PERANAN SUTAN SJAHRIR DALAM PEMERINTAHAN INDONESIA ( )

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERANAN SUTAN SJAHRIR DALAM PEMERINTAHAN INDONESIA ( )"

Transkripsi

1 PERANAN SUTAN SJAHRIR DALAM PEMERINTAHAN INDONESIA ( ) Bernarda Prihartanti Abstract This research aims to describe and analyze the background of Sutan Sjahrir s life, his participation in , and the challenges that he faced when he held the power. This research was arranged based on the method of history research which used historical, sociological, psychological, and political approach. The process of writing is a descriptive analysis. The result shows that Sutan Sjahrir is a nationalist, who is moderat, democrative, and social. He has the quality to be the leader that is supported by wide intellectual experiences. He is a statesman and politician who serves and struggles for the Indonesia sovereignty. The participation that has been done by Sutan Sjahrir in Indonesian government is as a leader of KNIP, and as a prime minister for at least four years. The politic diplomacy is the politic line which he conducted to struggle for the existence of Indonesian Republic that has just been liberated. When he was a prime minister, Sjahrir faced many difficult challenges from his opposition sides. A. Pengantar Kemerdekaan yang telah diperoleh oleh bangsa Indonesia bukan sebagai pemberian dari penjajah, akan tetapi sebagai hasil dari perjuangan panjang dan berat yang telah dilalui dalam kurun waktu yang cukup lama. Proklamasi 17 Agustus 1945 bukanlah hasil akhir dari perjuangan itu, akan tetapi awal perjuangan baru dalam membangun tatanan berbangsa dan bernegara. Untuk mempertahankan kemerdekaan dan megupayakan kedaulatan dilakukan perjuangan fisik dan non fisik. Perjuangan fisik dilakukan dengan jalan menggunakan senjata atau perang untuk menghadapi kekuasaan asing. Perjuangan non fisik atau diplomasi dilakukan melalui perundingan-perundingan dengan pihak penjajah. Jalan perang maupun diplomasi telah memberikan hasil, yaitu kemerdekaan sejati yang berarti bahwa bangsa Indonesia terlepas dari penjajahan dan berhak menentukan nasibnya sendiri. Sebagai negara yang baru berdiri, Indonesia harus memiliki pemerintah yang kuat dan dapat diakui baik di dalam maupun di luar negeri. Pemerintahan awal yang dibentuk oleh Soekarno ialah pemerintahan dengan sistem Kabinet-Presidensial. Ternyata sistem pemerintahan ini memiliki kelemahan. Indonesia dianggap sebagai negara fasis buatan Jepang, sehingga sulit memperoleh pengakuan dari pihak sekutu dan Belanda. Selain itu, Presiden Soekarno memiliki citra yang kurang baik di luar negeri karena ia dicap sebagai kolaborator Jepang. Untuk mengatasi hal tersebut, maka dikeluarkanlah Maklumat Negara RI No.X Bernarda Prihartanti, S.Pd., adalah Alumni Program Studi Pendidikan Sejarah, FKIP-Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Tahun 2010.

2 tahun Maklumat ini berisi tentang perubahan KNIP menjadi badan legislatif dan mempunyai hak ikut menetapkan garis-garis besar haluan negara. Untuk melaksanakan maklumat tersebut dibutuhkan seorang pemimpin yang berjiwa revolusioner (Soebadio, 1987: 63-64), dan untuk itu ditunjuklah Sjahrir tokoh yang bersih dari pengaruh Jepang dan memiliki tempat istimewa di kalangan pemuda Indonesia. Kabinet presidensial Sukarno kemudian diganti oleh kabinet parlementer, dan Sjahrir diangkat sebagai Perdana Menteri Indonesia yang pertama (Raliby, 1953: 94). Kabinet Parlementer ini merupakan perwujudan perjuangan demokrasi melawan fasisme, sehingga diharapkan Republik Indonesia akan memiliki kedudukan yang kuat karena pemerintahannya dipimpin oleh seorang pejuang demokrasi yang bebas dari fasisme. Ketenaran dwitunggal Soekarno-Hatta dalam memimpin revolusi Indonesia, seringkali membuat orang melupakan sosok Sjahrir yang berada di belakang kedua tokoh tersebut. Padahal ia merupakan salah satu tokoh sentral dalam perjuangan menegakkan kemerdekaan Negara Indonesia. Dia memilih cara elegan dalam menghalau penjajah, yakni melalui diplomasi, cara yang pada masa itu ditentang oleh tokoh revolusi lainnya yang lebih mengutamakan perjuangan fisik. Banyak pihak yang menganggap jalan yang dipilih Sjahrir terlalu jauh memberi konsesi pada pihak Belanda. Persetujuan Linggarjati sering dianggap sebagai salah satu kegagalan Sjahrir dalam mempertahankan kedaulatan negara Indonesia. Sjahrir sering disalahkan karena perundingan ini dianggap merugikan pihak republik. Akan tetapi, sebenarnya persetujuan Linggarjati telah menjadi batu loncatan bagi negara Indonesia untuk mencapai kemerdekaan. Kemenangan dari perjanjian ini adalah internasionalisasi masalah Indonesia (Tempo, 2009: 19). Dalam persetujuan Linggarjati, Republik Indonesia untuk pertama kalinya diakui secara de facto, sehingga hal ini merupakan alasan bagi beberapa negara untuk mengakui keberadaan Indonesia. Maklumat No X, oleh sebagian orang dianggap sebagai usaha kudeta halus untuk menyingkirkan kekuasaan Presiden Soekarno. Kelompok yang berseberangan menilai apa yang dilakukan kelompok pemuda dan Sjahrir adalah demi memperoleh kekuasaan. Akan tetapi, sejarah memperlihatkan bahwa Sjahrir mampu menentukan posisi Indonesia di mata dunia internasional dan meyakinkan Sekutu bahwa Republik Indonesia bukan buatan Jepang. Pada dasarnya keberadaan Sjahrir bukan sebagai pengganti, akan tetapi sebagai pelengkap paling tepat dan vital bagi Soekarno-Hatta. Pimpinan revolusi kemerdekaan Indonesiapun ada dalam tangan ketiga pimpinan yang saling mendukung dan sering disebut triumvirat de facto, Soekarno-Hatta- Sjahrir (Loebis, 1992: ). Tulisan ini ingin melihat kembali peran yang pernah dimainkan oleh Sjahrir dan sumbangannya bagi negara Indonesia pada masa revolusi. Sjahrir adalah seorang revolusioner yang terlalu moderat dalam zamannya, sehingga ia banyak ditentang oleh tokoh lainnya yang lebih menekankan perjuangan fisik sebagai jalan penyelesaian revolusi. Padahal perjuangan diplomasi dan perang merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi.

3 B. Latar Belakang Kehidupan Sutan Sjahrir Sutan Sjahrir berasal dari keluarga Minangkabau yang cukup terpandang dan disegani di Koto Gedang, Sumatera Barat. Kakek dan ayahnya merupakan jaksa yang bekerja bagi pemerintah Hindia Belanda. Dalam tubuh Sutan Sjahrir juga mengalir darah bangsawan Mandailing Natal, Ibunya merupakan keturunan langsung dari Tuanku Besar Sintan dari Natal (Mrazek, 1996: 4-5). Jadi sejak kecil Sjahrir telah menikmati kemapanan ekonomi dan kehidupan keluarga yang modern. Sutan Sjahrir memperoleh pendidikan modern dan bergengsi, ia melewati pendidikan dasarnya di ELS (Europeesche Lagere School), kemudian melanjutkan ke MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs), dan AMS (Algemeene Middelbare School) di Bandung (Mrazek, 1996: 37). Pada umumnya sekolah ini didirikan bagi anak-anak keturunan Belanda dan Timur Asing, akan tetapi juga diperbolehkan bagi anak-anak pribumi yang berasal dari keluarga bangsawan dan pegawai-pegawai tinggi pemerintah Hindia Belanda. Sjahrir dapat menikmati pendidikan di sekolah-sekolah tersebut karena ia berasal dari keluarga yang mampu dan terpandang. Pendidikan Barat yang diperoleh Sjahrir tidak hanya diperoleh di Hindia, setamat AMS ia melanjutkan studi ke Fakultas Hukum, Universitas Amsterdam. Di negeri Belanda, Sjahrir menjalani kehidupan yang berbeda dengan di Hindia. Kehidupan di negeri Belanda memperkenalkan Sjahrir pada kehidupan yang bebas. Ia tertarik pada sosialisme, terlibat dalam Perkumpulan Mahasiswa Sosial Demokrat Amsterdam, dan banyak membaca buku-buku mengenai sosialisme. Selain itu, ia juga melibatkan diri dalam gerakan Sarekat Buruh dan bekerja pada Sekretariat Federasi Buruh Transport Internasional (Mrazek, 1996: 92). Selain melibatkan diri dalam perkumpulan mahasiswa sosialis, Sjahrir juga aktif dalam Perhimpunan Indonesia (PI) yang ketika itu dipimpin oleh Mohammad Hatta. Dalam PI kegiatan politik Sjahrir segera diperhitungkan. Ketika PI dikuasai oleh orangorang berideologi komunis, ia tetap setia bersama Hatta untuk menentang hal tersebut. Kegiatan politik Sjahrir semakin menonjol ketika ia bersama Hatta mendirikan sebuah partai baru, yakni PNI-Baru (Pendidikan Nasional Indonesia). Dalam Kongres I di Bandung pada bulan Juni 1932 Sjahrir terpilih sebagai ketua Pimpinan Umum PNI- Baru (Syahbudin, 1987: 22-23). Pimpinan Sjahrir ditandai oleh pengarahan konsolidasi ke dalam untuk menumbuhkan kematangan politik dan jiwa kritis. Tidak lama setelah itu, Hatta kembali ke Hindia dan kepemimpinan PNI-Baru diserahkan kepadanya. Sjahrir bermaksud kembali ke Belanda untuk melanjutkan studinya. Namun belum sempat ia meninggalkan Hindia, para pemimpin PNI-Baru ditangkap oleh pemerintah Hindia Belanda. Kegiatan-kegiatan PNI-Baru dianggap berbahaya karena melakukan propaganda melalui tulisan-tulisan yang dimuat dalam majalah Daulat Rakjat (Hatta, 1978: 319). Sjahrir juga ditangkap dan dipenjarakan di Cipinang selama beberapa bulan. Pada tanggal 16 November 1934, Pemerintah Hindia Belanda memutuskan untuk mengasingkan Sjahrir bersama pimpinan PNI-Baru lainnya ke Boven Digoel. Sjahrir menjalani masa pembuangan selama setahun di Boven Digoel, kemudian dipindahkan ke Banda Neira sampai pecahnya Perang Pasifik, dan pada Februari 1942 dipindahkan ke Sukabumi (Salam, 1990: 20). Selama berada di pengasingan, Sjahrir terus mengikuti

