ANALISIS KEBISINGAN PESAWAT TERBANG DI KAWASAN SEKITAR BANDARA (STUDI KASUS: BANDARA PEKANBARU DAN SURABAYA)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS KEBISINGAN PESAWAT TERBANG DI KAWASAN SEKITAR BANDARA (STUDI KASUS: BANDARA PEKANBARU DAN SURABAYA)"

Transkripsi

1 ANALISIS KEBISINGAN PESAWAT TERBANG DI KAWASAN SEKITAR BANDARA (STUDI KASUS: BANDARA PEKANBARU DAN SURABAYA) Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si) Oleh: ANA EKAWATI MAHBUBIYAH PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011

2 ANALISIS KEBISINGAN PESAWAT TERBANG DI KAWASAN SEKITAR BANDARA (STUDI KASUS: BANDARA PEKANBARU DAN SURABAYA) Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si) Oleh: ANA EKAWATI MAHBUBIYAH PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011

3

4

5 LEMBAR PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Jakarta, November 2011 Ana Ekawati Mahbubiyah

6 November 2011 س بحان هللا وامحلد هلل وال اهل الا هللا وهللا اكرب والحول وال قو ة الا ابهلل العيل العظمي.... Syukur ku haturkan pada Sang Pencipta... Sholawat ku senandungkan pada Tauladan Terbaik... Terima kasih ku ungkapkan pada Ayah, Bunda, Guru, Saudara dan Sahabat-Sahabat ku... Ku persembahkan karya ini untuk kalian,,, ( املكل : ٢٣ ). Katakanlah: "Dia-lah yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati". (tetapi) Amat sedikit kamu bersyukur. (QS. Al-Mulk: 23). Karya terindah ini dipersembahkan oleh: Ana Ekawati Mahbubiyah

7 ABSTRAK Analisis kebisingan pesawat terbang di kawasan sekitar bandara Pekanbaru dan Surabaya untuk mengetahui nilai EPNL(Effective Perceived Noise Level), korelasi Lmax dan EPNL, perbandingan EPNL Penghitungan dan EPNL Prediksi, nilai Leq serta nilai Lsm. Sebagai informasi serta database bagi pemerintah di bidang lingkungan hidup. Dengan menggunakan metode pengukuran dan perhitungan yang telah diadopsi dari FAA(Federal Aviation Administration) atau ICAO(International Civil Aviation Organization). Sehingga dapat diketahui nilai EPNL dari tiap (type) pesawat itu berbeda-beda. Di bandara Pekanbaru nilai EPNL terendah yaitu EPNdB(72-212A) dan tertinggi yaitu EPNdB( ), sedangkan di bandara Surabaya nilai EPNL terendah yaitu EPNdB(72-212A) dan tertinggi yaitu EPNdB ( ). Korelasi nilai Lmax dengan nilai EPNL (Effective Perceived Noise Level) yang sangat signifikan. Perbandingan antara nilai EPNL Pengukuran dan nilai EPNL Prediksi dengan selisih rata-rata sebesar EPNdB (Pekanbaru) dan EPNdB(Surabaya). Nilai Leq pada range antara db(a)(pekanbaru) dan db(a)(surabaya). Nilai Lsm(Level Siang Malam) rata-rata yang diperoleh di kawasan pemukiman sekitar bandara Pekanbaru untuk TU1 sebesar db(a), TU2 sebesar db(a), TU3 sebesar db(a). Sedangkan di kawasan pemukiman sekitar bandara Surabaya untuk TU1 sebesar db(a), TU2 sebesar db(a), TU3 sebesar db(a), sehingga nilai rata-rata Lsm di kawasan pemukiman sekitar bandara Pekanbaru dan Surabaya 100% telah melebihi baku mutu yang diatur dalam Kep.Men.LH No.48 Tahun1996 yaitu 55 db(a). Kata kunci: Kebisingan pesawat terbang, EPNL, EPNdB, FAA, ICAO, Leq, Lsm, korelasi, Kep. Men. LH no.48/1996 i

8 ABSTRACT Analysis of aircraft noise in areas around airports Pekanbaru and Surabaya to know the value of EPNL (Effective Perceived Noise Level), Lmax and EPNL correlation, comparison EPNL calculation and EPNL Predictions, LEQ value and the value of DNL. As the information and database for the government in the environmental field. By using the methods of measurement and calculation which has been adopted from the FAA (Federal Aviation Administration) or ICAO (International Civil Aviation Organization). So that it can be seen EPNL value of each (type) aircraft is different. In Pekanbaru airport EPNL value which is EPNdB lowest (72-212A) and the highest is EPNdB ( ), while at the airport in Surabaya EPNL value low of EPNdB (72-212A) and the high of EPNdB ( ). The correlation value of Lmax with a value of EPNL (Effective Perceived Noise Level) which is very significant. Comparison between the values of EPNL Measurement and Prediction EPNL values with an average difference of EPNdB (Pekanbaru) and 0036 EPNdB (Surabaya). LEQ value in the range between db (A) (Pekanbaru) and db (A) (Surabaya). Value DNL (Day Night Level) the average obtained in the residential areas around airports Pekanbaru to TU1 of db (A), TU2 amounting to db (A), TU3 of db (A). While in residential areas around the airport Surabaya for TU1 of db (A), TU2 amounting to db (A), TU3 of db (A), so that the average value of DNL in residential areas around airports Pekanbaru and Surabaya has exceeded 100% quality standards set forth in 48 Kep.Men.LH 1996 is 55 db (A). Key Word: Aircraft Noise, EPNL, EPNdB, FAA, ICAO, LEQ, DNL, correlation, Kep. Men. LH no.48/1996 ii

9 KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia- Nya sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan tepat pada waktu yang telah ditentukan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW selaku suri tauladan terbaik serta kepada para sahabat, keluarga dan pengikutnya hingga akhir zaman. Dengan rampungnya penulisan tugas akhir ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1. Ayah-ibunda tercinta yang telah memberikan segenap dukungan dan kasih sayangnya kepada penulis, serta adik adiku tersayang yang selalu membuat penulis semangat. 2. Bapak DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta. 3. Bapak Drs. Sutrisno, M.Si selaku Ketua Program Studi Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Elvan Yuniarti, M.Si selaku Dosen Pembimbing Pertama, atas dukungan, ilmu, dan nasehat yang diberikan serta bimbingannya yang penuh dengan kesabaran kepada penulis. 5. Bapak Arif Tjahjono, M.Si selaku Dosen Pembimbing Kedua, atas ilmu yang diberikan, motivasi, nasehat serta bimbingannya yang penuh dengan kesabaran kepada penulis. iii

10 6. Bapak Ir. Wisnu Eka Yulyanto, selaku Dosen Pembimbing Lapangan yang selalu memberi ilmu, motivasi dan arahan tentang apa yang penulis perlukan untuk menyelesaikan tugas akhir ini. 7. Bapak Pramana, Bapak Budi, Bapak Zulfachmi, Bapak Taufik dan Bapak Agus yang telah menemani dan membantu penulis selama melaksanakan tugas akhir. 8. Dewi Utami Rakhmawati, sebagai rekan kerja dan diskusi selama melaksanakan tugas akhir. 9. Seluruh sahabat Fisika angkatan 2007 yang telah bersama-sama melewatkan masa kuliah penuh kenangan. 10. Dan semua pihak yang belum disebutkan diatas, yang telah membantu secara langsung maupun tak langsung dalam penyelesaian tugas akhir ini. Semoga tugas akhir ini dapat menjadi referensi dari buku bacaan yang telah ada, serta bermanfaat bagi yang membacanya. Tak lupa pula penulis memohon maaf sebesar-besarnya atas segala kekurangan yang terdapat pada tugas akhir ini. Jakarta, November 2011 Penulis iv

11 DAFTAR ISI ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... i ii iii v vii viii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan Batasan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Sistematika Penulisan. 7 BAB II LANDASAN TEORI Bunyi Akustika Kebisingan (Noise) Skala Decibel (db) Frekuensi Skala Pembobotan A Penilaian Kebisingan Pesawat Udara PNL (Perceived Noise Level) dan PNLT (Tone-Corrected Perceived Noise Level) EPNL (Effective Perceived Noise Level) Tingkat Kebisingan Sinambung Setara (Leq) Paparan Tingkat Bising (Le) dan Tingkata Kebisingan Maksimum (Lmax) Lsm (Level Siang Malam) dan Metode Pengukuran Tingkat Kebisingan Kep-48/MENLH/11/ Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.48 Tahun BAB III METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Data Penelitian v

12 3.3 Peralatan Penelitian Tahapan Penelitian Pengolahan Data Pengolahan Data Dari Pengukuran Dinamis (Penghitungan Nilai PNLT dan EPNL) Analisis Data Pengolahan Data Dari Pengukuran Statis BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penghitungan EPNL (Effective Perceived Noise Level) Data Hasil Penghitungan Nilai EPNL Untuk Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Data Hasil Penghitungan Nilai EPNL Untuk Bandara Juanda Surabaya Hasil Penghitungan Korelasi dan Regresi Dari Tingkat Kebisingan Maksimum (Lmax) Dengan Tingkat Kebisingan Efektif yang Dirasakan (EPNL) Hasil Penghitungan Korelasi dan Regresi Untuk Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Hasil Penghitungan Korelasi dan Regresi Untuk Bandara Juanda Surabaya Hasil penghitungan tingkat kebisingan sinambung setara (Leq) Hasil Penghitungan Leq Untuk Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Hasil Penghitungan Leq Untuk Bandara Juanda Surabaya Hasil Penghitungan Lsm di Kawasan Pemukiman Sekitar Bandara Sesuai Kep-/MENLH/11/ BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vi

13 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Skala Tingkat Tekanan Suara Gambar 2.2 Grafik Pembobotan A, pembobotan C dan flat Gambar 2.3 Paparan Bising Pesawat Waktu Gambar 2.4 Tingkat tekanan suara berbobot A sinambung setara Gambar 2.5 Tingkat Paparan Bising Gambar 3.1 Tahapan Penelitian Gambar 3.2 Data Hasil Pencuplikan Gambar 3.3 Tampilan Entry Nama File Data Awal pada Software Gambar 3.4 Tampilan Data Hasil Penghitungan pada Software Gambar 3.5 Output Hasil Penghitungan Nilai EPNL Gambar 3.6 Output Hasil Penghitungan Korelasi Gambar 3.7 Output Hasil Uji Koefisein Regresi Gambar 4.1 Nilai EPNL per pesawat di bandara Pekanbaru (3 hari) Gambar 4.2 Nilai EPNL per pesawat di bandara Surabaya Gambar 4.3 Gambar 4.4 Gambar 4.5 Perbandingan nilai EPNL Pengukuran dengan nilai EPNL Prediksi Perbandingan nilai EPNL Pengukuran dengan nilai EPNL Prediksi Grafik Leq terhadap waktu pengukuran di sekitar Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Gambar 4.6 Histogram data Leq untuk lokasi pengukuran di Kantor BPMP.. 59 Gambar 4.7 Histogram data Leq untuk lokasi pengukuran di Musholla Gambar 4.8 Histogram data Leq untuk lokasi pengukuran di Rumah Warga.. 60 Gambar 4.9 Grafik Leq terhadap waktu pengukuran di sekitar Bandara Juanda Surabaya Gambar 4.10 Histogram data Leq untuk lokasi pengukuran di Griya Karya Gambar 4.11 Histogram data Leq untuk lokasi pengukuran di Kantor Desa Gambar 4.12 Histogram data Leq untuk lokasi pengukuran di RM Depot Gambar 4.13 Grafik Ls, Lm, dan Lsm di kawasan pemukiman sekitar 2 bandara vii

14 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Baku Tingkat Kebisingan Tabel 4.1 Tabel data nilai EPNL untuk Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru selama 3 hari Tabel 4.2 Tabel data EPNL untuk Bandara Juanda Surabaya selama 3 hari Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8 Tabel 4.9 Tabel 4.10 Hasil Penghitungan Statistik Korelasi antara nilai EPNL dan Lmax di Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Hasil Penghitungan Statistik Regresi antara nilai EPNL dan Lmax di Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Hasil Perbandingan nilai EPNL Metode FAA dengan nilai EPNL Prediksi di Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Hasil Penghitungan Statistik Korelasi antara nilai EPNL dan Lmax di Bandara Juanda Surabaya Hasil Penghitungan Statistik Regresi antara nilai EPNL dan Lmax di Bandara Juanda Surabaya Hasil Perbandingan nilai EPNL Metode FAA dengan nilai EPNL Prediksi di Bandara Juanda Surabaya Hasil Penghitungan Statistik data Leq untuk Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Hasil Penghitungan Statistik data Leq untuk Bandara Juanda Surabaya Tabel 4.11 Data Lsm di Kawasan Pemukiman Sekitar Bandara viii

15 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin berkembangnya sebuah negara, semakin berkembang pula alat transportasi yang ada di negara tersebut, khususnya pesawat terbang. Jenis transportasi ini semakin hari dirasa semakin dibutuhkan. Puluhan bahkan ratusan pesawat terbang komersial lalu-lalang beterbangan dari beratus-ratus bandar udara di seluruh dunia setiap hari dan membuat permasalahan yang serius yaitu bertambahnya emisi suara (kebisingan). Memang kebisingan tidak membunuh manusia, tapi dapat membuat hidup manusia tidak nyaman. Adakalanya beberapa jenis pesawat menghasilkan suara yang cukup mengganggu bagi penumpang, awak pesawat, masyarakat di luar pesawat maupun lingkungan. Bila terjadi secara terus-menerus hal ini bisa berdampak pada kesehatan orang-orang di sekitar bandara. Karena secara medis bila seseorang terpapar oleh kebisingan secara terus-menerus akan menyebabkan beberapa masalah seperti gangguan emosional atau psikologis, peningkatan stres, peningkatan tekanan darah, tidur tidak nyenyak, dapat mengurangi tingkat intelektualitas, kelahiran prematur dan mengganggu perkembangan janin serta tentu saja masalah pendengaran hingga ketulian permanen, dan lain sebagainya. Bahkan manusia bukan satu-satunya makhluk hidup yang terpengaruh oleh kebisingan karena bila kebisingan terjadi di kawasan peternakan dapat 1

16 menyebabkan turunnya produksi telur dan produksi susu dari hewan-hewan ternak dan ini merugikan para peternak. Ketika memperhitungkan efek kebisingan terhadap kesehatan dan kualitas hidup, harus diperhitungkan intensitas dari suara itu sendiri yang dihitung dengan skala desibel (db). Untuk kenaikan sebesar 10 db maka sumber suara tersebut terdengar dua kali lebih keras. Sebagaimana digambarkan dalam contoh berikut: 1. Batas pendengaran manusia (0 db) 2. Suara daun bergerak tertiup angin (20 db) 3. Bisikan lembut sejauh 3 feet (30 db) 4. Percakapan normal (55-60 db) 5. Suara mobil sejauh 15 feet (70 db) 6. Suara vakum cleaner (80 db) 7. Mesin pemotong rumput (90 db) 8. Suara mesin mobil pembersih salju (100 db) 9. Gergaji mesin (110 db) 10. Konser musik rock (120 db) 11. Pesawat terbang take off ( db) 12. Petasan (150 db) 13. Shotgun ditembakan (170 db) Seperti yang tercantum diatas, bandar udara dapat dikatakan sebagai sumber kebisingan paling besar. Bila rumah seseorang berada di jalur penerbangan maka suara take off dapat mencapai maksimum 150 db. Dapat dibayangkan pada bandara yang super sibuk seperti O'Hare di Chicago dimana tiap detik ada 2

17 pesawat melakukan take off maupun landing, efek kebisingannya bahkan masih dapat dirasakan 15 mil jauhnya. Padahal menurut penelitian di Amerika yang dilakukan The National Institute for Occupational Safety and Health hanya membolehkan maksimum 85 db dan dibatasi jangka waktu maksimum 8 jam per hari, itupun harus dengan pelindung telinga untuk mencegah kerusakan pendengaran lebih lanjut 1. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan belum mengatur baku mutu untuk kawasan sekitar bandara, metode yang digunakannya pun tidak sesuai untuk diterapkan di kawasan sekitar bandara. Selain itu, regulasi dibidang keselamatan penerbangan dan akibatnya terhadap lingkungan saat ini banyak yang telah berubah, serta tidak memenuhi syarat keselamatan terbang Internasional 2. Termasuk terhadap gangguan kebisingan yang ditimbulkannya. Begitu juga data tentang kebisingan yang ditimbulkan oleh pesawat udara di kawasan sekitar bandara sangatlah kurang. Sehingga sangat diperlukan berbagai macam penelitian dalam masalah ini yang kemudian akan menjadi informasi bagi pemerintah terkait untuk sesegara mungkin melakukan tindakan pencegahan dan penanggulangannya. Pada tahun 1969 FAA (Federal Aviation Administration) mulai mengimplementasikan peraturan mengenai noise limit terhadap pesawat komersial yang beroperasi di wilayah Amerika Serikat. Tahun 1971 ICAO (International Civil Aviation Organization) mengadopsi standarisasi noise limit pada Chapter 2, Annnex-16 (Environmental Protection) Volume I pada Konverensi Internasional 1 Sudiro Sumbodo Isi Lingkungan: Kebisingan Pesawat Terbang (Bagian I). diakses pada Kamis 27 Oktober 2011 Jam WIB 2 Chappy Hakim. Bom Waktu di Atas Bandara Soekarno-Hatta. Kompas (19 November 2011) 3

18 Penerbangan Sipil. Akhir 1970-an standar ini mulai diaplikasi terhadap desain pesawat baru untuk menekan kebisingan. Peraturan baru ICAO yang tertuang dalam Chapter 3 Annex-16 dimana terintegrasi dengan peraturan FAA Part 36 yang mengenalkan konsep kategori stage suara. Annex-16 ini merupakan hasil studi dan seminar yang dilakukan sejak September Oleh karena itu, sebagai pembanding dalam penelitian ini digunakan metode pengukuran dan penghitungan sesuai dengan Federal Aviation Administration (FAA) part 36 atau International Civil Aviation Organization (ICAO) Annex Permasalahan Sebagaimana telah diketahui bahwa banyak sekali akibat yang disebabkan oleh kebisingan, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: a. Berapakah nilai EPNL (Effective Perceived Noise Level) per pesawat yang melintas di kawasan sekitar bandara. b. Bagaimana korelasi antara nilai Lmax dan nilai EPNL (Effective Perceived Noise Level). c. Berapakah perbandingan nilai EPNL Pengukuran (Metode FAA) dengan nilai EPNL Prediksi. d. Berapakah nilai Leq dan apa saja penyumbang bising terbesar di kawasan sekitar bandara. e. Berapakah nilai Lsm (Level Siang Malam) di kawasan pemukiman sekitar bandara dan apakah sesuai dengan baku mutu yang diatur dalam Kep. Men. LH No. 48 Tahun

19 1.3. Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi oleh: a. Penelitian ini menggunakan data studi kasus dari dua bandara, yaitu: Bandara Sultan Syarif Kasim II (Pekanbaru) dan Bandara Juanda (Surabaya). b. Data yang digunakan merupakan data sekunder yang didapat dari hasil pengukuran lapangan oleh pihak Lab. Kebisingan dan Getaran Pusarpedal KNLH. c. Mengabaikan jarak antara Sumber Suara (Pesawat) dengan Penerima (Alat), dengan metode pengukuran yang diadopsi dari Federal Aviation Administration (FAA) part 36 atau International Civil Aviation Organization (ICAO) Annex-16. d. Mengabaikan jarak antara Landasan Pacu (Runway) dengan Lokasi Titik Ukur dengan metode pengukuran yang diadopsi dari Federal Aviation Administration (FAA) part 36 atau International Civil Aviation Organization (ICAO) Annex-16 yang disesuaikan dengan kondisi di lapangan. e. Penghitungan nilai EPNL menggunakan software berbasis turbo pascal yang telah disesuaikan dengan metode penghitungan dari FAA (Federal Aviation Administration) atau ICAO (International Civil Aviation Organization dan telah diverifikasi oleh pihak Lab. Kebisingan dan Getaran Pusarpedal KNLH. 5

20 f. Penghitungan nilai Leq dan Lsm dilakukan oleh pihak Lab. Kebisingan dan Getaran Pusarpedal KNLH. g. Menggunakan software SPSS 19 untuk menganalisis data nilai EPNL dan Leq Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: a. Mengetahui nilai EPNL (Effective Perceived Noise Level) per pesawat yang melintas di kawasan sekitar bandara. b. Mengetahui korelasi antara nilai Lmax dengan nilai EPNL (Effective Perceived Noise Level). c. Membandingkan nilai EPNL Pengukuran (Metode FAA) dengan nilai EPNL Prediksi. d. Mengetahui nilai Leq dan penyumbang bising terbesar di kawasan sekitar bandara. e. Mengetahui nilai Lsm (Level Siang Malam) di kawasan pemukiman sekitar bandara serta kesesuaiannya dengan Kep. Men. LH No.48 Tahun Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat dalam bidang lingkungan hidup. Khususnya bidang akustik. Pada penelitian ini akan diperoleh nilai EPNL, Lsm, Leq, pendistribusian bising di kawasan sekitar bandara serta korelasi antara EPNL 6

21 dengan Lmax. Selain itu juga sebagai database kebisingan di bidang lingkungan hidup, serta sebagai informasi kepada pemerintah mengenai masalah kebisingan di kawasan sekitar bandara sehingga pemerintah dapat segera (mulai) merumuskan tindakan penanganan terhadap masalah tersebut Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan dalam penelitian yang dilakukan untuk tugas akhir ini adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dibahas secara singkat mengenai latar belakang, permasalahan, batasan masalah, tujuan, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II LANDASAN TEORI Dalam bab kedua ini akan dibahas mengenai teori-teori yang berkaitan dengan tugas akhir ini seperti bunyi, akustika, kebisingan (Noise), skala desibel (db), frekuensi, skala pembobotan A, penilaian kebisingan pesawat udara, PNL (Perceived Noise Level) dan PNLT (Tone-Correction Perceived Noise Level), EPNL (Effective Perceived Noise Level), Tingkat Kebisingan Sinambung Setara (LAeq), Tingkat Paparan Bising (LAe) dan Tingkat Kebisingan Maksimum (LAmax), Metode Pengukuran Tingkat Kebisingan Kep- 48/MENLH/11/1996, Baku Tingkat Kebisingan, dan sebagainya. 7

22 BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab tiga ini akan dibahas mengenai waktu dan tempat penelitian, tahapan penelitian, serta mengenai proses pengolahan data. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN data dan analisisnya. Dalam bab empat merupakan hasil dan pembahasan dari pengolahan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab lima merupakan kesimpulan yang diambil dari hasil analisis dan juga saran-saran yang diharapkan dapat mengembangkan tugas akhir ini. 8

23 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Bunyi Bunyi adalah gelombang mekanis elastik longitudinal yang berjalan. Berarti untuk perambatannya dibutuhkan medium 3. Adapun dari sumber lain, bunyi atau suara adalah kompresi mekanikal atau gelombang longitudinal yang merambat melalui medium 4. Medium atau zat perantara ini dapat berupa zat cair, padat, gas. Perlu diketahui bahwa bunyi serupa dengan suara. Dalam bahasa Inggris bunyi disebut sound, sedangkan suara disebut voice. Dari sudut bahasa, bunyi tidak sama dengan suara oleh karena bunyi merupakan getaran yang dihasilkan oleh benda mati sedangkan suara merupakan getaran (bunyi) yang keluar dari mulut atau yang dihasilkan oleh makhluk hidup. Namun dari sudut fisika, bunyi maupun suara keduanya sama, karena keduanya sama-sama merupakan getaran. Gelombang bunyi terdiri dari molekul-molekul udara yang bergetar majumundur. Tiap saat, molekul-molekul itu berdesakan di beberapa tempat, sehingga menghasilkan wilayah tekanan tinggi, tapi di tempat lain merenggang, sehingga menghasilkan wilayah tekanan rendah. Gelombang bertekanan tinggi dan rendah secara bergantian bergerak di udara, menyebar dari sumber bunyi. Gelombang bunyi ini menghantarkan bunyi ke telinga manusia. Gelombang bunyi adalah gelombang longitudinal. 3 Ganijanti Aby Sarojo Gelombang dan Optika. Salemba Teknika. Jakarta. 4 Bunyi. Diakses tanggal Jam WIB 9

24 Bunyi merambat di udara dengan kecepatan km/jam. Bunyi merambat lebih lambat jika suhu dan tekanan udara lebih rendah. Di udara tipis dan dingin pada ketinggian lebih dari 11 km, kecepatan bunyi km/jam. Di air, kecepatannya km/jam, jauh lebih cepat daripada di udara. Rumus mencari cepat rambat bunyi adalah: v = λ t. (2.1) dengan λ adalah panjang gelombang bunyi dan t adalah waktu Akustika Akustika adalah ilmu yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan bunyi, berkenaan dengan indera pendengaran serta keadaan ruangan yang mempengaruhi bunyi 5. Kata akustik berasal dari bahasa Yunani akuostikos yang berarti, segala sesuatu yang bersangkutan dengan pendengaran pada suatu kondisi ruang yang dapat mempengaruhi mutu bunyi. Akustik mempunyai tujuan untuk mencapai kondisi pendengaran suara yang sempurna yaitu murni, merata, jelas dan tidak berdengung sehingga sama seperti aslinya, bebas dari cacat dan kebisingan 6. Akustik mempunyai ruang lingkup yang sangat luas dan menyentuh ke hampir semua segi kehidupan manusia. Akustik lingkungan adalah menciptakan suatu lingkungan, dimana kondisi ideal disediakan, baik dalam ruang tertutup maupun di udara terbuka. 5 J. F. Gabriel Fisika Lingkungan. Hipokrates. Jakarta. 6 Akustika. Diakses pada tanggal jam WIB 10

25 2.3. Kebisingan (Noise) Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Tingkat kebisingan adalah ukuran energi bunyi yang dinyatakan dalam satuan Desibel disingkat db. Baku tingkat kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan 7. Menurut definisi kebisingan diatas, apabila suatu suara mengganggu orang yang sedang membaca atau mendengarkan musik, maka suara itu adalah kebisingan bagi orang itu meskipun orang-orang lain mungkin tidak terganggu oleh suara tersebut. Walaupun pengaruh suara banyak kaitannya dengan faktorfaktor psikologis dan emosional, ada beberapa kasus dimana pengaruh serius seperti kehilangan pendengaran terjadi karena tingginya tingkat kenyaringan suara pada tingkat tekanan suara berbobot A atau karena lamanya telinga terpasang terhadap kebisingan tersebut Skala Decibel (db) Satuan desibel (db) digunakan sebagai satuan pengukuran tekanan suara. Dengan mengambil tekanan suara paling rendah yang dapat didengar oleh telinga manusia sebagai tekanan referensi (20 Pa) maka suatu skala yang menunjukkan pengukuran besaran suara bisa didapat yaitu berdasarkan tingkat suara relatif 7 Kep. Men. LH no. 48 Tahun1996. Tentang: Baku Tingkat Kebisingan. Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Jakarta 11

26 terhadap tingkat suara yang rendah, yang masih dapat diterima oleh pendengaran. Dengan demikian dikatakan bahwa 0 db sama dengan tidak ada bunyi (secara teoritis). Daya suara sama dengan berbanding lurus dengan kuadrat tekanan suara. Oleh karena itu, diperlukan rasio kuadrat tingkat suara yang terukur dengan kuadrat suara terendah ( ). Skala dimulai dari 0 db 140 db. Gambar 2.1. Skala Tingkat Tekanan Suara 2.5. Frekuensi Frekuensi adalah jumlah getaran gelombang suara per detik 8. Frekuensi merupakan nilai variasi tekanan suara per detik yang dinyatakan dalam Hertz. Suara yang dapat didengar oleh manusia terdiri dari beberapa frekuensi yang berlainan, rentang nilai frekuensi yang terjadi sangat besar dan lebar. Umumnya 8 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta 12

27 spektrum frekuensi suara diklasifikasikan secara besar dalam 3 pita frekuensi berdasarkan pada kriteria pendengaran manusia, yaitu: a. Frekuensi infrasonik (< 20 Hz) b. Frekuensi sonik (20 Hz 20 KHz) c. Frekuensi ultrasonik (> 20 KHz) 2.6. Skala Pembobotan A Unit satuan yang paling umum dipakai untuk kekerasan suara adalah db(a) atau pembobotan A. Dalam pembobotan A ini komponen bising pada frekuensi yang rendah hanya sedikit diperhitungkan dibandingkan komponen bising pada frekuensi tengah sehingga hal ini sangat berkaitan dengan reaksi frekuensi pada telinga manusia. Nilai dari suatu pembobotan A memiliki hubungan baik antara resiko kebisingan yang mengakibatkan ketulian dan tingkat gangguan suara. Gambar 2.2. Grafik Pembobotan A, pembobotan C dan flat Pada dewasa ini pembobotan telah menjadi standar internasional yang digunakan sebagai cara untuk mengukur bahaya kebisingan terhadap telinga manusia. Respon maksimum pada frekuensi 2500 Hz dan menurun pada frekuensi 1000 Hz. Pembobotan A ini digunakan untuk pengukuran level suara. 13

28 Sedangkan pembobotan C responnya berkisar antara frekuensi 30 Hz sampai 8000 Hz. Pembobotan ini biasanya digunakan untuk pengukuran level tekanan suara, aplikasinya kebanyakan digunakan untuk pengukuran kebisingan pesawat terbang. Begitu juga untuk pembobotan flat Penilaian Kebisingan Pesawat Udara Skala Penilaian hanya menggambarkan exposure kebisingan itu sendiri, salah satu contoh sederhananya adalah pembacaan tingkat suara bobot-a maksimum dari suatu rentang waktu kejadian bising transien, sedangkan contoh yang lebih rumit misalnya menyangkut tentang kebisingan yang berubah terhadap waktu dianalisa ke dalam pita-pita frekuensi, yang mungkin berkenan dengan distribusi statistik dari tingkat suara instantaneous yang dapat dianggap sebagai deret waktu. Pada beberapa kasus, skala mencoba hanya untuk menggambarkan beberapa aspek dari stimulus bising itu sendiri. Skala penilaian yang berkenaan dengan kebisingan pesawat udara yang akan dibahas pada bagian ini adalah Perceived Noise Level (PNL), termasuk Tone-corrected Perceived Noise Level (PNLT) dan Effective Perceived Noise Level (EPNL). Penilaian kebisingan pesawat udara dibagi menjadi dua macam: Penilaian kebisingan untuk operasi tunggal suatu jenis pesawat. Penilaian terhadap bising yang ditimbulkan oleh keseluruhan operasi pesawat pada suatu daerah disekitar bandara. 14

29 2.8. PNL (Perceived Noise Level) dan PNLT (Tone-corrected Perceived Noise Level) PNL (Perceived Noise Level) atau tingkat kebisingan yang dirasakan, merupakan penilaian terhadap kebisingan yang telah digunakan (hampir secara eksklusif) dalam penilaian kebisingan pesawat. Memiliki satuan PNdB. PNL dihitung dari tingkat tekanan suara yang diukur dalam pita frekuensi 1 oktaf atau 1/3 oktaf. Saat ini digunakan oleh Federal Aviation Administration (FAA) dan lembaga pemerintahan negara lain dalam proses sertifikasi kebisingan untuk semua jenis pesawat. Gambar 2.3. Paparan Bising Pesawat Waktu PNLT (Tone-corrected Perceived Noise Level) atau tingkat kebisingan yang dirasakan dengan koreksi nada pada dasarnya adalah tingkat kebisingan yang dirasakan dan disesuaikan untuk memperhitungkan keberadaan komponen frekuensi diskrit. PNLT dikembangkan untuk membantu dalam memprediksi kebisingan yang dirasakan untuk pesawat terbang dan kendaraan yang mengandung nada murni atau memiliki penyimpangan berat dalam spektrum. Metode untuk menghitung PNLT diadopsi dari FAA dengan melibatkan perhitungan PNL dari bunyi dan penambahan koreksi nada berdasarkan total 15

30 frekuensi dan jumlah yang melebihi nada kebisingan yang berdekatan di 1/3 oktaf band 9. Sebuah faktor koreksi nada, C, dihitung dari setiap spektrum untuk menjelaskan respon subjektif adanya penyimpangan spektral. Faktor koreksi nada ditambahkan ke PNL untuk mendapatkan PNLT pada setiap kenaikan satu setengah detik waktu: PNLT = PNL + C.. (2.2) dimana C adalah faktor koreksi nada EPNL (Effective Perceived Noise Level) EPNL (Effective Perceived Noise Level) adalah ukuran tunggal tingkat kebisingan yang efektif dirasakan dari bising pesawat udara yang melintas 10. Pemikiran dasar dari satuan EPNL ini adalah bahwa gangguan kebisingan oleh pesawat terbang tidak hanya tergantung pada besarnya tingkat tekanan suara, tetapi juga lamanya (durasi) kebisingannya. Oleh karena itu, dalam satuan EPNL telah melibatkan pengaruh dari tingkat tekanan suara, spektrum frekuensi, durasi dan distribusi spatial dari sumber suara. EPNL merupakan turunan dari besaran PNL (Perceived Noise Level). Tetapi EPNL melibatkan syarat-syarat koreksi sehubungan dengan lamanya/durasi pesawat udara melintas, dan kehadiran nadanada murni yang dapat didengar atau frekuensi diskrit (seperti deru dalam pesawat jet) pada sinyal bising 7. EPNL dapat diperoleh dari deret waktu PNLT i, didasari pada spektra bising pita 1/3 oktaf. Kemudian EPNL ditentukan dengan somasi (pada basis 9 Department of the air force Environmental Impact Analysis Process. USA 10 Michael J. T. Smith Aircraft Noise. Cambridge University Press. UK. 16

31 energi ) semua harga-harga PNLT i yang dicacah setiap interval waktu ½ detik, yang terdapat diantara 10 db dibawah harga PNLT maksimum: EPNL = 10 log d PNLT i i= (2.3) Ket: Pengaruh angka 13 untuk menormalisasi EPNL pada durasi 10 detik. Penjelasan mengapa hanya harga-harga PNLT i yang terletak dibawah 10 db dari PNL atau 10 PNdB dari penghitungan PNL setara dengan penggandaan harga noys (satuan dari kebisingan yang dirasakan), berarti penurunan lebih besar 10 db dari harga maksimum PNL akan mengurangi lebih dari ½ skala maksimum kebisingan yang dirasakan. Selain dengan persamaan di atas, EPNL juga dapat ditentukan oleh jumlah dari PNLT maksimum dan faktor koreksi durasi: EPNL = PNLT maksimum + D... (2.4) Dimana D adalah faktor koreksi durasi. Sebuah faktor koreksi durasi, D, dihitung dengan integrasi di bawah kurva PNLT terhadap waktu. D = 10 Log 1 T t2 antilog PNLT dt t1 10 PNLTM... (2.5) Dimana T untuk menormalisasi waktu konstan dan PNLTM adalah nilai PNLT maksimum. Jadi koreksi durasi bising yang berbeda pada gangguan seperti pesawat udara yang melintas pada jarak dan kecepatan berbeda Tingkat Kebisingan Sinambung Setara (LAeq) Tingkat kebisingan sinambung setara (equivalent continuous level) adalah tingkat kebisingan dari kebisingan yang berubah-ubah (fluktuatif) selama selang waktu tertentu, yang setara dengan tingkat kebisingan ajeg (steady) pada selang waktu yang sama. Satuannya adalah db(a). Tujuan dari LAeq adalah untuk 17

32 menyediakan ukuran angka tunggal dari kebisingan rata-rata selama periode waktu tertentu yang harus selalu ditentukan 7. Persamaan LAeq adalah sebagai berikut: L Aeq = 10 log 1 T T 0 p A t p 0 2 dt.. (2.5) Dimana P O adalah tekanan suara referensi (20 Pa). P A adalah tekanan suara berbobot A (untuk waktu A) dari kebisingan target (Pa) atau tekanan suara sesaat (Pa). T adalah Periode selang waktu pengukuran. Persamaan dapat disederhanakan menjadi: L Aeq = 10 log 1 T Ti Li db(a) (2.6) Dimana T adalah waktu referensi total, Ti adalah jangka waktu pada level Li, Li adalah tingkat tekanan suara ke-1. Karena integral tersebut mengukur total energi suara selama selang waktu (T), persamaan tersebut sering disebut energi rata-rata. Dengan demikian persamaan tersebut dapat diinterpretasikan sebagai total noise dose. Tingkat kebisingan sinambung setara telah digunakan secara luas untuk mengukur pemaparan yang lama. Metode ini merupakan dasar perhitungan untuk menentukan kriteria tingkat kebisingan lingkungan. Gambar 2.4. Tingkat tekanan suara berbobot A sinambung setara 18

33 2.11. Tingkat Paparan Bising (LAe) dan Tingkat Kebisingan Maksimum (LA max ) Tingkat paparan bising digunakan untuk menyatakan kebisingan satu kali atau kebisingan sebentar-sebentar dalam jangka waktu pendek dan sinambung. Variabel mengubah jumlah energi dari kebisingan satu kali menjadi tingkat tekanan suara berbobot-a dari kebisingan tetap 1 detik yang kontinyu dari energi setara. Gambar 2.5. Tingkat Paparan Bising Nilai dari tingkat paparan bising (LAe) ditetapkan dengan tingkat, dalam decibel (db). Dari integral kuadrat waktu bobot-a tekanan bising (P A ) lebih dari waktu yang diberikan atau sama, dengan referensi untuk kuadrat dari standar referensi tekanan bising (P o ) atau (20 Pa) dan referensi durasi 1 detik. Unit ini dapat ditetapkan dengan persamaan sebagai berikut: LA e = 10 log 1 T 0 t2 t1 p A t p o 2 dt. (2.7) Dimana T 0 referensi integral waktu dari 1 detik dan (t 2 -t 1 ) adalah integrasi dari interval waktu. LA max adalah tingkat maksimum, dalam decibel (db). Dengan skala bobot- A tekanan bising (respon lambat) dengan referensi untuk kuadrat dari standar referensi tekanan bising P 0. 19

34 2.12. Lsm (Level Siang Malam) dan Metode Pengukuran Tingkat Kebisingan Kep-48/MENLH/11/1996 Lsm (Level Siang Malam) merupakan rata-rata energi tingkat kebisingan yang diukur selama periode 24 jam. Metode Pengukuran Tingkat Kebisingan sesuai dengan Kep-48/MENLH/11/1996 dapat dilakukan dengan dua cara: a. Cara Sederhana Dengan sebuah sound level meter biasa diukur tingkat tekanan bunyi db(a) selama 10 menit untuk tiap pengukuran. Pembacaan dilakukan setiap 5 detik, jumlah nilai ukur adalah sebanyak 120. Data pada rentang waktu tertentu dinyatakan sebagai L ij yang dihitung dari ke 120 sampel yang dibaca. Jumlah data selama 24 jam minimal sebanyak 7 data, yaitu 4 data pengukuran siang hari dan 3 data pada pengukuran malam hari. L 1 diambil pada jam 07.00, mewakili jam L 2 diambil pada jam 10.00, mewakili jam L 3 diambil pada jam 15.00, mewakili jam L 4 diambil pada jam 20.00, mewakili jam L 5 diambil pada jam 23.00, mewakili jam L 6 diambil pada jam 01.00, mewakili jam L 7 diambil pada jam 04.00, mewakili jam Dilanjutkan menghitung harga L ij dengan cara mengelompokkan ke- 120 nilai ukur dalam interval 5 db. Nilai L ij dapat menggunakan persamaan: L ij = 10 log L ij = 10 log n k L k db A... (2.8) atau L i db A... (2.9) 20

35 Dimana L ij adalah L eq pada interval antara jam i dan j. n k adalah jumlah data yang mempunyai L k. Dan L i adalah level pada data ke-i. Selanjutnya ulangi untuk harga L ij pada rentang waktu yang lain. Setelah seluruh harga L ij dihitung maka dapat ditentukan harga L s dan L m dengan menggunakan rumus: L s = 10 log 1 16 L m = 10 log 1 8 T L T L 4 db A (2.10) T L T L 7 db A (2.11) Dimana L s adalah nilai LAeq pada siang hari (16 jam). L m adalah nilai LAeq pada malam hari (8 jam). T n adalah jumlah kisaran waktu yang diwakili. L i adalah level pada rentang waktu i. b. Cara Langsung Dengan sebuah integrating sound level meter yang mempunyai fasilitas pengukuran L TM5, yaitu Leq dengan waktu ukur setiap 5 detik, dilakukan pengukuran selama 10 menit. Set interval waktu 1 jam. Lakukan pengukuran selama 24 jam dengan 24 data, yaitu 16 data pengukuran siang hari dan 8 data. Dilanjutkan menghitung harga L s dan L m dengan menggunakan persamaan: L s = 10 log 1 16 L m = 10 log L L 16 db A. (2.12) L L 24 db A (2.13) Dimana L s adalah nilai LAeq pada siang hari (16 jam) dari jam s/d L m adalah nilai LAeq pada malam hari (8jam) dari jam s/d L 1 s/d L 24 adalah nilai LAeq pada tiap-tiap jam. 21

36 Selanjutnya dari 2 (dua) metode pengukuran tingkat kebisingan di atas maka harga L sm dapat dihitung dengan menggunakan persamaan: L sm = 10 log L s (L m +5) db A.. (2.14) Dimana L sm adalah nilai LAeq selama 24 jam. L s adalah nilai LAeq pada siang hari (16 jam). L m adalah nilai LAeq pada malam hari (8 jam). Catatan: (L m + 5) menyatakan bahwa hasil pengukuran dimalam hari harus ditambah 5 db sebagai pembebanan atau koreksi khusus Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 48 tahun 1996 tanggal 25 Nopember 1996 tentang baku tingkat kebisingan yang diperuntukan dibeberapa kawasan atau lingkungan kesehatan, yaitu: Tabel 2.1. Baku Tingkat Kebisingan Keterangan: disesuaikan dengan ketentuan Menteri Perhubungan Dari tabel di atas terlihat bahwa untuk kawasan khusus seperti di Bandar Udara dan Cagar Budaya belum ada ketentuan atau ketetapan mengenai baku tingkat kebisingan yang diperbolehkan. 22

37 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret s/d September Adapun tempat penelitian adalah di Laboratorium Kebisingan dan Getaran PUSARPEDAL Jl. Raya PUSPIPTEK Serpong, Tangerang, Banten, Data Penelitian Data pada penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari hasil pengukuran lapangan oleh pihak Laboratorium Kebisingan dan Getaran, Pusarpedal, Puspiptek. Data tersebut dapat dikategorikan menjadi 2, yaitu: a. Data Hasil Pengukuran Dinamis Merupakan data yang diperoleh dari pengukuran yang dilakukan sepanjang hari dalam kondisi cuaca tidak hujan atau cerah. Data berupa spektrum frekuensi pesawat yang melintas dengan cuplikan data setiap 0.5 detik pada SLM (Sound Level Meter) VI-410. b. Data Hasil Pengukuran Statis Merupakan data yang diperoleh dari pengukuran secara kontinyu dengan sampling perioda setiap 10 menit selama 24 jam dengan menggunakan peralatan Integrating SLM (Sound Level Meter) 3 unit yaitu (Onosokki) LA1250, LA2111 dan LA2560. Pengukuran dilakukan pada 3 lokasi titik ukur di kawasan pemukiman sekitar bandara berdasarkan 23

38 metode pengukuran yang diadopsi dari ICAO atau FAA dan telah disesuaikan dengan kondisi di lapangan (selengkapnya lihat lampiran 1) Peralatan Penelitian PC (Personal Computer) Microsoft Word 2007 Microsoft Excel 2007 Software Alat Sound Level Meter Integreted (Quest) VI-410 Software Perhitungan EPNL berbasis Turbo Pascal SPSS Tahapan Penelitian Data sekunder Data statis (Kep.Men. LH no.48/1996) Data dinamis (FAA & ICAO) Lmax Leq Software turbo pascal Lsm 24 jam Nilai EPNL per pesawat Lmax vs EPNL Analisis dengan SPSS 19 Nilai EPNL Prediksi Perbandingan nilai EPNL per pesawat dengan nilai EPNL Prediksi Kesimpulan Gambar 3.1. Tahapan Penelitian 24

39 3.5. Pengolahan Data Dalam penelitian ini terdapat beberapa tahapan proses pengolahan data yaitu sebagai berikut: Pengolahan Data Dari Pengukuran Dinamis (Penghitungan Nilai PNLT dan EPNL) Penghitungan EPNL dilakukan dengan memperhatikan waktu sumber suara, lalu dikoreksi tone dan durasi. Nilai PNLT (maksimum) dan EPNL didapat setelah dilakukan penghitungan dengan menggunakan software kalkulasi nilai PNLT dan EPNL (Program Turbo Pascal). Berikut ini adalah langkah-langkah penentuan nilai PNLT dan EPNL: 1. Data lapangan yang berupa spektrum frekuensi suara pesawat yang melintas dengan cuplikan data setiap 0.5 detik pada peralatan SLM VI-410 kemudian dikonversi menjadi data mentah dalam bentuk file csv ataupun excel (.xlsx). (data tercacah dalam 24 pita frekuensi dengan 1/3 oktaf sesuai dengan rekomendasi ICAO). Selanjutnya, data tersebut dicuplik pada range nilai maksimum (Lmax) yang dikurangi 10 db. 2. Setelah dicuplik kemudian diberi keterangan (jenis pesawat, jenis operasi, jumlah data yang tercuplik, titik atau lokasi pengukuran, tanggal dan waktu pengukuran), lalu disimpan dalam format text document (.txt) seperti berikut: 25

40 Gambar 3.2. Data Hasil Pencuplikan (selengkapnya seperti pada lampiran 3). 3. Selanjutnya ubah format text document (.txt) menjadi format file, serta me-rename nama file dengan inisial pesawat, waktu pengukuran dan inisial d (data awal). Seperti contoh: RIA0947d. 4. Untuk mendapatkan nilai PNLT dan EPNL, entry nama file data awal (RIA0947d) dan nama file tempat penyimpanan hasil penghitungan (RIA0947) ke dalam software berbasis Turbo Pascal. Seperti berikut: Gambar 3.3. Tampilan Entry Nama File Data Awal pada Software 26

41 Tekan enter sebanyak dua kali untuk mendapatkan hasil kalkulasi. Seperti berikut: Gambar 3.4. Tampilan Data Hasil Penghitungan pada Software 5. Data yang dihasilkan adalah nilai EPNL dari masing-masing pesawat. Dan hasil penghitungan disimpan dalam format text file. Seperti berikut: Gambar 3.5. Output Hasil Penghitungan Nilai EPNL (selengkapnya lihat lampiran 4). 27

42 6. Seluruh hasil penghitungan ditabulasi ke dalam format excel dan disusun menjadi satu file name. Untuk menentukan nilai PNLT dan EPNL dapat pula dilakukan dengan cara perhitungan manual (selengkapnya lihat lampiran 2). Namun, untuk mengubah hasil pengukuran lapangan menjadi hasil akhir (nilai PNLT dan EPNL) diperlukan perhitungan yang cukup rumit. Sehingga pada penelitian ini penulis menggunakan software berbasis turbo pascal yang telah tersedia Analisis data Dari hasil penghitungan data di atas maka dapat dianalisis nilai EPNL, Leq, dan Lsm serta dengan bantuan statistik bisa dicari korelasi antara nilai EPNL dengan nilai Lmax. Secara garis besar cara pengambilan keputusan atau kesimpulan untuk korelasi dan regresi antara nilai EPNL dengan nilai Lmax adalah sebagai berikut 11 : a). Metode Korelasi Sebenarnya tidak ada ketentuan yang tepat mengenai apakah angka korelasi tertentu menunjukkan tingkat korelasi yang tinggi atau lemah. Namun bisa dijadikan pedoman sederhana bahwa angka korelasi diatas 0.5 menunjukkan korelasi yang cukup kuat, sedang dibawah 0.5 korelasi lemah. Selain besar korelasi, tanda korelasi juga berpengaruh pada penafsiran hasil. Tanda (negatif) pada output menunjukkan adanya arah 11 Singgih santoso Mastering SPSS Versi 19. Elex Media Komputindo. Jakarta 28

43 hubungan yang berlawanan, sedangkan tanda + (positif) menunjukkan adanya arah hubungan yang sama. Setelah angka korelasi didapat, maka bagian kedua dari output SPSS adalah menguji apakah angka korelasi yang didapat benar-benar signifikan atau dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan dua variabel. Hipotesis: H 0 : Tidak ada hubungan (korelasi) antara dua variabel; berarti angka korelasi adalah 0. H 1 : Ada hubungan (korelasi) antara dua variabel; berarti angka korelasi adalah tidak 0. Uji dilakukan dua sisi karena yang akan dicari adalah ada atau tidaknya hubungan dua variabel. Berdasarkan probabilitas: - Jika probabilitas > 0.025, maka H 0 diterima - Jika probabilitas < 0.025, maka H 0 ditolak NB = Nilai probabilitas adalah 0.05/2 = 0.025; hal ini disebabkan uji dilakukan dua sisi. Signifikan tidaknya korelasi variabel juga bisa dilihat dari adanya tanda * pada pasangan data yang dikorelasikan, kedua variabel yang bertanda * bisa disimpulkan bahwa berkorelasi secara signifikan. Berikut ini contoh tabel hasil penghitungan korelasi: 29

44 Nilai korelasi Nilai probabilitas Gambar 3.6. Output Hasil Penghitungan Korelasi b). Metode Regresi Jika metode Korelasi membahas keeratan hubungan, maka metode Regresi membahas prediksi (peramalan). Dimana dalam model tersebut ada sebuah variabel dependen (tergantung) dan variabel independen (bebas). Dalam hal ini apakah variabel dependen (tergantung) di masa mendatang bisa diramalkan jika variabel independen (bebas) diketahui. Berikui ini contoh tabel hasil uji koefisien regresi: Konstanta Nilai t konstanta Nilai probabilitas konstanta Koefisien regresi Nilai t hitung Nilai probabilitas Gambar 3.7. Output Hasil Uji Koefisein Regresi Dari tabel hasil uji koefisien regresi akan didapatkan sebuah persamaan regresi dan beberapa instrument dalam pengambilan kesimpulan. Persamaan regresi : Y = a X + b 30

45 Dimana: Y = Variabel Dependen; X = Variabel Independen; a = Koefisien Regresi yang didapat ; b = Konstanta yang didapat. Hipotesis: H 0 : Koefisien regresi tidak signifikan. H i : Koefisien regresi signifikan. i. Dengan membandingkan t hitung dengan t tabel - Jika t hitung < t tabel, maka H 0 diterima - Jika t hitung > t tabel, maka H 0 ditolak Sedangkan prosedur untuk mencari dimana t tabel, dengan kriteria: - Tingkat signifikansi ( α ) = 10 % untuk uji dua sisi - Derajat kebebasan (df) = jumlah data 2 atau 4 2 = 2 - Uji pada dua sisi, karena ingin mengetahui signifikansi tidaknya koefisien regresi, dan bukan mencari lebih kecil atau lebih besar. (angka t tabel bisa dilihat pada lampiran 5). ii. Berdasarkan probabilitas - Jika probabilitas > maka H 0 diterima - Jika probabilitas < maka H 0 ditolak NB : Uji dilakukan dua sisi, sehingga nilai probabilitas = 0.05/2 = Walaupun demikian, jika pada uji koefisien regresi ternyata konstanta dinyatakan tidak valid. Sementara koefisien regresi (a) adalah valid, persamaan regresi tetap bisa digunakan. Setelah mendapatkan persamaan regresi (EPNL = a. Lmax + b), kemudian diujicoba dengan menggunakan data Lmax dari pengukuran di 31

46 lapangan. Sehingga didapatkanlah nilai EPNL Prediksi. Selanjutnya dilakukan perbandingan antara nilai EPNL Perhitungan dan nilai EPNL Prediksi dengan menghitung perbedaan atau selisih dari kedunya Pengolahan Data Dari Pengukuran Statis Data pengukuran dilakukan selama 3 hari (pengukuran nilai Leq) yang dilakukan secara kontinyu dengan sampling periode waktu setiap 10 menit selama 24 jam. Kemudian sesuai dengan Kep. Men. LH No. 48 Tahun 1996 data tersebut dihitung dengan menggunakan persamaan (2.14) dan akan didapatkan nilai Lsm. Selengkapnya lihat lampiran 6. (Pengolahan data tersebut dilakukan oleh pihak laboratorium kebisingan dan getaran, pusarpedal, puspiptek). 32

47 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penghitungan EPNL (Effective Perceived Noise Level) Setelah dilakukan penghitungan dari data hasil pengukuran selama 3 hari di dua bandara berdasarkan pada poin di atas maka diperoleh data nilai EPNL sebagai berikut: Data Hasil Penghitungan nilai EPNL untuk Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Untuk hasil penghitungan nilai EPNL di Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru didapatkan data seperti pada tabel di bawah ini: No. Tabel 4.1. Tabel data nilai EPNL untuk Bandara Sultan Syarif Kasim II Nama Pesawat Tanggal Pekanbaru selama 3 hari Jam Jenis Operasi Tipe Pesawat Lmax PNLT maks (PNdB) Koreksi Durasi EPNL (EPNdB) 1 Batavia 18/03/ Landing Riau 18/03/ Landing Batavia 18/03/ Landing Wings 18/03/ Landing A TNI 18/03/ Landing HERCULES Batavia 18/03/ Take Off Riau 18/03/ Take Off Lion 18/03/ Landing Sriwijaya 18/03/ Landing Lion 18/03/ Take Off TNI 18/03/ Landing HERCULES Wings 18/03/ Landing A Riau 18/03/ Landing Charter 18/03/ Landing B1900D Sriwijaya 18/03/ Landing Lion 18/03/ Take Off Silk 19/03/ Landing A Riau 19/03/ Landing Lion 19/03/ Take Off Batavia 19/03/ Landing A Batavia 19/03/ Landing

48 No. Nama Pesawat Tanggal Jam Jenis Operasi Tipe Pesawat Lmax PNLT maks (PNdB) Koreksi Durasi EPNL (EPNdB) 22 Fire Fly 19/03/ Landing A Batavia 19/03/ Take Off Silk 19/03/ Take Off A Lion 19/03/ Landing Lion 19/03/ Take Off Lion 19/03/ Landing Wings 19/03/ Landing A Batavia 19/03/ Landing A Sriwijaya 19/03/ Landing Lion 19/03/ Landing Riau 19/03/ Landing Sriwijaya 19/03/ Take Off Lion 19/03/ Landing Lion 19/03/ Take Off Pelita 20/03/ Landing F Batavia 20/03/ Landing Garuda 20/03/ Take Off Pelita 20/03/ Take Off F Lion 20/03/ Take Off Riau 20/03/ Take Off Batavia 20/03/ Take Off Noname 20/03/ Take Off Lion 20/03/ Landing Lion 20/03/ Landing Wings 20/03/ Take Off A Sriwijaya 20/03/ Landing Lion 20/03/ Landing Air Asia 20/03/ Landing A Berdasarkan data pada Tabel 4.1. di atas dapat dibuat grafik seperti pada gambar di bawah ini: Gambar 4.1. Nilai EPNL per pesawat di bandara Pekanbaru (3 hari) 34

49 Dari tabel dan grafik di atas dapat dilihat bahwa nilai EPNL merupakan hasil penjumlahan antara PNLT maksimum dengan Koreksi Durasi. Selain itu, nilai EPNL yang diperoleh dari tiap tipe pesawat itu berbeda-beda. Dari hasil penelitian terlihat juga bahwa pada tipe pesawat yang sama cenderung memiliki nilai range EPNL yang hampir sama. Pada Tabel 4.1. juga terlihat bahwa jenis pesawat dengan tipe memiliki nilai EPNL dengan range antara EPNdB, pesawat dengan tipe memiliki nilai EPNL dengan range antara EPNdB, pesawat dengan tipe memiliki nilai EPNL dengan range antara EPNdB, pesawat dengan tipe memiliki nilai EPNL dengan range antara EPNdB, pesawat dengan tipe memiliki nilai EPNL dengan range antara EPNdB, pesawat dengan tipe A memiliki nilai EPNL dengan range antara EPNdB, pesawat dengan tipe A memiliki nilai EPNL dengan range antara EPNdB, pesawat dengan tipe F memiliki nilai EPNL dengan range antara EPNdB, pesawat dengan tipe A memiliki nilai EPNL dengan range antara EPNdB, pesawat dengan tipe Hercules memiliki nilai EPNL dengan range antara EPNdB. Sedangkan untuk pesawat dengan tipe memiliki nilai EPNL EPNdB dan pesawat dengan tipe B1900D memiliki nilai EPNL EPNdB, hal ini 35

50 dikarenakan pesawat dengan tipe dan B1900D yang melintas saat dilakukan pengukuran di lapangan hanya 1 buah pesawat. Dengan demikian di bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru terdapat pesawat dengan nilai EPNL terendah adalah tipe A dengan EPNdB dan nilai EPNL tertinggi adalah tipe dengan EPNdB. Tinggi rendahnya nilai EPNL ini dimungkinkan terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tipe pesawat, umur pesawat, jenis operasinya (landing atau take off), jenis mesin dan perawatannya, ataupun kelembaban daerah pengukuran, dan sebagainya. Untuk tipe A (dengan nilai EPNL terendah) merupakan pesawat komersil dengan jenis mesin twin turboprop atau baling-baling sehingga menghasilkan deru pesawat yang tidak terlalu bising dibandingkan dengan tipe (dengan nilai EPNL tertinggi) yang merupakan pesawat dengan jenis mesin turbojet. Selain itu, umur pesawat yang sudah sangat tua (penerbangan perdana tahun 1969) dari pada tipe pesawat lain juga dapat menjadi faktor penyebab tingginya nilai EPNL yang dihasilkan pesawat tipe ini. Begitupun dengan jenis operasi dari pesawat saat dilakukan pengukuran, pesawat dengan jenis operasi take off lebih besar nilai EPNLnya daripada saat landing, hal ini dikarenakan pesawat memerlukan tenaga yang cukup besar dari mesin untuk terbang. 36

51 Data Hasil Penghitungan nilai EPNL untuk Bandara Juanda Surabaya Untuk hasil penghitungan nilai EPNL di Bandara Juanda Surabaya selama 3 hari didapatkan data seperti pada tabel di bawah ini: No. Tabel 4.2. Tabel data EPNL untuk Bandara Juanda Surabaya selama 3 hari Nama Pesawat Tanggal Jam Jenis Operasi Tipe Pesawat Lmax PNLT maks (PNdB) Koreksi Durasi EPNL (EPNdB) 1 Lion 8/4/ Landing Merpati 8/4/ Landing Wings 8/4/ Landing A Lion 8/4/ Landing Garuda 8/4/ Landing Wings 8/4/ Landing A Lion 8/4/ Landing Lion 8/4/ Landing TNI 8/4/ Landing Lion 8/4/ Landing Batavia 8/4/ Landing Wings 8/4/ Landing MD Sriwijaya 8/4/ Landing Wings 8/4/ Landing A Lion 8/4/ Landing Garuda 8/4/ Landing Lion 8/4/ Landing Air Asia 8/4/ Landing A Garuda 8/4/ Landing Lion 8/4/ Landing Merpati 8/4/ Landing F Sriwijaya 8/4/ Landing Lion 8/4/ Landing Garuda 8/4/ Landing Wings 8/4/ Landing A Wings 8/4/ Landing A Lion 8/4/ Landing Sriwijaya 8/4/ Landing Citilink 8/4/ Landing Lion 8/4/ Landing Lion 8/4/ Landing Garuda 8/4/ Landing Citilink 8/4/ Landing Batavia 8/4/ Landing Wings 8/4/ Landing A Lion 8/4/ Landing Garuda 8/4/ Landing Sriwijaya 8/4/ Landing Lion 8/4/ Landing Jetstar 8/4/ Landing A

52 No. Nama Pesawat Tanggal Jam Jenis Operasi Tipe Pesawat Lmax PNLT maks (PNdB) Koreksi Durasi EPNL (EPNdB) 41 Lion 8/4/ Landing Air Asia 8/4/ Landing A Garuda 8/4/ Landing Express 8/4/ Landing Merpati 8/4/ Landing F TNI 8/4/ Landing Lion 8/4/ Landing Trigana 8/4/ Landing Wings 8/4/ Landing A Garuda 9/4/ Take Off Trigana 9/4/ Take Off Lion 9/4/ Take Off Garuda 9/4/ Take Off Air Asia 9/4/ Take Off Batavia 9/4/ Take Off Citilink 9/4/ Take Off Sriwijaya 9/4/ Take Off Silk 9/4/ Take Off A Wings 9/4/ Take Off A Garuda 9/4/ Take Off Sriwijaya 9/4/ Take Off Citilink 9/4/ Take Off Lion 9/4/ Take Off Sriwijaya 9/4/ Take Off Wings 9/4/ Take Off A Lion 9/4/ Take Off Wings 9/4/ Take Off Lion 9/4/ Take Off Citilink 9/4/ Take Off Wings 9/4/ Take Off A Batavia 9/4/ Take Off Garuda 9/4/ Take Off Lion 9/4/ Take Off Lion 9/4/ Take Off Sriwijaya 9/4/ Take Off Sriwijaya 9/4/ Take Off Batavia 9/4/ Take Off Garuda 9/4/ Landing Sriwijaya 9/4/ Landing Batavia 9/4/ Landing Jetstar 9/4/ Landing A Air Asia 9/4/ Landing A Wings 9/4/ Landing A Lion 9/4/ Landing Express 9/4/ Landing Garuda 9/4/ Landing Merpati 9/4/ Landing F Merpati 9/4/ Landing Batavia 9/4/ Landing Garuda 9/4/ Landing Wings 9/4/ Landing A Sriwijaya 9/4/ Landing Batavia 9/4/ Landing A

53 No. Nama Pesawat Tanggal Jam Jenis Operasi Tipe Pesawat Lmax PNLT maks (PNdB) Koreksi Durasi EPNL (EPNdB) 94 Wings 9/4/ Landing A Batavia 9/4/ Landing Lion 9/4/ Landing TNI 9/4/ Landing Merpati 9/4/ Landing TNI 9/4/ Landing Batavia 9/4/ Landing TNI 9/4/ Landing HERCULES Silk 10/4/ Landing A Wings 10/4/ Landing A Sriwijaya 10/4/ Landing Garuda 10/4/ Landing Wings 10/4/ Landing A Citilink 10/4/ Landing Merpati 10/4/ Landing Lion 10/4/ Landing Lion 10/4/ Landing Lion 10/4/ Landing Sriwijaya 10/4/ Landing Citilink 10/4/ Landing Wings 10/4/ Landing A Lion 10/4/ Landing Garuda 10/4/ Landing Wings 10/4/ Landing A Sriwijaya 10/4/ Landing Lion 10/4/ Landing Wings 10/4/ Landing MD Lion 10/4/ Landing Sriwijaya 10/4/ Landing Lion 10/4/ Landing Garuda 10/4/ Landing Garuda 10/4/ Landing Air Asia 10/4/ Landing A Lion 10/4/ Take Off Noname 10/4/ Take Off Batavia 10/4/ Take Off Garuda 10/4/ Take Off Citilink 10/4/ Take Off Lion 10/4/ Take Off Lion 10/4/ Take Off Lion 10/4/ Take Off Batavia 10/4/ Take Off Berdasarkan data pada Tabel 4.2. di atas dapat dibuat grafik seperti pada gambar di bawah ini: 39

54 Gambar 4.2. Nilai EPNL per pesawat di bandara Surabaya Selain nilai EPNL yang diperoleh dari tiap tipe pesawat itu berbeda. Dari tabel di atas juga dapat dilihat bahwa nilai EPNL merupakan hasil penjumlahan antara PNLT maksimum dengan Koreksi Durasi. Dan dari hasil penelitian terlihat juga bahwa pada tipe pesawat yang sama cenderung memiliki nilai range EPNL yang hampir sama. Pada Tabel 4.2. terlihat bahwa jenis pesawat dengan tipe memiliki nilai EPNL dengan range antara EPNdB, pesawat dengan tipe memiliki nilai EPNL dengan range antara EPNdB, pesawat dengan tipe memiliki nilai EPNL dengan range antara EPNdB db, pesawat dengan tipe memiliki nilai EPNL dengan range antara EPNdB, pesawat dengan tipe memiliki nilai EPNL dengan range antara EPNdB, pesawat dengan tipe A memiliki nilai EPNL dengan range antara EPNdB, pesawat dengan tipe MD-82 memiliki nilai EPNL dengan range antara EPNdB, pesawat dengan tipe F memiliki nilai 40

55 EPNL dengan range antara EPNdB, pesawat dengan tipe A memiliki nilai EPNL dengan range antara EPNdB. Sedangkan untuk pesawat dengan tipe A memiliki nilai EPNL EPNdB dan pesawat dengan tipe Hercules memiliki nilai EPNL EPNdB, hal ini dikarenakan pesawat dengan tipe A dan Hercules yang melintas saat dilakukan pengukuran di lapangan hanya 1 buah pesawat. Dengan demikian untuk bandara Juanda Surabaya terdapat pesawat dengan nilai EPNL terendah adalah tipe A dengan EPNdB dan nilai EPNL tertinggi adalah tipe dengan EPNdB. Sama halnya seperti data hasil pengukuran di bandara Pekanbaru, tinggi rendahnya nilai EPNL ini dimungkinkan terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tipe pesawat, umur pesawat, jenis operasinya (landing atau take off), jenis mesin dan perawatannya, ataupun kelembaban daerah pengukuran, dan sebagainya. Untuk tipe A (dengan nilai EPNL terendah) merupakan pesawat komersil dengan jenis mesin twin turboprop atau baling-baling sehingga menghasilkan deru pesawat yang tidak terlalu bising dibandingkan dengan tipe (dengan nilai EPNL tertinggi) yang merupakan pesawat dengan jenis mesin turbojet. Selain itu, umur pesawat yang sudah sangat tua (penerbangan perdana tahun 1969) dari pada tipe pesawat lain juga dapat menjadi faktor penyebab tingginya nilai EPNL yang dihasilkan pesawat tipe ini. Begitupun dengan jenis operasi dari pesawat saat dilakukan pengukuran, pesawat dengan jenis operasi take 41

56 off lebih besar nilai EPNLnya daripada saat landing, hal ini dikarenakan pesawat memerlukan tenaga yang cukup besar dari mesin untuk terbang. Selain itu, di bandara Juanda Surabaya terdapat beberapa jenis pesawat yang tidak diketahui tipenya. Hal ini dimungkinkan terjadi karena beberapa faktor seperti posisi pesawat saat melintas terhadap petugas pengukur di lapangan, kecepatan pesawat melintas, cuaca yang begitu terik sehingga menyulitkan petugas pengukur di lapangan untuk melihat no. registrasi pesawat yang terletak di bagian bawah sayap dan badan atau ekor pesawat, dan sebagainya. Dari hasil penghitungan nilai EPNL di atas terlihat pula bahwa kedua bandara memiliki tipe pesawat yang sama untuk nilai EPNL terendah (tipe A) dan tertinggi (tipe ). Sehingga dapat diartikan bahwa pesawat tipe merupakan pesawat penyumbang bising terbesar di kedua bandara tersebut, sedangkan pesawat tipe A adalah pesawat dengan kontribusi bising paling sedikit. Selain itu, bila dilihat dari range nilai EPNL yang diperoleh di bandara Pekanbaru cenderung lebih besar daripada di bandara Surabaya (dapat dilihat dari nilai EPNL terendah dan tertinggi). Hal ini memperlihatkan bahwa banyaknya jumlah pesawat tidak terlalu berpengaruh terhadap bising yang dihasilkan, namun noise background ataupun keadaan alam di sekitar bandara-lah yang cukup berpengaruh karena keadaan alam yang relatif masih sepi seperti di bandara Pekanbaru dapat membuat emisi suara dari pesawat terdengar lebih jelas, begitupun sebaliknya. 42

57 4.2. Hasil Penghitungan Kolerasi Dan Regresi Dari Tingkat Kebisingan Maksimum (Lmax) Dengan Tingkat Kebisingan Efektif Yang Dirasakan (EPNL) Korelasi digunakan untuk mengetahui apakah nilai Lmax mempengaruhi nilai EPNL. Sedangkan regresi untuk mengetahui seberapa besar nilai Lmax berpengaruh terhadap EPNL. Dan akan dilanjutkan dengan mencari perbandingan nilai EPNL Pengukuran dengan nilai EPNL Prediksi. Berikut ini adalah hasil penghitungan korelasi dan regresi antara nilai Lmax dengan nilai EPNL dari data hasil pengukuran di dua bandara: Hasil Penghitungan Kolerasi dan Regresi Untuk Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Berdasarkan data nilai EPNL hasil penghitungan di atas maka dengan bantuan software statistik SPSS 19 dapat dicari korelasi antara EPNL dengan Lmax yang terukur di lapangan. Sehingga diperoleh data sebagai berikut: Tabel 4.3. Hasil Penghitungan Statistik Korelasi antara nilai EPNL dan Lmax di Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Correlations EPNL Lmax EPNL Pearson Correlation ** Sig. (2-tailed).000 N Lmax Pearson Correlation.915 ** 1 Sig. (2-tailed).000 N **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). 43

58 Dari tabel hasil penghitungan di atas didapatkan nilai korelasi antara EPNL dan Lmax sebesar Hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan yang cukup erat atau kuat antara EPNL dengan Lmax. Tanda + pada nilai korelasi menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai EPNL akan memungkinkan semakin tingginya nilai Lmax. Sedangkan pada bagian kedua tabel (kolom Sig. (2-tailed)) didapatkan angka probabilitas < yang berarti bahwa hubungan antara EPNL dan Lmax berkorelasi secara signifikan. Tabel 4.4. Hasil Penghitungan Statistik Regresi antara nilai EPNL dan Lmax di Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Coefficients a Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients Model B Std. Error Beta t Sig. 1 (Constant) Lmax a. Dependent Variable: EPNL Berdasarkan tabel di atas maka korelasi antara EPNL dan Lmax dapat ditulis dalam persamaan regresi sebagai berikut: Y = X (4.1) Dimana: X = Lmax ; Y = EPNL Dari persamaan (4.1) terlihat bahwa persamaan regresi yang dihasilkan berbentuk persamaan linier positif. Sehingga, semakin tinggi nilai Lmax yang terukur maka semakin tinggi pula nilai EPNL yang dihasilkan. a) Dengan membandingkan t hitung dengan t tabel Mencari t hitung, dari Tabel 4.4. di atas terlihat bahwa nilai t hitung (tertulis t) adalah Sesuai dengan prosedur pada poin 44

59 3.5.2b. Untuk t tabel 12 dua sisi, didapatkan angka t (0.025; 47) adalah (angka t tabel bisa dilihat pada lampiran 5). Karena t hitung > t tabel (atau > ), maka H 0 ditolak. Sehingga dapat dikatakan bahwa Koefisien regresi signifikan, atau Lmax benar-benar berpengaruh secara signifikan terhadap EPNL. b) Berdasarkan probabilitas Terlihat bahwa pada kolom Sig/significance adalah 0.000, atau probabilitas jauh di bawah Maka H 0 ditolak, atau Koefisien regresi signifikan. Demikian juga untuk analisis konstanta (26.931) dengan dua cara di atas dihasilkan angka konstanta yang signifikan. Hal ini didapat karena angka t hitung untuk konstanta adalah 5.852, sedangkan t tabel hanya begitu juga probabilitas jauh di bawah 0.025, yakni Untuk menguji kebenaran dari persamaan (4.1) di atas maka nilai Lmax berdasarkan Tabel 4.1. di-input-kan ke persamaan (4.1) dan nilai EPNL yang diperoleh berdasarkan penghitungan dari persamaan (4.1) dibandingkan dengan nilai EPNL yang diperoleh dalam Tabel 4.1. Sebagai contoh: - Diketahui dari Tabel 4.1. bahwa Lmax = EPNL = x = EPNdB Jadi, berdasarkan nilai Lmax yang diperoleh dari pengukuran dilapangan maka didapatkan nilai EPNL prediksi adalah EPNdB sedangkan 12 Junaidi. Titik Persentase Distribusi t d.f. = diakses pada jam WIB. 45

60 berdasarkan Tabel 4.1. EPNLnya adalah EPNdB, dengan perbedaan (selisih) sebesar 0.73 EPNdB. Dengan cara yang sama untuk mencari perbedaan nilai EPNL hasil pengukuran metoda FAA part 36 atau ICAO annex 16 dengan EPNL hasil prediksi berdasarkan korelasi nilai Lmax hasil pengukuran dapat dibuat tabel sebagai berikut: No. Tabel 4.5. Hasil Perbandingan nilai EPNL Metode FAA dengan nilai EPNL Nama Pesawat Prediksi di Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Tanggal Jam Jenis Operasi Tipe Pesawat EPNL Metode FAA (EPNdB) Lmax Pengukuran EPNL Prediksi (EPNdB) 1. Batavia 18/03/ Landing Selisih 2. Riau 18/03/ Landing Batavia 18/03/ Landing Wings 18/03/ Landing A TNI 18/03/ Landing HERCULES Batavia 18/03/ Take Off Riau 18/03/ Take Off Lion 18/03/ Landing Sriwijaya 18/03/ Landing Lion 18/03/ Take Off TNI 18/03/ Landing HERCULES Wings 18/03/ Landing A Riau 18/03/ Landing Charter 18/03/ Landing B1900D Sriwijaya 18/03/ Landing Lion 18/03/ Take Off Silk 19/03/ Landing A Riau 19/ 03/ Landing Lion 19/03/ Take Off Batavia 19/ 03/ Landing A Batavia 19/03/ Landing Fire Fly 19/ 03/ Landing A Batavia 19/03/ Take Off Silk 19/ 03/ Take Off A Lion 19/03/ Landing Lion 19/ 03/ Take Off Lion 19/03/ Landing Wings 19/ 03/ Landing A Batavia 19/03/ Landing A Sriwijaya 19/ 03/ Landing Lion 19/03/ Landing Riau 19/ 03/ Landing Sriwijaya 19/03/ Take Off Lion 19/ 03/ Landing Lion 19/03/ Take Off

61 No. Nama Pesawat Tanggal Jam Jenis Operasi Tipe Pesawat EPNL Metode FAA (EPNdB) Lmax Pengukuran EPNL Prediksi (EPNdB) Selisih 36. Pelita 20/03/ Landing F Batavia 20/03/ Landing Garuda 20/03/ Take Off Pelita 20/03/ Take Off F Lion 20/03/ Take Off Riau 20/03/ Take Off Batavia 20/03/ Take Off Noname 20/03/ Take Off Lion 20/03/ Landing Lion 20/03/ Landing Wings 20/03/ Take Off A Sriwijaya 20/03/ Landing Lion 20/03/ Landing Air Asia 20/03/ Landing A Selisih rata-rata Berdasarkan data pada Tabel 4.5. di atas dapat dibuat grafik seperti pada gambar di bawah ini: Gambar 4.3. Perbandingan nilai EPNL Pengukuran dengan nilai EPNL Prediksi Jika nilai perbedaan (selisih) tersebut dimutlakkan (nilai absolute) maka rata-rata perbedaannya adalah EPNdB. Sehingga dapat dikatakan koreksi yang diperoleh sebesar EPNdB. Selain itu, dari sekian banyak pesawat yang terukur di bandara Pekanbaru terlihat pula 47

62 bahwa nilai perbedaan (selisih) terbesar diperoleh pesawat tipe (Sriwijaya) dengan selisih sebesar 5.59 EPNdB. Besar kecilnya nilai perbedaan yang terjadi ini memperlihatkan bahwa persamaan regresi yang diperoleh dapat digunakan untuk menentukan nilai EPNL (di bandara tersebut) tanpa melakukan penghitungan EPNL tanpa tahapan yang panjang. Cukup dengan mengetahui nilai Lmax dari tiap pesawat yang akan diketahui nilai EPNLnya. Semakin kecil nilai perbedaan yang dihasilkan semakin akurat nilai EPNL yang didapatkan. Pada Tabel 4.5. terlihat bahwa jenis pesawat dengan tipe memiliki selisih rata-rata 3.29 EPNdB, pesawat dengan tipe memiliki selisih rata-rata 0.65 EPNdB, pesawat dengan tipe memiliki selisih rata-rata 0.20 EPNdB, pesawat dengan tipe memiliki selisih rata-rata EPNdB, pesawat dengan tipe memiliki selisih rata-rata EPNdB, pesawat dengan tipe A memiliki selisih rata-rata 0.63 EPNdB, pesawat dengan tipe A memiliki selisih rata-rata 0.86 EPNdB, pesawat dengan tipe F memiliki selisih rata-rata EPNdB, pesawat dengan tipe A memiliki selisih rata-rata 0.64 EPNdB, pesawat dengan tipe Hercules memiliki selisih rata-rata EPNdB. Sedangkan untuk pesawat dengan tipe memiliki selisih dengan nilai EPNdB dan pesawat dengan tipe B1900D memiliki nilai selisih EPNdB, hal ini dikarenakan pesawat dengan tipe dan B1900D yang melintas saat dilakukan pengukuran di lapangan hanya 1 buah pesawat. Dengan 48

63 demikian untuk bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru terdapat pesawat dengan nilai selisih rata-rata terendah adalah tipe Hercules dengan EPNdB dan nilai selisih tertinggi adalah tipe dengan 3.29 EPNdB Hasil Penghitungan Kolerasi dan Regresi Untuk Bandara Juanda Surabaya Berdasarkan data hasil penghitungan di atas maka dengan bantuan software statistik SPSS 19 bisa dicari korelasi antara EPNL dengan Lmax yang terukur di lapangan. Sehingga diperoleh data sebagai berikut: Tabel 4.6. Hasil Penghitungan Statistik Korelasi antara nilai EPNL dan Lmax di Bandara Juanda Surabaya Correlations EPNL Lmax EPNL Pearson Correlation ** Sig. (2-tailed).000 N Lmax Pearson Correlation.852 ** 1 Sig. (2-tailed).000 N **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Dari hasil penghitungan di atas didapatkan nilai korelasi antara EPNL dan Lmax sebesar Hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan yang cukup erat atau kuat antara EPNL dengan Lmax. Tanda + pada nilai korelasi menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai EPNL akan memungkinkan semakin tingginya nilai Lmax. Sedangkan pada bagian kedua tabel (kolom Sig. (2-tailed)) didapatkan angka probabilitas 49

64 0.000 < yang berarti bahwa hubungan antara EPNL dan Lmax berkorelasi secara signifikan. Tabel 4.7. Hasil Penghitungan Statistik Regresi antara nilai EPNL dan Lmax di Bandara Juanda Surabaya Coefficients a Standardized Unstandardized Coefficients Coefficients Model B Std. Error Beta t Sig. 1 (Constant) Lmax a. Dependent Variable: EPNL Berdasarkan tabel di atas maka korelasi antara EPNL dan Lmax dapat ditulis dalam persamaan regresi sebagai berikut: Y = X (4.2) Dimana: X = Lmax ; Y = EPNL Dari persamaan (4.2) dapat dilihat bahwa persamaan regresi yang dihasilkan berbentuk persamaan linier positif. Hal ini mengindikasikan semakin tinggi nilai Lmax yang terukur maka semakin tinggi pula nilai EPNL yang dihasilkan. a) Dengan membandingkan t hitung dengan t tabel Mencari t hitung, dari Tabel 4.7. di atas terlihat bahwa nilai t hitung (tertulis t) adalah Sesuai dengan prosedur pada poin 3.5.3b Untuk t tabel dua sisi, didapatkan angka t (0.025; 133) adalah Karena t hitung > t tabel (atau > ), maka H 0 ditolak. Sehingga dapat dikatakan bahwa Koefisien regresi signifikan, atau Lmax benar-benar berpengaruh secara signifikan terhadap EPNL. 50

65 b) Berdasarkan probabilitas Terlihat bahwa pada kolom Sig/significance adalah 0.000, atau probabilitas jauh di bawah Maka H 0 ditolak, atau Koefisien regresi signifikan. Demikian juga untuk analisis konstanta (26.062) dengan dua cara di atas dihasilkan angka konstanta yang signifikan. Hal ini didapat karena angka t hitung untuk konstanta adalah 6.736, sedangkan t tabel hanya begitu juga probabilitas jauh di bawah 0.025, yakni Untuk menguji kebenaran dari persamaan di atas maka nilai Lmax berdasarkan Tabel 4.2. di-input-kan ke persamaan (4.2) dan nilai EPNL yang diperoleh berdasarkan penghitungan dari persamaan (4.2) dibandingkan dengan nilai EPNL yang diperoleh dalam Tabel 4.2. Sebagai contoh: - Diketahui dari Tabel 4.2. bahwa Lmax = EPNL = x = EPNdB Jadi, berdasarkan prediksi dari nilai Lmax yang diperoleh berdasarkan pengukuran di lapangan diperoleh nilai EPNL prediksi adalah EPNdB sedangkan berdasarkan Tabel 4.2. EPNLnya adalah EPNdB dengan perbedaan (selisih) sebesar 0.56 EPNdB. Dengan cara yang sama untuk mencari perbedaan nilai EPNL hasil pengukuran metoda FAA part 36 atau ICAO annex 16 dengan hasil prediksi berdasarkan korelasi nilai Lmax hasil pengukuran dapat dibuat tabel sebagai berikut: 51

66 No. Tabel 4.8. Hasil Perbandingan nilai EPNL Metode FAA dengan nilai EPNL Nama Pesawat Tanggal Prediksi di Bandara Juanda Surabaya Jam Jenis Operasi Tipe Pesawat EPNL Metode FAA (EPNdB) Lmax Pengukuran EPNL Prediksi (EPNdB) Selisih 1. Lion 08/04/ Landing Merpati 08/04/ Landing Wings 08/04/ Landing A Lion 08/04/ Landing Garuda 08/04/ Landing Wings 08/04/ Landing A Lion 08/04/ Landing Lion 08/04/ Landing TNI 08/04/ Landing Lion 08/04/ Landing Batavia 08/04/ Landing Wings 08/04/ Landing MD Sriwijaya 08/04/ Landing Wings 08/04/ Landing A Lion 08/04/ Landing Garuda 08/04/ Landing Lion 08/04/ Landing Air Asia 08/04/ Landing A Garuda 08/04/ Landing Lion 08/04/ Landing Merpati 08/04/ Landing F Sriwijaya 08/04/ Landing Lion 08/04/ Landing Garuda 08/04/ Landing Wings 08/04/ Landing A Wings 08/04/ Landing A Lion 08/04/ Landing Sriwijaya 08/04/ Landing Citilink 08/04/ Landing Lion 08/04/ Landing Lion 08/04/ Landing Garuda 08/04/ Landing Citilink 08/04/ Landing Batavia 08/04/ Landing Wings 08/04/ Landing A Lion 08/04/ Landing Garuda 08/04/ Landing Sriwijaya 08/04/ Landing Lion 08/04/ Landing Jetstar 08/04/ Landing A Lion 08/04/ Landing Air Asia 08/04/ Landing A Garuda 08/04/ Landing Express 08/04/ Landing Merpati 08/04/ Landing F TNI 08/04/ Landing Lion 08/04/ Landing

67 No. Nama Pesawat Tanggal Jam Jenis Operasi Tipe Pesawat EPNL Metode FAA (EPNdB) Lmax Pengukuran EPNL Prediksi (EPNdB) Selisih 48. Trigana 08/04/ Landing Wings 08/04/ Landing A Garuda 09/04/ Take Off Trigana 09/04/ Take Off Lion 09/04/ Take Off Garuda 09/04/ Take Off Air Asia 09/04/ Take Off Batavia 09/04/ Take Off Citilink 09/04/ Take Off Sriwijaya 09/04/ Take Off Silk 09/04/ Take Off A Wings 09/04/ Take Off A Garuda 09/04/ Take Off Sriwijaya 09/04/ Take Off Citilink 09/04/ Take Off Lion 09/04/ Take Off Sriwijaya 09/04/ Take Off Wings 09/04/ Take Off A Lion 09/04/ Take Off Wings 09/04/ Take Off Lion 09/04/ Take Off Citilink 09/04/ Take Off Wings 09/04/ Take Off A Batavia 09/04/ Take Off Garuda 09/04/ Take Off Lion 09/04/ Take Off Lion 09/04/ Take Off Sriwijaya 09/04/ Take Off Sriwijaya 09/04/ Take Off Batavia 09/04/ Take Off Garuda 09/04/ Landing Sriwijaya 09/04/ Landing Batavia 09/04/ Landing Jetstar 09/04/ Landing A Air Asia 09/04/ Landing A Wings 09/04/ Landing A Lion 09/04/ Landing Express 09/04/ Landing Garuda 09/04/ Landing Merpati 09/04/ Landing F Merpati 09/04/ Landing Batavia 09/04/ Landing Garuda 09/04/ Landing Wings 09/04/ Landing A Sriwijaya 09/04/ Landing Batavia 09/04/ Landing A Wings 09/04/ Landing A Batavia 09/04/ Landing Lion 09/04/ Landing TNI 09/04/ Landing

68 No. Nama Pesawat Tanggal Jam Jenis Operasi Tipe Pesawat EPNL Metode FAA (EPNdB) Lmax Pengukuran EPNL Prediksi (EPNdB) Selisih 98. Merpati 09/04/ Landing TNI 09/04/ Landing Batavia 09/04/ Landing TNI 09/04/ Landing HERCULES Silk 10/04/ Landing A Wings 10/04/ Landing A Sriwijaya 10/04/ Landing Garuda 10/04/ Landing Wings 10/04/ Landing A Citilink 10/04/ Landing Merpati 10/04/ Landing Lion 10/04/ Landing Lion 10/04/ Landing Lion 10/04/ Landing Sriwijaya 10/04/ Landing Citilink 10/04/ Landing Wings 10/04/ Landing A Lion 10/04/ Landing Garuda 10/04/ Landing Wings 10/04/ Landing A Sriwijaya 10/04/ Landing Lion 10/04/ Landing Wings 10/04/ Landing MD Lion 10/04/ Landing Sriwijaya 10/04/ Landing Lion 10/04/ Landing Garuda 10/04/ Landing Garuda 10/04/ Landing Air Asia 10/04/ Landing A Lion 10/04/ Take Off Noname 10/04/ Take Off Batavia 10/04/ Take Off Garuda 10/04/ Take Off Citilink 10/04/ Take Off Lion 10/04/ Take Off Lion 10/04/ Take Off Lion 10/04/ Take Off Batavia 10/04/ Take Off Selisih rata-rata Berdasarkan data pada Tabel 4.8. di atas dapat dibuat grafik seperti pada gambar di bawah ini: 54

69 Gambar 4.4. Perbandingan nilai EPNL Pengukuran dengan nilai EPNL Prediksi Jika nilai perbedaan tersebut dimutlakkan (nilai absolute) maka rata-rata perbedaannya adalah EPNdB. Sehingga dapat dikatakan bahwa koreksi yang diperoleh sebesar EPNdB. Selain itu, dari sekian banyak pesawat yang terukur di bandara Juanda terlihat pula bahwa nilai perbedaan (selisih) terbesar diperoleh pesawat tipe (Sriwijaya) dengan selisih sebesar 7.91 EPNdB. Besar kecilnya nilai perbedaan yang terjadi, memperlihatkan bahwa persamaan regresi yang diperoleh dapat digunakan untuk menentukan nilai EPNL (di bandara tersebut) tanpa melakukan penghitungan EPNL tanpa tahapan yang panjang. Cukup dengan mengetahui nilai Lmax dari tiap pesawat yang akan diketahui nilai EPNLnya. Semakin kecil nilai perbedaan yang dihasilkan semakin akurat nilai EPNL yang didapatkan. Pada Tabel 4.6. terlihat bahwa jenis pesawat dengan tipe memiliki selisih rata-rata 3.60 EPNdB, pesawat dengan tipe

70 memiliki selisih rata-rata 0.20 EPNdB, pesawat dengan tipe memiliki selisih rata-rata 0.75 EPNdB, pesawat dengan tipe memiliki selisih rata-rata EPNdB, pesawat dengan tipe memiliki selisih rata-rata EPNdB, pesawat dengan tipe A memiliki selisih rata-rata EPNdB, pesawat dengan tipe MD-82 memiliki selisih rata-rata EPNdB, pesawat dengan tipe F memiliki selisih rata-rata 0.45 EPNdB, pesawat dengan tipe A memiliki selisih rata-rata 0.86 EPNdB. Sedangkan untuk pesawat dengan tipe A memiliki selisih dengan nilai EPNdB dan pesawat dengan tipe Hercules memiliki nilai selisih 0.81 EPNdB, hal ini dikarenakan pesawat dengan tipe A dan Hercules yang melintas saat dilakukan pengukuran di lapangan hanya 1 buah pesawat. Dengan demikian untuk bandara Juanda Surabaya terdapat pesawat dengan nilai selisih terendah adalah tipe A dengan EPNdB dan nilai selisih tertinggi adalah tipe dengan EPNdB Hasil Penghitungan Tingkat Kebisingan Sinambung Setara (Leq) Tingkat Kebisingan Sinambung Setara (Leq) merupakan data dari jenis pengukuran statis yaitu pengukuran kebisingan dengan lingkungan di sekitar kawasan bandara sebagai objeknya. Dan dari hasil pengukuran di lapangan tersebut didapatkan hasil penghitungan sebagai berikut: 56

71 Hasil Penghitungan Leq Untuk Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Gambar 4.5. Grafik Leq terhadap waktu pengukuran di sekitar Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Pada Gambar 4.5. ditampilkan grafik Leq terhadap waktu untuk setiap lokasi pengukuran di Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru. Tiga grafik tersebut menggambarkan situasi 3 lokasi secara bersamaan, yang mana sumber bising utama pada TU1 Kantor BPMP dan TU2 Musholla adalah aktifitas pesawat di bandara, sedangkan di TU3 Rumah Warga karena berada di posisi pinggiran bandara (side line) lebih didominasi oleh aktifitas perumahan warga. Aktifitas lalu-lintas pesawat yang take-off dan landing tampak terlihat saat jam-jam tertentu pada Gambar 4.5. grafik di atas ditunjukkan dengan adanya level-level puncak disaat jam-jam tertentu pula, yang melonjak secara signifikan dan level puncak ini hampir bersamaan terjadi untuk setiap titik ukur. Dengan menggunakan software SPSS 19, maka diperoleh tabel statistik sebagai berikut: 57

72 Tabel 4.9. Hasil Penghitungan Statistik data Leq untuk Bandara Sultan Syarif N Kasim II Pekanbaru Statistics TU1_Kantor_BPMP TU2_Musholla TU3_Rumah_Warga Valid Missing Mean Std. Error of Mean Median Std. Deviation Variance Skewness Std. Error of Skewness Kurtosis Std. Error of Kurtosis Range Minimum Maximum Berdasarkan data Tabel 4.9. nilai Leq maksimum terbesar terjadi di TU2 Musholla dengan nilai db(a) dan nilai Leq minimum terkecil terjadi di TU3 Rumah Warga dengan nilai db(a). Nilai rentang terbesar antara Leq minimum dan maksimum terjadi di lokasi TU2 Musholla yaitu sebesar db(a). Nilai rentang Leq minimum dan maksimum yang cukup besar ini mengindikasikan bahwa pengaruh pesawat terbang yang melintasi daerah tersebut cukup besar. Untuk menguji apakah sebaran data dari Tabel 4.9. berdistribusi normal atau tidak dapat dilakukan pengecekan dengan menghitung: a. Nilai Rasio Kurtosis (Keruncingan) yaitu nilai kurtosis dibagi dengan standard error kurtosis: TU1 Kantor BPMP : Rasio Kurtosis = = TU2 Musholla : Rasio Kurtosis = = TU3 Rumah Warga : Rasio Kurtosis = =

73 b. Nilai Rasio Skewness (Kemencengan) yaitu nilai skewness dibagi dengan standard error skewness: TU1 Kantor BPMP : Rasio Skewness = = TU2 Musholla : Rasio Skewness = = TU3 Rumah Warga : Rasio Skewness = = Berdasarkan penghitungan di atas, nilai Rasio Kurtosis dan Rasio Skewness berada diantara -2 dan +2. Sesuai dengan teori statistik bahwa data Leq untuk ketiga lokasi pengukuran tersebut berdistribusi Normal. Jika dilihat dari grafik Histogramnya adalah: Gambar 4.6. Histogram data Leq untuk lokasi pengukuran di Kantor BPMP Dari Gambar 4.6. terlihat bahwa batang histogram memiliki kemiripan bentuk dengan kurva normal. Hal ini membuktikan bahwa distribusi Leq di TU1 Kantor BPMP sudah bisa dikatakan normal. Gambar 4.7. Histogram data Leq untuk lokasi pengukuran di Musholla 59

74 Batang histogram pada Gambar 4.7. menggambarkan bahwa distribusi Leq di TU2 Musholla dapat dikatakan normal atau mendekati normal. Terlihat dari bentuk kurva pada histogram yang mirip seperti lonceng, dengan kemencengan yang cenderung ke kiri. Gambar 4.8. Histogram data Leq untuk lokasi pengukuran di Rumah Warga Seperti halnya dengan histogram di TU2 Musholla, kurva histogram pada Gambar 4.8. yang cenderung condong ke kiri. Begitupun dengan bentuk kurva histogramnya mirip seperti lonceng membuktikan bahwa distribusi Leq di TU3 Rumah Warga adalah normal Hasil Penghitungan Leq Untuk Bandara Juanda Surabaya Gambar 4.9. Grafik Leq terhadap waktu pengukuran di sekitar Bandara Juanda Surabaya 60

75 Pada Gambar 4.9. ditampilkan grafik Leq terhadap waktu disetiap lokasi pengukuran di Bandara Juanda, Surabaya. Tiga grafik tersebut menggambarkan situasi ke-3 lokasi secara bersamaan, yang mana sumber bising utama pada TU1 Griya Karya dan TU3 RM Depot adalah aktifitas pesawat di bandara, sedangkan di TU2 Kantor Desa karena posisinya berada di sisi samping bandara (side line) sehingga lebih didominasi oleh aktifitas perkantoran dan lalu-lintas kendaraan di jalan raya. Aktifitas lalu-lintas pesawat yang take-off dan landing tampak terlihat saat jam-jam tertentu ditunjukkan dengan adanya level-level puncak disaat jam-jam tertentu pula, yang melonjak secara signifikan dan level puncak ini hampir bersamaan terjadi untuk setiap titik ukur. Dengan menggunakan software SPSS 19 diperoleh tabel statistik sebagai berikut: Tabel Hasil Penghitungan Statistik data Leq untuk Bandara Juanda Surabaya Statistics TU1_Griya_Karya TU2_Kantor_Desa TU3_RM_Depot N Valid Missing Mean Std. Error of Mean Median Std. Deviation Skewness Std. Error of Skewness Kurtosis Std. Error of Kurtosis Range Minimum Maximum Berdasarkan data Tabel maka nilai Leq maksimum terbesar terjadi di TU3 RM Depot dengan nilai db(a) dan nilai Leq minimum terkecil terjadi di TU1 Griya Karya dengan nilai db(a). 61

76 Nilai rentang terbesar antara Leq minimum dan maksimum terjadi di lokasi TU1 Griya Karya sebesar db(a). Nilai rentang Leq minimum dan maksimum yang cukup besar ini mengindikasikan bahwa pengaruh pesawat terbang yang melintasi daerah tersebut cukup besar. Untuk menguji apakah sebaran data dari Tabel berdistribusi normal atau tidak dapat dilakukan pengecekan dengan menghitung: a. Nilai Rasio Kurtosis (Keruncingan) yaitu nilai kurtosis dibagi dengan standard error kurtosis: TU1 Griya Karya : Rasio Kurtosis = = TU2 Kantor Desa : Rasio Kurtosis = = TU3 RM Depot : Rasio Kurtosis = = b. Nilai Rasio Skewness (Kemencengan) yaitu nilai skewness dibagi dengan standard error skewness: TU1 Griya Karya : Rasio Skewness = = TU2 Kantor Desa : Rasio Skewness = = TU3 RM Depot : Rasio Skewness = = Sebagai pedoman, jika nilai Rasio Kurtosis dan Rasio Skewness berada diantara -2 dan +2 maka distribusi data adalah Normal. Berdasarkan penghitungan di atas, dapat dilihat bahwa data Leq dari nilai Rasio Kurtosis untuk lokasi pengukuran di TU2 Kantor Desa dan TU3 RM Depot berdistribusi Normal. Namun, untuk lokasi pengukuran di TU1 Griya Karya tidak berdistribusi Normal. Sedangkan data Leq dari nilai Rasio Skewness untuk lokasi pengukuran di TU2 Kantor Desa 62

77 berdistribusi Normal. Sebaliknya untuk lokasi pengukuran di TU1 Griya Karya dan TU3 RM Depot tidak berdistribusi Normal. Jika dilihat dari grafik Histogramnya adalah: Gambar Histogram data Leq untuk lokasi pengukuran di Griya Karya Dari Gambar terlihat bahwa batang histogram memiliki bentuk kurva tak normal (tidak berbentuk seperti lonceng) dan cenderung condong ke kanan. Hal ini membuktikan bahwa distribusi Leq di TU1 Griya Karya belum bisa dikatakan normal, sesuai dengan hasil penghitungan Rasio Kurtosis dan Rasio Skewness di atas bahwa data Leq di daerah tersebut tidak berdistribusi Normal. Gambar Histogram data Leq untuk lokasi pengukuran di Kantor Desa Berdasarkan Gambar terlihat bahwa distribusi Leq di TU2 Kantor Desa bisa dikatakan normal atau mendekati normal. Dilihat dari 63

78 bentuk kurva pada histogram mirip seperti lonceng, dengan kemencengan sedikit ke kanan. Gambar Histogram data Leq untuk lokasi pengukuran di RM Depot Pada Gambar bentuk kurva histogramnya yang mirip dengan kurva normal membuktikan bahwa dari nilai Rasio Kurtosis distribusi Leq bisa dikatakan normal. Namun dengan kemencengan yang cenderung ke kanan Hasil Penghitungan Lsm di Kawasan Pemukiman Sekitar Bandara Sesuai Kep-48/MENLH/11/1996 Lokasi titik pengukuran Lsm berada di kawasan pemukiman sekitar bandara. Pada tiap bandara terdapat 3 lokasi titik pengukuran. Untuk bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru lokasi titik pengukuran berada di Kantor BPMP, Musholla, dan Rumah Warga. Sedangkan untuk bandara Juanda Surabaya lokasi titik pengukuran berada di Kantor Desa, RM Depot, dan Perumahan Griya Karya. Berikut adalah hasil perhitungan berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.48 Tahun 1996 maka diperoleh Level Siang (Ls), Level Malam (Lm), dan Level Siang Malam (Lsm) seperti berikut: 64

79 Tabel Data Lsm di Kawasan Pemukiman Sekitar Bandara Kota Nama Titik Pengukuran Tanggal Pengukuran Ls (db) Lm (db) Lsm (db) 18 s/d 19 Maret Kantor BPMP 19 s/d 20 Maret s/d 21 Maret Pekanbaru Surabaya Musholla Rumah Warga Griya Karya Kantor Desa RM Depot 18 s/d 19 Maret s/d 20 Maret s/d 21 Maret s/d 19 Maret s/d 20 Maret s/d 21 Maret s/d 09 April s/d 10 April s/d 11 April s/d 09 April s/d 10 April s/d 11 April s/d 09 April s/d 10 April s/d 11 April Dimana: Ls (db) = Level Siang; Lm (db) = Level Malam; Lsm (db) = Level Siang Malam Berdasarkan data pada Tabel di atas dapat dibuat grafik seperti pada gambar di bawah ini: Gambar Grafik Ls, Lm, dan Lsm di kawasan pemukiman sekitar 2 bandara Keterangan : TU = Titik Ukur 65

80 Pada Gambar tampak bahwa nilai Lsm yang diperoleh 100% telah melewati baku mutu kebisingan untuk pemukiman. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Lsm (segitiga hijau) posisinya berada di atas nilai baku mutu untuk daerah pemukiman yaitu 55 db(a). Dari Gambar juga ditunjukkan bahwa nilai Lsm yang paling rendah adalah db(a) di TU3 Pekanbaru terjadi pada tanggal Maret 2011 dan yang tertinggi adalah db(a) di TU2 Pekanbaru terjadi pada tanggal Maret Selain itu pun dapat dilihat bahwa nilai Lsm di kawasan sekitar bandara Surabaya cenderung lebih stabil dibandingkan nilai Lsm di kawasan sekitar bandara Pekanbaru. Hal ini dimungkinkan karena noise background dari alam sekitar bandara Pekanbaru yang masih alami atau berupa hutan lebih sepi dibandingkan bandara Surabaya yang telah berubah menjadi perkotaan. Sehingga suara bising dari pesawat udara yang melintas di titik ukur bandara Pekanbaru lebih terdengar jelas daripada di titik ukur bandara Surabaya. 66

81 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Nilai EPNL dari tiap (type) pesawat itu berbeda-beda. Untuk bandara Pekanbaru nilai EPNL terendah adalah tipe A yaitu EPNdB dan nilai EPNL tertinggi adalah tipe yaitu EPNdB. Sedangkan untuk bandara Surabaya nilai EPNL terendah adalah tipe A yaitu EPNdB dan nilai EPNL tertinggi adalah tipe yaitu EPNdB. 2. Korelasi antara EPNL dengan Lmax di bandara Pekanbaru maupun Surabaya mayoritas menunjukkan hasil bahwa antara EPNL dengan Lmax saling berpengaruh, begitupun dengan Regresinya menunjukkan hasil hubungan kedua variabel tersebut sangat signifikan. 3. Perbandingan nilai EPNL Pengukuran dengan EPNL Prediksi di bandara Pekanbaru memperoleh nilai perbedaan (selisih) rata-rata sebesar EPNdB, sedangkan di bandara Surabaya memperoleh nilai perbedaan (selisih) rata-rata sebesar EPNdB. 4. Dari tiga lokasi titik pengukuran nilai Leq yang diperoleh di bandara Pekanbaru berada pada range antara db(a). Sedangkan di bandara Surabaya nilai Leq yang diperoleh berada pada range antara 67

82 db(a). Yang menjadi penyumbang bising terbesar di kawasan sekitar bandara adalah aktifitas (lalulintas) pesawat terbang, dan dipengaruhi oleh sound background dari alam sekitar bandara. 5. Nilai Lsm rata-rata yang diperoleh dari hasil pengukuran di kawasan pemukiman sekitar bandara Pekanbaru untuk TU1 Kantor BPMP sebesar db(a), TU2 Musholla sebesar db(a), TU3 Rumah Warga sebesar db(a). Sedangkan Nilai Lsm rata-rata dari hasil pengukuran di kawasan pemukiman sekitar bandara Surabaya untuk TU1 Perumahan Griya Karya sebesar db(a), TU2 RM Depot sebesar db(a), TU3 Kantor Desa sebesar db(a).sehingga nilai rata-rata Lsm di kawasan pemukiman sekitar bandara Pekanbaru dan Surabaya 100% telah melebihi baku mutu yang diatur dalam Kep.Men.LH No.48 Tahun1996 yaitu 55 db(a) Saran Penelitian ini masih merupakan tahap awal dan sebagai database di bidang lingkungan hidup, sehingga masih dapat dikembangkan di masa mendatang. Baik dengan menggunakan metode simulasi dalam ruangan (offline), mencari variabel atau parameter-parametar ukuran kebisingan lainnya seperti WECPNL (Weighted Equivalent Continous Perceived Noise Level) dan NEF (Noise Exposure Forecast), atau mencari korelasi dari parameter kebisingan lain seperti WECPNL dengan Lsm seperti yang telah dilakukan oleh beberapa negara maju, dan lain sebagainya. 68

83 DAFTAR PUSTAKA [1] Sudiro Sumbodo Isi Lingkungan: Kebisingan Pesawat Terbang (Bagian I). Diakses pada Kamis 27 Oktober 2011 Jam WIB [2] Chappy Hakim. Bom Waktu di Atas Bandara Soekarno-Hatta. Kompas (19 November 2011) [3] Ganijanti Aby Sarojo Gelombang dan Optika. Salemba Teknika. Jakarta. [4] Bunyi. Diakses tanggal Jam WIB [5] J. F. Gabriel Fisika Lingkungan. Hipokrates. Jakarta. [6] Akustika. diakses pada tanggal jam WIB [7] Kep. Men. LH no. 48 Tahun1996. Tentang: Baku Tingkat Kebisingan. Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Jakarta [8] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta [9] Department Of The Air Force Environmental Impact Analysis Process. USA [10] Michael J. T. Smith Aircraft Noise. Cambridge University Press. UK. [11] Singgih Santoso Mastering SPSS Versi 19. Elex Media Komputindo. Jakarta [12] Junaidi. Titik Persentase Distribusi t d.f. = diakses pada jam WIB. 69

84 [13] Yully Melyani Lubis Pengkajian Tingkat Kebisingan Pesawat Udara DC-10 Secara Offline. Jur. Teknik Lingkungan Fak. Arsitektur Lansekap dan Teknik Lingkungan. Univ Trisakti. Jakarta. [14] ICAO Annex 16 International Standards And Recommended Practices, Environmental Protection, Volume I Aircraft Noise [15] Singgih Santoso Statistic Parametrik. Jakarta. Elex Media Kompotindo. Jakarta [16] J.P. Cowan Handbook Of Environmental Acoustics. Van Nostrand Rainhold. New York [17] L.L. Doelle Akustik Lingkungan. Erlangga. Jakarta [18] J.r. Hassal dan K. Zaveri M.Phil Acoustics Noise Measurements. Acoustical Publications Inc. Ohio 70

85 LAMPIRAN 1 Gambar Titik Pengukuran di Kawasan Sekitar Bandara a). Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru b). Bandara Juanda, Surabaya

86 LAMPIRAN 2 Hasil perhitungan secara manual (Validasi) Tingkat tekanan suara dalam 1/3 oktaf dari frek Hz dicacah setiap ½ detik, kemudian diubah menjadi kebisingan yang dirasakan (PN) n, dalam satuan Noys. Harga n didapatkan dari tabel Noys yang terdapat pada standar ICAO. Dan berdasarkan hubungan matematis sebagai berikut: n = 10 m L Lo Noys Dimana n adalah kebisingan yang dapat didengar (noys), L ialah tingkat kebisingan tekanan suara hasil pengukuran (db), m dan Lo merupakan konstanta yang diberikan (lihat Tabel Faktor Koreksi m dan Lo). Tabel Faktor Koreksi m dan Lo Band centre frequency Lower range of L Upper range of L Hz L m Lo L m Lo to to to to to to to to to to to to to to to to to to Full range of L to to to to to to to to to to to to to Lower range of L Upper range of L to to to to Harga-harga n di atas kemudian digabungkan untuk memperoleh kebisingan total, berdasarkan berikut: N = n max n n max, Noys Dimana N adalah kebisingan total (total noiseness), n max ialah nilai terbesar n dari seluruh pita, n merupakan jumlah harga kebisingan yang dapat didengar untuk seluruh pita. 3. Harga kebisingan total N, kemudian diubah menjadi tingkat kebisingan yang dirasakan PNL, dengan persamaan berikut: PNL = log N, PNdB 4. Menghitung koreksi nada karena adanya komponen nada murni dan ketidakteraturan spektrum, kemudian harga koreksi nada yang didapat ditambahkan pada harga tingkat kebisingan yang dirasakan seperti yang didapatkan pada tahap ke-3. Untuk menghitung harga koreksi nada tersebut diperlukan beberapa tahap sebagai berikut: Kolom 1 No. frekuensi. Kolom 2 Kolom 3 Frekuensi (Hertz). SPL dimulai dari 80Hz. 13 Yully Melyani Lubis Pengkajian Tingkat Kebisingan Pesawat Udara DC-10 Secara Offline. Jurusan Teknik Lingkungan Fak. Arsitektur Lansekap dan Teknik Lingkungan. Trisakti. Jakarta.

87 Kolom 4 Kolom 5 Kolom 6 Kolom 7 S dalam db, yaitu selisih (data bawah data atas). Selisih S dalam db, jarak antaradata bawah terhadap data atas: a). Apabila data pada kolom 5 lebih besar dari 5 maka warnai kolom 4. b). Apabila kolom 4 data positif dan lebih besar dari data atasnya maka warnai data di kolom 3 yang sejajar dengannya. c). Apabila pada kolom 4 data negatif dan data atasnya positif maka warnai data di kolom 3 disilang atas. d). Apabila data pada kolom 4 negatif dan data atasnya pu negatif maka data kolom 3 tidak perlu diwarnai. SPL dalam db, apabila data pada kolom 3tidak diwarnai data ditulis ulang pada kolom 6 dan apabila data kolom 3 diwarnai maka data atas dan data bawah yang diwarnai dijumlah lalu dibagi 2. S dalam db, pengurangan data bawah dengan data atas pada kolom 6 dan untuk kolom paling atas dan bawah mengikuti data sebelum dan sesudahnya. Kolom 8 S dalam db, yaitu rata-rata dari 3 data pada kolom 7. Kolom 9 SPL dalam db, penjumlahan data kolom 9 dengan kolom 8. Kolom 10 F dalam db, kolom 3 dikurang kolom 9 tetapi yang ditampilkan hanya data 3. Kolom 11 C dalam db, yaitu syaratnya terdapat pada Tabel Harga Koreksi Nada dan nilai yang paling max ditambahkan dengan nilai PNL. Tabel Harga Koreksi Nada Frekuensi Hz Frekuensi 50 Hz 10 khz selain Hz F [i] Koreksi Nada (C) F [i] Koreksi Nada (C) 0 F [i] < F [i] < F [i] 3 ((2* F [i] -3) / F [i] 3 (F [i] / 3) 3 < F [i] < 20 F [i] / 3 3 < F [i] < 20 F [i] / 6 F [i] F [i] Menghitung koreksi durasi dengan persamaan D = 10 log 10 PNLT /10 PNLTmax Harga tingkat kebisingan yang dirasakan efektif EPNL adalah penjumlahan harga PNLTmax dengan faktor koreksi durasi (D) atau EPNL = PNLTmax + D Contoh Penghitungan Koreksi Nada (line 5) Band f Hz SPL db S db step 1 delta S db step 2 SPL' db step 4 S' db step 5 S db step 6 SPL" db step 7 F db step 8 C db step

88 Data Mentah Pesawat Garuda 1026 Landing Surabaya 10 A pril 2011 Leq-C4P1 db 50Hz 63Hz 80Hz 100Hz 125Hz 160Hz 200Hz 250Hz 315Hz 400Hz 500Hz 630Hz 800Hz 1kHz 1.25kHz 1.6kHz 2kHz 2.5kHz 3.15kHz 4kHz 5kHz 6.3kHz 8kHz 10kHz 78,6 58,5 60,5 75,5 69,9 67,6 65,5 63,1 62,8 61,8 59,5 58,6 60,4 60,4 62,4 61,5 60,1 59,5 59,4 57,9 56,1 53,7 51,5 50,5 44,9 78,4 61,4 65,1 70,9 64,6 70,5 65,4 61,7 63,8 63,1 62,7 62,1 62,9 62,6 64,7 64,3 64,2 64,2 63,2 61,2 60, ,1 56,3 46, ,5 64,3 67,9 70,2 69,9 67,6 62,7 66,5 65,2 64,6 66,3 65,6 65,4 67,5 67, ,6 67,1 65,9 63,4 61, ,9 48,8 81,7 65,5 67,8 71,5 71,5 68,9 68,1 66,8 71, ,9 69,4 67,4 68, ,2 67,2 67,5 66,7 64,8 62,2 59,8 61,2 57,8 49, ,7 73,8 73,7 75,8 68,4 71,3 72,4 68, , ,9 71,4 71,3 69,5 68, , ,6 56,3 86,6 69,6 72,9 81,7 75,2 74,1 69,9 73,2 72,1 72,1 72, ,3 71, ,5 69,3 68,8 68,2 66,8 66, ,8 58,8 88,2 68,3 76,9 78, ,5 74,4 76,6 74,3 73,2 75,4 74,6 74,8 73,9 73,9 73,3 72,8 72,5 71,7 70,9 70,1 70,4 73,1 70,6 64,6 91,3 74,9 74,5 79,9 77,9 75,3 80,3 77,6 77, ,7 77,7 77,5 75,8 77,8 76,5 75,4 74,6 74,2 72,8 71,6 72, ,6 67,2 92,8 78,8 81,1 81,1 77,5 75,4 78,8 82,1 79,7 79,9 80,8 81,7 80,5 80, ,4 76, ,7 73,9 73,1 73,5 74,7 69,6 66,7 93,7 81,2 81, ,3 79, ,3 81,5 80,6 81,9 81,5 80, ,1 75,8 75,2 74,9 74,1 73,9 75,3 72,6 70,9 71,7 90, , ,7 75,8 79,6 81,3 78,9 77,5 81, ,8 77,2 75,4 73,2 73,1 72,5 72,2 72,8 74,2 71,4 69,9 69,8 88,2 69,2 72,3 78, ,6 73,2 77,9 76, ,8 76,4 75,3 75,5 72, ,7 69,6 68,7 68,2 69,6 69,5 68,1 64,8 63,8 86,4 74,5 71,1 72,4 75,2 74,3 73,8 74,1 76,5 75,8 75,5 74,7 72,8 73,4 71,8 69,6 67,9 67, ,5 65,5 65,2 64,1 60,2 57,5 83,8 73,7 69,6 75,1 72,6 74,1 73,6 70,4 70,2 73,6 70,2 70,8 71,5 70,5 69,1 66,5 64,6 63,2 62,3 61,2 62, ,9 53,4 50,4 81,9 70, ,2 68,7 69,1 73,2 71, ,3 69,9 66,9 66,9 68,6 66,8 65,2 62,8 61,4 60,5 59,9 60,2 58,3 54,5 50,7 48,6 79,6 66,2 66,7 69,7 66,7 67,4 68,3 70,1 68,9 67,2 68,2 66,8 66,5 67,8 66,8 63,7 61,5 59,8 58,5 58, ,3 52,1 49,3 46,5 78,2 65,1 64,3 69,5 65,9 65,9 65,3 67,7 67,7 65, ,1 64,2 64,6 62,2 59,7 58,3 57,6 55,9 55,4 55,9 54,5 49,2 45,4 45,1 Hasil Perhitungan EPNL secara Manual (Pesawat Garuda 1026 Landing Surabaya 10 A pril 2011) 50Hz 63Hz 80Hz 100Hz 125Hz 160Hz 200Hz 250Hz 315Hz 400Hz 500Hz 630Hz 800Hz 1kHz 1.25kHz 1.6kHz 2kHz 2.5kHz 3.15kHz 4kHz 5kHz 6.3kHz 8kHz 10kHz n max Jumlah n N Log N PNL C PNLT Jumlah PNLT (antilog) 1,16 2,07 3,72 4,8 4,29 4,68 4,93 7,61 5,45 7,41 7,67 6,68 7,11 7,46 8,11 9,88 11,58 12,58 11,82 9,88 7,81 8,03 5,16 2,24 12,58 162,15 35,01 1,54 91,3 0,85 92, ,65 1,87 4,52 5,79 7,52 4,79 6,97 8,13 6,41 9,19 9,06 9,19 9,19 9,78 10,12 13,11 13,29 14,54 14,74 14,24 11,98 12,84 8,26 3,79 14,74 210,95 44,17 1,65 94,65 0,79 95, ,75 3,34 8,84 6,57 6,55 5,37 8,06 7,95 8,38 9,32 9,85 9,85 9,38 9,06 9,85 12,4 13,11 14,54 14,94 13,57 12,07 12,84 8,97 4,5 14,94 221,05 45,86 1,66 95, , ,54 4,85 6,74 8,33 6,77 7,58 10,27 9,36 9,06 11, ,16 10,48 10,48 11,55 14,54 16,34 17, ,04 16,23 18,25 12,49 6, ,15 55,52 1,74 97, , ,98 3,87 7,59 8,26 7,22 11, ,96 13,65 14,62 13,64 13,45 11,96 13,73 14,42 17,39 18,89 21,1 20,52 18,89 18,38 22,29 13,38 8,03 22,29 318,78 66,76 1,82 100, ,61 1,1511E+10 4,4 7,18 8,4 7,99 7,28 10,41 15,03 13,64 14,55 16, ,56 16,11 14,92 16,45 18,89 20,81 21,84 22,14 20,95 20,1 20,38 11,66 7,76 22,14 352,35 71,67 1,86 101, ,63 1,457E+10 5,6 7,45 8,33 7,21 10,08 12,12 19,69 16,33 16,29 16,67 18,25 17,75 16,22 14,92 15,03 17,88 19,69 22,14 22,45 22,14 22,76 17,63 12,75 10,95 22,76 370,35 74,9 1,87 102,27 0,72 102,99 1,9907E+10 2,46 5,18 7,03 8,12 7, ,22 12,9 12,28 17,38 14,92 13,93 13,73 13,17 13,36 14,94 17,04 18,76 19,69 20,52 21,1 16,23 11,9 9,61 21,1 317,01 65,49 1,82 100,33 2,45 102,78 1,8978E+10 1,68 3,16 6,8 9,07 7,4 6,92 11,23 10,7 13,65 13,73 12,46 11,55 11,71 9,78 10,55 12,58 13,38 14,44 14,94 16,46 15,26 12,93 8,37 6,35 16,46 255,1 52,26 1,72 97,08 0,53 97, ,86 2,82 4,02 6,57 6,66 7,24 8,63 10,93 10,89 11,71 11,08 9,71 10,12 9,06 8,94 10,37 11,5 11,98 12,4 12,4 11,34 9,81 6,09 4,11 12,4 211,25 42,23 1, ,64 2,45 5,05 5,27 6,55 7,13 6,51 6,91 9,32 8,11 8,45 8,87 8,28 7,51 7,21 8,26 8,61 9,28 9,22 9,81 7,92 5,97 3,81 2,5 9,81 165,66 33,19 1,52 90,53 0,57 91, ,11 4,68 3,79 4,36 6,92 7,02 6,33 7,38 7,94 6,45 6,45 7,26 6,41 6,59 7,29 7,6 8,2 8,43 8,61 7,04 5,06 3,16 2,1 8,61 143,18 28,8 1,46 88, , Jumlah 1159,94 8,992E+10 PNLT Max Koreksi Durasi EPNL 102,99-6,45 96,54

89 Jenis Pesawat : GARUDA Jenis Operasi : PK-GFJ / LANDING Titik Pengukuran : SURABAYA Waktu Pengukuran : 10-Apr-11 Tujuan Penerbangan : Jam PENCACAH PNL CN PNLT PNLT Maksimum = PN db Koreksi Durasi = -6.51PN db EPNL = 96.19EPN db Perhitungan Faktor Kesalahan: data hitung data program = data program x 100 % = 0.36 % Jadi nilai validasinya = 100 % 0.36 % = %

90 LAMPIRAN 3 A. Data Hasil Pencuplikan (± 10dB dari Lmax) di Bandara Syarif Kasim II Pekanbaru Hari Jumat (18 Maret 2011) Batavia ( ) Jam WIB Riau ( ) Jam WIB Batavia ( ) Jam WIB Wings (72-212A) Jam WIB TNI (Hercules) Jam WIB

91 Batavia ( ) Jam WIB Riau ( ) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Sriwijaya ( ) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB

92 TNI (Hercules) Jam WIB Wings (72-212A) Jam WIB Riau ( ) Jam WIB Charter (B1900D) Jam WIB Sriwijaya ( ) Jam WIB

93 Lion ( ) Jam WIB Hari Sabtu (19 Maret 2011) Silk (A ) Jam WIB Riau ( ) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Batavia (A ) Jam WIB

94 Batavia ( ) Jam WIB Firefly (72-212A) Jam WIB Batavia ( ) Jam WIB Silk (A ) Jam WIB

95 Lion ( ) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Wings (72-212A) Jam WIB Batavia (A ) Jam WIB

96 Sriwijaya ( ) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Riau ( ) Jam WIB Sriwijaya ( ) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB

97 Lion ( ) Jam WIB Hari Minggu (20 Maret 2011) Pelita (F ) Jam WIB Batavia ( ) Jam WIB Garuda ( ) Jam WIB

98 Pelita (F ) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Riau ( ) Jam WIB Batavia ( ) Jam WIB

99 Noname ( ) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Wings (72-212A) Jam WIB Sriwijaya ( ) Jam WIB

100 Lion ( ) Jam WIB Air Asia (A ) Jam WIB B. Data Hasil Pencuplikan (± 10dB dari Lmax) di Bandara Juanda Surabaya Hari Jumat (08 April 2011) Lion ( ) Jam WIB Merpati ( ) Jam WIB

101 Wings (72-212A) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Garuda ( ) Jam WIB Wings (72-212A) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB

102 Lion ( ) Jam WIB TNI (-) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Batavia ( ) Jam WIB Wings (MD-82) Jam WIB

103 Sriwijaya ( ) Jam WIB Wings (72-212A) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Garuda ( ) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB

104 Air Asia (A ) Jam WIB Garuda ( ) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Merpati (F ) Jam WIB Sriwijaya ( ) Jam WIB

105 Lion ( ) Jam WIB Garuda ( ) Jam WIB Wings (72-212A) Jam WIB Wings (72-212A) Jam WIB Lion (-) Jam WIB

106 Sriwijaya ( ) Jam WIB Citilink (-) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Garuda ( ) Jam WIB

107 Citilink (-) Jam WIB Batavia ( ) Jam WIB Wings (72-212A) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Garuda ( ) Jam WIB

108 Sriwijaya ( ) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Jetstar (A ) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Air Asia (A ) Jam WIB

109 Garuda ( ) Jam WIB Express ( ) Jam WIB Merpati (F ) Jam WIB TNI (-) Jam WIB

110 Lion ( ) Jam WIB Trigana (-) Jam WIB Wings (72-212A) Jam WIB Hari Sabtu (09 April 2011) Garuda ( ) Jam WIB

111 Trigana (-) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Garuda (-) Jam WIB

112 Air Asia (-) Jam WIB Batavia ( ) Jam WIB Citilink (-) Jam WIB Sriwijaya ( ) Jam WIB

113 Silk (A ) Jam WIB Wings (72-212A) Jam WIB Garuda ( ) Jam WIB

114 Sriwijaya ( ) Jam WIB Citilink (-) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Sriwijaya (-) Jam WIB

115 Wings (72-212A) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Wings (-) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB

116 Citilink (-) Jam WIB Wings (72-212A) Jam WIB Batavia ( ) Jam WIB Garuda ( ) Jam WIB

117 Lion ( ) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Sriwijaya ( ) Jam WIB Sriwijaya ( ) Jam WIB

118 Batavia ( ) Jam WIB Garuda ( ) Jam WIB Sriwijaya ( ) Jam WIB Batavia ( ) Jam WIB

119 Jetstar (A ) Jam WIB Air Asia (A ) Jam WIB Wings (72-212A) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Express ( ) Jam WIB

120 Garuda ( ) Jam WIB Merpati (F ) Jam WIB Merpati ( ) Jam WIB Batavia ( ) Jam WIB Garuda ( ) Jam WIB

121 Wings (72-212A) Jam WIB Sriwijaya ( ) Jam WIB Batavia (A ) Jam WIB Wings (72-212A) Jam WIB Batavia ( ) Jam WIB

122 Lion ( ) Jam WIB TNI (-) Jam WIB Merpati ( ) Jam WIB TNI (-) Jam WIB Batavia ( ) Jam WIB TNI (Hercules) Jam WIB

123 Hari Minggu (10 April 2011) Silk (A ) Jam WIB Wings (72-212A) Jam WIB Sriwijaya ( ) Jam WIB Garuda ( ) Jam WIB Wings (72-212A) Jam WIB

124 Citilink (-) Jam WIB Merpati ( ) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Sriwijaya ( ) Jam WIB

125 Citilink (-) Jam WIB Wings (72-212A) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Garuda ( ) Jam WIB Wings (72-212A) Jam WIB Sriwijaya ( ) Jam WIB

126 Lion ( ) Jam WIB Wings (MD-82) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Sriwijaya ( ) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Garuda ( ) Jam WIB

127 Garuda ( ) Jam WIB Air Asia (A ) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Noname (-) Jam WIB

128 Batavia (-) Jam WIB Garuda ( ) Jam WIB Citilink (-) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB

129 Lion ( ) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Batavia ( ) Jam WIB

130 LAMPIRAN 4 A. Data Hasil Perhitungan EPNL di Bandara Syarif Kasim II Pekanbaru Hari Jumat (18 Maret 2011) Batavia ( ) Jam WIB Batavia ( ) Jam WIB Batavia ( ) Jam WIB Riau ( ) Jam WIB Wings (72-212A) Jam WIB Riau ( ) Jam WIB TNI (Hercules) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB

131 Sriwijaya ( ) Jam WIB Wings (72-212A) Jam WIB Sriwijaya ( ) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Riau ( ) Jam WIB TNI (Hercules) Jam WIB Charter (B1900D) Jam WIB Hari Sabtu (19 Maret 2011) Silk (A ) Jam WIB

132 Riau ( ) Jam WIB Batavia ( ) Jam WIB Silk (A ) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Firefly (72-212A) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Batavia ( ) Jam WIB Batavia (A ) Jam WIB

133 Lion ( ) Jam WIB Batavia (A ) Jam WIB Riau ( ) Jam WIB Sriwijaya ( ) Jam WIB Sriwijaya ( ) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Wings (72-212A) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB

134 Lion ( ) Jam WIB Batavia ( ) Jam WIB Pelita (F ) Jam WIB Garuda ( ) Jam WIB Hari Minggu (20 Maret 2011) Pelita (F ) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB

135 Riau ( ) Jam WIB Noname ( ) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Wings (72-212A) Jam WIB Batavia ( ) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Sriwijaya ( ) Jam WIB

136 Lion ( ) Jam WIB Merpati ( ) Jam WIB Garuda ( ) Jam WIB Air Asia (A ) Jam WIB Wings (72-212A) Jam WIB Wings (72-212A) Jam WIB B. Data Hasil Perhitungan EPNL di Bandara Juanda Surabaya Hari Jumat (08 April 2011) Lion ( ) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB

137 Lion ( ) Jam WIB Batavia ( ) Jam WIB Wings (72-212A) Jam WIB TNI (-) Jam WIB Wings (MD-82) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Sriwijaya ( ) Jam WIB Garuda ( ) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB

138 Lion ( ) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Merpati (F ) Jam WIB Air Asia (A ) Jam WIB Garuda ( ) Jam WIB Garuda ( ) Jam WIB Sriwijaya ( ) Jam WIB Wings (72-212A) Jam WIB

139 Wings (72-212A) Jam WIB Citilink (-) Jam WIB Garuda ( ) Jam WIB Lion (-) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Citilink (-) Jam WIB Sriwijaya ( ) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Batavia ( ) Jam WIB

140 Wings (72-212A) Jam WIB Sriwijaya ( ) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Air Asia (A ) Jam WIB Garuda ( ) Jam WIB Jetstar (A ) Jam WIB Garuda ( ) Jam WIB

141 Express ( ) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Hari Sabtu (09 April 2011) Garuda ( ) Jam WIB Merpati (F ) Jam WIB Trigana (-) Jam WIB Trigana (-) Jam WIB TNI (-) Jam WIB Wings (72-212A) Jam WIB

142 Lion ( ) Jam WIB Garuda (-) Jam WIB Sriwijaya ( ) Jam WIB Batavia ( ) Jam WIB Air Asia (-) Jam WIB Citilink (-) Jam WIB Silk (A ) Jam WIB

143 Lion ( ) Jam WIB Wings (72-212A) Jam WIB Sriwijaya ( ) Jam WIB Garuda ( ) Jam WIB Citilink (-) Jam WIB Sriwijaya (-) Jam WIB

144 Lion ( ) Jam WIB Wings (72-212A) Jam WIB Wings (-) Jam WIB Citilink (-) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Wings (72-212A) Jam WIB

145 Garuda ( ) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Batavia ( ) Jam WIB Sriwijaya ( ) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB

146 Sriwijaya ( ) Jam WIB Garuda ( ) Jam WIB Jetstar (A ) Jam WIB Sriwijaya ( ) Jam WIB Air Asia (A ) Jam WIB Batavia ( ) Jam WIB Batavia ( ) Jam WIB Wings (72-212A) Jam WIB

147 Lion ( ) Jam WIB Garuda ( ) Jam WIB Merpati ( ) Jam WIB Batavia ( ) Jam WIB Express ( ) Jam WIB Merpati (F ) Jam WIB Garuda ( ) Jam WIB

148 Wings (72-212A) Jam WIB Wings (72-212A) Jam WIB TNI (-) Jam WIB Sriwijaya ( ) Jam WIB Batavia ( ) Jam WIB Merpati ( ) Jam WIB Batavia (A ) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB TNI (-) Jam WIB

149 Silk (A ) Jam WIB Batavia ( ) Jam WIB Wings (72-212A) Jam WIB Wings (72-212A) Jam WIB TNI (Hercules) Jam WIB Sriwijaya ( ) Jam WIB Citilink (-) Jam WIB Hari Minggu (10 April 2011) Garuda ( ) Jam WIB Merpati ( ) Jam WIB

150 Lion ( ) Jam WIB Sriwijaya ( ) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Citilink (-) Jam WIB Garuda ( ) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Wings (72-212A) Jam WIB Wings (72-212A) Jam WIB

151 Sriwijaya ( ) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Garuda ( ) Jam WIB Garuda ( ) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Sriwijaya ( ) Jam WIB Wings (MD-82) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Air Asia (A ) Jam WIB

152 Lion ( ) Jam WIB Batavia (-) Jam WIB Citilink (-) Jam WIB Noname (-) Jam WIB Garuda ( ) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB

153 Batavia ( ) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB Lion ( ) Jam WIB

154 LAMPIRAN 5 Tabel-t (Diproduksi oleh: Junaidi ( Diakses pada jam WIB

155

156

157 LAMPIRAN 6 A. SHU Leq dan Lsm Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Pada Titik Ukur 1 (Kantor BPMP) Tanggal pengukuran: 18 s/d 19 Maret 2011 Tanggal pengukuran: 20 s/d 21 Maret 2011 Tanggal pengukuran: 19 s/d 20 Maret 2011 Pada Titik Ukur 2 (Musholla) Tanggal pengukuran: 18 s/d 19 Maret 2011

158 Tanggal pengukuran: 19 s/d 20 Maret 2011 Pada Titik Ukur 3 (Rumah Warga) Tanggal pengukuran: 18 s/d 19 Maret 2011 Tanggal pengukuran: 20 s/d 21 Maret 2011 Tanggal pengukuran: 19 s/d 20 Maret 2011

159 Tanggal pengukuran: 20 s/d 21 Maret 2011 Tanggal pengukuran: 09 s/d 10 April 2011 B. SHU Leq dan Lsm Bandara Juanda Surabaya Pada Titik Ukur 1 (Perumahan Griya Karya) Tanggal pengukuran: 08 s/d 09 April 2011 Tanggal pengukuran: 10 s/d 11 April 2011

160 Pada Titik Ukur 2 (RM Depot) Tanggal pengukuran: 08 s/d 09 April 2011 Tanggal pengukuran: 10 s/d 11 April 2011 Tanggal pengukuran: 09 s/d 10 April 2011 Pada Titik Ukur 3 (Kantor Desa) Tanggal pengukuran: 08 s/d 09 April 2011 JAM Leq JAM Leq JAM Leq PENGUKURAN db(a) PENGUKURAN db(a) PENGUKURAN db(a) Lsiang (Ls) 67.0 db(a) Lmalam (Lm) 58.7 db(a) Lsiang-malam (Ls-m) 66.2 db(a) KETERANGAN :

161 Tanggal pengukuran: 09 s/d 10 April 2011 Tanggal pengukuran: 10 s/d 11 April 2011

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berjalannya waktu, kemajuan teknologi di bidang transportasi turut serta berkembang dengan cepat, mulai dari transportasi darat, laut, hingga udara.

Lebih terperinci

Analisis Tingkat Kebisingan Di Kawasan Bandara Internasional Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru

Analisis Tingkat Kebisingan Di Kawasan Bandara Internasional Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Analisis Tingkat Kebisingan Di Kawasan Bandara Internasional Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Rudhi Andreas Komang ), Aryo Sasmita 2), David Andrio 3) ) Mahasiswa Program Studi Teknik Lingkungan, 2,3)

Lebih terperinci

ANALISA KEBISINGAN DAERAH PERUMAHAN ANGKASA PURA I AKIBAT FLYOVER PESAWAT TERBANG DI BANDAR UDARA SEPINGGAN BALIKPAPAN

ANALISA KEBISINGAN DAERAH PERUMAHAN ANGKASA PURA I AKIBAT FLYOVER PESAWAT TERBANG DI BANDAR UDARA SEPINGGAN BALIKPAPAN ANALISA KEBISINGAN DAERAH PERUMAHAN ANGKASA PURA I AKIBAT FLYOVER PESAWAT TERBANG DI BANDAR UDARA SEPINGGAN BALIKPAPAN ELYSA MARGARET 2410 100 084 IR. TUTUG DHANARDONO, MT NIP. 19520613 198103 1 004 LABORATORIUM

Lebih terperinci

PENENTUAN TINGKAT KEBISINGAN SIANG MALAM DI PERKAMPUNGAN BUNGURASIH AKIBAT KEGIATAN TRANSPORTASI TERMINAL PURABAYA SURABAYA

PENENTUAN TINGKAT KEBISINGAN SIANG MALAM DI PERKAMPUNGAN BUNGURASIH AKIBAT KEGIATAN TRANSPORTASI TERMINAL PURABAYA SURABAYA TUGAS AKHIR PENENTUAN TINGKAT KEBISINGAN SIANG MALAM DI PERKAMPUNGAN BUNGURASIH AKIBAT KEGIATAN TRANSPORTASI TERMINAL PURABAYA SURABAYA Dosen Pembimbing 1 : Ir.Wiratno A.Asmoro,M.Sc Dosen Pembimbing 2

Lebih terperinci

PENGKAJIAN KEBISINGAN DI SEKITAR BANDARA DI BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA (AIRPORT NOISE)

PENGKAJIAN KEBISINGAN DI SEKITAR BANDARA DI BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA (AIRPORT NOISE) PENGKAJIAN KEBISINGAN DI SEKITAR BANDARA DI BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA (AIRPORT NOISE) Tahun Anggaran 2011 Pusat Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan Deputi Bidang Pembinaan Sarana Teknis Lingkungan

Lebih terperinci

Analisa Kebisingan Daerah Perumahan Angkasa Pura I Akibat Flyover Pesawat Terbang di Bandar Udara Sepinggan Balikpapan

Analisa Kebisingan Daerah Perumahan Angkasa Pura I Akibat Flyover Pesawat Terbang di Bandar Udara Sepinggan Balikpapan JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Analisa Kebisingan Daerah Perumahan Angkasa Pura I Akibat Flyover Pesawat Terbang di Bandar Udara Sepinggan Balikpapan Elysa

Lebih terperinci

EVALUASI TINGKAT KEBISINGAN DI BANDARA SULTAN SYARIF KASIM II PEKANBARU

EVALUASI TINGKAT KEBISINGAN DI BANDARA SULTAN SYARIF KASIM II PEKANBARU EVALUASI TINGKAT KEBISINGAN DI BANDARA SULTAN SYARIF KASIM II PEKANBARU Aryo Sasmita 1) dan David Andrio 1) 1) Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Riau email: aryosasmita@gmail.com

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP-48/MENLH/11/1996 TENTANG BAKU TINGKAT KEBISINGAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP-48/MENLH/11/1996 TENTANG BAKU TINGKAT KEBISINGAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP-48/MENLH/11/1996 TENTANG BAKU TINGKAT KEBISINGAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa untuk menjamin kelestarian lingkungan hidup

Lebih terperinci

PEMETAAN TINGKAT KEBISINGAN AKIBAT AKTIVITAS TRANSPORTASI DI JALAN KALIWARON-KALIKEPITING SURABAYA

PEMETAAN TINGKAT KEBISINGAN AKIBAT AKTIVITAS TRANSPORTASI DI JALAN KALIWARON-KALIKEPITING SURABAYA SEMINAR TUGAS AKHIR PEMETAAN TINGKAT KEBISINGAN AKIBAT AKTIVITAS TRANSPORTASI DI JALAN KALIWARON-KALIKEPITING SURABAYA Masmulki Daniro J. NRP. 3307 100 037 Dosen Pembimbing: Ir. M. Razif, MM Semakin pesatnya

Lebih terperinci

DAILY MAPPING AIRCRAFT NOISE LEVEL IN UNIT APRON AHMAD YANI AIRPORT, SEMARANG, CENTRAL JAVA, USING CONTOUR NOISE METHOD

DAILY MAPPING AIRCRAFT NOISE LEVEL IN UNIT APRON AHMAD YANI AIRPORT, SEMARANG, CENTRAL JAVA, USING CONTOUR NOISE METHOD DAILY MAPPING AIRCRAFT NOISE LEVEL IN UNIT APRON AHMAD YANI AIRPORT, SEMARANG, CENTRAL JAVA, USING CONTOUR NOISE METHOD Evi, Irawan Wisnu Wardana, Endro Sutrisno Department of Environmental Engineering,

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PEMETAAN NILAI KEKESATAN PADA PERMUKAAN PERKERASAN EKSISTING LANDAS PACU UTARA DI BANDARA SOEKARNO-HATTA

TUGAS AKHIR PEMETAAN NILAI KEKESATAN PADA PERMUKAAN PERKERASAN EKSISTING LANDAS PACU UTARA DI BANDARA SOEKARNO-HATTA TUGAS AKHIR PEMETAAN NILAI KEKESATAN PADA PERMUKAAN PERKERASAN EKSISTING LANDAS PACU UTARA DI BANDARA SOEKARNO-HATTA Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Stara 1 (S-1) Disusun Oleh

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 Tentang : Baku Tingkat Kebisingan

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 Tentang : Baku Tingkat Kebisingan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 Tentang : Baku Tingkat Kebisingan Menimbang : MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, 1. bahwa untuk menjamin kelestarian lingkungan hidup agar dapat

Lebih terperinci

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #9 Genap 2014/2015. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #9 Genap 2014/2015. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #9 Definisi 2 Noise (bising) adalah bunyi yang tidak dikehendaki, suatu gejala lingkungan (environmental phenomenon) yang mempengaruhi manusia sejak dalam kandungan dan sepanjang hidupnya. Bising

Lebih terperinci

PENGARUH PAGAR TEMBOK TERHADAP TINGKAT KEBISINGAN PADA PERUMAHAN JALAN RATULANGI MAKASSAR ABSTRAK

PENGARUH PAGAR TEMBOK TERHADAP TINGKAT KEBISINGAN PADA PERUMAHAN JALAN RATULANGI MAKASSAR ABSTRAK VOLUME 8 NO. 1, FEBRUARI 2012 PENGARUH PAGAR TEMBOK TERHADAP TINGKAT KEBISINGAN PADA PERUMAHAN JALAN RATULANGI MAKASSAR Sri umiati 1 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kebisingan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBISINGAN RUANG WEAVING UNIT WEAVING B DI PT. DELTA MERLIN DUNIA TEXTILE IV

ANALISIS KEBISINGAN RUANG WEAVING UNIT WEAVING B DI PT. DELTA MERLIN DUNIA TEXTILE IV ANALISIS KEBISINGAN RUANG WEAVING UNIT WEAVING B DI PT. DELTA MERLIN DUNIA TEXTILE IV Nidya Yutie Pramesti *, Retno Wulan Damayanti Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Jl.

Lebih terperinci

Prasyarat Periode Metode Baku Mutu Jarak

Prasyarat Periode Metode Baku Mutu Jarak Pengukuran Bising Lingkungan Prasyarat Periode Metode Baku Mutu Jarak by : Zoel 06 Tidak dalam kondisi hujan Kecepatan angin 20 km/jam Mikrofon dilengkapi wind screen untuk menghindari pengaruh getaran

Lebih terperinci

KAJIAN KEBISINGAN PADA PEMUKIMAN DEKAT BANDARA UDARA INTERNASIONAL SULTAN HASANUDDIN

KAJIAN KEBISINGAN PADA PEMUKIMAN DEKAT BANDARA UDARA INTERNASIONAL SULTAN HASANUDDIN KAJIAN KEBISINGAN PADA PEMUKIMAN DEKAT BANDARA UDARA INTERNASIONAL SULTAN HASANUDDIN Jusriadi 1, Nurlaela Rauf 2, Dahlang Tahir 3. Program Studi Fisika Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Hasanuddin (UNHAS)

Lebih terperinci

ANALISIS KEBISINGAN PADA KAWASAN COMPRESSOR HOUSE UREA-1 PT. PUPUK ISKANDAR MUDA, KRUENG GEUKUEH ACEH UTARA

ANALISIS KEBISINGAN PADA KAWASAN COMPRESSOR HOUSE UREA-1 PT. PUPUK ISKANDAR MUDA, KRUENG GEUKUEH ACEH UTARA ANALISIS KEBISINGAN PADA KAWASAN COMPRESSOR HOUSE UREA-1 PT. PUPUK ISKANDAR MUDA, KRUENG GEUKUEH ACEH UTARA Sabri 1* dan Suparno 2 1 Jurusan Teknik Mesin, Universitas Syiah Kuala Jl. Tgk Syech Abdurrauf

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. II, No. 2 (2014), Hal ISSN : TINGKAT KEBISINGAN AKIBAT AKTIVITAS MANUSIA DI RUANG INAP RUMAH SAKIT

PRISMA FISIKA, Vol. II, No. 2 (2014), Hal ISSN : TINGKAT KEBISINGAN AKIBAT AKTIVITAS MANUSIA DI RUANG INAP RUMAH SAKIT TINGKAT KEBISINGAN AKIBAT AKTIVITAS MANUSIA DI RUANG INAP RUMAH SAKIT Novi Suryanti 1), Nurhasanah 1), Andi Ihwan 1) 1)Program Studi Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Tanjungpura

Lebih terperinci

PENGUKURAN BUNYI DENGAN MEMANFAATKAN ZELSCOPE DALAM PEMBELAJARAN

PENGUKURAN BUNYI DENGAN MEMANFAATKAN ZELSCOPE DALAM PEMBELAJARAN PENGUKURAN BUNYI DENGAN MEMANFAATKAN ZELSCOPE DALAM PEMBELAJARAN Fransina Rambu Woleka, Joko Budiyono,Made Rai Suci Shanti, Ferdy Semuel Rondonuwu Jurusan Pendidikan Fisika, Fakultas Sains dan Matematika

Lebih terperinci

PENENTUAN KAWASAN KEBISINGAN BANDARA POLONIA MEDAN

PENENTUAN KAWASAN KEBISINGAN BANDARA POLONIA MEDAN PENENTUAN KAWASAN KEBISINGAN BANDARA POLONIA MEDAN Oleh : Ataline Muliasari *) *) Pusat Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Udara Jl. Merdeka Timur No. 5 Jakarta 10110 Telp. (021) 34832944 Fax. (021)

Lebih terperinci

TINGKAT REDAM BUNYI SUATU BAHAN (TRIPLEK, GYPSUM DAN STYROFOAM)

TINGKAT REDAM BUNYI SUATU BAHAN (TRIPLEK, GYPSUM DAN STYROFOAM) 138 M. A. Fatkhurrohman et al., Tingkat Redam Bunyi Suatu Bahan TINGKAT REDAM BUNYI SUATU BAHAN (TRIPLEK, GYPSUM DAN STYROFOAM) M. Aji Fatkhurrohman*, Supriyadi Jurusan Pendidikan IPA Konsentrasi Fisika,

Lebih terperinci

PENGUKURAN KEBISINGAN DI AREA KOMPRESSOR GUNA MENENTUKAN JAM KERJA PEGAWAI SELAMA BEROPERASI

PENGUKURAN KEBISINGAN DI AREA KOMPRESSOR GUNA MENENTUKAN JAM KERJA PEGAWAI SELAMA BEROPERASI PENGUKURAN KEBISINGAN DI AREA KOMPRESSOR GUNA MENENTUKAN JAM KERJA PEGAWAI SELAMA BEROPERASI Khoerul Anwar 1, Binandika Arya Wangsa 2, Furqon Vaicdan 3 1 Balai Besar Teknologi Aerodinamika, Aeroelastika,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Kebisingan, Jalan Raya.

ABSTRAK. Kata Kunci : Kebisingan, Jalan Raya. PENGARUH KECEPATAN DAN JUMLAH KENDARAAN TERHADAP KEBISINGAN (STUDI KASUS KAWASAN KOS MAHASISWA DI JALAN RAYA PRABUMULIH-PALEMBANG KM 32 INDRALAYA SUMATERA SELATAN) Anugra Setiawan Jurusan Teknik Sipil,

Lebih terperinci

BAB 7. INSTRUMENTASI UNTUK PENGUKURAN KEBISINGAN

BAB 7. INSTRUMENTASI UNTUK PENGUKURAN KEBISINGAN BAB 7. INSTRUMENTASI UNTUK PENGUKURAN KEBISINGAN 7.1. TUJUAN PENGUKURAN Ada banyak alasan untuk membuat pengukuran kebisingan. Data kebisingan berisi amplitudo, frekuensi, waktu atau fase informasi, yang

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 176 TAHUN 2003

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 176 TAHUN 2003 KEPUTUSAN PROPINSI NOMOR : 76 TAHUN 2003 TENTANG BAKU TINGKAT GETARAN, KEBISINGAN DAN KEBAUAN DI PROPINSI Menimbang Mengingat : a. Bahwa untuk menjamin kelestarian fungsi lingkungan hidup agar dapat bermanfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi kesehatan, aktivitas karyawan perlu dipertimbangkan berbagai potensi

BAB I PENDAHULUAN. kondisi kesehatan, aktivitas karyawan perlu dipertimbangkan berbagai potensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan kerja merupakan bagian spesifik dari kesehatan umum, lebih memfokuskan lingkup kegiatannya pada peningkatan kualitas hidup tenaga kerja melalui penerapan upaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lingkungan Permukiman Lingkungan pemukiman/perumahan adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi

Lebih terperinci

seperti transportasi darat, laut dan udara. Manusia sebagai makluk yang kompleks Bandar Udara Djalaludin Gorontalo merupakan satu-satunya bandara yang

seperti transportasi darat, laut dan udara. Manusia sebagai makluk yang kompleks Bandar Udara Djalaludin Gorontalo merupakan satu-satunya bandara yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi telah membawa kemajuan pada bidang transportasi seperti transportasi darat, laut dan udara. Manusia sebagai makluk yang kompleks membutuhkan sarana

Lebih terperinci

ARDHINA NUR HIDAYAT ( ) Dosen Pembimbing: Ir. Didik Bambang S, MT.

ARDHINA NUR HIDAYAT ( ) Dosen Pembimbing: Ir. Didik Bambang S, MT. ARDHINA NUR HIDAYAT (3308100066) Dosen Pembimbing: Ir. Didik Bambang S, MT. Evaluasi Perubahan Tingkat Kebisingan Akibat Aktivitas Transportasi Dikaitkan Dengan Tata Guna Lahan Di Kawasan Dharmawangsa

Lebih terperinci

TARAF INTENSITAS BUNYI KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN RAYA PADA AKTIVITAS PENGUKURAN SIANG HARI. Jumingin

TARAF INTENSITAS BUNYI KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN RAYA PADA AKTIVITAS PENGUKURAN SIANG HARI. Jumingin TARAF INTENSITAS BUNYI KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN RAYA PADA AKTIVITAS PENGUKURAN SIANG HARI Jumingin e-mail: juminginpgri@gmail.com Dosen Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas PGRI Palembang ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Profil Bandara Internasional Adisucipto Yogyakarta

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Profil Bandara Internasional Adisucipto Yogyakarta BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil Bandara Internasional Adisucipto Yogyakarta Perusahaan Angkasa Pura I (Persero) Bandar Udara Internasional Adisutjipto Yogyakarta merupakan Bandar Udara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian dan Waktu Pelaksanaan Lokasi penelitian dilaksanakan di sekitar kawasan PLTD Telaga Kota Gorontalo dan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat. Waktu penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian menguraikan seluruh kegiatan yang dilaksanakan selama penelitian berlangsung dari awal proses penelitian sampai akhir penelitian. Gambar 3.1 Flow Chart

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perkembangan teknologi yang semakin meningkat mendorong Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perkembangan teknologi yang semakin meningkat mendorong Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan teknologi yang semakin meningkat mendorong Indonesia mencapai tahap industrialisasi, yaitu adanya berbagai macam industri yang ditunjang dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring kemajuan zaman, kebutuhan manusia semakin banyak dan untuk memenuhi semua itu orang-orang berupaya menyediakan pemenuh kebutuhan dengan melakukan proses

Lebih terperinci

KAJIAN KEPMEN LINGKUNGAN HIDUP NO. 48 TAHUN 1996 DARI HASIL PENGUKURAN KEBISINGAN LINGKUNGAN TAHUN 2009

KAJIAN KEPMEN LINGKUNGAN HIDUP NO. 48 TAHUN 1996 DARI HASIL PENGUKURAN KEBISINGAN LINGKUNGAN TAHUN 2009 KAJIAN KEPMEN LINGKUNGAN HIDUP NO. 48 TAHUN 1996 DARI HASIL PENGUKURAN KEBISINGAN LINGKUNGAN TAHUN 2009 REVIEW OF MINISTER LIVING ENVIRONMENT NO. 48/1996 USING RESULTS OF ENVIRONMENTAL NOISE MEASUREMENT

Lebih terperinci

INVESTIGASI PAPARAN KEBISINGAN DI BENGKEL RESMI SEPEDA MOTOR KABUPATEN JEMBER SKRIPSI

INVESTIGASI PAPARAN KEBISINGAN DI BENGKEL RESMI SEPEDA MOTOR KABUPATEN JEMBER SKRIPSI INVESTIGASI PAPARAN KEBISINGAN DI BENGKEL RESMI SEPEDA MOTOR KABUPATEN JEMBER SKRIPSI Oleh Nur Faizah NIM 101810201050 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKAN DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER 2014

Lebih terperinci

- BUNYI DAN KEBISINGAN -

- BUNYI DAN KEBISINGAN - ERGONOMI - BUNYI DAN KEBISINGAN - Universitas Mercu Buana 2011 Telinga http://id.wikipedia.org/wiki/telinga) TELINGA LUAR TELINGA TENGAH TELINGA DALAM http://v-class.gunadarma.ac.id/mod/resource/view.php?id=2458

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP BANDAR UDARA I. UMUM Kegiatan penerbangan merupakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN PETUGAS GROUND HANDLING PT. GAPURA ANGKASA BANDARA ADI SOEMARMO BOYOLALI SKRIPSI

HUBUNGAN INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN PETUGAS GROUND HANDLING PT. GAPURA ANGKASA BANDARA ADI SOEMARMO BOYOLALI SKRIPSI HUBUNGAN INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN PETUGAS GROUND HANDLING PT. GAPURA ANGKASA BANDARA ADI SOEMARMO BOYOLALI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan

Lebih terperinci

PENGARUH CELAH PERMUKAAN BAHAN KAYU LAPIS (PLYWOOD) TERHADAP KOEFISIEN ABSORPSI BUNYI DAN IMPEDANSI AKUSTIK SKRIPSI

PENGARUH CELAH PERMUKAAN BAHAN KAYU LAPIS (PLYWOOD) TERHADAP KOEFISIEN ABSORPSI BUNYI DAN IMPEDANSI AKUSTIK SKRIPSI PENGARUH CELAH PERMUKAAN BAHAN KAYU LAPIS (PLYWOOD) TERHADAP KOEFISIEN ABSORPSI BUNYI DAN IMPEDANSI AKUSTIK SKRIPSI ADE OKTAVIA 0810443049 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Model Persamaan Tingkat Kebisingan Lalu Lintas Di Jalan Dr. Djunjunan Kota Bandung

Model Persamaan Tingkat Kebisingan Lalu Lintas Di Jalan Dr. Djunjunan Kota Bandung Model Persamaan Tingkat Kebisingan Lalu Lintas Di Jalan Dr. Djunjunan Kota Bandung A. M. S. SUFANIR Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Bandung Jl. Gegerkalong Hilir, Ds. Ciwaruga, Bandung 40012 E-mail:

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN JARAK TERHADAP SUMBER BUNYI BIDANG DATAR BERBENTUK LINGKARAN

PENGARUH PENAMBAHAN JARAK TERHADAP SUMBER BUNYI BIDANG DATAR BERBENTUK LINGKARAN PENGARUH PENAMBAHAN JARAK TERHADAP SUMBER BUNYI BIDANG DATAR BERBENTUK LINGKARAN Agus Martono 1, Nur Aji Wibowo 1,2, Adita Sutresno 1,2,* 1 Program Studi Pendidikan Fisika, Fakultas Sains dan Matematika

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISIS VOLUME, KECEPATAN DAN KEPADATAN LALU LINTAS DENGAN METODE GREENSHIELDS

TUGAS AKHIR ANALISIS VOLUME, KECEPATAN DAN KEPADATAN LALU LINTAS DENGAN METODE GREENSHIELDS TUGAS AKHIR ANALISIS VOLUME, KECEPATAN DAN KEPADATAN LALU LINTAS DENGAN METODE GREENSHIELDS (Studi Kasus : Jalan Wates Km 5 di depan Pasar Gamping Kota Yogyakarta) Disusun oleh : HARWIN NIM : 20030110087

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 40 TAHUN 2017 TENTANG BAKU TINGKAT KEBISINGAN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 40 TAHUN 2017 TENTANG BAKU TINGKAT KEBISINGAN SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 40 TAHUN 2017 TENTANG BAKU TINGKAT KEBISINGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

Evi Setiawati Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Semarang

Evi Setiawati Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Semarang ISSN 1410-9840 KAJIAN DAMPAK PENINGKATAN KEBISINGAN AKIBAT OPERASINALISASI JALUR GANDA KERETA API (STUDI KASUS PEMBANGUNAN JALAN KA PARTIAL DOUBLE TRACK BREBES LOSARI CIREBON) Evi Setiawati Jurusan Teknik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi di bidang transportasi sangat membantu manusia dalam menghemat waktu perjalanan yang tadinya berlangsung sangat lama menjadi lebih cepat. Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki oleh manusia dan merupakan faktor lingkungan yang dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan. [1-2] Berdasarkan Surat

Lebih terperinci

KONSEP DASAR AKUSTIK; untuk Pengendalian Kebisingan Lingkungan, oleh Dodi Rusjadi Hak Cipta 2015 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta

KONSEP DASAR AKUSTIK; untuk Pengendalian Kebisingan Lingkungan, oleh Dodi Rusjadi Hak Cipta 2015 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta KONSEP DASAR AKUSTIK; untuk Pengendalian Kebisingan Lingkungan, oleh Dodi Rusjadi Hak Cipta 2015 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-882262; 0274-889398; Fax: 0274-889057;

Lebih terperinci

Metoda pengukuran intensitas kebisingan di tempat kerja

Metoda pengukuran intensitas kebisingan di tempat kerja Standar Nasional Indonesia Metoda pengukuran intensitas kebisingan di tempat kerja ICS 13.140 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi lingkungan kerja yang nyaman, aman dan kondusif dapat meningkatkan produktivitas pekerja. Salah satu diantaranya adalah lingkungan kerja yang bebas dari kebisingan.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian merupakan tahap yang harus dibuat sebelum melakukan penelitian, karena pada bab ini akan membahas dan menjelaskan tentang langkah-langkah yang akan di

Lebih terperinci

Amir Hamzah 1, AnditaDwi Sefiani 2, Eman Serius Waruwu 3

Amir Hamzah 1, AnditaDwi Sefiani 2, Eman Serius Waruwu 3 PENGUKURAN TINGKAT KEBISINGAN BANDAR UDARA MENGGUNAKAN METODE WCPNL (WEIGHTED EQUIVALENT CONTINOUS PERCEIVED NOISE LEVEL) (STUDI KASUS BANDARA AHMAD YANI SEMARANG) MEASUREMENTS NOISE LEVELS AIRPORT USING

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bunyi adalah gelombang longitudinal yang merambat melalui medium. Bunyi dapat dihasilkan oleh dua benda yang saling berbenturan, alat musik, percakapan manusia, suara

Lebih terperinci

Gelombang Bunyi. Keterangan: γ = konstanta Laplace R = tetapan umum gas (8,31 J/mol K)

Gelombang Bunyi. Keterangan: γ = konstanta Laplace R = tetapan umum gas (8,31 J/mol K) Gelombang Bunyi Bunyi termasuk gelombang mekanik, karena dalam perambatannya bunyi memerlukan medium perantara. Ada tiga syarat agar terjadi bunyi yaitu ada sumber bunyi, medium, dan pendengar. Bunyi dihasilkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I. berpopulasi tinggi. Melihat kondisi geografisnya, transportasi menjadi salah satu

PENDAHULUAN BAB I. berpopulasi tinggi. Melihat kondisi geografisnya, transportasi menjadi salah satu PENDAHULUAN BAB I I.1 Latar Belakang Transportasi adalah usaha untuk memindahkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain dalam aktivitas sehari hari dengan menggunakan alat trasportasi. Indonesia

Lebih terperinci

PEMROGRAMAN KOMPUTER UNTUK MENGANALISIS TINGKAT KEBISINGAN ELLA DESYNATA S

PEMROGRAMAN KOMPUTER UNTUK MENGANALISIS TINGKAT KEBISINGAN ELLA DESYNATA S PEMROGRAMAN KOMPUTER UNTUK MENGANALISIS TINGKAT KEBISINGAN ELLA DESYNATA S NRP : 9821040 Pembimbing : V. Hartanto S.,Ir. M.Sc FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG

Lebih terperinci

Kebisingan Kereta Api dan Kesehatan

Kebisingan Kereta Api dan Kesehatan Kebisingan Kereta Api dan Kesehatan Salah satu jenis transportasi darat yang cukup diminati oleh masyarakat adalah kereta api. Perkeretaapian tidak saja memberi dampak yang positif bagi masyarakat sekitarnya,

Lebih terperinci

Aroem Kristalia Astry Limas Y

Aroem Kristalia Astry Limas Y PERENCANAAN DAN PEMBUATAN ALAT PEMANGGIL IKAN DENGAN SUARA DAN CAHAYA BERBASIS MIKROKONTROLLER Aroem Kristalia 6407030003 Astry Limas Y. 6407030004 Mencari ikan adalah kegiatan pokok seorang nelayan. Dan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISIS TINGKAT PELAYANAN RUAS JALAN JOGJA - WATES AKIBAT PEMBANGUNAN JOGJA INLAND PORT (JIP)

TUGAS AKHIR ANALISIS TINGKAT PELAYANAN RUAS JALAN JOGJA - WATES AKIBAT PEMBANGUNAN JOGJA INLAND PORT (JIP) TUGAS AKHIR ANALISIS TINGKAT PELAYANAN RUAS JALAN JOGJA - WATES AKIBAT PEMBANGUNAN JOGJA INLAND PORT (JIP) (Studi Kasus Ruas Jalan Raya Wates Km 14,1 Kecamatan Sedayu, Bantul, Yogyakarta) Diajukan Guna

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Annex 14 dari ICAO (International Civil Aviation

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Annex 14 dari ICAO (International Civil Aviation BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bandar Udara Menurut Horonjeff dan McKelvey (1993), bandar udara adalah tempat pesawat terbang mendarat dan tinggal di landasan, dengan bangunan tempat penumpang menunggu.

Lebih terperinci

hidup yang ada disekitarnya termasuk manusia.

hidup yang ada disekitarnya termasuk manusia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi mempunyai peranan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, pengembangan wilayah dan pemersatu wilayah negara kesatuan republik indonesia dalam rangka

Lebih terperinci

Hubungan 1/1 filter oktaf. =Frekuesi aliran rendah (s/d -3dB), Hz =Frekuesi aliran tinggi (s/d -3dB), Hz

Hubungan 1/1 filter oktaf. =Frekuesi aliran rendah (s/d -3dB), Hz =Frekuesi aliran tinggi (s/d -3dB), Hz Hubungan 1/1 filter oktaf f 1 f 2 f 1 = 2 1/2f c f 1 = 2 1/2f c f 1 = 2f c1 = frekuensi tengah penyaring =Frekuesi aliran rendah (s/d -3dB), Hz =Frekuesi aliran tinggi (s/d -3dB), Hz Analisis oktaf sepertiga,

Lebih terperinci

Pengaruh Kebisingan Konstruksi Gedung Terhadap Kenyamanan Pekerja Dan Masyarakat

Pengaruh Kebisingan Konstruksi Gedung Terhadap Kenyamanan Pekerja Dan Masyarakat Pengaruh Kebisingan Konstruksi Gedung Terhadap Kenyamanan Pekerja Dan Masyarakat Sekarang ini pembangunan di kota Solo sangat pesat antara lain banyak hotel, mall dan gedung bertingkat yang didirikan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan transportasi udara adalah tersedianya Bandar Udara (Airport)

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan transportasi udara adalah tersedianya Bandar Udara (Airport) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi udara sangat efektif digunakan untuk membawa penumpang dengan jarak yang jauh dan dapat mempercepat waktu tempuh dibandingkan transportasi darat dan laut.

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KEBISINGAN PADA KAWASAN PERMUKIMAN SEKITAR BANDARA SULTAN HASANUDDIN DAN DAMPAKNYA TERHADAP LINGKUNGAN

ANALISIS TINGKAT KEBISINGAN PADA KAWASAN PERMUKIMAN SEKITAR BANDARA SULTAN HASANUDDIN DAN DAMPAKNYA TERHADAP LINGKUNGAN ANALISIS TINGKAT KEBISINGAN PADA KAWASAN PERMUKIMAN SEKITAR BANDARA SULTAN HASANUDDIN DAN DAMPAKNYA TERHADAP LINGKUNGAN Sumarni Hamid Aly 1, Muralia Hustim 2, Tika Purnamasari 3 1, 2 Staf pengajar Jurusan

Lebih terperinci

JURNAL ILMU-ILMU TEKNIK - SISTEM, Vol. 10 No. 2

JURNAL ILMU-ILMU TEKNIK - SISTEM, Vol. 10 No. 2 PENGARUH AKTIVITAS KENDARAAN BERMOTOR TERHADAP KEBISINGAN DI KAWASAN PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA PANGUDI LUHUR SURAKARTA Dyah Ratri Nurmaningsih, Kusmiyati, Agus Riyanto SR 7 Abstrak: Semakin pesatnya

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Tekinfo --- Jurnal Ilmiah Teknik Industri dan Informasi

Kata Pengantar. Tekinfo --- Jurnal Ilmiah Teknik Industri dan Informasi Tekinfo --- Jurnal Ilmiah Teknik Industri dan Informasi --- 62 Kata Pengantar Alhamdulillahi robbil alamin, puji syukur kami sampaikan ke hadirat Allah SWT, karena Jurnal Tekinfo (Jurnal Ilmiah Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Total Penumpang

BAB I PENDAHULUAN. Total Penumpang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bandar Udara Adisutjipto Yogyakarta terletak 7 Km di sebelah timur kota Yogyakarta dan masuk di wilayah Kabupaten Sleman. Bandar Udara (Bandara) Adisutjipto Yogyakarta

Lebih terperinci

ANALISIS PEMETAAN KEBISINGAN DARI AKTIVITAS PESAWAT DI KAWASAN BANDAR UDARA INTERNASIONAL KUALANAMU PUTRI ZHAFIRAH CHUZNITA

ANALISIS PEMETAAN KEBISINGAN DARI AKTIVITAS PESAWAT DI KAWASAN BANDAR UDARA INTERNASIONAL KUALANAMU PUTRI ZHAFIRAH CHUZNITA ANALISIS PEMETAAN KEBISINGAN DARI AKTIVITAS PESAWAT DI KAWASAN BANDAR UDARA INTERNASIONAL KUALANAMU TUGAS AKHIR PUTRI ZHAFIRAH CHUZNITA 12 0407 045 Pembimbing Pertama Ivan Indrawan, ST., MT Pembimbing

Lebih terperinci

Kesehatan Lingkungan Kerja By : Signage16

Kesehatan Lingkungan Kerja By : Signage16 Kesehatan Lingkungan Kerja By : Signage16 Adanya Ancaman zat zat dan kondisi lingkungan yang berbahaya perlu mendapatkan perhatian khusus untuk melindungi dan mencegah pekerja dari dampak buruk yang dapat

Lebih terperinci

Fisika Umum (MA-301) Topik hari ini Getaran, Gelombang dan Bunyi

Fisika Umum (MA-301) Topik hari ini Getaran, Gelombang dan Bunyi Fisika Umum (MA-301) Topik hari ini Getaran, Gelombang dan Bunyi Getaran dan Gelombang Getaran/Osilasi Gerak Harmonik Sederhana Gelombang Gelombang : Gangguan yang merambat Jika seutas tali yang diregangkan

Lebih terperinci

PENGARUH KEBISINGAN DARI AKTIFITAS BANDARA INTERNASIONAL JUANDA SURABAYA

PENGARUH KEBISINGAN DARI AKTIFITAS BANDARA INTERNASIONAL JUANDA SURABAYA 19 Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan Vol. 4 No. 1 PENGARUH KEBISINGAN DARI AKTIFITAS BANDARA INTERNASIONAL JUANDA SURABAYA Ninda Ramita dan Rudy Laksmono Progdi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lingkungan Belajar Menurut Suwarno (2006) lingkungan belajar adalah lingkungan sekitar yang melengkapi terjadinya proses pendidikan. Hal ini berarti bahwa lingkungan sebagai

Lebih terperinci

Utang Budiwan MO Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Utang Budiwan MO Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam ANALISA PAPARAN BISING DI LINGKUNGAN JALAN SLAMET RIYADI, JALAN Prof.Dr.R.SUHARSO, DAN JALAN ADI SUCIPTO SURAKARTA MENGGUNAKAN METODE PENGUKURAN BISING SINAMBUNG SETARA Utang Budiwan MO2949 Jurusan Fisika

Lebih terperinci

Pengendalian Bising. Oleh Gede H. Cahyana

Pengendalian Bising. Oleh Gede H. Cahyana Pengendalian Bising Oleh Gede H. Cahyana Bunyi dapat didefinisikan dari segi objektif yaitu perubahan tekanan udara akibat gelombang tekanan dan secara subjektif adalah tanggapan pendengaran yang diterima

Lebih terperinci

ANALISIS PELAKSANAAN PELAYANAN TRANSPORTASI PADA ANGKUTAN TRANS METRO KOTA PEKANBARU SKRIPSI

ANALISIS PELAKSANAAN PELAYANAN TRANSPORTASI PADA ANGKUTAN TRANS METRO KOTA PEKANBARU SKRIPSI ANALISIS PELAKSANAAN PELAYANAN TRANSPORTASI PADA ANGKUTAN TRANS METRO KOTA PEKANBARU (Studi Kasus Trans Metro Pekanbaru Koridor 01) SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat

Lebih terperinci

ANALISIS KEBISINGAN AKIBAT ARUS LALU LINTAS PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) WIROSABAN YOGYAKARTA

ANALISIS KEBISINGAN AKIBAT ARUS LALU LINTAS PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) WIROSABAN YOGYAKARTA ANALISIS KEBISINGAN AKIBAT ARUS LALU LINTAS PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) WIROSABAN YOGYAKARTA Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Lebih terperinci

Rhaptyalyani FakultasTeknik UniveristasSriwijaya Jl. Raya Prabumulih- Palembang km 32 Indralaya, Sumatera Selatan. Abstract

Rhaptyalyani FakultasTeknik UniveristasSriwijaya Jl. Raya Prabumulih- Palembang km 32 Indralaya, Sumatera Selatan. Abstract PENGARUH KECEPATAN DAN JUMLAH KENDARAAN TERHADAP KEBISINGAN (STUDI KASUS KAWASAN KOS MAHASISWA DI JALAN RAYA PRABUMULIH- PALEMBANG KM 32 INDRALAYA SUMATERA SELATAN) NyimasSepti Rika Putri FakultasTeknik

Lebih terperinci

Rhaptyalyani Fakultas Teknik Univeristas Sriwijaya Jl. Raya Prabumulih- Palembang km 32 Indralaya, Sumatera Selatan.

Rhaptyalyani Fakultas Teknik Univeristas Sriwijaya Jl. Raya Prabumulih- Palembang km 32 Indralaya, Sumatera Selatan. PENGARUH KECEPATAN DAN JUMLAH KENDARAAN TERHADAP KEBISINGAN (STUDI KASUS KAWASAN KOS MAHASISWA DI JALAN RAYA PRABUMULIH- PALEMBANG KM 32 INDRALAYA SUMATERA SELATAN) Nyimas Septi Rika Putri Fakultas Teknik

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: ( Print) D-156

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: ( Print) D-156 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-156 Peningkatan Insulasi Akustik Dinding Luar Kamar Hotel Studi Kasus Di Dalam Bandar Udara Benny Adi Nugraha, Andi Rahmadiansah,

Lebih terperinci

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ( X Print) B-101

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ( X Print) B-101 JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) 2337-3520 (2301-928X Print) B-101 Kebisingan di Dalam Kabin Masinis Lokomotif Tipe CC201 Tri Sujarwanto, Gontjang Prajitno, dan Lila Yuwana Jurusan Fisika,

Lebih terperinci

Dany Garjito Slamet Suprayogi

Dany Garjito Slamet Suprayogi ANALISIS TINGKAT KEBISINGAN EKIVALEN DESA CATURTUNGGAL KECAMATAN DEPOK DAN DESA KALITIRTO KECAMATAN BERBAH KABUPATEN SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Dany Garjito danygarjito2@yahoo.co.id Slamet Suprayogi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang tidak sesuai dengan tempat dan waktunya (Suratmo, 2002). Suara tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang tidak sesuai dengan tempat dan waktunya (Suratmo, 2002). Suara tersebut 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebisingan Lalu lintas Kebisingan adalah bentuk suara yang tidak diinginkan atau bentuk suara yang tidak sesuai dengan tempat dan waktunya (Suratmo, 2002). Suara tersebut

Lebih terperinci

TINGKAT KEBISINGAN PETUGAS GROUND HANDLING DI BANDARA NGURAH RAI BALI

TINGKAT KEBISINGAN PETUGAS GROUND HANDLING DI BANDARA NGURAH RAI BALI 63 TINGKAT KEBISINGAN PETUGAS GROUND HANDLING DI BANDARA NGURAH RAI BALI Nyoman Surayasa 1), I Made Tapayasa 2), I Wayan Putrayadnya 3) 1) Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Warmadewa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bunyi adalah gelombang mekanis logitudinal yang merambat. Bunyi dihasilkan melalui benda atau zat yang bergetar seperti, bunyi mesin kereta api. Bunyi tersebut berpotensi

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.16 No.1 Tahun 2016

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.16 No.1 Tahun 2016 DAMPAK KEBISINGAN DARI AKTIFITAS BANDARA SULTAN THAHA JAMBI TERHADAP PEMUKIMAN SEKITAR BANDARA Peppy Herawati 1 Abstract The increasing needs of the people of Jambi on air transport makes Sultan Taha Airport

Lebih terperinci

ANALISIS KEBISINGAN LALU LINTAS PADA RUAS JALAN DENGAN KELANDAIAN MEMANJANG (Studi kasus: Ruas Jalan Mahendradata)

ANALISIS KEBISINGAN LALU LINTAS PADA RUAS JALAN DENGAN KELANDAIAN MEMANJANG (Studi kasus: Ruas Jalan Mahendradata) ANALISIS KEBISINGAN LALU LINTAS PADA RUAS JALAN DENGAN KELANDAIAN MEMANJANG (Studi kasus: Ruas Jalan Mahendradata) TUGAS AKHIR Oleh : Kadek Paramita Silvia Kristiana Putri 0719151030 JURUSAN TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

BIOAKUSTIK. Akustik membahas segala hal yang berhubungan dengan bunyi,

BIOAKUSTIK. Akustik membahas segala hal yang berhubungan dengan bunyi, BIOAKUSTIK Akustik membahas segala hal yang berhubungan dengan bunyi, Bioakustik membahas bunyi yang berhubungan dengan makhluk hidup, terutama manusia. Bahasan bioakustik: proses pendengaran dan instrumen

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH VOLUME DAN KECEPATAN KENDARAAN TERHADAP TINGKAT KEBISINGAN PADA JALAN DR. DJUNJUNAN DI KOTA BANDUNG

ANALISIS PENGARUH VOLUME DAN KECEPATAN KENDARAAN TERHADAP TINGKAT KEBISINGAN PADA JALAN DR. DJUNJUNAN DI KOTA BANDUNG ANALISIS PENGARUH VOLUME DAN KECEPATAN KENDARAAN TERHADAP TINGKAT KEBISINGAN PADA JALAN DR. DJUNJUNAN DI KOTA BANDUNG Fernanda Gilsa Rahmatunnisa 1, Mutia Ravana Sudarwati 1, Angga Marditama Sultan Sufanir

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN HASIL

BAB IV ANALISA DAN HASIL BAB IV ANALISA DAN HASIL 4.1 Analisa Pengukuran Kepadatan Penumpang Analisa pengukuran kepadatan penumpang adalah menganalisa seberapa besar pengaruh kebisingan yang disebabkan kepadatan penumpang di suatu

Lebih terperinci

EFEK PARTISI TERHADAP UPAYA PENGENDALIAN KEBISINGAN

EFEK PARTISI TERHADAP UPAYA PENGENDALIAN KEBISINGAN EFEK PARTISI TERHADAP UPAYA PENGENDALIAN KEBISINGAN Jusma Karbi 1, Defrianto 2, Riad Syech 3 Mahasiswa Jurusan Fisika Bidang Akustik Jurusan Fisika Bidang Fisika Kelautan Jurusan Fisika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KEBISINGAN DI KAWASAN KAMPUS UNIVERSITAS PUTRA INDONESIA (UPI) DI KECAMATAN LUBUK BEGALUNG KOTA PADANG

ANALISIS TINGKAT KEBISINGAN DI KAWASAN KAMPUS UNIVERSITAS PUTRA INDONESIA (UPI) DI KECAMATAN LUBUK BEGALUNG KOTA PADANG ANALISIS TINGKAT KEBISINGAN DI KAWASAN KAMPUS UNIVERSITAS PUTRA INDONESIA (UPI) DI KECAMATAN LUBUK BEGALUNG KOTA PADANG Fadjar Goembira, Taufiq Ihsan, Muhammad Fahyudi Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas

Lebih terperinci

Studi Analisis Tingkat Kebisingan di Sekitar Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin

Studi Analisis Tingkat Kebisingan di Sekitar Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin Studi Analisis Tingkat Kebisingan di Sekitar Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin Sumarni Hamid Aly 1), Muralia Hustim 2), Fitri Yusmaniar 3) Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

STUDI OPTIMASI KAPASITAS LANDASAN PACU (RUNWAY) PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL JUANDA SURABAYA TUGAS AKHIR

STUDI OPTIMASI KAPASITAS LANDASAN PACU (RUNWAY) PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL JUANDA SURABAYA TUGAS AKHIR STUDI OPTIMASI KAPASITAS LANDASAN PACU (RUNWAY) PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL JUANDA SURABAYA TUGAS AKHIR Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Teknik (S1) Disusun Oleh :

Lebih terperinci

ANALISIS KEPADATAN LALU LINTAS TERHADAP KEBISINGAN YANG DITIMBULKAN KENDARAAN BERMOTOR (STUDI KASUS SDN BOJONG RANGKAS 4 BOGOR)

ANALISIS KEPADATAN LALU LINTAS TERHADAP KEBISINGAN YANG DITIMBULKAN KENDARAAN BERMOTOR (STUDI KASUS SDN BOJONG RANGKAS 4 BOGOR) ANALISIS KEPADATAN LALU LINTAS TERHADAP KEBISINGAN YANG DITIMBULKAN KENDARAAN BERMOTOR (STUDI KASUS SDN BOJONG RANGKAS 4 BOGOR) Syaiful, Mahasiswa Program Doktor Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan/Multidisiplin

Lebih terperinci

PA U PESAW PESA AT A T TER

PA U PESAW PESA AT A T TER PERENCANAAN PANJANG LANDAS PACU PESAWAT TERBANG Didalam merencanakan panjang landas pacu, dipakai suatu standar yang disebut Aeroplane Reference Field Length (ARFL) Menurut ICAO (International Civil Aviation

Lebih terperinci

Kajian Tingkat Kebisingan Komplek Permukiman di Ruang Peruntukan Perdagangan Dan Jasa Di Kota Jambi.

Kajian Tingkat Kebisingan Komplek Permukiman di Ruang Peruntukan Perdagangan Dan Jasa Di Kota Jambi. Kajian Tingkat Kebisingan Komplek Permukiman di Ruang Peruntukan Perdagangan Dan Jasa Di Kota Jambi. Guntar Marolop S. Abstract Merujuk pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Jambi Tahun 2013-2033, salah

Lebih terperinci

STUDI TINGKAT KEBISINGAN LALU LINTAS JALAN TOL PADALARANG-CILEUNYI TERHADAP PERUMAHAN TAMAN HOLIS INDAH KOTA BANDUNG.

STUDI TINGKAT KEBISINGAN LALU LINTAS JALAN TOL PADALARANG-CILEUNYI TERHADAP PERUMAHAN TAMAN HOLIS INDAH KOTA BANDUNG. STUDI TINGKAT KEBISINGAN LALU LINTAS JALAN TOL PADALARANG-CILEUNYI TERHADAP PERUMAHAN TAMAN HOLIS INDAH KOTA BANDUNG. SUSANTO ATMADJA NRP : 9721007 NIRM : 41077011970244 Pembimbing : V. Hartanto S.,Ir.

Lebih terperinci