BAB II KAJIAN PUSTAKA. Enright (2001), mengatakan bahwa forgiveness sebagai suatu bentuk

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Enright (2001), mengatakan bahwa forgiveness sebagai suatu bentuk"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Forgiveness 1. Definisi Forgiveness Enright (2001), mengatakan bahwa forgiveness sebagai suatu bentuk kesiapan melepas hak yang dimiliki seseorang untuk meremehkan, menyalahkan dan membalas dendam terhadap pelaku yang telah bertindak tidak benar terhadap dirinya, dan diwaktu yang bersamaan mengembangkan kasih sayang dan kemurahan hati. McCullough, Bono & Root (2007), mengemukakan bahwa forgiveness merupakan kesediaan untuk menanggalkan kekeliruan masa lalu yang menyakitkan, tidak lagi mencari-cari nilai di dalam amarah dan kebencian, serta menepis keinginan untuk menyakiti orang lain maupun diri sendiri. Forgiveness didefinisikan sebagai sikap untuk mengatasi hal-hal yang negatif dan penghakiman terhadap orang yang bersalah dengan tidak menyangkal rasa sakit itu sendiri tetapi justru merasa kasihan, iba dan cinta kepada pihak yang menyakiti. Forgiveness adalah proses kesembuhan dari ingatan yang terluka, bukan menghapuskan. Forgiveness diartikan sebagai cara mengatasi hubungan yang rusak dengan dasar prososial (Soesilo, 2006). Menurut Hadriani (2008), 10

2 11 forgiveness adalah kesediaan dari pihak yang dicederai untuk memberikan maaf atau memaafkan pihak yang telah mencederai. Forgiveness merupakan kesediaan untuk menanggalkan kekeliruan masa lalu yang menyakitkan, tidak lagi mencari-cari nilai dalam amarah dan kebencian dan menepis keinginan untuk menyakiti orang lain atau diri sendiri. Forgiveness merujuk pada terlepasnya seseorang dari kemarahan terhadap panca indera, serta kesembuhan terhadap luka-luka hati dan tidak ada balas dendam. Ada unsur melepaskan diri kemarahan (afeksi) dan tercipta kembali hubungan, yang berarti adanya rekonsiliasi dengan munculnya kepercayaan, sembuhnya luka, dan kehilangan motivasi balas dendam, yang berarti forgiveness tidak hanya terjadi ditahap afeksi, tetapi juga ditahap perilaku dimana individu yang tersakiti berani membangun kembali hubungan dengan situasi yang positif. Forgiveness merupakan integrasi dari aspek perilaku, kognisi, dan apeksi sehingga merupakan suatu proses atau hasil dari suatu proses yang melibatkan perubahan emosi dan sikap terhadap pelaku kejahatan. Forgiveness dilakukan secara sengaja dan sukarela yang didorong oleh kepuasan untuk memaafkan (Robert, 1989). Forgiveness bisa menurunkan niat untuk membalas dendam serta mengubah emosi negatif menjadi sikap postitif. Dalam setiap peristiwa, forgiveness terjadi karena orang yang tersakiti ingin mendapat perlakuan dan perasaan jiwa yang lebih baik dan bahagia (Kaminer, Stein, Mganga & Zungu, 2000). DiBlasio (1998) mengartikan forgiveness sebagai pengambilan keputusan dan kemauan yang kuat untuk melepaskan perasaan dengki serta jahat terhadap pelaku kejahatan.

3 12 Ransley & Spy (2004), menjelaskan bahwa forgiveness merupakan satu tindakan yang aktif untuk memperbaiki dan melanjutkan hubungan yang harmonis. Pada pasangan yang mengalami perselingkuhan dalam rumah tangganya, forgiveness dalam konteks pasangan suami-istri dikatakan sebagai suatu proses yang meliputi partisipasi atau peran dari kedua belah pihak. Individu yang bersalah perlu mengungkapkan kesedihan dan penyesalan yang dalam atas apa yang telah dilakukannya, dan individu yang tersakiti perlu terbuka dengan mengungkapkan perasaan-perasaannya untuk dapat memaafkan dan melepaskan rasa dendam. Agar tercipta perkawinan yang kokoh dan langgeng maka setiap kesalahan yang telah dilakukan oleh salah satu pasangannya diharapkan untuk segera memperbaiki hubungannya dengan cara melakukan forgiveness agar tercipta kembali suatu hubungan yang harmonis. McCullough, Bono & Root (2007), mengasumsikan bahwa rasa dendam dihubungkan dengan kemarahan, kaitannya dalam sebuah perkawinan jika tercipta adanya kemarahan maka pasangan suami istri lebih banyak melakukan penghindaran agar tercipta rasa aman dari pasangannya tersebut dan adanya balas dendam agar pasangan yang telah menyakiti hatinya merasakan seperti apa yang telah dirasakannya. Berdasarkan berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa forgiveness adalah proses untuk mengurangi hal yang bersifat negatif kearah yang lebih positif guna mengurangi adanya niat dari individu yang tersakiti untuk melakukan balas dendam. Bagi pasangan suami-istri tindakan balas dendam merupakan tindakan yang akan mengarahkan pada kehancuran dalam perkawinan

4 13 sehingga hal negatif (balas dendam), hendaknya dialihkan pada hal yang bersifat lebih positif yaitu dengan melakukan forgiveness. 2. Aspek-aspek Forgiveness Forgiveness memiliki beberapa aspek yang terkandung didalamnya. Dari pengertian forgivemess yang dikemukakan oleh McCollough (2002), aspek-aspek tersebut antara lain; a. Avoidance Motivation Semakin menurun motivasi untuk membalas dendam terhadap suatu hubungan mitra, membuang keinginan untuk membalas dendam terhadap orang yang telah menyakitinya b. Revenge Motivation Semakin menurun motivasi untuk menghindari pelaku, membuang keinginan untuk menjaga kerenggangan (jarak) dengan orang yang telah melukai perasaannya c. Beneviolence Motivation Semakin termotivasi oleh niat baik dan keinginan untuk berdamai dengan pelaku meskipun pelanggarannya termasuk tindakan berbahaya, keinginan untuk berdamai atau melihat well-being orang yang telah melukai hatinya Menurut Ransley (2004), mengemukakan pendapatnya bahwa dalam forgiveness memiliki 3 (tiga) aspek yaitu;

5 14 a. Proses intra subyektif Meliputi partisipasi yang utuh dari dua pihak secara aktif mencari dan disambut baik oleh kedua pihak b. Pilihan untuk melepaskan kemarahan Melepaskan energi negatif yaitu kemarahan c. Melepaskan balas dendam Meskipun sebenarnya individu yang tersakiti punya hak unruk melakukan balas dendam tetapi individu yang tersakiti memilih memberikan hadiah berupa kasihan yang sebenarnya tidak berhak diterima panca indera. Sedangkan Baron & Byrne (2005), menguraikan bahwa aspek-aspek forgiveness yang tertinggi adalah persetujuan dan kestabilan emosi. Persetujuan adalah kecenderungan untuk percaya kepada orang lain dan ingin membantu, sedangkan kestabilan emosi adalah menunjukan sikap tidak mudah tersinggung terhadap tingkah laku negarif yang muncul dari orang lain. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Individu Melakukan Forgiveness Menurut McCollough (2002), faktor yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan forgiveness, adalah; a. Empati dan Perspektif Taking Empati dan perspektif taking memudahkan seseorang berperilaku prososial seperti kesediaan untuk menolong orang lain dan memaafkan. Empati

