KOLABORASI TB-HIV PELATIHAN BAGI PETUGAS KTS DAN PDP MODUL G:

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KOLABORASI TB-HIV PELATIHAN BAGI PETUGAS KTS DAN PDP MODUL G:"

Transkripsi

1 KOLABORASI TB-HIV PELATIHAN BAGI PETUGAS KTS DAN PDP MODUL G: MONITORING DAN EVALUASI KEGIATAN KOLABORASI TB-HIV DI SARANA PELAYANAN KESEHATAN Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan RI 2009

2 DAFTAR ISI: I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan Pembelajaran Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)... 2 II. MATERI PEMBELAJARAN... 2 A. Pengertian Umum Monitoring & Evaluasi... 2 B. Pencatatan & Pelaporan Kegiatan Kolaborasi TB-HIV di sarana pelayanan kesehatan Formulir Pencatatan Pelaporan Mekanisme Pencatatan Pelaporan... 4 C. Indikator Kegiatan Kolaborasi TB-HIV di tingkat sarana pelayanan kesehatan... 8 D. Indikator Hasil Pengobatan TB... Error! Bookmark not defined. E. Surveilans HIV di antara Pasien TB Surveilans berdasarkan data rutin Survei periodik (survei khusus) Survei sentinel

3 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seperti telah dijelaskan pada modul sebelumnya, cepatnya pertumbuhan epidemi HIV tentunya akan mengakibatkan peningkatan jumlah pasien TB. Di beberapa negara di Afrika dengan prevalensi HIV tinggi, meskipun program penannggulangan TB dengan strategi DOTS dilaksanakan secara baik, namun jumlah pasien TB tetap meningkat. Hal ini menjelaskan bahwa HIV menyulut epidemi TB. Dilain pihak, TB merupakan penyebab utama kematian pada ODHA. Angka kesakitan dan kematian TB yang tinggi pada ODHA menjadikan kegiatan penemuan kasus, pengobatan dan pencegahan TB sebagai prioritas pada program penanggulangan HIV. Kerjasama erat antara program penanggulangan TB dan HIV sangat diperlukan dalam upaya memperbaiki layanan diagnosis, perawatan dan pencegahan bagi orang yang hidup dengan HIV dan TB. Kerjasama ini perlu dilaksanakan segera, secara efektif dan terkoordinasi. Namun hal itu tidak berarti dengan membentuk suatu program TB-HIV tersendiri, tapi dengan kerjasama (kolaborasi) yang baik dari kedua program penanggulangan TB dan HIV yang sudah ada dengan membangun sinergi, mencegah tumpang-tindih (overlap) dan saling mengisi dalam penyediaan layanan. Kegiatan kolaborasi TB-HIV bertujuan menurunkan beban penyakit dalam masyarakat dengan cara memperluas bidang layanan program TB dan program HIV serta memperbaiki mutu layanan. Untuk itu, dari waktu ke waktu, sumber-daya yang dialokasikan untuk kegiatan kolaborasi TB-HIV meningkat. Sehubungan dengan itu, kebutuhan untuk melakukan pemantauan (monitoring) dan penilaian (evaluasi) dari kegiatan kolaborasi tersebut menjadi meningkat. Monitoring dan evaluasi, atau sering disingkat dengan monev atau M&E, sangat berguna untuk penyusunan rencana kedepan serta perbaikan kegiatan kolaborasi tersebut. Kita perlu menunjukan bagaimana program kolaborasi berhasil maju menuju tujuan atau, jika tidak/kurang berhasil, perlu ditentukan apa penyebabnya untuk dicari jalan keluarnya (dikenal sebagai perbaikan program berdasar evidence). Supaya monev dapat dilaksanakan dengan baik, diperlukan suatu sistem pencatatan pelaporan yang baku sehingga data yang dikumpulkan dan diolah dapat dianalisa secara baik dan memudahkan interpretasinya. Untuk menilai kemajuan atau keberhasilan kegiatan digunakan beberapa indikator yang baku. Perhitungan indikator selain untuk menilai kinerja program baik di tingkat sarana pelayanan kesehatan itu sendiri maupun secara nasional, juga untuk melihat perbedaan dari tempat yang satu dengan yang lain serta kecenderungannya (surveilans). Dalam modul ini anda akan mempelajari untuk memahami bagaimana melaksanakan monev kegiatan kolaborasi TB-HIV. 1

4 B. Tujuan Pembelajaran 1. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) Setelah selesai mempelajari materi peserta latih mampu melaksanakan monitoring & evaluasi kegiatan TB-HIV di tingkat sarana pelayanan kesehatan. 2. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) Setelah selesai mempelajari materi peserta latih mampu: a. Menjelaskan pengertian umum monitoring & evaluasi b. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan kegiatan kolaborasi TB-HIV di Sarana Pelayanan kesehatan c. Menghitung dan menganalisis indikator kegiatan Kolaborasi TB-HIV di Sarana Pelayanan kesehatan d. Menjelaskan surveilans HIV di antara pasien TB II. MATERI PEMBELAJARAN A. Pengertian Umum Monitoring & Evaluasi Monitoring dan Evaluasi (M&E) mempunyai peranan penting dalam setiap manajemen program untuk memastikan bahwa sumber daya yang dialokasikan digunakan dengan sebaik-baiknya dan kegiatannya dilaksanakan seperti yang direncanakan, sehingga dengan demikian tujuan program dapat tercapai. Jadi, M&E ini bermaksud untuk membantu penggunaan dari sumber daya manusia dan finansial secara efektif dan efisien demi untuk pencapaian tujuan program. Monitoring merupakan pengamatan rutin terhadap layanan dan kinerja program dengan cara menganalisis informasi baik dari masukan (input), proses dan luaran (output) yang dikumpulkan secara berkala dan terus menerus. Maksud dari monitoring adalah untuk dapat segera mendeteksi bila ada masalah dalam pelaksanaan kegiatan supaya dapat dilakukan tindakan perbaikan segera (corrective-action). Monitoring dapat dilakukan dengan cara: - menelaah data dari pencatatan pelaporan dan sistem surveilans, - pengamatan langsung (misalnya observasi pada waktu supervisi), serta - wawancara dengan petugas pelaksana maupun dengan masyarakat sasaran. Hasil monitoring ini juga dapat berguna untuk bahan evaluasi. 2

5 Evaluasi adalah penilaian secara berkala dari kegiatan program dengan menggunakan data monitoring dan indikator lainnya yang tidak/belum tercakup pada sistem informasi rutin. Biasanya evaluasi ini dilakukan pada akhir periode kegiatan/program, misalnya setahun sekali. Bila perlu dapat juga dilakukan pada pertengahan periode (mid-term evaluation). Dengan evaluasi dapat dinilai sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dapat berhasil dicapai; dan kalau belum berhasil dicapai apa penyebabnya. Hasil evaluasi sangat berguna untuk kepentingan perencanaan program ke depan. Untuk kepentingan sendiri, M&E biasanya dapat dilakukan sendiri oleh petugas TB atau petugas HIV. Tetapi pada keadaan tertentu, misalnya untuk penilaian atau kajian suatu program kolaborasi TB-HIV mungkin diperlukan bantuan ahli atau konsultan dari luar. B. Pencatatan & Pelaporan Kegiatan Kolaborasi TB-HIV di sarana pelayanan kesehatan Salah satu komponen penting dari M&E yaitu pencatatan dan pelaporan, dengan maksud mendapatkan data untuk diolah, dianalisis, diinterpretasi, disajikan dan disebarluaskan untuk dimanfaatkan. Data yang dikumpulkan harus valid (akurat, lengkap dan tepat waktu) sehingga memudahkan dalam pengolahan dan analisis. Petugas sarana pelayanan kesehatan sangat berperan dalam pencatatan data secara akurat dan lengkap tersebut. Data kolaborasi TB-HIV diperoleh dari pencatatan di sarana pelayanan kesehatan dengan menggunakan satu sistem yang baku, dan terintegrasi dalam sistem pencatatan program TB dan HIV yang sudah ada. 1. Formulir Pencatatan Pelaporan Formulir yang dipergunakan dalam program TB dan HIV di tingkat sarana pelayanan kesehatan (Puskesmas, Rumah Sakit, BP4, klinik dan dokter praktek swasta dll) adalah sebagai berikut: 1.1. Formulir HIV Ikhtisar perawatan HIV & Terapi Antiretroviral (ART) Register Pra ART Register ART. Laporan Bulanan Perawatan HIV & ART. Formulir VCT (Formulir Dokumen VCT Klien, Formulir VCT Pra Testing HIV, Formulir VCT Pasca Testing HIV, dll) 3

6 1.2. Formulir TB Daftar tersangka pasien (suspek) yang diperiksa dahak SPS (TB.06). Formulir permohonan laboratorium TB untuk pemeriksaan dahak (TB.05). Register Laboratorium TB (TB.04). Kartu pengobatan pasien TB (TB.01). Kartu identitas pasien TB (TB.02). Register TB UPK (TB.03 UPK) Formulir rujukan/pindah pasien (TB.09). Formulir hasil akhir pengobatan dari pasien TB pindahan (TB.10) Formulir rujukan untuk klien 2. Mekanisme Pencatatan Pelaporan Pencatatan pelaporan di klinik KTS / PDP didasarkan pada alur kunjungan pasien, yaitu: Untuk pasien TB rujukan dari unit DOTS Untuk pasien TB yang bukan rujukan dari unit DOTS 2.1. Untuk pasien TB rujukan dari unit DOTS: Pasien TB di Unit DOTS yang memiliki perilaku berisiko HIV akan dirujuk ke klinik KTS dengan menggunakan formulir rujukan klien (kolaborasi TB-HIV) untuk dilakukan pre test konseling Bila pasien TB tersebut hasil test HIV positif, maka: Hasil test dicatat di ikhtisar perawatan HIV dan terapi ART, register pra ART, register ART dan laporan bulanan perawatan HIV & ART Pasien tersebut dirujuk ke klinik PDP untuk ART. Klinik PDP meneruskan pengobatan TB dari pasien tersebut (OAT berasal dari unit DOTS) dan meneruskan pencatatan kartu pengobatan pasien TB (TB 01). Setiap triwulan wasor TB kabupaten/kota meregister pasien TB-HIV pada Register Kabupaten/ Kota (TB 03) Bila pasien TB tersebut hasil test HIV negatif, maka: Hasil test tersebut dicatat di Formulir Dokumen VCT Klien. Pasien dirujuk kembali ke unit DOTS. Petugas TB (unit DOTS) mencatat hasil test HIV di kartu pengobatan pasien TB (TB 01) Pengobatan TB terus dilakukan di unit DOTS; dan petugas TB tetap memantau keadaan pasien TB yang memiliki risiko HIV karena status window period. Bila pasien TB tersebut menunjukan tanda klinis HIV, rujuk kembali ke klinik KTS. 4

