Evaluasi Millenium Development Goals (MDGs) Indonesia: Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan. Priadi Asmanto. Agustus, 2008

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Evaluasi Millenium Development Goals (MDGs) Indonesia: Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan. Priadi Asmanto. Agustus, 2008"

Transkripsi

1 Evaluasi Millenium Development Goals (MDGs) Indonesia: Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan Priadi Asmanto Agustus, 2008 Abstraksi The objectives from this paper are an evaluation of human development in gender sector and linkage of millennium development goals, especially third goal of MDGs in Indonesia. Analysis also instructed to know how comparison attainment third target of MDGS between provinces in Indonesia according to its attainment indicators. The analysis use qualitative descriptive approach as according data available and relevant to be used. The analysis result shows several conclusions. First, attainment of human resource development (HDI) still can t follow of gender development attainment (GDI), that way also gender empowerment measurement (GEM). The region/province with good economic growth and good human development, in the reality can t abolish inequality of gender development and gender empowerment measurement. Some example of this case is DKI Jakarta, East Kalimantan and Riau. Second, in cumulative, third goal attainment of Millennium Development Goals in education sector relative have reached efficacy. Promote gender inequality and empower women in primary education, secondary education and tertiary education sector fully have been reached in the year 2005, according to target of MDGS. Third, Attainment of literate by regions not yet succeeded to reach balance point. But that way, not yet succeeded of attainment on the third MDGs target in literate women have been kept positive correlate every year, where literate level productive age of woman tend to increase from year to year. Fourth, There are inequality of economic participation either from side human development (HDI, GDI, GEM) and also inequality of interregional development one with other area. Fifth, Woman participation in the field politics a long way off than minimum quota which have been determined, goodness in political of local politics and also national politics. With quota equal to 30% in the reality not yet can stimulate involvement of woman in the field of politics, which is only 11.6% in national politics and 6.7% in local politics. Kata Kunci : Gender, Human Development Index, Gender Development Index, Gender Empowerment Measurement Index, Millenium Development Goals, 1. Pendahuluan Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) bulan September 2000, sebanyak 189 negara anggota PBB yang sebagian besar diwakili oleh kepala pemerintahan sepakat untuk mengadopsi Deklarasi Milenium. Deklarasi ini menghimpun komitmen para pemimpin dunia yang tidak pernah ada sebelumnya untuk menangani isu perdamaian, keamanan, Electronic copy available at:

2 pembangunan, hak asasi dan kebebasan fundamental dalam satu paket. Dalam konteks inilah, negara-negara anggota PBB kemudian mengadopsi Tujuan Pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs). Setiap tujuan memiliki satu atau beberapa target beserta indikatornya. MDG menempatkan pembangunan manusia sebagai fokus utama pembangunan, memiliki tenggat waktu dan kemajuan yang terukur. MDG didasarkan pada konsensus dan kemitraan global, sambil menekankan tanggung jawab negara berkembang untuk melaksanakan pekerjaan rumah mereka, sedangkan negara maju berkewajiban mendukung upaya tersebut. Adapun tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan pembangunan milenium (MDG) tersebut diantaranya : 1) Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan. 2) Mencapai Pendidikan Untuk Semua; 3) Mendorong Persamaan Gender dan Pemberdayaan Perempuan; 4) Menurunkan Angka Kematian Anak; 5) Meningkatkan Kesehatan Ibu; 6) Memerangi Hiv/Aids, Malaria, dan Penyakit Lainnya; 7) Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup; dan Membangun Kemitraan Global untuk Pembangunan Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa diantara tujuan-tujuan tersebut diatas memiliki satu atau lebih target yang ingin dicapai, adapun target-target sesuai dengan tujuan MDGs diatas adalah sebagai berikut : 1) Menurunkan proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya di bawah 1 dolar AS, menjadi setengahnya antara tahun ) Menurunkan proporsi penduduk yang menderita kelaparan menjadi setengahnya antara tahun ) Menjamin bahwa sampai dengan tahun 2015, semua anak, di manapun, laki-laki dan perempuan, dapat menyelesaikan sekolah dasar (primary schooling). 4) Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar dan lanjutan pada tahun 2005, dan di semua jenjang pendidikan tidak lebih dari tahun ) Menurunkan Angka Kematian Balita sebesar dua-pertiganya, antara tahun 1990 dan ) Menurunkan angka kematian ibu antara tahun 1990 dan 2015 sebesar tiga-perempatnya. 7) Mengendalikan penyebaran HIV/AIDS dan mulai menurunnya jumlah kasus baru pada tahun ) Mengendalikan penyakit malaria dan mulai menurunnya jumlah kasus malaria dan penyakit lainnya pada tahun ) Memadukan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dengan kebijakan dan program nasional serta mengembalikan sumber daya lingkungan yang hilang. 10) Penurunan sebesar separuh, proporsi penduduk tanpa 2 Electronic copy available at:

3 akses terhadap sumber air minum yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar pada ) Mencapai perbaikan yang berarti dalam kehidupan penduduk miskin di pemukiman kumuh pada tahun Berdasarkan atas uraian dalam latar belakang diatas dapat dikemukakan beberapa perumusan masalah sebagai berikut : 1) Bagaimanakah keterkaitan antara pencapaian pembangunan sumberdaya manusia, pembangunan gender dan pembangunan pemberdayaan perempuan di Indonesia? 2) Bagaimanakah perkembangan pencapaian tujuan ke-3 MDGs di Indonesia jika dilihat dari indikator pendidikan? 3) Bagaimanakah perkembangan pencapaian tujuan ke-3 MDGs di Indonesia jika dilihat dari indikator keaksaraan? 4) Bagaimanakah perkembangan pencapaian tujuan ke-3 MDGs di Indonesia jika dilihat dari indikator ekonomi? 5) Bagaimanakah perkembangan pencapaian tujuan ke-3 MDGs di Indonesia jika dilihat dari indikator peranan politik oleh perempuan? 2. Kajian Pustaka 2.1. Human Development Index (HDI) Human Development Index (HDI) adalah ukuran pembangunan yang menitikberatkan pada pembangunan manusia. Sebagiman pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita yang digunakan untuk mengetahui bagaiman perkembangan pembangunan ekonomi dalam suatu daerah, HDI juga digunakan untuk mengetahui bagaiman ukuran keberhasilan pembangunan suatu daerah namun dengan menggunakan pendekatan sumberdaya manusia. Tabel 2.1. Pola Penghitungan Human Development Index (HDI) Sumber : Laporan Pembangunan Manusia Indonesia BPS, Bappenas dan UNDP Sebagaimana diagram diatas yang menunjukkan bagaimana nilai HDI di hasilkan. Pada dasarnya nilai HDI berasal dari indikator indikator penting yaitu angka 3

4 harapan hidup bayi, angka melek huruf penduduk usia dewasa, rata-rata masa pendidikan yang pernah ditempuh serta Purchasing Power Parity (PPP) per individu yang diukur menggunakan pendekatan pengeluaran perkapita. Keempat indikator tersebut selanjutanya masuk dalam dimensi indek yang berbeda-beda yaitu indeks harapan hidup (angka harapan hidup bayi), indek pendidikan (angka melek huruf dan masa pendidikan) serta indeks pendapatan (PPP-pengeluaran riil). Tabel 2.2. Nilai Standar untuk Indikator HDI dan GDI Komponen HDI Nilai Max Nilai Min. Angka Harapan Hidup Agka Melek Huruf Rata-rata Masa Pendidikan 15 0 Purchasing Power Parity 737, ,000 Sumber : United Nation Developmet Programe 2.2. Gender-related Developmet Index (GDI) Gender-related Development Index (GDI) adalah ukuran yang digunakan untuk mengetahui pembangunan manusia. GDI sama dengan Human Development Index (HDI) yang mengukur bagaimana keberhasilan pembangunan manusia dengan memperhitungkan kesenjangan antara perempuan dan laki-laki. GDI adalah HDI yang disesuaikan dengan adanya kesenjangan gender. Kesenjangan gender dapat dilihat dari selisih antara HDI dan GDI. Semakin kecil selisih antara HDI dan GDI dapat diartikan bahwa kesenjangan pembangunan antara perempuan dan laki-laki juga semakin kecil. Tabel 2.3. Pola Penghitungan Gender Development Index (GDI) Sumber : Laporan Pembangunan Manusia Indonesia BPS, Bappenas dan UNDP 4

