HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI POSITIF DALAM KELUARGA DENGAN ASERTIVITAS PADA SISWA SMP NEGERI 2 DEPOK YOGYAKARTA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI POSITIF DALAM KELUARGA DENGAN ASERTIVITAS PADA SISWA SMP NEGERI 2 DEPOK YOGYAKARTA"

Transkripsi

1 HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI POSITIF DALAM KELUARGA DENGAN ASERTIVITAS PADA SISWA SMP NEGERI 2 DEPOK YOGYAKARTA Astri Miasari Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Jl. Kapas No.9 Semaki, Yogyakarta astrimia@yahoo.com Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara komunikasi positif dalam keluarga dengan asertivitas pada siswa SMP Negeri 2 Depok. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Depok yang tinggal bersama dengan anggota keluarga yang merupakan keluarga inti, yaitu kedua orangtua dan saudara kandung. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan skala komunikasi positif dalam keluarga dan skala asertivitas. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian yaitu cluster random sampling. Analisis menggunakan korelasi product moment. Komputasi data dengan menggunakan SPSS 16.0 for windows. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, hipotesis yang diajukan dalam penelitian bahwa terdapat hubungan positif antara komunikasi positif dalam keluarga dengan asertivitas, dapat diterima dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,669 dengan taraf signifikansi sebesar 0,000 (p <0,01). Sumbangan efektif komunikasi positif dalam keluarga dengan asertivitas sebesar 44,7% dan 55,3% lainnya disumbang oleh faktor lain. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara komunikasi positif dalam keluarga dengan asertivitas siswa SMP Negeri 2 Depok. Semakin tinggi komunikasi positif yang terjalin dalam keluarga maka semakin tinggi asertivitas yang dimiliki siswa, sebaliknya semakin rendah komunikasi positif yang terjalin dalam keluarga maka semakin rendah pula asertivitas yang dimiliki oleh siswa. Kata kunci: asertivitas, komunikasi positif dalam keluarga Abstract This study aimed to determine the relationship between positive communication in families with assertiveness in students of SMP Negeri 2 Depok. Subjects in this study were students of class VII SMP Negeri 2 Depok are living with a family member who is a nuclear family in which both parents and siblings.

2 Astri Miasari 33 Methods of data collection in this study using a scale of positive communication within the family and assertiveness scale. The sampling technique used in this study is cluster random sampling. Analysis using the product moment correlation. Computing data using SPSS 16.0 for windows. Based on the above analysis, the hypothesis proposed in this study is the positive relationship between positive communication in families with assertiveness can be received with a correlation coefficient of with a significance level of (p <0.01). Effective contribution of positive communication in families with assertiveness by 44.7% and 55.3% were contributed by other factors. The results of this study stated that there was a significant positive relationship between positive communication in families with assertiveness SMP Negeri 2 Depok. The higher the communication that exists within the family, the higher the student assertiveness, conversely the lower the positive communication that exists in the family will get low assertiveness owned by students. Keywords: assertiveness, positive communication in the family PENDAHULUAN Manusia mengalami perkembangan mulai dari bayi hingga dewasa yang terdiri dari beberapa tahapan yang merupakan suatu proses yang terjadi terus menerus dan tidak terpisah antara satu dengan yang lainnya. Tahapan perkembangan yang dilalui oleh seorang individu salah satunya adalah tahap perkembangan remaja. Santrock (2002) menyebutkan bahwa usia remaja berada pada rentang tahun. Hurlock (Panuju dan Umami, 2005) menyatakan bahwa rentangan usia remaja antara tahun. Tahap perkembangan remaja merupakan masa transisi yaitu masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan dalam aspek fisiologis, psikologis, kognitif, dan psikososial. Santrock (2002) menyatakan bahwa yang mengawali masa remaja adalah adanya masa pubertas, yaitu terjadi suatu periode kematangan kerangka dan seksual secara pesat dan berlangsung secara berangsur angsur (gradual). Masa pubertas rata-rata terjadi pada usia 10 tahun 6 bulan pada perempuan yang ditandai dengan datangnya haid pertama (menarche) dan usia 12 tahun 6 bulan pada laki-laki yang ditandai dengan terjadinya mimpi basah (pollutio). Santrock (2002) menyatakan bahwa kehidupan awal remaja juga merupakan suatu periode meningkatnya konflik dengan orang tua melampaui masa anak-anak. Peningkatan konflik dapat disebabkan karena adanya perubahan-perubahan selama masa pubertas yang dialami remaja dan adanya pengendalian yang keras dari orangtua terhadap perilaku anak remajanya yang mengalami perubahan menjadi tidak menurut, suka membantah, dan adanya harapan dari orangtua agar remaja mampu bersikap seperti orang dewasa. Masa remaja adalah masa stress and strain (masa kegoncangan dan kebimbangan). Akibatnya para pemuda-pemudi melakukan penolakan-penolakan pada kebiasaan di rumah, sekolah dan mengasingkan diri dari kehidupan umum. Remaja bersifat sentimental, mudah tergoncang dan bingung (Panuju dan Umami, 2005). Hurlock (Setiono dan Pramadi, 2005) menyatakan remaja cenderung memperlihatkan perilaku mau menang sendiri, tidak mau diatur, ingin mandiri, dan terutama menjadi sensitif dan mudah tersinggung terhadap ucapan dan perilaku orang lain mengenai dirinya. Remaja cenderung akan

3 34 EMPATHY Vol.I No.1 Desember 2012 diam atau memberontak jika keinginan atau pendapatnya tidak diterima atau diabaikan. Remaja selama masa perkembangannya harus memiliki sikap asertif, yaitu kemampuan untuk mempertahankan hak-hak pribadi tanpa merugikan hak-hak orang lain, mampu menghargai diri sendiri dan orang lain, dan mampu mengekspresikan perasaan, baik perasaan positif maupun perasaan negatif. Sikap asertif perlu dikembangkan agar remaja mempunyai kontrol diri dan mempunyai kemampuan untuk berkata tidak tanpa merasa bersalah ketika menolak ajakan teman untuk melakukan hal-hal yang negatif. Remaja harus berani menolak dan dapat menilai secara kritis hal-hal yang dapat merugikan dan membahayakannya. Menolak pengaruh atau ajakan teman tidak harus dilakukan dengan kasar atau marah, tetapi dapat dilakukan dengan perkataan yang halus, sopan, tegas, dan dengan alasan yang masuk akal tanpa menyakiti perasaan orang lain (Alberti dan Emmons, 2002). Untuk mengatasi berbagai pengaruh dan tekanan dari teman sebaya ataupun lingkungan yang bersifat negatif selama masa pubertas, remaja harus memiliki kemauan dan kemampuan untuk mengungkapkan perasaan dan keinginan secara jujur kepada orang lain dengan cara mengembangkan dan membiasakan untuk berperilaku asertif. Permasalahan yang terjadi saat ini banyak remaja yang mengalami hambatan dalam perkembangan perilaku asertif, baik dalam hubungan sosial, keluarga dan sekolahnya. Penelitian yang dilakukan oleh Setiono dan Pramadi (2005), mengemukakan bahwa permasalahan yang sering menjadi keluhan tenaga pengajar adalah kurangnya keberanian siswa untuk mengemukakan pendapat di dalam kelas, kurangnya keaktifan dan inisiatif dalam kegiatan ekstra kurikuler di sekolah. Orang yang tidak asertif baik secara umum maupun dalam keadaan tertentu mungkin mengalami stress yang meningkat melalui perasaan marah, frustasi, merasa dibebani secara tidak adil, dan merasa tidak mampu melakukan apa yang diinginkan. Berdasarkan hasil wawancara dengan 8 siswa SMP Negeri 2 Depok (30 April 2012), diperoleh informasi bahwa 7 dari 8 siswa memiliki asertif yang cenderung rendah. Hal ini ditunjukkan pada saat dilakukan wawancara siswa terlihat kurang percaya diri, tidak mampu menolak dan menyatakan ketidaksetujuan atas pendapat orang lain, dan tidak dapat berkomunikasi secara aktif. Contoh lain ketika di sekolah sebagian siswa kurang percaya diri pada saat bertanya maupun menjawab pertanyaan dari guru. Siswa lebih berani bertanya kepada teman sendiri atau guru les daripada pada guru mata pelajaran. Ketika di rumah, sebagian siswa jarang berdiskusi atau menceritakan masalahnya dengan orangtuanya. Siswa lebih sering menceritakan masalahnya kepada teman sebayanya. Berdasarkan hasil observasi di SMP Negeri 2 depok (21 Mei 2012), sebagian besar siswa lebih memilih diam dan setuju atas apa yang telah diputuskan. Ada siswa yang tidak berani bertanya langsung dan menyuruh temannya untuk bertanya kepada guru. Peneliti berpendapat bahwa komunikasi positif terhadap orangtua dapat mendorong siswa untuk asertivitas, namun berdasarkan fakta di atas, tampak ada indikasi bahwa kebanyakan siswa di SMP Negeri 2 Depok, memiliki asertivitas yang rendah. Remaja bisa saja bersikap mandiri dan bebas serta dapat mengambil keputusan sesuai dengan keinginan tanpa harus membatasi diri dari kelompok sebayanya, dengan kata lain remaja dapat mengekspresikan yang terbaik untuk dirinya sendiri tanpa harus merasa cemas atau khawatir terhadap situasi-situasi yang kadang dirasakan sebagai suatu tekanan. Remaja yang memiliki kemampuan asertivitas lebih mampu mengatakan tidak untuk hal-hal yang bersifat negatif dan tidak diinginkan. Proses pengembangan dan pembiasaan berperilaku asertif dapat dilakukan melalui lingkungan keluarga, masyarakat, lembaga sosial, dan lembaga formal seperti sekolah. Namun, saat ini masih banyak remaja yang belum dapat bersikap asertif karena dalam keluarganya tidak dibiasakan sikap berbicara mengenai pendapat maupun keinginannya. Banyak anggota keluarga