7 Bila hasil test HIV positif maka pasien dirujuk ke klinik PDP (seperti mekanisme pada butir a) diatas) Bila hasil test HIV negatif maka pengobatan TB tetap dilakukan di unit DOTS dengan tetap memantau keadaan pasien TB yang memiliki risiko HIV. Setiap triwulan wasor TB kabupaten/kota meregister pasien TB pada Register TB Kabupaten/ Kota (TB 03) Untuk pasien TB yang bukan rujukan dari unit DOTS: Dalam modul C telah dijelaskan bahwa semua klien yang berkunjung ke klinik KTS, secara berkala harus diskrining gejala suspek TB. Dalam modul D telah dijelaskan bahwa gejala suspek TB adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk tersebut dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, nyeri dada, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, dan berkeringat malam hari. Jadi, semua klien (baik hasil test HIV positif maupun negatif) yang mempunyai gejala suspek TB harus dilakukan pemeriksaan dahak dan/atau pemeriksaan lainnya untuk penegakan diagnosis TB. Pencatatan dari kegiatan ini adalah sebagai berikut: a) Klien dengan hasil test HIV negatif dengan gejala dicurigai TB, maka : Lakukan pemeriksaan untuk menegakan diagnosis TB. Bila fasilitas tersedia lakukan pemeriksaan dahak BTA. Bila tidak, klien dirujuk ke unit DOTS untuk diagnosis TB. Bila pemeriksaan dahak dilakukan di klinik KTS, pemeriksaan tersebut dicatat pada buku register tersangka TB (TB-06). Bila pasien didiagnosis TB, pengobatan TB dilakukan di unit DOTS, dan petugas TB mencatat di kartu pengobatan pasien TB (TB 01). Petugas TB tetap memantau keadaan pasien TB dengan risiko HIV karena status window period. - Bila pasien TB menunjukan tanda klinis HIV, pasien dirujuk kembali ke klinik KTS: - Bila pasientb tersebut hasil test HIV negatif maka pengobatan TB tetap dilakukan di unit DOTS dan secara berkala tetap memantau test HIV. - Bila pasien TB tersebut hasil test HIV positif maka pasien TB tersebut dirujuk ke PDP (pengobatan TB akan diteruskan oleh klinik PDP (seperti mekanisme pada butir 1 a diatas) b) Klien dengan hasil test HIV positif dengan gejala dicurigai TB, maka : Hasil test HIV ditulis di Formulir VCT (Formulir Dokumen VCT Klien, Formulir VCT Pra Testing HIV, Formulir VCT Pasca Testing HIV) Pasien dirujuk ke klinik PDP dan dicatat di ikhtisar perawatan HIV, register pra ART, register ART dan laporan bulanan monev ART. Lakukan pemeriksaan untuk menegakan diagnosis TB seperti alur diagnosis yang telah dijelaskan dalam modul D (Modul Diagnosis). Bila 5

8 di klinik PDP mempunyai fasilitas, lakukan pemeriksaan dahak BTA, Bila tidak, klien dirujuk ke unit DOTS untuk diagnosis TB. Bila klien tersebut didiagnosis TB, maka pengobatan TB dilakukan di klinik PDP (OAT berasal dari Unit DOTS) dan petugas PDP mencatat di kartu pengobatan pasien TB (TB 01). Setiap triwulan wasor TB kabupaten/kota meregister pasien TB-HIV pada Register TB Kabupaten/ Kota (TB 03). Diagram 1: Mekanisme Pencatatan Pelaporan TB- HIV Entry Point Unit DOTS Risiko HIV Form. Konsultasi KTS Form - TB 01 - TB 02 - TB 03 UPK - TB 04 - TB 05 - TB 06 Form. Konsultasi HIV neg HIV pos PDP Form. Konsultasi Suspek TB Pasien TB Pasien TB Form TB Form HIV - TB 01 - Ikthisar perawatan HIV & ART - TB 02 - Register Pra ART - TB 03UPK - Register ART - TB 04 - Lap. Bulanan HIV & ART - TB 05 - Form. VCT - TB 06 6

9 Unit DOTS Unit KTS Untuk klinik PDP yang melayani banyak pasien TB-HIV dapat menggunakan buku Register TB UPK (TB03-UPK) sendiri. 7

10 C. Indikator Kegiatan Kolaborasi TB-HIV di tingkat sarana pelayanan kesehatan Seperti sudah dijelaskan dalam modul A, kegiatan kolaborasi TB-HIV adalah seperti pada tabel dibawah ini: Tabel 1: Kegiatan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia A. Membentuk mekanisme kolaborasi A.1. Membentuk kelompok kerja (Pokja) TB-HIV di semua lini A.2. Melaksanaan surveilans HIV pada pasien TB A.3. Melaksanaan perencanaan bersama TB-HIV A.4. Melaksanakan Monitoring & Evaluasi B. Menurunkan beban TB pada ODHA B.1. Mengintensifkan penemuan kasus TB dan pengobatannya B.2. Menjamin pengendalian infeksi TB pada unit pelayanan kesehatan dan tempat orang berkumpul (rutan/lapas, panti rehabilitasi napza) C. Menurunkan beban HIV pada pasien TB C.1. Menyediakan konseling dan tes HIV C.2. Pencegahan HIV dan IMS C.3. Pengobatan pencegahan dengan kotrimoksasol (PPK) dan infeksi oportunistik lainnya C.4. Perawatan, dukungan dan pengobatan ARV untuk HIV/AIDS a. Jenis indikator kegiatan kolaborasi TB-HIV b. Cara menghitung indikator kegiatan kolaborasi TB-HIV Analisis dan kegunaan masing-masing indikator kegiatan kolaborasi TB-HIV di sarana pelayanan kesehatan 1. Jenis indikator kegiatan kolaborasi TB-HIV Untuk menilai kemajuan atau keberhasilan kegiatan kolaborasi TB-HIV digunakan beberapa indikator yang tercantum seperti di bawah ini: A. Pembentukan mekanisme kolaborasi TB-HIV. 1) Ada-tidaknya Tim TB-HIV di unit layanan yang terdiri dari unsur Tim DOTS, unsur Tim HIV dan unsur manajemen, serta adanya seorang ketua sebagai koordinator Tim TB-HIV tersebut. 2) Ada-tidaknya data surveilans HIV diantara pasien TB (misalnya data hasil test HIV positif pada pasien TB yang baru ditemukan) 3) Ada-tidaknya unit DOTS menyediakan materi promosi & penyuluhan HIV/AIDS; dan unit KTS/ PDP menyediakan materi penyuluhan TB. 4) Ada-tidaknya kegiatan terpadu untuk monitoring dan evaluasi kegiatan kolaborasi TB-HIV di unit layanan tersebut. 8

11 B. Penurunan beban TB pada ODHA 1) Proporsi ODHA yang mengunjungi klinik KTS dan PDP yang diskrining gejala dan tanda TB. 2) Proporsi pasien TB baru yang didiagnosis diantara ODHA (yang diskrining TB) 3) Proporsi sarana pelayanan kesehatan yang melaksanakan pengendalian infeksi TB (TB infection control). C. Penurunan beban HIV pada pasien TB 1) Proporsi pasien TB yang ditest HIV 2) Proporsi pasien TB yang ditest HIV dan hasil test HIV positif 3) Proporsi sarana pelayanan kesehatan DOTS yang menyediakan kondom secara gratis 4) Proporsi pasien TB dengan HIV positif yang menerima PPK 5) Proporsi pasien TB dengan HIV positif yang dirujuk ke PDP selama pengobatan TB 6) Proporsi pasien TB dengan HIV positif yang mendapat ART selama pengobatan TB D. Indikator Hasil Pengobatan 1) Angka Konversi 2) Angka Kesembuhan 3) Angka Keberhasilan Pengobatan 2. Cara menghitung dan menganalisis indikator kegiatan kolaborasi TB-HIV Tanggung jawab penghitungan dan penilaian indikator kelompok A adalah petugas kabupaten/kota dan propinsi. Sedangkan untuk indikator kelompok B, C dan D dilakukan oleh setiap tingkat, termasuk tingkat sarana pelayanan kesehatan. Modul pelatihan ini ditujukan untuk petugas sarana pelayanan kesehatan, jadi hanya menjelaskan indikator yang termasuk dalam kelompok B, C dan D. Penjelasan mencakup cara perhitungan, frekuensi perhitungan, penanggungjawab perhitungan dan kegunaan dari tiap indikator. 9

