labu siam berdasarkan perhitungan kurva standar campuran didapatkan nilai sebagai berikut: wet basis (per 100 gram sampel 46

62 Gambar 22. Kromatogram ekstrak daun labu siam dengan analisis HPLC Gambar 23. Ko-kromatogram ekstrak labu siam dengan standar campuran Tabel 14. Perbandingan Luasan Area Kromatografi Ekstrak Daun Labu Siam Komponen Asam Fenolat Area pada ekstrak daun labu siam (mau) Area pada standar campuran (mau) Area pada ekstrak daun labu siam dengan standar campuran (mau) Asam klorogenat Asam kafeat Asam ferulat

63 segar), asam klorogenat yaitu 5.80 mg, asam kafeat yaitu 0.55 mg, dan asam ferulat yaitu 0.12 mg. Total asam fenolat untuk sampel daun labu siam yaitu 6.47 mg. Dry basis (per 100 gram sampel kering), asam klorogenat yaitu mg, asam kafeat yaitu 4.12 mg, dan asam ferulat yaitu 0.93 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel daun labu siam yaitu mg. Kandungan asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada sampel daun labu siam berdasarkan perhitungan eksternal standar campuran didapatkan nilai sebagai berikut: wet basis (per 100 gram sampel segar), asam klorogenat yaitu 6.05 mg, asam kafeat yaitu 0.10 mg, dan asam ferulat yaitu 0.05 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel daun labu siam yaitu 6.20 mg. Dry basis (per 100 gram sampel kering), asam klorogenat yaitu mg, asam kafeat yaitu 0.77 mg, dan asam ferulat yaitu 0.40 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel daun labu siam yaitu 46.57mg. Daun labu siam memiliki kandungan senyawa asam kafeat dan asam ferulat terendah dibandingkan dengan sampel lainnya yaitu asam kafeat 4.12 mg/100 gram sampel kering dan asam ferulat 0.93 mg/100 gram sampel kering. Akan tetapi dalam penelitiannya Rahmat (2009) daun labu siam memiliki kandungan senyawa myricetin tertinggi dibandingkan dengan sampel yang lainnya yaitu mg/100 gram sampel kering. Oleh karena itu daun labu siam sangat baik sebagai sumber myricetin. 4. Daun Lembayung Daun Lembayung memiliki kadar air sebesar %, mengandung total fenol sebanyak mg/100 gram sampel segar dan mg/100 gram sampel kering. Pada sampel daun lembayung, peak senyawa asam klorogenat muncul pada menit ke- 2.13, asam kafeat pada menit ke- 2.77, dan asam ferulat pada menit ke Hasil kromatogram ekstrak sampel daun lembayung dengan analisis HPLC dapat dilihat pada Gambar 24. Untuk memastikan lebih jauh benar atau tidaknya waktu retensi senyawa 48

64 Gambar 24. Kromatogram ekstrak daun lembayung dengan analisis HPLC Gambar 25. Ko-kromatogram ekstrak daun lembayung dengan standar campuran Tabel 15. Perbandingan Luasan Area Kromatografi Ekstrak Daun Lembayung Komponen Asam Fenolat Area pada ekstrak daun lembayung (mau) Area pada standar campuran (mau) Area pada ekstrak daun lembayung dengan standar campuran (mau) Asam klorogenat Asam kafeat Asam ferulat

65 asam fenolat yang dianalisis maka dilakukan injeksi sampel yang telah ditambahkan standar campuran, hasilnya dikenal dengan istilah kokromatogram. Hasil ko-kromatogram dengan analisis HPLC dapat dilihat pada Gambar 25. Gambar 25 menunjukkan bahwa peak yang terbentuk pada ko-kromatogram mengalami perubahan luas area. Hal ini terjadi karena adanya penambahan standar campuran kedalam sampel. Penentuan komponen yang diidentifikasi dalam sampel daun kacang panjang dapat ditentukan dari peak yang terbentuk, urutan munculnya peak, waktu retensi, dan perubahan luas area yang terjadi pada ko-kromatogram. Perbandingan luasan area antara ekstrak daun lembayung, standar campuran, dan ekstrak daun lembayung dengan standar campuran dapat dilihat pada Tabel 15. Kandungan asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada sampel daun lembayung berdasarkan perhitungan kurva standar campuran didapatkan nilai sebagai berikut: wet basis (per 100 gram sampel segar), asam klorogenat yaitu 4.26 mg, asam kafeat yaitu 2.02 mg, dan asam ferulat yaitu 1.38 mg. Total asam fenolat untuk sampel daun lembayung yaitu 7.66 mg. Dry basis (per 100 gram sampel kering), asam klorogenat yaitu mg, asam kafeat yaitu mg, dan asam ferulat yaitu 8.80 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel daun lembayung yaitu mg. Kandungan asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada sampel daun lembayung berdasarkan perhitungan eksternal standar campuran didapatkan nilai sebagai berikut: wet basis (per 100 gram sampel segar), asam klorogenat yaitu 4.54 mg, asam kafeat yaitu 1.50 mg, dan asam ferulat yaitu 1.29 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel daun lembayung yaitu 7.34 mg. Dry basis (per 100 gram sampel kering), asam klorogenat yaitu mg, asam kafeat yaitu 9.60 mg, dan asam ferulat yaitu 8.28 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel daun lembayung yaitu mg. Kandungan senyawa asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada sampel daun lembayung tidak begitu tinggi. Daun lembayung lebih baik sebagai sumber apigenin karena kandungan senyawa 50

66 apigeninnya yang tinggi yaitu mg/100 gram sampel kering berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rahmat (2009). 5. Daun Katuk Daun katuk memiliki kadar air sebesar %, mengandung total fenol sebanyak mg/100 gram sampel segar dan mg/100 gram sampel kering. Pada sampel daun katuk, peak senyawa asam klorogenat muncul pada menit ke- 2.30, asam kafeat pada menit ke- 2.98, dan asam ferulat pada menit ke Hasil kromatogram ekstrak sampel daun katuk dengan analisis HPLC dapat dilihat pada Gambar 26. Untuk memastikan lebih jauh benar atau tidaknya waktu retensi senyawa asam fenolat yang dianalisis maka dilakukan injeksi sampel yang telah ditambahkan standar campuran, hasilnya dikenal dengan istilah ko-kromatogram. Hasil kokromatogram dengan analisis HPLC dapat dilihat pada Gambar 27. Gambar 27 menunjukkan bahwa peak yang terbentuk pada ko-kromatogram mengalami perubahan luas area. Hal ini terjadi karena adanya penambahan standar campuran kedalam sampel. Penentuan komponen yang diidentifikasi dalam sampel daun katuk dapat ditentukan dari peak yang terbentuk, urutan munculnya peak, waktu retensi, dan perubahan luas area yang terjadi pada ko-kromatogram. Perbandingan luasan area antara ekstrak daun katuk, standar campuran, dan ekstrak daun katuk dengan standar campuran dapat dilihat pada Tabel 16. Kandungan asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada sampel daun katuk berdasarkan perhitungan kurva standar campuran didapatkan nilai sebagai berikut: wet basis (per 100 gram sampel segar), asam klorogenat yaitu 3.38 mg, asam kafeat yaitu 1.13 mg, dan asam ferulat yaitu 1.10 mg. Total asam fenolat untuk sampel daun katuk yaitu 5.61 mg. Dry basis (per 100 gram sampel kering), asam klorogenat yaitu mg, asam kafeat yaitu 5.18 mg, dan asam ferulat yaitu 5.05 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel daun katuk yaitu mg. Kandungan asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada sampel daun katuk berdasarkan perhitungan eksternal standar 51

67 Gambar 26. Kromatogram ekstrak daun katuk dengan analisis HPLC Gambar 27. Ko-kromatogram ekstrak daun katuk dengan standar campuran Tabel 16. Perbandingan Luasan Area Kromatografi Ekstrak Daun Katuk Komponen Asam Fenolat Area pada ekstrak daun katuk (mau) Area pada standar campuran (mau) Area pada ekstrak daun katuk dengan standar campuran (mau) Asam klorogenat Asam kafeat Asam ferulat

68 campuran didapatkan nilai sebagai berikut: wet basis (per 100 gram sampel segar), asam klorogenat yaitu 3.76 mg, asam kafeat yaitu 0.38 mg, dan asam ferulat yaitu 0.98 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel daun katuk yaitu 5.12 mg. Dry basis (per 100 gram sampel kering), asam klorogenat yaitu mg, asam kafeat yaitu 1.74 mg, dan asam ferulat yaitu 4.51 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel daun katuk yaitu mg. Daun katuk memiliki kandungan senyawa asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat yang tidak begitu tinggi dibandingkan sampel yang lainnya. Akan tetapi daun katuk memiliki kandungan senyawa kaempferol yang tinggi dibandingkan sampel sayuran yang lainnya yaitu mg/100 gram sampel kering berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Batari (2007). Dengan demikian daun katuk lebih baik sebagai sumber senyawa kaempferol. 6. Daun Kemangi Daun kemangi memiliki kadar air sebesar %, mengandung total fenol sebanyak mg/100 gram sampel segar dan mg/100 gram sampel kering. Pada sampel daun kemangi, peak senyawa asam klorogenat muncul pada menit ke- 2.14, asam kafeat pada menit ke- 2.97, dan asam ferulat pada menit ke Hasil kromatogram ekstrak sampel daun kemangi dengan analisis HPLC dapat dilihat pada Gambar 28. Untuk memastikan lebih jauh benar atau tidaknya waktu retensi senyawa asam fenolat yang dianalisis maka dilakukan injeksi sampel yang telah ditambahkan standar campuran, hasilnya dikenal dengan istilah kokromatogram. Hasil ko-kromatogram dengan analisis HPLC dapat dilihat pada Gambar 29. Gambar 29 menunjukkan bahwa peak yang terbentuk pada ko-kromatogram mengalami perubahan luas area. Hal ini terjadi karena adanya penambahan standar campuran kedalam sampel. Penentuan komponen yang diidentifikasi dalam sampel daun kemangi dapat ditentukan dari peak yang terbentuk, urutan munculnya peak, waktu retensi, dan perubahan luas area yang terjadi pada ko-kromatogram. 53

69 Gambar 28. Kromatogram ekstrak daun kemangi dengan analisis HPLC Gambar 29. Ko-kromatogram ekstrak daun kemangi dengan standar campuran Tabel 17. Perbandingan Luasan Area Kromatografi Ekstrak Daun Kemangi Komponen Asam Fenolat Area pada ekstrak daun kemangi (mau) Area pada standar campuran (mau) Area pada ekstrak daun kemangi dengan standar campuran (mau) Asam klorogenat Asam kafeat Asam ferulat

70 Perbandingan luasan area antara ekstrak daun kemangi, standar campuran, dan ekstrak daun kemangi dengan standar campuran dapat dilihat pada Tabel 17. Kandungan asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada sampel daun kemangi berdasarkan perhitungan kurva standar campuran didapatkan nilai sebagai berikut: wet basis (per 100 gram sampel segar), asam klorogenat yaitu 0.32 mg, asam kafeat yaitu 2.03 mg, dan asam ferulat yaitu 0.16 mg. Total asam fenolat untuk sampel daun kemangi yaitu 2.51 mg. Dry basis (per 100 gram sampel kering), asam klorogenat yaitu 2.58 mg, asam kafeat yaitu mg, dan asam ferulat yaitu 1.28 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel daun kemangi yaitu mg. Kandungan asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada sampel daun kemangi berdasarkan perhitungan eksternal standar campuran didapatkan nilai sebagai berikut: wet basis (per 100 gram sampel segar), asam klorogenat yaitu 0.53 mg, asam kafeat yaitu 1.60 mg, dan asam ferulat yaitu 0.09 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel daun kemangi yaitu 2.23 mg. Dry basis (per 100 gram sampel kering), asam klorogenat yaitu 4.22 mg, asam kafeat yaitu mg, dan asam ferulat yaitu 0.72 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel daun kemangi yaitu mg. Selain mengandung semua asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) daun kemangi juga memiliki kandungan senyawa luteolin yang tinggi yaitu mg/100 gram sampel kering berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Batari (2007). 7. Daun Pakis Daun pakis memiliki kadar air sebesar %, mengandung total fenol sebanyak mg/100 gram sampel segar dan mg/100 gram sampel kering. Pada sampel daun pakis, peak senyawa asam klorogenat muncul pada menit ke dan asam kafeat pada menit ke Hasil kromatogram ekstrak sampel daun pakis dengan analisis HPLC dapat dilihat pada Gambar 30. Untuk memastikan lebih jauh benar atau tidaknya waktu 55

71 Gambar 30. Kromatogram ekstrak daun pakis dengan analisis HPLC Gambar 31. Ko-kromatogram ekstrak daun pakis dengan standar campuran Tabel 18. Perbandingan Luasan Area Kromatografi Ekstrak Daun Pakis Komponen Asam Fenolat Area pada ekstrak daun pakis (mau) Area pada standar campuran (mau) Area pada ekstrak daun pakis dengan standar campuran (mau) Asam klorogenat Asam kafeat Asam ferulat

72 retensi senyawa asam fenolat yang dianalisis maka dilakukan injeksi sampel yang telah ditambahkan standar campuran, hasilnya dikenal dengan istilah ko-kromatogram. Hasil ko-kromatogram dengan analisis HPLC dapat dilihat pada Gambar 31. Gambar 31 menunjukkan bahwa peak yang terbentuk pada ko-kromatogram mengalami perubahan luas area. Hal ini terjadi karena adanya penambahan standar campuran kedalam sampel. Penentuan komponen yang diidentifikasi dalam sampel daun pakis dapat ditentukan dari peak yang terbentuk, urutan munculnya peak, waktu retensi, dan perubahan luas area yang terjadi pada ko-kromatogram. Perbandingan luasan area antara ekstrak daun pakis, standar campuran, dan ekstrak daun pakis dengan standar campuran dapat dilihat pada Tabel 18. Kandungan asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada sampel daun pakis berdasarkan perhitungan kurva standar campuran didapatkan nilai sebagai berikut: wet basis (per 100 gram sampel segar), asam klorogenat yaitu 2.58 mg dan asam kafeat yaitu 0.47 mg. Total asam fenolat untuk sampel daun pakis yaitu 3.05 mg. Dry basis (per 100 gram sampel kering), asam klorogenat yaitu mg dan asam kafeat yaitu 4.35 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel daun pakis yaitu mg. Kandungan asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada sampel daun pakis berdasarkan perhitungan eksternal standar campuran didapatkan nilai sebagai berikut: wet basis (per 100 gram sampel segar), asam klorogenat yaitu 2.77 mg dan asam kafeat yaitu 0.11 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel daun pakis yaitu 2.88 mg. Dry basis (per 100 gram sampel kering), asam klorogenat yaitu mg dan asam kafeat yaitu 0.99 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel daun pakis yaitu mg. 8. Daun Pohpohan Daun pohpohan memiliki kadar air sebesar %, mengandung total fenol sebanyak mg/100 gram sampel segar dan mg/100 gram sampel kering. Pada sampel daun pohpohan, peak senyawa asam 57

73 klorogenat muncul pada menit ke- 2.26, asam kafeat pada menit ke- 2.95, dan asam ferulat pada menit ke Hasil kromatogram ekstrak sampel daun pohpohan dengan analisis HPLC dapat dilihat pada Gambar 32. Untuk memastikan lebih jauh benar atau tidaknya waktu retensi senyawa asam fenolat yang dianalisis maka dilakukan injeksi sampel yang telah ditambahkan standar campuran, hasilnya dikenal dengan istilah kokromatogram. Hasil ko-kromatogram dengan analisis HPLC dapat dilihat pada Gambar 33. Gambar 33 menunjukkan bahwa peak yang terbentuk pada ko-kromatogram mengalami perubahan luas area. Hal ini terjadi karena adanya penambahan standar campuran kedalam sampel. Penentuan komponen yang diidentifikasi dalam sampel daun pohpohan dapat ditentukan dari peak yang terbentuk, urutan munculnya peak, waktu retensi, dan perubahan luas area yang terjadi pada ko-kromatogram. Perbandingan luasan area antara ekstrak daun pohpohan, standar campuran, dan ekstrak daun pohpohan dengan standar campuran dapat dilihat pada Tabel 19. Kandungan asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada sampel daun pohpohan berdasarkan perhitungan kurva standar campuran didapatkan nilai sebagai berikut: wet basis (per 100 gram sampel segar), asam klorogenat yaitu mg, asam kafeat yaitu 1.10 mg, dan asam ferulat yaitu 0.17 mg. Total asam fenolat untuk sampel daun pohpohan yaitu mg. Dry basis (per 100 gram sampel kering), asam klorogenat yaitu mg, asam kafeat yaitu 8.97 mg, dan asam ferulat yaitu 1.37 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel daun pohpohan yaitu mg. Kandungan asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada sampel daun pohpohan berdasarkan perhitungan eksternal standar campuran didapatkan nilai sebagai berikut: wet basis (per 100 gram sampel segar), asam klorogenat yaitu mg, asam kafeat yaitu 0.68 mg, dan asam ferulat yaitu mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel daun pohpohan yaitu mg. Dry basis (per 100 gram sampel kering), asam klorogenat yaitu mg, asam kafeat yaitu 5.51 mg, dan asam 58

74 Gambar 32. Kromatogram ekstrak daun pohpohan dengan analisis HPLC Gambar 33. Ko-kromatogram ekstrak daun pohpohan dengan standar campuran Tabel 19. Perbandingan Luasan Area Kromatografi Ekstrak Daun Pohpohan Komponen Asam Fenolat Area pada ekstrak daun pohpohan (mau) Area pada standar campuran (mau) Area pada ekstrak daun pohpohan dengan standar campuran (mau) Asam klorogenat Asam kafeat Asam ferulat

75 ferulat yaitu 0.81 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel daun pohpohan yaitu mg. 9. Bunga Pepaya Bunga pepaya memiliki kadar air sebesar %, mengandung total fenol sebanyak mg/100 gram sampel segar dan mg/100 gram sampel kering. Pada sampel bunga pepaya, peak senyawa asam klorogenat muncul pada menit ke- 2.04, asam kafeat pada menit ke- 2.95, dan asam ferulat pada menit ke Hasil kromatogram ekstrak sampel bunga pepaya dengan analisis HPLC dapat dilihat pada Gambar 34. Untuk memastikan lebih jauh benar atau tidaknya waktu retensi senyawa asam fenolat yang dianalisis maka dilakukan injeksi sampel yang telah ditambahkan standar campuran, hasilnya dikenal dengan istilah kokromatogram. Hasil ko-kromatogram dengan analisis HPLC dapat dilihat pada Gambar 35. Gambar 35 menunjukkan bahwa peak yang terbentuk pada ko-kromatogram mengalami perubahan luas area. Hal ini terjadi karena adanya penambahan standar campuran kedalam sampel. Penentuan komponen yang diidentifikasi dalam sampel bunga pepaya dapat ditentukan dari peak yang terbentuk, urutan munculnya peak, waktu retensi, dan perubahan luas area yang terjadi pada ko-kromatogram. Perbandingan luasan area antara ekstrak bunga pepaya, standar campuran, dan ekstrak bunga pepaya dengan standar campuran dapat dilihat pada Tabel 20. Kandungan asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada sampel bunga pepaya berdasarkan perhitungan kurva standar campuran didapatkan nilai sebagai berikut: wet basis (per 100 gram sampel segar), asam klorogenat yaitu 0.77 mg, asam kafeat yaitu 1.03 mg, dan asam ferulat yaitu 0.75 mg. Total asam fenolat untuk sampel bunga pepaya yaitu 2.55 mg. Dry basis (per 100 gram sampel kering), asam klorogenat yaitu 6.93 mg, asam kafeat yaitu 9.31 mg, dan asam ferulat yaitu 6.75 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel bunga pepaya yaitu mg. Kandungan asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada sampel bunga pepaya berdasarkan perhitungan eksternal 60

76 Gambar 34. Kromatogram ekstrak bunga pepaya dengan analisis HPLC Gambar 35. Ko-kromatogram ekstrak bunga pepaya dengan standar campuran Tabel 20. Perbandingan Luasan Area Kromatografi Ekstrak Bunga Pepaya Komponen Asam Fenolat Area pada ekstrak bunga pepaya (mau) Area pada standar campuran (mau) Area pada ekstrak bunga pepaya dengan standar campuran (mau) Asam klorogenat Asam kafeat Asam ferulat

77 standar campuran didapatkan nilai sebagai berikut: wet basis (per 100 gram sampel segar), asam klorogenat yaitu 0.95 mg, asam kafeat yaitu 0.66 mg, dan asam ferulat yaitu 0.69 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel bunga pepaya yaitu 2.30 mg. Dry basis (per 100 gram sampel kering), asam klorogenat yaitu 8.58 mg, asam kafeat yaitu 5.94 mg, dan asam ferulat yaitu 6.22 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel bunga pepaya yaitu mg. 10. Mangkokan Putih Mangkokan putih memiliki kadar air sebesar 82.31%, mengandung total fenol sebanyak mg/100 gram sampel segar dan mg/100 gram sampel kering. Pada sampel mangkokan putih, peak senyawa asam klorogenat muncul pada menit ke- 2.16, asam kafeat pada menit ke- 3.07, dan asam ferulat pada menit ke Hasil kromatogram ekstrak sampel mangkokan putih dengan analisis HPLC dapat dilihat pada Gambar 36. Untuk memastikan lebih jauh benar atau tidaknya waktu retensi senyawa asam fenolat yang dianalisis maka dilakukan injeksi sampel yang telah ditambahkan standar campuran, hasilnya dikenal dengan istilah kokromatogram. Hasil ko-kromatogram dengan analisis HPLC dapat dilihat pada Gambar 37. Gambar 37 menunjukkan bahwa peak yang terbentuk pada ko-kromatogram mengalami perubahan luas area. Hal ini terjadi karena adanya penambahan standar campuran kedalam sampel. Penentuan komponen yang diidentifikasi dalam sampel mangkokan putih dapat ditentukan dari peak yang terbentuk, urutan munculnya peak, waktu retensi, dan perubahan luas area yang terjadi pada ko-kromatogram. Perbandingan luasan area antara ekstrak mangkokan putih, standar campuran, dan ekstrak mangkokan putih dengan standar campuran dapat dilihat pada Tabel 21. Kandungan asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada sampel mangkokan putih berdasarkan perhitungan kurva standar campuran didapatkan nilai sebagai berikut: wet basis (per 100 gram sampel segar), asam klorogenat yaitu mg, asam kafeat yaitu 1.69 mg, dan asam ferulat yaitu 0.80 mg. Total asam fenolat sampel mangkokan putih 62

78 Gambar 36. Kromatogram ekstrak mangkokan putih dengan analisis HPLC Gambar 37. Ko-kromatogram ekstrak mangkokan putih dengan standar campuran Tabel 21. Perbandingan Luasan Area Kromatografi Ekstrak Mangkokan Putih Komponen Asam Fenolat Area pada ekstrak mangkokan putih (mau) Area pada standar campuran (mau) Area pada ekstrak mangkokan putih dengan standar campuran (mau) Asam klorogenat Asam kafeat Asam ferulat

79 yaitu mg. Dry basis (per 100 gram sampel kering), asam klorogenat yaitu mg, asam kafeat yaitu 9.56 mg, dan asam ferulat yaitu 4.51 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel mangkokan putih yaitu mg. Kandungan asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada sampel mangkokan putih berdasarkan perhitungan eksternal standar campuran didapatkan nilai sebagai berikut: wet basis (per 100 gram sampel segar), asam klorogenat yaitu mg, asam kafeat yaitu 1.07 mg, dan asam ferulat yaitu 0.70 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel mangkokan putih yaitu mg. Dry basis (per 100 gram sampel kering), asam klorogenat yaitu mg, asam kafeat yaitu 6.07 mg, dan asam ferulat yaitu 3.95 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel mangkokan putih yaitu mg. 11. Kenikir Kenikir memiliki kadar air sebesar %, mengandung total fenol sebanyak mg/100 gram sampel segar dan mg/100 gram sampel kering. Pada sampel kenikir, peak senyawa asam klorogenat muncul pada menit ke- 2.15, asam kafeat pada menit ke- 2.75, dan asam ferulat pada menit ke Hasil kromatogram ekstrak sampel kenikir dengan analisis HPLC dapat dilihat pada Gambar 38. Untuk memastikan lebih jauh benar atau tidaknya waktu retensi senyawa asam fenolat yang dianalisis maka dilakukan injeksi sampel yang telah ditambahkan standar campuran, hasilnya dikenal dengan istilah ko-kromatogram. Hasil ko-kromatogram dengan analisis HPLC dapat dilihat pada Gambar 39. Gambar 39 menunjukkan bahwa peak yang terbentuk pada ko-kromatogram mengalami perubahan luas area. Hal ini terjadi karena adanya penambahan standar campuran kedalam sampel. Penentuan komponen yang diidentifikasi dalam sampel kenikir dapat ditentukan dari peak yang terbentuk, urutan munculnya peak, waktu retensi, dan perubahan luas area yang terjadi pada kokromatogram. Perbandingan luasan area antara ekstrak kenikir, standar campuran, dan ekstrak kenikir dengan standar campuran dapat dilihat pada Tabel

80 Gambar 38. Kromatogram ekstrak kenikir dengan analisis HPLC Gambar 39. Ko-kromatogram ekstrak kenikir dengan standar campuran Tabel 22. Perbandingan Luasan Area Kromatografi Ekstrak Kenikir Komponen Asam Fenolat Area pada ekstrak kenikir (mau) Area pada standar campuran (mau) Area pada ekstrak kenikir dengan standar campuran (mau) Asam klorogenat Asam kafeat Asam ferulat

81 Kandungan asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada sampel kenikir berdasarkan perhitungan kurva standar campuran didapatkan nilai sebagai berikut: wet basis (per 100 gram sampel segar), asam klorogenat yaitu 4.53 mg, asam kafeat yaitu 3.64 mg, dan asam ferulat yaitu 3.14 mg. Total asam fenolat untuk sampel kenikir yaitu mg. Dry basis (per 100 gram sampel kering), asam klorogenat yaitu mg, asam kafeat yaitu mg, dan asam ferulat yaitu mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel kenikir yaitu mg. Kandungan asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada sampel kenikir berdasarkan perhitungan eksternal standar campuran didapatkan nilai sebagai berikut: wet basis (per 100 gram sampel segar), asam klorogenat yaitu 4.88 mg, asam kafeat yaitu 3.00 mg, dan asam ferulat yaitu 3.04 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel kenikir yaitu mg. Dry basis (per 100 gram sampel kering), asam klorogenat yaitu mg, asam kafeat yaitu mg, dan asam ferulat yaitu mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel kenikir yaitu mg. Daun kenikir memiliki kandungan asam kafeat tertinggi kedua setelah daun beluntas. Kandungan senyawa asam kafeatnya yaitu mg/100 gram sampel kering. Oleh karena itu daun kenikir juga bisa menjadi sumber asam kafeat. 12. Daun Kelor Daun kelor memiliki kadar air sebesar %, mengandung total fenol sebanyak mg/100 gram sampel segar dan mg/100 gram sampel kering. Pada sampel daun kelor, peak senyawa asam klorogenat muncul pada menit ke- 2.13, asam kafeat pada menit ke- 3.20, dan asam ferulat pada menit ke Hasil kromatogram ekstrak sampel daun kelor dengan analisis HPLC dapat dilihat pada Gambar 40. Untuk memastikan lebih jauh benar atau tidaknya waktu retensi senyawa asam fenolat yang dianalisis maka dilakukan injeksi sampel yang telah ditambahkan standar campuran, hasilnya dikenal dengan istilah ko-kromatogram. Hasil kokromatogram dengan analisis HPLC dapat dilihat pada Gambar

82 Gambar 40. Kromatogram ekstrak daun kelor dengan analisis HPLC Gambar 41. Ko-kromatogram ekstrak daun kelor dengan standar campuran Tabel 23. Perbandingan Luasan Area Kromatografi Ekstrak Daun Kelor Komponen Asam Fenolat Area pada ekstrak daun kelor (mau) Area pada standar campuran (mau) Area pada ekstrak daun kelor dengan standar campuran (mau) Asam klorogenat Asam kafeat Asam ferulat

83 Gambar 41 menunjukkan bahwa peak yang terbentuk pada ko-kromatogram mengalami perubahan luas area. Hal ini terjadi karena adanya penambahan standar campuran kedalam sampel. Penentuan komponen yang diidentifikasi dalam sampel daun kelor dapat ditentukan dari peak yang terbentuk, urutan munculnya peak, waktu retensi, dan perubahan luas area yang terjadi pada ko-kromatogram. Perbandingan luasan area antara ekstrak daun kelor, standar campuran, dan ekstrak daun kelor dengan standar campuran dapat dilihat pada Tabel 23. Kandungan asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada sampel daun kelor berdasarkan perhitungan kurva standar campuran didapatkan nilai sebagai berikut: wet basis (per 100 gram sampel segar), asam klorogenat yaitu 6.65 mg, asam kafeat yaitu 2.93 mg, dan asam ferulat yaitu 4.41 mg. Total asam fenolat untuk sampel daun kelor yaitu mg. Dry basis (per 100 gram sampel kering), asam klorogenat yaitu mg, asam kafeat yaitu mg, dan asam ferulat yaitu mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel daun kelor yaitu mg. Kandungan asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada sampel daun kelor berdasarkan perhitungan eksternal standar campuran didapatkan nilai sebagai berikut: wet basis (per 100 gram sampel segar), asam klorogenat yaitu 7.09 mg, asam kafeat yaitu 2.12 mg, dan asam ferulat yaitu 4.29 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel daun kelor yaitu mg. Dry basis (per 100 gram sampel kering), asam klorogenat yaitu mg, asam kafeat yaitu 8.57 mg, dan asam ferulat yaitu mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel daun kelor yaitu mg. Daun kelor memiliki kandungan asam ferulat tertinggi kedua setelah kedondong cina yaitu mg/100 gram sampel kering. 13. Daun Kucai Daun kucai memiliki kadar air sebesar %, mengandung total fenol sebanyak mg/100 gram sampel segar dan mg/100 gram sampel kering. Pada sampel daun kucai, peak senyawa asam klorogenat muncul pada menit ke- 2.04, asam kafeat pada menit ke- 2.99, dan asam 68

84 ferulat pada menit ke Hasil kromatogram ekstrak sampel daun kucai dengan analisis HPLC dapat dilihat pada Gambar 42. Untuk memastikan lebih jauh benar atau tidaknya waktu retensi senyawa asam fenolat yang dianalisis maka dilakukan injeksi sampel yang telah ditambahkan standar campuran, hasilnya dikenal dengan istilah ko-kromatogram. Hasil kokromatogram dengan analisis HPLC dapat dilihat pada Gambar 43. Gambar 43 menunjukkan bahwa peak yang terbentuk pada ko-kromatogram mengalami perubahan luas area. Hal ini terjadi karena adanya penambahan standar campuran kedalam sampel. Penentuan komponen yang diidentifikasi dalam sampel daun kucai dapat ditentukan dari peak yang terbentuk, urutan munculnya peak, waktu retensi, dan perubahan luas area yang terjadi pada ko-kromatogram. Perbandingan luasan area antara ekstrak daun kucai, standar campuran, dan ekstrak daun kucai dengan standar campuran dapat dilihat pada Tabel 24. Kandungan asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada sampel daun kucai berdasarkan perhitungan kurva standar campuran didapatkan nilai sebagai berikut: wet basis (per 100 gram sampel segar), asam klorogenat yaitu mg, asam kafeat yaitu 0.36 mg, dan asam ferulat yaitu 0.10 mg. Total asam fenolat untuk sampel daun kucai yaitu 0.53 mg. Dry basis (per 100 gram sampel kering), asam klorogenat yaitu 0.99 mg, asam kafeat yaitu mg, dan asam ferulat yaitu 1.32 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel daun kucai yaitu 6.94 mg. Kandungan asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada sampel daun kucai berdasarkan perhitungan eksternal standar campuran didapatkan nilai sebagai berikut: wet basis (per 100 gram sampel segar), asam klorogenat yaitu 0.21 mg, asam kafeat yaitu 0.08 mg, dan asam ferulat yaitu 0.06 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel daun kucai yaitu 0.35 mg. Dry basis (per 100 gram sampel kering), asam klorogenat yaitu 2.68 mg, asam kafeat yaitu 1.08 mg, dan asam ferulat yaitu 0.75 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel daun kucai yaitu 4.50 mg. Daun kucai memiliki kandungan asam klorogenat paling rendah dibandingkan dengan sampel yang lainnya yaitu sebesar mg/100 gram 69

85 Gambar 42. Kromatogram ekstrak daun kucai dengan analisis HPLC Gambar 43. Ko-kromatogram ekstrak daun kucai dengan standar campuran Tabel 24. Perbandingan Luasan Area Kromatografi Ekstrak Daun Kucai Komponen Asam Fenolat Area pada ekstrak daun kucai (mau) Area pada standar campuran (mau) Area pada ekstrak daun kucai dengan standar campuran (mau) Asam klorogenat Asam kafeat Asam ferulat

86 sampel kering. Dengan demikian daun kucai kurang baik jika dikonsumsi sebagai sumber asam klorogenat. 14. Daun Jambu Mete Daun jambu mete memiliki kadar air sebesar %, mengandung total fenol sebanyak mg/100 gram sampel segar dan mg/100 gram sampel kering. Pada sampel daun jambu mete, peak senyawa asam klorogenat muncul pada menit ke dan asam ferulat pada menit ke Hasil kromatogram ekstrak sampel daun jambu mete dengan analisis HPLC dapat dilihat pada Gambar 44. Untuk memastikan lebih jauh benar atau tidaknya waktu retensi senyawa asam fenolat yang dianalisis maka dilakukan injeksi sampel yang telah ditambahkan standar campuran, hasilnya dikenal dengan istilah ko-kromatogram. Hasil ko-kromatogram dengan analisis HPLC dapat dilihat pada Gambar 45. Gambar 45 menunjukkan bahwa peak yang terbentuk pada ko-kromatogram mengalami perubahan luas area. Hal ini terjadi karena adanya penambahan standar campuran kedalam sampel. Penentuan komponen yang diidentifikasi dalam sampel daun jambu mete dapat ditentukan dari peak yang terbentuk, urutan munculnya peak, waktu retensi, dan perubahan luas area yang terjadi pada ko-kromatogram. Perbandingan luasan area antara ekstrak daun jambu mete, standar campuran, dan ekstrak daun jambu mete dengan standar campuran dapat dilihat pada Tabel 25. Kandungan asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada sampel daun jambu mete berdasarkan perhitungan kurva standar campuran didapatkan nilai sebagai berikut: wet basis (per 100 gram sampel segar), asam klorogenat yaitu mg dan asam ferulat yaitu 2.88 mg. Total asam fenolat untuk sampel daun jambu mete yaitu mg. Dry basis (per 100 gram sampel kering), asam klorogenat yaitu mg dan asam ferulat yaitu mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel daun jambu mete yaitu mg. Kandungan asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada sampel daun jambu mete berdasarkan perhitungan eksternal 71

87 Gambar 44. Kromatogram ekstrak daun jambu mete dengan analisis HPLC Gambar 45. Ko-kromatogram ekstrak daun jambu mete dengan standar campuran Tabel 25. Perbandingan Luasan Area Kromatografi Ekstrak Daun Jambu Mete Komponen Asam Fenolat Area pada ekstrak jambu mete (mau) Area pada standar campuran (mau) Area pada ekstrak jambu mete dengan standar campuran (mau) Asam klorogenat Asam kafeat Asam ferulat

88 standar campuran didapatkan nilai sebagai berikut: wet basis (per 100 gram sampel segar), asam klorogenat yaitu mg asam ferulat yaitu 2.79 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel daun jambu mete yaitu mg. Dry basis (per 100 gram sampel kering), asam klorogenat yaitu mg dan asam ferulat yaitu mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel daun jambu mete yaitu mg. Daun jambu mete memiliki kandungan total fenol tertinggi diantara sampel yang lainnya yaitu mg/100 gram sampel kering. Sandrasari (2009) dalam penelitiannya mengenai kaitan antioksidan dengan total fenol pada ekstrak sayuran indigenous Indonesia menyatakan bahwa semakin tinggi total fenol pada ekstrak sayuran maka semakin tinggi kapasitas antioksidannya, semakin tinggi pula kemampuan sebagai radikal scavenger, kemampuan mereduksi, dan kemampuannya dalam menghambat oksidasi lipid lanjut. Total fenol yang sangat tinggi ini menunjukkan bahwa pada sampel daun jambu mete masih banyak terdapat senyawa antioksidan yang lain selain asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat). Berdasarkan penelitian Rahmat (2009) menyatakan bahwa jambu mete memiliki kandungan senyawa quercetin paling tinggi dibandingkan dengan sampel lainnya yaitu mg/100 gram sampel kering. 15. Buah Takokak Buah Takokak memiliki kadar air sebesar %, mengandung total fenol sebanyak mg/100 gram sampel segar dan mg/100 gram sampel kering. Pada sampel buah takokak, peak senyawa asam klorogenat muncul pada menit ke- 2.16, asam kafeat pada menit ke- 3.07, dan asam ferulat pada menit ke Hasil kromatogram ekstrak sampel buah takokak dengan analisis HPLC dapat dilihat pada Gambar 46. Untuk memastikan lebih jauh benar atau tidaknya waktu retensi senyawa asam fenolat yang dianalisis maka dilakukan injeksi sampel yang telah ditambahkan standar campuran, hasilnya dikenal dengan istilah kokromatogram. Hasil ko-kromatogram dengan analisis HPLC dapat dilihat pada Gambar

89 Gambar 46. Kromatogram ekstrak buah takokak dengan analisis HPLC Gambar 47. Ko-kromatogram ekstrak buah takokak dengan standar campuran Tabel 26. Perbandingan Luasan Area Kromatografi Ekstrak Buah Takokak Komponen Asam Fenolat Area pada ekstrak buah takokak (mau) Area pada standar campuran (mau) Area pada ekstrak buah takokak dengan standar campuran (mau) Asam klorogenat Asam kafeat Asam ferulat

90 Gambar 47 menunjukkan bahwa peak yang terbentuk pada ko-kromatogram mengalami perubahan luas area. Hal ini terjadi karena adanya penambahan standar campuran kedalam sampel. Penentuan komponen yang diidentifikasi dalam sampel buah takokak dapat ditentukan dari peak yang terbentuk, urutan munculnya peak, waktu retensi, dan perubahan luas area yang terjadi pada ko-kromatogram. Perbandingan luasan area antara ekstrak buah takokak, standar campuran, dan ekstrak buah takokak dengan standar campuran dapat dilihat pada Tabel 26. Kandungan asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada sampel buah takokak berdasarkan perhitungan kurva standar campuran didapatkan nilai sebagai berikut: wet basis (per 100 gram sampel segar), asam klorogenat yaitu mg, asam kafeat yaitu 2.56 mg, dan asam ferulat yaitu 0.32 mg. Total asam fenolat untuk sampel buah takokak yaitu mg. Dry basis (per 100 gram sampel kering), asam klorogenat yaitu mg, asam kafeat yaitu mg, dan asam ferulat yaitu 1.60 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel buah takokak yaitu mg. Kandungan asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada sampel bauh takokak berdasarkan perhitungan eksternal standar campuran didapatkan nilai sebagai berikut: wet basis (per 100 gram sampel segar), asam klorogenat yaitu mg, asam kafeat yaitu mg, asam ferulat yaitu 0.21 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel buah takokak yaitu mg. Dry basis (per 100 gram sampel kering), asam klorogenat yaitu mg, asam kafeat yaitu 9.21 mg, dan asam ferulat yaitu 1.03 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel buah takokak yaitu mg. Buah takokak memiliki kandungan total asam fenolat tertinggi kedua setelah kedondong cina. Kandungan total asam fenolatnya sebesar mg/100 gram sampel kering. Dengan demikian buah takokak dapat menjadi salah satu alternatif sebagai sumber asam fenolat untuk kebutuhan tubuh manusia. Adanya asam fenolat yang tinggi dapat berfungsi sebagai antioksidan dalam tubuh. 75

91 16. Antanan Antanan memiliki kadar air sebesar %, mengandung total fenol sebanyak mg/100 gram sampel segar dan mg/100 gram sampel kering. Pada sampel antanan, peak senyawa asam klorogenat muncul pada menit ke- 2.11, asam kafeat pada menit ke- 2.96, dan asam ferulat pada menit ke Hasil kromatogram ekstrak sampel antanan dengan analisis HPLC dapat dilihat pada Gambar 48. Untuk memastikan lebih jauh benar atau tidaknya waktu retensi senyawa asam fenolat yang dianalisis maka dilakukan injeksi sampel yang telah ditambahkan standar campuran, hasilnya dikenal dengan istilah ko-kromatogram. Hasil ko-kromatogram dengan analisis HPLC dapat dilihat pada Gambar 49. Gambar 49 menunjukkan bahwa peak yang terbentuk pada ko-kromatogram mengalami perubahan luas area. Hal ini terjadi karena adanya penambahan standar campuran kedalam sampel. Penentuan komponen yang diidentifikasi dalam sampel antanan dapat ditentukan dari peak yang terbentuk, urutan munculnya peak, waktu retensi, dan perubahan luas area yang terjadi pada ko-kromatogram. Perbandingan luasan area antara ekstrak antanan, standar campuran, dan ekstrak antanan dengan standar campuran dapat dilihat pada Tabel 27. Kandungan asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada sampel antanan berdasarkan perhitungan kurva standar campuran didapatkan nilai sebagai berikut: wet basis (per 100 gram sampel segar), asam klorogenat yaitu 9.22 mg, asam kafeat yaitu 1.19 mg, dan asam ferulat yaitu 1.80 mg. Total asam fenolat untuk sampel antanan yaitu mg. Dry basis (per 100 gram sampel kering), asam klorogenat yaitu mg, asam kafeat yaitu 6.50 mg, dan asam ferulat yaitu 9.88 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel antanan yaitu mg. Kandungan asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada sampel antanan berdasarkan perhitungan eksternal standar campuran didapatkan nilai sebagai berikut: wet basis (per 100 gram sampel segar), asam klorogenat yaitu 9.58 mg, asam kafeat yaitu 0.57 mg, asam ferulat yaitu 1.71 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel antanan 76

92 Gambar 48. Kromatogram ekstrak antanan dengan analisis HPLC Gambar 49. Ko-kromatogram ekstrak antanan dengan standar campuran Tabel 27. Perbandingan Luasan Area Kromatografi Ekstrak Antanan Komponen Asam Fenolat Area pada ekstrak antanan (mau) Area pada standar campuran (mau) Area pada ekstrak antanan dengan standar campuran (mau) Asam klorogenat Asam kafeat Asam ferulat

93 yaitu mg. Dry basis (per 100 gram sampel kering), asam klorogenat yaitu mg, asam kafeat yaitu 3.10 mg, dan asam ferulat yaitu 9.36 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel antanan yaitu mg. 17. Krokot Krokot memiliki kadar air sebesar %, mengandung total fenol sebanyak mg/100 gram sampel segar dan mg/100 gram sampel kering. Pada sampel krokot, peak senyawa asam klorogenat muncul pada menit ke- 2.05, asam kafeat pada menit ke- 3.04, dan asam ferulat pada menit ke Hasil kromatogram ekstrak sampel krokot dengan analisis HPLC dapat dilihat pada Gambar 50. Untuk memastikan lebih jauh benar atau tidaknya waktu retensi senyawa asam fenolat yang dianalisis maka dilakukan injeksi sampel yang telah ditambahkan standar campuran, hasilnya dikenal dengan istilah ko-kromatogram. Hasil ko-kromatogram dengan analisis HPLC dapat dilihat pada Gambar 51. Gambar 51 menunjukkan bahwa peak yang terbentuk pada ko-kromatogram mengalami perubahan luas area. Hal ini terjadi karena adanya penambahan standar campuran kedalam sampel. Penentuan komponen yang diidentifikasi dalam sampel krokot dapat ditentukan dari peak yang terbentuk, urutan munculnya peak, waktu retensi, dan perubahan luas area yang terjadi pada kokromatogram. Perbandingan luasan area antara ekstrak krokot, standar campuran, dan ekstrak krokot dengan standar campuran dapat dilihat pada Tabel 28. Kandungan asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada sampel krokot berdasarkan perhitungan kurva standar campuran didapatkan nilai sebagai berikut: wet basis (per 100 gram sampel segar), asam klorogenat yaitu 5.78 mg, asam kafeat yaitu 0.54 mg, dan asam ferulat yaitu 0.22 mg. Total asam fenolat untuk sampel krokot yaitu 6.55 mg. Dry basis (per 100 gram sampel kering), asam klorogenat yaitu mg, asam kafeat yaitu 4.56 mg, dan asam ferulat yaitu 1.84 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel krokot yaitu mg. 78

94 Gambar 50. Kromatogram ekstrak krokot dengan analisis HPLC Gambar 51. Ko-kromatogram ekstrak krokot dengan standar campuran Tabel 28. Perbandingan Luasan Area Kromatografi Ekstrak Krokot Komponen Asam Fenolat Area pada ekstrak krokot (mau) Area pada standar campuran (mau) Area pada ekstrak krokot dengan standar campuran (mau) Asam klorogenat Asam kafeat Asam ferulat

95 Kandungan asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada sampel krokot berdasarkan perhitungan eksternal standar campuran didapatkan nilai sebagai berikut: wet basis (per 100 gram sampel segar), asam klorogenat yaitu 6.01 mg, asam kafeat yaitu 0.15 mg, asam ferulat yaitu 0.16 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel krokot yaitu 6.32 mg. Dry basis (per 100 gram sampel kering), asam klorogenat yaitu mg, asam kafeat yaitu 1.26 mg, dan asam ferulat yaitu 1.31 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel krokot yaitu mg. 18. Antanan Beurit Antanan beurit memiliki kadar air sebesar %, mengandung total fenol sebanyak mg/100 gram sampel segar dan mg/100 gram sampel kering. Pada sampel antanan beuritt, peak senyawa asam klorogenat muncul pada menit ke dan asam kafeat pada menit ke Hasil kromatogram ekstrak sampel antanan beurit dengan analisis HPLC dapat dilihat pada Gambar 52. Untuk memastikan lebih jauh benar atau tidaknya waktu retensi senyawa asam fenolat yang dianalisis maka dilakukan injeksi sampel yang telah ditambahkan standar campuran, hasilnya dikenal dengan istilah ko-kromatogram. Hasil ko-kromatogram dapat dilihat pada Gambar 53. Gambar 53 menunjukkan bahwa peak yang terbentuk pada kokromatogram mengalami perubahan luas area. Hal ini terjadi karena adanya penambahan standar campuran kedalam sampel. Penentuan komponen yang diidentifikasi dalam sampel antanan beurit dapat ditentukan dari peak yang terbentuk, urutan munculnya peak, waktu retensi, dan perubahan luas area yang terjadi pada ko-kromatogram. Perbandingan luasan area antara ekstrak antanan beurit, standar campuran, dan ekstrak antanan beurit dengan standar campuran dapat dilihat pada Tabel 29. Kandungan asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada sampel antanan beurit berdasarkan perhitungan kurva standar campuran didapatkan nilai sebagai berikut: wet basis (per 100 gram sampel segar), asam klorogenat yaitu mg dan asam kafeat yaitu 1.35 mg. Total asam fenolat untuk sampel antanan beurit yaitu mg. Dry basis 80

96 Gambar 52. Kromatogram ekstrak antanan beurit dengan analisis HPLC Gambar 53. Ko-kromatogram ekstrak antanan beurit dengan standar campuran Tabel 29. Perbandingan Luasan Area Kromatografi Ekstrak Antanan Beurit Komponen Asam Fenolat Area pada ekstrak antanan beurit (mau) Area pada standar campuran (mau) Area pada ekstrak antanan beurit dengan standar campuran (mau) Asam klorogenat Asam kafeat Asam ferulat

97 (per 100 gram sampel kering), asam klorogenat yaitu mg dan asam kafeat yaitu 8.62 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel antanan beurit yaitu mg. Kandungan asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada sampel antanan beurit berdasarkan perhitungan eksternal standar campuran didapatkan nilai sebagai berikut: wet basis (per 100 gram sampel segar), asam klorogenat yaitu mg dan asam kafeat yaitu 0.82 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel antanan beurit yaitu mg. Dry basis (per 100 gram sampel kering), asam klorogenat yaitu mg dan asam kafeat yaitu 5.25 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel antanan beurit yaitu mg. Antanan beurit memiliki kandungan total asam fenolat tertinggi ketiga setelah kedondong cina dan buah takokak. Besarnya kandungan total asam fenolat yang dikandungnya yaitu mg/100 gram sampel kering. Antanan beurit dapat menjadi salah satu sumber asam fenolat yang baik untuk kesehatan manusia. 19. Daun Ginseng Daun ginseng memiliki kadar air sebesar %, mengandung total fenol sebanyak mg/100 gram sampel segar dan mg/100 gram sampel kering. Pada sampel daun ginseng, peak senyawa asam klorogenat muncul pada menit ke- 2.16, asam kafeat pada menit ke- 3.09, dan asam ferulat pada menit ke Hasil kromatogram ekstrak sampel daun ginseng dengan analisis HPLC dapat dilihat pada Gambar 54. Untuk memastikan lebih jauh benar atau tidaknya waktu retensi senyawa asam fenolat yang dianalisis maka dilakukan injeksi sampel yang telah ditambahkan standar campuran, hasilnya dikenal dengan istilah kokromatogram. Hasil ko-kromatogram dengan analisis HPLC dapat dilihat pada Gambar 55. Gambar 55 menunjukkan bahwa peak yang terbentuk pada ko-kromatogram mengalami perubahan luas area. Hal ini terjadi karena adanya penambahan standar campuran kedalam sampel. Penentuan komponen yang diidentifikasi dalam sampel daun ginseng dapat ditentukan 82

98 Gambar 54. Kromatogram ekstrak daun ginseng dengan analisis HPLC Gambar 55. Ko-kromatogram ekstrak daun ginseng dengan standar campuran Tabel 30. Perbandingan Luasan Area Kromatografi Ekstrak Daun Ginseng Komponen Asam Fenolat Area pada ekstrak daun ginseng (mau) Area pada standar campuran (mau) Area pada ekstrak daun ginseng dengan standar campuran (mau) Asam klorogenat Asam kafeat Asam ferulat

99 dari peak yang terbentuk, urutan munculnya peak, waktu retensi, dan perubahan luas area yang terjadi pada ko-kromatogram. Perbandingan luasan area antara ekstrak daun ginseng, standar campuran, dan ekstrak daun ginseng dengan standar campuran dapat dilihat pada Tabel 30. Kandungan asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada sampel daun ginseng berdasarkan perhitungan kurva standar campuran didapatkan nilai sebagai berikut: wet basis (per 100 gram sampel segar), asam klorogenat yaitu 0.38 mg, asam kafeat yaitu 0.40 mg, dan asam ferulat yaitu 0.09 mg. Total asam fenolat untuk sampel daun ginseng yaitu 0.87 mg. Dry basis (per 100 gram sampel kering), asam klorogenat yaitu 4.67 mg, asam kafeat yaitu 4.96 mg, dan asam ferulat yaitu 1.05 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel daun ginseng yaitu mg. Kandungan asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada sampel daun ginseng berdasarkan perhitungan eksternal standar campuran didapatkan nilai sebagai berikut: wet basis (per 100 gram sampel segar), asam klorogenat yaitu 0.52 mg, asam kafeat yaitu 0.13 mg, asam ferulat yaitu 0.04 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel daun ginseng yaitu 0.68 mg. Dry basis (per 100 gram sampel kering), asam klorogenat yaitu 6.31 mg, asam kafeat yaitu 1.57 mg, dan asam ferulat yaitu 0.50 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel daun ginseng yaitu 8.38 mg. 20. Bunga Kecombrang Bunga kecombrang memiliki kadar air sebesar %, mengandung total fenol sebanyak mg/100 gram sampel segar dan mg/100 gram sampel kering. Pada sampel bunga kecombrang, peak senyawa asam klorogenat muncul pada menit ke- 2.16, asam kafeat pada menit ke- 2.81, dan asam ferulat pada menit ke Hasil kromatogram ekstrak sampel bunga kecombrang dengan analisis HPLC dapat dilihat pada Gambar 56. Untuk memastikan lebih jauh benar atau tidaknya waktu retensi senyawa asam fenolat yang dianalisis maka dilakukan injeksi sampel yang telah ditambahkan standar campuran, hasilnya dikenal dengan istilah ko- 84

100 Gambar 56. Kromatogram ekstrak bunga kecombrang dengan analisis HPLC Gambar 57. Ko-kromatogram ekstrak bunga kecombrang dengan standar campuran Tabel 31. Perbandingan Luasan Area Kromatografi Ekstrak Bunga Kecombrang Komponen Asam Fenolat Area pada ekstrak bunga kecombrang (mau) Area pada standar campuran (mau) Area pada ekstrak bunga kecombrang dengan standar campuran (mau) Asam klorogenat Asam kafeat Asam ferulat

101 kromatogram. Hasil ko-kromatogram dengan analisis HPLC dapat dilihat pada Gambar 57. Gambar 57 menunjukkan bahwa peak yang terbentuk pada ko-kromatogram mengalami perubahan luas area. Hal ini terjadi karena adanya penambahan standar campuran kedalam sampel. Penentuan komponen yang diidentifikasi dalam sampel bunga kecombrang dapat ditentukan dari peak yang terbentuk, urutan munculnya peak, waktu retensi, dan perubahan luas area yang terjadi pada kokromatogram. Perbandingan luasan area antara ekstrak bunga kecombrang, standar campuran, dan ekstrak bunga kecombrang dengan standar campuran dapat dilihat pada Tabel 31. Kandungan asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada sampel bunga kecombrang berdasarkan perhitungan kurva standar campuran didapatkan nilai sebagai berikut: wet basis (per 100 gram sampel segar), asam klorogenat yaitu mg, asam kafeat yaitu 0.96 mg, dan asam ferulat yaitu 0.13 mg. Total asam fenolat untuk sampel bunga kecombrang yaitu mg. Dry basis (per 100 gram sampel kering), asam klorogenat yaitu mg, asam kafeat yaitu 9.37 mg, dan asam ferulat yaitu 1.24 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel bunga kecombrang yaitu mg. Kandungan asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada sampel bunga kecombrang berdasarkan perhitungan eksternal standar campuran didapatkan nilai sebagai berikut: wet basis (per 100 gram sampel segar), asam klorogenat yaitu mg, asam kafeat yaitu 0.62 mg, asam ferulat yaitu 0.07 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel bunga kecombrang yaitu mg. Dry basis (per 100 gram sampel kering), asam klorogenat yaitu mg, asam kafeat yaitu 6.08 mg, dan asam ferulat yaitu 0.71 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel bunga kecombrang yaitu mg. Bunga kecombrang memiliki kandungan total fenol tertinggi ketiga setelah daun jambu mete dan daun beluntas. Kandungan total fenolnya yaitu mg/100 gram sampel kering. 86

102 21. Daun Beluntas Daun beluntas memiliki kadar air sebesar %, mengandung total fenol sebanyak mg/100 gram sampel segar dan mg/100 gram sampel kering. Pada sampel daun beluntas, peak senyawa asam klorogenat muncul pada menit ke dan asam kafeat pada menit ke Hasil kromatogram ekstrak sampel daun beluntas dengan analisis HPLC dapat dilihat pada Gambar 58. Untuk memastikan lebih jauh benar atau tidaknya waktu retensi senyawa asam fenolat yang dianalisis maka dilakukan injeksi sampel yang telah ditambahkan standar campuran, hasilnya dikenal dengan istilah ko-kromatogram. Hasil ko-kromatogram dengan analisis HPLC dapat dilihat pada Gambar 59. Gambar 59 menunjukkan bahwa peak yang terbentuk pada ko-kromatogram mengalami perubahan luas area. Hal ini terjadi karena adanya penambahan standar campuran kedalam sampel. Penentuan komponen yang diidentifikasi dalam sampel daun beluntas dapat ditentukan dari peak yang terbentuk, urutan munculnya peak, waktu retensi, dan perubahan luas area yang terjadi pada ko-kromatogram. Perbandingan luasan area antara ekstrak daun beluntas, standar campuran, dan ekstrak daun beluntas dengan standar campuran dapat dilihat pada Tabel 32. Kandungan asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada sampel daun beluntas berdasarkan perhitungan kurva standar campuran didapatkan nilai sebagai berikut: wet basis (per 100 gram sampel segar), asam klorogenat yaitu mg dan asam kafeat yaitu 8.65 mg. Total asam fenolat untuk sampel daun beluntas yaitu mg. Dry basis (per 100 gram sampel kering), asam klorogenat yaitu mg dan asam kafeat yaitu mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel daun beluntas yaitu mg. Kandungan asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada sampel daun beluntas berdasarkan perhitungan eksternal standar campuran didapatkan nilai sebagai berikut: wet basis (per 100 gram sampel segar), asam klorogenat yaitu mg dan asam kafeat yaitu 8.04 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel daun beluntas yaitu mg. 87

103 Gambar 58. Kromatogram ekstrak daun beluntas dengan analisis HPLC Gambar 59. Ko-kromatogram ekstrak daun beluntas dengan standar campuran Tabel 32. Perbandingan Luasan Area Kromatografi Ekstrak Daun Beluntas Komponen Asam Fenolat Area pada ekstrak daun beluntas (mau) Area pada standar campuran (mau) Area pada ekstrak daun beluntas dengan standar campuran (mau) Asam klorogenat Asam kafeat Asam ferulat

104 Dry basis (per 100 gram sampel kering), asam klorogenat yaitu mg dan asam kafeat yaitu mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel daun beluntas yaitu mg. Daun beluntas memiliki kandungan asam kafeat tertinggi diantara sampel sayuran lain yaitu mg/100 gram sampel kering. Dengan demikian daun beluntas dapat menjadi sumber asam kafeat yang baik. Tingginya senyawa asam kafeat didalam suatu bahan pangan akan memberikan dampak yang baik terhadap kesehatan manusia. Contohnya berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jian et al. (1999), asam kafeat memiliki efek toksik pada sel tumor U937 dan JAR ketika dosis obatnya lebih dari 50 µg/ml. 22. Bunga Turi Bunga turi memiliki kadar air sebesar %, mengandung total fenol sebanyak mg/100 gram sampel segar dan mg/100 gram sampel kering. Pada sampel bunga turi, peak senyawa asam ferulat pada menit ke Hasil kromatogram ekstrak sampel bunga turi dengan analisis HPLC dapat dilihat pada Gambar 60. Untuk memastikan lebih jauh benar atau tidaknya waktu retensi senyawa asam fenolat yang dianalisis maka dilakukan injeksi sampel yang telah ditambahkan standar campuran, hasilnya dikenal dengan istilah ko-kromatogram. Hasil ko-kromatogram dengan analisis HPLC dapat dilihat pada Gambar 61. Gambar 61 menunjukkan bahwa peak yang terbentuk pada ko-kromatogram mengalami perubahan luas area. Hal ini terjadi karena adanya penambahan standar campuran kedalam sampel. Penentuan komponen yang diidentifikasi dalam sampel bunga turi dapat ditentukan dari peak yang terbentuk, urutan munculnya peak, waktu retensi, dan perubahan luas area yang terjadi pada ko-kromatogram. Perbandingan luasan area antara ekstrak bunga turi, standar campuran, dan ekstrak bunga turi dengan standar campuran dapat dilihat pada Tabel 33. Kandungan asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada sampel bunga turi berdasarkan perhitungan kurva standar 89

105 Gambar 60. Kromatogram ekstrak bunga turi dengan analisis HPLC Gambar 61. Ko-kromatogram ekstrak bunga turi dengan standar campuran Tabel 33. Perbandingan Luasan Area Kromatografi Ekstrak Bunga Turi Komponen Asam Fenolat Area pada ekstrak bunga turi (mau) Area pada standar campuran (mau) Area pada ekstrak bunga turi dengan standar campuran (mau) Asam klorogenat Asam kafeat Asam ferulat

106 campuran didapatkan nilai sebagai berikut: wet basis (per 100 gram sampel segar), asam ferulat yaitu 0.10 mg. Total asam fenolat untuk sampel bunga turi yaitu 0.10 mg. Dry basis (per 100 gram sampel kering), asam ferulat yaitu 1.00 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel bunga turi yaitu 1.00 mg. Kandungan asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada sampel bunga turi berdasarkan perhitungan eksternal standar campuran didapatkan nilai sebagai berikut: wet basis (per 100 gram sampel segar), asam ferulat yaitu 0.04 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel bunga turi yaitu 0.04 mg. Dry basis (per 100 gram sampel kering), asam ferulat yaitu 0.41 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel bunga turi yaitu 0.41 mg. Bunga turi memiliki kandungan total asam fenolat terendah dibandingkan dengan sampel yang lainnya yaitu sebesar 1.00 mg/100 gram sampel kering. Bunga turi kurang baik sebagai sumber asam fenolat karena konsentrasinya yang rendah. 23. Terubuk Terubuk memiliki kadar air sebesar %, mengandung total fenol sebanyak mg/100 gram sampel segar dan mg/100 gram sampel kering. Pada sampel terubuk, peak senyawa asam klorogenat muncul pada menit ke- 2.16, asam kafeat pada menit ke- 3.07, dan asam ferulat pada menit ke Hasil kromatogram ekstrak sampel terubuk dengan analisis HPLC dapat dilihat pada Gambar 62. Untuk memastikan lebih jauh benar atau tidaknya waktu retensi senyawa asam fenolat yang dianalisis maka dilakukan injeksi sampel yang telah ditambahkan standar campuran, hasilnya dikenal dengan istilah ko-kromatogram. Hasil ko-kromatogram dengan analisis HPLC dapat dilihat pada Gambar 63. Gambar 63 menunjukkan bahwa peak yang terbentuk pada ko-kromatogram mengalami perubahan luas area. Hal ini terjadi karena adanya penambahan standar campuran kedalam sampel. Penentuan komponen yang diidentifikasi dalam sampel terubuk dapat ditentukan dari peak yang terbentuk, urutan muncul- 91

107 Gambar 62. Kromatogram ekstrak terubuk dengan analisis HPLC Gambar 63. Ko-kromatogram ekstrak terubuk dengan standar campuran Tabel 34. Perbandingan Luasan Area Kromatografi Ekstrak Terubuk Komponen Asam Fenolat Area pada ekstrak terubuk (mau) Area pada standar campuran (mau) Area pada ekstrak terubuk dengan standar campuran (mau) Asam klorogenat Asam kafeat Asam ferulat

108 nya peak, waktu retensi, dan perubahan luas area yang terjadi pada kokromatogram. Perbandingan luasan area antara ekstrak terubuk, standar campuran, dan ekstrak terubuk dengan standar campuran dapat dilihat pada Tabel 34. Kandungan asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada sampel terubuk berdasarkan perhitungan kurva standar campuran didapatkan nilai sebagai berikut: wet basis (per 100 gram sampel segar), asam klorogenat yaitu 4.17 mg, asam kafeat yaitu 1.05 mg, dan asam ferulat yaitu 0.16 mg. Total asam fenolat untuk sampel terubuk yaitu 5.37 mg. Dry basis (per 100 gram sampel kering), asam klorogenat yaitu mg, asam kafeat yaitu 9.02 mg, dan asam ferulat yaitu 1.34 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel terubuk yaitu mg. Kandungan asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada sampel terubuk berdasarkan perhitungan eksternal standar campuran didapatkan nilai sebagai berikut: wet basis (per 100 gram sampel segar), asam klorogenat yaitu 4.38 mg, asam kafeat yaitu 0.65 mg, asam ferulat yaitu 0.09 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel terubuk yaitu 5.13 mg. Dry basis (per 100 gram sampel kering), asam klorogenat yaitu mg, asam kafeat yaitu 5.61 mg, dan asam ferulat yaitu 0.79 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel terubuk yaitu mg. 24. Daun Kedondong Cina Daun kedondong cina memiliki kadar air sebesar 85.43%, mengandung total fenol sebanyak mg/100 gram sampel segar dan mg/100 gram sampel kering. Pada sampel daun kedondong cina, peak senyawa asam klorogenat muncul pada menit ke dan asam ferulat pada menit ke Hasil kromatogram ekstrak sampel daun kedondong cina dengan analisis HPLC dapat dilihat pada Gambar 64. Untuk memastikan lebih jauh benar atau tidaknya waktu retensi senyawa asam fenolat yang dianalisis maka dilakukan injeksi sampel yang telah ditambahkan standar campuran, hasilnya dikenal dengan istilah kokromatogram. Hasil ko-kromatogram dapat dilihat pada Gambar

109 Gambar 65 menunjukkan bahwa peak yang terbentuk pada ko-kromatogram mengalami perubahan luas area. Hal ini terjadi karena adanya penambahan standar campuran kedalam sampel. Penentuan komponen yang diidentifikasi dalam sampel daun kedondong cina dapat ditentukan dari peak yang terbentuk, urutan munculnya peak, waktu retensi, dan perubahan luas area yang terjadi pada ko-kromatogram. Perbandingan luasan area antara ekstrak daun kedondong cina, standar campuran, dan ekstrak daun kedondong cina dengan standar campuran dapat dilihat pada Tabel 35. Kandungan asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada sampel daun kedondong cina berdasarkan perhitungan kurva standar campuran didapatkan nilai sebagai berikut: wet basis (per 100 gram sampel segar), asam klorogenat yaitu mg dan asam ferulat yaitu 5.02 mg. Total asam fenolat untuk sampel daun kedondong cina yaitu mg. Dry basis (per 100 gram sampel kering), asam klorogenat yaitu mg dan asam ferulat yaitu mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel daun kedondong cina yaitu mg. Kandungan asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) pada sampel daun kedondong cina berdasarkan perhitungan eksternal standar campuran didapatkan nilai sebagai berikut: wet basis (per 100 gram sampel segar), asam klorogenat yaitu mg dan asam ferulat yaitu 4.95 mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel daun kedondong cina yaitu mg. Dry basis (per 100 gram sampel kering), asam klorogenat yaitu mg dan asam ferulat yaitu mg, sehingga total asam fenolat untuk sampel daun kedondong cina yaitu mg. Daun kedondong cina memiliki jumlah kandungan asam klorogenat dan asam ferulat terbesar dibandingkan sampel yang lain yaitu mg/100 gram sampel kering dan mg/100 gram sampel kering. Dengan demikian daun kedondong cina sangat baik sebagai sumber klorogenat dan asam ferulat. Senyawa asam klorogenat maupun asam ferulat sangat baik bagi kesehatan manusia karena kemampuannya sebagai antioksidan. Penelitian yang dilakukan oleh Laranjinha (1994) menyatakan bahwa asam klorogenat dan asam kafeat menghambat oksidasi LDL secara invitro dan 94

110 Gambar 64. Kromatogram ekstrak kedondong cina dengan analisis HPLC Gambar 65. Ko-kromatogram ekstrak kedondong cina dengan standar campuran Tabel 35. Perbandingan Luasan Area Kromatografi Ekstrak Kedondong Cina Komponen Asam Fenolat Area pada ekstrak kedondong cina (mau) Area pada standar campuran (mau) Area pada ekstrak kedondong cina dengan standar campuran (mau) Asam klorogenat Asam kafeat Asam ferulat

111 melindungi dari penyakit cardiovascular. Olthof (2001) dalam penelitiannya yang berkaitan dengan absorbsi senyawa asam klorogenat dan asam kafeat dalam tubuh manusia menyatakan bahwa absorbsi senyawa asam klorogenat dalam tubuh manusia sebesar 33% dan absorbsi senyawa asam kafeat dalam tubuh manusia sebesar 95%. Kedondong cina memiliki kandungan total asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) tertinggi dibandingkan sampel lainnya yaitu mg/100 gram sampel kering. Dengan demikian kedondong cina dapat berfungsi sebagai sumber asam fenolat untuk kesehatan manusia. D. REKAPITULASI HASIL DAN SENYAWA YANG BELUM TERIDENTIFIKASI PADA SAYURAN INDIGENOUS Penelitian ini menunjukkan bahwa kadar air pada sampel sayuran sangat tinggi yaitu berkisar antara 75-92%. Kadar air tertinggi ditemukan pada sampel daun kucai yaitu 92.30% sedangkan kadar air terendah ditemukan pada sampel daun kelor yaitu 75.27%. Data kadar air kedua puluh empat sayuran indigenous Indonesia dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran 8. Kadar total fenol pada sampel menunjukkan besarnya jumlah senyawa fenolik yang terdapat didalam sampel tersebut. Kadar total fenol ini mewakili senyawa fenolik yang terdapat di dalam sampel, baik berupa komponen flavonoid, asam fenolat, maupun komponen fenolik yang lain. Kandungan total fenol tertinggi dalam penelitian ini yaitu pada sampel daun jambu mete dengan total fenol sebesar ( mg) diikuti oleh daun beluntas ( mg), dan bunga kecombrang ( mg). kandungan total fenol terendah ditemukan pada sampel mangkokan yaitu ( mg). Selengkapnya data total fenol dapat dilihat pada Lampiran 11. Sampel yang memiliki kandungan asam fenolat tertinggi yaitu kedondong cina dengan kandungan asam fenolat sebesar ( mg) diikuti oleh buah takokak ( mg), dan antanan beurit ( mg). Sampel terendah yaitu bunga turi dengan kandungan asam fenolat sebesar (0.98 mg). Senyawa asam klorogenat tertinggi terdapat pada sampel kedondong cina ( mg) diikuti oleh buah takokak ( mg) dan antanan beurit (

112 mg). Kandungan senyawa asam klorogenat terendah yaitu pada sampel daun kucai (1.00 mg). Kandungan senyawa asam kafeat tertinggi terdapat pada daun beluntas (45.09 mg) diikuti oleh daun kenikir (18.48 mg) dan daun kemangi (16.13 mg). Kandungan senyawa asam kafeat terendah terdapat pada sampel daun labu (4.12 mg). Kandungan senyawa asam ferulat tertinggi terdapat pada sampel kedondong cina (34.44 mg) diikuti oleh daun kelor (17.85 mg) dan daun kenikir (15.94 mg). Kandungan senyawa asam ferulat terendah terdapat pada daun labu (0.93 mg). Tabel 36. Kandungan Asam Fenolat pada Dua Puluh Empat Jenis Sayuran Indigenous Segar No Sayuran Indigenous Indonesia* mg Asam Fenolat per 100 gram edible portion 1 Mengkudu Mangkokan Daun Labu Siam Daun Lembayung Daun Katuk Daun Kemangi Daun Pakis Daun Pohpohan Bunga Pepaya Mangkokan Putih Daun Kenikir Daun Kelor Daun Kucai Daun Jambu Mete Buah Takokak Antanan Krokot Antanan Beurit Daun Ginseng Bunga kecombrang Daun Beluntas Bunga Turi Terubuk Kedondong cina *semua sayuran indigenous di atas dikonsumsi dalam bentuk lalapan Adapun senyawa asam fenolat dari yang terbanyak ke yang tersedikit yaitu asam klorogenat sebesar ( mg) pada sampel kedondong cina, asam 97

113 kafeat sebesar (45.09 mg) pada sampel daun beluntas, dan asam ferulat sebesar (34.44 mg) pada sampel kedondong cina. Nilai-nilai tersebut dihitung berdasarkan 100 gram berat kering. Tabel 36 menunjukkan kandungan asam fenolat pada dua puluh empat jenis sayuran indigenous Indonesia (mg asam fenolat per 100 gram edible portion). Perhitungan asam fenolat secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 12 sampai Lampiran 17. Tabel 37. Kandungan Asam Fenolat pada Dua Puluh Empat Jenis Sayuran Indigenous Berdasarkan Bagian yang diteliti Sampel Konsentrasi (mg / 100 g sampel kering) Asam Klorogenat Asam Kafeat Asam Ferulat Bagian Daun Mengkudu Mangkokan Labu Siam Lembayung Katuk Kemangi Pakis Pohpohan Mangkokan Putih Kenikir Kelor Kucai Jambu Mete Ginseng Beluntas Kedondong Cina Bagian Bunga Pepaya Kecombrang Turi Seluruh Bagian Antanan Antanan Beurit Terubuk Daun dan Batang Krokot Bagian Buah Takokak Ket: -: Tidak terdeteksi 98

114 Tabel 36 menunjukkan jumlah asam fenolat yang akan masuk ke dalam tubuh manusia jika dikonsumsi per 100 gram sampel segar serta dikonsumsi dalam bentuk lalapan. Jika sayuran tersebut diolah terlebih dahulu, misal direbus, ditumis, maupun diolah dengan cara dicampur dengan bahan-bahan pangan yang lain maka nilai kandungan asam fenolat yang masuk ke tubuh akan lebih kecil dari angka-angka tersebut. Hal ini terjadi karena asam fenolat merupakan senyawa yang tidak tahan panas. Senyawa asam fenolat akan rusak jika terkena panas, oleh karena itu kandungan asam fenolat akan berkurang jika sayuran tersebut diolah terlebih dahulu sebelum dikonsumsi. Tabel 37 menunjukkan data asam fenolat berdasarkan pengelompokan bagian tanaman yang digunakan untuk penelitian ini yaitu daun, bunga, buah, daun dan batang, dan seluruh bagian. Pada tabel 37 dapat terlihat bahwa senyawa asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat pada bagian daun lebih banyak jika dibandingkan dengan bagian bunga, batang, seluruh bagian, maupun buah. Namun hal ini juga dipengaruhi oleh jenis sayuran yang dianalisis. (Mattila dan HellstrÖm, 2007) dalam penelitiannya didapatkan kisaran senyawa asam fenolat yaitu asam klorogenat mg per 100 gram sampel segar, asam kafeat mg/100 gram sampel segar, dan asam ferulat mg/100 gram sampel segar. Pada penelitian ini pun mendapatkan nilai diantara kisaran tersebut yaitu asam klorogenat mg/100 gram sampel segar, asam kafeat mg per 100 gram sampel segar, dan asam ferulat mg per 100 gram sampel segar. Pada penelitian ini asam fenolat yang digunakan hanya tiga jenis yaitu asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat. Dari hasil penelitian terlihat bahwa di sampel masih banyak terdapat senyawa asam fenolat selain ketiga jenis senyawa di atas. Tabel 38 menunjukkan rekapitulasi kadar air, total fenol, dan total asam fenolat. Tabel 39 menunjukkan senyawa asam fenolat yang terdeteksi. Jika ingin mengetahui lebih dalam mengenai senyawa asam fenolat apa saja yang masih terkandung di dalam sayuran indigenous maka dapat dilakukan kajian lebih jauh melalui kemungkinan waktu retensinya. Tabel 40 menunjukkan rekapitulasi komponen-komponen yang mungkin terdapat di 99

115 dalam sayuran indigenous dan persentase area komponen yang belum teridentifikasi terhadap area seluruh komponen yang terdeteksi pada sayuran indigenous Indonesia. Pada Tabel 40 terlihat bahwa antanan memiliki area unknown tertinggi yaitu sebesar 89%, diikuti oleh daun beluntas sebesar 81%. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak senyawa asam fenolat yang mungkin terdapat pada sampel karena pada penelitian ini hanya tiga jenis asam fenolat saja yang dianalisis berdasarkan ketersediaannya yang cukup banyak dalam tanaman yaitu klorogenat, kafeat, dan asam ferulat. Jika dilihat pada tabel 40, senyawa pada waktu retensi menit ke- 3.3 dan menit ke 4.4 terdapat pada semua sampel sayuran indigenous Indonesia. Area yang tertinggi terdapat pada sampel daun jambu mete yaitu sebesar (mau) untuk menit ke 3.3 dan (mau) untuk menit ke 4.4. Berdasarkan penelitian Ivanauskas et al. (2008) diduga senyawa yang muncul pada menit ke-3.3 adalah senyawa vanilin sedangkan pada menit ke-4.4 adalah senyawa p- koumarat. Hal ini didasarkan atas urutan kemunculan senyawa tersebut dan waktu retensinya. Selain itu masih terdapat senyawa asam fenolat yang hampir muncul pada semua sampel yaitu pada menit ke 2.7 dan menit ke-9.3. Berdasarkan penelitian Ivanauskas et al. (2008) diduga senyawa yang muncul pada menit ke 2.7 adalah senyawa asam vanillat, sedangkan pada menit ke 9.3 diduga senyawa asam sinapat berdasarkan penelitian Ciska et al. (2006). Hal ini didasarkan atas urutan kemunculan senyawa tersebut dan waktu retensinya. Keempat senyawa asam fenolat yaitu vanillin, p-koumarat, asam vanillat, dan asam sinapat memiliki kontribusi besar dalam persentase area unknown pada beberapa sampel sehingga persentase area unknownnya besar. Jika keempat asam fenolat tersebut diteliti dalam penelitian ini maka kontribusi keempat senyawa tersebut dalam persentase area unknown akan lebih kecil akibatnya persentase area yang terdeteksi pada sampel sayuran indigenous akan semakin besar. Menurut Vermerris dan Nicholson (2006) senyawa p-koumarat dan asam sinapat adalah senyawa yang banyak terdapat di tanaman. Keempat senyawa tersebut yaitu vanillin, p-koumarat, asam vanillat, dan asam sinapat mempunyai aktivitas antioksidan, sehingga dapat membantu tubuh untuk menangkal radikal bebas dan penyakit degeneratif lainnya. 100

116 Tabel 38. Rekapitulasi Kadar Air, Total Fenol, dan Asam Fenolat Sayuran Indigenous Sampel KA (% wet Basis) A Total Fenol Konsentrasi (mg / 100 g sampel kering) Total Asam Fenolat* Asam klorogenat Asam kafeat Asam ferulat Mengkudu defg cd de c b Mangkokan bcde a bcd a b a Daun Labu Siam efgh cd fg fg a a Daun Lembayung cdef gh fg de d d Daun Katuk ab ef e bc ab b Daun Kemangi fghi fg cde a e a Daun Pakis ghij de e cd a Daun Pohpohan fghij ij j k c a Bunga Pepaya fghij e e ab c c Mangkokan Putih bcde jk i i c b Daun Kenikir bc m gh cd f e

117 Lanjutan Rekapitulasi Kadar Air, Total Fenol, dan Asam Fenolat Sayuran Indigenous Daun Kelor a bc g d d f Daun Kucai j a ab a a a Daun Jambu Mete bcd p i h e Buah Takokak abc h l m d a Antanan bcd k h g b d Krokot fghij fg fg g a a Antanan Beurit cdef i k l c Daun Ginseng ij h bc a ab a Bunga kecombrang ghij n j k c a Daun Beluntas bcd o j j g Bunga Turi hij b a a Terubuk fghij gh f ef c a Kedondong cina defg l m n g A : Total Fenol dihitung berdasarkan mg asam gallat / 100 gram sampel kering - : Tidak terdeteksi * : Total asam fenolat = asam klorogenat + asam kafeat + asam ferulat 102

118 Tabel 39. Rekapitulasi Komponen yang Terdeteksi pada Sampel Sayuran Indigenous Menggunakan HPLC No Sampel Waktu Retensi (menit) CH CF FR Mengkudu Mangkokan Daun Labu Siam Daun Lembayung Daun Katuk Daun Kemangi Daun Pakis Daun Pohpohan Bunga Pepaya Mangkokan Putih Daun Kenikir Daun Kelor Daun Kucai Daun Jambu Mete Buah Takokak Antanan Krokot Antanan Beurit Daun Ginseng Bunga kecombrang Daun Beluntas Bunga Turi Terubuk Kedondong cina = Tidak Terdeteksi 103

119 Tabel 40. Rekapitulasi Area Unknown pada Waktu Retensi Tertentu No Sampel Area komponen unknown pada waktu Retensi tertentu (mau*s) Jumlah komponen unknown (mau*s) %a 1 Mengkudu Mangkokan Daun Labu Siam Daun Lembayung Daun Katuk Daun Kemangi Daun Pakis Daun Pohpohan Bunga Pepaya Mangkokan Putih Daun Kenikir Daun Kelor Daun Kucai Daun Jambu Mete Buah Takokak Antanan Krokot Antanan Beurit Daun Ginseng Bunga kecombrang Daun Beluntas Bunga Turi Terubuk Kedondong cina = Tidak Terdeteksi 104

120 E. ANALISIS STATISTIK 1. Uji Tukey Data hasil penelitian ini diolah dengan menggunakan uji Tukey s HSD (p< 0.05). Hasil uji statistik tersebut menunjukkan bahwa setiap perlakuan yang dikenakan pada sampel berpengaruh nyata terhadap jumlah komponen yang terdeteksi pada sampel. Hal ini terlihat dari nilai signifikansi sampel yang dihasilkan yaitu < dari taraf α Untuk hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2 sampai Lampiran Uji T Uji T digunakan juga dalam pengolahan data pada penelitian ini. Uji T digunakan terhadap dua cara perhitungan yang dilakukan. Pertama menggunakan persamaan kurva standar campuran dan yang kedua menggunakan standar eksternal campuran. Tujuan penggunaan uji T ini adalah untuk mengetahui apakah dengan cara perhitungan yang berbeda akan menimbulkan perbedaan yang signifikan terhadap hasil yang diperoleh. Uji T yang dilakukan disini adalah uji dua perlakuan bebas menggunakan dua sisi pada taraf α= 1% terhadap tujuh belas sampel. Hal ini dilakukan karena tujuh sampel lainnya yaitu bunga turi, mangkokan, katuk, kemangi, papaya, kucai, dan ginseng memiliki konsentrasi yang kecil sehingga menjadi data pencilan dan harus dibuang. Setelah dilakukan pengujian maka diperoleh data sebagai berikut: Tabel 41. Uji T pada Perhitungan Kandungan Asam Fenolat antara Kurva Standar Campuran dan Eksternal Standar Campuran t-test: Paired Two Sample for Means Berat kering total asam fenolat Kurva Standar Campuran Eksternal Standar Campuran Mean Variance Observations Pearson Correlation Hypothesized Mean Differen 0 df 16 t Stat P(T<=t) one-tail t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail

121 Tabel 41 menunjukkan bahwa P (T<=t) two tail > 0.01 yaitu >0.01. Dengan demikian perhitungan dengan kurva standar campuran dan eksternal standar campuran tidak berbeda nyata pada taraf α=1%. Bila melihat data pada Tabel 11, perhitungan persentase antara selisih hasil perhitungan dengan kurva standar campuran dengan perhitungan eksternal standar pada bunga turi, ginseng, kucai, mangkokan, dan kemangi memiliki perbedaan nilai yang lebih dari 10%. Hal ini mengindikasikan bahwa perhitungan dengan menggunakan eksternal standar tidak memberikan hasil yang baik bila kandungan komponen yang diidentifikasi memiliki jumlah yang sangat rendah di dalam sampel. Berdasarkan hasil pada Tabel 11, dapat dilihat bahwa bila konsentrasi komponen lebih rendah dari 20 mg/100 gram berat kering, maka hasil yang diberikan oleh perhitungan dengan menggunakan eksternal standar campuran menjadi tidak benar dan memiliki tingkat kesalahan yang besar (lebih dari 10%). Sebaiknya, bila komponen yang akan diidentikasi pada sampel jumlahnya sangat rendah (lebih rendah dari 20 mg/100 gram berat kering), perhitungan dilakukan dengan menggunakan kurva standar, agar hasil yang diperoleh lebih baik. Namun bila jumlah komponen cukup tinggi, perhitungan dengan menggunakan eksternal standar tidak terlalu menjadi masalah, karena bila dilihat dari Tabel 11, perbedaan hasil antara perhitungan dengan kurva standar dan eksternal standar tidak melebihi 10%. 3. Principal Component Analysis (PCA) Metode statistik yang dapat mengidentifikasi suatu keragaman dinamakan principal component analysis yang dapat menjelaskan jumlah keragaman dari yang terbesar hingga yang jumlah keragaman terkecil yang tersembunyi. Analisis ini dapat menjelaskan 75 % - 90 % dari total keragaman dalam data yang mempunyai 25 sampai 30 variabel hanya dengan dua sampai tiga principal component (Meilgaard et al., 1999). Berdasarkan data kandungan flavonoid pada sayuran indigenous Indonesia yang telah diteliti oleh Batari (2007) dan Rahmat (2009) maka dilakukanlah analisis PCA (Principal Component Analysis) antara total 106

122 fenol dengan asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) dan flavonoid (myricetin, luteolin, quercetin, apigenin, dan kaempferol). a. Analisis Hubungan antara Total fenol, Asam klorogenat, Asam kafeat, Asam ferulat, Myricetin, Luteolin, Quercetin, Apigenin, dan Kaempferol Hasil olahan data analisis kesembilan senyawa dengan menggunakan PCA (Principal Component Analysis) menghasilkan data akar ciri (eigen value) dengan proporsi dan kumulatif keragaman dari sembilan variabel yang dapat dilihat pada Tabel 42. Tabel 42. Akar Ciri (Eigen Value), Proporsi, dan Kumulatif Keragaman dari Sembilan Variabel Variabel Berdasarkan dua komponen utama tersebut, maka dari Tabel 44 diambil nilai mutlak (absolut) tertinggi dari nilai-nilai vektor ciri (yang dicetak tebal pada Tabel 44). Komponen pertama (PC1) dibagi dalam dua kelompok dimana kelompok pertama memiliki hubungan yang positif, yaitu quercetin dan kelompok kedua yang memiliki hubungan negatif yakni luteolin. Komponen utama kedua (PC2) dibagi dalam dua kelompok juga, dimana kelompok pertama memiliki hubungan positif, yakni kaempferol dan kelompok kedua memiliki hubungan negatif, yaitu asam kafeat. Akar Ciri Proporsi Kumulatif Total Fenol Myricetin Luteolin Quercetin Apigenin Kaempferol Asam klorogenat Asam kafeat Asam ferulat Seperti diperlihatkan pada Tabel 42, komponen utama satu (PC1) dan komponen utama dua (PC2) memiliki persentase keragaman yang lebih besar dari komponen lainnya. Komponen utama pertama (PC1) 107

123 mampu menerangkan keragaman data sebesar 23.9 %, sedangkan komponen utama kedua (PC2) mampu menerangkan keragaman data sebesar 17.3 %, sehingga keseluruhan keragaman yang dapat diterangkan oleh kedua komponen utama tersebut pada grafik biplot adalah sebesar 41.2 %. Tabel 43. Matriks Korelasi Sembilan Variabel Variabel Total Fenol Myricetin Luteolin Quercetin Apigenin Kaempferol Asam klorogenat Asam ferulat Asam kafeat Total Fenol 1 Myricetin Luteolin Quercetin Apigenin Kaempferol Asam klorogenat Asam kafeat Asam ferulat Tabel 44. Nilai-Nilai Vektor dari Hubungan antara Masing-Masing Variabel dengan Komponen Utama Variabel PC 1 (23.9%) PC 2 (17.3%) Total Fenol Myricetin Luteolin Quercetin Apigenin Kaempferol Asam klorogenat Asam kafeat Asam ferulat

124 Grafik biplot PC1 dan PC2 pada Gambar 66 membagi sayuran ke dalam empat kelompok berdasarkan senyawa yang dikandungnya. Masing-masing kelompok terdiri dari objek-objek yang digambarkan sebagai titik-titik. Objek-objek dengan karakteristik yang sama digambarkan sebagai titik-titik yang posisinya berdekatan (Sartono et al., 2003). Kelompok pertama terdiri dari daun katuk, bunga turi, mangkokan, daun kucai, daun pakis, krokot, mengkudu, bunga pepaya, mangkokan putih, dan daun ginseng. Kelompok kedua terdiri dari antanan, daun kelor, kedondong cina, dan daun lembayung. Kelompok ketiga terdiri dari antanan beurit, daun kenikir, daun jambu mete, bunga kecombrang, daun beluntas, dan buah takokak. Kelompok keempat terdiri dari daun kemangi, terubuk, daun pohpohan, dan daun labu siam. Ket: 1 : Antanan 2 : Antanan Beurit 3 : Buah Takokak 4 : Bunga Kecombrang 5 : Bunga Pepaya 6 : Bunga Turi 7 : Daun Beluntas 8 : Daun Ginseng 9 : Daun Jambu Mete 10 : Daun Kacang Panjang 11 : Daun Katuk 12 : Daun Kelor 13 : Daun Kemangi 14 : Daun Kenikir 15 : Daun Kucai 16 : Daun Labu 17 : Daun Pakis 18 : Daun Pohpohan 19 : Kedondong Cina 20 : Krokot 21 : Mangkokan Kecil 22 : Mangkokan Putih 23 : Mengkudu 24 : Terubuk Gambar 66. Biplot hubungan total fenol, asam klorogenat, asam kafeat, asam ferulat, myricetin, luteolin, quercetin, apigenin, dan kaempferol 109

125 Grafik biplot sebelumnya dapat menginterpretasikan hubungan antara dua atribut. Grafik biplot akan menggambarkan variabel sebagai garis berarah. Dua variabel yang memiliki korelasi positif akan digambarkan sebagai dua buah garis dengan arah yang sama atau membentuk sudut sempit (<90 ), sedangkan dua variabel yang memiliki korelasi negatif akan digambarkan dalam bentuk dua garis dengan arah berlawanan atau membentuk sudut tumpul (>90 ) (Sartono et al., 2003). Namun pada analisis data kali ini, keragaman data yang ditampilkan hanya sebesar 41.2% sehingga tidak dapat mewakili keseluruhan komponen yang dianalisis. Dengan demikian hasil analisisnya tidak dapat menjelaskan korelasi dari masing-masing senyawa yang dianalisis. b. Analisis Hubungan Total Fenol, Total Flavonoid, dan Total Asam Fenolat Hasil olahan data analisis ketiga senyawa dengan menggunakan PCA (Principal Component Analysis) menghasilkan data akar ciri (eigen value) dengan proporsi dan kumulatif keragaman dari tiga variabel yang dapat dilihat pada Tabel 45. Tabel 45. Akar Ciri, Proporsi, dan Kumulatif Tiga Variabel Variabel Akar Ciri Proporsi Kumulatif Berdasarkan dua komponen utama tersebut, maka dari Tabel 45 diambil nilai mutlak (absolut) tertinggi dari nilai-nilai vektor ciri (yang dicetak tebal pada Tabel 45). Komponen pertama (PC1) hanya terdiri dari satu kelompok yang memiliki hubungan positif yaitu total fenol. Komponen utama kedua (PC2) dibagi dalam dua kelompok, dimana kelompok pertama memiliki hubungan positif, yakni total flavonoid dan kelompok kedua memiliki hubungan negatif, yaitu total asam fenolat. Seperti diperlihatkan pada Tabel 45, komponen utama satu (PC1) dan komponen utama dua (PC2) memiliki persentase keragaman yang lebih besar dari komponen lainnya. 110

126 Tabel 46. Matriks Korelasi Total Fenol, Total Flavonoid, dan Total Asam Fenolat Variabel Total Fenol 1 Total Fenol Total Flavonoid Total Asam Fenolat Total Flavonoid Total Asam Fenolat Tabel 47. Nilai-Nilai Vektor dari Hubungan antara Masing-Masing Variabel dengan Komponen Utama Variabel PC 1 (47.0%) PC 2 (33.1%) Total Fenol Total Flavonoid Total Asam Fenolat Komponen utama pertama (PC1) mampu menerangkan keragaman data sebesar 47.0 %, sedangkan komponen utama kedua (PC2) mampu menerangkan keragaman data sebesar 33.1 %, sehingga keseluruhan keragaman yang dapat diterangkan oleh kedua komponen utama tersebut pada grafik biplot adalah sebesar 80.1 %. Grafik biplot PC1 dan PC2 pada Gambar 67 membagi sayuran ke dalam empat kelompok berdasarkan senyawa yang dikandungnya. Masing-masing kelompok terdiri dari objek-objek yang digambarkan sebagai titik-titik. Objek-objek dengan karakteristik yang sama digambarkan sebagai titik-titik yang posisinya berdekatan (Sartono et al., 2003). Kelompok pertama terdiri dari bunga turi, mengkudu, daun labu siam, bunga pepaya, daun lembayung, daun kelor, dan antanan. Kelompok kedua terdiri dari daun katuk, daun kenikir, dan daun jambu mete. Kelompok ketiga terdiri dari mangkokan putih, antanan beurit, daun pohpohan, buah takokak, bunga kecombrang, daun beluntas, dan kedondong cina. Kelompok empat terdiri dari daun kucai, mangkokan, daun kemangi, daun ginseng, daun pakis, krokot, dan terubuk. 111

127 Ket: 1 : Antanan 2 : Antanan Beurit 3 : Buah Takokak 4 : Bunga Kecombrang 5 : Bunga Pepaya 6 : Bunga Turi 7 : Daun Beluntas 8 : Daun Ginseng 9 : Daun Jambu Mete 13 : Daun Kemangi 14 : Daun Kenikir 15 : Daun Kucai 10 : Daun Kacang Panjang 16 : Daun Labu 11 : Daun Katuk 17 : Daun Pakis 12 : Daun Kelor 18 : Daun Pohpohan 19 : Kedondong Cina 20 : Krokot 21 : Mangkokan Kecil 22 : Mangkokan Putih 23 : Mengkudu 24 : Terubuk Gambar 67. Biplot hubungan antara total fenol, total asam fenolat, dan total flavonoid Sampel-sampel yang terletak pada kuadran pertama (bunga turi, mengkudu, daun labu siam, bunga pepaya, daun lembayung, daun kelor, dan antanan) dan keempat (daun kucai, mangkokan, daun kemangi, daun ginseng, daun pakis, krokot, dan terubuk) mengandung sedikit total flavonoid, total fenol, dan total asam fenolat. Selanjutnya sampel-sampel yang terletak pada kuadran kedua (daun katuk, daun kenikir, dan daun jambu mete) mengandung total flavonoid dan total fenol yang tinggi, namun sampel-sampel pada kuadran kedua ini mengandung sedikit total asam fenolat. Sampel-sampel yang terletak pada kuadran ketiga (mangkokan putih, antanan beurit, daun pohpohan, buah takokak, bunga kecombrang, daun beluntas, dan kedondong cina) mengandung total asam fenolat dan total fenol yang tinggi, namun sampel-sampel pada kuadran ketiga ini 112

128 mengandung sedikit total asam fenolat. Grafik biplot di atas juga dapat menginterpretasikan hubungan antara dua atribut. Grafik biplot akan menggambarkan variabel sebagai garis berarah. Dua variabel yang memiliki korelasi positif akan digambarkan sebagai dua buah garis dengan arah yang sama atau membentuk sudut sempit (<90 ), sedangkan dua variabel yang memiliki korelasi negatif akan digambarkan dalam bentuk dua garis dengan arah berlawanan atau membentuk sudut tumpul (>90 ) (Sartono et al., 2003). Pada Gambar 67 sebelumnya dapat dilihat bahwa total fenol membentuk sudut sempit (<90 ) baik dengan total flavonoid maupun dengan total asam fenolat. Dengan demikian total fenol memiliki korelasi positif terhadap total flavonoid dan total asam fenolat, sehingga semakin tinggi total fenol maka baik total flavonoid maupun total asam fenolat akan tinggi juga. Begitu pula sebaliknya jika total fenol rendah maka total flavonoid dan total asam fenolat akan rendah juga. Total flavonoid dan total asam fenolat juga membentuk sudut sempit (<90 ). Hal ini menunjukkan bahwa total flavonoid dan total asam fenolat berkorelasi positif, semakin tinggi total flavonoid maka akan semakin tinggi pula total asam fenolatnya dan sebaliknya jika total flavonoid rendah maka total asam fenolat pun akan rendah. 113

129 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Kadar total fenol pada sampel menunjukkan besarnya jumlah senyawa fenolik yang terdapat di dalam sampel tersebut. Kadar total fenol ini mewakili senyawa fenolik yang terdapat di dalam sampel, baik berupa komponen flavonoid, asam fenolat, maupun komponen fenolik yang lain. Kandungan total fenol tertinggi dalam penelitian ini yaitu pada sampel daun jambu mete dengan total fenol sebesar ( mg) diikuti oleh daun beluntas ( mg), dan bunga kecombrang ( mg). kandungan total fenol terendah ditemukan pada sampel mangkokan yaitu ( mg). Kedua puluh empat jenis sayuran indigenous Indonesia mengandung cukup banyak asam fenolat terutama asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat. Tiga sampel yang memiliki kandungan asam fenolat terbanyak adalah daun kedondong cina ( mg), buah takokak ( mg), dan antanan beurit ( mg). Adapun senyawa asam fenolat dari yang terbanyak ke yang tersedikit yaitu asam klorogenat sebesar ( mg) pada sampel kedondong cina, asam kafeat sebesar (45.09 mg) pada sampel daun beluntas, dan asam ferulat sebesar (34.44 mg) pada sampel kedondong cina. Nilai-nilai tersebut dihitung berdasarkan 100 gram berat kering. Pada penelitian ini mendapatkan data kisaran asam klorogenat sebesar mg per 100 gram sampel segar, asam kafeat sebesar mg per 100 gram sampel segar, dan asam ferulat sebesar mg per 100 gram sampel segar. Hasil uji statistik dengan menggunakan metode PCA (Principal Component Analysis) terhadap total fenol, asam klorogenat, asam kafeat, asam ferulat, myricetin, luteolin, quercetin, apigenin, dan kaempferol pada kedua puluh empat jenis sayuran indigenous Indonesia mampu menerangkan keragaman data sebesar 41.2% dengan hanya menggunakan dua komponen utama yaitu komponen utama satu (PC1) sebesar 23.9% dan komponen utama dua (PC2) sebesar 17.3%. Dua variabel yang memiliki korelasi positif akan digambarkan sebagai dua buah garis dengan arah yang sama atau membentuk sudut sempit (<90 ), sedangkan dua variabel yang memiliki korelasi negatif 114

130 akan digambarkan dalam bentuk dua garis dengan arah berlawanan atau membentuk sudut tumpul (>90 ) (Sartono et al., 2003). Namun pada analisis data kali ini, keragaman data yang ditampilkan hanya sebesar 41.2% sehingga tidak dapat mewakili keseluruhan komponen yang dianalisis. Dengan demikian hasil analisisnya tidak dapat menjelaskan korelasi dari masing-masing senyawa yang dianalisis. Hasil uji statistik dengan menggunakan metode PCA (Principal Component Analysis) yang dilakukan terhadap total fenol, total asam fenolat, dan total flavonoid pada kedua puluh empat sayuran indigenous Indonesia mampu menerangkan keragaman data sebesar 80.1% dengan hanya menggunakan dua komponen utama yaitu komponen utama satu (PC1) sebesar 47.0% dan komponen utama dua (PC2) sebesar 33.1%. Hasil uji statistik ini juga menunjukkan bahwa total fenol memiliki korelasi positif terhadap total flavonoid dan total asam fenolat (sudut yang dibentuk antara total fenol terhadap total flavonoid dan total asam fenolat <90 o ), sehingga semakin tinggi total fenol maka baik total flavonoid maupun total asam fenolat akan tinggi dan sebaliknya jika total fenol rendah maka baik total flavonoid maupun total asam fenolat akan rendah. B. SARAN Pada kedua puluh empat jenis sampel sayuran indigenous Indonesia ini ternyata masih banyak mengandung jenis-jenis asam fenolat yang lainnya. Dengan demikian perlu penelitian lanjutan untuk mengetahui komponen asam fenolat yang lain selain yang telah diteliti saat ini. Kedua puluh empat jenis sayuran indigenous Indonesia ini memiliki kandungan asam fenolat dan flavonoid yang cukup tinggi sehingga sangat baik untuk dikembangkan menjadi produk pangan baru yang siap santap dan siap saji. 115

131 DAFTAR PUSTAKA Agullo, G, Gamet-Payrastre L, Manenti S, Viala C, Remesy C, Chap H, Payrastre B Relationship Between Flavonoid Structure and Inhibition of Phosphatidylinositol 3-Kinase: Acomparison with Tyrosine Kinase and Protein Kinase C Inhibition. Biochem. Pharmacol. 53 (1997) Anonim Http ://www. republika. co. id/. [4 Januari 2009] AOAC Official Method of Analysis. Assosiation of Official Analytical Chemistry, Washington D.C. Ashida, H, Fukuda I, Yamashita T, Kanazawa K Flavones and Flavonols at Dietary Levels Inhibit a Transformation af Aryl Hydrocarbon Receptor Induced By Dioxin. FEBS Lett. 476 (2000) Azar, M, Verette E, and Burn S Identification of Some Phenolic Compounds In Bilberry. Batari, R Identifikasi Senyawa Flavonoid pada Sayuran Indigenous Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor. Birošova L, Mikulašova M, Vaverkova Š. Antimutagenic Effect of Phenolic Acids Biomed. Pap. Med. Fac. Univ. Palacky. Olomouc. Czech. Repub. 149(2) (2005) Cadenas, E and Packer, L Handbook of Antioxidants Second Edition Revised and Expanded. Marcel Dekker, Inc. New York Ciska, E, Karamaæ, M, Kosiñska, A Antioxidant Activity of Extracts of White Cabbage and Sauerkraut. Pol. J. Food Nutr. Sci. 14/55 (2005) Duthie, GG, Duthie SJ, Kyle JAM Plant Polyphenols in Cancer and Heart Disease: Implications as Nutritional Antioxidants. Nutr. Res. Rev. 13 (2000) Frey, RS, Li J, Singletary KW Effects of Genistein on Cell Proliferation and Cell Cycle Arrest in Nonneoplastic Human Mammary Epithelial Cells: Involvement of Cdc2, P21(Waf/Cip1), P27(Kip1), And Cdc2C Expression. Biochem. Pharmacol. 61 (2001) Haddock, EA, Gupta RK, Al-Shafi SMK, Layden K, Haslam E, Magnolato D The Metabolism of Gallic Acid and Hexahydroxydiphenic Acid in Plants: Biogenetic and Molecular Taxonomic Considerations. Phytochem. 21 (1982) Hakkinen, S Flavonols and Phenolic Acids in Berries and Berry Products. Doctoral dissertation. Fac. Med. Univ. Kuopio. Finland. Halliwell, B., Rafter, J., and Jenner A Health Promotion by Flavonoids, Tocopherols, Tocotrienols, and Other Phenols: Direct Or Indirect Effects? Antioxidant Or Not? Am. J. Clin. Nutr. 81 (2005) 268S-276S (Suppl.) Hertog, MGL, Kromhout D, Aravanis C, Blackburn H, Buzina R, Fidanza F, Giampaoli S, Jansen A, Menotti A, Nedeljkovic S, Pekkarinen M, Simic 116

132 BS, Toshima H, Feskens EJM, Hollman PCH, Katan MB Flavonoid Intake and Long-Term Risk of Coronary Heart Disease and Cancer In The Seven Countries Study. Arch. Intern. Med. 155 (1995) Ishartani, D Pengaruh Pengeringan Terhadap Sifat Fisiko Kimia dan Fungsional Tepung Kecambah Kacang Tunggak (Vigna unguiculata) Hasil Germinasi dengan Natrium Alginat sebagai Elisator Senyawa Antioksidan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ivanauskas, L, Jakštas, V, Radušienė, J, Lukošius, A, Baranauskas, A Evaluation of Phenolic Acids and Phenylpropanoids in the Crude Drugs. J. Med. 44 (1) (2008). Jian, Hong Yan, AN, Cheng Cai, Feng J, Ci, YX, Li Y, Sugisawa A, Izumitani M, Chen ZL Effect of Caffeic Acid on The Tumor Cells U937 Evaluated by an Electrochemical Voltammetric Method. Chin. Chem. Lett. 10 (1999) Kobuchi, H, Roy S, Sen CK, Nguyen HG, Packer L Quercetin Inhibits Inducible ICAM-1 Expression in Human Endothelial Cells Through The JNK Pathway. Am. J. Physiol. 277 (1999) C403-C411. Laranjinha, JA, Almeida, LM, Madeira, VM Reactivity of Dietary Phenolic Acids with Peroxyl Radicals: Antioxidant Activity Upon Low Density Lipoprotein Peroxidation. Biochem. Pharmacol. 48 (1994) Macheix J-J, Fleuriet A, Billot J Fruit Phenolics. Boca Raton, USA: CRC Press. Macheix, J-J, Fleuriet A, and Billot J Fruit Phenolics.CRC Press, Boca Raton, FL. Manach, C, Scalbert A, Morand C, Re me sy C, Jime nez L Polyphenols: Food Sources and Bioavailability. Am. J. Clin. Nutr. 79 (2004) Mattila, P. and Hellstrom, J Phenolic Acids in Potatoes, Vegetables, and Some of Their Products. J. Food Com. Anal. 20 (2007) Mattila, P. and Kumpulainen, J Determination of Free and Total Phenolic Acids in Plant-Derived Foods by HPLC with Diode-Array Detection. J. Agric. Food Chem. 50 (2002) Meilgaard, M, Civille, G and Carr, BT Sensory Evaluation Techniques. Third Ed. CRC Press, Florida. Meyer, AS, Heinonen M, Frankel EN Antioxidant Interactions of Catechin, Cyanidin, Caffeic Acid, Quercetin, and Ellagic Acid on Human LDL Oxidation. Food Chem. 61 (1998) Mosel, H.D. und Herrmann, K Die Phenolischen Inhalsstoffe der Obstes.IV. Die Phenolischen Inhalsstoffe der Brombeeren und Himbeeren und Deren Deren Veranderun gen Wahrend Wachstum und Reife der Fruchte. Z. Lebensm.Unters. Forsch. 154 (1974)

133 Olthof, Margreet R, Hollman PCH, and Katan MB Chlorogenic Acid and Caffeic Acid are Absorbed in Humans. Journal of Nutrition. 131 (2001) 131: Rahmat, H Identifikasi Senyawa Flavonoid Pada Sayuran Indigenous Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor. Rimbach G, Fuchs J, and Packer L Application of Nutrigenomics Tools to Analyze The Role of Oxidants and Antioxidants in Gene Expression. in: Rimbachg, Fuchs J, Packer L, Editors. Nutrigenomics. Boca Raton, Fla.: Taylor and Francis. P Rivas, N and Luh, BS Polyphenolic Compounds in Tomatoes Pastes. J. Food Sci. 33 (1968) 358 Rounds, MA and SS. Nielsen Basic Principles of Chromatography. Di dalam : Nollet, LML. (Ed). Food Analysis by HPLC, Second Edition, Revised and Expanded. Marcell Dekker, Inc., New York. Rounds, MA, and JF. Gregor High Performance Liquid Chromatography. Di dalam : Nielsen, S. S. (Ed.). Food Analysis, Third Edition. Plenum Publisher, New York. Sakakibara, H, Honda Y, Nakagawa S, Ashida H, and Kanazawa K Simultaneous Determination of All Plyphenols in Vegetables, Fruits, and Teas. J. Agric. Food Chem. 51 (2003) Sandrasari, DA Kapasitas Antioksidan dan Hubungannya dengan Nilai Total Fenol Ekstrak Sayuran Indigenous. Tesis. IPB. Sartono, B, FM Affendi, UD, Syahfitri IM, Sumertajaya, dan Y. Anggraeni Analisis Variabel Ganda. Dept. Statistika. IPB. Bogor. Schmidtlein, H. and Herrmann, K. 1975a. On The Phenolics Acids of Vegetables. I. Hydroxycinnamic Acids and Hidroxybenzoic Acids of Brassica Species and Leaves of Other Cruciferae. Z. Lebensm. Unters. Forsch.,159 (1975) 139 Schmidtlein, H. and Herrmann, K. 1975b. On The Phenolics Acids of Vegetables. IV. Hydroxycinnamic Acids and Hidroxybenzoic Acids of Vegetables and Potatoes. Z. Lebensm. Unters. Forsch.,159 (1975) 255 Schuster, B. and Herrmann, K Hydroxyenzoic and Hydroxycinnamic Acid Derivatives in Soft Fruits. Phytochem. 24 (1985) Shahidi, F and Naczk, M Food Phenolics. Technomic Publishing Co, Lancaster, Basel. Singleton, VL Grape and Wine Phenolics, Background and Prospects.In Proceedings of The Symposium o Grape and Wine Centennial, University of California, Davis, CA, p.215 Stohr, A. und Herrmann, K. 1975a. Die Phenolischen Inhalsstoffe der Obstes.IV. Die Phenolischen Inhalsstoffe der Johannisbeeren, Stachelbeeren und Kulturheidelbeeren Veranderungen der Phenolsauren und Catechine 118

134 Wahrend Wachstum und Reife Von Swarzen Johannisbeeren. Z. Lebensm. Unters. Forsch., 159 (1975) 31 Stohr, A. and Herrmann, K. 1975b. The Phenols of Fruits.V.The Phenols of Strawberries and Their Changes During Development and Ripeness of Fruits. Z. Lebensm. Unters. Forsch., 158 (1975) 341 Strack, D Phenolic Metabolism. in: Dey PM, Harborne JB, Eds. Plant Biochemistry. London, UK: Academic Press, p U.P. Singh, A. Suman, M. Sharma, JN, Singh, Amitabh Singh, S. Maurya HPLC Analysis of the Phenolic Profiles in Different Parts of Chilli (Capsicum annum) and Okra (Abelmoschus esculentus L.) Moench. The Intern. J. Altern. Med. 5 (2008) 2. Vermerris, W and Nicholson, R Phenolic compound Biochemistry. Springer. USA Wallace G, Fry SC Phenolic Components of The Plant Cell Wall. Int Rev Cytol 151 (1994) Williamson, G, Plumb GW, Uda Y, Price KR, Rhodes MJC Dietary Quercetin Glycosides: Antioxidant Activity and Induction of The Anticarcinogenic Phase II Marker Enzyme Quinone Reductase in Hepalclc7 Cells. Carcinogenesis 17 (1996) Yang, CS, Landau JM, Huang MT, Newmark HL Inhibition of Carcinogenesis by Dietary Polyphenolic Compounds. Annu. Rev. Nutr. 21 (2001)

135 LAMPIRAN Lampiran 1. Gambar Kedua Puluh Empat Sayuran Indigenous Indonesia Kenikir Beluntas Mangkokan Antanan Kemangi Bunga Kecombrang Kedondong cina Katuk Antanan beurit Daun ginseng Pakis Bunga turi Kucai Takokak Krokot Pohpohan 120

136 Bunga pepaya Daun jambu mete Daun mengkudu Terubuk Daun Labu Siam Lembayung Mangkokan Putih Daun kelor 121

SENYAWA FENOLIK PADA BEBERAPA SAYURAN INDIGENOUS

SENYAWA FENOLIK PADA BEBERAPA SAYURAN INDIGENOUS TROPICAL PLANT CURRICULUM (TPC) PROJECT SENYAWA FENOLIK PADA BEBERAPA SAYURAN INDIGENOUS DARI INDONESIA Nuri Andarwulan RH Fitri Faradilla Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST)

Lebih terperinci

SKRIPSI IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID PADA SAYURAN INDIGENOUS JAWA BARAT. Oleh RATNA BATARI F

SKRIPSI IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID PADA SAYURAN INDIGENOUS JAWA BARAT. Oleh RATNA BATARI F SKRIPSI IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID PADA SAYURAN INDIGENOUS JAWA BARAT Oleh RATNA BATARI F24103120 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID PADA

Lebih terperinci

Menggali Potensi Komponen Bioaktif Sayuran Indigenos sebagai Zat Pengatur Kesehatan dan Ingridien Pangan Fungsional

Menggali Potensi Komponen Bioaktif Sayuran Indigenos sebagai Zat Pengatur Kesehatan dan Ingridien Pangan Fungsional Menggali Potensi Komponen Bioaktif Sayuran Indigenos sebagai Zat Pengatur Kesehatan dan Ingridien Pangan Fungsional Pendahuluan Prof.DR.Ir. Nuri Andarwulan, MSi Guru Besar Tetap Fakultas Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan untuk membuat ekstrak sayuran dan bahan untuk analisis. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan

Lebih terperinci

SKRIPSI KAJIAN KANDUNGAN SENYAWA KAROTENOID, ANTOSIANIN DAN ASAM ASKORBAT PADA SAYURAN INDIGENOUS JAWA BARAT. Oleh: DEWI KURNIASIH F

SKRIPSI KAJIAN KANDUNGAN SENYAWA KAROTENOID, ANTOSIANIN DAN ASAM ASKORBAT PADA SAYURAN INDIGENOUS JAWA BARAT. Oleh: DEWI KURNIASIH F SKRIPSI KAJIAN KANDUNGAN SENYAWA KAROTENOID, ANTOSIANIN DAN ASAM ASKORBAT PADA SAYURAN INDIGENOUS JAWA BARAT Oleh: DEWI KURNIASIH F405370 00 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

METODOLOGI. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

METODOLOGI. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia SEAFAST, Laboratorium Kimia Pusat Studi BIOFARMAKA, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Kimia Universitas Sahid

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012. 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Penelitian

Lebih terperinci

A. SAYURAN INDIGENOUS

A. SAYURAN INDIGENOUS II. TINJAUAN PUSTAKA A. SAYURAN INDIGENOUS Indonesia memiliki keragaman sumber daya hayati yang sangat potensial untuk dikembangkan. Salah satu sumber daya hayati tersebut adalah sayursayuran yang memiliki

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

Aktivitas antioksidan ekstrak buah labu siam (Sechium edule Swartz) Disusun oleh : Tri Wahyuni M BAB I PENDAHULUAN

Aktivitas antioksidan ekstrak buah labu siam (Sechium edule Swartz) Disusun oleh : Tri Wahyuni M BAB I PENDAHULUAN Aktivitas antioksidan ekstrak buah labu siam (Sechium edule Swartz) Disusun oleh : Tri Wahyuni M.0304067 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Antioksidan memiliki arti penting bagi tubuh manusia,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik

BAB III METODE PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan November 2011 sampai Mei 2012 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik Instrumen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 24 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental laboratorium. Metode yang digunakan untuk mengekstraksi kandungan kimia dalam daun ciplukan (Physalis

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. TOTAL KAROTENOID Karotenoid merupakan pigmen berwarna jingga atau merah yang terdapat di berbagai macam plastida berwarna (kromoplas) di akar, batang, daun, bunga, dan buah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya hidup sehat, tuntutan terhadap bahan pangan juga bergeser. Bahan pangan yang banyak diminati konsumen

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya hidup sehat, tuntutan terhadap bahan pangan juga bergeser. Bahan pangan yang banyak diminati konsumen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Sayuran sawi ditaneim dengan rancangan acak lengkap (RAL) dengan S perlakuan dan 3 kali pengulangan. Perlakuan tersebut adalah : (1) ETT MS = Bokashi + ETT daun mimba

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2013 sampai Agustus 2013 di Laboratoium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium Instrumen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rusak serta terbentuk senyawa baru yang mungkin bersifat racun bagi tubuh.

I. PENDAHULUAN. rusak serta terbentuk senyawa baru yang mungkin bersifat racun bagi tubuh. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lipida merupakan salah satu unsur utama dalam makanan yang berkontribusi terhadap rasa lezat dan aroma sedap pada makanan. Lipida pada makanan digolongkan atas lipida

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teh hitam yang diperoleh dari PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas Bogor grade BP1 (Broken Pekoe 1).

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2012 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Tahapan

METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Tahapan METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Agustus 2012. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Organoleptik, Laboratorium Biokimia Zat Gizi,

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Daya Larut

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Daya Larut 4. PEMBAHASAN Pembuatan minuman serbuk daun katuk dan jambu biji merah merupakan sebuah penelitian pengembangan produk yang bertujuan untuk memanfaatkan nilai fungsional pada bahan alami dengan lebih mudah

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian konversi lignoselulosa jerami jagung (corn stover) menjadi 5- hidroksimetil-2-furfural (HMF) dalam media ZnCl 2 dengan co-catalyst zeolit,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Optimasi Sistem KCKT Sistem KCKT yang digunakan untuk analisis senyawa siklamat adalah sebagai berikut: Fase diam : C 18 Fase gerak : dapar fosfat ph

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daging ayam merupakan salah satu bahan pangan yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang berkualitas tinggi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki

I. PENDAHULUAN. lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daun pohpohan merupakan bagian tanaman yang digunakan sebagai lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki aktivitas antioksidan yang besar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan senyawa yang terbentuk secara alamiah di

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan senyawa yang terbentuk secara alamiah di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radikal bebas merupakan senyawa yang terbentuk secara alamiah di dalam tubuh dan terlibat hampir pada semua proses biologis mahluk hidup. Senyawa radikal bebas mencakup

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perbedaan jenis pelarut terhadap kemampuan ekstrak daun beluntas (Pluchea indica Less.) dalam menghambat oksidasi gula. Parameter

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyakit degeneratif merupakan penyakit tidak menular yang berlangsung kronis seperti penyakit jantung, hipertensi, diabetes dan lainnya. Penyakit ini telah

Lebih terperinci

SKRIPSI IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID PADA SAYURAN INDIGENOUS JAWA BARAT. Oleh : HARDIANZAH RAHMAT F

SKRIPSI IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID PADA SAYURAN INDIGENOUS JAWA BARAT. Oleh : HARDIANZAH RAHMAT F SKRIPSI IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID PADA SAYURAN INDIGENOUS JAWA BARAT Oleh : HARDIANZAH RAHMAT F24104043 2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok, pada

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 17 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian konversi lignoselulosa tandan pisang menjadi 5-hidroksimetil-2- furfural (HMF) untuk optimasi ZnCl 2 dan CrCl 3 serta eksplorasi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat 1. Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah takokak segar yang diperoleh dari Desa Benteng Gunung Leutik dan salah satu pasar tradisional

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku utama yang digunakan pada penelitian ini adalah rimpang jahe segar yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Aromatik dan Obat (Balitro) Bogor berumur 8

Lebih terperinci

UJI DAYA REDUKSI EKSTRAK DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora L.) TERHADAP ION FERRI SKRIPSI

UJI DAYA REDUKSI EKSTRAK DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora L.) TERHADAP ION FERRI SKRIPSI UJI DAYA REDUKSI EKSTRAK DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora L.) TERHADAP ION FERRI SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai Derajat Sarjana Farmasi (S. Farm) Progam Studi Ilmu Farmasi pada

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Ekstraksi Tomat Bahan tomat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tomat dari varietas tomat apel (Lycopersicum esculentum var. pyriforme) yang diperoleh dari sebuah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan Januari 2010. Daun gamal diperoleh dari Kebun Percobaan Natar, Lampung Selatan

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G 60 F 4. Ekstrak pekat ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering, langsung dielusi dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

SEAFAST Center disintesis dari asam. (Cronizer et

SEAFAST Center disintesis dari asam. (Cronizer et Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous II. BIOSINTESIS SENYAWA FENOLIK Biosintesis senyawa fenolik sebagian besar terjadi di sitoplasma dan diawali melalui jalur shikimate (Gambar 2.1) (Wink 2010). Asam

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Alat dan Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teh hijau yang diperoleh dari PT Perkebunan Nusantara Gunung Mas di Bogor. Bahan-bahan yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental, karena

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental, karena BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental, karena penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh/hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus 2013 di Laboratorium

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus 2013 di Laboratorium 29 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus 2013 di Laboratorium Kimia Fisik, Laboratorium Biomassa, Laboratorium Biokimia, dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian,

BAB III MATERI DAN METODE. Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian, 11 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian, Laboratorium Terpadu Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian validasi metode dan penentuan cemaran melamin dalam susu formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen

Lebih terperinci

Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya

Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: Jenny Virganita NIM. M 0405033 BAB III METODE

Lebih terperinci

AFLATOKSIN dan BAHAN PENGAWET

AFLATOKSIN dan BAHAN PENGAWET AFLATOKSIN dan BAHAN PENGAWET AFLATOKSIN Senyawa metabolik sekunder yang bersifat toksik dan karsinogenik Dihasilkan: Aspergilus flavus & Aspergilus parasiticus Keduanya tumbuh pada biji-bijian, kacang-kacangan,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah daun salam, daun jati belanda, daun jambu biji yang diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka (PSB) LPPM-IPB Bogor. Bahan yang digunakan untuk uji

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian tentang konversi biomassa kulit durian menjadi HMF dalam larutan ZnCl 2 berlangsung selama 7 bulan, Januari-Agustus 2014, yang berlokasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Standar DHA murni (Sigma-Aldrich) 2. Standar DHA oil (Tama Biochemical Co., Ltd.) 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, metanol,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Makanan dan Material dan Laboratorium Kimia Analitik Instrumen, Jurusan Pendidikan Kimia,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. ALAT DAN BAHAN Alat yang digunakan pada penelitian kali ini meliputi pisau dan wadah untuk pengambilan sampel, seperangkat destilator, seperangkat alat ekstraksi soxhlet,

Lebih terperinci

BAB III. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

BAB III. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang bertempat di jalan Dr. Setiabudhi No.229

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan, mulai bulan Maret 2011 sampai dengan Agustus 2011. Berlokasi di Laboratorium Jasa Analisis Pangan, Departemen

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN. akuades, reagen Folin Ciocalteu, larutan Na 2 CO 3 jenuh, akuades, dan etanol.

III METODE PENELITIAN. akuades, reagen Folin Ciocalteu, larutan Na 2 CO 3 jenuh, akuades, dan etanol. III METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan Alat yang digunakan untuk pembuatan gambir bubuk adalah Hammer Mill, Erlenmeyer, gelas ukur, corong, kain saring, Shaker Waterbath, dan Spray Dryer. Alat yang digunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel Temulawak Terpilih Pada penelitian ini sampel yang digunakan terdiri atas empat jenis sampel, yang dibedakan berdasarkan lokasi tanam dan nomor harapan. Lokasi tanam terdiri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini di jaman yang sudah modern terdapat berbagai macam jenis makanan dan minuman yang dijual di pasaran. Rasa manis tentunya menjadi faktor utama yang disukai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teh sarang semut merupakan salah satu jenis teh herbal alami yang terbuat

BAB I PENDAHULUAN. Teh sarang semut merupakan salah satu jenis teh herbal alami yang terbuat IX-xi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Teh sarang semut merupakan salah satu jenis teh herbal alami yang terbuat dari bahan utama yaitu tumbuhan umbi yang digunakan oleh semut sebagai sarang sehingga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan Maret sampai Bulan Juni 2013. Pengujian aktivitas antioksidan, kadar vitamin C, dan kadar betakaroten buah pepaya

Lebih terperinci

39 Universitas Indonesia

39 Universitas Indonesia BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ekstraksi Buah Mengkudu Untuk ekstraksi, buah mengkudu sebanyak kurang lebih 500 g dipilih yang matang dan segar serta tidak perlu dikupas terlebih dahulu. Selanjutnya bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi 24 Rancangan ini digunakan pada penentuan nilai KHTM. Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α 0.05, dan menggunakan uji Tukey sebagai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa serta Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung.

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. 16 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2012 sampai dengan bulan Maret 2013 di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. 3.2 Alat

Lebih terperinci

KAJIAN AWAL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI POLAR KELADI TIKUS (typhonium flagelliforme. lodd) DENGAN METODE DPPH

KAJIAN AWAL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI POLAR KELADI TIKUS (typhonium flagelliforme. lodd) DENGAN METODE DPPH KAJIAN AWAL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI POLAR KELADI TIKUS (typhonium flagelliforme. lodd) DENGAN METODE DPPH Dian Pratiwi, Lasmaryna Sirumapea Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi Palembang ABSTRAK

Lebih terperinci

III. SIFAT KIMIA SENYAWA FENOLIK

III. SIFAT KIMIA SENYAWA FENOLIK Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous III. SIFAT KIMIA SENYAWA FENOLIK A. Kerangka Fenolik Senyawa fenolik, seperti telah dijelaskan pada Bab I, memiliki sekurang kurangnya satu gugus fenol. Gugus fenol

Lebih terperinci

EKSTRAKSI SENYAWA BIOAKTIV DARI DAUN MORINGA OLEIFERA

EKSTRAKSI SENYAWA BIOAKTIV DARI DAUN MORINGA OLEIFERA EKSTRAKSI SENYAWA BIOAKTIV DARI DAUN MORINGA OLEIFERA Dosen Pembimbing : Siti Zullaikah, ST, MT, PhD. Prof. Dr. Ir. H. M. Rachimoellah Dipl. EST Laboratorium Biomassa dan Konversi Energi Teknik Kimia FTI-ITS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci

III. METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian, Pilot. Plant, dan Laboratorium Analisis Politeknik Negeri Lampung.

III. METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian, Pilot. Plant, dan Laboratorium Analisis Politeknik Negeri Lampung. III. METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian, Pilot Plant, dan Laboratorium Analisis Politeknik Negeri Lampung. Penelitian dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

PENGARUH PERBANDINGAN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) DENGAN ROSELLA (Hibiscus sabdariffa Linn) DAN JENIS JAMBU BIJI TERHADAP KARAKTERISTIK JUS

PENGARUH PERBANDINGAN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) DENGAN ROSELLA (Hibiscus sabdariffa Linn) DAN JENIS JAMBU BIJI TERHADAP KARAKTERISTIK JUS PENGARUH PERBANDINGAN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) DENGAN ROSELLA (Hibiscus sabdariffa Linn) DAN JENIS JAMBU BIJI TERHADAP KARAKTERISTIK JUS TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Syarat Sidang Sarjana

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 22 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang, Kegiatan penelitian ini dimulai pada bulan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang- 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang- Cihideung. Sampel yang diambil adalah CAF. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab Bandung Barat. Sampel yang diambil berupa tanaman KPD. Penelitian berlangsung sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terakhir. Efek pangan dapat berdampak terhadap kesehatan, karena

BAB I PENDAHULUAN. terakhir. Efek pangan dapat berdampak terhadap kesehatan, karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Studi tentang efek pangan telah dipelajari secara intensif beberapa tahun terakhir. Efek pangan dapat berdampak terhadap kesehatan, karena berhubungan dengan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur,

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki areal perkebunan jambu mete (Anacardium occidentale L.) seluas 560.813 ha, tersebar di propinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,

Lebih terperinci

ANALISIS. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih

ANALISIS. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih ANALISIS KARBOHIDRAT Analisis Zat Gizi Teti Estiasih 1 Definisi Ada beberapa definisi Merupakan polihidroksialdehid atau polihidroksiketon Senyawa yang mengandung C, H, dan O dengan rumus empiris (CH2O)n,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Muhammadiyah Semarang di Jalan Wonodri Sendang Raya 2A Semarang.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Muhammadiyah Semarang di Jalan Wonodri Sendang Raya 2A Semarang. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium kimia program studi

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat-alat 1. Alat Destilasi 2. Batang Pengaduk 3. Beaker Glass Pyrex 4. Botol Vial 5. Chamber 6. Corong Kaca 7. Corong Pisah 500 ml Pyrex 8. Ekstraktor 5000 ml Schoot/ Duran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. resiko penyakit pada konsumen. Makanan fungsional ini mengandung senyawa atau

BAB I PENDAHULUAN. resiko penyakit pada konsumen. Makanan fungsional ini mengandung senyawa atau 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Meningkatnya kesejahteraan dan perubahan gaya hidup masyarakat telah mendorong terjadinya perubahan pola makan yang ternyata berdampak negatif pada kesehatan seperti

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September 2015 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September 2015 di 21 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September 2015 di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung.

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN Hasil Kerja Ekstraksi Jahe

BAB 4 PEMBAHASAN Hasil Kerja Ekstraksi Jahe 4.1. Hasil Kerja Ekstraksi Jahe BAB 4 PEMBAHASAN Bahan jahe merupakan jenis varietas putih besar yang diapat dari pasar bahan organik Bogor. Prinsip kerja ekstraksi ini adalah dengan melarutkan senyawa

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengumpulan Tanaman Pada penelitian ini digunakan Persea americana Mill yang diperoleh dari perkebunan Manoko, Lembang, sebanyak 800 gram daun alpukat dan 800 gram biji alpukat.

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 15 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai Januari 2012. Preparasi bahan baku, perhitungan rendemen, dan analisis morfometrik dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anorganik dan limbah organik. Limbah anorganik adalah limbah yang berasal

BAB I PENDAHULUAN. anorganik dan limbah organik. Limbah anorganik adalah limbah yang berasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Limbah merupakan hasil sampingan dari aktivitas manusia yang sudah terpakai, baik dalam skala rumah tangga, industri, pertambangan dan lainlain. Limbah berdasarkan

Lebih terperinci

Company LOGO ZAT WARNA /PIGMEN

Company LOGO ZAT WARNA /PIGMEN Company LOGO ZAT WARNA /PIGMEN Banyak sekali faktor yang menentukan kualitas produk akhir. Kualitas bahan pangan juga ditentukan oleh faktor sensoris (warna, kenampakan, citarasa, dan tekstur) dan yang

Lebih terperinci

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Saat ini, tingkat kematian akibat penyakit degeneratif seperti jantung, kanker, kencing manis dan lain-lain mengalami peningkatan cukup signifikan di dunia.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 12 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Dalam penelitian ini digunakan jenis penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian eksperimental sederhana (posttest only control group

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 22 23 3.2 Metode Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai bulan Juni 2012 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai bulan Juni 2012 di III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai bulan Juni 2012 di Laboratorium Biomasa Terpadu Universitas Lampung. 3.2. Alat dan

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG 49 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kandungan Klorofil Pada Ekstrak Sebelum Pengeringan dan Bubuk Klorofil Terenkapsulasi Setelah Pengeringan Perhitungan kandungan klorofil pada ekstrak sebelum pengeringan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian (Ruang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian (Ruang III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian (Ruang Analisis Pati dan Karbohidrat), Laboratorium Pengolahan Limbah Hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebutan lain seruni atau bunga emas (Golden Flower) yang berasal dari

I. PENDAHULUAN. sebutan lain seruni atau bunga emas (Golden Flower) yang berasal dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Krisan merupakan salah satu tanaman hias berupa perdu dengan sebutan lain seruni atau bunga emas (Golden Flower) yang berasal dari dataran Cina. Bunga yang dikenal sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Nopember 2012 sampai Januari 2013. Lokasi penelitian di Laboratorium Riset dan Laboratorium Kimia Analitik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia yang bertempat di jalan Dr. Setiabudhi No.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kandungan fenolik total, kandungan flavonoid total, nilai IC 50 serta nilai SPF

BAB III METODE PENELITIAN. kandungan fenolik total, kandungan flavonoid total, nilai IC 50 serta nilai SPF BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah observasional laboratorik untuk mengetahui kandungan fenolik total, kandungan flavonoid total, nilai IC 50 serta nilai SPF pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman yang semakin modern serta meningkatnya kesejahteraan masyarakat telah mendorong terjadinya perubahan pola konsumsi makanan dan minuman. Sebagian

Lebih terperinci