BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Zulharman (2007), saat ini telah terjadi perubahan paradigma

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Zulharman (2007), saat ini telah terjadi perubahan paradigma"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Peer Assessment Menurut Zulharman (2007), saat ini telah terjadi perubahan paradigma pembelajaran dari teacher centered menjadi student centered. Kondisi tersebut tidak hanya membawa dampak pada perubahan metode pembelajaran tapi juga mempengaruhi penggunaan metode penilaian pembelajaran. Metode penilaian pembelajaran harus diupayakan lebih melibatkan peran siswa. Dalam hal ini Peer assessment merupakan metode penilaian yang lebih berpusat pada siswa. Menurut Race (1995) tes tradisional memiliki banyak kelemahan dalam menilai siswa. Tes tidak membuat siswa belajar secara mendalam melainkan hanya permukaannya saja. Tes juga hanya berorientasi pada hasil atau hanya menitikberatkan pada bagaimana siswa menjawab pertanyaan bukan bagaimana siswa belajar. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan inovasi dalam penilaian atau adanya alternatif penilaian yang dikembangkan untuk mengatasi kelemahan tes. Mowl (1996) menyatakan bahwa peer assessment merupakan salah satu bentuk inovasi dalam bidang penilaian yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas pembelajaran. Peer assessment adalah sebuah proses dimana seorang pelajar menilai hasil belajar teman atau pelajar lainnya yang berada setingkat (Bostock, 2000; Zulharman, 2007). Maksud dari setingkat adalah jika dua orang atau lebih berada dalam level kelas yang sama atau subjek pelajaran yang sama (Zulharman, 2007). 10

2 11 Peer assessment dapat digunakan baik dalam penilaian formatif untuk mendapatkan feedback maupun dalam penilaian sumatif untuk kenaikan kelas (Bostock, 2000; Zulharman, 2007). Akan tetapi, peer assessment lebih sering dianjurkan untuk digunakan dalam penilaian formatif daripada sumatif (Zulharman, 2007). Tujuan peer assessment adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa sehingga dapat membuat penilaian mandiri (Wheater et al.,2005). Menurut Toohey (Wilson, 2002) tujuan peer assessment adalah untuk melibatkan siswa dalam memberikan penilaian (mengkritisi, menaksir, atau mengevaluasi pekerjaan siswa lain) dan menerima penilaian (dikritisi pekerjaannya, ditaksir atau dievaluasi siswa lain). Menurut Wheater et al. (2005) Peer assessment dapat diterapkan atau digunakan untuk menilai presentasi, laporan, esai, hitungan, bibliografi, kerja praktek, pameran poster, portofolio, pameran-pameran, dan lain-lain. Menurut Bostock (2004) ada beberapa keuntungan dalam penggunaan peer assessment, yaitu diantaranya : 1) membantu siswa untuk bertanggung jawab dengan dilibatkan dalam penilaian; 2) mendorong siswa untuk kritis meneliti pekerjaan yang dilakukan rekannya; 3) memberikan umpan balik bagi siswa; 4) sebagai latihan bagi siswa untuk terjun di dunia kerja, dimana penilaian dilakukan oleh kelompok; 5) mengurangi beban guru; dan 6) meningkatkan motivasi siswa. Selain itu, menurut Race et.al (Bostock, 2004) peer assessment memiliki keuntungan diantaranya : 1) meningkatkan motivasi siswa, karena siswa merasa memiliki proses penilaian; 2) mendidik siswa menjadi pembelajar yang mandiri,

3 12 karena peer assessment mendorong mereka untuk lebih peduli terhadap kehidupan belajarnya masing-masing; 3) peer assessment, memperlakukan assessment itu sebagai bagian dari proses belajar, maka setiap kesalahan dipandang sebagai kesempatan untuk dapat diperbaiki, daripada dipandang sebagai suatu bentuk kegagalan; 4) peer assessment dapat melatihkan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan untuk lifelong learning terutama keterampilan mengevaluasi; 5) dengan peer assessment didapatkan suatu model untuk menilai kualitas diri sendiri secara internal, melalui evaluasi eksternal; 6) mendorong siswa agar belajar lebih mendalam tidak sekedar belajar permukaannya saja. Peer assessment juga memiliki kelemahan dalam penerapannya. Menurut Bostock (2004) adapula kerugian dari penggunaan peer assessment, yaitu diantaranya : 1) siswa kurang mampu menilai rekannya; 2) hubungan persahabatan, perasaan tidak suka dan lain-lain mungkin akan mempengaruhi penilaian; 3) siswa mungkin tidak suka dinilai oleh rekannya, karena kemungkinan ada diskriminasi, kesalah pahaman, dan lain-lain; dan 4) tanpa ada keterangan dari guru, kemungkinan siswa akan memberi keterangan yang salah terhadap rekannya. Sedangkan menurut Wheater et al (2005) salah satu kesulitan dalam pelaksanaan peer assessment adalah : 1) pengajar harus mengatur kelompok penilaian yang memakan waktu; 2) ada perbedaan pemahaman; 3) ada perbedaan respon gender; 4) ada perbedaan latar belakang siswa. Kesulitan lain dengan dilaksanakannya peer assessment adalah siswa masih memandang bahwa

4 13 penilaian merupakan tugas guru, kepercayaan diri siswa masih kurang dalam melakukan peer assessment dan ketidak mengertian siswa terhadap kriteria penilaian (Zulharman, 2007). Kekurangan peer assessment tersebut dapat diminimalisir. Menurut Wheater et al. (2005) kekurangan dalam penggunaan peer assessment tersebut dapat diatasi dengan cara: 1) membuat kriteria penilaian untuk menyeragamkan persepsi siswa; 2) kriteria penilaian dibuat secara sederhana dan memiliki daya objektivitas yang tinggi; 3) menegosiasikan dan menjelaskan kriteria penilaian terlebih dahulu; 4) menggunakan sebuah prosedur keluhan dan review sehingga siswa (penilai sesama) memberikan nilai yang dapat didiskusikan; 5) memberikan banyak waktu pada sesi penilaian sebaya; 6) memberikan umpan balik kepada siswa untuk menginformasikan nilai mereka apakah valid dan sama dengan nilai pengajar atau tidak. Lebih lanjut Wheater et al. (2005) mengemukakan bahwa tujuan dari pengembangan dan negosiasi adalah supaya siswa dapat memahami benar atau menyeragamkan tentang kriteria-kriteria yang akan dinilai. Walaupun tidak terdapat hubungan antara kontribusi siswa dalam mengembangkan kriteria dengan nilai kinerja siswa yang bersangkutan (Wheater et al., 2005). Parson (2003), mengemukakan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan peer assessment, diantaranya: 1) menceritakan atau menerangkan terlebih dahulu kepada siswa mengenai format dan aturan penilaian sebelum pelaksanaan pembelajaran; 2) memberikan praktik atau latihan karena pada umumnya siswa tidak mempunyai pengalaman dalam menilai pekerjaan

5 14 rekannya; dan 3) memberikan pengarahan bahwa penilaian ini sebagai bentuk umpan balik untuk meningkatkan keterampilan. Lebih lanjut Zulharman (2007), mengemukakan bahwa penerapan peer assessment dapat efektif apabila dilakukan langkah-langkah berupa : 1) penyampaian maksud dan tujuan peer assessment secara jelas kepada siswa, maupun yang akan menjadi penilai; 2) menerapkan peer assessment secara bertahap; 3) penjelasan kriteria penilaian yang jelas; 4) pelatihan yang intensif; dan 5) memonitor proses dan hasil penilaian peer assessmant tersebut. Menurut M.Yusuf Tuloli (2006) kualitas lulusan SMK yang diinginkan dunia kerja diantaranya lulusan SMK harus mempunyai keterampilan adaptabilitas yaitu memecahkan masalah dan berfikir kreatif, lulusan SMK juga harus memiliki keterampilan manajemen personal, yaitu mempunyai harga diri yang positif, motivasi, yang tinggi dan kemampuan mengembangkan karir dan kepribadian selain itu lulusan SMK harus memiliki keterampilan untuk bekerja secara kelompok. Jika kita tinjau dari kriteria lulusan SMK yang diharapkan dunia kerja dan dihubungkan dengan tujuan, manfaat dari peer assessment keduanya memiliki hubungan yang sangat erat. Penerapan peer assessment untuk menilai kinerja siswa SMK patut dicoba sebagai alternatif penilaian atau menjadi sebuah inovasi ditengah keluhan dari dunia industri bahwa lulusan SMK sebagai tenaga kerja baru memiliki kelemahan diantaranya yang paling menonjol adalah kesiapan mental kerja yang masih rendah (Tuloli,M.Y., 2006)

6 Kegiatan Praktikum Praktikum dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai bagian dari pengajaran yang bertujuan agar siswa mendapat kesempatan untuk menguji dan melaksanakan pada keadaan nyata apa yang diperoleh sebelumnya dalam teori. Menurut Van den Berg, dengan adanya praktikum diharapkan dapat meningkatkan pemahaman konseptual pembelajaran yang sebelumnya masih belum berhasil (Siregar, 1998). Hasil pembelajaran berupa kemampuan yang dapat dicapai menurut Gagne (Dahar, 1989) dikategorikan ke dalam : 1) keterampilan motorik; 2) sikap; 3) informasi verbal; 4) strategi kognitif; dan 5) keterampilan intelektual. Keterampilan motorik terkait dengan keterampilan penggunaan anggota badan. Sikap terkait dengan penghargaan terhadap suatu objek. Informasi verbal berkaitan dengan pengetahuan tentang fakta dan kemampuan mengingat kembali informasi ilmu pengetahuan. Strategi kognitif terkait dengan kemampuan mempelajari cara belajar pada berbagai situasi dan kondisi. Adapun kemampuan intelektual terkait dengan kemampuan menggunakan daya nalar dan proses berpikir. Dengan kegiatan praktikum besar kemungkinan dapat mencakup kelima kemampuan tersebut di atas. Sejalan dengan tujuan praktikum, kimia sebagai bagian dari IPA yang memiliki karakteristik konsep sebagian besar abstrak mempunyai tujuan menekankan pada pemberian pengalaman langsung. Hal ini dimaksudkan untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat

7 16 sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang dirinya sendiri dan alam sekitar (PUSKUR, 2006). Menurut Dahar (Suhartini, 2007), kegiatan praktikum merupakan suatu cara penyampaian materi kepada siswa untuk melakukan serangkaian kegiatan yang dikenal dengan keterampilan proses IPA yang meliputi mengamati, menginterpretasi, mengklasifikasi, memprediksi, mengkomunikasikan, berhipotesis, menerapkan konsep atau pirinsip, merencanakan percobaan, dan mengajukan pertanyaan. Keuntungan menggunakan kegiatan praktikum di dalam proses pembelajaran IPA diantaranya dapat memberikan gambaran yang konkrit tentang suatu peristiwa pada siswa, siswa dapat mengamati proses yang terjadi, siswa dapat mengembangkan keterampilan inkuiri, dan siswa dapat mengembangkan sikap ilmiah (Mulyati Arifin, dkk, 2003) Woolnough & Allsop (Rustaman, 2003) mengemukakan beberapa alasan mengenai pentingnya kegiatan praktikum, pertama, praktikum mengembangkan motivasi belajar IPA. Kedua praktikum mengembangkan keterampilan dasar melakukan eksperimen. Ketiga, praktikum menjadi wahana belajar pendekatan ilmiah. Keempat, praktikum menunjang pemahaman materi pelajaran. Pengertian dan keuntungan dari kegiatan praktikum tentu saja sejalan dengan Tujuan SMK Analis Kimia yang termuat dalam kurikulum SMK, bahwa SMK dapat mendidik peserta didik dengan keahlian dan keterampilan dalam Program Keahlian Kimia Analis. Lulusan dapat bekerja baik secara mandiri atau mengisi lowongan pekerjaan yang ada di dunia usaha dan dunia industri sebagai

8 17 tenaga kerja tingkat menengah (kurikulum SMK 2004). Dengan tujuan tersebut maka pada proses pembelajarannya SMK lebih banyak menitikberatkan pada kegiatan praktikum dibandingkan teori di kelas dengan perbandingan 70 : 30, hal ini dimaksudkan agar SMK dapat melahirkan lulusan yang siap bekerja, motivasi yang tinggi, mental yang kuat, dan dapat bekerja sama dengan orang lain (Tuloli,M.Y., 2006) Penilaian Kinerja Siswa Kinerja dalam kamus besar bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 1982) berarti sesuatu yang dicapai siswa, prestasi yang diperlukan siswa atau merupakan kemampuan kerja. Penilaian kinerja sendiri memiliki pengertian suatu bentuk penilaian yang melibatkan siswa dalam suatu kegiatan yang menuntut unjuk kemampuan baik dalam keterampilan maupun dalam berkreasi sebagai perwujudan dari penguasaan pengetahuan (Stiggins, 1994). Senada dengan pernyataan Trespeces (Hari Setiadi, 2008) penilaian kinerja atau Performance Assessment adalah berbagai macam tugas dan situasi dimana peserta tes diminta untuk mendemonstrasikan pemahamannya dan mengaplikasikan pengetahuan, serta keterampilannya dalam berbagai macam konteks sesuai dengan kriteria yang diinginkan. Kimia sebagai salah satu ilmu IPA yang hakikatnya sebagai suatu proses, produk, dan sikap hendaknya mampu menerapkan penilaian yang dapat mengungkap hasil belajar siswa secara menyeluruh mencakup ketiga aspek tersebut. Penilaian yang dilakukan dengan cara tes hanya cenderung mengungkap

9 18 aspek produk saja (Iskandar, 2000). Untuk dapat melengkapi hasil belajar siswa tersebut, selain digunakan tes berupa tes objektif dan subjektif, perlu dilakukan penilaian terhadap kinerja siswa. Maka penilaian kinerja diharapkan berupa respons autentik yaitu aktifitas yang dapat diamati. Menurut Zainul (2001) pengertian dasar dari penilaian kinerja adalah penilaian yang mengharuskan peserta didik untuk mempertunjukan kinerja, bukan menjawab atau memilih jawaban dari sederetan kemungkinan jawaban yang sudah tersedia. Seperti yang sudah dibahas di atas menurut Wulan penilaian kinerja atau dengan istilah Performance assessment merupakan penilaian yang paling direkomendasikan untuk pembelajaran sains (Agustinus, 2008). Performance assessment merupakan penilaian terhadap perolehan, penerapan pengetahuan dan keterampilan yang menunjukan kemampuan siswa dalam proses maupun produk (Zainul, 2001). Zainul (2001) menyatakan bahwa performance assessment dapat mencakup penilaian multiple intellegence yaitu kemampuan visual-spatial, kinesthetic, musical, interpersonal, intrapersonal, logical mathematical, verballingustic dan naturalis. Menurut Marzano (Agustinus, 2008) menyatakan performance assessment dapat menilai seluruh dimensi belajar berikut ini: 1) sikap dan persepsi belajar yang positif (attitude and perceptions); 2) perolehan dan pengintegrasian pengetahuan (acquiring and integrating knowledge); 3) perluasan dan penghalusan pengetahuan (extending and refining knoeledge); 4) penggunaan pengetahuan secara bermakna (using knowledge meaningfully; 5) kebisaaan berfikir yang produktif (habits of mind). Performance assessment memungkinkan

10 19 siswa menunjukan apa yang dapat mereka lakukan. Hal tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa terdapat perbedaan antara mengetahui bagaimana melakukan sesuatu dengan mampu secara nyata melakukan hal tersebut (Agustinus, 2008). Menurut Wulan Penilaian dengan performance assessment harus mengacu pada standar. Standar diperlukan untuk mengidentifikasi secara jelas apa yang seharusnya siswa ketahui dan apa yang seharusnya siswa dapat lakukan (Agustinus, 2008). Standar tersebut dikenal dengan istilah performance criteria atau rubric (Zainul, 2001). Selain rubric, komponen lain dari performance assessment yaitu task, task merupakan perangkat tugas yang menuntut siswa untuk menunjukan suatu performance tertentu. Sementara itu rubric dapat dinyatakan sebagai panduan pemberian skor yang menunjukan sejumlah kriteria performance pada proses atau hasil yang diharapkan (Zainul, 2001). Langkah-langkah utama yang perlu ditempuh ketika menyusun performance assessment yaitu: 1) menentukan performance outcomes; 2) memilih fokus asesmen (menilai proses/prosedur, produk atau keduanya); 3) memilih tingkatan realisme yang sesuai (menentukan sebarapa besar tingkat keterkaitannya dengan kehidupan nyata); 4) memilih situasi performance; 5). memilih metode observasi, pencatatan dan penskoran (Wulan, 2007). Wiggins (Iskandar, 2000) menyatakan bahwa penilaian kinerja memberikan kesempatan kepada siswa dalam berbagai tugas dan situasi untuk memperlihatkan kemampuan dan pemahamannya dalam mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilannya. Adapun alasan guru menggunakan penilaian

11 20 kinerja menurut Stiggins (Iskandar, 2000), yaitu : 1) ada beberapa kemampuaan siswa yang tidak dapat terdeteksi melalui tes tertulis yaitu keterampilan dan kreativitas. Kemampuan ini dapat muncul apabila dilakukan peragaan keterampilan yang dikuasainya melalui suatu karya dengan mengekpresikan kreativitas; 2) penilaian kinerja memberi peluang lebih luas bagi guru untuk mengambil keputusan secara tepat, sebab dalam kenyataannya tidak semua siswa dianggap kurang dalam tes tertulis, kurang pula dalam keterampilan dan kreativitas; 3) penilaian kinerja siswa bermanfaat dalam melihat sejauh mana siswa menguasai keterampilan selama pembelajaran tanpa harus menunggu pembelajaran berakhir. Peformance assessment memiliki keunggulan apabila dibandingkan dengan penilaian tradisional yaitu: 1) siswa dapat mendemonstrasikan suatu proses; 2) proses yang didemonstrasikan dapat diobservasi langsung; 3) menyediakan evaluasi lebih lengkap dan alamiah untuk beberapa macam penalaran, kemampuan lisan dan keterampilan-keterampilan fisik; 4) adanya kesepakatan antara guru dan siswa tentang kriteria penilaian dan tugas-tugas yang akan dikerjakan; 5) menilai outcomes pembelajaran dan keterampilanketerampilan kompleks; 6) memberi motivasi yang besar bagi siswa; 7) mendorong aplikasi pembelajaran pada situasi kehidupan nyata (Zainul, 2001). Selain memiliki keunggulan, performance assessment juga memiliki beberapa keterbatasan yaitu: 1) Sangat menuntut waktu dan usaha; 2) Pertimbangan (Judgement) dan scoring performance sifatnya subjektif; 3) Membebani; dan 4). Mempunyai reliabilitas rendah (Zainul, 2001).

12 21 Performance assessment terhadap kinerja siswa tersebut belum menggunakan prosedur dan instrumen yang tepat. Bahkan penilaian terhadap kinerja tidak dilakukan karena guru merasa enggan untuk menilai kinerja siswa secara individual dengan alasan jumlah siswa yang terlalu banyak sehingga repot untuk memberikan penilaian yang detil terhadap siswa satu-persatu. Selain itu, guru memiliki pertimbangan bahwa waktu akan banyak terbuang jika melakukan tes kinerja individu untuk semua siswa padahal materi pelajaran banyak. Dengan demikian, harus ada metode penilaian yang mampu mengatasi segala keluhan tersebut. Menurut Wulan (Agustinus,2008) Salah satu metode yang dapat digunakan untuk performance assessment adalah peer assessment. Selain itu juga peer assessment dapat meringankan tugas guru dalam menilai proses kelompok secara langsung Deskripsi materi Titrasi Argentometri Dalam kurikulum SMK program keahlian kimia analis, salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa yaitu dapat menganalisis bahan secara kuantitatif. Salah satu sub kompetensi yaitu siswa dapat menganalisis bahan secara titrimetri diantaranya dengan teknik analisis titrasi argentometri. Beberapa reaksi pengendapan dapat diterapkan di dalam titrasi. Dengan metode titrasi, analisis kuantitatif yang didasarkan pada prinsip reaksi pengendapan dapat dilakukan dengan cepat, lebih mudah, dan dengan ketelitian yang cukup memadai. Setiap reaksi pengendapan yang berlangsung cepat dan tersedianya indikator merupakan dasar titrasi pengendapan. Akan tetapi hanya

13 22 sedikit reaksi pengendapan yang berlangsung cukup cepat, juga sedikit indikator yang memenuhi syarat untuk titrasi pengendapan. Menurut S.M. Khopkar (1990) alasan utama kurang digunakannya metode tersebut adalah sulitnya memperoleh indikator yang sesuai untuk menentukan titik akhir pengendapan, juga komposisi endapan tidak selalu diketahui. Pereaksi pengendapan yang banyak digunakan dalam titrasi pengendapan adalah perak nitrat. Titrasi pengendapan yang melibatkan pereaksi pengendap perak nitrat disebut titrasi Argentometri (Darsati, S., 1999). Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang berarti perak. Jadi, Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasarkan pada pembentukan endapan dengan ion Ag +. Pada titrasi argentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator dicampur dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO 3 ). Dengan mengukur volume larutan standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag + dapat tepat diendapkan, serta kadar garam dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan. (Underwood,1992) Kurva Titrasi Kurva titrasi untuk reaksi pengendapan dapat dibuat dan seluruhnya analog dengan kurva untuk asam basa dan pembentukan kompleks. Contoh berikut ini melukiskan perhitungan yang digunakan dalam titrasi ion klorida dengan ion perak. (Underwood,1992)

14 23 Contoh : 50 ml larutan NaCl 0,10 M dititrasi dengan larutan AgNO 3 0,10 M. Hitung konsentrasi ion klorida selama titrasi dan buat kurva pcl vs ml AgNO 3. Ksp AgCl = 10 x Awal sebelum titrasi : [Cl - ] = 0,10 M, maka pcl = 1,00 Setelah penambahan 10 ml AgNO 3 : Ag + + Cl - AgCl (p) awal 1,00 mmol 5,00 mmol perubahan 1,00 mmol 1,00 mmol _ kesetimbangan 4,0 mmol [Cl - ] = = 0,067 M, jadi pcl = 1,17 Setelah penambahan 49,9 ml AgNO 3 : Ag + + Cl - AgCl (p) awal 4,99 mmol 5,00 mmol perubahan 4,99 mmol 4,99 mmol _ kesetimbangan 0,01 mmol [Cl - ] = = 1,0 x 10-4 M, jadi pcl = 4 Pada titik ekivalen Ag + + Cl - AgCl (p) awal 5,00 mmol 5,00 mmol perubahan 5,00 mmol 5,00 mmol _ kesetimbangan - - [Ag + ] = [Cl - ] >>> [Cl - ] 2 = Ksp >>>> [Cl - ] 2 = 1,0 x M [Cl - ] = 1,0 x 10-5 M, jadi pcl = 5

15 24 Setelah penambahan 60,0 ml AgNO 3 : Ag + + Cl - AgCl (p) awal 6,00 mmol 5,00 mmol perubahan 5,00 mmol 5,00 mmol _ kesetimbangan 1,0 mmol [Ag + ] = = 9,1 x 10-3 M, pag = 2,04 Maka pcl = 10,0 2,04 = 7,96 Secara umum untuk halida : Ag + + X - AgX (s) Tetapan kesetimbangan : K = = Makin kecil Ksp makin besar K suatu Titrasi Gambar 2.1 Kurva titrasi NaCl, NaBr, dan NaI. Garam 0,1 M sebanyak 50mL dititrasi dengan AgNO 3 0,1 M

16 25 Telah dibahas sebelumnya bahwa salah satu yang berkaitan dengan titrasi pengendapan adalah mencari indikator yang sesuai. Dalam titrasi Argentometri, terdapat tiga indikator yang lazim digunakan dan berhasil selama bertahun-tahun. Berdasarkan perbedaan indikator tersebut dikenal metode mohr, volhard, dan fajans dalam titrasi argentometri Metode Mohr Dalam metode ini ion Kromat (CrO 4 2- ) bertindak sebagai indikator. Kromat (CrO 4 2- ) digunakan sebagai indikator titik akhir karena membentuk endapan Ag 2 CrO 4 berwarna merah saat bereaksi dengan ion perak. Kelarutan perak kromat beberapa kali lebih besar daripada kelarutan perak klorida (Ag 2 CrO 4 (8,4 x 10-5 M) > Kelarutan AgCl (1,35 x 10-5 M)). Akibatnya endapan perak klorida terbentuk lebih dulu daripada endapan perak kromat (Siti Darsati, 1999). Jika larutan Ag + ditambahkan ke dalam larutan Cl - yang mengandung sedikit CrO 2-4, maka AgCl akan mengendap lebih dulu, sementara itu Ag 2 CrO 4 belum terbentuk, dan [Ag + ] naik hingga hasil kali kelarutan melampaui Ksp Ag 2 CrO 4 (2,0 x ) sehingga terbentuk endapan merah. Ag + + Cl - AgCl (s) 2Ag + + CrO 4 2- Ag 2 CrO 4 (s) (merah) Pada Titik Ekivalen : pag = pcl= 5,00

17 26 konsentrasi ion kromat untuk memulai pengendapan perak kromat pada kondisi ini dapat dihitung dari harga Ksp perak kromat : [Ag + ] 2 [CrO 2-4 ] = 2,00 x [ CrO 2-4 ] = 2,00x10-12 / (1,0x10-5 ) 2 = 0,02 M Konsentrasi tersebut terlalu tinggi karena warna kuning CrO 4 2- akan mengganggu pengamatan terbentuknya endapan Ag 2 CrO 4 (merah). Dalam praktek biasanya digunakan 0,005 s/d 0,01 M supaya kesalahan titrasi diperkecil, dan masih bisa dikoreksi dengan titrasi blanko indikator, atau dengan membakukan AgNO 3 terhadap suatu garam klorida yang murni (titrasi dilakukan dalam kondisi yang sama dengan titrasi sampel) (Tutus G., 2009). Titrasi metode Mohr dilakukan pada ph 6-9 (netral hingga basa lemah). Jika ph terlalu kecil (asam) kesetimbangan kromat-dikromat akan menurunkan kepekaan [CrO 2-4 ] sehingga menghambat pembentukan endapan Ag 2 CrO 4. 2 CrO H + Cr 2 O H 2 O Jika ph terlalu besar (larutan basa) akan terbentuk endapan Ag 2 O. Ag + + OH - 2AgOH Ag 2 O + H 2 O Metode Mohr dapat digunakan untuk titrasi Br - dan CN - dalam larutan basa lemah, sedangkan untuk I - dan CNS - tidak dapat dilakukan karena akan terjadi adsorpsi oleh endapan. Untuk penentuan kadar Cl -, Ag + tidak dapat dititrasi langsung oleh Cl - menggunakan indikator CrO 2-4, karena Ag 2 CrO 4 akan terbentuk

18 27 lebih awal dan melarut lambat menjelang TE. Untuk hal tsb dapat digunakan teknik titrasi balik : Ag + ditambah Cl - baku (berlebih), kemudian Cl - sisa dititrasi dengan larutan Ag + baku menggunakan indikator CrO 4 2-.

TITRASI PENGENDAPAN. Djadjat Tisnadjaja

TITRASI PENGENDAPAN. Djadjat Tisnadjaja TITRASI PENGENDAPAN Djadjat Tisnadjaja 1 PENDAHULUAN Jumlah metode tidak sebanyak titrasi asam basa atau titrasi redoks Kesulitan mencari indikator yang sesuai Komposisi endapan sering tidak diketahui

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN A. HASIL PENGAMATAN 1. Standarisasi AgNO 3 terhadap NaCl 0.1 N (Cara Mohr) Kelompok Vol. NaCl Vol. AgNO 3 7 10 ml 4 ml 8 10 ml 4.2 ml 9 10 ml 4.2 ml 10 10 ml 4.3

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK 2

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK 2 LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK 2 Penentuan Kadar Klorida dengan Metode Mohr Tanggal Praktikum : 14 April 2014 DISUSUN OLEH: Petri Wahyusari 1112016200075 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

Titrasi Pengendapan. Titrasi yang hasil reaksi titrasinya merupakan endapan atau garam yang sukar larut

Titrasi Pengendapan. Titrasi yang hasil reaksi titrasinya merupakan endapan atau garam yang sukar larut TITRASI PENGENDAPAN Titrasi Pengendapan Titrasi yang hasil reaksi titrasinya merupakan endapan atau garam yang sukar larut Prinsip Titrasi:: Reaksi pengendapan yangg cepat mencapai kesetimbangan pada setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laku (kemampuan) pada diri siswa, seperti yang sebelumnya tidak tahu. menjadi tahu, yang sebelumnya tidak paham menjadi paham, yang

BAB I PENDAHULUAN. laku (kemampuan) pada diri siswa, seperti yang sebelumnya tidak tahu. menjadi tahu, yang sebelumnya tidak paham menjadi paham, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kegiatan pembelajaran dilaksanakan supaya terjadi perubahan tingkah laku (kemampuan) pada diri siswa, seperti yang sebelumnya tidak tahu menjadi tahu, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah sekolah yang dirancang untuk

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah sekolah yang dirancang untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah sekolah yang dirancang untuk menciptakan lulusan-lulusan yang siap kerja sesuai dengan bidangnya. Hal ini sejalan dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan peer assessment pada

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan peer assessment pada BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan peer assessment pada kegiatan praktikum titrasi argentometri untuk menilai kinerja siswa SMK KIMIA kelas XI. Hasil

Lebih terperinci

TITRASI PENGENDAPAN. Oleh: Sunarto,M.Si. Kompetensi Dasar: Dapat menghitung konsentrasi analit menggunakan cara titrasi Pengendapan

TITRASI PENGENDAPAN. Oleh: Sunarto,M.Si. Kompetensi Dasar: Dapat menghitung konsentrasi analit menggunakan cara titrasi Pengendapan TITRASI PENGENDAPAN Oleh: Sunarto,M.Si Kompetensi Dasar: Dapat menghitung konsentrasi analit menggunakan cara titrasi Pengendapan Pengertian Umum Proses titrasi yang menghasilkan endapan. Endapan akan

Lebih terperinci

PENENTUAN KADAR KLORIDA

PENENTUAN KADAR KLORIDA PENENTUAN KADAR KLORIDA I. TUJUAN A. Tujuan Instruksional Umum Mahasiswa dapat melakukan analisis secara fisikan dan kimia terhadap air, memahami prinsip pengolahan air dan dapat mengunterpretasikan hasil

Lebih terperinci

Pengendapan. Sophi Damayanti

Pengendapan. Sophi Damayanti Titrasi Pengendapan 1 Sophi Damayanti 1. Proses Pelarutan Senyawa ionik dan ionik Dalam keadaan padat: kristal Struktur kristal: Gaya tarik menarik, gaya elektrostatik, ikatan hidrogen dan antaraksi dipol-dipol

Lebih terperinci

TITRASI ARGENTOMETRI dengan CARA MOHR. Abstak

TITRASI ARGENTOMETRI dengan CARA MOHR. Abstak TITRASI ARGENTOMETRI dengan CARA MOHR Eka Yulli Kartika 1112016200031 Kelompok 3: Eka Noviana N.A,Masfufatul Ilma, Nina Afria Damayanti Jurusan Pendidikan Kimia Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pembelajaran fisika merupakan aktivitas untuk mencapai tujuan-tujuan pengajaran mata pelajaran fisika yang tidak hanya menekankan pada ranah kognitif tetapi juga ranah

Lebih terperinci

TITRASI IODOMETRI DENGAN NATRIUM TIOSULFAT SEBAGAI TITRAN Titrasi redoks merupakan jenis titrasi yang paling banyak jenisnya. Terbaginya titrasi ini

TITRASI IODOMETRI DENGAN NATRIUM TIOSULFAT SEBAGAI TITRAN Titrasi redoks merupakan jenis titrasi yang paling banyak jenisnya. Terbaginya titrasi ini TITRASI IODOMETRI DENGAN NATRIUM TIOSULFAT SEBAGAI TITRAN Titrasi redoks merupakan jenis titrasi yang paling banyak jenisnya. Terbaginya titrasi ini dikarenakan tidak ada satu senyawa (titran) yang dapat

Lebih terperinci

Menentukan Kadar Ion Br- dan KSCN dengan Metode Argentometri-Volhard (METODE VOLHARD) Menentukan molaritas KSCN dengan metode titrasi balik

Menentukan Kadar Ion Br- dan KSCN dengan Metode Argentometri-Volhard (METODE VOLHARD) Menentukan molaritas KSCN dengan metode titrasi balik PENENTUAN KADAR ION Br - DENGAN TITRASI ARGENTOMETRI (METODE VOLHARD) Tujuan: Menentukan kadar ion Br- dalam larutan NaBr Menentukan molaritas KSCN dengan metode titrasi balik Widya Kusumaningrum (1112016200005),

Lebih terperinci

PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II

PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II PENENTUAN KADAR KLORIDA Selasa, 1 April 2014 EKA NOVIANA NINDI ASTUTY 1112016200016 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN PEDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya (Trianto,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu fungsi dari mata pelajaran kimia di SMA adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu fungsi dari mata pelajaran kimia di SMA adalah untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu fungsi dari mata pelajaran kimia di SMA adalah untuk mengembangkan keterampilan proses sains serta menumbuhkan kreativitas siswa. Keterampilan proses

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGUAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK ARGENTOMETRI

LAPORAN MINGGUAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK ARGENTOMETRI LAPORAN MINGGUAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK ARGENTOMETRI Oleh : Nama : Lia Marliana Fasha NRP : 083020032 Kelompok/ Meja : III (tiga)/01 (Satu) Asisten : Vita Hediana P Tgl. Percobaan : 21 November 2009

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arini, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Biologi merupakan salah satu bidang IPA yang menyediakan berbagai pengalaman belajar untuk memahami konsep dan proses sains (BSNP, 2006:451). Proses pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu bangsa. Pemerintah terus

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK 1 PERCOBAAN VII TITRASI PENGENDAPAN

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK 1 PERCOBAAN VII TITRASI PENGENDAPAN LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK 1 PERCOBAAN VII TITRASI PENGENDAPAN OLEH NAMA : HABRIN KIFLI HS. STAMBUK : F1C1 15 034 KELOMPOK : V (LIMA) ASISTEN : SARJUNA LABORATORIUM KIMIA ANALITIK FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Boud (Zulharman, 2007) peer assessment merupakan proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Boud (Zulharman, 2007) peer assessment merupakan proses 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peer Assessment Menurut Boud (Zulharman, 2007) peer assessment merupakan proses seorang siswa menilai hasil belajar teman atau siswa lainnya yang setingkat. Maksud dari setingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Bab 2 pasal 3 UU Sisdiknas berisi pernyataan sebagaimana tercantum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Bab 2 pasal 3 UU Sisdiknas berisi pernyataan sebagaimana tercantum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains dapat diartikan sebagai keterampilan intelektual,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains dapat diartikan sebagai keterampilan intelektual, 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains dapat diartikan sebagai keterampilan intelektual, sosial maupun fisik yang diperlukan untuk mengembangkan lebih lanjut pengetahuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dahar (1986) mengungkapkan bahwa hakekat IPA mencakup dua hal, yaitu IPA

I. PENDAHULUAN. Dahar (1986) mengungkapkan bahwa hakekat IPA mencakup dua hal, yaitu IPA I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dahar (1986) mengungkapkan bahwa hakekat IPA mencakup dua hal, yaitu IPA sebagai produk yang meliputi fakta-fakta, konsep-konsep, dan prinsip-prinsip IPA, serta IPA sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan memerlukan inovasi-inovasi yang sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan kebutuhan ilmu peserta didik tanpa mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA KIMIA ANALITIK II. METODE VOLHARD Selasa, 10 April 2014

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA KIMIA ANALITIK II. METODE VOLHARD Selasa, 10 April 2014 LAPORAN PRAKTIKU KIIA KIIA ANALITIK II ETODE VOLHARD Selasa, 10 April 2014 DISUSUN OLEH: Fikri Sholiha 1112016200028 KELOPOK 4 1. Annisa Etika Arum 1112016200009 2. Aini Nadhokhotani Herpi 1112016200016

Lebih terperinci

Hakikat Tes, Pengukuran. Aris Fajar Pambudi FIK UNY

Hakikat Tes, Pengukuran. Aris Fajar Pambudi FIK UNY Hakikat Tes, Pengukuran Aris Fajar Pambudi FIK UNY Kalau anda punya kegiatan dengan tujuan yang telah ditetapkan, bagaimana cara anda mengetahui bahwa tujuan telah tercapai? Kegiatan belajar? Kegiatan

Lebih terperinci

JURNAL PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II PENENTUKAN ION KLORIDA DARI SAMPEL AIR DENGAN METODE ARGENTOMETRIK Selasa, 01 April 2014

JURNAL PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II PENENTUKAN ION KLORIDA DARI SAMPEL AIR DENGAN METODE ARGENTOMETRIK Selasa, 01 April 2014 JURNAL PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II PENENTUKAN ION KLORIDA DARI SAMPEL AIR DENGAN METODE ARGENTOMETRIK Selasa, 01 April 2014 Di Susun Oleh: Ipa Ida Rosita 1112016200007 Kelompok 2 Amelia Rahmawati 1112016200004

Lebih terperinci

PENENTUAN KADAR ION KLORIDA DENGAN METODE. ARGENTOMETRI (metode mohr)

PENENTUAN KADAR ION KLORIDA DENGAN METODE. ARGENTOMETRI (metode mohr) PENENTUAN KADAR ION KLORIDA DENGAN METODE ARGENTOMETRI (metode mohr) Tujuan: Menentukan kadar ion klorida dalam air dengan metode argentometri Widya Kusumaningrum (1112016200005), Ipa Ida Rosita, Nurul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dipaparkan latar belakang yang mendasari penelitian pengembangan instrumen penilaian otentik yang dapat mengukur keterampilan proses sains terutama pada pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penilaian menggunakan penilaian diri (self assessment) dan penilaian teman sejawat (peer assessment) telah banyak diterapkan oleh sekolah yang menerapkan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK DASAR PERCOBAAN IV ARGENTOMETRI

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK DASAR PERCOBAAN IV ARGENTOMETRI LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK DASAR PERCOBAAN IV ARGENTOMETRI Oleh KELOMPOK 9 1. Intyastiwi Pinilih ( M0306039 ) 2. Isnaini Dian N ( M0306040 ) 3. Lis Prihatini ( M0306041 ) Laboratorium Kimia Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seperti yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Seperti yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seperti yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang mengacu pada Standar Isi dan tujuan mata pelajaran kimia SMA, pembelajaran kimia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan aspek yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas manusia. Dalam pendidikan dilakukan suatu proses pembentukan manusia yang memungkinkan

Lebih terperinci

PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK TITRASI PENGENDAPAN CARA VOLHARD. Disusun oleh : Haris Dianto

PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK TITRASI PENGENDAPAN CARA VOLHARD. Disusun oleh : Haris Dianto PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK TITRASI PENGENDAPAN CARA VOLHARD Disusun oleh : Haris Dianto 240210080133 UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN JATINANGOR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Asesmen 1. Definisi asesmen Menurut Phelps dkk (1997), asesmen merupakan masalah penting bagi pendidik kimia. Dalam rangka untuk membuat perubahan nyata di ruang kelas kimia, yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berpikir merupakan tujuan akhir dari proses belajar mengajar. Dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berpikir merupakan tujuan akhir dari proses belajar mengajar. Dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Berpikir Berpikir merupakan tujuan akhir dari proses belajar mengajar. Dengan berpikir seseorang dapat mengolah berbagai informasi yang diterimanya dan mengembangkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penilaian merupakan bagian integral dari proses pembelajaran. Penilaian sering dianggap sebagai salah satu dari tiga pilar utama yang menentukan kegiatan

Lebih terperinci

TITRASI POTENSIOMETRI

TITRASI POTENSIOMETRI TITRASI PTENSIMETRI TITRASI PTENSIMETRI I. TUJUAN PERCBAAN Menentukan titik ekivalen secara potensiometri. II. DASAR TERI Suatu eksperimen dapat diukur dengan menggunakan dua metode yaitu, pertama (potensiometri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkup global, setiap tahun pada bulan April diselenggarakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkup global, setiap tahun pada bulan April diselenggarakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam lingkup global, setiap tahun pada bulan April diselenggarakan sebuah kampanye global bertajuk "Education for All" atau "Pendidikan untuk Semua". Kampanye "Education

Lebih terperinci

2015 PENGEMBANGAN ASESMEN AUTENTIK UNTUK MENILAI KETERAMPILAN PROSES SAINS TERINTEGRASI PADA PEMBELAJARAN SISTEM EKSKRESI

2015 PENGEMBANGAN ASESMEN AUTENTIK UNTUK MENILAI KETERAMPILAN PROSES SAINS TERINTEGRASI PADA PEMBELAJARAN SISTEM EKSKRESI A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Sains dianggap menduduki posisi penting dalam pembangunan karakter masyarakat dan bangsa karena kemajuan pengeta huannya yang sangat pesat, keampuhan prosesnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Keterampilan Berkomunikasi Sebagai Bagian Dari Keterampilan Proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Keterampilan Berkomunikasi Sebagai Bagian Dari Keterampilan Proses BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keterampilan Berkomunikasi Sebagai Bagian Dari Keterampilan Proses Sains. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau Sains adalah ilmu yang berhubungan dengan cara mencari tahu tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan dalam keadaan nyata apa yang diperoleh dalam teori.

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan dalam keadaan nyata apa yang diperoleh dalam teori. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Praktikum merupakan bagian dari proses pembelajaran yang bertujuan agar peserta didik mendapatkan kesempatan untuk menguji dan melaksanakan dalam keadaan nyata apa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Lind dan Gronlund (1995) asesmen merupakan sebuah proses yang ditempuh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Lind dan Gronlund (1995) asesmen merupakan sebuah proses yang ditempuh 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Asesmen dan Asesmen Kinerja Menurut Lind dan Gronlund (1995) asesmen merupakan sebuah proses yang ditempuh untuk mendapatkan informasi tentang belajar siswa (observasi,

Lebih terperinci

MAKALAH REVIEW KONSENTRASI INDIKATOR TERKONTROL PADA ARGENTOMETRI MOHR CONTROLLED INDICATOR CONCENTRATION ON ARGENTOMETRY MOHR

MAKALAH REVIEW KONSENTRASI INDIKATOR TERKONTROL PADA ARGENTOMETRI MOHR CONTROLLED INDICATOR CONCENTRATION ON ARGENTOMETRY MOHR MAKALAH REVIEW KONSENTRASI INDIKATOR TERKONTROL PADA ARGENTOMETRI MOHR CONTROLLED INDICATOR CONCENTRATION ON ARGENTOMETRY MOHR Soebiyanto 1 ; Nur Hidayati 2 ; Dewi Sulistyawati 3 1,2,3 Fakultas Ilmu Kesehatan,

Lebih terperinci

(TITRASI PENGENDAPAN)

(TITRASI PENGENDAPAN) PRESIPITATOMETRI (TITRASI PENGENDAPAN) Lecture of Dr. Tutus Gusdinar Pharmacochemistry Research Group School of Pharmacy INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG Titrasi pengendapan Jumlah metode tidak sebanyak titrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam teknologi. Salah satu materi pokok yang terkait dengan kemampuan kimia

BAB I PENDAHULUAN. dalam teknologi. Salah satu materi pokok yang terkait dengan kemampuan kimia BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Mata pelajaran kimia di SMA/MA bertujuan untuk membentuk sikap positif pada diri peserta didik terhadap kimia yaitu merasa tertarik untuk mempelajari kimia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Endro Widodo, 2014 Efektivitas pembelajaran berbasis praktikum pada uji zat makanan di kelas XI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Endro Widodo, 2014 Efektivitas pembelajaran berbasis praktikum pada uji zat makanan di kelas XI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar merupakan sebuah proses yang sangat penting dan diperlukan dalam sepanjang perjalanan kehidupan manusia. Belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai proses belajar mengajar bertujuan untuk mengembangkan seluruh potensi yang ada pada diri siswa secara optimal. Pendidikan merupakan sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan adalah konstruktivisme. Menurut paham konstruktivisme,

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan adalah konstruktivisme. Menurut paham konstruktivisme, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakikat pembelajaran yang sekarang ini diharapkan banyak diterapkan adalah konstruktivisme. Menurut paham konstruktivisme, pengetahuan dibangun oleh peserta didik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kimia merupakan ilmu yang termasuk rumpun sains, ilmu yang pada

BAB I PENDAHULUAN. Kimia merupakan ilmu yang termasuk rumpun sains, ilmu yang pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kimia merupakan ilmu yang termasuk rumpun sains, ilmu yang pada awalnya diperoleh dan dikembangkan berdasarkan percobaan (induktif) namun pada perkembangan selanjutnya

Lebih terperinci

Presentasi Powerpoint Pengajar oleh Penerbit ERLANGGA Divisi Perguruan Tinggi. Bab17. Kesetimbangan Asam-Basa dan Kesetimbangan Kelarutan

Presentasi Powerpoint Pengajar oleh Penerbit ERLANGGA Divisi Perguruan Tinggi. Bab17. Kesetimbangan Asam-Basa dan Kesetimbangan Kelarutan Presentasi Powerpoint Pengajar oleh Penerbit ERLANGGA Divisi Perguruan Tinggi Bab17 Kesetimbangan Asam-Basa dan Kesetimbangan Kelarutan Larutan buffer adalah larutan yg terdiri dari: 1. asam lemah/basa

Lebih terperinci

ALTERNATIVE ASSESSMENT PAU-PPI, UNIVERSITAS TERBUKA 2008

ALTERNATIVE ASSESSMENT PAU-PPI, UNIVERSITAS TERBUKA 2008 ALTERNATIVE ASSESSMENT PAU-PPI, UNIVERSITAS TERBUKA 2008 Latar Belakang Tes baku dianggap sebagai bagian yang terisolir dari proses pembelajaran Oleh sebab itu dicari alternatif lain untuk menangani masalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kimia merupakan ilmu yang termasuk rumpun IPA, oleh karenanya kimia

I. PENDAHULUAN. Kimia merupakan ilmu yang termasuk rumpun IPA, oleh karenanya kimia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kimia merupakan ilmu yang termasuk rumpun IPA, oleh karenanya kimia mempunyai karakteristik IPA. Karakteristik tersebut adalah objek ilmu kimia, cara memperoleh, serta

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan model pembelajaran yang menghadapkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan model pembelajaran yang menghadapkan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Problem Solving Model pembelajaran problem solving merupakan model pembelajaran yang menghadapkan siswa kepada permasalahan yang harus dipecahkan. Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan dasar bagi ilmu pengetahuan yang lain, seperti kedokteran,

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan dasar bagi ilmu pengetahuan yang lain, seperti kedokteran, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelajaran kimia adalah salah satu dari pelajaran dalam rumpun sains yang merupakan dasar bagi ilmu pengetahuan yang lain, seperti kedokteran, farmasi, dan lain-lain.

Lebih terperinci

Penilaian Berbasis Kinerja untuk Penjasorkes. Oleh : Tomoliyus

Penilaian Berbasis Kinerja untuk Penjasorkes. Oleh : Tomoliyus Penilaian Berbasis Kinerja untuk Penjasorkes Oleh : Tomoliyus FIK UNY Abstrak Diterapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) penjasorkes di sekolah hendaknya dipahami tidak hanya sekedar penyesuaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No.41 Tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No.41 Tahun 2007 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No.41 Tahun 2007 tentang Standar Proses Pendidikan menyebutkan bahwa proses pembelajaran pada setiap satuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempelajari pengetahuan berdasarkan fakta, fenomena alam, hasil pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempelajari pengetahuan berdasarkan fakta, fenomena alam, hasil pemikiran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu kimia merupakan salah satu cabang dari IPA (sains) yang mempelajari pengetahuan berdasarkan fakta, fenomena alam, hasil pemikiran (produk) para ahli dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi dan era globalisasi yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di dunia yang terbuka,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Menurut Lindgren dalam Agus Suprijono (2011: 7) hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap. Hal yang sama juga dikemukakan

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan penting dalam memajukan suatu bangsa. Melalui pendidikan, masyarakat mampu bersaing secara produktif di era globalisasi dan dapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Belajar IPA Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan kurikulum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan kurikulum 2013 menuntut sejumlah perubahan mendasar pada proses

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan kurikulum 2013 menuntut sejumlah perubahan mendasar pada proses I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberlakuan kurikulum 2013 menuntut sejumlah perubahan mendasar pada proses pembelajaran. Pembelajaran dalam konteks kurikulum 2013 diorientasikan untuk menghasilkan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) merupakan institusi

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) merupakan institusi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) merupakan institusi pendidikan untuk menghasilkan calon guru yang memiliki kualifikasi akademik dan kompeten. Kompetensi

Lebih terperinci

kimia TITRASI ASAM BASA

kimia TITRASI ASAM BASA Kurikulum 2006/2013 2013 kimia K e l a s XI TITRASI ASAM BASA Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami definisi dan macam-macam titrasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi pendidikan di Indonesia masih sangat minim dalam hal inovasi

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi pendidikan di Indonesia masih sangat minim dalam hal inovasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi pendidikan di Indonesia masih sangat minim dalam hal inovasi pembelajaran terutama dalam penilaian pembelajaran. Pada sebagian besar penilaian, siswa tidak diberi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Pendidikan nasional, sebagai salah satu sektor pembangunan nasional dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harapan sangat bergantung pada kualitas pendidikan yang ditempuh. imbas teknologi berbasis sains (Abdullah, 2012 : 3).

BAB I PENDAHULUAN. harapan sangat bergantung pada kualitas pendidikan yang ditempuh. imbas teknologi berbasis sains (Abdullah, 2012 : 3). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi peserta didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya, dan dengan demikian

Lebih terperinci

D. 4,50 x 10-8 E. 1,35 x 10-8

D. 4,50 x 10-8 E. 1,35 x 10-8 1. Pada suatu suhu tertentu, kelarutan PbI 2 dalam air adalah 1,5 x 10-3 mol/liter. Berdasarkan itu maka Kp PbI 2 adalah... A. 4,50 x 10-9 B. 3,37 x 10-9 C. 6,75 x 10-8 S : PbI 2 = 1,5. 10-3 mol/liter

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN DAN PENGGUNAAN ASESMEN PORTOFOLIO PADA KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI UNTUK PEMBELAJARAN TEKNOLOGI

PENGEMBANGAN DAN PENGGUNAAN ASESMEN PORTOFOLIO PADA KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI UNTUK PEMBELAJARAN TEKNOLOGI PENGEMBANGAN DAN PENGGUNAAN ASESMEN PORTOFOLIO PADA KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI UNTUK PEMBELAJARAN TEKNOLOGI JANULIS P PURBA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA LATAR BELAKANG MASALAH KELEMAHAN PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PERCOBAAN. dilakukan di Laboratorium PDAM Tirtanadi Deli Tua yang berada di Jalan

BAB III METODE PERCOBAAN. dilakukan di Laboratorium PDAM Tirtanadi Deli Tua yang berada di Jalan BAB III METODE PERCOBAAN 3.1 Tempat Pengujian Pengujian penetapan kadar klorida pada air menggunakan argentometri dilakukan di Laboratorium PDAM Tirtanadi Deli Tua yang berada di Jalan Sisingamangaraja

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data Data yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian berupa hasil pretest, posttest,dan dokumentasi. Data hasil pretest (sebelum diberi perlakuan) dan pottest

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Performance assesment merupakan cara penilaian yang dilakukan dengan mengamati kegiatan siswa saat melakukan sesuatu (Uno, 2012). Performance assesment merupakan penilaian

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan 32 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Data Eksperimen dan Perhitungan Eksperimen dilakukan di laboratorium penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia, ITB. Eksperimen dilakukan dalam rentang waktu antara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu lembaga pendidikan yang mempunyai karakteristik yang berbeda dari sekolah umum yaitu terdapat mata pelajaran produktif.

Lebih terperinci

Bab III Metodologi. III. 2 Rancangan Eksperimen

Bab III Metodologi. III. 2 Rancangan Eksperimen 21 Bab III Metodologi Penelitian ini dirancang untuk menjawab beberapa permasalahan yang sudah penulis kemukakan di Bab I. Dalam penelitian ini digunakan 2 pendekatan, yaitu eksperimen dan telaah pustaka.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari.

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal merupakan upaya sadar yang dilakukan sekolah dengan berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan kemampuan kognitif,

Lebih terperinci

kimia ASAM-BASA III Tujuan Pembelajaran

kimia ASAM-BASA III Tujuan Pembelajaran KTSP K-13 kimia K e l a s XI ASAM-BASA III Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami mekanisme reaksi asam-basa. 2. Memahami stoikiometri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Buldan Abdul Rohman, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Buldan Abdul Rohman, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelajaran kimia adalah salah satu dari pelajaran dalam rumpun sains yang merupakan dasar bagi ilmu pengetahuan yang lain, seperti kedokteran, farmasi, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Pembelajaran. Penilaian Pembelajaran. Proses Pembelajaran. Gambar 1.1 Komponen Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Pembelajaran. Penilaian Pembelajaran. Proses Pembelajaran. Gambar 1.1 Komponen Pembelajaran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembelajaran menurut Oemar Hamalik (Hernawan, 2007, hlm.3) adalah prosedur dan metode yang ditempuh oleh pengajar untuk memberikan kemudahan bagi peserta

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. O X O Pretes Perlakuan Postes

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. O X O Pretes Perlakuan Postes A. Metode dan Desain Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimen dengan tipe weak experiment. Penerapan penggunaan asesmen portofolio

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 19: Cara uji klorida (Cl - ) dengan metode argentometri (mohr)

Air dan air limbah Bagian 19: Cara uji klorida (Cl - ) dengan metode argentometri (mohr) Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 19: Cara uji klorida (Cl - ) dengan metode argentometri (mohr) ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata....ii 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masih

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masih lemahnya proses pembelajaran, siswa kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya,

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. pembelajaran yang semakin luas membawa banyak perubahan dalam dunia

BAB III PEMBAHASAN. pembelajaran yang semakin luas membawa banyak perubahan dalam dunia BAB III PEMBAHASAN Pemahaman orang terhadap hakekat sains, hakekat belajar dan pembelajaran yang semakin luas membawa banyak perubahan dalam dunia pembelajaran sains. Pemahaman terhadap sains telah berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tujuan Pendidikan Nasional adalah untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman bertaqwa kepada Tuhan Yang

Lebih terperinci

2015 PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN KINERJA (PERFORMANCE ASSESSMENT) SISWA SMA PADA PRAKTIKUM HIDROLISIS GARAM

2015 PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN KINERJA (PERFORMANCE ASSESSMENT) SISWA SMA PADA PRAKTIKUM HIDROLISIS GARAM BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hakikat ilmu kimia mencakup dua hal yang saling berhubungan satu sama lain yaitu kimia sebagai produk (pengetahuan kimia yang berupa fakta, konsep dan prinsip

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yogi Musthapa Kamil, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yogi Musthapa Kamil, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di era kekinian merupakan elemen yang sangat penting bagi manusia. Sebagaimana dikemukakan oleh Holbrook (2005) pendidikan merupakan sarana untuk

Lebih terperinci

KIMIA ANALITIK ADAM WIRYAWAN RURINI RETNOWATI AKHMAD SABARUDIN JURUSAN KIMIA FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

KIMIA ANALITIK ADAM WIRYAWAN RURINI RETNOWATI AKHMAD SABARUDIN JURUSAN KIMIA FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG KIMIA ANALITIK ADAM WIRYAWAN RURINI RETNOWATI AKHMAD SABARUDIN JURUSAN KIMIA FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG i KATA PENGANTAR Dengan rahmat Allah SWT kami dapat menyusun buku ajar dengan judul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Ayu Eka Putri, 2014

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Ayu Eka Putri, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan harus dapat mengarahkan peserta didik menjadi manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah; dan manusia terdidik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Hal ini karena mata pelajaran IPA khususnya, akan memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Hal ini karena mata pelajaran IPA khususnya, akan memiliki peranan BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia dalam menghadapi era globalisasi merupakan tantangan yang harus dijawab dengan karya nyata oleh dunia pendidikan. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pengembangan potensi diri diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pengembangan potensi diri diharapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman (Rusman, 2011). Berdasarkan

I. PENDAHULUAN. tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman (Rusman, 2011). Berdasarkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada tujuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nur dalam Trianto (2009), menyatakan bahwa menurut teori kontruktivis, satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nur dalam Trianto (2009), menyatakan bahwa menurut teori kontruktivis, satu 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Belajar Konstruktivis Nur dalam Trianto (2009), menyatakan bahwa menurut teori kontruktivis, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah guru tidak

Lebih terperinci

Gambar IV. 1 Kurva titrasi redoks garam Mohr dengan oksidator K 2 Cr 2 O 7

Gambar IV. 1 Kurva titrasi redoks garam Mohr dengan oksidator K 2 Cr 2 O 7 22 Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV. 1 Hasil Penelitian IV.1. 1 Hasil Pengukuran Potensial Sel Larutan Pengukuran potensial sel larutan selama proses titrimetri redoks berlangsung dilakukan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian [Type text] Penjelasan fenomena kimia didasarkan pada pemahaman aktivitas partikel yang tidak terlihat sehingga diperlukan penggambaran secara makroskopik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan

Lebih terperinci