12 Tabel 2: Petunjuk Teknis Cara perhitungan, frekuensi perhitungan, penanggungjawab perhitungan dan kegunaan dari tiap indikator Indikator B.1 Proporsi ODHA yang mengunjungi klinik KTS/ PDP yang diskrining gejala dan tanda TB Numerator Denominator Rumus perhitungan indikator Frekuensi perhitungan Penanggungjawab Kegunaan dan penilaian Jumlah ODHA yang mengunjungi klinik (KTS atau PDP) yang diskrining TB, dalam 1 kurun waktu (misalnya dari Januari s/d Maret 2008). Sumber data dihitung dari: Formulir VCT Ikhtisar Perawatan HIV dan Register ART TB 06 Contoh jumlah ODHA yang diskrining TB = 85 Jumlah ODHA yang mengunjungi klinik (KTS atau PDP) dalam kurun waktu yang sama (Januari s/d Maret 2008) Formulir VCT Ikhtisar Perawatan HIV dan Register ART Contoh jumlah seluruh ODHA = 100 Numerator dibagi denominator dikali 100%. Dari contoh diatas, hasil perhitungan indikator tersebut adalah = 85 : 100 x 100% = 85% Setiap triwulan Petugas KTS dan petugas PDP (tiap klinik menghitung sendiri). Ini adalah indikator proses untuk mengukur kegiatan upaya menurunkan beban TB diantara ODHA (Setiap ODHA harus diskrining TB pada waktu didiagnosis dan pada kunjungan ulangan). Kegiatan ini perlu karena jika identifikasi suspek TB, penegakan diagnosis dan pengobatan segera dilakukan, maka dapat meningkatkan kemampuan dan kualitas hidup ODHA serta menurunkan penularan TB ke masyarakat. Indikator ini diharapkan mendekati 100%. Penilaian indikator ini perlu dilakukan secara bersama dengan indikator B.2 untuk memastikan bahwa setelah proses skrining diikuti dengan tindakan yang benar. 10

13 Indikator B.2. Proporsi pasien TB baru yang didiagnosis di antara ODHA (yang diskrining TB) Numerator Denominator Rumus perhitungan indikator Frekuensi perhitungan Penanggungjawab Kegunaan dan penilaian Jumlah pasien TB baru yang didiagnosis diantara ODHA yang diskrining TB di klinik (KTS atau PDP) dalam 1 kurun waktu tertentu (misalnya Januari s.d Maret 2008). Sumber data dihitung dari : Formulir VCT Ikhtisar Perawatan HIV dan Register ART TB 05 dan TB 04 Contoh pasien TB yang baru didiagnosis = 15 Jumlah ODHA yang diskrining TB di klinik (KTS atau PDP) dalam kurun waktu yang sama (misalnya dari Januari s/d Maret 2008). Sumber data dihitung dari : Formulir VCT Ikhtisar Perawatan HIV dan Register ART TB 06 (Jumlah ini sama seperti jumlah numerator dari indikator B.1.) Contoh jumlah ODHA yang diskrining TB = 85 Numerator dibagi denominator dikali 100%. Dari contoh diatas, hasil perhitungan indikator tersebut adalah = 15 : 85 x 100% = 18% Setiap triwulan Petugas KTS dan petugas PDP (tiap klinik menghitung sendiri). Indikator ini memberikan informasi tentang output (luaran) dari kegiatan intensifikasi penemuan pasien TB diantara ODHA seperti yang telah dibicarakan pada indikator B.1. Disamping itu, indikator ini dapat menunjukkan kontribusi penemuan pasien TB melalui kegiatan kolaborasi TB-HIV. Indikator ini dapat diperinci lebih lanjut berdasarkan klasifikasi/tipe pasien TB, misalnya TB paru BTA positif, TB paru BTA negatif, TB ekstra paru, dll. Kalau diagnosis TB tidak dilakukan di klinik KTS/PDP maka diperlukan komunikasi yang baik dengan unit DOTS untuk menghitung indikator ini. Nilai indikator ini bisa berbeda antar daerah tergantung pada tingkat endemisitas TB dalam masyarakat dan kualitas layanan diagnosis TB. 11

14 Indikator B.3. Proporsi sarana pelayanan kesehatan yang melaksanakan pengendalian infeksi TB Numerator Jumlah sarana pelayanan kesehatan yang mempunyai kebijakan tentang pengendalian infeksi TB. Catatan: Setiap sarana pelayanan kesehatan yang dievaluasi dinilai dengan pertanyaan berikut: - apakah mempunyai aturan tertulis tentang pengendalian infeksi TB - apakah definisi suspek sesuai dengan pedoman nasional - apakah ada petunjuk jelas tentang segera identifikasi suspek TB - apakah ada petunjuk jelas tentang cara memisahkan suspek TB dari mereka yang berisiko tinggi terinfeksi TB sarana pelayanan kesehatan dapat dianggap mempunyai kebijakan pengendalian TB jika semua jawaban Ya. Contoh: ada 10 sarana pelayanan kesehatan yang semua jawaban Ya Denominator Rumus perhitungan indikator Frekuensi perhitungan Penanggungjawab Kegunaan dan penilaian Jumlah sarana pelayanan kesehatan yang dievaluasi* Catatan: *) Berikan juga informasi berapa jumlah seluruh sarana pelayanan kesehatan (berdasarkan tipe sarana pelayanan kesehatan) untuk gambaran berapa besar yang dievaluasi. Contoh: jumlah sarana pelayanan kesehatan yang dievaluasi = 50 (catatan: jumlah seluruh sarana pelayanan kesehatan yang ada = 100). Numerator dibagi denominator dikali 100% Dari contoh diatas, hasil perhitungan indikator tersebut adalah = 10 : 50 x 100% = 20% Setahun sekali Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Kebijakan tertulis tentang pengendalian infeksi TB di suatu sarana pelayanan kesehatan merupakan langkah awal untuk pelaksanaan pengendalian infeksi TB di sarana pelayanan kesehatan tersebut. Perlu dipantau dan dianalisa apakah kebijakan pengendalian infeksi TB tersebut dilaksanakan dan ditaati. 12

15 Catatan untuk KELOMPOK INDIKATOR C: Untuk mendapat informasi ini perlu kerjasama yang baik antara petugas TB dan petugas HIV dengan tetap memperhatikan kerahasian (confidentiality). Bila pada seorang pasien TB dilakukan test HIV, petugas TB harus mencatat pada kartu pengobatan TB (TB01) dan buku register TB (TB03). Indikator C.1 Proporsi pasien TB yang ditest HIV Numerator Denominator Rumus perhitungan indikator Frekuensi perhitungan Penanggungjawab Kegunaan dan penilaian Jumlah pasien TB terdaftar pada satu kurun waktu tertentu yang ditest HIV selama masa pengobatan TB. Sumber Data: - TB03 sarana pelayanan kesehatan - Formulir VCT (Klinik KTS) Contoh: jumlah pasien TB (terdaftar pada April s/d Juni 2007) yang ditest HIV selama masa pengobatan TB nya adalah 16 Penting diperhatikan: Pencatatan pasien yang bersedia ditest HIV harus terus dicatat meskipun test HIV dilakukan pada triwulan berikut asalkan selama masa pengobatan TB nya. Jumlah seluruh pasien TB yang terdaftar pada kurun waktu yang sama. Contoh: Jumlah seluruh pasien TB yang terdaftar dalam April s/d Juni 2007 ada sebanyak 20. Numerator dibagi denominator dikali 100%. Dari contoh diatas, hasil perhitungan indikator tersebut adalah = 16 : 20 x 100% = 80% Setiap triwulan seperti perhitungan kohort hasil pengobatan TB (dilaporkan bersama dengan hasil pengobatan TB). Petugas TB di setiap tingkat bekerjasama dengan petugas HIV (petugas KTS/PDP). Idealnya seluruh pasien TB di daerah dengan epidemi HIV yang meluas (generalized epidemi) ditest HIV. Indikator ini memberikan gambaran seberapa besar penerimaan (acceptability) dan jangkauan (accessibility) dari test HIV pada pasien TB. Faktor yang mempengaruhi seorang pasien TB bersedia menjalani test HIV antara lain pemahaman pasien tentang HIV, keadaan sosio-ekonomis pasien, jangkauan dari tempat test, biaya test, ketrampilan konseling dan antusias petugas, ketersediaan bahan test (reagens), dll. Jika nilai indikator ini tinggi, berarti sistem secara keseluruhan sudah berjalan baik; namun jika nilai indikator ini rendah, tidak dapat menjelaskan dimana letak permasalahannya. 13

16 Indikator C.2 Proporsi pasien TB yang ditest HIV dan hasil test HIV positif Numerator Denominator Rumus perhitungan indikator Frekuensi perhitungan Penanggungjawab Kegunaan dan penilaian Jumlah pasien TB yang terdaftar dalam satu kurun waktu tertentu yang hasil test HIV positif selama masa pengobatan TB. - Formulir VCT Contoh: Jumlah pasien TB (terdaftar pada April s/d Juni 2007) yang HIV positif = 2 Penting diperhatikan: Petugas TB mendapat Informasi hasil test HIV dari petugas KTS. Kerahasian informasi hasil test HIV ini harus dijamin. Jumlah pasien TB terdaftar pada satu kurun waktu tertentu yang ditest HIV selama masa pengobatan TB. Contoh Jumlah pasien TB (terdaftar pada April s/d Juni 2007) yang ditest HIV selama pengobatan TB adalah 16 Numerator dibagi denominator dikali 100%. Dari contoh diatas, hasil perhitungan indikator tersebut adalah = 2 : 16 x 100% = 12,5% Setiap triwulan seperti perhitungan kohort hasil pengobatan TB (dilaporkan bersama dengan hasil pengobatan TB). Petugas TB di setiap tingkat bekerjasama dengan petugas HIV (petugas KTS/PDP). Untuk mengetahui prevalensi HIV di antara pasien TB yang dapat menggambarkan besarnya permasalahan HIV. Informasi ini penting untuk perencanaan (penyiapan sumber daya dan penyusunan rencana kegiatan yang strategis) serta pemantauan secara berkala efektivitas kegiatan intervensi untuk pencegahan HIV. 14

