BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Penelitian Pada pemodelan gelombang ini, yang menjadi daerah pemodelannya adalah wilayah pesisir Kabupaten dan Kota Cirebon. Terkait dengan wilayah pesisir ini, akan dijelaskan tentang keadaan lingkungan termasuk kondisi geografi, keadaan oseanografi, keadaan meteorologi dan keadaan pesisir Cirebon Kondisi Geografi Sebagai wilayah studi pemetaan gelombang dan identifikasi kerentanan wilayah pesisir terhadap abrasi ini adalah daerah pesisir di Kabupaten dan Kota Cirebon, Jawa Barat. Perairan Cirebon merupakan perairan yang berada pada posisi LS LS dan BT BT. Kabupaten dan Kota Cirebon memilkiki daerah seluas 1027,36 km 2 (Pemerintah Provinsi Jawa Barat, 2012). Daerah ini termasuk salah satu rangkaian pantai utara Pulau Jawa. Daerah Kabupaten dan Kota Cirebon dijadikan wilayah penelitian karena merupakan salah satu daerah pesisir yang mempunyai kerusakan pantai yang cukup parah. Kota Cirebon berada di dalam wilayah Kabupaten Cirebon, seluruh wilayah Kota Cirebon berbatasan dengan Kabupaten Cirebon kecuali di sebelah timur yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa. Peta administratif Cirebon ditunjukkan pada Gambar 2.1, sedangkan batas administratif Kabupaten Cirebon adalah sebagai berikut. a. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Indramayu. b. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Brebes. c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Kuningan. d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Majalengka. Berdasarkan topografinya, wilayah di Kabupaten Cirebon dikelompokkan menjadi wilayah kecamatan yang terletak sepanjang jalur pantura termasuk pada dataran rendah yang memiliki letak ketinggian antara 0 10 m dari permukaan air laut, dan 6

2 wilayah kecamatan yang terletak di bagian selatan memiliki letak ketinggian antara m dari permukaan laut (Pemerintah Kabupaten Cirebon, 2012). Gambar 2.1. Peta Administrasi Cirebon Sumber: Kota Cirebon merupakan dataran rendah dengan ketinggian bervariasi antara meter di atas permukaan laut. Kemiringan lereng di wilayah ini antara 0-40 % dimana 0-3 % merupakan daerah berkarateristik kota, 3-25 % daerah transmisi dan % merupakan pinggiran (Pemerintah Provinsi Jawa Barat, 2012) Keadaan Oseanografi Arus adalah proses pergerakan massa air menuju kesetimbangan yang menyebabkan perpindahan massa air secara horisontal dan vertikal. Nurhayati dan Suyarso (2008) melaporkan bahwa kecepatan arus permukaan di perairan Cirebon pada bulan Februari bervariasi antara 5,2 cm/detik 49,7 cm/detik, dengan rata-rata 23,7 cm/detik. Sedangkan di Bulan Juli, kecepatan arus permukaan di perairan Cirebon bervariasi antara 12,7 cm/detik 63,9 cm/detik dengan rata-rata 32,8 cm/detik. Arah arus laut pada bulan Februari beragam, terutama pada permukaan menuju ke timur 7

3 dan tenggara mencapai 62% sedangkan 38% arah arus permukaan menuju ke barat daya. Pada bulan Juli, pergerakan arus di perairan Cirebon 52% cenderung ke arah timur dan tenggara sedangkan 31% menuju ke arah selatan. Gelombang merupakan pergerakan naik dan turunnya air dengan arah tegak lurus permukaan air laut yang membentuk kurva/grafik sinusoidal. Kecepatan angin sangat mempengaruhi kekuatan gelombang yang dihasilkan karena angin merupakan pembangkit utama terjadinya gelombang. Dengan adanya data angin, secara tidak langsung dapat diketahui kondisi gelombang di wilayah perairan tersebut. Frekuensi terbesar kecepatan angin di Kabupaten dan Kota Cirebon adalah sekitar knot atau 5,5-8 m/s Keadaan Meteorologi Kota Cirebon termasuk daerah iklim tropis. Banyaknya curah hujan di wilayah ini adalah mm per tahun dengan hari hujan 86 hari. Kelembaban udara berkisar antara ± 48-93% dengan kelembaban udara tertinggi terjadi pada bulan Januari- Maret dan angka terendah terjadi pada bulan Juni-Agustus. Rata-rata curah hujan tahunan di kota Cirebon ± mm/tahun dengan jumlah hari hujan ± 155 hari. Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson, iklim di kota Cirebon termasuk dalam tipe iklim C dengan nilai Q ± 37,5% (persentase antara bulan kering dan bulan basah). Musim hujan jatuh pada bulan Oktober-April, dan musim kemarau jatuh pada bulan Juni-September (Pemerintah Provinsi Jawa Barat, 2012). Keadaan angin di wilayah ini terdapat tiga macam angin, yaitu: Angin Musim Barat : antara bulan Desember sampai bulan Maret. Angin Pancaroba : antara bulan April sampai bulan November. Angin Musim Timur : antara bulan Mei sampai bulan Oktober. Menurut Dinas Pertanian dan Perkebunan Peternakan dan Kehutanan Kabupaten Cirebon, keadaan ikilm di wilayah Kabupaten Cirebon dapat dipilahkan ke dalam 5 kelompok kawasan, yaitu kawasan dengan curah hujan <1.500 mm/tahun, mm/tahun, mm/tahun, mm/tahun dan kawasan >3.500 mm/tahun. 8