5 Dimensi antara perempuan dan laki laki merupakan indek dimesional yang terkandung setelah indikator harapan hidup, pendidikan dan pendapatan didapatkan. Sehingga untuk mendapatkan GDI, distribusi indeks yang menentukan secara langsung angka indeks GDI. Sebagaimana nilai standar yang digunakan untuk menilai HDI, nilai standar yang digunakan untuk menentukan GDI tetap berpatokan dalam nilai HDI seperti dalam tabel 2.1. diatas, namun yang berbeda antara HDI dan GDI tetap sesuai dengan penjelasan sebelumnya, yaitu memasukkan dimensi gender yang membedakan antara laki-laki dan perempuan Gender Empowerment Measurement (GEM) Gender Empowerment Measurement (GEM) yang dapat diartikan sebagi indeks pemberdayaan perempuan adalah ukuran pembangunan manusia yang menitikberatkan pada ketimpangan antara peran laki-laki dan perempuan dalam bidang ekonomi, politik, dan pengambil kebijakan. Ukuran ekonomi yang dipergunakan adalah distribusi perempuan yang bekerja disektor pertanian beserta perbandingan upah yang diperoleh dibanding laki-laki. Ukuran politik adalah keterlibatan perempuan dalam parlemen (DPR, MPR, DPRD). Sedangkan ukuran pengambil keputusan adalah perempuan yang bekerja profesional, pejabat tinggi, manajer dan lain-lain. Tabel 2.4. Pola Penghitungan Gender Empowerment Measurement Index (GEM) Sumber : Laporan Pembangunan Manusia Indonesia BPS, Bappenas dan UNDP Pola penghitungan GEM merupakan pola penghitungan yang berbeda dengan pola sebelumnya (HDI dan GDI). Dalam GEM yang dihitung adalah bagaimana partisipasi perempuan dalam politik, ekonomi dan penentuan keputusan. Indikator yang dipakai untuk menilai hal tersebut adalah jumlah laki-laki dan perempuan dalam parlemen/dpr/mpr/dprd (partisipasi politik), jumlah laki-laki dan perempuan yang bekerja profesional tingkat atas (partisipasi penentu keputusan) dan perkiraan 5

6 pendapatan laki-laki dan perempuan (partisipasi ekonomi). Nilai-nilai tersebut diatas selanjutnya dikombinasikan dalam EDEP (Equally Distributed Equivalent Percentage) yang dihitung berdasarkan persentase distribusi laki-laki dan perempuan untuk mendapatkan nilai keberdayaan laki-laki dan perempuan di masing-masing bidang. Nilai paling relevan untuk EDEP adalah 50 (maksimum), dimana nilai tersebut berdasarkan atas peran yang sama antara laki-laki dan perempuan di masing-masing bidang Indikator Pengukuran Keberhasilan MDGs PBB telah berkomitmen untuk mewujudkan tujuan ke tiga dari MDGs yaitu Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar dan lanjutan pada tahun 2005, dan di semua jenjang pendidikan tidak lebih dari tahun Berkaitan dengan hal tersebut, PBB melalui UNDG bersama dengan UNDP, UNPF dan Department of Economic and Social Affairs Statistics Division pada tahun 2003 telah meluncurkan indikator pengukuran keberhasilan pencapaian MDGs yang dinamakan dengan Indicators for Monitoring the Millennium Development Goals : Definitions, Rationale, Concepts and Sources. Dalam indikator tersebut termuat indikator-indikator baku yang digunakan untuk mengukur tingkat pencapaian 8 tujuan MDGs. Hal terpenting dengan kajian ini adalah indicator yang digunakan untuk mengukur pencapaian tujuan ketiga dari MDGs.indikator-indikator yang digunakan diantaranya : rasio antara perempuan dan laki-laki dalam pendidikan dasar, rasio angka melek huruf perempuan dengan laki-laki (umur tahun), rata-rata gaji pekerja perempuan di sektor non-pertanian dan proporsi perempuan terahadap laki-laki dalam parlemen (DPR, MPR dan DPRD). Dari ukuran-ukuran tersebut diatas, pada dasarnya kembali merujuk pada ukuran yang digunakan GDI dan GEM. Dapat dikatakan bahwa jika pembangunan manusia khususnya yang mengukur ketimpangan antara laki-laki dan perempuan (GDI) dan keberdayaan perempuan (GEM) memiliki tingkat keberhasilan, maka dengan sendirinya pencapaian tujuan ketiga MDGs juga memiliki hasil yang memuaskan. Terdapat integrasi antara GDI, GEM dan Goals 3 of MDGs. 3. Temuan Empiris 3.1. Pembangunan Manusia, Gender dan Keberdayaan Perempuan 6

7 Sebagaimana pertumbuhan ekonomi, PDRB serta pendapatan perkapita yang merupakan ukuran pembangunan di suatu wilayah/negara, indek pembangunan manusia (HDI), indeks pembangunan gender (GDI), serta indek pemberdayaan perempuan (GEM) juga merupakan salah satu ukuran pembangunan di suatu wilayah/negara. Pembangunan dibidang ekonomi dengan indikator pendapatan perkapita dan pertumbuhan ekonomi secara teoritis mempengaruhi pembangunan manusia (HDI, GDI dan GEM), dimana masing masing indeks tersebut didalamnya terdapat indikator ekonomi sebagai ukuran. Daerah-daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita dibawah rata-rata memiliki indek pembangunan manusia yang juga dibawah rata-rata nasional diantaranya : Propinsi Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, dan Nusa Tenggara Barat. Hal ini mengindikasikan bahwa daerah dengan kapasitas perekonomian yang relatif rendah cenderung mengalami perkembangan pembangunan manusia yang juga cukup rendah pula. Dapat dikatakan ketiga daerah pada tingkat kewajaran. Tabel 3.1. Kondisi HDI, GDI, GEM, Pendapatan Perkapita dan Pertumbuhan Ekonomi Propinsipropinsi di Indonesia Tahun 2005 Propinsi HDI GDI GEM Percapita Growth Propinsi HDI GDI GEM Percapita Growth NAD , Nusa Tenggara Barat , Sumatera Utara , Nusa Tenggara Timur , Sumatera Barat , Kalimantan Barat , Riau , Kalimantan Tengah , Jambi , Kalimantan Selatan , Sumatera Selatan , Kalimantan Timur , Bengkulu , Sulawesi Utara , Lampung , Sulawesi Tengah , Bangka Belitung , Sulawesi Selatan , DKI Jakarta , Sulawesi Tenggara , Jawa Barat , Gorontalo , Jawa Tengah , Maluku , D. I. Yogyakarta , Maluku Utara , Jawa Timur , Papua , Banten , Bali , INDONESIA , Sumber : Biro Pusat Statistik, diolah kembali. Keterangan : - Percapita = Pendapatan Perkapita (000), - Growth = Pertumbuhan Ekonomi Regional (Propinsi) Daerah dengan pendapatan perkapita yang relatif rendah dan berada dibawah nilai pendapatan perkapita rata-rata nasional, cenderung memiliki tingkat 7

8 pembangunan manusia yang juga relatif rendah. Terjadi ketidakseimbangan pembangunan antara pembangunan ekonomi dan pembangunan manusia pada propinsipropinsi tersebut. Keterlambatan pembangunan di bidang pembangunan manusia dan pembangunan ekonomi terjadi pada propinsi NTB, Sulawesi Tenggara, NTT, dan Kalimantan Barat. Hanya terdapat 2 propinsi yang memiliki tingkat pendapatan perkapita yang tinggi dan pembangunan manusia juga tinggi, yaitu NAD dan DKI Jakarta. Namun beberapa daerah yang memiliki tingkat pendapatan perkapita rendah, pertumbuhan ekonomi tetapi memiliki tingkat konsistensi dalam pembangunan manusia di propinsi tersebut. Propinsi-propinsi tersebut yaitu : Sumatera Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, DI Yogyakarta, Bengkulu dan Maluku. Rendahnya pendapatan perkapita di beberapa daerah tersebut tidak menyurutkan pembangunan di bidang sumberdaya manusia. Hal inilah yang perlu dijadikan contoh untuk daerah-daerah lainnya. Pembangunan manusia dengan indikator HDI tidak selalu berbanding lurus dengan pembangunan gender (GDI) dan pembangunan pemberdayaan perempuan. Hanya terdapat beberapa daerah yang tingkat pembangunan manusianya rendah, dengan pembangunan gender dan pemberdayaan perempuan yang juga rendah. Sedangkan secara mayoritas daerah-daerah di Indonesia cenderung timpang antara pembangunan manusia (HDI) dengan pembangunan gender (GDI) dan pembangunan pemberdayaan perempuan (GEM). Secara umum dapat dilihat dari nilai nasional, yang mana HDI > GDI > GEM, yaitu 66.2 > 57.7 > Artinya terjadi ketimpangan antara pembangunan manusia terhadap pembangunan gender sebesar 8.5 (HDI GDI), ketimpangan sebesar 17.4 pada pembangunan manusia dengan pembangunan keberdayaan perempuan (HDI GEM). Dan ketimpangan sebesar 8.7 pada pembangunan gender terhadap pembangunan keberdayaan perempuan (GDI-GEM). Secara teoritis dinyatakan bahwa jika selisih antara ketiga indek tersebut (HDI, GDI dan GEM) cukup besar berarti terdapat ketimpangan yang sangat besar pada pembangunan manusia dalam satu wilayah tertentu. Terdapat ketidakseimbangan pembangunan jika hal tersebut terjadi, artinya pembangunan sumberdaya secara umum belum mampu mengikutsertakan peranan perempuan dalam pembangunan, demikian pula fokus utama pembangunan gender. 8