6 15 afektif pada orang yang menyakiti tampaknya menjadi determinan sosial kognitif perilaku memaafkan seseorang. Ketika orang yang menyakiti meminta maaf atas kesalahannya, orang yang disakiti cenderung merasa emapti sehingga akhirnya memaafkan meskipun tidak dinyatakan secara verbal. Kemampuan menggunakan perspektif orang lain (perspektif taking) juga berperan dalam membangun empati, dimana individu yang tersakiti diajak untuk menggunakan perspektif orang yang telah menyakiti dengan mengingatkan individu yang tersakiti pada kesalahan-kesalahn yang pernah dilakukannya. b. Atribusi Terhadap Pelaku Dan Kesalahannya Penilaian akan mempengaruhi setiap individu. Artinya bahwa setiap perilaku itu ada penyebabnya dan penilaian dapat mengubah perilaku individu c. Tingkat Kelukaan Beberapa orang menyangkasakit hati yang mereka rasakan untuk mengakuinya sebagai sesuatu yang sangat menyakitkan. Mereka merasa takut mengakui rasa sakit hatinya karena dapat mengakibatkan mereka membenci orang yang sangat dicintainya, meskipun melukai. Hal ini sering kali menimbulkan kesedihan yang mendalam maka pemaafan tidak bisa atau sulit terwujud d. Karakteristik Kepribadian Ciri kepribadian tertentu seperti extrovet menggambarkan beberapa karakter seperti bersifat sosial, keterbukaan, ekspresif dan asertif. Karakter

7 16 yang hangat, kooperatif, tidak mementingkan diri, menyenangkan, jujur, dermawan, sopan dan fleksibel juga cenderung menjadi emapti dan bersahabat e. Kualitas Hubungan Seseorang yang memaafkan kepada pihak lain dapat dilandasi oleh komitmen yang tinggi pada relasi mereka. Ada 4 (empat) alasan mengapa kualitas hubungan berpengaruh terhadap perilaku memaafkan dalam hubungan interpersonal, yaitu; pertama, mempunyai motivasi yang tinggi untuk menjaga hubungan; kedua, adanya orientasi jangka panjang dalam menjalin hubungan; ketiga, dalam kualitas hubungan yang tinggi masingmasing individu adanya kepentingan satu orang dan kepentingan menyatu; keempat, kualitas hubungan mempunyai orientasi kolektivitas yang menginginkan pihak-pihak yang terlibat untuk berperilaku yang memberikan keuntungan di antara mereka Menurut Worthington (1999), faktor-faktor yang mempengaruhi individu melakukan forgiveness adalah; a. Kecerdasan Emosi Adalah kemampuan untuk memahami keadaan emosi diri sendiri dan orang lain. Mampu mengontrol emosi, memanfaatkan emosi dalam membuat keputusan, perencanaan dan memberikan motivasi b. Respon Pelaku

8 17 Dimana respon pelaku meminta maaf dengan tulus atau menunjukan penyesalan yang dalam. Permintaan maaf yang tulus akan berkorelasi positif dengan forgiveness c. Munculnya Empati Empati adalah kemampuan untuk mengerti dan merasakan pengalaman orang lain tanpa mengalami situasinya. Empati menengahi hubungan antara permintaan maaf dengan forgiveness. Munculnya empati ketika si pelaku meminta maaf sehingga mendorong korban untuk memaafkannya d. Kualitas Hubungan Forgiveness paling mungkin terjadi pada hubungan yang dicirikan oleh kedekatan, komitmen dan kepuasan. Forgiveness juga berhubungan positif dengan seberapa penting hubungan tersebut antara pelaku dan korban e. Rumination (Merenung dan Mengingat) Semakin sering individu merenung dan mengingat-ngingat tentang peristiwa dan emosi yang dirasakan akan semakin sulit forgiveness terjadi. Rumination dan usaha menekan dihubungkan dengan motivasi penghindaran (avoidance) dan membalas dendam (revenge) f. Komitmen Agama Pemeluk agama yang komitmen dengan ajarannya akan memiliki nilai tinggi pada forgiveness dan nilai rendah pada unforgiveness g. Faktor Personal

9 18 Sifat pemarah, pencemas, introvert dan kecenderungan merasa malu merupakan faktor penghambat munculnya forgiveness. Sebaliknya sifat pemaaf, extrovert merupakan faktor pemicu terjadinya forgiveness. 4. Tahapan-tahapan Individu Dalam Melakukan Forgiveness Enright (2001), menyatakan dalam melakukan forgiveness dianggap sebagai bangunan multidimensi yang menggabungkan aspek kognitif, afektif dan behavioral. Tahapan-tahapan ini tidak dilihat sebagai suatu urutan yang bertingkat dan kaku, namun merupakan serangkaian proses yang luwes dan fleksibel dengan putaran maju (feddback loops) dan putaran mundur (feed-forward loops) yang disertai dengan perubahan sikap. Jadi menurut Enright beberapa tahapan ini bisa dilalui individu secara berurutan, melompat-lompat tidak beraturan, atau bahkan kembali menjalani tahapan yang telah dialami sebelumnya. Hal ini dapat terjadi karena adanya berbagai cara dan perbedaan individu dalam melakukan forgiveness. Enright mengelompokan 20 (dua puluh) tahapan forgiveness kedalam 4 fase, yaitu; (1) fase mengungkap (uncovering); (2) fase memutuskan (decision); (3) fase bekerja/proses (work) dan; (4) fase hasil (deepening). Berikut adalah variabel tahapan psikologis yang mungkin terjadi ketika seseorang melakukan forgiveness.

10 19 Tabel 1. Tahapan Forgiveness menurut Enright (2001) Fase Mengungkap 1. Pemerikasaan terhadap pertahanan diri secara psikologis 2. Berkonfrontasi dengan kemarahan (intinya adalah melepaskan amarah, bukan menyembunyikan) 3. Mengakui adanya rasa malu 4. Kesadaran untuk melakukan katarsis (pelepasan emosi) 5. Adanya kesadaran bahwa individu yang tersakiti telah berulangkali mengingat peristiwa yang menyakitkan 6. Pihak individu yang tersakiti membandingkan dirinya dengan pelaku kejahatan 7. Menyadari adanya perubahan secara permanen pada dirinya akibat dari perbuatan yang menyakitkan tersebut 8. Pandangan individu yang tersakiti tentang makna keadilan telah berubah Fase Memutuskan 9. Perubahan dalam hati, adanya wawasan baru karena strategi yang lama ternyata tidak menunjukan hasil 10. Kesediaan untuk mempertimbangkan maaf sebagai hal yang akan dipilih 11. Komitmen untuk memaafkan pelaku kejahatan

11 20 Fase Bekerja/Berproses 12. Reframing, mencoba memandang pelaku kejahatan dengan cara pandang yang baru mengenai siapa dirinya dengan cara memandang melalui konteks si pelaku dengan memposisikan dirinya sebagai si pelaku kejahatan 13. Empati terhadap pelaku 14. Kesadaran akan munculnya belas kasihan kepada pelaku kejahatan 15. Penerimaan dan penyerapan terhadap rasa sakit dan dipandang sebagai makna sesungguhnya dari forgiveness terhadap luka yang dialami Fase Hasil 16. Menemukan makna bagi diri dan orang lain dalam proses forgiveness 17. Kesadaran bahwa individu yang tersakiti juga membutuhkan maaf dari orang lain pada masa lalu 18. Menyadari bahwa dirinya tidak sendiri (perlu ada dukungan) 19. Menyadari adanya tujuan baru dalam hidup karena peristiwa yang telah dialami 20. Munculnya kesadaran bahwa perasaan negatifnya telah berganti dengan perasaan yang lebih positif.

12 21 Fase pertama atau fase mengungkap menjelaskan tentang munculnya keasadaran individu atas masalah dan luka yang terjadi pada mereka. Seseronag yang memaafkan bisa saja tetap mengingat-ngingat peristiwa kelam yang menyakitkan tersebut. Tetapi dia cenderung untuk mengingat peristiwa traumatis itu dalam keadaan yang lebih ikhlas dan lapang dada. Seseorang dapat saja mengingat dan terus memikirkan peristiwa traumatis tersebut namun dengan cara yang berbeda, dan tidak terus menerus dengan amarah yang mendalam. Untuk melakukan forgiveness, individu harus mampu memahami dan mengevaluasi seberapa besar amarahnya sebagai akibat dari suatu ketidakadilan yang terjadi padanya. Meski hal itu terasa menyakitkan, namun individu harus jujur dengan dirinya sendiri. Fase kedua atau fase memutuskan merupakan fase yang dianggap sebagai bagian penting dari proses forgiveness. Individu dapat mengambil keputusan kognitif untuk melakukan forgiveness, sekalipun ia tidak memaafkan pada waktu tersebut. Individu yang tersakiti menyadari jika ia terus menerus mengingat luka maka hanya akan menghasilkan penderitaan tanpa akhir dan merugikan dirnya sendiri. Karena pentingnya fase ini sebagai bagian dari proses forgiveness, fase ini dibagi ke dalam 3 (tig) bagian, yaitu; meninggalkan masa lalu, memandang ke masa depan, dan memilih jalan dari memaafkan. Fase ketiga atau fase bekerja/berproses menjelaskan bahwa individu membuat sebuah komitmen untuk tidak memberikan luka dan rasa sakit kepada orang lain, termasuk kepada pelaku kesalahan itu sendiri. Hanya membuat keputusan untuk memaafkan saja tidaklah cukup. Individu perlu mengambil

13 22 tindakan konkrit untuk mewujudkan maaf yang mereka lakukan menjadi kenyataan. Fase ini mencapai puncaknya dengan memberikan hadiah moral (moral gift) berupa pemberian maaf kepada pelaku. Pada tahap ini, individu yang tersakiti merubah persepsi dan sikapnya terhadap pelaku utnuk mulai memperbaiki relasi sosialnya dengan pelaku. Fase keempat atau fase hasil menggambarkan bahwa individu mulai menemukan makna dan mungkin sebuah harapan baru sebagai akibat dari penderitaannya dan proses forgiveness. Dengan menemukan makna positif dalam kejadian-kejadian yang sebelumnya dipandang negatif, orang yang melakukan forgiveness akan melepaskan kebencian dan dapat menemukan tujuan hidup yang baru. Hal ini memungkinkan regulasi emosi yang sehat dan evaluasi ulang mengenai diri sendiri sebagai orang yang tersakiti. Keseluruhan proses ini dapat mengarah pada meningkatnya kesehatan psikologis. Pada fase terakhir ini, individu yang tersakiti bisa mengalami paradox of forgiveness (dengan memberikan kebaikan dan kemurahan hati untuk memaafkan orang lain). Everette Worthington (2005), menyebutkan hal yang berbeda tentang tahapan dalam melakukan forgiveness. Worthington membuat suatu model piramida forgiveness yaitu; (R-E-A-C-H), yang meliputi 5 (lima) tahap, yaitu; (1) mengingat kembali luka yang terjadi untuk menjadi lebih baik (2) berempati kepada pelaku kejahatan, termasuk melakukan refleksi diri dan melihat kesalahan diri sendiri

14 23 (3) memiliki altruisme mementingkan kepentingan orang lain dalam melakukan forgiveness (4) berkomitmen untuk melakukan forgiveness (5) berada ditengah-tengah, sekaligus tetap merenung dan memikirkan untuk melakukan forgiveness. Hold on to forgiveness Commit publicly to forgiveness Altruistic giving of forgiveness Empathize Recall the hurt Gambar 1. Model Tahapan Forgiveness menurut Worthington (1999)

15 24 Sedangkan Smedes (1991), memaparkan 4 (empat) tahapan individu dalam melakukan forgiveness, yaitu; (1) Mengobati Sakit Hati Sakit hati yang dibiarkan berarti merasakan sakit tanpa mengobatinya, sehingga lambat laun akan menggerogoti kebahagiaan dan ketentraman. (2) Meredakan Kebencian Dengan berusaha memahami alasan orang lain menyakiti atau mencari dalih baginya atau intropeksi sehingga dapat menerima perlakuan yang menyakitkan maka akan berkurang atau kebencian hilang. (3) Upaya Penyembuhan Diri Apabila dapat membebaskan orang lain dari kesalahannya dan melihat si pelaku sebagai orang yang punya kekurangan, maka akan membuat korban melihat masa depannya dengan melepaskan orang lain dari masa lalunya, asumsinya forgiveness adalah melepaskan orang yang bersalah kepada dirinya dan berdamai dengan diri sendiri. (4) Berjalan Bersama Menjalin hubungan yang lebih baik dan menanamkan rasa saling percaya bahwa kesalahan di masa lalu tidak akan terjadi lagi. Proses forgiveness adalah proses yang berjalan perlahan dan memerlukan waktu yang cukup panjang. Semakin parah rasa sakit hati individu yang tersakiti maka semakin lama pula waktu yang dibutuhkan untuk memberikan forgiveness. Kadang-kadang individu yang tersakiti melakukannya dengan perlahan-lahan

16 25 sehingga melewati garis batas tanpa menyadari bahwa dia sudah melewatinya. Proses forgiveness juga dapat terjadi ketika pihak yang disakiti mencoba mengerti kenapa hal itu terjadi bersama-sama dengan upaya meredakan kemarahan (Smedes, 1991). 5. Faktor-faktor Penghambat Individu Dalam Melakukan Forgiveness Exline, Yali & Lobel (1999), mengkaji berbagai hal yang menghambat seseorang untuk melakukan forgiveness, yaitu; a. Rendahnya sifat pada diri individu untuk mau melakukan forgiveness. b. Individu yang memiliki pola kepribadian tertentu, misalnya perilaku narsistik (orang yang bisa menghalangi sikap memaafkan karena terbiasa memfokuskan pada diri sendiri, mementingkan harga diri, dan selalu menghitung untung-rugi) dan mereka yang memiliki kepribadian pride (bangga terhadap diri sendiri). Individu yang tersakiti merasa harga dirinya menjadi rendah dan bodoh ketika melakukan forgiveness. c. Individu yang memiliki pola kognitif tertentu, kecenderungan untuk membenarkan tindakan diri sendiri bisa menurunkan rasa empati pada orang lain. d. Adanya rasa takut dan khawatir jika pelaku akan mengulangi kejahatannya kembali. Rasa takut ini dialami karena korban merasa sulit untuk mempercayai yang lain, apalagi mereka yang telah mengalami luka dan viktimisasi berulang kali dan begitu mendalam.

17 26 Fagenson & Cooper (1987), mengemukakan hambatan dalam melakukan forgiveness bisa terjadi karena individu yang tersakiti takut jika dianggap lemah oleh orang lain. Forgiveness memerlukan pengendalian diri yang luar biasa, sehingga ketika individu yang tersakiti tidak mampu melakukan forgiveness dan memiliki keinginan yang kuat untuk marah dan membalas dendam, maka hal ini akan lebih memungkinkan untuk dilakukan. Menurutnya, tindakan melakukan forgiveness akan dianggap bisa mengarah pada kelemahan. Enright (2001), menyatakan hambatan dalam melakukan forgiveness dapat terjadi ketika ketika individu memiliki keyakinan bahwa keadilan tidak akan terwujud. Beberapa orang mungkin enggan untuk mengungkapkan maaf karena mereka percaya bahwa memaafkan berarti melanggar aturan keadilan. Melepaskan pelaku kejahatan dari hukuman akan mengusik rasa keadilan apalagi jika individu yang tersakiti tampak menderita kerugian yang besar. Mereka yang lebih berorientasi pada masalah keadilan daripada masalah relasional (misalnya, harmoni, empati, belas kasihan) cenderung untuk menolak melakukan forgiveness. McWilliams (1994), berpendapat bahwa kehilangan manfaat berstatus sebagai individu yang tersakiti dijadikan pembenaran untuk menuntut permintaan maaf dan ganti rugi, atau bahkan untuk menghukum pelaku. Orang-orang yang melabeli dirinya sebagai korban atau orang yang tersakiti dapat membenarkan sikap dan perilaku marah mereka, sehingga mereka bisa berkuasa tehadap orang lain. Dan pada akhirnya yang dilihat sebagai korban atau orang yang tersakiti juga dapat menjadi alat yang efektif untuk memunculkan dukungan dan simpati dari

18 27 orang lain. Karena itu tidak mengherankan bahwa sebagian orang akan merasa sulit untuk melakukan forgiveness. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan faktor-faktor yang menghambat individu yang tersakiti gagal dalam melakukan forgiveness, adalah; a. Menuntut keuntungan dan manfaat b. Menghindari munculnya kembali peristiwa yang menyakitkan c. Penderitaan diri yang masih dirasakan d. Harga diri dan dendam e. Penolakan terhadap sebuah prinsip (nilai, moral atau adat istiadat) 6. Jenis-jenis Forgiveness Zechmeister & Romero (2002), menjelaskan 5 (lima) jenis forgiveness, adalah sebagai berikut; (1) Total Forgiveness Jenis forgiveness ini melibatkan antara kondisi intrapsikis dan interpersonal. Individu yang tersakiti berhasil menghilangkan perasaan negatifnya sekaligus membebaskan pelaku dari perasaan bersalah dengan menunjukan emosi-emosi positif, sehingga kemungkinan hubungan antar pribadi seperti pada kondisi semula sebelum terjadi kesalahan. (2) True Forgiveness Pilihan yang disadari dimana individu membebaskan diri dari keinginan untuk membalas dendam karena kejadian menyakitkan dan menggantikannya dengan respon-respon berdamai.

19 28 (3) Silent Forgiveness Jenis forgiveness ini, individu yang tersakiti berhasil mengurangi bahkan menghilangkan perasaan-perasaan negatif terhadap pelaku, namun tidak mengungkapkan dan mengekspresikan melalui tindakan. Dengan demikian, individu yang tersakiti membiarkan pelaku tetap merasa bersalah dan kemungkinan perilaku individu yang tersakiti tetap memberi kesan bahwa pelaku berada pada pihak yang bersalah. Individu yang tersakiti belum dapat menunjukan perilaku positif. (4) Hollow Forgiveness Forgiveness ditujukan dengan perilaku, namun secara mental tidak mengakui. Individu masih menyimpan perasaan negatif karena peristiwa menyakitkan yang dialami sehingga sulit untuk melepaskan emosi-emosi negatif. Forgiveness ini termotivasi oleh keinginan individu yang tersakiti untuk memenuhi perannya dalam kehidupan sosial. Serta individu yang tersakiti bersedia memaafkan agar dapat merasa superior secara moral atau agar dapat menguasai pihak yang melakukan kesalahan. (5) No Forgiveness Tidak ada forgiveness baik secara interpersonal maupun intrapsikis. Kondisi ini disebut total grudge combination yang berarti korban gagal untuk memaafkan pelaku.

20 29 7. Manfaat Forgiveness Rasa marah kronis dan permusuhan dihubungkan dengan penurunan fungsi kekebalan tubuh, depresi, penyalahgunaan zat, status kesehatan yang buruk (Zechmeister, 2002), tingginya tekanan darah dan masalah jantung (Enright, 2001). Lucia (2005), juga mengatakan bahwa setiap kali seseorang merasa tidak memaafkan, ia menjadi lebih beresiko terkena masalah kesehatan. Di sisi lain forgiveness dapat menurunkan kecemasan (anxiety) dan depresi, serta bermanfaat bagi kesehatan fisik (Enright, 2001). Forgiveness dapat mengurangi resiko terkena masalah jantung serta mengurangi permusuhan dan distress yang dirasakan seseorang (Lucia, 2005). Forgiveness juga bermanfaat sebagai mekanisme penyembuhan dan resiliensi terhadap trauma, orang yang forgive lebih mungkin mempunyai hubungan romantis dan persaudaraan yang stabil dari pada orang yang unforgive (Worthington, 1999). Worthington (2005), forgiveness secara kesehatan memberikan keuntungan secara psikologis dan merupakan terapi yang efektif dalam intervensi yang membebaskan seseorang dari kemarahannya dan rasa bersalah. Selain itu juga dapat mengurangi rasa marah, depresi dan cemas. Fincham (2002), forgiveness dalam hubungan interpersonal yang erat memberikan pengaruh terhadap kebahagiaan dan kepuasan hubungan. Sedangkan menurut Enright (2001), forgiveness dapat mempengaruhi kesehatan fisik dan psikologis karena dengan forgiveness seseorang dapat melepaskan perasaan marah, mengubah

21 30 pemikiran destruktif menjadi pemikiran yang lebih baik terhadap orang yang telah menyakitinya. Perasaan dendam dan sakit hati dalam suatu hubungan intim atau hubungan dekat dengan orang lain dapat mengganggu hubungan tersebut. Melepas rasa tidak senang dan usaha untuk forgive merupakan satu hal yang penting untuk mempertahankan kedekatan dan hubungan intim dengan orang lain (Corey & Corey, 2006). Konstam (2000), memiliki fisik, emosi dan sosial yang sehat menuntun seseorang ke arah hidup yang lebih bahagia, selain dapat memperbaiki hubungan interpersonal, forgiveness dapat meningkatkan kesejahteraan (well-being). Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan manfaat forgiveness secara kesehatan memberikan keuntungan secara psikologis dan merupakan terapi yang efektif dalam intervensi yang membebaskan seseorang dari kemarahannya dan rasa bersalah. Selain itu juga dapat mengurangi rasa marah, depresi dan cemas. B. Perselingkuhan 1. Definisi Selingkuh Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Tahun 1991, selingkuh adalah tidak berterus terang; tidak jujur; suka menyembunyikan sesuatu untuk kepentingan sendiri; curang; serong. Perselingkuhan dalam bahasa Inggris disebut affair. Dalam kamus Oxford Learner s Pocket Dictionary (2003), affair diartikan; Sexual relation between two people, when one of them is married to somebody

22 31 else. Secara umum dapat diterjemahkan bahwa perselingkuhan adalah hubungan seksual dua orang dimana salah satunya telah menikah dengan orang lain. Perselingkuhan merupakan hubungan antara seseorang yang sudah menikah dengan orang lain yang bukan merupakan suami/istri yang sah. Hubungan tersebut dapat terbatas pada hubungan emosional yang sangat dekat atau juga melibatkan hubungan seksual. Glass & Staeheli serta Subotnik & Harris (dalam Ginanjar, 2009), mengemukakan bahwa terdapat tiga komponen dari perselingkuhan emosional, yaitu; keintiman emosional, kerahasiaan, dan sexual chemistry. Jadi walaupun hubungan yang terjalin tidak diwarnai oleh hubungan seks, namun tetap membahayakan keutuhan perkawinan karena hubungan ini dapat menjadi lebih penting dari pada perkawinan itu sendiri. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa perselingkuhan adalah merupakan suatu hubungan emosional maupun seksual pada orang yang sudah menikah dengan orang lain di luar perkawinannya, yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi karena merupakan perbuatan yang melanggar komitmen terhadap pasangan sahnya. 2. Alasan-alasan Individu Melakukan Perselingkuhan Ghozally (2005), memaparkan sebagian orang melakukan perselingkuhan adalah untuk menghindari kegagalan, merasa tidak dihargai oleh pasangan sahnya, mengalami kebosanan dalam kehidupan perkawinannya, adanya kesempatan, karena dendam pada pasangan sahnya, atau karena masalah seks yang tidak memuaskan.

23 32 Menurut Satiadarma (2001), perselingkuhan terjadi karena beberapa alasan, antara lain adalah; a. Alasan Psikofisik Adalah keterpikatan fisik yaitu menggugah untuk melakukan pendekatan dengan orang lain. Mulai dari paras, bentuk tubuh, tatapan mata, nada bicara, gerakan tubuh hingga cara berpakaian dan kebutuhan biologis yaitu senantiasa mencari pemenuhan, seperti makan, minum, bernafas dan seks. b. Alasan Sosial Adalah masalah kultural yaitu pengaruh tradisi masa lampau, seperti wanita yang merelakan suaminya melakukan hubungan seksual di lusr nikah betapun ia merasa sakit hati, pengaruh perbedaan kelas sosial, agama dan kebiasaan, desakan ekonomi dan pengaruh teman. c. Alasan Psikologis Adalah masalah kepribadian seperti desakan kebutuhan tertentu yang tidak dapat dipenuhi bersama pasangan sahnya tetapi berpeluang untuk dipenuhi dari luar hubungan perkawinannya. Adanya kebutuhan akan pujian, kasih sayang, komunikasi, dukungan keluarga, tekad kebersamaan keluarga, dukungan keuangan, kejujuran dan keterbukaan, penampilan fisik, kebersamaan, dan kebutuhan seksual. Alasan psikologis lainnya adalah adanya tekanan yang menggugah munculnya dorongan kebutuhan kepermukaan, membangkitkan seseorang berperilaku tertentu ke suatu arah tertentu, adanya reduksi tegangan yang terjadi apabila seseorang membutuhkan sesuatu tetapi tidak diperoleh. Ketegangan dapat pudar

24 33 apabila sesuatu diperoleh sesuai kebutuhan. Dinamika psikologis ketegangan yang terjadi dari dorongan kebutuhan yang dimilki, berperan besar dalam membentuk perilaku, sehingga apabila tidak terpenuhi maka dapat terjadi usaha mencari pemuasan kebutuhan di tempat lain. Dan aspek moral, sifatnya yang relatif membuat perselingkuhan tetap berlangsung. Seperti terjadi pada masyarakat kota yang memandang sesuatu dengan beragam penilaian. Staheli (dalam Satiadarma, 2001), mengemukakan berbagai alasan yang dikemukakan sejumlah wanita yang berselingkuh tentang alasan perselingkuhan mereka, seperti meningkatnya rasa percaya diri ketika mereka diperhatikan lakilaki, adanya keinginan akan pengalaman seksual yang lebih luas yang tidak dibatasi oleh hanya satu pasangan saja, suatu keinginan mencari kedekatan emosioanal yang mereka harapkan dapat mereka peroleh dari orang lain, mengusir rasa kesepian yang mereka alami, keinginan mendapatkan kasih sayang, serta kegairahan yang ditimbulkan dari suatu hubungan perselingkuhan yang membuat mereka merasa diri menjadi lebih muda, dimana hal ini juga merupakan upaya menyangkal proses penuaan yang mereka alami. 3. Dampak Psikologis Dari Perselingkuhan Spring (2006), menjelaskan bahwa perselingkuhan yang terjadi akan membawa dampak psikologis bagi pasangan yang telah dikhianati. Dampak psikologis tersebut adalah; kehilangan identitas diri, kehilangan rasa keistimewaan dalam diri, hilangnya harga diri karena telah mengorbankan nilai

25 34 nilai yang dipercayai, hilangnya harga diri karena gagal menyadari kekeliruan yang telah terjadi, kehilangan kontrol atas pikiran dan perasaan, kehilangan perasaan aman dan keadilan, kehilangan kepercayaan agama dan Tuhan, kehilangan keterikatan dengan orang lain atau orang disekitar, dan kehilangan tujuan dan kemauan untuk hidup. Pada saat pasangan yang telah menikah mengalami peristiwa perselingkuhan, mereka dihadapkan pada 2 (dua) pilihan yaitu berpisah atau tetap mempertahankan perkawinan mereka. Memepertahankan perkawinan berarti pasangan yang telah dikhianati bersedia melakukan forgiveness dan menerima kembali pasangan sahnya. Forgiveness merupakan proses pengolahan emosional dan kognitif individu yang disakiti oleh pelaku yang telah melakukan suatu pelanggaran (dalam hal ini perselingkuhan), sehingga emosi negatif yang muncul dapat diubah dalam bentuk perilaku yang positif, kebencian dan keinginan untuk membalas dendam terhadap pelaku hilang, serta adanya keinginan untuk tetap mempertahankan hubungan dengan orang yang telah menyakitinya (Gani 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Memaafkan. adalah kata yang berasal dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-qur an

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Memaafkan. adalah kata yang berasal dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-qur an BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Memaafkan 1. Defenisi Memaafkan Secara terminologis, kata dasar memaafkan adalah maaf dan kata maaf adalah kata yang berasal dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-qur an

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan. maaf adalah kata saduran dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan. maaf adalah kata saduran dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al- 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemaafan 1. Definisi Pemaafan Secara terminologis, kata dasar pemaafan adalah maaf dan kata maaf adalah kata saduran dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al- Qur an terulang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemaafan 1. Pengertian Pemaafan Pemaafan sebagai kesediaan seseorang untuk meninggalkan kemarahan, penilaian negatif, dan perilaku acuh tidak acuh terhadap orang lain yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perih, mengiris dan melukai hati disebut unforgiveness. Seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. perih, mengiris dan melukai hati disebut unforgiveness. Seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Membuat perubahan hidup positif adalah sebuah proses multi tahapan yang dapat menjadi kompleks dan menantang. Pengalaman emosi marah, benci, dan kesedihan yang terjadi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Perselingkuhan merupakan suatu pelanggaran kepercayaan. Hal ini terjadi

BAB II LANDASAN TEORI. Perselingkuhan merupakan suatu pelanggaran kepercayaan. Hal ini terjadi 19 BAB II LANDASAN TEORI A. Perselingkuhan Perselingkuhan merupakan suatu pelanggaran kepercayaan. Hal ini terjadi ketika salah satu ataupun kedua pasangan tidak menghormati lagi perjanjian untuk setia.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengalaman Memaafkan. kebanyakan berfokus pada memaafkan sebagai proses dengan individu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengalaman Memaafkan. kebanyakan berfokus pada memaafkan sebagai proses dengan individu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengalaman Memaafkan 1. Definisi Pengalaman Memaafkan Memaafkan merupakan sebuah konsep dimana terdapat pelaku dan korban yang berada dalam sebuah konflik dan sedang berusaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain. Penyesuaian pribadi dan sosial remaja ditekankan dalam lingkup teman sebaya. Sullivan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didambakan tersebut menjadi hukum alam dalam diri tiap manusia. Akan tetapi,