4 Berdasarkan curah hujan dan hari hujan, wilayah pertanian Kabupaten Cirebon sangat potensial untuk tiga kali pertanaman padi atau padi-padi dan palawija. Unsur iklim lainnya meliputi suhu udara, dengan rerata tahunan sebesar 29,5 o C. Suhu tertinggi terjadi pada bulan Agustus yaitu 32,1 o C dan terendah pada bulan Januari yaitu 25 o C. Adapun kelembaban udara rerata tahunan sebesar 83,07% tertinggi pada bulan April dan Mei sebesar 86,1% dan terendah terjadi pada bulan Oktober sebesar 80,6% Keadaan Pesisir Wilayah Cirebon memiliki pantai sepanjang 61 km. Kondisi pesisir tanpa tanaman bakau terlihat hampir di sepanjang garis pantai Kota dan Kabupaten Cirebon. Secara umum karakteristik garis pantai Cirebon terbagi menjadi dua, yaitu garis pantai yang mengalami sedimentasi dan garis pantai yang mengalami erosi. Pantai Losari dan Gebang cenderung mengalami sedimentasi sedangkan pantai Tanjung dan Bangkaderes sampai Karangreja cenderung mengalami erosi (Rositasari, dkk. 2011). 2.2 Gelombang dan Pemodelannya Gelombang adalah pergerakan naik dan turunnya air dengan arah tegak lurus permukaan air laut yang membentuk kurva/grafik sinusoidal. Gelombang laut terbentuk oleh adanya transfer energi dari udara ke massa air. Angin merupakan pengaruh utama terjadinya gelombang. Angin yang lebih kuat akan menghasilkan gelombang yang lebih besar. Gelombang dihasilkan di daerah fetch dan menjalar melintasi laut sampai gelombang tersebut pecah di pantai. Fetch adalah wilayah interaksi antara angin dan air, dan wilayah ini merupakan awal mula terjadinya gelombang yang dibangkitkan oleh angin (Windupranata, 2011). Fetch mempengaruhi ketinggian dan periode gelombang. Semakin panjang fetch-nya, gelombang yang dihasilkan pun akan semakin tinggi. Gelombang yang merambat dari laut dalam menuju pantai akan mengalami perubahan bentuk karena perubahan kedalaman laut sepanjang jalur yang dilewati oleh gelombang tersebut. Gelombang yang bergerak menuju pantai akan mengalami perlambatan pergerakan di bagian bawah gelombang yang berbatasan dengan dasar laut. Hal ini merupakan akibat dari gesekan antara air dengan dasar laut. Sementara itu, bagian atas gelombang di permukaan air akan terus melaju. Semakin mendekat 9

5 dengan pantai, puncak gelombang akan semakin tajam dan lembahnya akan semakin datar. Kejadian inilah yang menyebabkan gelombang tersebut pecah. Gelombang laut tersebut akan pecah jika panjang gelombang lebih kecil dari tujuh kali tinggi gelombang. Gelombang merupakan salah satu kerakteristik dari air laut yang sangat penting untuk diketahui. Manfaat dari data gelombang diantaranya adalah untuk pelayaran kapal, konstruksi bangunan wilayah pesisir, konstruksi bangunan lepas pantai, untuk mengidentifikasi erosi pantai dan perpindahan sedimen laut, untuk rekreasi (surfing), dan masih banyak manfaat yang lainnya. Terkait dengan kerentanan wilayah pesisir terhadap abrasi, gelombang merupakan salah satu fenomena dinamika laut yang berpengaruh. Gelombang yang menjalar dari laut menuju pantai akan mempengaruhi bentuk garis pantai sebagai akibat dari gesekan antara air dengan dasar pantai. Gelombang dapat didefinisikan dengan panjang gelombang, tinggi gelombang, periode gelombang, dan sebagainya. Pada penelitian tugas akhir ini, karakteristik gelombang yang akan dibahas adalah tinggi signifikan gelombang dan arah datangnya gelombang. Data gelombang dapat diperoleh dari pengukuran atau pemodelan. Karena di wilayah Indonesia sangat sulit untuk memperoleh data pengukuran gelombang, maka untuk mendapatkan data gelombang dilakukan pemodelan gelombang. Pemodelan yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah pemodelan matematik. Pemodelan matematika terbagi dua, yaitu pemodelan analitik dan pemodelan numerik. Pemodelan numerik merupakan pemodelan yang memanfaatkan persamaanpersamaan matematika. Salah satu aplikasi dari pemodelan numerik adalah pemodelan gelombang seperti yang dilakukan dalam penelitian tugas akhir ini. Dalam pembuatan pemodelan numerik terdiri atas beberapa tahap, yaitu : a. Penentuan Daerah Model dan Batimetri Penentuan daerah model dan batimetri merupakan tahap pertama dalam proses pemodelan. Dalam tahap ini termasuk penentuan grid numerik dan interpolasi data batimetri. Untuk menentukan daerah model dan batimetri dibutuhkan lokasi dan bentuk garis pantai serta data batimetri untuk keseluruhan daerah pemodelan. 10

6 b. Penentuan Syarat Batas dan Syarat Awal Tahap ini merupakan tahap untuk menentukan nilai yang akan diberikan pada batas model. Dalam pemodelan harus ditentukan nilai batas antara daerah yang akan dimodelkan dengan daerah yang tidak akan dimodelkan. Nilai untuk batas ini dapat ditentukan dengan data time series, atau dengan persamaan numeris. Data pengukuran diperlukan dalam proses ini. Dalam tahap ini juga ditentukan variabel yang akan digunakan sebagai nilai masukan untuk pembuatan model di daerah batas model tersebut. c. Penentuan Parameter Masukan Model Pada tahap ini dilakukan pemilihan proses yang akan dilakukan dan pemilihan parameter yang akan digunakan dalam simulasi. Pemilihan proses dan parameter tersebut memerlukan masukan data dari pengukuran atau dari model numerik lainnya. d. Analisis Sensitifitas Analisis sensitifitas adalah untuk mengetahui pengaruh dari perubahan variabel yang digunakan dalam proses pemodelan. Dilakukan pemodelan dengan perubahan data masukan, misalnya perbedaan syarat awal termasuk proses dan parameter masukan akan mempengaruhi model yang dihasilkan. e. Verifikasi Hasil Model Hasil pemodelan bisa menunjukkan perilaku yang berbeda dengan fenomena alam. Oleh karena itu hasil pemodelan harus diverifikasi dengan data pengukuran. f. Kalibrasi Model Kalibrasi model dilakukan dengan pemilihan proses yang berbeda atau dengan input parameter yang berbeda. g. Validasi Hasil Model Setelah verifikasi dan kalibrasi model, selanjutnya dilakukan validasi. Pada validasi ini, diuji kehandalan dari model yang dihasilkan, misalnya model harus menghasilkan hasil yang bagus pada periode simulasi yang berbeda. h. Aplikasi Model Model dapat diterapkan jika validasinya didapatkan hasil yang memuaskan. Hasil simulasi tersebut kemudian diasumsikan sebagai representasi kondisi alam realistik. Kemudian dalam hal model hidrodinamika, model tersebut 11

