Abstrak. Key Words: Learning Method, Instrument, Kacapi. METODE PEMBELAJARAN KACAPI MELALUI PENERAPAN SISTEM NOTASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Abstrak. Key Words: Learning Method, Instrument, Kacapi. METODE PEMBELAJARAN KACAPI MELALUI PENERAPAN SISTEM NOTASI"

Transkripsi

1 METODE PEMBELAJARAN KACAPI MELALUI PENERAPAN SISTEM NOTASI Oleh Julia Universitas Pendidikan Indonesia Abstrak Kacapi merupakan salah satu alat kesenian tradisional Sunda yang telah banyak mendapat perhatian untuk dipelajari baik di lingkungan sendiri maupun di luar negeri. Dalam cara pengajarannya, sejak zaman dahulu dilakukan dengan metode oral tradisi tanpa menggunakan sistem notasi. Karena cara tersebut dianggap telah berhasil dalam melakukan regenerasi tabuhan kacapi dari generasi ke generasi. Seiring perkembangan zaman, metode pengajaran kacapi pun mulai mendapat perhatian khususnya dalam dunia pendidikan formal. Karena waditra (instrumen) tersebut telah menjadi salah satu waditra yang wajib dipelajari terutama dalam perguruan tinggi yang bergerak dalam bidang seni. Sehingga, berbagai metode pun dilakukan untuk mengajarkan waditra tersebut, salah satunya yang sekarang penulis tawarkan yakni sebuah metode untuk pengajaran kacapi dengan menggunakan sistem notasi. Metode yang dibuat berbeda dengan metode yang telah ada. Karena biasanya pembelajaran kacapi menggunakan notasi Sunda tanpa menggunakan ilustrasi kawat kacapinya yang berjumlah kawat. Ada juga yang menggunakan notasi barat, yakni seperti notasi untuk instrumen piano, sehingga arah tinggi-rendahnya nada pada notasi berlawanan dengan tinggi-rendahnya nada yang terdapat dalam kacapi. Oleh sebab itu, penulis mencoba membuat metode dengan memperhatikan kedua hal tersebut, yaitu dengan menggunakan notasi barat pada diagram kawat kacapi yang berjumlah kawat. Sehingga terdapat kesesuaian antara arah tinggi-rendahnya nada pada notasi dan pada kacapi. Dengan demikian, diharapkan akan mempermudah peserta didik dalam mempelajari waditra kacapi. Key Words: Learning Method, Instrument, Kacapi. 1

2 A. PENGANTAR Metode merupakan cara sistematis dan terpikir secara baik untuk mencapai tujuan, prinsip, dan praktik-praktik pengajaran (KLBI, 2006:380). Dalam dunia pendidikan, metode telah menjadi sesuatu hal yang mutlak diperlukan, terutama metode dalam aktivitas pembelajaran. Karena, dalam aktivitas pembelajaran, menyangkut pencarian, pembentukan, dan transfer ilmu pengetahuan, atau yang biasa disebut dengan kegiatan belajar mengajar. Sedangkan dalam kegiatan tersebut, di dalamnya melibatkan dua pihak utama, yaitu pihak pendidik dan peserta didik. Para pendidik, dalam melaksanakan tugasnya disamping menguasai bahan atau materi ajar, tentu perlu pula mengetahui bagaimana cara materi ajar itu disampaikan, serta bagaimana karakteristik peserta didik yang menerima pelajaran tersebut. Biasanya, kegagalan dalam pembelajaran terjadi apabila pendidik kurang menguasai bahan, dan yang paling parah lagi adalah pendidik tidak tahu bagaimana cara menyampaikan materi ajar dengan baik dan tepat. Sehingga, tidak memungkinkan peserta didik dapat belajar dengan suasana menyenangkan, serta materi ajar mudah dipahami dan dikuasai dalam waktu yang relatif singkat. Seperti yang dikemukakan oleh Georgi Lozanov, bahwa pemercepatan belajar dapat dilakukan dengan metode pengajaran yang memungkinkan siswa untuk belajar dengan kecepatan mengesankan, dengan upaya yang normal, dan dibarengi kegembiraan (DePorter & Hernacki, 2005:14). Oleh karena itu, 2

3 dengan adanya metode pengajaran, diharapkan kegiatan belajar mengajar tersebut dapat berjalan dengan lancar, serta tujuannya dapat tercapai dengan baik. Meskipun dalam kenyataannya, tidak sedikit berbagai macam metode pengajaran yang diciptakan, kurang efektif bahkan dapat membuat peserta didik tidak dapat belajar dengan baik. Karena, peserta didik tidak merasa tertarik atau tertantang dengan pelajaran yang diberikan. Salah satunya sebagai akibat dari kurang ampuhnya metode pengajaran yang digunakan. Berdasarkan permasalahan tersebut, tampaknya tepat untuk memperhatikan pandangannya Win Wenger, bahwa salah satu pemakain metode yang lebih baik adalah pada masalah, artinya bagaimana menciptakan metode-metode yang lebih baik untuk memecahkan masalah (Wenger, 2000:387). Dalam hal ini, Wenger lebih menekankan pada proses dengan sasaran membangun alat (toolbuilding). Artinya, menggunakan suatu metode atau proses khusus, untuk menciptakan alat atau sarana, metode atau proses yang baru dan lebih baik. Di sinilah perlu adanya investasi ulang metode untuk metode yang lebih baik, tidak ada batas yang jelas mengenai seberapa jauh dan seberapa tinggi batas itu. Berkaitan dengan metode pengajaran tersebut, permasalahannya tidak hanya terjadi pada pendidikan ilmu-ilmu alam atau pendidikan ilmuilmu sosial, akan tetapi juga terjadi pada pendidikan seni, terutama seni tradisi. Sebagai seni yang merupakan akar dan khazanah dari budaya 3

4 bangsa, seni tradisi telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam dunia pendidikan. Namun dalam pendidikan seni tradisi, permasalahan metode pengajaran cenderung kurang diperhatikan, karena sampai saat ini metode yang telah ada yaitu metode oral tradisi (ngabeo), masih dianggap metode yang paling ampuh dalam hal pengajaran. Namun hal tersebut tidak terjadi pada semua cabang seni tradisi, terutama seni tradisi yang telah lama diajarkan di sekolah-sekolah atau perguruan tinggi. Seperti halnya pembelajaran gamelan degung di Jawa Barat, telah menggunakan metodemetode pengajaran yang cukup baik. B. METODE ORAL TRADISI Selama ini, pengajaran kacapi sebagai waditra pokok dalam penyajian kawih dan tembang Sunda dilakukan dengan metode oral tradisi tanpa menggunakan sistem notasi atau partitur, karena waditra tersebut lebih berkembang di luar dunia pendidikan atau sekolah-sekolah. Sehingga, metode oral tradisi menjadi warisan dari generasi ke generasi. Tentu saja, metode itu pun dapat diakui berhasil dalam proses pengajaran di luar dunia pendidikan, karena materi ajar kacapi memiliki kompleksitas tersendiri yang sangat sulit untuk dinotasikan. Akan tetapi, lain hal dengan dunia pendidikan, dimana diperlukan adanya suatu pengembangan pemikiran bahwa sesulit apapun materi ajar, harus dapat diajarkan dengan menggunakan notasi. Bahkan diharapkan, dengan pengembangan metode 4

5 peserta didik dapat belajar sendiri di luar proses pengajaran meskipun akhirnya harus tetap bertatap muka demi kesempurnaan materi ajar. Kelemahan yang ditemukan dalam metode oral tradisi, pertama, memungkinkan terjadinya pengurangan dan menghilangnya karya-karya yang terdahulu disebabkan tidak adanya dokumentasi yang jelas. Artinya, dengan oral tradisi hanya mengandalkan memori manusia untuk mengingatnya. Mengenai hal ini, kita dapat mengambil contoh dengan karya-karya dari barat yang dibuat pada zaman renaissance, zaman barok, zaman klasik dan zaman romantik sampai sekarang, masih ada dokumentasinya sehingga banyak orang dapat mempelajarinya, bahkan sampai mendunia. Meskipun memiliki perbedaan dalam hal sejarah dan budaya, tidak ada salahnya apabila kita pun mencoba untuk mendokumentasikan karya-karya kawih atau tembang Sunda, dengan cara menotasikan dan sekaligus mengggunakannya untuk metode pengajaran, demi kelestarian karya-karya dalam kesenian tersebut. Kedua, metode oral tradisi dalam pelaksanaannya hanya dapat dilakukan oleh beberapa kalangan saja, sehingga waditra kacapi kurang diminati oleh banyak orang. Hal tersebut, merupakan salah satu hal yang telah menyebabkan waditra kacapi menjadi waditra yang minoritas. Padahal, dalam permainan kacapi terdapat keistimewaan tersendiri seperti puspa ragam teknik yang cukup sulit dikuasai, sehingga dapat bersaing dengan instrumen-instrumen barat. Oleh karena itu, di zaman yang telah 5

6 mengglobal ini, sebagai salah satu upaya pelestarian diperlukan adanya metode lain agar waditra kacapi dapat dipelajari oleh semua kalangan. Ketiga, metode oral tradisi juga dapat dinilai kurang efektif dan efisien. Artinya memerlukan waktu yang cukup lama untuk sampai kepada tahap peserta didik dapat memainkan waditra kacapi, sedangkan zaman sekarang orang-orang cenderung berkeinginan untuk mempelajari instrumen secara cepat dan praktis. Dalam permainan kacapi, tentu saja terdapat tahapan-tahapan untuk mencapai kepada tingkat yang paling tinggi, akan tetapi dalam proses pembelajaran bukan berarti harus langsung menuju tingkatan tersebut, namun proses awalnya yang sangat perlu untuk diperhatikan agar peserta didik dapat belajar secara cepat sehingga akhirnya akan mempermudah untuk mencapai tingkatan tinggi. Hal lainnya yang juga perlu diperhatikan adalah sudah saatnya pembelajaran waditra kacapi menggunakan sistem notasi yang dapat dipahami olah semua kalangan. Tujuannya, dengan adanya sistem notasi diharapkan waditra kacapi dapat lebih dikenal oleh banyak orang, tidak hanya satu daerah tapi secara nasional bahkan internasional. Seperti pengaruh musik tradisi barat yang cukup kuat di negara Indonesia, di antaranya dengan banyaknya partitur-partitur musik barat yang dapat dipelajari oleh banyak kalangan. Terakhir, dalam perkembangannya sampai sekarang, dinilai kurangnya referensi tentang metode pembelajaran waditra kacapi. Oleh 6

7 karena itu, untuk menambah referensi tersebut maka diperlukan adanya metode-metode lain yang dapat memperkaya, mempercepat, serta membantu mempermudah pembelajaran waditra kacapi, khususnya di kalangan dunia pendidikan dan umumnya di semua kalangan. Setelah memperhatikan beberapa permasalahan tersebut, maka penulis mencoba untuk menggunakan metode pengajaran dengan membuat sebuah metode pembelajaran kacapi menggunakan sistem notasi. C. PROSES PEMBELAJARAN Dalam proses pembelajarannya, teori yang digunakan adalah teori belajar konstruktivisme, khususnya konstruktivisme radikal. Dalam hal ini, seperti yang dikemukakan oleh Von Glasersfeld, konstruktivisme radikal berpegang bahwa kita hanya dapat mengetahui apa yang dibentuk/dikonstruksi oleh pikiran kita (Suparno, 1997:26). Artinya, pembelajaran lebih menitik beratkan pada keaktifan peserta didik, dengan mengutamakan pengalaman sebagai salah satu cara untuk memperoleh atau membentuk perkembangan pengetahuannya. Oleh karena itu, dalam cara ini pengetahuan dapat lebih cepat dikonstruksi oleh penerima yang aktif, dan akan berbeda apabila ditransfer kepada penerima yang pasif. Sedangkan pendidik, merupakan mediator dalam proses mentransmisikan pengetahuan. Dalam hal ini, Jean Piaget mengemukakan, karena pendidikan merupakan suatu proses yang menghubungkan dua sisi, 7

8 di satu sisi, individu yang sedang tumbuh, dan di sisi lain, nilai sosial, intelektual, dan moral. Maka, menjadi tanggung jawab pendidiklah untuk mendorong individu pada sisi kedua tersebut (Palmer, 2006:75). Oleh karena itu, pendidik memiliki peran yang cukup kompleks dalam proses pembelajaran. Selain sebagai pentransmisi pengetahuan, juga berperan sebagai pengubah perilaku (behaviour changes) peserta didik, dan pemelihara sistem nilai atau nilai-nilai dari pengetahuan (Makmun, 2000:23). Proses pembelajaran ini, dalam pelaksanaannya juga didasarkan pada cara belajar cepat (accelerated learning). Artinya, dalam proses pembelajaran tersebut peserta didik dituntut untuk lebih cepat memahami dan menguasai materi ajar. Seperti yang dikemukakan oleh Colin Rose & Malcolm J. Nicholl, untuk menguasai perubahan yang berlangsung cepat dibutuhkan pula cara belajar cepat, yakni kemampuan menyerap dan memahami informasi baru dengan cepat, serta menguasai informasi tersebut (Rose & Nicholl, 2006:35). Dalam hal ini, pembelajaran dilakukan dengan menggunakan teknik-teknik yang cocok dengan gaya belajar para peserta didik, yaitu belajar dengan cara yang paling alamiah. Karena, belajar dengan cara yang alamiah menjadi lebih mudah, dan yang lebih mudah menjadi lebih cepat. 8

9 D. TAHAPAN PEMBELAJARAN Berkaitan dengan tahapan-tahapan pembelajaran, dalam pelaksanaannya peserta didik belajar melalui beberapa fase. Secara global, pembelajaran terbagi ke dalam tiga fase, yaitu: 1. Fase eksplorasi. 2. Fase pengenalan konsep. 3. Fase aplikasi konsep. Menurut Dimyati & Mudjiono, dalam fase eksplorasi siswa mempelajari gejala dengan bimbingan. Dalam fase pengenalan konsep, siswa mengenal konsep yang ada hubungannya dengan gejala. Sedangkan dalam aplikasi konsep, siswa menggunakan konsep untuk meneliti gejala lain lebih lanjut (Dimyanti & Mudjiono, 2006: 14). Dalam hal ini, peserta didik dituntut untuk dapat menguasai konsep, serta memiliki kepekaan dalam menemukan gejala-gejala yang terjadi dalam proses pembelajaran. Sedangkan langkah-langkah pembelajarannya, penulis mencoba untuk menggunakan langkah-langkah pembelajaran yang ditawarkan oleh Piaget 1, yaitu: 1. Menentukan topik yang dapat dipelajari oleh peserta didik. 2. Memilih atau mengembangkan aktivitas kelas dengan topik tersebut. 3. Mengetahui adanya kesempatan bagi pendidik untuk mengemukakan pertanyaan yang menunjang proses pemecahan masalah. 1 Lihat Dimyanti & Mudjiono. Belajar dan Pembelajaran (2006:14). 9

10 4. Menilai pelaksanaan tiap kegiatan, memperhatikan keberhasilan, dan melakukan revisi. Setelah melalui langkah-langkah tersebut, diharapkan peserta didik dapat membentuk pengetahuan secara cepat, efektif, dan efisien, serta memiliki pengalaman tersendiri, yakni pengalaman estetis. Karena, pada dasarnya dalam pendidikan seni khususnya seni musik, peserta didik dituntut agar dapat memiliki pengalaman estetis. Seperti yang dikemukakan oleh Keith Swanwick, bahwa pendidikan musik adalah pendidikan estetik, dan mendengarkan musik adalah suatu bagian dari pengalaman estetik (Ellliot, 1995:28). Oleh karena itu, pengalaman estetik merupakan suatu hal yang mutlak didapatkan oleh para peserta didik sebagai bagian dari pendidikan musik. Bahkan, Bennett Reimer berpandangan bahwa musik sama dengan kumpulan objek atau kerja seni. Ikhwal rhythm, melodi, harmoni, warna suara (termasuk dinamika), tekstur dan bentuk merupakan estetik atau elemen ekspresi dari musik (Elliot, 1995: 28). E. PRINSIP REAKSI Dalam hal ini, prinsip reaksi diartikan sebagai pola kegiatan yang memperlihatkan hubungan guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, pola kegiatan tersebut dapat ditinjau dari beberapa aspek, seperti yang dikemukakan oleh Dimyanti & Mudjiono, yakni dilihat dari perhatian dan motivasi, keaktifan, keterlibatan langsung/berpengalaman, 10

11 pengulangan, tantangan, balikan dan penguatan, serta perbedaan individual (2006:42). 1. Perhatian dan Motivasi Perhatian merupakan bagian yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Karena, tanpa perhatian dari peserta didik proses pembelajaran akan berjalan secara semu. Artinya, materi ajar tidak akan tersampaikan dengan baik dan tuntas. Seperti yang dikemukakan oleh Stern dan dikutip oleh Bigot, pertama, perhatian adalah pemusatan tenaga/kekuatan jiwa tertuju kepada suatu objek. Kedua, perhatian adalah pendayagunaan kesadaran untuk menyertai sesuatu aktivitas yang dilakukan (Sagala, 2006:130). Oleh karena itu, keberhasilan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh perhatian peserta didik. Jika tidak ada perhatian, jangankan mengkontruksi pengetahuan, memahami materi ajarnya saja akan sulit. Sedangkan motivasi lebih berkaitan dengan minat peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran. Artinya, peserta didik akan lebih cepat membentuk pengetahuan jika mereka memiliki motivasi yang besar dalam mengikuti pembelajaran. Biasanya, dalam hal motivasi tergantung kepada kebutuhan, suka dan tidak suka, faktor pengajar, dan faktor lainnya yang dapat mempengaruhi psikologi peserta didik terhadap materi yang diajarkan. Dalam hal ini, Dimyanti & Mudjiono membaginya ke dalam dua motif, yaitu motif intrinsik dan motif ekstrinsik (2006:43). 11

12 Motif intrinsik adalah tenaga pendorong yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan, sedangkan motif ekstrinsik adalah tenaga pendorong yang ada di luar perbuatan yang dilakukannya tetapi menjadi penyertanya. Sebagai cara untuk membangkitkan motivasi tersebut, maka dalam proses pembelajarannya akan mencoba menggunakan cara seperti yang ditawarkan oleh Sagala. Pertama, mempersiapkan untuk menggunakan cara atau metode dan media mengajar yang bervariasi. Kedua, merencanakan dan memilih bahan yang menarik minat dan dibutuhkan siswa. Ketiga, memberikan sasaran antara, sasaran akhir belajar adalah lulus ujian atau naik kelas. Keempat, memberikan kesempatan untuk sukses, artinya materi ajar disesuaikan dengan kemampuan peserta didik yang berbeda-beda. Kelima, diciptakan suasana belajar yang menyenangkan, dengan suasana familiar. Keenam, adakan persaingan sehat, atau kompetisi sehat yang dapat membangkitkan motivasi belajar (Sagala, 2006:153). 2. Keaktifan Sesuai dengan teori belajar konstruktivisme yang menuntut adanya keaktifan dari peserta didik, maka dalam proses pembelajaran kacapi peserta didik dituntut untuk lebih aktif. Karena pembelajaran kacapi berbentuk praktek, maka keaktifan peserta didik dapat terlihat dalam mempelajari dan mempraktekan kacapi tersebut. Dalam hal ini, meskipun keaktifan praktek terletak pada aspek fisik, namun secara psikis juga sangat 12

13 diperlukan. Seperti memecahkan masalah dalam menyatukan tangan kanan dan tangan kiri dalam bermain kacapi. Jika peserta didik kurang aktif dalam kedua aspek tersebut, maka proses pembelajaran akan berlangsung lebih lama. 3. Keterlibatan Langsung Maksud dari keterlibatan langsung adalah bahwa peserta didik langsung mengalami dalam hal proses pembelajaran. Karena pembelajarannya kacapi, maka peserta didik harus memainkan atau mempraktekan secara langsung bagaimana mempelajari dan memainkan instrumen tersebut. Seperti yang telah disebutkan, dari pengalaman inilah peserta didik mendapatkan pengalaman estetik, dan justru hal inilah yang paling penting dan mendasar dalam pendidikan musik. Jadi, peserta didik tidak hanya melihat, mendengarkan, atau mengamati saja, tapi langsung ikut terlibat. 4. Pengulangan Berdasarkan pada teorinya Thordike tentang psikologi asosiasi atau koneksionisme, bahwa belajar adalah pembentukan hubungan antara stimulus dan respon, dan pengulangan terhadap pengalaman-pengalaman itu memperbesar peluang timbulnya respon yang benar. Seperti kata pepatah latihan menjadikan sempurna (Dimyanti & Mudjiono, 2006:46). Maka, dalam pembelajaran kacapi peserta didik dikondisikan untuk terus melakukan latihan dan pengulangan, agar materi yang 13

14 dipelajari bertambah sempurna. Namun, hal tersebut disesuaikan dengan waktu pembelajaran yang telah direncanakan, dan yang lebih tepat untuk banyak melakukan latihan dan pengulangan adalah di luar waktu pembelajaran formal. 5. Tantangan Untuk membantu menumbuhkan motif pada peserta didik, maka diperlukan materi ajar yang menantang, namun tetap disesuaikan dengan kemampuan para peserta didik. Karena, terlalu menantang tidak baik terhadap psikologi peserta didik. Artinya, jika materi yang diberikan tidak sesuai dengan kemampuannya, maka dapat menimbulkan perasaan frustasi dalam mempelajari kacapi, yang akhirnya menimbulkan rasa malas. Begitupun sebaliknya, jika materi yang diberikan terlalu mudah dan statis, artinya yang diberikan hanya itu-itu saja, maka peserta didik akan merasa bosan. 6. Balikan dan Penguatan Dalam hal ini, balikan dan penguatan dapat menjadi dorongan bagi peserta didik. Sebagai contoh, mendapatkan hasil yang baik dalam mempelajari kacapi dapat menjadi balikan yang menyenangkan, dan dapat berpengaruh baik terhadap usaha belajar selanjutnya. Sedangkan penguatan, dapat berupa penguatan positif dapat juga berupa penguatan negatif. Misalnya, dengan hasil belajarnya peserta didik mampu memainkan kacapi dengan baik, sehingga mendapatkan nilai ujian yang 14

15 bagus. Maka, nilai bagus tersebut dapat menjadi penguatan yang positif. Sebaliknya, jika mendapatkan hasil ujian yang tidak bagus, maka dapat menjadi penguatan yang negatif. Oleh karena itu, seperti yang dikatakan Dimyanti & Mudjiono, kegiatan balikan dan penguatan dapat dilakukan dengan cara tanya jawab, diskusi, eksperimen, metode penemuan, dan sebagainya (2006:49). Sehingga, peserta didik akan terdorong kembali untuk lebih giat dan bersemangat. 7. Perbedaan Individual Dalam upaya menanggulangi perbedaan kemampuan pada peserta didik, maka guru dapat memberikan tambahan atau pengayaan pelajaran bagi peserta didik yang pandai. Sedangkan untuk anak-anak yang kurang pandai, dapat dilakukan dengan memberikan bimbingan belajar, dengan demikian, mereka dapat terus terdorong untuk lebih berpikir optimis, dan tetap bersemangat dalam mempelajari kacapi. F. SISTEM NOTASI KACAPI Mengingat perkembangan zaman yang begitu pesat, metode pembelajaran kacapi dengan menggunakan sistem notasi memang sudah saatnya diluncurkan, disosialisasikan, serta diuji coba, terutama dalam mengantisipasi paradigma pembelajaran yang baru, yang memiliki indikasi sifat-sifatnya yang efektif dan efisien dalam prosesnya (Herdini, 2003). Oleh sebab itu, penulis mencoba membuat metode yang diharapkan 15

16 memiliki efektifitas dan efisiensi waktu dalam proses pembelajarannya, yakni dengan membuat sebuah metode pembelajaran kacapi dengan menggunakan sistem notasi. Panduan sistem notasinya adalah sebagai berikut: 1. Diagram Kawat Kacapi Sebagai pengenalan, kacapi yang akan digunakan yakni kacapi yang memiliki jumlah kawat 18 utas (kacapi tembang Sunda). Perhatikan gambar di bawah ini. Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa garis yang digunakan berjumlah 11 (sebelas) garis, terdiri dari dua bagian yaitu garis dan spasi. Garis dan spasi tersebut dibagi menjadi empat kelompok, dengan jumlah tiga kelompok masing-masing memiliki tiga garis dan dua spasi, satu kelompok memiliki dua garis dan satu spasi. Di antara kelompok yang satu dengan yang lainnya terdapat satu spasi yang difungsikan sebagai spasi pembatas. Tanpa menghitung spasi pembatas, garis dan spasi tersebut berjumlah 18 (delapan belas). Hal ini sesuai dengan jumlah kawat kacapi tembang Sunda yang berjumlah 18 (delapan belas) utas. Artinya, sistem 16

17 pengelompokan garis dan spasi tersebut telah diselaraskan dengan sistem bunyi pada kacapi tembang Sunda. Cara penerapannya, setiap kelompok terdiri dari nada 1 (da), 2 (mi), 3 (na), 4 (ti) dan 5 (la), dengan dimulai dari bawah, kecuali kelompok keempat hanya sampai nada 3 (na). Secara keseluruhan nada dimulai dari yang paling tinggi (high) sampai yang paling rendah (low), hal ini sesuai dengan urutan nada pada kacapi tembang Sunda. Seperti telah disebutkan di atas, kelompok paling bawah disebut dengan rakitan petit (oktaf tinggi), kelompok kedua disebut rakitan galindeng (oktaf sedang), kelompok ketiga disebut rakitan gentem (oktaf rendah), dan kelompok keempat disebut rakitan goong (oktaf paling rendah) 2. Agar lebih jelas cara penerapan struktur nada pada sistem notasi di atas, perhatikan gambar berikut. Untuk keterangan penggunaan jari dalam sistem notasi kacapi ini tidak menggunakan istilah Kanan (Ka) dan Kiri (Ki), tapi dengan menggunakan perbedaan warna pada not-nya. Untuk tangan kanan menggunakan warna hitam, dan untuk tangan kiri menggunakan warna 2 Istilah rakitan petit, rakitan galindeng, rakitan gentem, dan rakitan goong diambil dari buku belajar nembang karangan Rd. Ace Hasan Su eb tahun

18 merah. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah dalam teknik membaca notasi. Apabila dalam partitur hanya ada not yang berwarna hitam, maka partitur tersebut hanya dimainkan oleh tangan kanan, dan apabila dalam partitur terdapat not yang berbeda warna, maka partitur tersebut dimainkan oleh dua tangan. Untuk lebih jelasnya perhatikan notasi berikut ini. Contoh 1: Contoh 2: Seperti terlihat di atas, penulisan melodi pirigan menggunakan kaidah-kaidah notasi balok, baik bentuk dan durasi not maupun bentuk dan 18

19 durasi tanda istirahat. Hal ini bertujuan agar notasi dapat dikenal dan mudah dicerna oleh berbagai kalangan. Sebagai contohnya, di bawah ini dicantumkan beberapa jenis not dan tanda istirahat berikut durasinya seperti ditulis oleh Zinn dan Hogenson (1987:19). Dengan memerhatikan paparan di atas, dapat diketahui bahwa perbedaan yang cukup signifikan antara sistem notasi kacapi ini dengan sistem notasi kacapi yang telah ada, antara lain terletak pada: (1) penggunaan simbol. Sistem notasi sebelumnya hanya menggunakan angkaangka dari 1 (da) sampai 5 (la) berikut harga nadanya, sedangkan sistem notasi ini menggunakan notasi damina yang dilengkapi dengan simbolsimbol sebagaimana notasi balok pada umumnya. Artinya, Anda tetap membaca notasi dengan bunyi da-mi-na-ti-la, namun secara visual dibantu dengan simbol-simbol not balok. Hal ini dimaksudkan dan diharapkan agar lebih mudah diakses atau dipelajari oleh semua kalangan. (2) perubahan tampilan notasi. Dalam sistem notasi terdahulu notasi disajikan secara horizontal, sementara dalam sistem notasi ini disajikan secara horizontal dan vertikal. Dari segi visual, hal ini dapat membantu mempermudah dalam membaca notasi kacapi, karena terlihat jelas persamaannya antara struktur kawat kacapi dengan sistem notasi yang digunakan, yaitu berurutan dari bawah ke atas (vertikal). Dengan sistem 19

20 notasi ini, Anda dapat mengetahui mana kawat yang dimainkan dan mana kawat yang tidak dimainkan. (3) perubahan jumlah garis. Pada sistem notasi terdahulu, jumlah garis not untuk kacapi tembang Sunda berjumlah 18 garis sesuai dengan jumlah kawat kacapi, namun pada sistem notasi ini berubah menjadi 11 garis, dan sisanya yang berjumlah 7 dipindahkan ke dalam spasi. Pengurangan jumlah garis ini setidaknya dapat mengurangi tingkat kesulitan dalam upaya membaca notasi kacapi. 2. Contoh Bahan Pembelajaran Kacapi Melalui Penerapan Sistem Notasi Laras Pelog Tabuhan Bubuka 20

21 G. KESIMPULAN Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk pengembangan pembelajaran kacapi diperlukan upaya nyata dalam menciptakan inovasi-inovasi dalam cara-cara pengajarannya. Oleh karena itu, sebagai langkah awal, sistem notasi yang ditawarkan alangkah bijaknya jika diaplikasikan setidaknya sesuai dengan tahapan-tahapan belajar yang dianjurkan, atau lebih baik jika dikembangkan sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah dan peserta didik. Namun yang jelas, metode pembelajaran kacapi dengan menggunakan sistem notasi (literasi) ini bertujuan untuk mempermudah dan mengefisienkan waktu pembelajaran yang biasanya menggunakan metode oral tradisi (oraliti). Dan dapat dilihat dengan jelas pula, bahwa sistem notasi kacapi yang digunakan telah mengalami perubahan dari sistem notasi kacapi yang terdahulu, terutama dalam tampilan atau visualisasi sistem notasi. 21

22 BIBLIOGRAFI Bakir, Suyoto & Sigit Suryanto. (2006). Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Batam: Karisma Publishing Group. DePorter, Bobbi & Mike Hernacki. (2005). Quantum Learning. Bandung: Kaifa. Dimyanti dan Mudjiono. (2006). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta. Elliot, David J. (1995). Music Matters. New York: Oxford University Press. Herdini, Heri. (2003). Metode Pembelajaran Kacapi Indung Dalam Tembang Sunda Cianjuran. Bandung: STSI Press. Makmun, Abin Syamsuddin. (2000). Psikologi Kependidikan. Bandung: Rosdakarya. Palmer, Joy. A. (2006). Fifty Modern Thinkers On Education. Yogyakarta: IRCiSoD. Rose, C and Malcolm J. Nicholl. (2006). Accelerated Learning. Bandung: Nuansa. Sagala, Syaiful. (2006). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: CV Alfabeta. Wenger, Win. (2004). Beyond Teaching and Learning. Bandung: Nuansa. 22

MODEL PEMBELAJARAN KACAPI INDUNG DALAM TEMBANG SUNDA CIANJURAN. Oleh Julia Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Sumedang 2010

MODEL PEMBELAJARAN KACAPI INDUNG DALAM TEMBANG SUNDA CIANJURAN. Oleh Julia Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Sumedang 2010 MODEL PEMBELAJARAN KACAPI INDUNG DALAM TEMBANG SUNDA CIANJURAN Oleh Julia Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Sumedang 2010 Abstract Kacapi Indung merupakan salah satu alat kesenian tradisional Sunda

Lebih terperinci

SISTEM NOTASI UNTUK PEMBELAJARAN KACAPI INDUNG TEMBANG SUNDA CIANJURAN

SISTEM NOTASI UNTUK PEMBELAJARAN KACAPI INDUNG TEMBANG SUNDA CIANJURAN 27 RITME Volume 2 No. 1 Februari 2016 SISTEM NOTASI UNTUK PEMBELAJARAN KACAPI INDUNG TEMBANG SUNDA CIANJURAN Oleh Julia juli@upi.edu Departemen Pendidikan Seni Musik-FPSD Universitas Pendidikan Indonesia

Lebih terperinci

Inovasi Pembelajaran Kacapi Tembang Melalui Penerapan Sistem Notasi

Inovasi Pembelajaran Kacapi Tembang Melalui Penerapan Sistem Notasi See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/291765638 Inovasi Pembelajaran Kacapi Tembang Melalui Penerapan Sistem Notasi CONFERENCE PAPER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Musik gamelan telah menjadi identitas budaya masyarakat Indonesia, karena telah hidup membudaya dan menjadi tradisi pada kehidupan masyarakat dalam kurun

Lebih terperinci

Analisis Pirigan Tembang Sunda Cianjuran Runtuyan Wanda Papantunan & Panambih (Lagu Goyong Petit, Dangdanggula Paniisan & Jeritna Hate)

Analisis Pirigan Tembang Sunda Cianjuran Runtuyan Wanda Papantunan & Panambih (Lagu Goyong Petit, Dangdanggula Paniisan & Jeritna Hate) Analisis Pirigan Tembang Sunda Cianjuran Runtuyan Wanda Papantunan & Panambih (Lagu Goyong Petit, Dangdanggula Paniisan & Jeritna Hate) Oleh Julia Universitas Pendidikan Indonesia Abstrak Tulisan ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang berstruktur dan berprogram, di mulai dari pendidikan dasar,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang berstruktur dan berprogram, di mulai dari pendidikan dasar, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

2015 KOMPOSISI KACAPI PADA LAGU KEMBANG TANJUNG PANINEUNGAN KARYA MANG KOKO

2015 KOMPOSISI KACAPI PADA LAGU KEMBANG TANJUNG PANINEUNGAN KARYA MANG KOKO 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karawitan Sunda merupakan istilah untuk seni musik yang lahir dan berkembang di tatar Sunda. Dilihat dari bentuk pertunjukannya, karawitan Sunda dapat dibagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas dan bermanfaat untuk kemajuan bangsa. Di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas dan bermanfaat untuk kemajuan bangsa. Di Indonesia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam membentuk karakter suatu bangsa. Salah satu faktor yang mempengaruhi kemajuan suatu negara adalah pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan secara makro menurut Sumaatmadja (1997:56) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan secara makro menurut Sumaatmadja (1997:56) merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan secara makro menurut Sumaatmadja (1997:56) merupakan proses yang dialami oleh tiap orang mulai dari masa anak-anak sampai menjadi dewasa. Pendidikan

Lebih terperinci

Aspek Ritual Dalam Tembang Cianjuran

Aspek Ritual Dalam Tembang Cianjuran Aspek Ritual Dalam Tembang Cianjuran RITUAL merupakan suatu bentuk upacara atau perayaan yang berhubungan dengan beberapa kepercayaan atau agama dengan ditandai oleh sifat khusus (O'Dea, 1995). Dalam pelaksanaannya,

Lebih terperinci

`BAB I PENDAHULUAN. yang berpindah-pindah kemungkinan memberikan mereka inspirasi untuk

`BAB I PENDAHULUAN. yang berpindah-pindah kemungkinan memberikan mereka inspirasi untuk `BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Musik diperkirakan telah lahir sejak kehadiran manusia modern homo sapien yaitu sekitar 180.000 hingga 100.000 tahun yang lalu. Kehidupan mereka yang berpindah-pindah

Lebih terperinci

2016 PROSES PEMBELAJARAN RAMPAK KENDANG DI SANGGAR SENI KUTALARAS CIRANJANG-CIANJUR

2016 PROSES PEMBELAJARAN RAMPAK KENDANG DI SANGGAR SENI KUTALARAS CIRANJANG-CIANJUR BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi kesenian yang tersebar di seluruh Indonesia merupakan kekayaan budaya yang tidak ternilai harganya, karena kesenian merupakan salah satu unsur kebudayaan yang

Lebih terperinci

Pengaruh Budaya Literasi Barat Terhadap Budaya Oraliti Timur Dalam Transmisi Musik Gamelan di Lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia

Pengaruh Budaya Literasi Barat Terhadap Budaya Oraliti Timur Dalam Transmisi Musik Gamelan di Lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia 1 Pengaruh Budaya Literasi Barat Terhadap Budaya Oraliti Timur Dalam Transmisi Musik Gamelan di Lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia Julia Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Sumedang ju82li@upi.edu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diharapkan siswa setelah melaksanakan pengalaman belajar. 1

BAB I PENDAHULUAN. yang diharapkan siswa setelah melaksanakan pengalaman belajar. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dan pengajaran adalah suatu proses yang sadar tujuan. Tujuan dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk memberikan rumusan hasil yang diharapkan siswa setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman globalisasi seperti saat sekarang ini berdampak pada semakin berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu manusia modern saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Unggun Oktafitri Pratama, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Unggun Oktafitri Pratama, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan memiliki peran penting dalam kehidupan manusia sekarang ini. Penerapan pendidikan dalam kehidupan masyarakat yaitu agar terciptanya manusia yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. media atau sarana yang digunakan untuk mengekspresikan diri. Musik adalah

BAB I PENDAHULUAN. media atau sarana yang digunakan untuk mengekspresikan diri. Musik adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Musik merupakan cabang dari seni. Seni musik juga termasuk salah satu media atau sarana yang digunakan untuk mengekspresikan diri. Musik adalah salah satu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesenian merupakan bagian dari kebudayaan, sebagian wrisan nenek

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesenian merupakan bagian dari kebudayaan, sebagian wrisan nenek BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesenian merupakan bagian dari kebudayaan, sebagian wrisan nenek moyang bangsa Indonesia yang telah turun temurun sejak jaman dahulu, dan dipandang perlu mendapatkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan data yang diperoleh peneliti selama pelaksanaan penelitian,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan data yang diperoleh peneliti selama pelaksanaan penelitian, 105 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan data yang diperoleh peneliti selama pelaksanaan penelitian, peneliti merasa perlu untuk menarik kesimpulan tentang pembelajaran gamelan Degung Tingkat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN. Pupuh Balakbak Raehan merupakan salah satu pupuh yang terdapat dalam

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN. Pupuh Balakbak Raehan merupakan salah satu pupuh yang terdapat dalam BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Pupuh Balakbak Raehan merupakan salah satu pupuh yang terdapat dalam album rekaman Pupuh Raehan volume 1 sanggian Yus Wiradiredja. Pupuh Balakbak Raehan mulai diperkenalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menggunakan berbagai jenis alat musik sebagai satu kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. yang menggunakan berbagai jenis alat musik sebagai satu kesatuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Musik gamelan merupakan salah satu seni tradisional di Indonesia yang menggunakan berbagai jenis alat musik sebagai satu kesatuan musikal. Didalam Kamus Besar

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PBL UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PENDIDIKAN TATANIAGA

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PBL UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PENDIDIKAN TATANIAGA Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PBL UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PENDIDIKAN TATANIAGA Finisica Dwijayati Patrikha Universitas Negeri Surabaya

Lebih terperinci

itu terkait dengan tujuan pendidikan yang menitik beratkan pada pembentukan

itu terkait dengan tujuan pendidikan yang menitik beratkan pada pembentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Melihat fenomena perkembangan dunia pendidikan yang kian hari semakin berkembang dengan pesat pada masa sekarang ini, banyak hal yang dilakukan untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian Lagu gedé dalam Karawitan. Sunda Sebuah Tinjauan Karawitanologi, diketahui keunggulan

BAB VI KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian Lagu gedé dalam Karawitan. Sunda Sebuah Tinjauan Karawitanologi, diketahui keunggulan BAB VI KESIMPULAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian Lagu gedé dalam Karawitan Sunda Sebuah Tinjauan Karawitanologi, diketahui keunggulan musikal lagu gedé tidak dapat diragukan. Kompleksitas musik

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INTERAKTIF DALAM IPS

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INTERAKTIF DALAM IPS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INTERAKTIF DALAM IPS SUMINAH Dosen KSDP Universitas Negeri Malang E-mail: suminahpp3@yahoo.co.id Abstrak: Model pembelajaran interaktif adalah suatu pendekatan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY LEARNING

PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY LEARNING PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY LEARNING MELALUI PENDEKATAN VISUAL, AUDITORY, KINESTHETIC (VAK) DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SD NEGERI 2 JATIROTO TAHUN AJARAN 2014/2015 Marlina 1, M. Chamdani

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Soepandi Mengatakan bahwa: Alat musik tiup yang ada di Jawa Barat

BAB 1 PENDAHULUAN. Soepandi Mengatakan bahwa: Alat musik tiup yang ada di Jawa Barat BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Soepandi Mengatakan bahwa: Alat musik tiup yang ada di Jawa Barat diantaranya : suling, tarompet, toleat, taleot, elet, sarawelet, tarawelet, dan sondari (1989 : 17).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi, perdagangan bebas, dan otonomi daerah telah mendesak

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi, perdagangan bebas, dan otonomi daerah telah mendesak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi, perdagangan bebas, dan otonomi daerah telah mendesak dunia pendidikan terutama pendidikan tinggi untuk mulai secara sungguhsungguh dan berkelanjutan

Lebih terperinci

MENGENAL GAYA BELAJAR PESERTA DIDIK. Oleh Mansur HR Widyaiswara LPMP Provinsi Sulawesi Selatan

MENGENAL GAYA BELAJAR PESERTA DIDIK. Oleh Mansur HR Widyaiswara LPMP Provinsi Sulawesi Selatan MENGENAL GAYA BELAJAR PESERTA DIDIK Oleh Mansur HR Widyaiswara LPMP Provinsi Sulawesi Selatan Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 19 disebutkan bahwa

Lebih terperinci

TRIK MEMBACA NOTASI BALOK

TRIK MEMBACA NOTASI BALOK Susah membaca notasi balok? Here some tips to help you in the practice! TRIK MEMBACA NOTASI BALOK Artikel Majalah Staccato (September 2012) Oleh: Jelia Megawati Heru sumber: majalah staccato edisi September

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh

BAB I PENDAHULUAN. Analisis merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Analisis merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang pelaku seni khususnya dibidang seni musik, baik sebagai seorang seorang pengajar, praktisi,

Lebih terperinci

Syahriani S.Pd.,M.Pd Dosen Non PNS Jurusan Biologi Fakultas Tarbiyah dan keguruan UIN Alauddin Makassar. Abstrak

Syahriani S.Pd.,M.Pd Dosen Non PNS Jurusan Biologi Fakultas Tarbiyah dan keguruan UIN Alauddin Makassar. Abstrak Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Biologi pada Siswa Kelas XI MA Madani Alauddin Pao-Pao Kabupaten Gowa Syahriani S.Pd.,M.Pd Dosen Non PNS Jurusan Biologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Prestasi Belajar Matematika a. Pengertian Prestasi Pengertian prestasi yang disampaikan oleh para ahli sangatlah bermacammacam dan bervariasi. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan yang dilakukan di setiap sekolah secara umum memiliki tujuan pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan yang dilakukan di setiap sekolah secara umum memiliki tujuan pembelajaran BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan yang dilakukan di setiap sekolah secara umum memiliki tujuan pembelajaran yang sama, meskipun implementasi pembelajarannya berbeda. Hal ini dapat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang telah didapat di lapangan, dan sebagaimana yang sudah diuraikan dalam pembahasan BAB IV, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian teori 2.1.1 Hakikat IPA IPA merupakan hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan, dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar yang diperoleh dari pengalaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu faktor penting dalam perkembangan suatu negara. Dengan pendidikan yang lebih baik akan mengarah pada perkembangan suatu negara yang

Lebih terperinci

SUARA DAN GAYA Instrumentasi 1

SUARA DAN GAYA Instrumentasi 1 SUARA DAN GAYA 45 SUARA DAN GAYA VIDEO CD VCD I: track 13 dan 14 Gamelan Jawa Tengah track 15 Kentangan dan geniqng, Benuaq Kaltim track 16 Gondang Sabangunan, Batak Toba track 17 Gong Waning, flores track

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

Lebih terperinci

2015 BATIK BERMOTIF ANGKLUNG PADA TIRAI PINTU (DOOR CURTAIN PORTIERE)

2015 BATIK BERMOTIF ANGKLUNG PADA TIRAI PINTU (DOOR CURTAIN PORTIERE) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belalang Masalah Motif batik di Indonesia sejauh ini telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Motif-motif batik yang ada bukan hanya motif batik resmi yang dipakai pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dan masyarakat Indonesia yang maju, modern, dan sejajar dengan

BAB I PENDAHULUAN. manusia dan masyarakat Indonesia yang maju, modern, dan sejajar dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan nasional Indonesia menyatakan perlunya masyarakat melaksanakan program pembangunan nasional dalam upaya terciptanya kualitas manusia dan

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. kebiasaan yang rutin dilakukan. Oleh karena itu diperlukan adanya sesuatu

II. KERANGKA TEORETIS. kebiasaan yang rutin dilakukan. Oleh karena itu diperlukan adanya sesuatu 6 II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Motivasi belajar Melakukan perbuatan belajar secara relatif tidak semudah melakukan kebiasaan yang rutin dilakukan. Oleh karena itu diperlukan adanya sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan, dan mengembangkan peradabannya. Pendidikan mencakup

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan, dan mengembangkan peradabannya. Pendidikan mencakup 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan merupakan usaha manusia untuk mewariskan, mempertahankan, dan mengembangkan peradabannya. Pendidikan mencakup kegiatan-kegiatan terarah dalam rangka mengembangkan

Lebih terperinci

ALTERNATIF PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAVI UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA SD/MI TERHADAP MATERI MEMBANDINGKAN PECAHAN SEDERHANA

ALTERNATIF PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAVI UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA SD/MI TERHADAP MATERI MEMBANDINGKAN PECAHAN SEDERHANA ALTERNATIF PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAVI UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA SD/MI TERHADAP MATERI MEMBANDINGKAN PECAHAN SEDERHANA WARTA RIANA IRAWATI PGSD UPI Kampus Sumedang Abstrak Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membekali peserta didik dengan kompetensi kompetensi yang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. membekali peserta didik dengan kompetensi kompetensi yang sesuai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan lembaga pendidikan kejuruan yang memiliki tujuan yaitu 1) menyiapkan peserta didik agar menjadi manusia yang produktif, mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya pembelajaran merupakan upaya yang diberikan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya pembelajaran merupakan upaya yang diberikan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pembelajaran merupakan upaya yang diberikan untuk mempersiapkan peserta didik agar mampu hidup dan berkembang serta mampu meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian 1. Pengembangan Konsep Pengembangan konsep dilakukan dengan identifikasi masalah, merumuskan

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian 1. Pengembangan Konsep Pengembangan konsep dilakukan dengan identifikasi masalah, merumuskan BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian 1. Pengembangan Konsep Pengembangan konsep dilakukan dengan identifikasi masalah, merumuskan tujuan, dan analisis kebutuhan belajar. Identifikasi

Lebih terperinci

Hakikat dan Penerapan Model Mind Mapping dalam Pembelajaran di SD/MI

Hakikat dan Penerapan Model Mind Mapping dalam Pembelajaran di SD/MI Oman Farhurohman 35 Hakikat dan Penerapan Model Mind Mapping dalam Pembelajaran di SD/MI Oleh: Oman Farhurohman 1 Abstrak Upaya dalam mengoptimalkan hasil pembelajaran, seyogyanya ketika proses pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya berlaku di dalam masyarakat saja, namun dalam suatu negara juga akan

BAB I PENDAHULUAN. hanya berlaku di dalam masyarakat saja, namun dalam suatu negara juga akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam kalangan masyarakat berlaku pendapat bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin baik status sosialnya dan penghormatan masyarakat juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Nanda Ahya Halim, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Nanda Ahya Halim, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN Bab pertama berisi tentang latar belakang topik yang dipilih dalam penelitian, beserta argumen subjektif peneliti mengenai urgensi dari penelitian ini. Lalu bagian berikutnya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran. Guru berusaha mengatur lingkungan belajar agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran. Guru berusaha mengatur lingkungan belajar agar dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar mengajar merupakan suatu proses dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Guru berusaha mengatur lingkungan belajar agar dapat memotivasi siswa menjadi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tradisi slametan, yang merupakan sebuah upacara adat syukuran terhadap rahmat. dan anugerah yang diberikan oleh Allah SWT.

BAB II LANDASAN TEORI. tradisi slametan, yang merupakan sebuah upacara adat syukuran terhadap rahmat. dan anugerah yang diberikan oleh Allah SWT. 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Seni Pertunjukan dalam Tradisi Masyarakat Seni pertunjukan yang terdapat dalam tradisi masyarakat, umumnya masih banyak ditemui ritual-ritual yang berkenaan dengan sebuah prosesi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Masyarakat yang cerdas akan memberikan nuansa kehidupan yang cerdas

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Masyarakat yang cerdas akan memberikan nuansa kehidupan yang cerdas BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masyarakat yang cerdas akan memberikan nuansa kehidupan yang cerdas yang membentuk kemandirian dan kreatifitas dalam menghadapi setiap persoalan kehidupan. Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan seni di sekolah diarahkan untuk menumbuhkan rasa estetik sehingga tumbuh sikap apresiatif dalam jiwa siswa. Hal ini sesuai dengan aturan pemerintah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS GAYA BELAJAR SISWA BERPRESTASI DI SMP NEGERI 14 PEKALONGAN. A. Analisis Gaya Belajar Siswa Berprestasi di SMP Negeri 14 Pekalongan

BAB IV ANALISIS GAYA BELAJAR SISWA BERPRESTASI DI SMP NEGERI 14 PEKALONGAN. A. Analisis Gaya Belajar Siswa Berprestasi di SMP Negeri 14 Pekalongan BAB IV ANALISIS GAYA BELAJAR SISWA BERPRESTASI DI SMP NEGERI 14 PEKALONGAN A. Analisis Gaya Belajar Siswa Berprestasi di SMP Negeri 14 Pekalongan Analisis terhadap gaya belajar siswa berprestasi di SMP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum tujuan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia bidang

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum tujuan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia bidang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum tujuan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia bidang sastra dalam kurikulum adalah agar (1) peserta didik mampu menikmati dan memanfaatkan karya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... - HALAMAN PENGESAHAN... i. HALAMAN PERNYATAAN... ii. ABSTRAK... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... - HALAMAN PENGESAHAN... i. HALAMAN PERNYATAAN... ii. ABSTRAK... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... - HALAMAN PENGESAHAN... i HALAMAN PERNYATAAN... ii ABSTRAK... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR BAGAN... xiii DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

Penerapan akor pokok dalam tangga nada mayor 1# - 7# pada pianika

Penerapan akor pokok dalam tangga nada mayor 1# - 7# pada pianika Penerapan akor pokok dalam tangga nada mayor 1# - 7# pada pianika Disajikan dalam seminar sehari Jurusan Pendidikan Sendratasik FBS UNP pada tanggal 9 Juli 2010 Oleh: Syeilendra JURUSAN PENDIDIKAN SENDRATASIK

Lebih terperinci

PROFIL GAYA BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS X DI SMA ADABIAH 2 PADANG JURNAL

PROFIL GAYA BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS X DI SMA ADABIAH 2 PADANG JURNAL PROFIL GAYA BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS X DI SMA ADABIAH 2 PADANG JURNAL Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Strata Satu (S1) LENDA PUTRI NEKSI NIM. 10060093 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan pemerintah. mengeluarkan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakannya adalah mengganti

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan pemerintah. mengeluarkan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakannya adalah mengganti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakannya adalah mengganti kurikulum KTSP dengan kurikulum 2013 dengan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA PADA SISWA SEKOLAH DASAR

PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA PADA SISWA SEKOLAH DASAR PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA PADA SISWA SEKOLAH DASAR Ruslan Siregar Guru SD Negeri 010 Ratu Sima Dumai Selatan siregarruslan972@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha manusia untuk mewariskan, mempertahankan, dan mengembangkan peradabannya. Bagi sebagian besar orang, berarti berusaha membimbing anak untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rendah. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator. Pertama, lulusan dari

BAB I PENDAHULUAN. rendah. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator. Pertama, lulusan dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu hal penting dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Menurut Quisumbing (Kunandar, 2011:10), pendidikan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam proses pengembangan pendidikan kesenian di Sekolah Menengah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam proses pengembangan pendidikan kesenian di Sekolah Menengah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam proses pengembangan pendidikan kesenian di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) khususnya SMK Negeri 11 Medan yang sebelumnya disebut Sekolah Menengah Musik

Lebih terperinci

Efektifitas Angklung Sebagai Alat Musik Kolosal untuk Pembelajaran Seni Budaya

Efektifitas Angklung Sebagai Alat Musik Kolosal untuk Pembelajaran Seni Budaya Efektifitas Angklung Sebagai Alat Musik Kolosal untuk Pembelajaran Seni Budaya Oleh: S. Kari Hartaya ABSTRAK Makalah ini bertujuan untuk mengupas efektifitas alat musik angklung pada pembelajaran seni

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Musik Dalam Kehidupan Sehari-Hari 1. Definisi Musik Musik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ilmu atau seni menyusun nada atau suara di urutan, kombinasi, dan hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seni musik merupakan bidang seni yang sangat diminati, sebab musik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seni musik merupakan bidang seni yang sangat diminati, sebab musik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni musik merupakan bidang seni yang sangat diminati, sebab musik merupakan media hiburan yang sangat efektif. Secara umum, musik merupakan kegiatan kesenian

Lebih terperinci

Journal of Science Education And Practice p-issn X Volume 1 Nomor 1 Tahun 2017 e-issn

Journal of Science Education And Practice p-issn X Volume 1 Nomor 1 Tahun 2017 e-issn PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DAN BRAINSTORMING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH KESEHATAN LINGKUNGAN Rita Istiana 1), dan Muhammad Taufik Awaludin 1), 1) Prodi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Hakikat Kemampuan Mengurang Bilangan Bulat. 2010:10), mengartikan bahwa kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Hakikat Kemampuan Mengurang Bilangan Bulat. 2010:10), mengartikan bahwa kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Kemampuan Mengurang Bilangan Bulat 2.1.1 Pengertian Kemampuan Kemampuan adalah kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. Kemampuan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Umum Berdasarkan hasil analisis bab-bab terdahulu, maka dapat diambil kesimpulan umum sebagai berikut: SG Sunda yang dibelajarkan di JKSB merupakan produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan bermutu di sekolah adalah suatu keharusan yang tidak dapat ditawar lagi.

BAB I PENDAHULUAN. dan bermutu di sekolah adalah suatu keharusan yang tidak dapat ditawar lagi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menyelenggarakan proses pembelajaran matematika yang lebih baik dan bermutu di sekolah adalah suatu keharusan yang tidak dapat ditawar lagi. Sudah bukan zamannya lagi

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Batam, peneliti mendapatkan hasil sebagai berikut: Charitas Batam yaitu dengan mendengarkan lagu (audio), meniru dan

BAB IV PENUTUP. Batam, peneliti mendapatkan hasil sebagai berikut: Charitas Batam yaitu dengan mendengarkan lagu (audio), meniru dan BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil dari penelitian pembelajaran drum band di TK Charitas Batam, peneliti mendapatkan hasil sebagai berikut: Metode pembelajaran ekstrakurikuler drum band yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan. dapat menunjang hasil belajar (Sadirman, 1994: 99).

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan. dapat menunjang hasil belajar (Sadirman, 1994: 99). BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Aktivitas Belajar Keberhasilan siswa dalam belajar bergantung pada aktivitas yang dilakukannya selama proses pembelajaran, sebab pada prinsipnya belajar adalah berbuat,

Lebih terperinci

PENERAPAN PENDEKATAN QUANTUM TEACHING DALAM PEMBELAJARAN IPA DI KELAS V SDN 2 JOGOMERTAN

PENERAPAN PENDEKATAN QUANTUM TEACHING DALAM PEMBELAJARAN IPA DI KELAS V SDN 2 JOGOMERTAN PENERAPAN PENDEKATAN QUANTUM TEACHING DALAM PEMBELAJARAN IPA DI KELAS V SDN 2 JOGOMERTAN Oleh: Afif Rifai 1, Suhartono 2, Ngatman 3 FKIP, PGSD Universitas Sebelas Maret e-mail: rifai_kbm@yahoo.com Abstract:

Lebih terperinci

Kata Kunci : Model Interaktif dan Pembelajaran IPS

Kata Kunci : Model Interaktif dan Pembelajaran IPS MODEL INTERAKTIF DALAM PEMBELAJARAN IPS Tin Rustini ABSTRAK Salah satu pembelajaran tujuan IPS yang ingin dikembangkan adalah membentuk siswa menjadi warga negara yang aktif. Dalam hal ini diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa pendidikan mempunyai tujuan untuk membentuk manusia yang maju.

BAB I PENDAHULUAN. bahwa pendidikan mempunyai tujuan untuk membentuk manusia yang maju. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas pendidikan erat kaitannya dengan proses pembelajaran karena proses pembelajaran merupakan salah satu segi terpenting dalam bidang pendidikan. Pendidikan

Lebih terperinci

PENINGKATAN HASIL BELAJAR PKn MATERI GLOBALISASI MELALUI MODEL QUANTUM TEACHING. Siti Jaenatun SDN Dukuhjati Kidul 02 Kec. Pangkah Kab.

PENINGKATAN HASIL BELAJAR PKn MATERI GLOBALISASI MELALUI MODEL QUANTUM TEACHING. Siti Jaenatun SDN Dukuhjati Kidul 02 Kec. Pangkah Kab. Dinamika Vol. 5, No. 2, Oktober 2014 ISSN 0854-2172 PENINGKATAN HASIL BELAJAR PKn MATERI GLOBALISASI MELALUI MODEL QUANTUM TEACHING SDN Dukuhjati Kidul 02 Kec. Pangkah Kab. Tegal Abstrak Penelitian yang

Lebih terperinci

PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.)

PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.) PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.) 1. PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DALAM PENDIDIKAN IPS DI SMP 1.1. Latar Belakang Pembelajaran Kontekstual Ada kecenderungan dewasa ini utnuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan mempunyai peranan penting untuk menentukan perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan utama manusia, karena dengan pendidikan manusia akan berdaya dan berkarya sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimilikinya. Pembicaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan musik merupakan proses sosial yang didalamnya dapat menggali

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan musik merupakan proses sosial yang didalamnya dapat menggali BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan musik merupakan proses sosial yang didalamnya dapat menggali dan mengembangkan keterampilan dan kreativitas siswa secara mendasar, sehingga musik tradisional

Lebih terperinci

PROSES PEMBELAJARAN MUSIK BAGI KELOMPOK BAND JUST 4_U DI SMA BOPKRI 1 YOGYAKARTA

PROSES PEMBELAJARAN MUSIK BAGI KELOMPOK BAND JUST 4_U DI SMA BOPKRI 1 YOGYAKARTA RINGKASAN SKRIPSI PROSES PEMBELAJARAN MUSIK BAGI KELOMPOK BAND JUST 4_U DI SMA BOPKRI 1 YOGYAKARTA Diajukan Kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara aktif dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya penyelenggaran pendidikan diupayakan untuk membangun

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya penyelenggaran pendidikan diupayakan untuk membangun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pentingnya penyelenggaran pendidikan diupayakan untuk membangun manusia yang memiliki kepribadian. Hal ini juga diwujudkan oleh pemerintah, dengan membangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan dan pembelajaran merupakan suatu proses yang diarahkan untuk mengembangkan potensi manusia agar mempunyai dan memiliki kemampuan nyata dalam perilaku kognitif,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pesan (Sadiman, 2002: 6). Secara umum alat peraga pembelajaran dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pesan (Sadiman, 2002: 6). Secara umum alat peraga pembelajaran dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Alat Peraga Gambar Alat peraga adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan (Sadiman, 2002: 6). Secara umum alat peraga pembelajaran dalam pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Perolehan informasi musik...,aurora Marsye, FASILKOM UI, 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Perolehan informasi musik...,aurora Marsye, FASILKOM UI, 2008 BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini membahas latar belakang penelitian (bagian 1.1), rumusan masalah penelitian (bagian 1.2), tujuan penelitian (bagian 1.3), ruang lingkup penelitian (bagian 1.4), metodologi penelitian

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI 300 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI Bab V ini merupakan penutup dari keseluruhan bab. Dalam bagian ini akan dikemukakan 3 (tiga) hal, yakni simpulan hasil penelitian, implikasi, dan rekomendasi.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. oleh Orkes Keroncong Flamboyant Yogyakarta pada dasarnya. menggunakan teknik ornamen (nada hiasan). Teknik ornamen (nada

BAB V PENUTUP. oleh Orkes Keroncong Flamboyant Yogyakarta pada dasarnya. menggunakan teknik ornamen (nada hiasan). Teknik ornamen (nada 76 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa teknik permainan biola keroncong yang dimainkan oleh Orkes Keroncong Flamboyant Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Musik merupakan seni pengungkapan gagasan melalui bunyi, yang unsur dasarnya berupa melodi, irama, dan harmoni, dengan unsur pendukung berupa bentuk gagasan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didik di perlukan proses belajar-mengajar. Belajar merupakan tindakan dan

BAB I PENDAHULUAN. didik di perlukan proses belajar-mengajar. Belajar merupakan tindakan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa : Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Belajar merupakan sebuah proses perubahan di dalam kepribadian manusia dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaran Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Musik merupakan salah satu cabang seni yang mempunyai fungsi melatih

BAB I PENDAHULUAN. Musik merupakan salah satu cabang seni yang mempunyai fungsi melatih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Musik merupakan salah satu cabang seni yang mempunyai fungsi melatih kepekaan dan keterampilan melalui media suara. Unsur-unsur musik menurut Jamalus (1998 :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembelajaran IPS merupakan salah satu mata pelajaran dalam kurikulum sekolah dasar yang diajarkan mulai dari kelas I sampai kelas VI. IPS memuat tentang ilmu-ilmu

Lebih terperinci

PERBANDINGAN METODE ACCELERATED LEARNING DENGAN METODE ACTIVE LEARNING DITINJAU DARI HASIL BELAJAR SISWA SMP N 21 BATAM TAHUN PELAJARAN 2013/2014

PERBANDINGAN METODE ACCELERATED LEARNING DENGAN METODE ACTIVE LEARNING DITINJAU DARI HASIL BELAJAR SISWA SMP N 21 BATAM TAHUN PELAJARAN 2013/2014 PYTHAGORAS; Vol. 3 (2): 1-6 ISSN 2301-5314 Oktober 2014 PERBANDINGAN METODE ACCELERATED LEARNING DENGAN METODE ACTIVE LEARNING DITINJAU DARI HASIL BELAJAR SISWA SMP N 21 BATAM TAHUN PELAJARAN 2013/2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada peradaban yang semakin maju dan mengharuskan individu-individu untuk terus

BAB I PENDAHULUAN. pada peradaban yang semakin maju dan mengharuskan individu-individu untuk terus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan IPTEK yang terus menerus berkembang membawa manusia pada peradaban yang semakin maju dan mengharuskan individu-individu untuk terus mengembangkan diri agar

Lebih terperinci

Available online at Jurnal KOPASTA. Jurnal KOPASTA, 2 (2), (2015) 13-17

Available online at  Jurnal KOPASTA. Jurnal KOPASTA, 2 (2), (2015) 13-17 82 Available online at www.journal.unrika.ac.id Jurnal KOPASTA Jurnal KOPASTA, 2 (2), (2015) 13-17 Pengaruh Gaya Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa Junierissa Marpaung* Division of Counseling and

Lebih terperinci