MENGUKUR PENCAPAIAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN KELAPARAN DI INDONESIA MENGGUNAKAN INDEKS KOMPOSIT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MENGUKUR PENCAPAIAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN KELAPARAN DI INDONESIA MENGGUNAKAN INDEKS KOMPOSIT"

Transkripsi

1 MENGUKUR PENCAPAIAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN KELAPARAN DI INDONESIA MENGGUNAKAN INDEKS KOMPOSIT Faharuddin, M.Si. BPS Sumatera Selatan Jl. Kapten Anwar Sastro 1694/1131 Palembang ABSTRAK Penanggulangan kemiskinan dan kelaparan merupakan isu global di mana melalui MGDs telah disepakati untuk menurunkan angka kemiskinan dan kelaparan hingga setengahnya pada tahun Makalah ini bertujuan untuk mengukur pencapaian tujuan MDGs yang pertama yaitu menurunkan angka kemiskinan dan kelaparan di Indonesia hingga setengahnya pada tahun 2015 menggunakan suatu indeks komposit yang disebut PHI (Poverty and Hunger Index). PHI merupakan kombinasi dari 5 indikator pada tujuan 1 MDGs, yang dikombinasikan menggunakan cara yang mirip dengan pembuatan indeks komposit IPM. Hasil penghitungan indeks PHI menempatkan provinsi-provinsi dalam 3 kategori yaitu tinggi (2 provinsi yaitu Bali dan DKI Jakarta), menengah (30 provinsi) dan rendah (1 provinsi yaitu Papua Barat). Progres pencapaian tujuan pertama MDGs per provinsi dilihat dengan indeks PHI-P (PHI-Progress) dalam 3 kelompok, progres cepat (11 provinsi), progres lambat (13 provinsi) dan progres mundur (9 provinsi). Kombinasi PHI dan PHI-P menghasilkan klasifikasi provinsi menurut skala prioritas pembangunan dalam kerangka mewujudkan tujuan pertama MDGs yaitu prioritas rendah (9 provinsi), prioritas sedang (13 provinsi) dan prioritas tinggi (11 provinsi). Kata Kunci: Kemiskinan, Kelaparan, MDGs, PHI, PHI-P ABSTRACT Eradicating poverty and hunger is now become global issue through which the MDGs have been agreed internationally, it was determined that one of the millennium development goals is eradicating poverty and hunger by half in This paper aims to measure the achievement of the first MDG goal to reduce poverty and hunger in Indonesia by half in 2015 using a composite index called PHI (Poverty and Hunger Index). PHI is a combination of five indicators in MDG Goal 1, which combined using a similar way to construct composite index HDI. PHI index calculations put the provinces into 3 categories: high (2 provinces, Bali and Jakarta), medium (30 provinces) and low (1 province, Papua Barat). Achievement of the first MDG progress by province seen with PHI-P (PHI-Progress) index and classified into 3 groups, fast (11 provinces), slow (13 provinces) and reversing (9 provinces). The combination of PHI and PHI-P produces classification according to provincial development priorities within the framework of achievement of the first MDG goal with a low priority (9 provinces), medium priority (13 provinces) and a high priority (11 provinces). Keywords: Poverty, Hunger, MDGs, PHI, PHI-P 1

2 1. Pendahuluan Penanggulangan kemiskinan dan kelaparan merupakan salah satu isu global di mana melalui MGDs telah disepakati untuk menurunkan angka kemiskinan dan kelaparan di Indonesia hingga setengahnya pada tahun Secara internasional telah disusun 5 indikator untuk memantau pencapaian tujuan pertama ini (UNDG, 2003), sebagai berikut: a. Proporsi penduduk dengan pendapatan di bawah US$ 1 per hari atau proporsi penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan (poverty headcount ratio) b. Indeks Kedalaman Kemiskinan (poverty gap ratio) c. Proporsi pendapatan atau konsumsi penduduk termiskin (share of the poorest quantile in national income or consumption) d. Prevalensi balita kekurangan gizi (prevalence of underweight children under 5 years of age) e. Proporsi penduduk dengan konsumsi gizi di bawah standar kecukupan gizi (proportion of population below minimum level of dietary energy consumption) Indikator-indikator tersebut juga digunakan untuk mengukur pencapaian tujuan pertama dari MDGs di Indonesia dengan beberapa penyesuaian (Bappenas, 2007 dan Bappenas, 2010). Di Indonesia, ukuran yang digunakan adalah: (1) persentase penduduk miskin atau yang berada di bawah garis kemiskinan; (2) indeks kedalaman kemiskinan; (3) proporsi konsumsi penduduk termiskin (kuantil pertama 20 persen terendah); (4) persentase balita kekurang gizi (gizi buruk dan kurang) serta (5) persentase penduduk yang mempunyai konsumsi energi kurang dari 1400 kkal per kapita per hari. Meskipun kelima indikator tersebut dapat digunakan secara terpisah untuk mengukur pencapaian tujuan pertama MDGs, namun masing-masing memberikan informasi yang parsial dan seringkali kontradiktif satu sama lain. Hal ini tentu menyulitkan dalam mengambil kesimpulan mengenai keseluruhan upaya penanggulangan kemiskinan dan kelaparan yang dilakukan. Dengan adanya indikator tunggal juga akan memudahkan dalam memperbandingkan pencapaian pecapaian tujuan pertama MDGs tersebut antar wilayah. Makalah ini bertujuan untuk mengukur pencapaian tujuan MDGs yang pertama tersebut di Indonesia. Ukuran yang digunakan adalah suatu indeks komposit yang disebut PHI (Poverty and Hunger Index) yang merupakan kombinasi dari 5 indikator pada tujuan 1 MDGs. Dalam makalah ini dihitung nilai indeks PHI dan PHI-P (Poverty and Hunger Index Progress) menurut provinsi di Indonesia keadaan tahun Metodologi Metodologi penyusunan indeks PHI (Poverty and Hunger Index) didasarkan pada metodologi penyusunan Human Development Index (HDI) yang dilakukan oleh UNDP (UNDP, 2005), atau sama dengan metodologi penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dilakukan di Indonesia (BPS, 2008). PHI disusun menggunakan rumus sebagai berikut: 5 PHI = 1 (x 5 i min i )/ (maks i min i ) i=1 2