4 perkembangan dunia luar melalui surat-surat kabar yang diterbitkan di Jawa dan di negeri Belanda. Waktunya ia habiskan dengan membaca dan belajar mengenai ekonomi, politik, serta budaya. Ketika Hindia-Belanda dikuasai oleh Jepang, Soekarno dan Hatta menjalin kerja sama dengan Jepang, sementara itu Sjahrir membangun jaringan gerakan bawah tanah anti-fasis. Sjahrir memiliki keyakinan bahwa Jepang tidak akan memenangkan perang dan meyakinkan kaum pergerakan untuk menyiapkan diri merebut kemerdekaan di saat yang tepat. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan Sjahrir selama zaman pendudukan Jepang merupakan kegiatan beresiko tinggi. Apabila ketahuan dipastikan akan memperoleh hukuman yang berat oleh pemerintah pendudukan Jepang. Dengan kekalahan Jepang, Sjahrir melihat ada kesempatan untuk segera memproklamasikan kemerdekaan. Ia segera menghubungi Soekarno dan Hatta yang belum mengetahui berita tersebut, namun kedua pemimpin ini merespon negatif. Sikap Soekarno dan Hatta mengecewakan Sjahrir, sebab sikap itu berisiko kemerdekaan RI dinilai sebagai hadiah Jepang. Pendirian dan sikap yang ditunjukkan Sjahrir pada zaman pendudukan Jepang ini, secara tidak langsung memberikan efek politis praktis. Kehadirannya dalam pemerintahan nanti akan mampu melepaskan Indonesia dari tuduhan Belanda dan Sekutu sebagai negara buatan Jepang, karena ia bebas dari cap kolaborator seperti yang dituduhkan pada Soekarno-Hatta. C. Arti Penting Sjahrir pada Awal Kemerdekaan Pemerintah Republik Indonesia awal memiliki banyak kelemahan, sehingga menimbulkan ketidakpuasan terutama bagi pemuda. Buruknya hubungan pemerintah pusat dan daerah, kedatangan Sekutu, peleburan badan-badan peperangan, pengumpulan kembali orang Jepang, penyesuaian tugas pegawai, buruknya sarana transportasi, dan kemunduran ekonomi menjadi penghalang pemerintah untuk menjalankan fungsinya dengan baik. Pengambil-alihan kantor-kantor dan perusahaan di daerah-daerah tidak dapat dikontrol oleh pemerintah pusat, begitu pula dalam hal penyediaan dan pengawasan penggunaan uang. Ketidakpuasan ini menimbulkan ide untuk mengganti Kabinet Soekarno-Hatta dengan kabinet baru yang lebih tegas dan berani. (Moedjanto, 1988: ). Kelemahan pemerintah pusat ke dalam tidak diimbangi dengan kekuatan ke luar. Kabinet presidensial dinilai oleh Sekutu sebagai kabinet berbau fasis, karena para menterinya pernah bekerjasama dengan Jepang (Algadri, 1991: 92). Kondisi ini membuat Sekutu sulit untuk mengakui Republik Indonesia karena dianggap sebagai negara buatan Jepang dan berada di bawah kendali Jepang. Untuk menyelamatkan Republik dari cap negara buatan Jepang dan segera memperoleh pengakuan internasional, dicari tokoh pemimpin yang antifasis. Hal ini dilakukan untuk mewujudkan desakan-desakan yang menginginkan agar Pemerintah RI lebih mencerminkan semangat kemerdekaan dan demokrasi. Di antara orang-orang Indonesia banyak yang anti Jepang. Kekerasan dan kekejaman yang dilakukan oleh tentara Jepang hampir-hampir menguras habis simpati bangsa Indonesia. Salah satu tokoh anti Jepang adalah Sutan Sjahrir, tokoh antifasis yang terkenal dengan jaringan bawah tanahnya pada masa pendudukan Jepang.

5 Sjahrir dapat menghilangkan ketidakpuasan pemuda, ia dianggap sebagai orang yang tepat untuk mengatasi masalah dalam masa revolusi. Ia mempunyai hubungan yang baik dengan politisi tua, dan dikenal sebagai nasionalis intelektual dan ex Digulis. Di kalangan pemuda, peranannya selama pendudukan Jepang sangat dihargai, dan umurnya yang baru 36 tahun lebih dekat dengan pemuda (Moedjanto, 1988: 142). D. Sjahrir sebagai Ketua KNIP Lima hari setelah kemerdekaan Indonesia, Komite Nasional Indonesia terbentuk. Kelompok pemuda mendorong agar Sjahrir menjadi Ketua Komite, namun ia menolak dengan alasan masih menanti sejauh mana Komite mencerminkan kehendak rakyat. Pada kenyataannya lembaga-lembaga negara RI belum berfungsi dengan baik, begitu pula dengan KNI. Lembaga tersebut masih baru dan para pejuang lebih banyak menunggu instruksi daripada mempunyai inisiatif sendiri (Djoeir, 1997: 93-94). Pada tanggal 7 Oktober 1945, 40 anggota KNIP menandatangani petisi yang berisi tuntutan agar Komite Nasional menjadi badan legislatif, bukan pembantu presiden. Selain itu, menteri kabinet harus bertanggungjawab kepada dewan, bukan kepada presiden. Selanjutnya, para pemuda mendesak agar Sjahrir bersedia menjadi ketua Komite. Pada tanggal 16 Oktober 1945, Komite Nasional mengadakan rapat dan Sjahrir diangkat sebagai ketua (Sjahrir, 1990: 280). Naiknya Sjahrir sebagai ketua KNIP segera membawa angin segar ke dalam KNI dan Pemerintah (eksekutif) yang lebih mencerminkan aspirasi rakyat. Langkah-langkah yang diambil Sjahrir sebagai Ketua KNIP ialah sebagai berikut: Pertama, mengubah KNIP menjadi badan legislatif. Sidang KNIP pada tanggal 16 Oktober membuahkan hasil dengan disetujuinya usul Sjahrir, kemudian dikeluarkan Maklumat Wakil Presiden No. X. Isi pokok dari maklumat tersebut ialah (Soebadio, 1987: 63): 1. Sebelum MPR-DPR terbentuk, KNIP diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan garis-garis besar haluan negara. 2. Berhubung dengan keadaan yang sedang genting, banyak anggota KNIP diperlukan di daerah-daerah, maka pekerjaan sehari-hari KNIP dijalankan oleh sebuah Badan Pekerja (BP). Perubahan status KNIP dapat memperkokoh kedudukan RI dalam menghadapi pihak asing yang menganut paham demokrasi, karena RI dapat dicap sebagai negara fasis buatan Jepang apabila kekuasaan Presiden terlalu besar. Usaha kedua yang dilakukan Sjahrir ialah mendirikan partai-partai politik. Dengan perubahan status KNIP, maka RI menjadi sebuah negara yang mengikuti pola parlemen Eropa Barat. Konsekuensinya, suara rakyat harus disalurkan melalui organisasi politik. Sebagai dasar hukum digunakan Aturan Tambahan ayat 1 UUD 1945, yang menetapkan bahwa: Dalam enam bulan sesudah akhir peperangan Asia Timur Raya, Presiden Indonesia mengatur dan menyelenggarakan segala hal yang ditetapkan dalam Undang-undang Dasar ini. (Moedjanto, 1988: 143). Artinya bahwa 6 bulan sesudah perang selesai di Indonesia harus diselenggarakan suatu pemilihan untuk anggota MPR-DPR. Sjahrir menjelaskan bahwa pemilihan itu akan bersifat demokratis, dan oleh karena itu keikutsertaan partai-partai politik merupakan hal yang utama.

6 Sjahrir berhasil memperoleh persetujuan BPKNIP untuk mengeluarkan Maklumat Pendirian Partai-partai (Raliby, 1953: 529). Maklumat ini disetujui oleh Soekarno-Hatta, dan pada tanggal 3 November 1945 Wakil Presiden Moh. Hatta mengesahkannya. Pendirian partai-partai politik dapat menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara demokrasi, suatu bentuk negara yang dikehendaki oleh dunia internasional, terutama oleh Sekutu. Dengan demikian, kesan bahwa Indonesia merupakan negara fasis buatan Jepang dapat dihilangkan. Usaha Sjahrir yang ketiga ialah menulis buku Perjuangan Kita. Buku ini merupakan sebuah diagnosa yang dirumuskan secara jernih tentang persoalan yang dihadapi Indonesia pada waktu itu dan merupakan program untuk menghadapi Belanda. Munculnya Perjuangan Kita memberi pengaruh terhadap pandangan Belanda dan Sekutu bahwa pemimpin Indonesia tidak semuanya pernah bekerjasama dengan Jepang. E. Sjahrir sebagai Perdana Menteri Pada tanggal 11 November 1945, BPKNIP mengusulkan penyesuaian sistem kabinet kepada Presiden dan Wakil Presiden (Soebadio, 1987: 97). Pada tanggal 14 November dikeluarkan Maklumat Pemerintah 14 November 1945, yang berisi disetujuinya perubahan sistem kabinet dari presidensial menjadi parlementer. Sjahrir ditunjuk sebagai formatur kabinet, dan segera membentuk Kabinet Sjahrir I (Ibid, 1987: 98). Ia dianggap sebagai orang yang tepat untuk menjadi pemimpin karena dianggap mampu menghadapi diplomasi dengan negara Barat. Kabinet Sjahrir I sebagian besar anggotanya terdiri atas tenaga pemerintahan dan tenaga ahli, bukan politisi dan merupakan orang-orang yang tidak bekerjasama dengan Jepang. Usaha-usaha Sjahrir sebagai Perdana Menteri ialah: pertama, mengadakan konsolidasi dengan pimpinan negara yakni Soekarno-Hatta. Selain itu, dalam menghadapi pergolakan di daerah-daerah ia bekerjasama dengan KNI-Daerah agar pergolakan-pergolakan itu dapat dikendalikan. Sjahrir juga menetapkan program kerja kabinet ke dalam, yang terdiri atas empat pasal (Departemen Penerangan, 1970: 4): a) Menyempurnakan susunan Pemerintah Daerah berdasarkan kedaulatan rakyat. b) Mencapai koordinasi semua tenaga rakyat dalam usaha menegakkan Negara Republik Indonesia serta pembangunan masyarakat yang berdasarkan keadilan dan perikemanusiaan. c) Berusaha memperbaiki kemakmuran rakyat. d) Berusaha mempercepat keberesan tentang hal uang Republik Indonesia. Kedua, Sjahrir menjalankan politik diplomasi untuk menghadapi Sekutu dan Belanda. Perundingan pertama diadakan pada tanggal 17 November 1945, dan menghasilkan usulan-usulan dari pihak Belanda yang intinya berisi mengenai keamanan di Indonesia. Akan tetapi akhirnya perundingan ini tidak menghasilkan apaapa, Sjahrir tidak sempat memberi jawaban atas usul-usul Belanda karena kabinetnya sedang sibuk mengadakan rapat bersama KNIP. Selain itu timbul kejengkelan dan keprihatinan di pihak Indonesia akibat insiden penembakan Mr. M. Roem oleh serdadu Belanda pada tanggal 21 November 1945 (Agung, 1995: 40-41).

