Dosis dewasa Dosis untuk pasien dewasa gangguan. 150 mg 2x CCT hitung 50 Tidak ada

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Dosis dewasa Dosis untuk pasien dewasa gangguan. 150 mg 2x CCT hitung 50 Tidak ada"

Transkripsi

1 Tabel 1. Dosis obat ARV Kategori ARV Nucleoside reverse-transcriptase inhibitors (NRTI) Zidovudin Dosis anak (AZT) a Kapsul 100 mg Pediatrik (rentang dosis 90 mg- Tablet KDT 180mg/m2 LPB) Oral: 160 mg/m2 LPB tiap 12 jam atau 6-7mg/kg/dosis Lamivudin (3TC) a Tablet 150 mg Tablet KDT remaja: seperti dewasa Dosis anak Pediatrik 4 mg/kg, 2x sehari dosis terapi Remaja: BB <50 kg: 2 mg/kg, 2x sehari BB 50 kg: seperti dewasa Dosis dewasa Dosis untuk pasien dewasa gangguan ginjal b 300 mg 2x CCT hitung 15 Tidak ada sehari ml/mnt penyesuaian dosis CCT hitung < mg tiap 6-8 ml/mnt jam Terapi 100 mg tiap 6-8 hemodialisis jam c Terapi dialisis 100 mg tiap 6-8 peritoneum jam Dosis dewasa Dosis untuk pasien dewasa gangguan ginjal b 150 mg 2x CCT hitung 50 Tidak ada sehari/ ml/mnt penyesuaian dosis 300 mg 1x CCT hitung mg 1x sehari sehari ml/mnt CCT hitung ml/mnt CCT hitung 5 14 ml/mnt CCT hitung <5mL/mnt 150 mg dosis pertama, selanjutnya 100 mg 1x sehari 150 mg dosis pertama, selanjutnya 50 mg 1x sehari 50 mg dosis pertama,

2 Abacavir (ABC) d Tablet 300 mg Dosis anak 300 mg tablet ( 14 kg) BB Dosis (kg) pagi ½ tab (150 mg) >21 ½ tab <30 ( kg mg) 1 tab (300 mg) Dosis malam ½ tab (150 mg) 1 tab (300 mg) 1 tab (300 mg) Dosis Sehari 300 mg 450 mg 600 mg selanjutnya 25 mg 1x sehari Terapi hemodialisis 50 mg dosis pertama, selanjutnya 25 mg 1x sehari c Terapi dialisis peritoneum 50 mg dosis pertama, selanjutnya 25 mg 1x sehari Dosis dewasa Dosis untuk pasien dewasa gangguan ginjal 300 mg 2x ODHA dengan Tidak ada sehari/ CCT hitung penyesuaian dosis 600 mg 1x berapapun sehari Terapi hemodialisis Terapi dialisis peritoneum Tidak ada penyesuaian dosis c Masih belum diketahui, gunakan dengan hati-hati Stavudin (d4t) e Tablet 40 mg Dosis remaja ( 16 tahun) : seperti dewasa Dosis anak Dosis dewasa Dosis untuk pasien dewasa gangguan ginjal 1 mg/kg/dosis 2x sehari 30 mg 2x CCT hitung >50 Tidak ada

3 KDT BB > 30 kg: seperti dewasa sehari ml/mnt penyesuaian dosis CCT hitung mg 2x sehari 50mL/mnt CCT hitung mg 2x sehari ml/mnt Terapi 15 mg 1x sehari c hemodialisis Terapi dialisis peritoneum Masih belum diketahui, gunakan dengan Didanosin (ddi) f Tablet kunyah 100 mg Enteric-coated beadlet dalam kapsul 125 mg Dosis anak Bayi < 3 bulan: 50 mg/m2 LPB tiap 12 jam Bayi > 3 bulan anak < 13 tahun: mg/m2 LPB tiap 12 jam Anak > 13 tahun atau BB > 60 kg: seperti dewasa hati-hati Dosis dewasa Dosis untuk pasien dewasa gangguan ginjal Berat badan CCT hitung 60 Tidak ada 60 kg: ml/mnt penyesuaian dosis CCT hitung mg 1x sehari 200 mg 2x 59mL/mnt sehari CCT hitung mg 1x sehari 29mL/mnt CCT hitung < mg 1x sehari ml/mnt Terapi 100 mg 1x sehari hemodialisis c Terapi dialisis 100 mg 1x sehari peritoneum Berat badan CCT hitung 60 Tidak ada <60 kg: ml/mnt penyesuaian dosis CCT hitung mg 1x sehari 125 mg 2x 59mL/mnt sehari CCT hitung mg 1x sehari 29mL/mnt

4 Emtricitabin (FTC) KDT, tidak tersedia sediaan terpisah Tenofovir (TDF) g Tablet 300 mg Dosis anak BB < 33 kg: 6 mg/kg 1x sehari, sulit diberikan karena tidak ada sediaan terpisah dari TDF BB > 33 kg: seperti dewasa CCT hitung <10 75 mg 1x sehari ml/mnt Terapi 75 mg 1x sehari c hemodialisis Terapi dialisis 75 mg 1x sehari peritoneum Dosis dewasa Dosis untuk pasien dewasa gangguan ginjal 200 mg 1x CCT hitung 50 Tidak ada sehari ml/mnt penyesuaian dosis CCT hitung mg tiap 48 ml/mnt jam CCT hitung mg tiap 72 ml/mnt jam CCT hitung < mg tiap 96 ml/mnt jam, sulit dilakukan karena tidak ada sediaan Terapi hemodialysis Terapi dialisis peritoneum terpisah dari TDF 200 mg tiap 96 jam c, sulit dilakukan karena tidak ada sediaan terpisah dari TDF Masih belum diketahui, gunakan dengan hati-hati Dosis anak Dosis dewasa Dosis untuk pasien dewasa gangguan ginjal 8 mg/kg 1x sehari 300 mg 1x CCT hitung 50 Tidak ada

5 KDT Emtricitabin (FTC) / Tenofovir (TDF) b KDT BB 14-<20 kg: 100 mg 1x sehari BB 20-29,9 kg: 200 mg 1x sehari BB > 30 kg : seperti dewasa Dosis anak BB > 35 kg: seperti dewasa Nonnucleoside reverse-transcriptase inhibitors (NNRTI) Nevirapin Dosis anak (NVP) h Tablet 200 mg Bayi anak < 8 tahun: KDT 14 hari pertama: inisiasi 5 mg/kg 1x sehari (max. 200 mg), 14 hari kedua dosis 5 mg/kg/dosis 2x sehari, selanjutnya dosis 7 mg/kg/dosis 2x sehari sehari ml/mnt penyesuaian dosis CCT hitung ml/mnt 300 mg tiap 48 jam CCT hitung ml/mnt 300 mg tiap 72 jam Terapi hemodialysis 300 mg tiap 7 hari c Terapi dialisis peritoneum Masih belum diketahui, gunakan dengan hati-hati Dosis dewasa Dosis untuk pasien dewasa gagal 200 mg/300 mg 1x sehari ginjal CCT hitung 50 ml/mnt CCT hitung ml/mnt CCT hitung <30 ml/mnt Tidak ada penyesuaian dosis 1 tablet tiap 48 jam Masih belum diketahui, gunakan dengan hati-hati Dosis dewasa Dosis untuk pasien dewasa gangguan ginjal Target: 200 CCT hitung >20 Tidak ada mg 2x ml/mnt penyesuaian dosis sehari. Terapi Tidak ada Dosis inisial hemodialysis penyesuaian 1x200 mg dosis c sehari Terapi dialisis Masih belum selama 14 peritoneum diketahui,

6 Efavirenz (EFV) i Kapsul 200 mg Tablet 600 mg KDT Anak > 8 tahun: seperti dewasa Dosis anak Anak 3 tahun: BB 10 <15 kg: 200 mg BB 15 - <20 kg: 250 mg BB 20 - <25 kg: 300 mg BB 25 <32,5 kg: 350 mg BB 32, 5 <40 kg:400 mg BB > 40 kg: seperti dewasa hari kemudian naikkan menjadi 2 x 200 mg bila tidak terdapat rash atau efek samping lain gunakan dengan hati-hati Dosis dewasa Dosis untuk pasien dewasa gangguan ginjal 600 mg 1x Tidak ada penyesuaian dosis sehari Rilpivirin (RPV) j Tablet 25 mg Dosis anak Dosis dewasa Dosis untuk pasien dewasa gangguan ginjal Belum dipakai pada anak 25 mg 1x sehari Tidak ada penyesuaian dosis Etravirin (ETR) k Dosis anak Dosis dewasa Dosis untuk pasien dewasa gangguan ginjal Tablet 100 mg, 200 mg 200 mg 2x sehari Tidak ada penyesuaian dosis Protease inhibitors (PI) Hanya untuk anak 6-18 tahun dengan BB 16 kg BB 16 - <20 kg: 100 mg 2x sehari BB 20 - <25 kg: 125 mg 2x sehari BB 25 - <30 kg: 150 mg 2x sehari BB > 30 kg: seperti dewasa

7 Lopinavir/ritonavir (LPV/r) l Tablet 200 mg/50 mg Darunavir/ritonavir (DRV/r) m Darunavir 300 mg terpisah dengan ritonavir 100 mg Dosis anak BB <15 kg: 12 mg/3 mg LPV/r/kg/dosis 2x sehari BB >15-40 kg: 10 mg/2,5 mg LPV/r/kg/dosis 2x sehari BB >40 kg: seperti dewasa Dosis anak Untuk anak minimal usia 3 tahun atau BB >10 kg BB (kg) Dosis (2x sehari dengan makan) 10 - < 11 DRV 200 mg (2.0 ml) plus RTV 32 mg (0.4 ml) 11 - <12 DRV 220 mg (2.2 ml) plus RTV 32 mg (0.4 ml) 12 - <13 DRV 240 mg (2.4 ml) plus RTV 40 mg (0.5 ml) 13 - <14 DRV 260 mg (2.6 ml) plus RTV 40 mg (0.5 ml) 14 - <15 DRV 280 mg (2.8 ml) plus RTV 48 mg (0.6 ml) 15 - <30 DRV 375 mg (combination of tablets or 3.8 ml) Dosis dewasa Dosis untuk pasien dewasa gangguan ginjal 400 mg/100 Tidak ada penyesuaian dosis mg 2x sehari Dosis dewasa Dosis untuk pasien dewasa gangguan ginjal 600mg/100 Tidak ada penyesuaian dosis mg 2x sehari, atau 800 mg/100 mg 1x sehari

