ANALISIS KELAYAKAN DAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN JARING INSANG HANYUT DI TELUK BANTEN TRI UTAMI KURNIASIH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS KELAYAKAN DAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN JARING INSANG HANYUT DI TELUK BANTEN TRI UTAMI KURNIASIH"

Transkripsi

1 ANALISIS KELAYAKAN DAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN JARING INSANG HANYUT DI TELUK BANTEN TRI UTAMI KURNIASIH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Analisis Kelayakan dan Pengembangan Usaha Perikanan Jaring Insang Hanyut di Teluk Banten adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juni 2012 Tri Utami Kurniasih C

3 ABSTRAK TRI UTAMI KURNIASIH, C Analisis Kelayakan dan Pengembangan Usaha Perikanan Jaring Insang Hanyut di Teluk Banten. Dibimbing oleh EKO SRI WIYONO dan BUDY WIRYAWAN. Usaha penangkapan jaring insang hanyut di Teluk Banten memiliki spesifikasi tertentu yaitu dalam hal konstruksi alat dan pengoperasiannya. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis teknis, analisis financial, analisis sensitivitas, analisis pasar, analisis sosial dan strategi pengembangan usaha. Analisis teknis untuk mengetahui konstruksi alat tangkap, kapal yang digunakan, jumlah nelayan dan tugasnya di atas kapal, metode pengoperasiannya, perolehan hasil tangkapan, musim penangkapan dan daerah penangkapan ikan. Analisis finansial terdiri atas analisis usaha dan analisis kriteria investasi. Analisis usaha terdiri atas analisis pendapatan usaha, Revenue-Cost Ratio (R/C), analisis waktu balik modal (Payback Period) dan Return on Investment (ROI). Analisis kriteria investasi terdiri atas Net Present Value (NPV), analisis Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), dan Internal Rate of Return (IRR). Analisis pasar digunakan untuk mengetahui mengetahui saluran pemasaran dan margin pemasaran. Analisis sosial untuk mengetahui kehidupan sosial nelayan. Strategi pengembangan usaha yang terdiri atas identifikasi faktor-faktor SWOT, matriks IFE dan EFE, diagram analisis SWOT, matriks SWOT dan perumusan strategi utama. Hasil analisis teknis menunjukkan pelampung tambahan pada tali pelampung mempengaruhi metode pengoperasian jaring insang hanyut. Nelayan yang mengoperasikan jaring insang hanyut berjumlah tiga hingga empat orang. Hasil tangkapan jaring insang hanyut disalurkan melalui empat saluran pemasaran dengan margin pemasaran yang diperoleh berbeda-beda. Analisis usaha penangkapan jaring insang hanyut memperoleh keuntungan sebesar Rp ,00; nilai Revenue-Cost Ratio sebesar 1,15; nilai Payback Period sebesar 3,13 tahun dan Return on Investment (ROI) sebesar 32%. Analisis kriteria investasi usaha penangkapan jaring insang hanyut memperoleh nilai Net Present Value sebesar ,95, nilai Net B/C sebesar 2,22, nilai Internal Rate of Return sebesar 42,90%. Usaha penangkapan jaring insang hanyut di Teluk Banten dapat dikatakan layak karena nilai NPV>0, Net B/C>1 dan IRR lebih tinggi dari tingkat suku bunga. Usaha penangkapan jaring insang hanyut sangat sensitif terhadap penurunan hasil tangkapan. Terdapat tiga strategi utama dalam pengembangan jaring insang hanyut di Teluk Banten. Kata kunci : finansial, pasar, sensitivitas, sosial, teknis jaring insang hanyut

4 ABSTRACT TRI UTAMI KURNIASIH, C Feasibility Analysis and Development of a Drift Gillnet Fisheries in Banten Bay. Supervised by EKO SRI WIYONO and BUDY WIRYAWAN. The Business of drift gillnet fisheries in Banten Bay is certain specifications about construction tools and operation. Therefore need to do technical analysis, financial analysis, sensitivity analysis, market analysis, social analysis and business development strategy. Technical analysis is used to determine fishing gear construction, ships is used, number and classification job of fishermen, method of operation, fish of catch, season and fishing ground. Financial analysis consist of business analysis and investment analysis. Business analysis consist of revenue analysis, Revenue Cost Ratio (R/C), analysis of time behind capital (Payback Period) and Return on Investment (ROI). Analysis of investment criteria consist of Net Present Value (NPV), analysis of Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) and Internal Rate of Return (IRR). Market analysis is used to determine marketing channel and marketing margin. Social analysis is used to determine the social life of fishermen. Business development strategy consist of identification SWOT factors, IFE and EFE matrix, SWOT diagrams, SWOT analysis, SWOT matrix and the main formulation strategies. Technical analysis shows method of operation affected additional buoy on the rope. The fishermen are operating total of three to four people. The catch of drift gillnet channeled through four marketing channel with the margin marketing obtained differently. Result of revenue drift gillnet Rp ,00; Revenue-Cost Ratio 1,15; Payback Period 3,13 years and Return on Investment (ROI) 32%. The result of investment criteria analysis drift gillnet consist of Net Present Value ,95, Net B/C 2,22 and Internal Rate of Return 42,90%. The drift gillnet fisheries in Banten Bay to be feasible because NPV value>0, Net B/C>1 and IRR higher than discount rates. The business of drift gillnet fisheries is very sensitive to catch decreased. There are three main strategy in the development of drift gillnet in Banten Bay. Key words: financial, marketing, sensitivity, social, technical drift gillnet

5 Hak cipta IPB, Tahun 2012 Hak cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan tersebut hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.

6 ANALISIS KELAYAKAN DAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN JARING INSANG HANYUT DI TELUK BANTEN TRI UTAMI KURNIASIH Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

7 Judul Skripsi : Analisis Kelayakan dan Strategi Pengembangan Usaha Perikanan Jaring Insang Hanyut di Teluk Banten Nama NRP : Tri Utami Kurniasih : C Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap Disetujui Komisi Pembimbing Ketua, Anggota, Dr.Eko Sri Wiyono, S.Pi M.Si. Dr.Ir. Budy Wiryawan, M.Sc. NIP NIP Diketahui Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Dr.Ir. Budy Wiryawan, M.Sc. NIP Tanggal ujian : 28 Juni 2012 Tanggal Lulus :

8 PRAKATA Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan di PPN Karangantu, Teluk Banten pada bulan September 2011 ini adalah Analisis Kelayakan dan Pengembangan Usaha Perikanan Jaring Insang Hanyut di PPN Karangantu, Teluk Banten. Penelitian ini diharapkan dapat mewujudkan perikanan tangkap yang efektif dan efisien. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada : 1) Dr. Eko Sri Wiyono, S.Pi., M.Si. dan Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc. sebagai Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingannya selama penyusunan skripsi ini; 2) Kepala Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu, Bapak Amirullah Sjahir, Bapak Syafi i Pasaribu, beserta staf yang lainnya yang telah membantu selama penelitian; 3) Dr.Ir. Mohammad Imron, M.Si. sebagai Ketua Komisi Pendidikan dan Dr. Nimmi Zulbainarni S.Pi., M.Si sebagai dosen penguji pada sidang skripsi yang telah memberikan masukan dalam penyempurnaan skripsi; 4) PT. Angkasapura II yang telah memberikan beasiswa untuk penelitian; 5) Kedua orangtua, Bapak Mochamad Minin dan Ibu Dedeh yang setiap saat mendoakan dan memberikan yang terbaik. Keempat adikku, M. Farhan. D, Sustika. R, Siti Millah. H dan A. M Ramdhoni, teman bertengkar dan pemberi semangat; 6) Baginda, Daya, Dede, Eneng, Hana, Khaerul, Mukhlis, Nooke, Rohanah, Sudi, Wume dan seluruh kawan seperjuangan di PSP 44; 7) Pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga skripsi ini bermanfaat dan memberikan pengetahuan bagi pembaca. Bogor, Juni 2012 Tri Utami Kurniasih

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Depok pada tanggal 11 September Penulis merupakan putri pertama dari empat bersaudara pasangan Bapak Moch.Minin dan Ibu Mahani (Almh). Pada tahun 2007 penulis menyelesaikan pendidikan menengah di SMA Yadika 7 Bogor. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2007 dan terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi Selain mengikuti perkuliahan mayor, penulis juga mengikuti perkuliahan supporting course. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam kegiatan organisasi. Penulis pernah menjabat sebagai anggota Departemen Kewirausahaan FKMC periode (Forum Keluarga Muslim Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan), anggota Departemen Kesekretariatan HIMAFARIN (Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan) periode Prestasi yang pernah diraih yaitu mendapatkan modal usaha dari Program Mahasiswa Wirausaha yang diselenggarakan oleh DPKHA (Direktorat Pengembangan Karir dan Hubungan Alumni). Penulis melakukan penelitian sebagai bahan penyusunan skripsi dengan judul Analisis Kelayakan dan Pengembangan Usaha Perikanan Jaring Insang Hanyut di Teluk Banten. Penulis dinyatakan lulus dalam sidang ujian skripsi yang diselenggarakan oleh Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor pada tanggal 28 Juni 2012.

10 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman xii 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Manfaat Kerangka Pendekatan Studi TINJAUAN PUSTAKA Kelayakan Bisnis Perikanan Tangkap Aspek teknis Aspek finansial Aspek sensitivitas Aspek pemasaran Aspek sosial Jaring Insang Hanyut Definisi dan klasifikasi jaring insang hanyut Kapal Nelayan Metode pengoperasian Daerah penangkapan Hasil tangkapan Pengembagan Usaha Perikanan Tangkap METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Metode Penelitian Pengumpulan data Data primer Data sekunder Analisis Data Analisis teknis Analisis finansial xiv xv

11 3.4.3 Analisis sensitivitas Analisis pemasaran Analisis sosial Analisis SWOT Batasan penelitian KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum dan Kota Serang Letak geografis Luas wilayah dan topografi Penduduk Keadaan Umum Perikanan Tangkap Volume dan nilai produksi Masyarakat perikanan Armada penangkapan ikan Alat penangkapan ikan Daerah penangkapan ikan Musim penangkapan ikan Jenis ikan hasil tangkapan Pengolahan dan Pemasaran Ikan Keadaan Fasilitas HASIL DAN PEMBAHASAN Aspek Teknik Deskripsi unit penangkapan ikan Produktivitas Aspek Finansial Analisis usaha Analisis kriteria investasi Aspek Sensitivitas Aspek Pemasaran Aspek Sosial Strategi Pengembangan Identifikasi faktor internal dan eksternal Analisis matriks IFE dan EFE Matriks SWOT Perumusan strategi utama Pembahasan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran... 66

12 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 71

13 DAFTAR TABEL Halaman 1 Matriks evaluasi faktor internal Matriks evaluasi faktor eksternal Matriks IFAS dan EFAS Jumlah penduduk berdasarkan kepadatan, jenis kelamin, dan rasio jenis kelamin per kecamatan di Kota Serang Perkembangan volume dan nilai produksi ikan di PPN Karangantu tahun Perkembangan jumlah nelayan di PPN Karangantu tahun Frekuensi kedatangan kapal yang mendarat di PPN Karangantu tahun Jenis alat tangkap di PPN Palabuhanratu tahun Komposisi dan keadaan fasilitas di PPN Karangantu Pola musim penangkapan unit penangkapan jaring insang hanyut Produksi unit penangkapan jaring insang hanyut Komponen biaya investasi unit penangkapan jaring insang hanyut Komponen biaya variabel unit penangkapan jaring insang hanyut Komponen biaya tetap unit penangkapan jaring insang hanyut Komponen penerimaan unit penangkapan jaring insang hanyut Komponen pendapatan usaha unit penangkapan jaring insang hanyut Komponen kriteria investasi unit penangkapan jaring insang hanyut Perbandingan nilai kriteria investasi akibat kenaikan harga solar 85,30% Perbandingan nilai kriteria investasi akibat penurunan harga hasil tangkapan 21,20% Margin pemasaran ikan kembung, tongkol dan golok-golok Matriks IFE strategi internal usaha jaring insang hanyut Matriks EFE strategi eksternal usaha jaring insang hanyut Matriks SWOT pengembangan jaring insang hanyut Perangkingan alternatif strategi pengembangan usaha perikanan jaring insang hanyut... 60

14 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Alat tangkap jaring insang hanyut Diagram analisis SWOT Perkembangan volume dan nilai produksi ikan di PPN Karangantu, Banten tahun Pemasaran hasil tangkapan di PPN Karangantu Komposisi hasil tangkapan ikan di PPN Karangantu Alat tangkap jaring insang hanyut di PPN Karangantu Konstruksi kapal jaring insang hanyut di PPN Karangantu Rantai pemasaran hasil tangkapan Diagram SWOT unit penangkapan jaring insang hanyut... 58

15 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Peta lokasi penelitian Perhitungan produktivitas Perhitungan analisis usaha jaring insang hanyut Perhitungan cashflow usaha perikanan jaring insang hanyut Perhitungan cashflow usaha perikanan jaring insang hanyut ketika kenaikan solar 85,30% Perhitungan cashflow usaha perikanan jaring insang hanyut ketika penurunan hasil tangkapan 21,20% Strategi internal dan eksternal matriks SWOT Dokumentasi penelitian... 80

16 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Banten memiliki garis pantai sepanjang 517,42 km terbentang di bagian paling barat Pulau Jawa. Luas wilayah Provinsi Banten sebesar 9.018,64 km³ yang terdiri atas empat kabupaten dan tiga kota. Provinsi Banten memiliki potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang besar. Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu merupakan salah satu pelabuhan perikanan yang terletak di Kecamatan Kasemen dan berjarak 15 km terhadap Kota Serang. PPN Karangantu memenuhi kebutuhan ikan ke berbagai wilayah di Kota Serang. Sebagian besar penduduknya bermata pencarian sebagai nelayan (PPN Karangantu 2010). Perkembangan nilai produksi yang dihasilkan oleh PPN Karangantu pada tahun 2006 hingga 2010 mengalami peningkatan. Nilai produksi yang dihasilkan oleh PPN Karangantu sebesar Rp ,00 pada tahun 2006 dan mencapai sebesar Rp ,00 pada tahun Alat tangkap yang banyak digunakan oleh nelayan di PPN Karangantu yaitu alat tangkap jaring insang hanyut. Perkembangan usaha jaring insang sangat pesat namun masih merupakan usaha penangkapan dengan skala kecil (PPN Karangantu 2010). Kegiatan penangkapannya bersifat one day fishing sehingga daerah penangkapannya terbatas di sekitar Teluk Banten. Penggunaan teknologi dan peralatan pada kegiatan penangkapannya masih sederhana. Usaha penangkapan ikan pada jaring insang hanyut sulit diperkirakan hasilnya dan cenderung tidak teratur dan tidak mempunyai gambaran tentang besarnya pendapatan yang akan diperoleh. Nelayan menerima pendapatan besar pada saat musim berlimpah dan tidak menerima pendapatan atau merugi pada saat musim paceklik (Nadjib 2000). Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji usaha pengembangan sektor perikanan, khususnya dalam bidang analisis usaha unit penangkapan ikan yang mengkaji mengenai aspek teknis, aspek finansial, aspek sensitivitas, aspek pemasaran, aspek sosial, serta strategi pengembangannya. Penelitian ini dilakukan untuk memberikan informasi dalam perencanaan pengelolaan perikanan tangkap unit jaring insang hanyut di PPN Karangantu, Teluk Banten.

17 2 1.2 Perumusan Masalah Jaring insang hanyut merupakan alat tangkap yang memiliki kontribusi cukup besar dalam volume produksi di PPN Karangantu, Teluk Banten. Peningkatan pada volume produksi alat tangkap jaring insang hanyut mengakibatkan meningkatnya volume produksi di PPN Karangantu, Teluk Banten. Kegiatan penangkapan dengan alat tangkap jaring insang hanyut masih sederhana. Pendapatan yang didapatkan nelayan jaring insang hanyut tidak dapat diperkirakan hasilnya. Hal ini menyebabkan nelayan harus dapat mengatur pengeluaran dan penerimaan dengan baik agar tidak merugi. Sehubungan dengan hal tersebut, penulis melakukan penelitian tentang penilaian dalam unit penangkapan jaring insang hanyut di Teluk Banten. Penulis berharap dapat menganalisis kegiatan perikanan jaring insang hanyut di perairan tersebut dan menentukan alternatif pengembangannya. 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan : 1) Mengetahui aspek teknis, aspek finansial, aspek sensitivitas, aspek pemasaran dan aspek sosial. 2) Menentukan alternatif strategi pengembangan kegiatan usaha unit penangkapan jaring insang hanyut. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat : 1) Bagi penulis sebagai bahan penyelesaian tugas akhir dalam penyelesaian studi di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, serta sebagai pengetahuan tentang analisis unit penangkapan ikan; 2) Bagi nelayan jaring insang hanyut sebagai informasi tentang analisis kegiatan perikanan jaring insang hanyut yang dilakukannya; 3) Bagi pemerintah daerah maupun Dinas Kelautan dan Perikanan sebagai informasi tentang pengelolaan dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan di Perairan Teluk Banten;

18 3 4) Pihak-pihak lain yang membutuhkan informasi tentang analisis kegiatan perikanan jaring insang hanyut dan prospek pengembangan unit penangkapan jaring insang hanyut di Teluk Banten. 1.5 Kerangka Pendekatan Studi Kontribusi unit penangkapan jaring insang hanyut dalam volume produksi di PPN Karangantu, Teluk Banten terus meningkat hingga tahun Daerah pengoperasian alat tangkap ini adalah perairan Teluk dan sekitarnya. Pengkajian kegiatan penangkapan ikan dengan alat tangkap jaring insang hanyut memerlukan informasi tentang konstruksi, jumlah hasil tangkapan, tingkat penerimaan dan pengeluaran serta kelayakan usaha. Aspek yang menjadi kajian dari penelitian ini adalah teknis, finansial, sensitivitas, pemasaran, sosial dan SWOT. Analisis teknis untuk mengetahui efisiensi dan efektivitas pengoperasian jaring insang hanyut. Analisis finansial untuk mengetahui pendapatan nelayan serta kelayakan usaha perikanan jaring insang hanyut. Analisis sensitivitas untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi usaha. Analisis pemasaran untuk mengetahui rantai dan margin pemasaran. Analisis sosial untuk mengetahui kehidupan sosial nelayan. Analisis SWOT untuk strategi pengembangan usaha. Hasil keseluruhan analisis dari usaha perikanan jaring insang hanyut untuk mengetahui baik atau tidaknya suatu usaha untuk dijalankan dan dikembangkan.

19 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelayakan Bisnis Studi kelayakan bisnis merupakan penelaahan atau analisis tentang suatu kegiatan investasi yang dilaksanakan dapat memberikan manfaat atau tidak. Studi kelayakan bisnis sering disebut juga feasibility study merupakan bahan pertimbangan dalam mengambil suatu keputusan untuk menerima atau menolak suatu rencana bisnis yang direncanakan dan menghentikan atau mempertahankan bisnis yang sudah/sedang terlaksana. Pihak-pihak yang memerlukan studi kelayakan bisnis yaitu investor, kreditor/bank, analis, masyarakat dan pemerintah (Nurmalina et al 2010). Persyaratan studi kelayakan bisnis untuk mencapai sasaran dari berbagai pihak yaitu sebagai berikut : 1) Studi harus dilakukan dengan teliti dan penuh kehati-hatian; 2) Studi harus dilakukan dengan dukungan data yang lengkap dan akurat; 3) Studi harus dilakukan dengan kejujuran; 4) Studi harus dilakukan dengan objektif; 5) Studi harus dilakukan dengan adil, tidak memihak kepentingan tertentu; 6) Studi harus dapat diuji ulang jika diperlukan. 2.2 Perikanan Tangkap Perikanan menurut UU No. 45 tahun 2009 adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan hingga pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah dan mengawetkan. Pelaksanaan kegiatan di bidang penangkapan ikan dihadapkan pada beberapa karakteristik khusus yang tidak dimiliki oleh sistem eksploitasi sumberdaya pertanian lainnya. Beberapa karakteristik khusus tersebut antara lain : 1) Sumberdaya pada umumnya tidak terlihat (invisible); 2) Sumberdaya merupakan milik umum (common property);

20 5 3) Eksploitasi sumberdaya melibatkan resiko yang besar (high risk); 4) Produk sangat mudah rusak (highly perishable). Karakteristik-karakteristik tersebut yang menyebabkan sulitnya proses pemanfaatan sumberdaya perikanan dibandingkan dengan sumberdaya lainnya (Monintja 1989). Komponen utama dari perikanan tangkap adalah unit penangkapan atau aspek teknis, yang terdiri atas : 1) perahu/kapal; 2) alat tangkap; 3) tenaga kerja/nelayan yang saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lainnya. Aspek-aspek yang mempengaruhi usaha perikanan terdiri atas aspek teknis, aspek finansial, aspek sensitivitas, aspek pemasaran dan aspek sosial Aspek teknis Aspek teknis merupakan aspek yang berhubungan dengan pengoperasian unit penangkapan ikan yang terkait dengan proses produksi, karakteristik produksi, sistem produksi, sistem usaha dan lokasi dari unit produksi. Aspek teknis dapat dilihat dari faktor teknis pengoperasian unit penangkapan ikan yang meliputi kapal, alat tangkap, nelayan dan metode pengoperasian secara deskriptif (Wahyudi 2004) Aspek finansial Aspek finansial merupakan suatu analisis terhadap biaya dan manfaat pada suatu usaha yang dilihat dari sudut badan atau orang-orang yang menanam modalnya atau yang berkepentingan langsung dalam usaha tersebut. Analisis ini mengenai hasil untuk modal saham (equity capital) yang ditanam dalam proyek berupa hasil yang diterima oleh badan-badan atau orang-orang yang berkepentingan dalam pembangunan proyek. Hasil finansial sering disebut sebagai private returns (Kadariah et al 1999). Pada kajian kelayakan usaha, aliran kas (Cashflow) menjadi bagian terpenting yang harus diperhatikan oleh pihak manajemen, investor, stakeholder dan lainnya untuk memperhitungkan kelayakan berdasarkan kriteria investasi. Laporan Cashflow untuk menunjukkan perubahan kas selama satu periode tertentu serta memberikan alasan mengenai perubahan kas tersebut dengan menunjukkan asal perolehan sumber-sumber kas dan penggunaannya (Nurmalina et al 2010).