7 dapat digabungkan dengan modul model numerik lainnya, seperti perpindahan sedimen dan gelombang. Pemodelan gelombang terbagi menjadi model dinamik dan model spektral. Pada penelitian ini, yang dilakukan adalah pemodelan spektral menggunakan SWAN (Simulating Waves Nearshore) versi SWAN adalah model numerik perhitungan gelombang generasi ketiga untuk memperoleh perkiraan realistik parameter gelombang di area pesisir, danau dan muara dari data angin, dasar perairan (batimetri) dan kondisi lingkungan. SWAN dapat digunakan pada skala yang relevan untuk gelombang yang dibangkitkan oleh angin. Model gelombang tersebut berdasarkan persamaan keseimbangan gerak gelombang dengan sources dan sink. Model SWAN merupakan model stasioner dengan spektral diskrit dalam frekuensi dan arahnya. Model tersebut diformulasikan dalam istilah densitas gerak N (densitas energi dibagi dengan frekuensi relatif; N = E/σ). Informasi mengenai permukaan laut terdapat dalam spektrum variansi gelombang atau densitas energi E(σ,θ), dimana σ merupakan frekuensi energi gelombang yang tersebar dan θ merupakan arah perambatan gelombang. Biasanya, model gelombang menentukan evolusi densitas gerak N(x, t; σ,θ) dalam ruang x dan waktu t. Densitas gerak didefinisikan sebagai N = E/σ. Pada kondisi ini diasumsikan bahwa arus ambient sama dengan koordinat vertikal dan dinotasikan dengan U (The SWAN Team, 2011). Secara umum, evolusi spektrum dapat dijelaskan dengan persamaan keseimbangan gerak spektral seperti yang dinyatakan pada persamaan (2.1) (The SWAN Team (2011)). N + t x.[(c g + U) N] + C σ N σ keterangan: + C θ N θ = S tot σ (2.1) N t = bagian kinematik dari persamaan ini (laju perubahan densitas gerak dalam waktu). x.[(c g + U) N] = perambatan energi gelombang dalam ruang x geografis dua dimensi. 12

8 C σ N σ rata-rata. = efek perubahan frekuensi radian yang disebabkan variasi kedalaman dan arus C θ N θ = refraksi kedalaman terinduksi dan arus terinduksi. S (σ,θ ) σ = Istilah yang mewakili semua proses fisik yang membangkitkan, menghilangkan, atau mendistribusikan energi gelombang. C σ dan C θ merupakan kecepatan perambatan dalam ruang spektral (σ, θ). Istilah kedua ( x,y.[(c g + U) N (σ,θ)]) pada persamaan (1) dapat disusun kembali dalam koordinat kartesian, sperikal atau kurvilinier. Untuk aplikasi-aplikasi skala kecil persamaan keseimbangan gerak spektral dapat dinyatakan dalam koordinat kartesian seperti yang dituliskan pada persamaan (2.2) (The SWAN Team (2011)). N + C x N + C y N + C σ N + C θ N = S tot t x y σ θ σ (2.2) dengan : C x = C g,x + U x ; C y = C g,y + U y S tot = S in + S nl3 + S nl4 + S ds,w + S ds,br (2.3) keterangan: N t C x N x C y N y C σ N σ C θ N θ S tot σ S in S nl3 S nl4 S ds,w = laju perubahan energi tiap waktu = perambatan energi gelombang dalam ruang x = perambatan energi gelombang dalam ruang y = efek perubahan frekuensi radian berdasarkan kedalaman dan arus rata-rata = refraksi yang dipengaruhi kedalaman dan arus = Istilah yang mewakili semua proses fisik yang membangkitkan, menghilangkan, atau mendistribusikan eneri gelombang = data angin = interaksi gelombang triad = interaksi gelombang quadruplet = penghamburan karena whitecapping 13

9 S ds,b S ds,br = penghamburan karena kekasaran dasar laut = penghamburan karena gelombang pecah akibat pengaruh dari kedalaman Produk dari pemodelan gelombang dengan SWAN adalah karakteristik gelombang seperti tinggi signifikan gelombang (H sign ), arah gelombang (Dir), panjang gelombang (WLEN) dan periode gelombang (TM01). Nilai karakteristik gelombang yang dihasilkan tersebut diturunkan dari energi gelombang pada pemodelan dengan persamaan-persamaan matematik. Untuk mendapatkan tinggi signifikan gelombang digunakan persamaan (2.4) (The SWAN Team (2011)). Hs = 4 E ω, θ dωdθ (2.4) Untuk meringankan perhitungan dalam mendapatkan tinggi signifikan gelombang dapat juga menggunakan persamaan (2.5) (The SWAN Team (2011)). Hs = 4 E σ, θ dσdθ (2.5) keterangan: Hs E ω, θ ω σ θ = tinggi signifikan gelombang = spectrum densitas variansi = frekuensi radian absolut yang ditentukan dengan hubungan dispersi pergeseran Doppler = frekuensi energi gelombang yang tersebar = merupakan arah perambatan gelombang Dan untuk menentukan arah gelombang digunakan persamaan (2.6) (The SWAN Team (2011)). Dir = arctan sinθe σ,θ dσdθ cosθe σ,θ dσdθ (2.6) keterangan: σ θ = frekuensi energi gelombang yang tersebar = merupakan arah perambatan gelombang 14

10 Persamaan (2.4) dan (2.5) merupakan persamaan untuk memperoleh nilai tinggi signifikan gelombang. Sedangkan persamaan (2.6) merupakan persamaan untuk menentukan arah gelombang. Untuk menentukan periode gelombang absolut rata-rata dari E ω, θ digunakan persamaan (2.7) (The SWAN Team (2011)). T m01 = 2π ωe ω,θ dωdθ E ω,θ dωdθ 1 = 2π ωe σ,θ dσdθ E σ,θ dσdθ 1 (2.7) keterangan: T m01 = peridoe gelombang absolut rata-rata Sedangkan untuk menghitung panjang gelombang rata-rata digunakan persamaan (2.8) (The SWAN Team (2011)). WLEN = 2π k p E σ,θ dσdθ k p 1 E σ,θ dσdθ 1 (2.8) keterangan: WLEN = panjang gelombang rata-rata p = power 2.3 Kerentanan Wilayah Pesisir terhadap Abrasi Secara umum, kerentanan merupakan tingkatan suatu sistem yang mudah terkena atau tidak mampu menanggulangi bencana. Tingkat kerentanan dapat dilihat dari aspek fisik, sosial kependudukan dan ekonomi. Kerentanan fisik menggambarkan suatu kondisi fisik yang rawan terhadap bencana tertentu. Dalam kaitannya dengan daerah pantai, kerentanan merupakan suatu kondisi yang menggambarkan keadaan dari suatu sistem alami serta keadaan sosial pantai terhadap bencana pantai. Identifikasi kerentanan suatu wilayah tergantung pada jenis fenomena yang mungkin terjadi pada daerah tersebut. 15

11 Abrasi merupakan salah satu fenomena di kawasan pesisir yang merupakan bagian dari aspek fisik yang menyebabkan kerentanan. Abrasi adalah proses pengikisan pantai yang disebabkan oleh dinamika laut yang bersifat merusak. Gelombang merupakan salah satu dari proses dinamika laut tersebut yang menyebabkan abrasi pantai. Untuk menyimpulkan suatu wilayah pesisir dikatakan rentan terhadap abrasi diperlukan acuan yang disebut dengan Indeks Kerentanan Wilayah Pesisir terhadap Abrasi (IKPA). IKPA merupakan suatu nilai indeks yang menggambarkan tingkat kerentanan suatu wilayah pesisir terhadap terjadinya abrasi di wilayah tersebut (Windupranata, dkk. 2011a). Pada Tabel 2.1 terlihat bahwa sudut datang gelombang terhadap pantai dan tinggi gelombang merupakan kondisi fisik yang mempengaruhi kerentanan pantai terhadap abrasi. No Tabel 2.1. Indeks Kerentanan Wilayah Pesisir terhadap Abrasi (Windupranata, dkk. 2011a) Klasifikasi Variabel Tunggan Pasut Maksimum (m) Kecepatan Arus Maksimum (m) Tinggi Gelombang Signifikan (m) Sudut Datang Gelombang terhadap Garis Pantai ( o ) Kemiringan Topografi Pantai (%) 6 Jenis Sedimen 1 (Aman) 2 (Kurang Rentan) 3 (Rentan) 4 (Sangat Rentan) < 0,50 0,50 1,29 1,30 2,00 > 2,00 < 0,10 0,10 0,29 0,30 0,50 > 0,50 < 0,50 0,50 1,29 1,30 1,99 > 2, atau atau < > 15.0 Batu Keras 7 Tutupan Lahan Vegetasi 8 9 Curah Hujan Rata-rata Bulanan (mm) Kecepatan Angin Ratarata Bulanan (Bft) Batu Halus Kawasan Terbangun Pasir Kasar Tanah Pasir Halus Perairan < > 200 < > 10 16

12 Untuk membedakan pengaruh dari variabel terhadap fenomena abrasi dilakukan pembobotan terhadap tinggi signifikan gelombang dan sudut datang gelombang. Pembobotan yang dilakukan adalah dengan metode AHP (Analytical Hierarchy Process) yang telah dikembangkan oleh Mugiarto (2012). Nilai bobot untuk masingmasing variabel dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Nilai Bobot untuk Variabel Fisik yang Mempengaruhi Kerentanan (Mugiarto, 2012) No Variabel Fisik Bobot 1 Tunggang Pasang Surut 0,06 2 Arus Maksimum 0,11 3 Tinggi Gelombang 0,23 4 Arah Datang Gelombang 0,23 5 Kemiringan Pantai 0,06 6 Sedimen Pantai 0,23 7 Tutupan Lahan 0,04 8 Curah Hujan 0,02 9 Kecepatan Angin 0,02 Pada Tabel 2.2 terlihat bahwa variabel tinggi signifikan gelombang dan sudut datang gelombang mempunyai bobot yang sama. Dengan demikian, jika pada penelitian ini variabel yang digunakan adalah dua variabel, maka pembobotan untuk masingmasing variabel tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.3. Tabel 2.3 Nilai Bobot untuk Variabel Tinggi Signifikan dan Sudut Datang Gelombang No Variabel Bobot 1 Tinggi Gelombang Signifikan (Hs) 0,5 2 Sudut Datang Gelombang (SG) 0,5 Untuk menghitung indeks kerentanan pesisir terhadap abrasi menggunakan persamaan (2.4) (Mugiarto, 2012). 17