3 di mana, x i adalah nilai aktual dari indikator ke-i serta maks dan min adalah nilai maksimum dan minimum dari masing-masing indikator (Gentilini dan Webb, 2008). Nilai maksimum dan minim indikator PHI disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai maksimum dan minimum indikator PHI. Indikator Maksimum Minimum 1. Persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan Indeks Kedalaman Kemiskin, dalam persen Proporsi konsumsi penduduk termiskin (kuantil pertama), dalam persen Prevalensi balita dengan kekurangan gizi, dalam persen Proporsi penduduk dengan konsumsi kurang dari 1400 kkal per hari, dalam persen Sumber: Gentilini dan Webb (2008) Dalam kerangka evaluasi pencapaian tujuan MDGs pada tahun 2015, maka nilai maksimum dan minimum kemudian disesuaikan dengan nilai awal masing-masing indikator pada tahun 1990 serta target yang akan dicapai pada tahun Sehingga rumus di atas menjadi: 5 PHI P= 1 ( x 5 i 1990 i )/( 2015 i 1990 i ) i=1 di mana, PHI-P adalah PHI progress, 1990 menunjukan data kondisi awal yang paling dekat dengan tahun 1990 dan 2015 adalah kondisi target yang akan dicapai pada tahun Berdasarkan target nilai indikator pada tahun 2015 yang telah ditetapkan pemerintah Indonesia melalui Bappenas (2007 dan 2010) serta kondisi awal indikator pada tahun 1990, ditetapkan nilai maksimum dan nilai minimum untuk kelima indikator di atas. Indikator yang tidak memiliki target angka spesifik, nilai maksimum digunakan setengah dari kondisi awal pada tahun Dengan demikian, nilai maksimum dan minimum indikator PHI-P disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Nilai awal dan nilai target indikator PHI-P dalam kerangka evaluasi pencapaian tujuan pertama MDGs di Indonesia Indikator Nilai awal Nilai target 1. Persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan 15,10 7,50 2. Indeks Kedalaman Kemiskin, dalam persen 2,70 1,35 *) 3. Proporsi konsumsi penduduk termiskin (kuantil pertama), dalam persen 9,30 18,60 *) 4. Prevalensi balita kekurangan gizi, dalam persen 31,0 15,50 5. Proporsi penduduk dengan konsumsi kurang dari 1400 kkal per hari, dalam persen 17,00 8,50 Sumber: Bappenas (2007 dan 2010) 3

4 Catatan: *) Ditetapkan setengah dari kondisi awal pada tahun 1990 Indeks PHI mempunyai rentang nilai 0 s.d. 1, di mana angka yang mendekati 1 menunjukkan pencapaian yang mendekati sempurna. Nilai indeks PHI dikelompokkan dalam 3 kelas, tinggi jika PHI 0,85, menengah jika 0,70 PHI < 0,85, dan rendah jika PHI < 0,70. Sedangkan indeks PHI-P mempunyai rentang nilai dari - hingga 1. Jika nilai komponen PHI-P lebih dari 1, dikoreksi menjadi 1, sehingga nilai maksimal adalah 1. Nilai negatif berarti semakin jauh dari target MDGs dan bahkan lebih rendah dari kondisi nasional pada tahun 1990 (progres mundur). Nilai 1 artinya target MDGs pada tahun 2015 telah tercapai. Nilai PHI-P 0,5 dapat diartikan sebagai progres cepat sedangkan nilai 0 PHI-P < 0,5 berarti progres lambat. 3. Hasil dan Pembahasan Data yang digunakan untuk penghitungan diambil dari publikasi resmi beberapa instansi, meskipun umumnya adalah produk BPS. Data persentase penduduk miskin tahun 2010, indeks kedalaman kemiskinan, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Pendapatan Per Kapita diambil dari BPS (2012), proporsi konsumsi penduduk termiskin dan proporsi penduduk dengan konsumsi kurang dari 1400 kkal per hari diambil dari Bappenas (2010a), serta prevalensi balita kurang gizi diambil dari Balitbangkes (2010). Data-data tersebut tersaji pada Tabel L1 Lampiran Tabel 3. Nilai dan Peringkat PHI Menurut Bali DKI Jakarta Banten Jawa Barat Kepulauan Riau Sulawesi Utara Kalimantan Selatan Riau Sumatera Barat Kepulauan Bangka Belitung DI Yogyakarta Nilai PHI PHI Tinggi: 0,86 6 0,85 9 PHI Menengah: 0,84 5 0,84 0 0,84 0 0,83 4 0,83 3 0,83 2 0,82 7 0,82 3 0,82 0 Pering -kat Indonesia 1 Sulawesi Selatan 2 Lampung Bengkulu Nilai PHI 0,81 7 0,81 4 0,81 2 0,81 2 Pering -kat Sulawesi Tenggara Sulawesi Tengah 14 Aceh 15 Nusa Tenggara Barat 3 Jawa Timur 0, Maluku Utara 4 Jambi 5 Kalimantan Tengah 6 Sumatera Utara 7 Sulawesi Barat 8 Jawa Tengah Kalimantan Timur Sumatera Selatan Kalimantan Barat 0,81 0 0,81 0 0,81 0 0,80 9 0,80 7 0,80 4 0,80 2 0, Gorontalo 18 Nusa Tenggara Timur 19 Maluku 20 Papua Nilai PHI 0,79 1 0,78 4 0,78 1 0,77 9 0,77 0 0,76 4 0,75 2 0,74 7 0, PHI Rendah: 22 Papua Barat ,68 7 Perin g-kat

5 Sumber: hasil penghitungan Analisis Indeks PHI Berdasarkan hasil penghitungan indeks PHI untuk ke-33 provinsi di Indonesia diperoleh bahwa, 2 provinsi memiliki PHI tinggi yaitu Bali dan DKI Jakarta dan hanya 1 provinsi yang memiliki PHI rendah yaitu Papua Barat. Sisanya sebanyak 30 provinsi memiliki PHI menengah (Tabel 3.). Secara keseluruhan Indonesia memiliki PHI menengah dengan nilai sebesar 0,817. Bali dan DKI Jakarta ternyata memiliki pencapaian sangat baik (terbaik) pada beberapa indikator seperti persentase persentase penduduk miskin, indeks kedalaman kemiskinan dan status gizi balita. Bahkan Bali juga terbaik dalam pencapaian konsumsi energi (Tabel L1, Lampiran). Sebaliknya Barat sangat tertinggal dalam pencapaian empat indikator yaitu persentase penduduk miskin, kedalaman kemiskinan, status gizi balita dan konsumsi energi. Menarik memperbandingkan PHI dengan IPM dan Pendapatan Per Kapita menurut provinsi. Meskipun peringkat PHI dan IPM tidak selalu sejalan karena dapat dikatakan PHI hanya salah satu aspek dari IPM, namun korelasi linier antar keduanya sangat signifikan (Tabel L3 dan L4, Lampiran). Demikian juga PHI dan Pendapatan Per Kapita, keduanya memiliki hubungan linier yang sangat signifikan dan meskipun lebih lemah dari hubungan antara PHI dengan IPM (Tabel L4, Lampiran). Meningkatnya pendapatan per kapita tidak serta merta menurunkan kemiskinan dan kelaparan jika tidak diikuti dengan pemerataan pendapatan yaitu meningkatnya pendapatan golongan penduduk pada kuantil terbawah. Gambar 1. Hubungan antara PHI dengan IPM dan Pendapatan Per Kapita Hubungan antara PHI dengan IPM cenderung linier, meskipun terlihat bahwa 3 provinsi memiliki pola yang agak berbeda yaitu Papua Barat, Papua Kaltim dan NTB (Gambar 1). Papua Barat memiliki IPM yang lebih tinggi dibandingkan PHI. Papua dan NTB Keprim sebaliknya Papua Barat memiliki IPM yang lebih rendah dibandingkan nilai PHI-nya. Riau Sedangkan hubungan antara PHI dengan pendapatan per kapita cenderung berpola eksponensial. Pada Gambar 1 terlihat 5 provinsi memiliki pola yang berbeda dengan Baliprovinsi Papua NTB lainnya yaitu DKI Jakarta, Kalimantan Timur, Kepulauan Riau, Riau dan Bali. Empat provinsi (DKI Jakarta, Kaltim, Kepri dan Riau) sangat menonjol dalam pendapatan perkapita. Sebagaimana diketahui Kaltim, Kepri dan Riau adalah daerah penghasil migas, sehingga pendapatan per kapita penduduk (termasuk migas) sangat tinggi. DKI Jakarta sebagai ibukota negara yang juga merupakan pusat ekonomi, memiliki pendapatan per kapita paling tinggi, namun pendapatan yang tinggi belum merata dirasakan oleh masyarakat. Bali merupakan kasus yang menarik, di mana kondisi perekonomian sangat optimal diarahkan untuk menunjang pengentasan kemiskinan. DKI Analisis Progres Pencapaian Tujuan Pertama MDGs 5

