PERTUMBUHAN KARANG Acropora formosa DENGAN TEKNIK TRANSPLANTASI PADA UKURAN FRAGMEN YANG BERBEDA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERTUMBUHAN KARANG Acropora formosa DENGAN TEKNIK TRANSPLANTASI PADA UKURAN FRAGMEN YANG BERBEDA"

Transkripsi

1 PERTUMBUHAN KARANG Acropora formosa DENGAN TEKNIK TRANSPLANTASI PADA UKURAN FRAGMEN YANG BERBEDA Jipriandi 1, Arief Pratomo 2, Henky Irawan 2 1 Student of Marine Science Programme Study 2 Lecture of Marine Science Programme Study Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau jipriandi.fikp@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh ukuran fragmen yang berbeda terhadap pertumbuhan karang Acropora formosa dengan teknik transplantasi untuk mendapatkan ukuran fragmen optimal. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai Mei tahun 2013 di Desa Nyamuk Kecamatan Siantan Timur Kabupaten Kepulauan Anambas. Metode yang digunakan adalah Rancangan Bujursangkar Latin dalam bentuk bagan self conjugate square. Ukuran fragmen karang Acropora formosa diberi 7 perlakuan yaitu 20 mm, 40 mm, 60 mm, 80 mm, 100 mm, 120 mm, dan 140 mm dengan 7 kali pengulangan. Analisis data dengan uji One-Way ANOVA menunjukkan pertumbuhan mutlak tinggi dan laju pertumbuhan tinggi karang Acropora formosa terdapat pengaruh yang nyata terhadap perlakuan ukuran fragmen yang berbeda (p<0,05). Sedangkan analisis data yang sebaran datanya tidak normal dianalisis secara nonparametrik dengan uji Kruskal Wallis pada tingkat kelangsungan hidup karang Acropora formosa menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata terhadap ukuran fragmen yang berbeda (p>0,05) dan dilihat dari peringkat ratarata uji Kruskal Wallis didapat tingkat kelangsungan hidup tertinggi pada ukuran 80 mm, 100 mm, dan 140 mm. Fragmen optimal karang Acropora formosa dicapai oleh ukuran tinggi 80 mm dengan pola pertumbuhan vertikal dan sebagai pertumbuhan karang yang efisien dan efektif dalam pemanfaatan secara berkelanjutan. Kata Kunci : Transplantasi Karang, Fragmen Karang, Fragmen Optimal, Teknologi Karang, Acropora formosa GROWTH OF THE Acropora formosa CORAL WITH TRANSPLANTATION TECHNIQUE ON DIFFERENT FRAGMENT SIZES ABSTRACT This research purposed to determine effect of different fragment sizes to growth of the Acropora formosa coral with transplantation technique to get optimal fragment size. This research had done on February until May 2013 in the Nyamuk Village, Siantan Timur Subdistrict, Anambas Islands District. The method used was Latin Square Design in form of self conjugate square chart. Sizes of the Acropora formosa coral fragment were given 7 treatments, namely 20 mm, 40 mm, 60 mm, 80 mm, 100 mm, 120 mm, and 140 mm with 7 repetitions. Analyze of data with One-Way ANOVA test showed high absolute growth and high growth rate of the Acropora formosa coral contained significant effect on treatments of different fragment sizes (p <0,05). While the analyze of data distribution unnormal, data were analyzed with nonparametric Kruskal-Wallis test on the survival rate of the Acropora formosa coral showed no significant effect on treatments of different fragment sizes (p> 0.05) and saw from mean rank of Kruskal Wallis test obtained level highest survival on size of 80 mm, 100 mm, and 140 mm. The optimal fragment of the Acropora formosa coral was reached by height size of 80 mm with a vertical growth pattern and as coral growth efficient and effective in sustainable use. Keywords : Coral Transplantation, Coral Fragment, Optimal Fragment, Coral Technology, Acropora formosa

2 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang terletak pada pusat segitiga terumbu karang (the coral triangle) yang memiliki tingkat keanekaragaman yang tinggi (mega biodiversity) kelautan dunia dan merupakan salah satu ekosistem unik di dunia yang memiliki fungsi fisik, ekologis, ekonomis, kimia, dan estetika. Kurang lebih 14 persen terumbu karang dunia berada di Indonesia yang mencapai luas kilometer persegi. Oleh karena luasnya, terumbu karang yang memiliki beragam manfaat merupakan sumberdaya alam yang besar bagi Indonesia. Seiring berjalannya waktu, kondisi terumbu karang di Indonesia mengalami degradasi yang cukup mengkhawatirkan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain tingginya pemanfaatan oleh manusia dan kerusakan akibat alam (Ikawati et al., 2001). Indonesia diperkirakan hanya 5,23 persen kondisi terumbu karang dalam kondisi sangat baik, 24,26 persen baik, 37,34 persen cukup, sedangkan 33,17 persen dalam kondisi rusak. Oleh karena itu, apabila tidak diantisipasi maka kekayaan dan potensi terumbu karang akan hilang (Coremap II, 2009). Melihat kenyataan di atas, maka sangat diperlukan upaya rehabilitasi terumbu karang. Transplantasi karang merupakan salah satu upaya rehabilitasi terumbu karang yang sudah ada dilakukan, namun belum ada ukuran fragmen karang yang optimal. Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh ukuran fragmen yang berbeda terhadap pertumbuhan mutlak, laju pertumbuhan, dan tingkat kelangsungan hidup karang Acropora formosa dengan teknik transplantasi dalam rangka untuk mendapatkan ukuran fragmen optimal sehingga penerapan dalam transplantasi karang menciptakan efisiensi dan efektifitas pemanfaatan secara berkelanjutan. Selain itu, sebagai informasi ilmiah yang bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan tentang teknologi transplantasi karang. METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Mei 2013 di Desa Nyamuk, Kecamatan Siantan Timur, Kabupaten Kepulauan Anambas. Alat dan bahan yang digunakan adalah paralon ukuran 1 inch, gunting karang, keranjang berlubang, styrofoam box, kaliper 0,02 mm, jaring mesh size 2,2 m 2, tali tangsi, kabel ties, gergaji halus, skop plester, peralatan skin dive dan scuba, sabak, pensil, aquaread, secchi disk, float tracking, pompong/speedboat, stopwatch, dan kamera bawah air. Sedangkan bahan yang digunakan adalah sampel karang Acropora formosa, semen beton, semen putih, pengeras semen, lem paralon, pasir, dan air laut. Metode yang digunakan adalah Rancangan Bujursangkar Latin dalam bentuk bagan self conjugate square. Ukuran fragmen karang Acropora formosa yang digunakan diberi 7 perlakuan yaitu 20 mm, 40 mm, 60 mm, 80 mm, 100 mm, 120 mm, dan 140 mm dengan 7 kali pengulangan. Penelitian dilakukan dengan tahap persiapan, tahap pelaksanaan, serta tahap pengamatan dan perawatan. Tahap persiapan terdiri dari menentukan jenis karang, asal usul karang, ukuran, penentuan lokasi, pembuatan substrat, pembuatan media tempel, dan pembuatan rak transplantasi. Tahap pelaksanaan terdiri dari pemilihan dan pemotongan karang, pelekatan fragmen pada susbstrat, penyusunan fragmen dalam keranjang, penempatan fragmen dalam rak transplantasi, dan penanaman. Tahap pengamatan terhadap pertumbuhan fragmen karang yang sudah ditanam dilakukan setiap satu kali dalam seminggu selama tiga bulan dengan pengontrolan secara intensif. Pemantauan pertumbuhan karang dilakukan dengan cara mengukur tinggi dan diameter fragmen karang. Pengukuran kualitas air dilakukan setiap awal dan akhir bulan selama tiga bulan secara in situ yaitu diukur langsung pada lokasi penelitian di kedalaman tanam karang transplantasi dengan parameter yang diukur adalah kecerahan, suhu, ph, oksigen terlarut, kecepatan arus, dan salinitas. Perawatan fragmen karang dilakukan secara teratur yaitu setiap satu kali dalam seminggu agar fragmen karang yang ditransplantasi tidak mengalami kematian dan perawatan dilakukan sejalan dengan pengamatan. Proses perawatan terdiri dari kegiatan pengecekan kondisi letak karang di rak transplantasi, kondisi kesehatan karang, pembersihan rak transplantasi, dan pengecekan kondisi rak transplantasi. Karang yang terjatuh dikondisikan ke posisi semula, karang yang