4 Astri Miasari 35 yang memberikan larangan pada saat anak ingin mengutarakan pendapatnya dan menekankan bahwa orangtua adalah yang paling benar. Hal tersebut menyebabkan perkembangan asertivitas pada remaja menjadi terhambat. Remaja menjadi individu yang tidak mampu dan tidak berani untuk mengkomunikasikan segala kebutuhan, pendapat, dan keinginannya mengenai suatu hal (Alberti dan Emmons, 2002). Asertivitas remaja dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah pola komunikasi orangtua terhadap anaknya. Cara orangtua berkomunikasi dengan anaknya menentukan cara anak berkomunikasi dengan lingkungannya. Jika pola komunikasi orangtua buruk, maka dampak negatif akan dirasakan oleh anaknya. Di antaranya mendorong munculnya kepribadian antisosial, dependen, dan minder pada anak. Ramadhani (2008) menjelaskan bahwa anak yang diberi kesempatan untuk mengutarakan keluh kesahnya, keinginannya yang terdalam, menemukan pemecahan masalahnya sendiri, dan merasa didengar dalam sebuah pembicaraan akan membuat remaja menunjukkan sikap yang sama kepada lingkungan. Orangtua yang mendengarkan setiap keluhan remaja dan ikut aktif dalam setiap penyelesaian masalah yang dihadapi oleh anak remajanya juga akan membuat remaja mempercayai orangtuanya dan menjadikan remaja lebih mudah untuk bersikap jujur dalam membicarakan setiap permasalahan yang dihadapinya. Terjalinnya komunikasi positif yang dilandasi dengan sikap empati, keterbukaan, saling mendengarkan, dan tersampaikannya pesan dengan baik akan membuat remaja menunjukkan sikap yang sama kepada lingkungan dan mendorong asertivitas remaja. Berdasarkan uraian permasalahan di atas maka peneliti tertarik melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui apakah ada hubungan antara komunikasi positif dalam keluarga dengan asertivitas pada siswa SMP Negeri 2 Depok? Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara komunikasi positif dalam keluarga dengan asertivitas pada remaja. 1. Pengertian Asertivitas Asertif atau asertivitas berasal dari bahasa inggris to assert, yang diartikan sebagai ungkapan sikap positif, yang dinyatakan dengan tegas dan terus terang. Asertivitas berarti kemampuan untuk berkomunikasi dengan jelas, spesifik, dan tidak taksa (multi-taksir), sekaligus tetap peka terhadap kebutuhan orang lain dan reaksi mereka dalam setiap peristiwa. Sikap asertif juga berarti kemampuan untuk tidak sependapat dengan orang lain tanpa menggunakan manipulasi dan alasan yang emosional, dan mampu bertahan di jalur yang benar, yaitu mempertahankan pendapat dengan tetap menghormati pendapat orang lain (Stein dan Howard, 2002). Alberti dan Emmons (2002) mendefinisikan asertivitas sebagai pernyataan diri yang positif yang menunjukan sikap menghargai orang lain. Asertivitas diartikan sebagai perilaku yang mempromosikan kesetaraan dalam hubungan manusia yang memungkinkan setiap individu untuk bertindak menurut kepentingannya sendiri, membela diri tanpa kecemasan, mengekspresikan perasaan dengan jujur dan nyaman, dan menerapkan hak-hak pribadi tanpa mengabaikan hak-hak orang lain. Sikap asertif salah satunya dapat ditunjukkan dengan kemampuan untuk berkata tidak dengan tegas. Menurut Lange dan Jakubowski (Ninggalih, 2011) asertif merupakan tingkah laku dalam hubungan interpersonal yang ditandai dengan kemampuan seseorang mengekspresikan pikiran, perasaan, dan keyakinan yang diungkapkan secara langsung, jujur, tepat, dan tidak melanggar hak asasi orang lain. Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa asertivitas

5 36 EMPATHY Vol.I No.1 Desember 2012 sebagai pernyataan diri yang positif yang menunjukan sikap menghargai orang lain. Asertivitas menunjukkan kemampuan untuk dapat mengekspresikan perasaan secara jujur dan nyaman. Mampu berkata tidak apabila diperlukan. 2. Aspek-aspek Asertivitas Aspek-aspek asertivitas menurut Alberti & Emmons (2002) antara lain: a. Bertindak sesuai dengan keinginannya sendiri. Meliputi kemampuan untuk membuat keputusan, mengambil inisiatif, percaya pada yang dikemukan sendiri, dapat menentukan suatu tujuan dan berusaha mencapainya, dan mampu berpartisipasi dalam pergaulan b. Mampu mengekspresikan perasaan jujur dan nyaman. Meliputi kemampuan untuk menyatakan rasa tidak setuju, rasa marah, menunjukkan afeksi dan persahabatan terhadap orang lain serta mengakui perasaan takut atau cemas, mengekspresikan persetujuan, menunjukkan dukungan, dan bersikap spontan. c. Mampu mempertahankan diri. Meliputi kemampuan untuk berkata tidak apabila diperlukan, mampu menanggapi kritik, celaan, dan kemarahan dari orang lain, secara terbuka serta mampu mngekspresikan dan mempertahan pendapat. d. Mampu menyatakan pendapat. Meliputi kemampuan menyatakan pendapat atau gagasan, mengadakan suatu perubahan, dan menanggapi pelanggaran terhadap dirinya dan orang lain. e. Tidak mengabaikan hak-hak orang lain. Meliputi kemampuan untuk menyatakan kritik secara adil tanpa mengancam, memanipulasi, mengintimidasi, mengendalikan, dan melukai orang lain. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek asertivitas yaitu kemandirian, ekspresi, pertahanan diri, inisiatif, dan perhatian terhadap hak-hak orang lain. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Asertivitas Faktor-faktor yang mempengaruhi asertivitas pada remaja menurut Alberti dan Emmons (2002), antara lain: a. Keluarga Anak yang memutuskan untuk berbicara mengenai hak-haknya sering mendapatkan sensor dari anggota keluarga, seperti dilarang untuk berbicara, anak dianggap sebagai individu yang mengetahui apapun, atau anak dianggap kurang ajar terhadap orangtuanya. Tanggapan yang diberikan oleh orangtua tersebut menjadi tidak kondusif bagi perkembangan asertivitas anak. b. Sekolah Di sekolah guru-guru juga sering melarang anak untuk bersikap asertif. Anakanak yang pendiam dan berperilaku baik serta tidak banyak bertanya justru diberi imbalan, berupa pujian karena dianggap bersikap baik. Sehingga sikap asertif tidak dapat dimiliki oleh anak. Oleh karena itu, saat ini para pengajar dituntut untuk dapat mendorong setiap individu agar dapat bersikap asertif kepada diri sendiri dan juga orang lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi asertivitas dapat juga dilihat dari faktor internal dan faktor eksternal, yaitu :

