PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan teknologi dan media elektronik, hal ini diikuti pula dengan perkembangan media hiburan.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan teknologi dan media elektronik, hal ini diikuti pula dengan perkembangan media hiburan."

Transkripsi

1 HUBUNGAN ANTARA KESEPIAN (LONELINESS) DENGAN PERILAKU PARASOSIAL PADA WANITA DEWASA MUDA FIDIA NOVENZ WAHIDAH, TRIDA CYNTHIA Jurusan Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma Abstrak Perilaku parasosial merupakan salah satu perantara bagi individu yang kesepian (loneliness). Individu yang rentan mengalami kesepian (loneliness) adalah wanita dewasa muda. Wanita dewasa muda yang kesepian (loneliness) akan lebih sering berada di rumah dan memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk melakukan perilaku parasosial. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara kesepian (loneliness) dengan perilaku parasosial pada wanita dewasa muda. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dimana sampel penelitian yang diambil sebanyak 150 wanita dewasa muda yang berusia tahun. Metode pengumpulan data dilakukan dengan metode kuesioner dari Skala Kesepian (loneliness), Parasocial Interaction Scale (PSIS) dan Celebrities Attitude Scale (CAS) serta beberapa pertanyaan terbuka mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku parasosial. Teknik analisis yang digunakan adalah korelasi Product Moment dari Karl Pearson dan statistik deskriptif.. Hasil yang diperoleh adalah terdapat hubungan antara kesepian (loneliness) dengan perilaku parasosial pada wanita dewasa muda. Hasil ini berdasarkan korelasi antara kesepian (loneliness) dan Parasocial Interaction Scale (PSIS) (r = 0.340, sig = 0.000). Begitu pula hasil yang diperoleh dari korelasi antara kesepian (loneliness) dan Celebrities Attitude Scale (CAS) didapatkan correlation coefficient sebesar dan nilai sig = 0,000 yang artinya terdapat hubungan antara kesepian (loneliness) dengan perilaku parasosial pada wanita dewasa muda. Usia dapat mempengaruhi kesepian (loneliness) pada wanita dewasa muda. Semakin bertambahnya usia dan seiring dengan meningkatnya keterampilan seseorang, maka akan semakin realistik pula hubungan sosial yang diharapkan wanita dewasa muda sehingga kemungkinan untuk mengalami kesepian (loneliness) semakin kecil. Adapun tingkat pendidikan dapat mempengaruhi perilaku parasosial, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan wanita dewasa muda maka akan lebih sedikit pula wanita dewasa muda tersebut melakukan perilaku parasosial. Kata Kunci : Kesepian (Loneliness), Perilaku Parasosial, Wanita Dewasa Muda 1

2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan teknologi dan media elektronik, hal ini diikuti pula dengan perkembangan media hiburan. Misalnya, dengan munculnya infotainment, talk show dengan artis atau pun adanya program Short Message Service (SMS) dari artis. Hal ini dibuat agar para penggemar memiliki hubungan atau kedekatan dengan penampil di media atau idolanya. Peristiwa dimana individu mengenal secara personal pada sosok penampil di media atau selebritis disebut dengan perilaku parasosial. Perilaku parasosial biasanya banyak terjadi di kalangan remaja tetapi di masyarakat ini banyak orang dewasa melakukan perilaku tersebut. Karakteristik wanita dewasa muda yang cenderung menampilkan perilaku parasosial adalah wanita dewasa yang jarang atau tidak sama sekali melakukan hubungan sosial. Wanita dewasa muda yang kurang memiliki interaksi sosial akan memiliki kecenderungan untuk tetap berhubungan dengan orang lain tetapi dengan cara yang berbeda, seperti menonton televisi. Interaksi sosial tersebut pada dasarnya berguna untuk membentuk hubungan sosial dengan orang lain tetapi ketika wanita dewasa muda mengalami kesulitan untuk berinteraksi sosial dengan individu lain maka akan mengakibatkan wanita dewasa mengalami kegagalan dalam hubungan sosial. Pada kondisi seperti itu perilaku parasosial menjadi salah satu alternatif bagi wanita dewasa muda yang kurang dalam interaksi sosial. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Levy (1979) bahwa ketika wanita dewasa muda merasa dirinya gagal untuk membentuk hubungan sosial sehingga tidak terpenuhinya harapan akan suatu hubungan pertemanan, maka kondisi tersebut akan menyebabkan wanita dewasa muda merasa kosong dan mengalami perasaan kesepian. Wanita dewasa yang mengalami perasaan kesepian akan lebih sering berada di rumah dan memiliki kecenderungan untuk berhubungan dengan orang lain tetapi dengan cara yang berbeda, salah satunya dengan menggunakan televisi sebagai teman. Ketika wanita dewasa muda semakin lama menggunakan televisi sebagai teman maka kecenderungan untuk melakukan perilaku parasosial akan semakin kuat. Berdasarkan uraian sebelumnya, tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat apakah terdapat hubungan antara kesepian (loneliness) dengan perilaku parasosial pada wanita dewasa muda. TINJAUAN PUSTAKA Kesepian (Loneliness) 1. Definisi Kesepian (loneliness) Menurut Peplau dan Perlman (1982), kesepian (loneliness) adalah perasaan tidak menyenangkan yang berhubungan dengan ketidaksesuaian antara kebutuhan untuk akrab dengan orang lain atau keakraban personal. 2

3 2. Penyebab Kesepian Menurut Brehm (1992) terdapat empat hal yang dapat menyebabkan individu mengalami kesepian, yaitu: a. Ketidakadekuatan dalam hubungan yang dimiliki individu b. Terjadi perubahan apa yang diinginkan individu dari suatu hubungan c. Harga diri (self-esteem) d. Perilaku interpersonal 3. Aspek-aspek Kesepian (loneliness) Peplau dan Perlman (1982) membagi aspek-aspek kesepian (loneliness) menjadi 3 pendekatan adalah sebagai berikut : a. Need for Intimacy. Kebutuhan akan keintiman atau intimacy adalah sesuatu yang universal dan sudah menetap pada diri manusia sepanjang hidupnya sehingga apabila kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka rasa kesepian (loneliness) akan muncul. b. Cognitive Process. Persepsi dan evaluasi individu mengenai hubungan sosialnya dikatakan pula bahwa kesepian (loneliness) akibat dari ketidakpuasan yang dirasakan individu mengenai sebuah hubungan sosial. c. Social Reinforcement. Hubungan sosial adalah suatu reinforcement, dimana bila interaksi sosial itu kurang menyenangkan, maka akan menjadikan individu menjadi kesepian (loneliness). 4. Faktor-faktor Timbulnya Kesepian Mengenai faktor timbulnya kesepian, Middlebrook (dalam Indriyani, 2011) membedakan menjadi dua hal, yaitu faktor psikologis dan faktor sosiologis. a. Faktor Psikologis 1) Keterbatasan hubungan, disebabkan oleh terpisahnya individu dengan individu lain. 2) Pengalaman traumatis hilangnya orang dekat secara tiba-tiba 3) Kurang dukungan dari lingkungan, dikarenakan dirinya tidak sesuai dengan norma-norma di lingkungan sehingga ia mendapat penolakan. 4) Adanya masalah krisis dalam diri individu dan kegagalan serta tidak terpenuhinya harapan akan dapat menghilangkan semangat individu dan dia merasa kosong. 5) Kurangnya rasa percaya diri, individu merasa bahwa lingkungan di sekitarnya kurang melibatkan dirinya. 6) Kepribadian yang tidak sesuai dengan lingkungan. 7) Ketakutan menanggung resiko sosial, seperti takut ditolak oleh orang lain. 3

4 b. Faktor Sosiologis 1) Sulit memahami nilai-nilai yang berlaku di lingkungan masyarakat. 2) Sulit berinteraksi dengan orang lain. Rutinitas kehidupan di luar rumah, seperti sekolah, kuliah, bekerja, dan sebagainya menyebabkan individu merasa kesepian (loneliness). 3) Sulit berinteraksi dengan keluarga, disebabkan oleh masalah waktu. 4) Sulit memahami perubahan pola-pola dalam keluarga. 5) Sulit beradaptasi. Sering pindah rumah dari satu tempat ke tempat lain, akan menyebabkan individu merasa berbeda dengan lingkungan dan memiliki hubungan yang dangkal dengan lingkungan sekitar. 6) Keterasingan. Perilaku Parasosial 1. Definisi Perilaku Parasosial Konsep interaksi parasosial pertama kali dicetuskan oleh Donald Horton dan R. Richard pada tahun Kunci utama dari interaksi parasosial adalah hubungan satu arah (one-way relationship) dimana pemirsa televisi dapat merasa memiliki hubungan dengan selebritis favorit, tapi hubungan tersebut bersifat satu arah, non-dialektikal, dikontrol oleh performer, dan tidak dapat berkembang. Menurut Horton dan Wohl (dalam Gumpert & Cathcart, 1982), bagi pemirsa televisi, pengalaman melalui perantara media ini adalah pengalaman nyata, sehingga dalam perilaku parasosial ini tampak adanya ilusi keintiman dimana pemirsa televisi merasa dirinya sangat mengenal tokoh idolanya, bahkan lebih daripada ia mengenal tetangga sebelah rumahnya. Ilusi keintiman yang terbentuk bersifat cukup mendalam, dipersepsikan sebagai hubungan dua arah dan memiliki tanda-tanda yang serupa dengan hubungan personal pada umumnya, seperti merasa sangat kehilangan saat idolanya tidak ada atau pun menyayangkan kesalahan atau kegagalan yang dialami tokoh idolanya (Rubin, Perse & Powell, 1985). 2. Karakteristik Perilaku Parasosial Menurut Hoffner (2002) terdapat tujuh karakteristik individu yang memiliki kecenderungan melakukan perilaku parasosial, yaitu: a. Individu yang kurang atau jarang melakukan hubungan sosial b. Perbedaan individu dalam berempati c. Harga diri (self-esteem) d. Tingkat pendidikan 4

5 e. Individu yang tidak dapat keluar rumah (housebound infirm) f. Kedekatan secara interpersonal (interpersonal attachment) g. Jenis kelamin (gender) 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Parasosial Menurut Hoffner (2002), selain karakteristik personal individu terdapat beberapa faktor lainnya yang diyakini turut mendukung terbentuknya perilaku parasosial, yaitu sebagai berikut : a. Faktor motivasi. Motivasi di sini adalah motivasi untuk memperoleh tujuan, kebutuhan dan keinginannya yang dalam konteks parasosial adalah kebutuhan akan kepuasan emosional dan sosial. b. Faktor kesamaan (similarity) antara individu dengan television performer, baik dalam hal penampilan fisik, tingkah laku, reaksi emosional, maupun dalam hal kepribadian. c. Faktor identifikasi. Pembentukan perilaku parasosial ini juga dipengaruhi oleh keinginan pemirsa televisi untuk mengidentifikasikan television performer pada dirinya. d. Faktor komunikasi antara pemirsa televisi dengan pemirsa televisi lainnya juga dapat mempengaruhi terbentuknya perilaku parasosial. e. Faktor lamanya menonton televisi. Semakin lama individu menonton televisi maka akan semakin intim pula hubungannya dengan television performer dan perilaku parasosialnya pun akan semakin kuat. 4. Efek Parasosial Beberapa hal yang terbentuk atau dipengaruhi oleh adanya perilaku parasosial, antara lain : a. Sense of companionship b. Pseudo-friendship c. Pedoman dalam bertingkah laku d. Identitas pribadi (personal identity) e. Pemirsa yang patologis 5. Pengukuran Perilaku Parasosial a. Parasocial Interaction Scale (PSIS) 1) Kesamaan ide (idea coherence) 2) Daya tarik/kualitas fisik (physical qualities/attraction) 3) Ikatan pasif (passive bonding) 4) Ikatan aktif (active bonding) b. Celebrities Attitude Scale (CAS) 1) Entertainment-social 2) Intense-personal feeling 3) Borderline-pathological Dewasa Muda 1. Definisi Dewasa Muda Masa krisis bagi individu dalam hal keintiman. Apabila pada masa ini individu gagal untuk membentuk atau membina keintiman dengan orang 5

6 lain, maka dirinya akan terancam oleh perasaan terisolir dan mengalami gangguan perkembangan psikologis. 2. Ciri-ciri Dewasa Muda Menurut Papalia, Old dan Feldman (2008), masa dewasa memiliki beberapa ciri-ciri, sebagai berikut: a. Merupakan usia reproduktif (reproductive age) b. Usia memantapkan letak kedudukan (settling-down age) c. Usia banyak masalah (problem age) d. Usia tegang dalam hal emosi (emotional tension) 3. Batasan Dewasa Muda Levinson (dalam Dariyo, 2003) membagi masa dewasa muda ke dalam dua fase transisi kehidupan, yaitu: a. Fase memasuki masa dewasa awal (usia tahun), terdiri dari: 1) Transisi dewasa awal (early adult transtition tahun) 2) Memasuki struktur kehidupan dewasa awal (22-28 tahun) 3) Usia transisi 30-an (28-33 tahun) b. Fase puncak dewasa awal (usia tahun) terbagi menjadi dua tahap. 1) Puncak kehidupan dewasa awal (usia tahun) 2) Transisi dewasa menengah (midlife transtition usia tahun) 4. Tugas Perkembangan Dewasa Muda Havighurst (dalam Hurlock, 1980) merumuskan tugas-tugas perkembangan dewasa muda, antara lain: a. Menentukan pasangan hidup b. Belajar untuk menyelesaikan diri dan hidup bersama dengan suami atau istri c. Mulai membentuk sebuah keluarga d. Belajar mengasuh anak e. Mengelola rumah tangga f. Meniti karir atau melanjutkan pendidikan g. Mulai bertanggung jawab sebagai warga negara yang layak METODE PENELITIAN Identifikasi Variabel-Variabel Penelitian Variabel-variabel yang digunakan sesuai dengan tujuan penelitian ini adalah: 1. Prediktor : Kesepian (Loneliness) 2. Kriterium : Perilaku Parasosial Definisi Operasional Variabel 1. Kesepian (Loneliness) Kesepian (loneliness) adalah perasaan tidak menyenangkan yang berhubungan dengan ketidaksesuaian antara kebutuhan untuk akrab dengan orang lain atau keakraban personal. Skala kesepian (loneliness) dalam penelitian ini disusun berdasarkan 3 aspek kesepian (loneliness) menurut 6

7 Peplau dan Perlman (1982), yaitu need for intimacy, cognitive process dan social reinforcement. 2. Perilaku Parasosial Perilaku parasosial adalah suatu ilusi mengenai suatu hubungan antara pemirsa dengan penampil di media yang berupaya untuk dapat memunculkan suatu percakapan di antara keduanya, dimana pemirsa merasa sangat mengenal secara personal sosok penampil di media, tetapi di lain pihak sosok penampil tersebut tidak mengetahui pemirsanya secara personal. Perilaku parasosial dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan dua alat ukur, yaitu Parasocial Interaction Scale (PSIS) dan Celebrities Attitude Scale (CAS). Populasi dan Sampel Penelitian Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah wanita dewasa muda. Adapun yang dijadikan sebagai sampel penelitian adalah wanita dewasa muda berusia tahun.. Penelitian ini menggunakan teknik sampel aksidental (accidental sample). Sampel aksidental (accidental sample) adalah teknik penentuan sampel berdasarkan faktor kebetulan (spontanitas), artinya siapa saja yang tidak sengaja bertemu dengan peneliti dan sesuai dengan karakteristik (ciri-ciri) maka orang tersebut dapat digunakan sebagai sampel (Nasution, 2001). Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini menggunakan kuesioner dengan Skala Kesepian (loneliness) dan Skala Perilaku Parasosial yang terdiri dari Parasocial Interaction Scale (PSIS) dan Celebrities Attitude Scale (CAS) serta beberapa pertanyaan terbuka mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku parasosial. Untuk Skala Kesepian (loneliness), pernyataan terdiri dari 4 kategori jawaban: Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Pernyataan pada Skala Kesepian (loneliness) terdiri dari pernyataan favorable dan unfavorable. Adapun untuk Skala Perilaku Parasosial berdasarkan dua alat ukur, yaitu Parasocial Interaction Scale (PSIS) dan Celebrities Attitude Scale (CAS), pernyataan terdiri dari 4 kategori jawaban: Selalu (SE), Sering (SR), Jarang (JR) dan Tidak Pernah (TP). Keseluruhan pernyataan pada Skala Perilaku Parasosial bersifat favorable. Teknik Analisis Data Untuk melihat ada atau tidaknya hubungan antara kesepian (loneliness) dengan perilaku parasosial pada wanita dewasa muda maka digunakan teknik analisis korelasi Product Moment dari Karl Pearson, yaitu menganalisis hubungan skor total antara kesepian (loneliness) sebagai variabel prediktor dan perilaku parasosial sebagai variabel kriterium. Analisis data dilakukan dengan 7