3 mati dibuang ataupun dipisahkan dari karang yang masih hidup agar meminimalisir proses penularan bleeching dan rak transplantasi yang rusak segera diperbaiki. Pertumbuhan karang yang diperoleh dikuantifikasi dengan rumus sebagai berikut. 1. Pertumbuhan Mutlak Tinggi atau Diameter Karang (Sadarun, 1999) βl = Lt - Lo Keterangan: βl = Pertumbuhan mutlak tinggi atau diameter (mm) Lt = Rata-rata tinggi atau diameter setelah bulan ke-t (mm) L 0 = Rata-rata tinggi atau diameter pada waktu pengukuran awal (mm) 2. Laju Pertumbuhan Tinggi atau Diameter Karang (Effendie, 1979 dalam Syarifuddin, 2010) P = Keterangan: P = Capaian pertumbuhan karang (mm per minggu) Lt = Rata-rata tinggi atau diameter pada akhir penelitian (mm) L 0 = Rata-rata tinggi atau diameter pada awal penelitian (mm) t = Waktu pengamatan (minggu) 3. Tingkat Kelangsungan Hidup Karang (Sadarun, 1999) SR = x 100 Keterangan: SR = Tingkat kelangsungan hidup karang yang ditransplantasi (%) Nt = Jumlah karang yang hidup pada akhir penelitian (koloni) N 0 = Jumlah karang yang hidup pada awal penelitian (koloni) Analisis data dilakukan dengan uji One- Way ANOVA dan Post Hoc Duncan pada tingkat ketelitian 95%. Sebaran data yang tidak normal dianalisis secara nonparametrik dengan uji Kruskal Wallis. Penentuan ukuran fragmen karang optimal dilihat dari perlakuan ukuran fragmen karang sekecil mungkin tetapi memiliki parameter pertumbuhan yang tercepat atau tertinggi ataupun yang tidak berbeda nyata dari perlakuan dengan parameter pertumbuhan tercepat atau tertinggi. HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Karang Acropora formosa Pertumbuhan mutlak tinggi dan diameter karang adalah selisih perubahan tinggi dan diameter karang pada akhir penelitian dengan awal penelitian. Hasil pengukuran pertumbuhan tinggi dan diameter karang Acropora formosa selama penelitian dapat dilihat pada gambar 1. Gambar 1. Pertumbuhan Karang Acropora formosa Pertumbuhan mutlak tinggi tertinggi terdapat pada perlakuan E (8,57 mm) dan terendah terdapat pada perlakuan B (4,57 mm). Sedangkan pertumbuhan mutlak diameter tertinggi terdapat pada perlakuan B (2,57 mm) dan terendah terdapat pada perlakuan C dan G (1,71 mm). Analisis data pertumbuhan mutlak tinggi karang Acrofora formosa menggunakan uji One-Way ANOVA dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 1. Uji One-Way ANOVA pada Pertumbuhan Tinggi Mutlak Karang Acropora formosa Sum of Mean Squares df Square F Sig. Between Groups Within Groups Total Berdasarkan uji One-Way ANOVA pada pertumbuhan tinggi mutlak karang Acropora formosa didapatkan bahwa nilai signifikan menunjukkan kurang dari α (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata dari pertumbuhan mutlak tinggi karang dan dapat dikatakan bahwa ukuran fragmen karang memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan mutlak tinggi fragmen karang. Oleh karena itu, dilakukan pengujian statistik lanjutan menggunakan uji Post Hoc Duncan dengan tingkat ketelitian 95% untuk melihat nilai perbedaan antara pertumbuhan mutlak tinggi karang pada setiap perlakuan.

4 Tabel 2. Uji Post Hoc Duncan pada Pertumbuhan Mutlak Tinggi Karang Acropora formosa Perlakuan N Subset for alpha = mm mm mm mm mm mm mm Sig Berdasarkan uji Post Hoc Duncan dengan tingkat ketelitian 95% pada pertumbuhan mutlak tinggi karang Acropora formosa didapatkan bahwa nilai perbedaan pertumbuhan mutlak tinggi karang antarperlakuan diperoleh signifikan sebesar 0,113 mm untuk perlakuan B (40 mm), C (60 mm), A (20 mm) D (80 mm), dan G (140 mm), signifikan sebebsar mm untuk perlakuan C (60 mm), A ( 20 mm), D (80 mm), G (140 mm), dan F (140 mm), dan signifikan sebesar 0,127 mm untuk perlakuan D (80 mm), G (140 mm), F (120 mm), dan E (100 mm). Hasil uji Post Hoc Duncan dengan tingkat ketelitian 95% ini, juga menunjukkan bahwa nilai perbedaan terbesar terdapat pada kelompok ketiga dan sebagai kelompok pertumbuhan tercepat selama penelitian. Pertumbuhan karang yang cepat ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti umur, bentuk, dan ukuran. Pertumbuhan karang yang umurnya lebih muda akan tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan karang yang umurnya lebih tua. Begitu juga dengan karang yang besar dan bercabang akan tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan karang yang kecil dan tidak bercabang. Hal ini didukung oleh Nybakken (1992) dalam Margono (2009) yang menyatakan bahwa koloni karang yang muda cenderung untuk tumbuh lebih cepat daripada koloni yang lebih tua, koloni karang yang besar dan bercabang cenderung untuk tumbuh lebih cepat daripada karang masif. Koloni karang dibentuk oleh ribuan hewan kecil yang disebut polip. Secara sederhana, karang terdiri dari satu polip yang mempunyai bentuk tubuh seperti tabung dengan mulut yang terletak di bagian atas dan dikelilingi oleh tentakel. Namun pada kebanyakan spesies, satu individu polip karang akan berkembang menjadi banyak individu yang disebut koloni. Oleh karena itu, semakin banyak jumlah polip maka semakin besar kesempatan untuk memperoleh makanan bagi hewan karang dan cahaya bagi zooxanthellae sehingga apabila jumlah polip banyak maka diduga jumlah zooxanthellae juga lebih banyak sehingga laju proses kalsifikasi pun akan lebih cepat terjadi pada karang yang mempunyai banyak polip dibanding yang mempunyai sedikit polip. Laju Pertumbuhan Tinggi Karang Acropora formosa Laju pertumbuhan tinggi karang merupakan selisih perubahan tinggi karang pada setiap minggu pengamatan dari awal hingga akhir penelitian. Hasil pengukuran laju pertumbuhan tinggi karang Acropora formosa selama penelitian dapat dilihat pada gambar 2. Gambar 2. Laju Pertumbuhan Tinggi Karang Acropora formosa Berdasarkan gambar laju pertumbuhan tinggi karang Acropora formosa pada masingmasing perlakuan di atas diperoleh rata-rata perminggu adalah pada perlakuan A (0,44 mm), B (0,38 mm), C (0,43 mm), D (0,52 m m), E (0,71 mm), F (0,64 mm), dan G (0,58 mm). Laju pertumbuhan tinggi karang tercepat terdapat pada perlakuan E (0,71 mm) dan laju pertumbuhan tinggi karang terendah terdapat pada perlakuan B (0,38 mm). Hasil analisis data laju pertumbuhan tinggi karang Acropora formosa perminggu menggunakan uji One-Way ANOVA dapat dilihat pada tabel 3 Tabel 3. Uji One-Way ANOVA pada Laju Pertumbuhan Tinggi Karang Acropora formosa Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups Within Groups Total

5 Berdasarkan uji One-Way ANOVA pada laju pertumbuhan tinggi karang Acropora formosa bahwa nilai signifikan menunjukkan kurang dari α (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata dari laju pertumbuhan tinggi karang dan dapat dikatakan bahwa ukuran fragmen karang memberikan pengaruh yang nyata terhadap laju pertumbuhan tinggi fragmen karang perminggu selama penelitian. Oleh karena itu, dilakukan pengujian statistik lanjutan menggunakan uji Post Hoc Duncan dengan tingkat ketelitian 95% untuk melihat nilai perbedaan antara laju pertumbuhan tinggi karang Acropora formosa pada setiap perlakuan. Hasil analisis data laju pertumbuhan tinggi karang Acropora formosa perminggu menggunakan uji Post Hoc Duncan dengan tingkat ketelitian 95% dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Uji Post Hoc Duncan pada Laju Pertumbuhan Tinggi Karang Acropora formosa Perlakuan N Subset for alpha = mm mm mm mm mm mm mm Sig Berdasarkan uji Post Hoc Duncan dengan tingkat ketelitian 95% pada laju pertumbuhan tinggi karang Acropora formosa didapatkan bahwa nilai perbedaan laju pertumbuhan tinggi karang antarperlakuan diperoleh signifikan sebesar 0,114 mm untuk perlakuan B (40 mm), C (60 mm), A (20 mm) D (80 mm), dan G (140 mm), signifikan sebebsar mm untuk perlakuan C (60 mm), A (20 mm), D (80 mm), G (140 mm), dan F (140 mm), dan signifikan sebesar mm untuk perlakuan D (80 mm), G (140 mm), F (120 mm), dan E (100 mm). Hasil analisis Post Hoc Duncan dengan tingkat ketelitian 95% ini, juga menunjukkan bahwa nilai perbedaan terbesar terdapat pada kelompok ketiga dan sebagai kelompok pertumbuhan tercepat selama penelitian. Pertumbuhan yang cepat pada karang juga dipengaruhi oleh suatu hubungan timbal balik dari simbion karang. Pertumbuhan karang dalam prosesnya terjadi hubungan yang saling menguntungkan antara polip dan zooxanthellae dimana zooxanthellae menghasilkan oksigen dan nutrisi yang dibutuhkan oleh polip dan polip menyediakan tempat hidup serta karbonsioksida untuk fotosintesis bagi zooxanthellae. Semakin banyak polip maka semakin banyak juga zooxanthellae yang terdapat pada karang sehingga proses kalsifikasi juga semakin cepat yang mengakibatkan laju pertumbuhan karang semakin meningkat, begitu juga dengan tingkat kelangsungan hidup karang menjadi lebih tinggi. Pendapat ini didukung oleh penelitian Zulfikar dan Soedharma (2008), yang menyatakan bahwa tinggi laju pertumbuhan karang karena dipengaruhi oleh polip. Polip dengan jumlah dua dan tiga buah lebih bisa memanfaatkan makanan secara optimal dibanding dengan satu polip. Tingkat Kelangsungan Hidup Karang Acropora formosa Tingkat kelangsungan hidup karang adalah seberapa tinggi atau rendahnya kemampuan karang bertahan hidup tanpa mengalami kematian selama penelitian yang dinyatakan dalam satuan persen (%). Hasil pengamatan tingkat kelangsungan hidup karang setiap selang waktu satu minggu terhadap jumlah unit karang yang bertahan hidup selama penelitian dapat dilihat pada gambar 10. Gambar 3. Tingkat Kelangsungan Hidup Karang Acropora formosa Berdasarkan gambar tingkat kelangsungan hidup karang Acropora formosa, menunjukkan bahwa tingkat kelangsungan hidup terendah terdapat pada perlakuan A, B, dan C dengan tingkat hidup 71%, sedangkan tingkat kelangsungan hidup tertinggi terdapat pada perlakuan D, E, dan G dengan tingkat hidup 100%. Data tingkat kelangsungan hidup karang Acropora formosa yang diperoleh merupakan sebaran data yang tidak normal