8 plus RTV 48 mg (0.6 ml) 30 - <40 DRV 450 mg (combination of tablets or 4.6 ml) plus RTV 100 mg (tablet or 1.25 ml) 40 Seperti dewasa Integrase Inhibitor (INSTI) Raltegravir Dosis Anak (RAL) n Tablet 400 mg, tablet kunyah 100 Anak usia 2- <12 tahun (tablet kunyah) mg BB (kg) Dosis 11 - <14 3x25 mg 2x sehari 14 - <20 1x100 mg 2x sehari 20 - <28 1.5x100 mg 2x sehari 28 - <40 2x100 mg 2x 40 sehari 3x100 mg 2x sehari Dosis rekomendasi berdasarkan 6 mg/kgbb/dosis 2x sehari. Anak 12 tahun: sama dengan dewasa. Dosis Dewasa 400 mg 2x sehari Dosis untuk pasien dewasa gangguan ginjal Tidak ada penyesuaian dosis

9 a Dapat diberikan bersama makanan. Kapsul dapat dibuka, tablet dapat dibuat puyer. Sesaat sebelum diminum, campur dengan makanan atau sedikit air. b Sebaiknya tidak menggunakan KDT, tapi komponen obat terpisah pada ODHA dengan CCT hitung <50 ml/mnt. c Menggunakan dosis harian atau salah satu dari dosis harian, setelah dilakukan hemodialisis. d Dapat diberikan bersama makanan. Tablet dapat dihaluskan dan dicampur sedikit air pada saat diminum. e Kapsul dapat dibuka dan dicampur air saat minum obat. Tidak boleh dipakai bersama AZT (antagonistik) f Sediaan tablet kunyah harus dikunyah, dihancurkan atau dilarutkan dalam air sebelum diminum. Jangan ditelan langsung dalam bentuk tablet utuh. Sediaan Enteric-coated beadlet dalam kapsul 125 mg harus ditelan langsung dalam bentuk kapsul. Bila anak tidak bisa menelan kapsul, maka kapsul dapat dibuka dan diminum bersama dengan air. Beadlet atau granul dalam kapsul tidak boleh digerus, dikunyah atau dikunyah. Kapsul yang terbuka harus segera diminum setelah dicampurkan ke air yang tidak perlu dikunyah. Kedua jenis ddi ini diminum saat perut kosong, minimal 30 menit sebelum atau 2 jam sesudah makan. g Sebaiknya tidak dikombinasikan dengan didanosin atau ritonavir karena akan meninggikan dosis plasma TDF. h Dapat diberikan sebelum, sesudah atau bersama makanan, dapat dibelah dan dibuat puyer. i Isi kapsul dapat dibuka dan dicampur dengan minuman manis, tidak boleh diminum sesudah makan makanan sangat berlemak karena absorpsi dapat meningkat sampai 50%. Diminum pada saat lambung kosong dan menjelang tidur, terutama 2-4 minggu pertama, untuk mengurangi efek samping susunan saraf pusat j Diberikan bersama makanan k Diberikan setelah makanan yang cukup kalori l Ukuran tablet besar, tidak boleh dibuka atau dihancurkan, sebaiknya diberikan dengan atau sesudah bersama makanan. Apabila diberikan bersama dengan ddi, ddi harus diberikan 1 jam sebelum atau 2 jam sesudah LPV/r m Diberikan bersama makanan. DRV mengandung bagian sulfonamid, hati-hati penggunaannya pada ODHA dengan riwayat alergi sulfa. n Dapat diberikan sebelum, sesudah atau bersama makanan. Sediaan tablet kunyah harus dikunyah atau ditelan langsung.

10 Tabel 2. Sediaan kombinasi dosis tetap (KDT) ARV yang tersedia KDT Formula Dosis Keterangan zidovudin dan lamivudin zidovudin, lamivudin, nevirapin stavudin dan lamivudin Tablet AZT 300 mg + 3TC 150 mg Dispersible tablet: AZT 60 mg + 3TC 30 mg + NVP 50 mg Tablet dewasa: d4t 30 mg + 3TC 150 mg Tablet dispersible anak: d4t 12 mg + 3TC 60 mg Dewasa 1 tab, 2x sehari Anak BB 15 19,9 kg: 0,5 tab 0,5 tab BB 20 24,9 kg: 1 tab 0,5 tab BB > 25 kg: 1 tab, 2x sehari Mulai BB 3 5,9 kg: 1 tab 2x bayi sehari BB 6-9,9 kg: 1,5 tab 2x sehari BB 10-13,9 kg: 2 tab 2x sehari BB 14 19,9 kg: 2,5 tab 2x sehari BB 20 24,9 kg: 3 tab 2x sehari Dewasa 1 tab, 2x sehari Anak BB 3-5,9 kg: 0,5 tab - 0,5 tab BB 6-9,9 kg: 1 tab - 0,5 tab BB 10-13,9 kg: 1 tab, 2x sehari BB 14-19,9 kg: 1,5 tab - 1 tab Tablet dapat dibagi dua, tidak boleh dipuyerkan Tablet dapat dihaluskan sesaat sebelum pemberian Penggunaan tidak terpengaruh makanan Tablet dapat direndam dalam air hingga larut dengan sendirinya sebelum diminumkan Sebaiknya tablet tidak dibelah Penggunaan tidak terpengaruh makanan Tablet dapat direndam dalam air hingga larut dengan sendirinya sebelum diminumkan

11 Stavudin, lamivudin, nevirapin Emtricita bin, tenofovir Tenofovir, lamivudin, efavirenz Tablet dispersible: d4t 12 mg + 3TC 60 mg + NVP 50 mg Tablet FTC 200 mg + TDF 300 mg Tablet TDF 300 mg + 3TC 300 mg + EFV 600 mg BB 20 24,9 kg: 1,5, 2x sehari BB kg: 2 tab, 2x sehari BB > 30 kg: sama seperti dewasa Anak BB 3-5,9 kg: 0,5 tab - 0,5 tab BB 6-9,9 kg: 1 tab - 0,5 tab BB 10-13,9 kg: 1 tab, 2x sehari BB 14-19,9 kg: 1,5 tab - 1 tab BB 20 24,9 kg: 1,5, 2x sehari BB kg: 2 tab, 2x sehari BB > 30 kg: sama seperti dewasa Dewasa 1 tab, 1x sehari Anak BB > 35 kg: 1 tab, 1x sehari Dewasa 1 tab, 1x sehari Anak BB > 35 kg: 1 tab, 1x sehari Penggunaan tidak terpengaruh makanan Tablet dapat direndam dalam air hingga larut dengan sendirinya sebelum diminumkan Penggunaan tidak terpengaruh makanan Tidak boleh diminum sesudah makan makanan sangat berlemak karena absorpsi EFV dapat meningkat sampai 50%. Diminum pada saat lambung kosong dan menjelang tidur, terutama 2-4 minggu pertama, untuk mengurangi efek samping EFV pada susunan saraf pusat

12 Tabel 3. Obat Yang Sebaiknya Tidak Digunakan Dengan ARV ARV Obat jantung Obat kolestero l Antimikr oba Obat gastrointesti nal Kategori Obat Neurolep Psikotrop tik ik EFV Cisaprid Pimozid Midazola m triazolam a Derivat ergot ARV Herb al dihidroergota min ergonovin ergotamin metilergonovi n NNRTI lainnya NVP ATV +/ RTV NNRTI lainnya LPV /r amiodar on lovastati n simvasta tin b Rifampis in Cisaprid Pimozid Midazola m Triazola m a dihidroergota min ergonovin ergotamin metillergonovi n herba l Herb al - herba l lainnya - ketokonaz ol alfuzosin salmeterol sildenafil DRV /r Amiodar on Droneda ron lovastati n simvasta tin b Rifampis in Cisaprid Pimozid Midazola m Triazola m a dihidroergota min ergonovin ergotamin metillergonovi n - Herb al alfuzosin salmeterol sildenafil

13 Kategori Obat ETR - - Rifampis in Unboos ted PIs, ATV/r, FPV/r, atau TPV/r other NNRTIs Herb al Fenobarbi tal Fenitoin Klopidogr el a Penggunaan midazolam oral merupakan kontraindikasi. Midazolam parenteral dapat digunakan dosis tunggal dan dapat diberikan dengan monitoring pada prosedur sedasi. Alternatif yang dianjurkan adalah temazepam, lorazepam, oxazepam b Alternatif yang dianjurkan fluvastatin, pitavastatin, and pravastatin (kecualin pravastatin dengan DRV/r) memiliki interaksi obat minimal. Gunakan atorvastatin and rosuvastatin dengan hati-hati; mulai dengan dosis terendah dan titrasi sesuai toleransi dan efikasi

14 Tabel 4. Interaksi Obat ARV dengan Obat Lain Obat ARV Efek pada konsentrasi Obat Dosis Rekomendasi Konkomitan Antikoagulan Warfarin EFV,NVP, ETR Dapat atau warfarin Monitoring INR dan penyesuaian dosis LPV/r, DRV/r Monitor INR ketika memberhentikan atau memulai PI dan sesuaikan dosis warfarin Clopidogrel ETR Dapat terjadi aktivasi clopidogrel ETR mencegah metabolisme clopidogrel sehingga tidak dapat menjadi metabolit aktif. Hindari pemakaian bersamaan dengan obat ini jika memungkinkan. Rivaroxaban LPV/r, DRV/r Rivaroxaban Sebaiknya dihindari penggunaan bersamaan obat ini karena dapat meningkatkan ekspose Rivaroxaban sehingga meningkatkan risiko perdarahan Anti asam lambung Antasid (Al-Mg RAL hidroksida dan CaCO3) Al-Mg Hydroxide Antacid: RAL Cmin 54% sampai 63% jika diberikan terus menerus atau 2 jam sebelum atau setelah antasid CaCO3 Antacid: RAL AUC 54%, Cmin 32% Jangan berikan RAL dengan Al- Mg hidroksida antasid dalam waktu 2 jam Tidak perlu dosis terpisah saat pemberian RAL dan CaCO3 antasid PPI RAL RAL AUC 212%, Cmin 46% Tidak perlu dosis penyesuaian Antikonvulsan Karbamazepin Fenobarbital EFV Karbamazepin + EFV: Karbamazepin AUC 27% dan EFV AUC 36% Monitoring kadar antikonvulsan dan EFV, atau bila mungkin

15 Fenitoin Lamotrigin Asam Valproat NVP LPV/r Fenitoin + EFV: EFV dan Fenitoin dapat terjadi antikonvulsan dan NVP dapat terjadi Karbamazepin: karbamazepin dapat terjadi, efek PI dapat terjadi Fenobarbital: PI Fenitoin: Fenitoin AUC 31% LPV/r AUC 33% Lamotrigin: Lamotrigine AUC 50%, tidak ada efek pada PI Asam Valproat: asam valproat dapat terjadi LPV AUC 75% gunakan antikonvulsan lainnya. Monitoring kadar antikonvulsan dan NVP dan respons virologis atau pertimbangkan antikonvulsan lainnya. Pertimbangkan antikonvulsan alternatif lainnya, atau monitor kadar obat dan respons virologis. Jangan diberikan bersamaan dengan LPV/r sekali sehari, mungkin diperlukan peningkatan dosis LPV/r Pertimbangkan antikonvulsan lainnya, Jangan diberikan bersamaan dengan LPV/r sekali sehari, mungkin diperlukan peningkatan dosis LPV/r Pertimbangkan antikonvulsan alternatif lainnya, atau monitor kadar obat dan respons virologis. Jangan diberikan bersamaan dengan LPV/r sekali sehari, mungkin diperlukan peningkatan dosis LPV/r Perlu peningkatan dosis lamotrigine, atau pertimbangkan antikonvulsan alternatif lainnya Monitor kadar obat asam valproat dan respons virologis. Monitor efek toksik terkait Lopinavir

16 DRV/r Karbamazepin: AUC 45% DRV: tidak berpengaruh Fenobarbital: PI ETR Fenitoin: PI atau fenitoin dapat terjadi anticonvulsant dan ETR dapat terjadi Monitor kadar antikonvulsan dan atur dosis dengan tepat Pertimbangkan antikonvulsan alternatif lainnya, atau monitor kadar obat dan respons virologis Pertimbangkan antikonvulsan alternatif lainnya, atau monitor kadar obat dan respons virologis Jangan diberikan. Pertimbangkan antikonvulsan alternatif lainnya. Antidepresan Bupropion EFV bupropion AUC 55% Titrasi dosis bupropion sesuai respons klinis. LPV/r bupropion AUC 57% Titrasi dosis bupropion sesuai respons klinis Paroxetin EFV Tidak ada efek signifikan Tidak perlu penyesuaian dosis LPV/r Tidak ada efek signifikan Tidak perlu penyesuaian dosis ETR Tidak ada efek signifikan Tidak perlu penyesuaian dosis DRV/r Paroxetin AUC 39% Titrasi paroxetin sesuai respons klinis Sertralin EFV Sertralin AUC 39% Titrasi dosis Sertralin sesuai respons klinis. LPV/r Tidak ada efek signifikan Tidak perlu penyesuaian dosis DRV/r Sertralin AUC 49% Titrasi dosis Sertralin sesuai respons klinis. Antidepresan trisiklik (Amitriptilin, Desipramin, Imipramin, Nortriptilin LPV/r efek antidepresan trisiklik signifikan Gunakan dosis terendah antidepresan trisiklik dan titrasi sesuai respons klinis

17 Antifungal Flukonazol EFV Tidak ada efek signifikan Tidak perlu penyesuaian dosis NVP NVP AUC 110% Meningkatkan risiko hepatotoksik bila digunakan bersamaan. Monitoring efek toksik NVP atau gunakan ARV aternatif. ETR ETR AUC 86% Tidak perlu penyesuaian dosis, gunakan hati-hati. Itrakonazol EFV itrakonazol dan OH-itrakonazol AUC, Cmax, dan Cmin 35% 44% NVP Itrakonazol dapat terjadi NVP dapat terjadi Hindari kombinasi obat ini jika mungkin, terdapat kemungkinan gagalnya pencapaian konsentrasi terapeutik itrakonazol. Lakukan monitoring kadar itrakonazol dan sesuaikan dosis Hindari kombinasi obat ini. Jika tetap diberikan, monitoring konsentrasi Itrakonazol dan sesuaikan dosis. LPV/r, DRV/r Itrakonazol Pertimbangkan monitoring kadar itrakonazol untuk penyesuaian dosis. Dosis tinggi (>200 mg/hari) tidak direkomendasikan kecuali dapat diketahui kadar itrakonazol dalam tubuh ETR itrakonazol dapat terjadi ETR dapat terjadi Penyesuaian dosis itrakonazol mungkin dibutuhkan. Monitor kadar itrakonazol dan respons antifungal Posakonazol EFV Posakonazol AUC 50% EFV Hindari kombinasi obat ini, gunakan bila manfaat lebih baik dibandingkan risiko. Jika

18 digunakan perlu monitoring konsentrasi dan sesuaikan dosis. ETR ETR dapat terjadi Tidak perlu penyesuaian dosis Vorikonazol NVP Vorikonazol dapat terjadi NVP dapat terjadi Antimalaria Artemether/ Lumefantrin ETR vorikonazol AUC 14% ETR AUC 36% LPV/r, DRV/r RTV 400 mg 2x sehari Vorikonazol AUC 82% RTV 100 mg 2x sehari Vorikonazol AUC 39% DRV/r LPV/r artemether AUC 16%; DHA AUC 18%; lumefantrine AUC 2.5x artemether AUC 40%; DHA AUC 17%; lumefantrin AUC 470% ETR artemether AUC 38% DHA AUC 15% lumefantrine AUC 13% ETR AUC 10% Atovaquone LPV/r LPV/r atovaquone AUC 74% dan proguanil AUC 38% Monitoring toksisitas dan respons antifungal dan atau kadar Vorikonazol. Tidak ada penyesuaian dosis, gunakan dengan hati-hati. Jangan gunakan bersamaan dengan RTV, kecuali manfaat lebih banyak dibandingkan risiko. Jika diberikan perlu monitoring kadar vorikonazol dan penyesuaian dosis. Efek klinis belum diketahui. Jika digunakan, monitor efikasi dan toksisitas lumefantrin Tidak ada rekomendasi dosis. Pertimbangkan alternatif obat untuk profilaksis malaria jika memungkinkan Antimikrobakterial Klaritromisin EFV Klaritromisin AUC 39% Monitoring efektivitas atau pertimbangkan alternatif seperti azitromisin, untuk profilaksis dan

19 pengobatan MAC NVP Klaritromisin AUC 31% Monitoring efektivitas atau pertimbangkan alternatif seperti azitromisin, untuk profilaksis dan pengobatan MAC ETR Klaritromisin AUC 39% ETR AUC 42% LPV/r LPV/r dan Klaritromisin dapat terjadi DRV/r DRV/r klaritromisin AUC 57% Pertimbangkan alternatif lain seperti azitromisin, untuk profilaksis MAC dan tata laksana Monitor efek toksik Klaritromisin atau pertimbangkan alternatif makrolid lainnya (misal azitromisin). Kurangi dosis Klaritromisin 50% pada ODHA dengan CrCl ml/min. Kurangi dosis Klaritromisin 75% pada ODHA dengan CrCl <30 ml/min. Rifampisin EFV EFV AUC 26% Dosis EFV tetap 600 mg 1x sehari NVP NVP 20% 58% Masih dapat digunakan sebagai pilihan kedua jika EFV tidak dapat diberikan ETR Signifikan ETR LPV/r, DRV/r PI >75% Jangan menggunakan Rifampin dengan PI, hepatotoksisitas juga dapat terjadi RAL RAL 400 mg: RAL AUC 40%, Cmin 61% Bila RAL 400 mg 2x sehari dibandingkan dengan Rifampin Dosis: RAL 800 mg 2x sehari Monitor respons virologis

20 dengan RAL 800 mg 2x sehari: RAL AUC 27%, Cmin 53% Benzodiazepin Alprazolam EFV,NVP, ETR Tidak ada data Monitoring efek terapi alprazolam LPV/r, DRV/r benzodiazepin dapat terjadi 222% paruh waktu alprazolam dan AUC 248% Pertimbangkan alternatif benzodiazepin lainnya seperti lorazepam, oxazepam, atau temazepam Diazepam ETR diazepam dapat terjadi Pengurangan dosis diazepam mungkin dibutuhkan Tidak perlu penyesuaian dosis Lorazepam EFV lorazepam Cmax 16%, AUC LPV/r, DRV/r Tidak ada data Benzodiazepin ini dimetabolisme pada jalur non- CYP450 Midazolam EFV midazolam signifikan Jangan berikan kombinasi obat ini. Midazolam parenteral dapat digunakan dosis tunggal dan diberikan dengan monitoring pada prosedur sedasi LPV/r, DRV/r midazolam dapat terjadi Midazolam parenteral dapat diberikan dosis tunggal dengan monitoring pada prosedur sedasi. Midazolam oral tak dapat diberikan bersamaan dengan LPV/r atau DRV/r Triazolam EFV, LPV/r, DRV/r triazolam signifikan Jangan berikan kombinasi obat ini. Obat Jantung Calcium channel blocker EFV,NVP CCB dapat terjadi Titrasi dosis CCB sesuai respons klinis

21 Diltiazem, Verapamil LPV/r, DVR/r CCB dapat terjadi, dihydropyridine possible EFV diltiazem AUC 69% verapamil dapat terjadi NVP diltiazem atau verapamil dapat terjadi Gunakan dengan hati-hati. Titrasi CCB dengan monitoring ketat. Titrasi dosis diltiazem dan verapamil sesuai respons klinis LPV/r diltiazem dapat terjadi Gunakan dengan hati-hati. Sesuaikan dosis diltiazem dengan respons klinik dan toksisitas Kortikosteroid Beklometason DRV/r (DRV 600 mg plus RTV 100 mg) BID 17- BMP AUC 11% dan Cmax 19% Tidak perlu penyesuaian dosis Deksametason EFV,NVP, ETR EFV, NVP, ETR dapat terjadi Pertimbangkan alternatif kortikosteroid bila digunakan jangka panjang. Jika NNRTI digunakan bersamaan maka perlu monitoring respons virologis. LPV/r, DVR/r kadar PI dapat terjadi Pertimbangkan alternatif kortikosteroid bila digunakan jangka panjang. Budesonid LPV/r, DRV/r kadar PI dapat terjadi glukokortikoid Budesonid LPV/r, DRV/r glukokortikoid (inhalasi atau intranasal) flutikason (inhalasi atau intranasal) LPV/r RTV 100 mg 2x sehari flutikason AUC 350-fold dan Cmax 25-fold Prednison LPV/r, DRV/r prednisolon AUC 31% lopinavir Gunakan dengan hati-hati. Penggunaan PI bersamaan dengan obat ini dapat menyebabkan terjadinya insufisiensi renal, Cushing Syndrome. Jangan berikan bersamaan PI kecuali efek yang diinginkan lebih bermanfaat dibandingkan efek samping kortikosteroid

22 Metilprednisolon, Prednisolon, Triamsinolon (injeksi lokal, termasuk intra articular, epidural, intraorbital Obat Hepatitis B LPV/r, DRV/r glukokortikoid dapat terjadi Jangan diberikan bersamaan. Penggunaan PI bersamaan dengan obat ini dapat menyebabkan terjadinya insufisiensi renal, Cushing Syndrome. Pertimbangkan terapi non-steroid. Adefovir Telbivudin TDF 3TC Tidak ada efek signifikan Tidak ada efek signifikan Tidak boleh diberikan bersama. Konsentrasi TDF atau obat yg diekskresi lewat ginjal dapat meningkat Produk Herbal Herbal apapun EFV,NVP LPV/r, DRV/r, ETR Kontrasepsi Hormonal Kontrasepsi EFV hormonal NNRTI dan PI etinil estradiol levonorgestrel AUC 83% norelgestromin AUC 64% etonogestrel (implan) dapat terjadi NVP etinil estradiol AUC 20% norethindrone AUC 19% LPV/r etinil estradiol AUC 42% norethindrone AUC 17% Studi fase II menunjukkan respons terapi pada kombinasi telbivudin dan lamivudine lebih rendah dibandingkan monoterapi telbivudin Jangan berikan kombinasi obat ini. Gunakan alternatif atau tambahan metode kontrasepsi.

23 Levonorgestrel (untuk kontrasepsi darurat) DRV/r ethinyl estradiol AUC 44% norethindrone AUC 14% ETR ethinyl estradiol AUC 22% norethindrone: tidak ada efek signifikan Tidak diperlukan dosis penyesuaian RAL Tidak ada efek signifikan Aman digunakan bersamaan EFV levonorgestrel AUC 58% Efektivitas kontrasepsi darurat post koitus dapat berkurang HMG-CoA Reductase Inhibitors Atorvastatin EFV, ETR atorvastatin AUC 32% 43% Sesuaikan dosis atorvastatin sesuai respons lipid, jangan melebihi dosis maksimum yang direkomendasikan. LPV/r LPV/r atorvastatin AUC 488% Gunakan hati-hati dan mulai dari dosis terkecil Lovastatin Simvastatin DRV/r DRV/r dengan atorvastatin 10 mg sama saja dengan atorvastatin 40 mg saja Titrasi dosis atorvastatin, gunakan dosis serendah mungkin sesuai kebutuhan. Jangan melebihi 20 mg atorvastatin sehari. EFV simvastatin AUC 68% Sesuaikan dosis simvastatin sesuai respons lipid, jangan melebihi dosis maksimum yang direkomendasikan. Jika EFV digunakan bersamaan dengan RTV-boosted PI, simvastatin dan lovastatin harus dihindari. NVP, ETR lovastatin dapat terjadi Sesuaikan dosis simvastatin

24 simvastatin dapat terjadi sesuai respons lipid, jangan melebihi dosis maksimum yang direkomendasikan. Jika NVP atau ETR digunakan bersamaan dengan RTV-boosted PI, simvastatin dan lovastatin harus dihindari. LPV/r, DRV/r Signifikan lovastatin Kontraindikasi dengan PI Pitavastatin ETR,NVP Tidak ada data Tidak perlu penyesuaian dosis EFV pitavastatin AUC 11%, Cmax 20% LPV/r LPV/r pitavastatin AUC 20% LPV: tidak ada efek signifikan Pravastatin Rosuvastatin Imunosupresan DRV/r Tidak ada efek signifikan EFV pravastatin AUC 44% rosuvatatin: no data Sesuaikan dosis statin sesuai respons lipid, jangan melebihi dosis maksimum yang direkomendasikan LPV/r pravastatin AUC 33%, Cmax 7-fold Tidak perlu penyesuaian dosis DRV/r LPV/r rosuvastatin AUC 108% dan Cmax 366% pravastatin AUC: 81% dilanjutkan dengan obat pravastatin Rosuvastatin: rosuvastatin AUC 48% and Cmax 139% Titrasi rosuvastatin hati-hati dan mulai dari dosis terendah, jangan melebihi dosis 10 mg sehari Gunakan mulai dari dosis terendah dengan monitoring ketat. Titrasi rosuvastatin hatihati dan mulai dari dosis terendah ETR Tidak ada efek signifikan Tidak perlu penyesuaian dosis

25 Siklosporin Sirolimus Takrolimus EFV,NVP, ETR imunosupresan dapat terjadi Tingkatkan dosis imunosupresan bila perlu. Monitoring dosis terapeutik dan konsultasikan dengan spesialis bila perlu. LPV/r, DRV/r imunosupresan dapat terjadi Diperlukan monitoring efek imunosupresan dan toksisitasnya Obat Hepatitis C Boceprevir AZT Tidak ada efek signifikan pada farmakokinetik mungkin terjadi interaksi; perlu pemantauan ketat, pengaturan dosis atau perubahan waktu pemberian obat. Penambahan boceprevir meningkatkan risiko anemia pada terapi peg-ifn/rbv. Monitor ketat tanda anemia pada pemberian boceprevir dan zidovudin TDF Boceprevir AUC 8% dan Cmax 5% Tidak ada penyesuaian dosis EFV Boceprevir: Cmax 8%, AUC 19% dan Cmin 44% EFV: Cmax 11% dan AUC 20% NVP LPV/r DRV/r Konsentrasi Boceprevir menurun dan konsentrasi NVP meningkat LPV AUC 34%, Cmin 43% RTV AUC 22% boceprevir AUC 45%, Cmin 57% DRV AUC 44%, Cmin 59% RTV AUC 26% boceprevir AUC 32%, Cmin 35% mungkin terjadi interaksi; perlu pemantauan ketat, pengaturan dosis atau perubahan waktu pemberian obat Jangan berikan kombinasi obat ini. ETR ETR AUC 23% Tidak perlu penyesuaian dosis boceprevir AUC, Cmax 10% RAL Tidak ada efek signifikan Tidak perlu penyesuaian dosis

26 Ribavirin ddl konsentrasi ddl di intraseluler Kontraindikasi. Dapat menimbulkan gagal hati yang fatal bila diberikan bersamaan TDF Tidak ada perubahan signifikan dilaporkan kejadian gagal hati (Child-Pugh >6) pada koinfeksi HCV-HIV dengan sirosis dalam pengobatan kombinasi tenofovir dan ribavirin. Monitor ketat munculnya gejala dekompensasi hati dan pertimbangkan penurunan dosis ribavirin bila gejala memburuk AZT Ribavirin menginhibisi fosforilasi AZT Hindari pemakaian bersamaan bila memungkinkan, atau monitoring respons virologis dan efek toksik d4t Tidak ada perubahan signifikan perlu pemantauan ketat, 3TC ABC FTC pengaturan dosis atau perubahan waktu pemberian obat d4t: overlaptoksisitas mitokondria; insiden pankreatitis dan asidosis laktat mencapai 3% pada pemberian secara bersamaan FTC: Risiko gagal hati dilaporkan lebih tinggi pada pemberian bersamaan dengan peg-ifn/rbv. Pantau munculnya gejala gagal hati dan anemia

27 Telaprevir TDF TDF AUC 30%, Cmin 6% 41% Monitoring toksisitas terkait TDF AZT telaprevir pada UDPglukoroniltransferase dapat meningkatkan risiko anemia terkait AZT. Monitor hemoglobin meningkatkan konsentrasi plasma AZT DRV/r telaprevir AUC 35% DRV AUC 40% Jangan berikan kombinasi obat ini ETR ETR AUC telaprevir AUC 16%, Tidak ada rekomendasi dosis Cmin 25% RAL RAL AUC 31% Tidak perlu penyesuaian dosis Telaprevir ABC Telaprevir mungkin dapat meningkatkan konsentrasi plasma ABC dengan mekanisme yang sama dengan zidovudine Antivirus lain Gansiklovir Valgansiklovir EFV Telaprevir AUC 26%, Cmax 9%, Cmin 47% dengan TDF: EFV AUC 15% 18%, telaprevir AUC 18% 20% NVP Konsentrasi telaprevir mungkin dapat berkurang akibat nevirapine RTV Telaprevir AUC 54%, Cmax 53%, Cmin 52% telaprevir dijadikan 1125 mg setiap 8 jam bila diberikan bersama efavirenz mungkin terjadi interaksi; perlu pemantauan ketat, pengaturan dosis atau perubahan waktu pemberian obat TDF Tidak ada data Konsentrasi serum obat ini dan atau TDF akan meningkat, monitoring efek toksik yang dapat terjadi AZT Tidak ada efek signifikan pada farmakokinetik Berpotensi meningkatkan efek toksik

28 INSTIs Raltegravir TDF RAL AUC 49% Tidak perlu penyesuaian dosis EFV EFV: AUC 36% ETR ETR: Cmin 17% RAL: Cmin 34% DRV/r DRV 600 mg dan RTV 100 mg 2x sehari: RAL: AUC 29% dan Cmin 38% Narkotik Buprenorphin LPV/r RAL LPV/r 3TC, ddi, Tidak ada efek signifikan Tidak perlu penyesuaian dosis TDF, AZT EFV buprenorphin AUC 50% norbuprenorphin AUC 71% Tidak perlu penyesuaian dosis. Monitoring efek withdrawal ETR buprenorphin AUC 25% Tidak perlu penyesuaian dosis NVP Tidak ada efek signifikan LPV/r Tidak ada efek signifikan DRV/r buprenorphin: tidak ada efek signifikan norbuprenorphind AUC 46% and Cmin 71% RAL Tidak ada efek signifikan Tidak perlu penyesuaian dosis Oksikodon LPV/r Oksikodon AUC 2.6x Monitoring efek samping opioid, pengurangan dosis mungkin diperlukan Metadon ABC metadon klirens 22% Tidak perlu penyesuaian dosis d4t d4t AUC 23%, Cmax 44% Tidak perlu penyesuaian dosis AZT AZT AUC 29% 43% Monitoring efek samping AZT EFV metadon AUC 52% Terdapat efek withdrawal opioid NVP metadon AUC 37% 51% yang umum. Peningkatan dosis NVP: Tidak ada efek signifikan metadon bila diperlukan. LPV/r metadon AUC 26% 53% Monitoring efek withdrawal dan

29 DRV/r R-metadon AUC 16% to 18% peningkatan dosis metadon dapat dilakukan sesuai klinis ETR Tidak ada efek signifikan tidak perlu penyesuaian dosis RAL Tidak ada efek signifikan tidak perlu penyesuaian dosis Phosphodiesterase Type 5 (PDE5) Inhibitors Avanafil EFV,NVP, ETR Tidak ada data Kombinasi obat ini tak LPV/r, DRV/r RTV (600 mg 2x sehari x 5 hari) avanafil AUC 13-fold, Cmax 2.4-fold Sildenafil LPV/r RTV 500 mg 2x sehari sildenafil AUC 1,000% DRV/r DRV/r dengan sildenafil 25 mg sama dengan sildenafil 100 mg saja Vardenafil LPV/r, DRV/r RTV 600 mg 2x sehari vardenafil AUC 49-fold direkomendasikan Untuk pengobatan disfungsi ereksi: Mulai dengan dosis sildenafil 25 mg setiap 48 jam dan monitor efek samping sildenafil Untuk pengobatan PAH: kontraindikasi ETR sildenafil AUC 57% Dapat ditingkatkan sesuai efek klinis Mulai dengan dosis vardenafil 2.5 mg tiap 72 jam dan monitoring efek samping vardenafil ETR vardenafil dapat terjadi Dapat ditingkatkan sesuai efek klinis NRTI ddl d4t Tidak ada efek signifikan pada farmakokinetik Jangan diberikan bersamaan. Dapat menimbulkan dan memperburuk neuropati perifer, asidosis laktat, dan pankreatitis pada kombinasi ini. TDF ddi-ec AUC and Cmax 48% 60% Hindari pemakaian bersamaan.