6 Hasil penghitungan indeks PHI-P menurut provinsi diklasifikasikan dalam 3 kelompok (Tabel 4.). dengan progres cepat yaitu provinsi yang mempunyai nilai PHI-P 0,50 yang terdiri atas 12 provinsi dengan peringkat teratas adalah Bali dan terendah Jambi. Kelompok kedua adalah provinsi dengan progres lambat yaitu provinsi yang memiliki nilai 0 PHI-P < 0,5, yang terdiri atas 13 provinsi dengan posisi teratas adalah Sulawesi Barat dan terendah Sulawesi Tenggara. Indonesia terkategori progres lambat dengan nilai PHI-P 0,371 dan peringkat 17. Kelompok terakhir adalah progres mundur yaitu dengan nilai PHI-P negatif yang terdiri atas 8 provinsi dengan posisi terbawah Papua Barat. Nilai PHI-P Tabel 4. Nilai dan Peringkat PHI-P Menurut Pering -kat Nilai PHI-P Pering -kat Nilai PHI-P Progres Cepat Progres Lambat Progres Mundur Bali 0,799 1 Jawa Barat 0, Sulawesi Tenggara -0, Kepulauan Sulawesi 0,758 2 Sulawesi Barat 0, Riau Tengah -0, Banten 0,710 3 Kalimantan Barat 0, Aceh -0, Sumatera Barat 0,681 4 Sumatera Utara 0, Nusa Tenggara Barat -0, DKI Jakarta 0,630 5 Sulawesi Selatan 0, Gorontalo -0, Kalimantan Nusa Tenggara 0,626 6 Indonesia 0, Selatan Timur -0, Kepulauan Bangka 0,624 7 Bengkulu 0, Maluku -0, Belitung Sulawesi Utara 0,620 8 Jawa Timur 0, Papua -1, Riau 0,612 9 Kalimantan Timur 0, Papua Barat -2, Kalimantan Tengah 0, Jawa Tengah 0, Jambi 0, Sumatera Selatan 0, Sumber: hasil penghitungan Lampung 0, Maluku Utara 0, DI Yogyakarta 0, Pering -kat Bali memiliki indeks PHI-P tertinggi karena empat dari lima indikator MDGs tujuan pertama telah tercapai. Satu-satunya yang belum tercapai adalah proporsi konsumsi penduduk termiskin. Perkembangan indikator ini (proporsi konsumsi penduduk termiskin) di Bali tergolong lambat. Sebaliknya di Papua Barat, sebagai provinsi dengan nilai PHI-P terkecil, semua indikator masih jauh dari target MDGs, bahkan 3 diantaranya mempunyai progres yang mundur yaitu kedalaman kemiskinan, persentase penduduk miskin, konsumsi energi serta proporsi konsumsi penduduk termiskin. Ketiga indikator ini sangat jauh dari target pencapaian MDGs bahkan jauh lebih rendah dari kondisi nasional tahun

7 Gambar 2. Progres Pencapaian Tujuan Pertama MDGs Bali, Papua Barat, DIY dan Indonesia Kelompok dengan progres lambat diwakili oleh DI Yogyakarta dan Indonesia. DI Yogyakarta yang berada pada posisi terbawah dalam kelompok progres lambat, memiliki 4 nilai indeks yang negatif yaitu persentase penduduk miskin, kedalaman kemiskinan, proporsi konsumsi penduduk termiskin dan konsumsi energi (Gambar 2). Sebaliknya 1 indikator lainnya yaitu angka kekurangan gizi, telah mencapai target nasional pada tahun Secara keseluruhan, kondisi Indonesia saat ini memiliki progres yang lambat dalam pencapaian tujuan pertama MDGs. Semua indikator sudah berada di atas kondisi tahun 1990, namun masih cukup jauh dari target MDGs tahun Terlihat dari indeks komponen PHI-P yang nilainya positif tetapi masih kurang dari 0,5 untuk empat dari lima komponen. Satusatunya yang memiliki progres cepat (nilai indeks komponen PHI-P di atas 0,5) adalah prevalensi kekurangan gizi, di mana angkanya sudah mendekati target MDGs pada tahun PHI Tinggi Bali DKI Jakarta PHI Menengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Tengah Aceh NTB Gorontalo NTT Maluku Papua Jawa Barat Sulawesi Barat Kalimantan Barat Sumatera Utara Sulawesi Selatan Indonesia Bengkulu Jawa Timur Kalimantan Timur Jawa Tengah Sumatera Selatan Lampung Maluku Utara DI Yogyakarta Kep. Riau Banten Sumatera Barat Kalimantan Selatan Kep. Babel Sulawesi Utara Riau Kalimantan Tengah Jambi PHI Rendah Papua Barat Progres mundur Progres Lambat Progres Cepat Gambar 3. Menurut Skala Prioritas Penanggulangan Kemiskinan dan Kelaparan Gabungan antara PHI dan PHI-P, sebagaimana dibuat juga oleh Gentilini dan Webb (2008), menghasilkan matriks prioritas wilayah pembangunan (provinsi) dalam kerangka pencapaian tujuan pertama MDGs di Indonesia (Gambar 3.). Tiga prioritas dibuat yaitu prioritas tinggi (warna hitam), prioritas sedang (warna abu-abu) dan prioritas rendah (warna putih). Prioritas tinggi, yang terdiri atas 9 provinsi yaitu Papua Barat, Papua, Maluku, NTT, Gorontalo, NTB, Aceh, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara, merupakan daerah dengan indeks PHI rendah atau menengah tetapi mempunyai progres yang mundur. Prioritas sedang terdiri atas 13 provinsi yaitu DI Yogyakarta, Maluku Utara, Lampung, Sumatera Selatan, Jawa 7

8 Tengah, Kalimantan Timur, Jawa Timur, Bengkulu, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Sulawesi Barat dan Jawa Barat. Ketigabelas provinsi ini memiliki PHI menengah tetapi progres lambat dalam pencapaian tujuan pertama MDGs. Kelompok ketiga adalah prioritas rendah yaitu provinsi yang memiliki PHI menengah atau tinggi tetapi mempunyai progres yang cepat. Kelompok ketiga ini terdiri atas 11 provinsi yaitu Bali, DKI Jakarta, Kepulauan Riau, Banten, Sumatera Barat, Kalimantan Selatan, Kep. Bangka Belitung, Sulawesi Utara, Riau, Kalimantan Tengah dan Jambi. Gambar 4. Peta Prioritas Penanggulangan Kemiskinan dan Kelaparan di Indonesia 4. Kesimpulan PHI mengukur pencapaian target MDGs tujuan pertama secara komposit yang menggabungkan kelima indikator pada tujuan pertama tersebut. Karenanya, PHI dapat mencegah timbulnya kesulitan dalam memaknai indikator individual yang terkadang kontradiktif. Bahkan gabungan antara PHI dan PHI-P dapat memberikan informasi kepada para pengambil kebijakan mengenai wilayah-wilayah yang lebih diprioritaskan dalam mempercepat pencapaian tujuan pertama tersebut. Dalam kerangka evaluasi pencapaian tujuan pertama MDGs, indeks PHI-P menghasilkan 3 strata provinsi, yaitu provinsi yang memiliki progres cepat (11 provinsi), progres lambat (13 provinsi) dan progres mundur (9 provinsi). Disilangkan dengan kategorisasi indeks PHI diperoleh 3 kelompok prioritas wilayah penanggulangan kemiskinan dan kelaparan yaitu prioritas tinggi (9 provinsi) dengan indeks PHI rendah atau menengah tetapi mempunyai progres mundur, prioritas sedang (13 provinsi) yang memiliki nilai PHI menengah tetapi memiliki progres yang lambat serta kelompok prioritas rendah (11 provinsi) yang memilki indeks PHI menengah atau tinggi tetapi memiliki progres yang cepat dalam pencapaian tujuan pertama MDGs. 5. Daftar Pustaka 8

9 Balitbangkes (2010). Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun Jakarta, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Bappenas (2007). Laporan Pencapaian Millennium Development Goals Indonesia Jakarta, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Bappenas (2010). Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di Indonesia Jakarta, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Bappenas (2010a). Peta Jalan Percepatan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di Indonesia. Jakarta, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Bappenas (2011). Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi Jakarta, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. BPS (2008). Indeks Pembangunan Manusia Jakarta, Badan Pusat Statistik. BPS (2012). Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Eonomi Indonesia, Februari Jakarta, Badan Pusat Statistik. Foster, J. E., J. Greer, dan E. Thorbecke (1984). A Class of Decomposable Poverty Measures," Econometrica, Vol. 52, hal Gentilini, Ugo dan Patrick Webb (2008). How are We Doing on Poverty and Hunger Reduction? A New Measure of Country Performance. Food Policy, Vol. 33, hal LIPI (2004). Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi, Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta, Mei UNDG (2003). Indicators for Monitoring the Millennium Development Goals, Definitions, Rationale, Concepts and Sources. New York. United Nations. UNDP (2005). Human Development Report New York. 9

10 Lampiran Tabel L1. Data Input untuk Penghitungan PHI Menurut Persentase Penduduk Miskin Tahun 2010 Indeks Kedalaman Kemiskinan Tahun 2010 Proporsi Konsumsi Penduduk Termiskin Tahun 2009 Prevalensi Balita Kurang Gizi Tahun 2010 Proporsi Penduduk dengan konsumsi Kalori < 1400 Tahun 2009 Aceh 20,98 4,11 9,66 23,7 12,44 Sumatera Utara 11,31 2,04 9,17 21,4 14,48 Sumatera Barat 9,50 1,49 9,70 17,1 9,91 Riau 8,65 1,38 8,77 16,2 14,15 Jambi 8,34 1,05 10,10 19,6 15,34 Sumatera Selatan 15,47 2,63 9,26 19,9 14,75 Bengkulu 18,30 2,75 9,57 15,3 9,74 Lampung 18,94 2,98 8,72 13,4 14,86 Kepulauan Bangka Belitung 6,51 0,93 9,89 14,9 16,50 Kepulauan Riau 8,05 1,05 9,40 14,0 9,75 DKI Jakarta 3,48 0,45 8,08 11,3 14,63 Jawa Barat 11,27 1,93 8,19 13,0 12,68 Jawa Tengah 16,56 2,49 9,29 15,7 15,22 DI Yogyakarta 16,83 2,85 7,69 11,2 20,68 Jawa Timur 15,26 2,38 8,93 17,1 15,35 Banten 7,16 1,00 8,26 18,5 9,71 Bali 4,88 0,71 9,27 11,0 3,88 Nusa Tenggara Barat 21,55 3,77 8,27 30,5 13,29 Nusa Tenggara Timur 23,03 4,74 9,13 29,4 21,35 Kalimantan Barat 9,02 1,18 8,74 29,1 16,69 Kalimantan Tengah 6,77 1,02 9,71 27,6 11,10 Kalimantan Selatan 5,21 0,69 8,68 22,9 11,28 Kalimantan Timur 7,66 1,27 8,37 17,1 30,09 Sulawesi Utara 9,10 1,14 9,51 10,6 14,57 Sulawesi Tengah 18,07 3,09 8,42 26,5 18,05 Sulawesi Selatan 11,60 1,91 8,31 25,0 12,71 Sulawesi Tenggara 17,05 3,18 8,97 22,8 16,55 Gorontalo 23,19 4,14 9,07 26,5 18,75 Sulawesi Barat 13,58 1,55 9,58 20,5 11,90 Maluku 27,74 5,23 9,84 26,2 18,22 Maluku Utara 9,42 1,47 9,66 23,6 32,01 Papua Barat 34,88 10,47 9,47 26,5 37,16 Papua 36,80 9,36 8,63 16,2 22,64 Indonesia 13,33 2,21 8,75 17,9 14,47 10

11 Tabel L2. Indeks Komponen PHI Menurut Tingkat Kemiskina n Kedalaman Kemiskina n Konsumsi Penduduk Termiskin Kekurang -an Gizi Konsumsi Energi Aceh 0,790 0,959 0,517 0,763 0,876 0,781 Sumatera Utara 0,887 0,980 0,542 0,786 0,855 0,810 Sumatera Barat 0,905 0,985 0,515 0,829 0,901 0,827 Riau 0,914 0,986 0,562 0,838 0,859 0,832 Jambi 0,917 0,990 0,495 0,804 0,847 0,810 Sumatera Selatan 0,845 0,974 0,537 0,801 0,853 0,802 Bengkulu 0,817 0,973 0,522 0,847 0,903 0,812 Lampung 0,811 0,970 0,564 0,866 0,851 0,812 Kepulauan Bangka Belitung 0,935 0,991 0,506 0,851 0,835 0,823 Kepulauan Riau 0,920 0,990 0,530 0,860 0,903 0,840 DKI Jakarta 0,965 0,996 0,596 0,887 0,854 0,859 Jawa Barat 0,887 0,981 0,591 0,870 0,873 0,840 Jawa Tengah 0,834 0,975 0,536 0,843 0,848 0,807 DI Yogyakarta 0,832 0,972 0,616 0,888 0,793 0,820 Jawa Timur 0,847 0,976 0,554 0,829 0,847 0,811 Banten 0,928 0,990 0,587 0,815 0,903 0,845 Bali 0,951 0,993 0,537 0,890 0,961 0,866 Nusa Tenggara Barat 0,785 0,962 0,587 0,695 0,867 0,779 Nusa Tenggara Timur 0,770 0,953 0,544 0,706 0,787 0,752 Kalimantan Barat 0,910 0,988 0,563 0,709 0,833 0,801 Kalimantan Tengah 0,932 0,990 0,515 0,724 0,889 0,810 Kalimantan Selatan 0,948 0,993 0,566 0,771 0,887 0,833 Kalimantan Timur 0,923 0,987 0,582 0,829 0,699 0,804 Sulawesi Utara 0,909 0,989 0,525 0,894 0,854 0,834 Sulawesi Tengah 0,819 0,969 0,579 0,735 0,820 0,784 Sulawesi Selatan 0,884 0,981 0,585 0,750 0,873 0,814 Sulawesi Tenggara 0,830 0,968 0,552 0,772 0,835 0,791 Gorontalo 0,768 0,959 0,547 0,735 0,813 0,764 Sulawesi Barat 0,864 0,985 0,521 0,795 0,881 0,809 Maluku 0,723 0,948 0,508 0,738 0,818 0,747 Maluku Utara 0,906 0,985 0,517 0,764 0,680 0,770 Papua Barat 0,651 0,895 0,527 0,735 0,628 0,687 Papua 0,632 0,906 0,569 0,838 0,774 0,744 Indonesia 0,867 0,978 0,563 0,821 0,855 0,817 PHI 11

12 Tabel L3. PHI, IPM dan Pendapatan Per Kapita Menurut Tahun 2010 PHI Peringka t PHI IPM Peringka t IPM Pendapatan Per Kapita atas Dasar Harga Konstan 2000 Peringkat Pendapata n Per Kapita Aceh 0, , , Sumatera Utara 0, ,19 8 9,139 6 Sumatera Barat 0, ,78 9 8, Riau 0, , ,641 4 Jambi 0, , , Sumatera Selatan 0, , ,555 9 Bengkulu 0, , , Lampung 0, , , Kepulauan Bangka Belitung 0, , ,883 8 Kepulauan Riau 0, , ,467 3 DKI Jakarta 0, , ,182 1 Jawa Barat 0, , , Jawa Tengah 0, , , DI Yogyakarta 0, ,77 4 6, Jawa Timur 0, , ,133 7 Banten 0, , , Bali 0, , , Nusa Tenggara Barat 0, , , Nusa Tenggara Timur 0, , , Kalimantan Barat 0, , , Kalimantan Tengah 0, ,64 7 8, Kalimantan Selatan 0, , , Kalimantan Timur 0, , ,122 2 Sulawesi Utara 0, ,09 2 8, Sulawesi Tengah 0, , , Sulawesi Selatan 0, , , Sulawesi Tenggara 0, , , Gorontalo 0, , , Sulawesi Barat 0, , , Maluku 0, , , Maluku Utara 0, , , Papua Barat 0, , , Papua 0, , , Indonesia 0, , ,

13 Tabel L4. Korelasi antara PHI, IPM dan Pendapatan Per Kapita Correlations PHI IPM Pendapatan_Kapit a Pearson Correlation 1,610 **,465 ** PHI Sig. (2-tailed),000,006 N Pearson Correlation,610 ** 1,634 ** IPM Sig. (2-tailed),000,000 N Pearson Correlation,465 **,634 ** 1 Pendapatan_Kapita Sig. (2-tailed),006,000 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). N

14 Tabel L5. Indeks Komponen PHI-P Menurut Tingkat Kemiskina n Kedalaman Kemiskina n Konsumsi Penduduk Termiskin Kekurang -an Gizi Konsumsi Energi PHI-P Aceh -0,774-1,044 0,039 0,471 0,536-0,154 Sumatera Utara 0,499 0,489-0,014 0,619 0,296 0,378 Sumatera Barat 0,737 0,896 0,043 0,897 0,834 0,681 Riau 0,849 0,978-0,057 0,955 0,335 0,612 Jambi 0,889 1,000 0,086 0,735 0,195 0,581 Sumatera Selatan -0,049 0,052-0,004 0,716 0,265 0,196 Bengkulu -0,421-0,037 0,029 1,000 0,854 0,285 Lampung -0,505-0,207-0,062 1,000 0,252 0,095 Kepulauan Bangka Belitung 1,000 1,000 0,063 1,000 0,059 0,624 Kepulauan Riau 0,928 1,000 0,011 1,000 0,853 0,758 DKI Jakarta 1,000 1,000-0,131 1,000 0,279 0,630 Jawa Barat 0,504 0,570-0,119 1,000 0,508 0,493 Jawa Tengah -0,192 0,156-0,001 0,987 0,209 0,232 DI Yogyakarta -0,228-0,111-0,173 1,000-0,433 0,011 Jawa Timur -0,021 0,237-0,040 0,897 0,194 0,253 Banten 1,000 1,000-0,112 0,806 0,858 0,710 Bali 1,000 1,000-0,003 1,000 1,000 0,799 Nusa Tenggara Barat -0,849-0,793-0,111 0,032 0,436-0,257 Nusa Tenggara Timur -1,043-1,511-0,018 0,103-0,512-0,596 Kalimantan Barat 0,800 1,000-0,060 0,123 0,036 0,380 Kalimantan Tengah 1,000 1,000 0,044 0,219 0,694 0,592 Kalimantan Selatan 1,000 1,000-0,067 0,523 0,673 0,626 Kalimantan Timur 0,979 1,000-0,100 0,897-1,540 0,247 Sulawesi Utara 0,789 1,000 0,023 1,000 0,286 0,620 Sulawesi Tengah -0,391-0,289-0,095 0,290-0,124-0,122 Sulawesi Selatan 0,461 0,585-0,106 0,387 0,505 0,366 Sulawesi Tenggara -0,257-0,356-0,035 0,529 0,053-0,013 Gorontalo -1,064-1,067-0,025 0,290-0,206-0,414 Sulawesi Barat 0,200 0,852 0,030 0,677 0,600 0,472 Maluku -1,663-1,874 0,058 0,310-0,144-0,663 Maluku Utara 0,747 0,911 0,039 0,477-1,766 0,082 Papua Barat -2,603-5,756 0,018 0,290-2,372-2,084 Papua -2,855-4,933-0,072 0,955-0,664-1,514 Indonesia 0,233 0,363-0,059 0,845 0,298 0,336 14

MENGUKUR PENCAPAIAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN KELAPARAN DI INDONESIA 2010

MENGUKUR PENCAPAIAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN KELAPARAN DI INDONESIA 2010 MENGUKUR PENCAPAIAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN KELAPARAN DI INDONESIA 2010 Measuring Poverty and Hunger Eradication Achievement in Indonesia in 2010 Faharuddin Fahar BPS Sumatera Selatan Jl. Kapten

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN BADAN PUSAT STATISTIK No.06/02/81/Th.2017, 6 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO MALUKU PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,344 Pada September 2016,

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 No. 11/02/82/Th. XVI, 1 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 GINI RATIO DI MALUKU UTARA KEADAAN SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,309 Pada September 2016, tingkat ketimpangan

Lebih terperinci

BAB IV. PENCAPAIAN MDG s DI INDONESIA Hasil Pencapaian Tujuan Pertama: Penanggulangan Kemiskinan dan

BAB IV. PENCAPAIAN MDG s DI INDONESIA Hasil Pencapaian Tujuan Pertama: Penanggulangan Kemiskinan dan BAB IV PENCAPAIAN MDG s DI INDONESIA 4.1. Hasil Pencapaian Tujuan Pertama: Penanggulangan Kemiskinan dan Kelaparan Sejak pengambilan komitmen terkandung dalam Deklarasi Milenium tahun 2000 terkait dengan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No.53/09/16 Th. XVIII, 01 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA SELATAN MARET 2016 GINI RATIO SUMSEL PADA MARET 2016 SEBESAR

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK BANTEN SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK BANTEN SEPTEMBER 2016 MENURUN No.12/02/Th.XI, 6 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK BANTEN SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,392 Pada ember 2016, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN IV. DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Bertambahnya jumlah penduduk berarti pula bertambahnya kebutuhan konsumsi secara agregat. Peningkatan pendapatan diperlukan

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN No.54/9/13/Th. XIX, 1 ember 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2016 SEBESAR 0,331 Pada 2016, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016 BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No.39/07/Th.XX, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016 GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 13/02/12/Th. XX, 06 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,312 Pada ember

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017 No. 41/07/36/Th.XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017 GINI RATIO PROVINSI BANTEN MARET 2017 MENURUN Pada 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Banten yang diukur

Lebih terperinci

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK)

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK) WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK) KONSEP 1 Masyarakat Anak Pendidikan Masyarakat Pendidikan Anak Pendekatan Sektor Multisektoral Multisektoral Peserta Didik Pendidikan Peserta Didik Sektoral Diagram Venn:

Lebih terperinci

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor), Babi Aceh 0.20 0.20 0.10 0.10 - - - - 0.30 0.30 0.30 3.30 4.19 4.07 4.14 Sumatera Utara 787.20 807.40 828.00 849.20 871.00 809.70 822.80 758.50 733.90 734.00 660.70 749.40 866.21 978.72 989.12 Sumatera

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 sampai 2015 menunjukkan kenaikan setiap tahun. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT No. 42 / IX / 14 Agustus 2006 PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2005 Dari hasil Susenas 2005, sebanyak 7,7 juta dari 58,8 juta rumahtangga

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No.46/07/52/Th.I, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,371 Pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan.

I. PENDAHULUAN. orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan adalah kondisi dimana ketidakmampuan seseorang atau sekelompok orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan. Masalah kemiskinan

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2011

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2011 No. 07/01/31/Th. XV, 2 Januari 2013 INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2011 1. Indeks Pembangunan Gender (IPG) DKI Jakarta Tahun 2011 A. Penjelasan Umum

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN No.54/09/17/I, 1 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2016 SEBESAR 0,357 Daerah Perkotaan 0,385 dan Perdesaan 0,302 Pada

Lebih terperinci

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu, pembangunan merupakan syarat mutlak bagi suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu, pembangunan merupakan syarat mutlak bagi suatu negara. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan suatu alat yang digunakan untuk mencapai tujuan negara, dimana pembangunan mengarah pada proses untuk melakukan perubahan kearah yang lebih baik.

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional

Lebih terperinci

Visi, Misi Dan Strategi KALTIM BANGKIT

Visi, Misi Dan Strategi KALTIM BANGKIT Awang Faroek Ishak Calon Gubernur 2008-2013 1 PETA KABUPATEN/KOTA KALIMANTAN TIMUR Awang Faroek Ishak Calon Gubernur 2008-2013 2 BAB 1. PENDAHULUAN Kalimantan Timur (Kaltim) merupakan propinsi terluas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentu dapat menjadi penghambat bagi proses pembangunan. Modal manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. tentu dapat menjadi penghambat bagi proses pembangunan. Modal manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara sedang berkembang, pada umumnya memiliki sumber daya manusia (SDM) yang melimpah namun dengan kualitas yang masih tergolong rendah. Hal ini tentu dapat

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi Tabel., dan Padi Per No. Padi.552.078.387.80 370.966 33.549 4,84 4,86 2 Sumatera Utara 3.48.782 3.374.838 826.09 807.302 4,39 4,80 3 Sumatera Barat.875.88.893.598 422.582 423.402 44,37 44,72 4 Riau 454.86

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN No.39/07/15/Th.XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,335 Pada Maret 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci

Estimasi Kesalahan Sampling Riskesdas 2013 (Sampling errors estimation, Riskesdas 2013)

Estimasi Kesalahan Sampling Riskesdas 2013 (Sampling errors estimation, Riskesdas 2013) Lampiran Estimasi Kesalahan Sampling Riskesdas 2013 (Sampling errors estimation, Riskesdas 2013) Berikut ini beberapa contoh perhitungan dari variabel riskesdas yang menyajikan Sampling errors estimation

Lebih terperinci

PREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN Status Gizi Provinsi

PREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN Status Gizi Provinsi LAMPIRAN 1 PREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2013 Status Gizi No Provinsi Gizi Buruk (%) Gizi Kurang (%) 1 Aceh 7,9 18,4

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Indeks Tendensi Konsumen III-2017 Provinsi Nusa Tenggara Timur No. 10/11/53/Th. XX, 6 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK Indeks Tendensi Konsumen III-2017 Secara umum kondisi ekonomi dan tingkat optimisme

Lebih terperinci

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI BANTEN TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Banten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembangunan. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembangunan. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara maka membutuhkan pembangunan. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses untuk melakukan

Lebih terperinci

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi,

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi, yang Tersedia pada Menurut, 2000-2015 2015 yang Tersedia pada ACEH 17 1278 2137 SUMATERA UTARA 111 9988 15448 SUMATERA BARAT 60 3611 5924 RIAU 55 4912 7481 JAMBI 29 1973 2727 SUMATERA SELATAN 61 4506 6443

Lebih terperinci

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN Pembangunan Perumahan Dan Kawasan Permukiman Tahun 2016 PERUMAHAN PERBATASAN LAIN2 00 NASIONAL 685.00 1,859,311.06 46,053.20 4,077,857.49 4,523.00 359,620.52 5,293.00 714,712.50 62,538.00 1,344,725.22

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang belum ada menjadi ada atau membuat suatu perubahan yaitu membuat sesuatu menjadi lebih baik atau

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional

Lebih terperinci

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan.

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan. S ensus Penduduk, merupakan bagian terpadu dari upaya kita bersama untuk mewujudkan visi besar pembangunan 2010-2014 yakni, Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis dan Berkeadilan. Keberhasilan

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PAPUA BARAT MARET 2017 MEMBAIK

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PAPUA BARAT MARET 2017 MEMBAIK No. 35/07/91 Th. XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PAPUA BARAT MARET 2017 MEMBAIK GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,390 Pada Maret 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1.

Lebih terperinci

LAUNCHING RENCANA AKSI NASIONAL PANGAN DAN GIZI (RAN-PG) TAHUN

LAUNCHING RENCANA AKSI NASIONAL PANGAN DAN GIZI (RAN-PG) TAHUN SAMBUTAN Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Prof. Dr. Armida S. Alisjahbana, MA LAUNCHING RENCANA AKSI NASIONAL PANGAN DAN GIZI (RAN-PG) TAHUN 2011-2015 Jakarta, 28 Februari 2011

Lebih terperinci

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI GORONTALO TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Gorontalo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk Indonesia, sepakat untuk mengadopsi deklarasi Millenium Development Goals (MDG) atau Tujuan Pertumbuhan

Lebih terperinci

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI KALIMANTAN UTARA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk

Lebih terperinci

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi,

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi, Menurut, 2000-2016 2015 ACEH 17 1.278 2.137 20 1.503 2.579 SUMATERA UTARA 111 9.988 15.448 116 10.732 16.418 SUMATERA BARAT 60 3.611 5.924 61 3.653 6.015 RIAU 55 4.912 7.481 58 5.206 7.832 JAMBI 29 1.973

Lebih terperinci

RINGKASAN DATA DAN INFORMASI KEMISKINAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR 2016 ISSN : 2528-2271 Nomor Publikasi : 53520.1702 Katalog : 3205008.53 Jumlah halaman : viii + 24 halaman Ukuran : 21 cm x 14,5 cm

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan 4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011 TABEL 1 GAMBARAN UMUM No. Provinsi Lembaga Pengelola Pengunjung Judul Buku 1 DKI Jakarta 75 83 7.119 17.178 2 Jawa Barat 1.157 1.281 72.477 160.544 3 Banten 96 88 7.039 14.925 4 Jawa Tengah 927 438 28.529

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor lainnya. Sejalan dengan itu, sektor pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kemiskinan merupakan isu sentral yang dihadapi oleh semua negara di dunia termasuk negara sedang berkembang, seperti Indonesia. Kemiskinan menjadi masalah kompleks yang

Lebih terperinci

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara. LAMPIRAN I ZONA DAN KOEFISIEN MASING-MASING ZONA Zona 1 Zona 2 Zona 3 Zona 4 Zona 5 Zona 6 Koefisien = 5 Koefisien = 4 Koefisien = 3 Koefisien = 2 Koefisien = 1 Koefisien = 0,5 DKI Jakarta Jawa Barat Kalimantan

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN IV-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN IV-2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN A. Penjelasan Umum No. 11/02/94/Th. VII, 6 Februari 2017 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017 A. Penjelasan Umum 1. Indeks Tendensi Konsumen (ITK) I-2017 No. 27/05/94/Th. VII, 5 Mei 2017 Indeks Tendensi

Lebih terperinci

Indonesia Economy : Challenge and Opportunity

Indonesia Economy : Challenge and Opportunity Indonesia Economy : Challenge and Opportunity NUNUNG NURYARTONO Go-Live Round Table Discussion Adelaide 7 November Outline A Fact on Indonesia Economy Problem and Challenge Opportunity Discussion 1 Indonesia

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/11/18.Th.V, 5 November 2015 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN III-2015 SEBESAR

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendekatan pembangunan manusia telah menjadi tolak ukur pembangunan. pembangunan, yaitu United Nations Development Programme (UNDP)

BAB I PENDAHULUAN. Pendekatan pembangunan manusia telah menjadi tolak ukur pembangunan. pembangunan, yaitu United Nations Development Programme (UNDP) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sumber Daya Manusia (SDM) adalah kekayaan suatu negara yang dijadikan sebagai modal dasar pembangunan. Pembangunan bertujuan untuk menciptakan lingkungan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN JUMLAH PENDUDUK MISKIN DAN FAKTOR PENYEBABNYA

PERKEMBANGAN JUMLAH PENDUDUK MISKIN DAN FAKTOR PENYEBABNYA PERKEMBANGAN JUMLAH PENDUDUK MISKIN DAN FAKTOR PENYEBABNYA The Development of Total Poor Population and Its Causing Factor Sunaryo Urip Badan Pusat Statistik Jl. Sutomo, Jakarta Pusat ABSTRACT There is

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan. No.1562, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak negara di dunia dan menjadi masalah sosial yang bersifat global. Hampir semua negara berkembang memiliki

Lebih terperinci

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 LATAR BELAKANG Sebelum tahun 1970-an, pembangunan semata-mata dipandang sebagai fenomena ekonomi saja. (Todaro dan Smith)

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI DAN PROFIL PENDERITA DIABETES

BAB II DESKRIPSI DAN PROFIL PENDERITA DIABETES BAB II DESKRIPSI DAN PROFIL PENDERITA DIABETES 2.1 Deskripsi Diabetes Diabetes adalah penyakit yang disebabkan oleh pola makan/nutrisi, kebiasaan tidak sehat, kurang aktifitas fisik, dan stress. Penderita

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN IV-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN I-2017

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN IV-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN I-2017 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/02/18 TAHUN VII, 6 Februari 2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN IV-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN I-2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN IV-2016 SEBESAR

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2012

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2012 No. 12/02/31/Th. XVI, 5 Februari 2014 INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2012 1. Indeks Pembangunan Gender (IPG) DKI Jakarta Tahun 2012 A. Penjelasan Umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah Provinsi Papua. Provinsi Papua merupakan salah satu provinsi terkaya di Indonesia dengan luas wilayahnya

Lebih terperinci

PROFIL SINGKAT PROVINSI MALUKU TAHUN 2014

PROFIL SINGKAT PROVINSI MALUKU TAHUN 2014 PROFIL SINGKAT PROVINSI MALUKU TAHUN 2014 1 Jumlah kabupaten/kota 8 Tenaga Kesehatan di fasyankes Kabupaten 9 Dokter spesialis 134 Kota 2 Dokter umum 318 Jumlah 11 Dokter gigi 97 Perawat 2.645 2 Jumlah

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/05/18/Th. VI, 4 Mei 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN I-2016 SEBESAR 101,55

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2013

PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2013 No., 05/01/81/Th. XV, 2 Januari 2014 Agustus 2007 PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2013 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang pengeluaran per bulannya berada di bawah Garis Kemiskinan) di Maluku

Lebih terperinci

2

2 2 3 c. Pejabat Eselon III kebawah (dalam rupiah) NO. PROVINSI SATUAN HALFDAY FULLDAY FULLBOARD (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. ACEH

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sosial Ekonomi Karakteristik sosial ekonomi yang diteliti dalam penelitian ini terdiri atas proporsi ibu lulus wajib belajar (wajar) 9 tahun, pengeluaran rumah tangga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama awal perkembangan literatur pembagunan, kesuksesan

BAB I PENDAHULUAN. Selama awal perkembangan literatur pembagunan, kesuksesan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama awal perkembangan literatur pembagunan, kesuksesan pembangunan diindikasikan dengan peningkatan pendapatan per kapita dengan anggapan bahwa peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

DETERMINAN STUNTING PADA ANAK USIA 2-3 TAHUN DI TINGKAT PROVINSI (DETERMINANTS OF STUNTING IN CHILDREN 2-3 YEARS OF AGE AT PROVINCE LEVEL)

DETERMINAN STUNTING PADA ANAK USIA 2-3 TAHUN DI TINGKAT PROVINSI (DETERMINANTS OF STUNTING IN CHILDREN 2-3 YEARS OF AGE AT PROVINCE LEVEL) DETERMINAN STUNTING PADA ANAK USIA 2-3 TAHUN DI TINGKAT PROVINSI (DETERMINANTS OF STUNTING IN CHILDREN 2-3 YEARS OF AGE AT PROVINCE LEVEL) ABSTRAK Sri Muljati 1, Agus Triwinarto 1, Basuki Budiman 1 Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan terutama di Negara berkembang, artinya kemiskinan menjadi masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan salah satu syarat mutlak bagi kelangsungan hidup bangsa dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Menciptakan pembangunan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN MANUSIA BERBASIS GENDER TAHUN 2015

PEMBANGUNAN MANUSIA BERBASIS GENDER TAHUN 2015 BPS PROVINSI MALUKU No. 05/010/81/Th. I, 3 Oktober 2016 PEMBANGUNAN MANUSIA BERBASIS GENDER TAHUN 2015 Untuk melngkapi penghitungan IPM, UNDP memasukan aspek gender ke dalam konsep pembangunan manusia.

Lebih terperinci

Λ = DATA DAN METODE. Persamaan Indeks XB dinyatakan sebagai berikut. XB(c) = ( ) ( )

Λ = DATA DAN METODE. Persamaan Indeks XB dinyatakan sebagai berikut. XB(c) = ( ) ( ) Indeks XB (Xie Beni) Penggerombolan Fuzzy C-means memerlukan indeks validitas untuk mengetahui banyak gerombol optimum yang terbentuk. Indeks validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Indeks

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 72 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Pola Pertumbuhan Ekonomi Parsial DKI Jakarta dan Luar DKI Jakarta Sebelum Otonomi Deaerah Berdasarkan Pendekatan Klassen Typology Pada bagian ini akan diuraikan

Lebih terperinci

PENGUATAN KEBIJAKAN SOSIAL DALAM RENCANA KERJA PEMERINTAH (RKP) 2011

PENGUATAN KEBIJAKAN SOSIAL DALAM RENCANA KERJA PEMERINTAH (RKP) 2011 PENGUATAN KEBIJAKAN SOSIAL DALAM RENCANA KERJA PEMERINTAH (RKP) 2011 ARAHAN WAKIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN TINGKAT NASIONAL (MUSRENBANGNAS) 28 APRIL 2010

Lebih terperinci

Jumlah Ternak yang dipotong di rumah potong hewan (RPH) menurut Provinsi dan Jenis Ternak (ekor),

Jumlah Ternak yang dipotong di rumah potong hewan (RPH) menurut Provinsi dan Jenis Ternak (ekor), Sapi ACEH 25055 25902 18002 23456 22172 19693 9931 27698 26239 35601 36014 36287 30145 11316 10986 13231 SUMATERA UTARA 22557 22578 17050 21686 20380 19275 20816 24077 19676 28901 31926 32163 21761 24434

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2016 No. 25/05/94/Th. VI, 4 Mei 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN A. Penjelasan Umum Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan ekonomi konsumen terkini yang dihasilkan

Lebih terperinci

INDEK KOMPETENSI SEKOLAH SMA/MA (Daya Serap UN Murni 2014)

INDEK KOMPETENSI SEKOLAH SMA/MA (Daya Serap UN Murni 2014) F INDEK KOMPETENSI SEKOLAH SMA/MA (Daya Serap UN Murni 2014) Kemampuan Siswa dalam Menyerap Mata Pelajaran, dan dapat sebagai pendekatan melihat kompetensi Pendidik dalam menyampaikan mata pelajaran 1

Lebih terperinci

Pembimbing : PRIHANDOKO, S.Kom., MIT, Ph.D.

Pembimbing : PRIHANDOKO, S.Kom., MIT, Ph.D. ANALISIS BENCANA DI INDONESIA BERDASARKAN DATA BNPB MENGGUNAKAN METODE CLUSTERING DATA MINING MAHESA KURNIAWAN 54412387 Pembimbing : PRIHANDOKO, S.Kom., MIT, Ph.D. Bencana merupakan peristiwa yang dapat

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015 BADAN PUSAT STATISTIK No. 46/05/Th. XVIII, 5 Mei 2015 INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015 KONDISI BISNIS MENURUN NAMUN KONDISI EKONOMI KONSUMEN SEDIKIT MENINGKAT A. INDEKS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang terintegrasi dan komprehensif dari perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian yang tidak terpisahkan. Di samping mengandalkan

Lebih terperinci

PANDUAN. Aplikasi Database Tanah, Bangunan/Gedung, dan Rumah Negara Gol. 2

PANDUAN. Aplikasi Database Tanah, Bangunan/Gedung, dan Rumah Negara Gol. 2 PANDUAN Aplikasi Database Tanah, Bangunan/Gedung, dan Rumah Negara Gol. 2 Bagian Pengelolaan Barang Milik Negara Sekretariat Direktorat Jenderal Cipta Karya DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA KEMENTERIAN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR ECERAN RUPIAH FEBRUARI 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR ECERAN RUPIAH FEBRUARI 2016 BADAN PUSAT STATISTIK. 29/03/Th. XIX, 15 Maret 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR ECERAN RUPIAH FEBRUARI 2016 FEBRUARI 2016 RUPIAH TERAPRESIASI 3,06 PERSEN TERHADAP DOLAR AMERIKA Rupiah terapresiasi 3,06 persen

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2017

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2017 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/05/18/Th. VII, 5 Mei 2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN I-2017 SEBESAR 101,81

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu meningkatkan taraf hidup atau mensejahterakan seluruh rakyat melalui pembangunan ekonomi. Dengan kata

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional

Lebih terperinci

C UN MURNI Tahun

C UN MURNI Tahun C UN MURNI Tahun 2014 1 Nilai UN Murni SMP/MTs Tahun 2014 Nasional 0,23 Prov. Sulbar 1,07 0,84 PETA SEBARAN SEKOLAH HASIL UN MURNI, MENURUT KWADRAN Kwadran 2 Kwadran 3 Kwadran 1 Kwadran 4 PETA SEBARAN

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2017 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2017 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN MARET 2017 MENCAPAI 10,64 PERSEN No. 66/07/Th. XX, 17 Juli 2017 Pada bulan Maret 2017, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Triwulan III-2017 Provinsi Nusa Tenggara Barat No. 73/11/52/Th.VIII, 6 Nopember 2017 BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) TRIWULAN III-2017

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP 27 November 2014 KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga

Lebih terperinci

KULIAH UMUM PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA

KULIAH UMUM PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA BADAN PUSAT STATISTIK KULIAH UMUM PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA 2010-2035 Pembicara: Drs. Razali Ritonga, MA Kepala Pusat Pendidikan dan Latihan, BPS-RI Kampus FEB UNAIR, Surabaya 08 Maret 2018 PENYUSUNAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN A. Karakteristik Responden Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2017 dengan menggunakan data sekunder hasil Riskesdas 2013 dan SKMI 2014 yang diperoleh dari laman resmi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci