BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Magnet Keramik Magnet keramik memiliki peran yang sangat penting dalam berbagai aplikasi, khususnya dalam rangkaian-rangkaian frekuensi tinggi dimana rugi-rugi arus eddy dalam logam sangat tinggi. Keramik sendiri adalah bahan-bahan yang tersusun dari senyawa anorganik bukan logam yang pengolahannya melalui perlakuan dengan temperatur tinggi. Kegunaannya adalah untuk dibuat berbagai keperluan desain teknis khususnya dibidang kelistrikan, elektronika, dan mekanik, serta memanfaatkan material keramik tersebut sebagai bahan magnet permanen. Material ini dapat menghasilkan medan magnet tanpa harus diberi arus listrik yang mengalir dalam sebuah kumparan atau solenoida untuk mempertahankan medan magnet yang dimilikinya. Disamping itu, magnet permanen jenis ini juga dapat memberikan medan yang konstan tanpa mengeluarkan daya yang kontinyu. Bahan keramik yang bersifat magnetik umumnya merupakan golongan ferit, merupakan oksida yang disusun oleh hematit (α-fe O 3 ) sebagai komponen utama. Bahan ini menunjukkan induksi magnetik spontan meskipun medan magnet luar yang diberikan dihilangkan. Material ferit dikenal sebagai magnet keramik, bahan itu tidak lain adalah oksida besi yang disebut ferit besi (ferrous ferrite) dengan rumus kimia MO.(Fe O 3 ) 6, dimana M adalah Ba, Sr atau Pb. 6Fe O 3 + BaCO 3 BaO.6Fe O 3 + CO Pada umumnya ferit dibagi menjadi tiga kelas (P. Sebayang, dkk, 011): 1. Ferit lunak, ferit ini mempunyai formula MFe O 4, dimana M = Cu, Zn, Ni, Co, Fe, Mn, dan Mg dengan struktur kristal seperti mineral spinel. Sifat

2 8 bahan ini mempunyai permeabilitas, hambatan jenis yang tinggi dan koersivitas yang rendah.. Ferit keras, ferit jenis ini adalah turunan dari struktur magneto plumbit yang dapat ditulis sebagai MFe 1 O 19, dimana M = Ba, Sr, Pb. Bahan ini mempunyai gaya koersivitas dan remanen yang tinggi dan mempunyai struktur kristal heksagonal dengan momen-momen magnetik yang sejajar dengan sumbu c. 3. Ferit berstruktur Garnet, magnet ini mempunyai magnetisasi spontan yang bergantung pada tempratur secara khas. Strukturnya sangat rumit, berbentuk kubik dengan sel satuan disusun tidak kurang dari 160 atom. Magnet keramik yang merupakan magnet permanen mempunyai struktur hexagonal close-pakced (HCP). Dalam hal ini bahan yang sering digunakan adalah Barrium Ferrite (BaO.6Fe O 3 ), dapat juga barium digantikan bahan yang menyerupai (segolongan) dengannya, yaitu seperti Strontium (Priyono, dkk, 004). Material magnetik ferit yang memiliki sifat-sifat campuran beberapa oksida logam valensi II, dimana oksida besi valensi III (Fe O 3 ) merupakan komponen yang utama. Ferit lunak mempunyai struktur kristal kubik dengan rumus umum MO.FeO 3 dimana M adalah Fe, Mn, Ni, dan Zn atau gabungannya seperti Mn-Zn dan Ni-Zn. Bahan ini banyak digunakan untuk inti transformator, memori komputer, induktor, recording heads, microwave dan lain-lain. Ferit keras banyak digunakan dalam komponen elektronik, diantaranya motor-motor DC kecil, pengeras suara (loud speaker), meteran air, KWH-meter, telephone receiver, circulator dan rice cooker (Angelo, P.C., 008).. Sifat-Sifat Magnet Permanen Sifat-sifat magnet permanen (hard ferrite) dipengaruhi oleh kemurnian bahan, ukuran bulir (grain size), dan orientsi kristal. Parameter kemagnetan juga dipengaruhi oleh temperatur. Koersivitas dan remenensi akan berkurang apabila

3 9 temperaturnya mendekati temperatur curie (Tc) dan akan kehilangan sifat kemagnetannya (Kerista Sebayang, dkk, 013)...1 Koersivitas Koersivitas digunakan untuk membedakan hard magnet atau soft magnet. Semakin besar gaya koersivitasnya maka semakin tinggi sifat magnetnya. Bahan dengan koersivitas tinggi berarti tidak mudah hilang kemagnetannya. Untuk menghilangkan kemagnetannya diperlukan intensitas magnet H yang besar. Tidak seperti bahan soft magnet yang mempunyai medan magnet B sebesar μ o M, dalam magnet permanen. Magnetisasi bukan merupakan fungsi linier yang sederhana dari rapat fluks karena nilai dari medan magnet H yang digunakan dalam magnet permanen secara umum jauh lebih besar dari pada dalam bahan soft magnet (Young Joon An, 008)... Remanen atau Ketertambatan Remanen atau ketertambatan adalah sisa medan magnet B dalam proses magnetisasi pada saat medan magnet H dihilangkan, atau remanensi terjadi pada saat intensitas medan magnetik H berharga nol dan medan magnet B menunjukkan harga tertentu. Bagaimanapun juga koersivitas pada magnet permanen akan menjadi kecil, jika remanensi dalam magnetisasi juga kecil. Oleh karena itu besar nilai remanensi yang dikombinasikan dengan besar koersivitas menjadi sangat penting [(Priyono, dkk, 004), (Angelo, P.C., 008)]...3 Saturasi Magnetisasi Saturasi magnetisasi adalah keadaan dimana terjadi kejenuhan, nilai medan magnet B akan selalu konstan walaupun medan eksternal H dinaikkan terus. Remanensi bergantung pada saturasi magnetisasi, untuk magnet permanen saturasi magnetisasi seharusnya lebih besar dari pada soft magnet. Kerapatan dari bahan ferit lebih rendah dibandingkan logam-logam lain dengan ukuran yang sama. Oleh karenanya nilai saturasi dari bahan ferit relatif rendah, hal ini

4 10 menguntungkan untuk dapat dihilangkan. Nilai kerapatan ferit dapat dilihat dalam daftar tabel.1 dan perbandingannya dengan material megnetik yang lain. Tabel.1 Nilai Kerapatan dari beberapa jenis Ferrite [13] No Ferrite Kerapatan, (g/cm 3 ) 1 Zinc Ferrite 5,4 Cadmium 5,76 3 Ferrous 5,4 Hexagonal 4 Barium 5,3 5 Strontium 5,1 6 MnZn (high permiability) 4,9 7 MnZn (recording head) 4,7 4,75..4 Medan Anistropi Medan anisotropi (HA), juga merupakan nilai instrinsik yang sangat penting dari magnet permanen karena nilai ini dapat didefinisikan sebagai koersivitas maksimum yang menunjukkan besar medan magnet luar yang diberikan dengan arah berlawanan untuk menghilangkan medan magnet permanen. Anisotropi salah satu metode dalam pembuatan magnet, dimana hal ini dilakukan untuk menyearahkan domain daripada magnet tersebut. Dalam proses pembentukan magnet dengan anisotropi dilakukan dalam medan magnet sehingga partiket-partikel pada magnet terorientasi dan umumnya dilakukan dengan cara basah (Young Joon An, 008). Anisotropi pada magnet dapat muncul disebabkan oleh beberapa faktor seperti bentuk magnet, struktur kristal, efek stress dan sebagainya. Anisotropi kristal banyak dimiliki oleh material feromagnetik yang disebut sebagai Magnetocrystalline Anisotropy, yaitu bahan magnet yang mempunyai sumbu mudah (easy axis) sehingga mudah dimagnetisasi (soft magnetic). Spin momen magnet terarah dan searah dengan sumbu mudah ini. Pada keadaan stabil, energi

5 11 total magnet atau magnetisasi kristal sama dengan sumbu mudah. Selain itu, ada juga yang disebut hard magnetic dimana diperlukan suatu energi untuk merubah vektor dari sumbu mudah ke sumbu keras (hard axis). Energi yang dibutuhkan untuk mengarahkan arah momen magnet menjauhi sumbu mudah disebut magnetocrystalline energy atau anisotropy energy (E A ). Besarnya nilai E A dapat ditulis dalam persamaan (S. Puneet, 008): E A = Σ K n sin n θ... (. 1) Dimana θ adalah sudut yang terbentuk dari easy axis ke hard axis, sedangkan K n disebut konstanta anisotropi. Rumus molekul umum magnet ferit adalah MO.6Fe O 3, dengan M dapat disubtitusi dengan Ba, Sr dan Pb. Untuk struktur BaO.6Fe O 3 atau lebih dikenal dengan sebutan barium heksaferit telah diketahui sebagai senyawa magnetik yang memiliki fasa tepat untuk aplikasi magnet permanen (Yue Liu, dkk, 011). Berdasarkan rumus kimia dan struktur kristalnya, barium heksaferit dikelompokkan 5 tipe, yaitu: tipe-m (BaFe 1 O 19 ), tipe-w (BaMe Fe 16 O 7 ), tipe-x (Ba Me Fe 8 O 46 ), tipe-y(ba Me Fe 1 O ) dan tipe-z (Ba Me Fe 4 O 41 ), Me merupakan ion logam transisi bivalen. Tipe-M yang lebih dikenal dengan sebutan barium heksagonal ferit (BaM) merupakan oksida keramik yang paling banyak dimanfaatkan secara komersial. Kurva histerisis magnet permanen jenis ini memiliki koersivitas yang relatif tidak besar sehingga senyawa tersebut juga berpeluang cukup baik untuk aplikasi media penyimpan data (magnetic recording) dan magneto optic materials (R. Nowosielski, dkk, 007). Beragam penelitian dasar untuk meningkatan sifat magnetik barium heksagonal ferit masih terus dikembangkan. Sifat magnetik meliputi medan magnet remanensi, koersivitas dan medan magnet saturasi. Beberapa cara untuk meningkatkan sifat-sifat tersebut antara lain mengoptimalkan metode pembuatan magnet, seperti menghasilkan produk magnet dengan proses pembuatan pada temperatur rendah dengan waktu reaksi pendek, kemurnian tinggi, dan kristalinitas yang lebih baik. Selain itu dengan memperkecil ukuran butir atau substitusi ion Fe +3 dengan berbagai ion lain seperti Zn +, Ni +,Co +, Ti +4 dan Mn + juga dapat meningkatkan sifat magnetiknya. Subtitusi ion Fe +3 pada magnet