13 IKPA = v 1 b 1 + v 2 b v n b n (2.4) dengan keterangan: IKPA = Indeks Kerentanan Pesisir terhadap Abrasi v = Nilai masing-masing variabel yang disesuaikan dengan Tabel 2.1 b = Bobot variabel yang disesuaikan dengan Tabel 2.3 Dalam penelitian tugas akhir ini, persamaan 2.4 disesuaikan dengan variabel fisik yang diteliti sehingga menjadi persamaan 2.5. IKPA = v 1 b 1 + v 2 b 2 (2.5) dengan keterangan: v1 b1 v2 b2 = nilai kelas tinggi signifikan gelombang = bobot tinggi signifikan gelombang = nilai kelas sudut datang gelombang = bobot sudut datang gelombang Penilaian dari hasil perhitungan IKPA diuraikan pada Tabel 2.4. Tabel 2.4. Indeks IKPA (Mugiarto, 2012) IKPA 1 s.d. <1,5 1,5 s.d. <2,5 2,5 s.d. <3,5 3,5 s.d. 4 Keterangan Aman Kurang Rentan Rentan Sangat Rentan 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Studi Daerah yang menjadi objek dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah pesisir Kecamatan Muara Gembong yang terletak di kawasan pantai utara Jawa Barat. Posisi geografisnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Kondisi Fisik Daerah Penelitian II.1.1 Kondisi Geografi Gambar 2.1. Daerah Penelitian Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107 52-108 36 BT dan 6 15-6 40 LS. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS IV.1 Uji Sensitifitas Model Uji sensitifitas dilakukan dengan menggunakan 3 parameter masukan, yaitu angin (wind), kekasaran dasar laut (bottom roughness), serta langkah waktu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pengumpulan dan Pengolahan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data batimetri, garis pantai dan data angin. Pada Tabel 3.1 dicantumkan mengenai data yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang sangat dinamis dan mempunyai karakteristik yang beragam pada setiap wilayah di kabupaten/kota. Wilayah pesisir itu sendiri merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang sangat dinamis dan mempunyai karakteristik yang beragam di setiap tempatnya. Hal tersebut disebabkan oleh interaksi antara litosfer,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320 28 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Kepulauan Krakatau terletak di Selat Sunda, yaitu antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Luas daratannya sekitar 3.090 ha terdiri dari Pulau Sertung

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI. Gambaran Umum Kabupaten Cirebon

KONDISI UMUM LOKASI. Gambaran Umum Kabupaten Cirebon KONDISI UMUM LOKASI Gambaran Umum Kabupaten Cirebon Letak Administrasi Kabupaten Cirebon Kabupaten Cirebon merupakan salah satu wilayah yang terletak di bagian timur Propinsi Jawa Barat. Selain itu, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Penelitian Kecamatan Muara Gembong merupakan daerah pesisir di Kabupaten Bekasi yang berada pada zona 48 M (5 0 59 12,8 LS ; 107 0 02 43,36 BT), dikelilingi oleh perairan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pemodelan Hidrodinamika Arus dan Pasut Di Muara Gembong

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pemodelan Hidrodinamika Arus dan Pasut Di Muara Gembong BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pemodelan Hidrodinamika Arus dan Pasut Di Muara Gembong Pemodelan ini menghasilkan dua model yaitu model uji sensitifitas dan model dua musim. Dalam model uji sensitifitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Uji Sensitifitas Sensitifitas parameter diuji dengan melakukan pemodelan pada domain C selama rentang waktu 3 hari dan menggunakan 3 titik sampel di pesisir. (Tabel 4.1 dan

Lebih terperinci

Gambar 15 Mawar angin (a) dan histogram distribusi frekuensi (b) kecepatan angin dari angin bulanan rata-rata tahun

Gambar 15 Mawar angin (a) dan histogram distribusi frekuensi (b) kecepatan angin dari angin bulanan rata-rata tahun IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakter Angin Angin merupakan salah satu faktor penting dalam membangkitkan gelombang di laut lepas. Mawar angin dari data angin bulanan rata-rata selama tahun 2000-2007 diperlihatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut UU No.27 tahun 2007, tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir (coast) dan pantai (shore) merupakan bagian dari wilayah kepesisiran (Gunawan et al. 2005). Sedangkan menurut Kodoatie (2010) pesisir (coast) dan pantai (shore)

Lebih terperinci

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa G174 Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa Muhammad Ghilman Minarrohman, dan Danar Guruh Pratomo Departemen Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

Analisis Pola Sirkulasi Arus di Perairan Pantai Sungai Duri Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat Suandi a, Muh. Ishak Jumarang a *, Apriansyah b

Analisis Pola Sirkulasi Arus di Perairan Pantai Sungai Duri Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat Suandi a, Muh. Ishak Jumarang a *, Apriansyah b Analisis Pola Sirkulasi Arus di Perairan Pantai Sungai Duri Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat Suandi a, Muh. Ishak Jumarang a *, Apriansyah b a Jurusan Fisika, Fakultas MIPA Universitas Tanjungpura

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas wilayah Kabupaten Kuningan secara keseluruhan mencapai 1.195,71

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 : Definisi visual dari penampang pantai (Sumber : SPM volume 1, 1984) I-1

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 : Definisi visual dari penampang pantai (Sumber : SPM volume 1, 1984) I-1 BAB I PENDAHULUAN Pantai merupakan suatu sistem yang sangat dinamis dimana morfologi pantai berubah-ubah dalam skala ruang dan waktu baik secara lateral maupun vertikal yang dapat dilihat dari proses akresi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lahan serta kerusakan infrastruktur dan bangunan (Marfai, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. lahan serta kerusakan infrastruktur dan bangunan (Marfai, 2011). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara bahari dan kepulauan terbesar didunia dengan 17.504 pulau dengan panjang garis pantai 95.181 km. Hal ini semakin memperkuat eksistensi Indonesia

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS IKLIM INDONESIA Pengertian Iklim Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun

Lebih terperinci

Faktor-faktor Pembentuk Iklim Indonesia. Perairan laut Indonesia Topografi Letak astronomis Letak geografis