6 Astri Miasari 37 a. Faktor internal terdiri dari : 1. Usia Perilaku asertif berkembang sepanjang hidup manusia. Semakin bertambah usia individu maka perkembangannya mencapai tingkat integrasi yang lebih tinggi, di dalamnya termasuk kemampuan pemecahan masalah. Artinya semakin bertambahnya usia individu maka semakin banyak pula pengalaman yang diperoleh, sehingga kemampuan pemecahan masalah pada individu juga bertambah matang. 2. Jenis kelamin Pria cenderung memiliki perilaku asertif yang lebih tinggi dibandingkan perempuan. Hal tersebut disebabkan oleh tuntutan masyarakat yang menjadikan pria lebih aktif, mandiri dan kooperatif, sedangkan wanita cenderung lebih pasif, tergantung kompromis. 3. Konsep Diri Konsep diri dan perilaku asertif mempunyai hubungan yang sangat erat. Individu yang mempunyai konsep diri yang kuat akan mampu berperilaku asertif. Sebaliknya individu yang mempunyai konsep diri yang lemah, maka perilaku asertifnya juga rendah. b. Faktor Eksternal yang terdiri dari : 1. Pola asuh orang tua Kualitas perilaku asertif individu sangat dipengaruhi oleh interaksi individu tersebut dengan orang tua maupun anggota keluarga lainnya. Hal tersebut akan menentukan pola respon individu dalam merespon masalah. 2. Kondisi sosial budaya Perilaku yang dikatakan asertif pada lingkungan budaya tertentu belum tentu sama pada budaya lain. Karena setiap budaya mempunyai etika dan aturan sosial tersendiri. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi asertivitas adalah keluarga dan sekolah. Ada pula faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor usia, jenis kelamin, dan konsep diri. Faktor eksternal yaitu pola asuh orang tua dan kondisi sosial budaya. 1. Pengertian Komunikasi Positif dalam Keluarga Istilah komunikasi berasal dari bahasa latin communication yang bersumber dari kata cominus yang berarti sama makna dalam satu hal. Menurut Sopiah (2008), komunikasi didefinisikan sebagai penyampaian atau pertukaran informasi dari pengirim atau penerima, baik secara lisan, tertulis, maupun menggunakan alat komunikasi. Wiryanto (2004) menyatakan bahwa komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling mempengaruhi satu sama lain, sengaja atau tidak sengaja dan tidak terbatas pada bentuk komunikasi verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni dan teknologi. Komunikasi menurut Boland dan Follingstad (DeGenova dan Rice, 2005) diartikan sebagai sebuah pesan yang disampaikan oleh satu orang dan diterima oleh orang lain. Pesan yang disampaikan seseorang terhadap orang lain tersebut terdiri atas 2 hal, yaitu isi dan proses. Isi merupakan apa yang terkandung dari pesan yang disampaikan, sedangkan proses merupakan penyaluran perasaan-perasaan, tingkah laku, keyakinan-keyakinan, fakta-fakta, dan ide-ide antara dua orang. Komunikasi dimaksudkan agar setiap pesan yang disampaikan dan diterima dapat dipahami dan mempengaruhi perasaan satu sama lain.

7 38 EMPATHY Vol.I No.1 Desember 2012 Komunikasi positif dalam keluarga menurut Ramadhani (2008) adalah komunikasi yang dilakukan untuk mendorong setiap anggota keluarga agar dapat berkembang secara optimal, baik secara fisik maupun psikis, melalui komunikasi yang empati, responsif, mengandung pesan positif, terbuka dan terpercaya, mendengarkan secara aktif, mendorong optimisme yang proporsional dan tidak menghakimi. Komunikasi positif mengandung arti bahwa sebuah pesan dapat dipahami dengan baik dan tidak mengandung dua arti yang ambigu. Berdasarkan uraian beberapa teori di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi positif dalam keluarga merupakan komunikasi yang dilakukan untuk mendorong setiap angota keluarga agar dapat berkembang secara optimal, baik secara fisik maupun psikis, melalui komunikasi yang empati, responsif, mengandung pesan positif, terbuka dan terpercaya, mendengarkan secara aktif, mendorong optimisme yang proporsional dan tidak menghakimi. 2. Aspek-aspek Komunikasi Positif dalam Keluarga Aspek-aspek komunikasi positif dalam keluarga menurut Ramadhani (2008), antara lain: a. Empati Berkomunikasi secara empati, artinya memahami sudut pandang, perasaanperasaan, kebutuhan-kebutuhan, pengalaman-pengalaman, emosi, dan persepsi orang lain mengenai dunianya tanpa kehilangan identifikasi diri. b. Responsif Berkomunikasi secara responsif, artinya berkomunikasi dengan pertimbangan yang matang, dilakukan dengan ketenangan pikiran, bertujuan, tepat sasaran, member manfaat terbanyak, dan menghindari sikap emosional serta impulsive. c. Adanya pesan positif Berkomunikasi melalui pesan positif, artinya komunikasi yang terjadi lebih banyak menyampaikan pesan-pesan yang membangkitkan motivasi, semangat, menguatkan konsep diri, membangkitkan potensi positif, dan mengarahkan pada pencapaian aktualisasi diri yang semaki n tinggi. d. Terbuka dan saling percaya Berkomunikasi secara terbuka dan saling percaya melibatkan dialog timbale balik, kejujuran, dan keprcayaan atas dasar saling menghormati. Komunikasi yang terbuka mengisyaratkan adanya rasa saling percaya, menuntut pemahaman bersama, dan melibatkan sikap yang tidak menghakimi. e. Mendengarkan secara aktif Mendengarkan secara aktif berarti bersedia untuk mendengarkan sudut pandang orang lain, menghargai apa yang akan dibicarakan, dan bersikap sungguh-sungguh dalam usaha untuk memahami. Mendengarkan aktif melibatkan sikap empati sehingga bisa secara tepat memberikan umpan balik dengan kesimpulan yag sesuai dengan inti pembicaraan. f. Adanya pesan optimistik Berkomunikasi melalui pesan yang optimistik adalah komunikasi yang mendorong seseorang untuk berpikir penuh harapan dan positif. Komunikasi yang optimistik mampu membentuk kepribadian yang optimistik sehingga mampu memotivasi diri ketika menghadapi keadaan yang sulit. Komunikasi yang optimis selalu mengandung kata-kata yang penuh energy positif dan mengandung semangat yang tinggi.

8 Astri Miasari 39 g. Komunikasi proporsional Berkomunikasi secara proporsional adalah komunikasi yang tidak melibatkan emosi, tetapi lebih melibatkan kebijaksanaan. Komunikasi yang proporsional berarti tidak melebih-lebihkan hal yang kecil dan tidak menganggap kecil atau remeh hal yang besar dan penting. h. Tidak adanya sikap menghakimi Berkomunikasi tanpa sikap saling menghakimi adalah komunikasi yang tidak mudah menyalahkan dan memojokkan orang lain pada saat menghadapi suatu permasalahan. Komunikasi yang tidak menghakimi menghindari pemberian label negatif, cemoohan, dan hukuman verbal. Berdasarkan penjelasan mengenai aspek-aspek dari komunikasi positif dalam keluarga yang dikemukakan oleh Ramadhani (2008), peneliti dapat menyimpulkan bahwa aspekaspek dari komunikasi keluarga meliputi empati, sikap yang responsive, mengandung pesan positif, adanya sikap saling terbuka dan saling percaya, adanya kemampuan untuk saling mendengarkan secara aktif, mendorong optimisme, pembicaraan yang proporsional, dan tidak menghakimi. 3. Bentuk-bentuk Komunikasi dalam Keluarga Bentuk-bentuk komunikasi dalam keluarga menurut Pratikto (Indriyati, 2007), antara lain: a. Komunikasi Orangtua (Suami-Istri) Komunikasi orangtua (suami-istri) lebih menekankan pada peran penting suami istri sebagai penentu suasana dalam keluarga, dengan anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak. b. Komunikasi orangtua dan anak Hubungan komunikasi yang terjalin antara orangtua dan anak bersifat dua arah yang disertai dengan pemahaman bersama terhadap sesuatu hal. Orangtua dan anak berhak menyampaikan pendapat, pikiran, infomasi atau nasehat. Oleh karena itu, hubungan yang terjalin dapat menimbulkan kesenangan yang berpengaruh pada hubungan yang lebih baik. Hubungan komunikasi yang efektif terjalin karena adanya rasa keterbukaan, empati, dukungan, perasaan positif, serta kesamaan antara orangtua dan anak c. Komunikasi ayah dan anak Komunikasi ayah dan anak mengarah pada perlindungan ayah terhadap anak. Peran ayah adalah memberi informasi dan mengarahkan anak pada pengambilan keputusan. d. Komunikasi ibu dan anak Komunikasi ibu dan anak lebih bersifat pengasuhan. Kecendrungan anak untuk berhubungan dengan ibu adalah pada saat anak merasa kurang sehat atau sedih, maka pada saat peran ibu lebih menonjol. e. Komunikasi anak dan anak yang lainnya. Komunikasi ini terjadi antara satu anak dengan anak yang lain. Anak yang lebih tua lebih berperan sebagai pembimbing daripada anak yang masih muda, dan biasanya karena dipengaruhi oleh tingkatan usia atau faktor kelahiran. Berdasarkan penjelasan mengenai bentuk-bentuk komunikasi dalam keluarga terdiri dari komunikasi yang terjalin antara ayah dan ibu sebagai suami-istri, komunikasi antara orangtua dan