17 Indikator C.3. Proporsi sarana pelayanan kesehatan DOTS yang menyediakan kondom Numerator Denominator Rumus perhitungan indikator Frekuensi perhitungan Penanggungjawab Kegunaan dan penilaian Jumlah sarana pelayanan kesehatan DOTS yang menyediakan kondom gratis di suatu wilayah, misalnya dalam 1 kabupaten. Contoh: Jumlah sarana pelayanan kesehatan DOTS dalam kabupaten A pada tahun 2007 yang menyediakan kondom gratis = 15 sarana pelayanan kesehatan Jumlah seluruh sarana pelayanan kesehatan DOTS yang melaksanakan kolaborasi TB-HIV di suatu wilayah yang sama, misalnya dalam 1 kabupaten. Contoh: Jumlah seluruh sarana pelayanan kesehatan DOTS dalam kabupaten A pada tahun 2007 yang melaksanakan kolaborasi TB-HIV ada sebanyak 20 sarana pelayanan kesehatan Numerator dibagi denominator dikali 100%. Dari contoh tersebut diatas, hasil perhitungan indikator tersebut adalah = 15 : 20 x 100% = 75%. Tahunan (data dikumpulkan pada waktu kunjungan supervisi petugas TB kabupaten/kota ke sarana pelayanan kesehatan) Petugas program TB di tingkat kabupaten/kota, propinsi dan pusat bekerjasama dengan petugas HIV/AIDS. Indikator ini untuk memonitor komitmen dan kemampuan program di tingkat layanan dalam mempromosikan pencegahan HIV diantara pasien TB. Indikator ini tentunya penting diukur untuk wilayah dengan prevalensi HIV tinggi. Rendahnya angka ini mengindikasikan kegagalan distribusi kondom baik secara lokal maupun nasional, atau kurangnya komitmen tingkat sarana pelayanan kesehatan untuk memaksimalkan kesempatan promosi pencegahan HIV. Namun, indikator ini belum dapat menjelaskan kenapa kondom tersebut tidak tersedia, perlu dicari informasi lain lebih lanjut. Dilain pihak, tingginya angka ini belumlah menggambarkan berapa banyak kondom yang didistribusikan serta kemampuan petugas TB untuk menganjurkan perilaku seks yang aman pada pasien TB didaerah dengan prevalensi HIV tinggi. 15

18 Indikator C.4 Proporsi pasien TB dengan HIV positif yang menerima PPK Numerator Denominator Rumus perhitungan indikator Frekuensi perhitungan Penanggungjawab Kegunaan dan penilaian Jumlah pasien TB dengan HIV positif yang terdaftar selama suatu periode waktu tertentu, yang menerima (sedikitnya 1 dosis) pengobatan pencegahan dengan kotrimoksasol (PPK) selama pengobatan TB - Ikhtisar perawatan HIV - Register pra ART dan ART Contoh: Jumlah pasien TB dengan HIV positif terdaftar dalam triwulan 2 thn 2007 yang menerima PPK adalah 23 pasien Jumlah seluruh pasien TB dengan HIV positif yang terdaftar pada periode waktu yang sama. - Ikhtisar perawatan HIV - Register pra ART dan ART Contoh: Jumlah seluruh pasien TB dengan HIV positif terdaftar dalam triwulan 2 thn 2007 adalah 25 pasien. Numerator dibagi denominator dikali 100%. Dari contoh tersebut diatas, hasil perhitungan indikator tersebut adalah = 23 : 25 x 100% = 92%. Perhitungan indikator dilakukan setiap triwulan. Indikator ini dihitung dan dilapor bersamaan dengan waktu pelaporan dari laporan triwulan TB-08 (Laporan hasil pengobatan TB). Petugas TB di setiap tingkat bekerjasama dengan petugas HIV/AIDS Indikator ini untuk memonitor komitmen dan kemampuan program dalam pemberian pengobatan pencegahan dengan kotrimoksazol (PPK) kepada pasien TB yang terinfeksi HIV. Idealnya, angka ini harus 100%. 16

19 Indikator C.5. Proporsi pasien TB dengan HIV positif yang dirujuk ke PDP selama pengobatan TB Numerator Denominator Rumus perhitungan indikator Frekuensi perhitungan Penanggungjawab Kegunaan dan penilaian Jumlah pasien TB dengan HIV positif yang terdaftar pada periode waktu tertentu, yang dirujuk ke layanan PDP selama pengobatan TB - Ikhtisar perawatan HIV - Register pra ART Contoh: Jumlah pasien TB dengan HIV positif terdaftar dalam triwulan 2 thn 2007 yang dirujuk ke layanan PDP adalah 22 pasien Jumlah pasien TB dengan HIV positif yang terdaftar dalam periode waktu yang sama - Ikhtisar perawatan HIV - Register pra ART Contoh: Jumlah seluruh pasien TB dengan HIV positif terdaftar dalam triwulan 2 thn 2007 adalah 25 pasien. Numerator dibagi denominator dikali 100%. Dari contoh tersebut diatas, hasil perhitungan indikator tersebut adalah = 22 : 25 x 100% = 88%. Perhitungan indikator dilakukan setiap triwulan. Indikator ini dihitung dan dilapor bersamaan dengan waktu pelaporan dari laporan triwulan TB-08 (Laporan hasil pengobatan TB). Petugas TB di setiap tingkat bekerjasama dengan petugas HIV/AIDS Indikator ini adalah indikator proses untuk mengukur komitmen dan kemampuan layanan TB untuk meyakinkan pasien TB dengan HIV positif yang mampu mengakses layanan perawatan, dukungan dan pengobatan (PDP) yang ada. Idealnya, angka ini harus 100%. 17

20 Indikator C.6 Proporsi Proporsi pasien TB dengan HIV positif yang mendapat ART selama pengobatan TB Numerator Denominator Rumus perhitungan indikator Frekuensi perhitungan Penanggungjawab Kegunaan dan penilaian Jumlah pasien TB dengan HIV positif yang terdaftar selama periode waktu tertentu yang menerima pengobatan ARV ( baru memulai atau melanjutkan pengobatan ARV selanjutnya) - Ikhtisar perawatan HIV - Register ART Contoh: Jumlah pasien TB dengan HIV positif terdaftar dalam triwulan 2 thn 2007 yang menerima pengobatan ARV adalah 20 pasien Jumlah pasien TB dengan HIV positif yang terdaftar pada periode waktu yang sama. - Ikhtisar perawatan HIV - Register ART Contoh: Jumlah seluruh pasien TB dengan HIV positif terdaftar dalam triwulan 2 thn 2007 adalah 25 pasien. Numerator dibagi denominator dikali 100%. Dari contoh tersebut diatas, hasil perhitungan indikator tersebut adalah = 20 : 25 x 100% = 80%. Perhitungan indikator dilakukan setiap triwulan. Indikator ini dihitung dan dilapor bersamaan dengan waktu pelaporan dari laporan triwulan TB-08 (Laporan hasil pengobatan TB). Petugas TB di setiap tingkat bekerjasama dengan petugas HIV/AIDS Untuk mengukur komitmen dan kemampuan layanan TB untuk meyakinkan pasien TB dengan HIV positif agar dapat dengan mudah mengakses pengobatan ARV. 18

21 Indikator D.1 Angka Konversi Pasien TB (Conversion Rate) Numerator Denominator Rumus perhitungan indikator Frekuensi perhitungan Penanggungjawab Kegunaan dan penilaian Jumlah pasien baru TB Paru BTA positif yang terdaftar dalam suatu triwulan tertentu dan mengalami konversi Contoh: Jumlah pasien baru TB Paru BTA positif yang terdaftar pada triwulan 3 tahun 2007 dan mengalami konversi adalah 21 pasien Jumlah seluruh pasien baru TB Paru BTA positif yang terdaftar untuk pengobatan dengan OAT pada triwulan yang sama. Contoh: Jumlah seluruh pasien baru TB Paru BTA positif yang terdaftar triwulan 3 thn 2007 adalah 25 pasien. Numerator dibagi denominator dikali 100%. Dari contoh tersebut diatas, hasil perhitungan indikator tersebut adalah = 21 : 25 x 100% = 84%. Perhitungan indikator dilakukan setiap triwulan. Di sarana pelayanan kesehatan, indikator ini dapat dihitung dari kartu pasien TB-01 dengan cara mereview seluruh kartu pasien baru BTA positif yang mulai berobat dalam 3 6 bulan sebelumnya, kemudian dihitung berapa diantaranya yang hasil pemeriksaan dahak setelah selesai pengobatan tahap intensif (2 bulan) hasilnya sudah BTA negatif (sudah terjadi konversi). Petugas di setiap tingkat mulai dari sarana pelayanan kesehatan yang memberi layanan pengobatan TB, misalnya sarana pelayanan kesehatan DOTS atau klinik PDP yang memberi layanan pengobatan TB. Indikator ini berguna untuk mengetahui secara cepat hasil pengobatan dan untuk mengetahui apakah pengawasan langsung menelan obat dilakukan dengan benar. Angka minimal yang harus dicapai adalah 80%. 19