Faktor-faktor Pembentuk Iklim Indonesia. Perairan laut Indonesia Topografi Letak astronomis Letak geografis IKLIM INDONESIA Pengertian Iklim Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun dan meliputi wilayah yang luas. Secara garis besar Iklim dapat terbentuk karena adanya: a. Rotasi dan revolusi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pengumpulan Data Dalam suatu penelitian perlu dilakukan pemgumpulan data untuk diproses, sehingga hasilnya dapat digunakan untuk analisis. Pengadaan data untuk memahami

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Tabel 3.1 Data dan Sumber No Data Sumber Keterangan. (Lingkungan Dilakukan digitasi sehingga 1 Batimetri

BAB III METODOLOGI. Tabel 3.1 Data dan Sumber No Data Sumber Keterangan. (Lingkungan Dilakukan digitasi sehingga 1 Batimetri BAB III METODOLOGI 3.1 Pengumpulan Data Data awal yang digunakan dalam Tugas Akhir ini adalah data batimetri (kedalaman laut) dan data angin seperti pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Data dan Sumber No Data Sumber

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Wilayahnya mencakup daratan bagian pesisir timur Pulau Sumatera dan wilayah kepulauan,

Lebih terperinci

Oleh. Muhammad Legi Prayoga

Oleh. Muhammad Legi Prayoga PEMETAAN ARUS DAN PASUT LAUT DENGAN METODE PEMODELAN NUMERIK DAN PEMANFAATANNYA DALAM ANALISIS KERENTANAN WILAYAH PESISIR TERHADAP ABRASI (STUDI KASUS: PESISIR KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT) TUGAS AKHIR

Lebih terperinci

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat.

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat. 11 yang akan datang, yang cenderung mengalami perubahan dilakukan dengan memanfaatkan keluaran model iklim. Hasil antara kondisi iklim saat ini dan yang akan datang dilakukan analisis dan kemudian dilakukan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

BAB II TEORI TERKAIT

BAB II TEORI TERKAIT II. TEORI TERKAIT BAB II TEORI TERKAIT 2.1 Pemodelan Penjalaran dan Transformasi Gelombang 2.1.1 Persamaan Pengatur Berkenaan dengan persamaan dasar yang digunakan model MIKE, baik deskripsi dari suku-suku

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN BAB 1. PENDAHULUAN

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN BAB 1. PENDAHULUAN DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii BAB 1. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Perumusan Masalah... 5 1.3. Tujuan Penelitian...

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI IV.1 Gambaran Umum Kepulauan Seribu terletak di sebelah utara Jakarta dan secara administrasi Pulau Pramuka termasuk ke dalam Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi

Lebih terperinci

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

Gambar 9. Peta Batas Administrasi IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Letak Geografis Wilayah Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6 56'49'' - 7 45'00'' Lintang Selatan dan 107 25'8'' - 108 7'30'' Bujur

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengukuran Beda Tinggi Antara Bench Mark Dengan Palem Dari hasil pengukuran beda tinggi dengan metode sipat datar didapatkan beda tinggi antara palem dan benchmark

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti secara geografis terletak pada koordinat antara sekitar 0 42'30" - 1 28'0" LU dan 102 12'0" - 103 10'0" BT, dan terletak

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pantai adalah daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah. Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan

Lebih terperinci

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6 No. 2, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-172 Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa Muhammad Ghilman Minarrohman, dan Danar Guruh

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 3 (2014), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 3 (2014), Hal ISSN : Studi Faktor Penentu Akresi dan Abrasi Pantai Akibat Gelombang Laut di Perairan Pesisir Sungai Duri Ghesta Nuari Wiratama a, Muh. Ishak Jumarang a *, Muliadi a a Prodi Fisika, FMIPA Universitas Tanjungpura,

Lebih terperinci

BAB I KONDISI FISIK. Gambar 1.1 Peta Administrasi Kabupaten Lombok Tengah PETA ADMINISTRASI

BAB I KONDISI FISIK. Gambar 1.1 Peta Administrasi Kabupaten Lombok Tengah PETA ADMINISTRASI BAB I KONDISI FISIK A. GEOGRAFI Kabupaten Lombok Tengah dengan Kota Praya sebagai pusat pemerintahannya merupakan salah satu dari 10 (sepuluh) Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Wilayah Letak dan Batas Letak suatu wilayah adalah lokasi atau posisi suatu tempat yang terdapat di permukaan bumi. Letak suatu wilayah merupakan faktor yang sangat

Lebih terperinci

KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI

KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI BAB I BAB II BAB III BAB IV BAB V : KETENTUAN UMUM : PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI Bagian Kesatu Indeks Ancaman dan Indeks Kerentanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim

I. PENDAHULUAN. 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Aceh Singkil beriklim tropis dengan curah hujan rata rata 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim timur maksimum 15 knot, sedangkan

Lebih terperinci

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI Lokasi pada lepas pantai yang teridentifikasi memiliki potensi kandungan minyak bumi perlu dieksplorasi lebih lanjut supaya

Lebih terperinci

PEMETAAN GELOMBANG LAUT DENGAN METODE PEMODELAN NUMERIK DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MENGIDENTIFIKASI KERENTANAN WILAYAH PESISIR TERHADAP ABRASI

PEMETAAN GELOMBANG LAUT DENGAN METODE PEMODELAN NUMERIK DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MENGIDENTIFIKASI KERENTANAN WILAYAH PESISIR TERHADAP ABRASI PEMETAAN GELOMBANG LAUT DENGAN METODE PEMODELAN NUMERIK DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MENGIDENTIFIKASI KERENTANAN WILAYAH PESISIR TERHADAP ABRASI (Wilayah Studi: Kabupaten dan Kota Cirebon) TUGAS AKHIR Karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang antara 95 o BT 141 o BT dan 6 o LU 11 o LS (Bakosurtanal, 2007) dengan luas wilayah yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Lokasi CV. Jayabaya Batu Persada secara administratif terletak pada koordinat 106 O 0 51,73 BT dan -6 O 45 57,74 LS di Desa Sukatani Malingping Utara