6 1 heksagonal ferit tersebut yang dapat digunakan untuk aplikasi pada frekuensi ultra tinggi (UHF) (Darminto, dkk, 011). Divalen logam transisi seperti Mn, Co dan Ti sering digunakan karena persamaan jari-jari ionik dan konfigurasi elektron. Selain memiliki sifat magnetik, magnet ferit juga dapat bersifat sebagai isolator baik atau resistivitas listriknya tinggi (Muhammad Javed Iqbal, dkk, 010). Sifat ini muncul karena material ini memiliki komponen-komponen oksida. Perpaduan sifat intrinsik antara sifat magnetik dan sifat listrik memungkinkan material heksagonal ferit digunakan sebagai penyerap gelombang mikro. Kemampuan magnet heksagonal ferit sebagai penyerap gelombang elektromagnetik inilah yang diharapkan dapat diaplikasikan sebagai absorber gelombang mikro. Namun masih diperlukan struktur mikro yang tepat untuk menjadikan material ini sebagai material absorber. Pengaruh subtitusi parsial ion Fe oleh Mn sedikit menurunkan nilai magnetisasi total tetapi secara signifikan menurunkan nilai koersivitas. Dari referensi penelitian sebelumnya mengenai barium heksaferit yang disubtitusi ion Mn dan Ti menjadi BaFe (1-x) Mn x Ti x O 19, nilai koersivitas magnet turun dengan bertambahnya fraksi ion subtitusi (P. Sardjono, dkk, 01). Penurunan nilai koersivitas ini diperkirakan berasal dari perubahan medan anisotropi kristal karena pengaruh subtitusi ion Fe. Perubahan konstanta anisotropi pada barium heksaferrite substitusi Mn dan Ti yang memberikan peluang kepada barium heksaferit termodifikasi untuk menjadi material magnetik yang dapat digunakan untuk aplikasi penyerapan energi gelombang mikro pada frekuensi tinggi...5 Temperatur Curie (Ɵ C ) Temperature Curie (Ɵ C ) didefinisikan sebagai temperatur kritis dimana fase magnetik bertransisi dari konfigurasi struktur magnetik yang teratur menjadi tidak teratur. Takanori, 011 menganalisa sifat magnet dan pengaruhnya terhadap temperatur Curie dengan pensubsitusian ion Ti dan Co. Dari hasil penelitiannya pada komposisi x =,5, sifat ferrimagnetik berubah menjadi paramagnetik dan nilai temperatur Curie naik seiring naiknya komposisi subsitusi Ti dan Co. Dimana untuk x =,5 temperatur curienya adalah 69 o C sedangkan pada x = 5

7 13 temperatur Curienya 730 o C. Hal tersebut juga mempengaruhi penurunan nilai remanensinya..3 Barium Heksaferit (BaO.6Fe O 3 ) Cara paling sederhana untuk memahami kisi kristal adalah dengan membayangkan atom-atom dalam kristal berupa titik-titik. Setiap titik-titik mempunyai lingkungan yang seba sama, sehingga satu sama lain tidak dapat dibedakan walaupun dipandang dari segala arah. Bila tiap titik tersebut dihubungkan maka akan diperoleh kisi-kisi yang teratur dan periodik memenuhi ruang. Berikut ilustrasi yang menunjukan kisi sebuah sistem kristal Barium heksaferit pada Gambar.1 Gambar.1 Struktur kristal BaO.6Fe O 3 []. Barium heksaferit (BaO.6Fe O 3 ) yang memiliki parameter kisi a = b = 5,890 Angstrom, dan c = 3,1830 Angstrom. Barium heksaferit (BaFe 1 O 19 ) dikenal sebagai magnet permanen dengan struktur heksagonal yang sesuai dengan space group P 63/mmc (Babalola, O.A, 010). Seperti kelompok oksida lainnya, material ini memiliki sifat mekanik yang sangat kuat dan tidak mudah terkorosi. Senyawa ini biasanya digunakan sebagai perekam magnetik, divais gelombang mikro (microwave) dan absorber (Perdamean Sebayang, Achmad

8 14 Maulana Soehada S., 013). Magnet ini sangat diminati, sehingga banyak usaha dilakukan untuk memproduksi subtitusi kation yang mungkin ke dalam BaFe 1 O 19 guna meningkatkan sifat magnetiknya..4 Sifat Mangan Oksida (MnO) Mangan Oksida adalah suatu unsur kimia yang mempunyai nomor atom 5 dan memiliki melting point 150 C. MnO merupakan oksida logam transisi yang memiliki anisotropi yang kuat, keras dan merupakan material yang bersifat antiferomagnetik. Warnanya merah kehitam-hitaman dan memiliki sistem kristal tetragonal. Selain itu juga MnO memiliki daya hantar listrik yang baik. Berikut ini struktur kristal dari MnO yang diperlihatkan pada Gambar.. Gambar. Struktur Kristal MnO [4]..5 Sifat Titanium Oksida (TiO ) Titanium Oksida merupakan kristal berwarna putih dengan indeks bias yang sangat tinggi dan memiliki melting point 1855 C. Kristal ini merupakan bahan semikonduktor yang memiliki selisih band gap sebesar 3, ev (energi celah) dengan rentang -1. ev ev. Titanium Oksida (TiO ) digunakan sebagai bahan absorber karena inert, tidak berbahaya dan merupakan semikonduktor yang murah. Titanium Oksida (TiO ) mempunyai 3 bentuk kristal rutile, anatase dan brookite. Rutile dan anatase mempunyai struktur tetragonal dengan kisi kristal dan sifat fisika yang berbeda. Struktur rutile lebih stabil pada temperatur tinggi, sedangkan anatase lebih stabil pada temperatur rendah. Brookite mempunyai struktur ortorombik yang sulit

9 15 dibuat dan jarang ditemukan. Titanium Oksida (TiO ) relatif melimpah dalam kulit bumi yaitu sekitar 0,6%. Berikut ini struktur kristal dari rutile, anatase dan brookite yang diperlihatkan pada Gambar.3. Gambar.3 Struktur kristal rutile, anatase dan brookite (R. Nowosielski, 007)..6 Material Magnetik Magnet yang paling banyak dikenal adalah mengandung besi metalik. Beberapa elemen lain juga memperlihatkan sifat magnet, tapi tidak semua magnet berwujud logam. Teknologi mutakhir sekarang telah menggunakan keduanya, baik magnet metalik maupun keramik. Teknologi mutakhir ini juga memanfaatkan elemen-elemen lain untuk meningkatkan kemampuan magnetik. Magnet terdiri dari tiga kriteria, bisa berwujud magnet tetap atau magnet permanen, magnet tidak tetap, dan magnet buatan..6.1 Magnet Tetap Magnet tetap adalah magnet yang tidak memerlukan tenaga atau bantuan dari luar untuk menghasilkan daya magnet (berelektromagnetik). Magnet jenis ini dapat mempertahankan kemagnetannya dalam waktu yang sangat lama (Adiguzel, H.I., 008). Jenis magnet tetap selama ini yang diketahui terdapat pada: a) Magnet Keramik (hard ferrite) b) Magnet Alnico (Alumunium, Nikel, dan Cobalt) c) Magnet Samarium-Cobalt (Samarium Cobalt/SmCo) d) Magnet Neodymium (Neodymium Iron Boron/NdFeB/NIB)

10 16.6. Magnet Tidak Tetap Magnet tidak tetap (remanen) tergantung pada medan listrik untuk menghasilkan medan magnet. Contoh magnet tidak tetap adalah elektromagnet, yang mana akan memiliki daya magnet bila diberi arus listrik dan daya magnetnya akan hilang ketika arus listrik dihilangkan (Adiguzel, H.I., 008) Magnet Buatan Magnet buatan meliputi hampir seluruh magnet yang ada sekarang ini. Bentuk magnet buatan antara lain (Alberto Ubaldini, 008): a. Magnet U b. Magnet ladam c. Magnet batang d. Magnet lingkaran e. Magnet jarum (kompas).7 Sifat Kemagnetan Bahan Bahan magnetik adalah suatu bahan yang memiliki sifat kemagnetan dalam komponen pembentuknya. Menurut sifatnya terhadap adanya pengaruh kemagnetan, bahan magnet ini dapat digolongkan menjadi 5 yaitu bahan Diamagnetik, bahan Paramagnetik, bahan Ferromagnetik, bahan anti Ferromagnetik, dan bahan Ferrimagnetik (Alberto Ubaldini, 008)..7.1 Bahan Diamagnetik Bahan diamagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet atomik dari masing-masing atom/molekulnya adalah nol, tetapi medan magnet akibat orbit dan spin elektronnya tidak nol (Basoglu, M, 009). Bahan diamagnetik tidak mempunyai momen dipol magnet permanen. Jika bahan diamagnetik diberi medan magnet luar, maka elektron-elektron dalam atom akan mengubah gerakannya sedemikian rupa sehingga menghasilkan resultan medan magnet atomik yang arahnya berlawanan dengan medan magnet luar tersebut, seperti terlihat pada Gambar.4.