6 dilihat dari uji normalitas pada statistik. Oleh karena itu, analisis data tingkat kelangsungan hidup karang Acropora formosa secara nonparametrik menggunakan uji Kruskal Wallis. Hasil analisis data tingkat kelangsungan hidup karang Acropora formosa menggunakan uji Kruskal Wallis dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Uji Kruskal Wallis Tingkat Kelangsungan Hidup Karang Acropora formosa Survive Rate Chi-Square df 6 Asymp. Sig..334 Berdasarkan uji Kruskal Wallis pada tingkat kelangsungan hidup karang Acropora formosa didapat nilai signifikan lebih besar dari α (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata dari tingkat kelangsungan hidup karang dan dapat dikatakan bahwa ukuran fragmen karang tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap tingkat kelangsungan hidup karang. Tingkat kelangsungan hidup karang yang berukuran lebih kecil memiliki ketahanan hidup lebih rendah dibandingkan dengan fragmen karang yang berukuran lebih besar. Tingkat kelangsungan hidup karang bergantung pada ketepatan dalam perlakuan fragmen, faktor biologis seperti faktor fisiologi karang dan respon terhadap kondisi lingkungan sehingga kemampuan beradaptasi dengan lingkungan sangat berpengaruh terhadap tingkat kelangsungan hidup karang dimana polip yang terdapat pada fragmen karang yang berukuran kecil jumlahnya lebih sedikit sehingga mempengaruhi keberadaan zooxanthellae. Ketahanan hidup karang yang rendah juga diduga karena respon dari karang tersebut yang telah dipotong sehingga mengalami stres dan tidak sanggup mempertahankan hidupnya. Pendapat ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Herdiana (2001), yang menyatakan bahwa ukuran karang yang lebih kecil cenderung akan memiliki tingkat ketahanan hidup yang rendah dibandingkan dengan ukuran fragmen yang lebih besar. Begitu juga Bak dan Criens, 1981 dalam Johan (2001), menyatakan bahwa ukuran fragmen karang sangat menentukan keberhasilan hidup, karena berhubungan dengan laju regenerasi dan kemampuan melepaskan diri dari tutupan sedimen. Fragmen Optimal Karang Acropora formosa Penentuan ukuran fragmen optimal karang Acropora formosa dilakukan dengan melihat dari hasil analisis selisih masingmasing parameter pertumbuhan. Hasil analisis dilihat perlakuan ukuran fragmen karang sekecil mungkin tetapi memiliki parameter pertumbuhan yang tercepat atau tertinggi ataupun yang tidak berbeda nyata dari perlakuan dengan parameter pertumbuhan yang tercepat atau tertinggi. Pertimbangan sebelum menentukan ukuran fragmen optimal pada karang Acropora formosa, maka dilihat perbandingan pertumbuhan tinggi dan diameter karang yang didapat mana yang lebih tampak mencerminkan pertumbuhan. Gambar 4. Perbandingan Pertumbuhan Tinggi dan Diameter Karang Acropora formosa Berdasarkan perbandingan hasil data pertumbuhan yang didapat bahwa pertumbuhan tinggi karang Acropora formosa lebih tampak mencerminkan pertumbuhan dibandingkan pertumbuhan diameter. Hal ini disebabkan oleh sifat tumbuh karang yang cenderung ke atas menuju ke arah dimana terdapat cahaya yang berfungsi dalam proses fotosintesis bagi zooxanthellae. Zooxanthellae merupakan simbion karang yang tidak bisa terpisahkan dan sangat mempengaruhi pertumbuhan karang. Menurut Suharsono, 1984 dalam Johan (2001), menyatakan bahwa karang mempunyai sifat yang sangat unik yaitu perpaduan antara sifat hewan dan tumbuhan, arah pertumbuhannya selalu bersifat fototrofik positif yaitu selalu mengarah ke atas menuju matahari. Pendapat ini juga diperkuat oleh Veron, 1986 dan Nybakken, 1992 dalam Zulfikar dan Soedharma (2008), bahwa cahaya adalah salah satu faktor penting untuk pertumbuhan karang karena karang 90% makanannya disalurkan oleh zooxanthellae yang membutuhkan cahaya untuk kelangsungan

7 hidupnya dalam menjalani proses fotosintesis. Oleh karena itu, penentuan ukuran fragmen optimal dilihat dari pertumbuhan mutlak tinggi, laju pertumbuhan tinggi, dan tingkat kelangsungan hidup karang Acropora formosa menggunakan uji lanjut Post Hoc Duncan pada Pertumbuhan Tinggi Mutlak, Laju Pertumbuhan Tinggi, dan Mean Rank Kruskal-Wallis pada Tingkat Kelangsungan Hidup. Tabel 6. Penentuan Fragmen Optimal Pertumbuhan Mutlak Tinggi Karang Acropora formosa Perlakuan N Subset for alpha = mm mm mm mm mm mm mm Sig Tabel 7. Penentuan Fragmen Optimal Laju Pertumbuhan Tinggi Karang Acropora formosa Perlakuan N Subset for alpha = mm mm mm mm mm mm mm Sig Tabel 8. Penentuan Fragmen Optimal Tingkat Kelangsungan Hidup Karang Acropora formosa Perlakuan N Mean Rank 20 mm mm mm mm mm mm mm Total 49 Berdasarkan kriteria penentuan ukuran fragmen optimal dan parameter pertumbuhan karang yang ditentukan, maka hasil analisis pertumbuhan mutlak tinggi, laju pertumbuhan tinggi, dan tingkat kelangsungan hidup karang Acropora formosa menunjukkan bahwa ukuran fragmen optimal karang yang ditransplantasi dicapai oleh fragmen karang Acropora formosa pada perlakuan ukuran tinggi 80 mm dengan pola pertumbuhan vertikal. Pola pertumbuhan karang Acropora cenderung vertikal dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari yang cukup besar untuk pertumbuhannya. Pola pertumbuhan tersebut berarti pertumbuhan tinggi lebih cepat dibandingkan pertumbuhan diameter. Faktor lingkungan yang subur serta kemampuan adaptasi karang yang cepat dengan jumlah polip yang banyak, sehat yang ditandai dengan warna yang cerah dan indah, tidak stres dibandingkan dengan yang lain. Selain itu, karang yang ditransplantasi juga berasal dari lokasi yang sama. Faktor-faktor tersebut yang mendukung dan menyebabkan pertumbuhan karang optimal. Menurut Dahuri (2003), polip karang menyerap CaCO 3 dari air laut, terjadi reaksi di dalam tubuh polip dan menghasilkan cangkang luar berupa zat kapur. Selain memberi nutrisi, zooxanthellae dengan pigmen-pigmen yang dimilikinya, memberikan warna pada polippolip karang sehingga menyebabkan terumbu karang tampak indah. Karang tidak semuanya sama dalam kepekaannya menerima pengaruh lingkungan. Kondisi perairan merupakan faktor penting yang mempengaruhi stabilitas dari simbiosis karang. Pengaruh kondisi perairan terhadap produksi karang bergantung pada respon fotosintesis dan respirasi dari zooxanthellae. Zooxanthellae dalam jumlah banyak yang diikuti dengan banyaknya pula jumlah polip mempunyai kemampuan untuk mempertahankan diri dari gangguan lingkungan seperti gangguan biologis dan kegiatan manusia. Pertumbuhan fragmen karang optimal ini dianggap sebagai pertumbuhan karang yang efisien dan efektif dalam transplantasi karang. Hal ini dilihat dari ukuran fragmen terkecil, termasuk golongan tumbuh tercepat, dan ketahanan hidup yang tinggi. Selain itu, pentingnya karang sebagai produksi primer yang tinggi dan sebagai sumberdaya ekonomi bagi manusia. Maka dari itu, kelestarian karang di alam dengan mempertimbangkan ekologi dan ekonomi sangat perlu dijaga dan diterapkan secara tepat dan bijak. Kondisi Umum Parameter Kualitas Perairan Secara umum, kondisi kualitas perairan merupakan faktor utama yang mempengaruhi kehidupan karang dan ekosistemnya. Hasil pengukuran kondisi umum kualitas perairan selama penelitian dapat dilihat pada tabel 9.