9 Kecenderungan adanya ketimpangan antara pembangunan manusia dengan pembangunan pemberdayaan gender (HDI-GEM) juga masih sangat tinggi di beberapa propinsi di Indonesia. Ketimpangan antara HDI dan GEM paling mencolok terjadi di propinsi Maluku Utara dengan nilai ketimpangan sebesar 34.6%. Sebagaimana diketahui sebelumnya, bahwa ketimpangan HDI-GEM cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan ketimpangan HDI-GDI. Hal ini merupakan masalah serius pada kondisi pembangunan manusia di Indonesia. Beberapa propinsi yang nilai ketimpangan pembangunan manusia dengan pembangunan pemberdayaan perempuan paling tinggi diantaranya Banten, Sulawesi Selatan, Jambi, Sumatera Utara, Jawa Barat, Bali, DKI Jakarta, Kalimantan Tengah, Bangka Belitung, Riau, dan Kalimantan Timur. Sedangkan ketimpangan antara HDI dan GEM paling rendah terjadi di propinsi Sulawesi Tengah. Permasalahan budaya dan adat istiadat sangat mempengaruhi besar kecilnya ketimpangan antara pembangunan manusia dengan pembangunan pemberdayaan gender. Tabel 3.2. Kondisi Ketimpangan Pembangunan Manusia (HDI-GDI-GEM) Propinsi-propinsi di Indonesia Tahun 2005 No Propinsi HDI - HDI- GDI- HDI - HDI- GDI- No Propinsi GDI GEM GEM GDI GEM GEM 11 NAD Nusa Tenggara Barat Sumatera Utara Nusa Tenggara Timur Sumatera Barat Kalimantan Barat Riau Kalimantan Tengah Jambi Kalimantan Selatan (0.9) 16 Sumatera Selatan (1.4) 64 Kalimantan Timur Bengkulu Sulawesi Utara Lampung Sulawesi Tengah Bangka Belitung Sulawesi Selatan DKI Jakarta Sulawesi Tenggara Jawa Barat Gorontalo Jawa Tengah Maluku D. I. Yogyakarta Maluku Utara Jawa Timur Papua Banten Bali INDONESIA Sumber : Biro Pusat Statistik, diolah kembali. Ketimpangan antara pembangunan gender dengan pembangunan pemberdayaan gender pada dasarnya harus lebih kecil jika dibandingkan dengan ketipangan pembangunan manusia dengan pembangunan gender dan pembangunan pemberdayaan gender. Suatu pembangunan manusia diwilayah tertentu dapat dikatakan sukses jika pembangunan gender dan pemberdayaan gender diwilayah tersebut semakin kecil. Namun yang terjadi di Indonesia ketipangan HDI-GDI masih lebih kecil jika 9

10 dibandingkan dengan ketimpangan GDI-GEM, dimana rata-rata nasional sebesar 8.7%. Ketimpangan GDI-GEM tertinggi terdapat pada propinsi Maluku Utara dengan derajat ketimpangan sebesar 23.8%. hal ini menujukkan bahwa pembangunan dibidang gender masih belum bisa diikuti dengan pembangunan dibidang pemberdayaan gender. Besarnya sumberdaya manusia yang telah dibangun sedemikian rupa masih belum bisa dimanfaatkan untuk diberdayakan sebagai individu-individu yang aktif. Permasalahan budaya dan adat istiadat memungkinkan hal tersebut bisa terjadi, disamping juga permasalahan kesempatan antara perempuan dan laki-laki yang masih timpang. Beberapa daerah yang nilai ketimpangan HDI-GDI-GEM memiliki nilai yang sama-sama tinggi menujukkan bahwa pembangunan manusia di daerah tersebut kurang berhasil. Daerah-daerah yang kurang berhasil jika dilihat dari sudut pandang HDI-GDI- GEM dengan derajad ketimpangan yang relatif sama-sama tinggi diantaranya : DKI Jakarta, Jawa Barat, Maluku Utara, Riau, dan Kalimantan Timur. Dari propinsipropinsi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa besarnya pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita, tingginya indeks pembangunan manusia (HDI), pembangunan gender (GDI), pembangunan pemberdayaan gender (GEM) belum mampu menjamin adanya keseimbangan pembangunan manusia dan pembangunan ekonomi Pencapaian di Bidang Pendidikan Pencapaian dibidang pendidikan dasar merupakan fokus dan indikator utama dari tujuan ke-3 MDGs. Rasio antara perempuan terhadap laki-laki dalam memperoleh pendidikan dasar dan menengah merupakan indikator yang dipakai untuk mengetahui keberhasilan di bidang pendidikan. Target yang digunakan oleh MDGs adalah menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar dan menengah pada tahun 2005, dan menghilangkan ketimpangan gender pada semua tingkat pendidikan pada tahun Gambar 3.1. Rasio Proporsi Perempuan Terhadap Laki-laki di Berbagai Jenjang Pendidikan di Indonesia Tahun

11 Sumber : Biro Pusat Statistik Jika dilihat dari data pendidikan secara nasional, sejak tahun menujukkan bahwa ketimpangan gender secara rata-rata sudah terhapuskan pada jenjang pendidikan dasar, menengah namun untuk jenjang pendidikan tingkat atas dan tinggi masih mengalami kecenderungan fluktuatif setiap tahunnya. Meskipun demikian secara parsial untuk tahun 2006 semua jenjang pendidikan tidak mengalami ketimpangan antara proporsi perempuan terhadap laki-laki. Sehingga dapat disimpulkan bahwa upaya dibidang pendidikan mengalami keberhasilan dalam mencapai target ke-3 dari MDGs. Kecenderungan keberhasilan pembangunan gender dalam rangka pencapaian tujuan ke-3 dari MDGs juga ditunjukkan dari proporsi perempuan dalam menempuh pendidikan profesional. Hal tersebut dapat dilihat melalui proxy sekolah kejuruan sebagai obyek analisis. Jika dilihat dari pendidikan profesional, rata-rata mengalami peningkatan. Pada tahun 2002/2003 proporsi perempuan dalam pendidikan kejuruan semakin meningkat. Pilihan pendidikan profesional bagi perempuan masih mengalami kecenderungan pada bidang-bidang profesional yang non teknis dilapangan. Perempuan lebih memilih pendidikan profesional yang tidak terlalu memberatkan, meskipun sebenarnya hal tersebut relatif tergantung pada tingkat kemampuan individu masing-masing. Gambar 3.2. Proporsi Perempuan Terhadap Laki-laki di Jenjang Pendidikan Profesional Tahun 2002/

12 Sumber : Biro Pusat Statistik dan UNESCO 3.3. Pencapaian di Bidang Keaksaraan Indikator keberhasilan pencapaian tujuan ketiga dari MDGs adalah dibidang keaksaraan penduduk perempuan usia dewasa produktif (15 24 tahun). Keberhasilan tersebut dikur dengan menggunakan rasio keaksaraan perempuan terhadap laki-laki. Dibutuhkan keseimbangan antara rasio perempuan terhadap laki-laki, demikian pula sebaliknya. Jika hal tersebut terpenuhi, maka dapat dikatakan pencapaian tujuan MDGs yang ke-3, khususnya dibidang keaksaraan telah berhasil. Jika dilihat secara nasional, pencapaian dibidang keaksaraan belum berhasil mencapai titik keseimbangan. Namun demikian, belum berhasilnya pencapaian tujuan ke-3 tersebut telah diikuti perkembangan yang positif setiap tahunnya, dimana tingkat keaksaraan penduduk perempuan usia produktif cenderung meningkat dari tahun 1999 yang sebesar 88.4% berkembang menjadi 90.9% pada tahun Tabel 3.3. Rasio Melek Huruf Perempuan Terhadap Laki-laki Rasio Melek Huruf Rasio Melek Huruf Provinsi Provinsi NAD Nusa Tenggara Barat Sumatera Utara Nusa Tenggara Timur Sumatera Barat Kalimantan Barat Riau Kalimantan Tengah Jambi Kalimantan Selatan Sumatera Selatan Kalimantan Timur Bengkulu Sulawesi Utara Lampung Sulawesi Tengah Bangka Belitung Sulawesi Selatan Kepulauan Riau Sulawesi Tenggara DKI Jakarta Gorontalo Jawa Barat Sulawesi Barat