30 Obat Lain Alopurinol ddl ddi AUC 113% pada ODHA dengan gangguan fungsi ginjal: ddi AUC 312% Atovaquone/ proguanil EFV atovaquone AUC 75% proguanil AUC 43% Kontraindikasi. Berpotensi meningkatkan toksisitas pada obat terkait Tidak ada dosis rekomendasi. Pertimbangkan alternatif antimalaria jika memungkinkan AZT AZT AUC 31% Monitor efek samping AZT Kolkisin LPV/r RTV 100 mg 2x sehari AUC colchicine 296% signifikant AUC colchicine Untuk pengoabatan gout akut: kolkisin 0.6 mg x 1 dosis, dilanjutkan 0.3 mg 1 jam berikutnya. Jangan mengulang dosis minimal 3 hari Untuk profilaksis gout akut: kolkisin 0.3 mg 1x sehari Jangan digunakan bersamaan pada ODHA dengan gangguan hati dan ginjal. Salmeterol LPV/r salmeterol dapat terjadi Kontraindikasi disebabkan risiko potensial penyakit kardiovaskular terkait penggunaan salmeterol. Mg, Al, Fe, Ca, Zn, termasuk multivitamin dan minerals RAL dapat terjadi jika dikonsumsi dengan produk ini Berikan RAL setidaknya 2 jam sebelum atau 6 jam setelah pemberian kation polivalen, namun tidak termasuk antasid atau laksatif; suplemen besi, kalsium, atau magnesium; dan sukralfat

31 PI (Protease Inhibitor) LPV/r EFV dengan LPV/r Tablets 500/125 mg 2x sehari ditambah EFV 600 mg: kadar LPV sebanding dengan LPV/r 400/100 mg 2x sehari tanpa EFV ETR dengan LPV/r Tablets: ETR: AUC 35% (dibandingkan dengan penurunan DRV/r) LPV: AUC 13% NVP dengan LPV/r Capsules: LPV: AUC 27%, Cmin 51% TDF LPV/r AUC 15% TDF AUC 34% DRV/r TDF TDF AUC 22%, Cmin 37% EFV DRV 300 mg dengan RTV 100 mg BID: DRV: AUC 13%, Cmin 31% EFV: AUC 21% ETR ETR 100 mg 2x sehari dengan DRV 600 mg dan RTV 100 mg 2x sehari: DRV: tidak ada perubahan signifikan ETR: AUC 37%, Cmin 49% NVP DRV 400 mg dan RTV 100 mg 2x sehari: DRV: AUC 24% NVP: AUC 27%, Cmin 47% LPV/r tablet 500/125 mg 2x sehari; LPV/r oral solution 533/133 mg 2x sehari Tidak ada penyesuaian dosis LPV/r tablets 500/125 mg 2x sehari; LPV/r oral solution 533/133 mg 2x sehari Efek klinis belum diketahui. Monitoring toksisitas TDF Efek klinis belum diketahui. Monitor ODHA dan gunakan dosis standar Tidak ada penyesuaian dosis Tidak ada penyesuaian dosis

32 Keterangan 3TC = lamivudin, ABC = abacavir, ARV = antiretroviral, AUC = area under the curve, Cmax= maximum plasma concentration, Cmin= minimum plasma concentration, d4t = stavudin, ddi = didanosin, EC = enteric coated, LPV/r = lopinavir/ritonavir, NRTI = nucleoside reverse transcriptase inhibitor, PI = protease inhibitor, TDF = tenofovir, AZT = zidovudin, CCB = calcium channel blocker EFV = efavirenz, FDA = Food and Drug Administration, INR = international normalized ratio, MAC = Mycobacterium aviumcomplex, NNRTI = non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor, NVP = nevirapin, OH-Klaritromisin = active metabolite of Klaritromisin, PDE5 = phosphodiesterase type 5, PI = protease inhibitor, PPI = proton pump inhibitor, RTV = ritonavir, TDF = tenofovir disoproxil fumarate CrCl = creatinine clearance, CYP = cytochrome P, VPA = valproic acid, DRV/r = darunavir/ritonavir, ETR = etravirine, RAL = raltegravir

Pemberian ARV pada PMTCT. Dr. Janto G. Lingga,SpP

Pemberian ARV pada PMTCT. Dr. Janto G. Lingga,SpP Pemberian ARV pada PMTCT Dr. Janto G. Lingga,SpP Terapi & Profilaksis ARV Terapi ARV Penggunaan obat antiretroviral jangka panjang untuk mengobati perempuan hamil HIV positif dan mencegah MTCT Profilaksis

Lebih terperinci

VI. Mulai dengan apa rejimen lini pertama yang diusulkan untuk bayi dan anak

VI. Mulai dengan apa rejimen lini pertama yang diusulkan untuk bayi dan anak ART untuk infeksi HIV pada bayi dan anak dalam rangkaian terbatas sumber daya (WHO) VI. Mulai dengan apa rejimen lini pertama yang diusulkan untuk bayi dan anak Pertimbangan untuk pengobatan dengan pendekatan

Lebih terperinci

XII. Pertimbangan untuk bayi dan anak koinfeksi TB dan HIV

XII. Pertimbangan untuk bayi dan anak koinfeksi TB dan HIV ART untuk infeksi HIV pada bayi dan anak dalam rangkaian terbatas sumber daya (WHO) XII. Pertimbangan untuk bayi dan anak koinfeksi TB dan HIV Tuberkulosis (TB) mewakili ancaman yang bermakna pada kesehatan

Lebih terperinci

Terapi antiretroviral untuk infeksi HIV pada bayi dan anak:

Terapi antiretroviral untuk infeksi HIV pada bayi dan anak: Terapi antiretroviral untuk infeksi HIV pada bayi dan anak: Menuju akses universal Oleh: WHO, 10 Juni 2010 Ringkasan eksekutif usulan. Versi awal untuk perencanaan program, 2010 Ringkasan eksekutif Ada

Lebih terperinci

Pemutakhiran Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Ba

Pemutakhiran Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Ba Pemutakhiran Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Ba Dr. Muh. Ilhamy, SpOG Direktorat Bina Kesehatan Ibu, Ditjen Bina Kesmas, Depkes RI Pertemuan Update Pedoman Nasional PMTCT Bogor, 4

Lebih terperinci

Interaksi antar obat dalam

Interaksi antar obat dalam HIV ART CARE SUPPORT AND TREATMENT HIV ART CARE SUPPORT HIV ART CARE SUPP Interaksi antar obat dalam terapi ARV Tim Fasilitator Perawatan, Dukungan dan Pengobatan HIV/ART Kementerian Kesehatan Republik

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 : Alur Penelitian. di Poli Napza

LAMPIRAN 1 : Alur Penelitian. di Poli Napza 63 LAMPIRAN 1 : Alur Penelitian Mencatat Nomor Rekam Medik di Poli Napza Pengambilan Data Pasien Di Bagian Medical Record Melengkapi Data CD4 dan Adherent Di Poli Napza Skrining Data Menganalisis Data

Lebih terperinci

Senarai Ubat HIV Dunia

Senarai Ubat HIV Dunia Senarai Ubat HIV Dunia Lebih daripada 20 jenis ubat anti-hiv boleh didapati sekarang ini. Kelas-kelas Ubatan HIV Ubat-ubat di bawah disusun oleh kelas ubatan. Kelas-kelas ini mempunyai nama panjang yang

Lebih terperinci

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL Pendahuluan Parasetamol adalah golongan obat analgesik non opioid yang dijual secara bebas. Indikasi parasetamol adalah untuk sakit kepala, nyeri otot sementara, sakit menjelang

Lebih terperinci

FARMAKOTERAPI KELOMPOK KHUSUS

FARMAKOTERAPI KELOMPOK KHUSUS FARMAKOTERAPI KELOMPOK KHUSUS dr HM Bakhriansyah, M.Kes., M.Med.Ed Farmakologi FK UNLAM Banjarbaru PENGGUNAAN OBAT PADA ANAK Perbedaan laju perkembangan organ, sistem dalam tubuh, maupun enzim yang bertanggung

Lebih terperinci

CURRENT DIAGNOSIS & THERAPY HIV. Dhani Redhono Tim CST VCT RS dr. Moewardi

CURRENT DIAGNOSIS & THERAPY HIV. Dhani Redhono Tim CST VCT RS dr. Moewardi CURRENT DIAGNOSIS & THERAPY HIV Dhani Redhono Tim CST VCT RS dr. Moewardi Di Indonesia, sejak tahun 1999 telah terjadi peningkatan jumlah ODHA pada kelompok orang berperilaku risiko tinggi tertular HIV

Lebih terperinci

ANTIVIRUS. D. Saeful Hidayat. Bagian Farmakologi dan Terapeutik, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

ANTIVIRUS. D. Saeful Hidayat. Bagian Farmakologi dan Terapeutik, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara ANTIVIRUS D. Saeful Hidayat Bagian Farmakologi dan Terapeutik, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara 1 (VISHAM = racun ) VIRUS Mikroorganisme terkecil 20 30 mikron Prion protein penyebab penyakit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKAA. tertinggi dia Asia sejumlah kasus. Laporan UNAIDS, memperkirakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKAA. tertinggi dia Asia sejumlah kasus. Laporan UNAIDS, memperkirakan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKAA 2.1 Epidemiologi HIV/AIDS Secara global Indonesia menduduki peringkat ketiga dengan kasusa HIV tertinggi dia Asia sejumlah 380.000 kasus. Laporan UNAIDS, memperkirakan pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Interaksi obat dianggap penting karena dapat menguntungkan dan merugikan. Salah satu dari interaksi obat adalah interaksi obat itu sendiri dengan makanan. Interaksi

Lebih terperinci

Panduan Layanan Terapi Antiretroviral 1

Panduan Layanan Terapi Antiretroviral 1 Panduan Layanan Terapi Antiretroviral 1 1. Prof. DR. Dr. Samsuridjal Djauzi, Sp.PD, KAI 2. Prof. DR. Dr. Zubairi Djoerban, Sp.PD, KHOM 3. Prof. DR. Dr. Sudarto Ronoatmojo, M.Sc 4. Drg. Diah Erti Mustikawati,

Lebih terperinci

FARMAKOTERAPI AIDS FOR : MAHASISWA FARMASI UNISSULA

FARMAKOTERAPI AIDS FOR : MAHASISWA FARMASI UNISSULA FARMAKOTERAPI AIDS FOR : MAHASISWA FARMASI UNISSULA Epidemi HIV/AIDS di Indonesia Total Populasi 240 juta Prevalensi HIV 0,2% dan estimasi ODHA 186.000 HIV Prevalence Estimation PLHIV Estimation Apa yang

Lebih terperinci

Laporan Singkat: Simposium Bangkok Pengobatan HIV ke-9

Laporan Singkat: Simposium Bangkok Pengobatan HIV ke-9 Saya menghadiri 9th Bangkok Symposium on HIV Medicine (Simposium Bangkok Pengobatan HIV ke-9), dilaksanakan oleh HIV-NAT 18-20 Januari, didanai oleh IHPCP. Pertemuan ini terutama membidik profesional medis

Lebih terperinci

Apa itu HIV/AIDS? Apa itu HIV dan jenis jenis apa saja yang. Bagaimana HIV menular?