21 6 Dalam mempertimbangkan suatu investasi proyek, perlu diketahui 3 jenis arus kas, yaitu: 1) Arus kas keluar awal (initial cash flow), yaitu pengeluaran-pengeluaran kas awal yang dilakukan sehubungan dengan investasi; 2) Arus kas operasional (operational cash flow), yaitu penerimaan-penerimaan kas yang diperoleh setelah suatu investasi beroperasi. Selain penerimaanpenerimaan kas, juga terdapat pengeluaran-pengeluaran kas yang terjadi setelah suatu investasi beroperasi; 3) Terminal arus kas (terminal cash flow), yaitu penerimaan-penerimaan yang diperoleh dari nilai sisa (salvage value) suatu investasi/pengembalian modal kerja (working capital). Kriteria investasi atau investement criteria yaitu Indeks-indeks untuk mencari suatu ukuran menyeluruh tentang baik atau tidaknya suatu usaha yang dijalankan. Kriteria investasi yang digunakan adalah Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) dan Internal Rate of Return (IRR). NPV merupakan selisih antara nilai sekarang (present value) dari keuntungan (benefit) dan nilai sekarang dari biaya. IRR adalah nilai tingkat bunga i (discount rate) yang membuat NPV dari proyek sama dengan nol. Net B/C merupakan perbandingan antara total nilai sekarang dari keuntungan bersih pada tahun yang memiliki keuntungan bersih negatif (Kadariah et al 1999) Aspek sensitivitas Aspek sensitivitas merupakan suatu analisis untuk mengetahui dampak dari suatu keadaan yang berubah terhadap hasil suatu analisis kelayakan. Tujuan analisis ini adalah untuk menilai apa yang akan terjadi dengan hasil analisis kelayakan suatu kegiatan investasi apabila terjadi perubahan di dalam perhitungan biaya atau manfaat. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam analisis sensitivitas diantaranya (Nurmalina et al 2010) : 1) Kenaikan harga atau cost over run, terjadi karena adanya kenaikan dalam biaya konstruksi, misalnya pada saat pelaksanaan ada kenaikan pada harga peralatan dan lain sebagainya. Usaha cenderung sensitif terhadap kenaikan biaya. Umumnya pada usaha yang memerlukan biaya konstruksi yang besar;

22 7 2) Perubahan harga yang terjadi akan mempengaruhi terhadap tingkat harga umum, misalnya penurunan harga hasil produksi; 3) Mundurnya waktu implementasi; 4) Ketidaktepatan dan perkiraan hasil (produksi) bila cara produksi baru yang dipakai sebagai ukuran atu informasi terutama berdasarkan pada hasil penelitian Aspek pemasaran Pemasaran adalah suatu proses sosial yang dilakukan individu dan kelompok untuk mendapatkan sesuatu yang dibutuhkan dan diinginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas menukar produk yang bernilai dengan pihak lain (Kotler dan Keller 2007). Analisis pemasaran digunakan untuk mengetahui pasar dan peluang pemasaran dari pendaratan hasil tangkapan. Analisis pemasaran dilakukan pada jalur pemasaran komoditas, margin pemasaran dan perkembangan harga produk (Hanafiah 1986) Aspek sosial Aspek sosial digunakan untuk mengetahui kondisi sosial masyarakat terkait dengan kegiatan perikanan jaring insang hanyut yang dilakukan oleh nelayan PPN Karangantu, Teluk Banten. Analisis ini mengamati keadaan sosial masyarakat nelayan yang meliputi kesejahteraan, tingkat pendidikan dan respon nelayan terhadap teknologi baru serta kegiatan yang nelayan lakukan saat tidak ada modal melaut atau musim paceklik (Renofati 2008). 2.3 Jaring Insang Hanyut Definisi dan klasifikasi alat tangkap jaring insang hanyut Alat tangkap jaring insang (gillnet) adalah jaring yang terbentuk empat persegi panjang dengan ukuran mata yang sama pada seluruh badan jaring. Pelampung (float) pada sisi atas dan pemberat (sinker) pada sisi bawah. Jaring akan terentang akibat adanya dua gaya yang berlawanan arah yaitu daya apung dan daya tenggelam. Penamaan gillnet beraneka ragam di Indonesia misalnya berdasarkan jenis ikan yang tertangkap dan posisi pemasangannya di dalam laut (Ayodhyoa 1981). Jaring insang hanyut merupakan alat penangkapan ikan yang

23 8 terbuat dari jaring, berbentuk persegi empat dengan ukuran mata jaring yang sama dan dioperasikan dengan cara dihanyutkan (Diniah 2008). Jaring insang hanyut merupakan jaring insang yang cara pengoperasiannya dibiarkan hanyut di perairan, baik itu dihanyutkan di permukaan perairan, kolom perairan atau dasar perairan. Jaring insang diklasifikasikan menjadi 2 yaitu berdasarkan metode pengoperasian dan konstruksi. Klasifikasi berdasarkan metode pengoperasian terdiri atas 5 jenis : (1) Jaring insang menetap (set gillnet); (2) Jaring insang hanyut (jaring insang hanyut); (3) Jaring insang lingkar (encirclig gillnet); (4) Jaring insang giring (frightening gillnet/drive gillnet); (5) Jaring insang sapu (rowed gillnet). Klasifikasi berdasarkan konstruksi dibedakan menjadi jumlah lembar dan pemasangan tali ris pada badan jaring. 1) Klasifikasi berdasarkan jumlah lembar badan jaring terdiri atas 3 jenis yaitu : (1) Jaring insang satu lembar (gillnet); (2) Jaring insang dua lembar (semi trammel net/double gillnet); (3) Jaring insang tiga lembar (trammel net). 2) Klasifikasi berdasarkan pemasangan tali ris terdiri atas 4 jenis yaitu : (1) Pemasangan tali ris atas dan tali ris bawah disambungkan langsung dengan badan jaring; (2) Pemasangan tali ris atas disambungkan langsung dengan badan jaring sedangkan tali ris bawah disambungkan dengan badan jaring melalui tali penggantung (hanging twine); (3) Pemasangan tali ris atas disambungkan dengan badan jaring melalui tali penggantung (hanging twine), sedangkan tali ris bawah disambungkan langsung dengan badan jaring; (4) Pemasangan tali ris atas dan tali ris bawah disambungkan dengan badan jaring melalui tali penggantung (hanging twine).

24 9 Menurut Sainsbury (1971) Bahan dan bagian jaring insang terdiri atas badan jaring, tali ris atas, tali ris bawah, pelampung, pemberat dan tali selambar. (1) Badan jaring Badan jaring merupakan susunan mata jaring yang memiliki ukuran yang sama. Umumnya badan jaring terbuat dari bahan sintesis antara lain : nylon, amilon dan sebagainya. Bahan sintesis memiliki kekuatan putus yang cukup tinggi, sehingga menyulitkan ikan yang terjerat untuk melepaskan diri. Warna benang menyesuaikan dengan perairan. Hal ini untuk mengaburkan penglihatan ikan terhadap jaring insang hanyut seperti transparan, coklat dan biru. Pemakaian benang yang lebih lembut akan meningkatkan daya tangkap jaring. (2) Tali ris atas Tali ris atas terbagi menjadi 2, yaitu tali pelampung untuk menggantungkan pelampung dan tali jaring untuk menggantungkan jaring bagian atas. Tali ris atas menggunakan bahan nylon polyethylene multifilament. Arah pilinan kedua tali ini harus berbeda agar tali ris atas tidak terbelit pada saat pengoperasian jaring. (3) Pelampung Pelampung biasanya terbuat dari berbagai bahan antara lain : sterofoam, plastik, karet dan sebagainya. Jumlah pelampung yang digunakan tergantung pada panjang jaring. Pelampung berguna untuk kesempurnaan rentangan bentuk jaring selama operasi. Jumlah, bentuk dan jenis bahan pelampung berkaitan dengan daya apung. Pelampung yang digunakan sejenis atau seragam dan mempunyai tahanan yang cukup terhadap air agar daya apung sempurna. (4) Tali ris bawah Tali ris bawah berjumlah 2 buah yaitu tali untuk menggantungkan pemberat dan jaring bagian bawah. Arah pilinan harus berlawanan untuk menghindari jaring terbelit sewaktu pengoperasian. Arah pilinan tali ris bawah adalah S dan Z. (5) Tali selambar Tali selambar dipasang pada kedua ujung alat tangkap jaring. Salah satu ujung tali selambar diikatkan ke perahu di saat pengoperasian. Panjang tali selambar tergantung pada panjang jaring dan ukuran kapal. Bagian-bagian jaring insang hanyut adalah pelampung tanda, tali pelampung tanda, pelampung, tali selambar, tali ris atas, badan jaring, pemberat, tali ris

25 10 bawah, jangkar dan tali jangkar. Pelampung tanda terbuat dari bahan poly vinil clorida dan berfungsi sebagai penanda letak alat tangkap. Pelampung biasanya terbuat dari karet sendal jepit dan berfungsi menjaga agar alat tetap mengapung. Pemberat terbuat dari timah dan berfungsi agar alat tetap terbentang. Jangkar tebuat dari logam atau timah. Pemasangan jaring yang baik adalah tegak lurus atau memotong miring terhadap arah arus. Alat tangkap jaring insang hanyut (Gambar 1). Sumber: Subani dan Barus 1989 Gambar 1 Alat tangkap jaring insang hanyut Kapal Jaring insang menggunakan kapal atau perahu dengan metode static gear. Umumnya kapal jaring insang dioperasikan pada berbagai jenis ukuran alat tangkap. Penggunaan kapal jaring insang hanyut menggunakan penggerak kapal motor tempel (outboard engine) atau mesin yang dapat dipasang dan dilepaskan secara cepat. Namun adapula yang menggunakan tenaga penggerak di dalam (inboard engine) (Ayodhyoa 1981) Nelayan Jumlah nelayan yang mengoperasikan jaring insang hanyut tergantung pada ukuran dan alat tangkap yang digunakan. Nelayan mempunyai tugas yang berbeda-beda di atas kapal. Ada yang bertugas sebagai ABK dan nakhoda. Faktor keahlian nelayan pada pengoperasian jaring insang hanyut berperan penting saat penurunan jaring (setting) dan pengaturan posisi kapal (Ayodhyoa 1981).

26 Metode pengoperasian Menurut Miranti (2007) metode pengoperasian alat tangkap jaring insang secara umum terdiri atas beberapa yaitu: (1) Persiapan yang dilakukan nelayan meliputi pemeriksaaan alat tangkap, kondisi mesin, bahan bakar kapal, perbekalan, es dan tempat untuk menyimpan hasil tangkapan; (2) Pencarian daerah penangkapan ikan (DPI), berdasarkan pengalaman melaut nelayan yaitu dengan mengamati kondisi perairan seperti banyaknya gelembung-gelembung udara, warna perairan serta adanya burung-burung di atas perairan yang mengindikasikan adanya schooling ikan; (3) Pengoperasian alat tangkap yang terdiri atas penurunan jangkar, tali pemberat, jaring, tali ris atas, dan tali pelampung (setting), perendaman jaring (soaking), pengangkatan jangkar, tali ris atas, tali pemberat dan jaring (hauling); (4) Tahap penanganan hasil tangkapan adalah pelepasan ikan hasil tangkapan dan jaring untuk kemudian disimpan pada suatu wadah. Menurut Hadian (2005), pengoperasian jaring insang hanyut biasanya dilakukan pada malam hari. Pada saat nelayan tiba, kecepatan kapal atau perahu dikurangi dan nelayan bersiap untuk melakukan setting. Setting dimulai dengan menurunkan pelampung tanda, badan jaring kemudian jangkar. Setting membutuhkan waktu kurang lebih 20 menit. Pada saat setting, arah perahu berlawanan dengan arus dan berada dalam keadaan stabil serta kecepatan rendah. Setelah seluruh jaring diturunkan ke dalam air, mesin perahu dimatikan dan jaring dibiarkan hanyut terbawa arus selama kurang lebih 4 jam. Jaring insang hanyut kemudian dinaikkan ke atas perahu. Hauling dilakukan dari sebelah kiri perahu atau kapal, satu orang menarik jaring pada tali ris atas, dua orang menarik jaring pada bagian bawah dan memisahkan hasil tangkapan serta satu orang bertugas dalam mengurus pelampung Daerah pengoperasian Jaring insang hanyut dapat dioperasikan di dasar perairan, kolom perairan dan dipermukan perairan (Subani dan Barus 1989).

27 Hasil tangkapan Jenis-jenis hasil tangkapan jaring insang hanyut yaitu ikan-ikan pelagis kecil antara lain : kembung (Rastrelliger spp.), selar bentong (Selaroides crumenopthalmus), japuh (Sardinella spp.), lemuru (Sardinella sirm), golok-golok (Chirocentrus dorab), tenggiri (Scomberomerous spp.), tongkol (Auxis thazard) dan lain-lain (Direktorat Jendral Perikanan 1994). 2.4 Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap Pengembangan usaha perikanan tangkap dapat terlaksana melalui kebijakan dan program yang berdasarkan pada pendekatan sistem usaha perikanan tangkap. Kebijakan yang dapat ditempuh untuk merealisasikan tujuan industri perikanan tangkap, yaitu : 1) Optimalisasi tingkat penangkapan ikan sesuai potensi lestari; 2) Penanganan dan pengolahan hasil penangkapan ikan; 3) Transportasi dan pemasaran hasil tangkapan ikan; 4) Pengembangan sarana prasarana; 5) Sistem usaha kemitraan usaha perikanan secara terpadu. Strategi yang digunakan dalam pengembangan sumberdaya perikanan adalah analisis SWOT. Hal ini dikarenakan memiliki kelebihan yaitu : sederhana, fleksibel, menyeluruh, menyatukan dan berkolaborasi. Analisis ini untuk mengetahui keterkaitan antara faktor internal dengan faktor eksternal sehingga dapat menghasilkan alternatif strategis (Rangkuti 2005). Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini berdasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), dan meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan strategis berkaitan dengan pengembangan nilai, tujuan, strategis dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencana strategis (strategic planner) harus dapat menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada pada saat ini (Rangkuti 2005). Analisis SWOT dapat diterapkan dalam tiga hal untuk membuat keputusan yang bersifat strategis yaitu : 1) analisis SWOT memungkinkan para pengambil keputusan kunci dalam suatu perusahaan menggunakan kerangka berpikir yang logis, identifikasi dan analisis berbagai alternatif yang layak untuk dipertimbang

28 13 kan dan pada akhirnya dapat memilih pada alternatif yang diperkirakan berhasil; 2) perbandingan secara sistematik antara peluang dan ancaman eksternal pada satu pihak dan kekuatan dan kelemahan pada lain pihak; 3) setiap orang yang sudah memahami dan pernah menggunakan analisis SWOT mengetahui bahwa tantangan utama dalam penerapan analisis SWOT terletak pada identifikasi dari posisi sebenarnya untuk tujuan bisnis.

29 14 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan bertempat di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu, Teluk Banten pada hari Senin 19 September 2011 hingga Selasa 19 Oktober Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan jenis penelitian studi kasus. Satuan kasus yang digunakan yaitu unit penangkapan jaring insang hanyut yang memiliki home base di teluk Banten. Studi kasus terkait tentang suatu subjek penelitian yang berkenaan dengan tahap spesifik atau khusus dari keseluruhan personalitas. Unit penelitian memiliki lingkup yang kecil atau terbatas. Tujuan dalam menggunakan metode ini adalah untuk memperoleh gambaran secara lengkap dan mendalam tentang suatu objek. 3.3 Pengumpulan Data Data primer Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung di lapang mengenai seluruh kegiatan unit penangkapan jaring insang hanyut. Selain itu, data primer juga hasil wawancara terhadap responden. Data primer yang dikumpulkan dalam penelitian ini antara lain : 1) Aspek Teknis (1) Konstruksi dan metode pengoperasian unit penangkapan jaring insang hanyut; (2) Ukuran dan jumlah kapal jaring insang hanyut; (3) Komposisi hasil tangkapan yang diperoleh; (4) Lokasi pengoperasian jaring insang hanyut; (5) Musim penangkapan jaring insang hanyut. 2) Aspek Pemasaran (1) Harga Beli dan Harga Jual. (2) Jalur distribusi hasil tangkapan.

30 15 3) Aspek Sosial (1) Kehidupan nelayan dan ada atau tidaknya konflik antar nelayan. (2) Kegiatan nelayan saat tidak adanya uang untuk kegiatan melaut dan cuaca buruk. 4) Aspek Finansial (1) Banyaknya hasil tangkapan yang diperoleh unit penangkapan jaring insang hanyut (per trip, per minggu, per bulan, per tahun dan per musim); (2) Pembiayaan yang terdiri atas biaya investasi, biaya operasional selama kegiatan berlangsung dan biaya tetap; (3) Pendapatan nelayan per hari, per minggu, per bulan, per tahun; (4) Harga jual hasil tangkapan per kilogram, per ton. 5) Aspek strategi Pengembangan (1) Data eksternal (pasar, kompetitor, kebijakan pemerintah dan sebagainya). (2) Data internal (keuangan, SDM, operasional, pemasaran dan sebagainya) Data sekunder Data sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi : 1) Keragaan unit penangkapan jaring insang hanyut yang beroperasi di Perairan Karangantu, Teluk Banten selama 5 tahun terakhir periode ) Keadaan umum daerah penelitian berupa letak geografis dan keadaan perikanan tangkap secara umum di PPN Karangantu. Data tersebut diperoleh dari statistik perikanan PPN Karangantu, statistik perikanan Kabupaten Serang dan Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Serang. 3.4 Analisis Data Analisis aspek teknis Analisis teknis digunakan untuk mengkaji faktor yang berhubungan dengan keragaan teknis unit penangkapan ikan di PPN Karangantu, Teluk Banten dan kegiatan operasi penangkapan ikan. Analisis ini meliputi gambaran :

31 16 1) Kapal; 2) Alat tangkap; 3) Nelayan; 4) Metode pengoperasian. Analisis teknis untuk mengetahui secara teknis alat tangkap jaring insang hanyut efektif atau tidak pada saat dioperasikan berdasarkan konstruksi, daerah penangkapan ikan, metode penangkapan ikan dan musim penangkapan ikan. Produktivitas merupakan suatu pengukuran untuk mengetahui efisiensi teknik dan suatu proses produksi yang merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai dengan keseluruhan input yang digunakan. Pengukuran produktivitas dapat dihitung sebagai berikut (Hanafiah 1986) : Berdasarkan rumus diatas produktivitas input produksi dapat dihitung dengan rumus : Output 1) Produktivitas alat tangkap = Input alat tangkap Output 2) Produktivitas trip = Input trip 3) Produktivitas nelayan = Output Input nelayan 4) Produktivitas biaya investasi = Output Input biaya investasi 5) Produktivitas biaya operasional = Output Input biaya operasional Analisis aspek finansial 1) Analisis usaha Analisis usaha merupakan pemeriksaan keuangan pada suatu usaha selama usaha itu telah berjalan. Analisis usaha untuk mengetahui tingkat keuntungan atau keberhasilan dari usaha perikanan yang telah dijalankan selama ini. Analisis ini meliputi analisis pendapatan usaha, analisis imbangan penerimaan dan biaya (Revenue-Cost Ratio), analisis waktu balik modal (Payback Period) dan analisis Return on Investement (ROI). Pengukuran analisis usaha meliputi :

32 17 (1) Analisis pendapatan usaha (Π) Analisis ini bertujuan untuk mengukur apakah kegiatan usaha yang dilakukan pada saat ini berhasil atau tidak. Analisis ini dapat juga digunakan untuk mengetahui besarnya keuntungan atau jumlah nominal yang diperoleh dari selisih antara biaya pemasukan dengan biaya pengeluaran pada suatu kegiatan. (Umar 2003). Rumus π yang digunakan adalah : Π = TR TC Keterangan : Π Keuntungan TR : Total Pemasukan (Total Revenue) TC : Total Pengeluaran (Total Cost) Kriteria : Jika total penerimaan > total biaya, usaha untung atau layak untuk dilanjutkan. Jika total penerimaan < total biaya, usaha rugi atau tidak layak untuk lanjut. Jika total penerimaan = total biaya, usaha tidak untung dan tidak rugi (impas). (2) Analisis imbangan penerimaan dan biaya (Revenue cost ratio) Analisis ini digunakan untuk mengetahui hasil yang diperoleh dari kegiatan usaha selama periode tertentu menguntungkan atau tidak (Nurmalina et al 2010). Rumus R/C yang digunakan adalah : Keterangan : R : Penerimaan (Revenue) C : Pengeluaran (Cost) R C = Total penerimaan Total biaya Kriteria : Jika R/C > 1 maka kegiatan usaha tersebut dikatakan untung sehingga layak untuk dilanjutkan. Jika R/C = 1 maka kegiatan usaha tersebut dapat dikatakan tidak untung dan tidak rugi sehingga berada dalam kondisi impas. Jika R/C < 1 maka kegiatan usaha tersebut dikatakan rugi sehingga tidak layak untuk dilanjutkan.