13 33. Jawa Tengah Maluku D. I. Yogyakarta Maluku Utara Jawa Timur Papua Barat Banten Papua Bali INDONESIA Sumber : Biro Pusat Statistik Jika dilihat secara regional propinsi, pembangunan kesetaraan gender dibidang keaksaraan menunjukkan tingkat keberhasilan yang berbeda-beda antar daerah. Terdapat kecenderungan yang berbeda antara pencapaian keasraan perempuan di Indonesia bagian timur dan barat. Diwilayah timur, kecenderungan rasio keaksaraan perempuan usia dewasa lebih rendah jika dibanding dengan pencapaian diwilayah barat. Pada tahun 1999 rata-rata keaksaraan perempuan usia produktif wilayah timur dan barat masing-masing sebesar 86.8% dan 91.7%, sedangkan pada tahun 2005 masing-masing sebesar 90% dan94.2%. Dari data tersebut dapat diketahui terdapat ketimpangan dibidang penghapusan buta aksara antara wilayah timur dan wilayah barat masing masing sebesar 4.9% dan 4% pada tahun 1999 dan Ketimpangan paling tinggi dalam pembangunan keaksaraan penduduk perempuan usia produktif mayoritas terdapat di Indonesia bagian timur. Pada tahun 2005, Propinsi Papua (74.9), NTB (78.8), Sulawesi Barat (83.4), Sulawesi Selatan (84.6), Papua Barat (85.4) dan NTT (85.6) merupakan propinsi-propinsi di wilayah indonesia bagian timur yang memiliki angka keaksaraan perempuan usia produktif paling rendah diantara daerah lainnya. Artinya diwilayah-wilayah tersebutsemkain banyak ditemukan ketimpangan antara pendidikan bagi perempuan dengan laki-laki usia produktif. Untuk daerah-daerah tersebut pencapaian tujuan ke-3 MDGs dapat dikatakan kurang berhasil dibandingkan daerah-daerah lain dalam wilayah yang sama. Fakta yang paling menyedihkan adalah masuknya Jawa Timur dan DIY sebagai propinsi yang tingkat keaksaraan penduduk perempuan usia produktif paling rendah di wilayah Indonesia barat. Meskipun daerah-daerah ini merupakan daerah yang berada di pulau jawa dengan fasilitas pendidikan yang memadai, ternyata masih belum mampu meningkatkan angka keaksaraan perempuan. Faktor budaya dan adat istiadat sangat memungkinkan hal tersebut terjadi, dimana perempuan masih dianggap sebagai individu yang kurang perlu untuk mendapatkan kesempatan membuka wawasannya dengan kemampuan baca tulis yang baik Pencapaian Penghargaan Perempuan di Sektor Non Pertanian 13

14 Penghargaan ekonomi yang dimaksud dalam tujuan ketiga MDGs adalah penghargaan berupa upah/gaji kepada perempuan dan memiliki jabatan penting dalam organisasi usaha. Sudah menjadi rahasia umum jika terdapat gap antara penghargaan yang diberikan kepada laki-laki dan perempuan dalam hal pemberian gaji dengan tingkatan pekerjaan yang sama. Demikian pula dengan jabatan penting dalam organisasi usaha seperti manajer, direktur maupun jabatan profesional lainnya. Peran perempuan dalam kegiatan usaha memang masih lebih kecil jika dibanding perempuan, masalah budaya dan adat istiadat memungkinkan hal ini bisa terjadi. Pencapaian penghargaan terhadap partisipasi perempuan dibidang ekonomi masih belum tercapai dalam skala nasional, terutama hingga akhir tahun Jika diasumsikan bahwa tahun 1999 adalah periode terakhir pembangunan sentralisasi dan tahun 2002 merupakan periode pembangunan terdesentralisasi maka ditemukan hal menarik bahwa penghargaan terhadap peran perempuan dalam jabatan profesional dan penghargaan berupa upah mengalami kemunduran pad tahun 2002 dibandingkan dengan tahun Hal ini mengindikasikan bahwa sistem desentralisasi pembangunan terdesentralisasi tidak sepenuhnya lebih baik jika dibandingkan dengan periode sentralisasi. Penghargaan terhadap perempuan pada dua periode berbeda ini mengalami penurunan, dimana peran perempuan pada periode tahun 1999 memiliki nilai sedangkan pada tahun 2002 peran perempuan memiliki nilai hanya Tabel 3.4. Perbandingan HDI, GDI, GEM, Peranan Perempuan di Bidang Ekonomi dan Rasio Peran Perempuan terhadap Laki-laki Tahun 1999 dan 2002 Propinsi HDI GDI GEM Economy Rasio (P/L) N.A.D Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D. I. Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat

15 Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Maluku Maluku Utara Papua INDONESIA Sumber : Biro Pusat Statistik, diolah kembali. Pencapaian tujuan ke-3 MDGs jika dilihat secara propinsi-propinsi di Indonesia menunjukkan fenomena yang beragam, meskipun secara nasional belum sepenuhnya tercapai. Penghargaan terhadap perempuan dan peranan perempuan di bidang ekonomi di beberapa propinsi pada tahun 1999 menunjukkan keseimbangan antara penghargaa serta peran laki-laki dan perempuan bahkan memiliki nilai di atas 50%. Diantara propinsi-propinsi tersebut yaitu Propinsi Nangroe Aceh Darussalam (54.4), Sumatera Barat (58.8), Maluku (55.3), Sulawesi Utara (54.9), Sumatera Utara (53.8), dan Sumatera Selatan (52.4). Untuk hal yang sama, ternyata ditemukan bahwa terdapat kemunduran dalam peran dan penghargaan terhadap perempuan pada tahun Adapun propinsi-propinsi yang telah berhasil memberikan peran dan penghargaan terhadap perempuan yang lebih baik diantaranya : Propinsi Sumatera Barat (58.3), Gorontalo (55.3), Maluku (54.5), Sumatera Utara (50.44) dan Sumatera Selatan (49.99). Terdapat perubahan formasi dari tahun 1999 ke tahun 2002, yaitu masuknya Propinsi Gorontalo dan keluarnya Propinsi Nangroe Aceh Darussalam (45.3) dengan rata-rata penurunan nilai peranan dan penghargaan terhadap perempuan mengalami penurunan ditiap propinsi seperti halnya yang terjadi secara nasional. Terdapat hal menarik yang perlu dicermati, bahwa diantara propinsi-propinsi yang telah berhasil sejak dini mencapai tujuan ke-3 MDGs tidak terdapat satupun propinsi yang ada di pulau jawa. Meskipun konsentrasi berbagai kegiatan ekonomi berada di pulau jawa. Hal yang juga menarik untuk dicermati adalah tidak seimbangnya antara peranan dan penghargaan perempuan terhadap GEM (Gender Empowerment Measurement Index) maupun terhadap GDI (Gender Development Index), dimana nilai peranan perempuan memiliki nilai yang lebih kecil jika dibandingkan dengan GDI maupun GEM. Hal ini menunjukkan adanya adanya 15

16 ketimpangan dalam penghargaan dan peranan perempuan dibidang ekonomi, baik ketimpangan antar daerah maupun ketimpangan dalam unsur pembangunan manusia sendiri (GDI dan GEM) Pencapaian Keterlibatan Politik Sebagaimana yang telah diungkapkan dalam bagian awal bahwa keterlibatan perempuan dalam bidang politik masih sangat rendah, dengan kuota yang telah ditentukan minimal sebesar 30% di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) partisipasi perempuan dalam bidang politik hanya sebesar 12% (tahun ), sedangkan pada periode adalah 9,9%, dan pada periode adalah 11,6%. keterwakilan perempuan di DPD (yang dibentuk pada tahun 2004) juga masih rendah yaitu 19,8%. Hal ini menunjukkan bahwa memang peranan perempuan dalam bidang politik masih sangat perlu untuk ditingkatkan. Dalam kenyataannya, meskipun telah dirangsang dengan kuota 30% ternyata perempuan hanya mampu memenuhi separo dari kuota yang telah ditentukan. Tabel 3.5. Perbandingan HDI, GDI, GEM, Partisipasi Politik dan Rasio Partisipasi Politik terhadap Kuota Minimal Tahun 1999 dan 2002 Kode Propinsi HDI GDI GEM Political Quota Ratio N.A.D Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung n.a 65.4 n.a 47.7 n.a 38.9 n.a 4.4 n.a DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D. I. Yogyakarta Jawa Timur Banten n.a 66.6 n.a 54.9 n.a 48.6 n.a 9.3 n.a Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Quota ratio adalah rasio antara persentase partisipasi politik perempuan terhadap kuota yang telah ditentukan. Dalam kasus ini diasumsikan bahwa kuota yang ditentukan sebesar 30%. 16