Apa itu HIV/AIDS? Apa itu HIV dan jenis jenis apa saja yang. Bagaimana HIV menular? Apa itu HIV/AIDS? Apa itu HIV dan jenis jenis apa saja yang HIV berarti virus yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia. Ini adalah retrovirus, yang berarti virus yang mengunakan sel tubuhnya sendiri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah gejala atau

I. PENDAHULUAN. Penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah gejala atau I. PENDAHULUAN Penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah gejala atau infeksi yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusiaakibat infeksi virus HIV (Human Immunodeficiency

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. imuno kompromis infeksius yang berbahaya, dikenal sejak tahun Pada

I. PENDAHULUAN. imuno kompromis infeksius yang berbahaya, dikenal sejak tahun Pada 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan suatu penyakit imuno kompromis infeksius yang berbahaya, dikenal sejak tahun 1981. Pada tahun 1983, agen penyebab

Lebih terperinci

Aplikasi Farmakokinetika Klinis Tidak diragukan lagi bahwa salah satu kunci keberhasilan terapi dengan menggunakan obat adalah ditentukan dari

Aplikasi Farmakokinetika Klinis Tidak diragukan lagi bahwa salah satu kunci keberhasilan terapi dengan menggunakan obat adalah ditentukan dari Aplikasi Farmakokinetika Klinis Tidak diragukan lagi bahwa salah satu kunci keberhasilan terapi dengan menggunakan obat adalah ditentukan dari ketepatan rancangan aturan dosis yang diberikan. Rancangan

Lebih terperinci

Dampak Perpaduan Obat ARV pada Pasien HIV/AIDS ditinjau dari Kenaikan Jumlah Limfosit CD4 + di RSUD Dok II Kota Jayapura

Dampak Perpaduan Obat ARV pada Pasien HIV/AIDS ditinjau dari Kenaikan Jumlah Limfosit CD4 + di RSUD Dok II Kota Jayapura PLASMA, Vol. 1, No. 2, 2015 : 53-58 Dampak Perpaduan Obat ARV pada Pasien HIV/AIDS ditinjau dari Kenaikan Jumlah Limfosit CD4 + di RSUD Dok II Kota Jayapura Comparison of the Efficacy of ARV Combination

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berkurang. Data dari UNAIDS (Joint United Nations Programme on HIV and

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berkurang. Data dari UNAIDS (Joint United Nations Programme on HIV and BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Human Immunodeficiency Virus/ Acquired Immunodeficiency Syndrome (HIV/AIDS) merupakan masalah kesehatan global yang menjadi perbincangan masyarakat di seluruh

Lebih terperinci

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen P2PL) Kementerian Kesehatan RI (4),

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen P2PL) Kementerian Kesehatan RI (4), BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi dari virus HIV (Human Immunodeficiency

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nekrosis merupakan proses degenerasi yang menyebabkan kerusakan sel yang terjadi setelah suplai darah hilang ditandai dengan pembengkakan sel, denaturasi protein dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. HIV/AIDS Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah sejenis virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yaitu pada sel-sel darah putih yang bertugas

Lebih terperinci

Pedoman Nasional. Terapi Antiretroviral

Pedoman Nasional. Terapi Antiretroviral Pedoman Nasional Terapi Antiretroviral Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan 2004 2 Kata Pengantar Direktur Jenderal PPM &

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini di dunia kafein banyak dikonsumsi dalam berbagai bentuk yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein terdapat dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. RSUD DR M.M Dunda Limboto pada bulan Januari Juni 2012, 70 kasus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. RSUD DR M.M Dunda Limboto pada bulan Januari Juni 2012, 70 kasus BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian menggunakan data-data dari rekam medik penderita gagal ginjal kronik atau sering disebut CKD (Chronic kidney disease) yang sudah mengalami tahap hemodialisis

Lebih terperinci

M. ESHA FAHLUTHFI PEMBIMBING : DR. HJ. IHSANIL HUSNA, SP.PD

M. ESHA FAHLUTHFI PEMBIMBING : DR. HJ. IHSANIL HUSNA, SP.PD M. ESHA FAHLUTHFI PEMBIMBING : DR. HJ. IHSANIL HUSNA, SP.PD Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1,2,3. 4 United Nations Programme on HIV/AIDS melaporkan

BAB I PENDAHULUAN 1,2,3. 4 United Nations Programme on HIV/AIDS melaporkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi dari virus Human Immunodeficiency

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Epilepsi merupakan penyakit kronis di bidang neurologi dan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Epilepsi merupakan penyakit kronis di bidang neurologi dan penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Epilepsi merupakan penyakit kronis di bidang neurologi dan penyakit kedua terbanyak setelah stroke (Blum, 2003). Epilepsi disebabkan oleh berbagai etiologi

Lebih terperinci

Prevalensi Sindrom Stevens-Johnson Akibat Antiretroviral pada Pasien Rawat Inap di RSUP Dr. Hasan Sadikin

Prevalensi Sindrom Stevens-Johnson Akibat Antiretroviral pada Pasien Rawat Inap di RSUP Dr. Hasan Sadikin Prevalensi Sindrom Stevens-Johnson Akibat Antiretroviral pada Pasien Rawat Inap di RSUP Dr. Hasan Sadikin Nurmilah Maelani*, Irna Sufiawati**, Hartati Purbo Darmadji*** *Student of Dental Faculty, Padjadjaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan kriteria WHO, anemia merupakan suatu keadaan klinis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan kriteria WHO, anemia merupakan suatu keadaan klinis 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia Pada Pasien HIV/AIDS 2.1.1 Definisi Anemia Berdasarkan kriteria WHO, anemia merupakan suatu keadaan klinis dimana konsentrasi hemoglobin kurang dari 13 g/dl pada laki-laki

Lebih terperinci

BIPOLAR. oleh: Ahmad rhean aminah dianti Erick Nuranysha Haviz. Preseptor : dr. Dian Budianti amina Sp.KJ

BIPOLAR. oleh: Ahmad rhean aminah dianti Erick Nuranysha Haviz. Preseptor : dr. Dian Budianti amina Sp.KJ BIPOLAR oleh: Ahmad rhean aminah dianti Erick Nuranysha Haviz Preseptor : dr. Dian Budianti amina Sp.KJ Definisi Bipolar Gangguan bipolar (GB) merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala-gejala penyakit infeksi atau keganasan tertentu yang timbul sebagai akibat menurunnya daya

Lebih terperinci

BAB II PENDAHULUANN. Syndromem (AIDS) merupakan masalah global yang terjadi di setiap negara di

BAB II PENDAHULUANN. Syndromem (AIDS) merupakan masalah global yang terjadi di setiap negara di 1 BAB II PENDAHULUANN 1.1 Latar Belakangg Humann Immunodeficiencyy Viruss (HIV) / Acquired Immuno Deficiency Syndromem (AIDS) merupakan masalah global yang terjadi di setiap negara di dunia, dimana jumlah

Lebih terperinci

Pengobatan untuk AIDS: Ingin Mulai?

Pengobatan untuk AIDS: Ingin Mulai? SERI BUKU KECIL Pengobatan untuk AIDS: Ingin Mulai? Oleh Chris W. Green Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Johar Baru, Jakarta 10560 Telp: (021) 422 5163, 422 5168, Fax: (021) 4287 1866, E-mail: info@spiritia.or.id,

Lebih terperinci

Marianne, S.Si., M.Si., Apt.

Marianne, S.Si., M.Si., Apt. Marianne, S.Si., M.Si., Apt. HMG Co-A Reduktase Inhibitor (statin) Resin Pengikat Asam Empedu Derivat Asam Fibrat Penghambat Absorpsi Kolesterol Niasin Penggolongan Obat Simvastatin, Pravastatin, Lovastatin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Penelitian Asma adalah suatu penyakit obstruksi saluran pernafasan yang bersifat kronis dengan

Lebih terperinci

Nama : Ella Khairatunnisa NIM : SR Kelas : SI Reguler IV B Asuhan Keperawatan Klien Dengan HIV/AIDS

Nama : Ella Khairatunnisa NIM : SR Kelas : SI Reguler IV B Asuhan Keperawatan Klien Dengan HIV/AIDS Nama : Ella Khairatunnisa NIM : SR072010031 Kelas : SI Reguler IV B Asuhan Keperawatan Klien Dengan HIV/AIDS Asuhan Keperawatan Wanita Dan Anak Dengan HIV/AIDS 1. Pencegahan Penularan HIV pada Wanita dan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyebab Malaria Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium yang ditransmisikan ke manusia melalui nyamuk anopheles betina. 5,15 Ada lima spesies

Lebih terperinci

Laporan Simposium Bangkok HIVNAT ke-12

Laporan Simposium Bangkok HIVNAT ke-12 Simposium Bangkok HIV HIV-NAT dilakukan setiap tahun pada bulan Januari. Pada 2009 Simposium ke-12 dilakukan, dan untuk keempat kali, Babe untung dapat mengikutinya. Ini ada laporan Babe mengenai kesan

Lebih terperinci

Pertemuan Koordinasi Kelompok Penggagas. Update pengobatan HIV. Penyembuhan. Perkembangan obat. Pertemuan Koordinasi Kelompok Penggagas

Pertemuan Koordinasi Kelompok Penggagas. Update pengobatan HIV. Penyembuhan. Perkembangan obat. Pertemuan Koordinasi Kelompok Penggagas Pertemuan Koordinasi Kelompok Penggagas Update tentang Pengobatan HIV 1. Perkenalkan diri serta pengalaman Anda. Perkenalkan sesi ini sebagai ringkasan yang sangat singkat mengenai perkembangan dalam perawatan,

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENGETAHUAN SISWA SMA MUHAMMADIYAH 1 SURAKARTA TENTANG HIV/AIDS SESUDAH PEMBERIAN EDUKASI SKRIPSI

PERBEDAAN PENGETAHUAN SISWA SMA MUHAMMADIYAH 1 SURAKARTA TENTANG HIV/AIDS SESUDAH PEMBERIAN EDUKASI SKRIPSI PERBEDAAN PENGETAHUAN SISWA SMA MUHAMMADIYAH 1 SURAKARTA TENTANG HIV/AIDS SESUDAH PEMBERIAN EDUKASI SKRIPSI Oleh : FATI RIFIATUN K100070186 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 27 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain Penelitian yang dipilih adalah rancangan studi potong lintang (Cross Sectional). Pengambilan data dilakukan secara retrospektif terhadap data

Lebih terperinci

Di bawah ini diuraikan beberapa bentuk peresepan obat yang tidak rasional pada lansia, yaitu :

Di bawah ini diuraikan beberapa bentuk peresepan obat yang tidak rasional pada lansia, yaitu : Peresepan obat pada lanjut usia (lansia) merupakan salah satu masalah yang penting, karena dengan bertambahnya usia akan menyebabkan perubahan-perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik. Pemakaian obat

Lebih terperinci

HIV dan Anak. Prakata. Bagaimana bayi menjadi terinfeksi? Tes HIV untuk bayi. Tes antibodi

HIV dan Anak. Prakata. Bagaimana bayi menjadi terinfeksi? Tes HIV untuk bayi. Tes antibodi Prakata Dengan semakin banyak perempuan di Indonesia yang terinfeksi HIV, semakin banyak anak juga terlahir dengan HIV. Walaupun ada cara untuk mencegah penularan HIV dari ibu-ke-bayi (PMTCT), intervensi

Lebih terperinci

APLIKASI FARMAKOKINETIKA DALAM FARMASI KLINIK MAKALAH

APLIKASI FARMAKOKINETIKA DALAM FARMASI KLINIK MAKALAH APLIKASI FARMAKOKINETIKA DALAM FARMASI KLINIK MAKALAH Disusun: Apriana Rohman S 07023232 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN YOGYAKARTA 2011 A. LATAR BELAKANG Farmakologi adalah ilmu mengenai pengaruh

Lebih terperinci

Obat Penyakit Diabetes Metformin Biguanide

Obat Penyakit Diabetes Metformin Biguanide Obat Penyakit Metformin Biguanide Obat Penyakit Metformin Biguanide. Obat diabetes ini bekerja dengan meningkatkan sensitivitas insulin, baik pada jaringan hati maupun perifer. Peningkatan sensitivitas

Lebih terperinci

SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan mencapai gelar Sarjana Farmasi ( S1 )

SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan mencapai gelar Sarjana Farmasi ( S1 ) STUDI PENGGUNAAN ANTIRETROVIRAL PADA PENDERITA HIV(Human Immunodeficiency Virus) POSITIF DI KLINIK VOLUNTARY CONSELING AND TESTING RSUD dr. SOEBANDI JEMBER Periode 1 Agustus 2007-30 September 2008 SKRIPSI

Lebih terperinci

Penggunaan Obat pada Anak FARMAKOTERAPI PADA KELOMPOK KHUSUS. Penggunaan Obat pada Anak. Alfi Yasmina. Dosis: berdasarkan usia, BB, LPT

Penggunaan Obat pada Anak FARMAKOTERAPI PADA KELOMPOK KHUSUS. Penggunaan Obat pada Anak. Alfi Yasmina. Dosis: berdasarkan usia, BB, LPT FARMAKOTERAPI PADA KELOMPOK KHUSUS Alfi Yasmina Dipengaruhi oleh Fungsi biotransformasi hati Fungsi ekskresi ginjal Kapasitas pengikatan protein Sawar darah-otak, sawar kulit Sensitivitas reseptor obat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia adalah gangguan metabolisme lipoprotein, termasuk produksi lipoprotein berlebih maupun defisiensi lipoprotein. Dislipidemia bermanifestasi klinis sebagai

Lebih terperinci

Pengaruh umum Pengaruh faktor genetik Reaksi idiosinkrasi Interaksi obat. Faktor yang mempengaruhi khasiat obat - 2

Pengaruh umum Pengaruh faktor genetik Reaksi idiosinkrasi Interaksi obat. Faktor yang mempengaruhi khasiat obat - 2 Pengaruh umum Pengaruh faktor genetik Reaksi idiosinkrasi Interaksi obat Faktor yang mempengaruhi khasiat obat - 2 1 Rute pemberian obat Untuk memperoleh efek yang cepat obat biasanya diberikan secara

Lebih terperinci

OBAT ANTIVIRUS GOLONGAN OBAT ANTI NONRETROVIRUS

OBAT ANTIVIRUS GOLONGAN OBAT ANTI NONRETROVIRUS OBAT ANTIVIRUS Virus hanya dapat ditanggulangi oleh antibodies selama masih berada di dalam darah. Bila virus sudah masuk ke dalam sel, segera system-interferon dengan khasiat antiviralnya turun tangan,

Lebih terperinci

Tujuan Instruksional:

Tujuan Instruksional: Isnaini, S.Si, M.Si, Apt. Tujuan Instruksional: Mahasiswa setelah mengikuti kuliah ini dapat: Menjelaskan secara benar tujuan pemantauan obat dalam terapi Menjelaskan secara benar cara-cara pemantauan

Lebih terperinci

FARMAKOTERAPI PADA KELOMPOK KHUSUS

FARMAKOTERAPI PADA KELOMPOK KHUSUS FARMAKOTERAPI PADA KELOMPOK KHUSUS Alfi Yasmina Penggunaan Obat pada Anak Dipengaruhi oleh Fungsi biotransformasi hati Fungsi ekskresi ginjal Kapasitas pengikatan protein Sawar darah-otak, sawar kulit

Lebih terperinci

FARMAKOTERAPI PADA KELOMPOK KHUSUS. Alfi Yasmina

FARMAKOTERAPI PADA KELOMPOK KHUSUS. Alfi Yasmina FARMAKOTERAPI PADA KELOMPOK KHUSUS Alfi Yasmina Penggunaan Obat pada Anak Dipengaruhi oleh Fungsi biotransformasi hati Fungsi ekskresi ginjal Kapasitas pengikatan protein Sawar darah-otak, sawar kulit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi HIV dan AIDS 2.1.1 Patofisiologi infeksi HIV HIV merupakan virus golongan retrovirus yang dapat menginfeksi manusia, menyerang sistem imun tubuh, dan merupakan penyebab

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang tua. 1 Berdasarkan data pada Agustus 2010, terdapat pasien anak berusia 2-12 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak-anak mempunyai kondisi berbeda dengan orang dewasa pada saat pra bedah sebelum masuk

Lebih terperinci

Calcium Softgel Cegah Osteoporosis

Calcium Softgel Cegah Osteoporosis Calcium Softgel Cegah Osteoporosis Calcium softgel mampu mencegah terjadinya Osteoporosis. Osteoporosis adalah penyakit tulang yang ditandai dengan menurunnya massa tulang (kepadatan tulang) secara keseluruhan.

Lebih terperinci

PTRM PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON PUSKESMAS BANGUNTAPAN II

PTRM PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON PUSKESMAS BANGUNTAPAN II PTRM PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON PUSKESMAS BANGUNTAPAN II Latar Belakang Gangguan addiksi merupakan suatu brain disease sehingga memerlukan penanganan yang komprehensif, dan berproses, karena suggest

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia, sejak tahun 1999 telah terjadi peningkatan jumlah orang dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia, sejak tahun 1999 telah terjadi peningkatan jumlah orang dengan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Di Indonesia, sejak tahun 1999 telah terjadi peningkatan jumlah orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) pada kelompok orang berperilaku risiko tinggi tertular HIV yaitu para penjaja seks

Lebih terperinci

HIV, Kehamilan dan Kesehatan Perempuan spiritia

HIV, Kehamilan dan Kesehatan Perempuan spiritia SERI BUKU KECIL HIV, Kehamilan dan Kesehatan Perempuan spiritia HIV, Kehamilan dan Kesehatan Perempuan HIV, Kehamilan dan Kesehatan Perempuan Buku ini adalah terjemahan dan penyesuaian dari HIV, Pregnancy

Lebih terperinci

BAB II. STUDI PUSTAKA

BAB II. STUDI PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... ii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI... iii HALAMAN PERNYATAAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR SINGKATAN... ix DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Warfarin merupakan antagonis vitamin K yang banyak digunakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Warfarin merupakan antagonis vitamin K yang banyak digunakan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Warfarin merupakan antagonis vitamin K yang banyak digunakan sebagai antikoagulan oral untuk terapi tromboembolisme vena dan untuk mencegah emboli sistemik

Lebih terperinci

AACE Mengeluarkan Panduan untuk Terapi Hormon Menopause

AACE Mengeluarkan Panduan untuk Terapi Hormon Menopause AACE Mengeluarkan Panduan untuk Terapi Hormon Menopause Menopause didiagnosis pada wanita yang tidak lagi mendapatkan menstruasi dalam 1 tahun. Setelah menopause, lebih dari 85% wanita mengalami gejala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang tersebar hampir di beberapa Negara tropis dan subtropis saat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang tersebar hampir di beberapa Negara tropis dan subtropis saat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang tersebar hampir di beberapa Negara tropis dan subtropis saat ini. Menurut WHO tahun 2011, dari 106 negara yang dinyatakan

Lebih terperinci

JENIS JENIS EFEK SAMPING PENGOBATAN OAT DAN ART PADA PASIEN DENGAN KOINFEKSI TB/HIV DI RSUP dr.kariadi LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

JENIS JENIS EFEK SAMPING PENGOBATAN OAT DAN ART PADA PASIEN DENGAN KOINFEKSI TB/HIV DI RSUP dr.kariadi LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH JENIS JENIS EFEK SAMPING PENGOBATAN OAT DAN ART PADA PASIEN DENGAN KOINFEKSI TB/HIV DI RSUP dr.kariadi LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian Karya Tulis Ilmiah

Lebih terperinci

Waspada Keracunan Phenylpropanolamin (PPA)

Waspada Keracunan Phenylpropanolamin (PPA) Waspada Keracunan Phenylpropanolamin (PPA) Penyakit flu umumnya dapat sembuh dengan sendirinya jika kita cukup istirahat, makan teratur, dan banyak mengkonsumsi sayur serta buah-buahan. Namun demikian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Parasetamol merupakan obat penurun panas dan pereda nyeri yang telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Metabolit Fenasetin ini diklaim sebagai zat antinyeri

Lebih terperinci

Tujuan Instruksional:

Tujuan Instruksional: Isnaini, S.Si, M.Si, Apt. Tujuan Instruksional: Mahasiswa setelah mengikuti kuliah ini dapat: Menjelaskan secara benar tujuan pemantauan obat dalam terapi Menjelaskan secara benar cara-cara pemantauan

Lebih terperinci

OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH

OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH OBAT : setiap molekul yang bisa merubah fungsi tubuh secara molekuler. NASIB OBAT DALAM TUBUH Obat Absorbsi (1) Distribusi (2) Respon farmakologis Interaksi dg reseptor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Hiperlipidemia adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan kadar kolesterol dan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Hiperlipidemia adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan kadar kolesterol dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hiperlipidemia adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida yang melebihi batas normal, yakni LDL > 100mg/dl, trigliserida >150mg/dl