7 Perundingan selanjutnya diadakan pada tanggal 10 Februari 1946, yang menghasilkan pernyataan politik pemerintah Belanda, bahwa Indonesia akan dijadikan sebagai negara persemakmuran di bawah Kerajaan Belanda (Raliby, 1953: 232). Perundingan ini juga tidak menghasilkan apa-apa, karena sebelum sempat menjawab pernyataan Belanda, Kabinet Sjahrir jatuh akibat pertentangan oleh pihak oposisi di dalam negeri. Sjahrir sebagai Perdana Menteri untuk yang Kedua kalinya. Sjahrir ditunjuk kembali untuk membentuk kabinet baru setelah pihak oposisi, yaitu Persatuan Perjuangan, tidak mampu membentuk kabinet baru. KNIP yang masih berada dalam masa sidang segera menyetujui tindakan ini, dan akhirnya Kabinet Sjahrir II dilantik pada tanggal 12 Maret 1946 (Departemen Penerangan, 1970: 5). Dalam kabinetnya yang kedua, Sjahrir tetap melanjutkan perundingan sebagai usaha untuk mempertahankan kemerdekaan RI. Setelah kabinet baru terbentuk, Sjahrir menyusun usul balasan kepada van Mook, meminta Belanda untuk mengakui kedaulatan penuh Republik Indonesia dengan wilayah bekas Hindia Belanda dan tidak berbentuk sebagai negara persemakmuran seperti yang diusulkan sebelumnya. Pihak Belanda menolak menerima usul tersebut, van Mook mengusulkan pembentukan negara Indonesia yang berbentuk federasi dalam suatu Uni dengan Belanda. Pada tanggal 27 Maret 1946, Sjahrir memberikan jawaban dengan isi pokok supaya pemerintah Belanda mengakui kedaulatan de facto RI atas Jawa dan Sumatera, selain itu ia juga menyetujui pembentukan RIS yang berada dalam ikatan Kerajaan Belanda. Usul balasan tersebut, mampu memberi pendekatan antara Indonesia dan Belanda. Selanjutnya Sjahrir menyusun rancangan perundingan yang lebih tinggi tingkatannya. Pada tanggal 14 sampai 24 April 1946 diadakan Perundingan Hoge Veluwe di Negeri Belanda (Basuki, 1999: 217). Perundingan ini mengalami kegagalan, karena pihak Belanda menolak hasil perundingan Sjahrir dan van Mook sebelumnya. Pihak Belanda hanya bersedia memberikan pengakuan de facto kedaulatan RI atas Jawa dan Madura saja, dan itupun dikurangi oleh daerah-daerah yang dikuasai oleh pasukan Sekutu. Sementara itu RI harus menjadi bagian dari Kerajaan Belanda. Meskipun demikian, perundingan ini merupakan tahapan dalam peletakan dasar untuk perundingan selanjutnya. Pada tanggal 2 Mei 1946 van Mook kembali membawa usul pemerintahannya. Usulan tersebut berisi pengakuan Belanda terhadap Republik Indonesia yang berbentuk Serikat, serta merupakan bagian dari Kerajaan Belanda. Selain itu, Pemerintah Belanda mengakui de facto kekuasaan RI atas Jawa, Madura, dan Sumatera, dikurangi dengan daerah-daerah yang diduduki oleh tentara Inggris dan Belanda (Notosusanto, 1993: 127). Usul Belanda tidak diterima oleh Sjahrir, karena tidak mengandung sesuatu yang baru. Di dalam negeri, posisi Sjahrir semakin sulit akibat serangan pihak oposisi yang semakin kuat. Puncak tindakan oposisi ialah penculikan terhadap Sjahrir beserta rombongannya pada 28 Juni 1946 di Solo (Loebis, 1992: 161). Presiden Soekarno menyatakan keadaan darurat dan mengambil alih pemerintahan, serta mendesak pihak oposisi agar segera membebaskan Sjahrir beserta pejabat lainnya. Dengan pengambilalihan pemerintahan oleh Presiden Soekarno tersebut, maka berakhirlah Kabinet Sjahrir II (Kahin, 1995: 238).

8 Sjahrir sebagai Perdana Menteri untuk yang Ketiga kalinya. Setelah masalah penculikan selesai, Presiden Soekarno kembali menunjuk Sjahrir sebagai Perdana Menteri dan untuk segera membentuk kabinet baru. Sesudah kabinetnya dilantik, Sjahrir melanjutkan kembali perundingan dengan pihak Belanda. Pada tanggal 7 Oktober 1946 diadakan perundingan atas dasar program politik pemerintah yang menekankan pada perundingan atas dasar pengakuan merdeka 100%, dan persiapan rakyat serta negara dalam bidang politik, militer, ekonomi, dan sosial untuk mempertahankan RI. Perundingan ini menghasilkan usul-usul dari pihak Belanda yang tidak dapat diterima oleh Sjahrir. Belanda menginginkan agar Indonesia menjadi negara bagian dari Kerajaan Belanda. Perundingan selanjutnya diadakan di Linggarjati, pada tanggal 15 November 1946; delegasi Indonesia dipimpin oleh Sutan Sjahrir dan delegasi Belanda dipimpin oleh Prof. Schermerhorn. Perundingan ini menghasilkan persetujuan antara Indonesia dan Belanda dengan 17 pasal ketentuan. Isi yang paling penting ialah diakuinya Indonesia secara de facto atas Jawa, Madura dan Sumatera, serta pembentukan Negara Indonesia Serikat. Setelah Belanda memberikan pengakuan kekuasaan de facto RI atas Jawa, Madura, dan Sumatera, negara-negara lain kemudian mengikutinya, seperti Inggris, AS, Mesir, Libanon, Suria, Afganistan, Burma, Saudi Arabia, Yaman, Rusia, serta India dan Pakistan (Tobing, 1986: 2-10). Banyak pihak menganggap Sjahrir terlalu banyak memberi konsesi pada Belanda dan banyak ketidakjelasan dalam Persetujuan yang dapat menimbulkan perbedaan tafsiran. Sjahrir mengalami kesulitan berhubungan dengan pihak Belanda, sehingga banyak yang menarik dukungan terhadapnya, termasuk partainya sendiri, yaitu Partai Sosialis. Akibat banyaknya penentangan kebijakan Sjahrir, maka ia kemudian mengundurkan diri pada tanggal 27 Juni 1947 (Kahin, 1995: ). Apabila dilihat lebih lanjut, Persetujuan Linggarjati memiliki kelebihan, Sjahrir mencantumkan pasal mengenai arbitrase yang memungkinkan untuk meningkatkan masalah Indonesia menjadi masalah internasional apabila terjadi pelanggaran. Hal ini terbukti ketika Belanda melancarkan agresi militernya yang pertama, karena adanya pasal mengenai arbitrase maka masalah Indonesia dapat diajukan ke badan internasional (PBB). Pada 4 Agustus 1947, Dewan Keamanan PBB menyetujui resolusi Australia untuk penyelesai pertikaian Indonesia-Belanda (Deplu, 2004: 582). Pada 14 Agustus 1947, Sjahrir memimpin delegasi Indonesia ke sidang Dewan Keamanan PBB (Salam,1990: 52-53). Dalam sidang ini Sjahrir diberi kesempatan berpidato dan momen ini membuat Indonesia mulai dikenal oleh dunia internasional. Sejak saat itu pertikaian Indonesia-Belanda tidak pernah luput dari perhatian PBB. F. Tantangan-tantangan yang dihadapi Sjahrir Oposisi Persatuan Perjuangan. Selama menjabat sebagai perdana menteri, Sjahrir mendapat tantangan-tantangan dari dalam negeri. Tantangan pertama berasal dari pihak oposisi yang tergabung dalam Persatuan Perjuangan (PP) yang dipimpin oleh Tan Malaka. Organisasi ini merupakan gabungan dari berbagai organisasi masyarakat, badan-badan perjuangan, dan kelompok-kelompok sosial lainnya yang menentang kebijakan Sjahrir dan kabinetnya, terutama dalam hal diplomasi.

9 Persatuan Perjuangan menginginkan Indonesia merdeka 100%, dan lebih mengutamakan perlawanan fisik terhadap Belanda dan sekutu, hal ini sesuai dengan Minimum Program yang dicetuskan oleh Tan Malaka, yaitu (Anderson, 1988: ): 1) Berunding atas pengakuan kemerdekaan 100%. 2) Pemerintahan rakyat (artinya haluan pemerintah sesuai dengan kehendak rakyat). 3) Tentara rakyat (artinya haluan Tentara sesuai dengan kehendak rakyat). 4) Melucuti senjata Jepang. 5) Mengurus tawanan bangsa Eropa. 6) Menyita perkebunan musuh dan menyelenggarakannya. 7) Menyita dan menyelenggarakan perindustrian (pabrik, bengkel, tambang, dll) milik musuh. Kehadiran Tan Malaka serta Minimum Programnya memiliki daya tarik tersendiri bagi orang-orang dan organisasi yang pada saat itu tidak puas terhadap kinerja Sjahrir dan kabinetnya. Sejak terbentuknya Persatuan Perjuangan, wibawa Sjahrir dan kabinetnya semakin menurun dan mengalami kesulitan-kesulitan baik dalam bidang politik maupun militer. Perundingan-perundingan yang dilakukan tidak membuahkan hasil maksimal. Di kalangan partai pendukung kabinet juga terdapat ketidakpuasan. Pemuda menyerang Kabinet Sjahrir dan menuduh sejumlah menteri dicap berbau Belanda, akibatnya pada bulan Desember 1945 kabinet terpaksa direshuffle (Moedjanto, 1988: 153). Selain itu pemindahan ibukota ke Yogyakarta pada tanggal 4 Januari 1946 juga menimbulkan masalah sendiri (Anderson, 1988: 331). Untuk mengatasi masalah, pemerintah berusaha mendekati Persatuan Perjuangan, akan tetapi mereka tidak bersedia menerima selama pemerintah masih menjalankan politik lunak (diplomasi). Pimpinan Masyumi menyatakan kepada Presiden bahwa kepercayaan kepada Kabinet Sjahrir hilang, akibat tidak adanya tindakan dari kabinet ketika terjadi serangan pasukan Inggris di Tangerang, Jakarta, Bogor, dll. Pada tanggal 10 Februari pemerintah mengumumkan usul-usul Belanda, hal ini membuat ketegangan semakin bertambah. Dalam sidang tanggal Februari 1946, Masyumi meminta agar dibentuk kabinet baru yang sungguh-sungguh bercorak nasional. Hal serupa diikuti oleh PNI dan PKI. Selanjutnya BPKNIP mengadakan sidang istimewa pada tanggal 16 Februari, dan menghasilkan resolusi yang intinya berisi desakan kepada Presiden agar merombak susunan kabinet dan mereorganisasi KNIP. Sjahrir menyadari bahwa resolusi BPKNIP tersebut menginginkan agar ia mengundurkan diri. Pada tanggal 23 Februari ia mengajukan surat pengunduran diri dan disetujui oleh Presiden Soekarno pada tanggal 28 Februari (Moedjanto, 1988: 156). Setelah Kabinet Sjahrir I jatuh, Sjahrir ditunjuk kembali sebagai Perdana Menteri. Pada waktu ini, kekuatan Persatuan Perjuangan sudah berkurang karena banyak organisasi yang keluar. Program kerja Kabinet Sjahrir II dianggap cukup progresif dan tidak jauh berbeda dengan Minimum Program. Pada bulan Maret terjadi penangkapanpenangkapan terhadap para pimpinan Persatuan Perjuangan, yang semakin memperlemah kekuatan organisasi tersebut. Anggota Persatuan Perjuangan yang masih