17 74 Sulawesi Tenggara Gorontalo n.a 64.1 n.a 52.7 n.a 51.4 n.a 11.1 n.a Maluku Maluku Utara n.a 65.8 n.a 55.0 n.a 31.2 n.a n.a n.a n.a 94 Papua INDONESIA Sumber : Biro Pusat Statistik, diolah kembali. Keterangan : na = data tidak tersedia Berbeda dengan partisipasi perempuan di bidang politik nasional, partisipasi politik perempuan secara regional justru memiliki kontribusi yang sangat rendah. Beberapa propinsi malah tidak terdapat partisipasi perempuan dalam DPRD seperti Propinsi Bali pada tahun Partispasi perempuan dalam politik lokal (propinsi) hanya sebesar 6.2% (1999) dan meningkat sedikit pada tahun 2002 menjadi 6.6%. jika dilihat dari rasio antara persentase partisipasi perempuan dalam politik dengan kuota yang telah ditentukan sebesar 30%, menunjukkan bahwa partisipasi politik oleh perempuan hanya sebesar 20.8% (1999) dan 22.1% (2002) dari kuota minimal sesuai undang-undang yang ada. Hanya terdapat beberapa daerah yang mampu menyumbang partisipasi perempuan dalam politik lokal diatas rata-rata pada tahun Adapun propinsipropinsi tersebut antara lain : Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Jawa Timur, Banten, NAD, Sumatera Barat, DIY, Jambi, DKI, Bengkulu, Lampung, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara dan Papua. Sedangkan daerah lainnya, partisipasi perempuan dalam politik lokal masih sangat rendah. Untuk pencapaian tujuan ke-3 dari MDGs terdapat indikasi bahwa partisipasi perempuan dalam politik lokal tidak memiliki arah hubungan positif dengan GEM, GDI maupun HDI. Hal ini semakin mempersulit pencapaian tujuan ke-3 dari MDGs yang telah dipatok terealisasi pada tahun 2015 atau paling lambat Kesimpulan dan Implikasi Kebijakan 4.1. Kesimpulan Berdasarkan atas pembahasan dan kajian dalam bagian-bagian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa : 1. Keberhasilan pembangunan dibidang sumberdaya manusia (HDI) masih belum mampu diikuti pertumbuhan pembangunan yang proporsional di bidang gender (GDI), bahkan dibidang pemberdayaan gender (GEM). Kecenderungan pembangunan sumberdaya manusia memiliki ketimpangan yang cukup besar terhadap pembangunan pemberdayaan perempuan (HDI-GEM), dan tidak 17

18 terlalu kecil ketimpangannya terhadap pembangunan gender (HDI-GDI). Hal tersebut terjadi hampir merata ditiap-tiap propinsi di Indonesia. Daerah yang memiliki kegiatan ekonomi yang cukup baik, kondisi pembangunan manusia yang juga cukup baik belum mampu menghapuskan ketimpangan terhadap pembangunan gender dan pembangunan pemberdayaan gender. DKI Jakarta, Kalimantan Timur dan Riau adalah sebagian dari contoh fenomena tersebut. 2. Secara komulatif, pencapaian pembangunan manusia dan tujuan ke-3 dari MDGs di bidang pendidikan relatif telah mencapai keberhasilan. Rasio antara perempuan terhadap laki-laki diberbagai jenjang pendidikan telah mencapai angka diatas 100% pada tahun Penghapusan ketimpangan gender pada pendidikan dasar dan lanjutan sepenuhnya telah tercapai pada tahun 2005, sesuai target dari tujuan ke-3 MDGs. Demikian pula target penghapusan ketimpangan gender dijenjang pendidikan menengah dan tinggi, yang secara komulatif telah tercapai pada tahun 2006, dengan nilai rasio diatas 100% pada kedua jenjang pendidikan tersebut. 3. Jika dilihat secara nasional, pencapaian dibidang keaksaraan belum berhasil mencapai titik keseimbangan. Namun demikian, belum berhasilnya pencapaian tujuan ke-3 tersebut telah diikuti perkembangan yang positif setiap tahunnya, dimana tingkat keaksaraan penduduk perempuan usia produktif cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Terdapat ketimpangan pencapaian keaksaraan perempuan di Indonesia bagian timur dan barat. Diwilayah timur, kecenderungan rasio keaksaraan perempuan usia dewasa lebih rendah jika dibanding dengan pencapaian diwilayah barat. 4. Penghargaan dan peranan perempuan dibidang ekonomi masih relatif lebih rendah jika dibanding dengan pencapaian HDI, GDI maupun GEM. Terdapat ketimpangan dalam hal partisipasi ekonomi baik dari sisi pembangunan manusia (HDI, GDI, GEM) maupun ketimpangan pembangunan antar daerah satu dengan daerah lainnya. Terdapat penurunan partisipasi perempuan dalam bidang ekonomi, hal ini mengindikasikan semakin susah pencapaian tujuan ke- 3 dari MDGs jika kondisi semakin turun tiap tahun terjadi dimasa yang akan datang 18

19 5. Partisipasi perempuan dalam bidang politik masih jauh lebih rendah daripada kuota minimal yang telah ditentukan, baik dalam tataran politik nasional maupun politik lokal propinsi. Partisipasi perempuan dalam politik lokal memiliki nilai yang jauh lebih rendah jika dibanding dengan politik nasional. Dengan kuota sebesar 30% ternyata belum bisa merangsang keterlibatan perempuan dalam bidang politik, yaitu hanya 11.6% dalam politik nasional dan 6.7% dalam politik lokal Kebijakan yang Diperlukan dalam Pengembangan Kesetaraan Gender dan Partisipasi Perempuan Pengarusutamaan gender di seluruh bidang dan kegiatan pembangunan telah ditetapkan sebagai salah satu prinsip pengarusutamaan dalam perencanaan jangka menengah dan tahunan. Kebijakan pembangunan yang akan dilakukan ditahun-tahun depan sebaiknya diarahkan untuk: 1. Meningkatkan kualitas hidup dan peran perempuan di segala bidang pembangunan, terutama di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan pengambilan keputusan (politik); 2. Menyempurnakan perangkat hukum untuk melindungi setiap individu dari berbagai tindak kekerasan, ekspolitasi, dan diskriminasi. Merevisi peraturan perundang-undangan yang bias gender dan/atau diskriminatif terhadap perempuan; meningkatkan kesempatan kerja dan partisipasi perempuan dalam pembangunan politik; 3. Memperkuat kelembagaan, koordinasi, dan jaringan pengarusutamaan gender dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi dari berbagai kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan di segala bidang, termasuk pemenuhan komitmen-komitmen internasional, penyediaan data dan statistik gender, serta peningkatan partisipasi masyarakat. 4. Untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap pendidikan yang lebih berkualitas, kebijakan diarahkan pada penyelenggaraan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun, penurunan secara signifikan jumlah penduduk yang buta aksara, dan peningkatan keadilan dan kesetaraan pendidikan antarkelompok masyarakat termasuk antara penduduk laki-laki dan perempuan. 19

20 5. Melaksanakan strategi pengarusutamaan gender di seluruh tahapan pembangunan dan di seluruh tingkat pemerintahan (nasional, provinsi, dan kabupaten/kota). Program-program pembangunan jangka menengah dan tahunan terus dikembangkan agar responsif gender. Program-program tersebut ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup dan perlindungan perempuan, terutama dibidang pendidikan, kesehatan, hukum, ketenagakerjaan, sosial, politik, lingkungan hidup dan ekonomi. Program lain yang dilakukan adalah memperkuat kelembagaan pengarusutamaan gender, terutama ditingkat kabupaten/kota. Daftar Kepustakaan Asian Development Bank Kebijakan ADB Mengenai Gender dan Pembangunan. Asian Development Bank Indonesia : Jakarta. Badan Pusat Statistik. Survey Sosial Ekonomi Sosial Nasional. Berbagai Edisi Penerbitan. Badan Pusat statistik : Jakarta. Badan Pusat Statistik, BAPPENAS dan UNDP Indonesia Human Development Report 2004 : The Economics of DemocracyFinancing Human Development in Indonesia. Badan Pusat Statistik, Bappenas dan UNDP Indonesia : Jakarta. Badan Pusat Statistik, BAPPENAS dan UNDP Indonesia Human Development Report 2005 : International Cooperation at a Crossroads Aid, Trade and Security in an Unequal World. Badan Pusat Statistik, Bappenas dan UNDP Indonesia : Jakarta. Badan Pusat Statistik, BAPPENAS dan UNDP Indonesia Human Development Report Beyond Scarcity : Power, Poverty and Global Water Crisis. Badan Pusat Statistik, Bappenas dan UNDP Indonesia : Jakarta. BAPPENAS Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia Tahun Badan Perencanaan Pembangunan Nasional : Jakarta BAPPENAS Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia Tahun Badan Perencanaan Pembangunan Nasional : Jakarta. DPR RI Naskah Akademis Rencana Undang-undang tentang Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia : Jakarta 20

21 Sondakh, Angelina Perempuan Indonesia dalam Era Otonomi Daerah. United Nation Development Group, Indicators for Monitoring the Millennium Development Goals : Definitions, Rationale, Concepts and Sources. United Nation Development Group led by United Nation Development Programe, United Nation Population Fund and Department of Economic and Social Affairs Statistics Division : New York. 21

BAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk Indonesia, sepakat untuk mengadopsi deklarasi Millenium Development Goals (MDG) atau Tujuan Pertumbuhan

Lebih terperinci

(1) menghapuskan kemiskinan dan kelaparan; (2) mewujudkan pendidikan dasar untuk semua orang; (3) mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan

(1) menghapuskan kemiskinan dan kelaparan; (2) mewujudkan pendidikan dasar untuk semua orang; (3) mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan Dr. Hefrizal Handra Fakultas Ekonomi Universitas Andalas Padang 2014 Deklarasi MDGs merupakan tantangan bagi negara miskin dan negara berkembang untuk mempraktekkan good governance dan komitmen penghapusan

Lebih terperinci

TUJUAN 3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan

TUJUAN 3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan TUJUAN 3 Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan 43 Tujuan 3: Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan Target 4: Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan.

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan. S ensus Penduduk, merupakan bagian terpadu dari upaya kita bersama untuk mewujudkan visi besar pembangunan 2010-2014 yakni, Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis dan Berkeadilan. Keberhasilan

Lebih terperinci

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL 2.1 Indeks Pembangunan Manusia beserta Komponennya Indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM; Human Development Index) merupakan salah satu indikator untuk mengukur

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2011

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2011 No. 07/01/31/Th. XV, 2 Januari 2013 INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2011 1. Indeks Pembangunan Gender (IPG) DKI Jakarta Tahun 2011 A. Penjelasan Umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembangunan. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembangunan. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara maka membutuhkan pembangunan. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan bangsa dan sekaligus sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu, pembangunan merupakan syarat mutlak bagi suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu, pembangunan merupakan syarat mutlak bagi suatu negara. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan suatu alat yang digunakan untuk mencapai tujuan negara, dimana pembangunan mengarah pada proses untuk melakukan perubahan kearah yang lebih baik.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kemiskinan merupakan isu sentral yang dihadapi oleh semua negara di dunia termasuk negara sedang berkembang, seperti Indonesia. Kemiskinan menjadi masalah kompleks yang

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN MANUSIA BERBASIS GENDER TAHUN 2015

PEMBANGUNAN MANUSIA BERBASIS GENDER TAHUN 2015 BPS PROVINSI MALUKU No. 05/010/81/Th. I, 3 Oktober 2016 PEMBANGUNAN MANUSIA BERBASIS GENDER TAHUN 2015 Untuk melngkapi penghitungan IPM, UNDP memasukan aspek gender ke dalam konsep pembangunan manusia.

Lebih terperinci

BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN

BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN DAN PERAN PEREMPUAN SERTA KESEJAHTERAAN DAN PERLINDUNGAN ANAK Permasalahan mendasar dalam pembangunan pemberdayaan perempuan dan anak yang terjadi selama ini adalah

Lebih terperinci

MENGUKUR PENCAPAIAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN KELAPARAN DI INDONESIA MENGGUNAKAN INDEKS KOMPOSIT

MENGUKUR PENCAPAIAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN KELAPARAN DI INDONESIA MENGGUNAKAN INDEKS KOMPOSIT MENGUKUR PENCAPAIAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN KELAPARAN DI INDONESIA MENGGUNAKAN INDEKS KOMPOSIT Faharuddin, M.Si. BPS Sumatera Selatan Jl. Kapten Anwar Sastro 1694/1131 Palembang Email: fahar26@gmail.com,

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) METODE BARU

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) METODE BARU INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) METODE BARU Tujuan utama pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan rakyat untuk menikmati umur panjang, sehat, dan menjalankan kehidupan yang produktif

Lebih terperinci

Secara lebih sederhana tentang IPM dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Angka harapan hidup pd saat lahir (e0)

Secara lebih sederhana tentang IPM dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Angka harapan hidup pd saat lahir (e0) Lampiran 1. Penjelasan Singkat Mengenai IPM dan MDGs I. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 1 Sejak 1990, Indeks Pembangunan Manusia -IPM (Human Development Index - HDI) mengartikan definisi kesejahteraan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 189 negara anggota PBB pada bulan September 2000 adalah deklarasi Millenium

BAB I PENDAHULUAN. 189 negara anggota PBB pada bulan September 2000 adalah deklarasi Millenium BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai sebuah negara berkembang, Indonesia turut serta dan berperan aktif dalam setiap kegiatan dan program-program pembangunan yang menjadi agenda organisasi negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang terintegrasi dan komprehensif dari perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian yang tidak terpisahkan. Di samping mengandalkan

Lebih terperinci

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 LATAR BELAKANG Sebelum tahun 1970-an, pembangunan semata-mata dipandang sebagai fenomena ekonomi saja. (Todaro dan Smith)

Lebih terperinci

Latar Belakang. Tujuan setiap warga negara terhadap kehidupannya adalah

Latar Belakang. Tujuan setiap warga negara terhadap kehidupannya adalah STRATEGI DAN INOVASI PENCAPAIAN MDGs 2015 DI INDONESIA Oleh Dr. Afrina Sari. M.Si Dosen Universitas Islam 45 Bekasi Email: afrina.sari@yahoo.co.id ABSTRACT Indonesia telah berhasil mengurangi kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan perhatian khusus pada kualitas sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan perhatian khusus pada kualitas sumber daya manusia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan suatu wilayah tidak terlepas dari sumber daya manusia yang ada di dalamnya. Oleh karena itu, untuk membangun suatu wilayah diperlukan perhatian khusus pada

Lebih terperinci

BRIEFING NOTE RELFEKSI PENCAPAIAN MILLENNIUM DEVELOPMENT GOAL (MDG) DI INDONESIA

BRIEFING NOTE RELFEKSI PENCAPAIAN MILLENNIUM DEVELOPMENT GOAL (MDG) DI INDONESIA BRIEFING NOTE RELFEKSI PENCAPAIAN MILLENNIUM DEVELOPMENT GOAL (MDG) DI INDONESIA (Disampaikan dalam Diplomat Briefing, Jakarta 11 Maret 2013) Kata Pengantar Refleksi tentang Pencapaian MDG ini merupakan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No.53/09/16 Th. XVIII, 01 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA SELATAN MARET 2016 GINI RATIO SUMSEL PADA MARET 2016 SEBESAR

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2012

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2012 No. 12/02/31/Th. XVI, 5 Februari 2014 INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2012 1. Indeks Pembangunan Gender (IPG) DKI Jakarta Tahun 2012 A. Penjelasan Umum

Lebih terperinci

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN IV. DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Bertambahnya jumlah penduduk berarti pula bertambahnya kebutuhan konsumsi secara agregat. Peningkatan pendapatan diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara. Menurut Bank Dunia (2000) dalam Akbar (2015), definisi kemiskinan adalah

BAB I PENDAHULUAN. negara. Menurut Bank Dunia (2000) dalam Akbar (2015), definisi kemiskinan adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan permasalahan pokok yang dialami oleh semua negara. Menurut Bank Dunia (2000) dalam Akbar (2015), definisi kemiskinan adalah kehilangan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendekatan pembangunan manusia telah menjadi tolak ukur pembangunan. pembangunan, yaitu United Nations Development Programme (UNDP)

BAB I PENDAHULUAN. Pendekatan pembangunan manusia telah menjadi tolak ukur pembangunan. pembangunan, yaitu United Nations Development Programme (UNDP) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sumber Daya Manusia (SDM) adalah kekayaan suatu negara yang dijadikan sebagai modal dasar pembangunan. Pembangunan bertujuan untuk menciptakan lingkungan

Lebih terperinci

PENCAPAIAN TARGET MDGs DALAM RPJMN

PENCAPAIAN TARGET MDGs DALAM RPJMN PENCAPAIAN TARGET MDGs DALAM RPJMN 2010-2014 NINA SARDJUNANI Deputi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bidang SDM dan Kebudayaan Disampaikan dalam Rakornas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan salah satu syarat mutlak bagi kelangsungan hidup bangsa dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Menciptakan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang belum ada menjadi ada atau membuat suatu perubahan yaitu membuat sesuatu menjadi lebih baik atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tantangan Indonesia saat ini adalah menghadapi bonus demografi tahun 2025 yang diikuti dengan bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Badan Perencanaan

Lebih terperinci

KINERJA PENDIDIKAN BERDASARKAN INDEKS PENGEMBANGAN PENDIDIKAN UNTUK SEMUA DAN TUJUAN PEMBANGUNAN MILENIUM TAHUN 2011/2012

KINERJA PENDIDIKAN BERDASARKAN INDEKS PENGEMBANGAN PENDIDIKAN UNTUK SEMUA DAN TUJUAN PEMBANGUNAN MILENIUM TAHUN 2011/2012 Ida Kintamani, Kinerja Pendidikan Berdasarkan Indeks Pengembangan Pendidikan untuk Semua dan Tujuan Pembangunan Milenium Tahun 2011/2012 KINERJA PENDIDIKAN BERDASARKAN INDEKS PENGEMBANGAN PENDIDIKAN UNTUK

Lebih terperinci

MILLENNIUM DEVELOPMENT GOALS (MDGs) Diterjemahkan dari: Population and Development Strategies Series Number 10, UNFPA, 2003

MILLENNIUM DEVELOPMENT GOALS (MDGs) Diterjemahkan dari: Population and Development Strategies Series Number 10, UNFPA, 2003 MILLENNIUM DEVELOPMENT GOALS (MDGs) Diterjemahkan dari: Population and Development Strategies Series Number 10, UNFPA, 2003 MILLENNIUM DEVELOPMENT GOALS (TUJUAN PEMBANGUNAN MILENIUM) 1. Menanggulangi Kemiskinan

Lebih terperinci

STUDI EMPIRIS CAPAIAN MDGS DI PROVINSI RIAU

STUDI EMPIRIS CAPAIAN MDGS DI PROVINSI RIAU STUDI EMPIRIS CAPAIAN MDGS DI PROVINSI RIAU Riski Robi Juhardi, Wahyu Hamidi dan Syapsan Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Riau ABSTRAK Millenium Development Goals (MDGs) merupakan paradigma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan menjadi persoalan serius yang di hadapi oleh banyak

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan menjadi persoalan serius yang di hadapi oleh banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan menjadi persoalan serius yang di hadapi oleh banyak negara di dunia, karena dalam negara maju pun terdapat penduduk miskin. Kemiskinan identik dengan

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN No.54/09/17/I, 1 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2016 SEBESAR 0,357 Daerah Perkotaan 0,385 dan Perdesaan 0,302 Pada

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN BADAN PUSAT STATISTIK No.06/02/81/Th.2017, 6 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO MALUKU PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,344 Pada September 2016,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Pembangunan adalah kenyataan fisik sekaligus keadaan mental (state

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Pembangunan adalah kenyataan fisik sekaligus keadaan mental (state BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah kenyataan fisik sekaligus keadaan mental (state of mind) dari suatu masyarakat yang telah melalui kombinasi tertentu dari proses sosial,

Lebih terperinci

Partnership Governance Index

Partnership Governance Index Partnership Governance Index Mengukur Tata Pemerintahan yang Demokratis Merupakan suatu kesepakatan di kalangan dan di antara akademisi dan praktisi internasional bahwa kualitas tata pemerintahan sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama awal perkembangan literatur pembagunan, kesuksesan

BAB I PENDAHULUAN. Selama awal perkembangan literatur pembagunan, kesuksesan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama awal perkembangan literatur pembagunan, kesuksesan pembangunan diindikasikan dengan peningkatan pendapatan per kapita dengan anggapan bahwa peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

PREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN Status Gizi Provinsi

PREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN Status Gizi Provinsi LAMPIRAN 1 PREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2013 Status Gizi No Provinsi Gizi Buruk (%) Gizi Kurang (%) 1 Aceh 7,9 18,4

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat kesejahteraan masyarakat secara rata-rata di suatu daerah

I. PENDAHULUAN. Tingkat kesejahteraan masyarakat secara rata-rata di suatu daerah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat kesejahteraan masyarakat secara rata-rata di suatu daerah dicerminkan oleh besar kecilnya angka PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) dan PDRB Per Kapita. Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh semua lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitasnya.

BAB I PENDAHULUAN. oleh semua lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitasnya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Air sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia seharusnya dapat di akses oleh semua lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitasnya. Tapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Millenium Development Goals (MDGs) adalah sebuah komitmen bersama masyarakat internasional untuk mempercepat pembangunan manusia dan pengentasan kemiskinan. MDGs ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. belum bisa diwujudkan dalam setiap rezim pemerintahan. Isu pembangunan

I. PENDAHULUAN. belum bisa diwujudkan dalam setiap rezim pemerintahan. Isu pembangunan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenjangan pembangunan antar wilayah masih merupakan masalah yang dihadapi bangsa Indonesia. Pelaksanaan pembangunan yang adil dan merata belum bisa diwujudkan

Lebih terperinci

Ikhtisar Pencapaian MDGs Provinsi Kepulauan Riau Menurut Jumlah Indikator

Ikhtisar Pencapaian MDGs Provinsi Kepulauan Riau Menurut Jumlah Indikator Page 1 Ikhtisar Pencapaian MDGs Provinsi Kepulauan Riau Menurut Jumlah Uraian Jumlah Jumlah Akan Perlu Perhatian Khusus Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan 12 9 1 2 Mencapai Pendidikan Dasar Untuk Semua

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 No. 11/02/82/Th. XVI, 1 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 GINI RATIO DI MALUKU UTARA KEADAAN SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,309 Pada September 2016, tingkat ketimpangan

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT PENCAPAIAN MILLENNIUM DEVELOPMENT GOALS INDONESIA 2010

LAPORAN SINGKAT PENCAPAIAN MILLENNIUM DEVELOPMENT GOALS INDONESIA 2010 LAPORAN SINGKAT PENCAPAIAN MILLENNIUM DEVELOPMENT GOALS INDONESIA 21 DEPUTI BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT SEKRETARIAT WAKIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Tujuan dan Target Millennium Development Goals (MDGs)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam melakukan analisis untuk memahami persoalan-persoalan ketidakadilan

I. PENDAHULUAN. dalam melakukan analisis untuk memahami persoalan-persoalan ketidakadilan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep penting yang harus dipahami dalam membahas kaum perempuan adalah membedakan antara konsep seks (Jenis Kelamin) dan konsep gender. Pemahaman dan pembedaan terhadap

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No.46/07/52/Th.I, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,371 Pada

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN No.54/9/13/Th. XIX, 1 ember 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2016 SEBESAR 0,331 Pada 2016, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan manusiadengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi. untuk menghasilkan barang dan jasa akan meningkat.

I. PENDAHULUAN. pembangunan manusiadengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi. untuk menghasilkan barang dan jasa akan meningkat. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini banyak literatur ekonomi pembangunan yang membandingkan antara pembangunan manusiadengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan milenium (Millenium Development Goals/MDG s), yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan milenium (Millenium Development Goals/MDG s), yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di negara berkembang seperti Indonesia, peranan sumber daya manusia mengambil tempat yang sentral, khususnya dalam setiap pencapaian pembangunan ekonomi, di

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. dr. Untung Suseno Sutarjo, M.Kes.

KATA PENGANTAR. dr. Untung Suseno Sutarjo, M.Kes. KATA PENGANTAR Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bulan September 2000, sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk Indonesia sepakat untuk mengadopsi Deklarasi

Lebih terperinci

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi,

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi, yang Tersedia pada Menurut, 2000-2015 2015 yang Tersedia pada ACEH 17 1278 2137 SUMATERA UTARA 111 9988 15448 SUMATERA BARAT 60 3611 5924 RIAU 55 4912 7481 JAMBI 29 1973 2727 SUMATERA SELATAN 61 4506 6443

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan.

I. PENDAHULUAN. orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan adalah kondisi dimana ketidakmampuan seseorang atau sekelompok orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan. Masalah kemiskinan

Lebih terperinci

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI BANTEN TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Banten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara, maka dibutuhkan pembangunan. Pada September tahun 2000, mulai dijalankannya Millennium Development

Lebih terperinci

STATISTIK PENDIDIKAN DAN INDIKATOR BERWAWASAN GENDER

STATISTIK PENDIDIKAN DAN INDIKATOR BERWAWASAN GENDER STATISTIK PENDIDIKAN DAN INDIKATOR BERWAWASAN GENDER KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PUSAT DATA DAN STATISTIK PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Jakarta, November 2015 Latar Belakang Forum internasional:

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016 BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No.39/07/Th.XX, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016 GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR

Lebih terperinci

DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA

DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA Drs. Razali Ritonga, MA (Direktur Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan BPS RI) Disampaikan di Lokakarya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan)

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu negara yang berkembang, masalah yang sering dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan) distribusi pendapatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sosial Ekonomi Karakteristik sosial ekonomi yang diteliti dalam penelitian ini terdiri atas proporsi ibu lulus wajib belajar (wajar) 9 tahun, pengeluaran rumah tangga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk merupakan suatu hal yang penting karena merupakan modal dasar dalam pembangunan suatu wilayah. Sukirno (2006) mengatakan penduduk dapat menjadi faktor pendorong

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Proses pembangunan sebenarnya adalah merupakan suatu perubahan sosial

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Proses pembangunan sebenarnya adalah merupakan suatu perubahan sosial BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan adalah suatu orientasi dan kegiatan usaha yang tanpa akhir. Proses pembangunan sebenarnya adalah merupakan suatu perubahan sosial budaya. Pembangunan agar

Lebih terperinci

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor), Babi Aceh 0.20 0.20 0.10 0.10 - - - - 0.30 0.30 0.30 3.30 4.19 4.07 4.14 Sumatera Utara 787.20 807.40 828.00 849.20 871.00 809.70 822.80 758.50 733.90 734.00 660.70 749.40 866.21 978.72 989.12 Sumatera

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 13/02/12/Th. XX, 06 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,312 Pada ember

Lebih terperinci

Mengurangi Kemiskinan Melalui Keterbukaan dan Kerjasama Penyediaan Data

Mengurangi Kemiskinan Melalui Keterbukaan dan Kerjasama Penyediaan Data Mengurangi Kemiskinan Melalui Keterbukaan dan Kerjasama Penyediaan Data Disampaikan oleh: DeputiMenteri PPN/Kepala Bappenas Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan pada Peluncuran Peta Kemiskinan dan Penghidupan

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2013

PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2013 No., 05/01/81/Th. XV, 2 Januari 2014 Agustus 2007 PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2013 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang pengeluaran per bulannya berada di bawah Garis Kemiskinan) di Maluku

Lebih terperinci

Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS

Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS Semester II Tahun 2013 GROUP PENJAMINAN DIREKTORAT PENJAMINAN DAN MANAJEMEN RISIKO 0 DAFTAR ISI Jumlah BPR/BPRS Peserta Penjaminan Grafik 1 3 Pertumbuhan Simpanan pada

Lebih terperinci

BAB IV. PENCAPAIAN MDG s DI INDONESIA Hasil Pencapaian Tujuan Pertama: Penanggulangan Kemiskinan dan

BAB IV. PENCAPAIAN MDG s DI INDONESIA Hasil Pencapaian Tujuan Pertama: Penanggulangan Kemiskinan dan BAB IV PENCAPAIAN MDG s DI INDONESIA 4.1. Hasil Pencapaian Tujuan Pertama: Penanggulangan Kemiskinan dan Kelaparan Sejak pengambilan komitmen terkandung dalam Deklarasi Milenium tahun 2000 terkait dengan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyatnya untuk menikmati umur

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. RAD MDGs Jawa Tengah

DAFTAR ISI. RAD MDGs Jawa Tengah DAFTAR ISI Hal Daftar Isi... ii Daftar Tabel dan Gambar... xii Daftar Singkatan... xvi Bab I Pendahuluan... 1 1.1. Kondisi Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di Jawa Tengah... 3 Tujuan 1. Menanggulangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah yang bersifat multidimensional yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah dalam pembangunan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya pembangunan yang dilaksanakan oleh suatu negara

I. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya pembangunan yang dilaksanakan oleh suatu negara I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan yang dilaksanakan oleh suatu negara bertujuan untuk mewujudkan kehidupan seluruh masyarakat yang maju, mandiri, sejahtera lahir dan batin.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor lainnya. Sejalan dengan itu, sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Per Kapita dan Struktur Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam lima tahun terakhir

Lebih terperinci

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender XVII Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender Salah satu strategi pokok pembangunan Propinsi Jawa Timur 2009-2014 adalah pengarusutamaan gender. Itu artinya, seluruh proses perencanaan,

Lebih terperinci

DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA

DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA Drs. Razali Ritonga, MA (Direktur Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan BPS RI) Disampaikan di Lokakarya Perkawinan Anak, Moralitas Seksual, dan Politik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. 1 Universitas Indonesia. Analisis pelaksanaan..., Rama Chandra, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. 1 Universitas Indonesia. Analisis pelaksanaan..., Rama Chandra, FE UI, 2010. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah kemiskinan yang dihadapi, terutama, oleh negara-negara yang sedang berkembang, memang sangatlah kompleks. Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN No.39/07/15/Th.XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,335 Pada Maret 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan 4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA METODE BARU UMUR PANJANG DAN HIDUP SEHAT PENGETAHUAN STANDAR HIDUP LAYAK BADAN PUSAT STATISTIK DAFTAR ISI Pembangunan Manusia Perubahan Metodologi IPM Implementasi IPM Metode

Lebih terperinci

Keterwakilan Perempuan Di Lembaga Legislatif

Keterwakilan Perempuan Di Lembaga Legislatif Keterwakilan Perempuan Di Lembaga Legislatif Gender menjadi aspek dominan dalam politik, dalam relasi kelas, golongan usia maupun etnisitas, gender juga terlibat di dalamnya. Hubungan gender dengan politik

Lebih terperinci

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011 TABEL 1 GAMBARAN UMUM No. Provinsi Lembaga Pengelola Pengunjung Judul Buku 1 DKI Jakarta 75 83 7.119 17.178 2 Jawa Barat 1.157 1.281 72.477 160.544 3 Banten 96 88 7.039 14.925 4 Jawa Tengah 927 438 28.529

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar dalam kehidupan setiap individu. Pangan merupakan sumber energi untuk memulai segala aktivitas. Menurut Undang-Undang No.18 Tahun

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI BENGKULU 2015

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI BENGKULU 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI BENGKULU 2015 No. 46/08/17/III, 3 Agustus 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI BENGKULU 2015 SEBESAR 73,60 DALAM SKALA 0 SAMPAI 100, ANGKA INI NAIK DIBANDINGKAN

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2014

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2014 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No.50/08/61/Th. XVIII, 13 Agustus 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2014 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI KALIMANTAN BARAT 2014

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh No.1368, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAKER. Hasil Pemetaan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG HASIL PEMETAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2007-2008 ISBN : Nomor Publikasi : Katalog : Ukuran buku Jumlah halaman : 17.6 x 25 cm : x + 100 halaman Naskah : Sub Direktorat Konsistensi Statistik Diterbitkan oleh : Badan

Lebih terperinci

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak negara di dunia dan menjadi masalah sosial yang bersifat global. Hampir semua negara berkembang memiliki

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2014

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2014 No. 15/08/53/Th. XVIII, 13 Agustus 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2014 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI NTT TAHUN 2014 SEBESAR 68,81 DALAM SKALA 0 SAMPAI 100, ANGKA INI TURUN DIBANDINGKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana suatu negara dapat meningkatkan pendapatannya guna mencapai target pertumbuhan. Hal ini sesuai

Lebih terperinci

Periode Dasa Warsa Pembangunan Manusia Indonesia Dinamika arah, kebijakan dan sasaran pembangunan manusia dapat ditelusuri secara rinci sejak 1950-an

Periode Dasa Warsa Pembangunan Manusia Indonesia Dinamika arah, kebijakan dan sasaran pembangunan manusia dapat ditelusuri secara rinci sejak 1950-an Periode Dasa Warsa Pembangunan Manusia Indonesia Dinamika arah, kebijakan dan sasaran pembangunan manusia dapat ditelusuri secara rinci sejak 1950-an hingga 2030. Sebelumnya, arah dan sasaran pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sudah enam puluh sembilan tahun Indonesia merdeka, telah banyak tindakantindakan

I. PENDAHULUAN. Sudah enam puluh sembilan tahun Indonesia merdeka, telah banyak tindakantindakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sudah enam puluh sembilan tahun Indonesia merdeka, telah banyak tindakantindakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam usaha menyejahterakan rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan faktor penentu maju tidaknya suatu bangsa, bagaimana tingkat pendidikan suatu generasi akan sangat menentukan untuk kemajuan suatu bangsa kedepannya.

Lebih terperinci

RINGKASAN DATA DAN INFORMASI KEMISKINAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR 2016 ISSN : 2528-2271 Nomor Publikasi : 53520.1702 Katalog : 3205008.53 Jumlah halaman : viii + 24 halaman Ukuran : 21 cm x 14,5 cm

Lebih terperinci