8 menggunakan bantuan program komputer SPSS for Windows versi 16. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil yang telah dilakukan, ditemukan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara kesepian (loneliness) dengan perilaku parasosial pada wanita dewasa muda. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi kesepian (loneliness) pada wanita dewasa muda, maka akan membuat perilaku parasosial pada wanita dewasa muda tersebut menjadi tinggi pula. Kesepian (loneliness) dalam penelitian ini memiliki hubungan dengan perilaku parasosial pada wanita dewasa muda. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Rubin dan McHugh (1987) yang mengatakan, bahwa individu yang kesepian (loneliness) memiliki hubungan yang positif dengan pemirsa dalam membentuk suatu hubungan dengan penampil di televisi. Hal tersebut yang membuat individu kesepian (loneliness) akan tertarik untuk berperilaku parasosial. Perilaku parasosial merupakan salah satu perantara bagi individu yang kesepian (loneliness) untuk tetap menjalin suatu hubungan selayaknya hubungan nyata di kehidupan sehari-hari. Sejalan dengan itu, Rubin, Perse, dan Powell (1985) mengatakan bahwa hubungan parasosial ini pada awalnya dipandang sebagai suatu hubungan yang tidak nyata atau sebagai pengganti hubungan sosial bagi para orang tua, cacat, dan kesepian (loneliness). Wanita dewasa muda yang mengalami kesepian (loneliness) akan lebih sering berada di rumah dan mereka memiliki kecenderungan untuk tetap dapat berhubungan dengan orang lain tetapi dengan cara yang berbeda, salah satunya yaitu dengan menggunakan televisi sebagai teman. Televisi adalah salah satu media untuk mengurangi rasa kesepian (loneliness) yang dialami wanita dewasa muda. Hal ini didukung oleh pernyataan Robinson (1994) yang mengatakan, bahwa kesepian (loneliness) dapat diatasi dengan cara belajar untuk merasa senang dengan diri sendiri. Salah satu caranya adalah dengan menonton acara televisi favorit. Tidak jarang, penonton mencoba untuk lebih mengetahui dan berhubungan dengan penampil di televisi sama seperti ketika individu tersebut berhubungan dengan teman di kehidupan nyata dan mungkin mereka merasa memiliki fungsi persahabatan yang sama dengan penampil di televisi. Jika dilihat berdasarkan usia, kesepian (loneliness) pada wanita dewasa muda berada pada kategori rendah. Wanita dewasa berusia tahun memiliki kesepian (loneliness) yang lebih tinggi dengan mean empirik sebesar Nurwidodo dan Poerwati (2002) mengatakan bahwa tahun-tahun pertama dewasa awal (usia 20 tahun ke atas), merupakan masa kesepian bagi kebanyakan kaum dewasa. Dimana pada masa tersebut individu mulai menemui banyak masalah baik pribadi maupun 8

9 sosial yang sering menimbulkan beberapa gangguan, salah satunya gangguan kesepian (loneliness). Begitu pula untuk perilaku parasosial yang berdasarkan pada dua alat ukur, yaitu Parasosial Interaction Scale (PSIS) dan Celebrities Attitude Scale (CAS), wanita dewasa berusia tahun memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk berperilaku parasosial dengan nilai mean empirik sebesar dan Hal ini mungkin dikarenakan adanya suatu perasaan mengenal secara personal kepada sosok selebritis lebih sering terjadi pada remaja dibandingkan dewasa. Hal ini sejalan dengan pernyataan Santrock (2003) yang mengatakan, bahwa mengidolakan seseorang adalah salah satu tugas perkembangan remaja dimana cara tersebut biasanya dilakukan remaja untuk menentukan jati dirinya dan mengembangkan keterampilan untuk belajar bergaul dengan teman sebaya atau dengan orang lain. Adapun jika dilihat berdasarkan tingkat pendidikan terakhir, perilaku parasosial pada wanita dewasa muda berada pada kategori sedang. Hasil yang didapatkan, wanita dewasa dengan pendidikan terakhir SMP memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk melakukan perilaku parasosial dengan mean empirik sebesar dan Hal ini dikarenakan semakin tinggi tingkat pendidikan individu maka akan lebih sedikit pula individu tersebut berperilaku parasosial. Pernyataan tersebut didukung oleh Levy (dalam Gumpert & Cathcart, 1982) yang mengatakan, bahwa individu dengan tingkat pendidikan yang lebih baik, akan lebih sedikit membutuhkan hubungan parasosial. Biasanya individu yang lebih berpendidikan, tidak memiliki masalah dalam melakukan interaksi sosial dengan orang lain, sehingga tidak menjadikan hubungan parasosial sebagai sebuah alat pertemanan. Berdasarkan hasil analisis deskriptif, kesepian (loneliness) dan dua alat ukur yang digunakan untuk melihat perilaku parasosial pada wanita dewasa muda, Parasocial Interaction Scale (PSIS) dan Celebrities Attitude Scale (CAS) menunjukkan bahwa lamanya menonton televisi mempengaruhi individu dalam berperilaku parasosial. Hasil tersebut menunjukkan bahwa wanita dewasa yang menonton televisi lebih dari 5 jam (>5 jam) memiliki mean yang lebih tinggi dibandingkan dengan intensitas menonton televisi kurang dari 5 jam. Seperti terlansir dalam terdapat beberapa resiko buruk apabila terlalu lama menonton televisi, salah satunya adalah dapat mengurangi individu untuk bersosialisasi. Terlalu lama menonton televisi akan dapat mengurangi interaksi sosial individu dengan individu lainnya, seperti dengan teman, tetangga, atau bahkan dengan keluarga. Sejalan dengan itu, Middlebrook (dalam Indriyani, 2011) mengatakan apabila individu kurang dalam interaksi sosial dengan individu lain maka akan mengakibatkan individu mnegalami kegagalan dalam 9

10 hubungan sosial. Hal itulah yang kemudian dapat menimbulkan kesepian (loneliness). Selain itu, intensitas menonton televisi pun dapat mempengaruhi timbulnya perilaku parasosial. Semakin lama individu menonton televisi, maka akan semakin intim pula hubungan individu dengan figur yang ia tonton sehingga kecenderungan terbentuknya perilaku parasosial semakin kuat. Media yang paling sering digunakan wanita dewasa untuk mendekatkan diri dengan idola mereka adalah televisi. Televisi menunjukkan hasil yang lebih tinggi dengan mean empirik sebesar dan Televisi merupakan salah satu media perantara bagi individu yang mengalami kesepian (loneliness). Hal ini didukung oleh Norlund (dalam Hoffner, 2002) yang mengatakan, bahwa individu kesepian (loneliness), khususnya individu yang kurang memiliki interaksi sosial akan memiliki kecenderungan untuk tetap dapat berhubungan dengan orang lain tetapi dengan cara yang berbeda, salah satunya dengan cara menjalin hubungan dengan penampil di televisi. Apabila hubungan yang terjalin semakin mendalam atau bahkan menganggap bahwa hubungan tersebut adalah sama seperti hubungan pertemanan di kehidupan nyata maka kecenderungan individu untuk berperilaku parasosial pun semakin besar. Sejalan dengan itu, Horton dan Wohl (1956) menambahkan, bahwa pertumbuhan popularitas televisi dan media cetak menjadikan parasosial sebagai fenomena yang sangat umum pada abad ke-20. Selain itu, Giles (2002) pun mendeskripsikan fenomena parasosial sebagai suatu ilusi adanya hubungan atau keterikatan antara pemirsa televisi dengan pemain film di serial televisi. Oleh karena itu, televisi telah secara aktif mempromosikan perilaku parasosial. Program televisi yang paling difavoritkan oleh wanita dewasa muda adalah infotainment. Dilihat dari hasil analisis deskriptif sampel penelitian, infotainment memiliki nilai mean yang lebih tinggi dengan nilai mean empirik sebesar dan Menurut Astuti (dalam Biran, 2003), pada awalnya infotainment bermaksud untuk menyajikan program yang dapat memberikan informasi dan hiburan (entertainment) dalam satu paket. Tetapi saat ini makna infotainment menjadi disalahartikan dan berubah menjadi program yang banyak mengulas kehidupan pribadi selebritis baik yang memang berita nyata atau pun yang masih berupa rumor. Cohen (2004) menambahkan, bahwa hal tersebut dilakukan para pencari berita untuk menarik perhatian pemirsa dan menjaga agar para pemirsa tetap setia serta memberikan perasaan mengenal dengan sosok artis tersebut. Hubungan sosial seperti ini yang apabila terus terjadi akan membawa individu pada suatu hubungan parasosial. 10

11 Analisis Deskriptif Sampel Penelitian Berdasarkan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Parasosial Faktor Perilaku Parasosial PSIS CAS Motivasi Kesamaan Identifikasi Komunikasi dengan penonton Lamanya menonton televisi Berdasarkan hasil analisis deskriptif sampel penelitian, pada Parasocial Interaction Scale (PSIS) menunjukkan bahwa faktor lamanya menonton televisi lebih tinggi dengan nilai mean empirik sebesar Hasil ini didukung dengan hasil deskriptif sampel penelitian dimana subjek yang menonton televisi lebih dari 5 jam (> 5 jam) memiliki nilai mean yang lebih tinggi dibandingkan dengan subjek yang menonton televisi kurang dari 5 jam (< 5 jam). Kualitas lamanya menonton televisi sangat mempengaruhi wanita dewasa muda dalam membentuk sebuah perilaku parasosial. Sejalan dengan itu, Altman dan Taylor (dalam Christine, 2001) mengatakan bahwa, faktor lamanya menonton televisi dapat mempengaruhi individu untuk membentuk perilaku parasosial. Semakin lama individu menonton televisi maka akan semakin intim pula hubungan dengan television performer dan perilaku parasosialnya pun akan semakin kuat. Adapun pada Celebrities Attitude Scale (CAS), faktor identifikasi menunjukkan nilai yang lebih tinggi dengan nilai mean empirik sebesar Biasanya individu yang mengidolakan seorang penampil di televisi adalah karena mereka cantik atau tampan, memiliki suara yang bagus, memiliki kepribadian yang baik, baik hati dengan para penggemarnya ataupun ramah. Hal seperti itulah yang biasanya menjadikan penonton untuk meniru baik dari penampilan, tingkah laku, kepribadian atau gaya berbicara. Hal ini didukung oleh Hoffner (2002) yang menyatakan, bahwa selain faktor karakteristik personal individu, terdapat beberapa faktor lainnya yang juga turut mendukung terbentuknya perilaku parasosial, salah satunya yaitu faktor identifikasi. Pembentukan perilaku parasosial ini dipengaruhi oleh keinginan pemirsa televisi untuk mengidentifikasikan television performer pada dirinya. Biasanya, ciri-ciri performer yang disukai oleh individu adalah perfomer yang cantik atau tampan, menarik, berbakat dan sukses, kemudian performer tersebut akan menjadi panutan bagi para pemirsa televisi. Hal inilah yang kemudian akan memperkuat timbulnya perilaku parasosial pada diri individu. PENUTUP KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara kesepian (loneliness) dengan perilaku parasosial pada wanita dewasa muda. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi 11