10 tersisa memutuskan untuk membubarkan diri dan membentuk organisasi baru, yakni Konsentrasi Nasional (Nasution, 1977: 105). Namun organisasi ini tidak dapat bertahan lama karena tidak memiliki kekuatan seperti Persatuan Perjuangan dulu. Pertentangan dengan militer. Pernyataan Sjahrir mengenai kolaborator Jepang yang ditulisnya dalam buku Perjuangan Kita merupakan awal pertentangan Sudirman terhadap Sjahrir. Sudirman tersinggung karena pasukan Pembela Tanah Air (PETA) yang dipimpinnya merupakan bentukan Jepang (Malik, 1978: 155). Jenderal Sudirman kemudian bergabung bersama oposisi Persatuan Perjuangan dan menyatakan pertentangannya terhadap kebijakan Sjahrir. Garis politik Persatuan Perjuangan yang keras lebih menarik perhatiannya daripada diplomasi yang diperjuangkan oleh Sjahrir. Pertentangan dengan anggota militer lainnya bermula dari pembagian jabatan dalam divisi-divisi oleh Kabinet Sjahrir. Mayjen Sudarsono menolak pengangkatan Letkol Sarbini sebagai Kepala Stafnya. Kolonel Sutarto menolak kebijakan Menteri Pertahanan mengangkat Mayjen Sudiro sebagai komandan divisi IV (Nasution, 1977: ). Penolakan tersebut berlatar belakang politis, keduanya ingin mempertahankan jabatan masing-masing. Hal ini menyebabkan mereka mendekati oposisi dan bergabung untuk menentang kebijakan Sjahrir. Puncak kekesalan pihak oposisi terhadap kebijakan Sjahrir ialah terjadinya penculikan Sjahrir dan rombongan di Solo pada 25 Juni 1946, yang melibatkan beberapa perwira militer. Akibat dari peristiwa tadi pemerintahan diambil alih oleh Presiden dan Kabinet Sjahrir yang kedua berakhir. Untuk membersihkan nama militer, Jenderal Sudirman memberi pernyataan bahwa anggota militer yang terlibat penculikan terlepas dari perintah Markas Besar dan setelah itu ia berbalik mendukung pemerintah. Setelah masalah penculikan selesai, Presiden Soekarno kembali menunjuk Sjahrir untuk membentuk kabinetnya yang ketiga dan melanjutkan diplomasi. Masalah Persetujuan Linggarjati. Perundingan Linggarjati yang dilakukan Sjahrir dengan Belanda, menghasilkan persetujuan. Namun, tercapainya persetujuan tidak berarti bahwa persetujuan dapat langsung dilaksanakan. Persetujuan dapat dilaksanakan apabila mendapat ratifikasi dari parlemen masing-masing. Proses ratifikasi menyita waktu sekitar satu setengah bulan, persetujuan yang telah dicapai oleh Sjahrir dianggap terlalu menguntungkan Belanda dan tidak sesuai dengan tuntutan perjuangan bangsa Indonesia yang menghendaki kemerdekaan 100% (Kahin, 1995: 250). Golongan oposisi penentang Persetujuan Linggarjati membentuk koalisi dengan nama Benteng Republik Indonesia (BRI). Sebaliknya, pendukung Persetujuan Linggarjati tergabung dalam fraksi Sayap Kiri (Departemen Luar Negeri, 2004: ). Perwakilan partai-partai penentang Persetujuan Linggarjati dalam KNIP mempunyai jumlah yang lebih besar, mungkin sekali persetujuan itu tidak mendapat dukungan dari KNIP. Oleh karena itu, Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta terpaksa turun tangan untuk menyelesaikan masalah. Pada 29 Desember 1946, Presiden Soekarno mengeluarkan Peraturan Presiden No. 6 tentang perubahan keanggotaan KNIP dari 200 menjadi 514 orang. Hal ini menimbulkan perdebatan sengit dalam sidang KNIP, Masyumi dan PNI menganggap Peraturan Presiden tersebut akan menguntungkan pihak tertentu. Untuk menyelesaikan masalah, Wakil Presiden menyatakan akan mengundurkan diri apabila peraturan

11 tersebut tidak dilaksanakan. Partai-partai yang menentang Persetujuan Linggarjati akhirnya mengalah karena tidak ada pemimpin lain yang lebih baik daripada Soekarno- Hatta dan tanggal 28 Februari 1947 anggota baru KNIP dilantik.. Sidang KNIP ditutup dengan memberikan kepercayaan kepada Kabinet Sjahrir untuk menandatangani Persetujuan Linggarjati dan melanjutkan perundingan dengan Belanda (Deplu, 2004: ). Di Belanda, proses ratifikasi Persetujuan Linggarjati oleh parlemennya juga mengalami kesulitan. Suara pro dan kontra saling bertentangan sehingga pemerintah Belanda mengambil kebijakan untuk memberikan tafsiran-tafsiran sendiri terhadap Persetujuan Linggarjati. Kebijakan ini diambil agar dapat melunakkan suara kontra dari pihak oposisi. Parlemen Belanda memberikan persetujuannya setelah diyakini bahwa persetujuan itu bersifat sementara dan akan diadakan pengaturan lebih lanjut menyangkut hubungan Belanda-Indonesia. Persetujuan Linggarjati memiliki banyak ketidakjelasan, sehingga terjadi penafsiran yang berbeda antara Indonesia dan Belanda. Misalnya dalam hal status RI dalam hukum dan hubungan internasional. Belanda mengecam tindakan Indonesia ketika melakukan hubungan luar negeri dengan India dan negara-negara Timur Tengah. Sementara itu, RI mengeluh atas aksi-aksi separatisme Belanda, misalnya dalam pemberian bantuan kepada Partai Rakyat Pasundan yang mempelopori berdirinya Negara Pasundan. Belanda juga terus memperkuat tentaranya, padahal harus dikurangi dan segera ditarik dari wilayah RI. Ini berarti Belanda telah melakukan pelanggaran terhadap Persetujuan Linggarjati (Moedjanto, 1988: 185). Persetujuan ini mengalami kemacetan dalam pelaksanaannya sehinggga menimbulkan perang nota antara RI dan Belanda. Dalam nota-notanya, Sjahrir dinilai terlalu lemah dan memberikan banyak konsesi kepada pihak Belanda. Banyak partai menentang konsesi-konsesinya baik oposisi maupun partai pendukungnya, sehingga ia memilih untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Perdana Menteri. Mundurnya Sjahrir sebagai Perdana Menteri. Konsesi-konsesi yang dibuat oleh Sjahrir untuk menyelesaikan masalah Persetujuan Linggarjati mengurangi dukungan politik terhadapnya. Sebelum membuat usul balasan pada 20 Juni 1947 ia masih mendapat dukungan dari anggota kabinetnya. Sjahrir mengutus Abdul Majid dan Setiadjit untuk memberikan penjelasan kepada partai-partai di Yogyakarta yang menuduhnya telah bertindak terlalu jauh dalam menghadapi Belanda. Akan tetapi, penjelasan yang diberikan oleh keduanya di Yogyakarta berbeda dengan tujuan awal, di depan kabinet dan rapat golongan Sayap Kiri keduanya berbalik menentang dan menyerang Sjahrir. Keesokan harinya Amir Sjariffudin tiba di Yogyakarta, ia juga ikut menyerang Sjahrir dan konsesi-konsesinya karena melihat beberapa pemimpin tinggi Sayap Kiri termasuk Tan Ling Djie dan Wikana memihak Abdul Majid. Ketika Sjahrir tiba di Yogyakarta dan langsung menghadiri rapat dengan para pemimpin Sayap Kiri, ia diserang keras oleh Tan Ling Djie, Abdul Madjid dan Amir Sjarifuddin. Hal ini menunjukkan bahwa adanya gejala perpecahan dalam tubuh Partai Sosialis. Wakilwakil Sayap Kiri menunjukkan ketidakpercayaan kepada Sjahrir dan bergabung bersama oposisi yang dipimpin oleh PNI. Dalam kondisi yang semakin terjepit Sjahrir mengajukan pengunduran diri pada 27 Juni 1947 (Algadri, 1991: 11). Setelah Sjahrir mengajukan pengunduran dirinya, para pemimpin Sayap Kiri

12 mengubah kedudukan dan menyetujui kembali konsesi-konsesi yang dibuat oleh Sjahrir. Mereka juga menginginkan agar Sjahrir memegang kembali jabatannya sebagai perdana menteri. Presiden Soekarno juga mendesaknya agar menerima usulan tersebut, namun Sjahrir menolak. Penolakannya tersebut berlandaskan atas keyakinannya terhadap sikap Belanda yang tidak menentu dan perundingan-perundingan lebih lanjut tidak mungkin dilakukan. Selanjutnya Presiden Soekarno menyatakan pengambilalihan kekuasaan pemerintahan. Kesimpulan Sejak kecil Sjahrir telah menikmati kemapanan ekonomi dan kehidupan keluarga yang modern. Hal ini ditunjukkan oleh latar belakang kehidupan Sjahrir. Kakek dan ayahnya merupakan jaksa yang bekerja bagi pemerintah Hindia Belanda, selain itu tubuhnya juga mengalir darah bangsawan Mandailing Natal, Ibunya merupakan keturunan langsung dari Tuanku Besar Sintan dari Natal. Sjahrir juga mendapat pendidikan barat sejak dari sekolah dasar hingga ke perguruan tinggi. Latar belakang pendidikan barat ini mempermudahnya dalam berdiplomasi dengan negara-negara Barat, terutama sekutu dan Belanda. Pengalaman politiknya sebagai seorang anti-fasis pada zaman Jepang memberikan efek politik praktis, kedudukannya sebagai perdana menteri dalam pemerintahan Indonesia dapat diterima oleh sekutu dan Belanda. Sjahrir mendapat kepercayaan dari Presiden Soekarno untuk mempimpin kabinet selama tiga kali berturut-turut, meskipun dalam waktu yang relatif singkat. Hal ini disebabkan karena Soekarno merasa sejalan dengan garis politik yang dijalankan oleh Sjahrir, yakni politik diplomasi. Ia dianggap sebagai orang yang tepat untuk melakukan perundingan dengan Belanda karena ia terlepas dari cap kolaborator. Soekarno sendiri mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan Belanda, karena pihak Belanda tidak mengakuinya sebagai pemimpin dengan dalih sebagai kolaborator Jepang. Sementara itu, Soekarno menyadari pentingnya pengakuan terhadap RI dari negara-negara lain, maka kemunculan Sjahrir dalam pemerintahan merupakan hal yang sangat berarti bagi eksistensi RI. Jabatan Sjahrir sebagai perdana menteri memberikan perubahan pandangan Belanda dan sekutu terhadap para pemimpin RI. Dengan latar belakang pendidikan barat, idelogi sosial-demokrat, dan pejuang anti-fasis, Sjahrir berhasil menarik simpati dari luar negeri terutama Belanda dan sekutu. Dengan kelebihan-kelebihannya tersebut, maka ia dapat menjalankan politik diplomasi untuk memperjuangkan pengakuan internasional terhadap RI. Meskipun Sjahrir berhasil menarik simpati luar negeri, namun di dalam negeri ia kurang memperoleh dukungan dari rakyat. Hal ini dapat ditunjukkan dengan munculnya berbagai tantangan dari dalam negeri yang dihadapinya selama menjabat sbagai perdana menteri. Daftar Pustaka Agung, I.A.A.G. (1995). Persetujuan Linggarjati Prolog dan Epilog. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama-Sebelas Maret University Press. Algadri, Hamid. (1991). Suka Duka Masa Revolusi. Jakarta: UI Press.

