Studi Petrografi Batuan Volkanik sebagai Agregat Bahan Baku Beton

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Studi Petrografi Batuan Volkanik sebagai Agregat Bahan Baku Beton"

Transkripsi

1 BULETIN GEOLOGI Departemen Teknik Geologi INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG Studi Petrografi Batuan Volkanik sebagai Agregat Bahan Baku Beton I G.B. EDDY SUCIPTA dan IMAM A. SADISUN Departemen Teknik Geologi FIKTM - ITB, Jl. Ganesha 10, Bandung Telp./Fax. (022) , sucipta@gc.itb.ac.id ; imam@gc.itb.ac.id (Naskah diterima pada tanggal 23 Desember 2000) Sari - Dalam studi ini, bahan baku agregat yang dianalisis dapat dikelompokkan menjadi basalt/basalt olivin, andesit piroksen, andesit hornblenda, dan tuf andesitik. Beberapa jenis mineral utama pada agregat tersebut meliputi plagioklas, gelas volkanik, piroksen/augit, olivin, hornblenda, dan kuarsa, dengan tekstur umumnya hipokristalin porfiritik untuk jenis agregat basalt/basalt olivin, andesit piroksen, dan andesit hornblenda, serta tekstur klastik (vitroklastik) untuk jenis agregat tuf andesitik, dalam derajat ubahan berkisar dari lemah sampai kuat. Karakteristik petrografi agregat sangat berpengaruh terhadap sifat fisik-mekanik agregat. Perbedaan komposisi mineralogi dan tekstur agregat secara nyata berpengaruh terhadap kekasaran permukaan, daya serap air, kekuatan, dan potensi reaksi alkali-agregat. Pada kekasaran permukaan agregat terlihat bahwa semakin banyak persentase kahadiran fenokris/butiran terhadap masadasar/matrik maka permukaan agregat cenderung semakin kasar. Kehadiran gelas volkanik sangat berpengaruh terhadap sifat daya serap air dan reaktivitas agregat. Semakin banyak kehadiran prosentase gelas volkanik mengakibatkan semakin tinggi daya serap air dan reaktivitasnya. Disamping itu, pada tekstur yang bersifat klastik, daya serap air cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan agregat yang bersifat kristalin. Pada aspek kekuatan agregat; tekstur, komposisi mineralogi, dan kahadiran vesikuler merupakan faktor petrografi yang cukup dominan yang mempengaruhi kekuatan agregat tersebut. Dan sifat reaktivitas agregat sangat dipangaruhi oleh tekstur terutama oleh kehadiran masadasar/matriks yaitu berupa bahan kristalin berukuran halus sampai mikrokristalin maupun berupa tekstur amorf dari gelas volkanik. Abstract - In this study, materials for aggregates can be classified in to basalt/olivine basalt, pyroxene andesite, hornblende andesite, and andesitic tuff. Some silicate minerals in these aggregates composed are plagioclase, volcanic glass, pyroxene/augite, olivine, hornblende, and quartz, with the hypocristalline porphyritic textures for basalt/olivine basalt, pyroxene andesite, hornblende andesite types aggregates, and clastic (vitroclastic) for andesitic tuff aggregate. Petrographic characteristics of aggregates most influence for mechanical-physical characteristics of aggregate. The changes on mineralogical composition of aggregates will influence for surface roughness, water absorption, strength, and alkali-reaction potential of aggregates. In surface roughness, increasingly of percentages of phenocrysts/grains will be increased roughness of aggregates. Presence of volcanic glass will be increased water absorption and alkali-reaction potential aggregates. Aggregates with clastic textures will be more absorb water than aggregates with crystalline textures. In strength of aggregate aspec; texture, mineralogical composition, and presence of vesicular are dominant petrographic factor will be influenced for strength of aggregate. The changes on some textural aspects also will influence reactivity of aggregate, especially based on the occurrences of groundmass or matrix either in the form of fine-crystalline materials to microcrystalline or amorphous textures from volcanic glass. PENDAHULUAN Karakteristik material batuan, terutama dari jenis batu pecah (crused stone), cukup memegang peranan sangat penting dalam penggunaannya sebagai agregat beton. Hampir 75% dari volume beton terdiri atas agregat. Dengan demikian maka sifat-sifat dan perilaku agregat akan sangat berpengaruh terhadap kondisi alami dan perilaku BULETIN GEOLOGI, Vol. 32, No. 3,

2 keteknikan beton (Bell, 1980; Talbot, 1982 op cit Clutterbuck, et.al., 1982). Kenampakan fisik suatu agregat tidak boleh memperlihatkan adanya gejala deteriorasi yang umumnya merupakan akibat dari adanya suatu proses pelapukan batuan. Kekuatan beton secara umum sangat dipengaruhi oleh kekuatan dari agregat yang digunakan (Hudec, 1984; Ramsey, et.al, 1974). Kekuatan pecah batuan untuk agregat beton umumnya berkisar antara 700 dan 3000 kg/m 2. Kekuatan beton juga dikontrol oleh efektivitas ikatan antara agregat dengan semen. Pada kondisi kering, semen dapat mengalami penyusutan (shrinkage). Jika agregat yang digunakan memiliki kekuatan yang tinggi, gejala penyusutan pada semen dapat diminimasi dan antara semen-agregat bisa terikat dengan baik. Disamping itu, kekuatan ikatan antara semen-agregat juga dipengaruhi oleh tekstur permukaan agregat. Permukaan yang kasar pada suatu agregat akan menghasilkan ikatan yang lebih kuat daripada agregat dengan permukaan yang halus (Malewski, 1984). Beberapa agregat memiliki potensi reaksi alkali, baik dari jenis batuan beku, sedimen maupun metamorf. Reaksi alkali-agregat akan lebih mudah terjadi pada batuan yang kaya akan material silikaan (siliceous materials), yang antara lain hadir sebagai mineral-mineral silikat (silicate minerals). Secara umum, jenis batuan yang cukup banyak digunakan sebagai agregat dan memiliki potensi reaksi alkali cukup tinggi antara lain yaitu batuan beku yang berkomposisi asam hingga intermedier (McConnell, et.al., 1950 op cit Bell, 1990, Clutterbuck, et.al., 1982), seperti granit, riolit, syenit, diorit, dasit, dan andesit. Mineral-mineral silikat hadir cukup dominan pada batuan ini. Adanya reaksi alkali antara agregat dengan semen menye-babkan terjadinya proses pengembangan (expansion) yang ditandai oleh hadirnya jel silika dan umumnya diikuti oleh adanya retakan (cracking) pada beton (Wigun, 1995). Adanya retakan pada beton akan mengakibatkan hilangnya kekuatan beton tersebut dan hal ini sangat membahayakan dalam penggunaannya, terutama untuk konstruksi beton pada bangunan-bangunan sipil. Setiap jenis batuan akan memiliki perilaku dan karakteristik keteknikan yang spesifik. Dalam rangka optimalisasi pemakaian batuan sebagai agregat beton maka dibutuhkan suatu kajian yang cukup detil untuk mengetahui berbagai kendala dalam penggunaannya. Salah satu metode yang cukup handal dan umumnya dilakukan dalam tahap evaluasi awal suatu agregat yaitu melalui studi petrografi (Hudec, 1984). Dengan demikian maka studi petrografi pada agregat beton sangat penting dilakukan guna menunjang efektivitas pemilihan bahan baku beton yang baik dan memiliki kualitas yang tinggi. Pada penelitian ini, pengujian atau analisis petrografi terutama dilakukan pada bahan baku agregat dari batuan beku ekstrusif (lava), serta beberapa contoh batuan beku intrusif dan batuan piroklastik (walded tuff). Bahan baku agregat (batuan) diambil dari sekitar daerah Bandung yaitu dari Cicalengka, Majalaya, Baleendah, Soreang, dan Cimahi. Dari batuan bahan baku agregat tersebut dipilih sebanyak 20 contoh guna pengujian petrografi di Laboratorium Geologi Teknik, serta di Laboratorium Petrologi dan Geologi Ekonomi, Departemen Teknik Geologi, Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral, Institut Teknologi Bandung. ANALISIS PETROGRAFI AGREGAT Berdasarkan komposisi mineralogi dan tekstur maka bahan baku agregat dari 20 contoh yang dipakai dalam studi ini dapat digolongkan dalam kelompok basalt/basalt olivin, andesit piroksen, andesit hornblende, dan tuf andesitik. 146 BULETIN GEOLOGI, Vol. 32, No. 3, 2000

3 Mineralogi Dari analisis petrografi bahan baku agregat, dijumpai beberapa mineral silikat seperti mineral plagioklas [(Na,Ca)AlSi 3 O 8 ], gelas volkanik [SiO 2,Al 2 O 3,Fe 2 O,FeO,MgO,CaO, Na 2 O,K 2 O,H 2 O], piroksen/augit [(Ca,Na) (Mg,Fe,Al) (Si,Al) 2 O 6 ], olivin [(Mg,Fe) 2 SiO 4 ], hornblenda [[Ca 2 (Mg,Fe,Al) 5 (OH) 2 [(Si,Al) 4 O 11 ] 2 ], kuarsa [SiO 2 ]. Bahan baku agregat dari kelompok basalt/ basalt olivin mempunyai prosentase mineral silikat plagioklas (± 40% - 65%), gelas volkanik (± 5% - 35%), piroksen (± 5% - 25%), olivin (± 0% - 8%), dan hornblenda (± 0% - 1%). Bahan baku agregat dari kelompok andesit piroksen mempunyai prosentase mineral silikat plagioklas (± 40% - 45%), gelas volkanik (± 35% - 45%), dan piroksen (± 5% - 10%). Bahan baku agregat dari kelompok andesit hornblenda mempunyai prosentase mineral silikat plagioklas (± 40% - 65%), gelas volkanik (± 0% - 30%), piroksen (± 3% - 8%), hornblenda (± 5% - 25%), dan kuarsa (± 0% - 3%). Bahan baku agregat dari kelompok tuf andesitik mempunyai prosentase mineral silikat plagioklas (± 15% - 40%), gelas volkanik (± 40% - 70%), dan piroksen (± 5%). Prosentase kehadiran mineral silikat dari setiap contoh agregat dapat dilihat dalam Tabel 1. Tekstur Bahan baku agregat dari kelompok basalt/ basalt olivin memperlihatkan tekstur hipokristalin porfiritik, dengan fenokris (± 3% - 40%), berukuran 0,4-2,5 mm, berbentuk subhedral - anhedral, terdiri dari mineral silikat plagioklas, piroksen, olivin, dan setempat hornblenda, tertanam dalam masa dasar bahan kristalin (± 60% - 97%), berukuran halus (ada yang mencapai ukuran 0,3 mm), memperlihatkan tekstur intergranular - intersertal, yang terdiri dari mineral silikat plagioklas, piroksen, sedikit olivin, dengan gelas volkanik (± 5% - 35%). Bahan baku agregat dari kelompok andesit piroksen memperlihatkan tekstur hipokristalin porfiritik, dengan fenokris (± 5% - 20%), berukuran 0,5-2,0 mm, berbentuk subhedral - anhedral, terdiri dari mineral silikat plagioklas, piroksen, dan sedikit fragmen batuan basalt (xenolith), tertanam dalam masa dasar bahan kristalin (± 80% - 95%), berukuran halus - sangat halus, memperlihatkan tekstur aliran (trakhitik), yang terdiri dari mineral silikat plagioklas berbentuk mikrolit, sedikit piroksen, dengan gelas volkanik (± 35% - 45%). Bahan baku agregat dari kelompok andesit hornblenda memperlihatkan tekstur hipokristalin porfiritik, setempat memperlihatkan tekstur holokristalin porfiritik (merupakan intrusi yang lebih dalam) dengan fenokris (± 3% - 10%), berukuran 0,4-2,5 mm, berbentuk subhedral - anhedral, terdiri dari mineral silikat plagioklas, hornblenda, piroksen, dan sedikit kuarsa, tertanam dalam masa dasar bahan kristalin (± 90% - 97%), berukuran halus sedang (0,1 0,3 mm), memperlihatkan tekstur trakhitik, terdiri dari mineral silikat plagioklas berbentuk mikrolit, sedikit piroksen, hornblenda, dan kuarsa, dengan gelas volkanik (± 0% - 30%). Bahan baku agregat dari kelompok tuf andesitik memperlihatkan tekstur klastik (vitroklastik), dengan butiran (± 20% - 25%), berukuran 0,8-2,0 mm, berbentuk menyudut - membundar tanggung (anhedral - subhedral), terdiri dari mineral silikat plagioklas, piroksen, dan fragmen batuan basalt, tertanam dalam matrik (± 75% - 80%), yang terdiri dari gelas volkanik (± 40% - 70%), berbentuk amorf, dan sedikit kristalkristal plagioklas berukuran sangat halus (berbentuk mikrolit-mikrolit), serta mineral opak. Kenampakan aspek-aspek tekstur mineral silikat dari setiap contoh agregat dapat dilihat dalam Tabel 2. BULETIN GEOLOGI, Vol. 32, No. 3,

4 Derajat Ubahan Dalam panelitian ini, telah dilakukan karakterisasi kualitatif derajat ubahan pada agregat (Tabel 1) yaitu berkisar dari lemah hingga kuat. Dari data tersebut terlihat bahwa pada bahan agregat basalt/basalt olivin yang banyak mengandung gelas volkanik (B-9C) memperlihatkan proses ubahan yang kuat. Demikian pula halnya dengan bahan agregat andesit hornblenda yang mempunyai prosentase mineral hornblenda yang lebih banyak (B-12C, B-13A) memperlihatkan derajat ubahan sedang kuat. Dan pada penelitian untuk kajian aspek petrografi terhadap kualitas agregat yang meliputi sifat fisik agregat, kekuatan agregat, dan potensi reaksi alkali agregat, akan lebih digunakan bahan agregat yang mempunyai derajat ubahan yang lemah. Tabel 1. Jenis dan prosentase mineral utama pada agregat. Jenis batuan, No. contoh, dan Prosentase Jenis Mineral Silikat Jenis Mineral Silikat Basalt / Basalt Olivin B - 1B B - 5B B - 6A B - 8B B - 9A B - 9C B - 10B B - 11B B - 11C B - 14A Plagioklas Gelas volkanik Piroksen Olivin Hornblenda Kuarsa Jumlah : Hal lain : - Mineral opak Fragmen batuan Vesikuler Ubahan lemah sedang lemah sedang lemah kuat kuat lemah lemah kuat Jenis batuan, No. contoh, dan Prosentase Jenis Mineral Silikat Jenis Mineral Silikat Andesit Piroksen Andesit Hornblenda Tuf Andesitik B - 3A B - 3B B - 4A B - 4C B - 12A B - 12C B - 13A B - 13B B - 2A B - 7C Plagioklas Gelas volkanik Piroksen Olivin Hornblenda Kuarsa Jumlah : Hal lain : - Mineral opak Fragmen batuan Vesikuler Ubahan lemah sedang lemah lemah sedang sedang kuat lemah lemah lemah 148 BULETIN GEOLOGI, Vol. 32, No. 3, 2000

5 KAJIAN ASPEK PETROGRAFI TERHADAP KUALITAS AGREGAT Guna mengetahui kualitas bahan baku agregat, dalam penelitian ini telah dilakukan beberapa pengujian parameter fisik-mekanik, seperti analisis kekasaran permukaan agregat, analisis daya serap air, analisis kekuatan agregat, dan analisis potensi reaksi alkali-agregat. Analisis hanya dilakukan terhadap beberapa contoh agregat yang secara representatif dapat mewakili kelompok jenisnya, didasarkan atas analisis petrografi pada tahap sebelumnya. Kekasaran Permukaan Dalam analisis petrografi, makro-tekstur analog dengan orde pertama kekasaran agregat dan mikro-tekstur berhubungan dengan orde kedua kekasaran agregat. Kenampakan tekstural agregat dapat diilustrasikan seperti tampak dalam Gambar 1. Tabel 2. Kenampakan aspek-aspek tekstur pada agregat. Aspek-Aspek Tekstur Mineral Silikat Kelompok batuan, No. contoh, dan Aspek Tekstur Mineral Silikat Basalt / Basalt Olivin B - 1B B - 5B B - 6A B - 8B B - 9A B - 9C B - 10B B - 11B B - 11C B - 14A Fenokris 40% 20% 15% 20% 20% 3% 5% 15% 10% 10% (Butiran) Jenis Mineral : - plagioklas ada ada ada ada ada ada ada ada ada ada - piroksen ada ada ada ada ada ada ada ada ada ada - olivin tidak ada ada ada ada tidak ada tidak ada ada ada ada tidak ada - hornblenda tidak ada ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada - kuarsa tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada - fragmen batuan tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada Ukuran 0,8-2,5 mm 0,5-1,5 mm 1,0-2,5 mm 0,4-1,5 mm 0,4-1,8 mm 0,8-2,0 mm 0,4-1,5 mm 1,0-2,5 mm 0,5-2,0 mm 0,7-1,5 mm Bentuk sub-anhedral an-subhedral subhedral sub-anhedral sub-anhedral sub-anhedral an-subhedral sub-anhedral an-euhedral sub-anhedral Massadasar 60% 80% 80% 97% 80% 97% 95% 85% 90% 90% (Matriks) Ukuran halus (0,1 mm) halus (0,1 mm) halus (0,1 mm) halus (0,1 mm) halus (0,1 mm) halus (0,3 mm) halus (0,1 mm) halus (0,1 mm) halus (0,1 mm) halus (0,1 mm) Jenis mineral : - gelas volkanik ada (10%) ada (7%) ada (35%) ada (20%) ada (20%) ada (35%) ada (5%) ada (5%) ada (7%) ada (30%) - plagioklas ada ada ada ada ada ada ada ada ada ada - piroksen ada ada ada tidak ada ada ada ada ada ada ada - olivin tidak ada tidak ada ada tidak ada ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada - hornblenda tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada - kuarsa tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada Tekstur khas intergranular intergranular intergranular - intergranular intersertal intergranular intergranular - - BULETIN GEOLOGI, Vol. 32, No. 3,

6 Lanjutan Tabel 2. Kenampakan aspek-aspek tekstur pada agregat. Aspek-Aspek Tekstur Mineral Silikat Kelompok batuan, No. contoh, dan Aspek Tekstur Mineral Silikat Andesit Piroksen Andesit Hornblenda Tuf Andesitik B - 3A B - 3B B - 4A B - 4C B - 12A B - 12C B - 13A B - 13B B - 2A B - 7C Fenokris 5% 20% 10% 15% 10% 3% 10% 7% (Butiran) 25% 20% Jenis Mineral : - plagioklas ada ada ada ada ada ada ada ada ada ada - piroksen ada ada ada ada ada ada ada ada ada ada - olivin tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada - hornblenda tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada ada ada ada ada tidak ada tidak ada - kuarsa tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada - fragmen batuan ada tidak ada tidak ada ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada ada ada Ukuran 0,5-1,5 mm 0,5-1,5 mm 0,6-2,0 mm 0,5-2,0 mm 0,4-1,2 mm 1,5-2,5 mm 0,2-1,5 mm 1,5-3,0 mm 1,0-2,0 mm mm Bentuk sub-anhedral sub-anhedral sub-anhedral sub-anhedral sub-anhedral sub-anhedral an-subhedral sub-anbhedral anhedral an-subhedral Massadasar 95% 80% 90% 85% 90% 97% 90% 93% (Matriks) 75% 80% Ukuran halus (0,1 mm) halus (<0,1 mm) halus (0,1 mm) halus (0,1 mm) halus (0,1 mm) sedang (>0,3 mm) halus(<0,1mm) halus(0,1 mm) amorf amorf Jenis mineral : - gelas volkanik ada (45%) ada (35%) ada (40%) ada (40%) ada (30%) tidak ada ada (15%) ada (20%) ada (70%) ada (40%) - plagioklas ada ada ada ada ada ada ada ada tidak ada ada - piroksen tidak ada ada tidak ada tidak ada ada ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada - olivin tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada - hornblenda tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada - kuarsa tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada Tekstur khas trakhitik - trakhitik Trakhitik trakhitik holokristalin trakhitik trakhitik aliran - Analisis kekasaran permukaan agregat dilakukan dengan mempergunakan alat surface gauge (Gambar 2). Pada gambar tersebut terlihat bahwa kekasaran permukaan agregat basalt cenderung paling halus dibandingkan jenis agregat lainnya. Berdasarkan ilustrasi hubungan antara tekstur dan kekasaran permukaan agregat, kekasaran permukaan basalt secara berarti juga telah membuktikan bahwa prosentase kehadiran serta ukuran fenokris dan masadasar akan berpengaruh terhadap kekasaran permukaannya. Secara umum kehadiran fenokris pada basalt lebih sedikit dan memiliki ukuran lebih halus dibandingkan dengan batuan beku lainnya. Fakta ini secara nyata juga tercermin dari perbandingan kekasaran permukaan antara agregat basalt dan andesit. Dengan kata lain dapat dikemukakan bahwa semakin banyak persentase kahadiran fenokris/butiran terhadap masadasar/matrik maka permukaan 150 BULETIN GEOLOGI, Vol. 32, No. 3, 2000

7 Gambar 1. Hubungan makro dan mikrotekstur terhadap kekasaran permukaan agregat (modifikasi dari Ryell et al., 1979 op.cit. Bell, 1980) Gambar 2. Ekspresi kekasaran permukaan pada masing-masing kelompok jenis bahan baku agregat. BULETIN GEOLOGI, Vol. 32, No. 3,

8 agregat cenderung semakin kasar, semakin halus ukuran butir fenokris/butiran dan masadasar/matrik maka permukaan agregat cenderung juga semakin halus. Daya Serap Air Daya serap air (moisture) merupakan parameter yang sangat penting untuk memprediksi dan mengetahui adanya potensi perubahan pada agregat, baik akibat pengaruh internal maupun eksternal agregat. Berdasarkan beberapa hasil penelitian terdahulu (Ramsay, et.al., 1974; Lees dan Kennedy, 1975; Kazi dan Al-Mansour, 1980) terlihat nyata adanya hubungan antara daya serap air agregat dengan daya guna (life time) beton yang dihasilkannya. Beberapa aspek yang cukup penting dalam kaitannya dengan sifat daya serap air agregat yaitu : - Pengaruh proses pembekuan dan pencairan (freeze-thaw problem) - Pengaruh proses reaksi alkali (alkali reacion problem) - Pengaruh proses reaksi kimia lainnya seperti pelapukan dan deteriorasi (weathering and deterioration problems) Meskipun pada kenyataannya proses penyerapan air pada suatu konstruksi beton telah berlangsung selama pekerjaan konstrusi dilaksanakan, namun proses ini biasanya akan menerus oleh adanya faktor kelembaban atau oleh keberadaan konstruksi di bawah level muka air tanah. Dalam penelitian ini, pengujian daya serap air dilakukan dengan merendam contoh agregat selama 24 jam guna menjenuhkan pori yang ada (porositas efektif/n e ). Daya serap air dideterminasi dengan melakukan pengukuran kenaikan berat contoh agregat yang diekspresikan oleh prosentase terhadap berat keringnya. Sebelum dilakukan pengujian, masing-masing contoh dianalisis dengan mempergunakan mikroskop binokuler untuk mengetahui adanya pori yang berupa retakan halus maupun gejala-gejala lainnya. Secara umum hasil pengujian daya serap air dapat dirangkum seperti terlihat dalam Tabel 3. Bila dihubungkan dengan hasil analisis petrografi agregat, hasil pengujian ini memperlihatkan adanya kecenderungan bahwa semakin banyak persentase gelas volkanik pada agregat diduga akan mengakibatkan semakin tinggi daya serap air. Hal ini tercermin dari tingginya nilai daya serap air pada agregat tuf andesitik yang mengandung mineral gelas mencapai 70%. Disamping itu, tekstur bahan agregat juga sangat mempengaruhi nilai daya serap air. Pada bahan agregat tuf andesitik seringkali mempunyai tekstur yang bersifat klastik dibandingkan dengan bahan agregat lainnya yang bersifat kristalin. Hal ini berkaitan dengan proses pembentukan bahan agregat tersebut dimana tuf andesitik merupakan hasil dari letusan gunung api sedangkan basalt/basalt olivin, andesit piroksen, dan andesit hornblende merupakan langsung dari hasil pembekuan magma. Kekuatan Kekuatan adalah parameter yang paling penting dalam pemilihan bahan baku agregat. Mineralogi dan tekstur agregat sangat berpengaruh terhadap kekuatannya (Kazi dan Al-Mansour, 1980). Mineral silikat secara tipikal lebih resistan terhadap gaya tekan daripada jenis mineral lainnya. Kekerasan relatif dari mineral pembentuk batuan juga berpengaruh terhadap kekuatannya. Adapun unsur-unsur tekstur yang berpengaruh terhadap kekuatan agregat diantaranya adalah : ukuran kristal atau butiran, orientasi relatif kristal atau butiran, kebundaran, dan porositas. Ukuran kristal atau butiran relatif lebih konsisten berpengaruh terhadap kekuatannya (Kazi dan Al-Mansour, 1980). Dalam penelitian ini kekuatan batuan dianalisis dengan pengujian kuat tekan uniaksial. Contoh agregat dibuat sedemikian rupa sehingga berbentuk kubus dengan sisi 5 ± 0,1 cm. Berdasarkan hasil pengujian ini 152 BULETIN GEOLOGI, Vol. 32, No. 3, 2000

9 Tabel 3 Hasil pengujian fisik-mekanik dan reaksi alkali pada beberapa contoh agregat terpilih No. No. Kelompok Derajat ubahan Daya serap air UCS Reaksi alkali Keterangan contoh Batuan (kualitatif) (%) (kg/cm2) Sc (mmol/l) Rc (mmol/l) 1 B - 1B lemah 0, , B - 5B sedang x x x x 3 B - 6A lemah x x B - 8B Basalt/Basalt olivin sedang x x x x 5 B - 9A lemah x x B - 9C kuat x x x x 7 B - 10B kuat x x x x 8 B - 11B lemah x x x x 9 B - 11C lemah x x x x 10 B - 14A kuat x x x x 11 B - 3A lemah 1, , B - 3B Andesit piroksen sedang x x x x 13 B - 4A lemah x x x x 14 B - 4C lemah x x B - 12A sedang x x B - 12C Andesit hornblenda sedang x x x x 17 B - 13A kuat x x x x 18 B - 13B lemah 2, , ada retakan halus 19 B - 2A Tuf andesitik lemah 4, , B - 7C lemah x x Keterangan : UCS = uji kuat tekan uniaksial X = tidak dilakukan analisis (Tabel 3) terlihat bahwa agregat andesit piroksen memiliki kekuatan terbesar dan agregat tuf andesitik memiliki kekuatan terkecil. Hal ini mungkin terkait dengan tekstur klastik pada tuf andesitik yang seringkali mempunyai ikatan yang lebih lemah dibandingkan dengan tekstur kristalin pada agregat andesit piroksen. Apabila hasil analisis petrografi dilihat lebih teliti lagi, maka boleh jadi kehadiran masadasar (ukuran kristal lebih kecil dari fenokris) yang lebih banyak pada andesit piroksen, menjadi pengontrol kekuatan agregat tersebut. Namun pada agregat basalt/basalt olivin, yang mempunyai masadasar yang paling sedikit (60%), relatif mempunyai kekuatan yang lebih baik dari agregat andesit hornblenda (masadasarnya 93%). Hal ini mungkin dikontrol oleh kehadiran mineral yang memiliki tingkat kekerasan di atas 5 (skala kekerasan Mohs), misalnya mineral plagioklas dan piroksen, yang relatif lebih banyak pada agregat basalt/basalt olivin dibandingkan agregat andesit hornblenda. Disamping itu, kekuatan agregat diperkirakan juga dipengaruhi oleh kehadiran vesikuler, seperti tercermin dari nilai kekuatan yang tampak pada agregat basalt/basalt olivin dan andesit piroksen (vesikulernya hanya 0% - 1% 15%) dan tuf andesitik (vesikulernya dapat mencapai 5%). Potensi Reaksi Alkali Dalam penggunaannya sebagai agregat beton, beberapa agregat membutuhkan pengujian lebih detil untuk mengetahui perilaku atau respon agregat dalam lingkungan alkali. Metode yang paling sederhana yaitu dengan merendam atau melarutkan agregat tersebut dalam larutan yang bersifat alkalis (basa). Dalam penelitian ini, pengujian potensi reaktivitas agregat juga dilakukan dengan menggunakan larutan kimia alkalis atau lebih dikenal sebagai standar peng-ujian dengan metode kimia (ASTM C ). BULETIN GEOLOGI, Vol. 32, No. 3,

10 Pada prinsipnya, pengujian ini didasar-kan atas jumlah NaOH 1 N yang bereaksi dengan silika dari agregat yang memiliki kehalusan antara µm selama 24 jam pada suhu 80, dalam sebuah wadah reaksi yang terbuat dari baja tahan karat atau korosi lainnya dan dilengkapi dengan tutup kedap udara. Hasil pengujian tersebut menghasilkan dua parameter utama yaitu banyaknya silika terlarut (Sc) dalam mmol/l dan reduksi alkalinitas atau kebasaan (Rc) yang juga dalam mmol/l (Tabel 3). Untuk mengetahui tingkat reaktivitas agregat, hasil-hasil pengujian tersebut di atas dirajah (diplot) ke dalam sebuah grafik standar seperti diperlihatkan pada Gambar 3. Tampak bahwa ada beberapa agregat tergolong sebagai agregat berpotensi reaktif hingga agregat reaktif, terutama dari jenis tuf andesitik dan andesit piroksen. Hampir semua agregat tuf andesitik yang diuji memiliki sifat reaktif yang cukup tinggi dan relatif bersifat lebih reaktif apabila dibandingkan dengan jenis agregat lainnya. Pada agregat andesit piroksen tergolong sebagai agregat berpotensi reaktif hingga reaktif, sedangkan andesit hornblenda tergolong agregat yang tidak bersifat reaktif. Lain halnya dengan agregat yang berasal dari jenis basalt, secara umum dapat dikatakan bahwa agregat ini tidak bersifat reaktif. Dalam bab ini juga akan dibahas sejauh mana pengaruh variasi jenis dan tekstur mineral silikat terhadap tingkat reaktivitas agregat. Studi individu terhadap setiap contoh agregat dilakukan guna mengkaji adanya pola dan kecenderungan perubahan yang ada baik dalam kelompok jenis agregat yang sama maupun dalam jenis yang berbeda. Variasi Jenis Mineral Silikat dan Reaktivitas Agregat Apabila adanya potensi reaksi alkali pada agregat dikaitkan dengan variasi jenis mineraloginya, terutama terhadap kehadiran berbagai jenis mineral silikat, terlihat adanya suatu kecenderungnan bahwa semakin banyak prosentase gelas volkanik pada suatu agregat, tingkat reaktivitas agregat cenderung relatif semakin tinggi (lihat Tabel 2 dan Gambar 3). Kecenderungan ini selain tercermin pada perbedaan jenis bahan baku agregatnya, secara berarti juga terlihat pada jenis agregat yang sama namun berbeda dalam persentase kehadiran gelas volkaniknya. Sebagai contoh, agregat basalt yang mempunyai gelas volkanik sebanyak 33% (B-6A) tampak lebih reaktif bila dibandingkan dengan basalt yang hanya mengandung 20% (B-9A) dan 10% (B-1B) gelas volkanik. Hal yang relatif sama juga terlihat pada agregat yang berasal dari kelompok andesit piroksen, andesit hornblenda, dan tuf andesitik. Berdasarkan rasio perbandingan terhadap berat agregatnya, Gillott dan Swenson (1973) mengemukakan bahwa kehadiran 3% gelas volkanik sudah cukup berbahaya terhadap potensi terjadinya reaksi alkali-agregat. Namun apabila dilakukan konversi ke dalam prosentase kehadiran berdasarkan komposisi mineraloginya terlihat pula bahwa sifat reaktif pada agregat secara umum juga tercermin oleh hadirnya ± 35% atau lebih gelas volkanik. Hal ini juga diperlihatkan hampir pada semua agregat yang tergolong berpotensi reaktif hingga reaktif berdasarkan hasil pengujian pada penelitian ini, yaitu dengan kandungan gelas volkanik 40% atau bahkan lebih. Selain gelas volkanik, jenis mineral silikat lainnya yang cukup dominan yaitu mineral plagioklas. Adanya kenaikan pada prosentase kehadiran gelas volkanik biasanya diikuti dengan berkurangnya prosentase mineral plagioklas. Namun demikian, adanya pengaruh mineral plagioklas kemungkinan juga akan dikontrol oleh tingkat keasaman mineral plagioklas (Ca-Plagioklas hingga Na-Plagioklas) serta ukurannya (fenokris atau masadasar berupa kristal berukuran halus hingga mikrokristalin). Kehadiran mineral silikat lainnya, yaitu olivin, piroksen, dan hornblenda secara umum relatif sangat 154 BULETIN GEOLOGI, Vol. 32, No. 3, 2000

11 Agregat Basalt/Basal Olivin Agregat Andesit Piroksen Agregat Andesit Hornblenda Agregat Tuf Andesitik 500 Reduksi Alkalinitas (mmol/l) Silika Terlarut (mmol/l) Gambar 3. Grafik interpretasi tingkat reaktivitas agregat yang didasarkan atas hasil-hasil pengujian dengan metode kimia. sedikit apabila dibandingkan dengan kehadiran jenis mineral plagioklas dan gelas volkanik. Ada beberapa contoh agregat yang terbentuk oleh mineral piroksen hingga ± 20% - 25% (B-11C dan B-1B). Namun demikian, berdasarkan hasil uji potensi reaksi alkali pada agregat tersebut tidak diperlihatkan adanya pengaruh yang berarti pada tingkat reaktivitasnya. Secara kumulatif, total kehadiran jenis mineral silikat juga tidak memperlihatkan adanya hubungan yang berarti terhadap tingkat reaktivitas agregat. Tetapi, apabila dilihat berdasarkan pola kehadiran masingmasing jenis mineraloginya maka tampak adanya pengaruh yang berarti terhadap tingkat reaktivitasnya, terutama pada jenis gelas volkanik. Atau dengan kata lain dapat dikatakan pula bahwa adanya perubahan komposisi mineralogi pada agregat akan berpengaruh terhadap tingkat potensi reaktivitasnya. Dengan demikian kemampuan agregat untuk bereaksi di lingkungan alkali tinggi dari semen yang digunakan pada beton merupakan fungsi dari komposisi (jenis) mineralogi pada agregat yang digunakan. Variasi Tekstur dan Reaktivitas Agregat Tingkat reaktivitas agregat terhadap kondisi lingkungan alkali dimungkinkan pula dipengaruhi oleh pola teksturnya, terutama oleh adanya variasi tekstur pada agregat. Secara umum terlihat bahwa semakin kecil persentase fenokris pada agregat, tingkat reaktivitas agregat relatif semakin tinggi (lihat Tabel 3 dan Gambar 3). Adanya kecenderungan ini juga tercermin pada perbedaan reaktivitas antara agregat basalt (15% - 50% pada contoh B-1B, B-6A, B-9A), andesit piroksen (5% - 15% pada contoh B- 3A, B-4C), dan andesit hornblenda (± 10% pada contoh B-12A, B-13A). Meskipun agregat dari jenis tuf andesitik memiliki kandungan butiran sebanyak 20% - 25% namun agregat ini terlihat relatif lebih reaktif dibandingkan jenis batuan lainnya. Reaktifitas agregat tuf andesitik diduga BULETIN GEOLOGI, Vol. 32, No. 3,

12 lebih dikontrol oleh hadirnya matrik berupa gelas volkanik dengan tekstur umumnya berbentuk amorf. Semakin sedikit hadirnya fenokris atau butiran umumnya akan semakin banyak masadasar atau matrik yang terkandung pada agregat tersebut. Dengan demikian maka semakin banyak prosentase masadasar pada agregat, yang umumnya berupa bahan-bahan kristalin berukuran halus hingga mikrokristalin, menyebabkan tingkat reaktivitas agregat juga relatif semakin tinggi. Hal ini kemungkinan berhubungan erat dengan semakin luasnya bidang permukaan pada bahan-bahan kristalin berukuran halus atau mikrokristalin yang menyebabkan permukaan bidang reaksi pada agregat tersebut menjadi semakin luas, seperti halnya yang juga dikemukakan oleh Wigun (1995) untuk batuan kataklastik di Norwegia. Lebih lanjut atas dasar ukuran masadasar atau matrik dalam suatu agregat, hadirnya jenis gelas volkanik yang berbentuk amorf tampak relatif lebih reaktif apabila dibandingkan dengan masadasar yang terdiri atas bahan-bahan kristalin berukuran halus dan/- atau mikrokristalin. Secara umum, adanya perubahan aspek tekstural pada agregat secara berarti juga berpengaruh terhadap tingkat reaktivitasnya, terutama didasarkan atas kehadiran masadasar atau matrik pada agregat, baik berupa bahan kristalin berukuran halus hingga mikrokristalin maupun adanya tekstur amorf yang terdapat pada jenis gelas volkanik. KESIMPULAN Analisis petrografi dalam kaitannya dengan beberapa parameter fisik-mekanik agregat telah dievaluasi dalam penelitian ini. Beberapa kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan penelitian ini antara lain yaitu : Berdasarkan komposisi mineralogi dan teksturnya, bahan baku agregat dapat digolongkan dalam kelompok basalt/basalt olivin, andesit piroksen, andesit hornblenda, dan tuf andesitik Beberapa jenis mineral silikat yang dijumpai pada agregat meliputi mineral plagioklas, gelas volkanik, piroksen/augit, hornblenda, dan olivin, serta sedikit kuarsa, dengan tekstur umumnya hipokristalin porfiritik untuk jenis agregat basalt/basalt olivin, andesit piroksen, andesit hornblenda, dan tekstur klastik (vitroklastik) untuk jenis agregat tuf andesitik. Tekstur agregat secara nyata berpengaruh terhadap kekasaran permukaannya, semakin banyak prosentase kahadiran fenokris/ butiran terhadap masadasar/matrik maka permukaan agregat cenderung semakin kasar, semakin halus ukuran butir fenokris/ butiran dan masadasar/matrik maka permukaan agregat cenderung juga semakin halus. Terdapat hubungan yang berarti antara prosentase hadirnya gelas volkanik pada agregat terhadap daya serap airnya, semakin banyak kehadiran prosentase gelas volkanik semakin tinggi daya serap airnya. Tekstur bahan agregat juga sangat mempengaruhi nilai daya serap air, tektur yang bersifat klastik cenderung memiliki daya serap air yang lebih tinggi dibandingkan dengan bahan agregat yang bersifat kristalin. Kekuatan agregat sangat dipengaruhi oleh karakteristik petrografi; ukuran kristal atau butiran dan komposisi mineral merupakan faktor petrografi yang cukup dominan. Disamping itu perbedaan kekerasan relatif mineralogi pembentuk batuan juga berpengaruh terhadap kekuatan agregat. Reaktivitas agregat pada lingkungan alkali tinggi, berdasarkan pengujian dengan metode kimia, memperlihatkan bahwa agregat basalt/basalt olivin secara umum tergolong sebagai agregat tidak reaktif, agregat andesit piroksen tergolong berpotensi reaktif hingga reaktif, agregat andesit hornblenda tergolong tidak reaktif, dan agregat tuf andesitik tergolong reaktif. 156 BULETIN GEOLOGI, Vol. 32, No. 3, 2000

13 Perubahan komposisi mineralogi pada agregat tampak berpengaruh terhadap tingkat reaktivitasnya, terutama bila dikaitkan dengan prosentase hadirnya gelas volkanik pada agregat tersebut. Demikian halnya dengan perubahan pada aspek teksturnya yang juga tampak berpengaruh terhadap tingkat reaktivitas agregat, terutama didasarkan atas kehadiran masadasar atau matrik baik berupa bahan kristalin berukuran halus hingga mikrokristalin maupun berupa tekstur amorf dari gelas volkanik. Ucapan Terimakasih Tulisan ini merupakan bagian dari hasil penelitian yang didanai oleh SPP-DPP ITB DAFTAR PUSTAKA ASTM Standar C (1987). Standart test method for potential reactivity of aggregate (chemical method), in Annual Book of ASTM Standards, Vol , pp Bell, F. G., Engineering Geology and Geotechnics, Newnes - Butterworths : London - Boston, 447p. Clutterbuck, P. J., Ingles, O.G., dan Talbot, C. J., Rock as Construction Materials, Course Note, Training Program for Geoscientists in Development, AGID, 235 p. Gillott, J. E., dan Swenson, E. G., Some unusual alkali expansive agregates, Eng. Geology, 2: Hudec, Peter P., Quantitative petrographic analysis of aggregate, Bull. Int. Assoc. Eng. Geology, 29: Kazi, A. dan Al-Mansour, Z., R., Empirical relationship between Los Angeles abration and Schmidt hammer strength test with application to aggregates aruond Jeddah, Q. J. Eng. Geology, 13: Lees, G. dan Kennedy, C., K., Quality, shape and degradation of aggregates, Q. J. Eng. Geology, 8: Malewski, J. A., A comparison of particle shape characteristics of crushed basalt and granite rocks,, Bull. Int. Assoc. Eng. Geology, 29: Ramsey, D. M., Dhir, R., K., dan Spence, J., M., The role of rock and clast fabric in the physical performance of crushed rock aggregate, Eng. Geology, 8: Wigun, B. J., Feature of Norwegian cataclastic rocks and their use for predicting alkali-reactivity in concrete, Engineering Geology, 4: BULETIN GEOLOGI, Vol. 32, No. 3,

MINERAL OPTIK DAN PETROGRAFI IGNEOUS PETROGRAFI

MINERAL OPTIK DAN PETROGRAFI IGNEOUS PETROGRAFI MINERAL OPTIK DAN PETROGRAFI IGNEOUS PETROGRAFI Disusun oleh: REHAN 101101012 ILARIO MUDA 101101001 ISIDORO J.I.S.SINAI 101101041 DEDY INDRA DARMAWAN 101101056 M. RASYID 101101000 BATUAN BEKU Batuan beku

Lebih terperinci

A B C D E A B C D E. A B C D E A B C D E // - Nikol X Nikol mm P mm

A B C D E A B C D E. A B C D E A B C D E // - Nikol X Nikol mm P mm No conto : Napal hulu Zona ubahan: sub propilitik Lokasi : Alur S. Napal Nama batuan: lava andesit 0 0.5 mm P1 0 0.5 mm Sayatan andesit terubah dengan intensitas sedang, bertekstur hipokristalin, porfiritik,

Lebih terperinci

What is a rocks? A rock is a naturally formed aggregate composed of one or more mineral

What is a rocks? A rock is a naturally formed aggregate composed of one or more mineral What is a rocks? A rock is a naturally formed aggregate composed of one or more mineral Batuan(rocks) merupakan materi yang menyusun kulit bumi, yaitu suatu agregat padat ataupun urai yang terbentuk di

Lebih terperinci

Adi Hardiyono Laboratorium Petrologi dan Mineralogi, Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran ABSTRACT

Adi Hardiyono Laboratorium Petrologi dan Mineralogi, Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran ABSTRACT Karakteristik batuan beku andesitik & breksi vulkanik, dan kemungkinan penggunaan sebagai bahan bangunan KARAKTERISTIK BATUAN BEKU ANDESIT & BREKSI VULKANIK, DAN KEMUNGKINAN PENGGUNAAN SEBAGAI BAHAN BANGUNAN

Lebih terperinci

ANALISIS PETROGRAFI AGREGAT TERHADAP KUAT TEKAN DAN KUAT LENTUR BETON PERKERASAN KAKU

ANALISIS PETROGRAFI AGREGAT TERHADAP KUAT TEKAN DAN KUAT LENTUR BETON PERKERASAN KAKU ANALISIS PETROGRAFI AGREGAT TERHADAP KUAT TEKAN DAN KUAT LENTUR BETON PERKERASAN KAKU (Pethrographic Aggregate Analisys on Compressive and Flexural Strenght of Rigid Pavement Concrete) SKRIPSI Disusun

Lebih terperinci

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan 3.2.3.3. Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan Secara umum, satuan ini telah mengalami metamorfisme derajat sangat rendah. Hal ini dapat ditunjukkan dengan kondisi batuan yang relatif jauh lebih keras

Lebih terperinci

Petrogenesa Batuan Beku

Petrogenesa Batuan Beku Petrogenesa Batuan Beku A. Terminologi Batuan beku adalah batuan yang terbentuk sebagai hasil pembekuan daripada magma. Magma adalah bahan cair pijar di dalam bumi, berasal dari bagian atas selubung bumi

Lebih terperinci

Lampiran 1.1 Analisis Petrografi

Lampiran 1.1 Analisis Petrografi Lampiran. Analisis Petrografi No.Conto : GE- Satuan : Tbr (Masadasar) Lokasi : Kendeng Nama Batuan : Andesit Piroksen \\ A B mm E F X A B mm E F Sayatan tipis andesit piroksen, hipokristalin, alotriomorfik

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Siklus batuan, tanda panah hitam merupakan siklus lengkap, tanda panah putih merupakan siklus yang dapat terputus.

Gambar 2.1 Siklus batuan, tanda panah hitam merupakan siklus lengkap, tanda panah putih merupakan siklus yang dapat terputus. 2. Batuan Beku 2.1 Batuan Batuan adalah kumpulan dari satu atau lebih mineral, yang merupakan bagian dari kerak bumi. Terdapat tiga jenis batuan yang utama yaitu : batuan beku (igneous rock), terbentuk

Lebih terperinci

3.2.3 Satuan lava basalt Gambar 3-2 Singkapan Lava Basalt di RCH-9

3.2.3 Satuan lava basalt Gambar 3-2 Singkapan Lava Basalt di RCH-9 3.2.2.4 Mekanisme pengendapan Berdasarkan pemilahan buruk, setempat dijumpai struktur reversed graded bedding (Gambar 3-23 D), kemas terbuka, tidak ada orientasi, jenis fragmen yang bervariasi, massadasar

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Bemmelen, R.W., van, 1949, The Geology of Indonesia, Vol. I-A, Gov. Printed

DAFTAR PUSTAKA. Bemmelen, R.W., van, 1949, The Geology of Indonesia, Vol. I-A, Gov. Printed DAFTAR PUSTAKA Bemmelen, R.W., van, 949, The Geology of Indonesia, Vol. I-A, Gov. Printed Office, The Hague, 7 p. Duda, W. H, 976, Cement Data Book, ed- Mc. Donald dan Evans, London, 60 hal. Dunham, R.J.,

Lebih terperinci

batuan, butiran mineral yang tahan terhadap cuaca (terutama kuarsa) dan mineral yang berasal dari dekomposisi kimia yang sudah ada.

batuan, butiran mineral yang tahan terhadap cuaca (terutama kuarsa) dan mineral yang berasal dari dekomposisi kimia yang sudah ada. DESKRIPSI BATUAN Deskripsi batuan yang lengkap biasanya dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Deskripsi material batuan (atau batuan secara utuh); 2. Deskripsi diskontinuitas; dan 3. Deskripsi massa batuan.

Lebih terperinci

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut).

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut). Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut). Barat. 18 3. Breksi Tuf Breksi tuf secara megaskopis (Foto 2.9a dan Foto 2.9b) berwarna abu-abu

Lebih terperinci

KUALITAS BATUAN BEKU ANDESITIS BERDASARKAN PENDEKATAN KUAT TEKAN DAN PETROLOGI

KUALITAS BATUAN BEKU ANDESITIS BERDASARKAN PENDEKATAN KUAT TEKAN DAN PETROLOGI KUALITAS BATUAN BEKU ANDESITIS BERDASARKAN PENDEKATAN KUAT TEKAN DAN PETROLOGI Raden Irvan Sophian 1, Aton Patonah 2, Febriwan Mohamad 3 1 Laboratorium Geologi Teknik, Fakultas Teknik Geologi, UNPAD 2

Lebih terperinci

OKSIDA GRANIT DIORIT GABRO PERIDOTIT SiO2 72,08 51,86 48,36

OKSIDA GRANIT DIORIT GABRO PERIDOTIT SiO2 72,08 51,86 48,36 PENGERTIAN BATUAN BEKU Batuan beku atau sering disebut igneous rocks adalah batuan yang terbentuk dari satu atau beberapa mineral dan terbentuk akibat pembekuan dari magma. Berdasarkan teksturnya batuan

Lebih terperinci

Gambar 6. Daur Batuan Beku, Sedimen, dan Metamorf

Gambar 6. Daur Batuan Beku, Sedimen, dan Metamorf Definisi Batuan Batuan adaiah kompleks/kumpulan dari mineral sejenis atau tak sejenis yang terikat secara gembur ataupun padat. Bedanya dengan mineral, batuan tidak memiliki susunan kimiawi yang tetap,

Lebih terperinci

REKAMAN DATA LAPANGAN

REKAMAN DATA LAPANGAN REKAMAN DATA LAPANGAN Lokasi 01 : M-01 Morfologi : Granit : Bongkah granit warna putih, berukuran 80 cm, bentuk menyudut, faneritik kasar (2 6 mm), bentuk butir subhedral, penyebaran merata, masif, komposisi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Lokasi penelitian berada di daerah Kancah, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung yang terletak di bagian utara Kota Bandung. Secara

Lebih terperinci

UJI KUAT TEKAN CAMPURAN BETON DENGAN LIMBAH BATUAN PABRIK PENGRAJIN BATU ALAM JUNREJO, KOTA BATU

UJI KUAT TEKAN CAMPURAN BETON DENGAN LIMBAH BATUAN PABRIK PENGRAJIN BATU ALAM JUNREJO, KOTA BATU UJI KUAT TEKAN CAMPURAN BETON DENGAN LIMBAH BATUAN PABRIK PENGRAJIN BATU ALAM JUNREJO, KOTA BATU Siti Nurlina, Sri Murni Dewi dan Arief Budi Setiawan Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Lebih terperinci

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 27

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 27 memiliki ciri-ciri berwarna abu-abu gelap, struktur vesikuler, tekstur afanitik porfiritik, holokristalin, dengan mineral terdiri dari plagioklas (25%) dan piroksen (5%) yang berbentuk subhedral hingga

Lebih terperinci

Lokasi : Lubuk Berangin Satuan Batuan : Lava Tua Koordinat : mt, mu A B C D E F G A B C D E F G

Lokasi : Lubuk Berangin Satuan Batuan : Lava Tua Koordinat : mt, mu A B C D E F G A B C D E F G No. Sample : BJL- Nama batuan : Andesit Piroksen Lokasi : Lubuk Berangin Satuan Batuan : Lava Tua Koordinat :. mt,.00.0 mu Sayatan batuan beku, berwarna abu-abu, kondisi segar, bertekstur porfiritik, terdiri

Lebih terperinci

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Data Sekunder Data sekunder yang diperoleh dari PT Semen Padang Untuk menunjang dan melengkapi penelitian ini antara lain berupa : 1. Peta topografi skala 1

Lebih terperinci

PENGGUNAAN PASIR SILIKA DAN PASIR LAUT SEBAGAI AGREGAT BETON The Use of Sea and Silica Sand for Concrete Aggregate

PENGGUNAAN PASIR SILIKA DAN PASIR LAUT SEBAGAI AGREGAT BETON The Use of Sea and Silica Sand for Concrete Aggregate 14 Spektrum Sipil, ISSN 58-4896 Vol. 1, No. 2 : 14-149, September 214 PENGGUNAAN PASIR SILIKA DAN PASIR LAUT SEBAGAI AGREGAT BETON The Use of Sea and Silica Sand for Concrete Aggregate Joedono, Mudji Wahyudi

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 GEOMORFOLOGI Berdasarkan pembagian fisiografi Jawa Tengah oleh van Bemmelen (1949) dan Pardiyanto (1979) (gambar 2.1), daerah penelitian termasuk ke dalam

Lebih terperinci

BAB IV DERAJAT PELAPUKAN ANDESIT DAN PERUBAHAN KEKUATAN BATUANNYA

BAB IV DERAJAT PELAPUKAN ANDESIT DAN PERUBAHAN KEKUATAN BATUANNYA BAB IV DERAJAT PELAPUKAN ANDESIT DAN PERUBAHAN KEKUATAN BATUANNYA 4.1 Analisis Hasil Uji Schmidt Hammer Hasil uji Schmidt hammer pada andesit di Gunung Pancir, Soreang menunjukkan bahwa tingkat kekerasan

Lebih terperinci

hiasan rumah). Batuan beku korok

hiasan rumah). Batuan beku korok Granit kebanyakan besar, keras dan kuat, Kepadatan rata-rata granit adalah 2,75 gr/cm³ dengan jangkauan antara 1,74 dan 2,80. Kata granit berasal dari bahasa Latingranum. (yang sering dijadikan Granit

Lebih terperinci

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA PRAKTIKUM PETROGRAFI BORANG MATERI ACARA I: PETROGRAFI BATUAN BEKU Asisten Acara: 1. 2. 3. 4. Nama Praktikan

Lebih terperinci

Gambar 3.13 Singkapan dari Satuan Lava Andesit Gunung Pagerkandang (lokasi dlk-13, foto menghadap ke arah barat )

Gambar 3.13 Singkapan dari Satuan Lava Andesit Gunung Pagerkandang (lokasi dlk-13, foto menghadap ke arah barat ) Gambar 3.12 Singkapan dari Satuan Lava Andesit Gunung Pagerkandang, dibeberapa tempat terdapat sisipan dengan tuf kasar (lokasi dlk-12 di kaki G Pagerkandang). Gambar 3.13 Singkapan dari Satuan Lava Andesit

Lebih terperinci

ACARA IX MINERALOGI OPTIK ASOSIASI MINERAL DALAM BATUAN

ACARA IX MINERALOGI OPTIK ASOSIASI MINERAL DALAM BATUAN ACARA IX MINERALOGI OPTIK I. Pendahuluan Ilmu geologi adalah studi tentang bumi dan terbuat dari apa itu bumi, termasuk sejarah pembentukannya. Sejarah ini dicatat dalam batuan dan menjelaskan bagaimana

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, Desember 2013

Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, Desember 2013 PENGARUH KOMPETENSI BATUAN TERHADAP KERAPATAN KEKAR TEKTONIK YANG TERBENTUK PADA FORMASI SEMILIR DI DAERAH PIYUNGAN, BANTUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Abstrak Budi SANTOSO 1*, Yan Restu FRESKI 1 dan Salahuddin

Lebih terperinci

Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, "api") adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan

Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, api) adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, "api") adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan atau tanpa proses kristalisasi, baik di bawah permukaan

Lebih terperinci

BAB II PETROLOGI BATUAN BEKU EKSTRUSI A. PENGERTIAN BATUAN BEKU EKSTRUSIF

BAB II PETROLOGI BATUAN BEKU EKSTRUSI A. PENGERTIAN BATUAN BEKU EKSTRUSIF BAB II PETROLOGI BATUAN BEKU EKSTRUSI A. PENGERTIAN BATUAN BEKU EKSTRUSIF Batuan beku ekstrusif adalah batuan beku yang proses pembekuannya berlangsung dipermukaan bumi. Batuan beku ekstrusif ini yaitu

Lebih terperinci

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL 4.1. Tinjauan umum Ubahan Hidrothermal merupakan proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan hidrotermal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan praktikum mineral optik hanya mendeskripsikan mineralnya saja.

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan praktikum mineral optik hanya mendeskripsikan mineralnya saja. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Petrografi merupakan salah satu cabang dari ilmu geologi. Petrografi ini juga merupakan tingkat lanjutan dari mata kuliah sebelumnya yaitu mineral optik. Dalam prakteknya,

Lebih terperinci

Siklus Batuan. Bowen s Reaction Series

Siklus Batuan. Bowen s Reaction Series Siklus Batuan Magma di dalam bumi dan magma yang mencapai permukaan bumi mengalami penurunan temperatur (crystallization) dan memadat membentuk batuan beku. Batuan beku mengalami pelapukan akibat hujan,

Lebih terperinci

Tekstur dan Struktur Batuan Beku Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah petrografi

Tekstur dan Struktur Batuan Beku Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah petrografi Tekstur dan Struktur Batuan Beku Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah petrografi Novianti Wahyuni Purasongka 270110100095 Kelas-C Fakultas Teknik Geologi UNIVERSITAS PADJADJARAN 2012 Tekstur Batuan

Lebih terperinci

Geologi Teknik. Ilmu Geologi, Teknik Geologi,

Geologi Teknik. Ilmu Geologi, Teknik Geologi, Geologi Teknik Mineral, Batuan Norma Puspita, ST. MT. Ilmu Geologi, Teknik Geologi, Geologi Teknik Ilmu Geologi Ilmu yang mempelajari tentang sejarah pembentukan bumi dan batuan, sifat sifat fisik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batuan memiliki peran penting dalam konstruksi dan daya guna pada semua rancangan yang menyangkut struktur yang dibangun di atas ataupun di dalam batuan tersebut. Parameter

Lebih terperinci

BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN

BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN 5.1 Tinjauan Umum Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang terjadi sebagai akibat dari adanya interaksi antara batuan dengan fluida hidrotermal. Proses yang

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PETROLOGI

LAPORAN PRAKTIKUM PETROLOGI LAPORAN PRAKTIKUM PETROLOGI BATUAN BEKU FRAGMENTAL Disusun oleh: Donovan Asriel 21100114140093 LABORATORIUM MINERALOGI, PETROLOGI DAN PETROGRAFI PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

DERET BOWEN DAN KLASIFIKASI BATUAN BEKU ASAM DAN BASA

DERET BOWEN DAN KLASIFIKASI BATUAN BEKU ASAM DAN BASA DERET BOWEN DAN KLASIFIKASI BATUAN BEKU ASAM DAN BASA Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah mineralogi Dosen pengampu : Dra. Sri Wardhani Disusun oleh Vanisa Syahra 115090700111001

Lebih terperinci

PETROLOGI DAN PETROGRAFI SATUAN BREKSI VULKANIK DAN SATUAN TUF KASAR PADA FORMASI JAMPANG, DAERAH CIMANGGU DAN SEKITARNYA, JAWA BARAT

PETROLOGI DAN PETROGRAFI SATUAN BREKSI VULKANIK DAN SATUAN TUF KASAR PADA FORMASI JAMPANG, DAERAH CIMANGGU DAN SEKITARNYA, JAWA BARAT PETROLOGI DAN PETROGRAFI SATUAN BREKSI VULKANIK DAN SATUAN TUF KASAR PADA FORMASI JAMPANG, DAERAH CIMANGGU DAN SEKITARNYA, JAWA BARAT Puteri Rasdita M. Verdiana, Yuyun Yuniardi, Andi Agus Nur Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN ANALISIS

BAB IV DATA DAN ANALISIS BAB IV DATA DAN ANALISIS 4.1 Karakterisasi Abu Ampas Tebu ( Sugarcane Ash ) 4.1.1 Analisis Kimia Basah Analisis kimia basah abu ampas tebu (sugarcane ash) dilakukan di Balai Besar Bahan dan Barang Teknik

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI 3.1.1. Morfologi Umum Daerah Penelitian Pengamatan geomorfologi di daerah penelitian dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu metode tidak langsung

Lebih terperinci

BATUAN BEKU. Disusun Oleh :

BATUAN BEKU. Disusun Oleh : BATUAN BEKU Disusun Oleh : Revki Septiansyah B (03021281419080) Achmad Yansen (03021381419134) Darma Raharja H (03021381419127) Ravisi Gustama (03021381419148) A. Syaftian Febri (03021381419117) M. Andri

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Berdasarkan pembagian Fisiografis Jawa Tengah oleh van Bemmelen (1949) (gambar 2.1) dan menurut Pardiyanto (1970), daerah penelitian termasuk

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Lapis Perkerasan Jalan

Gambar 2.1 Lapis Perkerasan Jalan Lampiran TA19. Contoh penulisan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Kontruksi perkerasan lentur (flexible pavement) merupakan jenis perkerasan dengan aspal sebagai bahan pengikat yang telah banyak digunakan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN TEKNIK KOLEKSI, PREPARASI DAN ANALISIS LABORATORIUM

PEMBAHASAN TEKNIK KOLEKSI, PREPARASI DAN ANALISIS LABORATORIUM PEMBAHASAN TEKNIK KOLEKSI, PREPARASI DAN ANALISIS LABORATORIUM Oleh: Hill. Gendoet Hartono Teknik Geologi STTNAS Yogyakarta E-mail: hilghartono@yahoo.co.id Disampaikan pada : FGD Pusat Survei Geologi,

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. GEOMORFOLOGI Daerah penelitian memiliki pola kontur yang relatif rapat dan terjal. Ketinggian di daerah penelitian berkisar antara 1125-1711 mdpl. Daerah penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beton merupakan fungsi dari bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan semen (Portland cement), agregat kasar, agregat halus, air dan bahan tambah (admixture atau additive).

Lebih terperinci

BAB III KARAKTERISTIK PELAPUKAN ANDESIT

BAB III KARAKTERISTIK PELAPUKAN ANDESIT BAB III KARAKTERISTIK PELAPUKAN ANDESIT 3.1 Geologi Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian secara umum terdiri dari perbukitan dan dataran yang terbentuk oleh hasil volkanisme masa lampau. Kemiringan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Pengamatan geomorfologi di daerah penelitian dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu metode tidak langsung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. didukung oleh hasil pengujian laboratorium.

TINJAUAN PUSTAKA. didukung oleh hasil pengujian laboratorium. II. TINJAUAN PUSTAKA II. a. Pozolan Pozolan adalah bahan yang mengandung senyawa silika atau silika alumina dan alumina, yang tidak mempunyai sifat mengikat seperti semen akan tetapi dalam bentuk yang

Lebih terperinci

FAKTOR - FAKTOR PENYEBAB PEMUAIAN DALAM PEMBUATAN AGREGAT RINGAN GEOPOLIMER BERBASIS LUMPUR SIDOARJO

FAKTOR - FAKTOR PENYEBAB PEMUAIAN DALAM PEMBUATAN AGREGAT RINGAN GEOPOLIMER BERBASIS LUMPUR SIDOARJO FAKTOR - FAKTOR PENYEBAB PEMUAIAN DALAM PEMBUATAN AGREGAT RINGAN GEOPOLIMER BERBASIS LUMPUR SIDOARJO Hilda Utami Citra 1, Crystie Angelina Leuw 2, Antoni 3, Djwantoro Hardjito 4 ABSTRAK: Semburan lumpur

Lebih terperinci

Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi

Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi 3.2.3.3 Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Berdasarkan data analisis mikrofosil pada batupasir (lampiran B), maka diperoleh umur dari Satuan Breksi yaitu N8 (Akhir Miosen Awal) dengan ditemukannya

Lebih terperinci

Karakteristik Batu Penyusun Candi Borobudur

Karakteristik Batu Penyusun Candi Borobudur Karakteristik Batu Penyusun Candi Borobudur Leliek Agung Haldoko, Rony Muhammad, dan Al. Widyo Purwoko Balai Konservasi Borobudur leliek_agung@yahoo.co.id Abstrak : Candi Borobudur merupakan salah satu

Lebih terperinci

(25-50%) terubah tetapi tekstur asalnya masih ada.

(25-50%) terubah tetapi tekstur asalnya masih ada. ` BAB IV ALTERASI HIDROTHERMAL 4.1 Pendahuluan Mineral alterasi hidrotermal terbentuk oleh adanya interaksi antara fluida panas dan batuan pada suatu sistem hidrotermal. Oleh karena itu, mineral alterasi

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Untuk mengetahui gambaran penyebaran kandungan komposisi kimia secara

BAB V PEMBAHASAN. Untuk mengetahui gambaran penyebaran kandungan komposisi kimia secara BAB V PEMBAHASAN Untuk mengetahui gambaran penyebaran kandungan komposisi kimia secara horizontal dan vertikal akibat intrusi basalt maka perlu dikorelasikan antara hasil analisis kimia, tekstur (ukuran

Lebih terperinci

PETROGENESA LAVA GUNUNG RINJANI SEBELUM PEMBENTUKAN KALDERA

PETROGENESA LAVA GUNUNG RINJANI SEBELUM PEMBENTUKAN KALDERA PETROGENESA LAVA GUNUNG RINJANI SEBELUM PEMBENTUKAN KALDERA Beta Kurniawahidayati 1 *, Mega F. Rosana 1, Heryadi Rachmat 2 1. Universitas Padjadjaran, Fakultas Teknik Geologi 2. Museum Geologi Bandung

Lebih terperinci

STUDI PETROGRAFI BATUAN BEKU GUNUNG SINGA BOGOR - JAWA BARAT

STUDI PETROGRAFI BATUAN BEKU GUNUNG SINGA BOGOR - JAWA BARAT Studi petrografi batuan beku Gunung Singa, Bogor, Jawa Barat (Johanes Hutabarat & Mulyono) STUDI PETROGRAFI BATUAN BEKU GUNUNG SINGA BOGOR - JAWA BARAT Johanes Hutabarat 1) & Mulyono 2) 1) Lab Geokimia

Lebih terperinci

INTERPRETASI HASIL ANALISIS GEOKIMIA BATUAN GUNUNGAPI RUANG, SULAWESI UTARA

INTERPRETASI HASIL ANALISIS GEOKIMIA BATUAN GUNUNGAPI RUANG, SULAWESI UTARA INTERPRETASI HASIL ANALISIS GEOKIMIA BATUAN GUNUNGAPI RUANG, SULAWESI UTARA Oktory PRAMBADA Bidang Pengamatan dan Penyelidikan Gunungapi Sari Gunungapi Ruang (+714 m dpl) yang merupakan gunungapi strato

Lebih terperinci

Lokasi : G.Walang Nama Batuan : Tuf Gelas

Lokasi : G.Walang Nama Batuan : Tuf Gelas LAMPIRAN A ANALISIS PETROGRAFI No. Conto : WLG 03 Satuan Batuan : Tuf Lokasi : G.Walang Nama Batuan : Tuf Gelas Tekstur Butiran Matriks : Terpilah baik, kemas terbuka, menyudut tanggung menyudut, : 22%;

Lebih terperinci

Proses Pembentukan dan Jenis Batuan

Proses Pembentukan dan Jenis Batuan Proses Pembentukan dan Jenis Batuan Penulis Rizki Puji Diterbitkan 23:27 TAGS GEOGRAFI Kali ini kita membahas tentang batuan pembentuk litosfer yaitu batuan beku, batuan sedimen, batuan metamorf serta

Lebih terperinci

Scanned by CamScanner

Scanned by CamScanner Scanned by CamScanner Scanned by CamScanner Konferensi Nasional Teknik Sipil 8 (KoNTekS8) KUAT TEKAN BETON YANG MENGGUNAKAN ABU TERBANG SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN SEMEN PORTLAND DAN AGREGAT KASAR BATU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Beton merupakan unsur yang sangat penting dan paling dominan sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Beton merupakan unsur yang sangat penting dan paling dominan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Beton merupakan unsur yang sangat penting dan paling dominan sebagai material pada struktur bangunan. Pada umumnya beton tersusun dari semen, agregat halus, agregat

Lebih terperinci

LEMBAR DESKRIPSI PETROGRAFI

LEMBAR DESKRIPSI PETROGRAFI DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO Lampiran Petrografi 1 KODE SAYATAN : Y1 LINTASAN : TERMINAL MS 3 FORMASI : Steenkool PERBESARAN : 10 X d = 2 mm DESKRIPSI : LEMBAR DESKRIPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa lalu, material yang utama digunakan sebagai pasangan dinding adalah batu beton yang terbuat dalam lempung yang dibakar. Seiring dengan perkembangan jaman

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI BAB II TATANAN GEOLOGI 2.1 Geologi Regional 2.1.1 Fisiografi dan Morfologi Batu Hijau Pulau Sumbawa bagian baratdaya memiliki tipe endapan porfiri Cu-Au yang terletak di daerah Batu Hijau. Pulau Sumbawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggalian dan penambangan menyebabkan berkurangnya sumber daya alam bahan penyusun beton terutama bahan agregat halus dan agregat kasar. Untuk mengantisipasi hal tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Penelitian yang sudah pernah dilakukan dan dapat di jadikan literatur untuk penyusunan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Ishaq Maulana

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal

Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal III.1 Dasar Teori Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang terjadi akibat interaksi antara fluida panas dengan batuan samping yang dilaluinya, sehingga membentuk

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MORTAR DAN BETON GEOPOLIMER BERBAHAN DASAR LUMPUR SIDOARJO

KARAKTERISTIK MORTAR DAN BETON GEOPOLIMER BERBAHAN DASAR LUMPUR SIDOARJO KARAKTERISTIK MORTAR DAN BETON GEOPOLIMER BERBAHAN DASAR LUMPUR SIDOARJO Permana Putra Prasetio 1, Gary Kartadinata 2, Djwantoro Hardjito 3, dan Antoni 4 ABSTRAK : Penelitian ini membahas pengaruh ukuran

Lebih terperinci

KARAKTERISASI DERAJAT PELAPUKAN ANDESIT DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEKUATAN BATUAN BERDASARKAN PENGUJIAN SCHMIDT HAMMER

KARAKTERISASI DERAJAT PELAPUKAN ANDESIT DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEKUATAN BATUAN BERDASARKAN PENGUJIAN SCHMIDT HAMMER KARAKTERISASI DERAJAT PELAPUKAN ANDESIT DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEKUATAN BATUAN BERDASARKAN PENGUJIAN SCHMIDT HAMMER DI DAERAH SOREANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan

Lebih terperinci

BATUAN BEKU IGNEOUS ROCKS

BATUAN BEKU IGNEOUS ROCKS BATUAN BEKU IGNEOUS ROCKS TEGUH YUWONO, S.T ILMU BATUAN SMK N 1 PADAHERANG DEFINISI merupakan batuan yang berasal dari hasil proses pembekuan magma dan merupakan kumpulan interlocking agregat mineral-mineral

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MORTAR PADA LIMBAH ABU KELAPA SAWIT. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Kampus Binawidya Km 12,5 Pekanbaru, 28293, Indonesia

KARAKTERISTIK MORTAR PADA LIMBAH ABU KELAPA SAWIT. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Kampus Binawidya Km 12,5 Pekanbaru, 28293, Indonesia KARAKTERISTIK MORTAR PADA LIMBAH ABU KELAPA SAWIT Riski Febriani 1, Usman Malik 2, Antonius Surbakti 2 1 Mahasiswa Program Studi S1Fisika 2 Dosen Jurusan Fisika 2 Dosen Jurusan Fisika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

PEMANFAATAN BATU KAPUR DIDAERAH SAMPANG MADURA SEBAGAI BAHAN PENGGANTI AGREGAT KASAR PADA CAMPURAN BETON

PEMANFAATAN BATU KAPUR DIDAERAH SAMPANG MADURA SEBAGAI BAHAN PENGGANTI AGREGAT KASAR PADA CAMPURAN BETON JHP17 Jurnal Hasil Penelitian LPPM Untag Surabaya September 2016, Vol. 01, No. 02, hal 217-226 PEMANFAATAN BATU KAPUR DIDAERAH SAMPANG MADURA SEBAGAI BAHAN PENGGANTI AGREGAT KASAR PADA CAMPURAN BETON Nurul

Lebih terperinci

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8). dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8). Gambar 3.7 Struktur sedimen pada sekuen Bouma (1962). Gambar 3.8 Model progradasi kipas bawah laut

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN PASIR DARI BEBERAPA DAERAH TERHADAP KUAT TEKAN BETON. Abstrak

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN PASIR DARI BEBERAPA DAERAH TERHADAP KUAT TEKAN BETON. Abstrak STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN PASIR DARI BEBERAPA DAERAH TERHADAP KUAT TEKAN BETON Jeffry 1), Andry Alim Lingga 2), Cek Putra Handalan 2) Abstrak Beton merupakan salah satu bahan konstruksi yang

Lebih terperinci

GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Melalui interpretasi peta topografi dan citra udara serta analisis pola kerapatan kontur yang didasarkan pada klasifikasi van Zuidam, 1985, tatanan umum

Lebih terperinci

PENGARUH PEMAKAIAN LIMBAH GENTENG BETON TERHADAP MUTU BETON SEDANG. Warsiti

PENGARUH PEMAKAIAN LIMBAH GENTENG BETON TERHADAP MUTU BETON SEDANG. Warsiti PENGARUH PEMAKAIAN LIMBAH GENTENG BETON TERHADAP MUTU BETON SEDANG Warsiti Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Semarang Jln. Prof. H.Soedarto, S.H. Tembalang, Semarang 50275 Telepon 081325768904 Email

Lebih terperinci

Studi Mengenai Keberlakuan Pengaruh Permukaan Spesifik Agregat terhadap Kuat Tekan dalam Campuran Beton

Studi Mengenai Keberlakuan Pengaruh Permukaan Spesifik Agregat terhadap Kuat Tekan dalam Campuran Beton Reka Racana Teknik Sipil Itenas No.x Vol.xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Januari 2015 Studi Mengenai Keberlakuan Pengaruh Permukaan Spesifik Agregat terhadap Kuat Tekan dalam Campuran Beton

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat penelitian Pengujian sifat agregat, pembuatan benda uji beton serta pengujian benda uji beton dilakukan di laboratorium teknik sipil jurusan Teknik Sipil Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar permukaan bumi merupakan wilayah laut. Di dalamnya terkandung berbagai sumber daya alam yang sangat besar dan sarana untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Lebih terperinci

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL 4.1 Pengertian Ubahan Hidrotermal Ubahan hidrotermal adalah proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia, dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan

Lebih terperinci

Sekumpulan mineral-mineral yang menjadi satu. Bisa terdiri dari satu atau lebih mineral.

Sekumpulan mineral-mineral yang menjadi satu. Bisa terdiri dari satu atau lebih mineral. B. BATUAN BATUAN : Sekumpulan mineral-mineral yang menjadi satu. Bisa terdiri dari satu atau lebih mineral. Berdasarkan kejadiannya (genesa), tekstur dan komposisi mineralnya, batuan terbagi menjadi 3,

Lebih terperinci

HUBUNGAN NILAI GAMMA RAY DENGAN BATUAN PIROKLASTIK DI DAERAH CIBIRU DAN SEKITARNYA, KOTA BANDUNG, PROVINSI JAWA BARAT

HUBUNGAN NILAI GAMMA RAY DENGAN BATUAN PIROKLASTIK DI DAERAH CIBIRU DAN SEKITARNYA, KOTA BANDUNG, PROVINSI JAWA BARAT HUBUNGAN NILAI GAMMA RAY DENGAN BATUAN PIROKLASTIK DI DAERAH CIBIRU DAN SEKITARNYA, KOTA BANDUNG, PROVINSI JAWA BARAT Widia Hadiasti 1, Dicky Muslim 2, Zufialdi Zakaria 2 1 PT. Bumi Parahiyangan Energi,

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KUAT TEKAN BETON MENGGUNAKAN AGREGAT JENUH KERING MUKA DENGAN AGREGAT KERING UDARA

PERBANDINGAN KUAT TEKAN BETON MENGGUNAKAN AGREGAT JENUH KERING MUKA DENGAN AGREGAT KERING UDARA Perbandingan Tekan.. Kering Udara PERBANDINGAN KUAT TEKAN BETON MENGGUNAKAN AGREGAT JENUH KERING MUKA DENGAN AGREGAT KERING UDARA Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Janabadra, Yogyakarta

Lebih terperinci

berlemak, larut dalam CCU serta tidak larut dalam air. Jika dipanaskan sampai suatu

berlemak, larut dalam CCU serta tidak larut dalam air. Jika dipanaskan sampai suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Aspal Aspal didefinisikan sebagai bahan yang berwarna hitam atau coklat tua, pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat, mempunyai sifat lekat baik dan berlemak,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Awal dan Karakteristik Abu Batubara Abu batubara yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu abu batubara hasil pembakaran di boiler tungku

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN ABU SEKAM TERHADAP KUAT TEKAN DAN POROSITAS BETON DENGAN MENGGUNAKAN AGREGAT HALUS BATU KAPUR KRISTALIN TUGAS AKHIR PROGRAM SI

PENGARUH PENAMBAHAN ABU SEKAM TERHADAP KUAT TEKAN DAN POROSITAS BETON DENGAN MENGGUNAKAN AGREGAT HALUS BATU KAPUR KRISTALIN TUGAS AKHIR PROGRAM SI PENGARUH PENAMBAHAN ABU SEKAM TERHADAP KUAT TEKAN DAN POROSITAS BETON DENGAN MENGGUNAKAN AGREGAT HALUS BATU KAPUR KRISTALIN TUGAS AKHIR PROGRAM SI Oleh: INDRA WIDIARTA (0304105040 ) JURUSAN TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

PENGARUH INTRUSI VULKANIK TERHADAP DERAJAT KEMATANGAN BATUBARA KABUPATEN LAHAT, SUMATERA SELATAN

PENGARUH INTRUSI VULKANIK TERHADAP DERAJAT KEMATANGAN BATUBARA KABUPATEN LAHAT, SUMATERA SELATAN PENGARUH INTRUSI VULKANIK TERHADAP DERAJAT KEMATANGAN BATUBARA KABUPATEN LAHAT, SUMATERA SELATAN Oleh : Sjafra Dwipa, Irianto, Arif Munandar, Edi Suhanto (Dit. Vulkanologi) SARI Intrusi andesit di bukit

Lebih terperinci

DIAGRAM ALIR DESKRIPSI BATUAN BEKU

DIAGRAM ALIR DESKRIPSI BATUAN BEKU DIAGRAM ALIR DESKRIPSI BATUAN BEKU Warna : Hitam bintik-bintik putih / hijau gelap dll (warna yang representatif) Struktur : Masif/vesikuler/amigdaloidal/kekar akibat pendinginan, dll. Tekstur Granulitas/Besar

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta,merupakan suatu pencarian data yang mengacu pada

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI BENTUK PAVING BLOCK TERHADAP KUAT TEKAN

PENGARUH VARIASI BENTUK PAVING BLOCK TERHADAP KUAT TEKAN PENGARUH VARIASI BENTUK PAVING BLOCK TERHADAP KUAT TEKAN Arie Putra Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Riau Tel. 076166596, Pekanbaru 28293 Riau, E-mail: Arie_200789@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangunan. Tanah yang terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau

BAB I PENDAHULUAN. bangunan. Tanah yang terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Dalam dunia geoteknik tanah merupakansalah satu unsur penting yang yang pastinya akan selalu berhubungan dengan pekerjaan struktural dalam bidang teknik sipil baik sebagai bahan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Beton Berdasarkan SNI 03 2847 2012, beton merupakan campuran dari semen, agregat halus, agregat kasar, dan air serta tanpa atau dengan bahan tambah (admixture). Beton sering

Lebih terperinci

Vol.17 No.2. Agustus 2015 Jurnal Momentum ISSN : X

Vol.17 No.2. Agustus 2015 Jurnal Momentum ISSN : X KOMPOSISI DAN KUAT TEKAN BETON PADA CAMPURAN Portland Composite Cement, PASIR DAN KERIKIL SUNGAI DARI BEBERAPA Quarry DI KOTA PADANG Oleh: Mulyati*, Herman** *Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. adalah campuran antara semen portland atau semen hidraulik yang lain, agregat

BAB III LANDASAN TEORI. adalah campuran antara semen portland atau semen hidraulik yang lain, agregat BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Beton Beton sebagai salah satu bahan utama yang digunakan dalam bidang konstruksi mengalami perkembangan seiring dengan berjalannya waktu. Beton adalah campuran antara semen

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KINERJA BETON YANG MENGGUNAKAN SEMEN PORTLAND POZZOLAN DENGAN YANG MENGGUNAKAN SEMEN PORTLAND TIPE I

PERBANDINGAN KINERJA BETON YANG MENGGUNAKAN SEMEN PORTLAND POZZOLAN DENGAN YANG MENGGUNAKAN SEMEN PORTLAND TIPE I PERBANDINGAN KINERJA BETON YANG MENGGUNAKAN SEMEN PORTLAND POZZOLAN DENGAN YANG MENGGUNAKAN SEMEN PORTLAND TIPE I I Made Alit Karyawan Salain 1 1 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Udayana,

Lebih terperinci