12 kesepian (loneliness) pada wanita dewasa muda maka akan semakin tinggi pula perilaku parasosial pada wanita dewasa muda tersebut. Berdasarkan kategori sampel penelitian, dapat diketahui bahwa secara umum sampel penelitian memiliki kesepian (loneliness) yang rendah. Adapun untuk perilaku parasosial, berada pada kategori sedang. Berdasarkan usia, wanita dewasa berusia tahun memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk mengalami kesepian (loneliness) dan memiliki kecenderungan yang lebih besar pula untuk melakukan perilaku parasosial. Adapun jika dilihat berdasarkan tingkat pendidikan terakhir, wanita dewasa dengan tingkat pendidikan terakhir SMP cenderung memiliki kesepian (loneliness) yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pendidikan yang lainnya dan juga memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk melakukan perilaku parasosial. Lamanya individu dalam menonton televisi dapat mempengaruhi individu tersebut mengalami kesepian (loneliness) dan perilaku parasosial. Individu dengan intensitas menonton televisinya lebih dari 5 jam (> 5 jam) memiliki kecenderungan kesepian (loneliness) yang lebih tinggi dibandingkan intensitas yang lainnya. Hal ini sejalan dengan perilaku parasosial yang ditimbulkan, semakin lama individu menonton televisi maka akan semakin intim pula individu tersebut dengan penampil di televisi sehingga perilaku parasosialnya pun akan semakin kuat. Adapun untuk faktor yang mempengaruhi timbulnya perilaku parasosial, faktor lamanya menonton televisi dan faktor identifikasi merupakan faktor yang paling mempengaruhi wanita dewasa muda melakukan perilaku parasosial. SARAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka saran yang dapat diberikan adalah diharapkan bagi wanita dewasa muda agar dapat menjalin interaksi yang lebih baik dengan individu lain sehingga kemungkinan untuk mengalami kesepian (loneliness) dapat dicegah. Apabila hubungan sosial dapat dijalin dengan baik, maka perasaan kesepian (loneliness) yang dialami pun akan berkurang. Selain itu, hubungan sosial yang terjalin secara nyata pun akan mencegah terbentuknya perilaku parasosial. Adapun bagi peneliti selanjutnya diharapkan agar dapat mengambil sampel penelitian secara lebih merata dan juga lebih memperhatikan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kesepian (loneliness). Selain itu, ada baiknya peneliti selanjutnya mencoba untuk mengaitkan perilaku parasosial dengan variabel lain yang mungkin dapat berhubungan dengan perilaku parasosial, seperti variabel harga diri (self-esteem) dan kepribadian introvert. 12

13 DAFTAR PUSTAKA Allen, C. (1988). Parasocial interaction and local TV news: Perceptions of news teams and news personalities in Denver. Journal of Communication, Altman, I. & Taylor, D. (1973). Social penetration: The development of interpersonal relationships. New York: Holt, Rinehart and Winston. Ashe, D. D., & McCutcheon, L. E. (2001). Shyness, loneliness, and attitude toward celebrities. Current Research in Social Psychology, 6 (9), Retrieved April 15, 2011, from Auter, P. J. (1992). TV that talks back: An experimental validation of a parasocial interaction scale. Journal of Broadcasting and Electronic Media, 36, Azwar, S. (1998). Metode penelitian jilid 1. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, S. (1987). Tes prestasi: Fungsi dan pengembangan pengukuran prestasi belajar. Yogyakarta: Liberty. Baron, R. A. & Byrne, D. (1997). Social psychology (8 th ed). Boston: Allyn and Bacon. Biran, R. L. (2003). Hubungan antara romantic attachment dan perilaku parasosial pada wanita dewasa muda. Jurnal Psikologi Sosial Brehm, S. (2002). Intimate relationship. New York: McGraw Hill Inc. Brehm, S. (1992). Intimate relationships (2 nd ed). New York: McGraw-Hill Inc. Bruno, F. J. (2000). Conquer loneliness: Menaklukkan kesepian. Alih Bahasa: AR. H. Sitanggang. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Budiarto, E. (2002). Metodologi penelitian kedokteran: Sebuah pengantar. Jakarta: EGC. Christine, C. (2001). Parasocial Relationships in Female College Student Soap Opera Viewers Today". CTA Senior Thesis. Hugh McCarney: Western Connecticut State University. Caughey, J. (1984). Imaginary social worlds: A cultural approach. Lincoln: University of Nebraska Press. Cohen, J. (2004). Parasocial break-up from favorite television characters : The role of attachment styles and relationships intensity. Journal of Social and Personal Relationships, 21(2), Cole, T. & Leets, L. (1999). Attachment styles and intimate television viewing : Insecurely forming relationships in a parasocial way. Journal of Social & Personal Relationships, 16,

14 Damayanti, I. (2011). Janet Jackson bocorkan tips diet para artis. Retrieved 06 21, 2011, from showbiz/vivanews.com/news/read / janet-jackson-bocorkantips-diet-para-artis. Dariyo, A. (2003). Psikologi perkembangan dewasa muda. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. Deaux, K. & Wrigthsman, L. S. (1993). Social psychology in the 90's (6 th ed). California: Wadsworth Publishing Company Inc. Gilles, C. (2002). Parasocial interaction: A review of the literature and a model for future research. Media Psychology, 4 (3), Gumpert, G. & Cathcart, R. S. (1982). Inter/Media: Interpersonal communication in a media world (2 nd ed). New York: Oxford University Press. Hadi, S. (1981). Statistik jilid II. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Hadi, S. (2000). Metodologi research jilid 1. Yogyakarta: Andi Offset. Hanafijal. (2011). 11 risiko buruk terlalu lama menonton televisi. Retrieved 12 17, 2011, from /07/14/11-risiko-burukterlalu-lama-nonton-televisi Hoffner, C. A. (2002). Attachment to media characters. New York: Macmillan Reference. Horton, D. & Strauss, A. (1957). Interaction in audience participation shows. The American Journal Of Sociology, 62 (6), Horton, D. & Wohl, R. (1956). Mass communication and para-social interaction: Observations on intimacy at a distance. Psychiatry, 19, Hurlock, E. B. (1980). Developmental psychology: A life-span approach (5 th ed). New York: McGraw-Hill Inc. Indriyani, P. (2011). Loneliness dan coping loneliness pada istri anggota TNI yang ditinggal bertugas suami ke luar daerah (Studi Deskriptif). Skripsi. Depok: Universitas Gunadarma. Koenig, F. & Lessans, G. (1985). Viewer's relations to television personalities. Psychological Reports, 57, Latifa, R. (2008). Jenis dan dinamika terjadinya loneliness pada masyarakat modern. Journal of Enlightmen, Levy, M. (1979). Watching TV news as para-social interaction. Journal of Broadcasting, 23, Mappiare, A. (1983). Psikologi orang dewasa. Surabaya: Usaha Nasional. 14

15 Matondang. (1991). Perasaan kesepian pada pria dan wanita lajang. Skripsi. Depok: Universitas Gunadarma. McCourt, A. & Fitzpatrick, J. (2001). The role of personal characteristics and romantic characteristics in parasocial relationship: A Pilot Study. Journal of Mundane Behavior, 2 (1), Mernissi, F. (1994). Wanita dan Islam. Bandung: Pustaka. Middlebrook, N. P. (1980). Social psychology & modern (2 nd ed). New York: Alfred A Knopf. Moechtar, M. (2005). Kamus besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Myers, D. (1999). Social psychology (6 th ed). Boston: McGraw-Hill. Nasution, S. (2001). Metode research: Penelitian ilmiah. Jakarta: Bumi Aksara. Nordland, J. (1978). Media interaction. Communication Research, 5, Nurwidodo & Poerwati, E. (2002). Perkembangan peserta didik. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang Press. Papalia, D. E. (2008). Human development (Psikologi perkembangan). Alih Bahasa: A.K. Anwar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Papalia, D. E., Old, S. W., & Feldman, R. D. (2004). Human development (Psikologi perkembangan). Alih Bahasa: A.K. Anwar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Papalia, D. E., Old, S. W., & Feldman, R. D. (2008). Human development (Psikologi perkembangan). Alih Bahasa: A.K. Anwar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Peplau, L. A. & Perlman, D. (1982). Loneliness: A sourcebook of current theory research and therapy. New York : John Wiley & Sons Inc. Perse, E. (1990). Media involvement and local news effects. Journal of Broadcasting and Electronic Media, 34, Robinson, J. & Levy, M.. (1986). The main source: Learning from television news. Beverly Hills, CA: Sage. Robinson, K. (1994). Loneliness. Retrieved Juni 06, 2011, from Rubin, A. & Perse, E. (1987). Audience activity and soap opera involvement: A uses and effects investigation. Human Communication Research, 14,

16 Rubin, A., Perse, E., & Powell, R. (1985). Loneliness, parasocial interaction, and local television news viewing. Human Communication Research, 12, Rubin, R. & McHugh, M. (1987). Development of parasocial interaction relationships. Journal of Broadcasting and Electronic Media, 3, Rubin, R. B., Palmgreen, P. & Sypher, H. E. (Eds). (1994). Communication research measures: A sourcebook. New York: Guilford Press. Santrock, J. (2003). Adolescence: Perkembangan remaja (6 th ed). Alih Bahasa: S.B. Adelar & S. Saragih. Jakarta: Erlangga. Santrock, J. W. (1999). Life-span development (7 th ed). Boston: McGraw Hill. Sarwono, J. (2006). Metode penelitian kuantitatif & kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu. Sarwono, S. W. (2002). Teori-teori psikologi sosial. Jakarta: Rajawali Press. Subhan, Z. (2004). Kodrat perempuan: Takdir atau mitos?. Yogyakarta: Pustaka Pesantren. Taylor, S. E., Peplau, L. A. & Sears, D. O. (2000). Social psychology (10 th ed). New York: Prentice-Hill. Taylor, S. E., Peplau, A. L., & Sears, D. O. (2006). Social Psychology (12 th ed.). New York: Prentice-Hall. Weiten, W. & Lloyd, M. (2006). Psychology applied to modern life: Adjusment in the 21 st century (8 th edition). Canada: Thomson Wadsworth. Zainuddin, M. (1988). Metodologi penelitian. Surabaya: Fakultas Farmasi Universitas Airlangga. 16

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dunia hiburan (entertainment) terjadi secara pesat di berbagai belahan dunia, tak terkecuali di Indonesia. Perkembangan tersebut membuat media massa dan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN 9 2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN Di dalam bab ini akan dijelaskan mengenai variabel loneliness, perilaku parasosial dan hubungan antara loneliness dengan perilaku parasosial. Penjelasan akan dimulai dari pengertian

Lebih terperinci

PERBEDAAN TINGKAT KESEPIAN BERDASARKAN STATUS PADA WANITA DEWASA AWAL. Dwi Rezka Kemala. Ira Puspitawati, SPsi, Msi

PERBEDAAN TINGKAT KESEPIAN BERDASARKAN STATUS PADA WANITA DEWASA AWAL. Dwi Rezka Kemala. Ira Puspitawati, SPsi, Msi PERBEDAAN TINGKAT KESEPIAN BERDASARKAN STATUS PADA WANITA DEWASA AWAL Dwi Rezka Kemala Ira Puspitawati, SPsi, Msi Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Abstraksi Penelitian ini bertujuan untuk menguji

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Alasan Pemilihan Teori Teori interaksi parasosial dari Stever digunakan sebagai acuan karena dalam teori interaksi parasosial sesuai dengan fenomena yang terdapat dalam latar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. ini, akan dijelaskan mengenai parasosial, dan penjelasan mengenai remaja

BAB II TINJAUAN TEORI. ini, akan dijelaskan mengenai parasosial, dan penjelasan mengenai remaja BAB II TINJAUAN TEORI Bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang digunakan didalam penelitian ini, akan dijelaskan mengenai parasosial, dan penjelasan mengenai remaja 2.1. Parasosial 2.2.1. Pengertian

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSAHABATAN DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA MAHASISWA BARU

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSAHABATAN DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA MAHASISWA BARU 1 NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSAHABATAN DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA MAHASISWA BARU Oleh : Chinta Pradhika H. Fuad Nashori PRODI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Studi Deskriptif mengenai Interaksi Parasosial pada Perempuan Dewasa Awal di Komunitas Fans Exo Bandung

Studi Deskriptif mengenai Interaksi Parasosial pada Perempuan Dewasa Awal di Komunitas Fans Exo Bandung Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif mengenai Interaksi Parasosial pada Perempuan Dewasa Awal di Komunitas Fans Exo Bandung 1) Priscalina Dea Sukmana, 2) Oki Mardiawan 1,2) Fakultas Psikologi,

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Papalia, D. E, Stems, H. L, Feldman, R. D. & Camp, C. J. (2002). Adult Development and Aging (2 nd ed). New York:McGrawHill

DAFTAR PUSTAKA. Papalia, D. E, Stems, H. L, Feldman, R. D. & Camp, C. J. (2002). Adult Development and Aging (2 nd ed). New York:McGrawHill DAFTAR PUSTAKA Baron, R. A & Bryne, D. (2005). Psikologi Sosial. Jilid II. Edisi kesepuluh. Jakarta : PT. Erlangga. Bruno, F. J. S. (2000). Conguer Loneliness : Cara Menaklukkan Kesepian. Alih Bahasa :Sitanggang.

Lebih terperinci

Agresivitas. Persahabatan. Kesepian. Penolakan

Agresivitas. Persahabatan. Kesepian. Penolakan HUBUNGAN ANTARA KESEPIAN DENGAN AGRESIVITAS PADA REMAJA MADYA DI SMA X BOGOR LATAR BELAKANG MASALAH Agresivitas Persahabatan Kesepian Penolakan AGRESIVITAS Perilaku merugikan atau menimbulkan korban pihak

Lebih terperinci

Hubungan Antara Body Image dan Self-Esteem. Pada Dewasa Awal Tuna Daksa. Dahlia Nur Permata Sari Fakultas Psikologi Universitas Surabaya, 2012

Hubungan Antara Body Image dan Self-Esteem. Pada Dewasa Awal Tuna Daksa. Dahlia Nur Permata Sari Fakultas Psikologi Universitas Surabaya, 2012 Hubungan Antara Body Image dan Self-Esteem Pada Dewasa Awal Tuna Daksa Dahlia Nur Permata Sari Fakultas Psikologi Universitas Surabaya, 2012 Abstrak. Penelitian ini meneliti mengenai pengaruh body image

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Demam idola (idols) akhir-akhir ini sepertinya sedang mewabah di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Demam idola (idols) akhir-akhir ini sepertinya sedang mewabah di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam idola (idols) akhir-akhir ini sepertinya sedang mewabah di Indonesia. Demam idola ini pada umumnya menyerang golongan remaja (Ninggalih, 2011). Fenomena ini disampaikan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KESEPIAN PADA REMAJA (STUDI KORELASI PADA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 SEMARANG)

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KESEPIAN PADA REMAJA (STUDI KORELASI PADA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 SEMARANG) HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KESEPIAN PADA REMAJA (STUDI KORELASI PADA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 SEMARANG) Gea Lukita Sari 1, Farida Hidayati 2 1,2 Fakultas Psikologi,Universitas Diponegoro Jl.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1. Bahasan

BAB V PENUTUP 5.1. Bahasan BAB V PENUTUP 5.1. Bahasan Berdasarkan hasil analisis data diperoleh hasil bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara empati dengan kecenderungan perilaku prososial terhadap siswa berkebutuhan khusus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensi Berpacaran Pada tinjauan pustaka ini akan dibicarakan terlebih dahulu definisi dari intensi, yang menjadi konsep dasar dari variabel penelitian ini. Setelah membahas

Lebih terperinci

Piaget (dalam Hurlock, 2000) mengemukakan bahwa masa remaja merupakan masa mencari identitas diri. Oleh karena itu, remaja berusaha mengenali dirinya

Piaget (dalam Hurlock, 2000) mengemukakan bahwa masa remaja merupakan masa mencari identitas diri. Oleh karena itu, remaja berusaha mengenali dirinya PERANAN INTENSITAS MENULIS DI BUKU HARIAN TERHADAP KONSEP DIRI POSITIF PADA REMAJA Erny Novitasari ABSTRAKSI Universitas Gunadarma Masa remaja merupakan masa mencari identitas diri, dimana remaja berusaha

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA OLEH: RITA SINTHIA ABSTRACT

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA OLEH: RITA SINTHIA ABSTRACT HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA OLEH: RITA SINTHIA ABSTRACT This study was aimed to investigate the relationship between social

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta pembagian peran suami dan istri. Seiring dengan berjalannya waktu ada

BAB I PENDAHULUAN. serta pembagian peran suami dan istri. Seiring dengan berjalannya waktu ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan suatu hubungan antara pria dan wanita yang diakui secara sosial, yang didalamnya mencakup hubungan seksual, pengasuhan anak, serta pembagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki arti tersendiri di dalam hidupnya dan tidak mengalami kesepian.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki arti tersendiri di dalam hidupnya dan tidak mengalami kesepian. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah lepas dari hubungannya dengan orang lain. Sebagai makhluk sosial kita memerlukan hubungan interpersonal secara

Lebih terperinci

GAMBARAN PENYESUAIAN DIRI PADA MASA PERSIAPAN PENSIUN KARYAWAN BUMN PT. X FARATIKA NOVIYANTI ABSTRAK

GAMBARAN PENYESUAIAN DIRI PADA MASA PERSIAPAN PENSIUN KARYAWAN BUMN PT. X FARATIKA NOVIYANTI ABSTRAK GAMBARAN PENYESUAIAN DIRI PADA MASA PERSIAPAN PENSIUN KARYAWAN BUMN PT. X FARATIKA NOVIYANTI ABSTRAK Dalam menjalani karirnya individu akan terus mengalami pertambahan usia sampai memasuki fase pensiun.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di era saat ini. Selebriti seolah telah menjelma menjadi sosok nyaris sempurna

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di era saat ini. Selebriti seolah telah menjelma menjadi sosok nyaris sempurna digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemujaan terhadap selebriti merupakan suatu hal yang kerap terjadi, terlebih di era saat ini. Selebriti seolah telah menjelma menjadi sosok

Lebih terperinci

Kata kunci : Loneliness Setelah Mengalami Kematian Pasangan Hidup,, Jenis Kelamin, Usia Lanjut

Kata kunci : Loneliness Setelah Mengalami Kematian Pasangan Hidup,, Jenis Kelamin, Usia Lanjut PERBEDAAN LONELINESS PADA PRIA DAN WANITA USIA LANJUT SETELAH MENGALAMI KEMATIAN PASANGAN HIDUP Susan Puspita Mandasari 10502248 Fakultas Psikologi ABSTRAKSI Sepanjang rentang kehidupan, manusia mengalami

Lebih terperinci

Henni Anggraini Universitas Kanjuruhan Malang

Henni Anggraini Universitas Kanjuruhan Malang HUBUNGAN KELEKATAN DAN KECERDASAN EMOSI PADA ANAK USIA DINI Henni Anggraini Universitas Kanjuruhan Malang ABSTRAK. Kelekatan (Attachment) merupakan hubungan emosional antara seorang anak dengan pengasuhnya

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA Rita Sinthia Dosen Prodi Bimbingan Konseling FKIP Universitas Bengkulu Abstract:This study was

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. pada bab-bab sebelumnya khususnya mengenai pengaruh menonton program acara

BAB IV KESIMPULAN. pada bab-bab sebelumnya khususnya mengenai pengaruh menonton program acara BAB IV KESIMPULAN Berdasarkan uraian, uji statistik dan penjelasan yang sudah penulis paparkan pada bab-bab sebelumnya khususnya mengenai pengaruh menonton program acara BE A MAN di Global TV terhadap

Lebih terperinci

KEMANDIRIAN DITINJAU DARI URUTAN KELAHIRAN DAN JENIS KELAMIN

KEMANDIRIAN DITINJAU DARI URUTAN KELAHIRAN DAN JENIS KELAMIN KEMANDIRIAN DITINJAU DARI URUTAN KELAHIRAN DAN JENIS KELAMIN NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Celebrity Worship 2.1.1 Definisi Celebrity Celebrity adalah seseorang atau sekelompok orang yang menarik perhatian media karena memiliki suatu kelebihan atau daya tarik yang

Lebih terperinci

KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL ANTARA REMAJA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN DENGAN YANG TINGGAL BERSAMA KELUARGA

KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL ANTARA REMAJA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN DENGAN YANG TINGGAL BERSAMA KELUARGA KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL ANTARA REMAJA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN DENGAN YANG TINGGAL BERSAMA KELUARGA Virgia Ningrum Fatnar, Choirul Anam Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan virgia_nfatnar@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan masa transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial (Papalia,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP BEBAN TUGAS GURU DENGAN STRES KERJA PADA GURU SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KERTEK, KABUPATEN WONOSOBO, JAWA TENGAH

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP BEBAN TUGAS GURU DENGAN STRES KERJA PADA GURU SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KERTEK, KABUPATEN WONOSOBO, JAWA TENGAH HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP BEBAN TUGAS GURU DENGAN STRES KERJA PADA GURU SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KERTEK, KABUPATEN WONOSOBO, JAWA TENGAH NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh: Rudi Prasetyo 04320307

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan suatu hal yang sangat penting, diantaranya sebagai sumber dukungan sosial bagi individu, dan juga pernikahan dapat memberikan kebahagiaan

Lebih terperinci

PERSEPSI TERHADAP PERILAKU SENIOR SELAMA KADERISASI DAN KOHESIVITAS KELOMPOK MAHASISWA TAHUN PERTAMA

PERSEPSI TERHADAP PERILAKU SENIOR SELAMA KADERISASI DAN KOHESIVITAS KELOMPOK MAHASISWA TAHUN PERTAMA PERSEPSI TERHADAP PERILAKU SENIOR SELAMA KADERISASI DAN KOHESIVITAS KELOMPOK MAHASISWA TAHUN PERTAMA Terendienta Pinem 1, Siswati 2 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto SH

Lebih terperinci

mereka. Menurut Schouten (2007), Facebook merupakan salah satu media yang dapat menstimuli terjadinya self disclosure (pengungkapan diri) Perkembangan

mereka. Menurut Schouten (2007), Facebook merupakan salah satu media yang dapat menstimuli terjadinya self disclosure (pengungkapan diri) Perkembangan HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS PENGGUNAAN FACEBOOK DENGAN PENGUNGKAPAN DIRI PADA SISWA-SISWI DI SMA NEGERI 8 BEKASI Putri Ratna Juwita Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

HUBUNGAN BODY IMAGE DENGAN PERILAKU DIET BERLEBIHAN PADA REMAJA WANITA YANG BERPROFESI SEBAGAI PEMAIN SINETRON

HUBUNGAN BODY IMAGE DENGAN PERILAKU DIET BERLEBIHAN PADA REMAJA WANITA YANG BERPROFESI SEBAGAI PEMAIN SINETRON HUBUNGAN BODY IMAGE DENGAN PERILAKU DIET BERLEBIHAN PADA REMAJA WANITA YANG BERPROFESI SEBAGAI PEMAIN SINETRON ANJANA DEMIRA Program Studi Psikologi, Universitas Padjadjaran ABSTRAK Perkembangan dunia

Lebih terperinci

Dwi Nur Prasetia, Sri Hartati MS Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang ABSTRAK

Dwi Nur Prasetia, Sri Hartati MS Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA KESEPIAN DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA (STUDI KORELASI PADA MAHASISWA TAHUN PERTAMA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO) Dwi Nur Prasetia, Sri Hartati MS Fakultas Psikologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan pola normal bagi kehidupan orang dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan pola normal bagi kehidupan orang dewasa. BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan pola normal bagi kehidupan orang dewasa. Seorang perempuan dianggap sudah seharusnya menikah ketika dia memasuki usia 21 tahun dan laki-laki

Lebih terperinci

GAMBARAN PROFIL ORIENTASI MASA DEPAN BIDANG PERNIKAHAN PADA WANITA BEKERJA USIA TAHUN YANG BELUM MENIKAH. Siti Anggraini

GAMBARAN PROFIL ORIENTASI MASA DEPAN BIDANG PERNIKAHAN PADA WANITA BEKERJA USIA TAHUN YANG BELUM MENIKAH. Siti Anggraini GAMBARAN PROFIL ORIENTASI MASA DEPAN BIDANG PERNIKAHAN PADA WANITA BEKERJA USIA 30-40 TAHUN YANG BELUM MENIKAH Siti Anggraini Langgersari Elsari Novianti, S.Psi. M.Psi. Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Awal dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa Dewasa

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 20 3. METODE PENELITIAN Pada bab tiga ini akan diuraikan mengenai permasalahan, hipotesis, dan variabel penelitian, serta akan dibahas pula mengenai responden yang digunakan dalam penelitian, tipe penelitian,

Lebih terperinci

Parasosial dan Romantic Beliefs: Studi pada Penonton Serial Drama Korea

Parasosial dan Romantic Beliefs: Studi pada Penonton Serial Drama Korea MEDIAPSI 2016, Vol. 2, No. 2, 16-22 Parasosial dan Romantic Beliefs: Studi pada Penonton Serial Drama Korea Dona Syafrina, Dian Putri Permatasari, Yuliezar Perwira Dara donasyafrina@yahoo.com Jurusan Psikologi,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PARASOCIAL RELATIONSHIP

HUBUNGAN ANTARA PARASOCIAL RELATIONSHIP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jenis musik K-Pop kini semakin digandrungi di Indonesia. K-Pop atau Korean Pop adalah jenis musik populer yang berasal dari Korea Selatan. K-Pop adalah salah satu produk

Lebih terperinci

yang lainnya, maupun interaksi dengan orang sekitar yang turut berperan di dalam aktivitas OMK itu sendiri,. Interaksi yang sifatnya saling

yang lainnya, maupun interaksi dengan orang sekitar yang turut berperan di dalam aktivitas OMK itu sendiri,. Interaksi yang sifatnya saling BAB V PENUTUP 5.1. Bahasan Hasil penelitian telah menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara variabel dukungan sosial dengan psychological well-being pada anggota komunitas Orang Muda Katolik

Lebih terperinci

Perbedaan Motivasi Berprestasi Ditinjau Dari Orientasi Pusat Kendali Pada Mahasiswa. Atrie Bintan Lestari. Hendro Prabowo, SPsi

Perbedaan Motivasi Berprestasi Ditinjau Dari Orientasi Pusat Kendali Pada Mahasiswa. Atrie Bintan Lestari. Hendro Prabowo, SPsi Perbedaan Motivasi Berprestasi Ditinjau Dari Orientasi Pusat Kendali Pada Mahasiswa Atrie Bintan Lestari Hendro Prabowo, SPsi Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma ABSTRAKSI Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dapat dipandang sebagai suatu masa dimana individu dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai meninggalkan kebiasaan

Lebih terperinci

Tuhan adalah bagianku, kata jiwaku, oleh sebab itu aku berharap kepada-nya. Tuhan adalah baik bagi orang yang berharap kepada-nya,

Tuhan adalah bagianku, kata jiwaku, oleh sebab itu aku berharap kepada-nya. Tuhan adalah baik bagi orang yang berharap kepada-nya, Tak berkesudahan kasih setia Tuhan, tak habis-habisnya rahmat-nya, Selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-mu! Tuhan adalah bagianku, kata jiwaku, oleh sebab itu aku berharap kepada-nya. Tuhan adalah baik

Lebih terperinci

Hubungan Density Pada Rumah Kos Dengan Motivasi Belajar Mahasiswa

Hubungan Density Pada Rumah Kos Dengan Motivasi Belajar Mahasiswa Hubungan Density Pada Rumah Kos Dengan Motivasi Belajar Mahasiswa Abstract This study aims to determine whether there is a relationship between the density (density) in a boarding house with student learning

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. CELEBRITY WORSHIP 1. Definisi Celebrity Worship Menyukai selebriti sebagai idola atau model adalah bagian normal dari perkembangan identitas di masa kecil dan remaja (Greene dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan itu juga telah dipelajari secara mendalam. terjadi pada manusia, dan pada fase-fase perkembangan itu fase yang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan itu juga telah dipelajari secara mendalam. terjadi pada manusia, dan pada fase-fase perkembangan itu fase yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam menghadapi zaman yang semakin modern seperti sekarang ini, banyak yang harus dipersiapkan oleh bangsa. Tidak hanya dengan memperhatikan kuantitas individunya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Remaja adalah suatu masa transisi dari masa anak ke dewasa yang ditandai dengan perkembangan biologis, psikologis, moral, dan agama, kognitif dan sosial

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam kehidupan manusia, terutama di kota besar di Indonesia, seperti Jakarta. Sampai saat ini memang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita merupakan individu yang memiliki keterbukaan dalam membagi permasalahan kehidupan maupun penilaian mereka mengenai sesuatu ataupun tentang orang lain.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA CITRA TUBUH DENGAN SELF ESTEEM PADA WANITA YANG MELAKUKAN PERAWATAN DI SKIN CARE HALAMAN SAMPUL DEPAN NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA CITRA TUBUH DENGAN SELF ESTEEM PADA WANITA YANG MELAKUKAN PERAWATAN DI SKIN CARE HALAMAN SAMPUL DEPAN NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA CITRA TUBUH DENGAN SELF ESTEEM PADA WANITA YANG MELAKUKAN PERAWATAN DI SKIN CARE HALAMAN SAMPUL DEPAN NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1 Bahasan

BAB V PENUTUP 5.1 Bahasan BAB V PENUTUP 5.1 Bahasan Penelitian dengan judul Motivasi Berprestasi dan Peran Orangtua pada siswa SMP yang mengalami perceraian orangtua melalui perhitungan statistik parametric product moment menghasilkan

Lebih terperinci

DEFINISI. Perilaku prososial = perilaku menolong = perilaku altruistik

DEFINISI. Perilaku prososial = perilaku menolong = perilaku altruistik PERILAKU PROSOSIAL DEFINISI Perilaku prososial = perilaku menolong = perilaku altruistik Sebuah perilaku yg memiliki konsekuensi positif & berkontribusi terhadap kesejahteraan fisik serta psikologis dari

Lebih terperinci

PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL DITINJAU DARI TEMPAT TINGGAL (Studi pada Remaja yang Tinggal di Pondok Pesantren dan yang Tinggal bersama Orang Tua)

PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL DITINJAU DARI TEMPAT TINGGAL (Studi pada Remaja yang Tinggal di Pondok Pesantren dan yang Tinggal bersama Orang Tua) PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL DITINJAU DARI TEMPAT TINGGAL (Studi pada Remaja yang Tinggal di Pondok Pesantren dan yang Tinggal bersama Orang Tua) SKRIPSI Oleh: Delvi Irma Listya Perdani 08810139 FAKULTAS

Lebih terperinci

Kata Kunci : Emotional Intelligence, remaja, berpacaran

Kata Kunci : Emotional Intelligence, remaja, berpacaran Studi Deskriptif Mengenai Emotional Intelligence Pada Siswa dan Siswi SMA Negeri X yang Berpacaran Muhamad Chandika Andintyas Dibimbing oleh : Esti Wungu S.Psi., M.Ed ABSTRAK Emotional Intelligence adalah

Lebih terperinci

Turner, J. S., & Helms, D. B. (1995). Lifespan development (5 th ed.). New York: Harcourt Brace. Waldrop, A. E., Resick, P. A. (2004).

Turner, J. S., & Helms, D. B. (1995). Lifespan development (5 th ed.). New York: Harcourt Brace. Waldrop, A. E., Resick, P. A. (2004). DAFTAR PUSTAKA Adriadi, R. (2012). Perempuan Dan Politik Di Indonesia, Analisis Perempuan Indonesia Di Birokrasi. http://rekhopascapol.blogspot.com/2012/04/perempuan-dan-politik-diindonesia.html. 25 April

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah sebuah komitmen legal dengan ikatan emosional antara dua orang untuk saling berbagi keintiman fisik dan emosional, berbagi tanggung jawab,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertemanan atau persahabatan yaitu hubungan "akrab" antara sesorang

BAB I PENDAHULUAN. Pertemanan atau persahabatan yaitu hubungan akrab antara sesorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertemanan atau persahabatan yaitu hubungan "akrab" antara sesorang dengan orang lainnya. Teman merupakan salah satu yang berpengaruh besar terhadap prilaku

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. hipotesis dengan menggunakan teknik korelari product moment

BAB V HASIL PENELITIAN. hipotesis dengan menggunakan teknik korelari product moment BAB V HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan data skala perilaku agresif remaja dan skala menonton acara kekerasan di televisi, peneliti melakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan teknik

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian 1. Uji Asumsi Uji asumsi perlu dilakukan dalam menganalisis data. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan korelasi Product Moment. Uji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perhatian dunia pendidikan terhadap remaja semakin besar dan. meningkat.banyak ahli maupun praktisi yang memberikan perhatian besar

BAB I PENDAHULUAN. Perhatian dunia pendidikan terhadap remaja semakin besar dan. meningkat.banyak ahli maupun praktisi yang memberikan perhatian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perhatian dunia pendidikan terhadap remaja semakin besar dan meningkat.banyak ahli maupun praktisi yang memberikan perhatian besar terhadap kehidupan remaja baik yang

Lebih terperinci

*) Alumni Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Purwokerto **) Dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Purwokerto

*) Alumni Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Purwokerto **) Dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Purwokerto STUDI DESKRIPTIF KUANTITATIF TENTANG POLA KELEKATAN REMAJA DENGAN TEMAN SEBAYA PADA PESERTA DIDIK DI SLTP NEGERI 1 AYAH, KEBUMEN DESCRIPTIVE STUDY ON THE QUANTITATIVE PATTERN ADOLESCENT ATTACHMENT WITH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sering menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara bicara, cara berjalan, dan bentuk tubuh. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Rencana Hidup. yang akan datang. Individu dapat merencanakan hal-hal spesifik untuk menjaga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Rencana Hidup. yang akan datang. Individu dapat merencanakan hal-hal spesifik untuk menjaga BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rencana Hidup Individu dapat memilih untuk menghabiskan waktu sepanjang hidupnya dimana saja, akan tetapi individu tersebut tetap membutuhkan rencana hidup. Kebanyakan dari individu

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG

BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG Kesepian merupakan salah satu masalah psikologis yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Setiap manusia pernah menghadapi situasi yang dapat menyebabkan kesepian.

Lebih terperinci

Hubungan antara Berpikir Positif dengan Penerimaan Diri pada Remaja Penyandang Cacat Tubuh Akibat Kecelakaan

Hubungan antara Berpikir Positif dengan Penerimaan Diri pada Remaja Penyandang Cacat Tubuh Akibat Kecelakaan Hubungan antara Berpikir Positif dengan Penerimaan Diri pada Remaja Penyandang Cacat Tubuh Akibat Kecelakaan Fatwa Tentama Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta Abstract : The purpose

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KEMATANGAN EMOSIONAL SISWA KELAS XI SMA NEGERI PUNUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

HUBUNGAN KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KEMATANGAN EMOSIONAL SISWA KELAS XI SMA NEGERI PUNUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Artikel Skripsi HUBUNGAN KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KEMATANGAN EMOSIONAL SISWA KELAS XI SMA NEGERI PUNUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 ARTIKEL SKRIPSI Jurusan Bimbingan Konseling FKIP UNP Kediri Oleh: SUCI

Lebih terperinci

CAPAIAN TUGAS PERKEMBANGAN SOSIAL SISWA DENGAN KELOMPOK TEMAN SEBAYA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PROGRAM PELAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

CAPAIAN TUGAS PERKEMBANGAN SOSIAL SISWA DENGAN KELOMPOK TEMAN SEBAYA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PROGRAM PELAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING Volume 1 Nomor 1 Januari 2012 KONSELOR Jurnal Ilmiah Konseling Halaman 1-5 http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor CAPAIAN TUGAS PERKEMBANGAN SOSIAL SISWA DENGAN KELOMPOK TEMAN SEBAYA DAN IMPLIKASINYA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan 13 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang hampir tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Namun kalau ditanyakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanpa kehadiran orang lain. Dengan adanya kebutuhan untuk mengadakan

BAB I PENDAHULUAN. tanpa kehadiran orang lain. Dengan adanya kebutuhan untuk mengadakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa kehadiran orang lain. Dengan adanya kebutuhan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus 16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru dimana secara sosiologis, remaja

Lebih terperinci

PERBEDAAN KOMITMEN BERPACARAN ANTARA DEWASA MUDA YANG MEMILIKI SELF-MONITORING TINGGI DAN SELF-MONITORING RENDAH

PERBEDAAN KOMITMEN BERPACARAN ANTARA DEWASA MUDA YANG MEMILIKI SELF-MONITORING TINGGI DAN SELF-MONITORING RENDAH PERBEDAAN KOMITMEN BERPACARAN ANTARA DEWASA MUDA YANG MEMILIKI SELF-MONITORING TINGGI DAN SELF-MONITORING RENDAH Fransisca Iriani Dosen Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara, Jakarta dosenpsikologi@yahoo.com

Lebih terperinci

PERAN HARGA DIRI DALAM MEMPREDIKSI PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA AKHIR DI DKI JAKARTA. Maya Marsiana Kowira

PERAN HARGA DIRI DALAM MEMPREDIKSI PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA AKHIR DI DKI JAKARTA. Maya Marsiana Kowira PERAN HARGA DIRI DALAM MEMPREDIKSI PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA AKHIR DI DKI JAKARTA Maya Marsiana Kowira mayamarsiana@gmail.com Dosen Pembimbing: Moondore Madalina Ali, B.Sc.,M.Sc., Ph.D Binus University:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting namun kadar kepentingannya berbedabeda. Kadar kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia pendidikan Indonesia saat ini kembali tercoreng dengan adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh para siswanya, khususnya siswa Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa yang disertai dengan perubahan. Remaja akan mengalami berbagai perubahan dalam diri mereka antara lain

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERAN AYAH DENGAN REGULASI EMOSI PADA SISWA KELAS XI MAN KENDAL

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERAN AYAH DENGAN REGULASI EMOSI PADA SISWA KELAS XI MAN KENDAL 1 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERAN AYAH DENGAN REGULASI EMOSI PADA SISWA KELAS XI MAN KENDAL DyahNurul Adzania, Achmad Mujab Masykur Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro dyadzania@gmail.com

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1. Kesimpulan Berdasarkan data penelitian yang telah dilakukan peneliti tentang sikap masyarakat Surabay mengenai iklan televisi Djarum 76 versi Teman Hidup Setia dengan mengukur

Lebih terperinci

PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA

PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA NUR IKHSANIFA Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda INTISARI Penelitian

Lebih terperinci

PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN APARTEMEN DI KOTA BANDUNG SEBAGAI TEMPAT TINGGAL TETAP PADA MAHASISWA PERANTAU FITRIYANTI

PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN APARTEMEN DI KOTA BANDUNG SEBAGAI TEMPAT TINGGAL TETAP PADA MAHASISWA PERANTAU FITRIYANTI PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN APARTEMEN DI KOTA BANDUNG SEBAGAI TEMPAT TINGGAL TETAP PADA MAHASISWA PERANTAU FITRIYANTI Dibimbing oleh: Prof. Dr. Tb. Zulrizka Iskandar, S.Psi., M.Sc. ABSTRAK Keterbatasan

Lebih terperinci

Prosiding SNaPP2015 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN Dwi Hurriyati

Prosiding SNaPP2015 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN Dwi Hurriyati Prosiding SNaPP2015 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN 2089-3590 EISSN 2303-2472 GAYA PENGASUHAN CONSTRAINING DENGAN KOMITMEN DALAM BIDANG PENDIDIKAN (STUDI KORELASI PADA MAHASISWA PSIKOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENERIMAAN TEMAN SEBAYA DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT

PERBEDAAN PENERIMAAN TEMAN SEBAYA DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT PERBEDAAN PENERIMAAN TEMAN SEBAYA DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT Edwina Renaganis Rosida 1, Tri Puji Astuti 2 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Individu dalam tahapan dewasa awal memiliki tugas perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Individu dalam tahapan dewasa awal memiliki tugas perkembangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu dalam tahapan dewasa awal memiliki tugas perkembangan yang salah satunya adalah untuk membentuk hubungan intim dengan orang lain (Santrock, 1992 : 113), maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vera Ratna Pratiwi,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vera Ratna Pratiwi,2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sebuah teknologi pada hakikatnya diciptakan untuk membuat hidup manusia menjadi semakin mudah dan nyaman. Kemajuan teknologi yang semakin pesat ini membuat

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia 1 B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia akan mengalami serangkaian tahap perkembangan di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia adalah tahap remaja. Tahap

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI KERJA DENGAN PERSONAL RESPONSIBILITY KARYAWAN LEMBAGA PENDIDIKAN PERKEBUNAN YOGYAKARTA

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI KERJA DENGAN PERSONAL RESPONSIBILITY KARYAWAN LEMBAGA PENDIDIKAN PERKEBUNAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI KERJA DENGAN PERSONAL RESPONSIBILITY KARYAWAN LEMBAGA PENDIDIKAN PERKEBUNAN YOGYAKARTA DISUSUN OLEH SUGESTI HANUNG ANDITYA SUS BUDIHARTO PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

Lebih terperinci

GAMBARAN INTENSI MELAKUKAN OBSESSIVE CORBUZIER S DIET (OCD) PADA MAHASISWA

GAMBARAN INTENSI MELAKUKAN OBSESSIVE CORBUZIER S DIET (OCD) PADA MAHASISWA GAMBARAN INTENSI MELAKUKAN OBSESSIVE CORBUZIER S DIET (OCD) PADA MAHASISWA Studi Deskriptif Mengenai Intensi untuk Melakukan Diet OCD Pada Mahasiswa Universitas Padjadjaran dilihat dari Attitude Toward

Lebih terperinci

Hubungan Antara Kematangan Emosi Dan Kepercayaan Diri Dengan Penyesuaian Diri Pada Remaja Awal Di SMK PGRI 3 KEDIRI

Hubungan Antara Kematangan Emosi Dan Kepercayaan Diri Dengan Penyesuaian Diri Pada Remaja Awal Di SMK PGRI 3 KEDIRI Hubungan Antara Kematangan Emosi Dan Kepercayaan Diri Dengan Penyesuaian Diri Pada Remaja Awal Di SMK PGRI 3 KEDIRI Oleh: Hanggara Budi Utomo Dosen FKIP Universitas Nusantara PGRI Kediri Abstrak Seringkali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan, belum ada seorang manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (www.wikipedia.com).

Lebih terperinci

Jurnal SPIRITS, Vol.6, No.1, November ISSN:

Jurnal SPIRITS, Vol.6, No.1, November ISSN: MOTIVASI MEMBELI PRODUK PEMUTIH WAJAH PADA REMAJA PEREMPUAN Maria Sriyani Langoday Flora Grace Putrianti, S.Psi., M.Si Abstract The purpose of this study is to determine the relationship of self-concept

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Idealnya, di dalam sebuah keluarga yang lengkap haruslah ada ayah, ibu dan juga anak. Namun, pada kenyataannya, saat ini banyak sekali orang tua yang menjadi orangtua

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka 1. Pengertian Fear of Succeess Walsh (dalam Adibah, 2009) menyatakan bahwa fear of success adalah suatu disposisi laten dari kepribadian wanita yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KENAKALAN REMAJA. NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KENAKALAN REMAJA. NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KENAKALAN REMAJA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Derajat Sarjana S-1 Psikologi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PRESENTASI DIRI DENGAN KESEPIAN PADA REMAJA DI SMA TARUNA NUSANTARA

HUBUNGAN ANTARA PRESENTASI DIRI DENGAN KESEPIAN PADA REMAJA DI SMA TARUNA NUSANTARA HUBUNGAN ANTARA PRESENTASI DIRI DENGAN KESEPIAN PADA REMAJA DI SMA TARUNA NUSANTARA Dwini Aisha Royyana, Nailul Fauziah Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro, Jl. Prof. Soedarto, SH, Kampus Undip

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI SIKAP REMAJA TERHADAP PENYALAHGUNAAN OBAT DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI

NASKAH PUBLIKASI SIKAP REMAJA TERHADAP PENYALAHGUNAAN OBAT DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI NASKAH PUBLIKASI SIKAP REMAJA TERHADAP PENYALAHGUNAAN OBAT DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI Oleh : SYAIFUL ANWAR PRASETYO YULIANTI DWI ASTUTI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini peneliti akan membahas mengenai metode penelitian yang terdiri dari subjek penelitian, metode dan desain penelitian. Selain itu, akan dijelaskan pula mengenai definisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan mengalami masa transisi peran sosial, individu dewasa awal akan menindaklanjuti hubungan dengan

Lebih terperinci