11 17 Gambar.4 Arah domain dan kurva bahan Diamagnetik Sifat diamagnetik bahan ditimbulkan oleh gerak orbital electron karena atom mempunyai elektron orbital, maka semua bahan bersifat diamagnetik. Suatu bahan dapat bersifat magnet apabila susunan atom dalam bahan tersebut mempunyai spin elektron yang tidak berpasangan. Dalam bahan diamagnetik hampir semua spin elektron berpasangan, akibatnya bahan ini tidak menarik garis gaya. Permeabilitas bahan ini: µ < µ o dengan suseptibilitas magnetik bahan: m 0. Nilai bahan diamagnetik mempunyai orde m 3 /kg. Contoh bahan diamagnetik yaitu: bismut, perak, emas, tembaga dan seng (El-Lawindy,009)..7. Bahan Paramagnetik Bahan paramagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet atomik masing-masing atomnya tidak nol, tetapi resultan medan magnet atomik total seluruh atomnya dalam bahan nol. Hal ini disebabkan karena gerakan atomnya acak, sehingga resultan medan magnet atomik masing-masing atom saling meniadakan. Di bawah pengaruh medan eksternal, bahan tersebut akan mensejajarkan diri karena adanya torsi yang dihasilkan, seperti terlihat pada Gambar.5. Sifat paramagnetik ditimbulkan oleh momen magnetik spin yang menjadi terarah oleh medan magnet luar (Indrani Coondoo, 011).

12 18 (a) Gambar.5 Arah domain dan kurva bahan paramagnetik (a).sebelum diberi medan magnet luar, (b). Setelah diberi medan magnet luar. (b) Bahan ini jika diberi medan magnet luar, elektron-elektronnya akan berusaha sedemikian rupa sehingga resultan medan magnet atomiknya searah dengan medan magnet luar. Sifat paramagnetik ditimbulkan oleh momen magnetik spin yang menjadi terarah oleh medan magnet luar. Pada bahan ini efek diamagnetik (efek timbulnya medan magnet yang melawan medan magnet penyebabnya) dapat timbul, tetapi pengaruhnya sangat kecil. Dalam bahan ini hanya sedikit spin elektron yang tidak berpasangan, sehingga bahan ini sedikit menarik garis-garis gaya. Dalam bahan paramagnetik, medan B yang dihasilkan akan lebih besar dibanding dengan nilainya dalam hampa udara. Suseptibilitas magnet dari bahan paramagnetik adalah positif dan berada dalam rentang 10-5 sampai 10-3 m 3 /kg, sedangkan permeabilitasnya adalah µ > µ o. Contoh bahan paramagnetik: alumunium, magnesium dan wolfram (Rosler, S., 003)..7.3 Bahan Ferromagnetik Bahan Ferromagnetik mempunyai resultan medan magnet atomik besar, hal ini disebabkan oleh momen magnetik spin elektron. Pada bahan ini banyak spin elektron yang tidak berpasangan, masing-masing spin elektron yang tidak berpasangan ini akan menimbulkan medan magnetik, sehingga medan magnet total yang dihasilkan oleh satu atom menjadi lebih besar (Nita Dilawar, 008). Medan magnet dari masing-masing atom dalam bahan Ferromagnetik sangat kuat, sehingga interaksi diantara atom-atom tetangganya menyebabkan sebagian besar

13 19 atom akan mensejajarkan diri membentuk kelompok-kelompok, kelompok inilah yang dikenal dengan domain (Novizal, 013), diperlihatkan pada Gambar.6. Gambar.6 Arah domain dan kurva bahan Ferromagnetik Bahan Ferromagnetik juga memiliki susebtibilitas yang tinggi, sangat berguna karena menghasilkan medan magnet B yang kuat dengan arus yang relatif kecil dalam koil. Bahan ini memiliki banyak domain kecil dengan dimensi linier sekitar 1μm (10-6 m). Tiap domain berisi beberapa dipol magnet hasil spin elektron, yang disusun secara paralel oleh gaya yang kuat antara dipol-dipol yang berdekatan. Arah susunan dari dipol magnet dari domain yang satu dengan yang lainnya berbeda, sehingga biasanya tidak terdapat gabungan medan magnet dalam bahan tersebut sebagai satu-kesatuan. Domain-domain dalam bahan Ferromagnetik, dalam ketiadaan medan eksternal, momen magnet dalam tiap domain akan paralel, tetapi domain-domain diorientasikan secara acak, dan yang lain akan terdistorsi karena pengaruh medan eksternal. Domain dengan momen magnet paralel terhadap medan eksternal akan mengembang, sementara yang lain mengerut. Semua domain akan mensejajarkan diri dengan medan eksternal pada titik saturasi. Artinya bahwa setelah seluruh domain sudah terarahkan, penambahan medan magnet luar tidak memberi pengaruh apa-apa karena tidak ada lagi domain yang perlu disearahkan, keadaan ini disebut dengan penjenuhan (saturasi). Bahan ini juga mempunyai sifat remanensi, artinya bahwa setelah medan magnet luar dihilangkan, akan tetap memiliki medan magnet, karena itu bahan ini sangat baik sebagai sumber magnet permanen. Permeabilitas bahan: µ» µ o dengan suseptibilitas bahan: χ m» 0. Contoh bahan Ferromagnetik: besi, baja. Sifat

14 0 kemagnetan bahan Ferromagnetik akan hilang pada temperatur Curie. Temperatur Curie untuk besi lemah adalah 770 o C dan untuk baja adalah 1043 o C Sifat bahan Ferromagnetik biasanya terdapat dalam bahan ferit. Ferit merupakan bahan dasar magnet permanen yang banyak digunakan dalam industriindustri elektronika, seperti dalam loudspeaker, motor-motor listrik, dynamo dan KWH-meter. Bahan-bahan Ferromagnetik dapat dikategorikan menjadi dua bagian yaitu: a. Bahan yang mudah dijadikan magnet yang lazim disebut bahan magnetik lunak. Bahan ini banyak digunakan untuk inti transformator, inti motor atau generator, rilai (relay), peralatan sonar atau radar. b. Bahan Ferromagnetik yang sulit dijadikan magnet tetapi setelah menjadi magnet tidak mudah kembali seperti semula disebut bahan magnetik keras, bahan ini digunakan untuk pabrikasi magnet permanen (Rosika, K., 005)..7.4 Bahan Anti Ferromagnetik Bahan anti Ferromagnetik adalah suatu bahan yang memiliki susebtibilitas positif yang kecil pada segala temperatur, tetapi perubahan suscepbilitas karena tempratur adalah keadaan yang sangat khusus. Susunan dwikutubnya adalah sejajar tetapi berlawanan arah (Manigandan, A., 011), diperlihatkan pada Gambar.7. (a) (b) Gambar.7 Arah domain dan kurva bahan Anti Ferromagnetik, (a) Sebelum diberi medan luar, (b) Setelah diberi medan luar

15 1.7.5 Bahan Ferrimagnetik Bahan ferrimagnetik memiliki resisitivitas yang jauh lebih tinggi dibanding bahan ferromagnet. Oleh karena itu ferrimagnet (ferrit) arus-eddy yang terjadi pada bahan ini kecil (Moto, keba., 003). Dalam bahan ini hanya sedikit spin elektron yang tidak berpasangan, sehingga bahan ini sedikit menarik garisgaris gaya (Ramajo L, 009), diperlihatkan pada Gambar.8. Gambar.8 Arah domain dan kurva bahan Ferrimagnetik. Untuk karakterisasi sifat magnet digunakan alat permagraph yaitu alat yang dapat menghasilkan kurva histerisis loop yang dilengkapi dengan nilai induksi remanen (Br) dan Gaya koersif (Hc). Pada saat pengukuran berlangsung terjadi proses magnetisasi pada bahan/sampel, selesai pengukuran bahan sudah memiliki sifat magnetik yang permanen. Sifat-sifat magnet permanen berdasarkan kurva histerisis adalah sebagai berikut: sulit dimagnetisasi dan didemagnetisasi, Koersivitas tinggi (Hc), dengan Hc yang tinggi maka dapat mempertahankan orientasi momen magnetiknya untuk waktu yang lama, sebagai sumber gaya gerak magnet dalam kumparan magnetik, remanensi tinggi (Br), histeris loss besar, permeabilitas (μ) kecil (Moto, keba., 003). Gambar.9 Kurva Histerisis.