33 18 (3) Analisis waktu balik modal (Payback period) Payback period merupakan suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi (initial cash investment) dengan menggunakan aliran kas. Payback period dapat juga diartikan sebagai ratio antara initial cash investment dengan cash inflownya yang hasilnya merupakan satuan waktu, selanjutnya nilai rasio dibandingkan dengan maximum payback period yang dapat diterima (Nurmalina et al 2010). Rumus yang digunakan adalah : Keterangan : I Payback period = I Ab : Jumlaah modal investasi yang dibutuhkan (Rupiah) Ab : Keuntungan bersih yang diperoleh pada setiap tahunnya (Rupiah/ tahun) Kriteria : Jika payback period lebih pendek waktunya dari maximum payback period maka usaha tersebut dapat dikatakan layak untuk dilanjutkan. (4) Analisis Return on Investement (ROI) Analisis Return on investment (ROI) adalah kemampuan suatu usaha untuk menghasilkan keuntungan. Perhitungan terhadap ROI dilakukan untuk mengetahui besarnya perolehan keuntungan dibandingkan dengan besar investasi yang ditanamkan (Nurmalina et al 2010). Rumus yang digunakan adalah : 2) Analisis kriteria investasi ROI = Keuntungan Investasi 100% Cash flow disusun untuk menunjukkan perubahan kas selama satu periode tertentu serta memberikan alasan mengenai perubahan kas tersebut dengan menunjukkan dari mana sumber-sumber kas dan penggunaan-penggunaannya. Kriteria investasi yang digunakan adalah Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) dan Internal Rate of Return (IRR). (1) Net Present Value (NPV) Analisis ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keuntungan yang diperoleh selama umur ekonomis proyek. Net Present Value (NPV) merupakan selisih

34 19 antara nilai sekarang (present value) dari keuntungan (benefit) dan nilai sekarang dari biaya, dinyatakan dalam rumus (Nurmalina et al 2010) : Keterangan : NPV : Net Present Value Bt Ct i n NPV = n t=1 Bt Ct (1 + i) t : Manfaat dari suatu proyek pada tahun ke-t : Biaya dari suatu proyek pada tahun ke-t kotor : Tingkat suku bunga : Tahun kegiatan proyek (t = 1,2,3,..., n tahun) Kriteria : Jika NPV > 1 maka usaha dikatakan untung dan layak untuk dilanjutkan Jika NPV = 1 maka usaha dikatakan tidak untung dan tidak rugi Jika NPV < 1 maka usaha dikatakan rugi dan tidak layak untuk dilanjutkan (2) Net benefit Cost Ratio (Net B/C) Analisis ini bertujuan untuk mengetahui berapa besarnya penerimaan dibandingkan dengan pengeluaran selama umur ekonomis proyek. Net B/C merupakan suatu perbandingan yang pengambilannya terdiri atas present value total dari benefit bersih dalam tahun-tahun dan benefit bersih itu bersifat positif sedangkan penyebutnya terdiri atas present value total dari biaya bersih dalam tahun-tahun saat Bt-Ct bersifat negatif, yaitu biaya kotor lebih besar dari benefit kotor, dinyatakan dalam rumus (Nurmalina et al 2010) : Keterangan : Net B/C = n t=1 Bt Ct (1+i) t n t=1 Ct Bt (1=i) t Bt : Manfaat yang diperoleh pada tahun ke-t (Rupiah) Ct : Biaya yang dikeluarkan pada tahun ke-t (Rupiah) t n : Periode wktu (t = 1,2,3,...,n tahun) : Umur proyek (Tahun) i : Tingkat suku bunga/diskonto (%) [Bt Ct>0] [Bt Ct<0]

35 20 Kriteria : Jika Net B/C > 1 maka usaha dikatakan untung dan layak untuk dilanjutkan Jika Net B/C = 1 maka usaha dikatakan tidak untung dan tidak rugi Jika Net B/C < 1 maka usaha dikatakan rugi dan tidak layak untuk dilanjutkan (3) Internal Rate of Return (IRR) Analisis ini digunakan untuk mengetahui tingkat keuntungan internal yang diperoleh dari investasi yang ditanamkan. Internal Rate of Return merupakan nilai discount rate i yang membuat NPV dari proyek sama dengan nol, dinyatakan dalam rumus (Nurmalina et al 2010) : Keterangan : IRR : Internal Rate of Return i IRR = i + NPV (i i) (NPV NPV ) : Tingkat bunga yang menghasilkan NPV positif i : Tingkat bunga yang menghasilkan NPV negatif NPV : NPV pada suku bunga i NPV : NPV pada suku bunga i Kriteria : nilai IRR lebih besar atau sama dengan tingkat discount rate yang berlaku, artinya usaha layak untuk dijalankan karena pada kondisi tersebut nilai NPV lebih besar atau sama dengan nol. nilai IRR lebih kecil dari tingkat discount rate yang berlaku, artinya usaha tidak layak dijalankan karena ada alternatif pengguna lain yang lebih menguntungkan Analisis sensitivitas Analisis sensitivitas bertujuan melihat apa yang akan terjadi terhadap usaha jika ada perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya. Metode yang digunakan dalam analisis sensitivitas adalah switching value. Perubahan yang mempengaruhi usaha diantaranya kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan penurunan jumlah ikan hasil tangkapan. Kegiatan penangkapan ikan membutuhkan bahan bakar yang tidak sedikit dan tergantung terhadap hasil tangkapan.

36 Analisis aspek pemasaran Analisis aspek pemasaran digunakan untuk mengetahui pasar dan peluang pasar dari hasil tangkapan yang didaratkan di PPN Karangantu, Banten. Penilaian pada aspek pemasaran untuk mengetahui harga pasar, rantai pemasarannya dan proses distribusinya. Analisis pemasaran merupakan hasil wawancara kepada pihak-pihak terkait yang dijelaskan secara deskriptif. Perhitungan margin pemasaran diperoleh berdasarkan persamaan berikut (Sobari dan Febrianto 2010): Mi = Hi H i 1 Keterangan Mi : Margin pada pedagang perantara ke-i ikan hasil tangkapan (Rp/Kg) Hi : Harga penjualan perantara ke-i ikan hasil tangkapan (Rp/Kg) H i 1 : Harga pembelian pedagang perantara ke-i hasil tangkapan (Rp/Kg) Analisis aspek sosial Analisis aspek sosial digunakan untuk mengkaji keadaan sosial nelayan jaring insang hanyut di PPN Karangantu, Teluk Banten. Analisis ini meliputi gambaran kondisi nelayan, ada tidaknya konflik antar nelayan dan tingkat kesejahteraan nelayan. 3.5 Analisis SWOT Analisis yang digunakan untuk menentukan strategi pengembangan perikanan tangkap adalah analisis strengths, weaknesses, opportunities, and threats (SWOT). Analisis ini menggambarkan tentang faktor - faktor internal dan eksternal. Faktor internal terdiri atas kekuatan (strength) dan kelemahan (weaknesses), sedangkan faktor eksternal terdiri atas peluang (opportunities) dan ancaman (threats). Analisis faktor internal dapat dilakukan dengan menggunakan matriks IFE, sedangkan analisis faktor eksternal dapat dilakukan dengan menggunakan matriks EFE. Tahap pertama penyusunan matriks IFE dan matriks EFE adalah mendaftarkan kekuatan dan kelemahan pada matriks IFE dan peluang serta ancaman pada matriks EFE (Rangkuti 2005). Matriks IFE dan EFE (Tabel 1 dan Tabel 2).

37 22 Tabel 1 Matriks evaluasi faktor internal Faktor strategis internal Bobot Rating Skor Kekuatan : Kelemahan : Total Sumber : David, 2003 Tahap skor pembobotan berkisar dari terendah 1,0 sampai yang tertinggi 4,0 dengan rata-rata skor 2,5. Total skor pembobotan di bawah 2,5 menunjukan faktor internal organisasai lemah, sedangkan jika di atas 2,5 mengidentifikasikan faktor internal organisasi yang kuat (David 2003). Tabel 2 Matriks evaluasi faktor eksternal Faktor strategis eksnternal Bobot Rating Skor Peluang : Ancaman : Total Sumber : David, 2003 Total skor pembobotan tertinggi untuk sebuah organisasi adalah 4,0 dan terendah adalah 1,0 dengan rata-rata 2,5. Total skor pembobotan 4,0 mengidentifikasikan bahwa organisasi mampu merespon peluang dan ancaman. Strategi perusahaan sangat efektif dalam mengambil manfaat dari peluang yang

38 23 ada dan meminimalisasi potensi yang kurang baik dari ancaman eksternal (David 2003). Analisis SWOT lebih menekankan untuk memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (oppurtunities) serta meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats). Diagram analisis SWOT (Gambar 2). PELUANG Kuadran 3 Kuadran 1 Mendukung strategi turn around Mendukung strategi agresif KEKUATAN INTERNAL KELEMAHAN INTERNAL Kuadran 4 Kuadran 2 Mendukung strategi defensif Mendukung strategi diversifikasi ANCAMAN Gambar 2 Diagram analisis SWOT Keterangan : 1) Kuadran 1 merupakan situasi menguntungkan, saat perusahaan memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang diterapkan pada situasi ini adalah kebijakan pertumbuhan; 2) Kuadran 2 merupakan situasi meskipun ada ancaman, perusahaan ini masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi (produk pasar); 3) Kuadran 3 merupakan situasi perusahaan mempunyai peluang dalam me- laksanakan kebijakan, tetapi dari pihak internal masih terdapat kelemahan yang harus dikurangi; 4) Kuadran 4 merupakan situasi tidak menguntungkan karena dalam menentukan dan melaksanakan suatu program terdapat berbagai kelemahan yang berasal dari pihak internal dan pihak eksternal. Keterkaitan faktor internal dan eksternal dapat digambarkan dalam bentuk matriks SWOT. Matriks ini menggambarkan peluang dan ancaman eksternal yang

39 24 dihadapi dapat sesuai dengan kekuatan dan kelemahan yang ada. Matriks IFAS dan EFAS (Tabel 3). Tabel 3 Matriks IFAS dan EFAS IFAS STRENGTHS (S) Menentukan faktorfaktor kekuatan internal WEAKNESS (W) Menentukan faktorfaktor kekuatan internal EFAS OPPURTUNITIES (O) Menentukan faktorfaktor kekuatan internal THREATS (T) Menentukan faktorfaktor kekuatan internal Sumber : Rangkuti 2005 STRATEGI SO Strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang STRATEGI ST Strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman STRATEGI WO Strategi meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang STRATEGI WT Strategi meminimalkan kelemahan untuk mengatasi ancaman IFAS : Internal Strategic Factors Analysis Summary EFAS : Eksternal Strategic Factors Analysis Summary Menurut (Rangkuti 2005) Strategi yang dihasilkan dalam matriks SWOT mempunyai empat kemungkinan, yaitu : 1) Strategi SO : Strategi ini memanfaatkan seluruh kekuatan (S) untuk merebut dan memanfaatkan peluang (O) sebesar-besarnya; 2) Strategi ST : Strategi yang memanfaatkan kekuatan yang dimiliki (S) untuk mengatasi ancaman (T); 3) Strategi WO : Strategi ini bertujuan untuk memanfaatkan peluang (O) untuk meminimalkan kelemahan (W) yang ada; 4) Strategi WT : Strategi yang diambil untuk meminimalkan kelemahan (W) yang ada serta menghindari ancaman (T) yang ada.

40 Batasan Penelitian Batasan yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini antara lain : 1) Wilayah penelitian adalah di Perairan Karangantu, Teluk Banten; 2) Alat tangkap yang menjadi kajian penelitian adalah jaring insang hanyut yang terdapat di PPN Karangantu, Banten; 3) Aspek yang menjadi bahan kajian meliputi aspek teknik, aspek finansial, sensitivitas, aspek pemasaran, aspek sosial dan strategi pengembangan; 4) Aspek teknik meliputi deskripsi unit penangkapan jaring insang hanyut, metode pengoperasian, pendugaan produktivitas alat tangkap dan sebagainya; 5) Analisis finansial meliputi analisis usaha dan analisis kriteria investasi; 6) Analisis usaha merupakan analisis yang dilakukan berkaitan dengan analisis pendapatan usaha, revenue-cost ratio, payback period, dan return on investment; 7) Pendapatan usaha adalah selisih antara penerimaan total dengan biaya total yang digunakan untuk operasi penangkapan ikan dengan jaring insang hanyut selama satu tahun; 8) Penerimaan adalah hasil perkalian antara jumlah produksi atau hasil tangkapan unit penangkapan jaring insang hanyut dengan harga hasil tangkapan per kilogram; 9) Biaya total adalah biaya yang dikeluarkan untuk proses produksi yang terdiri atas biaya tetap dan biaya variabel; 10) Biaya tetap adalah biaya yang jumlah pengeluarannya tidak bergantung pada volume produksi. Biaya tetap terdiri atas biaya penyusutan dan biaya perawatan unit penangkapan jaring insang hanyut; 11) Biaya variabel adalah biaya yang jumlah pengeluarannya bergantung kepada volume produksi. Biaya variabel terdiri atas biaya bahan bakar solar, oli, perbekalan, SIUP dan upah ABK; 12) Revenue-cost ratio adalah perbandingan antara penerimaan total dengan biaya total dalam satu tahun; 13) Payback period adalah waktu yang dibutuhkan untuk menutup kembali investasi yang dinyatakan dalam satu tahun;

41 26 14) Return on investment adalah besarnya keuntungan yang diperoleh dari hasil perbandingan dengan investasi yang ditanamkan yang dinyatakan dalam presentase (%); 15) Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan pada tahap persiapan produksi yang dinyatakan dalam satuan rupiah; 16) Analisis finansial yang dilakukan meliputi NPV, Net B/C dan IRR; 17) Net present value adalah proyeksi penerimaan laba bersih yang akan diterima untuk usaha yang akan dilakukan di masa yang akan datang jika dinilai pada saat sekarang pada tingkat suku bunga tertentu, dinyatakan dengan NPV = 0; 18) Net Benefit/Cost adalah perbandingan dari jumlah kini (total present value) dari keuntungan bersih (net benefit) bernilai positif dengan keuntungan bersih (net benefit) bernilai negatif dinyatakan Net B/C > 1; 19) Internal rate of return adalah tingkat suku bunga dari unit usaha dalam jangka waktu tertentu yang membuat nilai NPV sama dengan nol, dinyatakan IRR > tingkat suku bunganya; 20) Analisis sensitivitas merupakan analisis yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh perubahan pada dasar-dasar perhitungan biaya terhadap usaha; 21) Aspek pemasaran meliputi deskripsi pola distribusi dan margin pemasaran hasil tangkapan; 22) Aspek sosial meliputi kehidupan sosial nelayan; 23) Strategi pengembangan adalah rencana pengembangan secara bertahap dan teratur dari kondisi riil saat ini ke sasaran yang diinginkan. 24) Faktor internal adalah kekuatan keunggulan yang dimiliki oleh unit usaha penangkapan jaring insang hanyut serta kelemahan yang merupakan keterbatasan atau kekurangan unit usaha penangkapan jaring insang hanyut yang mempengaruhi kinerja; 25) Faktor eksternal adalah peluang kesempatan yang dimiliki unit usaha penangkapan jaring insang hanyut untuk dimanfaatkan dan ancaman yang merupakan hambatan yang berasal dari luar unit usaha penangkapan jaring insang hanyut;

42 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Kota Serang Letak geografis Kota Serang berada di wilayah Provinsi Banten yang secara geografis terletak antara 5º99-6º22 LS dan 106º07-106º25 BT. Jarak terpanjang menurut garis lurus dari utara ke selatan adalah sekitar 21,7 km dan jarak terpanjang dari Barat ke Timur adalah sekitar 20 km. Batas-batas wilayah Kota Serang adalah sebagai berikut : 1) Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa; 2) Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tangerang; 3) Sebelah Barat berbatasan dengan Kota Cilegon dan Selat Sunda; 4) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang. Kota Serang terbagi ke dalam enam kecamatan yaitu Kecamatan Curug, Walantaka, Cipocok Jaya, Serang, Taktakan dan Kasemen. Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu terletak di Kecamatan Kasemen dengan posisi geografis 06º02 LS-106º09 BT dan terdiri atas sepuluh desa serta memiliki luas wilayah mencapai 39 km². Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu memiliki batasbatas wilayah sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah timur berbatasan dengan Desa Padak Gundul, sebelah barat berbatasan dengan Desa Margasayulu dan sebelah selatan berbatasan dengan wilayah Kasunyatan Luas wilayah dan topografi Luas wilayah Kota Serang secara administratif ha terbagi menjadi 28 kecamatan dan 308 desa. Secara topografi wilayah Kota Serang berada dalam kisaran ketinggian antara 0-1,7778 m dpl dan pada umumnya tergolong topografi lahan dataran dan bergelombang. Ketinggian 0 m dpl membentang dari Kecamatan Taktakan, Tirtayasa, Cinangka di Pantai Barat Selat Sunda. Ketinggian 1,778 m dpl terdapat di Puncak Gunung Karang yang terletak di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Pandeglang. Pada Umumnya wilayah Kota Serang berada pada Ketinggian kurang dari 500 m dpl dan beriklim tropis dengan curah hujan yang cukup tinggi dan hari hujan umumnya dengan

43 28 ukuran tertinggi dalam sebulan 94 mm dan rata-rata hujan 14 hari hujan serta tersebar pada seluruh wilayah kecuali kecamatan Ciomas Penduduk Jumlah Penduduk Kota Serang pada tahun 2009 adalah jiwa terdiri atas laki-laki dan perempuan. Rasio jenis kelamin di Kota Serang sebesar 106 pada setiap 100 orang perempuan terdapat 106 orang laki-laki. Tingkat kepadatan penduduk Kota Serang selama periode ( ) mencapai 1866,65 jiwa per kilometer persegi yang sebagian besar penduduknya mendiami perkotaan. Jumlah penduduk pada Kecamatan Kasemen adalah jiwa, terdiri atas laki-laki dan perempuan dengan sex ratio sebesar 109, artinya setiap 100 orang perempuan terdapat 109 orang laki-laki pada akhir Desember Penduduk di Kecamatan Kasemen sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani, pedagang, nelayan dan sebagainya. Jumlah penduduk dan jenis kelamin (Tabel 4). Tabel 4 No Jumlah penduduk berdasarkan kepadatan penduduk, jenis kelamin dan rasio jenis kelamin per kecamatan di Kota Serang pada tahun 2009 Kepadatan Penduduk (Jiwa) penduduk Lakilaki Sex Kecamatan (Jiwa/km²) Perempuan Jumlah Ratio 1 Curug 828, ,54 2 Walantaka 1335, ,51 3 Cipocok Jaya 2165, ,95 4 Serang 6957, ,83 5 Taktakan 1409, ,3 6 Kasemen 1203, , , ,94 Sumber : BPS Kota Serang (2010ᵃ)

44 Keadaan Umum PPN Karangantu Volume dan nilai produksi Volume produksi yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu sebesar ton dengan nilai Rp ,00 pada tahun 2010 mengalami peningkatan jika dibandingkan volume produksi sebesar ton dengan nilai Rp ,00 pada tahun Hal ini berarti mengalami peningkatan volume sebesar 8,39% dan kenaikan nilai produksi sebesar 28,99%. Rata-rata harga ikan mengalami kenaikan yaitu Rp /kg pada tahun 2009 menjadi Rp /kg pada tahun Perkembangan volume dan nilai produksi (Tabel 5 dan Gambar 3). Tabel 5 Perkembangan volume dan nilai produksi ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu Tahun No Tahun Volume Produksi (ton) Nilai Produksi (Rp 1000,00) R (%) 6,14 33,17 Sumber : PPN Karangantu tahun Jumlah Produksi (ton) Nilai (Rp Juta) Gambar 3 Perkembangan volume dan nilai produksi ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu tahun

45 Masyarakat perikanan Masyarakat perikanan yang melakukan usaha perikanan di lingkungan Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu diantaranya nelayan, pemilik kapal, penjual ikan dan sebagainya. Adapun nelayan yang melakukan aktivitas dalam kurun waktu lima tahun terakhir (Tabel 6). Tabel 6 Jumlah nelayan yang melakukan aktivitas di Pelabuhan Perikanan Karangantu tahun No Tahun Jumlah Nelayan (Orang) Kenaikan Rata-rata (%) 17,22 Sumber : PPN Karangantu tahun 2011 Jumlah nelayan Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu mengalami kenaikan pada tahun 2006 hingga Secara umum rata-rata kenaikan jumlah nelayan 17,22% dari tahun 2006 hingga Jumlah nelayan yang memanfaatkan Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu sebanyak orang pada tahun Armada penangkapan ikan Jumlah kapal yang masuk dan berlabuh di Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu mengalami peningkatan yaitu sebanyak kali pada tahun 2010 jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebanyak kali atau naik 5,77%. Kenaikan frekuensi kedatangan kapal ini diduga dampak dari terpusatnya pendaratan ikan di Pelabuhan Perikanan. Adapun kapal yang berkunjung ke Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu tidak seluruhnya berasal dari Karangantu tetapi juga berasal dari daerah lain antara lain : Lampung, Labuan, Cilincing, Indramayu serta daerah lainnya. Kapal-kapal yang masuk tersebut terdiri atas kapal-kapal perikanan dan non perikanan. Kapal-kapal non perikanan umumnya hanya melakukan kegiatan perbaikan/docking kapal dan pengisian perbekalan. Frekuensi kedatangan kapal yang mendarat di Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu (Tabel 7).

46 31 Tabel 7 Frekuensi kedatangan kapal yang mendarat di Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu tahun Kategori kapal Kapal tanpa motor Jumlah/Total Kapal motor tempel Jumlah/Total Kapal motor < 5 GT GT GT GT GT GT Jumlah/Total Sumber : PPN Karangantu tahun Alat penangkapan ikan Penggunaan suatu jenis alat tangkap sangat berpengaruh terhadap jenis ikan hasil tangkapan. Hal ini sangat berkaitan dengan tingkah laku ikan. Alat tangkap tersebut umumnya masih bersifat tradisional dan merupakan usaha penangkapan dengan skala kecil dan one day fishing. Adapun jenis alat tangkap yang beroperasi di Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu Tahun 2010 (Tabel 8). Tabel 8 Jenis alat tangkap yang beroperasi di Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu tahun 2010 No Jenis Alat Tangkap Jumlah 1 Gillnet 64 Unit 2 Jaring dogol 44 Unit 3 Bagan tancap 4 Unit 4 Payang 13 Unit 5 Pancing 22 Unit 6 Bagan perahu 58 Unit 7 Jaring insang tetap 122 Unit 8 Alat tangkap lainnya 174 Unit Jumlah 546 Unit Sumber : PPN Karangantu tahun 2011

47 Daerah penangkapan ikan Daerah penangkapan ikan bagi nelayan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu adalah Laut Jawa, Selat sunda, dan Perairan di Sekitar Teluk banten seperti Pulau Panjang, Pulau Pamujan Kecil, Pulau Dua, dan Pulau Tunda. Lamanya operasi penangkapan berkisar 1-7 hari di Laut, sehingga tidak memerlukan perbekalan yang banyak. Sumberdaya perikanan yang tertangkap di perairan Karangantu antara lain ikan teri dan udang jerbung, sedangkan ikan kurisi, tongkol, lemuru, layang, tembang, kembung, dan selar banyak terdapat di Selat Sunda dan di sekitar bagian luar Teluk Banten Musim penangkapan ikan Musim ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu terjadi pada bulan mei karena pada bulan tersebut terjadi kenaikan produksi bila dibandingkan dengan bulan lainnya, tetapi musim ikan terkadang mengalami pergeseran. Produksi ikan akan lebih banyak ketika terdapat nelayan yang datang dari luar daerah untuk mendaratkan hasil tangkapannya di Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu, seperti nelayan dari Lampung, Kronjo, Labuan dan lain-lain Pengolahan dan pemasaran ikan Produksi ikan hasil tangkapan yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu merupakan ikan basah (diawetkan dengan es), kemudian didistribusikan sebagai berikut : 1) Diolah menjadi ikan asin oleh masyarakat di Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu kemudian dipasarkan ke daerah Jawa Barat; 2) Dijual dalam bentuk segar ke berbagai daerah; 3) Sebagai Bahan baku pabrik tepung ikan dibawa ke Jakarta dan Bogor. Pemasaran produk perikanan di Kota Serang memiliki dua target, yaitu pemasaran lokal dan pemasaran antar kota. Pemasaran lokal biasanya dilakukan oleh nelayan secara langsung dijual kepada pengumpul ikan (bakul) kemudian bakul menjual hasil tangkapan kepada pedagang besar antar kota dan pedagang pengecer. Pedagang pengecer menjual hasil tangkapannya ke konsumen melalui pasar ikan. Pasar ikan di Kota Serang yang menjadi pusat penjualan ikan yaitu pasar ikan yang terletak di Kecamatan Kasemen. Pemasaran antar kota dilakukan

48 33 oleh pedagang besar antar kota yang menjual hasil tangkapannya kepada pedagang pengecer. Pedagang pengecer kemudian menjual hasil tangkapannya kepada konsumen secara langsung maupun perusahaan pengolahan ikan. Proses Pemasaran hasil tangkapan PPN Karangantu yang tertera pada Gambar 4. Nelayan Pengumpul Ikan (bakul) Pedagang Besar Pedagang Pengecer Pedagang Pengecer Konsumen Konsumen Gambar 4 Saluran pemasaran hasil tangkapan di PPN Karangantu Banten Jenis ikan tangkapan Jenis ikan yang didaratkan di PPN Karangantu, Teluk Banten terdiri atas ikan pepetek, kuniran, kembung, cumi-cumi dan lain-lain. Komposisi hasil tangkapan yang tertera pada Gambar 5. Selar; 3% Rajungan; 3% Sotong ; 4% Tembang; 5% Kurisi ; 6% Gulamah; 3% Tenggiri; 2% Beloso; 2% Cumi-cumi; 9% Peperek ; 12% Kuniran; 10% Kembung ; 9% Peperek Kuniran Kembung Cumi-cumi Kurisi Tembang Sotong Rajungan Selar Gulamah Tenggiri Beloso Gambar 5 Komposisi hasil tangkapan ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu tahun

49 Keadaan fasilitas Fasilitas di PPN Karangantu terbagi menjadi fasilitas pokok, fasilitas fungsional, dan fasilitas penunjang. Fasilitas pokok merupakan fasilitas dasar yang diperlukan dalam kegiatan perikanan tangkap di suatu pelabuhan. Fasilitas fungsional merupakan fasilitas yang berfungsi untuk meningkatkan nilai guna dari fasilitas pokok, sehingga dapat menunjang aktivitas di Pelabuhan. Fasilitas penunjang merupakan fasilitas yang secara tidak langsung meningkatkan peranan pelabuhan atau para pelaku untuk mendapatkan kenyamanan melakukan aktivitas di Pelabuhan. Keadaan fasilitas di PPN Karangantu umumnya dalam kondisi layak untuk digunakan. Komposisi dan keadaan fasilitas Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu, Teluk Banten (Tabel 9). Tabel 9 Komposisi dan keadaan fasilitas Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu Fasilitas Volume Satuan Keterangan (1) Fasilitas Pelindung Break Water 550 M Baik Turap 700 M Baik (2) Fasilitas Tambat 75x4 M Baik (3) Fasilitas Perairan 250x50 M Dangkal (Kolam dan Alur) (4) Fasilitas Penghubung Jalan Utama 910x7 M Baik Jalan Komplek m² Baik Tempat Pelelangan Ikan 450 m² Baik Tempat Pengepakan Ikan 283,92 m² Baik (5) Fasilitas Navigasi Telepon/internet 2 Buah Baik Radio SSB 2 Buah Baik (6) Fasilitas Air Bersih Sumur Bor 2 Unit Baik Water Treatment 1 Unit Baik Bak Air Tawar 150 m³ Baik Menara Air 8 m³ Baik (7) Fasilitas Es 240 Baik (8) Fasilitas Listrik PLN Genset KVA Baik Genset KVA Baik

50 35 Lanjutan Tabel 9 Fasilitas Volume Satuan Keterangan Genset KVA Baik (9) Fasilitas Pemeliharaan Bengkel 150 m² Baik (10) Fasilitas Perkantoran Kantor m² Baik Kantor m² Baik Kantor Pengawasan 18 m² Baik (11) Fasilitas Transportasi Kendaraan roda 4 2 Unit Baik Kendaraan roda 2 8 Unit Baik (12) Fasilitas Penunjang Balai Pertemuan Nelayan 125 m² Baik Mess Operator 8 Unit Baik Pos Jaga 12 m² Baik Mess Nelayan 1 Unit Baik Tempat Peribadatan 20 m² Baik Kamar Mandi Umum 36 m² Baik Kios/Toko 4 m² Baik Kios IPTEK 16 m² Baik WC Umum 18 m² Baik Garasi 25 m² Baik Papan Nama PPN Karangantu 1 Unit Baik CCTV 1 Unit Baik Sumber : PPN Karangantu Tahun 2011

51 36 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Aspek Teknik Deskripsi unit penangkapan ikan Unit penangkapan ikan merupakan suatu komponen yang mendukung keberhasilan operasi penangkapan ikan. Unit penangkapan ikan terdiri atas alat penangkapan ikan, perahu dan nelayan. Mayoritas alat tangkap yang digunakan di PPN Karangantu, Teluk Banten adalah jaring insang hanyut. Unit penangkapan jaring insang hanyut akan dideskripsikan sebagai berikut : 1) Alat tangkap Jaring insang hanyut merupakan alat tangkap jaring insang satu lapis yang dengan cara dihanyutkan. Pada umumnya, jaring insang hanyut yang dioperasikan di PPN Karangantu, Teluk Banten terdiri atas: (1) Badan jaring Badan jaring pada jaring insang hanyut terbuat dari bahan PA monofilament dengan ukuran mata jaring (mesh size) yang sama yaitu 3 inchi. Ukuran panjang badan jaring satu piece adalah 36 meter dengan tinggi 6 meter. (2) Tali ris Tali ris pada jaring insang hanyut dibagi menjadi tali ris atas dan tali ris bawah. Kedua fungsi tali ris tersebut adalah untuk merentangkan badan jaring. Tali ris atas diikat dengan tali pelampung di bagian atas dan tali ris bawah diikat dengan tali pemberat di bagian bawah. Bahan tali ris atas yang digunakan adalah PE multifilament dengan ukuran diameter 5 mm. Bahan tali ris bawah yang digunakan adalah PE multifilament dengan ukuran diameter 3 mm. (3) Pelampung dan tali pelampung Pelampung pada jaring insang hanyut di PPN Karangantu terbuat dari bahan karet busa berbentuk bulat tabung dengan ukuran diameter 4 cm dan memiliki panjang 5 cm. Dalam satu piece jaring insang hanyut, jumlah pelampung yang digunakan adalah 70 pelampung. Jarak antar pelampung yang satu dengan pelampung lainnya adalah 48 cm. Tali pelampung berbahan dasar PE multifilament dan memiliki ukuran diameter 5 mm.

52 37 (4) Pemberat dan tali pemberat Pemberat pada jaring insang hanyut terbuat dari bahan timah berbentuk elips dengan ukuran diameter 0,5 cm dan panjang 1,5 cm. Jumlah pemberat yang digunakan pada satu piece jaring adalah 200 pemberat. Bobot keseluruhan pemberat dalam satu piece jaring adalah 3,5 kg dengan jarak antar pemberat 22 cm. Tali pemberat berbahan dasar PE multifilament dengan ukuran diameter 3 mm. (5) Pelampung tanda dan tali selambar Pelampung tanda yang digunakan oleh nelayan jaring insang hanyut terbuat dari sterofoam yang di bagian tengahnya ditancapkan batang bambu dan pada bagian atas atau ujung bambu terdapat bendera. Tali selambar tanda terbuat dari bahan dasar PE multifilament yang berdiameter 5 mm. Panjang tali pelampung tanda adalah 50 m. (6) Pemberat tambahan Pemberat tambahan pada jaring insang hanyut di PPN Karangantu menggunakan batu yang memiliki bobot 1,5 kg. Pemberat batu tersebut terikat pada tali pelampung tanda. Pemberat tambahan tersebut berfungsi untuk mempermudah pada saat penurunan jaring sehingga jaring dapat terentang sempurna. (7) Pelampung besar Pelampung besar pada jaring insang hanyut terbuat dari bahan plastik dengan panjang 25 cm dan memiliki ukuran diameter 15 cm. Pelampung besar diikatkan pada setiap piece jaring insang hanyut yang akan dioperasikan. Hal ini berfungsi untuk mengapungkan jaring insang hanyut, sehingga berada pada kolom perairan. Konstruksi jaring insang hanyut di PPN Karangantu, Teluk Banten (Gambar 6).

53 Keterangan: 1. Badan jaring: PA monofilament, 3 inchi, panjang 1 piece = 36 m, piece = 20, tinggi = 6 m 2. Tali ris atas: PE multifilament, panjang = 42 m, ᴓ = 5 mm 3. Tali pelampung: PE multifilament, panjang = 42 m, ᴓ = 5 mm 4. Tali pemberat: PE multifilament, panjang = 42 m, ᴓ = 3 mm 5. Tali ris bawah: PE multifilament, panjang = 42 m, ᴓ = 3 mm 6. Pelampung: karet sandal, 1 piece = 70 buah, jarak antar pelampung = 48 cm 7. Pelampung besar tambahan : plastik, panjang = 25 cm, dimeter = 15 cm 8. Pemberat: timah, 1 piece = 200 buah, bobot 1 piece = 3,5 kg 9. Tali selambar: PE multifilament, panjang = 50 m, ᴓ = 5 mm 10.Pelampung tanda: sterofoam, bambu, bendera 11.Pemberat tambahan/jangkar: batu, bobot = 1,5 kg Sumber: Diolah dari data primer tahun 2011 Gambar 6 Alat tangkap jaring insang hanyut di PPN Karangantu, Teluk Banten 2) Kapal Jenis kapal jaring insang hanyut yang umum digunakan oleh nelayan di PPN Karangantu, Teluk Banten adalah kapal motor tempel yang bersifat outboard dengan jenis mesin dongfeng berkekuatan 16 PK. Kapal yang digunakan berbahan dasar kayu dengan ukuran panjang (LOA) 9 m, lebar (b) 2,5 m, dalam (D) 1 m dan draft (d) 0,35 m. Bahan bakar yang digunakan adalah solar. Pengecekan kapal dan mesin kapal dilakukan setiap melakukan kegiatan penangkapan. Perawatan temporal pada kapal dilakukan secara rutin setiap satu minggu sedangkan docking untuk perawatan dan perbaikan secara keseluruhan dilakukan setiap tahun.

54 39 Perawatan pada mesin kapal dilakukan secara rutin setelah melakukan kegiatan penangkapan. Kapal yang digunakan dalam usaha penangkapan jaring insang hanyut yang (Gambar 7). 2,5 m Sumber: Data primer tahun m Gambar 7 Konstruksi Kapal jaring insang hanyut tampak samping 3) Nelayan Nelayan jaring insang hanyut termasuk ke dalam golongan nelayan penuh. Mayoritas penduduk lokal merupakan nelayan jaring insang hanyut di PPN Karangantu, Teluk Banten. Perkampungan nelayan jaring insang hanyut berada tidak jauh dari dermaga PPN Karangantu. Jumlah nelayan jaring insang hanyut dalam kegiatan penangkapan ikan adalah 3-4 orang nelayan. Pembagian tugas nelayan saat melakukan kegiatan penangkapan yaitu satu orang sebagai nahkoda kapal yang mengemudikan kapal, satu atau dua orang menurunkan (setting) dan menarik (hauling) jaring, serta satu orang melepaskan ikan. 4) Operasi penangkapan ikan Pengoperasian jaring insang hanyut dilakukan secara One day fishing di PPN Karangantu, Teluk Banten. Pengoperasian jaring insang hanyut pada pukul WIB hingga pukul WIB. Tahap pengoperasian jaring insang hanyut meliputi tahap persiapan, tahap penurunan jaring (setting), tahap penghanyutan jaring (drifting), dan tahap penarikan jaring (hauling). Tahap persiapan meliputi pengecekan kapal dan mesin kapal, penyediaan perbekalan melaut yang terdiri

55 40 atas bahan bakar solar, es, air bersih dan konsumsi. Tahap penurunan jaring (setting) dimulai dari penurunan pelampung tanda, tali selambar, pemberat, badan jaring, pelampung hingga penururunan pelampung tanda. Proses setting membutuhkan waktu sekitar 15 menit. Tahap penghanyutan jaring (drifting) yaitu membiarkan jaring dalam posisi terhanyut di perairan. Proses drifting berlangsung selama 60 menit. Tahap penarikan jaring (hauling) dimulai dari penarikan pelampung tanda terakhir, pelampung diikuti badan jaring dan pemberat. Proses hauling berlangsung selama menit, dengan pelepasan ikan hasil tangkapan dari jaring. 5) Musim dan daerah penangkapan Musim penangkapan jaring insang hanyut terbagi menjadi musim puncak, musim sedang dan musim paceklik. Musim puncak merupakan musim pada saat jumlah ikan hasil tangkapan melimpah atau musim banyak ikan. Musim puncak pada usaha penangkapan jaring insang hanyut umumnya terjadi pada bulan Mei hingga Agustus. Musim sedang merupakan musim pada saat jumlah ikan hasil tangkapan tidak melimpah dan tidak pula menurun. Musim sedang umumnya terjadi pada bulan September hingga Januari. Musim paceklik merupakan musim pada saat jumlah ikan hasil tangkapan berkurang dibandingkan dengan musim lainnya dan terjadi pada bulan Februari hingga April. Jenis ikan hasil tangkapan jaring insang hanyut di PPN Karangantu adalah ikan kembung, tongkol, golokgolok dan sebagainya. Pola musim penangkapan dapat dilihat pada Tabel 10 Tabel 10 Pola musim penangkapan jaring insang hanyut Bulan Jaring insang hanyut Sumber : Diolah dari data primer tahun 2011 Keterangan : = Musim Puncak = Musim Sedang = Musim Paceklik Daerah penangkapan ikan dengan alat tangkap jaring insang hanyut secara umum di perairan Teluk Banten, Pulau Pamuyan, dan Pulau Tunda. Jarak perairan

56 41 Pulau Pamuyan dari PPN Karangantu sejauh 1,5 mil dengan waktu tempuh 30 menit, jarak perairan Teluk Banten sejauh 1 mil dengan waktu tempuh 20 menit, dan waktu tempuh Pulau Tunda 4 jam. Kebutuhan solar untuk mencapai ke fishing ground mencapai liter Produktivitas Produktivitas untuk mengukur kemampuan suatu alat tangkap dalam memperoleh hasil tangkapannya. Produktivitas berdasarkan hasil data primer yang didapatkan usaha jaring insang hanyut (Tabel 11). Tabel 11 Produktivitas unit penangkapan jaring insang hanyut Komponen Produktivitas Nilai Produktivitas Produktivitas per alat tangkap 525,03 kg per unit per tahun Produktivitas per trip 42,68 kg per trip per tahun Produktivitas per nelayan 2625,13 kg per trip per tahun Produktivitas per biaya investasi 0,00024 kg per rupiah per tahun Produktivitas per biaya operasional 0,00014 kg per rupiah per tahun Sumber : Diolah dari data primer tahun 2011 Berdasarkan hasil perhitungan (Tabel 11), produktivitas per alat tangkap unit penangkapan jaring insang hanyut sebesar 525,03 kg per unit per tahun menunjukkan bahwa untuk satu unit jaring insang hanyut dapat memperoleh ikan hasil tangkapan 525,03 kg setiap tahunnya. Produktivitas per trip sebesar 42,68 kg per trip per tahun menunjukkan bahwa setiap satu kali operasi penangkapan jaring insang hanyut hasil tangkapan yang diperoleh sebesar 42,68 kg per tahunnya. Produktivitas per nelayan sebesar 2625,13 kg per orang per tahun menunjukkan bahwa satu orang menghasilkan 2625,13 kg ikan hasil tangkapan jaring insang hanyut setiap tahunnya. Produktivitas per biaya investasi sebesar 0,00024 kg per rupiah per tahun menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya investasi yang dikeluarkan untuk unit penangkapan jaring insang hanyut akan menghasilkan 0,00024 kg ikan hasil tangkapan per tahunnya, sedangkan produktivitas per biaya operasional sebesar 0,00014 kg per rupiah per tahun menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya operasional unit penangkapan jaring insang hanyut yang dikeluarkan akan menghasilkan 0,00014 kg ikan hasil tangkapan per tahunnya.

57 Analisis Aspek Finansial Analisis finansial dilakukan untuk mengetahui kemungkinan pengembangan usaha penangkapan jaring insang hanyut. Analisis finansial dilakukan melalui analisis usaha dan analisis kriteria investasi. Proyeksi arus kas merupakan laporan aliran kas yang memperlihatkan gambaran penerimaan dan pengeluaran Analisis usaha Analisis usaha untuk mengetahui tingkat keuntungan atau keberhasilan dari usaha perikanan yang telah dijalankan selama ini. Analisis usaha meliputi analisis pendapatan usaha, analisis imbangan penerimaan dan biaya (Revenue-Cost Ratio), analisis waktu balik modal (Payback Period), dan analisis Return on Investement (ROI). 1) Investasi Investasi merupakan biaya pengeluaran pada tahap persiapan usaha penangkapan jaring rajungan. Biaya tersebut untuk pembelian kapal, mesin, dan alat tangkap. Komponen investasi usaha penangkapan jaring insang hanyut (Tabel 12). Tabel 12 Komponen investasi usaha penangkapan jaring insang hanyut No Umur Teknis Persentase Jenis Investasi Harga (Rp) (Thn) (%) 1 Kapal ,00 69,69 2 Mesin ,00 19,40 3 Jaring insang hanyut ,00 10,92 Total Biaya Investasi ,00 100% Sumber : Diolah dari data primer tahun 2011 Komponen investasi kapal jaring insang hanyut terdiri atas 1 unit kapal sebesar Rp ,00 dengan umur teknis selama 10 tahun, 1 unit mesin kapal sebesar Rp ,00 dengan umur teknis selama 5 tahun, jaring rajungan 1 unit sebesar Rp ,00 dengan umur teknis selama 2 tahun. Total biaya investasi yaitu sebesar Rp ,00.

58 43 2) Biaya Variabel Biaya variabel merupakan biaya yang dikeluarkan oleh nelayan saat melakukan kegiatan usaha penangkapan ikan. Biaya variabel alat tangkap jaring insang hanyut terdiri atas biaya solar sebesar Rp ,00, biaya es sebesar Rp ,00, biaya air tawar sebesar Rp ,00, biaya perbekalan sebesar Rp ,00. Retribusi sebesar Rp ,00, Upah tenaga kerja sebesar Rp ,00. Total biaya variabel sebesar Rp ,00. Komponen biaya variabel nelayan alat tangkap jaring insang hanyut (Tabel13). Tabel 13 Komponen biaya variabel usaha penangkapan jaring insang hanyut No Biaya Persentase Jenis Biaya Variabel Variabel (%) 1 Solar (17,5 liter x 246 trip x 5500) ,00 31,75 2 Es (1 balok x 246 trip x 11000) ,00 3,63 3 Air tawar (1 drigen x 246 trip x 3000) ,00 0,99 4 Perbekalan (246 trip x 82000) ,00 27,05 5 Retribusi (2% x total penerimaan ) ,00 2,32 6 Upah tenaga kerja ,00 33,90 Total Biaya Variabel , Total Biaya ,00 Sumber : Diolah dari data primer tahun ) Biaya Tetap Biaya tetap merupakan biaya yang harus tetap dikeluarkan walaupun tidak melakukan operasi penangkapan ikan dengan hasil tangkapan yang sedikit atau banyak. Komponen biaya tetap dalam usaha perikanan jaring insang hanyut terdiri atas biaya penyusutan kapal sebesar Rp ,00, biaya penyusutan mesin sebesar Rp ,00, biaya penyusutan jaring insang hanyut sebesar Rp ,00, biaya perawatan kapal setiap satu tahun sekali sebesar Rp ,00, biaya perawatan mesin berupa service setiap 6 bulan sekali sebesar Rp ,00 dan penggantian oli sebanyak 12 liter dalam setahun sebesar Rp ,00, biaya perawatan jaring insang hanyut setahun sekali sebesar Rp ,00, SIUP sebesar Rp ,00, dan PASS sebesar ,00. Total biaya tetap yang dikeluarkan oleh nelayan jaring insang hanyut yaitu sebesar Rp ,00. Komponen biaya tetap jaring insang hanyut (Tabel 14).

59 44 Tabel 14 Komponen biaya tetap usaha penangkapan jaring insang hanyut No Biaya Tetap Persentase Jenis Biaya Tetap (Rp) (%) 1 Biaya penyusutan kapal ,00 25,97 2 Biaya penyusutan mesin ,00 14,45 3 Biaya penyusutan jaring insang hanyut ,00 20,34 4 Biaya perawatan kapal (cat dan docking 1 8,66 x ) ,00 5 Biaya perawatan mesin (service 2 x 4, ) ,00 Biaya perawatan mesin (oli 12 liter x 1, ) ,00 6 Biaya perawatan jaring insang hanyut (12 24,41 piece x ) ,00 7 SIUP ,00 0,26 8 PASS ,00 0,35 Total biaya tetap , Sumber : Diolah dari data primer tahun ) Penerimaan Penerimaan merupakan sejumlah uang yang didapatkan oleh nelayan pada saat operasi penangkapan ikan. Penerimaan terdiri atas berbagai pemasukan keuangan dari hasil penjualan hasil tangkapan pada musim puncak, sedang, dan paceklik. Penerimaan pada musim puncak terdiri atas penjualan ikan kembung 37 kg, ikan tongkol 15 kg dan ikan golok-golok 10 kg serta ikan lainnya 5 kg. Penerimaan pada musim sedang terdiri atas penjualan ikan kembung 22 kg, ikan tongkol 8 kg dan ikan golok-golok 5 kg serta ikan lainnya 3 kg. Penerimaan pada musim paceklik terdiri atas penjualan ikan kembung 7 kg, ikan tongkol 1,1 kg dan ikan golok-golok 1,2 kg serta ikan lainnya 1,2 kg. Penerimaan dari hasil tangkapan nelayan pada musim puncak sebesar Rp ,00, musim sedang sebesar Rp ,00 dan musim paceklik sebesar Rp ,00. Penerimaan dari Total penerimaan sebesar Rp ,00. Rincian penerimaan nelayan jaring insang hanyut (Tabel 15).

60 45 Tabel 15 Komponen penerimaan usaha penangkapan jaring insang hanyut Penerimaan No Jenis Penerimaan (Rp) Persentase (Rp) 1 Musim Puncak (Mei-Agustus) Kembung (37 kg x 8.500,00 x 90 trip) ,00 28,35 Tongkol (15 kg x ,00 x 90 trip) ,00 13,52 Golok-golok (10 kg x 8.000,00 x 90 trip) ,00 7,21 Ikan lainnya (5 kg x 7.000,00 x 90 trip) ,00 3,15 Total ,00 52,23 2 Musim Sedang (September-Januari) Kembung (22 kg x ,00 x 103 trip) ,00 23,83 Tongkol (8 kg x ,00 x 103 trip ) ,00 10,31 Golok-golok (5 kg x 9.000,00 x 103 trip) ,00 4,64 Ikan lainnya (3 kg x 7.500,00 x 103 trip) ,00 2,32 Total ,00 41,10 3 Musim Paceklik (Februari-April) Kembung (7 kg x ,00 x 53 trip) ,00 4,64 Tongkol (1,1 kg x ,00 x 53 trip) ,00 0,88 Golok-golok (1,2 kg x ,00 x 53 trip) ,00 0,64 Ikan lainnya (1,2 kg x 8.000,00 x 53 trip) ,00 0,51 Total ,00 6,67 Total Penerimaan , Sumber : Diolah dari data primer tahun ) Analisis Pendapatan Usaha Keuntungan usaha alat tangkap jaring insang hanyut yaitu sebesar Rp ,00. Hal ini menunjukkan bahwa usaha jaring insang hanyut untung atau layak untuk dilanjutkan. R/C digunakan untuk mengetahui sejauh mana hasil yang diperoleh dari kegiatan usaha selama periode tertentu cukup menguntungkan. Jika R/C > 1 maka kegiatan usaha tersebut dikatakan untung sehingga layak untuk dilanjutkan. R/C usaha alat tangkap jaring insang hanyut sebesar 1, Hal ini menunjukkan kegiatan usaha penangkapan jaring insang hanyut dikatakan untung atau layak untuk dilanjutkan. PP (Payback Period) usaha alat tangkap jaring insang hanyut sebesar 3,13 tahun. Hal ini menunjukan bahwa untuk menutup kembali pengeluaran investasi diperlukan waktu lebih dari 3 tahun. Waktu yang diperlukan untuk mengembalikan nilai investasi tersebut lebih pendek dari umur usaha sehingga dapat dikatakan usaha ini menjadi layak untuk dijalankan. ROI (Return on

61 46 investement) usaha alat tangkap jaring insang hanyut sebesar 32%. Hal ini menunjukan bahwa persentase besarnya perolehan keuntungan yang dibandingkan dengan besar investasi yang ditanamkan sebesar 32%. Komponen usaha jaring insang hanyut (Tabel 16). Tabel 16 Komponen pendapatan usaha penangkapan jaring insang hanyut Analisis Pendapatan Usaha Total Penerimaan (TR) ,00 Total Biaymea (TC) ,00 Investasi ,00 Keuntungan = Total Penerimaan (TR)-Total Biaya (TC) ,00 R/C = Total Penerimaan (TR) / Total Biaya (TC) 1, PP = Investasi / Keuntungan x 1 Tahun 3, ROI = Keuntungan / Investasi x 100% 32% Sumber : Diolah dari data primer tahun Analisis Kriteria Investasi Analisis kriteria investasi digunakan untuk menilai dan membuat keputusan suatu usaha layak atau tidak untuk dijalankan serta mengevaluasi kegiatan tersebut. Asumsi-asumsi dasar perlu digunakan untuk membatasi permasalahan yang ada pada usaha penangkapan jaring insang hanyut di PPN Karangantu, Teluk Banten dalam perhitungan analisis kriteria investasi. Asumsi-asumsi tersebut diantaranya : 1) Analisis yang dilakukan untuk usaha yang baru akan dimulai dengan umur kegiatan 10 tahun, karena umur teknis kapal sekitar 10 tahun; 2) Analisis ini dimulai dari tahun ke-0, karena dibuat untuk mengetahui kelayakan usaha jaring insang hanyut; 3) Sumber modal nelayan jaring insang hanyut di PPN Karangantu, Teluk Banten umumnya adalah modal sendiri; 4) Penerimaan dan pengeluaran merupakan harga yang diperoleh dari hasil wawancara dengan nelayan jaring insang hanyut di PPN Karangantu, Teluk Banten dan harga tersebut bersifat konstan; 5) Hasil tangkapan yang masuk ke dalam perhitungan adalah ikan kembung, ikan tongkol dan ikan golok-golok;

62 47 6) Discount factor yang digunakan sebesar 14% merupakan tingkat suku bunga kredit atau suku bunga pinjaman per tahun yang berlaku pada tahun 2011 di Bank BRI. Analisis kriteria investasi untuk mengukur menyeluruh tentang baik atau tidaknya suatu proyek telah dikembangkan berbagai macam indeks. Usaha unit penangkapan jaring insang hanyut di Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu menggunakan beberapa kriteria investasi diantaranya Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Internal Rate of Return (IRR). Net Present Value (NPV) merupakan selisih antara nilai sekarang (present value) dari keuntungan (benefit) dan nilai sekarang dari biaya. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keuntungan yang didapatkan oleh unit penangkapan jaring insang hanyut per tahunnya jika dilihat pada saat sekarang. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) untuk mengetahui tingkat keuntungan yang didapat dari tingkat biaya tertentu yang dikeluarkan. Internal Rate of Return (IRR) untuk mengetahui tingkat keuntungan dari nilai investasi yang ditanamkan. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keuntungan yang didapatkan oleh unit penangkapan jaring insang hanyut per tahunnya jika dilihat pada nilai investasi yang ditanamkan. Komponen kriteria investasi unit penangkapan jaring insang hanyut (Tabel 17). Tabel 17 Komponen kriteria investasi usaha penangkapan jaring insang hanyut No Jenis Kriteria Investasi Jumlah 1 NPV ,95 2 Net B/C 2,22 3 IRR 42,90% Sumber : Diolah dari data primer tahun 2011 NPV yang dihasilkan pada usaha penangkapan jaring insang hanyut yaitu sebesar Rp ,95 dengan discount factor sebesar 14 %. Nilai ini berarti dalam selama tahun usaha penangkapan jaring insang hanyut akan mendapatkan total keuntungan sebesar Rp ,95 apabila dilihat pada saat sekarang. Net B/C yang dihasilkan pada usaha penangkapan jaring insang hanyut yaitu sebesar 2,22. Nilai ini menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan dalam usaha penangkapan jaring insang hanyut selama umur proyek akan

63 48 menghasilkan keuntungan sebesar Rp 2,22 pada tingkat suku bunga 14% per tahun. IRR yang dihasilkan pada usaha penangkapan jaring insang hanyut yaitu sebesar 42,90% per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa keuntungan yang diperoleh dari usaha penangkapan akibat investasi yang ditanamkan selama umur proyek adalah sebesar 42,90% per tahun. Berdasarkan analisis investasi NPV, Net B/C, dan IRR usaha penangkapan jaring insang hanyut yang memperoleh NPV > 0, Net B/C > 1, dan IRR > tingkat suku bunga yang berlaku, sehingga layak untuk dikembangkan. 5.3 Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui pengaruh yang terjadi akibat perubahan harga input yang akan berdampak pada nilai output di akhir perhitungan. Dalam penelitian ini, faktor yang akan dianalisis adalah perubahan harga solar dan perubahan produksi hasil tangkapan. Perhitungan analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar sebesar 85,3% dari Rp 5.500,00 menjadi Rp ,50 menghasilkan nilai NPV yang dihasilkan menurun dari Rp ,95 menjadi Rp ( ,35) dengan perubahan sebesar Rp ,29. Nilai Net B/C yang dihasilkan sebesar 2,22 menjadi 0,99 dengan perubahan sebesar 1,23. Nilai IRR yang dihasilkan sebesar 13,85% dengan perubahan sebesar 29,05%. Berdasarkan nilai NPV < 0, Net B/C < 1 dan IRR < tingkat suku bunga yaitu 14% maka dikatakan usaha penangkapan jaring insang hanyut menjadi tidak layak dikembangkan pada harga solar sebesar Rp ,50. Perhitungan analisis sensitivitas pada usaha penangkapan jaring insang hanyut dengan kenaikan harga solar sebesar 85,30% (Tabel 18). Tabel 18 Perbandingan nilai kriteria investasi akibat kenaikan harga solar sebesar 85,30% pada usaha penangkapan jaring insang hanyut No Jenis Kriteria Investasi Sebelum Kenaikan Harga Solar Sesudah Kenaikan Harga Solar Perubahan 1 NPV (Rp) ,95 ( ,66) ,29 2 Net B/C 2,22 0,99 1,23 3 IRR (%) 42,90 13,85 29,05 Sumber : Diolah dari data primer tahun 2011

64 49 Nilai NPV yang dihasilkan dari hasil sensitivitas penurunan hasil tangkapan 21,20% menghasilkan NPV yang menurun dari Rp ,95 menjadi ( ,79) dengan perubahan sebesar Rp ,16. Nilai Net B/C yang dihasilkan sebesar 2,22 menjadi 0,99 dengan perubahan sebesar 1,23. Nilai IRR yang dihasilkan sebesar 13,73% dengan perubahan sebesar 29,17%. Berdasarkan nilai NPV < 0, Net B/C < 1 dan IRR < tingkat suku bunga yaitu 14% maka dikatakan usaha penangkapan jaring insang hanyut menjadi tidak layak dikembangkan pada penunan produksi hasil tangkapan sebesar 21,20% (Tabel 19). Tabel 19 Perbandingan nilai kriteria investasi akibat penurunan produksi hasil tangkapan sebesar 21,20% pada usaha penangkapan jaring insang hanyut No Jenis Kriteria Investasi Sebelum Penurunan HT Sesudah Penurunan HT Perubahan 1 NPV (Rp) ,95 ( ,79) ,16 2 Net B/C 2,22 0,99 1,23 3 IRR (%) 42,90 13,73 29,17 Sumber : Diolah dari data primer tahun Analisis Pasar Aspek pasar digunakan untuk mengetahui proses hasil tangkapan dipasarkan, penentuan harganya, dan rantai pemasaran yang dihasilkan. Hasil tangkapan jaring insang hanyut umumnya kembung, tongkol, golok-golok dan lain sebagainya. Hasil tangkapan tersebut yang telah tiba di fishing base langsung dijual melalui TPI kepada juragan atau bakul. Juragan atau bakul kemudian memasarkannya kepada pedagang besar dan pengecer. Perhitungan margin pemasaran dilakukan untuk mengetahui perbedaan harga jual. Harga jual hasil tangkapan jaring insang hanyut dari nelayan ke bakul/juragan ditentukan oleh juragan/bakul dan bersifat konstan karena tidak dipengaruhi musim penangkapan. Penentuan harga tersebut dapat merugikan nelayan karena seharusnya nelayan dapat memperoleh harga jual hasil tangkapan yang lebih besar. Konsumen luar kota seperti Jakarta dan Bogor sedangkan lokal seperti sekitar Serang. Rantai pemasaran hasil tangkapan jaring insang hanyut (Gambar 8).

65 50 Nelayan IV Pengolah II Bakul/Juragan Pedagang besar I Pengecer III Konsumen Luar Kota Konsumen Lokal Keterangan : Hasil tangkapan ikan kembung dan tongkol : Saluran I, II, III, dan IV; Hasil tangkapan ikan golok-golok : Saluran I, II, dan III Sumber : Diolah dari data primer tahun 2011 Gambar 8 Rantai pemasan hasil tangkapan Perhitungan margin pemasaran hanya dilakukan pada saluran I dan II. Perhitungan tersebut tidak dilakukan pada saluran III karena nilai jual hasil tangkapan di luar kota tidak diketahui, sedangkan pada saluran IV tidak dilakukan perhitungan karena hasil tangkapan sudah berubah menjadi ikan olahan. Pada saluran I margin pemasaran ikan kembung yang didapatkan pedagang eceran keliling sebesar Rp 1.500,00. Pada saluran II margin pemasaran ikan kembung yang didapatkan juragan/bakul sebesar Rp 3.000,00, pedagang besar sebesar Rp 2.500,00, dan pedagang eceran pasar sebesar Rp 2.000,00. Pada saluran I margin pemasaran ikan tongkol yang didapatkan pedagang eceran keliling sebesar Rp 2.000,00. Pada saluran II margin pemasaran ikan tongkol yang didapatkan juragan/bakul sebesar Rp 3.500,00, pedagang besar sebesar Rp 3.000,00, pedagang eceran pasar sebesar Rp 2.500,00. Pada saluran I margin pemasaran ikan golok-golok yang didapatkan pedagang eceran keliling

66 51 sebesar Rp 1.500,00. Pada saluran II margin pemasaran ikan golok-golok yang didapatkan juragan/bakul sebesar Rp 3.000,00, pedagang besar sebesar Rp 2.500,00, pedagang eceran pasar sebesar Rp 2.000,00. Margin pemasaran ikan pada saluran pemasaran I dan II (Tabel 20). Tabel 20 Margin pemasaran ikan kembung, ikan tongkol, dan ikan golok-golok Ikan kembung Ikan Tongkol Ikan Golok-golok Uraian Saluran I Saluran II Saluran 1 Saluran II Saluran I Saluran II Nelayan a. Harga jual Bakul/juragan a. Harga jual b. Harga beli c. Margin pemasaran Pedagang besar a. Harga jual b. Harga beli c. Margin pemasaran Pedagang eceran pasar a. Harga jual b. Harga beli c. Margin pemasaran Pedagang eceran keliling a. Harga jual b. Harga beli c. Margin pemasaran Sumber: Diolah dari data primer 5.5 Analisis Aspek Sosial Aspek sosial memiliki berkaitan dengan kehidupan nelayan. Nelayan di PPN Karangantu, Teluk Banten terbagi menjadi dua yaitu nelayan lokal dan nelayan pendatang. Nelayan lokal adalah nelayan yang berasal dari daerah Banten dan sekitarnya sedangkan nelayan pendatang adalah nelayan yang berasal dari luar daerah Banten. Umumnya nelayan pendatang berasal dari Indramayu, Cirebon, Makassar, dan lain sebagainya. Perkembangan jumlah nelayan dari tahun ke tahun semakin pesat. Hal ini mengakibatkan tingginya tingkat persaingan di antara nelayan. Nelayan pendatang lebih mendominasi di Teluk Banten dibandingkan dengan nelayan lokal. Umumnya nelayan pendatang lebih mampu

67 52 bersaing dalam usaha penangkapan ikan. Kehidupan sosial nelayan jaring insang hanyut di Teluk Banten dapat digolongkan miskin. Hal ini dapat terlihat dari kondisi pemukiman nelayan jaring insang hanyut yang tergolong kumuh. Pemukiman nelayan tersebut umumnya terdiri atas rumah-rumah semi permanen dan dihuni oleh 2-3 kepala keluarga serta pendapatan nelayan yang dapat digolongkan kecil. Sebagian besar pendidikan nelayan jaring insang hanyut umumnya SD hingga SMP saja. Nelayan jaring insang hanyut umumnya melakukan pekerjaan di darat pada saat tidak ada modal usaha atau cuaca buruk. 5.6 Strategi Pengembangan Identifikasi faktor internal dan eksternal Identifikasi faktor-faktor SWOT (Strengths, Weakness, Oppurtunitiess dan Threats). Usaha perikanan jaring insang hanyut dianalisis strategi untuk mendapatkan arahan dalam pengembangan jaring insang hanyut di Teluk Banten. Kekuatan pada usaha perikanan jaring insang hanyut di Teluk Banten yaitu : 1) Pengalaman nelayan jaring insang hanyut dalam kegiatan penangkapan ikan Umumnya nelayan jaring insang hanyut telah melaut sejak usia remaja. Hal ini mengakibatkan banyaknya pengalaman dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan di laut. Nelayan jaring insang hanyut terampil dalam melakukan operasi penangkapan, pendugaan lokasi penangkapan hingga perbaikan alat tangkap. 2) Kerjasama yang baik dalam kegiatan penangkapan ikan Nelayan yang mengoperasikan alat tangkap jaring insang hanyut berjumlah 3-4 orang yang terdiri atas juru mudi dan abk. Kerjasama yang baik terbentuk antar nelayan karena telah adanya pembagian kerja yang jelas dan semangat kerja yang tinggi serta adanya hubungan kekerabatan yang erat. 3) Tingginya tingkat daya beli masyarakat Daya beli masyarakat Kota Serang yang cukup tinggi. Hal ini dapat terlihat dengan adanya pasar ikan yang berdekatan dengan PPN Karangantu. Pasar ikan menjadi pusat distribusi ikan bagi masyarakat kota serang. Hasil tangkapan tidak hanya terdapat di pasar ikan, namun juga terdapat di industri rumahan oleh masyarakat sekitar. Biasanya masyarakat membeli ikan kemudian dikeringkan untuk dijadikan ikan asin atau dipindang kemudian dijual.

68 53 4) Usaha jaring insang hanyut menguntungkan untuk dijalankan Berdasarkan analisis finansial, usaha penangkapan jaring insang hanyut layak atau menguntungkan untuk dijalankan dan dikembangkan. Oleh sebab itu, banyak nelayan yang melakukan usaha penangkapan menggunakan alat tangkap jaring insang hanyut. Alat tangkap ini mudah diperoleh dan mudah diperbaiki jika rusak. Kelemahan pada usaha perikanan jaring insang hanyut di Teluk Banten yaitu : 1) Rendahnya tingkat teknologi penangkapan Kegiatan penangkapan yang dilakukan oleh nelayan masih tradisional. Hal ini terlihat dari jenis kapal yang digunakan. Nelayan tidak melakukan proses penangkapan dengan fishing ground yang letaknya terlalu jauh dari fishing base dikarenakan kapal yang memiliki ukuran GT (Gross Tonase) yang kecil dan belum menggunakan teknologi penentuan fishing ground dengan GPS. 2) Tingkat pendidikan nelayan masih rendah Kualitas sumberdaya nelayan jaring insang hanyut masih tergolong rendah. Hal ini terlihat jelas dari tingkat pendidikan nelayan jaring insang hanyut yang hanya menyelesaikan sekolah pada tingkat SD-SMP. Rendahnya pendidikan menyebabkan nelayan jaring insang hanyut masih menggunakan alat tangkap yang tradisional sehingga hasil tangkapan yang diperoleh memiliki perbedaan yang belum maksimal dalam kualitas dan kuantitas hasil tangkapan. Pengetahuan nelayan kurang terhadap penggunaan alat tangkap yang lebih modern dan cara pengolahan yang baik. Hal ini agar menghasilkan jenis hasil tangkapan dengan kualitas yang baik dan kuantitas yang optimal. 3) Harga hasil tangkapan yang tidak dapat bersaing Hasil tangkapan jaring insang hanyut didaratkan di atas kapal, di TPI atau di sekitar teluk Banten. Daerah pendaratan hasil tangkapan yang berdekatan dan sebagian nelayan tidak mendaratkan di PPN Karangantu karena TPI tidak dapat berjalan sebagaimana fungsinya. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya harga hasil tangkapan yang tidak dapat bersaing. 4) Keterbatasan modal untuk mengembangkan usaha Nelayan jaring insang hanyut membutuhkan modal lebih untuk meningkatkan kapasitas produksi atau dalam menjalankan kegiatan produksi. Hal

69 54 ini mengakibatkan nelayan jaring insang hanyut memiliki hubungan yang cukup erat dengan tengkulak. Nelayan jaring insang hanyut umumnya meminjam uang kepada tengkulak untuk biaya perbekalan melaut atau peralatan melaut. Penjualan terhadap hasil tangkapan yang diperoleh tidak seluruhnya diterima karena dibagi dengan tengkulak atau menggunakan sistem bagi hasil. Harga jual hasil tangkapan ikan ke tengkulak lebih kecil daripada harga ikan yang dijual oleh tengkulak ke pasar atau industri rumahan. Peluang pada usaha perikanan jaring insang hanyut di Teluk Banten yaitu : 1) Nelayan jaring insang hanyut rajin melaut Nelayan jaring insang hanyut mengoperasikan alat tangkap pada musim paceklik, musim sedang dan musim puncak. Nelayan jaring insang hanyut rutin melakukan kegiatan penangkapan karena usaha penangkapan sudah ditekuni sejak lama dan menjadi pekerjaan tetap bagi nelayan. Nelayan menggantungkan hidupnya pada kegiatan penangkapan. 2) Hubungan kekeluargaan yang erat antara pemilik kapal dan ABK Pemilik kapal menerapkan sistem kekeluargaan terhadap anak buah kapal. Pemilik kapal menganggap setiap anak buah kapal seperti saudara sendiri. Hal ini menjadikan pemilik kapal dan anak buah kapal kompak dan semangat dalam mencari ikan. Dalam kegiatan penangkapan ikan telah adanya pembagian kerja yang jelas untuk setiap nelayan di atas kapal. Hal menjadikan efisiensi dan efektivitas dalam menangkap ikan. 3) Tingginya permintaan pasar luar daerah Tingginya permintaan pasar terhadap hasil tangkapan jaring insang hanyut. Hal ini dapat terlihat dari kebutuhan bahan baku ikan segar untuk langsung dikonsumsi atau olahan yang cukup tinggi. Ikan olahan biasanya didistribusikan ke luar daerah yang digunakan sebagai bahan baku pabrik. Ikan olahan sangat sesuai untuk dipasarkan ke tempat-tempat yang jauh dari lokasi penangkapan. Hal ini mengakibatkan adanya alternatif dalam mempertahankan kualitas dari hasil tangkapan. Umumnya ikan diolah menjadi ikan asin, ikan pindang, tepung ikan dan lain-lain.

70 55 4) Tingginya kesempatan kerja pada usaha jaring insang hanyut Tingginya peluang usaha jaring insang hanyut terlihat dari hasil tangkapan yang menguntungan. Peluang usaha jaring insang hanyut dapat berjalan dengan baik apabila ada kesinambungan dari hulu hingga hilir proses perikanan jaring insang hanyut ini. Ancaman pada usaha perikanan jaring insang hanyut di Teluk Banten yaitu : 1) Cuaca buruk Cuaca buruk yang tidak menentu merupakan salah satu penghambat dalam usaha penangkapan jaring insang hanyut. Umumnya nelayan tidak dapat melaut jika cuaca buruk. Hal ini mengakibatkan nelayan tidak mendapatkan penghasilan dan nelayan memilih untuk bekerja di darat. Musim penangkapan yang mengalami perubahan misalnya pergeseran musim puncak ikan menjadi musim paceklik. 2) Persaingan dengan nelayan pendatang Nelayan jaring insang hanyut umumnya berasal dari nelayan lokal dan nelayan pendatang. Umumnya nelayan pendatang berasal dari Indramayu, Cirebon, Makassar dan lain sebagainya. Perkembangan jumlah nelayan dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hal ini mengakibatkan tingginya tingkat persaingan di antara nelayan. Nelayan pendatang lebih mendominasi dibandingkan dengan nelayan lokal. Umumnya nelayan pendatang lebih dapat bersaing dalam usaha penangkapan. 3) Penurunan hasil tangkapan Kegiatan penangkapan berlebih atau terus menerus tanpa upaya pelestarian dapat mengakibatkan adanya overfishing atau mengalami penurunan jumlah ikan. Persaingan antar nelayan yang cukup tinggi juga mengakibatkan penurunan hasil tangkapan karena banyaknya jumlah nelayan yang melaut. 4) Meningkatnya harga kebutuhan melaut Kebutuhan melaut seperti konsumsi, air tawar, es, solar dan sebagainya. Harga kebutuhan melaut yang tinggi merupakan salah satu penghambat dalam pengembangan usaha jaring insang hanyut. Usaha jaring insang hanyut dapat mengalami penurunan keuntungan bahkan kerugian jika adanya peningkatan harga kebutuhan melaut.

71 Analisis matriks IFE dan matriks EFE Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) menentukan strategi dengan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama dalam berbagai fungsional dari suatu kegiatan usaha. Faktor-faktor internal termasuk dalam kekuatan dan kelemahan berdasarkan pengamatan lingkungan. Faktor-faktor tersebut menjadi pertimbangan dalam menentukan strategi yang akan diambil. Unit penangkapan jaring insang hanyut dapat dikembangkan dengan mengantisipasi faktor penghambat dalam operasional penangkapan ikan. Berdasarkan tabel 21 dijelaskan bahwa faktor dengan nilai tertinggi yaitu faktor pengalaman nelayan jaring insang hanyut dalam kegiatan penangkapan ikan sebesar 0,536 poin. Faktor nilai terendah yaitu harga hasil tangkapan yang tidak dapat bersaing sebesar adalah 0,098 poin. Nilai rata-rata skor yang didapat dari strategi internal sebesar 2,446 poin. Nilai rata-rata skor yang didapat dari rata-rata dalam menggunakan kekuatan internal dan usaha jaring insang hanyut mampu menangani kelemahan yang ada. Faktor penentu strategi, bobot, nilai dan nilai bobot tertera pada matriks (Tabel 21). Tabel 21 Matriks IFE Strategi internal usaha jaring insang hanyut di Teluk Banten Bobot Nilai Nilai No Faktor Penentu Strategi yang dibobot Kekuatan (Strengths) A Pengalaman nelayan jaring insang hanyut 0, ,536 dalam kegiatan penangkapan ikan B Kerjasama yang baik dalam kegiatan 0, ,455 penangkapan ikan C Tingginya tingkat daya beli masyarakat 0, ,321 D Usaha jaring insang hanyut menguntungkan 0, ,500 untuk dijalankan Kelemahan (Weakness) E Rendahnya tingkat teknologi penangkapan 0, ,125 F Tingkat pendidikan nelayan yang masih 0, ,268 rendah G Harga hasil tangkapan yang tidak dapat 0, ,098 bersaing H Keterbatasan modal untuk mengembangkan 0, ,143 usaha Total 1,000 2,446 Sumber : Diolah dari data primer tahun 2011

72 57 Matriks EFE (External Factor Evaluation) mengukur rating faktor tertentu dalam hal tingkat pentingnya bobot faktor tersebut untuk usaha perikanan jaring insang hanyut. Matriks ini membantu mengorganisir faktor-faktor strategi eksternal ke dalam komponen peluang dan ancaman. Faktor-faktor eksternal yang diperoleh berdasarkan peluang dan ancaman yang dihadapi usaha perikanan jaring insang hanyut di Teluk Banten. Peluang dilakukan untuk pengembangan dan peningkatan pendapatan bagi usaha perikanan jaring insang hanyut. Ancaman sebagai penghambat kegiatan operasional penangkapan ikan. Berdasarkan tabel 22 dijelaskan bahwa faktor dengan nilai tertinggi yaitu nelayan jaring insang hanyut rajin melaut adalah 0,607 poin. Faktor nilai terendah yaitu persaingan dengan nelayan pendatang sebesar 0,098 poin. Nilai rata-rata skor yang didapat dari strategi eksternal sebesar 2,446 poin. Hal ini menunjukan bahwa usaha jaring insang hanyut berada di atas rata-rata dalam menjalankan strategi yang memanfaatkan peluang eksternal dan menghindari ancaman. Strategi yang dijalankan sudah cukup efektif untuk mengatasi ancaman. Faktor penentu strategi, bobot, nilai, dan nilai bobot dapat dilihat pada matriks (Tabel 22). Tabel 22 Matriks EFE Strategi eksternal usaha jaring insang hanyut di Teluk Banten. No Faktor Penentu Strategi Bobot Nilai Nilai yang dibobot Peluang (Oppurtunities) A Nelayan jaring insang hanyut rajin 0, ,607 melaut B Hubungan kekeluargaan yang erat 0, ,402 antara pemilik kapal dan ABK C Tingginya permintaan pasar luar 0, ,375 daerah D Tingginya kesempatan kerja pada 0, ,375 usaha jaring insang hanyut Ancaman (Threats) E Cuaca buruk 0, ,179 F Persaingan dengan nelayan 0, ,098 pendatang G Penurunan hasil tangkapan 0, ,268 H Meningkatnya harga kebutuhan 0, ,143 melaut Total 1,000 2,446 Sumber : Diolah dari data primer tahun 2011

73 58 Berdasarkan analisis matriks IFE dan EFE, kemudian dilihat posisi kuadran dari strategi usaha penangkapan ikan jaring insang hanyut pada Diagram analisis SWOT (Gambar 9). Berbagai Peluang Kelemahan Internal (1,179;1,071) Kekuatan Internal Berbagai Ancaman Gambar 9 Diagram analisis SWOT usaha penangkapan jaring insang hanyutdi Teluk Banten Posisi kuadran tersebut diperoleh dengan menghitung selisih total skor kekuatan dan kelemahan yang dijadikan titik pada sumbu horizontal dan selisih skor peluang dan ancaman yang dijadikan titik pada sumbu vertikal. Hasil perhitungan selisih total skor diperoleh ordinat (1,179;1,071) yang terletak pada kuadran 1. Posisi kuadran 1 mengindikasikan bahwa strategi usaha penangkapan ikan jaring insang hanyut memiliki kekuatan dan peluang yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung kebijakan pengembangan secara agresif Matriks SWOT Alternatif strategi pengembangan usaha penangkapan jaring insang hanyut tersebut disajikan dalam matriks SWOT (tabel 23).

74 59 Tabel 23 Matriks SWOT pengembangan usaha penangkapan jaring insang hanyut di Teluk Banten. Eksternal Kekuatan : Kelemahan : Internal Peluang : 1. Nelayan jaring insang hanyut rajin melaut 2. Hubungan yang erat antara pemilik kapal dan ABK 3. Tingginya permintaan pasar luar daerah 4. Tingginya kesempatan kerja pada usaha jaring insang hanyut 1 Pengalaman nelayan jaring insang hanyut dalam kegiatan penangkapan ikan 2 Kerjasama yang baik dalam usaha penangkapan ikan 3 Tingginya daya beli masyarakat 4 Usaha jaring insang hanyut menguntungkan untuk dijalankan Strategi SO : 1. Kerjasama yang baik dan adanya hubungan yang erat antara nelayan dan pemilik kapal untuk terpenuhinya daya beli masyarakat dan permintaan pasar luar daerah (S2, S3, O1, O2, O3). 2. Usaha jaring insang hanyut menguntungkan dan tingginya peluang untuk dikembangkan dengan memanfaatkan kerjasama yang baik antar nelayan, rajinnya nelayan dalam melaut, dan permintaan pasar luar daerah (S1, S2, S4, O3, O4). 1. Rendahnya tingkat teknologi penangkapan 2. Rendahnya tingkat pendidikan nelayan jaring insang hanyut 3. Harga jual hasil tangkapan yang tidak dapat bersaing 4. Keterbatasan modal untuk mengembangkan usaha Strategi WO : 1. Meningkatkan teknologi dan pengetahuan agar terciptanya hubungan yang erat dan rajinnya nelayan dalam kegiatan melaut (W1,W2,O1,O2). 2. Adanya bantuan modal usaha agar jaring insang hanyut berkembang sehingga hasil tangkapan dapat dijual dengan harga yang bersaing dan dapat memenuhi permintaan pasar luar daerah dan terbukanya kesempatan kerja pada usaha ini (W3, W4, O1, O3, O4). Ancaman : 1. Cuaca buruk 2. Persaingan dengan nelayan pendatang 3. Penurunan hasil tangkapan 4. Meningkatnya harga kebutuhan melaut Strategi ST : 1. Meningkatkan kerjasama dan pengalaman nelayan dalam melaut agar mendapatkan keuntungan yang optimal dan mampu beradaptasi terhadap cuaca buruk dan harga kebutuhan yang melaut yang meningkat (S1, S2, S4, T1,T4) 2. Memanfaatkan tingginya tingkat daya beli ma Perumusan strategi utama syarakat dan persaingan antar nelayan untuk meningkatkan produksi dan kerjasama antar nelayan dalam operasi penangkapan (S1, S3, T2,T3) Strategi WT : 1. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan nelayan agar dapat meningkatkan produksi dan harga hasil tangkapan yang dapat bersaing serta nelayan mampu bersaing dengan nelayan pendatang (W2, W3, T1, T2,T3) 2. Adanya bantuan modal dari stake holder untuk teknologi penangkapan ikan, subsidi kebutuhan melaut, dan modal usaha (W1, W4, T1, T4).

75 Perumusan strategi utama Alternatif strategi yang telah ditentukan selanjutnya melalui perankingan menggunakan 3 strategi utama yang diprioritaskan untuk pengembangan usaha drift gillnet di Teluk Banten. Strategi utama atau grand strategy dirumuskan dengan cara memilih prioritas strategi yang paling sesuai dengan kondisi internal dan eksternal usaha penangkapan jaring insang hanyut berdasarkan tingkat perankingan (Tabel 24). Tabel 24 Perangkingan alternatif strategi pengembangan usaha perikanan jaring insang hanyut di Teluk Banten Unsurunsur No Alternatif Strategi yang terkait Jumlah pembobotan Skor Ranking 1 SO1 S2, S3, O1, 0,152+0,107+0,152+ O2,O3 0,134 +0,125 0, SO2 S2, S3, S4, 0,134+0,152+0,125+ O3, O4 0,125+0,125 0, WO1 W1, W2, 0,125+0,134+0,152+ O1,O2 0,134 0, WO2 W3, W4,O1 0,134+0,098+0,152+ O3, O4 0,125+0,125 0, ST1 S1, S2, S4, 0,134+0,152+0,125+ T1, T4 0,089+0,143 0, ST2 S1, S2, 0,134+0,107+0,098+ T2,T3 0,134 0, WT1 W2, W3, 0,134+0,098+0,089+ T1, T2,T3 0,098+0,134 0, WT2 W1, W4, 0,125+0,143+0,089+ T1, T4 0,143 0,500 7 Sumber : Diolah dari data primer tahun 2011 Strategi pertama yaitu kerjasama yang baik dan adanya hubungan yang erat antara nelayan dan pemilik kapal. Hal ini untuk meningkatkan daya beli masyarakat dan permintaan pasar luar daerah. Strategi kedua yaitu usaha jaring insang hanyut menguntungkan dan tingginya peluang untuk dikembangkan dengan memanfaatkan kerjasama yang baik antar nelayan, rajinnya nelayan dalam melaut, dan tingginya permintaan pasar luar daerah. Strategi ketiga yaitu meningkatkan kerjasama dan pengalaman nelayan melaut agar mendapatkan keuntungan yang optimal dan mampu beradaptasi terhadap cuaca buruk serta mampu beradaptasi terhadap harga kebutuhan yang meningkat melaut.