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu. 25 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan luas DAS Cisadane segmen Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane secara keseluruhan terletak antara 106º17-107º BT dan 6º02-6º54 LS. DAS Cisadane segmen hulu berdasarkan

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan April 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan

Lebih terperinci

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan September 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan November, Desember 2013 dan Januari 2014 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT Martono Divisi Pemodelan Iklim, Pusat Penerapan Ilmu Atmosfir dan Iklim LAPAN-Bandung, Jl. DR. Junjunan 133 Bandung Abstract: The continuously

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 2.1 Geografis dan Administratif Sebagai salah satu wilayah Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Kendal memiliki karakteristik daerah yang cukup

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 23 IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Batas Wilayah Kabupaten Tabalong merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Kalimantan Selatan dengan ibukota Tanjung yang mempunyai

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian

Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian 33 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Wilayah dan Kependudukan Kabupaten Maluku Tengah merupakan Kabupaten terluas di Maluku dengan 11 Kecamatan. Kecamatan Leihitu merupakan salah satu Kecamatan

Lebih terperinci

SIMULASI SEBARAN SEDIMEN TERHADAP KETINGGIAN GELOMBANG DAN SUDUT DATANG GELOMBANG PECAH DI PESISIR PANTAI. Dian Savitri *)

SIMULASI SEBARAN SEDIMEN TERHADAP KETINGGIAN GELOMBANG DAN SUDUT DATANG GELOMBANG PECAH DI PESISIR PANTAI. Dian Savitri *) SIMULASI SEBARAN SEDIMEN TERHADAP KETINGGIAN GELOMBANG DAN SUDUT DATANG GELOMBANG PECAH DI PESISIR PANTAI Dian Savitri *) Abstrak Gerakan air di daerah pesisir pantai merupakan kombinasi dari gelombang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara kepulauan terbesar di

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara kepulauan terbesar di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau mencapai 17.508 pulau besar dan kecil dengan garis pantai sangat panjang

Lebih terperinci

global warming, periode iklim dapat dihitung berdasarakan perubahan setiap 30 tahun sekali.

global warming, periode iklim dapat dihitung berdasarakan perubahan setiap 30 tahun sekali. 4.5. Iklim 4.5.1. Tipe Iklim Indonesia merupakan wilayah yang memiliki iklim tropis karena dilewati garis khatulistiwa. Iklim tropis tersebut bersifat panas dan menyebabkan munculnya dua musim, yaitu musim

Lebih terperinci

Peramalan Gelombang di Perairan Kabupaten Indramayu dengan Pemodelan Numerik SWAN 41.01A

Peramalan Gelombang di Perairan Kabupaten Indramayu dengan Pemodelan Numerik SWAN 41.01A Reka Racana Jurusan Teknik Sipil Itenas Vol. 2 No. 4 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Desember 2016 Peramalan Gelombang di Perairan Kabupaten Indramayu dengan Pemodelan Numerik SWAN 41.01A FAJAR

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis 3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Penelitian dilakukan di dua kabupaten di Provinsi Jambi yaitu Kabupaten Batanghari dan Muaro Jambi. Fokus area penelitian adalah ekosistem transisi meliputi

Lebih terperinci

Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Tasikmalaya. Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Sumedang.

Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Tasikmalaya. Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Sumedang. Letak Kabupaten Majalengka secara geografis di bagian Timur Provinsi Jawa Barat yaitu Sebelah Barat antara 108 0 03-108 0 19 Bujur Timur, Sebelah Timur 108 0 12-108 0 25 Bujur Timur, Sebelah Utara antara

Lebih terperinci

3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Deskripsi umum lokasi penelitian 3.1.1 Perairan Pantai Lovina Kawasan Lovina merupakan kawasan wisata pantai yang berada di Kabupaten Buleleng, Bali dengan daya tarik

Lebih terperinci

Untuk mengkaji perilaku sedimentasi di lokasi studi, maka dilakukanlah pemodelan

Untuk mengkaji perilaku sedimentasi di lokasi studi, maka dilakukanlah pemodelan BAB IV PEMODELAN MATEMATIKA PERILAKU SEDIMENTASI 4.1 UMUM Untuk mengkaji perilaku sedimentasi di lokasi studi, maka dilakukanlah pemodelan matematika dengan menggunakan bantuan perangkat lunak SMS versi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan pertemuan antara wilayah laut dan wilayah darat, dimana daerah ini merupakan daerah interaksi antara ekosistem darat dan ekosistem laut yang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. terkecil lingkup Balai Besar TNBBS berbatasan dengan:

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. terkecil lingkup Balai Besar TNBBS berbatasan dengan: IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Wilayah Sukaraja Atas 1. Letak Geografis dan Luas Berdasarkan administrasi pengelolaan Kawasan Hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Resort Sukaraja Atas sebagai

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 15 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis dan Topografis Kabupaten Indramayu terletak di pesisir utara Pantai Jawa, dengan garis pantai sepanjang 114 km. Kabupaten Indramayu terletak pada

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR PETA... xiii INTISARI...