22 Indikator D.2 Angka Kesembuhan Pasien TB (Cure Rate) Numerator Denominator Rumus perhitungan indikator Frekuensi perhitungan Penanggungjawab Kegunaan dan penilaian Jumlah pasien baru TB Paru BTA positif yang terdaftar dalam suatu triwulan tertentu dan dinyatakan sembuh. Contoh: Jumlah pasien baru TB Paru BTA positif yang terdaftar pada triwulan 1 tahun 2007 dan sembuh adalah 22 pasien Jumlah seluruh pasien baru TB Paru BTA positif yang terdaftar untuk pengobatan dengan OAT pada triwulan yang sama. Contoh: Jumlah seluruh pasien baru TB Paru BTA positif yang terdaftar triwulan 1 thn 2007 adalah 25 pasien. Numerator dibagi denominator dikali 100%. Dari contoh tersebut diatas, hasil perhitungan indikator tersebut adalah = 22 : 25 x 100% = 88%. Indikator angka kesembuhan ini perlu juga dihitung secara tersendiri untuk pasien BTA positif pengobatan ulang (pasien yang diobati dengan kategori-2). Perhitungan indikator dilakukan setiap triwulan. Di sarana pelayanan kesehatan, indikator ini dapat dihitung dari kartu pasien TB-01 dengan cara mereview seluruh kartu pasien baru BTA positif yang mulai berobat dalam 9 12 bulan sebelumnya, kemudian dihitung berapa diantaranya pasien yang sembuh setelah selesai pengobatan. Petugas di setiap tingkat mulai dari sarana pelayanan kesehatan yang memberi layanan pengobatan TB, misalnya sarana pelayanan kesehatan DOTS atau klinik PDP yang memberi layanan pengobatan TB. Indikator ini berguna untuk mengetahui bagaimana hasil pengobatan. Angka kesembuhan yang harus dicapai minimal adalah 85%. Bila angka kesembuhan ini kurang dari 85% maka angka hasil pengobatan lainnya (yaitu pengobatan lengkap, meninggal, gagal, default dan pindah) perlu diteliti. Angka default tidak boleh lebih dari 10%, angka gagal tidak boleh lebih dari 4% untuk daerah yang belum ada masalah resistensi obat dan tidak boleh lebih besar dari 10% untuk daerah yang sudah ada masalah resistensi obat. 20

23 Indikator D.3 Angka Keberhasilan Pengobatan Pasien TB (Success Rate) Numerator Denominator Rumus perhitungan indikator Frekuensi perhitungan Penanggungjawab Kegunaan dan penilaian Jumlah pasien baru TB Paru BTA positif yang terdaftar dalam suatu triwulan tertentu dan menyelesaikan pengobatannya (pasien yang sembuh + pasien yang pengobatan lengkap) Contoh: Jumlah pasien baru TB Paru BTA positif yang terdaftar pada triwulan 1 tahun 2007 yang sembuh = 22 pasien; yang pengobatan lengkap = 1 pasien. Jumlah pasien yang menyelesaikan pengobatannya adalah = 23 pasien. Jumlah seluruh pasien baru TB Paru BTA positif yang terdaftar untuk pengobatan dengan OAT pada triwulan yang sama. Contoh: Jumlah seluruh pasien baru TB Paru BTA positif yang terdaftar triwulan 1 thn 2007 adalah 25 pasien. Numerator dibagi denominator dikali 100%. Dari contoh tersebut diatas, hasil perhitungan indikator tersebut adalah = (22 + 1) : 25 x 100% = 92%. Jadi, angka keberhasilan pengobatan merupakan penjumlahan dari angka kesembuhan dan angka pengobatan lengkap. Indikator angka keberhasilan pengobatan (success rate) ini perlu juga dihitung secara tersendiri untuk pasien BTA positif pengobatan ulang (pasien yang diobati dengan kategori-2). Perhitungan indikator dilakukan setiap triwulan. Di sarana pelayanan kesehatan, indikator ini dapat dihitung dari kartu pasien TB-01 dengan cara mereview seluruh kartu pasien baru BTA positif yang mulai berobat dalam 9 12 bulan sebelumnya, kemudian dihitung berapa diantaranya pasien yang menyelesaikan pengobatannya (sembuh + pengobatan lengkap).. Petugas di setiap tingkat mulai dari sarana pelayanan kesehatan yang memberi layanan pengobatan TB, misalnya sarana pelayanan kesehatan DOTS atau klinik PDP yang memberi layanan pengobatan TB. Indikator ini berguna untuk mengetahui bagaimana case holding pasien TB yang diobati di suatu sarana pelayanan kesehatan. Angka keberhasilan pengobatan minimal harus 85%. 21

24 LATIHAN SOAL 1. Apa maksud (apa gunanya) kegiatan monitoring (pemantauan)? Jawab: 2. Apa maksud (apa gunanya) kegiatan evaluasi? Jawab: 3. Apa yang merupakan salah satu komponen penting dari M&E? Jawab: 4. Yang dimaksud dengan: a. TB-01 adalah... b. TB-03 adalah... c. TB-05 adalah... d. TB-06 adalah... e. TB-09 adalah Bila seorang pasien TB yang mempunyai resiko tinggi untuk HIV dirujuk dari unit DOTS ke klinik KTS, ternyata hasil test HIV positif. Selanjutnya pasien dirujuk ke klinik PDP. Jelaskan bagaimana alur pencatatan dari pasien tersebut (dalam rangka kolaborasi TB-HIV). 22

25 Jawab: 6. Jika anda bekerja di klinik KTS, indikator-indikator apa yang perlu anda pantau sehubungan dengan kolaborasi TB-HIV? Jawab: (hanya dijawab oleh peserta latih yang bertugas di klinik PDP) SOAL BERIKUT HANYA DIKERJAKAN OLEH PESERTA LATIH YANG BERTUGAS DI KLINIK PDP. 7. Jika anda bekerja di klinik PDP, indikator-indikator apa yang perlu anda pantau sehubungan dengan kolaborasi TB-HIV? Jawab: (hanya dijawab oleh peserta latih yang bertugas di klinik PDP) 8. Jika penghitungan indikator hasil pengobatan TB pada suatu klinik PDP adalah sebagai berikut: a. angka kesembuhan 75% b. angka pengobatan lengkap 11% c. angka default 3% d. angka meninggal 5% e. angka gagal 3% f. angka pindah 3% g. Berikan penilaian anda atas hasil pengobatan yang dicapai klinik PDP tersebut, jelaskan penilaian anda tersebut. Jawab: (hanya dijawab oleh peserta latih yang bertugas di klinik PDP) 23

26 D. Surveilans HIV di antara Pasien TB Salah satu bentuk mekanisme kolaborasi TB-HIV adalah melaksanakan surveilans HIV di antara pasien TB. Yang dimaksud dengan surveilans adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari pengumpulan data penyakit secara sistematik, lalu dilakukan analisis dan interpretasi data, kemudian hasil analisis didesiminasi untuk kepentingan tindakan kesehatan masyarakat dalam upaya menurunkan angka kesakitan dan kematian serta untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Mengingat bahwa HIV akan memberikan dampak besar terhadap upaya penanggulangan TB, dan TB merupakan penyebab kematian utama pada ODHA, maka surveilans HIV di antara pasien TB sangat penting untuk dilaksanakan. Surveilans HIV di antara pasien TB bermaksud untuk mengukur prevalensi infeksi HIV di antara pasien TB. Prevalansi HIV diantara pasien TB merupakan indikator yang sensitif dari penyebaran HIV ke populasi umum. Informasi banyaknya HIV diantara pasien TB sangatlah penting dalam upaya untuk meningkatkan komitmen pelayanan secara komprehensif (terpadu) dari PDP pada ODHA dengan TB. Ada 3 macam metode surveilans HIV di antara pasien TB, yaitu: 1. Surveilans berdasarkan data rutin. Surveilans ini dilaksanakan dengan menggunakan data layanan KTS rutin yang dilakukan pada pasien TB. Data dari hasil layanan ini merupakan sistim terbaik (mudah dan murah) untuk memperoleh informasi tentang prevalensi HIV diantara pasien TB, meskipun kemungkinan terjadinya bias cukup besar, misalnya jika pasien TB yang kemungkinan terinfeksi HIV menolak untuk di tes. Jika jumlah pasien yang menolak untuk di tes HIV cukup besar maka surveilans berdasar data rutin ini interpretasinya kurang akurat. Data surveilans ini dapat dipercaya bila lebih 80% dari semua pasien TB ditest HIV nya. Oleh karena itu, metode surveilans ini lebih cocok dilaksanakan di daerah-daerah dengan epidemi HIV yang meluas (Generalized epidemic) karena di daerah-daerah tersebut semua pasien TB dianjurkan untuk ditest HIV nya. Surveilans berdasarkan data rutin ini tidak memerlukan biaya khusus tapi mutlak memerlukan suatu mekanisme kolaborasi TB-HIV sehingga memungkinkan program TB dan program HIV/AIDS saling memberikan informasi yang diperlukan. Hasil surveilans berdasarkan data rutin ini perlu dikalibrasi dengan hasil dari survei periodik atau survei sentinel. 24

27 2. Survei periodik (survei khusus). Survei ini merupakan survei sero-prevalensi HIV yang cross-sectional pada sekelompok pasien TB yang dianggap dapat mewakili suatu wilayah/daerah tertentu. Untuk itu, perhitungan sampel dari survei ini harus dilakukan secara tepat untuk menghindari bias. Survei ini memerlukan biaya yang cukup mahal dan termasuk cukup sulit untuk melaksanakannya.. Hasil survei ini dapat digunakan untuk mengkalibrasi hasil surveilans berdasar data rutin. 3. Survei sentinel. Merupakan surveilans HIV di antara pasien TB sebagai kelompok sentinel. Survei sentinel ini dilaksanakan pada tempat-tempat (sarana pelayanan kesehatan) tertentu yang terpilih karena dianggap dapat mewakili populasi yang lebih besar. Penting diperhatikan bahwa survei sentinel ini perlu dilakukan setiap tahun dengan mematuhi prinsip-prinsip sentinel, yaitu harus dilakukan pada tempat, waktu dan metode yang sama. Survei sentinel ini memerlukan biaya yang tidak terlalu mahal dan relatif mudah dilaksanakan. Hasil sentinel surveilans ini dapat digunakan untuk mengkalibrasi hasil surveilans berdasar data rutin. Disamping itu juga sangat berguna untuk melihat kecenderungan (trend) prevalensi HIV pada pasien TB. Pemilihan metode surveilans yang akan dilaksanakan disuatu daerah/wilayah tergantung pada tingkat epidemi HIV di daerah tersebut, situasi TB secara keseluruhan dan sumber daya (dana dan keahlian) yang tersedia. Tabel 1 di bawah ini menjelaskan bagaimana memilih metode surveilans HIV diantara pasien TB pada suatu daerah. 25

28 Tabel 3: Pemilihan metode surveilans Kriteria I. Keadaan epidemi HIV MELUAS (Generalized) II. Keadaan epidemi HIV TERKONSENTRASI (Concentrated) III. Keadaan epidemi HIV RENDAH (Low Level) Metode Surveilans yang dianjurkan Surveilans berdasarkan data rutin dari hasil tes HIV pada pasien tuberkulosis. DAN Survei sentinel atau survei periodik (khusus) untuk mengkalibrasi data dari test HIV rutin. Surveilans berdasarkan data rutin dari hasil tes HIV pada pasien tuberkulosis. ATAU Survei sentinel atau survei periodik (khusus) didaerah yang tingkat HIV belum diketahui (data rutin belum ada). Survei ini dapat dipakai untuk mengkalibrasi data surveilans berdasarkan data rutin. Survei sentinel atau periodik (khusus) 26

29 BUKU RUJUKAN: 1. Pedoman Nasional Kebijakan Kolaborasi TB-HIV, Departemen Kesehatan RI, Edisi Pertama, 2007 (dalam proses pencetakan). 2. Pedoman Manajemen Kolaborasi TB-HIV, Departemen Kesehatan RI, Edisi Pertama, 2008 (dalam proses pencetakan). 3. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Edisi 2 Cetakan 1, Interim policy in collaborative TB-HIV activities, World Health Organization, Guidelines for Implementing Collaborative TB and HIV Programmes Activities Stop TB Partnership Working Group on TB-HIV, World Health Organization, A guide to monitoring and evaluation for collaborative TB/HIV activities, World Health Organization, Geneva, Guidelines for HIV surveillance among tuberculosis patients, Second edition, World Health Organization, Geneva,

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BIMBINGAN TEKNIS PENCATATAN DAN PELAPORAN TB-HIV

BIMBINGAN TEKNIS PENCATATAN DAN PELAPORAN TB-HIV BIMBINGAN TEKNIS PENCATATAN DAN PELAPORAN TB-HIV Bimtek pencatatan dan pelaporan TB-HIV Material: TB: TB 06 (termasuk pemeriksaan untuk Xpert), TB 01, TB 03, 4 (empat) triwulan terakhir, dan (untuk akses

Lebih terperinci

2.1. Supervisi ke unit pelayanan penanggulangan TBC termasuk Laboratorium Membuat Lembar Kerja Proyek, termasuk biaya operasional X X X

2.1. Supervisi ke unit pelayanan penanggulangan TBC termasuk Laboratorium Membuat Lembar Kerja Proyek, termasuk biaya operasional X X X 26/03/08 No. 1 2 3 4 5 6 URAIAN TUGAS PROGRAM TBC UNTUK PETUGAS KABUPATEN/KOTA URAIAN TUGAS Ka Din Kes Ka Sie P2M Wasor TBC GFK Lab Kes Da Ka Sie PKM MEMBUAT RENCANA KEGIATAN: 1.1. Pengembangan unit pelayanan

Lebih terperinci

Integrasi Program PPIA (PMTCT ) di Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak

Integrasi Program PPIA (PMTCT ) di Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak Integrasi Program PPIA (PMTCT ) di Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak Direktur Jenderal Bina Gizi dan KIA Disampaikan pada Lecture Series Pusat Penelitian HIV/AIDS UNIKA ATMAJAYA: Peranan Bidan dalam Mendukung

Lebih terperinci

KEBIJAKAN NASIONAL KOLABORASI TB/HIV

KEBIJAKAN NASIONAL KOLABORASI TB/HIV KEBIJAKAN NASIONAL KOLABORASI TB/HIV edisi pertama Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2007 1 Kebijakan Nasional Kolaborasi TB-HIV di Indonesia Departemen Kesehatan Kesehatan Republik Indonesia 2 SURAT

Lebih terperinci

Penemuan PasienTB. EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU

Penemuan PasienTB. EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU Penemuan PasienTB EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU 1 Tatalaksana Pasien Tuberkulosis Penatalaksanaan TB meliputi: 1. Penemuan pasien (langkah pertama) 2. pengobatan yang dikelola menggunakan strategi

Lebih terperinci

PANDUAN PELAYANAN DOTS TB RSU DADI KELUARGA TAHUN 2016

PANDUAN PELAYANAN DOTS TB RSU DADI KELUARGA TAHUN 2016 PANDUAN PELAYANAN DOTS TB RSU DADI KELUARGA TAHUN 2016 RUMAH SAKIT UMUM DADI KELUARGA Jl. Sultan Agung No.8A Purwokerto Tahun 2016 BAB I DEFINISI Sampai saat ini, Rumah Sakit di luar negeri termasuk di

Lebih terperinci

2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);

2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431); BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 33 TAHUN 2016 SERI B.25 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 33 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KOLABORASI TB-HIV (TUBERKULOSIS-HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS) KABUPATEN

Lebih terperinci

dan kesejahteraan keluarga; d. kegiatan terintegrasi dengan program pembangunan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota; e.

dan kesejahteraan keluarga; d. kegiatan terintegrasi dengan program pembangunan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota; e. Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

PENERAPAN STRATEGI DOTS DI RUMAH SAKIT HBS MODUL F HDL 1

PENERAPAN STRATEGI DOTS DI RUMAH SAKIT HBS MODUL F HDL 1 PENERAPAN STRATEGI DOTS DI RUMAH SAKIT HBS MODUL F HDL 1 RUMAH SAKIT PERLU DOTS? Selama ini strategi DOTS hanya ada di semua puskesmas. Kasus TBC DI RS Banyak, SETIDAKNYA 10 BESAR penyakit, TETAPI tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan Masyarakat. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 28 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat Dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Rutan Kelas I Surakarta, Rutan Kelas IIB Wonogiri, Lapas Kelas IIA Sragen dan Lapas Kelas IIB Klaten.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjangkit jutaan orang tiap tahun dan menjadi salah satu penyebab utama

BAB I PENDAHULUAN. menjangkit jutaan orang tiap tahun dan menjadi salah satu penyebab utama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan global. Penyakit ini menjangkit jutaan orang tiap tahun dan menjadi salah satu penyebab utama kematian di seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka mencapai tujuan Nasional di bidang kesehatan diperlukan suatu tatanan yang mencerminkan upaya bangsa Indonesia untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal

Lebih terperinci

PROGRAM KERJA PENERAPAN STRATEGI DOTS

PROGRAM KERJA PENERAPAN STRATEGI DOTS PROGRAM KERJA PENERAPAN STRATEGI DOTS TB DOTS 2016 KEMENTRIAN KESEHATAN RI DIREKTORAT BINA UPAYA KESEHATAN RSUD Palabuhanratu Jln.Ahmad Yani No. 2 Palabuhanratu Sukabumi Email rsud_plr@hotmail.com PERATURAN

Lebih terperinci

Informasi Epidemiologi Upaya Penanggulangan HIV-AIDS Dalam Sistem Kesehatan

Informasi Epidemiologi Upaya Penanggulangan HIV-AIDS Dalam Sistem Kesehatan Informasi Epidemiologi Upaya Penanggulangan HIV-AIDS Dalam Sistem Kesehatan Sutjipto PKMK FK UGM Disampaikan pada Kursus Kebijakan HIV-AIDS 1 April 216 1 Landasan teori 2 1 EPIDEMIOLOGY (Definisi ) 1.

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg No.122, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMKES. TB. Penanggulangan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Pengertian. Tujuan. b. Persiapan pasien - c. Pelaksanaan

Pengertian. Tujuan. b. Persiapan pasien - c. Pelaksanaan PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PUSKESMAS SIMAN Jl. Raya Siman No. 48 Telp. ( 0352 ) 485198 Kode Pos 63471 PONOROGO STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENCATATAN DAN PELAPORAN PASIEN TB Pengertian Tujuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Pada tahun

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KEGIATAN

KERANGKA ACUAN KEGIATAN KERANGKA ACUAN KEGIATAN PRGRAM HIV AIDS DAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL I. PENDAHULUAN Dalam rangka mengamankan jalannya pembangunan nasional, demi terciptanya kwalitas manusia yang diharapkan, perlu peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan yang penting saat ini. WHO menyatakan bahwa sekitar sepertiga penduduk dunia tlah terinfeksi kuman Tuberkulosis.

Lebih terperinci

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (Tb) merupakan penyakit menular bahkan bisa menyebabkan kematian, penyakit ini menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil tuberkulosis

Lebih terperinci

PERAN LSM/KOMUNITAS DALAM KOLABORASI TB-HIV

PERAN LSM/KOMUNITAS DALAM KOLABORASI TB-HIV PERAN LSM/KOMUNITAS DALAM KOLABORASI TB-HIV Direktorat PPML Kementrian Kesehatan RI Forum Nasional VI Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia Padang, 26 Agustus 2015 Kita tidak bisa melawan AIDS kecuali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan

BAB I PENDAHULUAN. Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL) Departemen Kesehatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. M.Arie W-FKM Undip

PENDAHULUAN. M.Arie W-FKM Undip M.Arie W-FKM Undip PENDAHULUAN Tahun 1995 : Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse chemotherapy) Rekomendasi WHO : angka kesembuhan tinggi. Bank Dunia : Strategi DOTS merupakan strategi

Lebih terperinci

SOSIALISASI APLIKASI SISTIM INFORMASI HIV-AIDS & IMS (SIHA) HARTAWAN Pengelola Program PMS dan HIV

SOSIALISASI APLIKASI SISTIM INFORMASI HIV-AIDS & IMS (SIHA) HARTAWAN Pengelola Program PMS dan HIV SOSIALISASI APLIKASI SISTIM INFORMASI HIV-AIDS & IMS (SIHA) HARTAWAN Pengelola Program PMS dan HIV LATAR BELAKANG DATA DAN INFORMASI LENGKAP, AKURAT, TEPAT WAKTU PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERDASARKAN BUKTI

Lebih terperinci

LatihanPenemuanKasusTB dan MenentukanKlasifikasiSerta TipePasien. Kuliah EPPIT 13 Departemen Mikrobiologi FK USU

LatihanPenemuanKasusTB dan MenentukanKlasifikasiSerta TipePasien. Kuliah EPPIT 13 Departemen Mikrobiologi FK USU LatihanPenemuanKasusTB dan MenentukanKlasifikasiSerta TipePasien Kuliah EPPIT 13 Departemen Mikrobiologi FK USU 1 Kasus 1 IbuMariam, berumur37 tahun, datangkers H Adam Malik dengan keluhan batuk-batuk.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang masih menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang masih menjadi masalah di Dunia. Hal ini terbukti dengan masuknya perhatian terhadap penanganan TB dalam MDGs.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis paru (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru tetapi dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberculosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberculosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Penyakit Tuberculosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit yang telah lama dikenal dan sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di berbagai negara di

Lebih terperinci

Peran ISTC dalam Pencegahan MDR. Erlina Burhan Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI RSUP Persahabatan

Peran ISTC dalam Pencegahan MDR. Erlina Burhan Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI RSUP Persahabatan Peran ISTC dalam Pencegahan MDR Erlina Burhan Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI RSUP Persahabatan TB MDR Man-made phenomenon Akibat pengobatan TB tidak adekuat: Penyedia pelayanan

Lebih terperinci

TB.03 PROGRAM TB NASIONAL REGISTER TB KABUPATEN / KOTA. Kab/Kota No. Kode Kab/Kota : Tahun : KLASI FIKASI PENYAKIT (PARU / EKSTRA PARU)

TB.03 PROGRAM TB NASIONAL REGISTER TB KABUPATEN / KOTA. Kab/Kota No. Kode Kab/Kota : Tahun : KLASI FIKASI PENYAKIT (PARU / EKSTRA PARU) PROGRAM TB NASIONAL REGISTER TB KABUPATEN / KOTA Kab/Kota No. Kode Kab/Kota : Tahun : TB.03 TGL. REGIS TRASI No. REG LAB NAMA LENGKAP JENIS KELA UMUR MIN (L/P) ALAMAT LENGKAP NAMA UNIT PELAYANAN KESEHATAN

Lebih terperinci

PRATIWI ARI HENDRAWATI J

PRATIWI ARI HENDRAWATI J HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI PENGAWAS MENELAN OBAT (PMO) KELUARGA DENGAN SIKAP PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANYUANYAR SURAKARTA SKRIPSI Untuk memenuhi persyaratan meraih derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Penyakit ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia masih menjadi salah satu negara dengan kasus Tuberkulosis (TB) yang tinggi dan masuk dalam ranking 5 negara dengan beban TB tertinggi di dunia 1. Menurut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Tuberkulosis 2.1.1.1 Definisi Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari 1. Sampel Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sampel pada penelitian ini sebanyak 126 pasien. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari Juni

Lebih terperinci

PPK PPTI. Surveilans Sentinel TB- HIV TRM. UNAIDS Unlinked anonymous testing

PPK PPTI. Surveilans Sentinel TB- HIV TRM. UNAIDS Unlinked anonymous testing 0 Daftar Istilah AIDS Anonymous PAR AKMS ARV BTA Confidential CD4 DOTS PDP Informed Consent FHI Gerdunas TB HIV IDU INH PPI IMS MDR-TB NAPZA KPAN(D) KIA KNCV Foundation KTS OAT Lapas/Rutan LSM ODHA Acquired

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pedoman Wawancara Penelitian

Lampiran 1. Pedoman Wawancara Penelitian Lampiran 1. Pedoman Wawancara Penelitian 102 PEDOMAN WAWANCARA EVALUASI PELAKSANAAN STRATEGI DOTS (DIRECT OBSERVED SHORT-COURSE TREATMENT) DALAM MENURUNKAN ANGKA PENDERITA TB PARU DI RSUD DR. TENGKU MANSYUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis atau TB adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Angka kematian dan kesakitan akibat kuman Mycobacterium tuberculosis masih

I. PENDAHULUAN. Angka kematian dan kesakitan akibat kuman Mycobacterium tuberculosis masih 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang masih menjadi perhatian dunia. Angka kematian dan kesakitan akibat kuman Mycobacterium tuberculosis masih cukup

Lebih terperinci

BAB I. Treatment, Short-course chemotherapy)

BAB I. Treatment, Short-course chemotherapy) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (TB), penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis, sejak ditemukan di abad 20 telah menjadi masalah kegawatdaruratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jumlah kematian per tahun. Kematian tersebut pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jumlah kematian per tahun. Kematian tersebut pada umumnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit infeksi menular yang masih menjadi masalah kesehatan dunia, dimana WHO melaporkan bahwa setengah persen dari

Lebih terperinci

KEBIJAKAN NASIONAL KOLABORASI TB HIV

KEBIJAKAN NASIONAL KOLABORASI TB HIV KEBIJAKAN NASIONAL KOLABORASI TB HIV disampaikan oleh : Kasi Resisten obat Nurjannah, SKM M Kes Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML) Kementerian Kesehatan RI Epidemilogi

Lebih terperinci

TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 48 TAHUN 2004 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis (M. Tb) yang ditemukan pada tahun 1882 oleh Robert

Lebih terperinci

Indikator Program TB. Kuliah EPPIT 16 Dept Mikrobiologi FK USU

Indikator Program TB. Kuliah EPPIT 16 Dept Mikrobiologi FK USU Indikator Program TB Kuliah EPPIT 16 Dept Mikrobiologi FK USU 1 a. Angka Penjaringan Suspek Adalah jumlah supek yang diperiksa dahaknya diantara 100.000 penduduk pada suatu wilayah tertentu dalam 1 tahun.

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KEGIATAN KUNJUNGAN RUMAH

KERANGKA ACUAN KEGIATAN KUNJUNGAN RUMAH KERANGKA ACUAN KEGIATAN KUNJUNGAN RUMAH 1. PENDAHULUAN Permasalahan kesehatan yang dihadapi sampai saat ini cukup kompleks, karena upaya kesehatan belum dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat menyebar. dan HIV/AIDS, Tuberkulosis menjadi salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat menyebar. dan HIV/AIDS, Tuberkulosis menjadi salah satu penyakit yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat menyebar melalui droplet orang yang telah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG Menimbang: a. bahwa HIV merupakan virus perusak sistem kekebalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah terinfeksi oleh kuman Mycobacterium tuberculosis pada tahun 2007 dan ada 9,2 juta penderita

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan taraf kehidupan yang disetujui oleh para pemimpin dunia pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. TB.Paru merupakan penyakit yang mudah menular dan bersifat menahun, disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. TB.Paru merupakan penyakit yang mudah menular dan bersifat menahun, disebabkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) atau dalam program kesehatan dikenal dengan TB.Paru merupakan penyakit yang mudah menular dan bersifat menahun, disebabkan oleh kuman Mycobacterium

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia. Jumlah kasus TB pada tahun 2014 sebagian besar terjadi di Asia

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia. Jumlah kasus TB pada tahun 2014 sebagian besar terjadi di Asia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan di dunia. 1,5 juta orang meninggal akibat tuberkulosis pada tahun 2014. Insiden TB diperkirakan ada 9,6 juta (kisaran 9,1-10

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kegiatan penanggulangan Tuberkulosis (TB), khususnya TB Paru di

BAB 1 PENDAHULUAN. Kegiatan penanggulangan Tuberkulosis (TB), khususnya TB Paru di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penanggulangan Tuberkulosis (TB), khususnya TB Paru di Indonesia telah dimulai sejak diadakan Simposium Pemberantasan TB Paru di Ciloto pada tahun 1969. Namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang HIV AIDS merupakan masalah kesehatan masyarakat global yang sampai saat ini belum ditemukan obat untuk menyembuhkannya (CDC, 2016). WHO (2016) menunjukkan bahwa terdapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara (Dave et al, 2009).

I. PENDAHULUAN. secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara (Dave et al, 2009). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis Paru sampai saat ini masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat dan secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara (Dave et al, 2009).

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM (IN-DEPTH-INTERVIEW

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM (IN-DEPTH-INTERVIEW 101 PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM (IN-DEPTH-INTERVIEW) IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DI PUSKESMAS BATANG PANE II KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA TAHUN 2016 1. Pedoman wawancara mendalam mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang terbaru (2010), masih menempatkan Indonesia sebagai negara dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang terbaru (2010), masih menempatkan Indonesia sebagai negara dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laporan Tuberkulosis (TB) dunia oleh World Health Organization (WHO) yang terbaru (2010), masih menempatkan Indonesia sebagai negara dengan jumlah pasien TB terbesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) paru merupakan salah satu penyakit yang mendapat perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization (WHO) 2013, lebih dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (TB) Paru sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Menurut World health Organization

Lebih terperinci

Kegiatan Penanggulangan HIV/AIDS Melalui Serosurvey Di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Sitti Fatimah 1, Hilmiyah 2

Kegiatan Penanggulangan HIV/AIDS Melalui Serosurvey Di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Sitti Fatimah 1, Hilmiyah 2 Kegiatan Penanggulangan HIV/AIDS Melalui Serosurvey Di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 201 Sitti Fatimah 1, Hilmiyah 2 1 Puskesmas Bulupoddo, 2 Dinas Kesehatan Kabupaten Sinjai, Sulawesi

Lebih terperinci

/Pusk- Bal/TB/VIII/2015. Tanggal Terbit

/Pusk- Bal/TB/VIII/2015. Tanggal Terbit PENCATATAN DAN PELAPORAN PASIEN TB Bal/TB/VIII/205 / Plt. Kepala NIP. 96623 98603 068 Pengertian Suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk pencatatan dan pelaporan pasien TB yang disusun dan disajikan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas dan menjadi isu global yaitu Infeksi HIV/AIDS.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas dan menjadi isu global yaitu Infeksi HIV/AIDS. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit menular saat ini masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia dan merupakan penyebab kematian bagi penderitanya. Penyakit menular adalah penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama. kesehatan global. TB menyebabkan kesakitan pada jutaan

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama. kesehatan global. TB menyebabkan kesakitan pada jutaan BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama kesehatan global. TB menyebabkan kesakitan pada jutaan manusia tiap tahunnya dan menjadi penyebab kematian kedua dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang pada umumnya menyerang jaringan paru, tetapi dapat menyerang organ

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENGISIAN FORMAT PENCATATAN DAN PELAPORAN PASIEN HIV/AIDS

PETUNJUK TEKNIS PENGISIAN FORMAT PENCATATAN DAN PELAPORAN PASIEN HIV/AIDS PETUNJUK TEKNIS PENGISIAN FORMAT PENCATATAN DAN PELAPORAN PASIEN HIV/AIDS Revisi dari tahun 2006 2015 Kementerian Kesehatan RI ii PETUNJUK TEKNIS PENGISIAN FORMAT PENCATATAN DAN PELAPORAN PASIEN HIV/AIDS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa sub-populasi berisiko

BAB II TINJAUAN PUSTAKA sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa sub-populasi berisiko BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Epidemi HIV/AIDS di Indonesia Epidemi HIV di Indonesia telah berlangsung selama 25 tahun dan sejak tahun 2000 sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa sub-populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang. Badan kesehatan dunia, World Health Organitation

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang. Badan kesehatan dunia, World Health Organitation BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia termasuk Indonesia. Sebagian besar kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan terutama di Negara berkembang seperti di Indonesia. Penyebaran

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan terutama di Negara berkembang seperti di Indonesia. Penyebaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) sampai saat ini masih menjadi masalah utama kesehatan terutama di Negara berkembang seperti di Indonesia. Penyebaran penyakit Tuberkulosis yang begitu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan desain cross-sectional. Pengambilan data dilakukan secara

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan desain cross-sectional. Pengambilan data dilakukan secara BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini berupa deskriptif non eksperimental dengan menggunakan desain cross-sectional. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang. disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium Tuberculosis yang pada

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang. disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium Tuberculosis yang pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium Tuberculosis yang pada umumnya menyerang jaringan paru,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar bakteri TB menyerang paru, tetapi

BAB 1 PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar bakteri TB menyerang paru, tetapi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh bakteri TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar bakteri TB menyerang paru, tetapi dapat

Lebih terperinci

Dikembangkan dari publikasi di JMPK yang ditulis oleh Alex Prasudi 1 dan Adi Utarini 2

Dikembangkan dari publikasi di JMPK yang ditulis oleh Alex Prasudi 1 dan Adi Utarini 2 INOVASI INFORMASI KESEHATAN DARI FASILITAS PEMERINTAH DAN SWASTA: MODEL DALAM PROGRAM PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS PARU DI KECAMATAN KALASAN, KABUPATEN SLEMAN, PROPINSI DIY Dikembangkan dari publikasi di

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 1. Analisis Konteks dalam Program Skrining IMS dengan VCT di LP

BAB V PEMBAHASAN. 1. Analisis Konteks dalam Program Skrining IMS dengan VCT di LP BAB V PEMBAHASAN A. Pembahasan 1. Analisis Konteks dalam Program Skrining IMS dengan VCT di LP Wanita Klas II A Kota Malang Berdasarkan hasil evaluasi konteks program skrining IMS dengan VCT di LP Wanita

Lebih terperinci

Lampiran 1. Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Universitas Sumatera Utara Lampiran 1 110 Lampiran 2 111 112 Lampiran 3 KUESIONER PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KINERJA PETUGAS TB (TUBERCULOSIS) DI RUMAH SAKIT YANG TELAH DILATIH PROGRAM HDL (HOSPITAL DOTS LINGKAGE)

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Tuberkulosis 1.1. Pengertian Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang penyakit parenkim paru (Brunner & Suddarth, 2002). Tuberkulosis adalah suatu

Lebih terperinci

ANALISIS EPIDEMIOLOGI HIV AIDS DI KOTA BANDUNG DINAS KESEHATAN KOTA BANDUNG

ANALISIS EPIDEMIOLOGI HIV AIDS DI KOTA BANDUNG DINAS KESEHATAN KOTA BANDUNG ANALISIS EPIDEMIOLOGI HIV AIDS DI KOTA BANDUNG DINAS KESEHATAN KOTA BANDUNG KEBIJAKAN DALAM PERMENKES 21/2013 2030 ENDING AIDS Menurunkan hingga meniadakan infeksi baru Menurunkan hingga meniadakan kematian

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. TB paru dengan pemberdayaan peserta barazanji di kepulauan yang terdiri dari

BAB 4 METODE PENELITIAN. TB paru dengan pemberdayaan peserta barazanji di kepulauan yang terdiri dari 91 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan pengembangan model sistem penemuan suspek TB paru dengan pemberdayaan peserta di kepulauan yang terdiri dari dua tahapan, yaitu:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan karena

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan karena dari tahun ke tahun terus meningkat. Dalam sepuluh tahun terakhir, peningkatan AIDS sungguh mengejutkan.

Lebih terperinci

SKRIPSI. Penelitian Keperawatan Komunitas

SKRIPSI. Penelitian Keperawatan Komunitas SKRIPSI HUBUNGAN PERILAKU PENDERITA TB PARU DAN KONDISI RUMAH TERHADAP TINDAKAN PENCEGAHAN POTENSI PENULARAN TB PARU PADA KELUARGA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LUBUK BUAYA PADANG TAHUN 2011 Penelitian Keperawatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang dihadapi oleh masyarakat dunia. Saat ini hampir sepertiga penduduk dunia terinfeksi kuman

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Konsep Kerangka konsep merupakan abstraksi dari suatu agar bisa dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang dapat menjelaskan keterkaitan antar variabel (baik variabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Epidemi Human Immunodeficiency Virus (HIV) secara global masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Masalah kesehatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi Directly

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi Directly BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis Paru (TB Paru) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi Directly Observed Treatment Short-course

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan di seluruh

Lebih terperinci

UNTUK PENGOBATAN TUBERKULOSIS DI UNIT PELAYANAN KESEHATAN

UNTUK PENGOBATAN TUBERKULOSIS DI UNIT PELAYANAN KESEHATAN CV. Kharisma CMYK s+op PETUNJUK PENGGUNAAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS FIXED DOSE COMBINATION (OAT-FDC) UNTUK PENGOBATAN TUBERKULOSIS DI UNIT PELAYANAN KESEHATAN Departemen Kesehatan Republik Indonesia Jakarta

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. tertinggi di antara negara-negara di Asia. HIV dinyatakan sebagai epidemik

BAB 1 : PENDAHULUAN. tertinggi di antara negara-negara di Asia. HIV dinyatakan sebagai epidemik BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban TB tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660,000 (WHO, 2010) dan

Lebih terperinci

Penjangkauan dalam penggulangan AIDS di kelompok Penasun

Penjangkauan dalam penggulangan AIDS di kelompok Penasun Catatan Kebijakan # 3 Penjangkauan dalam penggulangan AIDS di kelompok Penasun Stigma terhadap penggunaan narkoba di masyarakat selama ini telah membatasi para pengguna narkoba untuk memanfaatkan layananlayanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karena penularannya mudah dan cepat, juga membutuhkan waktu yang lama

BAB 1 PENDAHULUAN. karena penularannya mudah dan cepat, juga membutuhkan waktu yang lama BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis. Penyakit ini umumnya menyerang pada paru, tetapi juga dapat menyerang bagian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom. penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom. penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013). BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Human Immunodeficiensy Vyrus (HIV) yaitu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom (AIDS) adalah sindrom kekebalan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sinar matahari, tetapi dapat hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sinar matahari, tetapi dapat hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit TBC Paru merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat. Kuman ini memiliki sifat khusus tahan asam, cepat mati dengan sinar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh kuman dari kelompok Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh kuman dari kelompok Mycobacterium 75 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang menyerang paru yang disebabkan oleh kuman dari kelompok Mycobacterium yaitu Mycobacterium Tuberculosis. TB Paru

Lebih terperinci

Tema Lomba Infografis Community TB HIV Care Aisyiyah 2016

Tema Lomba Infografis Community TB HIV Care Aisyiyah 2016 Tema Lomba Infografis Community TB HIV Care Aisyiyah 2016 TEMA 1 : Tuberkulosis (TB) A. Apa itu TB? TB atau Tuberkulosis adalah Penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberkulosis. Kuman

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya

BAB 1 PENDAHULUAN. merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya menjaga sistem kekebalan

Lebih terperinci

JEJARING PROGRAM NASIONAL PENGENDALIAN TUBERKULOSIS DI INDONESIA

JEJARING PROGRAM NASIONAL PENGENDALIAN TUBERKULOSIS DI INDONESIA JEJARING PROGRAM NASIONAL PENGENDALIAN TUBERKULOSIS DI INDONESIA WIHARDI TRIMAN, dr.,mqih MT-TB Jakarta HP : 0812 660 9475 Email : wihardi_t@yahoo.com LATAR BELAKANG Thn.1995, P2TB mengadopsi Strategi

Lebih terperinci

MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM HIV & AIDS

MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM HIV & AIDS MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM HIV & AIDS JUM AT, 8 APRIL 2016 DI JAVA TEA HOUSE, YOGYAKARTA KEBIJAKAN TERKAIT MONEV PROGRAM PENANGGULANGAN HIV&AIDS SECARA NASIONAL, MONEV PLAN PROGRAM PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu aspek penting yang dicari oleh semua orang. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu keadaan sehat yang

Lebih terperinci