8 Tabel 9. Kualitas Perairan di Lokasi Penelitian No. Parameter Satuan Nilai Nilai Standar Rata-rata Baku Mutu FISIKA 1 Kecerahan m >5 2 Suhu 0 C Kecepatan Arus m/s 0.10 KIMIA 4 DO mg/l 7.24 >5 5 ph ,5 6 Salinitas Kecerahan yang tinggi didukung oleh kondisi gelombang yang kecil dan kecepatan angin yang bertiup sangat lambat. Kecerahan berkaitan dengan kondisi cahaya yang berpengaruh terhadap proses fotosintesis yang dilakukan oleh zooxanthellae yang membutuhkan sinar matahari. Menurut Guntur (2011), tanpa cahaya yang cukup, laju fotosintesis akan berkurang dan bersamaan dengan itu kemampuan karang untuk menghasilkan kalsium karbonat dan membentuk terumbu juga akan berkurang. Suhu mempengaruhi pertumbuhan karang dimana naiknya suhu walaupun hanya satu atau dua derajat saja dapat mempengaruhi konsentrasi zooxanthellae di dalam jaringan karang. Bila kenaikan suhu terlalu tinggi, jaringan karang akan mengerut dan zooxanthella akan keluar ke air laut. Dengan demikian, proses fotosintesis tidak akan terjadi dan dalam waktu lama karang akan mati. Akibat keluarnya zooxanthella, pigmen pada karang akan hilang dan koloni karang menjadi berwarna putih yang disebut dengan bleaching. Menurut Haris (2001) dalam Akbar (2013), efek dari perubahan suhu pada karang dapat menyebabkan turunnya respon makan, mengurangi rata-rata reproduksi, banyak mengeluarkan lendir, dan proses fotosintesis atau respirasi berkurang. Sirkulasi air sangat penting dalam suatu perairan bagi organisme yang berada di dalamnya. Peranan utama pergerakan air bagi karang adalah berhubungan dengan penyediaan oksigen dan makanan. Penyuplai nutrien terbesar karang berasal dari simbionnya zooxanthellae, namun arus diperlukan karang dalam memperoleh makanan dalam bentuk zooplankton dan oksigen serta dalam membersihkan permukaan karang dari sedimen. Karang sendiri memiliki kemampuan dalam membersihkan permukaan tubuhnya dari sedimen, tetapi dalam jumlah yang sangat terbatas. Arus perairan berkaitan dengan daya tahan penempelan karang pada substrat. Namun, adanya kecepatan arus tidak menyebabkan karang terlepas dari substrat dan tidak juga selalu menghambat pengendapan sedimen. Hal ini dengan ditemukan ada beberapa fragmen yang mati dan dipenuhi sedimen yang menumpuk pada fragmen tersebut. Sedimen yang menumpuk pada fragmen akan menghambat penetrasi cahaya yang dibutuhkan dalam proses fotosintesis yang akhirnya mempengaruhi laju pertumbuhan fragmen karang. Oksigen dapat merupakan faktor pembatas dalam penentuan kehadiran makhluk hidup di dalam air. Oksigen terlarut merupakan parameter penting bagi sistem kimia air laut maupun proses biologi perairan laut. Hal ini karena oksigen diperlukan dalam proses dekomposisi bakteri dalam menguraikan bahan organik. Penurunan oksigen terlarut juga akan mempengaruhi kehidupan karang melalui proses respirasi, dan reaksi oksidasi reduksi terhadap senyawa-senyawa kimia dalam air. Menurut Romimohtarto (1991), oksigen terlarut merupakan salah satu faktor pembatas bagi kehidupan karang. Perubahan konsentrasi oksigen terlarut dapat menimbulkan efek langsung yang berakibat pada kematian karang. Sedangkan pengaruh yang tidak langsung adalah meningkatkan toksisitas bahan pencemar yang pada akhirnya dapat membahayakan karang itu sendiri. Hal ini disebabkan karena oksigen terlarut digunakan untuk proses metabolisme dalam tubuh dan berkembang biak. ph sangat penting sebagai parameter kualitas air karena ia mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan di dalam air. ph perairan berperan sebagai penyangga keseimbangan senyawa-senyawa kimia. Selain itu, makhluk akuatik hidup pada selang ph tertentu, sehingga dengan diketahuinya nilai ph maka kita akan tahu apakah air tersebut sesuai atau tidak untuk menunjang kehidupan mereka. Salinitas yang tidak memenuhi standar baku mutu tersebut diduga karena adanya limpasan air tawar dari pemukiman penduduk, buangan limbah rumah tangga, dan adanya curah hujan beberapa hari. Namun, menurut Guntur (2011), karang masih dapat hidup dalam batas toleransi di bawah atau di atas standar baku mutu yaitu pada salinitas

9 Pertumbuhan karang dengan salinitas yang ekstrim dapat menurunkan laju pertumbuhan secara tajam. Tingkat penurunan laju pertumbuhan ini bergantung juga kepada daya toleransi karang terhadap fluktuasi salinitas. Agar dapat tumbuh dengan baik, tekanan osmosis dalam sel-sel zooxhantellae harus sesuai dengan tekanan osmosis lingkungan perairan tempat hidupnya. Salinitas berbanding lurus dengan tekanan osmosis, maka tekanan osmosis zooxhantellae yang hidup di laut yang bersalinitas lebih tinggi menjadi lebih tinggi pula. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, ukuran fragmen yang berbeda ada yang berpengaruh dan ada pula yang tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan mutlak, laju pertumbuhan, dan tingkat kelangsungan hidup karang Acropora formosa. Karang Acropora formosa memiliki pertumbuhan tinggi lebih cepat dibandingkan pertumbuhan diameter. Pertumbuhan mutlak tinggi tertinggi sebesar 8,57 mm dan terendah sebesar 4,57 mm, pertumbuhan mutlak diameter tertinggi sebesar 2,57 mm dan terendah sebesar 1,71 mm, tingkat kelangsungan hidup tertinggi 100% dan terendah 71%. Fragmen optimal yang diperoleh adalah fragmen karang Acropora formosa dengan tinggi 80 mm dengan pola pertumbuhan vertikal dan sebagai fragmen yang efisien dan efektif dalam pemanfaatan karang secara berkelanjutan. Secara umum, pertumbuhan karang ini didukung oleh kondisi kualitas perairan yang memenuhi standar baku mutu air laut untuk biota laut khususnya karang. SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, penulis menyarankan: 1. Sebaiknya pemanfaatan karang dan penerapan untuk transplantasi menggunakan ukuran tinggi 80 mm pada spesies Acropora formosa agar tercipta efisiensi dan efektifitas pemanfaatan karang secara berkelanjutan. 2. Sebaiknya dilakukan penelitian pengaruh salinitas dan kedalaman yang berbeda terhadap pertumbuhan karang untuk pengembangan ilmu pengetahun tentang teknologi transplantasi karang. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah mendanai dan membantu penelitian ini yaitu Kedua orangtuaku tercinta (M. Sani dan Mursidah), Dosen pembimbing (Arief Pratomo dan Henky Irawan), Priemer Oil melalui program COMDEV, Dikti melalui program PKMP, DKP Kabupaten Kepulauan Anambas, dan temanteman yang memberikan motivasi serta ikut andil dalam penelitian. DAFTAR PUSTAKA Akbar, M Kaitan Kondisi Oseanografi dengan Kepadatan dan Keanekaragaman Karang Lunak di Pulau Laelae, Pulau Bonebatang, dan Pulau Badi. Skripsi. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin: Makassar Coremap II Mengenal Potensi Kawasan Konservasi Perairan (Laut) Daerah. Ditjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Departemen Kelautan dan Perikanan: Jakarta Dahuri, R Keanekaragaman Hayati Laut: Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta Guntur Ekologi Karang pada Terumbu Buatan. Ghalia Indonesia: Bogor Herdiana, Y Respon Pertumbuhan serta Keberhasilan Transplantasi Koral Terhadap Ukuran Fragmen dan Posisi Penanaman pada Dua Spesies Karang Acropora micropthalma (Verril, 1869) dan Acropora intermedia (Brook, 1891) di Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor: Bogor Ikawati, Y., Hanggarawi, P.S., Parlan, H., Handini, H., Siswodihardjo, B Terumbu Karang di Indonesia. Masyarakat Penulis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi: Jakarta Johan, O Tingkat Keberhasilan Transplantasi Karang Batu pada Lokasi Berbeda di Gugusan Pulau Pari Kepulauan Seribu Jakarta. Tesis. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor: Bogor

10 Margono, W Perkembangan dan Pertumbuhan Karang Jenis Lobophyllia hemprichii yang Ditransplantasikan di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor: Bogor Menteri Negara Lingkungan Hidup Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut: Lampiran III Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut. Salinan Deputi Menteri Negara Lingkungan Hidup Bidang Kebijakan dan Kelembagaan Lingkungan Hidup: Jakarta Romimohtarto, K. dan S. Juwana Biologi Laut: Ilmu Pengetahuan Tentang Biologi Laut. Djambatan: Jakarta Sadarun Transplantasi Karang Batu (Stony Coral) di Kepulauan Seribu Teluk Jakarta. Tesis. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor: Bogor Syarifuddin, A. A Studi Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Karang Acropora formosa. Skripsi. Universitas Hasanuddin: Makassar Zulfikar dan Soedharma, D Teknologi Fragmentasi Buatan Karang (Caulastrea furcata dan Cynaria lacrimalis) dalam Upaya Percepatan Pertumbuhan pada Kondisi Terkontrol. Jurnal Natur Indonesia. Volume 10, Nomor 2, Halaman 76-82

LAJU PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP KARANG Acropora formosa HASIL TRANSPLANSTASI PADA KEDALAMAN BERBEDA

LAJU PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP KARANG Acropora formosa HASIL TRANSPLANSTASI PADA KEDALAMAN BERBEDA LAJU PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP KARANG Acropora formosa HASIL TRANSPLANSTASI PADA KEDALAMAN BERBEDA Joni, jonijoni446@gmail.com Mahasiswa Ilmu Kelautan, FIKP, UMRAH Arief Pratomo, sea_a_reef@hotmail.com

Lebih terperinci

JurnalIlmiahPlatax Vol. 3:(2), Juli 2015 ISSN:

JurnalIlmiahPlatax Vol. 3:(2), Juli 2015 ISSN: PERTUMBUHAN FRAGMEN Acropora Formosa PADA UKURAN YANG BERBEDA DENGAN METODE TRANSPLANTASI DI PERAIRAN SELAT LEMBEH (The Growht of Acropora Formosa Fragment in Different Sizes Using Transplantation Method

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Fisika dan Kimia Perairan Kondisi alami sampel karang berdasarkan data (Lampiran 1) dengan kondisi tempat fragmentasi memiliki perbedaan yang tidak terlalu signifikan

Lebih terperinci

KELANGSUNGAN HIDUP DAN LAJU PERTUMBUHAN KARANG (Acropora humilis) HASIL TANSPLANTASI PADA KEDALAMAN YANG BERBEDA

KELANGSUNGAN HIDUP DAN LAJU PERTUMBUHAN KARANG (Acropora humilis) HASIL TANSPLANTASI PADA KEDALAMAN YANG BERBEDA KELANGSUNGAN HIDUP DAN LAJU PERTUMBUHAN KARANG (Acropora humilis) HASIL TANSPLANTASI PADA KEDALAMAN YANG BERBEDA Hairunizar, hairunizar123@gmail.com Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan FIKP-UMRAH Henky Irawan,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi dan Variasi Temporal Parameter Fisika-Kimiawi Perairan Kondisi perairan merupakan faktor utama dalam keberhasilan hidup karang. Perubahan kondisi perairan dapat mempengaruhi

Lebih terperinci

MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR)

MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR) MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR) Benteng, Selayar 22-24 Agustus 2006 TRANSPLANTASI KARANG Terumbu

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 22 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan Pulau Karya, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Pulau Seribu Utara, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Stasiun

Lebih terperinci

Pertumbuhan fragmen bibit ukuran berbeda dalam pembudidayaan karang hias Acropora formosa

Pertumbuhan fragmen bibit ukuran berbeda dalam pembudidayaan karang hias Acropora formosa Pertumbuhan fragmen bibit ukuran berbeda dalam pembudidayaan karang hias Acropora formosa (The growth of different seed fragment size in ornamental coral cultivation, Acropora formosa) Frischa A. Sinipirang

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Fisika dan Kimia Perairan Pulau Karya Tabel 2. Data parameter fisika dan kimia lokasi transplantasi di perairan Pulau Karya bulan September 2010 sampai dengan Juli

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN KARANG JENIS Lobophyllia hemprichii YANG DITRANSPLANTASIKAN DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA

PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN KARANG JENIS Lobophyllia hemprichii YANG DITRANSPLANTASIKAN DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN KARANG JENIS Lobophyllia hemprichii YANG DITRANSPLANTASIKAN DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA Oleh: WIDYARTO MARGONO C64103076 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Perairan Pulau Karya, Kepulauan Seribu yang dilaksanakan pada bulan September 2010 sampai dengan Juli 2011. Lokasi pengamatan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Fisika dan Kimia Perairan Parameter fisika dan kimia perairan sangat mempengaruhi kehidupan biota laut khususnya terumbu karang. Parameter yang tidak sesuai dengan

Lebih terperinci

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terumbu adalah serangkaian struktur kapur yang keras dan padat yang berada di dalam atau dekat permukaan air. Sedangkan karang adalah salah satu organisme laut yang tidak

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kondisi kualitas perairan dalam system resirkulasi untuk pertumbuhan dan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kondisi kualitas perairan dalam system resirkulasi untuk pertumbuhan dan 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Parameter Fisika Kimia Perairan Pengukuran parameter fisika dan kimia bertujuan untuk mengetahui kondisi kualitas perairan dalam system resirkulasi untuk pertumbuhan dan kelangsungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Terumbu karang (coral reef) merupakan ekosistem laut dangkal yang terbentuk dari endapan-endapan masif terutama kalsium karbonat (CaCO 3 ) yang dihasilkan terutama

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem yang paling kompleks dan khas di daerah tropis yang memiliki produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi. Ekosistem

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sumberdaya terbarukan yang memiliki fungsi ekologis, sosial-ekonomis, dan budaya yang sangat penting terutama bagi masyarakat pesisir dan pulau-pulau

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Estuari Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, karena area ini merupakan area ekoton daerah pertemuan dua ekosistem berbeda (tawar dan laut)

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

TRANSPLANTASI KARANG BATU MARGA Acropora PADA SUBSTRAT BUATAN DI PERAIRAN TABLOLONG KABUPATEN KUPANG

TRANSPLANTASI KARANG BATU MARGA Acropora PADA SUBSTRAT BUATAN DI PERAIRAN TABLOLONG KABUPATEN KUPANG 2004 Deselina M W Kaleka Posted 5 Nov. 2004 Makalah Perorangan Semester Ganjil 2004 Falsafah Sains (PPS 702) Program S3 November 2004 Dosen: Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng (Penanggung Jawab) Prof.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2) PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peranan penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah disekitarnya,

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Karang Cara Makan dan Sistem Reproduksi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Karang Cara Makan dan Sistem Reproduksi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Karang Suharsono (1996) menyatakan karang termasuk binatang yang mempunyai sengat atau lebih dikenal sebagai cnidaria (Cnida = jelatang) yang dapat menghasilkan kerangka

