BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Militer Mesir, merupakan salah satu badan militer yang terkuat di kawasan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Militer Mesir, merupakan salah satu badan militer yang terkuat di kawasan"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tepat pada tahun 1952 ketika Mesir masih dipimpin oleh Raja Farouk, sekelompok tentara melakukan kudeta terhadapnya. Sekelompok militer tersebut menamakan diri sebagai Perwira Bebas atau The Free Officers yang dipimpin oleh jenderal Muhammad Naguib. Kudeta tersebut dilandasi karena kekecewaan kubu militer Mesir terhadap Raja karena berkurangnya dana untuk militer dalam perang melawan Israel (Sihbudi dkk, 2001: 84). Militer Mesir, merupakan salah satu badan militer yang terkuat di kawasan Timur Tengah. Setelah Raja Farouk lengser dari jabatannya sebagai raja Mesir, militer Mesir memegang peranan penting dalam situasi perpolitikan saat itu. Tugas-tugas militer juga bukan hanya sebagai aparatur negara dalam menjaga keamanan, tapi juga berperan dalam berbagai kebijakan politik. Para perwira tersebut kemudian membentuk Dewan Komando Revolusi (RCC), yang pada akhirnya mengubah bentuk negara Mesir (Widyarsa, 2012: 275). Setahun setelah pembentukannya, RCC membubarkan bentuk negara monarki dan mendeklarasikan Mesir sebagai negara Republik. Pada 1954, Gamal Abdul Nasser resmi menjadi Presiden Mesir yang sah dengan Mesir yang telah berbentuk republik. Kelompok Ikhwa>nul Muslimi>n (IM) yang didirikan oleh Hasan Al-Banna dilarang keras setelah rezim militer mulai berkuasa. Hal ini menjadikan kekuasaan militer semakin kuat dalam ranah perpolitikan di Mesir. Kalangan ilmuwan pada tahun 1950-an juga menganggap militer sebagai badan 1

2 2 otonom yang memiliki tingkat progesitas tinggi dalam proses demokratisasi (Cook, 2007: 14). Dalam hal ini, politik menjadi tumpuan utama dalam peningkatan peran militer di Mesir. Nasser berambisi untuk menjadikan Mesir sebagai negara yang benar-benar berada dibawah kendalinya. Hal itu dibuktikan dari berbagai kebijakannya yang bersifat condong pada kekuasaan serta penyelesaian urusan-urusan yang tergolong singkat. Setelah semua tuntas, konstitusi baru yang telah disahkan menjadikan posisi presiden semakin kuat. Di sisi lain, Nasser ingin menyatukan negara-negara Arab setelah melihat pasca PD I dunia Arab terpecah menjadi beberapa wilayah. Namun usaha itu tidak membuahkan hasil. Pemerintahan selanjutnya dipegang oleh Anwar Sadat yang juga berasal dari kelompok militer. Sadat tidak seperti Nasser yang memperjuangkan nasionalisme atau persatuan Arab. Sadat adalah penganut nasionalisme Mesir dan liberalis (Sihbudi dkk, 1933: 94). Berbeda dengan Nasser, Sadat mengeluarkan kebijakan dengan memperbolehkan sistem multi partai. Namun, ia juga mendirikan Partai Nasional Demokrat (NDP). NDP tidak jauh berbeda dengan partai Persatuan Sosialis Arab (ASU) yang pernah didirikan oleh Nasser. NDP berperan sebagai basis kekuatan Sadat dalam melancarkan strategi politiknya. Meskipun dia memperbolehkan sistem multi partai serta kebebasan pers yang dimulai sejak perubahan konstitusi Mesir tahun 1980 dan 1981, NDP tetap menjadi partai terbesar yang mendominasi pemerintahan dan tidak dapat tersaingi oleh partaipartai lain. Pemerintahan selanjutnya berpindah ke tangan Hosni Mubarak yang untuk ketiga kalinya berasal dari kelompok militer. Hosni Mubarak adalah pemimpin

3 3 Mesir yang terlama. Masa jabatan hingga tiga puluh tahun memberikan kesan tersendiri bagi Mesir sebagai negara yang perkasa akan kemiliteran. Kebijakankebijakan yang dikeluarkan oleh Mubarak tidak jauh berbeda dengan para pendahulunya. Meskipun kebebasan dalam partai politik lebih longgar dari pada masa sebelumnya, NDP yang merupakan partai pemerintah masih unggul dibanding partai lainnya. Ini terlihat saat pemilu Mei 1984, NDP memperoleh 390 kursi dalam pemerintahan, sedangkan partai Wafd Baru yang berkoalisi dengan IM hanya memperoleh 58 kursi (Sihbudi dkk, 1933: 96). Mubarak ingin menghidupkan Demokrasi di Mesir, namun dia juga telah memastikan bahwa kelompoknya tetap akan menduduki posisi tertinggi dalam pemerintahan. IM memang telah dilegalkan oleh Mubarak, namun pergerakannya masih dibatasi. Sebab, IM merupakan kelompok yang condong ke salah satu Agama (baca : Islam). Meskipun dalam konstitusi tahun 1971 pasal 2, telah disebutkan bahwa Islam adalah agama resmi negara dan syariat Islam adalah sumber perundang-undangan, Mubarak belum menjalankannya secara sempurna. Mubarak tetap ingin menjadikan kelompoknya sebagai kekuatan terbesar dalam kursi-kursi pemerintahan Mesir dan tidak mempedulikan pihak yang tak sejalan dengannya. Estafet pemerintahan mulai menunjukan aroma pergantian. Tepat pada 11 Februari 2011 rezim Hosni Mubarak berhasil ditumbangkan oleh rakyatnya sendiri karena kediktatorannya. Salah seorang demonstran, Essam Abdul Qader mengatakan bahwa masyarakat sudah muak melihat pola kepemimpinan politik di Mesir (republika.co.id: 1 Februari 2011). Kemarahan masyarakat Mesir hingga ke permukaan juga tidak dapat dibendung oleh kekuatan militer dan aparat kepolisian. Semua elemen masyarakat

4 4 bersatu untuk perubahan sistem pemerintahan Mesir yang lebih baik. Elemen tersebut bukan hanya berasal dari satu kelompok (Islam), tetapi terdiri dari kubu Muslim, Kristen, dan sekuler Mesir. Para pemimpin di Eropa mengindikasikan bahwa Islam adalah dibalik kekacauan pemerintahan Mubarak. Tetapi, wartawan Al Jazi>ra Ayman, Mohyeldin, menyebutkan bahwa sinyalemen gerakan massa hanya dimotori kubu Islamis adalah salah besar. Demo melibatkan semua masyarakat yang marah dengan Mubarak. Kaum Muslim, Kristen, dan sekuler bergandengan tangan di Tahrir Square (republika.co.id: 2 Februari 2011). Selain demo besar-besaran yang dilakukan para demonstran pasca pengunduran Mubarak dari jabatannya, jalan-jalan di kota-kota Mesir juga semakin dipenuhi dengan seni grafiti-grafiti baik pro-demokrasi maupun pro- Mubarak. Para seniman grafiti itu terus bekerja, baik menggunakan dinding, bangunan, jembatan dan trotoar sebagai kanvas untuk mengecam para jenderal yang mengambil kekuasaan setelah Mubarak lengser. Mereka menuntut revolusi yang sebenar-benarnya (republika.co.id: 29 Januari 2012). Kemarahan rakyat Mesir atas kebobrokan pemerintahan Hosni Mubarak menciptakan suasana perlawanan rakyatnya sendiri dari segala arah. Terjadinya ledakan perlawanan tersebut, tentu menimbulkan luka yang pilu bagi setiap individu. Tetapi atas rasa nasionalisme yang tinggi, perubahan menuju Mesir yang lebih baik akan selalu ditempuh oleh seluruh rakyat apapun resikonya. Hal ini sudah terbukti dengan peristiwa pelengseran Mubarak dengan demonstrasi dan cara-cara lainnya (baca: media sosial) dari seluruh elemen masyarakat. Setahun setelah pelengseran Hosni Mubarak, Mesir merayakan kemenangannya dengan mengadakan pesta demokrasi rakyat. Melalui pemilihan

5 5 langsung, posisi presiden akhirnya dimenangkan oleh seorang tokoh yang berlatar belakang agamis dan berasal dari kelompok IM, Muhammad Mursi. Mursi adalah presiden yang nyata dipilih secara demokratis untuk pertama kalinya. Mursi yang berasal dari kelompok agamis telah menunjukan beberapa perbedaan dalam polapola demokrasi yang akan dia terapkan. Hal itu juga telah dibuktikan dengan beberapa kebijakannya yang pro-im serta Islam. Namun, tindakan tersebut memunculkan respon negatif dari berbagai kalangan termasuk badan militer yang sebelumnya berkuasa. Salah satu kebijakan yang paling kontroversial dari Mursi adalah Dekrit Presiden 22 November 2012 yang berisi bahwa segala keputusannya melebihi hukum legal sampai parlemen baru terpilih. Hal ini oleh lawan politiknya dianggap sebagai kejahatan hukum. Sameh Ashour, ketua sindikasi pengacara kelompok oposisi mengatakan bahwa itu sama dengan kudeta melawan legitimasi (bbc.com: 23 November 2012). Meskipun Mursi mengatakan bahwa dekrit tersebut dikeluarkan demi membersihkan institusi negara serta menghancurkan infrastruktur rezim lama, masyarakat Mesir dan seluruh komponen negara yang mengimpikan demokrasi merasa dicederai. Dekrit tersebut juga mendapatkan komentar dari Wael Ghonim salah satu tokoh kunci dalam penggulingan Hosni Mubarak- bahwa revolusi tidak dibuat untuk menjadi diktator baik 1 (kompas.com: 23 November 2012). Ujung pangkal dari permasalahan-permasalahan tersebut, membangkitkan kembali badan militer yang didahului dengan aksi protes besar-besaran oleh massa 1 Maksudnya adalah bahwa Mursi dianggap sebagai seorang diktator yang berkedok agamis, sehingga terlihat baik dan nasionalis namun dibalik itu adalah seorang yang otoriter.

6 6 penentang Mursi. Kudeta terhadap Mursi yang langsung dilakukan oleh para tentara Mesir menjadi jawaban atas sikap Mursi. Pihak militer kemudian membekukan konstitusi Mesir serta membentuk komite independen yang beranggotakan berbagai macam unsur masyarakat untuk menyusun konstitusi baru Mesir. Bahkan pengumuman Peta Jalan Bagi Masa Depan Mesir oleh pihak militer juga dihadiri dari berbagai pihak seperti Syeikh Agung Al-Azhar Prof. Dr. Ahmed Al-Thayeb, Pemimpin Gereja Koptik Mesir Baba Tawadrous II, dan Tokoh Oposisi Mesir Muhammad El-Baradei. Ketiga tokoh nasional Mesir itu juga memberikan tanggapan singkatnya terhadap kudeta militer baik yang bernada netral maupun mendukung secara terang-terangan (Hamdani, 2013: 1). Berdasarkan urutan kejadian sejak pelengseran Hosni Mubarak hingga kudeta terhadap Mursi, penulis melihat bahwa Mesir merupakan negara yang belum siap untuk menerapkan sistem demokrasi secara utuh. Hal ini dikarenakan Mesir dapat mengalami dua kali revolusi dalam dua setengah tahun. Dari jumlah tersebut kedua-duanya dilakukan dengan cara kekerasan baik dari sisi masyarakat sipil, aparat kepolisian, maupun badan militer itu sendiri. Kekerasan dalam pergantian pemerintahan di Mesir seolah menjadi suatu budaya yang terbentuk akibat buruknya sistem pemerintahan di Era Hosni Mubarak. 1. Kekerasan sebagai Budaya Kekerasan yang diangkat dalam kasus ini adalah kekerasan yang dilakukan secara kolektif. Kekerasan kolektif atau kelompok dilakukan oleh segerombolan orang (mob) dan kumpulan orang banyak (crowd) dan dalam pengertian sempitnya dilakukan oleh gang (Douglas dan Waksler dalam ed. Santoso, 2002: 9). Untuk

7 7 memahami bagaimana kekerasan tersebut menjadi sebuah budaya tentu diperlukan pandangan konkrit tentang kekerasan itu sendiri. Budaya-budaya dapat dibayangkan dan bahkan dapat dijumpai tidak saja dengan satu aspek tetapi juga pelbagai aspek, sehingga domain budaya itu, yang bermula dari pembicaraan tentang kasus kekerasan budaya sampai budaya yang penuh kekerasan dapat diketahui (Galtung dalam ed. Sanstoso, 2002: 183). Studi kekerasan budaya menyoroti cara bagaimana suatu perbuatan kekerasan langsung dan fakta kekerasan struktural dilegitimasi dan menjadi bisa diterima di masyarakat (Galtung dalam ed. Sanstoso, 2002: 184). Berdasarkan pernyataan tersebut, maka sesuatu yang telah diimplementasikan secara berkala dapat dikatakan sebagai budaya apabila telah mendapatkan legitimasi dari seluruh pihak baik yang terlibat maupun tidak. Untuk lebih menguatkan argumen bahwa kekerasan dapat digolongkan sebagai suatu budaya, maka penulis mempunyai beberapa rasionalisasi dengan merujuk kepada para pendapat pakar bidang kebudayaan. Rasionalisasi pertama adalah memahami kebudayaan dari karakteristiknya. Menurut Sulasman dan Gumilar (2013) dalam melihat dan memahami suatu kebudayaan, kita harus mengacu pada sejumlah karakteristik kebudayaan pada umumnya. Secara teoritis, kebudayaan sebagai objek pengamatan dan penelitian memiliki karakteristik berikut: 1) dapat dipelajari dan diperoleh melalui belajar; 2) berasal dari segi biologis, lingkungan, psikologis, dan komponen eksistensi manusia 3) berstruktur, bersistem, dan bersifat simbolis;

8 8 4) sebagai struktur, kebudayaan mempunyai variabel yang dapat dipecahpecah ke dalam berbagai aspek; 5) bersifat relatif dan universal; 6) bersifat dinamis, adaptif, dan adakalanya mal adaptif; 7) memperlihatkan keteraturan yang dapat dianalisis dengan metode ilmiah; 8) kebudayaan merupakan alat bagi seseorang (individu) untuk mengatur keadaan totalnya dan menambah arti kesan kreatif (Sulasman & Gumilar, 2013: 63-64). Jika mengacu pada karakteristik kebudayaan diatas, maka kekerasan dalam kasus yang diangkat dapat dikategorikan sebagai suatu kebudayaan yang telah terbukti secara empiris. Kekerasan yang dilakukan ketika revolusi Mesir dapat dipelajari oleh seluruh masyarakat Mesir yang diperoleh melalui proses belajar. Perilaku tersebut muncul dari adanya suatu reaksi psikologis yang diakibatkan oleh lingkungan yang mendukung untuk melahirkan kekerasan. Pada tahapan selanjutnya, kekerasan yang terjadi menyebar luas serta mempunyai sistem yang terbentuk secara alamiah. Kekerasan dalam hal ini juga dapat dipecah ke dalam berbagai aspek seperti aspek politik, aspek ekonomi, dan aspek teknologi. Berbagai kejadian didalamnya juga menimbulkan penilaian yang relatif. Dari sisi pendukung rezim, kekerasan dikatakan sebagai bentuk kejahatan, namun bagi penentang rezim adalah sebuah upaya tepat yang harus dilalui. Adakalanya juga, kekerasan dalam peristiwa revolusi Mesir 2011 dan 2013 bersifat dinamis dan adaptif. Hal ini dikarenakan kekerasan yang muncul adalah sebagai reaksi dari respon pemerintah terhadap tuntutan rakyat. Sehingga, berbagai kejadian kekerasan ini memperlihatkan keteraturan dan dapat dianalisis secara ilmiah. Pada akhirnya, kekerasan dijadikan alat untuk mengembalikan keadaan total Mesir meskipun tidak di tempuh dengan segala resiko. Keseluruhan karakteristik

9 9 kebudayaan diatas mempunyai relevansi yang erat dengan kekerasan yang diangkat dalam kasus ini. Rasionalisasi kedua adalah memandang kekerasan dari segi unsur-unsur kebudayaan. Koentjaraningrat membagi unsur kebudayaan menjadi tujuh, diantaranya; 1) bahasa; 2) sistem pengetahuan; 3) organisasi sosial; 4) sistem peralatan hidup dan teknologi; 5) sistem mata pencaharian hidup; 6) sistem religi; 7) kesenian. Secara keseluruhan, ketujuh unsur tersebut tidak ada yang menyebutkan secara eksplisit kata kekerasan. Hal ini sudah tentu karena kekerasan bukan termasuk ke dalam unsur, melainkan dampak dari adanya suatu konflik. Tetapi, Linton (1963) (dalam Koentjaraningrat, 1986: ) membuat sebuah metode pemerincian unsur-unsur kebudayaan dengan merincikan setiap unsur kebudayaan hingga empat kali. Empat tahapan yang dibagi oleh Linton (1963) digunakan Koentjaraningrat (1989) untuk merincikan unsur-unsur kebudayaan yang dikemukakan olehnya. Tahapan tersebut diantaranya: 1) cultural activities; 2) complexes; 3) traits; 4) items. Setiap unsur kebudayaan diatas bersifat universal. Setiap unsurnya juga mempunyai tiga wujud, yaitu wujud sistem budaya, wujud sistem sosial, dan wujud kebudayaan fisik (Koentjaraningrat, 1986: 206). Oleh karena itu, pemerincian dari ketujuh unsur diatas masing-masing juga harus dilakukan mengenai tiga wujud itu. Berikut adalah bagan untuk memahami proses pemerincian unsur kebudayaan dengan tetap memperhatikan tiga wujud budaya seperti yang telah disebutkan diatas.

10 10 Gambar 1. Bagan Pemerincian Kebudayaan ke dalam Unsur-Unsurnya Yang Khusus Sumber: Koentjaraningrat Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru. Hlm. 207 Wujud sistem budaya dari suatu unsur kebudayaan universal adalah berupa adat. Pada tahap pertamanya adat dapat diperinci ke dalam beberapa kompleks budaya. Tiap kompleks budaya dapat diperinci lebih lanjut ke dalam beberapa tema budaya dan akhirnya pada tahap ketiga dapat diperinci ke dalam gagasan (Koentjaraningrat, 1986: 206). Kemudian dalam bentuk proses yang sama, wujud sistem sosial dari suatu unsur kebudayaan yang berupa aktivitas-aktivitas sosial yang dapat diperinci pada tahap pertamanya ke dalam berbagai kompleks sosial. Pada tahap ke dua, tiap kompleks sosial dapat diperinci lebih khusus ke dalam pola sosial. Pada tahap terakhir, tiap pola sosial dapat diperinci lebih khusus ke dalam berbagai tindakan (Koentjaraningrat, 1986: 206).

11 11 Ketujuh unsur kebudayaan itu masing-masing tentu memiliki wujud fisik, meskipun tidak ada satu wujud fisik untuk mewakili keseluruhan unsur-unsur kebudayaan. Itulah sebabnya kebudayaan fisik tidak perlu diperinci melalui empat tahap seperti yang dilakukan pada sistem budaya dan sistem sosial. Namun, semua unsur kebudayaan fisik sudah tentu secara khusus terdiri dari benda-benda kebudayaan (Koentjaraningrat, 1986: 206). Berdasarkan penjelasan Koentjaraningrat diatas, maka kekerasan dalam revolusi Mesir 2011 dan 2013 dapat dikatakan sebagai suatu kebudayaan. Meskipun kekerasaan bukan termasuk ke dalam unsur-unsur kebudayaan, namun pemerincian unsur-unsur budaya menunjukan relevansi langsung untuk mengkategorikan kekerasan sebagai suatu kebudayaan. Kekerasan berada pada tahap keempat pemerincian unsur kebudayaan yang diistilahkan sebagai sebuah tindakan (pada wujud sistem sosial/wujud kedua). Tindakan ini didahului dengan sebuah gagasan (pada wujud sistem budaya/wujud pertama). Jika kekerasan berada pada tahap pemerincian hingga tahap keempat, maka kekerasan juga harus dapat di masukan ke dalam salah satu induk dari unsur kebudayaan universal. Unsur kebudayaan yang paling dekat adalah unsur universal sistem pengetahuan. Sistem pengetahuan yang dimaksud oleh Koentjaraningrat adalah yang berkaitan dengan beberapa kajian. Diantaranya; 1) alam; 2) tumbuhan; 3) binatang; 4) tubuh manusia; 4) sifat dan tingkah laku; 5) ruang dan waktu (Sutardi, 2007: 44-45). Kekerasan dapat dimasukan ke dalam kateogri sifat dan tingkah laku manusia, karena pada hakikatnya kekerasan merupakan implikasi dari suatu kondisi yang membuat manusia harus melakukannya, khususnya dalam kasus yang diangkat ini. Meskipun kekerasan pada awalnya tidak digolongkan

12 12 sebagai sebuah budaya, namun kekerasan dapat menjadi suatu budaya jika telah mempunyai sistem dan dijadikan alat untuk mencapai sebuah tujuan. Rasionalisasi yang terakhir adalah menggolongkan kasus kekerasan yang diangkat ini sesuai dengan tiga wujud kebudayaan yang di rumuskan oleh J.J. Hoeningman. Merujuk pada pendapat J.J. Hoeningman bahwa wujud kebudayaan dibagi menjadi tiga; 1) Gagasan; 2) Aktivitas; 3) Artefak. Kekerasan yang muncul ke permukaan masyarakat pada revolusi Mesir 2011 diawali dari sebuah gagasan beberapa individu yang kemudian diwujudkan dalam aktivitas atau nyata dengan dukungan legitimasi kaum yang bertindak. Pada revolusi Mesir 2013 kekerasan kembali terjadi ketika ingin menurunkan rezim. Namun prosesnya bukan di awali dari gagasan sekelompok orang, melainkan oleh lawan politik (oposisi) yang akhirnya mampu mengajak masyarakat Mesir untuk menuntut turun Presiden Muhammad Mursi dengan memanfaatkan trauma rakyat Mesir ketika berada di bawah rezim yang otoriter. Maka dari itu, wujud tindakan tersebut akhirnya memunculkan sebuah sistem sosial yang bersifat konkret, dapat diamati serta dapat didokumentasikan (Sulasman & Gumilar, 2013: 36). Adapun kekerasan yang diangkat, tidak selalu berwujud konflik antar fisik. Namun dengan bentuk yang halus dan yang tersembunyi (tidak tampak) dibalik pemaksaan dominasi kekuasaan simbolik yang dimiliki oleh rakyat (Bourdieau dalam Purnomo, 2009: 5). Perwujudan menuju kekerasan fisik yang terjadi di Mesir khususnya pada revolusi Mesir melewati beberapa tahapan yang memanfaatkan lingkungan sekitar. Sosial media berupa Facebook dan Twitter digunakan untuk meraih tujuan yang diimpikan bersama (Tamburaka, 2011: 81-82). Masing-masing dari media jejaring sosial tersebut mempunyai ciri khas

13 13 tersendiri yang berguna untuk menyusun agenda bersama dalam penggulingan Presiden Hosni Mubarak. Setelah tercapainya satu opini publik yang dimulai dari media jejaring sosial, massa akhirnya turun ke jalan dan melakukan demonstrasi besar-besaran. Demonstrasi tersebut (2011) sudah diprediksi akan melahirkan berbagai bentukbentuk kekerasan di antara pasukan keamanan dan pengunjuk rasa. Peristiwa serupa lantas kembali terjadi pada revolusi Mesir 2013 yang tidak dimulai dari media jejaring sosial. Melainkan tindakan langsung dari pihak oposisi dan militer sebagai respon dari pola kebijakan Mursi yang tidak disukai oleh beberapa pihak di Mesir khususnya kelompok oposisi. 2. Kerangka Berpikir Dibawah ini adalah bagan kerangka berpikir untuk memudahkan pemahaman kasus. Gambar 2. Bagan Kerangka Berpikir

14 14 3. Tinjauan Pustaka Berkaitan dengan penelitian ini, penulis melihat beberapa penelitian skripsi, jurnal, serta berita yang berkaitan dengan kasus ini sebagai tinjauan pustaka. Tinjauan yang pertama adalah skripsi yang ditulis oleh Rizfa Amalia, Program Studi Arab Universitas Indonesia dengan judul Kebijakan-Kebijakan Hosni Mubarak di Mesir ( ). Dalam skripsi tersebut dipaparkan bahwa kebijakan politik, agama, dan ekonomi adalah faktor yang membuatnya mampu berkuasa selama 30 tahun. Namun ketika di akhir kepemimpinannya ketiga kebijakan tersebut juga yang membuatnya harus menanggalkan jabatannya. Di awal pembahasan skripsi ini juga dibahas profil Mesir secara singkat sehingga dapat lebih mudah dalam mempelajari isi pembahasan inti yang diangkat. Diakhir pembahasan dipaparkan proses-proses turunnya Mubarak, namun pembahasan yang disajikan masih secara umum dan kronologi kejadian tidak diurutkan secara detail. Demonstrasi yang di paparkan juga masih terbatas pada detik-detik pernyataan Mubarak untuk mundur. Tinjauan yang kedua adalah skripsi yang ditulis oleh Ulil Amri, Program Studi Hubungan Internasional Universitas Hasanuddin dengan judul Masa Depan Mesir Pasca Pemerintahan Hosni Mubarak. Dalam skripsi tersebut dijelaskan bahwa pada era Presiden Hosni Mubarak masih diterapkan undang-undang darurat negara yang diberlakukan sejak masa Anwar Sadat. Hal ini berdampak pada kekuasaan pemerintah secara penuh dalam penangkapan dan penahanan tanpa proses peradilan terhadap mereka yang dianggap teroris dan mengancam keamanan nasional. Hal ini dimanfaatkan secara maksimal untuk menyingkirkan kelompok-kelompok oposisi yang berpotensi sebagai penentang rezim mereka.

15 15 Kemudian, Amri menambahkan bahwa suasana Dinastyc Republicanism juga sangat mencolok dimana subjektivitas Mubarak terhadap kelompoknya dan keturunannya sangat terlihat. Masyarakat yang menyadari hal itu merasa diingkari oleh pemimpinnya yang telah berjanji untuk menegakkan demokrasi Mesir. Dua permasalahan tersebut merupakan diantara banyak penyebab yang menghadirkan hujan massa di Tahrir Square. Berbeda dengan tinjauan yang pertama, tinjauan yang kedua lebih merincikan urutan kronologi demonstrasi secara urutan tanggal serta disajikan. Peranan media jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter yang ikut membentuk terjadinya demonstrasi di Tahrir Square juga disajikan lebih rinci. Tetapi, bentuk kekerasan yang di lakukan oleh masyarakat dalam media sosial berupa kata-kata provokasi maupun aksi kekerasan nyata tidak dipaparkan. Tinjauan ketiga adalah artikel ilmiah dalam jurnal Info Singkat DPR RI Vol V, No.14/II/P3DI/Juli/2013 seri Hubungan Internasional yang ditulis oleh Lisbet dengan judul Krisis Politik di Mesir dan Posisi Indonesia. Jurnal tersebut menjelaskan bahwa demokrasi masih membayangi ketidakpastian revolusi di Mesir. Hal tersebut dikarenakan militer yang telah berkuasa selama masa Pemerintahan Mubarak dan menjadi penyelenggaraan pemerintahan transisi tak sepenuhnya menyerahkan kekuasaan kepada Presiden terpilih. Presiden Mursi dan IM yang awalnya dipuji oleh negara-negara Barat sebagai penyelamat kapitalisme Mesir, telah dilucuti dengan adanya revolusi. Penyajian kasus dalam jurnal ini menitikberatkan pada permasalahan ekonomi dan sosial politik. Namun kekurangannya adalah penyajian tidak dipaparkan secara tuntas sehingga masih menimbulkan pertanyaan.

16 16 Tinjauan keempat adalah artikel ilmiah dan masih dalam jurnal yang sama Vol V, No.14/II/P3DI/Juli/2013 ditulis oleh Poltak Partogi Nainggolan dengan judul Kegagalan Transmisi Demokratis dan Masa Depan Mesir. Dalam tulisannya di paparkan ada empat alasan mengapa militer memilih untuk menjatuhkan Mursi. Pertama, kelompok militer adalah kelompok yang berkuasa dan berperan dominan dalam politik domestik negeri piramid tersebut pasca Gamal Abdul Nasser. Kedua, kelompok pesaing militer sejak lama, yaitu kelompok Islam garis keras IM yang sejak dulu merupakan pengusung Syariah dan gagasan pan-islamisme di kawasan timur tengah. Ketiga, kelompok Islam moderat, kelompok minoritas Kristen Koptik dan Katholik, serta gabungan kalangan sekuler dari kelompok-kelompok agama tersebut jika digabung jumlah mereka menjadi lebih banyak dari pada IM. Keempat, kelompok lain, yang walaupun jumlahnya jauh lebih minoritas, namun karena kewenangan monopoli penggunaan kekerasan secara sah yang diberikan negara kepadanya, ia mempunyai kepentingan laten untuk memulihkan kembali pengaruh dan kekuasaannya dalam politik nasional. Empat alasan tersebut yang dijadikan oleh Lisbet sebagai opini dasar mengapa Mursi harus dijatuhkan. Artikel tersebut hanya memusatkan perhatian pada pematangan opini bahwa kudeta terhadap Mursi adalah langkah yang benar. Tinjauan kelima adalah artikel ilmiah yang ditulis oleh Muhammad Riza Widyarsa dalam jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Pranata Sosial dengan judul Rezim Militer dan Otoriter Mesir, Suriah dan Libya. Pada bagian pembukaan, Widyarsa memberikan pernyataan bahwa untuk menjadi presiden Mesir, seakanakan harus dari kalangan militer dikarenakan pemimpin Mesir dalam kurun waktu lebih dari 50 tahun berasal dari militer. Selanjutnya, terdapat sub bab khusus yang

17 17 membahas estafet pemerintahan Mesir sejak masa Turki Utsmani. Dalam pembahasan selanjutnya di paparkan perjalanan perpolitikan kelompok militer dalam memulai dan mempertahankan kekuasaannya di Mesir. Namun, pada pembahasan militer, yang dikaji hanya sampai pada masa Anwar Sadat dan tidak membahas lebih lanjut rezim militer dibawah pemerintahan Hosni Mubarak. Tinjauan keenam adalah berita dari Harian Jurnal Asia dengan judul Militer Kudeta Morsi. Berita tersebut mengabarkan bahwa terjadi bentrokan antara massa pendukung Mursi dan militer. Bentrokan terjadi akibat kekecewaan masyarakat terhadap militer yang dengan secara paksa menurunkan Mursi yang baru setahun berkuasa. Diakhir berita juga sebutkan bahwa Mursi jatuh karena tekanan masyarakat yang memuncak dan bergabung dengan kubu posisi. Tetapi tidak dijelaskan lebih lanjut terkait massa yang kontra dengan Mursi. Tinjauan ketujuh adalah buku yang ditulis oleh M. Agastya ABM dengan judul Arab Spring Badai Revolusi Timur Tengah yang Penuh Darah. Pada buku tersebut terdapat sub bab yang khusus membahas konflik Mesir pada 2011 dan Pembahasan disajikan dengan mengungkapkan kronologi kejadian-kejadian menjelang revolusi Mesir 2011 dan 2013 juga diurutkan sesuai tanggal. Biografi kedua tokoh pemimpin Mesir (Hosni Mubarak dan Muhammad Mursi) juga dijelaskan secara lengkap dan komprehensif. Selanjutnya, juga terdapat pembahasan terkait perbedaan massa demonstran penentang Mursi dan pendukung Mursi. Terdapat empat poin yang diungkap terkait perbedaan demonstran; 1) kekerasan versus aksi damai; 2) saat tiba waktu sholat; 3) kemaksiatan versus shalat malam; 3) umpatan versus takbir; 4) dukungan media barat. Keempat poin tersebut diungkapkan hanya untuk menunjukan sisi positif pendukung Mursi dan

18 18 menimbulkan efek negatif dari massa penentang Mursi yang berhaluan nasionalissekuler. Kemudian di bagian akhir pembahasan di paparkan tentang keterlibatan luar negeri dalam Revolusi Mesir. Tetapi secara keseluruhan, dilihat dari penggunaan gaya bahasa dan cara penyajian, unsur subjektivitas (membela) Mursi sangat diperlihatkan sehingga memberikan kesan penelitian subjektif. Tinjauan kedelapan sekaligus yang terakhir adalah skripsi yang ditulis oleh Wahyu Ardianti Woro Seto, Program Studi Sastra Arab UNS dengan judul Demokratisasi Mesir Pasca Husni Mubarak sampai Muhammad Mursi Tahun (Studi Kepustakaan). Skripsi tersebut membahas proses demokrasi Mesir yang melalui tahapan alot hingga menciptakan revolusi dalam dua setengah tahun. Seto membagi transisi demokrasi menjadi tiga; 1) persiapan; 2) keputusan; 3) konsolidasi. Kemudian dikaji tentang kondisi Mesir saat jeda pemerintahan setelah Hosni Mubarak. Pada akhir pemerintahan Mursi kronologi menjelang kudeta terhadap Mursi di paparkan secara urut. Diantaranya dijelaskan bahwa terjadi konflik antara kelompok Islamis dan Kristen Koptik, demo massa penuntut Mursi, dan diakhiri dengan kudeta oleh militer. Dalam pembahasan kudeta oleh militer, dijelaskan respon militer berupa tindakan represif terhadap kebijakankebijakan Mursi, namun tindakan (kekerasan) yang dipaparkan hanya terhadap massa pendukung Mursi sedangkan tindakan lanjutan terhadap Mursi tidak disajikan. Berdasarkan beberapa tinjauan kepustakaan yang penulis lakukan, semuanya memusatkan pembahasan pada pergantian-pergantian pemerintahan Mesir yang menimbulkan gejolak. Meskipun terdapat sedikit pembahasan terkait kronologi maupun peristiwa penurunan Hosni Mubarak dan kudeta terhadap Mursi, kajian

19 19 tentang kekerasan dalam objek tersebut tidak dilakukan secara mendalam. Bahkan boleh dikatakan belum ada yang mengkhususkan pada kekerasan yang terjadi. Maka dari itu pada penelitian ini, memfokuskan pembahasan pada kekerasan yang diimplementasikan sebagai buah dari gagasan pikiran baik dari sisi masyarakat maupun militer yang kemudian berkembang menjadi sebuah budaya. B. Perumusan Masalah Rumusah masalah dari penelitian ini terdiri dari dua pokok permasalahan, yaitu: 1. Apa saja kekerasan yang dilakukan masyarakat, polisi dan militer Mesir dalam peristiwa turunnya Hosni Mubarak dan Muhammad Mursi? 2. Apa penyebab lahirnya kekerasan tersebut? C. Tujuan Pembahasan Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui dan menggambarkan berbagai kekerasan yang dilakukan oleh masyarakat sipil, polisi dan militer pada revolusi Mesir 2011 dan Untuk mengetahui sebab-sebab terjadinya kekerasan yang terjadi pada peristiwa penurunan Hosni Mubarak dan Muhammad Mursi dari jabatannya. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat tentang budaya kekerasan yang tercipta di tengah masyarakat sipil, polisi, dan badan militer Mesir.

20 20 2. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan penelitian selanjutnya tentang iklim kekerasan masyarakat Mesir pada peristiwa jatuhnya pemerintahan Hosni Mubarak juga tentang peristiwa kudeta Mursi oleh militer Mesir, karena hingga saat ini penelitian ilmiah tentang kekerasan di Mesir masih tergolong minim. E. Pembatasan Masalah Dalam penelitian ini, akan membahas berbagai proses kekerasan yang terjadi pada saat jatuhnya pemerintahan Hosni Mubarak (2011) dan Muhammad Mursi (2013). Adapun alur pembahasannya dimulai dari mengulas kembali profil negara Mesir yang berhubungan dengan sejarah pemerintahannya, jenis-jenis kekerasan yang terjadi pada revolusi Mesir 2011 dan 2013, serta bentuk-bentuk kekerasan yang dilakukan. F. Teori Penelitian skripsi ini menggunakan teori hegemoni. Teori hegemoni pertama kali di cetuskan oleh Antonio Gramci ( ). Teori Hegemoni yang dimaksud oleh Gramci menunjuk pada kuatnya pengaruh kepemimpinan, dalam bentuk moral maupun intelektual, yang membentuk sikap kelas yang dipimpin dalam karakter konsensual (Purwasito, 2011: 45). Menurut Arif (dalam Purwasito, 2011: 45) konsensus yang terjadi dalam dua kelas ini (yang dipimpin dan yang memimpin) bisa diciptakan melalui cara pemaksaan maupun pengaruh secara terselubung, lewat pengetahuan yang disebarkan melalui perangkat-perangkat kekuasaan.

21 21 Kepemimpinan hegemoni juga harus memerhatikan sentimen-sentimen dari masyarakat-bangsa dan tidak boleh tampak sebagai makhluk aneh atau asing yang terpisah dari massa. Dalam konsep hegemoni Gramci, terdapat pemikiran tentang negara-bangsa. Negara dan bangsa adalah dua konsep yang berbeda dalam politik dunia. Dalam terminologi Gramci, dapat dikatakan bahwa bangsa dan identitasidentitas etnis yang lain, dibentuk dalam masyarakat sipil. Masyarakat sebagian dibentuk dalam sistem pendidikan. Adapun negara, sebagai suatu aparat koersif yang mengontrol hukum dan administrasi keadilan dalam wilayah tertentu dan lembaga hukum didalamnya membantu membentuk suatu masyarakat yang tunduk terhadapnya (Bocock, 2007: 38-39). Bagi Gramci, hegemoni tidak dilakukan dengan cara anarkis maupun tindakan-tindakan persuasif, tetapi proses emansipasi dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat (individu) untuk mengembangkan potensi dan bakat yang dimilikinya (Purwasito, 2011:46). Kenyataan yang telah kita saksikan bersama bahwa pada peristiwa lengsernya Hosni Mubarak akibat kemarahan rakyat Mesir telah membuktikan bahwa pemerintahan yang sangat membatasi masyarakat dengan kediktatoran yang cukup lama pada akhirnya dapat menjadi bumerang. Menurut Gramci, apabila kekuasaan hanya dicapai dengan mengandalkan kekuasaan memaksa (baca : diktator), maka hasil yang dicapai hanya sebatas kata dominasi dan itu tidak akan bersifat langgeng (Sulasman & Gumilar, 2013 : 209). Menurut Heryanto (dalam Sulasman dan Gumilar, 2013 : 208) melalui konsep hegemoni, Gramci beragumentasi bahwa jika ingin kekuasaan dapat abadi dan langgeng membutuhkan dua perangkat kerja. Pertama, perangkat kerja yang

22 22 mampu melakukan berbagai tindak kekerasan yang bersifat memaksa, dengan kata lain membutuhkan perangkat kerja yang bernuansa Law Enforcement. Perangkat kerja ini biasa dilakukan oleh pranata negara melalui hukum, militer, polisi, bahkan penjara. Kedua, perangkat kerja yang mampu membujuk masyarakat beserta pranata-pranata negara untuk taat pada mereka yang berkuasa melalui kehidupan beragama, pendidikan, kesenian, bahkan keluarga. Apabila kita mengalihkan pandangan ke Mesir dengan berdasarkan pandangan dari Gramci, pelengseran Hosni Mubarak dan kudeta terhadap Mursi, disebabkan karena tidak seimbangnya eksistensi antar perangkat kerja. Pada masa Hosni Mubarak, badan militer berkuasa melalui dirinya dan membatasi kebebasan masyarakat serta ditambah dengan memburuknya kondisi negara. Sedangkan masa Muhammad Mursi, kekuatan politik Islam yang diusung oleh IM seperti belum mendapatkan restu seutuhnya dari seluruh pihak di Mesir. Keadilan dalam kehidupan bernegara perlu mempertimbangkan unsur keseimbangan antar kelompok manusia yang sama-sama menjadi penghuni negara. Bagi penguasa yang benar-benar ingin melanggengkan kekuasannya tentunya pasti akan mempertimbangkan perangkat kerja yang kedua agar keseimbangan itu dapat tercapai. Dengan demikian, supremasi kelompok (penguasa) atau kelas sosial tampil dalam dua cara, yaitu dominasi atau penindasan dan kepemimpinan intelektual dan moral. Tipe yang kedua merupakan hegemoni, sehingga hegemoni berarti kekuasaan melalui persetujuan atau konsensus. Pada kesimpulannya, Hegemoni adalah rantai kemenangan yang didapat melalui mekanisme konsensus (consenso) dari pada melalui penindasan terhadap kelas sosial lain (Sulasman & Gumilar, 2013: 210).

23 23 G. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari sumber data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara para pengamat atau ahli Timur Tengah, dan melalui beberapa kuesioner yang diisi oleh informan langsung di Mesir. Adapun data sekunder diperoleh dari buku-buku, jurnal, dan berita/koran yang membahas seputar kasus yang diangkat oleh peneliti. Untuk sumber data kepustakaan diantaranya adalah : 1. Teori-Teori Kekerasan editor oleh Thomas Santoso 2. Revolusi Timur Tengah karya Apriadi Tamburaka 3. Arab Spring Badai Revolusi Timur Tengah yang Penuh Darah karya M. Agastya ABM 4. Dari Istana ke Liang Lahat: Mursi karya Badriyah Huriyah 5. Liberation Square, Inside The Egyptian Revolution and The Rebirth of A Nation karya Ashraf Khalil 6. Tweets From Tahrir karya Nadia Iddle dan Alex Nuns H. Metode dan Teknik Penelitian 1. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif cenderung berkembang dan banyak berkembang dalam ilmu-ilmu sosial yang berhubungan dengan perilaku sosial atau manusia (Subana dan Sudrajat, 2001: 11). Metode pembahasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deduktif yaitu memfokuskan pembahasan dari umum ke khusus.

24 24 Model pembahasan yang diterapkan adalah studi kasus tunggal. Studi kasus tunggal ini berhubungan dengan penyikapan dimana peneliti mempunyai kesempatan untuk mengamati dan menganalisis suatu fenomena yang tak mengizinkan penelitian ilmiah (Yin, 1996: 47). Selanjutnya, model studi kasus tunggal yang dimaksud adalah studi kasus tunggal terpancang yaitu pembahasan kasus secara mendalam dan bukan menyeluruh (Yin, 1996: 51-53). Studi kasus yang mendalam berarti memfokuskan pada satu kasus yang ekstrem atau unik kemudian berusaha untuk mengungkap hal ihwal terkait yang masih dianggap abstrak oleh khalayak umum. Paradigma penelitian yang digunakan adalah paradigma naturalistik. Pada paradigma ini peneliti berusaha menafsirkan fenomena budaya yang ditemuinya, tidak memanipulasi atau mengontrolnya, dan lebih mengutamakan logic in action (Endraswara, 2006 : 39). 2. Pengambilan dan Penyeleksian Data Data dan sumber diperoleh melalui hasil wawancara beberapa informan profesional, observasi, dan penelusuran dokumen. a. Wawancara dilakukan dengan para peneliti di bidang Kajian Timur Tengah, pejabat diplomat Kemlu RI, dan tokoh Pendeta Koptik. Hasil dari wawancara kemudian di transkripsi dan dijadikan sumber data primer atau menjadi rujukan berpikir peneliti. b. Observasi dilakukan dengan memantau perkembangan berita melalui surat kabar cetak maupun media online pada tahun 2011 dan Selain itu, peneliti menyebarkan beberapa kuesioner di Mesir melalui kerja sama mahasiswa Sastra Arab UNS yang sedang berada di Canal Suez

25 25 University. Kuesioner diberikan kepada beberapa WNI yang tinggal di Mesir sekaligus menjadi saksi mata pada saat kejadian terjadi. Pemilihan WNI sebagai informan dikarenakan kasus yang diangkat masih sangat sensitif bagi warga Mesir sendiri baik di kalangan akademisi maupun umum. c. Penelusuran dokumen dilakukan dengan studi pustaka (library research) di beberapa perpustakaan dan jurnal-jurnal terkait. Setelah data dikumpulkan, tahap selanjutnya adalah penyeleksian data. Data hasil penelitian di lapangan dijadikan sebagai data primer sedangkan data dari buku, berita, dan jurnal ilmiah dijadikan sebagai data sekunder. Data sekunder dijadikan sebagai pendukung data primer agar data primer dapat dipertanggung jawabkan validitasnya. Untuk menguji keabsahan data maka peneliti menggunakan teknik triangulasi, yaitu usaha memahami data melalui berbagai sumber, subjek peneliti, cara (teori, metode, teknik) dan waktu (Ratna, 2010: 241). Teknik triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber, yaitu dengan membandingkan berbagai sumber data yang diterima dan melakukan pengujian data melalui sumber data yang berbeda, pengecekan data melalui pembanding ini berfungsi untuk menguji elemen data agar data yang diperoleh valid dan bersifat objektif. Cara dalam menguji validitas data adalah: a. Membandingkan hasil wawancara, pengamatan dan dokumen yang diperoleh b. Membandingkan pengakuan seorang informan secara pribadi dengan pernyataan-pernyataannya di depan umum

26 26 c. Perbandingan pendapat sebagai orang biasa dan birokrat dengan situasi pemberitaan media 3. Analisis Data Setelah pengumpulan data, pengujian, dan penyeleksian data selesai maka tahap selanjutnya adalah analisis data. Teknik analisis data menggunakan analisis model interaktif. Menurut Miles dan Huberman analisis data dilakukan melalui tiga tahapan utama: reduksi data, penyajian data dan penarikan simpulan (Ulber, 2009: 27). Tahapan pertama, reduksi data dilakukan dengan cara mengklasifikasikan data sesuai dengan esensinya. Pemilahan data pada tahap reduksi yang dilakukan adalah dengan cara menetapkan data yang akan dianalisis melalui kegiatan observasi non-partisipan serta wawancara. Pemilihan data dilakukan berdasarkan derajat keabsahan data. Tahapan kedua, penyajian data yakni dengan melakukan proses pemahaman makna melalui deskripsi dalam bentuk narasi hingga akhirnya mengantarkan data menuju ulasan akhir. Pada tahapan terakhir yaitu penarikan simpulan dari seluruh proses penelitian dengan menyertakan kritik dan saran. Gambar 3. Tahapan Analisis Data Menurut Miles dan Huberman Sumber: Silalahi Metode Penelitian Sosial. Bandung: Refika Aditama. Hlm. 27

27 27 I. Sistematika Penyajian Hasil penelitian ini akan disajikan dalam empat bab dengan masing-masing beberapa sub bab untuk memudahkan pembaca dalam memahami penelitian ini. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut : Bab I adalah pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, teori, sumber data, metode penelitian, dan sistematika penyajian. Bab II merupakan pembahasan rumusan masalah pertama yang terdiri dari empat sub bab yaitu; 1) Profil Mesir dan Pemerintahannya; 2) Agresi, Kekersan, Revolusi; 3) Kekerasan Simbolik pada revolusi 2011; dan 4) Kekerasan fisik pada revolusi 2011 dan Bab III adalah pembahasan rumusan masalah kedua yaitu sebab-sebab terjadinya kekerasan yang terdiri dari dua sub bab; 1) Kekerasan Simbolik pada revolusi Mesir 2011; dan 2) Kekerasan fisik pada revolusi Mesir 2011 dan Bab IV adalah penutup yang berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan saran yang bermanfaat untuk penelitian selanjutnya. Bagian paling terakhir di sertakan juga daftar pustaka dan lampiran-lampiran selama penelitian berlangung.

Demokratisasi di Mesir (Arab Spring) Ketiga dapat dikatakan benar. Afrika Utara dan Timur Tengah mengalami proses demokrasi

Demokratisasi di Mesir (Arab Spring) Ketiga dapat dikatakan benar. Afrika Utara dan Timur Tengah mengalami proses demokrasi Rani Apriliani Aditya 6211111049 Hubungan Internasional 2011 Demokratisasi di Mesir (Arab Spring) Apa yang diprediksikan oleh Huntington dalam bukunya Gelombang Demokrasi Ketiga dapat dikatakan benar.

Lebih terperinci

BAB II PEMERINTAHAN OTORITER DAN TRANSISI DEMOKRASI DI MESIR. kekuasaan Raja Farouk pada tahun Pasca kudeta, hingga tahun 2011 secara

BAB II PEMERINTAHAN OTORITER DAN TRANSISI DEMOKRASI DI MESIR. kekuasaan Raja Farouk pada tahun Pasca kudeta, hingga tahun 2011 secara BAB II PEMERINTAHAN OTORITER DAN TRANSISI DEMOKRASI DI MESIR Secara historis, dinamika politik pemerintahan Mesir tidak terlepas dari genggaman kalangan militer yang otoriter. Militer telah menguasai Mesir

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN Prosperity Outhority faktor sosial ekonomi politik

BAB IV KESIMPULAN Prosperity Outhority faktor sosial ekonomi politik BAB IV KESIMPULAN Setelah melakukan beberapa analisa data melalui pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat menyimpulkan penelitian ini kedalam beberapa hal pokok untuk menjawab pertanyaan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 105 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan dan saran dari skripsi dengan judul GEJOLAK PATANI DALAM PEMERINTAHAN THAILAND (Kajian Historis Proses Integrasi Rakyat Patani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mengenang sejarah Jerman akan selalu tertuju pada Perang Dunia II dan sosok pemimpinnya yaitu Adolf Hitler. Adolf Hitler menjabat sebagai kanselir Jerman di usia

Lebih terperinci

Tentara sekali lagi membuktikan mereka adalah kekuatan nyata di negeri itu. Tidak berubah.

Tentara sekali lagi membuktikan mereka adalah kekuatan nyata di negeri itu. Tidak berubah. Tentara sekali lagi membuktikan mereka adalah kekuatan nyata di negeri itu. Tidak berubah. Boleh jadi mantan Presiden Mesir Husni Mubarak tertawa di dalam penjara. Penggantinya Muhammad Mursi tak bisa

Lebih terperinci

Mempertahankan sistem militer dan sistem demokrasi sama saja memperpanjang kolonialisme. Pilihan satu-satunya adalah khilafah.

Mempertahankan sistem militer dan sistem demokrasi sama saja memperpanjang kolonialisme. Pilihan satu-satunya adalah khilafah. Mempertahankan sistem militer dan sistem demokrasi sama saja memperpanjang kolonialisme. Pilihan satu-satunya adalah khilafah. Luka itu belum sembuh. Mesin perang tentara dan polisi Mesir mengoyak-ngoyak

Lebih terperinci

6 th of April Youth Movement serta trending topic Twitter #Jan25 dan #Egypt

6 th of April Youth Movement serta trending topic Twitter #Jan25 dan #Egypt 117 BAB III SEBAB-SEBAB TERJADINYA KEKERASAN A. Penyebab Kekerasan Simbolik pada Revolusi Mesir 2011 Munculnya kekerasan simbolik lewat media jejaring sosial tidak jauh dilatarbelakangi oleh kejenuhan

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan. dari revolusi di kerdua Negara tersebut. Bahkan di Mesir media sosial

BAB V. Kesimpulan. dari revolusi di kerdua Negara tersebut. Bahkan di Mesir media sosial BAB V Kesimpulan Berdasarkan tulisan diatas, dapat diambil argumen bahwa Media memiliki peranan yang sangat penting dalam isu politik dan hubungan internasional. Di kawasan Mesir dan Suriah bisa dikatakan

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi politik di Pakistan tak pernah jauh dari pemberitaan media internasional, kekacauan politik seolah menjadi citra buruk di mata internasional. Kekacauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Skripsi ini akan membahas tentang pemerintah otoriter Mesir di bawah

BAB I PENDAHULUAN. Skripsi ini akan membahas tentang pemerintah otoriter Mesir di bawah BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Skripsi ini akan membahas tentang pemerintah otoriter Mesir di bawah Presiden Abdel Fattah Al Sisi pasca kudeta militer tahun 2013 yang berhasil menumbangkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. dasawarsa terakhir ini dengan dilumpuhkannya beberapa pemimpin-pemimpin dictator

BAB V KESIMPULAN. dasawarsa terakhir ini dengan dilumpuhkannya beberapa pemimpin-pemimpin dictator BAB V KESIMPULAN Amerika serikat adalah sebagai negara adidaya dan sangat berpengaruh di dunia internasional dalam kebijakan luar negerinya banyak melakukan berbagai intervensi bahkan invasi dikawasan

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Kebijakan pemerintahan Francisco..., Fadhil Patra Dwi Gumala, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB IV KESIMPULAN. Kebijakan pemerintahan Francisco..., Fadhil Patra Dwi Gumala, FISIP UI, Universitas Indonesia 68 BAB IV KESIMPULAN Pasca berakhirnya perang saudara di Spanyol pada tahun 1939, Francisco Franco langsung menyatakan dirinya sebagai El Claudilo atau pemimpin yang menggunakan kekuasaannya dengan menerapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang.

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. Adapun proses kreatif itu berasal dari pengalaman pengarang sebagai manusia yang hidup di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejak masa reformasi ditandai dengan adanya kebebasan terhadap pers dalam

BAB I PENDAHULUAN. sejak masa reformasi ditandai dengan adanya kebebasan terhadap pers dalam 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Perkembangan media massa di Indonesia yang berkembang pesat terutama sejak masa reformasi ditandai dengan adanya kebebasan terhadap pers dalam menyajikan beragam

Lebih terperinci

REPRESENTASI PERAMPASAN HAK HIDUP INDIVIDU YANG DIANGGAP TAPOL DALAM NOVEL MENCOBA TIDAK MENYERAH KARYA YUDHISTIRA ANM MASSARDI

REPRESENTASI PERAMPASAN HAK HIDUP INDIVIDU YANG DIANGGAP TAPOL DALAM NOVEL MENCOBA TIDAK MENYERAH KARYA YUDHISTIRA ANM MASSARDI REPRESENTASI PERAMPASAN HAK HIDUP INDIVIDU YANG DIANGGAP TAPOL DALAM NOVEL MENCOBA TIDAK MENYERAH KARYA YUDHISTIRA ANM MASSARDI Bangga Pramesti Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, FPBS, UPI bangga_108@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Tesis ini berupaya untuk memberikan sebuah penjelasan mengenai

BAB V PENUTUP. Tesis ini berupaya untuk memberikan sebuah penjelasan mengenai BAB V PENUTUP Tesis ini berupaya untuk memberikan sebuah penjelasan mengenai hubungan antara kebangkitan gerakan politik Islam dalam pergolakan yang terjadi di Suriah dengan persepsi Amerika Serikat, yang

Lebih terperinci

Bagaimana anda mengartikan Islam?

Bagaimana anda mengartikan Islam? Islam bukanlah agama populer di Jepang. Agama ini diperkirakan datang pertama kali pada awal 1900-an, ketika Muslim Tatar melarikan diri dari ekspansi Rusia. Namun komunitas Muslim di Jepang baru terbentuk

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Mubarak. Berdasarkan dengan pandangan bahwa dalam setiap wilayah ditingkat

BAB V PENUTUP. Mubarak. Berdasarkan dengan pandangan bahwa dalam setiap wilayah ditingkat BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Skripsi ini telah menjelaskan mengenai perjuangan Ikhwanul Muslimin (IM) dalam proses Counter Hegemony terhadap sekularisme di masa pemerintahan Hosni Mubarak. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PERANAN LIGA ARAB DALAM USAHA MENYELESAIKAN KONFLIK DI SURIAH. Organisasi yang bertujuan untuk menciptakan perdamaian antar negara-negara

BAB I PERANAN LIGA ARAB DALAM USAHA MENYELESAIKAN KONFLIK DI SURIAH. Organisasi yang bertujuan untuk menciptakan perdamaian antar negara-negara BAB I PERANAN LIGA ARAB DALAM USAHA MENYELESAIKAN KONFLIK DI SURIAH A. Alasan Pemilihan Judul Liga Arab adalah organisasi yang beranggotakan dari negara-negara Arab. Organisasi yang bertujuan untuk menciptakan

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL SAMBUTAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS Pada Penandatanganan MoU

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 121 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Pada bab terakhir ini, peneliti akan memaparkan mengenai kesimpulan dan rekomendasi dari penulisan skripsi yang berjudul " Refungsionalisasi Tentara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Mungkid, Kabupaten Magelang. Dipilihnya lokasi ini sebagai tempat

BAB III METODE PENELITIAN. Mungkid, Kabupaten Magelang. Dipilihnya lokasi ini sebagai tempat 21 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di daerah Desa Progowati, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang. Dipilihnya lokasi ini sebagai tempat penelitian dengan

Lebih terperinci

Albania Negeri Muslim di Benua Biru?

Albania Negeri Muslim di Benua Biru? Albania Negeri Muslim di Benua Biru? Faktanya banyak sekali hal-hal yang belum kita ketahui tentang agama islam di dunia ini, bagi kalian yang mengaku masyarakat islam hendaklah kita sesekali menilik lebih

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi ini akan dituangkan kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi ini akan dituangkan kesimpulan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi ini akan dituangkan kesimpulan dan rekomendasi berdasarkan hasil penelitian mengenai permasalahan yang dikaji dalam skripsi ini,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. BAB V merupakan bab yang berisi kesimpulan-kesimpulan dari setiap

BAB V KESIMPULAN. BAB V merupakan bab yang berisi kesimpulan-kesimpulan dari setiap BAB V KESIMPULAN BAB V merupakan bab yang berisi kesimpulan-kesimpulan dari setiap pembahasan yang ada di dalam karya tulis (skripsi) ini. Kesimpulan tersebut merupakan ringkasan dari isi perbab yang kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesan secara massal, dengan menggunakan alat media massa. Media. massa, menurut De Vito (Nurudin, 2006) merupakan komunikasi yang

BAB I PENDAHULUAN. pesan secara massal, dengan menggunakan alat media massa. Media. massa, menurut De Vito (Nurudin, 2006) merupakan komunikasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi massa menjadi sebuah kekuatan sosial yang mampu membentuk opini publik dan mendorong gerakan sosial. Secara sederhana, komunikasi diartikan sebagai

Lebih terperinci

2015 IDEOLOGI PEMBERITAAN KONTROVERSI PELANTIKAN AHOK SEBAGAI GUBERNUR DKI JAKARTA

2015 IDEOLOGI PEMBERITAAN KONTROVERSI PELANTIKAN AHOK SEBAGAI GUBERNUR DKI JAKARTA 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wacana adalah bahasa yang digunakan untuk merepresentasikan suatu praktik sosial, ditinjau dari sudut pandang tertentu (Fairclough dalam Darma, 2009, hlm

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalamnya. Untuk dapat mewujudkan cita-cita itu maka seluruh komponen yang

I. PENDAHULUAN. dalamnya. Untuk dapat mewujudkan cita-cita itu maka seluruh komponen yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan suatu negara untuk menjadi lebih baik dari aspek kehidupan merupakan cita-cita dan sekaligus harapan bagi seluruh rakyat yang bernaung di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilu 1955 merupakan pemilihan umum pertama dengan sistem multi partai yang dilakukan secara terbuka,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilu 1955 merupakan pemilihan umum pertama dengan sistem multi partai yang dilakukan secara terbuka, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilu 1955 merupakan pemilihan umum pertama dengan sistem multi partai yang dilakukan secara terbuka, bebas dan jujur.tetapi pemilihan umum 1955 menghasilkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. di Kerajaan Saudi. Ulama berperan dalam mendukung segala kebijakan-kebijakan

BAB V KESIMPULAN. di Kerajaan Saudi. Ulama berperan dalam mendukung segala kebijakan-kebijakan BAB V KESIMPULAN Ulama merupakan salah satu entitas yang penting dalam dinamika politik di Kerajaan Saudi. Ulama berperan dalam mendukung segala kebijakan-kebijakan pemerintah atau kerajaan dan mengkafirkan

Lebih terperinci

Dalam pandangan Ikhwan, mereka mempunyai hubungan bersahabat sejak era pendiri kerajaan, Raja Abdul Aziz al Saud, bahkan sampai saat ini.

Dalam pandangan Ikhwan, mereka mempunyai hubungan bersahabat sejak era pendiri kerajaan, Raja Abdul Aziz al Saud, bahkan sampai saat ini. Pengantar: Kerajaan Arab Saudi mengelompokkan Ikhwanul Muslimin sebagai kelompok teroris, sama dengan Al Qaeda, dan lainnya. Ada apa di balik semua ini? Adakah negara lain punya peran? Simak pembahasannya

Lebih terperinci

eksistensi tradisi nyadran di Gunung Balak dalam arus globalisasi yang masuk dalam kehidupan masyarakat.

eksistensi tradisi nyadran di Gunung Balak dalam arus globalisasi yang masuk dalam kehidupan masyarakat. BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan analisis data deskriptif. Sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui eksistensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Veygi Yusna, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Veygi Yusna, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebijakan politik yang dikeluarkan oleh pemerintah biasanya menimbulkan berbagai permasalahan yang berawal dari ketidakpuasan suatu golongan masyarakat, misalnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai politik merupakan elemen penting yang bisa memfasilitasi berlangsungnya sistem demokrasi dalam sebuah negara, bagi negara yang menganut sistem multipartai seperti

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. skripsi Irak Di Bawah Kepemimpinan Saddam Hussein (Kejayaan Sampai

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. skripsi Irak Di Bawah Kepemimpinan Saddam Hussein (Kejayaan Sampai 36 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini akan menguraikan mengenai metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam mengkaji permasalahan yang berhubungan dengan judul skripsi Irak Di Bawah Kepemimpinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Muslim dunia (Top ten largest with muslim population, 2012). Muslim

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Muslim dunia (Top ten largest with muslim population, 2012). Muslim BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk Muslim terbanyak di dunia. Penduduk muslimnya berjumlah 209.120.000 orang atau 13% dari jumlah penduduk Muslim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peran Berita Politik Dalam Surat Kabar Pikiran Rakyat Terhadap Pengetahuan Politik Mahasiswa Ilmu Sosial se-kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Peran Berita Politik Dalam Surat Kabar Pikiran Rakyat Terhadap Pengetahuan Politik Mahasiswa Ilmu Sosial se-kota Bandung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi ini, terutama teknologi informasi dan komunikasi yang semakin berkembang dengan cepat,

Lebih terperinci

UNOFFICIAL TRANSLATION

UNOFFICIAL TRANSLATION UNOFFICIAL TRANSLATION Prinsip-prinsip Siracusa mengenai Ketentuan Pembatasan dan Pengurangan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik Annex, UN Doc E / CN.4 /

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Bab ini merupakan kesimpulan dari pembahasan skripsi yang berjudul Gejolak Politik di Akhir Kekuasaan Presiden: Kasus Presiden Soeharto (1965-1967) dan Soeharto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 mengakui bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. telah disaksikan tata pola penguasa negara. Jika dilihat kembali awal berdirinya Orde

I.PENDAHULUAN. telah disaksikan tata pola penguasa negara. Jika dilihat kembali awal berdirinya Orde I.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kurang lebih 32 tahun Orde Baru berdiri, dan selama pemerintahan itu berlangsung telah disaksikan tata pola penguasa negara. Jika dilihat kembali awal berdirinya

Lebih terperinci

Sumardjo & Saini (1994: 3) mengungkapkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi

Sumardjo & Saini (1994: 3) mengungkapkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Relasi antara Sastra, Kebudayaan, dan Peradaban Sumardjo & Saini (1994: 3) mengungkapkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketika menulis sebuah teks, penulis harus berupaya menarik minat pembaca

BAB I PENDAHULUAN. Ketika menulis sebuah teks, penulis harus berupaya menarik minat pembaca BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketika menulis sebuah teks, penulis harus berupaya menarik minat pembaca untuk membaca apa yang ditulisnya. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan gaya bahasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kyai dan Jawara ditengah tengah masyarakat Banten sejak dahulu menempati peran kepemimpinan yang sangat strategis. Sebagai seorang pemimpin, Kyai dan Jawara kerap dijadikan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. disimpulkan bahwa KAMMI telah melakukan beberapa hal terkait dengan strategi

BAB V PENUTUP. disimpulkan bahwa KAMMI telah melakukan beberapa hal terkait dengan strategi BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian dan pembahasan dalam skripsi ini, dapat disimpulkan bahwa KAMMI telah melakukan beberapa hal terkait dengan strategi penguatan gerakan dalam hal menebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. realitas bisa berbeda-beda, tergantung bagaimana konsepsi

BAB I PENDAHULUAN. realitas bisa berbeda-beda, tergantung bagaimana konsepsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Media massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesanpesan dari sumber kepada khalayak (menerima) dengan menggunakan alat-alat komunikasi. 1 Media massa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negarawan merupakan karakter yang sangat penting bagi kepemimpinan nasional Indonesia. Kepemimpinan negarawan diharapkan dapat dikembangkan pada pemimpin pemuda Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah rezim pemerintahan bagaimanapun kuat dan besar kekuasaannya tidak akan pernah berjaya terus-menerus tanpa ada batasnya. Suatu saat rezim tersebut kekuasaannya

Lebih terperinci

Semua yang terjadi di Mesir tak lepas dari kepentingan Amerika. Hubungan militer Mesir dan Amerika sangat erat.

Semua yang terjadi di Mesir tak lepas dari kepentingan Amerika. Hubungan militer Mesir dan Amerika sangat erat. Semua yang terjadi di Mesir tak lepas dari kepentingan Amerika. Hubungan militer Mesir dan Amerika sangat erat. Detik demi detik perubahan di Mesir tidak lepas dari restu Amerika Serikat. Ketika Jenderal

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Ilmu Hubungan Internasional mempelajari dinamika kasus negara

BAB V KESIMPULAN. Ilmu Hubungan Internasional mempelajari dinamika kasus negara BAB V KESIMPULAN Ilmu Hubungan Internasional mempelajari dinamika kasus negara berkembang. Salah satu kawasan yang sangat dinamis dalam perkembangan politik dan ekonomi adalah kawasan Asia Tenggara. Asia

Lebih terperinci

مظاهرات بمصر احتفاء بثورة (Skematik)

مظاهرات بمصر احتفاء بثورة (Skematik) LAMPIRAN Kerangka Analisis Data Teks Berita 1 dari www.aljazeera.net Struktur Wacana Elemen Temuan Struktur Makro Topik/Tema Demonstrasi yang mendukung revolusi Arab Superstruktur Judul مظاهرات بمصر احتفاء

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Partai Gerindra adalah partai yang mencintai Indonesia. Terlepas dari usaha untuk menilai apakah berhasil atau tidak dalam mewujudkan cita-citanya, konsistensi antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bali dikenal sebagai daerah dengan ragam budaya masyarakatnya yang

BAB I PENDAHULUAN. Bali dikenal sebagai daerah dengan ragam budaya masyarakatnya yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali dikenal sebagai daerah dengan ragam budaya masyarakatnya yang unik. Bali dipandang sebagai daerah yang multikultur dan multibudaya. Kota dari provinsi Bali adalah

Lebih terperinci

Assalamu alaikum warohmatullahi wabarokaatuh Salam sejahtera bagi kita semua;

Assalamu alaikum warohmatullahi wabarokaatuh Salam sejahtera bagi kita semua; OPENING REMARKS by: H.E. Dr. Marzuki Alie Speaker of the Indonesian House of Representatives Assalamu alaikum warohmatullahi wabarokaatuh Salam sejahtera bagi kita semua; Yang kami hormati, Para Delegasi

Lebih terperinci

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) Apakah Sistem Demokrasi Pancasila Itu? Tatkala konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian Dewasa ini, media adalah hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian Dewasa ini, media adalah hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Dewasa ini, media adalah hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia yang senantiasa membutuhkan informasi yang dapat memperkaya hidupnya. Media merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi dari ketentuan ini adalah bahwa setiap sikap, pikiran, perilaku, dan kebijakan pemerintahan negara

Lebih terperinci

Orang Kristen yang membunuh kaum Muslim jauh lebih sadis tidak pernah sedikit pun dibilang sebagai teroris.

Orang Kristen yang membunuh kaum Muslim jauh lebih sadis tidak pernah sedikit pun dibilang sebagai teroris. Orang Kristen yang membunuh kaum Muslim jauh lebih sadis tidak pernah sedikit pun dibilang sebagai teroris. Tidak pernah ada cerita orang Kristen disebut teroris, meski tindakannya sama persis dengan teroris.

Lebih terperinci

Demokrasi Sebagai Kerangka Kerja Hak Asasi Manusia

Demokrasi Sebagai Kerangka Kerja Hak Asasi Manusia Demokrasi Sebagai Kerangka Kerja Hak Asasi Manusia Antonio Pradjasto Tanpa hak asasi berbagai lembaga demokrasi kehilangan substansi. Demokrasi menjadi sekedar prosedural. Jika kita melihat dengan sudut

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP KESIMPULAN. Rangkaian perjalanan sejarah yang panjang terhadap upaya-upaya dan

BAB V PENUTUP KESIMPULAN. Rangkaian perjalanan sejarah yang panjang terhadap upaya-upaya dan BAB V PENUTUP KESIMPULAN Rangkaian perjalanan sejarah yang panjang terhadap upaya-upaya dan Strategi Republik Kosovo dalam Proses Mencapai Status Kedaulatannya pada Tahun 2008 telah berlangsung sejak didirikannya

Lebih terperinci

TWO VISIONS OF REFORMATION

TWO VISIONS OF REFORMATION l Edisi 024, Oktober 2011 TWO VISIONS OF REFORMATION P r o j e c t i t a i g k a a n D Robin Wright Dua Visi Reformasi Islam Review Paper oleh Hamid Basyaib 1 Edisi 024, Oktober 2011 Sumber Artikel: Two

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP Pertama

BAB V PENUTUP Pertama BAB V PENUTUP Tesis ini adalah media sosial sebagai strategi gerakan dalam konteks demokrasi. Peneliti memandang media sosial dengan cara pandang teknorealis. Artinya, media sosial bagai pedang bermata

Lebih terperinci

Negara Jangan Cuci Tangan

Negara Jangan Cuci Tangan Negara Jangan Cuci Tangan Ariel Heryanto, CNN Indonesia http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160426085258-21-126499/negara-jangan-cuci-tangan/ Selasa, 26/04/2016 08:53 WIB Ilustrasi. (CNN Indonesia)

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab V, penulis memaparkan kesimpulan dan rekomendasi dari hasil penelitian secara keseluruhan yang dilakukan dengan cara studi literatur yang data-datanya diperoleh

Lebih terperinci

Lampiran 1 Peta Mesir

Lampiran 1 Peta Mesir 112 Lampiran 1 Peta Mesir Sumber: Peta Mesir. World Nations Online Tersedia dalam http://www.nationsonline.org/oneworld/map/egypt_map.htm. Diakses pada tanggal 20 November 2012 pukul 20.18. 113 Lampiran

Lebih terperinci

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL Resolusi disahkan oleh konsensus* dalam Sidang IPU ke-128 (Quito, 27 Maret 2013) Sidang ke-128 Inter-Parliamentary

Lebih terperinci

MEDIA WATCH DAN PELAKSANAAN KEBEBASAN PERS. Djoko Walujo 1

MEDIA WATCH DAN PELAKSANAAN KEBEBASAN PERS. Djoko Walujo 1 Tinjauan Buku MEDIA WATCH DAN PELAKSANAAN KEBEBASAN PERS Djoko Walujo 1 Penulis : Muis, A. Judul Buku : Indonesia di Era Dunia Maya Teknologi Informasi dalam Dunia Tanpa Batas Penerbit : Remaja Rosdakarya,

Lebih terperinci

PENGARUH AIPAC TERHADAP KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT PASCA PERISTIWA 11 SEPTEMBER 2001

PENGARUH AIPAC TERHADAP KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT PASCA PERISTIWA 11 SEPTEMBER 2001 PENGARUH AIPAC TERHADAP KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT PASCA PERISTIWA 11 SEPTEMBER 2001 Oleh: Muh. Miftachun Niam (08430008) Natashia Cecillia Angelina (09430028) ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Faktor-faktor kemenangan..., Nilam Nirmala Anggraini, FISIP UI, Universitas 2010 Indonesia

BAB 5 KESIMPULAN. Faktor-faktor kemenangan..., Nilam Nirmala Anggraini, FISIP UI, Universitas 2010 Indonesia 101 BAB 5 KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari bab-bab sebelumnya. Fokus utama dari bab ini adalah menjawab pertanyaan penelitian. Bab ini berisi jawaban yang dapat ditarik dari pembahasan dan

Lebih terperinci

BAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al-

BAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al- 166 BAB VI 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al- Assad berkaitan dengan dasar ideologi Partai Ba ath yang menjunjung persatuan, kebebasan, dan sosialisme

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan analisis data deskriptif. Penelitian kualitatif deskriptif artinya data yang diperoleh akan dikumpulkan

Lebih terperinci

FAKTOR KONTINUITAS POLITIK LUAR NEGERI MESIR TERHADAP AMERIKA SERIKAT PASCA REVOLUSI 2011

FAKTOR KONTINUITAS POLITIK LUAR NEGERI MESIR TERHADAP AMERIKA SERIKAT PASCA REVOLUSI 2011 FAKTOR KONTINUITAS POLITIK LUAR NEGERI MESIR TERHADAP AMERIKA SERIKAT PASCA REVOLUSI 2011 Hafid Adim Pradana Universitas Muhammadiyah Malang adimhafid@gmail.com Abstract Revolution happening in a country

Lebih terperinci

Saleem Achia, Aktivis Hizbut Tahrir Inggris

Saleem Achia, Aktivis Hizbut Tahrir Inggris Saleem Achia, Aktivis Hizbut Tahrir Inggris Buku Defeating the New Caliphate menyerukan kepada orang Kristen dan Yahudi untuk bersama-sama membendung tegaknya khilafah. Seruan itu bukan basi-basi, tapi

Lebih terperinci

2016 PERANG ENAM HARI

2016 PERANG ENAM HARI BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setelah Perang Dunia I (selanjutnya disingkat PD I) berakhir, negara-negara di Dunia khususnya negara-negara yang berada dikawasan Timur Tengah dihadapkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

Lebih terperinci

Demokrasi Sudah Digagas Jauh Sebelum Merdeka

Demokrasi Sudah Digagas Jauh Sebelum Merdeka Demokrasi Sudah Digagas Jauh Sebelum Merdeka Desain Negara Indonesia Merdeka terbentuk sebagai Negara modern, dengan kerelaan berbagai komponen pembentuk bangsa atas ciri dan kepentingan primordialismenya,

Lebih terperinci

Komunisme dan Pan-Islamisme

Komunisme dan Pan-Islamisme Komunisme dan Pan-Islamisme Tan Malaka (1922) Penerjemah: Ted Sprague, Agustus 2009 Ini adalah sebuah pidato yang disampaikan oleh tokoh Marxis Indonesia Tan Malaka pada Kongres Komunis Internasional ke-empat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dihadapi oleh investor, yakni risiko sistematis dan risiko tak sistematis

BAB I PENDAHULUAN. yang dihadapi oleh investor, yakni risiko sistematis dan risiko tak sistematis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebuah keputusan investasi pada umumnya didasarkan pada pertimbangan besaran return yang akan diperoleh serta risiko yang harus diambil untuk memperoleh return tersebut.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pada bab yang terakhir ini akan dibahas kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Terdapat beberapa kesimpulan yang didapatkan penulis merupakan jawaban

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 172 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dipaparkan dalam bab ini merujuk pada jawaban atas permasalahan penelitian yang telah dikaji oleh penulis di dalam skripsi yang berjudul Peta

Lebih terperinci

Pemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan

Pemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan Pemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan RZF / Kompas Images Selasa, 6 Januari 2009 03:00 WIB J KRISTIADI Pemilu 2009 sejak semula dirancang untuk mencapai beberapa tujuan sekaligus. Pertama, menciptakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER 145 BAB V KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER DAN POLITIK DI INDONESIA (Studi Tentang Kebijakan Dwifungsi ABRI Terhadap Peran-peran Militer di Bidang Sosial-Politik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 1. Pengantar Dalam setiap penelitian ilmiah diperlukan metodologi untuk mengarahkan peneliti sesuai dengan tujuan penelitian dan agar target dari penelitian dapat tercapai.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Citra Antika, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Citra Antika, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa ini, demokrasi merupakan salah satu pandangan dan landasan kehidupan dalam berbangsa yang memiliki banyak negara pengikutnya. Demokrasi merupakan paham

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Partai politik merupakan fenomena modern bagi negara-negara di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Partai politik merupakan fenomena modern bagi negara-negara di dunia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Partai politik merupakan fenomena modern bagi negara-negara di dunia. Istilah tersebut baru muncul pada abad 19 Masehi, seiring dengan berkembangnya lembaga-lembaga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif kualitatif. Dimaksud

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif kualitatif. Dimaksud 20 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif kualitatif. Dimaksud dengan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini merupakan suatu proses

Lebih terperinci

PEMERINTAH OTORITER MESIR DI BAWAH PRESIDEN ABDEL FATTAH AL SISI PASCA KUDETA MILITER TAHUN 2013

PEMERINTAH OTORITER MESIR DI BAWAH PRESIDEN ABDEL FATTAH AL SISI PASCA KUDETA MILITER TAHUN 2013 PEMERINTAH OTORITER MESIR DI BAWAH PRESIDEN ABDEL FATTAH AL SISI PASCA KUDETA MILITER TAHUN 2013 (The Authoritarian Government of Egypt under President Abdel Fattah Al Sisi Administration after Military

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdemokrasi seperti saat ini. William L. Rivers menempatkan media massa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdemokrasi seperti saat ini. William L. Rivers menempatkan media massa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Media massa merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan berdemokrasi seperti saat ini. William L. Rivers menempatkan media massa sebagai four estate

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. diartikan sebagai rancangan atau buram surat, ide (usul) atau pengertian yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. diartikan sebagai rancangan atau buram surat, ide (usul) atau pengertian yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Konsepsi Presiden Soekarno Secara etimologis, konsepsi berasal dari perkataan konsep, sedangkan konsep diartikan sebagai rancangan atau buram surat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Rani Anggia Puspita, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Rani Anggia Puspita, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Gejolak politik yang terjadi di Myanmar, amat disoroti dalam pemberitaan dunia internasional. Sistem pemerintahannya yang dipertahankan selama puluhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dudih Sutrisman, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dudih Sutrisman, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia sebagai sebuah negara berdaulat telah melalui perjalanan sejarah panjang dalam kepemimpinan nasional sejak kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktivitasnya berada di luar lingkup universitas atau perguruan tinggi. Organisasi

BAB I PENDAHULUAN. aktivitasnya berada di luar lingkup universitas atau perguruan tinggi. Organisasi A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Organisasi ekstra universitas merupakan organisasi mahasiswa yang aktivitasnya berada di luar lingkup universitas atau perguruan tinggi. Organisasi ekstra universitas

Lebih terperinci

bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika

bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika BAB V KESIMPULAN Amerika Serikat merupakan negara adikuasa dengan dinamika kebijakan politik luar negeri yang dinamis. Kebijakan luar negeri yang diputuskan oleh Amerika Serikat disesuaikan dengan isu

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Latar belakang TNI sebagai kekuatan Sosial Politik

Lebih terperinci

Memahami Politik Luar Negeri Indonesia Era Susilo Bambang Yudhoyono secara Komprehensif: Resensi Buku

Memahami Politik Luar Negeri Indonesia Era Susilo Bambang Yudhoyono secara Komprehensif: Resensi Buku Indonesian Perspective, Vol. 2, No. 1 (Januari-Juni 2017): 77-81 Memahami Politik Luar Negeri Indonesia Era Susilo Bambang Yudhoyono secara Komprehensif: Resensi Buku Tonny Dian Effendi Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Sugiyono (2014, hlm. 15) mengemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai peristiwa sejarah tentu tidak terjadi dengan sendirinya. Peristiwaperistiwa

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai peristiwa sejarah tentu tidak terjadi dengan sendirinya. Peristiwaperistiwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai peristiwa sejarah tentu tidak terjadi dengan sendirinya. Peristiwaperistiwa tersebut sangat dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran, baik itu watak, kepercayaan,

Lebih terperinci

Konstitusi Rancangan Rusia untuk Suriah: Pertimbangan tentang Pemerintahan di Kawasan Tersebut

Konstitusi Rancangan Rusia untuk Suriah: Pertimbangan tentang Pemerintahan di Kawasan Tersebut Konstitusi Rancangan Rusia untuk Suriah: Pertimbangan tentang Pemerintahan di Kawasan Tersebut Leif STENBERG Direktur, AKU- Dalam makalah berikut ini, saya akan mengambil perspektif yang sebagiannya dibangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat yang kecil ataupun masyarakat yang berskala besar dalam menginginkan

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat yang kecil ataupun masyarakat yang berskala besar dalam menginginkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Konflik adalah sekelumit permasalahan yang timbul karena adanya pergeseran sosial yang di inginkan oleh setiap masyarakat. Konflik bisa saja di tuai berdasarkan

Lebih terperinci