BAB I PENDAHULUAN. didambakan tersebut menjadi hukum alam dalam diri tiap manusia. Akan tetapi, 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya setiap manusia yang hidup memiliki tujuan dalam kehidupan mereka. Tujuan hidup manusia pada umumnya selain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya juga untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Perkawinan 1. Pengertian Kualitas Perkawinan Menurut Gullota (Aqmalia, 2009) kepuasan pernikahan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya mengenai hubungan pernikahannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fisik, tetapi juga perubahan emosional, baik remaja laki-laki maupun perempuan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fisik, tetapi juga perubahan emosional, baik remaja laki-laki maupun perempuan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan hormon pada fase remaja tidak saja menyebabkan perubahan fisik, tetapi juga perubahan emosional, baik remaja laki-laki maupun perempuan. Perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah golongan intelektual yang sedang menjalani pendidikan di perguruan tinggi dan diharapkan nantinya mampu bertindak sebagai pemimpin yang terampil,

Lebih terperinci

FORGIVENESS PADA DEWASA AWAL PUTRI YANG MENGALAMI KEKERASAN PADA MASA KANAK-KANAK

FORGIVENESS PADA DEWASA AWAL PUTRI YANG MENGALAMI KEKERASAN PADA MASA KANAK-KANAK FORGIVENESS PADA DEWASA AWAL PUTRI YANG MENGALAMI KEKERASAN PADA MASA KANAK-KANAK Nama : Yohana Yosephine NPM : 10507259 Jurusan : Psikologi Pembimbing : Diana Rohayati, S.Psi., M.Psi PENDAHULUAN Kekerasan

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH BAB I LATAR BELAKANG MASALAH 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap manusia memiliki tugas perkembangannya masing-masing sesuai dengan tahap perkembangannya. Mahasiswa memiliki berbagai tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan menjadi calon-calon pemimpin bangsa maupun menjadi calon penggerak kehidupan bangsa dari sumbangsih

Lebih terperinci

PENGANTAR. kebiasaan, visi hidup, maupun strata pendidikan. Perbedaan dan keunikan masingmasing

PENGANTAR. kebiasaan, visi hidup, maupun strata pendidikan. Perbedaan dan keunikan masingmasing PENGANTAR Konflik dalam Pernikahan Pernikahan melibatkan dua individu yang berbeda dan unik, baik dari kebiasaan, visi hidup, maupun strata pendidikan. Perbedaan dan keunikan masingmasing pasangan menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Seseorang tidak mungkin forgive (memaafkan) kecuali jika unforgive

BAB II LANDASAN TEORI. Seseorang tidak mungkin forgive (memaafkan) kecuali jika unforgive BAB II LANDASAN TEORI II. A FORGIVENESS Seseorang tidak mungkin forgive (memaafkan) kecuali jika unforgive (tidak memaafkan) telah terjadi. Forgiveness memang baru dapat muncul setelah adanya unforgiveness,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. luar keluarga seperti teman-teman atau sahabat. Santrock (2007) yang tinggi atas perbuatan yang mereka lakukan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. luar keluarga seperti teman-teman atau sahabat. Santrock (2007) yang tinggi atas perbuatan yang mereka lakukan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa pencarian identitas diri, sehingga hubungan yang dijalin tidak lagi hanya dengan orangtua, tapi sudah merambah ke hubungan luar keluarga seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. solusi yang membuat anak merasa aman, namun pada kenyataannya ada keluarga

BAB I PENDAHULUAN. solusi yang membuat anak merasa aman, namun pada kenyataannya ada keluarga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga bagi anak-anak adalah tempat untuk berlindung dan mencari solusi yang membuat anak merasa aman, namun pada kenyataannya ada keluarga yang karena kesulitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang ada di gereja, yang bermula dari panggilan Allah melalui Kristus

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang ada di gereja, yang bermula dari panggilan Allah melalui Kristus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Agama Kristen Protestan merupakan salah satu agama yang diakui di Indonesia. Pada Agama Kristen biasanya memiliki suatu organisasi di gereja yang melibatkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian dapat ditarik

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian dapat ditarik BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. S dan I telah melewati beberapa unit dalam fase forgiveness.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan hidup, individu memiliki harapan untuk dapat terus

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan hidup, individu memiliki harapan untuk dapat terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan hidup, individu memiliki harapan untuk dapat terus menerus menjadi kekasih, orang kepercayaan, penasihat, orang yang berkarier dan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan wanita yang bertujuan untuk membangun kehidupan rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. dengan wanita yang bertujuan untuk membangun kehidupan rumah tangga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pernikahan merupakan ikatan dan janji bersama seumur hidup antara pria dengan wanita yang bertujuan untuk membangun kehidupan rumah tangga bersama. Duvall

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sebenarnya ada dibalik semua itu, yang jelas hal hal seperti itu. remaja yang sedang berkembang.

BAB 1 PENDAHULUAN. sebenarnya ada dibalik semua itu, yang jelas hal hal seperti itu. remaja yang sedang berkembang. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Belakangan ini marak terjadi kasus perkelahian antar siswa sekolah yang beredar di media sosial. Permasalahannya pun beragam, mulai dari permasalahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 menjelaskan bahwa Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 menjelaskan bahwa Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan bagi manusia merupakan sesuatu yang penting, karena melalui sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara biologis, psikologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan suami, ibu dan ayah, anak perempuan dan anak laki-laki, saudara perempuan

BAB I PENDAHULUAN. dan suami, ibu dan ayah, anak perempuan dan anak laki-laki, saudara perempuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keluarga ialah sekelompok orang yang terhubungkan oleh ikatan pernikahan, darah atau adopsi; membentuk suatu rumah tangga tunggal; saling berinteraksi dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Forgiveness 1. Pengertian forgiveness Menurut McCullough, forgiveness merupakan sikap seseorang yang telah disakiti untuk tidak melakukan perbuatan balas dendam terhadap pelaku,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mercu Buana, Universitas memberikan banyak wadah kegiatan untuk melengkapi

BAB I PENDAHULUAN. Mercu Buana, Universitas memberikan banyak wadah kegiatan untuk melengkapi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah agen perubahan yang akan memberikan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Sebagai kaum intelektual, mahasiswa ditantang

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal HARGA DIRI PADA WANITA DEWASA AWAL MENIKAH YANG BERSELINGKUH KARTIKA SARI Program Sarjana, Universitas Gunadarma Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran harga diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dapat diartikan sebagai sebuah ikatan lahir batin seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)

Lebih terperinci

Ummu Rifa atin Mahmudah_ Jurusan Psikologi-Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Ummu Rifa atin Mahmudah_ Jurusan Psikologi-Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang PERBEDAAN TINGKAT MEMAAFKAN (FORGIVENESS) ANTARA SANTRI YANG HAFAL AL-QUR AN DENGAN SANTRI YANG TIDAK HAFAL AL-QUR AN DI MA HAD SUNAN AMPEL AL- ALY MALANG Ummu Rifa atin Mahmudah_11410009 Jurusan Psikologi-Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggota keluarga. Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. anggota keluarga. Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga memerlukan BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang berperan sangat besar terhadap perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga.

Lebih terperinci

Komunikasi Antar Pribadi Pada Pasangan Romantis Pasca Perselingkuhan

Komunikasi Antar Pribadi Pada Pasangan Romantis Pasca Perselingkuhan Komunikasi Antar Pribadi Pada Pasangan Romantis Pasca Perselingkuhan Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1 Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah dengan memaafkan. Memaafkan adalah salah satu cara untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah dengan memaafkan. Memaafkan adalah salah satu cara untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian besar dari individu pernah terluka dan memerlukan cara untuk mengatasi luka tersebut. Cara untuk mengatasi luka salah satunya adalah dengan memaafkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tugas perkembangan pada remaja salah satunya adalah mencapai kematangan hubungan sosial dengan teman sebaya baik pria, wanita, orang tua atau masyarakat. Dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau adopsi; membentuk suatu rumah tangga tunggal; saling berinteraksi dan berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. atau adopsi; membentuk suatu rumah tangga tunggal; saling berinteraksi dan berkomunikasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keluarga adalah sekelompok orang yang terhubungkan oleh ikatan pernikahan, darah atau adopsi; membentuk suatu rumah tangga tunggal; saling berinteraksi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih dalam antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. (Gilbert

BAB I PENDAHULUAN. lebih dalam antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. (Gilbert BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran adalah masa persiapan menuju pernikahan. Masa saling mengenal lebih dalam antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. (Gilbert Lumoindong, Menang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Forgiveness 2.1.1. Definisi Forgiveness McCullough (2000) bahwa forgiveness didefinisikan sebagai satu set perubahan-perubahan motivasi di mana suatu organisme menjadi semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan manusia. Pernikahan pada dasarnya menyatukan dua pribadi yang berbeda untuk mencapai tujuan bersama.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

FORGIVENESS PADA WANITA YANG MEMPUNYAI ANAK DILUAR NIKAH

FORGIVENESS PADA WANITA YANG MEMPUNYAI ANAK DILUAR NIKAH FORGIVENESS PADA WANITA YANG MEMPUNYAI ANAK DILUAR NIKAH PUBLIKASI ILMIAH Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Lebih terperinci

HUBUNGAN FORGIVENESS TERHADAP PERISTIWA PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN

HUBUNGAN FORGIVENESS TERHADAP PERISTIWA PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN HUBUNGAN FORGIVENESS TERHADAP PERISTIWA PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN Disusun Oleh Nama : Pandu Perdana NPM : 15512631 Kelas : 4PA05 Keluarga Perceraian

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Bambang, W. S. (2004). Nikmatnya Selingkuh Menguak Rahasia Selingkuh Dalam Rumah Tangga. Solo : Smart Media

DAFTAR PUSTAKA. Bambang, W. S. (2004). Nikmatnya Selingkuh Menguak Rahasia Selingkuh Dalam Rumah Tangga. Solo : Smart Media DAFTAR PUSTAKA Bambang, W. S. (2004). Nikmatnya Selingkuh Menguak Rahasia Selingkuh Dalam Rumah Tangga. Solo : Smart Media Baron, R. A., & Byrne, D. (2005). Psikologi Sosial (10th. Ed). Jakarta : Erlangga

Lebih terperinci

Kalender Doa Agustus 2015 Berdoa Bagi Wanita Korban Kekerasan Rumah Tangga

Kalender Doa Agustus 2015 Berdoa Bagi Wanita Korban Kekerasan Rumah Tangga Kalender Doa Agustus 2015 Berdoa Bagi Wanita Korban Kekerasan Rumah Tangga Suami Rosa biasa memukulinya. Ia memiliki dua anak dan mereka tidak berani berdiri di hadapan ayahnya karena mereka takut akan

Lebih terperinci

Bagan 2. Konflik Internal Subyek. Ketidakmampuan mengelola konflik (E) Berselingkuh

Bagan 2. Konflik Internal Subyek. Ketidakmampuan mengelola konflik (E) Berselingkuh Bagan 2 Kondisi keluarga : penuh tekanan, memandang agama sebagai rutinitas dan aktivitas, ada keluarga besar yang selingkuh, Relasi ayah-ibu : ibu lebih mendominasi dan selalu menyalahkan sedangkan ayah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap individu memiliki harapan untuk bahagia dalam kehidupan perkawinannya. Karena tujuan perkawinan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan Pada Remaja Akhir. konsiliasi hubungan dengan pihak yang menyakiti.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan Pada Remaja Akhir. konsiliasi hubungan dengan pihak yang menyakiti. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemaafan Pada Remaja Akhir 1. Pengertian Pemaafan McCullough, Worthington, dan Rachal (1997) mengemukakan bahwa pemaafan merupakan seperangkat motivasi untuk mengubah seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perceraian merupakan kata yang umum dan tidak asing lagi di telinga masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi trend, karena untuk menemukan informasi

Lebih terperinci

dr Gunawan Setiadi, MPH Tirto Jiwo, Pusat Pemulihan dan Pelatihan Gangguan Jiwa

dr Gunawan Setiadi, MPH Tirto Jiwo, Pusat Pemulihan dan Pelatihan Gangguan Jiwa dr Gunawan Setiadi, MPH Tirto Jiwo, Pusat Pemulihan dan Pelatihan Gangguan Jiwa Latar belakang Manusia adalah mahluk sosial. Perlu punya sahabat di dunia nyata (bukan hanya sahabat dari dunia maya) Orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keinginan untuk mencintai dan dicintai oleh lawan jenis. menurut

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keinginan untuk mencintai dan dicintai oleh lawan jenis. menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan manusia terdapat berbagai bentuk hubungan sosial. Salah satunya adalah hubungan intim lawan jenis atau hubungan romantis. Hubungan ini dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penemuan vaksin telah berhasil menekan laju penyebaran penyakit-penyakit

BAB I PENDAHULUAN. penemuan vaksin telah berhasil menekan laju penyebaran penyakit-penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era modern saat ini, perkembangan pesat dalam dunia kedokteran dan penemuan vaksin telah berhasil menekan laju penyebaran penyakit-penyakit mematikan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL PSIKOLOGI PERKEMBANGAN DEWASA DAN LANSIA PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL Oleh: Dr. Rita Eka Izzaty, M.Si Yulia Ayriza, Ph.D STABILITAS DAN PERUBAHAN ANAK-DEWASA TEMPERAMEN Stabilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan diri dibutuhkan oleh setiap individu untuk mencapai keharmonisan hidup, karena pada dasarnya tidak ada manusia yang diciptakan oleh Allah SWT tanpa kekurangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hidup manusia dialami dalam berbagai tahapan, yang dimulai dari masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Dalam setiap tahapan perkembangan terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan. intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan. intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin menuntut pengorbanan dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua,

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang senantiasa memerlukan interaksi dengan orang lain. Saat berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEKERASAN EMOSI 1. Pengertian Kekerasan Emosi Kekerasan emosi didefinisikan sebagai bentuk kekerasan yang dilakukan secara sengaja tujuan untuk mempertahankan dan menguasai individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita merupakan individu yang memiliki keterbukaan dalam membagi permasalahan kehidupan maupun penilaian mereka mengenai sesuatu ataupun tentang orang lain.

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Anak-anak yang mengalami kekerasan seksual memiliki gejala gangguan yang lebih

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Anak-anak yang mengalami kekerasan seksual memiliki gejala gangguan yang lebih BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Anak-anak yang mengalami kekerasan seksual memiliki gejala gangguan yang lebih banyak daripada anak yang tidak mengalaminya, tetapi mereka memiliki gejala yang lebih sedikit dibandingkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PERILAKU MEMAAFKAN. semakin menurun motivasi untuk membalas dendam terhadap pelaku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PERILAKU MEMAAFKAN. semakin menurun motivasi untuk membalas dendam terhadap pelaku BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Perilaku Memaafkan A. PERILAKU MEMAAFKAN Menurut McCollough, Worthington dan Rachal (1997:321) perilaku memaafkan merupakan suatu perubahan motivasi dimana individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Jampolsky (2001) pemaafan adalah merasakan penghayatan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Jampolsky (2001) pemaafan adalah merasakan penghayatan BAB II LANDASAN TEORI II. A. Pemaafan II. A. 1. Definisi Pemaafan Menurut Jampolsky (2001) pemaafan adalah merasakan penghayatan tentang apa yang dialami orang lain, merasakan kelembutan, kerentanan, dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PENYESUAN SOSIAL 1. Pengertian Penyesuaian sosial merupakan suatu istilah yang banyak merujuk pada proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 03 MK61112 Aulia Kirana,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI DAN CITRA DIRI

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI DAN CITRA DIRI HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI DAN CITRA DIRI DENGAN KESEPIAN PARA ISTRI ANGGOTA TNI SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 oleh : DWI BUDI UTAMI F 100 040

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena dari tahun ke tahun, jumlah penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah dengan Assertif

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah dengan Assertif BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari pelaporan penelitian yang membahas tentang latar belakang penelitian yang dilakukan, adapun yang menjadi fokus garapan dalam penelitian ini adalah masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan kesempatan untuk pertumbuhan fisik, kognitif, dan psikososial tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan kesempatan untuk pertumbuhan fisik, kognitif, dan psikososial tetapi juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dalam masyarakat industri modern adalah peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Masa remaja berlangsung dari usia 10 atau 11 tahun sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkosaan merupakan peristiwa yang mengakibatkan beban masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkosaan merupakan peristiwa yang mengakibatkan beban masalah yang BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Perkosaan merupakan peristiwa yang mengakibatkan beban masalah yang berat bagi korban yang mengalaminya. Pada umumnya korban perkosaan akan mengalami trauma

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai Derajat S-1, Sarjana Psikologi Disusu Oleh: NUR ZULAIKAH F 100 030 010 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 25 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Bahagia Suami Istri 1. Definisi Bahagia Arti kata bahagia berbeda dengan kata senang. Secara filsafat kata bahagia dapat diartikan dengan kenyamanan dan kenikmatan spiritual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu proses penyatuan dua individu yang memiliki komitmen berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. hakikatnya pengalaman emosional akan selalu mengalir dan berkelanjutan dalam

BAB II KAJIAN TEORI. hakikatnya pengalaman emosional akan selalu mengalir dan berkelanjutan dalam BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Pengertian Kecerdasan Emosional 2.1.1 Kecerdasan Emosional Kecerdasan emosional sangat penting dalam kehidupan karena pada hakikatnya pengalaman emosional akan selalu mengalir dan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perceraian merupakan suatu perpisahan secara resmi antara pasangan suami-istri dan berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak yang memberi dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah satunya adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Komunikasi Rakhmat (1992) menjelaskan bahwa komunikasi berasal dari bahasa latin communicare, yang berarti berpartisipasi atau memberitahukan. Thoha (1983) selanjutnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres pada Wanita Karir (Guru) yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi atau menyesuaikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres pada Wanita Karir (Guru) yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi atau menyesuaikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres pada Wanita Karir (Guru) 1. Pengertian Istilah stres dalam psikologi menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupannya. Seseorang yang mengalami peristiwa membahagiakan seperti dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupannya. Seseorang yang mengalami peristiwa membahagiakan seperti dapat BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai pengalaman baik positif maupun negatif tidak dapat lepas dari kehidupan seseorang. Pengalaman-pengalaman tersebut akan memberi pengaruh yang pada akhirnya

Lebih terperinci

Konsep Krisis danangsetyobudibaskoro.wordpress.com

Konsep Krisis danangsetyobudibaskoro.wordpress.com Konsep Krisis danangsetyobudibaskoro.wordpress.com Krisis merupakan suatu titik balik yang memungkinkan individu untuk tumbuh dan berkembang, atau menyebabkan dirinya merasa tidak puas, gagal, dan kehidupannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fenomena perceraian merupakan hal yang sudah umum terjadi di masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk, yang terjadi apabila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. Manusia dapat menjalankan berbagai macam aktivitas hidup dengan baik bila memiliki kondisi kesehatan

Lebih terperinci

Wife s Forgiveness For Husband s Affair s (Qualitative Study of Woman as Victims of Husband s Affairs in Maumere)

Wife s Forgiveness For Husband s Affair s (Qualitative Study of Woman as Victims of Husband s Affairs in Maumere) Wife s Forgiveness For Husband s Affair s (Qualitative Study of Woman as Victims of Husband s Affairs in Maumere) Mikhael de Fretes, Maria Nona Nancy, Sitti Anggraini Universitas Nusa Nipa defretesmikhael@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah bersatunya dua orang manusia yang bersama-sama sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat keterikatan secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Manusia mengalami berbagai proses perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa kanak-kanak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dimana pada masa itu remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, sedang mencari jati diri, emosi labil serta butuh pengarahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan bagi manusia merupakan hal yang penting, karena dengan sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara sosial, biologis maupun

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan 13 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang hampir tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Namun kalau ditanyakan

Lebih terperinci

2015 KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

2015 KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kekerasan dalam rumah tangga menjadi sebuah fenomena sosial yang memprihatinkan di tengah masyarakat. Abrahams (2007), mengungkapkan bahwa kekerasan dalam

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS CINTA DAN KETERBUKAAN DIRI DENGAN KOMITMEN PERKAWINAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS CINTA DAN KETERBUKAAN DIRI DENGAN KOMITMEN PERKAWINAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI HUBUNGAN ANTARA KUALITAS CINTA DAN KETERBUKAAN DIRI DENGAN KOMITMEN PERKAWINAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa muda merupakan masa dimana individu mulai mengemban tugas untuk menikah dan membina keluarga. Sesuai dengan pendapat Havighurst (dalam Santrock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak terus bekerja, dan daya serap anak-anak tentang dunia makin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak terus bekerja, dan daya serap anak-anak tentang dunia makin meningkat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia kognitif anak-anak ialah kreatif, bebas dan penuh imajinasi. Imajinasi anak-anak terus bekerja, dan daya serap anak-anak tentang dunia makin meningkat.

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan PEDOMAN WAWANCARA I. Judul Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan pada pria WNA yang menikahi wanita WNI. II. Tujuan Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan lingkungan lainnya. Dalam kehidupan rumah tangga, dibutuhkan komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. dengan lingkungan lainnya. Dalam kehidupan rumah tangga, dibutuhkan komunikasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan terdekat dalam sistem pranata sosial manusia. Individu akan lebih sering berinteraksi dalam keluarga dibandingkan dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. suatu konflik/masalah (Nashori, 2008). Sebagian orang mungkin ada yang merasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. suatu konflik/masalah (Nashori, 2008). Sebagian orang mungkin ada yang merasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan orang lain, disaat berinteraksi dengan orang lain tidak menutup kemungkinan akan terjadinya suatu

Lebih terperinci