Lebih terperinci

REHABILITASI TERUMBU KARANG TELUK AMBON SEBAGAI UPAYA UNTUK MEREDUKSI EMISI CARBON CO

REHABILITASI TERUMBU KARANG TELUK AMBON SEBAGAI UPAYA UNTUK MEREDUKSI EMISI CARBON CO Mangrove REHABILITASI TERUMBU KARANG TELUK AMBON SEBAGAI UPAYA UNTUK MEREDUKSI EMISI CARBON CO TERUMBU KARANG OLEH DANIEL D. PELASULA Pusat Penelitian Laut Dalam LIPI pelasuladaniel@gmail.com PADANG LAMUN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai merupakan suatu perairan yang airnya berasal dari air tanah dan air hujan, yang mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran tersebut dapat

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Wilayah Penelitian Wilayah tempat substrat batu berada bersampingan dengan rumah makan Nusa Resto dan juga pabrik industri dimana kondisi fisik dan kimia perairan sekitar

Lebih terperinci

2.2. Struktur Komunitas

2.2. Struktur Komunitas 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobentos Hewan bentos dibagi dalam tiga kelompok ukuran, yaitu makrobentos (ukuran lebih dari 1,0 mm), meiobentos (ukuran antara 0,1-1 mm) dan mikrobentos (ukuran kurang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Fisika Kimia Perairan Lokasi budidaya rumput laut diketahui memiliki dasar perairan berupa substrat pasir dengan serpihan karang mati. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. 1. BAKOSURTANAL, Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut Buku Tahunan. Bogor.

DAFTAR PUSTAKA. 1. BAKOSURTANAL, Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut Buku Tahunan. Bogor. DAFTAR PUSTAKA 1. BAKOSURTANAL, Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut. 2006. Buku Tahunan. Bogor. 2. Dahuri, Rokhmin. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. PT Gramedia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sidoarjo dan 6 kota yaitu Batu, Malang, Blitar, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. Sidoarjo dan 6 kota yaitu Batu, Malang, Blitar, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai Brantas adalah sungai terpanjang yang ada di provinsi Jawa Timur. Panjangnya yaitu mencapai sekitar 320 km, dengan daerah aliran seluas sekitar 12.000 km 2

Lebih terperinci

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air.

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perairan merupakan ekosistem yang memiliki peran sangat penting bagi kehidupan. Perairan memiliki fungsi baik secara ekologis, ekonomis, estetika, politis,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kesejahteraan hidup rakyat melalui pembangunan di bidang industri, nampak memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan perairan pesisir dan laut karena

Lebih terperinci

Kadar Salinitas, Oksigen Terlarut,..Kepulauan Seribu-Provinsi DKI Jakarta (Dumarno, D & T. Muryanto)

Kadar Salinitas, Oksigen Terlarut,..Kepulauan Seribu-Provinsi DKI Jakarta (Dumarno, D & T. Muryanto) Kadar Salinitas, Oksigen Terlarut,..Kepulauan Seribu-Provinsi DKI Jakarta (Dumarno, D & T. Muryanto) KADAR SALINITAS, OKSIGEN TERLARUT, DAN SUHU AIR DI UNIT TERUMBU KARANG BUATAN (TKB) PULAU KOTOK KECIL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi pemenuhan kebutuhan hidup manusia sehingga kualitas airnya harus tetap terjaga. Menurut Widianto

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Pulau Panggang Kepulauan Seribu DKI Jakarta pada bulan Maret 2013. Identifikasi makrozoobentos dan pengukuran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

POTENSI ANCAMAN LEDAKAN POPULASI ACANTHASTERPLANCI TERHADAP KELESTARIAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH LAUT JAKARTA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA

POTENSI ANCAMAN LEDAKAN POPULASI ACANTHASTERPLANCI TERHADAP KELESTARIAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH LAUT JAKARTA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA POTENSI ANCAMAN LEDAKAN POPULASI ACANTHASTERPLANCI TERHADAP KELESTARIAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH LAUT JAKARTA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA http://7.photobucket.com Oleh: Rizka Widyarini Grace Lucy Secioputri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut di Indonesia memegang peranan penting, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan jasajasa lingkungan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Estradivari et al. 2009).

BAB I PENDAHULUAN. (Estradivari et al. 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu merupakan salah satu kawasan pesisir terletak di wilayah bagian utara Jakarta yang saat ini telah diberikan perhatian khusus dalam hal kebijakan maupun

Lebih terperinci

Laju Pertumbuhan Rumput Laut Gracilaria sp dengan Metode Rak Bertingkat di Perairan Kalianda, Lampung Selatan

Laju Pertumbuhan Rumput Laut Gracilaria sp dengan Metode Rak Bertingkat di Perairan Kalianda, Lampung Selatan Maspari Journal 03 (2011) 58-62 http://masparijournal.blogspot.com Laju Pertumbuhan Rumput Laut Gracilaria sp dengan Metode Rak Bertingkat di Perairan Kalianda, Lampung Selatan Reza Novyandi, Riris Aryawati

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Suhu Tinggi rendahnya suhu suatu badan perairan sangat mempengaruhi kehidupan plankton. Semakin tinggi suhu meningkatkan kebutuhan

Lebih terperinci

JAKARTA (22/5/2015)

JAKARTA (22/5/2015) 2015/05/22 14:36 WIB - Kategori : Artikel Penyuluhan SELAMATKAN TERUMBU KARANG JAKARTA (22/5/2015) www.pusluh.kkp.go.id Istilah terumbu karang sangat sering kita dengar, namun belum banyak yang memahami

Lebih terperinci

G U B E R N U R SUMATERA BARAT

G U B E R N U R SUMATERA BARAT No. Urut: 10, 2015 G U B E R N U R SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG REHABILITASI TERUMBU KARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pusat Studi Ilmu Kelautan IPB,

3. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pusat Studi Ilmu Kelautan IPB, 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pusat Studi Ilmu Kelautan IPB, Ancol, Jakarta yang meliputi dua tahap yaitu persiapan dan fragmentasi Lobophytum

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Perairan merupakan perpaduan antara komponen fisika, kimia dan biologi

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Perairan merupakan perpaduan antara komponen fisika, kimia dan biologi PENDAHULUAN Latar Belakang Perairan merupakan perpaduan antara komponen fisika, kimia dan biologi dalam suatu media air pada wilayah tertentu. Ketiga komponen tersebut saling berinteraksi, jika terjadi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.