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. vitamin ataupun herbal yang digunakan oleh pasien. 1. Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. vitamin ataupun herbal yang digunakan oleh pasien. 1. Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah melakukan penelitian pada pasien DM tipe 2 di Puskesmas Sewon 2 Bantul telah ditemukan sebanyak 36 sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi maupun eksklusi. Peneliti

Lebih terperinci

Laporan Simposium Bangkok HIVNAT ke-14

Laporan Simposium Bangkok HIVNAT ke-14 Laporan Simposium Bangkok HIVNAT ke-14 Simposium Bangkok HIV HIV-NAT dilakukan setiap tahun pada bulan Januari. Pada 2011 Simposium ke-14 dilakukan, dan untuk kelima kali, Babe untung dapat mengikutinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke atau cerebrovascular accident (CVA) didefinisikan sebagai gangguan neurologis fokal yang terjadi mendadak akibat proses patofisiologi dalam pembuluh darah (Brashers,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini kelebihan kolesterol menjadi yang ditakuti sebagai penyebab penyempitan pembuluh darah yang disebut aterosklerosis yaitu proses pengapuran dan pengerasan pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Gangguan Ginjal Kronik 2.1.1 Definisi Penyakit ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari sama dengan tiga bulan, berdasarkan kelainan

Lebih terperinci

Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat

Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat Al Syahril Samsi, S.Farm., M.Si., Apt 1 Faktor yang Mempengaruhi Liberation (Pelepasan), disolution (Pelarutan) dan absorbtion(absorbsi/difusi)lda

Lebih terperinci

Infeksi HIV pada anak : Situasi saat ini dan tantangan ke depan. Ida Safitri Laksono Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UGM / RSUP Dr.

Infeksi HIV pada anak : Situasi saat ini dan tantangan ke depan. Ida Safitri Laksono Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UGM / RSUP Dr. Infeksi HIV pada anak : Situasi saat ini dan tantangan ke depan Ida Safitri Laksono Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UGM / RSUP Dr. Sardjito isi presentasi Pengantar tentang Virus HIV Epidemiologi kasus HIV

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serat. Kurangnya aktivitas fisik dan mengkonsumsi makanan tinggi lemak termasuk

BAB I PENDAHULUAN. serat. Kurangnya aktivitas fisik dan mengkonsumsi makanan tinggi lemak termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perubahan gaya hidup masyarakat mulai banyak terjadi sejalan dengan kemajuan teknologi. Gaya hidup yang kurang aktivitas fisik mulai banyak ditemukan, bahkan sudah

Lebih terperinci

PEDOMAN TATALAKSANA INFEKSI HIV DAN TERAPI ANTIRETROVIRAL PADA ANAK DI INDONESIA

PEDOMAN TATALAKSANA INFEKSI HIV DAN TERAPI ANTIRETROVIRAL PADA ANAK DI INDONESIA IK S I 616.979 2 Ind e PEDOMAN TATALAKSANA INFEKSI HIV DAN TERAPI ANTIRETROVIRAL PADA ANAK DI INDONESIA O D N K TER ANAK I N D ON A E T A A Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2014 Kata Pengantar

Lebih terperinci

VIRUS HEPATITIS B. Untuk Memenuhi Tugas Browsing Artikel Webpage. Oleh AROBIYANA G0C PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN

VIRUS HEPATITIS B. Untuk Memenuhi Tugas Browsing Artikel Webpage. Oleh AROBIYANA G0C PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN 1 VIRUS HEPATITIS B Untuk Memenuhi Tugas Browsing Artikel Webpage Oleh AROBIYANA G0C015009 PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNUVERSITAS MUHAMADIYAH SEMARANG

Lebih terperinci

ANTIHIPERLIPIDEMIA YENI FARIDA S.FARM., M.SC., APT

ANTIHIPERLIPIDEMIA YENI FARIDA S.FARM., M.SC., APT ANTIHIPERLIPIDEMIA YENI FARIDA S.FARM., M.SC., APT Pendahuluan Kolesterol, trigliserida, dan fosfolipid merupakan lipid utama di tubuh Trigliserida didistribusikan ke dalam otot sebagai sumber energi,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN MANAJEMEN INTERAKSI OBAT SUHARJONO DEP FARMASI KLINIS / KETUA PROGRAM S2 FARMASI KLINIK FAKULTAS FARMAS UNAIR

IDENTIFIKASI DAN MANAJEMEN INTERAKSI OBAT SUHARJONO DEP FARMASI KLINIS / KETUA PROGRAM S2 FARMASI KLINIK FAKULTAS FARMAS UNAIR IDENTIFIKASI DAN MANAJEMEN INTERAKSI OBAT SUHARJONO DEP FARMASI KLINIS / KETUA PROGRAM S2 FARMASI KLINIK FAKULTAS FARMAS UNAIR WORKSHOP DRUG INTERACTION, SURABAYA 28-29 JANUARI 2017 Email : shj_ms_id@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada negara- negara berkembang, HIV/AIDS merupakan salah satu ancaman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada negara- negara berkembang, HIV/AIDS merupakan salah satu ancaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human immunodeficiency virus atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) merupakan salah satu penyebab utama kematian global (Saraceni et. al., 2014). Banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Berdasarkan data yang diterbitkan oleh Joint United National Program on

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Berdasarkan data yang diterbitkan oleh Joint United National Program on BAB I PENDAHULUAN A.Latar belakang Infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) saat ini merupakan masalah kesehatan terbesar di dunia. Berdasarkan data yang

Lebih terperinci

BAGAN PENILAIAN DAN TATALAKSANA AWAL HIV

BAGAN PENILAIAN DAN TATALAKSANA AWAL HIV BAGAN PENILAIAN DAN TATALAKSANA AWAL HIV Anak dengan pajanan HIV Penilaian kemungkinan infeksi HIV Dengan memeriksa: Status penyakit HIV pada ibu Pajanan ibu dan bayi terhadap ARV Cara kelahiran dan laktasi

Lebih terperinci

PERANAN NON-VIRAL LOAD SURROGATE MARKER PADA PASIEN HIV(+) YANG DIMONITOR SELAMA PENGOBATAN ANTIRETROVIRAL

PERANAN NON-VIRAL LOAD SURROGATE MARKER PADA PASIEN HIV(+) YANG DIMONITOR SELAMA PENGOBATAN ANTIRETROVIRAL PERANAN NON-VIRAL LOAD SURROGATE MARKER PADA PASIEN HIV(+) YANG DIMONITOR SELAMA PENGOBATAN ANTIRETROVIRAL Dr. Donna Partogi, SpKK NIP. 132 308 883 DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FK.USU/RSUP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rentan terhadap infeksi dan pembentukan kanker. AIDS disebabkan oleh virus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rentan terhadap infeksi dan pembentukan kanker. AIDS disebabkan oleh virus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AIDS (Acquired Immunodeficiency Sindrome) adalah suatu penyakit yang merusak kemampuan penderita untuk melawan penyakit, mengakibatkan tubuh rentan terhadap

Lebih terperinci

juga mendapat terapi salisilat. Pasien harus diberi pengertian bahwa selama terapi bismuth subsalisilat ini dapat mengakibatkan tinja berwarna hitam

juga mendapat terapi salisilat. Pasien harus diberi pengertian bahwa selama terapi bismuth subsalisilat ini dapat mengakibatkan tinja berwarna hitam 1. Agen Pelindung Mukosa a Sukralfat Dosis Untuk dewasa 4 kali sehari 500-1000 mg (maksimum 8 gram/hari) sewaktu lambung kosong (1 jam sebelum makan dan tidur). Pengobatan dianjurkan selama 4-8 minggu,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Obat on-label On-label adalah penggunaan obat yang telah memiliki izin penjualan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Obat on-label On-label adalah penggunaan obat yang telah memiliki izin penjualan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Obat on-label On-label adalah penggunaan obat yang telah memiliki izin penjualan berkaitan dengan indikasi, rute pemberian, dosis, usia, dan kontraindikasi. Lembaga berwenang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyebab Acquired

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyebab Acquired BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyebab Acquired Immunodeficiency Syndrome atau AIDS (Ramaiah, 2008). Target dari HIV adalah sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

MASALAH POLIFARMASI DAN PERESEPAN OBAT RACIKAN. Rianto Setiabudy Departemen Farmakologi FKUI Sorowako,, 24 Februari 2011

MASALAH POLIFARMASI DAN PERESEPAN OBAT RACIKAN. Rianto Setiabudy Departemen Farmakologi FKUI Sorowako,, 24 Februari 2011 MASALAH POLIFARMASI DAN PERESEPAN OBAT RACIKAN Rianto Setiabudy Departemen Farmakologi FKUI Sorowako,, 24 Februari 2011 1 POLIFARMASI 2 Polifarmasi dalam peresepan (1) Polifarmasi ialah penggunaan jenis

Lebih terperinci

FARMAKOKINETIK KLINIK ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA G I N A A R I F A H : : A S T I Y U N I A : : YUDA :: R I F N A

FARMAKOKINETIK KLINIK ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA G I N A A R I F A H : : A S T I Y U N I A : : YUDA :: R I F N A FARMAKOKINETIK KLINIK ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA G I N A A R I F A H : : A S T I Y U N I A : : YUDA :: R I F N A AMINOGLIKOSIDA Senyawa yang terdiri dari 2 atau lebih gugus gula amino yang terikat lewat

Lebih terperinci

MATA KULIAH PROFESI INTERAKSI OBAT PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MATA KULIAH PROFESI INTERAKSI OBAT PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MATA KULIAH PROFESI INTERAKSI OBAT PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pendahuluan Interaksi Obat : Hubungan/ikatan obat dengan senyawa/bahan lain Diantara berbagai

Lebih terperinci

PEDOMAN PRAKTIS DIAGNOSIS dan PENATALAKSANAAN HIV / AIDS Pada keadaan Sumber Daya Terbatas

PEDOMAN PRAKTIS DIAGNOSIS dan PENATALAKSANAAN HIV / AIDS Pada keadaan Sumber Daya Terbatas PEDOMAN PRAKTIS DIAGNOSIS dan PENATALAKSANAAN HIV / AIDS Pada keadaan Sumber Daya Terbatas Agung Nugroho Divisi Peny. Tropik & Infeksi Bag. / SMF Ilmu penyakit Dalam FK-UNSRAT / RSUP. Prof. Dr. R.D. kandou

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan pada hepar dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, antara lain virus, radikal bebas, maupun autoimun. Salah satu yang banyak dikenal masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Diabetes melitus merupakan suatu sindrom terganggunya metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh berkurangnya sekresi insulin atau penurunan

Lebih terperinci