Lebih terperinci

BAB I GEOGRAFI. Kabupaten Tegal Dalam Angka

BAB I GEOGRAFI. Kabupaten Tegal Dalam Angka BAB I GEOGRAFI A. LETAK GEOGRAFI Kabupaten Tegal merupakan salah satu daerah kabupaten di Propinsi Jawa Tengah dengan Ibukota Slawi. Terletak antara 108 57'6 s/d 109 21'30 Bujur Timur dan 6 50'41" s/d

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 33 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa Jakarta. Pulau Paling utara,

Lebih terperinci

BAB III DATA LOKASI. Perancangan Arsitektur Akhir Prambanan Hotel Heritage & Convention. 3.1 Data Makro

BAB III DATA LOKASI. Perancangan Arsitektur Akhir Prambanan Hotel Heritage & Convention. 3.1 Data Makro BAB III DATA LOKASI 3.1 Data Makro 3.1.1 Data Kawasan wilayah Kabupaten Sleman yaitu : Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Magelang (Provinsi Jawa Tengah) Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 TINJAUAN UMUM Jembatan sebagai sarana transportasi mempunyai peranan yang sangat penting bagi kelancaran pergerakan lalu lintas. Dimana fungsi jembatan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak tahun 1980-an para peneliti meteorologi meyakini bahwa akan terjadi beberapa penyimpangan iklim global, baik secara spasial maupun temporal. Kenaikan temperatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih dari 3.700 pulau dengan luas daratan ± 1.900. 000 km 2 dan lautan ± 3.270.000 km 2.Garis

Lebih terperinci

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM POLA DISTRIBSI SH DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK DAS Citarum merupakan DAS terpanjang terbesar di Jawa Barat dengan area pengairan meliputi Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Bekasi, Cianjur, Indramayu,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Geomorfologi Bentuk lahan di pesisir selatan Yogyakarta didominasi oleh dataran aluvial, gisik dan beting gisik. Dataran aluvial dimanfaatkan sebagai kebun atau perkebunan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan dengan luas wilayah daratan dan perairan yang besar. Kawasan daratan dan perairan di Indonesia dibatasi oleh garis pantai yang menempati

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Padang Cermin merupakan bagian dari Kabupaten Pesawaran, Secara

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Padang Cermin merupakan bagian dari Kabupaten Pesawaran, Secara IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Kecamatan Padang Cermin merupakan bagian dari Kabupaten Pesawaran, Secara geografis, Kecamatan Padang Cermin terletak di sebelah Tenggara Kabupaten

Lebih terperinci

Kajian Hidro-Oseanografi untuk Deteksi Proses-Proses Dinamika Pantai (Abrasi dan Sedimentasi)

Kajian Hidro-Oseanografi untuk Deteksi Proses-Proses Dinamika Pantai (Abrasi dan Sedimentasi) Kajian Hidro-Oseanografi untuk Deteksi Proses-Proses Dinamika Pantai (Abrasi dan Sedimentasi) Mario P. Suhana * * Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor Email: msdciyoo@gmail.com

Lebih terperinci

Analisis Karakteristik Fisik Sedimen Pesisir Pantai Sebala Kabupaten Natuna Hendromi 1), Muhammad Ishak Jumarang* 1), Yoga Satria Putra 1)

Analisis Karakteristik Fisik Sedimen Pesisir Pantai Sebala Kabupaten Natuna Hendromi 1), Muhammad Ishak Jumarang* 1), Yoga Satria Putra 1) PRISMA FISIKA, Vol. III, No. 1 (215), Hal.21-28 ISSN : 2337-824 Analisis Karakteristik Fisik Sedimen Pesisir Pantai Sebala Kabupaten Natuna Hendromi 1), Muhammad Ishak Jumarang* 1), Yoga Satria Putra 1)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Kondisi Wilayah Kabupaten Gorontalo Kabupaten Gorontalo terletak antara 0 0 30 0 0 54 Lintang Utara dan 122 0 07 123 0 44 Bujur Timur. Pada tahun 2010 kabupaten ini terbagi

Lebih terperinci

PEMODELAN GENESIS. KL 4099 Tugas Akhir. Bab 5. Desain Pengamananan Pantai Pulau Karakelang, Kabupaten Kepulauan Talaud, Provinsi Sulawesi Utara

PEMODELAN GENESIS. KL 4099 Tugas Akhir. Bab 5. Desain Pengamananan Pantai Pulau Karakelang, Kabupaten Kepulauan Talaud, Provinsi Sulawesi Utara Desain Pengamananan Pantai Pulau Karakelang, Kabupaten Kepulauan Talaud, Provinsi Sulawesi Utara Bab 5 PEMODELAN GENESIS Bab 5 PEMODELAN GENESIS Desain Pengamanan Pantai Pulau Karakelang Kabupaten Kepulauan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

Musim Hujan. Musim Kemarau

Musim Hujan. Musim Kemarau mm IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisis Data Curah hujan Data curah hujan yang digunakan pada penelitian ini adalah wilayah Lampung, Pontianak, Banjarbaru dan Indramayu. Selanjutnya pada masing-masing wilayah

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Februari 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun dan pos hujan di

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kabupaten Pati 4.1.1 Kondisi geografi Kabupaten Pati dengan pusat pemerintahannya Kota Pati secara administratif berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Legonkulon berada di sebelah utara kota Subang dengan jarak ± 50 km, secara geografis terletak pada 107 o 44 BT sampai 107 o 51 BT

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang diperoleh dapat bermanfaat. Metode penelitian dilakukan guna menunjang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang diperoleh dapat bermanfaat. Metode penelitian dilakukan guna menunjang BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian atau riset merupakan suatu usaha untuk mencari pembenaran dari suatu permasalahan hingga hasilnya dapat ditarik kesimpulan dan dari hasil penelitian yang diperoleh

Lebih terperinci

Deteksi Perubahan Garis Pantai Pulau Gili Ketapang Kabupaten Probolinggo

Deteksi Perubahan Garis Pantai Pulau Gili Ketapang Kabupaten Probolinggo Deteksi Perubahan Garis Pantai Pulau Gili Ketapang Kabupaten Probolinggo Nurin Hidayati 1, Hery Setiawan Purnawali 2 1 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya Malang Email: nurin_hiday@ub.ac.id

Lebih terperinci

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM 69 4. DESKRIPSI SISTEM SOSIAL EKOLOGI KAWASAN PENELITIAN 4.1 Kondisi Ekologi Lokasi studi dilakukan pada pesisir Ratatotok terletak di pantai selatan Sulawesi Utara yang termasuk dalam wilayah administrasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci