PENGEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI BAWANG DAUN (Alium ampeloprosum) RAJANGAN S U G I A R T O

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI BAWANG DAUN (Alium ampeloprosum) RAJANGAN S U G I A R T O"

Transkripsi

1 PENGEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI BAWANG DAUN (Alium ampeloprosum) RAJANGAN S U G I A R T O SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005

2 ABSTRACT SUGIARTO. Effects of Modified Atmospheres Packaging on Quality Shredded Leek. Under the directon of HADI K. PURWADARIA and ILLAH SAILAH Shredded leek is highly perishable and needs appropriate storage condition for longer shelflife. One of the storage technique is modified atmosphere packaging combined with low-temperature storage. At the ambient temperature storage, shredded leek has only a 3 day shelflife. The research results indicated that storing shredded leek at lower temperature provided a longer shelflife : 10 days at 10 o C and 20 days at 5 o C. The respiration rate during storage is ml O 2 /kg.hr and ml CO 2 /kg.hr. The atmospheric composition 3-5% oxygen and 3-5% carbondioxide provided the longest shelflife of 14 days for the shredded leek. During the storage, the shredded leek experienced 8% total weight loss, increase of lightness from 33 to 33.5, increase of red-green value from (-)9,84 to (-4), but did not show significant sensory value changes. To obtain the best atmospheric modified condition in the packaging for the shredded leek, 100 g of shredded leek was recommended to be packed in 60 µm LDPE film cm 2 total surface area. The shelflife of packed shredded leek at 5 o C was 14 days.

3 ABSTRAK SUGIARTO. Pengemasan Atmosfir Termodifikasi untuk Bawang Daun (Alium ampeloprosum) Rajangan. Dibimbing oleh HADI K. PURWADARIA dan ILLAH SAILAH. Bawang daun (Allium ampeloprasum var. porrum) merupakan salah satu jenis produk hortikultura yang banyak digunakan sebagai bumbu penyedap dalam berbagai olahan pangan. Seperti halnya produk hortikultura pada umumnya, bawang daun mudah rusak baik karena layu ataupun karena pembusukan. Kerusakan akan semakin cepat jika bawang daun dirajang (terolah minimal). Sementara itu pasar untuk produk sayuran terolah minimal termasuk bawang daun mulai terbentuk. Permintaan bawang daun rajangan datang dari restoran-restoran siap saji. Sebagai contoh bawang daun rajangan digunakan sebagai bahan taburan pada menu bubur ayam dan sup. Untuk mendapatkan bawang daun terolah minimal dengan umur simpan yang relatif panjang, perlu diperhatikan penanganan pasca panen yang sesuai. Salah satu teknik penanganan pasca panen adalah penyimpanan di dalam atmosfir yang dimodifikasi atau terkendali dan dikombinasikan dengan penyimpanan pada suhu rendah. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan laju respirasi bawang daun rajangan pada tiga tingkat suhu penyimpanan, menentukan komposisi atmosfir yang sesuai untuk penyimpanan bawang daun rajangan, membuat desain kemasan, dan menentukan umur simpannya. Laju respirasi rata-rata bawang daun rajangan selama penyimpanan adalah 34.72ml O 2 /kg.jam dan ml CO 2 /kg.jam (suhu kamar), ml O 2 /kg.jam dan ml CO 2 /kg.jam (suhu 10 o C) dan ml O2/kg.jam dan ml CO2/kg.jam (suhu 5 o C). Penyimpanan bawang daun rajangan selama 14 hari pada atmosfir yang dimodifikasi memberikan hasil sebagai berikut. Susut bobot bawang daun rajangan selama 14 hari penyimpanan pada atmosfir dengan O 2 3-5% dan CO 2 3-5% adalah 7.76% paling rendah daripada penyimpanan pada kondisi atmosfir lainnya, dan yang paling tinggi adalah penyimpanan pada udara normal, yaitu 14.80%. Perubahan warna bawang daun rajangan selama penyimpanan yang terjadi adalah peningkatan kecerahan (L) dari menjadi (O2 3-5% dan CO 2 3-5%), dan peningkatan nilai a dari (-) 9.84 menjadi (-) 4. Perubahan nilai sensoris terendah dibandingkan bawang daun rajangan segar adalah bawang daun rajangan yang disimpan pada atmosfir dengan O % dan CO 2 3-5%. Daerah atmosfir termodifikasi untuk bawang daun rajangan adalah O2 3-5% dan CO2 3-5%. Daerah atmosfir termodifikasi tersebut berada pada film kemasan LDPE. Desain kemasan untuk bawang daun rajangan adalah kantung plastik LDPE tebal 90 µm dengan luas

4 sebelum dibuka cm 2. Kantung kemasan tersebut untuk bawang daun dengan bobot 100 g. Pengemasan bawang daun rajangan dengan film LDPE dan pengemasan hampa dengan film LDPE untuk penyimpanan selama 10 hari menyebabkan perubahan warna, rasa, aroma, dan tekstur yang tidak nyata. Nilai sensoris warna, rasa, aroma dan tekstur bawang daun rajangan setelah 10 hari penyimpanan tidak berbeda nyata dengan niali sensoris bawang daun rajangan baru. Penyimpanan selama 14 hari mulai menunjukkan perubahan parameter mutu yang mulai nampak. Susut bobot bawang daun yang disimpan secara atmosfir termodifikasi adalah sekitar 7% untuk penyimpanan selama 14 hari. Umur simpan bawang daun rajangan yang dikemas hampa dalam kantung plastik LDPE tebal 60 µm dengan luas kantung cm 2 dan suhu penyimpanan 5 o C adalah 14 hari.

5 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis Pengemasan Atmosfir Termodifikasi Bawang Daun (Alium ampeloprosum) Rajangan adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Oktober 2005 Sugiarto TPP 99549

6 PENGEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI BAWANG DAUN (Alium ampeloprosum) RAJANGAN S U G I A R T O Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Pasca Panen SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005

7 Judul Tesis : Pengemasan Atmosfir Termodifikasi Bawang Daun (Alium ampeloprosum) Rajangan Nama : Sugiarto NRP : Program Studi : Teknologi Pasca Panen Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Hadi K. Purwadaria, MSc. Ketua Dr. Ir. Illah Sailah, MS Anggota Mengetahui, 2. Ketua Program Studi Teknologi Pasca Panen 3. Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. I. Wayan Budiastra, M.Agr Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto,, MSc Tanggal Lulus :

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 18 Mei 1969 sebagai anak kedua dari pasangan Poniso dan Sukarti. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB, lupus pada tahun pada tahun 1999, penulis diterima di Program Studi Teknologi Pasca Panen. Beasiswa Pendidikan diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia melalui Program BPPS. Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Institut Pertanian Bogor dan ditempatkan di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian sejak tahun Bidang kajian yang ditekuni penulis adalah pengemasan dan penyimpanan hasil pertanian dan produk olahannya.

9 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan keha dirat Allah SWT atas segala karunia - Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada Bulan Maret-September 2003 ini hádala Pengemasan Atmosfir Termodifikasi Bawang Daun (Alium ampeloprosum) Rajangan. Terima kasih penulis ucapkan kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Hadikaria Purwadaria, MSc. dan Dr. Ir. Illah Sailah, MS selaku pembimbing atas bimbingan dan bantuan dana untuk penyelesaian penelitian dan tesis ini. 2. Dr. Ir. Seroso, MAgr. Selaku penguji atas masukannya untuk perbaikan tesis ini. 3. Ir. Muhammad Zein Nasution, MAppSc., Dr. Ir. Irawadi Djamaran, dan Dr. Ir. Ani Suryani, DEA atas dorongan semangat dan bantuan dananya untuk penyelesaian studi penulis. 4. Bapak Sulyaden (Laboratorium TPPHP-TEP), Ibu Egnawati dan Para Teknisi Laboratoria di Departemen Teknologi Industri Pertanian atas bantuannya selama penelitian berlangsung. 5. Ketua Program Studi Teknologi Pasca Panen dan Pimpinan Sekolah Pascasarjana IPB yang telah memberikan kelonggaran masa studi kepada penulis untuk menyelesaikan studi. 6. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia c/q Program BPPS yang telah memberikan beasiswa BPPS selama penulis studi di program S2. 7. Keluarga besar Poniso dan Suharto atas segala do a dan dorongannya. 8. Semua pihak yang telah membantu dan mendorong penulis untuk menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Oktober 2005 Sugiarto

10 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan Penelitian... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA... 4 A. Bawang Daun... 4 B. Respirasi... 5 C. Penyimpanan Suhu Rendah... 9 D. Penyimpanan Dalam Atmosfir Termodifikasi E. Kemasan F. Pengolahan Minimal G. Konsentrasi Keseimbangan O 2 Dan CO 2 Dalam Kemasan H. Desinfestasi III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Dan Waktu B. Bahan Dan Alat C. Tahapan Penelitian Penentuan Waktu Desinfestasi Pengukuran Laju Respirasi Penentuan Konsentrasi O 2 Dan CO 2 Optimum Penentuan Jenis Film Kemasan Dan Bobot Bawang Daun Dalam Kemasan Penentuan Umur Simpan Bawang daun Yang Dikemas Secara Atmosfir Termodifikasi Dalam kemasan Terpilih Rancangan Percobaan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan B. SOP Perajangan C. Pengukuran Laju Respirasi D. Penentuan Komposisi Udara Optimum Pengaruh Konsentrasi O2 Dan CO2 Terhadap Susut Bobot Bawang Daun Rajangan Pengaruh Konsentrasi O 2 Dan CO 2 Terhadap Perubahan Warna Bawang Daun Rajangan Pengaruh Konsentrasi O 2 dan CO 2 terhadap Nilai Sensoris E. Penentuan Jenis Film Kemasan Dan Luas Permukaannya F. Validasi Kondisi Atmosfir Yang Ditentukan ix x xii

11 G. Penentuan Umur Simpan Bawang daun Rajangan Yang Disimpan Di Dalam Kemasan Atmosfir Termodifikasi Perubahan Warna Susut Bobot Penilaian Sensoris H. Perubahan Komposisi Kimia V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 70

12 DAFTAR TABEL Tabel 1. Halaman Komposisi kimia bawang daun (Allium ampeloprasum) (per 100 gram bobot segar)... 5 Tabel 2. Klasifikasi komoditi hortikultura menurut laju respirasinya... 7 Tabel 3. Tabel 4. Batas maksimum CO 2 dan batas minimum O 2 untuk beberapa sayuran dan buah-buahan Perubahan bobot rajangan daun bawang selama penyimpanan (Suhu 5 0 C) Tabel 5. Persamaan laju penurunan bobot (Suhu 5 0 C) Tabel 6. Perubahan bobot raja ngan daun bawang selama penyimpanan (Suhu 10 0 C) Tabel 7. Persamaan laju penurunan bobot (Suhu 10 0 C) Tabel 8. Komposisi kimia bawang daun sebelum dan setelah penyimpanan... 62

13 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Halaman Proses terjadinya perubahan komposisi udara di dalam film kemasan Gambar 2. Bawang daun yang telah dibersihkan Gambar 3. Bawang daun setelah dirajang Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8. Gambar 9. Gambar 10. Gambar 11. Gambar 12. Gambar 13. Gambar 14. Gambar 15. Gambar 16. Grafik perubahan konsentrasi O2 dan CO2 di dalam jar gelas pada penyimpanan bawang daun rajangan pada suhu ruang Grafik perubahan konsentrasi O2 dan CO2 di dalam jar gelas pada penyimpanan bawang daun rajangan pada suhu 10 o C Grafik perubahan konsentrasi O2 dan CO2 di dalam jar gelas pada penyimpanan bawang daun rajangan pada suhu 5 o C Grafik perubahan laju respirasi bawang daun rajangan yang disimpan pada suhu 5 o C, 10 o C, dan Suhu Ruang Garfik penurunan bobot bawang daun rajangan selama penyimpanan pada suhu 5 o C Grafik penurunan bobot bawang daun rajangan selama penyimpanan pada suhu 10 o C Grafik akumulasi susut bobot bawang daun rajangan selama 14 hari penyimpanan pada suhu 5 o C Grafik akumulasi susut bobot bawang daun rajangan selama 14 hari penyimpanan pada suhu 10 o C Grafik perubahan kecerahan bawang daun rajangan selama penyimpanan pada suhu 5 0 C Grafik perubahan nilai warna kromatik hijau - merah (nilai a) bawang daun rajangan selama penyimpanan pada suhu 5 0 C Grafik perubahan nilai warna kromatik kuning biru (nilai b) bawang daun rajangan selama penyimpanan pada suhu 5 o C Plot daerah atmosfir termodifikasi untuk bawang daun rajangan Bawang daun rajangan dalam kemasan kantung plastik LDPE (ha ri pertama) Gambar 17. Grafik perubahan konsentrasi gas di dalam kemasan... 51

14 Gambar 18. Gambar 19. Gambar 20. Gambar 21. Gambar 22. Gambar 23. Gambar 24. Grafik perubahan kecerahan bawang daun rajangan selama penyimpanan dalam kemasan LDPE Grafik perubahan warna hijau bawang daun rajanang selama penyimpanan Akumulasi susut bobot bawang daun rajangan yang disimpan di dalam kemasan atmosfir termodifikasi Grafik hasil penilaian hedonis terhadap warna bawang daun rajangan yang dikemas film LDPE Grafik hasil penilaian hedonis terhadap tekstur bawang daun rajangan yang dikemas film LDPE Grafik hasil penilaian hedonis terhadap rasa bawang daun rajangan yang dikemas film LDPE Grafik hasil penilaian hedonis terhadap aroma bawang daun rajangan yang dikemas film LDPE Gambar 25. Bawang daun rajangan setelah 4 hari penyimpanan Gambar 26. Bawang daun rajangan setelah 7 hari penyimpanan Gambar 27. Bawang daun rajangan setelah 10 hari penyimpanan... 61

15 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Prosedur Pengamatan Lampiran 2. Lampiran 3. Perubahan Konsentrai Oksigen dan Karbondioksida di dalam Jar Perubahan Robot Bawang Daun Rajangan Selama Penyimpanan (suhu 5 o C) Lampiran 4. Perubahan Bobot bawang Daun Rajangan Selama penyimpanan (suhu 10 o C) Lampiran 5. Lampiran 6. Perubahan Warna daun Rajangan Selama Penyimpanan (suhu 5 o C) Perubahan Warna Daun Bawang Rajangan Selama Penyimpanan (suhu 10 o C) Lampiran 7. Hasil Uji Hedonis Bawang Daun Rajangan Lampiran 8. Diagram Sistem Warna L, a, b... 90

16 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bawang daun (Allium ampeloprasum var. porrum) merupakan salah satu jenis produk hortikultura yang banyak digunakan sebagai bumbu penyedap dalam berbagai olahan pangan. Berbeda dengan jenis-jenis bawang lainnya yang dimanfaatkan umbinya, bawang daun dimanfaatkan batang semu dan daunnya. Umumnya bawang daun digunakan dalam bentuk rajangan atau potongan panjang segar. Produksi bawang daun Indonesia relatif stabil sekitar ton per tahun dengan sentra produksi utama di Jawa Barat, Jawa Timur. Jawa Tengah, Bengkulu, dan Sumatera Utara. Menurut data BPS produksi bawang daun Indonesia adalah ton pada tahun 1995 dan meningkat menjadi ton pada tahun 1996 (BPS, 1997), kemudian turun menjadi ton tahun 2000 dan ton pada tahun 2001 (BPS, 2002). Seperti halnya produk hortikultura pada umumnya, bawang daun mudah rusak baik karena layu ataupun karena pembusukan. Sementara itu jarak antara daerah penanaman dengan daerah pemasaran relatif jauh. Kehilangan pasca panen buah dan sayuran diperkirakan sekitar 5-25% di negara-negara maju dan sekitar 20-50% di negara-negara sedang berkembang (Kader, 1992). Dengan demikian penanganan pasca panen bawang daun perlu diperhatikan dengan baik agar dapat bertahan segar dalam waktu relatif lama. Pada saat ini mulai terbentuk pasar untuk produk sayuran yang sudah diolah minimal (dikupas dan atau diiris) agar konsumen dapat langsung menggunakan atau memasaknya tanpa perlu melakukan lagi kegiatan pembersihan dan pengecilan ukuran (pemotongan/perajangan). Untuk produk kelompok bawang-bawangan, pengolahan minimal ini makin terasa keperluannya mengingat banyaknya orang yang akan menggunakan atau mengkonsumsi bawang tetapi tidak mau membersihkan dan memotongmotongnya dengan alasan baunya yang tajam menempel di tangan dan timbulnya rasa pedih di mata akibat minyak atsiri yang menguap saat bawang

17 daun diiris. Dengan alasan itu, jika dikenalkan bawang daun terolah minimal (dirajang) maka kemungkinan pasarnya akan dapat tercipta. Rajangan bawang daun dibutuhkan oleh restoran-restoran siap saji yang menyediakan menu bubur ayam, sup, bakso, dan berbagai jenis masakan Cina. Bagi restoran siap saji, kemudahan dan kecepatan penyiapan menu merupakan faktor penting untuk kepuasan pelanggan. Permintaan akan bawang daun rajangan oleh restoran siap saji cukup besar. Jika diambil restoran siap saji McDonald saja, di Indonesia ada sekitar 150 gerai. Jika setiap gerai memerlukan 100 gram bawang daun rajangan per hari, maka akan diperlukan 15 kg bawang daun rajangan per hari atau sekitar 5.5 ton per tahun hanya untuk seluruh gerai restoran siap saji Mc Donald di Indonesia. Jika semua restoran siap saji yang memerlukan bawang daun rajangan diperhitungkan, maka nilai kebutuhan itu akan menjadi jauh lebih tinggi. Sebagaimana produk pertanian lainnya jika telah mengalami pengolahan yang menyebabkan luka terbuka (baik karena pengupasan atau pemotongan) maka umur simpannya menjadi lebih pendek. Hal ini selain disebabkan semakin cepatnya laju respirasi juga disebabkan adanya luka akibat pengirisan dapat digunakan sebagai jalan masuk bagi mikroorganisme pembusuk. Karena itu perlu dilakukan usaha agar produk pertanian yang telah diolah minimal dapat dipertahankan umur simpannya. Untuk mendapatkan bawang daun terolah minimal dengan umur simpan yang relatif panjang, perlu diperhatikan penanganan pasca panen yang baik. Salah satu teknik penanganan pasca panen yang dapat dicoba adalah pengemasan bawang daun terolah minimal (rajangan) dalam kemasan dengan atmosfir yang dimodifikasi dan dikombinasikan dengan penyimpanan pada suhu rendah. Pengemasan menggunakan plastik film dengan permeabilitas tertentu akan mengatur konsentrasi gas O 2 di sekitar produk relatif rendah sehingga respirasi tetap berjalan tetapi dengan laju yang lebih lambat. Sementara itu konsentrasi gas CO2 tetap rendah karena sebagian CO2 hasil respirasi dikeluarkan dari kemasan sehingga tidak meracuni produk. Pengemasan

18 dalam atmosfir termodifikasi dan penyimpanan pada suhu rendah diharapkan dapat menurunkan laju respirasi bawang daun rajangan dan menjaga kesegaran bawang daun lebih lama dengan tingkat susut bobot yang dapat diterima. Penelitian mengenai umur simpan bawang daun rajangan belum dilakukan padahal hasil dari penelitian ini akan akan bermanfaat untuk menentukan umur simpan bawang daun rajangan. Oleh karena itu penelitian yang dilakukan terfokus pada pengetahuan sifat bawang daun selama waktu penyimpanan. B. TUJUAN PENELITIAN Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengkaji karakteristik penyimpanan bawang daun rajangan segar dalam kemasan atmosfir termodifikasi agar mampu mempertahankan mutu dan kesegarannya. Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk: 1. Menentukan laju respirasi bawang daun rajangan pada tiga tingkat suhu penyimpanan. 2. Menentukan kondisi atmosfir termodifikasi yang sesuai untuk bawang daun rajangan. 3. Membuat desain kemasan yang sesuai dengan kondisi atmosfir termodifikasi untuk bawang daun rajangan. 4. Menentukan umur simpan bawang daun rajangan pada kondisi atmosfir terpilih, suhu penyimpanan terpilih, dan desain kemasan terpilih.

19 II. TINJAUAN PUSTAKA A. BAWANG DAUN Bawang daun merupakan tanaman budidaya dan tidak pernah dikenal sebagai tanaman liar. Bawang daun diduga berasal dari daerah Mediterania dan disebarkan oleh Bangsa Romawi ke seluruh daratan Eropa dan selanjutnya disebarluaskan oleh Bangsa Wales (Anonim, 2002). Klasifikas i botani bawang daun adalah sebagai berikut: Kelas : Monocotyledonae Super Orde : Liliiflorae Orde : Asparagales Family : Alliaceae Rumpun : Alliae Genus : Allium Spesies : Allium ampeloprasum Bawang daun (Allium ampeloprasum var. porrum) merupakan salah satu tanaman jenis bawang-bawangan yang cukup penting. Tanaman ini mirip dengan bawang bombay tetapi lebih besar dengan lembaran daun seperti tabung yang dipipihkan dan pada pangkal batangnya tidak membentuk umbi seperti pada bawang bombay (Pantastico, 1975). Bawang daun memiliki aroma yang lebih lembut dan lebih enak daripada bawang bombay (Warade and Shinde, 1998). Bawang daun banyak digunakan sebagai bumbu penyedap pada berbagai jenis masakan sup dan stup. Bawang daun dapat ditanam pada berbagai jenis tanah tetapi paling baik pada tanah yang kaya akan nutrisi tanaman dan senyawa organik. Tanah yang baik untuk penanaman bawang daun adalah tana h lempung berpasir karena memudahkan tumbuhnya akar sehingga meningkatkan hasil panen (Warade and Shinde, 1998). Bawang daun tumbuh dengan baik pada daerah dengan iklim dingin sampai moderat dan dapat tumbuh sepanjang tahun (Anonim, 2002).

20 Kandungan terbesar dari bawang daun adalah air yang mencapai sekitar 90 persen dari bobot basahnya. Komponen lain terdapat dalam jumlah yang relatif kecil, diantaranya adalah karbohidrat (5 persen), protein (2 persen), lemak (0.3 persen), mineral atau abu (1.5 persen) dan berbagai senyawa lain dalam jumlah sangat kecil. Komposisi kimia bawang daun disajikan pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Komposisi kimia bawang daun ( Allium ampeloprasum) (per 100 gram bobot segar)* Komponen Kandungan Air (g) 90 Protein (g) 2 Lemak (g) 0.3 Karbohidrat (g) 5 Mineral (g) Vitamin Na (mg) K (mg) Ca (mg) Besi (mg) Fosfor (mg) β caroten (mg) Thiamin (B1) Nicotinic acid Pyridoxin (B6) Ascorbic acid * Van der Meer dan Hanelt (1990) di dalam Warade dan Shinde (1998) 25 B. RESPIRASI Kebanyakan perubahan fisikokimia yang terjadi pada buah-buahan yang telah dipanen berkaitan dengan metabolisme oksidatif termasuk respirasi (Phan, et al., 1975). Ada tiga fase respirasi, yaitu (i) penguraian polisakarida

21 menjadi gula sederhana, (ii) oksidasi gula -gula sederhana menjadi asam piruvat, dan (iii) transformasi aerobik asam piruvat dan asam-asam organik lain menjadi CO 2, air, dan energi. Protein dan lemak juga dapat berperan sebagai substrat pada proses penguraian (proses i). Pada berbagai pustaka, umumnya persamaan reaksi respirasi diringkaskan dari fase kedua dan ketiga sehingga persamaan reaksi pada respirasi menjadi sebagai berikut: C6H12O6 + 6 O2 6 CO2 + 6 H2O + energi Laju respirasi diukur dengan berbagai cara, misalnya dengan (i) mengukur jumlah gula yang berkurang, (ii) mengukur O2 yang digunakan, (iv) mengukur CO 2 yang dihasilkan dari proses respirasi, atau dengan (v) mengukur energi yang dihasilkan (Phan et al., 1975). Pengukuran laju respirasi yang paling mudah dan banyak dilakukan adalah dengan mengukur O2 yang digunakan dan/atau CO2 yang dihasilkan selama proses respirasi (Saltveit, 2003). Dua cara yang lain sulit dilakukan karena perubahannya tidak hanya ditentukan oleh respirasi saja atau karena pengukurannya yang rumit. Laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk menduga umur simpan produk setelah panen. Laju respirasi dianggap sebagai laju jalannya proses metabolisme dalam sel karena itu dapat digunakan sebagai petunjuk mengenai potensi daya simpan produk. Produk dengan laju respirasi yang tinggi umumnya memiliki umur simpan yang pendek (Phan et al., 1975). Laju respirasi dipengaruhi oleh beberapa hal yang dapat dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu faktor internal dan faktor eksternal (Phan et al., 1975). Faktor internal meliputi jenis produk, tingkat perkembangan produk, komposisi kimia produk, ukuran produk, adanya pelapis alami, dan tipe jaringan. Faktor eksternal meliputi suhu lingkungan di sekitar produk, pengaruh etilen, ketersediaan O2, keberadaan CO2, keberadaan zat pengatur pertumbuhan, dan kerusakan produk. Berdasarkan laju respirasinya, buah-buahan dan sayur-sayuran dapat dikelompokkan menjadi enam kelompok, yaitu kelompok dengan laju respirasi sangat lambat, lambat, sedang, moderate, tinggi dan sangat tinggi.

22 Bawang daun utuh termasuk kelompok sayur-sayuran dengan laju respirasi sedang (moderate). Kelompok tanaman ini memiliki laju respirasi rata-rata sekitar ml CO 2 /kg.jam pada suhu penyimpanan 5 o C (Kader, 1987) atau ml CO 2 /kg.jam pada suhu penyimpanan 10 o C (Weichmann, 1992). Klasifikasi komoditi hortikulura berdasarkan laju respirasinya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Klasifikasi komoditi hortikultura menurut laju respirasinya (Weichmann, 1992) Kelas Produksi CO2 pada suhu 5 o C komoditi (mg CO 2 /kg.jam) Sangat rendah <5 Kurma, kacang-kacangan, buah kering Rendah 5 10 Apel, jeruk, anggur, bawang merah, bawang putih, kentang, ubi jalar Sedang Apricot, pisang, kubis, selada, tomat, lobak, bawang daun Tinggi Bunga kol, strawberry, alpukat Sangat tinggi Artichoke, bunga potong Sangatsangat >60 Asparagus, brokoli, jamur, bayam, jagung manis tinggi Berdasarkan produksi gas etilen setelah panen, bawang daun termasuk kelompok sayuran yang menghasilkan gas etilen sangat rendah (Kestmist, 2003). Sementara itu berdasarkan sensitivitasnya terhadap gas etilen, bawang daun termasuk kelompok sayuran yang sensitivitasnya sedang. Hal lain yang penting berkenaan dengan respirasi adalah respiratory quotient (RQ), yaitu rasio antara CO2 yang dihasilkan dengan O2 yang digunakan untuk proses respirasi. Nilai ini dapat digunakan untuk menduga substrat yang digunakan unt uk respirasi, derajat kesempurnaan reaksi respirasi, dan tingkat proses aerob atau anaerob meskipun tidak secara tepat karena berbagai hal. Jika nilai RQ sama dengan satu maka gula (heksosa) digunakan sebagai substrat, jika RQ lebih dari satu maka kemungkinan yang digunakan sebagai substrat adalah senyawa yang mengandung unsur oksigen misalnya asam-asam organik, dan jika RQ kurang dari satu kemungkinannya

23 adalah (i) substrat yang digunakan memiliki rasio oksigen : karbon lebih kecil dari pada heksosa, (ii) oksidasi tidak sempurna, (iii) CO2 yang terbentuk digunakan untuk proses sintesis (Phan et al., 1975). Nilai RQ yang sangat tinggi mengindikasikan terjadinya respirasi anaerobik (Kader, 1987). Penelitian Sutrisna (1993) menunjukkan bahwa laju produksi CO2 lobak putih pada suhu 5 o C, 10 o C, dan suhu kamar adalah 6.34 ml/kg.jam, 8.55 ml/kg.jam, dan ml/kg.jam dengan laju konsumsi O 2 masing-masing 5.13 ml/kg.jam, 6.44 ml/kg.jam, dan ml/kg.jam. Sementara untuk lobak merah laju produksi CO2-nya ada lah 7.02 ml/kg.jam, 9.27 l/kg.jam, dan ml/kg.jam dengan laju konsumsi O ml/kg.jam, 7.99 ml/kg.jam, dan ml/kg.jam. Tubagus (1993) mendapatkan laju respirasi bunga kol yang memiliki pola linier pada suhu penyimpanan 5 o C, 10 o C, dan suhu kamar. Laju respirasi pada suhu 5 o C adalah ml O 2 /kg.jam dan ml CO 2 /kg.jam dengan nilai RQ Respirasi brokoli menunjukkan nilai RQ 0.98 dengan laju respirasi pada suhu 5 o C adalah ml O2/kg.jam dan ml CO 2 /kg.jam. Affandi (2004) yang melakukan penelitian terhadap rajangan selada, mendapatkan laju respirasi selada pada suhu penyimpanan 5 o C adalah ml O2/kg.jam dan ml CO2/kg.jam. Sementara pada suhu penyimpanan 3 o C diperoleh laju respirasi selada ml O 2 /kg.jam dan ml CO 2 /kg.jam. Maharani (2002) yang melakukan penelitian penyimpanan rajangan bawang bombay segar, mendapatkan laju respirasi rajangan bawang bombay pada suhu kamar adalah ml O 2 /kg.jam dan ml CO 2 /kg.jam. sementara penyimpanan pada suhu 5 o C memberikan laju respirasi 8.27 ml O2/kg.jam dan ml CO2/kg.jam. Penelitian Nugroho (2003) menunjukkan respirasi rajangan paprika bentuk cincin pada suhu 10 o C adalah 9.31 ml O 2 /kg.jam dan ml CO 2 /kg.jam, sementara pada penyimpanan suhu 5 o C laju respirasinya adalah 7.46 ml O2/kg.jam dan 8.42 ml CO2/kg.jam. Sementara pada rajangan berbentuk persegi memberikan laju respirasi pada suhu 10 o C adalah 8.20 ml

24 O 2 /kg.jam dan 9.72 ml CO 2 /kg.jam, dan pada penyimpanan suhu 5 o C laju respirasinya adalah 5.83 ml O2/kg.jam dan 6.31 ml CO2/kg.jam. Penelitian Juliana (2003) terhadap jamur potong memberikan laju respirasi jamu potong pada suhu 5 o C adalah ml O 2 /kg.jam dan ml CO2/kg.jam. Penyimpanan pada suhu 3 o C memberikan laju respirasi adalah 6.67 ml O 2 /kg.jam dan 7.42 ml CO 2 /kg.jam C. PENYIMPANAN SUHU RENDAH Suhu memberikan pengaruh terhadap umur simpan buah-buahan dan sayur-sayuran segar yang disimpan. Hal tersebut dapat terjadi karena buahbuahan dan sayur-sayuran segar adalah komoditi yang hidup sehingga masih melakukan proses metabolisme terutama respirasi dan reaksi kimia lainnya. Phan (1987) menyatakan bahwa reaksi enzimatis pada sel buah-buahan dan sayur-sayuran segar adalah reaksi ordo pertama yang dapat diprediksi mengikuti persamaan Arrhenius. Dengan demikian setiap kenaikan suhu sampai batas tertentu akan mempercepat laju reaksi enzimatis dan penurunan suhu sampai batas tertentu akan menekan laju reaksinya. Semakin cepat laju reaksinya maka umur simpan buah-buahan dan sayur-sayuran segar akan semakin pendek sebagai konsekuensi dari hilangnya molekul makro (pati, gula, protein, atau lemak) yang berubah menjadi molekul sederhana (air, karbondioksida, asam organik, atau alkohol). Bawang daun segar utuh yang baru dipanen dapat disimpan selama 1 3 bulan pada suhu 0 o C dengan RH % (Kestmist, 2003). Penyimpanan segar pada suhu 0 o C dan RH 94 95% pada udara yang mengandung O 2 2%, CO 2 2%, dan N 2 96% dapat mempertahankan mutu lebih baik (Warade and Shinde, 1998). Penyimpanan pada udara yang mengandung CO2 5 10% dan O2 1 3% pada suhu 0 o C dapat memberikan umur simpan 4 5 bulan, konsentrasi CO % dapat menyebabkan kerusakan. Penyimpanan terbaik adalah pada udara dengan kandungan CO 2 3 5% dan O 2 1 2% dengan suhu penyimpanan 0 5 o C (Thompson, 1998). Teknik penyimpanan atmosfir termodifikasi yang dikombinasikan dengan penyimpanan pada suhu rendah dapat memperpanjang umur simpan

25 produk hortikultura. Suhu, kelembaban udara (RH) dan komposisi atmosfir udara penyimpanan dapat dimanipulasi untuk menekan laju respirasi dan pada akhirnya dapat meminimalkan kerusakan produk selama penyimpanan (Pantastico, 1975). Penyimpanan dalam atmosfir termodifikasi tidak dianjurkan tanpa dikombinasikan dengan penyimpanan pada suhu rendah terutama pada daerah beriklim tropis. Panasnya udara lingkungan justru dapat mempercepat laju repirasi dan selanjutnya mempercepat kerusakan produk. D. PENYIMPANAN DALAM ATMOSFIR TERMODIFIKASI Teknik atmosfir termodifikasi adalah pengubahan komposisi udara dengan pengurangan atau penambahan gas tertentu ke dalam udara normal (78.08% N 2, % O 2, dan 0.03% CO 2 ). Teknik atmosfir termodifikasi untuk produk buah-buahan dan sayur -sayuran selalu dicirikan dengan penurunan konsentrasi oksigen (O 2 ) dan peningkatan konsentrasi karbondioksida (CO 2 ) (Kader, 1992). Pengubahan komposisi udara tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan bahan kemasan tertentu yang memiliki permeabilitas terhadap oksigen dan karbondioksida tertentu sehingga dengan sendirinya terjadi pengubahan komposisi udara. Perubahan komposisi udara di dalam kemasan terjadi karena (i) konsumsi oksigen oleh komoditi selama penyimpanan, (ii) produksi karbondioksida oleh komoditi, dan (iii) pertukaran gas dengan lingkungan melalui film kemasan (Zagory, 1998). Proses perubahan komposisi udara digambarkan pada Gambar 1. CO 2 O 2 CO 2 O 2 komoditi O 2 CO 2 Film kemasan Gambar 1. Proses terjadinya perubahan komposisi udara di dalam film kemasan

26 Atmosfir terkendali dapat menghambat pelayuan, menurunakan laju respirasi dan menurunkan laju pelunakan jaringan (Kader, 1992). Kehilangan tekstur telah dilaporkan terjadi pada buah yang disimpan dalam kemasan atmosfir terkendali. Irisan strawberry yang disimpan pada atmosfir terkendali selama satu minggu memiliki kekerasan yang setara dengan kekerasan strawberry utuh (Rosen and Kader, 1989). Komposisi udara termodifikasi yang cocok pada suatu produk buahbuahan dan sayur-sayuran dapat menghambat laju kehilangan klorofil. Hal ini diduga karena penghambatan penguraian klorofil menjadi senyawa yang tidak berwarna seperti pheophytin dan penurunan produksi klorofilase sebagai akibat penurunan produksi etilen. Peningkatan karbondioksida juga dapat menyebabkan sensitivitas terhadap etilen menurun sehingga penguraian klorofil juga terhambat (Zagory, 1995). Atmosfir termodifikasi juga dapat menghambat pencoklatan (browning) akibat oksidasi, penyimpangan atau perubahan warna, dan pelunakan berbagi jenis buah (Zagory, 1995). Karbondioksida dapat menghambat aktivitas enzim polifenol oksidase yang menyebabkan terjadinya oksidasi senyawa fenol dan menghasilkan senyawa yang berwarna gelap. Beberapa hasil penelitian penyimpanan dam atmosfir termodifikasi menghasilkan rekomendasi sebagai berikut. Affandi (2002) merekomendasikan penyimpanan rajangan selada segar dalam udara dengan komposisi 0-2% O 2 dan 9-10% CO 2 pada penyimpanan suhu 3 o C selama 6 hari. Maharani merekomendasi untuk menyimpan rajangan bawang bombay pada udara dengan 3-5% O 2 dan 9-11% CO 2 pada penyimpanan suhu 2 o C selama 11 hari. Juliana (2003) merekomendasi penyimpanan jamur potong pada udara dengan komposisi 4-6% O2 dan 13-15% CO2 pada penyimpanan suhu 3 o C selama 11 hari. Nugroho (2003) merekomendasi penyimpanan rajangan paprika pada udara dengan komposisi 3% O 2 dan 10% CO 2 pada penyimpanan suhu 5 o C.

27 Fellows (2000) memberikan batas maksimum konsentrasi CO 2 dan batas minimum konsentrasi O2 untuk beberapa jenis sayuran dan buah-buahan seperti yang dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Batas maksimum CO2 dan batas minimum O2 untuk beberapa sayuran dan buah-buahan (Fellows, 2000) Jenis buah/sayur Konsentrasi CO 2 maksimum (%) Konsentrasi O 2 minimum (%) Apel 2 2 Pisang 5 - Brokoli 15 1 Wortel 4 3 Mentimun 10 3 Kentang Bayam 20 - Tomat 2 3 Bunga kol 5 2 E. KEMASAN Kemasan merupakan komponen penting dalam teknik atmosfir termodifikasi. Pemilihan kemasan yang tepat akan memperpanjang masa simpan produk pangan. Film plastik yang digunakan untuk pengemasan dalam atmosfir termodifikasi ada berbagai jenis yang penting dapat memberikan fungsi perlindungan, memiliki kekuatan, kemampuan dikelim panas, kejernihan dan kemampuan cetaknya (printable surface). Namun demikian yang paling penting untuk pengemasan atmosfir termodifikasi adalah permeabilitasnya terhadap oksigen dan karbondioksida (Zagory, 1995). Jenis kemasan film plastik yang telah digunakan untuk pengemasan dalam atmosfir termodifikasi diantaranya adalah sebagai berikut. Julianti (1997) menggunakan white stretch film dan stretch film untuk mengemas jamur merang kupas. Harmen (2000) menggunakan stretch film untuk mengemas salak pondoh. Soares, et al. (2002) menggunakan nampan polistiren sebagai wadah dan ditutup dengan film LDPE dan PVC beberapa lapis untuk mengemas bawang putih terolah minimal (kupas).

28 F. PENGOLAHAN MINIMAL Pada dasarnya tidak ada kesepakatan mengenai definisi untuk pengolahan minimal. Shewfelt (1987) menyatakan bahwa pangan terolah minimal meliputi daging dan produk segar yang telah melalui serangkaian proses untuk memberikan nilai tambah pada produk dibandingkan dengan proses pengawetan pangan konvensional. Proses-proses seperti pemotongan, pengupasan, pembuangan biji, irradiasi ringan, dan pengemasan secara individual, merupakan pengolahan minimal. Sementara Rolle and Chism (1987) memberikan definisi yang agak berbeda, yaitu pengolahan minimal meliputi semua operasi (pencucian, pemilihan, pengupasan, perajangan, dan sebagainya) yang harus dilakukan sebelum proses blansir pada lini pengolahan konvensional dan yang tetap menjaga bahan pangan tetap sebagai jaringan hidup. Huxsoll and Bolin (1989) mendefinisikan buah-buahan dan sayursayuran terolah minimal adalah produk-produk yang dipertahankan atribut dan kualitasnya sehingga sama atau mendekati produk segarnya. Pada beberapa kasus, produk terolah minimal merupakan pangan mentah dan sel-sel jaringannya masih hidup meskipun karakteristiknya tidak terlalu penting jika kesegaran produk tetap terjaga. Lebih sederhana lagi adalah definisi oleh Manvel (1997) yang menyatakan bahwa suatu pengolahan minimal adalah perlakuan seminimal mungkin untuk memberikan suatu manfaat. Pengolahan minimal buah-buahan dan sayur-sayuran memiliki dua manfaat (Laurilla and Ahvenainen, 2002). Manfaat pertama adalah untuk menjaga kesegaran produk tanpa kehilangan kualitas nutrisi. Manfaat kedua untuk menjamin umur simpan produk agar cukup waktu untuk melaksanakan distribusi di daerah konsumsi. Umur simpan mikrobiologi, sensori, dan nutrisional buah-buahan dan sayur-sayuran terolah minimal paling tidak adalah 4 sampai 7 hari, tetapi lebih disukai jika sampai 21 hari tergantung pada pasar. Garcia and Barrett (2002) menyatakan bahwa pada produk olahan minimal buah-buahan dan sayur-sayuran perhatian utamanya adalah untuk menjaga karakteristik buah-buahan dan sayur-sayuran tersebut pada puncaknya. Konsumen mengharapkan produk olahan minimal yang

29 menunjukkan penampakan kesegaran, rasa dan aroma normal, dan kemudahan sebagai faktor tambahan. Kualitas produk buah-buahan dan sayur-sayuran terolah minimal ditentukan oleh kualitas buah-buahan dan sayur-sayuran utuh yang dipengaruhi oleh jenis kultivar, kondisi pertanaman dan iklim, umur panen dan cara panen, prosedur penanganan, kondisi penanganan dan jarak waktu antara panen dengan penyiapan. Faktor lain penentu kualitas buah-buahan dan sayur-sayuran terolah minimal adalah metode penyiapan (meliputi ketajaman alat potong, ukuran dan luas permukaan potongan, pencucian, dan pembuangan air permukaan) dan kondisi penanganan yang mengikutinya (pengemasan, laju pendinginan, pengendalian suhu dan kelembaban pada kisaran optimum, dan prosedur sanitasi yang tepat) (Kader, 2002) Produk olahan minimal lebih mudah mengalami kerusakan dibandingkan dengan produk utuh (Krochta et al., 1992). Pengolahan minimal yang dilakukan pada buah-buahan dan sayur -sayuran pada dasarnya adalah membuat luka terbuka pada buah-buahan dan sayur-sayuran. Adanya luka tersebut akan menyebabkan terjadinya berbagai proses yang pada akhirnya menurunkan kualitas, misalnya oksidasi enzimatis yang menyebabkan pencoklatan, peningkatan laju respirasi yang menyebabkan peningkatan laju kehilangan bobot dan peningkatan laju pelayuan dan pembusukan, serta mempermudah masuknya mikroorganisme ke dalam jaringan buah-buahan atau sayur -sayuran. Sementara itu Garcia and Barrett (2002) menyatakan bahwa terbatasnya umur simpan produk olahan minimal buah-buahan dan sayursayuran adalah kerusakan mikrobiologis, kerusakan karena menjadi kering, perubahan warna atau browning, perubahan warna menjadi lebih pucat, perubahan tekstur dan terjadinya penyimpangan flavor dan bau. Kriteria utama produk olahan minimal bagi konsumen adalah penampakan produk dengan faktor utama adalah warna produk.

30 G. KONSENTRASI KESEIMBANGAN O 2 DAN CO 2 DALAM KEMASAN Pada dasarnya ada dua macam penyimpanan atmosfir termodifikasi (MA), yaitu cara pasif dan cara aktif. Pada cara pasif, komposisi kesetimbangan antara gas oksigen dan karbondioksida terjadi secara perlahan akibat aktivitas respirasi dan pertukaran udara di dalam kemasan dengan udara di luar kemasan melalui film kemasan (proses permeasi). MA cara aktif dilakukan dengan mengeluarkan semua udara dari dalam kemasan kemudian mengisinya kembali dengan gas-gas dengan konsentrasi seperti yang diinginkan sehingga kesetimbangan terjadi secara langsung (Syarief dan Halid, 1992). Kesetimbangan udara dalam kemasan atmosfir termodifikasi merupakan faktor yang penting. Konsentrasi gas-gas pada kesetimbangan itu harus diusahakan terjadi pada daerah atmosfir termodifikasi optimum bagi produk yang dikemas. Untuk itu perlu dilakukan perhitungan laju respirasi produk dan laju permeasi gas-gas oksigen dan karbondioksida melalui film kemasan yang digunakan. Dari hasil perhitungan itu dapat dibuat rancangan kemasan dengan menggunakan persamaan yang dikemukakan oleh Zagory (1998) berikut: P O2 = RR O2 * t * W/A (O 2 atm O 2 pkg ) PCO2 = RRCO2 * t * W/A (CO2 atm CO2 pkg) Dimana : PO2 = permeabilitas film terhadap oksigen (ml.mil/m 2.atm. hari) P CO2 = permeabilitas film terhadap karbondioksida (ml.mil/m 2.atm. hari) RR O2 = laju respirasi sebagai konsumsi oksigen (ml/kg.jam) RRCO2 = laju respirasi sebagai produksi karbondioksida (ml/kg.jam) t = tebal film kemasan (mil) W = bobot produk (kg) A = luas permukaan film kemasan (m 2 ) (O 2 atm O 2 pkg ) = beda konsentrasi oksigen di luar dan di dalam kemasan (CO 2 atm CO 2 pkg ) = beda konsentrasi karbondioksida di luar dan di dalam Kemasan

31 H. DESINFESTASI Perlakuan desinfestasi merupakan salah satu usaha yang dilakukan untuk mengamankan produk pertanian dari hama atau penyakit pasca panen. Menurut Akamine, et al. (1975) perlakuan desinfestasi untuk buah-buahan telah dikembangkan tetapi tidak terlalu banyak variasinya, diantaranya adalah perlakuan dengan uap air panas, air panas, dan fumigasi menggunakan EDB. Ketiga perlakuan tersebut menggunakan panas sehingga menyebabkan laju respirasi buah-buahan meningkat, karena itu perlu diperhitungkan dengan hatihati pelaksanaannya. Metode desinfestasi ynag dikembangkan berikutnya adalah dengan perlakuan klorinasi. Menurut Suslow (2000) klorinasi telah banyak diterapkan pada saat propagasi, produksi, panen, penanganan pasca panen, dan pemasaran bua-buahan dan sayur-sayuran segar. Klorin dapat diaplikasikan dalam bentuk gas klorin (Cl 2 ), kalsium hipoklorit (CaCl 2 O 2 ), atau natrium hipoklorit (NaOCl). Pada produksi sayuran terolah minimal, klorin digunakan dalam bentuk larutan dengan konsentrasi ppm sebagai cairan pencuci dan pendingin pada proses hydrocooling. Perlakuan desinfestasi lain yang telah dikembangkan adalah dengan menggunakan sinar ultraviolet, gas ozone (Gorny and Zagory, 2002), dan irradiasi sinar gamma, sinar beta, dan sinar X (Webb and Pener, 2000 dan Smith and Pillai, 2004). Selanjutnya menurut Smith and Pillai (2004) penggunaan irradiasi untuk desinfestasi produk segar buah-buahan dan sayursayuran masih sangat rendah, yaitu hanya sekitar % dari total konsumsi di Amerika Serikat.

32 III. METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Pertanian, Laboratorium Pengemasan dan Penyimpanan, Laboratorium Teknologi Kimia dan Laboratorium Pengawasan Mutu, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Penelitian mulai Bulan Maret 2003 sampai dengan September B. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan adalah daun bawang segar berukuran diameter batang sekitar 0.75 cm yang diperoleh dari PT Pacet Segar, Cipanas, Cianjur, larutan natrium hipoklorit 200 ppm sebagai bahan desinfektan, dan gas nitrogen, oksigen, dan karbondioksida untuk pengaturan komposisi atmosfir di dalam wadah jar gelas. Gambar bawang daun yang digunakan pada penelitian ditampilkan pada Gambar 2. Gambar 2. Bawang daun yang telah dibersihkan Bahan yang digunakan untuk analisis diantaranya adalah toluen untuk penentuan kadar air dengan cara distilasi, heksan untuk penentuan kadar lemak, dan berbagai jenis bahan kimia untuk analisis kadar protein dan kadar

33 serat kasar. Bahan kemasan yang digunakan adalah kantong plastik polietilen densitas rendah (LDPE) dengan ukuran tebal 60 µm, lebar 13 cm dan panjang 34 cm. Peralatan yang diperlukan untuk penelitian ini diantaranya pisau tajam dan landasan untuk perajangan, ember plastik untuk tempat pencucian dan perlakuan desinfestasi, peniris sentrifugal, jar gelas bertutup untuk wadah pada penentuan laju respirasi dan penentuan komposisi atmosfir termodifikasi, adalah Cosmotector tipe XP -314B untuk pengukuran konsentrasi gas karbondioksida, Cosmotector tipe XPO -318 untuk pengukuran konsentrasi gas oksigen, ruang penyimpan dingin (cold storage), Colortec PCM/PSM Color meter untuk pengukuran warna, neraca analitik, Kjeldahl apparatus, soxhlet apparatus, destilator untuk pengukuran kadar air, destilator untuk pengukuran kadar minyak atsiri, tanur untuk pengukuran kadar abu, serta berbagai peralatan gelas. C. TAHAPAN PENELITIAN 1. Penentuan waktu desinfestasi Penentuan waktu desinfestasi dilakukan untuk menentukan waktu perlakuan desinfestasi, sebelum atau setelah perajangan. Perlakuan desinfestasi dilakukan dengan menggunakan larutan natrium hipoklorit 200 ppm selama 5 menit. Pelaksanaan tahap ini adalah sebagai berikut: a. Desinfestasi sebelum perajangan Bawang daun yang diperoleh dari PT Pacet Segar, Cipanas dicuci bersih dengan menggunakan air mengalir dan disortir. Penyortiran dilakukan untuk membuang daun bawang yang telah rusak secara fisik (lecet, pecah, atau tergencet). Setelah penyortiran, bawang daun direndam dalam larutan natrium hipoklorit 200 ppm selama 5 menit kemudian dirajang melintang dengan tebal 1-2 mm. Bawang daun rajangan kemudian ditiriskan dengan peniris sentrifugal selama sekitar 2 menit untuk membuang air yang ada dipermukaan bawang daun

34 rajangan. Selanjutnya bawang daun rajangan dimasukkan ke dalam wadah jar gelas yang telah didesinfestasi dengan larutan natrium hipoklorit 200 ppm. b. Desinfestasi setelah perajangan Bawang daun yang diperoleh dari PT Pacet Segar, Cipanas dicuci bersih dengan menggunakan air mengalir dan disortir kemudian dirajang secara melintang dengan tebal sekitar 1 2 mm. Bawang daun rajangan ditampilkan pada Gambar 3. Bawang daun rajangan selanjutnya direndam dalam larutan natrium hipoklorit 200 ppm selama 5 menit. Setelah perlakuan desinfestasi, bawang daun rajangan ditiriskan dengan peniris sentrifugal selama 2 menit. Selanjutnya bawang daun rajangan dimasukkan ke dalam wadah jar gelas. baru dirajang setelah dicampur Gambar 3. Bawang daun setelah dirajang Penentuan waktu perlakuan desinfestasi dilakukan berdasarkan total mikroba pada bawang daun rajangan sebelum dan setelah perlakuan desinfestasi dan setelah penyimpanan serta perubahan fisik atau visual selama penyimpanan. Pengamatan visual dilakukan setiap hari selama masa penyimpanan di dalam jar gelas selama 7 hari, sementara penentuan jumlah total mikroba dilakukan sebelum disimpan dan setelah 7 hari masa penyimpanan.

35 2. Pengukuran laju respirasi Bawang daun yang telah bersih, dirajang, dan didesinfestasi (sesuai waktu desinfestasi yang telah ditentukan sebelumnya) sebanyak 250 g dimasukkan ke dalam jar gelas dengan volume 2900 ml. Jar gelas ditutup dengan penutup plastik tebal yang telah dilengkapi dengan dua buah pipa plastik fleksibel sebagai saluran pengeluaran dan pemasukan udara atau gas. Jarak antara jar gelas dan penutupnya ditutup dengan lilin untuk mencegah udara keluar atau masuk jar gelas. Selanjutnya pipa plastik ditutup dengan menggunakan klem dan jar ge las berisi bawang daun rajangan disimpan pada suhu ruang, suhu 5 o C dan suhu 10 o C. Pengukuran konsentrasi gas di dalam jar gelas dilakukan secara tertutup dengan tiga kali ulangan dengan menggunakan adalah Cosmotector tipe XP-314B dan Cosmotector tipe XPO-318 secara bersamaan. Pengukuran dilakukan setiap tiga jam sekali sampai selama 24 jam, setelah itu pengukuran dilakukan setiap 24 jam sekali. Laju respirasi dihitung berdasarkan laju produksi CO 2 dan laju konsumsi O 2. Laju respirasi dihitung dengan persamaan Mannapperuma dan Singh (1989): R = V/W * dx/dt Dimana : R = laju respirasi (ml/kg.jam) V = volume bebas wadah (ml) W = bobot bahan (kg) dx/dt = laju perubahan konsentrasi CO 2 atau O 2 (%/jam) Suhu penyimpanan yang dipilih adalah suhu penyimpanan yang menyebabkan laju respirasi rendah dengan tingkat perubahan mutu bawang daun yang paling rendah (paling lama) pula. 3. Penentuan konsentrasi O 2 dan CO 2 optimum Penentuan konsentrasi O 2 dan CO 2 optimum dilakukan pada suhu penyimpanan terpilih dengan komposisi udara yang dikendalikan. Perlakuan untuk penentuan konsentrasi udara optimum adalah :

36 i. Udara normal (21 % O 2, 0,03 % CO 2 ) ii. Konsentrasi CO2 3 5 %, O2 1 3 % iii. Konsentrasi CO %, O % iv. Konsentrasi CO %, O % v. Konsentrasi CO2 3 5 %, O2 3 5 % vi. Konsentrasi CO %, O % vii. Konsentrasi CO %, O % Pengendalian komposisi udara dilakukan setiap hari dengan memasukkan gas CO 2, O 2, dan N 2 serta mengeluarkan udara dari dalam jar gelas. Agar diperoleh komposisi gas sesuai dengan yang telah ditetapkan maka selama pengisian gas dilakukan pula pengukuran konsentrasi gas CO 2 dan O2 secara bersamaan menggunakan Cosmotector tipe XP -314B dan Cosmotector tipe XPO-318. Penentuan komposisi gas terbaik dilakukan berdasarkan pada hasil pengamatan yang dilakukan. Pengamatan yang dilakukan selama penyimpanan untuk penentuan komposisi gas terbaik adalah pengukuran warna menggunakan Colortec PCM/PSM Color meter, susut bobot dan penilaian sensoris. Metode pengamatan disajikan pada Lampiran Penentuan Jenis Film Kemasan dan bobot bawang daun dalam kemasan Penentuan jenis kemasan dilakukan dengan perhitungan berdasarkan konsentrasi CO2 dan O2 optimum dan data permeabilitas bahan kemasan. Film kemasan yang dipilih adalah yang memiliki permeabilitas mendekati nilai permeabilitas hasil perhitungan. Untuk mendapatkan desain kemasan sesuai dengan bobot daun bawang segar rajangan digunakan persamaan kesetimbangan (Zagory, 1998) sebagai berikut : dan PO2 = RRO2 * t * W/A (O2 atm O2 pkg)

37 P CO2 = RR CO2 * t * W/A (CO 2 atm CO 2 pkg ) Dimana : P O2 = permeabilitas film terhadap oksigen (ml.mil/m 2.atm.hari) P CO2 = permeabilitas film terhadap karbondioksida (ml.mil/m 2.atm.hari) RR O2 = laju respirasi sebagai konsumsi oksigen (ml/kg.jam) RRCO2 = laju respirasi sebagai produksi karbondioksida (ml/kg.jam) t = tebal film kemasan (mil) W = bobot produk (kg) A = luas permukaan film kemasan (m 2 ) (O 2 atm O 2 pkg ) = beda konsentrasi oksigen di luar dan di dalam kemasan (CO2 atm CO2 pkg) = beda konsentrasi karbondioksida di luar dan di dalam kemasan 5. Penentuan umur simpan bawang daun yang dikemas secara atmosfir termodifikasi dalam kemasan terpilih Bawang daun yang telah dirajang dikemas dalam bahan kemasan terpilih dan disimpan pada suhu penyimpanan terpilih. Setiap hari dilakukan pengamatan untuk menentukan umur simpannya. Pengamatan yang dilakukan selama penyimpanan adalah: a. warna (Colortec PCM/PSM Color meter) b. susut bobot ( penimbangan) c. analisis sensoris d. kadar minyak atsiri/oleoresin (di awal dan akhir penyimpanan) e. analisis proksimat : kadar air (metode distilasi toluen), kadar lemak (metode sohxlet), protein (metode mikro Kjeldahl), serat kasar, kadar abu, dan karbohidrat (by different). Analisis proksimat dilakukan di awal masa penyimpanan. Metode analisis disampaikan pada Lampiran 1.

38 5. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan untuk penelitian adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor. Menurut Hicks (1982) rancangan percobaan tersebut mengikuti persamaan: Y ijk = µ + á i + β j + τ ij + ε (ij)k dimana Y ijk = nilai pengamatan µ = nilai rata-rata á i = pengaruh faktor ke i βj = pengaruh faktor ke j τij = pengaruh interaksi faktor ke i dan faktor ke j = pengaruh variasi contoh (galat percobaan) ε (ij)k

39 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN WAKTU DESINFESTASI Penelitian ini dilakukan untuk menentukan waktu dilakukan perlakuan desinfestasi, sebelum atau setelah perajangan bawang daun. Desinfektan yang digunakan adalah larutan natrium hipoklorit 200 ppm dan diaplikasikan dengan perendaman bawang daun rajangan selama 5 menit. Perlakuan desinfestasi setelah perajangan memberikan pengaruh tidak baik pada bawang daun rajangan. Bawang daun rajangan yang direndam dalam larutan natrium hipoklorit 200 ppm se lama 5 menit mengalami dekolorisasi di sekitar bekas rajangan. Dekolorisasi ini disebabkan karena terjadinya pelarutan klorofil bawang daun rajangan pada larutan perendam dan kemudian merembes keluar. Hal tersebut ditunjukkan oleh adanya cairan berwarna hijau pada dasar wadah penyimpan setelah bawang daun rajangan disimpan selama satu hari, sementara disekitar bekas rajangan terdapat daerah-daerah yang berubah warna menjadi putih atau tidak berwarna. Perlakuan desinfestasi menggunakan larutan dan lama wakt u perendaman yang sama yang dilakukan sebelum bawang daun dirajang tidak menunjukkan fenomena dekolorisasi. Pada perlakuan desinfestasi sebelum perajangan, perubahan warna yang terjadi lebih merata dan terjadinya juga tidak secepat pada perlakuan desinfestasi yang dilakukan sebelum perajangan, yaitu setelah 2 hari disimpan pada suhu ruang, setelah 6 hari disimpan pada suhu 10 o C, dan setelah 10 hari setelah disimpan pada suhu 5 o C. Perubahan warna yang terjadi pun tidak berupa hilangnya warna hijau sama sekali tetapi perubahan warna hijau menjadi lebih pucat secara lambat. Perlakuan desinfestasi dengan larutan klorin sebelum perajangan kurang berhasil membunuh mikroorganisme pada bawang daun rajangan. Hal ini ditunjukkan dengan hasil analisis mikrobiologis untuk mengukur jumlah total mikroba (angka lempeng total) yang menunjukkan nilai terlalu banyak untuk dihitung. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dikaji pada penelitian lain untuk mencari metode desinfestasi yang lebih baik dengan menggunakan bahan desinfestasi lain, misalnya menggunakan ozone yang memiliki potensi

40 oksidasi 3000 kali asa m hipoklorida dan 1.5 kali gas klorin (Suslow, 1998). Penggunaan ozone untuk desinfestasi memerlukan peralatan yang khusus tidak sesederhana peralatan untuk perendaman dengan larutan natrium hipoklorit. Desinfestasi sebelum bawang daun perajangan dipilih untuk penelitian utama. Pemilihan ini dilakukan agar tidak terjadi fenomena dekolorisasi bawang daun rajangan selama penyimpanan. Desinfestasi pada penelitian utama dilakukan dengan menggunakan larutan natrium hipoklorit 200 ppm dengan perendaman selama 5 menit. B. SOP PERAJANGAN Berdasarkan penelitian pendahuluan dibuat SOP (prosedur operasi baku) perajangan bawang daun sebagai berikut: 1. Bawang daun segar yang diperoleh dari PT Pacet Segar segera dibersihkan, disortasi, dan buang bagian yang rusak (cleaning, sorting, and trimming) dengan menggunakan pisau yang tajam dan air bersih dingin yang mengalir. 2. Operasi pembersihan, sortasi dan trimming dilakukan di dalam ruangan bersuhu rendah (ruangan berpendingin udara yang diatur pada suhu 16 o C). Ruangan dijaga agar tetap aseptis. 3. Pisau yang digunakan untuk pemotongan dan perajangan harus tajam dan sering diasah untuk menjaga ketajamannya. Ketajaman pisau ditentukan dengan mengamati bawang daun di daerah bekas irisan. Bekas irisan yang kurang mulus/halus menunjukkan bahwa pisau perlu diasah agar ketajamannya cukup. 4. Bawang daun yang telah bersih didesinfestasi dengan cara direndam di dalam larutan natrium hipoklorit 200 ppm bersuhu rendah (0 5 o C) selama 5 menit. 5. Setelah proses desinfestasi, bawang daun ditiriskan mengunakan peniris sentrifugal. Tahap ini dimaksudkan untuk membuang sisa larutan desinfektan dari bawang daun.

41 6. Bawang daun yang telah ditiriskan dirajang dengan menggunakan pisau yang tajam dan sering diasah. Perajangan dilakukan di dalam ruangan aseptis dengan pengatur suhu udara yang diatur pada suhu 16 o C. 7. Hasil rajangan segera dikumpulkan dan disimpan di dalam lemari pendingin (chiller) bersuhu 0 5 o C agar respirasinya terhambat. 8. Setelah perajangan selesai, bawang daun rajangan ditiriskan kembali untuk membuang cairan sel yang keluar selama perajangan. 9. Bawang daun rajangan siap dimasukkan ke dalam jar gelas untuk penentuan laju respirasi, penentuan komposisi atmosfir terbaik, atau dikemas dalam kantung plastik untuk penyimpanan. 10. Semua peralatan yang digunakan mulai dari pencucian sampai pengemasan harus disterilisasi dengan menggunakan etanol. C. PENGUKURAN LAJU RESPIRASI Berdasarkan hasil pengukuran konsentrasi gas oksigen dan karbondioksida pada udara di dalam jar gelas selama penyimpanan, terjadi perubahan yang polanya relatif bervariasi. Data perubahan konsentrasi gas oksigen dan karbondioksida pada udara di dalam jar gelas dan laju respirasi bawang daun rajangan selama penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 2 dan Lampiran 3. Pada penyimpanan secara tertutup pada suhu ruang, konsentrasi oksigen mengalami penurunan dari konsentrasi pada udara normal (sekitar 21 persen) menjadi sekitar 5 persen sementara konsentrasi karbondioksida mengalami peningkatan dari sekitar 0 persen menjadi sekitar 25 persen. Perubahan tersebut terjadi secara linier pada sekitar 12 jam pertama masa penyimpanan setelah itu konsentrasi udara di dalam jar gelas relatif tetap. Grafik perubahan konsentrasi O 2 dan CO 2 di dalam jar gelas selama penyimpanan pada suhu ruang disajikan pada Gambar 4. Gambar 4 menunjukkan bahwa pada awal penyimpanan pada suhu ruang konsentrasi oksigen menurun secara cepat dari sekitar 21 persen menja di sekitar 5 persen dalam waktu 8 jam sementara pada selang waktu

42 yang sama konsentrasi karbondioksida meningkat dari 0 persen menjadi sekitar 24 persen. Dengan demikian perubahan konsentrasi oksigen adalah 2 persen/jam sedang perubahan konsentrasi karbondioksida adalah 3 persen/jam. Dengan volume bebas wadah 2900 ml, maka pada periode tersebut laju respirasi bawang daun rajangan adalah 232 ml O2/kg.jam (laju konsumsi oksigen) atau 348 ml CO 2 /kg.jam (laju produksi karbondioksida). Perubahan konsentrasi CO 2 selama penyimpanan pada suhu kamar mengikuti persamaan logaritmiks sementara konsentrasi O 2 berubah secara eksponensial. Perubahan konsentrasi masing-masing mengikuti persamaan berikut: [CO 2 ] = ln x ; R 2 = 0,6254 [O 2 ] = 21 e x ; R 2 = dimana x adalah lama penyimpanan dalam jam Perubahan konsentrasi O2 dan CO2 dalam jar (suhu kamar) 35,0 Konsentrasi O2 dan CO2 (persen) 30,0 25,0 20,0 15,0 10,0 5,0 0,0 0 3,67 8,5 11,5 14,3 16,4 22,5 28,5 34,5 38,5 42,5 54,5 66,5 90, Waktu penyimpanan (jam ke-) y = 7,6123Ln(x) + 8,4865 R 2 = 0,6254 CO2 suhu ruang O2 suhu ruang Log. (CO2 suhu ruang) Expon. (O2 suhu ruang) y = 21e -0,1361x R 2 = 0,9449 Gambar 4. Grafik perubahan konsentrasi O2 dan CO2 di dalam jar gelas pada penyimpanan bawang daun rajangan pada suhu ruang. Berdasarkan laju konsumsi oksigen dan produksi karbondioksida pada proses respirasi yang terjadi, maka pada awal penyimpanan pada suhu ruang

43 nilai RQ-nya adalah sekitar 1.5. nilai RQ yang demikian kemungkinan disebabkan oleh substrat yang digunakan untuk respirasi adalah asam-asam organik yang terdapat pada bawang daun (Phan et al., 1975) disamping gula atau pati. Hal dapat dimengerti karena pada daun bawang juga terdapat asamasam organik yang memberikan rasa dan aroma daun bawang. Setelah jam ke 12 konsentrasi oksigen dan karbondioksida relatif stabil pada kisaran nilaiyang relatif tetap (25 persen karbondioksida dan 5 persen oksigen). Dapat dikatakan pada penyimpanan secara tertutup pada suhu ruang telah terjadi kesetimbangan konsentrasi gas-gas dalam udara sejak jam ke-12 penyimpanan. Pada keadaan ini laju respirasi bawang daun rajangan sangat rendah atau mendekati nilai nol (hampir tidak terjadi respirasi). Jika hal ini terjadi maka kemungkinannya bawang daun rajangan mengalami proses respirasi untuk mendapatkan energi bagi kehidupannya. Proses fermentasi akan mendegradasi pati atau gula dan menghasilkan senyawa etanol atau asam asetat yang pada konsentrasi tertentu bersifat racun bagi daun bawang. Laju respirasi bawang daun rajangan rata-rata selama masa penyimpanan pada suhu kamar adalah ml CO 2 /kg.jam dan ml O 2 /kg.jam. Nilai rata-rata tersebut diperoleh selama 66 jam masa penyimpanan. Penghitungan rata-rata laju respirasi hanya sampai jam ke -66 karena setelah itu laju respirasinya sangat rendah dan konsentrasi O2 dan CO2 di dalam jar gelas berfluktuasi naik-turun. Bawang daun rajangan yang disimpan pada suhu ruang diamati selama 5 hari sampai warna bawang daun rajangan menjadi hijau pucat dan timbul bau seperti hasil fermentasi. Penyimpangan bau tersebut mungkin disebabkan oleh senyawa-senyawa yang terbentuk dari proses metabolisme bawang daun pada ruangan tertutup, seperti etanol dan asetaldehid (Keteleer, 1993) Pada penyimpanan secara tertutup pada suhu ruang, sebenarnya bawang daun rajangan sudah mulai tampak mengalami penurunan mutu yang nyata setelah hari ketiga. Penurunan mutu tersebut terutama terlihat pada warna bawang daun rajangan yang diamati secara visual. Pada tahap ini belum dilakukan pengukuran warna secara kuantitatif menggunakan alat pengukur warna Colortech.

44 Penyimpanan pada suhu lebih rendah diperoleh fenomena yang agak berbeda dengan penyimpanan pada suhu kamar. Penyimpanan bawang daun rajangan pada suhu 10 o C memberikan perubahan komposisi atmosfir dalam jar gelas seperti ditampilkan pada Gambar 5 berikut. Perubahan konsentrasi O2 dan CO2 di dalam jar (suhu 10 oc) 35,0 konsentrasi O2 dan CO2 (persen) 30,0 25,0 20,0 15,0 10,0 5,0 0,0-5,0-10,0 0 3,67 8,5 11,5 14,33 16,35 22,5 28,5 34,5 waktu penyimpanan (jam ke-) 38,5 42,5 54,5 66,5 90, ,5 162,5 186,5 210,5 234,5 256,5 282,5 y = 9,4727Ln(x) - 4,0963 R 2 = 0,7439 produksi CO2 konsumsi O2 Expon. (konsumsi O2) Log. (produksi CO2) y = 21e -0,0826x R 2 = 0,7372 Gambar 5. Grafik perubahan konsentrasi O 2 dan CO 2 di dalam jar gelas pada penyimpanan bawang daun rajangan pada suhu 10 o C. Selama 14 jam pertama terjadi peningkatan konsentrasi karbondioksida dari 0 persen menjadi sekitar 12 persen dan penurunan oksigen dari 21 persen menja di sekitar 12 persen. Dengan demikian perubahan konsentrasi oksigen adalah 0.64 persen/jam sedang perubahan konsentrasi karbondioksida adalah 0.85 persen/jam. Dengan volume bebas wadah 2900 ml, maka pada periode tersebut laju respirasi bawang daun rajanga n adalah ml O 2 /kg.jam (laju konsumsi oksigen) atau ml CO 2 /kg.jam (laju produksi karbondioksida). Berdasarkan laju konsumsi oksigen dan produksi karbondioksida pada proses respirasi yang terjadi, maka pada awal penyimpanan pada suhu ruang nilai RQ-nya adalah sekitar nilai RQ yang demikian kemungkinan disebabkan penggunaan pati, gula dan asam-asam organik sebagai substrat

45 pada proses fermentasi. Dilihat dari nilai RQ yang lebih kecil dari 1.5 maka jumlah asam organik yang digunakan seba gai substrat lebih kecil jika dibandingkan pada penyimpanan pada suhu ruang (nilai RQ 1.5). Pada penyimpanan suhu 10 o C sebagian asam organik digantikan oleh pati atau gula sebagai substrat respirasi. Setelah jam ke 14 sampai jam ke 39 konsentrasi oksigen dan karbondioksida berada pada nilai sekitar 12 persen baik untuk konsentrasi oksigen maupun konsentrasi karbondioksida. Dapat dikatakan pada penyimpanan secara tertutup pada suhu 10 o C terjadi kesetimbangan sementara konsentrasi gas-gas dalam udara pada jam ke 14 sampai jam ke 39 penyimpanan. Setelah jam ke 39 terjadi lagi perubahan konsentrasi gas dalam wadah. Konsentrasi oksigen menurun sampai menjadi sekitar 4 persen yang terjadi mulai pada jam ke 90 dan kemudian relatif tetap sampai akhir penyimpanan. Sementara itu konsentrasi karbondioksida meningkat sampai sekitar 28 persen pada jam ke 190 dan relatif konstan sampai akhir penyimpanan (11 hari). Perubahan konsentrasi oksigen pada periode jam ke 39 sampai jam ke 90 adalah 0.16 persen/jam demikian pula dengan perubahan konsentrasi karbondioksida. Laju respirasi hasil perhitungan adalah ml O 2 /kg.jam dan ml CO2/kg.jam. Pada periode ini koefisien respirasi (RQ) adalah 1 yang menunjukkan bahwa pada proses respirasi digunakan pati atau gula sebagai substrat. Laju respirasi rata-rata bawang daun rajangan yang disimpan pada suhu 10 o C adalah ml CO2/kg.jam dan ml O2/kg.jam. Nilai laju respirasi rata-rata tersebut diperoleh dengan menghitung sampai hari keenam karena pada hari ketujuh dan selanjutnya laju respirasi sudah sangat rendah dan konsentrasi O2 dan CO2 di dalam jar gelas berfluktuasi naik-turun. Perubahan konsentrasi O 2 dan CO 2 selama penyimpanan pada suhu 10 o C adalah menurut persamaan berikut: [O 2 ] = 21 e x ; R 2 = [CO2] = ln x ; R 2 = dimana x adalah lama waktu penyimpanan.

46 Periode setelah jam ke 90 menunjukkan fenomena yang sulit untuk dijelaskan. Pada periode tersebut terjadi peningkatan konsentrasi karbondioksida dari sekitar 21 persen menjadi sekitar 28 persen sementara tidak terjadi perubahan konsentrasi oksigen yang signifikan. Kondisi ini kemungkinan terjadi akibat perombakan asam organik rantai pendek menjadi uap air dan karbondioksida tanpa melibatkan oksigen. Perubahan warna mulai terlihat secara visual pada hari ke 7 tetapi perubahan itu masih bisa diterima. Pada hari ke 10 mulai tercium bau yang menyimpang yaitu bau etanol dan asam asetat. Penyimpanan bawang daun rajangan pada suhu 5 o C memberikan fenomena perubahan konsentrasi gas di dalam wadah seperti ditampilkan pada Gambar 6. Pada 3 jam pertama penyimpanan terjadi perubahan konsentrasi gas yang cukup drastis, yaitu konsentrasi oksigen berubah dari 21 persen menjadi sekitar 16 persen, sementara konsentrasi karbondioksida berubah dari 0 persen menjadi sekitar 5 persen. perubahan komposisi O2 dan CO2 di dalam jar (suhu 5 oc) 35,0 konsentrasi O2 dan CO2 (persen) 30,0 25,0 20,0 15,0 10,0 5,0 0,0-5,0 0 8,5 14,33 22,5 34,5 42,5 66, ,5 210,5 256,5 310,5 383,5 503 y = 10,029Ln(x) - 3,2167 R 2 = 0,7807 produksi CO2 konsumsi O2 Expon. (konsumsi O2) Log. (produksi CO2) y = 21e -0,0805x R 2 = 0,2886 waktu penyimpanan (jam ke-) Gambar 6. Grafik perubahan konsentrasi O 2 dan CO 2 di dalam jar gelas pada penyimpanan bawang daun rajangan pada suhu 5 o C.

47 Pada 3 jam pertama tersebut laju perubahan konsentrasi gas di dalam wadah penyimpanan adalah sekitar 1.7 persen/jam. Laju respirasi hasil perhitungan adalah sekitar 197 ml/kg.jam baik untuk konsumsi oksigen maupun produksi karbondioksida. Nilai RQ pada 3 jam pertama adalah 1. Hal ini menunjukkan bahwa subtrat untuk respirasi bawang daun rajangan adalah pati atau gula yang terdapat dalam bawang daun rajangan. Setelah jam ke 3 sampai jam ke 20, konsentrasi gas di dalam wadah penyimpanan relatif tetap yaitu sekitar persen untuk oksigen dan sekitar 5 persen untuk karbondioksida. Selama periode ini terjadi respirasi yang sangat rendah dengan nilai RQ sekitar 1. Pada periode penyimpanan jam ke 20 sampai jam ke 40 terjadi perubahan konsentrasi oksigen dari sekitar persen menjadi sekitar 4 persen. Konsentrasi karbondioksida berubah dari sekitar 5 persen menjadi sekitar 23 persen. Laju perubahan konsentrasi gas di dalam wadah adalah sekitar 0.58 persen/jam untuk oksigen dan sekitar 0.90 persen/jam untuk karbondioksida. Dari laju perubahan konsentrasi gas tersebut, laju respirasi terhitungnya adalah 68 ml O 2 /kg.jam dan 104 ml CO 2 /kg.jam Nilai RQ pada periode jam ke adalah sekitar 1.5. Hal ini menunjukkan banyaknya asam-asam organik yang terlibat dalam proses fermentasi sehingga konsumsi oksigen lebih rendah daripada karbondioksida yang diproduksi. Asam organik memiliki atom oksigen pada senyawanya sehingga membutuhkan molekul oksigen lebih rendah daripada yang diperlukan untuk respirasi secara teoritis. Pada periode jam ke 40 sampai ke 100 terjadi fenomena perubahan yang sulit dijelaskan. Pada periode ini konsentrasi oksigen relatif tetap yaitu sekitar 4 persen, sementara konsentrasi karbondioksida masih meningkat dari sekitar 23 persen menjadi sampai di atas 30 persen kemudian menurun lagi sampai relatif konstan pada konsentrasi sekitar 27 persen. Konsentrasi gas tersebut kemudian relatif tetap sampai akhir penyimpanan (jam ke 528 atau hari ke 22).

48 Laju respirasi bawang daun rajangan yang disimpan pada suhu 5 o C rata-rata adalah ml CO2/kg.jam dan ml O2/kg.jam. Perubahan konsentrasi O 2 dan CO 2 mengikuti persamaan berikut: [O 2 ] = 21 e ; R 2 = [CO2] = ln x ; R 2 = dimana x adalah lama waktu penyimpanan. Perubahan warna mulai nampak setelah bawang daun rajangan disimpan selama 14 hari. Perubahan warna terjadi secara perlahan-lahan dari warna hijau segar menjadi hijau agak pucat. Penurunan intensitas aroma bawang daun terjadi secara berangsur. Pada hari ke 20 mulai tercium bau etanol dan bau asam yang cukup dominan sementara bau bawang daun segar sudah tidak tercium lagi. Data laju respirasi menunjukkan bahwa bawang daun rajangan yang disimpan pada suhu ruang memiliki laju respirasi yang tertinggi kemudian pada suhu penyimpanan 10 o C dan terendah pada bawang daun rajangan yang disimpan pada suhu 5 o C. Perbedaan laju respirasi ini tidak sesuai dengan yang dinyatakan oleh Phan et al. (1986) bahwa laju respirasi sesayuran dan bebuahan pada selang suhu 0 sampai 35 o C meningkat kali akibat kenaikan suhu 7.8 o C. Perbedaan laju respirasi akibat pengaruh faktor suhu juga dipengaruhi oleh faktor internal pada sayuran, misalnya tingkat perkembangan, susunan kimiawi jaringan, ukuran produk, adanya lapisan alami, dan jenis jaringan. Pada penelitian ini kemungkinan penyebabnya adalah akibat perajangan yang menyebabkan terjadinya luka mekanis yang menyebabkan pengaruh yang besar pada laju respirasinya, lebih dominan daripada pengaruh suhu penyimpanan. Laju respirasi bawang daun rajangan di awal penyimpanan pada semua tingkat suhu yang dicoba adalah di atas nilai 100 ml/kg.jam. Laju respirasi demikian tergolong sebagai laju respirasi tinggi, sementara bawang daun sebenarnya adalah komoditi pertanian dengan laju respirasi sedang dengan laju respirasi mg/kg.jam pada suhu 0-10 o C (Robinson et al., 1975). Hal ini disebabkan perbedaan kondisi bawang daun yang diukur laju respirasinya. Pada pengelompokkan laju respirasi yang diukur adalah laju respirasi bawang

49 daun utuh sementara pada penelitina ini yang diukur adalah laju respirasi bawang daun rajangan dengan ukuran rajangan 1-2 mm. Perajangan menyebabkan terjadinya luka yang cukup banyak sehingga memicu kenaikan laju respirasinya. Laju respirasi yang diperoleh selama penelitian berbeda dengan yang diperoleh oleh Gorny (1997) yang mengukur laju respirasi bawang daun utuh dengan laju respirasi 29 mg CO 2 /kg.jam dan 49 mg CO 2 /kg.jam untuk bawang daun rajangan dengan tebal 2 mm. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh perbedaan varietas bawang daun yang digunakan dan tempat pertanamannya sehingga memberikan karakteristik yang berbeda. Perubahan laju respirasi bawang daun yang disimpan pada suhu penyimpanan 5 o C, 10 o C, dan suhu ruang ditampilkan pada Gambar ,00 laju respirasi (ml/kg.jam) 300,00 250,00 200,00 150,00 100,00 produksi CO2, suhu ruang konsumsi O2, suhu ruang produksi CO2, suhu 10 oc konsumsi O2, suhu 10 oc produksi CO2, suhu 5 oc konsumsi O2, suhu 5 oc 50,00 0,00 3,67 11,5 16,35 28,5 38,5 54,5 90,5 138,5 186,5 234,5 282,5 357, waktu penyimpanan (Jam) Gambar 7. Grafik perubahan laju respirasi bawang daun rajangan yang disimpan pada suhu 5 o C,10 o C, dan suhu ruang. Berdasarkan pola respirasinya, maka penyimpanan pada suhu 5 o C memiliki laju respirasi terendah sehingga dapat diharapkan akan memberikan umur simpan yang lebih panjang pula. Dengan demikian suhu 5 o C dipilih

50 sebagai suhu penyimpanan pada penelitian selanjutnya (penentuan kondisi atmosfir optimum). C. PENENTUAN KOMPOSISI UDARA OPTIMUM Pada tahap ini digunakan tiga parameter sebagai penentu komposisi udara optimum, yaitru susut bobot, perubahan warna hijau (a) dan kecerahan (L) dan uji sensori (organoleptik). Pada awalnya akan dilakukan pengujian kekerasan atau keliatan bawang daun rajangan tetapi saat pelaksanaan tidak dapat dilakukan karena tidak ada alat yang dapat digunakan karena ukuran bawang daun rajangan yang akan diuji terlalu kecil. 1. Pengaruh Konsentrasi O2 dan CO2 Terhadap Susut Bobot Bawang Daun Rajangan Susut bobot bawang daun rajangan yang disimpan pada suhu 5 o C dilakukan dua kali seminggu. Data pengukuran perubahan bobot bawang daun rajangan yang disimpan pada suhu 5 o C ditampilkan pada Tabel 4 berikut, sementara grafik penurunan bobot selama penyimpanan ditampilkan pada Gambar 8. Tabel 4. Perubahan bobot rajangan daun bawang selama penyimpanan (suhu 5 o C) Waktu Pe rubahan bobot (gram) (hari) Udara CO 2 3-5% CO 2 5-7% CO 2 7-9% Normal O 2 1-3% O 2 3-5% O 2 1-3% O 2 3-5% O 2 1-3% O 2 3-5%

51 Perubahan bobot pada suhu 5 oc bobot (gram) udara normal CO2 3-5%, O2 1-3% CO2 3-5%. O2 3-5% CO2 5-7%, O2 1-3% CO2 5-7%, O2 3-5% CO2 7-9%, O2 1-3% CO2 7-9%, O2 3-5% waktu penyimpanan (hari) Gambar 8. Grafik penurunan bobot bawang daun rajangan selama penyimpanan pada suhu 5 o C. Dari data pada Tabel 4 dihitung persamaan laju penurunan bobot bawang daun rajangan selama penyimpanan pada setiap komposisi atmosfir adalah sebagai berikut: Tabel 5. Persamaan laju penurunan bobot (suhu 5 o C) Komposisi udara Laju penurunan bobot Nilai R 2 Udara normal y = -1,1854x 2 + 3,1659x ,9814 CO2 3-5%, O2 1-3% y = -0,868x 2 + 2,4644x ,9469 CO 2 3-5%, O 2 3-5% y = -0,3492x 2-0,229x ,9901 CO 2 5-7%, O 2 1-3% y = -0,6141x 2 + 1,3106x ,9879 CO 2 5-7%, O 2 3-5% y = -1,0603x 2 + 2,8641x ,9524 CO2 7-9%, O2 1-3% y = -0,6753x 2 + 1,4609x ,9629 CO2 7-9%, O2 3-5% y = -0,8162x 2 + 2,1884x ,969 Keterangan : y = bobot bawang daun setelah penyimpanan (g) x = lama waktu penyimpanan (hari) Tabel 5 menunjukkan bahwa penyimpanan pada suhu 5 o C dengan komposisi udara normal menyebabkan laju penurunan bobot yang tertinggi. Laju penurunan bobot terndah diperoleh pada penyimpanan bawang daun rajangan pada atmosfir yang mengandung 3 5% karbondioksida dan 3 5% oksigen.

52 Data pengukuran perubahan bobot bawang daun rajangan yang disimpan pada suhu 10 o C ditampilkan pada Tabel 6 berikut, sementara grafik penurunan bobot selama penyimpanan ditampilkan pada Gambar 9. Tabel 6. Perubahan bobot rajangan daun bawang selama penyimpanan (suhu 10 o C) Waktu Pe rubahan bobot (gram) (hari) Udara CO2 3-5% CO2 5-7% CO2 7-9% Normal O2 1-3% O2 3-5% O2 1-3% O2 3-5% O2 1-3% O2 3-5% ,5 250,0 249,2 250,0 249,5 249,3 249, ,7 248,5 245,1 247,9 247,7 246,8 248, ,6 244,4 238,2 243,2 242,0 241,7 244, ,3 236,7 228,8 235,1 231,8 233,3 236, ,5 224,8 217,1 223,1 216,6 221,5 223, ,6 199,1 200,3 203,4 185,7 199,1 199,2 perubahan bobot pada suhu 10 oc Bobot (gram) Udara normal CO2 3-5%, O2 1-3% CO2 3-5%, O2 3-5% CO2 5-7%, O2 1-3% CO2 5-7%, O2 3-5% CO2 7-9%, O2 1-3% CO2 7-9%, O2 3-5% waktu penyimpanan (hari) Gambar 9. Grafik penurunan bobot bawang daun rajangan selama penyimpanan pada suhu 10 o C. Dari data pada Tabel 5 dihitung persamaan laju penurunan bobot bawang daun rajangan yang disimpan pada suhu 10 o C untuk

53 setiap komposisi atmosfir. Persamaan laju penurunan bobot pada suhu 10 o C adalah sebagai berikut: Tabel 7. Persamaan laju penurunan bobot (suhu 10 o C) Komposisi udara Laju penurunan bobot Nilai R 2 Udara normal y = -2,3632x 2 + 7,028x ,971 CO 2 3-5%, O 2 1-3% y = -1,6522x 2 + 4,96x ,9631 CO 2 3-5%, O 2 3-5% y = -1,3408x 2 + 2,4025x ,9986 CO 2 5-7%, O 2 1-3% y = -1,4588x 2 + 3,9151x ,9856 CO2 5-7%, O2 3-5% y = -2,0412x 2 + 5,8492x ,9703 CO 2 7-9%, O 2 1-3% y = -1,5196x 2 + 3,8312x ,982 CO 2 7-9%, O 2 3-5% y = -1,6412x 2 + 4,7992x ,9714 Keterangan: y = bobot bawang daun rajangan setelah disimpan (g) x = lama waktu penyimpanan (jam) Berdasarkan Tabel 7, laju penurunan bobot tertinggi pada penyimpanan suhu 10 o C dicapai pada penyimpanan di dalam udara normal. Atmosfir yang mengandung 3 5% karbondioksida dan 3 5% oksigen memberikan laju penurunan bobot yang terendah. Analisis ragam menunjukkan bahwa komposisi udara tidak memberikan pengaruh nyata pada perubahan bobot bawang daun rajangan selama penyimpanan. Hal ini disebabkan karena perbedaan penurunan bobot bawang daun rajangan yang disimpan di dalam udara dengan komposisi berbeda relatif kecil. Suhu penyimpanan dan lama waktu penyimpanan memberikan pengaruh nyata terhadap penurunan bobot bawang daun rajangan selama penyimpanan. Uji lanjut Newman Keuls menunjukkan bahwa hari penyimpanan ke 2, 4 dan 8 memberikan pengaruh yang sama terhadap penurunan bobot, sementara hari ke 8 dan 10 pengaruhnya sama terhadap penurunan bobot tetapi berbeda dengan penyimpanan hari ke 2, 4, dan 6. Penyimpanan selama 14 hari memberikan penurunan bobot yang berbeda dengan penyimpanan selama ke 2, 4, 6,8, dan 10 hari. Dari hasil uji lanjut Newman Keuls dapat disimpulkan bahwa penyimpanan bawang daun sampai 6 hari menyebabkan penurunan bobot yang tidak berbeda nyata dari bobot awalnya. Penurunan bobot mulai nyata setelah 8 hari penyimpanan.

54 Penurunan bobot terjadi karena rajangan daun bawang masih hidup saat disimpan. Selama kehidupannya berjalan, maka daun bawang masih melakukan metabolisme termasuk respirasi. Saat respirasi terjadi reaksi kimia enzimatis yang merombak, pati, gula, lemak, protein, asam-asam organic dan senyawa kompleks lainnya menjadi energi dengan hasil samping senyawa sederhana, yaitu air dan karbondioksida. Karena air dan karbondioksida dilepas dalam bentuk uap dan gas yang lepas ke udara maka terjadi penurunan bobot rajangan daun bawang yang disimpan. Susut bobot bawang daun rajangan tidak terjadi dengan laju yang sama setiap selang waktu yang sama. Pada masa awal penyimpanan susut bobot terjadi secara relatif lambat, yaitu rata-rata dibawah 2 persen per tiga atau empat hari atau sekitar 1 persen per hari kecuali bawang daun rajangan yang disimpan pada komposisi gas CO2 3 5 persen, O2 1 3 persen; CO persen, O persen; dan udara normal. Akumulasi susut bobot bawang daun rajangan disampaikan sebagai grafik pada Gambar 10 dan Gambar 11. Akumulasi susut bobot (5 oc) 9 8 Susut bobot (persen) udara normal CO2 3-5%, O2 1-3% CO2 3-5%, O2 3-5% CO2 5-7%, O2 1-3% CO2 5-7%, O2 3-5% CO2 7-9%, O2 1-3% CO2 7-9%, O2 3-5% Waktu penyimpanan (hari) Gambar 10. Grafik akumulasi susut bobot bawang daun rajangan selama 14 hari penyimpanan pada suhu 5 o C.

55 Akumulasi susut bobot (suhu (10 oc) Susut bobot (persen) Udara normal CO2 3-5%, O2 1-3% CO2 3-5%, O2 3-5% CO2 5-7%, O2 1-3% CO2 5-7%, O2 3-5% CO2 7-9%, O2 1-3% CO2 7-9%, O2 3-5% Waktu penyimpanan (hari) Gambar 11. Grafik akumulasi susut bobot bawang daun rajangan selama 14 hari penyimpanan pada suhu 10 o C Grafik menunjukkan bahwa penurunan bobot rata-rata terendah sampai hari ke sepuluh adalah penyimpanan dengan konsentrasi oksigen 3 5 persen dan konsentrasi karbondioksida 3 5 persen. Sementara itu penyimpanan pada udara normal menyebabkan susut bobot rata-rata yang tertinggi. Setelah penyimpanan selama 14 hari, atmosfir dengan konsentrasi karbondioksida 3 5 persen dan oksigen 3 5 persen memberikan susut bobot total terendah, yaitu 7.76 persen, kemudian diikuti berturut turut dengan penyimpanan pada konsentrasi karbondioksida 5 7 persen dan oksigen 1 3 persen (susut bobot 8.84 persen), karbondioksida 7 9 persen dan oksigen 1 3 persen (susut bobot persen), karbondioksida 7 9 persen dan oksigen 3 5 persen (susut bobot persen), karbondioksida 3 5 persen dan oksigen 1 3 persen (susut bobot 11.4 persen), karbondioksida 5 7 persen dan oksigen 3 5 persen (susut bobot persen), dan terakhir udara normal (susut bobot persen). Jika dilihat dari susut bobot yang terjadi selama penyimpanan, maka kondisi atmosfir termodifikasi yang dipilih untuk penyimpanan

56 bawang daun rajangan adalah atmosfir dengan konsentrasi karbondioksida 3 5 persen dan oksigen 3 5 persen. Pilihan ini didasarkan pada susut bobot yang terendah dibandingkan komposisi atmosfir lain yang dicoba meskipun secara statistika tidak berbeda nyata. 2. Pengaruh Konsentrasi O2 dan CO2 Terhadap Perubahan Warna Bawang Daun Rajangan Warna rajangan yang diukur pada tahap pe nelitian ini adalah tingkat kecerahan (nilai ligthness = L), warna kromatik hijau merah (nilai a), dan warna kromatik kuning biru (nilai b). Nilai L adalah antara 0 dan 100, nilai 0 menunjukkan kecerahan terendah (hitam dan nilai 100 menunjukkan kecerahan tertinggi (putih), sementara nilai a negatif menujukkan kecenderungan warna hijau, nilai a positif menunjukkan kecenderungan warna merah, nilai b positif menunjukkan kecenderungan warna kuning, dan nilai b negatif menunjukkan kecenderungan warna biru. Hasil pengukuran menunjukkan adanya peningkatan nilai L pada semua kondisi penyimpanan. Peningkatan nilai L tertinggi terjadi pada bawang daun rajangan yang disimpan pada suhu ruang, sementara peningkatan nilai L terendah terjadi pada penyimpanan pada konsentrasi karbondioksida 3-5 persen dan oksigen 3 5 persen. Perubahan nilai L disajikan pada grafik Gambar 12. Perubahan nilai L ke arah yang lebih besar menunjukkan perubahan warna bawang daun rajangan menjadi lebih pucat setelah disimpan.

57 Perubahan nilai lighness (L) 35,5 35 Nilai L 34, ,5 33 udara normal CO2 3-5%, O2 1-3% CO2 3-5%, O2 3-5% CO2 5-7%, O2 1-3% CO2 5-7%, O2 3-5% CO2 7-9%, O2 1-3% CO2 7-9%,O2 3-5% 32, Waktu (hari) Gambar 12. Grafik perubahan kecerahan bawang daun rajangan selama penyimpanan pada suhu 5 o C. Perubahan nilai kecerahan dapat disebabkan be berapa hal, diantaranya adalah terjadinya penurunan komponen warna pada daun bawang, dalam hal ini adalah klorofil yang berubah menjadi senyawa lain yang tak berwarna, atau karena terbentuknya lapisan tipis air pada permukaan bawang daun rajangan sehingga lebih banyak memantulkan cahaya yang mengenainya. Perubahan klorofil menjadi senyawa lain yang tidak berwarna umum terjadi pada sayuran berwarna hijau. Akibat dari perubahan tersebut adalah sayuran berubah warna menjadi kekuningan atau kemerahan. Terbentuknya lapisan tipis (film) air pada permukaan bawang daun rajangan terjadi akibat berlangsungnya proses respirasi bawang daun rajangan yang menghasilkan uap air. Sebagian uap air yang dihasilkan selama respirasi akan mengembun karena penyimpanan dilakukan pada suhu rendah. Sebagian dari air tersebut akan terhimpun di dasar wadah/kemasan dan sebagian tetap tinggal pada pe rmukaan bawang daun. Analisis ragam menunjukkan bahwa komposisi udara dan lama waktu penyimpanan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan nilai kecerahan. Komposisi udara dan lama waktu penyimpanan tidak

58 memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai kecerahan bawang daun rajangan. Setelah penyimpanan selama 14 hari, bawang daun rajangan yang disimpan pada udara dengan komposisi karbondioksida 3 5 persen dan oksigen 3 5 persen masih terlihat mendekati warna daun segarnya. Bawang daun rajangan yang disimpan pada kondisi udara normal sudah berubah menjadi hijau pucat. Warna hijau merupakan parameter utama untuk sesayuran termasuk bawang daun rajangan. Dengan demikian untuk pengemasan dalam atmosfir termodifikasi perlu diperhatikan kombinasi ga s yang dapat mempertahankan warna hijau sesayuran tersebut. Warna kromatik hijau merah yang terukur memiliki pola perubahan yang hampir sama pada semua perlakuan kondisi atmosfir. Pada tiga hari pertama penyimpanan terjadi peningkatan nilai a yang tajam, yaitu dari 9.85 menjadi sekitar - 6, kemudian meningkat secara perlahan sampai akhir penyimpanan menjadi sekitar 6 sampai 4. Perubahan nilai warna kromatik hijau merah disampaikan pada Gambar 13. Perubahan warna kromatik hijau merah terjadi dari warna bawang daun yang cenderung hijau berubah ke arah cenderung merah. Perubahan yang terjadi sebenarnya tidaklah berubah dari warna hijau menjadi merah. Kecenderungan warna kroma hijau - merah adalah perubahan yang disebabkan perubahan sifat cahaya yang diukur oleh alat pengukur warna, sementara secara kimiawi perubahan yang terjadi tidaklah demikian. Pada bebuahan dan sesayuran segar terdapat senyawa pembawa warna baik klorofil, kloroplas, kromoplas, karotenoid, dan berbagai senyawa lain. Selama pertumbuhan dan perkembangan sesayuran dan bebuahan dapat terjadi perubahan senyawa kimia tersebut menjadi senyawa lain yang tak berwarna atau berwarna lain misalnya dari klorofil menjadi kroloplas yang tidak berwarna atau terjadi pembentukan senyawa berwarna lain misalnya pembentukan karoten dan karotenoid pada bebuahan yang menyebabkan timbulnya warna kuning, merah, atau orange. Pada daun bawang kemungkinan warna selain hijau yang

59 terbentuk adalah warna kuning bukan merah sehingga naiknya nilai a diduga disebabkan oleh rusaknya klorofil atau adanya pembentukan kloroplas dari klorofil. Karena jumlah klorofil berkurang maka intensitas warna hijau berkurang dan nilai a yang terukur juga mengalami perubahan ke arah positif. Perubahan nilai a (hijau) Nilai a udar normal CO2 3-5%, O2 1-3% CO2 3-5%, O2 3-5% CO2 5-7%, O2 1-3% CO2 5-7%, O2 3-5% CO2 7-9%, O2 1-3% CO2 7-9%, O2 3-5% Waktu (hari) Gambar 13. Grafik perubahan nilai warna kromatik hijau merah (nilai a) selama penyimpanan pada suhu 5 o C. Dari berbagai kombinasi konsentrasi gas yang dicobakan, kombinasi konsentrasi karbondioksida 3 5 persen dan oksigen 1 3 persen, dan konsentrasi karbondioksida 5 7 persen dan oksigen 3 5 persen menyebabkan perubahan nilai a yang tinggi (dari 0.98 menjadi sekitar 4), sementara kombinasi konsentrasi gas lainnya menyebabkan perubahan yang relatif lebih rendah (dari 9.98 menjadi sekitar 5 sampai 6). Analisis ragam untuk pengaruh komposisi udara terhadap nilai a memberikan nilai berbeda nyata. Hasil uji lanjut Newman Keuls menunjukkan bahwa udara dengan konsentrasi karbondioksida dan oksigen 3-5 persen dan udara dengan konsentrasi karbondioksida 7-9 persen dan

60 oksigen 3-5 persen menyebabkan perubahan warna hijau (nilai a) yang berbeda dengan udara dengan komposisi yang lain. Kedua komposisi udara tersebut menyebabkan perubahan nilai a yang terendah dibandingkan dengan komposisi udara lainnya. Sementara itu perubahan nilai warna kromatik kuning biru memberikan pola naik turun yang tidak beraturan. Perubahan warna kromatik kuning biru yang tidak beraturan kemungkinan disebabkan oleh terjadinya pembentukan senyawa berwarna kuning sekaligus terjadinya perubahan senyawa berwarna kuning menjadi senyawa lain yang tidak berwarna. Perubahan nilai kromatik kuning biru disampaikan pada Gambar 14. Perubahan nilai b (kuning-biru) Nilai b udara normal CO2 3-5%, O2 1-3% CO2 3-5%, O2 3-5% CO2 5-7%, O2 1-3% CO2 5-7%, O2 3-5% CO2 7-9%, O2 1-3% CO2 7-9%, O2 3-5% Lama penyimpanan (hari) Gambar 14. Grafik perubahan nilai kromatik kuning biru (nilai b) bawang daun rajangan selama penyimpanan pada suhu 5 o C. Analisis ragam untuk pengaruh komposisi udara dan lama waktu penyimpanan tidak memberikan hasil yang nyata. Semua komposisi udara memberikan pengaruh yang relatif sama, demikian pula dengan lama waktu penyimpanan.

61 Berdasarkan perubahan warna yang terjadi, baik perubahan nilai L, nilai a, dan nilai b, kondisi atmosfir termodifikasi yang dipilih adalah kondisi atmosfir dengan konsentrasi karbondioksida 3 5 persen dan oksigen 3 5 persen. Hal ini didasarkan pada rendahnya peningkatan nilai kecerahan (nilai L) yang menunjukkan perubahan warna menjadi pucat. Sementara perubahan parameter warna lainnya, yaitu perubahan nilai a dan nilai b tidak menunjukkan adanya perbedaan. 3. Pengaruh Konsentrasi O2 dan CO 2 Terhadap Nilai Sensoris Pengujian karakter sensoris subyektif yang dilakukan dengan panelis agak terlatih tidak memberikan hasil yang memuaskan. Hal ini terjadi karena panelis yang berpartisipasi pada umumnya tidak menyukai rasa dan aroma bawang daun. Hal ini ditunjukkan dengan rendahnya nilai penilaian bawang daun rajangan yang belum disimpan dan yang telah disimpan, baik penilaian langsung bawang daun rajangan maupun bawang daun yang ditabur di atas bubur. Hasil penilaian sensoris oleh panelis agak terlatih ditampilkan pada Lampiran. Selain penila ian sensoris oleh panelis agak terlatih, juga dilakukan penilaian sensoris obyektif. Berdasarkan penilaian sensoris obyektif, penyimpanan bawang daun rajangan pada suhu 5 o C dengan komposisi udara oksigen 3-5 persen dan karbondioksida 3-5 persen memberika n nilai sensoris yang lebih baik daripada penyimpanan pada komposisi udara yang lain. Pada penyimpanan dengan komposisi oksigen 3-5 persen dan karbondioksida 3-5 persen bawang daun rajangan yang telah disimpan 14 hari masih memiliki warna hijau yang relatif normal (perubahannya kecil), tidak basah dan tidak saling melekat (masih saling lepas), aroma dan rasa khas bawang daun masih tercium. Bawang daun rajangan yang disimpan pada udara normal sudah berubah menjadi pucat, dan menggumpal (saling menempel) pada hari ketiga penyimpanan, selanjutnya pada hari ketujuh sudah tercium bau etanol dan asam. Pada kondisi penyimpanan lainnya penggumpalan mulai

62 terjadi setelah 10 hari penyimpanan, sementara bau dan rasa etanol dan asam terasa setelah penyimpanan 14 hari. D. PENENTUAN JENIS FILM KEMASAN DAN LUAS PERMUKAANNYA Film kemasan yang sesuai untuk pengemasan atmosfir termodifikasi bebuahan dan sesayuran adalah film kemasan yang lebih permeabel terhadap oksigen daripada karbondioksida (Hall, 1973). Sementara itu film kemasan yang tersedia di pasaran umumnya lebih permeabel terhadap karbondioksida daripada oksigen sehingga akumulasi karbondioksida hasil respirasi lebih rendah daripada laju konsumsioksigen. Penentuan film kemasan untuk bawang daun rajangan dilakukan berdasarkan komposisi atmosfir optimumnya, yaitu 3-5 persen oksigen dan 3-5 persen karbondioksida. Komposisi atmosfir tersebut diplotkan pada kurva daerah atmosfir termodifikasi film kemasan yang dihasilkan dari penelitian Gunandya (1993). Plot daerah atmosfir termodifikasi ditampilkan pada Gambar 15.

63 Daerah atmosfir termodifikasi untuk bawang daun rajangan Gambar 15. Plot daerah atmosfir termodifikasi untuk bawang daun rajangan. Dengan melihat plot pada Gambar 15 maka jenis film kemasan yang sesuai untuk bawang daun rajangan adalah polietilen de nsitas rendah (LDPE). Film kemasan lain yang sesuai untuk pengemasan bawang daun rajangan adalah polipropilen terorientasi (OPP). Dari sisi kemudahan dalam operasi pengemasan, film OPP memiliki kelemahan, yaitu sulit untuk dikelim panas karena sifat heat sealable-nya rendah. Film OPP yang dikelim panas sangat mudah terbuka sehingga kemungkinan bocor ketika digunakan sangat besar. Pada saat penelitian, percobaan menggunakan film kemasan OPP dengan berbagai tingkat suhu pengeliman mengalami kegagalan karena sebagian besar hasil keliman terbuka kembali. Mengingat hal itu maka film kemasan yang dipilih adalah film kemasan polietilen densitas rendah. Perhitungan luas film kemasan untuk bawang daun rajangan dengan basis CO 2 adalah sebagai berikut:

64 Konsentrasi CO2 optimum : 3-5% (rata-rata 4%) Laju respirasi (rata-rata) : ml CO 2 /kg.jam Bobot jenis bawang daun rajangan : g/ml Permeabilitas film LDPE : 3600 ml.mil/m 2.jam.atm Tebal film : 0.06 mm = 2.36 mil Bobot bawang daun rajangan : 100 gram Volume bawang daun rajangan : ml Luas film kemasan bawang daun rajangan : W = P. A. (Copt Cud)/(Rz. b) 0.1 = 3600 x A x 0.04/(14.21 x 2.36) 0.1 = 144 A/33.54 A = m 2 = 233 cm 2 Karena kemasan berupa kantong plastik maka kemasan yang digunakan adalah kantong plastik LDPE dengan ukuran luas sebelum dibuka sebesar cm 2 atau kantong plastik dengan lebar 10 cm dan panjang sampai tempat penutupan (sealing) cm. Perhitungan luas film kemasan untuk bawang daun rajangan dengan basis O 2 adalah sebagai berikut: Konsentrasi O 2 optimum : 3-5% (rata-rata 4%) Laju respirasi (rata-rata) : ml O 2 /kg.jam Bobot jenis bawang daun rajangan : g/ml Permeabilitas film LDPE : 1002 ml.mil/m 2.jam.atm Tebal film : 0.06 mm = 2.36 mil Bobot bawang daun rajangan : 100 gram Volume bawang daun rajangan : ml Luas film kemasan bawang daun rajangan : W = P. A. (Cud Copt)/(Rz. b) 0.1 = 1002 x A x ( )/(15.06 x 2.36)

65 0.1 = A/35.54 A = m 2 = 209 cm 2 Karena kemasan berupa kantong plastik maka kemasan yang digunakan adalah kantong plastik LDPE dengan ukuran luas sebelum dibuka sebesar cm 2 atau kantong plastik dengan lebar 10 cm dan panjang sampai tempat penutupan (sealing) cm. E. VALIDASI KONDISI ATMOSFIR YANG DITENTUKAN Pada tahap ini dilakukan penyimpanan bawang daun rajangan yang dikemas di dalam kantung plastik LDPE dengan tebal 60 µm, lebar 10 cm dan jarak antar keliman 10.5 cm. Pengukuran komposisi udara dilakukan setiap hari selama 14 hari. Pengemasan biasa

66 Pengemasan hampa udara Gambar 16. Bawang daun rajangan dalam kemasan kantung plastik LDPE (hari pertama) Data menunjukkan bahwa konsentrasi oksigen terus menurun dan konsentrasi karbondioksida terus meningkat sebagai akibat terjadinya respirasi pada bawang daun rajangan. Grafik perubahan konsentrasi gas di dalam kemasan film plastik LDPE ditampilkan pada Gambar 17. perubahan konsentrasi gas dalam kemasan hari kepersen konsentrasi konsentrasi O2 konsentrasi Co Gambar 17. Grafik perubahan konsentrasi gas di dalam kemasan.

67 Kondisi atmosfir yang diinginkan tidak tercapai dengan menggunakan film kemasan yang dipilih. Grafik Gambar 17 menunjukkan bahwa konsentrasi oksigen dalam kemasan tidak mencapai konsentrasi yang diinginkan, yaitu masih lebih tinggi dari 5 persen. Sementara konsentrasi karbondioksida meningkat dari 0 persen mencapai konsentrasi yang diharapkan, yaitu 3 5 persen pada hari keempat dan kembali menurun menjadi sekitar 3 persen sampai akhir masa penyimpanan pada hari keempat belas. Perubahan konsentrasi gas di dalam kemasan film kemasan LDPE tidak dapat digunakan untuk menghitung la ju respirasi bawang daun rajangan di dalamnya. Hal ini karena saat pengukuran nilai yang terukur adalah oksigen dan karbondioksida yang terakumulasi saja sementara oksigen yang masuk ke dalam kemasan dan karbondioksida yang keluar dari kemasan tidak dapat diukur. F. PENENTUAN UMUR SIMPAN BAWANG DAUN RAJANGAN YANG DISIMPAN DI DALAM KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI Penentuan umur simpan bawang daun rajangan yang disimpan di dalam kemasan atmosfir termodifikasi dilakukan berdasarkan beberapa parameter, yaitu (i) perubahan warna, (ii) susut bobot, dan (iii) penilaian organoleptik. Penilaian organoleptik dilakukan secara subyektif dengan uji hedonis (penerimaan panelis calon konsumen) dan secara obyektif oleh peneliti untuk mengetahui sebarapa jauh perubahan yang terjadi dan sampai kapan bawang daun rajangan yang disimpan masih layak digunakan. 1. Perubahan Warna Perubahan warna bawang daun rajangan dalam film kemasan LDPE ditunjukkan dengan perubahan nilai kecerahan (L), dan warna hijau (nilai a negatif). Nilai kecerahan meningkat seiring waktu penyimpanan. Makin lama disimpan, bawang daun rajangan semakin tinggi kecerahannya atau secara visual nampak sebagai makin pucat. Setelah disimpan selama 14 hari nilai kecerahan meningkat dari menjadi

68 Meskipun perbedaannya kecil namun masih lebih tinggi daripada penyimpanan dalam kemasan film LDPE hampa, yang berubah menjadi Perubahan nilai kecerahan bawang daun rajangan dalam kemasan kantung plastik LDPE ditampilkan pada Gambar 18 berikut perubahan nilai kecerahan (L) Perubahan Nilai Kecerahan (L) nilai L nilai L pengemasan biasa pengemasan hampa Lama waktu hari penyimpanan ke (hari) Gambar 18. Grafik perubahan kecerahan bawang daun rajangan selama penyimpanan dalam film kemasan LDPE. Analisis ragam menunjukkan bahwa cara pengemasan tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kecerahan bawang daun rajangan. Pengemasan biasa dan pengemasan hampa dengan film kemasan LDPE memberikan pengaruh yang sama terhadap kecerahan bawang daun rajangan yang disimpan di dalamnya. Nilai a (warna hijau) daun bawang rajangan yang disimpan dalam film kemasan LDPE naik dari (-) 9.8 menjadi sekitar (-) 4 setelah 14 hari penyimpanan. Perubahan nilai a disajikan pada grafik Gambar 16. Dari grafik nampak bahwa perubahan warna hijau bawnag daun yang dikemas biasa dengan film LDPE dan yang dikemas hampa dengan film LDPE tidak terlalu berbeda. Analisis ragam menunjukkan bahwa cara pengemasan tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap perubahan warna hijau bawang daun rajangan. Pengemasan biasa dan pengemasan vakum

69 memberikan pengaruh yang sama terhadap perubahan warna hijau bawang daun rajangan yang disimpan di dalam film kemasan LDPE. Perubahan nilai warna hijau (nilai a) ditampilkan pada Gambar 19. perubahan nilai a (warna hijau) Perubahan Warna Hijau (a) nilai a ke- hari ke nilai a -6 pengemasan biasa pengemasan hampa Gambar 19. Grafik perubahan warna hijau bawang daun rajangan selama penyimpanan. Berdasarkan perubahan warna, baik nilai keceraha n ataupun nilai warna hijau, tidak terdapat perbedaan perubahan yang nyata baik pada bawang daun rajangan yang dikemas biasa ataupun yang dikemas hampa udara. Berdasarkan hal tersebut, maka untuk pengemasan bawang daun rajangan dalam atmosfir termodifikas i sebaiknya digunakan kantung plastik LDPE dengan tebal 60 µm berukuran 10 cm x 11.5 cm dengan cara pengemasan biasa. Cara pengemasan tersebut dapat dilakukan dengan mudah hanya dengan menggunakan alat plastic sealer sederhana tanpa tidak memerlukan mesin pengemas hampa udara yang cukup mahal. 2. Susut Bobot Susut bobot bawang daun rajangan yang dikemas secara hampa ataupun dikemas biasa dengan menggunakan film LDPE nilainya hampir

70 sama setelah 14 hari penyimpanan. Grafik akumulasi susut bobot bawang daun rajangan disajikan pada Gambar akumulasi susut bobot Akumulasi Susut Bobot 7 susut bobot (persen) 6 susut bobot (pesrsen) penyimpanan biasa penyimpanan hampa hari ke ke Gambar 20. Grafik akumulasi susut bobot bawang daun rajangan yang disimpan di dalam kemasan atmosfir termodifikasi. Analisis ragam menunjukkan bahwa cara pengemasan tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap susut bobot bawang daun rajangan. Pengemasan biasa dan pengemasan hampa udara menyebabkan perubahan yang relatif sama terhadap susut bobot bawang daun rajangan yang disimpan di dalam film kemasan LDPE. Susut bobot bawang daun yang dikemas dengan film LDPE ha mpa dan biasa masih dapat diterima untuk 14 hari penyimpanan karena relatif rendah, yaitu kurang dari 10 persen. 3. Penilaian Sensoris Penilaian sensoris dilakukan seminggu dua kali sampai selama 2 minggu (14 hari). Penilaian dilakukan dengan membandingkan bawang daun rajangan yang telah disimpan dengan bawang daun rajangan segar. Hasil penilaian sensoris ini menentukan lamanya waktu penyimpanan yang perubahan nilai sensorisnya mulai nampak.

71 a. Uji hedonis Uji hedonis dilakukan terhadap warna, aroma, rasa dalam bubur, rasa dalam sup, dan tekstur. Penilaian organoleptis terhadap warna memberikan hasil seperti pada Gambar 21. Penilaian hedonis warna Skor hedonis 3 2 kemasan biasa kemasan vakum Lama waktu penyimpanan (hari) Gambar 21. Grafik hasil penilaian hedonis terhadap warna bawang daun rajangan yang dikemas film LPDE Berdasarkan analisis ragam dan uji lanjut Newman Keuls, warna bawang daun rajangan yang dis impan di dalam film plastik LPDE berubah seiring dengan lama waktu penyimpanan. Perubahan warna mulai nyata setelah penyimpanan hari ketujuh. Cara pengemasan biasa dan pengemasan hampa tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap perubahan warna. Penilaian hedonis terhadap tekstur memberikan hasil yang mirip dengan penilaian terhadap warna. Hasil penilaian terhadap tekstur disampaikan pada Gambar 22.

72 Penilaian hedonis tekstur 6 5 Skor hedonis kemasan biasa kemasan hampa lama waktu penyimpanan (hari) Gambar 22. Grafik hasil penilaian hedonis terhadap tekstur bawang daun rajangan yang dikemas film LPDE. Analisis ragam menunjukkan bahwa cara pengemasan memberikan pengaruh yang sama terhadap penerimaan panelis terhadap tekstur bawang daun rajangan. Lama waktu penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata trhadap penerimaan panelis. Panelis mulai menunjukkan perubahan penerimaannya terhadap tekstur mulai hari ketujuh meskipun masih dalam tingkat menerima dan tidak menerima pada hari ke-14. Penilaian terhadap rasa bawang daun rajangan yang dicampurkan ke dalam bubur dan sup memberikan hasil seperti ditampilkan pada Gambar 23. Analisis ragam memberikan hasil yang tidak berbeda pada pengaruh cara pengemasan terhadap perubahan rasa bawang daun rajangan. Rendahnya nilai penerimaan panelis disebabkan kurang sukanya panelis terhadap rasa bawang daun yang cukup tajam. Hal tersebut ditunjukkan oleh pemberian nilai yang rendah oleh panelis untuk bawang daun rajangan yang baru (belum disimpan).

73 Penilaian hedonis terhadap rasa 3,5 3 2,5 Skor 2 1,5 dalam bubur, kemasan biasa dalam bubur, kemasan hampa dalam sup,kemasan biasa dalam sup, kemasan hampa 1 0, lama waktu penyimpanan (hari) Gambar 23. Grafik hasil penilaian hedonis terhadap rasa bawang daun rajangan yang dikemas film LPDE. Hasil penilaian terhadap aroma bawang daun rajangan menunjukkan fenomena yang mirip dengan hasil penilaian rasa, yaitu pemberian nilai penerimaan yang rendah untuk bawang daun rajangan yang baru. Hasil penilaia n hedonis aroma disajikan pada Gambar 24. Penilaian hedonis aroma 3,5 3 2,5 Skor 2 1,5 kemasan biasa kemasan hampa 1 0, lama waktu penyimpanan (hari) Gambar 24. Grafik hasil penilaian hedonis terhadap aroma bawang daun rajangan yang dikemas film LPDE.

74 Analisis ragam menunjukkan bahwa cara pengemasan tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap perubahan penerimaan panelis terhadap aroma bawnag daun rajangan. Sejak awal panelis kurang menyukai aroma bawang dauan. Hal ini ditunjukkan dengan pemberian nilai penerimaan sekitar 3 atau nilai biasa (tidak menolak dan tidak menerima). b. Uji obyektif Bawang daun rajangan yang disimpan di dalam kemasan film LDPE baik yang dikemas biasa ataupun dikemas hampa tidak memberikan penyimpangan rasa dan aroma yang nyata setelah 14 hari penyimpanan. Rasa dan aroma bawang daun yang telah disimpan masih seperti rasa dan aroma bawang daun rajangan yang masih baru. Sementara untuk warna bawang daun rajangan mulai nampak pucat setelah 10 hari penyimpanan, demikian pula dengan warna hijaunya. Tekstur bawang daun rajangan masih terasa tegar sampai dengan penyimpanan hari ketujuh. Setelah penyimpanan hari kesepuluh menjadi lebih lemas dan menjadi semakin lemas dan lunak setelah 14 hari penyimpanan. Bawang daun rajangan yang telah disimpan 10 hari belum saling menempel membentuk gumpalan meskipun ada satu-dua rajangan yang saling menempel. Setelah 14 hari penyimpanan, makin banyak bawang daun rajangan yang saling menempel karena sudah mulai terasa basah. Secara umum bawang daun rajangan yang disimpan dengan film LDPE dalam kondisi hampa atau tidak masih dapat diterima sampai penyimpanan 10 hari. Meskipun setelah 14 hari penyimpanan bawang daun rajangan masih layak konsumsi tetapi untuk keperluan komersial sebaiknya waktu penggunaannya tidak melebihi 10 hari penyimpanan.

75 Pengemasan biasa Pengemasan hampa udara Pengemasan biasa Pengemasan hampa udara Gambar 25. Bawang daun rajangan setelah 4 hari penyimpanan

76 Pengemasan biasa Pengemasan hampa udara Pengemasan biasa Pengemasan hampa udara Gambar 26. Bawang daun rajangan setelah 7 hari penyimpanan

77 Pengemasan biasa Pengemasan hampa udara Pengemasan biasa Pengemasan hampa udara Gambar 27. Bawang daun rajangan setelah 10 hari penyimpanan G. PERUBAHAN KOMPOSISI KIMIA Komposisi kimia bawang daun rajangan yang diperoleh merupakan hasil analisis proksimat yang dilakukan sebelum penyimpanan dan setelah penyimpanan (hanya kondisi terbaik). Hasil analisis proksimat dan kandungan minyak atsiri bawang daun sebelum dan sesudah 14 hari penyimpanan disampaikan pada Tabel 8.

78 Tabel 8. Komposisi kimia bawang da un sebelum dan setelah penyimpanan No Komponen Kandungan (%) Sebelum penyimpanan Setelah penyimpanan 1 Air Protein Lemak Serat kasar Abu Karbohidrat (by different) 7 Minyak atsiri Terlalu kecil untuk diukur Terlalu kecil untuk diukur Tabel 8 menunjukan bahwa selama penyimpanan terjadi kenaikan kadar air yang cukup besar. Hal ini terjadi karena selama penyimpanan terjadi respirasi bawang daun rajangan. Selama respirasi akan terjadi perombakan senyawa makromolekul terutama karbohidrat (pati, gula, dan serat) serta senyawa makromolekul lainnya seperti protein, lemak, dan asam-asam organik rantai panjang menjadi senyawa sederhana terutama air dan karbondioksida serta sedikit asam organik rantai pendek. Karbondioksida yang dihasilkan proses respirasi akan lepas ke udara karena sifatnya sebagai gas. Sebagian gas ini akan keluar dari kemasan karena sifat permeabel film kemasannya dan sebagian sisanya tertinggal di dalam kemasan tetapi di luar sel bawang daun. Air yang dihasilkan sebagian akan menguap dan keluar dari kemasan. Penyimpanan pada suhu rendah menyebabkan sebagian besar air akan tertinggal di dalam kemasan dan bercampur dengan bawang daun rajangan sehingga bawang daun menjadi basah dan kadar airnya naik. Naiknya nilai kadar air selain disebabkan tertinggalnya air hasil respirasi juga terjadi karena berkurangnya kandungan komponen lain terutama komponen yang berkaitan dengan respirasi. Komponen lain yang meningkat kandungannya adalah abu. Komponen abu sebenarnya tidak berubah jumlahnya. Hal ini disebabkan komponen abu tidak ikut bereaksi pada proses respirasi. Kalaupun terjadi perubahan bentuk senyawa yang mengandung abu (mineral) maka komponen tersebut tetap

79 berada pada bawang daun rajangan. Peningkatan persentase abu semata-mata disebabkan terjadinya penurunan komponen lain sehingga kandungan relatifnya menjadi naik. Karbohidrat merupakan komponen yang turun kandungannya. Hal ini disebabkan selama respirasi karbohidratlah yang digunakan sebagai substrat utamanya sehingga kandungannya terus berkurang selama masa penyimpanan. Kandungan minyak atsiri bawang daun rajangan terlalu kecil untuk diukur dengan metode distilasi. Meskipun pada pengukurannya digunakan contoh yang cukup banyak sampai labu distilasinya penuh, minyak atsiri yang dihasilkan hanya membentuk lapisan tipis di atas permukaan air pada kolom yang kecil sehingga tidak terbaca pada skala yang ada. Jika minyak atsiri tersebut diambil untuk ditimbang juga tidak memungkinkan karena akan habis menempel pada pipa skala. Karena itu maka kandungan minyak atsiri bawang daun rajangan tidak dapat dibandingkan sebelum dan sesudah penyimpanan.

80 V. SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN Bawang daun rajangan untuk disimpan dalam atmosfir termodifikasi diberi perlakuan desinfestasi sebelum dirajang agar tidak mudah mengalami dekolorisasi. Laju respirasi bawang daun rajangan pada masa penyimpanan adalah ml O 2 /kg.jam dan 64.93ml CO 2 /kg.jam (suhu kamar), ml O2/kg.jam dan ml CO 2/kg.jam (suhu 10 o C) dan ml O2/kg.jam dan ml CO 2 /kg.jam (suhu 5 o C). Penyimpanan bawang daun rajangan menyebabkan susut bobot dan perubahan warna. Susut bobot bawang daun rajangan selama 14 hari penyimpanan pada atmosfir dengan O2 3-5% dan CO2 3-5% adalah 7.76% paling rendah dibandingkan dengan susut bobot penyimpanan pada kondisi atmosfir lainnya, sementara susut bobot tertinggi terjadi pada penyimpanan udara normal, yaitu 14.80%. Perubahan warna bawang daun rajangan selama penyimpanan yang terjadi adalah peningkatan kecerahan (L) dari menjadi (O 2 3-5% dan CO 2 3-5%), dan peningkatan nilai a dari (-) 9.84 menjadi (-) 4. Perubahan nilai sensoris terendah dibandingkan bawang daun rajangan segar adalah bawang daun rajangan yang disimpan pada atmosfir dengan O % dan CO 2 3-5%. Daerah atmosfir termodifikasi untuk bawang daun rajangan adalah O persen dan CO 2 3-5%. Daerah atmosfir termodifikasi tersebut berada pada film kemasan LDPE. Kemasan untuk bawang daun rajangan adalah kantung plastik LDPE tebal 60 µm dengan luas sebelum dibuka cm 2. Kantung kemasan tersebut untuk bawang daun dengan bobot 100 gram. Pengemasan bawang daun rajangan dengan film LDPE dan pengemasan hampa dengan film LDPE untuk penyimpanan selama 10 hari menyebabkan perubahan warna, rasa, aroma, dan tekstur yang mirip dengan bawang daun rajangan baru. Penyimpanan selama 14 hari mulai menunjukkan perubahan parameter mutu yang mulai nampak. Susut bobot bawang daun yang disimpan secara atmosfir termodifikasi adalah sekitar 7% untuk penyimpanan selama 14 hari.

81 Umur simpan bawang daun rajangan (100 g) yang dikemas dalam kantung plastik LDPE tebal 60 µm dengan luas kantung cm 2 dengan suhu penyimpanan 5 o C adalah 14 hari tetapi untuk keperluan komersial sebaiknya dibatasi penyimpanannya sampai 10 hari. B. SARAN Pengemasan atmosfir termodifikasi hendaknya dilakukan dengan menggunakan film plastik LDPE 60 µm bentuk kantung berukuran cm 2 untuk 100 gram bawang daun rajangan. Penyimpanan bawang daun rajangan yang telah dikemas dilakukan pada suhu 5 o C dan penggunaannya dibatasi sampai 10 hari. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan metode desinfestasi yang sesuai untuk bawang daun rajangan sehingga dapat menekan angka total mikroba dan menjaga agar tidak terjadi dekolorisasi yang nyata.

82 DAFTAR PUSTAKA Affandi Penyimpanan Rajangan Selada Segar dalam Kemasan Atmosfir Termodifikasi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian,IPB, Bogor. Akamine, E.K Hawaii: papaya and pineapple handling for local and export martkets. In. Pantastico, Er.B. Ed.. Postharvest Physiology, Handling and Utilization of Tropical and subtropical Fruits and Vegetables. Phoenix press, Quezon City, Philippines. Badan Pust Statistik Statistik Indonesia Tahun Badan Pusat Statistik, Jakarta. Badan Pust Statistik Statistik Indonesia Tahun Badan Pusat Statistik, Jakarta. Fellows, P Food processing technology : Principle and Practice. 2 nd Ed. CRC Press LLC, Abington, Cambridge, England. Garcia, E. and D.M. Barret Preservative treatment for fresh-cut fruit and vegetables. In. O. Lamikanra. Ed. Fresh-Cut Fruits and Vegetables. Science, Technology and Market. CRC Press. New York, NY, USA. Gorny, J.R A Summary of CA and MA requirements and recommendation for fresh-cut fruits and vegetables. Prosiding of Fresh Cut Fruit and Vegetables and MAP No. 19 CA 1997 Vol. 5. UC Davis, CA. Gorny, J.R., B. Hess-Pierce, R.A. Cifuentes, and A.A. Kader Quality changes in fresh-cut pear slices as affected by controlled atmospeheres and chemical preservatives. J. Postharvest Biol. and Tech 24 pp Gorny, J.R. and D. Zagory Food Safety. USDA. Gunadnya I.B.P Pengkajian penyimpanan salak segar dalam kemasan film dengan modified atmosphere. Tesis. Program Studi Teknologi Pasca Panen IPB, Bogor. Hall, C.W Permeability of plastics. J. Modern Packaging 43 (11) : Harmen Desain Kemasan Atmosfir Termodifikasi untuk Salak Pondoh berdasarkan Konsentrasi Gas CO 2 Optimum. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Hicks, C.R., Fundamental Concepts in The Design of Experiments. CBS College Publishing, New York, NY.

83 Kader, A.A Respiration and ga exchange of vegetables. In. Wichmann, J. Ed. Postharvest physiology of Vegetables. Marcel Dekker, New York, NY, USA. Kader, A.A. and C.B. Watkins Modified Atmosphere Packaging Toward 2000 and beyond. J. Hort Tech. 10(3). Kader, A.A Fruits in the global market. In. Knee, M. Ed. Fruit Quality and Its Biological Basis. Sheffield Acad., Sheffield, UK. Kestmist Produce Storage Guide. Optimum environmental conditions for maintaining freshness. Juliana, S Penyimpanan Irisan Jamur Champignon (Agaricus bisporus) segar dalam Kemasan Atmosfir Termodifikasi. Skripsi. Fakultas teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Julianti, E Penyimpanan Jamur Merang Segar (Volvariella volvaceae) dalam Ke masan White Stretch Film dan Polipropilen dengan Sistem Modified Atmosfir. Tesis. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kader, A.A., Post Harvest Technology of Horticultural Crops 2 nd ed. Pub University of California. California, CA, USA. Maharani, S Penyimpanan Rajangan Bawang Segar dalam Kemasan Atmosfir Termodifikasi. Skripsi. Fakultas teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Mannaperuma, J.D., D. Zagory, R.P Singh, and A.A. Kader Design of polymeric package for modified atmosphere storage of fresh produce. Vol 2. Book 5 th Int. CA Res. Conf. Wenatchee, WA, USA. June 14-16, Mannapperuma, J.D. dan R.P. Singh Modelling of gas exchange in polymeric package of fresh fruis and vegetables. Paper pada ASAE winter meeting Chicago, IL, USA. Nugroho, O Penyimpanan rajangan Segar Paprika (Capsicum annum L. var. grossum) dalam Kemasan Atmosfir Termodifikasi. Skripsi. Fakultas teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Pantastico.Er.B Postharvest Physiology, Handling and Utilization of Tropical and subtropical Fruits and Vegetables. Phoenix press, Quezon City, Philippines. Phan, CT., Er.B. Pantastico,K. Ogata, and K. Chachin Respiration and respiratory climacteric. in Er.B. Pantastico. Ed. Postharvest Physiology,

84 Handling and Utilization of Tropical and Subtropical Fruits and Vegetables. Phoenix press, Quezon City, Philippines. Saltveit, M.E Measuring Respiration. UC Davis. Shewfelt, R.L Quality of minimally processed fruits and vegetables. Food Quality. 10(3):143. Smith, J.S. and S. Pillai Irradiation and food safety. J. Food Tech. 58(11):48-55 Soares, N.F.F., R.M. Geraldine, R. Pushmann dan C.S. Teles PVC and LDPE for packing minimally processed garlic. J. Pack. Tech. Sci. Vol. 15 No 3. pp Suslow, T Chlorination in The Production and Postharvest Handling of Fresh Fruits and vegetables. UC Davis. http;//ucce.ucdavis.edu/files/filelibrary/5453/4369.pdf Sutrisna, J Mempelajari Penggunaan Udara termodifikasi untuk penyimpanan Lobak Putih dan Lobak Merah. Skripsi. Fakultas teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Syarief, R. dan H. Halid Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan, Bandung. Thompson, A.K Controlled Atmospheres Storage of Fruits and Vegetables. CAB International, Wallingford, Oxon, UK. Tubagus, M Mempelajari Penyimpanan Brokoli. (Brassica oleracea L. var. italica) dan Kembang Kol. (Brassica oleracea L. var. botrytis) dengan Modified Atmosfir. Skripsi. Fakultas teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Warade, S.D. and K.G. Shinde Other Alliums. In. Salunkhe, D.K. dan S.S. Kadam. Ed. Handbook of Vegetable Science and Technology : Production, Composition, Storage, and Processing. Marcel Dekker. New York, NY, USA. Webb, M. And K.P. Penner Food Iradiation. Kansas State University Agricultural experiment Station and Cooperative Extension Service. Weichman, J Postharvest Physiology of Vegetables. Faculty of Agricultural and Horticultural Science, Technical University of Munich, Germany.

85 Zagory, D Principles and practice of Modified atmodphere pckaging of horticultural commodities. in Farber, J.M. dan K.L. Dodds. Principles of Modified Atmosphere and Sous Vide Product Packaging. Technomic Publ. Co., Lancaster, PA, USA. Zagory, D An Update on modified atmosphere packaging of fresh produce. Bulletin Packaging International No 117.

86 LAMPIRAN

87 Lampiran 1. Prosedur pengamatan 1. Pengukuran warna (Colormeter) Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan Colortec Colormeter. Pengukuran dilakukan pada rajangan daun bawang berwarna hijau (daun) dengan 3 kali ulangan. Pengukuran pada bagian daun digunakan untuk melihat kecenderungan terjadinya pemudaran warna hijau daun bawang selama penyimpanan. Komponen warna yang diukur adalah L (kecerahan), a (warna merah (positif), warna hijau (negatif)), dan b (warna kuning (positif), warna biru (negatif)). Contoh bawang daun rajangan ditebar merata dan saling menutup rapat di atas dasar warna putih. Colortec Colormeter diletakkan sedemikian rupa sehingga bagian pengukur semuanya berada di atas bawang daun rajangan dan tidak terdapat celah di antara Colormeter dengan bawang daun rajangan sehinga tidak ada cahaya yang masuk/keluar permukaan sonsor dari/ke lingkungan. Setelah siap, tombol pengaktif pengukuran ditekan sehingga lampu sumber cahaya menyala dan reflektannya terukur. Display akan menampilkan nilai L, a, dan b masingmasing dalam 4 angka. Nilai L, a, dan b adalah nilai yang ditampilakn pada displai dibagi dengan 100. Untuk setiap perlakuan dan ulangan, engukuran dilakukan tiga kali (triplo) dengan contoh yang berbeda. 2. Pe ngukuran susut bobot (penimbangan) Susut bobot diukur setiap hari dengan cara menimbang produk dan dibandingkan dengan bobot awalnya. Susut bobot dinyatakan dalam persentase. Penimbangan dilakukan dengan menggunakan neraca analitik dua digit. 3. Penilaian sensoris Penilaian sensoris yang dilakukan meliputi penilaian oleh 30 panelis agak terlatih (mahasiswa) terhadap warna, tekstur, rasa, dan aroma.

88 Penilaian warna, tekstur dan aroma dilakukan secara langsung pada rajangan bawang daun dengan pembanding rajangan bawang daun yang baru. Untuk aroma, selain dilakukan penilaian sensoris langsung pada rajangannya juga dilakukan penilaian sensoris bawang daun rajangan yang disajikan di dalam campuran dengan bubur dan sup. Penilaian sensoris oleh panelis agak terlatih dilakuakn menggunakan skala hedonis 1 sampai 5. Skala yang digunakan adalah sebagai berikut: ragam. 5 = suka 4 = agak suka 3 = biasa 2 = agak tidak suka 1 = tidak suka Data hasil penilaian sensoris diolah dengan menggunakan analisis Selain penilaian oleh pane lis agak terlatih, dilakukan pula penilaian secara obyektif oleh peneliti untuk melihat perubahan parameter sensoris bawang daun rajangan selama penyimpanan. Penilaian obyektif ini dilakukan dengan membandingkan bawang daun rajangan yang telah disimpan de ngan bawang daun rajangan baru. Parameter sensoris yang dinilai secara obyektif adalah warna, aroma, rasa, dan tekstur. 4. Penentuan kadar minyak atsiri Kadar minyak atsiri ditentukan dengan metode distilasi. Sejumlah bahan dimasukkan dalam labu Erlenmeyer dan ditambah air sebanyak tiga kali jumlah bahan. Mulut Labu Erlenmeyer dihubungkan dengan extraction apparatus yang dilengkapi dengan pendingin/kondensor. Extraction apparatus ini berfungsi untuk menampung minyak atsiri yang telah menguap dan dikondensasi oleh kondensor. Distilasi dilakukan selama 3 5 jam hingga tidak terjadi penambahan minyak atsiri yang terkumpul pada extraction apparatus. Setelah itu minyak atsiri dikeluarkan dari extraction apparatus dan ditimbang bobotnya. Kadar minyak atsiri dihitung dengan persamaan berikut:

89 100% Kadar minyak atsiri (%) = [bobot minyak atsiri (g)/ bobot contoh (g)] * 5. Penentuan kadar air (distilasi toluen) Kadar air ditentukan dengan metode ditilasi dengan media toluen. Sejumlahbahan dimasukkan dalam labu Erlenmeyer dan ditambah dengan pelarut toluen bebas air sampai semua bahan terendam dan dilebihkan sampai beberapa cm di atas tumpukan bahan. Mulut Labu Erlenmeyer dihubungkan dengan bagian penampung air yang telah diisi dengan pelarut toluen sampai penuh. Bagian penampung air ini dihubungkan dengan kondensor tegak. Distilasi dilakukan selama 3 5 jam hingga tidak terjadi penambahan jumlah air di dalam penampung berskalanya. Setelah itu peralatan didinginkan sampai suhu kamar dan volume air yang tertampung dibaca dari skala yang ada. Dengan asumsi densitas air adalah 1 gram per ml, kadar air dihitung dengan persamaan berikut: Kadar air (%) = (volume air tertampung/bobot bahan) x 100% 6. Penentuan kadar abu Kadar abu diukur dengan metode tanur. Cawan porselen dikeringkan dalam oven selama 30 menit, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sejumlah sampel ditimbang dalam cawan tersebut, dipanaskan hingga sampel berbentuk arang dan diabukan dalam tanur sampai berwarna putih keabuan pada suhu 525 o C. Hasil pengabuan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Kadar abu = (A/B) x 100% Dimana : A = bobot abu (g) B = bobot sampel kering (g)

90 7. Penentuan kadar lemak (metode sohxlet) Sejumlah bahan yang telah dikeringkan (bobot segarnya dicatat) dibungkus dengan kertas saring yang telah diketahui bobotnya. Bahan terbungkus dimasukkan ke dalam sohxlet apparatus berisi pelarut heksana. Sohxlet apparatus dihubungkan dengan pendingin tegak. Lemak dalam bahan diekstrak dengan pelarut heksana sampai 50 kali refluks atau selama 3 jam. Selanjutnya bahan dikeluarkan dari sohxlet apparatus dan dikeringkan sampai bobotnya konstan. Kadar minyak bahan dihitung dengan persamaan berikut: Kadar lemak (%) = penurunan bobot bahan / bobot segar bahan x 100% 8. Penentuan kadar protein (metode mikro Kjeldhal) Bahan sebanyak 50 mg dimasukkan ke dalam labu Kjeldhal dan ditambah 2,5 ml H2SO4 pekat dan 2 gram katalis campuran CuSO4 dan Na2SO4 (1 : 1,2) kemudian didestruksi dalam ruang asam sampai warna cairan menjadi hijau jernih dan didinginkan. Cairan tadi diencerkan dengan aquades dan dimasukkan ke dalam alat distilasi serta tabung dibilas dengan aquades. Selanjutnya ke dalam cairan tersebut ditambah dengan 15 ml NaOH pekat ( 50%). Sementara itu disiapkan la rutan 25 ml HCl 0,02 N dalam Erlenmeyer 300 ml dan ditambah 2 tetes indikator mengsel. Larutan ini didistilasi selama 5 menit atau volume penampung menjadi dua kali semula. Setelah itu dititrasi dengan NaOH 0,02 N sampai warna berubah menjadi hijau. Titrasi juga dilakukan untuk larutan blanko. Kadar protein dihitung dengan persamaan berikut: Kadar protein (%) = [(ml blanko ml contoh)/bobot contoh] x N NaOH x 0,014 x 6,5 x 100% 9. Penentuan kadar serat kasar Satu gram bahan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 100 ml H2SO4 0,325 N. Bahan selanjutnya dihidrolisis di

91 dalam otoklaf bersuhu 105 C selama 15 menit. Bahan didinginkan, kemudian ditambahkan 50 ml NaOH 1,25 N. Lalu dilakukan hidrolisis kembali di dalam otoklaf bersuhu 105 C selama 15 menit. Bahan disaring dengan menggunakan kertas saring yang telah dikeringkan (diketahui bobotnya). Setelah itu kertas saring dicuci berturut-turut dengan air panas + 25 ml H2SO4 0,325 N dan air panas + 25 ml Aceton/alkohol. Angkat dan keringkan kertas saring + bahan dalam oven bersuhu 110 C selama 1-2 jam. Kadar serat = ( bobot kertas saring+bahan) (bobot kertas saring) x 100% bobot awal bahan 10. Penentuan kadar karbohidrat (by different) Kadar karbohidrat diperoleh dari perhitungan berdasarkan kadar bahan lain yang telah diketahui. Persamaan yang dipakai adalah sebagai berikut: Kadar karbohidrat (%) = 100% - (kadar air + kadar minyak atsiri + kadar minyak + kadar protein + kadar serat + kadar abu).

92 Lampiran 8. Diagram sistem warna L, a, b

PENGEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI BAWANG DAUN (Alium ampeloprosum) RAJANGAN S U G I A R T O

PENGEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI BAWANG DAUN (Alium ampeloprosum) RAJANGAN S U G I A R T O PENGEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI BAWANG DAUN (Alium ampeloprosum) RAJANGAN S U G I A R T O SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 ABSTRACT SUGIARTO. Effects of Modified Atmospheres

Lebih terperinci

PENENTUAN KOMPOSISI ATMOSFIR UNTUK PENYIMPANAN BAWANG DAUN RAJANGAN ABSTRACT

PENENTUAN KOMPOSISI ATMOSFIR UNTUK PENYIMPANAN BAWANG DAUN RAJANGAN ABSTRACT Penentuan Komposisi Atmosfir Untuk Penyimpanan... PENENTUAN KOMPOSISI ATMOSFIR UNTUK PENYIMPANAN BAWANG DAUN RAJANGAN Sugiarto 1, Hadikaria Purwadaria 2 dan Illah Sailah 1 1 Departemen Teknologi Industri

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Konsentrasi O dan CO dalam Kemasan mempunyai densitas antara.915 hingga.939 g/cm 3 dan sebesar,9 g/cm 3, dimana densitas berpengaruh terhadap laju pertukaran udara

Lebih terperinci

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI)

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI) PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI) Cara-cara penyimpanan meliputi : 1. penyimpanan pada suhu rendah 2. penyimpanan dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Laju Respirasi Wortel Terolah Minimal

HASIL DAN PEMBAHASAN. Laju Respirasi Wortel Terolah Minimal HASIL DAN PEMBAHASAN Laju Respirasi Wortel Terolah Minimal cold chaín Perubahan laju produksi CO 2 pada wortel terolah minimal baik pada wortel utuh (W1) maupun irisan wortel (W2) pada penelitian pendahuluan

Lebih terperinci

ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA RESPIRASI Oleh: Dimas Rahadian AM, S.TP. M.Sc Email: rahadiandimas@yahoo.com JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA RESPIRASI RESPIRASI AEROBIK C 6 H 12 O 6 + 6O 2 + 38 ADP

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah melon yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

Skripsi PENYIMPANAN POTONGAN SAWO SEGAR DALAM KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI. Oleh : DEDY AGUSPRIANDONO SUPRAPTO F

Skripsi PENYIMPANAN POTONGAN SAWO SEGAR DALAM KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI. Oleh : DEDY AGUSPRIANDONO SUPRAPTO F Skripsi PENYIMPANAN POTONGAN SAWO SEGAR DALAM KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI Oleh : DEDY AGUSPRIANDONO SUPRAPTO F 14103093 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Parameter Fisik dan Organoleptik Pada Perlakuan Blansir 1. Susut Bobot Hasil pengukuran menunjukkan bahwa selama penyimpanan 8 hari, bobot rajangan selada mengalami

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SUSUT BOBOT Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan mutu tomat. Perubahan terjadi bersamaan dengan lamanya waktu simpan dimana semakin lama tomat disimpan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Pendahuluan

BAHAN DAN METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Pendahuluan BAHAN DAN METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada bulan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUKURAN LAJU RESPIRASI Setelah dipanen ternyata sayuran, buah-buahan, dan umbi-umbian masih mengalami proses respirasi oleh karena itu sayuran, buah-buahan dan umbiumbian

Lebih terperinci

Tabel 1. Pola Respirasi Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna Hijau kekuningan (+) Hijau kekuningan (++)

Tabel 1. Pola Respirasi Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna Hijau kekuningan (+) Hijau kekuningan (++) V. HASIL PENGAMATAN Tabel 1. Pola Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna (++) Aroma Khas jeruk Khas jeruk Khas jeruk - - (++) Tekstur (++) Berat (gram) 490 460 451 465,1 450

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengemasan Buah Nanas Pada penelitian ini dilakukan simulasi transportasi yang setara dengan jarak tempuh dari pengumpul besar ke pasar. Sebelum dilakukan simulasi transportasi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung

I. PENDAHULUAN. Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung mampu memproduksi pisang sebanyak 319.081 ton pada tahun 2003 dan meningkat hingga

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN PENDAHULUAN Dari penelitian pendahuluan diperoleh bahwa konsentrasi kitosan yang terbaik untuk mempertahankan mutu buah markisa adalah 1.5%. Pada pengamatan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fateta-IPB.

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Konsentrasi KMnO 4 Terhadap Susut Berat Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap susut berat cabai merah berbeda nyata

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya

TINJAUAN PUSTAKA. dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya TINJAUAN PUSTAKA Jeruk Siam Jeruk siam (Citrus nobilis LOUR var Microcarpa) merupakan salah satu dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya berbentuk bulat dengan permukaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di Indonesia memungkinkan berbagai jenis buah-buahan tumbuh dan berkembang. Namun sayangnya, masih banyak

Lebih terperinci

Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman,

Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman, Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman, bulky/voluminous/menghabiskan banyak tempat, sangat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Mangga merupakan buah tropis yang populer di berbagai belahan dunia,

I PENDAHULUAN. Mangga merupakan buah tropis yang populer di berbagai belahan dunia, I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan dihaluskan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Bahan dan Alat Keripik wortel sebagai bahan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil produksi sendiri yang dilakukan di laboratorium proses Balai Besar Industri

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang memiliki permintaan yang cukup tinggi dalam bentuk segar. Meskipun demikian, bawang merah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Susut Bobot Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan penurunan mutu buah. Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman terung belanda berbentuk perdu yang rapuh dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman terung belanda berbentuk perdu yang rapuh dengan TINJAUAN PUSTAKA Terung Belanda Tanaman terung belanda berbentuk perdu yang rapuh dengan pertumbuhan yang cepat dan tinggi dapat mencapai 7,5 meter. Tanaman ini mulai berproduksi pada umur 18 bulan setelah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penentuan Laju Respirasi dengan Perlakuan Persentase Glukomanan Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah sawo yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) TINJAUAN PUSTAKA Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Manggis (Garcinia mangostana L.) termasuk buah eksotik yang digemari oleh konsumen baik di dalam maupun luar negeri, karena rasanya yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

PENYIMPANAN SAYUR DAN BUAH TITIS SARI KUSUMA

PENYIMPANAN SAYUR DAN BUAH TITIS SARI KUSUMA PENYIMPANAN SAYUR DAN BUAH TITIS SARI KUSUMA Tujuan Pembelajaran Mahasiswa mengetahui prinsip penyimpanan sayur dan buah Mahasiswa mengetahui tujuan penyimpanan sayur dan buah Mahasiswa mengetahui jenis

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Suhu merupakan faktor yang sangat penting untuk memperpanjang umur simpan dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme menjadi lambat sehingga

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN MBAHASAN A. SUSUT BOBOT Perubahan susut bobot seledri diukur dengan menimbang bobot seledri setiap hari. Berdasarkan hasil pengukuran selama penyimpanan, ternyata susut bobot seledri mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah buah pisang. Tahun 2014, buah pisang menjadi buah dengan produksi terbesar dari nilai produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika dan kini telah menyebar di kawasan benua Asia termasuk di Indonesia. Tomat biasa ditanam di dataran

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. WARNA KULIT BUAH Selama penyimpanan buah pisang cavendish mengalami perubahan warna kulit. Pada awal pengamatan, buah berwarna hijau kekuningan dominan hijau, kemudian berubah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi, yang mampu menyumbangkan

Lebih terperinci

PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR

PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu jenis buah yang akhir-akhir ini populer adalah buah naga. Selain

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu jenis buah yang akhir-akhir ini populer adalah buah naga. Selain I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu jenis buah yang akhir-akhir ini populer adalah buah naga. Selain karena bentuknya yang eksotik, buah naga juga memiliki rasa yang manis dan beragam manfaat untuk

Lebih terperinci

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN II Disusun oleh : Nur Aini Condro Wibowo Rumpoko Wicaksono UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan diawali dengan melakukan uji terhadap buah salak segar Padangsidimpuan. Buah disortir untuk memperoleh buah dengan kualitas paling

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga 3 TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga Tanaman buah naga termasuk dalam kingdom Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Caryophyllales, famili Cactaceae, subfamili Cactoidae, genus Hylocereus Webb.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di

I. PENDAHULUAN. Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di Indonesia adalah jenis Fragaria vesca L. Buah stroberi adalah salah satu produk hasil

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PASCA PANEN

TEKNOLOGI PASCA PANEN PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI PASCA PANEN Oleh : TIM PENGAMPU LABORATORIUM AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2016 DAFTAR ACARA PRAKTIKUM TEKNOLOGI PASCA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah budidaya jambu biji. Jambu biji jenis getas merah (Psidium guajava Linn) merupakan jenis jambu

Lebih terperinci

Buah-buahan dan Sayur-sayuran

Buah-buahan dan Sayur-sayuran Buah-buahan dan Sayur-sayuran Pasca panen adalah suatu kegiatan yang dimulai dari bahan setelah dipanen sampai siap untuk dipasarkan atau digunakan konsumen dalam bentuk segar atau siap diolah lebih lanjut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Parameter sensori sangat penting pada tahap penelitian dan pengembangan produk pangan baru. Produk baru yang dihasilkan harus memiliki penanganan yang tepat agar

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI

KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRAK LIRA BUDHIARTI. Karakterisasi

Lebih terperinci

MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN

MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN Manisan biasanya dibuat dari buah. Produk ini merupakan bahan setengah kering dengan kadar air sekitar 30 %, dan kadar gula tinggi (>60%). Kondisi ini memungkinkan manisan

Lebih terperinci

Sifat Fisiologis Pasca Panen PENYIMPANAN. a. Respirasi. a. Respirasi 12/17/2012

Sifat Fisiologis Pasca Panen PENYIMPANAN. a. Respirasi. a. Respirasi 12/17/2012 PENYIMPANAN Teknik Penanganan Pasca Panen Sifat Fisiologis Pasca Panen a. Respirasi b. Produksi Ethilen c. Transpirasi 17/12/2012 Fisiologi Pasca Panen 2011 1 d. Sensitivitas 17/12/2012 Fisiologi Pasca

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan tanaman pertanian yang strategis untuk dibudidayakan karena permintaan cabai yang sangat besar dan banyak konsumen yang mengkonsumsi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Suhu pada Respirasi Brokoli Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa brokoli mempunyai respirasi yang tinggi. Namun pada suhu yang rendah, hasil pengamatan menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengawetan dengan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan metabolisme. Hal ini dilakukan berdasarkan fakta bahwa respirasi pada buah dan sayuran tetap

Lebih terperinci

MATA KULIAH TPPHP UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 TIM DOSEN PENGAMPU TPPHP

MATA KULIAH TPPHP UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 TIM DOSEN PENGAMPU TPPHP MATA KULIAH TPPHP UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 TIM DOSEN PENGAMPU TPPHP KERUSAKAN FISIK/MEKANIS KERUSAKAN KIMIAWI KERUSAKAN MIKROBIOLOGIS KEAMANAN PANGAN, CEGAH : o CEMARAN FISIK o CEMARAN KIMIAWI o CEMARAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. dan termasuk ke dalam famili Solanacea. Buahnya merupakan sumber vitamin

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. dan termasuk ke dalam famili Solanacea. Buahnya merupakan sumber vitamin I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7)

Lebih terperinci

MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN

MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN Manisan biasanya dibuat dari buah. Produk ini merupakan bahan setengah kering dengan kadar air sekitar 30 %, dan kadar gula tinggi (>60%). Kondisi ini memungkinkan manisan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belimbing terdiri atas dua jenis, yaitu belimbing manis (Averrhoa carambola L.)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belimbing terdiri atas dua jenis, yaitu belimbing manis (Averrhoa carambola L.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Belimbing Belimbing terdiri atas dua jenis, yaitu belimbing manis (Averrhoa carambola L.) dan belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.). Belimbing manis mempunyai bentuk seperti bintang,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Wortel dan Kandungan Kimia

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Wortel dan Kandungan Kimia 4 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Wortel dan Kandungan Kimia Wortel (Daucus carota) bukan tanaman asli Indonesia, berasal dari negeri yang beriklim sedang (sub-tropis) yaitu Asia Timur dan Asia Tengah. Ditemukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. B. Bahan dan Alat. C. Prosedur Penelitian. 1. Tahapan Persiapan. a. Persiapan Buah Jambu Biji Terolah Minimal

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. B. Bahan dan Alat. C. Prosedur Penelitian. 1. Tahapan Persiapan. a. Persiapan Buah Jambu Biji Terolah Minimal III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini akan dilakukan pada bulan februari sampai april 2010 di laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin

Lebih terperinci

PENGATURAN PENYIMPANAN KOMODITI PERTANIAN PASCA PANEN

PENGATURAN PENYIMPANAN KOMODITI PERTANIAN PASCA PANEN PENGATURAN PENYIMPANAN KOMODITI PERTANIAN PASCA PANEN PENYIMPANAN DINGIN Diperlukan untuk komoditi yang mudah rusak, karena dapat mengurangi Kegiatan respirasi dan metabolisme lainnya Proses penuaan karena

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

Gambar 1. Brokoli (Brassica oleracea L. var. italic)

Gambar 1. Brokoli (Brassica oleracea L. var. italic) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Brokoli (Brassica oleracea L. var. italic) Brokoli merupakan sayuran subtropik yang termasuk dalam golongan tanaman kubis-kubisan dan sering dikenal dengan nama kubis bunga hijau.

Lebih terperinci

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan 1 Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan Pengertian Abon Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi, kerbau,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang seharusnya kita dapat mempelajari dan bersyukur kepadanya. Kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. yang seharusnya kita dapat mempelajari dan bersyukur kepadanya. Kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia termasuk salah satu negara yang kaya dengan berbagai spesies flora. Kekayaan tersebut merupakan suatu anugerah besar yang diberikan Allah SWT yang seharusnya

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Laju Respirasi Respirasi merupakan proses metabolisme oksidatif yang mengakibatkan perubahan-perubahan fisikokimia pada buah yang telah dipanen.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DOSIS DAN KEMASAN BAHAN PENYERAP Penentuan dosis dilakukan untuk memperoleh dosis zeolit yang paling optimal sebagai bahan penyerap etilen dalam penyimpanan buah salak pondoh

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PEMBUATAN SAUS TOMAT Oleh: Masnun Balai Pelatihan Pertanian Jambi I. PENDAHULUAN

TEKNOLOGI PEMBUATAN SAUS TOMAT Oleh: Masnun Balai Pelatihan Pertanian Jambi I. PENDAHULUAN Page1 TEKNOLOGI PEMBUATAN SAUS TOMAT Oleh: Masnun Balai Pelatihan Pertanian Jambi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) merupakan salah satu komoditi sayuran buah yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biji nangka merupakan salah satu limbah organik yang belum dimanfaatkan secara optimal, padahal biji nangka memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi yaitu karbohidrat

Lebih terperinci

PENGOLAHAN DENGAN SUHU RENDAH. Oleh : ROSIDA, S.TP,MP

PENGOLAHAN DENGAN SUHU RENDAH. Oleh : ROSIDA, S.TP,MP PENGOLAHAN DENGAN SUHU RENDAH Oleh : ROSIDA, S.TP,MP PENDINGINAN (Cooling / Refrigerasi) : Adalah penyimpanan bahan pangan (Nabati/Hewani) diatas suhu titik beku tetapi kurang dari 15oC Pendinginan merupakan

Lebih terperinci

Nova Nurfauziawati Kelompok 11A VI. PEMBAHASAN

Nova Nurfauziawati Kelompok 11A VI. PEMBAHASAN VI. PEMBAHASAN merupakan proses katabolisme atau penguraian senyawa organik menjadi senyawa anorganik. sebagai proses oksidasi bahan organik yang terjadi didalam sel dan berlangsung secara aerobik maupun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pangan nasional. Komoditas ini memiliki keragaman yang luas dan berperan

PENDAHULUAN. pangan nasional. Komoditas ini memiliki keragaman yang luas dan berperan PENDAHULUAN Latar Belakang Sayuran merupakan komoditas penting dalam mendukung ketahanan pangan nasional. Komoditas ini memiliki keragaman yang luas dan berperan sebagai sumber karbohidrat, protein nabati,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tidak rata karena mata tunas dan warna daging dari putih hingga kuning

I. PENDAHULUAN. tidak rata karena mata tunas dan warna daging dari putih hingga kuning I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura yang dikonsumsi pada bagian umbi di kalangan masyarakat dikenal sebagai sayuran umbi. Kentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah merupakan salah satu jenis pangan yang sangat penting peranannya bagi tubuh kita, terlebih karena mengandung beberapa vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh. Buah juga

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penyusunan Buah Dalam Kemasan Terhadap Perubahan Suhu Penelitian ini menggunakan dua pola penyusunan buah tomat, yaitu pola susunan acak dan pola susunan teratur. Pola

Lebih terperinci

KAJIAN PEMBUATAN EDIBEL FILM KOMPOSIT DARI KARAGENAN SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTANT REBUS

KAJIAN PEMBUATAN EDIBEL FILM KOMPOSIT DARI KARAGENAN SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTANT REBUS KAJIAN PEMBUATAN EDIBEL FILM KOMPOSIT DARI KARAGENAN SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTANT REBUS ENDANG MINDARWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2 0 0 6 Judul Tesis Nama NIM : Kajian

Lebih terperinci

DAN PENDINGBNAN TERHADAP DAYA SlMPWW BAMUR MERANG SEGAR

DAN PENDINGBNAN TERHADAP DAYA SlMPWW BAMUR MERANG SEGAR i t 7. ;"! C '.qs 0) "!. *,,I:,..-. < ",, *. ~- [ '~,Jl MEMPELAJARI PENGARUH KONDlSl DAN PENDINGBNAN TERHADAP DAYA SlMPWW BAMUR MERANG SEGAR ( Volvariella volvacea ) * 7 01eh DlAN SUWAIDA F 24. 1120 1991

Lebih terperinci

DAN PENDINGBNAN TERHADAP DAYA SlMPWW BAMUR MERANG SEGAR

DAN PENDINGBNAN TERHADAP DAYA SlMPWW BAMUR MERANG SEGAR i t 7. ;"! C '.qs 0) "!. *,,I:,..-. < ",, *. ~- [ '~,Jl MEMPELAJARI PENGARUH KONDlSl DAN PENDINGBNAN TERHADAP DAYA SlMPWW BAMUR MERANG SEGAR ( Volvariella volvacea ) * 7 01eh DlAN SUWAIDA F 24. 1120 1991

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Sayuran Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai konsekuensi logis dari aktivitas serta pemenuhan kebutuhan penduduk kota. Berdasarkan sumber

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan penghasil komoditi pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan penghasil komoditi pertanian yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan penghasil komoditi pertanian yang beranekaragam dan melimpah. Beberapa jenis buah yang berasal dari negara lain dapat dijumpai dapat

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. kismis, cung, tomat liar atau currant tomato. Bentuk tanaman tomat rampai

I. TINJAUAN PUSTAKA. kismis, cung, tomat liar atau currant tomato. Bentuk tanaman tomat rampai I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Tomat Rampai Tomat rampai memiliki banyak sebutan nama antara lain: tomat ranti,tomat kismis, cung, tomat liar atau currant tomato. Bentuk tanaman tomat rampai sama dengan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah permen jelly pepaya yang terbuat dari pepaya varietas IPB 1 dengan bahan tambahan sukrosa, ekstrak rumput

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1 Ekspor komoditas hortikultura tahun Volume. Nilai (US$)

PENDAHULUAN. Tabel 1 Ekspor komoditas hortikultura tahun Volume. Nilai (US$) PENDAHULUAN Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan salah satu hasil pertanian yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi. Perkembangan volume dan nilai perdagangan tanaman hias, sayur-sayuran, buah-buahan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. B. Bahan Dan Alat. C. Prosedur Penelitian

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. B. Bahan Dan Alat. C. Prosedur Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai Mei 2011 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7)

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah jenis tanaman sayur umbi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah jenis tanaman sayur umbi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN TEMPAT Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN RESPIRASI PADA TUMBUHAN. Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Fisiologi Tumbuhan

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN RESPIRASI PADA TUMBUHAN. Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Fisiologi Tumbuhan LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN RESPIRASI PADA TUMBUHAN Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Fisiologi Tumbuhan yang diampu oleh Drs.Dahlia, M.Pd Disusun oleh : Kelompok II/Offering A 1. Annas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Lebih terperinci