13 Anderson, Ben. (1988). Revoloesi Pemuda: Pendudukan Jepang dan Perlawanan di Jawa Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Anwar, Rosihan.(Ed). (1980). Mengenang Sjahrir. Jakarta: PT Gramedia. Departemen Penerangan. (1970). Susunan dan Program Kabinet Republik Indonesia Jakarta: Penerbit Pradnja Paramita. Hatta, Mohammad. (1978). Memoir, Jakarta: Tintamas. Kahin, G. McTurnan. (1995). Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia. Yogyakarta: UNS Press-Pustaka Sinar Harapan. Legge, J.D. (1993). Kaum Intelektual dan Perjuangan Kemerdekaan Peranan Kelompok Sjahrir. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti. Loebis, Aboe. B. (1992). Kilas Balik Revolusi Kenangan, Pelaku, dan Saksi. Jakarta: UI Press. Malik, Adam. (1978). Mengabdi Republik Jilid II: Angkatan 45. Jakarta: Gunung Agung. Mandaralam, Syahbudin. (1987). Apa dan Siapa Sutan Syahrir. Jakarta: PT. Rosda Jayaputra. Moedjanto, G. (1988). Indonesia Abad ke-20 (I) Dari Kebangkitan Nasional sampai Linggajati. Jogjakarta: Kanisius. Moehamad, Djoeir. (1997). Memoar Seorang Sosialis. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Mrazek, Rudolf. (1996). Sjahrir Politik dan Pengasingan di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Nasution, A.H. (1977). Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia Jilid III: Diplomasi sambil Bertempur. Bandung: DISJARAH-AD & Angkasa. Panitia Penulisan Sejarah Diplomasi RI. (2004). Sejarah Diplomasi Republik Indonesia dari Masa ke Masa Periode Jakarta: Departemen Luar Negeri. Poesponegoro, M. D. & Notosusanto, Nugroho. (1993). Sejarah Nasional Indonesia VI, Jakarta: Balai Pustaka. Raliby, Osman. (1953). Documenta Historica Sejarah Dokumenter dari Pertumbuhan dan Perjuangan Negara Republik Indonesia. Jakarta: Bulan Bintang. Ricklefts, M.C. (2001). Sejarah Indonesia Modern Jakarta: Serambi. Salam, Solichin. (1990). Wajah Seorang Diplomat. Jakarta: CISR. Sastrosatomo, Soebadio. (1987). Perjuangan Revolusi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Sjahrir, Sutan. (1990). Renungan dan Perjuangan. Jakarta: Djambatan. Suwarno, Basuki. (1999). Hubungan Indonesia-Belanda Periode Jakarta: PT. Setyo Acness. Tempo Edisi Khusus. 100 tahun Sjahrir (Edisi 9-15 Maret 2009). Tobing, K.M.L. (1986). Perjuangan Politik Bangsa Indonesia Linggarjati. Jakarta: Gunung Agung. Zara, M. Yuanda. (2009). Peristiwa 3 Juli Yogyakarta: MedPress (Anggota IKAPI).

I. PENDAHULUAN. dalamnya. Untuk dapat mewujudkan cita-cita itu maka seluruh komponen yang

I. PENDAHULUAN. dalamnya. Untuk dapat mewujudkan cita-cita itu maka seluruh komponen yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan suatu negara untuk menjadi lebih baik dari aspek kehidupan merupakan cita-cita dan sekaligus harapan bagi seluruh rakyat yang bernaung di dalamnya.

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN. Pemikiran politik modern di Indonesia mulai sejak bangkitnya nasionalisme tahun

1.PENDAHULUAN. Pemikiran politik modern di Indonesia mulai sejak bangkitnya nasionalisme tahun 1 1.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemikiran politik modern di Indonesia mulai sejak bangkitnya nasionalisme tahun 1900 yang diawali dengan munculnya sekelompok mahasiswa yang membentuk perkumpulan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. pemikiran dua tokoh tersebut, tidak bisa kita lepaskan dari kehidupan masa lalunya yang

BAB V KESIMPULAN. pemikiran dua tokoh tersebut, tidak bisa kita lepaskan dari kehidupan masa lalunya yang BAB V KESIMPULAN Sutan Sjahrir dan Tan Malaka merupakan dua contoh tokoh nasional yang memberikan segenap tenaga dan pikirannya pada masa kemerdekaan. Kajian terhadap pemikiran dua tokoh tersebut, tidak

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab V, penulis memaparkan kesimpulan dan rekomendasi dari hasil penelitian secara keseluruhan yang dilakukan dengan cara studi literatur yang data-datanya diperoleh

Lebih terperinci

B A B III KEADAAN AWAL MERDEKA

B A B III KEADAAN AWAL MERDEKA B A B III KEADAAN AWAL MERDEKA A. Sidang PPKI 18 19 Agustus 1945 Proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 hanya menyatakan Indonesia sudah merdeka dalam artian tidak mengakui lagi bangsa

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR ISI DAFTAR PUSTAKA DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 BAB II ISI... 4 2.1 Pengertian Sistem Pemerintahan... 2.2 Sistem Pemerintahan Indonesia 1945 s.d.1949...

Lebih terperinci

BAB II PEMBENTUKAN KABINET HATTA I. Periode revolusi fisik tahun 1945 sampai 1950 dalam Pemerintah Republik

BAB II PEMBENTUKAN KABINET HATTA I. Periode revolusi fisik tahun 1945 sampai 1950 dalam Pemerintah Republik BAB II PEMBENTUKAN KABINET HATTA I A. Kondisi Politik Sebelum Kabinet Hatta I Periode revolusi fisik tahun 1945 sampai 1950 dalam Pemerintah Republik Indonesia identik dengan jatuh bangunnya kabinet. Menurut

Lebih terperinci

PERISTIWA YANG TERJADI PADA TAHUN A ZIZATUL MAR ATI ( )

PERISTIWA YANG TERJADI PADA TAHUN A ZIZATUL MAR ATI ( ) PERISTIWA YANG TERJADI PADA TAHUN 1945-1949 KELOMPOK 1 A ZIZATUL MAR ATI (14144600200) DEVIANA SETYANINGSIH ( 1 4144600212) NURUL FITRIA ( 1 4144600175) A JI SARASWANTO ( 14144600 ) Kembalinya Belanda

Lebih terperinci

PERISTIWA YANG TERJADI PADA TAHUN

PERISTIWA YANG TERJADI PADA TAHUN PERISTIWA YANG TERJADI PADA TAHUN 1945-1949 K E L O M P O K 1 A Z I Z A T U L M A R A T I ( 1 4 1 4 4 6 0 0 2 0 0 ) D E V I A N A S E T Y A N I N G S I H ( 1 4 1 4 4 6 0 0 2 1 2 ) N U R U L F I T R I A

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tokoh perjuangan lainnya, seperti dengan Tan Malaka, Soekarno, dan yang

BAB I PENDAHULUAN. tokoh perjuangan lainnya, seperti dengan Tan Malaka, Soekarno, dan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Soetan Sjahrir merupakan tokoh yang kontroversial pada masa itu, ia mempunyai ciri khas yang kompleks, pemikirannya sering kali berbeda dengan tokoh perjuangan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. bangsa Indonesia setelah lama berada di bawah penjajahan bangsa asing.

BAB I. PENDAHULUAN. bangsa Indonesia setelah lama berada di bawah penjajahan bangsa asing. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 yang diucapkan oleh Soekarno Hatta atas nama bangsa Indonesia merupakan tonggak sejarah berdirinya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan peri-keadilan (MPR RI, 2012: 2).

I. PENDAHULUAN. dan peri-keadilan (MPR RI, 2012: 2). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemerdekaan merupakan hak setiap bangsa untuk terlepas dan terbebas dari tekanan bangsa lain. Hal ini senada dengan isi pembukaan UUD 1945. Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus

I. PENDAHULUAN. Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1 I. PENDAHULUAN A.Latar BelakangMasalah Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 banyak sekali permasalahan yang dihadapi oleh Indonesia.Sebagai negara yang baru merdeka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilu 1955 merupakan pemilihan umum pertama dengan sistem multi partai yang dilakukan secara terbuka,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilu 1955 merupakan pemilihan umum pertama dengan sistem multi partai yang dilakukan secara terbuka, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilu 1955 merupakan pemilihan umum pertama dengan sistem multi partai yang dilakukan secara terbuka, bebas dan jujur.tetapi pemilihan umum 1955 menghasilkan

Lebih terperinci

BAB IV DAMPAK PENGGUNAAN DIPLOMASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK INDONESIA BELANDA. A. Peran Dunia Internasional dalam Diplomasi

BAB IV DAMPAK PENGGUNAAN DIPLOMASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK INDONESIA BELANDA. A. Peran Dunia Internasional dalam Diplomasi BAB IV DAMPAK PENGGUNAAN DIPLOMASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK INDONESIA BELANDA A. Peran Dunia Internasional dalam Diplomasi Perundingan yang dilakukan pemimpin Republik Indonesia bertujuan untuk menciptakan

Lebih terperinci

BAB III PROFIL PEMERINTAHAN INDONESIA

BAB III PROFIL PEMERINTAHAN INDONESIA 23 BAB III PROFIL PEMERINTAHAN INDONESIA A. Masa Tahun 1945-1949 Masa Tahun 1945-1949 sebagai masa berlakunya UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945. UUD 1945 menghendaki sistem pemerintahan

Lebih terperinci

TUGAS KELOMPOK REPUBLIK INDONESIA SERIKAT ( )

TUGAS KELOMPOK REPUBLIK INDONESIA SERIKAT ( ) TUGAS KELOMPOK REPUBLIK INDONESIA SERIKAT (1949-1950) DOSEN PEMBIMBING : ARI WIBOWO,M.Pd Disusun Oleh : Rizma Alifatin (176) Kurnia Widyastanti (189) Riana Asti F (213) M. Nurul Saeful (201) Kelas : A5-14

Lebih terperinci

BAB XIII KONFERENSI MEJA BUNDAR (KMB)

BAB XIII KONFERENSI MEJA BUNDAR (KMB) BAB XIII KONFERENSI MEJA BUNDAR (KMB) D alam Bab sebelumnya telah dibahas upaya Indonesia mempertahankan kemerdekaan dan penyelesaikan permasalahan dengan Belanda melalui perjanjian-perjanjian yang disepakati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Revolusi yang menjadi alat tercapainya kemerdekaan bukan kuat dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Revolusi yang menjadi alat tercapainya kemerdekaan bukan kuat dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Revolusi yang menjadi alat tercapainya kemerdekaan bukan kuat dalam persepsi bangsa Indonesia tentang dirinya sendiri. Semua usaha yang tidak menentu untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sejak jaman kemerdekaan berkali-kali menghadapi ujian. Pada tahun

I. PENDAHULUAN. sejak jaman kemerdekaan berkali-kali menghadapi ujian. Pada tahun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjuangan bangsa Indonesia untuk menciptakan keadilan bagi masyarakatnya sejak jaman kemerdekaan berkali-kali menghadapi ujian. Pada tahun 1950-1959 di Indonesia berlaku

Lebih terperinci

BAB I MASA AWAL KEMERDEKAAN INDONESIA

BAB I MASA AWAL KEMERDEKAAN INDONESIA BAB I MASA AWAL KEMERDEKAAN INDONESIA Peristiwa Sekitar Proklamasi Kemerdekaan Pembentukan BPUPKI (Dokuritsu Junbi Cosakai) Pembentukan PPKI (Dokuritsu Junbi Inkai) Peristiwa Rengasdengklok Perumusan Teks

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Indonesia dalam Dewan Keamanan PBB. Agresi Militer Belanda II. mengadakan diplomasi lewat jalan perundingan. Cara diplomasi ini

BAB V KESIMPULAN. Indonesia dalam Dewan Keamanan PBB. Agresi Militer Belanda II. mengadakan diplomasi lewat jalan perundingan. Cara diplomasi ini BAB V KESIMPULAN Periode 1946-1949 merupakan periode perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya dari kekuasaan penjajah Belanda. Pelanggaran demi pelanggaran yang dilakukan oleh Belanda

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebijakan dan politik memiliki definisinya masing-masing. Secara sederhana

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebijakan dan politik memiliki definisinya masing-masing. Secara sederhana 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Kebijakan Politik Kebijakan dan politik memiliki definisinya masing-masing. Secara sederhana Solichin Abdul Wahab menyatakan bahwa pada hakikatnya kebijakan terdiri atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gerakan Revolusi merupakan perlawanan penjajah terhadap Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Gerakan Revolusi merupakan perlawanan penjajah terhadap Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Revolusi adalah pergolakan politik, sosial ekonomi dan kebudayaan yang membawa perubahan terhadap keadaan sebelum terjadinya Revolusi. Tujuan sebuah revolusi

Lebih terperinci

Komunisme dan Pan-Islamisme

Komunisme dan Pan-Islamisme Komunisme dan Pan-Islamisme Tan Malaka (1922) Penerjemah: Ted Sprague, Agustus 2009 Ini adalah sebuah pidato yang disampaikan oleh tokoh Marxis Indonesia Tan Malaka pada Kongres Komunis Internasional ke-empat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia. Rakyat harus tetap berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia. Rakyat harus tetap berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proklamasi kemerdekaan Indonesia tidak serta merta mengakhiri perjuangan rakyat Indonesia. Rakyat harus tetap berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berat bagi rakyat Indonesia. Sebagai negara yang baru merdeka belum lepas

BAB I PENDAHULUAN. berat bagi rakyat Indonesia. Sebagai negara yang baru merdeka belum lepas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia menjadi masa yang berat bagi rakyat Indonesia. Sebagai negara yang baru merdeka belum lepas dari incaran negara

Lebih terperinci

Tinjauan Pustaka, Kerangka Fikir dan Paradigma

Tinjauan Pustaka, Kerangka Fikir dan Paradigma 10 II. Tinjauan Pustaka, Kerangka Fikir dan Paradigma A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Peranan Peranan merupakan aspek dinamis dari suatu status (kedudukan). Apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajibannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Bandung merupakan sebuah kota yang terletak di Propinsi Jawa Barat yang merupakan salah satu bagian wilayah di Negara Indonesia. Kota ini dalam sejarahnya

Lebih terperinci

PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA

PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA Modul ke: Fakultas FAKULTAS TEKNIK PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA ERA KEMERDEKAAN BAHAN TAYANG MODUL 3B SEMESTER GASAL 2016 RANI PURWANTI KEMALASARI SH.MH. Program Studi Teknik

Lebih terperinci

AKHIR PENDUDUKAN JEPANG DI INDONESIA DAN PEMERINTAHAN BARU BANGSA INDONESIA ENCEP SUPRIATNA

AKHIR PENDUDUKAN JEPANG DI INDONESIA DAN PEMERINTAHAN BARU BANGSA INDONESIA ENCEP SUPRIATNA AKHIR PENDUDUKAN JEPANG DI INDONESIA DAN PEMERINTAHAN BARU BANGSA INDONESIA ENCEP SUPRIATNA PASCA KEMERDEKAAN Tanggal 18 Agustus 1945 PPKI mengadakan sidang untuk pertama kalinya dengan keputusan: Mengesahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) BAB I PENDAHULUAN The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perjuangan kemerdekaan melawan penjajahan telah terjadi sejak kedatangan penjajah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perjuangan kemerdekaan melawan penjajahan telah terjadi sejak kedatangan penjajah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan kemerdekaan melawan penjajahan telah terjadi sejak kedatangan penjajah Barat di Nusantara. Perjuangan itu berawal sejak kedatangan bangsa Portugis

Lebih terperinci

Ebook dan Support CPNS Ebook dan Support CPNS. Keuntungan Bagi Member cpnsonline.com:

Ebook dan Support CPNS   Ebook dan Support CPNS. Keuntungan Bagi Member cpnsonline.com: SEJARAH NASIONAL INDONESIA 1. Tanam paksa yang diterapkan pemerintah colonial Belanda pada abad ke-19 di Indonesia merupakan perwujudan dari A. Dehumanisasi masyarakat Jawa B. Bekerjasama dengan Belanda

Lebih terperinci

SEJARAH PERKEMBANGAN UUD

SEJARAH PERKEMBANGAN UUD SEJARAH PERKEMBANGAN UUD [18 Agustus 1945 dan Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959] Dr. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 2017 Pokok Bahasan

Lebih terperinci

e. Senat diharuskan ada, sedangkan DPR akan terdiri dari gabungan DPR RIS dan Badan Pekerja KNIP;

e. Senat diharuskan ada, sedangkan DPR akan terdiri dari gabungan DPR RIS dan Badan Pekerja KNIP; UUDS 1950 A. Sejarah Lahirnya Undang-Undang Sementara 1950 (UUDS) Negara Republik Indonesia Serikat yang berdiri pada 27 Desember 1949 dengan adanya Konferensi Meja Bundar, tidak dapat bertahan lama di

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Setelah Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945, Belanda masih merasa mempunyai kekuasaan atas Hindia Belanda yaitu negara bekas

PENDAHULUAN Setelah Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945, Belanda masih merasa mempunyai kekuasaan atas Hindia Belanda yaitu negara bekas PENDAHULUAN Setelah Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945, Belanda masih merasa mempunyai kekuasaan atas Hindia Belanda yaitu negara bekas jajahan masih di bawah kekuasaan Kerajaan Belanda. Setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi pada masa kesultanan Asahan agar dapat didokumentasikan. peristiwa-peristiwa yang terjadi untuk jadi pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi pada masa kesultanan Asahan agar dapat didokumentasikan. peristiwa-peristiwa yang terjadi untuk jadi pembelajaran. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah adalah kejadian yang terjadi pada masa lampau, disusun berdasarkan peninggalan-peninggalan yang terdapat dimasa kini. Perspektif sejarah selalu menjelaskan ruang,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. dinobatkan sebagai sultan kemudian menjadi Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun

BAB V KESIMPULAN. dinobatkan sebagai sultan kemudian menjadi Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun BAB V KESIMPULAN Sri Sultan Hamengkubuwono IX naik tahta menggantikan ayahnya pada tanggal 18 Maret 1940. Sebelum diangkat menjadi penguasa di Kasultanan Yogyakarta, beliau bernama Gusti Raden Mas (GRM)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 bukanlah peristiwa yang terjadi begitu saja. Peristiwa tersebut adalah sebuah akumulasi sebuah perjuangan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Pertama, mengenai tingkat kehidupan manusia dari masa pra sejarah sampai

BAB V KESIMPULAN. Pertama, mengenai tingkat kehidupan manusia dari masa pra sejarah sampai BAB V KESIMPULAN Pertama, mengenai tingkat kehidupan manusia dari masa pra sejarah sampai masa penjajahan Belanda merupakan hal yang sangat kompleks. Tan Malaka sedikit memberikan gambaran mengenai kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan berdirinya negara Republik Indonesia dan TNI serta diakui kedaulatannya

BAB I PENDAHULUAN. Dengan berdirinya negara Republik Indonesia dan TNI serta diakui kedaulatannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Dengan berdirinya negara Republik Indonesia dan TNI serta diakui kedaulatannya oleh Belanda pada tanggal 27 Desember 1949, maka pada tahun 1950 KNIL dibubarkan. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya BAB I PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disingkat UUD 1945 1 telah mengalami perubahan sebanyak empat kali, yakni Perubahan Pertama pada tahun 1999, Perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya Perang Dunia II ditandai dengan menyerahnya Jerman kepada

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya Perang Dunia II ditandai dengan menyerahnya Jerman kepada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Berakhirnya Perang Dunia II ditandai dengan menyerahnya Jerman kepada Sekutu di Eropa dan menyerahnya Jepang kepada Sekutu tanggal 15 Agustus 1945.

Lebih terperinci

SILABUS. Lampiran 2 : FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN : SEJARAH INDONESIA MODERN. : Desvian Bandarsyah, M.Pd

SILABUS. Lampiran 2 : FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN : SEJARAH INDONESIA MODERN. : Desvian Bandarsyah, M.Pd Lampiran 2 SILABUS Tgl Efektif : No. Dokumen :FM-AKM-03-002 No.Revisi : 00 FAKULTAS PROGRAM STUDI MATA KULIAH KELAS/SKS WAKTU DOSEN : FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN : PENDIDIKAN SEJARAH : SEJARAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Mula-mula kedatangan tentara Jepang disambut gembira dan diterima

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Mula-mula kedatangan tentara Jepang disambut gembira dan diterima 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mula-mula kedatangan tentara Jepang disambut gembira dan diterima dengan tangan terbuka oleh rakyat Indonesia yang memang sudah sangat merindukan kemerdekaan

Lebih terperinci

BIOGRAFI MR. ASAAT DATUK MUDO

BIOGRAFI MR. ASAAT DATUK MUDO BIOGRAFI MR. ASAAT DATUK MUDO Mr. Asaat Datuk Mudo adalah putra Minangkabau Sumatera Barat yang lahir di Dusun Pincuran Landai, Kenagarian Kubangputih, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam pada 18 September

Lebih terperinci

KEHIDUPAN POLITIK PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN

KEHIDUPAN POLITIK PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN KEHIDUPAN POLITIK PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN Nama : DIMAS DWI PUTRA Kelas : XII MIPA 3 SMAN 1 SUKATANI 2017/3018 Gagalnya usaha untuk kembali ke UUD 1945 dengan melalui Konstituante dan rentetan peristiwa-peristiwa