76 Pembahasan Aspek teknik unit penangkapan jaring insang hanyut di Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu, Teluk Banten. Jaring insang hanyut yang digunakan memiliki ukuran 20 piece dengan panjang 1 piece sama dengan 36 meter dengan tinggi 6 meter dalam satu setnya dan memiliki pemberat tambahan batu yang memiliki bobot 1,5 kg yang diikatkan pada tali pelampung tanda. Pemberat tambahan tersebut berfungsi untuk mempermudah pada saat penurunan jaring agar jaring dapat terentang sempurna. Selain itu, terdapat pula pelampung besar yang terbuat dari bahan plastik dengan panjang 25 cm dan memiliki ukuran diameter 15 cm. Pelampung besar tersebut diikatkan pada setiap piece jaring insang hanyut yang akan dioperasikan. Hal ini berfungsi untuk mengapungkan jaring insang hanyut sehingga berada pada kolom perairan. Kapal yang digunakan dalam pengoperasian jaring insang hanyut memiliki ukuran panjang (LOA) 9 m, lebar (b) 2,5 m, dalam (D) 1 m dan draft (d) 0,35 m. Kapal ini menggunakan mesin yang bersifat outboard dengan jenis mesin dongfeng berkekuatan sebesar 16 PK. Operasi penangkapan jaring insang hanyut di PPN Karangantu, Teluk Banten umumnya bersifat One Day Fishing atau satu hari melaut. Jaring insang hanyut dioperasikan pada kolom perairan. Tahap pengoperasian jaring insang hanyut meliputi tahapan persiapan (pengecekan kapal dan mesin serta persiapan perbekalan), tahapan penurunan jaring (waktu yang diperlukan 15 menit), tahapan penghanyutan jaring (dibiarkan jaring dalam posisi hanyut sekitar 60 menit), dan penarikan jaring (penarikan pelampung tanda terakhir hingga pemberat sekitar menit). Nelayan yang mengoperasikan alat tangkap ini berjumlah 3-4 orang. Pada umumnya musim penangkapan jaring insang hanyut terbagi menjadi musim puncak atau ikan dengan jumlah berlimpah pada bulan Mei hingga Agustus, musim sedang atau ikan dengan jumlah sedang pada bulan September hingga Januari dan musim paceklik atau ikan dengan jumlah sedikit pada bulan Februari hingga April. Jenis ikan hasil tangkapan jaring insang hanyut di PPN Karangantu adalah ikan kembung, tongkol, golok-golok, dsb. Daerah penangkapannya umumnya di Perairan Teluk Banten, Pulau Pamuyan dan Pulau Tunda. Nelayan dalam menentukan fishing ground menggunakan tanda-tanda yang terjadi pada

77 62 laut seperti adanya burung-burung, adanya warna perairan yang berbeda dan sebagainya. Aspek finansial terdiri atas analisis usaha dan analisis kriteria investasi. Analisis usaha terdiri atas investasi, biaya variabel, biaya tetap, penerimaan dan pendapatan usaha. Investasi untuk usaha perikanan jaring insang hanyut membutuhkan uang sebesar Rp ,00 untuk pembelian kapal, mesin dan jaring. Umur teknis merupakan ukuran umum yang ditetapkan berdasarkan jangka waktu aset dari segi teknis. Umur teknis kapal, mesin dan alat tangkap berbeda. Biaya penyusutan yang harus dikeluarkan untuk kapal sebesar Rp ,00/tahun, mesin sebesar Rp ,00/tahun dan jaring sebesar Rp ,00/tahun. Selain biaya investasi nelayan juga mengeluaran biaya variabel. Biaya variabel yang harus dikeluarkan oleh nelayan sebesar Rp ,00/tahun untuk pengeluaran solar, es, air tawar, perbekalan, retribusi dan upah tenaga kerja. Biaya variabel hanya dikeluarkan pada saat melakukan operasi penangkapan jaring insang hanyut. Biaya tetap yang harus dikeluarkan oleh nelayan sebesar Rp ,00/tahun untuk pengeluaran biaya penyusutan, biaya perawatan, SIUP dan PASS. Biaya tetap harus tetap dikeluarkan walaupun tidak melakukan operasi penangkapan jaring insang hanyut. Biaya ini jumlahnya tidak terpengaruh oleh perkembangan jumlah produksi. Penerimaan yang didapatkan oleh nelayan sebesar Rp ,00/tahun dari hasil penjualan hasil tangkapan ikan. Nilai payback period usaha penangkapan jaring insang hanyut 3,13 tahun menunjukkan bahwa dibutuhkan kurang dari 4 tahun untuk menggembalikan modal investasi dengan menggunakan seluruh pendapatan yang didapatkan. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh pendapatan mengembalikan investasi secara tepat waktu. Apabila hal tersebut dilakukan, nelayan tidak memiliki pemasukan untuk pembiayaan kehidupan sehari-hari sehingga nelayan menjadi miskin. Dalam analisis finansial perlu dilakukan penyusunan Cashflow. Cashflow merupakan arus manfaat bersih sebagai hasil pengurangan arus biaya terhadap arus manfaat yang didapatkan dari usaha perikanan jaring insang hanyut yang dijalankan. Cashflow terdiri atas inflow (arus penerimaan), outflow (arus

78 63 pengeluaran) dan net benefit (manfaat bersih). Analisis Cashflow dilakukan dengan umur proyek yaitu 10 tahun. Hal tersebut dikarenakan umur teknis kapal hingga 10 tahun. Pada analisis usaha dapat dilihat bahwa jumlah biaya tetapnya berbeda dengan biaya tetap pada Cashfow. Hal ini dikarenakan pada biaya tetap analisis usaha ditambahkan biaya penyusutan investasi sedangkan pada Cashflow tidak ada biaya penyusutan investasi. Analisis kriteria investasi menunjukkan usaha penangkapan jaring insang hanyut layak untuk dilaksanakan karena diperoleh NPV > 0, Net B/C > 1, dan IRR > tingkat suku bunga yang berlaku yaitu sebesar 14%. Secara finansial baik dalam analisis usaha dan analisis kriteria investasi unit usaha penangkapan jaring insang hanyut layak untuk dikembangkan. Analisis sensitivitas menggunakan metode switching value (analisis nilai pengganti). Metode tersebut mengukur perubahan maximum dari perubahan suatu komponen inflow dan outflow. Analisis sensitivitas jaring insang hanyut terhadap kenaikan harga solar dan penurunan hasil tangkapan menyebabkan usaha penangkapan jaring insang hanyut di Teluk Banten menjadi tidak layak untuk dikembangkan. Hasil analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar sebesar 85,30% dan penurunan hasil tangkapan sebesar 21,20%. Hal ini dapat diartikan bahwa usaha unit penangkapan jaring insang hanyut sangat sensitif terhadap penurunan hasil tangkapan dibandingkan dengan kenaikan harga BBM. Jumlah konsumsi BBM pada jaring insang hanyut tidak besar dan dapat tertutupi oleh hasil tangkapan nelayan yang melimpah. Penurunan harga hasil tangkapan berpengaruh terhadap total penerimaan sedangkan kenaikan harga solar berpengaruh kepada total biaya variabel. Jadi perubahan terhadap hasil tangkapan sangat mempengaruhi usaha jaring insang hanyut. Pola distribusi jaring insang hanyut dibagi menjadi 4 rantai pemasaran yaitu pemasaran 1 (nelayan-bakul-pedagang besar-konsumen luar kota), pemasaran 2 (nelayan-pengecer-konsumen lokal), pemasaran 3 (nelayan-bakul-pedagang besarkonsumen luar daerah), dan pemasaran 4 (nelayan-pengolah). Harga jual hasil tangkapan jaring insang hanyut dari nelayan ke bakul/juragan ditentukan oleh juragan/bakul dan bersifat konstan karena tidak dipengaruhi musim penangkapan. Penentuan harga tersebut dikarenakan nelayan memiliki utang kepada

79 64 bakul/juragan. Hal ini mengakibatkan nelayan terikat untuk menjual hasil tangkapannya kepada bakul/juragan. Nelayan merugi karena seharusnya nelayan dapat memperoleh harga jual hasil tangkapan yang lebih besar jika dijual kepada pihak lain. Distribusi hasil tangkapan ikan yaitu untuk konsumen luar kota (Jakarta dan Bogor) dan lokal (sekitar Serang). Aspek sosial berkaitan erat dengan kehidupan nelayan. Nelayan di PPN Karangantu terbagi menjadi dua yaitu nelayan lokal dan nelayan pendatang. Kehidupan sosial nelayan jaring insang hanyut di Teluk Banten dapat digolongkan miskin. Hal ini dapat terlihat dari kondisi pemukiman nelayan jaring insang hanyut yang tergolong kumuh. Pemukiman nelayan tersebut umumnya terdiri atas rumah-rumah semi permanen yang dihuni oleh 2-3 kepala keluarga serta pendapatan nelayan yang dapat digolongkan kecil dengan jumlah tanggungan keluarga yang cukup banyak. nelayan melakukan kegiatan darat pada saat musim paceklik, tidak adanya modal untuk melaut dan cuaca buruk. Kegiatan di darat yang umumnya nelayan kerjakan yaitu berdagang atau bekerja di pasar, kuli bangunan, penyerut kayu, dan sebagainya. Strategi pengembangan usaha perikanan jaring insang hanyut di Teluk Banten terdiri atas kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Kekuatan terdiri atas pengalaman nelayan jaring insang hanyut dalam kegiatan penangkapan ikan, kerjasama yang baik dalam kegiatan penangkapan ikan, tingginya tingkat daya beli masyarakat dan usaha jaring insang hanyut menguntungkan untuk dijalankan. Kelemahan terdiri atas rendahnya tingkat teknologi penangkapan, tingkat pendidikan nelayan masih rendah, harga hasil tangkapan yang tidak dapat bersaing dan keterbatasan modal untuk mengembangkan usaha. Peluang terdiri atas nelayan jaring insang hanyut rajin melaut, hubungan kekeluargaan yang erat antara pemilik kapal dan ABK, tingginya permintaan pasar luar daerah dan tngginya kesempatan kerja pada usaha jaring insang hanyut. Ancaman pada usaha terdiri atas cuaca buruk, persaingan dengan nelayan pendatang, penurunan hasil tangkapan dan meningkatnya harga kebutuhan melaut. Penentuan faktor internal dan eksternal tersebut berdasarkan keadaan yang terjadi di lapangan yaitu PPN Karangantu, Teluk Banten.

80 65 Berdasarkan hasil analisis SWOT didapatkan 3 strategi utama yang baik dijalankan untuk pengembangan jaring insang hanyut. Strategi pertama untuk meningkatkan daya beli masyarakat dan permintaan pasar luar daerah. Strategi kedua untuk dikembangkan dengan memanfaatkan kerjasama yang baik antar nelayan, rajinnya nelayan dalam melaut, dan tingginya permintaan pasar luar daerah. Strategi ketiga agar mendapatkan keuntungan yang optimal dan mampu beradaptasi terhadap cuaca buruk serta mampu beradaptasi terhadap harga kebutuhan yang meningkat melaut. Usaha penangkapan jaring insang hanyut di Teluk Banten merupakan unit usaha penangkapan yang harus dipertahankan dan dikembangkan. Berdasarkan aspek teknis, alat tangkap jaring insang hanyut merupakan alat tangkap yang ramah lingkungan. Unit penangkapan ini juga mendapatkan keuntungan yang cukup. Berdasarkan analisis finansial, usaha penangkapan jaring insang hanyut layak untuk dikembangkan karena nilai-nilai yang didapat memenuhi kriteria layak. Alat tangkap jaring insang hanyut sensitivitas terhadap penurunan harga jual hasil tangkapan. Oleh sebab itu, perlu adanya kebijakan pemerintah berupa subsidi solar khusus kepada nelayan dan penentuan/penetapan harga jual hasil tangkapan yang menguntungkan untuk nelayan.

81 66 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1) Hasil analisis teknik menunjukan bahwa usaha perikanan jaring insang hanyut di Teluk Banten bersifat one day fishing. Jumlah nelayan yang mengoperasikan sebanyak 3-4 orang. Jaring insang hanyut di Teluk Banten memiliki konstruksi dan metode pengoperasian yang sama dengan jaring insang hanyut di daerah lain. Metode pengoperasiannya di permukaan perairan. Musim puncak penangkapan terjadi pada Bulan Mei hingga Agustus. Hasil tangkapan jaring insang hanyut yaitu kembung, tongkol, golok-golok dan sebagainya. 2) Hasil analisis finansial menunjukkan bahwa usaha penangkapan jaring insang hanyut layak untuk dilaksanakan. 3) Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa jaring insang hanyut sensitif terhadap penurunan hasil tangkapan. 4) Hasil analisis pemasaran menunjukkan bahwa pola distribusi jaring insang hanyut terbagi menjadi 4 saluran pemasaran. Harga jual hasil tangkapan dari nelayan ke pedagang besar ditentukan oleh bakul/juragan dan bersifat konstan seharusnya nelayan dapat memperoleh harga jual hasil tangkapan yang lebih besar. 5) Hasil analisis sosial menunjukkan bahwa terdapat nelayan lokal dan luar daerah serta adanya alternatif pekerjaan pada saat musim paceklik atau tidak adanya modal untuk melaut. 6) Hasil analisis Strategi pengembangan atau SWOT menunjukkan bahwa terdapat 3 strategi utama pengembangan usaha penangkapan jaring insang hanyut. 6.2 Saran Saran penulis dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Pemerintah sebaiknya memberikan bantuan modal usaha kepada nelayan agar nelayan tidak terikat dengan tengkulak dan menetapkan harga jual hasil tangkapan yang menguntungkan bagi nelayan serta subsidi solar untuk nelayan.

82 67 2) Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai strategi adaptasi alternatif alat tangkap lain saat cuaca buruk dan musim paceklik agar nelayan tidak merugi.

83 68 DAFTAR PUSTAKA Ayodhyoa AU Metode Penangkapan Ikan. Bogor: Yayasan Dewi Sri. 91 hal. Brandt AV Fish Catching Methods of The World Edition. USA : Blackwell Publishing Ltd. Badan Pusat Statistik Kota Serang Serang dalam Angka. Serang : Badan Pusat Statistik Kabupaten Serang. David FR Manajemen Strategis (konsep). Edisi ke Tujuh. Jakarta : PT. Prenhallindo. 380 hal. Diniah Pengenalan Perikanan Tangkap. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan FPIK IPB : Bogor. Direktorat Jenderal Perikanan Informasi Teknologi Rawai Dasar Kakap dan Jaring insang hanyut (Multipurpose bottom longline and gillnet). Jakarta : Departemen Pertanian. 15 hal. Gasperz V Metode Perancangan Percobaan. Bandung : penerbit CV Armico hal. Gittinger JP Analisis Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. Edisi kedua Penterjemah Sutomo S dan K Manggiri. Jakarta : UI Press.Terjemahan dari Economic Analysis of Agriculture. 579 hal. Fauzi A Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Gulo W Metodologi Penelitian. Cetakan 4. Jakarta: Grasindo. Hanafiah AM Tata Niaga Hasil Perikanan. Jakarta : UI. 208 Hal. Hadian Analisis Hasil Tangkapan Jaring Insang Hanyut Dengan Ukuran Mata Jaring 2 Inci di Teluk Jakarta (Sekripsi). Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan FPIK IPB ; Bogor. Kadariah, Lien K dan Clive G Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Kotler P & Keller KL Managemen Pemasaran. Jakarta : PT. Indeks Kelompok Media. 444 hal. Kusnadi Nelayan: Strategi Adaptasi dan Jaringan Sosial. Bandung : Humaniora Utama Press. 244 hal.

84 69 Milasari D Perencanaan Pembangunan Wilayah Berbasis Perikanan Tangkap secara Terpadu di Kecamatan Tanjung Mutiara Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat [Skripsi]. Bogor : Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Miranti Perikanan Gillnet di Palabuhanratu [Skripsi]. Bogor : Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Monintja D Pengantar Perikanan Tangkap Indonesia. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Mulyadi S Ekonomi Kelautan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 224 hal. Nadjib MM Pemberdayaan Masyarakat Tertinggal: Sebuah Uji Model Penanganan Kemiskinan. Jakart a: Pusat Ekonomi dan Pembangunan, LIPI. Nontji A Laut Nusantara. Jakarta : Penerbit Djambatan. Nurmalina R, Sariati T, dan Karyadi A Studi Kelayakan Bisnis. Bogor: Departemen Agribisnis, FEM-IPB. Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu Laporan Tahunan PPN Karangantu. Renofati Y Analisis Usaha perikanan Tangkap di Sadeng, Yoyakarta [Skripsi]. Bogor : Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Rangkuti F Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta : Ghalia Indonesia. Saanin Taksonomi dan Identifikasi Ikan. Jilid I dan II. Bandung : Bina Cipta. Sainsbury JC Commercial Fishing Method Introduction to Vessel and Gear. London : Fishing News Book Ltd 285 hal. Seftian D Tingkat Kepuasan Nelayan terhadap Pelayanan Kebutuhan Operasional Penangkapan ikan di PPN Karangantu Kota Serang [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Sobari MP dan Febrianto A Kajian Bio-Teknik PS Ikan Tenggiri dan distribusi pemasarannya di Kabupaten Bangka. Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. ISSN Vol X No.1.

85 70 Sparre P dan SC Vanema Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Subani W dan HR Barus Alat Penangkap Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Perikanan Laut. Nomor : 50 Tahun 1988/1989. Jakarta : Departemen Pertanian, Badan Penelitian Perikanan Laut. Umar H Metode Riset Akuntansi Terapan. Jakarta. Undang-Undang Republik Indonesia No. 45 Tahun Tentang Perikanan. Wahyudi Y Pengembangan Sistem Teri Nasi di Kabupaten Tuban, Jawa Timur [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Wiyono ES, S Yamada, E Tanaka,T Arimoto dan T Kitakado Dynamic Of Fishing Gear Allocation By Fishers in Small Scale Coastal Fisheries at Palabuhanratu Bay, Indonesia. Fisheries Research Jurnal. Tokyo : Blackwell Publishing Ltd. Yuliana Usaha Perikanan Tangkap Skala kecil di PPN Karangantu, Banten [Skripsi]. Bogor : Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

86 LAMPIRAN

87

88 72 Lampiran 1 Peta lokasi penelitian dan daerah penangkapan ikan Teluk Banten Pulau Pamuyan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelayakan Bisnis 2.2 Perikanan Tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelayakan Bisnis 2.2 Perikanan Tangkap 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelayakan Bisnis Studi kelayakan bisnis merupakan penelaahan atau analisis tentang suatu kegiatan investasi yang dilaksanakan dapat memberikan manfaat atau tidak. Studi kelayakan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data 19 3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian di lapangan dilakukan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, Sukabumi Jawa Barat. Pengambilan data di lapangan dilakukan selama 1 bulan,

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2012. Tempat penelitian dan pengambilan data dilakukan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Blanakan, Kabupaten Subang. 3.2 Alat

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 36 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Aspek Teknik 5.1.1 Deskripsi unit penangkapan ikan Unit penangkapan ikan merupakan suatu komponen yang mendukung keberhasilan operasi penangkapan ikan. Unit penangkapan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian 35 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Timur, khususnya di PPP Labuhan. Penelitian ini difokuskan pada PPP Labuhan karena pelabuhan perikanan tersebut

Lebih terperinci

Gambar 6 Peta lokasi penelitian.

Gambar 6 Peta lokasi penelitian. 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan dimulai dengan penyusunan proposal dan penelusuran literatur mengenai objek penelitian cantrang di Pulau Jawa dari

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL UNIT PENANGKAPAN JARING INSANG HANYUT DI DESA SUNGAI LUMPUR KABUPATEN OKI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS FINANSIAL UNIT PENANGKAPAN JARING INSANG HANYUT DI DESA SUNGAI LUMPUR KABUPATEN OKI PROVINSI SUMATERA SELATAN MASPARI JOURNAL Januari 2015, 7(1): 29-34 ANALISIS FINANSIAL UNIT PENANGKAPAN JARING INSANG HANYUT DI DESA SUNGAI LUMPUR KABUPATEN OKI PROVINSI SUMATERA SELATAN FINANSIAL ANALYSIS OF DRIFT GILL NET IN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Proses produksi kopi luwak adalah suatu proses perubahan berbagai faktor

III. METODE PENELITIAN. Proses produksi kopi luwak adalah suatu proses perubahan berbagai faktor III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup semua pengertian yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Peralatan Penelitian 3.3 Metode Penelitian 3.4 Pengumpulan Data

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Peralatan Penelitian 3.3 Metode Penelitian 3.4 Pengumpulan Data 13 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan data lapang penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2011. Tempat penelitian berada di dua lokasi yaitu untuk kapal fiberglass di galangan

Lebih terperinci

Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28. Tengah Sumatera Utara

Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28. Tengah Sumatera Utara Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28 Jurnal perikanan dan kelautan 17,2 (2012): 28-35 ANALISIS USAHA ALAT TANGKAP GILLNET di PANDAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA

SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL PENANGKAPAN IKAN DENGAN ALAT TANGKAP DRIFT GILLNET DI KECAMATAN TOBOALI KABUPATEN BANGKA SELATAN BANGKA BELITUNG

ANALISIS FINANSIAL PENANGKAPAN IKAN DENGAN ALAT TANGKAP DRIFT GILLNET DI KECAMATAN TOBOALI KABUPATEN BANGKA SELATAN BANGKA BELITUNG MASPARI JOURNAL Juli 2015, 7(2):19-24 ANALISIS FINANSIAL PENANGKAPAN IKAN DENGAN ALAT TANGKAP DRIFT GILLNET DI KECAMATAN TOBOALI KABUPATEN BANGKA SELATAN BANGKA BELITUNG FINANCIAL ANALYSIS OF FISHING CAPTURE

Lebih terperinci

EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU PUSPITA SKRIPSI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU. Oleh. T Ersti Yulika Sari ABSTRAK

EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU. Oleh. T Ersti Yulika Sari   ABSTRAK EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU Oleh T Ersti Yulika Sari Email: nonnysaleh2010@hotmail.com ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui usaha perikanan tangkap yang layak untuk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian pengembangan perikanan pelagis di Kabupaten Bangka Selatan dilakukan selama 6 bulan dari Bulan Oktober 2009 hingga Maret 2010. Pengambilan data dilakukan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Penelitian Usaha warnet sebetulnya tidak terlalu sulit untuk didirikan dan dikelola. Cukup membeli beberapa buah komputer kemudian menginstalnya dengan software,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Bisnis Studi kelayakan bisnis merupakan penelitian terhadap rencana bisnis yang tidak hanya menganalisis layak atau tidak

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN LAUT KABUPATEN KENDAL. Feasibility Study to Fisheries Bussiness in District of Kendal

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN LAUT KABUPATEN KENDAL. Feasibility Study to Fisheries Bussiness in District of Kendal ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN LAUT KABUPATEN KENDAL Feasibility Study to Fisheries Bussiness in District of Kendal Ismail, Indradi 1, Dian Wijayanto 2, Taufik Yulianto 3 dan Suroto 4 Staf Pengajar

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 16 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Usaha pengembangan kerupuk Ichtiar merupakan suatu usaha yang didirikan dengan tujuan untuk memanfaatkan peluang yang ada. Melihat dari adanya peluang

Lebih terperinci

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Kota Serang Kota Serang adalah ibukota Provinsi Banten yang berjarak kurang lebih 70 km dari Jakarta. Suhu udara rata-rata di Kota Serang pada tahun 2009

Lebih terperinci

C E =... 8 FPI =... 9 P

C E =... 8 FPI =... 9 P 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 (enam) bulan yang meliputi studi literatur, pembuatan proposal, pengumpulan data dan penyusunan laporan. Penelitian

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan menyatakan bahwa Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengolahan dan pemanfaatan sumberdaya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Variabel. Konsep dasar dan definisi operasional variabel adalah pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Variabel. Konsep dasar dan definisi operasional variabel adalah pengertian yang 53 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Variabel Konsep dasar dan definisi operasional variabel adalah pengertian yang diberikan kepada variabel sebagai petunjuk dalam memperoleh

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pulau Panggang, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, DKI

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Domba Tawakkal, yang terletak di Jalan Raya Sukabumi, Desa Cimande Hilir No.32, Kecamatan Caringin, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. dan data yang diperoleh. Penelitian ini disusun sebagai penelitian induktif yaitu

BAB IV METODE PENELITIAN. dan data yang diperoleh. Penelitian ini disusun sebagai penelitian induktif yaitu BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Jenis/Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kuantitatif karena dalam pelaksanaannya meliputi data, analisis dan interpretasi tentang arti

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit),

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Karakteristik dan Klasifikasi Usaha Perikanan Tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Karakteristik dan Klasifikasi Usaha Perikanan Tangkap 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Karakteristik dan Klasifikasi Usaha Perikanan Tangkap Karakteristik merupakan satu hal yang sangat vital perannya bagi manusia, karena hanya dengan karakteristik kita dapat

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi Proyek Menurut Kadariah et al. (1999) proyek merupakan suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan

Lebih terperinci

USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI SADENG, PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Small Scale Fisheries Effort At Sadeng, Yogyakarta Province)

USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI SADENG, PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Small Scale Fisheries Effort At Sadeng, Yogyakarta Province) USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI SADENG, PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Small Scale Fisheries Effort At Sadeng, Yogyakarta Province) Tiara Anggia Rahmi 1), Tri Wiji Nurani 2), Prihatin IkaWahyuningrum

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 36 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Teknik Unit penangkapan pancing rumpon merupakan unit penangkapan ikan yang sedang berkembang pesat di PPN Palabuhanratu. Berikut adalah penjelasan lebih rinci tentang

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di peternakan milik Bapak Sarno yang bertempat di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Analisis Kelayakan Usaha Analisis Kelayakan Usaha atau disebut juga feasibility study adalah kegiatan untuk menilai sejauh mana manfaat

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK PERIKANAN TANGKAP DI PEMALANG DAN PEKALONGAN DALAM KERANGKA PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI PEMALANG RONY KRISTIAWAN

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK PERIKANAN TANGKAP DI PEMALANG DAN PEKALONGAN DALAM KERANGKA PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI PEMALANG RONY KRISTIAWAN PERBANDINGAN KARAKTERISTIK PERIKANAN TANGKAP DI PEMALANG DAN PEKALONGAN DALAM KERANGKA PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI PEMALANG RONY KRISTIAWAN SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), proyek pada dasarnya merupakan kegiatan yang menyangkut pengeluaran modal (capital

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dibuat definisi operasional

III. METODE PENELITIAN. tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dibuat definisi operasional III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpamaham mengenai pengertian tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dibuat definisi operasional sebagai

Lebih terperinci

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT JEANNY FRANSISCA SIMBOLON SKRIPSI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

III. METODE KAJIAN A. Lokasi dan Waktu B. Metode Kerja 1. Pengumpulan data

III. METODE KAJIAN A. Lokasi dan Waktu B. Metode Kerja 1. Pengumpulan data 15 III. METODE KAJIAN A. Lokasi dan Waktu Pengambilan data dilakukan di PT. Mitra Bangun Cemerlang yang terletak di JL. Raya Kukun Cadas km 1,7 Kampung Pangondokan, Kelurahan Kutabaru, Kecamatan Pasar

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Usaha Mi Ayam Bapak Sukimin yang terletak di Ciheuleut, Kelurahan Tegal Lega, Kota Bogor. Lokasi penelitian diambil secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS ALAT TANGKAP TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN DI KELURAHAN TEGALSARI DAN MUARAREJA, TEGAL, JAWA TENGAH DINA MAHARDIKHA SKRIPSI

PENGARUH JENIS ALAT TANGKAP TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN DI KELURAHAN TEGALSARI DAN MUARAREJA, TEGAL, JAWA TENGAH DINA MAHARDIKHA SKRIPSI PENGARUH JENIS ALAT TANGKAP TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN DI KELURAHAN TEGALSARI DAN MUARAREJA, TEGAL, JAWA TENGAH DINA MAHARDIKHA SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Studi kelayakan yang juga sering disebut dengan feasibility study merupakan bahan pertimbangan dalam mengambil suatu keputusan, apakah menerima atau menolak

Lebih terperinci

ANALISIS TEKNIS DAN FINANSIAL USAHA PERIKANAN TANGKAP PAYANG DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) WONOKERTO KABUPATEN PEKALONGAN

ANALISIS TEKNIS DAN FINANSIAL USAHA PERIKANAN TANGKAP PAYANG DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) WONOKERTO KABUPATEN PEKALONGAN ANALISIS TEKNIS DAN FINANSIAL USAHA PERIKANAN TANGKAP PAYANG DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) WONOKERTO KABUPATEN PEKALONGAN Technical and Financial Analysis of Payang Fisheries Business in Coastal

Lebih terperinci

II. KERANGKA PEMIKIRAN

II. KERANGKA PEMIKIRAN II. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan kumpulan teori yang digunakan dalam penelitian. Teori-teori ini berkaitan erat dengan permasalahan yang ada

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. (Purposive) dengan alasan daerah ini cukup representatif untuk penelitian yang

METODOLOGI PENELITIAN. (Purposive) dengan alasan daerah ini cukup representatif untuk penelitian yang IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan data dilakukan pada bulan Februari sampai dengan bulan Maret 2011, bertempat di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

ABSTRAK Desty Maryam. Pengaruh kecepatan arus terhadap komponen desain jaring millenium (percobaan dengan prototipe dalam flume tank

ABSTRAK Desty Maryam. Pengaruh kecepatan arus terhadap komponen desain jaring millenium (percobaan dengan prototipe dalam flume tank PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP KOMPONEN DESAIN JARING MILLENIUM (Percobaan dengan Prototipe dalam Flume Tank) Desty Maryam SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis mengemukakan teori-teori terkait penelitian. Teori-teori tersebut antara lain pengertian proyek, keterkaitan proyek dengan

Lebih terperinci

IV. PEMODELAN SISTEM. A. Konfigurasi Sistem EssDSS 01

IV. PEMODELAN SISTEM. A. Konfigurasi Sistem EssDSS 01 IV. PEMODELAN SISTEM A. Konfigurasi Sistem EssDSS 01 Sistem penunjang keputusan pengarah kebijakan strategi pemasaran dirancang dalam suatu perangkat lunak yang dinamakan EssDSS 01 (Sistem Penunjang Keputusan

Lebih terperinci

III. METODE KAJIAN 3.1 Lokasi dan Waktu 3.2 Pengumpulan Data

III. METODE KAJIAN 3.1 Lokasi dan Waktu 3.2 Pengumpulan Data III. METODE KAJIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lokasi unit usaha pembenihan ikan nila Kelompok Tani Gemah Parahiyangan yang terletak di Kecamatan Cilebar, Kabupaten Karawang, Jawa

Lebih terperinci

EFISIENSI TEKNIS DAN EKONOMIS ALAT TANGKAP JARING RAMPUS DI PPN KARANGANTU PROVINSI BANTEN YOHAN JIMMY RONALDO

EFISIENSI TEKNIS DAN EKONOMIS ALAT TANGKAP JARING RAMPUS DI PPN KARANGANTU PROVINSI BANTEN YOHAN JIMMY RONALDO EFISIENSI TEKNIS DAN EKONOMIS ALAT TANGKAP JARING RAMPUS DI PPN KARANGANTU PROVINSI BANTEN YOHAN JIMMY RONALDO DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

TINGKAT KEPUASAN NELAYAN TERHADAP PELAYANAN KEBUTUHAN OPERASIONAL PENANGKAPAN IKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) KARANGANTU, KOTA SERANG

TINGKAT KEPUASAN NELAYAN TERHADAP PELAYANAN KEBUTUHAN OPERASIONAL PENANGKAPAN IKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) KARANGANTU, KOTA SERANG TINGKAT KEPUASAN NELAYAN TERHADAP PELAYANAN KEBUTUHAN OPERASIONAL PENANGKAPAN IKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) KARANGANTU, KOTA SERANG DEDE SEFTIAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi

BAB III METODE PENELITIAN. Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi 23 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di industri pembuatan tempe UD. Tigo Putro di Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara. Pemilihan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di perusahaan peternakan sapi perah di CV. Cisarua Integrated Farming, yang berlokasi di Kampung Barusireum, Desa Cibeureum, Kecamatan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi. Pemilihan lokasi secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa

Lebih terperinci

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Gambar 3. Kerangka pemikiran kajian

Gambar 3. Kerangka pemikiran kajian III. METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kajian Usaha pengolahan pindang ikan dipengaruhi 2 (dua) faktor penting yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi aspek produksi, manajerial,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah :

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah : III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Analisis Kelayakan Investasi Pengertian Proyek pertanian menurut Gittinger (1986) adalah kegiatan usaha yang rumit karena penggunaan sumberdaya

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA JARING INSANG HANYUT (Drift Gill Net) TAMBAT LABUH KAPAL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA

ANALISIS USAHA JARING INSANG HANYUT (Drift Gill Net) TAMBAT LABUH KAPAL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA ANALISIS USAHA JARING INSANG HANYUT (Drift Gill Net) TAMBAT LABUH KAPAL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA BUSINESS ANALYSIS DRIFT GILL NETS MOORING FISHING VESSEL

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian atau mencakup. yang berhubungan dengan tujuan penelitian.

METODE PENELITIAN. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian atau mencakup. yang berhubungan dengan tujuan penelitian. III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti, serta penting untuk memperoleh

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Maju Bersama, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

TOTAL BIAYA. 1. Keuntungan bersih R/C 2, PP 1, ROI 0, BEP

TOTAL BIAYA. 1. Keuntungan bersih R/C 2, PP 1, ROI 0, BEP Lampiran 1. Analisis finansial unit penangkapan bagan perahu di Kabupaten Bangka Selatan No Uraian Total I Investasi 1. Kapal dan perlengkapan bangunan bagan 95.. 2. Mesin 15.. 3. Mesin Jenset 5.. 4. Perlengkapan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Agrifarm, yang terletak di desa Cihideung Udik Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

HASAN BASRI PROGRAM STUDI

HASAN BASRI PROGRAM STUDI PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP TAMPILAN GILLNET : UJI COBA DI FLUME TANK HASAN BASRI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

Analisis Kelayakan Finansial Usaha Penangkapan Ikan Dengan Jaring Insang (Gillnet) di Kecamatan Singkil, Kabupaten Aceh Singkil

Analisis Kelayakan Finansial Usaha Penangkapan Ikan Dengan Jaring Insang (Gillnet) di Kecamatan Singkil, Kabupaten Aceh Singkil Analisis Kelayakan Finansial Usaha Penangkapan Ikan Dengan Jaring Insang (Gillnet) di Kecamatan Singkil, Kabupaten Aceh Singkil The Analysis on The Financial Feasibility of Fishing and Catching Gillnet

Lebih terperinci

6 HASIL DAN PEMBAHASAN

6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Kondisi Riil Fasilitas Kebutuhan Operasional Penangkapan Ikan di PPN Karangantu Fasilitas kebutuhan operasional penangkapan ikan di PPN Karangantu dibagi menjadi dua aspek, yaitu

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) merupakan pelabuhan perikanan tipe B atau kelas II. Pelabuhan ini dirancang untuk melayani kapal perikanan yang

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Penentuan Responden

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Penentuan Responden IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Elsari Brownies and Bakery yang terletak di Jl. Pondok Rumput Raya No. 18 Bogor. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA 1 ANALISIS USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA THE ANALYSIS OF PURSE SEINE AT THE PORT OF SIBOLGA ARCHIPELAGO FISHERY TAPANULI REGENCY

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERIKANAN DAN PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT

PERANAN SEKTOR PERIKANAN DAN PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT PERANAN SEKTOR PERIKANAN DAN PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT SKRIPSI ARIZAL LUTFIEN PRASSLINA PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Metode Kelayakan Investasi Evaluasi terhadap kelayakan ekonomi proyek didasarkan pada 2 (dua) konsep analisa, yaitu analisa ekonomi dan analisa finansial. Analisa ekomoni bertujuan

Lebih terperinci

(Jaring Insang) Riza Rahman Hakim, S.Pi

(Jaring Insang) Riza Rahman Hakim, S.Pi GILL NET (Jaring Insang) Riza Rahman Hakim, S.Pi Pendahuluan Gill net (jaring insang) adalah jaring yang berbentuk empat persegi panjang yang dilengkapi dengan pemberat pada tali ris bawahnya dan pelampung

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Restoran Pastel and Pizza Rijsttafel yang terletak di Jalan Binamarga I/1 Bogor. Pemilihan tempat penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Berdasarkan Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan, pada Pasal 1 Ayat (1) disebutkan bahwa

Lebih terperinci

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI 6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI 6.1 Pendahuluan Industri surimi merupakan suatu industri pengolahan yang memiliki peluang besar untuk dibangun dan dikembangkan. Hal ini didukung oleh adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik. dari segi materi maupun waktu. Maka dari itu, dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik. dari segi materi maupun waktu. Maka dari itu, dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pertambangan membutuhkan suatu perencanaan yang baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik dari segi materi maupun waktu. Maka dari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual III. METODE PENELITIAN Nilai tambah yang tinggi yang diperoleh melalui pengolahan cokelat menjadi berbagai produk cokelat, seperti cokelat batangan merupakan suatu peluang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang berhubungan dengan penelitian studi kelayakan usaha pupuk kompos pada Kelompok Tani

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Gebang Mekar Kabupaten Cirebon (Lampiran 1). Survey dan persiapan penelitian seperti pencarian jaring,

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL USAHA PENANGKAPAN ONE DAY FISHING DENGAN ALAT TANGKAP MULTIGEAR DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) TAWANG KABUPATEN KENDAL

ANALISIS FINANSIAL USAHA PENANGKAPAN ONE DAY FISHING DENGAN ALAT TANGKAP MULTIGEAR DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) TAWANG KABUPATEN KENDAL ANALISIS FINANSIAL USAHA PENANGKAPAN ONE DAY FISHING DENGAN ALAT TANGKAP MULTIGEAR DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) TAWANG KABUPATEN KENDAL Financial Analysis of One Day Fishing Business Using Multigear

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. jika dibandingkan dengan panjangnya, dengan perkataan lain jumlah mesh depth

TINJAUAN PUSTAKA. jika dibandingkan dengan panjangnya, dengan perkataan lain jumlah mesh depth TINJAUAN PUSTAKA Alat Tangkap Jaring Insang (Gillnet) Gillnet adalah jaring dengan bentuk empat persegi panjang, mempunyai mata jaring yang sama ukurannya pada seluruh jaring, lebar jaring lebih pendek

Lebih terperinci

SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes

SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes Oleh: Muh. Ali Arsyad * dan Tasir Diterima: 0 Desember 008; Disetujui:

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Blendung, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Unit Penangkapan Jaring Rajungan dan Pengoperasiannya Jaring rajungan yang biasanya digunakan oleh nelayan setempat mempunyai kontruksi jaring yang terdiri dari tali ris

Lebih terperinci

5 HASIL PENELITIAN 5.1 Keragaan Usaha Penangkapan Ikan

5 HASIL PENELITIAN 5.1 Keragaan Usaha Penangkapan Ikan 51 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Keragaan Usaha Penangkapan Ikan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) telah dilaksanakan Depertemen Kalutan dan Perikanan sejak tahun 2001 sampai dengan 2009

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2010 di Desa Lamaran Tarung, Kecamatan Cantigi, Kabupaten Indramayu, dan Laboratorium Teknologi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Kerangka Pemikiran. 3.2 Metode Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Kerangka Pemikiran. 3.2 Metode Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Ketersediaan bahan baku ikan hasil tangkap sampingan yang melimpah merupakan potensi yang besar untuk dijadikan surimi. Akan tetapi, belum banyak industri di Indonesia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

Makalah Analisis Bisnis dan Studi Kelayakan Usaha

Makalah Analisis Bisnis dan Studi Kelayakan Usaha Makalah Analisis Bisnis dan Studi Kelayakan Usaha ANALISIS BISNIS DAN STUDI KELAYAKAN USAHA MAKALAH ARTI PENTING DAN ANALISIS DALAM STUDI KELAYAKAN BISNIS OLEH ALI SUDIRMAN KELAS REGULER 3 SEMESTER 5 KATA

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek memiliki beberapa pengertian. Menurut Kadariah et al. (1999) proyek ialah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersosialisasi. Dalam bersosialisasi, terdapat berbagai macam jenis hubungan yang

BAB I PENDAHULUAN. bersosialisasi. Dalam bersosialisasi, terdapat berbagai macam jenis hubungan yang BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan, penulis akan menyampaikan beberapa hal yang berhubungan dengan proses pengerjaan penelitian ini. Antara lain berkenaan dengan latar belakang penelitian, identifikasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Usaha Kecil Menengah (UKM) pengolahan pupuk kompos padat di Jatikuwung Innovation Center, Kecamatan Gondangrejo Kabupaten

Lebih terperinci

Feasibility Analysis of Patin Fish Business (Pangasius Sutchi) In Sipungguk Village Pond Salo Sub District Regency of Kampar Riau Province

Feasibility Analysis of Patin Fish Business (Pangasius Sutchi) In Sipungguk Village Pond Salo Sub District Regency of Kampar Riau Province Feasibility Analysis of Patin Fish Business (Pangasius Sutchi) In Sipungguk Village Pond Salo Sub District Regency of Kampar Riau Province By Muhammad Syafii 1), Darwis 2), Hazmi Arief 2) Faculty of Fisheries

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian berada di UPR Citomi Desa Tanggulun Barat Kecamatan Kalijati Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan

Lebih terperinci

KELAYAKAN USAHA PERIKANAN PAJEKO DI TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA

KELAYAKAN USAHA PERIKANAN PAJEKO DI TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA KELAYAKAN USAHA PERIKANAN PAJEKO DI TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA Feasibility effort of Fisheries, in North Halmahera Regency J Deni Tonoro 1, Mulyono S. Baskoro 2, Budhi H. Iskandar 2 Abstract The

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoretis Kerangka pemikiran teoretis merupakan suatu penalaran peneliti yang didasarkan pada pengetahuan, teori, dalil, dan proposisi untuk menjawab suatu

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Dian Layer Farm yang terletak di Kampung Kahuripan, Desa Sukadamai, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN Definisi Operasional, dan Pengukuran Variabel

III. METODE PENELITIAN Definisi Operasional, dan Pengukuran Variabel 45 III. METODE PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional, dan Pengukuran Variabel Penjelasan mengenai definisi operasional dan variabel pengukuran perlu dibuat untuk menghindari kekeliruan dalam pembahasan

Lebih terperinci

OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI

OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... Halaman xii DAFTAR GAMBAR... DAFTAR

Lebih terperinci