16 Besarnya sifat magnet suatu bahan dapat diketahui melalui kurva histerisis seperti pada gambar.9. Dari kurva tersebut dapat diketahui besarnya induksi remanen (Br), dan koersivitas (Hc). Apabila suatu bahan magnet yang berada dalam keadaan dimagnetisasi (B = 0), diberi medan magnet luar H yang membesar secara kontinu akan mencapai titik maksimum pada titik A (garis OA). Harga B pada saat itu adalah Bs (magnetisasi jenuh). Jika medan magnet luar ini diturunkan secara kontinu, maka kurva B-H tidak mengikuti garis OA tetapi mengikuti garis AB. Pada saat H berharga 0 maka induksi magnet B akan mempunyai harga Br (induksi magnet remanen). Untuk mengembalikan B menjadi 0 diperlukan medan negatif Hc (gaya koersifitas) di titik C. Jika medan magnet diturunkan terus maka akan dicapai titik induksi magnet jenuh bernilai negatif (-Bs) pada titik D. Jika medan negatif H dibalik maka kurva akan mengikuti garis DEFA sampai mencapai harga Bs lagi, sehingga diperoleh kurva histerisis (Ramajo L, 009)..8 Karakterisasi Dan Evaluasi Magnet Permanen Karakterisasi dan evaluasi material magnet permanen sangat diperlukan setelah produk magnet permanen BaFe (1-x) Mn x Ti x O 19 dihasilkan, karena melalui proses ini maka produk magnet permanen yang dihasilkan dapat lebih dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Analisa serbuk yang digunakan dalam penelitian ini juga perlu dilakukan untuk mengetahui suhu kalsinasi yang dibutuhkan. Karakterisasi material yang akan dibahas disini adalah karakterisasi struktur kristal dengan menggunakan alat difraksi sinar-x dan SEM dan karakterisasi sifat kemagnetan menggunakan alat Gaussmeter dan vibrating sample magnetometer (VSM) atau dengan Permagraph, sedangkan evaluasi sifat fisis magnet dibatasi oleh densitas dan porositas. Pengujian material terhadap absorber gelombang elektromagnetik sebagai fungsi frekuensi juga diamati dengan menggunakan Vector Network Analizer (VNA).

17 3.8.1 Pengujian Differential Thermal Analysis (DTA) Serbuk hasil sintesis yang telah dikeringkan selanjutnya diuji DTA untuk mengetahui temperatur terjadinya transformasi fasa pada bahan. DTA (Differential Termal Analizer) merupakan analisis termal yang mengukur perbedaan suhu (ΔT) antara sampel dan material acuan yang inert sebagai fungsi dari suhu. DTA adalah alat untuk melakukan analisis termal dengan tujuan penentuan reaksi keadaan padat, dekomposisi termal, terjadinya transisi fasa dan menunjukkan adanya reaksi endotermik maupun eksotermik akibat adanya perubahan temperatur (Achmad Maulana Soehada, Nasruddin M.N 013)..8. Uji Difraksi Sinar-X (XRD) Uji difraksi sinar-x (XRD) dilakukan untuk menentukan fasa yang terbentuk setelah serbuk mengalami proses kalsinasi. Dari data yang akan dihasilkan dapat diprediksi ukuran kristal serbuk dengan bantuan software X- powder dan Match. Ukuran kristalin ditentukan berdasarkan pelebaran puncak difraksi sinar-x yang muncul. Makin lebar puncak difraksi yang dihasilkan maka makin kecil ukuran kristal serbuk. Hubungan antara ukuran kristal dengan lebar puncak difraksi sinar-x dapat diproksimasi dengan persamaan Schrerer berikut :... (.) dengan D adalah ukuran (diameter) kristal, λ adalah panjang gelombang sinar-x yang digunakan (λ = 0, nm), Ɵ adalah sudut Bragg, B adalah FWHM satu puncak yang dipilih. Geometri peralatan difraksi sinar X diperlihatkan pada Gambar.10.

18 4 Gambar.10 Geometri sebuah Difraktometer sinar X [39]. Ada 3 komponen dasar suatu difraktometer sinar X yaitu: 1. Sumber Sinar X. Spesimen (Bahan Uji) 3. Detektor sinar X Ketiganya terletak pada keliling sebuah lingkaran yang disebut lingkaran pemfokus. Sudut antara permukaan bidang spesimen dan sumber sinar X adalah sudut Bragg (Ө). Sudut antara projeksi sumber sinar X dan detektor adalah Ө. Atas dasar ini pola difraksi sinar X yang dihasilkan dengan geometri ini sering dikenal sebagai penyidikan (scans) Ө - Ө (theta-dua theta). Pada geometri Ө - Ө sumber sinar X-nya tetap, dan detektor bergerak melalui suatu jangkauan (range) sudut. Jejari (radius) lingkaran pemfokus tidak konstan tetapi bertambah besar bila Ө berkurang. Range pengukuran Ө biasanya dari 0 0 hingga sekitar Pada eksperimen tidak diperlukan menyidik seluruh sudut tersebut, pemilihan rangenya tergantung pada struktur kristal material (jika dikenal) dan waktu yang diperlukan untuk memperoleh pola difraksinya. Untuk spesimen yang tak dikenal range sudut yang besar sering dilakukan karena posisi refleksirefleksinya belum diketahui. Geometri Ө - Ө umumnya digunakan, walaupun masih ada geometri yang lain seperti geometri Ө - Ө (theta-theta) dimana detektor dan sumber sinar-x

19 5 keduanya bergerak pada bidang vertikal dalam arah yang berlawanan di atas pusat spesimennya. Pada beberapa bentuk analisis difraksi sinar-x sampel dapat dimiringkan dan dirotasikan sekitar suatu sumbu ψ (psi). Lingkaran difraktometer pada gambar.9 berbeda dari lingkaran pemfokusnya. Lingkaran difraktometer berpusat pada specimen dan detektor dengan sumber sinar-x keduanya berada pada keliling lingkarannya. Jejari lingkaran difraktometer adalah tetap. Lingkaran difraktometer juga dinyatakan sebagai lingkaran goniometer. Goniometer adalah komponen sentral dari suatu difraktometer sinar-x dan mengandung pemegang sampel (sample holder). Pada kebanyakan difraktometer serbuk goniometernya adalah vertikal..8.3 Scanning Electron Microscope (SEM) Berbicara tentang teknologi nano, maka tidak akan bisa lepas dari mikroskop, yaitu alat pembesar untuk melihat struktur benda kecil tersebut. Teknologi nano: teknologi yang berbasis pada struktur benda berukuran nano meter, satu nano meter = sepermilyar meter. Tentu yang dimaksud disini bukanlah mikroskop biasa, tetapi mikroskop yang mempunyai tingkat ketelitian (resolusi) tinggi untuk melihat struktur berukuran nano meter. Oleh sebab itu maka dibutuhkan SEM (Scaning Electron Microscope) untuk morfologi dari sampel. Fungsi mikroskop elektron scanning atau SEM adalah dengan membuat terfokus balok halus elektron ke sampel. Elektron berinteraksi dengan sampel komposisi molekul. Energi dari elektron menuju ke sampel secara langsung dalam proporsi jenis interaksi elektron yang dihasilkan dari sampel. Serangkaian energi elektron terukur dapat dihasilkan yang dianalisis oleh sebuah mikroprosesor yang canggih yang menciptakan gambar tiga dimensi atau spektrum elemen yang unik yang ada dalam sampel dianalisis. Ini adalah rangkaian elektron yang dibelokkan oleh tumbukan dengan elektron yang dihamburkan oleh sampel.

20 6.8.4 X-Ray Fluorosence (XRF) XRF merupakan pengujian yang tidak merusak (Lisjak,D, 006). XRF berfungsi untuk mengganalisa komposisi kimia yang terkandung dalam suatu sampel dengan menggunakan metode stoikiometri. XRF pada umumnya digunakan untuk menganalisis mineral dan bebatuan. Analisis digunakan secara kualitatif maupun kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk menganalisis jenis unsur yang terkandung dalam bahan dan analisis kuantitatif dilakukan untuk menentukan konsentrasi unsur dalam bahan. Secara garis besar, prinsip kerja XRF adalah elektron pada kulit bagian dalam sampel akan dieksitasi oleh foton (bagian dari sinar-x). Selama proses dieksitasi proton akan berpindah dari tingkat energi yang lebih tinggi untuk mengisi kekosongan elektron. Energi yang dipancarkan oleh kulit yang berbeda akan muncul sebagai sinar-x yang diemisikan oleh atom. Spektrum sinar-x yang diperoleh selama proses diatas menyatakan jumlah dari karakteristik puncak. Energi puncak untuk mengidentifikasi unsur dalam sampel (analisis kualitatif), sementara intensitas puncak menyediakan konsentrasi unsur yang relevan dan mutlak (analisis kuantitatif dan semi kuantitatif). XRF terdiri dari sumber radiasi primer (biasanya radioisotop atau tabung sinar-x) dan peralatan untuk mendeteksi sinar-x sekunder. XRF mempunyai keunggulan analisis yang cepat dan tidak memerlukan preparasi yang rumit. Waktu yang digunakan untuk sekali pengujian adalah 300 detik (5 menit). Sedangkan preparasi sampel tidak perlu dilakukan dengan merusak, sehingga sampel dapat segera diukur..8.5 Permagraph Permagraph merupakan salah satu alat ukur sifat magnet dari berbagai kelompok seperti Alnico, Ferrite atau dari logam tanah jarang. Sifat magnet yang akan diukur oleh permagraph diantaranya adalah koersifitas Hc, nilai produk maksimum (BH)max dan remanensi Br. Untuk permagraph C memiliki perlengkapan dalam pengukuran kurva histerisis bahan permanen magnet seperti: electronik EF 4-1F, elektromagnet EP /E (kuat medan magnet sampai dengan 1800 ka/m =. Tesla), komputer dan printer.

21 7 Hasil yang dapat diperoleh dari permagraph C: otomatis mengukur kurva histerisis magnet permanen (B-H curve), dapat menentukan kuantitas magnet seperti koersifitas, remanensi, nilai produk maksimum, pengukuran dengan surrounding coils untuk menentukan nilai rata-rata magnetik dan pengukuran distribusi kuat medan magnet permanen dengan pole coils..8.6 Uji Densitas Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material. Pengukuran densitas yang dilakukan pada penelitian ini adalah Bulk density. Bulk density merupakan densitas sampel yang berdasarkan volume sampel termasuk dengan rongga atau pori. Pengujian Bulk density dilakukan untuk megukur benda padatan yang besar dengan bentuk yang beraturan maupun yang tidak beraturan. Pada pengujian Bulk density menggunakan metode Archimedes. Prosedur kerja untuk menentukan besarnya bulk densitas (g/cm 3 ) suatu sampel berbentuk pellet adalah sebagai berikut: 1. Meletakkan tiang penyangga dan kawat penggantung diatas neraca, kemudian ditimbang dan dikalibrasi kembali neracanya.. Mengikat pellet dengan menggunakan kawat penggantung dan ditimbang massanya (M 0 ). 3. Menuangkan air kira-kira ¾ dari volume beaker glass 100 ml dan memasukkan pellet yang menggantung tadi ke dalam air, kemudian ditimbang massanya (M a ). 4. Melakukan langkah di atas untuk sampel yang lainnya. Sehingga densitas dapat dihitung dengan persamaan [4]:... (. 3)

22 8.8.7 Porositas Porositas dapat didefenisikan sebagai perbandingan antara jumlah volume lubang-lubang kosong yang dimiliki oleh zat padat (volume kosong) dengan jumlah dari volume zat padat yang ditempati oleh zat padat. Porositas pada suatu material dinyatakan dalam persen (%) rongga fraksi volume dari suatu rongga yang ada di dalam material tersebut. Besarnya porositas pada suatu material bervariasi mulai dari 0 % sampai dengan 90 % tergantung dari jenis dan aplikasi material tersebut. Ada dua jenis porositas yaitu porositas terbuka dan porositas tertutup. Porositas yang tertutup pada umumnya sulit untuk ditentukan karena pori tersebut merupakan rongga yang terjebak di dalam padatan dan serta tidak ada akses ke permukaan luar, sedangkan pori terbuka masih ada akses ke permukaan luar, walaupun ronga tersebut ada ditengah-tengah padatan. Untuk pengukuran porositas suatu bahan mengacu pada standar (ASTM C 373), khususnya untuk material berpori. Porositas suatu bahan pada umumnya dinyatakan sebagai porositas terbuka atau apparent porosity, dan dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut: Dimana: Porositas... (. 4) Mkw = Massa kawat penggantung sampel (gram) Mb = Massa sampel setelah direbus dalam air selama 3-5 jam (gram). Mg = Massa sampel digantung dalam air (gram). Mk = Massa sampel kering setelah dilakukan pengeringan dalam oven dengan temperatur 100 o C selama 1 jam, hal ini dilakukan sampai beberapa kali pengulangan hingga massanya konstan (gram). Dalam menentukan porositas tidak beda jauh dengan cara mencari densitas. Hanya saja dalam mencari nillai densitas parameter yang sudah ada dan sesuai dengan rumus akan dikalikan seratus persen (Mallick, 007).

23 9.8.8 Vector Network Analyzer (VNA). Alat Vector Network Analyzer (VNA) bekerja berdasarkan parameter hamburan (scattering parameter, S-parameter) yang digunakan untuk mengukur gelombang elektromagnetik dengan frekuensi yang tinggi. VNA dapat digunakan untuk menyatakan Voltage Standing Wave Ratio (VSWR), gain, return loss, transmission coefisien, dan reflection coefisien. Untuk lebih jelasnya berikut pembahasan dengan two port network. Pada Gambar.11 tersebut terlihat bahwa untuk menggambarkan perilaku jaringan digunakan pada transportasi gelombang, yaitu gelombang yang datang menuju dan meninggalkan port 1 dan port, parameter yang digunakan adalah tegangan dan arus pada masing-masing port (Tang,Xin., 005). Gambar.11 (a). Konsep perambatan gelombang elektromagnetik pada material dan (b). Scatering parameter ( S 11, S 1, S 1, dan S ) pada VNA. Pada Gambar.1 merupakan rangkaian alat Vector Network Analyzer (VNA) yang menjelaskan siklus amplitude tegangan dari gelombang yang menuju ke port, dan amplitude tegangan dari gelombang yang meninggalkan port. Formulasi yang dihasilkan dari kompleks impedansi memenuhi persamaan berikut:... (.5)

24 30 Gambar.1. Rangkaian alat Vector Network Analizer (VNA) Reflection loss (RL) berhubungan dengan impedansi relatif antara permukaan bahan dan perambatan gelombang. Besarnya reflection loss di bawah bidang gelombang (kondisi medan jauh) dapat diilustrasikan sebagai berikut []: gelombang yang datang dan yang ditransmisikan oleh VNA dapat dipresentasikan sebagai parameter hamburan S (S-parameter), sebagai contoh: S 11 (atau S ) dan S 1 (atau S 1 ), yang mana berhubungan secara tertutup terhadap gelombang elektromagnetik (EM) yang mengacu pada (Nicolson and Ross, 1970; Ott, 009; Paul, 004; Weir, 1974) (Tang,Xin., 005). Ada banyak teknik pengembangan untuk mengukur S-parameter ini berupa metoda refleksi/transmisi. Teknik probe koaksial ujung terbuka, teknik ruang terbuka, metoda resonansi cavity dan teknik pelat paralel [43]. Walaupun teknik refleksi/transmisi merupakan metoda yang terpopuler sebagai pengukuran yang simultan untuk ke empat S-parameter dan memberikan nilai complex permittivity sebagai permeabilitas magnetik dengan menggunakan algoritma atau melalui pengembangan model untuk memperoleh nilai permittivity dan permeability dari perekaman hasil S-parameter. Tabel., memberikan nilai Nicholson-Ross-Weir (NRW), input S-parameter dan output permittivity (μ r ) dan permeability (ε r ). Untuk memilih teknik yang digunakan tergantung pada beberapa faktor seperti: pengukuran S-parameter, panjang sampel, sifat luaran yang diinginkan, kecepatan konversi dan akurasi hasil konversinya.

25 31 Table.. NRW technique, input S-parameter dan output attributes Technique Nicolson-Ross-Weir (NRW) Input S-parameters S 11, S 1, S 1 and S or and S 11 and S 1 (or S and S 1 ) Output attributes ε r and μ r Penggunaan teknik Nicholson-Ross-Weir (NRW) secara langsung dapat dihitung permittivity (µ*) dan permeability (*) dari input S-parameter. Secara umum penggunaan teknik ini dibutuhkan sebagai konversi dimana pengukuran dari koefisien reflection (Γ) dan transmission (T) ke empat S-parameter: (S 11, S 1, S 1, S ) atau pasangan (S 11, S 1 ) dari material test yang akan diukur. Pengukuran tersebut menurut metoda NRW memenuhi persamaan berikut (Tang,Xin., 005): S 11 (1 T (1 T ) ) dan S 1 T(1 (1 T ) )... (.6) Ketika ekstraksi S-parameters ini dari network analyzer, maka secara silmultan solusi koefisien refleksi diberikan sebagai berikut: X X 1... (.7) Kondisi [ Γ < 1] adalah digunakan untuk mendapatkan koreksi akar kuadrat pada persamaan di atas sehingga parameter X dapat dinyatakan sebagai: X S S S (.8) 11 1 Selanjutnya koefisien transmission dapat dituliskan sebagai: T S11 S1 ( S S ) (.9)

26 3 Bagian real dan imaginer dari complex pemittivity (*) dan permeability (µ*) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: * (1 ) 1... (.10) C Dimana λ O dan λ C masing-masing adalah panjang gelombang pada ruang vakum dan cutoff sehingga Ʌ dinyatakan sebagai [43]: 1 * * (.11) ln L T O C Selanjutnya complex permittivity ( * ) dapat dituliskan sebagai: O * 1 C *... (.1) 1 1 ln( ) L T Bagian imaginer dalam bentuk ln(1/t) adalah sama dengan i(θ + πn), dimana n = 0, ± 1, ±, i.e. perkalian integral ratio L/λg, dimana L adalah panjang sampel dan λg, adalah panjang gelombang di dalam sampel (Tang,Xin., 005). Berkaitan dengan aplikasi material magnet BaFe (1-x) Mn x Ti x O 19 untuk bidang Radio Detection and Ranging (RADAR) maka perlu diketahui besarnya nilai Reflection loss (RL) dan absorbsi (A) dari material tersebut. Reflection loss (RL) adalah suatu parameter untuk mengevaluasi sifat penyerapan gelombang mikro, didefenisikan sebagai (Yong An,Sung., 00): RL (db) = 0 log (S 11 ),... (.13) Nilai absorbsi (A) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: A = (1 - S 11 S 1 ) x 100%... (.14) Dimana S 11 dan S 1 masing-masing adalah koefisien refleksi dan transmisi dari gelombang mikro. Sedangkan besarnya nilai absolut RL dan absorbsi A,

27 33 menyatakan tingginya kemampuan penyerapan gelombang yang diukur dengan menggunakan Vector Network Analyzer (VNA) pada rentang frekuensi 4 10 GHz Menurut Vladimir B. Bregar, 005 ketebalan mempengaruhi Reflection loss yang ada pada suatu material. Dalam penelitiannya menyebutkan bahwa material yang berukuran mm memiliki Reflection loss yang besar pula, artinya gelombang yang diserap semakin banyak.

KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK DAN SERAPAN GELOMBANG MIKRO BARIUM M-HEKSAFERIT BaFe 12 O 19

KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK DAN SERAPAN GELOMBANG MIKRO BARIUM M-HEKSAFERIT BaFe 12 O 19 KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK DAN SERAPAN GELOMBANG MIKRO BARIUM M-HEKSAFERIT BaFe 12 O 19 NOER AF IDAH 1109201712 DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr. Darminto, MSc Pendahuluan: Smart magnetic materials Barium M-Heksaferit

Lebih terperinci

BAB 2 STUDI PUSTAKA Magnet

BAB 2 STUDI PUSTAKA Magnet BAB 2 STUDI PUSTAKA 2.1. Magnet Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan untuk

Lebih terperinci

Gambar 2.1. momen magnet yang berhubungan dengan (a) orbit elektron (b) perputaran elektron terhadap sumbunya [1]

Gambar 2.1. momen magnet yang berhubungan dengan (a) orbit elektron (b) perputaran elektron terhadap sumbunya [1] BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Momen Magnet Sifat magnetik makroskopik dari material adalah akibat dari momen momen magnet yang berkaitan dengan elektron-elektron individual. Setiap elektron dalam atom mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Magnet permanen adalah salah satu jenis material maju dengan aplikasi yang sangat luas dan strategis yang perlu dikembangkan di Indonesia. Efisiensi energi yang tinggi

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA. Universitas Sumatera Utara

BAB II STUDI PUSTAKA. Universitas Sumatera Utara BAB II STUDI PUSTAKA 2.1.Meteran Air Ada banyak tipe meter air yang dibuat, salah satunya adalah multi jet. Meter air tipe ini digerakkan oleh putaran turbin di dalam rumah meter. Meteran ini bekerja berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Magnet Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Asal kata magnet diduga dari kata magnesia yaitu nama suatu daerah di Asia kecil. Menurut

Lebih terperinci

BAB 2 Teori Dasar 2.1 Konsep Dasar

BAB 2 Teori Dasar 2.1 Konsep Dasar BAB 2 Teori Dasar 2.1 Konsep Dasar 2.1.1 Momen Magnet Arus yang mengalir pada suatu kawat yang lurus akan menghasilkan medan magnet yang melingkar di sekitar kawat, dan apabila kawat tersebut dilingkarkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sintesis Fe 2 O 3 Dari Pasir Besi Dalam rangka meningkatkan nilai ekonomis pasir besi dapat dilakukan dengan pengolahan mineral magnetik (Fe 3 O 4 ) yang diambil dari pasir besi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanomaterial memiliki sifat unik yang sangat cocok untuk diaplikasikan dalam bidang industri. Sebuah material dapat dikatakan sebagai nanomaterial jika salah satu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan magnetik digunakan pada peralatan tradisional dan modern. Magnet permanen telah digunakan manusia selama lebih dari 5000 tahun seperti medium perekam pada komputer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini peran nanoteknologi begitu penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kesejahteraan kehidupan manusia. Nanoteknologi merupakan bidang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Magnet secara umum Magnet adalah suatu benda yang mempunyai medan magnet dan mempunyai gaya tolak menolak dan tarik menarik terhadap benda-benda tertentu. Efek tarik

Lebih terperinci

Bahan Listrik. Bahan Magnet

Bahan Listrik. Bahan Magnet Bahan Listrik Bahan Magnet Sejarah Magnet Kata magnet berasal dari bahasa yunani magnitis lithos yang berarti batu magnesia. Magnesia adalah nama sebuah wilayah di Yunani pada masa lalu yang kini bernama

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK BARIUM M-HEKSAFERRIT DENGAN DOPING ION Zn PADA VARIASI TEMPERATUR RENDAH

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK BARIUM M-HEKSAFERRIT DENGAN DOPING ION Zn PADA VARIASI TEMPERATUR RENDAH SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK BARIUM M-HEKSAFERRIT DENGAN DOPING ION Zn PADA VARIASI TEMPERATUR RENDAH ARIZA NOLY KOSASIH 1108 100 025 PEMBIMBING : Dr. M. ZAINURI M,Si LATAR BELAKANG Barium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan magnetik adalah suatu bahan yang memiliki sifat kemagnetan dalam komponen pembentuknya. Menurut sifatnya terhadap pengaruh kemagnetan, bahan dapat diklasifikasikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Magnet Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Asal kata magnet diduga dari kata magnesia yaitu nama suatu daerah di Asia kecil.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Magnet Magnet adalah logam yang dapat menarik besi atau baja dan memiliki medan magnet. Asal kata magnet diduga dari kata magnesia yaitu nama suatu daerah di Asia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanoteknologi merupakan penelitian dan pengembangan teknologi pada level atom, molekul dan makromolekul, dengan rentang skala 1-100 nm. Nanoteknologi dikembangkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fe 2 O 3 dari Pasir Besi Partikel nano magnetik Fe 3 O 4 merupakan salah satu material nano yang telah banyak dikembangkan. Untuk berbagai aplikasi seperti ferrogel, penyerap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasir besi umumnya ditambang di areal sungai dasar atau tambang pasir (quarry) di pegunungan, tetapi hanya beberapa saja pegunungan di Indonesia yang banyak mengandung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Magnet Keramik Bahan keramik yang bersifat magnetik umumnya adalah golongan ferit, yang merupakan oksida yang disusun oleh hematit sebagai komponen utamanya. Bahan ini menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nano material memiliki sifat mekanik, optik, listrik, termal, dan magnetik yang unik. Sifat sifat unik tersebut tidak ditemukan pada material yang berukuran bulk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode eksperimen yang dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap pembuatan magnet barium ferit, tahap karakterisasi magnet

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPOSISI BAHAN BAKU SECARA STOIKIOMETRI DAN NON STOIKIOMETRI TERHADAP SIFAT FISIS DAN MAGNET PADA PEMBUATAN MAGNET PERMANEN BaO.

PENGARUH KOMPOSISI BAHAN BAKU SECARA STOIKIOMETRI DAN NON STOIKIOMETRI TERHADAP SIFAT FISIS DAN MAGNET PADA PEMBUATAN MAGNET PERMANEN BaO. PENGARUH KOMPOSISI BAHAN BAKU SECARA STOIKIOMETRI DAN NON STOIKIOMETRI TERHADAP SIFAT FISIS DAN MAGNET PADA PEMBUATAN MAGNET PERMANEN BaO.6Fe 2 O 3 Kharismayanti 1, Syahrul Humaidi 1, Prijo Sardjono 2

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Barium Ferit Magnet keras (ferit) yang banyak digunakan biasanya memiliki komposisi dari barium atau stronsium dengan oksida besi yang telah dikembangkan sejak 1960. Bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Magnet Magnet merupakan benda yang terbuat dari bahan tertentu dengan sifat mampu menarik bahan ferromagnetik dan ferrimagnetik. Nama magnet diambil dari nama daerah

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam penciptaan material dan struktur fungsional dalam skala nanometer. Perkembangan nanoteknologi selalu dikaitkan

Lebih terperinci

02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM

02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM 02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM 2.1. Cacat Kristal Diperlukan berjuta-juta atom untuk membentuk satu kristal. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila terdapat cacat atau ketidakteraturan dalam tubuh kristal.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS 4.1 Analisis Hasil Pengujian TGA - DTA Gambar 4.1 memperlihatkan kuva DTA sampel yang telah di milling menggunakan high energy milling selama 6 jam. Hasil yang didapatkan

Lebih terperinci

MEDAN MAGNET SUGIYO,S.SI.M.KOM

MEDAN MAGNET SUGIYO,S.SI.M.KOM MEDAN MAGNET SUGIYO,S.SI.M.KOM PENDAHULUAN Magnet dalam teknologi terapan KEMAGNETAN Macam macam bentuk magnet Magnet batang, U bulat jarum 6.2 HUKUM COLUMB 6.3 PENGERTIAN MEDAN MAGNET Ruangan disekitar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. XRD Uji XRD menggunakan difraktometer type Phylips PW3710 BASED dilengkapi dengan perangkat software APD (Automatic Powder Difraction) yang ada di Laboratorium UI Salemba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Magnet keras ferit merupakan salah satu material magnet permanen yang

BAB I PENDAHULUAN. Magnet keras ferit merupakan salah satu material magnet permanen yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Magnet keras ferit merupakan salah satu material magnet permanen yang berperan penting dalam teknologi listrik, elektronik, otomotif, industri mesin, dan lain-lain.

Lebih terperinci

PENGARUH UKURAN PARTIKEL Fe 3 O 4 DARI PASIR BESI SEBAGAI BAHAN PENYERAP RADAR PADA FREKUENSI X DAN Ku BAND

PENGARUH UKURAN PARTIKEL Fe 3 O 4 DARI PASIR BESI SEBAGAI BAHAN PENYERAP RADAR PADA FREKUENSI X DAN Ku BAND PENGARUH UKURAN PARTIKEL Fe 3 O 4 DARI PASIR BESI SEBAGAI BAHAN PENYERAP RADAR PADA FREKUENSI X DAN Ku BAND Oleh : Henny Dwi Bhakti Dosen Pembimbing : Dr. Mashuri, M.Si PENDAHULUAN Latar Belakang Dibutuhkannya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Magnet Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Waktu Milling dan Penambahan Silicon Carbide Terhadap Ukuran Kristal, Remanen, Koersivitas, dan Saturasi Pada Material Iron

Pengaruh Variasi Waktu Milling dan Penambahan Silicon Carbide Terhadap Ukuran Kristal, Remanen, Koersivitas, dan Saturasi Pada Material Iron 1 Pengaruh Variasi Waktu Milling dan Penambahan Silicon Carbide Terhadap Ukuran Kristal, Remanen, Koersivitas, dan Saturasi Pada Material Iron Luthfi Fajriani, Bambang Soegijono Departemen Fisika, Fakultas

Lebih terperinci

MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER)

MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER) MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER) Oleh: Kusnanto Mukti / M0209031 Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta 2012 I. Pendahuluan

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) F-108

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) F-108 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-108 Pengaruh Dopan Co-Zn dengan Variasi Fraksi Mol Dan Variasi Ph terhadap Sifat Magnetik dan Struktur Mikro Barium Heksaferrit

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. 10 dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sintesis paduan CoCrMo Pada proses preparasi telah dihasilkan empat sampel serbuk paduan CoCrMo dengan komposisi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Magnet Magnet adalah suatu benda yang dibuat dari material tertentu yang menghasilkan suatu medan magnet. Medan magnet suatu magnet adalah daerah sekeliling magnet

Lebih terperinci

ARSIP SOAL UJIAN NASIONAL FISIKA (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1996

ARSIP SOAL UJIAN NASIONAL FISIKA (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1996 ARSIP SOAL UJIAN NASIONAL FISIKA (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1996 BAGIAN KEARSIPAN SMA DWIJA PRAJA PEKALONGAN JALAN SRIWIJAYA NO. 7 TELP (0285) 426185) 1. Kelompok besaran berikut yang merupakan besaran

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU MILLING TERHADAP SIFAT FISIS, SIFAT MAGNET DAN STRUKTUR KRISTAL PADA MAGNET BARIUM HEKSAFERIT SKRIPSI EKA F RAHMADHANI

PENGARUH WAKTU MILLING TERHADAP SIFAT FISIS, SIFAT MAGNET DAN STRUKTUR KRISTAL PADA MAGNET BARIUM HEKSAFERIT SKRIPSI EKA F RAHMADHANI PENGARUH WAKTU MILLING TERHADAP SIFAT FISIS, SIFAT MAGNET DAN STRUKTUR KRISTAL PADA MAGNET BARIUM HEKSAFERIT SKRIPSI EKA F RAHMADHANI 130801041 DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

SINTESIS SERBUK BARIUM HEKSAFERIT DENGAN METODE KOPRESIPITASI

SINTESIS SERBUK BARIUM HEKSAFERIT DENGAN METODE KOPRESIPITASI SINTESIS SERBUK BARIUM HEKSAFERIT DENGAN METODE KOPRESIPITASI EL INDAHNIA KAMARIYAH 1109201715 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karakteristik dari pasir besi sudah diketahui, namun penelitian ini masih terus

I. PENDAHULUAN. karakteristik dari pasir besi sudah diketahui, namun penelitian ini masih terus I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Riset pengolahan pasir besi di Indonesia saat ini telah banyak dilakukan, bahkan karakteristik dari pasir besi sudah diketahui, namun penelitian ini masih terus dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanoteknologi merupakan ilmu dan rekayasa dalam penciptaan material, struktur fungsional, maupun piranti dalam skala nanometer (Abdullah & Khairurrijal, 2009). Material

Lebih terperinci

Erfan Handoko 1, Iwan Sugihartono 1, Zulkarnain Jalil 2, Bambang Soegijono 3

Erfan Handoko 1, Iwan Sugihartono 1, Zulkarnain Jalil 2, Bambang Soegijono 3 SINTESIS DAN KARAKTERISASI MATERIAL MAGNET HIBRIDA BaFe 12 O 19 - Sm 2 Co 17 Erfan Handoko 1, Iwan Sugihartono 1, Zulkarnain Jalil 2, Bambang Soegijono 3 1 Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 18 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Magnet Secara Umum Magnet adalah suatu benda yang mempunyai medan magnet dan mempunyai gaya tolak menolak dan tarik menarik terhadap benda-benda tertentu. Efek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil-hasil penelitian bidang nanoteknologi telah diaplikasikan diberbagai bidang kehidupan, seperti industri, teknologi informasi, lingkungan, pertanian dan kesehatan.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat Alat-alat yang dipergunakan dalam pembuatan magnet permanen adalah : a. Hydraulic press (Hydraulic Jack). Berfungsi untuk menekan pada proses

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah "anisotropi magnetik" mengacu pada ketergantungan sifat magnetik pada arah dimana mereka diukur. Anisotropi magnetik mempengaruhi sifat magnetisasi dan kurva

Lebih terperinci

BAB 3METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3METODOLOGI PENELITIAN BAB 3METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1 Tempat Penelitian Pusat Penelitian Pengembangan Fisika (P2F) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) PUSPIPTEK, Serpong. 3.1.2 Waktu Penelitian

Lebih terperinci

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab ini memaparkan hasil sintesis, karakterisasi konduktivitas listrik dan struktur kirstal dari senyawa perovskit La 1-x Sr x FeO 3-δ (LSFO) dengan x = 0,2 ; 0,4 ; 0,5 ; 0,6

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam menciptakan material, struktur fungsional, maupun piranti dalam skala nanometer. Perkembangan nanoteknologi

Lebih terperinci

SOAL UN FISIKA DAN PENYELESAIANNYA 2005

SOAL UN FISIKA DAN PENYELESAIANNYA 2005 2. 1. Seorang siswa melakukan percobaan di laboratorium, melakukan pengukuran pelat tipis dengan menggunakan jangka sorong. Dari hasil pengukuran diperoleh panjang 2,23 cm dan lebar 36 cm, maka luas pelat

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 23 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Fisika- Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PPF-LIPI) Kawasan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian magnet Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Asal kata magnet diduga dari kata magnesia yaitu nama suatu daerah di Asia kecil. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fotokalisis adalah proses degradasi senyawa organik atau nonorganik menggunakan katalis dengan bantuan energi foton (Pang dkk., 2016). Fotokatalis sampai saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Material berukuran nano atau yang dikenal dengan istilah nanomaterial merupakan topik yang sedang ramai diteliti dan dikembangkan di dunia sains dan teknologi. Material

Lebih terperinci

Bila terdapat dua buah kutub magnet yang berlawanan +m dan m terpisah sejauh l, maka besarnya momen magnetiknya (MM ) adalah. M = mlrˆ(2.

Bila terdapat dua buah kutub magnet yang berlawanan +m dan m terpisah sejauh l, maka besarnya momen magnetiknya (MM ) adalah. M = mlrˆ(2. Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan untuk industri otomotif dan lainnya.

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014

SIDANG TUGAS AKHIR JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014 JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014 SENIN, 14 MARET 2014 MT 204 SIDANG TUGAS AKHIR TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FTI-ITS

Lebih terperinci

Bahan Magnetik. oleh: Ichwan Yelfianhar (dirangkum dari berbagai sumber)

Bahan Magnetik. oleh: Ichwan Yelfianhar (dirangkum dari berbagai sumber) Bahan Magnetik oleh: Ichwan Yelfianhar (dirangkum dari berbagai sumber) Historis Magnet Gejala kemagnetan merupakan cikal bakal berkembangnya pengetahuan tentang kelistrikan. Ditemukan sejak 2000 tahun

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6 1

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6 1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6 1 PENGARUH DOPAN Co-Zn DENGAN VARIASI FRAKSI MOL DAN VARIASI ph TERHADAP SIFAT MAGNETIK DAN STRUKTUR MIKRO BARIUM HEKSAFERRIT DENGAN METODE SOL-GEL AUTO COMBUSTION

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Perkembangan nanoteknologi telah mendapat perhatian besar dari para ilmuwan dan peneliti. Nanoteknologi secara umum dapat didefinisikan sebagai teknologi

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Medan Magnet Suatu Material Magnet[5]

Gambar 2.1. Medan Magnet Suatu Material Magnet[5] BAB II DASAR TEORI II.1. Kemagnetan II.1.1. Magnet Magnet adalah suatu benda yang dibuat dari material tertentu yang menghasilkan suatu medan magnet. Medan magnet suatu magnet adalah daerah sekeliling

Lebih terperinci

LATIHAN UJIAN NASIONAL

LATIHAN UJIAN NASIONAL LATIHAN UJIAN NASIONAL 1. Seorang siswa menghitung luas suatu lempengan logam kecil berbentuk persegi panjang. Siswa tersebut menggunakan mistar untuk mengukur panjang lempengan dan menggunakan jangka

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Sifat magnet dari material ditentukan oleh beberapa hal diantaranya adalah sebagai berikut

BAB II DASAR TEORI. Sifat magnet dari material ditentukan oleh beberapa hal diantaranya adalah sebagai berikut 2.1 Material Magnetik BAB II DASAR TEORI Sifat magnet dari material ditentukan oleh beberapa hal diantaranya adalah sebagai berikut 2.1.1 Momen magnet Sifat magnetik dari bahan secara makroskopik timbul

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1Pengertian Magnet Magnet adalah suatu materi yang mempunyai suatu medan magnet. Magnet juga merupakan material maju yang sangat penting untuk beragam aplikasi teknologi canggih,

Lebih terperinci

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi NURUL ROSYIDAH Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pendahuluan Kesimpulan Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanopartikel merupakan suatu partikel dengan ukuran nanometer, yaitu sekitar 1 100 nm (Hosokawa, dkk. 2007). Nanopartikel menjadi kajian yang sangat menarik, karena

Lebih terperinci

METODE X-RAY. Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :

METODE X-RAY. Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut : METODE X-RAY Kristalografi X-ray adalah metode untuk menentukan susunan atom-atom dalam kristal, di mana seberkas sinar-x menyerang kristal dan diffracts ke arah tertentu. Dari sudut dan intensitas difraksi

Lebih terperinci

PREDIKSI UN FISIKA V (m.s -1 ) 20

PREDIKSI UN FISIKA V (m.s -1 ) 20 PREDIKSI UN FISIKA 2013 1. Perhatikan gambar berikut Hasil pengukuran yang bernar adalah. a. 1,23 cm b. 1,23 mm c. 1,52mm d. 1,73 cm e. 1,73 mm* 2. Panjang dan lebar lempeng logam diukur dengan jangka

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BATAN Bandung meliputi beberapa tahap yaitu tahap preparasi serbuk, tahap sintesis dan tahap analisis. Meakanisme

Lebih terperinci

Spektroskopi Difraksi Sinar-X (X-ray difraction/xrd)

Spektroskopi Difraksi Sinar-X (X-ray difraction/xrd) Spektroskopi Difraksi Sinar-X (X-ray difraction/xrd) Spektroskopi difraksi sinar-x (X-ray difraction/xrd) merupakan salah satu metoda karakterisasi material yang paling tua dan paling sering digunakan

Lebih terperinci

MOTTO DAN PERSEMBAHAN...

MOTTO DAN PERSEMBAHAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN... iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv PRAKATA... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xii INTISARI... xiii ABSTRACT...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Guimaraes, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. (Guimaraes, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanoteknologi adalah teknologi pembuatan dan penggunaan material yang memiliki ukuran nanometer dengan skala (1-100 nm). Perubahan ukuran bulk ke nanomaterial mengakibatkan

Lebih terperinci

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA NANOSILIKA PASIR Anggriz Bani Rizka (1110 100 014) Dosen Pembimbing : Dr.rer.nat Triwikantoro M.Si JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Mineral Magnetik Alamiah Mineral magnetik di alam dapat digolongkan dalam keluarga oksida besi-titanium, sulfida besi dan oksihidroksida besi. Keluarga oksida besi-titanium

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen. 3.1 Tempat Penelitian Seluruh kegiatan dilakukan di Laboratorium pengembangan keramik Balai Besar Keramik, untuk

Lebih terperinci

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2 Pelarutan Pengendapan Evaporasi 350 0 C 1 jam 900 0 C 10 jam 940 0 C 20 jam Ba(NO 3 ) Pelarutan Pengendapan Evaporasi Pencampuran Pirolisis Kalsinasi Peletisasi Sintering Pelet YBCO Cu(NO 3

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Magnet Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan

Lebih terperinci

1. Pengukuran tebal sebuah logam dengan jangka sorong ditunjukkan 2,79 cm,ditentikan gambar yang benar adalah. A

1. Pengukuran tebal sebuah logam dengan jangka sorong ditunjukkan 2,79 cm,ditentikan gambar yang benar adalah. A PREDIKSI 7 1. Pengukuran tebal sebuah logam dengan jangka sorong ditunjukkan 2,79 cm,ditentikan gambar yang benar adalah. A B C D E 2. Pak Pos mengendarai sepeda motor ke utara dengan jarak 8 km, kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi rekayasa zat dalam skala nano selalu menjadi daya tarik di kalangan peneliti. Hal ini dikarenakan nanoteknologi akan sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan yaitu eksperimen. Pembuatan serbuk CSZ menggunakan cara sol gel. Pembuatan pelet dilakukan dengan cara kompaksi dan penyinteran dari serbuk calcia-stabilized

Lebih terperinci

Sifat sifat kemagnetan magnet permanen ( hard ferrite ) dipengaruhi oleh kemurnian bahan, ukuran butir (grain size), dan orientasi kristal.

Sifat sifat kemagnetan magnet permanen ( hard ferrite ) dipengaruhi oleh kemurnian bahan, ukuran butir (grain size), dan orientasi kristal. 2.1 Pengertian Magnet Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan untuk industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Dunia penelitian sains hari ini dapat dikatakan telah dan akan terus memberikan banyak perhatian pada bidang nanoteknologi. Karakternya yang unik membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nanoteknologi terus mengalami perkembangan dengan semakin besar manfaat yang dapat dihasilkan seperti untuk kepentingan medis (pengembangan peralatan baru untuk

Lebih terperinci

KARAKTERISASI DIFRAKSI SINAR X DAN APLIKASINYA PADA DEFECT KRISTAL OLEH: MARIA OKTAFIANI JURUSAN FISIKA

KARAKTERISASI DIFRAKSI SINAR X DAN APLIKASINYA PADA DEFECT KRISTAL OLEH: MARIA OKTAFIANI JURUSAN FISIKA KARAKTERISASI DIFRAKSI SINAR X DAN APLIKASINYA PADA DEFECT KRISTAL OLEH: MARIA OKTAFIANI 140310110018 JURUSAN FISIKA OUTLINES : Sinar X Difraksi sinar X pada suatu material Karakteristik Sinar-X Prinsip

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Kurva histerisis (Anggraini dan Hikam, 2006)

Gambar 2.1. Kurva histerisis (Anggraini dan Hikam, 2006) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Material Feroelektrik Pada tahun 1920 Valasek menemukan fenomena feroelektrik dengan meneliti sifat garam Rochelle (NaKC 4 H 4 O 6.4H 2 O) (Rizky, 2012). Feroelektrik adalah

Lebih terperinci

PENGARUH SUBSTITUSI ION Ti-Zn TERHADAP SIFAT KEMAGNETAN dan SIFAT PENYERAPAN GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK MATERIAL SISTEM BaFe12-xTix/2Znx/2O19

PENGARUH SUBSTITUSI ION Ti-Zn TERHADAP SIFAT KEMAGNETAN dan SIFAT PENYERAPAN GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK MATERIAL SISTEM BaFe12-xTix/2Znx/2O19 DOI: doi.org/10.21009/spektra.022.02 PENGARUH SUBSTITUSI ION Ti-Zn TERHADAP SIFAT KEMAGNETAN dan SIFAT PENYERAPAN GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK MATERIAL SISTEM BaFe12-xTix/2Znx/2O19 Nenni 1,a), Mutia Delina

Lebih terperinci

d) Dipol magnet merupakan sebuah magnet dipol, akselerator partikel, magnet yang dibangun untuk menciptakan medan magnet homogen dari jarak tertentu.

d) Dipol magnet merupakan sebuah magnet dipol, akselerator partikel, magnet yang dibangun untuk menciptakan medan magnet homogen dari jarak tertentu. Tugas Perbaikan Mid Sifat Magnetik Batuan Soal : 1. Jelaskan tentang : a) Magnetisasi b) Permeabilitas Magnetic c) Suseptibilitas Magnetik d) Dipol Magnetik e) Suhu Curie f) Histeresis 2. Ceritakanlah

Lebih terperinci

PREDIKSI 8 1. Tebal keping logam yang diukur dengan mikrometer sekrup diperlihatkan seperti gambar di bawah ini.

PREDIKSI 8 1. Tebal keping logam yang diukur dengan mikrometer sekrup diperlihatkan seperti gambar di bawah ini. PREDIKSI 8 1. Tebal keping logam yang diukur dengan mikrometer sekrup diperlihatkan seperti gambar di bawah ini. Dari gambar dapat disimpulkan bahwa tebal keping adalah... A. 4,30 mm B. 4,50 mm C. 4,70

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan magnet permanen setiap tahun semakin meningkat terutama untuk kebutuhan hardware komputer dan energi. Suatu magnet permanen harus mampu menghasilkan

Lebih terperinci

Asyer Paulus Mahasiswa Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri ITS

Asyer Paulus Mahasiswa Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri ITS PENGARUH TEKANAN KOMPAKSI DAN WAKTU PENAHANAN TEMPERATUR SINTERING TERHADAP SIFAT MAGNETIK DAN KEKERASAN PADA PEMBUATAN IRON SOFT MAGNETIC DARI SERBUK BESI Asyer Paulus Mahasiswa Jurusan Teknik Material

Lebih terperinci

LATIHAN UAS 2012 LISTRIK STATIS

LATIHAN UAS 2012 LISTRIK STATIS Muatan Diskrit LATIHAN UAS 2012 LISTRIK STATIS 1. Dua buah bola bermuatan sama (2 C) diletakkan terpisah sejauh 2 cm. Gaya yang dialami oleh muatan 1 C yang diletakkan di tengah-tengah kedua muatan adalah...

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mill Scale Hingga saat ini bahan-bahan oksida besi masih menjadi salah satu fokus kajian penting dalam kegiatan riset. Secara alamiah bahan-bahan tersebut ditemukan dalam bentuk

Lebih terperinci

D. 80,28 cm² E. 80,80cm²

D. 80,28 cm² E. 80,80cm² 1. Seorang siswa melakukan percobaan di laboratorium, melakukan pengukuran pelat tipis dengan menggunakan jangka sorong. Dari hasil pengukuran diperoleh panjang 2,23 cm dan lebar 36 cm, maka luas pelat

Lebih terperinci

D. I, U, X E. X, I, U. D. 5,59 x J E. 6,21 x J

D. I, U, X E. X, I, U. D. 5,59 x J E. 6,21 x J 1. Bila sinar ultra ungu, sinar inframerah, dan sinar X berturut-turut ditandai dengan U, I, dan X, maka urutan yang menunjukkan paket (kuantum) energi makin besar ialah : A. U, I, X B. U, X, I C. I, X,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Partikel Magnetik Terlapis Polilaktat (PLA)

HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Partikel Magnetik Terlapis Polilaktat (PLA) 10 1. Disiapkan sampel yang sudah dikeringkan ± 3 gram. 2. Sampel ditaburkan ke dalam holder yang berasal dari kaca preparat dibagi dua, sampel ditaburkan pada bagian holder berukuran 2 x 2 cm 2, diratakan

Lebih terperinci

PENGERTIAN. Kata magnet (magnit) berasal dari bahasa Yunani magnítis líthos yang berarti batu Magnesian. Apakah magnet itu?

PENGERTIAN. Kata magnet (magnit) berasal dari bahasa Yunani magnítis líthos yang berarti batu Magnesian. Apakah magnet itu? KEMAGNETAN PENGERTIAN Apakah magnet itu? Kata magnet (magnit) berasal dari bahasa Yunani magnítis líthos yang berarti batu Magnesian Magnet adalah benda-benda yang dapat menarik besi atau baja yang berada

Lebih terperinci