Lebih terperinci

PROGRAM PERSIAPAN SBMPTN BIMBINGAN ALUMNI UI

PROGRAM PERSIAPAN SBMPTN BIMBINGAN ALUMNI UI www.bimbinganalumniui.com 1. Setelah kabinet Amir Syarifuddin jatuh, atas persetujuan presiden KNIP memilih Hatta sebagai Perdana Menteri. Jatuhnya Amir Syarifuddin membuat kelompok kiri kehilangan basis

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. kebimbangan-kebimbangan dan akibatnya akan mudah terpengaruh pada hasutanhasutan

BAB IV ANALISIS. kebimbangan-kebimbangan dan akibatnya akan mudah terpengaruh pada hasutanhasutan 74 BAB IV ANALISIS Untuk mengisi kemerdekaan, adanya semangat rakyat Indonesia yang menyala-nyala bagi Soetan Sjahrir merupakan hal yang penting, tetapi perlu disertai dengan pengertian terhadap perjuangan

Lebih terperinci

SILABUS DAN RPP MATA KULIAH SEJARAH INDONESIA BARU PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH S1

SILABUS DAN RPP MATA KULIAH SEJARAH INDONESIA BARU PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH S1 SILABUS DAN RPP MATA KULIAH SEJARAH INDONESIA BARU PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH S1 FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2014 UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS ILMU SOSIAL SILABUS Fakultas

Lebih terperinci

SOAL UH PROSES PERSIAPAN KEMERDEKAAN INDONESIA A

SOAL UH PROSES PERSIAPAN KEMERDEKAAN INDONESIA A SOAL UH PROSES PERSIAPAN KEMERDEKAAN INDONESIA A 1. Latar belakang Jepang memberi janji kepada bangsa Indonesia di kelak kemudian hari adalah a. ingin membentuk Asia Timur Raya b. untuk mendewasakan bangsa

Lebih terperinci

A. Pengertian Orde Lama

A. Pengertian Orde Lama A. Pengertian Orde Lama Orde lama adalah sebuah sebutan yang ditujukan bagi Indonesia di bawah kepemimpinan presiden Soekarno. Soekarno memerintah Indonesia dimulai sejak tahun 1945-1968. Pada periode

Lebih terperinci

SEMESTER 1 KELAS XII SMA/MA/SMK/MAK KURIKULUM KTSP 2006 & K-13

SEMESTER 1 KELAS XII SMA/MA/SMK/MAK KURIKULUM KTSP 2006 & K-13 Kurikulum 2006/2013 Kelas XII Sejarah PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN DI BERBAGAI DAERAH II SEMESTER 1 KELAS XII SMA/MA/SMK/MAK KURIKULUM KTSP 2006 & K-13 Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 1. Menganalisis

Lebih terperinci

BAB II SEBAB-SEBAB DIGUNAKANNYA DIPLOMASI DALAM MEMPERTAHAKAN KEMERDEKAAN INDONESIA ( ) A. Konflik Terjadi Berkelanjutan

BAB II SEBAB-SEBAB DIGUNAKANNYA DIPLOMASI DALAM MEMPERTAHAKAN KEMERDEKAAN INDONESIA ( ) A. Konflik Terjadi Berkelanjutan BAB II SEBAB-SEBAB DIGUNAKANNYA DIPLOMASI DALAM MEMPERTAHAKAN KEMERDEKAAN INDONESIA (1946 1949) A. Konflik Terjadi Berkelanjutan Lahirnya Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 merupakan buah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dinamika hubungan sipil dan militer pada masa Demokrasi Liberal (1950-

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dinamika hubungan sipil dan militer pada masa Demokrasi Liberal (1950- BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan. Dinamika hubungan sipil dan militer pada masa Demokrasi Liberal (1950-1959) sangat menarik untuk dikaji. Militer adalah organ yang penting yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. begitu saja, terdapat suatu proses sebagai pemenuhan unsur - unsur pembentukan

BAB 1 PENDAHULUAN. begitu saja, terdapat suatu proses sebagai pemenuhan unsur - unsur pembentukan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Teori terjadinya suatu negara mengatakan bahwa suatu negara tidak terjadi begitu saja, terdapat suatu proses sebagai pemenuhan unsur - unsur pembentukan negara.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil pembahasan yang telah dipaparkan pada Bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan bahwa Bandung pada periode revolusi fisik tahun 1945-1948 merupakan waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Surabaya dikenal sebagai Kota Pahlawan karena terjadinya peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. Surabaya dikenal sebagai Kota Pahlawan karena terjadinya peristiwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Surabaya dikenal sebagai Kota Pahlawan karena terjadinya peristiwa bersejarah 10 November 1945 yang dikenal dengan Hari Pahlawan. Pertempuran tiga pekan yang terjadi

Lebih terperinci

PERJUANGAN DIPLOMASI DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN INDONESIA MASA REVOLUSI ( ) RINGKASAN SKRIPSI

PERJUANGAN DIPLOMASI DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN INDONESIA MASA REVOLUSI ( ) RINGKASAN SKRIPSI PERJUANGAN DIPLOMASI DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN INDONESIA MASA REVOLUSI (1946-1949) RINGKASAN SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Proses Jalannya Diplomasi. pernyataan berdirinya negara Republik Indonesia. Negara yang bebas dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Proses Jalannya Diplomasi. pernyataan berdirinya negara Republik Indonesia. Negara yang bebas dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses Jalannya Diplomasi Pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh Ir. Soekarno bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya setelah hampir 350 tahun hidup sebagai negara

Lebih terperinci

PASANG SURUT PERAN POLITIK MASYUMI DALAM PEMERINTAHAN ( ) Insan Fahmi Siregar. Abstract PENDAHULUAN

PASANG SURUT PERAN POLITIK MASYUMI DALAM PEMERINTAHAN ( ) Insan Fahmi Siregar. Abstract PENDAHULUAN PASANG SURUT PERAN POLITIK MASYUMI DALAM PEMERINTAHAN (1945-1960) Insan Fahmi Siregar Abstract liberal democracy era, Masyumi members had seats in parliament and the party supplied prime ministers Key

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberadaannya di mata dunia. Perjuangan untuk mempertahankan Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN. keberadaannya di mata dunia. Perjuangan untuk mempertahankan Indonesia yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemerdekaan yang telah bangsa Indonesia dapatkan merupakan suatu perjalanan yang sangat panjang yang diwarnai dengan bentuk perjuangan rakyat Indonesia. Perjuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara eropa yang paling lama menjajah Indonesia adalah Negara Belanda

BAB I PENDAHULUAN. Negara eropa yang paling lama menjajah Indonesia adalah Negara Belanda BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia di jajah oleh bangsa Eropa kurang lebih 350 tahun atau 3.5 abad, hal ini di hitung dari awal masuk sampai berakhir kekuasaannya pada tahun 1942. Negara eropa

Lebih terperinci

: SARJANA/DIPLOMA. PETUNJUK KHUSUS Pilihlah salah satu jawaban yang saudara anggap paling tepat diantara 5 pilihan yang tersedia

: SARJANA/DIPLOMA. PETUNJUK KHUSUS Pilihlah salah satu jawaban yang saudara anggap paling tepat diantara 5 pilihan yang tersedia MATA UJIAN BIDANG TINGKAT : P.ENGETAHUAN UMUM : SEJARAH : SARJANA/DIPLOMA PETUNJUK UMUM 1) Dahulukan menulis nama dan nomor peserta pada lembar jawaban 2) Semua jawaban dikerjakan di lembar jawaban yang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Nagasaki, Jepang akhirnya menyerah tanpa syarat pada sekutu pada tanggal 15

1. PENDAHULUAN. Nagasaki, Jepang akhirnya menyerah tanpa syarat pada sekutu pada tanggal 15 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah Kota Hiroshima dijatuhi bom atom oleh Sekutu tanggal 6 Agustus 1945, keesokan harinya tanggal 9 Agustus 1945 bom atom kedua jatuh di Kota Nagasaki, Jepang

Lebih terperinci

PERISTIWA SETELAH PROKLAMASI

PERISTIWA SETELAH PROKLAMASI PERISTIWA SETELAH PROKLAMASI Setelah Belanda mundur dan meninggalkan Indonesia, ada beberapa hal yang terjadi: Belanda menyingkir ke Australia. Belanda membentuk dua buah organisasi Sekutu, yaitu AFNEI

Lebih terperinci

Dari pernyataan di atas, pernyataan yang merupakan hasil dari siding PPKI adalah.

Dari pernyataan di atas, pernyataan yang merupakan hasil dari siding PPKI adalah. Nama kelompok : Achmad Rafli Achmad Tegar Alfian Pratama Lulu Fajar F Nurul Vita C Kelas : XII TP2 1. Perhatikan penyataan-pernyataan berikut. 1. Mengesahkan dan menetapkan UUD 1945 sebagai dasar konstitusi

Lebih terperinci

MR. SJAFRUDDIN PRAWIRANEGARA ( ) Sang Penyelamat Eksistensi Negara Proklamasi Republik Indonesia

MR. SJAFRUDDIN PRAWIRANEGARA ( ) Sang Penyelamat Eksistensi Negara Proklamasi Republik Indonesia MR. SJAFRUDDIN PRAWIRANEGARA (1911 1989) Sang Penyelamat Eksistensi Negara Proklamasi Republik Indonesia MAKALAH Disampaikan dalam Seminar Nasional Pengusulan Mr. Sjafruddin Prawiranegara sebagai Pahlawan

Lebih terperinci

Penyebarluasan Proklamasi yang cukup efektif dilakukan juga melalui media siaran radio.

Penyebarluasan Proklamasi yang cukup efektif dilakukan juga melalui media siaran radio. Tugas IPS. Drama : Sejak pagi hari sebelum naskah Proklamasi dikumandangkan, sejumlah pemuda yang mengikuti pertemuan di kediaman Maeda disibukkan dengan kegiatan menyebarkan berita Proklmasi. Dengan semangat

Lebih terperinci

Presiden dan Wakil Presiden dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia. Herlambang P. Wiratraman 2017

Presiden dan Wakil Presiden dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia. Herlambang P. Wiratraman 2017 Presiden dan Wakil Presiden dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia Herlambang P. Wiratraman 2017 Pokok Bahasan Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Wewenang Presiden dan Wakil Presiden Kedudukan

Lebih terperinci

BAB X RUNTUHNYA KABINET AMIR SYARIFUDDIN DAN MOH. HATTA

BAB X RUNTUHNYA KABINET AMIR SYARIFUDDIN DAN MOH. HATTA BAB X RUNTUHNYA KABINET AMIR SYARIFUDDIN DAN MOH. HATTA Bab ke 10 ini akan membahas mengenai runtuhnya Kabinet Amir Syarifuddin dan Moh. Hatta. Kabinet Amir Syarifuddin dan Kabinet Moh, Hatta merupakan

Lebih terperinci

sherila putri melinda

sherila putri melinda sherila putri melinda Beranda Profil Rabu, 13 Maret 2013 DEMOKRASI YANG PERNAH BERLAKU DI INDONESIA DEMOKRASI YANG PERNAH BERLAKU DI INDONESIA Demokrasi berasal dari kata DEMOS yang artinya RAKYAT dan

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA SERIKAT ( )

REPUBLIK INDONESIA SERIKAT ( ) REPUBLIK INDONESIA SERIKAT (1949-1950) Disusun Oleh : Rizma Alifatin (14144600176) Kurnia Widyastanti (14144600189) Riana Asti F (14144600213) M. Nurul Saeful (14144600201) Sejarah Singkat RIS Pada tanggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. political competition and struggles, in which the media, as institution, take a. position (Kahan, 1999: 22).

BAB I PENDAHULUAN. political competition and struggles, in which the media, as institution, take a. position (Kahan, 1999: 22). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah These approaches and almost all the specific literature on media and politics have in common a view of the media as refelction of the society s political competition

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada sidang PPKI pertama tanggal 18 Agustus 1945 menetapkan:

I. PENDAHULUAN. Pada sidang PPKI pertama tanggal 18 Agustus 1945 menetapkan: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada sidang PPKI pertama tanggal 18 Agustus 1945 menetapkan: Mengesahkan dan menetapkan UUD 1945, memilih dan mengangkat ketua dan wakil ketua PPKI masing-masing menjadi

Lebih terperinci

BAB IV TANGGAPAN DAN TINDAKAN KOMUNITAS ARAB DALAM MENYIKAPI ADANYA PARTAI ARAB INDONESIA

BAB IV TANGGAPAN DAN TINDAKAN KOMUNITAS ARAB DALAM MENYIKAPI ADANYA PARTAI ARAB INDONESIA BAB IV TANGGAPAN DAN TINDAKAN KOMUNITAS ARAB DALAM MENYIKAPI ADANYA PARTAI ARAB INDONESIA A. Reaksi Pro dan Kontra Pengakuan nasionalisme Indonesia keturunan Arab pada paruh pertama abad ke-20 tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Aceh memiliki kedudukan yang sangat strategis sebagai pusat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Aceh memiliki kedudukan yang sangat strategis sebagai pusat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aceh memiliki kedudukan yang sangat strategis sebagai pusat perdagangan. Aceh banyak menghasilkan lada dan tambang serta hasil hutan. Oleh karena itu, Belanda

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Malaka membuat jalur perdagangan beralih ke pesisir barat Sumatra.

BAB V KESIMPULAN. Malaka membuat jalur perdagangan beralih ke pesisir barat Sumatra. BAB V KESIMPULAN Sumatra Barat punya peran penting dalam terbukanya jalur dagang dan pelayaran di pesisir barat Sumatra. Berakhirnya kejayaan perdagangan di Selat Malaka membuat jalur perdagangan beralih

Lebih terperinci

Mengungkap Kegagalan Gerakan 30 September 1965

Mengungkap Kegagalan Gerakan 30 September 1965 Cerita Pagi Dokumen Supardjo, Mengungkap Kegagalan Gerakan 30 September 1965 Hasan Kurniawan Minggu, 23 Oktober 2016 05:05 WIB http://daerah.sindonews.com/read/1149282/29/dokumen-supardjo-mengungkap-kegagalan-gerakan-30-september-1965-1477110699

Lebih terperinci

BAB IV PEMBUBARAN NEGARA MADURA TAHUN A. Perjuangan Rakyat Madura Menentang Pembentukan Negara Madura

BAB IV PEMBUBARAN NEGARA MADURA TAHUN A. Perjuangan Rakyat Madura Menentang Pembentukan Negara Madura BAB IV PEMBUBARAN NEGARA MADURA TAHUN 1950 A. Perjuangan Rakyat Madura Menentang Pembentukan Negara Madura Semangat rakyat Madura untuk kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia terlihat ketika disiarkan

Lebih terperinci

BAB I PNDAHULUAN. Jepang dalam Perang Raya Asia Timur tahun Namun, ditengah tengah

BAB I PNDAHULUAN. Jepang dalam Perang Raya Asia Timur tahun Namun, ditengah tengah 1 BAB I PNDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kemerdekaan Indonesia diperoleh dengan perjuangan yang tidak mudah. Perjuangan tersebut lebih dikenal dengan sebutan revolusi nasional Indonesia. Revolusi nasional

Lebih terperinci

1. Menjelaskaan kekuasaan dalam pelaksanaan konsitusi.

1. Menjelaskaan kekuasaan dalam pelaksanaan konsitusi. 1. Menjelaskaan kekuasaan dalam pelaksanaan konsitusi. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia adalah lembaga (tinggi) negara yang baru yang sederajat dan sama tinggi kedudukannya dengan Mahkamah Agung

Lebih terperinci

Pemberontakan Militer dan Ideologi Peristiwa Madiun, DI/TII, G 30 S/PKI

Pemberontakan Militer dan Ideologi Peristiwa Madiun, DI/TII, G 30 S/PKI Pemberontakan Militer dan Ideologi Peristiwa Madiun, DI/TII, G 30 S/PKI Pemberontakan Militer *PRRI/Permesta Pemberontakan Ideologi PKI tahun 1948 PKI tahun 1965 Pemberontakan PRRI/Permesta Tokoh yang

Lebih terperinci

SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA SHINTA HAPPY YUSTIARI, S.AP, MPA

SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA SHINTA HAPPY YUSTIARI, S.AP, MPA SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA SHINTA HAPPY YUSTIARI, S.AP, MPA SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA SUMBER PENELITIAN SEJARAH DOKUMEN / ARSIP BENDA / PRASASTI PELAKU SEJARAH SISTEM PRA KEMERDEKAAN PENJAJAHAN

Lebih terperinci

PERAN POLITIK MILITER DI INDONESIA

PERAN POLITIK MILITER DI INDONESIA PERAN POLITIK MILITER DI INDONESIA Materi Kuliah Sistem Politik Indonesia [Sri Budi Eko Wardani] Alasan Intervensi Militer dalam Politik FAKTOR INTERNAL FAKTOR EKSTERNAL 1. Nilai dan orientasi perwira

Lebih terperinci

SEBAB MUNCULNYA NASIONALISME

SEBAB MUNCULNYA NASIONALISME NASIONALISME Nasionalisme diartikan sebagai perangkat nilai atau sistem legitimasi baru yang mendasari berdirinya sebuah negara baru Dekolonisasi diartikan sebagai proses menurunnya kekuasaan negara-negara

Lebih terperinci

Materi Sejarah Kelas XII IPS

Materi Sejarah Kelas XII IPS 2. Perjanjian Roem Royen Perjanjian Roem-Royen merupakan perundingan yang membuka jalan ke arah terlaksananya.konferensi Meja Bundar yang menjadi cikal bakal terwujudnya Negara Kesatuan Repulik Indonesia

Lebih terperinci

Sistem Pemerintahan Negara Indonesia semenjak 1945

Sistem Pemerintahan Negara Indonesia semenjak 1945 Sistem Pemerintahan Negara Indonesia semenjak 1945 Sistem pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan untuk menjaga suatu kestabilan negara itu. Namun di beberapa negara sering terjadi tindakan separatisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mengenang sejarah Jerman akan selalu tertuju pada Perang Dunia II dan sosok pemimpinnya yaitu Adolf Hitler. Adolf Hitler menjabat sebagai kanselir Jerman di usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah selesai, tetapi proklamasi itu harus mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah selesai, tetapi proklamasi itu harus mendapatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah sekian lama berada dalam belenggu penjajahan, tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia menyatakan diri sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat. Proklamasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat diketahui dari sejarah masa lampau. Itu sebabnya kita perlu mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat diketahui dari sejarah masa lampau. Itu sebabnya kita perlu mengetahui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan manusia selalu mengalami yang namanya perubahan. Perubahan tersebut dapat diketahui dari sejarah masa lampau. Itu sebabnya kita perlu mengetahui peristiwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Terbentuknya Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang dinyatakan dalam pidato

I. PENDAHULUAN. Terbentuknya Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang dinyatakan dalam pidato 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam usaha perjuangan pembelaan kemerdekaan bangsa Indonesia yang dipikul oleh rakyat Indonesia dengan mengangkat dan siasat perang untuk mempertahankan hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Periode perjuangan tahun sering disebut dengan masa

BAB I PENDAHULUAN. Periode perjuangan tahun sering disebut dengan masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Periode perjuangan tahun 1945-1949 sering disebut dengan masa perjuangan revolusi fisik atau periode perang mempertahankan kemerdekaan. Periode tersebut merupakan

Lebih terperinci

Rangkuman Materi Ajar PKn Kelas 6 MATERI AJAR

Rangkuman Materi Ajar PKn Kelas 6 MATERI AJAR Rangkuman Materi Ajar PKn Kelas 6 MATERI AJAR Mata Pelajaran : Pendidikan Kewarganegaraan Kelas/Semester : VI / I Alokasi Waktu : 6 x 35 Menit Standar Kompetensi 1. Menghargai nilai-nilai juang dalam proses

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan Pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan Pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A.Tinjauan Pustaka Tinjauan Pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan dijadikan topik penelitian, dimana dalam tinjauan pustaka akan dicari teori atau konsep-konsep

Lebih terperinci

SMP. 1. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara 2. Susunan ketatanegaraan suatu negara 3. Pembagian & pembatasan tugas ketatanegaraan

SMP. 1. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara 2. Susunan ketatanegaraan suatu negara 3. Pembagian & pembatasan tugas ketatanegaraan JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP VIII (DELAPAN) PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKN) KONSTITUSI YANG PERNAH BERLAKU A. Konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia Konstitusi (Constitution) diartikan

Lebih terperinci

BAB 7: SEJARAH PENDUDUKAN JEPANG DI INDONESIA. PROGRAM PERSIAPAN SBMPTN BIMBINGAN ALUMNI UI

BAB 7: SEJARAH PENDUDUKAN JEPANG DI INDONESIA.  PROGRAM PERSIAPAN SBMPTN BIMBINGAN ALUMNI UI www.bimbinganalumniui.com 1. Berikut ini adalah daerah pertama di yang diduduki oleh tentara Jepang... a. Aceh, Lampung, Bali b. Morotai, Biak, Ambon c. Tarakan, Pontianak, Samarinda d. Bandung, Sukabumi,

Lebih terperinci

PERANAN PEMOEDA ANGKATAN SAMOEDERA OEMBARAN (PAS O) DALAM PERISTIWA AGRESI MILITER BELANDA II TAHUN 1948 DI YOGYAKARTA

PERANAN PEMOEDA ANGKATAN SAMOEDERA OEMBARAN (PAS O) DALAM PERISTIWA AGRESI MILITER BELANDA II TAHUN 1948 DI YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan sebuah negara maritim karena memiliki wilayah laut yang lebih luas dibandingkan dengan wilayah daratan. Hal ini menjadikan bangsa

Lebih terperinci

SEJARAH LAHIRNYA PANCASILA

SEJARAH LAHIRNYA PANCASILA SEJARAH LAHIRNYA PANCASILA Pancasila dalam Konteks Sejarah Bangsa Zaman Kuno Sejak adanya kerajaan-kerajaan di nusantara dan masuknya agama Hindu, Budha, dan Islam unsur-unsur Pancasila sudah ada di masyarakat,

Lebih terperinci