9 40 EMPATHY Vol.I No.1 Desember 2012 anak, komunikasi antara ayah dan anak, komunikasi antara ibu dan anak, dan komunikasi antara anak dengan anak yang lainnya. Metode Pengumpulan Data 1. Skala Asertivitas Skala Asertivitas menurut Alberti & Emmons (2002) disusun berdasarkan aspekaspek asertivitas yang terdiri dari sejumlah aitem yang mengukur kemandirian, ekspresi, pertahanan diri, inisiatif, dan perhatian terhadap hak-hak orang lain. Responden diminta untuk memberikan responnya dalam empat kategori jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Aitem favorable mengandung nilai-nilai positif dan memihak pada objek yang akan diukur, sedangkan aitem unfavorable mengandung nilai-nilai yang negatif dan tidak mendukung objek yang akan diukur. Skor aitem favorable untuk alternatif jawaban Sangat Sesuai (SS) adalah 4, Sesuai (S) adalah 3, Tidak Sesuai (TS) adalah 2, Sangat Tidak Sesuai (STS) adalah 1. Nilai aitem unfavorable untuk alternatif jawaban Sangat Sesuai (SS) adalah 1, Sesuai (S) adalah 2, Tidak Sesuai (TS) adalah 3, Sangat Tidak Sesuai (STS) adalah 4. Koefisien reliabilitas yang diharapkan (rtt) adalah sebesar 0,70. Hal ini didasarkan pada pendapat yang dikemukakan oleh Suryabrata (2005) bahwa untuk kepentingan diagnosis individu hendaknya tes yang digunakan memiliki koefisien reliabilitas 0,90 sedangkan untuk keperluan diagnosis kelompok koefisien reliabilitas 0,70 sudah dianggap memuaskan. Perhitungan penentuan jumlah aitem dilakukan dengan menggunakan formula Spearman-Brown (Suryabrata, 2005), yaitu : Keterangan : r tt = Koefisien reliabilitas skala yang diharapkan r tt = k (r it )² 1 + (k-1) r it ² 0,7 = k (0,3)² 1 + (k-1) (0,3)² 0,7 = 0,09k 1 + (k - 1) 0,09 0,7 = 0,09k 1 + 0,09k 0,09 0,7 = (1+0,09k 0,09) = 0,09k 0,7 + 0,063k 0,063 = 0,09k 0,7 0,063 = 0,09k 0,063k 0,637 = 0,027k k = 0,637 0,027 k = 23,59 ~ 24

10 Astri Miasari 41 r it k = Kualitas aitem (indeks daya beda aitem rata-rata) = Kuantitas aitem Tabel 1 Blue Print awal Skala Asertivitas No Aspek Bobot % Jumlah 1. Kemandirian Ekspresi Pertahanan diri Inisiatif Perhatian terhadap 20 5 hak-hak orang lain Jumlah Skala Komunikasi Positif dalam Keluarga Aspek-aspek komunikasi positif dalam keluarga menurut Ramadhani (2008) yaitu empati, responsif, adanya pesan positif, terbuka dan saling percaya, mendengar secara aktif, adanya pesan optimistik, komunikasi proporsional, tidak adanya sikap menghakimi. Responden diminta untuk memberikan responnya dalam empat kategori jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Aitem favorable mengandung nilai-nilai positif dan memihak pada objek yang akan diukur, sedangkan aitem unfavorable mengandung nilai-nilai yang negatif dan tidak mendukung objek yang akan diukur. Skor aitem favorable untuk alternatif jawaban Sangat Sesuai (SS) adalah 4, Sesuai (S) adalah 3, Tidak Sesuai (TS) adalah 2, Sangat Tidak Sesuai (STS) adalah 1. Nilai aitem unfavorable untuk alternatif jawaban Sangat Sesuai (SS) adalah 1, Sesuai (S) adalah 2, Tidak Sesuai (TS) adalah 3, Sangat Tidak Sesuai (STS) adalah 4. Tabel 2 Blue Print awal Skala Komunikasi Positif dalam Keluarga No Aspek-aspek Komunikasi Positif Bobot % Jumlah 1. Empati 12, Responsif 12, Adanya pesan positif 12, Terbuka dan saling percaya 12, Mendengarkan secara aktif 12, Adanya pesan optimistic 12, Komunikasi proporsional 12, Tidak adanya sikap menghakimi 12,5 4 Jumlah 100% 32

11 42 Hasil Penelitian EMPATHY Vol.I No.1 Desember Deskripsi Data Analisis deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran secara umum mengenai subjek penelitian berdasarkan data dari variabel yang diperoleh dari kelompok subjek yang diteliti dan tidak dimaksudkan untuk pengujian hipotesis (Azwar, 2009). Hasil deskripsi data penelitian dapat diuraikan mengenai nilai mean, nilai minimum, nilai maksimum, dan standar deviasi. No Variabel Tabel 3 Deskripsi Variabel Penelitian Empirik Hipotetik Mean Std Min Max µ σ Min Max 1. Asertivitas 77,68 5, ,5 10, Komunikasi Positif dalam keluarga 103,23 8, , Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa dari sejumlah 66 data penelitian, maka diketahui deskripsi masing-masing variabel sebagai berikut: a. Variabel asertivitas untuk skor empirik, nilai rata-rata 77,68 dengan simpangan baku 5,951, skor terendah 66 dan skor tertinggi 90. Hipotetik untuk asertivitas rata-rata 57,5 dengan simpangan baku 10,83, skor terendah 25 dan skor tertinggi 90. b. Variabel komunikasi positif dalam keluarga untuk skor empirik, nilai rata-rata 103,23 dengan simpangan baku 8,575, skor terendah 84 dan skor tertinggi 124. Hipotetik untuk komunikasi positif dalam keluarga rata-rata 78 dengan simpangan baku 15,33, skor terendah 32 dan skor tertinggi Kategorisasi Berdasarkan data deskriptif, maka dapat dilakukan pengkategorisasikan pada kedua variabel penelitian. Kategorisasi yang akan digunakan adalah kategorisasi jenjang berdasarkan distribusi normal. Kategorisasi Rendah Sedang Tinggi Tabel 4 Norma Kategori Deviasi Standar x < µ - 1 σ µ - 1 σ x < µ + 1 σ x µ + 1 σ Norma kategorisasi tersebut berdasarkan pada skor hipotetik yang dilihat dari nilai mean dan deviasi standar masing-masing variabel.

12 Astri Miasari 43 a. Asertivitas Tabel 5 Kategorisasi Skor Asertivitas Interval Asertivitas Frekuensi Proporsi (%) Kategori x < 47,67-0% Rendah 47,67 x < 68,33 5 7,57% Sedang x 68, ,42% Tinggi Berdasarkan hasil kategorisasi variabel asertivitas dapat diketahui sebagian besar subjek memiliki tingkat asertivitas dalam kategori tinggi yaitu sejumlah 61 siswa atau 92,42% dari 66 subjek penelitian. b. Komunikasi Positif dalam Keluarga Tabel 6 Kategorisasi Skor Komunikasi Positif dalam Keluarga Interval Komunikasi Positif dalam Keluarga Kategori Frekuensi Proporsi (%) x < 62,67-0% Rendah 62,67 x < 93, ,63% Sedang x 93, ,36% Tinggi 3. Uji Asumsi Berdasarkan hasil kategorisasi variabel komunikasi positif dalam keluarga dapat diketahui sebagian besar subjek memiliki komunikasi positif dalam keluarga kategori tinggi yaitu sejumlah 57 siswa atau 86,36% dari 66 subjek penelitian. a. Uji Normalitas Uji normalitas data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Kolmogorov- Smimov Test (KS-Test) dengan hasil sebagai berikut: Tabel 7 Hasil Uji Normalitas Data No Variabel K-S Sig.p Keterangan 1. Asertivitas 0,617 0,841 Sig.p > 0,05; Normal 2. Komunikasi positif dalam keluarga 0,958 0,318 Sig.p > 0,05; Normal

13 44 EMPATHY Vol.I No.1 Desember 2012 Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa sebaran data pada variabel asertivitas berdistribusi normal, demikian pula dengan variabel komunikasi positif dalam keluarga. Hal tersebut dapat dilihat dari uji normalitas yang dilakukan masing-masing variabel dengan melihat nilai sig.p yang dihasilkan oleh setiap variabel lebih besar dari 0, Uji Linearitas Uji linearitas bertujuan untuk memastikan bahwa nilai dari setiap variabel penelitian dapat ditarik lurus yang menunjukkan adanya sebuah hubungan linier antara variabel tersebut. Berdasarkan hasil analisis penelitian dapat diketahui bahwa nilai F pada linearity variabel asertivitas dengan komunikasi positif dalam keluarga 44,142 dan sig.p 0,000 (p<0,05) dan nilai F pada deviation from linearity 0,636 dan sig.p 0,886 (p>0,05) dengan demikian dapat dikatakan bahwa hubungan antara dua variabel adalah linier. 5. Uji Hipotesis Hipotesis yang menyatakan bahwa ada hubungan yang positif antara komunikasi positif dalam keluarga dengan asertivitas pada siswa SMP Negeri 2 Depok diuji dengan menggunakan koefisien korelasi product moment dengan bantuan program SPSS for Windows Release 12,0. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa besarnya koefisien korelasi antara kedua variabel tersebut 0,669 dan p = 0,000 (p < 0,01), maka terdapat korelasi positif yang sangat signifikan antara variabel komunikasi positif dalam keluarga dengan asertivitas pada siswa SMP Negeri 2 Depok dengan peluang kesalahan kurang dari 1% sehingga hipotesis diterima. Peneliti juga melakukan analisis untuk mengetahui berapa sumbangan efektif variabel bebas dalam mempengaruhi variabel tergantung. Hasil analisis menunjukkan bahwa koefisien determinan = 0,447, hal ini menunjukkan bahwa variabel komunikasi positif dalam keluarga memberi sumbangan 44,7 % terhadap variabel asertivitas. PEMBAHASAN Hasil analisis menunjukkan adanya hubungan positif yang sangat signifikan antara variabel bebas yaitu komunikasi positif dalam keluarga dengan variabel tergantung yaitu asertivitas, semakin tinggi komunikasi positif dalam keluarga pada siswa SMP Negeri 2 Depok maka semakin tinggi asertivitasnya, sebaliknya semakin rendah komunikasi positif dalam keluarga pada siswa SMP Negeri 2 Depok semakin rendah pula asertivitasnya. Berdasarkan hasil analisis diketahui pula bahwa besarnya koefisien korelasi antara kedua variabel tersebut 0,669 dan p = 0,000 (p < 0,01). Individu dengan komunikasi positif dalam keluarga yang tinggi dapat diprediksi memiliki asertivitas yang tingi, sedangkan individu dengan komunikasi positif dalam keluarga yang rendah dapat diprediksi memiliki motivasi belajar yang rendah pula. Asertivitas yang tinggi pada siswa disebabkan oleh komunikasi positif dalam keluarga. Alberti dan Emmons (2002) menyatakan orang yang asertif adalah orang yang mudah dipahami oleh orang lain dalam melakukan komunikasi interpersonal, merasa percaya diri, spontan, dan mampu tanpa rasa permusuhan dalam mengungkapkan perasaannya, serta hangat dalam berbicara.