Lebih terperinci

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL Oleh : Nurul Dhewani dan Suharsono Lokakarya Muatan Lokal, Seaworld, Jakarta, 30 Juni 2002 EKOSISTEM LAUT DANGKAL Hutan Bakau Padang Lamun Terumbu Karang 1 Hutan Mangrove/Bakau Kata

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekositem aquatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah di sekitarnya,

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan tersebut diberikan nilai skor berdasarkan kelompok hari moulting. Nilai

V HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan tersebut diberikan nilai skor berdasarkan kelompok hari moulting. Nilai V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Kecepatan moulting kepiting bakau Pengamatan moulting kepiting bakau ini dilakukan setiap 2 jam dan dinyatakan dalam satuan moulting/hari. Pengamatan dilakukan selama

Lebih terperinci

TINGKAT KELULUSAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN FRAGMEN TERUMBU KARANG HIAS HASIL TRANSPLANTASI DI PULAU PRAMUKA KEPULAUAN SERIBU

TINGKAT KELULUSAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN FRAGMEN TERUMBU KARANG HIAS HASIL TRANSPLANTASI DI PULAU PRAMUKA KEPULAUAN SERIBU TINGKAT KELULUSAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN FRAGMEN TERUMBU KARANG HIAS HASIL TRANSPLANTASI DI PULAU PRAMUKA KEPULAUAN SERIBU The Survival and Growth Rates of Transplanted Ornamental Coral Reefs In Pramuka

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut dan hampir sepertiga penduduknya mendiami daerah pesisir pantai yang menggantungkan hidupnya dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, flora, fauna maupun makhluk hidup yang lain. Makhluk hidup memerlukan air tidak hanya sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai berlindung, laguna, dan muara sungai yang tergenang pada saat pasang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah sekitarnya. Oleh karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam budidaya perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari biaya produksi. Pakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran logam berat merupakan salah satu masalah penting yang sering terjadi di perairan Indonesia, khususnya di perairan yang berada dekat dengan kawasan industri,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan 5 TINJAUAN PUSTAKA Estuari Estuari merupakan suatu komponen ekosistem pesisir yang dikenal sangat produktif dan paling mudah terganggu oleh tekanan lingkungan yang diakibatkan kegiatan manusia maupun oleh

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan

PENDAHULUAN. di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan 15 PENDAHULUAN Latar Belakang Bahan organik merupakan salah satu indikator kesuburan lingkungan baik di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan kualitas tanah dan di perairan

Lebih terperinci

YANG DI TRANSPLANTASI DI PERAIRAN TELUK TEMPURUNG KECAMATAN BATANG KAPAS KABUPATEN PESISIR SELATAN ARTIKEL

YANG DI TRANSPLANTASI DI PERAIRAN TELUK TEMPURUNG KECAMATAN BATANG KAPAS KABUPATEN PESISIR SELATAN ARTIKEL LAJU PERTUMBUHAN Pocillopora damicornis (Linnaeus, 1758), Acropora formosa (Dana, 1846) dan Acropora cervicornis (Lammarck, 1816) YANG DI TRANSPLANTASI DI PERAIRAN TELUK TEMPURUNG KECAMATAN BATANG KAPAS

Lebih terperinci

Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 3. No. 1 November 2012: ISSN

Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 3. No. 1 November 2012: ISSN Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 3. No. 1 November 2012: 35-42 ISSN 2087-4871 PENGARUH CAHAYA TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN KARANG LUNAK LOBOPHYTUM STRICTUM (OCTOCORALIA:

Lebih terperinci

DISTRIBUSI UKURAN KARANG PORITES SEBAGAI PENYUSUN UTAMA MIKROATOL DI DAERAH RATAAN TERUMBU (REEF FLAT) PERAIRAN KONDANG MERAK KABUPATEN MALANG

DISTRIBUSI UKURAN KARANG PORITES SEBAGAI PENYUSUN UTAMA MIKROATOL DI DAERAH RATAAN TERUMBU (REEF FLAT) PERAIRAN KONDANG MERAK KABUPATEN MALANG DISTRIBUSI UKURAN KARANG PORITES SEBAGAI PENYUSUN UTAMA MIKROATOL DI DAERAH RATAAN TERUMBU (REEF FLAT) PERAIRAN KONDANG MERAK KABUPATEN MALANG Kuncoro Aji, Oktiyas Muzaky Luthfi Program Studi Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem klasifikasi bagi karang lunak Sinularia dura adalah sebagai berikut

2. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem klasifikasi bagi karang lunak Sinularia dura adalah sebagai berikut 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karang Lunak Sinularia dura Sistem klasifikasi bagi karang lunak Sinularia dura adalah sebagai berikut : (Hyman, 1940; Bayer 1956 in Ellis and Sharron, 2005): Filum : Cnidaria Kelas

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang berfungsi sebagai tempat memijah, mencari makan, daerah pengasuhan dan berlindung biota laut, termasuk bagi beragam jenis ikan karang yang berasosiasi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara ekologis ekosistem padang lamun di perairan pesisir dapat berperan sebagai daerah perlindungan ikan-ikan ekonomis penting seperti ikan baronang dan penyu, menyediakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN km dengan luas perairan pantai yang mencapai 5,8 km 2 dari 3,1 juta km 2

I. PENDAHULUAN km dengan luas perairan pantai yang mencapai 5,8 km 2 dari 3,1 juta km 2 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai garis pantai sepanjang 81.000 km dengan luas perairan pantai yang mencapai 5,8 km 2 dari 3,1 juta km 2 keseluruhan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Terumbu karang (coral reefs) tersebar hampir di seluruh perairan dunia dengan kondisi paling berkembang pada kawasan perairan tropis. Meski luas permukaan bumi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Tutupan Karang di Pulau Semak Daun Pulau Semak Daun dikelilingi oleh paparan pulau yang cukup luas (island shelf) hingga 20 kali lebih luas dari pulau yang bersangkutan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 17 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2008-Mei 2009 di Lokasi Rehabilitasi Lamun PKSPL-IPB Pulau Pramuka dan Pulau Kelapa Dua, Kepulauan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kepulauan Seribu merupakan gugusan pulau datar yang melintang di barat daya Laut Jawa dan memiliki ekosistem terumbu karang, mangrove dan padang

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Pengamatan Desa Otiola merupakan pemekaran dari Desa Ponelo dimana pemekaran tersebut terjadi pada Bulan Januari tahun 2010. Nama Desa Otiola diambil

Lebih terperinci

bentos (Anwar, dkk., 1980).

bentos (Anwar, dkk., 1980). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman jenis adalah keanekaragaman yang ditemukan di antara makhluk hidup yang berbeda jenis. Di dalam suatu daerah terdapat bermacam jenis makhluk hidup baik tumbuhan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP Wiwid Prahara Agustin 1, Agus Romadhon 2, Aries Dwi Siswanto 2 1 Mahasiswa Jurusan Ilmu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai dingin dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Bagi biota air, air berfungsi sebagai media baik internal maupun

I. PENDAHULUAN. perikanan. Bagi biota air, air berfungsi sebagai media baik internal maupun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok dalam pengembangan industri budidaya perikanan. Bagi biota air, air berfungsi sebagai media baik internal maupun eksternal. Sebagai media

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati, diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia memiliki banyak hutan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Mangrove

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Mangrove 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Mangrove Mangrove atau biasa disebut mangal atau bakau merupakan vegetasi khas daerah tropis, tanamannya mampu beradaptasi dengan air yang bersalinitas cukup tinggi, menurut Nybakken

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi komunitas plankton sampai tingkat genus di Pulau Biawak terdiri dari 18 genus plankton yang terbagi kedalam 14 genera

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas air memegang peranan penting dalam bidang perikanan terutama untuk kegiatan budidaya serta dalam produktifitas hewan akuatik. Parameter kualitas air yang sering

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekitar 78 % wilayah Indonesia merupakan perairan sehingga laut dan wilayah pesisir merupakan lingkungan fisik yang mendominasi. Di kawasan pesisir terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. Ekosistem mangrove

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di daerah beriklim tropis dan merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya perairan. Laut tropis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki peranan penting sebagai wilayah tropik perairan Iaut pesisir, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan sumberdaya

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci