SOLIDARITAS MEKANIK KE SOLIDARITAS ORGANIK (Suatu Ulasan Singkat Pemikiran Emile Durkheim)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SOLIDARITAS MEKANIK KE SOLIDARITAS ORGANIK (Suatu Ulasan Singkat Pemikiran Emile Durkheim)"

Transkripsi

1 SOLIDARITAS MEKANIK KE SOLIDARITAS ORGANIK Oleh Ramadhani Setiawan Dosen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji Abstract Various theories about the show that the ability of people to change that is the important factor in understanding the community. That is, society can not be understood from a variable, statement, and the assumption of only a theory, but must be viewed in real terms or contextual. One of the industrious experts who understand it is Emile Durkheim. Society is more important than the individual, then that individual must learn the moral values that exist in that society. one of his famous works are the Mechanical Solidarity and Organic Solidarity. Keyword: Mechanical Solidarity. Organic Solidarity A. Pendahuluan Teori-teori mengenai masyarakat, berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakatnya. Dari masa ke masa, teori-teori tersebut mengalami perkembangan dan perubahan bahkan ada yang turut tenggelam bersama dengan bertumbuhnya teori baru (kadang kala para akademisi sering menyebutkan teori lama sudah datang ajalnya). Dalam konteks tersebut, kita tidak boleh menyanggah bahwa perubahanperubahan teori mengenai masyarakat itu terjadi di dalam suatu masyarakat yang dinamis dengan daya pergerakan yang tinggi. Beragam teori mengenai masyarakat itu memperlihatkan bahwa kemampuan masyarakat untuk berubah itulah yang menjadi faktor penting dalam memahami masyarakat. Artinya, masyarakat tidak dapat dimengerti dari suatu variabel, pernyataan, dan asumsi dari sebuah teori saja, melainkan mesti dilihat secara riil dan kontekstual. Salah satu ahli yang paling dalam memahaminya adalah Emile Durkheim. Ia adalah seorang intelektual yang tidak dapat dilepaskan dari kontek sosial kultural yang melingkupinya. Penekanannya dilakukan pada sains dan reformasi sosial, maka ia dipandang menempati posisi penting dalam perkembangan sosiologi, namun setiap perubahan yang terjadi di masyarakat bukan hanya menjadi kajian sosiologi saja, tetapi menjadi perbendaharaan ilmu lainnya. Kerangka teorinya, lebih mengutamakan arti penting masyarakat-struktur, interaksi dan institusi sosial-dalam memahami pemikiran dan perilaku manusia. Ia ingin melihat hampir seluruh perubahan utama manusia yaitu persoalan hukum, moralitas, profesi, keluarga, ilmu pengetahuan, seni dan juga agama, dengan menggunakan sudut pandang sosial (Hujair sanaky. 2005). Durkheim, mengklaim tanpa adanya masyarakat yang melahirkan dan membentuk semua itu, tak ada satupun yang akan muncul dalam kehidupan. Dalam pemikiran Durkheim mengenai solidaritas sosial dalam karyanya The Division Of Labour yaitu secara mekanis dan organis. Kedua terminologi tersebut perlu dipahami dalam kerangka teori-teori Durkheim mengenai masyarakat. Bagi Durkheim, solidaritas banyak di pengaruhi oleh fakta sosial itu memperlihatkan adanya berbagai cara dan usaha manusia untuk membangun suatu komunitas, atau apa yang disebutnya masyarakat. Lewis Coser (1971) menjelaskan bahwa yang dimaksud Durkheim mengenai fakta sosial adalah suatu ciri atau sifat sosial yang kuat yang tidak harus dijelaskan pada level biologi dan psikologi, tetapi sebagai sesuatu yang berada secara khusus di dalam diri manusia. Ritzer (2004) juga menjelaskan bahwa fakta sosial, dalam teori Durkheim itu bersifat memaksa karena mengandung struktur-struktur yang berskala luas misalnya undang-undang yang melembaga. Sesuai dengan pernyataan beliau bahwa : Suatu fakta sosial harus dikenal oleh kekuatan

2 260 memaksanya yang bersifat eksternal yang memaksa atau mampu memaksa individu, dan hadirnya kekuatan ini dapat dikenal kalau tidak diikuti, baik dengan adanya suatu sanksi tertentu maupun sesuatu perlawanan yang diberikan kepada setiap usaha individu yang condong untuk melanggarnya. Namun orang dapat juga mengenalnya dengan tersebarnya fakta sosial itu dalam kumpulan itu, asalkan dia dapat memperhatikan bahwa eksistensi fakta sosial itu sendiri terlepas dari bentuk-bentuk individu yang diasumsikan dalam penyebaran tersebut (Emile Durkheim 1964). Dari semua fakta sosial yang ditunjuk dan dibincangkan oleh Durkheim, tak satupun yang sedemikian sentralnya seperti konsep solidaritas sosial. Dalam satu produknya, solidaritas sosial membawahi semua karya utamanya. Istilah-istilah yang berhubungan erat dengan persoalan solidaritas ialah integritas sosial dan kekompakan sosial. Singkatnya, solidaritas menunjuk pada suatu keadaan hubungan antara individu dan kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang di anut bersama dan diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Ikatan ini lebih mendasar jika dibandingkan hubungan kontraktual yang dibuat atas kesepakatan rasional, karena hubunganhubungan serupa itu mengandaikan sekurang-kurangya satu tangga konsensus terhadap prinsip-prinsip moral yang menjadi dasar kontrak itu. Dengan demikian jelas bahwa yang dimaksud dengan fakta sosial adalah bukan sesuatu yang tampak seperti itu saja, melainkan motifmotif atau dorongan sosial yang menimbulkan sesuatu itu berlaku di dalam realitas sosial. Maka setiap fakta sosial yang baru membentuk satu nilai sedangkan dilain hal nilai lama akan terkikis bahkan menjadi hilang karena sudah adanya kesepakatan bersama dalam masyarakat tersebut. Untuk itu, dalam tulisan ini diistilahkan dengan deintegrasi nilai. Dalam tulisan ini berfokus pada pemikiran Durkheim mengenai solidaritas mekanis dan solidaritas organis yang sub bahasannya adalah pertama sekilas tentang Emile Durkheim, kedua, memudarnya solidaritas mekanis, ketiga, menguatnya solidaritas organis, keempat, pertumbuhan solidaritas organis dan kelima, hasil degradasi nilai terhadap solidaritas tersebut. B. Sekilas Tentang Emile Durkheim Durkheim, dilahirkan pada tahun 1858 di kota Epinal dekat Strasbourg, daerah Timur Laut Perancis. Ayahnya seorang pendeta Yahudi. Durkheim, perkembangan Solidaritas Mekanik ke Solidaritas Organik pemikirannya sangat dipengaruhi oleh lingkungan di luar keluarganya, meskipun ayahnya seorang pendeta Yahudi. Mungkin pengaruh inilah yang menambah keterikatannya terhadap masalah agama, walaupun para seniornya menginginkan ia menjadi seorang penganut katolik yang taat. Mengapa, sebab sejak muda Durkheim telah menyatakan dirinya sebagai seorang agnostik. Tentu, Sikap ini bersimpangan dan kontras dengan ayahnya dan apa yang telah dipelajari dari guruguru Katoliknya sejak muda. Pada akhirnya, Durkheim, di dikenal sebagai seorang atheis yang kuat dan selalu bersifat agnostik, iaitu tidak pernah mempersoalkan kebenaran keyakinan masyarakat yang sedang ditelitinya (Hujair sanaky. 2005). Ketajaman pemikirannya kadang-kadang dianggap aneh oleh lingkungan kampus, ia dianggap gila oleh mahasiswanya karna berkontemplasi atau dianggap nyeleneh dalam proses pengajaran. Pada usia 21 tahun, jalur pendidikan Durkheim di sekolah Ecole Normale Superieure di Paris dan mengambil studi sejarah dan falsafah. Pada awalnya, Durkheim tidak suka dengan suasana pendidikan yang kaku. Keadaan seperti ini selalu membuat suasana tidak menyenangkan. Durkheim, setelah menyelesaikan studinya, mengajar falsafah di beberapa sekolah yang ada di Paris. Pada tahun , Durkheim, migrasi ke Jerman untuk mempelajari psikologi kepada Wilhelm Wundt. Pada tahun 1887, Durkheim diangkat sebagai Profesor Sosiologi di Universitas Bordeaux yang tentu memberinya posisi baru bagi ilmuan sosial terutama dalam penelitian sosialnya. Kemudian, Durkheim menetap di Jeman sampai tahun 1902 dan selama lima belas tahun di Bordeaux, Durkheim telah menghasilkan tiga karya besar yang diterbitkan dalam bentuk buku, iaitu: The Division of Labor in Society (1893), The Rules of Sociological Method (1895) dan Suicide: a Study in Sosiology (1897). Pada saat yang sama pula, Durkheim dan beberapa sarjana lainnya bergabung untuk menerbitkan L Annee Sociologique, iaitu sebuah jurnal yang memuat artikel-artikel sosial yang kemudian terkenal di seluruh dunia (Peter, 2003). Ia diangkat Profesor Sosiologi dan Pendidikan di Universitas Sorbonne, Paris pada tahun Perhatian dan minat Durkheim terhadap agama terhadap kehidupan sosial dalam membentuk moralitas, diwujudkan dalam sebuah karyanya yang bertajuk Les Formes elementaires de lavie relegieuse : Le systeme totemique en Australie (1912). Buku ini diterjemahkan dalam bahasa Inggris oleh Joseph Ward Swain menjadi The Elementary Forms of the Religious Life (1915). Dalam buku ini, mencoba menemukan elemen-elemen

3 Solidaritas Mekanik ke Solidaritas Organik dasar yang membentuk semua agama. Kemudian kesehatannya mulai menurun pada tahun 1916, karna anak satu-satunya terbunuh dalam kampanye militer di Siberia, sehingga membuatnya terserang penyakit stroke dan dalam usia 59 tahun tepatnya pada tahun 1917, Durkheim meninggal dunia. Pengaruh-pengaruh penting terhadap intelektual Durkheim datang dari tradisi-tradisi intelektual yang jelas mengandung unsur-unsur Perancis. Tafsiran-tafsiran yang saling mengisi dari Sanit Simon dan Comte mengenai kemunduran feodalisme dan munculnya bentuk masyarakat modern merupakan landasan utama semua karya Durkheim, sehingga memang sesuai, bila dikatakan bahwa tema utama karya Durkheim semasa hidup berkaitan dengan usaha mendamaikan konsep Comte mengenai tahapan positif dari masyarakat dengan peragaan Saint Simon yang sebagian beraneka ragam tentang ciri-ciri khas dari individualisme (Anthony Giddens. 1986). Sejal awal karir mengajar, Durkheim bertekad untuk menekankan pengajaran praktis ilmiah serta moral daripada pendekatan falsafah tradisional yang menurut dia tidak relevan dengan masalah sosial dan moral yang terjadi di dunia ini. Walaupun yakin akan nilai sosiolog dalam membahas masalah-masalah moral dan sosial, sebagai seorang sarjana, Durkheim sangat kuat komitmennya untuk mengambil sikap obyektif dalam analisanya yang sangat teguh atas bersandarkan fakta. Durkheim seringkali dianggap sebagai seorang ahli politik yang konservatif dan pengaruh beliau dalam Sosiologi juga dianggap konservatif. Ianya karena beliau jarang melibatkan diri dalam politik secara langsung. Pada masa hidup beliau, dianggap sebagai seorang liberal dan terlibat secara aktif terutama dalam usaha untuk membantu Alfred Dreyfus yang merupakan seorang kapten tentara yang telah dihukum karena dituduh membelot. Menurut Farrel (1997) dalam Ritzer dan Goodman (2003) pada masa itu, ramai yang menganggap kasus tersebut sebagai anti-semitic. Durkheim merasa sangat kecewa dengan kasus Dreyfus terutamanya anti-semitism tetapi beliau tidak menanggapnya sebagai satu isu rasisme tetapi beliau melihat peristiwa tersebut sebagai satu simptom penyakit (patalogi) moral masyarakat Perancis secara umumnya. C. Pembahasan C.1. Memudarnya Solidaritas Mekanis Durkheim menggunakan istilah solidaritas mekanis untuk menganalisa masyarakat keseluruhannya. Solidaritas mekanis lebih menekankan pada sesuatu kesadaran kolektif bersama (collective consciousness), 261 yang menyandarkan pada totalitas kepercayaan dan sentimen bersama yang rata-rata ada pada warga masyarakat yang sama. Solidaritas mekanis merupakan sesuatu yang bergantung pada individu-individu yang memiliki sifat-sifat yang sama dan menganut kepercayaan dan pola norma yang sama pula. Oleh karena itu sifat individualitas tidak berkembang, individual ini terusmenerus akan dilumpuhkan oleh tekanan yang besar sekali untuk konformitas. Individu tersebut tidak harus mengalami atau menjalani satu tekanan yang melumpuhkan, karena kesadaran akan persoalan hal yang lain mungkin juga tidak berkembang. Inilah yang menjadi akar memudarnya atau deintegrasi nilai pada solidaritas mekanis. Pertama, perlu diketahui bahwa nilai barang bersifat ekonomis semakin lama nilainya akan menyusut. Kedua, kesadaran kolektif sebenarnya tidak stagnan atau tetap, melainkan bergerak liar dalam setiap tindakan masyarakat. Kemudian indikator yang paling jelas untuk solidaritas mekanis adalah ruang lingkup dan kerasnya nilai-nilai yang bersifat menekan (Durkheim. 1964) (represif). Nilai-nilai ini men-justifikasi setiap prilaku sebagai sesuatu yang jahat, mengancam atau melanggar kesadaran kolektif yang kuat tersebut. Hukuman pada pelaku kejahatan memperlihatkan pelanggaran moral dari kelompok tersebut melawan ancaman atau penyimpangan yang demikian tersebut, karena mereka dipandang sudah merusakkan keteraturan sosial. Hukuman tidak harus mencerminkan pertimbangan rasional yang mendalam mengenai jumlah kerugian secara objektif yang memojokkan masyarakat itu, juga tidak merupakan pertimbangan yang diberikan untuk menyesuaikan hukuman itu dengan kejahatannya, sebaliknya ganjaran itu menggambarkan dan menyatakan kemarahan kolektif yang muncul. Sebenarnya tidak terlalu banyak sifat orang yang menyimpang atau tindakan kejahatannya seperti oleh penolakan terhadap kesadaran kolektif yang diperlihatkannya, tetapi perlu diketahui suatu sifat kejahatan muncul dari umpan balik nilai-nilai masyarakat. Yang penting dari solidaritas mekanis adalah bahwa solidaritas itu didasarkan pada suatu tingkat homogenitas yang tinggi dalam kepercayaan, sentimen dan sebagainya. Homogenitas ini hanya mungkin kalau pembagian kerja bersifat minim (Doyle Paul Johnson.1986), C.2 Solidaritas Organis Berlawanan dengan solidaritas mekanis, solidaritas organis muncul karena pembagian kerja yang bertambah besar. Solidaritas ini didasarkan pada tingkat saling ketergantungan yang tinggi. Saling ketergantungan itu

4 262 bertambah sebagai hasil dari bertambahnya spesialisasi dalam pembagian pekerjaan, yang memungkinkan dan juga menggalakkan bertambahnya perbedaan pada kalangan individu. Munculnya perbedaan-perbedaan pada kalangan individu ini merombak kesadaran kolektif itu, yang pada gilirannya menjadi kurang penting lagi sebagai dasar untuk keteraturan sosial dibandingkan dengan saling ketergantungan fungsional yang bertambah antara individu-individu yang memiliki spesialisasi dan secara relatif lebih otonom sifatnya. Seperti yang dinyatakan Durkheim bahwa itulah pembagian kerja yang terus saja mengambil peran yang tadinya diisi oleh kesadaran kolektif. Durkheim mempertahankan bahwa kuatnya solidaritas organis itu ditandai oleh pentingnya undang-undang yang bersifat memperbaiki, menyehatkan maupun yang bersifat memulihkan (restitutif) daripada yang bersifat represif. Tujuan dari kedua bentuk undang-undang tersebut sangat berbeda. Undang-undang represif lebih mengungkapkan kemarahan kolektif yang dirasakan kuat sedangkan undang-undang restitutif berfungsi mempertahankan atau melindungi pola saling ketergantungan yang kompleks antara berbagai individu yang berspesialisasi atau kelompok-kelompok dalam masyarakat. Oleh karena itu, sifat ganjaran-ganjaran yang diberikan kepada seseorang pelaku kejahatan berbeda dalam kedua undang-undang itu. Mengenai tipe sanksi yang bersifat restitutif Durkheim mengatakan bukan bersifat balas dendam, melainkan hanya sekedar menyehatkan keadaan. Terlaksananya undang-undang represif sebenarnya bukan memperkuat keadaan karena sudah adanya investasi nilai tetapi represif sedikit demi sedikit akan menuju kepada undang-undang restitutif. Dalam sistem organis, kemarahan kolektif yang timbul karena prilaku menyimpang menjadi kecil kemungkinannya, karena kesadaran kolektif itu tidak begitu kuat. Sebagai hasilnya, hukuman lebih bersifat rasional, disesuaikan dengan rusaknya pelanggaran dan bermaksud untuk memulihkan atau melindungi hak-hak dari pihak yang dirugikan atau menjamin bertahannya kaedah ketergantungan yang kompleks tersebut dari solidaritas sosial. Pola restitutif ini jelas terlihat dalam undang-undang kepemilikan, undang-undang sewa, undang-undang perdagangan, peraturan dan prosedural administrasinya. C.3 Pertumbuhan Solidaritas Organis Masyarakat menampilkan suatu aspek, dalam setiap kasus. Dalam kasus pertama (solidaritas mekanis), dan yang disebut dengan nama itu ialah keseluruhan kepercayaan dan sentimen yang sedikit banyak Solidaritas Mekanik ke Solidaritas Organik terorganisasi dan yang sudah biasa dimiliki oleh semua anggota kelompok yaitu : jenis kolektif. Di lain persoalan, masyarakat dimana kita terikat (don t nous sommes solidaires) dalam kasus yang kedua, adalah suatu sistem fungsi-fungsi khusus beraneka ragam yang disatukan dalam antar-antar hubungan tertentu (Emile,1964). Jenis kohesi sosial solidaritas organis ini, bukan hanya berasal dari penerimaan suatu perangkat bersama dari kepercayaan dan sentimen, akan tetapi dari saling ketergantungan fungsional di dalam pembagian kerja. Bila solidaritas mekanis merupakan landasan utama bagi kohesi sosial, maka conscience collective merangkum sepenuhnya kesadaran individual, dan oleh karenanya mempra-asumsi-kan indentitas diantara individu-individu. Solidaritas organis sebaliknya, mempraduga perbedaan diantara pribadi-pribadi orang dalam hal kepercayaan dan tindakannya, dan bukannya mempraduga indentitas. Pertumbuhan solidaritas organis dan perluasan pembagian kerja, kemudian dikaitkan dengan individualisme yang makin meningkat. Gerak maju solidaritas organis mau tak mau bergantung pada arti pentingnya conscience collective yang sedang menurun. Disini Durkheim melihat melalui kritiknya Gesselschaft dari Tonnies, bahwa suatu masyarakat, dimana tiap individu hanya mengejar-ngejar kepentingannnya sendiri, akan hancur dalam masa yang singkat. Tidak ada suatu yang labil daripada suatu kepentingan. Kepentingan akan memainkan peran seseorang dalam menerjemahkan pelaku sebagai musuh ataupun teman. Durkheim mengakui kebenaran, bahwa hubungan kontraktual pada umumnya berlipat ganda dengan meningkatnya pembagian kerja, akan tetapi perluasan hubungan-hubungan kontraktual mempraduga perkembangan norma-norma yang mengatur kontrak, dan semua kontrak diatur oleh semua rumusan-rumusan tertentu. Bagaimanapun rumitnya pembagian kerja, masyarakat tidak menjadi kacau akibat persekutuan-persekutuan kontraktual jangka pendek. Disni Durkheim mengulangi pernyataan pokok yang dia buat dalam kaitannya dengan Tonnies bahwa dengan demikian kelirulah untuk mempertentangkan suatu masyarakat yang berasal dari suatu komunitas kepercayaan-kepercayaan dengan suatu masyarakat yang berlandas atas kerjasama, hanya memberikan suatu sifat moral kepada masyarakat yang disebut pertama diatas, dan hanya melihat suatu putaran ekonomi didalam masyarakat yang disebut kedua di atas. Dalam keadaan sebenarnya, kerja sama itu mempunyai morality sendiri yang hakiki (Emile, 1964). Teori utilitarianisme tidak mampu menerangkan

5 Solidaritas Mekanik ke Solidaritas Organik dasar solidaritas moral dalam masyarakat-masyarakat kontemporer, dan teori ini juga tidak benar sebagai suatu teori sebab musabab peningkatan pembagian kerja. Dalam bentuk teori tersebut mengaitkan pertambahan dalam spesialisasi dengan meningkatnya kekayaan materi, yang dimungkinkan oleh keanekaragaman dan pertukaran. Menurut konsep ini, dengan meningkatnya produksi, semakin terpenuhilah keperluan-keperluan manusia, dan makin besarlah kebahagian orang. Durkheim mengemukakan bermacam pernyataan disertai berbagai alasan, terhadap posisi ini. Akan tetapi yang terpenting dari pernyataan tersebut ialah dalil itu keliru pada tingkat empiris. Walaupun memang benar, bahwa ada terbuka berbagai kesenangan bagi manusia modern yang dulunya tidak diketahuinya, kasusenangan itu akan diimbangi oleh sumber-sumber penderitaan, yang tidak ada dalam bentuk-bentuk masyarakat yang mendahuluinya (Emile, 1952). Banyak terjadinya bunuh diri dalam masyarakat kontemporer, merupakan pertanda dari hal tersebut diatas. Bunuh diri karena kemurungan jiwa, hampir tidak ada di masyarakat-masyarakat yang kurang berkembang, arti penting bunuh diri karena kemurungan jiwa dalam masyarakat kontemporer ialah membuat sesuatu kasus yang jelas bahwa keanekaragaman masyarakat tidak harus memproduksi suatu kenaikan tingkat umum dari kebahagiaan. Perkembangan pembagian kerja akan berjalan bergandengan dengan kehancuran sturktur sosial yang bersegmen-segmen. Untuk terjadinya hal ini, tentunya hubungan-hubungan telah terbentuk dimana sebelumnya tidak ada hubungan tersebut, sehingga demikian kelompok-kelompok yang tadinya terpisah, menjadi saling berhubungan. Cara kehidupan dan kepercayaan masyarakat demikian yang berlainan, begitu setelah saling berhubungan, membongkar homogenitas tiap kelompok yang terpisah dan merangsang pertukaran budaya dan ekonomi. Dengan demikian pembagian kerja itu meningkat oleh karena lebih banyak pribadipribadi orang cukup berkontak, sehingga membolehkan saling beraksi dan bereaksi. Durkheim menyebut frekuensi kontak demikian, kepadatan moral atau kepadatan dinamis. Pertumbuhan aneka ragam kontrak pribadi-pribadi orang, tampaknya harus berasal dari suatu jenis antarantar hubungan fisikal yang kontiniu. Dengan kata lain, pertumbuhan kepadatan dinamis itu akan bergantung kepada suatu pertambahan kepadatan fisik penduduk. Atas realitas tersebut Durkheim merumuskan proposisi bahwa pembagian kerja itu berubah-ubah dalam perbandingan langsung dengan isi dan kepadatan 263 masyarakat, dan bila mana perubahan-perubahan itu melaju secara kontiniu selama perkembangan sosial, maka hal itu disebabkan oleh karena masyarakatmasyarakat secara teratur menjadi lebih padat dan pada umumnya menjadi lebih besar isinya. (Emile, 1964). C.4 Ancaman Solidaritas Peralihan dari solidaritas mekanik ke yang organis tidak selalu merupakan proses yang lancar dan penuh keseimbangan tanpa ketegangan. Karena ikatan sosial primordial yang lama dalam bidang agama, kekerabatan, dan komunitas dirusak oleh meningkatnya pembagian kerja, mungkin ada ikatan-ikatan sosial lainnya yang tidak berhasil menggantikannya. Akibatnya masyarakat menjadi terpecah yang ditandai individu-individu terputus dengan ikatan sosialnya, dan kelompok yang menjadi perantara individu menjadi tidak berkembang dengan baik. C.4.1 Ketegangan dalam Masyarakat Organik yang Kompleks Berlakunya pembagian kerja yang sangat berkembang serta kaedah-kaedah yang saling ketergantungan yang kompleks, integrasi mungkin dirusakkan oleh koordinasi yang tidak mencukupi antara orang-orang yang memiliki spesialisasi tinggi kegiatannya-kegiatannya tidak dapat dihubungkan menjadi satu. Dalam situasi ini berbagai institusi yang bersifat khusus menjadi kurang lebih otonom untuk masa yang singkat, dan berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat secara keseluruhannya (Karl Mannheim. 1940). Misalnya sekarang ini ada kecondongan pendidikan sekolah untuk terus mendidik guru-guru baru pada sekolah rendah dan sekolah menengah, dan pada akhirnya kekurangan tenaga guru dan menuju ke arah kelebihan tenaga guru. Satu ancaman yang lebih penting lagi terhadap solidaritas organis, berkembang dari heterogen dan individual yang semakin besar berhubungan dengan pembagian kerja yang tinggi. Dengan heterogen yang tinggi, ikatan bersama yang menyatukan masyarakat berbagai anggota masyarakat menjadi lemah. Individu mulai memisahkan dirinya dengan kelompok yang terbatas dalam masyarakat itu, seperti pada kelompok bagian pekerjaan. Solidaritas dalam kelompok-kelompok kecil itu tentu saja yang bersifat mekanis. Melemahnya ikatan sosial dari solidaritas mekanis akan merusakkan kepercayaan bersama, melemahkan nilai moral, dan melemahkan struktur normalitas. Hasil daripada hal tersebut adalah anomie, atau keadaan tanpa arti, dan tanpa norma dimana individu tidak mempunyai arah dan

6 264 tujuan, terpisah dari ikatan sosial karena peraturan normalitas sudah dilaksanakan. Munculnya anomie merupakan salah satu tekanan budaya yang kuat pada individualisme. C.4.2 Integrasi Sosial Dan Angka Bunuh Diri Perubahan-perubahan yang terjadi dalam bunuh diri menggambarkan suatu keadaan solidaritas dalam masyarakat, persoalan ini merupakan pokok permasalah Durkehim dalam penelitiannya dalam klasik monograf, iaitu suicide (Emile. 1966). Karya ini memperlihatkan metodologi Durkheim bahwa fakta sosial harus dijelaskan dengan fakta sosial lainnya. Angka bunuh diri dalam pandangan Durkheim dilihat sebagai fakta sosial dan bukan fakta individu bahwa bunuh diri disebabkan oleh fakta sosial lainnya misalnya pada tingkat dan bentuk integritas sosial. Gambar : Hubungan Antara Integritas dan Bunuh Diri Perubahan dalam angka bunuh diri tidak hanya merupakan keadaan nyata dari suatu perubahan pada tingkat integritas sosial. Perubahan-perubahan angka kejahatan, penyakit dampak daripada alkohol, perceraian, dan sakit mental adalah merupakan sesuatu gambaran dari tipe atau tingkat integritas sosial. Fenomena bunuh diri dalam keadaan masyarakat adalah merupakan suatu sifat patologi yang ditandai oleh adanya perubahan-perubahan secara tiba-tiba dalam angka atau gejala tersebut. Perubahan-perubahan ini akan memberi tanda bagi sesuatu perubahan dalam kekuatan integritas atau bentuk integritas dan kemungkinan akan berlakunya krisis sosial. Tetapi jika angka bunuh diri atau penyimpangan itu tetap dalam bentuk yang lama, hal ini akan menunjukkan sesuatu keadaan normal bagi masyarakat tertentu. Pada tahun 2005, tingkat bunuh diri di Indonesia dinilai masih cukup tinggi. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2005, sedikitnya Solidaritas Mekanik ke Solidaritas Organik orang Indonesia melakukan tindak bunuh diri tiap tahunnya. Dengan demikian, diperkirakan orang Indonesia melakukan bunuh diri per harinya. Sementara untuk tahun 2007, terdapat 12 korban bunuh diri karena terimpit persoalan ekonomi, delapan kasus lainnya akibat penyakit yang tak kunjung sembuh lantaran tidak punya uang untuk berobat, dan dua kasus akibat persoalan moral yakni satu orang lantaran putus cinta, dan seorang akibat depresi. Lalu pada 2008, berdasarkan data sejak awal 2008 hingga bulan April sudah ada 11 kasus bunuh diri yang terjadi di Kabupaten Banyumas atau rata-rata tiap bulannya hampir tiga kasus. Adapun faktor psikologi yang mendorong orang bunuh diri adalah dukungan sosial kurang atau yang didalam tulisan ini disebut dengan degradasi nilai. Posisi Indonesia sendiri hampir mendekati negara-negara bunuh diri, seperti Jepang, dengan tingkat bunuh diri mencapai lebih dari orang per tahun dan China yang mencapai per tahun (Vivanews.com) Penyimpangan-penyimpangan tersebut dalam masyarakat tersebut sungguh tak dapat dielakkan, secara alamiah terdapat dalam prilaku manusia serta sifat-sifat individu dalam bentuk yang bermacammacam. Perbedaan-perbedaan yang alamiah dalam prilaku manusia memberi peluang pada perbedaan moral sama dengan sistem normaliti tertentu dalam masyarakat. Tapi yang jelas penyimpangan tersebut memberi kasus suatu fungsi sosial positif untuk masyarakat dengan adanya kesempatan dengan menegaskan kembali nilai-nilai moral dimana solidaritas itu berada. Sifat ini akan bermacam-macam bergantung apakah masyarakat itu dalam peralihan solidaritas mekanis ke organis atau pertumbuhan dari solidaritas organis. C.4.3 Kemunculan dan Dukungan Terhadap Solidaritas Sebenarnya keadaan atau fungsi agama mesti dilihat dengan pengakuan akan adanya saling kebergantungan antara agama dan masyarakat. Dalam masyarakat primitif kebergantungan itu akan menjadi lebih nyata dibandingkan dalam masyarakat-masyarakat yang sudah maju. Pada keadaan pada masyarakat yang sudah maju, institusi-institusi agama mengembangkan suatu tingkat otonomi tertentu yang mungkin juga dapat mengaburkan hubungan yang pokok antara agama dan masyarakat. Agama adalah hal yang berhubungan suatu agama yang suci (sacred realm). Dengan demikian agama merupakan suatu sistem yang terpadu mengenai kepercayaan-kepercayaan praktek-praktek yang

7 Solidaritas Mekanik ke Solidaritas Organik berhubungan dengan benda-benda suci. Makna tekanan pada suci memang dapat diterima dan juga dapat dimengerti sebagai sesuatu yang luas. Konsep yang suci ini akan berhubungan dengan kehidupan hari-hari di dunia dipercayai dengan terpisah dan berbeda dari yang biasa, hal ini merupakan dunia kehidupan profan hari-hari. Ide yang suci ini muncul dari kehidupan dan sebenarnya mewakili kenyataan kelompok itu dalam bentuk simbol. Hal inilah yang menyebabkan bahwa sakral dan profan menyatu dan membentuk apa yang disebut dengan totem. Apapun totem tersebut adalah merupakan suatu lambang dari klan itu, dan mereka percaya bahwa benda totem itu mewujudkan prinsip totem yang suci begitu juga dengan klan tersebut bahwa mereka sendiri mempunyai hubungan dengan totem itu dengan suatu kaedah tertentu, selain itu mereka juga ikut memiliki kekuasaan yang suci itu. Jadi hubungan kekerabatan dekat antara klan dan totemnya. C.4.4 Hubungan antara Orientasi Agama dan Struktur Sosial Pengalaman agama dan ide tentang yang suci adalah produk kehidupan kolektif, kepercayaan dan ritus agama juga memperkuat ikatan-ikatan sosial dalam kehidupan kolektif itu bersandar, sehingga atas hal demikian hubungan antara agama dan masyarakat memperlihatkan saling ketergantungan yang erat. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan agama dalam masyarakat dapat mempersatukan individu dalam kegiatan bersama, satu tujuan bersama, dan memperkuat kepercayaan yang merupakan dasar struktur sosial. Jadi ide tentang yang suci diperkuat karena anggota-anggota kelompok tersebut berulang kali mengalami realitas dari kelompok tersebut. Kenyataan ini disatukan dalam perasaan-perasaan bersama serta kegiatan-kegiatan bersama yang berkaitan dengan pelaksanaan ritus agama yang berulang-ulang atau penegasan kembali mengenai kepercayaan mereka yang sama tentang yang suci itu. Dalam perspektif Durkheim menganai agama adalah benar-benar untuk menunjukkan hal yang paling benar bagaimana kepercayaan agama tertentu atau ritusritusnya mencerminkan atau memperkuat struktur sosial dan prinsip-prinsip moral yang menjadi sandarannya. Swanson (1960) berusaha untuk mengerjakan hal ini dalam suatu analisa perbandingan antara sejumlah masyarakat primitif. Sebagai satu misal umum untuk menggambarkan analisa misalnya : karena masyarakatmasyarakat meluas dalam jumlah dan daerah yang dikuasai, konsep mereka mengenai kekuasaan di dunia meluas sejalan dengan hal tersebut. Jadi dewa-dewa 265 yang terbatas pada kaum bangsa tertentu harus hidup bersama dengan dewa-dewa kaum bangsa lainnya, secara bertahap akan menjadi menguasai, karena kaum bangsa itu berkembang mungkin akhirnya menjadi dewa-dewa dalam skala yang lebih besar lagi. Proses akhir adalah perkembangan konsep mengenai kedewaan universal. Hal ini boleh berlaku dalam berbagai agama di dunia, walaupun keteraturan sosial yang kuat dan luas belum sepenuhnya nampak. Namun demikian, perkembangan serupa itu mencerminkan pertumbuhan suatu perspektif yang menjangkau luas ke seluruh dunia. C.4.5 Agama dalam Masyarakat Modern Analisa Durkheim melihat bahwa perasaan gembira emosional (collective effervescence) (Thomas F.O Dea. 1961) erat kaitannya dengan upacara-upacara keagamaan yang kolektif, tetapi pada keadaan pada masyarakat kini sangat berbeda keadaannya. Keadaan ini berlaku karena perubahan-perubahan pesat dari bentuk-bentuk yang lama ada dalam proses mundur, dan bentuk-bentuk baru akan muncul dan akan menggantikan hal yang lama tersebut. Durkheim melihat bahwa kurangnya gairah hidup dalam bentuk-bentuk agama merupakan suatu tanda gejala-gejala rendahnya tingkat solidarity dalam masyarakat, walaupun berlaku demikian gejala-gejala tersebut akan berubah pada suatu masa, karena jenis-jenis pengalaman kolektif yang baru melahirkan bentuk-bentuk solidaritas yang baru, seperti dengan pendapatnya : Kalau sekarang kalau kita merasa agak sulit membayangkan perayaan-perayaan atau upacara apa saja yang ada pada masa mendatang, ini disebabkan karena kita sedang melewati suatu tahap transisi dan keadaan moral yang kurang kuat lagi. Hal-hal besar pada masa lalu yang membuat kakek kita penuh emosional yang gembira tidak lagi membuat semangat di dalam diri kita. Tetapi pada masa yang akan datang apabila masyarakat-masyarakat kita mau mengetahui lagi masa berlakunya effervescence yang kreatif, dimana ide-ide baru muncul dan rumusan-rumusan baru diperolehi dan menjadi sandaran bagi kita menuju integritas atau humanity, dan apabila masa ini telah kita lewati, orang dengan sendirinya akan merasakan keperluan dan menghidupkan kembali secara berterusan di dalam hati, iaitu menghidupkannya dalam ingatan dengan perayaan-perayaan yang secara teratur menghasilkan buah (Emile. 1947) Dari pernyataan Durkheim terlihat bahwa ia terlalu

8 266 menekankan solidaritas, tetapi ia bertujuan bahwa tekanan ini akan bermakna mempersatukan orang dalam komunitas moral, jadi tidak heran bahwa Durkheim melihat agama bersifat meningkatkan kekompakan dan solidaritas sosial. Pernyataan Durkheim ini akan berbanding terbalik jika kita melihat kejadian di Indonesia iaitu konflik antara kelompok FPI (Front Pembela Islam) dan AKB (aliansi kebebasan Solidaritas Mekanik ke Solidaritas Organik beragama). Sebenarnya, konflik-konflik tersebut berlaku karena perbedaan-perbedaan politik yang mendasar, ekonomi atau sosial, namun elemen agama yang menjadi sasaran dalam mempertajam ideologis. Nilai agama semakin digantikan dengan norma-norma dalam masyarakat terutama dalam proses evolusi masyarakat pra-industri ke masyarakat moden yang menyebabkan terjadinya anomie. DAFTAR PUSTAKA Beliharz, Peter, 2003, Soscial Theory: A Guide to Central Thinkers, terj. Sigit Jatmiko, Teori-teori Sosial : Observasi Kristis Terhadap Para Filosof Terkemuka, Yogyakarta, Pustaka Pelajar,. Durkheim, Emile, 1964, The Division of Labour in Society, Translated by George Simpson, New York, Free Pres. Durkheim, Emile, 1947, The Elementary Forms af Relegious Life, Translated by Joseph Ward Swain, Newyork, Free Pres. Durkheim, Emile, 1952, Suicide a Study in Sosiology, Paris Durkheim, Emile, 1964, The Division Of Labour in Society, London Durkheim, Emile, 1966, Suicide. Translated by Jhon A, Spaulding and George Simpson. Edited by Geroge Simpson, Newyork, Free Press. Giddens, Anthony, 1986, Kapitalisme dan Teori Sosial Modern: Suatu Analisis terhadap Karya Tulis Marx, Durkheim, Weber, Penerjemah Soeheba Kramadibrata, Jakarta, UI Press. Manheim, Karl, 1940, Man and Society in an Age of Reconstruction, London, Routledge and kegan paul. Paul Johnson, Doyle, 1986, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, di Indonesiakan oleh Robert M.Z. Lawang, Jakarta, PT.Gramedia. O Deal, Thomas F, 1961, Five Dilemmas in the Institutionalization of Religion, Dalam Journal for the Scientific Study of Relegion. Hlm Ritzer dan Goodman, 2003, The Sociological Theory, Edisi ke-6, McGraw Hill Sanaky, Hujair, 2005, Sakral Sacred Dan Profan [Studi Pemikiran Emile Durkheim Tentang Sosiologi Agama, UIN Sunan Kalijaga, Yogjakarta. Swanson E.Guy, 1960, The Birth of the Gods. Ann Arbour : Universiti of Michigan Press. Michigan

BAB II SOLIDARITAS SOSIAL DALAM PERSPEKTIF EMILE DURKHEIM. dengan pihak-pihak terkait. Peneliti memilih teori Solidaritas Emile Durkhei, teori ini

BAB II SOLIDARITAS SOSIAL DALAM PERSPEKTIF EMILE DURKHEIM. dengan pihak-pihak terkait. Peneliti memilih teori Solidaritas Emile Durkhei, teori ini BAB II SOLIDARITAS SOSIAL DALAM PERSPEKTIF EMILE DURKHEIM Melihat kondisi solidaritas dan berdasarkan observasi, serta wawancara dengan pihak-pihak terkait. Peneliti memilih teori Solidaritas Emile Durkhei,

Lebih terperinci

BAB II : KAJIAN TEORITIK. mengajar di tingkat universitas memberikan khusus sosiologi pertama kali di

BAB II : KAJIAN TEORITIK. mengajar di tingkat universitas memberikan khusus sosiologi pertama kali di BAB II : KAJIAN TEORITIK a. Solidaritas Sosial Durkheim dilahirkan di Perancis dan merupakan anak seorang laki-laki dari keluarga Yahudi. Dia mahir dalam ilmu hukum filsafat positif. Dia terakhir mengajar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. solidaritas dan sosial. Solidaritaas sosial merupakan perasaan atau

BAB II KAJIAN TEORI. solidaritas dan sosial. Solidaritaas sosial merupakan perasaan atau 22 BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep Solidaritas Sosial 1. Pengertian Solidaritas Pengertian solidaritas sosial berasal dari dua pemaknaan kata yaitu solidaritas dan sosial. Solidaritaas sosial merupakan perasaan

Lebih terperinci

BAB II SOLIDARITAS SOSIAL-EMILE DURKHEIM. objek penelitian.sebagai alat, teori tersebut dipilih yang paling memadai, paling

BAB II SOLIDARITAS SOSIAL-EMILE DURKHEIM. objek penelitian.sebagai alat, teori tersebut dipilih yang paling memadai, paling 49 BAB II SOLIDARITAS SOSIAL-EMILE DURKHEIM Kerangka teori adalah teori-teori yang dianggap relevan untuk menganalisis objek penelitian.sebagai alat, teori tersebut dipilih yang paling memadai, paling

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sosial (termasuk religi), ekonomi dan ekologi sehingga hubungan hutan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sosial (termasuk religi), ekonomi dan ekologi sehingga hubungan hutan dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Secara tradisional hubungan masyarakat dan hutan meliputi multi aspek yaitu sosial (termasuk religi), ekonomi dan ekologi sehingga hubungan hutan dan masyrakat sekitar hutan memiliki

Lebih terperinci

BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL DAN TEORI SOLIDARITAS. Solidaritas Dan Stratifikasi Antar Petani Tambak Di Dusun Dukuan Desa

BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL DAN TEORI SOLIDARITAS. Solidaritas Dan Stratifikasi Antar Petani Tambak Di Dusun Dukuan Desa BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL DAN TEORI SOLIDARITAS A. Teori Fungsionalisme Struktural Untuk menjelaskan fenomena yang diangkat oleh peneliti yaitu Solidaritas Dan Stratifikasi Antar Petani Tambak

Lebih terperinci

BAB II TEORI SOLIDARITAS EMILE DURKHEIM. ataupun kelompok sosial karena pada dasarnya setiap masyarakat membutuhkan

BAB II TEORI SOLIDARITAS EMILE DURKHEIM. ataupun kelompok sosial karena pada dasarnya setiap masyarakat membutuhkan 27 BAB II TEORI SOLIDARITAS EMILE DURKHEIM A. Teori Solidaritas Emile Durkheim. Solidaritas adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh sebuah masyarakat ataupun kelompok sosial karena pada dasarnya setiap

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS. Asumsi umum yang paling fundamental yang mendasari pendekatan Durkheim

BAB II PENDEKATAN TEORITIS. Asumsi umum yang paling fundamental yang mendasari pendekatan Durkheim BAB II PENDEKATAN TEORITIS A. Fakta Sosial Asumsi umum yang paling fundamental yang mendasari pendekatan Durkheim mengenai sosiologi adalah bahwa gejala sosial itu riil dan mempengaruhi kesadaran individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu dan sebagai makhluk sosial. Manusia memiliki kebutuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. individu dan sebagai makhluk sosial. Manusia memiliki kebutuhan dan BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG Manusia memiliki dua sisi dalam kehidupannya, yaitu sebagai makhluk individu dan sebagai makhluk sosial. Manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan serta kebiasaan untuk

Lebih terperinci

4/9/2014. Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D Teori Sosiologi Kontemporer

4/9/2014. Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D Teori Sosiologi Kontemporer Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D a.wardana@uny.ac.id Teori Sosiologi Kontemporer Fungsionalisme Versus Konflik Teori Konflik Analitis (Non-Marxist) Perbedaan Teori Konflik Marxist dan Non- Marxist Warisan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH Pokok Bahasan : Perkembangan teori sosiologi dan antropologi. Pertemuan ke- : 1 dan 2 Mahasiswa memiliki pemahaman dan wawasan mengenai perkembangan teori sosiologi dan antropologi. 1. Menjelaskan pengertian

Lebih terperinci

BAB II PERSELINGKUHAN DAN KONTROL SOSIAL - DURKHEIM

BAB II PERSELINGKUHAN DAN KONTROL SOSIAL - DURKHEIM BAB II PERSELINGKUHAN DAN KONTROL SOSIAL - DURKHEIM A. Perselingkuhan Perselingkuhan adalah hubungan pribadi di luar nikah, yang melibatkan sekurangnya satu orang yang berstatus nikah, dan didasari oleh

Lebih terperinci

Facebook :

Facebook : 1 Nama : Dian Silvia Ardasari Tetala : Baso, 4 Desember 1983 Pendidikan : Sarjana Sosial dari Universitas Indonesia Status : Istri dari Chairul Hudaya Ibu dari Naufal Ghazy Chairian (3,5 th) dan Naveena

Lebih terperinci

Persoalan Ekonomi dan Sosiologi

Persoalan Ekonomi dan Sosiologi SOSIOLOGI EKONOMI Persoalan Ekonomi dan Sosiologi Economics and sociology; Redefining their boundaries: Conversations with economists and sociology (Swedberg:1994) Tiga pembagian kerja ekonomi dengan sosiologi:

Lebih terperinci

Persoalan Ekonomi dan Sosiologi

Persoalan Ekonomi dan Sosiologi SOSIOLOGI EKONOMI Persoalan Ekonomi dan Sosiologi Economics and sociology; Redefining their boundaries: Conversations with economicts and sociology (Swedberg:1994) Tiga pembagian kerja ekonomi dengan sosiologi:

Lebih terperinci

1) MERUMUSKAN SOSIOLOGI (1840) SBG ILMU EMPIRIK ( BAPAK SOSIOLOGI)

1) MERUMUSKAN SOSIOLOGI (1840) SBG ILMU EMPIRIK ( BAPAK SOSIOLOGI) a. AUGUSTE COMTE (1798 1857) 1) MERUMUSKAN SOSIOLOGI (1840) SBG ILMU EMPIRIK ( BAPAK SOSIOLOGI) 2) SOSIOLOGI TDA : SOS STATIS (ASPEK STRUKTUR) SOS DINAMIS (ASPEK PROSES, PERUBAHAN) 3) MASY DIPANDANG SBG

Lebih terperinci

MANUSIA dan AGAMA DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGI. Pertemuan III FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2014

MANUSIA dan AGAMA DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGI. Pertemuan III FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2014 MANUSIA dan AGAMA DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGI Pertemuan III FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2014 Agama adalah salah satu bentuk kontruksi sosial. Tuhan, ritual, nilai, hierarki keyakinankeyakinan,

Lebih terperinci

TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL

TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL II. TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL A. Konflik Istilah konflik secara etimologis berasal dari bahasa latin con yang berarti bersama dan fligere yang berarti benturan atau tabrakan. Jadi, konflik dalam

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

BAB V PENUTUP. sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan paparan yang digambarkan dalam pembahasan sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Proses pengukuhan PAI sebagai bagian dari mata kuliah yang harus

Lebih terperinci

Matakuliah : L0094-Ilmu Sosial Untuk Psikologi Tahun : Pertemuan 14

Matakuliah : L0094-Ilmu Sosial Untuk Psikologi Tahun : Pertemuan 14 Matakuliah : L0094-Ilmu Sosial Untuk Psikologi Tahun : 2008 Pertemuan 14 MASYARAKAT MATERI: Pengertian Masyarakat Hubungan Individu dengan Masyarakat Masyarakat Menurut Marx Masyarakat Menurut Max Weber

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI. dan bangsa, dalam semua tempat dan waktu, yang dibuat oleh sang pencipta alam

BAB II KERANGKA TEORI. dan bangsa, dalam semua tempat dan waktu, yang dibuat oleh sang pencipta alam BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Agama dan Masyarakat Agama mempunyai peraturan yang mutlak berlaku bagi segenap manusia dan bangsa, dalam semua tempat dan waktu, yang dibuat oleh sang pencipta alam semesta sehingga

Lebih terperinci

Gagasan dalam Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial

Gagasan dalam Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial Gagasan dalam Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial Filsafat Ilmu Sosial 1 Positivistik (Value free) Fenomenologi (Value Bound) Perbedaan Paradigma dalam Sosiologi 2 3 Ilmu-ilmu sosial (seperti Sosiologi) telah

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan pemahaman pada Bab I-IV, maka pada bagian akhir tesis ini terdapat

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan pemahaman pada Bab I-IV, maka pada bagian akhir tesis ini terdapat BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan pemahaman pada Bab I-IV, maka pada bagian akhir tesis ini terdapat beberapa hal pokok yang akan ditegaskan sebagai inti pemahaman masyarakat Tunua tentang fakta

Lebih terperinci

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN Pada umumnya manusia dilahirkan seorang diri. Namun demikian, mengapa manusia harus hidup bermasyarakat. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Bayi misalnya,

Lebih terperinci

PERSPEKTIF SOSIOLOGI-MAKRO (MACROSOCIOLOGICAL) TENTANG PENYIMPANGAN SOSIAL

PERSPEKTIF SOSIOLOGI-MAKRO (MACROSOCIOLOGICAL) TENTANG PENYIMPANGAN SOSIAL PERSPEKTIF SOSIOLOGI-MAKRO (MACROSOCIOLOGICAL) TENTANG PENYIMPANGAN SOSIAL Tidak seperti biologi atau teori-teori psikologi yang, untuk sebagian besar, mengeksplorasi faktor-faktor yang terkait kejahatan

Lebih terperinci

Memahami Akar dan Ragam Teori Konflik

Memahami Akar dan Ragam Teori Konflik Memahami Akar dan Ragam Teori Konflik Sofyan Sjaf Turner dalam bukunya yang berjudul The Structure of Sociological Theory pada bab 11 13 dengan apik menjelaskan akar dan ragam teori konflik yang hingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Interaksi Sosial Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, menyangkut hubungan antara individu, antara kelompok maupun antara individu dengan kelompok (Soekanto,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA HASIL PENELITIAN. 1. Solidaritas Sosial sebagai Kekuatan dalam Hubungan Kekerabatan dan

BAB IV ANALISA HASIL PENELITIAN. 1. Solidaritas Sosial sebagai Kekuatan dalam Hubungan Kekerabatan dan BAB IV ANALISA HASIL PENELITIAN 1. Solidaritas Sosial sebagai Kekuatan dalam Hubungan Kekerabatan dan Perkawinan Masyarakat Aimoli Masyarakat di kampung Aimoli meyakini bahwa mereka adalah satu keluarga

Lebih terperinci

Kuliah ke-2: Paradigma Teori Sosiologi

Kuliah ke-2: Paradigma Teori Sosiologi Kuliah ke-2: Paradigma Teori Sosiologi Teori Sosiologi Kontemporer Amika Wardana. Ph.D a.wardana@uny.ac.id Overview Perkuliahan Konstruksi Teori Sosiologi Proses Pertumbuhan dan Perkembangan Ilmu Pengetahun

Lebih terperinci

BAB II SOLIDARITAS EMILE DURKHEIM DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT GERSIK PUTIH. paradigma fakta sosial yang di dalamnya memuat teori

BAB II SOLIDARITAS EMILE DURKHEIM DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT GERSIK PUTIH. paradigma fakta sosial yang di dalamnya memuat teori BAB II SOLIDARITAS EMILE DURKHEIM DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT GERSIK PUTIH Sebelum masuk pada pembahasan dan mengupas tentang teori solidaritas yang digunakan dalam penelitian ini ada baiknya peneliti ingin

Lebih terperinci

SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN

SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN Pada hakekatnya manusia merupakan mahluk sosial. Hal ini dapat dilihat dari kehidupannya yang senantiasa menyukai dan membutuhkan kehadiran manusia lain. Manusia memiliki

Lebih terperinci

Tujuan Instruksional Khusus

Tujuan Instruksional Khusus Sosiologi Tujuan Instruksional Khusus Agar mahasiswa mengenal, mengerti, dan dapat menerapkan konsep-konsep sosiologi dalam hubungannya dengan psikologi SUMBER ACUAN : Soekanto, S. Pengantar Sosiologi.

Lebih terperinci

BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL-MAX WEBER. Setiap manusia mempunyai naluri untuk berinteraksi dengan

BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL-MAX WEBER. Setiap manusia mempunyai naluri untuk berinteraksi dengan BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL-MAX WEBER Manusia merupakan anggota masyarakat yang akan senantiasa berusaha agar selalu bisa bergaul dengan sesama. Sehingga setiap individu akan bertindak dan berusaha untuk

Lebih terperinci

Pengertian/Definisi Politik Terkait dengan masalah Kekuasaan/Pengaruh Terkait pula dengan negara Menentukan tujuan, pengambilan keputusan, dan impleme

Pengertian/Definisi Politik Terkait dengan masalah Kekuasaan/Pengaruh Terkait pula dengan negara Menentukan tujuan, pengambilan keputusan, dan impleme Ada tiga hal penting yang perlu kita tanyakan pada diri kita; Yakni: Apa yang perlu kita ketahui dan pahami tentang Sosiologi dan Politik? Mengapa kita perlu mengetahui dan memahami Sosiologi dan Politik?

Lebih terperinci

BAB II TALCOTT PARSONS: TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL. A. Teori Struktural Fungsional Talcott Parsons

BAB II TALCOTT PARSONS: TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL. A. Teori Struktural Fungsional Talcott Parsons BAB II TALCOTT PARSONS: TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL A. Teori Struktural Fungsional Talcott Parsons Teori ini digunakan oleh peneliti untuk menganalisis pesantren dan pangajian taaruf (studi kasus eksistensi

Lebih terperinci

PRINSIP DASAR MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK INDIVIDU DAN MAKHLUK SOSIAL DI MASYARAKAT

PRINSIP DASAR MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK INDIVIDU DAN MAKHLUK SOSIAL DI MASYARAKAT INTERAKSI SOSIAL DAN PERUBAHAN SOSIAL PRINSIP DASAR MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK INDIVIDU DAN MAKHLUK SOSIAL DI MASYARAKAT 1. Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial 2. Manusia berada di dalam sistem

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA. sinodal) dan siding majelis jemaat (lingkup jemaat). 2. Hubungan yang dinamis antara majelis sinode dan majelis jemaat.

BAB IV ANALISA. sinodal) dan siding majelis jemaat (lingkup jemaat). 2. Hubungan yang dinamis antara majelis sinode dan majelis jemaat. BAB IV ANALISA GPIB adalah sebuah gereja yang berasaskan dengan sistem presbiterial sinodal. Cara penatalayanan dengan sistem presbiterial sinodal selalu menekankan: 1. Penetapan kebijakan oleh presbiter

Lebih terperinci

SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI FEM3313

SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI FEM3313 SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI FEM3313 PERUBAHAN SOSIAL, KONFLIK DAN KEAKURAN KULIAH MINGGU 14 PENGENALAN Perubahan adalah fenomena sejagat kerana berlaku dalam semua masyarakat pada bila-bila masa. Perubahan

Lebih terperinci

BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU

BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN SOSIOLOGI BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU ALI IMRON, S.Sos., M.A. Dr. SUGENG HARIANTO, M.Si. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT

Lebih terperinci

Matakuliah : O0042 Pengantar Sosiologi Tahun : Ganjil 2007/2008 PERUBAHAN SOSIAL DAN MODERNITAS PERTEMUAN 09

Matakuliah : O0042 Pengantar Sosiologi Tahun : Ganjil 2007/2008 PERUBAHAN SOSIAL DAN MODERNITAS PERTEMUAN 09 Matakuliah : O0042 Pengantar Sosiologi Tahun : Ganjil 2007/2008 PERUBAHAN SOSIAL DAN MODERNITAS PERTEMUAN 09 1. Pengertian Perubahan Sosial Setiap masyarakat manusia selama hidup pasti mengalami perubahan-perubahan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ide. Fakta sosial menurut Durkheim terdiri atas dua macam yaitu: dan berpengaruh terhadap kehidupan individu.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ide. Fakta sosial menurut Durkheim terdiri atas dua macam yaitu: dan berpengaruh terhadap kehidupan individu. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Fakta Sosial Fakta sosial dinyatakan sebagai barang sesuatu (thing) yang berbeda dengan ide. Fakta sosial menurut Durkheim terdiri atas dua macam yaitu: 1. Dalam bentuk material,

Lebih terperinci

INTERAKSI SOSIAL PADA AKTIVIS IMM DAN KAMMI. Skripsi

INTERAKSI SOSIAL PADA AKTIVIS IMM DAN KAMMI. Skripsi INTERAKSI SOSIAL PADA AKTIVIS IMM DAN KAMMI Skripsi Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana S-1 Psikologi Oleh : NANANG FEBRIANTO F. 100 020 160 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

SOSIOLOGI. Oleh: Anton Budiarto, S.H., M.H.

SOSIOLOGI. Oleh: Anton Budiarto, S.H., M.H. SOSIOLOGI Oleh: Anton Budiarto, S.H., M.H. Bacaan a.l. : 1. J. Dwi Narwoko & Bagong Suyanto Sosiologi ; Teks Pengantar & terapan (2004) 2. Soeryono Soekanto Sosiologi ; Suatu Pengantar ( 2006) 3. Kamanto

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Pendahuluan Dalam interaksi sosial, baik antar individu maupun antar kelompok, manusia tidak bisa menghindari terjadinya konsensus. Konsensus ini tentunya dapat dilakukan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kajian Tentang Keragaman Etnik Terhadap Pemahaman Keagamaan. masuknya ketidak sepakatan pemahaman keagamaan yang tajam atau

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kajian Tentang Keragaman Etnik Terhadap Pemahaman Keagamaan. masuknya ketidak sepakatan pemahaman keagamaan yang tajam atau 31 BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Kajian Tentang Keragaman Etnik Terhadap Pemahaman Keagamaan Menurut Leonard Binder, keragaman etnik terhadap keagamaan didalam bahasa aslinya berarti pluralism

Lebih terperinci

STRUKTUR MAJEMUK MASYARAKAT INDONESIA MASYARAKAT MAJEMUK MEMILIKI SUB STRUKTUR DENGAN CIRI YANG SANGAT BERAGAM SEHINGGA DISEBUT MAJEMUK

STRUKTUR MAJEMUK MASYARAKAT INDONESIA MASYARAKAT MAJEMUK MEMILIKI SUB STRUKTUR DENGAN CIRI YANG SANGAT BERAGAM SEHINGGA DISEBUT MAJEMUK STRUKTUR MAJEMUK MASYARAKAT INDONESIA MASYARAKAT MAJEMUK MEMILIKI SUB STRUKTUR DENGAN CIRI YANG SANGAT BERAGAM SEHINGGA DISEBUT MAJEMUK MASING-MASING SUB STRUKTUR BERJALAN DENGAN SISTEMNYA MASING-MASING

Lebih terperinci

August Comte Selo Soemardjan Soelaeman Soemardi

August Comte Selo Soemardjan Soelaeman Soemardi PENGANTAR SOSIOLOGI 1. Pengertian Dasar Sosiologi berasal dari kata latin socius dan kata yunani yaitu logos. Socius berarti kawan atau teman; Logos berarti pengetahuan. Maka sosiologi berarti pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut hubungan antara orang-perorangan, antara kelompok-kelompok

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut hubungan antara orang-perorangan, antara kelompok-kelompok BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial (yang juga dapat dinamakan proses sosial) karena interaksi merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

Masyarakat Indonesia. Pengelana (Penjajah) Budaya, Agama. Sistem Ekonomi, Bahasa

Masyarakat Indonesia. Pengelana (Penjajah) Budaya, Agama. Sistem Ekonomi, Bahasa Masyarakat Indonesia Geografis Pengelana (Penjajah) Sistem Pemerintahan Suku Bangsa Budaya, Agama Kota-Desa, RK, RW, RT Mata Pencaharian Sistem Ekonomi, Bahasa Aturan Hukum Pelapisan Sosial Golongan Buruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149).

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial karena di dalam kehidupannya tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh manusia lain. Pada diri manusia juga terdapat

Lebih terperinci

MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL

MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL 1. Bentuk dan Fungsi Lembaga Sosial Pada dasarnya, fungsi lembaga sosial dalam masyarakat beraneka macam berdasarkan jenis-jenis lembaganya. Oleh karena itu, kita

Lebih terperinci

MATERI 1 HAKIKAT PERILAKU MENYIMPAG

MATERI 1 HAKIKAT PERILAKU MENYIMPAG MATERI 1 HAKIKAT PERILAKU MENYIMPAG 1. Hakekat Perilaku Menyimpang Sebelum masuk ke dalam materi perubahan sosial budaya, saudara dapat menyaksikan video terkait dengan perilaku menyimpang di masyarakat,

Lebih terperinci

BAB II TEORI PILIHAN RASIONAL DALAM PERSPEKTIF JAMES S. COLEMAN

BAB II TEORI PILIHAN RASIONAL DALAM PERSPEKTIF JAMES S. COLEMAN BAB II TEORI PILIHAN RASIONAL DALAM PERSPEKTIF JAMES S. COLEMAN A. Rasonalitas Manusia Modern Rasionalitas merupakan konsep dasar yang digunakan Weber dalam klasifikasinya sampai mengenai tipe tipe tindakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat

BAB II KAJIAN TEORI. maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat BAB II KAJIAN TEORI A. KAJIAN PUSTAKA Dalam kajian pustaka ini penulis ataupun peneliti akan menjabarkan maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat dengan judul, tema, dan fokus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena hubungan-hubungan serupa itu mengandaikan sekurang-kurangnya satu

BAB I PENDAHULUAN. karena hubungan-hubungan serupa itu mengandaikan sekurang-kurangnya satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Solidaritas sosial menunjuk pada suatu keadaan hubungan antara individu atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang diperkuat

Lebih terperinci

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan 5.1. Kesimpulan B A B V P E N U T U P Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan umum bahwa integrasi sosial dalam masyarakat Sumba di Kampung Waiwunga, merupakan konstruksi makna

Lebih terperinci

Pengetahun, wawasan, dan pengalaman menjadikan manusia bijak

Pengetahun, wawasan, dan pengalaman menjadikan manusia bijak Pengetahun, wawasan, dan pengalaman menjadikan manusia bijak P A R A D I G M A (Penelitian Sosial) I Paradigma Merton universalisme, komunalisme, pasang jarak/ tanpa keterlibatan emosional, skeptisisme

Lebih terperinci

MASALAH-MASALAH POKOK TEORITIS

MASALAH-MASALAH POKOK TEORITIS MASALAH-MASALAH POKOK TEORITIS Walaupun teori adalah suatu abstraksi dari realitas, penting disadari akan hubungan antara keduanya. Teori bukanlah murni abstrak, tanpa berdasarkan pengalaman yang nyata.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia dunia melalui

Lebih terperinci

MASALAH SOSIAL BUDAYA DITINJAU DALAM BERBAGAI NUR ENDAH JANUARTI, MA

MASALAH SOSIAL BUDAYA DITINJAU DALAM BERBAGAI NUR ENDAH JANUARTI, MA MASALAH SOSIAL BUDAYA DITINJAU DALAM BERBAGAI PERSPEKTIF NUR ENDAH JANUARTI, MA TUJUAN PEMBELAJARAN : Mahasiswa mampu memahami masalah sosial budaya dalam berbagai perspektif Mahasiswa mampu menganalisa

Lebih terperinci

NATURALISME (1) Naturalisme 'natura' Materialisme

NATURALISME (1) Naturalisme 'natura' Materialisme NATURALISME (1) Naturalisme adalah teori yang menerima 'natura' (alam) sebagai keseluruhan realitas. Naturalisme adalah kebalikan dari dari istilah supernaturalisme yang mengandung pandangan dualistik

Lebih terperinci

BAB II PERUBAHAN SOSIAL TALCOT PARSONS. Perubahan dapat berupa yang tidak menarik atau dalam arti

BAB II PERUBAHAN SOSIAL TALCOT PARSONS. Perubahan dapat berupa yang tidak menarik atau dalam arti BAB II PERUBAHAN SOSIAL TALCOT PARSONS A. Teori Fungsionalisme Struktural AGIL Setiap manusia selama hidup pasti mengalami perubahanperubahan. Perubahan dapat berupa yang tidak menarik atau dalam arti

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Modal sosial Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang dikembangkan oleh ahli-ahli sosial untuk memperkaya pemahaman kita tentang masyarakat dan komunitas.

Lebih terperinci

I REALITAS SOSIO-KULTURAL

I REALITAS SOSIO-KULTURAL I REALITAS SOSIO-KULTURAL Obyek Pembahasan Sosiologi Sosiologi cabang dari ilmu sosial yang memiliki obyek kajian manusia yang hidup dalam suatu kelompok yang disebut masyarakat dengan menekankan pada

Lebih terperinci

BAB VII REFLEKSI DAN KESIMPULAN

BAB VII REFLEKSI DAN KESIMPULAN BAB VII REFLEKSI DAN KESIMPULAN Fakta-fakta dan analisis di dalam disertasi ini melahirkan satu kesimpulan umum yaitu bahwa keberadaan Jemaat Eli Salom Kele i adalah sebuah hasil konstruksi sosial dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan sebagai alat negara. Negara dapat dipandang sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan sebagai alat negara. Negara dapat dipandang sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Deklarasi terhadap pembentukan sebuah negara yang merdeka tidak terlepas dari pembicaraan mengenai pembentukan struktur atau perangkatperangkat pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ritual merupakan suatu proses pelaksanaan tradisi. Meskipun sudah ada ritual tanpa mitos-mitos dalam beberapa periode jaman kuno. Dalam tingkah laku manusia,

Lebih terperinci

TEORI DAN METODOLOGI

TEORI DAN METODOLOGI TEORI DAN METODOLOGI MEMBANGUN PARADIGMA DALAM TEORI SOSIOLOGI 3 PARADIGMA FAKTA SOSIAL DEFINISI SOSIAL PERILAKU SOSIAL Sudut pandang sistem sosial sebagai keseluruhan Sudut pandang struktur sosial Tindakan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan Kamus Besar

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan Kamus Besar BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah unsur penelitian yang amat mendasar dan menentukan arah pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II. Tindakan Sosial Max Weber dan Relevansinya dalam Memahami Perilaku. Peziarah di Makam Syekh Maulana Ishak

BAB II. Tindakan Sosial Max Weber dan Relevansinya dalam Memahami Perilaku. Peziarah di Makam Syekh Maulana Ishak 53 BAB II Tindakan Sosial Max Weber dan Relevansinya dalam Memahami Perilaku Peziarah di Makam Syekh Maulana Ishak Untuk menjelaskan fenomena yang di angkat oleh peneliti yaitu ZIARAH MAKAM Studi Kasus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fungsi, disfungsi, fungsi laten, fungsi manifest dan keseimbangan (equilibreum).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fungsi, disfungsi, fungsi laten, fungsi manifest dan keseimbangan (equilibreum). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fungsionalisme Struktural Beberapa konsep penting dalam memahami struktural fungsional adalah: fungsi, disfungsi, fungsi laten, fungsi manifest dan keseimbangan (equilibreum).

Lebih terperinci

SOSIOLOGI KOMUNIKASI

SOSIOLOGI KOMUNIKASI SOSIOLOGI KOMUNIKASI Modul ke: Teori Teori Sosiologi Komunikasi Fakultas ILMU KOMUNIKASI Yuliawati, S.Sos, M.IKom Program Studi HUBUNGAN MASYARAKAT http://www.mercubuana.ac.id SOSIOLOGI = SOCIOLOGY= Socius

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. 2005: 502). Jadi kondisi sosial adalah suatu keadaan yang berkaitan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. 2005: 502). Jadi kondisi sosial adalah suatu keadaan yang berkaitan dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI 2.1 Kondisi Sosial Menurut kamus Bahasa Indonesia kondisi diartikan sebagai suatu keadaan atau situasi. Sedangkan kondisi sosial buruh diartikan sebagai keadaan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Tabob merupakan hewan yang disakralkan oleh masyarakat Nufit (dalam hal ini

BAB V KESIMPULAN. Tabob merupakan hewan yang disakralkan oleh masyarakat Nufit (dalam hal ini BAB V KESIMPULAN Tabob merupakan hewan yang disakralkan oleh masyarakat Nufit (dalam hal ini yang dimaksud adalah Nufit Haroa yaitu Tuun En Fit yang terdiri dari tujuh ohoi) yang berada di wilayah Kecamatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ini merupakan sifat dasar masyarakat. Perubahan masyarakat tiada hentinya, jika

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ini merupakan sifat dasar masyarakat. Perubahan masyarakat tiada hentinya, jika BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tahap Pengembangan Masyarakat Masyarakat senantiasa akan mengalami perubahan dikarenakan masyarakat adalah mahluk yang tidak statis melainkan selalu berubah secara dinamis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga dengan komunitas. Komunitas merupakan sekumpulan individu yang

BAB I PENDAHULUAN. juga dengan komunitas. Komunitas merupakan sekumpulan individu yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat merupakan sekelompok individu yang mempunyai hubungan, memiliki kepentingan bersama dan memiliki budaya. Masyarakat dapat disebut juga dengan komunitas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah selalu ingin terjadi adanya perubahan yang lebih baik. Hal ini tentu

BAB I PENDAHULUAN. adalah selalu ingin terjadi adanya perubahan yang lebih baik. Hal ini tentu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan dapat memberikan perubahan, perbaikan, dan kemajuan suatu bangsa. Oleh karena itu perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, BAB IV ANALISIS 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, yang secara sadar maupun tidak telah membentuk dan melegalkan aturan-aturan yang

Lebih terperinci

Komunikasi dan Sistem Kemasyarakatan

Komunikasi dan Sistem Kemasyarakatan Modul ke: Komunikasi dan Sistem Kemasyarakatan Fakultas ILKOM Desiana E. Pramesti, M.Si. Program Studi Periklanan www.mercubuana.ac.id Abstract Masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan adalah fenomena

Lebih terperinci

SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI FEM3313

SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI FEM3313 SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI FEM3313 PENGENALAN TEORI ILMU SOSIAL MODEN KULIAH MINGGU 2 MEMAHAMI MAKSUD TEORI/PERSPEKTIF Kerja-kerja ahli sosiologi dan antropologi sosial adalah diasaskan dan dipandu oleh

Lebih terperinci

WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI

WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN Masyarakat dunia pada

Lebih terperinci

MATERI 6 HUBUNGAN INTERAKSI DAN DINAMIKA SOSIAL

MATERI 6 HUBUNGAN INTERAKSI DAN DINAMIKA SOSIAL MATERI 6 HUBUNGAN INTERAKSI DAN DINAMIKA SOSIAL 1. Hubungan Interaksi Sosial dan Dinamika Kehidupan Sosial Interaksi sosial akan menyebabkan kegiatan hidup seseorang semakin bervariasi dan kompleks. Jalinan

Lebih terperinci

TEORI-TEORI PERUBAHAN SOSIAL

TEORI-TEORI PERUBAHAN SOSIAL TEORI-TEORI PERUBAHAN SOSIAL Perubahan sosial merupakan sebuah keniscayaan yang berlangsung tidak terbendung dalam kehidupan. Baik perubahan yang cepat maupun lambat. Berbagai factor yang mendasarinya.

Lebih terperinci

FUNGSI SOSIOLOGIS AGAMA (STUDI PROFAN DAN SAKRAL MENURUT EMILE DURKHEIM)

FUNGSI SOSIOLOGIS AGAMA (STUDI PROFAN DAN SAKRAL MENURUT EMILE DURKHEIM) FUNGSI SOSIOLOGIS AGAMA (STUDI PROFAN DAN SAKRAL MENURUT EMILE DURKHEIM) Oleh : Kamiruddin Abstract Emile Durkheim, an intellectual that could not be released from social contec cultural that covered him.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. tersebut ketika bekerja sendiri atau dengan karyawan lain (Jones, 2010).

BAB II LANDASAN TEORITIS. tersebut ketika bekerja sendiri atau dengan karyawan lain (Jones, 2010). BAB II LANDASAN TEORITIS A. Happiness at Work 1. Definisi Happiness at Work Happiness at work dapat diidentifikasikan sebagai suatu pola pikir yang memungkinkan karyawan untuk memaksimalkan performa dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diam, melainkan suatu proses yang tidak berhenti. Karena di dalam masyarakat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diam, melainkan suatu proses yang tidak berhenti. Karena di dalam masyarakat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perubahan Sosial Masyarakat tidak dapat dibayangkan dalam suatu keadaan yang tetap dan diam, melainkan suatu proses yang tidak berhenti. Karena di dalam masyarakat akan selalu

Lebih terperinci

FAKTA SOSIAL DAN STRUKTUR KEPERCAYAAN DALAM PANDANGAN EMILLE DURKHEIM. masyarakat Atoni tentang kuasa dan kepercayaan. Untuk mengenal fakta sosial dan

FAKTA SOSIAL DAN STRUKTUR KEPERCAYAAN DALAM PANDANGAN EMILLE DURKHEIM. masyarakat Atoni tentang kuasa dan kepercayaan. Untuk mengenal fakta sosial dan BAB II FAKTA SOSIAL DAN STRUKTUR KEPERCAYAAN DALAM PANDANGAN EMILLE DURKHEIM Pengkeramatan batu Naetapan adalah satu fakta sosial yang menonjol dalam masyarakat desa Tunua. Naetapan dianggap sebagai tempat

Lebih terperinci

Oleh : Lia Aulia Fachrial, M.Si

Oleh : Lia Aulia Fachrial, M.Si Oleh : Lia Aulia Fachrial, M.Si Konsep (pengertian) ilmu pengetahuan Memahami dan menjelaskan konsep (pengertian) ilmu pengetahuan secara umum Hubungan sosiologi dengan ilmu-ilmu sosial lainnya Memahami

Lebih terperinci

ULANGAN HARIAN SEMESTER GANJIL MATA PELAJARAN SOSIOLOGI KELAS X TAHUN AJARAN 2016/2017

ULANGAN HARIAN SEMESTER GANJIL MATA PELAJARAN SOSIOLOGI KELAS X TAHUN AJARAN 2016/2017 ULANGAN HARIAN SEMESTER GANJIL MATA PELAJARAN SOSIOLOGI KELAS X TAHUN AJARAN 2016/2017 1. Istilah sosiologi berasal dari kata. a. socius dan logos b. society dan logous c. social dan logo d. sosio dan

Lebih terperinci

Perilaku Sosial dan Kontrol Sosial. Lolytasari, M.Hum

Perilaku Sosial dan Kontrol Sosial. Lolytasari, M.Hum Perilaku Sosial dan Kontrol Sosial Lolytasari, M.Hum Perilaku Menyimpang Adalah suatu perilaku yang buruk dan dapat menimbulkan masalah, penyakit masyarakat, anti sosial, para ahli menyebutnya dengan disfungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mahluk biologis merupakan individu yang mempunyai potensi-potensi diri yang

BAB I PENDAHULUAN. mahluk biologis merupakan individu yang mempunyai potensi-potensi diri yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan makhluk yang memiliki akal pikiran yang membedakan manusia dengan makhluk yang lain. Namun demikian sebagai mahluk biologis merupakan individu yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. semua warga menikmati kebebasan untuk berbicara, kebebasan berserikat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. semua warga menikmati kebebasan untuk berbicara, kebebasan berserikat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Demokrasi di Indonesia Definisi demokrasi menurut Murod (1999:59), sebagai suatu policy di mana semua warga menikmati kebebasan untuk berbicara, kebebasan berserikat, mempunyai

Lebih terperinci

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan Bab V Kesimpulan Hal yang bermula sebagai sebuah perjuangan untuk memperoleh persamaan hak dalam politik dan ekonomi telah berkembang menjadi sebuah konflik kekerasan yang berbasis agama di antara grup-grup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik,

BAB I PENDAHULUAN. plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik, BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Masyarakat dewasa ini dapat dikenali sebagai masyarakat yang berciri plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik, kelompok budaya dan

Lebih terperinci

CONTOH BAHAN AJAR. A. TOPIK : PENGERTIAN dan RUANG LINGKUP SOSIOLOGI AGAMA

CONTOH BAHAN AJAR. A. TOPIK : PENGERTIAN dan RUANG LINGKUP SOSIOLOGI AGAMA CONTOH BAHAN AJAR A. TOPIK : PENGERTIAN dan RUANG LINGKUP SOSIOLOGI AGAMA 1. Pengantar Pemahaman Sosiologi tentang masyarakat bagaimanapun juga dalamnya dan detailnya tidak akan lengkat tanpa mengikut

Lebih terperinci

ASAL MULA & PERKEMBANGAN SOSIOLOGI. Fitri Dwi Lestari

ASAL MULA & PERKEMBANGAN SOSIOLOGI. Fitri Dwi Lestari ASAL MULA & PERKEMBANGAN SOSIOLOGI Fitri Dwi Lestari ASAL USUL SOSIOLOGI Dari bukti peninggalan bersejarah, manusia prasejarah hidup secara berkelompok. ASAL USUL SOSIOLOGI Aristoteles mengatakan bahwa

Lebih terperinci

Dimensi Subjektif - Objektif

Dimensi Subjektif - Objektif Sociological Paradigms and Organisational Analysis [chapter 1-3] Gibson Burrell & Gareth Morgan Heinemann, London 1979 Empat Asumsi Tentang Sifat Ilmu Sosial (1) Ontology Asumsi yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1. Modal Sosial Konsep modal sosial menawarkan betapa pentingnya suatu hubungan. Dengan membagun suatu hubungan satu sama lain, dan memeliharanya agar terjalin terus, setiap individu

Lebih terperinci