14 Astri Miasari 45 Siswa dapat lebih mudah untuk belajar menjadi individu yang asertif dengan adanya keterbukaan dan sikap saling percaya yang terjalin dalam keluarga. Siswa yang memiliki komunikasi positif dalam keluarga mampu mengambil suatu keputusan, inisiatif dan mampu berkomunikasi secara aktif. Dapat menyatakan rasa tidak setuju, rasa marah, dan mampu menanggapi kritikan, celaan dari orang lain. Siswa yang memiliki hubungan komunikasi positif dalam keluarga dapat mendorong siswa untuk belajar memperhatikan keinginan-keinginan orang lain, dapat bekerja sama, saling membantu untuk menyelesaikan masalah. Pengalaman dalam berinteraksi dengan keluarga juga turut menentukan pola tingkah laku siswa terhadap orang lain dan juga lingkungan sosialnya. Kategorisasi subjek menunjukkan bahwa sebagian besar siswa kelas VII SMP Negeri 2 Depok memiliki tingkat asertivitas yang tinggi sebesar 92,42%, hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa kelas VII SMP Negeri 2 Depok memiliki asertivitas yang baik. Siswa memiliki tingkat komunikasi positif dalam keluarga yang tinggi yaitu sebesar 86,36%, dengan demikian maka komunikasi positif siswa SMP Negeri 2 Depok terhadap keluarga terjalin hubungan yang baik sehingga mampu mengarahkan ke hal-hal yang positif atau baik pula. Peneliti juga melakukan analisis untuk mengetahui berapa sumbangan efektif variabel bebas dalam mempengaruhi variabel tergantung. Hasil analisis menunjukkan bahwa koefisien determinan = 0,447), hal ini menunjukkan bahwa variabel komunikasi positif dalam keluarga memberi sumbangan efektif sebesar 44,7% dalam mempengaruhi asertivitas siswa SMP Negeri 2 depok, sedangkan sisanya 55,3% dipengaruhi oleh faktor-faktor yang lain. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi asertivitas pada siswa yaitu pengalaman pada masa kanak-kanak, jenis kelamin, latar belakang kebudayaan, usia, kepribadian, konsep diri positif, dan situasi sosial. KESIMPULAN Kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan adalah bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara komunikasi positif dalam keluarga dengan asertivitas pada siswa SMP Negeri 2 Depok. Semakin tinggi komunikasi positif yang terjalin dalam keluarga maka semakin tinggi asertivitas yang dimiliki oleh remaja, sebaliknya semakin rendah komunikasi positif yang terjalin dalam keluarga maka semakin rendah asertivitas yang dimiliki oleh remaja. Komunikasi positif dalam keluarga memberi sumbangan efektif sebesar 44,7% dalam mempengaruhi asertivitas siswa SMP Negeri 2 Depok, sedangkan sisanya 55,3% faktor-faktor lain yang mempengaruhi asertivitas. SARAN Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan telah diuraikan di atas, ada beberapa saran yang akan peneliti sampaikan yaitu: 1. Saran teoritis Hasil penelitian ini dapat diambil manfaatnya bagi ilmu Psikologi khususnya dan ilmuilmu lain pada umumnya. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk menyertakan variabel lain selain komunikasi positif dalam keluarga seperti latar belakang kebudayaan, konsep diri positif, jenis kelamin, usia, sehingga dapat diketahui seberapa besar sumbangan variabel tersebut terhadap asertivitas.

15 46 EMPATHY Vol.I No.1 Desember Saran Praktis a. Bagi Sekolah Hasil penelitian ini memberikan pendidikan dan pelatihan yang dapat meningkatkan asertivitas siswa sehingga siswa mampu menggali segala potensi yang dimiliki dan mampu berprestasi dan pada akhirnya memiliki asertivitas yang tinggi dengan cara memberikan pelatihan seperti mengadakan pelatihan peningkatan perilaku asertif pada siswa. b. Bagi Siswa Penelitian ini untuk memahami cara meningkatkan asertivitas, cara berkomunikasi yang baik dan positif, dan dapat memotivasi diri untuk selalu bersikap positif. c. Bagi Keluarga Orang tua dapat menyadari dan memahami peran anak sebagai generasi penerus, sehingga orang tua selalu menjaga komunikasi positif terhadap anak. DAFTAR PUSTAKA Alberti, R. dan Emmons, M Your Perfect Right. Penerjemah Buditjahya. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. DeGenova, M.K. dan Rice, F. P Inimate Relationship, Marriages, and Families, Sixth Edition. New York: Mc Graw-Hill. Indriyati Hubungan antara Komunikasi Orang tua dan Anak dengan Rasa Percaya Diri Putri Awal. Skripsi (tidak diterbitkan). Universitas Muhammadiyah Surakarta.Ninggalih, R Pengaruh Konsep Diri terhadap Perilaku Asertif. index.php?option=com_k2&view=item&id=400:pengaruh (19 juni 2012) Panuju, P. dan Umami, I Psikologi Remaja. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya. Ramadhani, S The Art of Positive Communicating: Mengasah Potensi dan Kepribadian Positif Pada Anak Melalui Komunikasi Positif. Yogyakarta: Bookmarks. Santrock, J. W Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup. Edisi Kelima. Jilid II. Penerjemah Chusairi dan Damanik. Jakarta: Erlangga. Setiono, V dan Pramadi, A Pelatihan Asertivitas dan Peningkatan Asertif pada Siswa- Siswi SMP. Anima. Indonesian Psychology Journal. Vol. 20. No. 2, Sopiah Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Andi offset. Stein, S. J., dan Howard, E Ledakan IQ 15 Prinsip Dasar Kecerdasan Emosional Meraih Sukses. Bandung: Kaifa. Wiryanto Ilmu Komunikasi. Gramedia Widiasarana Indonesia.

PENDAHULUAN. membantu untuk menjalin hubungan kerja sama dan kemampuan memahami individu

PENDAHULUAN. membantu untuk menjalin hubungan kerja sama dan kemampuan memahami individu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sosial, adanya kecenderungan perilaku asertif sangat membantu untuk menjalin hubungan kerja sama dan kemampuan memahami individu lain yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginan dan keinginan, misalnya dalam bersosialisasi dengan lingkungan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA OLEH: RITA SINTHIA ABSTRACT

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA OLEH: RITA SINTHIA ABSTRACT HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA OLEH: RITA SINTHIA ABSTRACT This study was aimed to investigate the relationship between social

Lebih terperinci

KONFORMITAS TEMAN SEBAYA DAN ASERTIVITAS PADA SISWA SMA ISLAM HIDAYATULLAH SEMARANG

KONFORMITAS TEMAN SEBAYA DAN ASERTIVITAS PADA SISWA SMA ISLAM HIDAYATULLAH SEMARANG KONFORMITAS TEMAN SEBAYA DAN ASERTIVITAS PADA SISWA SMA ISLAM HIDAYATULLAH SEMARANG Maharani Mutiara Hati, Imam Setyawan Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto SH Tembalang Semarang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. variabel-variabel yang diambil dalam penelitian ini.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. variabel-variabel yang diambil dalam penelitian ini. BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Untuk menguji hipotesis penelitian, sebelumnya akan dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN, HASIL PENELITIAN, DAN PEMBAHASAN

BAB IV PELAKSANAAN, HASIL PENELITIAN, DAN PEMBAHASAN BAB IV PELAKSANAAN, HASIL PENELITIAN, DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Penelitian Persiapan penelitian dimulai dengan mempersiapkan alat ukur, yaitu menggunakan satu macam skala untuk mengukur self esteem dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berinteraksi dengan manusia lainnya. Masing-masing individu yang berinteraksi akan memberikan respon yang berbeda atas peristiwa-peristiwa

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA Rita Sinthia Dosen Prodi Bimbingan Konseling FKIP Universitas Bengkulu Abstract:This study was

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat korelasional, yaitu penelitian yang digunakan untuk melihat hubungan antara variabel yang diprediksi memiliki hubungan. A. IDENTIFIKASI

Lebih terperinci

Hubungan Antara Konsep Diri Dengan Komunikasi Atasan- Bawahan Karyawan Bagian Weaving Pt. X

Hubungan Antara Konsep Diri Dengan Komunikasi Atasan- Bawahan Karyawan Bagian Weaving Pt. X Hubungan Antara Konsep Diri Dengan Komunikasi Atasan- Bawahan Karyawan Bagian Weaving Pt. X Romdloni Haris email: haris.romdloni13@gmail.com Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Jl. Kapas No.9 Semaki,

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI SIKAP REMAJA TERHADAP PENYALAHGUNAAN OBAT DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI

NASKAH PUBLIKASI SIKAP REMAJA TERHADAP PENYALAHGUNAAN OBAT DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI NASKAH PUBLIKASI SIKAP REMAJA TERHADAP PENYALAHGUNAAN OBAT DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI Oleh : SYAIFUL ANWAR PRASETYO YULIANTI DWI ASTUTI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. numerik dan diolah dengan metode statistika serta dilakukan pada

BAB III METODE PENELITIAN. numerik dan diolah dengan metode statistika serta dilakukan pada BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang merupakan penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Orientasi Kancah Penelitian SMU N 1 Getasan adalah salah satu sekolah yang ada di Desa Sumogawe, Kecamatan Getasan yang beralamat di Jl. Raya Kopeng KM. 08 Getasan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Identifikasi variabel yang terdapat dalam sebuah penelitian berfungsi untuk menentukan alat pengumpulan data dan teknik analisis yang akan

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KEMANDIRIAN DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA YANG TINGGAL DI PANTI ASUHAN YATIM PIATU

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KEMANDIRIAN DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA YANG TINGGAL DI PANTI ASUHAN YATIM PIATU NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KEMANDIRIAN DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA YANG TINGGAL DI PANTI ASUHAN YATIM PIATU Oleh: AMELIA DESTARI SONNY ANDRIANTO FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 KonteksMasalah Keluarga merupakan sebuah kelompok primer yang pertama kali kita masuki dimana didalamnya kita mendapatkan pembelajaran mengenai norma-norma, agama maupun proses sosial

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VII DI MTS AL-HAMID

HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VII DI MTS AL-HAMID HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VII DI MTS AL-HAMID Oleh: Ardiles Delta Asmara 1) Dra. Indira Chanum, M.Psi. 2) Sjenny A. Indrawati, Ed.D. 3) ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

ASERTIVITAS DALAM PEMILIHAN STUDI LANJUT SISWA KELAS XII SMA DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH ORANGTUA NASKAH PUBLIKASI

ASERTIVITAS DALAM PEMILIHAN STUDI LANJUT SISWA KELAS XII SMA DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH ORANGTUA NASKAH PUBLIKASI ASERTIVITAS DALAM PEMILIHAN STUDI LANJUT SISWA KELAS XII SMA DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH ORANGTUA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. terhadap data serta penampilan dari hasilnya.

BAB III METODE PENELITIAN. terhadap data serta penampilan dari hasilnya. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan penelitian kuantitatif, seperti yang dijelaskan oleh Arikunto (006. 1) bahwa penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa MA Boarding School Amanatul

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa MA Boarding School Amanatul BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subyek Subyek dalam penelitian ini adalah siswa MA Boarding School Amanatul Ummah Surabaya. Siswa MA Boarding School Amanatul Ummah Surabaya kelas XI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode kuantitatif, yaitu metode yang menekankan analisis pada data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika

Lebih terperinci

TINGKAT KEMAMPUAN ASERTIF PESERTA DIDIK DI SMA NEGERI 1 IX KOTO KABUPATEN DHARMASRAYA ABSTRACT

TINGKAT KEMAMPUAN ASERTIF PESERTA DIDIK DI SMA NEGERI 1 IX KOTO KABUPATEN DHARMASRAYA ABSTRACT 1 TINGKAT KEMAMPUAN ASERTIF PESERTA DIDIK DI SMA NEGERI 1 IX KOTO KABUPATEN DHARMASRAYA Erni Walini 1, Alfaiz 2, Hafiz Hidayat 2 1 Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP PGRI Sumatera Barat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara BAB II LANDASAN TEORI A. Harga Diri 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara positif atau negatif (Santrock, 1998). Hal senada diungkapkan oleh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Orientasi Kancah Penelitian Subjek penelitian ini adalah anggota dari kelompokkelompok game yang bermain Ayo Dance di Salatiga, tepatnya anggota Narciz Community

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Perbandingan Fear of Success dengan Jenis Kelamin. Gender

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Perbandingan Fear of Success dengan Jenis Kelamin. Gender BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Subjek Peneliti akan menguraikan tentang gambaran umum subjek berdasarkan jenis kelamin. Kemudian menjelaskan secara deskriptif dengan di sertai

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. penelitian. Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa baru tahun

BAB IV PEMBAHASAN. penelitian. Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa baru tahun BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek Penelitian ini adalah penelitian populasi, sehingga tidak digunakan sampel untuk mengambil data penelitian. Semua populasi dijadikan subyek penelitian. Subyek dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Variabel bebas (Independent Variable) adalah variabel yang. variabel bebasnya adalah pola asuh orang tua.

BAB III METODE PENELITIAN. Variabel bebas (Independent Variable) adalah variabel yang. variabel bebasnya adalah pola asuh orang tua. 44 BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional 1) Variabel Widoyoko (2014) Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang menjadi objek pengamatan penelitian. Variabel bebas (Independent

Lebih terperinci

Hubungan antara Perilaku Asertif dengan Penyesuaian Diri pada Siswa Kelas X Asrama SMA MTA Surakarta

Hubungan antara Perilaku Asertif dengan Penyesuaian Diri pada Siswa Kelas X Asrama SMA MTA Surakarta Hubungan antara Perilaku Asertif dengan Penyesuaian Diri pada Siswa Kelas X Asrama SMA MTA Surakarta The Relationship Assertive Behavior with Adjustment in Class X s Student SMA MTA Surakarta Boarding

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN Hasil penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara asertivitas dengan perilaku seksual pranikah dengan menggunakan teknik analisis korelasi Product Moment. Sebelum melakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. hubungan antar variable yang digunakan dalam penelitian ini. Variable-variable

BAB III METODE PENELITIAN. hubungan antar variable yang digunakan dalam penelitian ini. Variable-variable 41 BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional 1. Identifikasi Variabel Dalam penelitian ini, korelasi (hubungan) digunakan untuk melihat hubungan antar variable yang digunakan dalam

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG Rheza Yustar Afif Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soeadarto, SH, Kampus Undip Tembalang,

Lebih terperinci

ASERTIVITAS DITINJAU DARI KEMANDIRIAN DAN JENIS KELAMIN PADA REMAJA AWAL KELAS VIII DI SMPN 1 SEMARANG

ASERTIVITAS DITINJAU DARI KEMANDIRIAN DAN JENIS KELAMIN PADA REMAJA AWAL KELAS VIII DI SMPN 1 SEMARANG ASERTIVITAS DITINJAU DARI KEMANDIRIAN DAN JENIS KELAMIN PADA REMAJA AWAL KELAS VIII DI SMPN 1 SEMARANG Yuke Hasnabuana 1, Dian Ratna Sawitri 2 1,2 Fakultas Psikologi,Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif. Yakni penelitian dengan pendekatan kuantitatif menekankan analisisnya pada pola-pola numerikal (angka)

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN. A. Orientasi Kancah dan Persiapan Penelitian

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN. A. Orientasi Kancah dan Persiapan Penelitian 37 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN A. Orientasi Kancah dan Persiapan Penelitian 1. Orientasi Kancah Penelitian ini dilakukan di dua lokasi yaitu di kampus program studi Teknik Sipil Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian dapat diklasifikasikan dari berbagai cara dan sudut pandang. Dilihat dari pendekatan analisisnya, penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 47 BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian Syarat utama sebelum melakukan sebuah penelitian adalah menentukan variabel-variabel penelitian agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional mengharapkan upaya pendidikan formal di sekolah mampu membentuk pribadi peserta didik menjadi manusia yang sehat dan produktif. Pribadi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Desain Penelitian. penelitian antara dua kelompok penelitian.adapun yang dibandingkan adalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Desain Penelitian. penelitian antara dua kelompok penelitian.adapun yang dibandingkan adalah BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian komparasi atau perbedaan, yaitu jenis penelitian yang bertujuan untuk membedakan atau membandingkan hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. Setiap kegiatan penelitian tentu memusatkan perhatiannya pada beberapa

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. Setiap kegiatan penelitian tentu memusatkan perhatiannya pada beberapa BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Setiap kegiatan penelitian tentu memusatkan perhatiannya pada beberapa fenomena atau gejala utama dan pada beberapa fenomena lain yang relevan. Dalam

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SECURE ATTACHMENT DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA REMAJADI SMAN 2 PADANG. Winda Sari Isna Asyri Syahrina

HUBUNGAN ANTARA SECURE ATTACHMENT DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA REMAJADI SMAN 2 PADANG. Winda Sari Isna Asyri Syahrina HUBUNGAN ANTARA SECURE ATTACHMENT DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA REMAJADI SMAN 2 PADANG Winda Sari Isna Asyri Syahrina Fakultas Psikologi Universitas Putra Indonesia ABSTRAK Tujuan penelitian ini

Lebih terperinci

GAMBARAN KETERBUKAAN DIRI (Studi Deskriptif pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 48 Jakarta) Dwiny Yusnita Sari 1 Wirda Hanim 2 Dharma Setiawaty R.

GAMBARAN KETERBUKAAN DIRI (Studi Deskriptif pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 48 Jakarta) Dwiny Yusnita Sari 1 Wirda Hanim 2 Dharma Setiawaty R. 51 GAMBARAN KETERBUKAAN DIRI (Studi Deskriptif pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 48 Jakarta) Dwiny Yusnita Sari 1 Wirda Hanim 2 Dharma Setiawaty R. 3 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam eksperimen ini peneliti menggunakan dua variabel, yang. terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat, yaitu:

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam eksperimen ini peneliti menggunakan dua variabel, yang. terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat, yaitu: BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Dalam eksperimen ini peneliti menggunakan dua variabel, yang terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat, yaitu: 1. Variabel bebas (Independent Variabel),

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif yaitu penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data numeric

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif yaitu penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data numeric BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data numeric (angka)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Penelitian. melakukan uji coba (try out) kepada mahasiswa Psikologi Universitas Islam Riau

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Penelitian. melakukan uji coba (try out) kepada mahasiswa Psikologi Universitas Islam Riau BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Penelitian Persiapan penelitian dimulai dengan pengumpulan data yang diawali dengan melakukan uji coba (try out) kepada mahasiswa Psikologi Universitas Islam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dengan penelitian yang akan dilakukan. Dalam penelitian ini, peneliti

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dengan penelitian yang akan dilakukan. Dalam penelitian ini, peneliti BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Dalam melakukan penelitian, metode penelitian sangat erat kaitannya dengan penelitian yang akan dilakukan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KONSEP DIRI PADA REMAJA

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KONSEP DIRI PADA REMAJA NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KONSEP DIRI PADA REMAJA JULI SUSANTI SUKARTI PRODI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Tabel 8 Distribusi sampel penelitian berdasarkan Usia Usia Jumlah (N) Persentase (%) TOTAL

BAB IV PEMBAHASAN. Tabel 8 Distribusi sampel penelitian berdasarkan Usia Usia Jumlah (N) Persentase (%) TOTAL BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Subyek Subyek dalam penelitian ini adalah pasien diabetes melitus tipe 2 yang melakukan rawat jalan di RSUD dr. H. Slamet Martodirdjo, Kabupaten Pamekasan. Selanjutnya akan

Lebih terperinci

INTUISI Jurnal Ilmiah Psikologi

INTUISI Jurnal Ilmiah Psikologi INTUISI 7 (1) (2015) INTUISI Jurnal Ilmiah Psikologi http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/intuisi HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TERHADAP METODE MENGAJAR GURU MATEMATIKA DENGAN MINAT BELAJAR MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. peneliti memperoleh jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan penelitiannya.

BAB III METODE PENELITIAN. peneliti memperoleh jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan penelitiannya. BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Menurut Kerlinger (2000:483) rancangan penelitian merupakan rencana dan stuktur penyelidikan yang disusun sedemikian rupa sehingga peneliti memperoleh

Lebih terperinci

KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL ANTARA REMAJA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN DENGAN YANG TINGGAL BERSAMA KELUARGA

KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL ANTARA REMAJA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN DENGAN YANG TINGGAL BERSAMA KELUARGA KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL ANTARA REMAJA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN DENGAN YANG TINGGAL BERSAMA KELUARGA Virgia Ningrum Fatnar, Choirul Anam Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan virgia_nfatnar@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti akan membahas mengenai laporan pelaksanaan penelitian yang terdiri dari gambaran umum subjek, hasil uji validitas dan reliabilitas, uji normalitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang banyak

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KESEPIAN PADA REMAJA (STUDI KORELASI PADA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 SEMARANG)

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KESEPIAN PADA REMAJA (STUDI KORELASI PADA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 SEMARANG) HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KESEPIAN PADA REMAJA (STUDI KORELASI PADA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 SEMARANG) Gea Lukita Sari 1, Farida Hidayati 2 1,2 Fakultas Psikologi,Universitas Diponegoro Jl.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 46 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif, yang suatu penelitian dituntut menggunakan angka mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang menguraikan tentang variabel penelitian, definisi operasional, metodologi pengumpulan data, validitas dan reliabilitas alat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan data berupa angka-angka yang kemudian dianalisa.

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan data berupa angka-angka yang kemudian dianalisa. BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian yang bersifat kuantitatif, karena menggunakan data berupa angka-angka yang kemudian dianalisa. Penelitian kuantitatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. serta kebutuhan memungkinkan terjadinya konflik dan tekanan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. serta kebutuhan memungkinkan terjadinya konflik dan tekanan yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Menghadapi lingkungan yang memiliki perbedaan pola pikir, kepribadian serta kebutuhan memungkinkan terjadinya konflik dan tekanan yang dapat menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini dapat diklasifikasikan ke dalam penelitian pendekatan kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang menggunakan data yang dinyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

EFIKASI DIRI, DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN SELF REGULATED LEARNING PADA SISWA KELAS VIII. Abstract

EFIKASI DIRI, DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN SELF REGULATED LEARNING PADA SISWA KELAS VIII. Abstract EFIKASI DIRI, DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN SELF REGULATED LEARNING PADA SISWA KELAS VIII Nobelina Adicondro & Alfi Purnamasari Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Jalan Kapas No. 9 Yogyakarta alfi_purnamasari@yahoo.com.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Uji Coba Alat Ukur Penelitian 4.1.1. Persiapan Uji Coba Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua buah skala berupa skala regulasi emosi yaitu kuesioner AERQ (Academic

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertanyaan tersebut dapat dinyatakan tanpa berbelit-belit dan dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertanyaan tersebut dapat dinyatakan tanpa berbelit-belit dan dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Asertif 1. Pengertian Asertif menurut Corey (2007) adalah ekspresi langsung, jujur dan pada tempatnya dari pikiran, perasaan, kebutuhan, atau hak-hak seseorang tanpa

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Uji Asumsi Uji asumsi harus terlebih dahulu dilakukan sebelum melakukan uji hipotesis. Uji asumsi ini terdiri dari uji normalitas, uji linieritas, dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Pengertian Perilaku Asertif Perilaku assertif adalah perilaku antar perorangan yang melibatkan aspek kejujuran dan keterbukaan pikiran dan perasaan. Perilaku assertif

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Menurut Babbie (Prasetyo, 2005) rancangan penelitian adalah mencatat perencanaan dari cara berfikir dan merancang suatu strategi untuk menemukan sesuatu.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional. Metode korelasional yaitu suatu cara untuk menemukan hubungan antara variabel-variabel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pola asuh otoriter) dan variabel terikat (perilaku bullying) sehingga

BAB III METODE PENELITIAN. pola asuh otoriter) dan variabel terikat (perilaku bullying) sehingga 35 BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional 1. Identifikasi Variabel Variabel penelitian adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Pada hakekatnya penelitian merupakan wadah untuk mencari kebenaran atau untuk memberikan kebenaran. Usaha untuk mengejar kebenaran dilakukan oleh para

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. definisi operasional variabel penelitian, populasi, sampel dan sampling, metode

BAB III METODE PENELITIAN. definisi operasional variabel penelitian, populasi, sampel dan sampling, metode BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian ini diuraikan mengenai identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi, sampel dan sampling, metode pengumpulan data, validitas

Lebih terperinci

Hubungan antara Berpikir Positif dengan Penerimaan Diri pada Remaja Penyandang Cacat Tubuh Akibat Kecelakaan

Hubungan antara Berpikir Positif dengan Penerimaan Diri pada Remaja Penyandang Cacat Tubuh Akibat Kecelakaan Hubungan antara Berpikir Positif dengan Penerimaan Diri pada Remaja Penyandang Cacat Tubuh Akibat Kecelakaan Fatwa Tentama Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta Abstract : The purpose

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini ada dua variabel yang akan diteliti, yaitu:

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini ada dua variabel yang akan diteliti, yaitu: BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Dalam penelitian ini ada dua variabel yang akan diteliti, yaitu: 1. Variabel bebas : locus of control, terbagi dua yaitu locus of control internal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. JENIS PENELITIAN Penelitian merupakan rangkaian kegiatan ilmiah dalam rangka pemecahan suatu masalah. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif korelasional,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. 1) Variabel Terikat (Dependent): Konflik Kerja (Y)

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. 1) Variabel Terikat (Dependent): Konflik Kerja (Y) BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian Korelasi (hubungan) dalam penelitian ini, digunakan untuk melihat hubungan antar variabel yang digunakan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

Nomer : Jenis Kelamin : Kuliah di : Usia : Asal daerah : Tempat tinggal di Semarang : PETUNJUK PENGISIAN

Nomer : Jenis Kelamin : Kuliah di : Usia : Asal daerah : Tempat tinggal di Semarang : PETUNJUK PENGISIAN Nomer : Jenis Kelamin : Kuliah di : Usia : Asal daerah : Tempat tinggal di Semarang : PETUNJUK PENGISIAN 1. Bacalah pernyataan-pernyataan pada lembar berikut, kemudian jawablah dengan sungguh-sungguh sesuai

Lebih terperinci

SELF ESTEEM KORBAN BULLYING (Survey Kepada Siswa-siswi Kelas VII SMP Negeri 270 Jakarta Utara)

SELF ESTEEM KORBAN BULLYING (Survey Kepada Siswa-siswi Kelas VII SMP Negeri 270 Jakarta Utara) Self Esteem Korban Bullying 115 SELF ESTEEM KORBAN BULLYING (Survey Kepada Siswa-siswi Kelas VII SMP Negeri 270 Jakarta Utara) Stefi Gresia 1 Dr. Gantina Komalasari, M. Psi 2 Karsih, M. Pd 3 Abstrak Tujuan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Peran Orang Tua 2.1.1. Definisi Peran Orang Tua Qiami (2003) menjelaskan bahwa orangtua adalah unsur pokok dalam pendidikan dan memainkan peran penting dan terbesar dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Variabel Tergantung : Kecemasan sebelum berlomba Variabel Bebas : Dukungan sosial B. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Kecemasan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA SISWA KELAS XI SMA KESATRIAN 2 SEMARANG. Benyamin Obaja Ginting, Achmad Mujab Masykur* 1

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA SISWA KELAS XI SMA KESATRIAN 2 SEMARANG. Benyamin Obaja Ginting, Achmad Mujab Masykur* 1 HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA SISWA KELAS XI SMA KESATRIAN 2 SEMARANG Benyamin Obaja Ginting, Achmad Mujab Masykur* 1 Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Gk.rePot.Si@gmail.com

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. laki-laki dan perempuan. Responden siswa laki-laki sebanyak 37 siswa atau 60 %.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. laki-laki dan perempuan. Responden siswa laki-laki sebanyak 37 siswa atau 60 %. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Data Diri Responden Jumlah responden berdasarkan jenis kelamin, terdiri atas responden siswa laki-laki dan perempuan. Responden siswa laki-laki sebanyak 37 siswa

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KESTABILAN EMOSI DENGAN SCHOOL STRESS PADA PESERTA DIDIK RELATIONSHIP BETWEEN EMOTIONAL STABILITY WITH SCHOOL STRESS ON THE STUDENTS

HUBUNGAN ANTARA KESTABILAN EMOSI DENGAN SCHOOL STRESS PADA PESERTA DIDIK RELATIONSHIP BETWEEN EMOTIONAL STABILITY WITH SCHOOL STRESS ON THE STUDENTS HUBUNGAN ANTARA KESTABILAN EMOSI DENGAN SCHOOL STRESS PADA PESERTA DIDIK RELATIONSHIP BETWEEN EMOTIONAL STABILITY WITH SCHOOL STRESS ON THE STUDENTS Oleh : Surya Wahyu Kusuma*) Suwarti**) ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Persiapan Penelitian. pelaksanaan penelitian, adapun tahap yang dilakukan adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Persiapan Penelitian. pelaksanaan penelitian, adapun tahap yang dilakukan adalah sebagai berikut: BAB IV HASIL PENELITIAN A. Persiapan Penelitian Tahap persiapan penelitian merupakan tahap yang dilakukan sebelum pelaksanaan penelitian, adapun tahap yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Orientasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika (Azwar,

BAB III METODE PENELITIAN. data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika (Azwar, BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian kuantitif. Penelitian kuantitatif menekankan analisisnya pada data-data numerikal

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN. A. Orientasi Kancah dan Persiapan. kecerdasan emosi dengan kecenderungan perilaku bullying pada siswa

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN. A. Orientasi Kancah dan Persiapan. kecerdasan emosi dengan kecenderungan perilaku bullying pada siswa 31 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN A. Orientasi Kancah dan Persiapan 1. Orientasi Kancah Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan emosi dengan kecenderungan perilaku

Lebih terperinci

Jurnal SPIRITS, Vol.6, No.1, November ISSN:

Jurnal SPIRITS, Vol.6, No.1, November ISSN: MOTIVASI MEMBELI PRODUK PEMUTIH WAJAH PADA REMAJA PEREMPUAN Maria Sriyani Langoday Flora Grace Putrianti, S.Psi., M.Si Abstract The purpose of this study is to determine the relationship of self-concept

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan terbesar yang dihadapi siswa adalah masalah yang berkaitan dengan prestasi, baik akademis maupun non akademis. Hasil diskusi kelompok terarah yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian kuantitatif dan (b). Penelitian kualitatif (Azwar, 2007: 5). Dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian kuantitatif dan (b). Penelitian kualitatif (Azwar, 2007: 5). Dalam 49 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian dapat diklasifikasikan dari berbagai cara dan sudut pandang. Dilihat dari pendekatan analisisnya, penelitian dibagi atas dua macam, yaitu:

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. data dan mengkorelasikan variabel tanpa melakukan treatmen selama

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. data dan mengkorelasikan variabel tanpa melakukan treatmen selama BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan metode penelitian deskriptif korelasional, di sini penulis hanya bermaksud untuk mengumpulkan data dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dalam bentuk penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dalam bentuk penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dalam bentuk penelitian korelasional yaitu penelitian yang bertujuan menggambarkan secara sistematik dan akurat

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONFORMITAS DENGAN KEMATANGAN EMOSI PADA REMAJA. Gani Tri Utomo H. Fuad Nashori INTISARI

HUBUNGAN KONFORMITAS DENGAN KEMATANGAN EMOSI PADA REMAJA. Gani Tri Utomo H. Fuad Nashori INTISARI HUBUNGAN KONFORMITAS DENGAN KEMATANGAN EMOSI PADA REMAJA Gani Tri Utomo H. Fuad Nashori INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konformitas dengan kematangan emosi pada remaja.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. Variabel independent (X) : Iklim Organisasi

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. Variabel independent (X) : Iklim Organisasi 31 BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Identifikasi Variabel Penelitian Penelitian ini menguji hubungan variabel x dan y, kedua variabel tersebut adalah sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional 1. Identitas Variabel Variabel merupakan suatu yang dapat berubah-ubah dan mempunyai nilai yang berbeda-beda, menurut (Sugioyo, 2001), variabel

Lebih terperinci

PENGARUH PELATIHAN RESILIENSI TERHADAP PERILAKU ASERTIF PADA REMAJA. Vita Ristinawati Irwan Nuryana K INTISARI

PENGARUH PELATIHAN RESILIENSI TERHADAP PERILAKU ASERTIF PADA REMAJA. Vita Ristinawati Irwan Nuryana K INTISARI PENGARUH PELATIHAN RESILIENSI TERHADAP PERILAKU ASERTIF PADA REMAJA Vita Ristinawati Irwan Nuryana K INTISARI Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh pelatihan resiliensi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 1 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan skala psikologis, istrumen skala psikologis ini berjumlah tiga skala. Subyek penelitian adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian korelasional. Arikunto (2003) mengemukakan bahwa penelitian korelasional bertujuan untuk menemukan ada tidaknya

Lebih terperinci

THE RELATIONSHIP BETWEEN SELF-CONCEPT WITH ASSERTIVENESS IN CLASS X STUDENTS KESATRIAN 2 SENIOR HIGH SCHOOL SEMARANG

THE RELATIONSHIP BETWEEN SELF-CONCEPT WITH ASSERTIVENESS IN CLASS X STUDENTS KESATRIAN 2 SENIOR HIGH SCHOOL SEMARANG THE RELATIONSHIP BETWEEN SELF-CONCEPT WITH ASSERTIVENESS IN CLASS X STUDENTS KESATRIAN 2 SENIOR HIGH SCHOOL SEMARANG Faculty of Psychology Diponegoro University Anindyta Pusparani, Achmad Mujab Masykur*

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. angka-angka dari mulai pengumpulan data, penafsiran terhadap data, serta. penampilan dari hasilnya (Arikunto, 2006; 12).

BAB III METODE PENELITIAN. angka-angka dari mulai pengumpulan data, penafsiran terhadap data, serta. penampilan dari hasilnya (Arikunto, 2006; 12). BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang dalam prosesnya banyak menggunakan angka-angka

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif komparatif, yakni jenis

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif komparatif, yakni jenis 19 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Menurut Arikunto (2002) desain penelitian merupakan serangkaian proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Penelitian ini merupakan

Lebih terperinci